fl.
006~00£1!3
'V9o3
I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I
I I I
I I
I
HUBUNGAN ANTARA DISTRIBUSI PENGUASAAN LAHAN USAHATANI DENGAN KEMISKINAN Dl PEDESAAN (Studi Kasus di Kecamatan Ciampea dan Nanggung, Kabupaten Bogor)
Oleh:
YAYA SUMARYA
PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002
ABSTRAK YAYA SUMARYA, 2002. Hubungan antara Distribusi Penguasaan Lahan Usahatani dengan Kemiskinan di Pedesaan. Studi Kasus di Kecamatan Ciampea dan Nanggung, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh AFFENDI ANWAR, ERNAN RUSTIADI dan SETIA HADI. Konsekuensi dari adanya tekanan penduduk terhadap lahan, menjadikannya sebagai barang langka dengan nilai yang semakin tinggi. Di satu fihak, sampai dengan saat ini lahan masih merupakan faktor produksi yang paling penting dalam usahatani. Di di fihak lain, stratifikasi sosial yang secara evolutif mengarah kepada terjadinya polarisasi kekuatan finansial, menyebabkan distribusi penguasaan lahan usahatani menjadi timpang. Oleh karena itu, distribusi penguasaan lahan usahatani diduga akan mencerminkan tingkat pendapatan sebagai salah satu indikator kemiskinan di pedesaan. Penelitian ini dilakukan dengan menelaah hubungan kedua hal tersebut di atas serta faktor-faktor lain yang diduga terkait, sehingga dapat diperoleh rumusan pengentasan kemiskinan di pedesaan. Luas penguasaan lahan usahatani merupakan peubah yang sangat penting berkenaan dengan tingkat pendapatan keluarga di pedesaan yang menunjukkan kecenderungan bahwa semakin luas akan semakin tinggi pendapatannya, tetapi luas penguasaan lahan usahatani ternyata bukan satusatunya peubah yang menentukan tingkat pendapatan petani (kemiskinan) di pedesaan, karena ia juga dipengaruhi oleh peubah-peubah lain seperti jenis pekerjaan lain yang ditekuni, aksesibilitas fisik, aksesibilitas terhadap sumberdaya modal maupun keeratan hubungan antar anggota keluarga. Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pedesaan, perbaikan sistem pengelolaan usahatani individual yang selama ini dilakukan dengan sistem pengelolaan usahatani secara bersama dalam bentuk korporasi di mana petani bertindak sebagai pemegang saham (berupa lahan) kiranya akan dapat meningkatkan skala usaha sehingga dapat dicapai efektivitas dan efisiensi yang lebih baik. Bersamaan dengan itu, peningkatan kualitas sumberdaya manusia pedesaan, penyediaan lapangan ke~a di pedesaan (selain usahatani), perbaikan prasarana transportasi dan pasar yang lebih dekat sebagai tempat tersedianya sarana produksi dan tempat pemasaran hasil usahatani, serta perbaikan sistim kredit pedesaan akan dapat meningkatkan aksesibilitas petani terhadap sumberdaya modal.
SURATPERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa thesis yang
HUBUNGAN
ANTARA
DISTRIBUSI
be~udul
:
PENGUASAAN
LAHAN
USAHATANI DENGAN KEMISKINAN 01 PEDESAAN (Studi Kasus di
Kecamatan Ciampea dan Nanggung, Kabupaten Bogor),
adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor,
Agustus 2002
YAYA SUMARYA
HUBUNGAN ANTARA DISTRIBUSI PENGUASAAN LAHAN USAHATANI DENGAN KEMISKINAN 01 PEDESAAN (Studi Kasus di Kecamatan Ciampea dan Nanggung, Kabupaten Bogor)
Oleh:
YAYA SUMARYA
Thesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pad a Program Studi llmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan
PROGRAM PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002
Judul Thesis
HUBUNGAN ANTARA DISTRIBUSI PENGUASAAN LAHAN USAHATANI DENGAN KEMISKINAN Dl PEDESAAN (Studi Kasus di Kecamatan Ciampea dan Nanggung, Kabupaten
Bogor) Nama Mahasiswa
YAYA SUMARYA
NRP
99 349
Program Studi
Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan
Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing
Prof. Dr. lr. H. Affendi Anwar, M.Sc Ketua
Dr. lr. Setia Hadi, M.S Anggota
2. Ketua Program Studi llmu Pembangunan Wilayah dan
t-'e~::se~;aa r7,
Prof. Dr. lr. H. Affendi Anwar, M.Sc
Tanggal Lulus: 25 Juli 2002
RIWAYAT HIDUP Penulis adalah anak bungsu dari tiga bersaudara, dilahirkan pada tanggal 10 Agustus 1960 di Desa Ujungjaya, Kecamatan Ujungjaya, Kabupaten Sumedang, dari pasangan Hj. Siti Hodijah dan H. Oyo Ahya. Menamatkan pendidikan dasar di SD Negeri I Ujungjaya pada tahun 1972, SMP Negeri I Sumedang tahun 1975, dan di SPMA (Sekolah Menengah Pertanian Atas) Pemda Majalengka di Maja pada tahun 1980. Setelah menamatkan pendidikan di Akademi Pertanian Tanjungsari (APT) jurusan Budidaya Pertanian pada tahun 1985, sejak Januari 1987 penulis diangkat sebagai pegawai negeri di lingkungan Pemerintah Propinsi
Jawa Barat dan
diperbantukan di Pemerintah Daerah Kabupaten Cirebon yang kemudian dipekerjakan pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Cirebon. Di dorong oleh keinginan pribadi untuk mengaktualisaikan diri, di sela-sela kesibukan sebagai karyawan, sejak tahun 1996 penulis tercatat sebagai mahasiswa Universitas Swadaya Gunung Jati (UNSWAGATI)
Cirebon pada
jurusan Budidaya dan berhasil menyelesaikan jenjang 81 pada tahun 1998. Pada tahun itu juga penulis ditugaskan di BAPPEDA Kabupaten Cirebon. Setelah lolos seleksi yang diselenggarakan oleh OTO-BAPPENAS sebagai sponsor, mulai September 1999, penulis mendapat tugas belajar di Program Studi llmu Perencanaan Wilayah dan Pedesaan, Pasca Sarjana lnstitut Pertanian Boger. Penulis menikah dengan istri tercinta KEMAS yang bekerja sebagai Guru SD Negeri, dan sampai saat ini telah dikaruniai dua orang anak yaitu ADITYA YAMA SUMARYA dan DINI ADININGTYAS SUMARYA.
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke khadirat Allah swt, karena atas rahmat dan karunia-Nya thesis yang berjudul Hubungan antara Distribusi Penguasaan Lahan Usahatani dengan Kemiskinan di Pedesaan ini berhasil diselesaikan. Penelitian dilakukan di Kecamatan Ciampea dan Nanggung, Kabupaten Bogor. Thesis ini disusun selain sebagai laporan penelitian tersebut, juga sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains pada Program Studi llmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD), Pascasa~ana
lnstitut Pertanian Bogor.
Berbagai fihak telah mendorong, membantu dan membimbing penulis sejak awal pelaksanaan studi hingga selesainya penyusunan karya tulis ini. Untuk itu, penulis haturkan terimakasih dan penghargaan yang tulus, terutama kepada: 1. Bapak Prof. Dr. lr. H. Affendi Anwar, M.Sc., selaku Ketua komisi Pembibing sekaligus sebagai Ketua Program Studi 2. Bapak Dr. lr. Ernan Rustiadi, M.Agr., sebagai Anggota Komisi Pembimbing 3. Bapak Dr. lr. Setia Hadi, M.S., sebagai Anggota Komisi Pembimbing 4. Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan Perencanaan Pembangunan, Overseas Training Officer (OTO)- BAPPENAS
5. Bapak Bupati Cirebon dan Bapak Kepala BAPPEDA Kabupaten Cirebon, yang telah memberikan kesempatan dan memfasilitasi selama pelaksanaan tugas belajar. 6. Rekan-rekan Mahasiswa PWD 7. Semua fihak yang tak dapat penulis sebutkan satu per satu Secara khusus, penulis ingin sampaikan terimakasih yang tak terhingga kepada Ema dan Bapa, Bapa dan lbu Mertua (Aimarhumah) serta lstri dan Anakanaku tercinta, yang dengan penuh kasih dan kesabaran telah memberikan dorongan semangat. Terakhir, penulis berharap agar semua yang telah dikerjakan, termasuk penulisan thesis ini dapat bermanfaat bagi semua fihak. Amiin.
DAFTAR lSI Hal DAFTAR lSI DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Kerangka Pemikiran TINJAUAN PUSTAKA Hak Kepemilikan Lahan Kelembagaan Penguasaan Lahan Ekonomi Lahan Problema dan Penanggulangan Kemiskinan Ukuran Kemiskinan METODE PENELITIAN Pendekatan, dan Kerangka Pemikiran Penelitian Metode Analisis Analisis Gerombol (Cluster Analysis) Gini Rasio Deviasi Indeks Analisis Multivariate Analisis Regresi Berganda Analisis Varian (ANOVA) Spesifikasi Model dan Peubah yang Digunakan Penentuan Sampel Responden Penelitian Pengumpulan dan Sumber Data GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Boger Letak Wilayah, Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Pengembangan Wilayah Penggunaan Lahan Geografi dan Topografi Kecamatan Ciampea Keadaan Biofisik Sosial (Sumberdaya Manusia) Ekonomi Kecamatan Nanggung Keadaan Biofisik
1
4 5 5 11 .
12 20 22 30 32 34 34 35 37 38
39 39 39 42 42
44 44
46
47 49 50 50 51 54 55 55
Sosial (Sumberdaya Manusia) Ekonomi
56 59
HASIL DAN PEMBAHASAN Kelompok Desa Sasaran Karakteristik Responden Umur Responden Tingkat Pendidikan Responden Jumlah Tanggungan Keluarga Penguasaan Lahan Kelembagaan Penguasaan Lahan Usahatani Sewa Sakap Pemasaran Hasil Usahatani Tingkat Pendapatan Kesejahteraan Masyarakat Distribusi Penguasaan Lahan dan Pendapatan Faktor-Faktor yang Mempengarui Kemiskinan di Pedesaan Pendapatan Pendapatan Petani Di Kecamatan Ciampea Pendapatan Petani Di Kecamatan Nanggung Pendapatan Petani Kecil Pendapatan Petani Menengah Pendpatan Petani Besar
89 93 98 101
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesenjangan dan Kesejahteraan Luas dan Status Penguasaan Lahan Usahatani Aksesibilitas Saran
109 109 110 111 112
DAFTAR PUSTAKA
114
LAMP IRAN
117
60 63 64 64
66 67 68 68 69 71 72 73
74 77 78
84
DAFTAR TABEL Teks
No
Hal
1 Jenis, Sumber dan Cara Pengumpulan Data
43
2 Jumlah penduduk, Luas Wilayah Dirinci Menurut Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 2000
45
3 Kategori Kelompok lndustri
49
4 Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk di Kecamatan Ciampea Tahun 2000.
52
5 Jumlah dan sebaran Penduduk Miskin Di Kecamatan Ciampea Tahun 2000
53
6 Jumlah Penduduk menurut Pendidikan yang Diselesaikan di Kecamatan Ciampea Tahun 2000
54
7 Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk di Kecamatan Nanggung Tahun 2000
57
8 Sebaran dan Jumlah Penduduk Miskin di Kecamatan Nanggung Tahun 2000
58
9 Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan yang diselesaikan di Kecamatan Nanggung
59
10 Keragaan Kelompok Desa Desa di Kecamatan Ciampea 11
Keragaan Kelompok Desa-Desa di Kecamatan Nanggung
60 63
12 Jumlah Responden Dirinci Menurut Kelompok Umur
64
13 Jumlah Responden Dirinci Menurut Jenjang Pendidikan
65
14 Jumlah Responden Dirinci Menurut Besarnya Tanggungan Keluarga
66
15 Jumlah Responden Dirinci Menurut Luas dan Status Penguasaan La han
67
16 Perhitungan Net Revenue Usahatani pada Lahan Sewa dan Lahan Milik di Kecamatan Ciampea dan Nanggung
69
17 Perhitungan Net Revenue Usahatani Sistem Sakap secara Maparo dan Mertelu di Kecamatan Ciampea dan Nanggung
71
18 Jumlah Responden Dirinci Menurut Tingkat Pendapatan per Bulan
72
19 lndikator Ketimpangan di Kecamatan Cia,mpea dan Nanggung
77
20 Faktor Loading, Akar Penciri dan Proporsi Ragam Hasil Analisis
79
Komponen Utama Terhadap Peubah Dugaan yang Berkaitan dengan Pendapatan Keluarga Petani di Kecamatan Ciampea dan Nanggung
21
Ringkasan Hasil Analisis Regresi Berganda terhadap Peubah Peubah Dugaan yang terkait dengan Pendapatan Keluarga Petani di Kecamatan Ciampea dan Nanggung
22 Ringkasan Hasil Analisis Varian (ANOVA) Distribusi Lahan dan
80
83
Distribusi Pendapatan
23 Faktor Loading, Akar Penciri dan Proporsi Ragam Hasil Analisis
84
Komponen Utama Terhadap Peubah Dugaan yang Berkaitan dengan Pendapatan Keluarga Petanl di Ciampea
24 Ringkasan Hasil Analisis Regresi Berganda terhadap Peubah
85
Peubah Dugaan yang terkait dengan Pendapatan Keluarga Petani Kecamatan Ciampea
25 Ringkasan Hasil Analisis Varian (ANOVA) Distribusi Lahan dan
89
Distribusi Pendapatan Petani Kecamatan Ciampea
26 Faktor Loading, Akar Penciri dan Proporsi Ragam Hasil Analisis
90
Komponen Utama Terhadap Peubah Dugaan yang Berkaitan dengan Pendapatan Keluarga Petani di Kecamatan Nanggung
27 Ringkasan Hasil Analisis Regresi Berganda Terhadap Peubah-
90
peubah Dugaan yang terkait dengan Pendapatan Keluarga Petani Kecamatan Nanggung
28 Ringkasan Hasil Analisis Varian (ANOVA) Distribusi Lahan dan
93
Distribusi Pendapatan Petani Kecamatan Nanggung
29 Faktor Loading, Akar Penciri dan Proporsi Ragam Hasil Analisis
93
Komponen Utama Terhadap Peubah Dugaan yang Berkaitan dengan Pendapatan Keluarga Petani "Kecil"
30 Ringkasan Hasil Analisis Regresi Berganda Terhadap Peubah-
94
peubah Dugaan yang terkait dengan Pendapatan Keluarga Petani Keci
31
Ringkasan Hasil Analisis Varian (ANOVA) Distribusi Lahan dan Distribusi Pendapatan Petani Kecil
98
DAFTAR GAMBAR No
Teks
1 Rangkaian faktor-faktor penentu yang meningkatkan produktivitas
hal
16
lahan dan nilai lahan
2 Model Pilihan Penguasaan Lahan
18
3 Keseimbangan Pemanfaatan Lahan dengan Akses Terbuka
21
4 Kerangka pemikiran Penelitian
33
5 Kurva Lorenz dan Perkiraan Koefisien Gini
36
6 Diagram Alur Analisis
41
7 Hasil Analisis Gerombol Desa Desa di Kecamatan Ciampea
60
8
Hasil Analisis gerombol Desa Desa di Kecamatan Nanggung
62
9
Kurva Distribusi Pendapatan dan Penguasaan Lahan di Kecamatan Ciampea dan Nanggung
74
10 Kurva Distribusi Pendapatan dan Penguasaan Lahan di
75
Kecamatan Ciampea
11
Kurva Distribusi Pendapatan dan Penguasaan Lahan di Kecamatan Nanggung
75
DAFTAR LAMPIRAN
Teks
No
1 Peta lokasi Kecamatan Nanggung dan Ciampea, Kabupaten Bogor
hal 117
2
Jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I berdasarkan alasan Ekonomi dan Bukan Ekonomi Propinsi Jawa Barat Tahun 2000
118
3
Karakteristik Responden
119
4
Luas Penggunaan Lahan Sawah Kabupaten Bogor, Tahun 2000
120
5
Luas Penggunaan Lahan Bukan SawahKabupaten Bogor Tahun 2000
121
6
Jumlah lndustri dan Tenaga Kerjanya di Kabupaten Bogor
122
7
Kesenjangan Distribusi Penguasaan Lahan dan Pendapatan di Kecamatan Ciampea dan Nanggung
123
8
Kesenjangan Distribusi Penguasaan Lahan dan Pendapatan di Kecamatan Ciampea
124
9
Kesenjangan Distribusi Penguasaan Lahan dan Pendapatan di Kecamatan Nanggung
125
10
Hasil Analisis Komponen Utama Pendapatan Petani di Kecamatan Ciampea dan Nanggung
126
11
Hasil Analisis Komponen Utama Pendapatan Petani di Kecamatan Ciampea
127
12
Hasil Analisis Komponen Utama Pendapatan Petani di Kecamatan Nanggung
128
13
Hasil Analisis Komponen Utama Pendapatan Petani Kecil
129
14
Hasil Analisis Komponen Utama Pendapatan Petani Menengah
130
15
Hasil Analisis Komponen Utama Pendapatan Petani Besar
131
PENDAHULUAN Latar Belakang
Paradigma pembangunan yang dianut selama ini berdasarkan keyakinan atas teori Simon Kusnetz, yang terkenal dengan temuan kurva-U terbalik, bahwa untuk negara-negara yang berpendapatan rendah, pertumbuhan ekonomi harus mengorbankan pemerataan atau dengan kata lain harus ada trade off antara pertumbuhan dengan pemerataan. Kenyataannya kita memilih industrialisasi sebagai pemacu pertumbuhan ekonomi (agregat) yang tinggi dengan harapan terjadi penetesan ke bawah (trickle down effect). Dikombinasikan dengan pemikiran
para ekonom Keynesian yang
melegitimasi perlunya peran (campur tangan) pemerintah dalam mengatur perekonomian nasional, maka dalam pelaksanaannya pembangunan banyak mengalami
kegagalan
(menyimpang
dari tujuan
semula)
karena
terjadi
"misleading policy" yang menyesatkan. Kebijaksanaan pembangunan ekonomi
yang terlalu mengutamakan pertumbuhan, membawa implikasi yang cukup mendasar, antara lain terjadinya polarisasi pusat-pusat pertumbuhan (growth pole strategy) baik secara spasial maupun sektoral, pada lokasi atau sektor yang
dianggap mempunyai keunggulan komparatif, bahkan juga terjadi polarisasi penguasaan aset ekonomi hanya dikuasai dan dinikmati oleh segolongan kecil penduduk yang mempunyai akses terhadap kekuasaan dan sumberdaya. Kebijakan pembangunan demikian pada ahirnya diikuti dengan sejumlah eksternalitas (terutama negatif) yang menimbulkan biaya sosial yang tinggi bahkan tuntutan desintegrasi bangsa, karena (Anwar dan Rustiadi, 2000).
te~adi
berbagai ketimpangan
2
Secara sektoral, pertanian merupakan sektor yang paling banyak dirugikan karena konsekuensi dari pelaksanaan kebijaksanaan pembangunan tersebut berimplikasi luas dimulai dengan semakin menyusutnya lahan-lahan produktif karena beralih fungsi menjadi kawasan industri, pemukiman, jalan raya, dan sebagainya. Sedangkan kita ketahui bahwa lahan merupakan faktor produksi utama dalam sektor pertanian ini. Menyusutnya areal lahan untuk kegiatan usahatani
menurut Anwar
(2000), pada akhirnya menimbulkan implikasi lain berupa : •
Terjadi "tekanan" yang sangat kuat terhadap lahan-lahan yang tersisa untuk menghasilkan berbagai
upaya
pangan
peningkatan
yang
sangat dibutuhkan
produktivitasnya,
yang
melalui kerapkali
melampaui daya dukung dan potensi dari lahan yang bersangkutan sehingga mengarah pada degradasi lahan. Hal ini terjadi misalnya dengan penggunaan sarana produksi (pupuk buatan dan pestisida) yang berlebihan sehingga mempengaruhi kesuburan fisik, kimia dan biologi tanah serta keseimbangan mikro agro-ekosistem secara ala mi. •
Terjadi pembukaan lahan-lahan baru, bahkan sampai pada daerahdaerah yang sebenamya kurang sesuai untuk pengembangan pertanian (khususnya budidaya tanaman pangan).
Khusus untuk sektor pertanian, adanya pertambahan penduduk tersebut dapat mengakibatkan meningkatnya tekanan tenaga
ke~a
terhadap lahan,
sehingga kalau ini berlanjut akan mengakibatkan fragmentasi lahan. Kenyataan ini dijelaskan oleh Kasryno ( 1984) bahwa hasil penelitian distribusi pemilikan
..., .)
sawah di desa-desa sangat timpang, hampir di semua desa, 30% atau lebih rumah tangga tidak memiliki tanah.
Hal ini merupakan ancaman bagi
pemerataan pendapatan, karena sumber pendapatan utama di pedesaan masih sangat bergantung dari pertanian. Menurut Tjondronegoro dan Wiradi, (1984), proses akumulasi modal di kalangan penduduk pedesaan diawali sejak munculnya sikep, yaitu orang atau sekelompok orang yang ditunjuk dan dipercaya oleh kalangan priyayi untuk menguasai dan mengelola tanah kerajaan. Selanjutnya, mereka mengusahakan tanaman pangan, berupa padi dan palawija, yang kemudian menjadi komoditi perdagangan untuk pasar lokal, dan pasaran Eropa. Pada perkembangan selanjutnya sikep telah berhasil memanfaatkan kesempatan ekonomis di desa dengan menggunakan pengaruh dan hubungan yang dekat dengan Kepala Desa (Kuwu}, sehingga muncul sebagai kelompok elit desa yang secara finansial
cukup kuat. Dalam masyarakat desa penguasaan tanah luas tidak akan berarti bila tak tersedia tenaga kerja. Agar tanah pertanian yang luas itu produktif, sikep menjalin hubungan dengan petani miskin dan buruh tani di desa sekitarnya. Dalam hubungan seperti ini sikep akan memperoleh manfaat karena tanah pertaniannya menjadi produktif, sebaliknya para buruh tani dan petani kecil akan memperoleh kesempatan kerja dan perlindungan dari para sikep. Pada pergantian abad 20 sistem pertanahan di Pulau Jawa umumnya dapat dilukiskan sebagai berikut : Pertama, kelompok buruh tani atau penyakap merupakan bagian yang
cukup besar dari masyarakat pedesaan dan hidup mereka tergantung kepada
4 kesempatan atau
beke~a
ke~a
yang ada di desa, yaitu bekerja pada petani kaya atau sikep,
di luar desa, yaitu antara lain di perusahaan perkebunan.
Kedua, telah terjadi proses polarisasi dalam kelompok sikep dimana
terdapat kelompok kecil sikep yang berhasil mengakumulasi kapital dan memanfaatkan kesempatan ekonomis yang ada, sehingga muncul sebagai kelompok yang secara finansial sangat kuat dan berpengaruh. Ketiga, hubungan antara sikep dengan penyakap dan buruh tani
berwujud dalam pola hubungan patron-client, namun tak jarang lebih condong ke arah hubungan yang eksploitatif, dimana riba dan persewaan jangka panjang dipraktekkan (Tjondronegoro dan Wiradi, 1984). Menurut Radjab (1993), bahwa melalui intervensi pembangunan yang dilakukan pemerintah melalui program Bimas!lnmas telah mengakibatkan bias, yakni bantuan hanya diberikan kepada petani yang memiliki tanah, karena dalam komponen kredit terbatas diberikan pada masyarakat yang mempunyai akses dan
kontrol
pada
pemilikan
dan
penguasaan
lahan
usahatani,
serta
pelayanannyapun didasarkan pada luas lahan usaha, sehingga peningkatan pendapatan golongan masyarakat kaya jauh lebih pesat dari peningkatan golongan masyarakat miskin yang tidak memiliki lahan. Oleh karena itu, untuk memperoleh gambaran tentang kondisi tersebut, maka dipandang perlu untuk dilakukan penelitian tentang : Hubungan antara distribusi penguasaan lahan usahatani dengan tingginya penduduk golongan miskin, sehingga diharapkan dapat diramu suatu strategi yang tepat untuk menanggulangi fenomena kemiskinan di pedesaan.
Perumusan Masalah Berdasarkan
uraian
di
pennasalahan sebagai berikut :
atas,
maka
dapat dirumuskan
beberapa
5 1. Bagaimana fenomena kemiskinan masyarakat di pedesaan dilihat dari aspek penguasaan lahan usahatani. 2. Bagaimana
pengaruh
luas
penguasaan
lahan
usahatani
terhadap
pengelolaan dan produktivitas lahan usahatani. 3. Bagaimana aspek-aspek kelembagaan usahatani seperti sistem sakap, sistem sewa dan lembaga perekonomian pedesaan lainnya dapat berperan dalam permasalahan kemiskinan di pedesaan.
Tujuan dan Manfaat Penelitian Dari perumusan masalah tersebut dapat ditentukan tujuan penelitian sebagai berikut 1. Menelaah hubungan kausalitas antara aspek distribusi penguasaan lahan usahatani dengan tingkat kemiskinan di pedesaan. 2. Menelaah aspek-aspek kelembagaan ekonomi seperti sakap, sistem sewa dan lembaga perekonomian pedesaan lainnya dalam kaitannya dengan kemiskinan.
Kerangka Pemikiran Lahan (land) merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia, karena hampir seluruh aktivitas kehidupan manusia mulai dari proses produksi pertanian, pemukiman, sampai kegiatan industri dan rekreasi membutuhkan tanah sebagai masukannya (input). Bahkan dalam teori produksi hasil-hasil pertanian, lahan ditempatkan sebagai faktor produksi utama dalam setiap proses produksinya. Menurut Anwar (2000), sumberdaya lahan menjadi semakin penting seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk dengan laju yang masih
6 tinggi serta akibat dari berkembangnya kegiatan perekonomian. Keadaan ini membawa konsekuensi semakin besamya tekanan permintaan (demand) akan lahan untuk berbagai keperluan yang semakin beragam seperti untuk perluasan lahan
pertanian,
perkebunan,
hutan
produksi,
pemukiman/perumahan,
pertambangan maupun untuk lokasi kegiatan perdagangan/bisnis dan industri serta keperluan pembangunan infrastruktur Oalan, irigasi, dan prasarana publik lainnya). Terjadinya ketimpangan antara permintaan dan penawaran tentunya merupakan suatu indikasi bahwa lahan dapat dikategorikan sebagai sumberdaya yang mempunyai sifat kelangkaan (scarcity). Lebih lanjut dikatakan, bahwa kelangkaan
sumberdaya
terbatasnya
persediaan
lahan tersebut secara
fisik,
bukan
tetapi
hanya
juga
oleh
disebabkan
oleh
kendala-kendala
kelembagaan (institutional) seperti kepemilikan, dalam kaitannya dengan hak-hak (property right)
atas lahan yang dapat menjadi suatu
kendala dalam
pemanfaatannya, sebagai akibat dari terlalu banyaknya pengaturan-pengaturan pemerintah yang menyangkut lahan, sehingga ketersediaan lahan untuk digunakan menjadi semakin langka. Selanjutnya dicontohkan bahwa ineffisiensi dalam Land market karena adanya biaya transaksi yang tinggi sebagai akibat dari tidak jelasnya land title seperti girik, letter C, ataupun sertifikat hak milik sebagai bukti otentik penegasan hak pemilikan atau penguasaan terhadap sebidang lahan (property right), serta lemahnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga capital market yang ada, merupakan faktor-faktor institusional yang menyebabkan ketersediaan lahan untuk usahatani menjadi berkurang karena orang (kaya) lebih suka membeli tanah untuk spekulasi. Di lain fihak lebih
7 banyak orang (miskin) yang lapar tanah untuk usahatani sebagai sumber penghidupannya (Anwar, 2000). Kelangkaan lahan tersebut akan berimplikasi terhadap melambungnya nilai lahan itu sendiri, yang dapat dibedakan berdasarkan : (1) nilai intrinsic yang terkandung dalam sebidang lahan seperti kesuburan dan topografinya, sehingga mempunyai keunggulan produktivitas dari lahan lain (Ricardian rent); (2) nilai yang disebabkan oleh perbedaan lokasional (locational rent); dan (3) nilai perlindungan terhadap lingkungan (environment rent). Selain faktor kelangkaan lahan sebagaimana diuraikan di atas, perilaku social dan budaya serta norma-norma yang berlaku di masyarakat, sedikit banyak memberikan peran yang cukup penting terhadap terjadinya fragmentasi lahan usahatani. Hal ini sejalan dengan (Hardjono, 1990), yang menyatakan bahwa salah satu persoalan besar yang menghambat proses transfer teknologi pada
usaha
pertanian
di
Pulau
Jawa
adalah
pemilikan/penguasaan lahan usahatani oleh petani.
kecilnya
rata-rata
Pola pewarisan dalam
masyarakat menyebabkan lahan usahatani yang ada terfragmentasi dalam luasan-luasan yang kecil. Fragmentasi lahan usahatani merupakan fenomena yang banyak dijumpai di pedesaan Konsekuensi lanjut dari hal-hal tersebut, akan berpengaruh terhadap pola kepemilikan/penguasaan masyarakat terhadap lahan. Ada golongan masyarakat yang secara finansial tergolong mampu/kaya sehingga dapat menguasai/memiliki lahan secara ber1ebih dan ada pula golongan masyarakat yang tidak memilikinya sama sekali. Oleh karena itu, sehubungan dengan lahan pertanian di pedesaan, secara umum kiranya dapat diasumsikan bahwa tingkat penguasaan/pemilikan
8 lahan usahatani menunjukkan pula tingkat kekayaan, walaupun juga benar bahwa
orang
kaya
belum
tentu
menginvestasikan
uangnya
dengan
menguasai/memiliki lahan usahatani yang luas. Hal ini sejalan dengan pendapat yang mengatakan bahwa semakin luas/banyak seseorang memiliki beberapa bidang
lahan,
maka
pendapatannya juga
lebih
besar
(Anwar,
2000).
Ketimpangan inilah yang sering menjadi penyebab timbulnya masalah-masalah komplek karena menyangkut dimensi sosial, ekonomi, spasial, bahkan politis. Dalam era globalisasi dimana informasi semakin dapat masuk mencapai pelosok-pelosok pedesaan, dan kontak antar individu dan wilayah lebih mudah, tampaknya terdapat kecenderungan bahwa golongan yang lemah akan semakin tertekan dalam kemiskinannya, karena kalah dan terdesak dalam persaingan pemanfaatan sumberdaya yang ada dengan golongan lain yang lebih mampu (Anwar, 2000). Arus globalisasi dalam era pembangunan mendatang menyebabkan semakin dominannya kecenderungan untuk memberikan kesempatan yang lebih luas bagi penetrasi pasar dalam kegiatan perekonomian. Seperti dikemukakan oleh Hayami dan Kikuchi (1989), bahwa penetrasi kekuatan pasar bersama dengan berlangsungnya proses semakin timpangnya distribusi pendapatan, akan dapat menciptakan suatu ambang batas, sehingga proses stratifikasi akan berevolusi ke arah polarisasi.
Jika ekonomi pedesaan bergerak kearah ini,
dikhawatirkan bahwa pertentangan kelas akan meningkat, stabilitasi terganggu dan dengan demikian usaha pembangunan jangka panjang menjadi terhambat. Stratifikasi golongan-golongan masyarakat ke arah polarisasi yang tidak menguntungkan ini membagi masyarakat menjadi dua kelompok utama yang sangat berbeda kesempatan dan peluangnya untuk berpartisipasi dan menikmati
9 kegiatan-kegiatan
pembangunan.
Kelompok
elit
dengan
komponen
komponennya antara lain adalah agen-agen kapitalis kota, petani kaya yang memiliki modal kuat dan umumnya menguasai lahan dengan areal yang luas, para pemilik perkebunan besar, birokrat dan pamong desa serta para rentenir. Sedangkan
kelompok
jelata
adalah
petani-petani
gurem
yang
menguasai/memiliki tanah yang sangat kecil luasannya serta para petani yang sama sekali tidak memiliki tanah. Akibatnya ketimpangan di antara masyarakat akan semakin besar, karena golongan elit semakin lama semakin besar surplus yang diperolehnya, sementara bagi golongan jelata justru sebaliknya dari waktu ke waktu menjadi semakin kecil (Arief, 1990). Untuk mengatasi persoalan kemiskinan ini diperlukan usaha-usaha untuk melakukan perubahan keadaan sosial ekonomi. Menurut Hayami et.al (1989), kekuatan-kekuatan utama yang dapat mendorong perubahan sosial ekonomi adalah: (a) Adanya tekanan penduduk yang terus menerus pada sumberdaya alam yang terbatas (khususnya lahan), (b) Kemajuan teknologi termasuk pula teknik-teknik di sektor pertanian, (c) lmplementasi program-program pemerintah, misalnya land reform, serta (d) Peningkatan pengaruh kota yang semakin dipercepat oleh adanya sistem high way yang mengurangi waktu perjalanan. Dengan mengetahui kekuatan utama tersebut, maka pembangunan dapat dikendalikan sedemikian rupa, sehingga perubahan yang terjadi dapat merupakan perubahan yang diharapkan, yakni perubahan yang mampu memberikan tingkat keadaan perekonomian yang lebih baik disertai pula dengan
10 distrubusi
pendapatan
yang
lebih
merata
diantara
berbagai
golongan
masyarakat. Di samping itu per1u pula kiranya disadari bahwa kemiskinan rakyat kita bukanlah merupakan fenomena kemelaratan materi (kemiskinan secara absolut) semata, tetapi telah merupakan suatu fenomena sosio-kultural yang lebih kompleks. Oleh karena itu upaya untuk pembangunan masyarakat kelas bawah tidak hanya harus bertumpu pada pendekatan ekonomi, tetapi hendaknya mengikutsertakan juga pendekatan-pendekatan sosio-kultural. Sesuai dengan kriteria di atas, maka kemiskinan yang terjadi di wilayah pedesaan juga sebagai akibat dari hilangnya kemampuan seseorang untuk menguasai/memiliki lahan usahatani akibat sistem kelembagaan (kemiskinan struktural). Hal ini penting untuk dipastikan agar penelitian lebih bisa terfokus terhadap permasalahan sehingga dapat menentukan solusi penanggulangan kemiskinan
yang paling sesuai sebagai hasil dari analisis dan pertimbangan
yang komprehensif.
TINJAUAN PUSTAKA Hak Kepemikan Lahan
Salah satu aspek penting berkenaan dengan dimensi yang dipunyai tanah dalam hubungannya dengan manusia adalah bahwa tanah merupakan property yang mempunyai makna kepemilikan beserta entitlement yang berkaitan dengan hak kepemilikan (Barlowe, 1978). Hal ini berarti bahwa segala sesuatu yang menyangkut hak kepemilikan tanah berimplikasi luas dalam hak pengelolaan sumberdaya tanah termasuk juga hak memiliki dan menggunakan tanah, hak untuk menjual,
membagi-bagi,
menyewakan,
menggadaikan,
mewariskan
ataupun hak untuk menghibahkannya. Hak pemilikan merupakan hasil dari tradisi atau adat kebijaksanaan dalam masyarakat. Hak pemilikan muncul karena hak dan kewajiban yang diatur oleh hukum, adat dan tradisi atau konsensus yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat dalam kepentingannya terhadap sumberdaya, situasi atau kondisi.
Oleh karena itu tidak seorangpun yang dapat menyatakan hak milik
tanpa pengesahan dari masyarakat dimana mereka berada.
lmplikasi dari hal
tersebut adalah hak seseorang merupakan kewajiban orang lain dan hak pemilikan merupakan sumber kekuatan untuk akses dan kontrol terhadap sumberdaya. Menurut Undang Undang Pokok Agraria (UU No 5) Tahun 1960, hak atas tanah terdiri dari hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, dan hak-hak lain yang tidak termasuk hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan undangundang.
12 Menurut Kasryno (1984) distribusi pemilikan lahan dalam sektor pertanian menunjukkan tendensi semakin buruk dan jumlah rumah tangga "tuna tanah" semakin besar.
lndek Gini pemilikan tanah di 45 desa di Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan antara 0,50 sampai 0,91, hal ini menunjukkan ketimpangan yang berat. Selanjutnya Mintoro dan Soentoro (1983) menyatakan bahwa ada gejala penguasaan lahan pertanian akan semakin terpusat pada masyarakat tertentu.
Akibatnya terjadi perbedaan tingkat
pendapatan yang semakin besar antara petani kaya dengan petani yang miskin. Hal ini merupakan pertanda adanya ketimpangan dalam distribusi pendapatan, seperti yang dijelaskan oleh Wiradi dan Makali (1984) bahwa ketidakmerataan dalam penguasaan lahan pertanian merupakan sumber utama dari ketidakmerataan distribusi pendapatan masyarakat di pedesaan. Kelembagaan Penguasaan Lahan Sistem kelembagaan merupakan suatu sistem yang kompleks, rumit, abstrak, mencakup ideologi, hukum, adat istiadat, aturan, kebiasaan yang tidak terlepas dari sistem perilaku dan lingkungan.
lnstitusi sangat penting dalam
pembangunan nasional mengingat kontribusinya yang besar dalam memecahkan masalah-masalah dalam pembangunan.
lnstitusi merupakan inovasi manusia
untuk mengatur atau mengontrol interdependensi antara manusia terhadap sesuatu, kondisi atau situasi seperti hak pemilikan, aturan representasi dan batas jurisdiksi. Pakpahan (1990) memberi batasan bahwa kelembagaan (institution) adalah suatu sistem organisasi yang dapat mengontrol sumberdaya.
Dalam
proses pembangunan institusi dapat mengkoordinasikan pemilik input dalam
13 proses produksi.
Pemilik input tersebut dapat secara individu, organisasi,
pemerintah dan lain-lain. Menurut Anwar (1997), bahwa pengertian hak-hak milik bersama atas suatu sumberdaya seperti lahan tidak identik dengan keadaan lahan yang tidak ada yang punya (open access), karena pada keadaan common resource, masih ada kelembagaan (institution)
yang
mengatur hak-hak secara
bersama
(musyawarah adat), termasuk pengaturan hak-hak garap, hak pengambilan hasil dari hutan diatas lahan komunal tersebut. Sehingga pada keadaan common resource, kelestarian sumberdaya masih dapat dipelihara.
Apabila terdapat kekurangjelasan atau tidak ada hak-hak formal sama sekali atas lahan yang dikombinasikan dengan faktor lain, dimana hak-hak lahan tersebut tidak dapat ditransfer. Dengan melemahnya sistem kelembagaan hakhak penduduk asli/tradisional ditambah dengan kelangkaan atas lahan, maka lambat laun akan menimbulkan banyak bentuk ketidakpastian yang mengarah pada degradasi sumberdaya alam pada lahan, baik berupa hutan maupun zatzat hara tanahnya akan terkuras. Keadaan tersebut disebabkan oleh :
pertama, dengan tidak adanya hak untuk menjual atau mentransfer lahan, maka pemilik lahan tidak dapat mewujudkan nilai atas lahan. Apabila lahan mau diperbaiki pada keadaan yang tidak pasti, maka tidak mempunyai insentif kearah investasi konservasi lahan dalam jangka panjang.
kedua, jika nilai lahan semakin meningkat, pengguna lahan mungkin tidak dapat menahan tekanan para spekulator lahan untu mengambil lahan yang bersangkutan, tindakan ini juga dapat dilakukan oleh petani-petani kaya yang lebih mempunyai kekuasaan di wilayah
14 pedesaan. Kelompok pihak terakhir ini mungkin juga tidak mempunyai perhatian dalam konservasi/konversi lahan. Tindakan pengambilan lahan oleh mereka hanyalah didasarkan pada motivasi menyimpan harta, seperti untuk menanggulangi kenaikan inflasi atau sebagai dalih untuk memperoleh keringanan pajak.
ketiga, lahan yang tidak jelas haknya tidak dapat dijual melalui pasar lahan secara terbuka, yang berarti bahwa lahan tidak akan mencapai nilai tambah yang tertinggi dalam penggunaannya.
Keempat, tidak adanya hak atas lahan berarti bahwa penguasa atas lahan tidak dapat menggunakan lahan tersebut sebagai agunan yang dapat diterima oleh lembaga perkriditan formal untuk meminjamkan uang, sehingga mereka terpaksa meminjam uang dari sektor informal yang biasanya menggunakan suku bunga tinggi. Perubahan-perubahan dalam hubungan ekonomi dan struktur kekuasaan yang mengatur proses pembangunan menyebabkan perubahan kebutuhan-kebutuhan atas hak-hak kepemilikan dan kelembagaan yang mengatur atau memaksakannya. Dalam tahap-tahap awal pembangunan pertanian, hak-hak lahan dapat rancu antara hak-hak individu dan masyarakat komunal. Dalam keadaan dimana limpahan sumberdaya lahan adalah sama untuk semua rumah tangga dan lahan banyak, maka pengelolaan memberikan insentif kepada individu untuk berupaya dalam menanami lahan dan menjaga kesuburannya, sebaliknya mereka meminimumkan ketegangan sosial. Kerusuhan sosial dapat muncul jika individu-individu kehilangan hak-hak atas lahan mereka, khususnya kepada yang bukan anggota masyarakat
15
setempat. Namun, ketika teknologi sudah maju dan limpahan tenaga
ke~a
dan
aset produksi lainnya berbeda diantara rumah tangga, maka keterbatasan dari aturan transfer atas hak milik lahan dapat memberikan pengaruh buruk terhadap produktivitas. Pertimbangan efisiensi selanjutnya akan memotivasi perubahan baik aturan perundangan maupun tatanan kelembagaan berkaitan dengan hakhak atas Ia han (Feder dan Feeney, 1993). Kelembagaan pedesaan dapat berupa kelembagaan penguasaan lahan, kelembagaan hubungan kerja dan kelembagaan perkreditan (Kasryno, 1984 ). Kurang
berkembangnya
ekonomi
pasar di
pedesaan,
maka
hubungan
kelembagaan ini memegang peranan penting dalam transaksi, baik untuk faktor produksi maupun untuk produksi. Lebih jauh Anwar (1997) menyatakan bahwa perubahan hak-hak status lahan yang mengandung ketidakjelasan hak atasnya menjadi lahan individu melalui suatu perubahan evolusi seperti digambarkan dalam diagram dibawah ini yang menyatakan bagaimana pentingnya jaminan kejelasan hak-hak (secure property rights) terhadap nilai lahan dan tingkat produktivitasnya.
Hubungan
penguasan
atas
lahan
bervariasi
dengan
bervariasinya
produktivitas. Bentuk hubungan penguasaan lahan berupa pemilik-penggarap, penyakap, penggarap murni dimana seluruh tenaga kerja berasal dari tenaga keluarga, sedangkan pada bentuk pemilik pengelola seluruh tenaga dibayar, disini pemilik hanya berfungsi sebagai pengelola.
ke~a
16
~-
Pengukuhan/sertifikasi
~
Kepastian hak yang lebih besar keoada oetani
Kepastian hak yang Iebih besar atas lahan
J
.~ Mendorong penyediaan Kredit jangka panjang murah yang lebih besar
Mendorong peningkatan pennintaan investasi yang lebih besar
I
...
Meningkatkan investasi, kesuburan lahan
Meningkatkan pennintaan untuk Input variabel
I
I
........
Mendorong penyediaan Kredit jangka pendek murah yang lebih besar
.....
-
Meningkatkan penggunaan Input variabel
~
I
...
.....
l Meningkatkan oroduktivitas
....
Meningkatkan harga lahan
Gambar
Pada
.......
I
...
Meningkatkan Pendaoatan oetani
1 Rangkaian faktor-faktor penentu yang meningkatkan produktivitas lahan dan nilai lahan (Anwar, 2000) keadaan
produktivitas
lahan
yang
rendah,
distribusi
pemilikan/penguasaan lahan biasanya merata. Dalam keadaan demikian petani belum mampu membayar tenaga kerja, karena upah tidak mungkin ditekan sampai sama dengan produktivitas marginal tenaga kerja.
Dalam pemilikan
lahan yang merata dan produktivitas rendah ini, sekiranya tenaga keluarga tidak dapat menyelesaikan suatu
peke~aan
ke~a
dalam
usahatani, maka petani
17 terpaksa meminta bantuan petani lainnya dan berkembanglah saling tukar menukar tenaga
ke~a
dalam berbagai bentuk yang dikenal dengan istilah
"sambat-sinambat". Perkembangan teknologi meningkatkan produktivitas lahan yang juga meningkatkan produksi rata-rata per tenaga kerja, sehingga Di samping itu dengan
memungkinkan untuk membayar upah tenaga kerja.
meningkatnya produktivitas lahan, distribusi pemilikan lahan menjadi timpang, sehingga ada rumah tangga menguasai lahan luas dan sebagian lainnya tidak memiliki lahan. Penyakapan pada hakekatnya adalah kontrak hubungan kerja dan agraria. Dengan sistem ini semua unsur resiko dan pendapatan dibagi antara pemilik dan buruh tani dengan perbandingan tertentu. memberikan dorongan bagi buruh tani untuk
beke~a
Sistem bagi hasil ini
dengan baik, karena hasil
yang diperoleh tergantung dari intensitas kerja yang dikorbankan. Bagi pemilik lahan yang memakai sistem ini masalah biaya transaksi dan pengawasan tenaga kerja dapat hemat. Penyakapan dapat pula dianggap sebagai alternatif lain dari pasar tenaga kerja dan pasar lahan. Dalam hal ini penyakapan dapat dianggap sebagai sistem hubungan kerja.
Pada beberapa literatur dijumpai adanya anggapan bahwa
penyakapan merupakan usahatani yang tidak efisien.
lni nampaknya yang
menjadi salah satu alasan memberikan pembenaran dari segi ekonomi mengenai perfunya diadakan penataan kembali struktur penguasaan lahan (land-refonn). Secara teoritis penyakapan dapat dianalisis dengan menggunakan prinsip-prinsip ekonomi neoklasik, seperti dikemukakan Hayami dan Kikuchi
dalam Kasryno (1984), sebagaimana terfihat pada Gambar 2 berikut ini:
18
q/w
B
Gam bar 2. Model Pilihan Penguasaan Lahan (Kasryno, 1984) Keterangan :
q/w = 8 = W = r MP
= =
Produksi marginal akan upah nyata Penggunaan tenaga kerja Tingkat upah Bagi hasil penggarap Kurva produksi marginal
Kurva ACB atau MP adalah kurva produksi marginal penggunaan buruh tani untuk penguasaan lahan berstatus pemilik penggarap dan penyewa. Dengan demikian pada tingkat upah W atau OW, jumlah buruh yang digunakan OL1, dengan jumlah pembayaran upah buruh tani sebesar area OWCL1, dan penerimaan petani sebesar WAC. Kurva DEB adalah kurva produksi marginal bagi petani penyakap dengan memperoleh pembagian hasil sebesar (1- r) bagian dimana r merupakan bagian hasil untuk pemilik lahan. Pada tingkat upah OW penyakap akan menggunakan tenaga kerja sebesar OL2 dan memperoleh hasil masukan tenaga kerja buruh tani sebesar area WOE.
19 Dalam keadaan persaingan bebas dan tidak adanya biaya transaksi sebagaimana diasumsikan oleh teori ekonomi neoklasik, maka pemilik lahan akan berusaha agar penyakap meningkatkan penggunaan tenaga ke L1, sehingga penerimaan petani sebesar WAC (total). dalam keadaan pasar tenaga
ke~a
ke~a
sampai
Dari sisi penyakap,
dan pasar lahan yang bersaing bebas dan
tidak ada biaya transaksi, penyakap akan menerima bagian seluas area WOE yang merupakan kelebihan (surplus) sebagai penyakap dibandingkan dengan buruh tani.
Dengan demikian, dalam keadaan pasar lahan dan tenaga kerja
yang bersaing bebas dan tidak ada biaya transaksi, maka tingkat penerimaan pemilik lahan akan sama, baik tanahnya disewakan, dibagi hasil, maupun dikerjakan sendiri. Karena ia akan bertahan untuk meminta nilai sewa maupun bagian (bila disakapkan) yang sama dengan hasil yang diperoleh apabila diusahakan sendiri. Tetapi dalam kenyataan sehari-hari hal ini tidak pernah terjadi. Bagi pemilik lahan, resiko terkecil terdapat pada sistem sewa, dan terbesar pada sistem pemilik penggarap dengan upah tenaga
ke~a.
Dari segi
buruh tani dengan besarnya fluktuasi kebutuhan tenaga kerja, tingginya ketidak pastian pendayagunaan tenaga kerja, maka ketidak pastian pendapatan dari berburuh tani mungkin sama atau lebih besar dari ketidak pastian pendapatan pada penyakapan. Sistem bagi hasil ini bervariasi, tergantung dari produktivitas lahan, distribusi penguasaan (pemilikan) lahan, tekanan penduduk atas lahan serta ketersediaan kesempatan kerja di luar sektor pertanian. Sistem bagi hasil akan bias ke arah pemilik lahan pada keadaan tekanan penduduk atas lahan yang tinggi, distribusi pemilikan yang timpang dan produktivitas lahan yang tinggi.
20 Sebaliknya pada keadaan tenaga kelja langka dan produktivitas lahan rendah maka sistem bagi hasil akan bias kearah buruh tani (penyakap} yang akan memperoleh bagian terbesar dari produksi. Ekonomi Lahan Jika lahan dikombinasikan dengan input lain seperti tenaga kelja, pupuk, bibit, pestisida, untuk memproduksi output pertanian, maka jumlah input yang digunakan harus optimal, supaya memberikan "renr' yang maksimum. "Renr' adalah surplus perbedaan antara harga barang yang diproduksi dengan biaya pengolahan dari sumberdaya alam menjadi barang. Biaya-biaya tersebut termasuk nilai tenaga kerja, modal, bahan-bahan, dan energi input yang digunakan untuk merubah sumberdaya alam menjadi barang atau produk (Hartwick dan Olewiter, 1986). Menurut Anwar (2000), "rent" adalah surplus atau "residual" yang dibayarkan kepada lahan atas jasanya yang merupakan nilai
bersih. Alokasi input pada lahan yang kualitasnya berbeda, pada dasarnya mempunyai prinsip yang sama yaitu menggunakan prinsip marginal. "Land rent" maksimum dapat tercapai di tempuh dengan jalan mengalokasikan input (faktor produksi) sedemikian rupa sehingga nilai produktivitas marginal sama dengan biaya input marginal. Pemanfatan lahan berkaitan dengan penguasaan lahan seperti hak pemilikan (property right) yang jelas dan pemilikan bersama (common property). Apabila lahan bersifat "common propertY' maka efisiensi input biasanya tidak tercapai, bahkan dapat melampaui, karena
b~rsifat
terjadi
Masing-masing
persaingan
antar
pemakai.
"open acces" dimana akan akan
berusaha
memaksimumkan pangsanya dari "renr yang diperolehnya. Keadaan ini akan
21 mengakibatkan jumlah input (tenaga
ke~a)
yang ber1ebihan, sehingga dapat
menurunkan rent, sebagaimana dilukisankan pada Gambar 3 di bawah ini. Rp
Tutu/ Rent w
Biaya (input)
TK
0~------------------~--------~------------------~
N2
No A
Gambar 3 Keseimbangan Pemanfaatan Lahan dengan Akses Terbuka (Anwar,2000) Keterangan : AP MP TK w N2 NoA
= Nilai produk rataan tenaga kerja = Nilai produk ma~inal tenaga kerja = Jumlah tenaga ke~a = Tingkat upah = Alokasi optimum tenaga kerja dengan rent maksimum = Alokasi pada keseimbangan akses terbuka dimana rent =0
Terjadinya keseimbangan akses terbuka karena rent yang diperoleh terus meningkat dan keadaan ini akan terus menarik tenaga kerja ke dalam lahan tersebut sampai akhirnya rent tersebut lenyap. Pada keadaan ini jumlah tenaga ke~a
mencapai keseimbangan akses terbuka dimana rent bernilai nol. Dalam
keadaan keseimbangan akses terbuka, sumberdaya lahan tersebut secara efektif menjadi suatu yang bukan sumberdaya, karena tidak menghasilkan rent atau
22 tidak bermanfaat. Kalau kita tinjau dari aspek alokasi, maka yang mempengaruhi tata guna lahan berbeda menurut jauh dekatnya pasar atau pabrik pengelolaan bahan pertanian. Dekat dengan pasar atau pabrik, nilai lahan lebih tinggi, hal ini disebabkan biaya transportasi output lebih rendah. Semakin jauh letak lahan dari lokasi pasar atau pegelolaan bahan, maka biaya transportasi produksi per unit semakin tinggi, sehingga "rent" makin kecil, demikian seterusnya sampai "rent" habis. Batas habisnya "rent" oleh transport disebut "margin of cultivation" (Anwar, 2000). Problema dan Penanggulangan Kemiskinan Todaro (1998), menggeneralisasikan bahwa mayoritas penduduk miskin (80 - 90 % di Asia dan Afrika) berada di pedesaan dengan mata pencaharian pokok di sektor pertanian dan kegiatan-kegiatan lain yang erat dengan sektor tersebut. Lebih jauh Anwar (2001) mengungkapkan bahwa terjadinya kemiskinan dalam masyarakat merupakan akibat labgsung dari tindakan stratifikasi sosial yang membedakan alokasi hak-hak secara mencolok dan terpusat kepada golongan-golongan kuat sejak jaman kolonial (para priyayi) yang secara politis dimaksudkan untuk mempertahankan kekuasaan penjajah. Pembedaan alokasi hak-hak tersebut terutama dalam hal aksesibilitasnya terhadap sumbersumberdaya (lahan, finansial, kapital, pelayanan publik, dan lain-lain). Dari perbedaan hak-hak dalam masyarakat itulah kemudian terjadi keuntungan surplus (economic rent) yang diraih oleh golongan masyarakat
yang dekat
dengan penguasa, sedangkan dampak penderitaannya banyak dialami oleh golongan masyarakat lemah yang tidak punya akses terhadap kekuasaan,
23 sehingga mereka mengalami proses pemiskinan. Secara makro, karena sebagian besar masyarakat berada dalam kemiskinan, konsekuensi yang timbul adalah bahwa pendapatan nasional yang diperoleh kebanyakan akan habis dikonsumsi dan hanya sedikit yang ditabung. Oleh karena itu tidak cukup dana finansial untuk membiayai investasi bagi pembangunan ekonomi, sehingga pemulihan ekonomi menjadi terhalang. Ditinjau
secara
sosiologis,
Arief
(1990)
mengemukakan
bahwa
keterbelakangan dan kemiskinan di Indonesia disebabkan oleh penghancuran kesempatan yang terjadi akibat eksploitasi dalam bentuk : (1) pertukaran yang tidak adil dalam proses tukar menukar komoditi, (2) pembayaran yang tidak adil atas jasa-jasa
peke~a.
(3) pengenaan pungutan yang relatif memberatkan rakyat
kecil. Butir 1 dan 2 memang contohnya telah banyak dapat dilihat, terutama di sektor pertanian.
Sedangkan yang berkenaan dengan pungutan penyebab
utamanya adalah penyelewengan dan penyalahgunaan oleh oknum tertentu, sehingga maksud baik yang terkandung pada kebijaksanaan pemerintah seringkali bocor, manfaatnya bukan diperoleh golongan jelata sebagai target group, tetapi dirampas oleh kelompok lain yang seharusnya tidak berhak. Seringkali berbagai bentuk pungutan ridak resmi muncul mengikuti program bantuan pemerintah untuk petani. Nilai yang seharusnya diterima petani target seringkali tereduksi dalam jumlah besar. Sedangkan
menurut
Sutomo
(1995),
kemiskinan
penduduk
atau
rumahtangga dapat ditimbulkan oleh faktor-faktor dari dalam masyarakat itu sendiri (faktor-faktor internal) seperti rendahnya tingkat pendidikan,
dan
keterampilan yang menyebabkan rendahnya tingkat upah dan gaji yang diterima ; kemiskinan dapat pula merupakan akibat dari faktor-faktor dari luar masyarakat
24 (faktor-faktor eksternal) seperti buruknya prasarana dan sarana transportasi sehingga menyulitkan masyarakat untuk memasarkan produk-produk yang dihasilkan, sumberdaya
rendahnya alam,
aksesibilitas
penggunaan
terhadap
teknologi
modal,
yang
rendahnya
terbatas,
atau
kualitas sisitem
kelembagaan yang kurang sesuai dengan kondisi masyarakat sehingga menyebabkan rendahnya pendapatan yang diterima oleh penduduk atau rumahtangga di suatu wilayah. Selanjutnya disampaikan bahwa dapat juga terjadi semacam efek sirkular antara faktor-faktor internal dan factor-faktor eksternal, sebagaimana dicontohkan, bahwa kendatipun progran pemberian modal digulirkan, tetapi karena tingkat pendidikan penduduk di suatu wilayah rendah, maka program bantuan yang semula dirancang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menjadi tidak berjalan, sehingga penduduk tetap miskin. Pada kasus lain bisa saja terjadi bahwa miskinnya masyarakat setempat menyebabkan tidak tersedianya sumberdaya manusia (human capital) yang memadai untuk dapat meningkatkan nilai tambah sumberdaya alam (natural capital) wilayah yang bersangkutan sehingga pendapatan pendapatan wilayah
tersebut juga rendah. Sebaliknya, wilayah yang miskin dapat menyebabkan miskinnya rumahtangga di wilayah tersebut karena tidak tersedia sumberdaya wilayah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk dapat meningkatkan pendapatannya; atau karena intensitas pembangunan di wilayah tersebut tidak dapat memacu masyarakatnya untuk meningkatkan pendapatan. Sedangkan Nasution (1996), mengklasifikasikan kemiskinan berdasarkan penyebabnya ke dalam dua golongan yaitu :
25 1. Kemiskinan alamiah, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh kualitas sumberdaya alam dan sumberdaya manusia, sehingga peluang produksi kecil atau kalaupun terjadi, tingkat efisiensinya rendah. Dalam lingkup pertanian, sumberdaya yang paling utama mempengaruhi fenomena kemiskinan golongan ini adalah kualitas lahan dan iklim. 2. Kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan yang secara langsung ataupun tidak langsung disebabkan oleh tatanan kelembagaan dalam arti luas, tidak saja kelembagaan yang hanya mencakup tatanan organisasi tetapi juga mencakup aturan permainan yang diterapkan. Khusus menyoroti efek sirkular yang terjadi di sektor pertanian, lebih lanjut Nasution (1996) mengemukakan bahwa, tidak mengalirnya tenaga kerja ke luar sektor pertanian menumbuhkan berbagai dampak negatif, yaitu : (1) sebagian
besar
sistem
produksi
pertanian
telah
mengalami
deminishing return untuk penggunaan tenaga kerja, akibatnya produktivitas marginal tenaga
ke~a
menjadi sangat rendah,
(2) terjadinya fragmentasi pemilikan/penguasaan lahan. (3) rendahnya produktivitas dan pendapatan rata-rata di sektor pertanian menyebabkan permintaan domestik agregrat dari sektor pertanian kepada
produk-produk
sektor industri
relatif
kecil.
Hal
ini
menyebabkan insentif untuk pengembangan industri yang bertujuan untuk memenuhi permintaan domestik menjadi kurang, sehingga dapat memperkuat penyumbatan pengaliran tenaga kerja ke luar sektor pertanian.
26
Keseluruhan
dampak
negatif
tersebut,
potensial
menumbuhkan
kemiskinan struktural, terutama di Pulau Jawa. Menurut Anwar (2000),
secara intrinsic kemiskinan
di
pedesaan
berhubungan dengan (1) pola pemilikan dan produktifitas lahan, (2) struktur kesempatan kerja, dan (3) pasar tenaga kerja. Dalam bentuk yang sederhana dapat dikatakan bahwa individu-individu dari berbagai golongan rumah tangga mempunyai perbedaan dalam hal anugerah sumberdaya yang mereka terima, khususnya penguasaan lahan (land endowment) dan sumberdaya manusianya (human capital). Agaknya terdapat
hubungan yang erat antara jumlah dan kualitas penguasaan lahan dengan standar hidup seseorang, yang selanjutnya dapat berpengaruh terhadap tingkat keahlian dan pendidikan anggota rumah tangganya (human capital quality). Suatu rumah tangga dengan land endowment dan human capital yang rendah, cenderung akan terus terbenam dalam kemiskinannya jika tidak menerima bantuan dan transfer pendapatan dari fihak lain (Anwar, 2000). Di tengah suasana globalisasi ekonomi yang bertumpu pada kekuatan pasar dengan tingkat persaingan yang semakin keras di satu fihak dan dinamika perkembangan ekonomi yang demikian cepat di fihak yang lain, tampaknya akan menambah beban bagi mereka yang tergolong ke dalam masyarakat yang lemah dan membuatnya semakin terbenam dalam kemiskinan karena kalah bersaing dalam pemanfaatan sumberdaya yang ada dengan golongan lain yang mempunyai kelebihan penguasaan dan akses terhadap sumberdaya.
27 Sejalan dengan itu, Saefulhakim (1998), berdasarkan suatu penelitian tentang evaluasi pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan pemerintah menyebutkan bahwa (1) skala penguasaan Ia han (usahatani) yang sempit bersama-sama dengan (2) tingginya kepadatan penduduk, (3) meluasnya sistem ijon, (4) ketersediaan sumber air bersih dan (5) lahan kritis, marjinal dan tererosi merupakan penyebab terjadinya kemiskinan di pedesaan Dikatakan lebih lanjut bahwa kecuali untuk faktor ketersediaan air bersih, faktor penyebab kemiskinan lainnya sifatnya lokasional. Besarnya
persentase penduduk miskin selain tergantung
kepada
pendapatan per kapita, juga tergantung pada corak distribusi pendapatannya. Semakin tidak merata distribusi pendapatan masyarakat, maka kemungkinannya semakin besar persentase penduduk yang berpendapatan di bawah garis kemiskinan.
Selanjutnya Mintoro dan Soentoro (1983) mengatakan bahwa
golongan masyarakat kaya di pedesaan umumnya memiliki lahan pertanian luas, yang biasanya diikuti pula oleh besarnya penguasaan akan aset modal non lahan. Dengan demikian golongan ini juga akan menerima pendapatan tinggi dari sektor non pertanian. Sebaliknya petani dengan luasan garapan sempit dan buruh tani dengan berbagai keterbatasan, pendapatan yang diperoleh baik dari sektor pertanian ataupun dari sektor non pertanian akan kecil. Menurut
Nasution
(1996),
mengemukakan
lima
siasat
alternatif
penanggulangan kemiskinan, yaitu : 1. Pengembangan Struktur Perekonomian Nasional Transformasi struktural menuntut pengaliran sebagian tenaga kerja pertanian ke luar sektor pertanian, terutama ke sektor industri dan jasa.
Untuk
28 menanggulangi masalah tersebut per1u diadakan penyeimbangan struktur perekonomian nasional melalui pengembangan agroindustri ke wilayah pedesaan. Pengembangan tersebut diharapkan dapat meningkatkan tenaga kerja yang dapat dipasok oleh sektor pertanian. Meningkatnya permintaan terhadap tenaga kerja di sektor pertanian diharapkan akan meningkatkan pendapatan dan permintaan agregrat sektor pertanian. Permintaan agregarat tersebut merupakan pertanda untuk pengembangan industri non pertanian terutama untuk memenuhi permintaan agregrat lokal yang meningkat. Dalam proses lebih lanjut masyarakat berpendapatan rendah diharapkan dapat menyadap multiplier effect pertumbuhan ekonomi terse but. 2. Penyusunan Tata Ruang Agroindusri Tata ruang agroindustri dimaksudkan untuk menyusun per wilayah komoditi. Penetapan komoditi dilakukan berdasarkan prinsip keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Pada setiap wilayah ditetapkan komoditi utama atau komoditi penunjang yang diharapkan menjadi komplemen komoditi utama.
Setiap wilayah diiengkapi dengan infrastruktur dan pusat-pusat
pelayanan pertanian.
Dengan mempertimbangkan skala ekonomi dan
konfigurasi ruang, sebagian dari pusat pelayanan tersebut dikembangkan menjadi pusat agroindustri.
Dengan demikian diharapkan terbentuk suatu
sistem tata ruang agroindustri yang berbasis kokoh. 3. lnovasi Kelembagaan Untuk Mengkonsolidasikan Usahatani Terutama untuk Pulau Jawa dan berbagai wilayah di Pulau Sumatera dan Sulawesi, upaya penanggulangan kemiskinan akan dihadapkan kepada masalah petani ber1ahan sempit yang secara ekonomi tidak layak.
Untuk
mengatasi masalah tersebut diper1ukan inovasi kelembagaan yang dapat
29
mengkonsolidasikan usahatani kecil ke dalam satu satuan usaha yang dapat memanfaatkan perluasan skala ekonomi. 4. Perbaikan Term of Trade Komoditi Pertanian dengan Komoditi Lainnya Diharapkan kebijaksanaan subsidi faktor produksi pertanian secara bertahap diubah menjadi kebijaksanaan jaminan harga komoditi pertanian secara komprehensif dalam pengertian mencakup pola perbaikan term of trade komoditi pertanian dengan komoditi lainnya.
Perbaikan term of trade
tersebut, terutama untuk komoditi pangan mempunyai yustifikasi yang kokoh. Seperti diketahui kira-kira 60% dari komoditi pangan nasional diproduksi di Pulau Jawa. Opportunity cost penggunaan lahan untuk penggunaan pemukiman
relatif tinggi
karena
permintaan
lahan
pertanian
untuk
penggunaan pemukiman, industri dan infrastruktur relatif besar. Oleh karena itu, harga bayangan (shadow price) komoditi pertanian diperkirakan jauh lebih besar daripada harga pasarnya. 5. lnsentif untuk lnvestasi Pengembangan Sumberdaya Siasat ini, terutama ditujukan untuk menanggulangi masalah kemiskinan alamiah. Pengalaman Amerika Serikat, ltalia dan Israel memberi petunjuk bahwa cara yang efektif untuk menanggulangi kemiskinan alamiah adalah melalui pengembangan sumberdaya.
Pada umumnya pengembangan
wilayah melalui pengembangan sumberdaya dihadapkan kepada resiko dan ketidaktentuan (uncertainty) yang besar. seringkali enggan untuk berpartisipasi.
Oleh karena itu, pihak swasta Dengan demikian, insentif yang
mendorong pihak swasta untuk berpatispasi sangat diperlukan.
30
Ukuran Kemiskinan Untuk menentukan ukuran kemiskinan mana yang akan digunakan, tergantung kepada "jenis" kemiskinan yang dimaksud. Kemiskinan dalam pengertian absolut (absolut poverty),
selalu terkait dengan penghasilan
(pendapatan) atau tingkat kecukupan konsumsi pangan pada level tertentu. Biro Pusat Statistik menentukan batas kecukupan makanan dihitung berdasarkan pada kebutuhan minimum makanan yang dikonsumsi untuk dapat hidup sehat, yaitu kebutuhan makanan yang akan menghasilkan enerji sebesar 2100 kalori perkapita perhari. Namun demikian, bagaimanapun miskinnya seseorang, dia pun tetap memerlukan komponen
non makanan
untuk
dikonsumsi. Oleh karena itu, berdasarkan hasil Susenas Mini 1999, diperoleh garis kemiskinan di perkotaan sebesar Rp. 89. 845,- perkapita perbulan yang terdiri dari komponen konsumsi makanan sebesar Rp 64.396,- dan komponen konsumsi non makanan sebesar Rp. 25.449,- . Sedangkan di pedesaan, sebesar Rp. 69.420,- perkapita perbulan, terdiri dari komponen konsumsi makanan sebesar Rp. 52.319,- dan komponen non makanan sebesar Rp. 17.101,- Sesuai dengan batasan tersebut, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Agustus 1999 sebanyak 37,5 juta orang (18,7 %), 25,1 juta orang (20,22%) di antaranya tinggal di pedesaan.
METODE PENELITIAN Berdasarkan penyebabnya, kemiskinan terjadi karena adanya stratifikasi sosial yang mengakibatkan terjadinya perbedaan alokasi hak-hak terhadap aksesibilitas sumberdaya secara mencolok di antara penduduk golongan kuat dan dekat dengan kekuasaan dengan golongan penduduk yang lemah (Anwar, 2001 ). Berkenaan dengan adanya stratifikasi sosial sebagaimana dimaksud di atas
berimplikasi
terhadap
timpangnya
distribuasi
hak-hak
penguasaan
sumberdaya lahan usahatani di antara penduduk perdesaan. Sedangkan Todaro (1998), menggeneralisasikan bahwa penduduk miskin kebanyakan berada di perdesaan dengan mata pencaharian utama dari sektor pertanian atau sektorsektor lain yang berkaitan sengan pertanian. Apabila diasumsikan bahwa : •
Mayoritas penduduk miskin di perdesaan adalah petani
•
Usahatani merupakan
sumber mata
pencaharian
utama
bagi
masyarakat perdesaan, •
Penguasaan lahan usahatani, akan menentukan tingkat pendapatan,
•
Terdapat bidang usaha lain yang ditekuni sebagai mata pencaharian sampingan yang ditekuni sehari-hari guna menambah pendapatan keluarga
•
Terdapat faktor-faktor lain yang terkait dengan (mempengaruhi) pendapatan keluarga tani di perdesaan
Oleh karenanya, tujuan
penelitian ini diarahkan untuk menelaah
hubungan antara tingkat penguasaan lahan usahatani oleh keluarga tani dengan fenomena kemiskinan yang terkait dengannya.
te~adi
di perdesaan serta faktor-faktor lain yang
32 Pendekatan dan Kerangka Pemikiran Penelitian Lahan sebagai sumberdaya utama dalam usahatani telah mengalami penyusutan baik kuantitas maupun kualitas akibat adanya tekanan penduduk yang memerlukannya berbagai keperluan, baik keperluan publik maupun individu. Di fihak lain, terjadinya hierarki sosial (social hierarchy) yang terjadi di masyarakat, menyebabkan terjadinya perbedaan aksesibilitas seseorang atau kelompok sosial terhadap kekuasaan dan atau terhadap sumberdaya, termasuk sumberdaya lahan usahatani. Golongan masyarakat yang mampu, memandang lahan usahatani bukan saja sebagai faktor produksi usahatani tetapi juga sebagai alat spekulasi yang mempunyai kepastian resiko yang lebih pasti karena equital market lain sebagai sarana untuk menanamkan modal belum berkembang dan
mempunyai resiko ketidakpastian (uncertainty) yang lebih tinggi. Keadaan demikian menyebabkan terjadinya absentee land (lahan guntai) yang kerapkali tidak diusahakan. Sementara sebagian masyarakat lain sangat membutuhkan lahan tersebut untuk digunakan sebagai sumber pendapatan utama dan merupakan kekuatan dasar (power base) untuk bisa bertahan hidup. Keberadaan (supply) lahan usahatani yang relatif tetap sementara kebutuhan akan lahan (demand) semakin meningkat, membawa implikasi semakin beratnya beban lahan yang ada untuk dapat memenuhi kebutuhan manusia akan pangan sehingga diperlakukan tidak semestinya yang melebihi kemampuan dan daya dukungnya sehingga mengarah kepada degradasi. Selain itu, kebutuhan akan pangan yang semakin meningkat akan mengakibatkan dibukanya lahan-lahan baru bahkan pada lahan-lahan yang tidak layak untuk usahatani. Ketimpangan antara ketersediaan dan permintaan terhadap lahan
33 selanjutnya akan berakibat langsung terhadap melambungnya nilai lahan menjadi mahal.
SUPPLY LAHAN
DEMAND LAHAN
Kuantitas Kualitas
Pertanian Non pertanian
KELANGKAAN
HARGA
DISTRIBUSI PENGUASAAN LA HAN
KEMISKINAN
L STRUKTUR KETERKAITAN ANTARA PENGUASAAN LAHAN, KEMISKINAN DAN FAKTOR-FAKTOR LAIN
Gam bar 4. Kerangka Pemikiran Penelitian Kelangkaan dan perbedaan aksesibilitas di antara golongan masyarakat seperti diuraikan di atas tentu saja hanya akan memperbesar ketimpangan penguasaan lahan, karena hanya mereka yang kuat secara finansial yang akan menguasai/memiliki lahan, sementara mereka yang lemah harus tetap berjuang
34 lebih
keras
untuk dapat
menguasai
lahan
usahatani
sebagai
sumber
penghidupannya. Salah satu indikator kemiskinan absolut ditentukan berdasarkan tingkat pendapatan seseorang (keluarga), yang bisa diketahui dengan cara menghitung pendapatan,
secara
langsung
ataupun
tidak
langsung.
Tetapi,
tingkat
penghasilan/pendapatan petani di pedesaan sulit diketahui melalui cara demikian karena tidak tetap dan tidak pasti. Oleh karena itu, untuk mengetahuinya digunakan tehnik wawancara sampai diketahui seberapa banyak biaya yang dikeluarkan setiap periode tertentu (bulan) untuk keperluan konsumsi pangan maupun non pangan. Selain menghitung tingkat konsumsi, dalam penelitian ini juga
diperhitungkan
peubah-peubah
lain
yang
diduga
mempengaruhi
pendapatan keluarga petani di perdesaan.
Metode Analisis Analisis Gerombol (Cluster Analysis) Analisis gerombol (cluster analysis) merupakan salah satu teknis analisis mulivariabel yang umumnya dilakukan untuk mengelompokkan data ke dalam satu kelas yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Sebelum melakukan penggabungan data perlu dihitung terlebih dahulu jarak antara dua data atau jarak antara dua gerombol data dengan ciri yang serupa. Jika skala data tidak sama maka data perlu ditransformasikan dalam suatu bentuk skor tertentu yang disebut jarak baku. Dalam
penelitian
ini,
analisis
gerombol
digunakan
untuk
mengelompokkan desa-desa di Kecamatan Ciampea dan Nanggung di mana
35 data peubah penciri ditransformasikan dalam bentuk persen, sehingga diketahui proporsinya, sebagai dasar penentuan desa sasaran. Ukuran jarak yang dipakai dalam analisis ini adalah jarak eucledian (eucledian distance) dengan persamaan sebagai berikut:
di mana:
0 = jarak antara titik data/gerombol X dan Y. Makin kecil nilai 0 makin besar kemiripan data X dan Y. Asumsi yang harus dipenuhi dalam penggunaan jarak eucledian ini adalah bahwa antar varia bel tidak terjadi multicollinearity atau variabel-variabel yang ada saling tegak lurus (orlogonal) Analisis Tingkat Kesenjangan Penguasaan Lahan dan Kemiskinan Untuk mengetahui tingkat kesenjangan penguasaan lahan usahatani dan tingkat kemiskinan masyarakat tani di desa digunakan perangkat analisis sebagai berikut Gini Rasio Ketimpangan distribusi penguasaan lahan maupun pendapatan secara relatif, yaitu suatu ukuran yang membandingkan pendapatan/penguasaan lahan seseorang atau sekelompok orang dengan orang atau kelompok orang lain, dapat dilihat dengan menggunakan indikator rasio Gini atau disebut juga dengan koefisien/indeks Gini. lndeks Gini dirumuskan sebagai berikut : G
=1
- "Pi(Qi + Q.I+l ) L..
36 di mana: G
=lndeks Gini
Pi
=Jumlah penduduk komponen ke-1 =Jumlah pendapatan yang diterima penduduk kelompok ke-1 =Jumlah pendapatan yang diterima penduduk kelompok ke- (1+1)
Qi Qt+1
lndeks Gini mempunyai selang nilai antara 0 dan 1. Bila indeks Gini bernilai 0 berarti distribusi pendapatan berada pada tingkat yang sangat merata, sedangkan bila bernilai 1 berarti distribusi pendapatan berada pada tingkat yang sangat timpang. Biasanya indeks Gini tidak pernah mempunyai nilai 0 ataupun 1. Oleh karena itu Todaro (1998) menyatakan bahwa : a.
Bila koefisien Gini berada di antara 0,2 sampai 0,35, maka distribusi pendapatan disebut sebagai merata,
b.
Bila koefisien Gini berada di antara 0,35 sampai 0,5, maka distribusi pendapatan disebut sebagai tidak merata,
c.
Bila koefisien Gini berada di antara 0,5 sampai 0,7, maka distribusi pendapatan disebut sebagai sangat tidak merata.
Untuk lebih jelasnya, pola ketimpangan penguasaan lahan maupun pendapatan digunakan pula kurva Lorentzs. Luas Penguasaan Lahan Secara Kumulatif (%)
Ga~emerataan
0
Jumlah Pemilik lahan Kumulatif (%)
Gambar 5. Kurva Lorenz dan Perkiraan Koefisien Gini
37 Disamping itu, Kurva Lorenz juga digunakan untuk
mempe~elas
adanya
perbedaan antara masing-masing wilayah kecamatan yang dianalisa. Kurva ini akan menggambarkan seberapa besar ketimpangan struktur penguasaan lahan maupun tingkat pendapatan petani di pedesaan. Sedangkan ukuran yang digunakan World Bank (Todaro, 1998) untuk menganalisa ketimpangan pendapatan dengan membagi penduduk menjadi 3 bagian, yaitu: a. 40 % penduduk berpendapatan rendah b. 40 % penduduk berpendapatan menengah, dan c.
20 % penduduk berpendapatan tinggi.
Bila 40 % penduduk berpendapatan rendah : a. menerima kurang dari 12 % total pendapatan, maka ketidakmerataan pendapatan disebut sebagai tinggi, b. menerima 12 % sampai dengan 17 % dari total pendapatan, maka ketidakmerataan disebut sedang, c.
menerima lebih dari 17 % dari total pendapatan, maka ketidak merataan pendapatan disebut rendah.
Deviasi indeks
Perhitungan standar deviasi digunakan untuk melihat pola penyebaran atau pemusatan penguasaan lahan maupun pendapatan petani responden di suatu wilayah, sesuai formula berikut :
di mana
!I = simpangan baku n X;
=jumlah sampel = luas penguasaan lahan usahatani
38 Analisis Multivariate
Untuk mengetahui struktur keterkaitan antara distribusi penguasaan lahan dengan pendapatan yang menggambarkan tingkat kemiskinan serta faktorfaktor lain yang mungkin ada, dilakukan analisis multivariate dengan bantuan Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis). Dalam penulisan ini, tujuan AKU adalah menemukan suatu variabel-variabel baru, yang dapat mewakili variabel-variabel asal. Komponen utama tersebut akan mencerminkan sebagian atau semua variabel yang saling berkaitan (berkorelasi), sebab pada dasamya komponen utama merupakan kombinasi linier dari variabel-variabel asal. Komponen utama yang terbentuk dapat satu, dua, atau lebih sesuai dengan keragaman dan peragam variabel asal. Perbedaan utama komponen-komponen utama dengan variabel-variabel asal adalah bahwa komponen-komponen utama ini saling ortogonal, sedangkan dalam variabel-variabel asal masih dapat ditemui korelasi antar varia bel. Dari AKU ini akan muncul bobot masing-masing variabel (factor loading) di setiap komponen utama (factor) yang dihasilkan. Semakin tinggi bobot satu atau lebih variabel asal dalam suatu factor, maka dapat dikatakan bahwa factor tersebut mewakili variabel-variabel lain yang berbobot tinggi tersebut. Bobot tersebut sebenarnya adalah nilai korelasi antar peubah asal dalam faktor yang bersangkutan, artinya terdapat hubungan (keterkaitan yang erat) antar variabelvariabel yang berbobot tinggi (> 0.7).
Dengan kata lain, setiap factor akan
memiliki makna tersendiri berdasarkan bobot variabel-variabel asal yang dikandungnya.
39 Selain itu, dari AKU akan muncul juga skor dari masing-masing kasus, untuk setiap factor. Skor factor ini merupakan skor setiap kasus berdasarkan variabel-variabel yang memiliki bobot tinggi dalam factor yang bersangkutan. Dengan demikian, skor factor dapat dihirarkikan berdasarkan suatu kelompok variabel tertentu.
Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression) Untuk mengetahui variabel-variabel apa saja yang mempengaruhi pendapatan keluarga tani di perdesaan, digunakan analisis regresi berganda (multiple regression), di mana tingkat pendapatan keluarga tani merupakan
peubah terikat (dependent variable) dan factor score (sebagai variable baru yang diperoleh dari hasil analisis komponen utama) serta
peubah dummy yang
bersifat kualitatif, seperti jenis pekerjaan sampingan, cara pemasaran hasil, alasan pemilihan komoditas, sumber permodalan usahatani, dll. sebagai peubah penjelas (explanatory variables). Analisis Varian (Uji Beda Nyata) Untuk mengetahui pengaruh distribusi penguasaan lahan terhadap distribusi pendapatan petani dilakukan analisis varian (uji beda nyata). Spesifikasi Model dan Peubah yang Digunakan Peubah-peubah tersebut ditentukan dengan memperhatikan faktor-faktor, yang secara garis besar dikelompokan menjadi tiga faktor sebagai berikut, yaitu : a. Faktor fisik dan aksesibilitas, seperti ; luas penguasaan
lahan usahatani,
jarak tempat tinggal ke lahan usahatani dan jarak tempat tinggal ke pasar terdekat
40
b. Faktor sosial ekonomi, seperti ; status dan penguasaan lahan, umur kepala keluarga, umur istri, jumlah anak, jumlah tanggungan jiwa, jenis usaha lain. c.
Faktor
kelembagaan
seperti
;
sistim
penguasaan
lahan
usahatani,
pengelolaan usahatani yang ditunjukkan dengan intensitas pertanaman per tahun, pemilihan komoditas yang diusahakan, sistem pemasaran dan sumber permodalan. Berdasarkan hal hal tersebut, model regressi tingkat pendapatan keluarga responden dapat diformulasikan sebagai berikut
di mana:
Y
= tingkat konsumsi/pendapatan keluarga
bn
= intercept/parameter
x1
= luas lahan usahatani yang dikuasai
x2
= hasil usahatani
X3
= jumlah anak
x4
= jumlah jiwa dalam keluarga
X5
= jarak tempat tinggal ke pasar terdekat
x6
= jarak tempat tinggal ke lahan usahatani
X7
= jumlah jam
ke~a
harian kepala keluarga saat mencari nafkah
=lndeks pertanaman (frekuensi penanaman dalam setahun) X =jenis pekerjaan sampingan yang ditekuni x10 =jenis irigasi dari lahan yang dikuasai x11 =alasan pemilihan komoditas yang ditanam X1 2 =cara menjual hasil usahatani x13 =sumber permodalan x14 =ada/tidak bantuan keuangan dari anggota keluarga (transfer) X1s =umur kepala keluarga X16 =umur istri X8 9
41
q
OATA PO TENS I DESA
CLUSTERING ANALYSIS
TIPOLOGI DESA
D SURVEY LAPANG
DATA BIOFISIK WILAYAH
STRATIFIED SAMPLING PROCESS
(KUESIONER)
MULTIVARIATE ANALYSIS
ANALISIS KERAGAMAN PENGUASAAN LAHAN DAN KEMISKINAN
ri
y
MULTIPLE REGRESSION
(Gini Rasia, Deviasi index, Anova)
1l DESKRIPSI TINGKAT KESENJANGAN PENGUASAAN LAHAN DAN TINGKAT KEMISKINAN MASYARAKAT DESA
Gam bar 6
Q
Diagram Alur Analisis
STRUKTUR KETERKAITAN ANTARA TINGKAT PENGUASAAN LAHAN, TINGKAT KEMISKINAN DAN FAKTOR-FAKTOR LAIN YANG MEMPENGARUHI
42
Penentuan Sampel Responden Penelitian Unit analisis yang digunakan adalah unit keluarga tani yang diambil sebagai petani sampel yang menguasai lahan usahatani. Sampel rumah tangga diharapkan dapat menjawab masalah kemiskinan akibat dari ketimpangan distribusi penguasaan lahan usahatani. Penarikan sampel dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu sebagai berikut : •
Tahap pertama dengan mengidentifikasi dan mengklasifikasi tipologi desa melalui cluster ana/isis dari data potensi desa yang ada.
•
Selanjutnya, pengambilan sampel untuk desa dilakukan berdasarkan tipologi desa tersebut secara stratified random sampling Jumlah sampel keseluruhan sebanyak 120 rumah tangga tani, masing-
masing terdiri dari 60 sampel per wilayah kecamatan. Selain dikelompokan berdasarkan wilayah (kecamatan) pengamatan, responden juga dikelompokkan berdasarkan luas lahan usahatani yang dikuasai, yaitu : 1. Kelompok I, sebanyak 50 % dari populasi sampel, terdiri dari responden dengan penguasaan lahan usahatani kurang dari 5000 m2 . 2. Kelompok II, sebanyak 30 % dari populasi sampel, terdiri dari responden dengan penguasaan lahan 5000 m2 sampai dengan 10.000
m2 .
3. Kelompok Ill, sebanyak 20 % dari populasi sampel, terdiri dari responden dengan penguasaan lahan lebih dari 10.000 m2 .
Pengumpulan dan Sumber Data Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan petani responden dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan ter1ebih dahulu. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi atau lembaga yang ada
43 kaitannya dengan penelitian ini. Pada Tabel 1 dirinci jenis, sumber dan cara pengumpulan data. Tabel 1. Jenis, Sumber dan Cara Pengumpulan Data No I
Jenis Data
Sumber Data
Cara pengumpulan
DATA PRIMER a. ldentitas Keluarga responden - Umur kepala keluarga dan istri
responden
Wawancara
I
- Jumlah anak
responden
Wawancara
I I
- Jumlah jiwa
respond en
Wawancara
- Tingkat pendidikan
responden
Wawancara
- Tingkat pendapatan
responden
Wawancara
- Luas penguasaan lahan
responden
Wawancara
- Hasil usahatani
responden
Wawancara
- Kondisi lingkun_gan
responden
Wawancara/observasi
- Kondisi rumah tinggal
responden
Wawancara/observasi
- Alokasi waktu
responden
Wawancara
responden
Wawancara
- jarak ke lahan usahatani
resp_onden
Wawancara/observasi
- jarak ke pasar terdekat
responden
Wawancara/observasi
Lab BANGWIL
Studi data sekunder
a. Tingkat Kesejahteraan !
i
b. Kondisi Sosial ekonomi - Jenis pekerjaan sampingan c. Aksesibilitas fisik
II
DATA SEKUNDER - Peta Wilayah Penelitian
IPS - Kondisi Sosial Ekonomi Wilayah
BPS, PODES
Studi data sekunder
- Kecamatan dalam Angka
BPS KAB
Studi data sekunder
- Kabupaten dalam Angka
BPS KAB
Studi data sekunder
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Kabupaten Bogor Letak Wilayah, Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk. Kabupaten Boger merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Propinsi Jawa Barat dengan luas wilayah 2.371,21 km 2 terletak antara 6.19°- 6.47° LS dan
106.21° - 107.13° Bujur Timur, berbatasan dengan DKI Jakarta, Kabupaten Tangerang, Kota Bekasi dan Kota Depok
di sebelah utara, dengan Kabupaten
Cianjur dan Kabupaten Karawang di sebelah timur, dengan Kabupaten Sukabumi di sebelah selatan dan dengan Kabupaten Lebak di sebelah barat, serta Kota Boger yang berada di tengah. Kabupaten Boger terdiri dari 30 Kecamatan yang membawahi 424 Desa dan Kelurahan, 3.136 RW dan 11.359 RT serta 694.142 rumah tangga yang terdaftar. Dari jumlah tersebut, 231 desa berada pada ketinggian kurang dari 500 m dpl, 144 desa berada pada ketinggian antara 500 sampai 700 m dpl dan 49 desa berada pada ketinggian di atas 700 m dpl. Sampai dengan tahun 2000 jumlah penduduk kabupaten Boger adalah sebanyak 3.004.444 jiwa, terdiri dari laki-laki sebanyak 1.517.245 orang dan perempuan sebanyak 1.487.199 orang, dengan tingkat kepadatan rata-rata sebanyak 1.267 jiwa/km 2
.
Kemudian apabila dilihat dari persebaran penduduk,
maka Kabupaten Boger mempunyai persebaran yang tidak merata. Tiga kecamatan dengan kepadatan penduduk tertinggi berturut-turut berada di Kecamatan Cibinong
(3.404 jiwa/km 2), di Kecamatan Bojonggede (2.932 jiwa/km 2 ) dan di Kecamatan Dramaga (2.907 jiwa/km 2),sedangkan tiga kecamatan dengan kepadatan penduduk
45 terendah tercatat di Kecamatan Cariu ( 420 jiwa /km-2), Kecamatan Sukamakmur (436 jiwa/km 2), dan di Kecamatan Cigudeg (562 jiwa/km 2). Tabel 2.
No.
Jumlah penduduk, Luas Wilayah Dirinci Menurut Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 2000.
Kecamatan
1. Nanggung 2. Leuwiliang 3. Pamijahan 4. I Cibungbulang 5. Ciampea 6.1 Dramaga 7. Ciomas 8., Cijeruk 9. Caringin 10.1 Ciawi 11. Cisarua 12. Megamendung 13. Sukaraja 14. Babakan Madang 15. Sukamakmur 16. Cariu 17. Jonggol 18. Cileungsi 19. Gunung Putri 20. Citeureup 21. Cibinong 22. Bojonggede 23. Kemang 24. Parung 25. Gunung Sindur 26. Rumpin 27. Cigudeg 28. Jasinga 29. Tenjo 30. Parung Paniang
I
I
I
Luas Wilavah
Jumlah Penduduk
I I
I
59.997 140.730 109.416 90.1781 144.749 69.9441 156.136 120.8971 85.975 69.1451 82.289 73.7371 112.605 68.414 58.163 82.855 79.698 160.559 104.821 110.791 144.651 163.069 104.863 133.021 59.234 84.8871 130.356 85.128 47.979 70.157 3.004.444
I
71,24 89.18 80.88 31.981 55.59 24.061 85.36 72.081 60.31 25.181 63.72 40.06 42.02 98.71 133.36 197.50 85.66 159.81 56.31 67.10 42.49 55.61 48.66 60.75 48.81 80.661 232.07 134.27 64.83 62.95 2.371 21
Jumlah Sumber : Kabupaten Bogor dalam Angka (2000)
Kepadatan (iiwa/ km 2 ) 842 1.578 1.353 2.820 I 2.604 2.907 I 1.829 I 1.6771 1.426 2.7461 1.291 1.841 2.680 693 436 420 930 1.005 1.861 1.651 3.404 2.9321 2.155 2.190 1.214 1.0521 562 634 740 1.114 1.267
I
Berdasarkan struktur usia, rasio ketergantungan (dependency ratio), yaitu perbandingan antara jumlah penduduk di bawah usia 15 tahun dan di atas 55 tahun dengan jumlah penduduk usia produktif, sebesar 44,93 % atau sebanyak 1.347.935
46 jiwa terdiri dari 688.017 jiwa adalah laki-laki dan 659.918 jiwa perempuan, yang harus ditanggung oleh 1.654.547 orang yang berusia produktif (55,07 %}, yaitu penduduk yang berusia antara 15 sampai dengan 55 tahun. Sampai dengan tahun 2000, jumlah keluarga miskin (Kelompok Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I) di Kabupaten Bogor sebanyak 422.961 rumah tangga (44,09 %). Pengembangan Wilayah Secara
spasial,
strategi
pengembangan
wilayah
Kabupaten
Bogor
dikelompokan ke dalam tiga wilayah pembangunan, yaitu: 1. Wilayah Barat mencakup 10 Wilayah Kecamatan yang terdiri dari Kecamatan Kecamatan
Jasinga,
Kecamatan
Cibungbulang,
Nanggung, Kecamatan
Cigudeg,
Kecamatan
Ciampea,
Kecamatan Pamijahan,
Kecamatan
Rumpin,
Leuwiliang, Kecamatan Kecamatan
Parungpanjang dan Kecamatan Tenjo. 2. Wilayah Tengah mencakup 15 Wilayah Kecamatan yang terdiri dari Kecamatan
Kemang,
Kecamatan
Ciomas,
Kecamatan
Dramaga,
Kecamatan Cijeruk, Kecamatan Caringin, Kecamatan Ciawi, Kecamatan Cisarua, Kecamatan Megamendung, Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Cibinong, Kecamatan Parung, Kecamatan Gunungsindur; Kecamatan Citeureup, Kecamatan Bojong Gede, dan Kecamatan Babakanmadang. 3. Wilayah Timur mencakup 5 Wilayah Kecamatan yang terdiri dari Kecamatan
Gunungputri,
Kecamatan
Cileungsi,
Sukamakmur, Kecamatan Jonggol dan Kecamatan Cariu.
Kecamatan
47 Dari
ketiga wilayah
pembangunan
tersebut,
agaknya wilayah
barat
menunjukkan perkembangan yang lebih lambat dibanding dua wilayah lainnya. Hal ini diduga terutama sebagai akibat dari aksesibilitasnya yang lebih sukar dijangkau dari pusat-pusat pertumbuhan wilayah (terutama Jakarta), juga karena keadaan alamnya yang lebih terjal dan kurang subur. Penggunaan Lahan Lahan pertanian di wilayah Kabupaten Bogor terdiri dari lahan basah/sawah dan lahan kering/darat. Pada tahun 2000 luas lahan sawah tercatat seluas 48.312 ha (17,96 %) dan lahan kering seluas 220.696 ha (82,04 %). Lahan sawah yang dapat ditanami (padi) satu kali dalam setahun seluas 11.187 ha dan dua kali seta hun seluas 37.020 ha, sedangkan luas Ia han sawah yang sementara tidak diusahakan seluas 105 ha. Penggunaan lahan kering untuk pekarangan seluas 41.216 ha, berupa tegal/kebun seluas 72.240 ha, padang rumput/tegalan seluas 770 ha, berupa hutan rakyat seluas 15.442 ha, hutan negara seluas 42.726 ha, perkebunan seluas 25.974 ha, berupa kolam/empang/tebat seluas 2.335 ha, penggunaan lai-lain seluas 19.344 ha serta lahan kering/darat yang sementara tidak diusahakan seluas 649 ha. Dilihat dari segi kemampuan lahannya, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Bogor mengelompokkan lahan di wilayah Kabupaten Bogor mempunyai potensi pengembangan pertanian dengan proporsi sebagai berikut :
48 •
Termasuk lahan kelas I, yaitu lahan-lahan yang mempunyai potensi pengembangan pertanian secara sangat intensif seluas 10,9 %.
•
Termasuk lahan
kelas
II,
yaitu
lahan-lahan yang
berpotensi
untuk
berpotensi
untuk
pengembangan pertanian secara intensif seluas 19,6 %. •
Termasuk lahan kelas
Ill, yaitu lahan-lahan yang
pengembangan pertanian dengan intensitas terbatas, seluas 20,1 % •
Termasuk lahan kelas IV dan V, yaitu lahan-lahan yang tidak layak untuk pengembangan
pertanian
dan
seyogyanya
harus
dihutankan
atau
merupakan lahan konservasi, seluas 21,31 %.
Sebagai konsekuensi dari paradigma lama yang menempatkan Kabupaten Bogor sebagai salah satu wilayah hinterland dari Jakarta, konsentrasi pembangunan fisik Wilayah Kabupaten Bogor terpusat di wilayah-wilayah Kecamatan dengan akses ke Jakarta paling mudah. Hal ini, misalnya bisa dilihat dari alokasi berbagai kelompok industri yang lebih terkonsentrasi di Wilayah Tengah dan Timur bagian utara, yaitu di Kecamatan Cileungsi sebanyak 100 unit (21, 14 %), Kecamatan Gunungputri 103 (21 ,78 %) unit, Kecamatan Citeureup 58 unit (12,26 %), Kecamatan Cibinong 67 (14, 16%) unit industri. Kelompok industri dimaksud adalah sesuai dengan kategori yang dikeluarkan oleh BPS sebagaimana tabel berikut.
49 Tabel3. Kategori Kelompok lndustri Kode 31 32 33 34 35 36 37 38 39
Kelompok lndustri Sub Sektor lndustri Makanan, Minuman dan Tembakau Sub Sektor lndustri Tekstil, Pakaian jadi dan Kulit Sub Sektor lndustri Kayu, Bambu, Rotan, Rumput dan sejenisnya, termasuk Perabot Rumah Tangga Sub Sektor lndustri Kertas, Barang dari kertas, Percetakan dan Penerbitan Sub Sektor lndustri Kimia dan Barang dari Bahan Kimia, Minyak Bumi, Batubara, Karet dan Plastik Sub Sektor lndustri Barang Galian bukan Logam, kecuali Minyak Bumi dan Batubara Sub Sektor lndustri Logam Dasar Sub Sektor lndustri Barang dari Logam, Mesin dan Peralatannya Sub Sektor lndustri Pengolahan Lainnya Sumber : BPS (2000)
Sementara di Wilayah Barat industri kurang berkembang, dari 10 Kecamatan hanya terdapat 39 unit industri (8,24 %), yang terdiri dari berbagai kelompok industri dengan ukuran skala yang beragam yaitu 8 unit industri kelompok 31, 8 unit industri kelompok 32, 3 unit industri kelompok 33, 3 unit 35, 14 unit industri kelompok 36, 1unit industri kelompok 38, dan 2 unit industri kelompok 39.
Geografi dan Topografi
Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Fergusson iklim di Kabupaten Bogor termasuk iklim tropis tipe A (sangat basah) untuk wilayah bagian selatan, serta iklim tipe B (basah) di bagian utara. Suhu udara berkisar antara 20° C sampai 30° C dengan rata-rata tahunan 25° C. Curah hujan tahunan berkisar antara 2500 mm
50
sampai 5000 mm, kecuali sebagian kecil wilayah utara yang berbatasan dengan Tangerang dan DKI Jakarta yang kurang dari 2500 mm/tahun. Ketinggian tempat berkisar antara 15 m dpl di bagian utara hingga 2500 m dpl di puncak gunung di bagian selatan, dengan morfologi wilayah dataran rendah
(15 - 100 m dpl) di bagian utara
termasuk
seluas 29,28 %, dataran
bergelombang (100- 500 m dpl) atau 42,62 %, pegunungan (500 - 1000 m dpl) atau 19,53 % dan wilayah yang termasuk data ran tinggi (1 000 - 2500 m dpl) atau 8,43 %. Kecamatan Ciampea. Keadaan Biofisik Kecamatan Ciampea merupakan salah satu Kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor bagian Barat, terdiri dari dari 19 Desa, 116 RW, 494 RT, dengan topografi wilayah datar, bergelombang sampai berbukit dengan kemiringan antara 0 - 25 %. Jenis tanah yang dominan adalah podsolik merah kuning, andosol dan regosol. Secara geografis berbatasan dengan : •
Wilayah Kabupaten Sukabumi di sebelah selatan,
•
Wilayah Kecamatan Dramaga dan Ciomas disebelah Timur,
•
Wilayah Kecamatan Kemang di sebelah Utara dan
•
Wilayah Kecamatan Pamijahan dan Cibungbulang di sebelah Barat.
Jarak dari ibukota kecamatan (Desa Bojongrangkas) ke Kota Bogor (Kebun Raya) sebagai pusat pertumbuhan wilayah sejauh 15 km, sedangkan jarak ke
51 ibukota Kabupaten Bogor (Cibinong) sebagai pusat administrasi pemerintahan sejauh 40 km, jarak ke ibukota Propinsi (Bandung) sejauh 120 km dan jarak ke ibukota negara (Jakarta) sejauh 60 km. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Kabupaten Bogor (2000), luas lahan sawah di Kecamatan Ciampea 3017 ha (57,83 % dari luas wilayah kecamatan) dengan jenis irigasi sederhana (non PU) seluas 1357 ha (26,01 %), irigasi setengah teknis seluas 1326 ha (25,42 %}, irigasi desa seluas 269 ha (5,16 %) dan sawah dengan irigasi teknis seluas 65 ha (1,25 %). Sedangkan dari luas lahan darat seluruhnya 2200 ha (42,17 %}, didominasi oleh lahan pekarangan seluas 1108 ha (21,24 %), berupa kebun/tegalan seluas 350 ha (6,71 %) dan lahan hutan rakyat seluas 108 ha (2,07 ha). Di kecamatan Ciampea juga terdapat lahan perkebunan199 ha (3,81 %) dan hutan negara seluas 26 ha (0,50 %).
Sosial (Sumberdaya Manusia)
Jumlah penduduk sampai dengan tahun 2000 sebanyak 144.747 jiwa. Berdasarkan jenis kelamin, penduduk Kecamatan Ciampea terdiri dari 72.740 jiwa pria dan 72.007 jiwa wanita. Desa Bojong Rangkas dan Desa Cibadak menempati urutan satu dan dua dalam hal kepadatan penduduk, yaitu masing-masing 6.530 jiwa/km 2 dan 6.225 jiwa/km 2 . Hal ini dimengerti mengingat kedua desa tersebut ter1etak pada jalur jalan utama antara Boger, sebagai pusat pertumbuhan di sebelah timur, dan Leuwiliang sebagai pusat-pusat pertumbuhan di sebelah barat.
52 Tabel 4. Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk di Kecamatan Ciampea Tahun 2000. No.
Luas Wilayah (km)
Jumlah Penduduk (jiwa)
Kepadatan Penduduk (jiwa/km 2 )
3.
Gunung Malang Tapos 2
5.70 7.20 1.42
5.894 9.697 5.601
1.034 1.346 3.944
4.
Ciampea Udik
3.42
5.508
1.611
5.
Cibitung Tengah
4.10
7.542
1.840
6.
Situ Daun Cinangneng
2.26 2.57
6.851 6.869
3.031 2.672
Cinangka Cibuntu
2.46 3.33
8.291
3.370
6.477
1.945
Cicadas Tegalwaru
2.83
8.311
4.41
9.795
2.937 2.221
6.590 9.708
3.065 2.996 2.788 5.140
1. 2.
I
7. 8. 9. 10. 11.
Des a
Taposl
12. 13.
Bojong Jengkol
2.15
Cihideung Udik
3.24
14.
Csihideung llir
2.65
15.
Cibanteng
1.82
7.389 9.354
16.
Bojong Rangkas
1.30
8.489
6.530
17.
Cibadak
1.14
7.097
6.225
18.
Benteng
1.62
7.799
19.
Ciampea
1.97
7.487
4.814 3.800
Jumlah 55.59 144.747 Sumber: Kecamatan Ciampea dalam Angka Tahun 2000.
2.604
Dari jumlah penduduk sebanyak 144.747 jiwa, 14.569 rumah tangga di antaranya atau 55.175 jiwa (38, 12 %) merupakan penduduk miskin atau dengan istilah yang lebih halus mereka yang masih kurang beruntung, sebagaimana disajikan pada Tabel 5 berikut ini.
I
I
I
I
53 Tabel
5 Jumlah dan Sebaran Penduduk Miskin Di Kecamatan Ciampea Tahun 2000
I De sa
Tapos 1
Jml
Jiwa
Jumlah
Jml
Jml
Rmh
Per
Rumah
Pddk
Penduduk
Tangga
Rumah
Tangga
Miskin
%
Tangga
Miskin
5.894
1687
3.49
836
2.921
49.56
9,697
2773
3.50
1,124
3,931
40.54
5,601
1281
4.37
708
3,096
55.28
5,508
1459
3.78
562
2,122
38.53
7,542
1816
4.15
1'115
4,631
61.40
6,851
1730
3.96
866
3,429
50.05
8,869
1411
6.29
492
3,093
34.87
8,291
2168
3.82
1,260
4,819
58.12
Cibuntu
6,477
1543
4.20
624
2,619
40.44
Cicadas
8,311
1218
6.82
705
4,811
57.89
Tegalwaru
9,795
2455
3.99
527
2,103
21.47
Bojong Jengkol
6,590
1902
3.46
305
1,057
16.04
Cihideung Udik
9,708
2836
3.42
741
2,537
26.13
Cihideung llir
7,389
2227
3.32
812
2,694
36.46
Cibanteng
9,354
3034
3.08
1,242
3,829
40.93
Bojong Rangkas
8,489
2362
3.59
549
1,973
23.38
Cibadak
7,097
1861
3.81
615
2,345
33.04
Benteng
7,799
2217
3.52
674
2,371
30.40
Ciampea
7,487
2241
3.34
812
2,713
36.24
144,747
38221
3.79
14,569
55,175
38.12
Gunung Malang
I I
Tapos 2 Ciampea Udik Cibitung Tengah
I
Situ Daun Cinangneng Cinangka
I
I
I
Sumber : Data Potensi Desa dan Kecamatan Dalam Angka 2000 Dilihat dari struktur usia, angka rasio ketergantungan (dependency ratio) penduduk Kecamatan Ciampea adalah 40,16% (66.771 jiwa). Dari Tabel 6 berikut ini, sebanyak 47.785 orang (33,01 %) penduduk Kecamatan Ciampea tidak pemah mengikuti sekolah di pendidikan formal (buta huruf dan angka latin).
54 Tabel 6 Jumlah Penduduk menurut Tingkat Pendidikan yang diselesaikan di Kecamatan Ciampea Tahun 2000 Mern elesaikan
Buta De sa
Huruf
so
SLTP
SLTA
UN IV
AK
595 2182 305 72 Taposl 1370 560 4300 351 3 Gn Malang 2743 10 354 593 1247 Tapos 2 1279 35 1585 50 1577 350 785 Cia. Udik 20 750 50 750 500 5150 Cbt.Tengah 8 175 59 367 125 6343 Situ Daun 1 85 3 200 50 6050 Cinangneng 10 25 50 6065 70 150 Cinangka 170 4540 180 250 Cibuntu - I 20 40 200 315 5690 Cicadas 570 6 25 Tegalwaru 300 30 8400 2 250 350 260 5500 Bj. Jengkol 4 561 1260 2 5040 Chd. Udik 7102 11 6 105 120 7242 Chd. llir 75 35 75 1050 1370 4885 Cibanteng 700 15 65 Bj.Rangkas 1850 2175 3750 215 50 20 3980 210 Cibadak 789 900 5 15 759 220 Benteng 1012 5127 15 11 1018 317 Ciampea 2347 2384 7043 514 229 Jumlah 47785 63021 12800 Sumber: Kecamatan Ciampea dalam Angka Tahun 2000 I
Jumlah
I
I
4524 7957 3483 4382 7220 7077 6389 6370 5140 6835 8761 6362 13969 7559 8115 8070 5949 7138 6092 131392
Sebagaimana kita ketahui bahwa Kecamatan Ciampea secara fisik nampak menunjukkan perkembangan yang cepat menuju situasi perkotaan. Hal ini terutama dipacu oleh semakin membaiknya akses transportasi maupun komunikasi, apalagi setelah kampus IPS mulai operasional.
Ekonomi Jumlah penduduk yang menekuni pekerjaan di sektor pertanian sebanyak
34.032 orang (23,51 %), di sektor pertambangan dan penggalian sebanyak 737
55 orang (0,51 %), di sektor industri sebanyak 3.802 orang (2,63 %) dan di sektor konstruksi sebanyak 1.459 orang (1 ,01 %). Dengan demikian sektor pertanian masih merupakan sumber penghasilan utama bagi sebagian besar masyarakat Kecamatan Ciampea. Jenis dan jumlah industri yang ada di Kecamatan Ciampea sampai dengan tahun 2000 terdiri dari industri makanan dan tembakau (kelompok 31) sebanyak 3 unit, industri pakaian jadi dan kulit (kelompok 32) sebanyak 3 unit, industri bahan galian bukan logam (kelompok 36) sebanyak 3 unit, dan industri yang termasuk kelompok 39 (industri pengolahan lainnya) sebanyak 3 unit.
Kecamatan Nanggung Keadaan Biofisik Kecamatan Nanggung
merupakan salah satu Kecamatan yang ada di
Wilayah Pembangunan Bag ian Barat Kabupaten Boger yang terdiri dari dari 10 Desa, 247 RW, 76 RT. Topografi yang bergelombang dan berbukit dengan kemiringan antara 0- 30 % serta
jenis tanah yang didominasi oleh podsolik merah kuning, andosol dan
regosol. Seperti juga wilayah barat Kabupaten Boger pada umumnya, secara kasat mata lahan di Kecamatan Nanggung terlihat kurang subur. Secara geografis berbatasan dengan : •
Wilayah Kabupaten Sukabumi di sebelah selatan,
•
Wilayah Kecamatan Leuwiliang disebelah Timur dan Utara
56 •
Wilayah Kecamatan Cigudeg di sebelah Barat.
Jarak dari ibukota kecamatan (Desa Nanggung) ke Kota Bogor (Kebun Raya) sebagai pusat pertumbuhan wilayah sejauh 32 km, sedangkan jarak ke ibukota kabupaten Bogor (Cibinong) sebagai pusat administrasi pemerintahan 57 km, ke ibukota Propinsi sejauh 137 km dan ke ibukota negara sejauh 77 km. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Kabupaten Bogor (2000), luas lahan sawah di Kecamatan Nanggung 1625 ha (12,02 % dari luas wilayah kecamatan) dengan jenis irigasi sederhana (non PU) seluas 214 ha (1 ,58%), irigasi desa seluas 1047 ha (7,74 %) dan sawah tadah hujan seluas 364 ha (2,69 %). Sedangkan dari luas lahan darat seluruhnya 11897 ha (87,98 %), didominasi berturut-turut berupa Ia han hutan negara seluas 6936 ha (51 ,29 %), berupa hutan rakyat seluas 2575 ha (19,04), kebun/tegalan seluas 1060 ha (7,84 %) dan lahan perkebunan seluas 1030 ha {7,62 ha). Sedangkan pekarangan seluas 227 ha (1 ,68 %), kolam/tebat seluas 58 ha (0,43 %) dan penggembalaan/padang rumput seluas 11 ha (0,43 %). Lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran .
Sosial (Sumberdaya Manusia) Jumlah penduduk sampai dengan tahun 2000 sebanyak 59.997 jiwa. Berdasarkan jenis kelamin, penduduk Kecamatan Nanggung
terdiri dari 29.160
orang laki-laki dan 30.837 orang perempuan, dengan tingkat kepadatan penduduk 842 jiwa/km 2 . Rasio ketergantungan (dependency ratio) masyarakat Kecamatan Nanggung sebesar 44, 57 %, terdiri dari penduduk yang berusia di bawah 15 tahun
57 sebanyak 14.043 jiwa dan penduduk yang berusia di atas 55 tahun sebanyak 14.439 jiwa. Tabel 7 Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk di Kecamatan Nanggung Tahun 2000.
No.
Des a
Luas Wilayah (km)
Jumlah Penduduk (jiwa)
Kepadatan Penduduk (jiwa/km 2 )_
1
Malasari
7.17
3,226
450
2
Bantar Karet
8.45
6,425
760
3
Cisarua
14.11
5,314
377
4
Curug Bitung
13.54
6,210
459
5
Nanggung
7.30
6,666
913
6
Pangkal jaya
4.77
5,813
1,219
7
Sukalutu
4.31
4,028
935
8
Hambaro
2.47
5,517
2,234
9
Kalong Liud
3.07
7,226
2,354
10
Parakan Muncang
6.05
9,572
1,582
59,997 71.24 Sumber: Kecamatan Nanggung dalam Angka Tahun 2000.
842
Dari data yang ada, jumlah keluarga/rumah tangga yang menjadikan sektor pertanian menjadi sumber utama penghasilannya sebanyak 10.102 keluarga. Apabila dikaitkan dengan jumlah lahan yang tersedia, maka secara kasar mereka menguasai lahan sawah rata-rata seluas 0,18 ha, dan lahan ladang seluas 0,10 ha. Berkenaan dengan
penduduk miskin,
secara
umum,
di
Kecamatan
Nanggung masih terdapat 13.204 orang miskin (22,01%), sebagaimana dapat dilihat pada Tabel8 berikut ini.
58 Tabel 8
Sebaran dan Jumlah Penduduk Miskin di Kecamatan Nanggung Tahun 2000
Desa Malasari
Jumlah Penduduk 3,226
Jiwa per Rmh Rumah Tangga Tangga Miskin 3 245
Jumlah Rumah Tangga 1,737
Jumlah Pddk Miskin 735
22.78
%
Bantar Karet
6,425
2,294
3
395
1,185
18.44
Cisarua
5,314
1,786
3
202
606
11.40
Curug Bitung
6,210
2,049
3
1,266
3,798
61.16
Nanggung
6,666
1,567
4
260
1,040
Pangkal Jaya
5,813
1,448
4
249
996
17.13
Hambaro
4,028
1,284
4
199
796
19.76
Sukaluyu
5,517
1,052
4
196
784
14.21
I
i
I
I
I
15.60
Kalong Liud
7,226
1,656
4
237
948
Parakan Muncang
9,572
2,366
4
579
2,316
24.19
59.997
17,239
3,48
3828
13204
22.01
13.12
Sumber: Data Potensi Desa dan Kecamatan Nanggung dim Angka Th 2000.
Ditinjau dari segi pendidikan sebagai salah satu sarana untuk meningkatkan "nilai jual" sumberdaya manusia, jumlah penduduk yang tidak sempat mengenyam pendidikan formal (buta huruf dan angka latin) sebanyak 45.184 orang ( 75,31 %). Penduduk yang berhasil menamatkan pendidikan formalnya sampai SO, SMP, SLTA dan Akademi berturut-turut 10325 orang (17,21), 2490 orang (4,15 %), 1249 orang (2,08 %) dan 114 orang (0,19 %). Sedangkan penduduk yang berhasil menamatkan pendidikan formalnya sampai perguruan tinggi (S 1) hanya sebanyak 38 orang atau 0,06%.
I
59 Tabel 9 Jumlah Penduduk menurut Pendidikan di Kecamatan Nanggung sampai dengan Tahun 2000 Buta De sa Malasari Bantar Karet Cisarua Curug Bitung Nanggung PangkaiJaya Sukaluyu Hambaro Kalong Liud Parakan Muncang
Huruf
Menyelesaikan
so
4219 795 5654 876 3369 1111 3879 1507 5013 1076 4375 500 3253 411 4214 822 3928 1983 7280 1244 45184 10325
SLTP
50 140 713 470 125 75 140 143 245 389 2490
SLTA
39 123 26 98 69 56 129 128 205 376 1249
AK
UN IV Jumlah
4 13 5 13 31 8 5 3 20 12 Jumlah 114 Sumber: Kecamatan Nanggung dalam Angka Tahun 2000
1 3 1 4 0
3 1 9 15 1 38
5108 6809 5225 5971 6314 5017 3939 5319 6396 9302 59400
Ekonomi
Dari 17.239 rumah tangga, sebanyak 10.102 (58,60 %) rumah tangga mengandalkan pertanian sebagai mata pencaharian utama, 204 rumah tangga pada sektor industri (1. 18 %) dan 677 rumah tangga (3,93 %) di sektor jasa. Di Kecamatan Nanggung ini tidak ada industri lain kecuali satu unit lndustri Logam Dasar (tambang emas).
HASIL DAN PEMBAHASAN Kelompok Desa Sasaran Analisis gerombol (Cluster Analysis) digunakan untuk mengelompokkan desa-desa
sasaran
berdasarkan
kemiripan/kedekatan
karakteristik,
yang
selanjutnya menjadi dasar penentuan lokasi keluarga contoh di masing-masing kecamatan. Menggunakan peubah-peubah penciri yang terkoreksi dengan cara menghitung proporsinya berupa persen.
Peubah-peubah tersebut adalah
proporsi luas lahan darat, proporsi luas lahan sawah, proporsi jumlah rumah tangga tani, proporsi jumlah rumah tangga miskin, yang berasal dari data potensi desa tahun 2000. Berikut ini adalah hasil analisis gerombol di Kecamatan Ciampea. Tree 01agram for 19 Cases Single Linkage Euclidean distances TAPOS 1 GUNUNG M SITU DAU CICADAS ClAMP UD TEGALWA CINANGNE CIBUNTU CIHIDEUN BOJONGJ CHD UDIK CIBITUNG TAPS2 CINANGKA CIBANTEN BENTENG ClAM PEA BJRANGK CIBADAK
t---
~
~
I
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Linkage Distance
Gambar 7. Hasil Analisis Gerombol Desa Desa di Kecamatan Ciampea Memperhatikan gambar clustering di atas, dapat dilihat hubungan kedekatan antara desa satu dengan lainnya, sehingga dapat dilakukan
61 pengelompokan desa menjadi beberapa kelompok, sebagaimana Tabel 10 di bawah ini. Tabel10. Keragaan Kelompok Desa Desa di Kecamatan Ciampea Kel 1 2
Jumlah Anggota 1 10
3
1
4
2
Tapos 2, Cinangka
5
5
Cibanteng, Benteng, Rangkas, Cibadak
I
I
Des a
Penciri
Tapos 1 Gunung Malang, Situ Daun, Cicadas, Ciampea Udik, Tegalwaru, Cinangneng, Cibuntu, Cihideung, Bojong Jengkol, Cihideung Udik Cibitung Tengah
Luas lahan darat Luas lahan sawah
Ciampea,
Bojong
Rumah Tangga Miskin Rumah Tangga Miskin tinggi tapi Ls Sawah kecil Desa Kota
terdapat tiga desa dengan karakteristik yang menonjol dan berbeda dengan desa-desa lainnya, yaitu : 1. Kelompok 1 : Desa Tapos 1, merupakan desa dengan proporsi luas lahan darat terluas yaitu 362,7 ha (75,30 % dari luas desa), sedangkan dari 1751 rumah tangga, 836 rumah tangga (47,74 %) adalah keluarga miskin. : terdiri
dari
10 desa yang
mempunyai
kedekatan
ciri/karakteristik dalam hal proporsi luas lahan sawah pada kisaran 51,85
% sampai 81,50 % dan proporsi keluarga miskin berada pada kisaran 21,11 % sampai 54,16 %. 3. Kelompok 3 : Desa Cibitung Tengah,
dengan karakteristik yang
menunjukkan proporsi keluarga miskin terbanyak (87,93 % dari jumlah rumah tangga), sementara jumlah luas lahan sawah 83,29 % berbanding dengan luas lahan darat 16,71 %.
I
i
Dari variabel-variabel yang digunakan dalam analisis gerombol ini,
2. Kelompok 2
I
62 4. Kelompok 4 : terdiri dari Desa Tapes 2 dan Desa Cinangka merupakan desa-desa dengan proporsi jumlah rumah tangga miskin cukup tinggi (81 ,98 % dan 76,60 %) tetapi dengan proporsi jumlah rumah tangga tani yang kecil (31 ,63% dan 25,53 %). 5. Kelompok 5 : terdiri dari Desa Cibanteng, Benteng, Ciampea, Bojong Rangkas, dan Cibadak merupakan desa-desa dengan proporsi jumlah rumah tangga tani antara 1,81 % di Desa Bojong Rangkas dan 23,45% di Desa Ciampea, luas sawah terendah pada kisaran 4,33 % di Desa Bojong Rangkas dan 31,38 % di Desa Cibanteng, sementara proporsi luas lahan darat yang (berkisar antara 68,62 % sampai dengan 95,67 %) atau desa-desa yang termasuk desa kota. Melalui prosedur dan penggunaan peubah penciri yang sama, dilakukan pula analisis gerombol terhadap desa-desa di wilayah Kecamatan Nanggung.
Tree Diagram for 10 Cases Single Linkage Euclidean distances
MALASARI
~ __j
CISARUA BANTAR K PARAKAN NANGGUNG PANGKAL
h
SUKALUYU KALONGL HAMBARO CURUG Bl
0
10
20
30
40
50
60
Linkage Distance
Gam bar 8. Hasil Analisis gerombol Desa Desa di Kecamatan Nanggung
63 Berdasarkan hasil analisis gerombol tersebut, desa-desa di Kecamatan Nanggung dapat dikelompokan sesuai karakteristik yang muncul berdasarkan peubah-peubah yang digunakan, sebagai berikut: Tabel11. Keragaan Kelompok Desa-Desa di Kecamatan Nanggung [ Kel
~1
Jumlah Anggota 9
j
I
I II
2
1
IL.
Desa
Penciri
Malasari, Cisarua, Bantar Karet, Rumah Tangga Miskin Parakan, Nanggung, Pangkal Jaya, sedikit Sukaluyu, Kalong Liud, dan Hambaro Rumah Tangga Miskin Curug Bitung dan Luas Lahan Darat ban yak
1. Kelompok 1 : terwakili oleh 9 desa, dalam konteks peubah yang digunakan, menunjukkan proporsi keluarga miskin pada kisaran antara 15,71 % (terendah) di Desa Cisarua, sampai 28,20% di Desa Parakan Muncang. 2. Desa Curug Bitung mempunyai karakteristik khas dalam
hal
banyaknya jumlah rumah tangga miskin yang menunjukkan angka terbanyak, yaitu 1.266 rumah tangga (70,06 %) dari jumlah rumah tangga dan proporsi luas lahan darat terbanyak, yaitu 1230 ha (90,84 %).
Karakteristik Responden Umur Responden
Faktor
umur
memegang
peranan
yang
cukup
penting
dalam
menghasilkan barang dan jasa, karena hal ini akan mempengaruhi produktivitas kerja seseorang. Seorang yang berada pada umur produktif/potensial, akan berbeda tingkat produktivitasnya jika dibandingkan dengan mereka yang berumur
64 di luar umur potensial (< 15 - > 55 tahun). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum rata-rata umur responden adalah 49 tahun. Pada tingkat umur ini menunjukkan bahwa secara fisik mereka dapat dianggap masih cukup produktif/potensial dalam melakukan suatu pekerjaan. Untuk melihat lebih jelas, berikut ini rincian responden yang dikelompokan menurut golongan umur :
Tabel12. Jumlah Responden Dirinci Menurut Kelompok Umur Jumlah (orang)
Persentase (%)
No.
Umur (tahun)
1.
20 - 34
9
7,50
2.
35 - 39
13
10,83
3.
40 - 44
19
15,83
45 - 49
17
14,17
5.
50 - 54
24
20,00
6.
>55
38
31,67
Jumlah
120
100,00
4.
I
Dari tabel di atas nampak bahwa mayoritas responden berumur di atas 55 tahun (31 ,67 %), namun demikian, pada saat wawancara dilakukan mereka terlhat lebih muda dari umur sebenamya. Hal ini memang agak meragukan mengingat tidak ada bukti otentik yang menunjukkan ketepatan umur petani responden tersebut.
Tingkat Pendidikan Responden Tingkat pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendidikan formal yang telah ditempuh responden yang terdiri dari tidak pernah sekolah (TPS), Tamat Sekolah Dasar (SD/sederajat), Sekolah Menengah Pertama (SMP/sedrajat), dan Sekolah Menengah Atas (SMA dan yang sederajat).
65 Untuk melihat lebih jelas tentang jumlah responden dirinci menurut jenjang pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel13. Jumlah Responden Dirinci Menurut Jenjang Pendidikan No.
Jenjang Pendidikan
1.
Tidak Pernah Sekolah
2.
Tamat SD/Sederajat
3. 4.
Jumlah (orang)
Persentase (%) 5,83
7 91
I
75,83
Tamat SMP/Sederajat
16
I
13,34
Tamat SMA/Sederajat
6
5,00
120
100,00
I
Jumlah
I I
I I
Dari tabel tersebut, dapat dilihat bahwa 75,83 persen dari keseluruhan responden berhasil mencapai jenjang pendidikan sampai dengan tamat Sekolah Dasar/sederajat, sisanya sebesar 5,83 persen tidak pernah sekolah dan 18,34 persen mencapai jenjang pendidikan sampai dengan tamat Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menegah Atas atau yang sederajat. Rendahnya tingkat pendidikan disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kurangnya informasi tentang pendidikan pada masa lampau, kurangnya kesempatan mengikuti pendidikan karena mereka dikungkung oleh kemiskinan, sehingga sebagian besar waktunya digunakan untuk bekerja membantu orang tuanya mencari tambahan pendapatan. lmplikasi
dari
keadaan
rendahnya
tingkat
pendidikan
responden
mengakibatkan sulitnya menerima hal-hal atau inovasi yang sifatnya dapat menambah wawasan, pengalaman dan pengetahuan mereka sendiri. Akibat selanjutnya adalah mereka tetap pada sikap dan kebiasaan hidup yang
66 diwariskan oleh para pendahulu mereka, yaitu pasrah pada nasib, tidak mau mengubah diri dan lingkungannya serta seringkali bersikap irasional. Jumlah Tanggungan Keluarga Besarnya jumlah tanggungan keluarga beberapa responden berkisar antara 1 - 9 orang. Jumlah ini merupakan jumlah tanggungan kepala keluarga yang terdiri dari istri, anak, mertua, orang tua, ipar dan lain-lain (yang berada dalam satu atap dan sekaligus menjadi tanggungan kepala keluarga}. Dari jumlah 120 orang responden, rumah tangga yang mempunyai jumlah tanggungan 4 - 6 orang menempati urutan tertinggi yaitu 60 persen. Untuk melihat lebih jelas mengenai jumlah responden yang dirinci menurut jumlah besarnya jumlah tanggungan dapat dilihat pada Tabel14 berikut: Tabel 14. Jumlah Responden Dirinci Menurut Besarnya Tanggungan euarga Kl Jumlah (orang)
Persentase (%)
No.
Jumlah Tanggungan
1.
1 - 3
30
25,00
2.
4 - 6
72
60,00
3.
> 6
18
15,00
120
100,00
Jumlah
Jika adat istiadat yang diyakini mereka adalah banyak anak banyak rezeki, maka jelas akan terdapat rumah tangga yang mempunyai jumlah tanggungan yang relatif banyak. Selanjutnya jika kondisi di atas dikaitkan dengan tingkat kemiskinan, akan banyak terdapat rumah tangga yang berada di bawah garis kemiskinan.
67 Penguasaan Lahan. Penguasaan dan pemilikan lahan oleh petani responden yang tinggal daerah penelitian ini, menunjukkan derajat kekuatan hak (property right) dari masyarakat yang menguasai lahan tersebut. Status penguasaan lahan petani responden sebanyak 86 orang (71,67 %) adalah milik sendiri, menyewa dari orang lain sebanyak 12 orang (10 %), menyakap sebanyak 7 orang (5,83 %), dan lainnya sebanyak 15 orang (12,50 %) dengan rata-rata pemilikan lahan oleh petani responden adalah sebanyak 6445,83 m2 (0,6446 hektar) per kepala keluarga.
Apabila luas pemilikan lahan tersebut dikaitkan dengan rata-rata
jumlah tanggungan keluarga (sebesar 4,38 orang tiap kepala keluarga), maka tekanan penduduk atas sumberdaya lahan menjadi cukup tinggi.
Tabel 15.
Jumlah Responden Dirinci Menurut Penguasaan dan Status Pemilikan Lahan
Uraian
No.
I.
Penguasaan Lahan
1.
Sempit (< 5000 m2 )
2. 3.
Jumlah (orang)
Persentase (%)
60
50,00
Sedang (5000- 10000 m )
35
29,17
Luas (> 10000 m2 )
25
20,83
120
100,00
86
71,7
2
Jumlah
II.
Status Pemilikan Lahan
1.
Milik Sendiri
2.
Milik dan Sakap
9
7,5
3.
Milik dan Gade
1
0,8
4.
Milik dan Sewa
5
4,2
5.
Sakap
7
5,8
6.
Sewa
12
10,0
120
100
Jumlah
68 Kelembagaan Penguasaan Lahan Usahatani
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan petani setempat, di Kecamatan Ciampea maupun di Kecamatan Nanggung ditemukan
pola
penguasaan lahan usahatani yang sama, yaitu milik, sewa, dan sakap ("maparo")
Sewa Besarnya sewa lahan usahatani ditentukan terutama oleh lokasi lahan dan keadaan air irigasi, biasanya berkisar antara Rp 500.000 sampai dengan Rp. 1000.000,- per hektar untuk setiap musim tanam. Tentu saja nilai sewa Ia han ditentukan beberapa hal, selain luas dan jenis lahan (sawah atau darat), juga ada kecenderungan bahwa semakin jauh lokasi lahan dari jalan dan semakin susah air irigasi didapat, semakin murah sewa lahan. Net Revenue (hasil bersih) usahatani dengan sistim sewa dan usahatani
pada lahan milik sendiri di dapat melalui perhitungan sebagai berikut : Net Revenue= Total Hasil Usahatani - Total Biaya Usahatani
Tabel 16 berikut ini memperlihatkan contoh perhitungan net revenue dari usahatani sistim sewa dan pada lahan milik sendiri berdasarkan angka rata-rata responden di Kecamatan Ciampea dan Nanggung dalam satu musim tanam dengan komoditas tanaman pangan, yang menunjukkan bahwa produktivitas lahan sewa lebih tinggi dari produktivitas lahan milik. Hal ini dapat dilihat dengan membandingkan indek pertanaman rata-rata selama setahun. lndek pertanaman rata-rata 208,33 pada lahan sewa menunjukkan bahwa pada sebidang lahan tersebut rata-rata ditanam lebih. dari dua kali. Sedangkan di lahan milik, indek
69 pertanaman rata-rata hanya 194,20 yang menunjukkan bahwa pada sebidang lahan tersebut ditanam kurang dari dua kali selama satu tahun.
Keadaan ini
diduga menunjukkan adanya perbedaan motivasi dari penggarap dalam hal pemanfaatan lahan.
Tabel
16. Perhitungan Rata-rata Net Revenue Usahatani pada Lahan Sewa dan Lahan Milik di Kecamatan Ciampea dan Nanggung dalam satu musim tanam
Rata rata Luas lahan {m 2) lndek Pertanaman
Lahan sewa ( n = 12)
Lahan milik ( n = 87)
4.416,67 208.33
6.096,59 194.20
Hasil Usahatani {Rp)
4.730.000
4.150.000
Biaya Usahatani {Rp)
1.765.000
1.244.000
Sewa lahan
500.000
Olah Tanah{Rp)
250.000
300.000
Benih {Rp)
140.000
80.000
Tenaga Kerja {Rp)
450.000
500.000
Pupuk (Rp)
380.000
279.000
Pestisida {Rp)
60.000
50.000
Lain lain {Rp)
50.000
35.000
Total Revenue/Net Revenue (Rp)
2.965.000
2.906.000
Sakap Penyakapan merupakan bentuk hubungan sosial ekonomi masyarakat pedesaan antara pemilik dan penggarap lahan usahatani.
Bentuk-bentuk
penyakapan yang biasa terjadi di Kecamatan Ciampea dan Nanggung adalah sebagai berikut :
70 a. "Maparo" atau "nengah" yaitu suatu system bagi hasil antara pemilik lahan dengan penggarap dengan ketentuan sebagai berikut : •
Selain lahan, pemilik berkewajiban membayar biaya pengolahan tanah, sedangkan biaya-biaya lainnya {sarana produksi dan tenaga kerja) menjadi beban penggarap.
•
Perhitungan hasil diatur sebagai berikut : Total Revenue
=Total Hasil Usahatani- Total Biaya Usahatani
Net Revenue {Pemilik Lahan ) = ~
(Hasil Usahatani) - Biaya Pengolahan Tanah
Net Revenue {Penggarap) ~(Hasil
b.
=
Usahatani) - Total Biaya kecuali Biaya Pengolahan Tanah
"Mertelu", yaitu suatu system bagi hasil antara pemilik dan penggarap dengan ketentuan sebagai berikut : •
selain lahan dan pengolahan tanah, seluruh sarana produksi disediakan oleh pemilik lahan
•
kewajiban penggarap hanya aspek pemeliharaan tanaman saja seperti mengairi dan menyiangi
•
Perhitungan hasil diatur sebagai berikut : Net revenue {Pemilik Lahan)
=
213(Hasil Usahatani) - Total Biaya kecuali Biaya tenaga kerja Net Revenue (Penggarap)
=
113(Hasil Usahatani) - Biaya Tenaga Kerja
Tabel 17 berikut ini memperlihatkan contoh hasil analisis net revenue antara kedua system penyakapan tersebut berdasarkan angka rata-rata responden di Kecamatan Ciampea dan Nanggung dalam satu musim tanam dengan komoditas tanaman pangan.
71 Tabel 17. Perhitungan Rata-rata Net Revenue Usahatani Sakap secara Maparo dan Mertelu di Kecamatan Ciampea dan Nanggung Rata Rata
Kecamatan Ciampea ( n = 3)
Kecamatan Nanggung ( n = 3)
5333.33 244.33
3666.67 200.00
Luas Lahan (m 2) lndek Pertanaman Hasil Usahatani (Rp)
3.180.000
2.755.000
Biaya Usahatani (Rp)
727.000
549.000
Olah Tanah(Rp)
250.000
200.000
55.000
40.000
Tenaga Kerja (Rp)
150.000
100.000
Pupuk (Rp)
222.000
147.000
Pestisida (Rp)
17.000
35.000
Lain lain (Rp)
33.000
27.000
Benih (Rp)
Total Revenue (Rp)
I
2.453.000
2.206.000
Maparo (Rp)
1.340.000
1.177.500
Mertelu (Rp)
1.543.000
1.387.667
Maparo (Rp)
1.113.000
1.028.500
Mertelu (Rp)
910.000
818.333
Net Rev (Pemilik)
Net Rev (Penyakap)
Sebagaimana dapat dilihat pada tabel tersebut bahwa apabila dikonversi kepada pendapatan bulanan, pendapatan petani penggarap hanya berkisar antara Rp 200.000 sampai denngan Rp 225.000 saja. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi sistem sakap terhadap pendapatan petani penggarap kecil sekali, terutama pada sistem "mertelu". Pemasaran Hasil Usahatani Sistem pemasaran hasil yang ditemukan di lokasi penelitian adalah sebagai berikut : a. Di jual sendiri ke pasar.
Cara ini biasa dilakukan oleh petani-petani yang
dekat ke pasar serta biasanya untuk komoditi tertentu seperti sayuran (lobak
72 dan sawi). Jumlah yang dijualpun dalam jumlah yang kecil dalam bentuk ikatan. b. Dijual tebasan, yaitu suatu cara penjualan komoditas pertanian di lokasi lahan usahatani. Pihak pembeli biasa disebut Bandar atau Tengkulak. Terdapat dua bentuk tebasan yang ditemui, yaitu : •
Penjualan dilakukan segera setelah komoditas dipanen oleh petani
•
Penjualan dilakukan sebelum panen (ijon). Semakin lama antara saat transaksi penjualan dengan saat panen, harga penjualan akan semakin murah. Apabila terjadi hal yang demikian maka pemeliharaan selanjutnya menjadi beban pembeli (tengkulak).
Tingkat Pendapatan Besarnya pendapatan per bulan petani responden adalah sebesar Rp. 778.939,39 atau rata-rata sebesar Rp. 177.840,04 per kapita/bulan. Besaran pendapatan ini didominasi oleh responden dengan kelas pendapatan antara Rp. 505.193,00- Rp. 1.052.686,00 yaitu sebanyak 89 responden (74,17 persen). Berikutnya adalah
responden dengan
kelas pendapatan di bawah
Rp.
505.193,00, yaitu sebanyak 18 responden (15 persen) dan di atas Rp. 1.052.686,00 sebanyak 13 responden (10,83 persen). Untuk mengetahui lebih jelas mengenai besarnya pendapatan, kelas pendapatan, rata-rata pendapatan responden dapat dilihat pada Tabel17 berikut Tabel 18. Jumlah Responden Dirinci Menurut Pendapatan per Bulan No.
Pendapatan (Rp.)
1. 2. 3.
241.250,00 - 505,193,00 505.193,00- 1.052.686,00 > 1.052.666,00 Jumlah
Jumlah (orang) 18 89 13 120
Persentase (%) 15,00 74,17 10,83 100,00
73 Kesejahteraan Masyarakat Salah satu indikator untuk melihat tingkat kesejahteraan masyarakat adalah dengan membandingkan besarnya porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk konsumsi pangan dengan porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk keperluan non-pangan. Masyarakat yang tingkat kesejahteraannya masih relatif rendah, cenderung membelanjakan sebagian besar pendapatannya untuk keperluan konsumsi pangan. Sedangkan pada masyarakat yang sudah relatif tinggi tingkat kesejahteraannya cenderung membelanjakan sebagian besar pendapatannya untuk keperluan konsumsi non-pangan. Perbandingan antara porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk konsumsi pangan dengan konsumsi non-pangan disebut juga lndeks Good Service Ratio. Adapun jenis konsumsi pangan terdiri dari : konsumsi untuk padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, bahan minuman, bumbu-bumbuan, konsumsi lainnya, makanan jadi, minuman beralkohol, dan tembakau. Sedangkan jenis konsumsi non-pangan terdiri dari : konsumsi untuk perumahan, aneka barang dan jasa, pendidikan, kesehatan, pakaian, alas kaki dan tutup kepala, barang tahan lama dan konsumsi untuk keperluan pesta. Besarnya lndeks Kesejahteraan petani responden di daerah penelitian rata-rata sebesar 2,88. lndeks sebesar ini mengindikasikan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat (dilihat dari sudut pandang ekonomi) masih relatif rendah, karena sebagian besar pendapatannya dibelanjakan untuk keperluan konsumsi pangan. Masyarakat di Kecamatan Nanggung
(GSR 2,59)
secara relatif lebih
sejahtera dibandingkan dengan masyarakat di Kecamatan Ciampea (GSR 2,68).
74 Hal ini mungkin terkait dengan rata rata jumlah jiwa tiap keluarga responden di Kecamatan Ciampea yang lebih banyak (5,20 orang) daripada di Kecamatan Nanggung (4,38 orang), walaupun rata-rata tingkat pendapatan keluarga di Kecamatan Ciampea (Rp. 936.606,36 per bulan) lebih besar dibanding rata-rata pendapatan keluarga di Kecamatan Nanggung (Rp. 713.771,32 per bulan). Hal menarik lain adalah indikator tingkat kesejahteraan yang ditunjukan oleh angka Good Service Rasio (GSR), yang menunjukkan bahwa semakin luas penguasaan
lahan usahatani terlihat semakin rendah GSR, yaitu 2,97 pada golongan petani kecil (rata-rata pendapatan Rp. 598.090,58 per bulan) dan 2,64 pada golongan petani besar (rata-rata pendapatan Rp. 1.351.276,68 per bulan), yang berarti semakin sejahtera. Distribusi Penguasaan Lahan dan Pendapatan Dari data yang berhasil dikumpulkan melalui 120 responden di dua Kecamatan tersebut, diperoleh indek Gini tentang penguasaan lahan usahatani sebesar 0.352, yang menunjukkan bahwa distribusi penguasaan lahan yang tidak merata, sedangkan distribusi pendapatan menunjukkan pola yang merata dengan nilai indek Gini sebesar 0.18 sebagaimana gambar berikut : Distribusi Penguasaan Lahan di Ciampea dan Nanggung (GR 0.352)
Distribusi Pendapatan di Ciampea dan Nanggung (GR 0.18)
c:
100 ..---------~
~
80~------------~~
~
60~------~~~~-i
~ Cl)
40~----~~~----,
~
20~~~=---------,
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 012!
..
5&71111
1lo Kumulatif Penguasa Lahan
% Jumlah Penduduk
Gambar 9. Kurva Distribusi Pendapatan dan Penguasaan Lahan di Kecamatan Ciampea dan Nanggung
75 Distribusi penguasaan lahan usahatani yang tidak merata (0,414) terjadi di Kecamatan Ciampea dengan luas penguasaan lahan terkecil 1.000 m2 dan ter1uas 60.000 m2 . Kendatipun demikian, distribusi pendapatan merata yang ditunjukan dengan nilai indek Gini sebesar 0.233. ~---~--~~-~---
Distribusi Pendapatan di Ciampea (GR 0.233)
Distribusi Penguasaan Lahan di Ciampea (OR 0.414)
c 100'
.
g-o
!:;:;
a.
·ttl '::J ...J
~
1-------
-~
i---·--··----- --- --
40 .j. -·--·- -
;:!!.
'E
t~
*
80 60
.;
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
% Penduduk
% Kumulatif Penguasa Lahan
Gam bar 10 Kurva Distribusi Penguasaan La han Usahatani dan Pendapatan di Kecamatan Ciampea Tetapi di Kecamatan Nanggung distribusi penguasaan lahan usahatani maupun distribusi pendapatan cukup merata, dengan nilai indek Gini masingmasing sebesar (0,323) dan (0.142). Penguasaan lahan terkecil seluas 1.500 m2 dan ter1uas 17.500 m2 .
Distrlbusi Penguasaan Lahan di Kec Nanggung (GR 0.323)
100 80
~---.J>""'--~'-----
201-~~~--~
0
---~
Distrlbusl Pendapatan di Kec Nanggung (OR
0.142)
c: ~------___,.'-+-
601---~~-?L_
40
,-1
+-T~--r--1---r-..,.--.,r-r-.,----i
.;
g-
-o
cCl)
a.
;:!!.
100 80 60
1----~...--,....L--
40~---~~----
20+-~~-----j o~~~~~----.-~T4
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
% Kumulatif Penguasa Lahan
% Penduduk
Gambar 11. Kurva Distribusi Pendapatan dan Penguasaan Lahan Usahatani di Kecamatan Nanggung
76 Ketimpangan penguasaan lahan yang te~adi di Kecamatan Ciampea kiranya cukup dapat dimengerti mengingat adanya desakan kebutuhan akan lahan yang semakin meningkat seiring dengan laju pertambahan penduduk dan perkembangan wilayah Kecamatan Ciampea yang semakin pesat, sehingga lahan menjadi sesuatu yang langka dan mahal. Namun demikian, ketimpangan penguasaan lahan usahatani yang cukup tajam tersebut tidak diikuti dengan timpangnya distribusi pendapatan. Hal ini terkait dengan pola pengusahaan lahan usahatani yang masih belum optimal. Salah satu indikator produktivitas lahan dapat ditunjukan dengan indek pertanaman (IP), yang menunjukkan angka rata-rata 198,95 pada lahan usahatani yang dikuasai golongan petani kecil (luas lahan kurang dari 5.000 m2 ), sedangkan pada lahan-lahan yang dikuasai oleh golongan petani "besar" (luas lahan > 10.000 m2 )
menunjukkan IP 165,12. Disamping itu, usahatani bukan
satu-satunya sumber pendapatan keluarga tani di perdesaan. Hal ini terlihat dari beragamnya jenis
peke~aan
sampingan yang ditekuni serta adanya pola
kerjasama antar anggota keluarga/anak yang telah bekerja untuk menyisihkan sebagian pendapatannya (transfer) guna menambah pendapatan keluarga. Mengacu pada ketentuan World Bank
tentang ukuran kesenjangan
relatif, dapat dilihat bahwa baik penguasaan lahan maupun pembagian pendapatan ketimpangan
keluarga yang
petani
di
relatif rendah,
dua di
kecamatan mana
tersebut
kelompok 40
menunjukkan
%
berlahan/
berpendapatan paling rendah menguasai lebih dari 12 % total lahan usahatani maupun total pendapatan, atau 18,34% dari totallahan dan memperoleh 26,37% dari total pendapatan. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat ketidakmerataan (ketimpangan) penguasaan lahan usahatani maupun pendapatan adalah rendah.
77 Tabel19. lndikator Ketimpangan di Kecamatan Ciampea dan Nanggung Lokasi I lndikator Ciampea Tertinggi rrerendah Rata-rata Standar Deviasi Gini Rasio !40 % Populasi
Distribusi La han
I
60.000 m2 1.000 m2 7.225,00 m2 10.408,64 0.414 16.1
Nanaauna rrertinggi rrerendah Rata-rata Standar Deviasi Gini Rasio 140 % Populasi
17.500 m2 1.500 m2 5.666,67 m2 3.938,8 0.323 21,32
Gabunoan lrertinggi rrerendah Rata-rata Standar Deviasi Gini Rasio !40 % Populasi
60.000 m2 1.000 m2 6.445,83 m2 7.893,58 0,352 18,34
Kategori
Distribusi Pendapatan
Kategori
Sedang Rendah
Rp. 6.050.000/bl Rp. 241.500/bl Rp. 936.606,39/bl 745.189,77 0,233 23,85
Rendah Rendah
Rendah Rendah
Rp. 1.462.500/bl Rp. 394.916,67/bl Rp. 713.771,32/bl 201.878,32 0,142 30,40
Rendah Rendah
Sedang Rendah
Rp. 6.050.000/bl Rp. 241.250/bl Rp. 825.189,39/bl 555.018,06 0,183 26,37
Rendah Rendah
Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan Di Perdesaan
Kemiskinan di pedesaan terutama dirasakan oleh golongan masyarakat yang bennata pencaharian dari berusahatani, baik mereka sebagai petani pemilik, penyewa, penyakap apalagi buruh tani yang tidak mampu menguasai sebidang lahan untuk diusahakan (landless). Di lain fihak, penduduk pedesaan sebagian besar masih mengandalkan usahatani sebagai sumber pendapatan keluarga yang utama. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan pendekatan dengan mencoba melihat pengaruh · faktor-faktor yang diduga memberikan
78 kontribusi terhadap pendapatan keluarga tani di pedesaan kedua Kecamatan tersebut. Dalam kenyataannya bahwa tingkat pendapatan yang diterima oleh masyarakat diperkirakan dipengaruhi oleh variabel-variabel
yang
sangat
bervariasi, sehingga per1u dilakukan penelusuran secara mendetail terhadap variabel-variabel tersebut. Faktor-faktor yang diduga dapat mempengaruhi besar kecilnya kontribusi pendapatan adalah seperti : umur, jenis garapan,
status lahan
usahatani,
peke~aan/usaha
jumlah
sampingan, luas lahan
tanggungan
pendidikan, jumlah anggota keluarga yang telah
beke~a.
keluarga,
tingkat
jarak antara tempat
tinggal dengan tempat usahatani, jarak antara tempat tinggal dengan pasar terdekat (tempat pemasaran hasil produksi usahatani), alasan penentuan komoditas tanaman yang diusahakan. Sumber-sumber pendapatan yang diterima oleh seseorang/masyarakat juga dipengaruhi oleh letak geografis; artinya seseorang yang tinggal di daerah perkotaan akan berbeda sumber pendapatannya dengan mereka yang tinggal di daerah perdesaan. Penelusuran mengenai sumber-sumber pendapatan ini penting dilakukan, karena hal ini terkait dengan bentuk pemberdayaan masyarakat yang akan dilakukan dalam rangka meningkatkan pendapatan. Dalam pemberdayaan masyarakat situasi dan kondisi sumberdaya yang ada (seperti sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan) per1u untuk diperhatikan.
Pendapatan Sebagaimana telah dikemukakan di muka, kemiskinan (absolut) terkait dengan tingkat pendapatan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dicoba untuk
79 diketahui tingkat pendapatan responden melalui pendekatan konsumsi serta halhal lain yang mempengaruhinya. Hasil analisis komponen utama (principal component analysis) terhadap distribusi pendapatan petani secara serentak untuk Kecamatan Ciampea dan Nanggung, diperoleh empat kelompok peubah-peubah baru (faktor) dengan marked loading> 0.70, disajikan pada tabel berikut : Tabel 20.
Peubah
Faktor Loading, Akar Penciri dan Proporsi Ragam Hasil Analisis Faktor Utama Terhadap Peubah Dugaan yang Berkaitan dengan Pendapatan Keluarga Petani di Kec Ciampea dan Nanggung Factor
Factor
Factor
Factor
1
2
3
4
UmurKK
0.0385
0.0194
-0.0()29
-0.8085
Umur lstri
0.2173
0.1202
0.1968
0.4953
Jml Anak
0.1141
-0.9774
0.0122
-0.0721
Jml Jiwa
0.1273
-0.9758
0.0171
-0.0648
Jarak Pasar
-0.5857
0.1954
0.2234
-0.1751
Jarak Usahatani
-0.1112
0.1178
0.7727
0.0481
Jam Kerja
0.5650
0.1429
-0.0239
0.1073
Ls Lahan Milik
0.6140
-0.2041
-0.0036
-0.4603
Ls Lahan Sewa
0.7167
-0.0579
-0.0756
0.0956
Ls Lahan Sakap
-0.0536
-0.1574
0.7580
0.1018
Hsl Usahatani (Rp)
0.8686
-0.2950
0.0347
-0.1884
Expi.Var
2.4005
2.1516
1.2683
1.2197
Prp.Totl
0.2182
0.1956
0.1153
0.1109
1. Peubah Faktor 1 (Skala Usahatani), mengelompokan peubah-peubah luas lahan sewa dan hasil usahatani 2. Peubah Faktor 2 (Besar Keluarga), mengelompokkan peubah-peubah jumlah anak, dan jumlah jiwa
80 3. Peubah Faktor 3 (Aksesibilitas dan Sumberdaya), mengelompokkan peubah-peubah jarak usahatani dan luas Ia han sakap 4. Peubah Faktor 4 (Umur), adalah peubah umur kepala keluarga Hasil analisis regresi berganda terhadap peubah faktor dan variabelvariabel dummy yang di duga berpengaruh terhadap pendapatan petani adalah sebagaimana terlihat pada Tabel21 Tabel 21. Ringkasan Hasil Analisis Regresi Berganda Terhadap Peubahpeubah Dugaan yang terkait dengan Pendapatan Keluarga Peam t . d.1Kec c·1am :>ea d an Nanggung
!
'
St. Err.
I
I'
BETA
of BETA
B
St. Err. ofB
t(104)
p-level
I
lntercpt
794752.24
114573.67
6.9366 3.52E-10
Dagang
0.0718
0.0496
95051.63
65672.66
1.4474 0.150805
Buruh*
0.1728
0.0509
213884.10
63008.89
3.3945 0.000974
Jasa
0.0514
0.0471
81524.70
74617.59
1.0926 0.277108
lrigasi Desa
-0.0352
0.0726
-39036.54
80440.49
-0.4853 0.628495
Seteknis
-0.0585
0.0814
-67133.40
93383.72
-0.7189 0.473816
Karena Harga
-0.0291
0.0615
-46115.50
97495.52
-0.4730 0.637204
Kebutuhan
-0.0686
0.0674 -111539.44
109639.86
-1.0173 0.311359
Kebiasaan
-0.0407
0.0622
-45582.27
69783.29
-0.6532
Bandar
-0.0318
0.0456
-40534.31
58181.84
-0.6967 0.487555
Bank
0.0317
0.0463
40443.49
59050.85
0.6849 0.494935
Transfer*
0.2015
0.0451
298801.08
66823.54
4.4715 1.99E-05
Faktor 1*
0.8993
0.0489
499134.76
27148.51
18.3853 1.87E-34
Faktor 2*
-0.2591
0.0459 -143800.68
25480.66
-5.6435 1.45E-07
Faktor 3
0.0334
0.0450
18514.77
24983.67
0.7411 0.460318
Faktor 4* -0.1647 0.0432 -91433.59 Keterangan : * Nyata pada tarat 0,05
23975.64
-3.8136 0.000233
0.51507
Dari Tabel 21 tersebut, menunjukkan bahwa peubah transfer, peubah jenis pekerjaan sampingan (buruh), faktor 1 (luas lahan sewa dan hasil
81 usahatani), faktor 2 (jumlah anak dan jumlah jiwa) dan faktor 4 (umur kepala keluarga) berpengaruh nyata terhadap distribusi pendapatan petani. 1. Peubah jenis pekerjaan sampingan (buruh) yang ditekuni oleh responden di dua kecamatan tersebut, menunjukkan hubungan yang positif terhadap pendapatan keluarga. Termasuk dalam kategori ini adalah jenis pekerjaan buruh usahatani ataupun buruh bangunan. Tingkat upah buruh usahatani laki-laki sebesar Rp. 12.500,- dengan jam kerja dari pukul 07.00 pagi
sampai pukul 12.00 siang, dan
dengan jam kerja yang sama upah buruh perempuan sebesar Rp. 7.500,-
Sedangkan upah buruh tukang (bangunan) sebesar Rp.
30.000,-/hari dan upah pembantu tukang (kenek) sebesar Rp. 20.000,-/hari. 2. Peubah transfer berpengaruh nyata terhadap distribusi pendapatan petani, yaitu peubah yang menggambarkan ada atau tidaknya bantuan keuangan (secara rutin) dari anak yang telah bekerja. Berdasarkan informasi dari hasil kuesioner, bantuan dari anak tersebut dilakukan secara rutin tiap bulan yang merupakan hasil kerja anak yang bekerja di desa sendiri maupun di luar daerah, dengan bidang
pekerjaan
yang
beragam
(buruh,
dagang,
jasa,
dll).
Banyaknya bantuan juga beragam antara Rp 50.000,- sampai dengan Rp. 200.000,- per bulannya. 3. Peubah faktor 1, yang terdiri dari peubah asal (luas lahan sewa dan hasil usahatani), menunjukkan hubungan yang positif dan pengaruh nyata dan terhadap distribusi pendapatan petani. Hal ini menunjukkan bahwa kedua variabel asal pada peubah faktor 1 mempunyai
82 hubungan yang yang erat satu sama lainnya. Semakin luas sewa lahan untuk usahatani, akan mengakibatkan hasil usahatani yang diperoleh akan meningkat. 4. Peubah faktor 2, yang terdiri dari peubah asal Oumlah anak jumlah jiwa), menunjukkan pengaruh nyata terhadap distribusi pendapatan petani pada taraf nyata 0,05. Sekalipun hasil regresi menunjukkan koefisien yang negatif, tetapi pada factor loading juga menunjukkan tanda negatif, yang berarti bahwa peubah faktor ini (besar keluarga) dengan pendapatan keluarga menunjukkan hubungan yang positif. Keadaan ini menunjukkan bahwa setiap anggota keluarga mempunyai peranan penting dan memberikan kontribusi yang positif dalam menunjang
pendapatan petani sebagaimana diperlihatkan dengan
adanya pola bantuan keuangan secara rutin dari anggota keluarga (anak) yang telah
beke~a.
5. Peubah lain yang juga berpengaruh nyata terhadap distribusi pendapatan petani adalah faktor 4 (umur kepala keluarga), dengan koefisien -0.1614. Sarna halnya dengan tanda yang ditunjukan oleh peubah faktor 3, sekalipun koefisien regresi dari peubah faktor 4 (umur kepala keluarga) menunjukkan tanda negatif, tetapi dalam
factor loading juga bertanda negatif. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa
hubungan antara umur dengan
pendapatan
keluarga bersifat positif, artinya semakin tua umur kepala keluarga, maka pendapatan akan semakin tinggi. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan pendapatan keluarga sebagai hasil akumulasi modal dari sekian tahun berusaha. Hal ini juga terkait dengan peubah jumlah
83 keluarga dan transfer. Ketika umur semakin tua, pada saat itu anak semakin dewasa dan bekerja serta dapat membantu keuangan keluarga. Untuk mengetahui pengaruh distribusi pengasaan lahan terhadap distribusi pendapatan petani dilakukan analisis varian (uji beda nyata). Dari hasil analisis ragam diperoleh nilai Fhitung untuk pendapatan petani sebesar 267,122 lebih besar dari Fo.os yaitu 3,921, artinya rata-rata distribusi pendapatan petani dipengaruhi oleh distribusi penguasaan lahan, tetapi sebaliknya untuk distribusi lahan diperoleh nilai Fhitung sebesar 1,045 lebih kecil dari Fo.os yaitu 1,354, artinya rata-rata distribusi penguasaan lahan tidak dipengaruhi oleh distribusi pendapatan petani. Hal ini disebabkan distribusi pendapatan yang peroleh petani bukan saja dari hasil usahatani (yang berhubungan dengan lahan), tetapi ditambah dari pendapatan dari sektor non usahatani (dagang, buruh dan transfer dari anak yang sudah bekerja). Di samping itu distribusi penguasaan lahan merupakan peubah yang mempengaruhi distribusi pendapatan sebagai peubah tidak bebas yang juga dipengaruhi oleh faktor lain selain luas lahan. Untuk lebih jelasnya hasil analisis ragam dapat dilihat pada Tabel22: Tabel 22. Ringkasan Hasil Analisis Varian (ANOVA) Distribusi Lahan Usahatani dan Distribusi Pendapatan Sumber Varian
ss
I df I
Penguasaan Lahan
18735846154952 119
Pendapatan Petani
40236837322871
Error
17925096488073 119
Total Keterangan
I
MS
157444085336
Fhituna
I Fo.os
1,045 1,354
1 40236837322871267,122* 3,921
768977799658961 23J * Nyata pada tarat 0,05
150631062925
I
I
84 Sedangkan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi pendapatan petani di masing-masing kecamatan sasaran, petani kecil, petani menengah dan petani besar, dilakukan analisis secara mandiri, yaitu sebagai berikut: Pendapatan Petani Di Kecamatan Ciampea Hasil analisis komponen utama (principal component analysis) terhadap distribusi pendapatan petani secara parsial untuk petani di Kecamatan Ciampea, diperoleh empat kelompok peubah-peubah baru (faktor ) dengan marked loading > 0.70, disajikan pada Tabel23:
Tabel 23.
Faktor Loading, Akar Penciri dan Proporsi Ragam Hasil Analisis Faktor Utama terhadap Peubah Dugaan yang Berkaitan dengan Pendapatan Keluarga Petani di Kecamatan Ciampea
Peubah
Factor
Factor
Factor
Factor
1
2
3
4
UmurKK
-0.1721
0.0220
-0.8485
0.0474
Umur lstri
0.0934
0.2176
-0.8148
-0.0583
JmiAnak
0.0563
0.9100
-0.2127
0.2066
Jml Jiwa
0.0884
0.9088
-0.2506
0.1952
Jarak Pasar
-0.9126
-0.0933
-0.0010
-0.1780
Jarak Usahatani
-0.9385
-0.0506
0.0215
-0.1848
Jam Kerja
0.9327
0.0377
0.0826
0.1607
Ls Lahan Milik
0.0731
0.0986
-0.2735
0.6208
Ls Lahan Sewa
0.1981
0.0130
0.1849
0.8259
Ls Lahan Sakap
-0.0022
0.6320
0.2506
-0.2973
lndek Pertanaman
-0.4072
0.1646
0.3890
-0.3313
Hasil Usahatani (Rp)
0.4934
0.0820
0.0456
0.7788
Expi.Var
3.0868
2.1577
1.8245
2.0503
Prp.Totl
0.2572
0.1798
0.1520
0.1709
I
85 1. Peubah Faktor 1 (Aksesibilitas dan Jam kerja), terdiri dari peubahpeubah jarak ke pasar, jarak ke lokasi usahatani,
dan jam kerja
kepala keluarga 2. Peubah Faktor 2 (Besar Keluarga), terdiri dari peubah-peubah jumlah anak dan jumlah jiwa 3. Peubah Faktor 3 (Umur), terdiri dari peubah umur kepala keluarga dan umur istri 4. Peubah Faktor 4 (Skala Usahatani), terdiri dari peubah luas lahan sewa dan hasil usahatani Hasil analisis regresi berganda peubah faktor dan peubah dummy yang berpengaruh terhadap pendapatan petani adalah sebagaimana terlihat pada Tabel 24, berikut ini. Tabel 24. Hasil Analisis Regresi Berganda terhadap Peubah Peubah Dugaan yang terkait dengan Pendapatan Keluarga Petani di Kecamatan Ciampea St. Err. of BETA
St. Err. t(44) ofB lntercpt 757299.75 248639.37 3.0458 Dagang* 0.1502 0.0611 256358.37 104214.60 2.4599 Buruh 0.0394 0.0735 68840.01 128329.65 0.5364 Jasa 0.0670 0.0603 154328.39 138812.73 1.1118 lrg Desa 0.1115 0.0940 186254.86 157042.36 1.1860 lrg Seteknis 0.0695 0.1048 108880.45 164226.13 0.6630 Harga 0.0150 0.0742 26266.33 129567.93 0.2027 Kebiasaan -0.0426 0.0684 -63021.48 101132.73 -0.6232 Bandar -0.0362 0.0833 -74967.40 172424.27 -0.4348 Pasar -0.0882 0.0777 -235803.18 207615.09 -1.1358 Bank 0.0343 0.0606 52151.08 92102.33 0.5662 Transfer* 0.1361 0.0564 259954.11 107764.84 2.4122 Faktor 1* 0.2106 0.0727 156903.35 54169.11 2.8965 Faktor 2* 0.1495 0.0520 111405.12 38780.42 2.8727 Faktor 3 -0.0598 0.0491 -44545.08 36590.86 -1.2174 Faktor4* 0.8718 0.0498 649680.09 37096.94 17.5130 Keterangan: * berpengaruh nyata pada tarat 0.05 BETA
8
p-level 0.0039123
0.01789611 0.59436262 0.27227327 0.24198096 0.51079488 0.84028649 0.53639883 0.66584396 0.26220122 0.57411444
0.02009194 0.00585746 0.00624128 0.2299476
1.8737E-21
86 Dari Tabel24 tersebut, menunjukkan bahwa peubah dagang, transfer dan faktor 1 (aksesibilitas dan jam
ke~a),
faktor 2 (keluarga) dan faktor 4 (usahatani)
berpengaruh nyata terhadap distribusi pendapatan petani, sebagaimana berikut ini: 1. Peubah jenis
peke~aan
tarat nyata 0.05,
sampingan (dagang) berpengaruh nyata pada
dengan
koefisien
positif.
Hasil analisis
ini
menunjukkan bahwa kontribusi pendapatan sampingan dari dagang di Kecamatan Ciampea mempunyai peranan yang cukup besar dalam rangka
meningkatkan
pendapatan
petani.
Berdasarkan
hasil
pengamatan di lapangan, jenis usaha dagang yang ditekuni berupa dagang warungan di halaman rumah masing-masing. 2. Peubah transfer berpengaruh nyata pada tarat 0.05 dan menunjukkan hubungan yang positif. Oleh karena itu semakin besar transfer atau bantuan keuangan dari anggota keluarga (anak) yang telah
beke~a.
akan semakin besar pula pendapatan keluarga petani responden di Kecamatan Ciampea. Terdapat dua pola anak yang telah yaitu
beke~a
beke~a
di desa sendiri dan tinggal bersama dengan orang tua
dan bekerja di luar daerah dan tinggal di daerah di mana ia
beke~a.
3. Peubah lain yang berpengaruh secara nyata terhadap distribusi pendapatan keluarga petani adalah peubah Faktor 1 (aksesibilitas dan jam kerja), yaitu jarak ke pasar, jarak ke lokasi usahatani, dan jam kerja kepala keluarga, dengan koefisien sebesar 0,2106. Faktor peubah jarak ke pasar dan ke lahan usahatani bersifat negatif, artinya apabila peubah ini naik (bertambah jauh) maka akan berakibat kepada berkurangnya pendapatan keluarga. lntensitas pengelolaan usahatani akan berkurang seiring dengan semakin jauhnya lahan
87 usahatani. Demikian juga halnya dengan jarak ke pasar tempat menjual hasil usahatani (dan juga tempat tersedianya sarana produksi usahatani), semakin jauh jaraknya maka beban transpor yang harus dikeluarkan oleh petani akan semakin besar. Hal ini tentunya akan mengurangi margin usahatani yang dpat dinikmati petani. Dengan perkataan lain semakin dekat jarak ke pasar dan ke lahan usahatani dan semakin sering bekerja, mengakibatkan pengelolaan usahatani akan menjadi lebih intensif sehingga hasilnyapun menjadi lebih baik, maka semakin meningkat pendapatan yang diperoleh petani. 4. Peubah faktor 2 (besar keluarga) berpengaruh nyata terhadap distribusi pendapatan keluarga petani dengan tanda positif. Keadaan ini menunjukkan bahwa semakin banyak anggota keluarga, maka semakin banyak tenaga kerja yang bisa digunakan dalam usahatani serta semakin besar kemungkinan ada bantuan keuangan (transfer) yang dapat menunjang pendapatan petani. 5. Peubah faktor 4 (skala usahatani) menunjukkan pengaruh nyata dan mempunyai hubungan yang positif terhadap distribusi pendapatan petani. Hal ini menunjukkan bahwa kedua variabel asal pada peubah Faktor 1 yaitu luas lahan sewa dan hasil usahatani, mempunyai hubungan yang erat satu sama lainnya. Semakin luas menyewa lahan untuk usahatani, dengan asumsi bahwa faktor-faktor lain seperti bencana alam, keadaan hama dan penyakit, dll dalam keadaan normal, akan mengakibatkan hasil usahatani yang diperoleh akan meningkat. Dengan demikian pendapatan keluarga juga akan meningkat. Sebagaimana telah kemukakan, masalah sumberdaya lahan usahatani di Kecamatan Ciampea nampaknya telah mengalami
88 tekanan akibat semakin bertambahnya penduduk (demand), di mana tingkat kepadatan penduduk mencapai 2.604 orang/km2 , sehingga menyewa
merupakan
alternatif
terpilih
dibandingkan
dengan
memiliki/membeli karena harganya yang tinggi. Mengenai kontribusi lahan usahatani terhadap pendapatan petani (sebagaimana telah dianalisis seperti di atas), dibuktikan pula dengan hasil analisis ragam di mana nilai
Fhitung
untuk pendapatan petani sebesar 95,432 lebih
besar dari F005 yaitu 4,004. Hal ini berarti bahwa pendapatan petani dipengaruhi oleh distribusi penguasaan lahan, tetapi sebaliknya untuk distribusi lahan diperoleh nilai
Fhitung
sebesar 1,045 lebih kecil dari
F 005
yaitu 1,539, artinya rata-
rata distribusi penguasaan lahan tidak dipengaruhi oleh distribusi pendapatan petani. Hal ini disebabkan distribusi pendapatan yang peroleh petani di Kecamatan Ciampea bukan saja dari hasil usahatani (yang berhubungan dengan lahan), tetapi ditambah dari pendapatan dari sektor non usahatani (dagang, buruh dan transfer dari anak yang sudah bekerja). Dapat dikemukakan pula bahwa di Kecamatan Ciampea terdapat 3 unit usaha industri yang termasuk kelompok industri 31 (Sub sektor industri Makanan, Minuman dan tembakau), 5 unit usaha industri kelompok 32 (sub sektor industri Tekstil, Pakaian Jadi dan Kulit),
3 unit usaha industri 36 (sub sektor industri
Barang Galian bukan logam kecuali Minyak Bumi dan Gas), dan 2 usaha industri kelompok 39 (sub sektor industri Pengolahan Lainnya). Usaha usaha industri tersebut tentunya dapat memberikan kontribusi terhadap tingkat pendapatan masyarakat sekitarnya. Untuk
lebih
jelasnya,
kontribusi
luas
lahan
usahatani
terhadap
pendapatan keluarga di Kecamatan Ciampea dapat dilihat pada Tabel25 berikut ini:
89 Tabel 25.
Sumber Ragam
Ringkasan Hasil Analisis Varian (ANOVA) Distribusi Lahan dan Distribusi Pendapatan Petani Di Kecamatan Ciampea
ss
1
MS
df 1
Penguasaan Lahan
16747702470416
Pendapatan Petani
25912523646888
Error
16020145273335
59
Total
588803713906401
1191
1
28385936905
59
1 Fo.os
Fhitung
1 25912523646888
1,539
1,045
95,432* 4,004
271527885989
I
I
Keterangan : * Nyata pada tarat 0,05
Pendapatan Petani Di Kecamatan Nanggung Hasil analisis komponen utama (principal component analysis) terhadap distribusi pendapatan petani secara parsial untuk petani di Kecamatan Nangung, diperoleh empat kelompok peubah-peubah baru (faktor) dengan marked loading > 0.70, sebagaimana disajikan pada tabel berikut:
Tabel 26.
Peubah
Faktor Loading, Akar Penciri dan Proporsi Ragam Hasil Analisis Faktor Utama Terhadap Peubah Dugaan yang Berkaitan dengan Pendapatan Keluarga Petani di Kec. Nanggung Factor
Factor
Factor
Factor
1
2
3
4
Umur KK
0.2195
0.0664
0.0786
~.8742
Umur lstri
0.1006
0.0166
0.0665
~.9020
Jml Anak
-0.0966
0.9316
-0.0405
0.0071
Jml Jiwa
-0.0938
0.9328
-0.0519
-0.0191
Jarak Pasar
~.8709
0.0366
-0.0083
0.1089
Jarak Usahatani
0.0363
-0.0530
~.7350
0.1040
Jam Kerja
0.9295
-0.0675
-0.0455
-0.0806
ls lahan Milik
0.4920
0.6254
0.3151
-0.1324
ls lahan Sakap
0.0835
0.0547
~.8148
0.0128
-0.5937
-0.0814
0.2756
0.2596
Hasil Usahatani
0.5572
0.6072
0.0023
-0.1107
Expi.Var
2.6122
2.5209
1.3965
1.7047
Prp.Totl
0.2375
0.2292
0.1270
0.1550
lndek Pertanaman
90 1. Peubah Faktor 1 (Aksesibilitas dan jam kerja), terdiri dari peubahpeubah jarak ke pasar terdekat, dan jam
ke~a
kepala keluarga
2. Peubah Faktor 2 (Besar Keluarga), terdiri dari peubah jumlah anak dan jumlah jiwa dalam keluarga 3. Peubah Faktor 3, (Aksesibilitas) adalah peubah jarak ke lahan usahatani dan luas lahan sakap 4. Peubah Faktor 4 (Umur), terdiri dari peubah umur kepala keluarga dan umur istri Hasil analisis regresi berganda, menunjukkan bahwa variabel transfer, faktor 1 (jarak ke pasar terdekat, dan jam kerja kepala keluarga) dan faktor 2 (jumlah anak dan jumlah jiwa) berpengaruh terhadap pendapatan petani. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel27.
-
Tabel 27. Hasil Analisis Regresi Berganda terhadap Peubah Peubah Dugaan yang terkait dengan Pendapatan Keluarga Tani di Kecamat an Nang~ ung : St. Err. St. Err. I p-level t(44) i ofB 8 of BETA BETA 8.5174 7 .3823E-11 i 666139.62 78209.62 lntercpt -0.0495 0.9607248! 0.0903 -2237.55 45179.85 Dagang -0.0045 -0.8700 0.38899701 35359.37 -0.0715 0.0822 -30764.29 Buruh 0.4084 0.68494941 0.0759 16658.03 40786.95 Jasa 0.0310 I -1.1090 0.2734521' 0.1016 -47834.88 43133.08 lrigasi Desa -0.1126 -0.6998 0.4877647 63858.81 0.0796 -44685.41 lrg Seteknis -0.0557 -0.2003 0.8421395 0.0875 -16098.99 80359.21 Karena Harga -0.0175 -1.5300 0.13317751 -0.1444 0.0944 -61321.66 40079.77 Kebiasaan 1.1547 0.2544617 Bandar 0.1820 88219.26 76402.69 0.2102 1.0710 0.2900187 Pasar 0.1869 86132.50 80424.12 0.2001 1.8306 0.0739439 0.0728 83074.83 45382.10 Bank 0.1332 5.9813 3.5948E-07 0.0741 248603.67 41563.31 Transfer* 0.4434 6.3742 9.4996E-08 15656.76 0.0776 99799.82 Faktor_1* 0.4944 7.3935 3.0419E-09 Faktor_2* 0.0775 115644.09 15641.31 0.5728 -0.2235 0.8242134 13338.28 -0.0148 -2980.54 0.0661 Faktor_3 -0.9977 0.3238682 14713.17 0.0729 -14679.70 Faktor 4 -0.0727 Keterangan: * nyata pada taraf 0.05 I
91 1. Peubah transfer menunjukkan pengaruh positif dan nyata pada 0.05
dengan
koefisien
0.4434.
keuangan dari anak yang telah luar daerah, biasanya
beke~a
Transfer
beke~a
merupakan
tarat
bantuan
di daerah sendiri maupun di
di bidang lain yang berbeda dengan
orang tuanya, seperti buruh (tani, bangunan), dagang dan lain-lain. Bantuan ini sifatnya rutin sebagai bentuk kasih anak kepada orang tua, walaupun tidak terlalu besar, biasanya berkisar antara Rp 50.000 sampai dengan Rp. 200.000,- setiap bulan. 2. Peubah faktor 1 (Aksesibilitas dan jam
ke~a),
menunjukkan pengaruh
nyata terhadap distribusi pendapatan petani, dengan koefisien 0,4944. Peubah jarak ke pasar terdekat menunjukkan hubungan yang negatif dengan pendapatan keluarga. Hal ini berarti bahwa semakin jauh jarak ke pasar akan menambah beban transport yang lebih besar yang harus ditanggung oleh keluarga untuk mendapatkan sarana produksi usahatani maupun menjual hasil usahatani serta untuk ~eperluan lainnya. Sementara itu peubah· jam kerja yang dipakai kep
ala keluarga dalam mencari nafkah mempunyai hubungan yang positif dengan pendapatan keluarga. Dengan kata lain semakin lama kepala keluarga responden
beke~a.
maka semakin tinggi pendapatan
l<eluarga yang diperoleh. Hal ini wajar karena semakin lama bekerja bearti semakin intensif pengelolaan lahan usahatani yang dikuasai, sehingga hasil yang diperolehpun akan semakin tinggi. Sedangkan semakin dekat jarak ke pasar akan semakin besar pendapatan keluarga, karena terkait dengan penyediaan sarana produksi dan pemasaran hasil usahatani. Di satu sisi petani di Kecamatan Nanggung membayar lebih tinggi terhadap harga real sarana produksi
92 yang dibutuhkan untuk usahatani, di sisi lainnya, mereka mendapat harga yang lebih murah bila menjual hasil usahataninya. Kedua hal yang merugikan tersebut terutama disebabkan oleh biaya transport yang tinggi seiring dengan jarak dan kualitas prasarana jalan yang tidak memadai. 3. Peubah faktor 2 (besar keluarga) menunjukkan pengaruh positif dan nyata pada taraf 0.05 terhadap pendapatan keluarga, dengan hubungan yang menunjukkan tanda positif. Hal ini berarti semakin banyak anggota keluarga, semakin tinggi pula pendapatan keluarga. Keadaan demikian menunjukkan bahwa selain adanya efek transfer dari anak juga adanya indikasi bahwa seluruh anggota keluarga terlibat dalam usahatani sebagai sumber pendapatan keluarga. Keterlibatan anggota keluarga tentunya akan menghemat biaya produksi sehingga keuntungan akan bertambah dan pendapatan pun meningkat. Hasil analisis varian diperoleh nilai
Fhitung
untuk pendapatan petani di
Kecamatan Nanggung sebesar 766,030 lebih besar dari Fo.os yaitu 4,004, artinya rata-rata distribusi pendapatan petani dipengaruhi oleh distribusi penguasaan lahan, tetapi sebaliknya untuk distrubusi lahan diperoleh nilai
Fhitung
sebesar
1,076 lebih kecil dari Fo.os yaitu 1,539, artinya rata-rata distribusi penguasaan lahan tidak dipengaruhi oleh distribusi pendapatan petani. Hal ini disebabkan distribusi pendapatan yang diperoleh petani di Kecamatan Nanggung tidak hanya dari hasil usahatani (yang berhubungan dengan lahan), tetapi juga pendapatan dari sektor non usahatani (dagang, buruh dan transfer dari anak yang sudah bekerja). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 28 berikut ini :
93 Tabel 28. Ringkasan Hasil Analisis Varian (ANOVA) Distribusi Lahan dan Distribusi Pendapatan Petani Di Kecamatan Nanggurig
ss
Sumber Varian
df
Penguasaan Lahan
1248148580297
Pendapatan Petani
15056553659362
MS
59
Fhitung
21155060683
1 15056553659362
Error
1159662437424
59
ifotal
1746436477083
119
1,076 766,030~
Fo.os
1,539 4,004
19655295550
Keterangan : * Nyata pada taraf 0,05 Pendapatan Petani Kecil
Yang dimaksud petani kecil dalam penelitian ini adalah keluarga petani yang menguasai lahan usahatani secara milik sendiri, menyewa ataupun menyakap, dengan luas kurang dari 5000 m2 , baik di Kecamatan Ciampea maupun di Kecamatan Nanggung. Tabel 29.
Faktor Loading, Akar Penciri dan Proporsi Ragam Hasil Analisis Faktor Utama Terhadap Peubah Dugaan yang Berkaitan dengan Pendapatan Keluarga Petani "Kecil"
Peubah Umur KK Umur lstri Jumlah Anak Jumlah jiwa Jarak ke Pasar Jarak Ke Usahatani Jam Kerja Ls Lahan Milik Ls Lahan Sewa Ls Lahan Sakap Hasil Usahatani Expi.Var Prp.Totl
Factor 1 -0.0802 0.1622
0.9538 0.9637 -0.2804 -0.0311 0.1283 0.2063 0.0722 0.0736 0.5773 2.3536 0.2140
Factor 2 0.0345 0.0659 -0.0048 -0.0050 -0.2159
-0.7017 0.2302 0.7693 -0.1487 -0.8365 0.1296 1.9280 0.1753
Factor 3
0.8858 0.8730 0.0164 0.0775 -0.0875 -0.0541 0.1295 0.0739 -0.0563 -0.0219 0.0047 1.5896 0.1445
Factor 4
0.0876.. -0.0026 0.1149 0.1102 -0.5982 -0.3569 0.3796 -0.5177 0.8699 -0.0851. 0.4633" 1.9090 0.1735
94 1. Peubah Faktor 1 (Besar Keluarga), yang terdiri dari peubah jumlah anak dan jumlah jiwa dalam keluarga 2. Peubah Faktor 2 (Aksesibilitas), terdiri dari peubah jarak ke lahan dan lahan sakap 3. Peubah Faktor 3 (Umur), terdiri dari peubah umur kepala keluarga dan umur istri 4. Peubah Faktor 4 , adalah peubah luas lahan sewa Hasil analisis regresi berganda. terhadap peubah-peubah dummy dan peubah faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan petani kecil dapat dilihat pada Tabel 30 berikut ini. Tabel 30. Ringkasan Hasil Analisis Regresi Berganda Terhadap Peubahpeubah Ougaan yang terkait dengan Pendapatan Keluarga Petani Kecil Peubah BETA
St. Err. of BETA
B lntercpt 581428.50 Oagang 0.0112 0.0916 7920.97 Buruh -0.0867 0.1242 -26792.14 Jasa 0.0873 0.1003 44886.36 lrigasi Desa 0.1894 0.1489 58467.27 Seteknis -0.0721 0.1815 -23917.68 Harga -0.0399 0.1191 -19192.87 Kebutuhan 0.0826 0.1196 42457.81 Kebiasaan -0.2210 0.1134 -70116.31 Banar 0.0821 0.0950 29228.57 Pinjaman* -0.2338 0.0939 -81543.69 Transfer* 0.6191 0.0955 256209.45 Faktor_1* 0.4692 0.0934 72977.14 Faktor_2 0.0699 0.0805 10865.41 Faktor_3 -0.0141 0.0876 -2191.66 Faktor 4* 0.3198 0.1146 49733.61 Keterangan * Nyata pada taraf 0,05
St. Err. ofB 63748.15 64823.86 38382.76 51564.83 45954.27 60168.95 57237.91 61465.75 35963.65 33825.67 32749.93 39504.48 14529.15 12526.67 13623.92 17824.02
t(44} p-level 9.1207 1.06E-11 0.1222 0.903303 -0.6980 0.488834 0.38876 0.8705 1.2723 0.209952 -0.3975 0.692914 -0.3353 0.738979 0.6908 0.493347 -1.9496 0.057609 0.8641 0.392222 -2.4899 0.016629 6.4856 6.51E-08 5.0228 8.94E-06 0.8674 0.390439 -0.1609 0.872934 2.7903 0.007757
95 Dari Tabel 30 tersebut, menunjukkan bahwa peubah pinjaman, transfer, faktor 1 (besar keluarga), dan faktor 4 (luas lahan sewa) berpengaruh nyata terhadap distribusi pendapatan petani kecil, sebagaimana berikut ini : 1. Peubah
pinjaman
pendapatan penggunaan
berpengaruh
petani, modal
dengan
nyata
hubungan
pinjaman
untuk
terhadap yang
biaya
distribusi
negatif.
Artinya
usahatani
titlak
memberikan kontribusi terhadap upaya peningkatan pendapatan keluarga petani kecil. Keadaan demikian mengindikasikan : •
Kemampuan petani kecil untuk mengkonversi sumberdaya yang dimiliki menjadi modal usaha dengan tingkat bunga yang wajar (rendah) seperti diberikan oleh bank-bank pemerintah (SRI) adalah lemah, sehingga terpaksa meminjam modal pada tengkulak dengan kemungkinan mendapatkan tingkat bunga yang tinggi sehingga keuntungan usahatani yang diperoleh menjadikecil atau bahkan habis dipakai untuk membayar bunga
pinjaman.
Kelemahan
mengkonversi
sumberdaya
(lahan) menjadi modal usaha tersebut bukan semata-mata karena fihak petani itu sendiri (internal), tetapi juga karena "diperlemah" secara institusional (external), seperti ketatnya persyaratan
mendapatkan
kredit
dari
Bank,
atau
ada
hambatan birokrasi untuk mendapatkan bukti otentik yang
96 menegaskan property right sertifikat lahan sebagai salah satu bahan agunan untuk mendapatkan kredit usaha. •
Terdapat kelemahan manajerial dalam mengelola modal usaha. Kalaupun mendapatkan modal usaha seperti yang diharapkan, tetapi kerapkali terjadi tidak digunakan sebagai mana mestinya, karena selalu kesulitan dalam kebutuhan hidup, sehingga kemungkinan besar menggunakan modal pinjaman untuk memenuhi kebutuhan hidup (konsumsi), sehingga
modal
untuk
membiayai
usahatani
menjadi
berkurang. Akibatnya petani mengurangi pembelian sarana produksi, sehingga akan berpengaruh terhadap hasil usahatni dan pada akhirnya pendapatan petani akan berkurang. 2. Peubah transfer yang berpengaruh nyata pada tarat nyata 0.05 terhadap
distribusi
pendapatan
petani,
yaitu
peubah
yang
menggambarkan ada atau tidaknya bantuan keuangan (secara rutin) dari anak yang telah bekerja. Peubah tersebut berpengaruh positif dengan nilai koefisien 0.6191. Artinya setiap penambahan transfer atau bantuan keuangan dari anak yang sudah
beke~a
memberikan kontribusi positif terhadap pendapatan keluarga petani kecil. Dengan kata lain semakin banyak bantuan keuangan dari anak maka pendapatan keluarga juga meningkat.
97 3. Peubah faktor 1 (besar keluarga), menunjukkan pengaruh nyata pada taraf nyata 0.05 bertanda positif dengan nilai koefisien 0.4692. Apabila melihat bahwa pendapatan keluarga juga meningkat karena adanya transfer/bantuan keuangan secara rutin dari anak, dan banyaknya anggota keluarga merupakan sumbangan tenaga kerja "murah" yang bisa di manfaatkan untuk membantu mengelola usahatani, maka sangatlah wajar apabila semakin banyak peubah Faktor 1 (terdiri dari peubah asal jumlah anak dan jumlah jiwa) akan meningkatkan pendapatan petani. 4. Peubah Faktor 4 (luas lahan sewa) berpengaruh nyata pada taraf nyata 0.05 terhadap distribusi pendapatan petani kecil, dengan koefisien 0.3198 dan positif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin luas lahan sewa untuk usahatani, maka akan meningkatkan hasil usahatani, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan petani. Dengan kata lain semakin luas lahan yang di sewa, maka semakin besar pula pendapatan yang akan diterima. Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa masalah utama sebenarnya dari golongan
petani
kecil
ini
nampaknya
adalah
kemampuan
menyediakan modal dan lemahnya manajemen pengelolaannya. Salah satu cara untuk menguasai lahan usahatani adalah dengan sistim sewa, mengingat bahwa untuk memilikinya tidak mampu. Rupanya dengan cara ini mereka termotivasi untuk berusahatani
98 lebih giat sehingga memperoleh hasil yang cukup memberi kontribusi yang positif terhadap pendapatan keluarga. Hasil analisis varian diperoleh nilai Fhitung untuk pendapatan petani sebesar 882,881 lebih besar dari Fo.os yaitu 4,004, artinya rata-rata distribusi pendapatan petani dipengaruhi oleh distribusi penguasaan lahan, tetapi sebaliknya untuk distrubusi lahan diperoleh nilai Fhitung sebesar 1,011 lebih kecil dari Fo.os yaitu 1,539, artinya rata-rata distribusi penguasaan lahan tidak dipengaruhi oleh distribusi pendapatan petani. Hal ini desebabkan distribusi pendapatan yang peroleh petani kecil bukan saja dari hasil usahatani (yang berhubungan dengan lahan), tetapi ditambah dari pendapatan dari sektor non usahatani (buruh dan transfer dari anak yang sudah bekerja). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 30 berikut ini:
Tabel 31. Ringkasan Hasil Analisis Varian (ANOVA) Distribusi Lahan dan Distribusi Pendapatan Petani Kecil Sumber Varian
ss
I
Penguasaan Lahan
717855309048
Pendapatan Petani
10615951807549
df
1
59
MS
I
12187039138
Fhitung
I
1,011
1,539
1 10615951807549 882,881*
Error
709428838881
59
rrotal
120432357535781
1191
Fo.os
4,004
1202421488
I
I
Pendapatan Petani Menengah
Yang dimaksud petani kecil dalam penelitian ini adalah keluarga petani yang menguasai lahan usahatani secara milik sendiri, menyewa ataupun
99 menyakap, dengan luas lebih dari 5000 m2 tetapi kurang dari 10.000 m2 baik di Kecamatan Ciampea maupun di Kecamatan Nanggung. Hasil analisis komponen utama (principal component analysis) terhadap distribusi pendapatan petani menengah, diperoleh empat kelompok peubahpeubah baru (faktor) dengan marked loading> 0.70, disajikan pada tabel berikut Tabel 32.
Faktor Loading, Akar Penciri dan Proporsi Ragam Hasil Analisis Faktor Utama Terhadap Peubah Dugaan yang Berkaitan dengan Pendapatan Keluarga Petani "Menengah"
Peubah
Factor
Factor
Factor
Factor
1
2
3
4
Umur KK
0.2189
0.0850
0.8685
0.1315
Umur lstri
-0.0892
0.1296
0.8998
-0.0582
Jumlah Anak
0.0519
0.9170
0.1468
-0.0814
Jumlah Jiwa
0.0108
0.9220
0.1596
-0.0986
Jarak ke Pasar
0.8829
-0.0248
-0.2052
0.0840
Jarak Usahatani
0.1237
-0.1061
0.0324
-0.7891
-0.3355
-0.5343
0.0284
-0.3679
Ls Lahan Milik
0.8225
0.1571
0.3164
0.1508
Ls Lahan Sewa
-0.7738
-0.3036
-0.3017
0.2598
Ls Lahan Sakap
-0.1624
0.4147
-0.1733
-0.6523
Hasil Usahatani
-0.7095
0.5518
0.0574
0.1325
Expi.Var
2.7711
2.6056
1.8793
1.3353
Prp.Totl
0.2519
0.2369
0.1708
0.1214
Jam Kerja
1. Peubah Faktor 1 (Aksesibilitas), yang terdiri dari peubah jarak ke pasar terdekat, luas lahan milik, sewa dan hasil usahatani 2. Peubah Faktor 2 (Besar Keluarga), terdiri dari peubah jumlah anak dan jumlah jiwa
100 3. Peubah Faktor 3 (Umur), terdiri dari peubah umur kepala keluarga dan istri 4. Peubah Faktor 4 (Aksesibilitas), adalah peubah jarak tempat tinggal ke lokasi usahatani
Hasil analisis regresi berganda terhadap peubah-peubah faktor dan peubah-peubah
dummy yang
berpengaruh
terhadap
pendapatan
petani
menengah dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33. Ringkasan Hasil Analisis Regresi Berganda Terhadap Peubahpeubah Dugaan yang terkait dengan Pendapatan Keluarga Petani Menengah Peubah
St. Err. BETA of BETA
B lntercpt 872763.45 Dagang -0.1651 0.1503 -48199.52 Buruh 0.1341 0.1044 63149.64 Jasa -0.1497 0.1065 -47008.58 lrigasi Desa -0.1529 0.2229 -40349.35 Seteknis 0.0556 0.2703 14962.75 Harga 0.0934 0.1213 35204.65 Kebutuhan 0.1714 0.1394 71050.12 Kebiasaan -8971.46 -0.0337 0.1271 Bandar -0.2132 0.1064 -64330.16 Modal Sendiri -0.0662 0.1037 -20790.34 Transfer* 0.8438 0.0989 278172.53 Faktor 1 -0.1898 0.1650 -25394.85 Faktor_2 0.2480 0.1403 33182.08 Faktor_3 6274.52 0.0469 0.0986 Faktor 4 -0.1896 0.1241 -25372.47 Keterangan : * nyata pada taraf 0.05
St. Err. ofB 93017.08 43865.03 49160.70 33448.60 58810.82 72749.29 45726.77 57794.88 33875.85 32107.62 32571.35 32603.47 22077.49 18766.58 13185.97 16601.43
t(19) 9.3828 -1.0988 1.2846 -1.4054 -0.6861 0.2057 0.7699 1.2293 -0.2648 -2.0036 -0.6383 8.5320 -1.1503 1.7681 0.4758 -1.5283
p-level 1.45E-08 0.285578 0.214389 0.176044 0.500945 0.839232 0.450831 0.233948 0.793989 0.059586 0.530897 6.36E-08 0.264309 0.093091 0.639608 0.142908
Dari Tabel 33 tersebut, menunjukkan bahwa hanya peubah transfer yang berpengaruh nyata terhadap distribusi pendapatan petani menengah. Seperti
101 halnya dengan golongan petani kecil, peubah transfer ini merupakan bantuan (tambahan) keuangan dari anak yang sudah
beke~a
Hasil analisis ragam diperoleh nilai
yang dilakukan secara rutin.
Fhitung
untuk pendapatan petani
sebesar 1366,408 lebih besar dari Fo.os yaitu 4,130, artinya rata-rata distribusi pendapatan petani dipengaruhi oleh distribusi penguasaan lahan, tetapi sebaliknya untuk distrubusi lahan diperoleh nilai
Fhitung
sebesar 1,002 lebih kecil
dari F0.05 yaitu 1,772, artinya rata-rata distribusi penguasaan lahan tidak dipengaruhi oleh distribusi pendapatan petani. Hal ini desebabkan distribusi pendapatan yang peroleh petani besar bukan saja dari hasil usahatani (yang berhubungan dengan lahan), tetapi ditambah dari pendapatan dari sektor non usahatani. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 34 berikut ini :
Tabel 34. Ringkasan Hasil Analisis Varian (ANOVA) Distribusi Lahan dan Distribusi Pendapatan Petani Menegah Sumber Varian
ss
I
Penguasaan Lahan
303375508401
Pendapatan Petani
12162953518080
df
I 4
MS
I
Fhitung
I
1,002
89228090731
1,772
1 12162953518080 1366,406*
Error
302848212479
34
!Total
127689772389611
691
Fo.os
4,130
8901418014
I
I
Pendapatan Petani Besar
Yang dimaksud petani kecil dalam penelitian ini adalah keluarga petani yang menguasai lahan usahatani secara milik sendiri, menyewa ataupun
102 menyakap, dengan luas lebih dari 10.000 m2 , baik di Kecamatan Ciampea maupun di Kecamatan Nanggung. Hasil analisis komponen utama (principal component analysis) terhadap distribusi pendapatan petani besar secara mandiri, diperoleh empat kelompok peubah-peubah baru (faktor) dengan marked loading > 0.70, seperti disajikan pada Tabel35: Tabel 35.
Faktor Loading, Akar Penciri dan Proporsi Ragam Hasil Analisis Faktor Utama Terhadap Peubah Dugaan yang Berkaitan dengan Pendapatan Keluarga Petani "Besar"
Peubah
Factor
Factor
Factor
Factor
1
2
3
4
UmurKK
0.0180
0.0022
0.9489
0.1596
Umur lstri
0.0181
-0.0468
0.9394
-0.1856
Jumlah Anak
0.0633
0.9721
-0.0189
-0.0084
Jumlah Jiwa
0.0633
0.9721
-0.0189
-0.0084
Jarak ke Pasar
-0.7147
0.1394
0.0812
0.3272
Jarak Usahatani
-0.7428
-0.0612
0.0085
0.2306
Jam Kerja
0.6735
-0.3373
0.2928
0.1495
Ls Lahan Milik
0.6326
0.0157
0.1798
-0.2066
Ls Lahan Sewa
0.7721
0.2423
-0.0941
0.2059
Ls Lahan Sakap
-0.1357
-0.0320
-0.0149
0.9192
Hasil Usahatani
0.8831
0.1814
-0.0641
0.0469
Expi.Var
3.3194
2.1218
1.9215
1. 1749
Prp.Totl
0.3018
0.1929
0.1747
0.1068
1.
Peubah Faktor 1 (Aksesibilitas), yang terdiri dari peubah jarak ke lokasi usahatani dan ke pasar, dan luas lahan sewa
2.
Peubah Faktor 2 (Besar Keluarga), terdiri dari peubah jumlah anak dan jumlah jiwa
3.
Peubah Faktor 3 (Umur), terdiri dari peubah umur kepala keluarga dan istri
103 4.
Peubah Faktor 4 (Skala Usahatani), adalah peubah lahan sakap
Hasil analisis regresi berganda. variabel dan faktor peubah yang berpengaruh terhadap pendapatan petani besar dapat dilihat pada Tabel 35 yang menunjukkan
bahwa
hanya
peubah
Faktor 1 (Aksesibilitas fisik)
yang
berpengaruh nyata terhadap distribusi pendapatan petani besar. Tabel 36. Ringkasan Hasil Analisis Regresi Berganda Terhadap Peubahpeubah Dugaan yang terkait dengan Pendapatan Keluarga Petani Besar BETA
St. Err. of BETA
lntercpt
B
St. Err. ofB
1892424.1 1218403.2
t(1 0)
p-level
1.5532
0.1514
Dagang
-0.1642
0.1994 -328114.5
398450.1
-0.8235
0.4294
JASAasa
-0.1385
0.1797 -506605.0
657069.5
-0.7710
0.4585
Irigasi Desa
0.1747
0.4114
385935.8
909011.9
0.4246
0.6801
Seteknis
0.1206
0.4650
241047.2
929297.6
0.2594
0.8006
942486.8
-0.7766
0.4554
-16921.6 1092064.6
-0.0155
0.9879
Harga
-0.2951
0.3800 -731953.1
Kebutuhan
-0.0073
0.4702
Kebiasaan
-0.4804
0.4377 -953930.9
869001.6
-1.0977
0.2980
Pasar
0.0035
0.1546
8155.9
359020.8
0.0227
0.9823
Bank
0.0909
0.1991
211048.0
462476.9
0.4563
0.6579
Transfer
0.1601
0.1777
488734.8
542351.5
0.9011
0.3887
Faktor_1*
0.8801
0.2563
876200.8
255165.3
3.4339
0.0064
Faktor_2
0.4308
0.2195
430578.4
219417.3
1.9624
0.0781
Faktor_3
-0.2577
0.2281 -257872.8
228306.2
-1.1295
0.2851
Faktor 4
0.0114
0.2012
203136.5
0.0566
0.9560
11489.1
Nilai koefisien Faktor 1 sebesar 0.4308. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan keluarga petani yang tergolong kaya pun dipengaruhi oleh aksesibilitas fisik Uarak ke lahan usahatani dan pasar) dengan hubungan yang negatif serta oleh luas lahan (sewa) yang dikuasai. Petani besar biasanya untuk mengembangkan usahataninya, selain di lahan milik sendiri, juga menyewa
104
lahan dari petani lain, sehingga semakin luas lahan yang di sewa, semakin tinggi pula
pendapatan
yang
akan
diperolehnya.
Bahkan
mungkin
telah
mengembangkan bidang usahanya di luar usahatani dan telah mempunyai prasarana angkutan sendiri, sehingga aksesibilitas tidak lagi menjadi kendala. Petani besar sama halnya dengan petani kecil dan petani menegah, tidak lepas dari pengaruh jarak ke tempat usahatani dan jarak ke pasar. Semakin jauh tempat lahan usahatani dan jarak ke pasar, semakin rendah pula pendapatan yang diperoleh petani, sebaliknya semakin dekat dengan lokasi usahatani dan pasar, makan sebakin baik pula pendapatan yang akan diterima petani. Hasil analisis varian diperoleh nilai Fhitung untuk pendapatan petani besar 44,389 lebih besar dari Fo.os yaitu 4,259, artinya rata-rata distribusi pendapatan petani dipengaruhi oleh distribusi penguasaan lahan, tetapi sebaliknya untuk distrubusi lahan diperoleh nilai Fhitung sebesar 1,039 lebih kecil dari Fo.os yaitu 1,983, artinya rata-rata distribusi penguasaan lahan tidak dipengaruhi oleh distribusi pendapatan petani. Hal ini desebabkan distribusi pendapatan yang peroleh petani besar bukan saja dari hasil usahatani (yang berhubungan dengan lahan), tetapi ditambah dari pendapatan dari sector non usahatani. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 37 berikut ini : Tabel 37.
Sumber Varian
Ringkasan Hasil Analisis Varian (ANOVA) Distribusi Lahan dan Distribusi Pendapatan Petani Bersar
ss
I
df
1
Penguasaan Lahan
12542554214951
Pendapatan Petani
22309085175477
Error
12061866460377
24
Total
489135058508051
491
24
MS
I
522606425623
1 22309085175477
Fhitung
I Fo.os
1,039
1,983
44,388*
4,259
502577769182
I
I
105 Untuk lebih jelasnya peubah-peubah yang mempengaruhi distribusi pendapatan petani yang dikelompokan baik secara serentak (gabungan) atau secara mandiri adalah dapat dilihat pada Tabel 38 berikut: Tabel 38. Ringkasan Peubah-peubah yang Mempengaruhi Distribusi Pendapatan Petani Petani di Petani Ciampea diKec dan Nang Ciam gung pea
Peubah
Petani diKec Nang gung
Petani Petani Petani Kecil Menengah Besar 5000- > 1 ha < 5000 m2 10000 m2 -
-
(+)
-
(+) (+)
-
-
-
-
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
(-)
-
(-)
(-)
Ls Lahan Sewa
(+)
(+)
-
-
(-)
Jarak Usahatani
-
(+)
-
(+)
Modal Pinjaman
-
-
-
(-)
-
(+) (+)
(+) (+) (+) (+)
(+) (+) (+)
(+) (+)
-
-
-
-
-
-
-
Dagang Buruh Transfer Jarak ke Pasar
Jumlah Anak Jumlah Jiwa
-
Jam Kerja
(+) (+)
Hasil Usahatani Umur KK
(-)
-
-
Keterangan: (-) berpengaruh nyata negatif (+) berpengaruh nyata positif
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa dari berbagai jenis usaha di luar usahatani yang ditekuni oleh keluarga petani responden, dagang dan buruh merupakan jenis usaha sampingan yang memberikan kontribusi penting terhadap pendapatan keluarga. Dagang merupakan jenis usaha non usahatani yang memberikan
hubungan
positif terhadap
pendapatan
keluarga
hanya
di
Kecamatan Ciampea. Hal ini diduga terkait dengan situasi dan kondisi wilayah yang bersangkutan. Dibanding dengan Kecamatan Nanggung, Kecamatan
106
Ciampea merupakan wilayah yang sedang tumbuh dengan aksesibilitas yang lebih baik, sehingga memacu perkembangan fisik maupun ekonomi yang lebih cepat. Salah satu ciri adalah dari banyaknya desa yang dikategorikan sebagai desa perkotaan, yakni dari 19 desa yang ada, 6 desa merupakan desa perkotaan. Sedangkan di Kecamatan Nanggung, dari 10 desa tidak satupun yang dikategorikan sebagai desa perkotaan. Demikian pula dengan keadaan perkembangan lembaga-lembaga perekonomian seperti Koperasi Unit Desa (KUD), di Kecamatan Ciampea terdapat 3 unit KUD sedangkan di Kecamatan Nanggung hanya terdapat 1 unit. Kecuali pada golongan petani besar (kaya), peubah transfer merupakan peubah yang dominan dalam kontribusinya terhadap pendapatan keluarga petani responden, baik di Kecamatan Ciampea maupun di Kecamatan Nanggung. Hal ini sejalan
dengan
kontribusi
anggota
keluarga (besar keluarga)
yang
menunjukkan peran yang penting dalam upaya meningkatkan pendapatan keluarga. Hal lain yang perlu mendapat perhatian secara lebih seksama adalah kendala-kendala yang dirasakan terutama oleh petani kecil dalam rangka meningkatkan pendapatannya adalah aspek aksesibilitas fisik berupa hambatan jarak (transportasi) serta aksesibilitas terhadap sumberdaya modal usaha. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, secara umum keadaan jalan di dua kecamatan tersebut menunjukkan kondisi yang jelek, terlebih lagi karena keadaan topografi wilayah yang bergunung/bergelombang. Ketidakmampuan petani kecil dalam permodalan yang ditunjukan oleh hubungan negatif peubah modal pinjaman dengan tingkat pendapatan, kiranya tidak terlepas dengan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhinya, seperti
107 adanya hambatan akses terhadap lembaga lembaga keuangan setempat (Bank, Koperasi, dll) karena tidak tersedia lembaga keuangan di pedesaan ataupun karena terbentur persyaratan yang sulit dipenuhi oleh mereka, sehingga dengan terpaksa
meminjam
kepada
peminjam
uang.
Ketidakmampuan
tersebut
selanjutnya akan menyebabkan semacam "lingkaran setan" yang menempatkan petani miskin tetapmenjadi miskin. Tabel berikut menggambarkan jumlah lembaga keuangan di dua kecamatan sasaran. Tabel 39 Jumlah Lembaga Keuangan di Kecamatan Ciampea dan Nanggung
I No
I
Jenis Lembaga Keuangan 1 Bank Umum (BRI) 2 KUD 3 Kopinkra 4 . Kopontren 5 Kosipa · 6 Koperasi Non KUD lainnya Jumlah Sumber : Podes (2000)
I J
Kecamatan Ciampea 1 3 1 4
5 4 18
I
Kecamatan Nanggung 1 1 0 0 1 1 4
I I I
I
Luas penguasaan lahan dengan cara sewa menunjukkan pengaruh nyata dengan hubungan yang bersifat positif terhadap peningkatan pendapatan keluarga. Dengan kesenjangan penguasaan lahan di Kecamatan Ciampea (GR 0,414) yang lebih tajam dibandingkan dengan di Kecamatan Nanggung (GR 0,323), menunjukkan adanya tekanan penduduk terhadap lahan di Kecamatan Ciampea lebih berat daripada di Kecamatan Nanggung, sehingga persaingan penguasaan lahan menjadi lebih sengit. Oleh karena itu penguasaan lahan usahatani dengan eara sewa merupakan alternatif terpilih. Demikian pula halnya dengan petani kecil. Keterbatasan dana untuk dapat memiliki dan mengusahakan sebidang lahan usahatani memaksa mereka (petani kecil) untuk menyewanya dari orang lain. Bahkan melakukan sakap (cara bagi hasil) dengan pemilik lahan.
108 Per1u ditambahkan di sini bahwa walaupun secara statistik tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap pendapatan petani kecil, penguasaan lahan dengan cara ini (sakap) menunjukkan hubungan yang negatif. Demikian pula dengan hasil perhitungan
net revenue, usahatani dengan cara sakap ini menunjukkan
tingkat produktivitas yang rendah. Berbeda dengan alasan tersebut di atas, alasan petani kaya (besar) menyewa lahan adalah untuk memperbesar skala usahatani untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar dengan menanam komoditas yang secara ekonomis lebih menguntungkan seperti jagung manis.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Kesenjangan dan Kesejahteraan
•
Distribusi penguasaan lahan usahatani yang tidak merata terjadi di Kecamatan Ciampea, dengan indek Gini 0,414 menunjukkan adanya tekanan penduduk terhadap lahan. Hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa dari luas wilayah 55,59 km 2 dihuni oleh 144.749 orang atau 2604 orang
km 2 .
per
Sedangkan
di
Kecamatan
Nanggung
distribusi
penguasaan lahan usahatani lebih merata, dengan indek Gini 0,323. Namun demikian, distribusi pendapatan baik di Kecamatan Ciampea . . maupun Kecamatan Nanggung lebih merata, dengan indek Gini niasingmasing sebesar 0,233 dan 0, 142. •
Berdasarkan
hasil analisis
Good Service
Ratio
(GSR),
terdapat
kecenderungan bahwa semakin luas lahan usahatani, angka GSR menjadi semakin kecil, yaitu 2,97 pada golongan petani kecil (luas penguasaan lahan < 5.000 m2) dan 2,37 pada golongan petani besar (luas penguasaan Ia han >1 0.000 m2 , yang menunjukkan semakin sejahtera. •
Dari hasil analisis ternyata masyarakat (responden) di Kecamatan Nanggung
lebih
sejahtera
dibandingkan
masyarakat
Kecamatan
Ciampea. Hal ini ditunjukan dengan GSR di Kecamatan Nanggung 2,59 sementara di Kecamatan Ciampea sebesar 3, 14, sekalipun tingkat pendapatan rata-rata di Kecamatan Ciampea lebih tinggi, yaitu Rp 180.116,61 per kapita/bulan dibanding dengan pendapatan rata-rata di
110 Kecamatan Nanggung sebesar Rp 713.771,32 per kapita/bulan, tetapi hal ini mungkin agak bias ketika melihat perbedaan pendapatan terkecil dan terbesar di masing-masing kecamatan. Pendapatan keluarga responden yang terkecil di Kecamatan Ciampea adalah Rp 241.500,-/bulan, sementara yang terbesar adalah Rp 6.050.000,-/bulan dengan deviasi yang mendekati rata-rata (745.189,77), sedangkan di Kecamatan Nanggung, pendapatan terkecil sebesar Rp 394.916,67 dan terbesar adalah Rp 1.462.500,- dengan deviasi yang jauh di bawah rata-rata (201.878,77). Di samping itu mungkin pola konsumsi masyarakat di dua kecamatan tersebut perlu dikaji lebih mendalam, mengingat kondisi wilayah
Kecamatan
Ciampea
telah
menunjukkan
cirri-ciri
seperti
perkotaan sementara Kecamatan Nanggung masih pedesaan.
Luas dan Status Penguasaan Lahan Usahatani
•
Berdasarkan hasil analisis ragam dapat disimpulkan bahwa luas lahan usahatani yang dikuasai, baik di Kecamatan Ciampea maupun di Kecamatan Nanggung, mempunyai nilai yang sangat strategis mengingat pengaruhnya terhadap tingkat pendapatan keluarga, sekalipun pengaruh ini bersifat searah, karena penguasaan lahan bukan satu-satunya penentu tingkat pendapatan (dalam hal ini adalah tingkat kemiskinan). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin luas lahan yang dikuasai, semakin besar hasil usahatani yang diperoleh sehingga mengakibatkan semakin tinggi pendapatan, demikian sebaliknya. Oleh
111
karena itu, kemiskinan di pedesaan erat kaitannya dengan distribusi penguasaan lahan usahatani. •
Status penguasaan lahan seperti di maksud di atas mencakup lahan milik, lahan sewa maupun lahan sakap. Lahan sewa menunjukkan kecenderungan lebih produktif dibandingkan dengan lahan milik maupun lahan sakap. Dilihat dari sisi penggarap, penguasaan lahan secara sakap yang dilakukan oleh golongan petani kecil justru tidak memberikan kontribusi yang positif terhadap tingkat pendapatannya. Hal ini bisa terjadi karena lemahnya posisi tawar (bargaining power) petani kecil sebagai client dan pemilik lahan sebagai majikan (patron).
Aksesibilitas
..
1. Aksesibilitas fisik berupa jarak dan kualitas prasarana transportasi, dirasakan sebagai hambatan yang cukup berarti bagi petani di Kecamatan Ciampea maupun di Kecamatan Nanggung mengingat pengaruhnya terhadap efektivitas dan efisiensi pengelolaan usahatani maupun pemasaran hasil-hasilnya. Walaupun jarak kota Bogor ke ibukota Kecamatan Ciampea hanya 15 km dan ke ibukota Kecamatan Nanggung 32 km serta kondisinya baik, namun kondisi jalan-jalan yang
buruk dengan topografi
yang
berbukit dan
bergunung
menyebabkan rendahnya tingkat aksesibilitas. Berbeda halnya dengan desa-desa yang berada pada jalur jalan raya Bogor Leuwiliang yang telah menikmati mulusnya jalan hotmix. 2. Hal lain yang dapat dikemukakan adalah, aksesibilitas petani terhadap sumber air irigasi. Dari keseluruhan lahan sawah di
112 Kecamatan Ciampea (3017 ha) atau 57,83% dari luas wilayah, tidak satu hektarpun yang tadah hujan, walaupun hanya 65 ha (1,25 %) saja yang beririgasi teknis. Berbeda dengan wilayah kecamatan Nanggung yang hanya mempunyai lahan sawah seluas 1625 ha (12,02 %), 364 ha di antaranya (2,69 %) sawah tadah hujan, serta tidak satu hektarpun yang beririgasi teknis maupun setengah teknis. Dari data-data tersebut tergambar dua wilayah dengan perbedaan karakteristik usahatani yang cukup mencolok. Wilayah Kecamatan Ciampea lebih banyak lahan sawahnya dibanding lahan darat sedangkan Kecamatan Nanggung lebih banyak lahan daratnya.
3. Aksesibilitas petani kecil terhadap sumber-sumber permodalan dirasakan masih rendah. Hal ini terutama ditunjukan dengan ·'
negatifnya
pengaruh
peubah
modal
pinjaman
(dari
tengkulakltetangga) terhadap pendapatan petani kecil. Keadaan ini dapat terjadi karena lemahnya land title yang menunjukkan property right
petani atas iahannya, sehingga mereka tidak mampu
mengkonversi sumberdaya fisik (lahan) menjadi sumberdaya modal guna meningkatkan investasi usaha.
Saran Dalam upaya meningkatkan pendapatan keluarga petani yang miskin, kiranya perlu dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut : 1. Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan usahatani, perlu dipertimbangkan
pembentukan
kelompok
usahatani
dengan
memperhitungkan skala usaha dan manajemen yang lebih baik. Dalam hal ini terutama disarankan kepada para petani berlahan sempit yang berada dalam
113 satu hamparan, untuk bergabung dalam satu kegiatan usaha dan memilih manager yang dipercaya. Namun untuk itu per1u dikaji lebih lanjut. 2. Per1u adanya pengkajian lanjutan mengenai pola usahatani yang tepat sesuai karakteristik dan potensi wilayah bersangkutan. Sebagai missal, kiranya pengembangan usahatani di Kecamatan Ciampea akan sedikit berbeda dengan Kecamatan Nanggung yang memiliki lahan darat lebih luas dari lahan sawahnya. 3. Pembangunan mendesak
pasar
dan
untuk segera
perbaikan dilaksanakan
prasarana dan
transportasi
diperbaiki
dalam
kiranya upaya
memper1ancar penyediaan sarana produksi pertanian dan pemasaran produk-produk pertanian. 4. Peranan lembaga-lembaga perekonomian di pedesaan seperti .Bank (BRI), BPR,
BMT, Koperasi, dll, perlu ditingkatkan dengan cara memperlunak
persyaratan kredit bagi petani kecil, sehingga mereka mampu menkonversi sumberdaya fisik (lahan) menjadi modal guna meningkatkan produktivitas lahan dan pendapatan. 5. Sasaran penyuluhan sebaiknya dipertajam kepada golongan petani kecil dan miskin sehingga kemampuan menerapkan teknologi usahatani maupun keterampilan di kalangan mereka meningkat. Dengan demikian mereka akan menjadi
lebih
siap
dan
mempunyai
peluang
lebih
besar
mengembangkan usaha di luar sektor pertanian dengan lebih baik.
untuk
DAFTAR PUSTAKA Anwar, A. 1990. Beberapa Konsepsi Alokasi Sumberdaya Alam Untuk Pembentukan Kebijaksanaan Ekonomi Kearah Pembangunan yang Berkelanjutan. Makalah Seminar Himpunan llmu Tanah Indonesia Di Ujungpandang.
_ _ _ _ _ _ . 2000. Ekonomi Sumberdaya Alam. Bahan Kuliah. Program Studi llmu Perencanaan Pembangunan Wilayah. Program Pasca Sarjana. lnstitut Pertanian Bogor. Bogor. _ _ _ _ _ _ . 2001. Kebijaksanaan Desentralisasi Fiskal. Suatu Kerangka Pemikiran bagi salah satu Aspek Penting dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah. Makalah pada Simposium Nasional Forum Mahasiswa Pascasarjana Seluruh Indonesia di IPB, 15 - 17 Februari 2001 dan Seminar Umum di Universitas lbnu Khaldun, Bogor. Tanggal 22 Februari 2001. Anwar, A dan Rustiadi, E. 2000. Perspektif Pembangunan Tata Ruang (Spatial) Wilayah Perdesaan dalam rangka Pembangunan Regional. IPB. Bogor, Arief, S. 1990. Dari Prestasi Pembangunan Sampai Ekonomi Politik. Kumpulan Karangan. Ul Press. Jakarta. Barlowe, R. 1978. Land Resource Economics ; The Economics of Real Estate. 3rd. Prentice Hall. USA Biro Pusat Statistik. 1999. Perkembangan Tingkat Kemiskinan dan Beberapa Dimensi Sosial Ekonominya 1996 - 1999. Sebuah Kajian Sederhana. Seri Publikasi Susenas Mini 1999 Buku 2. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Hartwick, J M. and Nancy D 0. 1986. The Ekconomic of Natural Reseources Use. Harper and Row Publisher. New York. Hayami dan M Kikuchi. 1989. Dilema Ekonomi Desa (Terjemahan). Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Hardjono, J. 1990. Tanah, Pekerjaan dan Nafkah di Pedesaan Jawa Barat. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Kasryno, F. 1984. Prospek Pembangunan Ekonomi Pedesaan Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
115 Mintoro dan Soentoro. 1983. Penyerapan Tenaga Ke~a Luar Pertanian di Pedesaan. Dalam Prospek Pembangunan Pedesaan Indonesia. Yayasan Obor. Jakarta. Nasution, A. H. dan Barizi. 1983. Metode Statistika untuk Penarikan Kesimpulan. PT. Gramedia. Jakarta. Nasoetion, L.l. 1996. Taksonomi Kemiskinan Di Indonesia Suatu Kajian Eksploratif. Memahami dan Menanggulangi Kemiskinan Di Indonesia. Fakultas Pertanian lnstitut Pertanian Bogor dan PT. Grasindo. Jakarta. Pakpahan, A. 1982. Analisis Fungsi Produksi Usahatani Daerah Aliran Sungai Cimanuk. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian. Bogor. Pakpahan, A. 1990. Permasalahan dan Landasan Koseptual Dalam rekayasa lnstitusi (Koperasi). Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian. Bogor. Radjab, B. 1993. Pembangunan Pertanian Pada PJPT I. Pikiran Rakyat Nopember 1993. Bandung. Rakhmat, J. 1999. Metode Penelitian Komunikasi. Dilengkap Contoh Analisis Statistik. Cetakan Ketujuh. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. Saefulhakim, S. 1998. An Evaluation of Earlier Programmes to Strengtenth RuralUrban Linkages (Ringkasan Eksekutif). Poverty Allevation Through Rural Urban Linkages. GOI-UNDP-UNCHS Sajogjo. 1982. Bunga Rampai Pembangunan Desa. SOP - SAE. Bogor. Samuelson, P.A. 1973. Economics. International Student Edition. McGrawHill, Kogakusha. Sigit, H. 1980. Masalah Perhitungan Distribusi Pendapatan di Indonesia. Prisma No. 1 Januari Tahun IX. LP3ES. Jakarta. Sudrajat. 1988. Statistik Non Parametrik. Serial Pengenalan Dasar-dasar Statistik Terapan. Bagin Statistik, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Bandung. Sutomo. 1995. Kemiskinan dan Pembangunan Ekonomi Wilayah. Analisis Sistim Neraca Sosial Ekonomi. Disertasi. PS lnstitut Pertanian Bogor. Thomas, R.W. 1981. lnfonnation Statistics in Geography. Printed in Great Britain by Headley Brothers Ltd The lnvicta Press Ashford Kant.
116
Tjondronegoro, S.M.P danG Wiradi. 1984. Dua Abad Penguasaan Tanah. Pola Penguasaan Tanah di Jawa dari Masa ke Masa. Yayasan Obor Indonesia. PT Gramedia Jakarta. Todaro, M.P. 1998. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga. Edisi Keenam. Erfangga. Jakarta. Wiradi, G. dan Makali. SAE. Boger.
1984. Penguasaan Tanah dan Kelembagaan. SOP -
~·
+
+
+
·~
~ ~
·~~
~·
~
..........
u
z ~ l9 Za:: =>o
88 zco
~~ ~~
§
~~~J;
~·
<(=:>
~~ UJ ~
..........
~
g
~
~· c: ~
·a. E cu
....J
·~Ill
~·
Ill
+
+
+ -~
118 Lampiran 2 JUMLAH KELUARGA PRASEJAHTERA DAN KS I BERDASARKAN ALASAN EKONOMI DAN BUKAN EKONOMI PROPINSI JAWA BARAT TH 2000 PRA SEJAHTERA ~
JUMLAH KAB/KOTA KEPALA NO ALASAN KELUARGA EKONOMI 1 Pandeglang 41,106 228,409 2 Serang 51,310 405,768 240,048 3 Lebak 40,990 104,470 365,794 4 Bekasi 5 Karawang 451,788 112,187 169,256 6 Purwakarta 7,644 7 Tangerang 65,583 571,919 959,379 8 Bogor 63,527 45,944 532,280 9 Sukabumi 24,604 481,064 10 Cianjur 979,515 11 Bandung 22,897 258,491 12 Sumedang 1,338 41,775 488,568 13 Garut 528,261 14 Tasikmalaya 13,700 15 Ciamis 32,919 449,078 16 Cirebon 78,078 456,047 13,141 252,102 17 Kuningan 110,888 433,983 18 lndramayu 26,038 316,320 19 Majalengka 71,276 378,648 20 Subang 445,412 21 Kota Bandung 5,913 58,459 22 Kota Cirebon 2,897 157,900 23 Kota Bogor 5,889 58,940 24 Kota Sukabumi 1 '1 01 25 Kota Tangerang 11,472 242,243 8,224 324,358 26 Kota Bekasi JUMLAH -- _ _!(),234,030 1,004,911 Sumber : BPS (2000)
II
% 18.00 12.65 17.08 28.56 24.83 4.52 11.47 6.62 8.63 5.11 2.34 0.52 8.55 2.59 7.33 17.12 5.21 25.55 8.23 18.82 1.33 4.96 3.73 1.87 4.74 2.54 9.82
I
BUKAN EKONOMI 14,365 17,742 12,638 24,474 45,398 2,973 28,700 27,879 8,816 5,770 7,154 1,281 7,297 2,085 13,861 38,807 3,041 38,218 14,124 27,854 625 173 523 209 4,675 2,503 351,185
I
% 6.29 4.37 5.26 6.69 10.05 1.76 5.02 2.91 1.66 1.20 0.73 0.50 1.49 0.39 3.09 8.51 1.21 8.81 4.47 7.36 0.14 0.30 0.33 0.35 1.93 0.77 3.43
I
JUMLAH
I
55,489 69,065 53,645 128,973 157,610 10,622 94,294 91,413 54,769 30,379 30,053 ° 2,620. 49,081 15,788 46,787 116,902 16,187 149,132 40,170 99,149 6,539. 3,075 6,416 1,312 16,152 10,727 1,356,346
% 24.29 17.02 22.35 35.26 34.89 6.28 16.49 9.53 10.29 6.31 3.07 1.01 10.05 2.99 10.42 25.63 6.42 34.36 12.70 26.18 1.47 5.26 4.06 2.23 6.67 3.31 13.25
~
ALASAN EKONOMI 40,669 61,241 59,714 49,780 70,626 20,208 64,551 169,558 136,749 100,387 236,664 34,582 139,975 113,184 69,357 73,051 27,004 73,877 46,620 62,781 64,162 9,979 26,212 7,670 20,688 21,631 1,800,920
I I % 17.81 15.09 24.88 13.61 15.63 11.94 11.29 17.67 25.69 20.87 24.16 13.38 28.65 21.43 15.44 16.02 10.71 17.02 14.74 16.58 14.41 17.07 16.60 13.01 8.54 6.67 17.60
KSI
II
BUKAN EKONOMI 47,215 81,330 37,844 38,531 53,744 30,806 80,558 161,973 61,267 109,347 188,370 47,011 91,535 102,225 68,100 94,706 36,750 67,240 45,543 59,425 100,307 8,912 19,234 9,142 38,977 42,471 1,722,563
% 20.67 20.04 15.77 10.53 11.90 18.20 14.09 16.88 11.51 22.73 19.23 18.19 18.74 19.35 15.16 20.77 14.58 15.49 14.40 15.69 22.52 15.24 12.18 15.51 16.09 13.09 16.83
I
JUMLAH 87,902 142,586 97,583 88,325 124,386 51,026 145,120 331,549 198,042 209,755 425,058 81,606 231,539 215,430 137,472 167,773 63,765 141,134 92,178 122,223 164,483 18,908 45,463 16,825 59,674 64,109 3,523,912
I
% 38.48 35.14 40.65 24.15 27.53 30.15 25.37 34.56 37.21 43.60 43.39 31.57 47.39 40.78 30.61 36.79 25.29 32.52 29.14 32.28 36.93 32.34 28.79 28.55 24.63 19.76 34.43
JUMLAH PRAS& KSI 143,391 211,651 151,228 217,297 281,995 61,647 239,415 422,961 252,810 240,134 455,111 84,226 280,619 231,218 184,260 284,675 79,952 290,266 132,348 221,371 171,023 21,983 51,878 18,137 75,825 74,836 4,880,258
% 62.78 52.16 63.00 59.40 62.42 36.42 41.86 44.09 47.50 49.92 46.46 32.58 57.44 43.77 41.03 62.42 31.71 66.88 41.84 58.46 38.40 37.60 32.86 30.77 31.30 23.07 47.69
119
Lampiran 3
Karakteristik Responden Rata Rata Umur KK (th) Umur lstri (th) Lama Sekolah (th) Jml Anak Sekolah (org) Jml Anak (org) Jml Jiwa (org) GSR Jam Kerja lndek Pertanaman Luas Rumah (m2) Luas Lahan (m2) Transfer (rp} Penghasilan I bin (rp)
Kecamatan Ciampea I Nanggung 48.40 49.25 39.87 40.80 6.82 6.45 1.30 1.28 3.25 2.43 5.20 4.38 2.68 2.59 7.82 8.50 204.63 179.67 133.32 64.25 5,666.67 7,225.00 50,833.33 41,666.67 936,606.94 713,771.84
I I
Kecil 48.38 39.57 6.21 0.88 2.83 4.23 2.97 7.87 198.95 72.18 3,225.00 45,000.00 598,090.58
·.
1
Petani Menengah 47.43 39.66 6.94 1.63 3.17 5.11 2.26 8.83 199.80 93.37 5,614.29 57,142.86 838,725.00
1
Besar 51.84 43.12 7.13 1.80 3.68 5.68 2.37 8.52 165.12 170.20 15,340.00 34,000.00 1,351,276.68
I I
Gabungan 48.83 40.33 6.63 1.29 2.84 4.79 2.64 8.16 192.15 98.78 6,445.83 46,250.00 825,189.39
1
Lampiran 4
120 Luas PenRRunaan Lahan Sawah Kabupaten BoRor Th 2000 (hal
I lriQasi No IKecamatan ITeknis I % 1112 teknis 1 % ISederhant 1 Jasinga 643 2.80 0 839 2 Cigudeg 118 0.51 315 1.36 0 3 Leuwiliang 166 1.75 1248 13.15 188 4 Clbungbulang 0 502 15.40 0 5 Pamijahan 0 0 1364 6 Nanggung 0 0 214 7 Clampea 65 1.25 1326 25.42 1357 8 Rumpin 0 115 1.05 628 9 Parungpanjang 0 60 0.81 125 10 Tenjo 0 0 0 Jml Wil Barat 992 0.87 3566 3.13 4715 11 Kemang 151 3.10 301 6.18 302 12 Ciomas 107 2.24 238 4.98 161 13 Dramaga 0 0 573 14 Cljeruk 0 0 0 15 Caringin 0 0 764 16 Ciawl 0 0.58 20 575 17 Clsarua 0 0 23 18 Megamendung 0 110 2.06 0 19 Sukaraja 385 9.99 0 0 20 Cibinong 104 2.49 0 22 21 Parung 4.52 302 638 9.55 147 22 Gunungsindur 0 0.34 16 141 23 Citeureup 0 0 100 24 Bojonggede 1.48 84 108 1.90 137 25 Babakanmadang 0 0 0 Jml Wil Tengah 1133 1.39 1431 1.76 2945 26 Gunungputri 0 0 54 27 Cariu 453 2.36 2256 11.78 1686 28 Jonggol 15.55 1518 0 1261 29 Cileungsi 0 0 0 30 Sukamakmur 0 0 1763 JmiWil Timur 1971 2.68 2256 3.07 4764 Jml Kab Bogor 4096 1.52 7253 2.70 12424 Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Bogor (2000)
-
-
-
-
. -
-
-
-
-
-
%
3.65
1.98
...
12.40 1-.58 26.01 5.75 1.68
-
4.14 q.20 3.37 25.57
-
13.33 16.76 0.29
0,53 2.20 2.98 1.53 2.41
-
3.62 0.96 8.80 12.91
-
7,.78 6.48 4.62
IDesa
69 2041 805 1238 1969 1047 269 0 125 95 7658 19 432 375 1170 767 0 127 437 548 5 0 0 0 0 190 4070 0 0 520 900 815 2235 13963
I I
%
rTadah Hujan
0.30 8.80 8.48 37.98 17.89 . 7.74 5.16
-
1.68 1.36 6.72 0.39 9.05 16.73 18.28 13.39
-
1.58 8.20 14.22 0.12 -
2.13 5.00
5.33 5.53 3.60 3.04 5.19
l
402 958 616 175
%
1.75 4.13 6.49 5.37 #VALUE!
364 0 1464 1225 1264 6468 43 520 6 184 0 251 0 113 0 0 32 158 134 83 26 1550 3 600 323 1348 163 2437 10455
2.69
-
13.41 16.46 18.12 5.67 0.88 10.89 0.27 2.87
2.12 7.32
-
0.48 3.34 2.05 1.46 0.29 1.90 0.05 3.13 3.31 8.28 0.72 3.32 3.89
~~umlah Sawah
1953 3432 3023 1915 3333 1625 3017 2207 1535 1359 23399 816 1458 954 1354 1531 846 150 660 933 131 1119 315 234 412 216 11129 57 4995 3622 2248 2741 13663 48191
I
%
I
8.51-1 14.79 I 31.84'I 58.74 30.29. 12.02 57.83 20.22 20.62 19.48 20.53 16.76 30.53 42.57 21.15 26.72 24.66 1.87 12.39 24.21 3.14 16.75 6.66 3.58 7.26 2.42 13.67 1.01 26.07 37.09 13.80 12.10 18.59 17.92 1
Lampiran 5
121 Luas PenQQunaan La han Bukan Sawah Kabupaten BoQor th 2000 (hal
I
regal/1 rada~~ l~mt t~~ ~~eka Kecamatan rangan % Kebun % rumput % diusah Jasinga 926 4.03 8463 36.86 0 0 0 1747 7.53 10221 44.04 Cigudeg 508 2.2 0 Leuwiliang 1041 10.97 2517 26.51 38 0.4 50 205 6.29 Cibungbulang 657 20.15 0 0 0 Pamijahan 670 6.09 517 4.70 0 0 0 Nanggung 227 1.68 1060 7.84 11 0.1 0 1108 21.24 350 6.71 Ciampea 0 5 0.1 2718 24.90 1322 12.11 Rumpin 60 0.5 150 1743 23.42 Parungpanjang 0 0 139 1346 18.08 0 2956 42.37 Tenjo 722 10.35 0 0 Jml Wil Barat 11559 10.14 28957 25.40 622 0.5 339 11 Kemang 1227 25.20 670 13.76 47 1 0 1180 24.71 564 11.81 0 34 12 Ciomas 1 0 0 972 43.37 30 1.34 13 Dramaga 0 1190 18.59 1423 22.23 0 0 0 14 Cijeruk 15 Caringin 691 12.06 1812 31.62 10 0.2 0 1095 31.91 604 17.60 14 0.4 0 16 Ciawi 1198 14.91 1186 14.76 20 0.2 17 Cisarua 0 1231 23.11 2755 51.72 6 0.1 0 18 Megamendung 1241 32.21 0 1341 34.80 5 0.1 19 Sukaraja 1299 31.12 14 2213 53.02 8 0.2 20 Cibinong 21 Parung 1955 29.27 1083 16.22 0 0 0 1154 24.41 1923 40.68 0 0 0 22 Gunungsindur 50 23 Citeureup 2103 32.16 1187 18.15 0 0 24 Bojonggede 3020 53.19 1913 33.69 0 0 0 25 Babakanmadang 1927 21.57 1761 19.71 0 0 70 168 Jml Wil Tengah 22397 27.52 19551 24.02 111 0.1 138 1027 18.25 1589 28.23 0 26 Gunungputri 0 5374 28.05 37 0.2 0 27 Cariu 1536 8.02 2 4268 43.71 0 0 28 Jonggol 440 4.51 0 29 Cileungsi 4031 24.75 8636 53.03 0 0 2 0 0 30 Sukamakmur 226 1.00 3865 17.06 37 0.1 142 7260 9.88 23732 32.29 Jml Wil Timur 770 0.3 649 Jml Kab Bogar 41216 15.33 72240 26.87 Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Bogar (2000)
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
,f
%
0.53
1.37 1.87
0.30
0.71
0.34
0.76
0.78 0.21 2.45
0.02
0.01 0.19 0.24
l~utan rakyat
I
2599 198 604 t13 653 2575 108 1493 828 0 9171 0 236 50 .Q
%
11.32 0.85 6.36 3.47 5.87 19.04 2.07 13.68 11.12
8.04
4.94 2.23
-
0 98 2.86 3 0.04 0 6 0.16 203 4.86 1193 17.86 666 14.09 139 2.13 0 169 1.89 2763 3.39 0 662 3.46 603 6.18 0 2243 9.90 3508 4.77 15442 5.74
~~utan 1 Negara1 4540 3759 645 0 4760 6936 26 1283 1745 0 23694 0 661 8 286 1300 502 2016 465 0 0 0 0 408 0 1212 6858 0 3382 727 222 7843 12174 42726
I I I
rerke bunan 19.77 4411 16.20 3240 701 6.79 116 42.79 812 51.29 1030 0.50 199 11.76 1299 23.44 0 1862 20.76 13670 1534 13.84 396 0.36 0 4.47 0 22.69 0 14.63 0 25.08 2960 187 8.73 0 0 0 0 6.24 530 0 13.56 629 8.43 6236 0 2574 17.65 7.44 91 1.36 0 34.61 3403 6068 16.56 25974 15.88 %
%
19.21 13.96 7.38 3.56 7.30 7.62 3.81 11.90
26.69 11.98 31.50 8.29
36.83 3.51
8.10
7.04 7.66 13.44 0.93
15.02 8.26 9.66
lain Lain
23 26 779 195 193 0 340 250 82 68 1956 288 222 178 1880 321 257 484 13 308 148 997 509 1855 196 2943 10599 2810 513 0 1143 2323 6789 19344
1
IKolam Tebat 0.10 44 0.11 75 8.21 95 5.98 59 1.73 66 58 6.52 64 2.29 132 1.10 25 0.97 9 1.71 627 5.91 288 4.65 23 7.94 49 29.37 269 5.60 65 7.49 15 6.02 20 0.24 10 7.99 19 3.55 158 14.93 332 10.77 160 28.36 34 3.45 137 32.94 8 13.02 1587 49.93 7 2.68 84 12 7.02 4 10.25 14 9.24 121 2335 7.19 %
~~umlah
Darat 0.19 21006 0.32 19774 1.00 6470 1.81 1345 0.59 7671 0.43 11897 1.23 2200 1.21 8707 0.34 5908 0.13 5617 0.55 90595 5.91 4054 0.48 3317 2.19 1287' 4.20 5048 1.13 4199 0.44 2585 0.25 7887 0.19 4667 0.49 2920 3.79 4043 4.97 5560 3.38 4412 0.52 6306 2.41 5266 0.09 8719 1.95 70270 0.12 5571 0.44 14162 0.12 6143 14036 0.02 0.06 19919 0.16 59831 0.87 220696 %
122
Lampiran 6
I
I
Kecamatan I 31 I TK 31 I 32 I TK 321 1 Nanggung 1 822 0 0 2 Leuwiliang 1 64 0 0 3 Pamijahan 0 0 0 0 4 Cibungbulang 0 0 3 76 5 Ciampea 3 78 436 5 6 Rumpin 0 0 0 0 7 Cigudeg 40 1 0 0 8 Jasinga 55 2 0 0 9 Tenjo 0 0 0 0 10 Parungpanjang 0 0 0 0 Wilavah Barat 8 1059 8 512 11 Dramaga 3 89 1 536 12 Ciomas 0 0 4 309 13 Cijeruk 2 60 1 33 14 Caringin 2 47 2 163 15 Ciawi 2 561 2 1339 16 Cisarua 862 2 0 0 17 Megamendung 0 0 0 0 18 Sukaraja 2 66 6 3545 19 Babakanmadang 0 1 200 0 20 Citeureup 10 1362 19 16229 21 Cibinong 7 2184 35 19515 22 Bojonggede 2 47 12 555 23 Kemang 1 37 1 284 24 Parung 4 83 790 2 25 Gunungsindur 2 63 531 3 Wilayah Tengah 39 5461 89 44029 26 Sukamakmur 0 0 0 0 27 Cariu 0 0 0 0 28 Jonggol 3 104 0 0 29 Cileungsi 8 765 14 10771 30 Gunungputri 9 983 15 8458 Wilayah Timur 20 1852 29 19229 Kabupaten Bogar 67 8372 126 63770 Sumber : Kabupaten Bogar dalam Angka (2000)
No
Jumlah lndustri dan Tenaaa K - • ·- • 17- -• ",_ ........ ..,...._._•• Kelompok lndustri 33 I TK 33 I 34 I TK 34 I 35 I TK 35j 36 I TK 36
0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 1 0 0 2 1 1 3 0 0 1 5 14 0 0 0 6 4 10 27
0 63 0 0 0 0 0 0 0 0 63 0 0 0 0 203 0 0 49 86 615 1851 0 0 21 204 3029 0 0 0 4162 993 5155 8247
-
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 2
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1933 0 0 0 0 0 0 0 1933 0 0 0 0 0 0 1933
----
--
0 0 0
b 0 0 1 0 0 2 3 0 0 0 1 2 0 0 ~
1 14 9 0 2 0 1 33 1
.o
0 15 33 49 85
0 0 0 0 0 0 32 0 0 183 215 0 0 0 38 2221 0 0 585 160 5987 729 0 562 0 39 10321 713 0 0 3829 4273 8815 19351
----
-
----
---
--'l.o!IV•
I 37 I TK 37 I 38 I
0 0 3 106 0 0 0 0 3 98 2 284 6 595 0 0 0 0 0 0 1083 14 0 0 0 0 0 0 0 0 1 20 0 0 0 0 2 196 0 0 4 5201 1 125 0 0 0 0 0 0 1 43 9 5585 0 0 2 46 2 44 16 4810 12 4180 32 9080 55 15748 ---
-
--
--
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 2 1 3 4
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 70 0 0 0 0 0 70 0 0 0 205 358 563 633
---------
TK 38
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 52 1 52 0 0 0 0 0 0 0 0 171 2 0 0 0 0 4 534 2 265 6 1147 9 4078 61 2 0 0 0 0 23 1 26 6279 0 0 0 0 0 0 7903 26 27 4325 53 12228 80 18559
I 39 I
I
I Jumlah Jumlah TK 39 llndustri TK
0 0 0 0 0 0 0 0 2 523 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 523 0 0 0 0 0 0 1 49 1 1264 0 0 0 0 0 0 0 0 3 1966 3 679 1 27 1 130 0 0 0 0 10 4115 0 0 0 0 0 0 13 6362 1308 2 15 7670 27 12308
1
1 7 0 3 13 2 8 2 0 3 39 4 4 3 6 11 2 0 21 5 58 67 17 5 7 13 223 1 2 5 100 103 211 473
822 233 0 76 1135 284 667 55 0 235 3507 625 309 93 297 5779 862 0 6908 711 32577 29161 690 1013 894 903 80822 713 46 148 38807 24878 64592 148921
123 Lampiran 7 Kesenjangan distribusi penguasaan lahan di Kecamatan Ciampea dan Nanggung
Kalas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Frekuensi Klaslfikasl 88 1000 - 6900 21 6901 -12800 9 12801 -18700 0 18701 - 24600 0 24601 - 30500 0 30501 - 36400 0 36401 - 42300 0 42301 - 48200 0 48201 -54100 2 54101-60000 120
% 73.33 17.50 7.50
-
-
1.67 100.00
Kumulatif 73.33 90.83 98.33 98.33 98.33 98.33 98.33 98.33 98.33 100.00
Nilai Tengah 3,950.00 9,850.00 15,750.00 21,650.00 27,550.00 33,450.00 39,350.00 45,250.00 51,150.00 57,050.00
Y1 336,500.00 199,000.00 138,000.00
-
120,000.00 793,500.00
%Y1 42.41 25.08 17.39
-
-
15.12 100.00
y• 42.41 67.49 84.88 84.88 84.88 84.88 84.88 84.88 84.88 100.00
y• -1
42.41 67.49 84.88 84.88 84.88 84.88 84.88 84.88 84.88
Y" + (Y"-1) 42.41 109.89 152.36 169.75 169.75 169.75 169.75 169.75 169.75 184.88 Gini Rasio
0.311 0.192 0.114
-
I
I
0.031 0.648 0.352
Kesenjangan distribusi pendapatan petani di Kecamatan Ciampea dan Nanggung
Kelas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Frekuensi Klaslfikasi 77.00 241250 - 822125 38.00 822126 -1403000 4.00 1403001 - 1983875 1983876-2564750 2564751 - 3145625 3145626 - 3726500 3726501 - 4307375 4307376 - 4888250 4888251 - 5469125 1.00 5469121 -6050000
% 64.17 31.67 3.33
0.83 100.00
Nilai Tengah Kumulatif 531,687.50 64.17 35.84 1,112,562.50 99.17 1,693,437.50 99.17 2,274,312.50 99.17 2,855,187.50 99.17 3,436,062.50 99.17 4,016,937.50 99.17 4,597,812.50 99.17 5,178,687.50 100.00 5,759,562.50
Y1 47,853,810.00 38,760,583.67 6,358,333.33 0 0 0 0 0 0 6,050,000.00 99,022,727.00
%Y1 48.33 39.14 6.42 -
-
6.11 100.00
y• 48.33 87.47 93.89 93.89 93.89 93.89 93.89 93.89 93.89 100.00
y• -1
48.33 87.47 93.89 93.89 93.89 93.89 93.89 93.89 93.89
y• + (Y"-1) 48.33 135.80 181.36 187.78 187.78 187.78 187.78 187.78 187.78 193.89 Gini Rasio
·.
0.310 0.430 0.060
-
-
-
0.016 0.817 0.183
i
124 Lampiran 8 Kesenjangan distribusi penguasaan lahan di Kecamatan Ciampea
Kelas
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Klasifikasi
1000 6901 12801 18701 24601 30501 36401 42301 48201 541 01
- 6900 -12800 -18700 -24600 - 30500 - 36400 - 42300 -48200 -54100 - 60000
Frek
41 14 3 0 0 0 0 0 0 2 60
% 68.33 23.33 5.00 -
3.33 100.00
Kumu Iatif
68.33 91.67 96.67 96.67 96.67 96.67 96.67 96.67 96.67 100.00
Nilai Tengah
3,950.00 9,850.00 15,750.00 21,650.00 27,550.00 33,450.00 39,350.00 45,250.00 51' 150.00 57,050.00
Y1 154,000.00 134,500.00 45,000.00
·.
120,000.00 453,500.00
%Y1 33.96 29.66 9.92 -
-
26.46 100.00
y• 33.96 63.62 73.54 73.54 73.54 73.54 73.54 73.54 73.54 100.00
y• -1
Y* + (Y*-1)
-
33.96 97.57 137.16 147.08 147.08 147.08 147.08 147.08 147.08 173.54
33.96 63.62 73.54 73.54 73.54 73.54 73.54 73.54 73.54 ..
Gini Rasio
0.232 0.228 0.069.
0.058 0.586 0.414
Kesenjangan distribusi pendapatan petani di Kecamatan Ciampea
Kelas
Klasifikasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
241250 - 822125 822126 -1403000 1403001 -1983875 1983876 - 2564 750 2564751 - 3145625 3145626- 3726500 3726501 - 4307375 4307376- 4888250 4888251 - 5469125 5469121 -6050000
Frek
31 25 3 0 0 0 0 0 0 1 60
% 51.67 41.67 5.00
-
1.67 100 00
Kumu Iatif
51.67 93.33 98.33 98.33 98.33 98.33 98.33 98.33 98.33 100.00
Nilai Tengah
531,687.50 1 '112,562.50 1,693,437.50 2,274,312.50 2,855,187.50 3,436,062.50 4,016,937.50 4,597,812.50 5,178,687.50 5,759,562.50
Y1 18,955,750.00 26,295,833.00 . 4,894,833.33 -
6,050,000.00 56,196,416.33
% Y1 33.73 46.79 8.71 -
10.77 100.00
Y* 33.73 80.52 89.23 89.23 89.23 89.23 89.23 89.23 89.23 100.00
y• -1
33.73 80.52 89.23 89.23 89.23 89.23 89.23 89.23 89.23
y• + (Y*-1) 33.73 114.26 169.76 178.47 178.47 178.47 178.47 178.47 178.47 189.23 Gini Rasio
0.174 0.476 0.085 -
-
0.032 0.767 0.233
125 Lampiran 9 Kesenjangan distribusi penguasaan lahan di Kecamatan Nanggung
Kelas 1 2 3 4 5
Klasifikasi 1500-4700 4701-7900 7901 - 11100 11101 - 14300 14301 - 17500
Frek 32 18 3 2 5 60
%
53.33 30.00 5.00 3.33 8.33 100.00
Kumu Iatif 53.33 83.33 88.33 91.67 100.00
Nilai Tengah 3,100.00 6,300.00 9,500.00 12,700.00 15,900.00
Y1 96,500.00 108,000.00 30,000.00 25,500.00 80,000.00 340,000.00
%Y1 28.38 31.76 8.82 7.50 23.53 100.00
y• 28.38 60.15 68.97 76.47 100.00
y• -1 0.00 28.38 60.15 68.97 76.47 100.00
y• + (Y•-1) 28.38 88.53 129.12 145.44 176.47 GR Rasio
0.15 0.27 0.06 0.05 0.15 0.68 0.323
Kesenjangan distribusi pendapatan petani di Kecamatan Nanggung
Kelas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Klasifikasi 395000 - 501500 501501 - 608000 608001 - 714500 714501-821000 821001 - 927500 927501 - 1034000 1034001 - 1140500 1140501 -1247000 1247001 -1353500 1353501 - 1460000
Frek
%
4 10 17 11 9 3 2 0 2 1 59
6.78 16.95 28.81 18.64 15.25 5.08 3.39 0.00 3.39 1.69 100.00
Kumu Iatif 6.78 23.73 52.54 71.19 86.44 91.53 94.92 94.92 98.31 100.00 -------
Nilai Tengah 448,250.00 554,750.00 661,250.00 767,750.00 874,250.00 980,750.00 1,087,250.00 1,193,750.00 1 ,300,250.00 1,406,750.00
Y1 1 ,800,541.67 5,166,166.67 10,662,809.00 8,076,125.67 7,437,125.33 2,762,500.67 1 ,971 ,000.00
2,289,458.33 1 ,461 ,290.00 41,627,017.33
%Y1 4.33 12.41 25.62 19.40 17.87 6.64 4.73 0.00 5.50 3.51 100.00
y• 4.20 16.61 42.23 61.63 79.49 86.13 90.87 90.87 96.37 99.88
y• -1 0.00 4.20 16.70 42.44 61.50 78.92 85.61 90.76 90.76 96.66
y• + (Y'-1) 4.20 20.81 58.93 104.07 140.99 165.05 176.48 181.62 187.12 196.54 GR Rasio
I 0.00 0.04 0.17 0.19 0.22 0.08 0.06 0.00 0.06 0,03 0.86 0.142
126 Lampiran 10 Eigenvalues (gab.sta) Extraction: Principal com Jonents %total 1Cumul. Variance Eigenval
Eigenval
'Cumul. %
1
3.0399
27.6356
3.0399
27.6356
2
1.6658
15.1436
4.7057
42.7792
3
1.3219
12.0169
6.0276
54.7960
4
1.0126
9.2055
7.0402
64.0015
Factor Loadings (Varimax normalized) (gab.sta) Extraction: Principal components 1Marked loadings are> .700000) Peubah
Fa~tor
J Factor 2
I
Factor 3
Factor
I
4
0.0194
-0.0029
0.2173
0.1202
0.1968
0.4953
0.1141
-0.9774
0.0122
-0.0721
UMURKK
0.0385
UMURIS JMLANAK
-0.8085
JMLJIWA
0.1273
-0.9758
0.0171
-0.0648
JRPASAR
-0.5857
0.1954
0.2234
-0.1751
JRUSTAN
-0.1112
0.1178
0.7727
0.0481
JAMKERJA
0.5650
0.1429
-0.0239
0.1073
MILIK
0.6140
-0.2041
-0.0036
-0.4603
SEWA
0.7167
-0.0579
-0.0756
0.0956
SAKAP
-0.0536
-0.1574
0.7580
0.1018
HSLUSTAN
0.8686
-0.2950
0.0347
-0.1884
Expi.Var
2.4005
2.1516
1.2683
1.2197
Prp.Totl
0.2182
0.1956
0.1153
0.1109
Regression Summary for Dependent Variable: PDPTN R= .91180870 R2= .83139511 Adjusted R2 = .80707710 F(15, 104)=34.188 p<.OOOOO Std.Error of estimate: 2438E2 St. Err.
J St. Err. J BETA
ofBETA
lntercpt
B
of B
794752.24 114573.67
t(1 04) 6.9366
I
p-Ie vel 3.5191E-10
DAGANG
0.0718
0.0496
95051.63
65672.66
1.4474
0.15080525
BURUH
0.1728
0.0509
213884.10
63008.89
3.3945
0.00097421
JASA
0.0514
0.0471
81524.70
74617.59
1.0926
0.27710849
IROES
-0.0352
0.0726
-39036.54
80440.49
-0.4853
0.62849516
SETEKNIS
-0.0585
0.0814
-67133.40
93383.72
-0.7189
0.47381577
-46115.50
97495.52
-0.4730
0.63720357
-111539.44 109639.86
-1.0173
0.31135941
HARGA
-0.0291
0.0615
BUTUH
-0.0686
0.0674
BIASA
-0.0407
0.0622
-45582.27
69783.29
-0.6532
0.51507038
BAN DAR
-0.0318
0.0456
-40534.31
58181.84
-0.6967
0.48755538
BANK
0.0317
0.0463
40443.49
59050.85
0.6849
0.4949353
TRANSFER
0.2015
0.0451
298801.08
66823.54
4.4715
1.9873E-05
FAKTOR_1
0.8993
0.0489
499134.76
27148.51
18.3853
1.871E-34
FAKTOR_2
-0.2591
0.0459
-143800.68
25480.66
-5.6435
1.4508E-07
FAKTOR_3
0.0334
0.0450
18514.77
24983.67
.0.7411
0.46031791
FAKTOR 4
-0.1647
0.0432
-91433.59
23975.64
-3.8136
0.00023254
127 Lampiran 11 Eigenvalues (ciampea.sta) . . I components Extract1on: Pnne~pa
Eigenval
%total
Cumul.
Variance
Eigenval
33.51297
4.02156
~~umul. %
33.51297
1
4.02156
2
2.34830
19.56917
6.36986
53.08214
3
1.58317
13.19312
7.95303
66.27526
4
1.16621
9.71838
9.11924
75.99364
Factor Loadings (Varimax normalized) (ciampea.sta) Extraction: Principal components (Marked loadings are > . 700000) Factor
Factor
1
2
];actor
!:actor
UMURSU
-0.1721
0.0220
-0.8485
0.0474
UMURIS
0.0934
0.2176
-0.8148
-0.0583
JMLANAK
0.0563
0.9100
-0.2127
0.2066
JMLJIWA
0.0884
0.9088
-0.2506
0.1952
JRPASAR JRUSTAN
-0.9126 -0.9385
-0.0933 -0.0506
-0.0010 0.0215
-0.1780 -0.1848
JAMKERJA MILIK
0.9327 0.0731
0.0377 0.0986
0.0826 -0.2735
0.1607 0.6208
SEWA
0.1981
0.0130
0.1849
0.8259
SAKAP
-0.0022
0.6320
0.2506
-0.2973
IP
-0.4072
0.1646
0.3890
-0.3313 0.7788
HSLUSTAN
0.4934
0.0820
0.0456
Expi.Var
3.0868
2.1577
1.8245
2.0503
0.1520
0.1709
Prp.Totl
0.2572
0.1798
Regression Summary for Dependent Variable: POPTN R= .95432949 R2 = .91074478 Adjusted R2 = .88031686 F(15,44)=29.931 p<.OOOOO Std.Error of estimate: 2578E2
~~t. ErT. S::TA
of BETA
lntercpt
~~t. Err.
Is
ofB
I lp-level
lt(44l
757299.75 248639.37
3.0458
0.0039123
250:3358.37 104214.60 128329.65
2.4599 (; 5334
O.f-1789611 - ~n435~~~~ \,. L.':'t... U.:J.:
DAGANG
0.15:>?
0.0311
BURUH
0.03~4
0.0735
JASA
0.()670
0.()503
15·l328.39 138512.73
1.1118
IROES
0.~115
O.O~J40
183:-254.86 157042.36
1.1860
0 272273271 0.24198096
'
63340.01
SETEKNIS
0.0695
0.1048
108880.45 164226.13
0.6630
0.51079488
HARGA
0.0150
o..:r,-42
26266.33 129567.93
0.2027
0.84028649
BiASA
-O.C426
0.0084
-63021.48 101132.73
-0.6232
0.52639883
BAN DAR
-0.0362
0.0333
-74967.40 172424.27
-0.4348
0.66584396
PASAR
-0.0882
0.0777 -235803.18 207615.09
-1.1358
0.26220122
0.5662
0.57411444
0.0343
0.0606
52151.08
92102.33
0.1361
0.0564
259954.11
107764.84
2.4122
0.02009194
0.0727
156903.35
54169.11
2.8965
0.00585746
0.0520
111405.12
38780.42
2.8727
0.00624128
-44545.08
36590.86
-1.2174
0.2299476
649680.09
37096.94
17.5130
1.8737E-21
BANK TRANSFER FAKTOR_1
0.2106
FAKTOR_2
0.1495
FAKTOR_3
-0.0598
0.0491
FAKTOR 4
0.8718
0.0498
128 Lampiran 12 Eigenvalues (nanggung.sta) Extraction: Pnne~pa . . I components Eigenval
%total
Cumul.
Variance
Eigenval
ICumul. %
1
3.3340
30.3093
3.3340
30.3093
2
2.2125
20.1135
5.5465
50.4228
3
1.5569
14.1538
7.1034
64.5766
4
1.1309
10.2806
8.2343
74.8572
Factor Loadings (Varimax normalized) (nanggung.sta) Extraction: Principal components (Marked loadings are > . 700000) Peubah
Fa~tor
Factor
I Fa~or I
Factor
Umur KK
1 0.2195
0.0664
0.0786
4 -0.8742
Umur lstri
0.1006
0.0166
0.0665
-0.9020
Jml Anak
-0.0966
0.9316
-0.0405
0.0071
Jml Jiwa
-0.0938
0.9328
-0.0519
-0.0191
Jarak Pasar Jarak Usahata
-0.8709 0.0363
0.0366 -0.0530
-0.0083 -0.7350
0.1089 0.1040
Jam Kerja Ls Lahan Mili~
0.9295 0.4920
-0.0675 0.6254
-0.0455 0.3151
-0.0806 -0.1324
Ls Lahan Sak
0.0835
0.0547
-0.8148
0.0128
lndek Pertana
-0.5937
-0.0814
0.2756
0.2596
Hasil Usahata
0.5572
0.6072
0.0023
-0.1107
Expi.Var
2.6122
2.5209
1.3965
1.7047
Prp.Totl
0.2375
0.2292
0.1270
0.1550
Regression Summary for Dependent Variable: PDPTN R= .90856323 R2= .82548714 Adjusted R2 = .76599412 F(15,44)=13.875 p<.OOOOO Std.Err9r of estimate: 97657. BETA
lp-levei
It( 44)
665139.62
78209.62
8 5174
7 38234E-11
0.0903
-2237.55
45179.85
-0 0495
0.9607248
-0.8715
0.0822
-30764.29
35359.37
-J.8700
0.3889970
0.0310
C.0759
16658.03
40786.95
c ·i084
;) (i349494
!n~arcpt
DAGANG
-0.0045
E'JRUH .i/~SA
I St. Err. of B
'St. Err. I ofAETA B
iRDES
-0.1126
(U016
-47834.88
43133.08
-; 1890
0 2/34521
SETEf
-0.0557
(, 0796
-44685.41
63858.81
·0 6998
0.4877647
HARGA
-0.0175
0.0875
-16098.99
80359.21
-0.2003
0.8421395
BIASA
-0. ~444
0.0944
-61321.66
40079.77
-1.5300
0.1331775
BAN DAR
0.2102
0.1820
88219.26
76402.69
1.1547
0.2544617
P.A.SAR
0.2001
0.1869
86132.50
80424.12
1 0710
0.2900187
BANK
0.1332
0.0728
83074.83
45382.10
1.8306
0.0739439
0.4434
0.0741 248603.67
41563.31
5.9813
3.59479E-07
TRANSFER FAKTOR_1
0.4944
0.0776
99799.82
15656.76
6.3742
9.49962E-08
FAKTOR_2
0.5728
0.0775 115644.09
15641.31
7.3935
3.04188E-09
FAKTOR_3
-0.0148
0.0661
-2980.54
13338.28
-0.2235
0.8242134
FAKTOR 4
-0.0727
0.0729
-14679.70
14713.17
-0.9977
0.3238682
129 Lampiran 13 Eigenvalues (kecil-1. sta)
. . I components Extractton: Pnnctpa
1% total Eigenval
ICumu!. Eigenval
Variance
I
Cumul.
%
i
1
2.96370
26.94271
2.96370
26.9427~1
2
1.95060
17.73277
4.91430
44.675481
3
1.45532
13.23021
6.36963
57.905691
4
1.41060
12.82367
7.78023
70.72936j
Factor Loadings (Varimax normalized) (keci!-1.sta) Extraction: Principal components (Marked loadings are > .700000)
I
Peubah
I
Factor
I
1
I I
Factor
Factor
2
Factor
·I I
3
4
n ooe::o
n no7al
lumurKK
-0.0802
n n'lAI:: \,1,\,1...,.,...,
umui lstri
0.1622
0.0659
n n-.-sn
U.Of~U
-0.00261
0.9538 0.9637
-0.0048
O.Oi64
0. i i491
-0.0050
0.0775
0.11021
IJarak ke Pasar
-0.2804
-0.2159
-0.0875
-0.59821
IJarak Usahatani
-0.0311
-0.7017
-0.0541
-0.35691
0.1283
0.2302
0.1295
0.37961 -0.51771
1
~~um~a~ ~nak IJumtan Jtwa
!Jam Kerja
"•""""
U.UUIVI
I Ls Lahan Milik
0.2063
0.7693
0.0739
I Ls La han Sewa
0.0722
-0.1487
-0.0563
0.86991
I Ls Lahan Sakap
0.0736
-0.8365
-0.0219
-0.08511
I Hasil Usahatani
0.5773
0.1296
0.0047
0.4633
Expi.Var
IPr~.Totl
2.3536
1.9280
1.5896
1.9090
0.2140
0.1753
0.1445
0.17351
Regression Summary for Dependent Variable: PDPTN R= 65921174 R2 = 73824481 Adjusted R2
=
=.64901006
Ft15 44) 8 273 1 p<. 0000 0 S td. E rror of estimate: 92145. ' 1St. Err. Err of B of BETA BETA
~~t.
Is
........... " llnbrcpt DAGANG
~~u~_uH 1-JF.'=>....
j:~OES
I I I
i
'p~level
11144'
581428.50
63748.15
9.1207
1 OoE-11
0.0112
0.0916
7920.97
64823.86
0.1222
0.903303
-0.0867
0.1242
-26792.14
38382.76
-0.6980
0.•188834
0.(i!373
0.1003
44886.36
51554.83
0 '3105 1..~?23
(I
38876
0.~894
0.11\89
58467.27
45854.27
I::.·::TEKNIS
-O.v721
0.1815
-23917.68
601G8.95
-l)
IHARGA 8!JTUH
-0.0399
0.1191
-19192.87
57237.91
-0.3353
0.738979
O:J826
0.1196
42457.81
61465.75
c 6908
0.493347
-0.2210
0.1134
-70116.31
35963.65
-1.9496
0.057609
33825.67
C.S641
0.392222
IB:AsA SAN DAR
I I
I
0.209952
:\975 0.692914
0.0321
0.0950
29228.57
-0.2338
0.0939
-81543.69
32749.93
-2.4899
0.016629
TRANSFER
0.6191
0.0955
256209.45
39504.48
6.4856
6.51E-08
FAKTOR 1
0.4692
0.0934
72977.14
14529.15
5 0228
8.94E-06
0.8674
0.390439
PiNJAM
FAKTOR_2
0.0599
0.0305
10865.41
12526.67
FAKTOR_3
-0.0141
0.0876
-2191.66
13623.92
49733.61
17824.02
FAKTOR 4
0.3198
0.1146
-0 1609 0 872934 2 7903
0.007757
130 Lampiran 14 Eigenvalues (tengah-1.sta) Extract1on: Pnnc1pa . . I components Eigenval
ICumul. %
1
3.17078 28.82527
3.17078
28.82527
2
2.60231 23.65740
5.77309
52.48267
3
1.54372 14.03386
7.31682
66.51653
4
1.27451 11.58648
8.59133
78.10301
I
I
%total jcumul. Variance Eigenval
Factor Loadings (Varimax normalized) (tengah-1.sta) Extraction: Principal components (Marked loadings are > . 700000)
Fa~tor
Peubah
I Fa~tor I
Factor 3
Factor
I
4 0.1315
Umur KK
0.2189
Umur lstri
-0.0892
0.1296
0.8998
-0.0582
0.0519
0.9170
0.1468
-0.0814
Jumlah Anak
0.8685
0.0850
Jumlah Jiwa
0.0108
0.9220
0.1596
-0.0986
Jarak ke Pasar
0.8829
-0.0248
-0.2052
0.0840
0.1237
-0.1061
0.0324
-0.7891
Jam Kerja
-0.3355
-0.5343
-0.3679
Ls La han Milik Ls Lahan Sewa
0.8225
0.1571
0.0284 0.3164 .
-0.7738
-0.3036
Jarak Usahatani
I
ILs La han Sakap I Hasil Usahatani
-0.1624
0.1508
-0.3017
0.2598
0.4147
-0.1733
·' -0.6523
-0.7095
0.5518
0.0574
0.1325
Expl.Var
2.7711
2.6056
1.8793
1.3353
Prp.Totl
0.2519
0.2369
0.1708
0.1214
Regression Summary for Dependent Variable: PDPTN R= .93926446 R2= .88221773 Adjusted R2 = .78923173 F(15, 19)=9.4876 p<.00001 Std.Error of estimate: 61424. St. Err. BETA
of BETA
lntercpt DAGANG BURUH
-0.1651
0.1503
St. Err.
8
of B 872763.45
93017.08
-48199.52
43865.03
t(1 9)
p-I eve I
9.3828 1.45375E-08 -1.0988
0.28557834
0.1341
0.1044
63149.64
49160.70
1.2846 0.214389279
JASA
-0.1497
0.1065
-47008.58
33448.60
-1.4054 0.176043987
IROES
-0.1529
0.2229
-40349.35
58810.82
-0.6861 0.500945449
0.0556
0.2703
14962.75
72749.29
0.2057 0.839232028
SETEKNIS HARGA
0.0934
0.1213
35204.65
45726.77
0.7699 0.450831026
BUTUH
0.1714
0.1394
71050.12
57794.88
1.2293 0.233948186
BIASA
-0.0337
0.1271
-8971.46
33875.85
-0.2648
BAN DAR
-0.2132
0.1064
-64330.16
32107.62
-2.0036 0.059586175
SENDIRI
0.79398942
-0.0662
0.1037
-20790.34
32571.35
-0.6383 0.530896604
TRANSFER
0.8438
0.0989
278172.53
32603.47
8.5320 6.35827E-08
FAKTOR_1
-0.1898
0.1650
-25394.85
22077.49
-1.1503 0.264309078
FAKTOR_2
0.2480
0.1403
33182.08
18766.58
1.7681 0.093090743
FAKTOR:_3
0.0469
0.0986
6274.52
13185.97
0.4758 0.639607966
FAKTOR 4
-0.1896
16601.43
-1.5283 0.142908022
0.1241
-25372.47
131 Lampiran 15 Eigenvalues (besar-1.sta)
Extraction: Principal components
,,% total Eigenval
Cumul.
_Jcumul.
%
Eigenval
Variance
1
3.4195
31.0867
3.4195
31.0867
2
2.2376
20.3414
5.6571
51.4281
3
1.7659
16.0537
7.4230
67.4818
4
1.1146
10.1328
8.5376
77.6146
Factor Loadings (Varimax normalized) (besar-1.sta) Extraction: Principal components (Marked loadings are > . 700000)
Fa~tor
Peubah
I
Factor
I
2
Factor
I
3
I
Factor 4
UMURKK
0.0180
0.0022
0.9489
0.1596
UMURIS
0.0181
-0.0468
0.9394
-0.1856
JMLANAK
0.0633
0.9721
-0.0189
-0.0084
JMLJIWA
0.0633
0.9721
-0.0189
-0.0084
JRPASAR
-0.7147
0.1394
0.0812
0.3272
-0.7428
-0.0612
0.0085
0.2306
JRUSTAN JAMKERJA
I
0.6735
-0.3373
0.2928
0.1495
MILIK
0.6326
0.0157
0.1798
-0.2066
SEWA
0.7721
0.2423
-0.0941
0.2059
-0.1357
-0.0320
-0.0149
0.9192
0.8831
0.1814
-0.0641
0.0469
·'
SAKAP IHSLUSTAN
I
Expi.Var
3.3194
2.1218
1.9215 -
1.1749
Prp.Totl
0.3018
0.1929
0.1747
0.1068
Regression Summary for Dependent Variable: PDPTN R= .91798267 R2= .84269218 Adjusted R2 = .62246124
I
F(14, 10)=3.8264 p<.01935 Std.Error of estimate: 6221 E2 BETA
St. Err. of BETA
lntercpt
'St. Err. of B
B
I 11(10)
lp-level
1.5532
0.1514
DAGANG
-0.1642
0.1994
-328114.5
398450.1
-0.8235
0.4294
JASA
-0.1385
0.1797
-506605.0
657069.5
-0.7710
0.4585
IROES
0.1747
0.4114
385935.8
909011.9
0.4246
0.6801
SETEKNIS
0.1206
0.4650
241047.2
929297.6
0.2594
0.8006
-731953.1
942486.8
-0.7766
0.4554
-16921.6 1092064.6
-0.0155
0.9879
1892424.1 1218403.2
HARGA
-0.2951
0.3800
BUTUH
-0.0073
0.4702
BIASA
-0.4804
0.4377
-953930.9
869001.6
-1.0977
0.2980
PASAR
0.0035
0.1546
8155.9
359020.8
0.0227
0.9823
BANK
0.0909
0.1991
211048.0
462476.9
0.4563
0.6579
TRANSFER
0.1601
0.1777
488734.8
542351.5
0.9011
0.3887
FAKTOR_1
0.8801
0.2563
876200.8
255165.3
3.4339
0.0064
FAKTOR_2
0.4308
0.2195
430578.4
219417.3
1.9624
0.0781
FAKTOR_3
-0.2577
0.2281
-257872.8
228306.2
-1.1295
0.2851
FAKTOR 4
0.0114
0.2012
11489.1
203136.5
0.0566
0.9560