Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB
Strategi Pengelolaan Cagar Budaya Kota Bandung Erti Nurfindarti (1) (2)
(1)
, Denny Zulkaidi(2)
Program Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB. Kelompok Keahlian Perencanaan dan Perancangan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB
Abstrak Strategi pengelolaan cagar budaya disusun untuk dapat melindungi, mengembangkan dan memanfaatkan cagar budaya sebagai aset penting suatu daerah. Terdapat 4 (empat) aspek dominan dalam pengelolaan cagar budaya, yaitu aspek legal, kelembagaan, fisik dan pembiayaan. Pemerintah Kota Bandung menghadapi beberapa persoalan ditinjau dari empat aspek tersebut, diantaranya ketidaksempurnaan Perda Nomor 19/2009 tentang Pengelolaan Bangunan dan Kawasan Cagar Budaya Kota Bandung dan Perwal Nomor 921/2010 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya Kota Bandung, kurangnya koordinasi antar SKPD, masih banyak bangunan yang belum ditetapkan sebagai cagar budaya, dan belum tereksplorasinya potensi sumber pembiayaan. Selain persoalan tersebut, Pemerintah Kota Bandung juga memiliki hal-hal yang mendukung dalam setiap aspek. Tulisan ini menguraikan persoalan, sekaligus hal-hal yang mendukung pengelolaan dari masing-masing aspek strategi, untuk memperoleh strategi-strategi aspek yang digabungkan menjadi strategi umum yang terbagi dalam 4 (empat) kelompok besar, yaitu membenahi peraturan perundangan dan perangkat pendukungnya, meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar lembaga, menerapkan pengelolaan bangunan dan kawasan yang terintegrasi, dan mengembangkan berbagai potensi pembiayaan dan pemanfaatan cagar budaya yang berkelanjutan Kata-kunci: aspek strategi, cagar budaya, pengelolaan
Pendahuluan Strategi pengelolaan cagar budaya perlu disusun dan diimplementasikan di setiap daerah yang memiliki kekayaan cagar budaya. Pemerintah Kota Bandung memiliki pendukung (kekuatan dan peluang) dan persoalan (kelemahan dan ancaman) yang dihadapi dalam pengelolaan bangunan dan kawasan cagar budaya. Berdasarkan studi literatur dan preseden yang diperoleh, terdapat 4 (empat) aspek dominan dalam pengelolaan cagar budaya, yaitu aspek legal, kelembagaan, fisik dan pembiayaan, sehingga perumusan strategi akan didasarkan pada empat aspek tersebut. Strategi yang diperoleh menjadi dasar penyusunan kebijakan Pemkot Bandung dalam mengelola bangunan dan kawasan cagar budaya.
Pemerintah Kota Bandung menghadapi beberapa persoalan berkaitan dengan aspek legal, kelembagaan, fisik dan pembiayaan dalam pengelolaan cagar budaya. Peraturan perundangan mengenai pengelolaan bangunan dan kawasan cagar budaya yang berlaku di Kota Bandung, yaitu Perda Nomor 19 Tahun 2009 dan Perwal Nomor 921 Tahun 2010 masih memerlukan penyempurnaan dalam bentuk penyesuaian dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tenatng Cagar Budaya, memperjelas konsep pengelolaan bangunan dan kawasan, serta menyusun beberapa peraturan turunan seperti panduan pengelolaan yang merupakan kesepakatan antara pemerintah, swasta dan masyarakat, SOP masing-masing SKPD yang terkait cagar budaya dan prosedur perizinan yang lebih lengkap. Koordinasi antar SKPD yang berkaitan dengan cagar budaya belum terjalin baik, sehingga menimbulkan Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N1| 83
Strategi Pengelolaan Cagar Budaya Kota Bandung
potensi perselisihan yang berakibat terlalaikannya pelestarian cagar budaya.
pada
Pengelolaan kawasan berbasis pengelolaan bangunan perlu ditingkatkan, mengingat 77% bangunan yang diduga cagar budaya di Kota Bandung merupakan milik pribadi, sehingga pemerintah perlu segera menetapkan bangunan yang diduga cagar budaya tersebut serta memberikan pengetahuan kepada para pemilik bangunan. Keterbatasan anggaran, belum tereksplorasinya potensi sumber pembiayaan lain untuk pengelolaan cagar budaya dapat menghambat langkah para pihak yang terlibat langsung dalam pengelolaan cagar budaya. Tulisan ini dibagi menjadi lima bagian, yaitu kajian teori perumusan strategi pengelolaan cagar budaya, persoalan pelestarian bangunan dan kawasan cagar budaya dan tujuan penelitian, metode penelitian, gambaran umum pengelolaan cagar budaya dan analisis perumusan strategi pengelolaan cagar budaya. Bagian pertama menjelaskan tentang teori-teori strategi dan tinjauan literatur mengenai pengelolaan cagar budaya. Bagian kedua memaparkan persoalan pelestarian cagar budaya dan tujuan penelitian. Bagian ketiga membahas metode penelitian yang digunakan. Bagian keempat berisi gambaran umum pengelolaan bangunan dan kawasan cagar budaya di Kota Bandung, dan bagian terakhir menganalisis langkah-langkah perumusan strategi dari strategi aspek hingga menjadi strategi umum pengelolaan cagar budaya. Strategi umum pengelolaan cagar budaya Kota Bandung dapat menjadi dasar penyusunan kebijakan mengenai pengelolaan cagar budaya, yang terbagi dalam 4 (empat) kelompok besar. Strategi pertama adalah membenahi peraturan perundangan dan perangkat pendukungnya, dengan melakukan penyempurnaan terhadap Perda dan Perwal, serta menyusun peraturanperaturan pendukung, seperti SOP, dan panduan-panduan pengelolaan bangunan dan kawasan cagar budaya. Strategi kedua mengenai upaya untuk meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar lembaga dengan melakukan pembenahan internal dan eksternal 84 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N1
Pemerintah Kota Bandung. Strategi ketiga adalah berupaya menerapkan pengelolaan bangunan dan kawasan yang terintegrasi dengan menitikberatkan pengelolaan bangunan sebagai inti dari pengelolaan kawasan. Strategi yang keempat mengenai upaya untuk mengembangkan berbagai potensi pembiayaan dan pemanfaatan cagar budaya yang berkelanjutan dengan melakukan kajian tentang insentif, disinsentif dan kompensasi, serta menjalin kerjasama untuk dapat memperoleh potensi sumber pembiayaan lain. Kajian Teori Perumusan Pengelolaan Cagar Budaya
Strategi
Perhatian terhadap bangunan dan kawasan cagar budaya mendorong diselenggarakannya berbagai konferensi internasional, yang menghasilkan piagam-piagam yang berisi tentang langkah-langkah pelestarian bangunan dan kawasan cagar budaya. Dari berbagai konferensi internasional ini, diperoleh beberapa informasi kunci terkait dengan pengelolaan cagar budaya di dunia yang dapat menjadi acuan dalam pengelolaan cagar budaya di Indonesia. Berikut adalah informasi kunci yang diperoleh: 1. Piagam Athena 1931 Diperlukan adanya badan/lembaga yang menangani masalah pelestarian dan inventarisasi benda-benda bersejarah 2. Piagam Athena 1933 • Nilai arsitektural pada bangunan dan kawasan harus dilindungi • Warisan bersejarah akan dilindungi selama mencerminkan budaya masa lalu dan memenuhi kepentingan umum • Warisan bersejarah akan dilestarikan selama tidak membahayakan kehidupan masyarakat 3. Piagam Venesia 1964 • Konsep bangunan dan kawasan cagar budaya tidak bisa dipisahkan • Restorasi bangunan bertujuan untuk melestarikan dan memperlihatkan nilainilai historis dan estetis • Bangunan harus didokumentasikan, diarsipkan dan dipublikasikan secara luas
Erti Nurfindarti
4. Deklarasi Amsterdam 1975 • Pelestarian warisan bersejarah harus merupakan bagian integral dari strategi perencanaan dan perancangan kota • Melibatkan ahli/profesional dan masyarakat • Pelestarian harus mempertimbangkan aspek budaya dan memperhatikan manfaat bagi komunitas (sosial dan ekonomi) • Pelestarian bangunan harus berkontribusi dalam peningkatan kualitas kawasan • Pelestarian memerlukan dukungan finansial • Pelestarian membutuhkan penyempurnaan aspek legal dan perangkat administratif Berdasarkan hasil-hasil konferensi internasional di atas diperoleh informasi mengenai aspekaspek pengelolaan cagar budaya, yaitu aspek kelembagaan (Piagam Athena 1931), aspek legal (Piagam Athena 1933), aspek fisik (Piagam Venesia 1964), dan aspek legal, fisik dan pembiayaan (Deklarasi Amsterdam 1975). Selain berbagai konferensi yang telah dilaksanakan di dunia mengenai langkah-langkah pengelolaan cagar budaya, informasi mengenai aspek pengelolaan cagar budaya diperoleh pula dari preseden pengelolaan cagar budaya. Preseden yang diambil dalam penelitian ini adalah strategi pengelolaan cagar budaya di Istanbul, Turki dan Penticton, Kanada. Dalam preseden tersebut menunjukkan adanya dominasi beberapa aspek pengelolaan cagar budaya yang dapat menjadi acuan dalam penyusunan strategi pengelolaan cagar budaya. Aspek-aspek yang dominan tersebut adalah legal (peraturan perundangan), kelembagaan, fisik dan pembiayaan. Rincian aspek-aspek yang digunakan dalam pengelolaan cagar budaya di Istanbul, Turki dan Penticton, Kanada dapat dilihat pada lampiran A. Pengelolaan yang responsif dan sensitif terhadap perkembangan perkotaan diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan antara permintaan berbagai fungsi sehingga berjalan baik antara bentuk dan fungsinya. Ketidakberadaan pengelolaan akan mengancam pemeliharaan keseimbangan yang harmonis dan yang terburuk adalah dapat mengancam
keberadaan kota bersejarah itu sendiri (Ashworth, 1991). Pemikiran dan usaha pelestarian harus merupakan tugas dan tanggung jawab bersama baik dalam level nasional maupun internasional. Sehingga ada suatu kewajiban bagi setiap negara dan bangsa untuk mengakomodasikan kepentingan bersama tersebut (Martokusumo, 2005). Menurut Undang-undang Nomor 11 tahun 2010, pengelolaan adalah upaya terpadu untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan Cagar Budaya melalui kebijakan pengaturan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. Menurut Undang-undang ini, ada tiga poin pengelolaan, yaitu: Perlindungan Adalah upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan dengan cara penyelamatan,
pengamanan, zonasi, pemeliharaan pemugaran cagar budaya
dan
Pengembangan Peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi cagar budaya serta pemanfaatannya melalui penelitian, revitalisasi, dan adaptasi secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan pelestarian Pemanfaatan Pendayagunaan cagar budaya untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya Pengertian cagar budaya menurut Undangundang Nomor 11 tahun 2010 adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Berikut adalah definisi dari bangunan dan kawasan cagar budaya berdasarkan Undang-undang Nomor 11 tahun 2010: Bangunan Cagar Budaya adalah susunan Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N1| 85
Strategi Pengelolaan Cagar Budaya Kota Bandung
binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap dengan kriteria : a. berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih; b. mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun; c. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; dan d. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa e. berunsur tunggal atau banyak; dan/atau f. berdiri bebas atau menyatu dengan formasi alam. Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua situs cagar budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan atau memperlihatkan ciri yang khas dengan kriteria: a. mengandung 2 (dua) Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan; b. berupa lanskap budaya hasil bentukan manusia berusia paling sedikit 50 (lima puluh) tahun; c. memiliki pola yang memperlihatkan fungsi ruang pada masa lalu berusia paling sedikit 50 (lima puluh) tahun; d. memperlihatkan pengaruh manusia masa lalu pada proses pemanfaatan ruang berskala luas; e. memperlihatkan bukti pembentukan lanskap budaya; dan memiliki lapisan tanah terbenam yang mengandung bukti kegiatan manusia atau endapan fosil. Strategi adalah suatu metode atau perencanaan yang dipilih untuk membawa ke arah masa depan yang diharapkan, pencapaian tujuan, atau pemecahan masalah (www. businessdictionary.com,2014). Penyusunan strategi dilakukan dengan mengidentifikasi berbagai macam aspek yang berkaitan dengan tujuan dan sasaran tersebut (Kuncoro, 2006). Salah satu elemen penting dalam menyusun strategi adalah formulasi atau perumusan strategi (Dyson, 1990). Formulasi strategi adalah proses merancang dan memilih strategistrategi yang dapat membawa organisasi 86 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N1
mampu mencapai tujuan dan sasarannya. (Certo et.al, 1990). Ada beberapa pendekatan formulasi strategi, yaitu Critical Question Analysis, the
Strengths/Weaknesses/Opportunities/Threats (SWOT) Analysis, the Boston Consulting GroupShare Matrix (BCG-share matrix), dan General Electric’s Multifactor portfolio Matrix. (Certo, et.al, 1990). Di antara pendekatan-pendekatan tersebut, yang paling lengkap mengeksplorasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman adalah Analisis SWOT. Pendekatan ini berupaya untuk menyeimbangkan kekuatan dan kelemahan internal suatu organisasi dengan peluang dan ancaman dari lingkungan eksternal yang terjadi saat ini. Mencocokkan faktor-faktor kunci internal dan eksternal merupakan bagian tersulit dalam mengembangkan matriks SWOT dan memerlukan penilaian yang baik, dan tidak ada penggabungan yang terbaik (David, 2009). Persoalan Pelestarian Bangunan Dan Kawasan Cagar Budaya di Kota Bandung Penyusunan strategi diperlukan sebagai dasar penyusunan kebijakan untuk mengatasi berbagai persoalan yang terjadi di lapangan. Persoalan-persoalan mengenai pelestarian bangunan dan kawasan cagar budaya Kota Bandung ini pun menjadi dasar penentuan persoalan penelitian. Persoalan pelestarian yang terjadi di Kota Bandung adalah: • Bangunan mengalami perubahan fisik, fungsi dan kepemilikan • Bangunan mengalami kerusakan (ringan, sedang, berat) • Kawasan mengalami perubahan fungsi • Terjadi pelanggaran prosedur perizinan • Ketidakjelasan konsep pengelolaan dalam peraturan perundangan • Bangunan cagar budaya sebagian besar terletak pada lokasi yang sangat strategis (memiliki demand yang tinggi) Berdasarkan berbagai persoalan pelestarian tersebut, maka yang menjadi persoalan penelitian ini adalah: • Belum tereksplorasinya kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman tentang bangunan dan
Erti Nurfindarti
kawasan cagar budaya ditinjau dari aspek legal, kelembagaan, fisik, dan pembiayaan • Belum terumuskannya strategi pengelolaan cagar budaya Kota Bandung berdasarkan hasil eksplorasi kekuatan, kelemahan , peluang dan ancaman.
yaitu pihak yang akan mengimplementasikan strategi ini (Pemerintah Kota Bandung), untuk dapat mengidentifikasi faktor internal dan eksternal masing-masing aspek, kemudian menentukan tujuan strategi pengelolaan sebagai dasar pemilahan komponen SWOT setiap aspek.
Tujuan dan Sasaran
Pada perumusan strategi tahap pertama akan diperoleh strategi masing-masing aspek yang kemudian digabungkan untuk memperoleh strategi umum, yang akan dibagi lagi menjadi empat kelompok besar dengan beberapa strategi turunan di dalamnya. Setelah strategi tersusun, Pemerintah Kota Bandung perlu mempersiapkan beberapa hal supaya strategi dapat menjadi dasar kebijakan pengelolaan cagar budaya, diantaranya melakukan pembenahan internal SKPD terkait cagar budaya, menerjemahkan kebijakan yang berasal dari strategi dalam bentuk program dan kegiatan, serta menetapkan skala prioritas strategi berdasarkan kondisi pengelolaan cagar budaya Kota Bandung saat ini.
Berdasarkan latar belakang dan persoalan penelitian di atas, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah merumuskan strategi pengelolaan bangunan dan kawasan cagar budaya bagi Pemerintah Kota Bandung untuk mengatasi berbagai persoalan yang terjadi di lapangan. Sasaran-sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1.Mengidentifikasi komponen SWOT dalam konteks pengelolaan bangunan dan kawasan cagar budaya 2.Mendeskripsikan kondisi bangunan dan kawasan cagar budaya Kota Bandung, dan aspek-aspek strategi pengelolaan (legal, kelembagaan, fisik dan pembiayaan) menurut pandangan para stakeholder 3.Merumuskan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman masing-masing aspek strategi pengelolaan Metode Penelitian ini bersifat eksploratif dan menggunakan metode kualitatif. Penelitian eksploratif kualitatif ini digunakan untuk mengeksplorasi aspek-aspek pengelolaan bangunan dan kawasan cagar budaya Kota Bandung dan mengeksplorasi komponen SWOT (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) sebagai dasar penyusunan strategi pengelolaan bangunan dan kawasan cagar budaya Kota Bandung. Strategi pengelolaan cagar budaya untuk Pemerintah Kota Bandung ini menggunakan analisis SWOT, dengan memaksimalkan kekuatan dan peluang, serta meminimalkan kelemahan dan ancaman pada aspek-aspek pengelolaan cagar budaya. Perumusan strategi diawali dengan memastikan subjek strategi,
Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan para narasumber, yang berasal dari kalangan Pemkot Bandung (Disbudpar, Distarcip dan BPPT), LSM pemerhati cagar budaya (Bandung Heritage), dan Tim Pertimbangan Pelestarian Cagar Budaya. Data primer ini mengalami proses transkripsi dan coding untuk memperoleh informasi kunci berkaitan dengan aspek-aspek strategi pengelolaan cagar budaya yang menjadi bahan inti oenyusunan matriks SWOT dan akhirnya menjadi strategi aspek. Data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen perencanaan (RTRW, RKPD), peraturan perundangan (Perda Nomor 19/2009 dan Perwal Nomor 921/2010) dan laporan PL 5211 Studio Perencanaan Pembangunan Kota MPWK ITB 2014). Data sekunder menjadi pendukung bagi data primer dan penyusun matriks SWOT. Gambaran Pengelolaan Cagar Budaya Kota Bandung Gambaran pengelolaan cagar budaya Kota Bandung terlihat dari kondisi eksisting aspek legal, kelembagaan, fisik dan pembiayaan, yang Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N1| 87
Strategi Pengelolaan Cagar Budaya Kota Bandung
menggambarkan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman setiap aspek. Pencapaian yang telah dilakukan Pemkot Bandung dalam mengelola bangunan dan kawasan cagar budaya, mengandung kekuatan sekaligus kelemahan. Pengaruh dari luar Pemkot Bandung turut mempengaruhi kondisi pengelolaan cagar budaya menjadi potensi peluang dan ancaman bagi upaya pengelolaan cagar budaya Kota Bandung. Berbagai kondisi yang mengandung kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman perlu dikelola supaya dapat dimanfaatkan secara maksimal bagi pelestarian cagar budaya Kota Bandung. Aspek Legal Aspek legal berkaitan dengan peraturan perundangan mengenai cagar budaya yang berlaku baik tingkat nasional maupun lokal. Peraturan tingkat nasional seharusnya menjadi dasar penyusunan peraturan tingkat lokal, namun dinamika perubahan peraturan pada tingkat nasional menyebabkan ketidaksinkronan antara peraturan lokal dan nasional. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 19 Tahun 2009 yang diikuti Peraturan Walikota Nomor 921 Tahun 2010 disusun sebelum terbitnya Undangundang Nomor 11 Tahun 2010, sehingga terjadi beberapa ketidaksinkronan dalam isi peraturan tersebut. Selain itu, Perda dan Perwal yang ada masih belum sempurna (belum jelas dalam konsep pengelolaan dan penggolongan bangunan-kawasan cagar budaya) dan belum lengkap (belum adanya peraturan turunan seperti SOP dan panduan pengelolaan atau pelestarian), sehingga perlu di tinjau kembali. Aspek Kelembagaan Dalam pengelolaan cagar budaya perlu adanya koordinasi harmonis antar lembaga, yang diharapkan dapat mendukung pelestarian cagar budaya. Kelembagaan yang dimaksud dapat berasal dari lingkungan Pemkot Bandung (Disbudpar, Distarcip, BPPT) dan dari luar Pemkot Bandung (Kemendikbud, Disbudpar Provinsi, BPPI, Bandung Heritage, pemilik BCB, investor). Pemkot Bandung melalui Disbudpar, Distarcip dan BPPT telah melaksanakan beberapa kegiatan yang mendukung pelestarian 88 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N1
bangunan-kawasan cagar budaya, namun koordinasi antar SKPD belum terjalin dengan baik. Keberadaan Kemendikbud, Disbupar Provinsi, BPPI dan Bandung Heritage dapat mendukung pelestarian cagar budaya, namun keterbatasan pengetahuan masyarakat pemilik BCB dan investor menjadi ancaman bagi pelestarian cagar budaya. Aspek Fisik Data aspek fisik meliputi kondisi fisik, keaslian, kepemilikan , langgam dan golongan bangunan cagar budaya dan yang diduga cagar budaya di Kota Bandung. Selain data bangunan, diperoleh pula data kawasan yang terbentuk dari kumpulan bangunan-bangunan membentuk fungsi dan karakter yang sama. Jumlah bangunan terdata sebanyak 1499 bangunan, dengan kondisi sangat baik dan asli 64 bangunan (47%), langgam arsitektural dominan adalah arsitektur Indische Empire/Neo Klasik/Romanticism (594 bangunan=40%), sebagian besar bangunan merupakan milik pribadi (77%) dan bangunan golongan B mendominasi sebanyak 1036 bangunan (69,11%). Kawasan yang berhasil diidentifikasi sebagai kumpulan bangunan dengan fungsi dan karakter yang sama sebanyak 20 kawasan, yang meliputi kawasan pecinan/perdagangan, kawasan pusat kota lama, situs lapangan Tegallega, kawasan pemukiman perdagangan dan jasa, kawasan kegiatan dan perumahan militer, kawasan perumahan dan villa, kawasan pusat pemerintahan baru, kawasan Pasteur (kesehatan, pemukiman dan villa), kawasan jalan pewayangan, kawasan industry, kawasan Dago, kawasan kampus ITB, kawasan perumahan villa, pemakaman Pandoe, situs lapangan terbang Andir (sekarang Husein Sastranegara), kawasan perumahan di bagian barat Bandung, kawasan Dago Atas, kawasan Ciumbuleuit, kawasan Isola dan kawasan Lapas Sukamiskin. (Sumber: Laporan PL 5211 Studio Perencanaan Pembangunan Kota ITB, 2014) Aspek pembiayaan Pembiayaan dalam pengelolaan bangunan dan kawasan cagar budaya berupa potensi sumber
Erti Nurfindarti
pembiayaan yang dapat dimanfaatkan, dan pembiayaan yang diperlukan dalam pengelolaan bangunan dan kawasan cagar budaya. Potensi sumber pembiayaan dapat berasal dari faktor internal, yaitu APBD Kota Bandung, yang masih terbatas dalam alokasi anggaran untuk pengelolaan bangunan-kawasan cagar budaya. Sedangkan faktor eksternal, dapat diperoleh dari APBN, APBD Provinsi, bantuan NGO, Dana CSR, maupun donasi dari perseorangan, namun faktor-faktor eksternal ini belum dieksplorasi secara optimal. Pembiayaan yang diperlukan dalam pengelolaan cagar budaya antara lain insentif, disinsentif, kompensasi dan bantuan pemeliharaan bangunan yang harus dikaji terlebih dahulu mekanisme dan system pelaksanaannya. Analisis Perumusan Strategi Pengelolaan Cagar Budaya Perumusan strategi pengelolaan cagar budaya Kota Bandung ini menggunakan analisis SWOT, dengan memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities) serta meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Perumusan strategi ini diawali dengan proses identifikasi strategi, diikuti penyusunan matriks SWOT setiap aspek, yang akan menghasilkan strategi-strategi aspek. Strategi keempat aspek bergabung menjadi strategi umum, dan berdasarkan arahan strategi yang sejenis, strategi umum tersebut dibagi menjadi 4 (empat) kelompok besar strategi, dengan beberapa strategi turunan di setiap kelompok. Identifikasi Strategi Perumusan strategi harus diawali dengan identifikasi strategi, sebagai dasar penetapan faktor internal dan eksternal yang menjadi bahan penyusunan matriks SWOT. Identifikasi strategi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1.Penetapan subjek strategi Subjek strategi adalah pihak yang akan melaksanakan atau mengimplementasikan strategi yang sedang disusun. Strategi ini ditujukan untuk Pemerintah Kota Bandung, termasuk di dalamnya Walikota, dan seluruh
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada di lingkungan Pemerintah Kota Bandung. 2.Penetapan tujuan strategi Setelah subjek strategi ditetapkan, dilanjutkan dengan penetapan tujuan strategi. Tujuan ini akan menjadi acuan dalam penentuan komponen-komponen SWOT (strengths, weaknesses, opportunities dan threats) Tujuan dari strategi pengelolaan cagar budaya Kota Bandung adalah: melestarikan bangunan dan kawasan cagar budaya Kota Bandung melalui perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan yang berkelanjutan 3.Penyusunan matriks SWOT, dengan input masing-masing komponen SWOT yang telah diperoleh dari proses sebelumnya. Faktor Internal dan Eksternal Faktor internal dalam analisis SWOT adalah faktor-faktor yang dimiliki oleh subjek strategi. Yang termasuk faktor internal adalah kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses). Sedangkan yang dimaksud faktor eksternal dalam analisis SWOT adalah faktor-faktor yang berasal dari luar subjek strategi namun turut mempengaruhi subjek tersebut. Faktor eksternal ini meliputi peluang (opportunities) dan ancaman (threats). Penentuan komponen-komponen SWOT Setelah penentuan faktor internal dan eksternal, langkah selanjutnya adalah penentuan masingmasing komponen SWOT (strengths, weaknesses, opportunities dan threats). Tujuan strategi pengelolaan menjadi dasar pemilahan faktor internal dan eksternal ke dalam komponen SWOT, kemudian didistribusikan dalam matriks SWOT. Strategi Aspek Legal yang diperoleh adalah: 1. Menyempurnakan Perda dan Perwal dalam hal pengendalian bangunan dan kawasan 2. Menyempurnakan Perda dan Perwal dalam hal pembahasan prosedur umum perizinan 3. Menyempurnakan Perda dan Perwal dalam hal penetapan bangunan dan kawasan serta kriterianya 4. Menyempurnakan prosedur perizinan mengenai kepastian pemohon izin Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N1| 89
Strategi Pengelolaan Cagar Budaya Kota Bandung
5. 6.
7.
8.
9.
(kredibilitas dan validitas identitas pemohon), permohonan kegiatan yang diajukan, dan jangka waktu kegiatan dan pemanfaatan bangunan Menyusun perizinan yang terintegrasi dengan SKPD lain terkait cagar budaya Menyusun panduan pengelolaan yang telah disepakati antara pemerintah, swasta dan masyarakat Menyusun panduan mengenai kriteria bangunan golongan A, B dan C dan batasan pemugaran bangunan golongan B dan C Menyusun SOP (standard operational procedures) tentang prosedur perizinan yang berkaitan dengan bangunan dan kawasan cagar budaya Menyusun SOP tentang jalur koordinasi antar SKPD yang berperan dalam pengelolaan cagar budaya
Strategi Aspek Kelembagaan yang tersusun adalah: 1. Menjalin kerjasama dengan LSM, media dan forum-forum dalam hal: 2. Meningkatkan peran serta masyarakat 3. Menyusun SOP Tim pengawas, Tim Pendaftar dan Tim Cagar Budaya 4. Membangun jaringan kerjasama antar lembaga 5. Mensinergikan kinerja antar SKPD dan mengimplementasikan peraturan perundangan dalam pengelolaan cagar budaya untuk menghadapi desakan investasi, faktor ekonomi, pelanggaran perizinan dan perubahan zaman 6. Memberikan pertimbangan lebih besar kepada faktor keindahan, kenyamanan kota daripada faktor ekonomi dalam pembangunan untuk mengatasi desakan investasi, dan perubahan zaman 7. Mempermudah proses birokrasi dengan dukungan dari kepala daerah 8. Mengoptimalkan peran Tim Pertimbangan Pelestarian Cagar Budaya dengan didukung Kepala Daerah dan melibatkan LSM pemerhati cagar budaya (Bandung Heritage) dalam mencegah laju perubahan fisik dan fungsi cagar budaya Strategi Aspek Fisik yang diperoleh adalah: 90 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N1
1. Menerapkan kebijakan pengelolaan bangunan sebagai inti dari pengelolaan kawasan : bangunan-bangunan dalam suatu kawasan yang terawat baik akan mewujudkan kawasan yang baik 2. Mempertimbangkan untuk mengembil alih bangunan golongan A yang dimiliki perseorangan 3. Mempertahankan dan menjaga kondisi bangunan-bangunan golongan A yang telah terdaftar dalam Perda Nomor 19 tahun 2009 4. Menambah bangunan yang telah ditetapkan dalam Perda dari bangunan –bangunan golongan B dan bangunan dengan kondisi sangat baik dan asli 5. Memprioritaskan bantuan pemeliharaan bagi pemilik bangunan yang telah rusak tetapi kemampuan untuk membiayai rendah untuk meningkatkan kondisi bangunan sekaligus mengendalikan kondisi kawasan 6. Melaksanakan revitalisasi kawasan kota lama, terutama yang memiliki lokasi strategis dan nilai ekonomi tinggi untuk mencegah perubahan fisik oleh pengembang 7. Menjaga bangunan golongan A yang telah ditetapkan, dan mencegah terjadinya perubahan/pembongkaran 8. Memberdayakan peninggalan tata kota Bandung yang indah dan langgam arsitektural yang unik termasuk arsitektural art deco yang masih tersisa di dunia sebagai potensi pariwisata yang berkelanjutan 9. Mengendalikan kawasan melalui pengendalian bangunan-bangunan yang ada di dalamnya 10. Mengendalikan kawasan strategis dengan bangunan persil besar untuk mencegah pengambilalihan oleh pengembang 11. Mengkaji bangunan-bangunan yang diduga sebagai cagar budaya, terutama bangunan golongan B yang dominan terdapat di Kota Bandung dan segera menetapkannya dalam peraturan 12. Menambah bangunan yang telah ditetapkan dalam Perda dari bangunan –bangunan golongan B dan bangunan dengan kondisi sangat baik dan asli 13. Menetapkan kriteria dan batasan yang jelas tentang bangunan golongan B dan C, karena jumlah bangunan golongan B dominan
Erti Nurfindarti
Strategi Aspek Pembiayaan yang tersusun adalah: 1. Meningkatkan anggaran untuk pengelolaan cagar budaya 2. Mempersiapkan sistem insentif disinsentif dan kompensasi 3. Memberikan kemudahan perizinan usaha pariwisata 4. Memberikan bantuan pemeliharaan bangunan bagi pemilik 5. Menerapkan kebijakan pariwisata berkelanjutan pada bangunan dan atau kawasan cagar budaya Kesimpulan Strategi-strategi aspek tersebut di atas digabungkan menjadi strategi umum dan kemudian dibagi ke dalam 4 (empat) kelompok besar strategi: I. Strategi Umum I: Membenahi Peraturan Perundangan dan Perangkat Pendukungnya, yaitu: 1. Menyempurnakan Perda dan Perwal 2. Menyempurnakan prosedur perizinan 3. Menyusun panduan pengelolaan cagar budaya 4. Menyusun SOP yang sistematis dan terintegrasi II. Strategi Umum II : Meningkatkan Koordinasi dan Kerjasama Antar Lembaga, yaitu: 1. Menjalin kerjasama dengan LSM, media dan forum-forum 2. Meningkatkan peran serta masyarakat 3. Membangun jaringan kerjasama antar lembaga 4. Mensinergikan kinerja antar SKPD dan mengimplementasikan peraturan perundangan dalam pengelolaan cagar budaya untuk menghadapi desakan investasi, faktor ekonomi, pelanggaran perizinan dan perubahan zaman 5. Mempermudah proses birokrasi dengan dukungan dari kepala daerah 6. Mengoptimalkan peran Tim Pertimbangan Pelestarian Cagar Budaya dengan didukung Kepala Daerah dan melibatkan LSM pemerhati cagar budaya (Bandung
Heritage) dalam mencegah laju perubahan fisik dan fungsi cagar budaya III. Strategi Umum III : Menerapkan Pengelolaan Bangunan dan Kawasan yang Terintegrasi, yaitu: 1. Memberikan pertimbangan lebih besar kepada faktor keindahan, kenyamanan kota daripada faktor ekonomi dalam pembangunan untuk mengatasi desakan investasi, dan perubahan zaman 2. Menerapkan kebijakan pengelolaan bangunan sebagai inti dari pengelolaan kawasan: bangunan-bangunan dalam suatu kawasan yang terawat baik akan mewujudkan kawasan yang baik 3. Memberdayakan peninggalan tata kota Bandung yang indah dan langgam arsitektural yang unik termasuk arsitektural art deco yang masih tersisa di dunia sebagai potensi pariwisata yang berkelanjutan 4. Mengkaji bangunan-bangunan yang diduga sebagai cagar budaya, terutama bangunan golongan B yang dominan terdapat di Kota Bandung dan segera menetapkannya dalam peraturan. IV. Strategi Umum IV : Mengembangkan Berbagai Potensi Pembiayaan dan Pemanfaatan Cagar Budaya yang Berkelanjutan, yaitu: 1. Meningkatkan anggaran untuk pengelolaan cagar budaya 2. Mempersiapkan sistem insentif disinsentif dan kompensasi 3. Memberikan kemudahan perizinan usaha pariwisata 4. Memberikan bantuan pemeliharaan bangunan bagi pemilik 5. Menerapkan kebijakan pariwisata berkelanjutan pada bangunan dan atau kawasan cagar budaya Rekomendasi dan Saran Studi Lanjutan Rekomendasi yang dapat diberikan kepada Pemerintah Kota Bandung supaya strategi dapat dijalankan adalah: 1. Melakukan pembenahan internal SKPD di Pemerintah Kota Bandung terutama yang berkaitan langsung dengan pengelolaan cagar budaya, yaitu Disbudpar, Distarcip dan Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N1| 91
Strategi Pengelolaan Cagar Budaya Kota Bandung
BPPT sebelum melakukan pembenahan eksternal 2. Merencanakan program kegiatan sebagai bentuk implementasi strategi dalam tahuntahun anggaran Pemerintah Kota Bandung 3. Menetapkan skala prioritas strategi yang akan diimplementasikan berdasarkan kondisi terkini pengelolaan cagar budaya Kota Bandung Saran Studi Lanjutan yang perlu dilakukan adalah: 1. Pelaksanaan observasi yang kurang mendalam karena hanya pengamatan dari luar bangunan, tanpa pengamatan interior bangunan dan wawancara pemilik, sehingga disarankan adanya penelitian lanjutan mengenai bangunan cagar budaya 2. Penelitian ini belum mengeksplorasi pandangan narasumber dari sisi pemilik dan pihak swasta/investor, sehingga perlu adanya penelitian lanjutan yang melibatkan pihak-pihak tersebut 3. Penelitian ini baru menghasilkan garis besar strategi pengelolaan cagar budaya, dan dari strategi umum yang tersusun, banyak yang dapat menjadi topik penelitian lanjutan, seperti : • Kajian bentuk dan besaran insentif disinsintif, kompensasi, dan bantuan pemeliharaan kepada pemilik bangunan cagar budaya • Kajian ekonomi kepemilikan bangunan cagar budaya sebagai landasan pemberian bantuan pemeliharaan • Kajian penyempurnaan Perda dan Perwal terhadap Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010, dan penyempurnaan dalam bentuk penyusunan peraturan turunan
92 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N1
dari Perda dan Perwal seperti SOP dan panduan pengelolaan bangunan-kawasan cagar budaya Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Zulkaidi selaku pembimbing atas bimbingannya dalam menyusun penelitian ini
Denny
Daftar Pustaka Ashworth, G.J. (1991). Heritage Planning. Netherland: Rijksuniversiteit of Groningen. Certo, Samuel C., J. Paul Peter (1990). Strategic
Management:
A
Focus
on
Process.
Singapore: Mc-Graw Hill Publishing Company. David, Fred. R. (2009). Strategic ManagementConcepts. New Jersey: Pearson Education International. Dyson, Robert. G. (1990). Strategic Planning : Models And Analytical Techniques. England: John Wiley & Sons. Hobson and Associates (2005). Kanada: Penticton’s Heritage Strategy Report. Kucukmehmettoglu (2007). SWOT Analysis of Cemberlitas-Mahmutpasa-Yani Cami Axis (presentation powerpoint). Istanbul. Kuncoro, Mudrajad (2005). Strategi : Bagaimana Meraih Keunggulan Kompetitif. Jakarta: Erlangga. Sugiyono (2013). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Penerbit Alfabeta
Erti Nurfindarti Lampiran A.1 No 1
Aspek dan Komponen SWOT Pengelolaan Cagar Budaya Istanbul
Aspek Tekstur Fisik
S: W:
O:
T: 2
Socio-economic Cultural
S: W: O: T:
3
Administratif Legal Framework
S:
W: O: T: 4
Pariwisata
S: W:
O: T: 5
Transportasi
S:
W: O: T:
• • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
Komponen SWOT Jumlah bangunan Arsitektural unik Kondisi geografis Perubahan tekstur ruang dan bangunan “Polusi” visual Kesulitan finansial Tenaga ahli bangunan kurang Kekayaan budaya Keindahan alam Jumlah BCB teregistrasi Letak strategis Rawan bencana Emigran Karakter multikultur dan multiclassed Monumen menunjukkan karakter pada masanya Menunjukkan warisan karakter masa Ottoman Fungsi kawasan mengerosi bangunan bersejarah Keamanan Pengetahuan terbatas tentang cagar budaya Istanbul adalah ibukota kerajaan pada masa lalu Kesadaran mulai berkembang Kawasan sebagai kontributor ekonomi Kaum migran Pertumbuhan populasi tinggi Bangunan telah teregistrasi Telah memiliki rencana induk dan rencana pelaksanaan Semua perubahan harus disetujui oleh Badan Konservasi Warisan Budaya dan Alam Daerah Perizinan perubahan memerlukan waktu dan birokrasi Masyarakat tidak familiar dengan prosedur administratif Istanbul ditetapkan sebagai Pusat Budaya Eropa tahun 2010 Historic Peninsula termasuk warisan budaya dunia pada tahun 1985 Sanksi yang diberikan tidak signifikan Peraturan tidak efektif untuk diaplikasikan Kawasan telah padat dan macet Dekat dengan poros pariwisata lain Sebagai pusat perdagangan, kawasan memiliki karakter unik Memiliki karya monumental Fasilitas umum terbatas Informasi dan tingkat pendidikan untuk pekerjaan pariwisata masih kurang Kurangnya kesadaran masyarakat Istanbul adalah pusat budaya Eropa (2010) Kawasan termasuk warisan budaya dunia Wisata budaya dan sejarah sedang naik pamornya Pariwisata dapat menurunkan nilai budaya/pusaka ketika menjadi dominan dan tak terkontrol Kawasan mudah diakses dengan berbagai moda transportasi Sistem transportasi publik tersedia kontinu dan dapat diandalkan Tersedia jalur pejalan kaki Kawasan ini dapat pula dicapai dengan jalan kaki Jalur pedestrian kadang terganggu oleh sepeda motor, karena belum ada peraturan tentang sepeda motor Jalur pejalan kaki masih rendah kualitasnya Ada upaya penyempurnaan transportasi publik Tranportasi publik dapat mengurangi kemacetan Proyek transportasi atas dan bawah tanah dapat mengancam tekstur bangunan Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N1| 93
Strategi Pengelolaan Cagar Budaya Kota Bandung No
6
Aspek
Teknologi
S: W:
O: T:
• • • • • • • • • •
Komponen SWOT Lahan kosong dikhawatirkan akan menjadi lahan parkir Historic Peninsula terletak di persimpangan kepadatan metropolitan Tersedia sistem distribusi air di kawasan Sarana prasarana kota belum mencukupi Banyak kegiatan produksi Saluran air limbah dan instalasi listrik tidak mencukupi Banyak polusi visual Adanya sistem transportasi publik ICT sebagai alat promosi Kontruksi metro bawah tanah dapat mengancam bangunan
Sumber: Hasil analisis, 2014
94 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N1
Erti Nurfindarti Lampiran A.2
Analisis SWOT pada Strategi Pelestarian Cagar Budaya Penticton Strengths Weaknesses
• Aset-aset dengan keunikan lokal (bangunan, alat transportasi, pertanian) dan telah didokumentasikan • Museum-museum yang dapat diakses masyarakat • Relawan yang sangat antusias dan berdedikasi meski sumber keuangan terbatas • Kesadaran publik terhadap cagar budaya semakin bertambah • Dapat memperkuat pariwisata • Diselenggarakan berbagai festival • Adanya organisasi Heritage Advisory Committee • Situs-situs penting dikelola oleh pemerintah
Opportunities • Adanya program bantuan negara • Adanya peluang bantuan dana dari HSBC dan pemerintah provinsi • Potensi pariwisata yang besar • Potensi menjadi ecowisata karena adanya sumber daya alam yang menarik • Peningkatan kualitas museum akan meningkatkan akses pengunjung • Pelaku bisnis Sumber: Penticton Heritage Strategy Report, 2005
• Bangunan cagar budaya belum teregistrasi • Belum ada strategi dan rencana pengelolaan yang komprehensif • Situs-situs penting belum ditandai dan dilindungi • Kurang pembiayaan untuk pelestarian, restorasi dan pemeliharaan • Kurang pembiayaan untuk mengembangkan kesadaran dan penghargaan terhadap cagar budaya • Banyaknya kelompok pemerhati cagar budaya dapat menimbulkan persaingan dan penurunan prioritas • Tidak adanya badan terpusat cagar budaya • Kurangnya SDM di pemerintaham yang memahami cagar budaya • Kurangnya regenerasi pemerhati cagar budaya Threats • Banyak pembangunan yang dilakukan di pusat kota • Harga perumahan yang meningkat • Persaingan kebutuhan modal • Kurangnya perhatian terhadap cagar budaya di tingkat politis • Banyaknya prioritas yang dihadapi pegawai pemerintah
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N1| 95
Strategi Pengelolaan Cagar Budaya Kota Bandung
Lampiran A.3
Komponen-komponen SWOT Cagar Budaya berdasarkan Preseden
Komponen SWOT Strengths
Aspek kondisi fisik partisipasi potensi pariwisata, ilmu pengetahuan kelembagaan
Weaknesses
peraturan transportasi kondisi fisik pembiayaan/finansial kelembagaan sumber daya manusia
Opportunities
peraturan teknis pembiayaan potensi ekonomi sumber daya
Threats
peraturan kependudukan kondisi geografis ekonomi
Sumber: Hasil analisis-Ringkasan preseden, 2014
96 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N1
Deskripsi keunikan, karakter bangunan dan kawasan, jumlah, luas kesadaran publik, relawan/pemerhati cagar budaya museum, festival organisasi pemerhati cagar budaya, pengelolaan oleh pemerintah, perencanaan pengelolaan peraturan terkait cagar budaya, registrasi mudah diakses perubahan, polusi visual, sarana prasarana terbatas, padat pembiayaan terbatas tidak ada badan terpusat tentang cagar budaya, birokratif, perencanaan belum terintegrasi, belum ada strategi tenaga ahli minim, pengetahuann terbatas, tingkat kesadaran, kurang respek, jumlah SDM kurang, regenerasi rendah tidak familiar, registrasi, plakat penanda keamanan, waktu bantuan negara dan swasta pariwisata, ecowisata, kontributor ekonomi, peningkatan kualitas museum kekayaan sumber daya, keunggulan daerah, ibukota, fasilitas perkotaan, teknologi informasi, pelaku bisnis, kesadaran masyarakat sanksi tidak signifikan, peraturan tidak efektif populasi tinggi, kaum imigran rawan bencana pariwisata tidak terkendali, tekanan pembangunan, peningkatan harga lahan
Erti Nurfindarti Lampiran B.1
Matriks SWOT Aspek Legal
Strengths
Weaknesses
• • •
• • • •
•
S1: Telah disusun daftar bangunan dari tahun 2003 S2: Telah memiliki perda dan perwal S3: RTRW dan Perda saling mendukung S4: Pengendalian dengan segera menetapkan bangunan yang diduga sebagai cagar budaya
•
• • • • •
•
W1: Perda dan perwal sudah ada namunimplementasi dan sanksi tidak berjalan W2: Belum ada SOP W3: Prosedur perizinan belum sempurna W4: Perwal memiliki beberapa kekurangan W5: Belum ada panduan yang merupakan kesepakatan antara 3 pihak (pemerintah, swasta, dan masyarakat) W6: Belum ada panduankhusus tentang pengelolaan W7: Belum ada panduan tentang kriteria bangunan dan kawsan cagar budaya
Opportunities
Strategi S-O
Strategi W-O
Threats
Strategi S-T
Strategi W-T
O1: Tahun 2003 Bandung Heritage menghadap ke DPRD untuk mengusulkan peraturan mengenai CB O2: BCB tergantung pada golongan: A tidak boleh berubah, B dan C fleksibel O3:Peruntukan bisa berubah, asal bentuk bangunan dan lokasi bangunan tidak berubah, harus sesuai aslinya. Bentuk dalam mungkin bisa berubah tapi bentuk luar tetap
T1: Setelah ada Perda, dilakukan sosialisasi,
S2-O1: Menyempurnakan Perda dan Perwal sebagai bentuk pengendalian terhadap bangunan dan kawasan cagar budaya S4-O2: Menetapkan bangunan yang diduga sebagai cagar budaya untuk menghindari terjadinya perubahan fisik dan fungsi S4-O3: Menyusun kriteria danbatasan yang jelas mengenai pemugaran yang diperbolehkan terhadap bangunan cagar budaya S3-O1: Mempertahankan kerjasama dengan Bandung Heritage sebagai pemerhati cagar budaya
S2-T1-T5: Menyempurnakan Perda dan Perwal
W1-O2-O3: Meningkatkan monitoring dan evaluasi implementasi Perda dan Perwal W2-O1: Menyusun SOP bagi semua SKPD yang terkait dalam pengelolaan cagar budaya untuk mencegah dan mengendalikan perubahan fisik dan fungsi cagarbudaya W3-O3: Menyempurnakan prosedur perizinan dengan memberikan tembusan kepada SKPD terkait cagarbudaya dalam proses perizinan W6-O2-O3: Menyusun panduan khusus mengenai kriteria, batasan dan aturan yang jelas mengenai pemugaran, penetapan bangunan golongan A, B dan C W5-O1: Membangun koordinasi antara pemerintah, swasta dan masyarakat dalam pengelolaan cagar budaya W5-W6-W7-O2-O3: Menyusun panduan pengelolaan cagar budaya yang merupakan kesepakatan pemerintah, swasta dan masyarakat W1-W4-W7-03: Menyempurnakan Perwal : - Pengendalian bangunan dan kawasan - Penetapan bangunan dan kawasan W5-T1-T4: Menyusun panduan pengelolaan yang Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N1| 97
Strategi Pengelolaan Cagar Budaya Kota Bandung
• •
• •
namun timbul banyak reaksi karena pemilik& pengembang jadi terbatas ruang geraknya T2: Perijinan tidak diketahui asal-usulnya T3: Alih kepemilikan tidak bisa dihindari, sehingga yang penting adalah perijinan dalam proses pengalihfungsiannya, karena BCB harus dijaga keutuhan dan keasliannya T4: Masyarakat masihbanyak yangbelum mengetahui tentang kriteria BCB, oleh karena itu banyak yang dibongkar T5: Pengetahuan masyarakat masih terbatas, perda-perwal tidak lengkap
98 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N1
supaya dapat mengakomodir pihak swasta dan masyarakat tanpa mengorbankan pelestarian cagar budaya S1-S2-S4-T4: Mensosialisasikan penetapan bangunan sebagai cagar budaya dengan disertai kriteria bangunan cagar budaya dan batasan pemugaran yang diizinkan S2-T2-T3: Memasukkan poin perizinan dalam Perda danPerwal dan diikuti dengan perbaikan pada peraturan mengenai perizinan (di BPPT)
disepakati antarapemerintah, swasta, dan masyarakat W3-T2-T3: Memperketat prosedur perizinan dengan kepastian pemohon izin, jenis kegiatan perizinan dan jangka waktu perizinan W2-W3-T2-T3: Mengoptimalkan kinerja Tim Pengawas untuk menghindari terjadinya pelanggaran perizinan W5-W6-T4-T5:Mensosialisasikan panduanpanduan yang telah disusun mengenai pengelolaan, kriteria bangunan dan kawasan, dan panduan yang telah disepakati antara pemerintah, masyarakat, dan swasta.
Erti Nurfindarti Lampiran B.2
Matriks SWOT Aspek Kelembagaan
Strengths •
• • • • •
Opportunities • • •
Bandung Heritage sebagai pemerhati cagar budaya dapat memberikan masukan kepada pemerintah O1 Masyarakat dapat berpartisipasi dalam pengelolaan kawasan, karena 77% bangunan dimiliki perseorangan O2 LSM, media dan forum-forum berperanserta dalam sosialisasi bangunan cagar budaya dan yang diduga cagar budaya O3
S1: Pengelolaan cagar budaya telah termasukdalam perencanaan tata ruang, karena RTRW membahas kawasan lindung termasuk cagar budaya S2: Kepala daerah cukup perhatian terhadap cagar budaya S3: Adanya Tim Pertimbangan Pelestarian Cagar Budaya sebagai upaya mencegah lajuperubahan fisik dan fungsi cagarbudaya S4: Distarcip dan Disbudpar saling berkesinambungan dalam pengelolaan cagarbudaya S5: Bidang pengendalian Distarcip sangat terbuka dalam menerima pengaduandan pengaduan dapat diterima melalui berbagaimedia S6: Pemerintah telahberupaya melakukan update data bangunan
Strategi S-O
S7-O3: Menjalin kerjasama dengan LSM, media, dan forum-forum dalam mensosialisasikan bangunan cagar budaya dan yang diduga sebagai cagar budaya yang merupakan hasil update data bangunan S6-O3: Membuka line pengaduan tentang pelanggaran perizinan terhadap bangunan dan kawasan cagar budaya melalui LSM, media, dan forum-forum komunikasi S5-O2: Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan dan bangunan dengan berkoordinasi dengan Disbudpar dan Distarcip sebagai SKPD yang berperan dalam
Weaknesses
• W1: Koordinasi antar SKPD harus berjalan aktif • W2: Sistem masih berjalan sektoral, belum terintegrasi • W3: Bidang pengendalian kekurangan SDM • W4: Keterlambatan dalam pembentukan Tim, dari saat terbitnya Perda dan Perwal hingga Tim terbentuk • W5: Pemerintah lebihberorientasi ke faktor ekonomi, sedangkan planolog dan pemerhati cagar budaya lebih berorientasipada kenyamanan, keindahan dan ketertiban kota • W6: Tupoksi, implementasi,mekanisme dan kendali Tim pengawas belum jelas • W7: Tidak adakoordinasi antara BPPT dengan Bidang pengendalian Distarcip, sehingga Bidang pengendalian tidak mengetahui penerbitan izin • W8: BPPT tidak terlibat dalam pengelolaan cagar budaya/TPPCB • W9: Sosialisasi kepada masyarakat tentang cagar budaya masih kurang • W10: Bidang pengendalian wilayah pengawasan danpengendaliannya terlalu luas, tidak hanya BCB
Strategi W-O
W3-W4-O2: Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengendalian cagar budaya untuk mengatasi kekurangan SDM pada bidang pengendalian supaya pengendalian berjalan efektif W1-W2-W9-W10-O3: Melibatkan peran LSM,media dan forum-forum dalam mensosialisasikan pengetahuan tentang cagar budaya kepada masyarakat W5-O1: Melibatkan peran perencana kota dan pemerhati cagar budaya dalam pembangunan supaya lebih berorientasi pada kenyamanan, keindahan dan ketertiban W7-W8-O1-O3: Melibatkan BPPT dalam Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N1| 99
Strategi Pengelolaan Cagar Budaya Kota Bandung
Threats • • • •
Pengetahuan masyarakat masih kurangmengenai cagar budaya T1 Desakan investasi, faktor ekonomi, perubahan zaman T2 Pelanggaran proses perizinan T3 Birokrasi yang kurang mendukung T4
100 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N1
pengelolaan cagar budaya S3-S5-O1: Mengoptimalkan peran Tim Pertimbangan Pelestarian Cagar Budaya dengan didukung Kepala Daerah dan melibatkan LSM pemerhati cagar budaya (Bandung Heritage) dalam mencegah laju perubahan fisik dan fungsi cagar budaya
pengelolaan cagar budaya, sebagai pintu gerbang pengendalian cagar budaya W6-O1-O2: Menyusun SOP Tim Pengawas, tim pendaftar dan tim Cagar Budaya W10-O2-O3: Membentuk tim pengawasan khusus BCB
S2-T4: Mempermudah proses birokrasi dengan dukungan dari kepala daerah S5-S6-T1: Mensosialisasikan pengetahuan tentang cagarbudaya dan data bangunan kepada masyarakat S1-S3-S4-T2-T3: Mensinergikan kinerja antar SKPD dan mengimplementasikan peraturan perundangan dalam pengelolaan cagar budaya untuk menghadapi desakan investasi, faktor ekonomi, pelanggaran perizinan dan perubahan zaman
W7-W8-T3: Menjalin kerjasama dan koordinasi BPPT dengan Tim pengawas dalam pengelolaan cagar budaya untuk mengatasi pelanggaran proses perizinan W9-T1: Mensosialisasikan pengetahuan tentang cagar budaya, kelembagaan yang berperan, dan line pengaduan kepada masyarakat W5-T2: Memberikan pertimbangan lebih besar kepada faktor keindahan, kenyamanan kota daripada faktor ekonomi dalam pembangunan untuk mengatasi desakan investasi, dan perubahan zaman
Strategi S-T
Strategi W-T
Erti Nurfindarti Lampiran B.3
Matriks SWOT Aspek Fisik • •
• • •
• • • •
Opportunities
O1: Langgam arsitektural yang unik O2: Kondisi bangunan sangat baik dan asli cukup banyak (47% = 647 bangunan) O3: Jumlah bangunan golongan B dominan (1036 bangunan) O4: Kelebihan BCB Bandung adalah arsitektural art deco
Strength
S1: Bangunan dan kawasan cagar budaya merupakan aset kota yang menjadi jati diri Kota Bandung S2: Pemerintah berencana membangkitkan lagi kota lama (Jalan Sudirman-Bandung Tengah) dengan adanya rencana revitalisasi Braga dan Dago, yang berlangsung bertahap S3: Semua bangunan golongan A telah masuk dalam daftar S4: Jumlah bangunan dari yang ada di Perda mungkin masih bisa bertambah S5: Kota Bandung memiliki peninggalan tata kota yang indah, sehingga semua bangunan dan kawasan bisamenjadipotensi untukkota Bandung (Bandung memiliki potensi yang sama dengan kota-kota lain yang kaya cagar budaya seperti Semarang dan Yogya: F)
Strategi S-O
S3-O2: Mempertahankan dan menjaga kondisi bangunan-bangunan golongan A yang telah terdaftar dalam Perda Nomor 19 tahun 2009 S4-O2-O3: Menambah bangunan yang telah ditetapkan dalam Perda dari bangunan–bangunan golongan B dan bangunan dengan kondisi sangat baik dan asli S5-O1-O4: Memberdayakan peninggalan tata kota Bandung yang indah dan langgam arsitektural yang unik termasuk arsitektural art deco yang masih tersisa di dunia sebagai potensi pariwisata yang berkelanjutan
• • •
• • • •
Weaknesses
W1: Belum ada mekanisme insentif disinsentif W2: Pemerintah belum menetapkan semua bangunan cagarbudaya W3: Pengelolaan B-KCB itu satu paket, karena bangunan bagian dari kawasan, namun belum ada panduan pengelolaan kawasan dan bangunan (Pengelolaan bangunan lebih spesifik, sedangkan pengelolaan kawasan meliputi bangunanbangunan yang ada di dalamnya, pengendalian bangunan dilakukan dengan mempertahankan kondisi awal, misalnya di jalan Riau, disesuaikan dengan RTRW) W4: Belum ada sistem pengendalian kawasan W5: Belum ada bantuan pemeliharaan terhadap bangunan cagar budaya W6: BCB golongan A seharusnya dikuasai pemerintah, jangan dilepas ke pasar W7: Pemerintah belum menetapkan kriteria dan batasan yang jelas tentang bangunan Gol B dan C
Strategi W-O
W1-O2: Menerapkan sistem insentif disinsentif kepada pemilik bangunan yang berhasil memelihara bangunannya dengan sangat baik dan masih asli W2-O3: Mengkaji bangunan-bangunan yang diduga sebagai cagar budaya, terutama bangunan golongan B yang dominan terdapat di Kota Bandung dan segera menetapkannya dalam peraturan W3-O2: Menerapkan kebijakan pengelolaan bangunan sebagai inti dari pengelolaan kawasan : bangunan-bangunan dalam suatu kawasan yang terawat baik akan mewujudkan kawasan yang baik W4-W5-O2: Memprioritaskan bantuan pemeliharaan bagi pemilik bangunan yang telah rusak tetapi kemampuan untuk membiayai rendah Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N1| 101
Strategi Pengelolaan Cagar Budaya Kota Bandung
•
• • •
• •
•
Threats
T1: Jumlah bangunan cagar budaya dan yang diduga cagar budaya (1499 bangunan), 77% milik pribadi -->Sebagian besar bangunan merupakan milik pribadi T2: Terdapat bangunan asli dalam kondisi rusak ringan-berat T3: Rumah dengan luas persil besar dan terdapat di lokasi strategis seringmenjadi incaran pengembang T4: Sejak bandung heritage (1987) berdiri telah banyak sekali terjadi perubahan terhadap bangunan dan kawasan CB dan masih banyak terjadi pembongkaran T5: Kebutuhan ruang, lokasi strategis, nilai ekonomi tinggi T6:Perubahan fisik dan fungsi karena : alam (cuaca), kurang perawatan, karena harus oleh para ahli. Faktor manusia karena ekonomi dan penelantaran dengan sengaja olehpemiliknya T7: Perubahan fisik dan fungsi terjadi karena perkembangan zaman
102 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N1
Strategi S-T
S1-T2: Memberikan bantuan pemeliharaan pada bangunan asli dalam kondisi rusak ringan-berat dengan skala prioritas, karena bangunan cagar budaya merupakan jati diri Kota Bandung yang harus dipelihara S2-T5: Melaksanakan revitalisasi kawasan kota lama, terutama yang memiliki lokasi strategis dan nilai ekonomi tinggi untuk mencegah perubahan fisik oleh pengembang S3-T4: Menjaga bangunan golongan A yang telah ditetapkan, dan mencegah terjadinya perubahan/pembongkaran
untuk meningkatkan kondisi bangunan sekaligus mengendalikan kondisi kawasan W6-O1: Mempertimbangkan untuk mengambilalih kepemilikan bangunan golongan A dan berarsitektur unik yang masih dimiliki perseorangan supaya lebih terlindungi keberadaannya W7-O3: Menetapkan kriteria dan batasan yang jelas tentang bangunan golongan B dan C, karena jumlah bangunan golongan B dominan
Strategi W-T
W6-T1: Mempertimbangkan untuk mengembil alih bangunan golongan A yang dimiliki perseorangan W5-T2: Memberikan bantuan pemeliharaan W3-W4-T4-T6-T7: Mengendalikan kawasan melalui pengendalian bangunan-bangunan yang ada di dalamnya W2-T1-T6: Menetapkan bangunan yang diduga cagar budaya untuk mencegah penelantaran dengan sengaja oleh pemiliknya W4- T3-T5-T7: Mengendalikan kawasan strategis dengan bangunan persil besar untuk mencegah pengambilalihan oleh pengembang
Erti Nurfindarti Lampiran B.4
Matriks SWOT Aspek Pembiayaan •
•
•
•
Opportunities
O1:Insentif lebih diarahkan ke keringanan PBB, dengan cara melapor ke Disbudpar untuk meminta pertimbangan keringanan pajak tersebut. O2: Dapat berpotensi wisata
• •
Threats
T1: Kemampuan memelihara bangunan oleh pemilik perseorangan, karena biaya perawatan mahal T2: Yang menjadi ancaman adalah bisnis properti yang bernilai tinggi, sehingga pemilik tergoda untukmenjualnya T3: Kemajuan di bidang wisata kadang tidak diiringi kemajuan CB, justru semakin menurun karena pariwisata tsb
•
S1-O1: Menyusun sistem insentif disinsentif , kompensasi , bantuan dan kemudahan perizinan bagi pemilik BCB yang lebih rinci (dalam bentuk SOP pada SKPD yang terlibat : Disbudpar, Dinas Pelayanan Pajak, BPPT) S2-O1: Mengkoordinasikan penerapan sistem insentif dan disinsentif antara SKPD Disbudpar sebagai tempat pelaporan, Distarcip yang mengelola tata ruang dan bangunan, serta BPPT yang menerbitkan izin S1-O2: Memberikan kemudahan perizinan usaha pariwisata bagi para pemilik BCB yang telah memelihara dan merawat BCB miliknya
S1-T1: Memberikan bantuan dana pemeliharaan kepada pemilik perseorangan dengan melakukan penelusuran pemilik terlebih dahulu S1-T2: Menerapkan sistem insentif disinsentif, bantuan, kompensasi, atau kemudahan perizinan kepada pemilik BCB untuk mengurangi minat pemilik menjual bangunannya S1-T3: Memberikan kemudahan perizinan dan kompensasi kepada pemilik yang dapat memelihara bangunannya sekaligus menjadikannya objek wisata yang berkelanjutan
W2-T1: Memberikan bantuan pemeliharaan kepada pemilik perseorangan W2-T3: Memberikan kebijakan yang dapat mencegah pemilik menjual bangunannya, dengan sistem insentif atau kompensasi W2-T4: Menerapkan kebijakan pariwisata berkelanjutan pada pengelola wisata yang memanfaatkan bangunan cagar budaya
Strategi S-T
Weaknesses
S1: Pemerintah harusmemperhatikan harapan, kondisi dan keinginan pemilik BCB dengan memberlakukan sistem insentif disinsentif karena penetapan rumah mereka sebagai BCB harus dibarengi bantuan pemerintah terhadap kesulitan mereka--> Dalam PerwalNomor 921 Tahun 2010 telah dibahas mengenai insentif, kompensasi, bantuan dan kemudahan perizinan. S2:Insentif disinsentif oleh Disbudpar. Dalam implementasinya bisa saja berkoordinasi dengan tata ruang dan BPPT
• •
Strategi S-O
•
Strengths
W1: Kekurangan anggaran dapat menghambat kerja Tim W2: Belum ada bantuan dan kebijakan dari pemerintah mengenai pemeliharaan BCB W3: Kekurangan anggaran dapat menghambat penetapan bangunan yang diduga cagar budaya
Strategi W-O
W1-O1: Meningkatkan anggaran untuk pengelolaan cagar budaya, agar tidak menghalangi kerja tim W1 W2-O1: Memberikan bantuan dalam pemeliharaan BCB W2-O1: Memperhitungkan keringanan PBB sebagai bentuk insentif kepada pemilik W3-O1-O2: Mempersiapkan anggaran untuk penetapan BCB
Strategi W-T
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N1| 103