SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 | DISKURSUS
Schoemaker dan Jejaknya di Kota Bandung Anisa Chandra Kharimah
[email protected] P rogram S tudi A rsitektur S ekolah A rsitektur, P erancangan, dan P erencanaan Kebijakan Institut Teknologi Bandung.
Abstrak Masa-masa kolonial mungkin memberikan kesan negatif dalam mindset bangsa Indonesia, karena identik dengan penjajahan, pemberontakan, dan peperangan. Namun pada masa-masa itu keragaman arsitektur di nusantara bertambah, yaitu terciptanya langgam arsitektur kolonial. Terciptanya langgam ini bukan tanpa sebab. Beberapa arsitek di zaman kolonial turut mengembangkan langgam tersebut di nusantara. Salah sat unya adalah Prof. Ir. Charles Prosper Wolff Schoemaker. Beliau merupakan arsitek yang hidup pada zaman kolonial dan banyak karyanya yang dibangun di Kota Bandung. Tidak sedikit karya beliau yang sekarang menjadi ikon Kota Bandung dan dijadikan bangunan cagar budaya Bandung. Artikel ini membahas tentang Schomaker dan karya-karya nya pada zaman kolonial di Kota Bandung. Kata-kunci : arsitektur colonial, Schomaker
Pendahuluan Arsitektur kolonial merupakan sebutan singkat untuk langgam arsitektur yang berkembang selama masa pendudukan Belanda di tanah air. Masuknya unsur Eropa ke dalam komposisi kependudukan menambah kekayaan ragam arsitektur di nusantara. Seiring berkembangnya peran dan kuasa, kamp-kamp Eropa semakin dominan dan permanen hingga akhirnya berhasil berekspansi dan mendatangkan tipologi baru. Semangat modernisasi dan globalisasi (khususnya pada abad ke-18 dan ke-19) memperkenalkan bangunan modern seperti administrasi pemerintah kolonial, rumah sakit atau fasilitas militer. Sejarah mencatat, bahwa bangsa Eropa yang pertama kali datang ke Indonesia adalah Portugis, yang kemudian diikuti oleh Spanyol, Inggris dan Belanda. Pada mulanya kedatangan mereka dengan maksud berdagang. Mereka membangun rumah dan pemukimannya di beberapa kota di Indonesia yang biasanya terletak dekat dengan pelabuhan. Dinding rumah mereka terbuat dari kayu dan papan dengan penutup atap ijuk. Namun karena sering terjadi konflik mulailah dibangun benteng. Hampir di setiap kota besar di Indonesia. Dalam benteng tersebut, mulailah bangsa Eropa membangun beberapa bangunan dari bahan batu bata. Batu bata dan para tukang didatangkan dari negara Eropa. Mereka membangun banyak rumah, gereja dan bangunan-bangunan umum lainnya dengan bentuk tata kota dan arsitektur yang sama persis dengan negara asal mereka. Dari era ini pulalah mulai berkembang arsitektur kolonial Belanda di Indonesia. Setelah memiliki pengalaman yang cukup dalam membangun rumah dan bangunan di daerah tropis lembab, maka mereka mulai memodifikasi bangunan mereka dengan bentuk-bentuk yang lebih tepat dan dapat meningkatkan kenyamanan di dalam bangunan Bangunan – bangunan inilah yang disebut dikenal dengan bangunan kolonial
Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | C 097
Schoemaker dan Jejakny a di Kota Bandung
Thomas Karsten, Henry MacLaine Pont, dan Charles Prosper Wolff Schoemaker merupakan beberapa arsitek Belanda yang karyaanya banyak di bangun di Indonesia. Schoemaker sendiri merupakan arsitek Belanda yang banyak karyanya dijadikan cagar budaya dan menjadi ikon Kota Bandung. Pembahasan pada artikel ini menggunakan metode deskriptif dengan tujuan menggambarkan dan mengidentifikasi Schoemaker dan karya-karyanya di Kota Bandung. Objek dan Persoalan Prof. Ir. Charles Prosper Wolff Schoemaker adalah seorang arsitek Belanda yang lahir di Banyubiru, 25 Juli 1882. Setelah lulus dari HBS te Nijmegen, dia melanjutkan pendidikannya di Koninklijke Militaire Academie Breda (KMA Breda) jurusan civiel ingenieur. Dari tahun 1917-1918 Schoemaker bekerja di Fa. Schlieper & Co. dan bersama dengan perusahaan tersebut menimba ilmu ke Amerika. Dimana di Amerika Schoemaker bekerja sama dengan Flank Lloyd W right. Pada tahun 1922-1924 Schoemaker diangkat sebagai guru besar luar biasa/tidak tetap di Technische Hoogeschool te Bandoeng (TH Bandung - yang kemudian menjadi Institut Teknologi Bandung - ITB). Sebelumnya ia sempat menggantikan Richard adiknya mengajar selama cuti ke luar negeri (1920-1921). Prof. Ir. Richard Leonard Arnold Schoemaker juga sama-sama lulusan KMA Breda jurusan Zeni/civiel ingenieur, sama-sama menjadi arsitek, guru besar dan pernah mengajar di TH Bandung (bahkan lebih dahulu diangkat menjadi guru besar 1921 -1924), perbedaannya - Richard memperdalam keahliannya dengan mengambil gelar Ingenieur dari jurusan bouwkunde ingenieur/arsitektur di TH Delft, sedangkan Charles cukup mengandalkan ilmu teknik sipil yang didapat dari KMA Breda yang kemudian dikembangkan sendiri. Pada periode 1924-1940 diangkat sebagai guru besar tetap arsitektur di TH Bandung. Pada bulan Desember 1940 Schoemaker pensiun dari jabatannya sebagai guru besar TH Bandung. Dengan demikian selesailah jasanya selama 18 tahun (1922-1940) sejak permulaan dibukanya TH sampai menjelang masuknya Jepang ke Indonesia. Schoemaker meninggal pada tanggal 22 Mei 1949 di Bandung dan dimakamkan di Ereveld Pandu, Bandung. Gambar 1. Prof. Ir. Charles Prosper Wolff Schoemaker. Merupakan salah satu arsitek Belanda terbaik pada masa nya. Karya-karyanya bahkan masih dapat kita jumpai sampai sekarang, beberapa diantaranya dijadikan bangunan cagar budaya Bandung. Beliau berperan dalam pengembangan keanekaragaman arsitektur nusantara selama zaman kolonial di Kota Bandung.
C 098 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Anisa Chandra Kharimah
Pembahasan Arsitek Schoemaker dalam merancang karya-karyanya banyak dipengaruhi oleh Frank Lloyd Wright. Beliau juga mendapat sebutan “Frank Lloyd W right of Indonesia”. Schoemaker memiliki karakteristik art deco, streamline, inconsistent, dan concoct. Dalam rancangannya, Schoemaker berupaya memadukan unsur budaya timur dan barat dalam desainnya. Budaya timur sangat terlihat dari bentuk atap yang dominan seperti rumah-rumah tradisional Indonesia dengan kemiringan yang tinggi, serta material pada atap (sirap) dan dinding (batu bata). Karya-karya Schoemaker selain memiliki desain yang bagus juga masih sangat berguna sampai sekarang, meskipun banyak bangunannya yang beralih fungsi. Berikut adalah karya-karya Schoemaker yang cukup populer di Kota Bandung: 1.
Gedung Merdeka Gedung Merdeka terletak di Jalan Asia Afrika. Gedung tersebut merupakan gedung yang sangat bersejarah, karena di gedung tersebut diadakan Konferensi Asia Afrika tahun 1955. Gedung ini aslinya d ibangun pada tahun 1895 dengan nama Societeit Concordia yang berfungsi sebagai tempat rekreasi dan sosialisasi masyarakat Belanda yang berdomisili di Kota Bandung. Namun pada tahun 1926, bangunan ini direnovasi ulang oleh Wolff Schoemaker dan Aalbers dan Van Gallen dari idiom klasik ke arsitektur modern. Gambar 2. Bandung tempo dulu, menampakkan Gedung Merdeka pada masanya. Gedung Merdeka ini masih berfungsi sampai sekarang, beberapa bagian ruangannya dijadikan Museum Konferensi Asia Afrika untuk mengenang dan mencerdaskan masyarakat Bandung akan KAA. Museum KAA ini menjadi salah satu destinasi wisata baik turis lokal maupun domestik di Kota Bandung.
2.
Hotel Preanger Hotel ini jelas mengingatkan pada langgam seni dekoratif Frank Lloyd Wright pada awal 1920-an, khususnya karya Imperial Hotel di Tokyo (1915 -1925). Motif geometrik secara dekoratif mengisi pada b idang dan pertemuan elemen bangunan. Karya ini memberi identitas tersendiri yang menegaskan sebutan art decorative. Pengaruh ini sebenarnya muncul dalam banyak bangunan kolonial di Bandung. Boleh jadi, gejala ini juga yang merupakan imbas dari maraknya langgam serupa di kota-kota Eropa sekitar tahun 1920-an. Pada perancangannya Prof. Ir. Schoemaker dibantu oleh salah satu muridnya di Technische Hoogeschool te Bandung Ir. Soekarno yang juga merupakan presiden pertama RI. Hotel ini masih dapat kita jumpai sekarang dengan nama Prama Grand Preanger.
Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | C 099
Schoemaker dan Jejakny a di Kota Bandung
Gambar 3. Hotel Preanger di tahun 1920-an. Sebelum dibangun menjadi sebuah hotel bangunan ini tadinya adalah sebuah toko yang menyediakan kebutuhan kebutuhan pengusaha perkebunan apabila berlibur ke Bandung. Namun toko tersebut bangkrut dan dibangunlah sebuah hotel.
3.
Villa Isola Adapun Villa Iso la disebut-sebut sebagai bangunan megah bergaya Arsitektur Modern yang dianggap sangat berhasil dalam menyatukan bangunan dengan lingkungannya. Bangunan yang awalnya adalah rumah tinggal milik orang Belanda bernama DW Barrety ini berada di pinggiran kota. Penat aan lansekap dan bangunan mengikuti sumbu utara-selatan sebagaimana penataan lansekap Kampus ITB dengan taman memanjang memuju arah Gunung Tangkuban Perahu. Penataan ini memperlihatkan kesatuan dengan bentuk geometri bangunan yang meliuk-liuk plastis, dan dengan ornament garis-garis moulding yang memanfaatkan efek gelap-terang sinar matahari. Penataan ini merupakan penerapan Schoemaker terhadap filsafat landcscape tradisional Jawa, yaitu bangunan dan lingkungan memiliki orientasi kosmis kea rah sesuatu yang sakral. Gunung tersebut merupakan elemen sacral dalam kepercayaan masyarakat Sunda. Elemen-elemen kepercayaan seperti inilah yang coba diadaptasi Schoemaker pada karya-karyanya. Gambar 5. Villa Isola. Merupakan villa yang memiliki aksis kearah suatu hal yang sakral yaitu Gunung Tangkuban Perahu. Terlihat kemiripannya pada Masterplan Kampus ITB dan Gedung SateGasibu-Monumen Perjuangan yang juga memiliki satu aksis.
Karena terletak di dataran yang cukup tinggi dan bersumbu utara-selatan, kita bisa menikmati pemandangan ke utara yakni Gunung Tangkuban Perahu dan ke selatan ke arah Kota Bandung. Pemandangan ke berbagai arah ini dapat dinikmati dari berbagai sudut seperti ruang tidur, keluarga, makan, dan terutama teras atau balkon. Bangunan yang dibangun pada tahun 1933 ini dapat menjadi contoh perpaduan serasi antara seni bangunan barat dan timur. Villa Isola in i sekarang beralih fungsi sebagai gedung rektorat UPI Bandung. 4.
Gereja Bethel Bandung Gereja ini tepat berada di persimpangan Jalan Braga, Perintis Kemerdekaan, dan Jalan W astukencana. Gereja ini dirancang oleh Wolff Schoemaker pada tahun 1924. Pada gereja
C 100 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Anisa Chandra Kharimah
ini terdapat unsur unsur art deco yang sangat populer pada zamannya. Di gereja ini tidak terdapat tanda salib yang menandakan sebuah gereja, Wolff Schoemaker hanya membuat pintu melengkung yang besar sebagai ciri gereja khas romanesk yang menandakan ini sebuah gereja. Pada bagian atap, Schoemaker mengambil bentuk atap tajug Jawa, namun bentuk bangunannya mengambil sentral Palladian dengan menara sudut. Langgam Eropa makin jelas jika dilihat pada pintu utama yang mengingatkan bentuk gereja Romanesk meskipun samar-samar mengambil pula insp irasi Gothik. Sampai sekarang gereja ini masih berfungsi sebagai tempat ibadah. Gambar 7. Masjid Cipaganti Bandung. Salah satu masjid zaman kolonial di Bandung yang masih dipertahankan fungsinya sampai sekarang menjadi tempat ibadah umat Muslim Bandung.
5.
Masjid Cipaganti Bandung Masjid Cipaganti yang dibangun pada tahun 1933 memperlihatkan unsur seni bangunan Jawa, yaitu berupa penggunaan atap tajug tumpang dua, empat saka guru ditengah ruang shalat dan detail ornament seperti bunga maupun sulur-suluran. Sedangkan unsur Eropa terlihat pada pemakaian kuda-kuda segi tiga penyangga atap dan secara khusus penayaan massa bangunan pada lahan “tusuk sate” antara Jalan Cipaganti dengan Jalan Sastra. Penataan massa bangunan seperti ini menjadikan bangunan tampak paling menarik jika dilihat dari Jalan Sastra karena terbingkai deretan pepohonan rindang. Penataan seeperti itu merupakan cara “Eropa” yang menjadi sesuatu yang baru pada bangunan masjid di Jawa. Gambar 6. Gereja Bethel Bandung. Merupakan gereja berornamen art deco di Bandung. Pintu besar lengkungnya menjadi salah satu penanda sebuah gereja.
Kesimpulan Dengan masuknya bangsa Belanda ke tanah nusantara, bertambah juga kekayaan arsitektur nusantara yang dapat diwariskan ke anak cucu. Bangunan kolonial -kolonial tersebut sudah Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | C 101
Schoemaker dan Jejakny a di Kota Bandung
selayaknya diwariskan sebagai bukti fisik sebuah sejarah yang terjadi di nusantara. Pembelajaran pembelajaran yang terdapat pada arsitektur kolonial juga dapat dijadikan refleksi kita dalam merancang sebuah bangunan. Daftar Pustaka Setiabudi, B. (2007). Schoemaker dan Penanda Kota Bandung . Dikutip dari http://bambangsb.blogspot.co.id/search/label/kota%20bandung. Prita. (2009). Menelusuri Jejak Karya Schoemaker; sang Arsitek Bandung. Dikutip dari https://www.itb.ac.id/news/2586.xhtml. Ucapan Terima Kasih Dr.Eng. Bambang Setiabudi, ST., MT. selaku dosen pengajar mata kuliah Arsitektur Kolonial, Program Studi Arsitektur Sekolah Arsitektur, Perancangan, dan Perencanaan Kebijakan ITB.
C 102 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017