Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi
DUKUNGAN PEMBIAYAAN DALAM PENGEMBANGAN USAHA INTEGRASI SAPI – KELAPA SAWIT ALEXANDER F.H. ROEMOKOY Group Head Credit Recovery Group PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
PENDAHULUAN Sektor usaha pertanian nasional yang meliputi perkebunan, peternakan, kehutanan dan lain-lain merupakan salah satu sektor usaha yang memiliki keunggulan (comparative advantage) sehingga selama ini telah memperoleh dukungan pembiayaan dari perbankan. Menurut informasi Bank Indonesia (Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, 2003) jumlah dana yang telah disalurkan perbankan dalam bentuk kredit untuk sektor pertanian digambarkan pada Tabel 1. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa setelah turun dari tahun 1999 ke tahun 2000, maka total pembiayaan bank umum untuk sektor pertanian tahun 2001 dan 2002 mengalami peningkatan dari segi jumlah pembiayaan. Tahun 2001 total pembiayaan naik 6,97% sedangkan tahun 2002 naik 7,04 %. Tabel 1. Posisi Kredit Rupiah dan Valuta Asing Bank Umum Untuk Sektor Ekonomi Pertanian Menurut Kelompok Bank (dalam Miliar Rupiah) Kelompok Bank Bank Persero Bank Pembangunan Daerah Bank Swasta Nasional Bank Asing & Campuran Jumlah Naik/(turun)
Tahun Des 1999 15.516 853 5.740 1.668 23.777 -
Des 2000 11.209 527 4.987 2.780 19.503 (17,98%)
Des 2001 12.034 536 6.049 2.244 20.863 6,97%
Des 2002 13.632 969 6.383 1.348 22.332 7,04%
Sumber: Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia Bulan Januari 2003, Bank Indonesia
Bank Mandiri sebagai salah satu perusahaan dalam industri perbankan menyalurkan kredit ke berbagai sektor usaha dan salah satu diantaranya adalah perkebunan. Pada posisi bulan Juni 2003 jumlah kredit yang disalurkan ke sektor perkebunan sebesar 10,2% dari total portfolio kredit sekitar Rp 66 Triliun. Penyaluran tersebut merupakan yang terbesar dari tujuh sektor usaha lain yang dibiayai Bank Mandiri. Adapun komoditas yang dibiayai sebagian besar (+ 80%) adalah komoditas kelapa sawit. Penyaluran kredit Bank Mandiri untuk sektor peternakan terutama kepada pihak perusahaan adalah sebesar Rp 46,5 milyar, sedangkan yang menyangkut petani telah direalisasikan melalui program KKP (Kredit Ketahanan Pangan) dimana penerima kredit adalah para petani (melalui koperasi). Limit kredit KKP bulan Juli tahun 2003 untuk usaha peternakan mencapai Rp 610,28 juta dengan posisi kredit sebesar Rp 505 juta. Usaha pertanian pada masa mendatang, akan lebih mensyaratkan pemanfaatan sumber daya yang lebih optimal dengan tujuan agar pendapatan dan kesejahteraan petani meningkat sekaligus 51
Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi
mendukung program ketahanan pangan dan melestarikan lingkungan (biokonservatif). Program integrasi ternak sapi – kelapa sawit merupakan salah satu alternatif yang dapat dikembangkan. Dengan pola integrasi ternak – kelapa sawit memungkinkan terjadinya sinergi dalam bentuk usaha yang saling menguntungkan antara usaha perkebunan (termasuk hasil samping/limbah proses pengolahan) dan peternakan. Pola ini akan memungkinkan penurunan kebutuhan input dari sumber eksternal, seperti penggunaan pupuk. Bahkan akan menghasilkan alternatif energi apabila ditambah lagi dengan proses pembuatan bio gas dari limbah ternak. Meskipun demikian untuk mewujudkannya diperlukan persiapan sarana/infrastruktur, dukungan regulasi oleh Pemerintah, aspek penelitian manajemen usaha peternakan, pembinaan dan pembiayaan. Oleh karena program integrasi ternak sapi – kelapa sawit tergolong baru dan cukup langka, maka realisasi pembiayaan Bank Mandiri untuk bidang ini baru diberikan kepada salah satu koperasi, Koperasi Perkebunan Makmur Mandiri binaan PT Agricinal, setelah melalui proses pengamatan/evaluasi lapangan yang cukup lama serta hasil analisa kredit atas proyek bersangkutan. Makalah ini bertujuan untuk membahas dukungan pembiayaan bagi pengembangan usaha integrasi ternak sapi – kelapa sawit kepada para petani/pekebun di masa mendatang, namun paparan tersebut masih merupakan gambaran kebijakan bank secara umum. PEMBIAYAAN BANK MANDIRI KEPADA PARA PETANI (PLASMA) Pembiayaan yang masih berjalan/diberikan untuk permohonan kredit yang diajukan saat ini adalah fasilitas kredit Pola KKPA dan kredit komersial. Proses pemberian pembiayaannya dilakukan setelah proyek yang diusulkan dinilai layak secara finansial dan kelayakan secara ekonomi. Pengkajian terhadap kelayakan secara finansial mencakup nilai Net Present Value yang positif, Internal Rate of Return yang lebih besar dari tingkat suku bunga pinjaman serta pay back period yang lebih pendek. Sedangkan pendekatan pengkajian kelayakan secara ekonomi lebih ditentukan oleh faktor-faktor makro pembangunan seperti tingkat benefit terhadap cost yang lebih besar dari satu, kemampuan menyediakan lapangan pekerjaan, kontribusi terhadap pendapatan daerah, dan lain sebagainya. Selain itu bank juga tetap melakukan kajian terhadap analisa dampak lingkungan yang menyangkut dampak pembukaan lahan, standar proses produksi, penanganan produk buangan (limbah), sesuai ketentuan/regulasi yang berlaku. Pembangunan perkebunan melibatkan peranan yang besar dari pihak inti (sebagai kontraktor pembangunan kebun, pembinaan keorganisasian kelompok tani/koperasi, pemasaran hasil kebun petani dan penyetoran potongan penjualan hasil kebun petani kepada bank), maka sebelum pembiayaan dilakukan oleh bank, terlebih dahulu akan dilakukan kajian resiko proyek dengan melakukan penilaian terhadap aspek karakter, aspek legalitas dan manajemen, aspek teknologi produksi, aspek keuangan, aspek jaminan serta aspek lingkungan. Khusus untuk aspek lingkungan dilakukan dengan pendekatan analisa dampak lingkungan (amdal) proyek. Kajian terhadap faktor resiko tersebut merupakan parameter untuk mengukur tingkat keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur melunasi fasilitas kreditnya sesuai dengan kondisi dan jangka waktu yang diperjanjikan sebelumnya. Kredit kepada petani melalui koperasi dengan Pola KKPA Pembiayaan KKPA merupakan kredit program yang dananya berasal dari PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau selanjutnya disebut “PNM” dan diberikan kepada Koperasi Primer 52
Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi
untuk anggotanya, yang dipergunakan untuk pembiayaan usaha produktif yaitu untuk kegiatan investasi dan modal kerja antara lain untuk proyek perkebunan. Kekhususan program ini adalah jangka waktunya tergolong menengah/panjang, maksimum pinjaman yang dapat diberikan sebesar Rp 50 juta/petani dengan suku bunga fixed rate 16% per tahun sehingga memungkinkan digunakan untuk membiayai perkebunan. Dalam proses penyaluran KKPA, koperasi primer dapat bertindak sebagai pelaksana pemberian KKPA (executing agent) atau sebagai penyalur KKPA (channeling agent). Informasi penyaluran kredit Bank Mandiri dengan pola KKPA pada sub sektor perkebunan posisi bulan Juli 2003 adalah 51 KUD dengan limit Rp. 1.504,19 milyar dan outstanding sebesar Rp. 998,46 milyar. Kredit kepada petani melalui koperasi dengan Pola KKP Kredit Ketahanan Pangan (KKP) untuk sektor pertanian adalah kredit investasi dan atau modal kerja yang diberikan Bank Pelaksana kepada petani, peternak, kelompok (tani dan peternak) dalam rangka pembiayaan intensifikasi padi, jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, peternakan sapi potong, ayam buras, itik dan mina tani. Untuk sektor peternakan, perikanan dan koperasi maka pola KKPnya tergolong KKP Non KUT atau KKP lainnya. Kekhususan program ini adalah maksimum pinjaman yang dapat diberikan sebesar Rp 15 juta/petani dengan suku bunga fixed rate 16% per tahun untuk KKP Non KUT dan 12% per tahun untuk KKP Eks-KUT. Namun jangka waktu KKP maksimum selama 1 (satu) tahun dan tidak dapat diperpanjang lagi sampai ada pemberitahuan lebih lanjut dari Menteri Keuangan. Fasilitas kredit komersial kepada petani melalui koperasi Fasilitas kredit dipergunakan untuk pembiayaan kegiatan investasi jangka menengah dan panjang serta modal kerja bidang usaha perkebunan. Perbedaan skim kredit ini dengan kredit program adalah dari sumber dana fasilitas tersebut. Sumber dana untuk fasilitas skim komersial berasal dari dana masyarakat (dalam bentuk Giro, Tabungan, Deposito dll) sedangkan kredit program berasal dari kredit likuiditas Bank Indonesia. Dengan demikian tingkat suku bunga skim kredit komersial yang dibebankan kepada debitur bersifat floating sesuai dengan tingkat suku bunga yang berlaku di pasar (commercial interest rate). Pada akhir-akhir ini tingkat suku bunga kredit komersial cenderung menurun dimana kisaran tingkat bunga komersial Bank Mandiri antara 15 – 17% per tahun. Pembiayaan dengan suku bunga komersial karena suku bunganya bersifat floating maka lebih ditujukan untuk proyek kebun yang telah dibangun sebelumnya (refinancing), sehingga jangka waktu kredit lebih singkat dan kebun segera dapat berproduksi. SKIM PEMBIAYAAN UNTUK INTEGRASI SAPI – KELAPA SAWIT = STUDI KASUS PEMBIAYAAN KOPERASI PERKEBUNAN MAKMUR MANDIRI Skim pembiayaan usaha integrasi sapi – kelapa sawit diberikan dalam bentuk Kredit Investasi Pola KKPA dengan sumber dana sebagian dari PNM dan sebagian dana komersial. Tujuan pemberian kredit per petani adalah pembangunan kebun sawit seluas 3 ha dan pengadaan sapi Bali sebanyak 2 ekor. Jangka waktu pembiayaan untuk kebun selama 9 tahun termasuk jangka waktu IDC selama 1 – 2 tahun. Jangka waktu pembiayaan sapi Bali selama 5 tahun termasuk jangka waktu IDC selama 4 tahun. Nilai proyek per petani adalah sebesar Rp 43.164.978 termasuk untuk IDC, dimana agunan utama berupa kebun dan sapi milik para petani yang dibiayai kredit sedangkan 53
Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi
agunan tambahan adalah avalist dari pihak inti. Jumlah petani anggota koperasi yang dibiayai sebanyak 2.000 KK. IRR yang diperoleh sekitar 23%. Secara teknis, asumsi-asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Sapi Bali dipilih karena beberapa alasan seperti : • pihak inti/petani telah memulai memelihara sapi Bali • kemampuan menghasilkan tenaga penarik gerobak untuk transportasi hasil panen petani ke TPH (tempat pengumpulan hasil) • kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan perkebunan yang baik dari sapi Bali • kemampuan berkembang biak dan pertumbuhan berat badan yang cukup baik 2. Pakan sapi berasal dari hijauan antar tanaman yang dihasilkan kebun sawit ditambah penanaman rumput oleh petani. 3. Kotoran sapi berpeluang besar untuk dijadikan komoditas komersial 4. Penjualan sapi dan anaknya untuk pengembalian kredit dilaksanakan pada tahun ke-5. 5. Perkembangbiakan sapi dilakukan oleh inseminator dengan semen beku. 6. Pihak inti melakukan pembinaan atas manajemen kebun dan pemeliharaan sapi petani. 7. Telah dibangun sarana pendukung seperti kesehatan ternak dan inseminator. PROSPEK DAN KENDALA PENGEMBANGAN INTEGRASI SAPI–KELAPA SAWIT Prospek Pengembangan program integrasi sapi – kelapa sawit mempunyai peluang pengembangan yang sangat prospektif ditinjau dari aspek permintaan atas sapi (daging) nasional, ketersediaan pakan sapi melalui sinergi dengan kebun sawit dan hasil samping proses pengolahan hasil kebun, kemungkinan pengembangan oleh plasma maupun estate, serta pemanfaatan kotoran sapi secara maksimal (untuk pembuatan biogas dan pupuk alami). Berkaitan dengan hal tersebut perlu dukungan berbagai pihak seperti; penyediaan semen beku – industri semen beku, penyediaan sapi bakalan – regulasi ekspor dan pemotongan sapi Bali betina (bakalan dan usia produktif), pembangunan RPH, sarana transportasi ke lokasi pembeli (darat, laut), dan pembiayaan perbankan. Selain itu diperlukan penelitian pemanfaatan hasil samping kebun dan proses pengolahan limbah sawit secara lebih rinci sehingga diketahui formula campuran pakan yang ideal dan mengatasi masalah kandungan minyak yang tidak dikehendaki untuk pakan ternak sapi (ruminansia). Kebutuhan pengembangan ternak sapi digambarkan dengan jumlah populasi sapi secara nasional tahun 2000 yang sekitar 11 juta ekor dan jumlah sapi dipotong sekitar 1,7 juta ekor per tahun (Baliarti, 2002). Disamping itu untuk memenuhi kebutuhan nasional masih diimpor daging 10.552 ton dan sekitar 118 ribu ekor sapi bakalan. Biro Pusat Satistik menggambarkan volume impor dan nilai impor bahan makanan dan binatang hidup seperti pada Tabel 2.
54
Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi
Tabel 2. Volume dan nilai impor makanan dan binatang hidup Tahun 1996 1997 1998 1999 2000
Volume impor (ton) 10.733,5 8.834,2 9.333,8 12.885,2 11.542,0
Nilai impor (juta US $) 3.930,9 2.982,8 2.612,0 3.236,8 2.782,2
Sumber: Statistik Indonesia 2000, Biro Pusat Satistik Kendala pengembangan program integrasi sapi – kelapa sawit PT Agricinal merupakan salah satu perusahaan perkebunan yang mengajukan proposal. Dalam hal ini diperlukan dukungan infrastruktur untuk wilayah yang relatif jauh (remote area), seperti: 1.
Tenaga pelayan kesehatan dan produksi ternak
2.
Tenaga inseminator yang berkualitas
3.
Ketersediaan semen beku
4.
Ketersediaan sapi bakalan
5.
Perlu persamaan visi dari para peternak terhadap usaha ini, apakah merupakan usaha pokok, cabang usaha maupun usaha sambilan.
6.
Pemanfaatan hasil ikutan kebun sawit maupun hasil ikutan pengolahan kelapa sawit untuk sumber pakan ternak memerlukan penelitian dari ahli pakan ternak yang dapat diwujudkan apabila ada dukungan kuat dari pihak penyandang dana/perusahaan inti.
7.
Faktor-faktor lain, seperti keamanan, opportunity usaha lain, dan lain sebagainya. KESIMPULAN Dari pemaparan di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.
Sektor perkebunan, khususnya perkebunan kelapa sawit merupakan komoditas unggulan yang perlu dikembangkan karena mempunyai comparative advantages dalam menggunakan sumberdaya domestik sebagai faktor input.
2.
Pembangunan sektor perkebunan yang terintegrasi dengan ternak (integrasi ternak – kelapa sawit) merupakan salah satu alternatif dalam rangka peningkatan pemanfaatan (optimalisasi) sumberdaya guna peningkatan pendapatan petani sekaligus mendukung ketahanan pangan dan mengurangi kebutuhan input pupuk pada perkebunan sawit.
3.
Program integrasi ternak sapi – kelapa sawit memiliki prospek yang baik karena dapat menimbulkan sinergi antara petani yang terkoordinir dalam wadah koperasi dan perusahaan inti, serta karena permintaan nasional yang sangat besar atas sapi potong dimana selama ini setiap tahun diimpor dan menguras devisa negara dengan ribuan juta dolar.
55
Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi
4.
Pengembangan program integrasi ternak sapi – kelapa sawit yang merupakan langkah intensifikasi memerlukan dukungan instansi yang berwenang, Pemerintah Daerah, perusahaan perkebunan dan para petani, peneliti/akademisi dan dukungan pembiayaan perbankan.
5.
Bank Mandiri sebagai lembaga pembiayaan sangat mendukung berkembangnya sektor perkebunan, khususnya perkebunan kelapa sawit dan industri pengolahannya (down stream) sehingga akan mendukung usaha integrasi ternak sapi – kelapa sawit sesuai ketentuan perbankan yang berlaku.
6.
Beberapa skim pembiayaan yang terkait dengan sektor perkebunan atau integrasi ternak sapi – kelapa sawit yaitu skim kredit program (skim KKPA) dan kredit komersial yang diberikan dalam bentuk fasilitas kredit modal kerja dan fasilitas kredit investasi.
7.
Tingkat kelayakan proyek perkebunan dilakukan dengan mengkaji kelayakan secara finansial (dengan indikator IRR, payback period, dan NPV) dan kajian secara ekonomi (social cost, lingkungan) dengan memperhatikan aspek-aspek teknis produksi, legalitas-manajemen, keuangan, agunan, lingkungan dan pemasaran. DAFTAR PUSTAKA
STATISTIK EKONOMI KEUANGAN INDONESIA Bulan Januari. 2003. Bank Indonesia. Jakarta. STATISTIK INDONESIA. 2000. Biro Pusat Statistik. Jakarta. BALIARTI, E. 2002. Harian Suara Merdeka. http://www.suara merdeka.com.[14 Januari 2002].ng usaha atau usaha sambilan.
56