FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PENGEMBANGAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Kelurahan Kebon Pedes Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor)
SKRIPSI SUSI SUHERNI
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PENGEMBANGAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Kelurahan Kebon Pedes Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor)
SUSI SUHERNI D34101012
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PENGEMBANGAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Kelurahan Kebon Pedes Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor)
Oleh : SUSI SUHERNI D34101012
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada Tanggal 12 Januari 2006
Menyetujui,
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Ir. Dwi Joko Setyono, M.Si
Dr. Bagus P. Purwanto
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Ronny R. Noor, MRur.Sc
RINGKASAN SUSI SUHERNI. D34101012. 2006. Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Pengembangan Usahaternak Sapi Perah (Studi Kasus di Kelurahan Kebon Pedes Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor). Skripsi. Departemen Sosial Ekonomi Industri Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Dwi Joko Setyono, M.Si Pembimbing Anggota : Dr. Bagus P. Purwanto Kelurahan Kebon Pedes, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor merupakan salah satu sentra peternakan sapi perah di Kota Bogor. Namun dalam pengembangannya, terdapat beberapa hambatan yang merupakan ancaman bagi keberlanjutan usahaternak sapi perah di daerah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam pengembangan usahater nak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2005 di Kelurahan Kebon Pedes, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Penelitian ini didesain sebagai studi kasus dengan sampel sebanyak 30 peternak sapi perah yang diambil secara sensus dan 30 orang masyarakat bukan peternak yang diambil secara purposive. Analisis data yang digunakan berupa analisis deskriptif, pendapatan, R/C ratio, dan proyeksi permintaan susu segar. Peternak di Kelurahan Kebon Pedes sebagian besar (93,33%) telah menyelesaikan pendidikan formal dan usahaternak sapi perah merupakan mata pencaharian pokok peternak dengan kisaran lama beternak 2-38 tahun. Populasi sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes cukup besar yaitu 325 ekor dengan persentase sapi laktasi 68,91%. Keuntungan yang diperoleh dari uasahaternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes relatif besar dikarenakan harga jual susu yang relatif tinggi, yaitu berkisar antara Rp 2.000,00 sampai Rp 4.000,00 per liter. Beberapa lembaga yang mendukung pengembangan usahaternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes yaitu Koperasi Produksi Susu (KPS) Bogor, Dinas Peternakan Kota Bogor, Balai Penelitian Peternakan dan Perguruan Tinggi di Bogor. Usahaternak sapi perah mempunyai potensi pasar yang bagus dilihat dari jumlah permintaan susu yang mengalami peningkatan selama sepuluh tahun kedepan. Permintaan susu tersebut dihitung berdasarkan pada proyeksi konsumsi susu dan proyeksi jumlah penduduk. Proyeksi permintaan susu dilakukan melalui pendekatan pendapatan atau pendekatan ekonomi berdasarkan nilai elastisitas pendapatan terhadap susu. Perhitungan proyeksi permintaan ini berdasarkan laju pertumbuhan ekonomi (LPE) Kota Bogor atas Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berdasarkan harga konstan tahun 1993 dan laju pertumbuhan penduduk Kota Bogor tahun 1995-2003. Pada saat laju pertumbuhan ekonomi Kota Bogor sebesar 8,95%, permintaan susu per tahun mengalami peningkatan yang lebih besar dibandingkan saat laju pertumbuhan ekonomi sebesar 5,82%. Sehingga, semakin baik laju pertumbuhan ekonomi dan laju peningkatan pendapatan, maka akan meningkatkan konsumsi susu dan pada akhirnya tingkat permintaan susu pun akan meningkat. Berdasarkan hasil perhitungan, rata -rata pendapatan yang diperoleh peternak per tahun yaitu sebesar Rp 30.465.334,16 dengan R/C ratio 1,93 yang berarti setiap rupiah biaya yang dikeluarkan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,93. Nilai R/C
ratio yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa usaha tersebut menguntungkan dan layak untuk dijalankan. Suhu udara yang relatif panas (22,7-30,9°C) dapat menjadi hambatan sapi perah turunan impor berproduksi susu secara optimal. Lahan di Kelurahan Kebon Pedes seluas 66 ha atau 63,46% merupakan pemukiman umum, sehingga penambahan populasi ternak akan terhambat oleh keterbatasan lahan untuk kandang. Selain itu, usahaternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes menimbulkan rasa kurang nyaman dan kecewa bagi masyarakat sekitarnya terhadap keberadaan usahaternak sapi perah tersebut, yaitu sebesar 63,33%. Masyarakat menyatakan kecewa karena terjadi pencemaran berupa bau dari buangan limbah ternak dan air sungai. Kata-kata Kunci : faktor pendukung, faktor penghambat, sapi perah, Kebon Pedes
ABSTRACT Supporting and Constraint Factors for Dairy Farm Development (A Case Study in Kebon Pedes, Bogor) Suherni,S., D. J. Setyono and B. P. Purwanto Dairy farms have a high opportunity to be developed, but the farmers faced constraint those can be threat the sustainability of the dairy farms. During 19992003, the average milk consumption per capita in Indonesia increased as much as 1.05% per year. A case study was carried out to understand the supporting and constraint factors for dairy farms development in Ke bon Pedes, Bogor during May to June 2005. Thirty farmers by census and 30 people live around the farm by purposive were used as sample. Descriptive analysis, financial and milk demand forecast were used to analyze data. The farmer’s average income per year was Rp 30,465,334.16 and R/C ratio was 1.93. It indicated that the dairy farm in Kebon Pedes was feasible. The supporting factors for dairy farm’s development in Kebon Pedes were farmer knowledge, milk price, financial, institution, dairy cattle populatio n and demand of milk in Bogor, which increase every year. The constraint factors are climate, land, and the environment pollution. Keywords : supporting factor, constraint factor, dairy farm, Kebon Pedes
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 20 Januari 1983 di Subang, Jawa Barat. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Waltim dan Ibu Wangsih. Pendidikan formal yang ditempuh penulis berawal dari pendidikan dasar yang diselesaikan pada tahun 1995 di SDN Baktisari-Pamanukan, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1998 di SLTPN 1 Pamanukan, pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2001 di SMUN 1 Subang. Pada tahun 2001, penulis diterima sebagai mahasiswa Tingkat Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Departemen Sosial Ekonomi Industri Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohiim, Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor Pendukung dan Penghambat Pengembangan Usahaternak Sapi Perah (Studi Kasus di Kelurahan Kebon Pedes Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor)“. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis pada bulan Mei sampai Juni 2005. Skripsi ini memaparkan gambaran usahaternak sapi perah serta faktor penunja ng dan penghambat dalam pengembangan usahaternak sapi perah yang meliputi bibit, harga susu, kelembagaan, aspek finansial, permintaan susu segar, iklim, lahan, ketersediaan pakan hijauan dan sosial masyarakat sekitar peternakan. Usahaternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes berada ditengah pemukiman penduduk, sehingga usahaternak tersebut selain memberikan dampak positif juga menimbulkan dampak negatif berupa pencemaran lingkungan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran, kritik dan masukan yang bersifat konstruktif sangat diharapkan oleh penulis untuk perbaikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Amien.
Bogor, Januari 2006
Penulis
UCAPAN TERIMAKASIH Alhamdulillah. Rasa syukur yang mendalam penulis panjatkan kepada Allah SWT pemilik alam semesta beserta isinya, karena hanya atas izin dan pertolonganNya akhirnya rangkaian tugas akhir ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah SWT limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya dan para sahabatnya. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih yang setulus -tulusnya kepada ’Apa’ dan Mama tercinta atas perhatian yang tulus dan kasih sayang yang telah dicurahkan serta dorongan moril dan materil dalam menyelesaikan skripsi ini, A’ Tommy atas perhatian, semangat dan kasih sayangnya. Ucapan terima kasih juga Penulis ucapkan kepada Ir. Dwi Joko Setyono, M.Si dan Dr. Bagus P. Purwanto sebagai dosen pembimbing skripsi atas segala bimbingan dan pengarahan yang telah diberikan selama penelitian hingga akhir penulisan skripsi ini. Serta terimakasih Penulis ucapkan kepada Ir. Burhanuddin, MM sebagai penguji seminar, Ir Ujang Sehabudin dan Dr. Ir Nur’aeni Sigit, MS sebagai penguji sida ng atas masukan dan sarannya. Tidak lupa Penulis ucapkan rasa terimakasih kepada seluruh keluarga di Subang atas dukungan dan do’anya, Sahabatsahabatku (Siti, Ratih, Nana, Erly, Qq, Anis, Rihza, Yayu, Eka) dan teman-teman SEIP ’38 serta Gardena Girls terimakasih atas persahabatan, perhatian, pengertian dan bantuannya selama ini. Terakhir penulis ucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada keluarga besar Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor tempat penulis menimba ilmu. Akhirnya, semoga amal baik Bapak/Ibu dan rekan – rekan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.
Bogor, Januari 2006
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ..................................................................................................
i
ABSTRACT ...................................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................
iv
KATA PENGANTAR ...................................................................................
v
DAFTAR ISI ..................................................................................................
vi
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
x
PENDAHULUAN Latar Belakang ..................................................................................... Perumusan Masalah ............................................................................ Tujuan Penelitian ................................................................................. Kegunaan Penelitian.............................................................................
1 2 2 3
KERANGKA PEMIKIRAN............................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA Usahaternak Sapi Perah ...................................................................... Pengembangan Peternakan ................................................................ Prospek Pengembangan Usahaternak Sapi Perah ..................... Kendala Pengembangan Usahaternak Sapi Perah .................... Strategi Pengembangan Usahaternak Sapi Perah .................... Kelembagaan............................................................................. Aspek Teknis dalam Pemeliharaan Sapi Perah ................................... Produksi Susu ........................................................................... Kesesuaian Iklim dalam Pemeliharaan Sapi Perah .................. Lahan dalam Budidaya Sapi Perah .......................................... Tenaga Kerja dalam Budidaya Sapi Perah ............................... Ketersediaan Pakan...................................................................
5 5 5 6 7 7 8 8 10 10 11 11
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu ............................................................................... Populasi dan Sampel .......................................................................... Desain Penelitian ................................................................................. Data dan Instrumentasi ........................................................................ Analisis Data ....................................................................................... Definisi Istilah ....................................................................................
12 12 12 12 13 15
KEADAAN UMUM LOKASI ........................................................................
17
HASIL DAN PEMBAHASAN Tatala ksana Pemeliharaan Sapi Perah ................................................. Tenaga Kerja ........................................................................... Pakan ....................................................................................... Perkandangan .......................................................................... Perkawinan .............................................................................. Kesehatan Ternak .................................................................... Pemerahan .............................................................................. Faktor-faktor Pendukung Pengembangan Usahaternak Sapi Perah..... Sumber Daya Peternak ............................................................ Populasi Sapi Perah ................................................................. Pemasaran Susu ...................................................................... Penyediaan Bibit Sapi Perah ................................................... Kelembagaan ........................................................................... Potensi Pasar ............................................................................ Aspek Finansial........................................................................ Faktor-faktor Penghambat Pengembangan Usahaternak Sapi Perah... Iklim......................................................................................... Ketersediaan Lahan.................................................................. Produktivitas Sapi Perah ......................................................... Penanganan Limbah................................................................. Sosial Masyarakat....................................................................
19 19 20 21 22 22 23 23 23 25 27 28 30 31 35 37 37 38 39 39 39
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ......................................................................................... Saran ...................................................................................................
43 43
UCAPAN TERIMAKASIH.............................................................................
44
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
45
LAMPIRAN ...................................................................................................
48
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Penggunaan Lahan di Kelurahan Kebon Pedes .................................. 18 2. Rataan Efisiensi Tenaga Kerja Usahaternak Sapi Perah di Kelurahan Kebon Pedes ...................................................................... 19 3. Rataan Pemberian Pakan Sapi Perah di Kelurahan Kebon Pedes ....... 21 4. Karakteristik Peternak Sapi Perah di Kelurahan Kebon Pedes............ 24 5. Populasi Sapi Perah di Kelu rahan Kebon Pedes.................................. 26 6. Saluran Pemasaran Susu di Kelurahan Kebon Pedes ........................... 28 7. Proyeksi Populasi dan Produksi Susu Sapi Perah di Kelurahan Kebon Pedes........................................................................ 29 8. Permintaan Susu Nasional, Jawa Barat dan DKI Jakarta Tahun 2000-2004 ............................................................................................. 32 9. Proyeksi Tingkat Konsumsi Susu di Kota Bogor Tahun 2005-2014 Menurut Alternatif I, II dan III ............................................................. 33 10. Proyeksi Jumlah Penduduk Kota Bogor Tahun 2005-2014.................. 34 11. Proyeksi Permintaan Susu di Kota Bogor Tahun 2005-2014 Menurut Alternatif Menurut Alternatif I, II dan III ............................. 35 12. Rataan Biaya Produksi Usahaternak Sapi Perah di Kelurahan Kebon Pedes Selama Satu Tahun (Rp/peternak/tahun) ........................ 36 13. Rata -rata Penerimaan Peternak Sapi Perah di Kelurahan Kebon Pedes Selama Satu Tahun (Rp/peternak/tahun) .................................. 37 14. Rata -rata Penerimaan, Biaya, Pendapatan dan R/C ratio Usahaternak Sapi Perah Selama Satu Tahun ........................................ 37 15. Karakteristik Responden Masyarakat di Kelurahan Kebon Pedes ....... 40 16. Tanggapan Masyarakat Non Peternak Terhadap Keberadaan Usahaternak Sapi Perah di Kelurahan Kebon Pedes ............................. 41
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Kerangka Pemikiran Konseptual ........................................................
4
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Kepemilikan/Populasi Sapi Perah di Kelurahan Kebon Pedes ............. 49 2. Karakteristik Peternak Sapi Perah di Kelurahan Kebon Pedes ............ 50 3. Pengeluaran dalam Usahaternak Sapi Perah di Kelurahan Kebon Pedes (Rp/tahun) ...................................................................... 51 4. Penerimaan Usahaternak Sapi Perah di Kelurahan Kebon Pedes dalam Satu Tahun (Rp/tahun) ............................................................. 53 5. Pendapatan Usahaternak Sapi Perah di Kelurahan Kebon Pedes (Rp/tahun) ............................................................................................. 54 6. Perhitungan Proyeksi Permintaan Susu di Kota Bogor Tahun 2005-2014 menurut Alternatif I ............................................................. 55 7. Perhitungan Proyeksi Permintaan Susu di Kota Bogor Tahun 2005-2014 menurut Alternatif II .......................................................... 56 8. Perhitungan Proyeksi Permintaan Susu di Kota Bogor Tahun 2005-2014 menurut Alternatif III ......................................................... 57 9. Komposisi Bahan Makanan yang Digunakan di Kelurahan Kebon Pedes .......................................................................................... 58
PENDAHULUAN Latar Belakang Susu merupakan salah satu bahan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi dibandingkan dengan bahan makanan lain. Hal ini dikarenakan dalam air susu terdapat zat gizi dalam perbandingan yang optimal seperti kandungan asam amino esensial yang tinggi dan dapat menutup kekurangan asam amino dari bahan lain, serta kaya akan Kalsium dan bahan-bahan lainnya. Selama tahun 1999-2003, konsumsi susu rata-rata per kapita di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 1,05% per tahun. Peningkatan konsumsi tersebut berakibat terhadap permintaan susu yang semakin besar dari tahun ke tahun. Permintaan susu yang terus meningkat tersebut perlu diantisipasi dengan peningkatan produksi susu yang lebih tinggi. Selama periode tahun 1999-2003, permintaan susu rata-rata mencapai 1.301.620 ton per tahun dengan peningkatan 9,1% per tahun, sementara itu produksi susu pada periode tersebut baru mencapai 496.497,3 ton per tahun dengan peningkatan 7,6% per tahun (Direktorat Jenderal Peternakan, 2003). Konsumsi
susu
meningkat
sejalan
dengan
peningkatan
pendapatan
masyarakat dan kesadaran akan nilai gizi yang semakin baik. Oleh karena itu, produksi susu dalam negeri harus lebih ditingkatkan agar tidak terjadi kesenjangan antara produksi dengan permintaan susu pada tahun mendatang sehingga akan mengurangi ketergantungan terhadap susu impor. Rendahnya produksi susu dalam negeri antara lain disebabkan terbatasnya bibit unggul sapi perah dan produktivitas sapi perah yang masih rendah. Mengingat hal tersebut, maka salah satu usaha yang dapat ditempuh yaitu dengan pengembangan usaha sapi perah untuk menunjang peningkatan produksi susu dalam negeri. Kelurahan Kebon Pedes, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor merupakan salah satu daerah sentra peternakan sapi perah di Kota Bogor dengan populasi sapi perah yang cukup besar yaitu 338 ekor (Profil Kelurahan Kebon Pedes, 2002). Kegiatan usaha sapi perah di daerah tersebut masih tetap berkembang karena daerah tersebut memiliki keunggulan dalam akses pemasaran, meskipun dilihat dari segi agroklimat Kelurahan Kebon Pedes tergolong bersuhu panas (22,7-30,9ºC) yang kurang optimum untuk produksi sapi perah.
Peningkatan populasi sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor memiliki permasalahan terutama dalam hal wilayah pengembangan sapi perah itu sendiri dan dalam penyediaan hijauan makanan ternak. Permasalahan tersebut disebabkan Kelurahan Kebon Pedes merupakan daerah padat penduduk (209 jiwa/ha) dan letaknya yang strategis di tengah kota sangat memungkinkan terjadi perubahan tata ruang wilayah akibat semakin besarnya pangsa ruang untuk pemba ngunan perumahan, pusat-pusat perbelanjaan, jalan raya, kawasan industri dan lain-lain. Sementara itu, pangsa peruntukan ruang untuk sektor peternakan semakin kecil dan terdesak. Hal ini merupakan salah satu ancaman bagi keberlanjutan usaha sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Perumusan Masalah Pengembangan usahaternak sapi perah selain ditentukan oleh tingkat pendapatan yang diterima dalam kegiatan usaha tersebut, juga ditentukan oleh daya dukung wilayah, dukungan lingkungan, serta peluang pasar yang ada untuk usaha tersebut pada masa sekarang maupun yang akan datang. Indikator -indikator diatas dapat menjadi faktor pendukung maupun penghambat dalam pengembangan. Faktor pendukung merupakan sumber kekuatan dalam pengembangan, sedangkan faktor penghambat merupakan suatu kendala yang harus ditanggulangi agar pengembangan usahaternak sapi perah dapat berjalan lancar. Berdasarkan uraian singkat di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1)
apa faktor-faktor pendukung pengembangan usahaternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor? dan
2)
apa faktor-faktor penghambat pengembangan usahaternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor?. Tuju an Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan dari
penelitian ini adalah: 1)
mengetahui faktor-faktor pendukung dalam pengembangan usahaternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, dan
2)
mengetahui faktor-faktor penghambat dalam pengembangan usahaternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna, antara lain:
1)
penyediaan informasi sebagai dasar pertimbangan pemerintah setempat baik dalam hal pengembangan usaha sapi perah maupun pengembangan wilayah perkotaan,
2)
sebagai informasi bagi peternak untuk mengarahkan kegiatan usaha sapi perah ke arah yang lebih menguntungkan, dan
3)
penyediaan informasi sebagai dasar penelitian lebih lanjut.
KERANGKA PEMIKIRAN Menurut Adnyana et al. (1999) prospek pengembangan komoditi dilihat dari beberapa hal, antara lain potensi pasar, potensi sarana produksi dan teknologi serta efisiensi usaha. Pengembangan us ahaternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes dapat dilihat dari segi dukungan lingkungan, dukungan wilayah, aspek finansial dan potensi pasar susu segar beberapa tahun yang akan datang. Usahaternak Sapi Perah di Kelurahan Kebon Pedes Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor
♦ Faktor-faktor Pendukung ♦ Faktor-faktor Penghambat
Dukungan lingkungan dan wilayah
♦ ♦ ♦ ♦
Iklim Pakan Bibit Sosial masyarakat ♦ Kelembagaan
Finansial
Penerimaan
Biaya
Analisis pendapatan R/C Rasio
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Konseptual
Potensi pasar susu segar
Konsumsi susu/kapita /tahun
Jumlah penduduk
Proyeksi permintaan susu per tahun
TINJAUAN PUSTAKA Usahaternak Sapi Perah Mubyarto (1989) menyatakan bahwa dilihat dari teknologi yang ada terdapat tiga kelompok usaha peternakan di Indonesia, yaitu peternakan rakyat dengan cara pemeliharaan yang tradisional, peternakan rakyat dengan cara pemeliharaan komersial dan peternakan komersial. Erwidodo dan Sayaka (1999) menyatakan bahwa peternakan sapi perah di Indonesia umumnya merupakan usaha keluarga di pedesaan dalam skala kecil. Komposisi peternak sapi perah diperkirakan terdiri dari 80% memiliki ternak lebih dari tujuh ekor. Berdasarkan komposisi di atas, maka secara kasar dapat diperkirakan 64% produksi susu segar di Indonesia berasal dari peternak skala kecil, 28% dari peternak skala sedang dan 8% dari skala besar. Pengembangan Peternakan Menurut Simanjuntak (1986) untuk mengembangkan suatu komoditi atau jenis ternak tertentu disuatu wilayah ditentukan oleh potensi daerah dan ternak tersebut. Kriteria potensi didasarkan atas analisa wilayah terhadap keterse diaan bahan baku, penggunaan teknologi, keahlian yang diperlukan, potensi pengembangan peternakan, prioritas pengembangan dan bantuan kredit peternakan. Namun untuk mengetahui potensi pengembangan peternakan, beberapa hal yang perlu diketahui adalah penyebaran dan kepadatan ternak, nilai ekonomis dari ternak, kegunaan dan fungsi ternak, sarana prasarana dan kelembagaan, pemasaran ternak dan hasilhasilnya baik lokal maupun ke luar daerah serta potensi ternak dan hasil ternak. Prospek Pengembangan Usahaternak Sapi Perah Menurut Adnyana et al. (1999) prospek pengembangan komoditas dapat dilihat dari beberapa hal antara lain potensi pasar, potensi sarana produksi dan teknologi serta efisiensi usaha. Perkembangan usaha sapi perah dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor ekonomis, bimbingan dan motivasi, penyediaan makanan dan bibit yang mudah diperoleh serta pemasaran yang baik (Anonim, 1974). Potensi Pasar.
Tingginya permintaan dalam negeri akan produk sapi perah
merupakan peluang pasar yang cukup pote nsial untuk pengembangan usaha
peternakan sapi perah di Indonesia. Data statistik tahun 2003 menunjukkan bahwa produksi susu nasional baru dapat memenuhi sekitar 29,46% dari permintaan konsumen susu dalam negeri dan sisanya harus import (Direktorat Jenderal Peternakan, 2003). Potensi Sarana Produksi dan Teknologi. Menurut Adnyana et al. (1999), sarana produksi meliputi pengadaan dan teknologi bibit serta pengadaan dan teknologi pakan. Memanfaatkan teknologi pakan yang tersedia seperti teknik amoniasi, molases blok, silase dan lainnya selain mampu meningkatkan daya dukung ternak pada suatu wilayah juga berpotensi untuk meningkatkan produktivitas ternak. Menurut Adnyana dan Kariyasa (1999), dengan adanya program perbaikan mutu bibit ternak melalui kegiatan Inseminasi Buatan (IB) diharapkan mampu meningkatkan produksi dan kualitas susu yang dihasilkan. Efisiensi Usaha.
Besarnya modal dan kepemilikan ternak akan mempengaruhi
tingkat pendapatan yang akan diperoleh peternak. Show (1970) yang dikutip oleh Kusnadi et al. (1983) menyatakan bahwa usaha sapi perah yang ekonomis adalah apabila setiap ekor sapi produktif atau laktasi hanya dibebani 0,40 Satuan Ternak sapi perah non produktif. Hasil penelitian Kusminah (2003), bahwa besarnya pendapatan rata-rata per peternak per tahun di Desa Cilembut Barat, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor yaitu sebesar Rp 92.353.735,33 untuk kelompok I dengan kepemilikan sapi laktasi lebih dari 10 ekor, kelompok II dengan kepemilikan sapi laktasi 5-10 ekor memperoleh pendapatan sebesar Rp 25.242.375,00 dan Rp 13.678.527,95 untuk kelompok III dengan kepemilikan sapi laktasi satu sampai empat ekor. Perbedaan dalam perolehan pendapatan tersebut dipengaruhi oleh penerimaan dan biaya produksi, skala usaha, harga susu, produksi susu, biaya pakan, biaya tenaga kerja dan persentase sapi laktasi. Kendala Pengembangan Usahaternak Sapi Perah Terdapat beberapa hal yang menjadi hambatan dalam usahaternak perah, yaitu diantaranya iklim, permodalan, pemasaran yang belum maju, kekurangan tenaga ahli dan komunikasi (sarana angkutan) yang sulit (Anonim, 1974). Menurut Adnyana dan Kariyasa (1999), selain lemahnya permodalan peternakan, yang
menjadi kendala dalam pengembangan usahaternak sapi perah di Indonesia yaitu sistem penjualan pada satu pembelian (single market) dan pelaksanaan IB yang masih rendah serta cenderung belum merata antar daerah. Strategi Pengembangan Usahaternak Sapi Perah Adnyana dan Kariyasa (1999) mengutarakan bahwa untuk mempertahankan usaha produksi susu di dalam negeri diperlukan terobosan-terobosan perbaikan teknologi dan manajemen baik jangka pendek maupun jangka panjang. Secara jangka pendek diperlukan deregulasi dalam hal peraturan-peraturan terutama sistem pemasaran, peningkatan skala usaha, perbaikan manajemen usaha, permodalan dan perbaikan teknologi pakan serta meningkatkan intensitas penyuluhan agar transfer teknologi ke peternak menjadi lebih efektif. Menurut
Siregar
(1999)
terdapat
beberapa
strategi
dalam
upaya
pengembangan produksi susu di Indonesia, yaitu diantaranya mengintensifkan program IB dengan menggunakan semen beku pejantan-pejantan unggul, mengimpor sapi-sapi perah betina dalam rangka peningkatan populasi sapi perah, mengupayakan peningkatan pendidikan formal ataupun non formal bagi peternak-peternak dan petugas lapangan serta memberikan kemudahan dalam pengembangan sapi perah. Kelembagaan Salah satu penunjang pengembangan sapi perah di Indonesia adalah adanya unsur kelembagaan berupa koperasi susu yang tergabung dalam Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI). Koperasi susu mempunyai peran yang sangat besar dalam pengembangan agribisnis sapi perah baik dari segi pengembangan produksi, kelembagaan, pemasaran maupun permodalan termasuk teknologi (Anonim, 1999). Suradisastra (1999) menyatakan bahwa peran pemerintah dalam pendekatan kelembagaan untuk pengembangan pedesaan dan memacu proses industrialisasi pertanian, yaitu: 1) sebagai fasilisator, memfasilitasi dan memberi kebebasan bagi kelembagaan lokal untuk berpartisipasi dalam pengembangan sektor pertanian di tingkat lokal dan nasional, 2) sebagai regulator untuk membatasi dan memberi rambu-rambu pengembangan kelembagaan yang sesuai dan searah dengan program pembangunan sektoral. Kedua peran ini dimanifestasikan dalam bentuk perundangundangan, peraturan pemerintah, keputusan presiden, peraturan daerah dan lain-lain.
Aspek Teknis dalam Pemeliharaan Sapi Perah Terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam pemeliharaan sapi perah dalam rangka pengembangan usaha, yaitu produksi susu, kesesuaian iklim dalam pemeliharaan, lahan, tenaga kerja dan ketersediaan pakan. Produksi Susu Menurut Sudono (1999), faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas dan produksi susu, yaitu bangsa atau rumpun sapi, lama bunting, masa laktasi, besarnya sapi, estrus atau berahi, umur sapi, selang beranak, masa kering dan makanan serta tata laksana. Bangsa atau Rumpun Sapi. Bangsa-bangsa sapi perah mempunyai sifat tersendiri dalam menghasilkan susu yang berbeda dalam jumlah yang dihasilkan, kadar lemak susu dan warna susu. Bangsa Fries Holland mempunyai kemampuan berproduksi susu paling tinggi dibandingkan dengan bangsa sapi perah lainnya baik di daerah tropis maupun di daerah sub tropis. Sapi Fries Holland mampu memproduksi susu sebanyak 7.245 kg dalam satu kali masa laktasi yaitu sekitar 10 bulan. Sapi Jersey produksi susu rata -rata 4.957 kg/laktasi, sapi Guernsey 5.205 kg/laktasi, dan sapi Ayshire 6.585 kg/laktasi. Lama Bunting. Sapi yang telah dikawinkan dan bunting menghasilkan susu yang lebih sedikit dibandingakan dengan sapi yang tidak bunting. Keadaan ini akan jelas terlihat jika sapi bunting tujuh bulan sampai beranak produksi susunya akan turun. Masa Laktasi. Masa laktasi adalah masa sapi menghasilkan susu yaitu antara waktu beranak dengan masa kering. Produksi susu seekor sapi per hari mulai menurun setelah laktasi dua bulan. Demikian pula kadar lemak susu mulai menurun setelah satu sampai dua bulan masa laktasi, dan setelah dua sampai tiga bulan masa laktasi maka kadar lemak susu mulai konstan dan naik sedikit. Sapi perah dalam usia produktifnya mengalami beberapa kali laktasi yang umumnya dimulai umur dua sampai tiga tahun. Produksi susu tiap laktasi akan meningkat sampai sapi tersebut berumur tujuh atau delapan tahun, yang kemudian akan menurun sampai umur 11 atau 12 tahun.
Ukuran Tubuh Sapi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sapi-sapi yang
badannya besar akan menghasilkan susu yang lebih banyak daripada sapi yang berbadan kecil dalam bangsa dan umur yang sama. Hal ini disebabkan sapi yang badannya besar akan makan lebih banyak sehingga menghasilkan susu yang lebih banyak karena metabolisme tinggi. Estrus atau Berahi. Waktu sapi berahi terdapat perubahan-perubahan faali yang mempengaruhi volume dan kualitas susu yang dihasilkan. Beberapa sapi menunjukkan gejala gelisah dan mudah terkejut sehingga tidak mau makan dan mengakibatkan produksi susu menurun. Umur Sapi. Sapi yang beranak pada umur tua (tiga tahun) akan menghasilkan susu yang lebih banyak daripada sapi yang beranak pada umur muda (dua tahun). Produksi susu akan terus meningkat dengan bertambahnya umur sapi sampai sapi tersebut berumur tujuh atau delapan tahun, kemudian setelah umur tersebut produksi susu akan menurun sedikit demi sedikit sampai sapi berumur 11 atau 12 tahun dimana produksi susunya sanga t rendah sekali karena aktivitas kelenjar ambing berkurang. Selang Beranak (Calving Interval). Calving interval yang optimal adalah 12 dan 13 bulan. Bila calving interval diperpendek akan menurunkan produksi susu pada laktasi yang sedang berjalan atau berikutnya dan begitu pula sebaliknya. Masa Kering. Masa kering adalah masa dimana sapi yang bunting tidak diperah. Hal ini dimaksudkan agar sapi memiliki kondisi yang bagus ketika melahirkan. Rataan masa kering untuk sapi berkisar antara satu setengah sampai dua bulan. Produksi susu pada laktasi kedua dan berikutnya dipengaruhi oleh lamanya masa kering yang telah lalu. Produksi susu akan naik dengan bertambahnya masa kering tujuh atau delapan minggu, tetapi dengan masa kering yang lebih lama lagi produksi susu tidak akan bertambah. Makanan dan Tata Laksana.
Makanan atau ransum dalam usaha peternakan
merupakan bagian yang penting dan menentukan tinggi rendahnya produksi, pertumbuhan dan keuntungan peternak, sehingga harus diupayakan agar penggunaan
makanan ba ik hijauan dan penguat berada pada tingkat yang optimum (Siregar, 1990). Makanan yang diberikan pada sapi perah berupa imbangan antara hijauan dan konsentrat. Bahan pakan konsentrat mengandung kadar serat kasar rendah dan mudah dicerna seperti dedak, bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, jagung, kedelai dan sebagainya. Pemberian konsentrat bertujuan untuk menyeimbangkan ransum dengan menyediakan zat-zat makanan yang rendah nilainya dalam hijauan (Sudono, 1999). Variasi dalam produksi susu dan di beberapa peternakan sapi perah juga disebabkan oleh perbedaan makanan dan tata laksananya (Sudono, 1999). Tata laksana meliputi kegiatan pembersihan ternak, pemeliharaan ternak laktasi, pembersihan kandang, pemberian makan dan minuman yang teratur serta pencegahan dan pengobatan penyakit. Kesesuaian Iklim dalam Pemeliharaan Sapi Perah Ternak sapi perah khususnya turunan impor seperti Fries Holland sangat menghendaki lingkungan yang beriklim sejuk untuk produksi susu yang optimal. Menurut Williamson dan Payne (1983), bahwa suhu lingkungan sangat berpengaruh terhadap produksi susu dan komposisinya. Suhu optimum untuk produksi susu sapi yang berasal dari daerah sub tropis adalah 10 °C dan suhu kritis dimana terjadi penurunan tajam produksi susu pada sapi Fries Holland adalah 21-27 °C. Menurut Sutardi (1981), bahwa lokasi yang baik untuk berternak sapi perah adalah yang mempunyai ketinggian sekurang-kurangnya 800 meter di atas permukaan laut dengan temperatur rataan 18,3 °C dan kelembaban 55%. Perbedaan kemampuan berproduksi susu sapi perah FH di berbagai ketinggian daerah pemeliharaan dari permukaan laut dapat dilihat dari hasil penelitian Farida (2004) di daerah Cibeureum-Bogor yang berdataran tinggi (1100-1200 m dpl) dan di daerah Tajur Halang-Bogor yang berdataran sedang (600800 m dpl), menunjukkan kemampuan berproduksi susu masing-masing sebesar 13,79 dan 11,08 liter/ekor/hari, sedangkan produksi susu sapi perah di dataran rendah Cibinong-Bogor (240 m dpl), yaitu 10,70 liter/ekor/hari (Sujana, 1999).
Lahan dalam Budidaya Sapi Perah Usaha peternakan sapi perah menghendaki jenis lahan yang beriklim sejuk, ketersediaan air, kesuburan (relatif), kedekatan dengan pasar, serta adanya transportasi dan sarana -sarana penunjang lainnya (listrik, telpon dan air bersih) yang memadai. Lahan dalam budidaya sapi perah dirasakan penting terutama bagi sumber hijauan dan kandang. Menurut Sudono et al. (2003) bahwa lahan yang dibutuhkan untuk kandang sapi perah yang sedang berproduksi yaitu seluas 5,32 m2/ekor, kandang sapi dara siap bunting sampai bunting seluas 240 m2/10 ekor, dan kandang untuk pedet membutuhkan lahan seluas 1,8 m2 /ekor. Tenaga Kerja dalam Budidaya Sapi Perah Tenaga kerja merupakan hal yang penting dalam usaha peternakan sapi perah. Tenaga kerja yang diperlukan harus terampil dan berpengalaman dalam bidangnya agar penggunaan tenaga kerja menjadi efisien. Menurut Mubyarto (1989) dalam usahatani sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri yang terdiri dari suami sebagai kepala ke luarga, istri dan anak-anak petani. Sudono (1999) menyatakan bahwa untuk mencapai penggunaan tenaga kerja yang efisien pada usaha peternakan sapi perah di Indonesia sebaiknya seorang tenaga kerja dapat menangani enam sampai tujuh ekor sapi dewasa. Ketersediaan Pakan Menurut Siregar dan Kusnadi (2004), pakan sapi perah yang sedang berproduksi susu harus terdiri dari konsentrat dan hijauan. Bahan pakan konsentrat dapat berupa hasil ikutan industri pertanian seperti dedak padi dan pollard, hasil ikutan pabrik seperti bungkil kelapa dan ampas tahu serta bahan-bahan lainnya yang umumnya berkualitas tinggi (berserat kasar rendah, berprotein , dan berenergi tinggi). Pakan hijauan dapat berupa limbah pertanian (daun jagung, daun kacang tanah, jerami padi, dll), rumput alam atau rumput lapang, dan rumput hasil budi daya (rumput gajah, rumput raja, dll). Menurut Sudono (1999), untuk memperoleh ransum sapi perah dengan koefisien cerna yang tinggi digunakan pakan hijauan sebesar 60% dan konsentrat 40% dari total bahan kering (BK).
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Kebon Pedes, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja berdasarkan pertimbangan bahwa Kelurahan Kebon Pedes merupakan salah satu sentra peternakan sapi perah di Kota Bogor. Penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2005. Populasi dan Sampel Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah masyarakat Kelurahan Kebon Pedes, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor dengan sampelnya yaitu peternak sapi perah dan masyarakat Kebon Pedes yang bukan peternak. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode sensus untuk sampel peternak sapi perah, yaitu menggunakan seluruh populasi yang ada sebagai sampel penelitian yaitu semua peternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes, sedangkan pengambilan sampel untuk masyarakat bukan peternak dilakukan secara purposive dimana masyarakat yang bertempat tinggal disekitar peternakan dan menerima dampak langsung dari usahaternak sapi perah dengan jumlah sampel 30 orang. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain studi kasus dengan unit analisa peternak sapi perah dan masyarakat bukan peternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pengambilan dan pengumpulan data dilakukan melalui teknik wawancara dan pengamatan langsung terhadap objek penelitian. Faktor-faktor yang diamati yaitu populasi sapi perah, kemampuan berproduksi susu, ketersediaan pakan dan tenaga kerja, dukungan masyarakat sekitar, kelembagaan, tingkat pendapatan yang diterima peternak serta perkembangan pasar di lihat dari permintaan susu, sehingga dapat diketahui faktor pendukung dan penghambat pengembangan usahaternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Data dan Instrumentasi Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan responden dengan alat
bantu berupa kuesioner. Data primer tersebut mencakup karakteristik responden, kepemilikan sapi perah, dan pendapatan usaha sapi perah serta dukungan masyarakat sekitar terhadap usahaternak sapi perah. Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka dan instansi yang terkait dengan penelitian seperti Kantor Kelurahan Kebon Pedes, Dinas Agribisnis Kota Bogor serta instansi terkait lainnya. Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis deskriptif, proyeksi populasi, analisis pendapatan dan proyeksi konsumsi. Analisis Deskriptif Analisis ini digunakan untuk memberi gambaran mengenai keadaan lokasi penelitian, karakteristik peternak dan usaha ternak sapi perah, kelembagaan, serta dukungan masyarakat sekitar mengenai keberadaan usahaternak sapi perah. Proyeksi Populasi Proyeksi ini bertujuan untuk mengetahui potensi populasi sapi perah lima tahun yang akan datang dari peternakan sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes dilihat dengan menggunakan tabel pengembangan sapi perah berdasarkan pada analisis pertumbuhan dengan menggunakan faktor -faktor yang terdapat di lapang seperti tingkat mortalitas dan S/C. Hasil proyeksi populasi sapi perah kemudian dikonversikan dalam Satuan Ternak (ST), yaitu satu ekor sapi dewasa sama dengan satu Satuan Ternak (ST), satu ekor sapi dara maupun jantan muda sama dengan 0,5 ST dan satu ekor pe det sama dengan 0,25 ST. Analisis Pendapatan Analisis ini digunakan untuk mengetahui pendapatan yang diperoleh dari usaha sapi perah selama satu tahun. Penerimaan dalam acuan analisis pendapatan bersumber pada penjualan susu, penjualan sapi afkir atau sapi yang tidak dipergunakan sebagai peremajaan, susu yang dikonsumsi dan perubahan nilai ternak. Total biaya diperoleh dari penjumlahan biaya tetap dan biaya variabel dari usaha sapi perah. Pendapatan peternak sapi perah di hitung dengan rumus:
ð = TR – TC ð = (Q . P) – (TFC + TVC) Keterangan : ð
= Pendapatan total (Rp)
TR
= Total Revenue (Penerimaan Total)
TC
= Total Cost (Biaya Total)
TFC
= Total Fixed Cost (Biaya Tetap Total)
TVC = Total Variable Cost (Biaya Variabel Total) P
= Price (Harga)
Q
= Quantity (Jumlah output yang dijual)
Proyeksi Konsumsi Analisis ini digunakan untuk menduga atau memproyeksikan tingkat konsumsi dan jumlah permintaan susu di Kota Bogor untuk 10 tahun yang akan datang. Adapun rumus untuk mengetahui tingkat konsumsi per kapita per tahun, yaitu: Cn = Co (1 + e.g) t Keterangan:
Cn
= Tingkat konsumsi susu per kapita per tahun-n (kg)
Co
= Tingkat konsumsi susu/kapita/tahun awal (kg)
g
= Laju peningkatan pendapatan
e
= Elastisitas pengeluaran
t
= Interval tahun (n-0)
adapun rumus untuk mengetahui peningkatan jumlah penduduk, yaitu: Pn = Po (1 + i)t Keterangan:
Pn
= Jumlah penduduk tahun-n (jiwa)
Po
= Jumlah penduduk tahun awal (jiwa)
i
= Laju pertumbuhan penduduk (%)
t
= Interval tahun (n-0)
sehingga untuk mengetahui total permintaan susu pada tahun tertentu, yaitu: Dn = Cn x Pn x TK Keterangan: Dn
= Total permintaan konsumsi susu tahun-n (kg)
Pn
= Jumlah penduduk tahun-n (jiwa)
Cn
= Tingkat konsumsi susu per kapita tahun-n (kg)
TK
= Trend kenaikan/penurunan konsumsi susu nasional.
Definisi Istilah 1. Usahaternak sapi perah adalah budidaya ternak sapi perah dengan tujuan utama produksi susu. 2.
Potensi adalah suatu kemampuan atau keadaan yang dapat mendukung suatu kegiatan atau usaha dan biasanya berkaitan dengan sumber daya.
3. Potensi pasar adalah kemampuan suatu pasar untuk menyerap jumlah maksimum suatu produk dan penjualan-penjualan pada jangka waktu tertentu. 4. Pengembangan adalah suatu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan hasil dengan jalan menambah atau mengurangi sumber da ya. 5. Sapi laktasi adalah sapi betina dewasa yang sedang berproduksi atau menghasilkan susu. 6. Produksi per ekor per hari adalah jumlah susu (liter) yang dihasilkan dari semua sapi laktasi setiap harinya. 7. Sapi kering kandang adalah sapi betina bunting dan tida k diperah. 8. Satuan Ternak (ST) adalah satuan yang digunakan untuk menentukan populasi ternak sapi perah, dimana satu ST setara dengan satu ekor sapi dewasa, atau setara dengan dua ekor sapi dara atau sapi jantan muda, serta setara dengan empat ekor pedet. 9. Hari kerja pria (HKP) adalah satuan untuk mengukur alokasi waktu kerja dimana satu HKP setara dengan delapan jam kerja pria dewasa, untuk wanita setara dengan 0,8 HKP dan untuk anak-anak setara dengan 0,5 HKP. 10. Penyusutan
adalah
penurunan
nilai
faktor
produksi
tetap
akibat
penggunaannya dalam proses produksi dan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus, yaitu: Penyusutan =
nilai baru - nilai sisa usia ekonomis
11. Penerimaan adalah seluruh penerimaan baik yang diterima secara tunai maupun tidak tunai selama satu tahun dalam satuan rupiah, terdiri dari nilai penjualan susu, penjualan sapi afkir atau sapi yang tidak digunakan sebagai peremajaan, susu yang dikonsumsi dan perubahan nilai ternak.
12. Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk pakan, tenaga kerja, obat-obatan, perkawinan sapi, penyusutan peralatan dan kandang, serta komponen biaya lainnya seperti sumbangan, listrik, air dan lain-lain. 13. Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan biaya produksi selama satu tahun dalam satuan rupiah. 14. Elastisitas adalah derajat kepekaan jumlah permintaan terhadap perubahan salah satu faktor yang mempengaruhinya. 15. Elastisitas pendapatan adalah perubahan permintaan akan suatu barang yang diakibatkan oleh kenaikan pendapatan (income) riil konsumen.
KEADAAN UM UM LOKASI PENELITIAN 1. Keadaan Wilayah dan Topografi Kelurahan Kebon Pedes Kelurahan Kebon Pedes merupakan salah satu kelurahan yang terletak di Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor dengan luas wilayah sekitar 104 hektar yang terbagi menjadi 13 Rukun Warga (RW) dan 74 Rukun Tetangga (RT).
Batas
wilayah Kelurahan Kebon Pedes, yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Kedung Badak, sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Cibogor, sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Ciwaringin dan sebelah Timur dengan Kelurahan Tanah Sareal. Kelurahan Kebon Pedes merupakan dataran dengan ketingggian sekitar 200 meter diatas permukaan laut, suhu udara berkisar antara 22,7-30,9°C dan curah hujan rata-rata 3.336,8 mm per tahun. Tingkat kemiringan Kelurahan Kebon Pedes berkisar antara 2-15% dan sebagian kecil daerahnya mempunyai kemiringan antara 25-40% (Badan Meteorologi dan Geofisika, 2000). Jarak Kelurahan Kebon Pedes yang dekat dengan Kota Bogor, yaitu sekitar dua kilometer merupakan potensi yang strategis untuk perkembangan dan pertumbuhan kegiatan ekonomi. Sebagian besar lahan di Kelurahan Kebon Pedes digunakan untuk pemukiman umum, yaitu seluas 66 hektar (63,46%). Hal ini dikarenakan Kelurahan Kebon Pedes merupakan daerah padat penduduk, yaitu sekitar 21. 750 jiwa pada tahun 2004 dengan tingkat kepadatan sebesar 209 jiwa/ha. Penggunaan lahan lainnya di Kelurahan Kebon Pedes yaitu untuk perkantoran, pekarangan, taman, makam dan prasarana umum lainnya. Mata pencaharian penduduk Kelurahan Kebon Pedes beraneka ragam, antara lain sebagai buruh, pegawai negeri, wiraswasta dan peternak. Sebagian besar mata pencaharian penduduk adalah sebagai buruh. Jenis dan luas penggunaan lahan di Kelurahan Kebon Pedes dapat dilihat pada Tabel 1. 2. Kondisi Usahaternak Sapi Perah di Kelurahan Kebon Pedes Kelurahan Kebon Pedes sampai saat ini merupakan salah satu sentra produksi susu sapi segar di wilayah Kota Bogor. Keberadaan usahaternak di lokasi tersebut telah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Namun secara tata ruang, usahaternak tersebut sudah tidak dapat berkembang lagi dilihat dari segi luasan lahan baik untuk kandang maupun lahan rumput sebagai akibat semakin padatnya perumahan. Lokasi
usahaternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes tersebar di beberapa RW, yaitu RW 03, 08, 09 dan 10. Lokasi
usahaternak
yang
berada
di
tengah
pemukiman
penduduk
menimbulkan masalah berupa polusi udara akibat dari buangan kotoran ternak maupun dari timbunan ampas tahu atau tempe. Sehingga pada tahun 1995, pemerintah Kota Bogor berusaha merelokasi usahaternak tersebut ke Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Cibungbulang dan Cilebut. Namun, rencana tersebut mendapat penolakan dari para peternak karena peternak menilai bahwa pemindahan lokasi tersebut akan menimbulkan kesulitan baik dalam pemasaran maupun biaya pembangunan instalasi baru berupa kandang dan rumah tinggal. Tabel 1. Penggunaan Lahan di Kelurahan Kebon Pedes No
Jenis Penggunaan
Luas (ha)
Persentase (%)
1.
Pemukiman umum
66
63,46
2.
Perkantoran
11
10,58
3.
Kuburan/makam
6
5,77
4.
Pekarangan
5
4,81
5.
Taman
3
2,88
6.
Prasarana umum lainnya
13
12,50
Jumlah
104
100,00
Sumber : Profil Kelurahan Kebon Pedes, 2004
HASIL DAN PEMBAHASAN Tatalaksana Pemeliharaan Sapi Perah Tenaga Kerja Sebesar
56,67%
peternak
sapi
perah di
Kelurahan
Kebon
Pedes
menggunakan tenaga kerja keluarga (suami, istri dan anak) untuk mengelola usahaternaknya dan sebesar 43,33% menggunakan tenaga kerja luar keluarga. Penggunakan tenaga kerja luar keluarga dikarenakan rendahnya tingkat keterlibatan anggota keluarga peternak di samping banyaknya kepemilikan ternak sapi perah. Tenaga luar keluarga dibayar dengan sistem upah, yaitu berkisar antara Rp 250.000,00 sampai Rp 800.000,00 per bulan. Tenaga kerja pada usahaternak sapi perah dicurahkan untuk melakukan kegiatan pemeliharaan sapi perah diantaranya membersihkan kandang, memandikan sapi, memberi makan dan minum, memerah, menyetor susu, mengambil hijauan, serta memasarkan susu. Efisiensi tenaga kerja dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah sapi perah yang dimiliki dalam satuan ternak (ST) dengan jumlah curahan tenaga kerja dalam hari kerja pria (HKP). Rataan efisiensi tenaga kerja sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rataan Efisiensi Tenaga Kerja Usahaternak Sapi Perah di Kelurahan Kebon Pedes, Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor Keterangan
Efisiensi Tenaga Kerja
Rataan pemilikan ternak (ST)
8,9
HKP/hari
0,9774
ST/HKP/hari
9,1058
Banyaknya waktu yang dicurahkan peternak dalam usahaternak sapi perah yaitu sebesar 0,9774 HKP atau 7,82 jam per hari dengan rataan pemilikan ternak sebesar 8,9 ST, sehingga diperoleh rasio sebesar 9,1058 ST/HKP/hari, yang berarti satu HKP dapat menangani sembilan ekor sapi dewasa. Menurut Sudono (1999) bahwa tenaga kerja dikatakan efisien apabila satu hari kerja pria dewasa dapat menangani enam sampai tujuh ekor sapi dewasa. Jadi, tenaga kerja yang digunakan dalam usahaternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes sangat efisien.
Pakan Kelurahan Kebon Pedes tidak mempunyai lahan khusus yang ditanami hijauan, namun dalam ketersediaan hijauan dapat dipenuhi dari berbagai sumber seperti limbah pasar, limbah pertanian dan limbah agroindustri. Pakan hijauan yang umumnya diberikan oleh pe ternak yaitu rumput lapang dan limbah pasar seperti kulit jagung. Sebagian besar peternak memperoleh rumput lapang dan kulit jagung dengan cara membeli seharga Rp 2.000,00 sampai Rp 3.000,00 per karung dengan berat sekitar 20 kg. Pakan penguat yang biasa diberikan peternak yaitu konsentrat komersial (KPS feed), ampas tahu, ampas tempe dan singkong. Harga konsentrat di daerah penelitian berkisar antara Rp 750,00 sampai 1.175,00 per kg. Perbedaan harga konsentrat tersebut berdasarkan kandungan protein kasarnya (PK). Sebagian besar peternak Kebon Pedes menggunakan pakan konsentrat yang harganya Rp 750,00 per kg dengan PK 12-13%. Kisaran harga ampas tahu atau ampas tempe yaitu Rp 4.000,00 sampai Rp 8.500,00 per karung dengan berat sekitar 30-50 kg, sedangkan harga singkong berkisar antara Rp 350,00 per kg. Beberapa peternak mengalami kendala dalam penyediaan ampas tahu atau ampas tempe dikarenakan pabrik mengurangi produksinya akibat tingginya harga kedelai, disamping permintaan konsumen terhadap ta hu dan tempe yang cenderung berkurang. Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari. Pemberian konsentrat dilakukan pada pagi hari dan sore hari sebelum pemerahan, sedangkan pakan hijauan diberikan setelah pemerahan dan air minum diberikan setiap saat sehingga sapi dapat minum sepuasnya. Rataan pemberian pakan di Kelurahan Kebon Pedes dapat dilihat pada Tabel 3. Rata-rata peternak memberikan pakan hijauan yang terdiri dari rumput lapang sebesar 6,20 kg/ST/hari dan kulit jagung sebe sar 9,93 kg/ST/hari. Pakan penguat yang diberikan terdiri dari konsentrat komersial, ampas tahu, ampas tempe dan singkong dengan rata-rata pemberian masing-masing sebesar 2,85; 11,75; 6,85 dan 0,63 kg/ST/hari. Pemberian pakan hijauan di Kelurahan Kebon Pedes melebihi konsumsi yang disarankan oleh Sudono (1999), dimana konsumsi pakan berdasarkan bahan keringnya yaitu sekitar 2,5% dari bobot badan sapi. Misalnya seekor sapi dewasa mempunyai bobot badan 400 kg, maka bahan kering yang mampu
dikonsumsi sapi ter sebut sebesar 10 kg yang terdiri dari 70% hijauan atau setara dengan 7 Kg dan 30% konsentrat atau setara dengan 3 kg. Tabel 3. Rataan Pemberian Pakan Sapi Perah di Kelurahan Kebon Pedes Bahan Makanan
Pemberian
BK
PK
TDN
…………………kg/ST/hari…………….. Hijauan Kulit jagung
9,93
2,63
0,18
1,37
Rumput lapang
6,20
1,09
0,14
0,67
16,13
3,72
0,32
2,04
2,85
2,43
0,35
1,30
0,63
0,20
0,006
0,16
11,75
1,30
0,04
1,13
6,85
6,19
0,77
3,41
Jumlah
22,08
10,12
1,17
6,00
Total
38,21
13,84
1,49
8,04
Jumlah Konsentrat Konsentrat komersil di Kebon Pedes Singkong Ampas tahu Ampas tempe
Perkandangan Peternak di Kebon Pedes memelihara semua sapinya dalam kandang dan tidak digembalakan di tempat terbuka seperti padang rumput karena keterbatasan lahan yang dimiliki peternak akibat semakin padatnya pemukiman. Kandang merupakan tempat bernaung ternak sehingga harus dijaga kebersihan dan kenyamanannya. Umumnya peternak membersihkan kandang dua kali dalam sehari, yaitu pagi dan sore hari sebelum memberi makan dan memerah. Kandang yang dibangun peternak secara umum telah terpisah dari rumah tempat tinggal, tetapi masih ditemukan beberapa peternak yang membangun kandang sapi perah bersatu dengan rumah. Letak kandang yang bersebelahan dengan rumah peternak maupun dengan rumah penduduk lain jika dilihat dari segi kesehatan lingkungan tidak baik karena mengganggu kenyamanan masyarakat sekitar akibat bau dari timbunan kotoran maupun ampas tahu. Tipe kandang yang digunaka n umumnya tipe konvensional dua baris dan saling bertolak belakang, dimana sapi ditempatkan dalam satu jajaran yang masing-
masing dibatasi oleh penyekat. Bangunan kandang yang digunakan oleh peternak merupakan bangunan permanen sederhana sampai dengan permanen berkonstruksi beton. Sebagian besar peternak menggunakan genting sebagai atap kandang dan terdapat beberapa peternak yang menggunakan asbes maupun gabungan antara asbes dan genting. Seluruh peternak di Kelurahan Kebon Pedes menggunakan bahan lantai berupa semen agar lantai kandang tetap kering dan tidak licin. Lantai merupakan salah satu bagian kandang yang sering dilakukan renovasi, yaitu sekitar satu sampai dua tahun karena lantai kandang sering mengalami kerusakan seperti berlubang dan retak-retak. Hal tersebut harus dihindari karena sangat membahayakan keselamatan ternak. Sebagian besar dinding kandang terbuat dari tembok yang dibangun setinggi leher sapi dan terdapat pula kandang dengan dinding tertutup penuh. Perkawinan Sistem perkawinan ter nak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes dilakukan dengan dua cara, yaitu IB dan kawin alam. Umumnya peternak telah menerapkan sistem perkawinan melalui IB dengan alasan lebih praktis dibandingkan dengan kawin alam.
Kawin alam cukup merepotkan peternak ka rena peternak harus
membawa pejantan dan sapi betina berahi ke suatu tempat untuk melaksanakan perkawinan dan pekerjaan tersebut harus ditangani oleh dua sampai tiga orang. Penanganan dan pelayanan IB selain peternak peroleh dari KPS Bogor juga diperole h dari inseminator luar KPS. Biaya yang dikeluarkan oleh peternak untuk IB yaitu sebesar Rp 20.000,00 per pelayanan dan biaya tersebut tergantung dari kualitas semen beku yang digunakan. Hal ini dikarenakan harga semen beku impor lebih mahal dibandingkan dengan semen beku lokal. Sedangkan untuk kawin alam biaya yang dikeluarkan sekitar Rp 10.000,00 sampai Rp 15.000,00 untuk jasa pejantan dan dua butir telur ayam kampung. Kesehatan Ternak Penyakit yang pernah menyerang ternak sapi perah di kelurahan Kebon Pedes diantaranya mastitis, brucellosis, kekurangan Kalsium, suhu badan tinggi, kembung, korengan atau borok, dan kurang nafsu makan. Penanganan penyakit berat biasanya peternak memanggil mantri hewan, sedangkan untuk penyakit ringan peternak berusaha menanganinya sendiri dengan pengobatan tradisioanal. Misalnya untuk
borok atau koreng peternak mengobatinya dengan air hangat, parutan kunyit, minyak goreng, atau air apu (kapur). Sapi yang kekurangan nafsu makan oleh peternak diobati dengan memberikan jamu gayemi, lempuyang, daun huni, gula asem, atau garam. Pengobatan masuk angin atau kembung diobati dengan parutan bawang merah yang dicampur minyak goreng. Pemerahan Sistem pemerahan yang dilakukan oleh peternak di Kelurahan Kebon Pedes masih bersifat tradisio nal yaitu memerah susu secara manual menggunakan tangan. Umumnya kegiatan pemerahan dilakukan dua kali dalam sehari yaitu setelah ternak diberi pakan konsentrat dan sebelum pemberian hijauan. Pagi hari pemerahan dilakukan sekitar pukul 04.30-08.00 WIB dan sore hari sekitar pukul 14.30-17.00 WIB. Sebelum melakukan pemerahan peternak memastikan terlebih dahulu bahwa semuanya dalam keadaan bersih (baik tangan maupun ember tempat susu), kemudian peternak membersihkan puting dengan air hangat atau air biasa, se telah itu peternak baru melakukan pemerahan. Hal tersebut sangat diperhatikan oleh peternak karena apabila pemerahan dilakukan tidak steril akan beresiko terjadinya mastitis dan akibatnya susu tidak dapat dikonsumsi atau dijual. Faktor-faktor Pendukung Pengembangan Usahaternak Sapi Perah Sumber Daya Peternak Sumber daya peternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor dapat dilihat dari karakteristik peternak yang meliputi umur, tingkat pendidikan, mata pencaharian, dan jumlah anggota keluarga. Tabel 4 menggambarkan karakteristik peternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes.
Tabel 4. Karakteristik Peternak Sapi Perah di Kelurahan Kebon Pedes Karakteristik Peternak
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Umur (tahun) 15-64
28
93,33
> 64
2
6,67
Tingkat Pendidikan Tidak tamat SD
2
6,67
Tamat SD/sederajat
8
26,67
Tamat SLTP/sederajat
6
20,00
Tamat SLTA/sederajat
13
43,33
1
3,33
1-7
5
16,67
8-14
7
23,33
>14
18
60,00
25
83,33
5
16,67
1-4
17
56,67
>4
13
43,33
Sarjana (S1) Lama Beternak (tahun)
Mata Pencaharian Pokok Sampingan Jumlah (orang)
Anggota
Keluarga
Umur. Peternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes rata-rata berumur 47 tahun dengan kisaran umur antara 25-69 tahun. Sebagian besar peternak berada dalam kisaran usia produktif (15-64 tahun) yaitu sebesar 93,33% dan sebesar 6,67% peternak berada pada usia tidak produktif untuk bekerja (>64 tahun) . Hal ini menunjukkan bahwa peternak sebagian besar merupakan tenaga kerja potensial, sehingga masih memungkinkan bagi peternak untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan dalam memelihara ternak sapi perah. Tingkat Pendidikan. Sebagian besar (93,33%) peternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes menyelesaikan pendidikan formal, namun pengetahuan dan teknik
beternak sapi perah diperoleh peternak secara turun temurun dari orang tua, sesama peternak, maupun belajar sendiri. Terdapat beberapa peternak yang pernah mengikuti pelatihan atau keterampilan mengenai manajemen pemeliharaan sapi perah dan teknik pengolahan limbah peternakan baik yang diselenggarakan oleh Dinas Peternakan Kota Bogor maupun Koperasi Produksi Susu (KPS) Bogor. Lama Beternak. Lama peternak dalam menjalankan usahaternak sapi perah berkisar antara
2-38 tahun dengan rata -rata 17,9 tahun. Sebagian besar peternak (60%) telah
menjalankan usahaternak sapi perah lebih dari 14 tahun. Semakin lama peternak dalam menjalankan usahaternaknya, semakin banyak pula pengalaman yang diperoleh dan dapat dijadikan pedoman dalam menghadapi permasalahan maupun dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan proses produksi. Mata Pencaharian. Usahaternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes umumya merupakan mata pencaharian pokok peternak, yaitu sekitar 83,33%. Alasannya karena sifat produksi sapi perah yang tidak bersifat musiman tetapi kontinyu sehingga dapat memberikan jaminan pendapatan yang berkesinambungan bagi peternak. Sebesar 16,67% peternak menjadikan usahaternak sapi perah sebagai mata pencaharian sampingan. Jumlah Anggota Keluarga. Anggota keluarga peternak terdiri dari istri dan anak. Umumya jumlah anggota keluarga peternak berkisar antara satu sampai empat orang, yaitu sebesar 56,67%. Besarnya jumlah anggota keluarga akan meningkatkan tanggung jawab peternak dalam mengelola usahanya karena semakin besar tanggungan keluarga, maka biaya hidup keluarga akan semakin besar pula. Hal ini dapat menjadi salah satu pendorong atau sumber kekuatan bagi peternak dalam menjalankan usahaternaknya. Populasi Sapi Perah Populasi sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes pada saat penelitian yaitu sekitar 325 ekor atau 267 Satuan Ternak (ST). Umumnya sapi perah yang dipelihara yaitu sapi perah peranakan Fries Holland (PFH). Jumlah sapi perah yang dimiliki peternak bervariasi, yaitu berkisar antara satu sampai 40 ekor dengan rataan
pemilikan sekitar 10,83 ekor/peternak atau 8,9 ST/peternak. Populasi sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Populasi Sapi Perah di Kelurahan Kebon Pedes Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor Jumlah Komposisi Ekor ST Ekor (%) ST (%) Pedet betina
30
7,50
9,23
2,81
Pedet jantan
18
4,50
5,54
1,69
Dara
34
17,00
10,46
6,37
Jantan muda
10
5,00
3,08
1,87
184
184,00
56,61
68,91
Kering kandang
26
26,00
8,00
9,74
Jantan dewasa
23
23,00
7,08
8,61
Jumlah
325
267
100,00
100,00
Laktasi
Berdasarkan Tabel 5, persentase sapi laktasi di Kelurahan Kebon Pedes sebesar 68,91%. Menurut Sudono (1999) bahwa usahaternak sapi perah akan menguntungkan apabila peternak memiliki jumlah sapi laktasi minimal 60-70%, sedangkan rasio sapi laktasi dan sapi tidak produktif sebesar 1 : 0,45. Rasio tersebut hampir mendekati angka ideal seperti yang disarankan oleh Kusnadi et al. (1983) bahwa usaha sapi perah yang ekonomis yaitu apabila setiap ekor sapi laktasi hanya dibebani 0,40 ST sapi perah tidak produktif. Hal ini dikarenakan jika terlalu banyak sapi perah yang tidak produktif dibanding dengan yang produktif, maka sapi perah tidak produktif tersebut akan menjadi tanggungan sapi produktif atau laktasi dan menyebabkan tingginya biaya pemeliharaan. Peternak di Kelurahan Kebon Pedes masih memelihara sapi perah pejantan baik muda maupun dewasa dengan tujuan pemeliharaan sebagai tabungan yang sewaktu-waktu dapat dijual. Namun, pemeliharaan pejantan tersebut kurang efisien karena disamping biaya pemeliharaannya tinggi, fasilitas untuk melaksanakan IB sudah memadai sehingga tidak memerlukan lagi pejantan kawin. Alasan lain peternak memelihara pejantan yaitu sebagai pengganti apabila IB tidak berhasil disamping peternak memiliki sapi pejantan dari keturunan yang bagus. Rasio pemeliharaan sapi dara dan pedet betina sebagai sapi pengganti (replacement stock)
di Kelurahan Kebon Pedes yaitu sebesar 30,48%. Besarnya persentase replacement stock terhadap induk menunjukan bahwa peternak berupaya memenuhi kebutuhan regenerasi sapi induk dengan jalan membesarkan pedet, disamping untuk meningkatkan skala usaha. Pemasaran Susu Harga jual produk atau output merupakan imbalan atau balas jasa dari pengunaan faktor -faktor produksi. Harga jual susu yang berkisar antara Rp 2.000,00 sampai Rp 4.000,00 per liter di Kelurahan Kebon Pedes merupakan suatu peluang besar bagi pengembangan usahaternak sapi perah di daerah tersebut. Tingginya harga jual susu tersebut dikarenakan penjualan susu dilakukan melalui loper dan konsumen langsung. Peternak di Kelurahan Kebon Pedes memasarkan susunya melalui loper (pedagang perantara), koperasi maupun konsumen langsung. Berdasarkan Tabel 6, sebagian besar peternak menjual susunya kepada loper dan koperasi, yaitu sebesar 30% dimana kelebihan susu yang tidak diserap oleh loper akan dijual ke koperasi. Peternak memilih saluran pemasaran melalui loper karena selain dari segi harga yang relatif tinggi, yaitu berkisar antara Rp 2.000,00 sampai Rp 2.400,00 per liter susu, peternak juga tidak harus mengeluarkan biaya transportasi untuk memasarkan susunya karena loper langsung mendatangi peternak. Sebesar 26,67% peternak menjual susunya pada konsumen langsung dengan alasan harga yang diperoleh jauh lebih tinggi dibandingkan dengan loper maupun koperasi, yaitu sekitar Rp 4.000,00 per liter. Peternak yang menjual susunya langsung pada konsumen biasanya melakukan pengolahan terlebih dahulu sepert i pasteurisasi maupun menambahkan gula dan flavor (strawberry, anggur, durian, vanilla, cokelat, dll) sebelum susu tersebut dipasarkan. Peternak di Kebon Pedes tidak ada yang menjual seluruh hasil produksinya pada koperasi karena harga yang diberikan terga ntung dari kualitas susu (kandungan kadar lemak dan bahan kering tanpa lemak) dengan kisaran harga Rp 1.400,00 sampai Rp 1.700,00 per liter. Rata-rata peternak menjual susunya pada koperasi pada saat hari libur dimana loper juga libur. Pemasaran sus u pada umumnya diarahkan pada konsumen di dalam kota, yaitu Cimanggu, Semplak, Cilendek, Ciwaringin, Sukasari, Baranang Siang, Pasar Bogor, Bantar Jati dan Gunung Batu.
Tabel 6. Saluran Pemasaran Susu di Kelurahan Kebon Pedes Jumlah Pe ternak (orang) 8
Persentase (%) 26,67
Loper
7
23,33
Koperasi
0
0,00
Konsumen & loper
3
10,00
Konsumen, loper dan koperasi
3
10,00
Loper dan koperasi
9
30,00
Jumlah
30
100,00
Saluran Pemasaran Konsumen
Penyediaan Bibit Sapi Perah Upaya peningkatan produksi susu selain ditentukan oleh pakan yang diberikan, juga ditentukan oleh kondisi bibit yang tersedia. Umumnya sapi perah yang dipelihara di daerah penelitian yaitu sapi perah peranakan Fries Holland (PFH). Peternak memperoleh bibit sapi perah dari sesa ma peternak atau pasar ternak di wilayah Bogor maupun daerah sekitarnya, bahkan sampai mendatangkannya dari daerah Boyolali Jawa Tengah, atau peternak membesarkan sendiri pedet sapi perah. Peternak melaksanakan kegiatan IB dalam rangka perbaikan dan perba nyakan bibit. Angka yang menunjukkan keberhasilan dari IB tersebut sudah memadai yang ditunjukkan dengan rata-rata service per conception (S/C = 1,81) yang artinya sapi betina dewasa sudah dapat bunting dengan dua kali IB. Menurut Sudono (1999), angka S/C yang baik di Indonesia yaitu lebih kecil dari dua. Peternak Kebon Pedes rata-rata mengawinkan sapi pertama kali yaitu saat berumur 18,56 bulan dan mengawinkan sapinya kembali yaitu 3,5 bulan setelah beranak dengan calving interval rata-rata 15,60 bulan (Agustina, 2001). Calving interval yang panjang ini merupakan salah satu yang menyebabkan rendahnya produksi susu. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sudono (1999) bahwa calving interval yang optimal adalah 12-13 bulan dan apabila diperpendek atau diperpa njang akan menurunkan produksi susu pada laktasi yang sedang berjalan maupun berikutnya. Pengembangan usahaternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes dapat dilihat dari populasi sapi perah saat ini (325 ekor atau 267 ST), kemudian diproyeksikan untuk mengetahui potensi populasi sapi perah lima tahun yang akan
datang. Proyeksi populasi dan produksi susu sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7.
Proyeksi Populasi dan Produksi Susu Sapi Perah di Kelurahan Kebon Pedes Tahun Pengembangan
Keterangan
0
1
2
3
4
5
Induk betina
210
244
250
250
250
250
Jantan dewasa
23
33
-
-
-
-
Dara
34
30
25
25
25
25
Jantan muda
10
18
-
-
-
-
Pedet betina
30
85
88
88
88
88
Pedet jantan
18
85
88
88
88
88
(ekor)
325
495
451
451
451
451
(ST)
267
343,5
306,5
306,5
306,5
306,5
Induk afkir
-
24
25
25
25
25
Jantan dewasa
-
33
-
-
-
-
Jantan muda
-
18
-
-
-
-
Pedet betina
-
60
63
63
63
63
Pedet jantan
-
85
88
88
88
88
(ekor)
325
275
275
275
275
275
(ST)
267
241,25
243,75
243,75
243,75
243,75
759.084
777.750
777.750
777.750
777.750
37.954,2
38.887,5
38.887,5
38.887,5
38.887,5
721.129,8
738.862,5
738.862,5
738.862,5 738.862,5
Jumlah awal:
Jumlah
Penjualan:
Jumlah akhir:
Produksi Susu 653.310 (liter) Kerusakan Susu 32.665,5 (5%) Total Produksi 620.664,5 (liter)
Asumsi yang digunakan dalam proyeksi diatas, yaitu semua sapi jantan (jantan muda, dewasa dan pedet) tidak dipelihara karena untuk perkawinan digunakan IB. Tingkat net calf crop sebesar 70% dan sex ratio untuk pedet jantan dan betina masing-masing sebesar 50%. Persentase pedet betina yang dipelihara sebagai replacement stock yaitu sebesar 29% dari pedet yang lahir dan persentase
induk afkir sebesar 10% setiap tahunnya. Penjualan pedet jantan dan betina yaitu setelah berumur satu minggu, sedangkan penjualan induk afkir dilakukan pada akhir tahun pemeliharaan. Asumsi untuk produksi susu, yaitu lama laktasi 305 hari dengan produksi susu per ekor per hari 10,2 liter dan kerusakan susu se besar 5%. Berdasarkan Tabel 7, populasi sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes mengalami peningkatan sebesar 2,5 ST pada tahun kedua pengembangan. Namun, populasi pada tahun kedua sampai tahun kelima pengembangan tetap karena keterbatasan lahan untuk pemeliharaan, sehingga populasi dipertahankan sama. Produksi susu mengalami peningkatan dari sebelum pengembangan (tahun ke -0) sampai akhir pengembangan (tahun ke-5). Peningkatan produksi susu ini disebabkan oleh peningkatan jumlah induk betina yang dipelihara. Kelembagaan Usahaternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes ditunjang dengan adanya beberapa lembaga di wilayah Bogor, diantaranya Dinas Peternakan Kota Bogor, KPS Bogor, balai penelitian dan pengembangan peternakan serta perguruan tinggi negeri maupun swasta di Bogor. Peran pemerintah merupakan faktor penting dalam keberlanjutan usahaternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes. Peran pemerintah tersebut diwujudkan melalui kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan dan programprogram yang ada. Sehingga, Dinas Peternakan merupakan perpanjangan tangan pemerintah dalam pengembangan usaha peternakan. Kebijakan yang ditempuh oleh Dinas Peternakan Kota Bogor dalam menangani peternak di Kelurahan Kebon Pedes yaitu melakukan pembinaan dan pengawasan. Program-program Dinas Peternakan Kota Bogor dalam kaitannya dengan usahaternak sapi perah diantaranya penanganan kesehatan hewan berupa pelayanan langsung kepada pemilik ternak yang membutuhkan bantuan. Pelayanan tersebut dilaksanakan oleh para vaksinator dan petugas dinas yang membidangi kesehatan hewan (dokter hewan dan paramedis); pengendalian penyakit brucellosis bekerja sama dengan UPTD laboratorium kesehatan hewan Propinsi Jawa Barat dan Balai Penelitian Veteriner Kota Bogor; pengendalian penyakit anthrax dengan melakukan pengobatan dan vaksinasi setiap enam bulan sekali; pemeriksaan kualitas susu dan melakukan bimbingan serta pengawasan IB bekerja sama dengan KPS Bogor.
Posisi peternak dalam KPS yaitu sebagai anggota. Peran KPS Bogor bagi peternak Kelurahan Kebon Pedes yaitu sebagai jaminan pemasaran, penyedia sarana produksi peternakan (sapronak), pelayanan kesehatan ternak dan pemberi kredit bagi anggota. KPS mengkoordinasikan pemasaran susu dengan mengumpulkan susu dari peternak kemudian menjualnya pada IPS, yaitu PT Indomilk dan PT Diamond. KPS Bogor menyediakan sapronak berupa pakan konsentrat, obat-obatan, IB dan peralatan peternakan seperti milk can. Pakan konsentrat yang tersedia di KPS Bogor ada tiga grade berdasarkan protein kasarnya (PK), yaitu lactofeed (PK 12-13%), matuken (PK 16-17%) dan matuken 18 (PK 18-19%). Sedangkan pelayanan kesehatan dan IB dilakukan setiap saat sesuai dengan permintaan peternak. Balai penelitian dan pengembangan peternakan di wilaya h Bogor yang berjumlah sekitar tiga unit (Ba lai penelitian ternak Ciawi, Pusat penelitian dan pengembangan peternakan, dan Balai penelitian veteriner), perguruan tinggi seperti IPB dan Universitas Djuanda merupakan pendukung pengembangan usahaternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes. Peran balai penelitian dan perguruan tinggi tersebut dalam kaitannya dengan usahaternak sapi perah yaitu sebagai tenaga ahli dan sumber teknologi, serta melakukan penelitian dan pengembangan di bidang peternakan. Potensi Pasar Kebutuhan susu dengan berbagai macam pengolahannya saat ini semakin meningkat, sehingga kebutuhan akan pasokan susu segar juga meningkat. Permintaan susu nasional maupun DKI Jakarta selama tahun 2000-2004 mengalami peningkatan per tahun, yaitu rata-rata sebesar 2,63% dan 1,67%. Namun, permintaan susu di Jawa Barat mengalami penurunan sebesar 0,22%, namun tingkat konsumsi per kapita per tahunnya mengalami peningkatan rata -rata sebesar 4,02%. Hal ini merupakan peluang bagi Kota Bogor untuk meningkatkan produksi susu baik untuk memenuhi kebutuhan lokal maupun dalam rangka memenuhi permintaan susu dari luar kota seperti DKI Jakarta dan daerah-daerah lain di Jawa Barat. Trend masyarakat terhadap susu dapat dilihat pada Tabel 8.
permintaan
Tabel 8. Permintaan Susu Nasional, Jawa Barat dan DKI Jakarta Tahun 2000-2004 Jumlah Permintaan (ton)
Tahun Nasional
Jawa Barat
DKI Jakarta
2000
1.400.000
287.850
184.829
2001
1.262.900
251.841
195.530
2002
1.266.400
263.662
187.665
2003
1.517.400
281.419
195.040
2004
1.560.300
281.440
200.236
Sumber: Dirjen Peternakan, 2004
Potensi pasar dapat dilihat dari segi permintaan, oleh karena itu dibuat proyeksi permintaan susu untuk melihat potensi pasarnya. Tingkat permintaan dihitung berdasarkan tingkat konsumsi susu per kapita per tahun dan jumlah penduduk pada tahun tertentu berdasarkan asumsi yang dipergunakan. Proyeksi Tingkat Konsumsi Susu di Kota Bogor Tahun 2005-2014. Proyeksi permintaan susu di Kota Bogor dilakukan melalui pendekatan pendapatan atau pendekatan ekonomi berdasarkan nilai elastisitas pendapatan terhadap susu. Perhitungan proyeksi permintaan ini menggunakan beberapa alternatif terhadap Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kota Bogor atas Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berdasarkan harga konstan tahun 1993 dengan kurun waktu tahun 19952003 (BPS, 2003). Alternatif I berdasarkan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 1995-1997, alternatif II berdasarkan rata -rata laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 1998-2000 dan alternatif III berdasarkan rata -rata laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2001-2003 dengan nilai masing-masing sebesar 8,95%; -2,92% dan 5,82%. Rata-rata laju pertumbuhan penduduk Kota Bogor pada tahun 19952004 sebesar 2,57%. Prediksi besarnya tingkat konsumsi susu per kapita di Kota Bogor tahun 2005-2014 berdasarkan alternatif-alternatif di atas dapat dilihat pada Tabel 9. Pada alternatif II konsumsi susu lebih rendah dibandingkan dengan alternatif I dan III dikarenakan pada tahun 1998 terjadi krisis ekonomi dan mengakibatkan perekonomian Kota Bogor tidak stabil. Akan tetapi, pada alternatif I menunjukkan tingkat konsumsi susu yang lebih baik karena pertumbuhan ekonomi Kota Bogor dalam keadaan stabil sebelum terjadi krisis ekonomi tahun 1998. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin meningkat laju pertumbuhan ekonomi akan mempengaruhi tingkat konsumsi susu masyarakat. Tabel 9.
Tahun
Poyeksi Tingkat Konsumsi Susu di Kota Bogor Tahun 2005-2014 Menurut Alternatif I, II dan III Tingkat Konsumsi Susu (kg/kapita/tahun) Alternatif I
Alternatif II
Alternatif III
2005
4,82000
4,82000
4,82000
2006
5,50060
5,09451
5,46649
2007
6,27730
5,38466
6,19969
2008
7,16367
5,69133
7,03122
2009
8,17521
6,01547
7,97429
2010
9,32957
6,35807
9,04385
2011
10,64693
6,72018
10,25687
2012
12,15031
7,10292
11,63258
2013
13,86597
7,50745
13,19282
2014
15,82389
7,93502
14,96232
Keterangan: Alternatif I, II, dan III menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi (LPE) Kota Bogor masing-masing sebesar 8,95%; -2,92% dan 5,82%
Proyeksi Jumlah Penduduk Kota Bogor Tahun 2005-2014. Untuk mengetahui proyeksi permintaan susu Kota Bogor tahun 2005-2014, selain harus diketahui tingkat konsumsi susu per kapita per tahun juga harus diketahui jumla h penduduk Kota Bogor tahun 2005-2014. Proyeksi jumlah penduduk ini dihitung berdasarkan rata-rata laju pertumbuhan penduduk Kota Bogor tahun 1995-2004, yaitu sebesar 2,57%. Proyeksi jumlah penduduk Kota Bogor tahun 2005-2014 dapat dilihat pada Tabel 10. Berdasarkan Tabel 10, Jumlah penduduk Kota Bogor mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hasil proyeksi jumla h penduduk Kota Bogor tahun 2005-2014 masing-masing sebesar 852.942; 874.863; 897.347; 920.409; 944.063; 968.326; 993.212; 1.018.737; 1.044.919; dan 1.071.773 jiwa. Peningkatan jumlah penduduk ini akan mempengaruhi besarnya permintaan susu di Kota Bogor.
Tabel 10. Proyeksi Jumlah Penduduk Kota Bogor Tahun 2005-2014 Tahun
Perubahan Penduduk
Jumlah Penduduk (jiwa)
2005
1,02570
852.942
2006
1,05206
874.863
2007
1,07910
897.347
2008
1,10683
920.409
2009
1,13528
944.063
2010
1,16445
968.326
2011
1,19438
993.212
2012
1,22508
1.018.737
2013
1,25656
1.044.919
2014
1,28885
1.071.773
Keterangan: Jumlah penduduk tahun awal (2004) sebesar 831.571 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,57%.
Proyeksi Permintaan Susu di Kota Bogor Tahun 2005-2014. Tingkat permintaan susu dihitung berdasarkan konsumsi susu per kapita per tahun dan jumlah penduduk pada tahun tertentu. Hasil perhitungan permintaan susu di Kota Bogor tahun 20052014 dari ketiga alternatif menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Pada alternatif I saat laju pertumbuhan ekonomi sebesar 8,95% menunjukkan tingkat permintaan susu yang lebih baik dibandingkan dengan alternatif II maupun alternatif III. Jadi, semakin baik laju pertumbuhan ekonomi dan laju peningkatan pendapatan, maka akan meningkatkan konsumsi susu dan pada akhirnya tingkat permintaan pun akan meningkat. Proyeksi permintaan susu di Kota Bogor menurut alternatif I, II, dan III dapat dilihat pada Tabel 11. Peningkatan permintaan susu tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan produksi susu lokal. Tahun 2004 hanya sebesar 62,9% kemampuan produk lokal dalam memenuhi permintaan susu masyarakat kota Bogor, sehingga untuk memenuhi kebutuhan penduduk Kota Bogor harus dipasok dari luar kota. Hal tersebut merupakan prospek cerah dalam pengembangan usahaternak sapi perah di Kota Bogor.
Proyeksi permintaan susu di Kota Bogor tahun 2005-2014 dapat
dijadikan sebagai acuan untuk meningkatkan produksi susu dalam rangka memenuhi permintaan masyarakat Kota Bogor khususnya dan permintaan dari luar Kota Bogor umumnya.
Tabel 11.
Proyeksi Permintaan Susu di Kota Bogor Tahun 2005-2014 menurut Alternatif I, II dan III Permintaan Susu (kg/tahun)
Tahun Alternatif I
Alternatif II
Alternatif III
2005
4.111.182,246
4.111.182,246
4.111.182,246
2006
4.812.270,036
4.457.001,297
4.782.427,462
2007
5.632.915,671
4.831.909,503
5.563.268,924
2008
6.593.507,579
5.238.353,747
6.471.600,743
2009
7.717.911,067
5.678.986,736
7.528.238,658
2010
9.034.061,237
6.156.684,315
8.757..397,057
2011
10.574.657,019
6.674.564,234
10.187.243,881
2012
12.377.973,553
7.236.006,498
11.850.546,140
2013
14.488.813,113
7.844.675,429
13.785.420,813
2014
16.959.618,190
8.504.543,577
16.036.208,352
Keterangan: Alternatif I, II, dan III menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi (LPE) Kot a Bogor masing-masing sebesar 8,95%; -2,92% dan 5,82%.
Aspek Finansial Usahaternak Sapi Perah Biaya Produksi. Biaya dalam usahaternak sapi perah terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang tidak tergantung pada besarnya produksi yang dihasilkan dalam suatu usaha atau biaya yang jumlahnya tetap berapa pun jumlah output yang dihasilkan. Biaya tetap yang dihitung dalam penelitian ini terdiri dari biaya penyusutan kandang dan penyusutan peralatan. Peralatan yang dihitung penyusutannya yaitu yang mempunyai umur ekonomis lebih dari satu tahun seperti milk can, sekop, sabit, cangkul dan box susu. Nilai penyusutan peralatan diperoleh dari selisih nilai beli awal dengan nilai akhir dibagi dengan umur ekonomis dari alat tersebut. Biaya variabel merupakan biaya yang jumlahnya berubah menurut jumlah produksi yang dihasilkan. Biaya variabel yang dihitung dalam penelitian ini terdiri dari biaya pakan, tenaga kerja luar, obat-obatan, IB, pembelian peralatan, dan lainlain (pengolahan da n pengemasan susu). Rataan biaya yang dikeluarkan peternak per tahun dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12.
Rataan Biaya Produksi Usahaternak Sapi Perah di Kelurahan Kebon Pedes selama Satu Tahun (Rp/peternak/tahun)
Komponen Biaya
Jumlah (Rp)
Persentase (%)
24.622.060
66,40
Perkawinan
171.217
0,46
Obat-obatan
1.269.120
3,42
Upah tenaga kerja
2.924.000
7,89
113.710
0,31
3.583.333
9,66
628.400
1,69
1.376.400
3,71
25.161
0,07
623.088
1,68
1.744.840
4,71
37.081.329
100,00
Pakan
Peralatan Pembelian ternak Listrik Transportasi Penyusutan alat Penyusutan kandang Lain-lain Total biaya
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa rataan biaya yang dikeluarkan setiap peternak per tahun yaitu sebesar Rp 37.081.329,00. Biaya pakan dalam penelitian ini merupakan komponen terbesar yaitu sebesar 66,40% dari total pengeluaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudono (1999) yang menyatakan bahwa biaya pakan merupakan komponen terbesar yaitu berkisar 60-80%. Oleh karena itu, pemberian pakan harus dilakukan secara efisien. Penerimaan. Penerimaan usahaternak sapi perah dalam penelitian ini yaitu terdiri dari penerimaan tunai dan tidak tunai. Penerimaan tunai berasal dari penjualan susu dan penjualan sapi afkir maupun sapi yang tidak digunakan untuk peremajaan, sedangkan penerimaan tidak tunai yaitu susu yang dikonsumsi dan perubahan nilai ternak. Berdasarkan Tabel 13, rata-rata penerimaan peternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes selama satu tahun yaitu sebesar Rp 67.546.663,16 dengan proporsi penerimaan dari penjualan susu, penjualan ternak, perubahan nilai ternak dan susu yang dikonsumsi masing-masing sebesar Rp 50.958.556,83; Rp 5.160.000,00; Rp 7.153.333,33; dan Rp 4.274.773,00 per peternak per tahun. Penerimaan terbesar
yang diterima peternak yaitu dari hasil penjualan susu sebesar 75,44 persen. Hal ini dikarenakan harga susu yang relatif tinggi di daerah penelitian, yaitu berkisar antara Rp 2.000,00 sampai Rp 4.000,00 per liter. Tabel 13. Rata-rata Penerimaan Peternak Sapi Perah di Kelurahan Kebon Pedes Selama Satu Tahun (Rp/peternak/tahun) Komponen Penerimaan
Jumlah (Rp)
Persentase (%)
50.958.556,83
75,44
Penjualan ternak
5.160.000,00
7,64
Perubahan nilai ternak
7.153.333,33
10,59
Susu yang dikonsumsi
4.274.773,00
6,33
67.546.663,16
100,00
Penjualan susu
Total Penerimaan
Pendapatan. Pendapatan usahaternak sapi perah merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Rata-rata pendapatan yang diperoleh peternak selama satu tahun dari usahaternak sapi perah yaitu sebesar Rp 30.465.334,16 Tabel 14. Rata-rata Penerimaan, Biaya, Pendapatan dan R/C Ratio Usahaternak Sapi Perah Selama Satu Tahun Keterangan
Jumlah
Rata-rata total penerimaan (Rp)
67. 546.663,16
Rata-rata total biaya (Rp)
37.081.329,00
Rata-rata pendapatan (Rp)
30.465.334,16
Rata-rata R/C
1,93
Berdasarkan Tabel 14, nilai imbangan antara penerimaan dengan biaya (R/C) sebesar 1,93. Hal ini menunjukkan bahwa usahaternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes memiliki potensi yang menguntungkan untuk dikembangkan karena setiap rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,93. Faktor-faktor Penghambat Pengembangan Usahaternak Sapi Perah Iklim Kelurahan Kebon Pedes merupakan dataran dengan ketingggian sekitar 200 m diatas permukaan laut, suhu udara 22,7-30,9°C dan curah hujan rata-rata 3.336,8
mm per tahun dengan kelembaban nisbi 66-94% (Profil Kelurahan Kebon Pedes, 2004). Suhu udara yang relatif panas ini merupakan salah satu hambatan bagi sapi perah turunan impor (PFH) untuk berproduksi susu secara optimal. Menurut Williamson dan Payne (1983), bahwa suhu lingkungan sangat berpengaruh terhadap produksi susu dan komposisinya. Suhu optimum untuk produksi susu sapi yang berasal dari daerah sub tropis adalah 10 °C dan suhu kritis dimana terjadi penurunan tajam produksi susu pada sapi FH adalah 21-27 °C. Kelembaban udara yang relatif tinggi di Kelurahan Kebon Pedes akan mempengaruhi produksi susu sapi perah. Hal ini dikarenakan tingginya kelembaban mengakibatkan banyaknya uap air, sehingga akan mempengaruhi sistem pernafasan dan metabolisme tubuh yang pada akhirnya akan mempengaruhi sapi tersebut dalam berproduksi susu. Perbedaan kemampuan berproduksi susu sapi perah FH di berbagai ketinggian daerah pemeliharaan dari permukaan laut khususnya di daerah dataran rendah dapat ditanggulangi dengan pembangunan kandang yang sesuai dengan iklim tropis agar cekaman suhu udara yang panas dapat diantisipasi dan upaya lainnya yaitu dengan pemberian pakan yang padat energi (Siregar dan Kusnadi, 2004). Ketersediaan Lahan Lahan merupakan kendala dalam pengembangan usahaternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes, karena untuk menambah populasi ternak berarti harus menambah kebutuhan lahan untuk kandang. Sedangkan lahan di Kelurahan Kebon Pedes sebagian besar sudah digunakan untuk pemukiman umum (66 ha) dari luas keseluruhan (104 ha). Sehingga kebutuhan lahan untuk kandang sangat terbatas sekali. Kelurahan Kebon Pedes dalam RDTR (Rencana Detail Tata Ruang Kota Bogor) termasuk dalam sub BWK A (Bagian Wilayah Kota) dengan kepadatan penduduk tinggi (195 jiwa/ha). Sehingga berdasarkan RDTR Kecamatan Tanah Sareal tahun 2002-2012, Kelurahan Kebon Pedes dijadikan wilayah pemukiman (Bappeda, 2002a). Dijadikannya Kelurahan Kebon Pedes sebagai pemukiman, maka usahaternak sapi perah yang ada di Kelurahan Kebon Pedes akan direlokasi ke Kelurahan Harjasari, Kecamatan Bogor Selatan dan selain itu di Kelurahan Rancamaya Kecamatan Bogor Selatan akan dibangun terminal agribisnis seluas enam hektar (Bappeda, 2002b).
Produktivitas Sapi Perah Sapi perah induk yang diusahakan oleh peternak Kebon Pedes pada saat penelitian dilakukan mempunyai kemampuan berproduksi susu rata-rata 10,2 liter/ekor/hari atau 3.111 liter/ekor/laktasi. Perhitungan produksi susu tersebut berdasarkan pada produksi susu yang dihasilkan semua sapi laktasi dalam sehari (dua kali pemerahan). Menurut Sudono (1999), faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas dan produksi susu yaitu bangsa sapi, lama bunting, masa laktasi, besar atau ukuran sapi, estrus, umur sapi, selang beranak, masa kering, makanan dan tatalaksana. Penanganan Limbah Sebagian besar (86,67%) peternak di Kelurahan Kebon Pedes membuang limbah padat (feces) dan limbah cair (urine) yaitu dengan mengalirkan limbah tersebut langsung ke sungai Cibalok dan Pakancilan. Sebesar 13,33% peternak telah melakukan pengolahan limbah padat dengan cara pembuatan gas bio yang merupakan hasil kerja sama antara Dinas Peternakan Kota Bogor dengan Fakultas Peternakan IPB pada tahun 2002. Menurut Salundik (2000), teknik pengolahan limbah padat dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu penimbunan tanah, pembakaran, penghancuran, bio arang, pengomposan, dan ga s bio. Sebagian besar peternak Kebon Pedes belum memanfaatkan kotoran ternak tersebut dikarenakan disamping pengetahuan yang kurang memadai juga permintaan yang masih relatif kecil, serta terbatasnya lahan yang dimiliki peternak untuk dijadikan tempat pengolahan limbah tersebut. Beberapa tahun yang lalu peternak mengumpulkan limbah padat untuk kemudian dijual sebagai pupuk kandang dan pakan ternak cacing. Namun, kegiatan tersebut berangsur-angsur hilang dan sekarang tidak ditemukan lagi. Sosial Masyarakat Masyarakat yang dijadikan responden dalam penelitian ini yaitu masyarakat Kelurahan Kebon Pedes yang bukan peternak sapi perah dan bertempat tinggal di sekitar peternakan serta menerima dampak langsung dari usahaternak sapi perah yang berkaitan dengan kenyamanan lingkungan sekitar. Karakteristik responden masyarakat di Kelurahan Kebon Pedes dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Karakteristik Responden Masyarakat Non Peternak di Kelurahan Kebon Pedes Kecamatan Tanah Sareal Bogor Keterangan
Jumlah (orang)
Persentase (%)
15-64
29
96,67
>64
1
3,33
Tidak sekolah
1
3,33
Tidak tamat SD
1
3,33
Tamat SD/sederajat
8
26,67
Tamat SLTP/sederajat
9
30,00
Tamat SLTA/sederajat
11
36,67
Tidak bekerja
3
10,00
Pedagang
4
13,33
Karyawan
2
6,67
Wiraswasta
5
16,67
Ibu rumah tangga
14
46,67
Pensiunan swasta
1
3,33
Buruh
1
3,33
Penduduk asli
19
63,33
Penduduk pendatang
11
36.67
Umur (tahun)
Pendidikan
Pekerjaan
Penduduk
Responden masyarakat rata-rata berumur 37 tahun dengan kisaran umur 23-65 tahun. Umumnya responden berada pada usia produktif (15-64 tahun) dengan jumlah sebesar 96,67%. Se besar 66,67% responden berpendidikan minimal SLTP dan masing-masing sekitar 3,33% responden yang tida k bersekolah dan tidak lulus SD. Pekerjaan responden terdiri dari ibu rumah tangga yaitu sebesar 46,67% dan persentase responden yang tidak bekerja sebesar 10%. Responden umumnya adalah penduduk asli Kebon Pedes dan sudah lama tinggal disekitar lokasi peternakan tersebut, yaitu sekitar 63,33% dan sebesar 36,67% merupakan pendatang.
Hampir semua responden merasakan adanya gangguan bau baik yang berasal dari kotoran ternak maupun timbunan ampas ta hu atau ampas tempe serta suara bising dari lenguhan sapi betina yang berahi. Gangguan bau sering dirasakan pada pagi dan sore hari saat kandang dibersihkan dan disaat musim kemarau bau terasa sangat menyengat terutama pada siang hari. Hal ini dikarenakan sungai tempat pembuangan kotoran dan sisa pakan kering, sehingga kotoran tertimbun dan tidak mengalir. Limbah ternak perah menimbulkan bau karena limbah tersebut mengandung Amonia (NH 3) dan Hidrogen Sulfida (H2 S) yang bersifat bau (Taiganides, 1997 dalam Haryati, 2003). Tanggapan responden masyarakat terhadap keberadaan usahaternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Tanggapan Masyarakat Non Peternak terhadap Keberadaan Usahaternak Sapi Perah di Kelurahan Kebon Pedes Keterangan Jumlah (orang) Persentase (%) Merasakan memperoleh keuntungan dari usahaternak sapi perah: Mudah mengkonsumsi susu
20
66,67
Ada kesempatan kerja
7
23,33
Tidak merasakan keuntungan
3
10,00
Puas
0
0
Biasa
11
36,67
Kecewa
19
63,33
Kepuasan terhadap lingkungan sekitar :
Responden yang merasa kurang nyaman dan kecewa dengan kondisi lingkungan yang ada yaitu sebesar 63,33%. Kondisi kurang nyaman tersebut telah menimbulkan protes dari masyarakat sekitar terhadap keberadaan usahaternak sapi perah di daerah tersebut. Sehingga kondisi tersebut dapat menjadi penghambat bagi peternak dalam menjalankan usahaternaknya. Responden selain merasakan dampak negatif berupa pencemaran lingkungan, juga merasakan adanya manfaat dari keberadaan usahaternak sapi perah tersebut. berupa peluang lapangan kerja dan dari segi perbaikan gizi atau kesehatan masyarakat. Berdasarkan Tabel 16, sebesar 66,67% responden memperoleh
kemudahan dalam mengkonsumsi atau memperoleh susu murni dengan kualitas terjamin dan harga terjangkau, dan sebesar 23,33% menyatakan adanya kesempatan kerja meskipun peluang lapangan kerja yang ada relatif kecil yaitu sebatas penyerapan tenaga kerja kandang, pengumpul pakan hijauan dan loper susu.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Faktor-faktor yang mendukung pengembangan usahaternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes yaitu sumber daya peternak, populasi sapi perah yang besar, pemasaran susu yang mudah, penyediaan bibit, adanya kelembagaan yang mendukung, permintaan susu di Kota Bogor yang terus meningkat setiap tahun dan aspek finansial. 2. Faktor -faktor yang menjadi hambatan dalam pengembangan usahaternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes yaitu iklim, keterbatasan lahan dalam penambahan populasi dan produktivitas sapi perah yang rendah, serta kemungkinan adanya protes dari masyarakat sekitar akibat adanya pencemaran lingkungan. Saran 1. Dilakukan pengolahan limbah ternak untuk mengurangi pencemaran lingkungan dan sebagai nilai tambah usahaternak. 2. Pengaruh suhu udara yang relatif panas dapat ditanggulangi dengan melakukan penyemprotan air pada badan sapi untuk mengurangi penguapan.
DAFTAR PUSTAKA Adnyana, M.O., K. Kariyasa., N. Ilham., Saktyanu K.D dan I. Sadikin. 1999. Prospek dan kendala agribisnis sapi potong di Indonesia memasuki era globalisasi ekonomi. Dalam : Simatupang (editor). Dinamika Inovasi Sosial Ekonomi dan Kelembagaan Pertanian. Buku 2. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. Adnyana, M.O dan K. Kariyasa.1999. Dampak era globalisasi ekonomi terhadap usahaternak sapi perah : kajian, peluang, kendala dan strategi pengembangan. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. Agustina, Diyan. 2001. Performa reproduksi sapi perah pada tiga zona klimatik di Bogor. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Anonim. 1974. Beternak Sapi Perah. Kanisius, Yogyakarta. Anonim. 1999. Investasi Agribisnis Komoditas Unggulan Peternakan. Kanisius, Yogyakarta. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah. 2002a. Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor Tahun 2002-2012. Pemerintah Kota Bogor. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah. 2002b. Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Bogor Selatan Tahun 2002-2012. Pemerintah Kota Bogor. Badan Pusat Statistik. 2003. Produk Domestik Regional Bruto Kota Bogor Tahun 2003. Bogor. Badan Meteorologi dan Geofisika. 2000. Data Klimatologi Kota Bogor Tahun 2000. Bogor. Direktorat Jenderal Peternakan. 2003. Data Statistik Peternakan 2003. Departemen Pertanian, Jakarta. Direktorat Jenderal Peternakan. 2004. Data Statistik Peternakan 2004. Departemen Pertanian, Jakarta. Erwidodo dan B. Sayaka. 1999. Dampak krisis terhadap industri persusuan di Indonesia. Dalam: Suryana (editor). Dinamika Inovasi Sosial Ekonomi dan Kelembagaan Pertanian. Buku 2. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. Farida. 2004. Efisiensi penggunaan nutrisi pakan pada usahaternak sapi perah di tiga lokasi di Bogor. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Haryati, A.T. 2003. Pendapatan usaha peternakan sapi perah dan beberapa aspek lingkungan sekitar peternakan (studi kasus di Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor). Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kelurahan Kebon Pedes. 2002. Profil Kelurahan Kebon Pedes Tahun 2002. Bogor. Kristanto, W. 2003. Manajemen pakan sapi perah laktasi pada usahaternak di tiga lokasi di Bogor. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kusminah, I. 2003. Manajemen dan pendapatan usaha peternakan sapi perah rakyat (studi kasus di Desa Cilembut Barat, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor). Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kusnadi, U., Soeharto Pr dan M. Sabrani. 1983. Efisiensi usaha peternakan sapi perah yang tergabung dalam koperasi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Prosiding Pertemuan Ilmiah Ruminansia Besar. 6-9 Desember 1982. Bogor. Hlm. 94-103. Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Lembaga Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, Jakarta. Salundik. 2000. Pengelolaan dan Pengolahan Limbah Peternakan. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Simanjuntak, A.K. 1986. Pengantar Kuliah Perencanaan Pengembangan Peternakan. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Siregar, S.B. 1999. Sapi Perah, Jenis, Tenik Pemeliharaan, dan Analisis Usaha. P.T Penebar Swadaya, Jakarta. Siregar, S.B dan U. Kusnadi. 2004. Peluang pengembangan usaha sapi perah di daerah dataran rendah Kabupaten Cirebon. Media Peternakan 28(2):77-87. Sofyan, L.A., L. Aboenawan, E.B. Laconi., A. Djamil., N. Ramli., M.Ridla dan A.D. lubis. 2000. Diktat Pengetahuan Bahan Makanan Ternak. Lab Ilmu dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sudono, A. 1999. Ilmu Produksi Ternak Perah. Dikta t Kuliah Fakultas Peternakan IPB, Bogor. Sudono, A., F. Rosdiana dan B. S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah secara Intensif. Agromedia Pustaka, Depok. Sujana, E. 1999. KPS Bogor, PMT KPBS Cirebon, IPS Fa Surya Dairy farm Sukabumi dan perusahaan peternakan sapi perah Cibinongsari Bogor. Laporan praktek kerja lapang. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Suradisastra, K. 1999. Peran pemerintah dalam pemacuan industrialisasi pertanian. Dalam : Sudaryanto (editor). Dinamika Inovasi Sosial Ekonomi dan Kelembagaan Pertanian. Buku 2. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. Sutardi, T. 1981. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Toharmat, T dan T. sutardi. 1985. Kebutuhan mineral makro untuk produksi susu sapi perah laktasi dihubungkan dengan kondisi faalinya. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Wijiastuti, L. 1993. Pengaruh penggunaan ampas tempe dalam ransum terhadap kandungan kolesterol kuning telur dan performance ayam petelur strain Lohman fase II. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Williamson, G dan W.J.A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Terjemahan S.G.N. Djiwa Darmadja. UGM Press, Yogyakarta.
LAMPIRAN