EKSPLORASI VEGETASI FITOREMEDIATOR DAN BAKTERI RIZOSFER RESISTEN LOGAM BERAT Pb DAN Sn DI LAHAN BEKAS TAMBANG TIMAH PULAU BANGKA
EKA SARI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Eksplorasi Vegetasi Fitoremediator dan Bakteri Rizosfer Resisten Logam Berat Pb dan Sn di Lahan Bekas Tambang Timah Pulau Bangka adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015 Eka Sari NRP A154130111
RINGKASAN EKA SARI. Eksplorasi Vegetasi Fitoremediator dan Bakteri Rizosfer Resisten Logam Berat Pb dan Sn di Lahan Bekas Tambang Timah Pulau Bangka. Dibimbing oleh UNTUNG SUDADI dan GIYANTO. Timbal (Pb) dan timah (Sn) merupakan logam berat yang paling umum ditemukan di lahan bekas tambang timah di Pulau Bangka, dan oleh karena itu berisiko untuk memasuki rantai makanan. Salah satu metode prospektif yang dapat diterapkan di Indonesia untuk mempercepat penurunan toksisitas logam berat pada tanah atau tailing bekas tambang timah adalah bioremediasi. Bioremediasi merupakan salah satu metode remediasi yang memanfaatkan organisme, baik vegetasi maupun mikrob, untuk menurunkan toksisitas limbah termasuk logam berat di lahan bekas tambang. Oleh karena itu, vegetasi dominan yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai fitoremediator dan bakteri rizosfer yang resisten terhadap logam berat Pb dan Sn sangat perlu dieksplorasi dan dimanfaatkan dalam kerangka bioremediasi dan reklamasi lahan bekas tambang timah di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis: (1) komposisi dan struktur vegetasi, (2) kadar dan karakteristik akumulasi Pb dan Sn di dalam tanah dan jaringan vegetasi dominan, dan (3) vegetasi potensial untuk dimanfaatkan sebagai fitoremediator Pb dan Sn, serta (4) menghitung jumlah populasi, mengisolasi, mengkarakterisasi dan mengidentifikasi bakteri rizosfer resisten logam berat Pb dan Sn di lahan bekas tambang timah Pulau Bangka. Lokasi penelitian adalah tiga tipe penggunaan lahan yang mewakili lahan bekas tambang timah yang sudah menjadi hutan sekunder (Hutan), lahan bekas tambang timah yang sudah direklamasi (LBTR), dan lahan bekas tambang timah yang belum direklamasi (LBTB), masing-masing dengan tiga ulangan. Pengamatan lapang serta pengambilan contoh tanah dan vegetasi dilakukan pada awal akhir kemarau 2014. Contoh tanah diambil pada kedalaman 0-40 cm. Spesimen akar dan tajuk vegetasi dikumpulkan pada tingkat semai, sapihan, tiang dan pohon. Vegetasi dominan ditentukan berdasarkan kurva spesies area dan analisis vegetasi dengan metode kuadrat. Spesimen vegetasi dibuatkan herbarium kering. Kadar Pb dan Sn tersedia dalam tanah dan jaringan vegetasi dominan diekstraksi menggunakan pengekstrak Morgan dan kadar totalnya dalam tanah dengan TCLP (toxicity characteristic leaching procedure). Karakterisasi akumulasi Pb dan Sn oleh vegetasi dominan didasarkan atas nilai translocation factor (TF) dan/atau bioconcentration factor (BCF) dan bio-accumulation coefficient (BAC) untuk selanjutnya digunakan menyeleksi jenis vegetasi yang menunjukkan potensi fitoekstraksi atau fitostabilisasi. Nilai TF, BCF dan BAC berturut-turut didefinisikan sebagai nisbah kadar logam di tajuk dan akar, nisbah kadar logam di akar dan tanah, serta nisbah kadar logam di tajuk dan tanah. Sifat fisika dan kimia tanah di semua lahan penelitian dianalisis. Hubungan dan keterkaitan antar lahan penelitian, sifat tanah, serta komposisi dan struktur vegetasi dominan dievaluasi berdasarkan hasil analisis cluster dan PCA-Biplots. Kadar Pb yang digunakan dalam uji resistensi bakteri rizosfer vegetasi dominan adalah 0, 12.5, 25, 50 dan 100 ppm, sedangkan untuk kadar Sn adalah 0, 25, 50, 200 dan 400 ppm. Isolat bakteri yang lolos uji skrining logam, uji hemolisis dan
uji hipersensitivitas dianalisis dengan metode 16S rRNA sequencing dan dikarakterisasi fisiologi dan biokimianya untuk mengidentifikasi spesies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sn di tanah tidak terdeteksi. Kadar PbTCLP tanah di LBTR dan LBTB melebihi baku mutu. Kadar tertinggi PbTCLP tanah (50.53 ppm) terukur di LBTR. Kadar Pb dan Sn pada jaringan vegetasi dominan tidak melebihi batas normal. Pohon Acacia auriculiformis berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai fitoremediator Pb dan Sn di lahan Hutan, sedangkan rumput Eragrostis chariis sebagai fitoremediator Pb di LBTB. Kedua spesies memiliki nilai TF >1. Total populasi bakteri rizosfer di Hutan lebih tinggi daripada di LBTR dan LBTB. Diperoleh tiga isolat bakteri yang resisten terhadap logam berat dengan kadar hingga 100 ppm Pb dan 400 ppm Sn, yaitu isolat yang diberi kode 1R, 8RP dan 12 RP. Ketiga isolat bakteri tersebut juga tidak patogen terhadap tumbuhan, hewan dan manusia Hasil analisis sekuen 16S rRNA menunjukkan bahwa isolat 1R memiliki homologi 98.8% dan query cover 98.8% dengan Bacillus subtilis strain 2C-62. Isolat 8RP memiliki homologi 98.8% dan query cover 98.8% dengan Enterobacter aerogenes strain KNUC5001. Isolat 12RP memiliki homologi 99.9% dan query cover 99.9% dengan Paenibacillus sp. TA_AM1 strain TA_AM1. Interaksi antara vegetasi dengan potensi fitoremediator dan bakteri rizosfer resisten Pb dan Sn yang dihasilkan dari penelitian ini perlu dikembangkan agar dapat dimanfaatkan sebagai agen bioremediator (phytoextractor dan/atau phytostabilizator) di lahan bekas tambang timah atau lahan lain yang tercemar Pb dan Sn. Dalam upaya meningkatkan kemampuan vegetasi Acacia auriculiformis dan Eragrostis chariis serta bakteri Bacillus subtilis strain 2C-62, Enterobacter aerogenes strain KNUC5001 dan Paenibacillus sp. TA_AM1 strain TA_AM1 sebagai agen bioremediator Pb dan Sn untuk reklamasi dan revegetasi lahan bekas tambang timah perlu dilakukan penelitian lanjutan. Penelitian lanjutan yang disarankan meliputi: uji pertumbuhan vegetasi terpilih secara ex situ dengan perlakuan kadar Pb dan Sn hingga batas toleransi tanaman; uji efektivitas metode fitoremediasi, seperti pemilihan soil amendments, manipulasi kelat logamsenyawa organik dan penetapan umur panen aktif; uji keefektifan isolat bakteri terpilih dalam menurunkan ketersediaan Pb dan Sn pada medium cair; uji in situ penanaman vegetasi dan aplikasi isolat bakteri terpilih secara terpadu pada skala plot percobaan bioremediasi, serta uji kompabilitas ketiga spesies bakteri. Kata kunci: Acacia auriculiformis, Bacillus subtilis, Enterobacter aerogenes, Eragrostis chariis, Paenibacillus sp.
SUMMARY EKA SARI. Exploration of Phytoremediator Vegetation and Rhizosphere Bacteria Resistant to Heavy Metal Pb and Sn in Ex tin-mined Lands of Bangka Island. Supervised by UNTUNG SUDADI and GIYANTO. Lead (Pb) and Tin (Sn) are heavy metals most commonly found in tinmined lands in Bangka Island, and are therefore risky to entering the food chain. One of the prospective methods that can be applied in Indonesia to accelerate reduction of heavy metal toxicity in soil or tailing of ex tin-mined lands is bioremediation. Bioremediation is an organism-using remediation method, either microbes or plants, to reduce the toxicity of waste including heavy metals in exmined lands. It is therefore dominant vegetations with potential utilization as phytoremediator and rhizosphere bacteria that resistant to Pb and Sn are urgently required to be explored and utilized in the framework of bioremediation and reclamation of ex tin-mined lands in Indonesia. The objectives of this research were to analyze: (1) composition and structure of vegetation, (2) levels and characteristics of Pb and Sn accumulation in soil and dominant vegetation tissues, and (3) potential vegetations to be utilized as Pb and Sn phytoremediator, and (4) to determine population number, isolate, characterize, and identify species of rhizosphere bacteria resistant to Pb and Sn in ex tin-mined lands of Bangka Island. Research sites were three land use types representing forested (Hutan), reclaimed (LBTR), and unreclaimed (LBTB) ex tin-mined lands, each with three replications. Field observation and soil and vegetation sampling was done on the end of dry season 2014. Soil samples were taken from 0-40 cm depth. Vegetation root and shoot specimens were sampled for seedling, sapling, pole, and tree levels. Dominant vegetation was determined by species area curve and vegetation analysis using Square method. Dry herbariums were made for the vegetation specimens. Bioavailable metal concentrations in soil and dominant vegetation tissues were extracted using Morgan extractants and their soil total-concentrations with TCLP (toxicity characteristic leaching procedure). Accumulation characterization of Pb and Sn by the dominant vegetations was based on values of translocation factor (TF) and/or bioconcentration factor (BCF), and bioaccumulation coefficient (BAC) for being used then to select vegetations with phytoextraction and phytostabilization potentials. The values of TF, BCF and BAC were respectively defined as ratio of metal concentration in vegetation shoots and roots, ratio of metal concentration in vegetation roots and in soil, and ratio of metal concentration in vegetation shoots and in soil. Soil properties were determined in all sites. Relation and correlation among research sites, soil properties, and dominant vegetation composition and structure were evaluated based on results of cluster and PCA-Biplots analyses. Concentrations of Pb used in resistance test for the dominant vegetation rhizosphere-bacteria were 0, 12.5, 25, 50 and 100 ppm, while for Sn were 0, 25, 50, 200 and 400 ppm. Bacteria isolates that passed metal screening, hemolysis and hypersensitivity tests were then analyzed with 16s rRNA sequencing method and their physiology and biochemistry were characterized as well for species identification.
The results of this research showed that soil-Sn was undetected. Total level of soil-PbTCLP in LBTR and LBTB exceeded their quality standards. Highest level of total soil-Pb TCLP (50.53 ppm) was measured in LBTR. Pb and Sn concentration in vegetation tissues did not exceed their normal limits. Acacia auriculiformis tree was found potential to be utilized as Pb and Sn phytoremediator in forested site, while Eragrostis chariis grass as Pb phytoremediator in LBTB. Both species possessed metal translocation factor value of >1. Total population of rhizosphere bacteria in forested site was higher than those in LBTR and LBTB. Three isolates of bacteria resistant to heavy metals up to concentration of 100 ppm Pb and 400 ppm Sn were isolated and encoded as 1R, 8RP, and 12RP. They were also found not pathogenic to plant, animal and human. Results of 16S rRNA sequencing analysis of the three bacteria revealed that isolate encoded as 1R had 98.8% homology of 98.8% cover query with Bacillus subtilis strain 2C-62. Isolate 8RP had 98.8% homology and 98.8% cover query with Enterobacter aerogenes strain KNUC5001. Isolate 12 RP had 99.9% homology and 99.9% cover query with Paenibacillus sp. TA_AM1 strain TA_AM1. Interaction between the above described vegetations with phytoremediator potential and the Pb and Sn resistant rhizosphere-bacteria are important to be developed further in order to be utilized as bioremediator agents (phytoextractor and/or phytostabilizator) in ex tin-mined lands or other lands contaminated with Pb and Sn. In an effort to improve the capacity of vegetation Acacia auriculiformis and Eragrostis chariis and bacteria Bacillus subtilis strain 2C-62, Enterobacter aerogenes strain KNUC5001 and Paenibacillus sp. TA_AM1 strain TA_AM1 as bioremediator agents for reclamation and revegetation of ex tinmined lands, it is necessary to do further research. The recommended further research are: ex situ growth test of the chosen vegetations with Pb and Sn treatment concentration up to the plant tolerance limit; effectivity test of phytoremediation methods, such as selection of soil amendments, metal-organic substance chelating manipulation, and determination of the active harvesting time; effectivity test of the chosen bacteria isolates in reducing bioavailability of Pb and Sn in liquid media; and in situ test of planting the chosen vegetations and applying the chosen bacteria isolates in an integrated bioremediation experimental plot scale, and compatibility test of the three bacteria species. Key words: Acacia auriculiformis, Bacillus subtilis, Enterobacter aerogenes, Eragrostis chariis, Paenibacillus sp.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
EKSPLORASI VEGETASI FITOREMEDIATOR DAN BAKTERI RIZOSFER RESISTEN LOGAM BERAT Pb DAN Sn DI LAHAN BEKAS TAMBANG TIMAH PULAU BANGKA
EKA SARI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Bioteknologi Tanah dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji pada Ujian Tesis: Dr Ir Syaiful Anwar, MSc
Judul Tesis : Eksplorasi Vegetasi Fitoremediator dan Bakteri Rizosfer Resisten Logam Berat Pb dan Sn di Lahan Bekas Tambang Timah Pulau Bangka. Nama : Eka Sari NIM : A154130111
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Diketahui oleh
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan sejak Mei 2014 sampai April 2015 dengan judul “Eksplorasi Vegetasi Fitoremediator dan Bakteri Rizosfer Resisten Logam Berat Pb dan Sn di Lahan Bekas Tambang Timah Pulau Bangka”. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Untung Sudadi, MSc dan Dr Ir Giyanto, MSi selaku Komisi Pembimbing. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada PT Timah (Persero) Tbk yang telah memberikan izin dan bantuan di lapangan, PT Timah (Persero) Tbk Kabupaten Bangka yaitu Bapak Ronanta (Wasprod), Bapak Nirwan (Kasie Lingkungan Hidup), Deni Hefriansyah (Bagian Reklamasi) serta Bapak Taufan (pembimbing lapangan). Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Prodi Bioteknologi Tanah dan Lingkungan, Jurusan Biologi Universitas Bangka Belitung, Laboratorium Biologi dan Laboratorium Dasar/MIPA, Universitas Bangka Belitung yang telah memberikan izin penelitian dan peminjaman alat laboratorium, Bapak. Dr Eddy Nurtjahya, MSc atas saran dan bantuan alat penelitian, Bidang Botani LIPI, Balai Penelitian Tanah Bogor, Laboratorium Bioteknologi Tanah IPB, Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah IPB dan Bapak Eman Sulaiman yang telah memberikan bahan kimia. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Feri Erwanto, Muhammad Samsu, Nengsih, Debby Arisandi, Marsidi, Muhammad Erlan, Othurio Mustari, Reza, Deranda, Astomo Arbi, Siswanto, Umajaya, Atika Rukmana, Sarlinda, Winda Ika Susanti, Fuzi Suciati, Deni Pratama, Bayu Ardianto, Ani Suryanti dan teman-teman Bioteknologi Tanah dan Lingkungan serta mahasiswa Biologi, Universitas Bangka Belitung. Ungkapan terima kasih disampaikan sebesar-besarnya kepada ayah, ibu, kakak beserta keluarga besar atas dukungan doa, dana dan pengertiannya.
Bogor, Agustus 2015
Eka Sari
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
1. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Struktur Tesis
1 1 2 2 3 3
2. METODOLOGI
4
3. Acacia auriculiformis dan Eragrostis chariis sebagai Fitoremediator Pb dan Sn dari Lahan Bekas Tambang Timah di Pulau Bangka Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Simpulan
9 9 10 11 19
4. Bakteri Rizosfer Resisten Pb dan Sn dari Lahan Bekas Tambang Timah di Pulau Bangka Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Simpulan
20 20 21 24 37
5. PEMBAHASAN UMUM
38
6. SIMPULAN DAN SARAN
41
DAFTAR PUSTAKA
42
LAMPIRAN
47
RIWAYAT HIDUP
60
DAFTAR TABEL 1.
Sifat fisika dan kimia tanah dan metode yang digunakan
10
2.
Karakterisasi akumulasi logam berat oleh vegetasi berdasarkan TF, BCF dan BAC
11
Lima vegetasi dominan berdasarkan akumulasi INP semua fase pertumbuhan vegetasi pada tiga tipe lahan penelitian
15
4.
Kadar Pb dan Sn pada tanah dan vegetasi dominan di lahan penelitian
16
5.
Nilai TF, BCF, BAC dan status akumulasi Pb dan Sn pada vegetasi dominan di lahan penelitian
18
Rerata jumlah sel bakteri per gram tanah pada rizosfer vegetasi dominan di lahan penelitian
25
Uji resistensi logam berat Pb dan Sn, hemolisis dan patogenitas terhadap isolat bakteri
27
8.
Hasil analisis sekuens 16s rRNA isolat bakteri
30
9.
Karakterisasi fisiologis biokomia tiga isolat bakteri terpilih dari ketiga lahan penelitian
34
3.
6. 7.
DAFTAR GAMBAR 1.
Tipe lahan penelitian
4
2.
Ilustrasi petak kurva spesies area
5
3.
Kurva spesies area pada tiga tipe lahan penelitian dengan luas petak berbeda
12
4.
Grafik komposisi vegetasi pada tiga tipe lahan penelitian
13
5.
Grafik indeks vegetasi pada tiga tipe lahan penelitian
14
6.
Hasil Cluster analysis berdasarkan INP vegetasi
14
7.
Vegetasi dominan
15
8.
Kadar Pb pada akar dan tajuk vegetasi dominan di lahan penelitian
17
9.
Biplot antara komposisi struktur vegetasi dan tanah pada tiga tipe lahan penelitian
19
10. Contoh beberapa isolat pada tiga tipe lahan
25
11. Hasil uji hemolisis terhadap isolat bakteri
28
12. Hasil uji hipersensitivitas terhadap isolat bakteri pada daun tembakau
29
13. Isolat bakteri murni 1R, 8RP, dan 12RP
29
14. Hasil amplifikasi gen 16S rRNA dengan PCR
30
15. Analisis filogeni molekuler isolat 1R dengan metode Maximum Likelihood
31
16. Analisis filogeni molekuler isolat 8RP dengan metode Maximum Likelihood
32
17. Analisis filogeni molekuler isolat 12RP dengan metode Maximum Likelihood
33
18. Biplot hubungan antara sifat fisika kimia tanah dengan jumlah sel bakteri dan jumlah jenis isolat pada tipe lahan berbeda
36
DAFTAR LAMPIRAN 1.
Lokasi penelitian di Desa Pemali, Kecamatan Pemali, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
48
2.
Data iklim Pangkalpinang tahun 2013 dan curah hujan Pemali
49
3.
Kurva spesies area di lahan bekas tambang timah yang sudah menjadi hutan sekunder, sudah direklamasi, dan belum direklamasi
49
Jumlah individu, jumlah jenis dan jumlah famili pada tingkat semai, sapihan, tiang dan pohon di hutan, lahan bekas tambang timah sudah direklamasi dan belum direklamasi
50
5.
Hasil analisis vegetasi fase semai di hutan
51
6.
Hasil analisis vegetasi fase sapihan di hutan
52
7.
Hasil analisis vegetasi fase tiang di hutan
53
8.
Hasil analisis vegetasi fase pohon di hutan
53
9.
Hasil analisis vegetasi fase semai di lahan bekas tambang timah sudah direklamasi
54
4.
10. Hasil analisis vegetasi fase sapihan di lahan bekas tambang timah sudah direklamasi
55
11. Hasil analisis vegetasi fase semai di lahan bekas tambang timah belum direklamasi
55
12. Hasil analisis tanah di hutan, LBTR, dan LBTB
56
13. Jenis isolat pada rizosfer A. auriculiformis di hutan sekunder di Desa Pemali, Kabupaten Bangka
57
14. Jenis isolat pada rizosfer A. auriculiformis di lahan bekas tambang timah sudah direklamasi di Desa Pemali, Kabupaten Bangka
57
15. Jenis isolat pada rizosfer E. chariss di lahan bekas tambang timah sudah ditinggalkan 3-12 bulan dan belum direklamasi di Desa Pemali, Kabupaten Bangka
58
16. Jenis isolat pada rizosfer A. auriculiformis di lahan bekas tambang timah sudah ditinggalkan 3-12 bulan dan belum direklamasi di Desa Pemali, Kabupaten Bangka
59
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu daerah penghasil timah terbesar di Indonesia adalah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Pulau Bangka dan Belitung termasuk ke dalam jalur timah Asia Tenggara (Sujitno 2007). Ketersediaan bijih timah tersebar secara merata di seluruh wilayahnya, baik di darat, sungai maupun pantai (Hermawan et al. 2010). Sebagai operator penambangan timah terbesar di Pulau Bangka dan Belitung, PT. Timah (Persero) Tbk melaporkan rata-rata produksi bijih dan logam timahnya dari tahun 2006-2011 berturut-turut sebesar 44,968 ton dan 45,945 mton Sn (PT. Timah (Persero) Tbk 2009; 2010; 2011). Seperti halnya aktivitas penambangan lainnya, penambangan timah juga menimbulkan dampak positif maupun negatif. Dampak positif terutama terkait dengan penerimaan devisa negara, Pendapatan Asli Daerah (PAD), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), penyediaan lapangan kerja dan kesempatan berusaha serta pengembangan perekonomian lokal, regional maupun nasional. Dampak negatif terutama terhadap kelestarian fungsi sumberdaya alam dan lingkungan hidup serta kondisi sosial-budaya masyarakat setempat. Aktivitas penambangan timah di Pulau Bangka dan Belitung juga berdampak negatif terhadap perubahan bentang alam dan kondisi lahan pasca tambang yang tidak mendukung pertumbuhan vegetasi (Nurtjahya 2008); hilangnya keberadaan hutan dan terakumulasinya limbah (tailing) yang mencemari lingkungan perairan (PT. Timah (Persero) Tbk 2009); pengendapan limbah padat dengan volume besar pada tanah (Nouri et al. 2009); munculnya masalah air asam tambang (Alshaeby et al. 2009); perubahan sifat fisik dan kimia tanah (Sujitno 2007) serta terbentuknya danau atau kolam bekas galian tambang berisi air yang disebut “kolong” (Tjhiaw & Djohan 2009). Salah satu kontaminan utama di area tambang timah adalah logam berat, baik di badan air (Younger 2001), tanah (Nwuche & Ugoji 2008) maupun biota (Wilson & Pyatt 2007). Tailing menyebabkan kondisi yang tidak menguntungkan bagi pertumbuhan vegetasi sebagai akibat dari pH tanah dan air yang rendah (Wong et al. 1998), akumulasi logam dalam kadar beracun (Zvinowanda et al. 2009) serta rendahnya tingkat ketersediaan hara vegetasi (Wong 2003). Pb di lahan bekas tambang timah berumur >40 tahun di lokasi eks tambang semprot (TS) open pit Pemali, Pulau Bangka (Veriady 2007) dan Sn di lahan bekas tambang timah Bestari Jaya, Semenanjung Malaysia (Ashraf et al. 2010) memiliki kadar logam paling tinggi di masing-masing lokasi. Pb dan Sn memiliki kadar yang bervariasi di Pulau Bangka. Kadar Pb tanah di lokasi penambangan timah yang masih aktif di Tambang Besar (TB) 1.9 dan tambang timah yang sudah ditinggalkan >10 tahun di kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka <0.09 ppm, di tambang yang telah ditinggalkan >20 tahun di Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka 27.3 ppm, dan di tambang yang telah ditinggalkan 40 tahun di Kecamatan Pemali, Kabupaten Bangka 60.1 ppm (Veriady 2007). Kadar Sn pada tailing di daerah Merbuk/Nibung, Kabupaten Bangka Tengah sebesar 350 ppm (Herman 2005). Kedua logam berat tersebut bukan hara esensial bagi vegetasi sehingga jika terserap dalam kadar yang menyebabkan fitotoksisitas dan tertransfer ke rantai makanan dapat menurunkan
2
kesehatan hewan dan manusia (Chayed 2009). Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk menurunkan ketersediaan kedua logam berat tersebut di lahan bekas tambang timah di Pulau Bangka. Salah satu metode prospektif yang dapat diterapkan di Indonesia untuk mempercepat penurunan toksisitas logam berat pada tanah dan tailing lahan bekas tambang adalah bioremediasi. Bioremediasi merupakan salah satu metode yang menggunakan organisme, baik vegetasi maupun mikrob, untuk menurunkan toksisitas limbah di lahan bekas tambang timah, khususnya logam berat. Vegetasi dominan di lahan bekas tambang timah dihipotesiskan berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai akumulator logam berat. Demikian pula dengan mikrob yang hidup di zona perakaran (rizosfer) vegetasi dominan tersebut untuk menurunkan toksisitas logam berat. Pemanfaatan vegetasi dominan dan mikrob rizosfer tanah bekas tambang timah tersebut dapat dijadikan salah satu solusi dalam reklamasi dan revegetasi lahan bekas tambang timah di Pulau Bangka dan Belitung. Salah satu mikrob yang dapat digunakan sebagai agen bioremediator di lahan bekas tambang timah adalah bakteri. Penelitian eksplorasi, isolasi, identifikasi dan karakterisasi bakteri rizosfer yang resisten terhadap Pb dan Sn pada vegetasi dominan di lahan bekas tambang timah belum banyak dilakukan di Indonesia. Penelitian mengenai hal tersebut perlu dilakukan agar dapat dimanfaatkan hasilnya untuk pengembangan ilmu dan aplikasi bioremediasi tanah tercemar Pb dan Sn, khususnya pada lahan bekas tambang timah di Indonesia. Perumusan Masalah Penambangan timah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan karena tailing mengandung logam berat yang berpotensi mencemari air dan tanah serta tertransfer ke rantai makanan. Pb dan Sn merupakan logam berat yang dilaporkan terkandung dalam kadar tertinggi pada tanah dan tailing di lahan bekas tambang timah. Kadar Pb dan Sn diduga paling tinggi di lahan bekas tambang timah yang belum direklamasi. Vegetasi dominan di lahan bekas tambang timah dan mikrob rizosfer berpotensi sebagai agen fitoremediasi dan bioremediasi tanah tercemar Pb dan Sn terkait reklamasi dan revegetasi lahan bekas tambang timah. Keberadaan dan karakteristik vegetasi dominan dan mikrob rizosfernya tersebut dalam memetabolisme Pb dan Sn berkaitan dengan sifat fisika-kimia tanah atau tailing habitatnya. Berdasarkan hal tersebut, dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. bagaimana kadar dan karakteristik akumulasi logam berat Pb dan Sn pada tanah dan jaringan vegetasi dominan di lahan bekas tambang timah? 2. bagaimana karakteristik bakteri rizosfer yang resisten terhadap Pb dan Sn pada vegetasi dominan di lahan bekas tambang timah? Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah: 1. menganalisis kadar dan karakteristik akumulasi logam berat Pb dan Sn pada tanah dan jaringan vegetasi dominan di lahan bekas tambang timah;
3
2. mengidentifikasi dan mengkarakterisasi bakteri rizosfer yang resisten terhadap Pb dan Sn pada vegetasi dominan di lahan bekas tambang timah. Tujuan Khusus Untuk mencapai Tujuan Umum, secara lebih spesifik penelitian ini bertujuan menganalisis: (1) komposisi dan struktur vegetasi, (2) kadar dan karakteristik akumulasi Pb dan Sn di dalam tanah dan jaringan vegetasi dominan, dan (3) vegetasi potensial untuk dimanfaatkan sebagai fitoremediator Pb dan Sn, serta (4) menghitung jumlah populasi, mengisolasi, mengkarakterisasi dan mengidentifikasi bakteri rizosfer resisten logam berat Pb dan Sn di lahan bekas tambang timah Pulau Bangka. Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan diperoleh informasi, data dan pengetahuan baru mengenai kualitas media tumbuh vegetasi dominan di lahan bekas tambang timah serta dapat dilakukan isolasi, identifikasi dan karakterisasi bakteri rizosfer yang resisten terhadap Pb dan Sn, sehingga dapat dimanfaatkan dalam pengembangan fitoremediasi dan bioremediasi untuk reklamasi lahan bekas tambang timah. Struktur Tesis Tesis ini terdiri atas tujuh bab. Setelah Bab 1 Pendahuluan dan Bab 2 Metodologi, pada Bab 3 dan 4 disajikan hasil penelitian dalam bentuk paper pertama yang akan diterbitkan dalam Jurnal Tanah dan Lingkungan volume 18 tahun 2015 berjudul “Acacia auriculiformis dan Eragrostis chariis sebagai fitoremediator Pb dan Sn dari Lahan Bekas Tambang Timah di Pulau Bangka” dan paper kedua berjudul “Bakteri Rizosfer Resisten Pb dan Sn dari Lahan Bekas Tambang Timah di Pulau Bangka” yang akan diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dan diajukan untuk dipublikasikan dalam Carpathian Journal of Earth and Environmental Sciences. Selanjutnya pada Bab 5 dan 6 dan 7 disajikan Pembahasan Umum, Simpulan dan Saran serta Daftar Pustaka.
4
2 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian lapang dilaksanakan selama 12 bulan, yaitu sejak Mei 2014 hingga April 2015 di area tambang timah Desa Pemali, Kecamatan Pemali, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang mewakili lahan bekas tambang timah yang sekarang sudah menjadi hutan sekunder, lahan bekas tambang timah yang sudah direklamasi (LBTR) dan lahan bekas tambang timah yang sudah ditinggalkan 3-12 bulan dan belum direklamasi (LBTB) (Lampiran 1). Setiap jenis lahan terdiri atas 3 ulangan lokasi (Gambar 1). LBTR direklamasi pada tahun 1997, namun dibongkar lagi karena ditambang ulang dan sebagian lokasinya dijadikan areal penimbunan tanah lapisan atas dari kegiatan tersebut (PT Timah [Persero] Tbk 2012). Lahan tersebut direklamasi dengan penanaman beberapa jenis vegetasi, baik vegetasi endemik maupun lokal seperti pohon sempur, semak melastoma dan bambu halus serta vegetasi introduksi fungsional untuk mempercepat proses reklamasi seperti legum atau kacang‐kacangan dan vegetasi ekonomis seperti kelapa sawit, karet, lada, dan pohon hutan (PT. Timah [Persero] Tbk. 2010). Dalam tahapan kegiatan revegetasi tersebut dilakukan aplikasi amelioran berupa kompos atau pupuk organik padat serta pemupukan NPK. Pengambilan sampel tanah dan spesimen vegetasi dilakukan pada akhir musim kemarau yaitu pada September 2014. Kondisi iklim dan curah hujan di lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 2.
a
d
g
j
b
e
h
k
f
i
l
c
Gambar 1 Tipe lahan penelitian. a). tepi hutan 1; b). dalam hutan 1; c). tepi hutan 2; d). dalam hutan 2; e). tepi hutan 3; f). dalam hutan 3; g). LBTR 1; h). LBTR 2; i). LBTR 3; j). LBTB 1; k). LBTB 2; l). LBTB 3
5
Metode Survei Pendahuluan Survei bertujuan mengetahui kondisi lingkungan penelitian. GPS digunakan untuk menentukan koordinat lokasi penelitian. Pemilihan lokasi berdasarkan topografi dan vegetasi (Ashraf et al. 2011) dengan memperhatikan gradien lingkungan dan informasi masyarakat melalui wawancara. Kurva Spesies Area dan Analisis Vegetasi KSA merupakan langkah awal analisis vegetasi menggunakan petak contoh (kuadrat). Ilustrasi KSA disajikan pada Gambar 2. KSA dilakukan untuk menentukan luas petak minimum. Luas petak minimum digunakan untuk memperoleh luasan petak contoh (sampling area) yang dianggap representatif untuk suatu tipe vegetasi pada habitat tertentu yang dipelajari. Bentuk kuadratnya adalah 2 x 2 m2 untuk vegetasi tingkat semai dan/atau vegetasi bawah (diameter batang ≤ 2 cm, tinggi ≤ 1.5 cm), 5 x 5 m2 untuk tingkat sapihan (diameter 2-10 cm), 10 x 10 m2 untuk tingkat tiang (diameter 10-20 cm) dan 20 x 20 m2 untuk tingkat pohon (diameter >20 cm).
5
3
Keterangan: 1
4
2
Petak contoh 1 = 1 m2; petak contoh 2 = petak contoh 1 + 2 = 2 m2; petak contoh 3 = petak contoh 1 + 2 + 3 = 4 m2; petak contoh 4 = petak contoh 1 + 2 + 3 + 4 = 8 m2; petak contoh 5 = petak contoh 1 + 2 + 3 + 4 + 5 =16 m2, dan seterusnya. (Setiadi & Muhadiono 2001)
Gambar 2 Ilustrasi petak kurva spesies area
6
Perhitungan dalam analisis vegetasi (Setiadi & Muhadiono 2001; Odum 1992) meliputi: Kerapatan mutlak jenis i atau KM (i) Jumlah individu suatu jenis i KM (i) = -----------------------------------------------Jumlah total luas area yang digunakan Kerapatan relatif jenis i atau KR (i)
KR (i)
Kerapatan mutlak jenis i = --------------------------------------------------------------------------- x 100% Kerapatan total jenis yang terambil dalam penarikan contoh
Frekuensi mutlak jenis i atau FM (i) Jumlah petak ditemukannya jenis (i) FM (i) = --------------------------------------------Jumlah petak keseluruhan Frekuensi relatif jenis i atau FR (i)
FR (i)
Jumlah frekuensi mutlak jenis (i) = ----------------------------------------- x 100% Jumlah frekuensi seluruh jenis
Dominansi mutlak jenis i atau DM (i) Jumlah luas bidang dasar jenis (i) DM (i) = -----------------------------------------Luas petak contoh Dominasi relatif jenis i atau DR (i)
DR (i)
Jumlah dominasi jenis (i) = -------------------------------------- x 100% Jumlah dominasi seluruh jenis
Stadium pertumbuhan vegetasi tingkat semai dan/atau vegetasi bawah serta vegetasi tingkat sapihan: IN P
= D R+ F R
Stadium pertumbuhan vegetasi tingkat tiang dan pohon: IN P
= D R+ F R+ CR
7
Indeks kimiripan dua lokasi (IS) =
2 x INP jenis sama dua lokasi ----------------------------------------INP yang dibandingkan
Indeks dominansi suatu lokasi (c) =
(INP suatu jenis/INP semua jenis)2
Indeks diversitas Shannon dan Wiener suatu lokasi (Ĥ) = individu suatu jenis log individu suatu jenis -------------------------- x -------------------------------individu semua jenis individu semua jenis
Indeks spesies richness suatu lokasi (d) = jenis minus satu ------------------------------------log individu di suatu lokasi Indeks evenness suatu lokasi (e) = indeks diversitas semua jenis --------------------------------------log jenis suatu lokasi
Analisis Data Data dianalisis secara diskriptif, ditabulasi dan disajikan dalam bentuk tabel atau grafik. Data juga dianalisis menggunakan analisis statistika multivariate dengan metode cluster analysis dan principal component analysis biplots (PCA biplot). Cluster analysis merupakan sekelompok teknik multivariate yang tujuan utamanya adalah mengelompokkan obyek berdasarkan karakteristik yang dimiliki (Setyaningsih 2012). PCA Biplot merupakan salah satu teknik statistika deskriptif berupa penyajian grafik secara simultan antara obyek dan variabel dalam satu grafik berdimensi dua (Bro & Smilde 2014). Menurut Kohler dan Luniak (2005), informasi yang diperoleh dari biplot, meliputi: Hubungan (korelasi) antar peubah Peubah digambarkan sebagai garis berarah dengan biplot. Dua peubah berkorelasi positif tinggi jika dua buah garis memiliki arah yang sama atau membentuk sudut yang sempit. Dua peubah berkorelasi negatif tinggi jika arah dua garis berlawanan atau membentuk sudut yang lebar (tumpul). Dua buah
8
peubah tidak berkorelasi jika dua garis membentuk atau mendekati sudut 90o (siku-siku). Keragaman peubah Peubah tertentu ada yang nilainya hampir sama. Setiap obyek ada yang sama besar dan ada juga yang sangat kecil. Melalui informasi ini bisa diperkirakan pada peubah mana strategi tertentu harus ditingkatkan ataupun sebaliknya. Peubah dengan keragaman besar dinyatakan sebagai vektor panjang, sedangkan peubah dengan keragaman kecil dinyatakan dengan vektor pendek. Kedekatan antar objek Dua objek dengan karakteristik sama akan digambarkan sebagai dua titik yang posisinya berdekatan. Nilai peubah dalam suatu obyek Objek yang terletak searah dengan arah dari suatu peubah dikatakan bahwa objek tersebut nilainya lebih besar dari rata-rata. Sebaliknya, jika objek lain terletak berlawanan dengan arah dari peubah tersebut maka objek tersebut memiliki nilai dekat dengan rata-rata. Spesies isolat bakteri diidentifikasi secara manual dengan mengacu pada pedoman identifikasi bakteri Bergey’s Manual Determinative Bacteriology 9th 1994 (Holt et al. 1994) serta secara molekuler dengan metode PCR (analisis sekuen 16S rRNA). Hasil analisis sekuen 16S rRNA dianalisis lebih lanjut filogeninya dengan metode maximum likelihood.
9
3 Acacia auriculiformis DAN Eragrostis chariis SEBAGAI FITOREMEDIATOR Pb DAN Sn DARI LAHAN BEKAS TAMBANG TIMAH DI PULAU BANGKA Pendahuluan Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah penghasil timah terbesar di Indonesia. Lokasi penambangan timah di kepulauan ini tersebar di seluruh wilayahnya. Salah satunya adalah tambang timah primer terbuka (open pit) di Desa Pemali, Kecamatan Pemali, Kabupaten Bangka. Kontribusi penambangan di Kabupaten Bangka terhadap produksi timah PT Timah (Persero) Tbk hingga tahun 2008 sebesar 17.61%. Cadangan timah di Pemali diprediksi dapat ditambang hingga tahun 2025 dengan total produksi 8,346 ton Sn (PT Timah (Persero) Tbk 2010). Meskipun memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB dan peningkatan perekonomian wilayah, dampak negatif pertambangan timah terhadap lingkungan perlu terus diupayakan remediasinya. Risiko dan potensi dampak negatif dari penambangan timah di darat meliputi kerusakan bentang alam, sifat fisik dan kimia tanah, sedimentasi dan pendangkalan badan air, pola drainase dan kualitas air, satwa liar, biota air dan vegetasi. Lebih lanjut, kerusakan hutan di Pulau Bangka setiap tahunnya meningkat akibat penambangan timah sehingga mengubah, menurunkan dan menghilangkan komposisi dan struktur vegetasi serta memicu krisis keanekaragaman hayati. Kegiatan tambang dan pengolahan bijih timah menyisakan limbah batuan dan mineral-mineral ikutan yang mengandung logam berat. Kadar Pb di lokasi bekas tambang semprot open pit Pemali yang berusia lebih dari 40 tahun mencapai 60.1 ppm (Veriady 2007). Kadar Sn pada tailing tambang timah di Merbuk/Nibung, Kabupaten Bangka Tengah mencapai 350 ppm (Herman 2005). Pb dan Sn bukan hara esensial bagi vegetasi dan jika tertransfer ke rantai makanan berpotensi menurunkan kesehatan manusia dan hewan (Chayed 2009). Toksisitas kedua logam berat tersebut mempengaruhi sel darah merah, menyebabkan kerusakan otak dan saluran ginjal, menurunkan kemampuan sistem reproduksi dan bahkan menyebabkan kematian (Palar 2004). Dalam rangka meminimalkan toksisitas logam berat di lingkungan bekas tambang mineral perlu dilakukan upaya remediasi. Fitoremediasi merupakan teknologi berbasis aktivitas vegetasi untuk menangani akumulasi logam berat dalam tanah (Malik & Biswas 2012) dan prospektif untuk dikembangkan pada lahan bekas tambang timah. Metode ini lebih murah, ramah lingkungan dan mudah dilakukan daripada metode fisik dan kimia. Vegetasi seperti Sonneratia caseolaris, Avicennia marina (Hamzah & Setiawan 2010) dan Acacia mangium (Ang et al. 2010) dilaporkan dapat digunakan untuk fitoremediasi Pb. Vegetasi terestrial yang dominan di lahan bekas tambang timah menunjukkan kemampuan adaptifnya untuk tumbuh di habitat terkontaminasi logam berat sehingga diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai fitoremediator terkait kegiatan reklamasi dan revegetasi lahan bekas tambang timah. Data mengenai hal ini di lahan bekas tambang timah di Desa Pemali, Kecamatan Pemali, Kabupaten Bangka belum pernah dilaporkan. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis komposisi dan struktur vegetasi, kadar dan karakteristik
10
akumulasi Pb dan Sn di dalam tanah dan jaringan vegetasi dominan, serta vegetasi potensial untuk dimanfaatkan sebagai fitoremediator Pb dan Sn dari lahan bekas tambang timah di Pulau Bangka Bahan dan Metode Pengambilan Sampel Tanah dan Spesimen Vegetasi Vegetasi dominan ditentukan berdasarkan hasil pengukuran kurva spesies area (KSA) dengan analisis vegetasi menggunakan metode kuadrat (Setiadi & Muhadiono 2001). Vegetasi dominan disampling secara acak dan spesimen dari masing-masing jenis vegetasi dikompositkan. Spesimen vegetasi dominan dibuatkan herbarium kering dan dilakukan identifikasi nama spesies vegetasi di Herbarium Bangka Belitungense dan Herbarium Bogoriense, LIPI. Spesimen vegetasi dibagi atas stadium semai/vegetasi bawah dan komposit dari semua bagian tajuk (daun, batang, buah dan biji) maupun akar. Kadar Pb dan Sn dalam jaringan vegetasi dominan dianalisis dengan metode Morgan dan ditetapkan menggunakan spektrofotometri serapan atom (SSA). Sampel tanah diambil di rizosfer vegetasi dominan pada kedalaman 0-40 cm dengan bor tanah dan dikompositkan sebanyak ±1 kg. Jarak antar titik sampling tanah pada area setiap jenis vegetasi dominan adalah 50 cm (Nurtjahya et al. 2009a). Analisis dilakukan terhadap sifat fisika dan kimia tanah (kadar air, densitas, tekstur, pH H2O, pH KCl, C-organik, N-Total, C/N, P dan K potensial, P dan K tersedia, kapasitas tukar kation (KTK), Ca-dd, Mg-dd, K-dd, Na-dd, kejenuhan basa, Al-dd, H-dd, serta kadar Pb dan Sn). Kadar Pb dan Sn tanah diekstrak menggunakan pengekstrak Morgan (kadar tersedia) dan TCLP (kadar total) dan ditetapkan menggunakan SSA (Tabel 1). Tabel 1 Sifat fisika dan kimia tanah dan metode analisis yang digunakan Sifat fisika kimia tanah Kadar air Densitas Tekstur pH C N C/N P potensial K potensial P tesedia K tersedia Ca-dd; K-dd, Mg-dd, Na-dd KTK KB Al-dd, H-dd Pb dan Sn total Pb dan Sn tersedia
Metode Gravimetri Gravimetri; ring sampler Pipet H2O & KCl; pH meter Walkey & Black Kjeldahl Perhitungan HCl 25%; spektrofotometer HCl 25%; flamefotometer Bray; spektrofotometer Morgan; flamefotometer NH4-OAc; flamefotometer dan SSA NH4-OAc; destilasi Perhitungan KCl; titrasi TCLP HNO3 & HClO4; SSA Morgan; SSA
11
Karakterisasi Akumulasi Logam oleh Vegetasi Karakterisasi akumulasi Pb dan Sn oleh vegetasi dominan didasarkan atas nilai translocation factor (TF), bioconcentration factor (BCF) dan bioaccumulation coefficient (BAC) untuk selanjutnya digunakan menyeleksi jenis vegetasi yang menunjukkan potensi fitoekstraksi dan fitostabilisasi (Zabin & Howladar 2015). TF didefinisikan sebagai nisbah kadar logam berat di tajuk terhadap nisbah kadar logam di akar (Li & Yang 2008). BCF dihitung sebagai nisbah kadar logam di akar terhadap kadar logam di tanah (Mnganga et al. 2011). BAC dihitung sebagai nisbah kadar logam di tajuk terhadap kadar logam di tanah (Sekabira et al. 2011). Karakterisasi akumulasi logam berat oleh vegetasi dan kategorisasinya berdasarkan nilai TF, BCF dan BCA (Balabanova et al. 2015; Tsibangu et al. 2014) disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Karakterisasi akumulasi logam berat vegetasi berdasarkan TF, BCF dan BAC TF <1 Non-accumulator (<0.01) Low accumulator (0.01-0.1) Moderate accumulator (0.11) TF >1-10 Hyperaccumulator
<1 dan/
BCF >1
BAC <1
>1
-
Phytostabilisator
Metal excluder
-
-
Phytoextractor
-
Phytoextractor
atau
TF: translocation factor; BCF: bioconcentration factor; BAC: bioaccumulation coefficient Sumber: Tsibangu et al. (2014); Balabanova et al. (2015)
Hasil dan Pembahasan Kurva Spesies Area dan Komposisi Struktur Vegetasi Kurva spesies area diperlukan untuk menetapkan luas petak minimum yang mewakili tegakan vegetasi (Setiadi & Muhadiono 2001). Hasil KSA menunjukkan bahwa luas petak minimum di hutan sekunder 0.2 ha, di LBTR 128 m2 dan di LBTB 4 m2 (Gambar 3; Lampiran 3). Beberapa data dari tahun 2005 hingga 2012 menunjukkan terjadinya penurunan luas petak minimum tegakan vegetasi di Pulau Bangka (Tarmie 2005; Sari 2012). Penurunan luas petak minimum hutan di Pulau Bangka kemungkinan disebabkan oleh perubahan fungsi lahan karena pemanfaatan kayu, perkebunan, permukiman, dan penambangan timah. Semakin kecil luas petak minimum maka semakin rendah komposisi (jumlah individu, jumlah jenis dan jumlah famili) vegetasi (Gambar 4; Lampiran 4) dan struktur vegetasi (indeks nilai penting [INP], indeks dominansi, indeks diversitas, indeks spesies richness, dan indeks evenness) (Gambar 5; Lampiran 5-11). Penurunan luas petak minimum dan komposisi struktur vegetasi mengindikasikan terjadinya penurunan luasan dan keanekaragaman hayati hutan. Tinggi rendahnya komposisi dan struktur vegetasi diduga dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia tanah (Lampiran 12). Kesuburan tanah di hutan sekunder cenderung lebih baik dibandingkan dengan kedua lahan bekas tambang timah lainnya, sehingga suksesi vegetasi pada hutan sekunder telah mengalami klimaks. Hal ini dikarenakan semua fase pertumbuhan vegetasi ditemukan di hutan sekunder.
12
LBTR: lahan bekas tambang timah sudah direklamasi; LBTB: lahan bekas tambang timah yang sudah ditinggalkan 3-12 bulan dan belum direklamasi
Gambar 3 Kurva spesies area pada tiga tipe lahan penelitian dengan luas petak berbeda Dari hasil cluster analysis berdasarkan tingkat indeks nilai penting diperoleh dua cluster yaitu cluster 1 hutan dan cluster 2 LBTR dan LBTB (Gambar 6). Artinya, vegetasi di LBTR dan LBTB memiliki karakter yang lebih mirip daripada di hutan. Berdasarkan akumulasi nilai INP pada semua fase pertumbuhan, vegetasi dominan di hutan dan di LBTR adalah Acacia auriculiformis A. Cunn. Ex. Benth, sementara di LBTB adalah Eragrostis chariis (Schult.) Hitch. dan A. auriculiformis (Tabel 3; Gambar 7).
13
LBTR: lahan bekas tambang timah sudah direklamasi; LBTB: lahan bekas tambang timah yang sudah ditinggalkan 3-12 bulan dan belum direklamasi
Gambar 4 Grafik komposisi vegetasi pada tiga tipe lahan penelitian a). jumlah jenis; b). jumlah individu dan c). jumlah famili.
14
LBTR: lahan bekas tambang timah sudah direklamasi; LBTB: lahan bekas tambang timah yang sudah ditinggalkan 3-12 bulan dan belum direklamasi
Gambar 5 Indeks vegetasi pada tiga tipe lahan penelitian. a). indeks dominansi; b). indeks diversitas; c) indeks spesies richness dan d). indeks evennes pada fase semai/vegetasi bawah, sapihan, tiang dan pohon.
Similiaritas (%)
96,41
97,61
98,80
100,00 Hutan
LBTR Tipe lahan
LBTA
LBTR: lahan bekas tambang timah sudah direklamasi; LBTB: lahan bekas tambang timah yang sudah ditinggalkan 3-12 bulan dan belum direklamasi
Gambar 6 Hasil cluster analysis berdasarkan INP vegetasi
15
Tabel 3 Lima vegetasi dominan berdasarkan akumulasi INP semua fase pertumbuhan vegetasi pada tiga tipe lahan Tipe lahan
Spesies
Semai
INP (%) Sapihan Tiang
Pohon
Jumlah
Hutan
Acacia auriculiformis A. Cunn. Ex. Benth Schima wallichii (DC.) Korth Panicum sarmentosum Roxb. Melastoma polyanthum Blume Vitex pinnata L.
1.87 7.49 89.6 10.96 11.69
37.19 29.88 0.00 40.77 36.40
234.80 36.97 0.00 0.00 0.00
260.83 26.57 0.00 0.00 0.00
534.70 100.90 89.60 51.73 48.09
LBTR
Acacia auriculiformis A. Cunn. Ex. Benth Imperata cylindrica (L.) Beauv Panicum sarmentosum Roxb. Baccaurea lanceolata (Miq) Mull.Arg.Di.Dc Trema orientalis (L.) Bl.
4.27 66.82 47.32 0.00 5.10
112.50 0.00 0.00 29.17 14.58
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
116.8 66.82 47.32 29.17 19.68
LBTB
Eragrostis chariis (Schult.) Hitchc. Scleria laevis Retz Cyperus haspan L. Acacia auriculiformis A. Cunn. Ex. Benth Lepironia articulata ( Retz. ) Domin
94.43 48.52 35.43 14.47 7.23
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
94.43 48.52 35.43 14.47 7.23
LBTR: lahan bekas tambang timah sudah direklamasi; LBTB: lahan bekas tambang timah yang sudah ditinggalkan 3-12 bulan dan belum direklamasi; INP: indeks nilai penting
Gambar 7 Vegetasi dominan. a,b). A. auriculiformis, dan c,d). E. chariis
16
Kadar Pb dan Sn pada Tanah dan Vegetasi Kadar Pb dan Sn tanah dan vegetasi dominan di hutan, LBTR dan LBTB disajikan pada Tabel 4. Variasi kadar logam dari satu lahan ke lahan lainnya diduga terkait dengan distribusi geologi mineral dan akumulasi logam akibat proses penambangan timah secara terbuka dengan metode hydromining. Selain itu, variasi kadar logam berat tersebut diduga berkaitan dengan sifat fisika dan kimia tanah serta jenis dan sifat logam (Widowati et al. 2008; Klos et al. 2012). Tabel 4 Kadar Pb dan Sn pada tanah dan vegetasi dominan di lahan penelitian Logam pada tanah (ppm) Tersedia Total Pb Sn Pb Sn
Logam pada vegetasi (ppm) Akar Tajuk Pb Sn Pb Sn
1 2 3 Rerata
0.30 0.40 0.40 0.37
-
4.00 2.60 1.50 2.70
0.20 0.20
0.08 0.04 0.03 0.05
0.03 0.03 0.03 0.03
0.04 0.03 0.05 0.04
0.04 0.01 0.03
A. auriculiformis
1 2 3 Rerata
1.60 0.90 2.70 1.73
-
19.50 29.10 103.00 50.53
-
0.17 0.07 0.22 0.15
-
0.07 0.06 0.06 0.06
-
LBTB
E. chariis
1 2 3 Rerata
0.20 2.00 0.70 0.97
-
25.90 26.00 12.30 21.40
1.60 1.30 0.30 1.07
0.19 0.23 0.08 0.17
-
0.11 0.24 0.06 0.14
-
LBTB
A. auriculiformis
1 2 3 Rerata
1.10 1.70 0.20 1.00
-
66.80 12.30 1.30 26.80
0.00 0.10 0.10 0.07
0.17 0.29 0.07 0.18
-
0.07 0.10 0.06 0.08
-
Tipe Lahan
Vegetasi
Titik lokasi
Hutan
A. auriculiformis
LBTR
LBTR: lahan bekas tambang timah sudah direklamasi; LBTB: lahan bekas tambang timah yang sudah ditinggalkan 3-12 bulan dan belum direklamasi; INP: indeks nilai penting
Menurut Peraturan Pemerintah No. 85 tahun 1999 tentang Baku Mutu TCLP Zat Pencemar dalam Limbah untuk Penentuan Karakteristik Sifat Racun, baku mutu untuk Pb adalah 5 ppm (PP No 85 1999). Dengan demikian, kadar Pb di tanah pada LBTR dan LBTB telah melewati baku mutunya dan diasumsikan berpotensi toksik terhadap lingkungan. Baku mutu toksisitas logam Sn di dalam tanah belum tersedia di Indonesia. Logam Pb dan Sn pada vegetasi dominan juga memiliki kadar bervariasi antar lahan penelitian. Kadar Pb di akar dan tajuk semua jenis vegetasi di semua lahan berada di dalam batas normal. Menurut Malik et al. (2010), kadar normal Pb dalam vegetasi berkisar 5 mg.kg-1 berat kering (1 mg.kg-1 = 1 ppm). Kadar normal Sn di dalam vegetasi juga belum tersedia di Indonesia. Dilaporkan bahwa kadar Pb dan Sn di Pulau Bangka bervariasi nilainya. Kadar logam berat pada padi di lahan bekas tambang timah dilaporkan 0.34 - 0.50 ppm Sn dan 0.06 - 0.12 ppm Pb (Nurtjahya et al. 2009b). Dengan demikian, kadar Sn di lahan penelitian lebih rendah dibandingkan literatur, sedangkan kadar Pb di lahan penelitian lebih tinggi daripada literatur. Menurut Kumar et al. (2009), akumulasi logam berat di jaringan vegetasi yang bervariasi antar lokasi dapat dikaitkan dengan peningkatan
17
kelarutan logam dalam tanah yang terkontaminasi dan mobilitasnya dalam jaringan vegetasi. Logam Pb lebih banyak ditemukan di akar daripada di tajuk (Gambar 8). Menurut Zarinkamar et al. (2013), hal tersebut disebabkan oleh: (1) detoksifikasi dimulai segera setelah akumulasi awal Pb di dalam akar dan/atau (2) imobilitas Pb dan keberadaan endodermis akar menghalangi transportasi Pb dengan cara menyimpannya di dalam dinding sel dan vakuola dengan ikatan terhadap metallothionin dan phytochelatin.
LBTR: lahan bekas tambang timah sudah direklamasi; LBTB: lahan bekas tambang timah sudah tinggalkan 3-12 bulan dan belum direklamasi
Gambar 8 Kadar Pb pada akar dan tajuk vegetasi dominan di lahan penelitian Karakteristik Akumulasi Logam oleh Vegetasi Dominan Karakteristik akumulasi Pb dan Sn oleh vegetasi dominan berdasarkan nilai TF, BCF dan BAC disajikan pada Tabel 5. Vegetasi dengan nilai TF>1 adalah A. auriculiformis dari hutan sekunder untuk logam Pb dan Sn serta E. chariis dari LBTB untuk logam Pb. Hal ini mengindikasikan bahwa vegetasi tersebut termasuk hyperaccumulator dan phytoextractor sehingga berpeluang untuk dimanfaatkan sebagai fitoremediator. Selain itu, vegetasi lainnya termasuk ke dalam moderate accumulator dan metal excluder karena memiliki TF<1 dan BAC<1. Nilai TF<1 mengindikasikan bahwa logam tidak mengalami translokasi dari akar ke tajuk. Nilai BAC<1 menggambarkan bahwa vegetasi tidak memiliki kemampuan untuk mentransfer logam dari tanah ke tajuk. Semua vegetasi di ketiga tipe lahan tidak mempunyai BCF>1 baik untuk Pb maupun Sn. Ashraf et al. (2011) melaporkan bahwa beberapa vegetasi dominan dari lahan bekas tambang timah di Bestari Jaya, Peninsular Malaysia juga memiliki nilai BCF<1 untuk Pb dan Sn. Nilai BCF<1 menunjukkan bahwa logam tidak tertrasnsfer dari tanah ke akar vegetasi. Nilai TF, BCF dan BAC yang <1 mengindikasikan salah satu dari mekanisme pertahanan vegetasi dalam menghadapi toksisitas logam. Tsibangu et al. (2014) menyatakan bahwa logam yang terakumulasi di akar dan tidak ditranslokasikan ke bagian tajuk vegetasi kemungkinan disebabkan oleh rendahnya kapasitas translokasi dari akar ke tajuk. Efisiensi fitoekstraksi tergantung pada beberapa faktor termasuk tingkat kontaminasi, bioavaibilitas
18
logam, jenis logam, serta kemampuan vegetasi untuk menahan, menyerap dan mengakumulasi logam di jaringan atas vegetasi (Al-qahtani 2012). Tabel 5 Nilai TF, BCF, BAC dan status akumulasi Pb dan Sn pada vegetasi dominan di lahan penelitian Tipe lahan
Vegetasi
Hutan
A. auriculiformis
LBTR
A. auriculiformis
LBTB
E. chariis
LBTB
A. auriculiformis
TF
BCF
BAC
Status
Titik lokasi
Pb
Sn
Pb
Sn
Pb
Sn
Pb
Sn
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
0.50 0.75 1.67 0.41 0.86 0.27 0.58 1.04 0.75 0.41 0.34 0.86
1.33 0.33 -
0.27 0.10 0.08 0.11 0.08 0.08 0.95 0.12 0.11 0.15 0.17 0.35
-
0.13 0.08 0.13 0.04 0.07 0.02 0.55 0.12 0.09 0.06 0.06 0.30
0.05 -
mac;mte mac;mte hpa mac;mte mac;mte mac;mte mac;mte hpa mac;mte mac;mte mac;mte mac;mte
hpa mac;mte -
-: tidak terdeteksi; mac: moderate accumulator; mte: metal excluder; hpa: hyperaccumulator; TF: translocation factor; BCF: bioconcentration factor; BAC: bioaccumulation coefficient; LBTR: lahan bekas tambang timah sudah direklamasi; LBTB: lahan bekas tambang timah yang sudah ditinggalkan 3-12 bulan dan belum direklamasi; INP: indeks nilai
penting
Hubungan antara Komposisi Struktur Vegetasi dengan Sifat Tanah Komposisi struktur vegetasi dan sifat tanah dapat dikaji hubungannya melalui analisis biplot (Gambar 9). Hasil analisis biplot menunjukkan bahwa komposisi struktur vegetasi paling dominan ditemukan di lahan hutan. Sifat fisik dan kimia tanah yang mempengaruhi komposisi struktur vegetasi di lahan hutan adalah kadar C-organik, N-total, pH dan klei, sementara di LBTR yang lebih berpengaruh adalah kadar Ca-dd, K-potensial, debu, K-tersedia, Mg-dd, KB, Ppotensial, H-dd, kadar air, Al-dd, Pb-total, Pb-tersedia dan Na-dd. Persentase pasir, Sn-total, KTK dan P-tersedia lebih berpengaruh di LBTB pada rizozfer E. chariis. Pada LBTB rizosfer A.auriculiformis yang lebih berpengaruh adalah C/N dan densitas tanah. Komposisi struktur vegetasi berkorelasi kuat dan positif dengan C-organik, N-total, pH, klei, Na-dd, Al-dd, kadar air, H-dd, Mg-dd, Ca-dd, K-potensial, Kdd, K-tersedia, KB dan P-potensial. Sebaliknya, kadar PbTCLP, PbMorgan, C/N, densitas tanah, pasir, SnTCLP dan KTK berkorelasi kuat dan negatif terhadap komposisi struktur vegetasi. Komposisi dan struktur vegetasi dominan di hutan berkaitan dengan rendahnya KTK, SnTCLP, pasir, densitas tanah, C/N, PbTCLP, PbMorgan, P-potensial, KB, K-tersedia, K-potensial, Ca-dd dan debu.
19
Hutan (A. auriculiformis)
4
P tsd.
3
SnTCLP
LBTB Pasir (E.chariis)
2
pH JIU JFI JJS IDE ISC IDS Klei Na-dd Al-dd Kd.air H-dd
Sn tot.
KTK
1 PCA 2 (36.1)
C-org N-tot. IDM
Den.tan
0
C/N
-1
LBTB (A. auriculiformis)
-2
KB -3
P pot. PbTCLP Pb tot. PbMorganPb tsd.
-4
Mg-dd Debu K tsd. Ca-dd K-dd K pot. LBTR (A. auriculiformis)
-5 -5
-4
-3
-2
-1
0 PCA 1 (53%)
1
2
3
4
LBTR: lahan bekas tambang timah sudah direklamasi; LBTB: lahan bekas tambang timah sudah tinggalkan 3-12 bulan dan belum direklamasi; IDM: indeks dominansi; IDS: indeks diversitas; ISC: indeks spesies richness; IDE: indeks evenness; JIU: jumlah individu; JJS: jumlah jenis; JFI: jumlah famili; den. tan: densitas tanah; Kd.air: kadar air; dd: dapat ditukar; Mg: Magnesium; K: Kalium; Ca: Kalsium; Na: Natrium; Al: Alumunium; H: Hidrogen; C: Karbon organik; N: Nitrogen; P: Fosfat; dd: dapat ditukar; KB: kejenuhan basa; tot.: total, pot.: potensial; tsd:tersedia
Gambar 9 Biplot antara komposisi struktur vegetasi dan tanah pada tiga tipe lahan penelitian.
Simpulan Komposisi dan struktur vegetasi di hutan lebih tinggi dibandingkan dengan di lahan bekas tambang timah yang sudah maupun belum direklamasi. Kadar PbTCLP di tanah di kedua lahan bekas tambang timah telah melewati baku mutu. Rerata kadar PbTCLP di tanah tertinggi terukur di lahan bekas tambang timah yang sudah direklamasi, yaitu 50.53 ppm. Sn tidak terukur di tanah rizosfer A. auriculiformis lahan bekas tambang timah yang sudah direklamasi dan di jaringan vegetasi di semua lahan bekas tambang timah. Kadar Pb yang terdeteksi pada jaringan vegetasi masih di dalam batas normal. A. auriculiformis dari hutan sekunder berpotensi sebagai fitoremediator Pb dan Sn, sedangkan E. chariis dari lahan bekas tambang timah yang belum direklamasi berpotensi sebagai fitoremediator Pb pada program reklamasi lahan bekas tambang timah di pulau Bangka.
20
4 BAKTERI RIZOSFER RESISTEN Pb dan Sn DARI LAHAN BEKAS TAMBANG TIMAH DI PULAU BANGKA Pendahuluan Kegiatan penambangan timah menghasilkan berbagai macam limbah, yaitu akar kayu, overburden, oversize grizlly, clay ball, limbah hidrokarbon dan limbah cair (PT. Timah (Persero) Tbk. 2010). Logam berat juga termasuk kontaminan utama di lahan bekas tambang, baik di tanah (Nwuche & Ugoji 2008), biota (Wilson & Pyatt 2007) maupun badan air (Younger 2001). Beberapa logam yang tergolong ke dalam logam berat yaitu Pb dan Sn (Shin et al. 2013). Pb dan Sn termasuk logam yang banyak ditemukan di lahan bekas tambang timah. Ashraf et al. (2003) melaporkan bahwa kadar logam berat pada tanah di lahan bekas penambangan timah di Bestari Jaya, Semenanjung Malaysia mencapai 105 ppm Pb dan 404 ppm Sn. Menurut Veriady (2007), kadar Pb di lokasi Eks TS Open pit Pemali (usia >40 tahun) adalah 60.1 ppm. Herman (2005) melaporkan bahwa kadar Sn pada tailing di daerah Merbuk/Nibung, Kabupaten Bangka Tengah sebesar 350 ppm. Logam Pb dan Sn jika tertransfer ke dalam rantai makanan akan menurunkan kesehatan hewan dan manusia. Toksisitas dari kedua logam tersebut dapat mempengaruhi sel-sel darah merah, kerusakan pada otak dan saluran ginjal, perkembangan penyakit kardiovaskuler, berkurangnya kemampuan sistem reproduksi, bahkan bisa menyebabkan kematian (Palar 2004; Iqbal 2012). Oleh karena itu, perlu suatu upaya untuk menangani pencemaran logam berat di lahan bekas tambang timah. Bioremediasi merupakan salah satu metode pemanfaatan organisme (vegetasi dan mikrob) untuk mengurangi kadar pencemar tanah, seperti logam berat (Chibuike & Obiora 2014). Menurut Garbisu dan Alkorta (2003), metode ini berpotensi lebih efektif dan ekonomis dibandingkan metode kimia fisik secara konvensional. Bioremediasi melibatkan beberapa disiplin ilmu, yaitu: mikrobiologi, rekayasa, ekologi, geologi, dan kimia. Sebagian besar metode remediasi konvensional tidak memberikan solusi optimal untuk meremediasi logam berat dari tanah. Mikrob yang menggunakan logam sebagai akseptor elektron terminal sehingga mengurangi ketersediaan logam berat sebagai mekanisme detoksifikasi lingkungan dapat digunakan untuk meremediasi logam lingkungan yang terkontaminasi. Penggunaan asosiasi mikrob rizosfer vegetasi bisa menurunkan toksisitas logam dan mengimobilisasi berbagai kontaminan dari tanah tercemar, sedimen dan air. Rajbansi (2008) melaporkan beberapa bakteri yang resisten terhadap logam, yaitu Staphylococcus spp., Escherichia coli, dan Klebsiella spp. resisten Cr; Acinetobacter spp., Flavobacterium spp. dan Citrobacter spp. resisten Cd; Staphylococcus spp. dan Bacillus spp. resisten Ni; Pseudomonas spp. resisten Cu; dan Methylobacterium spp. resisten Co. Data mengenai bakteri resisten logam berat Pb dan Sn pada rizosfer vegetasi di lahan bekas tambang timah, khususnya di Desa Pemali, Kabupaten Bangka belum pernah dilaporkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai hal tersebut sebagai masukan kepada pihak terkait dalam upaya reklamasi lahan bekas tambang timah menggunakan metode bioremediasi. Penelitian ini bertujuan
21
menghitung jumlah populasi serta mengisolasi, mengkarakterisasi dan mengidentifikasi bakteri rizosfer resisten logam berat Pb dan Sn di lahan bekas tambang timah. Bahan dan Metode Bahan Bahan penelitian meliputi sampel tanah, alkohol 70%, NaCl, nutrient agar (NA), tripcase soy broth (TSB), agar pati, agar susu, agar tributirin, agar darah, media Pikovskaya, media James Nitrogen Free Malat Bromtiomol Biru (JNFB), glukosa, dekstrosa, fruktosa, laktosa, maltosa, sukrosa, indikator merah fenol, indikator merah metil, pepton, gliserol, Methyl Red Voges Proskaur (MR-VP) Broth, Simmons Sitrat, Urea Broth, agar tegak Sulfit Indol Motility (SIM), larutan H2O2 3%, larutan iodium, reagen Barrit’s A, Barrit’s B, malakit hijau, FeCl3, reagen pewarnaan gram, reagen Kovac, bromtimol blue, sodium dodecyl sulfate (SDS) 10%, isopropanol, cationic hexadecyl trimethyl ammonium bromide (CTAB)-NaCl, kloroform-isoamil (PCi), isopropanol dan etanol 70%, minyak imersi, buffer Tris-EDTA (TE), Tris-Asetat EDTA (TAE) pH 8 dan DNA marker, aquabidest, gel agarose 1%, loading dye dan ethidium bromide (EtBr), SnCl2 dan PbCl2 (larutan uji resistensi logam) dan isolat bakteri rizosfer. Alat Alat yang digunakan meliputi bor tanah berdiameter 8 cm, laminar air flow (LAF), cawan petri, tabung reaksi, sentrifus, vortex, colony counter, autoklaf, elektroforesis, mesin Polymerase Chain Reaction (PCR), shaker, kolom NucleoSpin Extract II, alat sinar UV, pemanas air, freezer, mikropipet, dan tabung Eppendorf. Metode 1. Pengambilan sampel tanah Sampel tanah diambil di rizosfer vegetasi dominan dengan jarak 50 cm dari vegetasi dominan dan dikompositkan dari empat titik (Nurtjahya et al. 2009a). Vegetasi dominan yang telah ditetapkan pada penelitian bagian terdahulu dan dipilih berdasarkan hasil perhitungan indeks nilai penting dan diambil pada fase semai/vegetasi bawah. Vegetasi tersebut adalah Acacia auriculiformis A. Cunn. Ex. Benth di hutan sekunder dan di lahan bekas tambang timah sudah direklamasi. Vegetasi dominan di lahan bekas tambang timah yang ditinggalkan 3-12 bulan dan belum direklamasi adalah Eragrostis chariis (Schult.) Hitch. dan A.auriculiformis sebagai pembanding vegetasi yang sama dengan vegetasi di hutan dan lahan bekas tambang timah sudah direklamasi. 2. Isolasi dan purifikasi bakteri rizosfer Isolasi mikrob rizosfer dilakukan dengan metode pengenceran bertingkat dan metode sebar aseptis (Zulaika et al. 2012). Sepuluh gram tanah dimasukkan ke erlenmeyer dan ditambahkan akuades steril hingga volume 100 mL dan dicampurkan secara homogen (pengenceran 10-o), kemudian dilakukan pengenceran bertingkat. Dua pengenceran terakhir dimasukkan ke dalam cawan
22
petri steril berisi media NA dan kemudian dengan metode pour plate (1 mL dari pengenceran terakhir) dimasukkan ke cawan petri NA baru, dicampurkan dan dihomogenkan. Suspensi tanah yang telah disebar dalam cawan petri diinkubasikan pada suhu 37 oC selama ±72 jam, kemudian koloni bakteri yang tumbuh dihitung jumlahnya (Saraswati et al. 2007). Koloni bakteri rizosfer yang tumbuh dipurifikasi hingga didapatkan kultur murni. Satu koloni isolat bakteri diambil secara aseptis dengan jarum ose dan diinokulasikan ke media padat NA dengan metode 16 goresan dan diinkubasikan pada suhu 37 oC selama ±72 jam. Satu koloni yang tumbuh diambil lagi kemudian dipindahkan ke media NA baru. 3. Skrining bakteri rizosfer resisten logam Pb dan Sn Skrining bakteri rizosfer yang resisten terhadap logam Pb dan Sn dilakukan dengan metode streak plate pada media NA-SnCl2 dan NA-PbCl2 (Zulaika et al. 2012). Menurut von Canstein et al. (2002) isolat yang dapat tumbuh pada media sintetis yang mengandung logam berat ≥ 5 ppm merupakan isolat yang memiliki resistensi tinggi terhadap logam berat. Kadar Sn pada tailing di daerah Merbuk/Nibung, Kabupaten Bangka Tengah sebesar 350 ppm (Herman 2005). Veriady (2007) melaporkan bahwa kadar Pb di lokasi tambang yang telah ditinggalkan setelah 40 tahun di Kecamatan Pemali sebesar 60.1 ppm. Oleh karena itu, kadar Pb yang digunakan pada uji resistensi yaitu 0; 12.5; 25; 50; 100 ppm, sedangkan kadar Sn yang digunakan 0; 25; 50; 200; 400 ppm. Isolat bakteri yang tumbuh setelah masa inkubasi selama ±72 jam merupakan isolat yang resisten terhadap logam Pb dan Sn. 4. Uji hemolisis dan uji hipersensitivitas Agar darah merupakan media differensial untuk membedakan bakteri berdasarkan kemampuan melisiskan sel darah merah. Karakterisasi sifat hemolisis bakteri dilakukan dengan menginokulasikan satu ose isolat pada permukaan media agar darah domba, kemudian diinkubasikan pada suhu 37 °C selama 18-24 jam. Pengamatan karakter hemolisis didasarkan atas bentuk zona hemolisis di sekeliling koloni bakteri (Balashova et al. 2006). Pada uji hipersensitivitas, isolat bakteri diinokulasikan ke media NB selama 2 hari. Suspensi bakteri kemudian disuntikkan pada sisi absial daun tembakau. Pengamatan dilakukan setelah 48 jam dengan melihat gejala nekrotik pada daun tembakau. 5. Identifikasi bakteri rizosfer secara molekuler Isolat murni terpilih yang resisten logam berat Pb dan Sn serta lolos hasil uji hemolisis dan hypersensitivitas kemudian diidentifikasi secara molekuler dengan metode konvensional. Tahapan untuk identifikasi bakteri secara molekuler adalah: Isolasi total DNA genom Sebanyak 1 ose bakteri ditumbuhkan pada 5 mL media LB selama 10-12 jam (tahapan prekultur). Prekultur 3-5% dimasukkan kembali ke dalam 10 mL media LB selama ±24 jam. Sebanyak 2 mL kultur yang telah ditumbuhkan selama ±24 jam tersebut dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf 2 mL, disentrifus pada kecepatan 10.000 rpm pada suhu 4 oC selama ±15 menit. Supernatan dibuang dan
23
pelet dicuci dengan 250 µL buffer TE, diresuspensi menggunakan mikropipet, diinkubasikan pada suhu 37 oC (bakteri Gram positif ± 2 jam; bakteri Gram negatif ± 30 menit), kemudian ditambahkan 60 µL NaCl, 80 µL CTAB-NaCl dan diinkubasikan pada waterbath pada suhu 65 oC selama 20 menit. Setelah itu ditambahkan 450 µL PCi dan dibolak-balikkan secara perlahan. Suspensi yang teremulsi disentrifus pada kecepatan 10.000 rpm pada 4 oC selama 15 menit. Pelet dibuang, supernatan dipindahkan ke dalam tabung Eppendorf baru, ditambahkan isopropanol dingin sebanyak supernatanan yang didapat, disentrifus lagi pada kecepatan 10,000 rpm pada 4 oC selama 20 menit. Supernatan dibuang, pelet diambil, dicuci dengan etanol 70% sebanyak 500 µL, disentrifus lagi pada kecepatan 10,000 rpm selama 5 menit. Supernatan dibuang, kemudian pelet diambil, dikeringkan dan ditambahkan 40 µL ddH2O. Elektroforesis Sebanyak 1 g agarose dan 100 mL buffer 1x TAE dipanaskan di atas hot plate hingga larutan menjadi bening, diangkat, kemudian didinginkan pada suhu 50 oC. Agarose dicetak di atas cetakan gel yang telah dipasang sisir dan ditunggu hingga agar memadat. Gel agarose diletakkan di dalam tangki elektroforesis, ditambahkan 1x buffer TAE hingga terendam (±500 mL). DNA yang sudah diisolasi ditambahkan 5 µL 6x loading dye, kemudian dimasukkan ke dalam sumuran gel sebanyak 8 µL sampel, lalu dimasukkan 5–8 µL (posisinya di tengah dan dimasukkan paling akhir). Setelah itu, sampel dimasukkan ke dalam sumuran running elektroforesis ± 30 menit, 100 Volt. Gel diambil, direndam dalam EtBr 10 menit, dicuci dengan air 3 kali, kemudian didokumentasikan dengan UV transiluminator. Amplifikasi DNA Isolat bakteri yang memperlihatkan pita genom DNAnya diamplifikasi dengan DNA pengkode 16S rRNA dengan menggunakan primer universal yaitu 27F 5’ –AGAGTTTGATCCTGGCTCAG-3’ dan 1492R 5’ –TACGGTTACCTTGTTACGACTT -3’ (Liu et al. 2007). PCR dilakukan dengan mereaksikan 15 µL air deion (Qiagen Kit), 20 µl PCR Supermix (Qiagen Kit), 2 µl forward primer (5 pmol/µl, kadar akhir 0.25 pmol/µl), 2 µl reverse primer (5 pmol/µl, kadar akhir 0.25pmol/µl) dan 2 µl ekstrak DNA. Reaksi PCR dilakukan pada 94°C selama 45 detik, 55°C selama 60 detik dan 72°C selama 60 detik sebanyak 35 siklus (Purwanto 2014). Kualitas DNA dari produk PCR dilihat melalui elektroforesis yaitu dengan menambahkan 1 µL loading dye pada 5 µL produk PCR pada 1% gel agarose. DNA ladder 100 bp digunakan sebagai marker. Elektroforesis dilakukan selama 30 menit pada 100 V dengan buffer TAE sebagai running buffer. Visualisasi gel dilakukan dengan merendamnya dalam ethidiumbromide selama 15-20 menit dan ditampakkan melalui sinar UV. Jika hasil elektroforesis memuaskan, yaitu pita DNA terlihat jelas dan tidak ada pita DNA yang tumpang tindih (mixing bands), maka dilakukan pemurnian atau purifikasi produk hasil PCR.
24
Analisis Sekuen 16S rRNA Penentuan urutan DNA murni (sekuensing) dilakukan dengan mengirimkan DNA hasil purifikasi dari produk PCR ke Sequensing Laboratory 1st Base di Singapura. Setelah diketahui aligment sekuen 16S rRNA dari masing-masing isolat maka sekuennya dibandingkan dengan database gen 16S rRNA untuk mengidentifikasi spesies dari masing-masing isolat serta tingkat hubungan kekerabatannya dengan spesies bakteri lainnya yang telah teridentifikasi sebelumnya. Setelah didapatkan spesies bakteri melalui analisis sekuens 16s rRNA, maka bakteri dikarakterisasi secara fisiologis dan biokimia. 6. Karakterisasi fisiologis dan biokimia Karakterisasi fisiologis dan biokimia secara konvensional dilakukan untuk mengkonfirmasi hasil identifikasi secara molekuler berdasarkan sekuen gen 16S rRNA. Pengujian dilakukan berdasarkan karakter kunci bakteri hasil identifikasi menggunakan kunci identifikasi konvensional Bergey’s Manual Determinative Bacteriology 9th 1994 (Holt et al. 1994) 7. Preservasi bakteri dalam gliserol Isolat bakteri hasil identifikasi dan karakterisasi disimpan dalam gliserol. Caranya: 1) isolat murni bakteri ditumbuhkan selama 24 jam dalam media NB, 2) sebanyak 1 mL gliserol steril 20% disiapkan dalam tabung Eppendorf, 3) isolat bakteri dimasukan ke dalam Eppendorf berisi gliserol 20% sebanyak 1 mL suspensi. Eppendorf ditutup rapat, larutan dihomogenkan dan disimpan pada suhu -40 oC (Badjoeri 2010). Hasil dan Pembahasan Isolasi dan Total Populasi Bakteri Jumlah sel bakteri pada rizosfer vegetasi A. auriculiformis di hutan paling tinggi dibandingkan di kedua lahan bekas tambang timah. Jumlah sel bakteri di LBTR lebih rendah daripada jumlah sel bakteri di LBTB. Jumlah sel bakteri di LBTB pada rizosfer vegetasi A. auriculiformis lebih tinggi dibandingkan pada rizosfer vegetasi E. chariis (Tabel 6). Tingginya jumlah sel bakteri menunjukkan tinggi pula populasi bakteri yang ada di hutan. Jumlah jenis isolat di LBTR paling tinggi (Lampiran 13), yang kedua adalah di LBTB pada E. chariis (Lampiran 14), selanjutnya di LBTB pada A. auriculiformis (Lampiran 15) dan terakhir adalah hutan (Lampiran 16). Contoh dari masing-masing isolat dari berbagai jenis lahan disajikan pada Gambar 10.
25
Tabel 6 Rerata jumlah sel per gram tanah pada rizosfer vegetasi dominan di lahan penelitian Tipe Lahan Hutan LBTR LBTB LBTB
Vegetasi A. auriculiformis A. auriculiformis E. chariis A. auriculiformis
Jumlah sel (CFU g-1) x 104 5,770,000 1.01 1.09 4.22
Jumlah jenis isolat 3 16 15 11
LBTR: lahan bekas tambang timah sudah direklamasi; LBTB: lahan bekas tambang timah yang sudah ditinggalkan 3-12 bulan dan belum direklamasi; INP: indeks nilai penting
Gambar 10 Contoh beberapa isolat pada tiga tipe lahan. a,b,c). hutan; d,e,f) lahan bekas tambang timah sudah direklamasi; g,h,i). lahan bekas tambang timah sudah ditinggalkan 3-12 bulan dan belum direklamasi pada rizosfer E. chariis; j,k,l). lahan bekas tambang timah sudah ditinggalkan 3-12 bulan dan belum direklamasi pada rizosfer A. auriculiformis
26
Hasil perhitungan koloni bakteri rizosfer di ketiga lahan penelitian menunjukkan bahwa jumlah sel bakteri di hutan lebih tinggi dibandingkan dengan di kedua lahan bekas tambang timah. Tinggi rendahya jumlah sel bakteri kemungkinan disebabkan oleh sifat kimia fisik tanah di lahan tersebut. Hutan memiliki kadar klei dan bahan organik tanah yang tinggi. Menurut Berger et al. (2013), akumulasi bahan organik dapat meningkatkan aktivitas mikrobiologi dan meningkatkan kualitas fisik dan kimia tanah. Mikrob biasanya memineralisasi 4060% karbon yang terkandung dalam bahan organik sebagai CO2 (Bernard et al. 2012). Tingginya jumlah sel bakteri di hutan kemungkinan disebabkan oleh tingginya keanekaragaman vegetasi. Menurut Liu et al. (2007), sebagian besar mikrob tanah bersifat heterotropik dan menggunakan eksudat tanaman atau mendekomposisi bahan tanaman sebagai nutrisinya. Sebagai pasokan utama bahan organik pada ekosistem terestrial, vegetasi juga memegang peranan pentig dalam komunitas tanah dan prosesnya, khusususnya pada rizosfer. Populasi mikrob di setiap lahan sangat bervariasi dan hal ini diduga sesuai dengan sifat kimia fisik tanah dan kenekaragaman vegetasinya. Selain sifat kimia fisik tanah dan keanekaragaman vegetasi, jenis vegetasi dan kedalaman tanah juga diduga mempengaruhi jumlah bakteri tanah di rizosfer vegetasi. Total populasi mikrob di hutan mangrove di India dilaporkan sejumlah 13.529 x 106 g-1 (Das et al. 2011). Meliani et al. (2012) melaporkan bahwa pada wilayah Mascara, Algeria ditemukan total bakteri tanah pada rizosfer vegetasi Lens sp. dengan kedalaman tanah 0-5 cm sejumlah 1.8 x 1011 g-1 dan pada rizosfer vegetasi Vicia sp. dengan kedalaman tanah 5-10 cm dan 10-20 cm sejumlah 2.7 x 109 g-1. Tingginya kadar logam Pb baik secara total maupun tersedia di tanah diduga juga menjadi penyebab jumlah bakteri tanah di LBTR lebih rendah dibandingkan di LBTB. Rerata kadar PbTCLP di tanah LBTR 50.53 ppm, sementara di LBTB 21.40-26.80 ppm. Jumlah jenis isolat bakteri di kedua lahan bekas tambang lebih tinggi dibandingkan di hutan. Hal ini mengindikasikan bahwa keanekaragaman jenis bakteri di kedua lahan bekas tambang adalah tinggi. Tingginya kelimpahan individu bakteri kemungkinan disebabkan melimpahnya nutrisi di lahan tersebut. Nutrisi yang dibutuhkan bakteri langsung tersedia tanpa harus disuplai oleh bantuan jenis bakteri lainnya. Dalam kondisi lingkungan marginal seperti di lahan bekas tambang timah, bakteri kemungkinan membutuhkan jenis bakteri lainnya untuk memperoleh kebutuhan nutrisinya. Tingginya jumlah jenis isolat bakteri di LBTR dan LBTB juga diduga karena bakteri tersebut berasal dari rizosfer vegetasi dominan dimana bakteri tersebut lebih baik hidup di rizosfer dibadingkan dengan tanah di luar rizosfer. Hasil Skrining Bakteri Resisten Logam Pb dan Sn, Uji Hemolisis dan Uji Hipersensitivitas Uji resistensi terhadap logam berat Pb dan Sn, uji hemolisis dan uji patogenitas disajikan pada Tabel 7. Sebagian besar isolat dari LBTR dan LBTB resisten terhadap logam Pb dan Sn pada semua kadar bahkan yang tertinggi, yaitu 400 ppm Sn dan 100 ppm Pb. Menurut WHO (2005), bakteri resisten Sn mengandung 3.7-7.7 g/kg (3700-7700 mg/kg atau 3700-7700 ppm) Sn berbasis
27
berat kering tanah. Chen et al. (2011) melaporkan Bacillus pumilus dan Pseudomonas aeruginosa memiliki kemampuan untuk meningkatkan remediasi melalui peningkatan adsorpsi logam berat oleh tanaman dan bakteri. B. pumilus bisa menurunkan kadar PbMorgan dari 1000 mg/kg menjadi 46.2 mg/kg, sementara P. Aeruginosa dapat menurunkan kadar Pb dari 800 mg/kg menjadi 48.9 mg/kg. Isolat-isolat yang resisten logam berat Pb dan Sn juga melewati tahap uji hemolisis dan uji hipersensitivitas. Tabel 7
Uji resistensi logam berat Pb dan Sn, hemolisis dan patogenitas terhadap isolat bakteri pada lahan penelitian
Uji Resistensi Uji Uji Logam Pb (ppm) Logam Sn (ppm) Hemolisis Hipersensitivitas 0 12.5 25 50 100 0 25 50 200 400 Hutan 1H v v x x x v v v x x + 2H v v v v v v v v v x + 3H v x x x x v v v x x + + LBTR 1R v v v v v v v v v v 2R v v v v v v v v v x + + 3R v v v v v v v v v v + 4R v v v v v v v v v v + + 5R v v v v v v v v v x + 6R v v v v v v v v v v + + 7R v v v v v v v v v v + + 8R v v v v v v v v v x + 9R v v v v v v v v v v + + 10R v v v v v v v v v x + 11R v v v v v v v v v x + 12R v v v v v v v v v v + + 13R v v v v v v v v v v + + 14R v v v v v v v v v x + + 15R v v v v v v v v v v + 16R v v v v v v v v v v + + LBTB 1RP v x x x x v v x x x + 2RP v v v v v v v v v v + + 3RP v v v v v v v v v x + + 4RP v v v v v v v v v x + + 5RP v v v v v v v v v v + + 6RP v v v v v v v v v v + 7RP v v v v v v v v v v + + 8RP v v v v v v v v v v 9RP v v v v v v v v v x + + 10RP v v v v v v v v v v + 11RP v v v v v v v v v v + + 12RP v v v v v v v v v v 13RP v v v v v v v v v v + 14RP v v v v v v v v v v + + 15RP v v v v v v v v v v + LBTB 1AK v v v v v v v v v x + 2AK v v v v v v v v v v + 3AK v v v v v v v v x x + 4AK v v v v v v v v v v + + 5AK v v v v v v v v v v + + 6AK v v v v v v v v v v + + 7AK v x x x x v x x x x + 8AK v v v v x v v v x x + + 9AK v v v v v v v v v v + + 10AK v v v v v v v v v x + + 11AK v v v v v v v v v v + + v: resisten; x: tidak resisten; LBTR: lahan bekas tambang timah sudah direklamasi; LBTB: lahan bekas tambang timah yang sudah ditinggalkan 3-12 bulan dan belum direklamasi; INP: indeks nilai penting Tipe lahan
Kode Isolat
Menurut von Canstein et al. (2002) isolat yang dapat tumbuh pada media sintetis yang mengandung logam berat ≥ 5 ppm merupakan isolat yang memiliki resistensi tinggi terhadap logam berat. Hal ini mengindikasikan bahwa isolatisolat bakteri yang hidup pada konsentarasi Pb 12.5 ppm-100 ppm dan konsentrasi
28
Sn 25 ppm-400 ppm memiliki resistensi tinggi terhadap kedua logam berat tersebut. Dari uji hemolisis (Gambar 11) dan hipersensitivitas (Gambar 12) terhadap isolat-isolat bakteri terpilih didapatkan tiga isolat yang terdeteksi bersifat tidak patogen terhadap manusia/hewan maupun vegetasi. Isolat-isolat tersebut yaitu isolat dengan kode 1R, 8RP dan 12 RP (Gambar 13).
Gambar 11 Hasil uji hemolisis terhadap isolat bakteri dengan kode: a). 1R dan b). 8RP dan 12 RP Hasil uji hemolisis dengan agar darah dan uji hipersensitivitas dengan daun tembakau menghasilkan tiga isolat bakteri yang tidak patogen terhadap hewan, manusia dan vegetasi. Yeh et al. (2009) menyatakan bahwa sifat hemolisis ada tiga tipe, yaitu alpha, beta, dan gamma. Gamma hemolisis berarti sel darah merah tidak mengalami lisis dan tidak ada perubahan medium di sekitar koloni. Alpha hemolisis yaitu sel darah merah mengalami lisis dengan reduksi hemoglobin menjadi methemoglobin dan menghasilkan lingkaran kehijauan di sekitar zona pertumbuhan bakteri. Beta hemolisis adalah sel darah merah mengalami lisis dan dilengkapi kerusakan dan penggunaan hemoglobin oleh organisme, menghasilkan zona bening di sekeliling koloni. Sebagian besar isolat-isolat bakteri yang diuji menunjukkan hemolisis beta. Tiga isolat sama yang lolos dari tahapan uji hemolisis juga tidak menunjukkan gejala nekrosis pada uji hipersensitivitas pada daun tembakau (Nicotiana tabacum L.). Hal tersebut mengindikasikan bahwa tiga isolat yang lolos uji hemolisis juga lolos pada tahapan uji hipersensitivitas. Tiga isolat ini selanjutnya diidentifikasi secara molekuler dan dikarakterisasi sifat fisiologis dan biokimianya.
29
a
b
c Gambar 12 Hasil uji hipersensitivitas terhadap isolat bakteri pada daun tembakau. a). contoh respon hipersensitivitas menurut Aeny et al. (2007); b). isolat kode 1R; c). isolat kode 8RP dan 12 RP; c).
Gambar 13 Isolat bakteri murni 1R, 8RP, dan 12RP
30
Identifikasi Molekuler dan Karakterisasi Fisiologis dan Biokimia Hasil amplifikasi fragmen DNA berukuran sekitar 1400 bp disajikan pada Gambar 14. Dari identifikasi molekuler 16S rRNA diperoleh ketiga isolat bakteri dengan spesies yang berbeda (Tabel 8). Hasil analisis sekuen 16S rRNA dari isolat 1R (Gambar 15); 8RP (Gambar 16); dan 12 RP (Gambar 17) dianalisis filogeninya dengan metode maximum likelihood. Ketiga isolat tersebut kemudian dikarakterisasi sifatnya, yaitu: pertumbuhan pada media miring, pertumbuhan pada cawan petri, pewarnaan Gram, bentuk sel, uji fisiologis biokimia, dan kemampuan dalam memfiksasi N2 dan melarutkan fosfat (Tabel 9).
Gambar 14 Hasil amplifikasi gen 16S rRNA dengan PCR. 1) Marker 1 KB; 2) Isolat 1R; 3) Isolat 8RP; 4) Isolat 12RP Tabel 8 Hasil analisis sekuen 16S rRNA isolat bakteri Kode Isolat 1R
8RP
12 RP
Spesies Bacillus subtilis strain 2C-62 Bacillus vallismortis strain WA1-1 Bacillus amyloliquefaciens strain EA1-10 Bacillus amyloliquefaciens strain T004 Bacillus methylotrophicus strain HB25 Enterobacter aerogenes strain KNUC5001 Enterobacter aerogenes strain NCTC10006T Enterobacter aerogenes Uncultured bacterium clone nck322b04c1 Uncultured bacterium clone nck323d06c1 Paenibacillus sp. TA_AM1 strain TA_AM1 Paenibacillus sp. HB12039 Paenibacillus ginsengagri isolate TS IW 08 Paenibacillus lautus strain TSWCS3 Paenibacillus sp. 10-141-2E
Homology (%) 98.9 98.9 98.8 98.8 98.8 98.9 98.9 98.9 98.9 98.9 99.9 99.9 99.9 99.8 99.7
Query Cover (%) 98.9 98.9 98.8 98.8 98.8 98.9 98.9 98.9 98.9 98.9 99.9 99.9 99.9 99.8 99.7
Accession KR061403.1 JF496465.1 JF496398.1 HQ840415.1 KM659226.1 JQ682628.1 AJ251468.1 AB099402.1 KF107081.1 KF107169.1 HG942124.1 KC765109.1 AM992187.1 GQ284372.1 JQ782997.1
31
0.000 0.000
0.000 0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.002
0.000 0.001
0.001
Bacillus subtilis strain BSH21.
Bacillus subtilis strain PSB95. 0.000
0.000
Bacillus subtilis strain BNH17.
Bacillus subtilis strain IARI-NIAW1-13.
0.000
0.011
Bacillus subtilis strain BPZ1.
0.000
0.001
Bacillus subtilis strain BNW21. Bacillus subtilis strain HS4. Bacillus sp. CZB17. Bacillus amyloliquefaciens strain ML581. Bacillus amyloliquefaciens strain T004. Bacillus sp. CMJ2-5.
0.000 0.000 Bacillus subtilis strain S64.
0.228 0.001
0.693
Bacillus amyloliquefaciens strain H19.
0.002
Bacillus subtilis strain 6B8.
0.000
1.497
Bacillus sp. Q2. 0.042 0.000
0.258
0.309
0.000
0.000 0.000 0.009
27.380 14.196
Bacillus methylotrophicus strain RY20. Bacillus vallismortis strain A1-7. Bacillus amyloliquefaciens strain JS.
Bacillus subtilis strain LL3.
0.000 0.000
0.927 0.000
Bacillus sp. SR109.
0.000
0.000
0.006
0.000
0.000 0.000 0.000 0.001
0.013 0.000
0.000
0.000
0.000
0.003
Uncultured bacterium clone AJ-P-C-G-2. Bacillus vallismortis strain WAS3-1. Bacillus amyloliquefaciens Strain MG1. Bacillus sp. DYJL28. Bacillus methylotrophicus strain HB25.
Bacillus methylotrophicus strain Ht5-22.
0.000
Bacillus sp. ML582. 0.000
1.241
0.000 0.000
0.000
27.399
0.002 1.287
Bacillus vallismortis strain IARI-ABSL-23.
BacilluS methylotrophicus strain HB26.
0.000
0.421
Bacillus sp. P11-2. Bacillus vallismortis strain WA1-1.
0.000
0.000
2.286 0.000
Bacillus amyloliquefaciens strain BA-22. Bacillus subtilis strain ZD-16. Bacillus subtilis strain Y1. Bacillus subtilis. Bacillus subtilis strain MB8. Bacillus subtilis strain ZH-6.
1.317 1.271
Bacillus subtilis strain 2C-62.
0.000 0.001 Bacillus methylotrophicus strain-SY33. 0.001 Bacillus amyloliquefaciens strain B21. 0.063 0.004
1.811
9.091
Isolat 1R.
26.287
0.000 0.002 0.000
Bacillus amyloliquefaciens strain zw002. Bacillus methylotrophicus strain JF12. Bacillus amyloliquefaciens strain B9.
2.073 3.149 Bacillus sp. DOA6. 0.000
0.023
Bacillus sp. CZB23.
0.000 1.696
Bacillus sp.-CZB22.
0.001
0.000 0.000
0.001
Bacillus methylotrophicus strain Mo-Bm-11. Bacillus amyloliquefaciens strain EA1-10.
0.001 0.001 Bacillus sp. LAY(2011).
Gambar 15 Hasil analisis filogeni molekuler isolat 1R dengan metode Maximum Likelihood
32
0.000 0.000 Pantoea sp. strain IC4111 0.000 0.000 Enterobacter aerogenes Strain An10-1 0.000 0.000
Uncultured bacterium clone f10
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
Uncultured bacterium clone nck321d03c1
0.000
0.000
Uncultured bacterium clone nck319b05c1
0.001
0.000
Uncultured bacterium clone nck322a08c1
0.001
0.000 0.000
Uncultured bacterium clone nck321e02c1
0.001
Enterobacter sp. ES392 KACC 91568P
0.001
0.000 0.000
Uncultured bacterium clone nck327d04c1
0.001
0.000
Uncultured bacterium clone nck318c11c1
0.001
0.000
Uncultured bacterium clone nck324h08c1
0.001
Uncultured bacterium clone nck321g06c1
0.001
0.000
Uncultured bacterium clone nck318d03c1 0.002
0.001
Enterobacter aerogenes strain NBRC 13534 Enterobacter aerogenes strain C1111
0.000
0.000
Enterobacter aerogenes strain An2-1
Uncultured Enterobacter sp. clone
0.002
0.000
Uncultured bacterium clone nck312c11c1
0.000 0.000
Enterobacter aerogenes strain An19-2
0.000
0.001
Uncultured bacterium clone nck324d09c1
0.001
0.000
Uncultured bacterium clone nck327b02c1 0.001
Uncultured bacterium clone nck322d12c1
0.000
0.000
0.000 0.000
Uncultured bacterium clone ncd2100c04c1
0.000
3.995
Uncultured bacterium clone nck322b04c1
0.000
Uncultured bacterium clon nck310a04c1
0.000
2.801
Uncultured bacterium clone nck323d06c1 0.002
0.656
Enterobacter aerogenes strain AJ110637.
5.866
1.428
Kluyvera sp. ES392
0.000 0.000
Enterobacter aerogenes strain KNUC5009
0.000
2.084
Uncultured organism clone ELU0040-T218-S-NIPCRAMgANa 000053
4.652
43.963
Uncultured bacterium clone T60 2A07 0.000
Enterobacter aerogenes strain QTYC24b
0.000
2.269
10.183
Uncultured bacterium clone SJTU B 13 69
0.000 0.002
Uncultured bacterium clone SJTU B 05 50
2.235
Enterobacter sp. R4M-B
6.430
31.161
Enterobacter aerogenes strain B2
3.635 0.000
Enterobacter sp. SCPB-2
0.000 3.886 Uncultured bacterium clone 9 0.000 1.788 Uncultured bacterium clone 4g 4.035 4.051
Uncultured organism clone ELU0040-T218-S-NIPCRAMgANa 000103
0.000 1.830
7.562 0.315
56.383
0.637
2.338
0.015
Enterobacter aerogenes strain KNUC5001 Isolat 8RP Enterobacter aerogenes Enterobacter aerogenes strain NCTC10006T
0.000
Enterobacter aerogenes isolate 8a
0.000 3.412
Enterobacter aerogenes strain PLS
Gambar 16 Hasil analisis filogeni molekuler isolat 8RP dengan metode Maximum Likelihood
33
1.379 0.040
0.000 0.022
1.334
0.655
0.772
17.985
0.000
0.001 0.000
0.000
11.895 1.570
0.002
1.594
9.790
1.885
0.000
0.102 0.001
0.777
0.000 2.975
0.416
0.000
0.002
0.000
0.000
4.444
0.232 0.000
0.710
2.066
1.563 0.157
0.082
0.000
2.236 0.092
0.000
0.000
0.219 2.079 0.000 1.399
0.003 0.000 0.000
2.662 1.324
26.942
Paenibacillus lautus strain PtA-II-str3 Paenibacillus lautus strain BC2 Paenibacillus sp. strain 5LF 18T Paenibacillus sp. H25-07 Paenibacillus ginsengagri strain HN1-3 Paenibacillus lautus strain DS19 Paenibacillus sp. NBRC 13294 Paenibacillus lautus strain Chn26 Paenibacillus sp. SCH-2 Paenibacillu sp. Ts IW 27 Paenibacillus sp. YH6 Bacterium DE5 Paenibacillus lautus strain OFB-7
Paenibacillus lautus strain CL-5 Paenibacillus sp. CCBAU ZL506 Paenibacillus lautus strain NWU96 Uncultured bacterium clone L120 Paenibacillus sp. 6495m-C2 isolate 6495m-C2 Paenibacillus ginsengagri strain Gsoil 3125 Paenibacillus sp. P30 Paenibacillus sp. enrichment culture clone JULS-12
Paenibacillus lautus strain IARI-DL30
0.000
1.557
Bacillus sp. DB79(2010)
Paenibacillus lautus strain ESS9
0.000
0.114
Paenibacillus lautus Isolate BFDP-B20
Paenibacillus sp. GN116 0.677
1.783
1.767
Paenibacillus sp. 10-141-2E
Paenibacillus sp. Y412MC10 0.000
7.557
0.016
Paenibacillus ginsengagri isolate TS IW 08
Paenibacillus sp. TA AM1 strain TA AM1
0.242
1.537
Paenibacillus lautus strain TSWCS3
Paenibacillus sp. HB12039
0.000
6.462
Isolat 12RP
Paenibacillus lautus strain IARI-AN67
0.000
0.000
Paenibacillus lautus strain 3566BRRJ
0.000
0.000
0.000
0.000 0.000
0.000
Paenibacillus lautus strain IARI-AR27 Paenibacillus lautus strain IARI-RP45 Paenibacillus lautus strain IARI-R-27
Gambar 17 Hasil analisis filogeni molekuler isolat 12RP dengan metode Maximum Likelihood
34
Tabel 9
Karakterisasi fisiologis biokomia tiga isolat bakteri terpilih dari ketiga lahan penelitian
Karakterisasi 1. 2.
PAM PCP a. Pigmentasi b. Karakteristik optik c. Bentuk d. Elevasi e. Margin f. Permukaan 3. Kelompok Gram 4. Endospora 5. Bentuk sel 6. Enzim ekstraseluler a. Hidrolisis lipid b. Hidrolisis kasein c. Hidrolisis pati 7. Fermentasi karbohidrat a. Glukosa b. Dekstrosa c. Fruktosa d. Maltosa e. Laktosa f. Sukrosa 8. Uji IMVIC a. Produksi Indol b. Merah metil c. Voges Proskauer d. Pemanfaatan sitrat 9. Uji hidrogen sulfida 10. Uji urease 11. Uji katalase 12. Uji oksidase 13. Uji motilitas 14. Uji fenilalanin deaminase 15. Sarana fisik a. Suhu 4oC 20oC 37oC 60oC b. pH lingkungan ekstraseluler 3 7 9 c. Kebutuhan oksigen atmosfer d. Tekanan osmotik lingkungan NaCl 0,5% NaCl 3% NaCl 5% NaCl 15% 16. Penambatan N2 17. Pelarut fosfat 18. Pelarut kalium Kemiripan
Isolat dan bakteri pembanding Bacillus Enterobacter 8RP subtillis aerogenes
1R Effuse
Effuse
12RP Effuse
Putih Translucent Irreguler Convex Undulate HM Positif Positif Basil
Putih Translucent Irreguler Umbonate Undulate Kasar Positif Positif Basil
Kuning Opaque Irreguler Convex Entire HM Negatif Negatif Basil
-
+ + +
-
+g+g-
+
+
+
+g+ +g+g+ +g+ +g+ +g+
+ + -
+ + + + -
+ + + + -
+ +
+g+g-
+ + -
+g+ +g+ +g+ +g+
+g+g+g+ -
+ + FA
+ + FA
+ + + FA
+ + FA
+ + + -
+ + + -
+ + + + 95%
+
78%
Paenibacillus sp.
Kuning Irreguler Convex Entire Kasar Negatif Negatif Basil
Putih kec. Opaque Circular Convex Serrate HM Positif Positif Basil
Cokelat Irreguler Convex Kasar Positif Positif Basil
+
+ + +
+ + -
FA
+g+ +g+ +g+ -
+ + +
+ -
-
FA
+ + + + 75%
PAM: pertumbuhan pada agar miring; PCP: pertumbuhan pada cawan petri; putih kec.: putih kecokelatan; HM: halus mengkilap; FA: fakultatif anaerob; g-1: tidak ada gelembung gas; g : ada gelembung gas; +: tumbuh; -: mati
35
Hasil analisis sekuen 16S rRNA terhadap isolat bakteri 1R memiliki homologi sebesar 98.8% dan query cover 98.8% dengan Bacillus subtilis strain 2C-62. Isolat 8RP memiliki homologi sebesar 98.8% dan query cover 98.8% dengan Enterobacter aerogenes strain KNUC5001. Isolat bakteri 12 RP memiliki homologi sebesar 99.9% dan query cover 99.9% dengan Paenibacillus sp. TA_AM1 strain TA_AM1. Hasil karakteristik fisiologis biokimia dengan masingmasing bakteri pembanding menunjukkan bahwa isolat 1R dengan Bacillus subtitis memiliki kemiripan sebesar 78%, isolat 8RP dengan Enterobacter aerogenes memiliki kemiripan sebesar 95%, dan isolat 12RP dengan Paenibacillus sp. memiliki kemiripan sebesar 75%. Ketiga isolat hasil analisis sekuenss 16S rRNA memiliki karakterisasi fisiologis biokimia berbeda satu sama lain. Bakteri pertama dengan kode 1R merupakan kelompok Gram positif, memiliki endospora, bentuk sel basil, fakultatif anaerob, non-motil. Bakteri ini berwarna putih, berkarakteristik optik translucent, bentuk irreguler, elevasi convex, permukaan halus mengkilap, margin undulate. Hasil uji katalase positif, uji oksidase positif, sedangkan uji urease dan fenilalanin deaminase negatif. Pertumbuhan pada agar miring berbentuk effuse. Spesies ini hanya bisa memfermentasi maltosa dan sukrosa, tidak bisa memfermentasi glukosa, dekstrosa, fruktosa dan laktosa. Pada uji imvic, uji yang bernilai positif hanya Voges Proskauer, sementara produksi indol, merah metil dan pemanfaatan sitrat negatif. Bakteri ini bisa hidup baik pada suhu 20 oC, 37 oC; pH 7 dan 9; tekanan osmotik dengan kadar 0.5%, 3%, dan 5%. Secara fisiologis, spesies ini tidak bisa memfiksasi N2, melarutkan fosfat dan kalium. Spesies ini juga tidak bisa menghidrolisis pati, kasein dan lipid. Spesies kedua dengan kode 8RP merupakan kelompok Gram negatif, tidak memiliki endospora, bentuk sel basil, fakultatif anaerob dan motil. Bakteri ini berwarna kuning, berkarakteristik optik opaque, bentuk irreguler, elevasi convex, permukaan halus mengkilap, dan margin entire. Hasil uji katalase positif sedangkan hasil uji oksidase, urease dan fenilalanin deaminase negatif. Pertumbuhan pada agar miring berbentuk effuse. Spesies ini hanya bisa memfermentasi maltosa dan sukrosa, tidak bisa memfermentasi glukosa, dekstrosa, fruktosa dan laktosa. Pada uji imvic, hasil uji yang bernilai positif hanya Voges Proskauer, sementara produksi indol, merah metil dan pemanfaatan sitrat negatif. Bakteri ini bisa hidup baik pada suhu rendah 4 oC hingga suhu tinggi 60 oC; pH rendah 3 hingga pH tinggi 9; kadar NaCl rendah 0.5% hingga tinggi 15%. Secara fisiologis, spesies ini tidak bisa memfiksasi N2, melarutkan fosfat dan kalium. Spesies ini juga tidak bisa menghidrolisis pati, kasein dan lipid. Spesies ketiga dengan kode 12RP merupakan kelompok Gram positif, memiliki endospora, bentuk sel basil, fakultatif anaerob, dan motil. Bakteri ini berwarna putih kecoklatan, berkarakteristik optik opaque, bentuk circular, elevasi convex, permukaan halus mengkilap, margin serrate. Hasil uji oksidase positif, sedangkan uji katalase, uji urease dan fenilalanin deaminase negatif. Pertumbuhan pada agar miring berbentuk effuse. Spesies ini hanya bisa memfermentasi maltosa dan sukrosa, tidak bisa memfermentasi glukosa, dekstrosa, fruktosa dan laktosa. Pada uji imvic, uji yang bernilai positif hanya Voges Proskauer, sementara produksi indol, merah metil dan pemanfaatan sitrat negatif. Bakteri ini bisa hidup baik pada suhu 4 oC, 20 oC, 37 oC; pH 7 dan 9; tekanan osmotik dengan kadar 0.5%, 3%, dan 5%. Secara fisiologis, spesies ini bisa memfiksasi N2, namun tidak
36
bisa melarutkan fosfat dan kalium. Spesies ini juga bisa menghidrolisis pati, tetapi tidak bisa menghidrolisis kasein dan lipid.
Hubungan antara Sifat Fisika Kimia Tanah dengan Jumlah Sel Bakteri dan Jumlah Jenis Isolat Bakteri Hasil analisis PCA-Biplot hubungan lokasi lahan penelitian, sifat fisika kimia tanah dan jumlah sel bakteri serta jumah jenis isolat menunjukkan sumbu pertama memiliki keragaman 51.3% dan sumbu kedua 34.9%, sehingga total keragaman 86.2% (Gambar 18). Hutan memiliki jumlah sel bakteri paling tinggi dibandingkan dengan LBTR dan LBTB. Jumlah sel bakteri berkorelasi kuat positif terhadap kadar karbon, nitrogen, klei, natrium, pH, Al-dd, kadar air, dan H-dd. Sifat kimia tanah yang berkorelasi kuat negatif terhadap jumlah sel bakteri adalah KTK, kadar Sn total, pasir, densitas, C/N, PbTCLP, PbMorgan, KB, P potensial, K tersedia, K potensial, kalsium, dan debu, sedangkan P tersedia dan magnesium tidak berkorelasi. 3
Jlh. Jenis isolat Jumlah jenis isolat Pb TCLP PbMorgan Pb tot.Pb tsd. C/N LBTR P pot. (A.auriculiformis) LBTB Hutan K tsd. KB K-dd (A.auriculiformis) K pot. Ca-dd KTK Debu
Den.tan 2
LBTB (E. chariis)
PCA 2 (34.9% )
1
Pasir
SnTCLP
Sn tot.
0
Mg-dd P tsd.
-1
H-dd Kd.air Al-dd Na-dd pH Klei
-2
-3
Jlh. sel selbakteri bakteri N-tot. Jumlah C-org Hutan (A.auriculiformis)
-4
-5 -4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
PCA 1 (51.3%)
LBTR: lahan bekas tambang timah sudah direklamasi; LBTB: lahan bekas tambang timah sudah tinggalkan 3-12 bulan dan belum direklamasi; den. tan: densitas tanah; Kd.air: kadar air; dd: dapat ditukar; Mg: Magnesium; K: Kalium; Ca: Kalsium; Na: Natrium; Al: Alumunium; H: Hidrogen; C-org: Karbon organik; N: Nitrogen; P: Fosfat; dd: dapat ditukar; KB: kejenuhan basa; tot.: total, pot.: potensial; tsd:tersedia
Gambar 18 Biplot hubungan antara sifat fisika kimia tanah dengan jumlah sel bakteri dan jumlah jenis isolat pada tipe lahan berbeda
37
Jumlah jenis isolat dominan di kedua lahan bekas tambang timah, khususnya di LBTR. Sifat fisika kimia tanah yang berkorelasi positif dan kuat dengan jumlah jenis isolat adalah C/N, PbTCLP, PbMorgan, P potensial, densitas tanah, KB, K tersedia, K-dd, K potensial, Ca-dd, dan debu; tidak berkorelasi dengan KTK dan Mg-dd; berkorelasi kuat dan negatif terhadap Sn total, Pasir, P tersedia, N total, C organik, klei, pH, Na-dd, Al-dd, kadar air H-dd. Jumlah jenis isolat juga berkorelasi kuat dan negatif terhadap jumlah sel bakteri. Simpulan Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa jumlah total populasi bakteri rizosfer di hutan sekunder lebih tinggi daripada di kedua lahan bekas tambang timah. Dari 45 isolat yang terisolasi diperoleh tiga isolat yang resisten terhadap logam berat hingga kadar tinggi, yaitu 100 ppm Pb dan 400 ppm Sn, tidak patogen terhadap tumbuhan, hewan, dan manusia yaitu isolat yang diberi kode 1R, 8RP, dan 12 RP. Hasil analisis sekuens 16S rRNA terhadap isolat bakteri kode 1R memiliki homologi sebesar 98.8% dan query cover 98.8% adalah Bacillus subtilis strain 2C-62. Isolat 8RP memiliki homologi sebesar 98.8% dan query cover 98.8% adalah Enterobacter aerogenes strain KNUC5001. Isolat bakteri 12 RP memiliki homologi sebesar 99.9% dan query cover 99.9% adalah Paenibacillus sp. TA_AM1 strain TA_AM1.
38
5 PEMBAHASAN UMUM Aktivitas penambangan timah di Desa Pemali, Kec. Pemali, Kab. Bangka yang menggunakan sistem open pit memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Dampak langsung yang teramati dalam penelitian ini, yaitu kerusakan hutan sehingga banyak lahan yang terbuka. Hal ini ditunjukkan oleh data kurva spesies area, komposisi vegetasi (jumlah individu, jumlah jenis, jumlah famili), struktur vegetasi (INP, indeks dominansi, indeks diversitas, indeks spesies richness, indeks evenness), serta vegetasi dominan. Kurva spesies area, komposisi dan struktur vegetasi, serta komposisi vegetasi dominan bisa dijadikan indikator untuk mengevaluasi penurunan luasan hutan dan keanekaragaman vegetasi (Sari & Nurtjahya 2008). Luasan hutan dan keanekaragaman vegetasi sudah mulai mengalami penurunan di Pulau Bangka jika dilihat dari rendahnya kurva spesies area, komposisi struktur vegetasi dan komposisi vegetasi dominan di lahan penelitian dibandingan dengan data pada periode sebelumnya. Nurtjahya et al. (2009a) melaporkan bahwa vegetasi di hutan Kabupaten Bangka memiliki komposisi vegetasi 7295 individu, 85 jenis, 44 famili dan lebih tinggi dibandingkan dengan di lahan bekas tambang berumur 38 tahun dengan komposisi 2180 individu, 16 jenis dan 13 famili, di lahan bekas tambang berumur 7 tahun dengan komposisi 890 individu, 6 jenis dan 4 famili, serta di lahan bekas tambang 0 tahun dengan komposisi 0 individu, 0 jenis dan 0 famili. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung saat ini mengalami penurunan luasan kawasan hutan. Kemenhut (2004) menyatakan luas kawasan hutan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 657,510 ha atau 40.03% dari luas daratan 1,642,214 hektar. Luas lahan kritis berdasarkan data Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Baturusa Cerucuk Pangkalpinang Tahun 2010 adalah ± 472,757.59 ha (Dishut Babel 2011). Kerusakan tersebut dapat terjadi karena perladangan, penambangan ilegal, penebangan hutan ilegal dan kerusakan hutan (BPS 2011). Penurunan luasan hutan dan keanekaragaman hayati di Pulau Bangka diduga terjadi karena beberapa aktivitas manusia seperti penebangan hutan ilegal, perkebunan, pemukiman hingga penambangan timah illegal. Dampak lainnya yaitu perubahan sifat kimia fisik tanah pada ketiga lahan penelitian. Sifat kimia fisika tanah di lahan tertutup (hutan sekunder) lebih baik dibandingkan dengan lahan terbuka (kedua lahan bekas tambang timah). Hal ini ditunjukkan oleh data sifat kimia fisik tanah di hutan sekunder yaitu kadar karbon, nitrogen, pH, klei yang tinggi. Tingginya sifat kimia fisik tersebut seiring dengan tingginya komposisi struktur vegetasi. Tingginya kadar Pb dan Sn di tanah, pasir serta C/N kemungkinan menyebabkan rendahnya komposisi struktur vegetasi di lahan bekas tambang timah. LBTR cenderung memiliki sifat kimia fisik tanah lebih baik dibandingkan dengan LBTB, terutama dalam total fosfat dan kalium tanah, serta kation-kation seperti Ca, Mg, K dan Na. Kondisi tersebut diduga karena sudah adanya pembenahan tanah dan penambahan pupuk fosfat sehingga vegetasi juga lebih banyak ditemukan di LBTR daripada LBTB. Tingginya logam Pb di LBTR kemungkinan karena adanya kegiatan pengolahan tanah di lahan reklamasi tersebut sebagai media tumbuh vegetasi dan menyebabkan ikatan tanah dengan logam lepas dan larut sehingga akumulasi logam tinggi di lahan tersebut. Berdasarkan kriteria penilaian hasil analisis tanah, kesuburan tanah di ketiga lahan
39
tersebut tergolong sangat rendah dan rendah. PT Timah (Persero) Tbk. (2010) menjelaskan bahwa beberapa jenis tanah utama yang mungkin ditemukan di Pemali di antaranya Podsolik, Latosol, Aluvial, dan Regosol. Potensi kesuburan dari tanah‐tanah ini relatif sangat rendah sampai rendah karena umurnya yang sangat tua, walaupun pada umumnya sifat-sifat fisika fisika tanah‐tanah tua (kecuali Podsolik) relatif baik. Vegetasi dominan yang terpilih dari hutan sekunder dan LBTR adalah A.auriculiformis. Di LBTB ada dua jenis vegetasi dominan yang dipilih, yaitu A.auriculiformis dan E. chariis. Pemilihan kedua jenis vegetasi ini sesuai untuk kegiatan reklamasi dan revegetasi di lahan bekas tambang timah. Menurut Yang et al. (2009), A. auriculiformis termasuk ke dalam vegetasi yang tumbuh cepat, toleran terhadap alkalinitas, kekeringan, kebakaran, tumbuh di berbagai jenis tanah dan pH tanah, tanah yang miskin, tanah berpasir, tanah musiman tergenang air, savana, badai, dan bisa berkompetisi terhadap gulma. Vegetasi ini tahan kekeringan dan nutrisi rendah disebabkan oleh bantuan dari mikroriza dan bakteri pemfiksasi N2 yang bersimbiosis dengan bintil akar. A. auriculiformis yang juga bisa memperbaiki sifat kimia fisik tanah, seperti kapasitas memegang air, karbon organik, nitrogen dan kalium melalui dekomposisi serasah. Acacia mangium (satu famili dengan A. auriculiformis) yang berumur 3 tahun bisa menigkatkan C, P, K, N dan jumlah total bakteri, fungi dan mikrob pelarut P (Schiavo et al. 2009). Malik et al. (2010) menyatakan rumput lebih baik untuk fitoekstraksi daripada semak atau pohon. Hal tersebut disebabkan oleh laju pertumbuhan rumput yang tinggi, lebih beradaptasi terhadap stres lingkungan dan biomassa tinggi. Wiryono dan Siahaan (2013) melaporkan bahwa E. chariis (jenis rerumputan dari famili Poaceae) merupakan salah satu vegetasi dominan yang memiliki biomassa tinggi di lahan tambang batubara Bengkulu. Berdasarkan karekterisasi akumulasi logam, A. auriculiformis dan E. chariss berpotensi sebagai fitoremediator Pb dan Sn. E. chariis berpotensi sebagai vegetasi penutup tanah (cover crop) dan A. auriculiformis sebagai fast growing species untuk kegiatan reklamasi dan revegetasi di lahan bekas tambang timah Pulau Bangka. Namun, untuk meningkatkan kemampuan vegetasi tersebut sebagai fitoremediator Pb dan Sn perlu dilakukan uji lanjutan, seperti pengujian vegetasi terpilih secara ex situ dengan perlakuan kadar Pb dan Sn hingga batas toleransi vegetasi, riset metode fitoremediasi seperti pemilihan soil amendments, aplikasi manipulasi kelat, penetapan umur panen aktif, serta pengujian jenis dan metode fitoremediasi secara terpadu skala plot percobaan in situ. Dari hasil analisis PCA biplot dapat diketahui tindakan yang harus dilakukan terhadap ketiga lahan penelitian. Sebagai contoh, sifat fisika kimia di LBTB paling unggul adalah densitas tanah, C/N dan KTK, akan tetapi C organik, N total, pH, dan klei masih tergolong rendah. Oleh karena itu bisa diupayakan penambahan bahan organik ke lahan tersebut. Selain ditemukannya kedua vegetasi sebagai fitoremediator Pb dan Sn, ditemukan juga 3 spesies bakteri yang resisten Pb hingga kadar 100 ppm dan Sn hingga kadar 400 ppm juga tidak patogen terhadap tumbuhan, hewan, dan manusia. Ketiga spesies bakteri tersebut berdasarkan hasil analisis sekuens 16S rRNA terhadap isolat bakteri kode 1R memiliki homologi sebesar 98.8% dan query cover 98.8% adalah Bacillus subtilis strain 2C-62. Isolat 8RP memiliki homologi sebesar 98.8% dan query cover 98.8% adalah Enterobacter aerogenes
40
strain KNUC5001. Isolat bakteri 12 RP memiliki homologi sebesar 99.9% dan query cover 99.9% adalah Paenibacillus sp. TA_AM1 strain TA_AM1. Ketiga spesies tersebut berpotensi sebagai agen bioremediasi untuk kegiatan reklamasi lahan bekas tambang timah di Pulau Bangka. Akan tetapi, kemampuan dari ketiga bakteri tersebut perlu ditigkatkan dan memerlukan uji lanjutan, seperti uji lanjut pada medium cair dengan berbagai kadar Pb dan Sn untuk mengevaluasi seberapa besar keefektifan ketiga isolat bakteri untuk menurunkan kadar PbMorgan dan SnMorgan dalam tanah, serta uji lanjut aplikasi ketiga isolat bakteri terhadap pertumbuhan vegetasi. Ada beberapa macam mekanisme resistensi logam berat yang dapat dilakukan mikrob. Mekanisme tersebut terdiri atas: (1) biotransformasi, melalui oksidasi–reduksi, (2) biopresipitasi, dimana ion logam dipresipitasi pada permukaan sel melalui mekanisme seperti efflux kation atau mengubah pH, (3) biosorpsi, menggunakan biomass mikrob alami atau rekombinan untuk adsorpsi ion metal (Prasetyawati 2009; El-Shanshoury et al. 2013). Bakteri yang resisten terhadap logam berat diduga berpotensi sebagai biosorben dan bioakumulator sehingga bisa dimanfaatkan sebagai agen bioremediator pencemaran logam berat. Bakteri-bakteri tersebut kemungkinan mempunyai mekanisme biotransformasi, bioadsorbsi, biosorbsi dan bioakumulasi baik secara fisik, mekanis dan enzimatis. Mikrob yang bearsosiasi dengan rizosfer vegetasi sering dikenal dengan Plant Growth Promoting Bacteria (PGPB). Beberapa spesies Bacillus juga termasuk ke dalam PGPB. Pseudomonas putida, Azospirillum brasilense, dan Enterobacter cloacae juga termasuk ke dalam PGPB. Pada umumnya, PGPB bisa meningkatkan pertumbuhan vegetasi dengan memfasilitasi sumber nutrisi (N, P dan mineral lainnya), memodulasi kadar hormon vegetasi, atau secara tidak langsung mengurangi efek hambatan berbagai patogen pertumbuhan vegetasi, yang dikenal dengan agen biokontrol. Bakteri yang termasuk ke dalam PGPB memiliki beberapa mekanisme resistensi terhadap logam berat, yaitu dengan mengimobilisasi, mobilisasi atau transformasi logam serta mereduksi toksisitasnya agar toleran pada penyerapan ion logam berat (Ahemad 2014). Menurut Grandlic (2008), PGPB mempunyai manfaat fitoekstraksi dan fitostabilisasi. Manfaat PGPB untuk aplikasi fitoekstraksi adalah meningkatkan kemampuan mobilitas atau bioavaibilitas kontaminan sehingga meningkatkan akumulasi logam ke bagian vegetasi serta meningkatan produksi biomassa vegetasi. PGPB juga bermanfaat bagi fitostabilisai, yaitu sebagai vegetative cap untuk menstabilisasi logaam berat di rizosfer sehingga memicu suksesi vegetasi hingga klimaks di lahan tercemar logam. PGPB memicu pertumbuhan vegetatif vegetasi dengan cara: (1) menghasilkan ACC-deaminase yang mendorong elongasi akar dan pertumbuhan vegetasi secara umum pada lahan terkontaminasi logam berat tetapi tanpa terjadi ekstraksi, (2) PGPB mengurangi tingkat toksisitas logam berat dengan mengurangi sensitivitas vegetasi pada kadar logam berat yang lebih tinggi
41
6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
1.
2.
Secara umum dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: Rerata kadar PbTCLP tanah paling tinggi diperoleh di lahan bekas tambang timah sudah direklamasi, yaitu 50.53 ppm. Kadar PbTCLP tanah di lahan bekas tambang timah yang sudah dan belum direklamasi telah melewati baku mutu. Kadar Pb pada jaringan vegetasi masih di batas normal. Sn tidak terdeteksi di tanah dan vegetasi. A. auriculiformis dari hutan sekunder berpotensi sebagai fitoremediator Pb dan Sn. E. chariis dari LBTB berpotensi sebagai fitoremediator Pb. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi tiga isolat bakteri resisten logam berat hingga kadar 100 ppm Pb dan 400 ppm Sn serta tidak bersifat patogen terhadap tumbuhan, hewan, dan manusia. Dari analisis sekuen 16S rRNA terhadap ketiga isolat tersebut, isolat yang diberi kode 1R memiliki homologi 98.8% dan query cover 98.8% dengan Bacillus subtilis strain 2C-62, isolat 8RP memiliki homologi 98.8% dan query cover 98.8% dengan Enterobacter aerogenes strain KNUC5001 dan isolat 12RP memiliki homologi 99.9% dan query cover 99.9% dengan Paenibacillus sp. TA_AM1 strain TA_AM1.
Saran Interaksi sinergis antara vegetasi dominan dan bakteri rizosfer resisten Pb dan Sn yang telah berhasil diisolasi dalam penelitian ini perlu dikembangkan lebih lanjut agar dapat dimanfaatkan sebagai agen bioremediator di lahan bekas tambang timah dan lahan lan yang tercemar logam berat Pb dan Sn melalui mekanisme fitoekstraksi dan fitostabilisasi. Berdasrkan hal ini, saran yang dapat direkomendasikan dari hasil penelitian ini adalah perlu dilakukan penelitian lanjutan sebagai berikut: 1. 2.
3. 4.
5. 6.
Penelitian penanaman vegetasi terpilih secara ex situ dengan perlakuan kadar Pb dan Sn hingga batas toleransi tanman. Penelitian pengembangan metode fitoremediasi, seperti pemilihan soil amendments, aplikasi manipulasi kelat logam-senyawa organik, serta penentuan umur panen aktif. Penelitian jenis dan metode fitoremediasi secara terpadu skala plot percobaan in situ. Penelitian pada medium cair dengan berbagai kadar Pb dan Sn untuk mengevaluasi keefektifan ketiga isolat bakteri untuk menurunkan kadar Pb dan Sn tersedia dalam tanah. Penelitian aplikasi ketiga isolat bakteri terhadap pertumbuhan vegetasi fitoremediator. Penelitian kompabilitas aplikasi ketiga isolat bakteri.
42
7 DAFTAR PUSTAKA Aeny TM, Suharjo R, Mujim S. 2007. Skrining bakteri antagonis Ralstonia sp., penyebab penyakit layu bakteri pisang di Lampung. J. HPT Tropika, 7(2):100-110 Ahemad M. 2014. Remediation of metalliferous soils through the heavy metal resistant plant growth promoting bacteria: Paradigms and prospects. Arabian J Chem: 1-13. doi.org/10.1016/j.arabjc.2014.11.020 Al-qahtani KM. 2012. Assessment of heavy metals accumulation in native plant species from contaminated soils in Riyadh City, Saudi Arabia. Life Sci J. 9(2): 384-392. Ang LH, Tang LK, Ho WH, Hui TF, Theseira GW. 2010. Phytoremediation of Cd and Pb by four tropical timber species grown on an ex-tin mine in Peninsular Malaysia. World Acad Sci Eng and Tech. 62: 244-248. Ashraf MA, Maah MJ, Yusoff IB. 2011. Heavy metals accumulation in plants growing in ex tin mining catchment. Int J Environ Sci Tech. 8 (2): 401-416. Ayalew H, Berhanu A, Sibhat B, Serda B. 2015. Microbiological assessment of meat contact sufaces at Abattoir and Retatil Houses in Jigjiga Town, Somali National Regional State of Ethiopia. ISABB-J Food Agric Sci. 5(3):21-26. Badjoeri M. 2010. Preservasi mikroba untuk pelestarian dan stabilitas plasma nutfah. Warta Limnologi No. 45/Tahun XXIII Desember 2010. Balabanova B, Stafilov T, Baceva K. 2015. Bioavailability and bioaccumulation characterization of essential and heavy metals contents in R. acetosa, S. oleracea and U. dioica from copper polluted and refference area. J Environ Health Sci Eng. 13(2):1-13. doi: 10.1186/s40201-015-0159-1. Balashova NV, Crosby JA, Ghofaily LA, Kachlany SC. 2006. Leukotoxin Confers Beta-Hemolytic Activity to Actinobacillus actinomycetemcomitans. Infection Commun. 74(4):2015-2021. Berger LR, Stamford NP, Santos CERS, Freitas ADS, Franco LO, Stamford TCM. 2013. Plant and soil characteristics affected by biofertilizers from rocks and organic matter inoculated with Diazotrophic bacteria and fungi that produce chitosan. J Soil Sci Plant Nut. 13(3):592-603. Bernard L, Lardy LC, Rexafimbelo T, Razafindrakoto M, Pablo AL, Legname E, Poulain J, Bruls T, O’Donohue M, Brauman A, Chotte JL, Blanchart E. 2012. Endogenic earthworms shape bacterial functional communities and affect organic matter mineralization in a tropical soil. Int Soc Microb Ecol. 2012 (6):213-222. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bangka Selatan. 2011. Bangka Selatan dalam Angka–Bangka Selatan in Figures 2011. Kabupaten Bangka Selatan (ID): BPS Kabupaten Bangka Selatan-BP3MD Kabupaten Bangka Selatan. Bro R, Smilde AK. 2014. Principal Component Analysis. Anal Methods. (6):28122831: doi: 10.1039/c3ay41907. Bugno A, Almodovar AAB, Pereira TC. 2010. Enumeration of heterotrophic bacteria in water for dialysis: Comparison of the efficiency of reasoner’2 Agar and Plate Count Agar. Brazilian J Microbiol. 41 (2010): 15-18.
43
Chayed NF. 2009. Determination of Heavy Metals Uptake by Acacia mangium Grown In Ex-Mining Area in Kampung Gajah, Perak [Final Year Report]. Malaysia: Universiti Teknologi MARA. Chen B, Liu JN, Zheng W, Dong L, Fan JH, Qu JJ. 2011. Remediation of Pbresistant bacteria to Pb polluted soil. J Environ Protection. 2011 (2): 130-141. Chibuike GU, Obiora SC. 2014. Heavy metal polluted soils: Effect on plants and bioremediation methods. Appl Environ Soil Sci. 2014:1-12. Das S, Sarkar TK, De M, Gangguly D, Maiti TK, Mukherjee A, Jana TK, De TK. 2011. Depth profile exploration of enzyme activity and culturable microbial community from the oxygen-starved soil of Sundarban Mangrove Forest, India. Open J Ecol. 1(3): 65-72. de Souza M, Tsikitahara SE, Fernandes JCB. 2014. Improved method for inoculation of microorganisms. J Adv Sci Res. 5(4): 31-33. [Dishut Babel] Dinas Kehutanan Bangka Belitung. 2011. Buku Statistik Kehutanan. Bangka Belitung (ID): Dishut Babel. El-Shanshoury AER, Elsilk SE, Ateya PS. 2013. Uptake of some heavy metals by metal resistant Enterobacter sp. isolate from Egypt. Afr J Microbiol Res. 7(23): 2875-2884. doi: 10.5897/AJMR12.1352 Garbisu C, Alkorta I. 2003. Review basic concepts on heavy metal soil bioremediation. Eur J Mineral Process Environ Protection. 3 (1): 58-66 . Grandlic CJ. 2008. Plant Growth-Promoting Bacteria Suitable for the Phytostabilization of Mine Tailings [Disestasi]. Amerika Serikat (US): University of Arizona. Hamzah F, Setiawan A. 2010. Akumulasi logam berat Pb, Cu, dan Zn di hutan mangrove Muara Angke, Jakarta Utara. ITKT. 2 (2): 41-52. Herman DZ. 2005. Kegiatan Pemantauan dan Evaluasi Konservasi Sumber Daya Mineral Daerah Bangka Tengah, Provinsi Bangka-Belitung. Bangka Belitung (ID): ESDM. Holt JG, Krieg NR, Sneath PHA, Staley JT, Williams ST. 1994. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology Ninth Edition. USA (US): Lippincott Williams & Wilkins. Iqbal MP. 2012. Lead pollution - A risk factor for cardiovascular disease in Asian developing countries [Abstrak]. Pak J Pharm Sci. 25 (1): 289–294. [Kemenhut] Keputusan Menteri Kehutanan. 2004. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.357/Menhut-II/2004 tanggal 1 Oktober 2004 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Jakarta (ID): Kemenhut. Klos A, Czora M, Rajfur M, Wacławek M. 2012. Mechanisms for translocation of heavy metals from soil to epigeal mosses. Water Air Soil Pollut. 2012 (223):1829–1836. doi: 10.1007/s11270-011-0987-. Kohler U, Luniak M. 2005. Data inspection using Biplot. Stata J. 5(2): 208-223. Kumar R, Mehrotra NK, Nautiyal BD, Kumar P, Singh PK. 2009. Effect of copper on growth, yield and concentration of Fe, Mn, Zn and Cu in wheat plants (Triticum aestivum L.). J Environ Biol. 30(5): 485-48. Li MS, Yang SX. 2008. Heavy metal contamination in soils and phytoaccumulation in a manganese mine wasteland, South China. Air Soil Water Res. 2008(1): 31–41.
44
Liu Z, Liu G, Fu B, Zheng X. 2007. Relationship between plant species diversity and soil microbial functional diversity along a longitudinal gradient in temperate grasslands of Hulunbeir, Inner Mongolia, China. Ecol Soc Japan. doi: 10.1007/s11284-007-0405-9. Liu JS, Xie XH, Xiao SM, Wang XM, Zhao WJ, Tian ZL (2007). Isolation of Leptospirillum ferriphilum by single-layered solid medium. J Cent South Univ Technol, 4: 467-473. Malik N, Biswas AK. 2012. Role of higher plants in remediation of metal contaminated sites. Sci Rev Chem Commun. 2 (2): 141–146. Malik RN, Husain SZ, Nazir I. 2010. Heavy metal contamination and accumulation in soil and wild plant species from industrial area of Islamabad, Pakistan. Pak J Bot. 42 (1): 291–301. Masnillah R, Abadi AL, Astono TH, Aini LQ. 2O13. Karakterisasi bakteri penyebab penyakit hawar daun edamame di Jember. Berkala Ilmiah Pertanian 1(1): 10-14. Meliani A, Bensoltane A, Mederbel K. 2012. Microbial diversity and abundance in soil: Relation to plant and soil type. Am J Plant Nutr Fert Tech. 2(1): 1018. Mnganga N, Manoko MLK, Rulangaranga. 2011. Classification of plants according to their heavy metal content around North Mara gold mine, Tanzania: Implication for phytoremediation. Tanz J Sci. 37: 109 – 119. Nurtjahya E, Setiadi D, Guhardja E, Muhadiono, Setiadi Y. 2009a. Succession on tin-mined land in Bangka Island. Blumea 54:131-138 Nurtjahya E, Nur MM, Mulyono E. 2009b. Rice field cultivation on tin-mined land in Bangka Island, Indonesia. In Fourie A, Tibbet M. (Eds.). Proceedings of the Fourth International Conference on Mine Closure. 2009 September; Perth, Australia. p. 549-560. Nwuche CO, Ugoji EO. 2008. Effects of heavy metal pollution on the soil microbial activity. Int J Environ Sci Tech. 5 (3): 409-414. Palar H. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta (ID): Rineka Cipta. [PP No 85] Peraturan Pemerintah No. 85. 1999. Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999 tentang Baku Mutu TCLP Zat Pencemar dalam Limbah untuk Penentuan Karakteristik Sifat Racun. Lampiran II. 7 Oktober 1999. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Prasetyawati ET. 2009. Bakteri Rhizosfer Sebagai Pereduksi Merkuri dan Agensia Hayati. Surabaya (ID): UPN Press Purwanto UMS. 2014. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Antibakteri dari Bakteri Endofit Tanaman Sirih Hijau (Piper betle L.) [Tesis]. Bogor (ID): IPB PT Timah (Persero) Tbk. 2010. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL). Penambangan Timah Terbuka PT Timah (Persero) Tbk di Pemali Kabupaten Bangka. Sungailiat (ID): PT Timah (Persero) Tbk. Rajbansi A. 2008. Study on heavy metal resistant bacteria in Guheswori Sewage treatment plant. Our Nature. 6(2008): 52-57 Sari E. 2012. Kandungan Logam Berat Timbal, Tembaga dan Seng pada Tumbuhan Teresterial Dominan di Lahan Pasca Penambangan Timah Desa Bencah, Bangka Selatan [Skiripsi]. Pangkalpinang (ID): Universitas Bangka Belitung [Unpublished]
45
Saraswati R, Husen E, Simanungkkalit RDM. 2007. Metode Analisis Biologi Tanah. Jawa Barat (ID): Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian Sekabira K, Origa HO, Mutumba G, Kakudidi E, Basamba TA. 2011. Heavy metal phytoremediation by Commelina benghalensis (L) and Cynodon dactylon (L) growing in urban stream sediments. Int J Plant Phys Biochem. 3(8): 133-142. Setiadi D, Muhadiono I. 2001. Penuntun Praktikum Ekologi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Setyaningsih S. 2012. Using cluster analysis study to examine the successful performance entrepreneur in Indonesia. Procedia Econ Finance. 4 (2012): 286 – 298. Shin MY, Cho YE, Park C, Sohn HY, Lim JH, Kwun IS. 2013. The contents of heavy metals (Cd, Cr, As, Pb, Ni, and Sn) in the selected commercial yam powder products in South Korea. Prev Nutr Food Sci.18(4):249-255. Tarmie RS. 2005. Komposisi Jenis dan Struktur Tumbuhan pada Tanah Hapludoxs pada Berbagai Tipe Penggunaan Lahan di Desa Sempan Bangka [Skripsi]. Sungailiat (ID): STIPER Tsibangu MI, Nsahlai VI, Kiatoko MH, Hornick JL. 2014. Heavy metals concentration in Adenodolichos rhomboideus (O. Hoffm.) Harms forage growing on mining tailings in South East of Democratic Republic of Congo: Influence of washing, pH and soil concentrations. Int J Cur Res Biosci Plant Biol. 1(5): 16-27. Veriady. 2007. Studi Pemanfaatan Lahan Pasca Tambang Timah (Studi Kasus PT Timah (Persero) Tbk di Pulau Bangka) [Tesis]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia. von Canstein H, Li Y, Leonhauer J, Haase E, Felske A, Deckwer WD, Dobler IW. 2002. Spatially oscillating activity and microbial succession of mercuryreducing biofilms in a technical-scale bioremediation system. Appl Environ Microbiol. 68 (4): 1938-1946. doi: 10.1128/AEM.68.4.1938–1946.2002 [WHO] World Health Organization. 2005. Tin and Inorganic Tin Compounds. Switzerland: WHO Press . Widowati W, Sastiono A, Jusuf R. 2008. Efek Toksik Logam. Yogyakarta (ID): ANDI. Wilson B, Pyatt FB. 2007. Heavy metal dispersion, persistance, and bioccumulation around an ancient copper mine situated in Anglesey, UK. Ecotoxicol Environ Safety. 66 (2): 224–231 Yeh TE, Pinsky BA, Banaei N, Baron EJ. 2009. Hair sheep blood, citrated or defibrinated, fulfills all requirements of blood agar for diagnostic microbiology laboratory tests. Plos One. 4(7): 1-8. Younger PL. 2001. Mine water pollution in Scotland: Nature, extent and preventive strategies. Sci Tot Environ, 265(1-3): 309-326 Zabin SA, Howladar SM. 2015. Accumulation of Cu, Ni and Pb in selected native plants growing naturally in sediments of water reservoir. Nat Sci. 13(3):1117. Zarinkamar F, Saderi Z, Soleimanpour S. 2013. Excluder strategies in response to Pb toxicity in Matricaria chamomilla. Adv Biores. 4 (3):39-4.
46
Zulaika E, Luqman E, Arindah T, Sholikah U. 2012. Bakteri resisten logam berat yang berpotensi sebagai biosorben dan bioakumutaor. Seminar Nasional Waste Management for Sustainable Urban Development; 2012 Februari 21; Semarang, Indonesia. Semarang(ID): FTSP-ITS. Halm 1-5
47
LAMPIRAN
48
Lampiran 1 Lokasi penelitian di Desa Pemali, Kecamatan Pemali, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Hutan LBTR
Acacia auriculuformis di hutan sekunder Acacia auriculuformis di LBTR Acacia auriculuformis di LBTB Eragrostis chariis
LBTB
Sumber: PT Timah (Persero) Tbk.
49
Lampiran 2 Data iklim Pangkalpinang tahun 2013 dan curah hujan Pemali
Acacia auriculuformis di hutan sekunder Acacia auriculuformis di LBTR Acacia auriculuformis di LBTB Eragrostis chariis
50
Lampiran 3 Kurva spesies area di lahan bekas tambag timah yang sudah menjadi hutan sekunder, sudah direklamasi, dan belum direklamasi Petak (m2)
Petak (ha)
∑ jenis
Hutan Penambahan Jenis
%
∑ jenis
LBTR Penambahan Jenis
%
∑ jenis
LBTB Penambahan Jenis
%
1x1
0.0001
3
0
0.00
2
0
0.00
1
0
0.00
1x2
0.0002
3
0.00
4
2
5
66.67
7
75.00
0
1 0
100.00
0.0004
2 3
100.00
2x2
0 2
2x4
0.0008
8
3
60.00
9
2
28.57
0
0
0.00
4x4
0.0016
11
3
37.50
10
1
11.11
4x8
0.0032
13
2
18.18
10
0
0.00
8x8
0.0064
16
3
23.08
12
2
20.00
8 x 16
0.0128
19
3
18.75
14
2
16.67
16 x 16
0.0256
20
1
5.26
14
0
0.00
16 x 32
0.0512
25
5
25.00
32 x 32
0.1024
26
1
4.00 7.69 0.00
32 x 64
0.2048
28
2
64 x 64
0.4096
0
0
0.00
Keterangan: LBTR (Lahan bekas tambang timah yang sudah direklamasi); LBTB (Lahan bekas tambang timah yang ditinggalkan 312 bulan dan belum direklamasi)
Lampiran 4 Jumlah individu, jumlah jenis dan jumlah famili pada tingkat semai, sapihan, tiang dan pohon di hutan, lahan bekas tambang timah sudah direklamasi dan belum direklamasi Lahan Hutan LBTR LBTB
SM 663 364 45
Jumlah individu SP TG PN 101 94 24 16 0 0 0 0 0
882 380 45
SM 16 15 5
Jumlah jenis SP TG PN 15 4 3 6 0 0 0 0 0
38 21 5
SM 13 10 3
Jumlah famili SP TG PN 13 4 3 5 0 0 0 0 0
33 15 3
Keterangan: LBTR (Lahan bekas tambang timah sudah direklamasi); LBTB (Lahan bekas tambang timah yang ditinggalkan i 3-12 bulan dan belum direklamasi); SM (semai/vegetasi bawah); SP (sapihan); TG (tiang); PN (pohon); (total)
51
Lampiran 5 Hasil analisis vegetasi fase semai di hutan Nama Jenis
No
Lokal
Botani
Famili
1
Rumput perangkap perba
Panicum sarmentosum Roxb.
Poaceae
2
Rumput tajam
Rolandra fruticosa (L) Mur.
3
Ilalang
Imperata cylibdrica (L.) Beauv
4
Kermunting
5
N
JP
KM
457
12
Asteraceae
46
12
Cyperaceae
92
3
Melastoma polyanthum Blume
Melastomataceae
27
4
Serendai
Scleria laevis Retz
Cyperaceae
11
6
Leben
Vitex pinnata L.
Lamiaceae
7
Seru
Schima wallichii (DC.) Korth
Theaceae
8
Resam
9
Serunai
FM
FR (%) INP (%)
c
Ĥ
68,93
80,00
20,67
89,60
0,20
0,11
76,67
6,94
80,00
20,67
27,61
0,02
0,08
153,33
13,88
20,00
5,17
19,04
0,01
0,12
45,00
4,07
26,67
6,89
10,96
0,00
0,06
6
18,33
1,66
40,00
10,34
12,00
0,00
0,03
9
6
15,00
1,36
40,00
10,34
11,69
0,00
0,03
4
4
6,67
0,60
26,67
6,89
7,49
0,00
0,01
Dicranopteris linearis (Burmf.f) Und. Gleicheniaceae Kern
7
2
11,67
1,06
13,33
3,45
4,50
0,00
0,02
Asteraceae
3
2
5,00
0,45
13,33
3,45
3,90
0,00
0,01
Fabaceae
1
1
1,67
0,15
6,67
1,72
1,87
0,00
0,00
Euphorbiaceae
1
1
1,67
0,15
6,67
1,72
1,87
0,00
0,00
Melastomataceae
1
1
1,67
0,15
6,67
1,72
1,87
0,00
0,00
Menispermaceae
1
1
1,67
0,15
6,67
1,72
1,87
0,00
0,00
14 Putri malu
Eupatorium inulifolium Kunth Acacia auriculiformis A. Cunn. Ex. Benth Baccaurea lanceolata (Miq) Mull.Arg.Di.Dc Medinilla crassifolia Blume Pericampylus glaucus (Lam.) Merr. Mimosa pudica L.
Mimosaceae
1
1
1,67
0,15
6,67
1,72
1,87
0,00
0,00
15 Rumput An 1
Asystasia nemorum Nees
Acanthaceae
1
1
1,67
0,15
6,67
1,72
1,87
0,00
0,00
16 Akar menjalar daun mulus
Paederia foetida L.
Rubiaceae
1
1
1,67
0,15
6,67
1,72
1,87
0,00
0,00
663
58
1105
100
387
100
200
0,24
0,50
10 Akasia 11 Lunding 12 Akar anjung api 13 Beliding tikus
Jumlah
761,67
KR (%)
d
e
5,32
0,41
5,32
0,41
Keterangan: N (jumlah individu); JP (jumlah petak); KM (kerapatan mutlak); KR (kerapatan relatif); FM (frekuensi mutlak); FR (frekuensi relatif); INP (indeks nilai penting) ; c (indeks dominansi); H (indeks diversitas); d (indeks spesies richness); e (indeks evenness)
52
Lampiran 6 Hasil analisis vegetasi fase sapihan di hutan Nama Jenis No
Famili Lokal
N
JP
KM
KR(%)
FM
FR (%) INP (%)
c
Ĥ
1
Kermunting
Melastoma polyanthum Blume
Melastomataceae
28
6
46,67
27,72
40,00
13,04
40,77
0,04
0,15
2
Akasia
Acacia auriculiformis A. Cunn. Ex. Benth
Fabaceae
20
8
33,33
19,80
53,33
17,39
37,19
0,03
0,14
3
Leben
Vitex pinnata L.
Lamiaceae
17
9
28,33
16,83
60,00
19,57
36,40
0,03
0,13
4
Seru
Schima wallichii (DC.) Korth
Theaceae
17
6
28,33
16,83
40,00
13,04
29,88
0,02
0,13
5
Mensalah
Eurya acuminata DC.
Theaceae
4
4
6,67
3,96
26,67
8,70
12,66
0,00
0,06
6
Tiling
Commersonia bartramia (L.) Merr.
Sterculiaceae
3
3
5,00
2,97
20,00
6,52
9,49
0,00
0,05
7
Lunding
Baccaurea lanceolata (Miq) Mull.Arg.Di.Dc
Euphorbiaceae
2
2
3,33
1,98
13,33
4,35
6,33
0,00
0,03
8
Mengkirai
Trema orientalis (L.) Bl.
Ulmaceae
2
1
3,33
1,98
6,67
2,17
4,15
0,00
0,03
9
Pisang
Musa sp.
Musaceae
2
1
3,33
1,98
6,67
2,17
4,15
0,00
0,03
10 Singkong
Manihot utilissima Pohl.
Euphorbiaceae
1
1
1,67
0,99
6,67
2,17
3,16
0,00
0,02
11 Gelam merah
Syzygium zeylanicum (L.) DC.
Myrtaceae
1
1
1,67
0,99
6,67
2,17
3,16
0,00
0,02
12 Simpur
Dillenia suffruticosa Martelli
Dilleniaceae
1
1
1,67
0,99
6,67
2,17
3,16
0,00
0,02
13 Angsana
Pterocarpus indicus Willd.
Papilionaceae
1
1
1,67
0,99
6,67
2,17
3,16
0,00
0,02
14 Pelangas
Aporosa octandra (Buch.) Ham.Ex D.Don.
Euphorbiaceae
1
1
1,67
0,99
6,67
2,17
3,16
0,00
0,02
15 Puren
Artocarpus dadah Miq.
Moraceae
1
1
1,67
0,99
6,67
2,17
3,16
0,00
0,02
101
46
168,33
100,00
306,67
100,00
200,00
0,14
0,88
Jumlah
d
e
Botani 6,98
0,74
6,98
0,74
Keterangan: N (jumlah individu); JP (jumlah petak); KM (kerapatan mutlak); KR (kerapatan relatif); FM (frekuensi mutlak); FR (frekuensi relatif); INP (indeks nilai penting) ; c (indeks dominansi); H (indeks diversitas); d (indeks spesies richness); e (indeks evenness)
53
Lampiran 7 Hasil analisis vegetasi fase tiang di hutan Nama Jenis No
Famili Lokal
1 2 3 4
Akasia Seru Leben Tiling
N
Botani Acacia auriculiformis A. Cunn. Ex. Benth Schima wallichii (DC.) Korth Vitex pinnata L. Commersonia bartramia (L.) Merr.
Fabaceae Theaceae Lamiaceae Sterculiaceae
Jumlah
Jumlah luas basal (cm2)
JP
KM
KR(%)
FM
FR (%)
DM
DM (%) INP (%)
c
Ĥ
d
e
80 8 4 2
14430,47 1091,29 462,17 261,46
14 5 2 2
133,33 13,33 6,67 3,33
85,10 8,51 4,26 2,13
93,33 33,33 13,33 13,33
60,87 21,74 8,70 8,70
24050,78 1818,82 770,28 435,77
88,83 6,72 2,84 1,61
234,80 36,97 15,80 12,43
0,61 0,02 0,00 0,00
0,06 0,09 0,06 0,04
1,52
0,41
94
16245,39
23
156,67
100,00
153,33
100,00
27075,65
100,00
300,00
0,63
0,24
1,52
0,41
Keterangan: N (jumlah individu); JP (jumlah petak); KM (kerapatan mutlak); KR (kerapatan relatif); FM (frekuensi mutlak); FR (frekuensi relatif); INP (indeks nilai penting) ; c (indeks dominansi); H (indeks diversitas); d (indeks spesies richness); e (indeks evenness)
Lampiran 8 Hasil analisis vegetasi fase pohon di hutan Nama Jenis No Lokal 1 2 3
Akasia Acacia auriculiformis A. Cunn. Ex. Benth Seru Schima wallichii (DC.) Korth Leban Vitex pinnata L. Jumlah
Jumlah luas basal (cm2)
Famili
N
Fabaceae Theaceae Verbennaceae
26 2 1
16844,28 979,11 367,82
29
18191,21
Botani
JP
KM 11 2 1
KR(%)
FM
FR (%)
DM
DM (%) INP (%)
c
Ĥ
d
e
43,33 3,33 1,67
89,66 6,90 3,45
73,33 13,33 6,67
78,57 14,29 7,14
28073,80 1631,85 613,03
92,60 5,38 2,02
260,83 26,57 12,61
0,76 0,01 0,00
0,04 0,08 0,05
1,37
0,36
48,33
100,00
93,33
100,00
30318,68
100,00
300,00
0,77
0,17
1,37
0,36
Keterangan: N (jumlah individu); JP (jumlah petak); KM (kerapatan mutlak); KR (kerapatan relatif); FM (frekuensi mutlak); FR (frekuensi relatif); INP (indeks nilai penting) ; c (indeks dominansi); H (indeks diversitas); d (indeks spesies richness); e (indeks evenness)
54
Lampiran 9 Hasil analisis vegetasi fase semai di lahan bekas tambang timah sudah direklamasi Nama Jenis No
Famili Lokal
N
JP
KM
KR(%)
FM
FR (%) INP (%)
c
Ĥ
d
e
Botani
1 Ilalang
Imperata cylindrica (L.) Beauv
Cyperaceae
185
4
770,83
50,82
66,67
16,00
66,82
0,11
0,15
2 Rumput perangkap perba Panicum sarmentosum Roxb.
Poaceae
114
4
475,00
31,32
66,67
16,00
47,32
0,06
0,16
3 Kermunting
Melastoma polyanthum Blume
Melastomataceae
20
3
83,33
5,49
50,00
12,00
17,49
0,01
0,07
4 Cover crop CM
Calopogonium mucunoides Desv.
Fabaceae
6
2
25,00
1,65
33,33
8,00
9,65
0,00
0,03
5 Serendai
Scleria laevis Retz
Cyperaceae
3
2
12,50
0,82
33,33
8,00
8,82
0,00
0,02
6 Rumput rusa
Lycopodiella cernua (L.) Pic. Serm.
Lycopodiaceae
10
1
41,67
2,75
16,67
4,00
6,75
0,00
0,04
7 Resam
Dicranopteris linearis (Burmf.f) Und. Kern
Gleicheniaceae
10
1
41,67
2,75
16,67
4,00
6,75
0,00
0,04
8 Rumput padi-padian
Eragrostis chariis (Schult.) Hitchc.
Poaceae
5
1
20,83
1,37
16,67
4,00
5,37
0,00
0,03
9 Mengkirai
Trema orientalis (L.) Bl.
Ulmaceae
4
1
16,67
1,10
16,67
4,00
5,10
0,00
0,02
10 Serunai
Eupatorium inulifolium Kunth
Asteraceae
2
1
8,33
0,55
16,67
4,00
4,55
0,00
0,01
11 Akasia
Acacia auriculiformis A. Cunn. Ex. Benth
Fabaceae
1
1
4,17
0,27
16,67
4,00
4,27
0,00
0,01
12 Beliding tikus
Pericampylus glaucus (Lam.) Merr.
Menispermaceae
1
1
4,17
0,27
16,67
4,00
4,27
0,00
0,01
13 Rumput tajam
Rolandra fruticosa (L) Mur.
Asteraceae
1
1
4,17
0,27
16,67
4,00
4,27
0,00
0,01
14 Sengon laut
Albizia falcata (L.) Backer
Fabaceae
1
1
4,17
0,27
16,67
4,00
4,27
0,00
0,01
15 Tiling
Commersonia bartramia (L.) Merr.
Sterculiaceae
1
1
4,17
0,27
16,67
4,00
4,27
0,00
0,01
25 1516,67
100,00
416,67
100,00
200,00
0,19
0,60
Jumlah
364
5,47
0,51
5,47
0,51
Keterangan: N (jumlah individu); JP (jumlah petak); KM (kerapatan mutlak); KR (kerapatan relatif); FM (frekuensi mutlak); FR (frekuensi relatif); INP (indeks nilai penting) ; c (indeks dominansi); H (indeks diversitas); d (indeks spesies richness); e (indeks evenness)
55
Lampiran 10 Hasil analisis vegetasi fase sapihan di lahan bekas tambang timah sudah direklamasi Nama Jenis No
Famili Lokal
N
JP
KM
KR(%)
FM
FR (%) INP (%)
c
Ĥ
d
e
Botani
1 Akasia
Acacia auriculiformis A. Cunn. Ex. Benth
2 Lunding 3 Mengkirai
Fabaceae
10
6
41,67
62,50
100
50,00
112,50
0,316
0,128
Baccaurea lanceolata (Miq) Mull.Arg.Di.Dc Euphorbiaceae
2
2
8,33
12,50
33
16,67
29,17
0,021
0,113
Trema orientalis (L.) Bl.
Ulmaceae
1
1
4,17
6,25
17
8,33
14,58
0,005
0,075
4 Sengon laut
Albizia falcata (L.) Backer
Fabaceae
1
1
4,17
6,25
17
8,33
14,58
0,005
0,075
5 Tiling
Commersonia bartramia (L.) Merr.
Sterculiaceae
1
1
4,17
6,25
17
8,33
14,58
0,005
0,075
6 Anonim LBTR
Mallotus sp.
Euphorbiaceae
1
1
4,17
6,25
17
8,33
14,58
0,005
0,075
16
12
66,67
100,00
200,00
100,00
200,00
0,36
0,54
Jumlah
4,15
0,70
4,15
0,70
Keterangan: N (jumlah individu); JP (jumlah petak); KM (kerapatan mutlak); KR (kerapatan relatif); FM (frekuensi mutlak); FR (frekuensi relatif); INP (indeks nilai penting) ; c (indeks dominansi); H (indeks diversitas); d (indeks spesies richness); e (indeks evenness)
Lampiran 11 Hasil analisis vegetasi fase semai di lahan bekas tambang timah yang belum direklamasi Nama Jenis No
Famili Lokal
1 Rumput padi-padian Eragrostis chariis (Schult.) Hitchc.
Poaceae
2 Serendai
Scleria laevis Retz
3 Rumput kalamento
Cyperus haspan L.
4 Akasia
Acacia auriculiformis A. Cunn. Ex. Benth
5 Purun
Lepironia articulata ( Retz. ) Domin
Jumlah
N
JP
KM
KR(%)
FM
FR (%) INP (%)
c
Ĥ
d
e
1,78
0,50
Botani 131
3
Cyperaceae
15
6
Cyperaceae
27
3
Fabaceae
2
2
Cyperaceae
1 176,00
545,83
74,43
50,00
20,00
94,43
0,22
0,10
62,50
8,52
100,00
40,00
48,52
0,06
0,09
112,50
15,34
50,00
20,00
35,34
0,03
0,12
8,33
1,14
33,33
13,33
14,47
0,01
0,02
1
4,17
0,57
16,67
6,67
7,23
0,00
0,01
15,00
733,33
100,00
250,00
100,00
200,00
0,32
0,35
1,78
0,50
Keterangan: N (jumlah individu); JP (jumlah petak); KM (kerapatan mutlak); KR (kerapatan relatif); FM (frekuensi mutlak); FR (frekuensi relatif); INP (indeks nilai penting) ; c (indeks dominansi); H (indeks diversitas); d (indeks spesies richness); e (indeks evenness)
56
Lampiran 12 Hasil analisis tanah di hutan, LBTR, dan LBTB Tekstur (pipet)
pH
Bahan organik
Liat
Debu
Pasir
%
Densitas tanah
cm
Kadar air
Kedalaman
Lahan
Terhadap contoh kering 105 oC
Ekstrak 1:5
Bray 1 Morgan
Nilai Tukar Kation NH4- Acetat, 1N, pH 7)
KCl 1 N
Morgan
TCLP
Walkley & Black Kjeldahl H20
KCl
C/N P2O5 K2O C
gcm-3
HCl 25%
%
P2O5
K2O
Ca
Mg
K
Na Jumlah KTK
KB
Al3+
H+
%
cmolckg-1
Pb
Sn
Pb
Sn
N mg100 g-1
%
cmolckg-1
ppm
ppm
ppm
AK.H1 AK.H2 AK.H3 Rerata
0-40 11,30 0,96 0-40 8,79 1,11 0-40 8,50 1,13 9,53 1,07
62 62 70 65
8 6 12 9
30 32 18 27
5,3 5,4 5,3 5,3
3,9 4,0 4,1 4,0
0,98 0,64 1,14 0,92
0,09 0,06 0,1 0,08
11 11 11 11
8 5 6 6
9 5 3 6
8,1 7,8 10,4 8,8
83 41 23 49
0,35 0,32 0,31 0,33
0,33 0,26 0,28 0,29
0,16 0,08 0,04 0,09
0,09 0,05 0,10 0,08
0,93 0,71 0,73 0,79
4,68 3,43 3,70 3,94
20 21 20 20
1,34 0,99 0,84 1,06
0,28 0,3 0,33 0,4 0,23 0,4 0,28 0,37
0,0 0,0 td 0,0
4,0 td 2,6 td 1,5 0,2 2,70 0,20
AK.LBTR 1 AK.LBTR 2 AK.LBTR 3 Rerata
0-40 0-40 0-40
13,7 11,3 7,37 10,79
1,06 1,11 1,14 1,10
45 47 38 43
34 30 34 33
21 23 28 24
5,0 4,9 5,1 5,0
4,0 3,9 4,0 4,0
0,25 0,14 0,23 0,21
0,02 0,01 0,02 0,02
13 14 12 13
24 36 39 33
7 12 10 10
3,8 4,0 2,8 3,5
67 45 92 68
0,69 1,55 0,69 0,98
0,38 0,68 0,41 0,49
0,13 0,09 0,18 0,13
0,07 0,07 0,10 0,08
1,27 2,39 1,38 1,68
3,17 3,74 6,82 4,58
40 64 20 41
0,87 1,18 1,36 1,14
0,22 1,6 0,49 0,9 0,26 2,7 0,32 1,73
0,0 19,5 0,0 29,1 0,0 103,0 0,0 50,53
RP.LBTB 1 RP.LBTB 2 RP.LBTB 3 Rerata
0-40 0-40 0-40
3,15 8,53 5,49 5,72
1,38 1,23 1,29 1,30
86 82 83 84
3 2 8 4
11 16 9 12
5,1 5,0 5,4 5,2
4,3 4,2 4,4 4,3
0,15 0,23 0,17 0,18
0,01 0,02 0,01 0,01
15 12 17 15
19 20 11 17
5 4 6 5
4,3 17,0 9,6 10,3
47 36 53 45
0,32 0,31 0,29 0,31
0,20 0,15 0,20 0,18
0,09 0,07 0,10 0,09
0,05 0,06 0,02 0,04
0,66 0,59 0,61 0,62
9,43 10,83 8,28 9,51
7 5 7 6
0,14 0,38 0,23 0,25
0,20 0,2 0,22 2,0 0,21 0,7 0,21 0,97
td td td td
25,9 26,0 12,3 21,40
1,6 1,3 0,3 1,07
AK.LBTB 1 AK.LBTB 2 AK.LBTB 3 Rerata
0-40 0-40 0-40
8,74 4,41 2,92 5,36
1,25 1,28 1,36 1,30
77 79 90 82
12 7 3 7
11 14 7 11
4,9 5,0 5,4 5,1
4,2 4,3 4,4 4,3
0,14 0,12 0,1 0,12
0,01 0,01 0,01 0,01
14 12 10 12
29 11 3 14
2 7 11 7
5,2 9,8 2,2 5,7
12 67 106 62
0,38 0,26 0,27 0,30
0,21 0,17 0,18 0,19
0,00 0,13 0,21 0,11
0,00 0,03 0,08 0,04
0,59 0,59 0,74 0,64
1,41 2,06 1,00 1,49
42 29 74 48
0,30 0,46 0,16 0,31
0,26 1,1 0,17 1,7 0,15 0,2 0,19 1,00
td td td td
66,8 12,3 1,3 26,80
0,0 0,1 0,1 0,07
td td td td
Keterangan: AK (Akasia/A. auriculiformis ); RP (Rumput Padi/E. chariis ): H (Hutan sekunder); LBTR (Lahan bekas tambang timah yang sudah direklamasi); LBTB (Lahan bekas tambang timah yang sudah ditinggalkan 3-12 bulan dan belum direklamasi)
57
Lampiran 13 Jenis isolat pada rizosfer A. auriculiformis di hutan sekunder di Desa Pemali, Kabupaten Bangka Kode Isolat 1H 2H 3H
Pengamatan Morfologi Pigmentasi Putih Putih Putih
Karakteristik Optik translucent translucent opaque
Bentuk
Elevasi
Permukaan
circular circular circular
convex convex convex
halus mengkilap halus mengkilap halus mengkilap
Margin serrate serrate serrate
Keterangan
2 lapisan
Lampiran 14 Jenis isolat pada rizosfer A. auriculiformis di lahan bekas tambang timah sudah direklamasi di Desa Pemali, Kabupaten Bangka Kode Isolat 1R 2R 3R 4R 5R 6R 7R 8R 9R 10R 11R 12R 13R 14R 15R 16R
Pengamatan Morfologi Pigmentasi Putih Putih Putih Putih Putih Putih
Karakteristik Optik translucent opaque translucent translucent opaque translucent
irreguler irreguler circular rhizoid circular circular
convex convex convex flat convex convex
halus mengkilap halus mengkilap halus mengkilap berkerut halus mengkilap halus mengkilap
lobate lobate curled filiform entire entire
Putih Putih Putih Putih Putih Putih Kuning putih kecoklatan Orange Putih
translucent translucent translucent opaque opaque opaque opaque
irreguler irreguler circular circular irreguler spindel circular
convex convex convex convex convex convex convex
halus mengkilap halus mengkilap halus mengkilap halus mengkilap halus mengkilap halus mengkilap halus mengkilap
lobate lobate undulate serrate undulate entire entire
opaque opaque translucent
circular circular irreguler
convex convex convex
halus mengkilap halus mengkilap halus mengkilap
entire serate lobate
Bentuk
Elevasi
Permukaan
Margin
Keterangan
seperti eksplosive seperti lingkaran berlapis
ada titik di tengah seperti kelopak bunga dan seperti ada akar di dalam seperti kelopak bunga
posisi miring di media
58
Lampiran 15 Jenis isolat pada rizosfer E. chariis di lahan bekas tambang timah sudah ditinggalkan 3-12 bulan dan belum direklamasi di Desa Pemali, Kabupaten Bangka Pengamatan Morfologi Kode Isolat
Pigementasi
Karakteristik Optik
1RP 2RP 3RP 4RP 5RP
Putih Putih Putih Putih Putih
6RP 7RP 8RP 9RP 10RP 11RP 12RP 13RP 14RP 15RP
Bentuk
Elevasi
Permukaan
Margin
opaque translucent translucent opaque translucent
circular irreguler irreguler circular circular
convex convex convex convex convex
halus mengkilap berkerut halus mengkilap halus mengkilap halus mengkilap
entire lobate lobate serrate entire
Putih Putih
translucent translucent
circular rhizoid
convex flat
halus mengkilap berkerut
curled filiform
kuning kuning Putih Putih Putih kecoklatan Putih Putih Putih
opaque opaque translucent opaque
irreguler circular irreguler irreguler
convex convex convex convex
halus mengkilap halus mengkilap halus mengkilap halus mengkilap
entire entire lobate lobate
opaque translucent translucent opaque
circular filamentous circular irreguler
convex flat convex convex
halus mengkilap berkerut halus mengkilap halus mengkilap
serrate filiform undulate undulate
Keterangan
seperti akar
ada titik di tengah seperti lingkaran berlapis posisi miring di media seperti kelopak bunga seperti eksplosive titik tengah kuning
59
Lampiran 16 Jenis isolat pada rizosfer A. auriculiformis di lahan bekas tambang timah sudah ditinggalkan 3-12 bulan dan belum direklamasi di Desa Pemali, Kabupaten Bangka Kode Isolat 1AK 2AK 3AK 4AK 5AK 6AK 7AK 8AK 9AK 10AK 11AK
Pengamatan Morfologi Pigmentasi Putih putih putih putih putih putih kuning putih putih Putih Putih
Karakteristik Optik translucent translucent translucent opaque translucent translucent opaque translucent opaque opaque translucent
Bentuk
Elevasi
irreguler circular irreguler circular circular circular circular irreguler spindel circular rhizoid
convex convex convex convex convex convex convex convex convex convex flat
Permukaan berkerut halus mengkilap halus mengkilap halus mengkilap halus mengkilap halus mengkilap halus mengkilap halus mengkilap halus mengkilap halus mengkilap berkerut
Margin lobate curled lobate entire entire undulate entire lobate entire serrate filiform
Keterangan seperti akar seperti lingkaran berlapis seperti kelopak bunga ada titik di tengah
posisi miring di media
60
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pangkalpinang pada tanggal 13 September 1990 dari pasangan ayah Sopian dan ibu Marlina. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri I Pangkalpinang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Bangka Belitung pada Jurusan Biologi di Fakultas Pertanian, Perikanan dan Biologi, Universitas Bangka Belitung (UBB). Penulis lulus dari pendidikan S1 pada tahun 2012. Setelah lulus, penulis sempat mengikuti Riset Tumbuhan Obat dan Jamu (RISTOJA) di Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung atas perjanjian kerjasama antara Balai Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Bangka Belitung, Nomor HK.06.01/3/465/1/2012 dan Nomor 165/UN50/LPPM/LL/2012 tentang Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional tahun 2012; dosen luar biasa di Universitas Bangka Belitung Tahun 2012-2013; dosen praktikum kerja sama FPPB-UBB dengan STIKES Citra Delima pada tahun 2012-2013; tim analisis kimia UBB tahun 2013; tim peneliti kerja sama UBB dan PT. Timah (Persero) Tbk. di Muntok Tahun 2013 dan tim editor buku “Seri Tumbuhan Obat Bangka Belitung: Tumbuhan Obat Suku Lom”. Akhirnya peneliti mendapatkan beasiswa pendidikan dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI), Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi untuk calon dosen melalui Beasiswa Pascasarjana Pendidikan Dalam Negeri (BPPDN) tahun 2013 dan diterima di program studi pascasarjana mayor Bioteknologi Tanah dan Lingkungan, Insitut Pertanian Bogor. Paper pertama dari penelitian ini yang berjudul “Acacia auriculiformis dan Eragrostis chariis sebagai fitoremediator Pb dan Sn dari Lahan Bekas Tambang Timah di Pulau Bangka” akan diterbitkan dalam Jurnal Tanah dan Lingkungan volume 18 tahun 2015. Paper kedua berjudul “Bakteri Rizosfer Resisten Pb dan Sn dari Lahan Bekas Tambang Timah di Pulau Bangka” yang akan diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dan diajukan untuk dipublikasikan dalam Carpathian Journal of Earth and Environmental Sciences