MASALAH DAN KONFLIK KERJA-KELUARGA SERTA STRATEGI PENYEIMBANGAN PADA KELUARGA DENGAN SUAMI ISTERI BEKERJA
RISDA RIZKILLAH
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul masalah dan konflik kerja – keluarga serta strategi penyeimbangan pada keluarga dengan suami isteri bekerja adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2013 Risda Rizkillah NIM I24090013
RINGKASAN
RISDA RIZKILLAH. Masalah dan Konflik kerja–Keluarga serta Strategi Penyeimbangan pada Keluarga dengan Suami Isteri Bekerja. Dibimbing oleh EUIS SUNARTI dan TIN HERAWATI. Di era globalisasi tuntutan kebutuhan akan ekonomi semakin meningkat, hal tersebut menyebabkan keluarga harus memaksimalkan penggunaan sumberdaya yang ada namun sumberdaya yang ada di dalam keluarga terbatas. Hal ini menyebabkan ibu yang dahulu hanya mengurus rumah tangga dan anakanaknya saja, kini ibu mempunyai peran kedua yaitu sebagai pekerja. Di samping itu, seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, semakin terbuka pula kesempatan bagi wanita untuk mengaktualisasikan dirinya. Fakta banyaknya perempuan bekerja dapat dilihat berdasarkan data BPS (2010) yang menunjukkan bahwa Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan meningkat sebesar 3.53 persen pada tahun 2010. Apabila perempuan turut andil dalam kegiatan bekerja, maka perempuan akan memiliki peran ganda yaitu bertanggung jawab pada tugas pekerjaan dan tugas keluarga. Karir ganda memunculkan masalah baru apabila pasangan tidak dapat menyimbangkan baik masalah pekerjaan maupun masalah keluarga (Christine et al. 2010). Selain itu seseorang yang tidak mampu mengintegrasikan kepentingan kerja-keluarga cenderung akan mengalami ketegangan atau konflik (Hatta 2011). Timbulnya masalah baik di pekerjaan dan keluarga mengharuskan perempuan yang memiliki peran ganda mampu mengatur keseimbangan antara kerja-keluarga yang baik agar mereka dapat mencegah terjadinya konflik kerja–keluarga. Strategi penyeimbangan dilakukan untuk mencegah terjadinya konflik peran ganda yang di alami oleh perempuan. Penelitian ini merupakan penelitian payung bertema keseimbangan kerjakeluarga yang menggunakan disain cross sectional. Lokasi penelitian di pilih secara purposive, yaitu di Kota Bogor pada Kecamatan Bogor Barat (Kelurahan Pasir Jaya dan Menteng) dan Kecamatan Bogor Tengah (Kelurahan Paledang dan Panaragan). Pengambilan data dilakukan selama tiga bulan Februari-April 2013. Contoh dalam penelitian ini adalah ibu bekerja yang memiliki anak usia 0–9 tahun yang bekerja pada jenis pekerjaan formal atau informal dengan alokasi waktu kerja maksimal delapan jam atau lebih dari delapan jam pada keluarga dengan suami isteri bekerja di Kecamatan Bogor Barat dan Kecamatan Bogor Tengah. Teknik penarikan contoh dilakukan secara stratified non proportional random sampling berdasarkan alokasi waktu kerja dengan contoh sebanyak 160 orang. Data sekunder didapatkan melalui studi literatur dari buku, internet, dan penelitian-penelitian sebelumnya yang terkait dengan topik penelitian. Data primer diperoleh dari hasil penggalian informasi yang dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner yang meliputi karakteristik keluarga, masalah kerja-keluarga, konflik kerja-keluarga, dan strategi penyeimbangan. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan uji beda Independent Samples T-Test. Berdasarkan hasil penelitian terdapat perbedaan yang signifikan pada semua item karakteristik keluarga berdasarkan jenis pekerjaan sedangkan berdasarkan alokasi waktu kerja, hanya pendidikan isteri dan suami, pendapatan
isteri, dan pendapatan perkapita yang berbeda secara signifikan. Rataan besar keluarga isteri dengan jenis pekerjaan informal (4.72) lebih besar dibandingkan isteri dengan jenis pekerjaan formal (3.79). Begitu pula berdasarkan usia isteri dan suami dimana isteri dengan jenis pekerjaan informal memiliki rataan usia lebih besar dibandingkan isteri dengan jenis pekerjaan formal. Namun pada rataan pendidikan isteri dan suami, pendapatan perkapita, dan pendapatan isteri, isteri dengan jenis pekerjaan formal lebih besar dibandingkan isteri dengan jenis pekerjaan informal. Rataan pendidikan isteri dan suami, pendapatan isteri, dan pendapatan perkapita isteri dengan alokasi waktu kerja lebih dari delapan jam lebih besar dibandingkan isteri dengan alokasi waktu kerja maksimal delapan jam. Secara keseluruhan 42.5 persen Isteri mengalami masalah terkait pengasuhan anak. Persentase capaian kerja menggangu keluarga lebih tinggi dibandingkan persentase capaian konflik keluarga menggangu pekerjaan. Isteri dengan jenis pekerjaan formal memiliki persentase capaian lebih tinggi dibandingkan isteri dengan jenis pekerjaan informal, terutama dalam hal tidak bisa menyelesaikan sesuatu dirumah karena adanya tuntutan dari pekerjaan. Isteri dengan alokasi waktu kerja lebih dari delapan jam memiliki persentase capaian total konflik kerja-keluarga lebih tinggi dibandingkan isteri dengan alokasi waktu kerja maksimal delapan jam terutama pada dalam hal dimana jumlah waktu yang diambil untuk bekerja membuat isteri sulit memenuhi tanggung jawab keluarga. Hampir separuh isteri (45%) melakukan strategi penyeimbangan kerja-keluarga dengan cara merencanakan kegiatan dengan baik. Berdasarkan strategi penyeimbangan, isteri dengan jenis pekerjaan formal memiliki persentase capaian lebih tinggi dibandingkan isteri dengan jenis pekerjaan informal. Strategi penyeimbangan berdasarkan alokasi waktu kerja, isteri dengan alokasi waktu kerja lebih dari delapan jam memiliki persentase capaian lebih tinggi dibandingkan isteri dengan alokasi waktu kerja maksimal delapan jam. Berdasarkan hasil uji beda masalah kerja-keluarga terdapat perbedaan yang signifikan pada isteri dengan jenis pekerjaan formal dan informal terkait masalah kurangnya waktu dengan anak, kesulitan berkomunikasi dengan keluarga, dan sulit membagi pekerjaan dengan anggota keluarga dimana isteri dengan jenis pekerjaan formal lebih besar dibandingkan isteri dengan jenis pekerjaan informal. Selain itu, perbedaan yang signifikan juga terjadi pada masalah kelelahan fisik dan masalah terkait pendapatan dari pekerjaan dimana isteri dengan jenis pekerjaan informal lebih besar dibandingkan isteri dengan jenis pekerjaan formal. Tidak ada perbedaan yang signifikan terkait variabel konflik kerja-keluarga berdasarkan jenis pekerjaan sedangkan berdasarkan alokasi waktu kerja terdapat perbedaan yang sangat signifikan (α= 0.005) pada konflik kerja mengganggu keluarga dan signifikan (α = 0.029) pada total konflik kerjakeluarga. Berdasarkan persentase capaian total strategi penyeimbangan, terdapat perbedaan yang signifikan berdasarkan jenis pekerjaan (formal dan informal), namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan berdasarkan alokasi waktu kerja (≤8 jam dan > 8 jam). Kata kunci: masalah kerja-keluarga, penyeimbangan
konflik
kerja-keluarga,
strategi
ABSTRAK RISDA RIZKILLAH. Masalah dan Konflik Kerja–Keluarga serta Strategi Penyeimbangan pada Keluarga dengan Suami Isteri Bekerja. Dibimbing oleh EUIS SUNARTI dan TIN HERAWATI. Peran ganda yang dimiliki perempuan dapat menyebabkan terjadinya masalah dan konflik kerja-keluarga sehingga keluarga perlu melakukan strategi penyeimbangan terkait kerja-keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan masalah dan konflik kerja-keluarga serta strategi penyeimbangan pada keluarga dengan suami isteri bekerja. Contoh dalam penelitian ini adalah isteri bekerja yang memiliki anak usia 0-9 tahun, bekerja pada jenis pekerjaan formal atau informal dan alokasi waktu kerja maksimal 8 jam atau lebih dari 8 jam yang diambil secara stratified non proportional random sampling sebanyak 160 orang. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan masalah kerja-keluarga yang paling dirasakan oleh contoh adalah masalah pengasuhan anak. Terdapat perbedaan yang signifikan pada konflik kerja-keluarga berdasarkan alokasi waktu kerja dan perbedaan yang signifikan pada strategi penyeimbangan berdasarkan jenis pekerjaan. Konflik kerja-keluarga dan strategi penyeimbangan lebih tinggi pada contoh dengan jenis pekerjaan formal dibandingkan contoh dengan jenis pekerjaan informal dan lebih tinggi pada contoh dengan alokasi waktu kerja lebih dari 8 jam dibandingkan pada contoh yang alokasi waktu kerjanya maksimal 8 jam. Kata kunci: masalah kerja-keluarga, penyeimbangan.
konflik
kerja-keluarga,
strategi
ABSTRACT RISDA RIZKILLAH. Work-Family Problem and Conflict and Balancing Strategy in Dual Earner Family. Supervised by EUIS SUNARTI dan TIN HERAWATI. Dual role that women have can make work-family problem and work-family conflict, so working wife need to do work-family balancing strategy. This study aims to analyze work-family problem and conflict and balancing strategies in dual earner families. The sample in this study are working wives that had children aged 0-9 years old, working on the formal or informal job and allocation of working time up to 8 hours or more than 8 hours taken in stratified nonproportional random sampling of 160 people. Data were collected by interview using a questionnaire. The results show that work-family problem most felt by the sample is problem of childcare. There are significant differences of work-family conflict based on types of job and balancing strategy based on allocation of working time. Work- family conflict and balancing strategy are higher in sample who work in formal job than informal job, and higher in sample with allocation of working time more than 8 hours than sample with allocation of working time up to 8 hours. Keywords: balancing strategy, work-family conflict, work-family problem
MASALAH DAN KONFLIK KERJA-KELUARGA SERTA STRATEGI PENYEIMBANGAN PADA KELUARGA DENGAN SUAMI ISTERI BEKERJA
RISDA RIZKILLAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi Nama NIM
Masalah dan Konflik Kerja-Keluarga serta Strategi Penyeimbangan pada Keluarga dengan Suami Isteri Bekerja Risda Rizkillah 124090013
Disetujui oleh
Prof.Dr.Ir.Euis Sunarti,MSi Pembimbing 1
Dr Tin Herawati, SP. M.Si
Pembimbing II
rtoyo, MSc Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
Tanggal Lulus:
U~5
A lJ 2: ' 3
Judul Skripsi
:
Nama NIM
: :
Masalah dan Konflik Kerja-Keluarga serta Strategi Penyeimbangan pada Keluarga dengan Suami Isteri Bekerja Risda Rizkillah I24090013
Disetujui oleh
Prof.Dr.Ir.Euis Sunarti,MSi Pembimbing I
Dr Tin Herawati, SP. M.Si Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Hartoyo, MSc Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Rasa syukur juga penulis haturkan pada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi motivator kehidupan bagi penulis.
1.
2.
3.
4. 5.
6.
7.
Pembuatan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu terima kasih penulis ucapkan kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun usulan penelitian ini. Atas bantuannya, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : Prof. Dr. Ir. Euis Sunarti, M.Si selaku dosen pembimbing satu dan dosen pembimbing akademik dan Dr. Tin Herawati, SP, M.Si selaku dosen pembimbing dua atas bimbingan, doa, dan arahan yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini Dr.Ir. Hartoyo, M.Sc dan Ir. Melly Latifah, M.Si selaku dosen penguji skripsi dan Megawati Simanjuntak, SP, M.Si selaku dosen pemandu seminar atas arahan dan masukannya sehingga penulisan skripsi ini menjadi lebih baik. Kedua orangtua, ayahanda Drs. Lukman Al Hakim M.Pd dan Ibunda Dra. Cucu Sumiati yang selalu memberikan doa, semangat, dan kasih sayangnya yang tidak pernah berhenti. Saudara penulis Rika Rahmawati M.Psi, Safarrizal Hakim S.H, dan Mohammad Iqbal sayid Qutub, S.T., serta keluarga besar yang selalu memberikan dukungan serta semangat yang tiada henti. Wildan Dhea Gustiyana, SP. atas kesabaran, motivasi dan dukungan yang diberikan selama penyelesaian skripsi ini. Teman satu penelitian payung penulis, Fitri Aprliana Hakim, Novy Tri Muktiyah, Nova Zakiya, dan Rahmi Damayanti, yang saling membantu, bekerjasama, memberikan masukan, dan memotivasi penulis selama penyelesaian skripsi ini. Aparat kelurahan, ketua RT/RW, dan kader kelurahan Pasir Jaya, Menteng, Panaragan, dan Paledang atas bantuan, kemudahan, dan kerjasama yang diberikan dalam proses pengambilan data. Istikhamah, Nurhartanti, dan Vioci Vesa Denia sahabat yang selalu memberikan semangat, motivasi, doa serta sebuah kebersamaan yang indah. Teman-teman IKK dan pengurus HIMAIKO 2012 atas kebersamaan dan kerjasamanya selama penulis kuliah di Departemen Ilmu keluarga dan Konsumen Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan segala informasi yang terdapat didalamnya. Bogor, Juli 2013
Risda Rizkillah
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
3
KERANGKA PEMIKIRAN
4
METODE
6
Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian
6
Contoh dan Teknik Penarikan Contoh
6
Jenis, Cara Pengumpulan Data dan Cara Pengukuran Variabel
6
Pengolahan dan Analisis Data
8
Definisi Operasional HASIL DAN PEMBAHASAN
10 11
Hasil
11
Pembahasan
17
SIMPULAN DAN SARAN
20
Simpulan
20
Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
21
LAMPIRAN
24
RIWAYAT HIDUP
30
DAFTAR TABEL Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6
Variabel, skala, dan kategori data Hasil uji beda karakteristik keluarga Sebaran isteri (%) dan hasil uji beda berdasarkan masalah kerja- keluarga Rata-rata persentase capaian dan hasil uji beda konflik kerjakeluarga Sebaran isteri (%) berdasarkan strategi penyeimbangan yang dilakukan Rata-rata persentase capaian dan hasil uji beda strategi penyeimbangan
8 12 13 14 16 16
DAFTAR GAMBAR Gambar 1
Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4
Kerangka pemikiran uji beda karakteristik keluarga, masalah kerja-keluarga, konflik kerja-keluarga, dan strategi penyeimbangan berdasarkan jenis pekerjaan (formal dan Informal) dan alokasi waktu kerja (≤8 jam dan > 8 jam) Teknik penarikan contoh Sebaran skor konflik kerja-keluarga isteri (%) berdasarkan jenis pekerjaan Sebaran skor konflik kerja-keluarga isteri (%) berdasarkan alokasi waktu kerja
5 7 14 15
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4
Persentase capaian konflik kerja-keluarga Persentase capaian strategi penyeimbangan kerja-keluarga Hasil uji beda konflik kerja-keluarga Hasil uji beda strategi penyeimbangan kerja-keluarga
24 24 26 27
PENDAHULUAN Latar Belakang Di era globalisasi tuntutan kebutuhan akan ekonomi semakin meningkat, hal tersebut menyebabkan keluarga harus memaksimalkan penggunaan sumberdaya yang ada namun sumberdaya yang ada di dalam keluarga terbatas. Hal ini menyebabkan ibu yang dahulu hanya mengurus rumah tangga dan anakanaknya saja kini mempunyai peran kedua yaitu sebagai pekerja. Di samping itu, seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, semakin terbuka pula kesempatan bagi wanita untuk mengaktualisasikan dirinya. Fakta banyaknya perempuan bekerja dapat dilihat berdasarkan data BPS (2010) yang menunjukkan bahwa Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan meningkat sebesar 3.53 persen pada tahun 2010. Selain itu menurut data statistik BPS (2012) lebih dari 41 juta penduduk berjenis kelamin perempuan dan berumur 15 tahun ke atas adalah seorang pekerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi TPAK perempuan meliputi umur, tingkat pendidikan, status sosial, dan daerah asal (Slamet 2001). Badan Pusat Statistik membagi pekerjaan kedalam dua jenis yaitu pekerjaan formal dan pekerjaan informal. Pekerjaan formal mencakup kategori berusaha dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan/pegawai, sedangkan sisanya adalah informal (BPS 2012). Berdasarkan alokasi waktu kerja, pekerja di sektor swasta telah diatur jam kerjanya dalam Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya pasal 77 sampai dengan pasal 85. Pada Pasal 77 ayat 1, UU No.13 tahun 2003 menyebutkan bahwa setiap pengusaha wajib untuk melaksanakan ketentuan jam kerja. Ketentuan jam kerja ini telah diatur dalam 2 sistem. Kedua sistem tersebut yaitu untuk karyawan yang bekerja 6 hari dalam seminggu, jam kerjanya adalah 7 jam dalam 1 hari sedangkan untuk karyawan dengan 5 hari kerja dalam 1 minggu, kewajiban bekerja mereka 8 jam dalam 1 hari. Apabila perempuan turut andil dalam kegiatan bekerja, maka perempuan akan memiliki peran ganda yaitu bertanggung jawab pada tugas pekerjaan dan tugas keluarga. Peran ganda bagi perempuan merupakan sesuatu yang sulit, karena perempuan menghabiskan waktu lebih banyak untuk aktivitas rumah tangga dan jauh lebih banyak waktu untuk anak, sehingga mereka harus membuat penyesuaian yang lebih pada jadwal kerja mereka (Friedman dan Greenhaus 2000). Karir ganda dapat memunculkan masalah baru apabila pasangan tidak dapat menyimbangkan baik masalah pekerjaan maupun masalah keluarga (Christine et al. 2010). Selain itu seseorang yang tidak mampu mengintegrasikan kepentingan kerja-keluarga cenderung akan mengalami ketegangan atau konflik (Hatta 2011). Milkie (1999) menyatakan bahwa bagi perempuan hal-hal yang mempengaruhi ketidakseimbangan antara pekerjaan dan keluarga antara lain jam kerja, ketidakadilan dalam pembagian pekerjaan rumah tangga, ketidakbahagiaan perkawinan, dan adanya anak yang berumur masih kecil. Timbulnya masalah dan konflik baik di pekerjaan dan keluarga mengharuskan perempuan yang memiliki peran ganda mampu mengatur keseimbangan antara kerja-keluarga dengan baik agar mereka dapat meminimalisir terjadinya konflik kerja–keluarga. Koping yang dilakukan keluarga
2 merupakan cara untuk melakukan penyeimbangan dalam mengatur kegiatan pekerjaan dan keluarga. Strategi penyeimbangan dilakukan untuk meminimalisir terjadinya konflik kerja-keluarga yang di alami oleh perempuan. Oleh sebab itu penyeimbangan antara pekerjaan dan keluarga sangatlah dibutuhkan karena kemampuan perempuan dalam menyeimbangkan antara tuntutan pekerjaan dan keluarga yang membuat perempuan tetap mampu menjalankan kedua peran ganda tersebut dengan efektif. Selain itu keseimbangan antara pekerjaan dan keluarga sangat penting karena berhubungan dengan kesejahteraan (Greenhaus et al. 2003 dalam Milkie 2010).
Perumusan Masalah Hasil Survey Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada tahun 2011 menunjukkan bahwa jumlah perempuan yang berstatus sebagai pekerja di Indonesia sebesar 41 680 456 jiwa. Berdasarkan data APM anak perempuan tingkat sekolah lanjutan SMA/MA meningkat sebesar 0.22 persen dari tahun 2007-2008. Data juga menunjukkan bahwa Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan pada tahun 2009 hingga 2010 meningkat sebesar 3.53 persen, lebih tinggi dibandingkan laki-laki yaitu sebanyak 0.11 persen (BPS 2010). Perempuan bekerja baik pada jenis pekerjaan formal maupun informal dengan jam kerja normal delapan jam. Namun kenyataannya masih ada perempuan yang bekerja lebih dari jam kerja normal. Fenomena isteri yang bekerja menyebabkan perempuan memiliki peran ganda, yaitu peran di keluarga dan pekerjaan sehingga perempuan tidak hanya bertanggung jawab di sektor domestik namun memiliki tanggung jawab di sektor publik juga. Adanya peran ganda yang dimiliki oleh perempuan dapat menyebabkan terjadinya masalah dan konflik baik di pekerjaan maupun di keluarga. Marchese et al. (2002) menyatakan bahwa konflik kerja-keluarga mengarah pada konsekuensi negatif, seperti fisik, perilaku, produktivitas, dan absensi. Konflik kerja keluarga juga dapat memberikan dampak pada tingginya tekanan dan kepuasan kerja (Pasewark dan Viator 2006). Permasalahan yang muncul akibat ibu bekerja yaitu tidak terpenuhinya ASI eksklusif untuk anak, hal ini terjadi karena cuti melahirkan hanya 12 minggu, dimana empat minggu diantaranya sering diambil sebelum melahirkan (Suradi 2003 dalam Rejeki 2008). Selain itu efek negatif akibat semakin banyaknya ibu rumah tangga bekerja di luar rumah, terutama di perkotaan antara lain meningkatnya kenakalan remaja akibat kurangnya perhatian orang tua, dan makin longgarnya nilai-nilai ikatan perkawinan/keluarga (Tjaja 2000), individualisasi pada hubungan keluarga, maraknya keegoisan, komitmen dan pemenuhan kewajiban untuk kehidupan keluarga, dan kurangnya waktu yang dicurahkan untuk membina hubungan keluarga (Reynolds et al. 2003). Jarak rumah dengan tempat kerja juga menjadi faktor pengganggu dimana tempat kerja yang jauh akan mengakibatkan frekuensi berjumpa dengan anak dan suami lebih sedikit sehingga keharmonisan di dalam keluarga akan berkurang (Tjaja 2000). Dalam menghadapi kondisi tersebut, isteri yang bekerja perlu melakukan suatu strategi penyeimbangan untuk dapat bertahan di tengah keterbatasan dan membentuk suatu keseimbangan antara pekerjaan dan keluarga. Meninjau kepada
3 fenomena di atas, penelitian ini ingin menjawab pertanyaan permasalahan sebagai berikut : 1. Apa saja masalah kerja-keluarga yang terjadi pada keluarga dengan suami isteri bekerja? 2. Apa saja konflik kerja-keluarga yang dirasakan isteri pada keluarga dengan suami isteri bekerja ? 3. Bagaimana strategi penyeimbangan yang dilakukan isteri pada keluarga dengan suami isteri bekerja ? 4. Apakah terdapat perbedaan masalah kerja-keluarga, konflik kerja-keluarga dan strategi penyeimbangan isteri berdasarkan jenis pekerjaan (formal atau informal) dan alokasi waktu kerja (≤ 8 jam atau > 8 jam) pada keluarga dengan suami isteri bekerja ? Tujuan Penelitian Tujuan Umum Mengetahui masalah dan konflik kerja-keluarga penyeimbangan pada keluarga dengan suami isteri bekerja.
serta
strategi
Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi masalah kerja-keluarga yang dirasakan isteri pada keluarga dengan suami isteri bekerja. 2. Mengidentifikasi konflik kerja-keluarga yang dirasakan isteri pada keluarga dengan suami isteri bekerja. 3. Mengidentifikasi strategi penyeimbangan yang dilakukan isteri pada keluarga dengan suami isteri bekerja. 4. Menganalisis perbedaan masalah kerja-keluarga, konflik kerja-keluarga dan strategi penyeimbangan isteri berdasarkan jenis pekerjaan (formal atau informal) dan alokasi waktu kerja (≤ 8 jam atau > 8 jam) pada keluarga dengan suami isteri bekerja. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menyediakan informasi mengenai masalah dan konflik kerja-keluarga yang dialami oleh ibu bekerja baik di sektor formal maupun informal dengan alokasi waktu kerja maksimal delapan jam atau lebih dari delapan jam pada keluarga dengan suami isteri bekerja dan strategi penyeimbangan yang dilakukannya. Berdasarkan informasi tersebut, penelitian ini dapat menjadi acuan penelitian-penelitian selanjutnya terkait topik penyeimbangan kerja-keluarga pada keluarga dengan suami isteri bekerja. Bagi keluarga, diharapkan dapat lebih memahami masalah dan konflik kerja-keluarga yang dapat terjadi dan strategi penyeimbangan yang dapat dilakukan. Bagi pemerintah dan instansi diharapkan dapat membuat kebijakan yang dapat mendukung perempuan dalam menjalankan peran ganda. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai kehidupan keluarga.
4
KERANGKA PEMIKIRAN Teori struktural-fungsional memandang adanya pembagian fungsi dalam struktur keluarga, dimana secara tradisional suami atau bapak berperan di sektor publik dan isteri atau ibu berperan di sektor domestik. Namun, semakin berkembangnya zaman kebutuhan suatu keluarga semakin meningkat. Untuk itu, keluarga harus memaksimalkan penggunaan sumberdaya yang ada di dalam keluarga. Hal tersebut menyebabkan terjadinya proses perubahan tatanan lama ke tatanan yang baru sesuai dengan kebutuhan masyarakat dimana isteri yang biasanya hanya mengurus rumah tangga kini memiliki tugas di sektor publik sebagai secondary breadwinner sehingga terjadinya pergeseran fungsi ibu dalam struktur keluarga. Keikutsertaan perempuan dalam sektor publik akan mengakibatkan perempuan memiliki peran ganda. Peran tersebut menyebabkan perempuan memiliki tugas dan tanggungjawab di keluarga dan pekerjaan. Peran ganda tersebut ada kalanya menimbulkan berbagai masalah bagi keluarga terutama bagi perempuan karena perempuan merupakan penanggungjawab utama dalam aktivitas rumah tangga dan pengasuhan anak. Masalah dan konflik kerja-keluarga serta strategi penyeimbangan berhubungan dengan karakteristik keluarga seperti pendidikan, pendapatan, besar keluarga, dan usia, begitu pula karakteristik pekerjaan isteri seperti jenis pekerjaan isteri dan alokasi waktu kerja dimana hal tersebut merupakan input isteri dalam menjalani peran ganda. Terjadinya berbagai masalah baik di pekerjaan maupun di keluarga akan mengakibatkan terjadinya konflik kerja-keluarga dimana tekanan peran dari bidang pekerjaan dan keluarga saling bertentangan dalam beberapa hal. Konflik kerja-keluarga dapat terjadi karena tuntutan waktu di suatu peran yang bercampuraduk dengan keikutsertaan peran lainnya. Netemeyer (1996) menyatakan bahwa konflik dapat terjadi dari dua sisi yaitu Konflik kerja mengganggu keluarga dan Konflik keluarga mengganggu pekerjaan. Salah satu cara untuk mengurangi konflik adalah kemampuan koping untuk mencapai keseimbangan. Strategi penyeimbangan harus dilakukan oleh wanita untuk menyeimbangkan kehidupan kerja dan keluarga sehingga perempuan dapat melaksanakan peran gandanya dengan baik dan memiliki keluarga yang berkualitas. Skinner dan Mc. Cubbin (1981) menyatakan terdapat struktur pola koping yang dilakukan oleh keluarga yang suami dan isterinya bekerja yaitu, (1) mempertahankan, menguatkan, dan menata sistem keluarga, (2) memodifikasi kondisi kerja-keluarga, (3) mengelola ketegangan dan tekanan psikologis, (4) mengendalikan persepsi akan makna hidup, dan (5) mengembangkan hubungan interpersonal dan pengadaan dukungan luar keluarga. Perbedaan masalah dan konflik kerja-keluarga serta strategi penyeimbangan dapat dibedakan berdasarkan karakteristik jenis pekerjaan dan alokasi waktu kerja isteri.
5
Karakteristik keluarga: Usia (suami, isteri, dan anak terakhir) Pendidikan (suami-isteri) Pekerjaan (suami-isteri) Pemdapatan isteri Besar keluarga Pendapatan per kapita Lama bekerja isteri Lama pernikahan
Masalah kerja-keluarga
Konflik kerja-keluarga 1. Konflik kerja mengganggu keluarga 2. Konflik keluarga mengganggu pekerjaan
Strategi penyeimbangan : 1. Mempertahankan, menguatkan, dan menata sistem keluarga 2. Memodifikasi kondisi kerjakeluarga 3. Mengelola ketegangan dan tekanan psikologis 4. Mengendalikan persepsi akan makna hidup 5. Mengembangkan hubungan interpersonal
Gambar 1 Kerangka pemikiran uji beda karakteristik keluarga, masalah kerjakeluarga, konflik kerja-keluarga, dan strategi penyeimbangan berdasarkan jenis pekerjaan (formal dan Informal) dan alokasi waktu kerja (≤8 jam dan > 8 jam)
6
METODE Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian payung bertema keseimbangan kerjakeluarga yang menggunakan disain cross sectional. Pemilihan tempat penelitian di pilih secara purposive, yaitu di Kota Bogor pada Kecamatan Bogor Barat (Kelurahan Pasir Jaya dan Menteng) dan Kecamatan Bogor Tengah (Kelurahan Paledang dan Panaragan). Kota Bogor berada pada urutan kedua proporsi tenaga kerja terbanyak berdasarkan wilayah kabupaten atau kota di Jawa Barat. Kecamatan Bogor Barat merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu 214 826 jiwa dan Kecamatan Bogor Tengah merupakan kecamatan terpadat yaitu 12 564 jiwa/km2 serta merupakan pusat pemerintahan dan kegiatan ekonomi (BPS 2011). Informasi tersebut merupakan alat bantu untuk menentukan tempat secara purposif agar mendapatkan data untuk memilih contoh penelitian karena ketiadaan data ibu bekerja. Waktu penelitian terdiri dari persiapan, pengumpulan data, pengolahan data, analisis data, dan penulisan laporan dilakukan dalam jangka waktu sembilan bulan terhitung mulai bulan Oktober 2012 hingga Juli 2013.
Contoh dan Teknik Penarikan Contoh Populasi penelitian ini adalah seluruh isteri bekerja pada keluarga dengan suami isteri bekerja yang memiliki anak usia 0 – 9 tahun di Kota Bogor. Contoh dalam penelitian ini adalah ibu bekerja yang memiliki anak usia 0 – 9 tahun yang bekerja dengan jenis pekerjaan formal atau informal dan alokasi waktu kerja maksimal delapan jam atau lebih dari delapan jam pada keluarga dengan suami isteri bekerja di Kecamatan Bogor Barat dan Kecamatan Bogor Tengah. Teknik penarikan contoh dilakukan secara stratified non proportional random sampling berdasarkan alokasi waktu kerja dengan contoh sebanyak 160 orang. Teknik penarikan contoh dapat dilihat pada Gambar 2.
Jenis, Cara Pengumpulan Data dan Cara Pengukuran Variabel Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data sekunder dan data primer. Data sekunder didapatkan melalui studi literatur dari buku, internet, dan penelitian-penelitian sebelumnya yang terkait dengan topik penelitian. Data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil penggalian informasi yang dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner yang meliputi : 1. Karakteristik isteri, keluarga, dan pekerjaan isteri. 2. Masalah kerja-keluarga menggunakan pertanyaan terbuka terkait masalah kerja-keluarga yang dirasakan oleh Isteri. 3. Konflik kerja-keluarga menggunakan instrumen konflik kerja-keluarga yang diadopsi dari instumen Work Family Conflict yang terdiri dari Konflik kerja mengganggu keluarga dan Konflik keluarga mengganggu pekerjaan yang
7
Isteri Bekerja di Kota Bogor Kecamatan Bogor Barat
Kelurahan Pasir Jaya Formal= 108 Informal= 77
Kecamatan Bogor Tengah
Purposive
Kelurahan Menteng
Kelurahan Panaragan
Purposive
Formal=170 Informal=49
Formal= 76 Informal=20
Kelurahan Paledang Formal=67 Informal=48
Formal= 278; Informal= 126
Formal= 143; Informal= 68
Formal
Informal
≤ 8 jam n= 86
> 8 jam n= 149
≤ 8 jam n= 57
>8 jam n= 60
n=38
n=42
n=50
n=30
Stratified non proportional random sampling
Gambar 2 Teknik penarikan contoh terdiri berdasarkan komponen dasar konflik yaitu waktu dan tekanan (Netemeyer, Boles, & McMurrian 1996). Instrumen konflik kerja-keluarga terdiri dari sepuluh pernyataan dimana lima pernyataan mengukur Konflik kerja mengganggu keluarga dan lima pernyataan mengukur Konflik keluarga mengganggu pekerjaan. Skala yang digunakan dalam pengukuran adalah skala semantik, responden ditanya untuk mengindikasi kesetujuan mereka terhadap pernyataan. Selang pengukuran dimulai dari 1 (sangat tidak setuju) sampai 5 (sangat setuju). Nilai cronbach’s alpha untuk instrumen konflik kerja-keluarga sebesar 0.790. 4. Strategi penyeimbangan menggunakan pertanyaan terbuka terkait strategi penyeimbangan kerja-keluarga dan penggunaan instrumen strategi penyeimbangan kerja-keluarga yang dimodifikasi dari instrumen Dual Employed Coping Scale (DECS) (Skinner & McCubbin 1981). Nilai cronbach’s alpha instrumen tersebut adalah sebesar 0.788. Adapun variabel, skala, dan kategori data dapat dilihat pada Tabel 1.
8 Tabel 1 Variabel, skala, dan kategori data Varibel Karakteristik keluarga Besar keluarga (BKKBN 1998)
Skala
Usia anak terakhir
Rasio
1. Keluarga kecil (0-4 tahun) 2. Keluarga sedang (5-7 tahun) 3. Keluarga besar (≥ 8 tahun) Rataan data
Usia suami-isteri
Rasio
Rataan data
Pendidikan suami-isteri
Rasio
Pekerjaan suami-isteri
Nominal
1) ≤ 6 tahun; 2) 7-9 tahun; 3) 10-12 tahun; 4) > 12 tahun 1) PNS; 2) Wiraswasta; 3) Swasta; 4) Buruh; 5) TNI/Polri; 6) Guru; 7) PRT; 8) Lainnya Rataan data Berdasarkan BPS (2012) 1. Sangat miskin : < Rp278 530 2. Miskin : Rp278 530 – Rp334 236 3. Mendekati miskin : Rp334 237 – Rp417795 4. Tidak miskin: > Rp417 795 Rataan data Rataan data
Rasio
Pendapatan suami-isteri Pendapatan per kapita (GK Jawa Barat, September 2012)
Rasio Rasio
Lama bekerja isteri Lama pernikahan Karakteristik pekerjaan Jenis pekerjaan Alokasi waktu kerja Masalah Kerja-Keluarga Konflik Kerja-Keluarga
Rasio Rasio
Konflik kerja mengganggu keluarga
Nominal Nominal Ordinal
Ordinal
Konflik keluarga mengganggu pekerjaan
Strategi penyeimbangan Mempertahankan, menguatkan, dan menata sistem keluarga Memodifikasi kondisi kerja-keluarga Mengelola ketegangan dan tekanan psikologis Mengendalikan persepsi akan makna hidup Mengembangkan hubungan interpersonal
Kategori Data
1) Formal; dan 2) Informal 1) ≤ 8 jam; dan 2) > 8 jam Pernyataan terbuka Rentang total skor : 10 – 50, median = 22 Rendah : 10-21 Tinggi : 22-50 Rentang total skor : 5 – 25, median = 12 Rendah : 5-11 Tinggi : 12-25 Rentang total skor : 5 – 25, median = 10 Rendah : 5-9 Tinggi : 10-25 Rentang total skor : 25 – 125 Rentang total skor : 5 – 25 Rentang total skor : 4 - 20
Ordinal
Rentang total skor : 9 - 45 Rentang total skor : 4 - 20 Rentang total skor : 3 – 15
Pengolahan dan Analisis Data Data yang terkumpul dari hasil wawancara, selanjutnya diproses ke tahap editing, coding, scoring, entering, cleaning dan analyzing. Skala data yang digunakan dalam kuesioner meliputi skala nominal, ordinal, dan rasio. Sedangkan pengkategorian disesuaikan dengan jenis variabel yang diteliti.
9 Analisis statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Analisis deskriptif (rata-rata, nilai minimum dan maksimum, dan persentase) digunakan untuk untuk mengidentifikasi karakteristik Isteri, karakteristik keluarga, karakteristik pekerjaan, masalah kerja-keluarga, dan strategi penyeimbangan. 2. Uji Beda digunakan untuk melihat perbedaan masalah kerja-keluarga, konflik kerja-keluarga dan strategi penyeimbangan isteri pada keluarga suami isteri bekerja berdasarkan jenis pekerjaan (formal dan informal) dan berdasarkan alokasi waktu kerja (≤ 8 jam dan > 8 jam). Uji beda dilakukan menggunakan Independent Samples T-Test. Pada saat melakukan pengolahan data, jenis data masalah kerja-keluarga merupakan data berdasarkan pertanyaan terbuka, dilakukan pengkategorian secara khusus terkait masalah kerja-keluarga. Contoh diberikan skor satu apabila merasakan masalah tersebut dan diberikan skor nol apabila tidak merasakan masalah tersebut kemudian setiap jawaban dijumlahkan sehingga mendapatkan skor komposit. Sedangkan jenis data variabel konflik kerja-keluarga dan strategi penyeimbangan kerja-keluarga diubah ke dalam jenis rasio dengan menjumlahkan setiap jawaban hingga mendapatkan skor komposit. Variabel konflik kerja-keluarga diukur menggunakan dua subvariabel, yaitu Konflik kerja mengganggu keluarga dan Konflik keluarga mengganggu pekerjaan dengan masing-masing lima pernyataan. Tiap pernyataan diberi skor satu sampai lima. Variabel dan subvariabel tersebut termasuk kategori rendah jika total skor < median dan termasuk kategori tinggi jika total skor ≥ median. Variabel strategi penyeimbangan kerja-keluarga diukur menggunakan lima subvariabel, yaitu mempertahankan, menguatkan, dan menata sistem keluarga lima pernyataan, memodifikasi kondisi kerja – keluarga empat pernyataan, mengelola ketegangan psikologis dan tekanan sembilan pernyataan, mengendalikan secara perseptual makna gaya hidup empat pernyataan, dan mengembangkan hubungan interpersonal tiga pernyataan. Tiap pertanyaan diberi skor satu sampai lima. Skor yang didapatkan per pernyataan dikompositkan berdasarkan jumlah pernyataan subvariabel dan variabel sehingga didapatkan skor responden berdasarkan subvariabel dan variabel kemudian skor tersebut di bagi dengan skor maksimum dari subvariabel atau variabel dan dikalikan 100 persen sehingga didapatkan persentase skor responden. Persentase capaian subvariabel Y = skor yang didapatkan (variabel ) x 100% skor maksimum variabel Persentase capaian total variabel Y = skor yang didapatkan (subvariabel) x 100% skor maksimum subvariabel
10 Definisi Operasional Karakteristik keluarga adalah ciri khas yang dimiliki oleh keluarga responden seperti usia (suami, isteri, dan anak terakhir), pekerjaan (suami dan isteri), pendidikan (suami dan isteri), pendapatan isteri, pendapatan per kapita, besar keluarga, lama pernikahan, dan lama bekerja isteri. Karakteristik pekerjaan adalah jenis pekerjaan yang dibedakan berdasarkan jenis pekerjaan (formal atau informal) dan alokasi waktu kerja (≤ 8 jam atau > 8 jam). Usia suami, isteri, dan anak terakhir adalah jumlah tahun lengkap sejak lahir sampai usia ulang tahun terakhir suami, isteri, dan anak terakhir. Pendidikan suami dan isteri adalah lama pendidikan formal yang diperoleh suami dan isteri dalam tahun. Pendapatan isteri adalah jumlah perolehan uang dari hasil bekerja isteri Pendapatan per kapiita adalah pendapatan keluarga dibagi dengan jumlah anggota keluarga. Lama bekerja isteri adalah lama contoh memiliki pengalaman bekerja dalam tahun. Lama pernikahan adalah lama contoh menikah. Pekerjaan Formal adalah pekerjaan di suatu instansi, jam kerja tetap, gaji tetap, dan di luar rumah. Pekerjaan Informal adalah pekerjaan tidak di suatu instansi, jam kerja tidak tetap, gaji tidak tetap, diluar maupun didalam rumah. Alokasi waktu kerja adalah jumlah waktu dalam jam yang digunakan isteri untuk bekerja disektor publik, termasuk waktu untuk perjalanan Masalah kerja-keluarga adalah hal-hal yang dirasakan menyulitkan bagi isteri terkait kehidupan pekerjaan dan keluarga. Konflik Kerja-Keluarga adalah keinginan atau kehendak yang berbeda atau berlawanan antara pekerjaan dengan keluarga dimana peran yang satu menuntut peran yang lain sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu. Konflik kerja mengganggu keluarga adalah konflik antar peran yang terjadi sebagai hasil dari tuntutan dan tekanan umum dari pekerjaan yang mengganggu kemampuan isteri untuk melakukan tanggung jawab di keluarga. Konflik keluarga mengganggu pekerjaan adalah konflik peran akibat tuntutan umum dan ketegangan yang diciptakan oleh keluarga yang menganggu kemampuan isteri untuk melakukan tanggung jawab yang berhubungan dengan pekerjaan. Strategi Penyeimbangan Kerja-Keluarga adalah koping yang dilakukan isteri untuk menghadapi masalah ataupun konflik kerja-keluarga sehingga diharapkan terjadi keseimbangan kerja-keluarga.
11
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Bogor Barat merupakan kecamatan dengan penduduk terbanyak di Kota Bogor dengan jumlah penduduk sebesar 214 826 jiwa. (BPS Kota Bogor 2011) dengan luas wilayah sekitar 3 165 Ha terbagi dalam 16 kelurahan, diantaranya adalah Kelurahan Pasir Jaya dan Kelurahan Menteng. Kelurahan Pasir Jaya memiliki jumlah penduduk sebanyak 20 730 jiwa. Luas wilayah Kelurahan Pasir Jaya sekitar 138.2 Ha. Kelurahan Pasir Jaya terdiri dari 15 RW dengan 63 RT didalamnya. Kelurahan Menteng memiliki jumlah penduduk sebesar 15 785 jiwa dengan luas wilayah sekitar 209 Ha. Kelurahan Menteng terdiri atas 20 RW dan 78 RT. Kecamatan Bogor Tengah merupakan kecamatan dengan penduduk terpadat di Kota Bogor dengan jumlah penduduk sebesar 12 564 jiwa/km2 (BPS Kota Bogor 2011) dengan luas wilayah sekitar 851 Ha terbagi dalam 10 kelurahan, diantaranya adalah Kelurahan Panaragan dan Kelurahan Paledang. Kelurahan Panaragan memiliki penduduk berjumlah 7 181 jiwa dengan luas wilayah 27 Ha. Kelurahan Panaragan terdiri atas 7 RW dan 34 RT. Kelurahan Paledang memiliki jumlah penduduk sebesar 11 539 jiwa. Luas wilayah Kelurahan Paledang yaitu sekitar 178 Ha. Kelurahan Paledang terdiri dari 13 RW dengan 58 RT didalamnya Karakteristik Keluarga Berdasarkan Tabel 2, terdapat perbedaan yang signifikan pada semua item karakteristik keluarga berdasarkan jenis pekerjaan sedangkan berdasarkan alokasi waktu kerja, hanya pendidikan isteri dan suami, pendapatan isteri, dan pendapatan perkapita yang berbeda secara signifikan. Rataan besar keluarga isteri dengan jenis pekerjaan informal (4.72) yang lebih dari separuhnya terkategori keluarga sedang lebih besar dibandingkan isteri dengan jenis pekerjaan formal (3.79) yang mayoritas terkategori keluarga kecil. Begitu pula berdasarkan usia isteri dan suami dimana isteri dengan jenis pekerjaan informal (36.10) memiliki rataan usia lebih besar dibandingkan isteri dengan jenis pekerjaan formal (33.69). Namun pada rataan pendidikan isteri dan suami, pendapatan perkapita, dan pendapatan isteri, isteri dengan jenis pekerjaan formal lebih besar dibandingkan isteri dengan jenis pekerjaan informal. Berdasarkan pendapatan perkapita hampir seluruh isteri dengan jenis pekerjaan formal (95%) terkategori keluarga tidak miskin sedangkan isteri dengan jenis pekerjaan informal hanya 40 persen yang terkategori tidak miskin. Berdasarkan jenis pekerjaan, Hampir sepertiga (30%) suami bekerja sebagai pegawai swasta. Isteri dengan jenis pekerjaan formal 46.2 persen bekerja sebagai pegawai swasta sedangkan isteri dengan jenis pekerjaan informal 53.8 persen bekerja sebagai permbantu rumahtangga. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa rataan pendidikan isteri dengan alokasi waktu kerja lebih dari delapan jam (12.08) lebih besar dibandingkan isteri dengan alokasi waktu kerja maksimal delapan jam (10.66). Selain itu pendapatan isteri dan pendapatan perkapita pada isteri dengan alokasi waktu kerja lebih dari
12 delapan jam lebih besar dibandingkan isteri dengan alokasi waktu kerja maksimal delapan jam. Tabel 2 Hasil uji beda karakteristik keluarga Karakteristik Usia istri Usia suami Usia anak terakhir Besar keluarga Pendidikan istri Pendidikan suami Lama bekerja istri Lama perninikahan Pendapatan istri (Rp dalam ribu) Pendapatan perkapita (Rp dalam ribu)
Formal 33.69 36.36 3.87 3.79 13.95 13.45 9.76 9.16 2611.3
Informal 36.10 40.63 5.04 4.72 8.65 9.10 6.88 14.54 1559.1
0.015** 0.000** 0.001** 0.000** 0.000** 0.000** 0.003** 0.000** 0.003**
Alokasi waktu kerja P-Value ≤8 >8 34.57 35.29 0.474 38.32 38.71 0.737 4.65 4.22 0.242 4.28 4.22 0.725 10.66 12.08 0.017* 10.78 11.88 0.045* 8.30 8.35 0.955 11.91 11.76 0.880 1557 2371 0.002**
1529.2
791.9
0.000**
910.9
Jenis Pekerjaan
P-Value
14656
0.006**
Rataan Total
1160.5
34.89 38.49 3.87 4.26 11.30 11.28 11.76 11.86 2085.2
Berdasarkan jenis pekerjaan 33.8 persen isteri dengan jenis pekerjaan formal memiliki pembantu rumah tangga sedangkan pada isteri dengan jenis pekerjaan informal hanya 2.5 persen. Berdasarkan alokasi waktu kerja, 22.2 persen isteri dengan alokasi waktu kerja lebih dari delapan jam memiliki pembantu rumah tangga sedangkan isteri dengan alokasi waktu kerja maksimal delapan jam hanya 14.8 persen. Berdasarkan keberadaan pengasuhan anak, 7.5 persen isteri dengan jenis pekerjaan formal memiliki pengasuh anak sedangkan isteri dengan jenis pekerjaan informal hanya 3.8 persen. Sedangkan berdasarkan alokasi waktu kerja, 9.7 persen isteri dengan alokasi waktu kerja lebih dari delapan jam memiliki pengasuh anak, sedangkan isteri dengan alokasi waktu kerja maksimal delapan jam hanya 2.3 persen. Isteri pada dengan jenis pekerjaan formal (37.5%), informal (20.0%), isteri dengan alokasi waktu kerja lebih dari delapan jam (25.0%), dan isteri dengan alokasi waktu kerja maksimal delapan jam (31.8%) memiliki bantuan dari anggota keluarga lain dalam mengasuh anak dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Masalah kerja-keluarga Masalah kerja-keluarga adalah hal-hal paling menyulitkan yang dirasakan oleh isteri bekerja yang terjadi terkait pekerjaan dan keluarga (Tabel 3). Secara keseluruhan 42.5 persen isteri mengalami masalah terkait pengasuhan anak. Hampir sepertiga isteri (30%) merasa kesulitan dalam mengerjakan pekerjaan rumah dengan baik. Masalah terkait hubungan dengan suami hanya 3.1 persen isteri yang menyatakan memiliki masalah tersebut. Masalah terkait kurangnya waktu untuk anak paling banyak dirasakan oleh isteri dengan jenis pekerjaan formal (26.25%). Masalah terkait pendapatan dari pekerjaan paling sedikit dirasakan oleh isteri dengan jenis pekerjaan formal (1.25%) dan isteri dengan alokasi waktu kerja lebih dari delapan jam (1.39%). Sedangkan masalah kelelahan fisik paling dirasakan oleh isteri dengan jenis pekerjaan informal (31.25%).
13 Tabel 3 Sebaran isteri (%) dan hasil uji beda berdasarkan masalah kerja- keluarga Subvariabel Masalah pengasuhan anak Sulit mengerjakan pekerjaan rumah dengan baik Kurangnya waktu untuk anak Membagi waktu kerja-keluarga Kelelahan fisik Tekanan pekerjaan Masalah terkait pendapatan dari pekerjaan Sulit membagi pekerjaan dengan anggota keluarga Tidak dapat mengerjakan pekerjaan dengan baik Kurangnya waktu untuk keluarga Kesulitan berkomunikasi dengan keluarga Masalah hubungan dengan suami
Alokasi waktu kerja P-Value P-Value Total Formal Informal ≤8 >8 42.50 42.50 0.772 45.45 38.89 0.620 42.5 Jenis Pekerjaan
26.25
33.75
0.304
28.41
31.94
0.630
30.0
26.25 13.75 8.75 12.50
5.00 17.50 31.25 10.00
0.000** 12.50 0.517 11.36 0.000** 27.27 0.619 7.95
19.44 20.83 11.11 15.28
0.166 0.111 0.011* 0.158
15.6 15.6 20.0 11.3
1.25
10.00
0.017*
9.09
1.39
0.024*
5.6
11.25
1.25
0.009**
6.82
5.56
0.745
6.3
1.25
7.50
0.055
3.41
5.56
0.512
4.4
7.50
2.50
0.149
4.55
5.56
0.772
5.0
6.25
0.00
0.024*
3.41
2.78
0.821
3.1
3.75
2.50
0.652
1.14
5.56
0.137
3.1
*signifikan pada p< 0,05 **sangat signifikan pada p<0,01
Berdasarkan hasil uji beda masalah kerja-keluarga (Tabel 3), terdapat perbedaan yang signifikan pada isteri dengan jenis pekerjaan formal dan informal terkait masalah kurangnya waktu dengan anak, sulit membagi pekerjaan dengan anggota keluarga, dan kesulitan berkomunikasi dengan keluarga dimana isteri dengan jenis pekerjaan formal lebih besar dibandingkan isteri dengan jenis pekerjaan informal. Selain itu perbedaan yang signifikan juga terjadi pada masalah kelelahan fisik dan masalah terkait pendapatan dari pekerjaan dimana isteri dengan jenis pekerjaan informal lebih besar dibandingkan isteri dengan jenis pekerjaan formal. Sedangkan berdasarkan alokasi waktu kerja, hanya masalah kelelahan fisik dan masalah terkait pendapatan dari pekerjaan yang memiliki perbedaan signifikan dimana isteri dengan alokasi waktu kerja maksimal delapan jam memiliki skor yang lebih tinggi dibandingkan isteri dengan alokasi waktu kerja lebih dari delapan jam. Konflik kerja-keluarga Konflik kerja-keluarga adalah sesuatu yang dirasakan oleh isteri dimana terjadi keinginan atau kehendak yang berbeda atau berlawanan antara pekerjaan dengan keluarga sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu. Konflik kerja-keluarga dibagi menjadi dua yaitu konflik kerja mengganggu keluarga dan konflik keluarga mengganggu pekerjaan (Netemeyer et.al. 1996). Ukuran konflik kerja-keluarga ini dapat berbeda-beda untuk setiap individunya. Berdasarkan Tabel 4, konflik kerja mengganggu keluarga memiliki persentase lebih tinggi dibandingkan konflik keluarga mengganggu pekerjaan. Hal ini berarti bahwa pengaruh atau gangguan dari pekerjaan dirasa lebih banyak sehingga lebih banyak dirasakan menimbulkan konflik. Isteri secara keseluruhan memiliki persentase capaian konflik kerja-keluarga sebesar (43.68%) dimana
14 isteri dengan jenis pekerjaan formal memiliki persentase capaian lebih besar (44.80%) dibandingkan isteri dengan jenis pekerjaan informal (42.55%) terutama dalam hal isteri tidak bisa menyelesaikan sesuatu dirumah karena adanya tuntutan dari pekerjaan. Berdasarkan alokasi waktu, isteri dengan alokasi waktu kerja lebih dari delapan jam memiliki persentase capaian total konflik kerja-keluarga lebih tinggi (46.17%) dibandingkan isteri dengan alokasi waktu kerja maksimal delapan jam (41.64%) terutama pada dalam hal dimana jumlah waktu yang diambil untuk bekerja membuat isteri sulit memenuhi tanggung jawab keluarga. Persentase capaian konflik kerja mengganggu keluarga lebih besar dibandingkan Konflik keluarga mengganggu pekerjaan pada kedua jenis isteri. Tabel 4 Rata-rata persentase capaian dan hasil uji beda konflik kerja-keluarga Variabel
Jenis Pekerjaan
Konflik kerja mengganggu keluarga Konflik keluarga mengganggu pekerjaan Total konflik kerjakeluarga
P-value
Alokasi waktu kerja ≤8 >8 jam
P-value
Total
Formal
Informal
49.35
44.80
0.077
43.86
51.00
0.005**
47.08
40.25
40.30
0.982
39.41
41.33
0.393
40.23
44.80
42.55
0.277
41.64
46.17
0.029*
43.68
*signifikan pada p< 0,05 **sangat signifikan pada p<0,01
Berdasarkan hasil uji beda, Tabel 4 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan terkait variabel konflik kerja-keluarga antara contoh formal dengan informal sedangkan berdasarkan alokasi waktu kerja terdapat perbedaan yang sangat signifikan (α= 0.005) pada konflik kerja mengganggu keluarga dan signifikan (α = 0.029) pada total konflik kerja-keluarga. 100 90 80 70 60 50
53,7 46,3
51,2
48,8
48,8
51,2 Rendah Tinggi
40 30 20 10 0 Formal
Informal
Total
Gambar 3 Sebaran skor konflik kerja-keluarga isteri (%) berdasarkan jenis pekerjaan
15
Gambar 3 menunjukkan lebih banyak isteri dengan jenis pekerjaan formal daripada isteri dengan jenis pekerjaan informal yang mempunyai konflik kerjakeluarga dengan kategori tinggi. Isteri dengan jenis pekerjaan informal memiliki persentase capaian yang lebih tinggi dibandingkan isteri dengan jenis pekerjaan formal untuk item pernyataan pekerjaan memberi tekanan yang membuat sulit memenuhi tugas keluarga, sering menunda melakukan hal ditempat kerja karena tuntutan rumahtangga, dan tidak bisa melakukan hal di tempat kerja karena tuntutan keluarga. 100 90 80 70 60 50
58,3
54,5 45,5
48,8
51,2
41,7
Rendah Tinggi
40 30 20 10 0 ≤8 jam
>8 jam
Total
Gambar 4 Sebaran skor konflik kerja-keluarga isteri (%) berdasarkan alokasi waktu kerja Gambar 4 menunjukkan bahwa lebih banyak isteri dengan alokasi waktu kerja maksimal delapan jam dibandingkan isteri dengan alokasi waktu kerja lebih dari delapan jam yang terkategori rendah. Isteri degan alokasi waktu kerja maksimal delapan jam memiliki persentase capaian yang lebih tinggi untuk item pernyataan tuntutan keluarga mempengaruhi pekerjaan. Secara total, lebih dari separuh contoh (51.2%) memiliki konflik kerja-keluarga dengan kategori tinggi. Strategi penyeimbangan kerja-keluarga Data terkait strategi penyeimbangan yang dilakukan isteri bekerja diambil menggunakan pernyataan terbuka, dimana isteri diminta untuk menjawab terkait strategi penyeimbangan kerja-keluarga yang paling sering dilakukan (Tabel 5). Hampir separuh isteri (45%) melakukan strategi penyeimbangan kerja-keluarga dengan cara merencanakan kegiatan dengan baik, mengatur waktu dengan baik (41.9%), dan sepertiga isteri (33.8%) melakukan penyeimbangan dengan bantuan dukungan sosial. Strategi penyeimbangan melalui dukungan sosial paling banyak dilakukan oleh isteri dengan jenis pekerjaan formal (45%), sedangkan strategi penyeimbangan dengan cara bangun lebih pagi banyak dilakukan oleh isteri
16 dengan alokasi waktu kerja lebih dari delapan jam (22.22%) . Strategi dengan cara membeli makanan siap saji hanya dilakukan oleh 1.9 persen isteri. Tabel 5 Sebaran isteri (%) berdasarkan strategi penyeimbangan yang dilakukan No
Strategi Penyeimbangan
Jenis Pekerjaan
1 2 3 4 5 6 7
Merencanakan kegiatan dengan baik Mengatur waktu dengan baik Dukungan sosial Bangun lebih pagi Komunikasi bersama keluarga dengan baik Fokus terhadap tugas yang sedang dikerjakan Mengadakan waktu untuk kebersamaan keluarga 8 Melakukan kegiatan pribadi 9 Memberikan kebutuhan anak dengan baik 10 Membeli makanan siap saji
Alokasi waktu kerja Formal Informal ≤8 jam > 8 jam 37.50 52.50 42.05 48.61 38.75 45.00 38.64 45.83 45.00 22.50 31.82 36.11 10.00 18.75 7.95 22.22 18.75 5.00 7.95 16.67 12.50 2.50 6.82 8.33
Total 45.0 41.9 33.8 14.4 11.9 7.5
10.00
2.50
3.41
9.72
6.3
2.50 6.25 1.25
7.50 1.25 2.50
7.95 5.68 1.14
1.39 1.39 2.78
5.00 3.75 1.9
McCubbin dan Skinner (1981) membagi strategi penyeimbangan menjadi lima pola koping (Tabel 6), dimana pola koping dengan persentase capaian tertinggi adalah mengembangkan hubungan interpersonal (80.42%) sedangkan pola koping dengan persentase capaian terendah adalah mengelola ketegangan dan tekanan psikologis (69.63%). Isteri dengan jenis pekerjaan formal memiliki persentase capaian (73.98%) lebih tinggi dibandingkan Isteri dengan jenis pekerjaan informal (72.68%), hal ini berarti isteri dengan pekerjaan formal memiliki strategi penyeimbangan yang lebih baik. Isteri dengan jenis pekerjaan formal memiliki persentase capaian yang lebih tinggi dibandingkan istri dengan jenis pekerjaan formal pada pola koping mengendalikan secara perseptual makna gaya hidup, hal ini berarti isteri dengan jenis pekerjaan informal lebih baik dalam mempertahankan optimisme terhadap sesuatu dan kepercayaan terhadap nilai dari makna gaya hidup. Tabel 6 Rata-rata persentase capaian dan hasil uji beda strategi penyeimbangan Pola Koping
Jenis Pekerjaan P-Value
Mempertahankan, menguatkan, dan menata sistem keluarga Memodifikasi kerja keluarga Mengelola ketegangan psikologis dan tekanan Mengendalikan secara perseptual makna gaya hidup Mengembangkan hubungan interpersonal Total Strategi Penyeimbangan
Alokasi waktu kerja ≤8 >8
PValue
Total
Formal
Informal
75.35
70.85
0,040*
71.73
74.78
0.167
73.10
76.75 69.97
69.81 69.28
0,001** 0,575
71.82 69.77
75.07 69.44
0.126 0.792
73.28 69.63
71.25
76.00
0,261
76.14
70.56
0.834
70.38
83.67
77.17
0,003**
79.02
82.13
0.164
80.42
73.98
72.68
0,002**
71.67
73.11
0.181
72.32
*signifikan pada p< 0,05 **sangat signifikan pada p<0,01
Tabel 6 juga menunjukkan bahwa isteri dengan alokasi waktu kerja lebih dari delapan jam memiliki persentase capaian (73.11%), lebih tinggi dibandingkan Isteri maksimal delapan jam (71.67%). Namun isteri dengan alokasi waktu kerja
17 maksimal delapan jam memiliki persentase capaian (76.14%), lebih besar dibandingkan isteri dengan alokasi waktu kerja lebih dari delapan jam (70.56%) pada pola koping mengendalikan secara perseptual makna gaya hidup. Berdasarkan hasil uji beda persentase capaian total strategi penyeimbangan terdapat perbedaan yang signifikan berdasarkan jenis pekerjaan formal dan informal, namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan berdasarkan alokasi waktu kerja (≤8 jam dan > 8 jam). Dari semua pola koping strategi penyeimbangan pada Isteri yang bekerja di sektor formal dan informal, pola koping yang tidak signifikan adalah pola koping mengelola ketegangan psikologis dan tekanan serta mengendalikan secara perseptual makna gaya hidup. Subvariabel lainnya mempunyai p-value < 0,05 (berbeda signifikan) (Tabel 6).
Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui masalah, konflik, dan strategi penyeimbangan kerja-keluarga. Hampir dua pertiga keluarga isteri (64.4%) termasuk dalam kategori keluarga kecil. Rata-rata lama pendidikan isteri sebesar 11.30 tahun. Pendapatan, pendidikan yang lebih baik dimiliki oleh isteri yang bekerja pada jenis pekerjaan formal dibandingkan informal dan lebih baik pada isteri yang memiliki alokasi waktu kerja lebih dari delapan jam dibandingkan isteri yang memiliki alokasi kerja maksimal delapan jam. Sejalan dengan penelitian Sunarti (2013) yang menyatakan bahwa isteri dengan pekerjaan stabil dalam penelitian ini sesuai dengan karakteristik pekerjaan formal memiliki pendidikan dan pendapatan yang lebih baik dibandingkan isteri dengan pekerjaan tidak stabil (informal). Partisipasi isteri bekerja dalam sektor publik mengakibatkan terjadinya peran ganda. Hal tersebut membuat kesulitan bagi seseorang untuk memenuhi peran satu dan peran lainnya berhasil (Abrar dan Ghouri 2010), dan merupakan faktor pemicu stres kerja (Almasitoh 2011). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebesar 42.5 persen isteri menyatakan masalah yang paling dirasakan adalah masalah pengasuhan anak dan hampir sepertiga (30%) merasa memiliki kesulitan mengerjakan pekerjaan rumah dengan baik. Hal ini dikarenakan masih sedikit isteri bekerja yang mendapatkan dukungan untuk pengasuhan anak dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Sesuai dengan pernyataan Strong dan Devault (1986) bahwa semoderen apapun sebuah keluarga, ketika berbicara pekerjaan rumahtangga, wanita tetap menjadi penanggungjawab utama dalam mengerjakan pekerjaan rumahtangga dan mengasuh anak. Masalah terkait kurangnya waktu untuk anak paling banyak dirasakan oleh isteri dengan jenis pekerjaan formal. Sedangkan masalah kelelahan fisik paling dirasakan oleh Isteri dengan jenis pekerjaan informal. Berdasarkan hasil uji beda masalah kerja-keluarga, perbedaan yang signifikan pada isteri dengan jenis pekerjaan formal dan informal terdapat pada masalah kurangnya waktu dengan anak, kesulitan berkomunikasi dengan keluarga, dan sulit membagi pekerjaan dengan anggota keluarga dimana isteri dengan jenis pekerjaan formal lebih besar dibandingkan isteri dengan jenis pekerjaan informal. Hal ini dikarenakan 46.2 persen isteri dengan jenis pekerjaan formal memiliki pekerjaan sebagai pegawai swasta yang memiliki karakteristik pekerjaan dengan fleksibilitas yang rendah sehingga isteri memiliki fokus yang lebih besar kepada
18 pekerjaan. Selain itu perbedaan yang signifikan juga terjadi pada masalah kelelahan fisik dan masalah terkait pendapatan dari pekerjaan dimana isteri dengan jenis pekerjaan informal lebih besar dibandingkan isteri dengan jenis pekerjaan formal karena isteri dengan pekerjaan informal bekerja lebih menggunakan fisik seperti pembantu rumah tangga, penjahit, pedagang, dan wiraswasta, selain itu mayoritas isteri pada pekerjaan informal memiliki pendapatan yang lebih kecil dibandingkan isteri pada pekerjaan formal. Berdasarkan alokasi waktu kerja, hanya masalah kelelahan fisik dan masalah terkait pendapatan dari pekerjaan yang memiliki perbedaan signifikan. Masalahmasalah yang terjadi baik di pekerjaan maupun keluarga dapat menyebabkan timbulnya konflik kerja-keluarga. Konflik kerja-keluarga terjadi karena konflik antar peran dimana peran yang satu (kerja atau keluarga) menuntut peran yang lain (kerja atau keluarga) (Tsai 2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa isteri secara keseluruhan memiliki persentase capaian konflik kerja-keluarga sebesar (43.68%). Persentase capaian konflik kerja mengganggu keluarga lebih tinggi dibandingkan konflik keluarga mengganggu pekerjaan. Hal ini dapat terjadi karena tuntutan di sektor domestik dapat dikelola melalui kompromi dengan sengaja menurunkan standar di keluarga (Holstrom 1973 dalam Ahmad 1995). Sebagian besar isteri mungkin menganggap bahwa pekerjaan di keluarga atau rumahtangga merupakan kewajiban utama sebagai seorang isteri, sehingga apabila ada hal yang mengganggu peran isteri dalam melaksanakan pekerjaan di keluarga atau rumahtangga akan lebih dirasakan oleh isteri. Mclelland dan Uys (2009) menyatakan bahwa kurang fokusnya ibu pada komitmen pekerjaan mereka tidak menyebabkan mereka merasa bersalah namun mereka akan merasa bersalah ketika mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan dan melakukan tanggung jawab pada anak atau keluarga mereka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada konflik kerja mengganggu keluarga, pernyataan yang memiliki persentase capaian tertinggi adalah tidak bisa menyelesaikan sesuatu dirumah karena adanya tuntutan dari pekerjaan. Hobfoll dan Freedy (1993) dalam Tsai (2008) menyatakan bahwa tuntutan pekerjaan dapat mengancam sumberdaya seseorang dari waktu ke waktu, terlalu lama terkena tuntutan seperti jam kerja yang panjang dapat mengakibatkan kelelahan, emosi, dan stres. Hal tersebut dapat mengakibatkan isteri tidak dapat menyelesaikan sesuatu dirumah. Sedangkan pada konflik keluarga mengganggu pekerjaan, pernyataan dengan persentase capaian tertinggi ada pada pernyataan bahwa hal yang ingin dilakukan di tempat kerja tidak bisa dilakukan karena tuntutan keluarga. Hal tersebut dapat terjadi karena walaupun isteri memiliki pekerjaan penuh waktu diluar rumah, isteri tetap mengerjakan dua kali lebih banyak tugastugas rumahtangga daripada suami (Amato dan Booth dalam Kawamura dan Brown 2006). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa lebih dari separuh isteri (51.2%) memiliki konflik kerja-keluarga pada kategori tinggi. Lebih banyak isteri dengan jenis pekerjaan formal daripada isteri dengan jenis pekerjaan informal yang mempunyai konflik kerja-keluarga dengan kategori tinggi dan lebih banyak isteri dengan alokasi waktu kerja lebih dari delapan jam dibandingkan isteri dengan alokasi waktu maksimal delapan jam yang mempunyai konflik kerja-keluarga dengan kategori tinggi. Hal ini dikarenakan isteri dengan jenis pekerjaan formal memiliki fleksibilitas waktu dan jadwal kerja yang rendah, sesuai dengan
19 penelitian Siew Kim dan Seow Ling (2001) dimana konflik pekerjaan atau keluarga perempuan pengusaha di Singapura menunjukkan bahwa tekanan waktu diukur dengan jumlah jam kerja dan fleksibilitas jadwal. Pada hasil uji beda konflik kerja-keluarga, tidak terjadi perbedaan yang signifikan antara isteri pada jenis pekerjaan formal dengan informal, namun berdasarkan alokasi waktu kerja terdapat perbedaan yang sangat signifikan pada konflik kerja mengganggu keluarga dan signifikan pada total konflik kerjakeluarga dimana isteri dengan alokasi waktu kerja lebih dari delapan jam lebih tinggi dibandingkan isteri dengan alokasi waktu kerja maksimal delapan jam. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Alam et.al. (2011) yang menyatakan bahwa jam kerja yang panjang mempengaruhi keseimbangan kerja-keluarga secara langsung dan anak merupakan korban dari ketidakseimbangan tersebut. Selain itu, jam kerja yang panjang akan mengakibatkan konflik kerja atau keluarga yang tinggi (Siew Kim dan Seow Ling 2001). Berdasarkan pertanyaan terbuka terkait strategi penyeimbangan yang sering dilakukan, hampir separuh isteri (45%) menyatakan melakukan strategi penyeimbangan kerja-keluarga dengan cara merencanakan kegiatan dengan baik, mengatur waktu dengan baik (41.9%), dan sepertiga isteri (33.8%) melakukan penyeimbangan dengan bantuan dukungan sosial. Mclelland dan Uys (2009) menyatakan bahwa perencanaan dan penyusunan merupakan bagian utama dari semua kemampuan penyeimbangan peran ganda pada wanita. Pernyataan strategi penyeimbangan kerja-keluarga dengan persentase capaian tertinggi ada pada item pernyataan mendorong anak untuk mandiri, walaupun ada kesulitan isteri tetap fokus menjalankan kebiasaan hidup yang baik, dan menggunakan waktu di rumah lebih baik sehingga lebih efisien. Hal tersebut dilakukan karena isteri bekerja merasa perlu untuk mengatur dan menjamin bahwa semua aktivitas dan tanggungjawab direncanakan untuk meyediakan kualitas waktu yang baik dengan keluarga dan merasa bahagia dan puas ketika memiliki pengaturan dengan baik sehingga tekanan yang dialami berkurang (Mclelland dan Uys 2009). Pada strategi penyeimbangan terdapat perbedaan yang sangat signifikan pada pola koping memodifikasi kerja keluarga, mengembangkan hubungan interpersonal, dan total strategi penyeimbangan. Perbedaan yang signifikan terjadi pada pola koping mempertahankan, menguatkan, dan menata sistem keluarga dimana isteri dengan jenis pekerjaan formal memiliki rata-rata persentase capaian lebih tinggi dibandingkan isteri dengan jenis pekerjaan informal. Hal ini dapat terjadi karena tingkat pendidikan dan pendapatan pada isteri dengan jenis pekerjaan formal lebih tinggi dibandingkan isteri dengan jenis pekerjaan informal. Seperti yang dinyatakan Huang (2011) yang menyebutkan bahwa pekerja dengan jenis pekerjaan formal (white collar) memiliki tingkat intelektualitas dan pengetahuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja dengan jenis pekerjaan informal (blue collar). Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh pekerja dengan jenis pekerjaan formal merupakan salah satu modal dalam melakukan strategi penyeimbangan kerja-keluarga sehingga menyebabkan capaian strategi penyeimbangan isteri dengan jenis pekerjaan formal lebih tinggi dibandingkan isteri dengan jenis pekerjaan informal. Sedangkan berdasarkan alokasi waktu kerja tidak terdapat perbedaan yang signifikan dapat dikarenakan jenis pekerjaan dan status sosial yang beraneka ragam dalam kedua kategori
20 tersebut. Namun berdasarkan rata-rata persentase capaian strategi penyeimbangan, isteri dengan alokasi waktu kerja lebih dari delapan yan memiliki rata-rata persentase capaian yang lebih tinggi dibandingkan isteri dengan alokasi waktu kerja maksimal delapan jam. Hal ini terjadi karena isteri dengan dengan alokasi waktu kerja lebih dari delapan jam memiliki fokus yang lebih besar untuk pekerjaan dibandingkan isteri dengan alokasi waktu kerja maksimal delapan jam sehingga mereka membutuhkan pelaksanaan strategi penyeimbangan yang lebih baik agar keseimbangan kerja-keluarga tetap terwujud. Keterbatasan penelitian Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu : (1) penelitian ini menganalisis masalah kerja-keluarga menggunakan pertanyaan terbuka agar dapat menangkap ke khasan jawaban dari responden namun tidak dapat membandingkan jawaban sehingga lebih lengkap jika menggunakan instrumen pendukung; (2) responden pada penelitian ini adalah isteri bekerja, akan lebih lengkap apabila suami yang bekerja juga ikut serta sebagai responden.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Masalah kerja-keluarga yang paling dirasakan oleh isteri adalah masalah terkait pengasuhan anak. Konflik kerja-keluarga yang paling dirasakan oleh isteri adalah sering tidak bisa menyelesaikan sesuatu dirumah karena adanya tuntutan dari pekerjaan sedangkan konflik yang memiliki persentase capaian terendah adalah terkait kehidupan keluarga mengganggu tanggung jawab isteri di tempat kerja. Lebih banyak isteri dengan jenis pekerjaan formal daripada isteri dengan jenis pekerjaan informal yang mempunyai konflik kerja-keluarga dengan kategori tinggi dan lebih banyak isteri dengan alokasi waktu kerja lebih dari delapan jam dibandingkan isteri dengan alokasi waktu maksimal delapan jam yang mempunyai konflik kerja-keluarga dengan kategori tinggi. Strategi penyeimbangan kerjakeluarga yang paling banyak dilakukan oleh isteri adalah merencanakan kegiatan dengan baik sedangkan berdasarkan persentase capaian strategi penyeimbangan yang paling tinggi adalah mendorong anak untuk mandiri, fokus menjalankan kebiasaan hidup yang baik, dan menggunakan waktu di rumah lebih baik sehingga lebih efisien. Hasil uji beda pada masalah kerja-keluarga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada isteri dengan jenis pekerjaan formal dan informal terkait masalah kurangnya waktu dengan anak, kesulitan berkomunikasi dengan keluarga, dan sulit membagi pekerjaan dengan anggota keluarga dimana isteri dengan jenis pekerjaan formal lebih besar dibandingkan isteri dengan jenis pekerjaan informal. Selain itu perbedaan yang signifikan juga terjadi pada masalah kelelahan fisik dan masalah terkait pendapatan dari pekerjaan dimana isteri dengan jenis pekerjaan informal lebih besar dibandingkan isteri dengan jenis pekerjaan formal. Sedangkan berdasarkan alokasi waktu kerja, hanya masalah kelelahan fisik dan masalah terkait pendapatan dari pekerjaan yang memiliki
21 perbedaan signifikan. Hasil uji beda juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara isteri dengan jenis pekerjaan formal dan informal pada variabel konflik kerja-keluarga, namun berdasarkan alokasi waktu kerja terdapat perbedaan yang signifikan pada subvariabel konflik kerja mengganggu keluarga dan persentase capaian total konflik kerja-keluarga dimana isteri dengan alokasi waktu kerja lebih dari delapan jam lebih tinggi dibandingkan isteri dengan alokasi waktu kerja maksimal delapan jam. Berdasarkan strategi penyeimbangan terdapat perbedaan yang signifikan pada pola koping mempertahankan, menguatkan, dan menata sistem keluarga, memodifikasi kerja keluarga, mengelola ketegangan psikologis dan tekanan, mengembangkan hubungan interpersonal, dan total strategi penyeimbangan dimana isteri dengan jenis pekerjaan formal lebih tinggi dibandingkan informal. Sedangkan berdasarkan alokasi waktu kerja, tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Saran Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut : 1. Pemerintah dan perusahaan swasta agar dapat mengambil kebijakan yang mendukung peran isteri yang bekerja terutama dalam hal jam kerja kerja isteri, pengasuhan anak, dan memberikan kebijakan terkait peran ayah yang harus memiliki kontribusi lebih pada pekerjaan keluarga dan rumah tangga. 2. LSM dan perguruan tinggi untuk melakukan penyuluhan pada ibu yang bekerja terkait memanajemen waktu dan pembagian tugas dengan anggota keluarga agar ibu bekerja dapat menyelesaikan pekerjaan dirumah walaupun ada tuntutan dari pekerjaan 3. Keluarga dan masyarakat sangat dibutuhkan dukungannya oleh isteri bekerja khususnya untuk isteri dari sektor informal yang sebagian besar dari golongan keluarga menengah ke bawah agar masalah dan konflik kerja-keluarga dapat terminimalisir. 4. Peneliti lain agar dapat melengkapi instrumen masalah kerja-keluarga dan mengikutsertakan suami sebagai responden penelitian.
DAFTAR PUSTAKA Abrar dan ghouri. 2010. Dual earners and balance in their family and work life: findings from pakistan. European Journal of Social Science 17(1). Ahmad. 1995. Role Conflict and Coping Behaviour of Married Working Women. Journal Scocial Science & Humaniora 3(2). Alam et.al. Work family conflict of women managers in dhaka. Journal Asian Social Science 7(7). Almasitoh U H. 2011. Stres kerja ditinjau dari konflik peran ganda dan dukungan sosial pada perawat. Jurnal Psikologi Islam 8(1). [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Keadaan Ketenagakerjaan Februari 2012. Jakarta (ID) : BPS.
22 [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Keadaan Ketenagakerjaan Februari 2012. Jakarta (ID) : BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Keadaan Ketenagakerjaan Februari 2012. Jakarta (ID) : BPS. [BPS Kota Bogor] Badan Pusat Statistik Kota Bogor. 2011. Kependudukan dan Ketenagakerjaan Kota Bogor 2011. Bogor (ID) : BPS Kota Bogor. [internet]. [2 Juli 2013] tersedia dari http://bappeda.kotabogor.go.id Christine WS, Oktorina M, Mula I. 2010. Pengaruh konflik pekerjaan dan konflik keluarga terhadap kinerja dengan konflik pekerjaan sebagai intervening variabel (studi pada dual career couple di jabodetabek). Jurnal manajemen dan kewirausahaan, 12(2), 121-132 Friedman SD, Greenhaus JH. 2000. Work and Family – Allies or Enemie. Oxford New York : Oxford University Press. Hatta JH. 2011. Hubungan sumber konflik pekerjaan-keluarga dan pengaturan alokasi waktu kerja fleksibel dengan capaian kerja auditor. Media Riset Akuntansi 1(2). Huang TP. 2011. Comparing Motivating Work Characteristics, Job Satisfaction, and Turnover Intention of Knowledge Workers and Blue Collar Workers, and Testing a Structural Model of the Variables Relationship in China and Japan. The International Journal of Human Resource Management. 22(4):924-944. Kawamura dan Brown. 2006. Mattering and wive’s perceived fairness of the division of household labor. Center of family and demographic research : Bowling Green State University. Marchese M.C. Bassham, Ryan j. 2002. Work-family conflict a virtue ethics analysis. Journal of Bussines Ethics 40(2). Mccubbin dan Skinner.1981. Dual Employed Coping Scale. University of Winconsin Madison. Mclellan dan Uys. 2009. Balancing dual roles in self-employed women : an exploratory study. Journal of industrial psychology 35(1), Art. #416, 10 pages. DOI: 10.4102/sajip. v35i1.416 Milkie MA & Peltola P. 1999. Playing all the roles: Gender and the work-family balancing act. Journal of Marriage and Family 61 (2). ProQuest Sociology pg. 476. Milkie MA, Kendig SM, Nomaguchi KM, Denny KE. 2010. Time With Children, Children's Well-Being, and Work-Family Balance Among Employed Parents. Journal of Marriage and Family. 72(5). ProQuest Sociology. pg. 1329 Netemeyer, R. G., Boles, J. S., & McMurrian, R. (1996). Development and validation of work-family conflict and family-work conflict scales. Journal of Applied Psychology, 81, 400-410. Pasewark dan Viator. 2006. Sources of work-family conflict in the accounting profession. Behavioral Resarch in Accounting 18. Rejeki. 2008. Studi fenomologi : pengalaman menyusui eksklusif ibu bekerja di wilayah kendal Jawa Tengah. Media Ners 2(1). Reynolds T, Callender C, Edwards R. 2003 Caring and Counting : The impact of mother’s employment on family relationships. Great Britanian : The Policy Press.
23 Siew Kim, J.L., & Seow Kim, C. (2001). Work-family conflict of women entrepreneurs in Singapore. Women in Management Review, 16(5), 204–221. Slamet R. 2001. Analisis faktor –faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi angkatan kerja wanita daerah tingkat 1 jawa timur. Jurnal Ekuitas, 5(1), 3244. Strong dan Devault. The Marriage and Family Experience. USA : west publishing company Sunarti. 2013. Work stability, economic pressure, and family welfare Paper presented at 5th International Work and Family Conference, University Sydney Tjaja R.2000. Wanita bekerja dan implikasi sosial. Naskah no 20 www.bappenas.go.id/get-file-server/node/8632/ Tsai HY. 2008. Work-family conflict, positive spillover, and emotions among asian american working mothers. [disertasi].Universitas Michigan.
24
LAMPIRAN Lampiran 1 Persentase capaian konflik kerja-keluarga No Pernyataan
1
2
3
4
5
6 7
8
9
10
Jenis pekerjaan
Work to family conflict Tuntutan dari pekerjaan saya mempengaruhi kehidupan keluarga dan rumah tangga saya Jumlah waktu yang diambil untuk bekerja membuat saya sulit memenuhi tanggung jawab keluarga Saya sering tidak bisa menyelesaikan sesuatu dirumah karena adanya tuntutan dari pekerjaan saya Pekerjaan saya menghasilkan tekanan yang membuat saya sulit untuk memenuhi tugas keluarga Karena melaksanakan tugas pekerjaan, saya harus membuat perubahan rencana saya untuk kegiatan keluarga Family to work conflict Tuntutan keluarga saya mempengaruhi kegiatan pekerjaan saya Adanya tuntutan di rumah, membuat saya harus sering menunda melakukan hal-hal di tempat kerja Hal yang ingin saya lakukan di tempat kerja tidak bisa dilakukan karena tuntutan keluarga saya Kehidupan keluarga saya mengganggu tanggung jawab saya di tempat kerja seperti bekerja tepat waktu, menyelesaikan tugas sehari-hari, dan bekerja lembur Ketegangan yang terjadi pada keluarga mengganggu kemampuan saya untuk melakukan tugas yang berhubungan dengan pekerjaan Total konflik kerja-keluarga
Formal
Informal
Alokasi waktu kerja ≤8 >8
Total
50.50
42.25
41.82
51.94
46.38
51.50
43.50
42.05
54.17
47.50
53.50
49.50
49.32
38.18
51.50
40.00
41.25
38.18
43.61
40.63
51.25
47.50
47.95
51.11
49.38
40.75
40.75
40.91
40.56
40.75
40.25
43.25
40.45
43.33
41.75
42.00
42.25
41.59
42.78
42.13
37.75
33.50
33.18
38.61
35.63
40.50
41.75
40.91
41.39
41.13
Lampiran 2 Persentase capaian strategi penyeimbangan kerja-keluarga No
1
2 3
Pernyataan
Mempertahankan, penguatan, dan penataan sistem keluarga Memberlakukan jadwal yang adil terkait tugas keluarga untuk semua anggota keluarga Merencanakan aktivitas keluarga yang dilakukan bersama Melakukan tanggung jawab pelaksanaan pekerjaan keluarga
Jenis pekerjaan
Alokasi waktu kerja ≤8 >8
Total
Formal
Informal
60.50
55.00
57.27
58.33
57.75
70.75
57.00
60.91
67.50
63.87
78.50
74.25
72.95
80.56
76.38
25 No
Pernyataan
ketika pasangan memiliki tugas pekerjaan yang lebih banyak 4 Mendorong anak untuk lebih mandiri 5 Melakukan komunikasi terhadap seluruh anggota keluarga tentang jadwal pribadi, kebutuhan dan tanggung jawab Memodifikasi kondisi kerjakeluarga 6 Meninggalkan pekerjaan dan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan ketika sudah tidak di tempat kerja lagi 7 Membuat penggunaan waktu yang baik pada pekerjaan 8 Berpegang kepada jadwal yang tetap dari pekerjaan dan aktivitas terkait kerja-keluarga 9 Merencanakan perubahan kerja (Isteri : promosi, perubahan pekerjaan, pergantian posisi pekerjaan) terkait kebutuhan keluarga Mengelola ketegangan dan tekanan psikologis 10 Membuat penggunaan waktu saya di rumah lebih baik sehingga lebih efisien 11* Meninggalkan beberapa hal yang belum dikerjakan di sekitar rumah (walaupun ingin menyelasaikan itu semua 12 Dengan bekerja, saya percaya bahwa penggunaan waktu saya, akan membuat hidup saya lebih mudah 13* Percaya bahwa saya harus unggul baik di keluarga maupun pekerjaan 14 Mengurangi jumlah aktivitas di luar rumah dimana saya bisa terlibat 15 Merencanakan waktu untuk saya sendiri untuk mengurangi tekanan (Isteri : lari pagi, jalan-jalan) 16 Mencoba lebih fleksibel untuk mengikuti acara spesial anggota keluarga (Isteri : mengambil raport anak di sekolah) 17* Menurunkan standar tentang “seberapa baik” tugas rumah tangga harusnya dilakukan 18 Menjaga kesehatan (makan teratur, olahraga,dsb) Mengendalikan secara perseptual makna gaya hidup 19 Percaya bahwa pekerjaan saya membuat saya menjadi orangtua
Jenis pekerjaan
Alokasi waktu kerja ≤8 >8
Total
Formal
Informal
87.50 79.50
92.50 75.50
89.55 77.95
90.56 76.94
90.00 77.50
81.50
68.00
73.41
76.39
74.75
86.50
82.00
82.73
86.11
84.25
77.25
72.75
74.77
75.28
75.00
61.75
56.50
56.36
62.50
59.13
85.75
83.50
84.77
84.44
84.63
67.75
64.50
63.41
69.44
66.13
77.75
79.00
77.95
78.89
78.38
76.75
73.00
73.86
76.11
74.88
75.50
73.50
71.36
78.33
74.50
73.25
60.50
69.09
64.17
66.88
82.00
83.25
83.86
81.11
74.50
62.25
60.25
64.32
60.83
62.75
85.25
81.50
82.50
84.44
82.63
78.25
79.75
79.55
78.33
79.00
26 No
Pernyataan
Jenis pekerjaan
yang lebih baik 20 Walaupun ada kesulitan ibu tetap fokus menjalankan kebiasaan hidup yang baik 21 Percaya bahwa terdapat lebih banyak keuntungan daripada kerugian pada keluarga yang suami dan Isteri bekerja 22* Percaya bahwa saya membutuhkan banyak dukungan dan kegiatan untuk menghindari kebosanan Mengembangkan hubungan interpersonal 23 Membeli makanan yang nyaman yang mudah disiapkan di rumah 24 Menjalin pertemanan dengan oranglain yang juga sebagai orangtua yang keduanya bekerja di luar rumah 25 Memiliki teman baik yang dapat saya ajak bicara tentang apa yang saya rasakan Total Strategi penyeimbangan
Alokasi waktu kerja ≤8 >8
Total
Formal
Informal
89.00
88.00
87.50
89.72
88.50
80.25
72.25
74.32
78.61
76.25
82.50
82.00
80.45
84.44
82.25
83.25
77.25
78.18
82.78
80.25
85.00
79.25
81.82
82.50
82.13
82.75
75.00
77.05
81.11
78.88
Lampiran 3 Hasil uji beda konflik kerja-keluarga No Pernyataan Work to family conflict 1 Tuntutan dari pekerjaan saya mempengaruhi kehidupan keluarga dan rumah tangga saya 2 Jumlah waktu yang diambil untuk bekerja membuat saya sulit memenuhi tanggung jawab keluarga 3 Saya sering tidak bisa menyelesaikan sesuatu dirumah karena adanya tuntutan dari pekerjaan saya 4 Pekerjaan saya menghasilkan tekanan yang membuat saya sulit untuk memenuhi tugas keluarga 5 Karena melaksanakan tugas pekerjaan, saya harus membuat perubahan rencana saya untuk kegiatan keluarga Family to work conflict 6 Tuntutan keluarga saya mempengaruhi kegiatan pekerjaan saya 7 Adanya tuntutan di rumah, membuat saya harus sering menunda melakukan hal-hal di tempat kerja 8 Hal yang ingin saya lakukan di
Mean P-value F IF 12.34 11.20 0.077 2.53 2.11 0.037*
Mean P-value ≤8 >8 10.97 12.75 0.005** 2.09 2.60 0.010*
2.58
2.17
0.041*
2.10
2.71
0.002**
2.68
2.48
0.329
2.47
2.71
0.239
2.00
2.06
0.699
1.91
2.18
0.093
2.56
2.38
0.247
2.40
2.56
0.332
10.06 2.04
10.07 2.04
0.982 1.000
9.85 2.05
10.33 2.03
0.393 0.913
2.01
2.16
0.373
2.02
2.17
0.395
2.10
2.11
0.940
2.08
2.14
0.722
27 No Pernyataan
Mean F
tempat kerja tidak bisa dilakukan karena tuntutan keluarga saya 9 Kehidupan keluarga saya mengganggu tanggung jawab saya di tempat kerja seperti bekerja tepat waktu, menyelesaikan tugas sehari-hari, dan bekerja lembur 10 Ketegangan yang terjadi pada keluarga mengganggu kemampuan saya untuk melakukan tugas yang berhubungan dengan pekerjaan Total konflik kerja-keluarga
P-value
Mean ≤8
IF
P-value >8
1.89
1.68
0.146
1.66
1.93
0.064
2.03
2.09
0.746
2.05
2.07
0.902
22.40
21.28
0.277
20.82
23.08
0.029*
Lampiran 4 Hasil uji beda strategi penyeimbangan kerja-keluarga No
1
2
3
4 5
6
7
8
9
Pernyataan
Mempertahankan, penguatan, dan penataan sistem keluarga Memberlakukan jadwal yang adil terkait tugas keluarga untuk semua anggota keluarga Merencanakan aktivitas keluarga yang dilakukan bersama Melakukan tanggung jawab pelaksanaan pekerjaan keluarga ketika pasangan memiliki tugas pekerjaan yang lebih banyak Mendorong anak untuk lebih mandiri Melakukan komunikasi terhadap seluruh anggota keluarga tentang jadwal pribadi, kebutuhan dan tanggung jawab Memodifikasi kondisi kerja-keluarga Meninggalkan pekerjaan dan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan ketika sudah tidak di tempat kerja lagi Membuat penggunaan waktu yang baik pada pekerjaan Berpegang kepada jadwal yang tetap dari pekerjaan dan aktivitas terkait kerjakeluarga Merencanakan perubahan kerja (Isteri : promosi,
Mean
Alokasi waktu kerja P-Value ≤8 >8 0.040* 17.93 18.69
P-Value
F 18.84
IF 17.71
3.03
2.75
0.214
2.86
2.92
0.812
3.54
2.85
0.000**
3.05
3.38
0.085
3.93
3.71
0.261
3.65
4.03
0.044*
4.38
4.63
0.029*
4.48
4.53
0.664
3.98
3.78
0.230
3.90
3.85
0.763
15.35
13.96
0.001**
14.36
15.01
0.126
4.08
3.40
0.001**
3.67
3.82
0.483
4.33
4.10
0.057
4.14
4.31
0.155
3.86
3.64
0.159
3.74
3.76
0.875
3.09
2.83
0.245
2.82
3.13
0.176
0.167
28 No
Pernyataan
Mean F
IF
Alokasi waktu kerja P-Value ≤8 >8
P-Value
perubahan pekerjaan, pergantian posisi pekerjaan) terkait kebutuhan keluarga
10
11*
12
13*
14
15
16
17*
18
19
20
21
22*
Mengelola ketegangan dan tekanan psikologis Membuat penggunaan waktu saya di rumah lebih baik sehingga lebih efisien Meninggalkan beberapa hal yang belum dikerjakan di sekitar rumah (walaupun ingin menyelesaikan itu semua Dengan bekerja, saya percaya bahwa penggunaan waktu saya, akan membuat hidup saya lebih mudah Percaya bahwa saya harus unggul baik di keluarga maupun pekerjaan Mengurangi jumlah aktivitas di luar rumah dimana saya bisa terlibat Merencanakan waktu untuk saya sendiri untuk mengurangi tekanan (Isteri : lari pagi, jalan-jalan) Mencoba lebih fleksibel untuk mengikuti acara spesial anggota keluarga (Isteri : mengambil raport anak di sekolah) Menurunkan standar tentang “seberapa baik” tugas rumah tangga harusnya dilakukan Menjaga kesehatan (makan teratur, olahraga,dsb) Mengendalikan secara perseptual makna gaya hidup Percaya bahwa pekerjaan saya membuat saya menjadi orangtua yang lebih baik Walaupun ada kesulitan ibu tetap fokus menjalankan kebiasaan hidup yang baik Percaya bahwa terdapat lebih banyak keuntungan daripada kerugian pada keluarga yang suami dan Isteri bekerja Percaya bahwa saya
31.49
31.18
0.575
31.40
31.25
0.792
4.29
4.18
0.363
4.24
4.22
0.895
2.61
2.78
0.405
2.83
2.53
0.122
3.89
3.95
0.673
3.90
3.94
0.753
2.16
2.35
0.354
2.31
2.19
0.579
3.78
3.68
0.549
3.57
3.92
0.037*
3.66
3.03
0.002**
3.45
3.21
0.249
4.10
4.16
0.671
4.19
4.06
0.351
2.74
2.99
0.222
2.78
2.96
0.397
4.26
4.08
0.132
4.13
4.22
0.439
14.25
13.90
0.261
14.05
14.11
0.834
3.91
3.99
0.647
3.98
3.92
0.713
4.45
4.40
0.599
4.38
4.49
0.245
4.01
3.61
0.025*
3.72
3.93
0.235
1.88
1.90
0.854
1.98
1.78
0.142
29 No
Pernyataan
Mean F
23
24
25
membutuhkan banyak dukungan dan kegiatan untuk menghindari kebosanan Mengembangkan hubungan interpersonal Membeli makanan yang nyaman yang mudah disiapkan di rumah Menjalin pertemanan dengan oranglain yang juga sebagai orangtua yang keduanya bekerja di luar rumah Memiliki teman baik yang dapat saya ajak bicara tentang apa yang saya rasakan Total Strategi penyeimbangan
IF
Alokasi waktu kerja P-Value ≤8 >8
P-Value
12.55
11.58
0.003**
11.85
12.32
0.164
4.16
3.86
0.054
3.91
4.14
0.138
4.25
3.96
0.045*
4.09
4.13
0.814
4.14
3.75
0.035*
3.85
4.06
0.274
92.48
88.33
0.002**
89.59
91.39
0.181
30
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Cirebon pada tanggal 06 Agustus 1991 dan merupakan putri ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Lukman Al Hakim dan Cucu Sumiati. Penulis menempuh pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Simaja (1997-2003), Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Cirebon (2003-2006), dan pada tahun 2009 penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Cirebon. Pada tahun yang sama penulis masuk ke Perguruan Tinggi Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan di terima di Departemen Ilmu keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan, diantaranya: Anggota divisi CEO Koperasi Mahasiswa IPB (2009-2011), Sekretaris Divisi Child Development Club Himpunan Mahasiswa Ilmu Keluarga dan Konsumen (HIMAIKO) (2011-2012), Ketua umum HIMAIKO (2012-2013), Sekretaris Divisi Kesejahteraan Sosial (2010-2011), dan Sekretaris Divisi Kewirausahaan (2011-2012) Ikatan Kekeluargaan Cirebon. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum untuk mata kuliah Sosiologi Umum selama 2 semester (2011-2012). Selain itu penulis juga aktif mengikuti berbagai kepanitiaan di lingkungan kampus baik dalam ruang lingkup departemen, fakultas, maupun universitas. Prestasi yang pernah ditorehkan penulis antara lain: juara 1 Lomba Voli pada acara E’Spent Fakultas Ekologi Manusia (2011) dan juara 3 Lomba perkusi acara E’spent Fakultas Ekologi Manusia (2012). Penulis juga masuk ke dalam lima besar finalis Mahasiswa Berprestasi Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen. Penulis juga pernah mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA). Pada beberapa kesempatan, penulis pun aktif mengisi acara baik menjadi mc, pembicara, atau pun juri lomba.