perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERKEMBANGAN PERKOTAAN DI PRAJA MANGKUNEGARAN ( STUDI TENTANG KEBIJAKAN MANGKUNEGORO VII , 1916 – 1944 )
SKRIPSI Oleh: Nova Yunanto Putro NIM: K 4407032
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERKEMBANGAN PERKOTAAN DI PRAJA MANGKUNEGARAN ( STUDI TENTANG KEBIJAKAN MANGKUNEGORO VII , 1916 – 1944 )
Oleh : Nova Yunanto Putro NIM: K 4407032
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Nova Yunanto Putro. K4407032. URBAN DEVELOPMENT OF MANGKUNEGARAN (VII Mangkunegara Policy Studies, 1916 - 1944). Thesis. Surakarta: Faculty of Teacher Training and Education. Eleven March Surakarta University, April 2011. The purpose of this research was to describe: (1) Development of the city of Mangkunegaran 1916-1944, (2) Layout of the city of Mangkunegaran 19161944. The purpose of the research, was historical method with the heuristic step, critical, interpretation, and historiography. The data of the study were primary sources and secondary sources. Collecting data technique was by literature studies. The technical analysis data was historical analysis, by conducting internal and external criticism. Based on this research, it can be concluded that: (1) Financial condition Praja Mangkunegaran which gradually improved and the surplus is pushed Mangkunegoro VII to perform the allocation of funds for development, especially in Praja Mangkunegaran. Development carried out in the field of education, irrigation, agriculture, urban infrastructure construction. Since the early twentieth century in Praja Mangkunegaran has done a series of reforms in the areas of government policy. Although all Mangkunagoro policy and its implementation in the field is not free from the supervision of the Dutch colonial government. Renewal in various fields, especially the urban development of facilities for Mangkunagoro VII is seen as a requirement that can not be put off again, for the development of the world requires people to follow the times. In the reign of Mangkunegoro VII for 28 years (1916-1944) occurred toward the development of modernization in education, transportation, urban infrastructure, and irrigation, (2) Cultural and philosophical outlook on life and the concept of Java is evident in every policy taken Mangkunegoro VII in development in Praja Mangkunegaran. Surakarta has the dualism in his hometown of spatial concepts. First as a center of power of Mataram apply the concept of Javanese cosmology, while the city since its foundation has received intervention by foreign powers, the city is also applying the concept of the colonial city. The concept of "civic center" has been applied in urban areas Mangkunegaran. In this concept of constitutional government headquarters of the municipal complex located in one region. Construction of facilities, infrastructure and office buildings were also constructed in Praja Mangkunegaran.
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Nova Yunanto Putro. K4407032. PERKEMBANGAN PERKOTAAN DI PRAJA MANGKUNEGARAN ( Studi Tentang Kebijakan Mangkunegara VII , 1916 – 1944 ). Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, April 2011. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: (1) Pembangunan kota di Praja Mangkunegaran tahun 1916-1944; (2) Tata ruang di Praja Mangkunegaran tahun 1916-1944. Sejalan dengan metode dan tujuan penelitian, maka penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode historis dengan langkah-langkah heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa sumber primer dan sumber sekunder. Teknik pengumpulan data dengan studi pustaka. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis historis, dengan melakukan kritik ekstern dan intern. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) Kondisi keuangan Praja Mangkunegaran yang berangsur-angsur membaik dan mengalami surplus ini mendorong Mangkunegoro VII untuk melakukan alokasi dana bagi pembangunan khususnya di Praja Mangkunegaran. Pembangunan dilakukan di bidang pendidikan, irigasi, pertanian, pembangunan sarana perkotaan. Sejak awal abad XX di Praja Mangkunegaran telah dilakukan serangkaian kebijakan pembaharuan dalam bidang pemerintahan. Walaupun segala kebijaksanaan Mangkunagoro dan pelaksanaannya dalam lapangan tidak bebas dari pengawasan Pemerintah Kolonial Belanda. Pembaharuan dalam berbagai bidang, khususnya pembangunan sarana perkotaan bagi Mangkunagoro VII dipandang sebagai kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi, sebab perkembangan dunia menuntut masyarakat untuk mengikuti perkembangan zaman. Pada masa pemerintahan Mangkunegoro VII selama 28 tahun (1916-1944) terjadi perkembangan ke arah modernisasi di bidang pendidikan, transportasi, infrastruktur perkotaan , dan irigasi ; (2) Budaya dan pandangan hidup serta konsep filosofis Jawa terlihat jelas dalam setiap kebijaksanaan yang diambil Mangkunegoro VII dalam pembangunan di Praja Mangkunegaran. Kota Surakarta memiliki dualisme dalam konsep tata ruang kotanya. Pertama sebagai pusat kekuasaan Mataram menerapkan konsep kosmologi Jawa, sementara sebagai kota yang sejak berdiri telah mendapatkan intervensi oleh kekuatan asing, kota ini juga menerapkan konsep kota kolonial. Konsep ”civic center” telah diterapkan di wilayah kota Mangkunegaran. Pada konsep ini berbagai kantor pusat pemerintahan ketatanegaraan kota praja berada di satu kompleks wilayah. Pembangunan sarana dan prasarana serta gedungcommit to user gedung perkantoran juga dibangun.
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Lila lamun kelangan ora getun Trimo yen ketaman sokserik sameng dumadi Legowo nelangsa srahing Batara ( Wedatama )
Tuwuh saking katresnan dhumateng para leluhur Mangesthi kukuh adeging Nusa lan Bangsa ( KGPAA Mangkunegoro VII )
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan kepada: 1. Bapak dan Ibu tercinta 2. Dek agung, dan dek kikis tersayang 3. Sahabat-sahabatku 4. Almamater
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan, untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar sarjana pendidikan. Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat teratasi. Untuk itu, atas segala bentuk bantuannya, disampaikan terima kasih kepada: 1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi; 2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Surakarta yang telah menyetujui permohonan ijin penyusunan skripsi; 3. Ketua Program Studi Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin demi kelancaran penyusunan skripsi; 4. Dr. Hermanu Joebagyo, M.Pd., selaku Pembimbing Skripsi I yang telah memberikan nasehat, waktu, serta kritikan yang membangun selama memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi; 5. Drs. Tri Yuniyanto, M.Hum., selaku Pembimbing Skripsi II yang telah memberikan waktu, dan motivasi selama memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi; 6. Bapak dan Ibu Dosen Program Pendidikan Sejarah Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial yang secara tulus memberikan ilmu kepada penulis selama ini, mohon maaf atas segala tindakan dan perkataan yang tidak berkenan di hati.
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Disadari dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan, tetapi diharapkan penulisan skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan mahasiswa Program Pendidikan Sejarah pada khususnya.
Surakarta, April 2011
Penulis
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL……………………………………………………. i HALAMAN PENGAJUAN……………………………………………..
ii
HALAMAN PERSETUJUAN…………………………………………..
iii
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………… iv HALAMAN ABSTRAK………………………………………………… v HALAMAN MOTTO……………………………………………………
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………. viii KATA PENGANTAR…………………………………………………… ix DAFTAR ISI……………………………………………………………..
xi
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………..
xiii
BAB I
PENDAHULUAN……………………………………….
1
A. Latar Belakang Masalah……………………………..
1
B. Perumusan Masalah………………………………….. 7 C. Tujuan Penelitian…………………………………….. 7 D. Manfaat Penelitian……………………………………. 8 BAB II
LANDASAN TEORI…………………………………….. 9 A. Tinjauan Pustaka……………………………………… 9 B. Kerangka Berpikir……………………………………. 25
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN………………………….. 26 A. Tempat dan Waktu Penelitian………………………… 26 B. Metode Penelitian…………………………………….. 26 C. Sumber Data………………………………………….. 28 D. Teknik Pengumpulan Data……………………………. 29 E. Teknik Analisis Data………………………………….. 30 F. Prosedur Penelitian……………………………………. 31
BAB IV
HASIL PENELITIAN…………………………………….. 34 A. Pembangunan Kota di Praja Mangukunegaran Tahun 1916-1944 .......…….......................................... 34 commit to user B. Tata Ruang Kota di Praja Mangukunegaran
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tahun 1916-1944........................................................... 57 BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN…………………
65
A. Kesimpulan…………………………………………..
65
B. Impikasi………………………………………………
68
C. Saran…………………………………………………
69
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………
71
LAMPIRAN……………………………………………………………..
74
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Lampiran 2 : Lampiran 3 : Lampiran 4 :
Autorisatie begrooting van kosten. 1941. Arsip Mangkunegaran. Surakarta : Rekso Pustaka Autorisatie begrooting van kosten. 1940. Arsip Mangkunegaran. Surakarta : Rekso Pustaka Supletie begrooting. 1941. Arsip Mangkunegaran. Surakarta : Rekso Pustaka. Overzichkaart Tirtonadi. Tanpa tahun. Arsip Mangkunegaran. Surakarta : Rekso Pustaka
.............. 75 .............. 76 .............. 77 .............. 78
Lampiran 5 :
Gambar R.M.A Soeryo Soeparto
.............. 79
Lampiran 5 :
Gambar Pasukan Kavaleri Legiun Mangkunegaran
.............. 79
Lampiran 6 :
Gambar Suasana Kota Surakarta Awal Abad XX
.............. 80
Lampiran 6 :
Gambar Benteng Vastenberg
Lampiran 7 : Lampiran 8 :
Gambar Waduk Tirtomarto dan Waduk Tengklik Gambar Gedung SSS dan komplek puro MangkunegaranKawasan Partinituin di Manahan Gambar Kios-kios toko dikawasan Pasar Pon dan
.............. 80 .............. 81
Lampiran 9 :
Partinituin di Manahan Lampiran 10 :
Lampiran 12 : Lampiran 13 : Lampiran 14 : Lampiran 15 : Lampiran 16 : Lampiran 17 : Lampiran 18 : Lampiran 19 : Lampiran 20 :
.............. 83
Gambar Kawasan Koesoemowardani plein dan Gambar Gedung Sekolah Siswo ( H.I.S )
Lampiran 11 :
.............. 82
Gambar KGPAA Mangkunegoro VII ( 1916 – 1944 ) Peta Pulau Jawa, disertai batas-batas Praja M.N Peta Praja M.N dengan skala 1 : 750.000 Laporan Kontrolir Wonogiri A. Muhlenfeld, tertanggal 1 Maret 1914 De Plechtigheid in het Mangkoenegoroschie Vorstenhuis PUSTAKA PRAJA ( RIJSBLAD) tahun 1920 No.17 Z.H.K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VII G.K. Ratoe Timoer. Dharmo Kondho. 19 Mei 1941. Gambar Silsilah Keluarga MN VII Surat permohonan ijin menyusun skripsi Surat keputusan Dekan FKIP tentang ijin penyusunan skripsi
commit to user
xiii
.............. 84 .............. 85 .............. 86 .............. 87 .............. 88 .............. 89 .............. 91 .............. 92 .............. 97 .............. 98 .............. 99
perpustakaan.uns.ac.id
Halaman 75 Halaman 76 Halaman 77 Halaman 78
digilib.uns.ac.id
: Autorisatie begrooting van kosten. 1941. Arsip Mangkunegaran. Surakarta : Rekso Pustaka : Autorisatie begrooting van kosten. 1940. Arsip Mangkunegaran. Surakarta : Rekso Pustaka : Supletie begrooting. 1941. Arsip Mangkunegaran. Surakarta : Rekso Pustaka. : Overzichkaart Tirtonadi. Tanpa tahun. Arsip Mangkunegaran. Surakarta : Rekso Pustaka
Halaman 79
: Gambar R.M.A Soeryo Soeparto
Halaman 79
: Gambar Pasukan Kavaleri Legiun Mangkunegaran
Halaman 80
: Gambar Suasana Kota Surakarta Awal Abad XX
Halaman 80
: Gambar Benteng Vastenberg
Halaman 81
: Gambar Waduk Tirtomarto dan Waduk Tengklik
Halaman 81
: Gambar Kawasan Partinituin di Manahan
Halaman 82
: Gambar Kawasan Koesoemowardani plein
Halaman 82
: Gambar Gedung Sekolah Siswo ( H.I.S )
Halaman 83
: Gambar KGPAA Mangkunegoro VII ( 1916 – 1944 )
Halaman 84
: Peta Pulau Jawa, disertai batas-batas Praja M.N
Halaman 85
: Peta Praja M.N dengan skala 1 : 750.000
Halaman 86
: Laporan Kontrolir Wonogiri A. Muhlenfeld, tertanggal 1 Maret 1914
Halaman 87
: De Plechtigheid in het Mangkoenegoroschie Vorstenhuis
Halaman 90
: PUSTAKA PRAJA ( RIJSBLAD) tahun 1920 No.17
Halaman 93
: Z.H.K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VII G.K. Ratoe Timoer. Dharmo Kondho. 19 Mei 1941.
Halaman 97
: Gambar Silsilah Keluarga MN VII
Halaman 98
: Surat permohonan ijin menyusun skripsi
Halaman 99
: Surat keputusan Dekan FKIP tentang ijin penyusunan skripsi
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berdirinya Pura Mangkunegara merupakan hasil dari sebuah peristiwa besar, pecahnya kerajaan Mataram di Jawa menjadi Kasunanan Surakarta dan Praja Mangkunegaran. Praja Mangkunegara berdiri sejak 1757 pada saat RM. Said sebagai penguasa pertama di Praja Mangkunegara. Selanjutnya tahun demi tahun pemerintahan di Mangkunegaran dipegang oleh para Mangkunegara yang bergelar K.G.P.A.A. Mangkunegara (Kanjeng Gusti Pangeran Arya Adipati Mangkunegara). Dalam kebijakan pemerintahan yang dijalankan pada setiap masa pemerintahan inilah, muncul berbagai bangunan fasilitas publik yang berfungsi sebagai penunjang kehidupan masyarakat, stabilisator kerajaan dan kepentingan politik yang dijalankan bersama-sama dengan pemerintah Kolonial Belanda di Surakarta ( Budihardjo, Eko, 1989 : 26 ). Garis politik Pemerintah Kolonial Belanda yang bertujuan mengusahakan kemakmuran serta perkembangan sosial dari penduduk Indonesia melalui Politik Etis telah memberi dampak ekonomi bagi masyarakat Indonesia pada umumnya dan Praja Mangkunegaran pada khususnya( Marwati Djoened, 1984 : 34 ).Tahuntahun permulaan abad XX awal dilaksanakannya Politik Etis ditandai dengan perkembangan ekonomi yang pesat dan perluasan-perluasan jabatan Pemerintah Kolonial di Indonesia. Politik baru pemerintah Kolonial Belanda ini dikenal dengan “ Politik Etis” yang bertujuan untuk menunjukkan adanya Een Eereschuld ( hutang kehormatan ) negara Belanda terhadap jajahannya sehingga mempunyai kewajiban untuk mengusahakan kemakmuran serta perkembangan sosial dan otonomi penduduk Hindia Belanda ( Robert van Niel, 1984 : 51 ).Selama periode 1900-1925 telah banyak kemajuan yang dicapai oleh pemerintah kolonial, yaitu dengan dijalankannya perubahan dan pembangunan yang cukup besar. Pembangunan ini merupakan keharusan, antara lain desentralisasi, perbaikan commit to user pertanian, pembangunan irigasi dan perbaikan kesehatan ( Sartono K, 1976 : 35 ).
1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
Politik Etis lahir atas desakan golongan konservatif yang bersatu dengan golongan agama, mempunyai tujuan : 1. Meningkatkan kesejahteraan penduduk pribumi, 2. Berangsur-angsur menumbuhkan otonomi serta disentralisasi politik di Hindia Timur – Belanda ( Akira N,1989 : 11 ). Dengan adanya perubahan ini pemerintah Belanda mulai memperhatikan kemakmuran dan kemajuan penduduk pribumi, dan menganggap dirinya sebagai pelindung yang bertanggung jawab untuk memberikan bimbingan kepada penduduk daerah kolonial dalam usaha ke arah kemajuan dan kesejahteraan mereka. Perkembangan politik kolonial sangat mempengaruhi keadaan di Vorstenlanden. Efisiensi, kemakmuran, dan ekspansi adalah slogan dari politik baru kolonial yang memerlukan campurtangan yang lebih langsung dan lebih tegas dari pemerintah Belanda dalam kehidupan masyarakat. Di Vorstenlanden para residen berpandangan bahwa mereka mempunyai tugas utama untuk menyadarkan pemerintah Vorstenlanden untuk selalu memperhatikan kepentingan dan kemakmuran rakyat, dan jika perlu meminta campur tangan pemerintah kolonial Belanda ( Larson,G.D, 1990 : 28 ). Mangkunegaran yang merupakan salah satu daerah swapraja tentu saja mempunyai progam kerja untuk memajukan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Mangkunegaran berusaha memperkuat ekonominya dengan jalan mengelola perkebunan maupun perusahaan milik Praja sendiri. Sedangkan sumber-sumber keuangan lainnya adalah hasil penarikan pajak, retribusi, bunga dan pelunasan modal, dan surat-surat berharga ( Th.M.Metz,1986 : 96 ). Dengan adanya sumber-sumber keuangan inilah perekonomian Mangkunegaran menjadi kuat dan mendukung pembangunan di Praja Mangkunegaran. Mangkunegoro VI pada tahun 1912 telah berhasil mengembalikan Mangkunegaran menjadi Praja yang cukup kaya. Beberapa tahun setelah keberhasilannya ini Mangkunegoro VI berniat untuk turun tahta, dan ia menyatakan keinginannya kepada residen commitpergantian to user Belanda di Surakarta, karena terjadinya tahta di daerah Swapraja saat
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
itu harus mendapat persetujuan pemerintah Belanda. Keinginannya tersebut baru dikabulkan satu tahun kemudian, dan sebagai penggantinya ditunjuklah Raden Mas Soeryo Soeparto, anak angkatnya, yang sebenarnya putra Mangkunegoro V dari selir, seperti diuraikan oleh Parto Hudoyo :“ Ingkang kakarsakaken anggentosi keprabon jumeneng ngasto pusaraning praja Mangkunegaran kaleres putro kapenakan, putro dalem swargi KGPAA Mangkunegoro V saking garwa R Purnamaningrum “( Parto Hudoyo,tt : 74 ). Dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan secara bebas sebagai berikut : “ Yang ditunjuk untuk menduduki tahta kerajaan Mangkunegaran adalah keponakan Mangkunegoro VI yang merupakan putra KGPAA Mangkunegoro V yang lahir dari selir R.Purnamaningrum”. Jadi sebenarnya Soeryo Soeparto adalah keponakan Mangkunegoro VI, yang kemudian diangkat sebagai anak. Dengan mempertimbangkan berbagai pengalaman serta kecakapan yang dimiliki oleh Soeryo Soeparto , maka dari itu para pembesar kadipaten Mangkunegaran dengan persetujaun pemerintah Belanda mengangkatnya sebagai kepala pemerintahan di Praja Mangkunegaran, menggantikan Mangkunegoro VI. Ia dinobatkan sebagai pemegang tahta Mangkunegaran pada 3 Maret 1916, dengan gelar Pangeran Adipati Prang Wadono , suatu gelar yang dipakai oleh pemegang tahta Praja Mangkunegaran yang pada saat dinobatkan belum mencapai usia 40 tahun ( Citrosentono, 1921 : 15 ). Pada masa Mangkunegoro VII ( 1916-1944 ), pada tahun pertama pemerintahan dikeluarkan dana yang cukup besar untuk membangun jembatan, jalan, bangunan irigasi, pendirian sekolah-sekolah, dan pembangunan sarana kepentingan umum lainnya. Setiap tahun pada hari peringatan penobatannya, Mangkunegoro VII mengumpulkan keluarganya, pegawai, para perwira dan tamu dari kalangan rakyat dengan memberi wejangan kepada mereka dan menguraikan rencana kerja untuk mengadakan perbaikan pada tahun berikutnya ( Larson,G.D, 1990 : 105 ). Sejak awal abad XX di Praja Mangkunegaran telah dilakukan serangkaian kebijakan
pembaharuan
dalam
bidang
pemerintahan.
Berbeda
dengan
pembaharuan-pembaharuan dalam bidang lainnya seperti: birokrasi, pengaturan user keuangan, pembangunan, maka commit bidang to pendidikan secara politis tidak banyak
perpustakaan.uns.ac.id
4 digilib.uns.ac.id
mendapatkan pencekalan dari Pemerintah Kolonial Belanda. Walaupun segala kebijakan Mangkunagara dan pelaksanaannya dalam lapangan tidak bebas dari pengawasan Pemerintah Kolonial Belanda. Beberapa bangunan fasilitas publik dibangun oleh Pura Mangkunegaran dan Pemerintahan Kolonial Belanda, untuk menunjang stabilitas pemerintahan dan harkat hidup masyarakat. Pembaharuan dalam berbagai bidang, khususnya pembangunan sarana perkotaan bagi Mangkunegara VII dipandang sebagai kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi, sebab perkembangan dunia menuntut masyarakat untuk mengikuti perkembangan zaman. Pembangunan sarana dalam bidang pendidikan dilakukan Mangkunegara VII dengan melanjutkan pengelolaan Sekolah Siswo dan Studiefonds, serta memprakarsai berdirinya Sekolah Siswarini dan Sekolah Van Deventer, juga memperkenalkan pendidikan non formal berupa les-les bahasa asing, khususnya bahasa Belanda dan kursus keterampilan (menjahit, melukis, membuat patung, mengukir). Pembangunan sarana dalam bidang irigasi ditandai dengan adanya perbaikan sistem irigasi di pabrik gula milik Mangkunegaran. Untuk meningkatkan produksi pangan dibangun sarana irigasi karena daerah Praja Mangkunegaran bagian selatan (Wonogiri) terdiri dari daerah yang berbukit-bukit dan hutannya telah mengalami kerusakan. Sebagai akibatnya ketika hujan, airnya tidak sempat tersimpan oleh tanah. Pada musim kemarau keadaan tanah menjadi kering kerontang, akibatnya tanah itu tidak dapat ditanami. Selama lima tahun Dinas Irigasi Praja (Rijk Waterstaat) yang dipimpin oleh seorang arsitek Belanda, bernama F.E Wolf telah mendirikan sejumlah sarana perairan di wilayah Praja Mangkunegaran. Adapun bangunan ini ialah: Temon, Wiroko, Kebon Agung, Kedung Uling, dan Plumbon. Pada awalnya Kota Surakarta secara tidak disadari berkembang mengikuti pola pemukiman Belanda di daerah seberang, yang berkembang dari sebuah loji kecil kecil, menjadi kota faktori, dan kota dagang besar. Kota-kota di Jawa, pada perkembangan sejarahnya memiliki berbagai karakter dan sifatnya yang khas. Surakarta dan Yogyakarta yang dulunya adalah sebuah kerajaaan besar , yaitu commit to 2010 user : 28 ). Konsep kota Surakarta Kerajaan Mataram Islam ( Sri Margana,
perpustakaan.uns.ac.id
5 digilib.uns.ac.id
sebagai “Solo Berseri” sebenarnya telah muncul sejak masa pemerintahan Mangkunegara VII. Hal in ditandai dengan pembangunan sarana umum antara lain: Taman Tirtonadi, Minapadi, Partimah Park, Societeit Sasono Suko (SSS). Taman Tirtonadi dibangun dengan memanfaatkan air Kali Pepe yang terjun melalui pintu air Kali Anyar. Nama Partimah Park berasal dari nama puteri bungsu Mangkunegara VII. Taman ini berada di sebelah timur Taman Tirtonadi. Dan setiap sore menjadi area bermain bagi anak-anak dengan beraneka ragam permainan seperti ombak banyu, timbangan (jungkat-jungkit), bandulan (ayunan). Societeit Sasono Suko (SSS) mulai dibangun pada tahun 1918 oleh seorang arsitek pribumi yang bernama Atmodirono. Masyarakat awam menamakan gedung ini dengan “Kamar Bola” karena bangunan klasik yang bagian depannya dilengkapi dengan ornamen candi ini setiap malam selalu dipakai oleh orangorang Belanda untuk bermain bola sodok atau billiard. Pembagian wilayah kota atas kampung-kampung yang memiliki spesifikasi tertentu membentuk toponimi yang dapat dibagi dalam beberapa kelompok menurut nama atau gelar figur penting, nama kelompok abdi dalem, aktivitas setempat, maupun bentukan baru (Hari Mulyadi, dan Soedarmono dkk, 1999: 178-180). Secara historis kota kolonial, termasuk Surakarta, memisahkan pemukiman penduduk berdasarkan garis warna. Namun pada perkembangan berikutnya kota tidak lagi membagi berdasarkan ras (etnis). Dengan adanya pembangunan perumahan, perbaikan ekonomi, mobilitas sosial masyarakat pribumi, telah menjurus pada pemisahan pemukiman berdasarkan kelas sosial. Wilayah kelas teratas tidak lagi dihuni orang Eropa saja, tetapi juga oleh usahawan-usahawan lokal, jenderal-jenderal pribumi, dan pejabat-pejabat tinggi pemerintah. Dengan kata lain pemukiman kelas atas terdiri dari berbagai macam etnis (Evers, 1986: 57). Kota Surakarta memiliki dualisme dalam konsep tata ruang kotanya. Pertama sebagai pusat kekuasaan Mataram menerapkan konsep kosmologi Jawa, sementara sebagai kota yang sejak berdiri telah mendapatkan intervensi oleh kekuatan asing, kota ini juga menerapkan konsep kota kolonial. Kedua konsep ini commit to user tumpang tindih, konsep tata ruang yang mencerminkan filosofi masyarakat
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penghuninya tentu saja mengalami disorientasi dengan adanya percampuran cara hidup yang boleh dikatakan memiliki jarak budaya yang berseberangan yaitu antara budaya Timur dan budaya Barat (Kusumastuti, 2004: 28). Pada pola pemukiman di Praja Mangkunegaran, konsep pembuatan jaringan jalan dibangun menurut model tata ruang Eropa yang telah meninggalkan konsep arah jalan tradisional. Daerah kota Mangkunegaran menunjukkan model pembangunan jalan bergaya Eropa dengan pembuatan taman-taman di antara pertigaan dan perempatan jalan (Het Begrooting van Mangkoenagoroshe Rijk over het jaar 1920). Pembangunan sarana dan prasarana serta gedung-gedung perkantoran juga dibangun. Di zona civic center ini dibangun : Soos Mangkunegaran yaitu gedung pertemuan untuk para pegawai, Soos Militer yang digunakan sebagai gedung pertemuan
untuk
para
bintara,
tempat
ibadah,
gudang
untuk
legiun
Mangkunegaran, tiga gedung kelurahan, kantor polisi, beberapa pos jaga, dan beberapa rumah dinas untuk para pejabat dari bupati, wedana, hingga camat. Seluruh pembangunan sarana dan prasarana ini diatur oleh Dinas Pekerjaan Umum Mangkunegaran. Dengan berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis mengambil Judul : “ Perkembangan Perkotaan Di Praja Mangkunegaran ( Studi tentang kebijakan Mangkunegara VII , 1916 – 1944 ) “
commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka penulis merumuskan beberapa masalah antara lain : 1. Bagaimana pembangunan Kota di Praja Mangukunegaran Tahun 19161944. 2. Bagaimana tata ruang Kota di Praja Mangukunegaran Tahun 19161944.
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pambangunan Kota di
Praja Mangukunegaran Tahun
1916-1944. 2. Mengetahui tata ruang Kota di Praja Mangukunegaran Tahun 19161944.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat : 1. Menambah
khasanah
pengetahuan,
yaitu
dapat
memberikan
pengetahuan tentang pembangunan Kota di Praja Mangkunegaran tahun 1916 – 1944. 2. Menambah wawasan khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca tentang pembangunan Kota dan tata ruang Kota di Praja Mangkunegaran tahun 1916 – 1944.
commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Manfaat Praktis 1. Untuk memenuhi salah satu syarat guna meraih gelar Sarjana Kependidikan Program Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Untuk menambah koleksi perpustakaan Progam Studi Pendidikan Sejarah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II KAJIAN TEORI
A.
Tinjauan Pustaka 1.
Kota
Menurut Bintarto ( 1984: 36 ), kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen dan coraknya yang materialistis; atau dapat diartikan sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang heterogen dan materialistis dibandingkan bengan baerah belakangnya. Mater melihat kota sebagai tempat pemukiman penduduknya; baginya yang penting dengan sendirinya bukanlah rumah tinggal, jalan raya, rumah ibadat, kantor, taman, kanal dan sebagainya, melainkan penghuni yang menciptakan segalanya itu. Mumfort lebih melihat kota sebagai suatu tempat pertemuan yang berkiblat keluar. Max Weber memandang suatu tempat itu kota, jika penghuninya sebagian besar telah mampu memenuhi kebutuhannya lewat pasar setempat. Christaller menunjukan fungsi kota sebagai penyelenggaran dan penyediaan jasajasa bagi sekitarnya; kota itu pusat pelayanan ( Short, 1982 : 3-6). Sjoberg melihat lahirnya kota lebih dari timbulnya suatu golongan spesialis non-agraris, di mana yang berpendidikan merupakan bagian penduduk yang terpenting. Mereka itu adalah para literati yakni golongan pujangga, sastrawan dan ahli keagamaan. Sedangkan Harris dan Ullman melihat kota sebagai pusat untuk permukiman dan pemanfaatan bumi oleh manusia; buktinya pertumbuhan kota pesat dan mekarnya terus-menerus. Tetapi sambil mekar terjadi masalah pemiskinan bagi manusianya, sehingga muncul berbagai masalah sosial ( Bintarto,1984 : 8 ). Sehingga dapat dikatakan kota adalah suatu kawasan yang biasanya memiliki ciri-ciri: jumlah penduduk yang relatif padat dibanding dengan kawasan sekitarnya, hubungan kekerabatan masyarakatnya longgar, penduduknya memiliki berbagai ragam user profesi yang bersifat nonagraris, commit terdapattoberbagai macam fasilitas umum relatif
9
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lebih beragam dan modern dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Penduduknya dalam
bekerja
menggunakan
manajemen
yang
lebih
profesional
dan
masyarakatnya lebih memiliki kompleksitas kebutuhan dan kepentingan. Pemahaman kota untuk kurun waktu tertentu dengan kurun waktu yang lain juga berbeda. Di Jawa istilah kota dapat di identikan dengan sistem pemerintahan yang berpolitik, yaitu keraton. Orang Jawa zaman dahulu jika menyebut kota atau keraton dan penduduk sekitarnya menggunakan istilah negari ( bahasa Jawa ).Pada awalnya kota dapat di identikkan dengan keraton. Istilah nagari mirip dengan bunyi negara yang berarti , suatu lembaga yang memiliki sistem pemerintahan yang berpolitik dan memiliki warga.
Istilah ini memiliki
keterkaitan asal usul kata sehingga akan semakin jelas bahwa kota terbentuk karena menonjol sistem pemerintahannya. Menurut J. Gonta ( 1973 : 480 ) dalam bahasa Sansekerta, kota dapat diartikan sebagai benteng atau pertahanan. Dalam bahasa Melayu, kota diartikan sebagai desa yang dipertahankan, atau sebagai satu kesatuan politik. Dengan demikian, cirri khas kota yang menonjol adalah peran politiknya. Seiring perkembangan zaman khususnya di Jawa tidak hanya memiliki sistem politik saja, tetapi juga sebagai pusat industri, perdagangan dan sebagainya. Di Jawa ciri kota antara lain meliputi : 1) keraton ( pusat pemerintahan ); 2) alunalun yang terletak di depan keraton; 3) masjid disebelah kiri alun-alun ; dan 4) pasar tradisional di depan alun-alun keraton. Secara sosial, di Jawa, cirri - ciri lokasi pusat-pusat kegiatan diatas cenderung memiliki lokasi yang berdekatan, karena kebiasaan masyarakat Jawa hidup secara komunal ( Hariyono , 2007 : 59 ). Awal
terjadinya
permukiman
disebabkan
oleh
beberapa
faktor,
diantaranya adalah perpindahan penduduk hingga menetap pada suatu wilayah. Kota tumbuh dengan sendirinya selanjutnya manusia mengembangkan untuk kebutuhannya, selain itu ada juga kota yang tumbuh karena direncanakan. Dengan demikian kota dapat diartikan sebagai berikut. Dalam arti sempit, kota merupakan perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, sosial, ekonomi, politik dan budaya di suatu wilayah.Dalam arti luas, kota merupakan commit to user perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, sosial,
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ekonomi, politik, dan budaya di suatu wilayah dalam hubungannya dan pengaruh timbal balik dengan wilayah lain.Kota, adalah tempat tinggal dari beberapa ribu penduduk atau lebih. Kota, menurut definisi universal, adalah sebuah area urban yang berbeda dari desa ataupun kampung berdasarkan ukurannya, kepadatan penduduk, kepentingan, atau status hukum. Kota ditinjau dari segi fisik morfologis adalah suatu daerah tertentu dengan karakteristik pemanfaatan lahan non pertanian, pemanfaatan lahan dimana sebagian besar tertutup oleh bangunan, kepadatan bangunan khususnya perumahan yang tinggi, pola jaringan jalan yang kompleks, dalam satuan pemukiman yang kompak dan relatif lebih besar dari satuan pemukiman kedesaan di sekitarnya. Sementara itu daerah yang bersangkutan sudah/mulai terjamah fasilitas kota. Sedangkan secara fisik kota adalah area-area terbangun di perkotaan yang terletak saling berdekatan, yang meluas dari pusatnya hingga keluar daerah pinggiran kota. Ditinjau dari segi yuridis administrative kota dapat didefinisikan sebagai suatu daerah tertentu dalam wilayah Negara dimana keberadaannya diatur oleh Undang-Undang (peraturan tertentu), daerah mana dibatasi oleh batas-batas administrative
yang
Undang/peraturan
jelas
tertentu
yang dan
keberadaannya ditetapkan
diatur
berstatus
oleh
sebagai
Undangkota
dan
berpemerintahan tertentu dengan segala hak dan kewajibannya dalam mengatur wilayah kewenangannya. Menurut Sujarto (1970 : 18 ), kota merupakan kesatuan masyarakat yang heterogin dan masyarakat kota mempunyai tingkat tuntutan kebutuhan yang lebih banyak apabila dibandingkan dengan penduduk pedesaan. Sedangkan menurut Bintarto (1977 : 35 ) kota adalah sebuah bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dan corak kehidupan yang bersifat heterogin dan materialistis dibandingkan dengan daerah belakangnya. Bagi masyarakat di Praja Mangkunegaran, praja atau kota praja bukan hanya suatu pusat politik dan budaya, tetapi merupakan pusat keramat. Keraton adalah tempat bersemayam raja dan raja merupakan sumber-sumber kekuatan commityan to user kosmis yang mengalir di daerah-daerah membawa ketentraman, keadilan, dan
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kesuburan. Paham ini terungkap dengan sangat jelas dalam gelar para penguasa keempat wilayah Jawa Tengah hasil perpecahan kerajaan Mataram. Kedua penguasa di Yogyakarta menyebut diri Hamengku Buwana (yang memangku jagad raya), dan Paku Alam. Para penguasa Surakarta menyebut dirinya Paku Buwana dan Mangkunagoro (yang memangku negara). Pandangan tentang keraton sebagai pusat kekuasaan kosmis menentukan paham negara, kekuatan yang ada di pusat semakin menjauh akan semakin redup, dan bahkan hilang. Begitu juga menurut filsafat politik Jawa, negara itu paling padat di pusat, didekat raja. Dari ibukota kekuatan raja memancar sampai kedesa-desa. Kekuatan itu ada karena seluruh kekuatan itu menjaga keraton dan memberikan perlindungan serta memberi keselamatan pada para penghuninya. Fungsi kota di Praja Mangkunegaran sebagai pusat pemerintahan yang menerapkan konsep ”civic center”. Berbagai kantor pusat pemerintahan ketatanegaraan kota praja berada di satu kompleks wilayah. Pembangunan sarana dan prasarana serta gedung-gedung perkantoran juga dibangun. Pembagian wilayah kota atas kampung-kampung yang memiliki spesifikasi tertentu membentuk toponimi yang dapat dibagi dalam beberapa kelompok menurut nama atau gelar figur penting, nama kelompok abdi dalem, aktivitas setempat, maupun bentukan baru. Di wilayah Praja Mangkunegaran, beberapa kampung juga berfungsi sebagai tempat pemukiman kompleks pejabat praja seperti kampung Tumenggungan. Kampung Tumenggungan merupakan tempat tinggal para pejabat yang
memegang
peranan
dalam
sistem
birokrasi
pemerintahan
Praja
Mangkunegaran, mengingat para pejabat yang tinggal di kampung ini bergelar Tumenggung. Sementara kampung Punggawan merupakan tempat pemukiman para pejabat tingkat rendah dan abdi dalem. Tempat pemikiman lain yang terdapat di Mangkunegaran menunjukkan nama-nama para bangsawan lama yang sebelum era P.A.A Mangkunagoro IV memperoleh lahan sebagai tempat tinggalnya. Kampung Mangkubumen dahulu merupakan tempat tinggal Mangkubumi. Kampung Timuran yang berarti tempat tinggal putra dari selir Mangkunagoro ketika masih kecil (alit : masih timur) to user Wilayah pemukiman lain adalahcommit kampung Stabelan yang merupakan tempat
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pemukiman pasukan artileri Mangkunegaran (constable). Kampung Jageran sebagai tempat pemukiman pasukan penggempur Mangkunegaran dan kampung Kestalan sebagai tempat kandang kuda (staal) milik pasukan kavaleri legiun Mangkunegaran. Pada wilayah kota Mangkunegaran terdapat daerah elite orang Eropa yang dikenal dengan Villapark. Lingkungan Villapark dinyatakan sebagai lingkungan elit dengan peraturan tersendiri yang dapat dilihat dari Undang-Undang tentang penggunaan tanah negara di Surakarta, khususnya daerah Mangkunegaran. Peraturan tentang penggunaan tanah negara di Mangkunegaran tidak meliputi daerah Villapark, karena daerah ini sudah mempunyai peraturan tersendiri yang ditetapkan tanggal 1 November 1913 (Rijksblad Mangkunegaran, 15 Januari 1918. No 1. Tahun 1918, artikel no.2 Pasal 3). Lingkungan Villapark dihuni oleh sebagian besar orang Eropa yang bekerja di sektor perkebunan.
2. Tata Ruang Kota
Tata ruang kota
dikatakan sebagai ilmu interdisiplin. Maksudnya,
pengetahuan dan ilmu tata ruang tidak semata meliputi satu disiplin ilmu pengetahuan.
Disiplin
pengetahuan
adalah
suatu kecanggihan yang
dikembangkan untuk memikirkan dan mendalami permasalahan yang sudah lama menarik perhatian dan menjadi kepedulian pemerhati yang gemar berpikir. Tata ruang kota adalah bentuk penggunaan lahan yang ada dikota untuk keperluan tertentu ( jalan , perkantoran, taman, pemukiman dsb ). Daerah perkotaan umumnya mempunyai tata ruang yang terencana dengan baik, terutama peningkatan praarana perkotaan yang meliputi tujuh bidang (penyediaan air bersih, drainase yang baik, pengolahan sampah, sanitasi lingkungan, perbaikan kampung, pemeliharaan jalan kota, perbaikan sarana dan fungsi pasar). Tata ruang merupakan kegiataan untuk menjadikan suatu ruang itu menjadi seperti yang direncanakan. Tata atau penataan dapat diartikan sebuah perencanaan yang disusun secara berurutan dan terarah. Sedangkan pengertian commit to user ruang terdapat dua pengertian, yaitu ruang tak terbatas dan ruang terbatas. Para
perpustakaan.uns.ac.id
14 digilib.uns.ac.id
pemikir Barat cenderung memahami ruang yang bersifat tak terbatas, sedangkan para pemikir Timur, khususnya Jawa cenderung memehami ruang secara terbatas. Kecenderungan ini disebabkan paham rasianalisme yang bersifat progresif telah lama berkembang di Barat, sedangkan di Timur paham rasionalisme baru berkembang akhir-akhir ini ( Hariyono , 2007 : 5 ). Ruang merupakan alih kata space untuk Bahasa Indonesia. Dalam Oxford English Dictionary disebutkan ,space berasal dari kata Latin spatium yang berarti terbuka luas, memungkinkan orang melakukan kegiatan dan bergerak leluasa didalamnya, dan dapat berkembang tak terhingga. Ruang dalam bahasa Jawa disebut dengan istilah rong yang bererti suatu keadaan kosong yang terdapat pada batasan dua kerangka utama yang menunjang atap. Rong juga berarti lubang tempat serangga bersarang dan gua. Gagasan tersebut mengacu pada sesuatu yang terbatas, bervolume dan nyata. Rong menurunkan kata rongga yang berarti ruang kosong yang terdapat pada suatu benda. Dengan demikian, ruang dalam budaya Jawa memiliki batasan yang sifatnya terbatas dan konkret. Secara mitos, ruang dalam pemahaman Jawa adalah tempat yang bersifat konkret yang dihuni oleh makhluk hidup maupun makhluk halus ( Tjahyono, 1990 : 29 ). Tata ruang kota-kota di Jawa khususnya sebagian besar masih menganut konsep kosmologi Jawa yang merupakan bagian dari konsep kosmogoni. Seorang raja sering dianggap sebagai representasi dewa sekaligus penguasa kota. Kepercayaan ini membawa pengaruh konsep kosmogoni untuk merancang kotanya. Konsep kosmogoni adalah suatu pemahaman tentang kesejajaran antara alam makrokosmos dan mikrokosmos dalam suatu pertautan dimuka bumi. Alam semesta atau jagad raya diimitasikan dengan dunia manusia di alam jagad kecil. Dalam konsep kosmogoni disebutkan bahwa kemakmuran dan ketentraman dunia dapat dicapai dengan menyusun dunia manusia sebagai replica alam semesta. Sebagai konsekuensinya kota kerajaan harus dirancang sesuai dengan gambaran bagian – bagian alam semesta yang dihayati. Ibukota atau istana raja tidak hanya sebagai pusat pemerintahan dan kebudayaan, melainkan juga sebagai pusat kekuatan magis dari seluruh wilayah kerajaan. Dalam konsep kosmologi Jawa commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang digunakan untuk tata ruang terdapat kesatuan antara masyarakat, alam, dan alam adikodrati serta kedudukan raja sebagai pemusatan kekuatan kosmis. Dalam lingkaran pertama pandangan dunia Jawa, dunia luar dihayati sebagai lingkungan kehidupan individu yang homogen, yang di dalamnya manusia menjamin keselamatannya dengan menempatkan dunia ini sebagai penghayatan terhadap masyarakat, alam dan alam adikodrati sebagai satu kesatuan yang tak terpecah-belah. Dari tingkah laku yang tepat terhadap kesatuan itu tergantung keselamatan manusia. Masyarakat dan alam merupakan lingkup kehidupan masyarakat
Jawa sejak lahir. Melalui
masyarakat,
manusia
berhubungan dengan alam. Konsep kehidupan masyarakat bagi orang Jawa merupakan sumber rasa aman, begitu pula alam dihayati sebagai kekuasaan yang menentukan keselamatan sekaligus kehancurannya. Dasar kepercayaan Jawa atau Jawanisme adalah keyakinan bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini pada hakekatnya adalah satu, atau merupakan suatu kesatuan hidup. Jawanisme memandang kehidupan manusia selalu terpaut erat dalam kosmos alam raya. Dengan demikian hidup manusia merupakan suatu perjalanan yang penuh dengan pengalaman-pengalaman yang religius (Mulder, 1973 : 36 ). Apa yang dialami manusia sejak dilahirkan sampai pada kematian atau kejadian yang dialami manusia selama manusia hidup selalu terkait dengan kekuatan dari alam lain (adikodrati/gaib). Alam pikiran Jawa merumuskan bahwa kehidupan manusia berada dalam dua kosmos yaitu makrokosmos (jagad gede) dan mikrokosmos (jagad cilik) yang saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan. Makrokosmos merupakan lukisan atau gambaran dari mikrokosmos, sebaliknya mikrokosmos pun adalah lukisan dari makrokosmos. Hal ini didasarkan bahwa hakekat segala yang ada di dunia ini adalah satu. Di satu pihak, makrokosmos adalah sikap dan pandangan hidup terhadap alam semesta yang dianggap sebagai alam yang mengandung kekuatan supranatural dan penuh dengan hal-hal yang bersifat wadi (misterius). Di lain pihak, mikrokosmos adalah sikap dan pandangan hidup terhadap jagad cilik (manusia). Tujuan utama dalam hidup adalah mencari serta menciptakan commit to userkehidupan makrokosmos dam keselarasan atau keseimbangan antara
perpustakaan.uns.ac.id
16 digilib.uns.ac.id
mikrokosmos, dalam mewujudkan ”keselamatan” dan ”kedamaian” seperti yang sesuai dengan sifat-sifat ilahi. Alam inderawi bagi orang Jawa merupakan ungkapan alam gaib. Alam adalah ungkapan kekuasaan yang akhirnya menentukan kehidupan manusia. Dalam alam ini manusia mengalami betapa sangat tergantung dari kekuasaankekuasaan adidunia yang tidak diperhitungkan, yang disebut dengan alam gaib. Kosmos, termasuk kehidupan benda-benda, peristiwa-peristiwa di dunia merupakan suatu kesatuan eksistensi dimana setiap materiil dan spiritual mempunyai arti yang jauh melebihi apa yang nampak (Mulder, 1984 : 18.) Bagi orang Jawa alam empiris berhubungan erat dengan alam dengan alam metampiris (alam gaib), mereka saling meresapi. Kepekaan terhadap dimensi gaib dunia empiris menemukan ungkapannya dalam berbagai cara, misalnya upacara-upacara religius. Kesatuan antara masyarakat, alam, dan alam adikodrati dilaksanakan orang Jawa dalam sikap hormat terhadap nenek moyang (leluhur), roh-roh, dan kekuatan halus. Bagi orang Jawa, kehidupan di dunia ini merupakan tempat dimana kesejahteraannya tergantung dari apakah manusia berhasil menyesuaikan diri dengan kekuatan-kekuatan gaib itu. Supaya roh-roh itu berkenan kepadanya maka pada waktu-waktu tertentu dipersembahkan sesajen. Masyarakat Jawa percaya bahwa tidak mungkin memisahkan sesuatu yang sakral dari yang profan, yang bersifat kodrati dari yang bersifat adikodrati. Kehidupan dalam kosmos alam raya dipandang sebagai sesuatu yang telah teratur dan telah tersusun secara bertingkat (hierarkis). Kewajiban moril daripada segala sesuatu yang ada ialah menjaga keselarasan hidup dengan segala tata tertib yang dilambangkan dalam susunan alam semesta. Kekuasaan ilahi tersebut dinyatakan dalam paham ketuhanan yang antara lain disebut sebagai kekuatan Brahma, Gusti, Hyang Maha Kuasa, Hyang Murbeng Jagad, Hyang Tunggal, dan banyak lagi sebutan lain yang merupakan perwujudan dari rasa Ketuhanan dalam alam pikir Jawa. Adapun sikap dan pandangan terhadap dunia manusia (mikrokosmos) adalah tercermin pada kehidupan manusia dan lingkungannya, susunan manusia commit to user dalam masyarakat, tata kehidupan manusia sehari-hari dan segala sesuatu yang
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
nampak mata (kasat mata). Tanpa adanya tata kehidupan yang nyata dan teratur dalam dunia manusia (mikrokosmos), kehidupan manusia senantiasa berusaha memahami arti dan kehidupan serta berusaha menemukan nilai-nilai baru untuk diterapkan dalam bentuk kehidupan yang lebih sempurna. Keberhasilan manusia dalam menjalani kehidupan yang baik dan benar di dunia ini tergantung pada kekuatan batin jiwanya. Bagi orang Jawa, masyarakat, alam, dan alam adikodrati dirasakan sebagai kesatuan terungkap dalam kepercayaan bahwa semua peristiwa alam empiris berkaitan dengan peristiwa-peristiwa di alam metampiris (Franz Magnis Suseno, 1985:90). Apa yang terjadi di sisi realitas yang satu mempunyai kecocokan dengan sisi satunya. Oleh karena itu manusia tidak boleh bertindak gegabah seakan-akan masalahnya terbatas pada dimensi sosial dan alamiah saja. Dalam segala tindak-tanduk manusia harus bersikap sedemikian rupa sehingga tidak bertabrakan dengan berbagai roh dan kekuatan halus. Kepercayaan akan keterkaitan antara peristiwa-peristiwa di dunia dan di alam gaib barangkali merupakan salah satu latar belakang kepopuleran berbagai upacara. Alam pikiran, sikap serta pandangan hidup tentang alam semesta (makrokosmos) merupakan peninggalan konsep dari paham Hindu Jawa. Pada dasarnya apabila setiap manusia melaksanakan tugas dan kewajiban hidupnya (Dharma), dan berpegang pada aturan ilahi atau kekuatan Brahma yang berkuasa atas kehidupan alam semesta, maka dia akan menuju pada keselamatan dunia serta menciptakan kehidupan yang ”tata tenterem, kerta raharja” yaitu kehidupan yang bahagia, aman, dan sejahtera. Di situlah letak hubungan khusus serta penyatuan antara makrokosmos dan mikrokosmos dalam kehidupan orang Jawa.
3. Pembangunan Di Praja Mangkunegaran
Pembangunan
didefinisikan
sebagai
rangkaian
usaha
mewujudkan
pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan sadar yang ditempuh oleh suatu commit user Negara bangsa menuju modernitas. Dari to pengertian tersebut, maka muncul enam
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ide pokok. Pertama : pembangunan merupakan suatu proses. Berarti pembangunan
merupakan
rangkaian
kegiatan
yang
berlangsung
secara
berkelanjutan dan terdiri dari tahap – tahap yang di satu pihak bersifat independen akan tetapi di pihak lain merupakan „ bagian‟ dari sesuatu yang bersifat tanpa akhir . Kedua : pembangunan merupakan upaya secara sadar yang ditetapkan sebagai suatu untuk dilaksanakan. Ketiga : pembangunan dilakukan secara terencana. Keempat : rencana pembangunan mengandung makna pertumbuhan dan perubahan. Kelima : pembangunan mengarah pada modernitas. Modernitas disini diartikan antara lain sebagai cara hidup yang baru dan lebih baik dari sebelumnya, cara berfikir yang rasional dan sistem budaya yang kuat tetapi fleksibel.Keenam : modernitas yang ingin dicapai melalui bergai kegiatan pembangunan bersifat multidimensional ( Siagan.P, 2000 : 5 ). Kadipaten Mangkunegaran didirikan dan ditegakkan
di atas hasil
perjuangan, bukan hadiah, sekalipun Mangkunegaran adalah vassal kompeni dan di bawah Kasunanan Surakarta, bahwa dalam perjalan sejarahnya pengaruh kompeni sangat besar terhadap Kadipaten Mangkunegaran. Namun semua ini pada dasarnya karena kompeni ketakutan terhadap timbulnya kekuatan baru yang menentangnya. Oleh karena perjuangan itu dijalankan bersama antara yang dipimpin dan yang memimpin, tegasnya antara R. M. Said dan para pengikutnya, maka hasil- hasil perjuangan tidak dimiliki oleh seseorag atau sekelompok orang, melainkan dimiliki oleh bersama. Atas dasar inilah maka Praja Mangkunegaran tidak menjadi milik pribadi pihak yang memimpin perjuangan, dan kemudian naik tahta memimpin Mangkunegaran, tetapi juga milik para pengikutnya yang ikut dalam
perjuangan.
Dengan
pemahaman
inilah,
maka
kontinuitas
atau
kelanggengan menjadi target atau tujuan yang terus- menerus diperjuangakan demi kelangsungan Praja Mangkunegaran sendiri.
Ia diangkat menjadi raja
bergelar Pangeran Adipati Mangkunegoro, dan menguasai suatu daerah yang pada tanggal 17 Maret 1757 luasnya 4000 cacah.Wilayah Kasunanan dan Kasultanan dikemudian hari dikurangi oleh Deandels, yang harus mempertahankan Pulau Jawa dari Inggris. Kemudian jaman Inggris, Sir Thomas Stamford Rafles commit to user mendirikan kerajaan Paku-Alaman tahun 1813 dengan tanah diambil dari
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kasultanan,
dengan
menunjuk
Yogyakarta
sebagai
istananya.
Setelah
pembentukan Paku Alaman, kemudian pada 21 Oktober 1813, daerah Mangkunegaran diperluas, serta Pangeran Mangkunegoro memperoleh kebebasan lebih banyak. Yang menjadi alasan untuk itu adalah suatu persekutuan antara Sunan dan Sultan untuk melawan pemerintah Inggris. Alasan ini pula yang digunakan untuk mendirikan Paku Alaman. Setelah perang Jawa ( 1825 – 1830 ), maka pada 22 Pebruari 1830 wilayah Mangkunegaran diperluas lagi, yaitu dengan tanah Ngawen. Yang memperluas ini adalah pihak Belanda , dengan mengambil wilayah Sultan. Dan pada 22 September 1830 telah ditatapkan batas – batas wilayah Mangkunegaran hingga tahun 1934. Namun setelah tahun 1900, batas – batas wilayah Mangkunegaran diubah lagi dengan menukarkan beberapa tanah dengan tanah Kasunanan, hal ini untuk menghindari adanya en clave ( tamah yang terkurung oleh wilayah negara lain ). Landasan juang RM.Said atau K.G.P.A.A Mangkunagoro I serta para kawulanya tertumpu pada 3 langkah : 1. Mulat Sarira Hangrasa Wani (kenalilah dirimu sendiri) 2. Rumangsa melu Handarbeni (merasa ikut memiliki) 3. Wajib Melu Hangrungkebi (berkewajiban untuk siap membela kepentingan Praja) Mulat sarira, hangrasa wani, sesungguhnya merupakan candrasengkala tahun pendirian Mangkunegaran yakni tahun 1757 Masehi. Mulat sarira berarti mengetahui diri sendiri dengan melakukan introspeksi yang perlu dihayati agar dapat mengatasi rintangan yang menghalang-halangi perbaikan pribadi kita. Introspeksi juga menimbulkan kesadaran kita akan keakraban kita dengan sesama, alam, dan Tuhan. Prinsip kedua Tri Darma ialah : Rumangsa Melu Handarbeni. Ucapan ini disampaikan oleh RM. Said setelah dinobatkan sebagai Mangkunagoro I. Ucapan ini ditujukan kepada para pengikut setianya untuk diteruskan kepada keturunannya,
serta
rakyat.
Rakyat
harus
menganggap
daerah
Praja
Mangkunegaran sebagai miliknya sendiri, tempat mereka akan memperoleh userdan rakyat diadakan persekutuan sumber kehidupan dari tanah itu.commit Antaratoraja
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sehingga terjadi persatuan antara mereka, yang mencakup dalam manunggaling kawula gusti Prinsip ini memuat bahwa Mangkunagoro dan rakyat bersama-sama memiliki daerah Praja Mangkunegaran. Mangkunagoro yang memimpin Praja Mangkunegaran akan berusaha menyejahterakan rakyat. Negara bukan milik perorangan, tetapi merupakan tempat berlindung seluruh rakyat, sehingga setiap orang dapat melakukan pekerjaannya. Negara dipandang sebagai milik kolektif, maka
setiap
warganya
perlu
turut
berusaha
mengembangkannya,
mempertahankannya serta menjaga dari berbagai bentuk ancaman. Prinsip ketiga Tri Dharma, ialah : Wajib Melu Hangrungkebi. Prinsip ketiga ini erat hubungannya dengan prinsip pertama dan kedua. Kedua pihak bertanggung jawab penuh atas kelestarian negara, maka rakyat diharapkan menjalankan tugas bagi negara dengan semangat berkorban, penuh dedikasi dan mampu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman. Ketiga gatra tersebut merupakan pedoman langkah dimana satu sama lain saling bergandengan, mengisi dan melengkapi. Falsafah tersebut dikenal dengan sebutan Tri Dharma yang berarti juga mawas diri dan merasa berani. Pada dasarnya Tri Dharma bermakna sebagai berikut : 1. Tri Dharma pada hakekatnya adalah dasar utama berdirinya Praja Mangkunegaran. 2. Tri Dharma adalah sikap hidup dan pola tingkah laku serta tingkah karya bagi pimpinan negara, narapraja, punggawa, dan kerabat Mangkunegaran. 3. Tri
Dharma
merupakan
dasar
bertindak
dalam
pembinaan
dan
pengembangan Praja Mangkunegaran. 4. Tri Dharma adalah pengarah bagi kehidupan kerabat dan orang-orang Mangkunegaran dalam menghadapi pasang surutnya keadaan serta dalam menyesuaikan diri dengan zaman dan situasi ( NN, 1969 : 9 ). Mangkunegaran memperoleh perluasan wilayah oleh Belanda yang tidak diperoleh oleh kerajaan lain. Tetapi tetap ada pengurangan kekuasaan seperti di kerajaan lain. Para Raja di Mangkunegaran diangkat menurut “ Acte van Verband “ yang harus mereka tanda tangani dihadapan wakil Pemerintah Hindia- Belanda commityang to user sebelum mereka dinobatkan. Mereka menjadi Raja di Mangkunegaran,
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
haruslah keturunan dari Raja pertama dari negaranya. Meskipun hak – haknya dibatasi oleh Belanda, namun Raja- raja di Mangkunegaran berhasil mendirikan negara yang kuat karena kemampuannya. Sampai tahun 1934 Mangkunegaran mempunyai tujuh orang Raja yang dalam setiap pemerintahannya terdapat tahapan pembangunan yang berkesinambungan. Pembangunan wilayah Mangkunegaran dilakukan secara bertahap di segala bidang pada masing-masing Raja, ketujuh Raja tersebut adalah sebagai berikut : 1. Mangkunegoro I ( 1757 – 1795 ), sebelum dinobatkan sebagai raja, ia bernama dan bergelar Raden Mas Said dan Pangeran Suryokusumo.Ia adalah cucu dari Sunan Mangkurat IV dari Mataram. 2. Mangkunegoro II ( 1796 – 1835 ), adalah cucu dari pendahulunya, dan naik tahta dengan gelar Pangeran Ario Prabu Prangwadono. 3. Mangkunegoro III ( 1835 – 1853 ), adalah seorang putra dari seorang putri Mangkunegoro II. Ia naik tahta dengan gelar Pangeran Adipati Ario Prabu Prangwadono, dan pada tahun 1842 bergelar Mangkunegoro. 4. Mangkunegoro IV ( 1853 – 1881 ), adalah putra dari putri Mangkunegoro II yang lebih muda. Gelarnya sama dengan pendahulunya, baru pada tahun 1857 bergelar Mangkunegoro. 5. Mangkunegoro V ( 1881 – 1896 ) , adalah putera Mangkunegoro IV. 6. Mangkunegoro VI ( 1896 – 1916 ), adalah saudara Mangkunegoro V. Sejak ini Mangkunegaran berdiri lepas dari Keraton dan Susuhunan Surakarta.
Pada
masa
ini
terjadi
perbaikan
ekonomi
di
Praja
Mangkunegaran , sehingga keuangan Mangkunegaran berangsur pulih kembali. Pembangunan di berbagai bidang mulai dilakukan, tidak hanya bidang keuangan, tetapi juga bidang pendidikan, kesehatan, pangan dan pembangunan fisik terus dilakukan di Praja Mangkunegaran sampai masa kekuasaaan Mangkunegoro VI berakhir dan diteruskan oleh penggantinya nanti. 7. Mangkunegoro VII ( 1916 – 1944 ), adalah putra ke tiga dari Mangkunegoro V. Ia adalah seorang aktivis organisasi bersifat kebudayaan commit sebelum dinobatkan sebagai Raja todiuser Mangkunegaran. Ia menjadi anggota
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
redaksi harian Jawa “ Darmo Kondo “, anggota Dewan Pengawas perkumpulan “ Budi Utomo “. Dan menjadi ketua Dewan Hindia ( volksraad ). Setelah dinobatkan menjadi Raja, ia pun berhenti dari kegiatan tersebut. Pada masa pemerintahannya, banyak kebijakan yang dikeluarkan. Yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan di Praja Mangkunegaran dan wilayahnya. Pembangunan kota dengan peningkatan sarana perkotaan, pembuatan taman – taman kota dan pembaharuan irigasi dengan membuat bendungan dan waduk, merupakan progam – progam dalam kebijakannya. Daerah Mangkunegaran terletak di tanah Swapraja ( Vorstenlanden ) di bagian Timur dari Jawa Tengah. Dan ditanah Swapraja itu juga di bagian Timurnya. Daerah itu meliputi lereng Barat dan Selatan dari Gunung Lawu yang meluas sampai daerah hulu dari Bengawan Solo menuju Gunung Kidul. Sebanyak 35.183 orang tinggal di Kota Mangkunegaran. Sedangkan luas daerah dari Mangkunegaran adalah 2.815,14 Km2. Seperti tercantum dalam perjanjian yang sudah disetujui, wilayah kekuasaan Praja Mangkunegaran adalah daerah Keduwang, Laroh, Matesih dan Gunung Kidul. Baru pada masa pemerintahan Mangkunagoro II (1796-1835) daerah Praja Mangkunegaran bertambah 240 jung dan kemudian bertambah lagi 500 cacah (1 cacah = 4 bau. 1 bau = 0,7096 ha. 1jung = 4 karya = 16 bau). Mangkunagoro II telah berjasa kepada Rafflesh, membantu mengadakan perlawanan terhadap Sultan Hamengku Buwono II. Sebagai hadiah atas jasajasanya, maka Rafflesh memperluas daerah Mangkunegaran yang meliputi : 1. Keduwang
72 jung
2. Sembuyan
12 jung
3. Mataram
2,5 jung
4. Sukowati Timur
95,5 jung
5. Sukowati Barat
28,5 jung
6. Sebelah Timur Merapi
29,5 jung
Jumlah
240 jung commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Setelah terjadi perang Diponegoro (1825-1830), daerah Mangkunegaran diperluas dengan 500 cacah, semuanya milik Yogyakarta yang ada di Sukowati. Selama berlangsungnya perang Diponegoro, Mangkunagoro II membantu Belanda kemudian setelah perang usai daerah yang telah dikuasai oleh Belanda diserahkan sebagai hadiah atas jasa-jasanya. Dengan tambahan itu daerah Mangkunegaran luasnya menjadi 5.500 karya, yang meliputi : 1. Keduwang
141 jung
2. Laroh
115,25 jung
3. Matesih
218 jung
4. Wiraka
60,5 jung
5. Hariboyo
82,5 jung
6. Hanggabayan
25 jung
7. Gunung Kidul
71,5 jung
8. Sembuyan
113 jung
Jumlah
846,75 jung
Sedang mengenai letak geografis wilayah Praja Mangkunagaran dibatasi dengan sebelah utara dengan pegunungan kapur Kendeng, sebelah selatan dengan Samudra Hindia dan tanah datar wilayah Yogyakarta,sebelah timur dengan Gunung Lawu,sebelah barat dengan Gunung Merapi dan Merbabu. ( Moh, Dalyono, 1939 : 105 ). Untuk menghindari adanya enclave (tanah yang terkurung oleh wilayah negara lain), pada tanggal 27 September 1830 dibuatlah kontrak yang mengakibatkan swapraja di Surakarta dan Yogyakarta memiliki wilayah yang terpisah dengan daerah yang lain oleh garis batas. Adapun caranya yaitu dengan menukarkan beberapa tanah wilayah Praja Mangkunegaran dengan Kasunanan. Sejak tahun 1917 berdasarkan Rijksblad Mangkunegaran tahun 1917 No. 331, Mangkunegaran terdiri dari tiga kabupaten yaitu Wonogiri, Karanganyar, dan Kabupaten Kota Mangkunegaran. commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Kerangka Berpikir Perbaikan Pembangunan Ekonomi MN VI
MN VII 1916-1944
Intervensi oleh Kolonial Belanda
Pembangunan di Praja Mangkunegaran
Prasarana Perkotaan
Pendidikan
Kesehatan
Transportasi
Konsep Kosmologi Jawa
Macapat
Konsep Kota Kolonial
Civic Center
Tata Ruang Kota di Praja Mangkunegaran
Keterangan : Berbagai pembaharuan yang dilakukan Mangkunegara VII, tidak lepas dari pendahulunya yang bernama GRM Soejitno yang bergelar Mangkunegara VI , hal ini dilakukan juga karena ada intervensi oleh kekuatan asing dalam hal ini adalah Belanda. (Sarwanto Wiryosuputra, 1981: 1). Perekonomian Praja Mangkunegaran yang mengalami kebangkrutan, telah pulih kembali keadaannya. Beliau juga telah dapat kembali menempatkan pemerintahannya pada martabat ekonomi yang terhormat. Kerja keras Mangkunegara VI yang bertujuan untuk commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memajukan praja Mangkunegaran ini dijadikan suri dan teladan bagi Mangkunegara VII. K.G.P.A.A. Mangkunegara VII naik tahta pada tahun 1916, menggantikan kedudukan K.G.P.A.A. Mangkunegara VI yang pensiun dan pindah ke Surabaya. Tugas Mangkunegara VII adalah melanjutkan masa pemerintahan gemilang Mangkunegara VI. Sebagai seorang pribadi terpelajar yang juga pernah mengenyam pendidikan di negeri Belanda, beliau sadar bahwa untuk memajukan kehidupan rakyatnya harus segera dilakukan pembaharuan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembangunan perkotaan di wilayah Praja Mangkunegaran yaitu : faktor politik, faktor ekonomi, dan faktor sosial. Sejalan dengan kemajuan di sektor pendidikan, transportasi, kehutanan, dan irigasi, Mangkunegara VII juga sangat memperhatikan tata kota di wilayah Mangkunegaran. Konsep ”civic center” telah diterapkan di wilayah kota Mangkunegaran. Pada konsep ini berbagai kantor pusat pemerintahan ketatanegaraan kota praja berada di satu kompleks wilayah. Pembangunan sarana dan prasarana serta gedung-gedung perkantoran juga dibangun. Di zona civic center ini dibangun : Soos Mangkunegaran yaitu gedung pertemuan untuk para pegawai, Soos Militer yang digunakan sebagai gedung pertemuan untuk para bintara, tempat ibadah, gudang untuk legiun Mangkunegaran, tiga gedung kelurahan, kantor polisi, beberapa pos jaga, dan beberapa rumah dinas untuk para pejabat dari bupati, wedana, hingga camat. Seluruh pembangunan sarana dan prasarana ini diatur oleh Dinas Pekerjaan Umum Mangkunegaran. Di kawasan Banjarsari dibangun perumahan elit yang disebut Villapark. Seiring dengan pembangunan jalan-jalan, beliau juga membangun beberapa taman yaitu : Taman Tirtonadi, Partimah Park, Partinituin, dan Partinah Bosch.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian Dalam penelitian historis yang berjudul “ Perkembangan Perkotaan Di Praja Mangkunegaran ( Studi Tentang Kebijakan Mangkunegara VII , 1916 – 1944 ) “, penulis melakukan teknik pengumpulan data , baik data primer maupun sekunder melalui studi pustaka. Adapun perpustakaan yang digunakan dalam mencari data – data tersebut adalah sebagai berikut: a. Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta. b. Perpustakaan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. c. Perpustakaan Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta. d. Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. e. Perpustakaan Reksa Pustaka Mangkunegaran. 2. Waktu Penelitian Waktu yang direncanakan untuk penelitian ini adalah sejak bulan Oktober 2010 sampai dengan sekitar bulan April 2011.
B. Metode penelitian Dalam suatu penelitian, peranan metode ilmiah sangat penting karena keberhasilan tujuan yang akan dicapai tergantung dari penggunaan metode yang tepat. Kata metode berasal dari bahasa Yunani, methodos yang berarti cara atau jalan. Sehubungan dengan karya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja, yaitu cara kerja untuk memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan (Koentjaraningrat, 1977 : 16). commit to user
28
perpustakaan.uns.ac.id
29 digilib.uns.ac.id
Sedangkan menurut Helius Sjamsudin (1996 : 6), yang dimaksud dengan metode adalah suatu prosedur teknik atau cara melakukan penyelidikan yang sistematis yang dipakai oleh suatu ilmu (sains), seni atau disiplin ilmu yang lain. Penelitian ini merupakan penelitian yang berusaha merekonstruksikan, mendiskripsikan dan memaparkan krisis ekonomi Mangkunegaran. Mengingat peristiwa yang menjadi pokok penelitian adalah peristiwa masa lampau, maka metode yang digunakan adalah metode historis atau sejarah. Dengan melihat peristiwa di masa lampau sehingga dapat menghasilkan historiografi sejarah yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Menurut Louis Gottschalk yang dikutip Dudung Abdurrahman (1999: 44) menjelaskan metode sejarah sebagai proses menguji dan menganalisis kesaksian sejarah guna menemukan data yang otentik dan dapat dipercaya, serta usaha sintesis atas data semacam itu menjadi kisah sejarah yang dapat dipercaya. Menurut Helius Syamsuddin dan Ismaun (1996: 61), yang dimaksud metode sejarah adalah proses menguji dan mengkaji kebenaran rekaman dan peninggalanpeninggalan masa lampau dengan menganalisis secara kritis bukti-bukti dan datadata yang ada sehingga menjadi penyajian dan ceritera sejarah yang dapat dipercaya.Sedangkan menurut Nugroho Notosusanto (1971: 23) mengatakan bahwa “metode penelitian sejarah merupakan proses pengumpulan, menguji, menganalisis secara kritis rekaman-rekaman dan penggalian-penggalian masa lampau menjadi kisah sejarah yang dapat dipercaya, metode ini merupakan proses merekonstruksi peristiwa-peristiwa masa lampau, sehingga menjadi kisah yang nyata”. Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode penelitian sejarah adalah kegiatan pemecahan masalah dengan mengumpulkan sumber-sumber sejarah yang relevan dengan permasalahan yang akan dikaji. Sehingga dapat memahami kejadian pada masa lalu kemudian menguji dan menganalisa secara kritis dan mengajukan sintesis dari hasil yang dicapai dalam bentuk tertulis dari sumber sejarah tersebut, agar dapat dijadikan suatu cerita commit user sejarah yang obyektif, menarik dan dapat to dipercaya.
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data sejarah. Sumber data sejarah sering disebut juga data sejarah. Menurut Kuntowijoyo (1995 : 94) kata ”data” merupakan bentuk jamak dari kata tunggal datum (bahasa latin) yang berarti pemberitaan. Menurut Helius Syamsuddin dan Ismaun (1996 : 61) sumber sejarah ialah bahan-bahan yang dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Helius Syamsuddin ( 1994: 73) mengemukakan tentang pengertian sumber sejarah, yaitu: Segala sesuatu yang langsung atau tidak langsung menceritakan kepada kita tentang sesuatu kenyataan atau kegiatan manusia pada masa lalu (past actuality). Sumber sejarah merupakan bahan-bahan mentah (raw materials) sejarah yang mencakup segala macam evidensi (bukti) yang telah ditinggalkan oleh manusia yang menunjukkan segala aktivitas mereka di masa lalu yang berupa kata-kata yang tertulis atau kata-kata yang diucapkan (lisan). Dalam usaha untuk mengunpulkan data, penulis menggunakan sumber tertulis. Sumber tertulis dibedakan menjadi dua, yaitu sumber tertulis primer dan sumber tertulis sekunder. Louis Gottshalck (1986: 35) mengemukakan bahwa sumber tertulis primer adalah kesaksian dari seorang saksi dengan mata kepala sendiri. Sumber tertulis primer juga dapat diartikan sebagai data yang didapatkan dari masa yang sejaman dan berasal dari orang yang sejaman. Sedangkan sumber tertulis sekunder merupakan kesaksian dari pada siapapun yang bukan merupakan saksi mata, yakni dari seseorang yang tidak hadir dari peristiwa yang dikisahkannya. Sumber tertulis sekunder juga dapat diartikan sebagai data yang ditulis oleh orang yang tidak sejaman dengan peristiwa yang dikisahkannya. Dalam skripsi ini sumber-sumber yang digunakan adalah surat kabar dan beberapa literatur lain baik arsip, buku maupun artikel mengenai Praja Mangkunegaran masa Mangkunegaran VII, antara lain arsip : Overzichtkaart Tirtonadi
Complex,
Verkorte stamboom van Zijne Hoogheid PAA commit to user Mangkoenagoro de Zevende, Rijksblad Tahun 1920 No.17.Arsip Mangkunegaran.
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Surakarta : Rekso Pustaka. Buku : A.K. Pringgodigdo. 1983. Lahir Serta Tumbuhnya Praja Mangkunegaran. Surakarta : Rekso Pustaka., Hadisoebroto. 1960. KGPAA Mangkunegara VI. Surakarta : Rekso Pustaka., Mohammad Dalyono. 1939. Ketataprajaan Mangkunegaran. Surakarta : Rekso Pustaka., Notodhiningrat. 1939. “Pengairan Di Mangkunegaran Selama Tiga Windu”. Supllement Triwindoe Gedenkboek Mangkunagara VII. Sala : Rekso Pustaka, Sarwanto Wiryoseputro. 1981. KGPAA Mangkunegara VII. Surakarta : Rekso Pustaka, Roeshadi Sambojo. Tanpa tahun. Serat Warsitatama. Surakarta : Rekso Pustaka. Kesemua sumber data tersebut dikaji, kemudian dianalisis maka diperoleh data yang digunakan untuk menyusun cerita sejarah yang obyektif. D. Teknik Pengumpulan Data
Berdasarkan sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka dalam melakukan teknik pengumpulan data digunakan teknik kepustakaan atau studi pustaka. Studi pustaka berperan penting sebagai proses bahan penelitian, tujuannya sebagai pemahaman secara menyeluruh tentang topik permasalahan yang sedang dikaji. Studi pustaka adalah suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data atau fakta sejarah, dengan cara membaca buku-buku literatur, majalah, dokumen atau arsip, surat kabar atau brosur yang tersimpan di dalam perpustakaan (Koentjaraningrat, 1983: 3). Keuntungan yang diperoleh dari penggunaan studi pustaka menurut Koentjaraningrat (1986: 18) ada 4 yaitu: (1) Memperdalam kerangka teoritis yang digunakan sebagai landasan teori pemikiran (2) Memperdalam pengetahuan tentang masalah yang diteliti (3) Mempertajam konsep yang digunakan, sehingga mempermudah dalam perumusannya (4) Menghindari terjadinya pengulangan suatu penelitian Kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan sebagai berikut: commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(1) Pencarian dan pengumpulan sumber-sumber data yang dibutuhkan baik itu sumber primer maupun sumber sekunder (2) Membaca dan mencatat sumber primer maupun sekunder (3) Penggalian terhadap bahan-bahan pustaka lainnya seperti buku, majalah, artikel, yang dilakukan di perpustakaan yang dianggap penting dan relevan dengan masalah yang diteliti.
E. Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang dipergunakan adalah teknik analisis historis. Menurut Kuntowijoyo yang dikutip oleh Dudung Abdurrahman (1999: 64), interpretasi atau penafsiran sejarah seringkali disebut dengan juga analisis sejarah. Analisis sendiri berarti menguraikan, dan secara terminologis berbeda dengan sintesis yang berarti menyatukan. Analisis dan sintesis, dipandang sebagai metode-metode utama dalam interpretasi. Menurut Helius Syamsuddin (1996: 89) teknik analisis data historis adalah analisis data sejarah yang menggunakan kritik sumber sebagai metode untuk menilai sumber-sumber yang digunakan dalam penulisan sejarah. Menurut Berkhofer yang dikutip oleh Dudung Abdurrahman (1999: 64), analisis sejarah bertujuan melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber sejarah dan bersama-sama dengan teori-teori disusunlah fakta itu ke dalam suatu interpretasi yang menyeluruh. Menurut Sartono Kartodirdjo (1992: 2) mengatakan bahwa analisis sejarah ialah menyediakan suatu kerangka pemikiran atau kerangka referensi yang mencakup berbagai konsep dan teori yang akan dipakai dalam membuat analisis itu. Data yang telah diperoleh diinterpretasikan, dianalisis isinya dan analisis data harus berpijak pada kerangka teori yang dipakai sehingga menghasilkan fakta-fakta yang relevan dengan penelitian.
Di dalam penelitian ini setelah dilakukan pengumpulan data, peneliti melakukan analisis data dan membandingkan data satu dengan yang lain sesuai commit to user data yang diinginkan sehingga didapatkan fakta-fakta sejarah yang benar-benar
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
relevan fakta-fakta itu kemudian di seleksi, diklarifikasi dan ditafsirkan, baru kemudian merangkaikan fakta-fakta tersebut untuk dijadikan bahan penulisan penelitian yang utuh dalam sebuah karya ilmiah.
F. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian adalah langkah-langkah penelitian awal yaitu persiapan pembuatan proposal sampai pada penulisan hasil penelitian. Karena penelitian ini menggunakan metode historis, maka ada empat tahap yang harus dipenuhi. Empat langkah itu terdiri dari heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Prosedur penelitian tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Heuristik
Kritik
Interpretasi
Fakta Sejarah
Histoiografi
Cerita Sejarah
Keterangan :
a. Heuristik Heuristik berasal dari kata Yunani yang artinya memperoleh. Dalam pengertiannya yang lain adalah suatu teknik yang membantu kita untuk mencari jejak-jejak sejarah. Menurut G. J Rener (1997:37), heuristik adalah suatu teknik, suatu seni dan bukan suatu ilmu. Heuristik tidak mempunyai peraturan-peraturan umum, dan sedikit mengetahui tentang bagian-bagian yang pendek. Sidi Gazalba (1981 :15) mengemukakan bahwa heuristik adalah kegiatan mencari bahan atau menyelidiki sumber sejarah untuk mendapatkan hasil penelitian.Dengan demikian heuristik adalah kegiatan pengumpulan jejak-jejak sejarah atau dengan kata lain kegiatan mencari sumber sejarah. commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada tahap ini peneliti berusaha mencari dan menemukan sumbersumber tertulis berupa buku-buku serta bentuk kepustakaan lain yang relevan dengan penelitian. Sumber tertulis primer, berupa arsip Mangkunegaran maupun sumber sekunder berupa buku-buku dan literatur yang diperoleh dari beberapa perpustakaan diantaranya: Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret, Perpustakaan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Perpustakaan Program Studi Sejarah FKIP UNS, Perpustakaan Rekso Pustaka Mangkunegaran.
b. Kritik Setelah mengumpulkan data atau bahan, tahap berikutnya adalah langkah verifikasi atau kritik untuk memperoleh keabsahan sumber. Menurut Helius Sjamsudin (1884 :103) keabsahan sumber dicari melalui pengujian mengenai kebenaran atau ketetapan sumber. Kritik terhadap sumber data dilakukan dengan dua cara yaitu kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern pada sumber tertulis dilihat dari pengarangnya. Kritik ekstern yaitu kritik terhadap keaslian sumber (otensitas) yang berkenaan dengan segi-segi fisik dari sumber yang ditemukan, seperti: bahan (kertas atau tinta) yang digunakan, jenis tulisan, gaya bahasa, hurufnya, dan segi penampilan yang lain. Kritik intern adalah kritik yang berhubungan dengan kredibilitas dari sumber sejarah apakah isi, fakta dan ceritanya dapat dipercaya dan dapat memberikan informasi yang dibutuhkan. c. Interpretasi Dalam penelitian ini, interpretasi dilakukan dengan cara menghubungkan atau mengaitkan sumber sejarah yang satu dengan sumber sejarah lain, sehingga dapat diketahui hubungan sebab akibat dari suatu peristiwa masa lampau yang menjadi obyek penelitian. Kemudian sumber tersebut ditafsirkan, diberi makna dan ditemukan arti yang sebenarnya sehingga dapat dipahami makna tersebut sesuai dengan pemikiran yang logis berdasarkan obyek penelitian yang dikaji. Dengan demikian dari kegiatan kritik sumber dan interpretasi tersebut dihasilkan fakta sejarah atau sintesis sejarah.commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. Historiografi Langkah terakhir prosedur penelitian dalam metode sejarah adalah historiografi. Historiografi merupakan cara penulisan, pemaparan, atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan (Dudung Abdurrahman, 1999: 67). Dalam tahap ini seorang penulis harus dapat mengungkapkan hasil penelitiannya dengan bahasa yang baik dan benar, menyajikan data-data yang akurat dan membuat garis-garis umum yang akan diikuti secara jelas oleh pemikiran pembaca. Selain itu penulis harus mengungkapkan hasil penelitiannya secara kronologis dan sistematis. Dalam proses historiografi ini diperlukan imajinasi dari penulis agar fakta-fakta yang diperoleh dapat dirangkaikan menjadi sebuah kisah yang menarik untuk dibaca dan dapat dipercaya kebenarannya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Pembangunan Kota di Praja Mangukunegaran Tahun 1916-1944 1. Pengaruh Kebijakan Kolonial Belanda terhadap Perbaikan Ekonomi Praja Mangkunegaran masa Mangkunegoro VI Politik baru pemerintah Kolonial Belanda ini dikenal dengan “ Politik Etis” yang bertujuan untuk menunjukkan adanya Een Eereschuld ( hutang kehormatan ) negara Belanda terhadap jajahannya sehingga mempunyai kewajiban untuk mengusahakan kemakmuran serta perkembangan sosial dan otonomi penduduk Hindia Belanda ( Robert Niel van, 1984 : 51 ).Selama periode 1900-1925 telah banyak kemajuan yang dicapai oleh pemerintah kolonial, yaitu dengan dijalankannya perubahan dan pembangunan yang cukup besar. Pembangunan ini merupakan
keharusan,
antara
lain
desentralisasi,
perbaikan
pertanian,
pembangunan irigasi dan perbaikan kesehatan ( Sartono K, 1976 : 35 ). Tokoh-tokoh yang melancarkan politik progresif ini antara lain, Van Kol, Van Deventer, dan Brooschorft. Mereka ingin mengubah pandangan yang beranggapan bahwa
Indonesia tidak lagi
menjadi suatu daerah
yang
menguntungkan Belanda, tetapi menjadi suatu wilayah yang harus dikembangkan dan ditingkatkan kesejahteraan rakyatnya. Pandangan tersebut terkandung dalam slogan dari Politik Etis yaitu : “Irigasi, Edukasi, dan Emigrasi.” ( Sartono Kartodirdjo, 1972 : 21 ). Slogan tersebut bukan hanya sekadar tulisan di atas kertas saja, ternyata Pemerintah Hindia Belanda ingin mewujudkannya. Secara bertahap Pemerintah Hindia Belanda mewujudkan slogan politik etis tersebut. Misalnya di bidang pendidikan (edukasi), pemerintah Hindia Belanda memperluas kesempatan bagi rakyat Indonesia khususnya golongan atas (priyayi), untuk mengikuti pendidikan di sekolah-sekolah yang berbahasa Belanda. Sekolahsekolah berbahasa Belanda hanya menerima siswa dari rakyat Indonesia pada tingkat dasar dan menengah saja. Sejak saat itu perluasan dan perkembangan pendidikan bagi rakyat Indonesia semakin pesat, hal ini ternyata membawa akibat timbulnya beragam elit di Indonesia ( Robert Niel van, 1984 : 74-75 ) Salah commit to user satunya adalah sekolah “Dokter Jawa” yang mengadakan reorganisasi pada tahun
36
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1900-1902, yang kemudian muncul sebagai sekolah untuk mendidik dokter pribumi, School Tot Opleiding Vor Inlandsche Artsen (STOVIA). Perkembangan
politik
kolonial
sangat
mempengaruhi
keadaan
di
Vorstenlanden. Efisiensi, kemakmuran, dan ekspansi adalah slogan dari politik baru kolonial yang memerlukan campurtangan yang lebih langsung dan lebih tegas dari pemerintah Belanda dalam kehidupan masyarakat. Di Vorstenlanden para residen berpandangan bahwa mereka mempunyai tugas utama untuk menyadarkan pemerintah Vorstenlanden untuk selalu memperhatikan kepentingan dan kemakmuran rakyat, dan jika perlu meminta campur tangan pemerintah kolonial Belanda ( Larson,G.D, 1990 : 28 ). Mangkunegaran yang merupakan salah satu daerah swapraja tentu saja mempunyai progam kerja untuk memajukan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Mangkunegaran berusaha memperkuat ekonominya dengan jalan mengelola perkebunan maupun perusahaan milik Praja sendiri. Sedangkan sumber-sumber keuangan lainnya adalah hasil penarikan pajak, retribusi, bunga dan pelunasan modal, dan surat-surat berharga ( Th.M.Metz, 1984 : 96 ).Garis politik Pemerintah Kolonial Belanda yang bertujuan mengusahakan kemakmuran serta perkembangan sosial dari penduduk Indonesia melalui Politik Etis telah memberi dampak ekonomi bagi masyarakat Indonesia pada umumnya dan Praja Mangkunegaran pada khususnya( Marwati Djoened, 1984 : 34 ).Tahun-tahun permulaan abad XX awal dilaksanakannya Politik Etis ditandai dengan perkembangan ekonomi yang pesat dan perluasan-perluasan jabatan Pemerintah Kolonial di Indonesia. Berbagai peraturan dan lembaga dibuat, seperti lumbung desa, bank kredit serta bank koperasi yang didirikan pada tahun 1901. Kemudian pada tahun 1903 didirikan dinas pegadaian. Selanjutnya penghapusan kerja rodi secara beranngsur-angsur, yang berakhir pada tahun 1918( Marwati Djoened, 1984 : 59 ). Kondisi politik kolonial yang baru, yaitu Politik Etis sangat berpengaruh di lingkungan Praja Mangkunegaran. Pemegang pemerintahan saat itu ialah K.G.P.A.A. Mangkunagoro VI melakukan salah satu terobosan besar yaitu to user (edukasi). pembangunan sarana di bidangcommit pendidikan Salah satu usaha
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Mangkunagoro VI adalah mendirikan sekolah bagi kaum kerabat dan hamba di lingkungan Praja Mangkunegaran. Sekolah ini dinamakan sekolah “Siswo” dan pada perkembangannya tidak hanya terbatas bagi kaum kerabat dan hamba tetapi juga terbuka bagi masyarakat umum, asal mampu memenuhi persyaratan yang ada. Selain mendirikan sekolah, Mangkunagoro VI juga memikirkan nasib para sentono, abdi dalem dan hambanya yang tidak mampu melanjutkan sekolah karena kekurangan biaya. Sebagai tindak lanjut dari pemikirannya tersebut, didirikanlah suatu badan yang memberikan pinjaman uang untuk melanjutkan sekolah bagi anak-anak putera, sentono, abdi dalem, dan hamba Mangkunegaran yang tidak mampu tetapi berprestasi. Ide Mangkunagoro VI tersebut juga mendapat dukungan dari Residen Surakarta pada waktu itu, G.F. Van Wijk. Badan ini secara resmi berdiri pada tahun 1912. Dasar aturan bagi pemberian bantuan dana belajar tersebut diundangkan dalam Pranatan Pustaka Praja (Rijksblad) No. 26 Tahun 1917. Untuk pelaksanaannya. Mangkunagoro VI membentuk
suatu
Panitia
Penasehat
(Commissie
Van
Advies).
Usaha
Mangkunagoro VI benar-benar merupakan suatu terobosan maju bagi dunia pendidikan di Praja Mangkunegaran yang sangat menguntungkan bagi mereka yang berprestasi tetapi tidak mampu secara finansial. Di Praja Mangkunegaran, kondisi perekonomian yang sulit berhasil dilalui Mangkunagoro VI. Beban berat yang harus dipikul Mangkunagoro VI adalah membangun
kembali
keuangan
Praja
Mangkunegaran
yang
mengalami
kemerosotan. Keadaan ini terjadi karena perkebunan-perkebunan yang menjadi andalan Praja Mangkunegaran terserang wabah hama yang hebat dan menimbulkan kerugian yang cukup besar. Selain itu Pemerintah Kolonial Belanda mempermainkan harga barang yang dijual kepihak Belanda, yaitu memberi harga serendah
mungkin.
Sehingga
menimbulkan
kekosongan
kas
di
Praja
Mangkunegaran. Praja Mangkunegaran dililit banyak hutang sehingga tidak mampu memberikan gaji kepada pegawainya( Roeshadi Sambojo,tt : 23 ). Untuk menghadapi keadaan perekonomian yang bangkrut itu, tindakan pertama yang dilakukan oleh Mangkunagoro VI adalah penghematan yang dilakukan dengan commit to user sungguh-sungguh. Perubahan yang dijalankan Mangkunagoro VI antara lain:
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Gaji/pepancer yang biasanya para pendahulu Mangkunagoro VI menerima 10.000 Gulden, maka atas permintaannya sendiri hanya menerima 2.000 Gulden saja. 2. Memberi batasan yang tegas antara keperluan pribadi dengan praja pribadi dengan praja dan mendirikan Reksobusono, yaitu kantor yang mengurusi keperluan pribadi (Hadisoebroto,1960 : 59 ). Untuk kepentingan-kepentingan keluarga, bukan lagi menjadi tanggungan Praja Mangkunegaran, tetapi memakai uang pribadi. Adapun maksud dari tindakan perubahan yang dilakukannya itu bukan untuk kepentingan pribadinya, melainkan kembali untuk kesejahteraan rakyat, serta memperkuat kondisi keuangan perusahaan-perusahaan dan keuangan praja. Pemikiran Mangkunagoro VI tersebut sedikit demi sedikit telah menampakkan hasilnya. Beliau telah dapat mengembalikan kemakmuran bagi Pemerintahan Praja Mangkunegaran. Hutanghutang yang menumpuk telah dapat dilunasi, bahkan kondisi keuangan kas Praja Mangkunegaran mengalami surplus. Sumber pendapatan Praja Mangkunegaran terbagi menjadi dua, yaitu sumber pendapatan praja yang berasal dari keuntungan perusahaan-perusahaan melalui Dana Milik dan sumber pendapatan lainnya. Sumber pendapatan lain diperoleh dari penarikan pajak, sewa, dan sumber retribusi, serta penjualan barang-barang milik Praja Mangkunegaran. Sumbangan
dana
milik
atau
perusahaan-perusahaan
milik
Praja
Mangkunegaran terhadap pemerintahan praja dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sumbangan secara langsung dan secara tidak langsung. Yang dimaksud dengan sumbangan secara langsung dalam hal ini adalah sejumlah dana yang diberikan kepada Praja melalui anggaran pada tiap-tiap tahunnya. Adapun yang dimaksud dengan sumbangan secara tidak langsung adalah manfaat dari kehadiran perusahaan-perusahaan itu terhadap wilayah dan rakyat di Praja Mangkunegaran. Mangkunegoro VI pada tahun 1912 telah berhasil mengembalikan Mangkunegaran menjadi Praja yang cukup kaya. Beberapa tahun setelah keberhasilannya ini Mangkunegoro VI berniat untuk turun tahta, dan ia user di Surakarta, karena terjadinya menyatakan keinginannya kepadacommit residentoBelanda
perpustakaan.uns.ac.id
40 digilib.uns.ac.id
pergantian tahta di daerah Swapraja saat itu harus mendapat persetujuan pemerintah Belanda. Keinginannya tersebut baru dikabulkan satu tahun kemudian, dan sebagai penggantinya ditunjuklah Raden Mas Soeryo Soeparto, anak angkatnya, yang sebenarnya putra Mangkunegoro V dari selir.
2. Mangkunegoro VII Memegang Kekuasaan di Praja Mangkunegaran Setelah Mangkunegoro VI mengundurkan diri dari tahta, karena puteranya berdasarkan alasan dinasti tidak dapat menggantikannya, maka Pemerintah Hindia Belanda Memilih Raden Mas Soeryo Soeparto sebagai penggantinya. Raden Mas Soeryo Soeparto merupakan putera kedelapan dari Mangkunegoro V yang lahir pada hari Kamis Wage, 4 Sapar tahun Dal Windu Kuntara atau 15 Agustus 1885 dari Garwa Pangrembe Bendara Raden Purnamaningrum. Sebelum bergelar Rden Mas Soeryo Soeparto ia bernama Bendara Raden Mas Soeparto. Pada usia 6 tahun ia bersekolah di Belanda, yaitu di Legere School dan belajar disana selama 10 tahun ( H.G. Cannegieter, 1986 : 10 ). Karena dilarang pamannya yaitu Mangkunegoro VI untuk melanjutkan sekolah di sekolah menengah ( Hogere Burger School atau HBS ) maka Raden Mas Soeparto memutuskan untuk keluar kraton dan mengembara bersama seorang abdi dalem yang setia mengikutinya. Dalam pengembaraan inilah ia mengenal dari dekat bangsanya, dari rakyat jelata sampai kaum priyayi. Ia menyadari bahwa kehidupan dari sebagian besar bangsanya tidaklah aman dan tentram, apalagi bila dibandingkan kehidupan di istana. Ia melihat kesengsaraan, keburukan, kelaparan, kemiskinan, penyakit dan kematian yang terjadi pada bangsanya ( Reksopustoko, 1985 : 9 ). Pada tahun 1901 Raden Mas Soeparto mengikuti ujian pada Klein Ambtenaars-examen dan berhasil lulus. Kemudian ia magang di Kabupaten Demak sebagai seorang juru tulis dan pada tahun 1906 naik pangkat menjadi mantri. Tetapi pada tahun itu juga ia berhenti bekerja dan kembali ke Surakarta untuk belajar kesusastraan Jawa dan bahasa asing. Berkat kepandaiannya menggunakan bahasa asing, Raden Mas Soeparto diterima menjadi juru bahasa to user dikantor Karisidenan Surakarta. commit Pada saat inilah ia mulai mengenal pemuda-
perpustakaan.uns.ac.id
41 digilib.uns.ac.id
pemuda yang bercita-cita mengadakan pembaharuan di kalangan rakyat yang tergabung dalam Budi Utomu, diantaranya Pangeran Notodirojo dari Pakualaman. Raden Mas Soeparto giat dalam Budi Utomo dan menolak paham chauvinisme yaitu cinta tanah air yang berlebihan, tetapi ia menganjurkan agar para pemuda lebih mendewasakan diri. Ia mengajak para pemuda untuk menjunjung tinggi kebudayaan yang merupakan tujuan dari semua usaha kearah perbaikan bangsa ( H.G.Cannegieter,1986 : 11 ). Raden Mas Soeparto menuangkan pemikiran dan pendapatnya untuk mendukung serta mempropagandakan Budi Utomo di lingkungan masyarakat Jawa Tengah, khususnya Mangkunegaran, dalam harian Darmo Kondo ( Bernardinah, 1985 : 10 ). Pada tahun 1913 Raden Mas Soeparto pergi ke Belanda walaupun dengan biaya sendiri. Kemudian ia kuliah di Universitas Leiden mengambil jurusan Sastra Jawa. Sewaktu pecah Perang Dunia I ia mendaftarkan diri sebagai tentara cadangan kerajaan Belanda dan ditempatkan sebagai Grenadier, yaitu tentara pelempar granat. Disinilah ia menunjukkan kedisiplinan dan kecakapannya sebagai seorang tentara sehingga pangkatnya dinaikkan menjadi kopral, kemudian sersan dan akhirnya letnan dua ( H.G.Cannegieter,1986 : 14 ). Pada bulan Mei 1915 Raden Mas Soeparto kembali ke Surakarta dan bekerja sebagai Adjunct Controleur Agrarische Zaken ( Pembantu Kontrolir Jawatan Agraria ). Dari pengalaman yang ia peroleh sewaktu mengembara, belajar, maupun bekerja telah menjadikannya seseorang pemimpin yang baik dan mengerti akan kondisi rakyatnya. Pengalaman seperti ini akan sangat berguna di kelak kemudian pada saat ia naik tahta, memegang kekuasaan di Praja Mangkunegaran. Dalam kongres Budi Utomo di Bandung 1915, Raden Mas Soeparto terpilih menjadi ketua Budi Utomo menggantikan Dr.Rajiman Widiodiningrat. Pengalamannya sebagai tentara sangat mempengaruhi pemilihannya sebagai ketua Budi Utomo. Pada saat itu Budi Utomo sedang mengajukam mosi kepada pemerintah Belanda bahwa milisi ( wajib militer ) perlu pula diadakan bagi bangsa Indonesia agar dapat membantu tentara Belanda dalam Perang Dunia maupun untuk mempertahankan diri ( Bernardinah, 1985 : 13 ). commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Raden Mas Soeparto telah terjun langsung dalam perjuangan bangsa. Seperti tujuan Budi Utomo , maka pada bulan Oktober 1915 ia meminta kepada pemerintah Hindia Belanda untuk menungkatkan pengetahuan para guru desa. Dengan meningkatkan mutu guru-guru desa ini diharapkan akan membentuk landasan hidup yang kuat bagi anak-anak di pedesaan. Selain itu jumlah guru harus diperbanyak sehingga dapat memperluas pendidikan dikalangan rakyat jelata. Budi Utomo telah dapat mengobarkan dan memantapkan progan pendidikan bagi seluruh bangsa Indonesia terbukti dengan meningkatnya jumlah sekolah maupun kursus-kursus guru desa ( Bernardinah, 1985 : 12 ). Pada tanggal 3 Maret 1916 Bendara Raden Mas Soeryo Soeparto dinobatkan sebagai seorang penguasa dan berhak naik tahta di Praja Mangkunegaran. Ia bergelar Pangeran Adipati Aryo Prabu Prangwadono dan baru pada tanggal 4 September 1924 bergelar Adipati Aryo Mangkunegoro VII. Sebagai panglima Legiun Mangkunegaran berpangkat Kolonel ( KolonelCommandant ) dan selain di kraton Kasunanan ia berhak menggunakan gelar Kanjeng Gusti ( Th.M.Metz, 1986 : 8 ). Pada masa pemerintahan Mangkunegoro VII inilah Praja Mangkunegaran kembali
mengalami
masa
kejayaan
seperti
pada
masa
pemerintahan
Mangkunegoro IV. Mangkunegoro VII melaksanakan pembangunan diberbagai bidang seperti ekonomi,pendidikan, sosial, budaya dan kesehatan ( Bernardinah, 1985 : 30 ).Di bidang perekonomian ditandai dengan adanya peningkatan areal penanaman tebu danpengaturan air yang lebih baik dengan dibangunkannya waduk-waduk dan saluran air. Mangkunegoro VII merupakan pendukung emansipasi wanita sehingga ia mengeluarkan peraturan bahwa anak perempuan hendaknya diberikan hak yang sama untuk dapat menikmati pendidikan di sekolah. Sekolah Sisworini yang telah didirikan tahun 1912, pada tahun 1923 ditingkatkan menjadi Huishoudkursus Sisworini ( Kursus Kerumahtanggaan ). Kursus ini dimaksudkan untuk mempersiapkan anak wanita menjadi ibu dan pengatur rumahtangga yang baik. Kursus ini kemudian ditingkatkan lagi menjadi Huishoudschool ( Sekolah Kepandaian Putri ). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
43 digilib.uns.ac.id
Kemajuan dan peningkatan pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan rakyat. Bila pada tahun 1918 hanya terdapat 3 buah sekolah desa, maka pada tahun 1939 telah terdapat 103 buah Volkschool ( Sekolah Rakyat ) dengan 13.000 orang murid. Seluruh biaya sekolah-sekolah ini ditanggung oleh Praja Mangkunegaran, karena sebagian besar desa di wilayah Mangkunegaran bukanlah desa yang kaya. Pada tahun 1920 juga didirikan perpuetakaan umum yang bertempat di Sositeit Mangkunegaran. Untuk pihak-pihak lain di luar Pemerintahan Praja Mangkunegaran yang ingin mendirikan sekolahan diberikan tanah dengan percuma. Dengan demikian daerah Mangkunegaran banyak berdiri sekolah-sekolah baru , seperti Algemeene Midelbare School, Christelijke Mulo, Neutrale HIS, Van Deventer School, Koningin Wilhelmina School dan masih banyak lagi sekolah yang ada. Mangkunegoro VII adalah seorang penguasa Praja yang berjiwa kerakyatan. Jiwa kerakyatan ini tertanam pada diri Mangkunegoro VII karena ia mempunyai darah rakyat yang mengalir dari Ibunya dan dalam pengembaraannya dapat merasakan serta mempelajari kehidupan rakyat jelata. Wujud dari jiwa kerakyatannya antara lain dengan mengurangi jumlah sembah yang dihaturkan pada diri dan keluarganya bila seseorang menghadap. Ia hanya mau menerima sembah pada waktu dating dan pergi. Ia juga menganjurkan penggunaan bahasa Jawa inggil terhadap satu sama lain sehingga dapat saling menghargai. Mangkunegoro VII juga dikenal sangat dekat dengan rakyatnya. Ia sering mengadakan kunjungan kerja kedaerah – daerah terutama daerah yang tergolong minus seperti Wonogiri, Wuryantoro, dan Ngadirojo yang memerlukan perhatian khusus. Ia juga sering melakukan penyamaran untuk mendapatkan informasi langsung dari rakyat. Ia pernah menyamar dengan duduk – duduk di warung mendengarkan pembicaraan rakyatnya tentang apa yang mereka harapkan dalam hidupnya. Selain itu ia juga mengumpulkan orang – orang cacat dari kampong – kampong sekali seminggu dan diberi pakaian yang pantas ( Soehatmoko, 1936 : 46 ). Mangkunegoro VII mempunyai keinginan dalam bidang kebudayaan untuk menggali budaya dan filsafat Jawa untuk dapat dijadikan sarana dan dasar commit to user perjuangan bangsa. Tetapi karena waktu itu budaya Barat telah berpengaruh
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam kehidupan rakyat, maka ia ingin membentuk suatu wadah untuk mempertemukan dan memadukan budaya Jawa dengan budaya Barat tersebut ( H.G.Cannegieter, 1986 : 32 ). Budaya Barat yang mempengaruhi kehidupan rakyat adalah hal – hal yang langsung dilihat dalam bentuk yang nyata, yaitu ilmu pengetahuan dan teknologi ( Bernardinah, 1985 : 40 ). Kontak antara budaya Barat dan Jawa hanya mungkin dapat dilakukan jika bangsa Jawa dan bangsa Barat masing – masing menggali dan mendalami kebudayaannya sendiri. Dengan menggali dan mendalami kebudayaan sendiri maka akan ditemukan hubungan yang lebih erat dalam suasana saling pengertian terutama dalam bahaya yang mengancap kepentingan bersama. Usaha yang dilakukan untuk mewujudkan kontak budaya ini adalah dengan mengadakan pertemuan – pertemuan rutin yang dihadiri oleh orang Jawa, Belanda maupun Cina yang dimulai tahun 1917. Dalam pertemuan ini biasanya membicarakan bidang politik yang langsung menyangkut kepentingan bersama ( Bernardinah, 1985 : 40 ). Pada tahun 1931 dibentuk wadah baru untuk mengadakan kontak budaya yang diberi nama Lingkungan Budaya dan Filsafat Mangkunegaran atau sering disebut Mangkunegaran Studie Kring. Mangkunegoro VII secara pribadi memberikan penjelasan mengenai arti simbolik dan mistik dari wayang yang mempengaruhi kehidupan kejiwaan dan kerohanian bangsa Jawa. Melalui penjelasan inilah Mangkunegoro VII ingin membuktikan kepada bangsa Barat betapa luas dan luhurnya kebudayaan Jawa. Cerita pewayangan mampu mengutarakan penjabaran kehidupan batin manusia yang ingin mengungkap arti kehidupan ( Bernardinah, 1985 : 28 ). Mangkunegoro VII tidak hanya menjadi seorang budayawan tetapi ia juga merupakan seorang kepala pemerintahan yang cakap dan disegani. Dalam upacara penobatan dari Pangeran Adipati Aryo Prangwadono menjadi Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Mangkunegoro VII, Residen Nieuwenhuys menekankan bahwa
dengan
penobatan
ini
membuktikan
Mangkunegoro VII ( Th M Metz, 1986 : 9 ). commit to user
keberhasilan
pemerintahan
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Pembangunan Kota di Praja Mangkunegaran masa Mangkunegoro VII 1916-1944 Berbagai pembaharuan yang dilakukan Mangkunegara VII, tidak lepas dari pendahulunya yang bernama GRM Soejitno yang bergelar Mangkunegara VI (Sarwanto Wiryosuputra, 1981: 1). Perekonomian Praja Mangkunegaran yang mengalami kebangkrutan, telah pulih kembali keadaannya. Beliau juga telah dapat kembali menempatkan pemerintahannya pada martabat ekonomi yang terhormat. Kerja keras Mangkunegara VI yang bertujuan untuk memajukan praja Mangkunegaran ini dijadikan suri dan teladan bagi Mangkunegara VII. Satu tahun setelah penobatannya, yaitu pada tanggal 21 Februari 1917 K.G.P.A.A. Mangkunegaran VII menyampaikan pidatonya yang tertuju kepada keluarga Mangkunegaran, para prajurit, nara Praja, dan orang – orang Belanda yang bertugas di Mangkunegaran. Bunyi pidato antara lain : “ Saiki wis ora cundhuk karo jamane yen kang juneneng Adipati iku mung merlokake nggone nengenake kawibawan bae sarta
panggaweyan
tumrap
pangolahing
Praja
mung
kapasrahake marang para nara Praja. Ing mangka yen benera ing jaman saiki kang jumeneng Adipati kudu dadi tuladha tumrap para putra sentana, legium, nara Praja, lan para kawula ing ataase kawekalaning pakaryan lan kautamaning budi. Aku kudu tansah manggalinh lakuning Praja lan melu ngasta ( tumindak ) dhewe. Kang perlu dak galih dhisik iku panguripane para kawula kang
wiwit
biyen
tumeko
saiki
gawe
sugihe
Praja
Mangkunegaran mangka salawase panguripane tansah rekasa, bumine kurang pametune amarga saka kekurangan banyu. Para nara karya uripe tanpa nganggo kabungahan, omahe mung emplek – emplek kang saru dinulu, ora oleh piwilang lan pamaegi kang prayoga sarta ora ana kang nuntuni. Mula aku kudu ngudi marang kamulyane wong cilik. Kowe commit to kawulaku user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kabeh
kudu
sayuk
ambiyantu
kalayan
temen,
padha
anggedhekna kaantepanmu, supaya Praja Mangkunegaran bisa mundhak raharja sarta kawulaku wong cilik bisa kepenak uripe lan tentrem ayem atine, ora nemungake kaya kang wis kelakon, nangin malah luwiho saka samono, sarta kowe kabeh kudu ambudidaya kalayan anderpati murih udakin rasamu : bisa mentas dhewe, bisa nganakake ada-ada tumrap paedahing akeh lan weruh ing wajib, sarta murih undhaking rasamu adil lan tentrem marang wong cilik “( Citrosentono,1921 : 29 ). Artinya : “Sekarang sudah tidak cocok lagi dengan jamannya jika Adipati hanya mementingkan kewibawaan, serta pekerjaan mengelola Praja hanya diserahkan kepada para pegawai. Pada jaman sekarang yang benar, siapa yang menjadi Adipati harus menjadi teladan para kerabat, tentara, para pegawai, dan seluruh rakyat dalam hal kesungguhan bekerja serta keluhuran budi.
Aku
harus
selalu
memikirkan
kegiatan
Praja
Mangkunegaran serta ikut bertindak sendiri. Terlebih dahulu aku harus memikirkan kehidupan rakyat kecil
yang
sejak
dahulu
sampai
sekarang
membuat
Mangkunegaran menjadi kaya, padahal selama hidupnya selalu sengsara, hasil bumi sangat kurang karena kekurangan air. Penghidupan para buruh sangat menyedihkan, rumahnya sangat
jelek
dan
sangat
tidak
pantas,
mereka
tidak
mendapatkan pendidikan dan pelayanan yang baik, yang membina pun tidak ada. Oleh karena itu aku harus mengusahakan kesejahteraan rakyat kecil. Engkau harus gotong
royong
membantu
dengan
sungguh-sungguh
memperbesar semangat agar Mangkunegaran bertambah sejahtera serta kehidupan rakyattokesil commit userdapat enak dan tenteram
perpustakaan.uns.ac.id
47 digilib.uns.ac.id
hatinya, tidak hanya puas dengan penghasilan tetapi harus lebih daripada itu. Engkau semua harus berusaha sampai titik darah penghabisan agar perasaanmu meninggkat dapat mandiri, mempunyai inisiatif untuk kepentingan orang banyak dan tahu kewajiban serta berusaha meningkatkan keadilan serta ketenteraman bagi rakyat kecil”.
Pembaharuan dalam berbagai bidang, khususnya pembangunan sarana perkotaan bagi Mangkunagoro VII dipandang sebagai kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi, sebab perkembangan dunia menuntut masyarakat untuk mengikuti perkembangan zaman. Langkah awal yang dilakukan oleh K.G.P.A.A. Mangkunegaran VII menuju kesejahteraan rakyat adalah membangun prasarana perhubungan di Praja Mangkunegaran, yaitu penambahan jumlah jalan.Jalan yang melewati sungai juga dibuat jembatan. Sudut-sudut jalan dibuat melengkung, dimaksudkan untuk mencegah terjadinya tabrakan kendaraan. Tanah- tanah kosong yang berada di dekat jalan juga dibuat taman-taman agar memperindah lingkungan kota. Pembaharuan dalam berbagai bidang, khususnya pembangunan sarana perkotaan bagi Mangkunegara VII dipandang sebagai kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi, sebab perkembangan dunia menuntut masyarakat untuk mengikuti perkembangan zaman. Pembangunan sarana dalam bidang pendidikan dilakukan Mangkunegara VII dengan melanjutkan pengelolaan Sekolah Siswo dan Studiefonds, serta memprakarsai berdirinya Sekolah Siswarini dan Sekolah Van Deventer, juga memperkenalkan pendidikan non formal berupa les-les bahasa asing, khususnya bahasa Belanda dan kursus keterampilan (menjahit, melukis, membuat patung, mengukir). Jumlah Sekolah Desa ( Sekolah Dasar Kelas Rendah ) ditambah, semula hanya 19 buah menjadi 127 buah, sedangkan Sekolah Rakyat ( Sekolah Dasar kelas atas ) berjumlah lima buah. Untuk memenuhi jumlah guru yang dibutuhkan, dibuka Kursus Guru Desa. Disamping itu juga membuka sekolah – sekolah Putri Kopschool dan Siswarini ( tanpa pelajaran bahasa to user Belanda), Sekolah Dasar dengan commit pelajaran bahasa Belanda ( HIS ) dan Sekolah
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menengah Umum Pertama ( MULO ). Dalam perkembangannya K.G.P.A.A Mangkunegaran VII menganggap bahwa sebuah HIS di Mangkunegaran tidak mampu menampung siswa yang begitu banyak jumlahnya, maka K.G.P.A.A Mangkunegaran VII bermaksud membuka sebuah HIS lagi di Wonogiri. Begitu pula sekolah putrid Siswarini dianggap belum dapat memenuhi kebutuhan untuk memajukan kaum putrid, maka pada tahun 1923 ditutup, kemudian dibuka Sekolah Kerumahtanggaan ( Huishoud School ) dengan tujuan agar putrid-putri lulusan Sekolah Kerumahtanggan menjadi ibu rumah tangga yang pandai mengelola rumah tangga sendiri. Pemberantasan buta huruf dilakukan pada tahun 1934. Perkumpulan Muhammadiyah diberikan tanah untuk mendirikan sekolah, sedangkan Sekolah Menengah juga diberikan tanah untuk membangun asrama pelajar. Anggaran pendidikan diperbesar untuk membangun sekolah-sekolah baru dan memberi subsidi pada sekolah-sekolah swasta. Dalam sebuah pidatonya di tahun 1931, Mangkunagoro VII mengakui bahwa jumlah anak sekolah yang terdapat di wilayah Praja Mangkunegaran lebih kecil jika dibandingkan dengan kabupaten di daerah gupermen yang terbanyak muridnya, namun hal ini disebabkan karena pendirian sekolah-sekolah itu lebih lambat jika dibandingkan dengan daerah gupermen tersebut. Betapapun hasilnya, namun usaha pembangunan pendidikan atas inisiatif seorang bangsawan pribumi seperti Mangkunagoro VII merupakan suatu prestasi cemerlang pada jamannya. Hal ini merupakan suatu hal yang unik, karena di daerah-daerah lain umumnya inisiatif pembangunan pendidikan berasal dari Pemerintah Kolonial Belanda. Untuk menunjang pengembangan pendidikan di Praja Mangkunegaran, dikeluarkan anggaran yang cukup besar dari Praja Mangkunegaran. Tabel 1 menunjukkan jumlah anggaran yang dikeluarkan bagi perkembangan pendidikan di Praja Mangkunegaran.
commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 1. Anggaran Pendidikan Praja Mangkunegaran Tahun 1916-1939 Tahun 1916 1917 1918 1919 1920 1921 1922 1923 1924 1925 1926 1927 1928 1929 1930 1931 1932 1933 1934 1935 1936 1937 1938 1939
SeluruhAnggaran (ƒ) 4.251.573 5.558.264 2.917.022 1.718.053 2.275.889 2.665.154 2.419.294 2.518.046 2.514.353 2.334.864 2.542.837 2.458.313 3.745.767 3.422.700 2.910.000 2.506.083 2.218.446 1.914.634 1.536.478 1.544.646 1.419.029 1.513.097 1.709.488 1.785.313.
Anggaran Pendidikan 31.886,80 56.694,29 81.969,29 73.532,67 65.773,19 79.954,62 108.868,23 99.966,43 110.631,53 116.743,20 127.141,85 117.999,02 119.864,54 106.103,70 128.040,00 157.382,01 139.318,41 98.603,65 71.446,23 63.948,34 63.856,31 61.885,67 68.208,57 73.733,43
Presentase 0,75 1,02 2,81 4,28 2,89 3,00 4,50 3,97 4,40 5,00 5,00 4,80 3,20 3,10 4,40 6,28 6,28 5,15 4,65 4,14 4,50 4,09 3,99 4,13
Sumber : Anggaran Pendidikan Praja Mangkunegaran mulai tahun 1916-1939 dalam Rijksblad tahun 1916-1939. Sebagai ilustrasi dapat kita perhatikan perkembangan anggaran pendidikan di Praja Magkunegaran. Tahun 1916 anggaran pendidikan hanya 31,887 gulden atau 0,75% dari seluruh anggaran praja, kemudian mengalami kenaikan yang fluktuatif sampai denga tahun 1921. namun rata-rata masih di bawah 100.000 gulden. Kenaikan yang sangat menyolok adalah anggaran tahun 1922 sampai tahun 1932, dan mendapai puncaknya pada tahun 1931 dan 1932 yaitu 157.382 gulden (6,28%) dan 139,318 gulden (6,28%). Para
pemuda
di
Praja Mangkunegaran diwajibkan memperluas commit to user pengetahuan dengan membaca buku-buku, majalah, dan Koran. Untuk memenuhi
perpustakaan.uns.ac.id
50 digilib.uns.ac.id
kebutuhan pemuda dan melayani masyarakat umum dibuka perpustakaan Sana Pustaka dan Panti Pustaka. Sekolah Pertukangan ( Ambachtschool ) pun dibuka dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di pabrik gula, dan dimaksudkan pula untuk mencetak tukang-tukang yang terdidik. Pembangunan sarana dalam bidang irigasi ditandai dengan adanya perbaikan sistem irigasi di pabrik gula milik Mangkunegaran. Untuk meningkatkan produksi pangan dibangun sarana irigasi karena daerah Praja Mangkunegaran bagian selatan (Wonogiri) terdiri dari daerah yang berbukit-bukit dan hutannya telah mengalami kerusakan. Sebagai akibatnya ketika hujan, airnya tidak sempat tersimpan oleh tanah. Pada musim kemarau keadaan tanah menjadi kering kerontang, akibatnya tanah itu tidak dapat ditanami. Selama lima tahun Dinas Irigasi Praja (Rijk Waterstaat) yang dipimpin oleh seorang arsitek Belanda, bernama F.E Wolf telah mendirikan sejumlah sarana perairan di wilayah Praja Mangkunegaran. Adapun bangunan ini ialah: Temon, Wiroko, Kebon Agung, Kedung Uling, dan Plumbon.
a Pembangunan Sarana Irigasi Seperti diketahui bahwa wilayah Surakarta secara geografis merupakan wilayah yang rawan banjir. Hampir setiap tahun wilayah ini selalu mengalami banjir. K.G.P.A.A. Mangkunagoro VII menyadari bahwa sistem drainase merupakan salah satu komponen infrastruktur yang sangat penting. Kemajuan sebuah kota dapat dinilai dari kondisi sistem drainasenya. Sebelum dilakukan pengelolaan sistem drainase, limbah cair rumah tangga, baik itu hasil cucian dan cairan limbah dapur langsung masuk ke satu saluran. Kondisi ini pada musim kemarau, saat debit drainase di dalam kota menurun diperparah dengan penuhnya tumpukan sampah padat, menyebabkan terjadinya penyumbatan aliran air. Akibat tersumbat, limbah ini berbau busuk dan menyengat. Sementara saat musim penghujan datang, air akan meluap karena limbah ini bercampur dengan beban sampah padat. K.G.P.A.A. Mangkunagoro VII sadar bahwa sistem drainase di Praja Mangkunegaran perlu diperbaiki. Di sekeliling Pura Mangkunegaran dibangun
saluran-saluran
khusus untuk mengatur pembuangan limbah. to user Pembangunan saluran-saluran ini commit diteruskan hingga daerah Gilingan, daerah yang
perpustakaan.uns.ac.id
51 digilib.uns.ac.id
setiap musim hujan selalu digenangi air. Dari waduk Cengklik juga dibangun saluran induk yang mengalir ke arah timur hingga Balekambang. Saluran itu diatur dengan pintu-pintu air yang sewaktu-waktu bisa dibuka dan ditutup. Tanggul untuk mencegah banjir pertama kali dibangun pada tahun 1900. Tanggul ini dibangun dengan cara mengalirkan air di Kali Pepe. Di desa Munggung dibangun sebuah pintu air, aliran air Kali Pepe diarahkan ke timur melalui Kali Anyar disebelah utara kota sampai ke Bengawan Solo. Air Kali Pepe yang mengalir ke kota, pada musim penghujan ditutup. Di kampung Demangan, Sangkrah juga dibangun pintu air. Pintu air ini juga ditutup saat musim penghujan supaya air yang mengalir dari Bengawan Solo tidak dapat masuk ke kota ( Soedarmono ,2006 : 47). Di sebelah selatan kota, Kali Palemwulung yang mengalir ke kota yang kemudian disebut Kali Jenes dialirkan ke arah timur. Aliran airnya menuju ke Bengawan Solo melalui daerah Nusupan sebelah utara. Adapun yang dibuat tanggul mulai dari Tipes, kampung Mipitan, dan Semanggi kemudian sampai ke Sorogenen Wetan. Disebelah utara kota, tanggul dibangun mulai dari sebelah utara Balekambang di Sumber menuju ke timur sampai Kentingan yaitu disepanjang pinggiran sungai. Dana untuk pembangunan tanggul ini sangat besar sehingga biaya pembangunan ini ditanggung oleh Pemerintah Istana Kasunanan, Pura Mangkunegaran, dan dibantu oleh Pemerintah Belanda. Pembangunan ini dilaksanakan pada masa PB X dan Mangkunagoro VI ( Soedarmono,2006 : 47 ). Di era Mangkunagoro VII juga dilakukan beberapa perbaikan serta pemeliharaan tanggul-tanggul tersebut. Perbaikan dilakukan pada kurun waktu antara tahun 1922-1924.
b. Pembangunan Jaringan Jalan Sejak tahun 1872, setelah jalur transportasi sungai mulai surut, sistem transportasi darat mulai berkembang di Surakarta. Sistem transportasi darat menghubungkan Surakarta dengan Semarang, Yogyakarta, Batavia, Purwodadi, commit to user Wonogiri, dan Surabaya.
perpustakaan.uns.ac.id
52 digilib.uns.ac.id
Di Karanganyar, jalan yang melewati Jumapolo serta jalan dari Mojogedang ke Batujamus lewat Kemuning diperbaiki. Selain itu dilakukan pembangunan jalan baru ke Tawangmangu. Tahun 1924-1927 bus mulai memiliki andil yang besar dalam sarana angkutan perkotaan (Th.M.Metz, 1939 : 68-70 ). Tahun 1914 direncanakan jembatan Jurang-Gempol di jalan Wonogiri – Jatisrono – Ponorogo sebagai suatu proyek agar jalan ini bisa dilewati pedati yang ditangani oleh arsitek Belanda, Ir. Van Oort dari Madiun (Autorisatie begrooting van kosten. 1940. Arsip Mangkunegaran ). Perhatian terhadap pembangunan jaringan jalan dan jembatan ini semakin intensif sejak K.G.P.A.A. Mangkunagoro VII memegang tampuk pemerintahan. Pada tahun 1916 terdapat 433 km jalan kuda yang diperlebar, 60 km jalan yang tidak dikeraskan. Keadaan ini mengalami banyak perubahan pada tahun 1931 yakni setelah Mangkunagoro VII memegang tampuk pemerintahan selama 15 tahun. Di Praja Mangkunegaran terdapat 530 km jalan yang dapat dilalui kendaraan bermotor. Antara tahun 1909-1924 dibangun dan diresmikan jembatan Kali Pepe di dekat stasiun Balapan yang memperpendek jalan dari Villa Park menuju Purwosari. Usaha pembangunan jalan dan jembatan yang dilakukan K.G.P.A.A. Mangkunagoro VII telah membawa hasil yang sangat memuaskan. Dalam pidatonya pada hari ulang tahun penobatannya beliau menjadi penguasa Praja Mangkunegaran yang ke-16, pada tahun 1931 beliau menyampaikan rencana pembangunan jalan aspal sepanjang 70 kilometer. Sehingga dalam jangka waktu 20 tahun tidak diperlukan biaya pemeliharaan jalan dari praja. Akan tetapi karena terjadi krisis, maka diadakan kebijakan penghematan dalam anggaran belanja Praja hingga pelaksanaan pembangunan itu menjadi terhambat. Hingga tahun 1940-antara lain ketika situasi dunia menjadi panas menjelang PD II, sudah tidak ada pembangunan jalan dalam skala besar yang direncanakan dari anggaran praja. c. Pembangunan Gedung Societed Secara fisik pengaruh budaya Eropa pada bangunan soos dapat ditelusuri dari adanya jendela-jendela yang berukuran besar. Contohnya adalah bangunan to user soos Harmoni, yang terletak commit di timur benteng Vastenberg, atau soos
perpustakaan.uns.ac.id
53 digilib.uns.ac.id
Mangkunegaran. Hampir pada semua bangunan soos memiliki ciri seperti ini, baik yang dikota-kota besar maupun dikota-kota kecil. Kesan Indis tidak saja terlihat dari fisik bangunannya saja, nmun lebih dari itu tersirat dari berbagai macam kegiatan dan aktivitas dari pengguna bangunan tersebut. Bangunan soos selain menjadi tempat interaksi sosial, juga merupakan perwujudan akan kebutuhan tempat untuk mendukung gaya hidup mereka. Pestapesta dansa serta perjamuan makan yang dulu sering dilakukan di rumah tinggal Indis yang luas dan megah sudah jarang dilakukan, karena terbatasnya ruang yang ada. Namun karena para pendukung budaya Indis ini menganggap perlunya menggunakan budaya Barat demi karier, jabatan, dan prestise dalam kehidupan masyarakat kolonial, maka mereka menganggap perlunya budaya masa lampau yang dibanggakan. Dengan munculnya organisasi modern, para priyayi yang tergabung dalam organisasi-organisasi tersebut sering berkumpul di satu tempat pertemuan. Tempat pertemuan ini dikenal dengan nama Soos, yang diambil dari kata Belanda Societeit, yaitu tempat pertemuan bangsa Belanda yang eksklusif. Di samping untuk keperluan rapat, soos juga menjadi tempat pertemuan publik yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti kegiatan rekreasi, pementasan sandiwara, pesta sekolah, pertandingan permainan, dan lain sebagainya. Pada awalnya kebiasaan-kebiasaan berkumpul di soos
merupakan
kebiasaan orang-orang Belanda. Mereka berkumpul di gedung yang cukup luas untuk melakukan berbagai kegiatan, yang kebanyakan merupakan pesta-pesta diakhir pekan. Selain pesta permainan yang sangat digemari adalah permainan bola sodok. Hampir setiap kali orang-orang Belanda berkumpul mereka memainkan permainan ini. Berawal dari permainan inilah kemudian banyak orang awam memakai istilah Kamar Bola sebagai nama lain dari societeit. Dengan dimulainya abad 20, sebuah zaman dimana semangat modernitas seperti yang ditujukkan oleh orang-orang Belanda dipahami sebagai peradaban Barat yang telah mengikis sikap penghormatan terhadap orang tua. Mereka menyebut diri dengan istilah kaum muda, yang lebih modern dan maju ketimbang to user orangtua mereka dan orang-orangcommit yang tidak berpendidikan Barat. Namun semua
perpustakaan.uns.ac.id
54 digilib.uns.ac.id
itu tidak berarti mereka kehilangan identitasnya sebagai orang Jawa. Yang terpenting pada masa ini adalah hal-hal tradisional telah kehilangan maknanya yang utuh dan mereka dipaparkan berdampingan dengan hal-hal yang modern (Takashi shiraishi,1987: 41). K.G.P.A.A. Mangkunagoro VII menginginkan sebuah societed dibangun di kawasan Mangkunegaran. Oleh sebab itu mulai tahun 1918, mulai diadakan pembangunan societed. Sasono Suka Societed (SSS) dibanguna oleh seorang arsitek pribumi yang berasal dari seorang arsitek pribumi yang berasal dari Semarang yang bernama Atmodirono. Sasono Suko Societed (SSS) merupakan bangunan yang berbeda dengan soos lain di Surakarta, karena SSS menggabungkan antara elemen Hindu-Jawa dan Eropa. Hal ini terlihat dari bentuk SSS yang menyerupai candi dan dilengkapi dengan arca.Bangunan ini juga memiliki ornamen berbentuk stupa candi dan beberapa punden berundak. Pengaruh Eropa tercermin dari peletakan pintu dan jendela yang besar, yang merupakan ciri khas bangunan-bangunan Eropa. Gedung ini kemudian menjadi gedung untuk siaran radio di Surakarta yang diprakarsai oleh Mangkunegoro VII, dikenal dengan SRV. Sejak saat itu hari radio diperingati di Indonesia. Namun sekarang sudah beralih fungsi menjadi gedung perpustakaan yang dikenal dengan Monumen Pers. d. Pembangunan Taman Kota 1) Taman Tirtonadi Taman Tirtonadi terletak di kampung Gondang Wetan Kelurahan Manahan, Kecamatan Banjarsari. Taman ini dibangun pada zaman Mangkunagoro VII dan berada di pinggir Kali Pepe dan Kalianyar. Obyek wisata ini dibangun untuk memanfaatkan air yang berasal dari Kali Pepe yang terjun melalui pintu air Kali Anyar atau banjir kanal (Suara Merdeka, Sabtu 19 Maret 1983 ). Sebelum dibangun tanggul, setiap musim hujan air dari Kali Pepe selalu meluap sehingga mengakibatkan banjir diwilayah sekitar kali tersebut . Oleh karena itu, untuk mengatasi banjir maka mulai tahun 1903, digali banjir kanaal yang menjurus ke timur langsung ke Bengawan Solo, dan bersamaan commit to user pula dengan pembangunan tanggul dari utara Balekambang ke arah timur sampai
perpustakaan.uns.ac.id
55 digilib.uns.ac.id
di daerah Kandangsapi. Proyek kolosal ini akhirnya baru dapat diselesaikan pada tahun 1911. Taman Tirtonadi dibangun dengan konsep taman air (water castle), karena latar belakang pembangunan taman ini ialah untuk memanfaatkan air di banjir kanal. Selain Taman air, di kompleks ini juga tersedia obyek wisata bagi anakanak yaitu Partimah Park dan telaga yang diberi nama Minapadi. Taman air Tirtonadi terdiri dari : 1. Taman Labirin (Doolhof) Taman Labirin ini terletak di pusat atau di tengah kompleks taman Tirtonadi. Labirin ini terinspirasi dari taman di Eropa, khususnya di Inggris yang terbuat dari tanaman yang diatur sedemikian rupa sehingga membentuk jalan yang berkelok-kelok dan memiliki nilai estetika yang sangat tinggi (Overzicht Kaart Tirtonadi Complex, tanpa tahun, koleksi arsip Mangkunegaran no 421 ). 2. Kolam Teratai (Berceau) Pembangunan taman ini adalah menggunakan konsep taman air maka tidak mengherankan bila unsur utama taman ini adalah kolam air. Kolam air di Taman Tirtonadi dihias dengan bunga teratai, sehingga menimbulkan kesan indah, asri, dan romantis. Kolam teratai ini berjumlah enam dan tersebar di seluruh penjuru arah. 3. Struiken Selain taman Labirin dan kolam teratai, di taman ini tumbuh dengan subur berbagai pepohonan dan semak belukar yang ditanam dan dirawat dengan baik untuk menambah kesan asri di Taman Tirtonadi. Sebagian besar pepohonan yang tumbuh adalah pohon cemara. 4. Jalan setapak Bagi para pengunjung Taman Tirtonadi, dibangun jalan setapak yang menghubungkan taman Labirin, kolam teratai dan taman cemara Jalan setapak yang beraada di Taman Tirtonadi ini terdiri dari tiga jalur utama. commit to user 5. Jembatan Senggol/Kreteg senggol
perpustakaan.uns.ac.id
56 digilib.uns.ac.id
Jembatan ini dibangun untuk menghubungkan Taman Tirtonadi dengan Minopadi. Jembatan Senggol disebut demikian karena jembatan ini sempit dan melintang di atas banjir kanaal, sehingga setiap orang yang berjalan berpapasan di jembatan ini saling bersenggolan.
2) Partimah Park Partimah Park adalah taman rekreasi bagi anak-anak yang dibangun K.G.P.A.A. Mangkunagoro VII dan juga terletak satu kompleks dengan Taman Tirtonadi. K.G.P.A.A. Mangkunagoro VII memberi nama taman bermain ini sesuai dengan nama puteri bungsunya, B.R.A. Partimah. Taman bermain ini terletak di sebelah timur kolam teratai. Taman Partimah ini berfungsi sebagai taman rekreasi bagi anak-anak. Sesuai dengan fungsi utamanya, yakni sebagai taman bermain maka disediakan berbagai macam sarana bermain bagi anak-anak antara lain : 1. Kolam Renang Anak-Anak (Kinder Badplaats) Pembangunan sarana kolam renang ini dilengkapi dengan papan berseluncur serta pelampung yang terbuat dari ban karet. Setiap sore dan akhir pekan anak-anak ramai berenang di tempat ini dengan ditunggui orang tuanya. Di sekitar kolam renang ditanami berbagai macam bunga yang menambah keindahan suasana taman. 2. Timbangan/Jungkat-Jungkit Timbangan merupakan salah satu sarana bermain di area Partimah Park yangdisukai anak-anak. 3. Bandulan/Ayunan 4. Lapangan Terbuka Di lapangan terbuka ini, anak-anak bebas bermain. Biasanya mereka bermain lompat tali, engklek, dan kucing-kucingan (Autorisatie begrooting van kosten. 1941. Arsip Mangkunegaran ). 3) Partini Tuin dan Partinah Bosch Partini Tuin dibangun K.G.P.A.A. Mangkunagoro VII sebagai hadiah untuk putrinya, B.R.A. Partinicommit ketikato user menikah dengan Prof.Dr. Husein
perpustakaan.uns.ac.id
57 digilib.uns.ac.id
Joyodiningrat. Taman Partini merupakan sarana rekreasi yang juga dilengkapi dengan lapangan olahraga dan pemandian. Di taman tersebut diadakan hiburan pertunjukan wayang orang dan ketoprak Sesuai dengan kebiasaan K.G.P.A.A. Mangkunagoro VII yang memberi nama sesuai dengan nama puteri-puterinya, Partinah Bosch dibangun untuk B.R.A. Partinah. Partinah Bosch merupakan hutan kecil yang terdiri dari berbagai macam pepohonan. Keistimewaan hutan ini terletak pada fungsinya, yaitu untu mengenalkan dan mendidik anak-anak agar mengetahui nama-nama ilmiah dari setiap pohon yang ditanam di Partinah Bosch. Di setiap pohon yang ditanam, dicantumkan nama ilmiah tanaman tersebut. Sehingga selain berfungsi sebagai hutan botani juga berfungsi bagi sarana rekreasi bagi anak-anak dan mampu mencerdaskan anak.
4) Minopadi Minopadi adalah telaga kecil buatan yang ditaburi bibit ikan yang juga terletak di kompleks Taman Tirtonadi dan digunakan sebagai sarana untuk memancing ikan dan olah raga sampan. e. Pembangunan Pasar Kota Surakarta pada abad 20 sudah terdapat banyak pasar. Pasar yang terbesar adalah Pasar Gede yang terletak di Kasunanan Surakarta. Pasar Gede dibangun tahun 1927 menjadi pasar berlantai dua yang pertama di Indonesia. Pasar yang terletak di wilayah Kasunanan selain Pasar Gede adalah Pasar Kliwon dan Pasar Klewer. Pasar Kliwon dahulu merupakan pasar hewan, khususnya untuk jual –beli kambing. Pasar ini dinamakan Pasar Kliwon karena setiap pasaran Kliwon pasar ini selalu ramai. Pasar Klewer terletak di sebelah selatan alun-alun utara dan merupakan pusat tekstil. Selain di wilayah Kasunanan, di wilayah Mangkunegaran juga terdapat beberapa pasar. Adapun pasar yang terletak di wilayah Mangkunegaran antara lain :Pasar Legi, Pasar Pon, dan Pasar Triwindu. 1) Pasar Legi Pasar Legi terletak di wilayah kota Mangkunegaran tepatnya disebelah commit to user timur. Dari lokasinya Pasar Legi diibaratkan sebagai tempat pemenuhan
perpustakaan.uns.ac.id
58 digilib.uns.ac.id
kebutuhan duniawi karena di lokasi ini masyarakat berbaur untuk mencari kebutuhan duniawinya. Sesuai dengan namanya, pasar ini dinamakan demikian karena pasar ini ramai pada hari pasaran Legi. Para pedagang biasanya datang dari desa-desa. Pada tahun 1936, K.G.P.A.A. Mangkunagoro VII melakukan renovasi pada pasar ini sehingga kondisi pasar menjadi lebih rapi, indah dan tertib. 2) Pasar Pon Pasar Pon juga terletak di wilayah kota Mangkunegaran, biasanya para pedagang berduyun-duyun datang pada hari pasaran Pon. Tetapi sejak tahun 1929, pasar ini berubah menjadi pusat pertokoan yang terdiri dari kios-kios toko yang menjual berbagai macam kebutuhan barang. Kios-kios ini terletak di tepi jalan depan Pura Mangkunegaran ( sekarang Jalan Diponegoro ). Suasananya sangat ramai dan sebagian besar pedagang adalah bangsa Cina. 3)
Pasar Triwindu.
Pasar Triwindu adalah pasar yang dibangun K.G.P.A.A. mangkunagoro VII untuk memperingati 24 tahun kenaikan tahtanya. Pasar ini diresmikan tahun 1939. Pasar Triwindu terletak di sebelah selatan Pura Mangkunegaran. Pasar ini menjual berbagai barang yang terbuat dari logam, besi, tembaga, emas, dan perak.
B. Tata Ruang Kota di Praja Mangukunegaran Tahun 1916-1944 1. Konsep Kosmologi Jawa di Praja Mangkunegaran Konsep kosmologi Jawa atau juga dikenal konsep projo kejawen, masih dijadikan acuan dalam membangun tata ruang kota di Praja Mangkunegaran yang mengutamakan sumbu poros sakral utara-selatan sebagaimana prinsip tata ruang perkotaan Mataram. Puro Mangkunegaran sebagai sentrum dari teori sentrifugal yang menghadap ke utara, dibangun jalan poros lurus sampai pada titik teleologis tugu pemandengan ndalem. Hal ini dimaknai sebagai pertama, untuk membedakan nilai kosmis magis antara ruang-ruang publik bagi rakyat (njobo) sebagai lingkungan mikrokosmos dengan istana kerajaan (njeron) makrokosmos yang bernuansa sakral magis. Kedua, sumbu poros ini juga dimaknai sebagai simbol pemisahan antara prinsip dunia sekuler (Pasar Legi) di timur jalan dengan useryang ditandai dengan keberadaan dunia spiritual (Masjid Wustho) commit dibarat to jalan
perpustakaan.uns.ac.id
59 digilib.uns.ac.id
kampung Kauman, hunian abdi dhalem reh pangulon.Dalam pengertian kiblat kulon (arah matahari terbenam) sebagai simbol abdi dhalem urusan akherat. Budaya dan pandangan hidup serta konsep filosofis Jawa terlihat jelas dalam setiap kebijaksanaan yang diambil Mangkunagoro VII dalam pembangunan di Praja Mangkunegaran. Kosmologis dari keseluruhan negeri dapat diwujudkan dengan jumlah dan letak propinsi serta simbol dari peguasaan daerah. Tapi arsitektur bisa dibentuk sebagai gambaran yang lebih riil menyerupai jagad raya. Susunan kosmis bangunan adalah sebagai berikut, tempat tinggal raja merupakan titik pusat lingkaran pertama yang disebut kuthagara selanjutnya disekitarnya merupakan lingkaran kedua yang disebut negaragung yang secara harfiah berarti kota besar. Lingkaran ketiga adalah daerah mancanegara. Lingkaran berikutnya adalah daerah pesisir dan yang terakhir disebut tanah seberang atau samudra raya. Hal itu melukiskan bahwa keraton diartikan sebagai perwujudan dari dua alam pikiran, makrokosmos dan mikrokosmos. Dipandang dari sudut kebenaran, perlambangan tersebut tidak begitu jelas dan nyata namun dalam alam pemikiran Hindu Jawa konsep perkembangan tersebut tetap dipertahankan. Bagi masyarakat di Praja Mangkunegaran, praja bukan hanya suatu pusat politik dan budaya, tetapi merupakan pusat keramat. Keraton adalah tempat bersemayam raja dan raja merupakan sumber-sumber kekuatan kosmis yang mengalir di daerah-daerah yan membawa ketentraman, keadilan, dan kesuburan (Franz Magnis Suseno, 1985 : 90 ). Paham ini terungkap dengan sangat jelas dalam gelar para penguasa keempat wilayah Jawa Tengah hasil perpecahan kerajaan Mataram. Kedua penguasa di Yogyakarta menyebut diri Hamengku Buwana (yang memangku jagad raya), dan Paku Alam. Para penguasa Surakarta menyebut dirinya Paku Buwana dan Mangkunagoro (yang memangku negara). Pandangan tentang keraton sebagai pusat kekuasaan kosmis menentukan paham negara, kekuatan yang ada di pusat semakin menjauh akan semakin redup, dan bahkan hilang. Begitu juga menurut filsafat politik Jawa, negara itu paling padat di pusat, didekat raja. Dari ibukota kekuatan raja memancar sampai kedesacommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
60 digilib.uns.ac.id
desa. Kekuatan itu ada karena seluruh kekuatan itu menjaga keraton dan memberikan perlindungan serta memberi keselamatan pada para penghuninya. Kekuatan yang berawal dari berbagai kekuatan makhluk hidup, unsur alam semesta dari arah timur, selatan, utara, barat yang disatupadukan di keraton untuk dipanjatkan dengan suatu persembahan melalui upacara ritual kepada sumber dari segala sumber kekuatan yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Esa. Dengan adanya kekuatan-kekuatan yang melingkupi keraton tersebut, keberadaan keraton akan tetap langgeng (tidak punah) meskipun saat ini kekuasaannya diibaratkan hanya seluas ”mekarnya payung” disamping itu keraton dipercaya dilindungi dan dijaga oleh kekuatan halus yang berada di keblat empat (keblat sekawan). Adapun kekuatan itu terletak di empat arah mata angin, yaitu: disebelah utara: Kanjeng Ratu Kalayuwati di hutan Krendhawahana, disebelah Timur Kanjeng Sunan Lawu digunung Lawu, disebelah selatan Kanjeng Ratu Kencana Sari (Kanjeng Ratu Kidul) di
Samudera Hindia, disebelah barat Kanjeng Ratu Kedhaton di Gunung
Merapi dan Merbabu. Puro Mangkunegaran sendiri terletak ditengah-tengah Surakarta di wilayah Kelurahan Keprabon, Kecamatan Banjarsari. Puro Mangkunegaran berdiri diatas tanah seluas 93,396 meter persegi. Bangunan dalam puro dibagi menjadi dua, bangunan utama model joglo atau limasan dan bangunan di sekelilingnya didirikan berdasarkan arsitektur Belanda. Bangunan kedua digunakan sebagai asrama tentara kavaleri. Bangunan yang berada di Puro Mangkunegaran antara lain : 1.
Pamedan yaitu halaman luas yang berfungsi sebagai tempat latihan militer legiun Mangkunegaran.
2.
Reksa Wahana yaitu sebagai tempat menyimpan kereta-kereta dan memelihara kuda, terletak disebelah kanan pamedan.
3.
Pendopo Ageng yang terletak ditengah-tengah bangunan utama dan merupakan tempat pertunjukan kesenian, menyimpan gamelan, dan terutama sebagai tempat jamuan dan upacara-upacara resmi.
4.
Pringgitan yang disebut juga sebagai beranda dalem, yang letaknya lebih commit to tinggi dari pendopo. Pringgitan iniuser berbentuk kutuk ngambang, sering
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dipakai untuk pertunjukan wayang tetapi fungsi utamanya sebagai tempat menerima tamu. 5.
Panetan yang terletak diantara pendopo dengan pringgitan merupakan jalan bagi kereta tamu.
6.
Dalem Ageng yaitu bangunan yang terletak disebelah dalam pringgitan, merupakan tempat diadakannya upacara-upacara resmi.
7.
Dimpil yaitu tempat pemujaan nenek moyang dan menyimpan pusaka.
8.
Bale Warni, merupakan tempat tinggal permaisuri dan putri-putrinya.
9.
Pracimusana yaitu tempat untuk menerima tamu sehari-hari dan tempat tinggal keluarga Puro Mangkunegaran.
10. Bale Peni merupakan tempat tinggal Mangkunegoro dan menerima tamu laki-laki. 11. Purwosana, terletak diseputar bale warni dan bale peni merupakan tempat tinggal para wanita yang mempunyai hubungan keluarga dengan Mangkunegoro yang sudah memerintah. 12. Panti Putra yaitu tempat tinggal putra-putra yang masih ada hubungan keluarga dengan Mangkunegoro. 13. Prangwedanan merupakan tempat tinggal putra mahkota calon pengganti Mangkunegoro yang sedang memerintah. Letaknya diantara perkantoran mandrapura dan panti putra. 14. Mandrapura, terletak diantara timur dan barat pendapa merupakan perkantoran dimana semua pekerjaan yang berhubungan dengan penataan dan pengaturan administrasi. 15. Rekso Pustaka yaitu perpustakaan yang terletak disebelah timur pendapa. Perpustakaan ini berdiri tahun 1868 (pada waktu Mangkunegoro IV). Sedangkan letak geografis wilayah Praja Mangkunagaran dibatasi dengan sebelah utara dengan pegunungan kapur Kendeng, sebelah selatan dengan Samudra Hindia dan tanah datar wilayah Yogyakarta,sebelah timur dengan Gunung Lawu,sebelah barat dengan Gunung Merapi dan Merbabu (Moh. Dalyono, 1939 : 105 ). commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Konsep Civic Center di Praja Mangkunegaran Kota Surakarta memiliki dualisme dalam konsep tata ruang kotanya. Pertama sebagai pusat kekuasaan Mataram menerapkan konsep kosmologi Jawa, sementara sebagai kota yang sejak berdiri telah mendapatkan intervensi oleh kekuatan asing, kota ini juga menerapkan konsep kota kolonial. Kedua konsep ini tumpang tindih, konsep tata ruang yang mencerminkan filosofi masyarakat penghuninya tentu saja mengalami disorientasi dengan adanya percampuran cara hidup yang boleh dikatakan memiliki jarak budaya yang berseberangan yaitu antara budaya Timur dan budaya Barat. Kasunanan Surakarta dan Kadipaten Mangkunegaran dipisahkan oleh jalan poros (groote weg) yang dibuat oleh Pemerintah Kolonial Belanda sebagai jalan berbaris pasukan militer belanda. Dalam menangani persoalan yang langsung menyangkut eksistensi Praja Mangkunegaran, wewenang dipegang oleh P.A.A Mangkunagoro. Oleh sebab itu P.A.A Mangkunagoro merasa berwenang untuk mengadakan penataan ruang wilayahnya dengan inisiatif sendiri. Langkah besar yang diambil dan sangat menentukan dalam perkembangan dan keberadaan Praja Mangkunegaran adalah kebijakan pendahulu Mangkunagoro VII yaitu P.A.A Mangkunagoro IV yang menghapuskan tanah apanase dan mengganti tanah lungguh ini dengan gaji berupa uang kepada para bangsawan. Penghapusan tanah apanase dilakukan oleh P.A.A. Mangkunagoro IV pada tahun 1862. Kebijakan ini diambil untuk memperbaiki kondisi keuangan praja yang sangat buruk. Bersamaan dengan hal itu, Mangkunagoro juga menghapus gelar pangeran di antara kerabatnya sehingga bisa mengurangi jumlah wewenang dan gaji yang membebani anggaran kadipaten. Tanah-tanah lungguh yang kembali kemudian dijadikan sebagai modal untuk membangun dan mengembangkan pabrik dan perkebunan gula di Colomadu dan Tasikmadu. Dengan dua pabrik gula tersebut, Praja Mangkunegaran berhasil memperoleh dana yang besar untuk mendanai pembangunan wilayahnya. Pada pola pemukiman di Praja Mangkunegaran, konsep pembuatan jaringan jalan dibangun menurut model tata ruang Eropa yang telah meninggalkan konsep arah jalan tradisional. Daerah kota Mangkunegaran commit to user menunjukkan model pembangunan jalan bergaya Eropa dengan pembuatan
perpustakaan.uns.ac.id
63 digilib.uns.ac.id
taman-taman diantara pertigaan dan perempatan jalan. Pembangunan jalan di Mangkunegaran secara besar-besaran dilakukan pada tahun 1917, ketika P.A.A Mangkunagoro VII naik tahta. Atas keinginan Mangkunagoro VII pembuatan jalan-jalan di wilayah Mangkunagoro harus menambah keindahan estetika ruang kota. Biaya penggarapan proyek pembangunan jalan diambil dari dana Mangkunegaran (Mangkoenagaransche Fonds) seperti yang terdapat dalam Het Begrooting van Mangkoenagoroshe Rijk over het jaar 1920 Daerah sebelah utara pamedan wilayah Mangkunegaran telah menjadi perumahan elit Eropa dengan nama Villapark. Lingkungan Villapark dinyatakan sebagai lingkungan elit dengan peraturan tersendiri yang dapat dilihat dari Undang-Undang tentang penggunaan tanah negara di Surakarta, khususnya daerah Mangkunegaran. Peraturan tentang penggunaan tanah negara di Mangkunegaran tidak meliputi daerah Villapark, karena daerah ini sudah mempunyai peraturan tersendiri yang ditetapkan tanggal 1 November 1913. Lingkungan Villapark dihuni oleh sebagian besar orang Eropa yang bekerja di sektor perkebunan. Memang awalnya daerah Villapark merupakan daerah yang diperuntukkan bagi orang-orang Belanda, namun karena perkembangan dan kemajuan zaman telah membuat golongan pribumi masuk kedalam lingkungan tersebut. Hal ini sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan pada tanggal 1 November 1913 : ”...bahwa yang boleh bertempat tinggal di daerah Villapark hanyalah bangsa Belanda, namun jika karena kemajuan zaman bangsa Jawa juga boleh bertempat tinggal seperti juga layaknya orang-orang Belanda” (M.N Rijkwaterstaat, 29 November 1936, Koleksi Arsip Mangkunegaran, tanpa nomor catalog). Adapun tahap perkembangan kota yang dipengaruhi oleh situasi kolonial, digambarkan oleh Abdurachman Surjomihardja sebagai berikut: ”Bermula dari sebuah jalan raya kemudian didirikan kantor-kantor pemerintahan kolonial dan sebuah benteng, selanjutnya dibangun daerah pemukiman orang-orang Eropa, sebuah klub dan arena balap kuda. Daerah sekitar kota menjadi usaha orang Eropa dalam bentuk perkebunan, pertanian, dan commit industri.to user Jalan kereta api dan jembatan-
perpustakaan.uns.ac.id
64 digilib.uns.ac.id
jembatan penghubungnya banyak didirikan, demikian juga halnya dengan gudang –gudang penimbunan. Kota menjadi pusat pemrintahan kolonial dan berdatangan kaum imigran baru” (Abdurachman Surjomihardja, dalam Ibrahim Alfian, 1987: 256-270). Jalan poros lurus yang dibangun sampai titik tugu pemandengan ndalem memiliki arti khusus yang dihubungkan dengan kosmologi Jawa. Jalan poros lurus ini memisahkan wilayah di sebelah timur jalan dan barat jalan. Wilayah di sebelah timur jalan puro ini adalah daerah Pasar Legi. Di Pasar Legi aktivitas seluruh masyarakat tumpah ruah. Pasar Legi merupakan simbol kehidupan duniawi dimana manusia memikirkan dan mencari cara untuk memenuhi kebutuhan jasmani. Dalam konsep kosmologis harus selalu ada keseimbangan antara dunia sekuler dan dunia spiritual. Bila daerah timur diibaratkan sebagai dunia sekuler, sebaliknya daerah sebelah barat merupakan simbol kehidupan spiritual. Hal ini ditandai dengan keberadaan masjid di kampung Kauman. Kampung Kauman merupakan tempat pemukiman abdi dalem reh pangulon yaitu penghulu dan kaum alim ulama. Konsep ”civic center” telah diterapkan di wilayah kota Mangkunegaran. Pada konsep ini berbagai kantor pusat pemerintahan ketatanegaraan kota praja berada di satu kompleks wilayah. Pembangunan sarana dan prasarana serta gedung-gedung perkantoran juga dibangun. Di zona civic center ini dibangun : Soos Mangkunegaran yaitu gedung pertemuan untuk para pegawai, Soos Militer yang digunakan sebagai gedung pertemuan untuk para bintara, tempat ibadah, gudang untuk legiun Mangkunegaran, tiga gedung kelurahan, kantor polisi, beberapa pos jaga, dan beberapa rumah dinas untuk para pejabat dari bupati, wedana, hingga camat. Seluruh pembangunan sarana dan prasarana ini diatur oleh Dinas Pekerjaan Umum Mangkunegaran. Kantor kelurahan di wilayah kota Mangkunegaran letaknya selalu berada di pojok. Hal ini secara filosofis melambangkan bahwa sebagai pemimpin harus selalu mengayomi rakyatnya. Makna filosofis ini erat kaitannya dengan konsep Tri Dharma yang dianut Praja Mangkunegaran.Konsep Tri Dharma tersebut adalah Mulat Sarira Hangrasa Wani (kenalilah commit to user dirimu sendiri), Rumangsa melu
perpustakaan.uns.ac.id
65 digilib.uns.ac.id
Handarbeni (merasa ikut memiliki), Wajib Melu Hangrungkebi (berkewajiban untuk siap membela kepentingan Praja). Pelayanan bagi masyarakat di bidang transportasi, khususnya kereta api berada di wilayah Balapan. Sebelum di Balapan didirikan stasiun kereta api, dahulu daerah itu merupakan area khusus pacuan kuda yang dilengkapi dengan tribun terbuka yang dibangun pada masa Mangkunagoro IV, tetapi kemudian area pacuan kuda dipindah ke wilayah Manahan. Stasiun kereta api Balapan dikelola oleh perusahaan swasta yakni NIS. Pembangunan jalur kereta api yang ada di kota dilakukan pada tahun 1923, setelah dibangun jalur kereta api oleh NIS yang menghubungkan Solo-Wonogiri-Baturetno dengan panjang rel 79 kilometer (Metz, Th. M, 1939 : 68 ). Pembangunan jalur kereta api ini bagi perkembangan kota adalah aspek modernisasi, dari hewan ke mesin, walaupun ada unsur diskriminasi etnis dan sosial sebab tidak semua orang dapat menggunakan fasilitas ini dengan bebas karena ada keterbatasan-keterbatasan seperti mahalnya ongkos naik kerata saat itu sehinga hanya orang-orang Eropa dan kaum bangsawan saja yang dapat bepergian dengan fasilitas ini. Bagi kaum pribumi yang mampu menjangkau fasilitas ini mendapatkan perbedaan dalam pelayanan. Untuk kaum pribumi gerbong yang disediakan lebih sedikit sehingga harus digunakan melebihi kapasitas. Sementara orang Eropa dan kaum bangsawan dapat duduk dengan leluasa, menikmati pemandangan sepanjang perjalanan. Hal ini semakin terlihat jelas dari lokasi stasiun yang berada di wilayah pemukiman Eropa. Stasiun Purwosari terletak didekat pemukiman Eropa dan etnis Cina di sepanjang jalan poros utama (sekarang jalan slamet riyadi). Stasiun balapan terletak di dekat pemukiman Eropa di Villapark. Pembangunan fasilitas kesehatan di bawa oleh misi zending dengan membuka rumah sakit di Jebres dan Mangkubumen . Rumah sakit Mangkubumen terletak dekat barak militer Belanda, tepatnya di timur Masjid Kota Barat (sekarang). Selain rumah sakit milik zending di wilayah Mangkunegaran dibuka pula klinik kesehatan yang terletak di sebelah barat Puro Mangkunegaran dan selain rumah sakit dalam kota juga dibangun klinik di wilayah perkebunan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN
A. KESIMPULAN 1. Di Praja Mangkunegaran, kondisi perekonomian yang sulit berhasil dilalui Mangkunagoro VI. Beban berat yang harus dipikul Mangkunagoro VI adalah membangun kembali keuangan Praja Mangkunegaran yang mengalami kemerosotan. Keadaan ini terjadi karena perkebunan-perkebunan yang menjadi andalan Praja Mangkunegaran terserang wabah hama yang hebat dan menimbulkan kerugian yang cukup besar. Selain itu Pemerintah Kolonial Belanda mempermainkan harga barang yang dijual kepihak Belanda, yaitu memberi harga serendah mungkin. Sehingga menimbulkan kekosongan kas di Praja Mangkunegaran. Praja Mangkunegaran dililit banyak hutang sehingga tidak mampu memberikan gaji kepada pegawainya. Pemikiran Mangkunagoro VI tersebut sedikit demi sedikit telah menampakkan hasilnya. Beliau telah dapat mengembalikan kemakmuran bagi Pemerintahan Praja Mangkunegaran. Hutang-hutang yang menumpuk telah dapat dilunasi, bahkan kondisi keuangan kas Praja Mangkunegaran mengalami surplus. Kondisi keuangan Praja Mangkunegaran yang berangsur-angsur membaik dan mengalami surplus ini mendorong Mangkunagoro VII untuk melakukan alokasi dana bagi pembangunan khususnya di Praja Mangkunegaran. Pembangunan dilakukan di bidang pendidikan, irigasi, pertanian, pembangunan sarana perkotaan. Sejak awal abad XX di Praja Mangkunegaran telah dilakukan serangkaian kebijakan pembaharuan dalam bidang pemerintahan. Berbeda dengan pembaharuanpembaharuan dalam bidang lainnya seperti : birokrasi, pengaturan keuangan, pembangunan, maka bidang pendidikan secara politis tidak banyak mendapatkan pencekalan dari Pemerintah Kolonial Belanda. Walaupun segala kebijaksanaan Mangkunagoro dan pelaksanaannya dalam lapangan tidak bebas dari pengawasan Pemerintah Kolonial Belanda. Pembaharuan dalam berbagai bidang, khususnya pembangunan sarana perkotaan bagi Mangkunagoro VII userdapat ditunda-tunda lagi, sebab dipandang sebagai kebutuhancommit yang to tidak
66
perpustakaan.uns.ac.id
67 digilib.uns.ac.id
perkembangan dunia menuntut masyarakat untuk mengikuti perkembangan zaman. Pada masa pemerintahan Mangkunegoro VII selama 28 tahun (19161944) terjadi perkembangan ke arah modernisasi di bidang pendidikan, transportasi, infrastruktur perkotaan , dan irigasi. Modernisasi di bidang pendidikan dilakukan Mangkunagoro VII dengan melanjutkan program studiefonds. Beliau juga memprakarsai berdirinya sekolah Van de Venter dan Siswa Rini serta memberikan kursus-kursus bagi para perwira Legiun. Di bidang transportasi ditandai dengan pembangunan jalan serta jalur kereta api. Pembangunan di sektor irigasi yang bermanfaat bagi sektor pertanian dilakukan dengan membangun lima waduk yaitu : Kedung Uling, Plumbon, Tirto Marto, Cengklik, dan Jombor. Di bidang infrastruktur perkotaan seiring dengan pembangunan jalan-jalan, beliau juga membangun beberapa taman yaitu : Taman Tirtonadi, Partimah Park, Partinituin, dan Partinah Bosch. Selain berfungsi sebagai jantung kota yang mampu memperindah wajah kota Mangkunegaran, taman-taman itu adalah tempat dimana masyarakat umum dapat menikmati dan menghabiskan waktu senggang. Taman Tirtonadi dibangun dengan konsep taman air yang dilengkapi dengan labirin dan kolam teratai. Partimah Park adalah taman rekreasi bagi anak-anak yang dilengkapi dengan kolam renang serta berbagai sarana permainan. Partinituin merupakan sarana rekreasi yang dilengkapi dengan lapangan olahraga dan pemandian umum. Partinah Bosch merupakan hutan kecil yang berfungsi sebagai pusat berbagai tanaman biologi. Selama masa pemerintahan Mangkunagoro VII seluruh taman ini dirawat dengan baik. Setelah beliau meninggal dan terjadi revolusi kondisi seluruh sarana-sarana ini mengalami kerusakan karena tidak terpelihara dengan baik. 2. Tata ruang kota di Praja Mangkunegaran yang mengutamakan sumbu poros sakral utara-selatan sebagaimana prinsip tata ruang perkotaan Mataram. Puro Mangkunegaran sebagai sentrum dari teori sentrifugal yang menghadap ke utara, dibangun jalan poros lurus sampai pada titik teleologis tugu pemandengan ndalem. Hal ini dimaknai sebagai pertama, untuk membedakan commit to user nilai kosmis magis antara ruang-ruang publik bagi rakyat (njobo) sebagai
perpustakaan.uns.ac.id
68 digilib.uns.ac.id
lingkungan mikrokosmos dengan istana kerajaan (njeron) makrokosmos yang bernuansa sakral magis. Kedua, sumbu poros ini juga dimaknai sebagai simbol pemisahan antara prinsip dunia sekuler (Pasar Legi) di timur jalan dengan dunia spiritual (Masjid Wustho) dibarat jalan yang ditandai dengan keberadaan kampung Kauman, hunian abdi dhalem reh pangulon.Dalam pengertian kiblat kulon (arah matahari terbenam) sebagai simbol abdi dhalem urusan akherat. Budaya dan pandangan hidup serta konsep filosofis Jawa terlihat jelas dalam setiap kebijaksanaan yang diambil Mangkunagoro VII dalam pembangunan di Praja Mangkunegaran. Kota Surakarta memiliki dualisme dalam konsep tata ruang kotanya. Pertama sebagai pusat kekuasaan Mataram menerapkan konsep kosmologi Jawa, sementara sebagai kota yang sejak berdiri telah mendapatkan intervensi oleh kekuatan asing, kota ini juga menerapkan konsep kota kolonial. Kedua konsep ini tumpang tindih, konsep tata ruang yang mencerminkan filosofi masyarakat penghuninya tentu saja mengalami disorientasi dengan adanya percampuran cara hidup yang boleh dikatakan memiliki jarak budaya yang berseberangan yaitu antara budaya Timur dan budaya Barat. Pada pola pemukiman di Praja Mangkunegaran, konsep pembuatan jaringan jalan dibangun menurut model tata ruang Eropa yang telah meninggalkan konsep arah jalan tradisional. Daerah kota Mangkunegaran menunjukkan model pembangunan jalan bergaya Eropa dengan pembuatan taman-taman diantara pertigaan dan perempatan jalan. Konsep ”civic center” telah diterapkan di wilayah kota Mangkunegaran. Pada konsep ini berbagai kantor pusat pemerintahan ketatanegaraan kota praja berada di satu kompleks wilayah. Pembangunan sarana dan prasarana serta gedung-gedung perkantoran juga dibangun. Di zona civic center ini dibangun : Soos Mangkunegaran yaitu gedung pertemuan untuk para pegawai, Soos Militer yang digunakan sebagai gedung pertemuan untuk para bintara, tempat ibadah, gudang untuk legiun Mangkunegaran, tiga gedung kelurahan, kantor polisi, beberapa pos jaga, dan beberapa rumah dinas untuk para pejabat dari bupati, wedana, hingga camat. Seluruh pembangunan sarana dan prasarana ini diatur oleh Dinas Pekerjaan commit to userdi wilayah kota Mangkunegaran Umum Mangkunegaran. Kantor kelurahan
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
letaknya selalu berada di pojok. Hal ini secara filosofis melambangkan bahwa sebagai pemimpin harus selalu mengayomi rakyatnya. Makna filosofis ini erat kaitannya
dengan
konsep
Tri
Dharma
yang
dianut
Praja
Mangkunegaran.Konsep Tri Dharma tersebut adalah Mulat Sarira Hangrasa Wani (kenalilah dirimu sendiri), Rumangsa melu Handarbeni (merasa ikut memiliki), Wajib Melu Hangrungkebi
(berkewajiban untuk siap membela
kepentingan Praja).
B. IMPLIKASI 1. Teoretis Pada masa pemerintahan Mangkunagoro VI terjadi kesulitan keuangan di Praja Mangkunegaran. Salah satu keberhasilan MangkunagoroVI adalah mampu memperbaiki kondisi keuangan praja dan tahun 1912 mendirikan sebuah lembaga yang diberi nama studiefonds. Tugas Mangkunagoro VII adalah melanjutkan masa pemerintahan gemilang Mangkunagoro VI. Sebagai seorang pribadi terpelajar yang juga pernah mengenyam pendidikan di negeri Belanda, beliau sadar bahwa untuk
memajukan
kehidupan
rakyatnya
harus
segera
dilakukan
pembaharuan.Berbagai pembaharuan dilaksanakan baik di bidang pendidikan, kesehatan dan juga sarana perkotaan. Sebagai seorang raja, Mangkunagoro VII telah dapat memberi teladan dan mengutamakan kebutuhan rakyat melalui pembangunan yang dilakukannya. Hal ini tidak lain dilakukan untuk mencapai kesejahteraan bagi rakyatnya. Pembangunan perkotaan yang dilakukan di Praja Mangkunegaran masih tetap mengandung makna filosofis kosmologi jawa. Meskipun pada akhirnya menampilkan kosep kota kolonial, yaitu konsep “ civic center “ yang
mana pada konsep ini berbagai kantor pusat pemerintahan
ketatanegaraan kota Praja berada di satu kompleks wilayah. Pembangunan sarana dan prasarana serta gedung-gedung perkantoran juga dibangun. Dalam pembangunan ini Mangkunegoro VII sangat memperhatikan tata ruang kota Praja nya. Hal ini karena tata ruang kota merupakan cerminan wajah kota tersebut dan penghuni didalamnya.Maka pembangunan yang dilakukan selalu memperhatikan commit to user konsep tata ruang kota tersebut seperti di Praja Mangkunegaran.
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Praktis Pendahulu Mangkunagoro VII, yaitu Mangkunagoro VI telah berhasil membangun kembali kas Praja Mangkunegaran yang mengalami kemerosotan. Bahkan sejak Mangkunagoro VII memerintah, kondisi keuangan praja sangat stabil bahkan mengalami surplus. Kondisi keuangan yang mantap ini mendorong Mangkunagoro VII untuk melakukan berbagai alokasi dana bagi pembangunan di bidang pendidikan. irigasi,
dan pembangunan berbagai macam sarana dan
infrastruktur di Praja Mangkunegaran. Pembangunan ini tidak dapat berjalan dengan baik jika tidak adanya kesatuan yang utuh dalam Praja Mangkunegaran. Selain itu peran seorang raja yang berpribadi juga menentukan dalam pembangunan yang dilakukan. Sebagai pemimpin, Mangkunagoro VII wajib membangun Praja Mangkunegaran kearah modernisasi demi terciptanya kesejahteraan rakyatnya.
C. SARAN
Berdasarkan kesimpulan di atas, saran-saran yang dapat penulis kemukakan adalah sebagai berikut: 1. Bagi para pembaca Bagi para pembaca, terutama pendidik dan pelajar, penelitian ini diharapkan bisa menambah pengetahuan kesejarahan mengenai pembangunan perkotaan di Praja Mangkunegaran. Selain itu, dalam perkembangan pendidikan sejarah, belum banyak materi yang membahas tentang keberadaan Praja Mangkunegaran sehingga dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif materi pelajaran yang disampaikan kepada siswa.
2. Bagi para peneliti Bagi para peneliti, diharapkan ada yang tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai pembangunan di Praja Mangkunegaran dari berbagai sudut pandang commit to useryang membahas mengenai Praja yang berbeda. Mengingat bahwa penelitian
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Mangkunegaran khususnya pembangunan dan tata ruang di Praja Mangkunegaran masih terbatas. Bagi mahasiswa yang tertarik untuk melakukan penelitian tentang Praja Mangkunegaran dapat mengumpulkan sumber-sumber primer di Reksa Pustaka Mangkunegaran.
3. Bagi Pemerintah Bagi Pemerintah Daerah Kota Surakarta, diharapkan dapat memberikan perhatian terhadap pelestarian budaya di Mangkunegaran khususnya sarana perkotaan dan tata ruang yang sudah dibangun di Praja Mangkunegaran serta menjaga dan mengambil nilai-nilai luhur yang diwariskan masa pemerintahan Mangkunegara VII.
commit to user