PENGASUHAN PENERIMAAN-PENOLAKAN DAN LINGKUNGAN PENGASUHAN PADA KELUARGA DENGAN ANAK REMAJA DI AREA SUBURBAN
FITRIANI VOLUNTIR
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengasuhan Penerimaan-Penolakan dan Lingkungan Pengasuhan pada Keluarga dengan Anak Remaja di Area Suburban adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2014
Fitriani Voluntir NIM I24100062
ABSTRAK FITRIANI VOLUNTIR. Pengasuhan Penerimaan-Penolakan dan Lingkungan Pengasuhan pada Keluarga dengan Anak Remaja di Area Suburban. Dibimbing oleh ALFIASARI. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pengasuhan penerimaanpenolakan dan lingkungan pengasuhan pada keluarga dengan anak remaja di area suburban. Kerangka contoh penelitian adalah keluarga lengkap dengan anak pertama usia remaja (13-15 tahun) yang tinggal di Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Contoh diambil secara acak di RW terpilih sebanyak 50 keluarga di lokasi terpilih untuk dilakukan wawancara dengan kuesioner. Pengasuhan penerimaan penolakan diukur dengan Parental Acceptance Rejection Questionnaire (PARQ) dan lingkungan pengasuhan diukur dengan Home Observation Measurement of the Environment (HOME) tipe Early Adolescent. Hasil uji hubungan menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara usia remaja dengan pengasuhan agresif. Sementara itu, semakin lama pendidikan ibu maka semakin baik lingkungan pengasuhan di dalam keluarga. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengasuhan penerimaan penolakan dengan kualitas lingkungan pengasuhan. Kata kunci: keluarga dengan anak remaja, pengasuhan penerimaan penolakan, PARQ, lingkungan pengasuhan, HOME-EA
ABSTRACT FITRIANI VOLUNTIR. Parental Acceptance-Rejection and Parenting Environment on Family with Teenager at Suburban Area. Supervised by ALFIASARI. The aims of this study was to analyze the relationship between parental acceptance rejection and parenting environment on family with teenager at suburban area. Sampling frames of this study were the families who had the first child as teenager (13-15 years) who lived at Situ Gede Village, West Bogor Sub District, Bogor City. This study involved 50 families was randomly taken from chosen cluster and interviewed by the questionnaire. Parental acceptance rejection was measured by Parental Acceptance Rejection Questionnaire (PARQ) and parenting environment was measured by Home Observation Measurement of the Environment (HOME) type Early Adolescent. The result showed that there was a significant relationship between age of teenager and parental’s aggressive. Meanwhile, longer mother’s education is significant correlated with better parenting environment in the family. The results also revealed that there was a significant correlation between parental acceptance rejection and parenting environment. Keywords: family with teenagers, parental acceptance-rejection, PARQ, parenting environment,HOME-EA
PENGASUHAN PENERIMAAN-PENOLAKAN DAN LINGKUNGAN PENGASUHAN PADA KELUARGA DENGAN ANAK REMAJA DI AREA SUBURBAN
FITRIANI VOLUNTIR Skripsi sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengasuhan Penerimaan-Penolakan dan Lingkungan Pengasuhan pada Keluarga dengan Anak Remaja di Area Suburban”. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan beberapa pihak sehingga penulis ingin menyampaikan rasa hormat serta mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Ibu Alfiasari, S.P., M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan motivasi, saran, dan bimbingannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 2. Ibu Neti Hernawati, S.P., M.Si dan Ibu Megawati Simanjuntak, S.P., M.Si selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan saran-saran yang sangat bermanfaat atas hasil penelitian saya. 3. Ibu Ir. Retnaningsih, M.Si selaku dosen pemandu seminar hasil penelitian yang telah memberikan saran bermanfaat untuk penulisan skripsi ini. 4. Ibu Dr. Ir. Diah Krisnatuti, MS selaku dosen pembimbing akademik atas dukungan dan nasihatnya bagi perkembangan akademik penulis semasa perkuliahan di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen. 5. Pihak Kelurahan Situ Gede yang telah memberikan izin melakukan penelitian di Kelurahan Situ Gede 6. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga ayah, mama, adik-adik, dan semua saudara atas kasih sayang dan doa yang tidak pernah putus. 7. Teman-teman seperjuangan IKK 47, dan teman penelitian, Yosita Fitria Marliani, serta kepada Kak Mustika Dewanggi dan Kak Fadhillah M. atas waktu, kebersamaan, dan motivasinya. Demikian ucapan terima kasih ini dipersembahkan dengan keikhlasan. Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan ilmu yang bermanfaat. Bogor, September 2014
Fitriani Voluntir
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
4
Tujuan Penelitian
5
KERANGKA PEMIKIRAN
6
METODE PENELITIAN
8
Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian
8
Populasi, Contoh, dan Teknik Penarikan Contoh
8
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
9
Pengolahan dan Analisis Data
9
Definisi Operasional HASIL
11 13
Karakteristik Keluarga
13
Karakteristik Remaja
15
Pengasuhan Penerimaan-Penolakan
16
Lingkungan Pengasuhan
17
Hubungan Karakteristik Keluarga dan Karakteristik Remaja dengan Pengasuhan Penerimaan-Penolakan
19
Hubungan Karakteristik Keluarga dan Karakteristik Remaja dengan Lingkungan Pengasuhan
19
Hubungan Pengasuhan Penerimaan-Penolakan dengan Lingkungan Pengasuhan
20
PEMBAHASAN
22
SIMPULAN DAN SARAN
24
Simpulan
24
Saran
24
DAFTAR PUSTAKA
25
RIWAYAT HIDUP
27
DAFTAR TABEL 1 Pengolahan data pada variabel pengasuhan penerimaan-penolakan dan lingkungan pengasuhan
10
2 Sebaran remaja berdasarkan usia orang tua
13
3 Nilai indeks minimum, maksimum, rataan, dan standar deviasi pengasuhan penerimaan-penolakan orang tua 16 4 Nilai indeks minimum, maksimum, rataan, dan standar deviasi lingkungan pengasuhan orang tua
18
5 Sebaran remaja berdasarkan kategori lingkungan pengasuhan
19
6 Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dan karakteristik remaja dengan pengasuhan penerimaan-penolakan
19
7 Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dan karakteristik remaja dengan lingkungan pengasuhan
20
8 Koefisien korelasi antara pengasuhan penerimaan-penolakan dengan lingkungan pengasuhan
21
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pemikiran pengasuhan penerimaan-penolakan dan lingkungan pengasuhan pada keluarga dengan anak remaja di area suburban 7 2 Teknik pengambilan contoh
8
3 Sebaran remaja berdasarkan jenis pekerjaan orang tua
14
4 Sebaran remaja berdasarkan pendapatan keluarga
14
5 Sebaran remaja menurut jenis kelamin dan usia
15
6 Sebaran remaja menurut jumlah saudara kandung dan usia
15
7 Sebaran remaja berdasarkan kecenderungan pengasuhan penerimaan-penolakan
17
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang diperkirakan akan memiliki jumlah penduduk sebanyak 250 juta jiwa pada tahun 2013. Jumlah penduduk tersebut mengalami peningkatan, dimana jumlah penduduk pada tahun 2012 mencapai 230 juta jiwa.1 Fenomena pertambahan penduduk yang terjadi setiap tahunnya akan menjadi salah satu faktor munculnya daerah suburban. Daerah suburban merupakan daerah yang terletak diantara desa dan kota serta adanya proses pengkotaan, yang mana penduduk di daerah ini kurang mempunyai akses terhadap lahan sawah, sehingga penduduknya menjalankan ekonomi campuran (Amalia 2013). Berbagai macam jenis pekerjaan dan pendapatan yang didapat penduduk di daerah ini dapat menjadi faktor yang menentukan bagaimana pengasuhan diterapkan di dalam keluarga yang menurut Brooks (2001) dikenal sebagai faktor-faktor yang terkait dengan ecological context. Pengasuhan merupakan sejumlah kemampuan interpersonal dan mempunyai tuntutan emosional yang sangat besar, namun sangat sedikit proses pembelajaran mengenai tugas ini. Sebagian besar orang tua terutama yang tinggal di desa hanya memperoleh praktek pengasuhan dari orang tua mereka sendiri (Santrock 2007). Ada praktek pengasuhan yang baik dari pengalaman mereka namun tidak sedikit orang tua yang meneruskan praktek pengasuhan yang buruk pada anaknya. Selain itu, berdasarkan usia anak biasanya akan terjadi penurunan interaksi orang tua dan anak yang dimulai pada masa anak usia sekolah dan akan semakin menurun dengan bertambahnya usia anak. Kualitas interaksi orang tua dengan anak akan lebih meluas terjadi dalam keluarga dengan sedikit pendidikan pengasuhan (Hill & Stafford dalam Santrock 2007). Beberapa hal tersebut mengindikasikan bahwa pada ecological context yang berubah, kebutuhan orang tua untuk meningkatkan pengetahuan tentang pengasuhan anak, khususnya disesuaikan dengan perkembangan usia anak. Bornstein (2002) mengemukakan bahwa praktek pengasuhan khususnya pada anak remaja merupakan upaya yang diarahkan pada tujuan tertentu oleh orang tua untuk mensosialisasikan kepada remaja tentang kebiasaan tertentu (baik atau buruk). Praktek pengasuhan sering dikaitkan dengan nilai-nilai budaya dan keyakinan. Hasil kajian menemukan bahwa hubungan orang tua dan remaja akan memiliki implikasi kepada penyesuaian diri dan pengembangan remaja (Collins et al. 2000 dalam Bornstein 2002). Peralihan dari masa anak-anak menuju masa remaja akan menimbulkan kekhawatiran kepada orang tua dan remaja. Hal ini sejalan dengan pernyataan Duvall (1971) yang menyatakan bahwa keluarga dengan anak remaja memasuki tahapan paling menegangkan dalam sepanjang siklus hidup perkembangan keluarga. Pada tahapan ini orang tua dan remaja memiliki pendapat yang berbeda dalam melihat berbagai hal. Pada awal masa remaja, terjadi peningkatan konflik dengan orang tua dibandingkan pada masa anak-anak (Collins & Steinberg 2006; Riesch et al. 2003 dalam Santrock 2007). 1
http://www.republika.co.id/berita/%20nasional/umum/13/07/17/mq2oy6-2013-penduduk-indonesiadiperkirakan-250-juta-jiwa, diakses pada tanggal 29 Agustus 2014
2
Konflik yang terjadi biasanya merupakan bagian dalam kehidupan sehari-hari. Masa remaja merupakan masa bebas untuk diri remaja mengekspresikan dan mengembangkan identitas diri sesuai dengan keinginan remaja. Oleh karenanya, pengawasan dari orang tua menjadi sangat penting, Selain itu, remaja juga masih perlu bimbingan dan arahan dari orang tua dalam menuju ke arah pembentukan identitas dirinya sebagai individu yang dewasa. Namun pada kenyataannya, belum semua keluarga dapat memenuhi secara maksimal tugas perkembangan keluarga saat anak memasuki usia remaja. Salah satu cara untuk memaksimalkan tugas perkembangan keluarga dengan anak usia remaja adalah dengan menerapkan gaya pengasuhan yang tepat untuk anak remajanya. Gaya pengasuhan merupakan cara yang khas dalam menyatakan perasaan dan pemikiran dalam berinteraksi antara orang tua dengan anak. Gaya pengasuhan yang diterapkan setiap keluarga akan berbeda-beda, tergantung dari latar belakang keluarga orang tua dan juga kepribadian orang tua (Situmorang 2013). Rohner (1986) mengemukakan gaya pengasuhan yang dikenal dengan dimensi kehangatan (warmth dimension) yang terbagi menjadi dua, yaitu pengasuhan penerimaan (acceptance) dan pengasuhan penolakan (rejection). Lebih lanjut konsep ini dikenal dengan Theory of Parental Acceptance Rejection (PAR). Pengasuhan penerimaan menggambarkan perilaku orang tua yang menerima keberadaan anak dengan memberikan kasih sayang, kehangatan kepada anaknya melalui ekspresi verbal dan fisik. Sementara itu, pengasuhan penolakan menunjukan perilaku orang tua yang menggambarkan orang tua menolak keberdaan anak, tidak mendukung anak, dan tidak memberikan kasih sayang kepada anak. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan perilaku agresif dari orang tua kepada anak secara verbal dan fisik, perilaku pengabaian yang dilakukan orang tua kepada anak, serta perilaku penolakan terhadap kehadiran anak dalam kehidupan orang tua. Pengasuhan penolakan akan memberikan dampak yang buruk terhadap perkembangan anak. Pernyataan tersebut sejalan dengan hasil kajian yang menyatakan bahwa baik secara langsung dan tidak langsung, pengasuhan penolakan merupakan penyebab dari perilaku menyimpang anak yang ditunjukkan oleh perilaku seperti kenakalan remaja, vandalism, dan juga membawa pengaruh buruk pada kepribadian anak (Sunarti 2004). Beberapa kajian telah membuktikan peran penting gaya pengasuhan penerimaan dalam mengoptimalkan perkembangan anak. Hasil penelitian yang dilakukan pada sebuah kelompok remaja yang merupakan siswa sekolah menengah atas menunjukan bahwa remaja yang mengalami penolakan yang tinggi dari orang tua akan membawa sikap buruk seperti suka marah-marah, memiliki kecemasan yang berlebihan dibandingkan dengan remaja yang mendapatkan kehangatan dari orang tua mereka (Saritas 2007). Selanjutnya, hasil lain menunjukkan bahwa anak yang mendapatkan penolakan yang dilakukan ayah dari masa kecil memiliki penyesuaian psikologis yang lebih buruk dibandingkan dengan anak yang mendapat penerimaan dari masa kecil (Hussain & Munaf 2012). Hal ini sejalan dengan hasil lain bahwa pada kelompok remaja dengan tingkat empatik yang rendah menyatakan bahwa ayah mereka lebih sering melakukan pengabaian dibandingkan dengan ibu mereka (Hasan, Riaz, & Azeen 2012). Hasil lainnya juga mengungkapkan bahwa pendidikan ibu dan jumlah anggota keluarga merupakan penentu dari perilaku pelecehan yang dilakukan kepada anak dibandingkan dengan pendidikan ayah dan status sosial ekonomi
3
(Malik 2010). Penelitian di Indonesia menunjukan bahwa keluarga dari perkotaan lebih menerapkan pola asuh penolakan (perilaku agresif dan perilaku tidak sayang) dibandingkan dengan keluarga dari perdesaan (Wahini 2001). Selanjutnya, hasil penelitian Permatasari (2011) menemukan bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin anak dan aktivitas sosial ibu dengan pengasuhan penerimaan-penolakan. Sementara itu, besar keluarga, pendapatan orang tua, pekerjaan dan pendidikan ibu serta usia anak tidak terdapat hubungan dengan pengasuhan penerimaan-penolakan. Hasil-hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa gaya pengasuhan yang diterapkan orang tua dipengaruhi oleh berbagai faktor. Selain gaya pengasuhan, dimensi pengukuran pengasuhan yang lain yang bisa menggambarkan bagaimana kondisi pengasuhan di dalam keluarga adalah lingkungan pengasuhan di rumah. Pada awal tahap perkembangan anak, lingkungan terdekat bagi anak adalah keluarga. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama dimana interaksi anak berlangsung secara terus menerus. Selain itu, lingkungan keluarga merupakan salah satu lingkungan bagi anak untuk memperoleh stimulasi psikososial (Chandariyani 2010). Orang tua sebagai pengasuh utama bagi anak memiliki peranan yang penting dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan anak. Agar anak dapat tumbuh kembang dengan baik dan dapat merangsang potensi yang ada pada dirinya (Dariyo 2007). Keluarga dengan status sosial ekonomi rendah diduga akan mengalami penghambatan dalam menyediakan fasilitas untuk menstimulasi anak sehingga perkembangan anak akan kurang optimal. Sebaliknya, keluarga dengan status sosial ekonomi tinggi akan memperhatikan fasilitas dalam memberikan stimulasi untuk anak, sehingga perkembangan anak akan optimal. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Hastuti (2011) yang menemukan bahwa terdapat hubungan antara kualitas pengasuhan dengan pendidikan ayah, pendidikan ibu, dan pendapatan keluarga. Semakin tinggi pendapatan keluarga maka akan semakin baik kualitas lingkungan pengasuhan karena terpenuhinya fasilitas dalam menstimulasi anak. Selain itu, pendidikan ibu juga mempengaruhi kualitas lingkungan pengasuhan anak. Namun pengetahuan yang dimiliki oleh ibu seringkali kurang memadai. Dalam hal ini tingkat pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan seseorang (Khomsan 2002). Oleh karenanya, menjadi sangat penting bagi ibu dalam meningkatkan pengetahuan agar perkembangan anak menjadi optimal. Penelitian yang mengkaji konsep lingkungan pengasuhan sudah banyak dilakukan, terutama keterkaitan konsep lingkungan pengasuhan dengan perkembangan anak usia dini dan anak usia sekolah. Hasil penelitian menunjukan bahwa karakteristik keluarga dan karakteristik anak yang terdiri atas lama pendidikan ibu, usia anak, dan pengeluaran keluarga berhubungan dengan lingkungan pengasuhan (Hastuti, Dinda, & Guhardja 2011). Hal ini sejalan dengan hasil lain yang mengungkapkan bahwa terdapatnya hubungan antara kualitas pengasuhan dengan usia anak, pendidikan ayah, pendidikan ibu, pendapatan keluarga, dan nilai psikologi anak (Hastuti 2011). Hasil lainnya juga menemukan bahwa stimulasi psikososial berhubungan dengan perkembangan kognitif anak (Rahmaulina 2008). Namun kajian tentang keterkaitan variabel lingkungan pengasuhan pada anak remaja belum banyak dilakukan.
4
Kilpatrick dan Holland (2003) dalam Puspitawati (2012) menyatakan bahwa perspektif ekosistem (sistem ekologi) merupakan pendekatan teoretikal yang dominan dalam melihat perilaku manusia untuk memenuhi kebutuhan keluarganya yang berhubungan dengan lingkungan sosialnya. Hal ini menggambarkan bahwa terdapat ketergantungan antara manusia dengan lingkungan. Selain itu, Bronfenbrenner (1999) dalam Puspitawati (2012) memiliki pendapat yang senada, yang menyatakan bahwa apa yang terjadi di dalam keluarga dipengaruhi oleh konteks masyarakat di mana keluarga berada. Pernyataan tersebut dapat digambarkan dengan hasil penelitian yang menemukan bahwa keluarga yang tinggal di wilayah perkotaan menerapkan gaya pengasuhan yang baik untuk anak remajanya (Guhardja, Priatini, Latifah 2008). Penelitian terkait antara pengasuhan penerimaan-penolakan dengan lingkungan pengasuhan pada keluarga dengan anak remaja masih belum dikaji bagaimana keterkaitan antarkedua variabel tersebut sebagai variabel-variabel penting dalam mengukur pengasuhan orang tua khususnya pada keluarga yang tinggal di daerah suburban. Oleh karenanya, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Pengasuhan Penerimaan-Penolakan dan Lingkungan Pengasuhan pada Keluarga dengan Anak Remaja di Area Suburban”. Penelitian ini merupakan hal yang perlu dilakukan mengingat usia remaja adalah masa yang paling menegangkan bagi keluarga dan keluarga yang tinggal di daerah suburban memiliki berbagai macam jenis pekerjaan dan pendapatan.
Perumusan Masalah Megawangi (2009) mengemukakan bahwa kesalahan praktek pengasuhan orang tua seperti kurang menunjukkan ekspresi kasih sayang, seperti secara verbal maupun fisik; kurang meluangkan waktu yang cukup buat anaknya selama di rumah; dan bersikap kasar secara verbal maupun fisik akan membuat anak merasa tidak berguna, minder, dan mengadopsi sifat tersebut sehingga berpotensi menjadi anak yang kasar juga di masa dewasanya. Lingkungan keluarga dan rumah yang tidak dapat mendukung keberadaan anak akan berakibat pada buruknya perkembangan anak selanjutnya. Fenomena akhir-akhir ini yang ditunjukan dengan semakin banyaknya perilaku menyimpang (kenakalan remaja) yang dilakukan oleh remaja utamanya disebabkan remaja merasa kurang diperhatikan oleh orang tua dan orang tua kurang memahami dirinya sebagai remaja. Hasil observasi yang dilakukan oleh BPS, BKKBN, KKRI (2012) melaporkan bahwa anak usia remaja (terutama laki-laki) sering merokok (74,4%), minum-minuman beralkohol (30,2%), dan menggunakan narkoba (0,1%). Hasil observasi mengenai beragam data kenakalan remaja tersebut mengindikasikan bahwa kenakalan yang terjadi pada diri remaja salah satu penyebabnya merupakan bentuk ketidakpuasan remaja terhadap cara pengasuhan dan cara komunikasi yang terjadi antara orang tua dengan remaja. Ditambah lagi pada masa remaja, hubungan remaja dan orang tua cenderung semakin kecil dibandingkan dengan teman sebayanya (Wood 2007). Kondisi ini membuat remaja merasa nyaman dan lebih senang menceritakan segala hal mengenai dirinya kepada teman sebayanya. Oleh karenanya, menjadi sangat penting bagi orang tua untuk tetap menjaga hubungan baik dengan anaknya sejak kecil agar
5
anaknya tidak terjerumus pada beragam bentuk kenakalan remaja. Penelitian Puspitawati (2009) mengenai kenakalan remaja menunjukkan bahwa remaja yang melakukan kenakalan berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi yang rendah. Kurangnya komunikasi dan interaksi serta ikatan emosional yang kuat antara orang tua dan anak, kurang maksimumnya fungsi keluarga serta tingginya tekanan ekonomi yang dialami keluarga. Selanjutnya, hasil lain menyatakan bahwa peran ibu dalam pengasuhan remaja menjadi sangat penting bagi remaja dibandingkan dengan peran pengasuhan ayah (Puspitawati 2009). Hal ini terbukti bahwa pengasuhan ibu mempunyai pengaruh yang signifikan dalam mencegah anaknya dari tindakan kenakalan, baik tipe kenakalan umum maupun kenakalan kriminal. Daerah suburban dicirikan dengan daerah yang terletak di antara desa dan kota serta beragamnya jenis pekerjaan karena kurang memiliki akses lahan persawahan, sehingga memiliki kecenderungan penduduk yang bersifat heterogen. Beragamnya jenis pekerjaan yang diakibatkan kurangnya akses terhadap persawahan menimbulkan perbedaan terhadap besarnya pendapatan yang dihasilkan oleh keluarga yang tinggal di daerah suburban ini. Selain itu, daerah ini memiliki salah satu karakteristik, yaitu perkembangan informasi dan teknologi yang lebih pesat, sehingga memungkinkan keluarga yang tinggal di daerah ini dapat mengakses berbagai macam informasi. Hasil penelitian sebelumnya menemukan bahwa sebagian keluarga memiliki kualitas stimulasi yang rendah, hal tersebut disebabkan karena keluarga tersebut merupakan keluarga miskin (Herawati dan Briawan 2008). Sementara itu, daerah suburban merupakan daerah pemukiman yang mengalami peningkatan jumlah penduduknya sehingga akan terjadi kemungkinan pergeseran nilai dan budaya yang sebelumnya dianut oleh penduduk sebelumnya. Hasil penelitian lain menemukan bahwa sebagian besar orang tua di daerah suburban menerapkan gaya pengasuhan demokratis di dalam keluarga (Buanantri 2012). Mengingat rentannya daerah suburban terhadap nilainilai modernisasi yang memberikan efek samping terhadap perkembangan yang negatif pada remaja dan rumusan latar belakang yang telah disusun maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengasuhan penerimaan-penolakan dan lingkungan pengasuhan pada keluarga di area suburban? 2. Bagaimana hubungan antara pengasuhan penerimaan-penolakan dan lingkungan pengasuhan pada keluarga di area suburban?
Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan pengasuhan penerimaan-penolakan dan lingkungan pengasuhan pada keluarga dengan anak remaja di area suburban.
6
Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga dan remaja, pengasuhan penerimaan-penolakan, dan lingkungan pengasuhan pada keluarga dengan anak remaja di area suburban. 2. Menganalisis hubungan antara karateristik keluarga dan remaja dengan pengasuhan penerimaan-penolakan pada keluarga dengan anak remaja di area suburban. 3. Menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga dan remaja dengan lingkungan pengasuhan pada keluarga dengan anak remaja di area suburban. 4. Menganalisis hubungan antara pengasuhan penerimaan-penolakan dan lingkungan pengasuhan pada keluarga dengan anak remaja di area suburban.
KERANGKA PEMIKIRAN Pengembangan kualitas sumberdaya manusia suatu bangsa ditentukan oleh kualitas anak sebagai generasi penerus bangsa. Dalam hal ini keluarga memiliki peranan yang sangat penting karena keluarga merupakan lingkungan utama dan pertama bagi tumbuh kembang anak. Orang tua sebagai pengasuh utama memiliki tiga fungsi utama, yaitu perawatan, perlindungan, dan pembimbingan (Brooks 2001). Santrock (2003) menambahkan bahwa pengasuhan orang tua akan berdampak pada perkembangan anak selama rentang kehidupannya. Karakteristik keluarga akan menentukan gaya pengasuhan yang diterapkan orang tua kepada anaknya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Permatasari (2011) yang menyebutkan bahwa keluarga yang memiliki status ekonomi tinggi memiliki kecenderungan untuk menerapkan gaya pengasuhan penerimaan. Keluarga yang memiliki status ekonomi rendah diduga akan menerapkan gaya pengasuhan penolakan, sehingga akan berdampak kepada sulitnya orang tua dalam mengoptimalkan perkembangan anak. Selain itu, gaya pengasuhan juga dipengaruhi oleh karakteristik anak. Hasil penelitian sebelumnya menemukan bahwa jenis kelamin akan mempengaruhi cara pengasuhan orang tua kepada anaknya (Nurrohmaningtyas 2008). Hal ini terkait dengan adanya perbedaan cara pengasuhan yang diterapkan orang tua kepada anak laki-laki dan perempuan. Seperti halnya gaya pengasuhan, lingkungan pengasuhan juga dipengaruhi oleh karakteristik keluarga (Hastuti 2011). Keluarga kecil akan memiliki kualitas lingkungan pengasuhan yang lebih baik dibandingkan keluarga besar. Pendidikan seseorang yang tinggi akan memiliki peluang yang besar untuk mendapatkan pekerjaan yang baik dan dapat meningkatkan pendapatan keluarga. Selain itu, dengan pendidikan yang tinggi akan semakin mudah dalam mencari informasi terkait tumbuh, kembang dan penyediaan fasilitas untuk menstimuli anak. Sebaliknya, keluarga dengan tingkat pendidikan rendah dan status ekonomi yang rendah diduga akan mengalami kesulitan dalam mencari informasi terkait perkembangan anak, sehingga akan menyebabkan keluarga memiliki kualitas pengasuhan yang rendah.
7
Satoto (1990) menyatakan terdapat dua faktor yang saling terkait terhadap tumbuh kembang anak, yaitu interaksi orang tua dengan anak dan stimulasi. Hasil kajian yang telah dilakukan menemukan bahwa kekerasan (pemukulan) yang dilakukan oleh ibu akan berkurang seiring dengan penerimaan dan kehangatan yang dilakukan oleh ibu kepada anaknya. Selain itu, hasil lainnya menemukan bahwa kekerasan (pemukulan) yang dilakukan oleh ibu merupakan bagian dari disiplin yang ibu berikan kepada anaknya (Lee, Altschul, & Gershoff 2013). Berdasarkan uraian hasil penelitian sebelumnya maka penelitian ini menghasilkan hipotesis: 1) karakteristik keluarga (usia orang tua, tingkat pendidikan orang tua, pendapatan keluarga, dan besar keluarga) dan remaja (usia remaja dan jenis kelamin) akan berhubungan dengan pengasuhan penerimaanpenolakan; 2) karakteristik keluarga (usia orang tua, tingkat pendidikan orang tua, pendapatan keluarga, dan besar keluarga) dan remaja (usia remaja dan jenis kelamin) akan berhubungan dengan lingkungan pengasuhan; 3) pengasuhan penerimaan-penolakan akan berhubungan dengan lingkungan pengasuhan. Gambar 1 Menyajikan kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini. Karakteristik Keluarga : Usia Pendidikan Pekerjaan Besar Keluarga Pendapatan Keluarga
Pengasuhan Penerimaan-Penolakan : Perilaku Afektif Perilaku Agresi Perilaku Pengabaian Perilaku Penolakan
Kualitas Anak Karakteristik Remaja : Usia Jenis Kelamin Jumlah Saudara Kandung
Keterangan:
Lingkungan Pengasuhan : Lingkungan Fisik Penyediaan Material Teladan Stimulasi kecukupan diri Pengaturan aktivitas Keterlibatan Keluarga Kehangatan dan Penerimaan
= Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti
Gambar 1
Kerangka Pemikiran Pengasuhan Penerimaan-Penolakan dan Lingkungan Pengasuhan pada Keluarga dengan Anak remaja di Area Suburban
8
METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung yang berjudul “Metode Sosialisasi Nilai-nilai pada Keluarga Perdesaan melalui Praktek Pengasuhan Positif” (Alfiasari, Hastuti, dan Djamaluddin 2013). Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor yang dipilih secara purposive sebagai representasi wilayah perdesaan dalam kategori area suburban. Waktu penelitian yang mencakup pengumpulan data dan pengolahan data dilakukan dari bulan Juni 2013.
Populasi, Contoh, dan Teknik Penarikan Contoh Populasi penelitian ini adalah keluarga lengkap yang mempunyai anak pertama usia remaja di Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Kerangka contoh penelitian ini adalah keluarga lengkap yang mempunyai anak pertama usia 13-15 tahun dan masih duduk di kelas 1-3 SMP dari kesepuluh RW yang ada di Kelurahan Situ Gede. Jumlah contoh yang diambil dalam penelitian ini ditentukan secara purposive karena merupakan bagian dari penelitian payung yang mengambil contoh sebanyak 50 keluarga. Pengambilan contoh dilakukan di enam dari sepuluh RW yang juga dipilih secara purposive dengan pertimbangan wilayah yang memiliki keluarga dengan anak pertama usia 13-15 tahun terbanyak di Kelurahan Situ Gede. Pemilihan contoh pada enam RW terpilih diambil secara cluster random sampling dengan pertimbangan remaja dan orang tua bersedia diwawancarai sehingga didapatkan 50 keluarga contoh. Adapun kerangka teknik pengambilan contoh dapat dilihat pada Gambar 2. Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor (N=127 keluarga dengan anak pertama usia 13-15 tahun)
purposive
RW 1 (12 keluarga)
RW 2 (15 keluarga)
RW 4 (20 keluarga)
RW 6 (12 keluarga)
RW 7 (12 keluarga)
RW 9 (16 keluarga)
RW 1 (n= 7 keluarga)
RW 2 (n= 10 keluarga)
RW 4 (n= 13 keluarga)
RW 6 (n= 8 keluarga)
RW 1 (n= 4 keluarga)
RW 1 (n= 8 keluarga)
n = 50 keluarga
Cluster random sampling
Gambar 2 Kerangka teknik pengambilan contoh
9
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara secara langsung dengan menggunakan kuesioner terstruktur yang terlebih dahulu diuji validitas dan reliabilitasnya. Data primer meliputi karakteristik remaja, karakteristik keluarga, pengasuhan penerimaan-penolakan, dan lingkungan pengasuhan. Variabel dalam penelitian ini memiliki beberapa subvariabel. Karakteristik keluarga diukur dengan usia orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga, dan besar keluarga. Karakteristik remaja diukur dengan usia, jenis kelamin, dan jumlah saudara kandung. Pengasuhan penerimaan-penolakan diukur dengan menggunakan Instrumen PAR yang terdiri dari pengasuhan penerimaan dan pengasuhan penolakan yang terdiri dari pengasuhan agresif, pengasuhan pengabaian, dan pengasuhan penolakan. Selanjutnya lingkungan pengasuhan diukur dengan Instrumen HOME (Home Observation Measurement of the Environment) tipe Early Adolescent yang meliputi lingkungan fisik, penyediaan material, teladan, stimulasi kecukupan diri, pengaturan aktivitas, keterlibatan keluarga, dan kehangatan dan penerimaan. Instrumen Parental Acceptance Rejection Questionnaire (PARQ) yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan oleh Rohner (1986). Pengasuhan penerimaan-penolakan dalam penelitian ini diukur dengan melihat persepsi anak terhadap pengasuhan yang dilakukan oleh orang tuanya. Jumlah pernyataan untuk instrumen pengasuhan penerimaan-penolakan sebanyak 60 butir pernyataan yang terdiri atas 20 pernyataan jenis pengasuhan penerimaan, 15 pernyataan jenis pengasuhan agresif, 15 pernyataan jenis pengasuhan pengabaian, dan 10 pernyataan jenis pengasuhan penolakan. Masing-masing pernyataan menggunakan skala 1 (hampir tidak pernah) hingga 4 (hampir selalu). Instrumen ini mempunyai Cronbach’s alpha sebesar 0,810. Instrumen HOME (Home Observation Measurement of the Environment) yang digunakan dalam penelitian ini adalah HOME EA untuk kelompok usia remaja awal yang terdiri dari tujuh subskala, yaitu lingkungan fisik, penyediaan material, teladan, stimulasi kecukupan diri, pengaturan aktivitas, keterlibatan keluarga, dan kehangatan dan penerimaan yang dikembangkan oleh Caldwell dan Bradley (2003). Jumlah pernyataan untuk instrumen HOME sebanyak 60 butir pernyataan dengan jawaban Ya (1) dan Tidak (0). Instrumen ini mempunyai Cronbach’s alpha sebesar 0,815.
Pengolahan dan Analisis Data Data yang telah dikumpulkan diolah melalui proses editing, coding, scoring, entry, cleaning, dan analisis data. Semua data diolah menggunakan software Microsoft Excel dan SPSS for Windows. Berikut ini adalah data yang dikumpulkan dan scoring data yang dipakai dalam penelitian: 1. Data karakteristik remaja terdiri atas usia remaja, jenis kelamin, dan jumlah saudara kandung. Usia remaja dikelompokan menjadi 13 tahun, 14 tahun, dan 15 tahun. Jenis kelamin dikelompokkan menjadi laki-laki dan perempuan.
10
Selanjutnya jumlah saudara kandung mengikuti sebaran data yang telah didapat. 2. Data karakteristik orang tua terdiri atas usia ayah dan ibu, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga, dan besar keluarga. Pendidikan orang tua diukur dari tingkat pendidikan terakhir yang dicapai dengan pilihan sebagai berikut: 1) tidak tamat SD, 2) SD/sederajat, 3) SMP/sederajat, 4) SMA/sederajat, dan 5) perguruan tinggi. Sementara itu, pekerjaan orang tua berkategori mulai dari profesi petani, wirausaha/pedagang, buruh, penambang, Pegawai Negeri Sipil (PNS), pegawai swasta, sampai tidak bekerja. Setelah itu, pendapatan per kapita per bulan dikelompokan menjadi dua berdasarkan garis kemiskinan Kota Bogor (BPS 2011), yaitu kurang dari Rp 235.682,00 dan lebih dari Rp 235.682,00. 3. Variabel pengasuhan penerimaan-penolakan meliputi dimensi variabel jenis pengasuhan penerimaan, agresif, pengabaian, dan penolakan. 4. Variabel lingkungan pengasuhan diukur menggunakan instrumen HOME dengan usia remaja awal yang mencakup dimensi sebagai berikut: 1) lingkungan fisik; 2) penyediaan material; 3) teladan; 4) stimulasi kecukupan diri; 5) pengaturan aktivitas; 6) keterlibatan keluarga; dan 7) kehangatan dan penerimaan. Setiap dimensi variabel pengasuhan penerimaan-penolakan dan lingkungan pengasuhan selanjutnya dinilai dengan menggunakan rumus skor indeks untuk memudahkan penetapan standar antarvariabel penelitian dengan rumus sebagai berikut: Indeks =
x 100
Pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian pada variabel pengasuhan penerimaan-penolakan dan lingkungan pengasuhan ditunjukkan dalam Tabel 1. Tabel 1 Pengolahan data pada variabel pengasuhan penerimaan-penolakan dan lingkungan pengasuhan Variabel Pengasuhan penerimaanpenolakan
Subvariabel Pengasuhan penerimaan Pengasuhan agresif Pengasuhan pengabaian Pengasuhan penolakan
Keterangan Pengolahan Data Hasil scoring data dijumlahkan pada masing-masing gaya pengasuhan sehingga diperoleh skor total (pengasuhan penerimaan, agresif, pengabaian, penolakan). Dimensi gaya pengasuhan dengan jumlah skor dan presentase paling tinggi menunjukkan kecenderungan gaya pengasuhan yang digunakan oleh orang tua berdasarkan persepsi remaja.
Lingkungan pengasuhan
Lingkungan fisik
Penyediaan material
Teladan
Stimulasi kecukupan diri
Pengaturan aktivitas
Sedang : 60-80
Keterlibatan keluarga
Tinggi : > 80
Kehangatan dan penerimaan
Semakin tinggi total skor yang diperoleh maka semakin baik lingkungan pengasuhan yang diberikan orang tua kepada anaknya
Kategori setiap skor dikategorikan setelah data ditabulasi dan dilakukan scoring berdasarkan pada cut off point dari indeks yang diperoleh: Rendah : < 60
11
Metode analisis yang dipakai pada penelitian ini adalah analisis data statistika yaitu analisis deskriptif dan analisis inferensia. Analisis data yang digunakan pada setiap variabel yang telah disesuaikan dengan tujuan penelitian ditunjukkan sebagai berikut: 1. Untuk memenuhi identifikasi karakteristik keluarga, karakteristik remaja, pengasuhan penerimaan-penolakan, dan lingkungan pengasuhan digunakan analisis statistika deskriptif seperti jumlah, persentase, nilai rataan, standar deviasi, nilai minimum, dan nilai maksimum. 2. Untuk menganalisis hubungan antarvariabel pada karakteristik keluarga, karakteristik remaja, dan pengasuhan penerimaan-penolakan digunakan uji korelasi. 3. Untuk menganalisis hubungan antarvariabel pada karakteristik keluarga, karakteristik remaja, dan lingkungan pengasuhan digunakan uji korelasi. 4. Untuk menganalisis hubungan antarvariabel pada pengasuhan penerimaanpenolakan dan lingkungan pengasuhan digunakan uji korelasi.
Definisi Operasional Karakteristik keluarga adalah ciri-ciri dan keadaan keluarga yang meliputi usia ayah dan ibu, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga, dan besar keluarga. Usia orang tua adalah jumlah tahun lengkap sejak lahir sampai usia ulang tahun terakhir orang tua. Pendidikan orang tua adalah tingkat pendidikan formal terakhir yang pernah ditempuh orang tua yang dikelompokan sebagai berikut: tidak tamat SD, SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, dan Perguruan tinggi. Pekerjaan orang tua adalah klasifikasi pekerjaan orang tua yang dikelompokan menjadi PNS, pegawai swasta, wirausaha/pedagang, buruh, penambang, petani, tidak bekerja, dan lainnya. Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah yang dikelompokan menjadi keluarga kecil (≤ 4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (≥ 8 orang) Pendapatan keluarga adalah jumlah penghasilan per bulan yang diperoleh dari anggota keluarga dari pekerjaan utama dalam bentuk rupiah. Karakteristik remaja adalah ciri-ciri pada anak sulung yang memiliki keluarga inti yang lengkap yang meliputi nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, kelas dan jumlah saudara kandung. Usia remaja adalah usia remaja yang berkisar antara 13 tahun sampai dengan 15 tahun. Gaya pengasuhan adalah serangkaian perilaku orang tua dalam berinteraksi dengan anak remaja yang dilakukan secara terus menerus yang kemudian menjadi perilaku yang dominan. Pengasuhan penerimaan adalah perilaku orang tua yang menggambarkan orang tua menerima keberadaan anak dengan memberikan kasih sayang, kehangatan kepada anaknya melalui dua ekspresi (secara verbal dan fisik).
12
Pengasuhan Penolakan adalah perilaku orang tua yang menggambarkan orang tua menolak keberdaan anak, tidak mendukung anak, dan tidak memberikan kasih sayang kepada anak. Pengasuhan agresif adalah perilaku orang tua yang menggambarkan sikap agresif dari orang tua baik secara verbal dan fisik yang dicirikan dengan perilaku dan penggunaan kata yang kasar kepada anak remajanya. Pengasuhan pengabaian adalah perilaku orang tua yang menggambarkan sikap pengabaian orang tua kepada anak remajanya yang ditunjukan melalui perilaku orang tua yang mengacuhkan pertanyaan anak, melupakan hal penting tentang anak, dan tidak menyediakan waktu luang untuk bersama anak remajanya. Pengasuhan penolakan adalah perilaku orang tua yang menggambarkan sikap penolakan terhadap kehadiran anak yang dicirikan dengan perilaku orang tua yang selalu berteriak kepada anak remajanya saat berbicara, tidak simpatik terhadap masalah yang dihadapi anak remajanya, serta kehadiran anak merupakan kesulitan bagi kehidupan orang tua. Lingkungan pengasuhan adalah kemampuan orang tua dalam mengelola lingkungan rumah untuk memberikan stimulasi fisik dan psikososial yang optimal kepada remaja. Lingkungan fisik adalah fasilitas terkait keamanan dan kenyamanan lingkungan rumah yang orang tua berikan kepada anak. Penyediaan material adalah penyediaan barang-barang untuk akses terhadap sarana belajar, media informasi, dan sebagainya. Teladan adalah perilaku yang diberikan orang tua sebagai contoh bagi remaja yang melibatkan pengajaran berupa praktek langsung. Stimulasi kecukupan diri adalah upaya orang tua dalam mengembangkan diri remaja agar remaja dapat bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan memperoleh keterampilan yang kompleks dan berguna. Pengaturan aktivitas adalah perilaku yang diberikan orang tua dalam menerapkan disiplin, tanggung jawab kepada remaja melalui berbagai variasi aturan dan hukuman yang konsisten. Keterlibatan keluarga adalah keterlibatan orang tua dalam berbagai kegiatan bersama remaja. Kehangatan dan penerimaan adalah perlakukan orang tua dalam memberikan reaksi emosi yang tepat dan suasana yang nyaman untuk remaja. Area Suburban adalah daerah yang terletak di antara desa dan kota dimana penduduk pada daerah ini memiliki akses yang kurang pada lahan persawahan sehingga penduduknya menjalankan berbagai macam jenis pekerjaan.
13
HASIL Karakteristik Keluarga Usia Orang tua Pengelompokan usia orang tua pada penelitian ini mengacu pada Papalia, Olds, & Feldman (2009) dan menunjukkan bahwa usia ayah memiliki rata-rata lebih tinggi dibandingkan usia ibu (Tabel 2). Selain itu, proporsi terbesar usia ayah (54%) dan usia ibu (88%) berada dalam kategori dewasa awal yaitu berusia 21-40 tahun. Hasil lainnya menemukan bahwa sebanyak 12% ibu dan 16% ayah menikah dibawah usia 20 tahun. Hal ini merupakan gambaran bahwa fenomena pernikahan dini masih terjadi pada daerah suburban. Hal tersebut diduga dapat terjadi karena faktor ekonomi. Dalam penelitian ini, tidak ada keluarga dengan anak pertama usia remaja yang memiliki orang tua (ayah dan ibu) yang berada pada kategori dewasa lanjut. Tabel 2 Sebaran remaja berdasarkan usia orang tua (tahun) Ayah Ibu
Minimum
Maksimum
Rataan ± SD
27 30
53 50
40,5 ± 5,2 36,3 ± 4,2
Pendidikan Orang tua Dalam penelitian ini, pendidikan orang tua diukur dari tingkat pendidikan terakhir yang dicapai. Berdasarkan program wajib belajar, sebagian besar ayah (82%) maupun ibu (56%) sudah menempuh program wajib belajar 9 tahun. Hasil lainnya menunjukkan bahwa hampir separuh ayah (48%) berpendidikan terakhir SMA/sederajat. Berbeda halnya dengan pendidikan ayah, proporsi terbesar pendidikan ibu (46%) berpendidikan terakhir SMP/sederajat, sedangkan proporsi terkecil ibu (12%) berpendidikan terakhir SMA/sederajat. Selain itu, ditemukan juga hasil yang menyatakan bahwa sebanyak dua persen ayah tidak dapat menamatkan pendidikan sekolah dasar. Pekerjaan Orang tua Gambar 3 menunjukkan bahwa hampir separuh ayah (44%) dalam penelitian ini bekerja sebagai buruh, sedangkan sebagian kecil ayah (6%) bekerja sebagai PNS. Berbeda halnya dengan pekerjaan ayah, sebagian besar ibu (76%) termasuk dalam kategori tidak bekerja (Gambar 3). Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar ibu memfokuskan pada kegiatan domestik keluarga. Sementara itu, dua dari lima ibu (24%) memilih untuk bekerja dengan alasan membantu suami bekerja.
14
Persentase (%)
100 76
80 60
44
40
20
18
14
18 8
Ayah
2
0
Ibu
0 Pedagang
Buruh
Jasa Angkutan (Supir)
Tidak Bekerja
Jenis Pekerjaan
Gambar 3 Sebaran remaja berdasarkan jenis pekerjaan orang tua Pendapatan Keluarga Pendapatan keluarga erat kaitannya dengan pekerjaan orang tua dan pendidikan orang tua. Semakin tinggi pendidikan yang ditempuh orang tua maka akan semakin baik pekerjaan yang didapat orang tua dan semakin besar pendapatan keluarga. Rata-rata pendapatan keluarga dengan anak pertama usia remaja adalah Rp 1.412.000,00 per bulan. Pendapatan terendah keluarga dengan anak pertama usia remaja adalah Rp 100.000,00, sedangkan pendapatan tertinggi keluarga dengan anak pertama usia remaja adalah Rp 5.000.000,00. Berdasarkan garis kemiskinan Kota Bogor tahun 2011 menunjukkan bahwa sebagian keluarga contoh (56%) terkategori pada keluarga tidak miskin. Rata-rata pendapatan per kapita keluarga contoh adalah sebesar Rp 297.773,00 per bulan. Angka tersebut lebih tinggi dari garis kemiskinan Kota Bogor tahun 2011 yaitu sebesar Rp 235.682,00 per kapita per bulan (Gambar 4).
44%
56%
Miskin Tidak Miskin
Gambar 4 Sebaran remaja berdasarkan pendapatan keluarga Besar Keluarga Pengelompokan besar keluarga mengacu pada BKKBN (2005) yang terbagi dalam tiga kategori, yaitu keluarga kecil (≤ 4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (≥ 8 orang). Jumlah anggota keluarga pada keluarga dengan anak pertama usia remaja pada penelitian ini berada pada selang 3-15
15
orang. Rata-rata jumlah anggota keluarga adalah 5 orang. Berdasarkan besar keluarga, hampir separuh keluarga (46%) termasuk dalam keluarga kecil (≤4 orang), sedangkan sebagian kecil keluarga dengan anak pertama usia remaja (18%) masih tinggal bersama keluarga besar, dengan masing-masing jumlah anak yang dimiliki sebanyak tiga orang.
Karakteristik Remaja Usia Remaja
Persentase (%)
Remaja yang menjadi partisipan dalam penelitian ini berusia 13 sampai 15 tahun dan merupakan anak pertama dari keluarga contoh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata usia remaja berada pada usia 14 tahun. Hasil lainnya menunjukan bahwa proporsi terbesar remaja laki-laki berada pada usia 13 tahun (48%). Sementara itu, proporsi terbesar remaja perempuan berada pada usia 14 tahun. Proporsi terkecil baik remaja laki-laki (24%) maupun remaja perempuan (12%) berada pada usia 15 tahun (Gambar 5). 100 80 60 40 20 0
48
48
40
28
24
12
Laki-Laki Perempuan
13 Tahun
14 Tahun
15 Tahun
Usia Remaja (Tahun)
Gambar 5 Sebaran remaja menurut jenis kelamin dan usia Jumlah Saudara Kandung
Persentase (%)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi terbesar baik remaja perempuan (64%) maupun remaja laki-laki (56%) yang juga merupakan anak sulung memiliki jumlah saudara kandung sebanyak satu orang. 100 80 60 40 20 0
56
64 36
8
12
24
Laki-Laki Perempuan
Tidak Mempunyai
≤ 1 orang
2-3 orang
Jumlah Saudara Kandung (Orang)
Gambar 6 Sebaran remaja menurut jenis kelamin dan jumlah saudara kandung
16
Hasil lainnya menemukan bahwa sembilan dari sepuluh anak yang berjenis kelamin laki-laki maupun berjenis kelamin perempuan (90%) memiliki saudara kandung. Rata-rata jumlah saudara kandung yang dimiliki remaja adalah satu orang. Jumlah saudara kandung terbanyak yang dimiliki remaja adalah tiga orang.
Pengasuhan Penerimaan-Penolakan Rohner (1986) mengemukakan gaya pengasuhan yang dikenal dengan dimensi kehangatan (warmth dimension) yang terbagi menjadi dua, yaitu pengasuhan penerimaan (acceptance) dan pengasuhan penolakan (rejection). Lebih lanjut konsep ini dikenal dengan Theory of Parental Acceptance Rejection (PAR). Pengasuhan penerimaan dan penolakan menggambarkan kehangatan dan penolakan yang diterapkan orang tua kepada anaknya. Pengasuhan penolakan digambarkan dalam tiga bentuk, yaitu: pengasuhan agresif (hostility & aggresion), pengasuhan pengabaian (indifference & neglect), dan pengasuhan penolakan (undifferentiated rejection). Analisis deskriptif terhadap skor capaian pengasuhan penerimaan-penolakan dari keluarga dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3
Nilai indeks minimum, maksimum, rataan, dan satandar deviasi pengasuhan penerimaan-penolakan orang tua Dimensi PAR
Pengasuhan penerimaan Pengasuhan agresif Pengasuhan pengabaian Pengasuhan penolakan Total PAR
Minimum
Maksimum
Rataan ± SD
28,33 0,00 4,44 6,67 55,00
95,00 37,78 37,78 36,67 76,11
54,86 ± 13,69 19,33 ± 10,65 17,46 ± 6,64 13,06 ± 5,34 68,98 ± 4,35
Hasil penelitian pada Tabel 3 menunjukkan bahwa dimensi pengasuhan penerimaan memiliki rataan skor yang lebih tinggi dibandingkan dimensi pengasuhan penerimaan-penolakan lainnya. Meskipun begitu, hasil penelitian ini menemukan bahwa tujuh dari sepuluh ibu (72%) yang melakukan pengasuhan penerimaan berada pada kategori rendah. Dalam penelitian ini, hal ini dikarenakan ibu jarang berbincang dengan anak secara bergantian, tidak peduli tentang apa yang anak pikirkan, dan jarang memuji anak di depan orang lain. Selain itu, hal ini diduga dapat terjadi karena kecenderungan anak remaja yang menghabiskan waktu di luar rumah mengakibatkan kurang terjalinnya komunikasi antara ibu dengan anak remajanya. Namun, walaupun kurang terjalinnya komunikasi antara ibu dengan anak, ibu tetap menunjukkan sikap seperti selalu membuat anak merasa lebih baik saat anak sakit, tertarik dengan apa yang anak lakukan, dan berbicara kepada anak dengan penuh kehangatan dan kasih sayang. Dimensi pengasuhan agresif memiliki rata-rata lebih tinggi dibandingkan dimensi pengasuhan penolakan lainnya. Secara keseluruhan, ibu memiliki kategori pengasuhan agresif yang rendah. Hal ini dikarenakan ibu tidak dengan mudah mengejek/menertawakan anak, mempermalukan anak di depan orang lain, dan membuat takut. Ibu lebih memilih tidak memberikan hukuman fisik kepada anak saat anak melakukan kesalahan. Sementara itu, hal yang sama terjadi pada dimensi pengasuhan pengabaian dimana seluruh ibu yang melakukan pengasuhan pengabaian juga berada pada kategori rendah. Hal ini dikarenakan ibu tidak
17
pernah meminta orang lain untuk menggantikan mengasuh anak, tidak membatasi diri untuk bertemu dengan anak, dan tidak melupakan hal penting yang seharusnya diingat oleh ibu. Pada dimensi penolakan, seluruh ibu yang melakukan pengasuhan penolakan juga berada pada kategori rendah. Hal ini dikarenakan ibu tidak pernah memperlihatkan bahwa anak tidak diinginkan di keluarga, tidak menganggap anak sebagai seseorang yang menyusahkan bagi ibu, dan tidak pernah mengatakan bahwa ibu malu memiliki anak. Sementara itu, jika dilihat dari total keseluruhan pengasuhan penerimaan-penolakan maka sebagian besar ibu (98%) sudah termasuk dalam kategori sedang yang berarti secara umum orang tua telah melakukan pengasuhan dengan cukup baik. Secara keseluruhan sebagian besar remaja (98%) mempersepsikan pengasuhan yang dilakukan oleh ibu dominannya adalah berupa pengasuhan penerimaan. Sementara itu, sebanyak dua persen remaja mempersepsikan diasuh secara dominan oleh ibunya dengan pengasuhan pengabaian (Gambar 7). Pengasuhan pengabaian yang dirasakan oleh remaja dalam penelitian ini oleh ibu mereka dicirikan oleh kurangnya waktu kebersamaan dengan anak, ibu sering melupakan sesuatu tentang anaknya, dan kurangnya perhatian yang diberikan ibu kepada remajanya. 2%
Pengasuhan Penerimaan Pengasuhan Penolakan
98%
Gambar 7 Sebaran remaja berdasarkan kecenderungan pengasuhan penerimaan penolakan orang tua
Lingkungan Pengasuhan Lingkungan pengasuhan dalam penelitian ini diukur dengan skala HOME (Home Observation Measurement of the Environment) untuk kelompok usia remaja awal (Early Adolescent) yang terdiri dari tujuh subskala, yaitu lingkungan fisik, penyediaan material, teladan, stimulasi kecukupan diri, pengaturan aktivitas, keterlibatan keluarga, dan kehangatan dan penerimaan yang dikembangkan oleh Caldwell dan Bradley (2003). Nilai minimum, maksimum, rataan, dan standar deviasi capaian skor lingkungan pengasuhan dapat dilihat pada Tabel 4.
18
Tabel 4
Nilai indeks minimum, maksimum, rataan, dan standar deviasi lingkungan pengasuhan orang tua Subskala HOME
Lingkungan fisik Penyediaan material Teladan Stimulasi kecukupan diri Pengaturan aktivitas Keterlibatan keluarga Kehangatan dan penerimaan Total HOME
Minimum
Maksimum
Rataan ± SD
14,28 0,00 30,00 0,00 0,00 0,00 11,11 13,33
100,00 90,00 90,00 100,00 100,00 62,50 100,00 83,33
59,71 ± 23,75 47,40 ± 19,25 65,80 ± 12,79 64,00 ± 21,65 72,20 ± 19,09 28,25 ± 14,24 57,11 ± 22,67 56,60 ± 11,79
Hasil penelitian pada Tabel 4 menunjukkan bahwa subskala pengaturan aktivitas memiliki rataan yang lebih tinggi dibandingkan subskala lingkungan pengasuhan lainnya. Hal ini dikarenakan bahwa ibu dalam penelitian ini telah membuat peraturan terkait izin saat anak ingin keluar rumah, memberikan nasihat dan bimbingan kepada anak terkait berbagai hal, dan melakukan komunikasi dengan teman-teman anak remajanya. Selanjutnya, pada subskala teladan memiliki rataan yang termasuk dalam kategori sedang. Hal ini dikarenakan ibu memiliki aktivitas rutin, ikut berpartisipasi pada setiap kegiatan anak, serta tidak melanggar aturan kesopanan. Berbagai perilaku yang ditunjukan ibu dalam keseharian akan dapat dijadikan teladan bagi anak remajanya. Stimulasi kecukupan diri memiliki rataan yang juga termasuk dalam kategori sedang, hal ini dikarenakan ibu sering melakukan diskusi mengenai berbagai hal dan mengajarkan keterampilan dan kebersihan kepada anak remajanya (Tabel 4). Sementara itu, rata-rata terendah dari subskala lingkungan pengasuhan adalah keterlibatan keluarga. Hal ini dikarenakan kurangnya waktu kebersamaan antara orang tua dengan anak remajanya, seperti jarang melakukan perjalanan ke pementasan musik, museum seni, dan menonton perlombaan atletik. Selanjutnya, pada subskala lingkungan fisik, penyediaan material serta kehangatan dan penerimaan memiliki rataan yang juga pada kategori rendah. Hal ini dikarenakan ibu belum secara optimal menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman untuk anak, memberikan sarana belajar, serta suasana yang nyaman di rumah kepada anak remajanya. Secara keseluruhan, jika dilihat dari total lingkungan pengasuhan maka rata-rata berada dalam kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa orang tua dalam penelitian ini belum dapat memberikan lingkungan pengasuhan yang baik untuk anak remajanya (Tabel 4). Berdasarkan cut off point, pada subskala lingkungan fisik, penyediaan material, serta kehangatan dan penerimaan, enam dari sepuluh keluarga mempunyai skor dengan kategori rendah, sedangkan pada subskala keterlibatan keluarga hampir seluruh keluarga berada pada kategori rendah. Sementara itu, pada subskala teladan dan pengaturan aktivitas, empat dari lima keluarga berada pada ketegori sedang, dan pada subskala stimulasi kecukupan diri, dua dari lima keluarga berada pada kategori sedang. Dari total keseluruhan skor capaian, dapat dilihat bahwa enam dari sepuluh keluarga memiliki lingkungan pengasuhan yang tepat untuk anak remajanya pada kategori rendah (60%) (Tabel 5).
19
Tabel 5 Sebaran remaja berdasarkan kategori lingkungan pengasuhan Rendah
Sedang
Tinggi
Subskala HOME Lingkungan fisik Penyediaan material Teladan Stimulasi kecukupan diri Pengaturan aktivitas Keterlibatan keluraga Kehangatan dan penerimaan Total HOME
n
%
n
%
n
%
30 32 6 17 5 48 34 30
60 64 12 34 10 96 68 60
6 17 41 19 39 2 7 19
12 34 82 38 78 4 14 38
14 1 3 14 6 0 9 1
28 2 6 28 12 0 18 2
Hubungan Karakteristik Keluarga dan Karakteristik Remaja dengan Pengasuhan Penerimaan-Penolakan Hasil penelitian pada Tabel 6 menunjukkan terdapatnya hubungan negatif antara usia remaja dengan dimensi pengasuhan agresif (p<0.05). Artinya, semakin bertambah usia remaja maka akan semakin rendah pengasuhan agresif yang dilakukan orang tua kepada remaja. Hasil lainnya menunjukkan bahwa besar keluarga (p<0.01) berhubungan positif dengan dimensi pengasuhan penerimaan. Hal ini menunjukkan bahwa keluarga dengan anak pertama usia remaja yang mempunyai jumlah saudara yang lebih banyak, seperti dalam kasus penelitian ini mempunyai anak berikutnya dengan maksimal jumlah anak dua orang, maka semakin tinggi pengasuhan penerimaan yang diterapkan orang tua kepada remaja. Tabel 6 Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dan karakteristik remaja dengan pengasuhan penerimaan-penolakan Pengasuhan Penerimaan-Penolakan Afeksi
Agresi
Pengabaian
Penolakan
Total PAR
-.010
-.283*
-.035
-.153
.143
.187
-.030
.020
.000
.206
-.216 .087 -.049 .077 .134 -.096 -.008 .378** -.031
.052 -.138 -.162 .045 .000 .030 .168 .083 -.057
.126 .031 .023 -.086 -.097 .262 -.102 -.146 -.096
-.082 -.052 -.189 -.013 -.143 .134 .072 .032 -.202
-.104 .186 .103 .080 .185 -.073 -.145 .243 .120
Variabel Usia remaja (tahun) Jenis kelamin (0=laki-laki; 1=perempuan) Jumlah saudara kandung (orang) Usia ayah (tahun) Usia ibu (tahun) Lama pendidikan ayah (tahun) Lama pendidikan ibu (tahun) Jenis pekerjaan ayah Jenis pekerjaan ibu Besar keluarga (orang) Pendapatan keluarga (orang)
Keterangan: *=signifikansi pada p<0.05 **=signifikansi pada p<0.01
Hubungan Karakteristik Keluarga dan karakteristik Remaja dengan Lingkungan Pengasuhan Hasil menunjukan bahwa usia ayah (p<0.05), lama pendidikan ibu (p<0.01), dan pendapatan keluarga (p<0.01) berhubungan positif signifikan dengan subskala penyediaan material. Hal ini menunjukan bahwa semakin bertambah usia ayah, semakin lama pendidikan yang ditempuh oleh ibu, dan
20
semakin besar pendapatan keluarga maka penyediaan material yang diberikan orang tua kepada anak remajanya akan semakin meningkat. Tabel 7 menunjukkan bahwa usia ayah (p<0.05) dan pendapatan keluarga (p<0.05) berhubungan positif signifikan dengan subskala pengaturan aktivitas. Artinya, semakin bertambah usia ayah dan semakin bertambah pendapatan keluarga maka semakin baik pula pengaturan aktivitas di dalam keluarga. Hasil lainnya menunjukan bahwa usia ibu (p<0.05) dan besar keluarga (0.01) berhubungan positif signifikan dengan subskala keterlibatan keluarga. Artinya, semakin bertambah usia ibu dan mempunyai jumlah saudara yang lebih banyak, dalam kasus penelitian ini mempunyai anak berikutnya dengan maksimal jumlah anak dua orang, maka keterlibatan orang tua dalam kegiatan remaja akan semakin tinggi. Total keseluruhan lingkungan pengasuhan berhubungan positif signifikan dengan usia ayah (p<0.05), lama pendidikan ibu (p<0.05), dan pendapatan keluarga (p<0.05). Hal ini menunjukan bahwa semakin bertambah usia ayah, semakin lama pendidikan yang ditempuh oleh ibu, dan semakin besar pendapatan keluarga maka lingkungan pengasuhan yang diberikan orang tua kepada anak remajanya akan semakin meningkat. Tabel 7 Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dan karakteristik remaja dengan lingkungan pengasuhan Lingkungan Pengasuhan LF
PM
T
S
P
KK
KP
Total HOME
.022
-.062
.033
-.044
.055
-.015
-.176
-.052
.012
.262
.016
.249
.095
.018
.030
.160
-.138
.163
-.045
-.078
.154
.269
-.013
.071
.211 -.013
*
.076 .070
.139 -.041
*
.345 .184
.277 .285*
-.004 .067
.302* .138
Variabel Usia remaja (tahun) Jenis kelamin (0=laki-laki; 1=perempuan) Jumlah saudara kandung (orang) Usia ayah (tahun) Usia ibu (tahun) Lama pendidikan ayah (tahun) Lama pendidikan ibu (tahun) Jenis pekerjaan ayah Jenis pekerjaan ibu Besar keluarga (orang) Pendapatan keluarga (orang)
.283 .074
.135
.262
.218
-.146
.061
.151
.011
.159
.076 -.045 -.006 -.264 .219
.412** -.228 .036 .065 .321*
.360* -.077 .200 .134 .147
.102 -.051 .026 .186 -.117
.239 -.136 -.105 .069 .282*
.229 -.100 -.060 .439** .268
-.055 -.136 .102 .198 .058
.299* -.188 .041 .160 .280*
Keterangan : LF = Aspek Lingkungan Fisik, PM = Penyediaan Material, T = Teladan, S = Stimulasi kecukupan diri, P = Pengaturan aktivitas, KK = Keterlibatan keluarga, KP = Kehangatan dan penerimaan Keterangan : * = signifikan pada p<0.05 ** = signifikan pada p<0.01
Hubungan Pengasuhan Penerimaan-Penolakan dengan Lingkungan Pengasuhan Uji korelasi menunjukkan bahwa semua dimensi pengasuhan penerimaanpenolakan berhubungan signifikan dengan beberapa subskala lingkungan pengasuhan. Tabel 8 menunjukan bahwa dimensi pengasuhan penerimaan berhubungan positif signifikan dengan subskala penyediaan material (p<0.05), stimulasi kecukupan diri (p<0.01), pengaturan aktivitas (p<0.01), keterlibatan keluarga (p<0.01), kehangatan dan penerimaan (p<0.01), serta total keseluruhan lingkungan pengasuhan (p<0.01). Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi
21
pengasuhan penerimaan yang diberikan orang tua kepada anak remajanya maka stimulasi psikososial dalam hal sarana belajar, upaya dalam mengembangan diri remaja, pengaturan aktivitas, keterlibatan orang tua, dan suasana yang nyaman yang diberikan orang tua juga akan semakin meningkat. Dimensi pengasuhan agresif berhubungan negatif signifikan dengan subskala teladan (p<0.01). Artinya, semakin tinggi pengasuhan agresif yang diberikan orang tua kepada anak remajanya maka teladan yang diberikan orang tua kepada anak remajanya juga akan semakin menurun. Dimensi pengasuhan pengabaian berhubungan negatif siginifikan dengan subskala penyediaan material (p<0.05), teladan (p<0.01), stimulasi kecukupan diri (p<0.05), pengaturan aktivitas (p<0.05). Artinya, semakin tinggi pengasuhan pengabaian yang diberikan orang tua kepada anak remajanya maka stimulasi psikososial berupa sarana belajar, teladan, upaya dalam mengembangan diri, dan pengaturan aktivitas yang diberikan orang tua kepada anak remajanya juga akan semakin menurun. Hasil lainnya menemukan bahwa dimensi pengasuhan pengabaian berhubungan negatif signifikan dengan total keseluruhan lingkungan pengasuhan (p<0.01). Artinya, semakin tinggi pengasuhan pengabaian yang diberikan orang tua kepada anak remajanya maka stimulasi psikososial yang diberikan orang tua kepada anak remajanya juga akan semakin menurun. Dimensi pengasuhan penolakan berhubungan negatif signifikan dengan subskala penyediaan material (p<0.05), teladan (p<0.05), dan pengaturan aktivitas (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pengasuhan penolakan yang diberikan orang tua kepada anak remajanya maka stimulasi psikososial berupa sarana belajar, teladan dan pengaturan aktivitas di dalam keluarga juga akan semakin menurun. Temuan lainnya menunjukkan bahwa total keseluruhan pengasuhan penerimaan berhubungan positif signifikan dengan subskala penyediaan material (p<0.01), teladan (p<0.01), stimulasi kecukupan diri (p<0.05), pengaturan aktivitas (p<0.01), keterlibatan keluarga (p<0.05), serta total keseluruhan lingkungan pengasuhan (p<0.01). Hal ini menunjukkan bahwa semakin remaja diterima maka stimulasi psikososial dalam hal ini berupa sarana belajar, teladan, upaya dalam mengembangkan diri, pengaturan aktivitas, dan keterlibatan yang diberikan orang tua kepada remaja juga semakin meningkat. Sebaliknya, semakin remaja diabaikan maka stimulasi psikososial dalam hal ini berupa sarana belajar, teladan, upaya dalam mengembangkan diri, pengaturan aktivitas, dan keterlibatan yang diberikan orang tua kepada remaja juga semakin menurun. Tabel 8
Koefisien korelasi antara pengasuhan penerimaan-penolakan dengan lingkungan pengasuhan Lingkungan Pengasuhan LF
PM
T
S
P
KK
KP
Total HOME
-.098 -.170 -.065 -.048 .107
.351* -.248 -.343* -.298* .543**
.265 -.287* -.384** -.326* .425**
.473** -.008 -.326* -.075 .307*
.328* -.135 -.327* -.301* .365**
.395** .071 -.157 -.044 .295*
.384** .088 -.258 -.028 .212
.470** -.160 -.426** -.261 .513**
Variabel Afeksi Agresi Pengabaian Penolakan Total PAR Keterangan :
LF = Aspek Lingkungan Fisik, PM = Penyediaan Material, T = Teladan, S = Stimulasi kecukupan diri, P = Pengaturan aktivitas, KK = Keterlibatan keluarga, KP = Kehangatan dan penerimaan Keterangan : * = signifikan pada p<0.05 ** = signifikan pada p<0.01
22
PEMBAHASAN Remaja merupakan individu yang mengalami masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa dan menghadapi berbagai macam perubahan dalam hidupnya. Hal ini akan menimbulkan kekhawatiran kepada orang tua dan remaja tersebut. Menurut teori psikososial Erik Erickson, remaja berada pada tahap identity vs identity confusion, dimana pada masa ini remaja dihadapkan dengan pilihan-pilihan yang sangat banyak. Hal tersebut dapat membuat remaja bimbang dan apabila remaja tidak dapat melewati masa krisis ini dengan baik maka akan mengakibatkan remaja tersebut akan menarik diri, mengisolasi dirinya dari teman-teman dan keluarga. Akan tetapi, apabila remaja berhasil melewati masa krisisnya dengan baik maka remaja akan muncul sebagai diri yang baru dan fresh serta dapat diterima di lingkungannya. Hal tersebut merupakan salah satu gambaran mengenai tantangan bagi orang tua dalam menghadapi anak remajanya, seperti menyeimbangkan kontrol dari keluarga dengan tetap memberikan kebebasan kepada anak remaja khususnya yang tinggal di daerah suburban. Salah satu karakteristik daerah suburban, yaitu perkembangan informasi dan teknologi yang lebih pesat. Hal tersebut akan membuat remaja menjadi mudah terpengaruh dan cenderung menerima berbagai isi informasi dan teknologi yang ada. Oleh karenanya, menjadi sangat penting bagi orang tua untuk tetap dalam membimbing dan memberikan kesempatan pada remaja untuk mengeksplorasi berbagai peran sebagai panduan yang cocok untuk hidupnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan positif yang nyata antara pengasuhan penerimaan-penolakan dengan subskala teladan. Orang tua terutama ibu tidak hanya memiliki peran mengasuh saja, tetapi memiliki peran lain yang sangat bermanfaat untuk anak remajanya, seperti teladan. Remaja akan memiliki kecenderungan yaitu menjadikan ibu sebagai teladan bagi dirinya. Hal ini dapat terjadi, karena ibu dalam kesehariannya lebih sering berada di rumah, sehingga apa yang dilakukan oleh ibu akan dilakukan juga oleh remaja. Oleh karenanya, menjadi penting bagi orangtua terutama ibu memperhatikan perilaku yang tepat agar remaja terhindar dari perilaku yang dapat merusak dirinya. Sementara itu, hasil lainnya memperlihatkan hubungan positif yang nyata antara pengasuhan penerimaan-penolakan dengan subskala penyediaan material dan keterlibatan keluarga. Hal tersebut menunjukan bahwa keluarga yang dapat menerima dan mendukung keberadaan remaja akan memberikan dan menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman untuk remajanya, seperti penyediaan material yang dapat mendukung peningkatan prestasi remaja, berpartisipasi dalam kegiatan remaja serta mengadakan berbagai bentuk aturan-aturan agar menumbuhkan perilaku tanggung jawab untuk mematuhi aturan yang sudah dibuat dalam diri remaja. Selain itu, hasil uji hubungan memperlihatkan adanya hubungan negatif yang nyata antara dimensi pengasuhan pengabaian dengan lingkungan pengasuhan. Hal ini menunjukkan bahwa saat remaja diterima oleh lingkungan keluarga maka keluarga tersebut akan menyediakan stimulasi psikososial yang baik untuk remaja tersebut. Sebaliknya, saat remaja semakin diabaikan oleh lingkungan keluarga maka stimulasi psikososial yang diberikan keluarga kepada remajanya akan semakin menurun. Sebagian besar keluarga dengan anak usia remaja yang tinggal di daerah suburban ini menerapkan gaya pengasuhan penerimaan dan sebagian kecil lainnya
23
menerapkan gaya pengasuhan pengabaian. Rendahnya proporsi keluarga yang menerapkan gaya pengasuhan pengabaian diduga karena kelurga tersebut merupakan keluarga yang memiliki pendapatan yang kecil. Secara umum, keluarga dengan pendapatan kecil akan memiliki kecenderungan kurang dalam memberikan perhatian terhadap kebutuhan dan perilaku anak. Hal ini sesuai dengan pendapat Kasuma (2001) yang menyatakan bahwa keadaan ekonomi dapat mempengaruhi pengasuhan yang dilakukan orang tua terhadap anaknya. Karakteristik keluarga dan remaja seperti usia remaja menunjukkan hubungan negatif yang nyata dengan dimensi pengasuhan agresif. Hal ini tidak sejalan dengan pendapat Batubara (2010) yang menyatakan bahwa pada masa remaja awal akan terjadi berbagai bentuk perubahan seperti perubahan fisik dan perubahan psikososial, sehingga diharapkan pada masa ini remaja dapat memahami tentang proses perubahan tersebut. Pada saat remaja kurang dapat memahami hal tersebut akan mengakibatkan hubungan antara orang tua dengan remaja akan semakin sulit. Hasil lainnya memperlihatkan bahwa terdapat hubungan positif yang nyata antara besar keluarga dengan dimensi pengasuhan penerimaan. Hal tersebut tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Permatasari (2011), Mukhlisoh (2013), dan Asilah (2013) yang menyatakan bahwa besar keluarga tidak memiliki hubungan dengan dimensi pengasuhan penerimaan. Hal tersebut juga tidak sejalan dengan pernyataan Hurlock (1990) yang menyatakan bahwa semakin besar jumlah keluarga maka pengasuhan semakin buruk. Hal ini diduga dapat terjadi pada saat keluarga memiliki proporsi terbesar jumlah anak yaitu sekitar dua orang maka pengasuhan penerimaan yang berupa kehangatan masih terbilang cukup baik jika diterapkan oleh orang tua di dalam keluarga. Selanjutnya, hasil uji hubungan menemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan gaya pengasuhan yang diterapkan orang tua kepada anaknya. Hal tersebut tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Permatasari (2011) dan Wulandari (2013) yang menyatakan bahwa jenis kelamin akan mempengaruhi cara pengasuhan yang dilakukan orang tua kepada anaknya. Hal ini dapat terjadi karena orang tua dengan anak pertama adalah remaja yang berada pada kisaran usia 13 hingga 15 tahun, tidak terlalu membedakan jenis kelamin anak pada saat menerapkan gaya pengasuhan di dalam keluarga. Secara keseluruhan, keluarga dengan anak usia remaja di daerah suburban memiliki kualitas stimulasi psikososial yang rendah. Rendahnya proporsi keluarga yang memiliki stimulasi yang kurang diduga berkaitan dengan keluarga tersebut termasuk dalam keluarga yang memiliki pendapatan yang rendah. Hal ini sejalan dengan pendapat Grantham-McGregor (1995) dalam Herawati dan Briawan (2008) yang menyatakan bahwa keluarga dengan tingkat ekonomi yang rendah, kurang dalam memberikan stimulasi, sedikit dalam pemyediaan material, dan kurangnya partisipasi orang tua dalam aktivitas bersama anak. Pernyataan tersebut juga sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa lebih dari sebagian keluarga memiliki kualitas stimulasi yang rendah, hal tersebut disebabkan karena keluarga tersebut merupakan keluarga miskin (Herawati dan Briawan 2008). Salah satu karakteristik keluarga yang dapat meningkatkan stimulasi psikososial, yaitu lamanya pendidikan ibu. Khomsan (2002) menyatakan bahwa tingkat pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan seseorang. Semakin lama pendidikan yang tempuh ibu diduga akan semakin banyak pengetahuan yang
24
dimiliki oleh ibu. Oleh karenanya, menjadi sangat penting bagi ibu dalam meningkatkan pengetahuan agar perkembangan anak menjadi optimal.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Keluarga dengan anak usia remaja di daerah suburban ini memiliki kualitas pengasuhan yang termasuk dalam kategori sedang. Hal ini berarti secara umum orang tua telah melakukan pengasuhan dengan cukup baik. Secara keseluruhan, orang tua menerapkan pengasuhan penerimaan kepada anak remajanya. Hanya sebagian kecil orang tua yang menerapkan pengasuhan pengabaian di dalam keluarganya. Hal ini dikarenakan keluarga tersebut merupakan keluarga kecil yang memiliki pendapatan yang kecil, sehingga memicu keluarga tersebut melakukan pengasuhan pengabaian terhadap anak remajanya. Pengasuhan penolakan dimensi pengasuhan agresif merupakan pengasuhan yang lebih sering dilakukan oleh orang tua dibandingkan pengasuhan dimensi pengabaian dan penolakan. Terdapat hubungan yang nyata dan positif antara besar keluarga dengan dimensi pengasuhan penerimaan. Artinya, semakin banyak besar keluarga, dengan jumlah maksimal anak dua dalam penelitian ini maka semakin tinggi pengasuhan penerimaan yang diberikan orang tua. Terdapat pula hubungan yang nyata dan negatif antara usia remaja dengan dimensi pengasuhan agresif. Artinya, semakin bertambah usia remaja maka pengasuhan agresif yang diberikan orang tua semakin menurun. Indeks lingkungan pengasuhan memiliki nilai rata-rata dibawah 60. Hal ini berarti secara umum orang tua belum dapat memberikan lingkungan pengasuhan yang optimal kepada anak remajanya. Karakteristik keluarga seperti lamanya pendidikan ibu dan pendapatan keluarga memiliki hubungan yang nyata dan positif dengan total keseluruhan lingkungan pengasuhan. Semakin lama pendidikan yang ditempuh oleh ibu dan semakin besar pendapatan keluarga maka stimulasi psikososial yang diberikan orang tua kepada remajanya akan semakin meningkat. Hasil uji hubungan menunjukan bahwa pengasuhan penerimaan-penolakan memiliki hubungan yang nyata terhadap lingkungan pengasuhan. Saran Berdasarkan hasil penelitian, menjadi penting bagi orang tua meningkatkan pengetahuan tentang gaya pengasuhan melalui kegiatan penyuluhan dan pelatihan. Orang tua juga perlu menghindari penerapan gaya pengasuhan penolakan. Selain itu, orang tua juga perlu meningkatkan stimulasi psikososial kepada anak remajanya. Peningkatan stimulasi psikosial bisa dilakukan melalui menyediakan waktu untuk terlibat dalam berbagai aktivitas bersama remaja, menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman untuk remaja, serta memberikan kehangatan dan penerimaan kepada remaja. Dengan cara tersebut diharapkan orang tua terutama ibu dapat memberikan gaya pengasuhan dan stimulasi psikososial yang tepat dan memadai untuk tumbuh kembang anak remajanya,
25
khususnya untuk dapat mengimbangi berbagai perubahan ekologis di daerah suburban.
DAFTAR PUSTAKA Alfiasari. Latifah M, Wulandari A. 2013. Pengasuhan Otoriter Berpotensi Menurunkan Kecerdasan Sosial, Self-Esteem, dan Prestasi Akademik Remaja. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen, Vol.4, No.1. Bogor (ID): Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Institut Pertanian Bogor. Amalia, R. 2013. Struktur dan Strategi NafkahPedagang Makanan di Sektor Informal Daerah Suburban Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Asilah. 2013. Hubungan Tingkat Stress ibu dan Pengasuhan Penerimaan Penolakan Dengan Konsep Diri Remaja pada Keluarga Bercerai [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Batubara JRL. 2010. Adolescent Development (Perkembangan Remaja). Sari Pediatri, Vol. 12, No.1. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak, RS Dr Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Bornstein MH. 2002. Handbook of Parenting Second Edition, Volume 1: Children and Parenting. London: Lawrence Erlbaum Associates. ____________. 2002. Handbook of Parenting Second Edition, Volume 2: Biology and Ecology of Parenting. London: Lawrence Erlbaum Associates. BPS, BKKBN, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia: Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta: Direktorat Statistika Kependudukan dan Ketenagakerjaan BPS. Brooks JB. 2001. Parenting, Third Edition. California: Mayfied Publishing Company. Buanantri AC. 2012. Hubungan antara Karakteristik Kaluarga dengan Perkembangan Anak Usia 3-5 Tahun di RW 006 Jatimurni, Bekasi (ID). Jurnal UPN Veteran Jakarta. Cadwell BM, RH Bradley. 2003. Home Observation for Measurement of The Environment. Arkansas (US): University of Arkansas. Chandriyani, Hastuti D, Alfiasari. 2010. Nilai Anak, Stimulasi Psikososial, dan Perkembangan Kognitif Anak Usia 2-5 Tahun pada Keluarga Rawan Pangan di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen, Vol.3, No.1. Bogor (ID): Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Institut Pertanian Bogor. Dariyo A. 2007. Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama. Bandung (ID): PT Refika Aditama. Duvall E.M. 1971. Family Development 4th edition.New York (US):J.B.Lippincott Company. Guhardja S, Priatini W, Latifah M. 2008. Pengaruh Tipe Pengasuhan, Lingkungan Sekolah, dan Peran Teman Sebaya, terhadap Kecerdasan Emosional Remaja. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen, Vol.1, No.1. Bogor (ID): Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Institut Pertanian Bogor. Gunarsa D.S., Gunarsa Y.S. 2008. Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan Keluarga. Jakarta (ID): BPK Gunung Mulia.
26
Hassan B, Arzeen S, Riaz MN. 2012. Perception of Parental Acceptance and Rejection in Emottionally Emphathic and Non-Empathic Adolescents. Pakistan Journal of Social and Clinical Psychology. Hastuti D, Dinda YIF, Guhardja S. 2011. Kualitas lingkungan pengasuhan dan perkembangan sosial emosi anak usia balita di daerah rawan pangan. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen, Vol.4, No.1. Bogor (ID): Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Institut Pertanian Bogor. Hastuti R. 2011. Analisis Nilai Anak, Kualitas Lingkungan Pengasuhan, Dan Perkembangan Anak Usia Sekolah Pada Keluarga Petani Karet Dan Petani Swait Di Kabupaten Bungo [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Herawati T, Briawan D. 2008. Peran Stimulasi Orang Tua terhadap Perkembangan Anak Balita Keluarga Miskin. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen, Vol.1, No.1. Bogor (ID): Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Institut Pertanian Bogor. Hurlock, E.B. 1990. Psikologi Perkembangan anak. Edisi kelima. Jakarta (ID): PT Erlangga. Hussain S & Munaf S. 2012. Perceived Father Acceptance-Rejection in Childhood and Psychological Adjusment in Adulthood. International Journal of Business and Social Science. Kasuma, NOK. 2001. Pola Asuh dan Tumbuh Kembang Anak Balita pada Keluarga Etnik Timor dan Rote di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Khomsan A. 2002. Peranan Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup. Jakarta (ID): PT Gramedia. Lee SJ, Altschul I, Gershoff ET. 2013. Does Warmth Moderate Longitudinal Associations Between Maternal Spanking and child Aggression in Early Childhood. American Psychological Association. doi: 10.1037/a0031630. Malik F. 2010. Determinants of Child Abuse in Pakistani Families: Parental Acceptance-Rejection and Demographic Variables. International Journal of Business and Social Science. Megawangi R.2007. Pendidikan Karakter Solusi yang Tepat untuk Membangun Bangsa.Bogor (ID): Indonesia Heritage Foundation. Nurrohmaningtyas. 2008. Pengaruh Gaya Pengasuhan dan Model Sekolah terhadap Kecerdasan Emosional dan Motivasi Belajar Siswa Sekolah Dasar [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Permatasari CL, Hastuti D. 2013. Nilai Budaya, Pengasuhan PenerimaanPenolakan, dan Perkembangan Sosial Anak Usia 3-5 Tahun pada Keluarga Kampung Adat Urug, Bogor Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen, Vol.6, No.2. Bogor (ID): Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Institut Pertanian Bogor. Puspitawati H. 2009. Kenakalan Pelajar Dipengaruhi Oleh Sistem Sekolah Dan Keluarga. Bogor (ID): IPB Press. ____________. 2012. Gender dan Keluarga : Konsep dan Realita di Indonesia. Bogor (ID): IPB Press. Rahmaulina D, Hastuti D. 2008. Hubungan pengetahuan ibu tentang gizi dan tumbuh kembang anak serta stimulasi psikososial dengan perkembangan kognitif anak usia 2,5-5 Tahun. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen,
27
Vol.1, No.2. Bogor (ID): Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Institut Pertanian Bogor. Rohner RP. 1986. The Warmth Dimention Foundation of Parental AcceptanceRejection Theory. Sage Publications. USA Santrock JW. 2003. Adolescent: Perkembangan masa remaja edisi keenam. Alih Bahasa: Chusiari A, Damanik J. Jakarta(ID): Erlangga. ___________. 2007. Perkembangan Anak. edisi kesebelas jilid 2, Rahmawati M, A Kuswanti, penerjemah; Hardani W, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga, Terjemahan dari: Child Development, elevent edition. ___________. 2011. Perkembangan Masa Hidup. Edisi ketigabelas jilid 1, Widyasinta B, penerjemah; Sallama NI, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga, Terjemahan dari : Life Span Development, 13th edition. Saritas D. 2007. The Effect of Maternal Acceptance-Rejection on Psychological Distress of Adolescents: The Mediator Roles of Early Maladaptive Schemas [Thesis]. Middle East Technical University. Satoto. 1990. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak: Pengamatan Anak Umur 018 Bulan di Kecamatan Mlonggo, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah [Desertasi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Situmorang, K. 2013. Hubungan Tingkat Formal Ibu dengan Pola Pengasuhan Balitadi Dusun X Medan Estate Tahun 2012 [skripsi]. Sumatera Utara (ID). Universitas Sumatera Utara. Sunarti E. 2004. Mengasuh dengan Hati. Jakarta (ID): Elex Media Komputindo Wahini, M. 2001. Hubungan pola asuh penerimaan-penolakan dengan kepribadian anak pada keluarga perkotaan dan pedesaan [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Wood JT. 2007. Interpersonal Communication. USA: Thomson Wadsworth.
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir pada tanggal 28 April 1992 dari pasangan Bapak Sam’ani S Badar dan Ibu Sri FK. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis dibesarkan di Kota Jakarta. Penulis memulai pendidikannya di Taman Kanak-Kanak (TK) Jaya Wijaya Jakarta pada tahun 1998, penulis menempuh pendidikan di SD Tugu Utara 03 Pagi sampai dengan tahun 2004. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 279 Jakarta, dan melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 110 Jakarta sampai tahun 2010. Penulis diterima sebgai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui USMI di jurusan Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia pada tahun 2010. Selain mendapat ilmu mayor di departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, penulis menyelesaikan ilmu minor Manajemen Fungsional di departemen Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah mengikuti organisasi di kampus, yaitu Dewan Perwakilan Mahasiswa FEMA sebagai bendahara (20112012). Selain itu, penulis juga aktif mengikuti berbagai kepanitiaan di lingkungan kampus baik dalam ruang lingkup departemen maupun fakultas.