PARADIGMA ANGKUTAN KOTA DI KOTA PADANG DALAM PANDANGAN SOPIR DAN MASYARAKAT Yosritzal Staf Pengajar KBK Rekayasa Transportasi Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas Phone: +62-751-72664, Fax: +62-751-72566
Abstract There was a new paradigm in operation city transport at Padang City. The new paradigm is race in using visual audio peripheral in the car. Many driver claims that usage the peripheral improves their production, while some of passenger grip very hard volume from the peripheral. This research is conducted to see the the problems from the driver view point and the consumer and police officer view point, and also to prove the opinion of the driver. Keywords: city transport, visual audio peripheral.
1. PENDAHULUAN Belakangan ini berkembang persepsi di kalangan sopir-sopir angkutan umum, bahwa kendaraannya akan menjadi pilihan utama calon penumpang, apabila kendaraannya dilengkapi dengan musik. Lebih jauh lagi, sopir angkutan umum ini juga beranggapan bahwa jumlah penumpang mereka akan berkurang seandainya mereka tidak mempunyai fasilitas tersebut. Sementara itu, pemerintah kota dan aparat penegak hukum beranggapan bahwa musik yang keras dalam angkutan umum tidak sehat dan dapat memicu terjadinya tindak kejahatan. Karena itu pihak kepolisian melakukan pelarangan terhadap musik keras dalam angkutan umum. Namun para sopir menanggapi pelarangan tersebut dengan cara mogok beroperasi. Pemogokan ini tentu saja akan sangat merugikan. Baik bagi pengguna, maupun operator itu sendiri. Agar calon penumpang tahu bahwa kendaraannya memiliki fasilitas musik, maka para sopir tersebut biasanya menyetel lagu keras dengan volume suara yang sangat tinggi. Apabila volume suara tersebut telah melampaui ambang batas, tentu saja dapat membahayakan alat pendengaran. Bahkan sering terjadi, suara musik yang keras menyebabkan tidak terdengarnya teriakan penumpang yang minta turun. Masyarakat dalam hal ini berada pada pihak yang lemah, sehingga mereka tidak mampu menyuarakan aspirasinya. Masalahnya sekarang adalah, benarkah persepsi sopir tersebut? Bagaimanakah persepsi calon penumpang terhadap model layanan angkutan umum yang baik? Dapatkah, kedua persepsi ini disinkronkan dengan teori-teori yang ada saat ini? Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya kegiatan ini.
2. TUJUAN Tujuan penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui pengaruh ketersediaan musik pada angkutan umum terhadap pendapatan operator angkutan umum.
1
Simposium X FSTPT, Universitas Tarumanagara Jakarta , 24 November 2007
b. Untuk menggali persepsi calon penumpang dan operator terhadap musik dalam angkutan umum. c. Menjembatani antara kedua persepsi ini dengan memberikan pertimbangan tambahan. d. Menggali faktor utama yang menjadi pertimbangan oleh penumpang dalam memilih angkutan 3. TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Konsep Angkutan Umum Pada dasarnya sistem transportasi perkotaan terdiri dari sistem angkutan penumpang dan sistem angkutan barang. Sistem angkutan penumpang sendiri bisa diklasifikasi menurut penggunaanya dan cara pengoperasiannya yaitu angkutan pribadi dan angkutan umum. (Vuchic, 1981). Angkutan umum terdiri dari berbagai klasifikasi juga, salah satunya adalah angkutan kota. Angkutan Kota adalah angkutan dari satu tempat ke tempat lain dalam wilayah kota dengan mempergunakan mobil bus umum dan/atau mobil penumpang umum yang terikat dalam trayek tetap dan teratur (Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 68 Tahun 1993). 3.2 Konsep Pemilihan Moda Dalam pemilihan moda, pengguna dapat digolongkan kepada: 1. Kelompok Choice yaitu kelompok pengguna yang memiliki lebih dari satu alternatif moda yang dapat dipakai. 2. Kelompok Captive yaitu kelompok pengguna yang tidak memiliki alternatif lain selain moda tertentu (misal angkutan umum). Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk memilih suatu moda transportasi, menurut Tamin (1997), dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori. 1. Karakteristik pelaku perjalanan, seperti: keadaan sosial ekonomi serta tingkat pendapatan, ketersediaan atau kepemilikan kendaraan, kepemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM), struktur rumah tangga (pasangan muda, keluarga dengan anak, pensiun, dan lain-lain), faktor lain, seperti keharusan menggunakan mobil ke tempat bekerja dan keperluan mengantar anak sekolah. 2. Karakteristik perjalanan seperti: tujuan perjalanan, waktu terjadinya perjalanan, jarak perjalanan. 3. Karakteristik sistem transportasi seperti: tingkat pelayanan yang ditawarkan oleh masingmasing sarana transportasi. Pertama, faktor-faktor kuantitatif, seperti: lama waktu perjalanan yang meliputi waktu di dalam kendaraan, waktu menunggu dan waktu berjalan kaki, biaya transportasi (tarif, biaya bahan bakar dan lain-lain), ketersediaan ruang dan tarif parkir. Kedua, faktor-faktor kualitatif, seperti: kenyamanan, kemudahan, keandalan dan keteraturan serta keamanan. Yosritzal, et.al. (2001), menemukan bahwa faktor yang dipertimbangkan oleh pengguna dalam memilih angkutan taksi atau selain taksi adalah waktu tunggu, ongkos dan
2
Simposium X FSTPT, Universitas Tarumanagara Jakarta , 24 November 2007
penghasilan pengguna. Penelitian lainnya juga menemukan waktu perjalanan dan ongkos merupakan faktor yang menjadi pertimbangan utama dalam memilih antara menggunakan Bus AC atau Travel untuk perjalanan Padang-Pekan Baru (Yosritzal, et.al. (2002)),.Toner, J.P. (1991), dalam penelitian tentang pengguna taksi, juga menemukan bahwa waktu tunggu dan waktu untuk mencapai pemberhentian kendaraan sebagai faktor utama pemilihan moda. 4.
METODOLOGI
Untuk mendapatkan data, dilakukan wawancara ke penumpang dan sopir dengan sampling acak. Selanjutnya data dianalisis menggunakan statistik deskriptif dan analisis tabulasi silang. Mengingat keterbatasan dana maka, penelitian ini hanya dilakukan terhadap Angkutan Jurusan Pasar Raya Padang – Perumnas Belimbing. 5.
HASIL KEGIATAN
Pengumpulan data telah dilaksanakan pada bulan Juli 2006. Pertama dilakukan survey wawancara terhadap masyarakat pengguna, sopir dan aparat keamanan untuk mengetahui persepsinya terhadap musik di angkutan kota. Hasilnya berdasarkan pertanyaan adalah sebagai berikut: 5.1 Wawancara a. Masyarakat Pengguna Survey terhadap masyarakat pengguna dilakukan melalui wawancara. Berikut adalah pointpoint penting hasil wawancara. 1. Mana yang lebih disukai? (volume dan jenis musik seperti apa adanya sekarang). 75% responden menjawab yang tidak bermusik, 15% memilih yang bermusik dan sisanya menjawab sama saja. 2. Apa yang anda rasakan ketika naik angkutan kota bermusik? 75% responden mengeluh telingan sakit, 15% menjawab enjoy. 3. Ketika anda akan menggunakan jasa angkutan kota untuk perjalanan yang rutin anda lakukan, maka anda akan memilih angkutan kota yang mana? 60% menjawab tidak pilihpilih, ambil yang datang duluan, 25% memilih yang tidak bermusik. 4. Benarkah pelarangan musik di angkutan kota menyebabkan menurunnya jumlah penumpang angkutan kota? 5 % setuju dan 95 % tidak setuju. Alasan : karena penumpang ingin cepat sampai di tujuan 5. Apakah anda setuju dengan pelarangan musik keras pada angkutan kota? 80% setuju dan 20% tidak setuju. Alasan: karena memekakkan telinga. b. Aparat Kepolisian Pertanyaan yang sama selanjutnya juga ditanyakan ke aparat kepolisian yang sedang bertugas di pos jaga di persimpangan. Berikut adalah point-point penting hasil wawancara. 1. Mana yang lebih disukai? (volume dan jenis musik seperti apa adanya sekarang). Mayoritas (60%) menjawab sama saja dan 40% menjawab tidak bermusik. 2. Apa yang anda rasakan ketika naik angkutan kota bermusik? Sebanyak 40% menjawab telinga sakit, 20% menjawab dada berdebar.
3
Simposium X FSTPT, Universitas Tarumanagara Jakarta , 24 November 2007
3. Ketika anda akan menggunakan jasa angkutan kota untuk perjalanan yang rutin anda lakukan, maka anda akan memilih angkutan kota yang mana? 80% menjawab tidak pilihpilih, ambil yang dating duluan. 4. Benarkah pelarangan musik di angkutan kota menyebabkan menurunnya jumlah penumpang angkutan kota? 100% menjawab tidak. Alasan : karena penumpang ingin cepat sampai di tujuan, bagi penumpang yang utama adalah kenyamanan dan keselamatan. 5. Apakah anda setuju dengan pelarangan musik keras pada angkutan kota? 100% menjawab setuju. Alasan: karena memekakkan telinga, memicu kejahatan, mengganggu ketertiban umum. c. Sopir Angkot Survey terhadap sopir angkot tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena sopir angkot menolak untuk mengisi kuisioner. Namun dari pembicaraan informal dengan sekelompok sopir angkot diketahui bahwa hampir semua sopir angkot berpendapat bahwa musik yang ada di kendaraan mereka merupakan daya tarik bagi penumpang untuk naik. Sebagian mengaku bahwa pendapatan mereka rendah jika musik tidak dihidupkan. Ada juga diantara sopir yang mengatakan bahwa kalau tidak ada musik, mengemudi menjadi pekerjaan yang membosankan. Mengenai jenis musik yang disukai, sopir kebanyakan menjawab house musik dan musik pop dari kelompok band terkenal.
5.2 Survey di atas Angkutan Survey ini dilakukan untuk membandingkan angkutan kota yang bermusik dan yang tidak bermusik. Perbandingan jumlah angkutan kota yang bermusik dan yang tidak bermusik diambil 50 : 50. Hasil survey adalah sebagai berikut: a. Angkot dengan Musik Data jumlah penumpang naik dan penumpang turun pada berbagai perhentian berdasarkan batasan ongkos yang berlaku diperlihatkan pada Tabel 1. Tabel 1. Rata-rata penumpang naik dan turun pada lokasi perhentian pada angkot bermusik. Naik (orang)
RATA-RATA Turun (orang)
Tinggal (orang)
Belimbing
7
0
7
Simpang Kuranji
2
3
6
By Pass
1
2
6
Anduring
2
1
7
Andalas
2
1
8
Simpang Haru
1
0
9
Tarandam
1
0
9
Pos
0
2
7
Pasar Raya
7
7
7
Jati
2
0
9
Simpang Haru
1
2
8
Lokasi Perhentian
4
Simposium X FSTPT, Universitas Tarumanagara Jakarta , 24 November 2007
Andalas
2
1
9
Anduring
1
3
7
By Pass
3
1
8
Simpang Kuranji
0
2
6
Belimbing
0
6
0
b. Angkot Tanpa Musik Data jumlah penumpang naik dan penumpang turun pada berbagai perhentian berdasarkan batasan ongkos yang berlaku diperlihatkan pada Tabel 2. Tabel 2. Rata-rata penumpang naik dan turun pada lokasi perhentian pada angkot tidak bermusik. Lokasi Perhentian
Naik (orang) 6 2 1 2 2 1 1 0 7 2 1 2 2 3 1 0
Belimbing Simpang Kuranji By Pass Anduring Andalas Simpang Haru Tarandam Pos Pasar Raya Jati Simpang Haru Andalas Anduring By Pass Simpang Kuranji Belimbing
RATA-RATA Turun (orang) 0 3 2 1 1 1 0 2 6 0 2 2 3 1 3 7
Tinggal (orang) 6 6 5 6 7 8 8 6 7 9 8 8 7 9 7 0
Jika diperhatikan, ternyata rata-rata jumlah penumpang naik dan jumlah penumpang yang turun dari kedua jenis angkot tersebut sama. Hal ini dibuktikan dengan menjumlahkan seluruh penumpang naik pada kedua jenis angkot dan diperoleh angka yang sama yaitu 33. Dengan demikian, terbukti bahwa tidak terdapat pengaruh yang jelas antara jumlah penumpang yang naik dengan ada atau tidaknya musik pada angkot tersebut.
6. PEMBAHASAN Berdasarkan data yang telah ditampilkan diatas, terlihat bahwa persepsi antara polisi dan masyarakat sudah sama yaitu bahwa keberadaan musik yang ada di angkutan kota saat ini sudah mengganggu dan kurang disukai. Musik bukanlah faktor utama penumpang dalam memilih angkutan kota, penumpang lebih cenderung bagaimana agar mereka segera sampai ke tempat tujuan dengan selamat. Persepsi yang berbeda ditunjukkan oleh sopir angkutan kota yang berpendapat bahwa penumpang menyukai angkutan kota yang bermusik.
5
Simposium X FSTPT, Universitas Tarumanagara Jakarta , 24 November 2007
Dengan memperhatikan hasil survey diatas angkutan kota, diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang mencolok antara jumlah penumpang yang memilih angkutan bermusik dan tidak bermusik. Hal ini membuktikan bahwa persepsi penumpang dan polisi sesuai dengan kenyataan sedangkan persepsi sopir tidak terbukti.
7. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dari analisis dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa: 1. Pengguna angkutan kota tidak menyukai musik keras yang disetel oleh kebanyakan sopir angkot. 2. Keberadaan musik diatas angkutan kota bukanlah faktor penentu pengguna angkutan kota akan memilih naik atau tidak suatu angkutan, faktor yang paling utama bagi pengguna adalah cepat sampai di tempat tujuan dengan selamat. 3. Persepsi aparat kepolisian sama dengan masyarakat pengguna, bahkan aparat kepolisian menganggap bahwa musik yang ada sekarang sudah mengganggu ketertiban umum dan dapat memicu timbulnya tindak kejahatan. 4. Sopir angkutan umum mempunyai persepsi yang berbeda dan menganggap musik adalah faktor penentu pemilihan angkutan kota oleh pengguna. 5. Dari semua persepsi tersebut, yang mendekati kondisi sebenarnya adalah bahwa musik bukanlah faktor penentu, karena terbukti jumlah penumpang yang naik angkutan kota bermusik sama dengan yang tidak bermusik. Oleh karena itu direkomendasikan sebagai berikut: 1. Agar pihak yang berwenang melakukan pendekatan terhadap sopir angkutan kota agar tidak menyetel musik dengan keras di angkutan kota karena tidak disukai oleh masyarakat. 2. Perlu dilakukan uji kebisingan diatas angkutan kota agar diketahui dengan pasti apakah musik yang ada masih bisa ditoleransi atau tidak. Jika sudah melewati ambang batas, maka sudah seharusnya pemerintah bersikap tegas dalam melarang musik diangkutan kota. 3. Kepada sopir angkutan kota disarankan agar secara bersama-sama sepakat untuk menghentikan musik keras diangkutan mereka. Jikapun persepsi mereka bahwa angkot bermusik lebih disukai daripada yang tidak adalah benar, maka dengan tidak adanya angkot yang bermusik tentu semua angkot mempunyai potensi yang sama untuk dipilih oleh pengguna. 4. Kepada masyarakat dihimbau agar memilih angkutan kota yang mengutamakan keselamatan dan kesehatan penumpang. Jika sudah merasa sakit teling mendengar musik di angkutan kota, maka segera minta sopir untuk menghentikan atau mengurangi volume musiknya. 9. DAFTAR PUSTAKA Kennedy, J. B. & Adam M. Neville, (1976), Basic Statistical Method For Engineers and Scientists, Harper International, London Kurniati, Titi, (2000), Analisis tingkat kebutuhan taksi kota Bandung dengan teknik Stated Preference, Tesis Magister Teknik Sipil, ITB.
6
Simposium X FSTPT, Universitas Tarumanagara Jakarta , 24 November 2007
Mukti, E.T., (2001), Kompetisi Pemilihan Moda Antar Kota Bandung-Jakarta antara Kereta Api dan Bus AC, Thesis Magister Teknik Sipil, ITB. Pearmain, D., Swanson, J., Kroes, E., Bradley, M., (1991), Stated Preference Techniques : A Guide to Practice, Steer Davies Gleave and Haque Consulting Group, London. Syafruddin, A., Widodo, P., Kurniati, T., (2000), Tingkat dan Elastisitas Kebutuhan Angkutan Taksi Perkotaan, Paper Konferensi Nasional Teknik Jalan ke-6, Jakarta. Tamin, O.Z., (1997), Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Penerbit ITB, Bandung. Tonner, J.P., (1991), The Demand for Taxis and The Value of Time – A Welfare Analysis, Working Paper 333, University of Leeds, Institut for Transport Studies. Vuchic, V.R., 1981, Urban Public Transportation: Systems and Technology, Prentice-Hall Inc., New Jersey Yosritzal, (2001), Model Pemilihan dan Tingkat Kebutuhan Angkutan Taksi Kota Padang, Jurnal Teknik Sipil ITB, Bandung Yosritzal, et.al. (2002), Kompetisi Pemilihan Moda Angkutan Penumpang Antar Kota Antara Bus AC dan Travel, Laporan Penelitian, Lembaga Penelitian UNAND, Padang.
7