UNIVERSITAS INDONESIA
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRESTASI AKADEMIK MURID SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI JAKARTA YANG MENGALAMI GANGGUAN TIDUR
TESIS
Fijri Auliyanti 0806359971
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK JAKARTA MEI 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRESTASI AKADEMIK MURID SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI JAKARTA YANG MENGALAMI GANGGUAN TIDUR
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Dokter Spesialis Anak
TESIS
Fijri Auliyanti 0806359971
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK JAKARTA MEI 2013
i
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat ridho dan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi persyaratan pendidikan sebagai peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Anak di Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pada kesempatan ini, penulis ingin menghaturkan hormat dan terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1.
Dr. dr. Rini Sekartini, Sp.A(K) selaku pembimbing materi yang dengan penuh perhatian dan kesabaran senantiasa membimbing penulis sejak penulisan sari pustaka, usulan penelitian, pelaksanaan penelitian, sampai penyusunan tesis.
2.
Dr. dr. Irawan Mangunatmadja, Sp.A(K) selaku pembimbing metodologi, yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan petunjuk yang sangat berarti kepada penulis dalam menyusun tesis ini.
3.
Prof. dr. Taralan Tambunan, Sp.A(K), Dr. dr. Aryono Hendarto, Sp.A(K), dan Dr. dr. Pustika Amalia Wahidiyat, Sp.A(K), selaku dewan penguji, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan dan kritikan yang sangat bermanfaat untuk penyempurnaan tesis ini.
4.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, serta kepada Prof. Dr. dr. Bambang Supriyatno, Sp.A(K) selaku Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM dan Dr. dr. Partini P. Trihono, Sp.A(K), M.Med (Paed) selaku Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Anak, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan dokter spesialis anak dan memacu penulis untuk menyelesaikan pendidikan ini.
5.
Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM yang telah memberikan bimbingan dan bekal ilmu pengetahuan selama penulis mengikuti pendidikan.
6.
Kepala sekolah SMPN 30 Jakarta Dra. AMT Sri Eko Yaniati, MM, Kepala sekolah SMPN 216 Jakarta Dr. Hj. Ajisarni L.Z. M.Pd, Kepala sekolah SMPN 115 Jakarta Dra. Pesta Maria Y.S. M.Pd, Kepala sekolah SMPN 75
iv
Jakarta Drs. H. Siddik Tawad, dan Kepala sekolah SMPN 255 Jakarta Drs H. Jojo Zaenudin Dimyati M.Pd, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian. 7.
Wakil Kepala Sekolah SMPN 30 Jakarta Drs. H. Muhamad Efendi, M.Si, Staf Kesiswaan SMPN 216 Jakarta Bapak Drs. Saman A.S. dan Ibu Edeh Djubaedah M.Pd, Staf UKS SMPN 115 Jakarta Dra. Budiyawati, Staf Humas SMPN 75 Jakarta Drs. Mulyadi MM, serta Ibu Tiyur dan Henik Karjati, S.Pd dari SMPN 255 Jakarta yang telah membantu dan memberikan kemudahan kepada penulis dalam melaksanakan penelitian.
8.
Jovita Maria Ferliana, M.Psi, Psikolog yang telah membantu dan memberikan masukan kepada penulis dalam penyusunan tesis ini.
9.
Rekan-rekan PPDS IKA khususnya teman-teman PPDS IKA angkatan Juli 2008: Mbak Alvi, Anisa, Ayijati, Mas Daniel, Mas Dave, Teh Dede, Debora, Dewi, Mbak Emilda, Fathy, Ihat, Mbak Ina, Liza, Mbak Rita Mey, Mas Adhi, Reni, Mas Renno, Mas Satria, Teh Teti, Mbak Swanty, dan Mbak Sita yang senantiasa memberikan semangat dan mendukung dalam suka dan duka selama masa pendidikan. Kalian telah menjadi teman bersama dalam jatuhbangun, berbagi cerita dan pembangkit semangat.
10. Saya persembahkan tesis ini kepada suami saya tercinta Endang Saputro, ST, yang telah memberikan dukungan dari segala segi, baik moril maupun materiil. “Aa” selalu memberikan perhatian, dukungan, pengertian, doa, dan cinta kepada penulis sehingga penulis mampu mencapai tahap ini. Kepada kedua putriku tercinta Nada Nafisah dan Hanin Raihanah, yang selalu memberikan semangat dan doa serta mengorbankan waktu bersama ibunya selama penulis menjalani pendidikan. 11. Ibunda dan ayahanda tersayang, Tati Hartiana dan Bahrul SH, yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan kasih sayang hingga saat ini. Rasa hormat, cinta, dan terima kasih sebesar-besarnya penulis haturkan untuk mereka. Kepada Bapak Sutanto dan Ibu Poni, penulis mengucapkan terima kasih
sebesar-besarnya atas dukungan dan doa yang diberikan kepada
penulis. Semoga Allah senantiasa melindungi mereka dan memberi penulis
v
kesempatan dan kemampuan untuk berbakti dan membalas segala jasa dan budi mereka. 12. Eni dan Yuni, asisten rumah tangga yang telah menggantikan tugas penulis dalam mengurus rumah serta menjaga Nada dan Hanin dengan penuh kasih sayang selama penulis tidak berada di rumah. 13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah banyak membantu penulis selama menjalani proses pendidikan dan penelitian ini. Akhir kata, semoga Allah SWT membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis. Saran dan kritik yang membangun senantiasa penulis harapkan demi penyempurnaan di masa mendatang. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Jakarta, Mei 2013
Fijri Auliyanti
vi
ABSTRAK Nama : Fijri Auliyanti Program studi : Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Anak Judul : Faktor yang Berhubungan dengan Prestasi Akademik Murid Sekolah Menengah Pertama di Jakarta yang Mengalami Gangguan Tidur Latar belakang. Gangguan tidur pada remaja memiliki prevalens yang tinggi dan dapat memengaruhi prestasi akademik di sekolah. Namun, sejauh ini di Indonesia, belum terdapat studi yang meneliti prestasi akademik pada remaja dengan gangguan tidur serta faktor yang berhubungan. Tujuan. Penelitian ini untuk mengetahui: (1) prevalens dan pola gangguan tidur berdasarkan SDSC, (2) proporsi murid SMP dengan gangguan tidur yang memiliki prestasi akademik di bawah rerata, (3) hubungan antara: jenis kelamin, motivasi dan strategi belajar, nilai IQ, tingkat pendidikan ibu, tingkat sosial ekonomi keluarga, struktur keluarga, pendidikan di luar sekolah, adanya TV/komputer di kamar tidur, durasi tidur di hari sekolah, perbedaan waktu tidur dan bangun, dan prestasi akademik murid SMP dengan gangguan tidur. Metode. Penelitian potong lintang analitik di lima SMP di Jakarta pada bulan Januari hingga Maret 2013. Skrining gangguan tidur dengan kuesioner Sleep Disturbance Scale for Children dilakukan terhadap 491 orang murid SMP di Jakarta. Murid yang memenuhi kriteria gangguan tidur diminta mengisi kuesioner motivasi dan strategi pembelajaran. Peneliti meminta nilai IQ subjek penelitian. Hasil. Terdapat 129 subjek yang memenuhi kriteria gangguan tidur. Empat orang subjek di drop-out karena tidak memiliki nilai IQ. Prevalens gangguan tidur sebesar 39,7% dengan jenis gangguan tidur terbanyak adalah gangguan memulai dan mempertahankan tidur (70,2%). Sebanyak 47,6% subjek memiliki prestasi akademik di bawah rerata. Sebagian besar subjek perempuan (71%), termasuk sosial ekonomi menengah ke bawah (58,9%), memiliki motivasi dan strategi belajar yang cukup (72,6%), dan mengikuti pendidikan di luar sekolah (87,9%). Tiga belas subjek yang memiliki nilai IQ di bawah rata-rata tidak diikutsertakan dalam analisis bivariat dan multivariat. Berdasarkan uji regresi logistik, faktor yang paling berhubungan dengan prestasi akademik di bawah rerata secara berurutan, yaitu pendidikan di luar sekolah (> 2 jenis, non-akademik), nilai IQ rata-rata, dan jenis kelamin lelaki. Simpulan. Prevalens gangguan tidur pada murid SMP di Jakarta adalah 39,7% dengan jenis gangguan tidur terbanyak adalah gangguan memulai dan mempertahankan tidur. Sebanyak 47,6% subjek memiliki prestasi akademik di bawah rerata. Faktor yang terbukti berhubungan dengan prestasi akademik di bawah rerata adalah pendidikan di luar sekolah (> 2 jenis, non-akademik), nilai IQ rata-rata, dan jenis kelamin lelaki. Kata kunci: gangguan tidur, prestasi akademik, faktor yang berhubungan
viii
ABSTRACT Name Program Title
: Fijri Auliyanti : Pediatrics : Factors Related to Academic Achievement in Junior High School Students in Jakarta with Sleep Disorders
Background. Sleep disorders are prevalent in adolescents and may influence their academic achievement at school. However, in Indonesia, no research has ever been done to study academic achievement in students with sleep disorders and related factors. Objectives. This study aimed to define: (1) the prevalence of sleep disorders and their patterns based on the SDSC questionnaire, (2) the proportion of junior high school students having low average academic achievement, (3) the relationship between factors; i.e gender, motivation and learning strategies, IQ level, mothers' educational level, socioeconomic level, family structure, non-formal education, TV/computer set inside the bedroom, sleep duration during schooldays, bedtimewakeup time difference; and the academic achievement in junior high school students with sleep disorders. Method. This was an analytical cross-sectional study, performed at five junior high schools in Jakarta between January to March 2013. Screening for sleep disorders, based on the Sleep Disturbance Scale for Children questionnaires, was done in 491 junior high school students. Students who fulfilled the criteria of sleep disorders, were asked to fill in the Motivated Strategies for Learning Questionnaire (MSLQ). The IQ level of each subjects was also measured. Results. There were 129 subjects who fulfilled the sleep disorders criteria. Four subjects were dropped out due to they didn’t have IQ level. The prevalence of sleep disorder in this study was 39.7%, mostly difficulty in initiating and maintaining sleep (70.2%). There were 47.6% subjects had low average academic achievement. As many as 13 subjects had low average IQ level and were not included in bivariate and multivariate analysis. Subjects mostly female (71%), with middle-low income (58.9%), had moderate motivation and learning strategies (72.6%), and attended non-formal education (87.9%). Based on the logistic regression analysis, the most influencing factors to the low average academic achievement are consecutively: the non-formal education ( > 2 types, non-academic), the average IQ level, and male sex. Conclusion. The prevalence of sleep disorders in junior high school students in Jakarta are 39.7%, mostly difficulty in initiating and maintaining sleep. There were 47.6% subjects had low average grade. Factors related to the low average academic achievement are non-formal education ( > 2 types, non-academic), the average IQ level, and male sex. Keywords: sleep disorders, academic achievement, related factors
ix
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL......................................................................... HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.............................. . HALAMAN PENGESAHAN............................................................ KATA PENGANTAR........................................................................ HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI......... ABSTRAK.......................................................................................... ABSTRACT........................................................................................ DAFTAR ISI....................................................................................... DAFTAR TABEL............................................................................... DAFTAR GAMBAR........................................................................... DAFTAR LAMPIRAN....................................................................... DAFTAR SINGKATAN..................................................................... 1. PENDAHULUAN .......................................................................... 1.1 Latar Belakang....................................................................... 1.2 Rumusan Masalah.................................................................. 1.3 Pertanyaan Penelitian............................................................. 1.4 Hipotesis Penelitian................................................................ 1.5 Tujuan Penelitian.................................................................... 1.5.1 Tujuan Umum............................................................. 1.5.2 Tujuan Khusus............................................................ 1.6 Manfaat Penelitian.................................................................. 1.6.1 Bidang Akademik....................................................... 1.6.2 Bidang Pengembangan Penelitian............................... 1.6.3 Bidang Pengabdian Masyarakat..................................
i ii iii iv vii viii ix x xiii xiv xv xvi 1 1 3 3 4 4 4 4 5 5 5 5
2. TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 2.1 Prestasi Akademik.................................................................. 2.1.1 Faktor yang Memengaruhi Prestasi Akademik........... 2.1.1.1 Faktor Individu............................................... 2.1.1.2 Faktor Lingkungan.......................................... 2.2 Fisiologi Tidur......................................................................... 2.3 Perkembangan Pola Tidur Anak.............................................. 2.3.1 Perkembangan Pengaturan Tidur................................. 2.3.2 Perkembangan Pola Tidur Remaja............................... 2.4 Faktor yang Memengaruhi Perkembangan Tidur..................... 2.4.1 Faktor Budaya dan Keluarga........................................ 2.4.2 Faktor Perkembangan Anak......................................... 2.4.3 Faktor Organik............................................................. 2.4.4 Faktor Lingkungan....................................................... 2.4.5 Faktor Orangtua........................................................... 2.4.6 Faktor Sekolah dan Aktivitas Ekstrakulikuler.............. 2.5 Fungsi Tidur............................................................................. 2.6 Gangguan Tidur pada Remaja.................................................. 2.6.1 Definisi Gangguan Tidur.............................................. 2.6.2 Epidemiologi ................................................................ 2.6.3 Jenis Gangguan Tidur pada Remaja.............................
7 7 8 8 10 12 13 13 13 15 15 15 15 15 16 16 16 17 17 17 17
x
2.6.3.1 Disomnia.......................................................... 2.6.3.2 Parasomnia....................................................... 2.6.4 Dampak Gangguan Tidur pada Remaja....................... 2.7 Hubungan Waktu Mulai Sekolah dengan Gangguan Tidur dan Prestasi Akademik............................................................. 2.8 Skrining Gangguan Tidur......................................................... 2.8.1 Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC)............... 2.9 Diagnosis Gangguan Tidur....................................................... 2.10 Tata Laksana Gangguan Tidur................................................. 2.10.1 Edukasi......................................................................... 2.10.2 Terapi Perilaku.............................................................. 2.10.3 Terapi Medis ................................................................
18 21 23
3. KERANGKA TEORI...................................................................... 4. KERANGKA KONSEP.................................................................. 5. METODOLOGI PENELITIAN..................................................... 5.1 Desain Penelitian...................................................................... 5.2 Tempat dan Waktu Penelitian.................................................. 5.3 Populasi Penelitian................................................................... 5.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi.................................................... 5.5 Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel.......................... 5.6 Pelaksanaan Penelitian............................................................. 5.6.1 Pra-Penelitian................................................................... 5.6.2 Penelitian........................................................................ 5.6.3 Pasca-Penelitian............................................................... 5.7 Alur Penelitian.......................................................................... 5.8 Identifikasi Variabel................................................................. 5.9 Definisi Operasional................................................................. 5.10 Manajemen dan Analisis Data.................................................. 5.11 Etik Penelitian...........................................................................
30 31 32 32 32 32 32 33 35 35 35 36 37 38 38 44 44
6. HASIL PENELITIAN..................................................................... 6.1 Alur Subjek Penelitian.............................................................. 6.2 Karakteristik Subjek Penelitian................................................ 6.3 Prevalens Gangguan Tidur pada Murid SMP di Jakarta.......... 6.4 Kebiasaan Tidur Subjek Penelitian.......................................... 6.5 Jenis Gangguan Tidur pada Subjek Penelitian......................... 6.6 Persepsi Orangtua Mengenai Gangguan Tidur pada Anak...... 6.7 Prestasi Akademik Subjek Penelitian....................................... 6.8 Pendidikan di Luar Sekolah Subjek Penelitian......................... 6.9 Faktor yang Berhubungan dengan Prestasi Akademik............. 6.10 Analisis Multivariat terhadap Faktor yang Berhubungan dengan Prestasi Akademik........................................................
46 46 47 49 49 49 50 50 50 51
7. PEMBAHASAN................................................................................ 7.1 Keterbatasan Penelitian............................................................. 7.2 Karakteristik Subjek Penelitian................................................. 7.3 Prevalens Gangguan Tidur pada Murid SMP di Jakarta...........
55 55 57 58
xi
23 24 24 26 27 27 28 29
53
7.4 7.5 7.6 7.7 7.8 7.9 7.10
Kebiasaan Tidur Subjek Penelitian......................................... Jenis Gangguan Tidur pada Subjek Penelitian........................ Persepsi Orangtua Mengenai Gangguan Tidur pada Anak..... Prestasi Akademik Subjek Penelitian...................................... Pendidikan di Luar Sekolah Subjek Penelitian........................ Faktor yang yang Berhubungan dengan Prestasi Akademik .. Analisis Multivariat terhadap Faktor yang yang Berhubungan dengan Prestasi Akademik......................................................
58 59 59 60 60 60
8. SIMPULAN DAN SARAN............................................................. 8.1 Simpulan.................................................................................. 8.2 Saran........................................................................................
69 69 69
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................
71
xii
66
DAFTAR TABEL
Tabel 6.2.
Karakteristik Subjek Penelitian.......................................
48
Tabel 6.4.
Kebiasaan Tidur Subjek Penelitian.................................
49
Tabel 6.5.
Jenis Gangguan Tidur pada Subjek Penelitian................
49
Tabel 6.8.1.
Pendidikan di Luar Sekolah Subjek Penelitian................
50
Tabel 6.8.2.
Prestasi Akademik Subjek Penelitian yang Mengikuti Pendidikan di Luar Sekolah.............................................
51
Tabel 6.9.
Hubungan Jenis Kelamin, Pendidikan Ibu, Sosial Ekonomi Keluarga, Struktur Keluarga, Nilai IQ, Motivasi dan Strategi Belajar, Durasi Tidur Sekolah, Perbedaan Waktu Tidur, Perbedaan Waktu Bangun, TV/Komputer di Kamar Tidur, dan Pendidikan di Luar Sekolah dengan Prestasi Akademik........................................................... 52
Tabel 6.10.
Hubungan Jenis Kelamin, Nilai IQ, Struktur Keluarga, Pendidikan di Luar Sekolah, Sosial Ekonomi Keluarga, serta Motivasi dan Strategi Belajar dengan Prestasi Akademik...........................................................
xiii
54
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.2.1. Proporsi REM dan NREM..........................................
13
Gambar 3.
Kerangka Teori............................................................
30
Gambar 4.
Kerangka Konsep....................................................... .
31
Gambar 5.7.
Alur Penelitian.............................................................
37
Gambar 6.1.
Alur Subjek Penelitian.................................................
47
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Penjelasan penelitian
78
Lampiran 2.
Surat pernyataan persetujuan orangtua ikut serta dalam penelitian
80
Surat pernyataan persetujuan murid ikut serta dalam penelitian
81
Lampiran 4.
Survei karakteristik subjek
82
Lampiran 5.
Kuesioner Sleep Disturbance Scale for Children
83
Lampiran 6.
SDSC scoring sheet
88
Lampiran 7.
Kuesioner mengenai motivasi dan strategi pembelajaran
89
Lampiran 8.
Keterangan Lolos Kaji Etik Penelitian
92
Lampiran 3.
xv
DAFTAR SINGKATAN
ACG AAP BDI-2 BEDS BSID-III DSM IV EEG FKUI GPA IK IQ MA MAK MI MTs MSLQ NREM OSA OECD PPDGJ PSG REM RLS RP RSBI PLMD RSCM SDSC SMPN SMA SMK SMS SAI WHO WISC-IV
aktigrafi The American Academy of Pediatrics Batelle Developmental Inventory-second edition Behavioral Evaluation of Disorders of Sleep Bayley Scales of Infant Development-III Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, fourth edition) elektroensefalografi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia grade point average interval kepercayaan intelligence quotient madrasah aliyah madrasah aliyah kejuruan madrasah ibtidaiyah madrasah tsanawiyah motivated strategies for learning questionnaire non-rapid eye movement obstructive sleep apnea Organization for Economic Cooperation and Development pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa polisomnografi rapid eye movement restless legs syndrome rasio prevalens Rintisan Sekolah Berstandar Internasional periodic limb movement disorder Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo sleep disturbance scale for children sekolah menengah pertama negeri sekolah menengah atas sekolah menengah kejuruan short message service school achievement index World Health Organization Wechsler Intelligence Scale for Children-fourth edition
xvi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan berperan sangat penting dalam perkembangan anak. Tidur tidak hanya berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun emosional namun juga sangat terkait dengan fungsi kognitif, pembelajaran, dan atensi.1,2 Pola tidur berkembang sesuai dengan usia. Bayi baru lahir tidur hampir sepanjang waktu, tetapi setelah usia 6 bulan bayi tidur sekitar 13 jam per hari. Anak usia 2 tahun tidur 12 jam per hari, usia 4 tahun tidur 10-12 jam dan remaja tidur 8-9 jam per hari.3 Pola tidur remaja berbeda dibandingkan tahap usia lain karena adanya perubahan hormonal dan pergeseran irama sirkadian. Remaja mulai mengantuk pada tengah malam sedangkan mereka harus bangun pagi untuk berangkat ke sekolah.4 Wolfson dan Carskadon5 menilai kebiasaan tidur-bangun pada 3120 anak sekolah usia 13-19 tahun di Amerika Serikat dan menemukan bahwa rerata lama tidur malam adalah 7,3 jam. Waktu tidur malam adalah pukul 22:35 dan bangun pagi pukul 06:05. Pada hari libur, waktu tidur dimulai pukul 00:25 dan bangun pagi pukul 09:32, dengan durasi tidur 9 jam 7 menit. Beberapa penelitian “self report” menyatakan bahwa banyak remaja tidak memiliki tidur yang adekuat, mereka terbangun hingga tengah malam pada hari sekolah dan tidur di hari libur.4,6-10 Penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh Natalita dkk11 melaporkan bahwa berdasarkan pemeriksaan wrist actigraphy didapatkan rerata waktu subjek tidur adalah pukul 22:12 WIB dan waktu bangun pukul 05:55 WIB, sehingga total waktu tidur 6 jam 47 menit. Gangguan tidur didefinisikan sebagai pola tidur yang tidak memuaskan bagi orangtua, anak, atau dokter, yang dicirikan dengan gangguan dalam jumlah, kualitas, atau waktu tidur pada seorang individu.12 Diagnosis gangguan tidur sulit ditegakkan karena adanya perbedaan pola tidur pada setiap tahap perkembangan anak dan toleransi keluarga terhadap perilaku tidur anak sangat bervariasi.13,14
1
Universitas Indonesia
2
Prevalens gangguan tidur pada murid sekolah menengah pertama (SMP) berusia 12-15 tahun di Jakarta Timur dilaporkan sebesar 62,9% dengan menggunakan Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC).15 Jenis gangguan tidur yang sering ditemukan adalah gangguan memulai dan mempertahankan tidur.16 Gangguan tidur pada remaja dipengaruhi oleh faktor medis dan non-medis. Faktor non-medis antara lain: jenis kelamin, pubertas, kebiasaan tidur, status sosioekonomi, keadaan keluarga, gaya hidup, dan lingkungan. Faktor medis yaitu gangguan neuropsikiatri dan penyakit kronik.17,18 Dampak gangguan tidur pada remaja adalah meningkatkan angka ketidakhadiran di sekolah; memengaruhi prestasi akademik; meningkatkan risiko penggunaan alkohol, rokok, dan risiko terjadinya obesitas.9 Chung dkk19 menemukan bahwa remaja dengan nilai akademik yang baik memiliki waktu tidur yang lebih awal dan jarang mengalami rasa mengantuk di siang hari dibandingkan remaja yang memiliki nilai akademik yang rendah. Prestasi akademik sekolah dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari anak itu sendiri sementara faktor eksternal berasal dari lingkungan, termasuk di antaranya: lingkungan keluarga, teman bermain, sekolah, dan komunitas tempat tinggal.20,21 Pengukuran prestasi akademik sekolah dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa cara. Ng dkk22 pada tahun 2009 melakukan penelitian terhadap remaja di Hong Kong untuk mencari hubungan antara lama tidur dan prestasi akademik di sekolah. Indikator yang digunakan adalah nilai matematika dan bahasa Inggris. Penelitian mengenai prestasi akademik pada remaja dengan gangguan tidur belum banyak dilakukan. Penelitian di Italia23, Belgia24, dan Amerika Serikat5 menemukan hubungan bermakna antara pola tidur, kebiasaan tidur (perbedaan waktu tidur, durasi tidur di hari sekolah, dan perbedaan waktu bangun), serta skor gangguan tidur dengan prestasi akademik remaja. Faktor lain yang dapat memengaruhi prestasi akademik remaja di antaranya adalah: tingkat pendidikan orangtua, tingkat pendidikan ibu, enuresis, dan kelelahan anak.23,24
Universitas Indonesia
3
Tingginya prevalens gangguan tidur pada remaja serta pengaruhnya terhadap prestasi akademik membutuhkan adanya deteksi dini gangguan tidur dan penanganan yang optimal. Keluhan gangguan tidur seringkali tidak disampaikan oleh remaja kepada orangtuanya dan lagi pula pola tidur remaja tidak lagi menjadi pusat perhatian orangtua. Hal tersebut menyebabkan gangguan tidur pada remaja seringkali tidak terdeteksi, dan pada akhirnya tidak ditangani dengan baik. Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC) dapat mendeteksi adanya enam jenis gangguan tidur pada anak. Penelitian mengenai gangguan tidur pada remaja di Indonesia sangat terbatas. Hingga saat ini belum terdapat penelitian mengenai faktor yang memengaruhi prestasi akademik remaja dengan gangguan tidur. Oleh karena itu peneliti akan melakukan penelitian mengenai faktor yang berhubungan dengan prestasi akademik pada murid SMP di Jakarta yang mengalami gangguan tidur. 1.2 Rumusan Masalah Menurut penelitian di luar negeri gangguan tidur pada remaja sangat berpengaruh pada prestasi akademik. Di Indonesia, murid SMP memiliki waktu sekolah lebih lama daripada durasi tidur harian yaitu 7,5-8 jam per hari dibandingkan 6 jam 47 menit (durasi tidur normal 8-9 jam).11 Murid SMP memulai sekolah pukul 6:30 WIB dan pulang pukul 14:00-14:30 WIB, kemudian 76% di antaranya harus mengikuti pendidikan tambahan baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah. Hingga saat ini belum terdapat data penilaian prestasi akademik pada remaja dengan gangguan tidur di Indonesia. Berdasarkan masalah tersebut, peneliti ingin mengetahui prevalens gangguan tidur pada remaja, prestasi akademik
pada
remaja
dengan
gangguan
tidur
serta
hal-hal
yang
memengaruhinya. 1.3 Pertanyaan Penelitian Peneliti merumuskan beberapa pertanyaan penelitian, sebagai berikut: 1. Bagaimana prevalens dan pola gangguan tidur murid SMP di Jakarta berdasarkan SDSC pada tahun 2012?
Universitas Indonesia
4
2. Bagaimana kebiasaan tidur (durasi tidur di hari sekolah dan hari libur, perbedaan waktu tidur dan bangun) murid SMP di Jakarta pada tahun 2012? 3. Berapakah proporsi murid SMP dengan gangguan tidur yang memiliki prestasi akademik di bawah rerata? 4. Apakah terdapat hubungan antara: jenis kelamin, motivasi dan strategi belajar, nilai intelligence quotient (IQ), tingkat pendidikan ibu, tingkat sosial ekonomi keluarga, struktur keluarga, pendidikan di luar sekolah, adanya televisi (TV)/komputer di kamar tidur, durasi tidur di hari sekolah, perbedaan waktu tidur dan perbedaan waktu bangun, dan prestasi akademik murid SMP dengan gangguan tidur? 5. Bagaimana probabilitas seorang murid SMP dengan gangguan tidur untuk memiliki prestasi akademik di bawah rerata? 1.4 Hipotesis Penelitian Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian tersebut maka diajukan hipotesis sebagai berikut : Prestasi akademik di bawah rerata pada murid SMP yang mengalami gangguan tidur berhubungan dengan jenis kelamin lelaki, motivasi dan strategi belajar kurang, nilai IQ di bawah rata-rata, tingkat pendidikan ibu yang rendah, tingkat sosial ekonomi keluarga yang rendah, orangtua tunggal, adanya pendidikan di luar sekolah, adanya TV/komputer di kamar tidur, kurangnya durasi tidur di hari sekolah, adanya perbedaan waktu tidur dan bangun. 1.5 Tujuan Penelitian 1.5.1 Tujuan Umum Mengetahui faktor yang berhubungan dengan prestasi akademik murid SMP di Jakarta yang mengalami gangguan tidur. 1.5.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui prevalens dan pola gangguan tidur berdasarkan SDSC pada murid SMP di Jakarta pada tahun 2012.
Universitas Indonesia
5
2. Mengetahui kebiasaan tidur (durasi tidur di hari sekolah dan hari libur, perbedaan waktu tidur dan bangun) murid SMP di Jakarta pada tahun 2012. 3. Mengetahui proporsi murid SMP dengan gangguan tidur yang memiliki prestasi akademik di bawah rerata. 4. Mengetahui hubungan antara: jenis kelamin, motivasi dan strategi belajar, nilai IQ, tingkat pendidikan ibu, tingkat sosial ekonomi keluarga, struktur keluarga, pendidikan di luar sekolah, adanya TV/komputer di kamar tidur, durasi tidur di hari sekolah, perbedaan waktu tidur dan perbedaan waktu bangun, dan prestasi akademik murid SMP di Jakarta yang mengalami gangguan tidur. 5. Mengetahui probabilitas seorang murid SMP dengan gangguan tidur untuk memiliki prestasi akademik di bawah rerata. 1.6 Manfaat Penelitian 1.6.1 Bidang Akademik 1.
Mengetahui kebiasaan tidur (durasi tidur di hari sekolah dan hari libur, perbedaan waktu tidur dan bangun) pada remaja.
2.
Mengetahui prevalens dan pola gangguan tidur pada remaja.
3.
Mengetahui hubungan antara: jenis kelamin, motivasi dan strategi belajar, nilai IQ, tingkat pendidikan ibu, tingkat sosial ekonomi keluarga, struktur keluarga, pendidikan di luar sekolah, adanya TV/komputer di kamar tidur, durasi tidur di hari sekolah, perbedaan waktu tidur dan perbedaan waktu bangun, dan prestasi akademik murid SMP dengan gangguan tidur.
1.6.2
Bidang Pengembangan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi landasan dan data dasar bagi penelitian lebih lanjut mengenai prestasi akademik pada remaja dengan gangguan tidur. 1.6.3
Bidang Pengabdian Masyarakat
1. Memberi gambaran mengenai kebiasaan tidur dan gangguan tidur pada remaja.
Universitas Indonesia
6
2. Instrumen SDSC diharapkan dapat digunakan oleh tenaga kesehatan sebagai alat skrining deteksi dini adanya gangguan tidur pada remaja. 3. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah untuk menetapkan kebijakan sekolah yang dapat memengaruhi pola tidur anak remaja.
Universitas Indonesia
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Prestasi Akademik Prestasi memiliki arti hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dsb). Prestasi akademik didefinisikan sebagai hasil pelajaran yang diperoleh dari kegiatan belajar di sekolah atau perguruan tinggi yang bersifat kognitif dan biasanya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian.25 Performa seorang anak di sekolah terdiri dari faktor yang memengaruhi kesuksesan anak di sekolah. Faktor-faktor tersebut adalah: a. Perilaku dan keterampilan kognitif, meliputi kemampuan kognitif dasar, seperti fungsi eksekutif, atensi, memori, verbal comprehension, dan proses informasi. b. Perilaku akademik, meliputi perilaku yang memiliki dampak pada prestasi akademik murid sekolah. Indikator yang umum digunakan antara lain: on-task behaviour, organisasi, perencanaan, kehadiran, penjadwalan, dan kontrol impuls. c. Prestasi akademik, meliputi skor ujian yang telah distandardisasi seperti penilaian membaca, matematika dan bahasa, penilaian di kelas (nilai rapor), indeks prestasi, dan penilaian formal lain.20 Penilaian prestasi akademik murid merupakan salah satu cara untuk mengetahui mutu pengajaran dalam sekolah. Ada beberapa cara untuk mengevaluasi “mutu” murid yang berkaitan dengan pendidikan formal, tetapi indikator yang paling dapat dilacak adalah bagaimana kinerja murid yang bersangkutan ketika mengikuti suatu ujian.26 Ujian yang diberikan kepada murid dapat bersifat harian, yang diberikan oleh guru dan hasil penilaiannya akan dimasukan ke dalam rapor murid, atau ujian yang dilakukan di tingkat nasional. Ujian merupakan indikator objektif, terutama ujian yang dilaksanakan pemerintah di tingkat nasional, karena sekolah atau guru tidak dapat memberikan nilai rendah atau tinggi kepada murid berdasarkan alasan pribadi atau alasan lainnya. Hasil ujian juga dapat dipercaya karena setiap murid akan memperoleh hasil sesuai dengan kemampuannya,
7
Universitas Indonesia
8
terutama kemampuan yang diajarkan dan diperoleh di lembaga pendidikan formal. Ujian yang telah distandardisasi secara nasional juga memungkinkan pemerintah secara objektif mengevaluasi tingkat mutu sekolah relatif terhadap sekolah lainnya.27 Terdapat beberapa hal tidak menguntungkan yang disebabkan oleh penggunaan hasil ujian sebagai alat evaluasi. Pertama: guru mungkin hanya mengajarkan bahan pelajaran yang akan diuji. Hal ini sangat mungkin terjadi bila tanggal dan bahan ujian sudah diketahui terlebih dahulu. Kedua: kemungkinan munculnya upaya untuk memanipulasi hasil ujian. Ketiga: keterampilan murid yang diperoleh secara khusus, misalnya karena latar belakang dan kondisi sosial ekonomi murid, akses terhadap fasilitas dan keterampilan, dianggap dan telah terbukti dalam sejumlah studi ternyata mempunyai peran penting dalam menentukan kinerja murid ketika ujian.26 2.1.1 Faktor yang Memengaruhi Prestasi Akademik Faktor yang dapat memengaruhi prestasi akademik anak terbagi menjadi dua bagian, yaitu faktor internal (individu) dan faktor eksternal (lingkungan).21 •
Faktor individu antara lain kognitif dan fisik
•
Faktor lingkungan antara lain sekolah, rumah, dan lingkungan tempat tinggal
2.1.1.1 Faktor Individu 1. Faktor Kognitif Anak Kognitif adalah kemampuan untuk mempelajari, mengingat, dan menggambarkan informasi serta memecahkan masalah. Kemampuan kognitif anak berkembang sesuai dengan bertambahnya usia. Proses pembelajaran dan pengolahan informasi menjadi lebih cepat, daya ingat menjadi lebih lama, dan kemampuan abstrak semakin berkembang. Kemajuan perkembangan kognitif juga berhubungan dengan pengalaman dan pembelajaran.28,29 Perkembangan kognitif merupakan bagian dari lima jenis perkembangan anak yang ada, yaitu: perkembangan komunikasi, fisik, sosial-emosional, dan adaptif.
Universitas Indonesia
9
Evaluasi perkembangan kognitif dibutuhkan untuk menilai perkembangan anak normal atau tidak sehingga bila terdapat gangguan perkembangan harus segera diatasi. Perkembangan kognitif pada anak dapat diuji dengan berbagai metode di antaranya Bayley Scales of Infant Development-III (BSID-III), Batelle Developmental Inventory-second edition (BDI-2), dan Wechsler Intelligence Scale for Children-fourth edition (WISC-IV) yang dengan nama lain merupakan IQ. Kemampuan kognitif meningkat seiring dengan bertambahnya usia sehingga sangat penting mengevaluasi setiap tahap perkembangan kognitif untuk mendeteksi gangguan secara dini.29 2. Faktor Fisik Anak Kondisi fisik anak sangat memengaruhi prestasi akademiknya. Penyakit kronik pada anak, dari yang ringan seperti rhinitis alergi, hingga yang berat seperti kanker, dapat menyebabkan penurunan prestasi akademik. Obesitas pada anak dapat mengurangi kepercayaan dirinya, anak akan merasa terisolasi, sehingga prestasi akademiknya menurun.30 Prestasi akademik anak perempuan biasanya lebih baik daripada anak lelaki. Penelitian Buckingham pada tahun 2003 di Australia menemukan bahwa nilai rerata rapor murid perempuan di kelas lebih tinggi daripada murid lelaki.31 3. Faktor Kepribadian Motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada diri seseorang yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator dan atau unsur yang mendukung. Hal itu mempunyai peranan besar dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. Indikator motivasi belajar dapat diklasifikasikan sebagai adanya hal-hal berikut: (1) hasrat dan keinginan berhasil; (2) dorongan dan kebutuhan dalam belajar; (3) harapan dan cita-cita masa depan; (4) penghargaan dalam belajar; (5) kegiatan yang menarik dalam belajar; (6) lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan seseorang untuk belajar dengan baik.32
Universitas Indonesia
10
Anak dengan kepercayaan diri dan motivasi untuk berhasil memiliki prestasi akademik yang lebih baik. Anak yang tidak percaya bahwa mereka memiliki kemampuan untuk berhasil akan menjadi frustasi dan depresi, sehingga sulit untuk mencapai kesuksesan.33 Penilaian motivasi berprestasi seseorang dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik itu wawancara langsung maupun dengan metode pengisian kuesioner. Kuesioner mengenai motivasi berprestasi seorang murid yang banyak digunakan adalah kuesioner Motivated Strategies for Learning Questionnaire (MSLQ) yang dikembangkan oleh Pintrich pada tahun 1990. Kuesioner ini terdiri atas 44 pernyataan yang diisi dengan menggunakan skala Likert. Pernyataan-pernyataan di kuesioner ini menentukan bagaimana motivasi seorang murid untuk berprestasi dan strateginya dalam mencapai prestasi akademik tersebut.34 2.1.1.2 Faktor Lingkungan 1. Sekolah Berbagai penelitian menunjukkan bahwa sistem pendidikan sekolah mempunyai hubungan dengan prestasi akademik murid, baik mutu sekolah, mutu pengajaran, gaji guru, dan lain-lain.27 Sekolah yang bagus memiliki atmosfir yang tidak menindas dan teratur. Kepala sekolah aktif dan guru berperan dalam mengambil keputusan. Kepala sekolah dan guru memiliki harapan yang besar terhadap murid, lebih
menekankan
akademik
daripada
aktivitas
ekstrakurikuler,
serta
memperhatikan kinerja muridnya.33 2. Rumah Pengaruh keluarga menjadi faktor yang sangat menentukan. Berdasarkan hasil penelitian, pendidikan ibu dikatakan memiliki hubungan dengan prestasi akademik anak. Suatu studi di negara-negara Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) menunjukkan bahwa murid yang orangtuanya (terutama ibu) memegang ijazah sekolah menengah atas atau kualifikasi yang lebih tinggi mempunyai prestasi akademik yang lebih baik dibandingkan teman-temannya yang setara.35
Universitas Indonesia
11
3. Lingkungan tempat tinggal Status sosial ekonomi memiliki pengaruh kuat terhadap prestasi akademik anak, melalui pengaruhnya terhadap suasana keluarga, pilihan lingkungan tempat tinggal, dan cara orangtua membesarkan anak. Anak dengan orangtua yang miskin dan tidak berpendidikan cenderung memiliki suasana keluarga dan sekolah yang negatif dan menegangkan. Status sosial ekonomi yang tinggi meningkatkan kesempatan anak untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi. Pendapatan keluarga yang cukup tinggi memungkinkan keluarga untuk membiayai pendidikan tambahan bagi anak di luar sekolah. Akan tetapi, banyak juga anak dengan status sosial ekonomi rendah tetap memiliki prestasi akademik yang baik, hal ini dikarenakan adanya social capital, yaitu sumber daya dari keluarga dan lingkungan yang dapat dimanfaatkan oleh anak.33 4. Penggunaan media visual Sharif dkk36 melakukan penelitian potong lintang berbasis populasi pada tahun 2008 di Amerika Serikat terhadap murid sekolah kelas 5-8 untuk mengetahui hubungan antara paparan terhadap media, yaitu televisi dan video game, dengan prestasi akademik murid sekolah kelas 5-8. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara paparan terhadap media tersebut, baik waktu yang dihabiskan maupun materi yang diterima, dengan prestasi akademik murid tersebut.36 Penelitian lain terhadap anak usia 10-14 tahun di AS pada tahun 2003, yang bertujuan mengetahui mekanisme pengaruh penggunaan media visual (televisi, film video, dan video game) terhadap prestasi akademik remaja. Peneliti melakukan survei melalui telepon sebanyak empat kali dalam waktu 2 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama paparan terhadap media visual serta isi media visual yang ditonton memengaruhi prestasi akademik.37 Barr-Anderson dkk38 meneliti prevalens remaja yang memiliki TV di dalam kamar tidur mereka serta hubungannya dengan karakteristik perilaku dan sosial. Peneliti mendapatkan hasil bahwa hampir dua pertiga subjek memiliki TV di dalam kamar. Remaja yang menonton TV lebih lama memiliki aktivitas fisik yang kurang serta kebiasaan makan dan prestasi akademik yang lebih buruk.38
Universitas Indonesia
12
The American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan untuk tidak menempatkan TV di dalam kamar tidur anak. Cara termudah agar hal ini tercapai adalah dengan memberikan edukasi kepada orangtua mengenai efek berbahaya program TV pada anak dan membuat batasan yang tegas sejak awal terhadap anak. Orangtua harus dapat mengontrol acara TV yang dapat ditonton oleh anak baik ketika anak sendiri maupun ditemani. Penelitian menunjukkan bahwa orangtua dapat mengatasi berbagai potensi program TV yang berbahaya dengan cara mendiskusikan acara tersebut dengan anak mereka.39 2.2 Fisiologi Tidur Tidur adalah keadaan tidak sadar saat otak relatif lebih responsif terhadap stimulus internal dibandingkan dengan stimulus eksternal. Selama peralihan dari bangun ke tidur, yang juga disebut tidur tahap 1, otak berangsur-angsur menjadi kurang responsif terhadap stimulus visual, auditorik, dan stimulus dari lingkungan lainnya.40 Tidur normal dibagi menjadi tidur non-rapid eye movement (NREM) dan rapid-eye movement (REM). Tidur NREM dibagi lagi menjadi 4 tahap (stadium), yaitu: tahap 1 (tidur ringan), tahap 2 (tidur konsolidasi), tahap 3 dan 4 (tidur dalam atau tidur gelombang lambat).40-43 Perubahan aktivitas korteks serebri selama tidur dikelompokkan dalam 5 tahap. Saat kita siap untuk tidur, terbaring rileks, tonus otot mulai menurun dan mata masih terbuka, gelombang listrik otak memperlihatkan ‘gelombang alfa’ dengan penurunan voltase, keadaan ini sering disebut tidur tahap 1. Keadaan tidur masuk tahap 2 apabila timbul gelombang tidur (sleep spindle). Pada tahap ini kedua bola mata berhenti bergerak dan tonus otot masih terpelihara.40-43 Dalam tidur tahap 3, kita tertidur cukup pulas dan tonus otot lenyap sama sekali. Elektroensefalografi (EEG) memperlihatkan gelombang lambat delta 20% - 50%. Tahap 4 adalah tidur paling nyenyak dan sulit dibangunkan. Gambaran EEG menunjukkan dominasi gelombang delta (>50%) dan gelombang tidur sulit didapat. Setelah berlangsungnya tahap 4, tiba-tiba bola mata mulai bergerak cepat, sehingga tidur ini disebut REM (tahap 5). Mimpi terjadi pada tahap ini. 42,44-46
Universitas Indonesia
13
2.3 Perkembangan Pola Tidur Anak 2.3.1 Perkembangan Pengaturan Tidur Konsolidasi dan regulasi adalah dua proses biopsikososial yang berinteraksi untuk membentuk pola tidur-bangun. Konsolidasi, sebagai tidur sepanjang malam, merefleksikan perkembangan gradual dari pola diurnal untuk tidur panjang saat malam hari dan terjaga di siang hari.44-46 Self-regulation mengacu pada proses saat bayi menjadi lebih baik untuk mengendalikan keadaan terjaga dan memulai tidur tanpa bantuan saat awal tidur atau saat terbangun di tengah malam. Peningkatan kemampuan regulasi mandiri selama tidur di malam hari disebut self-soothing.44,45 Durasi tidur nokturnal cenderung menurun pada anak usia sekolah (5-12 tahun) dengan lama tidur harian adalah 10-11 jam per hari. Penurunan jumlah tidur juga diikuti dengan penurunan proporsi REM dan NREM, dari 16,5 jam pada umur 1 minggu, menjadi 11 dan 10 jam pada umur 5 dan 9 tahun. Pada usia remaja durasi tidur normal adalah 8-9 jam per hari (Gambar 2.2.1).43
Gambar 2.2.1. Proporsi REM dan NREM43 2.3.2 Perkembangan Pola Tidur Remaja World Health Organization (WHO) mendefinisikan remaja sebagai individu berusia 10-19 tahun.47 Kepustakaan lain membagi remaja menjadi fase awal (usia 10-13 tahun), pertengahan (usia 14-16 tahun), dan lanjut (usia 17-20 tahun).48
Universitas Indonesia
14
Remaja adalah suatu fase dari periode tumbuh kembang yang memiliki karakteristik adanya perubahan penting dalam fungsi kognitif, perilaku, sosial, dan emosional sesuai dengan perkembangan biologis, serta adanya fungsi dan tuntutan baru dalam lingkungan keluarga maupun sosial. Perubahan tersebut terjadi karena adanya rangkaian perubahan hormonal dan struktur sosial, menghasilkan transisi dari fase anak ke dewasa yang dikenal masa remaja.48,49 Perubahan biologis dan fisiologis yang bermakna di antaranya adalah perkembangan tanda seks sekunder dan pertumbuhan tinggi badan. Selain itu pada remaja terdapat perubahan dalam pola tidur-bangun, termasuk berkurangnya durasi tidur, tertundanya waktu tidur, dan bertambahnya perbedaan antara pola tidur pada hari sekolah dan akhir pekan; dengan hasil akhir kualitas tidur yang cenderung berkurang.49 Perubahan dari segi psikososial terutama dalam hal interaksi terhadap keluarga yang jauh berkurang, dan meningkatnya interaksi dengan kelompok sebaya. Hal tersebut akan cenderung bertambah seiring dengan perjalanan fase remaja, sehingga jarak interaksi dengan keluarga akan bertambah jauh, sedangkan interaksi dengan kelompok sebaya semakin bertambah.48 Pola tidur remaja perlu mendapat perhatian karena berhubungan dengan prestasi sekolah. Dua puluh tahun terakhir ini, para peneliti menyadari perbedaan perubahan pola tidur pada remaja yaitu jam biologis remaja (irama sirkadian). Pada permulaan masa pubertas, remaja lebih waspada pada malam hari dan sulit tidur sehingga waktu tidur menjadi lebih malam dan telat bangun di pagi hari. Terjadinya tidur distimulasi oleh pengeluaran melatonin. Ketika sinar matahari muncul, melatonin terhenti dan terjadi peningkatan kortisol yaitu hormon untuk bangun tidur. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa pengeluaran melatonin membuat remaja sulit tidur awal di malam hari dan bangun cepat di pagi hari.50-52 Liu dkk9 menyatakan bahwa rerata lama tidur di malam hari adalah 7,64 jam dan menurun dengan meningkatnya usia. García-Jiménez dkk17 melakukan penelitian pada remaja dengan usia rerata 14,03 +/- 1,86 tahun dan mendapatkan rerata tidur harian 8 jam 18 menit di hari sekolah dan 9 jam 40 menit saat hari libur.
Universitas Indonesia
15
2.4 Faktor yang Memengaruhi Perkembangan Tidur 2.4.1 Faktor Budaya dan Keluarga Penelitian potong lintang Crosby dkk53 pada anak usia pra-sekolah dan sekolah di Mississipi Utara menemukan adanya perbedaan signifikan pada perilaku tidur siang anak berkulit hitam dan kulit putih berusia 2-8 tahun. Anak berkulit hitam lebih sering tidur siang dibandingkan anak berkulit putih dan memiliki durasi tidur yang lebih pendek di malam hari.53 Variabilitas rasial dalam hal tidur siang berkaitan dengan beberapa faktor, yaitu perbedaan kecenderungan untuk tidur siang oleh anak dan pengasuhnya, perbedaan perilaku kebiasaan tidur siang pada suatu keluarga dan perbedaan genetik dalam hal fungsi tidur atau mekanisme homeostasis pengaturan tidur.53 Budaya memiliki pengaruh kuat terhadap pola tidur, di antaranya adalah kebiasaan tidur bersama dan pemahaman orangtua tentang pentingnya tidur sebagai suatu perilaku sehat.40,54 2.4.2 Faktor Perkembangan Anak Carskadon dkk55 menyatakan bahwa irama sirkadian berhubungan dengan tingkat kematangan pubertas, menyebabkan perubahan sistem biologis dalam pengaturan waktu tidur. Hal ini menyebabkan jumlah waktu tidur remaja lebih pendek dan terdapat perbedaan antara waktu tidur-bangun di hari sekolah dan hari libur. 2.4.3 Faktor Organik Bukti-bukti yang menunjukkan hubungan antara komplikasi masa perinatal dan gangguan tidur masih menjadi perdebatan.55-57 Anak dengan kondisi medis tertentu memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami gangguan tidur seperti anak dengan penyakit asma. Anak dengan gangguan mood dan cemas juga lebih rentan mengalami gangguan tidur. Anak dengan retardasi mental berat 30-80% mengalami masalah tidur yang signifikan.58 2.4.4 Faktor Lingkungan Kondisi lingkungan rumah yang memengaruhi pola tidur anak meliputi kondisi fisik, yaitu kebisingan, ruang tidur, tempat tidur, dan adanya televisi di dalam
Universitas Indonesia
16
kamar tidur. Faktor lain adalah komposisi keluarga antara lain jumlah orang dalam keluarga, usia, status kesehatan anggota keluarga, dan gaya hidup.58 Schochat dkk59 melaporkan bahwa adanya media elektronik di kamar tidur, menonton televisi lebih dari 3 jam per hari, dan penggunaan fasilitas internet 2,5 jam per hari akan meningkatkan risiko sleep latency dan mengurangi waktu tidur anak. 2.4.5 Faktor Orangtua Pembentukan pola tidur anak dipengaruhi oleh kedisiplinan, tingkat pendidikan dan pengetahuan mengenai perkembangan anak, kondisi mental, serta kualitas dan kuantitas tidur orangtua.58 Stimulasi berlebihan orangtua berupa pengawasan yang terlalu ketat dan responsif juga memengaruhi perkembangan tidur anak.1 2.4.6 Faktor Sekolah dan Aktivitas Ekstrakulikuler Epstein dkk60 melakukan penelitian terhadap 600 remaja dengan waktu masuk sekolah pukul 7:10 dan pukul 8:00. Hasilnya adalah anak dengan waktu sekolah lebih awal memiliki waktu tidur yang lebih pendek. Remaja dengan banyak aktivitas ekstrakulikuler akan memiliki keterlambatan waktu tidur malam, pengurangan durasi tidur, kesulitan dibangunkan pada pagi hari, dan lebih banyak tertidur di kelas pada siang hari. Milman dkk61 melaporkan bahwa murid kelas 11 dan 12 yang bekerja lebih dari 20 jam per minggu memiliki masalah perilaku tidur-bangun dibandingkan teman sekolahnya yang bekerja kurang dari 20 jam per minggu. Kelompok ini juga dilaporkan memiliki tingkat konsumsi kafein, alkohol, dan rokok yang lebih tinggi. 2.5 Fungsi Tidur Fungsi tidur di antaranya adalah menetralisir hipnotoksin, konversi energi, pertumbuhan badan dan otak, restorasi tubuh, regulasi suhu, dan meningkatkan fungsi imunitas.62 Tidur penting untuk kesehatan fisik dan mental. Anak yang tidak dapat tidur malam dengan baik akan menjadi irritable dan depresi, sulit mengerjakan sesuatu, dan sulit berkonsentrasi di sekolah.43
Universitas Indonesia
17
2.6 Gangguan Tidur pada Remaja 2.6.1 Definisi Gangguan Tidur Gangguan tidur adalah pola tidur yang tidak memuaskan bagi orangtua, anak, dan dokter.14 Tidur yang terganggu sulit dibedakan dengan tidur normal. Kebiasaan tidur yang sama dapat diartikan berbeda oleh klinisi, orangtua, dan anak, bergantung pada usia dan status perkembangan anak.42,63 Neonatus tidak memiliki pola tidur teratur dan konsisten, namun tidak dianggap masalah. Setelah periode neonatal, tidur normal memiliki kuantitas dan kualitas tidur NREM dan REM yang diperlukan untuk memulihkan anak.64 Gangguan tidur merupakan pola tidur yang memengaruhi fungsi restoratif tidur atau mengganggu tidur orang lain.40,63,65 2.6.2 Epidemiologi Studi oleh Ipsiroglu dkk66 terhadap anak usia 11-15 tahun menyatakan 12% anak mengalami gangguan tidur setiap malam, 76% kadang-kadang mengalami gangguan tidur, dan hanya 12% yang tidak mengalami gangguan tidur. Liu dkk1 menyatakan 17% anak usia 12-18 tahun mengalami gangguan memulai dan mempertahankan tidur. Prevalens gangguan tidur pada murid SMP di Jakarta Timur adalah sebesar 62,9% dengan gangguan tersering adalah gangguan transisi tidur-bangun.15 2.6.3 Jenis Gangguan Tidur pada Remaja Gangguan tidur terdiri dari disomnia, parasomnia, dan gangguan tidur sekunder. Istilah disomnia berhubungan dengan masalah jumlah, saat memulai dan mempertahankan tidur. Parasomnia terdiri dari sekelompok masalah yang berhubungan dengan keadaan terjaga; terjaga sebagian atau transisi tahapan tidur. Masalah ini dapat mengganggu tidur, tetapi biasanya tidak menyebabkan keadaan mengantuk yang berlebihan. Gangguan tidur sekunder dihubungkan dengan gangguan psikiatri, neurologi, atau masalah medis lain.67 Klasifikasi penyakit gangguan tidur berdasarkan International Classification of Diseases (ICD-10) dan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders,
Universitas Indonesia
18
fourth edition (DSM IV TR). Diagnosis tidur pada ICD-10 termasuk dalam kategori F51 (nonorganic sleep disorders) dan G47 (organic sleep disorders). Kategori F51 selanjutnya dibagi menjadi disomnia dan parasomnia. Tidak ada kriteria khusus untuk anak, tetapi ICD-10 menekankan masalah tidur pada anak tidak perlu berhubungan dengan kualitas tidur, melainkan lebih berhubungan dengan ketidakmampuan orangtua untuk mengontrol waktu tidur.68 Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III) membagi gangguan tidur menjadi dua, yaitu disomnia dan parasomnia. Golongan disomnia meliputi insomnia, hipersomnia, dan gangguan jadwal tidur. Parasomnia terdiri dari somnanbulisme, teror tidur, dan mimpi buruk. 69 2.6.3.1 Disomnia Gangguan tidur disomnia antara lain: 1.
Insufficient sleep
Insufficient sleep didefinisikan sebagai tidur di malam hari yang tidak adekuat jika dibandingkan dengan kebutuhan tidur. Insufficient sleep biasanya diakibatkan oleh kesulitan memulai dan atau mempertahankan tidur, dengan adanya fragmentasi tidur yang berulang atau sering. Lama tidur yang tidak adekuat, terutama pada anak yang lebih besar atau remaja, dapat merupakan keputusan yang disadari karena ingin menyelesaikan aktivitas sosial atau tugas sekolah yang lebih diprioritaskan. Kekurangan tidur kronik berdampak pada fungsi harian dan rasa kantuk yang berlebihan sepanjang hari.54,63 2.
Kebiasaan tidur yang tidak sehat
Gangguan tidur ini meliputi kebiasaan yang menyebabkan anak mudah terbangun dan tidak sejalan dengan pengaturan tidur. Kebiasaan yang menyebabkan anak mudah terbangun di antaranya: konsumsi kafein, menonton televisi sampai larut malam, dan menggunakan tempat tidur sebagai tempat bermain pada waktu tidur. Kebiasaan yang tidak sejalan dengan pengaturan tidur meliputi tidur siang yang
Universitas Indonesia
19
terlambat atau terlalu sore, membiarkan kekacauan jadwal tidur terjadi terusmenerus, dan tinggal terlalu lama di tempat tidur walaupun sudah terbangun.16,54 3.
Insomnia primer
Insomnia primer merupakan suatu kondisi tidur yang tidak memuaskan secara kuantitas dan kualitas, dan berlangsung untuk suatu kurun waktu tertentu. Diagnosis insomnia primer tidak ditegakkan berdasarkan taraf penyimpangan kuantitas tidur karena sifatnya subjektif. Kriteria diagnosis berdasarkan DSM IV TR adalah keluhan kesulitan memulai atau mempertahan tidur atau tidur yang tidak menyegarkan, selama paling kurang 1 bulan; gangguan tersebut menimbulkan gangguan fungsi atau penderitaan secara klinis.69 Insomnia primer ditegakkan bila penyebab lain (narkolepsi, gangguan tidur berhubungan dengan pernapasan, gangguan tidur irama sirkardian, parasomnia) sudah disingkirkan. Tidak didapatkan gangguan mental lain atau efek fisiologis langsung dari zat atau kondisi medis lainnya.68 Insomnia tersering yang ditemukan pada remaja adalah psychophysiologic insomnia, yaitu individu mengalami ansietas terkondisi menyangkut kesulitan memulai atau mempertahankan tidur.63 4.
Hipersomnia primer
Kondisi tidur berlebihan maupun serangan kantuk (tidak disebabkan tidur yang kurang) atau membutuhkan tenggang waktu lebih lama untuk pulih segar setelah bangun.69 Keluhan yang predominan adalah mengantuk berlebihan di siang hari selama kurang lebih 1 bulan atau lebih singkat bila berulang, dengan episode tidur memanjang atau tidur di siang hari yang terjadi hampir setiap hari. Keluhan tidak disebabkan oleh insomnia, gangguan tidur lain, jumlah tidur yang tidak adekuat, atau akibat efek zat dan kondisi medis lainnya. Kondisi ini menimbulkan penderitaan secara klinis atau gangguan fungsi.68 5.
Narkolepsi
Keadaan menyerupai hipersomnia, namun disertai gejala tambahan seperti katapleksi, paralisis nokturnal, dan halusinasi hipnagogik.69 Serangan tidur tidak
Universitas Indonesia
20
dapat ditahan, setelah itu bangun dengan perasaan segar, terjadi setiap hari selama kurang lebih 3 bulan disertai katapleksi (episode singkat hilangnya tonus otot bilateral secara mendadak, sering terkait emosi), dan/atau kekacauan berulang elemen tidur REM. Gangguan ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung zat atau kondisi medis lainnya.68 6.
Gangguan tidur berhubungan dengan pernapasan
Keadaan yang menyerupai hipersomnia, yaitu berupa tidur siang berlebihan, dengan gejala tambahan seperti riwayat terhentinya napas pada malam hari, suara mendengkur yang khas secara intermiten, obesitas, hipertensi, impotensi, gangguan kognitif, hipermotilitas, keringat banyak, sakit kepala pada pagi hari, dan inkoordinasi.69 Kriteria diagnosis adalah kekacauan tidur yang menyebabkan mengantuk berlebihan atau insomnia, dipertimbangkan disebabkan oleh kondisi pernapasan yang berhubungan dengan tidur (misalnya sindrom apnea tidur obstruktif atau sentral atau sindrom hipoventilasi alveolar sentral) dan tidak disebabkan gangguan mental lain, efek fisiologis zat, atau kondisi medis lain.68 Karakteristik obstructive sleep apnea (OSA) adalah terjadinya episode obstruksi aliran udara melalui mulut dan hidung yang terjadi berulang selama waktu tidur, baik total (apnea) maupun parsial (hipopnea). Periode ini menyebabkan penurunan kadar oksigen dan peningkatan kadar karbondioksida sementara yang menimbulkan episode terjaga pada malam hari.63 7.
Gangguan tidur irama sirkardian
Gangguan ini adalah bentuk gangguan jadwal tidur, yaitu inkoherensi jadwal tidur-bangun seseorang dengan jadwal tidur-bangun yang diinginkan untuk lingkungannya.69 Pola menetap atau berulang dari kekacauan tidur menyebabkan mengantuk berlebihan atau insomnia. Gangguan ini menimbulkan penderitaan secara klinis atau gangguan fungsi lainnya, dan terjadi bukan karena gangguan tidur lainnya atau efek zat atau kondisi medis lainnya.68 Gangguan tidur irama sirkardian terdiri dari beberapa tipe, antara lain: (1) tipe fase tidur lambat, yaitu pola menetap dari onset tidur dan terjaga yang terlambat,
Universitas Indonesia
21
dengan ketidakmampuan untuk memulai tidur dan terjaga lebih awal pada waktu yang dikehendaki; (2) tipe jet-lag, yaitu mengantuk dan terjaga terjadi pada waktu yang tidak sesuai menurut waktu setempat, terjadi setelah berulang kali bepergian melewati lebih dari satu zona waktu; (3) tipe pergeseran kerja, yaitu insomnia selama periode tidur utama atau mengantuk berlebihan selama periode terjaga utama berhubungan dengan pergeseran kerja malam atau sering.68 8.
Restless Legs Syndrome (RLS)/Periodic Limb Movement Disorder (PLMD)
Restless legs syndrome merupakan gangguan tidur neuromotorik yang menyebabkan adanya sensasi ‘menjalar’ dan kegelisahan motorik terutama pada ekstremitas bawah. Sensasi tersebut meningkat pada sore hari dan periode istirahat, menghilang dengan pergerakan serta dapat menyebabkan awitan tidur terlambat. Adanya dasar genetik, dapat diperberat oleh berbagai faktor antara lain: asupan kafein, defisiensi besi, dan kehamilan. Sekitar 80% pasien RLS juga mengalami episode pergerakan ritmik berulang pada ekstremitas bawah selama tidur, dikenal sebagai PLM. Individu tidak menyadari pergerakan tersebut serta menyebabkan fragmentasi tidur, timbulnya rasa kantuk berlebihan di siang hari, gangguan konsentrasi dan hiperaktivitas.63 2.6.3.2 Parasomnia Parasomnia merupakan periode perilaku nokturnal yang melibatkan disorientasi kognitif dan gangguan otonom serta otot skeletal. Gangguan tidur parasomnia antara lain mimpi buruk, teror tidur, bruksisme, dan gangguan tidur berjalan.63 1.
Mimpi Buruk
Mimpi buruk merupakan pengalaman mimpi yang penuh dengan kecemasan atau ketakutan, dan teringat secara terinci oleh individu tersebut.69 Gambaran klinisnya antara lain terbangun berulang kali dari periode tidur utama atau tidur sejenak, dengan ingatan terperinci tentang mimpi yang panjang dan sangat menakutkan, biasanya berupa ancaman terhadap kehidupan, keamanan, dan harga diri. Anak dapat terbangun kapan saja pada saat tidur, namun umumnya pada separuh bagian kedua fase tidur. Saat terbangun anak siaga penuh dengan orientasi yang baik. Hal
Universitas Indonesia
22
ini berbeda dengan gangguan teror tidur, pengalaman mimpi tersebut menyebabkan penderitaan secara klinis atau gangguan fungsi lainnya.68,69 Gangguan tidak terjadi akibat gangguan mental lain, efek zat, atau kondisi medis lain.68 2.
Teror Tidur
Teror tidur ialah episode nokturnal dari teror ekstrim yang membuat panik dan umumnya terjadi pada awal tidur. Anak mengalami episode menakutkan yang terjadi saat terbangun dari tidur gelombang lambat dan sering disertai dengan menjerit, menangis, dan agitasi dengan aktivitas simpatetik yang meningkat (takikardia, midriasis, kulit kemerahan).14,64 Anak sering sulit dibangunkan dan memiliki ingatan yang terbatas mengenai isi mimpinya. Gangguan tidak terjadi akibat efek zat atau kondisi medis umum lainnya.68,69 Teror tidur terjadi sebanyak 6% dan lebih umum pada anak lelaki dibandingkan perempuan. Teror tidur umumnya membaik pada masa remaja dan tidak membutuhkan tata laksana.70 3.
Bruksisme
Bruksisme merupakan gerakan menggesekkan gigi berulang-ulang ketika tidur, melibatkan gerakan mengunyah yang ritmis dan periode kontraksi otot rahang. Suara gesekan gigi, walaupun tidak selalu terdengar dapat mengganggu orang lain dan ini merupakan awal kepedulian orangtua.54 4.
Somnanbulisme
Gangguan tidur berjalan adalah keadaan perubahan kesadaran ketika fenomena tidur dan bangun bercampur pada saat yang sama.69 Pada somnanbulisme, terjadi episode bangkit dari tempat tidur saat tidur dan jalan berkeliling yang berulang, biasanya terjadi pada sepertiga awal tidur malam. Pandangan individu kosong, menatap ke depan, tidak respons terhadap rangsangan, tidak dapat berkomunikasi, dan sulit dibangunkan. Saat bangun individu tidak mengingat episode tersebut, tidak ada gangguan aktivitas mental, dan bukti gangguan mental organik.68,69 Gangguan ini menyebabkan penderitaan klinis dan gangguan fungsi sosial, serta tidak disebabkan efek zat atau kondisi medis lain.68
Universitas Indonesia
23
2.6.4 Dampak Gangguan Tidur pada Remaja Remaja membutuhkan tidur selama 9 jam. Pada remaja terjadi banyak perubahan dalam pola tidur yang dapat memengaruhi kualitas dan kuantitas tidur.61 Kualitas dan kuantitas tidur yang kurang mengakibatkan timbulnya rasa kantuk berlebihan di siang hari. Keadaan ini dapat memengaruhi performa seseorang, kesehatan, dan keamanan. Rasa kantuk pada anak mengakibatkan terjadinya perubahan mood, gangguan perilaku seperti hiperaktivitas, kendali impuls yang buruk, dan gangguan neurokognitif. Pada akhirnya remaja dapat mengalami gangguan dalam kehidupan sosial, sekolah, dan proses pembelajaran.55 Mercer dkk71 melaporkan bahwa ketika seseorang merasa mengantuk, terjadi penurunan kewaspadaan dan kemampuan kognitif sehingga meningkatkan risiko untuk melakukan kesalahan dan kecelakaan. Ketika mengantuk, seseorang dapat memulai kerja dengan baik, namun terjadi penurunan performa dalam menyelesaikan perkerjaan. Remaja dengan gangguan tidur dilaporkan mengalami peningkatan gangguan mood dan atau kesulitan dalam pengaturan mood. Hal ini mungkin karena pengaruh stress dan emotional arousal pada tidur remaja dengan masalah emosi. Bukti lain menunjukkan bahwa gangguan tidur dapat menyebabkan gangguan mood pada remaja.61 Remaja dengan narkolepsi sering memiliki masalah perilaku dan emosional. Dahl dkk72 menemukan bahwa 12 di antara 16 remaja dengan narkolepsi memiliki masalah emosional. 2.7 Hubungan Waktu Mulai Sekolah dengan Gangguan Tidur dan Prestasi Akademik Saat ini di Amerika Serikat sekitar 35% dari 50 sekolah menengah memiliki waktu mulai sekolah pukul 7:30 pagi, hampir 50% antara pukul 7:30 dan 8:14 dan hanya 16% yang memulai antara pukul 8:15 dan 8:55.61 Di Indonesia terdapat kebijakan baru mengubah waktu jam sekolah menjadi pukul 6:30 dan 6:45 sejak tahun 2008.73 Waktu mulai sekolah akan memengaruhi jumlah durasi tidur remaja. Penelitian Epstein dkk60 terhadap 600 remaja dengan waktu masuk sekolah pukul 7:10 dan 8:00 dan menyimpulkan bahwa murid dengan waktu mulai sekolah lebih awal memiliki waktu tidur yang lebih pendek.
Universitas Indonesia
24
Wolfson dan Carskadon74 menyatakan bahwa berkurangnya waktu tidur dan jadwal tidur yang tidak teratur berhubungan dengan buruknya prestasi akademik sekolah remaja. Meijer dkk75 melaporkan hubungan antara pola tidur-bangun dan kemampuan persepsi di sekolah dapat memengaruhi hasil peringkat akademik dan nilai ujian remaja. Remaja dengan kesulitan bangun tidur kurang termotivasi untuk melakukan sesuatu di sekolah, sedangkan remaja dengan kualitas tidur yang lebih baik mudah menerima pengajaran guru, lebih memiliki pandangan positif terhadap dirinya dan motivasi lebih tinggi di sekolah. Gangguan tidur dapat berdampak pada kehidupan berkeluarga, seperti efek negatif pada orangtua, tekanan pada keluarga, gangguan dalam pernikahan, serta masalah sosial lain.54 2.8 Skrining Gangguan Tidur Cara untuk menilai tidur adalah dengan perkiraan secara subjektif menggunakan kuesioner atau wawancara. Cara tersebut pada penelitian epidemiologi seringkali merupakan alternatif yang paling mungkin. Kuesioner mudah dibuat dan dianalisis, namun validitas dan reliabilitasnya amat rendah. Beberapa kuesioner yang pernah diajukan kepada orangtua dan telah divalidasi misalnya Children’s Sleep Behaviour Scale, the Children’s Sleep Disturbance Scale, the Pediatric Sleep Questionnaire dan the Children’s Sleep Habit Questionnaire. Kekurangan menggunakan data dari laporan orangtua adalah bahwa orangtua mungkin kurang memperhatikan kualitas tidur anaknya. Laporan-diri oleh anak tampaknya berhubungan lebih baik dibandingkan dengan laporan orangtua atau gurunya.43,46 2.8.1 Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC) Sleep Disturbance Scale for Children merupakan suatu kuesioner yang disusun dalam rangka standardisasi penilaian terhadap gangguan tidur pada anak dan remaja melalui sistem skoring tidur yang mudah digunakan, menciptakan basis data dari populasi besar untuk mendapatkan standar nilai normal, mengidentifikasi anak dengan gangguan tidur dan skrining gangguan tidur spesifik.16 Kuesioner SDSC dibuat berdasarkan pengalaman klinis dan tinjauan terhadap kuesioner gangguan tidur sebelumnya yang telah dilaporkan di kepustakaan. Hal-
Universitas Indonesia
25
hal yang menggambarkan gejala khas dari gangguan tidur tersering dipilih, walaupun terdapat dalam kekerapan yang rendah pada populasi umum. Kuesioner awal, yang terdiri dari 45 pertanyaan, diuji coba pada penelitian yang subjeknya dipilih secara acak di dua sekolah dasar (SD) di Roma. Beberapa pertanyaan dari kuesioner tidak dapat dimengerti oleh ibu subjek penelitian sehingga peneliti harus mengklarifikasi pertanyaan tersebut. Setelah didapatkan hasil, peneliti melakukan pengukuran ulang terhadap reliabilitas dan konsistensi pertanyaan hingga akhirnya mereka menghilangkan beberapa pertanyaan yang memiliki korelasi rendah dengan hasil akhir tanpa merubah konsistensi internal kuesioner.16 Blunden dkk76 melakukan penelitian terhadap anak dan remaja berusia 4,5 – 16,5 tahun di Adelaide dengan menggunakan SDSC. Instrumen SDSC terdiri dari 26 pertanyaan. Orangtua diinstruksikan untuk mengingat pola tidur anak mereka pada waktu keadaan sehat selama enam bulan terakhir. Menurut Bruni dkk16 periode waktu 6 bulan digunakan karena rendahnya kekerapan beberapa jenis gangguan tidur pada populasi serta untuk membedakan antara gangguan tidur yang bersifat sementara atau menetap. Kuesioner SDSC memiliki enam faktor gangguan tidur yaitu: (1) gangguan pernapasan waktu tidur (frekuensi mendengkur, apnea, dan kesulitan bernapas), (2) gangguan memulai dan mempertahankan tidur (awitan tidur lama, bangun malam hari), (3) gangguan kesadaran (berjalan saat tidur, mimpi buruk, dan teror tidur), (4) gangguan transisi tidur-bangun (restless legs, head banging, bicara saat tidur), (5) somnolen berlebihan (mengantuk saat pagi hari dan sepanjang hari), dan (6) hiperhidrosis (night sweating).16,76 Penilaian SDSC menggunakan angka 1-5. Dua pertanyaan pertama berdasarkan skala intensitas sementara 24 pertanyaan lainnya menggunakan skala kekerapan. Skala kekerapan yang dimaksud adalah 1=tidak pernah; 2=jarang (1-2 kali per bulan); 3=kadang-kadang (1-2 kali seminggu); 4=sering (3-5 kali seminggu); dan 5= selalu (setiap hari). Setelah itu nilai dijumlahkan dan didapatkan penilaian adanya gangguan tidur pada anak.16,76
Universitas Indonesia
26
Total skor gangguan tidur didapatkan dengan menjumlahkan seluruh nilai faktor tidur. Standardisasi digunakan untuk menghitung angka T (mean=50, SD=10), dengan angka T lebih besar dari 70 maka dinyatakan terdapat gangguan tidur. Gangguan tidur anak dibagi menjadi dua kategori klinis berdasarkan total angka T yaitu: (1) borderline (angka T >64-70); dan (2) patologis (angka T>70, yaitu >persentil 95). Dalam penelitian ini total angka faktor gangguan tidur dibagi menjadi dua variabel: borderline dan patologis.76 Penelitian yang ada sebelumnya mendapatkan prevalens gangguan tidur pada murid SMP sebesar 62,9% dengan menggunakan nilai SDSC lebih dari 39.15 Sensitivitas SDSC untuk mendeteksi adanya gangguan tidur sebesar 71,4% dan spesifisitasnya 54,5%.11 Pada penelitian ini cut off point yang digunakan adalah skor total > 46 (persentil T skor > 64). Apabila subjek penelitian memiliki skor total > 46 tetapi ≤ 51 maka subjek penelitian memenuhi kriteria gangguan tidur borderline patologis. Namun apabila subjek penelitian memiliki skor total > 51 maka sesuai dengan kriteria gangguan tidur patologis. Kuesioner SDSC memiliki sensitivitas 89% dan spesifisitas 74%.16 2.9 Diagnosis Gangguan Tidur Gambaran pola tidur anak dari orangtua memberikan informasi penting penilaian gangguan tidur pada anak. Anamnesis meliputi riwayat tidur dan cara apa saja yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah ini. Sleep diary dapat memberikan informasi secara lebih spesifik mengenai jadwal tidur-bangun. Informasi tentang perilaku tidur anak perlu dilengkapi dengan keterangan rasa kantuk sepanjang hari dan perilaku lain yang berhubungan dengan rasa kantuk tersebut.14,72 Penyebab medis seperti penyakit kronik dan masalah pernapasan juga perlu ditanyakan.56,64 Pemeriksaan fisis dapat berada dalam batas normal, kecuali pada penyakit organik yang menimbulkan gangguan tidur. Pembesaran tonsil dan adenoid, anomali kraniofasial, serta obesitas dapat mengarah pada OSA syndrome (OSAS).77
Universitas Indonesia
27
Metode objektif yang tersedia untuk mempelajari tidur yaitu aktigrafi (ACG) dan polisomnografi (PSG). Polisomnografi didasarkan pada rekaman EEG, sedangkan ACG menggunakan aktivitas motorik. Pemeriksaan PSG dapat memberi informasi lengkap perubahan keadaan tidur-bangun sedangkan ACG memberikan perkiraan kualitas tidur.2,46,78 Indikasi tersering pemeriksaan PSG adalah kecurigaan klinis terhadap adanya gangguan pernapasan saat tidur. Pemeriksaan PSG sebagai instrumen diagnosis untuk penelitian epidemiologi gangguan tidur pada anak memiliki beberapa kelemahan. Pertama, peralatan tidak praktis. Kedua, skoring PSG bergantung pada penilaian subjektif dari rekaman EEG, dan kesenjangan inter-informant. Ketiga, PSG umumnya dilakukan di laboratorium tidur, yang dapat memengaruhi kualitas tidur.2,46,77,78 Penggunaaan ACG berdasarkan pengetahuan bahwa keadaan tidur-bangun dapat diketahui dari aktivitas motorik yang menghilang saat subjek tertidur dan meningkat kembali saat terbangun. Pemeriksaan menggunakan alat yang diletakkan di tangan, dapat merekam dan menyimpan data aktivitas motorik.2,46,78 Kelemahan ACG adalah kurang peka untuk mendeteksi keadaan terjaga. Subjek dengan masalah sulit memulai tidur yang berbaring tenang di tempat tidur dapat salah didata sebagai keadaan tidur. Kelemahan lainnya adalah gerakan malam hari dapat salah diinterpretasi sebagai keadaan terjaga. Pada kenyataannya, ACG tidak diindikasikan untuk diagnosis rutin pada setiap masalah tidur. Keterbatasan ACG adalah bahwa alat ini hanya dapat memberi perkiraan kualitas tidur.2,46 2.10 Tata Laksana Gangguan Tidur Pada umumnya langkah awal untuk mengatasi gangguan tidur akibat kondisi medis atau psikiatri adalah dengan mengoptimalkan terapi terhadap penyakit yang mendasarinya. Cara farmakologi dan non-farmakologi diperlukan untuk terapi gangguan tidur, namun penatalaksanaan utama mencakup aspek non-farmakologi. 2.10.1 Edukasi Orangtua perlu diberikan pemahaman bahwa setiap anak berbeda dalam pola, kebiasaan, dan kebutuhan tidur baik antara anak-anak sebayanya, maupun
Universitas Indonesia
28
terhadap kakaknya ketika usia yang sama. Selain itu juga terdapat perbedaan individual dalam hal toleransi terhadap kekurangan tidur. Orangtua juga perlu diberikan dorongan untuk tegas terhadap batas waktu tidur yang telah ditetapkan, karena perubahan sedikit saja akan membuat anak terus menunda dan membuat tuntutan yang tidak masuk akal. Pada anak yang mengalami mimpi buruk dan teror tidur maka orangtua diedukasi untuk memindahkan benda yang berbahaya dan menyediakan lingkungan yang aman.51 Gangguan tidur dapat dicegah dengan cara melatih anak membangun pola tidur yang baik sejak dini. Adanya rutinitas sebelum tidur secara teratur dapat membantu peralihan dari keadaan terjaga menjadi tidur. Rutinitas ini dapat berupa aktivitas yang menyenangkan dengan durasi tidak terlalu panjang atau merepotkan. 2.10.2 Terapi Perilaku Tata laksana non-farmakologi gangguan tidur antara lain adalah melalui pengaturan higiene tidur, terapi pengontrolan stimulus, sleep restriction therapy, terapi relaksasi dan biofeedback.53 Higiene tidur bertujuan untuk memberikan lingkungan dan kondisi yang kondusif untuk tidur, dan merupakan aspek yang mutlak dimanipulasi pada tata laksana gangguan tidur. Jadwal tidur-bangun dan latihan fisik sehari-hari yang teratur perlu dipertahankan. Kamar tidur dijauhkan dari suasana tidak nyaman. Pasien diminta menghindari latihan fisik berat sebelum tidur. Tempat tidur jangan dijadikan tempat untuk menumpahkan kemarahan. Perubahan kebiasaan, sikap, dan lingkungan ini efektif untuk memperbaiki tidur.51 Terapi pengontrolan stimulus bertujuan untuk memutus siklus masalah yang sering dikaitkan dengan kesulitan memulai atau jatuh tidur. Terapi ini membantu mengurangi faktor primer dan reaktif yang sering ditemukan pada insomnia. Bentuk terapi pengontrolan stimulus antara lain edukasi untuk ke tempat tidur hanya ketika telah mengantuk; menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur; tidak menonton TV, membaca, makan, dan menelpon di tempat tidur; tidak berbaringbaring di tempat tidur karena bisa menambah frustrasi jika tidak bisa tidur. Selain
Universitas Indonesia
29
itu diberitahukan agar jika tidak bisa tidur (setelah beberapa menit) harus bangun, pergi ke ruang lain, kerjakan sesuatu yang tidak membuat terjaga, masuk kamar tidur setelah kantuk datang kembali. Pasien harus membiasakan bangun pada saat yang sama setiap hari tanpa menghiraukan waktu tidur, total tidur, atau hari; menghindari tidur di siang hari; dan tidak menggunakan stimulansia (kopi, rokok, dll) dalam 4-6 jam sebelum tidur.51 Sleep restriction therapy merupakan pembatasan waktu di tempat tidur yang dapat membantu mengkonsolidasikan tidur. Terapi ini bermanfaat untuk pasien yang berbaring di tempat tidur tanpa bisa tertidur. Tidur di siang hari harus dihindari.51 Relaksasi dan biofeedback merupakan terapi hipnosis diri, relaksasi progresif, dan latihan nafas dalam sehingga terjadi keadaan relaks cukup efektif untuk memperbaiki tidur. Biofeedback merupakan usaha memberikan umpan balik perubahan fisiologi yang terjadi setelah relaksasi. Umpan balik ini dapat meningkatkan kesadaran diri pasien tentang perbaikan yang didapat.51 2.10.3 Terapi Medis Anak dengan bruksisme yang memiliki gangguan perilaku harus dirujuk ke dokter spesialis. Rujukan juga ditujukan ke dokter gigi jika diketahui terdapat masalah kesehatan gigi. Anak dengan OSAS disertai gejala apnea dan mendengkur serta faktor risiko hipertrofi adenotonsilar perlu mendapat penanganan medis lebih lanjut. Jika terdapat faktor risiko tambahan (obesitas, sindrom kongenital), gagal tumbuh, maka anak perlu dikonsultasikan ke pusat tidur dengan fasilitas spesialis. Adenotonsilektomi merupakan terapi yang paling umum dan sering untuk OSAS pada anak dan pengobatan lini pertama pada setiap anak dengan hipertrofi adenotonsilar yang signifikan, walaupun terdapat faktor risiko lain seperti obesitas. Adenotonsilektomi pada kasus yang tidak disertai komplikasi dapat menghasilkan perbaikan gejala komplit pada 70%-90% anak.51
Universitas Indonesia
BAB 3 KERANGKA TEORI
-
Pejamu Stres Posisi tidur Usia Pubertas Status gizi Aktifitas fisik Jenis kelamin Kebiasaan tidur Pendidikan ekstrakulikuler
SDSC BEARS BEDS - Gangguan mood - Gangguan perilaku - Peningkatan konsumsi alkohol dan rokok
Agen - Kualitas pendidikan sekolah - Pendidikan di luar sekolah - Media visual:TV - Komputer
-
-
Agen Kondisi medis atau penyakit lain Minuman berkafein Rokok Alkohol
-
Gangguan tidur pada remaja
Prestasi akademik murid SMP yang mengalami gangguan tidur
Pejamu - Kesehatan fisik - Masalah emosi dan perilaku - Jenis kelamin - Nilai IQ - Motivasi dan strategi belajar - Kebiasaan tidur: perbedaan waktu tidur dan bangun, durasi tidur di hari sekolah
Lingkungan Riwayat keluarga Bau Kelembaban Pendapatan keluarga Pekerjaan orangtua Bising Cahaya Lokasi tidur Televisi di kamar tidur Telepon di kamar tidur Co-sleeping Persepsi orangtua PSG, ACG - Nilai rapor - Nilai Matematika - Nilai Bahasa Indonesia - Nilai Bahasa Inggris - Kemampuan membaca
Lingkungan - Pekerjaan ibu - Jumlah anak dalam keluarga - Pola asuh orangtua - Pendidikan ibu - Pendapatan keluarga - Struktur keluarga
Gambar 3. Kerangka teori
30
Universitas Indonesia
BAB 4 KERANGKA KONSEP
Prestasi akademik murid SMP yang mengalami gangguan tidur
Agen - Pendidikan di luar sekolah - Media visual:TV - Komputer
Pejamu - Jenis kelamin - Nilai IQ - Motivasi dan strategi belajar - Kebiasaan tidur: perbedaan waktu tidur dan bangun, durasi tidur di hari sekolah
Rerata nilai rapor
Lingkungan - Pendidikan ibu - Pendapatan keluarga - Struktur keluarga Persepsi orangtua
Gambar 4. Kerangka konsep
31
Universitas Indonesia
BAB 5 METODOLOGI PENELITIAN
5.1 Desain Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah uji potong lintang analitik. 5.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di lima Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) di Propinsi DKI Jakarta yaitu SMPN 115 Jakarta, SMPN 30 Jakarta, SMPN 255 Jakarta, SMPN 75 Jakarta, dan SMPN 216 Jakarta. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2013 hingga Maret 2013. 5.3 Populasi Penelitian •
Populasi target adalah semua murid SMP dengan gangguan tidur di Jakarta.
•
Populasi terjangkau adalah murid SMPN 115 Jakarta, SMPN 30 Jakarta, SMPN 255 Jakarta, SMPN 75 Jakarta, dan SMPN 216 Jakarta yang sesuai dengan karakteristik populasi target.
5.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria inklusi 1.
Murid SMP di Jakarta, memenuhi kriteria gangguan tidur menurut SDSC, dan bersedia untuk mengikuti penelitian.
2.
Orangtua/wali bersedia mengikuti penelitian dan menjawab pertanyaan dalam instrumen SDSC.
3.
Orangtua/wali mengizinkan subjek untuk mengikuti penelitian dan menjawab pertanyaan kuesioner secara jujur.
Kriteria eksklusi 1. Murid SMP menderita penyakit kronik yaitu asma, tuberkulosis, penyakit jantung, penyakit ginjal, thalassemia mayor, dan keganasan.
32
Universitas Indonesia
33
2. Murid SMP telah didiagnosis menderita gangguan tidur dan dalam pengobatan. 3. Tidak bersedia mengikuti penelitian. Kriteria drop-out 1. Tidak lengkap mengisi kuesioner penelitian 2. Tidak mengembalikan kuesioner penelitian 3. Tidak memiliki nilai IQ 5.5 Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel Subjek penelitian adalah bagian dari populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi penelitian. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara two stage cluster sampling. Peneliti mengambil secara acak 5 SMP di Jakarta. Setiap SMP mewakili satu wilayah kotamadya di Propinsi DKI Jakarta. Peneliti mengambil secara acak 3 kelas dari SMP yang terpilih terdiri dari kelas VII, kelas VIII, dan kelas IX. Semua murid di kelas tersebut akan diikutsertakan dalam penelitian ini jika memenuhi kriteria inklusi. Jika jumlah responden dari 1 kelas belum mencukupi, maka peneliti mengambil secara acak 1 kelas lain. Estimasi besar sampel Perhitungan jumlah subjek untuk mengetahui proporsi murid SMP dengan gangguan tidur yang memiliki prestasi akademik di bawah rerata dipakai rumus:79 n = z α 2 PQ d2 Keterangan : n
= jumlah subjek penelitian yang dibutuhkan
α
= tingkat kemaknaan, ditetapkan oleh peneliti, pada penelitian ini 0,05
sehingga Z α = 1,96 (z α = interval kepercayaan yang ditetapkan, yaitu 95% =1,96) d
= perbedaan hasil yang dianggap bermakna, ditetapkan 10 % (0,1)
Universitas Indonesia
34
P
= proporsi murid SMP dengan gangguan tidur yang memiliki prestasi
akademik di bawah rerata, ditetapkan oleh peneliti yaitu 0,5 (50%) Q
= 1-P = 0,5
n
= (1,96)2 x 0,5 x 0,5 (0,1)2
n
= 96 subjek
Sedangkan perhitungan jumlah subjek untuk analisis bivariat terhadap ke-11 faktor yang berpengaruh terhadap prestasi akademik murid SMP dengan gangguan tidur digunakan rumus:79 n1= n2 = zα √2 PQ + zβ √P1Q1+P2Q2
2
P1-P2 n1= n2 jumlah subjek penelitian yang dibutuhkan. α = tingkat kemaknaan, ditetapkan oleh peneliti, pada penelitian ini 0,05 sehingga Z α = 1,96. Kesalahan tipe II ditetapkan sebesar 20%, maka zβ = 0,84. P1 = prestasi akademik murid SMP dengan gangguan tidur pada kelompok tanpa faktor risiko, diperoleh dari penelitian sebelumnya. P2 = prestasi akademik murid SMP dengan gangguan tidur pada kelompok dengan faktor risiko. P1-P2 = perbedaan hasil yang dianggap bermakna, ditetapkan 20 % (0,2). Q1 = 1-P1 Q2 = 1-P2 P = (P1+P2)/2 Q = 1-P Perhitungan jumlah subjek terhadap ke-11 faktor didapatkan jumlah subjek tertinggi yaitu 96 subjek. Perkiraan besar subjek untuk faktor yang berhubungan dengan prestasi akademik murid SMP yang mengalami gangguan tidur ditetapkan dengan konsensus (rule of thumb) yaitu: sebesar sepuluh hingga lima puluh kali jumlah variabel bebas yang diteliti.80 Pada penelitian ini terdapat sebelas variabel bebas yang diteliti sehingga
Universitas Indonesia
35
besar subjek adalah sepuluh variabel bebas dikalikan sebelas sama dengan seratus sepuluh subjek. Untuk mengantisipasi kemungkinan subjek penelitian yang tidak memenuhi persyaratan, jumlah yang dikumpulkan ditambahkan 10% sehingga pada pelaksanaan penelitian diambil seratus dua puluh satu subjek. Peneliti melakukan skrining gangguan tidur pada 5 SMPN di Jakarta. Masing-masing SMP diambil 3 kelas secara acak (491 orang murid SMP di Jakarta) untuk mendapatkan 121 murid SMP dengan gangguan tidur berdasarkan data prevalens gangguan tidur pada anak SMP sebesar 62,9% dan memperhitungkan jumlah kuesioner yang tidak dikembalikan oleh responden.15 5.6 Pelaksanaan Penelitian 5.6.1 Pra-Penelitian 1.
Peneliti melakukan uji coba kuesioner terhadap 20 murid SMP di Jakarta.
2.
Sepuluh orangtua murid SMP diminta untuk menjawab langsung kuesioner SDSC dan 10 orangtua lainnya diberikan waktu 3 hari terlebih dahulu untuk mengamati pola tidur anak di malam hari sebelum menjawab pertanyaan dalam SDSC.
3.
Orangtua juga diminta mengisi survei mengenai waktu yang dibutuhkan untuk mengisi kuesioner SDSC dan kesulitan yang dihadapi.
5.6.2 Penelitian 1.
Setelah lolos kaji etik, peneliti meminta izin kepada kepala sekolah SMPN 115, SMPN 30, SMPN 255, SMPN 75, dan SMPN 216 di Jakarta untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut.
2.
Peneliti mengambil secara acak 3 kelas yang terdiri dari kelas VII, kelas VIII, dan kelas IX. Semua murid di tiga kelas tersebut akan dilakukan skrining gangguan tidur menggunakan SDSC.
3.
Peneliti menjelaskan kepada seluruh subjek tentang pengertian gangguan tidur beserta dampaknya. Peneliti menjelaskan tujuan, manfaat, dan cara pengisian kuesioner penelitian ini. Subjek dan responden diminta mengisi kuesioner dengan jujur. Subjek dan responden diberikan jaminan kerahasiaan.
Universitas Indonesia
36
4.
Peneliti dan pihak sekolah akan memberikan amplop berisi formulir informed consent
(Lampiran
1-3),
pertanyaan
survei,
dan
kuesioner
untuk
orangtua/wali. Pertanyaan survei untuk orangtua/wali berisi jenis kelamin, usia, tingkat sekolah, pendidikan di luar sekolah, tingkat pendidikan ibu, pendapatan per kapita dalam keluarga, jumlah anggota keluarga, struktur keluarga, adanya TV/komputer di kamar tidur, dan kebiasaan tidur (Lampiran 4). Kuesioner untuk orangtua/wali adalah kuesioner SDSC (Lampiran 5). Orangtua atau wali sah dan murid membuat informed consent secara tertulis. Pertanyaan survei dan kuesioner tersebut akan diberikan kepada orangtua untuk diisi di rumah masing-masing. Orangtua diminta untuk memperhatikan kebiasaan tidur anak selama 3 hari berturut-turut sebelum menjawab pertanyaan dalam SDSC. Pada hari keempat formulir informed consent, pertanyaan survei, dan kuesioner SDSC dikembalikan melalui anak responden di sekolah. 5.
Peneliti akan melakukan penghitungan skor nilai SDSC. Murid SMP yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memiliki kriteria eksklusi akan mendapatkan satu kuesioner tambahan. Subjek penelitian diminta untuk mengisi kuesioner mengenai motivasi berprestasi dan strategi pembelajaran (Lampiran 7). Pengisian kuesioner dilakukan sendiri dengan didampingi oleh peneliti dan guru.
6.
Peneliti akan mengumpulkan hasil rapor semester pertama melalui pihak sekolah. Peneliti juga akan meminta nilai IQ seluruh murid SMP dengan gangguan tidur.
7.
Setelah seluruh data terkumpul, pengolahan data dilakukan dengan SPSS.
5.6.3 Pasca-Penelitian Orangtua subjek akan dijelaskan mengenai hasil kuesioner SDSC. Subjek penelitian yang menunjukkan gangguan tidur menurut SDSC, maka peneliti akan menjelaskan mengenai perlunya evaluasi lebih lanjut dengan pemeriksaan actigraphy. Subjek dan orangtua juga akan diberi edukasi untuk mengatasi gangguan tidur dan melakukan higiene tidur. Hasil akhir penelitian akan diinformasikan kepada orangtua dan pihak sekolah.
Universitas Indonesia
37
5.7 Alur Penelitian
Pemilihan secara random lima SMP di Jakarta
Pengambilan sampel dengan cara two stage cluster sampling di SMPN 115 Jakarta Selatan, SMPN 30 Jakarta Utara, SMPN 255 Jakarta Timur, SMPN 75 Jakarta Barat, dan SMPN 216 Jakarta Pusat Peneliti akan mengambil secara random 3 kelas dari setiap SMP yang terdiri dari kelas VII, kelas VIII, dan kelas IX Informed consent Orangtua/wali mengisi survei karakteristik subjek dan instrumen SDSC
Berdasarkan hasil penilaian SDSC subjek dibagi menjadi dua kelompok
Anak dengan gangguan tidur
Anak tanpa gangguan tidur
Kriteria inklusi/eksklusi
Penilaian motivasi dan strategi belajar anak Pengumpulan nilai pemeriksaan IQ dan rerata nilai rapor semester pertama
Pengumpulan data
Pengolahan data
Gambar 5.7. Alur penelitian
Universitas Indonesia
38
5.8 Identifikasi Variabel Identifikasi variabel untuk penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel tergantung adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Dalam penelitian ini adalah prestasi akademik pada murid SMP dengan gangguan tidur. 2. Variabel bebas adalah variabel yang secara langsung berhubungan dengan hipotesis, yang dinilai pengaruhnya terhadap variabel tergantung. Dalam penelitian ini yaitu: jenis kelamin, motivasi dan strategi belajar, nilai IQ, tingkat pendidikan ibu, tingkat sosial ekonomi keluarga, struktur keluarga, pendidikan di luar sekolah, adanya TV/komputer di kamar tidur, durasi tidur di hari sekolah, perbedaan waktu tidur, dan perbedaan waktu bangun. 5.9 Definisi operasional
Subjek penelitian: murid SMP di Jakarta yang mengalami gangguan tidur.
Responden: orangtua subjek penelitian.
Usia: usia subjek yang dihitung sejak tanggal lahir hingga tanggal pengisian kuesioner. Usia subjek pada saat penelitian, dihitung dalam tahun berdasarkan ulang tahun terakhir, tanpa pembulatan. Tanggal lahir subjek didapatkan dari pengisian kuesioner SDSC dan survei karakteristik yang diisi oleh responden serta data di kuesioner motivasi dan strategi pembelajaran yang diisi oleh subjek.
Jenis kelamin: jenis kelamin subjek dibedakan menjadi lelaki dan perempuan berdasarkan pemeriksaan genitalia eksterna, diidentifikasi oleh peneliti dengan bantuan orangtua subjek.
Tingkat pendidikan ibu adalah tingkat pendidikan ibu subjek yang dikelompokkan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 pasal 17-20 tentang sistem pendidikan nasional.81 Tingkat pendidikan yang pernah ditempuh secara formal oleh ibu, ditetapkan berdasarkan ijazah tertinggi yang dimiliki yaitu: (1) Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat; Universitas Indonesia
39
(2) Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat; (3) Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi.81
Prestasi akademik adalah hasil pelajaran yang diperoleh dari kegiatan belajar di sekolah yang bersifat kognitif dan biasanya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian.25 Pada penelitian ini indikator prestasi akademik yang digunakan adalah hasil rapor subjek penelitian. Nilai rerata rapor setiap subjek didapatkan dengan menjumlahkan nilai seluruh mata pelajaran dibagi jumlah mata pelajaran. Peneliti menghitung nilai rerata rapor seluruh subjek penelitian dan mendapatkan nilai 86,13. Nilai rapor diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu di bawah rerata (nilai rapor ≤ 86,13) dan di atas rerata (nilai rapor ≥ 86,14).
Tingkat sosial ekonomi keluarga dinilai berdasarkan tingkat pendapatan per kapita, menurut klasifikasi yang ditetapkan Bank Dunia tahun 2010 yaitu: 82 1. Rendah yaitu jika pendapatan per kapita per tahun ≤ US$ 1.005 (Rp 9.610.815,00) atau ≤ Rp 800.901 per kapita per bulan. 2. Menengah ke bawah yaitu jika pendapatan per kapita per tahun US$ 1.006 - 3.975 (Rp 9.610.815,00-38.012.925,00) atau ≥ Rp 800.902 - Rp 3.167.744 per kapita per bulan. 3. Menengah ke atas yaitu jika pendapatan per kapita per tahun US$ 3.97612.275 (Rp 38.022.488,00-117.385.825,00) atau ≥ Rp 3.167.7459.782.152 per kapita per bulan. 4. Tinggi yaitu jika pendapatan per kapita per tahun ≥ US$ 12.276 (Rp 117.385.825,00) atau ≥ Rp 9.782.153 per kapita per bulan. Catatan: konversi dengan kurs US$ 1 pada bulan Maret 2013 = Rp 9.563,0083
Struktur keluarga adalah komposisi keluarga yang tinggal serumah dengan subjek yang dianggap dapat memengaruhi pola asuh. Pilihan kategori yang digunakan adalah orangtua tunggal, keluarga inti, dan extended family. Orangtua tunggal terdiri dari ayah atau ibu dan anak. Keluarga inti adalah
Universitas Indonesia
40
keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Extended family adalah bila terdapat anggota keluarga selain keluarga inti, misal kakek, nenek, paman, bibi, sepupu, dan sebagainya yang dianggap sudah dewasa dan tinggal serumah.
Pendidikan di luar sekolah adalah pendidikan tambahan yang didapatkan oleh subjek di luar sekolah, seperti les atau ekstrakurikuler. Peneliti membedakan variabel pendidikan di luar sekolah menjadi 3 kategori yaitu ≤ 2 jenis, lebih dari 2 jenis, dan tidak mengikuti pendidikan di luar sekolah. Jenis kegiatan pendidikan di luar sekolah terdiri dari: •
Akademik: jenis kegiatan yang berhubungan dengan pendidikan di sekolah, misalnya: les matematika, bahasa inggris, IPA, bimbingan belajar, kelompok ilmiah remaja, dan kumon.
•
Non-akademik: jenis kegiatan yang tidak terkait secara langsung dengan pendidikan di sekolah, misalnya: olahraga, alat musik, taekwondo, cheerleader, pramuka, dan paskibra.
•
Campuran: jenis kegiatan meliputi akademik dan non-akademik.
Nilai IQ adalah hasil uji IQ subjek penelitian. Nilai IQ yang digunakan adalah nilai IQ terbaru subjek penelitian yang dilakukan ketika subjek kelas VII, kelas VIII, atau kelas IX. Nilai IQ tersebut akan dikategorikan menjadi di bawah rata-rata (skor IQ 80-89), rata-rata (skor IQ 90-109), di atas rata-rata (skor IQ 110-119), cerdas (skor IQ 120-129), dan sangat cerdas (skor IQ 130 ke atas).
Motivasi dan strategi belajar adalah sikap dan tingkah lalu subjek dalam pembelajaran untuk mencapai prestasi akademik yang tinggi. Hal ini dapat diketahui berdasarkan hasil pengisian kuesioner oleh subjek. Subjek akan dikategorikan menjadi: (1) memiliki motivasi belajar kurang, (2) memiliki motivasi belajar yang cukup, (3) memiliki motivasi belajar yang baik.34 Penilaian motivasi dan strategi belajar berdasarkan skor dari pengisian kuesioner motivasi dan strategi pembelajaran. Peneliti menghitung nilai median dan standar deviasi (SD) dari skor kuesioner motivasi dan strategi pembelajaran yang diisi oleh subjek. Nilai median didapatkan 118 dan SD 9,36. Kategori motivasi belajar kurang apabila subjek memiliki skor ≤ 108
Universitas Indonesia
41
(median – SD). Motivasi belajar cukup apabila subjek memiliki skor 109 sampai 127 (median – SD sampai dengan median + SD). Motivasi belajar baik apabila subjek memiliki skor ≥ 128 (median + SD).
Persepsi orangtua adalah pendapat responden mengenai ada atau tidaknya gangguan tidur pada subjek penelitian.
Gangguan tidur merupakan kumpulan kondisi yang dicirikan dengan adanya gangguan dalam jumlah, kualitas, atau waktu tidur pada seorang individu. Gangguan tidur diidentifikasi menggunakan SDSC yang dimodifikasi. Modifikasi berupa penerjemahan keduapuluhenam pertanyaan ke dalam Bahasa Indonesia. Peneliti menggunakan cut off point yang lebih tinggi yaitu skor total 46 ( T skor > persentil 64) karena pada penelitian Natalita dkk11 terdapat 29% subjek dengan skor total < 39 (T skor > persentil 55) tetapi memiliki skor subtipe > persentil 60 (mengalami gangguan tidur). Gangguan tidur dikategorikan menjadi dua berdasarkan jumlah skor yang didapat (Lampiran 5), yaitu:16
•
Gangguan tidur patologis (T skor > persentil 70)
•
Borderline (T skor > persentil 64 dan ≤ persentil 70)
Klasifikasi gangguan tidur berdasarkan SDSC terdiri dari 6 kelompok, yaitu gangguan pernapasan waktu tidur; gangguan memulai dan mempertahankan tidur; gangguan kesadaran; gangguan transisi tidur-bangun; gangguan somnolen berlebihan; dan hiperhidrosis saat tidur. Skor masing-masing kelompok gangguan tidur diketahui dengan menjumlahkan skor pada pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan kelompok tersebut. •
Skor gangguan memulai dan mempertahankan tidur didapatkan dengan menjumlahkan skor dari pertanyaan nomor 1, 2, 3, 4, 5, 10, dan 11.
•
Skor
gangguan
pernapasan
waktu
tidur
didapatkan
dengan
menjumlahkan skor dari pertanyaan nomor 13, 14, dan 15. •
Skor gangguan kesadaran didapatkan dengan menjumlahkan skor dari pertanyaan nomor 17, 20, dan 21.
•
Skor gangguan transisi tidur-bangun didapatkan dengan menjumlahkan skor dari pertanyaan nomor 6, 7, 8, 12, 18, dan 19.
Universitas Indonesia
42
•
Skor gangguan somnolen berlebihan didapatkan dengan menjumlahkan skor dari pertanyaan nomor 22, 23, 24, 25, dan 26.
•
Skor hiperhidrosis saat tidur didapatkan dengan menjumlahkan skor dari pertanyaan nomor 9 dan 16.15,16
Gangguan memulai dan mempertahankan tidur adalah kesulitan memulai dan atau mempertahankan tidur, dengan adanya fragmentasi tidur yang berulang atau sering. Kesulitan memulai tidur ditandai dengan peningkatan sleep latency (waktu yang dibutuhkan sejak naik ke tempat tidur hingga subjek jatuh tertidur) > 30 menit.84 Keluhan berdasarkan identifikasi oleh responden dan laporan self-report subjek.
Gangguan transisi tidur-bangun merupakan abnormalitas perilaku yang terjadi pada saat transisi dari kondisi sadar menuju tidur (atau tidur menjadi sadar), di antaranya adalah restless legs, head banging, bicara saat tidur. Keluhan ini diidentifikasi oleh responden.63
Gangguan
pernapasan
waktu
tidur
adalah
masalah
tidur
yang
menyebabkan mengantuk berlebihan atau insomnia, dipertimbangkan disebabkan oleh kondisi pernapasan yang berhubungan dengan tidur. Masalah ini dinilai dari frekuensi mendengkur, apnea, dan kesulitan bernapas.68 Keluhan ini diidentifikasi oleh responden.
Gangguan kesadaran adalah periode perilaku nokturnal yang melibatkan disorientasi kognitif dan gangguan otonom serta otot skeletal di antaranya adalah berjalan saat tidur, mimpi buruk, dan teror tidur.63 Keluhan ini diidentifikasi oleh subjek dan responden.
Somnolen berlebihan adalah kondisi tidur berlebihan maupun serangan kantuk. Keluhan predominan adalah mengantuk berlebihan saat pagi hari dan sepanjang hari, dengan episode tidur memanjang atau tidur di siang hari yang terjadi hampir setiap hari. Keluhan ini diidentifikasi oleh subjek.68
Hiperhidrosis saat tidur adalah keluhan berkeringat berlebihan ketika tidur di malam hari (night sweating). Keluhan ini diidentifikasi oleh responden.16,76
Kebiasaan tidur meliputi perbedaan waktu bangun dan tidur anak responden pada hari sekolah dan hari libur, serta durasi tidur.74
Waktu tidur adalah waktu subjek masuk dalam keadaan tidur.11,15
Universitas Indonesia
43
Perbedaan waktu tidur adalah perbedaan waktu ketika subjek tidur di hari sekolah dan di hari libur. Dikatakan terdapat perbedaan waktu tidur jika terdapat perbedaan lebih dari satu jam. Variabel ini dibedakan menjadi dua, yaitu: o
Bermakna, perbedaan waktu tidur lebih dari satu jam
o
Tidak bermakna, perbedaan waktu tidur kurang dari atau sama dengan satu jam 15
Waktu bangun adalah waktu subjek bangun tidur.11,15
Perbedaaan waktu bangun adalah perbedaan waktu ketika subjek bangun tidur di hari sekolah dan di hari libur. Dikatakan terdapat perbedaan waktu bangun jika terdapat perbedaan lebih dari satu jam. Variabel ini dibedakan menjadi dua, yaitu: o
Bermakna, perbedaan waktu bangun lebih dari satu jam
o
Tidak bermakna, perbedaan waktu bangun kurang dari atau sama dengan satu jam15
Durasi tidur adalah jumlah jam yang digunakan oleh subjek penelitian untuk tidur di malam hari. Durasi tidur dibedakan menjadi dua yaitu durasi tidur di hari sekolah dan durasi tidur di hari libur. Durasi tidur di hari libur didapatkan dengan menghitung jumlah jam antara waktu bangun dengan waktu tidur di hari libur. Rerata durasi tidur remaja yang dianggap normal adalah 8,4-9,3 jam.48 Pada penelitian ini durasi tidur dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
o
Kurang, jika durasi tidur kurang dari 8 jam
o
Cukup, jika durasi tidur antara 8-9 jam
o
Lebih, jika durasi tidur lebih dari 9 jam
Media elektronik visual adalah adanya televisi dalam kamar tidur anak responden.
Komputer dalam kamar tidur adalah adanya komputer atau laptop dalam kamar tidur anak responden.
Probabilitas adalah probabilitas untuk terjadinya suatu kejadian.85 Pada penelitian ini probabilitas murid SMP dengan gangguan tidur untuk memiliki prestasi akademik di bawah rerata.
Universitas Indonesia
44
5.10 Manajemen dan Analisis Data Semua data yang diperoleh dicatat dalam formulir laporan penelitian yang telah disiapkan kemudian dimasukkan ke dalam data base komputer menggunakan program SPSS versi 17.0. Pada subjek penelitian dicari apakah terdapat hubungan antara faktor yang diteliti yaitu: jenis kelamin, nilai IQ, tingkat pendidikan ibu, tingkat sosial ekonomi keluarga, struktur keluarga, motivasi dan strategi belajar, adanya TV/komputer di kamar tidur, pendidikan di luar sekolah, durasi tidur pada hari sekolah, perbedaan waktu tidur, dan perbedaan waktu bangun; dan prestasi akademik pada murid SMP dengan gangguan tidur. Analisis bivariat dilakukan dengan uji hipotesis Kai-kuadrat (X2) pada setiap faktor, hingga diperoleh nilai p untuk masing-masing faktor. Bila persyaratan untuk uji Kai-kuadrat (X2) tidak dapat terpenuhi maka dilakukan penggabungan sel variabel atau dilakukan uji regresi logistik. Hubungan antara variabel bebas dan variabel tergantung disebut secara statistik bermakna bila memiliki nilai p < 0,05. Variabel bebas yang dalam analisis bivariat memiliki nilai p < 0,25, atau yang dianggap sebagai faktor risiko penting dikumpulkan dan dilakukan uji statistik tahap kedua yaitu analisis multivariat. Uji yang digunakan adalah uji regresi logistik karena kedua variabel yang digunakan adalah variabel kategorik. Analisis ini untuk melihat faktor yang paling berhubungan dengan prestasi akademik sehingga diperoleh nilai p, rasio prevalens (RP) dan interval kepercayaan (IK 95%). Data yang merupakan data deskriptif dan bukan variabel bebas, ditampilkan secara terpisah menurut masing-masing kelompok. Analisis data dan pembahasan dilakukan dengan membandingkan temuan penelitian yang pernah ada dan penjelasan rasional lain yang paling memungkinkan. 5.11 Etik Penelitian •
Persetujuan etik penelitian diperoleh dari Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia melalui Surat Keterangan Lolos Kaji Etik nomor 42/H2.F1/ETIK/2013 tertanggal 28 Januari 2013 (Lampiran 8).
Universitas Indonesia
45
•
Pengumpulan data di lapangan dilakukan oleh peneliti dengan berdasar surat tugas dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia nomor 737/L/PPDS IKA/XII/2012, 738/L/PPDS IKA/XII/2012, 739/L/PPDS IKA/XII/2012, 740/L/PPDS IKA/XII/2012, dan 741/L/PPDS IKA/XII/2012 tertanggal 12 Desember 2012.
•
Sebelum subjek diikutsertakan dalam penelitan, peneliti meminta izin kepala sekolah untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut serta meminta persetujuan dari orangtua/wali murid dan murid setelah sebelumnya diberikan penjelasan mengenai tujuan, prosedur, dan manfaat penelitian (informed consent) (Lampiran 1-3).
Universitas Indonesia
BAB 6 HASIL PENELITIAN
6.1 Alur Subjek Penelitian Penelitian ini adalah penelitian potong lintang analitik yang dilakukan sejak bulan Januari hingga Maret 2013. Pada awalnya peneliti melakukan skrining gangguan tidur menggunakan kuesioner SDSC terhadap 491 murid SMP di Jakarta yang bersekolah di SMPN 75 Jakarta, SMPN 30 Jakarta, SMPN 216 Jakarta, SMPN 115 Jakarta, dan SMPN 255 Jakarta (Lampiran 5). Peneliti juga meminta orangtua dan murid untuk mengisi survei karakteristik subjek dan lembar persetujuan ikut serta dalam penelitian (Lampiran 2-4). Murid yang mengembalikan kuesioner berjumlah 332 orang dan 7 orang di antaranya di drop-out karena pengisian kuesioner SDSC tidak dilakukan secara lengkap. Terdapat 129 subjek yang memenuhi kriteria inklusi/eksklusi namun 5 orang di antaranya di drop-out karena tidak memiliki nilai IQ. Subjek yang memenuhi kriteria inklusi diminta untuk mengisi kuesioner motivasi dan strategi belajar (Lampiran 7). Alur subjek penelitian dapat dilihat pada Gambar 6.1.
46
Universitas Indonesia
47
Skrining gangguan tidur menggunakan SDSC
SMPN 75 108 murid
SMPN 30 86 murid
SMPN 216 103 murid
SMPN 115 107 murid
SMPN 255 87 murid
491 murid SMP 159 murid tidak mengembalikan kuesioner SDSC, 18 di antaranya tidak bersedia ikut serta dalam penelitian
332 murid mengembalikan kuesioner 7 orang di drop-out karena pengisian kuesioner tidak lengkap
129 memenuhi kriteria inklusi/eksklusi 5 orang di drop-out karena tidak memiliki nilai IQ
124 murid ikut serta dalam penelitian
Gambar 6.1. Alur Subjek Penelitian 6.2 Karakteristik Subjek Penelitian Rentang usia subjek penelitian ini antara 12-15 tahun, dengan median usia 13 tahun. Sebagian besar subjek (58,9%) termasuk ke dalam status sosial ekonomi menengah ke bawah, dan sisanya berada di sosial ekonomi rendah (13,7%), menengah ke atas (23,4%), dan tinggi (4%). Sebaran jenis kelamin terdiri dari 36 lelaki (29%) dan 88 perempuan (71%). Karakteristik subjek penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.2.
Universitas Indonesia
48
Tabel 6.2. Karakteristik Subjek Penelitian Karakteristik Usia (tahun)
Jenis kelamin Tingkat sekolah
Struktur keluarga
Tingkat pendidikan ibu
Sosial ekonomi keluarga
Komputer di kamar tidur Televisi di kamar tidur
Jumlah (n=124)
Persentase (%)
12 13 14 15 Lelaki Perempuan Kelas VII Kelas VIII Kelas IX Orangtua tunggal Keluarga inti Extended family Pendidikan dasar Pendidikan menengah Pendidikan tinggi Rendah Menengah ke bawah Menengah ke atas Tinggi Ya Tidak Ya Tidak
30 47 41 6 36 88 28 51 45 4 96 24 1 37 86 17 73 29 5 66 58 47 77
24,2 37,9 33,1 4,8 29 71 22,6 41,1 36,3 3,2 77,4 19,4 8 29,8 69,4 13,7 58,9 23,4 4 53,2 46,8 37,9 62,1
Bermakna Tidak bermakna Bermakna Tidak bermakna Kurang Normal Lebih Kurang Normal Di bawah rata-rata Rata-rata Di atas rata-rata Cerdas Sangat cerdas Kurang Cukup Baik Lebih dari 2 jenis
40 84 92 32 37 51 36 99 25 13 55 22 20 14 17 90 17 23
32,3 67,7 74,2 25,8 29,8 41,1 29 79,8 20,2 10,5 44,4 17,7 16,1 11,3 13,7 72,6 13,7 18,5
1-2 jenis
86
69,4
Tidak ada
15
12,1
Kebiasaan tidur: Perbedaan waktu tidur Perbedaan waktu bangun Durasi tidur di hari libur
Durasi tidur di hari sekolah Nilai IQ
Motivasi dan strategi belajar
Pendidikan di luar sekolah
Universitas Indonesia
49
6.3 Prevalens Gangguan Tidur pada Murid SMP di Jakarta Pada penelitian ini didapatkan 129 (39,7%) subjek yang memenuhi kriteria gangguan tidur menurut skor SDSC total dengan menggunakan cut off point > 46 dari total 325 murid SMP yang melakukan pengisian kuesioner dengan lengkap. 6.4 Kebiasaan Tidur Subjek Penelitian Pada penelitian ini median waktu tidur di malam hari pada hari sekolah adalah pukul 22:00 WIB, bangun pagi pukul 05:00 WIB, dan durasi tidur 7 jam. Kebiasaan tidur subjek penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.4. Tabel 6.4. Kebiasaan Tidur Subjek Penelitian Kebiasaan tidur Waktu tidur di hari libur (pukul) Waktu bangun di hari libur (pukul) Waktu tidur di hari sekolah (pukul) Waktu bangun di hari sekolah (pukul) Durasi tidur di hari libur (jam) Durasi tidur di hari sekolah (jam)
Median
Minimum
Maksimum
23:00 08:00 22:00 05:00 8,5 7
20:00 04:30 20:00 04:00 5 4
04:00 12:00 00:30 05:45 15 9
6.5 Jenis Gangguan Tidur pada Subjek Penelitian Jenis gangguan tidur yang paling sering dialami oleh subjek penelitian berdasarkan skor subtipe SDSC adalah gangguan memulai dan mempertahankan tidur (70,2%). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 6.5. Tabel 6.5. Jenis Gangguan Tidur pada Subjek Penelitian Jenis gangguan tidur Gangguan memulai dan mempertahankan tidur Gangguan pernapasan saat tidur Gangguan kesadaran Gangguan transisi tidur-bangun Gangguan somnolen berlebihan Hiperhidrosis saat tidur
Jumlah subjek (n total=124) 87 18 39 70 57 12
Persentase (%) 70,2 14,5 31,4 56,4 45,9 9,7
Universitas Indonesia
50
6.6 Persepsi Orangtua Mengenai Gangguan Tidur pada Anak Sebanyak 52 (41,9%) responden tidak merasa bahwa subjek mengalami gangguan tidur. Hanya 27 (21,8%) responden yang merasa bahwa subjek mengalami gangguan tidur dan 45 (36,3%) responden tidak tahu apakah subjek mengalami gangguan tidur. 6.7 Prestasi Akademik Subjek Penelitian Prestasi akademik dinilai berdasarkan nilai rapor semester pertama yaitu pada akhir bulan Desember 2012. Penelitian ini mendapatkan nilai rerata rapor adalah 86,13 dengan rentang nilai 80-91. Prestasi akademik diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu di bawah rerata (nilai rapor ≤ 86,13) dan di atas rerata (nilai rapor ≥ 86,14). Terdapat 65 (52,4%) subjek memiliki prestasi akademik di atas rerata dan 59 (47,6%) subjek memiliki prestasi akademik di bawah rerata. 6.8 Pendidikan di Luar Sekolah Subjek Penelitian Sebanyak 95 orang subjek penelitian mengikuti pendidikan di luar sekolah, dan 23 orang di antaranya mengikuti pendidikan di luar sekolah lebih dari 2 jenis. Jenis pendidikan di luar sekolah yang diikuti sebagian besar subjek yang mengikuti lebih dari 2 jenis adalah bersifat campuran. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 6.8.1. Tabel 6.8.1. Pendidikan di Luar Sekolah Subjek Penelitian Jenis kegiatan Akademik Non-akademik Campuran
> 2 jenis 5 7 11
1-2 jenis 24 46 2
Sebanyak 17 (58,6%) subjek penelitian yang mengikuti pendidikan di luar sekolah dengan sifat akademik memiliki prestasi akademik di atas rerata. Tiga puluh orang (56,6%) subjek yang mengikuti kegiatan non-akademik memiliki prestasi akademik di bawah rerata (Tabel 6.8.2). Sebanyak 5 subjek yang mengikuti pendidikan di luar sekolah dengan sifat akademik dan lebih dari 2 jenis, 3 di antaranya memiliki prestasi akademik di bawah rerata sedangkan 11 subjek yang
Universitas Indonesia
51
mengikuti pendidikan di luar sekolah dengan sifat campuran dan lebih dari 2 jenis, 8 di antaranya memiliki prestasi akademik di atas rerata. Tabel 6.8.2. Prestasi Akademik Subjek Penelitian yang Mengikuti Pendidikan di Luar Sekolah
Jenis kegiatan Akademik Non-akademik Campuran
Prestasi akademik Di bawah rerata Di atas rerata 12 17 30 23 3 10
6.9 Faktor yang Berhubungan dengan Prestasi Akademik Analisis bivariat dilakukan pada 111 subjek penelitian karena peneliti tidak mengikutsertakan subjek yang memiliki nilai IQ di bawah rata-rata. Terdapat 13 orang subjek yang memiliki nilai IQ di bawah rata-rata dan 11 (84,6%) di antaranya memiliki prestasi akademik di bawah rerata. Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat 5 faktor yang memiliki hubungan bermakna dengan prestasi akademik subjek, yaitu: (1) jenis kelamin, (2) sosial ekonomi keluarga, (3) nilai IQ, (4) motivasi dan strategi belajar, dan (5) pendidikan di luar sekolah. Kelima variabel memenuhi syarat uji Kai kuadrat. Variabel independen nilai IQ (rata-rata, di atas rata-rata, cerdas, sangat cerdas) peneliti melakukan penggabungan sel menjadi 2 (rata-rata dan di atas rata-rata). Variabel independen sosial ekonomi keluarga (rendah, menengah ke bawah, menengah ke atas, tinggi) peneliti melakukan penggabungan sel menjadi 2 (rendah-menengah ke bawah dan menengah ke atas-tinggi). Variabel independen motivasi dan strategi belajar (kurang, cukup, baik) peneliti melakukan penggabungan sel menjadi 2 (kurang dan cukup-baik). Hasil uji bivariat dapat dilihat secara lebih terperinci pada Tabel 6.9.
Universitas Indonesia
52
Tabel 6.9. Hubungan Jenis Kelamin, Pendidikan Ibu, Sosial Ekonomi Keluarga, Struktur Keluarga, Nilai IQ, Motivasi dan Strategi Belajar, Durasi Tidur Sekolah, Perbedaan Waktu Tidur, Perbedaan Waktu Bangun, TV/Komputer di Kamar Tidur, dan Pendidikan di Luar Sekolah dengan Prestasi Akademik Nilai rapor : n (%) Variabel bebas Jenis kelamin Lelaki Perempuan Pendidikan ibu Dasar-Menengah Tinggi Sosial ekonomi keluarga Rendah-Menengah ke bawah Menengah ke atas-Tinggi Struktur keluarga Orangtua tunggal Extended family Keluarga inti Nilai IQ Rata-rata Di atas rata-rata Motivasi dan strategi belajar Kurang Cukup-Baik Durasi tidur sekolah Kurang Normal Perbedaan waktu tidur Bermakna Tidak bermakna Perbedaan waktu bangun Bermakna Tidak bermakna TV/komputer di kamar tidur Ya Tidak Pendidikan di luar sekolah > 2 jenis ≤ 2 jenis Tidak ada
Di bawah rerata
Di atas Rerata
RP (IK 95%)
p
19 (39,6) 29 (60,4)
12 (19) 51 (81)
2,78 (1,18-6,54)
0,017*
13 (27,1) 35 (72,9)
18 (28,6) 45 (71,4)
0,93 (0,4-2,15)
0,86*
40 (83,3) 8 (16,7)
40 (63,5) 23 (36,5)
2,87 (1,15-7,19)
0,021*
2 (4,2) 12 (25) 34 (70,8)
2 (3,2) 8 (12,7) 53 (84,1)
1,56 (0,21-11,6) 2,34 (0,87-6,31) Pembanding
0,665# 0,094
31 (64,6) 17 (35,4)
24 (38) 39 (62)
2,96 (1,36-6,46)
0,006*
10 (20,8) 38 (79,2)
4 (6,3) 59 (93,7)
3,88 (1,14-13,27)
0,023*
39 (81,2) 9 (18,8)
51 (81) 12 (19)
1,02 (0,39-2,66)
0,968*
19 (39,6) 29 (60,4)
18 (28,6) 45 (71,4)
1,64 (0,74-3,63)
0,223*
37 (77,1) 11 (22,9)
48 (76,2) 15 (23,8)
1,05 (0,43-2,55)
0,912*
31 (64,6) 17 (35,4)
41 (65) 22 (35)
0,98 (0,45-2,15)
0,957*
14 (29,2) 31 (64,6) 3 (6,2)
9 (14,3) 41 (65) 13 (20,7)
6,74 (1,49-30,49) 3,28 (0,86-12,5) Pembanding
0,009* 0,07
* Uji Kai kuadrat # Uji regresi logistik p < 0,05 (bermakna secara statistik)
Universitas Indonesia
53
Variabel yang memiliki nilai p < 0,25 akan dimasukkan ke dalam analisis multivariat. Terdapat 6 variabel yang memiliki nilai p < 0,25, yaitu: (1) jenis kelamin, (2) sosial ekonomi keluarga, (3) nilai IQ, (4) motivasi dan strategi belajar, (5) pendidikan di luar sekolah, dan (6) struktur keluarga. Sebelum dilakukan analisis multivariat, terhadap keenam variabel dilakukan uji matrikulasi atau correlation matrix atau colinearity untuk mengetahui apakah ada korelasi antar-variabel atau variabel yang satu mewakili variabel yang lain. Hasil uji matrikulasi menunjukkan tidak terdapat variabel yang memiliki korelasi satu sama lain sehingga keenam variabel dimasukkan ke dalam analisis multivariat. 6.10 Analisis Multivariat terhadap Faktor yang Berhubungan dengan Prestasi Akademik Analisis multivariat yang digunakan adalah regresi logistik dengan backward stepwise karena variabel-variabel yang diuji merupakan variabel kategorik. Berdasarkan uji regresi logistik, didapatkan faktor yang paling bermakna berhubungan dengan prestasi akademik di bawah rerata secara berurutan, yaitu: (1) pendidikan di luar sekolah dengan nilai RP 5,61 (IK 95% antara 1,36 sampai 23,18; p = 0,017), diikuti oleh (2) nilai IQ dengan nilai RP 3,26 (IK 95% antara 1,38 sampai 7,72; p = 0,007), dan (3) jenis kelamin dengan nilai RP 2,68 (IK 95% antara 1,06 sampai 6,78; p = 0,037). Hasil analisis multivariat dapat dilihat pada Tabel 6.10. Untuk menghitung besar probabilitas atau kemungkinan seorang subjek memiliki prestasi akademik di bawah rerata, dihitung persamaan dengan menggunakan rumus:85 Persamaan (y) = konstanta + a 1 x 1 + a 2 x 2 + a 3 x 3 + a 4 x 4 y = (-3,405) + 1,724 (pendidikan di luar sekolah) + 1,183 (nilai IQ) + 0,986 (jenis kelamin) Jika seorang subjek memiliki ketiga faktor di atas (pendidikan di luar sekolah, nilai IQ rata-rata, dan jenis kelamin lelaki) maka nilai y = (-3,405) + 1,724 (1) + 1,183 (1) + 0,986 (1) = 0,488.
Universitas Indonesia
54
Besarnya probabilitas subjek memiliki prestasi akademik di bawah rerata dihitung dengan menggunakan rumus:85 Probabilitas (p) = 1/(1+e-y) e = bilangan natural (2,7) p = 1/(1+(2,7)-0,488) = 0,62 = 62% Sehingga probabilitas subjek memiliki prestasi akademik di bawah rerata adalah sebesar 62% Tabel 6.10. Hubungan Jenis Kelamin, Nilai IQ, Struktur Keluarga, Pendidikan di Luar Sekolah, Sosial Ekonomi Keluarga, serta Motivasi dan Strategi Belajar dengan Prestasi Akademik Variabel
Koefisien p
RP
IK 95%
0,837
0,115
2,310
0,817-6,535
Nilai IQ (1)
1,228
0,006
3,415
1,422-8,202
Struktur keluarga (1)
0,186
0,750
1,205
0,382-3,802
Pendidikan di luar sekolah (1)
1,589
0,028
4,899
1,184-20,271
Sosial ekonomi keluarga (1)
0,834
0,119
2,303
0,807-6,574
Motivasi dan strategi belajar (1) 0,930
0,181
2,534
0,648-9,909
Konstanta
-3,301
0,000
0,037
0,907
0,06
2,477
0,961-6,386
Nilai IQ (1)
1,230
0,006
3,420
1,425-8,207
Pendidikan di luar sekolah (1)
1,598
0,028
4,944
1,188-20,566
Sosial ekonomi keluarga (1)
1,870
0,097
2,388
0,853-6,681
Motivasi dan strategi belajar (1) 0,915
0,186
2,497
0,643-9,697
Konstanta
-3,316
0,000
0,036
0,986
0,037*
2,680
1,060-6,776
Nilai IQ (1)
1,183
0,007*
3,265
1,382-7,717
Pendidikan di luar sekolah (1)
1,724
0,017*
5,607
1,356-23,184
Sosial ekonomi keluarga (1)
0,992
0,053
2,695
0,987-7,363
Konstanta
-3,405
0,000
0,033
Langkah 1a Jenis kelamin (1)
Langkah 2a Jenis kelamin (1)
Langkah 3a Jenis kelamin (1)
a. Variabel yang dimasukan pada langkah 1: (A) jenis kelamin, (B) nilai IQ, (C) struktur keluarga, (D) pendidikan di luar sekolah, (E) sosial ekonomi keluarga, dan (F) motivasi dan strategi belajar (6 variabel). *
p
<
0,05
(bermakna
secara
statistik).
Universitas Indonesia
BAB 7 PEMBAHASAN
7.1 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini dilakukan di lima SMP di Jakarta yang sebelumnya dikenal sebagai Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI). Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) merupakan suatu program pendidikan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional berdasarkan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pasal 50 ayat 3, yang menyatakan bahwa Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional merupakan upaya pemerintah untuk menciptakan sekolah yang berkualitas. Peningkatan kualitas ini diharapkan akan mengurangi jumlah siswa yang bersekolah di luar negeri.86 Saat ini istilah RSBI tidak lagi digunakan pada penamaan sekolah. Hasil penelitian yang diperoleh kurang bersifat representatif terhadap gambaran prestasi akademik murid SMP di Jakarta secara umum. Tempat penelitian yaitu sekolah juga merupakan faktor penting yang memengaruhi prestasi akademik murid dan tidak dapat disingkirkan. Namun nilai positif penelitian ini terletak pada jumlah sampel yang digunakan dan lokasi penelitian telah mewakili lima wilayah kotamadya di Propinsi DKI Jakarta sehingga hasil yang diperoleh diharapkan dapat mewakili kebiasaan tidur murid SMP di Jakarta. Penelitian ini menggunakan desain uji potong lintang yaitu peneliti melakukan observasi atau pengukuran variabel pada satu saat tertentu. Desain ini dipilih dengan pertimbangan dianggap memiliki fisibilitas yang baik. Variabel independen yang diteliti tidak dapat dijadikan faktor risiko untuk terjadinya suatu faktor dependen prestasi akademik murid SMP dengan gangguan tidur. Pengambilan subjek penelitian dengan cara two stage cluster sampling, yaitu peneliti mengambil secara acak 5 SMP yang masing-masing mewakili satu wilayah kotamadya di Propinsi DKI Jakarta. Selanjutnya peneliti mengambil
55
Universitas Indonesia
56
secara acak 3 kelas di setiap SMP yang terdiri dari 1 kelas VII, 1 kelas VIII, dan 1 kelas IX. Semua murid dalam kelas yang terpilih diikutsertakan dalam penelitian. Pada penelitian ini orangtua dan anak harus mengisi kuesioner SDSC bersamasama (cara pasif) karena terdapat beberapa pertanyaan yang anak tidak ketahui seperti tidur berjalan, tidur berbicara atau gangguan teror. Pengisian kuesioner dipengaruhi oleh kecemasan dan penyangkalan dari subjek maupun orangtua dalam mengisi kuesioner, sehingga diagnosis gangguan tidur tidak dapat hanya berdasarkan kuesioner saja. Kemungkinan bias interpretasi jawaban subjek penelitian berusaha disingkirkan karena subjek sendiri yang mengisi lembar kuesioner tersebut. Hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti juga didapatkan bahwa lebih dari 80% subjek dan orangtua mengerti maksud pertanyaan yang tertulis pada kuesioner SDSC. Recall bias yang besar dapat memengaruhi hasil penelitian. Kebenaran jawaban yang disampaikan tidak dapat dibuktikan. Data berupa nilai IQ dan nilai rapor dapat dibuktikan kebenarannya karena didapatkan dari sekolah. Peneliti telah meminta subjek penelitian untuk mengisi kuesioner dengan jujur. Peneliti juga telah menyampaikan sebelumnya bahwa akan merahasiakan data yang didapat tersebut, sehingga diharapkan subjek penelitian memberikan data yang benar. Pada penelitian ini dari 491 kuesioner yang dibagikan terdapat 159 kuesioner tidak dikembalikan, dan 18 orangtua di antaranya menandatangani surat penolakan ikut serta dalam penelitian. Beberapa alasan kuesioner tidak dikembalikan disebabkan murid tidak memberikan kepada orangtua dan murid merasa malu bila diketahui menderita gangguan tidur. Alasan lainnya adalah kuesioner hilang sebelum diberikan kepada orang tua, terkena banjir, dan tertinggal di sekolah. Berdasarkan hasil wawancara melalui telepon, orang tua menolak mengikutsertakan anaknya dalam penelitian ini karena mempunyai persepsi bahwa anak mereka tidak memiliki gangguan tidur dan bahwa merasa bahwa gangguan tidur itu bukan masalah serius. Hal ini sesuai dengan penelitian Blunden dkk76 bahwa hanya 4,1 % orang tua yang memiliki perhatian terhadap masalah gangguan tidur pada anak dan hanya 7,9 % dokter yang berdiskusi dengan orangtua mengenai masalah gangguan tidur. Penyebab rendahnya Universitas Indonesia
57
pelaporan gangguan tidur pada anak, karena orangtua kurang mengerti penting dan dampak gangguan tidur pada anak seperti penurunan nilai akademik, gangguan fungsi neurokognitif, dan peningkatan kebiasaan mengantuk di siang hari. Keterbatasan ini menyebabkan kemungkinan subjek yang tidak ikut serta dalam penelitian merupakan populasi dengan gangguan tidur. 7.2 Karakteristik Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah murid kelas VII, VIII dan IX yang berasal dari lima SMPN di Jakarta yaitu SMPN 75 Jakarta, SMPN 30 Jakarta, SMPN 216 Jakarta, SMPN 115 Jakarta, dan SMPN 255 Jakarta. Pengumpulan data menghasilkan 129 remaja yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi (prevalens 39,7%), participation rate 67,6%. Sebagian besar subjek penelitian berusia 13 tahun (37,9%), kelas VIII (41,1%, ), dengan jumlah subjek perempuan (71%) lebih banyak dibandingkan lelaki (29%). Subjek terbanyak memiliki motivasi berprestasi dan strategi belajar yang cukup (72,6%), nilai IQ rata-rata (44,4%), dan mengikuti pendidikan di luar sekolah (87,9%). Sebagian besar subjek memiliki struktur keluarga inti (77,4%), berasal dari keluarga sosial ekonomi menengah ke bawah (58,9%), dengan tingkat pendidikan ibu terbanyak adalah pendidikan tinggi (69,4%). Menurut data dari dinas pendidikan DKI Jakarta, pada tahun 2009/2010 terdapat 958 SMP di DKI Jakarta, baik SMP negeri, swasta, maupun terbuka. Di antara 958 SMP tersebut, 35 SMP merupakan RSBI.87 Penelitian dilakukan pada lima dari 958 SMP yang ada, maka hasil penelitian mungkin tidak dapat merepresentasikan prestasi akademik seluruh murid SMP di Jakarta. Karena merupakan RSBI, karakteristik kelima SMPN pada penelitian ini berbeda dengan SMP lainnya di Jakarta, misalnya dalam hal nilai rapor dan pendidikan ibu. Penelitian ini dirancang untuk merepresentasikan gambaran kebiasaan tidur dan prevalens gangguan tidur murid SMP di seluruh wilayah DKI Jakarta. Kebiasaan tidur yang dinilai dalam penelitian terdiri dari perbedaan waktu bangun, perbedaan waktu tidur, durasi tidur di hari sekolah, dan durasi tidur di hari libur. Pada penelitian ini sebagian besar subjek memiliki perbedaan waktu
Universitas Indonesia
58
bangun (74,2%). Durasi tidur normal lebih sering ditemukan di hari libur (41,1%) dibandingkan di hari sekolah (20,2%). Penelitian Haryono dkk15 juga melaporkan adanya perbedaan waktu bangun yang bermakna pada 50,7% subjek penelitian. Penelitian Mak dkk88 terhadap remaja berusia 12-18 tahun di Hong Kong juga melaporkan bahwa waktu tidur > 8 jam lebih sering dijumpai pada hari libur (86,4%) dibandingkan pada hari sekolah (27,4%). 7.3 Prevalens Gangguan Tidur pada Murid SMP di Jakarta Pada penelitian ini prevalens gangguan tidur adalah sebesar 39,7%. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Haryono dkk15 dan Natalita dkk11 mendapatkan angka prevalens gangguan tidur pada remaja yang lebih tinggi yaitu 62,9% dan 62,5% karena kedua penelitian tersebut menggunakan skor total SDSC yang lebih rendah yaitu 39 untuk memenuhi kriteria gangguan tidur. 7.4 Kebiasaan Tidur Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah murid kelas VII, VIII dan IX di 5 SMP di Jakarta dengan median usia 13 tahun. Populasi ini merupakan kelompok usia remaja yang memiliki karakteristik pada perubahan siklus irama sirkadian dan perubahan pola tidur. Pada fase ini anak cenderung tidur lebih malam dan sulit dibangunkan pada pagi hari sehingga anak memiliki waktu tidur yang kurang. Pada penelitian ini median waktu tidur di malam hari pada hari sekolah adalah pukul 22:00 WIB, bangun pagi pukul 05:00 WIB, dan durasi tidur 7 jam. Pada hari libur subjek memiliki waktu tidur lebih malam yaitu pukul 23:00 WIB, waktu bangun pukul 08:00 WIB dan total durasi tidur sebanyak 8 jam 30 menit. Hal ini sesuai dengan pola tidur remaja di Asia seperti Jepang dan Korea.19 Remaja di Asia memiliki waktu tidur lebih pendek dibandingkan dengan di negara barat. Remaja di Amerika memiliki total waktu tidur 7,3 jam, waktu tidur malam pukul 22:33 dan waktu bangun pukul 06:05. Remaja di New Zealand memiliki total waktu tidur 8,7 jam, waktu tidur pukul 22:17 dan waktu bangun pukul 06:57. Sedangkan remaja di Jepang memiliki total waktu tidur sekitar 6,3 jam, waktu tidur pukul 00:03 dan waktu bangun pukul 06:33.4 Remaja di Korea memiliki
Universitas Indonesia
59
total waktu tidur paling pendek yaitu hanya 5,4 jam dengan waktu tidur pukul 00:00.10 Penelitian Natalita dkk11 menemukan bahwa remaja memiliki waktu tidur pukul 22:12 WIB, waktu bangun pukul 05:55 WIB, dan total waktu tidur 6 jam 47 menit. Pada penelitian ini perbedaan waktu tidur subjek penelitian adalah 1 jam dan perbedaan waktu bangun adalah 3 jam. Sebagian besar subjek penelitian (67,7%) memiliki perbedaan waktu tidur yang tidak bermakna karena subjek tidur larut malam di hari sekolah dan hari libur. Alasan subjek tidur larut malam di antaranya adalah karena menyelesaikan tugas akademik sekolah. 7.5 Jenis Gangguan Tidur pada Subjek Penelitian Pada penelitian ini jenis gangguan tidur terbanyak adalah gangguan memulai dan mempertahankan tidur (70,2%) dan diikuti oleh gangguan transisi tidur-bangun (56,5%). Pada penelitian Haryono dkk15 jenis gangguan tidur terbanyak (63,6%) yang ditemukan adalah gangguan transisi tidur-bangun, diikuti oleh gangguan memulai dan mempertahankan tidur (58%) dan gangguan somnolen berlebihan (58%). Penelitian Chung dkk19 di Hong Kong melaporkan bahwa 19,1% remaja kesulitan memulai tidur, terbangun di malam hari, dan bangun terlalu pagi dalam 3-4 hari per minggu. 7.6 Persepsi Orangtua Mengenai Gangguan Tidur pada Anak Pada penelitian ini sebanyak 52 (41,9%) orangtua subjek tidak merasa bahwa subjek mengalami gangguan tidur. Terdapat 27 (21,8%) orangtua subjek yang setuju bahwa subjek mengalami gangguan tidur. Hal ini sesuai dengan penelitian Blunden dkk76 bahwa hanya 4,1 % orangtua yang memiliki perhatian terhadap masalah gangguan tidur pada anak. Banyak orangtua yang tidak mengetahui cara sederhana mencegah atau mengurangi risiko terjadinya gangguan tidur pada anak sejak masih dini. Secara umum hanya sekitar 30% anak yang dianggap memiliki keluhan gangguan tidur signifikan, baik oleh orangtua maupun anak itu sendiri.89
Universitas Indonesia
60
7.7 Prestasi Akademik Subjek Penelitian Prestasi akademik memang tidak dapat dinilai hanya berdasarkan nilai rapor, namun rapor murid, yang berisikan hasil penilaian guru berdasarkan hasil ujian dan kegiatan sehari-hari murid, merupakan indikator prestasi akademik yang mudah dinilai.27 Pada penelitian ini digunakan nilai rapor semester pertama sebagai hasil prestasi akademik. Tempat penelitian merupakan RSBI dan nilai minimal untuk RSBI adalah 80, sehingga peneliti mengkategorikan prestasi akademik menjadi dua, di bawah rerata dan di atas rerata. Nilai rerata rapor subjek penelitian adalah 86,13, sehingga prestasi akademik di bawah rerata bila nilai rapor ≤86,13 dan di atas rerata bila nilai rapor ≥86,14. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa 59 (47,6%) subjek memperoleh prestasi akademik di bawah rerata dan 65 (52,4%) subjek memperoleh prestasi akademik di atas rerata. Rezeki dkk90 mendapatkan nilai rerata rapor murid kelas VII di SMPN 115 Jakarta adalah 86,87. 7.8 Pendidikan di Luar Sekolah Subjek Penelitian Sebagian besar subjek penelitian mengikuti pendidikan di luar sekolah 1-2 jenis. Terdapat 23 subjek yang mengikuti pendidikan di luar sekolah lebih dari 2 jenis, 11 di antaranya mengikuti pendidikan di luar sekolah yang bersifat campuran. Sebanyak 5 subjek yang mengikuti pendidikan di luar sekolah dengan sifat akademik dan lebih dari 2 jenis, 3 di antaranya memiliki prestasi akademik di bawah rerata sedangkan 11 subjek yang mengikuti pendidikan di luar sekolah dengan sifat campuran dan lebih dari 2 jenis, 8 di antaranya memiliki prestasi akademik di atas rerata. 7.9 Faktor yang Berhubungan dengan Prestasi Akademik 7.9.1 Jenis Kelamin Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa pada subjek yang diteliti, jenis kelamin subjek berpengaruh terhadap prestasi akademik, yaitu jenis kelamin lelaki
Universitas Indonesia
61
memiliki prestasi akademik di bawah rerata dengan perhitungan statistik nilai RP 2,78 (IK95% antara 1,18 sampai 6,54; p = 0,017). Berdasarkan berbagai penelitian diketahui bahwa prestasi akademik anak perempuan biasanya lebih baik daripada anak lelaki. Penelitian prospektif selama 24 bulan yang dilakukan oleh Sharif dkk37 pada murid berusia 10-14 tahun di AS mendapatkan bahwa jenis kelamin perempuan memiliki prestasi akademik yang lebih baik. Penelitian potong lintang yang dilakukan oleh Sharif dkk36 terhadap murid kelas 5-8 di AS menunjukkan bahwa murid perempuan memiliki risiko lebih rendah untuk memiliki prestasi akademik yang buruk. 7.9.2 Nilai IQ Nilai IQ seseorang menunjukkan tingkat kemampuannya untuk mempelajari, mengingat, dan menggambarkan informasi serta memecahkan masalah, sehingga memengaruhi prestasi akademik di sekolah.33 Pada penelitian ini terdapat 13 subjek penelitian memiliki nilai IQ di bawah rata-rata dan 11 (84,6%) di antaranya memiliki prestasi akademik di bawah rerata karena itu peneliti tidak mengikutsertakan 13 subjek tersebut pada analisis bivariat dan multivariat. Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa nilai IQ subjek berhubungan dengan prestasi akademik, yaitu subjek dengan nilai IQ rata-rata memiliki prestasi akademik di bawah rerata. Hasil ini bermakna secara statistik dengan nilai RP 2,96 (IK95% antara 1,36 sampai 6,46; p = 0,006) bila dibandingkan antara nilai IQ rata-rata dengan di atas rata-rata. Hal ini sejalan dengan penelitian lainnya, yaitu penelitian Leeson dkk91, yang mendapatkan bahwa kemampuan kognitif seseorang memengaruhi prestasi akademiknya. 7.9.3 Motivasi Berprestasi dan Strategi Belajar Anak dengan motivasi untuk berhasil memiliki prestasi akademik yang lebih baik.33 Penelitian Sedaghat dkk92 menyatakan bahwa murid dengan motivasi berprestasi yang lebih tinggi memiliki prestasi akademik yang lebih baik. Akan tetapi penelitian lain yang dilakukan oleh Gagne dkk93 menunjukkan bahwa motivasi berprestasi murid tidak memengaruhi prestasi akademik.
Universitas Indonesia
62
Penelitian ini mendapatkan hubungan yang bermakna secara statistik antara motivasi berprestasi dan strategi belajar subjek dan prestasi akademik. Subjek dengan motivasi berprestasi dan strategi belajar kurang memiliki prestasi akademik di bawah rerata dengan nilai RP 3,88 (IK95% antara 1,14 sampai 13,27; p = 0,023). 7.9.4 Durasi Tidur di Hari Sekolah Penelitian Kelly dkk94 menyatakan bahwa remaja yang tidur ≥ 9 jam (long sleepers) memiliki nilai GPA yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja yang tidur ≤ 6 jam (poor sleepers) di malam hari (3,24 vs 2,74). Penelitian lain melaporkan bahwa murid yang tidur lebih lama pada hari sekolah (7,4 jam) memiliki nilai GPA lebih baik dibandingkan dengan murid yang tidur lebih pendek (7 jam). Pada penelitian ini tidak adanya hubungan antara durasi tidur di hari sekolah dan prestasi akademik mungkin disebabkan sebagian besar subjek penelitian memiliki durasi tidur yang kurang (79,8%). 7.9.5 Perbedaan Waktu Tidur Penelitian yang dilakukan oleh Wolfson dan Carscadon5 terhadap 3000 murid sekolah menengah di Inggris Selatan menemukan bahwa murid dengan peringkat akademik yang baik memiliki durasi tidur yang lebih lama dan waktu tidur yang lebih awal di hari sekolah dibandingkan dengan murid dengan peringkat akademik yang rendah (p < 0,001). Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya hubungan bermakna antara perbedaan waktu tidur dan prestasi akademik subjek. Sebagian besar subjek (67,7%) pada penelitian ini memiliki perbedaan waktu tidur yang tidak bermakna dengan adanya median waktu tidur di hari sekolah pukul 22.00 WIB dan median waktu tidur di hari libur pukul 23.00 WIB. 7.9.6 Perbedaan Waktu Bangun Penelitian yang dilakukan oleh Link dan Ancoli di Israel menilai tidur dan Grade Point Average (GPA) pada 150 murid sekolah menengah dan hasilnya adalah murid yang memiliki GPA ≥ 3,5 bangun lebih siang di hari sekolah dan bangun lebih pagi di hari libur. Sementara murid yang memiliki GPA < 3,5 cenderung
Universitas Indonesia
63
lebih sering merasa mengantuk sepanjang hari. Pada penelitian ini tidak adanya hubungan antara perbedaan waktu bangun dan prestasi akademik subjek mungkin disebabkan sebagian besar subjek memiliki perbedaan waktu bangun (74,2%). 7.9.7 Pendidikan di Luar Sekolah Sebagian besar (87,9%) subjek memperoleh pendidikan di luar sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun telah bersekolah di SMPN RSBI, subjek dan responden masih merasa membutuhkan pendidikan tambahan di luar sekolah, bahkan saat mereka masih duduk di kelas VII. Hasil ini serupa dengan penelitian Rezeki dkk90 yang mendapatkan 76% murid SMP mengikuti pendidikan di luar sekolah. Penelitian Rezeki dkk90 tidak menemukan adanya hubungan bermakna antara pendidikan di luar sekolah dan prestasi akademik murid. Pada penelitian ini didapatkan adanya hubungan yang bermakna secara statistik antara pendidikan di luar sekolah dan prestasi akademik di bawah rerata dengan nilai RP 6,74 (IK95% 1,49-30,49; p = 0,009) bila dibandingkan antara subjek yang mengikuti lebih dari 2 jenis pendidikan di luar sekolah dan subjek yang tidak mengikuti pendidikan di luar sekolah. Namun tidak didapatkan hubungan yang bermakna secara statistik ketika peneliti membandingkan subjek yang mengikuti ≤ 2 jenis pendidikan di luar sekolah dan subjek yang tidak mengikuti pendidikan di luar sekolah dengan nilai RP 3,28 (IK95% 0,86-12,5; p = 0,07). Ketidaksesuaian antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada penelitian Rezeki dkk90 peneliti hanya menggunakan kategori “ya” dan “tidak” untuk variabel pendidikan di luar sekolah. Subjek penelitian Rezeki dkk90 hanya murid kelas VII yang berasal dari satu sekolah unggulan di Jakarta dan tidak dilakukan penilaian mengenai ada/tidaknya gangguan tidur pada murid. Penelitian Morina dkk95 terhadap 222 murid berusia 12-14 tahun menemukan bahwa murid yang mengikuti pendidikan di luar sekolah memiliki prestasi akademik yang lebih baik dibandingkan murid yang tidak mengikuti pendidikan di luar sekolah. Indikator penilaian yang digunakan adalah nilai rerata murid di
Universitas Indonesia
64
kelas. Morina dkk95 juga melakukan penilaian terhadap Study Techniques and Habits questionnaire dan menemukan tidak terdapat perbedaan bermakna antara murid yang tidak mengikuti pendidikan di luar sekolah dan murid yang mengikuti pendidikan di luar sekolah. Analisis tambahan kemudian dilakukan terhadap jenis pendidikan di luar sekolah yang diikuti subjek penelitian. Jika dibandingkan antara subjek dengan jenis kegiatan yang berhubungan dengan pendidikan di sekolah (akademik dan campuran) misalnya: les matematika, bahasa inggris, IPA, bimbingan belajar, kelompok ilmiah remaja, dan kumon) dan subjek dengan kegiatan yang tidak terkait secara langsung dengan pendidikan di sekolah/non-akademik (olahraga, alat musik, taekwondo, cheerleader, pramuka, dan paskibra) maka ditemukan hubungan bermakna dengan prestasi akademik subjek. Nilai RP untuk analisis tersebut didapatkan sebesar 0,426 (IK95% 0,185-0,979; p = 0,043). 7.9.8 Tingkat Pendidikan Ibu Berbagai penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap prestasi akademik murid sekolah. Penelitian Sharif dkk37 untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan media visual terhadap prestasi akademik murid usia 10-14 tahun di AS mendapatkan bahwa subjek dengan pendidikan orangtua yang tinggi memiliki prestasi akademik yang lebih baik (p < 0,001). Penelitian potong lintang yang dilakukan oleh Sharif dkk36 terhadap murid kelas 5-8 di AS menunjukkan bahwa subjek dengan pendidikan orangtua yang tinggi memiliki risiko lebih rendah untuk prestasi akademik yang buruk. Bruni dkk23 juga melaporkan adanya hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan ibu dan SAI. Tingkat pendidikan ibu yang tinggi dilaporkan memiliki hubungan bermakna secara statistik dengan skor SAI yang baik. Penelitian ini tidak mendapatkan adanya hubungan yang bermakna secara statistik antara tingkat pendidikan ibu dan prestasi akademik subjek. Tidak adanya pengaruh tingkat pendidikan ibu pada penelitian ini kemungkinan karena sebagian besar subjek memiliki ibu berpendidikan tinggi yaitu sebesar 69,4%. Hanya 1 subjek yang memiliki ibu berpendidikan dasar.
Universitas Indonesia
65
7.9.9 Struktur Keluarga Pada penelitian ini tidak didapatkan hubungan yang bermakna secara statistik antara struktur keluarga dengan prestasi akademik subjek. Perbandingan antara extended family dan keluarga inti didapatkan nilai RP 2,34 (IK95% antara 0,87 sampai 6,31; p = 0,094) sedangkan perbandingan antara orangtua tunggal dan keluarga inti didapatkan nilai RP 1,56 (IK95% antara 0,21 sampai 11,6; p = 0,665). Penelitian Uwaifo96 di Nigeria melaporkan adanya perbedaan bermakna antara prestasi akademik anak yang berasal dari keluarga dengan orangtua tunggal dibandingkan dengan keluarga inti. Anak yang tinggal dengan keluarga inti tampak lebih stabil secara emosional dan jarang memiliki masalah emosional sehingga anak tampak tidak cemas dalam mengerjakan tugas-tugas akademik. Penelitian lain yang dilakukan oleh Rezeki dkk90 menemukan bahwa meskipun secara perhitungan statistik tidak bermakna, subjek dengan struktur keluarga inti memiliki kemungkinan nilai rapornya di atas rerata lebih besar dibandingkan dengan yang bukan keluarga inti (orangtua tunggal dan extended family) (57,1% vs 38,7%). Pada penelitian ini subjek yang berasal dari keluarga inti juga memiliki prestasi akademik di atas rerata lebih besar dibandingkan dengan yang bukan keluarga inti (orangtua tunggal dan extended family) (60,9% vs 41,7%). 7.9.10 Sosial Ekonomi Keluarga Anak dengan orangtua miskin dan tidak berpendidikan cenderung memiliki suasana keluarga dan sekolah yang negatif dan menegangkan. Status sosial ekonomi yang tinggi meningkatkan kesempatan anak untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi.33 Penelitian Sharif dkk37 pada murid usia 10-14 tahun di AS mendapatkan bahwa semakin tinggi pendapatan keluarga maka prestasi akademik semakin baik (p < 0,01). Penelitian ini mendapatkan hubungan yang bermakna secara statistik antara sosial ekonomi keluarga dan prestasi akademik subjek. Subjek yang berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi rendah-menengah ke bawah memiliki prestasi akademik di bawah rerata dengan nilai RP 2,87 (IK95% antara 1,15 sampai 7,19; p = 0,021).
Universitas Indonesia
66
7.9.11 Keberadaan Televisi atau Komputer di Kamar Tidur Dominasi TV merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap kualitas pendidikan dasar di Indonesia. Selain mengganggu proses belajar anak, menonton TV tanpa seleksi acara yang ketat juga merusak mental anak menjadi santai dan hedonis. Pengaruh negatif TV lebih disebabkan oleh pola anak menonton TV yang lebih banyak untuk memenuhi keinginan mendapatkan hiburan daripada untuk memperoleh informasi dan edukasi.97 Penelitian potong lintang yang dilakukan Sharif dkk36 menyatakan bahwa terdapat hubungan antara paparan terhadap media TV, baik waktu yang dihabiskan maupun materi yang diterima, dengan prestasi akademik murid tersebut. Schochat dkk59 melaporkan bahwa adanya media elektronik di kamar tidur, menonton televisi lebih dari 3 jam per hari, dan penggunaan fasilitas internet 2,5 jam per hari akan meningkatkan risiko sleep latency dan mengurangi waktu tidur anak sehingga memengaruhi prestasi akademik anak. Peneliti tidak menemukan hubungan yang bermakna antara keberadaan TV atau komputer di kamar tidur dan prestasi akademik subjek. Penelitian ini tidak meneliti lebih lanjut lama paparan media elektronik dan jenis tayangan (acara) televisi. 7.10 Analisis Multivariat terhadap Faktor yang Berhubungan dengan Prestasi Akademik Hasil analisis multivariat menunjukkan faktor yang paling bermakna secara statistik berhubungan dengan prestasi akademik subjek penelitian secara berurutan, yaitu (1) pendidikan di luar sekolah, (2) nilai IQ, dan (3) jenis kelamin. Jika seorang subjek memiliki berjenis kelamin lelaki, memiliki nilai IQ rata-rata, mengikuti pendidikan di luar sekolah atau kegiatan ekstrakulikuler maka probabilitas subjek tersebut memiliki prestasi akademik di bawah rerata adalah sebesar 62%. Penelitian mengenai faktor yang berhubungan dengan prestasi akademik pada remaja telah banyak dilakukan. Namun hingga saat ini belum terdapat penelitian
Universitas Indonesia
67
yang mempelajari mengenai faktor yang memengaruhi prestasi akademik hanya pada remaja dengan gangguan tidur. Bruni dkk23 melakukan penelitian di Italia terhadap 380 murid sekolah dan 264 di antaranya diikutsertakan untuk analisis. Bruni dkk menemukan bahwa hanya 2 faktor yang memengaruhi prestasi akademik pada murid dengan/tanpa gangguan tidur yaitu adanya enuresis dan tingkat pendidikan ibu. Faktor adanya saudara kandung, pekerjaan orangtua, riwayat medis tidak memengaruhi SAI. Keikutsertaan murid dalam pendidikan di luar sekolah, jenis pendidikan yang diikuti (olahraga, seni, mata pelajaran), jumlah dan durasi kegiatan, masih merupakan perdebatan dalam lingkungan sekolah (akademik), keluarga, dan sosial masyarakat. Keluarga yang mengikutsertakan anak dalam berbagai kegiatan, berharap anak mendapat kemajuan dan keuntungan dengan adanya pendidikan di luar sekolah, namun kondisi ini tidak selalu mendatangkan hasil yang memuaskan. Kadang-kadang dapat kita temukan anak yang mengalami kelelahan, kurang konsentrasi, jenuh, stres, dan lain sebagainya. Remaja dengan banyak aktivitas ekstrakulikuler akan memiliki keterlambatan waktu tidur malam, pengurangan durasi tidur, kesulitan dibangunkan pada pagi hari, dan lebih banyak tertidur di kelas pada siang hari. Di Amerika Serikat 60% anak usia remaja memiliki pekerjaan tambahan dan hampir 30% bekerja selama 20 jam per minggu.61 Di Indonesia kebanyakan remaja menghabiskan waktunya dengan membantu pekerjaan orangtua dan kegiatan pelajaran tambahan di sekolah maupun di luar sekolah. Penelitian Morina dkk95 menemukan bahwa murid yang mengikuti pendidikan di luar sekolah dengan jenis kegiatan akademik (sangat berhubungan dengan pelajaran di sekolah misalnya bahasa asing, privat, komputer, mata pelajaran) memiliki prestasi akademik yang lebih baik dibandingkan murid yang mengikuti pendidikan di luar sekolah dengan jenis olahraga/aktivitas rekreasi (p = 0,031). Murid yang mengikuti pendidikan di luar sekolah berupa kegiatan akademik dan olahraga (kombinasi) memiliki prestasi akademik yang lebih baik bila dibandingkan murid yang hanya mengikuti kegiatan akademik, namun hal ini tidak bermakna secara statistik.
Universitas Indonesia
68
Pada penelitian ini tidak dilakukan penilaian kualitas pendidikan di luar sekolah yang diikuti subjek. Peneliti juga tidak melakukan evaluasi terhadap jumlah aktivitas ekstrakulikuler subjek dan waktu yang dibutuhkan (hal ini memiliki variasi yang besar antar-subjek penelitian). Pada penelitian ini terdapat responden yang melaporkan keikutsertaan subjek dalam lebih dari 4 kegiatan, dengan aktivitas yang berlangsung setiap hari dalam satu minggu dan lebih dari satu macam kegiatan per hari. Peneliti juga tidak menanyakan lebih lanjut kepada subjek penelitian apakah kegiatan yang diikuti sesuai dengan minat subjek atau hanya berdasarkan keinginan orangtua. Peneliti hanya membedakan pendidikan di luar sekolah berdasarkan jumlah kegiatan yang diikuti. Beberapa penelitian sepakat bahwa faktor kognitif anak bermakna dalam memengaruhi prestasi akademik. Kemampuan kognitif memiliki peranan penting dalam memprediksi prestasi akademik anak.98,99 Hal ini juga serupa dengan penelitian Leeson dkk91 menggunakan kemampuan verbal dan numerik sebagai indikator kemampuan kognitif dan menyatakan bahwa kemampuan kognitif memprediksikan prestasi akademik yang lebih baik. Jenis kelamin lelaki juga merupakan faktor yang berhubungan dengan prestasi akademik subjek penelitian. Hal ini serupa dengan penelitian Leeson dkk91 di sekolah menengah kelas VII dan kelas X yang menemukan bahwa murid perempuan memiliki prestasi akademik yang lebih baik dibandingkan murid lelaki (p < 0,01). Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa pendidikan di luar sekolah, nilai IQ, dan jenis kelamin merupakan faktor yang berhubungan dengan prestasi akademik murid SMP di Jakarta dengan gangguan tidur.
Universitas Indonesia
BAB 8 SIMPULAN DAN SARAN
8.1 Simpulan 1. Prevalens gangguan tidur pada murid SMP di Jakarta adalah sebesar 39,7% dengan jenis gangguan tidur terbanyak adalah gangguan memulai dan mempertahankan tidur (70,2%). 2. Durasi tidur di hari sekolah adalah 7 jam, sedangkan di hari libur 8,5 jam. Perbedaan median waktu memulai tidur adalah 1 jam (hari sekolah pukul 22:00 WIB, hari libur pukul 23:00 WIB) sementara perbedaan median waktu bangun tidur 3 jam (hari sekolah pukul 05:00 WIB, hari libur pukul 08:00 WIB). 3. Proporsi murid SMP dengan gangguan tidur yang memiliki prestasi akademik di bawah rerata adalah sebesar 47,6%. 4. Faktor yang terbukti berhubungan dengan prestasi akademik di bawah rerata adalah pendidikan di luar sekolah ( > 2 jenis, non-akademik), nilai IQ rata-rata, dan jenis kelamin lelaki. 5. Jika seorang murid SMP dengan gangguan tidur berjenis kelamin lelaki, memiliki nilai IQ rata-rata, dan mengikuti pendidikan di luar sekolah ( > 2 jenis, non-akademik) maka probabilitasnya untuk memiliki prestasi akademik di bawah rerata adalah sebesar 62%. 8.2 Saran 1. Sosialisasi masalah gangguan tidur pada remaja dan pengaruhnya terhadap prestasi akademik dengan cara: •
Jangka pendek
a. Mengadakan penyuluhan terhadap orangtua dan guru di sekolah tentang pentingnya tidur yang cukup untuk siswa. b. Edukasi orangtua dan murid agar mengajarkan murid cara membagi waktu yang baik (time management).
69
Universitas Indonesia
70
c. Menyarankan guru untuk mengatur pemberian tugas dan pelaksanaan ujian sehari-hari di kelas sehingga tidak membebani murid dan mengganggu waktu tidur harian. d. Pendidikan di luar sekolah yang diikuti oleh anak sebaiknya bersifat campuran antara pendidikan akademik dan non-akademik. • Jangka panjang Advokasi
kepada
Dinas
Pendidikan
dan
Kebudayaan
untuk
mempertimbangkan kembali waktu mulai sekolah murid SMP. 2. Skrining gangguan tidur dengan menggunakan SDSC secara berkala setiap 6 bulan pada murid SMP di Jakarta. 3. Remaja yang memenuhi kriteria gangguan tidur menurut SDSC perlu dilakukan
pemeriksaan
penunjang
menggunakan
aktigrafi
dan
polisomnografi disertai catatan harian pola tidur oleh orangtua. 4. Penelitian mengenai pengaruh pendidikan di luar sekolah terhadap prestasi akademik dilakukan dengan analisis terhadap jumlah kegiatan per hari, lama setiap kegiatan, dan faktor kelelahan anak.
Universitas Indonesia
71
DAFTAR PUSTAKA
1. Liu X, Liu L, Owens JA, Kaplan DL. Sleep patterns and sleep problems among school children in the United States and China. Pediatrics. 2005;115:241-9. 2. Tanjung MF, Sekartini R. Masalah tidur pada anak. Sari Pediatri. 2004;6:138-42. 3. Dawson P. Sleep and sleep disorders in children and adolescents: information for parents and educators. Dalam: National Association of School Psychologist, penyunting. Helping children at home and school II: handouts for families and educators. Bethesda: NASP; 2004. h. 301-10. 4. Tagaya H, Uchiyama M, Ohida T, Kamei Y, Shibui K, Ozaki K, dkk. Sleep habits and factors associated with short sleep duration among Japanese highschool students: a community study. Sleep Biol Rhythms. 2004;2:57-64. 5. Wolfson AR. Sleep schedules and daytime functioning in adolescents. Child Dev. 1998;69:875-7. 6. Dorofaeff TF, Denny S. Sleep and adolescence. Do New Zealand teenagers get enough? J Paediatr Child Health. 2006;42:515-20. 7. Gibson ES, Powles AC, Thabane L, O'Brien S, Molnar DS, Trajanovic N, dkk. "Sleepiness" is serious in adolescence: two surveys of 3235 Canadian students. BMC Public Health. 2006;6:116-24. 8. Lazaratou H, Dikeos DG, Anagnostopoulos DC, Sbokou O, Soldatos CR. Sleep problems in adolescence: a study of senior high school students in Greece. Eur Child Adolesc Psychiatry. 2005;14:237-43. 9. Liu X, Uchiyama M, Okawa M, Kurita H. Prevalence and correlates of selfreported sleep problems among Chinese adolescents. Sleep. 2000;23:27-34. 10. Yang CK, Kim JK, Patel SR, Lee JH. Age-related changes in sleep/wake patterns among Korean teenagers. Pediatrics. 2005;115:250-6. 11. Natalita C, Sekartini R, Poesponegoro H. Skala Gangguan Tidur untuk Anak (SDSC) sebagai instrumen skrining gangguan tidur pada anak Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Sari Pediatri. 2011;12:365-72. 12. Sadeh A, Raviv A, Gruber R. Sleep patterns and sleep disruptions in school-age children. Dev Psychol. 2000;3:291-301. 13. Stores G. Practitioner review: assesment and treatment of sleep disorders in children and adolescent. J of Child Psycho & Psychiatry & Allied Disciplines. 1996;37:907-25. 14. Thiedke CC. Sleep disorders and sleep problems in childhood. Am Fam Physician. 2001;63:277-84.
Universitas Indonesia
72
15. Haryono A, Rindiarti A, Arianti A, rawitri A, Ushuluddin A, Setiawati A, dkk. Prevalensi gangguan tidur pada remaja usia 12-15 tahun di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Sari Pediatri. 2009;11:149-54. 16. Bruni O. The Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC) construction and validation of an instrument to evaluate sleep disturbances in childhood and adolescence. J Sleep Res. 1996;5:251-61. 17. Garcia-Jimenez MA, Salcedo-Aguilar F, Rodriguez-Almonacid FM, RedondoMartinez MP, Monterde-Aznar ML, Marcos Navarro AI, dkk. The prevalence of sleep disorders among adolescents in Cuenca, Spain. Rev Neurol. 2004;39:18-24. 18. Ohida T, Osaki Y, Doi Y, Tanihata T, Minowa M, Suzuki K, dkk. An epidemiologic study of self-reported sleep problems among Japanese adolescents. Sleep. 2004;27:978-85. 19. Chung K. Sleep-wake patterns and sleep disturbance among Hong Kong Chinese adolescents. Sleep. 2008;31:185-94. 20. Centers for Diesease Control and Prevention. The association between school based physical activity, including physical education, and academic performance. Atlanta, GA:U.S. Department of Health and Human Services; 2010. 21. Sattler JM. Assessment of children: cognitive apllications. Edisi ke-4. San Diego: Jerome M Sattler, Publisher, Inc; 2001. 22. Ng EP, Ng DK, Chan CH. Sleep duration, wake/sleep symptoms, and academic performance in Hong Kong Secondary School Children. Sleep Breath. 2009;13:357-67. 23. Bruni O, Ferini-Strambi L, Russo PM, Antignani M, Innocenzi M, Ottaviano P, dkk. Sleep disturbances and teacher ratings of school achievement and temperament in children. Sleep Medicine. 2006;7:43-8. 24. Kahn A, Rebuffat E, Mozin MJ, Sottiaux M, Blum D, Henmart P, dkk. Sleep problems in healthy preadolescents. Pediatrics. 1989;84:542-6. 25. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Diunduh dari http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php. Diakses tanggal 18-10-2012. 26. World bank. World development report 2004: making services work for poor people. Washington D.C: World bank; 2004. 27. Suryadarma D, Suryahadi AP, Sumarto S. Penentu kinerja murid sekolah dasar di Indonesia: peranan guru dan sekolah. Jakarta: Lembaga penelitian SMERU; 2005. 28. Siegel DJ. Contributions of the psychological sciences: perception and cognition. Dalam: Kaplan HI, Sadock BJ, penyunting. Comprehensive textbook of psychiatry. Edisi ke-6. Baltimore: Williams & Wilkins; 1995. h. 277-90.
Universitas Indonesia
73
29. Wolraich ML, Drotar DD, Dworkin PH, Perrin EC. Developmental-behavioral pediatrics: evidence and practice. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2008. h. 149-58 30. Bravender T. School performance: the pediatrician's role. Clin Pediatr. 2008;47:535-45. 31. Buckingham T. Let's make a start to fix boy troubles. The centre for independent studies executive highlights no.162. New Zealand: The New Zealand Herald; 2003. 32. Hamzah Uno. Motivasi belajar. Diunduh http://lib.uinmalang.ac.id/thesis/chapter_ii/07130027-risa-anifa.ps. tanggal 1-12-2012.
dari Diakses
33. Papalia DE, Olds SW, Feldman RD. Human development. Edisi ke-8. Boston: McGraw-Hill; 2001. 34. Pintrich PR, de Groot EV. Motivational and self-regulated learning component's of classroom academic performance. J Edu Psychol. 1990;82:33-40. 35. OECD. Knowledge and skills for life: first results from the OECD programme for international student assessment. Diunduh dari http://browse.oecdbookshop.org/oecd/pdfs/free/9601141e.pdf. Diakses tanggal 20-11-2012. 36. Sharif I, Sargent JD. Association betweeen television, movie, and video game exposure and school performance. Pediatrics. 2006;118:e1061-e1070. 37. Sharif I, Wills TA, Sargent JD. Effect of visual media use on school performance: a prospective study. J Adolesc Health. 2010;46:52-61. 38. Barr-Anderson DJ, Van den Berg P, Neumark-Sztainer D, Story M. Characteristics associated with older adolescents who have a television in their bedrooms. Pediatrics. 2008;121:718-24. 39. American Academy of Pediatrics: committee in public education. Children, adolescents, and television. Pediatrics. 2001;107:423-6. 40. Steven M. Normal sleep, sleep physiology, and sleep deprivations: general principles. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/1188226overview. Diakses tanggal 23-7-2012. 41. Berry RB, Geyer JD, Carney PR. Introduction to sleep and sleep monitoring-the basics. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins; 2005. h. 3-26. 42. Davis KF, Parker KP, Montgomery GL. Sleep in infants and young children. Part one: normal sleep. J Pediatr Health Care. 2004;18:65-71. 43. Widodo DP, Soetomenggolo TS. Perkembangan normal tidur pada anak dan kelainannya. Sari Pediatri. 2000;2:139-45.
Universitas Indonesia
74
44. Goodlin-Jones BL, Burnham MM, Gaylor EE, Anders TF. Night waking, sleepwake organization, and self-soothing in the first year of life. J Dev Behav Pediatr. 2001;22:226-33. 45. Goodlin-Jones BL, Burnham MM, Gaylor EE, Anders TF. Nighttime sleep-wake patterns and self-soothing from birth to one year of age: a longitudinal intervention study. J of Child Psycho Psychiatry. 2002;43:713-25. 46. Sadeh A. A brief screening questionnaire for infant sleep problems: validation and findings for an internet sample. Pediatrics. 2004;113:e570-e577. 47. Mental health policy and service guidance package. Child and adolescent mental health policies. Diunduh dari: http://www.who.int/mental_health/prevention/childado/en. Diakses tanggal 1212-2013. 48. Marcell AV. Adolescence. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. h. 60-5. 49. LeBourgeois MK, Giannotti F, Cortesi F, Wolfson AR, Harsh J. The relationship betweeen reported sleep quality and sleep hygiene in Italian and American adolescents. Pediatrics. 2005;115:257-65. 50. Cajochen C, Munch M, Knoblauch V, Blatter K, Wirz-Justice A. Age-related changes in the circadian and homeostasis regulation of human sleep. Chronobiol Int. 2006;23:461-74. 51. Dijk DJ, Duffy JF, Czeisler CA. Contribution of circadian physiology and sleep homeostasis to age-related changes in human sleep. Chronobiol Int. 2000;17:285311. 52. Waterhouse J, Fukuda Y, and Morita T. Daily rhythms of the sleep-wake cycle. Diunduh dari: http://www.jphysiolanthropol.com/content/31/1/5. Diakses tanggal 11-7-2012. 53. Crosby B, LeBourgeois MK, Harsh J. Racial differences in reported napping and nocturnal sleep in 2 to 8 years old. Pediatrics. 2005;115:225-32. 54. Mindell JA, Owens JA. A clinical guide to pediatric sleep: diagnosis and management of sleep problems. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins; 2003. 55. Carskadon MA, Acebo C, Jenni OG. Regulation of adolescent sleep: implications for behavior. Ann N Y Acad Sci. 2004;1021:276-91. 56. France KG, Blampied NM. Infant sleep disturbance: description of a problem behaviour process. Sleep Med Rev. 1999;3:265-80. 57. Mirmiran M, Maas YG, Ariagno RL. Development of fetal and neonatal sleep and circadian rhythms. Sleep Med Rev. 2003;7:321-34.
Universitas Indonesia
75
58. Owens JA. Sleep problems. Dalam: Parker S, Zuckerman B, Augustyn M, penyunting. Developmental and behavioral pediatrics. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins; 2003. h. 111-56. 59. Schochat T, Bretler O, Tzizchinsky O. Sleep patterns, electronic media exposure, and daytime sleep-related behaviours among Israeli adolescents. Acta Paediatrica. 2010;99:1396-400. 60. Epstein R, Chillag N, Lavie P. Starting times of school: effects on daytime functioning of fifth-grade children in Israel. Sleep. 1998;21:250-6. 61. Milman R. Excessive sleepiness in adolescent and young adults: causes, consequences, and treatment strategies. Pediatrics. 2005;6:1774-84. 62. Lumbantobing SM. Kebutuhan dan fungsi tidur. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008. 63. Owens JA. Sleep medicine. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders; 2007. h. 91-9. 64. Davis KF, Parker KP, Montgomery GL. Sleep in infants and young children. Part two: common sleep problems. J Pediatr Health Care. 2004;18:130-7. 65. Silva TA, Carvalho LB, Silva L, Medeiros M, Natale VB, Carvalho JE, dkk. Sleep habits and starting time to school in Brazilian children. Arq Neurpsiquiatr. 2005;63:402-6. 66. Ipsiroglu PS, Fatemi A, Werner I, Paditz E, Schwartz B. Self reported organic and nonorganic sleep problems in school children aged 11 to 15 years in Vienna. J Adolesc Med. 2002;31:436-42. 67. Stein MA, Mendelsohn J, Obermeyer WH, Amromin J, and Benca R. Sleep and behavior problems in school-aged children. Diunduh dari http://pediatrics.aappublications.org/content/107/4/e60.full.html. Diakses tanggal 11-7-2012. 68. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental disorders fourth edition, text revision. Diunduh dari http://dsm.psychiatryonline.org/mobile/book.aspx?bookid-22. Diakses tanggal 12-7-2012. 69. World Health Organization-Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di Indonesia III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 1993. 70. Guilleminault C, Palombini L, Pelayo R, Chervin RD. Sleepwalking and sleep terrors in prepubertal children: what triggers them? Pediatrics. 2003;111:17-25. 71. Mercer PW, Merritt SL, Cowell JM. Differences in reported sleep need among adolescents. J Adolesc Health. 1998;23:259-63.
Universitas Indonesia
76
72. Dahl RE, Holttum J, Trubnick L. A clinical picture of child and adolescent narcolepsy. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry. 1994;33:834-41. 73. Anonim. Jam sekolah maju, kualitas anak mundur. Diunduh dari http://sleepclinicjakarta.tblog.com/post/1969973158. Diakses tanggal 13-102012. 74. Wolfson AR, Carskadon MA. Understanding adolescents' sleep patterns and school performance: a critical appraisal. Sleep Med Rev. 2003;7:491-506. 75. Meijer AM, Habekothe HT, Van Den Wittenboer GL. Time in bed, quality of sleep and school functioning of children. J Sleep Res. 2009;9:145-53. 76. Blunden S, Lushington K, Lorenzen B, Ooi T, Fung F, Kennedy D, dkk. Are sleep problems under-recognised in general practice? Arch Dis Child. 2004;89:708-12. 77. Minde K, Faucon A, Falkner S. Sleep problems in toddlers: effect of treatment on their daytime behavior. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry. 1994;33:1114-21. 78. Nau SD, Lichstein KL. Insomnia: causes and treatment. Dalam: Berry RB, Geyer JD, Carney PR, penyunting. Clinical sleep disorders. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins; 2005. h. 157-88. 79. Dahlan MS. Besar sampel dan cara pengambilan sampel dalam penelitian kedokteran kesehatan. Edisi ke-3. Jakarta: Salemba Medika; 2009. h. 35-80. 80. Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH. Perkiraan besar sampel. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-dasar metodologi penelitian. Edisi ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto; 2002. h. 259-87. 81. Departemen pendidikan nasional. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Diunduh dari http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/ Diakses tanggal 20-11-2012. 82. The World Bank. Data and statistics: country classification 2010. Diunduh dari http://www.data.worldbank,org/about/country-classification. Diakses tanggal 2011-2012. 83. Anonim. Informasi nilai tukar valuta asing. Diunduh dari http://www.hari-ini.net/ Diakses tanggal 22-3-2013. 84. Lubit RH. Sleep disorders. Diunduh dari emedicine.medscape.com/article/287104-overview. Diakses tanggal 1-5-2013. 85. Dahlan MS. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan: deskriptif, bivariat, dan multivariat, dilengkapi aplikasi dengan menggunakan SPSS. Edisi ke-5. Jakarta: Salemba Medika; 2012. h. 197-208. 86. Burhani R. Wamendikbud: RSBI untuk menciptakan sekolah berkualitas. Diunduh dari http://www.antaranews.com/berita/312791/wamendikbud-rsbiuntuk-menciptakan-sekolah-berkualitas. Diakses tanggal 22-3-2013.
Universitas Indonesia
77
87. Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Jumlah SMP di Jakarta. Diunduh dari www.disdikdki.net. Diakses tanggal 20-3-2013. 88. Mak KK, Lee SL, Ho SY, Lo WS, Lam TH. Sleep and academic performance in Hong Kong adolescents. J Sch Health. 2012;82:522-7. 89. Stores G. Aspects of sleep disorders in children and adolescents. Dialogues Clin Neurosci. 2009;11:81-90. 90. Rezeki RM, Soedjatmiko, Latief A. Pengaruh media visual terhadap prestasi akademis murid kelas VII Sekolah Menengah Pertama Negeri 115 Jakarta. Tesis. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI; 2013. 91. Leeson P, Ciarrochi J, Heaven PCL. Cognitive ability, personality, and academic performance in adolescence. Pers Individ Dif. 2008;45:630-5. 92. Sedaghat M, Abedin A, Hejazi E, Hassanabadic H. Motivation, cognitive engagement, and academic achievement. Proced Soc Behav Sci. 2011;15:2410. 93. Gagne F, St Pe're F. When IQ is controlled, does motivation still predict achievement? Intelligence. 2001;30:71-100. 94. Kelly WE, Kelly KE, Clanton RC. The relationship between sleep length and grade-point average among college students. Coll Student J. 2001;35:84-6. 95. Moriana JA, Alos F, Alcala R, Pino MJ, Herruzo J, Ruiz R. Extra-curricular activities and academic performance in secondary students. EJREP. 2006;4:3546. 96. Uwaifo VO. The effects of family structure and parenthood on the academic performance in Nigerian University students. Stud Home Comm Sci. 2008;2:1214. 97. Darmaningtyas. Pendidikan dasar yang menghapuskan kemiskinan. Dalam: Hamied FA, Syihabuddin, Maesuroh, Siswanto Y, Suparno A, penyunting. Pendidikan di Indonesia: masalah dan solusi. Jakarta: Kementerian Bidang Koordinasi Pendidikan, Agama, dan Aparatur Negara; 2008. h. 77-8. 98. Deary IJ, Strand S, Smith P, Fernandes C. Intelligence and educational achievement. Intelligence. 2007;35:13-21. 99. Sternberg RJ, Grigorenko EL, Bundy DA. The predictive value of IQ. MerrillPalmer Quarterly. 2001;47:1-41.
Universitas Indonesia
78
Lampiran 1 Penjelasan mengenai penelitian “Faktor yang Memengaruhi Prestasi Akademik Murid Sekolah Menengah Pertama dengan Gangguan Tidur di Jakarta” Bapak/Ibu yang terhormat, Saat ini kami dari Departemen IKA FKUI-RSCM sedang melakukan sebuah penelitian mengenai gangguan tidur pada remaja. Gangguan tidur pada remaja sulit dikenali karena keluhan ini seringkali tidak disampaikan oleh remaja dan pada usia ini pola tidur remaja tidak lagi menjadi pusat perhatian orangtua. Hal ini mengakibatkan gangguan tidur pada remaja seringkali tidak terdiagnosis dan akhirnya tidak diobati dengan baik. Penelitian yang mempelajari gangguan tidur pada anak masih sangat terbatas, terutama di Indonesia. Dampak adanya gangguan tidur pada remaja dapat meningkatkan angka ketidakhadiran di sekolah; memengaruhi prestasi akademik di sekolah; meningkatkan risiko penggunaan alkohol dan
rokok; dan
meningkatkan risiko terjadinya obesitas. Prestasi akademik juga dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Hingga saat ini belum terdapat penelitian yang mempelajari faktor-faktor yang memengaruhi prestasi akademik pada murid SMP dengan gangguan tidur. Oleh karena itu, kami dari Divisi Tumbuh Kembang dan Pediatri Sosial Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM, akan melakukan penelitian mengenai faktor yang memengaruhi prestasi akademik pada murid SMP dengan gangguan tidur di Jakarta. Penelitian ini kami lakukan untuk mengetahui angka kejadian gangguan tidur pada remaja, pola gangguan tidur, kebiasaan tidur, dan faktor yang memengaruhi prestasi akademik pada remaja dengan gangguan tidur. Dalam penelitian ini, kami meminta kesediaan Ibu/Bapak untuk mengisi informed consent tertulis, survei mengenai karakteristik demografi, dan kuesioner skala gangguan tidur pada anak. Kuesioner skala gangguan tidur diisi oleh Bapak/Ibu bersama anak dengan terlebih dahulu melakukan observasi terhadap tidur anak selama 3 hari. Apabila berdasarkan skoring kuesioner anak Bapak/Ibu mengalami
Universitas Indonesia
79
gangguan tidur maka kami akan meminta data hasil uji IQ dan rerata nilai rapor anak Ibu/Bapak saat semester 1 dari pihak sekolah. Kami juga akan meminta anak Bapak/ibu mengisi kuesioner mengenai motivasi belajar. Data yang diperoleh akan diolah secara statistik dan dilakukan analisis. Hasil analisis akan digunakan untuk memberi asupan bagi perencanaan program pendidikan sekolah. Penelitian ini bersifat sukarela dan Bapak/Ibu bebas untuk memutuskan keikutsertaan anaknya dalam penelitian ini. Semua data penelitian akan diperlakukan
secara
rahasia
sehingga
tidak
memungkinkan
orang lain
menghubungkannya dengan anak Bapak/Ibu. Bila membutuhkan penjelasan lebih lanjut, Bapak/Ibu dapat menghubungkan dr. Fijri di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM, Jl. Diponegoro 71 Jakarta atau di nomor telepon 081381008109. Bila Bapak/Ibu bersedia, mohon kiranya surat persetujuan berikut ini ditandatangai. Atas perhatian Ibu/Bapak saya sampaikan terima kasih. Peneliti
dr.Fijri Auliyanti
Universitas Indonesia
80
Lampiran 2 SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN --------------------------------------------------------------------------------------------------Saya yang bertandatangan dibawah ini: Nama : ……………………………………………............. Usia : ……………………………………………………. Alamat : ……………………………………………………. ……………………………………………………. Telepon : ……………………………………………………. adalah orangtua/wali dari: Nama : …………………………………………………… Jenis kelamin : Lelaki/Perempuan (pilih salah satu) Usia : …………………………………………………… Semua penjelasan di atas telah disampaikan kepada saya dan saya mengerti sepenuhnya tujuan dan manfaat penelitian mengenai “Faktor yang Memengaruhi Prestasi Akademik pada Murid Sekolah Menengah Pertama dengan Gangguan Tidur di Jakarta.” Saya mengerti bahwa bila masih memerlukan penjelasan, saya akan mendapat jawaban dari dr. Fijri Auliyanti. Dengan menandatangani formulir ini, saya setuju untuk mengikutsertakan anak saya dalam penelitian ini. Tanggal
:
Tanda tangan orangtua/wali
Tanda tangan saksi
________________________
________________________
Nama Jelas
Nama Jelas
Universitas Indonesia
81
Lampiran 3 SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN MURID UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN --------------------------------------------------------------------------------------------------Saya yang bertandatangan dibawah ini: Nama : ……………………………………………............. Usia : ……………………………………………………. Jenis kelamin : Lelaki/Perempuan (pilih salah satu) Alamat : …………………………………………………….. …………………………………………………….. Asal sekolah :......................................................................... Telepon : …………………………………………………….. Semua penjelasan di atas telah disampaikan kepada saya dan saya mengerti sepenuhnya tujuan dan manfaat penelitian mengenai “Faktor yang Memengaruhi Prestasi Akademik pada Murid Sekolah Menengah Pertama dengan Gangguan Tidur di Jakarta.” Saya mengerti bahwa bila masih memerlukan penjelasan, saya akan mendapat jawaban dari dr. Fijri Auliyanti. Dengan menandatangani formulir ini, saya setuju untuk ikutserta dalam penelitian ini.
Tanggal
:
Tanda tangan murid
________________________ Nama Jelas
Universitas Indonesia
82
Lampiran 4 Survei karakteristik subjek (diisi oleh orangtua subjek) Tanggal
:
Nama ibu/ayah/wali
:
Nama anak
:
Tanggal lahir
:
Tingkat sekolah
:
Alamat
:
1. Tingkat pendidikan ibu a. Tidak sekolah/tidak tamat SD d. SMA b. Tamat SD e. Akademi (D1-D3) c. SMP f. S1/S2/S3 2. Pendapatan keluarga Total pendapatan seluruh keluarga dalam 1 bulan: Rp. …………… Jumlah anggota keluarga yang ditanggung : ………… orang Pendapatan per kapita per bulan (total pendapatan seluruh keluarga dalam 1 bulan dibagi dengan jumlah anggota keluarga yang ditanggung: …………… 3. Struktur keluarga a. orangtua tunggal b. keluarga inti (ayah + ibu + anak) c. extended family (lebih dari satu keluarga inti yang tinggal serumah) 4. Apakah ibu/bapak merasa bahwa anak ibu/bapak mengalami gangguan tidur? Jika iya, alasannya.... Jika iya, sudah berapa lama gejala tersebut timbul? 5. Pukul berapa anak anda tidur di hari sekolah? 6. Pukul berapa anak anda bangun pagi di hari sekolah? 7. Pukul berapa anak anda tidur di hari libur? 8. Pukul berapa anak anda bangun pagi di hari libur? 9. Apakah anak anda memiliki TV di dalam kamarnya? a. ya b. tidak 10.Apakah anak anda memiliki komputer di dalam kamarnya? a. ya b. tidak 11.Apakah anak anda mengikuti kegiatan ekstrakulikuler/pendidikan di luar sekolah? a. ya, sebutkan.. b. tidak
Universitas Indonesia
83
Lampiran 5 KUESIONER SLEEP DISTURBANCE SCALE FOR CHILDREN Nomor
:
Nama anak
:
Tanggal lahir
:
Jenis kelamin
:
Alamat
:
No. Telepon
:
Petunjuk: a. Kuesioner ini digunakan untuk mengetahui pola tidur anak Bapak/Ibu dan untuk mengetahui apakah anak Bapak/Ibu mengalami gangguan tidur atau tidak. b. Jawablah semua pertanyaan yang diajukan dengan mempertimbangkan kebiasaan tidur anak Bapak/Ibu dalam 6 bulan terakhir ini yaitu pada saat anak Bapak/Ibu dalam keadaan sehat. Perubahan kebiasaan tidur pada keadan anak sakit tidak termasuk. c. Jawablah dengan melingkari atau memberi tanda silang pada salah satu jawaban yang dianggap mewakili kebiasaan tidur anak Bapak/Ibu d. Terima kasih untuk partisipasi Bapak/Ibu. 1. Berapa lama anak Bapak/Ibu tidur pada malam hari a. 9-11 jam b. 8-9 jam c. 7-8 jam d. 5-7 jam e. < 5 jam 2. Berapa lama waktu yang dibutuhkan anak Bapak/Ibu untuk jatuh tidur (tertidur) sejak ia pergi ke tempat tidur a. <15 menit b. 15-30 menit c. 30-45 menit d. 45-60 menit e. >60 menit 3. Anak Bapak/Ibu enggan atau menolak untuk tidur a. tidak pernah b. jarang (1-2x/bulan) c. kadang-kadang (1-2x/minggu) d. sering (3-4x/minggu) e. selalu (tiap hari) 4. Anak Bapak/Ibu sulit untuk tidur pada malam hari a. tidak pernah b. jarang (1-2x/bulan) Universitas Indonesia
84
c. kadang-kadang (1-2x/minggu) d. sering (3-4x/minggu) e. selalu (tiap hari) 5. Ada rasa takut pada anak anda ketika mau tidur a. tidak pernah b. jarang (1-2x/bulan) c. kadang-kadang (1-2x/minggu) d. sering (3-4x/minggu) e. selalu (tiap hari) 6. Bagian tubuh anak tampak tersentak ketika tertidur a. tidak pernah b. jarang (1-2x/bulan) c. kadang-kadang (1-2x/minggu) d. sering (3-4x/minggu) e. selalu (tiap hari) 7. Anak melakukan gerakan berulang-ulang ketika tertidur (seperti menggerakkan atau menggelengkan kepala) a. tidak pernah b. jarang (1-2x/bulan) c. kadang-kadang (1-2x/minggu) d. sering (3-4x/minggu) e. selalu (tiap hari) 8. Anak merasa mimpi seperti nyata ketika tertidur a. tidak pernah b. jarang (1-2x/bulan) c. kadang-kadang (1-2x/minggu) d. sering (3-4x/minggu) e. selalu (tiap hari) 9. Anak banyak berkeringat ketika tertidur (pada saat udara tidak panas) a. tidak pernah b. jarang (1-2x/bulan) c. kadang-kadang (1-2x/minggu) d. sering (3-4x/minggu) e. selalu (tiap hari) 10. Anak terbangun dari tidur lebih dari 2 kali tiap malam a. tidak pernah b. jarang (1-2x/bulan) c. kadang-kadang (1-2x/minggu) d. sering (3-4x/minggu) e. selalu (tiap hari) 11. Anak mengalami kesulitan untuk tidur kembali setelah terbangun saat malam hari. a. tidak pernah b. jarang (1-2x/bulan) c. kadang-kadang (1-2x/minggu) d. sering (3-4x/minggu) e. selalu (tiap hari)
Universitas Indonesia
85
12. Kaki anak anda sering tersentak ketika tertidur atau sering menendang sprei tempat tidur a. tidak pernah b. jarang (1-2x/bulan) c. kadang-kadang (1-2x/minggu) d. sering (3-4x/minggu) e. selalu (tiap hari) 13. Anak mengalami kesulitan bernafas pada malam hari a. tidak pernah b. jarang (1-2x/bulan) c. kadang-kadang (1-2x/minggu) d. sering (3-4x/minggu) e. selalu (tiap hari) 14. Anak sering terengah-engah saat bernafas atau tidak mampu untuk bernafas ketika tidur a. tidak pernah b. jarang (1-2x/bulan) c. kadang-kadang (1-2x/minggu) d. sering (3-4x/minggu) e. selalu (tiap hari) 15. Anak mendengkur /mengorok ketika tidur a. tidak pernah b. jarang (1-2x/bulan) c. kadang-kadang (1-2x/minggu) d. sering (3-4x/minggu) e. selalu (tiap hari) 16. Anak berkeringat banyak pada malam hari a. tidak pernah b. jarang (1-2x/bulan) c. kadang-kadang (1-2x/minggu) d. sering (3-4x/minggu) e. selalu (tiap hari) 17. Bapak/Ibu pernah menyaksikan anak berjalan dalam tidur a. tidak pernah b. jarang (1-2x/bulan) c. kadang-kadang (1-2x/minggu) d. sering (3-4x/minggu) e. selalu (tiap hari) 18. Bapak/Ibu pernah menyaksikan anak mengigau ketika sedang tidur a. tidak pernah b. jarang (1-2x/bulan) c. kadang-kadang (1-2x/minggu) d. sering (3-4x/minggu) e. selalu (tiap hari) 19. Bapak/Ibu pernah mendengar gigi anak gemeretak/berbunyi ketika tidur a. tidak pernah b. jarang (1-2x/bulan) c. kadang-kadang (1-2x/minggu)
Universitas Indonesia
86
d. sering (3-4x/minggu) e. selalu (tiap hari) 20. Anak terbangun dari tidur dengan berteriak-teriak atau bingung dan susah untuk disadarkan, akan tetapi tidak bisa ingat ketika pagi harinya a. tidak pernah b. jarang (1-2x/bulan) c. kadang-kadang (1-2x/minggu) d. sering (3-4x/minggu) e. selalu (tiap hari) 21. Anak mengalami mimpi buruk dan tidak bisa ingat kembali keesokan harinya a. tidak pernah b. jarang (1-2x/bulan) c. kadang-kadang (1-2x/minggu) d. sering (3-4x/minggu) e. selalu (tiap hari) 22. Anak sangat sulit untuk bangun tidur a. tidak pernah b. jarang (1-2x/bulan) c. kadang-kadang (1-2x/minggu) d. sering (3-4x/minggu) e. selalu (tiap hari) 23. Anak bangun pagi hari dan merasa lelah a. tidak pernah b. jarang (1-2x/bulan) c. kadang-kadang (1-2x/minggu) d. sering (3-4x/minggu) e. selalu (tiap hari) 24. Anak merasa tidak bisa untuk bergerak ketika bangun tidur pada pagi hari (seperti ketindihan) a. tidak pernah b. jarang (1-2x/bulan) c. kadang-kadang (1-2x/minggu) d. sering (3-4x/minggu) e. selalu (tiap hari) 25. Anak merasa mengantuk pada siang hari a. tidak pernah b. jarang (1-2x/bulan) c. kadang-kadang (1-2x/minggu) d. sering (3-4x/minggu) e. selalu (tiap hari) 26. Anak tiba-tiba jatuh tertidur pada situasi yang tidak seharusnya (misalnya ketika makan atau berada di dalam toilet) a. tidak pernah b. jarang (1-2x/bulan) c. kadang-kadang (1-2x/minggu) d. sering (3-4x/minggu) e. selalu (tiap hari)
Universitas Indonesia
87
SKOR SDSC DAN TIPE GANGGUAN TIDUR
Skor Subtipe SDSC Tipe gangguan tidur
Total skor
Persentil T score
Gangguan memulai dan mempertahan tidur (jumlah nomor pertanyaan 1,2,3,4,5,10.11) Gangguan pernapasan saat tidur (jumlah nomor pertanyaan 13,14,15) Gangguan kesadaran (jumlah nomor pertanyaan 17,20,21) Gangguan transisi tidur-bangun (jumlah nomor pertanyaan 6,7,8,12,18,19) Gangguan somolen berlebihan (jumlah nomor pertanyaan 22,23,24,25,26) Hiperhidrosis saat tidur (jumlah nomor pertanyaan 9,16) SKOR TOTAL
KESIMPULAN:
Universitas Indonesia
88
Lampiran 6 SDSC scoring sheet T score 100+ 99 98 97 95 94 93 90 89 88 86 85 84 82 81 80 79 77 76 75 73 72 70 69 68 67 66 64 63 62 60 59 58 56 55 54 53 51 50 49 47 46 45 42 41 40 38
DIMS
SBD
DA
SWTD
DOES
26+ 25
11+
8+
21+ 20
20+
19
19
10
18
18
9
17
24
SHY
7 23
10
22 17 21
9 16
16 20
6 15 8
19
8
15 14
18 14 17
7 13
7 16
15 14
5
13 12
6
11
5
12 6 11
10
10
9
13 12
5
4
11
4
9 8 4
3
10
8
9
7
3 6
8
3
7
2 5
7
6 2
4
1
TOTAL 74+ 73 72 71 70 69 68 66 65 64 63 62 61 60 59 58 57 56 55 54 53 52 51 50 49 48 47 46 45 44 43 42 41 40 39 38 37 36 35 34 33 32 31 29 28 27 26
T score 100+ 99 98 97 95 94 93 90 89 88 86 85 84 82 81 80 79 77 76 75 73 72 70 69 68 67 66 64 63 62 60 59 58 56 55 54 53 51 50 49 47 46 45 42 41 40 38
Universitas Indonesia
89
Lampiran 7 Kuesioner mengenai motivasi dan strategi pembelajaran No. Kuesioner :
Nama Anak :
Alamat
:
Tanggal lahir :
No telepon
:
Kelas
:
Dalam mengisi kuesioner ini, adik-adik diminta untuk memberikan penilaian terhadap pernyataan-pernyataan yang ada. Tidak ada jawaban yang benar ataupun salah, dan data identitas adik-adik akan dijaga kerahasiaannya. Data yang kami dapat hanya akan digunakan untuk keperluan penelitian. Oleh karena itu, kami mohon untuk mengisi pernyataan dengan penilaian yang jujur dan paling sesuai dengan diri adik-adik, serta mengisi semua pernyataan dengan lengkap. Rentang nilai yang dapat adik-adik berikan adalah antara 1 (sangat tidak sesuai) hingga 6 (sangat sesuai). Berikan tanda () pada angka yang menurut adik-adik paling tepat. 1 = sangat tidak sesuai 2 = tidak sesuai 3 = agak tidak sesuai 4 = agak sesuai 5 = sesuai 6 = sangat sesuai No
Pernyataan
1
Saya menyukai tugas-tugas dengan tingkat kesulitan cukup tinggi
2
Jika teman-teman mengajak saya membolos, saya akan ikut membolos
3
Saya lebih menyukai mata pelajaran yang dapat memberikan tantangan kepada saya
4
Saya selalu melengkapi tugas-tugas termasuk pekerjaan rumah
5
Meskipun saya mempunyai masalah dalam pelajaran, saya mencoba untuk mengerjakan tugas saya sendiri tanpa bantuan orang lain
6
Saya sering membaca ulang materi pelajaran untuk meyakinkan diri bahwa saya telah memahami materi tersebut
1
2
3
4
5
6
Universitas Indonesia
90
7
Meskipun saya tidak menyukai tugas-tugas yang saya lakukan, saya berusaha keras untuk mengerjakannya
8
Saya tidak pernah mengumpulkan bahan pelajaran dari ceramah yang diberikan guru, dari bacaan, tugas-tugas, maupun hasil diskusi
9
Saya lebih menyukai mata pelajaran yang merangsang rasa ingin tahu saya meskipun sulit dipelajari
10
Saya selalu mendengarkan penjelasan guru di dalam kelas
11
Saya tidak suka membiarkan suatu soal tidak terjawab
12
Saya memilih memecahkan soal yang sulit sendirian tanpa bantuan guru
13
Untuk memahami suatu materi, saya tidak suka mengulang-ulang materi tersebut karena hanya membuang-buang waktu saja
14
Bahkan jika suatu mata pelajaran tidak menarik dan membosankan, saya tetap belajar sampai selesai
15
Saat membaca buku pelajaran, saya membuat pertanyaan-pertanyaan
16
Saat saya belajar, saya membuat ringkasan dari ide-ide utama dalam bacaan
17
Selama mengikuti pelajaran, saya sering melewatkan poin-poin penting karena saya berpikir tentang hal-hal lain
18
Sebagian besar waktu belajar saya habiskan untuk mengerjakan soal-soal yang rumit karena rasa penasaran saya untuk memecahkan soal tersebut
19
Saya lebih suka mengerjakan soal yang dapat saya yakini jawabannya dan meninggalkan soal-soal yang sulit
20
Kadang –kadang saya malas mengikuti pelajaran sehingga saya membolos
21
Saya selalu berkonsentrasi pada materi pelajaran jikaberada di dalam kelas
Universitas Indonesia
91
22
Saya jarang sekali mempunyai waktu untuk membaca kembali bacaan atau catatan saya sebelum ujian
23
Saya membuat daftar hal-hal yang penting dari suatu mata pelajaran dan menghapalkan daftar tersebut
24
Bagi saya, mengerjakan soal yang mudah lebih menyenangkan daripada soal yang sulit
25
Materi pelajaran yang rumit membuat saya malas mengerjakan tugas
26
Saya tidak mempunyai cara khusus untuk belajar suatu materi pelajaran
27
Saya biasanya membaca bacaan dan catatan berulangulang
28
Saya sering merasa sangat bosan saat belajar sehingga saya berhenti sebelum selesai
29
Saya mengumpulkan bahan pelajaran dari kuliah yang diberikan guru, dari bacaan, tugas-tugas, dan hasil diskusi (bila ada)
30
Saya merasa tidak perlu mengetahui sejauh mana saya memahami suatu materi pelajaran
31
Pekerjaan rumah saya sering tidak selesai saya kerjakan
32
Saya tidak menyukai tugas-tugas yang membuat saya berpikir keras
33
Jika suatu mata pelajaran sulit dipelajari, saya hanya belajar bagian yang mudah saja
34
Saya tidak menyukai materi pelajaran yang menyita waktu saya karena kesulitannya
Universitas Indonesia
92
Lampiran 8 Keterangan Lolos Kaji Etik Penelitian
Universitas Indonesia