e-Journal JJPBS Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Vol: 3 No:1(2015) SIKAP BAHASA SISWA PROGRAM CAMBRIDGE DYATMIKA SCHOOL TERHADAP BAHASA INDONESIA
N.W. Wistari1, I N. Suandi1, I Wyn. Wendra2 Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan sikap bahasa dilihat dari aspek(1) aspek konatif, (2) aspek afektif, (3) aspek kognitif, dan (4) faktor-faktor yang memengaruhi sikap bahasa siswa program Cambridge Dyatmika School. Untuk mencapai tujuan tersebut, peneliti menggunakan rancangan deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Subjek penelitian ini adalah siswa program Cambridge. Pengumpulan data penelitian ini menggunakan metode observasi, metode angket, dan metode wawancara.Data dianalisis dengan menggunakan teknik deskriptif dengan menggunakan prosedur sebagai berikut (1) reduksi data, (2) penyajian data, dan (3) verifikasi.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Aspek konatif yang dimiliki oleh siswa Program Cambridge Dyatmika School berada pada kategori negatif.(2) Aspek afektif yang dimiliki oleh siswa Program Cambridge Dyatmika School berada pada kategori kategori cukup.(3) Aspek kogntitif yang dimiliki oleh siswa Program Cambridge Dyatmika School terhadap bahasa Indonesia ada pada kategori positif. (4) Faktor-faktor yang memengaruhi siswa Program Cambridge Dyatmika School terhadap bahasa Indonesia dari aspek konatif disebabkan oleh kurangnya pemahaman siswa terhadap kosakata dan kepekaan siswa, terkait dengan aspek afektif disebabkan oleh emosional siswa untuk mempertahankan bahasa Indonesia, dan faktor kognitif disebabkan oleh dua faktor yakni lingkungan dan rasa percaya diri siswa Kata kunci:sikap bahasa, bahasa Indonesia, program cambridge.
e-Journal JJPBS Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Vol: 3 No:1(2015) Abstract This study has purpose in describing language attitudes view fromaspect(1) conative aspect, (2) affective aspect, (3) cognitive aspect, and (4) factor which influence students’ language attitudes of Cambridge program in Dyatmika School. To achieve those purpose, the researcher used descriptive qualitative and descriptive quantitative design. The subject of this study is students who are in Cambridge program. In data collection, this study used observation method, questionnaire, and interview. The data were analyzed using descriptive technique by using procedures as follow (1) data reduction, (2) data presentation, and (3) verification. The result of this study shows that (1) conative aspect which is owned by the Cambridge program students in Dyatmika School are in negative category. Conative negative aspects related to the students' awareness in the use of language norms. It is seen from the high frequency of use of code-mixing, code switching, and interference. (2) Affective aspect which is owned by the Cambridge Program students in Dyatmika School are in the very good category (very positive) when analyzed individually, while the analysis is in the classical is in enough category. (3) Cognitive aspects which are owned by the Cambridge Program students in Dyatmika School to Indonesian language are on the positive category. (4) The factors that influence students of Cambridge Program in Dyatmika School to Indonesian language from conative aspect due to the lack of students' understanding of vocabulary and sensitivity of students, associated with affective aspects caused by students’ emotional in maintaining Indonesian language, and cognitive factors caused by two factors namely environmental factors and self-confidence of students. This proves that the students' understanding and sensitivity to Indonesian language should be given guidance and motivation. Keywords: language attitude, Indonesian language, Cambridge program.
e-Journal JJPBS Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Vol: 3 No:1(2015)
PENDAHULUAN Kondisi kebahasaan di Indonesia yang diwarnai oleh adanya satu bahasa nasional dan ratusan bahasa daerah, ditambah beberapa bahasa asing, terutama bahasa Inggris membutuhkan penanganan yang tepat dalam perencanaan bahasa ke depan. Di antara berbagai faktor yang mewarnai kondisi kebahasaan di Indonesia, faktor sikap terhadap bahasa merupakan hal yang penting yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan bahasa. Masyarakat Indonesia memang telah memiliki bahasa Indonesia. Namun, sikap masyarakat terhadap bahasa yang ada di Indonesia sangat beragam. Ada yang sangat bangga terhadap bahasa Indonesia, ada yang sangat bangga terhadap bahasa daerhanya, ada yang bangga terhadap bahasa asing. Sikap masyarakat Indonesia yang seperti itu menyulitkan pemajuan, pembakuan, dan/atau pemodernan bahasa Indonesia (Sugiyono, 2011: 1). Sikap bahasa memiliki pengaruh yang besar dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Sikap yang positif akan menunjang ketercapaian tujuan pembelajaran bahasa Indonesia yang diharapkan oleh guru. Sebaliknya, sikap negatif akan memengaruhi kualitas dan tujuan pembelajaran yang diharapkan dalam kegiatan pembelajaran. Sebagai tanggapan untuk memenangkan persaingan dalam masyarakat global , belakangan muncul sekolah swasta bertaraf Plus (Reguler dan Cambridge) yang mempergunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar untuk beberapa mata pelajaran selain mata pelajaran bahasa Inggris. Sekolah bertaraf plus (program Cambridge) merupakan program international, artinya siswa program Cambridge merupakan anak yang terlahir dari dua budaya/bangsa (IndonesiaAsing). Namun, pengajaran program Cambridge status disamakan dengan sekolah lain, hanya saja yang menjadi sorotan program Cambridge Dyatmika School yakni dominan dalam pengajaran
menggunakan bahasa Inggris karena siswa program Cambridge adalah siswa asing. Ini berarti, keberadaan bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu bangsa mulai dikenal oleh siswa asing dan mulai terpinggirkan pula. Ketika berkomunikasi, seseorang akan tunduk pada norma-norma budaya, tidak hanya sekadar menyampaikan ide yang telah dipikirkan. Tata cara berbahasa harus sesuai dengan unsur-unsur budaya yang ada dalam masyarakat tempat hidup dan dipergunakannya suatu bahasa dalam berkomunikasi. Tata cara berbahasa seseorang dipengaruhi norma-norma budaya suku bangsa atau kelompok masyarakat tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa kebudayaan yang sudah mendarah daging pada diri seseorang berpengaruh pada pola berbahasanya dan menyikapi bahasa tersebut. Ragam budaya mencerminkan seseorang bagaimana menyikapi bahasa. Setiap bangsa tentu memiliki norma budaya masing-masing. Ketika seseorang berkomunikasi dengan orang berbeda bangsa, maka ia harus memperhatikan norma-norma budaya mitra tuturnya. Hal inilah yang menimbulkan muculnya multietnis dan multicultural di masyarakat. Dalam hal ini lahir anak-anak dari keluarga yang berbeda etnis, berbeda bangsa (WNA-WNI). Anak-anak inilah akan membawa budaya masing-masing ketika berinteraksi sosial di masyarakat khususnya di lingkungan sekolah. Dengan begitu, akan muncul sikap bahasa positif dan negatif dari perpaduan multietnis dan multicultural di dalam lingkungan sosial. Dengan demikian, kesetiaan dan kebanggaan siswa terhadap bahasa Indonesia akan semakin terkikis seiring dengan tingginya frekuensi pemakaian bahasa Inggris tersebut di sekolah. Dilihat dari sudut pandang perkembangan pengajaran bahasa Indonesia, hal ini tentu saja bukan fakta yang menggembirakan. Dikatakan demikian karena sikap bahasa merupakan salah satu faktor penentu
e-Journal JJPBS Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Vol: 3 No:1(2015) keberhasilan belajar bahasa (Gardner dalam Baker, 1992:39). Jendra (2007:225) menyatakan bahwa penelitian tentang sikap bahasa penting dilakukan untuk keperluan perencanaan bahasa, pengajaran bahasa, dan untuk mengetahui status suatu bahasa dalam kehidupan masyarakat pada umumnya. Penelitian semacam ini belakangan semakin terasa mendesak, mengingat kemampuan berbahasa Indonesia siswa yang dinilai kurang baik. Berdasarkan pandangan Rokeach (dalam Suhardi, 1996:8) sikap merupakan tata kepercayaan yang secara relatif berlangsung lama mengenai suatu objek atau situasi yang mendorong seseorang untuk menanggapinya dengan cara tertentu yang disukainya, sehingga data yang dikumpulkan masih relevan. Fenomena kebahasaan mengenai sikap bahasa terhadap bahasa Indonesia di salah satu sekolah menengah pertama bertaraf plus ini tentu saja menarik untuk diteliti. Tentu, ada alasan yang mendukung peneliti untuk melakukan penelitian ini, yakni Sekolah Menengah Pertama (Dyatmika School) program Cambridge terungkap bahwa siswa program Cambridge dengan cukup lancar menggunakan bahasa Indonesia ketika berinteraksi dengan guru atapun teman di luar kelas. Program Cambridge merupakan kelas bertaraf International yang dominan siswanya multietnis (WNA-WNI). Artinya, program Cambridge dari segi pengajaran berbeda dengan kelas Reguler. Bedanya ialah program Cambridge lebih banyak menggunakan bahasa Inggris daripada kelas Reguler. Ini disebabkan karena kemampuan berbahasa siswa program Cambridge yang dominan siswanya adalah siswa asing terhadap bahasa Indonesia cenderung rendah. Namun, ketika peneliti bertanya kepada salah seorang siswa program Cambridge yang sedang beristirahat di luar kelas, peneliti mencoba menggunakan bahasa Inggris karena lawan bicara (siswa) program Cambridge adalah siswa asing. Ketika peneliti mulai bertanya,
siswa tersebut mengatakan hal di luar dugaan kepada peneliti. Berikut kutipan percakapan antara peneliti dengan siswa, “Ya..,saya suka bahasa Indonesia karena menyenangkan dan mudah dipelajari karna apa tu hurufnya hamper sama”. “It’s so fun belajar bahasa Indonesia di kelas, apa tu yaa tidak bosan karna hurufnya juga sama dengan English”. Ada pula siswa program Cambridge yang enggan menggunakan bahasa Indonesia ketika berkomunikasi dengan guru dan teman baik di kelas dan di luar kelas. Percakapan tersebut menunjukkan bahwa siswa program Cambridge Dyamika School memiliki sikap positif dan negatif terhadap bahasa Indonesia. Status disamakan dengan sekolah lain, program Cambridge Dyatmika School juga mengajarkan pelajaran bahasa Indonesia namun dengan cara penyampaian yang berbeda dari guru. Bedanya ialah guru mengajarkan bahasa Indonesia dengan menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Dengan adanya pembelajaran bahasa Indonesia diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam penciptaan kondisi penggunaan bahasa Indonesia yang lebih memadai. Mengingat peran dan urgensi yang ada pada pembelajaran bahasa Indonesia, maka sudah semestinya pengembangan pembelajaran bahasa Indonesia dilakukan. Di samping peran penting tersebut, pada dasarnya pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia juga mengacu pada tujuan yang jelas, yaitu terkait dengan pembentukan pengetahuan/wawasan, ketrampilan, dan sikap dalam berbahasa Indonesia. Hasan Alwi (2011) menyatakan seberapa jauh sikap positif kita terhadap bahasa Indonesaia dapat dilihat berdasarkan tiga macam tolok ukur, yaitu (1) kebanggaan terhadap bahasa Indonesia, (2) kesetiaan terhadap bahasa Indonesia, dan (3) kesadaran untuk mematuhi kaidah-kaidah kebahasaan yang berlaku. Kebanggaan, kesetiaan, dan kesadaran ini bermuara pada apa yang
e-Journal JJPBS Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Vol: 3 No:1(2015) tersurat dan tersirat dalam butir ketiga ikrar Sumpah Pemuda 1928, yaitu “menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia”. Sikap bahasa tersebut meliputi tiga bagian atau komponen, yakni komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif/prilaku.Komponen kognitif merujuk pada keyakinan seseorang mengenai suatu objek yang juga mencakup keyakinan individu mengenai cara-cara yang sesuai dan tidak sesuai dalam menanggapi suatu objek.Komponen afektif dalam suatu sikap berkenaan dengan emosi yang berkaitan dengan suatu objek. Objek tersebut dirasakan sebagai suatu hal yang menyenangkan atau tidak menyenangkan; disukai atau tidak disukai. Komponen konatif/perilaku mencakup semua kesiapan perilaku terhadap objek tertentu (Krech dkk, 1996:8). Sikap positif tidaknya siswa program Cambridge terhadap bahasa-bahasa tersebut secara umum dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yakni faktor internal dan eksternal (Ahmadi, 1999:171). Faktor internal dapat berupa daya pilih seseorang untuk memilih dan mengolah pengaruhpengaruh yang datang dari luar. Pilihan terhadap pengaruh dari luar biasanya disesuaikan dengan motif dan sikap yang ada di dalam dirinya terutama yang menjadi minat perhatiannya. Sedangkan faktor eksternal yang dapat memengaruhi sikap bahasa antara lain; interaksi sosial di luar kelompoknya, missal interaksi manusia dengan hasil budaya manusia yang diperoleh melalui alat-alat komunikasi (TV, Surat Kabar, Radio, dan sebagainya). Terkait dengan hal-hal di atas, penelitian ini akan mengkaji mengenai sikap bahasa yang dimiliki oleh siswa Program Cambridge Dyatmika School terhadap bahasa Indonesia dan faktor-faktor yang memengaruhi kecenderungan sikap bahasa tersebut. Di antara sekolah swasta bertaraf plus tersebut yang terpilih menjadi lokasi penelitian ini adalah Dyatmika School yang bertempat di wilayah Denpasar. Sekolah yang peneliti lakukan terdiri atas TK, SD, SMP, dan SMA Dyatmika School. Yang
menjadi sasaran peneliti yakni siswa SMP Program Cambridge. Pemilihan program Cambridge didasari karena siswa program Cambridge dominan menggunakan bahasa Inggris baik berkomunikasi di dalam maupun di luar kelas. Ketika peneliti ingin memilih sekolah yang setara dengan RSBI, peneliti beralasan bahwa penelitian sikap bahasa di sekolah RSBI terhadap bahasa Indonesia sudah biasa dan banyak dilakukan oleh peneliti lain. Oleh karena itu, ada sisi kelebihan dan perbedaan dari siswa program Cambridge dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai sikap bahasa terhadap bahasa Indonesia. Banyak yang beranggapan bahwa siswa program Cambridge tidak mahir dalam menggunakan bahasa Indonesia karena siswa program Cambridge adalah siswa multietnis (WNI-WNA) bahkan setengahnya adalah siswa dari WNA. Peneliti ingin mengungkapkan sikap bahasa siswa Program Cambridge Dyatmika School terhadap bahasa Indonesia. Adapun penelitian sejenis yang terkait dengan penelitian yang akan peneliti lakukan ini adalah sebagai berikut. Penelitian pertama, berjudul “ Sikap Bahasa terhadap Bahasa Indonesia: Studi Kasus Di SMA Negeri 1 Singaraja” oleh Kadek Devi Kalvika Anggria Wardani pada tahun 2014. Penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian yang peneliti rancang. Persamaan tersebut terletak pada objek penelitian, yakni sama-sama menganalisis sikap bahasa siswa. Kendati demikian, subjek penelitian yang membedakan. Subjek penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah siswa program Cambridge (siswa asing). Penelitian kedua, berjudul “Pengaruh Sikap Bahasa Siswa Terhadap Proses Pembelajaran Bahasa Indonesia Sebuah Kajian Terhadap Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Nusa Penida” oleh I Wayan Pariawan pada tahun 2012. Terkait dengan penelitian Pariawan terdapat persamaan dengan penelitian yang peneliti lakukan, yaitu sama-sama meneliti sikap bahasa
e-Journal JJPBS Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Vol: 3 No:1(2015) terhadap bahasa Indonesia dan subjek penelitian yang berbeda. Namun, perbedaan kedua penelitian ini adalah pada subjek penelitian. Penelitian yang peneliti terhadap subjek adalah siswa program Cambridge (siswa asing). Berdasarkan pemaparan di atas, penelitian dengan judul “Sikap Bahasa Siswa Program Cambridge Dyatmika School terhadap Bahasa Indonesia” menarik dan penting untuk dilaksanakan. Sehubungan dengan pemaparan pada bagian latar belakang di atas, masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah (1) bagaimanakah sikap bahasa siswa Program Cambridge Dyatmika School terhadap bahasa Indonesia dilihat dari aspek konatif?, (2) bagaimanakah sikap bahasa siswa Program Cambridge Dyatmika School terhadap bahasa Indonesia dilihat dari aspek afektif?, (3) bagaimanakah sikap bahasa siswa Program Cambridge Dyatmika School terhadap bahasa Indonesia dilihat dari aspek kognitif?, dan (4) apakah faktor-faktor yang dapat memengaruhi sikap bahasa siswa Program Cambridge Dyatmika Scool terhadap bahasa Indonesia? Sesuai dengan rumusan masalah yang sudah dikemukakan, tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan sikap bahasa siswa Program Cambridge Dyatmika School terhadap bahasa Indonesia dilihat dari aspek konatif, (2) Mendeskripsikan sikap bahasa siswa Program Cambridge Dyatmika School terhadap bahasa Indonesia dilihat dari aspek afektif, (3) Mendeskripsikan sikap bahasa siswa Program Cambridge Dyatmika School terhadap bahasa Indonesia dilihat dari aspek kognitif, dan (4) Mendeskripsikan faktor-faktor yang dapat memengaruhi sikap bahasa siswa Program Cambridge Dyatmika Scool terhadap bahasa Indonesia. Penelitian memberikan dua manfaat, yaitu berupa manfaat teoritis dan praktis. Manfaat teoritis sumbangan yang positif bagipengembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan khususnya berkaitan dengan
penyediaan teori dan referensi mengenai sikap bahasa. Manfaat praktisnya, antara lain (1) Bagi Peneliti, penelitian ini dapat memberikan pengalaman langsung kepada peneliti untuk mengetahui cara mengukur sikap bahasa siswa terhadap bahasa Indonesia, (2) Bagi Guru Bahasa Indonesia, penelitian sikap bahasa akan memberikan manfaat yang sangat besar bagi guru bahasa Indonesia di dalam tugasnya mengajarkan suatu bahasa kepada murid, melalui pengetahuannya tentang motivasi belajar mereka yang sedikit banyak dipengaruhi oleh sikap bahasa mereka. Selain itu, dengan mengetahui karakteristik sikap bahasa yang ditunjukkan oleh siswa, guru akan terbantu dalam hal merencanakan, menyusun, melaksanakan pembelajaran, dan pembinaan bahasa Indonesia kepada siswa, (3) Bagi Siswa, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman dalam rangka meningkatkan kesadaran sikap bahasa siswa dalam kehidupan bermasyarakat, (4) Bagi Pembaca, penelitian ini dapat dijadikan masukan atau referensi guna memperluas cakrawala pengetahuan mengenai sikap bahasa yang dimiliki oleh siswa Program Cambridge Dyatmika School, (5) Bagi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, penelitian sikap bahasa ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam hal penyediaan referensi terhadap perencanaan dan pembinaan yang dapat digunakan sebagai dasar pengolahan keseluruhan masalah kebahasaan, (6) Peneliti Lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi, acua, pedoman, dan bahan perbandinga untuk penelitian yang dilakukan. METODE PENELITIAN Metode penelitian tersebut mencakup (1) rancangan penelitian, (2) subjek dan objek penelitian, (3) metode pengumpulan data dan istrumen penelitian, dan (4) teknik analisis data Penelitian ini me.rupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, tetapi juga menggunakan data kuantitatif.
e-Journal JJPBS Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Vol: 3 No:1(2015) Penelitian ini mendeskripsikan suatu keadaan sebenarnya tetap berdasarkan prosedur ilmiah.penelitian dilakukan pada objek yang alamiah. Pengertian deskriptif adalah mempunyai data yang dapat dianalisis dengan nonstatistik maupun dengan statistik (Arikunto, 2005:262).Moleong (2007: 162) menegaskan peneliti kualitatif sering juga menggunakan data statistik yang telah tersedia sebagai sumber data tambahan bagi keperluannya.Penelitian kualitatif ini juga dapat menggunakan data kuantitatif sesuai pendapat Soegiyono (2004:14) data adalah hasil catatan peneliti baik yang berupa fakta maupun angka. Guna mendapatkan data yang relevan, maka dalam pencarian data, penulis menggunakan tiga metode yaitu metode observasi, metode angket, dan metode wawancara.Pengambilan data dilakukan sampai peneliti mendapatkan data yang sesuai dengan yang diperlukan atau data yang diinginkan berkecukupan. Metode angket digunakan untuk mencari data aspek kognitif dan afektif dengan instrument kuesioner,metode observasi digunakan untuk mencari data aspek konatif dan faktor-faktor yang memengaruhi sikap bahasa siswa dilakuan dengan metode wawancara.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dimulai dengan melakukan pengumpulan data penelitian, yakni dengan mengumpulkan percakapan siswa dengan metode wawancara, sehingga totalnya ada 45 percakapan. Dari 45 percakapan, ternyata tidak semuanya mengandung aspek konatif yang dapat dijadikan data penelitian. Hal ini diketahui setelah melalui proses penyeleksian data. Data penelitian hanya ditemukan dalam 30 kutipan percakapan yang selanjutkan dibahas dengan cara menganalisisnya satu per satu. Hasil penelitian ini mencakup (1) sikap bahasa siswa program Cambridge Dyatmika School terhadap bahasa
Indonesia dilihat dari aspek konatif (2) sikap bahasa siswa program Cambridge Dyatmika School terhadap bahasa Indonesia dilihat dari aspek afektif,(3) sikap bahasa siswa program Cambridge Dyatmika School terhadap bahasa Indonesia dilihat dari aspek kognitif, dan (4) faktor-faktor yang memengaruhisikap bahasa siswa program Cambridge Dyatmika School terhadap bahasa Indonesia. Pada bagian pembahasan, hasil temuan tersebut dikonfirmasi dengan teori hasil-hasil penelitian sejenis yang sudah pernah dilakukan sebelumnya. Selain itu, peneliti juga akan memberikan kaitan antara hasil penelitian tersebut dengan pembinaan bahasa Indonesia. Aspek konatif sikap bahasa siswa program Cambridge Dyatmika School Denpasar terhadap bahasa Indonesia melalui hasil observasi terhadap 47 sampel. Jumlah sampel tersebut sudah dinyatakan representatif.Artinya, sudah tidak menemukan pola variasi yang baru lagi. Jumlah populasi program Cambridge 168, 83siswamerupakan dwibahasawan, penutur bahasa asing (Inggris) dan bahasa Indonesia, sisanya murni bahasa Inggris. Untuk mengetahui pola perilaku penggunaan bahasa yang ditunjukkan oleh siswa, berikut diuraikan sajian perilaku berbahasa yang ditunjukkan oleh siswa berdasarkan 19catatan lapangan yang berhasil dikumpulkan ketika peneliti melakukan observasi di sekolah terkait. Campur kode adalah perubahan pilihan kode dalam satu ujaran.Campur kode terjadi pada tingkat bawah sadar antarkomunikator tanpa pendefinisian ulang terhadap situasi komunikasi. Sementara itu, campur kode menurut Thelander (dalam Chaer dan Agustina, 2004: 115) merupakan suatu peristiwa apabila dalam suatu tuturan terjadi percampuran atau kombinasi antara variasi-variasi yang berbeda di dalam satu klausa yang sama. Berdasarkan catatan lapangan yang dikumpulkan, dapat diketahui bahwa
e-Journal JJPBS Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Vol: 3 No:1(2015) seluruh campur kode yang terjadi di dalam ranah formal (suasana belajar di dalam kelas) merupakan campur kode bahasa Indonesia baku dan nonbaku. Dapat dibuktikan dalam kutipan di bawah ini. S1 : “Pak Tito, that’s my Pak” GPT : “Kalian sudah selesai?” S2 : “Wait Pak wait, isn’t there Pak?” GPT : “Yang ini belum selesai?” (siswa mengerjakan soal latihan yang diberikan oleh Pak Tito selaku guru Bahasa Indonesia kelas ISL, beberapa siswa sedang bermain dan berdiskusi dengan teman sebangku) GPT : “Laura..Laura..simpan hpnya, I promise you study this Laura”
Kutipan percakapan di atas terjadi siswa yang sedang belajar di kelas.Peneliti memberikan kode atau keterangan S1 (siswa 1), S2 (siswa 2), dan GPT (Guru Pak Tito). Siswa yang Peneliti observasi merupakan siswa asing yang berada di kelas ISL. Ada beberapa siswa yang mengerti bahasa Indonesia dan ada pula siswa yang tidak mengerti bahasa Indonesia. Percakapan tersebut terjadi ketika siswa sedang berdiskusi dengan teman sebangku dalam pembelajaran bahasa Indonesia dengan topik belajar mengenal organ tubuh (terjemahan dari bahasa Inggris-Indonesia). Percakapan terjadi ketika guru melihat siswa tidak fokus dengan soal latihan. Percakapan di atas memperlihatkan bahwa S1, S2, dan GPT ketika bekomunikasi di dalam ranah formal (suasana di dalam kelas) cenderung menggunakan campur kode seperti diskusi di dalam kelas. Percakapan di atas tergolong ke dalam ragam bahasa Indonesia baku. Campur kode yang terjadi berupa penyisipan kata-kata bahasa asing dan ragam baku bahasa Indonesia. Selain terjadi campur kode antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa, juga terjadi dalam batas frasa.Dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini.
GPT : “a, g, n, e Indonesia, k, j and l. Salah berapa? (guru memeriksa soal latihan bersama siswa) S4 : “Yeeey, hahaha..fifteen”. GPT : “Cleo salah berapa?” S5 : “Tiga belas” GPT : “Next, you really always this paper about discussion at class with your friend” S6 : “Pak, are you check in this point?” twenty? What? GPT : “ Ya, 1 sampai 20. Coba dulu yaa.. Tutup..tutup kertasnya” S6 : “Wait wait..” GPT : Please mix your answer, spelling..spelling” Kutipan percakapan di atas terjadi antara tiga siswa dan guru yang sedang berdiskusi dan membahas soal latihan.Siswa S4 dan S5 merupakan siswa dwibahasawan bahasa Inggris dan Indonesia.Namun, kedua siswa tersebut cenderung menggunakan bahasa Inggris berkomunikasi dengan temannya.Sedangkan S6 merupakan siswa asing (tidak campuran WNA-WNI) tidak fasih berkomunikasi dengan bahasa Indonesia. Siswa S6 belajar bahasa Indonesia dari mendengarkan dan guru juga sering menyelipkan kata-kata bahasa Indonesia agar siswa lebih mudah mengerti dan menerapkan. Berdasarkan percakapan di atas, diketahui bahwa ketika berkomunikasi dengan GPT, S4, S5, dan S6 dalam ranah formal (suasana belajar di dalam kelas) cenderung melakukan campur kode ke dalam ragam bahasa Indonesia nonbaku. Campur kode yang terjadi yakni penyisipan frasa dalam bahasa Indonesia, seperti kata coba dulu. Hasil observasi peneliti yang sudah dilakukan, peneliti menemukan campur kode jenis pengulangan kata antara guru dengan siswa ketika berada di ranah formal (suasana di dalam kelas).Hal tersebut terjadi ketika guru menjelaskan topik yang
e-Journal JJPBS Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Vol: 3 No:1(2015) sedang dibahas.Berikut kutipan perakapan di bawah ini. GBT : “Bisa satu-satu ya..memaafkan itu bukan kata kerja”. SF2 : “ Of course?”. SF3 : “Ibu..Ibu..what is the bunyi keras in Indonesian?” GBT : “Listen, guys..satu..dua..tiga..empat..coba perhatikan. Oke, perhatikan paragraf keenam dari cerpen tersebut!”. SF4 : “Yaa..” Percakapan di atas terjadi ketika guru membagikan teks cerpen kepada siswa kelas first dan guru meminta membaca cerpen tersebut mencari arti kata yang tidak dimengerti serta mencari kata kerja dan sifat.Percakapa di atas antara sampel SF2 dan SF3 duduk bersebelahan dan merupakan siswa asing yang tidak terlalu mengerti bahasa Indonesia. Sedangkan SF4 merupakan siswa dwibahasawan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Ketika guru mulai menjelaskan dengan melakukan campur kode SF2 dan SF3 bisa mengerti jika guru menjelaskan secara pelan-pelan dengan menggunakan bahasa Indonesia dan menyelipkan sedikit bahasa Inggris. Berdasarkan kutipan percakapan di atas terlihat siswa ketika berkomunikasi dalam ranah formal menggunakan campur kode dalam bahasa ragam nonbaku.Hal tersebut terlihat dari penggunaan kata satu-satu ya, oke, dan yaa.Campur kode yang dilakukan dalam percakapan di atas termasuk jenis pengulangan kata, seperti satu-satu yaa. Jenis terakhir campur kode ke dalam ragam bahasa Indonesia baku dan nonbaku yang dilakukan oleh siswa ketika berada di dalam kelas yakni tataran klausa yang merupakan jenis campur kode. Berikut disajikan kutipan percakapan mengenai jenis campur kode tersebut. GBT
: “Guys, jadi saya ingin mengetahui kemampuan menulis kalian jadi olah tentang
SF1 GBT
bahasamu, nanti kamu sampaikan dengan bahasamu sendiri, oke!. Tolong, informasi yang sudah didapatkan itu disimpan di folder student kemudian cari bahasa Indonesia research ya..kemudianmasukan ke msi bahasa Indonesia sendiri ya.. Students, jika sudah masukan nama kalian kemudian cari bsi 9. Nanti kalau sudah diexplain dulu.Nanti kalau sudah tolong leader kembalikan laptopnya di sana”. : “Bu, di kelompok saya who is the leader?” : “Siapa saja boleh jadi leader dan leader boleh menyuruh anak buahnya mengembalikan laptop di bawah”
Kutipan percakapan di atas terjadi antara seorang siswa dan guru.Peneliti memberikan kode atau keterangan yang berbeda karena kelas yang Peneliti jadikan sampel berbeda yakni kelas First (SF1) dan GBT yakni Guru Bu Trisna.Percakapan yang terjadi antara S1 yang merupakan siswa multibahasawan bahasa Indonesia, bahasa Bali dan Inggris.Kelas first merupakan kelas yang jumlah siswanya lebih banyak daripada kelas ISL, karena pengajaran kelas first status disamakan dengan Nasional. Ketika proses pembelajaran di kelas first berlangsung, siswa cenderung menggunakan bahasa Inggris untuk berkomunikasi antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru. Topik diskusi dalam percakapan di atas mengenai cerpen dan video visual yang dikerjakan oles siswa dengan membentuk kelompok. Percakapan di atas memperlihatkan bahwa SF1 ketika berkomunikasi dengan GBT melakukan campur kode ke dalam ranah bahasa Indonesia nonbaku pada tataran klausa. Hal tersebut dapat dibuktikan dari penggunaan klausa ingin mengetahui kemampuan menulis kalian jadi olah tentang bahasamu dan Nanti kalau
e-Journal JJPBS Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Vol: 3 No:1(2015) sudah tolong leader kembalikan laptopnya di sana. Alih kode adalah pergantian sistem gramatikal atau subsistem gramatikal yang berbeda dalam suatu pergantian ujaran (Gumperz, 1982: 59; Romaine, 1995: 121). Peristiwa pergantian ujaran tersebut tidak hanya terjadi antarbahasa, tetapi juga terjadi antarragam atau gaya yang terdapat dalam satu bahasa (Hymes, 1957:103). Menurut Hymes, peristiwa alih kode disebabkan oleh tiga faktor penentu utama dalam komunikasi, yaitu partisipan, latar, dan topik pembicaraan.Berikut kutipan percakapan alih kode. S1 : “She is Chinese and indian, hahaha..” S2 : “Chelsea, no Chelsea!” X : “Guys, nice to meet you. Oke, you can speak Indonesia Language? S1 : “Sedikit..” X : “Kenapa sedikit?” S1 : “Karna Dulu sekolah di Singapore sebelum pindah ke sini. Jadi, gak terlalu belajar bahasa Indonesia. X : “Wow, berarti sudah sering ke luar negeri yaa kalau pulang” hmm..hey you Stesya, kamu senang belajar bahasa Indonesia di sini? Kamu sudah lancar yaa sekarang kalau berbicara dengan saya kemarin? Peneliti menemui siswa tersebut sedang duduk di depan lapangan sekolah. S1 merupakan dwibahasawan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia sedangkan S2 merupakan siswa asing (murni) sedikit mengerti bahasa Indonesia. Percakapan di atas memperlihatkan X sebagai Peneliti ingin berkomunikasi dengan santai menggunakan bahasa Indonesia kepada kedua siswa yang dijadikan sampel. Ketika X berkomunikasi S2 tidak mengerti apa yang X tanyakan, kemudian S1 beralih kode ke dalam bahasa Inggris. Interferensi dapat diartikan sebagai gejala penyusupan sistem suatu bahasa ke dalam bahasa lain (Jendra, 2007:141).Interferensi yang diuraikan dalam bagian ini adalah interferensi yang terjadi dalam pemakaian bahasa di dalam ranah
formal dan non formal (suasana keakraban siswa).Berikut kutipan percakapan. S1 : “Bu Ibu saya juga gak bawa cerpen”. GBT : “ Oke guys yang gak bawa tolong pinjam dulu sama temennya ayo duduk dulu semua”. S : “ Bu, saya duduk di sana yaa..boleh ya Bu minjem sama Edna” Kutipan percakapan di atas terjadi antara S1 kelas first dan GBT (Guru Bu Trisna). S1 merupakan siswa multibahasawan bahasa Bali, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris. S1 dan GBT sedang berada di dalam kelas dalam situsi belajar mengajar bahasa Indonesia.Kutipan percakapan di atas dapat diketahui bahwa S1 menggunakan bentukan kata minjem yang merupakan interferensi penggunaan prefiks M- dalam bahasa Bali. Bentukan kata minjem tersebut merupakan kata dasar bahasa Indonesia kumpul yang mendapatkan prefiks M- dalam bahasa Bali sehingga berubah menjadi minjem. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek konatif yang dimiiki oleh siswa program Cambridge Dyatmika School berada pada kategori negatif. Aspek konatif yang negatif berkaitan dengan kesadaran siswa dalam menggunakan norma bahasa. Hal tersebut terlihat dari tingginya frekuensi pemakaian campur kode, alih kode, penggunaan bahasa Indonesia ragam nonbaku, dan interferensi dalam komunikasi di ranah formal. Hasil analisis data aspek afektif sikap bahasa siswa program Cambridge berada pada kategori sangat baik (sangat positif) jika dianalisis individu, sedangkan analisis secara klasikal berada pada kategori cukup. Jika dibandingkan dengan aspek konatif dan aspek afektif memiliki hubungan yang tidak sejajar. Dalam artian, siswa program Cambridge menunjukkan prilaku yang negatif terhadap bahasa Indonesia dari aspek konatif, namun di sisi lain siswa program Cambridge tetap memiliki emosi dan perasaan yang positif
e-Journal JJPBS Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Vol: 3 No:1(2015) terhadap bahasa Indonesia. Hal ini bisa terjadi mengingat aspek konatif, afektif, dan kognitif memang tidak selalu menunjukkan hubungan yang sejajar (Krech dkk, 1996:10). Sikap sangat positif yang ditunjukkan oleh siswa merupakan awal dan dijadikan modal untuk tetap mencintai bahasa Indonesia dan tetap menggunakan bahasa Indonesia sebagai awal pembinaan terhadap aspek konatif siswa yang negatif. Hasil penelitian menunjukkan data aspek kognitif sikap bahasa siswa program Cambridge Dyatmika School terhadap bahasa Indonesia positif dengan presentase 44,68%. Sikap positif yang dimiliki oleh siswa merupakan kesadaran siswa untuk tetap memepertahankan bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu bangsa dan tetap ada rasa kebanggaan menggunakan bahasa Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum terdapat sejumlah faktor yang memengaruhi aspek konatif, afektif, dan kognitif sikap bahasa siswa program Cambridge Dytamika School. Aspek konatif siswa program Cambridge Dyatmika School yang menujukkan hasil negatif, faktor-faktor yang memengaruhinya antara lain (1) siswa cenderung mengemukakan pendapat dalam ranah formal menggunakan bahasa Indonesia ragam nonbaku, (2) jarak sosial yang dekat antara guru dan siswa dan siswa dengansiswa, (3) kepekaan yang dimiliki oleh siswa untuk membedakan ranah pemakaian bahasa. Hasil analisis sikap bahasa siswa aspek afektif terhadap bahasa Indonesia berada pada kategori sangat positif. Faktor yang memengaruhi sikap bahasa siswa dilihat dari aspek afektif yaitu faktor ikatan emosional yang kuat antara siswa program Cambridge Dyatmika School terhadap bahasa Indonesia. A.I. Kroeber (dalam Muslich dan Oka, 2010:69) mengungkapkan bahwa ikatan emosional yang kuat antara sebuah bahasa dengan bangsa penturnya dapat terjalin karena setiap bangsa memiliki
sentiment nostalgia terhadap bagian-bagian kebudayaan termasuk pula bagian kebudayaan itu adalah bahasa. Motivasi berbahasa siswa juga merupakan salah satu faktor yang memengaruhi sikap bahasa siswa program Cambridge Dyatmika School. Motivasi yang dimiliki oleh siswa sangat tinggi terhadap bahasa Indonesia, sehingga keberadaan bahasa Indonesia di kalangan siswa program Cambridge dapat dikatakan positif karena siswa masih ada rasa peduli dan bangga menggunakan bahasa Indonesia. Hasil analisis data aspek kognitif sikap bahasa siswa program Cambridge Dyatmika School secara umum dikategorikan positif. Hal tersebut menunjukkan sikap siswa yang positif untuk mengembangkan bahasa Indonesia dan menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu bangsa. Kenyataan yang demikian disebabkan oleh dua faktor, yaitu lingkungan dan kepercayaan diri penutur. Dari pemaparan di atas, telah dideskripsikan kajian sikap bahasa siswa program Cambridge Dyatmika School dilihat dari aspek konatif, afektif, dan kognitif serta faktor-faktor yang memengaruhi sikapbahasa. Peneliti berharap, penelitian ini bisa dijadikan kontribusi dan bahan referensi bagi peneliti lain. Mengingat keterbatasan waktu peneliti, penelitian ini hanya dilakukan di salah satu sekolah bertaraf Internasional (Reguler dan Cambridge) wilayah Denpasar. Peneliti berharap kepada peneliti lain dapat menemukan penelitian sejenis namun dengan subjek yang berbeda, seperti meneliti sikap bahasa masyarakat yang ada di pedalaman yang ada di Bali karena penelitian sikap bahasa dengan subjek siswa sudah banyak dilakukan. Dengan demikian, penelitian sejenis akan lebih berkembang dan dapat memberikan informasi kepada khlayak pembaca sehingga penelitian mengenai sikap bahasa memiliki varian yang berbeda dari setiap peneliti.
e-Journal JJPBS Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Vol: 3 No:1(2015) PENUTUP Ada beberapa hal yang menjadi simpulan dalam penelitian ini. Pertama, Kecenderungan aspek konatif sikap bahasa siswa program Cambridge Dyatmika School terhadap bahasa Indonesia berada pada kategori negatif. Kedua, kecenderungan aspek afektif sikap bahasa siswa program Cambridge Dyatmika School terhadap bahasa Indonesia berada kategori cukup atau biasa saja dengan rerata klasikal 16.9, sedangkan analisis secara individual dengan pilian jawaban dikategorikan positif dengan perolehan presentase 38.30%. Ketiga, kecenderungan aspek kognitif sikap bahasa siswa program Cambridge Dyatmika School terhadap bahasa Indonesia analisis rerata diperoleh skor 28.5 dengan kategori cukup positif. Jika dilihat dari analisis individual berdasarkan pilihan jawaban diperoleh presentase 44.68% kategori sependapat (positif). Keempat, terdapat beberapa faktor yang memengaruhi siswa program Cambridge Dyatmika School terhadap bahasa Indonesia dari aspek konatif yang mendapatkan hasil analisis negatif disebabkan karena kurangnya pemahaman siswa terhadap kosa kata dan kurangnya kepekaan siswa terhadap bahasa Indonesia. terkait dengan aspek afektif dikategorikan positif dari analisis individual berdasarkan pilihan jawaban disebabkan karena emosional atau perasaan siswa mempertahankan bahasa Indonesia, dan motivasi yang diberikan oleh guru agar siswa tetap menggunakan bahasa Indonesia dan lebih giat belajar. Sedangkan faktor aspek kognitif disebabkan oleh dua faktor yakni faktor lingkungan dan faktor rasa percaya diri penutur. Berdasarkan temuan-temuan dalam penelitian ini, peneliti dapat menyampaikan beberapa saran, yaitu (1) Guru sebagai cikal bakal pembinaan bahasa di sekolah harus mampu mendorong dan dapat memberikan motivasi sikap positif kepada siswa terhadap bahasa Indonesia, (2)Lembaga instansi (Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan) perlu menata kembali pengajaran bahasa asing, terutama dibangku sekolah. Hal ini bertujuan untuk siswa memeproleh pengetahuan bahasa asing dan tidak menekan sikap bahasa terhadap bahasa Indonesia, (3) Bagi sekolah diharapkan meningkatkan dan memberikan penghargaan kepada siswa dengan menyelenggarakan lomba kebahasaan ataupun memberikan peluang siswa untuk berkreativitas dibidang jurnalistik. Hal tersebut dilakukan untuk membangkitkan sikap positif siswa dan memberikan motivasi agar tetap mencintai bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu bangsa, (4) Bagi peneliti lain diharapkan dapat menyempurnakan penelitian terkait sikap bahasa peneliti berharap penelitian ini bisa dijadikan kontribusi dan bahan referensi mengingat keterbatasan waktu peneliti. Penelitian ini hanya dilakukan di salah satu sekolah bertaraf Internasional (Reguler dan Cambridge) wilayah Denpasar. Mengingat subjek yang diteliti pada penelitian ini adalah siswa program Cambridge Dyatmika School Denpasar, peneliti berharap kepada peneliti lain dapat menemukan penelitian sejenis namun dengan subjek yang berbeda, seperti meneliti sikap bahasa masyarakat yang ada di pedalaman yang ada di Bali karena penelitian sikap bahasa dengan subjek siswa sudah banyak dilakukan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui sikap bahasa dengan subjek yang lain tidak hanya di kalangan siswa tetapi masyarakat di daerah pedalaman wilayah Bali, dengan demikian penelitian sikap bahasa dapat berkembang. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Sharsimi. 2010. Manajemen Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Ahmadi, Abu. 1999. Psikologi Sosial. Jakarta: PT. Rineka Cipta. ------.1992.Attitude and Language.British.Multilingual Matter.
e-Journal JJPBS Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Vol: 3 No:1(2015) Chaer, Abdul dan Leonie Agustina.1995.Sosiolingusitik: Perkenalan Awal. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Devi Kalfika Anggria Wardani, Kadek. 2014. Sikap Bahasa terhadap Bahasa Indonesia: Studi Kasus Di SMA Negeri 1 Singaraja. Tesis. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Jendra, I Wayan.2007.Sosiolinguistik Teori dan Penerapannya. Surabaya: Paramita. Krech. David et al. 1996. Sikap Sosial (Sosial Attitude).Terjemahan Siti Rochmah dkk.Social Attitudes. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offiset. Muslich, Masnur dan I Gusti Ngurah Oka.2010.Perencanaan Bahasa pada Era Globalisasi. Jakarta: Bumi Aksara. Pariawan, I Wayan. 2012. Pengaruh Sikap Bahasa Siswa Terhadap Proses Pembelajaran Bahasa Indonesia Sebuah Kajian Terhadap Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Nusa Penida. Skripsi. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Sugiyono. 2011. Sikap Masyarakat Indonesia terhadap Bahasanya. Yogjakarta: Elmatera Publishing. Suhardi,
Basuki. 1996. Sikap Bahasa (Suatu Telaah Eksploratif atau Sekelompok Sarjana dan
Mahasiswa di Jakarta). Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Muslich, Masnur dan I Gusti Ngurah Oka.2010.Perencanaan Bahasa pada Era Globalisasi. Jakarta: Bumi Aksara.