fl.
I
OODG OJ{)'
''it
'£?3 ..
KINERJA DINAS PENDAPATAN DAERAH KOTA SURAKARTA TESIS Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat S-2 Konsentrasi Kebijakan Publik
PROGRAM PASCA SARJANA PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK UNIVERSITAS GADJAH MACA YOGYAKARTA
2003
I
Tesis
I
I I
Kinerja Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta dipersiapkan dan clisusun oleh
Endang Susdiawaty telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal
23 Januari 2003
Susunan Dewan Penguji
Anggota Dewan Penguji Lain
·rnbing Utarna
.........................................~~~~.
~~·························
oVv-w .------.
....Ag~~........~.-..m~ H.• ~.o.~J.SU:~..•..M.Si
Tesis ini telah cliterirna sebagai salah satu persyaratan untuk rnemperoleh gelar Magister
20 Februari 2003
SOFIAN EFFENDI, MPIA. Pengelola Program Studi ···Masrister·Administrasi·Publik:-OOM
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dandisebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, 23 Januari 2003
Endang Susdiawaty
lll
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya, sehingga penulisan tesis yang berjudul "Kinerja Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta" ini dapat diselesaikan. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam menempuh studi pada program pasca sarjana S-2 Program Studi Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Dalam penyelesaian tesis ini penulis menyadari banyak sekali bantuan dan kemudahan yang diberikan oleh banyak pihak, baik moril maupun materiil sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Untuk itu penulis haturkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya ditujukan kepada Bapak Dr. SAMSUBAR SALEH, MA selaku dosen pembimbing utama dan Bapak Drs. SUHARYANTO, MSi selaku dosen pembimbing pendamping. Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat: 1.
Bapak Walikota Surakarta yang telah memberikan kesempatan tugas belajar kepada penulis.
2.
Bapak Rektor dan Ketua Program Studi Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada yang telah berkenan memberikan kesempatan tugas belajar kepada penulis untuk menempuh pendidikan di Universitas Gadjah Mada.
3.
Dewan
Penguji
Heruanto, S.IP, M.Si.
Dr.
Yeremias
T.
Keban
dan
Hadna
yang telah memberikan saran-saran yang
berharga dalam penyempurnaan tesis ini. 4.
Bapak Kepala
Dinas
Pendapatan
Daerah
Kota Surakarta beserta
jajarannya yang telah memberikan kemudahan dan fasilitas guna penyelesaian tesis ini.
1\
6.
Segenap Tim Publik
Pengajar dan Pengelola
Universitas. Gadjah
Program Magister Administrasi yang
Mada,
pengetahuan dan pelayanan yang tulus
telah
ilmu
memberikan
kepada penulis di dalam
mengikuti pendidikan. Ucapan terima kasih dan kasih sayang yang tulus tak lupa penulis ucapkan kepada ibunda tercinta Handawati, Saudara-saudaraku tersayang S Priyohandoko, Endah Nurwijayani, Puji Astuti, Muhammad
Yunus,
Abraham David E. Manafe,S.IP,M.Si. dan anakku tercinta Jeje Prasetyo yang telah mendo'akan dan memberikan motivasi yang tak henti-hentinya kepada penulis
untuk
menyelesaikan
studi
di
Magister
Administrasi
Publik
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Semoga segala bantuan tersebut mendapatkan pahala yang berlimpah dari Allah SWT. Akhirnya penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangsempurnaan. Namun demikian penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca serta dipergunakan sebagai masukan untuk pengkajian lebih Ianjut.
Yogyakarta, 23 Januari 2003 Penulis,
Endang Susdiawaty
'
DAFTAR 151
Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................... . HALAMAN PENGESAHAN ........................................................ HALAMAN PERNYATAAN ....................................................... KATA PENGANTAR ................................................................. DAFTAR lSI ·············································································· DAFTAR TABEL ....................................................................... DAFTAR GAM BAR ................................................................... ABSTRAKSI ......................................................................... ... .. ABSTRACT ............................................................................... BAB
BAB
BAB
BAB
11 iii IV VI VIII IX
X XI
PENDAHULUAN
II
Ill
IV
A Latar Belakang Masalah .................................
1
B. Perumusan Masalah ...................................... . C. Manfaat dan Tujuan Penelitian .......................
15 20
LANDASAN TEORI A Kinerja Organisasi Pemerintah ....................... B. Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Organ1sas1 ....................................................... 1 . Anggaran ..................................................... 2. Sumber Day a Manusia ................................ 3. Enterpreneurship .................. ....................... C. Metode Penelitian .......................................... .
21 32 37
41 46 53
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN
A Deskripsi Wilayah ........... ... ... .... .... ... . .. ..... .......
61
B. Potensi Ekonomi ............................................. C. Deskripsi Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta ....................................................... .
62 64
ANALISIS KINERJA DAN IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI A Anal isis Kinerja .. ....... .......... .... ... . .. .. .. .. .. ........... 1. Efisiensi ....................................................... 2. Efektivitas .................................................... 3. Produktivitas ................................................
75 77 80 83
\"1
BAB
V
B. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja ............................................................. 1. Faktor Anggaran ......................................... 2. Faktor Sumber Daya Manusia ........ ... .... ... .. 3. Faktor Enterpreneurship ..................... ........ C. lntepretasi .............................................. .... ... ..
89 89 98 106 116
PENUTUP A Kesimpulan ................................................... .. B. Saran-saran ....................................................
120 122
DAFTAR PUSTAKA LAMP IRAN
\'II
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 7
Tabel 8 Tabel 9 Tabel 10 Tabel 11
Tabel 12 Tabel 13
Tabel 14 Tabel 15
Perkembangan Penerimaan Pajak Daerah Yang Dipungut oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta ..... .. ... .. ... .. ... .. ... .. .. ... ... .. ... .. ... .. ............... Perkembangan Penerimaan Retribusi Daerah Yang Dipungut Oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta ...................................................... Proporsi Penerimaan Pajak/Retribusi Daerah Yang Dipungut Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta Terhadap PADS ................................... Jenis Data, Sumber Data, dan Metode Pengumpulan Data .. .. .. ... ... .. ... .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. ... .. .. .. . Kondisi Pegawai pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta Tahun 2001 ....................... ...... .... Realisasi Penerimaan Pajak /Retribusi Daerah dan Kontribusinya pada PADS ............................. Tingkat Efisiensi Kinerja Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta Dari Tahun 1998/1999 2001 ...................................................................... Efektivitas Realisasi Pajak/Retribusi Daerah dari Tahun 1998/1999-2001 ........................ .......... .... ... Penerimaan Pajak/Retribusi Daerah dari Tahun 1998/1999-2001 ................................................... Produktivitas Kinerja Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta ..................................................... Pengeluaran Pemerintah Melalui Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta dari Tahun 1998/1999-2001 ................................................... Tingkat Kehadiran Pegawai Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta Tahun 1998/1999-2001.... Perbandingan Peningkatan Penerimaan Pajak Hotel dan Restoran dengan Pemberian Incentive Sharing .................................. ... ... ........ .. .... ... .... .... Peraturan Dan Jenis Pungutan/Program Kegiatan Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta .......... Peningkatan Pendapatan Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah .................................................
9
10
13 56 71 76
78 81 84 86
92 99
108 11 0 11 3
\'111
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1 Hubungan Variabel Penelitian Dengan Kinerja Organisasi ......................... .
53
1:\
ABSTRAKSI
Sejak timbulnya iklim yang lebih demokratis dalam pemerintahan, kinerja instansi pemerintah banyak menjadi sorotan akhir-akhir ini. Sedangkan keberhasilan maupun kegagalan instansi pemerintah dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sulit untuk dilakukan secara obyektif. Kesulitan ini disebabkan belum pernah disusunnya suatu sistem pengukuran kinerja yang dapat menginformasikan tingkat keberhasilan suatu organisasi. Adapun pengukuran kinerja yang selama ini dilakukan terhadap Dinas Pendapatan Daerah Surakarta sebagai instansi yang mempunyai tugas dan tanggung jawab terhadap pendapatan daerah yang berupa PADS khususnya yang ditentukan oleh Undang-undang Nomor 18 tahun 1997 Jo Undang-undang Nomor 34 tahun 2000 sebagai perubahan UU No. 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah pembuatan laporan target dan realisasi secara berkala dalam satu tahun anggaran. Adapun tujuan dari pada penelitian ini adalah untuk mengukur kinerja Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta dan mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja tersebut, sedangkan metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, penelitian yang dilakukan melalui intepretasi data, fakta dan informasi yang dikumpulkan melalui pemahaman dan pengalaman empiris. Adapun berdasarkan tingkat eksplanasinya adalah penelitian asosiatif, penelitian yang menghubungkan dua variabel atau lebih dengan hubungan permasalahan adalah hubungan kausal atau sebab akibat. Hasil analisis pengukuran kinerja yang telah dilakukan dengan indikator efisiensi diperoleh angka rata-rata 37, 19%; efektivitasnya rata-rata 103,4% dan yang paling efektif terjadi pada tahun 2001 dengan hasil 100,69%; produktivitas , sejak tahun 1999/2000 mengalami penurunan sekalipun tidak signifikan, hal tersebut akibat tidak dilakukan pengukuran biaya input dalam perencanaan kegitan . Selanjutnya dari analisa faktor-faktor kinerja Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta yang dihasilkan yaitu: Faktor Anggaran dan enterpreneurship memberikan gambaran hubungan sebab akibat yang cukup kuat terhadap hasil kinerja, sedangkan Sumber Daya Aparaturnya memberikan gambaran hubungan yang sangat rendah, yaitu kemampuan dan kemauan kerja stat tidak memberikan akibat pada peningkatan pendapatan Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta. Upaya untuk mewujudkan peningkatan pendapatan daerah yang optimal sebagai tujuan yang harus dicapai Dinas Pendapatan Daerah dalam rangka meningkatkan kinerja adalah dengan melakukan pengukuran kinerja secara rutin dalani setiap tahunnya,sehingga dapat diketahui faktor yang kurang memberikan pengaruh, selanjutnya rekomendasi yang diajukan adalah meningkatkan motivasi dan kreatifitas Sumber Daya Aparatur di Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta dengan menerapkan reward dan punishment secara konsisten , serta untuk memperoleh efisiensi dan produktivitas optimal perlu adanya penyesuaian dalam Perencanaan Anggaran Pendapatan dengan Perencanaan Anggaran Rutin dan Pembangunan.
X
ABSTRACT Soon after a more democratic climate in the governance of Indonesia was created, the performance of the governmental institutions has been the focus of public scrutiny. In fact, to evaluate the success or the failure of an institution objectively is difficult and it results from the absence of a performance assessment system which enables to derive information on the degree of success achieved by an organization. The performance assessment having so far been applied to the Regional Revenue Service of Surakarta City as the institution in charge of the regional revenue or PADS (Original Regional Revenue) especially regulated by the Laws no 1811997 Jo the Laws no 34 I 2000 -- an ammendment of the Laws no 18 I 1997 on Regional Tax and fee-- is the report it publishes on the target and realization for every fiscal year. The objectives of this research are to measure the performance of the Regional Revenue Service of Surakarta City and to identify the factors affecting its performance. The method is a qualitative, this research is done with interpretation of the data, collecting the fact and information which relying on the empirical comprehension and experience. On stage research explanation, it is an assosiative research. Thus, it relate those two variable or more which causal relationship. The results of the performance assessment on the efficiency indicator gives an average score of 37,19%; on the effectiveness is 103.4% and the most efective result on 2001 is 100,69%; As the result of the planned the governmental budget had not been assessed on measuring cost, the productivity has been decline from 2. 78 to 2.59, since 199912000 although not significant. The results also identity the factors relating to the performance of Regional Revenue Service of Surakarta City. The factors include: Budget factor and Enterpreneurship factor which give a very strong influence on causal connection, while Human Resources factor which gives lower influence. The effort to actualize an optimum regional revenue increase, the goal that the Regional Revenue Service wants to achieve in the framework of improving performance, is to carry out a routine assessment on its performance during a single fiscal year. This assessment provides information on the factors that give less effect. The recommendations proposed are the need to improve the motivation and creativity of Human Resources in the Regional Revenue Service of Surakarta City by adopting reward and punishment consistently and the need to make an adjustment in the Revenue Budget Planning to be in line with the Routine Budget and Development Planning in order to achieve optimum efficiency and productivity.
XI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG.
Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional tidak dapat dilepaskan dari prinsip Otonomi Daerah. Inti dari pelaksanaan kekuasaan
Otonomi bagi
Daerah
pemerintah
adalah daerah
terdapatnya untuk
keleluasaan
menyelenggarakan
pemerintahan sendiri atas dasar prakarsa, kreativitas dan peran serta aktif masyarakat dalam rangka mengembangkan
dan memajukan
daerahnya. Otonomi Daerah tidak hanya berarti melaksanakan demokrasi di lapisan bawah, tetapi juga mendorong otoaktivitas masyarakat untuk melaksanakan sendiri apa yang dianggap penting bagi lingkungannya. Rakyat harus diberdayakan untuk dapat memperbaiki kehidupannya melalui program-program pembangunan sesuai dengan kepentingan dan potensi daerahnya. Penetapan berlakunya Otonomi Daerah mulai 1 Januari 2001, secara otomatis kewenangan ada di propinsi, kabupaten atau kota. Kewenangan tersebut meliputi aspek pekerjaan umum,
kesehatan,
pendidikan, pertanian, perhubungan, industri, perdagangan, penanaman modal,
lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja.
Kewenangan yang diberikan tentunya sangat berat, sehingga dalam
menjalankan roda pembangunan yang dapat memenuhi
aspirasi
( kepentingan dan kebutuhan ) masyarakat serta dapat meningkatkan prakarsa dan partisipasi masyarakat, perlu dimiliki konsepsi rencana pembangunan yang berisi dasar filosofi, visi, misi dan arah kebijakan pembangunan yang terencana dengan baik dan terukur. Penyelenggaraan pemerintahan yang baik merupakan tuntutan yang dilakukan oleh masyarakat sejalan dengan adanya pengaruh globalisasi, perkembangan ekonomi, sosial, harapan bagi better quality of life dan pergeseran pendekatan normatif ke pendekatan peri laku dan
ekologis dalam manajemen pemerintahan. Tuntutan tersebut didasarkan pada alasan-alasan bahwa pola penyelenggaraan pemerintahan di masa lalu tidak sesuai dengan tatanan masyarakat yang berubah dimana pemerintah sangat dominan di dalam
menjalankan tugas dan fungsinya
yang tidak hanya terfokus pada pelayanan publik tetapi juga bertugas dan berfungsi sebagai motor pembangunan dan aktivitas pemberdayaan (public service, development and empowering) Tap MPR Rl Nomor XI/MPR/1998, tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme sebagai perwujudan sikap tanggap pemerintah terhadap tuntutan publik dalam menjalankan manajemen pemerintahan merupakan pernyataan kehendak rakyat untuk mewujudkan perubahan di segala bidang pembangunan
2
nasional sesuai dengan atmosfir reformasi yang menyentuh seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu tindak lanjut Tap MPR tersebut adalah Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Dalam pasal 3 Undang-undang tersebut dinyatakan bahwa asas-asas umum penyelenggaraan negara meliputi : a) Asas kepastian hukum, b) Asas tertib penyelenggaraan negara, c) Asas kepentingan umum, d) Asas keterbukaan, e) Asas proporsionalitas, f) Asas profesionalisme, dan g) Asas akuntabilitas. Terwujudnya
good
governance
merupakan
tuntutan
bagi
terselenggaranya manajemen pemerintahan dan pembangunan yang berdaya guna dan berhasil guna, dan bebas KKN. Sejalan dengan berlakunya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah telah memberikan konsekuensi logis kepada seluruh jajaran Pemerintah akan perlunya perhatian yang lebih serius tentang pelaksanaan Otonomi Daerah dalam tatanan konsepsi demokratisasi dan desentralisasi. Di sisi lain dengan semangat dan jiwa Reformasi di bidang pemerintahan daerah, maka prinsip Otonomi Daerah yang memberikan keleluasaan bagi daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri harus diterapkan
sejalan dengan upaya penyelenggaraan Good Governance, yang pada dasarnya meliputi: a. Partisipasi
masyarakat
untuk
mempergunakan
haknya
dalam
pengambilan keputusan; b. Adanya Penegakan Hukum; c. Adanya transparansi; d. Responsivitas; e. Kesetaraan; f.
Pelayanan publik yang efektif, efisien dan prima;
g. Peningkatan profesionalisme; h. Akuntabilitas; 1.
Adanya pengawasan yang baik
Semangat Reformasi tersebut mengindikasikan keinginan pemerintah untuk
meningkatkan
efektifitas
dan
efisiensi
dalam
menjalankan
pemerintahan dan pembangunan. Pada sisi lain dalam era penyelenggaraan Otonomi Daerah, pemerintah
daerah
dituntut
untuk
dapat
membiayai
tugas-tugas
pemerintahan dan pembangunan di wilayahnya, dengan mengelola sumber daya yang ada secara efektif dan efisien. Dalam hal pembiayaan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan, pemerintah suatu negara pada hakekatnya mengemban tiga fungsi utama, yaitu fungsi Alokasi, fungsi Distribusi dan fungsi Stabilisasi. Dari ke tiga fungsi tersebut, fungsi
Alokasi yang mencakup pengelolaan sumber daya dan pelayanan publik tetap dilakukan oleh Daerah. Masalah pembiayaan ini menjadi isue strategis yang selalu diperdebatkan ketika kedua undang-undang tentang otonomi dan perimbangan keuangan tersebut diberlakukan, karena salah satu tolok ukur finansial yang dapat digunakan untuk melihat kesiapan daerah dalam melaksanakan Otonomi Daerah adalah dengan melihat besarnya proporsi/kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Anggaran
Pendapatan
Daerah.
Kontribusi
PAD
yang
rendah
mencerminkan ketergantungan Pemerintah Daerah terhadap Pemerintah Pusat masih besar. Oleh karena itu peningkatan PAD menjadi masalah sentral yang harus disikapi oleh jajaran Pemerintah Daerah. Di sisi lain besarnya PAD tersebut tergantung pada potensi sumber pendapatan daerah yang dimiliki,
serta kemampuan strategi
corporate
dalam
memanage dan merealisir sumber pendapatan daerah. Dinas Pendapatan Daerah adalah merupakan salah satu dinas yang menjadi tulang punggung bagi pemerintah daerah dalam menggali sumber-sumber pendapatan daerah sesuai dengan tugas dan fungsinya. Dalam penjelasan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh Daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan
5
perundang-undangan yang berlaku. Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari: a. Hasil Pajak Daerah b. Hasil Retribusi Daerah c. Hasil Perusahan milik Daerah dan hasil pengelolaan kekayaan Daerah lainnya yang dipisahkan, d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Pajak
Daerah
adalah
iuran
wajib
yang
dilakukan
oleh
orang/pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundangundangan
yang
berlaku,
yang
digunakan
untuk
membiayai
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangun Daerah, Berdasarkan Undang-undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, mengatur tentang jenis-jenis pajak dan retribusi yang dipungut oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, 6 (enam) jenis pajak yaitu: 1. Pajak Hotel dan Restoran; 2. Pajak Hiburan; 3. Pajak Reklame; 4. Pajak Penerangan Jalan; 5. Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C;
6. Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah/Air Permukaan. Selanjutnya dalam Undang-undang Nomor 34 tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, menyebutkan yang dimaksud dengan Retribusi Daerah selanjutnya disebut Retribusi adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan
dan/atau
diberikan
oleh
Pemerintah
Daerah
untuk
kepentingan orang pribadi atau badan. Adapun jenis Retribusi yang dapat diterapkan di daerah digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan: 1. Retribusi Jasa Umum; Yaitu Retribusi atas jasa yang disediakan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum. Contoh
Retribusi
Pelayanan Kesehatan,
Retribusi
Pelayanan
Persampahan, Retribusi Pasar, Retribusi Parkir di Tepi jalan. 2. Retribusi Jasa Usaha; yaitu retribusi atas jasa yang disediakan Pemerintah Daerah dengan menganut
prinsip
Komersial,
karena
pada
dasarnya
bisa disediakan oleh swasta. Contoh : Retribusi Rumah Potong Hewan, Retribusi T em pat Rekreasi dan Olah Raga, Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah.
7
3. Retribusi Perijinan Tertentu; Yaitu Retribusi atas kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian ijin dengan maksud, pembinaan, melindungi,
pengaturan,
kepentingan umum dll.
Contoh: Retribusi ljin Mendirikan Bangunan, Retribusi ljin Gangguan, Retribusi ljin Peruntukan Penggunaan Tanah, Retribusi ljin Trayek. Sedangkan
jenis-jenis
Pajak
Daerah
yang
dapat
dipungut
berdasarkan Undang-undang Nomor 34 tahun 2000 meliputi:
1. Pajak Hotel 2. Pajak Restoran 3. Pajak Hiburan 4. Pajak Reklame 5. Pajak Penerangan Jalan 6. Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C 7. Pajak Parkir Adapun jenis-jenis pajak yang dipungut Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta sejak tahun 1998 sampai dengan tahun 2001 meliputi: 1. Pajak Hotel dan Restoran 2. Pajak Hiburan 3. Pajak Reklame 4. Pajak Penerangan Jalan
8
5. Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah/AP dan jenis-jenis Retribusi yang dipungut meliputi: 1. Retribusi Pelayanan Persampahan /Kebersihan 2. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah 3. Retribusi Terminal 4. Retribusi Penyeberangan di atas air. Sebagai gambaran perkembangan target dan realisasi Penerimaan Pajak dan Retribusi yang dipungut oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta pada tahun Anggaran 1998/1999 -2001 sebagai mana terlihat pada Tabel 1 dan 2 dibawah ini : TABEL 1: PERKEMBANGAN PENERIMAAN PAJAK DAERAH YANG DIPUNGUT DINAS PENDAPATAN DAERAH KOTA SURAKARTA
TA. 1998/1999-2001
Tahun Anggaran 1998/1999 1999/2000 2000 2001
TARGET
REALISASI
%
7.619.000.000 8 .919.987.000 8 .864.078.000 15.818.667.000
7.903.412.099 9.154.634.854 9.612.536.662 15.880.303.712
104 102,63 108,44 100,39
Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta
Tabel 1 tersebut diatas menunjukkan bahwa Dinas Pendapatan Daerah mampu melampaui target yang ditetapkan setiap tahunnya, dan target terus meningkat setiap tahunnya, sedangkan pada tahun 2000 target menurun, hal ini bukan disebabkan karena adanya penurunan potensi namun disebabkan karena Tahun Anggaran 2000 hanya berdurasi 9
9
(sembilan) bulan yaitu dari bulan April sampai dengan bulan Desember. Jumlah ini jika dikonversikan dengan durasi waktu 12 (dua belas bulan) real isasi penerimaan Pajak Daerah mencapai Rp. 12.816.715.549 ,- atau meningkat sekitar 40 % dari
tahun
sebelumnya,
dengan
target
Rp. 11.818.770.660,Adapun dipungut oleh
perkembangan
penerimaan
Dinas Pendapatan
Daerah
Retribusi
Daerah
yang
pada Tahun Anggaran
1998/1999 - 2001 dapat dilihat dalam tabel berikut: TABEL 2 : PERKEMBANGAN PENERIMAAN RETRIBUSI DAERAH YANG DIPUNGUT OLEH DINAS PENDAPATAN DAERAH KOTA SURAKARTA T A. 1998/1999 - 2001 Tahun REALISASI TARGET Anggaran 2.810.903.265 2.803.668.000 1998/1999 3.164. 795.030 2.981.500.000 1999/2000 2.857.052.973 2.832.800.000 2000 3.945.691 .322 3.880.000.000 2001 Sumber: D1nas Pendapatan Daerah Kota Surakarta
% 100.3 106.1 100.9 106.1
Dalam tabel 1 dan 2 tersebut di atas adalah merupakan cerminan dari pada keberhasilan Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta dalam melaksanakan tug as dan tanggung . jawabnya. Dimana target yang ditetapkan selalu dapat dilampaui sedangkan pada tahun anggaran 2000 target nampak turun, hal ini sama dengan target pada pos penerimaan pajak pada tahun yang sama, jika durasi waktu dikonversikan selama 12 bulan maka penerimaan retribusi daerah dapat meningkat sebesar 20,4 % dari tahun sebelumnya.
10
Dalam upaya penyelenggaraan Good Governance yang selaras dengan semangat Reformasi maka perlu adanya perhatian terhadap pengukuran kinerja dari aparat Dinas Pendapatan Daerah. Sedangkan pada akhir-akhir ini kinerja dari pada instansi pemerintah banyak mendapatkan sorotan dari masyarakat, terutama sejak timbulnya iklim yang
lebih
demokratis
mempertanyakan nilai yang
dalam
pemerintahan.
Rakyat
mulai
diperoleh atas pelayanan yang dilakukan
oleh instansi pemerintah. Masyarakat akan selalu membandingkan antara peningkatan anggaran rutin dan pembangunan dengan pelayanan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat. Sekalipun pengukuran keberhasilan maupun kegagalan dari instansi pemerintah dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sulit untuk dilakukan secara obyektif. Kesulitan ini disebabkan karena belum pernah disusun suatu sistem pengukuran kinerja yang dapat memberikan informasi tentang tingkat keberhasilan suatu organisasi kepada pimpinan instansi, apakah instansi tersebut telah melaksanakan tugas sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, dengan kata lain, terjadi gap yang cukup
besar
antara
perencanaan
instansi
pemerintah
dengan
pengukuran kinerja atas perencanaan tersebut. Kinerja juga merupakan suatu penilaian tentang posisi
suatu organisasi, apakah organisasi
tersebut berhasil melaksanakan apa yang menjadi tugas, wewenang dan tanggung jawabnya. Pada umumnya yang dimaksud dengan kinerja
II
organisasi di sini adalah sampai seberapa jauh output yang dihasilkan memenuhi target atau rencana yang telah ditetapkan. Demikian pula halnya Dinas Pendapatan Daerah mempunyai tugas menggali sumber-sumber pendapatan daerah sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 dan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi. Dinas Pendapatan
Daerah
Kota
Surakarta
juga
dituntut
agar
mampu
meningkatkan PAD , mengingat PAD adalah merupakan salah satu alat ukur kemandirian daerah dalam melaksanakan otonomi daerah. Sebagai koordinator pendapatan daerah Dinas Pendapatan DaerahKota Surakarta mempunyai tanggung jawab yang sangat besar dan memiliki beban yang cukup berat terhadap kemandirian suatu daerah, mengingat salah satu aspek yang menentukan tingkat kemandirian daerah adalah
aspek
kemampuan
bukan
Keuangan
Oaerah,
sekalipun
aspek
tersebut
merupakan satu-satunya aspek yang dipergunakan untuk mengukur kemampuan daerah dalam melaksanakan otonomi (melainkan mencakup aspek birokrasi dan pelayanan publik). Sedangkan kriteria yang lazim dipergunakan untuk mengukur tingkat kemandirian ini adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Semakin besar proporsi
PAD terhadap APBD
menunjukkan tingkat kemandirian yang makin besar. Demikian pula sebaliknya, semakin kecil proporsi PAD terhadap APBD mengindikasikan ketergantungan
keuangan
daerah
terhadap
pusat
masih
besar.
12
Sehubungan dengan itu dapat dikatakan bahwa beban dan tanggung jawab Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta cukup besar terhadap kemandirian daerah.
Adapun proporsi Penerimaan Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah yang dipungut
Dinas Pendapatan Daerah Kota
Surakarta terhadap PAD adalah sebagaimana dalam Tabel 3 berikut: TABEL 3 : PROPRORSI PENERIMAN PAJAK DAN RETRIBUSI YANG DIPUNGUT OLEH DINAS PENDAPATAN DAERAH TERHADAP PADS TA. 1998/1999 - 2001
Tahun Anggaran
Penerimaan Pajak & Retribusi
PADS Milyar
25,151 1998/1999 10,714 M 12,319 M 29,025 1999/2000 2000 12,469 M 31,162 35,852 2001 19,830 M Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta
% 42,6 42,4 40 55,3
Apabila diamati tabel 3 di atas menunjukkan bahwa rasio atau proporsi Pajak dan Retribusi terhadap PADS rata-rata 45% artinya hampir separo pemasukan dari PAD merupakan kontribusi Pajak dan Retribusi yang dipungut Dinas Pendapatan Daerah. Data tersebut di atas adalah menunjukkan hasil dari pada peranan Dinas Pendapatan Daerah terhadap terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) cukup besar. Akan tetapi apakah keberhasilan tersebut menunjukkan suatu kinerja yang baik atau suatu kinerja yang sesungguhnya dari pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta. Sehubungan itu untuk mengukur keberhasilan suatu instansi pemerintah dalam hal ini Dinas Pendapatan Daerah sesuai dengan tanggung jawab
13
dan kewenangannya, maka perlu adanya suatu alat yang dipergunakan sebagai tolok ukur keberhasilan dalam melaksanakan program yang sudah direncanakan. Pengukuran merupakan
suatu
alat
manajemen
kinerja pada dasarnya adalah untuk
meningkatkan
kualitas
pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Sebagai alat manajemen pengukuran kinerja mempunyai makna ganda, yaitu pengukuran kinerja itu sendiri dan evaluasi kinerja. Untuk melaksanakan kedua hal tersebut terlebih dahulu harus ditentukan tujuan dari suatu program dengan jelas yang kemudian didesain dengan memberikan indikator-indikator kinerja atau ukuran keberhasilan pelaksanaan program. Sebagai salah satu contoh indikator kinerja Dinas Pendapatan Daerah adalah ditetapkannya target penerimaan Pajak dan Retribusi Daerah pada setiap tahun anggaran, Adapun penerimaan Pajak dan Retribusi tersebut dalam tabel 1 dan 2
menunjukkan
prosentase yang cukup memuaskan bagi
pemungut pajak, namun bila dibandingkan dengan data potensi pajak dan retribusi berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta yang bekerjasama dengan Pusat Pengkajian dan Pelatihan Ekonomi (P3E) Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta sebagai berikut (Th 2000): Potensi Pajak pada Tahun 2000 sebesar Rp.21,195 Milyar dan potensi Retribusi sebesar Rp. 11,418 Milyar; sedangkan pada Tahun 2001 Potensi Pajak sebesar Rp. 24,7165 Milyar dan Retribusi Rp. 13,595 Milyar (untuk potensi retribusi tidak
14
termasuk Retribusi Kekayaan Daerah dan Retribusi Penyeberangan di atas Air), menunjukkan bahwa realisasi pajak dan retribusi yang dipungut oleh Dinas Pendapatan Daerah masih kurang jauh dari potensi. Demikian halnya dengan upaya-upaya meningkatkan penerimaan tersebut Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta telah memanfaatkan semua sumber daya, baik Sumber Daya Manusia, Dana, dan SaranaPrasarana yang ada. Sebagai contoh dalam pemanfaatan dana, biaya operasional yang dikeluarkan untuk pengelolaan Pajak dan Retribusi atau yang
biasa disebut sebagai
upah pungut adalah
sebesar 5 %
(Berdasarkan SK Menteri Dalam Negeri Nomor 89 tahun 1992) dari hasil perolehan Pajak dan Retribusi yang dikelola oleh Dinas Pendapatan Daerah ditambah dengan biaya rutin, yang mana biaya rutin ini pada setiap tahunnya cenderung meningkat. Namun apakah kecenderungan tersebut
dapat mencerminkan tingkat efisiensi dan efektivitas yang
mampu dicapai oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta. Pengukuran kinerja merupakan jembatan antara perencanaan strategis dengan akuntabilitas. Suatu instansi pemerintah dapat dikatakan berhasil apabila ada bukti-bukti
atau indikator-indikator
atau ukuran-
ukuran capaian yang mengarah pada pencapaian misi. Tanpa adanya pengukuran kinerja sangat sulit dicari pembenaran yang logis atas pencapaian misi organisasi instansi. Sebaliknya dengan disusunnya perencanaan strategis yang jelas, perencanaan operasional yang terukur,
15
maka dapat diharapkan tersedia pembenaran yang logis dan argumen yang memadai untuk mengatakan suatu pelaksanaan program berhasi I atau tidak. B. PERUMUSAN MASALAH.
Salah
satu
karakteristik
Pemerintahan
yang
baik
(Good
Governance) adalah adanya Sistem Akuntabilitas Publik yang memadai. Sistem tersebut merupakan sistem pertanggungjawaban dari seseorang yang memiliki wewenang kepada pihak yang memberi wewenang, tentang segala
tindakan/kegiatan
yang
dilakukan
dalam
menjalankan
wewenangnya. Sistem Akuntabilitas Publik yang baik, selain akan meningkatkan
kepercayaan
masyarakat,
juga
akan
mendorong
organisasi/instansi untuk tetap beroperasi secara efisien dan efektif serta adanya proses perbaikan kinerja melalui evaluasi dari perencanaan kinerja. Bagi Pemerintah Daerah sebagai organisasi yang mengemban fungsi utama pemerintahan yaitu pelayanan publik
(public service),
penilaian kinerja memiliki arti yang sangat penting terutama dalam upaya melakukan perbaikan-perbaiakan di tahun-tahun berikutnya. Penilaian kinerja bagi Pemerintah Daerah berguna untuk menilai kuantitas, kualitas, dan efisiensi pelayanan, motivasi para birokrat pelaksana, memonitor para kontraktor, melakukan penyesuaian budget, mendorong pemerintah agar lebih memperhatikan kebutuhan masyarakat yang dilayani, dan
16
menuntun perbaikan dalam memberikan pelayanan publik yang diberikan, Harty (dalam Yudoyono, 2001: 159). Akan tetapi permasalahannya adalah, apakah dalam memberikan penilaian kinerja pemerintah daerah yang
dilakukan
sebenarnya?
Hal
selama ini
ini
telah
sangat
menggambarkan
ditentukan
oleh
kinerja
ketajaman
yang dalam
menetapkan cakupan, cara, dan indikator-indikator yang digunakan. Pada konsep tersebut, keberadaan lndikator Kinerja menjadi salah satu komponen terpenting dalam pembangunan suatu Pemerintahan yang baik. Hal tersebut disebabkan dengan adanya lndikator, akan terdapat gambaran sebuah organisasi/instansi telah melasanakan tugas pokok dan fungsinya, dengan adanya lndikator yang tepat akan terdapat alat ukur yang baik dalam mengukur sejauh mana seseorang mampu menjalankan wewenang yang diberikan. Bertitik tolak dari hal yang dikemukakan di atas, dalam penilaian kinerja dihadapkan pada kesulitan dalam menentukan indikator, yaitu, pertama kesulitan menentukan indikator ketika
memahami tujuan
organisasi Pemerintah Daerah sekalipun visi dan misi organisasi tersebut telah ditentukan namun karena sifat organisasi pemerintah daerah adalah multidimensi. Kedua, sebagai organisasi pelayanan publik
Pemerintah
Daerah memiliki stakeholders lebih bayak dan kompleks (heterogen). Ketiga, orientasi Pemerintah Daerah adalah public service, walaupun
beberapa
di
antara
perangkat
yang
dimiliki
mengemban
fungsi
17
memperoleh pemasukan sebagai pendapatan dan atau profit. seperti Dinas Pendapatan Daerah yang memungut Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, indikator penilaian kinerjanya juga harus mencakup sisi penting dari keduanya. Kesulitan yang keempat, penilaian kinerja terhadap Pemerintah Daerah belum dianggap sebagai kebutuhan yang mendesak, selain belum adanya standardisasi dalam manajemen pemerintahan. Sehubungan dengan penilaian kinerja tersebut Pemerintah melalui Lembaga Administrasi Negara membuat suatu pedoman bagi pemerintah daerah untuk mengukur kinerjanya. Pedoman tersebut adalah SK Kepala LAN
No.
589/IX/6/Y/99 tentang
Pedoman
Penyusunan
Pelaporan
Akuntabilitas Kinerja Pemerintahan disebutkan bahwa lndikator Kinerja dikelompokkan menjadi 5 (lima) jenis indikator, yaitu lndikator Masukan (input), Keluaran (output), Hasil (outcomes), Manfaat (benefit) dan Dampak (impact). lndikator tersebut digunakan untuk mengukur apakah kinerja suatu kegiatan/program/kebijakan yang dilakukan instansi telah sesuai dengan yang diharapkan atau tidak. Adapun selama ini dalam penyelenggaraan
Pemerintah Daerah
dalam hal ini Pemerintah Kota Surakarta dalam mengukur keberhasilan kinerja dari suatu instansinya/dinasnya adalah dengan pembuatan laporan yang berisi tentang Target dan Realisasi Pendapatan Daerah secara berkala setiap tahunnya, apabila Dinas/instansi tersebut mampu mencapai atau melampaui target, maka dianggap instansi tersebut telah
18
melaksanakan tugas dengan baik, pada dasarnya
hal tersebut tidak
dapat dibenarkan, mengingat peningkatan pendapatan bukan merupakan ukuran yang sebenarnya bagi keberhasilan suatu instansi apabila peningkatan tersebut tidak mencerminkan transparansi, akuntabilitas publik, dan value for money. Untuk mengukur keberhasilan suatu instansi bukan tergantung pada peningkatan perolehan pendapatan, akan tetapi masih diperlukan banyak faktor yang dipergunakan untuk mengukur keberhasilan suatu instansi, misal apakah kenaikan pendapatan telah diukur sebelumnya, yaitu minimal telah diukur tingkat efisiensi, efektivitas dan produktivitas, sedangkan pengukuran yang lazim dilakukan adalah melalui keberhasilan dalam dengan apa yang
pencapaian target. Demikian pula halnya
dilakukan
oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota
Surakarta. Pada dasarnya banyak faktor yang mempengaruhi kenaikan PADS tersebut,
sedangkan
dalam
pengukuran
kinerja
dinas
tidak
diperhitungkannya variabel-variabel lain yang mempengaruhi kenaikan Pendapatan. Pengukuran kinerja yang telah dilaksanakan belum memberi indikasi faktor-faktor apa saja yang menyebabkan Dinas Pendapatan Daerah Kota Suirakarta berkinerja baik atau kurang baik. Oleh karena itu permasalahan yang dirumuskan dalam
penelitian ini
adalah " Bagaimanakah kinerja Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta
19
dan Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi kinerja Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta ?" C. MANFAAT DAN TUJUAN PENELITIAN.
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah : 1. Membantu Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta mengevaluasi dan
mengenali
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
kinerja
serta
meningkatkan kinerjanya 2. Membantu Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta merumuskan program-program kegiatan melalui perencanaan yang terukur. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mencari alternatif yang dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja Dinas Pendapatan Daerah Surakarta, dengan uraian sebagai berikut : 1. Melakukan pengukuran kinerja berdasarkan indikator input, output, proses Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta; 2. Mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
Dinas
Pendapatan Daerah Kota Surakarta.
20
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kinerja Organisasi Pemerintah
Suatu lembaga, baik lembaga pemerintah maupun lembaga yang dinamakan perusahaan atau foundation dalam mencapai tujuan yang ditetapkan atau visi organisasi
harus melalui sarana dalam bentuk
organisasi yang digerakkan oleh sekelompok orang (group of human being) yang berperan aktif sebagai pelaku dalam upaya mencapai tujuan lembaga atau organisasi bersangkutan. Tercapainya tujuan lembaga atau organisasi hanya dimungkinkan karena upaya para pelaku yang terdapat pada organisasi atau lembaga tersebut. Dalam hal ini sebenarnya terdapat hubungan yang erat antara kinerja individu dengan
kinerja lembaga, dengan perkataan lain bila
kinerja individu dalam organisasi baik, maka kemungkinan besar kinerja lembaga atau organisasi baik. Untuk mengetahui sejauh mana tujuan organisasi telah dicapai, perlu dilakukan
penilaian melalui evaluasi
secara terus menerus terhadap kinerja organisasi. Berkaitan dengan kinerja tersebut
L.W. Rue dan L.L. Byars (dalam Yudoyono:2001)
mendefinisikan kinerja (performance) sebagai tingkat pencapaian hasil
(the degree of accomplishment),
atau dengan
merupakan tingkat pencapaian tujuan organisasi.
kata
lain,
kinerja
Adapun kinerja sebagai tingkat pencapaian tujuan organisasi Prawirosentono menyatakan , bahwa untuk mengukur
apakah tujuan
organisasi tercapai atau tidak digunakan kriteria yakni efektivitas dan efisiensi sebagai salah satu variabel yang mempengaruhi organisasi dan kinerjanya. Dimana efektive dan efisien ini menurut Barnard, " Bila suatu tujuan tertentu akhirnya dapat dicapai, kita boleh mengatakan bahwa kegiatan tersebut adalah efektif. Tetapi bila akibat-akibat yang tidak dicari dari kegiatan mempunyai nilai yang lebih penting dibandingkan dengan hasil yang tercapai, sehingga mengakibatkan ketidak puasan walaupun efektif, hal ini disebut tidak efisien. Sebaliknya bila akibat yang tidak dicari-cari tidak penting atau remeh , maka kegiatan tersebut efisien. Sedangkan efektif dan efisien untuk sistem kooperasi (kerja sama) seperti dalam organisasi atau lembaga pemerintah adalah, bahwa Efektivitas dari suatu kerjasama berhubungan dengan pelaksanaan yang dapat mencapai suatu tujuan dalam suatu sistem, dan hal itu ditentukan dengan suatu pandangan dapat memenuhi kebutuhan sistem itu sendiri. Dalam hal ini efektivitas organisasi adalah bila tujuan organisasi tersebut dapat dicapai sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan, atau dengan kata lain target yang telah direncanakan dapat dicapai artinya organisasi tersebut efektif. Sedangkan efisien berkaitan dengan jumlah pengorbanan
22
yang dikeluarkan dalam upaya mencapai tujuan. Bila pengorbanannya dianggap terlalu besar, maka dapat dikatakan tidak efisien.(2001 :28) Lebih lanjut Peter Drucker (dalam Stoner; 1996:9) menyatakan, efisien --kemampuan melakukan sesuatu dengan tepat - adalah konsep
"input-output". Seorang manajer yang efisien adalah seorang yang mencapai output atau hasil, yang diukur dengan input (tenaga kerja, material,dan waktu) yang digunakan. Manajer yang bertindak efisien mampu meminimalkan biaya sumber daya yang diperlukan. Efektivitas, sebaliknya, adalah memilih sasaran yang tepat. Seorang manajer yang memilih sasaran tidak tepat - misalnya, mengutamakan memproduksi mobil besar ketika permintaan mobil berukuran kecil sedang melonjak adalah seorang manajer yang tidak efektif, walaupun mobil besar yang diproduksi dengan efisiensi maksimum. Dari uraian tersebut di atas dapat dikatakan bahwa, efisiensi berarti "melakukan sesuatu dengan tepat" dan efektivitas berarti "melakukan sesuatu yang tepat"
Adapun Setyawan
(1988:53) memberikan pengertian efisiensi
(daya guna) sebagai tingkat biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan suatu kegiatan atau memperoleh sesuatu. Pengertian ini berhubungan dengan metode operasi (method of operation). Dengan kata lain seandainya ingin menilai apakah suatu kegiatan/operasi telah dijalankan secara efisien (berdaya guna) atau tidak dapat dideteksi dengan pertanyaan sebagai berikut : Apakah sesuatu kegiatan dilaksanakan
23
dengan cara yang terbaik tanpa memerlukan tambahan biaya ? Apabila jawabannya adalah "ya" maka dapat dikatakan bahwa kegiatan tersebut dilaksanakan dengan efisien. Efisiensi suatu organisasi dapat dirumuskan dengan memperhatikan kapasitas (kemampuan) untuk memperoleh hasil dari sejumlah biaya (baik berupa pengeluaran uang maupun dana) jika dijelaskan dengan konsep input-output maka efisiensi adalah merupakan rasio dari outpuUinput atau dapat dinyatakan dengan formula sebagai berikut :
E dimana:
E 0 I
=
0
=
Efisiensi = Jumlah output = Jumlah input
Jadi pengertian efisiensi memperhatikan segi output maupun input , dengan kata lain sesuatu kegiatan dikatakan telah dikerjakan secara efisien jika pelaksanaan kegiatan tersebut telah mencapai sasaran (output) dengan pengorbanan biaya (input) yang terendah atau sebaliknya dengan pengorbanan biaya (input) yang minimal diperoleh hasil (output) yang diinginkan. Adapun efektivitas
secara singkat dapat dipahami sebagai
derajad keberhasilan suatu organaisasi (sampai seberapa jauh suatu organisasi dapat dinyatakan berhasil) dalam usahanya untuk mencapai apa yang menjadi tujuan organisasi tersebut.
2~
Dalam hal ini pengertian efektivitas tidak semata-mata menitik beratkan pada segi output melainkan juga memperhatikan
pada aspek-aspek
yang lain, misalnya :
a.
Dengan
mempertimbangkan
cara-cara
alternatif
yang
berupa
rancangan program alternatif untuk mencapai tujuan. b.
Dengan mempertimbangkan tujuan-tujuan alternatif yang merupakan kemungkinan-kemungkinan target/sasaran yang lain. Bagi organisasi atau lembaga pemerintah yang selain mempunyai
fungsi public service tetapi juga mengemban fungsi untuk memperoleh pemasukan sebagai pendapatan daerah dalam hubungannya dengan kinerja organisasi ukuran baik buruknya organisasi tidak hanya dinilai dari efisiensi dan efektivitasnya saja tetapi dinilai pula produktivitasnya. Produktivitas berasal dari kata product yang artinya hasil (output, a thing produce), production adalah kegiatan atau proses memproduksi sesuatu (the act of producing) dan produktivitas (productivity)
mengandung
beberapa pengertian. Menurut Thardi (2002:448) secara sederhana produktivitas dapat diartikan sebagai
perbandingan
antara
output
(keluaran) dengan input (masukan) atau dengan rumus sebagai berikut:
Produktivitas
=
output (keluaran) input (masukan)
Selanjutnya J.Raviyanto (dalam Tohardi, 2002:449) yang mengutip Lembaga Produktivitas Norwegia bahwa produktivitas adalah : hubungan 25
di antara jumlah produk yang diproduksi dan jumlah sumber daya yang diperlukan untuk memproduksi produk tersebut. Atau dengan rumusan yang lebih umum yaitu ratio antara kepuasan kebutuhan dengan pengorbanan yang diberikan. Disamping pengertian produktivitas tersebut di atas,
Dewan
Produtivitas Nasional (1983) mendefinisikan produktivitas sebagai : a. Produktivitas mengandung pengertian suatu sikap mental yang selalu berusaha dan mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini (harus) lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok lebih baik dari hari ini. b. Secara umum produktivitas mengandung pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan. c. Produksi dan produktivitas merupakan dua pengetian yang berbeda,. Peningkatan produksi menunjukkan pertambahan jumlah hasil yang dicapai, sedangkan peningkatan mengandung pengertian pertambahan hasil dan perbaikan cara produksi. Peningkatan produksi tidak selalu disebabkan oleh peningkatan produktivitas, karena produksi dapat saja meningkat walaupun produktivitasnya tetap atau menurun. Lebih lanjut dikatakan bahwa hal yang paling penting dalam mengetahui ada tidaknya perubahan, perbedaan dan sebagainya, maka perlu dilakukan pengukuran produktivitas. Untuk itu ada beberapa tujuan pengukuran produktivitas: a. Menetukan tingkaUposisi suatu usaha/industri pada masa sekarang dan pada masa yang lalu. b. Menetapkan untuk sasaran dimasa yang akan datang c. Bila memungkinkan melihat posisi suatu usaha/industri terhadap usaha/industri lain yang sejenis atau terhadap bangsa lain.
26
d. Membantu
manajemen
melakukan
analisis
Simanjuntak
(dalam
dan
memantau
produktivitas. Menurut
Payaman
Ndraha;1999:44),
produktivitas kerja dipengaruhi oleh faktor: (1) Kualitas dan kemampuan SDM (2) Sarana pendukung, dan (3) Supra sarana (Kebijaksanaan Pemerintah) Pada konteks lembaga pemerintah sebagai organisasi publik, kinerja organisasi adalah penting karena dapat menunjukkan tingkat pencapaian hasil, dan dengan adanya kinerja organisasi akan diketahui seberapa jauh pelaksanaan tugas-tugas yang diemban dapat dijalankan secara aktual dan maksimal. Kinerja adalah hasil dari suatu proses tertentu yang dilakukan oleh dan terhadap sumber-sumber tertentu. Bagi sebuah organisasi, kinerja merupakan hasil dari kegiatan kerja sama di antara anggota organisasi dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi tersebut. Secara umum kinerja adalah padanan kata dari "performance". Arti Performance menurut Prawirosentono (1999:2) adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masingmasing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral maupun susila.
Sedangkan
Keban
(1995)
menyatakan
bahwa
Kinerja
27
(performance) dapat didefinisikan sebagai tingkat pencapaian hasil "the degrees of accomplishmenf'. Untuk mengukur tingkat keberhasilan suatu
instansi pemerintah, dapat diukurnya seluruh aktivitas instansi tersebut, dimana pengukuran tersebut tidak semata-mata kepada input dari program instansi tetapi lebih ditekankan pada output, proses , manfaat, dan dampak dari program tersebut bagi masyarakat. Dalam hal ini pengukuran kinerja merupakan alat yang bermanfaat dalam usaha pencapaian tujuan organisasi. Sebagaimana dinyatakan dalam Modul 3 AKIP LAN(2000:3) bahwa pengukuran kinerja merupakan hal yang panting dalam manajemen program secara keseluruhan, karena kinerja yang dapat diukur akan mendorong pencapaian kinerja tersebut Selanjutnya Whittaker
dalam bukunya "The Government Performance
Result Act of 1993 (dalam Modul AKIP), menyebutkan bahwa pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen
yang digunakan untuk
meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas, serta untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran (goals and objectives). Sebagai sarana untuk melakukan pengukuran kinerja dari pada organisasi birokrasi menurut Dwiyanto: untuk menilai kinerja birokratik tidak cukup hanya dilakukan dengan menggunakan
indikator-indikator
yang melekat pada birokrasi seperti efisiensi dan efektivitas, tetapi harus dilihat juga dari indikator-indikator yang melekat pada pengguna jasa,
28
seperti kepuasan pengguna jasa, akuntabilitas,
dan responsivitas.
(Dwiyanto, 2002:47). Bertitiktolak pada indikator pengukuran kinerja, dalam Modul AKIP mendefinisikan indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan/atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Adapun penetapan indikator kinerja adalah merupakan proses identifikasi dan klasifikasi indikator kinerja melalui sistem pengumpulan data/informasi untuk menentukan capaian tingkat kinerja
kegiatan/program.
Penetapan
indikator
kinerja
ditetapkan
berdasarkan kelompok menurut masukan (input), keluaran (outputs), hasil (outcomes) , manfaat (benefit) dan dampak (impact), serta indikator proses jika diperlukan untuk menunjukkan proses manajemen kegiatan yang telah terjadi. Sedangkan dalam
lnpres 7 tahun 1999 , lndikator yang
dikembangkan meliputi: a. lndikator Input Mengukur jumlah sumber daya seperti anggaran (dana yang dapat berupa gaji bulanan, insentif upah pungut, biaya pendidikan dan pelatihan, biaya peralatan dan pembelian material dsb),
SDM,
peralatan, material, dan masukan lain, yang dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan, dengan meninjau distribusi sumber daya,
29
suatu lembaga dapat menganalisis apakah alokasi sumber daya yang dimiliki telah sesuai dengan rencana yang ditetapkan. b. lndikator Proses Menggambarkan perkembangan atau aktivitas yang terjadi atau dilakukan selama pelaksanaan kegiatan berlangsung khususnya dalam proses mengolah masukan menjadi keluaran. (dalam indikator proses yang diukur antara lain ketaatan dalam peraturan hukum, kesesuaian metode kerja, manajemen keuangan) c. lndikator Output Digunakan untuk mengukur keluaran yang dihasilkan suatu kegiatan.
dari
Merupakan besaran yang menunjukkan hasil
langsung dari suatu kegiatan, dapat berupa fisik maupun non fisik. lndikator keluaran hanya
dapat menjadi landasan untuk menilai
kemajuan suatu kegiatan apabila tolok ukur dikaitkan dengan sasaransasaran kegiatan yang terdefinisi dengan baik dan terukur. (Untuk kegiatan pelayanan tehnis indikator kinerja yang digunakan adalah yang berkaitan dengan produk, pelanggan, pendapatan) d. lndikator Outcome Tolok ukur ini menggambarkan hasil nyata dari keluaran suatu kegiatan. Merupakan besaran yang menunjukkan bahwa output dari kegiatan
telah
berfungsi
secara
benar.
lndiktor
outcome
mencerminkan pencapaian Tujuan/Sasaran yang ditetapkan dalam
30
jangka pendek. ( Untuk lembaga/ Dinas yang mempunyai fungsi pemasukan
pendapatan
daerah,
indikator
hasil
dapat
berupa
peningkatan pendapatan daerah) e. lndikator Benefit dan Impact lndikator Manfaat menggambarkan manfaat yang diperoleh dari indikator hasil. Manfaat ini baru nampak setelah beberapa waktu kemudian. lndikator manfaat menunjukkan hal-hal yang diharapkan untuk dicapai bila keluaran dapat diselesaikan dan berfungsi secara optimal (tepat lokasi dan tepat waktu). lndikator dampak menunjukkan dasar pemikiran dilaksanakannya kegiatan, tujuan kegiatan, yang menggambarkan aspek makro pelaksanaan kegiatan, tujuan kegiatan secara
sektoral,
regional,
dan
nasional.
Kedua
indikator
ini
merupakan ukuran Tujuan/Sasaran akhir yang umumnya dalam jangka panjang. lndikator-indikator
tersebut
digunakan
untuk
mengukur
pencapaian kinerja atas setiap kegiatan, program maupun kebijakan yang dilakukan oleh Pejabat Publik . Adapun indikator-indikator yang akan digunakan untuk mengukur kinerja adalah : 1. lndikator Input, yaitu berupa pengeluaran rutin instansi, biaya pungut dan biaya-biaya lain untuk mendukung pelaksanaan program serta Sumber Daya Manusia yang dibutuhkan untuk mendukung program. lndikator input ini mudah diukur mengingat
31
besarnya biaya-biaya yang dikeluarkan sudah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. lndikator Output, yaitu penerimaan Pajak dan Retribusi yang dikelola instansi, dan PADS, indikator output ini mudah diukur dan selama ini indikator tersebut dijadikan alat ukur kinerja organisasi pemerintah. 3. lndikator Proses; yaitu menggambarkan aktivitas yang terjadi selama pelaksanaan kegiatan berlangsung, dalam indikator ini yang diukur adalah ketaatan program pada aturan hukum yang berlaku;
keterlibatan stakeholders;
kesesuaian metode kerja
dengan unit kerja. Sedangkan lndikator Outcomes, Benefit dan Impact tidak digunakan
mengingat
untuk
mengukur
indikator
tersebut
membutuhkan waktu yang relatif lama, karena manfaaat dari suatu program akan nampak dalam jangka panjang dan benefit dan impact lebih mengarah pada tercapainya suatu visi dari organisasi. B. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Organisasi.
Dalam menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi dapat dilihat pada teori dan model yang dikembangkan oleh beberapa ahli, dengan mengacu pada teori yang digunakan para ahli pada penelitian kinerja organisasi diharapkan kerangka teori tersebut dapat dijadikan pedoman dalam melihat fenomena yang terjadi dalam
32
organisasi,
kinerja
walaupun
dalam
pelaksanannya
masih
perlu
disesuaikan dengan keadaan di lapangan (actionable causes). Suatu organisasi terlepas dari bagaimana bentuknya, apa tujuan yang akan dicapai, sebagai organisasi yang baik tentu memilki sasaran atau menentukan target yang akan dicapai secara maksimal . Untuk mencapai target tersebut, banyak faktor-faktor yang mempengaruhinya. Beberapa pandangan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi dalam hal ini adalah organisasi publik yang dipengaruhi ruang dan waktu dapat ditemui dari berbagai kepustakaan. Moelyarto
(1977),
menyatakan
bahwa
organisasi
bukanlah
merupakan system yang tertutup (closed system) melainkan organisasi tersebut akan selalu dipaksa untuk memberi tanggapan atas rangsangan yang berasal dari lingkungannya. Pengaruh lingkungan dapat dilihat dari 2
(dua)
segi
pertama,
lingkungan
eksternal
yang
umumnya
menggambarkan kekuatan yang berada di luar organisasi seperti faktor pilitik, ekonomi, dan social; kedua,
adalah lingkungan internal yaitu
factor-faktor dalam organisasi yang menciptakan iklim organisasi dimana mempengaruhi fungsi kegiatan dalam mencapai tujuan. Sementara itu Joedono ( 1974) mengatakan bahwa faktor -faktor yang mempengaruhi kinerja sebuah organisasi antara lain, meliputi (1) faktor Sumber Daya Manusia, (2) Struktur organisasi, (3)tehnologi, (4) pimpinan dan masyarakat, (5) bentuk kepemimpinan.
33
Menurut
Bryson
(1995)
faktor
yang
mempengaruhi
kinerja
organisasi bukan sementara bersifat internal seperti input proses manajemen,
tetapi,
juga
lingkungan
eksternal,
walaupun
faktor
lingkungan eksternal ini sering kali berada di luar jangkauan intervensi organisasi , namun mengingat pengaruhnya cukup signifikan terhadap kerja organisasi, maka kiranya faktor lingkungan eksternal tetap harus menjadi perhatian dalam upaya peningkatan kinerja organisasi. Lebih lanjut Bryson menyatakan bahwa perkembangan di lingkungan internal maupun eksternal tentu bertitik tolak pada permasalahan yang dihadapi, apakah permasalahan tersebut pada aspek inputnya atau aspek proses manajemennya, yang kemudian pada sisi mana
dari aspek tersebut
diprioritaskan kembali untuk dibenahi, kemudian dapat ditentukan upayaupaya relevan
yang
dapat dilakukan guna
meningkatkan
kinerja
organisasi tersebut. Bryson menjelaskan bahwa, untuk lebih meningkatkan kinerja tersebut secara teoritis dan menyeluruh, aspek-aspek yang berpengaruh terhadap kinerja, pertama, aspek input atau sumber daya
(resources)
antara lain : (1) Pengawasan Sumber Daya Manusia, (2) Anggaran), (3) Sarana dan Prasarana, (4) lnformasi , (5) Budaya Organisasi; Kedua hal yang
berkaitan
dengan
proses
manajemen
seperti,
(1)
proses
perencanaan,(2) proses pengorganisasian, (3) proses pelaksanaan, (4) proses penganggaran, (5) proses pengawasan, (6) proses evaluasi dan
34
sebagainya. Setiap aspek tersebut mempunyai potensi yang sama untuk muncul sebagai faktor dominan yang mempengaruhi kinerja, baik berpengaruh dalam arti negatif (menjadikan lemahnya organisasi), maupun yang positif (meningkatkan organsasi). Sedangkan Osborn antara lain berpendapat bahwa dalam melakukan pembaruan organisasi pemerintah menuju pemerintahan wirausaha, dimana pembaruan ini bukan sekedar kata lain dari reformasi, juga tidak bersinonim dengan kata perampingan, swastanisasi, atau sekedar menekan pemborosan dan kecurangan. Pembaruan jauh lebih mendalam dari semua itu. Pembaruan adalah mengubah DNA organisasi pemerintah sehingga memiliki perilaku inovatif, secara terus menerus memperbaiki kinerjanya tanpa harus didorong dari luar. Pembaruan menciptakan enterpreneur minded dalam organisasi pemerintah yang mendorong pembaruan terus menerus. Disamping faktor internal tersebut, perlu juga diperhatikan aspekaspek lingkungan eksternal yang secara langsung maupun tidak langsung ikut mempengaruhi kinerjanya, seperti perubahan-perubahan kondisi politik, ekonomi, social, budaya, dan tehnonogi, juga pihak-pihak yang berhubungan dengan penyediaan input, misalnya wajib pajak, dan para pembuat kebijakan. Dari berbagai teori dan dihubungkan dengan fenomena yang sedang berlangsung saat ini, maka penulis membatasi dengan hanya melihat pengaruh variable internal organisasi, dari semua variable yang
35
ada tidak semua variable obyek penelitian diungkapkan, hanya variable yang dianggap penting saja ( dianggap memiliki pengaruh yang cukup besar) yang digunakan untuk mengkaji permasalahan penelitian kinerja organisasi ini. Jika dikaitkan dengan masalah yang telah dirumuskan, yaitu faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja organisasi Dinas Pendapatan Daerah, disamakan dengan theorytical frame work, Joedono, Bryson, bahwa anggaran, Sumber Daya Manusia dan Enterpreneurship menurut
Osborn
berpengaruh
terhadap
kinerja
organisasi
Dinas
Pendapatan Daerah. Faktor anggaran dianggap penting dan merupakan alat yang esensial bagi terselenggaranya aktivitas pemerintahan, tidak ada anggaran berarti tidak ada kegiatan, demikian pula dengan proses anggaran, apakah anggaran tersebut terencana dengan baik atau hanya
berdasarkan
line-item
budget,
sedangkan
Sumber
Daya
Manusia/Aparatur juga merupakan alat utama dalam penyelenggaraan
pemerintahan,
suatu
organisasi
pemerintahan
sekalipun
memilki
anggaran kegiatan yang cukup besar tidak akan dapat terlaksana jika tidak didukung oleh SDM sebagai pelaksana tugas-tugas kelembagaan, demikian pula dengan enterpreneurship, untuk melakukan pembaharuan organisasi pemerintahan yang menuju pemerintahan wirausaha, yang berorientasi pada misi, hasil dan juga berorientasi pada pasar maka enterpreneur minded ini menjadi perlu dan penting serta merupakan aspek utama bagi suatu organisasi pemerintahan, khususnya bagi
36
organisasi Dinas Pendapatan Daerah yang mempunyai tugas dan tanggung jawab terhadap perolehan pendapatan daerah maka jiwa enterpreneur
ini
sangat
dibutuhkan
mengingat
sumber-sumber
pendapatan daerah sangat terbatas akibat diberlakukannya Undangundang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Adapun variabel lain seperti sarana dan prasarana, budaya organisasi, struktur organisasi tersebut di atas hanya merupakan faktor pendukung dalam penyelenggaraan organisasi. Artinya sekalipun dengan sarana dan prasarana yang sederhana ataupun management yang sederhana pula aktivitas organisasi tetap dapat dijalankan dan dapat mencapai hasil dengan baik jika Manajemen SDM baik dan SDMnya berkualitas, anggarannya mencukupi dan komitmen untuk pembaharuan dijalankan. Ketiga faktor terpilih tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Anggaran. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban Daerah dalam
rangka penyelenggaraan pemerintahan Daerah yang dapat
dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan lain yang berhubungan dengan hak dan kewajiban Daerah tersebut dalam kerangka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah
(Widjaja;2002: 147)
37
Artinya dalam menyelenggarakan membiayai
berbagai
kegiatan
pemerintahan daerah, Daerah melalui
(APBD).
Pengeluaran
pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah. Apabila pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, pengeluaran mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah
untuk
melaksanakan
kebijakan
tersebut.
(Mangkoesoebroto;200: 169) Pengeluaran pemerintah pad a dasarnya adalah besarnya alokasi dana untuk setiap unit kerja pemerintah daerah yang dibuat untuk menghasilkan kinerja, yang dijabarkan melalui
sasaran efektivitas dan
efisiensi
penyaluran.
Sasaran
efektivitas diartikan sebagai jumlah orang yang terlibat dan kualitas pelayanan, sedangkan sasaran efisiensi dapat diartikan sebagai jumlah biaya pemerintah pada setiap pelayanan. Secara garis besar pengeluaran pemerintah daerah terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin adalah pengeluaran yang ditujukan untuk membiayai operasional penyelenggaraan roda pemerintahan, sehingga dapat memberikan pelayanan dengan baik kepada masyarakat. Adapun pengeluaran rutin pemerintah tersebut terdiri dari: Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Pemeliharaan, Belanja perjalanan Dinas, Belanja lain-lain, Angsuran Pinjaman/ Hutang dan Bunga, Pensiun/Onderstand, Pengeluaran tidak termasuk pada bagian lain, Pengeluaran tidak tersangka.
38
Sedangkan
pengeluaran
merupakan
pembangunan
pengeluaran untuk membiayai kegiatan pemerintah dalam usaha kesejahteraan
meningkatkan
melalui
masyarakat,
pembangunan
sektor-sektor yang mendukung pembangunan serta pengeluaran untuk pembayaran pinjaman. Adapun penerimaan Pemerintah Daerah berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999, terdiri dari: a. Pendapatan Asli Daerah, yaitu: 1) Hasil Pajak Daerah 2) Hasil Retribusi Daerah 3) Hasil
Perusahaan
milik Daerah,
dan
hasil
pengelolaan
kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan 4) Lain-lain pendapatan
h~sil
daerah yang sah
b. Dana Perimbangan; c. Pinjaman Daerah; dan d. Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah. Sedangkan penerimaan Daerah yang menjadi tanggung jawab unit kerja atau Dinas Pendapatan Daerah menurut Undang-undang No. 18 tahun 1997 jo Undang-undang No.34 tahun 2000 adalah : Dari hasi I Pajak : a. Pajak Hotel b. Pajak Restoran
:w
c. Pajak Hiburan d. Pajak Reklame e. Pajak Penerangan Jalan f.
Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C
g. Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah/Air Permukaan h. Pajak Parkir dan jenis-jenis retribusi yang dipungut terdiri dari : a. Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan b. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah c. Retribusi Terminal d. Retribusi Penyeberangan di atas air. Uraian tersebut menunjukkan bahwa factor keuangan panting dalam setiap kegiatan pemerintahan, karena hampir tidak ada kegiatan pemerintahan yang tidak membutuhkan biaya. Makin besar jumlah uang yang tersedia, makin banyak pula kemungkinan kegiatan atau pekerjan yang dapat dilaksanakan. Demikian pula semakin baik pengelolaannya semakin berdaya guna pemakaian uang tersebut. (Kaho;2001 :61 ). Mengingat
arti
pentingnya
keuangan
daerah
maka
manajemen keuangan daerah , khususnya manajemen anggaran menduduki
posisi
yang
sangat
panting.
Dalam
rangka
pertanggungjawaban publik, optimalisasi anggaran harus dilakukan
40
secara efisien dan efektif. Sehubungan dengan itu Mardiasmo berpendapat (2002: 105) dalam pengelolaan keuangan daerah, bahwa prinsip-prinsip yang mendasari pengelolaan keuangan daerah adalah transparansi, akuntabilitas, dan value for money. Transparansi adalah keterbukaan dalam proses perencanaan, penyusunan, pelaksanaan anggaran daerah. Akuntabilitas adalah prinsip pertanggung jawaban publik
yang
berarti
proses
bahwa
penganggaran
mulai
dari
perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan harus benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungkan kepada DPRD dan masyarakat. Adapun value for money berarti diterapkannya tiga prinsip dalam proses penganggaran yaitu ekonomi, efisiensi, dan efektivitas. Ekonomi berkaitan dengan pemilihan dan penggunaan sumber daya dalam jumlah dan kualitas tertentu pada harga yang paling murah. Efisiensi berarti bahwa penggunaan dana masyarakat (public money) tersebut dapat menghasilkan output yang maksimal (berdaya guna). 2. Sumber Daya Manusia.
Dalam konteks kinerja organisasi Dinas Pendapatan Daerah, diasumsikan bahwa faktor Sumber Daya Manusia (SDM) adalah merupakan salah satu sumber daya yang berpengaruh terhadap kinerja organisasi publik. Menurut Zainum (1989) SDM menempati kedudukan menentukan
lebih
tinggi
dan
untuk tingkat
merupakan
keberhasilan
factor dan
yang
kegagalan
sangat suatu
41
organisasi, sependapat dengan itu Amstrong (1988) menjelaskan bahwa SDM sebagai harta yang paling panting dimiliki suatu organisasi. Dalam organisasi pemerintahan, SDM sering disebut sebagai aparatur yaitu pegawai yang melaksanakan tugas-tugas kelembagaan (Widjaja; !995). Sedangkan Suradinata (1996) mengemukakan bahwa SDM sering disebut sebagai Human Resources, tenaga atau kekuatan manusia (energi atau power) sebagai faktor yang sang at menentukan sebagai pemegang kunci, sebagai perencana, pelaksana, pengendali, pengawasan maupun evaluasi dan yang memanfaatkan hasi I Sedangkan Werther (dalam Ndraha; 1999:9)
berpendapat
bahwa Sumber Daya Manusia (SDM) (Human Resources) adalah "the people who are ready, willing, and able to contribut to organizational goals" yang dimaksud organizational disini bukan hanya industri atau perusahaan, tetapi juga organisasi
diberbagai bidang
politik,
pemerintahan, hukum, sosial, budaya, lingkungan dan sebagainya. SDM adalah merupakan orang-orang yang memiliki kemauan dan dapat memberikan kontribusi kepada organisasi. Demikian pula pendapat Kaho (2001 :164) yang menyatakan,
betapapun juga
canggihnya tehnologi , faktor manusia tetap merupakan faktor sentral yang menentukan seluruh gerak dan aktivitas suatu organisasi. Karena itu faktor-faktor lainnya misal materi/benda, uang/modal, dan
42
sebagainya, hanya dapat dimanfaatkan bagi organisasi kalau manusia yang mengelolanya merupakan daya pembangunan bagi organisasi dan bukan sebaliknya. Disini tingkah laku individu atau kelompok akan menyokong atau menghalangi tercapainya tujuan organisasi. Hal ini
yang
menunjukkan
bahwa
faktor
SDM
ikut
menentukan
keberhasilan efektivitas organisasi dan manusia menjadi kunci dari segala perspektif efektivitas organisasi. Sementara itu Notoatmodjo (1992) melihat SDM dari dua aspek, yaitu: a) mutu atau kualitas yang diukur melalui kemampuan fisik seperti
kesehatan jasmani,
kekuatan
untuk bekerja
dan
kemampuan non fisik misal, kecerdasan dan mental; b) jumlah atau kuantitas, yaitu banyaknya sumber daya sebagai tenaga kerja dalam suatu organisasi memegang peranan panting. Fasilitas yang canggih dan lengkappun belum merupakan jaminan akan keberhasilan suatu lembaga, tanpa diimbangi dengan kualitas dari staf atau karyawan yang akan memanfatkan fasilitas tersebut. Manusia adalah faktor utama setiap organisasi dimana dan apapun bentuknya setiap individu yang masuk dalam organisasi membawa karakteristik seperti kemampuan, kepercayaan diri, perilaku pegawai
(Thoha:2001)
lebih
lanjut Thoha
menyatakan
bahwa
organisasi hanya merupakan suatu wadah untuk mencapai tujuan dan
43
manusialah yang akan membawa organisasi tersebut mencapai tujuannya. Berkaitan
kinerja
dengan
tercapainya
organisasi,
tujuan
lembaga atau perusahaan hanya dimungkinkan karena upaya para pelaku yang terdapat pada organisasi lembaga atau perusahaan tersebut. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang erat antara kinerja perorangan (Individual performance) dengan kinerja lembaga (institutional performance),
karyawan
baik
maka
dengan
kemungkinan
perkataan besar
lain
kinerja
bila
kinerja
perusahaan
(corporate performance) juga baik. Kinerja seorang karyawan akan
baik bila dia mempunyai keahlian (skill) yang tinggi, bersedia bekerja karena digaji atau diberi upah sesuai dengan perjanjian, mempunyai harapan (expectation) masa depan yang lebih baik. Kinerja karyawan erat hubungannya dengan tugas-tugas kepemimpinan kritis manajer mencakup penarikan, penyelesaian, pengembangan dan penggunaan sumber daya manusia dalam pencapaian tujuan organisasi. Tanpa orang-orang yang cakap, organisasi dan manajemen akan gagal mencapai tujuannya. Simamora (1995) menyatakan bahwa keberadaan SDM sangat panting sebagai unsur filisofis, unsur filisofis itu adalah: 1) karyawan dipandang sebagai investasi jika dikembangkan dan dikelola secara efektif akan memberikan imbalan bagi organisasi dalam bentuk
44
produktivitas yang labih basar, 2) manajar mambuat barbagai kabijakan,
program
dan praktak yang
mamuaskan
baik bagi
kabutuhan akonomi maupun kapuasan pribadi karyawan, 3) manajar manciptakan lingkungan karja yang di dalamnya para karyawan didorong untuk mangambangkan dan manggunakan kaahlian sarta kamampuannya samaksimal mung kin,
4) program dan praktak
parsonalia diciptakan agar tardapat kasaimbangan antara kabutuhan karyawan dangan kabutuhan organisasi. Mangingat
arti
pantingnya
SDM
bagi
organisasi,
maka
manajaman SDM juga manjadi panting agar tujuan organisasi dapat tarcapai.
Barkaitan dangan manajaman SDM Hasibuan (2001)
mambarikan dafinisi, manajaman SDM adalah ilmu dan sani mangatur hubungan dan parancanaan tanaga karja agar afaktif dan afisian mambantu tarwujudnya tujuan parusahaan, karyawan dan masyarakat. Untuk itu fungsi-fungsi manajaman SDM tardiri dari parancanaan, pangorganisasian, pangambangan,
pangarahan, kompansasi,
pangandalian, pangintagrasian,
pangadaan, pamaliharaan,
kadisiplinan dan pambarhantian. Adapun salah satu komponan yang juga dianggap panting dalam manajaman SDM adalah adanya Pemimpin atau Manajer dan Kepemimpinan. Salanjutnya Hasibuan
manjalaskan, pimpinan adalah sasaorang yang mampargunakan wawanang dan kapamimpinanya untuk mangarahkan orang lain serta
45
bertanggungjawab atas pekerjaan orang tersebut dalam mencapai suatu tujuan
Kepemimpinan adalah gaya seseorang pemimpin
mempengaruhi bawahannya agar mau bekerja sama dan bekerja efektif sesuai dengan perintahnya. Setiap pemimpin atau manajer adalah termasuk manajer personalia, karena tugasnya mengatur personil yang menjadi bawahannya (2001 :14). Setiap organisasi selalu berusaha mencapai tujuannya dengan menggunakan manusia secara efisien dan efektif. Dengan demikian dapat
dikatakan
bahwa
keberhasilan
suatu
organisasi
dalam
menjalankan tugas pokok dan fungsinya sangat ditentukan oleh SDM yang tersedia yang dapat dipergunakan untuk mendukung kegiatan dalam upaya mengatasi permasalahan dengan sumber daya yang tersedia dalam organisasi, SDM memegang peranan yang sentral dan paling
menentukan,
tanpa
SDM
yang
handal,
pengelolaan,
penggunaan dan pemanfaatan sumber daya lainnya akan menjadi tidak efisien, efektif dan produktif. Namun demikian SDM yang handal tanpa diikuti dengan manajemen SDM yang baik atau tanpa dimiliki pemimpin yang handal,
tujuan dari pada organisasi tidak akan
menjadi efeisien dan efektif. 3. Entrepreneurship /Kewirausahaan
Jika organisasi semakin menjadi besar, ada kecenderungan organisasi tersebut menjadi semakin birokratis dan kurang kreatif.
46
Dalam organisasi semacam itu, ada dua jenis perilaku atau budaya
entrepreneurship
yaitu
culture
dan
administrative
culture.
Entrepreneurship culture mempunyai beberapa pertanyaan seperti, Dimana
ada
kesempatan
kesempatan tersebut?;
bisnis
?;
Bagaimana
memanfaatkan
Bagaimana cara menyiasati kesempatan
tersebut?; Sumber daya apa dan bagaimana strukturnya yang bisa memanfaatkan
kesempatan
tersebut?.
Sedangkan
Administratif
culture lebih mirip manajer, dengan mengajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut; Sumber daya apa yang saya kendalikan?; Struktur apa yang menentukan kaitannya antara organisasi dengan pasarnya?; Kesempatan apa yang tepat berdasarkan sumber daya yang saya punyai?; Bagaimana cara meminimalkan faktor yang bisa mengurangi prestasi. Kewiraswastaan kemungkinan didorong oleh kesempatan yang dipersepsikan, tekanan yang dialami adalah hilangnya kesempatan karena perubahan lingkungan. Administrasi culture didorong atau dikendalikan oleh sumber daya yang ada dan kemudian berusaha mencari kesempatan yang sesuai. Tekanan datang dari kontrak sosial dengan kolega atau bawahan, dan dari sistem pengendalian dan evaluasi prestasi organisasi. (Hanafi; 1997:1 09) Konsepsi teoritis mengenai kewirausahaaniEntrepreneurship oleh
Hisrich
(dalam
lrianto; 1995:4)
yang
mendefinisikan
47
entrepreneurship sebagai berikut : " Entrepreneurship is the proces of creating something different with value by devoting the necessary time and effort, assuming the accompanying financial, psylogical and time risk, and receiving the resulting rewards financially and personal satisfaction"
yang
antara
diartikan,
dapat
lain
bahwa
entrepeneurship/
kewirausahaan adalah merupakan suatu proses menciptakan sesuatu yang berbeda dengan memberikan suatu nilai melalui perhatian terhadap waktu dan usaha, berani menanggung resiko finansial, psihologis
dan
waktu,
dengan
harapan
untuk
mendapatkan
keuntungan dan kepuasan pribadi. menjelaskan
Menurut Wilken merupakan
fungsi
yang
Kewirausahaan
spesifik
untuk
(entrepreneurship)
wirausahawan
adalah
kemampuan mengambil faktor-faktor produksi - lahan, tenaga kerja, dan modal - dan menggunakannya untuk memproduksi barang atau jasa baru. Mencakup upaya mengawali perubahan dalam produksi, "Kewirausahaan adalah fenomena yang terputus-putus, muncul untuk mengawali perubahan dalam proses produksi. .. dan kemudian hilang sampai
muncul
lagi
untuk
mengawali
perubahan
yang
lain"
(Stoner; 1996; 160) Dikemukakan pula oleh Hisrich bahwa pengertian entrepreneurship berkembang secara revolusioner dan meliputi banyak aspek. Dari evolusi konsepsi teoritis ini, dapat ditangkap beberapa komponen ide
48
yang
berkaitan
dengan
sikap-sikap
melekat
yang
pada
wirausaha/entrepreneur yaitu: a) pengambilan inisiatif atau prakarsa b) pengorganisasian dan penggerakan untuk mengubah sumber daya c) keberanian mengambil resiko Adapun Longenecker (2001 :9) menyebutkan bahwa karakteristik dari pada manajer yang memiliki jiwa entrepreneurship meliputi: a) kebutuhan akan keberhasilan b) keberanian untuk mengambil resiko c) percaya diri d) keinginan kuat untuk berbisnis (2001 :322)
Osborn
Adapun entrepreneurship
tersebut
dapat
menyatakan
diterapkan
bahwa
dalam
jiwa
organisasi
pemerintahan, agar pemerintah dapat bekerja dengan efektif dengan mengemukakan prinsip - prinsip pemerintahan wirausaha yang meliputi: 1. Pemerintahan Katalis Pemerintahan Katalis memisahkan fungsi pemerintah sebagai pengarah
dengan
fungsi
sebagai
pelaksana,
kemudian
menggunakan metode kontrak, voucher, hadiah, insentif pajak untuk membantu organisasi publik mencapai tujuan. 2. Pemerintah milik masyarakat
49
Pengalihan wewenang kontrol yang dimiliki pemerintah kepada masyarakat.
Pemberdayaan
masyarakat
mampu
sehingga
mengontrol pelayanan yang diberikan oleh birokrasi. 3. Pemerintah Kompetitif Pemerintah kompetitif mensyaratkan persaingan di antara para penyampai jasa atau pelayanan untuk bersaing berdasarkan kinerja dan harga. 4. Pemerintah berorientasi misi Pemerintah berorientasi menghapus
banyak
menyederhanakan
melakukan
misi
peraturan sistem
internal
administrasi,
internal,
deregulasi dan
secara
seperti
radikal
anggaran,
kepegawaian dan pengadaan. 5. Pemerintah berorientasi pada hasil Pemerintah yang result oriented mengubah fokus dari input (kepatuhan pada peraturan dan membelanjakan anggaran sesuai ketetapan) menjadi akuntabilitas pada keluaran atau hasil. 6. Pemerintahan berorientasi pada pelanggan Pemerintahan berorientasi pelanggan memperlakukan masyarakat yang dilayani. Melakukan survey pelanggan, menetapkan standard pelayanan, memberi jaminan, dengan insentif ini , pemerintah meredisain organisasinya untuk menyampaikan nilai maksimum kepada pelanggan.
50
7. Pemerintahan Wirausaha Pemerintahan berusaha memfokuskan energinya bukan sekedar untuk menghabiskan anggaran, tetapi juga menghasilkan uang. Pemerintah meminta masyarakat yang dilayanani untuk membayar; menuntut return on investment. 8. Pemerintahan antisipatif Pemerintahan antisipatif adalah pemerintahan yang berpikir ke depan. Pemerintah mencoba mencegah timbulnya masalah dari pada memberikan pelayanan untuk menghilangkan masalah. Digunakan perencanaan strategis, pemberian visi masa depan, dan berbagai metode lain untuk melihat masa depan.
9. Pemerintahan Desentralisasi. Pemerintahan
desentralisasi
adalah
pemerintahan
yang
mendorong wewenang dari pusat pemerintahan melalui organisasi atau sistem. Mendorong untuk langsung melakukan pelayanan, atau pelaksana, untuk lebih berani membuat keputusan sendiri. 10. Pemerintah yang berorientasi Pasar Pemerintahan yang berorientasi pasar sering memanfaatkan struktur pasar swasta untuk memecahkan masalah dari pada menggunakan mekanisme administratif. Pemerintah menciptakan
51
insentif keuangan-insentif pajak, pajak hijau, affluent fees. Dengan cara ini, organisasi swasta atau anggota masyarakat berperilaku yang mengarah pada pemecahan masalah sosial. Berdasarkan
uraian
tersebut
di
atas,
untuk
memberikan
menjelaskan kerangka berpikir serta memberikan gambaran yang lebih jelas hubungan antar variabel anggaran yang diukur melalui indikator besarnya biaya pengeluaran rutin, besarnya biaya operasional untuk pemungutan pajak dan retribusi
terhadap kinerja yang diukur melalui
efisiensi, efektivitas dan produktivitasnya ; antara SDM yang diukur berdasarkan kemampuan fisik dan non fisik dengan indikator kehadiran pegawai,
tingkat
kejujuran aparat, tingkat pengetahuan tentang
pekerjaannya terhadap kinerja (efisiensi, efektivitas dan produktivitasnya); dan antara Enterpreneurship dengan indikator besarnya resiko finansial, ketaatan dalam peraturan, dan pemanfaatan kesempatan dengan sumber daya terhadap kinerja (efisiensi, efektivitas dan produktivitas), dapat dijelaskan dalam gambar berikut:
52
GAMBAR 1: HUBUNGAN VARIABEL PENELITIAN DENGAN KINERJA ORGANISASI
ANGGARAN
SUMBER DAYA MAN USIA
KINERJA ORGANISASI
ENTERPRENEURSHIP
C. METODE PENELITIAN 1. Unit Anal isis Penelitian. Lokasi penelitian adalah pada Kota Surakarta, yang merupakan salah satu daerah otonom di Propinsi Jawa Tengah, yaitu pada kantor Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta, dengan demikian unit analisis penelitian adalah Kantor Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta yang mempunyai tugas memungut Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berdasarkan Undang-undang No. 18 tahun 1997 Jo Undang-undang No. 34 tahun 2000 tentang Perubahan Undangundang No. 18 Tahun 1997 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah dan merupakan instansi yang bertanggung jawab atas
53
penerimaan sumber pendapatan daerah. Adapun yang menjadi pertimbangan pemilihan Kota Surakarta sebagai lokasi penelitian: a. Kota Surakarta sebagai Kota yang pernah mendapatkan musibah sebanyak 3 kali berturut-turut: pertama kerusuhan dan penjarahan terbesar pada
peristiwa
Mei 1998; kedua peristiwa kebakaran
Gedung Balai Kota Surakarta akibat tidak terpilihnya Megawati sebagai Presiden Keempat pada Pemilu 1999; ketiga peristiwa terbakarnya Pasar Gede sebagai sarana perdagangan pada April 2000. Ketiga musibah tersebut telah banyak mengurangi aset potensial
Kota Surakarta.
Akibat musibah tersebut Tingkat
Pertumbuhan Ekonomi Kota Surakarta
merosot tajam hingga
mencapai -14,33%. Dalam kondisi yang demikian buruk Kota Surakarta dituntut membangun kembali sarana dan prasarana pemerintahan dan perekonomiannya. 2. Dinas Pendapatan Daerah merupakan salah satu Dinas yang menjadi tulang punggung bagi Pemerintah Daerah dalam menggali sumber-sumber
pendapatan
daerah.
Dalam
kondisi
yang
memprihatinkan Dinas Pendapatan Daerah mampu meningkatkan perolehan pendapatan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Oleh sebab itu untuk mengetahui keberhasilan Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta perlu dilakukan pengukuran terhadap kinerjanya.
54
2. Jenis Penelitian
Menurut tujuannya, penelitian ini adalah penelitian terapan yang bertujuan untuk mempergunakan pengetahuan ilmiah yang telah diketahui untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan praktis (Suriasumantri, 1985 dalam Sugiono, 1999:3). Dilihat dari tingkat eksplanasi maka penelitian ini disebut penelitian asosiatif yaitu penelitian yang bersifat menghubungkan dua variabel atau lebih, dengan hubungan permasalahannya adalah hubungan kausal atau sebab
akibat,
adanya
variabel
independen
(variabel
yang
mempengaruhi) dan variabel dependen (variabel yang dipengaruhi) (Sugiyono,1999:38). Bila dilihat dari jenis datanya maka penelitian ini adalah bersifat kualitatif. 3. Tehnik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Tehnik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Data primer dikumpulkan dengan tehnik wawancara secara mendalam dengan pihak yang berkepentingan: 1. Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta 2. Kepala Sub Dinas Bina Program pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta.
55
3. Kepala Sub Dinas Penagihan. b. Data sekunder
dikumpulkan dengan tehnik dokumentasi dari
berbagai publlikasi yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah. Data sekunder yang dikumpulkan adalah
sejak dikeluarkannya
Undang-undang No. 18 Tahun 1997 dan Undang-undang No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yaitu dari tahun anggaran 1998 sampai dengan tahun anggaran 2001 . TABEL 4 : JENIS DATA SUMBER DATA DAN METODE PENGUMPULAN DATA Metode Pengumpulan SumberData Jenis Data data I
No
1.
Primer
2.
Sekunder : - Perkembangan Penerimaan Pajak dan Retribusi Daerah - Proporsi Penerimaan Pajak dan Retribusi Daerah terhadap PADS Daerah Profil Dinas Pendapatan Deskripsi Daerah Kota Surakarta - Data Aparatur Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta - Perda Nomor 3, 4, 5, 6, 10, 12 Tahun 1998 - Perda Nomor 5 Tahun 1999 - SK Walikota - Data Incentive Sharing
- Data Lelang Reklame
1. Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta; 2. Kepala Sub Dinas Bina Program Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta 3. Kepala Sub Dinas Penagihan
Wawancara
Dokumentasi Sub Dinas Bina Program Sub Dinas Bina Program
Sub Dinas Bina Program
Bagian Tata Usaha
Sub Bagian Kepegawaian Sub Dinas Bina Program Sub Dinas Bina Program Sub Dinas Pendaftaran, Pendataan, dan Dokumentasi Seksi Perencanaan
- Data Anggaran Dinas Pendapatan Daerah Kota Ska Sub Bagian Keuangan
56
4. Analisis Data
Penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif oleh karena itu analisisnya dilakukan secara kualitatif. Analisis kualitatif, adalah melakukan interpretasi terhadap data, fakta dan informasi yang dikumpulkan
melalui
pemahaman
dan
pengalaman
empiris
berdasarkan langkah-langkah : 1.
Penilaian
data
dilakukan
berdasarkan pada
prinsip-prinsip
validitas, reliabilitas serta obyektivitas, dan data primer dengan sistem pencatatan yang relevan dan melakukan kritik terhadap data terkumpul. 2. lnteprestasi data adalah kegiatan menganalisis data dengan pemahaman intelektual yang dibangun atas dasar pengalaman empiris terhadap data, fakta, tabel . 3.
Penyimpulan terhadap interprestasi data penelitian.
4.1. Definisi Konsep.
Dalam penelitian ini, konsep yang digunakan adalah sebagai berikut: 1.
Kinerja Organisasi. Kinerja organisasi merupakan hasil dari suatu proses kegiatan
(produktivitas)
dari
suatu
organisasi
dengan
mengerahkan sumber daya yang tersedia dan yang diukur
57
seefisien dan seefektive mungkin sehingga
menunjukkan
tingkat pencapaian hasil. 2.
Anggaran adalah
Anggaran
merupakan
rencana
kerja
yang
diwujudkan dalam bentuk uang (rupiah) selama periode waktu tertentu ( satu tahun anggaran) serta merupakan salah satu instrumen utama kebijakan dalam upaya peningkatan umum dan kesejahteraan masyarakat. 3.
Sumber Daya Manusia aparatur ,
Sumber Daya Manusia adalah ketersediaan
berupa kemampuan fisik dan non fisik (kuantitas dan kualitas) dan yang mau bekerja dalam melakukan kegiatan atau fungsifungsi yang diemban organisasi dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi. 4.
Entrepreneurship/Kewirausahaan. Entrepreneurship dalam birokrasi pemerintahan adalah penerapan
filosofi
kewirausahaan
dengan
menciptakan
sesuatu yang memberikan nilai terhadap waktu dan usaha, yang
disertai
dengan
menanggung
resiko
finansial,
psychologis. Filosofi entrepreneurship meliputi sikap result oriented atau berorientasi
pada hasil,
pemberian jasa,
memfokuskan energi tidak sekedar menghabiskan anggaran
58
tetapi menghasilkan uang dengan memanfaatkan kesempatan dengan sumber daya. 4.2. Definisi Operasional.
Dalam mengukur kinerja Dinas Pendapatan Daerah ditempuh langkah-langkah antara lain merumuskan variabel-variabel yang menjadi fokus pengamatan dalam penelitian, adalah sebagai berikut: a. Variabel tergantung (Dependent Variable) adalah Kinerja Organisasi, Adapun ukuran kinerja organisasi terdiri dari : 1. Efisiensi, yang mengukur perbandingan antara biaya-biaya yang dikeluarkan baik biaya rutin, biaya operasional dan upah pungut yang telah direncanakan sebelumnya dengan hasil yang dicapai oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta. 2. Efektivitas, mengukur besarnya hasil yang telah dicapai yaitu berupa hasil pungutan pajak dan retribusi yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah,
dengan
membandingkan antara hasil perolehan pajak dan retribusi daerah dengan potensi pajak dan retribusi yang telah diukur sebelumnya.
59
3. Produktivitas, yang merupakan hasil (output) dari pada pemungutan Pajak dan Retribusi Daerah yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah yang diperhitungkan dengan total upah dalam setiap Tahun Anggaran. b. Variabel Bebas (Independent Variable), yang terdiri dari : 1. Anggaran, indikator yang digunalkan : 1.1. besarnya biaya pengeluaran rutin 1.2. besarnya pengeluaran pembangunan 1.3. besarnya biaya operasional Pajak dan Retribusi 2.
Sumber Daya Manusia, indikator yang digunakan adalah : 2.1. tingkat kehadiran pegawai 2.2. kejujuran aparat. 2.3. tingkat pengetahuan tentang pekerjaan
3.
Entrepreneurship, indikator dapat dilihat dari: 3.1. besarnya resiko finansial 3.2. ketaatan dalam peraturan 3.3. pemanfaatan kesempatan dengan sumber daya
60
BAB Ill DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN
A. Deskripsi Wilayah
Gambaran prospek ekonomi daerah dapat ditelusuri melalui profil daerah, Kota Surakarta atau lebih dikenal dengan "Kota Solo" secara umum merupakan dataran rendah dan berada antara pertemuan sungaisungai Pepe, Jenes, dengan Benghawan Solo, yang mempunyai ketinggian kurang lebih 92 m dari permukaan air laut dan terletak antara 110° 45"15" - 11 0°45"35" Bujur Timur dan 7°36'00" - 7°56'00" Lintang Selatan . Adapun Kota Surakarta berbatasan
dengan :
Sebelah Barat
: Kabupaten Karanganyar
Sebelah Timur
: Kabupaten
Sukoharjo
dan
Kabupaten
Karanganyar Sebelah Selatan
: Kabupaten Sukoharjo
Sebelah Utara
: Kabupaten
Sukoharjo
dan
Kabupaten
Karanganyar Kota Surakarta termasuk Kota sedang dengan kondisi yang sangat menguntungkan sebagai kota perdagangan sebab Kota Surakarta merupakan kota lintas jalur dimana perhubungan darat dan udara dari arah Timur ke Barat atau sebaliknya, dan perhubungan darat dari arah utara ke Selatan, hal ini memberikan keuntungan dalam segi ekonomi
khususnya sebagai kota perdagangan
dengan
jumlah penduduk
Surakarta berdasarkan sensus penduduk 2000 sebesar 488.834 jiwa, dengan kepadatan penduduk rata-rata 11.1 00 jiwa/km2 B. Potensi Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat diukur dari perkembangan besarnya PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), atas dasar harga konstan dan PDRB per kapita dari tahun ke tahun, berturutturut dari tahun 1995 sampai 1999 adalah : Rp. 1.258.960,51 juta, Rp. 1.374.559,01juta, Rp. 1.432.582,37 juta, Rp. 1.233.018,44 juta, Rp. 1.250.807,41 juta, dengan tingkat pertumbuhan ekonomi masing-masing adalah : 8,65%, 8,70%, 4,44%, -13,93%, 1,44%. Apabila ditinjau dari PDRB per kapita berdasarkan harga konstan dari tahu 1995 sampai 1999 adalah
Rp. 2.359.247,00, Rp. 2.571.908,00, Rp. 2.662.169,00, Rp.
2.280.689,00 dan Rp. 2.296.404,00., sedangkan tingkat pertumbuhan ekonomi dari tahun 1995 sampai 1999, berturut-turut : 7,87%, 9,01%, 3,51 %, -14,33% dan 0,69%. Dari data pertumbuhan ekonomi tersebut, baik menurut perkembangan PDRB maupun PDRB per kapita tahun
1995 -1999,
khususnya
pertumbuhan ekonomi dari tahun 1998 ke 1999 mengindikasikan ketahanan yang sangat signifikan, meskipun masih dalam tekanan krisis ekonomi makro.
62
Demikin pula jika dilihat pertumbuhan berbagai sektor PDRB, dimana kontribusi sektor-sektor dominan tahun 1999 berdasarkan harga konstan yakni berturut-
turut:
sektor industri 25,05 %, sektor perdagangan 22,43 %, sektor jasa 13,99 % dan sektor angkutan 13,32 %
Sebagai kota perdagangan, kota Surakarta memiliki fasilitas ekonomi yang merupakan prasarana pendukung bagi pertumbuhan ekonomi, yang berupa pasar tradisional dan modern sebanyak 36 buah dengan 7.126 los, 2.920 kios dan 1902 pedagang kaki lima (PKL), dari sisi ekonomi kerakyatan, keberadaan PKL ini sangat potensial dan efektif dalam upaya pemulihan ekonomi rakyat kecil. Sedangkan akomodasi kepariwisataan yang dimiliki kota Surakarta adalah 132 hotel dengan 3.400 kamar. Hotel berbintang 4 sebanyak 4 buah dengan kamar 54 kamar ???; berbintang 3 ada 4 buah dengan 213 kamar; berbintang 2 ada 2 buah dengan 122 kamar; berbintang 1 ada 4 buah dengan 137 kamar; Melati 3 ada 22 buah dengan 711 kamar; Melati 2 ada 36 buah dengan 808 kamar; Melati 1ada 48 buah dengan 732 kamar; Pondok Wisata sebanyak 11 buah dengan 112 kamar; dan satu penginapan dengan 25 kamar belum terklasifikasi. Untuk restoran dan rumah makan yang ada di kota Surakarta adalah rumah makan dengan klasifikasi A sebanyak 24 buah, B sebanyak 85 buah dan C sebanyak 245 buah sedangkan PKL atau warung sebanyak 463 buah. Demikian pula tempat-
63
tempat hiburan yang ada di Solo adalah tempat pemutaran film/gedung bioskop, yang mana seiring dengan perkembangan peralatan elektronik rumah tangga jumlah gedung bioskop cenderung menurun pada saat ini hanya terdapat 6 buah C. Diskripsi Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta.
C.1. Rincian Tugas Pokok, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja. Secara kelembagaan Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta mengacu pada Peraturan Daerah Kota Surakarta No. 6 Tahun 2001 tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta dalam pasal20 disebutkan: 1. Dinas Pendapatan Daerah sebagai unsur pelaksana Pemerintah Daerah di bidang pendapatan daerah, dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang dalam melaksanakan tugas berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah; 2. Dinas Pendapatan Daerah mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendapatan daerah. 3. Dalam
melaksanakan
tugas, Dinas Pendapatan Daerah
mempunyai fungsi : a. Penyelenggaraan Tata Usaha Dinas; b.
Penyusunan rencana program, pengendalian, evaluasi dan pelaporan;
64
c.
Penyelenggaraan pendaftaran dan pendataan wajib pajak dan wajib retribusi;
d.
Pelaksanaan perhitungan, penetapan dan angsuran pajak dan retribusi;
e.
Pengelolaan pembukuan penerimaan pajak, retribusi dan pendapatan lain;
f.
Pelaksanan penagihan atas keterlambatan pajak,retribusi dan jenis pendapatan lain;
g.
Penyelenggaraan penyuluhan;
h.
Pembinaan jabatan fungsional
1.
Pengelolaan Cabang Dinas.
Adapun susunan organisasi Dinas Pendapatan Daerah sebagai berikut: a.
Kepala Dinas.
b.
Bagian Tata Usaha
c.
Sub Dinas Bina Program
d.
Sub Dinas Pendaftaran, Pendataan dan Dokumentasi
e.
Sub Dinas Penetapan
f.
Sub Dinas Pembukuan
g.
Sub Dinas Penagihan
h.
Cabang Dinas, terdiri dari:
65
i.
Kelompok Jabatan Fungsional.
Dengan rincian tugas masing-masing yang diatur dalam Keputusan Walikota Surakarta No. 24 tahun 2001 antara lain : Bagian Tata Usaha dan Sub Dinas dipimpin oleh seorang Kepala Bagian Tata Usaha dan Kepala Sub Dinas yang masingmasing berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Dinas. Bagian Tata Usaha mempunyai tugas pokok melaksanakan administrasi umum, perijinan, kepegawaian, dan keuangan sesuai dengan kebijakan tehnis yang ditetapkan oleh Kepala Dinas. Dalam menyelenggarakan tugas pokok tersebut Bagian Tata Usaha dibantu oleh : a. Sub Bagian Umum b. Sub Bagian Kepegawaian c. Sub Bagian Keuangan. Sub Bagian Umum mempunyai tugas melaksanakan urusan surat menyurat,
kearsipan,
penggandaan,
administrasi
perijinan,
perjalanan dinas, rumah tangga, pengelolaan barang inventaris, pengaturan penggunaan kendaraan dinas dan perlengkapannya, hubungan masyarakat serta Sistem Jaringan Dokumentasi dan lnformasi Hukum.
Sub
Bagian Kepegawaian mempunyai tugas
melaksanakan pengelolaan administrasi kepegawaian. Sub Bagian
66
Keuangan
mempunyai
tugas
melaksanakan
pengelolaan
administrasi keuangan. Sub Dinas Bina Program mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana strategis dan program kerja tahunan dinas, mengadakan monitoring dan pengendalian serta evaluasi dan pelaporan sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Dinas. Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut, Sub Dinas Bina Program membawahi beberapa; a) Seksi Perencanaan yang mempunyai tugas mengumpulkan, mengolah dan menyajikan data sebagai bahan penyusunan rencana strategis dan program kerja
tahunan
dinas.
b)
Seksi
Pengendalian
Evaluasi
dan
Pelaporan yang mempunyai tugas melaksanakan monitoring dan pengendalian, analisa dan evaluasi data serta menyusun laporan hasil pelaksanaan rencana strategis dan program kerja tahunan. Sub Dinas Pendaftaran, Pendataan dan Dokumentasi, Sub Dinas ini mempunyai tugas menyelenggarakan pembinaan dan bimbingan dibidang pendaftaran dan pendataan serta dokumentasi dan pengolahan data sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Dinas. Sub Dinas Pendaftaran, Pendataan dan Dokumentasi terdiri dari; a) Seksi Pendaftaran dan Pendataan yang mempunyai tugas melaksanakan pendaftaran, pendataan dan pemeriksaan di lapangan terhadap Wajib Pajak Daerah dan Wajib
67
Retribusi Daerah, b) Seksi Dokumentasi dan Pengolahan Data yang
tugas
mempunyai
menghimpun,
mendokumentasi,
menganalisa dan mengolah data Wajib Pajak Daerah dan Wajib Retribusi Daerah. Sub
Dinas
dan
pembinaan
memyelenggarakan
tugas
mempunyai
Penetapan
dibidang
bimbingan
penghitungan, penerbitan Surat Penetapan Pajak dan Retribusi serta penghitungan besarnya angsuran bagi pemohon sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Dinas. Sub Seksi Penghitungan yang
Dinas Penetapan terdiri darii: a)
mempunyai tugas melaksanakan penghitungan dan penetapan besarnya pajak dan retribusi, b) Seksi penerbitan Surat Ketetapan mempunyai tugas menetapkan Surat Ketetapan Pajak (SKP), Surat Ketetapan Retribusi (SKR) dan Surat Ketetapan Pajak lainnya. c) Seksi Angsuran mempunyai tugas mengolah dan menetapkan besarnya Angsuran Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Sub
Dinas
menyelenggarakan
Pembukuan
pembinaan
dan
mempunyai bimbingan
di
tug as bidang
pembukuan penerimaan serta pembukuan persediaan sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Dinas. Sub Dinas ini terdiri dari :a) Seksi Pembukuan Penerimaan yang mempunyai
tugas
menerima
dan
mencatat
penerimaan,
68
pembayaran serta setoran pajak dan retribusi yang menjadi kewenangannya. b) Seksi Pembukuan Persediaan mempunyai tugas mengelola pembukuan, penerimaan dan pengeluaran benda berharga. Sub Dinas Penagihan mempunyai tugas menyelenggarakan pembinaan
dan bimbingan dibidang penagihan dan keberatan
serta pengelolaan penerimaan pendapatan lain sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Dinas. Sub Dinas Penagihan terdiri dari: a) Seksi Penagihan dan Keberatan yang mempunyai tugas melaksanakan penagihan tunggakan pajak daerah, retribusi daerah dan sumber pendapatan lainnya serta melayani pernohonan keberatan dan penyelesaiannya. b) Seksi Pengelolaan Penerimaan Sumber Pendapatan Lain mempunyai tugas
mengumpulkan
dan
mengolah
data
sumber-sumber
penerimaan lain di luar pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Kepala Cabang Dinas, mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Kepala Dinas pada Cabang Dinas di Kecamatan, dalam hal pendaftaran, pendataan, penagihan pajak dan retribusi daerah serta penyampaian penetapan pajak dan retribusi di wilayah kerja Cabang Dinas.
69
Jabatan
Fungsional,
kelompok jabatan
fungsional
di
lingkungan Dinas terdiri dari : a. Pranata komputer b. Arsiparis c. Pustakawan d. Auditor e. Pemeriksa pajak C.2. Kondisi Aparatur Dinas Pendapatan Daerah Sumber daya aparatur merupakan salah satu sumber daya terpenting dalam suatu organisasi karena sangat berpengaruh dan menentukan
keberhasilan
dan
kegagalan
organisasi
dalam
mencapai tujuan. Organisasi yang baik adalah yang memiliki sumber
daya aparatur yang berkualitas dalam arti mempunyai
pendidikan yang cukup untuk melaksanakan tugasnya,
baik
pendidikan yang bersifat formal maupun yang bersifat fungsional serta mencukupi dalam hal kuantitasnya. Adapun mengenai jumlah personil
Dinas
Pendapatan
Daerah Kota Surakarta saat ini secara kuantitatif dapat dikatakan relatif cukup baik yaitu sebanyak 97 orang pegawai organik yang terdiri dari 2 orang golongan IV dengan Pendidikan 82, 46 orang golongan Ill dengan pendidikan Sl 13 orang, Sarjana Muda 10 orang dan 55 orang berpendidikan SLTA. Dan golongan II
70
sebanyak 42 orang dengan pendidikan Sarjana Muda sebanyak 4 orang, SLTA 9 orang , SLTP 6 orang dan SD 5 orang, sedang golongan I hanya 1 orang dengan pendidikan SLTP; Tenaga honorer yang diangkat dengan SK Walikota sebanyak 1 orang berpendidikan SLTA, dan tenaga proyek sebanyak 66 orang dengan pendidikan SD 1 orang, SLTP 1orang, SLTA 49 orang, Sarjana Muda 6 orang dan S1 9 orang, sehingga jumlah tenaga kerja di Dinas Pendapatan Daerah pada saat ini sebanyak 175 orang.
Sebagai
perbandingan
perkembangan
staf
Dinas
Pendapatan Daerah pada tahun 1998 berjumlah 324; pada Tahun 1999 berjumlah 322, dan tahun 2000 sebanyak 317 orang, sedang tahun 2001 dapat dilihat dalam tabel berikut : TABEL 5: KONDISI PEGAWAI DINAS PENDAPATAN DAERAH KOTA SURAKARTA PADA TAHUN 2001
GOLONGAN
so 1/b 1/c 1/d 11/a 11/b 11/c 11/d Ill/a 111/b 111/c 111/d IV/a Tenaga tidak tetap T.PP.31/DP.P T.DP./SK Walikota Tenaga Proyek
JUMLAH
TINGKAT PEN DIDIKAN SLTP SLTA ~ARMUD
JUMLAH 51
52
2 1 1 5
26 1 35
1 1 4
7 1 15
3 26 18 4 22
12 64 64 213
1 2 4 6 1
1 15
2 2 7 4
1 16
1 1 1
2 2 1 10 25 22 11 37 8 6 5 1 11 104 72
3
297
Sumber Data : Dmas Pendapatan Daerah Kota Surakarta2001
71
Jika diperhatikan Tabel-tabel di atas dapat diketahui bahwa Sumber Daya Aparatur yang terdapat pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta cukup besar, SLTA, sedang 81 hanya 5%)
( 71 %nya berpendidikan
dan dari tahun ke tahun mulai
berkurang dengan adanya mutasi, hal tersebut juga diikuti dengan pendidikan personil yang menduduki jabatan dimana pada tahun 1998/1999 masih banyak jabatan diduduki oleh personal dengan pendidikan rata-rata SLTA, sedangkan mulai tahun 2000 hampir keseluruhan pejabatnya berpendidikan S1, untuk staf dengan pendidikan sebagian besar SLTA ke bawah. C.3. Visi dan Misi Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta. Penetapan visi, adalah merupakan langkah panting dalam perjalanan suatu organisasi, sebagai cara pandang kemana instansi pemerintah harus dibawa agar dapat eksis, antisipatif, dan inovatif. Sebagai instansi pemerintah. Visi menurut J. Salusu yang mengutip pendapat Naisbit dalam Nawawi (2000 : 155) mengatakan bahwa Visi merupakan gambaran yang jelas tentang apa yang akan dicapai berikut rincian dan instruksi setiap langkah untuk mencapai tujuan. Suatu visi dikatakan efektif jika sangat diperlukan memberi kepuasan, menghargai masa lalu sebagai pengantar masa depan.
72
Sedang menurut Kotler yang juga dikutip oleh J. Salusu dalam Nawawi (2000 :155) mengatakan bahwa, Visi adalah pernyataan tentang tujuan organisasi yang diekspresikan dalam produk dan pelayanan yang ditawarkan, kebutuhan yang dapat ditanggulangi, kelompok masyarakat yang dilayani, nilai- nilai yang diperoleh serta aspirasi dan cita-cita masa depan. Berkenaan dengan visi tersebut, Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta yang bertugas dan berfungsi sebagai organisasi yang bertanggung jawab terhadap perolehan pendapatan daerah memiliki visi sebagai berikut :
" TERWUJUDNYA PENINGKATAN PENDAPATAN DAERAH YANG OPTIMAL DALAM RANGKA MENJAMIN LIKUIDITAS KEUANGAN DAERAH UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN DAERAH II
Dalam suatu organisasi Misi tertuang dalam rumusan tugas pokok, dan
fungsi. Adapun mengenai misi Dinas Pendapatan
Daerah Kota Surakarta. Untuk mewujudkan visi tersebut, agar tujuan Dinas Pendapatan Daerah dapat terlaksana dan berhasil dengan baik, maka perlu memiliki landasan kerja yang berupa misi dari pada organisasi, yang tertuang di dalam tugas pokok dan fungsi organisasi Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta. Adapun misi tersebut adalah sebagai berikut :
73
BAB IV ANALISIS KINERJA DAN IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA
A. ANALISIS KINERJA
Dalam mengukur keberhasilan yang dicapai Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta, maka digunakan ukuran utama yaitu, efisiensi, efektivitas dan produktivitas. Sebelum membahas kinerja tersebut akan dipaparkan mengenai kontribusi Pajak dan Retribusi yang menjadi tanggung jawab
Dinas
Pendapatan
Daerah
terhadap
PAD
Kota
Surakarta; Pengukuran ini dilakukan dari kurun waktu 1998 yaitu mulai berlakunya Undang-undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah sampai dengan 2001. Adapun besarnya kontribusi Pajak dan Retribusi yang menjadi tanggung jawab Dinas Pendapatan Daerah dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surakarta yaitu dengan melihat besarnya prosentase total penerimaan Pajak dan Retribusi yang dikelola Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta dengan total penerimaan PAD dalam kurun waktu tertentu atau 1 (satu) Tahun Anggaran (TA) dari tahun 1998/1999 sampai dengan 2001 atau sejak berlakunya Undang-undang Pajak dan Retribusi Daerah Ta hun 1997 dengan ukuran :
Total Penerimaan Pajak & Retribusi ITA X
100%
Total PAD/TA Sebagaimana dalam tabel berikut : TABEL6 : REALISASI PENERIMAAN PAJAKIRETRIBUSI DAERAH DAN PADS KOTA SURAKARTA TA 1998/1999-2001 Tahun Pajak dan etribusi PAD (Rupiah) Anggaran (Rupiah) 1998/1999 10.710.904.114 25.151.011.224 . 29.025.242.527 1999/2000 12.419.429.884 2000 12.301.934.465 33.122.842.179 2001 17.620.449.884 35.640.533.633 .. Sumber data : Anahs1s data sekunder
Kontribusi (%) 42,58 42,78 37,14 49,43
Besarnya kontribusi Pajak dan Retribusi tersebut mencerminkan bobot prestise dari pada pengelolaan sumber daya yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah .Kota Surakarta dan juga merupakan cerminan dari prestise produksi yang dihasilkan oleh Dinas Pendapatan Daerah . Semakin tinggi kontribusi Pajak dan Retribusi terhadap PAD semakin tinggi prestise Dinas Pendapatan Oaerah Kota Surakarta sebagai pengelola Pajak dan Retribusi Daerah. Sebagaimana telah dikemukakan dalam Bab I bahwa kinerja organisasi adalah merupakan suatu proses kegiatan dari suatu organisasi dengan mengerahkan sumber daya yang tersedia yang menunjukkan tingkat pencapaian hasil. Untuk mengukur tingkat pencapaian hasil tersebut digunakan alat ukur yang berupa; Efisiensi melalui perbandingan
76
antara total pengeluaran pemerintah dengan perolehan PAD Tahun Anggaran; dan Efektivitas diukur melalui perbandingan potensi Pajak dan Retribusi terhadap perolehan PAD Tahun Anggaran; serta Produktivitas, yang diukur dengan membandingkan peningkatan pendapatan terhadap total upah. Adapun hasil pengukuran ke tiga komponen tersebut adalah sebagai sebagai : A.1. Efisiensi
Efisiensi merupakan salah satu ukuran kinerja organisasi, efisiensi merupakan kemampuan melakukan sesuatu dengan tepat. Organisasi yang efisien adalah organisasi yang mencapai output, atau hasil yang diukur dengan input yang dipergunakan. Organisasi yang bertindak secara efisien mampu meminimalkan biaya sumber daya yang diperlukan, namun tidak menutup kemungkinan adanya peningkatan biaya sumber daya namun peningkatan tersebut akan menghasilkan suatu output yang lebih meningkat. Efisiensi pada organisasi
pemerintahan
melakukan
dua
fungsi
khususnya sebagai
memberikan pelayanan kepada
Dinas
instansi/lembaga Penghasil
dan
yang juga
publik tingkat efisiensinya yang
dihasilkan dilakukan dengan membandingkan antara seluruh biayabiaya yang dikeluarkan oleh organisasi yaitu Dinas Pendapatan Daerah (Pengeluaran/ Belanja Rutin dan Belanja Pembangunan ditambah Upah Pungut) dengan hasil yang dicapai. Tingkat efisiensi
77
Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta dari tahun 1998/1999 sampai tahun 2001 berdasarkan data adalah sebagai berikut : TABEL 7 : T INGKAT EFISIENSI KINERJA DINAS PENDAPATAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 1998/1999 - 2001
Tahun Anggaran
Anggaran Pengeluaran (Rp)
Pajak dan Retribusi ( Rp )
4.032.751.205 10.710.904.114 1998/1999 1999/2000 4.437.372.494 12.319.429.884 2000 4.559.636.839 12.469.589.635 17.620.449.884 2001 6 .791 .874.494 .. Sumber data : Anahs1s data sekunder
Efisiensi (%) 37,65 36,01 36,56 38,54
Dari data pada tabel tersebut dapat diperoleh rata-rata tingkat efisiensi Dinas Pendapatan Daerah sebesar 37,19% artinya untuk menghasilkan Rp.10.000,- dari Pajak dan Retribusi diperlukan biaya sebesar Rp.3.719,- hal ini dipandang masih wajar mengingat tugas dan fungsi Dinas Pendapatan Daerah tidak hanya sekedar sebagai Dinas Penghasil tetapi juga sebagai instansi yang menjalankan fungsi
pelayanan publik.
Hal ini
senada dengan apa yang
diutarakan oleh Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta, bahwa : "Efisiensi yang dilakukan oleh suatu instansi Pemerintah bukan berarti setiap kegiatan dilakukan dengan biaya sekecil-kecilnya dengan hasi~ sebesar-besarnya atau hanya berorientasi tentang profit and benefit saja, namun sebagai organisasi pemerintah khususnya Dinas Pendapatan Daerah yang juga menjalankan fungsi pelayanan publik, efisiensi diukur dengan perkiraan tidak >50% dan dibandingkan dengan tahun tahun sebelumnya, mengingat parameter untuk mengukur besar·nya efisiensi yang ideal tersebut belum ada". (Wawancara, 19 November 2002)
78
Adapun yang telah dilakukan Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta dalam hal efisiensi ini hanya pada batas memberikan suatu evaluasi terhadap tingkat efisiensi yang telah dilakukan, namun proses untuk mencapai suatu tingkat efisiesi tersebut belum dilakukan artinya belum/tidak dibuatnya suatu perencanaan dari pada setiap rupiah yang dihasilkan (output)
tersebut dibiayai
dengan berapa rupiah (input) yang harus dikeluarkan. Sekalipun ukuran ideal efisiensi bagi instansi pemerintah itu sampai dengan saat ini belum ada parameter yang pasti, atau berapa besarnya batasan toleransi dari pada
tingkat efisiensi tersebut, namun
perencanaan pengeluaran biaya (input) dan perkiraan pendapatan (output)
seharusnya
dilakukan,
agar
dapat
diukur
tingkat
efisiensinya dengan membandingkan efisiensi dalam perencanaan dengan efisiensi yang dihasilkan. Akibat tidak diukurnya input yang digunakan untuk mencapai hasil yang diharapkan, maka penurunan tingkat efisiensi yang nampak dari tahun ke tahun tersebut dalam tabel di atas tidak dapat dikatakan
sebagai
penurunan
tingkat
efisiensi
atau
Dinas
Pendapatan Daerah telah mengalami penurunan suatu tingkat efisiensi tertentu. Akan tetapi data tersebut hanya mencerminkan efisiensi yang dihasilkan. Hal tersebut dapat dibuktikan pada tahun 2000 yang memiliki durasi tahun anggaran paling pendek dengan
79
pengeluaran
meningkat sebesar
Rp.122.264.345,-
dari
tahun
sebelumnya akan tetapi perolehan pendapatan Pajak dan Retribusi menurun sebesar Rp.117.495.419,-. Hal ini membuktikan bahwa Dinas Pendapatan Daerah dalam perencanaan program kegiatan tidak melakukan pengukuran sebelumnya, dan membuktikan pula bahwa orientasi kinerja perangkat Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta hanyalah pada pencapaian target, sehingga berapapun besarnya biaya yang dikeluarkan tujuannya hanya untuk mencapai target. A.2. Efektivitas
Efektivitas adalah merupakan kunci
keberhasilan
suatu
organisasi. Organisasi yang efektif adalah organisasi yang memilih sasaran yang tepat, atau ·melakukan sesuatu yang tepat. Efektivitas dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan merupakan ukuran kuantitatif
dan
atau
kualitatif
yang
menggambarkan
tingkat
pencapaian hasil suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Dari pengertian tersebut di atas dapat dikatakan bahwa efektivitas adalah tindakan dalam menentukan tujuan atau sasaran organisasi dengan tepat, Efektivitas adalah merupakan ukuran besarnya hasil yang telah dicapai yaitu berupa pungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah, dan membandingkannya dengan potensi Pajak dan Retribusi yang
xo
telah diukur sebelumnya. sehingga tingkatan efektivitas adalah merupakan tingkatan pencapaian hasil yang sudah direncanakan dengan tepat. Tingkat efektivitas Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta dari tahun 1998/1999 sampai tahun 2001 berdasarkan data adalah sebagai berikut : TABEL 8 : EEFEKTIVITAS KINERJA DINAS PENDAPATAN DAERAH KOTA SURAKARTA DILIHAT DARI REALISASI TERHADAP TARGET PENERIMAAN PAJAKIRETRIBUSI DAERAH TAHUN 1998/1999 - 2001 Target Penerimaan Realisasi Penerimaan Efektivitas Pajak & Retribusi (%) Pajak & Retribusi (Rp) (Rp) 102,80 10.710.904.114 1998/1999 10.419.268.000 12.319.429.884 103,51 1999/2000 11 .901 .587.000 106,60 12.469.589.635 11 .696.878.000 2000• 100,69 17.498.667.000 17.620.449.884 2001• .. Sumber data : Anahs1s Data Sekunder • Target sudah disesuaikan dengan potensi yang ada yaitu sesuai dengan hasil pengkajian potensi PADS Kota Surakarta Tahun 2000 (Kerjasama Dinas Pendapatan Daerah dengan Pusat Pengkajian dan Pelatihan Ekonomi Fak. Ekonomi UNS Surakarta Tahun 2000) . Tahun Anggaran
Pada dasarnya penetapan target penerimaan Pajak dan Retribusi yang dipungut oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta adalah sesuai dengan potensi yang ada, akan tetapi pada tahun 2000 diadakan penghitungan ulang mengingat telah terjadi banyak perubahan pada situasi dan kondisi secara umum di Kota Surakarta misalnya kondisi ekonomi dan politik. Sebagaimana dituturkan oleh Kepala Dinas Pendapatan Daerah bahwa : . "Penerimaan Pajak dan Retribusi Daerah dipengaruhi oleh kondisi politik maupun ekonomi , dan yang paling berpengaruh adalah kondisi ekonomi, misalnya, adanya kenaikan harga BBM, Tarif
81
Dasar Listrik, Sembilan Bahan Pokok dan sebagainya yang pada dasarnya akan mengakibatkan menurunnya daya beli masyarakat yang pada akhirnya berakibat menurunnya peneriman Pajak dan Retribusi, sebab masyarakat akan memenuhi kebutuhan primer terlebih dahulu. Oleh sebab itu hasil dari pada perhitungan efektivitasnya bukan merupakan nilai yang mutlak karena dimungkinkan adanya hasil yang fluktuatif'. (Wawancara, 19 November 2002) Adapun dari hasil perhitungan efektivitas kinerja Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta dari tahun 1998/1999 -2001 dapat dikatakan baik. Artinya perencanan
targ~t
dilakukan dengan tepat dan
pencapaian targetpun diraih dengan tepat. Sedangkan pencapaian efektivitas yang paling tinggi adalah pada tahun 2001 dimana pada tahun tersebut memiliki tingkat efektivitas yang paling mendekati 100%,
Hal
ini
sebagaimana
dikemukakan
yang
Mardiasmo
(2002: 112) bahwa "... . . . potensi apa adanya (tidak ada yang disembunyikan), yaitu berapa
b~sarnya
target yang diusahakan
dapat dicapai. Hal ini panting, agar tidak ada lagi istilah efektivitas pencapaian pendapatan di atas 100%". Sekalipun pelaksanaan suatu kegiatan berhasil mencapai sasaran yang diinginkan, tentu saja pengertian efektivitas di sini tidak semata-mata menitik beratkan pada segi output melainkan juga harus
memperhatikan
aspek-aspek
yang
lain
yaitu
dengan
mempertimbangkan cara-cara alternatif untuk mencapai tujuan dan tujuan-tujuan alternatif yang merupakan kemungkinan-kemungkinan targeUsasaran yang lain. Dalam kedua hal tersebut untuk mencapai
82
targeUsasaran yang telah ditentukan Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta telah membuat alternatif kebijakan dan tujuan dari pada alternatif kebijakan yang telah dikaji dan layak untuk dijadikan target pelaksanaan kegiatan. Adapun alternatif kebijakan yang telah dilaksanakan sejak tahun 1999/2000 meliputi program Incentive Sharing dan Program Lelang Reklame yang mana tujuan dari pada kebijakan tersebut adalah untuk meningkatkan pendapatan dari sektor Pajak Hotel dan Restoran, dan Retribusi Sewa Tanah untuk Reklame. Kedua program tersebut telah memberikan hasil yaitu peningkatan pendapatan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Adapun penjelasan lebih rinci dari program tersebut akan dibahas lebih lanjut dalam variabel enterpreneurship. A.3. Produktivitas Produktivitas adalah merupakan hasil (output) dari pada pemungutan Pajak dan Retribusi Daerah yang dipungut dan menjadi tanggung jawab Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta dalam tahun anggaran 1998-2001, dengan membandingan antara output (0, misal pendapatan Pajak dan Retribusi) dengan inputnya (I, misal upah pungut). Jadi produktivitas kerja (PK) per waktu yang ( dalam satu Tahun Anggaran) yaitu :
ditentukan
0 PK=1
=
Produktivitas PK = pendapatan Pajak dan Retribusi = Output 0 = total upah = Input I Dalam pengukuran dengan menggunakan alat ukur produktivitas kinerja ini belum pernah dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta sebagaimana dikatakan oleh Kepala Sub Dinas Bina Program, diakui bahwa "Pengukuran yang dilakukan secara rutin adalah sebagaimana yang · lazim dilakukan instansi/dinas berupa laporan perkembangan Target dan Realisasi Penerimaan Pendapatan Pajak dan Retribusi kepada Walikota Surakarta yang dilakukan secara berkala" . (Wawancara, tanggal 15 November 2002) Sedangkan hasil (output) dari pada pemungutan
Pajak dan
Retribusi Daerah yang menjadi tugas dan tanggung jawab Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta adalah sebagai berikut : TABEL 9 : PENERIMAAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 1998/1999-2001
2001 2000 1999/2000 1998/1999 Jenis Pendapatan Pajak Daerah 5.579.260.003 3.181.367.915 3.513.205.296 2.380.958.187 la.Hotel & Restoran 1.308.556.252 620.733.616 612.507.097 593.745.214 b.Hiburan 967.325.153 569.423.035 412.153.974 323.120.978 jc.Reklame 7.734.822.404 4.713.062.472 4.658.800.215 4.563.806.355 ~.Penerangan Jalan 290.339.900 250.374.500 235.543.395 41.781 .365 ~ . Pemanfaatan ABT J urn I a h 9.154.634.854 9.612.536.662 15.880.303.712 7.903.412.099 Retribusi Daerah 847.524.170 1.100.827.900 1.128.098.060 la.Pei.Persampahan 1.127.483.380 634 .305968 380.293.226 434.743.625 b.Pem Kekayaan Da 149.857.381 1.597.948.345 1.626.078.077 1.530.151 .254 !C. Terminal ~. Penyeberangan 5.012.304 3.157.500 4.005.000 diatas air 3.411 .250 3.164.795.030 2.857.052.973 1.740.146.172 Jumlah 2.810.903.265 ~umlah Pajak & Ret 10.419.268.000 12.319.429.884 12.469.609.635 17.620.449.884 .. Sumber data : Anahs1s Data Sekunder
84
Pada dasarnya penerimaan/pendapatan Dinas Pendapatan Daerah dari tahun ke tahun mengalami kenaikan khususnya pada tahun 2001
mengalami
peningkatan
yang
cukup
signifikan
bila
dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kenaikan tersebut lebih disebabkan karena pada tahun 2000 yang memiliki durasi tahun anggaran lebih pendek dari pada tahun-tahun anggaran yang lain, sehingga penerimaan pendapatan hanya mencapai 75% dari seharusnya bila tahun anggaran tersebut berdurasi 12 bulan atau minimal penerimaan Pajak dan · Retribusi Daerah yang berkisar Rp. 15 Milyar. Namun bila dianalisis lebih lanjut, kenaikan tersebut juga disebabkan adanya kenaikan pada sektor-sektor tertentu misalnya kenaikan penerimaan Pajak Hiburan dua kali lipat dari tahun-tahun sebelumnya. Demikian pula pada Pajak Penerangan Jalan ada kenaikan yang cukup besar hal ini disebabkan karena pada tahun tersebut ada kenaikan Tarif Dasar Listrik, namun kenaikan ini memberikan konsekuensi pada penerimaan yang lain yaitu pada penerimaan Retribusi Pelayanan Persampahan, hal ini dikatakan sebagai konsekuensi sebab pada saat terjadi kenaikan listrik masyarakat dihadapkan pada dua pilihan dalam memenuhi suatu kewajiban, yaitu Pembayaran rekening listrik yang merupakan kebutuhan urgen dan tidak mungkin untuk tidak dipenuhi sedangkan pembayaran Retribusi Pelayanan Persampahan dapat ditangguhkan
85
atau dapat menjadi tunggakan. Sedangkan Retribusi Terminal mulai tahun
sudah
2001
bukan
menjadi
tanggung
jawab
Dinas
Pendapatan Daerah sebab dengan diberlakukannya Susunan Organisasi
dan
Tata
Kerja
Pemerintahan . Kota
Surakarta
berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2001 telah menjadi tanggung jawab Dinas Lalu Lintas Jalan Raya Kota Surakarta. Berdasarkan pendapatan sebagaimana dalam tabel
10
tersebut, maka dapat dihitung produktivitas Dinas Pendapatan Daerah berdasarkan data yang diperoleh adalah sebagai berikut : TABEL10 : PRODUKTIVITAS DINAS PENDAPATAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 1998/1999-2001
Tahun Anggaran
Pendapatan Pajak & Retribusi (Rp)
10.419.268.000 1998/1999 12.319.429.884 1999/2000 12.469.609.635 2000 17.620.449.884 2001 Data Sekunder Analisis Sumber data:
Total Biaya Input (Rp)
Produktivitas
4.032.751.205 4.437.372.494 4.559.636.839 6.791.874.494
2,58 2 ,78 2,73 2,59
Dari tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa produktivitas Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta telah mengalami peningkatan yang cukup baik pada tahun 1999/2000 sebesar 0,2, tetapi setelah itu secara perlahan mengalami penurunan walaupun penurunan tersebut hanya sebesar 0,05 sampai 0,14 pada tahun 2001 . Pada dasarnya pengukuran produktivitas dituangkan . perencanaan
kegiatan/program
sehingga
dapat
dalam
diperkirakan
86
produktivitas yang akan diperoleh, dengan demikian dapat pula direncanakan adanya peningkatan produktivitas dengan beberapa cara yaitu: • Meningkatkan output dengan mempertahankan input • Meningkatkan
output
dengan
proporsi
lebih besar daripada
pertambahan input • Meningkatkan output dan menurunkan input • Mempertahankan output dan menurunkan input • Menurunkan output dan menurunkan input dengan proporsi yang lebih besar. (Raviyanto dalam Tohardi, 2002;459) Dari
analisis data tersebut khusus pada tahun
2001
yang
menggambarkan adanya penurunan produktivitas dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa, kenaikan pendapatan tahun 2001 terhadap pendapatan 2000 adalah sebesar 41,31 % sedangkan peningkatan input sebasar 48,96%. Kenaikan input tidak diikuti dengan kenaikan hasil dengan proporsi lebih besar, hal yang demikian tidak termasuk dalam kategori cara meningkatkan produktivitas sebagaimana tersebut di atas. Kondisi ini tidak perlu terjadi apabila Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta telah melakukan pengukuran sebelumnya sebagai bagian dari perencanaan kegiatan. Data produktivitas tersebut di atas hanyalah merupakan gambaran produktivitas yang dicapai atau dihasilkan, akan tetapi
X7
bukan merupakan gambaran tentang tingkat produktivitas, hal ini disebabkan karena Dinas Pendapatan Daerah tidak membuat perencanaan produktivitas yang akan dihasilkan pada tahun berikutnya, sehingga produktivitas yang dihasilkan tersebut tidak dapat dibandingkan dengan produktivitas yang direncanakan. Pengukuran kinerja merupakan suatu metode untuk menilai kemajuan yang telah dicapai dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Pengukuran kinerja Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menghitung, tersebut.
efisiensi,
efektivitas dan
Dalam pengukuran
produktivitas
organisasi
ketiga aspek tersebut
dapat
digambarkan bahwa, dari hasil ke tiga aspek pengukuran kinerja Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta dapat disimpulkan bahwa dalam meraih keberhasilannya yaitu meningkatkan pendapatan daerah dari sektor Pajak Daerah dan Restribusi Daerah yang menjadi tanggung jawab Dinas tersebut, tidak dilakukan dengan manajemen yang baik yaitu melalui perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dengan ukuran kinerja yang dapat dijadikan acuan dalam proses kegiatan pencapaian hasil, sehingga kinerja yang dihasilkan tidak mencerminkan efisiensi, efektivitas dan produktivitas yang sesungguhnya. Namun demikian apabila hanya dilihat dari hasil yang dicapai maka Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta telah
menunjukkan hasil yang cukup baik, artinya selalu mengalami peningkatan pada tiap tahunnya. B. Anal isis Faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Dinas Pendapatan Daerah adalah variabel yang dapat menyebabkan tinggi rendahnya tingkat kinerja Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta, dalam analisis terhadap faktor-faktor tersebut dibatasi pada variabel-variabel yang dianggap dominan menyebabkan kinerja Dinas Pendapatan Daerah tinggi atau rendah. Selain itu akan dibahas pula program-program yang dilaksanakan dalam rangka menunjang kinerja
Dinas Pendapatan
Daerah, dan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta. Hubungan antara faktor-faktor tersebut dengan kinerja yang diukur melalui efisiensi, efektivitas dan produktivitas adalah sebagai berikut: 8.1. Faktor Anggaran. lnstrumen
yang
digunakan
untuk
mengukur
besarnya
anggaran terdiri dari dua item, distribusinya adalah sebagai berikut : a.
Anggaran Pendapatan, yaitu Pendapatan yang diperoleh dari Pajak dan Retribusi yang merupakan tanggung jawab Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta dari tahun 1998/1999-2001. Dalam menentukan besarnya anggaran pendapatan tersebut,
Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta membuat rancangan usulan pendapatan yang disusun sesuai dengan potensi yang telah
diperhitungkan
sebelumnya.
Dalam
rapat
anggaran
bersama DPRD Kota Surakarta tidak jarang terjadi tawar menawar tentang besarnya target yang diusulkan oleh Dinas Pendapatan Daerah,
sebagaimana disampaikan oleh Nara
sumber Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta, bahwa DPRD sering
tentang
mempertanyakan
besaran
pendapatan, dan sekaligus meminta agar
daripada
target
target dinaikkan,
namun ketika pihak eksekutif (Dinas Pendapatan Daerah) mempertanyakan dasar kenaikan tersebut, ternyata pihak DPRD tidak memiliki dasar atau data yang feasible sebagai ukuran untuk menaikkan target yang melampaui potensi. Adapun target dan realisasi pendapatan Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta yang telah dilaksanakan dapat dilihat pada Tabel : 9 tersebut di atas. b. Anggaran Pengeluaran, yaitu semua pengeluaran pemerintah baik berupa pengeluaran rutin maupun pembangunan untuk membiayai
tugas-tugas
dilaksananakan
oleh
dan
Dinas
program-program
yang
Daerah.
Dalam
Pendapatan
Pembiayaan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Kota Surakarta, sebagaimana telah diutarakan dalam Bab II, bahwa
90
menyelenggarakan
dalam
Daerah
daerah,
pemerintahan
membiayai berbagai kegiatan melalui (APBD). Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah. Pengeluaran mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk
melaksanakan
kebijakan
Pengeluaran
kerja.
unit
pemerintah pada dasarnya adalah besarnya alokasi dana untuk setiap
unit
kerja
pemerintah
yang
daerah
dibuat
untuk
menghasilkan kinerja. Sejalan dengan pendapat tersebut di atas, Peacock dan Wiseman pada tahun 1961 berpendapat bahwa perkembangan ekonomi meningkat
menyebabkan dan
semakin
pemungutan
pajak
meningkatnya
yang
semakin
penerimaan
pajak
menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat (Mangjkoesoebroto, 1998 tersebut,
173). Bertolak dari
pendapat
untuk melihat kenaikan pembiayaan pengeluaran
pemerintah dalam mengelola Pajak dan Retribusi Daerah berupa pengeluaran yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta yang meliputi Anggaran Rutin dan Pembangunan serta Upah Pungut, dan biaya operashJnal. Apakah biaya-biaya tersebut sebanding dengan kinerja yang dihasilkan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta. Untuk mengukur alokasi biaya dalam hubungannya dengan kinerja adalah dapat dilihat
lJI
dari proses anggarannya, dan untuk mengetahui besaran pengeluaran-pengeluaran tersebut dapat dicermati dalam tabel berikut : TABEL11 : PENGELUARAN PEMERINTAH MELALUI DINAS PENDAPATAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 1998/1999-2001 Upah Biaya Anggaran Pungut OpP.rasional Rutin Pengeluaran (Rp) (Rp) (Rp) 1.542.186.000 535 .545.205 3.497.206.000 1998/1999 1.782.254.000 620.971.494 3.816.401 .000* 1999/2000 1.655.148.000 623.480.481 3.936.156.358 2000 881.022.494 2.204.198.000 5.910.852.000 2001 Sumber data : Analisis data sekunder * Jumlah tersebut telah ditambah dengan biaya Pengeluaran Pembangunan sebesar Rp.134.580.000,Tahun Anggaran
Dalam
tabel
nampak
bahwa
pada
dasarnya
anggaran
pengeluaran/biaya pengeluaran Dinas pendapatan Daerah Kota Surakarta selalu terjadi peningkatan. Sedangkan pada tahun 1999/2000
ada
pengeluaran
penambahan
pen l~eluaran
Pembangunan, · yaitu
yang
berupa
pengeluaran
untuk
membiayai sektor pembangunan fisik. Dalam hal pembangunan fisik ini Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta hanya melaksanakan sekali saja dalam empat tahun anggaran, yaitu pembangunan/
perbaikan
terminal
Tirtonadi
sebesar
Rp.
134.580.000,- Hal tersebut disebabkan karena kondisi fisik prasarana Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta lainriya dapat dikatakan masih baik dengan rata-rata usia bangunan
92
gedung belum lebih dari lima belas tahun, sedangkan biaya perawatan gedung-gedung tersebut tf'rmasuk dalam anggaran pengeluaran rutin. Biaya-biaya pengeluaran tersebut dalam tabel 12, apabila dilihat dari mata anggaran yang ada pada tiap-tiap tahunnya, maka anggaran terse but termasuk Tr 3disional budget dimana didominasi penyusunan anggaran line-item dan incrementalsm, dimana banyak mata anggaran yang besarnya selalu sama dengan
tahun-tahun
sebelumnya
sedangkan
dari
proses
anggaran maka dapat dijelaskan sebagai berikut: - Tahap persiapan dan penyusunan anggaran, dalam tahap 1n1 taksiran besarnya anggaran pengeluaran didasarkan atas taksiran pendapatan yang tersedia. Sedangkan dalam hal pengeluaran berdasarkan data yang diperoleh dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Bahwa
pada
mata
anggaran
tertentu (selain belanja
pegawai) dalam pengeluaran rutin selama 4 tahun berturutturut menunjukkan besarnya anggaran yang dibelanjakan selalu
sama
(misalnya
belanja
barang,
pemeliharaan
inventaris kantor, pemeliharaan software dan hardware) dimana biaya tersebut menyangkut besarnya biaya input, yang seharusnya diperhitungkan secara ekonomis dan
91
efisien. Apabila melihat kondisi ekonomi di Indonesia masih tidak menentu yang menyebabkan harga barang-barang menjadi tidak menentu pula, maka terjadi hal yang demikian pula terhadap barang-barang software dan hardware yang nilainya sangat ditentukan oleh nil3i rupiah terhadap dolar, seharusnya besarnya btaya-biaya tersebut tidak sama, bahkan
sangat
mungkin
fluktuatif.
Hal-hal
tersebut
menunjukkan bahwa penetapan anggaran pengeluaran tidak didasarkan
pada
prinsip-prinsip
manajemen
keuangan
daerah. b. Mata anggaran operasional, dalam merencanakan besarnya angggaran biaya operasional ini seharusnya diukur dengan hasil
yang
operasional
akan adalah
diperoleh, biaya
fungsi
biaya
dipergunakan
untuk
mengingat yang
menunjang kegiatan dalam rangka memperoleh pendapatan (hasil) Pajak dan Retribusi. Oleh sebab itu perencanaan terhadap setiap rupiah yang akan dikeluarkan dalam biaya operasional ini harus dapat dipakai untuk mengukur berapa rupiah yang akan dihasilkan dalam perolehan Pajak dan Retribusi. Dalam prakteknya perencanaan tersebut belum dibuat oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta.
94
sumber
nara
Menurut
Dinas
Daerah.
Pendapatan
menyatakan bahwa: Peningkatan anggaran belanja rutin secara dinamis tersebut memang tidak dilakukan perhitungkan yang berdasarkan pada prinsip value for money tetapi lebih didasarkan pada konsekuensi dari pada tuntutan DPRD Kota Surakarta terhadap Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta dalam meningkatkan perolehan pendapatan daerah" rangka (Wawancara, 11 November 2002)
- Tahap
Ratifikasi
Anggaran, apabila dilihat dari sifat dan line-item
penyusunan anggaran yang incrementalism
budget tersebut dimana pada kenyataannya Anggaran Belanja dan Pendapatan untuk Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta tersebut disetujui, hal ini menunjukkan bahwa pihak legislatif tidak mereview
anggaran
menunjukkan
ketidak
hal
lalu,
atau
bahkan
mampuan
pihak
legislatif
tahun
tidak
mungkin
atau
mempermasalahkan
ini
dalam
menganalisa usulan anggaran yang berdasarkan prinsipprinsip manajemen keuangan.
Tahap lmplementasi, dalam tahap pelaksanaan anggaran ini sangat tergantung pada perencanaan anggaran, perubahan
anggaran
adalah
akibat
dari
terjadinya
tidak
adanya
perencanaan yang tepat, akan tetapi tidak adanya perubahan bukan berarti ada perencanaan yang baik. Dalam hal ini Dinas Pendapatan Daerah Kola Surakarta selama 4 tahun berturut-
95
turut mengalami perubahan 1999/2000
yaitu
pada
anggaran hanya pada tahun
anggaran
operasional.
Hal
ini
disebabkan karena kurang cermat atau kesalahan dalam menghitung besarnya anggaran dalam perencanaan program, sehingga terjadi kekurangan pembiayaan.
-
Tahap Pelaporan dan Evaluasi Anggaran, tahap pelaporan dan
evaluasi
dilaporkan
terkait
pada
perencanaan,
dengan
DPRD
dan
penyusunan
akuntabilitas
yang
masyarakat
dari
proses
dengan
tahap
sampai
harus
pelaksanaan. Apabila dilihat dari proses tersebut maka DPRD Kota Surakarta seharusnya lebih cermat dan teliti dalam menganalisis pelaporan anggaran yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta mengingat dalam proses perencanaan anggaran tidak dilakukan melalui prinsip-prinsip manajemen keuangan daerah yaitu dengan menggunakan alat ukur
value
for
money.
Namun
dalam
parktek
penyelenggaraannya pelaporan yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta tersebut dapat diterima. Hasil ini memberikan asumsi
bahwa DPRD Kota Surakarta
tidak memahami prinsip-prinsip manajemen keuangan daerah atau kemungkinan adanya KKN.
96
Hubungan antara faktor anggaran dengan kinerja dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Faktor anggaran dengan efisiensi, pada dasarnya kinerja dari pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta tidak dapat lepas dari anggaran sebagai alat untuk melaksanakan kegiatannya.
Oleh
sebab
efisiensi tidak dapat
itu
dalam
lepas dari
memperhitungkan
keterkaitannya
dengan
perencanaan anggaran, sebab input adalah merupakan biaya pengeluaran yang tertuang dalam anggaran dan seharusnya sudah diperhitungkan/diukur sebelumnya dalam menghasilkan suatu output sehingga dapat dicapai tingkat efisiensi tertentu. Apabila pengukuran besarnya input untuk menghasilkan output tersebut tidak dilakukan dalam perencanaan anggaran pada akhirnya tidak dapat diharapkan suatu tingkat efisiensi yang akuntabel. Pada dasarnya Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta belum melakukan pengukuran input dalam perencanaan dihasilkan
anggaran,
tidak
dapat
oleh
sebab
itu
mencerminkan
efisiensi
yang
efisiensi
yang
diharapkan. 2. Faktor
Anggaran
dengan
efektivitas, dalam
proses
perencanaan anggaran pendapatan Dinas Pendapatan Kota Surakarta telah menentukan target yang akan dicapaildiraih
1)7
dengan
memperhitungkan
potensi
yang
tersedia
dan
memungkinkan untuk dicapai pada saat itu. Adapun kinerja efektivitas Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta yang diukur dengan
membandingkan
realisasi
dengan
target
(sesuai dengan potensi) maka dapat disimpulkan bahwa anggaran pendapatan yang direncanakan sesuai dengan potensi maka kinerja yang dihasilkan adalah merupakan cerminan efektivitas yang diharapkan, hal ini menunjukkan bahwa hubungan anggaran dengan kinerja sangat kuat. 3. Faktor
anggaran
dengan
produktivitas,
produktivitas
berhubungan erat dengan perencanaan anggaran, apabila Dinas Pendapatan Daerah telah menentukan target yang harus dicapai dan perencanaan anggaran pengeluaran, maka dapat diperkirakan produktivitas yang akan dihasilkan pada tahun berikutnya. Namun demikian Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta belum melakukan perencanaan tersebut, hal tersebut nampak pada penurunan produktivitas tetapi biaya input selalu meningkat. 8.2. Faktor Sumber Daya Manusia. lnstrumen yang digunakan untuk mengukur
besarnya
kemampuan kerja SDM dalam melaksanakan kegiatan atau
98
fungsi-fungsi yang diemban organisasi , terdiri dari empat item, yang distribusinya sebagai berikut : a. Tingkat Kehadiran Pegawai. dihitung melalui perbandingan besarnya rata-rata pegawai yang
hadir dengan jumlah
pegawai yang ada setiap tahunnya dengan lamanya bekerja dalam satu tahun adalah 300 hari. Dari tahun 1998/1999 sampai dengan tahun 2001 adalah sebagai berikut : TABEL12: TINGKAT KEHADIRAN PEGAWAI PADA TAHUN 1998/1999-2001
Tahun Anggaran
Jumlah
Jml Pegawai _yanghadir
P~awai
Prosentase
1998/199.9 135 98 72.59 1999/2000 135 105 77.77 2000 130 112 86.15 2001 120 105 87 .50 Sumber data: D1olah dan data Kepegawa1an Dmas Pendapatan Daerah Kota Surakarta
Data tersebut di atas menunjukkan bahwa dari tahun ketahun tingkat
kehadiran
pegawai
semakin
baik.
Peningkatan
tersebut menunjukkan adanya kemampuan dan kemauan fisik dari pada sumber daya aparatur untuk bekerja. Namun jumlah kehadiran tersebut apabila dihubungkan dengan efisiensi kinerja Dinas Pendapatan Daerah yang menurut hasil analisis tidak
dapat
menandakan efisien.
dikatakan kinerja
sebagai
suatu
Dinas Pendapatan
ukuran Daerah
yang adalah
Apabila kinerja Dinas Pendapatan Daerah tidak
diukur terlebih dahulu efisiensiensinya maka tidak dapat pula
99
diukur efisiensi
tenaga
kerjanya.
Lain
halnya
dengan
efektivitas, kinerja Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta dapat dikatakan efektif, dan untuk meraih efektivitas tersebut telah ditentukan/direncanakan target sesuai dengan potensi dan sebanding dengan kemampuan staf dalam meraih target, sehingga efektivitas tersebut mencerminkan hasil kerja dari pada para staf Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta, tanpa adanya kemauan dan kemampuan yang cukup tinggi dari para staf tentu efektivitas tersebut tidak dapat terwujud sekalipun perencanaannya dilakukan dengan baik. Dalam hal tingkat
kehadiran
pegawai
bila
dihubungkan
dengan
produktivitas dapat dijelaskan bahwa peningkatan kehadiran pegawai ternyata tidak mampu memberikan peningkatan produktivitas, dimana produktivitas yang dihasilkan semakin menurun hal ini
menunjukkan bahwa pegawai hadir dan
bekerja untuk memenuhi suatu kewajiban rutin. b. Kejujuran Pegawai, dihitung dengan menggunakan sampel banyaknya
pegawai
yang
dimutasi
setiap
tahunnya
khususnya mereka yang melakukan tindakan-tindakan yang dianggap merugikan baik merugikan Dinas maupun para Wajib Pajak maupun Wajib Retribusi kemudian dibandingkan jumlah petugas lapangan.
dengan asumsi bahwa tindakan
100
yang merugikan tersebut kebanyakan dilakukan oleh petugas lapangan dengan tidak menyetor pendapatan dari hasil penagihan pajak maupun retribusi yag telah dilakukan. Berdasarkan data yang diperoleh pada tahun 1998 jumlah pegawai yang dimutasi dan atau diberhentikan sebagai petugas lapangan sebanyak 11 orang dari 87 orang petugas lapangan, untuk tahun 1999/2000 yang dimutasi sebanyak 6 orang dari 80 orang petugas lapangan, dan tahun 2000 sebanyak 9 orang dimutasi dari 62 orang petugas, Dan tahun 2001 sebanyak 6 orang dari 72 orang petugas. Dari data tersebut menunjukkan bahwa pada dasarnya pegawai Dinas Pendapatan Daerah relatif mempunyai tingkat kejujuran yang sangat baik. Kejujuran adalah merupakan kemampuan non fisiklmental yang dimiliki oleh staf, dimana jujuran tidak hanya menyangkut moral dan etika tetapi juga menyangkut keberadaan bias proyeksi penerimaan dan pengeluaran yang memungkinkan munculnya inefisiensi dan inefektivitas
pelaksanaan
kebijakan-kebijakan
yang
diprioritaskan. Apabila dilihat dari jumlah staf yang tidak jujur dan berbanding dengan staf yang jujur tersebut dan kemudian dihubungkan dengan efisiensi, efektivitas dan produktivitas dari pada kinerja Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta,
101
maka
tidak
tersebut
kejujuran
dapat
menggambarkan
hubungannya dengan efisiensi secara positif sebab dalam proses anggaran yang merupakan salah satu elemen efisiensi yang dibuat oleh staf perencana pengeluaran (input) adalah bukan staf yang diukur kejujurannya. Selain hal tersebut penyusunan anggaran yang
apabila dilihat dari bentuk
bersifat line-item budgeting dapat diasumsikan adanya bias terhadap efisiensi.
Adapun pengukuran terhadap stat di
lapangan hanya dapat memberikan pengaruh terhadap penerimaan
yang
akan
gilirannya
pada
mencerminkan
efektivitas dan produktivitas. c. Pengetahuan Tentang
dalam
Pekerjaan,
penilaian
pengetahuan pegawai teritang pekerjaannya lebih bersitat subyektif, atau penilaian ini bersifat kualitatif karena dalam penilaian ini tidak memiliki parameter yang tepat untuk mengukur
kemampuan
staf
terhadap
pekerjaan
yang
ditangani, pengukuran ini kebanyakan dilakukan oleh para pejabat terhadap stafnya. Berdasarkan hasil wawancara terhadap para pejabat dilingkungan Daerah
Kota
Surakarta
dapat
Dinas
disimpulkan
Pendapatan bahwa
Pengetahuan tentang pekerjaan yang dimiliki oleh stat tergantung dari Tingkat Pendidikan, dedikasi dan loyalitas
102
serta pengalaman kerja pegawai, dimana hasilnya rata-rata diatas 80% stat yang memahami tugas pekerjaannya. Dari data di atas dapat diperkirakan persentase kemampuan bekerja pegawai Dinas Pendapatan Daerah rata-rata tiap tahunnya adalah sebagai berikut : Tahun 1998/1999 sebesar 79,97%; th1999/2000 sebesar 85,14%; th 2000 sebesar 85,82%; th 2001 sebesar 89,63%. Peningkatan tersebut lebih disebabkan oleh adanya mutasi pejabat yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta, yaitu pejabat yang berpendidikan SLTA
sebagian
besar
diganti
dengan
pejabat
yang
berpendidikan Akademis atau S1. Dari data tersebut apabila dihubungkan dengan kinerja yang berupa etisiensi, etektivitas dan produktivitas dapat dijelaskan sebagai berikut, bahwa pengetahuan pegawai terhadap pekerjaannya yang mempunyai nilai rata-rata 80% tersebut sangat tergantung pada keterlibatan stat dalam sikap dan tindakan pemantaatan sumber daya dalam memperoleh hasil. Namun keterlibatan ini juga sangat tergantung pada komitmen pimpinan Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta. Sebagaimana
yang
disampaikan
oleh
Kepala
Dinas
Pendapatan Daerah Kota Surakarta yang mengatakan: "Kita mengetahui dan menyadari kemampuan masing-masing stat dalam menyikapi kebijakan pimpinan maupun dalam
103
menjalankan tugas-tugas rutinnya demikian pula para pejabatnya, tidak semua pejabat mampu dan dapat memberikan masukan yang bersifat inovatif' (Wawancara, 7 November 2002) Sedangkan
terhadap
efektivitas,
keberhasilan
dalam
mencapai efektivitas sangat ditentukan oleh perencanaan target
dan
realisasinya
serta
kemampuan
staf
dalam
menghitung dan memberikan informasi tentang potensi yang dimiliki serta kemampuan staf dalam merealisasi target tersebut. Dari data yang diperoleh dapat digambarkan bahwa staf Dinas Pendapatan Daerah dapat dikatakan efektif. Hubungan antara pengetahuan tentang pekerjaan dengan produktivitas Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta, dapat dianalisis bahwa peningkatan pemahaman tentang pekerjaan ternyata tidak memberikan pengaruh terhadap produktivitas, sebab pada kenyataannya produktivitas yang dihasilkan mengalami penurunan. Sebenarnya peningkatan kemampuan staf diharapkan mampu memberikan nilai tambah pada hasil.
Hal yang
demikian menunjukkan bahwa
kemampuan staf Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta hanya terbatas pada menjalankan tugas-tugas rutin yang kurang kreatif dan inovatif sehingga tidak mampu mendorong tercapainya peningkatan hasil.
104
Sebagaimana disampaikan nara sumber dari Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta mengatakan: "Dalam usaha merubah pola perilaku birokrat menuju protesional memerlukan waktu yang tidak pendek, namun dari para pejabat di tingkat top apabila setidaknya manajerial, menengah dan low manajerial telah menunjukkan sikap dan kerja secara protesional meskipun lambat tentu akan memberikan pengaruh terhadap para
stat. (wawancara, 18 November 2002) Demikian pula Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta, yang menyatakan, "Dengan usaha yang konsisten dan terus menerus dalam memberikan motivasi pada stat diharapkan akan memberikan hasil yang positit bagi stat dalam upaya membentuk protesionalisme birokrasi, yaitu melalui rapat stat yang dilakukan setiap bulan, dengan mengevaluasi apa yang telah dikerjakan selama satu bulan terakhir , serta mendorong kreativitas dan inovasi stat dalam upaya meningkatkan kinerja, yang pada akhirnya peningkatan pendapatan dan akan bermuara pada peningkatan kesejahteraan staf'. (Wawancara, 20 November 2002 ) Pada dasarnya kinerja karyawan/stat erat hubungannya dengan tugas-tugas kepemimpinan kritis manajer atau pimpinan Dinas
Pendapatan
Daerah
Kota
Surakarta
dalam
mengembangkan dan menggunakan sumber daya manusia dalam mencapai tujuan organisasi, sehingga etisiensi, etektivitas dan produktivitas dari pada hasillkinerja Dinas Pendapatan Daerah sangat tergantung dari pada kebijakan Kepala Dinas. Keterlibatan
stat dalam merumuskan ukuran kinerja inilah yang 105
belum dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta, sekalipun
pengukuran
hasilnya
menunjukkan
tingkat
perkembangan yang positif.
8.3. Faktor Entrepreneurship. lnstrumen yang digunakan untuk mengukur pengaruh filosofi entrepreneurship terdiri dari tiga item, yang terdiri dari : a. Besarnya resiko finansial Maksud dari pada besarnya resiko finansial ini adalah besarnya
kerugian
Pendapatan
yang
Daerah
akan
Kota
ditanggung Surakarta
oleh
Dinas
yang
telah
diperhitungkan sebelumnya berdasarkan data/informasi yang tersedia. resiko finansial tersebut dalam bentuk sejumlah uang yang akan dikeluarkan oleh Dinas Pendapatan Daerah apabila tujuan dari pada program yang akan dilaksanakan gagal.
Besarnya
sejumlah
uang
tersebut
adalah
dikeluarkannya 1 % dari upah pungut (5 %) yang diterima Dinas Pendapatan Daerah dari hasil perolehan Pajak Hotel dan Restoran. Adapun program tersebut adalah Program Incentive Sharing,
program tersebut telah dilakukan oleh
Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta sebagai upaya menjalin kemitraan dengan pengusaha Hotel dan Restoran dalam Pemungutan Pajak Hotel dan Restoran,
dengan
106
pemikiran
bahwa
keterlibatan
sektor
swasta
dalam
penyelenggaraan pelayanan publik merupakan salah satu solusi efektif dalam meningkatkan kualitas pelayanan yang bermuara pada peningkatan
pendapatan.
Seperti
yang
dituturkan oleh Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta, bahwa : Peran yang saling melengkapi ini dapat berjalan dengan baik dan lancar manakala dapat dipenuhi prinsip Win-win Solution dari kedua belah pihak. Konsep Reinventing Government ini yang membuka wawasan bagi Dinas Pendapatan Daerah untuk berani menempatkan para pengusaha Hotel dan Restoran menjadi customer bukan hanya sebagai Wajib Pungut Pajak yaitu dengan kebijakan membagi incentive sebesar 1% dari 5% Upah Pungut Dinas Pendapatan Daerah atas Pajak yang disetor oleh Wajib Pungut Pajak. (Wawancara, 20 November 2002)
II
II
lncentif Sharing tersebut hanya diberikan kepada Hotel dan Restoran yang telah tertib dalam mengelola pembukuan dan pembayarannya memakai bill yang telah diporporasi Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta. Kebijakan ini mulai diberlakukan sejak Bulan Oktober 1999 sampai dengan sekarang. Hasil dari pada kebijakan ini dapat dilihat dalam tabel berikut :
107
TABEL13 : PERBANDINGAN PENINGKATAN PENERIMAAN PAJAK HOTEL DAN RESTORAN DENGAN PEMBERIAN INCENTIVE SHARING TAHUN 1998/1999 - 2001 Penerimaan Pajak Hotel dan Restoran (R~). JRP} 2.380.958.187 1998/1999 8.109.212 3.181 .367.915 1999/2000 2000 24.948.545 3.513.205.296 41 .602.978 5.579.260.003 2001 Sumber data : Analisis Data Sekunder Tahun Anggaran
Incentive Sharing yang diberlkan
-
Kenaikan Pendapatan JRPJ
Prosentase Kenaikan Pend~atan
-
-
800.409.728 331 .837.381 2.066.054.707
33,61 10,43 37,03
Dari tabel tersebut dapat dihitung perbandingan antara besarnya incentif sharing dengan perolehan Pajak Hotel dan Restoran. Sejak bulan Oktober 1999 sampai dengan tahun 2001,
yang
dapat
dijelaskan
sebagai
berikut
untuk
menghasilkan setiap Rp. 100.000,- atau Rp.5.000,-. Upah pungut dari Pajak Hotel dan Restoran telah dikeluarkan biaya incentive sharing tahun 1999 ( Pendapatan bulan Oktober s/d Desember
1999
sebesar
Rp. 895.341 .978),
sebesar
Rp. 905,- ; Tahun 2000, sebesar Rp. 71 0,-; dan untuk tahun 2001 adalah sebesar Rp.745,-. Hasil analisis data tersebut di atas adalah sebagai berikut: - Apabila dilihat dari hasilnya,
program Incentive Sharing
tersebut sangat ekonomis (dengan input sebesar Rp.750,mampu menghasilkan pendapatan sebesar Rp.100.000,-),
108
dari segi efisiensi dapat dikatakan efisien demikian pula dalam produktivitas juga dapat dikatakan produktiv . - Namun apabila dilihat dari proses manajemen, program tersebut tidak dapat diukur efisiensi,
efektivitas dan
produktivitasnya, hal tersebut disebabkan karena dalam proses perencanaan program tidak diperhitungkan atau diukur input yang akan dikeluarkan dan hasil yang akan dicapai berdasarkan prinsip value for money, sehingga tidak dapat diukur pula efektivitasnya (membandingkan hasil
berdasarkan
senyatanya).
perencanaan
dengan
hasil
yang
Namun apabila dilihat dari hasil peningkatan
pendapatan Pajak Hotel dan Restoran mampu memberikan peningkatan
yang
cukup
signifikan.
Akibat
kurang
lengkapnya perencanaan maka program tersebut lebih terkesan trial and error, akan tetapi
mampu memperoleh
keberhasilan. b. Ketaatan dalam Peraturan Pada
dasarnya
setiap
kegiatan
yang
dijalankan
oleh
pemerintah harus didasari dengan peraturan perundangundangan,
baik
dilandasi
dengan
Peraturan
Daerah,
Keputusan Walikota atau Keputusan Kepala Dinas. Dalam pelaksanaan pungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di
109
Kota Surakarta kesemuanya dilandasi Peraturan Perundangundangan, termasuk program-program yang merupakan suatu program terobosan seperti pemberian Incentive Sharing bag i pengusaha Hotel dan Restoran, Lelang titik Reklame, dan sebagainya, untuk lebih jelasnya dapat dicermati dalam Tabel berikut: TABEL14 : PERATURAN DAN JENIS PUNGUTAN/PROGRAM DINAS PENDAPATAN DAERAH KOTA SURAKARTA
No 1 2 3 4 5
Jenis Pungutan I Program Jenis Pajak Pajak Hiburan Pajak Penerangan Jalan Pajak Air Bawah Tanah Pajak Hotel dan Restoran Pajak Reklame
8
Jenis Retribusi Retribusi Terminal Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Retribusi Pelayanan Persampahan
9
Retribusi Penyeberangan di Atas Air
10
Jenis Program Incentive Sharing
11
Lelang Reklame
6 7
Peraturan Yang Mendasari Peraturan Peraturan Peraturan Peraturan Peraturan
Daerah Daerah Daerah Daerah Daerah
Nomor 3 Nomor 4 Nomor 5 Nomor 6 Nomor 5
Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
1998 1998 1998 1998 1999
Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 1998 Peraturan Peraturan Peraturan Peraturan
Daerah Daerah Daerah Daerah
Nomor 12 Tahun 1998 Nomor 8 Tahun 1995 jo Nomor 4 Tahun 2001 Nomor 13 Tahun 1981
Sural Keputusan W alikota Surakarta Nomor 973/090/1/1 999 Sural Keputusan Walikota Surakarta Nomor 510.1/907/1/1999
Sumber Data : Dmas Pendapatan Daerah Kota Surakarta
Dari data tersebut di atas , dapat diketahui bahwa semua jenis kegiatan pemungutan didasarkan atas Peraturan, namun Pemerintah Kota Surakarta dalam hal ini Dinas Pendapatan Daerah telah mempunyai keberanian untuk menerapkan prinsip-prinsip enterpreneurship dengan berorientasikan pada misi, dan hasil, dengan melakukan penyederhanaan sistem
llO
administrasi secara radikal, yang berupa perubahan tarif Retribusi Sewa Tanah untuk Reklame yang diatur dengan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 1998 dan dirubah dengan Surat Keputusan Walikota sebagaimana terdapat dalam Tabel 18, dengan pertimbangan bahwa setiap perubahan Peraturan Daerah akan selalu membawa konsekuensi yaitu dibutuhkannya waktu dan biaya yang tidak sedikit, dan ketika Peraturan Daerah yang baru tersebut diimplementasikan biasanya sudah tidak lagi sesuai dengan kondisi ekonomi pasar. Hal inilah yang menjadi pertimbangan bahwa
tarif
Sewa Tanah untuk reklame yang dilelang hanya dilandasi dengan Keputusan Walikota. Sehingga apabila dilihat dari sudut efisiensi dan efektivitasnya, penyimpangan terhadap peraturan tersebut memberikan nilai yang positif. c. Pemanfaat kesempatan dengan sumber daya Fenomena periklanan di Indonesia telah mengalami perkembangan
yang
cukup
pesat
baik
melalui
media
elektronik maupun media informasi lainnya. Dalam media elektronik khususnya media televisi perkembangan tersebut diikuti dengan bertambahnya stasiun penyiaran televisi. Bagi perusahaan yang tidak terlalu besar (bukan perusahaan raksasa) atau perusahaan yang hanya memiliki dana promosi
11 1
terbatas, penambahan stasiun televisi tersebut semakin mempersempit ruang gerak periklanan perusahaan tersebut. Kondisi yang demikian ini perusahaan-perusahaan yang tidak terlalu besar tersebut akan memilih ruang reklame melalui informasi
media
menggunakan
lain
papan
yaitu
satunya
salah
reklame/Billboard.
dengan dan
Peluang
kesempatan inilah yang dipakai oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta dalam memanfaatkan kesempatan dengan mengelola sumber daya yang ada. Sumber daya yang dimiliki Dinas Pendapatan Daerah adalah berupa ruang reklame yang berupa titik-titik reklame yang letak dan posisinya telah diatur oleh Pemerintah Kota Surakarta. Adapun enterpreneurship
untuk dalam
melaksanakan reinventing
dalam bentuk penerapan filosofi
prinsip-prinsip
government
adalah
enterpreneurship
atau
kewirausahaan misalnya: Lelang Reklame, melalui lelang Reklame ini Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta mencoba memanfaatkan pasar swasta untuk memecahkan masalah
dalam
meningkatkan
Pendapatan
Pajak
dan
Retribusi dari pada menggunakan mekanisme administrasi, Kebijakan Pengelolaan Reklame ini yang semula berupa sewa tanah untuk reklame dengan jangka waktu hanya satu
112
tahun, melalui Lelang Reklame fungsi sewa tersebut dirubah dengan fungsi pengelolaan titik reklame selama tiga tahun. Adapun kebijakan ini dimulai pada tahun 1999 yaitu dengan cara melelang lokasi strategis untuk pemasangan reklame dengan
sistem
pelelangan
terbuka.
Kebijakan
Lelang
Reklame ini didasari dengan Keputusan Walikota Surakarta, bertujuan untuk meningkatkan pendapatan sektor Retribusi Sewa Tanah untuk pemasangan reklame. Dimana tarif sewa tanah
ini
hanya
sebesar
Rp.1.500,-/m 2/minggu
dapat
didongkrak ribuan persen , sebagai contoh salah satu titik yang berhasil terjual dalam lelang seharga Rp. 85.000.000,-/ 3 tahun, sebagai gambaran penerimaan Lelang Reklame dengan peningkatan pendapatan dari sektor Retribusi dapat dilihat dalam Tabel 19, sebagai berikut : TABEL 15 : PENINGKATAN PENDAPATAN RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH DAN PENERIMAAN LELANG REKLAME DARI TAHUN 1999 - 2001
Tahun Anggaran '
Penerimaan Lelang Retribusi Pemakaian Peningkatan (%) Reklame (Rp) Kekayaan Daerah (Rp)
1998/1999 1999/2000 200.958.000 2000 57.000.000 2001 377.450.000 Sumber data : Anal isis data sekunder
149.857.381 434.743.625 380.293.226 634.305.968
190,10 -12,52 66,79
Dari tabel di atas nampak adanya kenaikan pendapatan yang sangat signifikan, tetapi terdapat penurunan yang signifikan
113
pula, hal ini disebabkan oleh adanya perolehan pendapatan dari lelang titik reklame yang mencapai nilai Rp. 200,958 juta pada tahun 1999/2000, sedangkan pendapatan tanpa adanya lelang titik reklame biasanya hanya mencapai Rp.120 juta sampai Rp175 juta. Adapun adanya penurunan pendapatan pada tahun 2000 disebabkan karena pada tahun itu hanya melelang satu titik reklame yang mendapatkan hasil sekitar Rp. 57 juta, selain itu durasi Tahun Anggaran hanya sembilan bulan,
namun pada tahun berikutnya kembali meningkat
dengan cukup tajam. Data tersebut menunjukkan bahwa program lelang reklame sangat efektif dalam meningkatkan pendapatan dari sektor Retribusi
Pemakaian Kekayaan
Daerah dan tentu saja mempunyai produktivitas yang tinggi pula, hanya pada efisiensi belum dapat diukur sebab dalam program tersebut belum dilakukan pengukuran sebelumnya. Dari hasil analisis faktor enterpreneurship tersebut bila dihubungkan dengan kinerja Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta dapat dijelaskan sebagai berikut,
Dalam hal
efektivitas dan produktivitas faktor enterpreneurship jelas menggambarkan
adanya
hubungan
yang
sangat
kuat
terhadap kinerja sebab keduanya mengukur output dari pada program
sedangkan
efisiensi
karena
keduanya
tidak
114
melakukan pengukuran dan bahkan kurangnya penjelasan tentang
data
besaran
biaya yang
direncanakan
untuk
melaksanakan program, artinya biaya input untuk program tersebut
diambil
dari
dan
operasional
biaya
yang
dikompensasikan dengan biaya yang dipungut dari perolehan lelang sebesar 1O%nya (hal ini diatur dengan Keputusan Walikota) tersebut belum dapat dikatakan efisien, mengingat perolehan
lelang
tidak
dipastikan
dapat
namun
dapat
diperkirakan karena titik-titik reklame yang akan dilelang telah ditentukan harga dasarnya, seharusnya biaya inputnya dapat diperkirakan sehingga efisiensinya pun dapat direncanakan atau diukur sebelum dilakukan lelang. Akibat tidak diukurnya efisiensi dalam perencanaan program maka tingkat efisiensi yang dihasilkan tidak dapat diukur. Akibat kurang
lengkapnya perencanaan
maka program
tersebut lebih terkesan trial and error namun mempunyai nilai kepastian yang cukup tinggi. Sekalipun demikian program tersebut
telah
memberikan
sesuatu
yang
baru
bagi
manajemen birokrasi dan mampu membuahkan hasil yang memuaskan.
115
C. lnterpretasi.
lnterpretasi adalah semacam rangkuman dari hasil analisis faktorfaktor yang diteliti. lnterpretasi ini dilakukan karena sifat penelitian ini kualitatif tidak membuktikan suatu hipotesa secara eksplisit, tetapi lebih ditekankan pada penggunaan teori dan deskripsi untuk mengungkap suatu proses keberhasilan sebagai suatu fenomena, dengan demikian hasil telaahan keberhasilan kinerja yaitu dalam mewujudkan visi Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta nampak bahwa dari aspek efisiensi cukup baik sekalipun ada sedikit penurunan pada tahun 2001 namun efeisiensi tersebut merupakan efisiensi yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang tingkat efisiensinya tidak diukur sebelumnya, sehingga tidak dapat diukur efisiensi hasil dengan efisiensi perencanaan. Dari aspek efektivitas, kinerja Dinas Pendapatan Daerah cukup efektif dengan perolehan Pajak/Retribusi melampaui target yang ditetapkan, namun demikian menurut penilaian efektivitas kinerja yang paling tepat adalah terpenuhinya target yang mendekati berdasarkan
potensi
dengan
tepat
~1 00%
dan
yang diperhitungkan target
diperoleh
tepat
sebagaimana target yang telah direncanakan. Sedangkan dilihat dari produktivitas ternyata mengalami penurunan. Penurunan ini sebenarnya tidak perlu terjadi apabila dilakukan pengukuran sebelumnya yang hasilnya dituangkan dalam perencanaan. Namun perlu menjadi catatan bahwa hasil pengukuran tersebut di atas bukan merupakan hasil dari
116
pada kinerja yang telah direncanakan sebelumnya kecuali dalam hal efektivitas. Sebab Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta belum membuat perencanaan pengukuran kinerja. Adapun
hasil telaahan terhadap faktor-faktor yang diperkirakan
mempunyai hubungan timbal balik antara variabel independen dengan variabel dependen adalah sebagai berikut : bahwa anggaran mempunyai hubungan sebab akibat
dengan kinerja artinya, suatu anggaran yang
direncanakan terlebih dahulu dengan mempergunakan prinsip-prinsip administrasi keuangan, maka dapat diharapkan kinerja yang dihasilkan dapat terukur. Akibat tidak diukurnya anggaran yang direncanakan sesuai dengan kaidah yang berlaku maka hasil kinerja Dinas Pendapatan Daerah
Kota
Surakarta
tersebut
belum
dapat
diukur
tingkat
keberhasi lannya. Analisis terhadap SDM/Sumber Daya Aparatur Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta menunjukkan bahwa kemampuan kerja yang diukur melalui tingkat kehadiran, kejujuran dan tingkat pengetahuan tentang pekerjaannya, dengan kinerja yang diukur melalui efisien, efektivitas
dan
produktivitasnya,
hasilnya
memberikan
gambaran
hubungan
yang berlawanan artinya, peningkatan kemampuan kerja
tersebut memberikan hasil pada penurunan kinerja khususnya efisiensi dan produktivitas sekalipun penurunan tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal ini tidak perlu terjadi apabila pengukuran
117
kinerja dilakukan dalam perencanaan dan kemampuan sumber daya manusianya dijadikan pertimbangan. Dari hasil analisa tersebut dapat disimpulkan bahwa aparatur Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta pada dasarnya hanya mampu mengerjakan tugas-tugas yang bersifat rutin, kurang kreatif. terhadap enterpreneurship, menunjukkan
Sedangkan analisis
bahwa enterpreneurship mempunyai hubungan sebab akibat yang kuat kinerja, yang mana melalui program-programnya mampu
terhadap
memberikan hasil yang sangat memuaskan yaitu berupa peningkatan pendapatan
perencanaannya efisiensi,
sektor
pada
belum dan
efektivitas
tertentu.
dilakukan
Sekalipun
dalam
perhitungan/pengukuran
produkltivitasnya,
sehingga
proses tingkat
program
ini
memberikan kesan sebagai program trial and error. Akan tetapi mengingat penerapan filosofi enterpreneurship tersebut tergolong masih baru bagi manajemen birokrasi dimana paradigma birokrasi selama ini hanyalah bagaimana menghabiskan anggaran tanpa berorientasi pada hasil,
dan
menunjukkan
Dinas
Pendapatan
bahwa
penerapan
Daerah filosofi
Kota
Surakarta
enterpreneurship
mampu dalam
manajemen birokrasi mampu membantu dalam mewujudkan tujuan organisasi yaitu meningkatkan pendapatan daerah. Berdasarkan analisis tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja sebagai tingkat keberhasilan dalam pencapaian tujuan Dinas
118
Pendapatan Daerah Kota Surakarta sangat dipengaruhi oleh besarnya Anggaran Pengeluaran yang dipergunakan untuk membiayai segala aktivitas dalam rangka melaksanakan program-program kegiatan, dimana setiap peningkatan pengeluaran akan mampu menghasilkan peningkatan pendapatan
lebih
yang
besar.
Selain
itu
penerapan
filosofi
enterpreneurship yang dituangkan dalam bentuk program juga memiliki pengaruh
yang
cukup
kuat
terhadap
peningkatan
pendapatan.
Sedangkan Sumber Daya Aparatur hanya memberikan pengaruh yang relatif rendah sebab dari hasil penelitian bahwa peningkatan kemampuan kerja ternyata menghasilkan kinerja yang menurun sekalipun penurunan tersebut relatif kecil.
II!)
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil
analisis
penelitian,
maka
dapat
diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Eksistensi Dinas · Pendapatan Daerah Kota Surakarta, sebagai salah satu institusi pemerintah sangat penting keberadaannya, baik dalam pelayanan publik maupun peranannya di dalam menggali sumbersumber Pendapatan
Daerah agar mampu meningkatkan PAD guna
membiayai pelaksanaan pemerintahan di Daerah. Hal ini mengingat bahwa salah satu aspek yang menentukan tingkat kemandirian daerah adalah aspek kemampuan Keuangan Daerah didalam pelaksanaan Otonomi Daerah. Oleh karena itu kinerja Dinas Pendapatan Daerah akan berpengaruh terhadap penerimaan pendapatan daerah. 2. Dalam mengukur kinerja Dinas Pendapatan Daerah sebagai institusi pemerintah merupakan organisasi yang
bukan bertujuan untuk
mencari keuntungan yang dibiayai dengan semua anggaran dan bukan dari penjualan output, maka tingkat efisiennya tidak dapat disamakan dengan efisiensi yang dapat dicapai melalui mekanisme pasar. Namun tingkat efisiensi yang ingin dicapai harus direncanakan dan diukur sebelumnya. Adapun efisiensi yang dihasilkan selama ini
hanya dapat diukur dengan membandingkan tingkat efisiensi dari hasil yang telah dicapai pada tahun-tahun sebelumnya. Sedangkan dari aspek efektivitasnya, kinerja Dinas Pendapatan Daerah dikatakan efektif apabila diukur berdasarkan kemampuan merencanakan target yang diperhitungkan dengan potensi yang tepat dan mampu merealisasikannya dengan tepat. Adapun dari aspek produktivitas pada dasarnya setiap instansi dalam melaksanakan tugasnya dengan memanfaatkan sumber ekonomi yang ada untuk menghasilkan suatu peningkatan output. Dalam hal ini ternyata besarnya sumber daya ekonomi memberikan pengaruh yang besarnya terhadap produktivitas, dari pada sumber daya manusia/aparatur pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta apabila dilihat dari aspek kemampuan dan kemauan kerjanya. 3.
Faktor yang mempengaruhi kinerja Dinas Pendapatan Daerah, dari analisis ke tiga faktor yang meliputi Anggaran, Sumber Daya Aparatur, dan Enterpreneurship berdasarkan analisis data yang ada ternyata yang menggambarkan hubungan sebab akibat terhadap kinerja Dinas Pendapatan Daerah adalah faktor Anggaran. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat toleransi masyarakat cukup tinggi terhadap besarnya pungutan Pajak/Retribusi Daerah yang digunakan untuk membiayai aktivitas pemerintah Daerah.
121
4.
Sedangkan
tingkat kehadiran, kejujuran, dan pengetahuan tentang
pekerjan dari pada pegawai tidak menggambarkan hubungan sebab akibat yang kuat bagi kinerja Dinas Pendapatan Daerah. Artinya para pegawai minimal pada tingkat staf hanya terpaku pada tugas-tugas rutin yang terkait dengan fungsi instrumental birokrasi. 5.
Adapun faktor enterpreneurship memberikan gambaran hubungan yang
kuat
terhadap
peningkatan
Pendapatan Daerah Kota Surakarta,
pendapatan/kinerja
Dinas
bila dilihat dari peningkatan
pendapatan di sektor tertentu sangat signifikan kenaikannya, yaitu Retribusi Pemakaian Kekayan Daerah pada sub sewa tanah untuk reklame, dan Pemberian Incentive Sharing yang ternyata responsive terhadap peningkatan pendapatan/kinerja Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta.
B. Saran-saran 1. Baik buruknya kinerja Dinas Pendapatan Daerah adalah merupakan cerminan prestise dari pada institusi itu sendiri maupun pimpinannya, untuk itu sebaiknya pengukuran kinerja ini dilakukan secara rutin setiap tahun setidaknya alat ukur yang digunakan adalah efesiensi, efektivitas dan produktivitas yang direncanakan terlebih dahulu sehingga dapat diukur hasilnya, yang pada akhirnya dapat diketahui adanya penyebab kegagalan atau kekurangan dalam pencapaian
122
tujuan. sehingga pada tahun berikutnya dapat diantisipasi kelemahankelemahan
yang
dimiliki
dan
ditingkatkan
pada
faktor-faktor
pendukungnya. 2. Perlunya pengukuran yang berdasarkan prinsip-prinsip manajemen keuangan ( mengukur value for money) dalam Perencanaan Anggaran Rutin dan Pembangunan
dengan Anggaran Pendapatan agar
diperoleh efisiensi, efektivitas dan produktivitas yang optimal. 3. Untuk meningkatkan motivasi, kreativitas dan inovasi dari para staf Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta
perlu diterapkannya
reward dan punishment secara konsisten, misal dalam pemberian reward
bagi
yang
berhasil
merealisasi
tunggakan,
besarnya
disesuaikan dengan tingkat kesulitan dalam meraih tunggakan, dan punishment disesuaikan dengan kesalahan. Dan memberikan peran perencanaan kinerja pada staf yang dilakukan berjenjang sejak dari tingkat paling bawah (staf) sampai tingkat paling atas dari pada organisasi Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta.
121
DAFTAR PUSTAKA
Amstrong Micheal, 1988, Menjadi Manajer Yang Lebih Baik Lagi, terjemahan, Bina Rupa Aksara, Jakarta. Dwiyanto,Agus,
2002, Reformasi Birokrasi Publik, Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjahmada, Yogyakarta
Hanafi,M,Mamduh, 1997, Manajemen, Unit Penerbit dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, Yogyakarta. Handoko, Hani T. 1995, Manajemen, BPFE, Yogyakarta Hasibuan, Malayu, SP, 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia, PT. Bumi Aksara, Jakarta. lrianto, Yusuf, 1995, Menumbuhkan Mentalitas Kewirausahaan, Artikel Manajemen Pembangunan, Edisi 12/111. Joedono, SB, 1974, Administrasi Pembangunan, Sebuah Pengantar, Prima No. 4,4 Keban, Yeremias,T, 1995. lndikator Kinerja Pemerintah Daerah Pendekatan Manajemen dan Kebijakan, disampaikan dalam Seminar "Kinerja Organisasi Publik, Fisipol UGM, Yogyakarta. Kaho, Riwu,Josef, 2001, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Longernecker, Justin, T; Moore, Carlos, W; Petty, J, William, 2001, Kewirausahaan Manajemen Usaha Kecil, Salemba, Jakarta. Mangkoesoebroto, Guritno,2000, Ekonomi Publik, BPFE-Yogyakarta. Mardiasmo, 2002, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Andi, Yogyakarta. Nawawi H, Hadari, 2000, Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan, Gadjah Mada Press, Yogyakarta.
Ndraha, Taliziduhu, 1999, Pengantar Teori Pengembangan Sumber Daya Manusia, PT. Rineka Cipta, Jakarta. Notoadmodjo, Soekidjo, 1998, Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Edisi Revisi), PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Osborn, David dan Plastrik, Peter, 2000, Memangkas Birokrasi: Lima Startegi Menuju Pemerintahan Wirausaha, PPM, Jakarta. Prawirosentono,
Suyadi, 1999, Kebijakan Kinerja Karyawan, Yogyakarta
BPFE -
Setyawan, Johny, 1988, Pemeriksaan Kinerja, PBFE, Yogyakarta. Simamora,
Henry, 1995, Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbitan Sekolah Tinggi llmu Ekonomi Yogyakarta.
Bagian YKPN,
Stoner, James A.F; Freeman, Edward R; Gilbert JR, R. Daniel, 1996, Manajemen, Alih Bahasa: Alexander Sindoro, PT. Prenhallindo, Jakarta. Sugiyono, 1998, Metode Penelitian Administrasi, Alfabeta Bandung. Suradinata,
Ermaya, 1996, Manajemen Sumber Daya Ramadhan, Bandung.
Manusia,
Tjokrowinoto, Moeljarto, 1996, Pembangunan Dilema dan Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
CV.
Tantangan,
Tohardi, Ahmad, 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia, CV. Mandar Maju, Bandung. Yudoyono,
Bambang, 2001, Otonomi Daerah, Desentralisasi dan Pengembangan SDM, Aparatur Pemda dan Anggota DPRD, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Widjaja, HAW, 2002, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Zainum, Buchari, 1989, Manajemen dan Motivasi, Edisi Revisi, Balai Aksara, Jakarta. Modul LAKIP LAN 2000
Dokumentasi : -----------
Tap MPR Rl Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
------------ Undang- Undang Nomor 28 tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. ------------
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah
------------ Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999, tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah. ------------ Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2001 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta. ------------
Keputusan Walikota Surakarta. Nomor 24 tahun 2001 tentang Pedoman Uraian Tugas Dinas Pendapatan Daerah Kota Sura karla
PEMERINTAH "KOTA SURAKARTA
BADAN PERENCANAAN DAERAH
'
JLN. JEND. SUDIRMAN NO. 2 SURAKARTA TELP. 6552n - 633268- 642020/208
SURAT ·KETERANGAN Nomor : 09 I R/S/XII/2002
Bahwa berdasarkan Rekomendasi!Permohonan ljin Research/Survey/ Penelitian dari
Universitas
Pasca
Gadjah Mada, Program
Satjana
Nomor : 2.01/ UGM/
MAP/Survey/02 tanggal : 21 Oktober 2002 dan legalisasi Perijinan dcu;i Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Kota Surakarta Nomor : 070/30002002 tanggal
:
24 Oktober
serta legalisasi Perijinan dari Kantor Bapeda Kota
2002
Surakarta Nomor : 41/PEN/XJ2002 tanggal : 24 Oktober 2002, kami . yang bertanda tangan dibawah ini, menerangkan bahwa :
Nama
: ENDANG SUSDIAWATY
NIM
: 6962/PSIMAP/00
Konsentrasi
Kebijakan Publik
Program
Pasca Sarjana
Universitas
: Universitas Gadjah Mada
AJamat Rumah
: Lawu RT Ill RW V Telukan Grogol Sukoharjo.
Yang tersebut di atas telah mengadakan penelitian/Survey dalam rangka penyusunan tugas akhir I tesis yang berlokasi di kantor DIPENDA Kota Surakarta, mulai
tanggal 25 Oktober 2002
sarnpai
dengan
tanggal
25 Nopember 2002
dengan Judul : ..KINERJADINAS PENDAPATAN DAERAH KOTA SURAKARTA" Demikian Surat Keterangan ini untuk dipergunakan seperlunya.
Surakarta,
I0 Desember 2002
An. KEPALA BAPEDA KOTA SURAKARTA