15
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi dan Biologi Udang Galah Klasifikasi udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) menurut Barnes (1987) adalah sebagai berikut; filum Arthropoda, kelas Crustacea, ordo Decapoda, famili Palaemonidae, genus Macrobrachium, species Macrobrachium rosenbergii de Man. Ciri khusus udang galah yang berbeda dengan jenis udang lain adalah bentuk rostrum panjang dan melengkung.
Rostrum bagian atas terdapat 11–13 gerigi bagian bawah
terdapat 8–14 gerigi. Bagian dada terdapat lima pasang kaki jalan (periopoda), bagian badan (abdomen) terdiri lima ruas masing–masing dilengkapi kaki renang (pleiopoda). Perbedaan morfologi udang galah jantan dengan betina, terlihat dari bentuk badan, bentuk dan ukuran kaki jalan kedua (Gambar 1), serta letak alat kelamin (Wichins and Lee, 2002).
Jantan
Betina
Gambar 1. Perbedaan morfologi udang galah jantan dan betina. Siklus hidup udang galah secara alami memerlukan lingkungan tawar dan air payau, tumbuh dan dewasa di perairan tawar sungai atau rawa yang berhubungan langsung dengan laut. Pada Gambar 2 terlihat bahwa udang galah muda (juvenile) beruaya ke air tawar, selanjutnya menjadi dewasa dan matang gonad memijah di sungai atau danau. Induk betina yang telah memijah dan mengerami telur, selanjutnya kembali beruaya ke muara sungai untuk melepas telurnya. Larva baru menetas segera mencari lingkungan hidup yang sesuai, yaitu air payau, untuk tumbuh menjadi pasca larva (juvenile) setelah melewati perkembangan larva stadium I sampai XI. Setiap tahap perkembangan terjadi pergantian kulit yang diikuti perubahan struktur morfologis. Juvenile selanjutnya beruaya kembali ke air tawar (D’Abramo et al., 2001).
16
Gambar 2. Siklus hidup udang galah (Murni, 2004). Jenis kelamin jantan dan betina udang galah terpisah secara nyata pada individu yang berbeda (diocious). Alat kelamin jantan (petasma) berfungsi untuk menyalurkan sperma ke alat kelamin betina (thelicum) yang berfungsi untuk menampung sperma sebelum terjadi pembuahan. Telur yang keluar dari saluran telur (oviduct) selanjutnya dibuahi oleh sperma yang telah tersimpan.
Pembuahan terjadi di luar tubuh (external).
Telur yang telah
dibuahi selanjutnya dierami induk betina sampai menetas (Wichins and Lee, 2002). Fekunditas udang galah tergantung ukuran, umur dan ketersediaan makanan. Semakin besar induk maka fekunditas semakin besar, dan jumlah telur berbanding konstan dengan bobot tubuh. Induk berbobot 50 g mampu menghasilkan telur antara 16.000– 25.000 butir (Graziani et al., 2003), atau yang mempunyai panjang 14–20 cm mampu menghasilkan telur 14.000–69.000 butir (Murni, 2004). Gambar 3 menunjukkan perbedaan bentuk dan letak alat kelamin udang galah jantan dengan betina, apabila dilihat dari sisi lateral dan abdominal. Dari sisi lateral (i), alat kelamin jantan terlihat lebih menonjol dari alat kelamin betina. Dari sisi abdominal (ii), terlihat alat kelamin jantan berbentuk bulat kecil agak memanjang dan terletak di antara kaki jalan ke-4 dan ke-5. Alat kelamin betina berbentuk bulatan besar dan terletak di antara kaki jalan ke-3.
17
(i)
(ii) (A)
(i)
(ii) (B) Gambar 3. Alat kelamin udang galah dilihat dari sisi lateral (i) dan abdominal (ii). A: Petasma pada udang jantan terletak antara kaki jalan ke 4 dan 5, B: Thelicum pada udang betina terletak antara kaki jalan ke 3 (Susilowati, 1996). Kematangan gonad betina dicapai pada bobot tubuh 20 g, tetapi fekunditas terbaik untuk pembenihan dicapai pada bobot tubuh 40 g (Mossolin and Bueno, 2002; Graziani et al., 2003) dan panjang tubuh 18,1–22,9 cm (Wichins and Lee, 2002). Berdasar hasil penelitian, pada panjang tubuh 15,5 cm telah dapat melakukan pemijahan (Murni, 2004). Kriteria tingkat kematangan gonad (TKG) udang galah disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Tahap awal (a) dan akhir (b) tingkat kematangan gonad (TKG) udang galah (Murni, 2004) No
TKG
1
Ia
b
2
IIa
b
3
IIIa
b
4
IVa
b
Keterangan Garis ovari kelihatan berwarna hijau kehitaman, selanjutnya volume bertambah besar. Pada akhir stadia pertama garis ini sudah jelas dan terlihat memanjang pada bagian dorsal dari cephalothorax Warna dan bentuk ovari semakin tebal dan jelas. Pada akhir stadia kedua warna ovari tampak kuning dan bentuknya semakin melebar ke arah belakang rostrum. Warna ovari kuning tua dan volumenya berkembang ke arah samping cephalothorax. Di akhir stadia ke- 3 warna ovari dan organ eksternalnya (telikurri) menjadi merah oranye , spermatofor semakin berkembang dan siap memijah Pada stadium ke-4 ini sudah terjadi ovulasi. Warna dan bentuk gonad mengalami perubahan yaitu warna semakin pucat dan volumenya semakin mengecil yang ditandai adanya garis putusputus dan tanda tersebut akan hilang dalam waktu dua hari
18
Pada kondisi budidaya, udang galah mengkonsumsi baik jasad hewan maupun tumbuhan seperti, cacing, moluska, krustase, daging dan organ dalam ikan, binatang lain, biji–bijian, beras, gandum, daging kelapa, buah–buahan, dan pelet. Untuk mendeteksi pakan, udang galah dilengkapi dengan sepasang kaki jalan 1 dan 2. Pakan dideteksi dari rambut sensor pada kedua pasang kaki jalannya (Wichins and Lee, 2002). 2.2 Morfologi dan Pemanfaatan Teripang Morfologi teripang pasir (Holothuria scabra, Jaeger) menurut Skewes et al.(2004) adalah bulat panjang (elongated cylindrical) sepanjang sumbu oral–aboral. Mulut dan anus terletak di ujung poros berlawanan, yaitu mulut di anterior dan anus di posterior. Di sekitar mulut teripang terdapat tentakel yang dapat dijulurkan dan ditarik dengan cepat. Tentakel merupakan modifikasi kaki tabung yang berfungsi untuk menangkap pakan. Warna teripang berbeda–beda, yaitu putih, hitam, coklat kehijauan, kuning, abu–abu, jingga, ungu, bahkan ada yang berpola garis. Teripang pasir mempunyai dorsal berwarna abu–abu kehitaman dengan bintik putih atau kuning (Purwati, 2005), seperti yang terlihat pada Gambar 4.
(a) (b) Gambar 4. Teripang pasir (Holothuria scabra, Jaeger) di alam (a)(Skewes et al., 2004), dan teripang pasir beku yang akan diekstrak (b) Permukaan tubuh teripang tidak bersilia dan diselimuti lapisan kapur, yang ketebalannya dipengaruhi umur. Dari mulut membujur ke anus terdapat lima deret kaki tabung (ambulaceral), tiga deret kaki tabung berpenghisap (trivium) terdapat di perut berperan dalam pergerakan dan perlekatan. Dua deret kaki tabung terdapat di punggung (bivium) sebagai alat respirasi. Di bawah lapisan kulit terdapat satu lapis otot melingkar dan lima lapis otot memanjang. Di bawah lapisan otot terdapat rongga tubuh yang berisi organ tubuh seperti gonad dan usus (Barnes, 1987 dan Conand, 1990), seperti yang terlihat pada Gambar 5.
19
Gambar 5. Organ tubuh teripang (Conand, 1990) Menurut James et al. (1994) teripang pasir mempunya i panjang maksimal 40 cm dan bobot saat kondisi hidup adalah 500 g, serta matang gonad saat usia 18 bulan. Ukuran saat matang gonad pertama diperkirakan 20 cm, dan usia teripang bisa mencapai 10 tahun. Zat gizi yang terkandung dalam teripang antara lain protein 6,16%, lemak 0,54%, karbohidrat 6,41% dan kalsium 0,01% (kondisi segar, kadar air 86,73%), teripang kering mempunyai kadar protein tinggi yaitu 82% dengan kandungan asam amino yang lengkap, dan asam lemak jenuh yang penting untuk kesehatan jantung.
Selain itu teripang juga
mengandung phosphor, besi dan yodium, natrium, kalium, vitamin A dan B, thiamin, riboflavin dan niacin (Wibowo dkk., 1997). Menurut Wibowo dkk. (1997), teripang mengandung bahan bioaktif (antioksidan) yang berfungsi mengurangi kerusakan sel jaringan tubuh. Hasil penelitian Kaswandi dkk. (2000) menunjukkan bahwa ekstraksi komponen antibakteri dari teripang (Holothuria vacabunda) cukup efektif menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli, Vibrio damsela, Vibrio harveyi, Vibrio parahaemolyticus dan Vibrio charcariae. Ekstrak teripang juga menunjukkan aktivitas antiprotozoa dan menghambat pertumbuhan sel tumor. Pemanfaatan dan penelitian tentang teripang telah dimulai sejak lama. Etnis Cina
20
tercatat mengenal teripang sebagai makana n berkhasiat medis sejak dinasti Ming. Tubuh dan kulit teripang Stichopus japonicus banyak mengandung asam mukopolisakarida yang bermanfaat untuk penyembuhan penyakit ginjal, anemia, diabetes, paru-paru basah, anti tumor, anti inflamasi, pencegahan penuaan jaringan tubuh dan mencegah arteriosclerosis, sedangkan ekstrak murninya menghasilkan holotoksin yang efeknya sama dengan antimisin dosis 6,25-25,00 µg/ml (Wibowo dkk., 1997). Sampai saat ini, penelitian teripang yang sudah dilakukan masih terbatas pada teknik budidaya, daerah penyebaran dan ekologi, teknologi pengolahan (Purwati, 2005), aktivitas antibakteri Cucumaria frondosa (Kaswandi dkk., 2000), aktivitas antijamur Holothuria tubolosa (Lian et al., 2000), efek ekstrak ethanol Stichopus variegatus Semper (Jamiah et al., 2000), efek ekstrak methanol Holothuria atra dan Stichopus variegatus (Ping et al., 2000), aktivitas serum amyloid A Holothuria glaberrina, struktur glikosida Stichopus mollis,
dan
isolasi
fucan
sulphate
Stichopus
japonicus
sebagai
penghambat
osteoclastogenesis (Tan et al., 2000). Di lain pihak penelitian mengenai pemanfaatan bahan aktif teripang pasir yang diyakini merupakan aprodisiaka (steroid) alami belum pernah dilakukan, karena baru sebatas pengalaman masyarakat pesisir (indigenous knowledge). 2.3 Manipulasi Kelamin Jenis kelamin berpengaruh penting dalam budidaya perikanan karena, antara jantan dan betina terdapat perbedaan laju pertumbuhan, pola tingkah laku dan ukuran maksimum yang bisa dicapai. Jenis kelamin ditentukan bersama oleh faktor genetis dan lingkungan, yang bekerja secara sinergis menentukan ekspresi fenotipe suatu karakter (Purdom, 1993). Peran faktor lingkungan menentukan ekspresi fenotipe jenis kelamin ikan dan udang, memungkinkan perubahan kelamin dilakukan tanpa mengubah genetisnya yaitu melalui pendekatan hormonal. Perubahan genetis dilakukan melalui persilangan antar spesies atau genus. Pendekatan hormonal dilakukan dengan cara pemberian steroid androgen maupun estrogen, sebelum diferensiasi kelamin (Purdom, 1993; Pandian and Koteeswaran, 2000). Hormon adalah bahan kimia organik, merupakan senyawa aktif biologis yang dihasilkan oleh bagian kelenjar, jaringan atau organ tertentu dari hewan dan manusia, bekerja pada konsentrasi kecil dan mempunyai cara kerja yang spesifik. Hormon mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengaturan fisiologi, dan umumnya hormon bekerja sebagai aktivator spesifik atau inhibitor dari enzim (Murray et al., 2003). Hormon steroid meliputi hormon adrenal kortikal, androgen dan estrogen, yang dapat
21
larut dalam lemak.
Klasifikasi hormon steroid berdasarkan respons fisiologis adalah
sebagai berikut (Murray et al., 2003) : 1. Glucocorticoids, seperti cortical (C21) yang mengatur metabolisme protein, lemak dan karbohidrat, dan mempengaruhi fungsi- fungsi penting seperti reaksi inflammatory dan meredakan stress. 2. Aldosterone dan mineralcorticoids lainnya, mengatur pembuangan garam dan air melalui ginjal. 3. Androgen dan estrogen yang mengatur perkembangan dan fungsi seksual. Testosteron, komponen C19 merupakan hormon androgen (seks jantan). Hormon steroid merupakan turunan kolesterol, dengan rumus bangun berupa cincin siklopentana cyclopentanoperhydrophenanthrene (Turner and Bagnara, 1988) (Gambar 6).
(a)
(b)
Gambar 6. Rumus bangun inti steroid (cyclopentanohydrophenanthrene) (a) dan testosterone (b) (Turner and Bagnara, 1988) Penggunaan hormon steroid dalam kegiatan reproduksi adalah untuk proses diferensiasi kelamin, pembentukan gamet, ovulasi, spermiasi, pemijahan, ciri kelamin sekunder, perubahan morfologis atau fisiologis saat musim pemijahan dan produksi feromon (Yamazaki, 1983; Matty, 1985). Pemberian hormon untuk sex reversal bertujuan mempengaruhi keseimbangan hormon dalam darah yang saat diferensiasi kelamin sangat menentukan individu tertentu akan menjadi betina atau jantan dengan cara memasukkan dari luar tubuh (Sumantadinata dan Carman, 1995; Rougeot et al., 2002) Diferensiasi kelamin meliputi seluruh aktivitas terkait dengan keberadaan gonad, seperti perpindahan awal sel nutfah, munculnya bagian tepi gonad dan diferensiasi gonad menjadi ovari atau testis. Diferensiasi kelamin dapat melalui dua jalan berbeda, pertama gonad langsung berdiferensiasi menjadi ovari atau testis, yang kedua gonad berdiferensiasi menjadi ovari kemudian menjadi testis.
Ragam diferensiasi sangat ditentukan kondisi
periode labil tiap spesies karena efektivitas kerja hormon steroid (Rougeot et al., 2002).
22
Diferensiasi kelamin beberapa spesies ikan dapat dimulai saat embrio, setelah penetasan (larva), juvenil, bahkan dewasa. Gambar 7 menunjukkan beberapa spesies ikan teleostei mulai berdiferensiasi saat tahap embriogenesis yaitu, Poecilia reticulata dan Onchorhynchus kisutch, tetapi ada juga yang mulai berdiferensiasi saat juvenile yaitu, Dicentrarchus labrax, Mugil cephalus dan Anguilla anguilla. Pemberian hormon steroid untuk mengubah jenis kelamin dilakukan sebelum kelamin ikan berdiferensiasi, sehingga dapat mengarahkan pembentukan kelamin ikan seperti yang dikehendaki secara optimal.
Gambar 7. Waktu mulai diferensiasi kelamin beberapa spesies ikan teleostei (Pifferrer, 2001) Pada udang galah, jaringan gonad yang belum berdiferensiasi masih labil untuk jangka pendek, tetapi perkembangan akan terus meningkat sejalan bertambahnya umur. Determinasi gen jantan udang galah tidak berfungsi baik selama periode larva ke pascalarva, tetapi muncul kemudian saat awal perkembangan juvenil (Mantel and Dudgeon, 2005).
Interval waktu perkembangan gonad sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan pemberian hormon, terutama saat gonad dalam keadaan labil. Hal tersebut terkait erat dengan fungsi hormon steroid sebagai perangsang diferensiasi kelamin (Antiporda, 1986). Perubahan fungsi kelamin udang galah dengan morfologi kelamin sekunder mendekati lengkap terjadi saat panjang karapas 15 mm – 17 mm (Mantel and Dudgeon,
23
2005).
Menurut Piferrer (2001), sensitivitas hormon steroid eksogenus terhadap
diferensiasi kelamin tergantung pada fase perkembangan gonad.
Saat gonad belum
terbentuk, sensitivitas belum kelihatan, begitu terbentuk gonad maka sensitivitas hormon mulai ada selanjutnya terus meningkat hingga mencapai puncak pada fase diferensiasi kelamin secara fisiologis (Gambar 8).
Gambar 8. Sensitivitas tahapan diferensiasi kelamin terhadap hormon steroid pada teleostei (Pifferrer, 2001) Gambar 8 menunjukkan grafik sensitivitas gonad terhadap pemberian hormon steroid, dimana sensitivitas tertinggi terjadi saat sebelum diferensiasi kelamin secara fisiologis dan secara histologis.
Berdasar hal tersebut, maka perlakuan hormon akan
memberikan efek pengubahan kelamin tertinggi jika diberikan tepat sebelum tahap diferensiasi kelamin secara fisiologis. Penggunaan hormon steroid pada udang dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti lewat mulut (oral), penyuntikan (injection) dan perendaman (dipping).
Dosis
hormon yang diberikan tidak boleh berlebihan karena dapat menimbulkan tekanan pada pembentukan gonad, efek paradoksial, pertumbuhan rendah dan kematian tinggi (Wichins and Lee, 2002). Penggunaan hormon dengan waktu lebih singkat ternyata lebih efektif, diduga ada hubungan terbalik antara dosis dan lama waktu perlakuan, sehingga perlakuan hormon dosis tinggi membutuhkan waktu lebih singkat.
Terjadinya ikan intersex
umumnya akibat pemberian hormon steroid dosis rendah (suboptimum) (Yamazaki, 1983).