HUBUNGAN TINGKAT STRES IBU DAN PENGASUHAN PENERIMAAN-PENOLAKAN DENGAN KONSEP DIRI REMAJA PADA KELUARGA BERCERAI
ASILAH
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Hubungan Tingkat Stres Ibu dan Pengasuhan Penerimaan-Penolakan dengan Konsep Diri Remaja pada Keluarga Bercerai adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2013 Asilah NIM I2409005
RINGKASAN ASILAH. Hubungan Tingkat Stres Ibu dan Pengasuhan Penerimaan-Penolakan dengan Konsep Diri Remaja pada Keluarga Bercerai. Dibimbing oleh DWI HASTUTI. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan tingkat stres ibu dan pengasuhan penerimaan-penolakan dengan konsep diri remaja pada keluarga bercerai. Tujuan khusus penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi karakteristik keluarga dan karakteristik remaja pada keluarga bercerai; (2) mengidentifikasi tingkat stres ibu pada keluarga bercerai; (3) menjelaskan pengasuhan penerimaanpenolakan pada keluarga bercerai; (4) menjelaskan konsep diri remaja pada keluarga bercerai; dan (5) menganalisis hubungan karakteristik keluarga, karakteristik remaja, tingkat stres ibu, dan pengasuhan penerimaan penolakan dengan konsep diri remaja pada keluarga bercerai. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Penelitian dilakukan di Kecamatan Tanah Sareal dan Bogor Barat, Kota Bogor yang dipilih secara purposive. Contoh dalam penelitian ini adalah keluarga bercerai yang memiliki anak usia remaja dan ibunya yang dipilih menggunakan metode non probability sampling dengan teknik convenience. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Pengambilan data primer diperoleh melalui wawancara dan laporan diri (self report), sedangkan data sekunder diperoleh dari kantor pengadilan agama. Tingkat stres ibu diukur dengan menggunakan gejala stres yang digunakan dalam penelitian Arianti (2002). Pengasuhan penerimaan-penolakan diukur dengan menggunakan Parental Acceptance-Rejection Questionnaire (PARQ) (Rohner 1986). Sementara itu, instrumen konsep diri remaja merupakan adaptasi dan modifikasi dari Hadley et al. (2008). Analisis data yang digunakan merupakan analisis deskriptif dan inferensia, yaitu uji korleasi Pearson dan Spearman. Penelitian ini melibatkan 50 anak usia remaja yang terdiri dari 40 persen laki-laki dan 60 persen perempuan beserta ibunya. Rata-rata usia remaja adalah 13,6 tahun dengan rentang usia 12 hingga 18 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh ibu (52%) berada pada kategori usia dewasa madya (4560 tahun). Persentase tertinggi pendidikan terakhir ibu adalah tamat SMA/sederajat, yaitu sebesar 44 persen. Sebagian besar ibu (92%) bekerja dan sebanyak 34 persen memiliki pendapatan keluarga berkisar kurang dari sama dengan Rp1 000 000 per bulan. Hampir seluruh remaja (90%) dalam penelitian ini berasal dari keluarga kecil (≤ 4 orang). Persentase terbesar (46%) lama perceraian pada penelitian ini berada pada rentang 1 sampai dengan 5 tahun dengan sebagian besar ibu (98%) memiliki riwayat pernikahan pertama. Sementara itu, sebanyak 64 persen ibu menikah pada usia dewasa awal (21-40 tahun). Tingkat stres seseorang dapat diketahui melalui gejala stres yang ditunjukkan, baik gejala fisik maupun emosional. Tingkat stres dalam penelitian ini dikategorikan berdasarkan interval kelas yang dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu ringan, sedang, dan berat. Sebanyak 80 persen ibu memiliki skor gejala stres yang berada pada kategori ringan dan 20 persen kategori sedang. Hasil uji menunjukkan bahwa pendapatan keluarga (p<0.01), pendidikan terakhir ibu (p<0.01) dan besar keluarga (p<0.01) berhubungan negatif dan signifikan dengan
tingkat stres ibu. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin besar pendapatan keluarga per bulan, semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, dan semakin banyak jumlah anggota keluarga, maka tingkat stres ibu cenderung ringan. Sementara itu, lama perceraian memiliki hubungan positif dan signifikan dengan tingkat stres ibu (p<0.05). Pengasuhan penerimaan dicirikan dengan perilaku afeksi yang diberikan ibu kepada anakmya, sedangkan pengasuhan penolakan merupakan pengasuhan yang dicirikan dengan perilaku agresi, pengabaian, dan perasaan tidak sayang (Rohner 1986). Hasil penelitin menunjukkan bahwa remaja yang memperoleh pengasuhan penerimaan/afeksi lebih banyak dibandingkan dengan pengasuhan penolakan (agresi, pengabaian, dan perasaan tidak sayang). Sebaran remaja menunjukan sebanyak 98 persen remaja cenderung mempersepsikan pengasuhan ibu berupa perilaku afeksi dan 2 persen pengabaian. Hasil uji menunjukkan bahwa usia remaja berhubungan positif dan signifikan dengan pengasuhan penolakan dimensi agresi (p<0.05) dan perasaan tidak sayang (p<0.01). Hal ini menunjukkan bahwa semakin bertambah usia remaja, maka persepsi remaja terhadap pengasuhan agresi dan perasaan tidak sayang ibunya semakin tinggi. Hadley et al. (2008) mengungkapkan bahwa remaja yang memiliki konsep diri positif berkaitan dengan berbagai penilaian positif. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa lebih dari tiga perempat (78%) remaja memiliki konsep diri positif dan kurang dari satu perempat (22%) memiliki konsep diri negatif. Hasil uji menunjukkan bahwa konsep diri remaja berhubungan negatif dan signifikan dengan besar keluarga (p<0.05), sedangkan lama perceraian berhubungan positif (p<0.01). Hasil ini menunjukkan bahwa semakin besar jumlah anggota keluarga, maka konsep diri remaja cenderung negatif, sedangkan semakin lama masa perceraian, maka konsep diri yang dimiliki remaja cenderung positif. Berdasarkan hasil uji, diperoleh bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara pengasuhan afeksi dengan konsep diri remaja (p<0.01). Hal ini menunjukkan semakin baik perilaku afeksi yang diberikan ibu, maka konsep diri remaja cenderung positif. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Cournoyer (2005) yang menunjukkan bahwa pengasuhan yang dipenuhi kasih sayang (penerimaan) berhubungan positif dengan konsep diri remaja. Khan et al. (2011) menambahkan bahwa anak yang cenderung menerima pengasuhan penerimaan (afeksi) dapat meningkatkan kebahagiaan anak. Oleh karena itu disarankan agar para orang tua yang bercerai agar selalu memberikan pengasuhan yang dipenuhi dengan kasih sayang dan kehangatan kepada remaja. Hal tersebut dilakukan untuk mendukung perkembangan remaja, sehingga menjadi remaja yang memiliki konsep diri positif. Kata kunci: konsep diri, pengasuhan penerimaan, perceraian, remaja, stres ibu
ABSTRAK ASILAH. Hubungan Tingkat Stres Ibu dan Pengasuhan Penerimaan-Penolakan dengan Konsep Diri Remaja pada Keluarga Bercerai. Dibimbing oleh DWI HASTUTI. Perceraian memiliki dampak terhadap stres ibu dan perkembangan anak. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan tingkat stres ibu dan pengasuhan penerimaan-penolakan dengan konsep diri remaja pada keluarga bercerai. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yang dilakukan di Tanah Sareal dan Bogor Barat, Kota Bogor dengan pemilihan lokasi secara purposive. Penelitian melibatkan 50 remaja berusia 12 hingga 18 tahun dari keluarga bercerai dan ibunya yang dipilih secara convenience. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan laporan diri dengan alat bantu kuesioner. Tingkat stres ibu diukur dengan instrumen gejala stres, gaya pengasuhan dengan parental parental acceptance-rejection questionnaire (PARQ), sementara konsep diri diukur menggunakan instrumen adolescent self concept. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 80 persen ibu mengalami tingkat stres kategori ringan dan 20 persen kategori sedang. Hasil uji menunjukkan bahwa tingkat stres ibu berhubungan negatif signifikan dengan tingkat pendidikan terakhir ibu, pendapatan keluarga, dan besar keluarga, sedangkan berhubungan positif signifikan dengan lama perceraian. Berdasarkan pengasuhan penerimaan-penolakan, sebanyak 98 persen remaja cenderung memperoleh perilaku afeksi dan dua persen pengabaian dari ibunya. Usia remaja berhubungan positif signifikan dengan pengasuhan penolakan dimensi agresi dan perasaan tidak sayang. Sebanyak 78 persen remaja memiliki konsep diri positif. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa pengasuhan afeksi berhubungan positif signifikan dengan konsep diri remaja.
Kata kunci: konsep diri, pengasuhan penerimaan, perceraian, remaja, stres ibu
ABSTRACT ASILAH. Relationship between Level of Maternal Stress and Parental AcceptanceRejection with Adolescent’s Self Concept on Divorced Family. Supervised by DWI HASTUTI. The divorce affects maternal stress and child development. This study aimed to analyze relationship between level of maternal stress and parental acceptance-rejection with adolescent’s self-concept on divorced family. This cross-sectional study designed research were located at Tanah Sareal and Bogor Barat, Bogor city. This research involved 50 adolescents around age 12-18 from divorced family and their mothers were selected conveniencely. The data were collected by interview and self-report using questionnaire. The level of maternal stress was measured by using symptoms of stress,
parenting style measured by parental acceptance-rejection questionnaire (PARQ), while adolescents’s self concept was measured by adolescent self concept instrument. Result showed 80 percent of mothers had level of stress as mild categorize. Level of maternal stress was negatively significant correlated with level of education, family monthly income, and family size, while positively significant correlated with length of divorce. Most of the adolescents showed higher percentage (98%) of acceptance from their mothers. Age of adolescents significantly correlated positively with aggression and undifferentiated rejection. A higher percentage of adolescents showed positive selfconcept (78%). The affection from mother was more strongly correlated positively with self-concept (p<0.01).
Keywords: adolescent, divorce, maternal stress, parental acceptance, self concept
HUBUNGAN TINGKAT STRES IBU DAN PENGASUHAN PENERIMAAN-PENOLAKAN DENGAN KONSEP DIRI REMAJA PADA KELUARGA BERCERAI
ASILAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memeroleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi: Hubungan Tingkat Stres Ibu dan Pellgasuhan Penerimaan Penolakan dengan Konsep Diri Remaja pada Ke1uarga Bercerai Nama : Asilah N1M : 124090052
Disetujui oleh
Dr Ir Dwi Hastuti, MSc
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Hartoyo, MSc Ketua Departemen
Tanggai Lulus:
~2
1 AUG 2013
Judul Skripsi : Hubungan Tingkat Stres Ibu dan Pengasuhan PenerimaanPenolakan dengan Konsep Diri Remaja pada Keluarga Bercerai Nama : Asilah NIM : I24090052
Disetujui oleh
Dr Ir Dwi Hastuti, MSc Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Hartoyo, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga laporan penelitian ini dapat penulis selesaikan. Sholawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan umatnya hingga akhir zaman. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan studi program sarjana. Adapun judul penelitian yang dilakukan adalah Hubungan Tingkat Stres Ibu dan Pengasuhan Penerimaan-Penolakan dengan Konsep Diri Remaja pada Keluarga Bercerai. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi atas saran, arahan, dan bimbingannya selama penyusunan skripsi, serta Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si selaku dosen pembimbing akademik atas dukungan, nasehat, dan motivasinya selama penulis belajar di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Diah Krisnatuti, MS dan Neti Hernawati, SP, M.Si selaku dosen penguji atas saran dan kritiknya. Terima kasih penulis ucapkan kepada Kementerian Agama RI yang telah memberikan kesempatan kepada penulis sebagai penerima Beasiswa Utusan Daerah (BUD) di Institut Pertanian Bogor. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua, kakak-kakak, dan keluarga besar penulis yang selalu memberikan doa, motivasi, dan kasih sayangnya. Selanjutnya, terima kasih penulis ungkapkan kepada responden yang telah bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini dan rekan-rekan penelitian Nur Aliah Rahman, Pretty Dinda Srikandi, dan Rina Apriantini. Terima kasih kepada teman-teman IKK46, teman-teman CSS Mora di IKK46 Fadhilah Mukhlishoh, Nanda Fira Pratiwi, dan Susanti Kartikasari, keluarga besar CSS MoRA IPB khususnya angkatan 46 atas kebersamaan, dukungan, dan motivasinya. Selain itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu selama pengumpulan data penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2013 Asilah
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 KERANGKA PEMIKIRAN 2 METODE 6 Desain, Lokasi, dan Waktu 6 Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh 6 Jenis dan Cara Pengumpulan Data 6 Pengolahan dan Analisis Data 7 Definisi Operasional 9 10 HASIL Karakteristik Keluarga dan Remaja 10 Tingkat Stres Ibu 11 Pengasuhan Penerimaan-Penolakan 12 Konsep Diri Remaja 12 Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Tingkat Stres Ibu 13 Hubungan Karakteristik Keluarga, Karakteristik Remaja, dan Tingkat Stres Ibu dengan Pengasuhan Penerimaan-Penolakan dan Konsep Diri Remaja 13 Hubungan Pengasuhan Penerimaan-Penolakan dan Tingkat Stres ibu dengan Konsep Diri Remaja 14 PEMBAHASAN 15 SIMPULAN DAN SARAN 17 DAFTAR PUSTAKA 18 LAMPIRAN 21 RIWAYAT HIDUP 41
DAFTAR TABEL 1 Jenis data, variabel, skala data, contoh, dan cara pengumpulan 7 2 Variabel dan kategori data 8 3 Nilai minimum-maksimum, rata-rata, dan standar deviasi karakteristik keluarga dan remaja 11 4 Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat stres ibu 11 5 Sebaran contoh berdasarkan gaya pengasuhan penerimaanpenolakan 12 6 Sebaran contoh berdasarkan konsep diri remaja 13 7 Koefesien korelasi karakteristik keluarga dengan tingkat stres ibu 13 8 Koefesien korelasi karakteristik keluarga dan remaja, tingkat stres ibu dengan pengasuhan penerimaan-penolakan dan konsep diri remaja 14 9 Koefesien korelasi pengasuhan penerimaan-penolakan dan tingkat stres ibu dengan konsep diri remaja 14
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pemikiran 2 Kerangka pemilihan contoh
5 6
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
Grand theory Studi terdahulu Hasil uji reliabilitas instrumen Nilai minimum, maksimum, rata-rata, dan standar deviasi Sebaran contoh berdasarkan gejala stres Sebaran contoh berdasarkan pengasuhan penerimaan (afeksi) penolakan (agresi, pengabaian, dan perasaan tidak sayang) 7 Sebaran contoh berdasarkan konsep diri remaja 8 Hasil uji korelasi antarvariabel
21 24 28 29 30 dan 31 34 36
PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah perceraian di Indonesia mengalami peningkatan secara drastis sejak tahun 2001. Data Badan Urusan Peradilan Agama (Badilag 2010) mencatat bahwa selama periode 2005 hingga 2009 terjadi peningkatan jumlah perceraian setiap tahunnya. Data Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) Jawa Barat tahun 2011 menunjukkan bahwa Kota Bogor merupakan kota dengan jumlah perceraian tertinggi di Jawa Barat. Berdasarkan data jumlah perceraian dari kantor Pengadilan Agama Kota Bogor dari tahun 2008-2012 diketahui bahwa Kecamatan Tanah Sareal dan Bogor Barat memiliki jumlah perceraian tertinggi jika dibandingkan dengan wilayah kecamatan lainnya. Pada tahun 2008 dari 4528 pernikahan, sebanyak 5.58 persen berakhir dengan perceraian. Begitu pula pada tahun 2009, dari 7669 pernikahan, sebanyak 8.14 persen pasangan berakhir dengan perceraian. Perceraian yang terjadi memberikan akibat dan masalah yang besar pada kehidupan keluarga. Dampak perceraian menimbulkan pengalaman trauma bagi anggota keluarga. Hasil penelitian Nair dan Murray (2005) menyebutkan bahwa ibu dari keluarga bercerai memiliki stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan ibu dari keluarga utuh. Holmes dan Rahe (1967) telah mengembangkan daftar peristiwa perubahan hidup dan menyebutkan bahwa perceraian merupakan salah satu penyebab stres yang menempati urutan kedua setelah kematian pasangan. Ketidakhadiran salah satu orang tua dapat meningkatkan tekanan atau stres dalam pengasuhan (Turner 2006). Hal ini mengakibatkan peran orang tua dalam pengasuhan tidak terlaksana dengan baik. Setelah terjadi perceraian, ibu memiliki peran ganda, yaitu sebagai ayah sekaligus ibu bagi anak-anaknya (Gunarsa & Gunarsa 2008). Tanggungjawab tugas ibu sebagai pencari nafkah cenderung menyita waktu sehingga pola hubungan ibu dan anak kurang optimal. Menurut Rohner (1986) faktor yang memengaruhi hubungan orang tua dan anak adalah pengasuhan yang dipenuhi kasih sayang dan kehangatan. Hasil penelitian Lila et al. (2007) menunjukkan bahwa pengasuhan yang dipenuhi kehangatan dan kasih sayang berhubungan positif dengan perkembangan anak. Perceraian yang terjadi dalam keluarga berdampak pula pada perkembangan anak. Menurut Santrock (2007) anak-anak dari keluarga bercerai memiliki risiko yang lebih besar dalam perkembangannya. Hasil studi Amato dan Keith (1991), diacu dalam Amato (2000) menunjukkan bahwa anak dari keluarga bercerai memiliki skor yang lebih rendah dalam berbagai perkembangan, meliputi prestasi akademik, penyesuaian psikologis, konsep diri, dan keterampilan sosial. Pentingnya konsep diri pada anak menjadi dasar untuk perkembangan ke tahap selanjutnya, terutama dalam membangun kepercayaan diri dan pengembangan kompetensi anak. Anak dari keluarga bercerai cenderung tertutup dan merasa kurang percaya diri, sehingga merasa takut untuk meluaskan pergaulan dengan teman-temannya (Gunarsa & Gunarsa 2008). Hasil penelitian Sweeney dan Bracken (2000) menyebutkan bahwa konsep diri anak dari keluarga single-parent termasuk keluarga bercerai lebih rendah dibandingkan dengan anak dari keluarga utuh. Pada anak usia remaja, konsep diri menjadi penting dalam
2
proses pencarian identitas diri sebagaimana disebutkan dalam teori perkembangan psiko-sosial Erikson (Santrock 2007). Berdasarkan uraian di atas, penelitian mengenai tingkat stres ibu, pengasuhan penerimaan-penolakan, dan konsep diri remaja pada keluarga bercerai menarik dilakukan. Oleh karena itu, hal yang perlu dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana karakteristik keluarga, karakteristik remaja, tingkat stres ibu, dan gaya pengasuhan penerimaan-penolakan, dan konsep diri remaja pada keluarga bercerai. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis hubungan tingkat stres ibu, pengasuhan penerimaan-penolakan, dan konsep diri remaja pada keluarga bercerai. Tujuan Khusus Tujuan khusus dalam penelitian ini meliputi: 1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga dan remaja pada keluarga bercerai. 2. Menjelaskan tingkat stres ibu, pengasuhan penerimaan-penolakan, dan konsep diri pada keluarga bercerai. 3. Menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga dengan tingkat stres ibu pada keluarga bercerai. 4. Menganalisis hubungan karakteristik keluarga, karakteristik remaja, dan tingkat stres ibu dengan pengasuhan penerimaan-penolakan dan konsep diri remaja pada keluarga bercerai. 5. Menganalisis hubungan tingkat stres ibu dan pengasuhan penerimaanpenolakan dengan konsep diri remaja pada keluarga bercerai. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pertimbangan bagi pasangan suami isteri khususnya pada keluarga bercerai untuk memerhatikan dan memberikan kasih sayang penuh kepada anak (pengasuhan penerimaan). Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan informasi terkait dampak perceraian terhadap perkembangan anak sebagai generasi penerus bangsa. Hasil penelitian juga diharapkan dapat dijadikan acuan bagi instansi pendidikan dalam membentuk sumberdaya manusia yang berkualitas melalui pendidikan yang baik di sekolah. Bagi peneliti diharapkan dapat dijadikan sebagai latihan dalam mengembangkan kompetensi di bidang pengasuhan dan perkembangan anak. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman dan pengetahuan baru bagi peneliti.
KERANGKA PEMIKIRAN Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang memiliki peran besar terhadap kemajuan suatu bangsa. Hal ini merupakan dasar dari pemikiran teori struktural fungsional bahwa keluarga memiliki peran dan fungsi mendidik
3
dan mempersiapkan anak untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan luar. Teori struktural fungsional berkaitan dengan teori sistem yang menjelaskan bahwa keluarga berada pada lingkungan yang saling bergantung antara satu dengan yang lain dan menjelaskan bahwa setiap anggota keluarga saling berpengaruh satu dengan yang lain. Keluarga dapat menghasilkan outcome yang baik jika keluarga memiliki struktur yang kokoh dan menjalankan fungsinya. Peran dan fungsi keluarga akan terganggu dan tidak optimal ketika terdapat konflik dalam keluarga. Kehidupan keluarga tidak terlepas dari konflik yang pada akhirnya bila tidak terselesaikan berakhir dengan perceraian. Perceraian merupakan sumber stres dalam keluarga. Menurut Amato (2000), perceraian sebagai sumber stres dapat meningkatkan risiko perilaku negatif, emosi negatif, serta penurunan kesehatan pada orang dewasa dan anak. Menurut Turner (2006) ibu bercerai cenderung akan mudah mengalami stres. Perceraian juga berdampak pada masalah perubahan keuangan. Perceraian yang terjadi pada keluarga biasanya diakhiri dengan kepergian suami dan mengakibatkan berkurangnya sumberdaya, sehingga isteri harus memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Menurut Austen (2004), diacu dalam Burke et al. (2009) akibat perceraian orang tua meningkatkan jumlah ibu bekerja. Selanjutnya, Burke et al. (2009) menuliskan bahwa terjadi penurunan pendapatan keluarga serta standar hidup pada wanita bercerai. Faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan tingkat stres ibu dalam penelitian ini meliputi karakteristik keluarga, yaitu usia ibu, tingkat pendidikan terakhir ibu, status pekerjaan ibu, pendapatan keluarga, besar keluarga, riwayat menikah ibu, usia menikah, dan lama perceraian yang dialami ibu. Stres yang dialami ibu diduga akan menimbulkan pengasuhan yang dipenuhi perilaku negatif yang dilakukan ibu terhadap anak. Kehangatan dan kontrol orang tua merupakan dimensi penting dalam pengasuhan untuk mengembangkan perilaku anak (Kim 2011; Cournoyer et al. 2005). Pengasuhan penerimaan-penolakan menurut Rohner (1986) terdiri dari empat dimensi, yaitu perilaku afeksi/penerimaan, perilaku agresi (aggression), pengabaian (neglect), dan perasaan tidak sayang (undifferentiated rejection). Menurut Rohner (1986) pengasuhan yang baik adalah gaya pengasuhan penerimaan orang tua yang dicirikan dengan kehangatan dan kasih sayang. Namun hal ini bergantung pada kualitas kasih sayang yang diberikan baik dalam bentuk fisik maupun verbal. Pengasuhan penolakan (agresi/hostility, pengabaian, dan perasaan tidak sayang) yang diberikan ibu kepada anak dicerminkan dengan perilaku yang kasar, mengabaikan anak, dan menolak kehadiran anak. Hasil penelitian Kim (2011) menunjukkan bahwa ibu yang mengalami stres berpengaruh positif dengan pengasuhan penolakan dengan kecenderungan perilaku hostility. Selain karakteristik keluarga dan tingkat stres ibu, usia dan jenis kelamin remaja juga diduga berhubungan dengan pengasuhan penerimaan-penolakan. Konsep diri memiliki peran penting dalam perkembangan individu untuk mencapai kesuksesan di masa depan. Konsep diri tidak terbentuk sejak lahir, namun berasal dari interaksi dengan lingkungan termasuk hasil dari pengasuhan yang dilakukan ibu. Penelitian yang dilakukan Cournoyer et al. (2005) menemukan bahwa kasih sayang dan kehangatan dari orang tua penting dalam membangun konsep diri. Gaya pengasuhan penolakan (agresi, pengabaian, dan
4
perasaan tidak sayang) yang diberikan ibu diduga berhubungan dengan penilaian anak terhadap dirinya yang cenderung negatif dan merasa tidak mampu. Pada masa remaja, konsep diri membantu pembentukan identitas diri seseorang. Konsep diri merupakan gambaran seorang individu tentang dirinya. Menurut Hadley et al. (2008) konsep diri remaja bersifat dinamis dan kompleks. Hal ini berarti bahwa masalah dan kesulitan pada masa remaja dapat menurunkan konsep diri. Selain itu, konsep diri yang rendah juga dapat menimbulkan masalah pada perkembangan remaja. Remaja yang memiliki konsep diri negatif dicirikan dengan remaja yang berperilaku tidak baik di sekolah, hanya memiliki sedikit teman, merasa ragu-ragu untuk melakukan hal baru, dan lain-lain. Hadley et al. (2008) juga menambahkan bahwa konsep diri pada setiap dimensi berhubungan dengan perilaku dan pencapaian pada perkembangan dimensi tersebut. Selain beberapa variabel utama yang diduga berhubungan dengan konsep diri, terdapat faktor lain yaitu interaksi remaja dengan teman sebaya (Dekovic & Meeus 1997) namun tidak diteliti.
5
Karakteristik keluarga: - Usia ibu - Tingkat Pendidikan ibu - Status pekerjaan ibu - Pendapatan keluarga - Besar keluarga - Riwayat menikah - Lama perceraian - Usia menikah
Teman sebaya Tingkat stres ibu
Pengasuhan PenerimaanPenolakan: - Afeksi - Agresi - Pengabaian - Perasaan tidak sayang
Konsep diri
Karakteristik remaja: - Usia - Jenis kelamin
Keterangan: Variabel yang diteliti
Variabel tidak diteliti
Hubungan variabel yang diteliti
Hubungan variabel yang tidak diteliti
Gambar 1 Kerangka pemikiran
5
6
METODE Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian dilakukan dengan menggunakan desain cross sectional study yaitu hanya dilakukan pada waktu tertentu. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Bogor Barat dan Tanah Sareal, Kota Bogor. Lokasi penelitian dipilih secara purposive dengan pertimbangan bahwa Kota Bogor memiliki tingkat perceraian tertinggi di Jawa Barat (SIAK 2011). Secara keseluruhan penelitian ini dilakukan selama delapan bulan yang meliputi persiapan, observasi, pengumpulan data, pengolahan dan analisis data serta penulisan laporan hasil penelitian. Waktu pengambilan data primer dimulai bulan April hingga Mei 2013. Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh Contoh pada penelitian ini adalah remaja beserta ibu dari keluarga bercerai. Metode pengambilan contoh menggunakan non probability sampling dengan teknik convenience. Pengambilan contoh dilakukan di sembilan sekolah di Kecamatan Bogor Barat dan Tanah Sareal melalui penyebaran angket yang berisi data diri anak dan status pernikahan orang tua (utuh, cerai hidup, atau cerai mati). Hasil pengumpulan data diperoleh 96 orang dengan kriteria keluarga yang sesuai. Selanjutnya, dari 96 orang yang memenuhi kriteria terdapat 50 orang yang bersedia.
Gambar 2 Kerangka pemilihan contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil penggalian informasi yang dilakukan
7
melalui wawancara dan laporan diri dengan alat bantu kuesioner. Data primer meliputi data karakteristik keluarga dan remaja (Tabel 2). Data sekunder merupakan jumlah perceraian yang diperoleh dari kantor Pengadilan Agama Kota Bogor. Tabel 1 Jenis data, variabel, skala data, contoh, dan cara pengumpulan Jenis data Primer
Primer
Primer Primer
Primer
Variabel Karakteristik keluarga - usia ibu - tingkat pendidikan terakhir ibu - pendapatan keluarga - status pekerjaan ibu - lama perceraian - riwayat nikah - usia menikah - besar keluarga Karakteristik remaja - usia - jenis kelamin Tingkat stres ibu Gaya pengasuhan penerimaanpenolakan - afeksi (penerimaan) - agresi - pengabaian - perasaan tidak sayang Konsep diri
Skala data
Contoh
Cara pengumpulan
rasio ordinal rasio nominal rasio nominal rasio rasio
ibu ibu ibu ibu ibu ibu ibu ibu
wawancara wawancara wawancara wawancara wawancara wawancara wawancara wawancara
rasio nominal rasio
ibu ibu ibu
wawancara wawancara wawancara
rasio rasio rasio rasio rasio
remaja remaja remaja remaja remaja
laporan diri laporan diri laporan diri laporan diri laporan diri
Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh selanjutnya diolah melalui proses editing, coding, scoring, entry, cleaning, analisis, dan interpretasi data. Tingkat stres pada penelitian ini diukur melalui instrumen yang digunakan oleh Arianti (2002) yang terdiri dari gejala stres fisik dan emosional. Instrumen ini terdiri dari 20 pertanyaan (Cronbach’s alpha 0.85) yang diberi skor 0 untuk jawaban “tidak pernah”, 1 “jarang”, 2 “kadang-kadang”, 3 “sering”, dan 4 untuk jawaban “sangat sering”. Skor akhir yang diperoleh contoh dikategorikan berdasarkan interval kelas menjadi tiga kategori, yaitu “ringan” apabila skor total 0-26.66, “sedang” apabila skor total 26.66–53.33, dan “tinggi” apabila skor total 53.34–80. Penentuan kecenderungan gejala stres ibu menggunakan perbandingan skor tertinggi antara gejala stres fisik dan emosional. Pengasuhan penerimaan-penolakan diukur dengan menggunakan Parental Acceptance Rejection Questionnaire (PARQ) yang dikembangkan Rohner (1986). Instrumen ini terdiri dari empat dimensi pengasuhan, yaitu penerimaan/afeksi), agresi, pengabaian, dan perasaan tidak sayang. Instrumen PARQ telah diuji coba dan hasilnya terdapat pengurangan dari beberapa item pertanyaan. Pada penelitian ini hanya 45 item pertanyaan yang digunakan dengan masing-masing dimensi terdiri atas: afeksi (15 item), agresi (11 item), pengabaian (9 item), dan perasaan tidak sayang (10 item) dan memiliki nilai Cronbach’s alpha sebesar 0.82, 0.75,0.53, dan 0.63. Setiap pertanyaan diberi skor 0 untuk “hampir tidak pernah
8
benar”, 1 untuk “jarang benar”, 2 untuk jawaban “kadang-kadang benar”, dan 3 untuk “hampir selalu benar”. Penentuan kategori pengasuhan penerimaanpenolakan dilihat melalui kecenderungan skor tertinggi yang diperoleh dari masing-masing dimensi pengasuhan. Konsep diri remaja diukur menggunakan instrumen Hadley et al. (2008) dengan 20 pertanyaan dan nilai Cronbach’s alpha sebesar 0.78. Setiap pertanyaan diberi skor 1 “sangat tidak setuju”, 2 “tidak setuju”, 3 “biasa/netral”, 4 “setuju”, dan 5 “sangat setuju”. Selanjutnya, total skor konsep diri remaja dikategorikan menjadi dua kategori yaitu konsep diri positif dan negatif (Calhoun & Acocella 1990; Hadley et al. 2008). Berdasarkan interval kelas total skor dibagi menjadi dua yaitu konsep diri negatif (20-60) dan positif (61-100). Tabel 2 Variabel dan kategori data Variabel Kategori Karakteristik keluarga dan remaja Usia ibu (Papalia et al. 2001) 1. Dewasa awal (21- 40 tahun) 2. Dewasa madya (41- 65 tahun) 3. Dewasa akhir (> 65 tahun) Tingkat pendidikan terkahir 1. Tidak tamat SD ibu 2. SD/sederajat 3. SMP/sederajat 4. SMA/sederajat 5. Diploma 6. S1/S2 Pendapatan keluarga 1. < Rp1 000 000 2. Rp1 000 0001- Rp2 500 000 3. Rp2 500 001- Rp5 000 000 4. Rp5 000 001- Rp7 500 000 5. Rp7 500 001- Rp10 000 000 6. > Rp10 000 000 Status Pekerjaan 1. Bekerja 0. Tidak bekerja Lama perceraian 1. < 1 tahun 2. 1-5 tahun 3. 6 -10 tahun 4. > 10 tahun Riwayat nikah 1. Pertama 2. Kedua Usia menikah (Papalia et al. 1. 15-17 tahun (remaja pertengahan) 2001) 2. 18-20 tahun (remaja akhir) 3. 21-40 tahun (dewasa awal) Besar keluarga 1. Kecil ( <4 orang) 2. Sedang ( 5-7 orang) 3. Besar ( > 7 orang) Usia remaja 1. 12-15 tahun (remaja awal) 2. 15-18 tahun (remaja pertengahan) 3. 18-21 tahun (remaja akhir) Jenis kelamin 1. Laki-laki 0. Perempuan 1. Ringan (0-26.66) Tingkat Stres Ibu 2. Sedang (26.66–53.33) 3. Tinggi (53.34–80)
9
Tabel 2 Variabel dan kategori data (lanjutan) Variabel Pengasuhan penerimaanpenolakan Konsep Diri Remaja
Kategori Penentuan pengasuhan penerimaan-penolakan dilihat melalui kecenderungan skor tertinggi dari masingmasing dimensi pengasuhan. Pengkategorian menjadi dua kategori berdasarkan interval kelas (Hadley et al. 2008) 1. Konsep diri negatif (20-60) 2. Konsep diri positif (61-100)
Analisis data yang dilakukan adalah analisis deskriptif dan analisis inferensia. Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan karaktersitik keluarga, karakteristik remaja, tingkat stres ibu, pengasuhan penerimaanpenolakan, dan konsep diri remaja. Sementara itu, analisis inferensia yang digunakan adalah uji korelasi Pearson dan Spearman untuk menganalisis hubungan antarvariabel yang diteliti berdasarkan tujuan penelitian. Definisi Operasional Keluarga bercerai adalah keluarga yang pernah mengalami perceraian (cerai hidup) dalam riwayat perkawinannya dan memiliki anak usia remaja serta saat ini belum menikah lagi. Pendidikan Ibu adalah tingkat pendidikan formal terakhir yang pernah ditempuh ibu yang terdiri dari tidak tamat SD, SD,SMP, SMA, Diploma, dan S1/S2. Pendapatan keluarga adalah penghasilan per bulan yang diperoleh anggota keluarga yang mengalami perceraian termasuk nafkah dari mantan suami yang dinilai dengan rupiah. Status Pekerjaan Ibu adalah status pekerjaan ibu yang mengalami perceraian yang dikategorikan ke dalam kategori bekerja dan tidak bekerja. Lama perceraian adalah rentang waktu ibu yang megalami perceraian terhitung dari keputusan perceraian hingga sekarang (tahun). Riwayat nikah adalah latar belakang pernikahan (dihitung perceraian dengan urutan pernikahan ke-) yang pernah dilakukan ibu pada keluarga bercerai. Usia menikah adalah umur ibu (tahun) saat pertama kali melakukan pernikahan. Besar keluarga adalah banyaknya jumlah anggota keluarga inti yang terdiri atas ibu dan anak. Usia remaja adalah umur remaja pada keluarga yang mengalami perceraian dan dikategorikan menjadi remaja awal (12-14 tahun), remaja pertengahan (1517 tahun), dan remaja akhir (18-21 tahun). Stres ibu adalah tekanan yang dialami ibu sebagai akibat dari sumber stres yang terjadi pada keluarga bercerai. Gejala stres fisik adalah gejala yang ditandai dengan sakit kepala, sakit lambung, jantung berdebar-debar, sulit tidur, mudah lelah, keluar keringat dingin, perubahan nafsu makan, dan sering buang air kecil,dan lain-lain. Gejala stres emosional adalah gejala yang dicirikan perasaan gelisah atau cemas, khawatir, kurang dapat berkonsentrasi dalam melakukan kegiatan, dan lain-lain Tingkat stres ibu adalah berat dan ringannya stres yang dialami oleh ibu saat ini (setelah mengalami perceraian) yang dilihat dari gejala stres ibu yang dikategorikan menjadi ringan, sedang, dan tinggi.
10
Pengasuhan adalah semua upaya yang dilakukan ibu untuk mengembangkan potensi anak dan membahagiakannya. Pengasuhan penerimaan adalah pengasuhan yang dicirikan dengan perilaku afeksi yang diberikan ibu kepada anak. Pengasuhan penolakan adalah pengasuhan yang dicirikan dengan perlakuan ibu yang dipenuhi perilaku agresi, pengabaian, dan tidak ada kasih sayang kepada anak. Afeksi adalah pengasuhan penerimaan yang dicirikan dengan curahan kasih sayang dan kehangatan ibu yang mengalami perceraian kepada remaja baik secara fisik maupun verbal. Agresi atau aggression adalah pengasuhan penolakan ibu yang dicirikan dengan penggunaan perkataan dan perbuatan yang kasar dan agresif kepada remaja pada keluarga yang mengalami perceraian. Pengabaian atau neglect adalah pengasuhan penolakan ibu yang dicirikan dengan ketiadaan perhatian ibu terhadap kebutuhan remaja pada keluarga bercerai. Perasaan tidak sayang atau undifferentiated rejection adalah pengasuhan penolakan yang dicirikan dengan perkataan dan perilaku orang tua yang menyebabkan remaja merasa tidak dicintai, tidak dikasihi, tidak dihargai, bahkan tidak dikehendaki kehadirannya oleh ibu. Konsep diri remaja adalah penilaian, kepercayaan, dan pikiran mengenai gambaran diri remaja yang dikategorikan menjadi konsep diri positif dan negatif. Konsep diri positif adalah gambaran diri remaja bahwa dirinya memiliki ciri-ciri yang positif, seperti lebih senang ketika mejadi pemain daripada penonton, berperilaku baik di sekolah, memiliki kepercayaan diri atas penampilan fisiknya, mau mencoba hal-hal baru, memiliki teman banyak, dan lain-lain. Konsep diri negatif adalah gambaran diri remaja bahwa dirinya tidak mampu dalam melakukan aktivitas atletik/olahraga, kurang percaya diri atas penampilan fisiknya, tidak berani untuk mencoba hal baru, dan lain-lain.
HASIL Karakteristik Keluarga dan Remaja Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh ibu (52%) berada pada kategori usia dewasa madya (40-65 tahun) dengan rata-rata usia ibu 41.08 tahun. Persentase tertinggi pendidikan terakhir ibu adalah tamat SMA/sederajat, yaitu sebesar 44 persen. Berdasarkan status pekerjaan ibu, sebagian besar ibu (92%) bekerja. Sebanyak 34 persen remaja memiliki pendapatan keluarga kurang dari sama dengan Rp1 000 000 per bulan. Sebagian besar remaja (90%) dalam penelitian ini berasal dari keluarga kecil (≤ 4 orang) dan 10 persen merupakan keluarga sedang. Persentase terbesar (46%) lama perceraian berada pada kurun waktu satu sampai dengan lima tahun dan hampir seluruh ibu (98%) memiliki riwayat pernikahan pertama. Sebanyak 64 persen ibu menikah pada usia dewasa awal (21-40 tahun), dengan rata-rata usia menikah pada 22.60 tahun. Sementara itu, sebanyak 56 persen ibu bercerai memilih tinggal di rumah orang tua, 34 milik sendiri, dan 10 persen ibu tinggal di rumah kontrak.
11
Karakteristik remaja yang diteliti meliputi jenis kelamin dan usia. Penelitian ini melibatkan 50 remaja yang terdiri dari 60 persen perempuan dan 40 persen laki-laki dengan usia 12 hingga 18 tahun. Sebanyak 78 persen remaja berada pada tahap remaja awal, 18 persen remaja pertengahan, dan empat persen remaja akhir dengan rata-rata usia 13.68 tahun. Tabel 3 Nilai minimum-maksimum, rata-rata, dan standar deviasi karakteristik keluarga dan remaja Karakteristik keluarga dan remaja Usia ibu (tahun) Pendapatan keluarga (Rp) Besar keluarga (orang) Usia menikah ibu (tahun) Lama perceraian (tahun) Usia remaja (tahun)
Minimum – Maksimum 30-50 300 000-12 000 000 2-5 15-38 0.3-18 12-18
Rata-rata±sd 41.08±5.22 2 995000±2855503.9 3.18±0.89 22.60±4.09 6.52±4.55 13.68±1.5
Tingkat Stres Ibu Stres merupakan tekanan yang dialami ibu sebagai akibat dari sumber stres yang terjadi pada keluarga bercerai. Stres adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan keluarga dan peristiwa apapun, bahkan kejadian positif pun dapat mengakibatkan stres bagi keluarga (Wong et al. 2002). Lazarus diacu dalam Greenberg (2002) mendefinisikan stres sebagai akumulasi dan keterlibatan berbagai faktor yang meliputi stimulus, respon, penilaian kognitif dari sebuah ancaman, gaya koping, pertahanan psikologis, dan lingkungan sosial. Stres pada individu disebabkan oleh stressor atau sesuatu yang menyebabkan stres. Menurut Boss (1980), diacu dalam Sussman dan Steinmetz (1988) perceraian akibat perubahan dalam hubungan pernikahan merupakan sumber stres (stressor). Tingkat stres seseorang dapat diketahui melalui gejala stres yang ditunjukkan, baik gejala fisik maupun emosional (Wilkinson 1989, diacu dalam Hernawati 2006). Gejala fisik diantaranya ditandai dengan sakit kepala, sakit lambung, sakit jantung atau jantung berdebar-debar, sulit tidur, mudah lelah, keluar keringat dingin, kurang selera makan, dan sering buang air kecil. Sementara itu, gejala stres emosional meliputi gelisah atau cemas, kurang dapat berkonsentrasi dalam melakukan pekerjaan, dan lain-lain (Mashudi 2012). Tingkat stres dalam penelitian ini dikategorikan berdasarkan interval kelas yang dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu stres ringan, sedang, dan berat. Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan tingkat stres ibu Tingkat stres ibu Ringan Sedang Tinggi Total
n 40 10 0 50
% 80 20 0 100
Tabel 4 menunjukkan bahwa sebanyak 80 persen ibu bercerai mengalami stres tingkat ringan dan 20 persen tingkat sedang. Hal tersebut diduga karena perceraian yang terjadi sudah lama, sehingga ibu cenderung melupakan peristiwa tersebut. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara bahwa tingkat stres ibu ringan karena ibu bercerai mengikuti terapi/konseling, sehingga ibu mampu menghadapi kehidupan setelah perceraian.
12
Pengasuhan Penerimaan-Penolakan Pengasuhan merupakan suatu proses panjang yang dilakukan oleh pengasuh (orang tua) untuk meningkatkan kesejahteraan anak. Pengasuhan dilakukan melalui proses panjang dalam kehidupan yang dimulai dari kehamilan, bayi, masa kanak-kanak, usia sekolah, remaja hingga dewasa. Sebagai proses yang panjang, pengasuhan memiliki peranan yang penting dalam membentuk kepribadian anak sehingga anak tumbuh menjadi individu yang berkualitas (Hastuti 2009). Kasih sayang orang tua yang mencintai anaknya tercermin dari cara interaksi dan perilaku orang tua dalam hubungannya dengan anak baik secara verbal maupun fisik serta kehangatan yang diberikan. Menurut Rohner (1986) gaya pengasuhan orang tua berdasarkan dimensi kehangatan diklasifikasikan menjadi dua kategori utama yaitu gaya pengasuhan penerimaan (acceptance) dan penolakan (rejection). Pengasuhan penerimaan dicirikan dengan perilaku afeksi yang diberikan ibu kepada anaknya, sedangkan pengasuhan penolakan merupakan pengasuhan yang dicirikan dengan perilaku agresi, pengabaian, dan perasaan tidak sayang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 98 persen remaja cenderung mempersepsikan pengasuhan yang dilakukan oleh ibunya berupa perilaku afeksi dan dua persen perilaku pengabaian. Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan kecenderungan pengasuhan penerimaanpenolakan Pengasuhan penerimaana-penolakan Pengasuhan penerimaan : Afeksi Pengasuhan penolakan : Agresi Pengabaian Perasaan tidak sayang Total
n
%
49
98
0 1 0 50
0 2 0 100
Konsep Diri Remaja Konsep diri adalah gambaran seseorang tentang diri sendiri (Willoughby et al. 1996). Istilah konsep diri juga sering disamakan dengan self-esteem oleh para ahli sehingga kedua istilah ini pun sering menjadi perbincangan. Kedua istilah tersebut menunjukkan perbedaan, tetapi merupakan gagasan yang saling berhubungan. Konsep diri meliputi tiga komponen, yaitu self esteem, body image, dan ideal self (APA 2002). Menurut Harter (1999), diacu dalam Manning (2007) konsep diri merupakan persepsi individu mengenai kompetesi yang dimiliki dalam domain akademik maupun non-akademik (sosial, perilaku, atletik). Sementara itu, self-esteem merupakan evaluasi mengenai diri individu termasuk perasaan kebahagiaan dan kepuasan hidup. Diener (1984), Myers dan Diener (1995), diacu dalam Putnick et al. (2008) menyatakan bahwa konsep diri merupakan komponen utama kebahagiaan dan berkaitan dengan kepuasan hidup. Pengkategorian total skor konsep diri berdasarkan interval kelas yang dikategorikan menjadi dua, yaitu konsep diri positif dan negatif. Konsep diri positif dicirikan dengan perilaku positif, seperti lebih senang ketika menjadi pemain daripada penonton, berperilaku baik di sekolah, memiliki kepercayaan diri atas penampilan fisiknya, mau mencoba hal-hal baru, memiliki banyak teman, dan
13
lain-lain. Konsep diri negatif dicirikan dengan tidak percaya diri remaja dalam melakukan aktivitas atletik/olahraga, kurang percaya diri atas penampilan fisiknya, tidak berani untuk mencoba hal baru, dan lain-lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 78 persen remaja memiliki konsep diri positif dan 22 persen remaja memiliki konsep diri negatif (Tabel 6). Hasil ini menunjukkan bahwa remaja dari keluarga bercerai pada penelitian ini lebih banyak memiliki konsep diri positif. Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan konsep diri remaja Konsep diri remaja Negatif Positif Total
n 11 39 50
% 22 78 100
Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Tingkat Stres Ibu Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa pendapatan keluarga, pendidikan terakhir ibu, dan besar keluarga berhubungan negatif dan signifikan dengan tingkat stres ibu (p<0.01). Hasil ini menunjukkan bahwa semakin besar pendapatan keluarga per bulan, semakin tinggi pendidikan terakhir ibu, dan semakin besar jumlah anggota keluarga, maka tingkat stres ibu cenderung ringan. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Turner (2006) bahwa pendapatan berhubungan negatif signifikan dengan stres ibu bercerai. Lama perceraian berhubungan positif dan signifikan dengan tingkat stres ibu (p<0.05) yang menunjukkan bahwa semakin lama perceraian maka stres ibu cenderung tinggi. Kecenderungan tingkat stres tinggi diduga karena setelah perceraian terjadi keluarga kehilangan peran ayah sebagai pencari nafkah, sehingga ibu harus memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Berikut ini tabel hasil uji korelasi karakteristik keluarga dengan tingkat stres ibu. Tabel 7 Koefesien korelasi karakteristik keluarga dengan tingkat stres ibu Karakteristik keluarga Tingkat stres ibu Status pekerjaan -0.049 Pendapatan keluarga (Rp) -0.482** Pendidikan terakhir -0.404** Besar keluarga (orang) -0.371** Usia menikah ibu (tahun) 0.105 Riwayat nikah 0.203 Lama perceraian (tahun) 0.448* Keterangan: *signifikan pada p<0.05, **signifikan pada p<0.01
Hubungan Karakteristik Keluarga, Karakteristik Remaja, dan Tingkat Stres Ibu dengan Pengasuhan Penerimaan-Penolakan dan Konsep Diri Remaja Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa karakteristik keluarga dan tingkat stres ibu tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan dimensi pengasuhan penerimaan-penolakan. Hasil penelitian diperoleh bahwa usia remaja berhubungan positif dan signifikan dengan pengasuhan perilaku agresi (p<0.05) dan perasaan tidak sayang (p<0.01). Hasil ini menunjukkan bahwa semakin bertambah usia remaja, maka persepsi remaja mengenai pengasuhan perilaku agresi dan perasaan tidak sayang semakin tinggi.
14
Tabel 8 Koefesien korelasi karakteristik keluarga dan remaja, tingkat stres ibu dengan pengasuhan penerimaan-penolakan dan konsep diri remaja Variabel Usia ibu (tahun) Status pekerjaan Pendapatan keluarga (Rp) Pendidikan terakhir ibu Besar keluarga (orang) Usia menikah ibu (tahun) Riwayat nikah Lama perceraian (tahun) Usia remaja (tahun) Jenis kelamin remaja Tingkat stres ibu
Afeksi -0.029 0.045 0.034 0.004 -0.123 0.159 -0.233 -0.001 -0.165 0.170 -0.183
Pengasuhan penerimaan-penolakan Perasaan Agresi Pengabaian tidak sayang 0.062 0.039 0.240 0.006 -0.018 0.094 -0.002 -0.108 -0.027 -0.188 0.031 -0.068 0.016 0.105 0.100 -0.094 0.098 0.094 0.018 0.233 -0.055 0.109 -0.175 0.058 0.296* 0.160 0.435** 0.171 -0.063 0.218 0.128 0.179 0.095
Konsep diri -0.121 0.023 -0.241 -0.201 -0.311* 0.008 0.030 0.417** -0.088 -0.196 0.255
Keterangan: *signifikan pada p<0.05, **signifikan pada p<0.01
Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa konsep diri berhubungan negatif dan signifikan dengan besar keluarga (p<0.05), sedangkan lama perceraian berhubungan positif (p<0.01). Hasil ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah anggota keluarga, maka konsep diri remaja cenderung menurun. Sementara itu, semakin lama perceraian, maka konsep diri remaja cenderung positif. Hubungan Pengasuhan Penerimaan-Penolakan dan Tingkat Stres ibu dengan Konsep Diri Remaja Pengasuhan penerimaan merupakan hal penting dalam perkembangan konsep diri (Decovic & Meeus 1997). Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa pengasuhan afeksi berhubungan positif dan signifikan dengan konsep diri remaja (p<0.01). Hasil ini menunjukkan bahwa semakin baik perilaku afeksi yang diberikan ibu, maka konsep diri remaja cenderung positif. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Cournoyer et al. (2005) bahwa orang tua yang melakukan pengasuhan penerimaan cenderung dapat membangun konsep diri positif. Hasil penelitian Khan et al. (2011) juga menunjukkan bahwa penerimaan orang tua dapat meningkatkan kebahagiaan anak. Tabel 9 Koefesien korelasi pengasuhan penerimaan-penolakan dan tingkat stres ibu dengan konsep diri remaja Variabel Pengasuhan penerimaan-penolakan : Perilaku afeksi Perilaku agresi Pengabaian Perasaan tidak sayang Tingkat stres ibu Keterangan: *signifikan pada p<0.05, **signifikan pada p<0.01
Konsep diri remaja 0.388** -0.231 -0.195 -0.184 0.255
15
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa terdapat hubungan negatif dan signifikan antara pendapatan keluarga, pendidikan ibu, dan besar keluarga dengan tingkat stres ibu. Besar keluarga dalam penelitian ini dibatasi pada jumlah anggota keluarga inti, semakin banyak jumlah anggota keluarga (semakin banyak jumlah anak) maka stres ibu cenderung ringan. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Arianti (2002) yang menemukan bahwa ukuran keluarga yang besar dapat meningkatkan stres ibu. Hasil ini merupakan keunikan penelitian yang dilakukan pada keluarga bercerai yang diduga bahwa keberadaan anak dengan jumlah banyak cenderung meringankan tekanan atau stres ibu bercerai. Hasil sebaran jumlah ibu berdasarkan tingkat stres diperoleh bahwa sebagian besar ibu (80%) memiliki tingkat stres kategori ringan dan 20 persen kategori sedang. Keberadaan atau tempat tinggal bersama keluarga luasnya pun diduga menjadi faktor yang menyebabkan tingkat stres ibu ringan. Berdasarkan tempat tinggal remaja dan ibunya pada keluarga bercerai, lebih dari separuh (56%) memilih tinggal bersama orang tuanya. Pendapatan merupakan faktor penting dalam penyesuaian orang tua dan remaja dalam keluarga bercerai (Santrock 2007). Pendapatan keluarga dalam penelitian ini berasal dari beberapa sumber utama yaitu dari hasil pekerjaan anggota keluarga inti, saudara, dan nafkah dari mantan suami. Semakin besar pendapatan yang diperoleh keluarga, maka tingkat stres ibu cenderung ringan. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Turner (2006) bahwa pendapatan berhubungan negatif dan signifikan dengan gejala stres dan depresi pada ibu bercerai. Menurut Bee (1987) masalah keuangan keluarga merupakan salah satu perubahan hidup yang tidak diharapkan, sehingga dapat meningkatkan tekanan hidup atau stres. Selanjutnya, pada penelitian ini diperoleh hasil uji korelasi yang menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan terakhir ibu maka tingkat stres ibu cenderung ringan. Pearlin dan Schooler (1976), diacu dalam Arianti (2002) menuliskan bahwa seseorang dengan tingkat pendidikan yang relatif lebih tinggi dapat bersikap positif dan optimis dalam menghadapi suatu kondisi tertentu yang menekan dirinya. Tingkat stres ibu berhubungan positif dan signifikan dengan lama perceraian. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin lama perceraian yang dilalui ibu, maka semakin tinggi stres. Setelah terjadi perceraian, tugas pengasuhan diserahkan kepada ibu (Gunarsa & Gunarsa 2008). Namun, ibu tidak dapat secara penuh mengisi tugasnya karena harus mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Kondisi ini seringkali membuat ibu merasa bersalah karena tidak dapat memenuhi tuntutan anak-anaknya. Turner (2006) dalam penelitiannya menemukan bahwa ibu yang bercerai mengalami stres bukan hanya diakibatkan oleh tekanan keuangan, namun juga tekanan kehidupan. Faktor lingkungan sosial juga ikut memengaruhi kondisi mental ibu setelah bercerai. Namun, hasil sebaran gejala stres yang dialami ibu menunjukkan bahwa sebanyak dua persen ibu memilih sangat sering berkeinginan untuk menghindar dari orang lain. Burke et al. (2009) menuliskan bahwa perceraian berdampak pada hubungan sosial seseorang seperti kehilangan atau perubahan teman, serta putusnya hubungan dengan kerabat.
16
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 98 persen remaja memperoleh pengasuhan afeksi dan dua persen pengabaian dari ibunya. Satu orang remaja yang cenderung mempersepsikan pengasuhan pengabaian dari ibunya diketahui merupakan remaja yang memiliki konsep diri negatif dan berasal dari keluarga yang berukuran sedang (5-7 orang). Hasil uji hubungan usia remaja dengan perilaku agresi dan perasaan tidak sayang menunjukkan bahwa semakin bertambah usia remaja, maka persepsi remaja terhadap pengasuhan agresi dan perasaan tidak sayang ibunya cenderung semakin tinggi. Hasil ini diduga karena kecenderungan orang tua memberikan pengasuhan penolakan dimulai pada saat anak remaja (Rohner 1986). Hal ini berkaitan dengan perkembangan kognitif dan psikologis remaja yang semakin baik dibandingkan pada usia anak-anak. Hal lain yang diduga dapat meningkatkan pengasuhan agresi dan perasaan tidak sayang ini adalah kondisi ibu yang merasa tidak bahagia dan merasa gelisah, sehingga menurunkan perhatian kepada anak-anaknya. Contoh perilaku agresi yaitu mengomeli dan mengancam ketika anak berbuat kesalahan, marah kepada anak, dan lain-lain. Sementara itu, contoh bentuk pengasuhan perasaan tidak sayang ibu adalah perasaan anak bahwa ibu ragu-ragu mencitai anak-anaknya, anak merasa dirinya adalah beban bagi ibunya, dan lain-lain. Hasil uji hubungan antara jenis kelamin dan usia remaja dengan konsep diri menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmaisya (2011) yang menunjukkan tidak terdapat hubungan signifikan antara usia anak dengan konsep diri. Sementara itu, karakteristik keluarga yang berhubungan signifikan dengan konsep diri dalam penelitian ini adalah lama perceraian dan besar keluarga. Semakin lama perceraian yang dilalui, maka konsep diri remaja semakin positif. Hal ini berkaitan dengan penyesuaian anak terhadap kondisi setelah perceraian. Wallerstein et al. (1988), diacu dalam Santrock (2007) mengungkapkan bahwa setelah sepuluh tahun perceraian orang tua, remaja hanya memiliki sedikit ingatan mengenai penderitaan dan ketakutan mereka sebelum atau pada pada saat konflik orang tua terjadi. Konsep diri merupakan seluruh gambaran individu tentang diri sendiri baik fisik maupun kemampuannya. Konsep diri terbentuk dari pengalaman yang diperoleh seseorang dimulai dari interaksi dengan lingkungan terdekatnya, yaitu keluarga (Gunarsa & Gunarsa 2008). Selanjutnya, konsep diri didukung lingkungan setelah keluarga, yaitu sekolah, teman sebaya, dan masyarakat. Pengukuran konsep diri remaja pada penelitian ini menggunakan instrumen Hadley et al. (2008) melalui lima dimensi utama yaitu kompetensi atletik, kompetenai skolastik, penampilan fisik, perilaku/moral, dan penerimaan teman. Berdasarkan sebaran kategori konsep diri terdapat remaja yang memiliki konsep diri negatif, yaitu sebanyak 22 persen. Hasil ini menunjukkan bahwa masih terdapat remaja yang tidak percaya diri terhadap penampilan fisik yang dimiliki, cenderung memilih sebagai penonton daripada pemain dalam kegiatan olahraga, kurang percaya diri terhadap kemampuan akademik yang dimiliki, dan lain-lain. Hasil uji hubungan besar keluarga dengan konsep diri menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah anggota keluarga, maka konsep diri remaja cenderung negatif. Sejalan dengan teori resource dillution model bahwa kualitas sumberdaya menurun disebabkan pertambahan jumlah anggota keluarga yang berakibat pada penurunan perhatian, waktu, dan jumlah materi yang diterima oleh setiap anak
17
(Hastuti 2006). Menurut Berns (1997) jumlah anggota keluarga menentukan jumlah interaksi yang dilakukan oleh anggota keluarga, semakin besar keluarga maka interaksi semakin kompleks, namun tidak dalam interaksi individualnya. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah anak pada keluarga bercerai, maka perhatian kepada anak akan terbagi, sehingga perhatian ibu terhadap perkembangan konsep diri anak kurang optimal. Pengasuhan penerimaan (afeksi) yang diberikan ibu berhubungan positif dengan konsep diri remaja. Hasil ini menunjukkan bahwa ibu yang selalu memberi kasih sayang baik berupa belaian maupun perkataan baik kepada anak dapat mengembangkan konsep diri positif. Hasil ini diperkuat pernyataan Peterson dan Haan (1999), diacu dalam Hastuti (2009) bahwa orang tua yang memeluk, mencium, memuji, dan meluangkan waktu secara positif akan memberikan ikatan kuat sehingga anak menjadi percaya diri dan identitas dirinya berkembang dengan baik. Dengan demikian, pengasuhan penerimaan yang diberikan ibu memiliki peran penting dalam membangun konsep diri positif remaja.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penelitian ini melibatkan 50 remaja berusia 12-18 tahun dan ibunya dari keluarga bercerai. Lebih dari separuh ibu (52%) berusia 40-65 tahun. Hampir seaparuh ibu (46%) memiliki lama perceraian 1-5 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 80 persen ibu mengalami tingkat stres kategori ringan dan 20 persen kategori sedang. Sebagian besar remaja cenderung mempersepsikan gaya pengasuhan penerimaan atau afeksi dari ibunya (98%) dan sebanyak dua persen pengabaian. Sementara itu, sebanyak 78 persen remaja memiliki konsep diri postif dan sebanyak 22 persen konsep diri negatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar pendapatan keluarga, semakin tinggi tingkat pendidikan terakhir ibu, dan semakin besar ukuran keluarga maka tingkat stres yang dialami ibu cenderung ringan, sedangkan semakin lama perceraian maka tingkat stres yang dialami ibu cenderung berat/tinggi. Pengasuhan penerimaan-penolakan yang diukur melalui persepsi remaja menunjukkan bahwa remaja lebih banyak memperoleh pengasuhan perilaku afeksi dari ibunya. Remaja yang memperoleh pengasuhan afeksi atau penerimaan dari ibunya cenderung memiliki konsep diri positif. Hasil ini menunjukkan bahwa pengasuhan yang dipenuhi kasih sayang dan kehangatan dapat mengembangkan konsep diri positif remaja. Saran Berdasarkan hasil penelitian sebaiknya orang tua memberikan pengasuhan afeksi yaitu pengasuhan yang dipenuhi kehangatan dan kasih sayang kepada anakanaknya, sehingga dapat mendukung perkembangannya. Meskipun lama perceraian cenderung menimbulkan stres pada ibu, hendaknya ibu tetap mempertahankan pengasuhan afeksi, sehingga konsep diri remaja berkembang
18
dengan baik. Terkait dengan konsep diri remaja pada keluarga bercerai ini masih terdapat konsep diri negatif, sebaiknya orang tua lebih memerhatikan perkembangan konsep diri, sehingga remaja mampu mencapai pribadi yang penuh percaya diri dan siap menghadapi masa depannya. Adapun rekomendasi program untuk mensosialisasikan hasil penelitian ini dapat dilakukan melalui kegiatan atau program konseling keluarga dan remaja. Saran penelitian selanjutnya agar melengkapi data pengasuhan penerimaanpenolakan bukan hanya ditanyakan kepada anak, namun juga ditanyakan kepada ibu untuk melihat persepsi pengasuhan yang dilakukan ibu. Untuk dapat melihat perbedaan perkembangan anak antara keluarga bercerai dengan keluarga utuh, penelitian
DAFTAR PUSTAKA Amato PR. 2000. The Consequences of Divorce for Adults and Children. Journal of Marriage and the Family. 62: 1269–1287. Arianti RT. 2002. Tingkat stres dan strategi koping ibu pada keluarga dengan anak retardasi mental [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [APA] American Psychological Association. 2002. Developing adolescents: a reference for professional. Washington DC (US): APA [Badilag] Badan Pengadilan Agama. 2010. Melonjaknya Angka Perceraian Jadi Sorotan Lagi. Jakarta (ID): Badilag Bee HL. 1987. The Journey of Adulthood. New York (US): Macmillan Publishing Company Berns RM. 1997. Child, Family, School, Community: socialization and support fourth edition. United State of America (US): Harcout Brace College Publisher Burke S, McIntosh J, Gridley H. 2009. Parenting after separation: literature review prepared for the Australian psuchological society. The Australian Psychological Society Colhoun JF, Acocella JR. 1990. Psikologi tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan. RS Satmoko, penerjemah. Semarang (ID) : IKIP Semarang Pr. Terjemahan dari: Psychology of Adjustment and Human Relationships. Cournoyer DE, Sethi R, Cordero A. 2005. Perceptions of parental acceptance rejection and self concept among university students. ProQuest Sociology. 33(3):335. Decovic M, Meeus W. 1997. Peer relation in adolescents: effect of parenting and adolescent’s self concept. JAdolesc. 20:163-176. Greenberg JS. 2002. Comprehensive Stress Management. New York (US): McGraw-hill Gunarsa SD, GunarsaYS. 2008. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta (ID): PT BPK Gunung Mulia. Hadley AM, Hair EC, Moore KA. 2008. Assesing what kids think about themselves : a guide to adolescent self-concept for out of school time program practitioners. Child Trens Brief Research to Results. Hastuti D. 2009. Pengasuhan: teori dan prinsip serta aplikasinya di Indonesia. Bogor (ID): Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen.
19
________. 2006. Analisis pengaruh model pendidikan prasekolah pada pembentukan anak sehat, cerdas, dan berkarakter [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hernawati N. 2006. Tingkat stres dan strategi koping menghadapi stres pada mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama tahun akademik 2005/2006. J II Pert.Indon 11(2). Holmes TH, Rahe RH. 1967.The Social Readjustment Rating Scale. Journal of Psychosomatic Research. Volume 11, Issue 2, August 1967, Pages 213-218. Khan S, Hassan S, Husain G, Gul I. 2011. Relationship of parental acceptanceaand rejection with psychological wellness in young adults. Journal of Rawalpindi Medical College (JRMC).15(1):24-26 Kim E. 2011. Korean American parental depressie symptons and parental acceptance-rejection and control. Issues in Mental Health Nursing. 32:114-120 Lila M, Garcia F, Gracia E. 2007. Perceived paternal and maternal acceptance and children’s outcomes in Colombia. Social Behavior and Personality. 35(1):115124. Manning MA. 2007. Self concept and self esteem in adolescent. Student service. Tersedia pada: www.naspcenter.org Nair H, Murray AD. 2005. Predictor of attachment security in preschool children from intact and divorced families. The Jounal of Genetic Psychology, 166 (3), 245-263. Papalia DE, Olds SW, Fieldman RD. 2001. Human Developmen 8th Edition. Jakarta: Salemba Humanika Putnick PL, Bornstein MH, Hendricks C, Painter KM, Suwalksy JT. 2008. Parenting Behaviors, and Adolescent Self Concept in Europan American Families. J Fam psychol. 22 (5): 752-762 Rahmaisya R. 2011. Pengaruh Persepsi Gaya Pengasuhan Orang tua dan Konsep Diri terhadap Motivasi Beprestasi Atlet Muda di SMA Negeri Ragunan Jakarta [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Rohner RP. 1986. The Warmth Dimension Of Parenting: The Parental AcceptionRejection Theory. Beverly Hills, California (US): Sage Publication. Santrock JW. 2007. Perkembangan Anak. Mila Rachmawati, Anna Kuswanti, penerjemah; Wibi Hardani, editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Child Development [SIAK] Sistem Informasi Administrasi Kependudukan. 2011. Profil kependudukan Jawa Barat 2011. Bandung (ID): SIAK Sussman MB, Steinmetz S. 1988. Handbook of Marriage and The Family. New York (US): Lenum Press Swenny RB, Bracken BA. 2000. Influence of Family Structure on children's Selfconcept development. Canadian Journal Of School Psychology. 16 (1) 39-52. Turner HA. 2006. Stress, social resources, and depression among never-married and divorced rural mothers. Rural Sociology. 71 (3): 479-504. Willoughby C, King G, Polatajko H. 1996. A Therapist guide to children’s self esteem. Am Joccupter. 50 (2): 124-131. Wilkinson. 1989. Stres dan Cara Mengatasinya.Usman, penerjemah. Jakarta (ID): PT Dian Rakyat. Wong DL, Eaton HM, Wilson D, Winkelstein ML, Schwartz. 2002. Wong Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Agus Sutarna, Neti Juniarti, HY Kuncara,
20
penerjemah. Egi KY, Devi Yulianti, Nike BS, Esty Wahyuningsih, Monica Ester, editor. Jakarta (ID): Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Wong’s Essentials of Prediatric Nursing.
21
LAMPIRAN Lampiran 1 Grand theory Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang memiliki peran besar terhadap kemajuan suatu bangsa. Hal ini merupakan dasar dari pemikiran teori struktural fungsional bahwa keluarga memiliki peran dan fungsi mendidik dan mempersiapkan anak-anak untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan luar. Keluarga yang hidup di tengah-tengah masyarakat mengalami banyak perubahan akibat lingkungan di sekitarnya. Teori struktural fungsional berkaitan dengan teori sistem yang menjelaskan bahwa keluarga berada pada lingkungan yang saling bergantung antara satu dengan yang lain. Keluarga dapat menghasilkan outcome yang baik jika keluarga memiliki struktur yang kokoh dan menjalankan fungsinya. Peran dan fungsi keluarga akan terganggu dan tidak optimal ketika terdapat konflik dalam keluarga. Kehidupan suami-isteri dalam keluarga tidak terlepas dari konflik yang pada akhirnya bila tidak terselesaikan berakhir dengan perceraian. Stres Akibat dari konflik keluarga terjadi perubahan baik struktur maupun peran anggota keluarga. Konflik peran seringkali menimbulkan terganggunya perkembangan sosioemosional individu, salah satunya adalah stres. Menurut Holmes dan Rahe (1967) bahwa perceraian merupakan sumber stres yang menduduki tingkat kedua setelah kematian pasangan dalam data life changes chart. Stres merupakan akibat dari interaksi (timbal balik) antara rangsangan lingkungan dan respon individu (Siswanto 2007). McElroy dan Townsend (1985) mendefinisikan stres sebagai proses yang terjadi ketika individu harus menghadapi suatu keadaan baik fisik maupun non fisik yang jarang bahkan hal yang baru dialaminya. Stres adalah bagian dari kehidupan normal dan biasanya melindungi tubuh terhadap berbagai tekanan seperti ancaman dan lainnya. Santrock (2007) mendefinisikan stres sebagai respon individu terhadap situasi atau peristiwa yang mengancam dan menuntut kemampuan coping individu. Stres juga didefinisikan oleh Papalia dan Olds (1986) sebagai respon tubuh terhadap tuntutan (demand). Barach (1975), diacu dalam Sussman dan Steinmetz (1988) mengungkapkan bahwa terdapat tiga teori yang menjelaskan hubungan antara status perkawinan dan gangguan mental (mental disorder) dan salah satunya adalah teori stres. Teori model stres ABC-X yang dikembangkan oleh Hill (1949) merupakan salah satu dari beberapa teori stres. Model stres ini diperkenalkan Hill (1949) sebagai model stres keluarga dan merupakan dampak dari life event yang terjadi selama kehidupan. Model stres ini menggambarkan faktor-faktor yang menghasilkan krisis atau non krisis dalam keluarga. Ketiga faktor tersebut adalah faktor A (kejadian atau stressor) yang berinteraksi dengan faktor B (sumberdaya atau kekuatan yang dimiliki oleh keluarga saat kejadian stres) dan berinteraksi dengan faktor C (definisi tentang kejadian atau persepsi) yang akhirnya menimbulkan faktor X (sebagai krisis atau stres). Terkait dengan perceraian dalam teori stres, pengalaman perceraian merupakan stressor event bagi individu (Sussman & Steinmetz 1988).
22
Pengasuhan Pengasuhan merupakan teori aplikasi dari grand theory struktural fungsional dan teori sistem. Menurut Bronfenbenner, seorang pakar ekologi anak menyatakan bahwa anak merupakan unsur dalam lingkungan dan lingkungan yang paling berpengaruh langsung adalah keluarga. Teori struktural fungsional berkaitan dengan peran orang tua sebagai pengasuh dan pendidik utama anakanaknya. Pengasuhan merupakan suatu proses panjang yang dilakukan oleh seorang pengasuh (orang tua) untuk meningkatkan kesejahteraan anak. Definisi gaya pengasuhan dalam Hasuti (2009) merupakan bagaimana cara orang tua berinteraksi dan berhubungan dengan anak yang paling menonjol dan dominan. Gaya pengasuhan juga didefinisikan sebagai pola orang tua dalam mendisiplinkan anak, menanamkan nilai-nilai hidup, mengajarkan keterampilan hidup, serta dalam mengelola emosi (Sunarti 2004). Pengasuhan yang dilakukan oleh orang tua bergantung pada cara interaksi antara keduanya (orang tua-anak) dan disebut dengan gaya pengasuhan. Gaya pengasuhan menurut Baumrind (Hastuti 2009) menekankan pada dua dimensi utama yaitu demandingness (cenderung penetapan aturan dan kontrol) dan responsiveness (cenderung hangat dan menerima), serta membagi ke dalam tiga gaya pengasuhan yang meliputi demokratis, permisif, dan otoriter. Berbeda dengan Baumrind, Rohner (1986) dalam bukunya The Warmth Dimension menuliskan bahwa pengasuhan berdasarkan dimensi kehangatan diklasifikasikan menjadi dua kategori utama yang terdiri atas: (1) pengasuhan penerimaan (acceptance) berkaitan dengan kehangatan, kasih sayang, kepedulian, perhatian, dukungan, kenyamanan, pemeliharaan, dan perwujudan cinta lainnya yang dirasakan orang tua dan diekspresikan kepada anaknya baik secara fisik (mencium, memeluk, membelai anak) maupun verbal (memuji, berkata hal-hal baik dan menyenangkan) dan (2) pengasuhan penolakan (rejection), pengasuhan ini berkaitan dengan benk perlakuan orang tua yang terkesan meninggalkan kehangatan, tidak ada kasih sayang serta tidak ada perwujudan bentuk cinta lainnya yang dirasakan orang tua kepada anaknya yang meliputi (a) kekerasan dan agresi dengan ciri memukul, menendang, meremehkan, mendorong, dan memberi kata-kata kasar, (b) tidak peduli dan mengabaikan dengan ciri ketidakmampuan orang tua dalam memenuhi kebutuhan anak dan cenderung mengabaikan anak, (c) perasaan tidak sayang yang dicirikan dengan anak tidak dicintai, tidak diinginkan, dan bentuk penolakan orang tua yang tidak diketahui indikator yang jelas. Konsep diri remaja Konsep diri remaja merupakan salah satu dimensi perkembangan yang berkaitan dengan grand theory perkembangan manusia. Menurut beberapa ahli remaja merupakan masa transisi dari anak-anak ke masa dewasa. Menurut Puspitawati (2006) masa remaja merupakan masa yang potensial dalam kehidupan manusia memasuki usia yang penuh vitalitas dan melakukan berbagai aktivitas. Konsep diri menjadi penting karena memiliki pengaruh yang besar terhadap keseluruhan perilaku yang ditampilkan oleh individu. Konsep diri juga sebagai fondasi yang sangat penting untuk keberhasilan. Bukan hanya keberhasilan di bidang akademis, melainkan yang lebih penting adalah keberhasilan hidup. Istilah konsep diri juga sering disamakan dengan self-esteem oleh para ahli. Kedua istilah ini pun sering menjadi perbincangan di antara para ahli. Namun, konsep diri inilah
23
yang merupakan gambaran seseorang dalam melihat dirinya secara keseluruhan, sedangkan self-esteem merupakan evaluasi dari konsep diri. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam perkembangan kepribadian konsep diri lahir sebelum self-esteem. Konsep teori perkembangan psikososial Erik Erikson berkaitan dengan konsep diri remaja yang menyebutkan bahwa masa remaja termasuk ke dalam tahapan ke lima yaitu pencarian identitas dengan kondiri individu yang ingin mengungkapkan dan mengerti dirinya. Konsep diri seseorang tidak terbentuk sejak lahir, namun berkembang (dinamis) selama rentang kehidupan. Selama masa remaja awal anak lebih berfokus pada perubahan fisik dan emosi yang terjadi dan pada penerimanaa teman sebaya. Konsep diri diperjelas pada masa remaja akhir ketika anak muda mengatur konsep diri mereka disekitar nilai, tujuan, dan kompetensi yang didapatkan selama masa kanak-kanak (Willoughby, King & Polotajko 1996). Harter (1989), diacu dalam Santrock (2003) mengidentifikasi delapan aspek konsep diri dan percaya diri yaitu kompetensi skolastik, kompetensi pekerjaan, kompetensi atletik, penampilan fisik, penerimaan sosial, persahabatan akrab, daya tarik romantis, dan tingkah laku. Hadley et al. (2008) mengembangkan instrumen pengukuran konsep diri remaja dengan lima dimensi yang meliputi kompetensi atletik, kompetensi akademik, perilaku/moral, penampilan fisik, dan penerimaan teman.
24
Lampiran 2 Studi terdahulu Tahun 2011
Peneliti Kim Eunjung
2011
Sadaf Khan, Sehar Hassan, Gul Hussain, Iram Gul
2009
Diane L Putnick, March H Bornstein, Charlene Hendricks, Kathleen M Painter, Joan T, and Andrew Collins
Judul Korean American Parental depressive symptoms and parental Acceptance Rejection and control Relationship of parental acceptance and rejection with psychological wellness in young adults. Instrument: PARQ, General self efficacy scale, six factors self concept scale, satisfaction of life scale Parenting stress, perceived parenting behavior, and adolescent self concept in
Sampel 64 mother and 34 fathers of adolelescence 11 to 17 years of age,
Hasil Pendapatan keluarga, gejala depresi ayah dan ibu berpengaruh positif terhadap perilaku pengasuhan penerimaan dan penolakan Gejala depresi yang dialami ibu berpengaruh positif signifikan dengan perilaku hostility/agresi Gejala depresi yang dialami ayah berpengaruh negatif signifikan terhadap pengasuhan afeksi dan berpengaruh positif signifikan dengan perilaku pengasuhan penolakan (hostility/agresi), pengabaian, perasaan tidak sayang)
152 orang usia 25 tahun dengan pendidikan minimal 12 tahun
Konsep diri merupakan gambaran/keseluruhan mengenai kepercayaan, sikap, dan opini yang melekat dalam diri individu. Self esteem merupakan penilaian terhadap diri individu. Penilaian terhadap konsep diri. Self efficacy adalah pendapat orang lain terhadap kemampuannya dalam melakukan sesuatu. Penelitian ini mengemukakan bahwa pengasuhan penerimaan-penolakan dapat memprediksi konsep diri, self esteem, general self efficacy,dan kepuasan hidup individu. Pengasuhan penolakan ibu berdampak pada konsep diri negatif (poor self concept), self-eficacy yang rendah, dan kepuasan kehidupan yang rendah.
Parenting stress berhubungan dengan perilaku pengasuhan. Pengasuhan berhubungan dengan domain spesifik konsep diri remaja
25
2009
Susie Burke, McIntosh, Gridley
Jennifer Heather
European and American Families Parenting after separation: a literature review prepared for The Australiam Psychological Society
Kelly 2000: perpisahan dan perceraian berpotensi dapat mengganggu fungsi pengasuhan perpisahan dan perceraian berdampak pada risiko masalah kesehatan psikologis dan fisik bagi laki-laki dan perempuan smith 2004: perceraian dan perpisahan berdampak pada perubahan keuangan dan mengakibatkan stres Kitson dan Morgan 1990: dampak perceraian pada orang dewasa adalah penurunan pendapatan dan standar hidup bagi wanita dan diketahui bahwa keluarga dg orangtua tunggal mengalami kerugian ekonomi Smith dan Wetson 2000: wanita dan anak-anak cenderung mengalami kesulitan keuangan setalah bercerai Austen 2004 : perceraian berhubungan positif dengan kebutuhan wanita untuk bekerja full time Perceraian dapat merusak hubungan sosial, seperti kehilangan beberapa teman, perubahan dalam kontak dengan sanak saudara, dan mengganggu proses sosialisasi Amato 2000: perceraian berdampak pada pengasuhan yang tidak efektif Hetherington, Cox & Cox 1982: satu tahun setelah perceraian terjadi, anak yang tinggal bersama ibu memperoleh afeksi yang kurang, komunikasi yang berkurang (ibu-anak), ibu menghukum anak dengan keras, ibu tidak konsisten dalam mendisiplinkan anak Amato dan Keith 1991,Hetherington 1997: anak dari keluarga bercerai cenderung memiliki masalah sosial dan hubungan akrab, seperti hubungan anak dengan ibuny dan ayahnya, figur utama, saudara, dan teman-temannya. Amato dan Keith (1991): Mereka juga cenderungan menarik diri dari lingkungan sosialnya (anti sosial dengan teman-temanny) Dampak perceraian pada anauk usia remaja. Remaja cenderung akan memilih panutan utama kepada temannya dibandingkan dengan keluargannya. Remaja juga akan lebih fokus pada perencanananya sendiri, persahabatan, dan masa depannya
25
26
2008
Alena M Hadley M.S, Elizabeth C. Hair Ph.D, Kristin Anderson Moore, Ph.D
2007
Heater A. Turner
2005
Cournoyer DE, Sethi R, Cordero A
2005
Hira Nair, Murray
Ann
D.
Assessing what kids think about themselves: a guide to adolescent selfconcept for outof-school time program practitioners Stress, social resource, and depression among nevermarried and divorce rural mothers
Perceptions of Parental AcceptanceRejection and Self-Concepts among Ukrainian University Students Predictor of attachment
Bila perkembangan dalam menemukan identitas dirinya berkembangn dengan baik, remaja akan dapat mengkontrol keadaan yang dihadapinya Penurunan konsep diri pada umumnya terjadi pada masa remaja awal (14-16 tahun). Konsep diri negatif berhubungan positif dengan maladaptive behaviors and emotions. Konsep diri positif berkaitan dengan berbagai perkembangan dari individu termasuk hubungan dengan teman sebaya dan kebahagiaan. Sementara itu, konsep diri negatif berhubungan negatif dengan depresi, penggunaan obatobatan, dan eating disorder bagi perempuan. Pengukuran konsep diri remaja
508 single mother aged 18-39liiving with children(under age 18) in rural northern New England. Based on telephone interviews
108 mahasiswa di kota Kharkiv, Ukraina.
ibu-anak(usia anak 36 tahun) dari keluarga
Pendapatan dan pekerjaan yang dimiliki berhubungan negatif dengan gejala depresi ibu bercerai. Ibu bercerai lebih rentan mengalami stres (stres lebih tinggi) dibandingkan deng ibu yang tidak menikah Ketidakhadiran salah satu orangtua dapat meningkatkan stres atau tekanan dalam pengasuhan Ibu bercerai kurang mendapatkan dukungan emosi dari anggota keluarga dibandingkan dengan ibu yang tidak pernah menikah Dukungan teman dan anggota keluarga secara langsung memengaruhi gejala stres,dimana ibu yang kurang mendapatkan dukungan dapat meningkatkan stres Dukungan keluarga (anggota keluarga yang tinggal bersama) akan mengurangi stres dan depresi Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang tua (ayah dan ibu) dengan pengasuhan penerimaan cenderung membangun konsep diri positif
Pada keluarga yang mengalami perceraian terjadi pada usia ibu lebih muda, Keluarga bercerai memiliki pendapatan yang sedikit, tingkat pendidikan yang
27
2000
Paul R. Amato
security in preschool children from intact and divorce family The consequences of divorce for adult and children
utuh dan bercerai
rendah dibandingkan dengan keluarga utuh. penelitian ini menemukan bahwa tidak ada perbedaan antara variabel usia, jenis kelamin, temperamen anak. Pada keluarga bercerai, anak memiliki lower attachment security score Amato & Keith (1991) anak dari keluarga bercerai memiliki skor yang lebih rendah pada beberapa hasil capaian perkembangannya (prestasi akademik, perilaku/conduct, penyesuaian psikologis,konsep diri,kompetensi sosial) Perceraian merupakan sumber stres (stressor) yang dapat meningkatkan risiko perilaku negatif, emosi negatif, dan penurunan well being pada orang dewasa dan anak-anak Mediator (Stressor) akibat dari perceraian meliputi: adult :kehilangan salah satu pengasuh, berkurangnya dukungan emosi, berlangsung konflik dg mantan pasangan, tekanan(penurunan) ekonomi, dan peristwa lainnya yang berkaitan dengan stres akibat perceraian. Children: penuruna dukungan pengasuhan dan kontrol dr orangtua, kehilangan kontak dengan salah satu orangtua, konflik dengan orangtua,penurunan ekonomi,dll. Moderators (protective factors): sumberdaya (individu,hubungan interpersonal,struktural), mengartikan dan memahami makna perceraian, dan kakakteristik demografi. Sumera dan Stolberg (1993) bahwa dukungan sosial anak dari temannya berhubungan positif signifikan.begitupula dukungan dari guru dan orangtua.
27
28
Lampiran 3 Hasil uji reliabilitas instrumen Hasil uji coba Variabel Tingkat stres ibu PARQ Afeksi Agresi Pengabaian Perasaan tidak sayang Konsep diri remaja
Setelah pengambilan data
Item pertanyaan
Reliabilitas (α cronbach)
Item pertanyaan
Reliabilitas (α cronbach)
20 pertanyaan 60 pertanyaan 20 pertanyaan 15 pertanyaan 15 pertanyaan 10 pertanyaan 30 pertanyaan
0.63 0.46 0.60 0.40 0.115 0.73 0.81
20 pertanyaan 45 pertanyaan 15 pertanyaan 11pertanyaan 9 pertanyaan 10 pertanyaan 20 pertanyaan
0.853 0.676 0.824 0.755 0.533 0.639 0.778
29
Lampiran 4 Nilai minimum, maksimum, rata-rata, dan standar deviasi Variabel Usia remaja (tahun) Usia ibu (tahun) Pendapatan (Rp) Lama perceraian (tahun) Riwayat pernikahan Usia menikah (tahun) Besar keluarga (orang) Gejala Stres fisik Gejala Stres emosi Gejala stress Afeksi Agresi Pengabaian Perasaan tidak saying Konsep diri remaja
Minimum 12 30 300000 0.3 1 15 2 0 0 2 20 0 0 1 50
Maksimum 18 53 12000000 18.0 2 38 5 28.00 31.00 50 45 20 14 17 83
Rata-rata 13.68 41.08 2995000 6.526 1.02 22.60 3.18 7.4200 10.4800 17.90 37.20 9.40 5.46 7.50 66.82
SD 1.504 5.221 2855503.9 4.5505 0.141 4.096 0.896 5.42139 6.90531 11.187 5.322 4.828 3.430 3.965 7.267
29
30
Lampiran 5 Sebaran contoh berdasarkan gejala stres Tidak pernah No
Jarang
Kadang-kadang
Sering
Sangat sering
Gejala stres
Gejala stres fisik 1 Pusing atau sakit kepala tanpa alasan yang jelas 2 Pegal-pegal pada leher, punggung, dan bahu Perut kembung, mulas, mual dan diare saat akan melakukan 3 aktivitas 4 kejang otot dan tangan gemetaran 5 Mulut dan tenggorokan terasa kering 6 Jantung berdenyut dengan lebih cepat dari biasanya 7 Tiba-tiba nyeri yang hebat di dada, lengan dan tungkai 8 Gatal (eksim) tanpa sebab yang jelas 9 Lebih sering buang air kecil 10 Dingin atau berkeringat lebih banyak dari biasanya Gejala stres emosional
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
21 12
42 24
10 10
20 20
11 9
22 18
7 14
14 28
1 5
2 10
22
44
11
22
8
16
7
14
2
4
28 28 39 36 40 43 36
56 56 78 72 80 86 72
13 12 5 5 5 5 7
26 24 10 10 10 10 14
7 7 4 4 2 2 4
14 14 8 8 4 4 8
2 3 2 4 3 0 2
4 6 4 8 6 0 4
0 0 0 1 0 0 1
0 0 0 2 0 0 2
1
Sangat letih dan lesu yang luar biasa
14
28
12
24
6
12
10
20
8
16
2 3 4 5 6 7 8
Sedih dan ingin menangis Tidak tenang, tegang, cemas, dan terancam Keinginan menghindar dari orang lain Sulit berkonsentrasi dalam bekerja/melakukan kegiatan Tidur tidak nyenyak Minum kopi lebih dari 3 gelas sehari Mengalami perubahan nafsu makan dari biasanya
8 21 38 21 23 29 37
16 42 76 42 46 58 74
11 11 3 10 3 14 8
22 22 6 20 6 28 16
19 11 6 12 15 3 2
38 22 12 24 30 6 4
10 6 1 6 7 2 2
20 12 2 12 14 4 4
2 1 2 1 2 2 1
4 2 4 2 4 4 2
9
Kehilangan minat untuk mencari pasangan lagi
20
40
3
6
11
22
7
14
9
18
10
Merokok lebih dari sebungkus dalam sehari
43
86
2
4
3
6
2
4
0
0
Sumber: Arianti (2002)
31
Lampiran 6 Sebaran contoh berdasarkan pengasuhan penerimaan (afeksi) dan penolakan (agresi, pengabaian, dan perasaan tidak sayang) No
Hampir tidak pernah benar n %
Item
Jarang benar n
%
Kadang-kadang benar n %
Hampir selalu benar n %
Perilaku afeksi 1
1
2,00
7
14,00
24
48,00
18
36,00
1
2,00
3
6,00
15
30,00
31
62,00
3
Ibu mengatakan hal baik tentang anak Ibu berbincang dengananak dan secara bergantian mendengarkan ketika anak berbicara Ibu merasa bangga bilaanak mengerjakan hal baik
1
2,00
1
2,00
4
8,00
44
88,00
4
Ibu memuji anak di depan orang lain
2
4,00
10
20,00
28
56,00
10
20,00
5
0
0,00
3
6,00
15
30,00
32
64,00
1
2,00
1
2,00
15
30,00
33
66,00
7
Ibu berbicara dengan penuh kehangatan dan cinta pada anak Ibu mengucapkan sesuatu yang menyenangkan saat anak pantas menerimanya Ibu memperhatikan urusan anak
1
2,00
11
22,00
17
34,00
21
42,00
8
Ibu membuat anak merasakan apa yang dilakukan nya itu penting
0
0,00
3
6,00
23
46,00
24
48,00
9
Ibu mengatakan bangga pada anak
2
4,00
3
6,00
7
14,00
38
76,00
10
Ibu menghargai pendapat anak
1
2,00
1
2,00
24
48,00
24
48,00
11
Ibu tertarik dengan apa yang anak lakukan
4
8,00
7
14,00
24
48,00
15
30,00
12
Ibu berusaha membuat anak senang
0
0,00
0
0,00
10
20,00
40
80,00
13 14 15
Ibu berusaha membuat anak merasa lebih baik ketika terluka atau sakit Ibu mengatakan bahwa ia sayang pada anak Ibu memperlakukan anak dengan baik dan penuh kelembutan
0 0 0
0,00 0,00 0,00
1 3 2
2,00 6,00 4,00
11 6 13
22,00 12,00 26,00
38 41 35
76,00 82,00 70,00
2
6
31
32
Perilaku agresi 1
Ibu mengomeli anak bila anak bertingkah tidak baik atau salah
1
2
1
2
9
18
39
78
2
Ibu mengejek atau menertawakan anak
24
48
10
20
14
28
2
4
3
Ibu memperlakukan anak dengan kasar
43
86
6
12
1
2
0
0
4
Ibu mudah marah pada anak
17
34
13
26
18
36
2
4
5
Ibu mudah cepat marah dan mencari-cari kesalahan anak
32
64
11
22
7
14
0
0
6
Ibu mengatakan pada anak bahwa anak selalu mengganggunya
32
64
14
28
4
8
0
0
7
Ibu melukai perasaan anak
31
62
12
24
7
14
0
0
8
Ibu menakuti-nakuti/mengancam bila anak melakukan kesalahan
19
38
9
18
18
36
4
8
9
Ibu mempermalukan anak di depan teman-teman
34
68
11
22
5
10
0
0
10
Ibu merasa orang lain lebih baik dibandingkan anak
30
60
10
20
6
12
4
8
11
Ibu berpikir orang lain berperilaku lebih baik daripada anak
25
50
12
24
9
18
4
8
Pengabaian 1
Ibu tidak memperhatikan anak
30
60
7
14
8
16
5
10
2
Ibu memberikan perhatian pada anak*
36
72
10
20
1
2
3
6
3
Ibu senang bila berada di dekat anak*
36
72
13
26
1
2
0
0
4
Ibu melupakan apa yang harus ia lakukan untuk anak
29
58
7
14
10
20
4
8
5
Ibu memastikan anak mendapatkan makanan yang baik*
39
78
6
12
3
6
2
4
6
Ibu melupakan sesuatu hal yang penting
15
30
18
36
17
34
0
0
7
Ibu meluangkan waktu bersama anak*
21
42
25
50
3
6
1
2
8
Ibu berusaha untuk menghindar dari anak
44
88
4
8
1
2
1
2
9
Ibu peduli tentang apa yang anak sukai*
22
44
23
46
4
8
1
2
33
Perasaan tidak sayang 1
Ibu merasa ragu-ragu untuk mencintai anak
41
0
3
6
4
8
2
4
2
Ibu berteriak kepada anak ketika marah
10
20
12
24
22
44
6
12
3
Ibu menganggap anak adalah beban baginya
41
82
5
10
3
6
1
2
4
Ibu terlihat tidak menyukai anak
47
94
2
4
1
2
0
0
5
Ibu berpikir bahwa masalah anak merupakan kesalahan anak
6
12
6
12
28
56
10
20
6
Ibu membuat anak merasa tidak dicintai lagi bila anak salah
35
70
8
16
7
14
0
0
7
Ibu mengeluh tentang anak
23
46
12
24
14
28
1
2
8
Ibu mengatakan bahwa anak tidak diinginkan/harapkan
46
92
2
4
2
4
0
0
9
Ibu mengatakan betapa malunya ia ketika anak berperilaku buruk
17
34
9
18
16
32
8
16
10
Ibu membuat anak merasa malu
28
56
10
20
8
16
4
8
Sumber: Rohner (1986)
33
34
Lampiran 7 Sebaran contoh berdasarkan konsep diri remaja Sangat tidak setuju Kode KA1
KS1
Saya dapat melakukan hampir semua kegiatan olahraga baru atau olahraga yang belum pernah mencoba sebelumnya dengan sangat baik Saya dapat melakukan berbagai jenis olahraga dengan sangat baik Saya merasa bahwa saya anak yang paling pandai dalam olahraga dibandingkan teman-teman seusia saya Saya tidak bisa melakukan kegiatan olahraga dengan baik* Dalam permainan dan olahraga, saya hanya menjadi penonton bukan pemain* Saya memiliki nilai yang baik di sekolah
KS2
Saya murid yang pintar di sekolah
KS3
Saya bisa mengerjakan tugas yang diberikan di kelas dengan sangat baik Saya lambat dalam menyelesaikan tugas sekolah*
KA2 KA3
KA4 KA5
KS4 KS5
PF3
Saya mendapatkan kesulitan dalam menyelesaikan tugas sekolah* Saya suka dengan tinggi badan dan berat badan saya saat ini Saya menyukai cara saya berpikir (dalam memandang suatu hal) Saya berpikir bahwa saya tampan/cantik
PM1
Saya berperilaku sangat baik dimanapun saya
PF1 PF2
Tidak setuju
Netral
Setuju
Sangat setuju
Konsep diri remaja n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
0
0
11
22
21
42
15
30
3
6
0
0
8
16
24
48
15
30
3
6
3
6
17
34
25
50
5
10
0
0
0
0
5
10
20
40
21
42
4
8
4
8
4
8
7
14
30
60
5
10
1
2
3
6
29
58
15
30
2
4
1
2
7
14
33
66
8
16
1
2
0
0
5
10
23
46
21
42
1
2
0
0
13
26
18
36
15
30
4
8
0
0
12
24
30
60
7
14
1
2
3
6
10
20
21
42
13
26
3
6
0
0
0
0
13
26
25
50
12
24
1
2
7
14
32
64
7
14
3
6
0
0
4
8
20
40
16
32
10
20
35
PM2 PM3 PM4 PM5 PT1 PT2
berada (baik di sekolah, rumah, maupun lingkungan bermain) Saya terbiasa melakukan hal yang baik/benar Saya melakukan hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan (seperti berbohong,dll)* Saya berperilaku sesuai dengan aturan/moral yang berlaku Saya tidak percaya diri dalam berperilaku* Saya dikenal/populer oleh diantara teman seusia saya Saya selalu melakukan berbagai kegiatan dengan banyak teman
0
0
3
6
19
38
21
42
7
14
4
8
13
26
17
34
10
20
6
12
0
0
4
8
14
28
27
54
5
10
0
0
6
12
21
42
18
36
5
10
0
0
4
8
28
56
12
24
6
12
0
0
2
4
8
16
30
60
10
20
Sumber: Hadley et al. (2008) Keterangan: KA: kompetensi atletik, KS: kompetensi skolastik, PM: perilaku/moral, PF: penampilan fisik, PT: penerimaan teman
35
36
Lampiran 8 Hasil uji korelasi antarvariabel Correlations
Usia anak
u_ibu
Pendptn
lam_cerai
riw_nikah
Pearson Correlation Sig. (2tailed) N Pearson Correlation Sig. (2tailed) N Pearson Correlation Sig. (2tailed) N Pearson Correlation Sig. (2tailed) N Pearson Correlation Sig. tailed) N
(2-
jenis kerja u_anak u_ibu pendptn lam_cerai riw_nikah u_nikah jak kelamin ibu tot_stres tot_aff tot_agg tot_neg tot_und tot_konsep 1 .396** -.089 .409** .318* -.028 .074 .011 -.113 .093 -.165 .296* .160 .435** -.088
50 .396**
.004
.541
.003
.024
50 1
50 .028
50 .296*
50 .025
.849
.037
.861
.006
50 1
50 -.295*
50 -.050
.037 50 1
.004 50 -.089
50 .028
.541
.849
50 50 ** .409 .296*
50 -.295*
.003
.037
.037
50 .318*
50 .025
50 -.050
50 .237
.024
.861
.729
.097
50
50
50
50
.610
.940 .435
.522
.252
.037
.268
.002
.546
50 50 .384** .429**
50 50 .240 -.138
50 -.072
50 -.029
50 .062
50 .039
50 .240
50 -.121
.002
.093 .339
.620
.840
.670
.788
.094
.404
50 .129
50 .086
50 50 -.032 .169
50 -.482**
50 .034
50 -.002
50 -.108
50 -.027
50 -.241
.729
.372
.550
.827 .241
.000
.814
.989
.455
.854
.092
50 .237
50 50 .146 -.282*
50 50 .267 .079
50 .448**
50 -.001
50 .109
50 -.175
50 .058
50 .417**
.097
.312
.047
.061 .587
.001
.995
.452
.225
.691
.003
50 50 -.162 -.190
50 50 -.117 .042
50 50 .208 -.304*
50 .018
50 .233
50 -.055
50 .023
.148
.032
.902
.103
.707
.872
50
50
50
50
50
50
50 1
50
.848
.261
.186
50
50
.420 .771 50
50
37
u_nikah
Jak
jenis kelamin
kerja ibu
tot_stres
tot_aff
Pearson Correlation
-.028 .384**
.129
.146
-.162
1 -.097
.312* -.065
.105
.159
-.094
.098
.094
.098
.006
.372
.312
.261
.504
.027 .652
.468
.270
.516
.500
.515
.497
50 1
50 50 -.028 -.189
50 -.371**
50 -.123
50 .016
50 .105
50 .100
50 -.311*
.849 .188
.008
.394
.912
.467
.488
.028
50 50 1 -.060
50 -.074
50 .170
50 .171
50 -.063
50 .218
50 .196
.678
.611
.237
.236
.666
.128
.172
50 1
50 -.049
50 -.045
50 -.006
50 .018
50 -.094
50 .023
.734
.758
.966
.900
.517
.872
50 1
50 -.183
50 .128
50 .179
50 .095
50 .255
.203
.377
.214
.514
.074
50 50 -.346* -.508**
50 -.201
50 .388**
Sig. (2tailed) N Pearson Correlation
.848
50 50 .074 .429**
50 .086
50 -.282*
50 -.190
50 -.097
Sig. (2tailed) N Pearson Correlation
.610
.002
.550
.047
.186
.504
50 .011
50 .240
50 -.032
50 .267
50 -.117
Sig. (2tailed) N Pearson Correlation
.940
.093
.827
.061
.420
50 50 -.113 -.138
50 .169
50 .079
50 .042
.339
.241
.587
.771
.652
50 50 .093 -.072
50 -.482**
50 .448**
50 .208
50 50 .105 -.371**
.620
.000
.001
.148
.468
50 50 -.165 -.029
50 .034
50 -.001
50 -.304*
Sig. (2tailed) N Pearson Correlation Sig. (2tailed) N Pearson Correlation Sig. (2tailed) N
.435
.522
50 50 .312* -.028 .027
.849
50 50 -.065 -.189 .188
50 -.060 .678
50 50 -.074 -.049
.008
.611 .734
50 50 .159 -.123
50 50 .170 -.045
50 -.183
.237 .758
.203
.252
.840
.814
.995
.032
.270
.394
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50 1
50
.014
.000
.161
.005
50
50
50
50
37
38
Pearson .296* .062 -.002 .109 Correlation Sig. (2.037 .670 .989 .452 tailed) N 50 50 50 50 tot_neg Pearson .160 .039 -.108 -.175 Correlation Sig. (2.268 .788 .455 .225 tailed) N 50 50 50 50 ** tot_und Pearson .435 .240 -.027 .058 Correlation Sig. (2.002 .094 .854 .691 tailed) N 50 50 50 50 tot_konsep Pearson -.088 -.121 -.241 .417** Correlation Sig. (2.546 .404 .092 .003 tailed) N 50 50 50 50 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). tot_agg
.018
-.094
.016
.171 -.006
.128 -.346*
.902
.516
.912
.236 .966
.377
50 .233
50 .098
50 .105
50 50 -.063 .018
.103
.500
.467
50 -.055
50 .094
.707
.515
1
.014
.271
.727**
-.231
.057
.000
.106
50 1
50 .361*
50 -.195
.010
.175
50 1
50 -.184
50 50 .179 -.508**
50 .271
.666 .900
.214
.000
.057
50 .100
50 50 .218 -.094
50 .095
50 -.201
50 .727**
50 .361*
.488
.128 .517
.514
.161
.000
.010
50 .023
50 50 .098 -.311*
50 50 .196 .023
50 50 .255 .388**
50 -.231
50 -.195
50 -.184
.872
.497
.028
.172 .872
.074
.005
.106
.175
.201
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
.201 50 1
50
39
Spearman's rho
tot_stres
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N tot_aff Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N tot_agg Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N tot_neg Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N tot_und Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N tot_konsep Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N pendidikan ibu Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations tot_stres tot_aff 1.000 -.159 . .270 50 50 -.159 1.000 .270 . 50 50 .086 -.414** .554 .003 50 50 .237 -.471** .097 .001 50 50 .141 -.196 .329 .172 50 50 .237 .396** .098 .004 50 50 -.404** -.009 .004 .949 50 50
tot_agg .086 .554 50 -.414** .003 50 1.000 . 50 .336* .017 50 .672** .000 50 -.269 .058 50 -.137 .344 50
tot_neg .237 .097 50 -.471** .001 50 .336* .017 50 1.000 . 50 .494** .000 50 -.206 .151 50 .059 .686 50
tot_und tot_konsep pendidikan ibu .141 .237 -.404** .329 .098 .004 50 50 50 ** -.196 .396 -.009 .172 .004 .949 50 50 50 .672** -.269 -.137 .000 .058 .344 50 50 50 .494** -.206 .059 .000 .151 .686 50 50 50 1.000 -.132 -.066 . .361 .648 50 50 50 -.132 1.000 -.201 .361 . .163 50 50 50 -.066 -.201 1.000 .648 .163 . 50 50 50
39
40
Correlations tot_aff 1 .388** .005 50 50 .388** 1 .005 50 50 .255 -.183 .074 .203 50 50 -.231 -.346* .106 .014 50 50 -.195 -.508** .175 .000 50 50 -.184 -.201 .201 .161 50 50
tot_konsep tot_konsep
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N tot_aff Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N tot_stres Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N tot_agg Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N tot_neg Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N tot_und Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
tot_stres .255 .074 50 -.183 .203 50 1 50 .128 .377 50 .179 .214 50 .095 .514 50
tot_agg -.231 .106 50 -.346* .014 50 .128 .377 50 1 50 .271 .057 50 .727** .000 50
tot_neg -.195 .175 50 -.508** .000 50 .179 .214 50 .271 .057 50 1 50 .361* .010 50
tot_und -.184 .201 50 -.201 .161 50 .095 .514 50 .727** .000 50 .361* .010 50 1 50
41
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cirebon, Provinsi Jawa Barat pada tanggal 3 April 1991. Penulis merupakan anak bungsu dari tujuh bersaudara dari pasangan Siti Fatimah dan Ahmad Syafi’i (Alm). Pada tahun 2009, penulis menamatkan Sekolah Menengah Atas di MAN Babakan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan Pendidikan Tinggi Strata Satu di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dari Kementerian Agama RI. Selama perkuliahan, penulis mengikuti organisasi yang ada di kampus yaitu sekretaris II pada Himpunan Mahasiswa Ilmu Keluarga dan Konsumen Institut Pertanian Bogor (HIMAIKO IPB) periode tahun 2010. Selain itu, penulis aktif di Css MoRA (Community of Santri Scholar Ministry of Religious Affairs) IPB dengan menjadi staf Divisi Komunikasi dan Informasi periode tahun 2012.
41