LAPORAN PENELITIAN ANTROPOLOGI
BUDAYA SOPIR ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG Disusun oleh: Kelompok 10 B Putri Indah Pertiwi
10506003
Johan Kartono
10706018
Herdi Arman Putra
12206037
Hidayatus Syufyan
12206087
M. Fajar Gunawan
13204241
Fatimatuz Zahra
15405032
DEPARTEMEN SOSIOTEKNOLOGI FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2009
DAFTAR ISI DAFTAR ISI ............................................................................................................................................... i BAB I Pendahuluan .................................................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .................................................................................................................................. 1 1.2 Tujuan Penelitian .............................................................................................................................. 1 1.3 Ruang Lingkup Pembahasan ............................................................................................................. 2 1.4 Sistematika Laporan .......................................................................................................................... 2 BAB II Landasan Teori ............................................................................................................................... 3 2.1.
Teori Antropologi ....................................................................................................................... 3
2.2.
Sistem Angkutan Kota Bandung ................................................................................................. 3
2.2.1. Izin operasi angkot .................................................................................................................... 3 2.2.2. Trayek angkutan kota Bandung ................................................................................................. 4 2.2.3. Tarif angkutan kota ................................................................................................................... 5 2.2.4. Retribusi angkutan kota Bandung ............................................................................................. 6 2.3.
Unsur-Unsur Budaya ................................................................................................................... 7
BAB III Metodologi Penelitian ................................................................................................................... 8 BAB IV Pembahasan .................................................................................................................................. 9 3.1.
Kepemilikan Angkot ................................................................................................................... 9
3.2.
Jam Kerja .................................................................................................................................... 9
3.3.
Retribusi .................................................................................................................................... 10
3.4.
Pembahasan terhadap unsur budaya .......................................................................................... 11
3.4.1
Bahasa ............................................................................................................................... 11
3.4.2
Pendidikan dan Teknologi ................................................................................................. 12
3.4.3
Ekonomi ............................................................................................................................ 13
3.4.4
Sosial ................................................................................................................................. 19
BAB V Penutup ........................................................................................................................................ 22 Kesimpulan ........................................................................................................................................... 22 Saran ..................................................................................................................................................... 22 Daftar Pustaka ........................................................................................................................................... 23
i
BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting untuk dimiliki oleh suatu kota, terutama kota besar yang memiliki banyak aktivitas dan banyak penduduk. Sistem transportasi merupakan hal krusial dalam menentukan keefektifan suatu kota. Pergerakan penduduk dan aktivitas ekonomi yang menggerakkan kota sangat tergantung pada sistem transportasi tersebut. Bandung merupakan salah satu kota besar di Indonesia, oleh karena itu sistem transportasinya merupakan hal yang penting. Salah satu sistem transportasi umum yang ada di Bandung adalah Angkutan Kota. Angkutan kota (angkot) sudah menjadi kebutuhan utama dalam mendukung kehidupan sehari-hari bagi sebagian besar masyarakat kota Bandung. Posisi angkutan kota yang menjadi kebutuhan utama ini menyebabkan banyaknya jumlah kendaraan angkutan kota di Kota Bandung. Angkutan kota yang banyak akhirnya menyebabkan para pengemudi angkutan kota memiliki komunitasnya sendiri, yang juga memiliki sistem budayanya sendiri, yang berbeda dengan sistem budaya masyarakat Bandung yang lain. Pengemudi angkutan kota yang memiliki prinsip atau budaya hidup yang berbeda dengan pekerja lain ini mendapat respon yang beragam di masyarakat. Budaya pengemudi angkutan kota ini mendapatkan baik respon yang positif maupun yang negatif. Budaya para pengemudi angkutan kota dan respon-respon terhadap budaya tersebut merupakan hal yang menarik untuk dipelajari dan diteliti.
1.2 Tujuan Penelitian Tujuan dilakukan penelitian mengenai budaya sopir angkot di kota Bandung ini adalah: a. Mengetahui sistem penyelenggaraan usaha angkot di kota Bandung b. Mengenal profil umum sopir angkot di kota Bandung c. Mengetahui budaya supir angkot di Kota Bandung
1
1.3 Ruang Lingkup Pembahasan Penelitian ini mencakup dua batasan ruang lingkup. Pertama adalah ruang lingkup wilayah, yang dalam penelitian ini adalah angkutan kota di Kota Bandung. Dipilih wilayah kota agar bisa mendapatkan data secara keseluruhan. Kedua adalah ruang lingkup pembahasan, yang fokus hanya kepada perilaku supir angkutan kota di Kota Bandung. Fokus ini dipilih agar penelitian ini menjadi suatu penelitian yang padat dan tidak melenceng kemana-mana sehingga memudahkan yang membaca.
1.4 Sistematika Laporan Sistematika penulisan laporan penelitian ini terbagi dalam beberapa bagian, yaitu: BAB I. PENDAHULUAN Berisikan latar belakang, tujuan, ruang lingkup pembahasan, metodologi penelitian, dan sistematika laporan. BAB II. LANDASAN TEORI Berisikan tinjauan umum tentang angkutan kota dan ilmu antropologi yang mendasari penyusunan laporan penelitian ini. BAB III. PEMBAHASAN Berisikan analisis terhadap penelitian tentang angkutan kota yang telah dilakukan penulis. BAB IV. PENUTUP Berisikan kesimpulan dan saran.
2
BAB II Landasan Teori 2.1.
Teori Antropologi Ilmu antropologi menyediakan banyak teori yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli.
Penulis memilih beberapa di antaranya yang mendasari penelitian yang dilakukan oleh penulis mengenai angkot ini, yaitu: Teori Geertz: “Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia yang dijadikan sebagai pedoman atau penginterpretasi keseluruhan tindakan manusia” Teori R. Firth: “Kebudayaan adalah seluruh perilaku manusia dalam organisasi dan pranata yang mengatur penggunaan sumber -sumber terbatas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam suatu masyarakat tertentu.” Teori Sathe: “Kebudayaan adalah gagasan-gagasan dan asumsi-asumsi penting yang dimiliki suatu masyarakat yang menentukan atau mempengaruhi komunikasi, pembenaran, dan perilaku anggota-anggotanya”
2.2.
Sistem Angkutan Kota Bandung Menurut Peraturan Daerah Kota Bandung, angkutan adalah perpindahan orang dan/atau
barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Sedangkan kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran. Salah satu kendaraan umum yang beroperasi di kota Bandung adalah angkutan perkotaan atau biasa disebut angkot.
2.2.1. Izin operasi angkot Pengoperasian angkot di kota Bandung diatur oleh Pemerintah Daerah Kota Bandung bekerjasama dengan Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Bandung. Setiap pemilik angkot yang ingin mengoperasikan angkotnya harus memiliki izin dari Pemkot Bandung, dalam
3
hal ini Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bandung. Menurut Perda Kota Bandung No. 02/2008 pasal 131, izin untuk menyelenggarakan usaha angkot terdiri dari: a. Izin Usaha Angkutan (IUA); b. Izin Trayek; c. Izin Operasi;
Izin Usaha Angkutan adalah izin yang diperlukan oleh seorang pengusaha angkot yang memperbolehkannya memiliki unit angkutan dan menjalankan unit angkutan itu untuk berusaha di jalanan. Izin Trayek adalah izin yang dibutuhkan suatu unit angkutan kota untuk menjalankan usahanya berdasarkan trayek tertentu. Sedangkan, Izin Operasi adalah izin jalan untuk suatu unit angkutan kota. Izin-izin tersebut diberikan oleh Dishub Kota Bandung dengan melengkapi persyaratanpersyaratan tertentu.
2.2.2. Trayek angkutan kota Bandung Angkot-angkot yang beroperasi di kota Bandung melintasi berbagai jalanan di kota Bandung yang terbagi dalam 38 trayek atau jurusan. Tiap trayek memiliki nomor dan ciri-ciri angkot tersendiri. Adapun trayek-trayek angkot di kota Bandung adalah sebagai berikut: Trayek angkot 1 Abdul Muis – Cicaheum Via Binong 2 Abdul Muis – Cicaheum Via Aceh 3 Abdul Muis – Dago 4 Abdul Muis – Ledeng 5 Abdul Muis – Elang 6 Cicaheum – Ledeng 7 Cicaheum – Ciroyom 8 Cicaheum – Ciwastra – Derwati 9 Cicaheum – Cibaduyut 10 Stasiun Hall – Dago 11 Stasiun Hall – Sadang Serang 12 Stasiun Hall – Ciumbuleuit Via Eykman 13 Stasiun Hall – Ciumbuleuit Via Cihampelas 14 Stasiun Hall – Gede Bage 15 Stasiun Hall – Sarijadi 16 Stasiun Hall – Gunung Batu
Jarak (km) 16 11 11 13 10 15 15 17 18,4 11 9 9 8 21 7,7 8
Jumlah (unit) 369 100 273 245 101 214 206 200 150 52 150 60 40 200 75 55 4
17 Margahayu Raya – Ledeng 18 Dago – Riung Bandung 19 Pasar Induk Caringin – Dago 20 Panghegar Permai – Dipatiukur – Dago 21 Ciroyom – Sarijadi 22 Ciroyom – Bumi Asri 23 Ciroyom – Cikudapateuh 24 Sederhana – Cipagalo 25 Sederhana – Cijerah 26 Sederhana – Cimindi 27 Ciwastra – Ujungberung 28 Cisitu – Tegallega 29 Cijerah – Ciwastra – Derwati 30 Elang – Gede Bage – Ujungberung 31 Abdul Muis – Mengger 32 Cicadas – Elang 33 Antapani – Ciroyom 34 Cicadas – Cibiru – Panyileukan 35 Bumi Panyileukan – Sekemirung 36 Sadang Serang – Caringin 37 Cibaduyut – Karang Setra 38 Cibogo – Elang
23 21 22 18,9 12 9 15 13,9 8 9 17,9 10,7 20 22 6 19 15 15 20 21 18,2 6
125 201 140 155 97 115 125 276 67 55 32 82 200 115 25 300 160 200 125 200 201 35
Sumber: Bandung Dalam Angka Tahun 2003
2.2.3. Tarif angkutan kota Tarif penggunaan jasa angkutan kota yang dibebankan kepada penumpang juga diatur oleh Peraturan Daerah Kota Bandung, terutama yang terbaru pada Perda Kota Bandung No. 2 Tahun 2008, mengatur sebagai berikut: Pasal 153 ayat (1): Besarnya tarif angkutan kota yang sepenuhnya beroperasi di Daerah ditetapkan berdasarkan perhitungan jarak tempuh dikalikan dengan tarif dasar. Pasal 153 ayat (3): Tarif angkutan kota dan angkutan pedesaan yang beroperasi di wilayah perbatasan, ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama antar Bupati/Walikota yang terkait dalam kerjasama transportasi antar daerah. Jadi, besaran tarif yang dikenakan bergantung kepada jarak yang ditempuh selama menggunakan jasa angkot. Besaran tarif ditetapkan melalui kesepakatan antara masyarakat kota Bandung, yang diwakili oleh Dinas Perhubungan Kota Bandung dengan Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Bandung yang mewakili pengusaha dan pekerja angkot. 5
Tarif angkot yang berlaku saat ini adalah minimal Rp 1.250,- dan bertambah sesuai jarak yang ditempuh.
2.2.4. Retribusi angkutan kota Bandung Retribusi adalah Pungutan Daerah sebagai Pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khususnya disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang Pribadi dan/atau Badan. Dalam hal ini, retribusi yang dibayarkan atas izin yang diberikan Pemerintah Kota Bandung untuk beroperasi di jalan-jalan kota Bandung serta retribusi terhadap penggunaan terminal. Menurut Perda Kota Bandung No. 12 Tahun 2008, tata cara penagihan retribusi adalah sebagai berikut: Pasal 6 ayat (1): Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan. Pasal 7 ayat (1): Pembayaran retribusi harus dilakukan secara tunai/lunas.
Sedangkan, beberapa jenis retribusi yang dikenakan terhadap pengoperasian suatu angkutan kota meliputi: 1. Retribusi Pengujian kendaraan bermotor pertama kali, sebesar Rp. 90.000,00/kendaraan 2. Pengujian Berkala Perpanjangan, sebesar Rp. 50.000,00/kendaraan/6 bulan 3. Penilaian Kondisi Teknis Kendaraan, sebesar Rp. 50.000,00/ kendaraan 4. Retribusi Izin Usaha Angkutan ( IUA) penumpang dan barang, sebesar Rp. 1.500.000,00 tiap perusahaan selama usaha. 5. Retibusi Izin Trayek angkutan, sebesar Rp. 150.000,00/kendaraan/5 tahun. 6. Retribusi pelayanan jasa terminal penumpang: Rp. 1.500,00/hari/terminal
Pengujian berkala dikenakan setiap 6 bulan dan setiap pengujian mendapatkan tanda stiker yang ditempelkan di bagian samping badan mobil angkot. Selain retribusi resmi dari pemerintah, ada juga retribusi yang dibayarkan kepada organisasi angkot (Organda) yang diwakili setiap Koperasi Angkutan Kota Bandung Tertib (Kobanter) Baru. Besarannya ditentukan oleh setiap Kobanter Baru yang berbeda-beda sesuai trayeknya. 6
2.3.
Unsur-Unsur Budaya Ada tujuh unsur budaya yang menjadi dasar melakukan penelitian dalam ilmu
antropologi, yaitu: 1. Bahasa 2. Religi 3. Pendidikan 4. Teknologi 5. Ekonomi 6. Sosial 7. Kesenian
Penelitian ini sendiri hanya membahas lima unsur dari tujuh unsur yang disebutkan di atas, yaitu bahasa, ekonomi, sosial, pendidikan dan teknologi. Dua unsur yang tidak dimasukkan, religi dan kesenian, dijadikan bahan penelitian dikarenakan tidak dapat melakukan penelitian secara spesifik dan kurang relevan dengan objek yang diteliti.
7
BAB III Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam mengerjakan laporan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Metode primer a. Penelitian kuantitatif. Kuesioner dibagikan kepada 100 orang pengguna jasa angkot yang mengamati perilaku-perilaku sopir angkot seperti yang telah ditentukan dalam kuesioner.
b. Pengamatan pasif terhadap sopir angkot. Pengamatan dilakukan peneliti terhadap perilaku-perilaku sopir angkot di kota Bandung di setiap mobil angkot yang ditumpangi oleh peneliti dengan melihat dan mencatat perilaku-perilaku sopir angkot tersebut.
c. Pengamatan aktif terhadap sopir angkot. Pengamatan dilakukan peneliti terhadap perilaku-perilakuu sopir angkot di kota Bandung yang ditumpangi oleh peneliti dengan berinteraksi secara aktif atau wawancara kepada sopir angkot tersebut.
2. Metode sekunder Dilakukan dengan studi literatur terhadap buku-buku, jurnal, paper, ataupun sumbersumber lainnya dari internet. Studi literatur dilakukan terhadap materi yang terkait dengan topik penelitian.
8
BAB IV Pembahasan 3.1.
Kepemilikan Angkot Angkot yang beroperasi di kota Bandung terbagi dalam dua macam kepemilikan, yaitu
angkot yang dimiliki sendiri dan angkot yang dimiliki oleh orang lain, dalam hal ini adalah pengusaha angkot yang menyewakan angkotnya untuk dikemudikan oleh sopir angkot. Pemilik angkot di kota Bandung ada yang sekaligus menjadi sopir angkotnya sendiri. Pemilik angkot ini membeli angkot dengan modal sendiri sehingga awalnya memiliki orientasi untuk mengembalikan modal pembelian angkot. Namun, karena angkotnya dimiliki sendiri, tidak ada target pendapatan (setoran) yang harus dicapai setiap hari, tetapi tetap mengejar pendapatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain itu, ada juga pemilik usaha angkot yang hanya bertindak sebagai pemilik saja dengan menyerahkan pengoperasian angkot kepada pekerja/sopir yang sudah bersepakat sebelumnya. Kesepakatan itu terutama mengenai besarnya biaya yang harus disetorkan kepada pemilik angkot setiap harinya. Pendapatan bersih yang didapat sopir angkot setiap harinya adalah pendapatan sopir angkot di hari itu dikurangi yang disetorkan. Ada juga kesepakatan mengenai siapa yang menanggung bahan bakar angkot, serta perawatan angkot. Pemilik usaha angkot umumnya tidak hanya memiliki satu angkot saja, dan bisa jadi bukan hanya satu trayek saja yang dimilikinya. Semuanya bebas, yang penting memiliki izin menyelenggarakan usaha angkot seperti yang diatur oleh pemerintah. Namun, banyaknya jumlah angkot yang beroperasi juga diatur dan diawasi oleh Dinas Perhubungan kota Bandung. Penulis tidak berhasil mendapatkan jumlah angkot yang dimiliki sendiri dan dimiliki pengusaha angkot di kota Bandung, sehingga tidak dapat membahas lebih lanjut mengenai hal ini.
3.2.
Jam Kerja Setiap trayek angkot memiliki waktu beroperasi yang berbeda-beda. Angkot-angkot yang
melewati terminal utama di kota Bandung, seperti terminal Cicaheum, Kebon Kalapa (Abdul Muis), dan Leuwipanjang, beroperasi selama 24 jam penuh. Meski tidak semua angkot di trayektrayek tersebut yang beroperasi selama 24 jam, tetapi penumpang yang ingin menggunakan jasa 9
angkot di trayek-trayek tersebut masih dapat dilayani karena ada angkot yang masih beroperasi. Di luar itu, angkot-angkot hanya beroperasi sampai dengan batas waktu tertentu, dan beroperasi kembali keesokan harinya lagi. Waktu bekerja seorang sopir angkot di kota Bandung berbeda-beda. Ada yang mengoperasikan angkotnya sendiri selama sehari, ada yang berbagi waktu kerja mengemudikan satu angkot dengan sopir lain, dan ada menggunakan sistem sopir “tembak”. Angkot yang dioperasikan sendirian bisa dimiliki sendiri atau disewakan oleh pengusaha angkot. Keuntungannya, pendapatan yang diperoleh bisa lebih besar, tetapi konsekuensinya lebih menguras tenaga dan waktu beristirahat. Ada juga yang satu angkot tetapi berbagi waktu mengemudikannya antara dua sopir angkot. Berapa lama atau berapa rit waktu bekerja satu sopir disepakati bersama antar dua sopir angkot tersebut. Jika angkot tersebut disewakan pengusaha angkot, maka setoran untuk pengusaha angkot juga dibagi dua antara dua sopir angkot. Pendapatan seorang sopir angkot dihitung dari kelebihan setorannya. Pendapatan memang bisa lebih sedikit dibanding sendirian, tetapi waktu kerja lebih singkat. Selain dua cara di atas, ada juga sopir angkot yang menyerahkan pengoperasian angkot kepada orang lain yang sebelumnya tidak bekerja secara tetap sebagai sopir angkot, atau biasa disebut sopir “tembak” atau sopir “batangan”. Sopir angkot menuntut setoran untuknya sebesar tertentu, tetapi angkot dioperasikan oleh sopir “tembak” ini. Seberapa banyak sistem angkot di kota Bandung menganut berbagai sistem tersebut, peneliti tidak mendapatkan datanya.
3.3.
Retribusi Retribusi yang harus dibayarkan sopir angkot adalah sebesar Rp. 1.500,00/hari/ terminal.
Pada kenyataannya, yang dibayarkan oleh sopir angkot berbeda dengan yang telah diatur oleh Perda Kota Bandung No. 12/2008. Berdasarkan wawancara dan pengamatan yang dilakukan terhadap beberapa sopir angkot di Bandung, jumlah dan cara pembayaran retribusi terminal ini tidak sesuai dengan Perda Kota Bandung tersebut. Setiap trayek memiliki dua terminal di masing-masing ujung rutenya. Oleh karena itu, retribusi terminal yang dibayarkan seharusnya adalah sebesar Rp. 3.000,00/hari. Namun, yang ditagihkan oleh petugas dari Dishub adalah sebesar Rp. 6.000,00/hari. Cara penagihannya pun 10
dengan cara diborong 4 kali sekaligus, yang seharusnya menurut peraturan seperti yang disebutkan di bab sebelumnya bahwa penagihan retribusi tidak dapat diborongkan.
3.4.
Pembahasan terhadap unsur budaya 3.4.1 Bahasa Pengamatan yang dilakukan mendapatkan data bahasa yang digunakan sopir angkot di kota Bandung sehari-hari dalam berkomunikasi dengan penumpang dan lain-lain sebagai berikut:
Bahasa Yang Digunakan
40%
44%
Sunda Indonesia
16%
Campur
Grafik 1. Bahasa yang digunakan sopir angkot
Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa sopir angkot lebih banyak menggunakan bahasa Sunda daripada bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan karena kebanyakan sopir angkot berasal dari golongan masyarakat menengah ke bawah. Pergaulan masyarakat golongan ini memang lebih banyak menggunakan bahasa daerah, dalam hal ini adalah bahasa Sunda. Meskipun sopir angkot tersebut bukan berasal dari masyarakat Sunda, tetapi mereka juga terbiasa menggunakan bahasa Sunda. Percampuran dengan bahasa Indonesia dikarenakan kebiasaan atau agar penumpang angkot, yang semuanya tidak dapat berbahasa Sunda dengan baik, dapat mengerti dan saling berkomunikasi.
11
3.4.2 Pendidikan dan Teknologi Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa sopir angkot, rata-rata pendidikan terakhir seorang sopir angkot adalah SD dan SMP. Unsur teknologi yang diamati disini adalah kepemilikan telepon genggam (handphone) oleh sopir angkot. Setidaknya, sopir angkot yang memiliki handphone tahu cara menggunakan perangkat telekomunikasi modern tersebut. Dari pengamatan ini, didapatkan data sebagai berikut:
Kepemilikan Handphone
46% 54%
Ya Tidak
Grafik 2. Kepemilikan telepon genggam (handphone) oleh sopir angkot
Grafik di atas menunjukkan bahwa sebagian besar sopir angkot telah memiliki handphone sehingga penguasaan teknologi bisa dikatakan cukup baik. Selain itu, beberapa sopir angkot yang diwawancarai mengakui bahwa mereka setidaknya mengerti sedikit tentang mesin mobil angkot. Hal ini dikarenakan mereka pernah memeriksa atau memperbaiki sendiri mobil angkot tersebut. Setidaknya, pengetahuan akan mesin ini dipelajari sedikit demi sedikit dari orang lain, kemudian menjadi terbiasa dan akhirnya menjadi tahu juga. Mobil angkot di kota Bandung jarang yang dilengkapi dengan fasilitas radio tape. Namun, pada beberapa angkot dapat ditemukan radio tape terpasang meskipun dengan speaker yang kecil. Bahkan, ada angkot yang sudah dilengkapi dengan pemutar compact
12
disc (CD). Kejarangan adanya fasilitas multimedia di mobil ini lebih disebabkan biaya pemasangannya, yang umumnya tidak ditanggung oleh sopir angkot.
3.4.3 Ekonomi Sistem ekonomi pekerja angkot adalah sistem “kejar setoran”, maka sopir-sopir angkot menerapkan kebiasaan-kebiasaan berikut untuk memenuhi target harian mereka:
“Ngetem”
Ngetem adalah kegiatan kendaraan umum masal/non personal (angkot, metro mini, bis gede) berhenti sementara untuk mendapatkan penumpang.
Angkot ngetem?
26% Ya
74%
Tidak
Grafik 3. Seberapa sering angkot ngetem
Berdasarkan hasil pengamatan di atas, diketahui bahwa sebagian besar angkot di Bandung ngetem, bisa sebentar dan bahkan bisa lama. Bahkan, di spot-spot/tempat-tempat tertentu menjadi tempat ngetem. Jika sebelumnya angkot tersebut kosong, ngetem bisa lama yang menyebabkan penumpang yang menunggu menjadi kesal. Kebanyakan sopir angkot ngetem di terminal atau tempat-tempat tertentu untuk memenuhi kapasitas angkot sehingga target setoran terpenuhi. Selain itu, sambil ngetem, sopir angkot juga dapat beristirahat sejenak dari pekerjaannya. Bukan hanya penumpang, angkot juga terkadang harus menunggu gilirannya untuk ngetem terdepan. Dengan begitu,
13
waktu ngetem lebih lama dan jumlah rit dalam sehari bisa berkurang. Namun, keuntungannya bagi sopir angkot, penumpang penuh setelah ngetem dapat memberi pendapatan yang maksmimal di satu rit itu. Selain itu, dengan ngetem dan menjadikan penuh kapasitas angkot dapat menghemat bahan bakar. Jika angkot jalan terus, dengan resiko sepi penumpang, maka hanya akan menghabiskan bahan bakar saja. Ngetem yang dilakukan oleh sopir angkot berbeda-beda lamanya. Hasil pengamatan memberikan perbandingan seperti pada grafik berikut:
Lama ngetem
19%
30% 1-5 menit 5-10 menit
51%
10-15 menit
Grafik 4. Hasil pengamatan tentang berapa lama amgkot ngetem
Berdasarkan hasil pengamatan di atas, penumpang angkot tidak menyukai angkot yang ngetem terlalu lama. Karena itu pula, pengamatan tidak memasukkan data angkot yang ngetem lebih dari 15 menit, meskipun banyak terjadi seperti di terminal atau pada malam hari yang memang penumpangnya jarang. Perilaku “ngetem” ini memiliki efek berbeda bagi pengguna dan pengemudi angkot. Ngetem lama, penumpang jadi kesal. Tidak ngetem, pendapatan berkurang.
14
Memaksa 7-5
Ada lagi istilah “7-5”, yaitu banyaknya penumpang yang bisa memenuhi tempat duduk di kanan dan kiri dalam angkot. 7 orang di sebelah kanan dan 5 orang di sebelah kiri adalah kapasitas maksimal di bangku tersebut, bahkan sebetulnya untuk beberapa angkot, tidak mencapai “7-5” sudah terasa sempit dan penumpang yang dipaksakan masuk tidak mendapatkan tempat duduk yang layak. Hal ini dilakukan sopir angkot, yaitu memaksakan “7-5” adalah demi memaksimalkan kapasitas angkot untuk memperoleh pendapatan yang maksimal. Belum lagi ditambah dengan adanya “bangku tempel” atau “bangku artis” yang ditempatkan pada ujung pintu angkot, berkapasitas 1 -2 orang. Bahkan, tempat duduk di depan samping sopir yang sebetulnya diperuntukkan untuk satu orang, tetapi demi memaksimalkan kapasitas, dapat ditempati oleh dua orang penumpang. Namun, hal ini tidak hanya ada pada angkot di kota Bandung, tetapi di daerah-daerah lain di Indonesia, seperti di Jakarta, Bogor, dan kota-kota lainnya. Jika dihitung, jumlah penumpang yang dipaksakan ini menjadi 17 orang dalam satu angkot termasuk sopir. Padahal, kapasitas layak yang diizinkan Dinas Perhububungan untuk angkot adalah sekitar 11 – 12 orang saja. Namun, tidak ada tindakan apa-apa dari petugas terkait terhadap hal ini.
Memaksakan "7-5"?
32% Ya
68%
Tidak
Grafik 5. Perbandingan sopir angkot yang memaksakan kapasitas “7-5” pada angkotnya 15
Kesesuaian tarif
Tarif angkot yang dibebankan kepada pengguna jasa angkot di kota Bandung didasarkan pada jarak yang ditempuh penumpang tersebut selama menaiki angkot tersebut. Makin jauh jarak tempuhnya, maka tarif yang dibebankan juga lebih besar. Menurut kesepakatan terakhir antara Dishub Kota Bandung dan Organda Kota Bandung, disepakati bahwa tarif minimum pengguna jasa angkot, dalam artian untuk jarak dekat, tarifnya adalah Rp 1.250,-. Namun, pada kenyataannya, tarif minimum yang dibayarkan penumpang angkot adalah sebesar Rp 1.500,-. Sopir angkot rata-rata masih berpegang pada tarif sebelumnya, padahal yang terbaru sudah diturunkan sebesar Rp 250,-. Salah satu penyebab lain sopir angkot masih berpegang pada tarif yang lama adalah masalah susah memberikan kembaliannya. Selain itu, terkadang sopir angkot suka menaikkan tarif secara sepihak dimana dia meminta tarif yang harus dibayar lebih besar daripada biasanya atau bisa juga mengembalikan uang lebih dengan kurang dari seharusnya. Hal ini dilakukan sopir angkot demi mengejar setoran, ini terbukti dari hasil pengamatan berikut ini:
Sesuaikah tarif yang dibebankan?
15% Ya
85%
Tidak
Grafik 6. Perbandingan apakah tarif yang dikenakan sudah sesuai atau tidak.
16
Sesuaikah kembalian yang diterima?
33% Ya 67%
Tidak
Grafik 7. Perbandingan apakah kembalian uang lebih yang diterima penumpang angkot sudah sesuai atau belum.
Putar balik (kasus khusus)
Ada kalanya angkot tidak berjalan mengikuti rute yang semestinya. Salah satu kasusnya adalah angkot yang sebelum sampai ke tujuannya, tetapi memutar arah kembali ke arah rute sebaliknya. Ini dinamakan putar balik. Akibatnya, jika masih ada penumpang di dalam angkot tersebut terpaksa diturunkan di tempat angkot tersebut memutar arah. Alasan sopir angkot melakukan putar balik adalah karena rute tersebut sedang sepi sedangkan rute sebaliknya diperkirakan ramai atau memang ada keperluan tertentu kea rah sebaliknya. Cukup jarang memang kasus ini, maka dari itu penulis menyebutnya kasus khusus. Berdasarkan pengamatan, hanya 22 % angkot yang diamati yang melakukan putar balik seperti ditunjukkan grafik berikut:
17
Melakukan putar balik?
22% Ya 78%
Tidak
Grafik 8. Perbandingan apakah sopir angkot melakukan putar balik atau tidak
Dari 22 % angkot yang diamati yang melakukan putar balik tersebut, alasan-alasan angkot tersebut melakukan putar balik ditunjukkan oleh grafik berikut:
Alasan memutar balik?
14% Sepi penumpang
86%
Mau pulang
Grafik 9. Perbandingan alasan sopir angkot melakukan putar balik
Penumpang yang ada di dalam angkot pada saat angkot melakukan putar balik terpaksa diturunkan, dan kadang sopir angkot bertanggung jawab dengan tidak meminta tarif 18
karena hal-hal seperti ini biasanya di luar perkiraan. Persentase hasil pengamatan cukup banyak yang tidak perlu membayar ongkos, tetapi lebih banyak yang diminta untuk membayar penuh ongkos angkot. Grafiknya sebagai berikut:
Tarif yang dibayar?
41%
50%
Bayar penuh Bayar setengahnya
9%
Tidak bayar
Grafik 10. Perbandingan tarif yang dibayar oleh penumpang saat sopir angkot melakukan putar balik
3.4.4 Sosial Sopir angkot dalam profesinya tidaklah sendiri. Mereka berkelompok sesuai dengan trayek dimana mereka bekerja, meski tak jarang antar sopir angkot yang berbeda trayek juga saling kenal. Pergaulan antar sopir angkot terutama di terminal-terminal sembari menunggu penumpang. Namun, cara pergaulan ini tergantung masing-masing pribadi sopir angkot juga. Ada yang sering mengobrol, dan ada pula yang hanya sebatas kenal nama saja. Pergaulan antar sopir angkot ini tidak dibatasi oleh usia, tetapi berdasarkan wawancara yang dilakukan, bahwa sopir-sopir angkot memang lebih sering berkumpul dengan sopir-sopir angkot lain yang usianya setara. Dari survey atas 100 responden berikut, terlihat sopir angkot paling banyak berada pada kelompok usia antara 30-40 tahun.
19
Usia sopir angkot
8%
27% 20 - 30 Tahun
65%
30 - 40 Tahun Di atas 40 Tahun
Grafik 11. Perbandingan sopir angkot berdasarkan usianya.
Data di atas tidak dapat dijadikan kesimpulan akhir mengenai rata-rata usia sopir angkot di Bandung, tetapi sebatas pengamatan ini dapat dianalisis bahwa usia di antara 30-40 tahun mendominasi pekerjaan sopir angkot. Usia di bawah 30 tahun mungkin lebih memilih pekerjaan lain dibandingkan sebagai sopir angkot. Sedangkan, usia di atas 40 tahun sudah tergeser oleh sopirsopir angkot yang lebih muda. Angkot-angkot ini juga terkumpul dalam suatu organisasi, yaitu Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Bandung meskipun keberadaanya bukan di bawah pemerintah. Namun, posisinya justru sering mewakili angkot-angkot pada rapat dengan pemerintah. Organisasi ini juga memungut iuran/retribusi kepada anggota-anggotanya yang pemanfaatannya juga untuk kesejahteraan anggota-anggotanya. Organda Bandung ini membawahi Koperasi Angkutan Kota Bandung Tertib (Kobanter) Baru yang mewakili setiap trayek angkot Bandung. Sopir-sopir angkot Bandung juga memiliki solidaritas yang tinggi antar sesamanya. Ini terbukti dari beberapa kejadian baru-baru ini, yaitu pada demo kenaikan tarif karena peningkatan harga BBM dan akan beroperasinya bis Trans Metro Bandung (TMB). Pada kejadian pertama, sopirsopir angkot yang diorganisasi Organda sepakat untuk melakukan mogok massal dan semua mengikuti. Sedangkan, yang kedua mogok massal dilakukan angkot-angkot yang beroperasi di sepanjang Jalan Soekarno-Hatta. Meskipun, solidaritas ini sepertinya terkesan dipaksakan. Berbeda halnya dengan rasa sosial yang ditunjukkan oleh sopir angkot terhadap pengguna jalan lainnya. Hal ini terlihat dari seringnya sopir-sopir angkot melanggar atau mengabaikan
20
peraturan-peraturan lalu lintas sehingga menimbulkan ketidaknyamanan pada pengguna jalan lainnya. Selain itu, penumpang di dalam angkot juga sering merasakan ketidaknyamanan terhadap perilaku menyetir angkot oleh sopirnya. Berikut ini adalah hasil pengamatan tentang jumlah sopir angkot yang menyetir angkotnya dengan “kasar” atau tidak:
Pembawaan dalam menyetir angkot
39% Kasar
61%
Tidak
Grafik 12. Perbandingan cara pembawaan dalam menyetir mobil angkot
Berdasarkan hasil pengamatan di atas, memang lebih sedikit sopir yang menyetir angkotnya dengan “kasar” dibanding yang tidak. Dari jumlah seperti itu, sudah menimbulkan keresahan bagi orang lain, tetapi kurang bisa disimpulkan bahwa sopir angkot memiliki rasa sosial yang rendah.
21
BAB V Penutup Kesimpulan Perilaku-perilaku sopir angkot yang berhasil diamati adalah 1. „Ngetem‟ 2. Memaksa 7-5 3. Putar balik 4. Ugal-ugalan 5. Menaikkan ongkos secara sepihak Perilaku-perilaku di atas menimbulkan ketidaknyamanan bagi pengguna jasa angkot maupun pengguna jalan raya lainnya. Sopir angkot Bandung mampu berkomunikasi dengan baik dengan menggunakan bahasa Indonesia maupun bahasa Sunda. Sopir angkot secara pengetahuan dan teknologi sudah cukup baik. Secara sosial sopir angkot memiliki organisasi untuk membantu mereka sehingga ikatan antar mereka cukup kuat. Sistem perangkutan angkot di Bandung rata-rata menggunakan sistem setoran. Pemungutan retribusi oleh pemerintah kota Bandung tidak sesuai dengan peraturan daerah mengenai retribusi.
Saran
Sopir angkot sebaiknya mengurangi perilaku-perilaku yang menimbulkan ketidaknyamanan orang lain.
Sopir angkot hendaknya selalu taat kepada aturan-aturan lalu lintas yang berlaku di jalan raya sehingga stigma negatif dari masyarakat.
Pengguna angkot juga hendaknya lebih menghormati profesi sopir angkot, dan jangan sembarangan naik dan turun dari angkot di tempat-tempat yang kurang memungkinkan.
Pemerintah harusnya mengaplikasikan peraturannya dengan baik.
22
Daftar Pustaka
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 02 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Perhubungan di Kota Bandung. Sumber: website Pemerintah Kota Bandung (http://www.bandung.go.id/)
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Retribusi di Bidang Perhubungan. Sumber: website Pemerintah Kota Bandung (http://www.bandung.go.id/)
Bandung Dalam Angka Tahun 2003. Sumber: website Pemerintah Kota Bandung (http://www.bandung.go.id/)
Ngetem And The Never Ending Circle. Sumber: http://www.titiw.com/2009/02/03/ngetem-and-the-never-ending-circle/
Ayu Humairoh, “Teori Sosiologi dan Antropologi”. Sumber: http://ayuhumairoh.blogspot.com/2009/09/teori-sosiologi-dan-antropologi.html
A.E. Dumatubun, “Kebudayaan, Kesehatan Orang Papua Dalam Perspektif Antropologi Kesehatan,” Jurnal Antropologi Papua, vol. 1, no. 1, Agustus 2002.
Roger M. Keesing, “Theories of Culture”, Annual Review of Anthropology, 1974.
Dr. Chairil N. Siregar, M.Sc, “Materi Kuliah Antropologi”.
Chabib Mustofa, “Antropologi Budaya”.
23