e-Journal JPBSI, Universitas Pendidikan Ganesha Volume : Vol: 6 No: 1 Tahun:2017
PERBANDINGAN NOVEL LASKAR PELANGI KARYA ANDREA HIRATA DENGAN NOVEL DUA BELAS PASANG MATA KARYA SAKAE TSUBOI, SERTA KONTRIBUSINYA BAGI PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA Pt. Agus Artayasa1, Gd. Artawan2, IB. Sutresna3 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
1,2,3Jurusan
email:
[email protected],
[email protected],
[email protected] ABSTRAK Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk (1) membandingkan unsur intrinsik yang terdapat pada novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata dengan novel Dua Belas Pasang Mata karya Sakae Tsuboi, (2) membandingkan unsur ekstrinsik yang terdapat pada novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata dengan novel Dua Belas Pasang Mata karya Sakae Tsuboi, dan (3) kontribusi kedua novel sebagai bahan pembelajaran sastra di kelas XII SMA. Subjek penelitian ini adalah novel Laskar Pelangi dan novel Dua Belas Pasang Mata. Data penelitian ini berupa unsur intrinsik, unsur ekstrinsik, dan kontribusi sebagai bahan pembelajaran. Pengumpulan data penelitian ini menggunakan metode studi pustaka. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan langkah-langkah: (1) penentuan subjek dan objek penelitian, (2) langkah kerja penelitian (pengumpulan data, pengolahan data, instrument penelitian, penyajian hasil data), dan (3) penarikan simpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) unsur intrinsik novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata dan novel Dua Belas Pasang Mata karya Sakae Tsuboi memiliki tiga persamaan, yaitu tema, alur, dan latar suasana. Dari segi tokoh, latar tempat, latar waktu, amanat, dan sudut pandang dari kedua novel ini memiliki perbedaan; (2) unsur ekstrinsik novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata dan novel Dua Belas Pasang Mata karya Sakae Tsuboi memiliki perbedaan yaitu tempat tinggal penulis yang dijadikan latar cerita, agama yang diangkat, latar belakang ekonomi masyarakat, latar belakang pendidikan, dan latar belakang penulis. Persamaan kedua penulis dari segi latar belakang sosial dan budaya; dan (3) kedua novel dapat di jadikan bahan pembelajaran sastra di kelas XII SMA sesuai dengan tingkat keterbacaan dan tingkat kesesuaian. Kata Kunci: Laskar Pelangi, Dua Belas Pasang Mata, sastra bandingan
Abstract This research descriptive aims to (1) compare the intrinsic elements contained in novel Laskar Pelangi created by Andrea Hirata with novel Dua Belas Pasang Mata created by Sakae Tsuboi, (2) compare the extrinsic elements contained in novel Laskar Pelangi created by Andrea Hirata with novel Dua Belas Pasang Mata created by Sakae Tsuboi, and (3) the contribution of the novel as a literary learning material in class XII High School. Subjects of this study is novel Laskar Pelangi and novel Dua Belas Pasang Mata. The data of this research is in the form of an element intrinsic, extrinsic elements and contributions as learning materials. The data collection method used in this research is literature study. Researchers used a qualitative approach with the following steps: (1) determination of subject and object of research, (2) step research work (data collection, data processing, research instrument, presentation of the data), and (3) conclusion. The results of this study indicate that (1) the intrinsic elements of novel Laskar Pelangi created by Andrea Hirata and novel Dua Belas Pasang Mata created by Sakae Tsuboi have three equations, namely the theme, plot, and background situation. In terms of figures, a background, the background of the time, the mandate, and the viewpoints of both the novel has the distinction; (2) the intrinsic elements of novel Laskar Pelangi created by Andrea Hirata and novel Dua Belas Pasang Mata Sakae Tsuboi have
e-Journal JPBSI, Universitas Pendidikan Ganesha Volume : Vol: 6 No: 1 Tahun:2017
different work that is dwelling writer who made the background story, raised religious, community economic background, educational background, and the background of the author. The second equation writer in terms of social and cultural backgrounds; and (3) can be made both novel literature learning materials in class XII based on the high school reading level and the level of conformity. Keywords: Laskar Pelangi, Dua Belas Pasang Mata, comparative literature
PENDAHULUAN Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan menurut John Dewey (dalam Masnur, 2011:61) adalah tahap pembentukan kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia. Apabila hal ini dapat diterapkan dalam kehidupan siswa, maka pendidikan itu dianggap telah berhasil. Sastra sebagai media pembelajaran dapat dimanfaatkan secara reseptif (bersifat menerima) dan ekspresif (kemampuan mengungkapkan) dalam pendidikan karakter. Pemanfaatan secara reseptif karya sastra sebagai media pendidikan karakter dilakukan dengan (1) pemilihan bahan ajar dan (2) pengelolaan proses pembelajaran. Sastra merupakan perwujudan dari realitas kehidupan manusia dari suatu zaman. Sastra menceritakan persoalanpersoalan kehidupan seperti moral, pendidikan, dan sebagainya. Ini menandakan bahwa sastra memuat penikmat sastra lebih memahami lingkungan kehidupan dan jiwanya (Alwi dan Sugono, 2002:233). Sutresna (2006:61) mengatakan karya sastra sebagai suatu cerita rekaan pada hakikatnya adalah suatu struktur yang terefleksi dalam suatu teks sastra. Stuktur tersebut dibina oleh unsur-unsur karya sastra. Unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam disebut dengan unsur instrinsik, sedangkan unsur-unsur dari luar yang melatarbelakangi penciptaan karya sastra disebut dengan unsur ekstrinsik. Dalam hal ini, Mahayana (2006:58) menjelaskan pendapatnya bahwa unsur hiburan dalam karya sastra menyangkut faktor keindahan estetika. Pembaca
dihadapkan pada dunia rekaan yang memesona, tokoh-tokoh yang menakjubkan, peristiwa yang menegangkan atau kata-kata yang puitis yang indah dan sarat akan makna. Sebagai salah satu produk karya sastra, novel memegang peranan penting dalam memberikan berbagai kemungkinan dalam menyikapi kehidupan. Sejalan dengan itu, Soemardjo (1999:196-197) menyatakan bahwa novel merupakan cerminan masyarakat, terutama pada unsur ekstrinsiknya dan satrawan merupakan bagian dari masyarakat. Novel adalah sutau karya fiktif dalam panjang tertentu yang melukiskan para tokoh, gerak, dan adegan kehidupan nyata yang represntatif dalam suatu alur atau suatu rangkaian peristiwa. Novel memuat masalah yang terjadi di lingkungan pengarang. Lubis (1994:161) menekankan “Novel adalah hasil kesusastraan yang berbentuk prosa yang menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dan dari kejadian itu lahirlah suatu konflik, suatu pertikaian yang mengubah nasib para tokoh pada novel itu”. Jadi dapat dikatakan dengan membaca novel, segala masalah yang terjadi dalam lingkungan pengarang dapat diketahui karena di dalam novel jelas tergambar konflik-konflik yang terjadi di masyarakat. Novel yang memaparkan masalah kehidupan manusia dengan salah satu tujuan arifnya, yaitu untuk memanusiakan manusia diharapkan dapat menjadi salah satu media yang dapat menjadi pembaca atas persoalan yang ada dan menjadi sarana penanaman pendidikan karakter bangsa secara tidak langsung. Penulis memilih novel sebagai objek penelitian karena novel merupakan jenis sastra fiksi yang menarik dengan sifat menghibur dan imajinatif, membuat pembaca seolah-olah menjadi bagian dalam cerita sehingga
e-Journal JPBSI, Universitas Pendidikan Ganesha Volume : Vol: 6 No: 1 Tahun:2017
pesan yang terkandung di dalam novel dapat tersampaikan tanpa pembaca merasa digurui oleh penulis. Selain itu, novel dapat dijadikan salah satu media atau bahan ajar yang tepat dalam mentransfer sejumlah nilai-nilai kepada siswa. Hal tersebut berkaitan pula dengan pembelajaran sastra Indonesia di sekolah khususnya dalam kegiatan mengapresiasi novel. Darma (2007:53), mengatakan bahwa sastra bandingan lahir dari kesadaran bahwa sastra tidak tunggal, namun sastra itu plural, serta semua sastra ada kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaannya. Kesamaan dapat terjadi karena masalah manusia, sebagaimana yang terekam dalam sastra, pada hakikatnya universal, dan perbedaan-perbedaan terjadi karena mau tidak mau sastra didominasi oleh situasi dan kondisi tempatan. Ismawati (2013:5) mengatakan bahwa sastra sebagai sesuatu yang dipelajari atau sebagai pengalaman kemanusaiaan dapat berfungsi sebagai bahan renungan dan refleksi kehidupan karena sastra bersifat koekstensif. Pembahasan karya sastra yang terkait dengan kehidupan diarahkan pada pemebelajaran sastra dan penggunaan media yang berupa novel, cerpen, dan drama ini, untuk mengungkap nilai kehudupan sesuai dengan tema-tema dalam karya sasta tersebut sehingga fungsi pengajaran sastra dapat dikatakan sebagai wahana untuk belajar mengapresiasi sebuah karya sastra di tingkat pendidikan. Pada penelitian ini, peneliti memilih novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata yang dibandingkan dengan Novel Nijushi No Hitomi (Dua Belas Pasang Mata) karya Sakae Tsuboi karena keduanya bercerita tentang pendidikan di sebuah tempat terpencil dan permasalahanya. Novel Nijushi No Hitomi telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Akira Miura. Penelitian mengenai sastra bandingan sudah ada, antara lain: Yuliani Rahmah (2007), yang berjudul “Dongeng Timun Emas (Indonesia) dan Dongeng Sanmai No Ofuda (Jepang) (Studi
Komparatif Struktur Cerita dan Latar Budaya)”. Dalam penelitian ini, Yuliani hanya memaparkan tentang struktur dan aspek budaya. Penelitian kedua berjudul, “Perbandingan Alur Novel Cerita Getaran The Da Vinci Code Karya Dan Brown dan The Jacatra Secret Karya Rizki Ridyasmara oleh Akmal Nurdwiyan Sasangka (2014)”. Dalam penelitian ini, lebih menonjolkan pada perbandingan aspek alur dari kedua novel tersebut. Kedua penelitian diatas memang sejenis dengan penelitian yang peneliti lakukan yaitu sama-sama menggunakan sastra bandingan sebagai dasar penelitian. Namun, penelitian-penelitian tersebut memiliki nuansa yang berbeda terutama dari segi objek penelitian, yang mana peneliti fokus melakukan penelitian terhadap dua buah novel dan relevansinya terhadap bahan pembelajaran sastra dalam pendidikan. Berdasarkan penelitian di atas penulis tertarik untuk mengkaji mengenai “Perbandingan Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata dengan Novel Dua Belas Pasang Mata Karya Sakae Tsuboi, serta Kontribusinya bagi Pembelajaran Sastra di SMA”. Dalam penelitian ini penulis akan membandingkan kedua novel dari segi unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik dengan menggunakan metode sastra bandingan. Sehubungan dengan pemaparan pada bagian latar belakang di atas, masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah (1) perbandingan unsur intrinsik yang terdapat pada novel Laskar pelangi karya Andrea Hirata dengan novel Dua Belas Pasang Mata karya Sakae Tsuboi? (2) perbandingan unsur ekstrinsik yang terdapat pada novel Laskar pelangi karya Andrea Hirata dengan novel Dua Belas Pasang Mata karya Sakae Tsuboi? dan (3) kontribusi kedua novel sebagai bahan pembelajaran sastra di kelas XII SMA? Sesuai dengan rumusan masalah yang sudah dikemukakan, tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan perbandingan unsur intrinsik terdapat pada novel Laskar pelangi karya Andrea Hirata dengan novel Dua Belas Pasang Mata karya Sakae Tsuboi, (2)
e-Journal JPBSI, Universitas Pendidikan Ganesha Volume : Vol: 6 No: 1 Tahun:2017
mendeskripsikan perbandingan unsur ekstrinsik yang terdapat pada novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata dengan novel Dua Belas Pasang Mata karya Sakae Tsuboi, dan (3) mendeskripsikan kontribusi kedua novel sebagai bahan pembelajaran sastra di kelas XII SMA. Penelitian memberikan dua manfaat, yaitu berupa manfaat teoritis dan praktis. Manfaat teoritis berupa memberikan sumbangan terhadap perkembangan ilmu sastra dan memperkaya penggunaan teori sastra bandingan. Manfaat praktisnya, antara lain (1) untuk guru, dapat menjadikan novel sebagai bahan ajar dukung pada kegiatan pembelajaran di kelas XII semester genap, pada materi pokok Perbandingan Teks Novel, (2) untuk siswa, dapat menjadikan novel sebagai bahan belajar dan inspirasi dalam belajar menulis sebuah karya sastra, dan siswa diharapkan mampu berfikir kritis terhadap suatu karya sastra seperti novel, (3) untuk penulis, dapat menambah khasanah penelitian sastra bandingan, dan (4) dapat memberikan inspirasi maupun bahan pijakan peneliti lain untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif. Subjek dari penelitian ini adalah novel Laskar pelangi karya Andrea Hirata dan novel Dua Belas Pasang Mata karya Sakae Tsuboi. Penentuan subjek penelitian sejalan dengan pandangan yang menyatakan “Subjek penelitian adalah benda, hal, atau orang tempat variabel melekat, dan yang dipermasalahkan dalam penelitian” (Suandi, 2008:31). Objek dalam penelitian ini adalah unsur intrinsik dan ekstrinsik novel dalam kajian sastra bandingan serta kontribusi novel sebagai bahan pembelajaran. Penelitian ini menggunakan langkah-langkah kerja yaitu pengumpulan data, pengolahan data, instrument penelitian, penyajian hasil analisis data, dan penarikan kesimpulan. Metode pengumpulan data penulis lakukan
dengan menggunakan metode studi pustaka. Untuk menemukan ciri khas dari novel Laskar Pelangi dan Dua Belas Pasang Mata, maka data-data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan metode deskriptif komparatif. Instrument dalam penelitian ini adalah kartu data. Saat melakukan pengumpulan data, hasilnya akan dicatat dalam kartu tersebut. Dalam penyajian data ini, data yang didapat akan dihubungkan dengan teoriteori yang relevan yang nantinya akan menjawab permasalahan yang ingin dipecahkan. Penyimpulan harus dapat menjawab semua masalah yang diangkat dalam penelitian tersebut. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh beberapa temuan bermakna. Temuan petama tentang perbandingan unsur intrinsik novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata dengan novel Dua Belas Pasang Mata karya Sakae Tsuboi. Dalam kedua novel ditemukan unsur intrinsik seperti tema, tokoh, alur, latar, dan amanat. Hal ini akan dibahas satu persatu. 1.Tema Secara garis besar tema yang diangkat dari kedua novel ini memiliki persamaan yaitu tentang dunia pendidikan yang berlangsung dalam sebuah daerah pelosok, yang jauh dari pengaruh modernisasi. Masalah pendidikan dalam novel Laskar Pelangi dapat dilihat pada hampir keseluruhan cerita, yaitu mengenai perjuangan sepuluh siswa sekolah Muhammadiyah yang dijuluki Laskar Pelangi dalam menggapai cita-citanya. Begitu pula terjadi pada novel Dua Belas Pasang Mata, masalah pendidikan di tengah keterbatasan juga menjadi tema cerita, yakni perjuangan seorang guru bernama Ibu Guru Oishi bersama 12 orang muridnya di sebuah desa nelayan yang miskin di pesisir Jepang 2.Tokoh Tokoh utama ini adalah tokoh yang paling banyak diceritakan, sedangkan sembilan temannya menjadi tokoh
e-Journal JPBSI, Universitas Pendidikan Ganesha Volume : Vol: 6 No: 1 Tahun:2017
sampingan. Ikal atau yang di dalam novel ini berperan sebagai “aku” merupakan tokoh utama. Ikal adalah salah seorang anggota Laskar Pelangi. Ikal termasuk orang yang tidak mudah putus asa, selalu bersemangat melakukan hal yang ia sukai dan tegar. Berbeda dengan novel Dua Belas Pasang Mata, tokoh utamanya adalah seorang ibu guru yang bernama Miss Oishi. Jika dalam Laskar Pelangi yang menjadi tokoh sentralnya adalah seorang siswa, namun pada novel ini tokoh utamanya adalah seorang guru yang bernama Miss Oishi. Miss Oishi adalah seorang guru muda yang ditugaskan mengajar di sekolah yang ada di sebuah desa nelayan di Teluk Seto. Tokoh utama adalah tokoh yang diceritakan terus menerus dan paling sering muncul dalam cerita. Hal ini sejalan dengan perdapat Burhan Nurgiyantoro (2005:176) yang menyatakan tokoh utama yaitu tokoh yang ditampilkan secara terus menerus atau paling sering diceritakan dalam sebuah novel. Selain tokoh utama, terdapat pula tokoh tambahan kedua novel ini, yaitu tokoh yang sesekali muncul tanpa pembahasan yang mendetail dalam penggambaran wataknya. Tokoh sampingan dalam novel Laskar Pelangi yaitu Taprani, Sahara, A Kiong, Harun, Borek, Syahdan, Kucai, Lintang, Mahar, Bu Muslimah, Pak Harfan, A Ling, dan Flo. Dalam novel Dua Belas Pasang Mata terdapat pula tokoh tambahan yaitu keduabelas siswanya yaitu Isokichi Okada (Sonki), Takeichi Takeshita, Kichiji Tokuda, Nita Aizawa, Tadashi Morioka (Tanko), Matsue Kawamoto (Matchan), Misako Nishiguchi (Miisan), Masuno Kagawa (Mahchan), Fujiko Kinoshita, Sanae Yamaishi, Kotsuru Kabe, dan Kotoe Katagari. Selain itu Bapak Guru, ibu dari Miss Oishi, kepala sekolah, dan Miss Kobayashi (mantan guru di sekolah cabang) merupakan tokoh sampingan. Tokoh sampingan dalam novel ini tidak terlalu mendominasi dalam cerita. Mereka hanya muncul beberapa kali untuk mendukung cerita dan perwatakan tokoh utama.
3.Alur Alur yang digunakan dalam menyusun cerita dalam novel Laskar Pelangi sama dengan alur yang digunakan dalam novel Dua Belas Pasang Mata. Pada novel Laskar Pelangi, alur yang digunakan adalah alur maju karena penulis menceritakan kejadian dari awal hingga akhir, sehingga membuat pembaca penasaran akan peristiwa yang terjadi selanjutnya. Alur Laskar Pelangi bisa dikatakan tersusun sangat rapi dan maju ke depan, dalam arti peristiwaperistiwa disusun secara kronologis berdasarkan waktu kejadiannya, akan tetapi tidak jarang ada terjadi pengulangan kembali (flashback) untuk memperjelas permasalahan pokoknya. Alur cerita pada novel Dua Belas Pasang Mata juga menggunakan alur maju karena penulis menceritakan kejadian dari awal hingga akhir. Alur Dua Belas Pasang Mata bisa dapat dikatakan superlambat dengan banyak deskripsi. Alur dalam kisah ini melompat-lompat dan tidak jarang ada terjadi pengulangan kembali (flashback) untuk memperjelas permasalahan pokoknya. 4.Latar Sekolah ini menempati posisi terpenting dalam latar tempat yang berfungsi sebagai pendukung utama, yaitu pendidikan yang ada dalam kedua novel ini. Dalam kedua novel ini menggambarkan latar tempat di sekolah. Berikut kutipan dalam novel Laskar Pelangi: “Seluruh hadirin terperanjat karena Trapani berteriak sambil menujuk ke pinggir lapangan rumput luas halaman sekolah itu.” (LP: 6). Selain sekolah, Pulau Belitong adalah salah satu setting secara umum yang melatar belakangi peristiwa yang terjadi tepatnya di desa terpencil. Namun, ada pula yang latar tempatnya adalah di rumah, pohon Filicium, gua, tepi pantai Pangkalan Punai, pasar, rawa, sungai, toko kelontang, Pulau Lanum dan lain-lain tapi masih di kawasan Belitong. Kutipan dalam novel Dua Belas Pasang Mata yang berlatar tempat di sekolah: “Dua bulan setelah pemilu, pada tanggal 4 April 1928, seorang perempuan muda datang untuk mengajar di sebuah
e-Journal JPBSI, Universitas Pendidikan Ganesha Volume : Vol: 6 No: 1 Tahun:2017
sekolah desa yang sederhana di Laut Seto, di tengah masyarakat petani dan nelayan.” (DBPM: 13) Selain sekolah, desa nelayan di Teluk Seto, Shōdoshima, Jepang adalah salah satu setting secara umum yang melatarbelakangi peristiwa. Namun, ada pula yang latar tempatnya adalah di desa Pohon Pinus, sekolah cabang, sekolah utama, Pantai, Kompira, dan halte bus kota. Latar waktu menggunakan pagi hari, sore hari, dan dan malam hari ataupun tanggal. Hal ini sesuai dengan pendapat Burhan Nurgiyantoro (2005:227) yang menyatakan bahwa penekanan waktu lebih pada keadaan hari, misalnya pagi hari, siang dan malam. Berikut salah satu kutipan dalam novel Laksar Pelangi pada pagi hari dan sore hari: “Pagi itu, waktu aku masih kecil. Aku duduk di bangku panjang sebuah kelas…itu adalah hari pertama aku masuk sekolah.” (LP:1), sedangkan latar waktu pada novel Dua Belas Pasang Mata yang disampaikan sangat jelas yaitu terjadi dua bulan setelah pemilu, pada tanggal 4 April 1928 dan kemudian dikisahkan dampak perang yang terjadi pada tanggal 4 April 1946. Kutipan novel: “Nah, sekarang kita kembali ke tanggal 4 April 1928. Pagi itu, murid-murid kelas lima ke atas, dari desa di tanjung tersebut, sedang berjalan kaki dengan gembira, menempuh jarak lima kilometer ke sekolah utama.” (DBPM: 15) Latar suasana yang ada dalam kedua novel ini beragam dikarenakan konflik-konfik yang muncul juga beragam. Ada kalanya senang, sedih, hingga cemas. Salah satu penggalan cerita yang menggambarkan suasana sedih dalam novel Laskar Pelangi: “Aku tak sanggup menatap wajahnya yang pilu dan kesedihanku yang mengharu biru telah mencurahkan habis air mataku, tak dapat aku tahan tahan sekuat apapun aku berusaha.” (LP: 433) Salah satu penggalan cerita yang menggambarkan suasana senang dalam novel Dua Belas Pasang Mata: “Mereka makan bakmi dengan tahu goreng, beberapa malah ada yang minta tambah. Ibu Guru senang sekali dan mengusulkan mereka berfoto untuk kenang-kenangan.
Dia meminta tukang foto di dekat rumahnya, dan mengajak anak-anak itu ke Pohon Pinus.”(DBPM: 79) 5.Amanat Amanat dari novel Laskar pelangi yang disajikan pengarang ini menggunakan cara penyampaian amanat secara eksplinsit dan implinsit, tetapi dalam hal ini yang lebih dominan adalah cara penyampaian secara eksplisit. Adapun amanat yang dapat kumpulkan dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata yang pertama adalah untuk memberikan inspirasi dan semangat kepada para guru dan pelajar yang berada di dalam pendidikan. Amanat yang kedua adalah sebagai penerus generasi penerus bangsa setiap individu harus mempunyai dedikasi tinggi terhadap pendidikan. Kemudian amanat yang ketiga yaitu dalam menggapai cita-cita, hendaknya tidak mudah menyerah atau putus asa, walau cita-cita itu tidak mudah diraih dan diwujudkan sesuai keinginan. Hal ini berbeda dengan amanat yang disampaikan pengarang novel Dua Belas Pasang Mata yaitu meskirpun kemiskinan menghinggapi kondisi keluarga anak-anak tersebut tidak menyebabkan mereka enggan untuk belajar. Pengaruh modernisasi yang tergambar dari pakaian secara tidak disadari, hal itu menyebabkan jarak antara orang kota dan orang di desa. Namun, hal itu dapat dibantahkan dengan sikap manis Miss Oishi terhadap anak-anak tersebut. Terdapat pula pelajaaran bahwa propaganda militer dengan dalih menanamkan rasa cinta tanah air dengan menerapkan wajib militer dapat memengaruhi pikiran ke-12 siswa. Untuk apa anak dibesarkan, dirawat, dibekali pendidikan tapi pada akhirnya harus matu kena peluru? Novel ini menyadarkan bahwa nyawa itu sangat berharga dan perlu dilindungi. 6.Sudut pandang Wiyatmi (2006) mengatakan bahwa sudut pandang dibedakan menjadi sudut pandang orang pertama dan orang ketiga. Sudut pandang pada novel Laskar Pelangi jauh berbeda dengan sudut pandang yang
e-Journal JPBSI, Universitas Pendidikan Ganesha Volume : Vol: 6 No: 1 Tahun:2017
digunakan pada novel Dua Belas Pasang Mata. Sudut pandang yang digunakan dalam novel Laskar Pelangi adalah sudut pandang orang pertama pelaku utama karena dalam penceritaan novel penulis menggunakan kata ‘aku’. Tokoh ‘aku’ dalam novel ini diceritakan paling dominan sehingga si tokoh ‘aku’ dapat dikatakan sebagai tokoh atau pelaku utama. Sudut pandang yang digunakan pengarang dalam novel Dua Belas Pasang Mata yaitu sudut pandang orang ketiga serba tahu. Sudut pandang ini menggunakan kata ganti orang ketiga seperti kata dia, ia, dan nama orang yang dijadikan sebagai titik berat cerita. Sudut bercerita dari satu tokoh dengan menyebut namanya. Temuan yang kedua adalah mengenai unsur ekstrinsik. Unsur ekstrinsik yang ada dalam novel tidak lepas dari latar belakang kehidupan pengarang entah itu dari segi budaya yang dipegang, kepercayaan, lingkungan tempat tinggal dan lain sebagainya. 1.Latar Belakang Tempat Tinggal Lingkungan tempat tinggal pengarang mempengaruhi psikologi penulisan novel, begitu pula yang terdapat pada novel Laskar Pelangi dan novel Dua Belas Pasang Mata. Apalagi novel Laskar Pelangi merupakan adaptasi dari cerita nyata yang dialami oleh pengarang langsung. Letak tempat tinggal pengarang yang jauh berada di Desa Gantung, Kabupaten Gantung, Belitong Timur, Sumatera Selatan dijadikannya latar tempat bagi penulisan novelnya. Sebaliknya pada novel Dua Belas Pasang Mata, letak tempat tinggal pengarang tidak sama dengan yang ada di dalam cerita meskipun pengarang juga berasal dari Jepang tetapi jelas ada perbedaan dengan cerita Laskar Pelangi. Meskipun cerita perang itu memang benar adanya. Jika dilihat dari latar belakang waktu, sudah bisa dipastikan perang yang dimaksud adalah perang dunia ke II dimana Jepang mengalami kekalahan telak. 2.Latar Belakang Sosial dan Budaya
Kedua novel ini pula mengandung unsur sosial dan budaya yang sama. Pada novel Lakar Pelangi dikisahkan adanya perbedaan status antara komunitas buruh tambang dan komunitas pengusaha yang dibatasi oleh tembok tinggi merupakan latar belakang sosial. Kemudian pada novel Dua Belas Pasang Mata memiliki latar sosial dan budaya tentang perbedaan status antara komunitas orang modern. Dengan melihat pakaian dan sepeda Miss Oishi saja menimbulkan kesalahpahaman. Secara tidak disadari, hal itu menyebabkan jarak antara orang kota dan orang di desa. Bapak guru dan para orangtua menganggap Miss Oishi adalah orang yang sombong dan tidak setara dengan mereka. 3.Latar Belakang Religi (agama) Latar Belakang Regigi yang terkandung dalam novel Laskar Pelangi dan Dua Belas Pasang Mata memiliki perbedaan. Perbedaan itu terlihat dari jenis agama dan kuantitas diceritakan di dalam novel. Latar belakang religi atau agama si pengarang sangat terlihat seperti pantulan cermin dalam novel Laskar Pelangi ini. Nuansa keislamannya begitu kental. Dalam beberapa penggalan cerita, pengarang sering kali menyelipkan pelajaran-pelajaran mengenai keislaman. Sebaliknya dalam novel Dua belas Pasang Mata tidak begitu banyak menyingung masalah agama. Hanya sekali saja dibahas bahwa keadaan desa mereka memperihantinkan sampaisampai mereka tidak mempunyai kuil tersendiri yang berfungsi untuk menghormati kaisar seperti kebanyakan sekolah di Jepang, sehingga salah seorang murid yang bernama Nita mengatakan bahwa ia meletakkan Kaisar di lemari. 4.Latar Belakang Ekonomi Latar belakang ekonomi yang terdapat dalam novel Laskar Pelangi dan novel Dua Belas Pasang Mata memiliki perbedaan yang signifikan. Dalam novel Laskar Pelangi, sebagian masyarakat Belitong mengabdikan dirinya pada perusahaan-perusahaan timah. Belitong adalah pulau yang kaya akan sumber
e-Journal JPBSI, Universitas Pendidikan Ganesha Volume : Vol: 6 No: 1 Tahun:2017
daya alam. Berbeda dengan novel Dua Belas Pasang Mata, di dalam cerita tidak diceritakan kondisi sumber daya alamnya. Pengarang hanya mengisahkan bahwa penduduknya kebanyakan menjadi nelayan. Selain menjadi nelaya, penduduk di sana hanya bekerja sebagai buruh kasar. 5.Latar Belakang Pendidikan Latar belakang pendidikan yang terdapat dalam novel Laskar Pelangi dan Dua Belas Pasang Mata memiliki persamaan namun memiliki perbedaan pula. Dalam kedua novel, latar belakang pengarang memang berpengaruh besar terhadap isi novel. Namun, hal yang membedakan dari jenis ilmu yang terkandung. Dalam novel Laskar Pelangi pengarang menyajikan berbagai ilmu pengetahuan yang diselipkan di antara ceritanya, antara lain sains (fisika, kimia, biologi, astronomi). Kemudian dalam novel Dua Belas Pasang Mata terkadung nilai edukasi yang disampaikan pengarang. Pengarang menyajikan keterampilan yang diselipkan dalam ceritanya seperti keterampilan menyanyi dan memainkan alat musik, keterampilan menulis, dan ilmu sain. Hal ini menjadi penanda bahwa pengarangnya pun mencintai ketrampilan-ketrampilan tersebut. 6.Latar Belakang Penulis Latar belakang penulis jelas sangat berbeda dari kedua novel. Novel Laskar Pelangi ditulis oleh orang asli Indonesia, tetapi novel Dua Belas Pasang Mata adalah novel terjemahan yang pasti penulisnya muka masyarakat asli Indonesia. Meskipun berbeda, tetapi masing-masing memiliki keunggulan. Berikut diuraikan latar belakang penulis. Penulis novel Laskar Pelangi adalah Andrea Hirata. Andrea Hirata lahir di Belitong. Meskipun studi mayornya ekonomi, ia amat menggemari sains (fisika, kimia, biologi, astronomi) dan tentu saja sastra. Edensor adalah novel ketiganya setelah novel-novel best seller Laskar Pelangi dan Sang Pemimpi. Andrea lebih mengidentikkan dirinya sebagai seorang akademis dan backpaper. Andrea berpendidikan
ekonomi dari Universitas Indonesia. Ia mendapat beasiswa dari Uni Eropa untuk studi Master of Science di Universitas de Paris, Sorbonne, Prancis, dan Sheffield Hallam University, United Kingdom. Tesis Andra di bidang Ekonomi telekomunikasi mendapat penghargaan dari kedua universitas tersebut dan ia lulus cum laude. Penulis novel Dua Belas Pasang Mata adalah Sakae Tsuboi lahir pada tanggal 5 Agustus 1899 di Desa Sakate, Shōdosima, Prefektur Kagawa, Jepang. Ia adalah anak dari seorang pembuat kecap Tokichi Iwai. Pada tahun 1925, tepat saat ia berusia 26 tahun, Tsuboi menikah dengan Shigeji Tsuboi, sastrawan dan penyair terkenal Jepang. Sakae Tsuboi memulai debutnya sebagai pengarang melalui karyanya yang berjudul Daikon no Ha (Radish Leaves) yang dipublikasikan pada tahun 1938. Setelah itu, Sakae Tsuboi banyak menghasilkan karya-karya lain seperti Aki no Ki no. Tsuboi meraih kesuksesan besar pada tahun 1952, ketika karyanya Nijushi no Hitomi (Twenty-four Eyes [Inggris], Dua Belas Pasang Mata [Indonesia]) menjadi best seller di Jepang bahkan difilmkan pada tahun 1954 dengan judul yang sama dan dibintangi oleh Hideko Takamine. Ia meraih banyak penghargaan antara lain dinobatkan sebagai warga kehormatan di kota Uchinomi, Kagawa, Hadiah Seni dari Kementerian Pendidikan Jepang dan sederet penghargaan lainnya atas karyakaryanya. Sakae Tsuboi wafat pada tanggal 23 Juni 1967 di usia 67 tahun. Temuan ketiga mengenai kontribusi kedua novel sebagai bahan pembelajaran sastra di kelas XII SMA. Penyusunan materi pelajaran Bahasa Indonesia di SMA disesuaikan dengan kurikulum. Kurikulum adalah rambu-rambu yang menjadi pedoman guru untuk menentukan pokok-pokok yang akan diajarkan kepada siswa. Dalam kurikulum ini menyertakan membaca dan mengapresiasi karya sastra sebagai kegiatan yang harus dilakukan siswa. Pemerintah pusat memberi ramburambu untuk menyusun materi pelajaran, sedangkan guru menentukan silabus disesuaikan dengan tujuan dan karakter sekolah masing-masing.
e-Journal JPBSI, Universitas Pendidikan Ganesha Volume : Vol: 6 No: 1 Tahun:2017
Pembelajaran sastra yakni novel sebagai genre serta mempunyai fungsi yang dapat menumbuhkan rasa kepedulian terhadap karya-karya yang dihasilkan oleh para pengarang. Dalam pembelajaran SMA terdapat materi pokok Perbandingan Teks Novel, dengan Kompetensi Dasar (KD): Membandingkan Teks Novel Baik Melalui Lisan Maupun Tulisan di kelas XII semester genap. Hakikat dalam pembelajaran sastra di sekolah adalah apresiasi dengan membandingkan karya sastra itu sendiri dengan karya sastra lain. Bentuk apresiasi sastra itu sendiri siswa dapat bertemu langsung dengan karya sastra. Siswa melakukan aktivitas membaca, menikmati, menghayati, memahami, merespon, dan membandingkan karya-karya sastra di hadapan khalayak. Untuk mencapai tujuan pembelajaran, diperlukan sebuah karya sastra yang berkualitas dalam proses pembelajaran. Kedua novel ini, Laskar Pelangi dan Dua Belas Pasang Mata adalah suatu karya yang bermutu dan sangat baik digunakan sebagai bahan ajar dalam proses pembelajaran sastra itu sendiri. Berikut ini dijelaskan bahwa kedua novel memenuhi kriteria pemilihan materi. 1.Keterbacaan Keterbacaan berkaitan dengan keadaan tulisan atau cetakan yang jelas, mudah, menarik, dan menyenangkan untuk dibaca sehingga pesan yang disampaikan penulis benar-benar sampai secara tepat kepada pembaca. Kedua novel memiliki alur cerita yang sangat, menarik, semua kalangan dapat membaca novel ini, mulai dari kalangan anak-anak, remaja ataupun dewasa karena memiliki cerita cerminan hidup yang sesungguhnya. Bahasa yang digunakan dalam kedua novel ini adalah bahasa yang mengikuti perkembangan zaman sekarang (modern) atau sesuai dengan kondisi masyarakat sehingga novelnya mudah dimengerti. Kedua novel ini memungkinkan siswa dengan kemampuan membacanya hanyut dalam keasyikan. Dengan demikian, kedua novel ini dapat dijadikan materi ajar pada siswa di kelas XII. 2.Kesesuaian
Materi pembelajaran hendaknya sesuai atau relevan dengan pencapaian standar kompetensi dan pencapaian kompetensi dasar. Dalam hal ini, salah satu kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik kelas XII yaitu membandingkan teks novel, baik melalui lisan maupun tulisan. Dengan demikian, novel Laskar Pelangi dan Dua Belas Pasang Mata dapat dijadikan materi dan tentunya sudah sesuai untuk dijadikan materi dalam mencapai kompetensi dasar tersebut. 3.Kriteria Tujuan Instruksional Suatu materi pelajaran yang terpilih dimaksudkan untuk mencapai tujuan instruksional khusus atau tujuan-tujuan tingkah laku. Dengan menganalisi novel Laskar Pelangi dan novel Dua Belas Pasang Mata, siswa dapat mencontoh Miis Oishi yang selalu sabar dan penuh kasih sayang menghadapi muridmuridnya. Tokoh Ikal juga perlu dicontoh karena tidak pernah putus asa, selalu bersemangat melakukan hal yang ia sukai dan tegar. 4.Materi Pelajaran Supaya Terjabar Perincian materi pelajaran berdasarkan pada tuntutan yang isinya setiap tujuan intruksional khusus telah dirumuskan secara spesifik, dapat diamati, dan terukur. Dalam hal ini guru memberikan contoh dua novel yang berbeda yaitu novel asli Indonesia yaitu Laskar Pelangi karya Andrea Hirata dengan novel terjemahan yaitu Dua Belas Pasang Mata karya Skae Tsubol. Setelah membaca dan membandingkan dua novel tersebut, siswa mendapatkan banyak pelajaran dan dapat mengubah sikap siswa. Dua novel ini banyak mengandung makna-makna dan nilai-nilai kehidupan yang penting bagi siswa. 5.Relevan dengan Kebutuhan Siswa Kebutuhan siswa yang pokok adalah mereka ingin berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Oleh karena itu, setiap materi pelajaran yang akan disajikan hendaknya sesuai dengan usaha untuk mengembangkan pribadi siswa secara bulat dan utuh. Tokoh Lintang dalam novel Laskar Pelangi merupakan anak yang paling jenius dan gigih di
e-Journal JPBSI, Universitas Pendidikan Ganesha Volume : Vol: 6 No: 1 Tahun:2017
antara teman-temannya. Meski pun jarak rumahnya dari sekolah sangat jauh (80 km), ia tetap semangat untuk pergi ke sekolah dan menjadi anak yang paling pagi datang. Hal tersebut mengajarkan agar siswa mandiri, tidak bergantung pada orang lain, terutama orangtua. 6.Kesesuaian dengan Kondisi Masyarakat Dalam hal ini, materi pelajaran yang dipilih hendaknya turut membantu mereka memberikan pengalaman edukatif yang bermakna bagi perkembangan mereka menjadi manusia yang mudah menyesuaikan diri. Dalam dua novel ini melalui tokoh Lintang dalam Laskar Pelangi, sedangkan tokoh Matsue Kawamoto pada novel Dua Belas Pasang Mata. Kedua tokoh ini harus putus sekolah karena menanggung beban keluarga untuk mengurus rumah dan saudara mereka. Kedua tokoh ini mengajarkan untuk dapat berlapang dada menerima kondisi atau kenyataan hidup. Jika nanti siswa menghadapi kondisi yang sama, mereka dapat meniru sikap yang diambil untuk mengambil keputusan. 7.Materi Pelajaran Mengandung Segi-Segi Etik Pengetahuan dan keterampilan yang bakal mereka peroleh dari materi pelajaran yang telah mereka terima diarahkan untuk mengembangkan dirinya sebagai manusia yang etik sesuai dengan system nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Tokoh Lintang merupakan tokoh yang paling pantang menyerah. Sifat ini sangat penting dimiliki oleh siswa. Jika tidak siswa cenderung jenuh dan malas. Kemudian tokoh Miss Oishi dalam hal ini adalah seorang guru yang memahami siswanya dengan pendekatan menggunakan kasih sayang bisa dicontoh pula, baik itu bagi guru maupun siswa sekali pun. 8.Materi Pelajaran Tersusun dalam Ruang Lingkup dan Urutan yang Sistematik dan Logis Meteri disusun secara berurutan dengan mempertimbangkan faktor perkembangan psikologis siswa. Dengan materi perbandingan unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik dua novel ini, siswa diharapkan dapat menemukan perbedaan
dan persamaan tema, tokoh dan watak, latar, amanat, dan alur dari dua novel ini. Setelah membandingkan dua novel ini siswa juga diharapkan mengambil nilainilai positif baik dari penokohan, watak, dan amanat yang ada dalam dua novel tersebut. 9. Materi Pelajaran Bersumber dari Buku Sumber yang Baku, Pribadi Guru yang Ahli, dan Masyarakat Ketiga faktor ini perlu diperhatikan dalam memilih materi perlajaran. Dari segi pengarang, sudah tidak bisa diragukan lagi. Laskar Pelangi menjadi novel best-seller di Indonesia bahkan difilmkan. Dua Belas Pasang Mata [Indonesia]) menjadi best-seller di Jepang bahkan difilmkan pada tahun 1954 dengan judul yang sama dan dibintangi oleh Hideko Takamine. Dengan membandingkan dua novel ini siswa secara tidak langsung merasakan sistem pembelajaran yang ada di daerah terpencil yang jauh dari perkotaan. Selain itu juga menemukan perbedaan watak, sifat tokoh yang ada di dalam kedua novel tersebut dan dapat mengaplikasikan watak-watak positif dari tokoh-tokoh kedua novel tersebut. PENUTUP Ada beberapa hal yang menjadi simpulan dalam penelitian ini. Pertama, unsur intrinsik novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata dan novel Dua Belas Pasang Mata karya Sakae Tsuboi memiliki tiga persamaan, yaitu temanya pendidikan di sebuah desa terpencil yang jauh dari pengaruh modernisasi, menggunakan alur maju, dan menggunakan latar suasana marah, sedih, gembira, dan cemas atau khawatir. Dari segi tokoh, latar tempat, latar waktu, amanat, dan sudut pandang dari kedua novel ini memiliki perbedaan. Kedua, dari segi unsur ekstrinsik, kedua novel memiliki perbedaan dan persamaan. Perbedaanya yaitu pada novel Laskar Pelangi, Andrea Hirata berasal dari Belitung yang dijadikan latar cerita, agama yang diangkat adalah agama Islam, masyarakat kebanyakan bekerja di perusahaan timah, latar
e-Journal JPBSI, Universitas Pendidikan Ganesha Volume : Vol: 6 No: 1 Tahun:2017
pendidikan penulis di bidang sains tergambar pada cerita, dan penulis merupakan masyarakat asli Indonesia. Sebaliknya, pada novel Dua Belas Pasang Mata, Sakae Tsuboi merupakan orang asing yang tidak berasal dari latar tempat di dalam novelnya, hanya sedikit menyingung bahwa dearah itu tidak memiliki kuil, masyarakat sebagian besar bekerja sebagai nelayan, dan penulis tampaknya sangat menyukai bidang seni. Persamaan kedua penulis dari segi latar belakang sosial dan budaya. Ketiga, kedua novel dapat dijadikan bahan pembelajaran sastra di SMA terutama pada materi pokok Perbandingan Teks Novel, dengan Kompetensi Dasar (KD) : Membandingkan Teks Novel Baik Melalui Lisan Maupun Tulisan di kelas XII semester genap. Dua novel ini memenuhi semua kriteria pemilihan materi pembelajaran sesuai dengan pendidikan. Berdasarkan temuan-temuan dalam penelitian ini, peneliti dapat menyampaikan beberapa saran, yaitu (1) bagi guru bahasa Indonesia dapat menggunakan novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata dengan novel Dua Belas Pasang Mata karya Sakae Tsuboi sebagai bahan pembelajaran sastra di sekolah mengingat dua novel ini sangat inspiratif; (2) siswa, disarankan agar membaca dan memahami novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata dengan novel Dua Belas Pasang Mata karya Sakae Tsuboi karena sangat inspiratif, penuh motivasi, dan nilai-nilai yang dapat diaplikasikan dan sangat berguna bagi masa depannya ketika berada di masyarakat umum; (3) masyarakat umum, dihimbau untuk membaca novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata dengan novel Dua Belas Pasang Mata karya Sakae Tsuboi karena dapat mengubah cara pandang mengenai pondok pesantren atau asrama yang selama ini dibicarakan dari mulut ke mulut. DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan dan Dendy Sugono. 2002. Telaah Bahasa Dan Sastra. Jakarta: Yasyasan Adikarya IKAPI DKI.
Darma, Budi. 2003. “Kuliah Kesusastraan Bandingan Mastera 2003: Anatomi Sastra Bandingan”. Disampaikan tanggal 6 Oktober 2003. Kuala Lumpur: Dewan Seminar, Menara Dewan Bahasa dan Pustaka. Ismawati, Esti. 2013. Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Penerbit Ombak. Lubis, A. Hamid Hasan. 1994. Glossarium Bahasa Dan Sastra. Bandung: Angkasa Bandung. Mahayana, Maman S. 1995. Kesusastraan Malaysia Modern. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya. Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Jakarta: PT Bumi Aksara. Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Nurgiyantoro, Burhan. 2009. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Rahmah, Yuliani .2007. Dongeng Timun Emas (Indonesia) Dan Dongeng Sanmai No Ofuda (Jepang) (Studi Komparatif Struktur Cerita Dan Latar Budaya).Tesis (tidak diterbitkan). Semarang: Universitas Diponegoro. Sasangka, Akmal Nurdwiyan. 2014. Perbandingan Alur Novel Cerita Getaran The Da Vinci Code Karya Dan Brown Dan The Jacatra Secret Karya Rizki Ridyasmara. Skripsi (tidak diterbitkan). Malang: Universitas Negeri Malang. Soemardjo, Jakob. 1984. Memahami Kesusatraan. Bandung: Penerbit Alumni. Suandi, I Nengah. 2008. Buku Ajar Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia. Singaraja: Undiksha. Sutresna, Ida Bagus. 2006. Prosa Fiksi. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Wiyatmi. 2006. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta:Pustaka
e-Journal JPBSI, Universitas Pendidikan Ganesha Volume : Vol: 6 No: 1 Tahun:2017