BAB 4 TOLERANSI PENGUNJUNG DAN WISATAWAN TERHADAP KEMACETAN LALU LINTAS DI KOTA BANDUNG
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai temuan yang telah dilakukan pada seluruh sampel yang telah disebarkan kepada para pengunjung yang datang ke Kota Bandung pada hari kerja (weekday) maupun pada akhir pekan (weekend) dan diolah dengan bantuan software pengolah data SPSS 13. Analisis yang dimaksudkan adalah analisis mengenai karakteristik pengunjung dan kunjungan yang datang ke Kota Bandung yang datang ke kawasan studi. 4.1 Karakteristik Pengunjung dan Kunjungan Wisatawan di Kota Bandung Sesuai dengan yang telah dijelaskan dalam RTRW Kota Bandung Tahun 2003-2013, Kota Bandung memiliki delapan (8) fungsi kota yang saat ini sedang berkembang. Salah satu fungsi kota tersebut adalah sebagai fungsi wisata, dimana Kota Bandung menjadi salah satu kota tujuan wisata dengan skala lokal, regional, nasional, bahkan internasional. Kegiatan wisata yang menjadi kegiatan utama bagi Kota Bandung adalah kegiatan wisata kota (urban tourism) yang berupa wisata belanja, rekreasi, bangunan bersejarah, dan lain-lain. Berdasarkan RIPPDA Kota Bandung tahun 2006, di Kota Bandung terdapat 15 kantong-kantong pengembangan kawasan wisata yang menunjukkan kawasan-kawasan yang menjadi titik lokasi wisata di Kota Bandung. Berdasarkan berbagai literatur yang terkait yang telah dijelaskan sebelumnya, kegiatan pariwisata tidak dapat terlepas dari wisatawan. Wisatawan merupakan faktor yang menjadi penentu perkembangan kegiatan pariwisata di suatu daerah. Perkembangan kegiatan wisata yang terdapat di Kota Bandung dipengaruhi oleh kedatangan para wisatawan ke Kota Bandung. Berdasarkan Chadwick dalam Tourism Planning, wisatawan dapat berasal dari dua sumber, yaitu wistawan lokal dan wisatawan pendatang. Begitu pula dengan wisatawan yang datang ke Kota Bandung, wisatawan yang datang ke Kota Bandung dapat
berupa “wisatawan” yang datang dari dalam Kota Bandung itu sendiri yang kemudian dikategorikan sebagai wisatawan lokal dan termasuk penduduk Kota Bandung dan sekitarnya, serta wisatawan yang berasal dari daerah lain baik itu regional, nasional maupun internasional yang kemudian dapat dikategorikan sebagai wisatawan pendatang. Menurut WTO, wisatawan yang datang ke Kota Bandung terdiri dari dua golongan besar, yaitu pengunjung domestik yang berasal dari Indonesia dan pengunjung yang berasal dari mancanegara atau yang kemudian sering dikenal dengan istilah wisatawan mancanegara. Pengunjung domestik sendiri terdiri dari wisatawan yang merupakan para pengunjung yang mengunjungi Kota Bandung dan menginap di Kota Bandung, serta day trippers atau ekskursionis yang merupakan pengunjung yang datang ke Kota Bandung dalam waktu kurang dari 24 jam. Berikut ini dapat dilihat jumlah wisatawan yang menginap di Kota Bandung.
TABEL IV-1 JUMLAH TAMU HOTEL YANG MENGINAP DI KOTA BANDUNG TAHUN 2002- 2006 Wisatawan Nusantara Tahun
Jumlah (Jiwa)
Pertumbuhan
Wisatawan Mancanegara
(%)
Jumlah (Jiwa)
Pertumbuhan
Total (Jiwa)
Pertumbuhan (%)
(%)
2002
946,344
-
75,407
-
1,021,751
-
2003
1,537,272
38.44
81,388
7.35
1,618,660
36.88
2004
1,750,000
12.16
87,000
6.45
1,837,000
11.89
2005
1,837,500
4.76
91,350
4.76
1,928,850
4.76
2006
1,241,416
-48.02
82,025
-11.37
1,232,441
-56.51
Sumber : Bandung Dalam Angka Dari tabel diatas dapat dilihat bagaimana perkembangan jumlah tamu hotel yang menginap di Kota Bandung antara tahun 2002-2006. Jumlah tamu hotel yang datang ke Kota Bandung cenderung meningkat antara tahun 2002-2005. Namun pada tahun 2006 terjadi penurunan jumlah tamu hotel yang sangat signifikan, yaitu sebesar 56% dari total jumlah tamu hotel pada tahun 2006. Kenaikan jumlah tamu hotel yang menginap di Kota Bandung dapat disebabkan oleh pesatnya perkembangan sarana pariwisata di Kota Bandung seperti pesatnya pembangunan
hotel dan pusat perbelanjaan di Kota Bandung. Pada tahun 2006, penurunan jumlah tamu hotel
yang menginap di Kota Bandung dapat disebabkan oleh
meningkatnya kualitas aksesibilitas menuju Kota Bandung khsusnya bagi pengunjung yang berasal dari Jakarta dan sekitarnya. Peningkatan kualitas aksesibilitas yang dimaksud adalah pembangunan Jalan Tol Purbaleunyi dan pesatnya perkembangan sarana transportasi yang berupa jasa transportasi travel. Selain karena peningkatan kualitas aksesibilitas yang dimiliki Kota Bandung, penurunan jumlah tamu hotel yang menginap di Kota Bandung juga dapat disebabkan oleh meningkatnya permasalahan di Kota Bandung seperti kemacetan lalu lintas yang terkait pada penurunan daya tahan atau toleransi pengunjung terhadap kemacetan lalu lintas di Kota Bandung. Perkembangan jumlah tamu hotel seperti yang telah dijelaskan diatas juga terkait dengan perkembangan wisatawan atau pengunjung yang datang ke Kota Bandung. Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada pengunjung yang datang ke Kota Bandung, salah satu alasan bagi para wisatawan untuk memilih mengunjungi Kota Bandung adalah karena kemudahan akses yang menghubungkan Kota Bandung dengan daerah asal wisatawan. Berikut ini pada GAMBAR 4.1 dapat dilihat grafik mengenai jumlah tamu hotel yang menginap di Kota Bandung pada beberapa tahun terakhir. Penurunan jumlah tamu hotel tersebut apabila tidak diperhatikan maka ditakutkan akan terus terjadi penurunan. Penurunan jumlah tamu hotel yang datang ke Kota Bandung baik secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi perkembangan kegiatan pariwisata di Kota Bandung.
GAMBAR 4.1 JUMLAH TAMU HOTEL YANG MENGINAP DI KOTA BANDUNG 2,500,000
(Jiwa Wisatawan)
2,000,000 1,500,000 1,000,000
Jumlah Wisatawan
500,000 0 2002
2003
2004
2005
2006
Tahun
Sumber : Bandung Dalam Angka Meningkatnya kualitas aksesibilitas ke Kota Bandung mendorong tingginya penggunaan kendaraan pribadi bagi pengunjung yang mengunjungi Kota Bandung. Menurut dinas pariwisata kota bandung, setelah beroperasinya tol cipularang terjadi penambahan jumlah “wisatawan” yang terlihat dari jumlah kendaraan yang masuk ke kota bandung. Tingginya persentase mobil pribadi yang digunakan pengunjung diperkuat oleh tingginya jumlah kendaraan yang memasuki Kota Bandung, yaitu sebanyak 6,9 juta unit kendaraan pada tahun 2004 dan sebanyak 7,8 juta unit kendaraan yang masuk Kota Bandung pada tahun 2005. Tingginya jumlah kendaraan yang masuk ke Kota Bandung menyebabkan volume lalu lintas yang terdapat di Kota Bandung menjadi semakin padat, khususnya pada waktu weekends, sehingga seringkali menyebabkan kemacetan lalu lintas di Kota Bandung. Kemacetan lalu lintas yang biasa terjadi di Kota Bandung khususnya pada waktu weekends dapat mengindikasikan bahwa kapasitas sarana prasarana penunjang seperti jalan raya telah terlampaui. Baiknya kualitas aksesibilitas antara Kota Bandung dengan daerah lain di sekitarnya memicu wisatawan untuk datang ke Kota Bandung dengan menggunakan kendaraan pribadi. Hal terebut dapat menyebabkan terjadinya perubahan dalam pemilihan moda transportasi untuk mencapai Kota Bandung dari kereta api menjadi mobil pribadi maupun travel yang dapat mencapai Kota Bandung dengan waktu yang lebih singkat.
Pada penelitian kali ini, pengunjung yang datang ke Kota Bandung akan diwakilkan oleh pengunjung di beberapa kawasan wisata di Kota Bandung, yaitu kawasan wisata belanja Riau, Cihampelas, Alun-alun dan Kebon Binatang. Berdasarkan hasil pengolahan data, diketahui bahwa responden sebagian besar merupakan laki-laki, dan sebagian besar berasal dari luar Kota Bandung. Untuk lebih jelasnya mengenai perbandingan jenis kelamin responden dapat dilihat pada TABEL IV-2 berikut ini.
TABEL IV-2 PERBANDINGAN JENIS KELAMIN RESPONDEN Jenis Kelamin Laki - laki Perempuan
Asal Daerah Pengunjung Kota Bandung 44.55% 55.45%
Luar Kota Bandung 66.83% 33.17%
Total 59.33% 40.67%
Sumber : Hasil Analisis 2008 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sebanyak 59% responden merupakan laki-laki dan sebanyak 40% responden adalah perempuan. Untuk perbandingan jenis kelamnin dari pengunjung, jumlah antara laki-laki dan perempuan tidak terlampau jauh, yaitu sebesar 55% untuk laki-laki dan 45% untuk perempuan. Untuk perbandingan jenis kelamin pengunjung, sebanayak 67% pengunjung merupakan laki-laki dan 33% perempuan. Hal tersebut dipengaruhi oleh metode pengambilan sampel yang lebih memilih resonden yang tidak sedang berkegiatan, yang sebagian banyak adalah kaum bapak yang sedang menunggu keluarga mereka berkegiatan. Untuk karakteristik pengunjung dan kunjungan yang datang ke tempat-tempat tertentu di Kota Bandung, terdapat kemiripan dalam beberapa hal mengenai karakteristik pengunjung dan kunjungan ke Kota Bandung. Apabila dilihat dari segi asal daerahnya, sebagian besar responden berasal dari luar Kota Bandung, yaitu sebanyak 199 responden atau sebesar 66% dari keseluruhan responden. Sedangkan sebanyak 101 responden merupakan penduduk Kota Bandung yang sedang berwisata di lokasi survei. Untuk lebih jelasnya, berikut ini pada TABEL IV-3 dapat dilihat mengenai perbandingan jumlah pengunjung yang berasal dari Kota Bandung dan luar Kota Bandung.
TABEL IV-3 PERBANDINGAN ASAL DAERAH PENGUNJUNG BERDASARKAN WILAYAH STUDI Lokasi Riau Cihampelas Alun-alun Kebon binatang Total
Asal Daerah Kota Luar Kota Bandung Bandung 4.33% 20.67% 1.67% 23.33% 17.00% 8.00% 10.67%
14.33%
33.67%
66.33%
Sumber : Hasil Analisis 2008 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa “wisatawan” yang melakukan kegiatan di Kota Bandung tidak hanya berasal dari luar Kota Bandung saja, melainkan ada juga “wisatawan” lokal. Berdasarkan hasil pengolahan data kuesioner,
proporsi pengunjung yang berasal dari luar Kota Bandung lebih
banyak dibandingkan dengan “wisatawan” lokal. Hal tersebut berkaitan dengan penggunaan dan kapasitas berbagai sarana prasarana yang terdapat di Kota Bandung. Pada saat weekends dan hari libur, dengan tingginya tingkat kunjungan dari pengunjung yang berasal dari luar Kota Bandung, berbagai sarana prasarana perkotaan penunjang kegiatan pariwisata akan semakin terbebani. Hal tersebut disebabkan oleh sarana prsarana penunjang kegiatan pariwisata yang juga merupakan sarana prasarana perkotaan tidak hanya digunakan oleh penduduk Kota Bandung saja, namun juga digunakan oleh pengunjung yang berasal dari luar Kota Bandung. Karena lebih memfokuskan pada pengunjung yang datang ke Kota Bandung, maka penelitian ini akan lebih membahas mengenai karakterstik pengunjung dan kunjungan yang berasal dari luar Kota Bandung. Berikut ini pada GAMBAR 4.2 dapat dilihat mengenai perbandingan asal daerah pengunjung yang datang ke Kota Bandung.
Jumlah
GAMBAR 4.2 PERBANDINGAN ASAL DAERAH PENGUNJUNG 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Asal Daerah
Sumber : Hasil Analisis 2008 Berdasarkan gambar diatas, pengunjung yang datang ke Kota Bandung didominasi oleh pengunjung yang berasal dari kota lain di Jawa Barat dan pengunjung yang berasal dari Jakarta. Untuk waktu kunjungan, pengunjung yang datang ke Kota Bandung lebih banyak memilih untuk datang ke Kota Bandung pada akhir pekan. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan kepada pengunjung, waktu akhir pekan dipilih untuk melepas kepenatan setelah seminggu bekerja dan memilih untuk berwisata ke Kota Bandung bersama keluarga. Tabel diatas juga dapat menjelaskan bahwa Kota Bandung memang telah menjadi salah satu kota tujuan wisata berskala nasional. Hal tersebut juga dapat menjelaskan posisi Kota Bandung sebagai salah satu PKN di Indonsesia. Berikut ini pada TABEL IV-4 dapat dilihat jumlah pengunjung yang datang ke Kota Bandung per lokasi studi.
TABEL IV-4 PERBANDINGAN WAKTU KUNJUNGAN PENGUNJUNG YANG DATANG KE KOTA BANDUNG Waktu Kunjungan
Lokasi Riau Cihampelas Alun-alun Kebon binatang Total
Weekdays 12.56% 14.07% 3.52%
Weekends 18.59% 21.11% 8.54%
5.53%
16.08%
35.68%
64.32%
Sumber : Hasil Analisis 2008 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar pengunjung yang datang ke Kota Bandung memilih untuk datang ke Kota Bandung pada waktu weekends. Untuk lama kunjungan, pengunjung yang datang ke Kota Bandung lebih banyak yang termasuk kedalam wisatawan, yaitu pengunjung yang mengunjungi Kota Bandung dengan lama kunjungan lebih dari 24 jam. Perbedaan antara jumlah pengunjung yang memiliki lama kunjungan lebih dari 24 jam (wisatawan) dan yang kurang dari 24 jam (day trippers) cukup signifikan. Berikut ini pada TABEL IV-5 dapat dilihat mengenai perbandingan jumlah wisatawan dan day trippers yang datang ke Kota Bandung.
TABEL IV-5 PERBANDINGAN LAMA KUNJUNGAN PENGUNJUNG YANG DATANG KE KOTA BANDUNG Lokasi Riau Cihampelas Alun-alun Kebon Binatang Jumlah
Lama Kunjungan <24 jam (Day >24 jam trippers) (Wisatawan) 8.54% 22.61% 9.55% 25.63% 5.53% 6.53% 18.09%
3.52%
41.71%
58.29%
Sumber : Hasil Analisis 2008 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa persentase wisatawan adalah sebesar 58% sedangkan persentase para day trippers adalah sebesar 42%. Perbedaan yang cukup signifikan tersebut dapat disebabkan oleh terdapatnya jalan Tol
Purbaleunyi, sehingga memudahkan pengunjung untuk mengunjugi Kota Bandung dan kembali ke daerah asalnya, khususnya pengunjung yang berasal dari Jakarta dan sekitarnya. Namun pengunjung yang datang ke Kota Bandung juga banyak yang menginap di Kota Bandung, baik itu di hotel maupun di rumah kerabat. Kesempatan mengunjungi Kota Bandung untuk pengunjung yang berasal dari daerah yang cukup jauh dari Kota Bandung membuat para pengunjung memilih untuk menginap di Kota Bandung. Dengan menginap di Kota Bandung, pengunjung tersebut dapat menikmati lebih banyak daya tarik wisata yang dimiliki Kota Bandung. Untuk jumlah kunjungan pengunjung dalam 6 bulan terakhir, pengunjung yang datang ke Kota Bandung dapat dikategorikan menjadi para “first timers” dan “repeaters”. Yang dimaksud dengan para “first timers” adalah pengunjung yang baru pertama kali mengunjungi atau datang ke Kota Bandung dalam 6 bulan terakhir, sedangkan yang dimakasud dengan “repeaters” adalah pengunjung yang datang ke Kota Bandung lebih dari satu kali dalam 6 bulan terakhir. Berikut ini pada TABEL IV-6 dapat dilihat mengenai tipe kunjungan berdasarkan jumlah kedatangan mereka ke Kota Bandung.
TABEL IV-6 PERBANDINGAN TIPE KUNJUNGAN BERDASARKAN JUMLAH KUNJUNGAN KE KOTA BANDUNG Lokasi Riau Cihampelas Alun-alun Kebon Binatang Jumlah
Tipe Kunjungan First Timers Repeaters 5.53% 25.63% 11.56% 23.62% 2.01% 10.05% 13.57%
8.04%
32.66%
67.34%
Sumber : Hasil Analisis 2008
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar pengunjung atau sekitar 67% pengunjung merupakan para “repeaters” yang mengunjungi Kota Bandung lebih dari 1 kali dalam 6 bulan terakhir. Hal tersebut dapat menjelaskan bahwa sebagian besar pengujung yang datang ke Kota Bandung akan melakukan perjalanan kembali ke Kota Badung. Pengunjung yang datang ke Kota Bandung
untuk berbagai keperluan lebih banyak yang berasal dari daerah yang memiliki jarak tempuh yang cukup dekat ke Kota Bandung dan dengan didukung oleh aksesibilitas yang cukup baik. Untuk pengunjung yang baru pertama kali mengunjungi Kota Badung atau baru satu kali mengunjungi Kota Bandung, pengunjung tersebut biasanya berasal dari daerah yang cukup jauh seperti Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, dan daerah lainnya. Berdasarkan berbagai penjelasan yang telah dijelaskan sebelumnya, terjadi perbedaan komposisi pengunjung atau “wisatawan” yang datang ke Kota Bandung maupun pengunjung lokal yang berasal dari Kota Bandung yang berkegiatan di beberapa kawasan wisata di Kota Bandung. Untuk lebih jelasnya mengenai komposisi pengunjung dapat dilihat pada TABEL IV-7 berikut ini.
TABEL IV-7 KOMPOSISI WISATAWAN, DAY TRIPPERS DAN PENGUNJUNG LOKAL DI KOTA BANDUNG Karakteristik Pengunjung Wisatawan
Riau
Cihampelas
Alun-alun
Kebon Binatang Jumlah
Jumlah
Persentase
45
Jumlah
Persentase
51 82.67%
Jumlah
Persentase
13 93.33%
19
Jumlah
Persentase
7 32.00%
11
116 57.33%
Day trippers
17
Pengunjung lokal
36
13
17.33%
5
6.67%
51
68.00%
32
42.67%
101
Jumlah
75
100.00%
75
100.00%
75
100.00%
75
100.00%
300
83
Sumber : Hasil Analisis 2008 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pengunjung yang datang ke Kota Bandung terdiri dari 2 kelompok besar, yaitu “pengunjung dari luar” dan “pengunjung lokal” yang merupakan penduduk Kota Bandung sendiri. Pengunjung yang berasal dari luar Kota Bandung kembali digolongkan kedalam 2 kelompok, yaitu para wisatawan yang berada di Kota Bandung lebih dari 24 jam, sedangkan para day tripperss adalah pengunjung dari luar Kota Bandung yang berada di Kota Bandung kurang dari 24 jam. Secara umum, komposisi wisatawan merupakan komposisi terbesar, kemudian pengunjung lokal lalu para day trippers. Dari tabel diatas juga dapat dilihat bahwa terdapat beberapa pengelompokkan komposisi pengunjung pada masing-masing lokasi studi. Pengunjung yang datang
ke kawasan wisata belanja Riau dan Cihampelas didominasi oleh para wisatawan, pengunjung yang datang ke kawasan Alun-alun didominasi oleh para pengunjung lokal, sedangkan pengunjung yang datang ke kawasan Kebon Binatang lebih banyak terdiri dari pengunjung day trippers dan pengunjung lokal. Dari tabel persebaran komposisi yang telah dijabarkan diatas dapat dilihat pasar dari masingmasing lokasi studi berdasarkan daerah asal dan lama kunjungan pengunjung. Untuk lebih mudah melihat bagaimana persebaran persentase pengunjung berdasarkan karakteristik dan wilayah studi, berikut ini pada GAMBAR 4.3 akan digambarkan mengenai perbaran pengunjung di wilayah studi di Kota Bandung.
GAMBAR 4.3 PERSEBARAN KOMPOSISI PENGUNJUNG PER WILAYAH STUDI DI KOTA BANDUNG
100% 90% 80%
Cihampelas Riau
70% 60% Pengunjung 50% 40%
Kebon Binatang Alun-alun
30% 20% 10%
10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% Pengunjung Lokal
Sumber : Hasil Analisis 2008
Dari gambar diatas dapat dilihat persebaran dua kelompok besar pengunjung yang datang ke Kota Bandung, yaitu antara pengunjung yang berasal dari luar Kota Bandung dengan pengunjung lokal atau penduduk Kota Bandung. Gambar diatas menjelaskan bahwa terjadi penurunan jumlah persentase pengunjung yang berasal dari luar Kota Bandung dan kenaikan jumlah pengunjung lokal dari kawasan wisata belanja Cihampelas, Riau, Kebon Binatang kemudian Alun-alun. Hal tersebut menunjukkan bahwa berdasarkan hasil
penyebaran kuesioner, Cihampelas merupakan daerah dengan jumlah persentase pengunjung luar Kota Bandung terbanyak, lalu disusul oleh Riau, Kebon Binatang dan Alun-alun. Alun-alun merupakan kawasan wisata dengan jumlah pengunjung lokal (penduduk Kota Bandung) terbanyak apabila dibandingkan dengan wilayah studi lainnya. Kunjungan atau kegiatan yang dilakukan di Kota Bandung memiliki alasan yang bermacam-macam. Alasan kegiatan pengunjung, wisatawan dan penduduk berkegiatan di beberapa lokasi wisata di Kota Bandung dapat dilihat pada TABEL IV-8 berikut ini.
TABEL IV-8 ALASAN PENGUNJUNG BERKEGIATAN DI KOTA BANDUNG Asal Daerah Pengunjung Jenis Kegiatan
Kota Bandung 57.43%
Luar Kota Bandung 48.24%
Responden
Belanja
17.82%
17.09%
17.33%
Mengunjungi Keluarga/Kerabat
0.99%
11.56%
8.00%
Sekedar jalan - jalan
51.33%
Tugas Kantor
4.95%
9.05%
7.67%
Lainnya
18.81%
14.07%
15.67%
Sumber : Hasil Analisis 2008 Dari tabel diatas dapat dkehui bahwa secara umum responden yang berasal dari Kota Bandung maupun yang berasal dari luar Kota Bandung memiliki alasan untuk sekedar berjalan-jalan. Alasan responden untuk berkegiatan di Kota Bandung berkaitan dengan lokai kunjungan yang dilakukan oleh responden, baik yang berasal dari Kota Bandung maupun yang berasal dari luar Kota Bandung. Untuk lebih jelasnya mengenai lokasi yang biasa biasa menjadi tujuan pengunjung di Kota Bandung dapat dilihat pada TABEL IV-9 berikut ini.
TABEL IV-9 LOKASI KUNJUNGAN RESPONDEN Penduduk Kota Bandung 28.71%
Pengunjung Luar Kota Bandung 47.24%
41.00%
Restoran/Rumah makan
31.68%
39.20%
36.67%
Pusat Perbelanjaan
73.27%
57.29%
62.67%
Taman Kota
27.72%
32.16%
30.67%
Museum
14.85%
8.04%
10.33%
Fasilitas Olahraga
15.84%
6.03%
9.33%
Lokasi Yang Biasa Dikunjungi di Kota Bandung Factory Outlet
Total
Sumber : Hasil Analisis 2008
Dari tabel diatas diketahui bahwa responden lebih banyak yang memilih untuk mengunjungi pusat perbelanjaan, factory outlet dan restoran/rumah makan. Hal tersebut sesuai dengan julukan Kota Bandung sebagai kota fashion dan cuisine, dimana memang ketersediaan berbagai pusat perbelanjaan dan maraknya kuliner menjadi daya tarik yang sangat besar untuk Kota Bandung. Responden yang memiliki alasan berkegiatan hanya sekedar jalan-jalan, lebih memilih untuk mengunjungi pusat perbelanjaan dan restoran/rumah makan. Pengunjung yang berasal dari luar Kota Bandung datang ke Kota Bandung menggunakan jenis moda transportasi yang berbeda-beda. Untuk jenis kendaraan yang digunakan oleh pengunjung untuk mengunjungi Kota Bandung, sebagian besar pengunjung menggunakan kendaraan pribadi. Untuk lebih jelasnya, jenis kendaraan yang digunakan oleh pengunjung saat mengunjungi Kota Bandung dapat dilihat pada TABEL IV-10 berikut ini.
TABEL IV-10 JENIS MODA TRANSPORTASI KE KOTA BANDUNG Lokasi
Jenis Moda Transportasi Mobil Pribadi
Sepeda Motor
Angkot
Bus
Travel
Kereta Api
Lainnya
Riau
38
1
4
2
13
3
1
Cihampelas
30
4
3
14
11
3
5
Alun-alun Kebon Binatang Total
6
4
1
12
0
1
0
18
8
12
3
1
1
0
92
17
20
31
25
8
6
46.23%
8.54%
10.05%
15.58%
12.56%
4.02%
3.02%
Persentase
Sumber : Hasil Analisis 2008 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar pengunjung memilih menggunakan mobil pribadi sebagai kendaraan untuk datang ke Kota Bandung. Selain mobil pribadi, penggunaan bus dan travel juga cukup tinggi. Hal tersebut juga dapat diperkuat dengan jalan tol Purbaleunyi yang merupakan akses utama bagi pengunjung yang menggunakan kendaraan pribadi ataupun yang memilih untuk menggunakan jasa transportasi darat lainnya seperti travel dan bus. Untuk pengunjung yang menggunakan bus, berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pengunjung tersebut datang secara berkelompok dengan menggunakan bus rombongan. Pengunjung yang menggunakan travel juga memiliki jumlah yang cukup banyak. Perkembangan jasa travel mengalami perkembangan yang pesat setelah dibangunnya jalan tol Purbaleunyi dan menjadi salah satu jenis moda trasportasi yang digemari oleh pengunjung untuk mengunjungi Kota Bandung. Selain itu, pengunjung yang menggunakan moda transportasi angkutan kota juga memiliki jumlah yang cukup tinggi. Hal tersebut menjelaskan bahwa pengunjung tersebut berasal dari daerah yang dukup dekat dengan Kota Bandung yang dapat mencapai Kota Bandung dengan jasa angkutan kota. Selain berbagai moda transportasi yang telah disebutkan diatas, pengunjung yang datang ke Kota Bandung juga ada yang menggunakan jasa pesawat terbang. Hal tersebut menjelaskan bahwa jasa transportasi yang dapat digunakan oleh pengunjung untuk mencapai Kota Bandung tidak hanya melalui jalan darat, namun dapat juga dicapai dengan pesawat terbang. Selain pemilihan moda transportasi untuk mengunjungi Kota Bandung, pengunjung juga diberikan pertanyaan mengenai
moda transportasi apa yang mereka gunakan selama berada di Kota Bandung. Hal tersebut dimaksudkan untuk melihat apakah terjadi perubahan dalam pemilihan moda transportasi untuk mengunjungi Kota Bandung dan selama pengunjung tersebut berada di Kota Bandung. Berikut ini pada TABEL IV-11 dapat dilihat mengenai jenis moda transportasi yang digunakan pengunjung selama berada di Kota Bandung.
TABEL IV-11 JENIS MODA TRANSPORTASI PENGUNJUNG DI KOTA BANDUNG Lokasi Riau Cihampelas Alun-alun Kebon Binatang Total Persentase
Mobil Pribadi 47 29 10
Jenis Moda Transportasi Sepeda Motor Angkot 4 17 11 24 25 36
Bus 2 4 4
Taksi 4 6 0
Lainnya 1 1 0
24
24
23
3
0
1
110 36.67%
64 21.33%
100 33.33%
13 4.33%
10 3.33%
3 1.00%
Sumber : Hasil Analisis 2008 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari keseluruhan responden, sebagaian besar atau sekitar 36% responden tetap menggunakan mobil pribadi mereka selama berada di Kota Bandung. Pemilihan moda transportasi terbesar kedua setelah mobil pribadi adalah angkutan kota, yaitu sebesar 33%. Dari tabel diatas diketahui bahwa responden yang menggunakan mobil pribadi lebih banyak meruapakan responden yang berada di kawasan wisata belanja Riau dan Cihampelas, yang lebih banyak dikunjungi oleh pengunjung yang berasal dari Jakarta. Pengguna jasa angkutan kota lebih banyak merupakan responden yang berada di kawasan Alun-alun dan Kebon Binatang, dimana responden di kawasan tersebut lebih banyak yang berasal dari Kota Bandung dan daerah lain di sekitar Kota Bandung. Apabila dibandingkan dengan pemilihan moda transportasi untuk mengunjungi Kota Bandung, maka jumlah penggunaan mobil pribadi dan sepeda motor terbilang stabil, artinya tidak terjadi perubahan jumlah yang berarti. Perubahan yang jelas terjadi adalah penggunaan jasa trasportasi umum angkutan kota. Dibandingkan dengan pemilihan moda transportasi menuju Kota Bandung,
pengunjung yang mengunjungi Kota Bandung dengan menggunakan travel, bus maupun kereta api banyak yang mengganti moda transportasi mereka. Hal tersebut dapat dilihat dari meningkatnya jumlah penggunaan moda transportasi angkutan kota. Peningakatan penggunaan angkutan kota secara signifikan menjelaskan bahwa dapat terjadi pergantian dari moda transportasi travel, bus umum maupun kereta api saat menuju Kota Bandung menjadi angkutan kota saat berada di Kota Bandung. Hal tersebut dapat dilihat dari meningkatnya jumlah penggunaan kendaraan pribadi walaupun tidak signifikan. Untuk lebih jelasnya mengenai perbandingan antara penggunaan moda transportasi ke Kota Bandung dan selama berada di Kota Bandung dapat dilihat pada TABEL IV-12 berikut ini.
TABEL IV-12 PERBANDINGAN ANTARA PENGGUNAAN MODA TRANSPORTASI PENGUNJUNG LUAR KOTA BANDUNG KE KOTA BANDUNG DAN SELAMA BERADA DI KOTA BANDUNG Moda transportasi di Kota Bandung
Moda transport asi ke Kota Bandung
Mobil Pribadi
Sepeda Motor
Angkot
Bus
Taksi
Lainnya
Total
87
2
2
1
0
0
92
2
15
0
0
0
0
17
2
0
17
0
0
1
20
Bus
1
1
19
6
3
1
31
Travel
1
1
15
2
5
1
25
Kereta Api
1
1
4
1
1
0
8
Lainnya
0
0
4
1
1
0
6
Total
94
20
61
11
10
3
199
Mobil Pribadi Sepeda Motor Angkot
Sumber : Hasil Analisis 2008
Dari tabel diatas dapat dilihat mengenai perbandingan antara pemilihan moda transportasi pengunjung yang berasal dari luar Kota Bandung dalam menuju Kota Bandung dan selama berada di Kota Bandung. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa terjadi perubahan pemilihan moda transportasi yang cukup besar bagi pengunjung yang mengunjungi Kota Bandung dengan menggunakan kendaraan umum (bus, travel, kereta api). Pengunjung yang mengunjungi Kota Bandung dengan menggunakan kendaraan umum, sebagian besar dari mereka
kembali menggunakan kendaraan umum selama berada di Kota Bandung. Untuk pengunjung yang datang ke Kota Bandung dengan menggunakan kendaraan pribadi, tidak terjadi perubahan yang berarti dalam pemilihan moda transportasi. Hal diatas menunjukkan bahwa moda transportasi umum merupakan salah satu sarana yang penting dalam menunjang kegiatan pariwisata di Kota Bandung. Penjelasan diatas dapat menjelaskan bahwa telah terjadi perubahan moda transportasi antara saat menuju Kota Bandung dan saat berada di Kota Bandung, khususnya untuk pengguna moda transportasi umum. Walaupun tidak seluruhnya berpindah ke angkutan kota, namun dapat pula terjadi perubahan penggunaan moda transportasi dimana saat menuju Kota Bandung pengunjung menggunakan moda transportasi umum, namun saat berada di Kota Bandung pengunjung tersebut menggunakan kendaraan pribadi milik kerabat. Untuk jenis moda transportasi lainnya selama berada di Kota Bandung, beberapa responden memilih untuk tidak menggunakan kendaraan atau berjalan kaki karena pengunjung tersebut hanya mengunjungi satu kawasan tertentu saja dan tidak berpindah kawasan wisata lalu kembali lagi ke daerah asalnya. Untuk kesediaan berjalan kaki dalam melakukan kegiatan atau berwisata dalam satu kawasan wisata, sebagian besar responden bersedia untuk berjalan kaki. Hal tersebut dapat dilihat pada GAMBAR 4.4 berikut ini.
GAMBAR 4.4 PERBANDINGAN KESEDIAAN UNTUK BERJALAN KAKI
16% Bersedia Tidak Bersedia 84%
Sumber : Hasil Analisis 2008 Gambar diatas dapat menjelaskan bagaimana perbandingan kesediaan responden yang terdiri dari wisatawan, day trippers dan pengunjung lokal untuk
berjalan kaki dalam berpindah objek wisata yang terletak pada satu kawasan. Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan dengan responden, pengunjung yang tidak bersedia untuk berjalan kaki dalam berpindah objek wisata dalam satu kawasan disebabkan oleh terdapatnya perasaan kurang nyaman terhadap berbagai sarana penunjang seperti trotoar dan ketersediaan tanaman peneduh. Selain itu, pengunjung yang tidak bersedia berjalan kaki disebabkan oleh faktor usia, sehingga kurang memungkinkan pengunjung untuk berjalan kaki dalam berpindah objek wisata. Melihat persentase yang sangat besar dari pengunjung yang bersedia berjalan kaki, maka kebutuhan akan sarana penunjang seperti trotoar sangat diperlukan guna mempermudah pengunjung dan memberikan kenyamanan kepada pengunjung dalam berjalan kaki saat berkegiatan di Kota Bandung. Penggunaan moda transportasi juga berkaitan dengan ketersediaan lokasi parkir. Berikut ini pada TABEL IV-13 dapat dilihat lokasi parkir kendaraan pengunjung yang datang ke Kota Bandung.
TABEL IV-13 LOKASI KENDARAAN DIPARKIR Lokasi Kendaraan Diparkir Wilayah Studi
Jenis Moda Transportasi
Pinggir Jalan (On Street Parking)
Halaman Parkir Objek Wisata
Gedung/Pelataran Parkir
Lainnya
4 2 2 11 4 2 0 2 13 1 11 11 2 32.66%
39 1 2 8 7 1 1 4 7 0 13 11 2 48.24%
5 1 0 10 1 0 0 4 2 0 0 2 0 12.56%
0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1.01%
Mobil Pribadi Sepeda Motor Taksi Mobil Pribadi Cihampelas Sepeda Motor Bus Taksi Mobil Pribadi Alun-alun Sepeda Motor Bus Mobil Pribadi Kebon Binatang Sepeda Motor Bus Persentase Riau
Sumber : Hasil Analisis 2008 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagaian besar pengunjung memarkirkan kendaraan mereka di halaman parkir objek wisata. Tingginya jumlah pengunjung yang memarkirkan kendaraan mereka di pinggir jalan (on
street parking) menunjukkan bahwa kapasitas parkir di beberapa lokasi wisata yang menjadi wilayah studi masih kurang. Kurangnya lahan parkir tersebut kemudian memberikan dampak lanjutan, yaitu antrian kendaraan pengunjung untuk mencari parkir yang menghambat laju lalu lintas dan berkurangnya kapasitas jalan akibat adanya on street parking. Hambatan yang telah disebutkan diatas merupakan salah satu penyebab kemacetan lalu lintas di berbagai lokasi wisata di Kota Bandung. Berikut ini pada TABEL IV-14 dapat dilihat waktu yang dibutuhkan pengunjung untuk mencari parkir di berbagai pusat perbelanjaan di Kota Bandung.
TABEL IV-14 WAKTU YANG DIBUTUHKAN UNTUK MENCARI PARKIR Lokasi Survei Alun-alun Cihampelas Kebon Binatang Riau Jumlah
Lama Mencari Parkir 1-5 menit 36.36% 19.51%
5-10 menit 18.18% 24.39%
10-15 menit 45.45% 14.63%
> 15 menit 0.00% 41.46%
37.93%
55.17%
6.90%
0.00%
47.92% 35.66%
35.42% 34.88%
14.58% 15.50%
2.08% 13.95%
Sumber : Hasil Analisis 2008 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pengunjung yang menggunakan kendaraan paribadi lebih banyak yang membutuhkan waktu selama 1-5 menit dan 5-10 menit untuk mencari parkir di berbagai lokasi kawasan wisata di Kota Bandung. Banyaknya pengunjung yang hanya memerlukan waktu 1-5 menit dan 5-10 menit untuk mencari parkir menunjukkan bahwa sebenarnya cukup sulit untuk mencari parkir di kawasan wisata di Kota Bandung, khususnya pada akhir pekan, namun pengunjung tersebut tetap mendapatkan parkir. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, terdapat pengunjung yang tidak sabar untuk mencari parkir, sehingga apabila dia menghabiskan waktu lebih dari 5 menit untuk mencari parkir, pengunjung tersebut akan meninggalkan objek wisata ini dan pindah ke objek atau kawasan wisata lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan prasarana parkir dapat menjadi sangat penting karena dapat
mempengaruhi pola kegietan atau tindakan pengunjung dalam beraktifitas di Kota Bandung. Rendahnya jumlah pengunjung yang memarkirkan kendaraan mereka di pelataran parkir khusus ataupun gedung parkir disebabkan oleh memang terbatasnya ketersediaan sarana atau fasilitas khusus parkir umum di Kota Bandung. Sebagai contoh, pengunjung yang datang ke kawasan wisata belanja Cihampelas banyak memanfaatkan ketersediaan gedung parkir di Cihampelas Walk sebagai tempat untuk memarkirkan kendaraan mereka, lalu mereka berjalan kaki dalam berwisata di kawasan wisata belanja Cihampelas. Berbagai hal yang telah disebutkan diatas menjelaskan bahwa prasarana parkir merupakan salah satu sarana yang sangat penting dalam mendukung kegiatan pariwisata di Kota Bandung. Pengunjung yang menggunakan bus rombongan, biasanya memarkirkan kendaraan mereka di halaman objek wisata atau di pinggi jalan. Namun yang menjadi masalah adalah prasarana parkir yang biasa digunakan untuk bus tidak dikhususkan untuk manampung bus. Hal tersebut dapat menimbulkan berbagai permasalahan seperti terhambatnya laju lalu lintas akibat bus yang mencari parkir dan rusaknya prasarana parkir dan jalan raya yang sering digunakan sebagai tempat parkir bus. Kemacetan lalu lintas yang terjadi di Kota Bandung khususnya pada akhir pekan dapat mempengaruhi waktu perjalanan pengunjung selama berada di Kota Bandung maupun mempengaruhi waktu kunjungan di berbagai lokasi kunjungn wisata. Untuk proporsi waktu yang dihabiskan responden dalam berkegiatan khususnya berwisata di Kota Bandung, proporsi waktu dibagi kedalam dua kelompok, yaitu proporsi waktu di perjalanan dan proporsi waktu selama berada di lokasi wisata atau daerah tujuan. Secara umum, perbandingan proporsi antara waktu perjalanan dengan waktu di lokasi tujuan dapat dilihat pada TABEL IV-15 berikut ini.
TABEL IV-15 PROPORSI WAKTU YANG DIHABISKAN RESPONDEN Proporsi Waktu di Perjalanan (%) 90
Proporsi Waktu di Objek Wisata (%) 10
Weekdays
Weekends
0
80
20
0
70
30
60
40
50
Waktu Survei Total
Persentase
0
0
0.00%
0
1
0.33%
1
6
10
3.33%
4
17
19
6.33%
50
2
25
40
13.33%
40
60
15
28
45
15.00%
30
70
17
49
81
27.00%
20
80
32
46
82
27.33%
10
90
36
9
22
7.33%
Sumber : Hasil Analisis 2008 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa berdasarkan hasil pengolahan data kuesioner, proporsi terbesar dari waktu yang dihabiskan dalam perjalanan dengan proporsi yang dihabiskan di objek wisata atau di lokasi tujuan adalah 30% untuk waktu perjalanan dan 70% untuk waktu di objek wisata/lokasi tujuan. Dari tabel diatas juga dapat dilihat bahwa persebaran proporsi waktu yang dihabiskan oleh responden lebih banyak pada objek wisata. Hal tersebut menjelaskan bahwa sebagian besar pengunjung mengahabiskan lebih banyak waktu di lokasi wisata/lokasi tujuan daripada di perjalanan. Ketika responden diberi pertanyaan mengenai hambatan yang mereka hadapai selama berwisata atau berkegiatan di Kota Bandung, maka sebagai besar responden menganggap bahwa kemacetan lalu lintas merupakan hambatan utama. Sebesar 83% responden menganggap bahwa kemacetan lalu lintas merupakan hambatan utama. Kemacetan lalu lintas yang seringkali terjadi di Kota Bandung khususnya pada waktu akhir pekan dapat menghambat dan membuang waktu responden, sehingga dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman bagi pengunjung maupun bagi penduduk lokal yang berkegiatan pada waktu weekends. Berdasarkan hasil pengolahan data hasil penyebaran kuesioner, pengunjung yang datang ke Kota Bandung lebih banyak yang mengunjungi pusat perbelanjaan dan Factory Outlet, khususnya untuk pengunjung yang mengunjungi kawasan wisata belanja Riau, Cihampelas dan kawasan Alun-alun. Hal tersebut memperkuat posisi Kota Bandung sebagai salah
satu kota tujuan wisata belanja. Untuk pengunjung yang datang ke kawasan Kebon Binatang, pengunjung lebih banyak yang hanya mengunjungi objek wisata Kebon Binatang saja dan tidak melakukan perjalanan ke kawasan wisata lain. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada para responden yang mengunjungi objek wisata Kebon Binatang, mereka memang sengaja meluangkan waktu hanya untuk mengunjungi Kebon Binatang bersama keluarga. 4.2 Toleransi Pengunjung Terhadap Kemacetan Lalu Lintas di Kota Bandung Berbagai permasalahan yang terdapat di Kota Bandung khususnya di berbagai kawasan baik pada waktu weekdays maupun pada waktu weekends dapat mempengaruhi daya tarik Kota Bandung sebagai salah satu destinasi wisata skala nasional maupun skala internasional. Berdasarkan RTRW Kota Bandung tahun 2003-2013, salah satu permasalahan yang selalu terjadi adalah kemacetan lalu lintas dan sulitnya mencari parkir di berbagai lokasi wisata pada waktu weekends. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Litbang Kompas pada tahun 2008, permasalahan kemacetan lalu lintas yang terjadi di Kota Bandung dalam keadaan yang semakin memburuk apabila dibandingkan dengan 5 tahun lalu. Walaupun jumlah pengunjung yang datang ke Kota Bandung tidak dapat dipastikan, namun berdasarkan Bandung Dalam Angka, terjadi penurunan dalam jumlah tamu hotel yang menginap di Kota Bandung. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, terjadi penurunan jumlah tamu hotel yang menginap di Kota Bandung. Walaupun penurunan jumlah tamu hotel yang menginap tersebut dapat disebabkan oleh semakin baiknya akses yang dimiliki Kota Bandung, yaitu dengan adanya jalan tol Purbaleunyi, sehingga pengunjung mendapatkan kemudahan untuk mengunjungi Kota Bandung dan kembali lagi ke asal daerahnya. Mengingat jumlah pengunjung yang berasal dari daerah Jakarta dan sekitarnya cukup besar, terdapatnya jalan tol Purbaluenyi yang menghubungkan antara Jakarta dengan Kota Bandung dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan pola perjalanan pengunjung yang berasal dari Jakarta dari yang harus menginap, menjadi hanya mengunjungi Kota
Bandung dengan lama kunjungan <24 jam dan termasuk ke dalam golongan pada day tripperss atau ekskursionis. Namun, penurunan jumlah pengunjung yang menginap di Kota Bandung juga dapat disebabkan oleh menurunnya daya tarik yang dimiliki Kota Bandung karena berbagai permasalahan yang ada seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada BAB 3. Penurunan jumlah wisatawan yang datang ke Kota Bandung juga dapat disebabkan oleh faktor psikologis dari wisatawan yang sudah tidak tahan akan berbagai permasalahan yang ada di Kota Bandung. Walaupun tidak dapat menggambarkan kondisi perkembangan jumlah wistawan secara pasti, namun penurunan jumlah tamu hotel yang menginap di Kota Bandung secara langsung maupun tidak langsung telah dipengaruhi oleh kondisi maupun berbagai paermasalahan yang terjadi di Kota Bandung. Berikut ini pada TABEL IV-16 akan dilihat mengenai rata-rata, nilai tengah dan nilai modus dari toleransi pengunjung terhadap kemacetan lalu lintas di Kota Bandung.
TABEL IV-16 MEAN, MEDIAN DAN MODUS NILAI TOLERANSI RESPONDEN KOTA BANDUNG N
Valid Missing
300 0
Mean
5.98
Median
6
Mode
8
Sumber : Hasil Analisis 2008
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 300 kuesioner yang dibagikan, seluruh data terkumpul, tidak terdapat data yang hilang ataupun tidak terpakai. Angka rata-rata untuk nilai toleransi pengunjung yang datang ke Kota Bandung adalah sebesar 5,98. Nilai tengah atau median dari toteransi pengunjung adalah sebesar 6. Hal tersebut menjelaskan bahwa apabila nilai toleransi pengunjung Kota Bandung kurang dari 6, maka dianggap masih memiliki rasa toleransi yang besar, sedangkan untuk nilai toleransi yang lebih besar dari 6, maka pengunjung tersebut diangap memiliki toleransi yang rendah atau sudah mulai merasa tidak tahan akan kemacetan lalu lintas di Kota Bandung. Nilai modus yang dihasilkan
dari hasil pengolahan data toleransi pengunjung adalah 8. Hal tersebut menjelaskan bahwa secara keseluruhan, pengunjung yang datang ke Kota Bandung memiliki nilai toleransi yang rendah terhadap kemacetan lalu lintas di Kota Bandung. Nilai toleransi rata-rata pengunjung terhadap kemacetan lalu lintas dapat berbeda-beda. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh lokasi survei dan asal daerah pengunnjung. Berikut ini pada TABEL IV-17 akan dilihat mengenai ratarata dari toleransi pengunjung terhadap kemacetan lalu lintas di Kota Bandung.
TABEL IV-17 NILAI RATA-RATA TOLERANSI RESPONDEN DI KOTA BANDUNG BERDASARKAN LOKASI SURVEI DAN ASAL DAERAH Lokasi Riau Cihampelas Alun-alun Kebon Binatang Rata-rata Total
Seluruh Responden
Pengunjung Luar Kota Bandung Mean N 4.96 63 6.08 68 7.16 24
Mean 5.12 5.95 7.08
N 75 75 75
5.77
75
5.79
5.98
300
5.79
Penduduk Kota Bandung Mean 5.46 6.40 7.04
N 13 5 51
44
5.56
32
199
6.34
101
Sumber : Hasil Analisis 2008
Dari tabel diatas dapat dilihat berbagai rata-rata nilai rata-rata toleransi pengunjung terhadap kemacetan lalu lintas di Kota Bandung. Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai rata-rata terbesar adalah pengunjung yang mengunjungi kawasan Alun-alun, yaitu sebesar 7,08. Hal tersebut menjelaskan bahwa dibandingkan dengan lokasi lainnya, responden yang datang ke kawasan Alun-alun memiliki angka rata-rata toleransi yang paling besar. Angka toleransi yang menjelaskan bahwa secara rata-rata, tingkat toleransi responden di kawasan Alun-alun yang paling rendah. Angka rata-rata toleransi responden yang paling kecil adalah angka rata-rata responden yang dimiliki oleh responden di kawasan wisata belanja Riau, yaitu dengan nilai rata-rata 5,12. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh asal daerah responden yang sebagian besar berasal dari Jakarta, sehingga ketika mengalami kemacetan lalu lintas di Kota Bandung, mereka
merasa kemacetan di Kota Bandung belum apa-apa bila dibandingkan dengan kemacetan yang biasa mereka hadapi di Jakarta. Responden di kawasan Alun-alun yang didominasi oleh pengunjung lokal atau penduduk Kota Bandung sendiri mulai merasa tidak tahan terhadap kemacetan lalu lintas yang terjadi di Kota Bandung,khususnya pada waktu akhir pekan. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada beberapa responden di kawasan Alun-alun, responden merasa sangat terganggu oleh kemacetan lalu lintas yang terjadi di Kota Bandung, khususnya pada waktu akhir pekan. Hal tersebut dikarenakan terganggunya responden dalam beraktivitas, sehingga seringkali merugikan responden. Kerugian yang diderita oleh responden antara lain responden merasa waktunya terbuang karena kemacetan lalu lintas yang terjadi di Kota Bandung. Untuk responden dikawasan wisata belanja Riau, responden lebih banyak berasal dari Jakarta. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa responden yang berasal dari Jakarta, rata-rata nilai toleransi yang dibawah rata-rata seluruh responden disebabkan oleh faktor psikologis dan kesempatan untuk berkunjung kembali ke Kota Bandung. Responden yang berasal dari Jakarta banyak yang beranggapan bahwa kemacetan yang terjadi di Kota Bandung belum sebanding dengan kemacetan lalu lintas yang biasa mereka hadapi di Jakarta. Hal tersebut sedikit banyak dapat telah mempengaruhi angka rata-rata responden di kawasan wisata belanja Riau mengingat sebagaian besar responden berasal dari Jakarta. Nilai rata-rata toleransi responden di kawasan wisata belanja Cihampelas berada pada kisaran rata-rata, yaitu dengan nilai ratarata 5,95. Nilai rata-rata toleransi responden terhadap kemacetan lalu lintas di objek wisata Kebon Binatang juga berada dibawah nilai rata-rata seluruh responden, yaitu berada pada angka 5,77. Berikut ini dapat dilihat nilai toleransi pengunjung yang berasal dari luar Kota Bandung terhadap kemacetan lalu lintas yang terjadi di Kota Bandung pada TABEL IV-18.
TABEL IV-18 PERSEBARAN NILAI TOLERANSI PENGUNJUNG LUAR KOTA BANDUNG TERHADAP KEMACETAN LALU LINTAS DI KOTA BANDUNG Tingkat Toleransi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Riau
Cihampelas
Alun-alun
0 9 14 3 7 9 10 8 2 0
4 0 6 6 11 15 9 13 4 2
1 0 0 0 3 3 3 9 5 0
Kebon Binatang 1 3 1 4 6 9 10 6 3 0
Total
Persentase
6 12 21 13 27 36 32 36 14 2
3.02% 6.03% 10.55% 6.53% 13.57% 18.09% 16.08% 18.09% 7.04% 1.01%
Sumber : Hasil Analisis 2008
Tabel diatas merupakan nilai toleransi pengunjung yang berasal dari luar Kota Bandung terhadap kemacetan lalu lintas yang terjadi di berbagai kawasan wisata di Kota Bandung. Nilai terbanyak atau modus dari nilai toleransi yang dimiliki oleh pengunjung yang berasal dari luar Kota Bandung adalah 8. Hal tersebut menjelaskan bahwa dari 199 pengunjung yang berasal dari luar Kota Bandung, sebesar 18% responden memiliki nilai toleransi yang cukup rendah. Namun, terdapat pengunjung yang memiliki nilai toleransi 10 yang menandakan bahwa pengunjung tersebut telah jera untuk datang ke Kota Bandung lagi setelah mengalami kemacetan lalu lintas di Kota Bandung, khususnya pada waktu weekends. Tabel diatas merupakan tabel yang menggambarkan persebaran toleransi pengunjung yang berasal dari luar Kota Bandung terhadap kemacetan lalu lintas yang terjadi di berbagai kawasan wisata di Kota Bandung. Nilai rata-rata toleransi pengunjung yang berasal dari luar Kota Bandung berdasarkan hasil pengolahan data adalah sebesar 5,79. Apabila dilihat pada tabel diatas, persebaran nilai toleransi pengunjung yang mengunjungi kawasan wisata belanja Riau berada pada kisaran nilai 4-7 dan 1-3. Hal tersebut sesuai dengan rata-rata nilai toleransi yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai rata-rata toleransi di lokasi lainnya. Persebaran nilai toleransi pengunjung di kawasan wisata belanja Cihampelas
berada pada kisaran nilai 4-7. Hal tersebut juga sejalan dengan nilai rata-rata nilai toleransi yang berada pada nilai 5,95. Secara umum, persebaran tingkat toleransi pengunjung yang berasal dari luar Kota Bandung terhadap kemacetan lalu lintas di Kota Bandung berada pada kisaran nilai 4-7, yaitu sebesar 54%. Nilai tersebut masih dapat dikatakan memiliki tingkat toleransi sedang. Namun, melihat persebaran nilai toleransi yang cukup besar pada kisaran nilai 8-10 yang mencapai 29%, maka dapat dikatakan bahwa pengunjung yang berasal dari luar Kota Bandung mulai merasa terganggu dan ada kemungkingan untuk merasa jera untuk mengunjungi Kota Bandung lagi. Untuk persebaran nilai toleransi responden yang berasal dari Kota Bandung dapat dilihat pada TABEL IV-19 berikut ini.
TABEL IV-19 PERSEBARAN NILAI TOLERANSI PENDUDUK KOTA BANDUNG TERHADAP KEMACETAN LALU LINTAS DI KOTA BANDUNG Tingkat Toleransi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Riau
Cihampelas
Alun-alun
1 1 2 1 2 1 0 3 2 0
0 0 0 1 0 2 0 2 0 0
0 0 1 1 4 7 19 15 3 1
Kebon Binatang 2 4 3 2 3 6 4 3 2 3
Total
Persentase
3 5 6 5 9 16 23 23 7 4
2.97% 4.95% 5.94% 4.95% 8.91% 15.84% 22.77% 22.77% 6.93% 3.96%
Sumber : Hasil Analisis 2008 Tabel diatas menjelaskan bagaimana persebaran tingkat toleransi penduduk Kota Bandung terhadap kemacetan lalu lintas yang terjadi di berbagai kawasan wisata di Kota Bandung. Rata-rata nilai toleransi penduduk Kota Bandung terhadap kemcetan lalu lintas di berbagai kawasan wisata di Kota Bandung adalah sebesar 6,34. Nilai rata-rata toleransi terhadap kemacetan lalu lintas penduduk Kota Bandung lebih rendah dibandingkan dengan pengunjung yang berasal dari luar Kota Bandung. Hal tersebut menjelaskan bahwa secara umum, penduduk Kota Bandung lebih merasa tidak tahan terhadap kondisi kemacetan lalu lintas di berbagai kawasan wisata di Kota Bandung. Untuk nilai
modus, penduduk Kota Bandung memiliki nilai toleransi senilai 7 dan 8. Nilai yang sama dengan nilai modus dari pengunjung luar Kota Bandung menandakan bahwa daya dukung terhadap kepariwisataan di Kota Bandung cukup rendah apabila dilihat dari nilai toleransi responden terhadap kemacetan lalu lintas yang terjadi di berbagai kawasan wisata di Kota Bandung. Selain tingkat toleransi responden diatas, dilakukan juga penelitian mengenai tingkat toleransi pengunjung terhadap kemacetan lalu lintas yang dibagi kedalam empat tipe, yaitu pengunjung day trippers, wisatawan, first timers dan repeaters. Tingkat toleransi pengunjung berdasarkan ke empat tipe diatas dapat dilihat pada TABEL IV-20 berikut ini.
TABEL IV-20 PERSEBARAN NILAI TOLERANSI PENGUNJUNG TERHADAP KEMACETAN LALU LINTAS BERDASARKAN TIPE PENGUNJUNG DAN KUNJUNGAN Tingkat Toleransi Terhadap Kemacetan 1
Day trippers
Wisatawan
First Timers
Repeaters
0.00%
3.02%
1.51%
1.51%
2
1.51%
4.52%
2.01%
4.02%
3
2.01%
8.54%
3.02%
7.54%
4
3.52%
3.02%
1.01%
5.53%
5
4.52%
9.05%
4.02%
9.55%
6
8.54%
9.55%
6.53%
11.56%
7
9.05%
7.04%
6.53%
9.55%
8
10.05%
8.04%
4.02%
14.07%
9
2.51%
4.52%
2.51%
4.52%
10
0.00%
1.01%
1.01%
0.00%
Rata-rata
6.31
5.43
5.86
5.77
Tipe Pengunjung dan Kunjungan
Sumber : Hasil Analisis 2008 Dari tabel diatas dapat dilihat bagaimana persebaran tingkat toleransi pengunjung terhadap kemacetan lalu lintas di beberapa lokasi wisata di Kota Bandung. Untuk para day trippers, tingkat toleransi lebih banyak berada di angka delapan, dengan tingkat toleransi yang dianggap cukup rendah. Nilai rata-rata tingkat toleransi day trippers sebesar 6,31. Untuk para wisatawan, tingkat toleransi lebih banyak berada pada angka enam, dengan tingkat toleransi di
kisaran angka rata-rata pengunjung. Rata-rata nilai toleransi yang dimiliki oleh para wisatawan adalah 5,43. Para first timers sebagian besar memiliki tingkat toleransi sebesar tujuh dengan rata-rata angka toleransi sebesar 5,86. Angka ratarata tersebut masih dapat dianggap memiliki tingkat toleransi yang sedang karena mendekati nilai tengah dari nilai toleransi responden dan berada pada kisaran ratarata responden, baik pengunjung maupun penduduk Kota Bandung. Selain toleransi berdasarkna tipe pengunjung dan kunjungan, dapat pula dilihat toleransi penduduk maupun pengunjung berdasarkan waktu survei. Nilai toleransi penduduk dan pengunjung berdasarkan waktu survei dapat dilihat pada TABEL IV-21 berikut ini.
TABEL IV-21 PERSEBARAN NILAI TOLERANSI PENDUDUK DAN PENGUNJUNG TERHADAP KEMACETAN LALU LINTAS BERDASARKAN TIPE WAKTU SURVEI Tingkat Toleransi Terhadap Kemacetan 1
Penduduk Kota Bandung
Pengunjung
Weekdays
Weekends
Weekdays
Weekends 3%
6%
0%
3%
2
6%
4%
6%
6%
3
6%
6%
10%
11%
4
2%
8%
13%
3%
5
8%
10%
17%
12%
6
20%
12%
13%
21%
7
18%
27%
20%
14%
8
18%
27%
15%
20%
9
10%
4%
1%
10%
10
4%
4%
3%
0%
Rata-rata
6.16
6.5
5.57
5.9
Sumber : Hasil Analisis 2008 Dari tabel diatas dapat dilihat perbedaan tingkat toleransi antara waktu hari kerja dan pada waktu akhir pekan. Untuk penduduk Kota Bandung, kemacetan pada waktu hari kerja masih bisa diterima, sedangkan kemacetan lalu lintas pada waktu akhir pekan dirasa sudah mulai mengganggu. Untuk pengunjung, kemacetan yang dialami pada waktu akhir pekan di Kota Bandung juga dirasa mulai mengganggu pengunjung. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya,
tingkat toleransi pengunjung terhadap kemacetan lalu lintas dapat mempengaruhi pola perjalanan pengunjung. Oleh karena itu, pada penelitian kali ini juga akan dilihat mengenai hubungan antara tingkat toleransi dengan tindakan yang dilakukan oleh pengunjung setelah menghadapi kemacetan lalu lintas. Berikut ini pada TABEL IV-22 dapat dilihat hubungan antara rata-rata toleransi pengunjung di tiap-tiap lokasi survei dengan tindakan yang dilakukan setelah mengalami kemacetan lalu lintas.
TABEL IV-22 HUBUNGAN ANTARA TINDAKAN YANG DILAKUKAN PENGUNJUNG DENGAN RATA-RATA NILAI TOLERANSI TIAP LOKASI Jenis Tindakan Yang Dilakukan Meneruskan Perjalan Meneruskan Perjalanan dan Memperpanjang Lama Tinggal Mengurangi Jumlah Lokasi Kunjungan WIsata Tidak Mau Lagi Berwisata ke Kota Bandung Lainnya
Riau (4.96) 35.48%
Nilai Rata-Rata Toleransi Pengunjung Cihampelas Alun-alun Kebon (6.08) (7.16) Binatang (5.79) 62.86% 50.00% 69.77%
Jumlah 54.27%
8.06%
7.14%
0.00%
2.33%
5.53%
54.84%
25.71%
33.33%
23.26%
35.18%
0.00%
2.86%
0.00%
0.00%
1.01%
1.61%
1.43%
16.67%
4.65%
4.02%
Sumber : Hasil Analisis 2008
Tabel diatas merupakan tabel hubungan antara tindakan yang dilakukan pengunjung setelah mengalami kemacetan lalu lintas di Kota Bandung dengan nilai rata-rata toleransi pengunjung di setiap lokasi studi. Untuk tindakan pengunjung yang datang ke kawasan wisata belanja Riau, dengan nilai rata-rata yang berada dibawah rata-rata pengunjung, tindakan yang dilakukan oleh pengunjung lebih banyak yang memilih untuk mengurangi jumlah lokasi kunjungan. Untuk pengunjung yang datang ke kawasan wisata belanja Cihampelas, kawasan Alun-alun dan Kebon Binatang, dengan nilai rata-rata toleransi yang berada diatas rata-rata nilai toleransi pengunjung, tindakan yang paling banyak dilakukan setelah mengalami kemacetan lalu lintas di Kota Bandung adalah meneruskan perjalanan. Dari tabel diatas juga dapat diketahui bahwa terdapat pengunjung yang jera dan tidak mau berwisata lagi ke Kota Bandung. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemacetan lalu lintas di Kota
Bandung khususnya pada waktu weekends, dapat memberikan dampak yang cukup besar, seperti hilangnya daya tarik Kota Bandung sebagai salah satu kota tujuan wisata yang dapat ditandai oleh terdapatnya pengunjung yang merasa kapok datang ke Kota Bandung setelah berwisata di Kota Bandung. Selain dari tabel hubungan antara tindakan yang dilakukan pengunjung setelah mengalami kemacetan lalu lintas di Kota Bandung dengan nilai rata-rata toleransi pengunjung di setiap lokasi studi, dapat juga dilihat bagaimana hubungan antara tindakan dengan alasan berkegiatan. Untuk lebih jelasnya, hubungan antara alasan berkegiatan di Kota Bandung dengan tindakan yang dilakukan setelah mengalami kemacetan lalu lintas di berbagai kawasan wisata di Kota Bandung dapat dilihat pada TABEL IV-23 dibawah ini. TABEL IV-23 HUBUNGAN ANTARA TINDAKAN YANG DILAKUKAN PENGUNJUNG DENGAN ALASAN BERKEGIATAN DI KOTA BANDUNG
Daerah Asal Pengunjung
Kota Bandung
Luar Kota Bandung
Alasan Berkegiatan di Kota Bandung Sekedar jalanjalan Belanja Mengunjungi Keluarga/Kerabat Tugas Kantor
Tindakan Setelah Mengalami Kemacetan Lalu Lintas Mengurangi Tidak Meneruskan Perjalanan Jumlah Mau Lagi Meneruskan dan Memperpanjang Lokasi Berwisata Perjalan Lama Tinggal Kunjungan ke Kota WIsata Bandung
Lainnya
32.67%
3.96%
13.86%
0.00%
6.93%
7.92%
0.00%
8.91%
0.00%
0.99%
0.99%
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
4.95%
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
Lainnya Sekedar jalan jalan Belanja Mengunjungi Keluarga/Kerabat Tugas Kantor
11.88%
2.97%
2.97%
0.00%
0.99%
27.14%
2.51%
17.09%
0.00%
1.01%
7.54%
1.01%
7.54%
0.00%
0.50%
8.04%
0.50%
2.51%
0.00%
0.00%
4.02%
0.00%
5.03%
0.00%
1.01%
Lainnya
7.54%
1.51%
3.02%
1.01%
4.02%
Sumber : Hasil Analisis 2008 Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa baik penduduk Kota Bandung maupun pengunjung yang memiliki alasan hanya sekedar jalan-jalan, akan memilih untuk tetap meneruskan perjalanan setelah mengalami kemacetan lalu lintas di berbagai kawasan wisata di Kota Bandung. Berbeda dengan responden yang memiliki alasan sekedar jalan-jalan, responden yang sengaja beraktivitas di
Kota Bandung untuk berbelanja, lebih memilih untuk mengurangi jumlah lokasi kunjungan wisata. Hal tersebut apabila tidak segera diperhatikan akan berdampak pada kegiatan ekonomi di Kota Bandung seperti dari segi pendapatan. Dari tabel diatas juga dapat dilihat bahwa secara umum, pengunjung yang datang ke Kota Bandung memilih untuk tetap meneruskan perjalanan mereka walaupun telah mengalami kemacetan lalu lintas di Kota Bandung. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan responden, diketahui bahwa pengunjung rela untuk tetap meneruskan perjalanan mereka karena kesempatan yang dimiliki pengunjung yang berasal dari luar Kota Bandung untuk datang dan berwisata ke Kota Bandung tidak sesering penduduk Kota Bandung itu sendiri maupun pengunjung yang berasal dari sekitar Kota Bandung. Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa walaupun sebagain besar pengunjung (sekitar 54% ) memilih untuk tetap meneruskan perjalanan walaupun mengalami kemacetan, namun melihat jumlah tindakan mengurangi jumlah lokasi kunjungan yang cukup besar (sekitar 35%), menandakan bahwa kemacetan lalu lintas kemacetan lalu lintas di Kota Bandung khususnya pada waktu akhir pekan dapat memberikan dampak yang cukup besar bagi pariwisata Kota Bandung, seperti hilangnya daya tarik Kota Bandung sebagai salah satu kota tujuan wisata. Kemacetan lalu lintas juga merupakan salah satu hal mengganggu pengunjung. Berikut ini dapat dilihat berbagai hal yang mengganggu perasaan pengunjung selama berada di Kota Bandung.
TABEL IV-24 HAL YANG MENGGANGGU PERASAAN PENGUNJUNG Hal yang membuat tidak nyaman Macet Kebersihan Kurang Sarana Prasarana Pengemis Keamanan Lainnya
72.86% 8.57%
Alunalun 58.33% 12.50%
Kebon Binatang 58.14% 4.65%
66.33% 7.54%
8.06%
5.71%
16.67%
4.65%
7.54%
11.29% 0.00% 8.06%
8.57% 1.43% 1.43%
0.00% 8.33% 4.17%
0.00% 6.98% 25.58%
6.53% 3.02% 9.05%
Riau
Cihampelas
67.74% 6.45%
Sumber : Hasil Analisis 2008
Jumlah
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar pengunjung yang berasal dari luar Kota Bandung atau sekitar 66% dari pengunjung yang berasal dari luar Kota Bandung merasa terganggu oleh kemacetan lalu lintas yang terjadi di Kota Bandung. Kemudian hal yang juga menjadi gangguan bagi pengunjung adalah keberadaa para PKL. Keberadaa PKL dinilai dapat menurunkan nilai-nilai kebersihan, kenyamanan dan keamanan. Hal tersebut juga dapat mempengaruhi citra Kota Bandung sebagai kota tujuan wisata. Dari hal tersebut diketahui bahwa apabila berbagai permasalahan yang dapat mengganggu para pengunjung seperti diatas tidak segera diperhatikan dan dicari solusinya, maka dikhawatirkan dapat mempengaruhi daya tarik Kota Bandung sebagai salah satu kota tujuan wisata yang berdampak pada pariwisata Kota Bandung.