30
KERANGKA PEMIKIRAN Kegagalan pernikahan bukan akhir dari konflik yang tidak terselesaikan dalam keluarga . Masalah-masalah pernikahan tersebut ternyata justru dimulai sebelum pernikahan terjadi. Hal ini berkaitan dengan karakteristik sebagai latar belakang suami isteri, seperti usia (usia sekarang dan usia saat menikah), jumlah anak (bawaan dari pernikahan sebelumnya dan anak dari pernikahan terakhir), tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan riwayat pernikahan orangtua. Karakter suami dan isteri—entah salah satu yang dominan ataupun mempunyai sikap kesetaraan dalam hidup berumah tangga —ditunjukkan dalam pengambilan keputusan untuk melaksanakan fungsi-fungsi keluarga, yang terdiri dari: fungsi agama, reproduksi, cinta kasih, melindungi, ekonomi, sosial budaya, sosialisasi dan pendidikan dan pembinaan lingkungan. Bradburry dan Fincham 1990, diacu dalam Bird dan Melville 1994 menyebutkan bahwa sudah selayaknya masing-masing, baik suami maupun isteri, menyadari perbedaan tersebut di dalam diri keduanya. Tetapi yang terjadi dalam keluarga adalah perbedaan karakter suami dan isteri menimbulkan ketidakserasian yang menimbulkan ketegangan ( tension). Ketegangan akan mendorong rumah tangga menuju ketidakharmonisan yang ditunjukkan dengan munculnya konflik —kekecewaan, kesal, tertekan, keinginan untuk bercerai, meninggalkan rumah, atau berupa pertengkaran kotor seperti memaki, berteriak dan menyakiti perasaan pasangan. Perceraian akan memberikan dampak bagi kedua pihak, termasuk anak. Kehidupan pasca perceraian ternyata ditentukan oleh bagaimana keduanya mengakhiri pernikahan tersebut. Jika perceraian terjadi dibawah ketegangan dan rasa benci, hubungan dengan mantan pasangan akan menjadi buruk atau putus sama sekali. Secara skematis kerangka pemikiran dijelaskan pada Gambar 1.
31
KARAKTERISTIK SUAMI ISTERI: - usia - jumlah anak - tingkat pendidikan - alasan pernikahan - riwayat pernikahan orangtua
PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERDASARKAN FUNGSI-FUNGSI KELUARGA: - agama - sosial budaya - reproduksi - cinta kasih - ekonomi - melindungi - melindungi - sosialisasi dan pendidikan - pembinaan lingkungan
KETEGANGAN SUAMI ISTERI: - penolakan dan pengkhianatan - berkurangnya kepercayaan - pasangan ingin menang sendiri
KARAKTERISTIK ISTERI: - pekerjaan - pendapatan perkapita
KONFLIK: - kecewa - kesal - tertekan - keinginan untuk bercerai - meninggalkan rumah - berteriak pada pasangan - memaki pasangan
PERCERAIAN
PASCA PERCERAIAN
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Hubungan Ketegangan Suami Isteri dengan Konflik pada Keluarga Bercerai
32
METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten dan Kotamadya Bogor, dilakukan mulai bulan November 2004-Februari 2005. Penelitian dimulai dari daerah Cibanteng, Babakan Raya, Babakan Doneng, Ciampea, dan pada acara Single Parents Day di Gereja Kristen Indonesia (GKI) pada bulan Februari 2005. Cara Pengambilan Contoh Contoh penelitian adalah janda yang telah bercerai minimal dua tahun, tidak menikah lagi (remarried) dan sudah mempunyai anak. Penelitian ini menggunakan Snowball Method , yaitu dengan mencari satu individu contoh dengan karakteristik yang dicari di dalam suatu wilayah tertentu, kemudian ditanyai dengan pertanyaan dari kuesioner yang telah disiapkan. Setelah selesai, enumerator menanyakan siapa calon contoh yang potensial. Hal ini dilakukan sampai tercapai target yang diminta yaitu 35 orang contoh. Jenis Data dan Cara Pengumpulan Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan melalui wawancara meliputi : 1. Karakteristik suami isteri, yang meliputi: usia, jumlah anak, tingkat pendidikan, alasan pernikahan dan riwayat pernikahan orangtua. 2. Karakteristik isteri, yang meliputi: pekerjaan dan tingkat pendidikan. 3. Pengambilan keputusan dalam fungsi keluarga yang meliputi penerapan delapan fungsi keluarga dalam kehidupan berumah tangga sehari- hari yang meliputi fungsi keagamaan, fungsi reproduksi, fungsi sosial budaya, fungsi cinta kasih, fungsi melindungi, fungsi ekonomi, sosialisasi dan pendidikan, dan fungsi pembinaan lingkungan. 4. Ketegangan suami isteri yang meliputi penolakan dan pengkhianatan, berkurangnya kepercayaan dan pasangan mau menang sendiri. 5. Konflik, yang antara lain meliputi: perasaan kesal, kecewa, tertekan, keinginan untuk bercerai, meninggalkan rumah sebagai reaksi atas perasaan ter tekan, berteriak di tengah-tengah pertengkaran dan memaki pasangan di tengah-tengah pertengkaran.
33
6. Pasca perceraian, yang meliputi frekuensi kontak suami dan isteri setelah bercerai, pasangan kontak dengan anak, menafkahi sesuai dengan ketentuan yang diteta pkan, bertemu berua secara sengaja dan kontak melalui surat dan sebagainya. Data sekunder meliputi banyaknya kasus perceraian yang terjadi di kota Bogor, yang diperoleh dari Pengadilan Negeri Bogor. Pengolahan dan Analisis Data Data-data yang dikumpulkan meliputi data kuantitatif dan kualitatif. Datadata tersebut kemudian akan diskoring dan ditabulasi sesuai jenis datanya. Setelah itu dilakukan juga uji reliabilitas kuesioner dengan metode alpha cronbach, yang diperlihatkan pada Tabel 1. Statistik descriptive dengan menggunakan frekuensi distribusi akan dilakukan untuk mendeskripsikan hasil penelitian. Statistik inferensial berupa analisis statistik non-parametrik, yaitu korelasi Spearman akan digunakan untuk menguji hubungan antar variabel. Guna menjamin kualitas data akan dilakukan editing data terhadap data pada kuesioner, selanjutnya dilakukan coding data kemudian melakukan data entry dengan menggunakan software MS Excel, sedangkan data cleaning akan dilakukan dengan menggunakan software SPSS 10.00 for Windows dan analisis data. Tabel 1 Nilai alpha cronbach variabel penelitian Variabel PengambilanKeputusan Berdasarkan Fungsi Keluarga Ketegangan Suami Isteri -Penolakan dan Pengkhianatan -Berkurangnya Kepercayaan -Pasangan Ingin Menang sendiri Konflik Pasca Perceraian
Alpha Cronbach 0,8917 0,9116 0,8024 0,8958 0,882 0,7927
Data pendidikan yang pernah ditempuh orang tua digolongkan 1=tidak tamat SD, 2=tamat SD, 3= tidak tamat SMP, 4= tamat SMP, 5= tidak tamat SMA, 6= tamat SMA, 7= tidak tamat kuliah, 8= tamat kuliah, 9= >S1. Data alasan pernikahan diperoleh dari kuesioner sebanyak 9 pertanyaan dengan dua alternatif jawaban, ya dan tidak. Pendapatan per kapita per bulan diperoleh dari total pendapatan ibu, santunan mantan suami dan anggota keluarga lain dibagi dengan jumlah anggota
34
keluarga. Menurut BPS (2003) rata-rata pendapatan per kapita per bulan untuk keluarga bukan pertanian golongan rendah kota sebesar Rp 467.880 sedangkan untuk keluarga bukan pertanian golongan atas kota sebesar Rp 931.680. Menurut Khomsan (2000), skoring dalam kuesioner dapat dikelompokkan menjadi (1) kategori buruk (> 80% dari skor max); (2) kategori sedang (60%-80% dari skor max); dan (3) baik (<60% dari skor max). Berdasarkan teori tersebut maka data pengambilan keputusan, ketegangan suami isteri, konflik dan pasca perceraian dikategorikan sebagai berikut: Data pengambilan keputusan diperoleh dari kuesioner sebanyak 55 pertanyaan dengan skor 0-2, total skor 0-110. Kemudian skor yang didapat diklasifikasikan menjadi: satu pihak (suami atau isteri saja) yang memutuskan sendiri, dengan total skor >89 (total skor >80%); pengambilan keputusan secara bersama tetapi suami/isteri ada yang bersikap dominan, dengan total skor 66-88 (total skor 60% -80%); dan suami isteri mengambil keputusan secara bersama, dengan total skor <65 (total skor <60%). Secara ringkas dapat dilihat pada Lampiran 1. Data ketegangan suami isteri diperoleh dari kuesioner terdiri atas tiga bagian yakni penolakan dan pengkhianatan, berkurangnya kepercayaan dan pasangan yang ingin menang sendiri. Adapun ketiga aspek tersebut diskor dengan ketentuan sebagai berikut: penolakan dan pengkhianatan saat pernikahan sebanyak 3 pertanyaan dengan skor 0-1 (total skor 0-3), berkurangnya kepercaya an sebanyak 4 pertanyaan dengan skor 0-2 (total skor 0-8), pasangan ingin menang sendiri sebanyak 5 pertanyaan dengan skor 0-2 (total skor 10). Total skor untuk data ketegangan suami isteri adalah 0-21. Kemudian skor yang didapat diklasifikasikan menjadi: ketegangan suami isteri tinggi dengan total skor >16,9 (total skor >80%); sedang dengan total skor 12,6-16,8 (total skor 60% -80%); dan rendah dengan total skor <12,5 (total skor <60%). Secara ringkas dapat dilihat pada Lampiran 1. Data konflik diperoleh da ri kuesioner sebanyak 7 pertanyaan dengan skor 02, total skor 0-14. Kemudian skor yang didapat diklasifikasikan menjadi: konflik tinggi, dengan total skor 11,3 (total skor >80%); konflik sedang, dengan total skor 8,4-11,2 (total skor 60%-80%); konflik rendah, dengan total skor <8,3 (total skor <60%). Secara ringkas dapat dilihat pada Lampiran 1.
35
Data pasca perceraian diperoleh dari kuesioner sebanyak 5 pertanyaan dengan skor 0-2, total skor 0-10. Kemudian skor dapat diklasifikasikan menjadi: pasca perceraia n buruk, dengan total skor >9 (total skor >80%); sedang dengan total skor 6-8 (total skor 60% -80%); dan baik dengan total skor <5 (total skor <60%). Secara ringkas dapat dilihat pada Lampiran 1.
36
Definisi Operasional Ketegangan suami-isteri ketidakharmonisan suami isteri dalam rangka menuju perceraian
yang
digambarkan
dalam
ada
tidaknya
pengkhianatan,
berkurangnya kepercayaan dan pasangan yang ingin menang sendiri. Konflik adalah perbedaan persepsi dan cara pandang yang menyebabkan perselisihan akibat kekecewaan, perasaan tertekan, penghinaan sampai keinginan untuk meninggalkan pasangan. Bentuk Konflik adalah bagaimana sikap kedua belah pihak yang sedang terlibat konflik menangani perbedaan persepsi diantara mereka. Pertengkaran yang sehat adalah pertengkaran yang dilakukan tanpa mengejek, saling menyalahkan dan sebisa mungkin tidak melibatkan ledakan emosi. Pertengkaran yang sehat ini memfokuskan diri pada satu tujuan saja yakni pemecahan masalah yang menyebabkan konflik tersebut terjadi. Fungsi Keluarga adalah pengaturan sistem dalam keluarga berdasarkan pembagian tugas dan tanggung jawab akan kebutuhan keluarga secara fisik dan psikis. Perceraian adalah puncak kegagalan sebuah keluarga yang tidak mampu mengatasi konflik dan menimbulkan perpisahan secara fisik.