drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
BERHUTANG PADA RAKYAT Penulis Editor
Penerbit
: drh. Chaidir, MM. : Mahyudin Al Mudra Tuti Sumarningsih Rachmi N. Hamidawati : ADICITA KARYA NUSA Jalan Sisingamangaraja 27, Karangkajen, Yogyakarta 55153 Telepon/faksimile (0274) 379250,372893,377067 http://www.adicita.com E-mail:
[email protected]
442.9246AKN02 © Hak cipta yang dilindungi undang-undang All rights reserved Pengolah kulit : Aryo "Ijonk" Pambudi Penata letak : Victor "Pheqtorz" Aria Wijaya Pencetak : Mitra Gama Widya Edisi pertama, cetakan pertama, Mei 2002 Edisi pertama, cetakan kedua, Agustus 2002 ISBN 979-9246-63-6 Sanksi Pelanggaran Pasal 44 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau member! izin untuk itu, dipi-dana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,-(seratusjuta rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
ii
drh. Chaidir, MM
iii
http://drh.chaidir.net
2002
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Tentang Penulis Chaidir yang lebih dikenal dengan nama drh. Chaidir, MM kelahiran 29 Mei 1952 di Pemandang, Kec. Rokan IV Koto, Rokan Hulu, Provinsi Riau, adalah seorang politisi senior asal Riau. Sejak tahun 1992 ia menjadi anggota DPRD Provinsi Riau, dan menjabat sebagai Ketua DPRD Provinsi Riau periode 19992004 dan Periode 2004 s/d 2008. Gelar Dokter Hewan, ia raih dari Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gajah Mada pada tahun 1978, dan Pada tahun 2001. Ia menamatkan program, Pasca Sarjana Universitas Padjajaran. Dan tahun 2013 ia mengambil Program Doktor Manajemen Fakultas Pasca Sarjana Universitas Pasundan Bandung. Selain pendidikan formal di atas, Chaidir sempat pula mengenyam pendidikan di luar negeri, di antaranya : Course On Bovine, Ovine and Swine, IFOA, Reggio Emilia, Italia, sertifikat September 1990 – April 1991 dan Short Course On Tropical Animal Diseases, Queensland, Australia, Sertifikat April – Juni 1986. Selepas menjadi Ketua DPRD Provinsi Riau, Chaidir menghabiskan waktu sebagai dosen di beberapa Universitas di Riau, Tercatat ia aktif sebagai Dosen Tidak Tetap Sekolah Tinggi Ilmu Sosial Ilmu Politik (STISIP) Persada Bunda Pekanbaru sejak Tahun 2014, Dosen Tidak Tetap Jurusan Komunikasi FISIPOL Universitas Riau Pekanbaru sejak tahun 2009, Dosen Tidak Tetap Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIPOL Universitas Islam Riau (UIR), Pekanbaru sejak tahun 2009, Dosen tidak tetap di Fak Ekonomi Univ Lancang Kuning, Pekanbaru, selain itu Chaidir juga pernah menjabat sebagai : 1. Ketua BPA AJB Bumiputera 1912 di Jakarta Tahun 2015 s/d 2016. 2. Komisaris Utama AJB Bumiputera 1912 di Jakarta Tahun 2012 s/d 2013 3. Ketua Harian BPA AJB Bumiputera 1912 di Jakarta Tahun 2011 s/d 2013 iv
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Chaidir cukup aktif sebagai Pembicara dan Narasumber di seminar-seminar, baik yang di adakan oleh Kampus-kampus, juga Seminar yang diadakan oleh Instansi Pemerintah dan Swasta. Sejak masih Mahasiswa hingga saat ini, ia cukup aktif menulis, tercatat sudah 7 buah buku yang telah diterbitkan, Yaitu buku : 1. Suara dari Gedung Lancang Kuning, Penerbit Pusat Peranserta Masyarakat, Pekanbaru Tahun 1998. Dengan Kata Pengantar Oleh Prof Dr Ir Muchtar Ahmad, MSc, Rektor UNRI 2. Berhutang Pada Rakyat, Penerbit Adicita Karya Nusa, Jogyakarta Tahun 2002. Dengan Kata Pengantar Oleh Prof Dr Ichlasul Amal, Rektor UGM 3. Panggil Aku Osama, Penerbit Adicita Karya Nusa, Jogyakarta Tahun 2002. Dengan Kata Pengantar Oleh Ashadi Siregar, Budayawan/Sastrawan. 4. 1001 Saddam, Penerbit Adicita Karya Nusa, Jogyakarta Tahun 2004. Dengan Kata Pengantar Oleh Prof Dr. Tabrani Rabb. 5. Menertawakan Chaidir, Penerbit Yayasan Pusaka Riau, Pekanbaru, 2006, diberi kata Pengantar Oleh Fakhrunnas MA Jabbar, Sastrawan/Budayawan. 6. Membaca Ombak, Penerbit Adicita Karya Nusa, Jogyakarta Tahun 2006. Dengan Kata Pengantar oleh Goenawan Mohamad, sastrawan/budayawan/wartawan senior. 7. Demang Lebar Daun, Penerbit Telindo Publishing, Pekanbaru Tahun 2007, Dengan Kata Pengantar oleh Hasan Junus, Sastrawan. Selain itu Chaidir juga aktif sebagai penulis kolom tetap di berbagai media cetak, yaitu : 1. Penulis kolom tetap rubrik PERNIK setiap pekan di Harian Koran Riau 2014 s/d sekarang.. 2. Penulis Rubrik “SIGAI” berupa refleksi terbit setiap hari Senin di Harian Riau Pos, November 2008 s/d sekarang.
v
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
3. Penulis Rubrik ”Fabel” berupa fabel, terbit setiap hari Selasa di Harian Koran Riau Pekanbaru, Januari 2012 s/d 2014. 4. Penulis Rubrik ”Cakap Bebas” berupa refleksi terbit setiap hari Selasa di Harian Vokal di Perkanbaru, April 2010 s/d Juli 2014. 5. Penulis Rubrik Minda Kita di Tabloid “Mentari” setiap minggu 20012007 6. Penulis Catatan Akhir Pekan di Tabloid “Serantau” Setiap minggu,1999-2000.
Selain sebagai Politisi dan Akademisi, Chaidir dikenal juga sebagai Cendekiawan, Budayawan dan Tokoh Masyarakat Riau, ada beberapa penghargaan yang ia dapatkan diantaranya : 1. Anugerah Kebudayaan Sagang Kencana Tahun 2015, Yayasan Sagang. 2. Piagam Tanda Kehormatan, PWI Riau Award (Legend Award), 10 Mei 2014. 3. Penghargaan Kehormatan Alumni Sekolah Menengah Farmasi (SMF) Ikasari Pekanbaru 2008 4. Pemenang Alumni Award dianugerahkan oleh FKH - UGM 2005 5. Kalung Summa Darma Kelas I dianugerahkan oleh UNRI Pekanbaru 2004 Website Facebook Twitter Google Plus Youtube Linkedin
: http://drh.chaidir.net : https://www.facebook.com/drh.chaidir.2 : https://twitter.com/BungChaidir : https://plus.google.com/+drhChaidirMM : https://www.youtube.com/c/drhchaidirmm : https://www.linkedin.com/in/drh-chaidir-mm-65553a45
Email
:
[email protected]
vi
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Pengantar Penerbit Besarlah batang sagu bertampin Bila dikerat mati ujungnya Besarlah hutang para pemimpin Dunia akhirat kan ditanggungnya, *) Berbeda dengan "energi luar" yang bisa langsung menghempaskan segala sesuatu yang ada disekitarnya, "energi dalam" adalah kekuatan yang ttdak bisa kita lihat dengan seketika. Kita baru akan menemukannya, dan mungkin terkaget-kaget dibuatnya setelah masuk lebih dalam, mengenal lebih jauh, dan mengikuti alur lika liku yang dimilikinya. Menemukan energy dalam adalah pengalaman yang mengesankan dan selalu membuat kita merasa dibangkitkan dari kerutinan panjang yang melelahkan. Energi seperti inilah yang akan kita temukan pada sosok Chaidir dengan tulisan-tulisannya. Sikapnya yang santun, tutur katanya yang sederhana, serta keseluruhan penampilan kesehariannya yang "biasabiasa saja", membungkus keluasan dan kedalaman wawasannya menjadi energi yang baru bisa kita lihat setelah membaca buah pikiran dan perenungannya. Mengikuti tulisannya dari halaman ke halaman, kita akan diajak merambah ke semesta pemikiran yang sangat luas. Menukik jauh ke dasar samudra, meniti ufuk dikaki langit, dan suatu ketika menembus awan menuju ke angkasa. Amat jelas tergambar kepekaannya pada gejolak yang terjadi di masyarakat sekitarnya. Bukan saja gejolak yang kasat mata, namun juga gejolak batin dan perenungan yang menyertainya. Buku ini jelas bukan textbook politik, ekonomi, sosiologi, ataupun filsafat humaniora — bahkan dengan rendah hati penulisnya mengatakan ia sulit menemukan tema sentral dari catatan-catatan lepas yang ditulisnya setiap akhir pekan di Tabloid "Serantau", Pekanbaru— namun keluasan dan kedalaman wawasan penulis serta kepiawaiannya memotret dan menganalisa fenomena tersebut menjadikan buku ini vii
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
semacam "modul" yang mampu mengantarkan pembaca mengikuti "kursus kilat" untuk memperoleh pemahaman hakiki atas masalahmasalah yang disebutkan di atas. Salah satu kelebihan penulis, ia mampu membuat "jarak" terhadap objek tulisannya, suatu sikap yang memang harus dimiliki oleh seorang intelektual agar tidak biased dalam menjastifikasi sesuatu permasalahan. Hal ini terlihat ketika ia memperkatakan (meminjam istilah penulis) tentang "hutang" legislatif yang harus dibayar kepada rakyat, mengingat bahwa ia adalah ketua DPRD Tingkat I Riau dan sudah beberapa periode duduk di lembaga tersebut. Bahkan dengan tanpa beban ia juga mengkritisi perilaku sementara politisi di daerah maupun di pusat yang melanggar nilai-nilai hukum, moral, dan etika. Hal semacam ini sulit dilakukan oleh seseorang yang tidak memiliki keberanian untuk berkaca di depan cermin dan melihat kekurangan diri —dalam hal ini kelompok/golongan— nya sendiri, atau sebaliknya, hanya bisa dilakukan oleh orang yang berlaku "maling teriak maling". Dan rasanya, penulis bukanlah golongan yang disebutkan terakhir. Meskipun banyak tulisan dari buku ini yang berangkat dari kasus lokal, namun penulis selalu saja mampu menariknya ke dalam konteks nasional, bahkan universal. Itulah sebabnya, walaupum penulis banyak berbicara tentang permasalahan yang terjadi di Riau yang ditulis dalam kurun waktu tahun 1999—2001, tulisan ini tetap relevan untuk dibaca siapa pun yang memiliki kepedulian terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara, karena sesungguhnya yang dibicarakan adalah permasalahan kemanusiaan dan kebangsaan yang bisa terjadi di mana pun di bumi Indonesia. Tulisan dalam buku ini diperkaya dengan pantun, kata-kata bijak, dan ajaran filosofis yang berpendar ke sanubari kita, menjadi mutiara hidup yang sangat berharga untuk diresapi dan diamalkan. Gaya bertutur penulis yang kental dengan warna Melayu —sekaligus populer dan kosmopolit— dalam penyuntingan sengaja dipertahankan, karena merupakan kekayaan budaya bahasa yang tidak mudah ditemukan pada penulis lain. Pembaca juga bisa mengikuti suasana batin penulis melalui gaya bertuturnya, yang suatu ketika ringan, viii
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
kocak, dan "gaul", sementara di lain ketika diekspresikan dalam kalimat-kalimat panjang yang sarat dengan pemikiran moral-etisfilosofis. Akhirul kata, semoga buku ini bisa menghadirkan sesuatu yang baru ke hadapan pembaca. Harapan yang lebih besar, semoga perenungan-perenungan "budak Melayu" ini merupakan sumbangan permikiran yang berharga bagi kehidupan berbangsa dan bernegara kita di masa mendatang, yang tengah menghadapi tantangan demikian besar. Kepada penulis yang telah mempercayakan pengolahan dan penerbitan naskah berharga ini kepada kami, Penerbit Adicita Karya Nusa menyampaikan terima kasih tak terperi: jika kecil telapak tangan, nyiru pun kami tadahkan. Kami bangga mempersembahkan buku ini kepada pembaca. Tahniah.
Jogjakarta, 29 Mei 2002 Mahyudin Al Mudra, S.H., M.M.
*; Diambil dari: "Tunjuk Ajar Dalam Pantun Melayu" oleh Tenas Effendy.
ix
drh. Chaidir, MM
2002
http://drh.chaidir.net
Daftar Isi Tentang Penulis ............................................................ Pengantar Penerbit......................................................... Daftar Isi......................................................................... Catatan Pengiring: Prof. Dr. Ichlasul Amal, M.A ......... Prakata Penulis ..............................................................
iv vii x xii xvi
Bagian 1 Demokrasi dan Masyarakat Yang Sedang Berubah 1 Wakil Rakyat................................................................. 2 Menghargai Perbedaan ................................................. 3 Democracy, Democrazy ............................................... 4 Berutang Kepada Rakyat .............................................. 5 Mengelola Kemarahan ................................................. 6 Fenomena Perubahan ................................................... 7 Memelihara Konflik ..................................................... 8 Sapa Suruh Datang Jakarta .......................................... 9 Mencoba Memahami Australia ................................... 10 Superman & Super Semar ........................................... Bagian 2 Riau dan Konflik Kepentingan....................................... 1 Bulan Negeri Serantau .............................................. 2 Kuda Troya................................................................ 3 Maju Kena Mundur Kena ......................................... 4 Emas Hitam Kambing Hitam.................................... 5 Rapatkan Barisan...................................................... 6 Si Pipi........................................................................ 7 Ada Api Ada Asap.................................................... 8 Dewan Pakar............................................................. 9 Mimpi Riau Airlines ................................................ Bagian 3 Tokoh dan Inspirasinya ............................................... 1 Mata Hati................................................................. x
1 2 5 9 12 16 20 23 27 31 34 37 38 42 46 50 54 57 59 62 66 70 71
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2 Lee Kuan Yew......................................................... 3 "Sukarno Kecil"....................................................... 4 Albert Einstein......................................................... 5 Gus Dur Mania ....................................................... 6 Mathori Abdul Djalil............................................... 7 Profesor Yusril........................................................ 8 Rekonsiliasi Ala Nelson Mandela ..................... ... Bagian 4 Masyarakat dan Perilakunya ................................ 1 Pelita Hati ......................................................... 2 Tradisi Keilmuan............................................... 3 Makluk Sempurna. ........................................... 4 Selamat Datang Milenium III .......................... 5 Mulutmu Harimaumu ...................................... 6 Hari Perempuan ............................................... 7 Habis Gelap Terbitlah Terang. ........................ 8 Gunung Es ....................................................... 9 Ombak dan Angin ............................................ 10 Di Sini Senang Di Sana Senang ....................... Bagian 5 Ramadan, Idul Fitri, & Haji................................... 1 Marhaban Ya Ramadan..................................... 2 Sabar, Password Ramadan ................................ 3 Idul Fitri Kuburkan Benci Bangkitkan Simpati .... 4 Haji Murah ............................................................
xi
2002 74 78 82 86 89 93 97 101 102 105 108 112 116 120 124 127 131 135 139 140 143 146 149
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Catatan Pengiring Prof. Dr. Ichlasul Amal, M.A. "Berutang Kepada Rakyat" berarti tanggung jawab moral bagi siapa saja yang saat ini sedang bermain api dengan demokrasi (demo=rakyat; kratia=kekuasaan). Ketika saya diminta untuk membuat kata pengantar buku ini, saya berpikir tentu karena saya dianggap sebagai seorang figur yang selama ini telah bermain api dengan "rakyat" sehubungan dengan keterlibatan saya sebagai pribadi dan sebagai rektor Universitas Gadjah Mada yang banyak berperan dalam proses reformasi. Kebetulan Universitas Gadjah Mada adalah juga almamater penulis. Reformasi adalah reaksi terhadap tatanan politik Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Suharto yang represif dan otoriter. Karena menentang segala sesuatu yang represif dan otoriter maka dengan sendirinya tujuan reformasi adalah terbentuknya tatanan yang demokratik. Demokrasi = kekuasaan rakyat justru saat ini menimbulkan kontroversi di antara kekuatan-kekuatan yang mendukung reformasi dan mengundang banyak kekecewaan dan ketidakpastian di kalangan masyarakat luas. Apa persoalannya? Hampir semua masyarakat ekonomi, pendidik, pro-fesi, dan agama menganggap bahwa demokrasi adalah bentuk tatanan politik yang ideal. Namun bagi masyarakat yang tidak atau sedikit sekali memiliki pengalaman dengan sistem perwakilan, ketertarikan mereka pada demokrasi lebih banyak didasarkan pada pertimbangan emosional daripada rasional. Itulah sebabnya mengapa demokrasi menjadi dasar inspirasi yang kuat dan pilihan masyarakat, tetapi tidak mudah untuk dirumuskan atau didefinisikan secara jelas. Terutama sekali setelah demokrasi menjadi fenomena dunia dan bercampur dengan keunikan tradisi, budaya, dan agama dari masing-masing negara dan wilayah, maka pengertian dan definisi demokrasi menjadi semakin kompleks dan sangat bervariasi. xii
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Definisi demokrasi bisa berbeda-beda dari satu budaya ke budaya lain, dari satu negara ke negara lain, namun beberapa pakar mengidentifikasi tiga elemen pokok demokrasi Pertama, adanya kompetisi dan pemilihan yang fair atas jabatan publik dan dilakukan secara teratur tanpa penggunaan kekerasan dan tanpa mengesampingkan satu pun kelompok masyarakat (minoritas). Kedua, warga berpartisipasi dalam menyeleksi pemimpin mereka dan dalam merumuskan kebijakan (policies). Dan ketiga, adanya kebebasan sipil dan politik dalam melakukan persaingan politik dan dalam berpartisipasi. Demokrasi pada saat ini adalah persoalan internasional. la adalah suatu arena di mana kekuatan-kekuatan aparat pemerintahan, partai politik dan lembaga swadaya masyarakat (LSM/Ornop) yang biasanya memperjuangkan HAM, bersaing satu sama lain. Mereka tetap menjaga dan melestarikan diri mereka sebagai kekuatan demokratik dengan cara melawan dan menentang setiap kekuatan otoriter. Demikian pula lembaga-lembaga internasional seperti IMF dan World Bank menuntut tatanan yang demokratik sebagai persyaratan untuk dapat menerima bantuan finansial. Elemen kekuatan internasional semacam ini dalam era globalisasi seperti sekarang ini memainkan peran dominan dalam proses menciptakan masyarakat demokratik (civil society). Walaupun demikian, untuk sebagian warga, hal itu dianggap sebagai intervensi internasional yang dapat menghalang-halangi kebebasan mereka dalam mengekspresikan rasa nasionalisme. Bahkan tidak jarang pula mereka menganggap intervensi semacam itu adalah suatu bentuk penjajahan baru. Prospek jangka panjang demokrasi yang stabil bagi negaranegara yang baru mengalami transformasi dari sistem otoriter masih menjadi tanda tanya besar. Persoalan utama yang dihadapi negaranegara tersebut adalah rendahnya tingkat legitimasi pemerintah yang melakukan demokratisasi di mata warganya sendiri. Hal ini antara lain disebabkan oleh kecilnya loyalitas tradisional' ataupun tidak adanya rekaman masa lalu yang bisa menunjukkan efektivitas dari pemerintah xiii
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
yang sedang memegang kekuasaan. Di samping itu, di banyak negara termasuk Indonesia, munculnya demokrasi dilatarbelakangi atau didahului oleh krisis ekonomi yang besar. Dan ekonomi yang tidak berfungsi yang menyebabkan kemacetan serta kemandekan di segala sektor yang kemudian menjadi sumber dari kemiskinan massal serta kekacauan sosial adalah musuh nomor satu demokrasi. Keadaan semacam itulah yang telah terjadi di banyak negara seperti Aljazair, Haiti, Nigeria, Mesir, Kenya, Filipina, dan negara-negara baru di Asia Tengah bekas Uni Soviet. Apa yang dibutuhkan oleh negara yang sedang mengalami proses demokrasi adalah efektivitas di bidang ekonomi dan politik pemerintah. Jika mereka dapat me-manaj pembangunan ekonomi dan politik secara efektif maka berarti mereka mampu mengendalikan kestabilan politik. Namun kegagalan dan kekacauan yang mendadak muncul sebagai akibat pertumbuhan ekonomi yang cepat dapat menggerogoti stabilitas demokrasi jangka panjang. Hubungan antara keberhasilan demokrasi dan pembangunan ekonomi ibarat dua sisi dari mata uang yang sama, yakni satu sama lain saling mendukung keberhasilan atau kegagalan yang satu mengakibatkan kegagalan yang lain. Dari gambaran di atas bisa dilihat bermacam-macam kekuatan yang mendukung dan dapat menghambat demokrasi, tetapi belum ada kesimpulan hasil akhirnya apalagi bila diharapkan suatu formula yang konkret atau resep tentang bagaimana cara membuat demokrasi itu berhasil. Cuma satu hal yang bisa dipastikan apakah demokrasi berhasil atau gagal, yakni tergantung sepenuhnya pada pilihan kebijakan yang akan diambil oleh dan tingkah laku pemimpm politik dan pemimpin kelompok masyarakat. Kumpulan catatan akhir pekan drh. Chaidir, M.M. secara sepatah-sepatah, sesuai dengan rubrik kolom "Catatan Akhir Pekan" Tabloid Serantau, menggambarkan persoalan budaya, tradisi, lokalitas, agama, kepemimpinan, dan sedikit ekonomi dalam kaitannya dengan reformasi dan demokrasi yang sedang terjadi di Indonesia pada umumnya dan Riau pada khususnya. Catatan seo-rang aktivis politik xiv
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
yang sekarang menjadi ketua DPRD yang memiliki latar belakang akademik sebagai dokter hewan menunjukkan keluasan visi dan kedalaman pengetahuannya dalam segala aspek. Keberhasilan drh. Chaidir, M.M. sebagai politisi dan kolumnis telah menambah catatan nama-nama dokter hewan yang berhasil di luar bidang akademiknya, seperti drh. Taufik Ismail sebagai tokoh sastrawan dan drh. Asrul Sani sebagai leading figure di bidang perfilman. Akhir kata, secara pribadi saya ucapkan selamat kepada penulis, drh. Chaidir, M.M. dan saya yakin bahwa buku ini bukan hanya penting bagi masyarakat Riau melainkan juga untuk masyarakat luas dan tentu saja bagi mahasiswa.
Yogyakarta, Mei 2002 Prof. Dr. Ichlasul Amal, M.A.
xv
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Prakata Penulis Kerajaan Melayu Riau tempo dulu terkenal dengan tradisi sastra yang tinggi. Hal itu dapat dilihat dari munculnya karya-karya sastra yang luar biasa seperti "Gurindam Duabelas" yang ditulis oleh Raja All Haji. Sastra berkembang karena kala itu tradisi tulis-menulis di kalangan sastrawan dan intelektual Melayu juga telah tumbuh dengan subur. Dibukanya keran keterbukaan publik dan pers sejak saat-saat awal gerakan reformasi tahun 1998, telah pula memunculkan ratusan koran dan tabloid. Bahkan kota-kota kecil di daerah pun telah memiliki koran, baik berbentuk harian mapun tabloid mingguan. Tak terkecuali di Riau, penerbitan koran dan tabloid tumbuh dengan subur. Ini menguntungkan tidak hanya bagi masyarakat yang haus akan informasi yang bebas dan independen, tetapi juga bagi penulis-penulis yang selama ini tidak dapat mengekspresikan pemikiran mereka karena terbatasnya media dan ruang gerak. Kini tradisi menulis yang dulu dimiliki oleh cerdik cendekia Melayu itu tampaknya memperoleh atmosfer yang baik dengan banyaknya media, baik cetak maupun elektronik. Kebebasan menulis pun dibuka selebar-lebarnya. Pengembangan intelektualitas seakan memperoleh ladang yang subur. Motivasi untuk menjadi bagian dari tradisi tulis-menulis itu, menjadi pendorong bagi saya untuk terus memelihara kegemaran menulis. Wahana cukup tersedia, problematika yang mengundang wacana selalu ada pula sebagai bahan penulisan, tidak akan pernah habis-habisnya dalam masyarakat kita yang bergerak maju dengan cepat dan kadang-kadang terlihat dalam gerak-gerik yang aneh. Di tengah masyarakat yang sedang berada dalam masa transisi sekarang ini, saya beruntung berada di Lembaga Perwakilan Rakyat. Posisi itu membuat saya terpaksa harus bersentuhan dengan berbagai problematika dalam masyarakat lokal dan kemudian berinteraksi dengan manusia-manusianya. xvi
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Pengalaman berinteraksi dengan sesama anggota di DPRD yang multipartai juga memberikan saya kesempatan untuk belajar lebih banyak lagi tentang sesuatu yang tidak saya miliki, sebab masingmasing anggota memiliki karakter yang berbeda. Masing-masing anggota, karena latar belakang yang berbeda, seperti suku, agama, adat istiadat,lingkungan masyarakat, dan pendidikan, berbeda pula caranya merespon suatu masalah. Pengalaman itu seringkali menjadi bahan renungan dan mendorong saya untuk mengekspresikannya dalam bentuk esai lepas. Demikian pula terhadap perilaku masyarakat kita umumnya yang kurang mampu memberikan apresiasi memadai terhadap makna perbedaan. Ada kata-kata bijak dari tetua kita: "Belajarlah dari kesalahan orang lain; karena Anda tidak akan punya waktu untuk mempelajari sendiri semua hal". Dalam aspek tertentu, menulis bagi saya merupakan kesempatan untuk belajar dan mendalami lebih jauh makna di balik peristiwa. Sesungguhnya, tulisan-tulisan yang dirangkum dalam buku ini adalah tulisan-tulisan lepas yang saya tulis setiap minggu sebagai catatan akhir pekan di Tabloid Serantau yang terbit di Pekanbaru. Tidak pernah terlintas dalam pikiran bahwa catatan-catatan itu akan dibukukan, sampai kemudian beberapa orang wartawan yang mangkal di DPRD dan beberapa kawan, menyarankan agar tulisan itu dibukukan. Alasannya seoerhana sekali: terlepas dari muatannya, rasanya sayang kalau catatan-catatan itu hilang demikian saja. Anggap sajalah itu sebagai sebuah buku kumpulan "Catatan dibuang sayang", kata mereka. Kawan yang lain memompa semangat dengan mengatakan bahwa buku ini barangkali bisa sebagai bacaan alternatif di kala senggang. Keberatan saya semula, sebenarnya disebabkan karena saya sendiri sulit menemukan tema sentral dari catatan-catatan akhir pekan itu. Sebab catatan-catatan itu umumnya merupakan refleksi terhadap situasi dan kondisi yang berkembang di tengah masyarakat. Kita semua menyadari betapa sulitnya memotret perilaku masyarakat kita dalam kurun waktu menjelang akhir tahun 1999 sampai dengan awal 2001, xvii
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
kurun di mana catatan-catatan perenungan ini ditulis. Perubahan yang terjadi di tengah masyarakat demikian revolusionernya walaupun semua belum mau mengakui bahwa ini adalah sebuah revolusi. Dalam kurun waktu itu, perubahan di tengah masyarakat berlangsung cepat. Peristiwa demi peristiwa yang tidak akan terlupakan terjadi silih berganti. Hal-hal yang luar biasa terjadi, termasuk peristiwa-peristiwa yang merupakan tragedi bagi peradaban kemanusiaan. Yang luar biasa itu misalnya, terpilihnya Abdurrahman Wahid yang lebih popular dengan panggilan Gus Dur sebagai Presiden Republik Indonesia yang keempat melalui pemilihan yang sangat demokratis dalam Sidang Umum MPR awal Oktober 1999. Siapa pun mengetahui riwayat perjalanan hidup Gus Dur di panggung politik Indonesia, seorang politikus yang kiai atau kiai yang politikus. Intelektualitasnya tidak diragukan, tapi dia punya hambatan physically. Penglihatannya tidak berfungsi normal, semua orang tahu itu, termasuk anggota MPR-RI yang memilihnya. Harapan krisis multidimensi akan dapat dituntaskan dengan segera, mekar di awal kepemimpinan Gus Dur. Kerusuhan, terutama di ibu kota, serta merta turun. Orang percaya bahwa Gus Dur adalah resepnya, Gus Dur adalah seorang tokoh pemersatu. Namun rupanya itu tidak berlangsung lama. Gus Dur ternyata tidak bisa menghilangkan kebiasaannya untuk berbicara cepas-ceplos. Pernyataan-pernyataannya yang sering kontroversial menjadi makanan empuk bagi kalangan pers, yang di era reformasi ini hampir tidak ada remnya sama sekali. Maka pelintiran demi pelintiran pun semakin menjadi-jadi. Dan inilah awal dari sebuah kompleksitas yang menjadi sejarah nasional kita. Para pengamat juga seringkali kecele menganalisis sepak terjang presiden, apalagi saya sebagai seorang penulis lokal yang hanya mengandalkan informasi dari media cetak dan elektronik. Oleh karena itu, akibat perkembangan keadaan yang berlangsung sangat cepat dan dinamis, apalagi dikaitkan dengan komentar-komentar Gus Dur yang luar biasa menariknya, catatan-catatan akhir pekan saya di Tabloid Serantau adakalanya terlihat terlepas antara satu dengan lainnya. Hal xvii i
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
ini disebabkan adanya perkembangan pemahaman terhadap suatu isu atau permasalahan. Tragedi kemanusiaan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya, seperti peristiwa yang terjadi di Maluku dan Sampit, Kalimantan Tengah, yang terekam dengan baik oleh media informasi, acapkali mempengaruhi emosi saya saat menulis. Tidak hanya kita, tetapi juga seluruh dunia seakan tidak percaya tragedi itu betul-betul terjadi. Bagaimana mungkin orang-orang Indonesia yang selalu dijuluki sebagai the smilling people, orang-orang yang mu-rah senyum, bisa menjadi pemberang dan baku bunuh. Itu pula yang menyebabkan nuansa ketidakpercayaan terhadap apa yang terjadi di Maluku dan Kalimantan Tengah itu seringkali menjadi ilustrasi dalam beberapa catatan. Kemungkinan adanya duplikasi ilustrasi tidak terhindarkan. Hal ini disebabkan karena keseluruhan catatan ditulis dalam rentang waktu akhir tahun 1999 sampai dengan awal 2001. Di sarnping itu ada beberapa hal yang barangkali sudah berbeda dengan situasi dan kondisi pada hari ini. Lingkungan masyarakat cepat sekali berubah, demikian pula panggung politik. Bintang-bintang panggung naik turun silih berganti. Untuk sedikit membantu memudahkan pembaca, isi buku ini dibagi dalam lima bagian. Bagian pertama bertajuk "Demokratisasi dan Masyarakat yang Sedang Berubah.'' Catatan-catatan yang dikelompokkan dalam bagian ini merupakan refleksi terhadap demokratisasi yang sedang berlangsung dalam masyarakat yang sedang dilanda euforia. Demokrasi diberi makna yang sangat lebar dan reformasi itu sendiri pada segmen tertentu dari para pelakunya berubah menjadi komoditas. Bagian kedua, "Riau dan Konflik Kepentingan". Tidak bisa dihindari untuk memperkatakan adanya konflik kepentingan di Riau. Ibarat gula dan semut, Riau adalah gulanya. Sebagai daerah yang kaya sumber daya alam, tetapi masyarakat lokalnya termarjinalkan, Riau menjadi menarik sebagai bahan penulisan dengan kompleksitas problematikanya, dan saya sendiri merupakan bagian kompleksitas itu. xix
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Bagian ketiga, "Tokoh dan Inspirasinya", memuat catatancatatan tentang beberapa tokoh yang muncul di "panggung" dan kontekstual untuk diperkatakan. Tokoh-tokoh ini sudah barang tentu bukan mewakili komunitas tertentu, melainkan tokoh yang demikian saja muncul dalam gagasan saya dan ingin saya perkatakan. Di sana ada Gus Dur yang humoristik, ada Dr. Mahathir Mohamad dari negeri jiran, juga ada Albert Einstein yang oleh majalah Time dipilih sebagai "Manusia Abad XX". Bagian keempat, "Masyarakat dan Perilakunya". Catatancatatan yang dimasukkan dalam kelompok ini merupakan catatan permenungan terhadap perilaku masyarakat kita yang sedang berubah cepat. Apa saja yang berubah dengan cepat selalu akan membawa dampak bagi sesuatu itu sendiri dan lingkungannya, tak terkecuali masyarakat dimana kita merupakan penumpang di dalam gerbongnya yang sedang bergerak laju. Bagian kelima dari buku ini merupakan catatan religius tentang Ramadan, Idul Fitri, dan ibadah Haji. Masyarakat Riau di mana saya lahir dan dibesarkan adalah masyarakat yang religius. Dan lingkungan itulah yang mempengaruhi alam pemikiran saya dan menjadi bingkai daya cipta sampai kapan pun. Dengan diterbitkannya buku ini, saya ingin menyampaikan penghargaan kepada kawan-kawan yang telah memberikan dorongan moril kepada saya untuk terus menulis. Komentar kawan-kawan terhadap catatan akhir pekan saya di Tabloid Serantau selalu membesarkan hati saya dan selalu menjadi dorongan kuat bagi saya. Drs. Indrasal, Pemimpin Redaksi Tabloid Serantau adalah penggagas penyediaan halaman bagi saya setiap minggu. Oleh karena itu, kepada Indrasal dan kawan-kawan pengasuh Tabloid Serantau yang senantiasa memberikan dorongan sekaligus kritik terhadap catatan saya, saya memberikan penghargaan. Deringan telepon dari Indrasal yang mengingatkan saya terhadap deadline, selalu membuat saya kalang kabut, tapi saya menikmati itu. Pengorbanan istri saya, Hj. Yulianti, S.H. yang dengan tulus selalu membiarkan saya "tenggelam" di ruang kerja bergelut dengan xx
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
komputer, sangat mengesankan. Dia sangat memahami karakter saya yang selalu ingkar. Janji saya untuk menyusulnya ke kamar 10 menit lagi biasanya molor sampai satu jam dan biasanya saya dapatkan dia sudah lelap. Saya sungguh tidak bisa kompromi dengan Chaleed, putraku yang paling kecil, yang tak kuasa saya tolak ajakannya untuk tidur. Apa yang saya lakukan kemudian adalah diam-diam kembali ke ruang kerja bila dia sudah pulas. Chaleed, saat kau dewasa nanti, kau akan mengerti. Rimba, Lingga, dan si Tomboy Hanna Rauda, mudahmudahan kalian bangga dengan buku ini. Terus terang saya tidak bisa menyembunyikan kegembiraan saya atas kesediaan Prof. Dr. Ichlasul Amal, M.A. untuk memberikan kata pengantar dalam buku ini. Kontribusi Mahaguru UGM Yogyakarta, almamater saya ini, sungguh tak ternilai harganya. Untuk itu setulus hati saya menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tak terhingga. Sahabat saya Mahyudin Al Mudra, S.H., M.M. putra Riau yang kini bermukim di Yogya, adalah kawan diskusi yang hangat. la bersama istrinya Ir. Tuti Sumarningsih, ST., M.T., membaca dengan teliti kata demi kata dalam naskah ini dan memberikan koreksi yang membesarkan hati. Pimpinan Penerbit Adicita Karya Nusa Yogyakarta ini juga memberikan sumbangan pemikiran dalam penyuntingan dan perwajahan, sekaligus menerbitkan buku ini. Saya merasa berutang budi kepada mereka berdua. Terakhir, semogalah buku ini bisa memperkaya khazanah wacana tentang aspirasi masyarakat di daerah yang tiada pernah berhenti memperkatakan nasibnya yang seringkali terabaikan. Pekanbaru, 29 Mei 2002
drh. Chaidir, M.M.
xxi
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
Bagian 1
Demokrasi dan Masyarakat Yang Sedang Berubah
1
2002
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
1 Wakil Rakyat Mana yang lebih enak, jadi rakyat atau wakil rakyat? Canda seorang kawan selesai pelantikan anggota DPRD beberapa hari lalu. Melihat saya bengong, pertanyaan itu dijawab sendiri oleh sang kawan: enak jadi rakyatlah. Kalau menjadi wakil, maka Anda harus menunggu rakyatnya berhenti dulu baru Anda bisa menjadi rakyat. Bila rakyatnya tidak berhenti, maka selamanya Anda akan tetap saja menjadi wakil, kasihan kan? Kawan saya sungguh-sungguh bercanda, tidak bermaksud lain. Dalam bahasa Indonesia memang tidak dibedakan penulisan “Wakil Direktur” dengan “Wakil Rakyat”. Orang asing yang baru belajar bahasa Indonesia pasti susah menerjemahkannya. Direktur adalah kata benda, rakyat juga kata benda. Kedua kata ini didahului oleh kata yang sama yakni "wakil". Maka logikanya arti kata "wakil" di sini mestinya sama, tapi ternyata berbeda jauh. Namun baiklah, itu agaknya masalah semantik struktural, biarlah menjadi urusan ahli bahasa. Yang jelas wakil direktur dan wakil rakyat tentu berbeda maknanya. Kalau ditulis dalam bahasa "bule", wakil direktur akan berbunyi vice director sedangkan wakil rakyat mereka sebut representative of the people. Wakil dalam istilah "wakil rakyat" adalah suatu konsep perwakilan, menunjukkan hubungan antara orang-orang, yakni pihak yang mewakili dan yang diwakili, di mana orang-orang yang mewakili memiliki sederet kewenangan sesuai dengan kesepakatan antar keduanya. Jadi seseorang atau suatu kelompok mempunyai kemampuan atau kewajiban untuk berbicara atau bertindak atas nama suatu kelompok yang lebih besar. Pertanyaannya barangkali, mengapa harus ada wakil rakyat. Bukankah dalam suatu negara yang menganut paham demokrasi, kedaulatan itu berada di tangan rakyat, seperti pendapat klasik Abraham Lincoln: government of the people, by the people, and for the 2
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
people. Dalam suatu negara yang demokratis, kata Abraham Lincoln, pemerintahan hams berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Tetapi pada kenyataannya, suatu pemerintahan yang demokratis baru dapat berjalan dengan baik, justru bila tidak setiap warga terlibat dalam proses politik, dalam hal ini proses pembuatan kebijakan publik. Bila setiap orang terlibat di dalamnya, maka keberadaan sistem dan mekanisme politik menjadi tidak berarti sama sekali. Secara historis suatu pemerintahan disebut demokratis bila keputusan apa pun yang diambil, dibuat langsung oleh rakyat. Ini sejalan dengan pemahaman bahwa arti paling dasar dari demokrasi adalah power of the people (rakyatlah yang berkuasa). Namun segera disadari bahwa hal itu mustahil dilaksanakan. Bayangkanlah bila 200 juta lebih warga negara kita ikut terlibat langsung dalam pembuatan suatu kebijakan publik. Jangankan 200 juta orang. 51 orang di KPU saja misalnya, bukan main sulitnya membuat keputusan. Atau 55 orang anggota DPRD saja memerlukan waktu berbulan-bulan untuk membahas sebuah Rancangan Peraturan Daerah. Oleh karena itu, hampir semua negara yang berdemokrasi di atas dunia ini menganut sistem perwakilan. Demokrasi langsung tidak lagi dikenal. Para pakar sependapat bahwa suatu pemerintahan dapat disebut demokratis, bila jaringan pembuat keputusan melibatkan banyak unit politik dan prosesnya transparan hingga rakyat dapat mengontrol ataupun memasukkan inisiatif baru lewat saluran yang disediakan oleh sistem politik, seperti pemilu dan referendum Banyak teori tentang hubungan antara wakil dengan pihak yang diwakili. Beberapa penulis Barat mengelompokkannya ke dalam empat tipe, yaitu wakil sebagai wali, wakil sebagai utusan, wakil sebagai politico, dan wakil sebagai partisan. Hoogerwerf menjelaskan beberapa tipe perwakilan yang tampaknya sesuai dengan kondisi kita. Hubungan antara wakil dengan pihak yang diwakilinya digoiongkannya ke dalam lima tipe: Pertama, Tipe Utusan, yakni wakil yang bertindak sesuai dengan perintah dari pihak yang diwakilinya. 3
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Kedua, Tipe Wali, yakni wakil yang memperoleh kuasa penuh dari pihak yang diwakili, dan ia dapat bertindak atas dasar pertimbangan sendiri. Dengan demikian keberadaan wakil tidak tergantung pada pihak yang diwakilinya. Ketiga, Tipe Politik, yakni kombinasi antara tipe utusan dengan tipe wali. Tergantung pada situasi, wakil adakalanya harus berperan sebagai wali, adakalanya sebagai utusan. Keempat, Tipe Kesatuan, yakni seluruh anggota lembaga perwakilan dipandang sebagai wakil dari seluruh rakyat, tanpa membedakan asal partai politik yang mempromosikan mereka. Kelima, Tipe Penggolongan, yakni anggota lembaga perwakilan dilihat sebagai wakil dari kelompok teritorial, sosial, dan politik tertentu. Dari klasifikasi Hoogerwerf ini tampaknya para wakil rakyat kita termasuk dalam kelompok Tipe Kesatuan. Di lembaga perwakilan, para wakil rakyat harus lebih mengedepankan kepentingan rakyat, tanpa memandang pengelompokan fraksi. Para anggota DPR dan DPRD adalah wakil-wakil rakyat yang merupakan pemilik kedaulatan tertinggi negeri ini, sehingga perilaku mereka harus mencerminkan aspirasi yang tumbuh di masyarakat. Meskipun demikian, tidak berarti pula bahwa wakil rakyat tidak memiliki otonomi terhadap rakyat yang diwakilinya, karena seorang wakil rakyat bukanlah sekadar penyambung lidah para pemilih semata. Mereka memiliki kewenangan untuk dan atas nama para konstituen melakukan apa saja yang menurut hati nurani dan pikiran sejalan dengan kepentingan rakyat seluruhnya. Tetapi itu juga tidak bisa dilakukan sesuka hati. Ada koridor, yakni etika politik dan etika moral. Di tengah kebebasan yang hampir tak bertepi saat ini, keberadaan wakil rakyat yang memiliki nurani sekaligus etika politik dan moral, menjadi pelepas dahaga.
(10-16 September 1999) 4
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
2 Menghargai Perbedaan Banyak tingkah laku hewan yang ditiru oleh manusia, tentu secara tidak disengaja. Tetapi juga ada tingkah laku manusia yang ditiru oleh hewan, paling tidak dalam fabel berikut. Seorang ahli pendidikan Dr. R.H. Reeves menulis sebuah fabel terkenal yang berjudul The Animal School (Sekolah Hewan) Tngat, bukan Sekolah Dokter Hewan! Ceritanya menggambarkan watak manusia yang pelakunya diperankan oleh hewan, berisi pesan moral dan budi pekerti. Fabel ini layak untuk direnungkan bagaimana kita harus menghargai perbedaan. Dan terasa kontekstual di tengah minimnya pemahaman terhadap kebhinnekaan di tengah masyarakat kita dewasa ini. Alkisah, hewan-hewan memutuskan bahwa mereka harus berbuat sesuatu yang heroik untuk mengatasi masalah "Dunia Baru". Mereka pun mendirikan sebuah sekolah. Kurikulumnya: berlari, berenang, memanjat, dan terbang. Untuk memudahkan administrasi, semua hewan harus mengambil semua mata pelajaran. Itik pakar dalam berenang, bahkan lebih baik dibandingkan gurunya. Itik juga memperoleh nilai yang bagus sekali dalam pelajaran terbang, tetapi ia sangat buruk dalam berlari. Karena ia lambat dalam berlari ia harus tinggal sesudah sekolah usai dan juga melepaskan pelajaran berenang untuk berlatih lari secara ekstra. Itik dipaksa oleh gurunya sehingga kakinya yang berselaput pecah-pecah dan kemampuan renangnya menjadi sedang-sedang saja. Tetapi kemampuan yang sedang-sedang saja dapat diterima di sekolah, jadi tak seekor hewan pun yang khawatir soal itu selain si itik. Kancil memulai sebagai murid terpandai di kelas dalam pelajaran berlari, tetapi ia stres karena hams belajar berenang. Tupai ahli sekali dalam memanjat sebelum ia frustasi dalam pelajaran terbang, karena gurunya menyuruh ia belajar terbang dari 5
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
tanah ke atas, dan bukan dari puncak pohon ke bawah. Tupai menderita kejang-kejang pada kaki dan "tangan"nya karena latihan yang berlebihan, dan karena itu ia hanya mendapat nilai C untuk pelajaran memanjat yang menjadi keahliannya. Elang adalah murid yang suka menimbulkan masalah. Dalam pelajaran memanjat ia mengalahkan semua yang lain menuju puncak pohon, tetapi ia bersikeras menggunakan caranya sendiri untuk tiba di sana. la terbang. Pada akhir tahun ajaran, seekor belut abnormal yang dapat berenang dengan luar biasa dan juga dapat berlari, memanjat dan terbang sedikit, mendapat nilai rata-rata tertinggi. Dan ia mendapat kehormatan mengucapkan pidato perpisahan. Sekolah yang didirikan oleh hewan-hewan itu, yang niatnya semula mulia yakni untuk mengatasi masalah dunia, ternyata hasilnya tidak sesuai dengan harapan. Hal ini disebabkan kurikulumnya dibuat seragam dan harus dipatuhi. Penyeragaman berarti orang dipaksa untuk menyesuaikan diri dalam suatu kondisi yang belum tentu sesuai dengan karakternya. Penyeragaman hanya akan menimbulkan kesemuan. Reformasi menyadarkan kita akan banyak hal, termasuk logika berpikir. Hal-hal yang dulu membuat kita menggeleng-gelengkan kepala, sekarang membuat kita mengangguk-angguk. Dulu kita menganggap, keseragaman adalah simbol dari kesatuan, rasa senasib sepenanggungan. Pakaian diseragamkan, sepatu diseragamkan, bahkan topi pun diseragamkan. Semua dibuat seragam. Bila tidak, berarti tidak ada persatuan dan kesatuan. Belakangan disadari penyeragaman justru menyuburkan perbedaan, semakin dipaksakan untuk seragam semakin tumbuh rasa perbedaan. Susahnya, perbedaan yang ditekan tidak muncul kepermukaan, tapi ibarat sebuah gunung es. Yang muncul hanya sedikit sedangkan yang di bawah permukaan laut dan tidak kelihatan, jangan tanya. Kapal mewah sekelas Titanic pun ditenggelamkannya ke dasar samudra. 6
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Tidak dapat dipungkiri, pola integrasi dan interaksi sosial yang baru telah muncul. Pendidikan, teknologi komunikasi dan informasi, pola produksi, pola konsumsi, gaya hidup telah meningkat dan berubah. Kelas masyarakat baru yang muncul cenderung menghargai tinggi perbedaan dan kemajemukan. Mereka menghargai persatuan dan kesatuan, tetapi tidak harus diukur dengan uni-formitas yang lebih banyak bersifat formalitas. Pendiri bangsa kita sebenarnya telah secara sangat tepat merumuskan moto Bhinneka Tunggal Ika. Mereka menyadari kemajemukan masyarakat kita dan kemajemukan itu tidak mungkin diseragamkan. Kita berbeda-beda, tetapi tetap satu. Ada sesuatu yang mengikat perbedaan suku, bangsa, agama, dan bahasa. Sesuatu itu harus tumbuh dari kesadaran bahwa kita sebangsa dan setanah air. Bersatu dalam perbedaan adalah pola integrasi yang paling manusiawi. Oleh karena itu, paradigma baru pemerintahan kita, yakni otonomi daerah, pada dasarnya adalah manifestasi dari apreasiasi kita yang semakin baik terhadap perbedaan. Permasalahan di suatu daerah tidak sama dengan daerah lainnya, sehingga menyamaratakan dan menyeragamkan, adalah pendekatan dengan pemaksaan kehendak. Setiap orang diperkenankan untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan keberadaan sebagai manusia yang memang diciptakan berbeda satu dengan yang lainnya. Dalam melihat sebuah gambar yang sama misalnya, orang bisa berbeda interpretasi. Tentu tidak ada yang salah dan benar. Orang yang arif akan bilang, saya bisa menghargai pandangan Anda dan Anda menghargai pandangan saya. Jadi ada kesadaran adanya perbedaan persepsi. Perbedaan ini mestinya disyukuri, karena kita bisa menjelaskan apa yang kita lihat. Orang lain juga bisa membantu kita menjelaskan apa yang dia lihat. Ada proses interaksi untuk penajaman pandangan. Kata orang bijak perbedaan pendapat adalah kawan berpikir. Anda tidak akan memperoleh apa-apa bila anda berdebat dengan seseorang yang setuju dengan pandangan Anda. John F. Kennedy agaknya berlebihan memandang kekuatan heterogenitas itu, tetapi 7
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
bahwa heterogenitas membuat orang bertambah maju, memang bukan lagi sekadar hipotesa. (17-23 September 1999)
8
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
3 Democracy, Democrazy Apa beda democracy dan democrazy? Democracy berarti, petani kacang boleh jadi presiden, contohnya Jimmy Carter. Sedangkan democrazy berarti, petani kacang boleh berbuat apa saja, kecuali jadi presiden. Lho, kok begitu? Memang begitu. Dalam kamus bahasa Inggris John M. Echols dan Hassan Shadily, disebutkan democracy jelas artmya: demokrasi. Tetapi demo crazy? Saya telah membalik-balik kamus tersebut tiga hari tiga malam, tapi tetap tidak ketemu. Bahkan juga dalam kamus bahasa prokem yang disusun Prathama Rahardja dan Hendri Chambert-Loir terbitan Grafiti, juga tidak ditemukan istilah democrazy. Jadi democrazy terserah Anda menerjemahkannya. Kalau menurut kaidah bahasa Inggris MD (Menerangkan-Diterangkan), maka democrazy bisa berarti: gila demo. Gila demo berarti orang yang harihari kerjanya hanya berunjuk rasa, tak peduli siapa kawan siapa lawan. Mereka berunjuk rasa bisa karena dibayar atau bila perlu mereka membayar agar bisa berunjuk rasa. Nah, gila kan! Tapi itu mungkin di Jakarta, di Pekanbaru mana ada yang gila-gilaan seperti itu, kalaupun ada paling setengah gila. Barangkali karena kedengarannya hampir sama, padahal kosakata ini jauh berbeda, maka democrazy dipergunakan sebagai plesetan dari democracy. Democrazy adalah demokrasi yang gilagilaan, begitulah kira-kira. Tetapi sesungguhnya, democracy dan democrazy jelas berbeda. Democracy atau demokrasi dalam beberapa bulan terakhir ini memang menjadi wacana dan membuat orang tergila-gila. Masyarakat sedang dilanda euforia, yaitu suatu perasaan senang dan bahagia rohani dan jasmani. Perasaan senang dan bahagia yang luar biasa akan mem9
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
buat orang lepas kendali, lupa diri dan tampak seperti orang gila atau setengah gila. Masyarakat memang wajar dilanda euforia, sebab dalam era reformasi ini, keran kebebasan dan keterbukaan dibuka sebebasbebasnya dan selebar-lebarnya, pers dibiarkan berkembang sesuka hatinya, demokrasi dibiarkan mekar ibarat bunga di taman, berwarnawarni, pokoknya meriah. Orang bebas menghujat, tetapi juga bebas dihujat. Dulu, kebebasan yang kita nikmati seperti sekarang ini dianggap milik Barat, berbau liberalisme, dan itu virus, jangan dekatdekat, berbahaya. Sekarang bahkan kita lebih liberal dari Amerika, "induk hangkang"nya liberalisme itu sendiri. Opo ora hebat? Tapi ya nggak apa-apa. Suatu saat nanti kita bisa bilang, "Hei Amerika, hei Australia, belajarlah kepada Indonesia cara menggunakan kebebasan, cara yang Anda pergunakan sudah kuno, ketinggalan zaman." Demokrasi kalau tidak diplesetlnan, sebenarnya berasal dari dua kata Yunani, yaitu demos artinya rakyat dan kratia artinya pemerintahan. Jadi, demokrasi adalah suatu pola pemerintahan dalam mana kekuasaan untuk memerintah berasal dari mereka yang diperintah atau rakyat. Demokrasi adalah pola pemertntahan yang mengikutsertakan secara aktif semua anggota masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Mantan Presiden Amerika Serikat Abraham Lincoln memberikan rumusan yang terkenal, demokrasi adalah pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat (a government from the people, by the people, and for the people), artinya pemerintahan oleh mereka yang diperintah. Apakah semua rakyat ikut memerintah? Kalau itu yang terjadi maka itu namanya democrazy. Demokrasi langsung bukan hanya tidak dapat direalisasikan, melainkan juga secara etik tidak perlu. Yang sudah teruji adalah demokrasi dengan sistem perwakilan. Sistem ini sudah lama dikenal bahkan telah diakui sejak Revolusi Perancis. Beberapa filsuf terkenal seperti John Locke (abad ke-17), Voltaire dan Jean Jacques Rousseau (pada abad ke-18), serta Jeremv 10
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Bentham dan T.S. Mill pada abad ke-19.„ A merupakan pemikirpemikir yang mengetengahkan konsep demokrasi perwakilan. Ciri-ciri khas demokrasi sejati antara lain adalah dijaminnya hak asasi manusia. Semua warga negara sama kedudukannya di depan hukum dan pengadilan, hak-hak politik seperti kebebasan berkumpul dan beroposisi diakui. Pemerintah dikontrol oleh warga rakyat yang dipilih dengan bebas melalui pemilihan umum dan membiarkan tindakan-tindakannya dinilai oleh rakyat. Jadi ada check and balance. Demokrasi akan berkembang dengan baik dalam suatu masyarakat yang dewasa sehingga dapat membedakan apa yang menguntungkan dan apa yang merugikan seluruh rakyat. Sikap demokratis terlihat bila seorang anggota masyarakat tidak marah manakala orang lain mengatakan "tidak" terhadap pemikirannya. Alam demokrasi memerlukan aturan main yang menjamin adanya fair play (yaitu suatu aturan yang adil dan saling menghormati). Menekan sekelompok orang lain agar tidak ikut bermain bukan carayang demokratis. Bahkan dalam sistem demokrasi yang sehat, kaum minoritas dan kalangan oposisi diperlukan. Sebab kelompok inilah yang dapat menyampaikan kritik-kritik positif karena mereka tidak terlibat dalam permainan secara langsung. Sesungguhnya, demokrasi ada batas-batasnya. Secara etis harus dikatakan bahwa tidak ada pihak manapun di dunia, entah minoritas, entah mayoritas, yang memiliki suatu hak mutlak agar kehendaknya terlaksana. Kehendak satu pihak menemukan batasnya pada kehendak pihak lain. Tidak ada hak atas kebebasan yang tidak terbatas. Sebagai mahkluk sosial manusia wajib menghormati orang lain walaupun keberadaannya tidak sesuai dengan setting yang kita kehendaki. Democracy dan democrazy, diftongnya memang hampir sama, tetapi sebenarnya dalam kosakata sangat jauh berbeda. Namun kalau di lapangan sekarang kedua kosakata ini sulit dibedakan, itu barangkali karena kita sedang mulai menikmati demokrasi sambil belajar, atau mulai belajar sambil menikmati demokrasi. Enak, gila! (22-28 Oktober 1999) 11
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
4 Berutang Kepada Rakyat Ada dua event penting minggu ini berlangsung di Pekanbaru. Yang pertama Musyawarah Besar Ikatan Keluarga Sumatra Barat, dan yang kedua Kongres Rakyat Riau II (KRR II). Keduanya hampir serupa, tapi tidak sama. Kedua event itu tentu saja menarik untuk dipantau karena sedikit banyak keputusannya akan mewarnai kehidupan masyarakat di daerah ini. Dari agenda kedua acara penting tersebut yang kita ikuti di media massa, yang disebut pertama tidak bernuansa politik. Tetapi yang disebut terakhir, sarat dengan nuansa politik. Itu pula yang menyebabkan konon, KRR II agak kesulitan mendapatkan dukungan finansial dari beberapa perusahaan besar di daerah ini, bahkan juga dari Pemerintah Daerah. Walaupun pada akhirnya bisik-bisik mengatakan panitia justru surplus anggaran. Alasan susahnya mendapatkan dukungan adalah, mereka takut "tobaok rendong" (tersangkut paut) urusan politik. Calon donatur takut pada anggapan, ikut membantu membiayai kongres berarti mendukung apa pun keputusan yang diambil. Tentu hal itu terlalu berlebihan, mestinya tidak demikian. Pakai saja ilmu percetakan. Mereka mencetak apa saja sesuai pesanan, tidak peduli urusan politik atau urusan esekesek, yang penting ada catatan kaki, "isi di luar tanggung jawab percetakan". Selesai! Orang kan juga tidak bodoh amat, tentu bisa menilai mana yang berupa dukungan politik, mana yang berupa "tanda partisipasi". Yang menarik untuk dicermati adalah bahwa sekarang sudah menjadi mode, upaya memobilisasi massa dalam bentuk kegiatankegiatan berupa kongres-kongres rakyat. Apabila massa berhasil dimobilisasi, maka itu sudah dianggap mewakili rakyat. Memang sebagai salah satu bentuk pengumpulan dan penyatuan aspirasi, kegiatan-kegiatan seperti itu sama sekali tidak salah. Masalah baru timbul 12
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
apabila kegiatan itu dipaksakan atau memaksakan diri agar hasilnya diterima sebagai suatu produk yang sudah memiliki legitimasi. Legitimasi menyangkut formalitas dan sistem. Bagi kita, terminologi kongres sebenarnya adalah suatu pertemuan besar para wakil organisasi baik di bidang politik, sosial maupun profesi untuk mendiskusikan dan mengambil keputusan mengenai berbagai masalah. Kongres Pemuda Indonesia misalnya, pernah diselenggarakan oleh para pengurus berbagai perkumpulan pemuda pada waktu itu. Kongres Pemuda Indonesia pernah diselenggarakan tiga kali, yaitu tahun 1926, 1928, dan tahun 1939 Jangan lupa, bangsa kita juga pernah menyelenggarakan Kongres Perempuan Indonesia, bahkan telah berlangsung empat kali. Kongres Perempuan Indonesia yang pertama dilangsungkan di Yogyakarta pada tanggal 22 Desember 1928 dan salah satu keputusannya yang masih lestari hingga kini adalah ditetapkannya tanggal 22 Desember sebagai hari Ibu Indonesia. Riau sendiri pernah menyelenggarakan Kongres Rakyat Riau pada tahun 1956 danxmenghasilkan suatu keputusan yang sangat monumental, yaitu berdirinya Propinsi Riau yang merupakan pemekaran dari Propinsi Sumatera Tengah pada waktu itu. Kongres Rakyat adalah sebuah kegiatan besar dengan nama besar, yang apabila direnung-renung akan mendirikan bulu roma. Nuansanya tidak akatiterlalu mendebarkan bila misalnya di sebut Kongres Masyarakat. Sebab term "masyarakat" memang erat kaitannya dengan budaya. Masyarakat oleh para pakar didefinisikan sebagai sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama. Oleh karena itu, dikenal istilah masyarakat kota, masyarakat desa, masyarakat hukum, masyarakat Minang, masyarakat Bugis, masyarakat Batak, masyarakat Melayu, dan seterusnya. Istilah "rakyat" tentu tidak cocok dipadankan dengan kata-kata tersebut, sebab rakyat biasanya tidak dikaitkan dengan aspek budaya, tetapi lebih dikaitkan dengan aspek pembagian kelas dan geografis. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka, rakyat 13
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
adalah segenap penduduk suatu negara, sebagai imbangan pemerintah. Dengan kata lain, rakyat itu adalah mereka-mereka yang diperintah oleh pemerintah. Maka dalam filosofi itu, Lembaga Perwakilan Rakyat kita, namanya adalah Dewan Perwakilan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, bukan Dewan Perwakilan Masyarakat. Dengan demikian fungsi lembaga ini adalah mewakili kepentingan atau aspirasi rakyat yang diwakilinya, yang memperoleh legitimasinya melalui pemilihan umum. Maka sesungguhnya anggota DPRD yang tidak memperjuangkan aspirasi rakyat, berutang kepada rakyat. Rakyat yang mana? Rakyat yang memilihnya. Sebab anggota lembaga perwakilan rakyat berasal dari rakyat, dipilih oleh rakyat dan berjuang untuk rakyat (from the people, by the people, for the people). Banyak komponen yang memang berasal dari rakyat, sebut saja misalnya anggota TNI, orang-orang yang duduk di pemerintahan, aktivis partai, aktivis organisasi, aktivis kampus, bahkan juga aktivis LSM. Walaupun semua komponen tadi termasuk lembaga perwakilan, ibarat ikan dan air dengan rakyat, namun dalam sistem politik, lembaga perwakilanlah yang menjemput mandat dari rakyat, diberikan oleh rakyat, berhak mewakili rakyat dan konsekuensinya sekaligus berhutang kepada rakyat. Semua boleh "pasang badan" demi kepentingan rakyat, tetapi kalau yang lain boleh "buang badan" dalam membela kepentingan rakyat, maka anggota lembaga perwakilan jangan coba-coba. Tetapi masalah aspirasi atau kehendak rakyat memang tidak sederhana. Tidak setiap aspirasi dapat dikatakan aspirasi rakyat, sebab ada juga aspirasi yang mengatasnamakan rakyat. Bahkan sekarang menjadi trend, seseorang atau sekelompok orang dengan mudah mengatakan bahwa mereka mewakili rakyat, mengklaim apa yang diucapkannya atau diperjuangkannya adalah aspirasi rakyat. Rakyat adaiah kata yang sangat layak "dijual" oleh kelompok-kelompok oportunis untuk mencari keuntungan tertentu atau sebagai alat penekan. Yang diperlukan oleh kelompok ini biasanya hanya modal keberanian dan kenekatan. 14
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Nama "rakyat" sekarang memang merupakan senjata yang ampuh. Tetapi sesungguhnya, kekuasaan rakyat tidak tak terbatas. Keterbatasan itu antara lain terletak pada sistem perwakilan. Adapun keterbatasan wakil rakyat terletak pada norma, etika, dan hati nurani. Siapa yang berani mengatasnamakan rakyat berutang kepada rakyat. (28 Januari-2 Februari 2000)
15
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
5 Mengelola Kemarahan Amuk pastilah muara dari sekumpulan kemarahan. Tetapi kemarahan sebenarnya tidak selalu berakhir dengan amuk. Kemarahan adalah ibarat air terjun, apabila dikelola secara tepat ia akan menjadi sumber energi. Kawan baik saya seorang wartawan senior, pernah menangis sambil menulis artikel. "Saya marah pada keadaan yang tidak mampu saya perbaiki," ceritanya. Kemarahan kawan saya itu dituangkannya dalam tulisan, jadilah sebuah artikel yang penuh sentuhan. Sesungguhnya aksi-aksi kekerasan sebagai manifestasi dari kemarahan, bukanlah gejala yang baru dalam masyarakat. Dalam beberapa tahun terakhir ini, aksi kekerasan menampakkan peningkatan yang sangat signifikan di Indonesia. Kekerasan sebenarnya merupakan fenomena universal karena tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Usianya adalah setua sejarah dan peradaban umat manusia. Masa lampau telah dijejali secara berlimpah ruah oleh sikap, aksi dan tindak kekerasan. Tidak seorang dan tidak satu komunitas pun luput dari aksi kekerasan dalam berbagai bentuk dan manifestasi. Perbedaan hanyalah dalam bentuk, skala, frekuensi, intensitas, dan kausalitas tindak kekerasan itu sendiri. Tentu layak menjadi bahan renungan, mengapa orang cepat menjadi marah? Padahal dulu kita terkenal sebagai bangsa yang berbudaya tinggi, penuh dengan sopan-santun, penyayang antara sesama dan peramah. Mengapa? Agaknya tidak mudah membuat argumentasi secara eksak. Kadang-kadang hanya karena kendaraan yang satu terhalang atau disalib oleh kendaraan lain, sumpah serapah pun keluar dari mulut. Kita mencari-cari alasan dalam benak kita, bahwa kita berhak untuk marah karena orang tersebut telah berlaku seenaknya. Kita tidak mau tahu dengan alasan orang lain, atau suasana 16
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
yang melingkupi batin seseorang, sehingga di bawah sadar seseorang berbuat salah. Saya mendapatkan pengalaman kecil yang tidak pernah terlupakan ketika sedang berada dalam perjalanan lewat darat dari Rockhamton menuju Brisbane di Australia, tiga belas tahun yang lalu. Pengemudi mobil adalah Dr. Peter Jellineck, dosen saya. Untuk ukuran saya, Peter seorang yang arbgan dan urakan. Suatu ketika tanpa sengaja dia menyentuh klakson, dan tentu saja benda itu berbunyi. Pengemudi mobil di depan entah mendengar entah tidak, tetapi yang menarik perhatian saya, ketika mobil berhenti, Peter menghampiri pengemudi tersebut untuk hanya sekadar minta maaf bahwa dia tanpa sengaja telah membunyikan klakson. Mudahnya kemarahan meledak menjadi amuk barangkali karena terlalu banyak hal-hal yang menjengkelkan. Tetapi satu hal yang agaknya patut dicatat adalah terlalu besarnya jurang antara harapan dan kenyataan. Banyak yang tidak bisa memahami dengan jernih, ketika seseorang memaksakan kehendaknya, maka sebenarnya pada saat yang sama ada kehendak orang lain yang dirampas. Ketika seseorang marah kepada yang lain, pada saat yang sama orang lain juga bisa marah. Kita marah kepada pengemudi di depan ketika dia terlambat menjalankan kendaraannya beberapa detik, tetapi kita juga tidak senang ketika kendaraan di belakang kita berlaku tidak sabar dengan membunyikan klakson. Keakraban, kebiasaan yang tidak dapat dihindari, ekspektasi, pengorbanan, agenda-agenda yang saling bertubrukan, kebiasaan aneh, tanggung jawab dan semua masalah kemasyarakatan dapat berperan dalam menghadirkan lingkungan yang penuh tekanan dan berpotensi menimbulkan friksi dan kemarahan. Dan susahnya, kita seringkali bereaksi terlalu berlebihan setiap kali berhadapan dengan keadaan yang buruk atau mengecewakan. Kita meledak di luar kendali dan langsung kehilangan pandangan yang lebih luas. Sebenarnya, perasaan kita selalu bersama kita, tetapi kita jarang bersama perasaan itu. Sebaliknya, kita biasanya baru sadar tentang emosi kita ketika sudah menumpuk dan menindih. Irama kehidupan 17
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
modern memberi kita terlalu sedikit waktu untuk melakukan refteksi atatt bahkan berkontemplasi. Sebenarnya setiap hari kita memerlukan waktu merenung, apa yang telah kita perbuat, apa yang seharusnya kita perbuat, tetapi tidak kita perbuat, atau sebaliknya. Kita membutuhkan waktu untuk mawas diri, tetapi biasanya kita tidak memanfaatkannya. Emosi mempunyai agenda tersendiri, tapi ketergesaan hidup kita tidak menyediakan ruang untuk itu, tidak memberi waktu. Kita membiarkan batin kita bersuara lirih, padahal suara ini menawarkan kemudibatiniah yang dapat kita gunakan untuk menjelajah rimba belantara kehidupan. Pernahkah kita merasa malu kepada diri sendiri dengan kemarahan yang pernah kita lakukan? Oleh karena itu, sangat diperlukan adanya kesadaran dan kecerdasan emosi. Kecerdasan emosi merujuk pada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosi mencakup kemampuan-kemampuan yang berbeda, tetapi saling melengkapi dengan kecerdasan akademik. Banyak orang cerdas, dalam arti terpelajar, tetapi tidak mempunyai kecerdasan emosi, sehingga lemah dalam pengendalian diri. Orang yang tidak memiliki kesadaran emosi akan cenderung menggunakan semangat juangnya dengan kasar. Ia terlalu mudah untuk tersinggung, dan tanpa sadar, kemarahan membuatnya memperlakukan orang lain dengan kasar. Dalam lingkungan masyarakat madani, yakinlah tidak akan ada seorang pun mau bekerja sama dengan orang seperti itu, yang selalu menganggap orang lain lebih rendah. la tidak mempunyai kesadaran sama sekali bahwa emosinya membuatnya tersingkir. Resep yang paling ampuh dalam mengelola kemarahan sebenarnya adalah kesabaran dan memberikan teladan kepada lingkungan. Definisi kesabaran menurut orang tua-tua: Kalau mandi di hilir-hilir, tapi jangan di hilir sangat nanti hanyut ke muara. Kemarahan pada skala yang tidak destruktif adakalanya perlu. Anda tidak akan pernah merasa betapa nikmatnya sinar matahari bila 18
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
tidak ada awan mendung. Jadi sesekali mendung, duniawi namanya. Bukankah badai pasti akan berlalu ?! (12-18 November 1999)
19
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
6 Fenomena Perubahan Siapa pun yang pernah kuliah dan menamatkan studinya di Yogyakarta, pastilah merasa enggan meninggalkan kota itu. Saya pun mengalami syndrome yang sama ketika harus berpisah dengan kampus "Bulak-sumur" UGM. Obsesi saya, suatu saat kelak saya akan kembali ke Yogyakarta untuk menikmati suasana kuliah seperti sediakala. Pada kenyataannya, itu tidak pernah terjadi dan tidak akan pernah terjadi. Pertama, saya tidak akan pernah kembali menjadi mahasiswa "culun" yang mengayuh sepeda ke kampus bersama ratusan mahasiswa lainnya. Walaupun semisal ada kesempatan untuk kembali kuliah di Pasca Sarjana, suasananya sudah lain. Kedua, Yogya (bahkan juga kampus "biru" Bulaksumur) sama sekali telah berubah. Perubahan memang tidak akan pernah bisa terbendung oleh siapa pun. Dan kita merupakan aktor dalam fenomena perubahan itu. Anehnya, kita kadang-kadang tidak menyadari hal itu. Alam tidak akan pernah berhenti berubah, dan perubahan yang terjadi tidak akan pernah bisa mengembalikan keadaan seperti sediakala. Dalam fenomena alam tidak ada istilah status quo. Kata orang bijak, hanya satu yang tidak pernah berubah di dunia ini, yaitu perubahan itu sendiri. Artinya, di mana pun, perubahan pasti berlangsung, tinggal seberapa besar dan seberapa dahsyat. Itu saja. Tetapi perubahan memang belum tentu berupa kemajuan. Semua makhluk hidup mengalami perubahan. Namun, terkecuali makhluk hidup yang bernama manusia, makhluk lain jarang sekali mengalami perubahan yang bersifat suatu kemajuan. Makhluk yang lain itu, kalau pun mereka berubah, perubahannya memerlukan waktu yang lama sekali. Tanaman paku-pakuan tumbuh, ikan berenang dalam cara yang sama seperti yang mereka lakukan jauh sebelum "zaman kuda makan besi". Semut-semut yang rajin melakukan kegiatan sehari-hari untuk 20
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
mempertahankan kelangsungan hidup mereka, tetap dengan cara vang tidak berbeda ketika Hinosaurus masih merguacai dunia. Tetapi manusia, dalam sejarah yang singkat, telah mengubah wajah dunia dan dirinya sendiri. Dengan menggunakan pikirannya yang cerdas manusia "mengobok-obok" (pinjam istilah Joshua) dunia agar berubah lebih cepat dan lebih cepat lagi dan akhirnya manusia bingung sendiri karena gagasannya cepat menjadi usang. Pola perubahan sosial klasik seperti dalam revolusi industri yang terjadi di Eropa, ketika masyarakat agraris tradisional di sana bergerak menuju masyarakat industri maju, telah menjadi wacana usang. Pola perubahan seperti itu dianggap terlalu sederhana, terlalu linear, tidak multidimensi, dan terlalu mudah untuk dibaca. Dalam masyarakat yang sudah terobok-obok seperti dewasa ini, benturan peradaban agaknya lebih menarik dan menantang untuk dibicarakan. Kita sedang berhadapan dengan lingkungan baru yang aneh. Di kantor, di kampus, di pasar, di kedai kopi, bahkan di rumah sendiri. Otak kita sudah dimasuki "virus" perubahan. Perubahan yang terjadi bukan saja karena penguasaan ilmu dan teknologi, baik yang berhubungan dengan rekayasa industri maupun biologi, tetapi juga oleh kesadaran dan perlombaan eksploitasi sumber daya alam yang memang memiliki keterbatasan. Melihat benturan yang demikian keras, setengah percaya setengah tidak kita barangkali sedang berhadapan dengan keruntuhan peradaban. Perubahan telah menjadi kata kunci, tidak peduli ke arah yang lebih baik atau buruk. Dewasa ini misalnya, demikian susah mencari apa yang bernama etika dan sopan santun. Murid tidak lagi hormat kepada guru, yang muda tidak lagi "segan" kepada yang tua mencaci-maki, suka merampas hak orang lain, bahkan dengan teganya membunuh. Ke mana perginya orang-orang kita yang dulunya peramah, penyayang sesama, suka menolong, suka tersenyum, sehingga oleh bangsa asing orang kita sering disebut the smilling people? Adakah ini akibat salah asuhan karena sistem pendidikan yang tidak sesuai, atau karena minimnya keteladanan? 21
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Tampaknya, kita telah memiliki lebih banyak lagi keragaman sifat dari pada yang kita miliki kemarin. Dengan kondisi yang demikian maka ke depan kita akan menghadapi tantangan yang lebih berat dalam mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa, karena sesungguhnya dengan kondisi hari ini pun kita sudah mengalami tantangan hebat. Bila kita memandang peristiwa demi peristiwa itu dari kejauhan, maka beberapa hal yang semula tak kelihatan menjadi kentara. Peristiwa satu dengan lainnya tampak seperti terpisah, berdiri sendiri, namun agaknya tidaklah demikian. Peristiwa-peristiwa itu saling berhubungan, paling tidak pada suatu garis fatamorgana. Sesungguhnya, peristiwa dan kecenderungan itu merupakan bagian dari suatu fenomena perubahan: kematian peradaban lama dan kebangkitan peradaban baru. Selama kita menganggap itu sebagai perubahan yang terpisah, dan luput melihat arti penting yang lebih besar dan mendasar, maka tidak mungkin kita bisa mendesain suatu respon yang masuk akal. Coba lihat bagaimana kita merangkak dari suatu krisis ke krisis lain, bergerak sempoyongan ke masa depan, tanpa rencana strategis, nyaris tanpa harapan, dan tanpa wawasan. Padahal kita memerlukan pola pikir, mata, dan telinga baru. Tentu, tidaklah mudah untuk menyesuaikan diri dan mengelola perubahan-perubahan besar dan mendasar yang terjadi secara simultan dalam masyarakat, baik bagi elit politik maupun masyarakat umumnya. Kita tidak mungkin menghentikan perubahan apalagi memutar mundur jarum jam. Nasihat William Cullen Bryant agaknya layak kita renungkan: "Jangan menangisi perubahan, sebab apalah jadinya kalau keadaan tidak pernah berubah". Yang paling bijak adalah menuruti petuah orang tua-tua: orang optimis adalah bagian dari pemecahan masalah, dan orang pesimis adalah bagian dari masalah. Tinggal pilih. (24-30 September 1999)
22
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
7 Memelihara Konflik Memelihara konflik tentu berbeda dengan memelihara lembu, tapi produk akhirnya bisa sama. Kok bisa? Begini. Memelihara lembu, orang mengharapkan lembunya berkembang biak, beranak-pinak, lembu dewasa kemudian dijual untuk mendapatkan uang. Uang hasil jualan dipergunakan untuk menyekolahkan anak, beli sepeda motoi, Jitabung, atau kawin lagi. Maka di Jawa, lembu disebut rojo koyo (sumber kekayaan). Apa hubungannya dengan kortflik? Konflik juga dipelihara, bukan untuk dikembangbiakkan, tetapi agar tidak mati. Konflik diperlukan untuk memelihara kekuasaan, memelihara pengaruh. Pengaruh dipergunakan untuk kepentingan bisnis, berdagang (menggaleh). Bisnis menghasilkan uang. Contohnya, sudah menjadi rahasia dunia bahwa Amerika Serikat memelihara konflik dimana-mana agar mereka bisa menjual senjata, menjual pesawat pembom, menjual kapal perang, membangun pangkalan militer, atau menjual jasa perlindungan pertahanan keamanan. Jadi memelihara lembu atau memelihara konflik dalam perspektif ekonomi adalah sama. Ujung-ujungnya duit. Hanya saja yang satu direct (langsung), yang lain indirect (tak langsung). Ada yang ragu untuk menanam modal di zaman tak menentu ini, tapi kawan saya dari Taiwan justru percaya, di masa tak menentu inilah saatnya investasi. Semakin tinggi risiko semakin besar rupiahnya. "More risk more money," katanya. Di zaman dahulu pun, konflik telah dimanfaatkan oleh pemegang kekuatan dan kekuasaan. Ujung-ujungnya fulus juga. Coba simak gaya kompeni (VOC)-persekutuan dagang Belanda zaman dahulu melakukan taktik devide el impera atau taktik adu domba. Konflik antar raja, atau antar suku, atau antar agama, dipelihara. Dengan pengetahuan dan peralatan yang lebih maju dari pribumi, 23
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
kompeni selalu memposisikan diri sebagai juru damai. Juru damai tidak gratis, Bung! Kompeni pasti meminta kompensasi, kalau tidak monopoli perdagangan, mereka meminta wilayah untuk bertanam cengkeh. Kalau perolehan tidak memuaskan maka mereka menggunakan kekuatan seniata. Yang kalah meniadi daerah taklukan dan harus menyetor upeti secara rutin. Jadi, ada konflik ada fulus. Dalam ilmu manajemen, ada istilah MBC dan MBO. Tapi tidak ada hubungan saudara sama sekali dengan Badan Tinju Dunia WBC dan WBO. MBC adalah singkatan dari management by conflictmanajemen berdasarkan konflik, sedangkan MBO kepanjangannya adalah management by objective-manaiemen berdasarkan tujuan. Konflik memang bisa dipelihara, "dikelola" untuk tujuan tertentu oleh kelompok manajemen atau oleh kelompok kepentingan tertentu. Konflik pada hakikatnya dapat didefinisikan sebagai segala macam interaksi pertentangan atau antagonis antardua atau lebih kepentingan. Konflik timbul karena banyak sebab, bisa karena faktor elemenelemen yang berbeda, seperti elemen identitas yang menyangkut suku, agama, ras, bahasa, latar belakang sejarah, bisa juga karena ketidakadilan distributif. Terjadi ketidakadilan dan ketidakseimbangan dalam distribusi sumber daya ekonomi dan sosial politik dalam masyarakat. Misalnya, kenapa kelompok etnis tertentu mendapatkan distribusi sumber daya alam yang lebih banyak dari etnis lainnya, kenapa distribusi ekonomi tidak merata antara satu suku dengan suku lainnya. Dalil-dalil pembenaran tentu bisa dikemukakan terhadap adanya perbedaan tersebut, tetapi ketimpangan itu tetap akan menjadi potensi konflik. Hal ini dimungkinkan terjadi karena perbedaan persepsi, nilai-nilai dan sebagainya. Bila konflik tersebut ke samping kanan atau kiri, maka disebut konflik horizontal. Kalau konflik itu atas-bawah seperti antara pusat dengan daerah, maka konflik disebut sebagai konflik vertikal. Konflik yang terjadi di Maluku, Sulawesi Tengah, atau Kalimantan Tengah dapat dikategorikan konflik horizontal. Lain konflik Riau? Presi den Abdurrahman Wahid tampaknya mengelompokkan konflik Riau sebagai konflik vertikal, sama dengan konflik Aceh dan Papua, 24
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
sehingga Gus Dur perlu berteriak, kalau dia mundur dari jabatan presiden, maka nanti Riau dan Aceh akan merdeka, katanya. Ah, masaaaak? Sesungguhnya di Riau tidak hanya melulu konflik vertikal seperti kasus otonomi, CPP Block, usul pembentukan Propinsi Kepulauan Riau dan Negara Riau Merdeka. Kasus konflik horizontal juga tidak kalah serunya: kasus Torganda, kasus Selat Panjang, kasus PT. Arara Abadi, adalah konflik horizontal yang tak kalah hebohnya. Korban memang tidak berjatuhan banyak, tetapi getaran jeritannya terdengar ke mana-mana. Siapa sesungguhnya yang tega-teganya memelihara konflik? Konflik tak ubahnya seperti memelihara anak harimau. Bila kecil kelihatan lucu dan menggemaskan, tetapi bila besar tuannya pun siap dilibas. Maka bagi yang hobi memelihara konflik, jangan biarkan anak harimau itu besar. Konflik-konflik kecil sampai pada derajat tertentu, akan dapat merangsang dinamika kelompok untuk memajukan prestasi, tetapi konflik besar juga mampu membunuh organisasi, bahkan membunuh etnis. Maka sesungguhnya daripada memelihara anak harimau, akan lebih baik jika konflik dieliminir sejak masih kecil. Masalahnya, bila remote control berada di tangan kita sendiri, barangkali kita bisa mengarahkannya kepada sesuatu yang positif, tetapi bila yang memegang remote control adalah provokator, maka konflik akan lebih runyam. Ada tiga metode penyelesaian konflik yang lazim dipergunakan, yaitu metode dominasi atau penekanan, metode kompromi, dan metode pemecahan masalah interaktif. Metode dominasi tidak mengharamkan aturan mayoritas melalui pemungutan suara atau voting. Metode kompromi adalah pcnyelesaian. konflik melalui pencarian jalan tengah yang dapat diterima kedua belah pihak dan menerima tawaran kompensasi (dalam banyak kasus, metode ini seringkali dimanfaatkan oleh para "calo reformasi", yakni kelompok yang pintar menangguk di air keruh). Berbeda dengan dua metode sebelumnya, dalam penyelesaian konflik melalui pemecahan masalah secara interaktif, konflik antarkelompok diubah menjadi masalah 25
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
bersama, yang dapat diselesaikan melalui teknik-teknik pemecahan masalah. Apa pun teori teknik penyelesaiannya, yang diperlukan adalah kejujuran dan keikhlasan semua pihak.
(16-22 Maret 2001)
26
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
8 Sapa Suruh Datang Jakarta Sapa suruh datang Jakarta Sapa suruh datang Jakarta Sandiri suka sandiri rasa Ee do e sayang........... Tidak jelas siapa penggubah dan kapan lagu itu digubah, yang pasti folksong Manado, Sulawesi Utara itu memang populer. Ringan dan ceria, itulah kesan apabila kita mendengarkan lagu itu dilantunkan. Barangkali tidak berlebihan bila folksong itu menimbulkan imej, orang Manado punya rasa humor yang tinggi, jujur, dan sportif. Tangan mencencang bahu memikul. Mengapa mesti sewot, kan tidak ada yang memaksa Anda untuk datang ke Jakarta. Jadi rasain sendiri, risiko tanggung penumpang, begitulah kira-kira. Pemberitaan media cetak dan elektronik akhir-akhir ini yang tiada henti-hentinya memberitakan tingkah polah Jakarta, entah mengapa, menyebabkan lagu rakyat Manado itu terngiang-ngiang di telinga saya, padahal Manado dengan Pantai Bunakennya yang indah itu baru sekali saya kunjungi. Barangkali karena lirik lagunya terasa kontekstual dengan situasi dan kondisi akhir-akhir ini, ketika kelompok-kelompok kepentingan ramai-ramai mengerahkan massanya ke Jakarta untuk kemudian pulang dengan tangan hampa. Sebuah perbuatan yang kelihatannya sia-sia. Tidak ada seorang pun yang bisa melarang orang lain datang ke Jakarta, sebab Jakarta adalah ibu kota republik ini. Milik semua orang. Tetapi Jakarta kini bukan lagi Batavia, yang dihuni oleh orang-orang Belanda yang sangat gemar bersepedaria seperti di Amsterdam sana. Jakarta telah berkembang menjadi sebuah kota yang supersibuk, macet di mana-mana, tidak lagi bersahabat dan tidak lagi mampu memberikan 27
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
kenyaman, keamanan, dan kemudahan bagi warganya dan para pendatang. Pokoknya siape lu siape gue. Jakarta bukan sebuah kota yang mampu memanjakan pengunjungnya seperti Singapura atau Kuala Lumpur misalnva Pencopet, penipu,preman.dan komplotan penjahat kapak merah ada di mana-mana. Bila Anda kurang waspada, maka Anda akan jadi korban. Demikian parahnya citra ibu kota itu sampai ada pemeo: sekejam-kejamnya ibu tiri, lebih kejam lagi ibu kota. Orang Manado bukan tidak tahu itu. Mereka tahu Jakarta itu kejam, tapi tetap saja ada yang nekat datang mengadu nasib. Ada yang berhasil, tapi tentu ada yang gagal. Itu manusiawi. Yang gagal ada yang pulang kembali ke kampung halaman tercinta tanpa beban, tidak marah-marah dan tidak menyalahkan siapa-siapa, tidak juga menyalahkan Jakarta, dan jauh pula dari merajuk. Mereka menyanyi, ..."sapa suruh datang Jakarta...." Kemampuan mengejek dan menertawakan diri sendiri seperti nyanyian orang Manado itu, kalau memang demikian interpretasinya, memerlukan kedewasaan emosional. Orang yang terbatas kecerdasan emosionalnya, akan cenderung mempersalahkan pihak lain dan akan cenderung mencari peternakan "kambing hitam". Kambing hitamlah yang jadi korban, yang siap untuk disembelih oleh siapa saja dan kapan saja. Kasihan betul kambing hitam itu. Untung mereka tidak "matre". Kalau mereka "matre" pasti harganya telah melambung seperti dolar Amerika. Hari-hari terakhir ini semua pasang mata dan telinga diarahkan ke Jakarta menanti dengan berdebar-debar kejutan apa gerangan yang akan terjadi di ibu kota. Keadaan laksana kembali seperti di awal gerakan reformasi yang dilaksanakan oleh mahasiswa ketika mulai memuncak pada tahun 1998 yang berhasil menggusur Presiden Soeharto. Ketika itu perkembangan bukan lagi terjadi hari demi hari, jam demi jam, tapi detik per detik, begitu metafora yang digunakan oleh Dr. Nurcholis Majid, menggambarkan perubahan keadaan yang berlangsung cepat dan unpredictable. 28
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Massa yang datang ke Jakarta, yang sebagian besar berasal dari Jawa Timur untuk mengikuti Istighatsah Qubro, doa bersama yang ditaja oleh Nahdathul Ulama, agaknya belum semuanya kembali ke daerah. Iring-iringan mereka menuju gedung DPR untuk memprotes Sidang Paripurna DPR yang menjatuhkan Memorandum II dengan menggunakan transportasi bus, truk, kereta api, dan sebagainya menjadi tontonan menarik, dan itu bisa ditonton oleh siapa saja melalui layar kaca. Jakarta secara ekonomis memang masih menjadi ladang bisnis raksasa. Dengan penduduk lebih dari sepuluh juta jiwa dan di siang hari lebih padat lagi karena penduduk yang tinggal di hinterland atau di suburban semuanya tumpah-ruah ke Jakarta, membuat megapolitan ini menjadi salah satu megapolitan yang terpadat di dunia. Dan semuanya tentu memerlukan layanan publik seperti jasa angkutan, utilitas, lapangan pekerjaan mulai dari yang halus sampai yang kasar, penyediaan bahan makanan dan minuman, pemeliharaan kebersihan, dan seterusnya. Coba hitung berapa liter kebutuhan susu, berapa butir telur, dan berapa ekor ayam potong, berapa pula kebutuhan "ayam kampung" dan "ayam kampus". Jumlahnya tentu tidak main-main dan itu sebuah bisnis besar. Mana ada yang gratis di Jakarta. Andaikan Jakarta bisa aman seperti kota-kota megapolitan lainnya di dunia, tidak hari demi hari terancam kerusuhan dan keresahan seperti sekarang, maka Jakarta adalah sebuah industri raksasa dan ladang bisnis yang menggiurkan. Jakarta yang aman dan menggairahkan akan dapat menjadi lokomotif bagi Pulau Jawa yang sudah amat sangat sumpek itu. Sayangnya, Jakarta kini ibarat orang yang mengidap virus yang siap menularkannya kepada orang lain. "Virus kerusuhan" yang diidap Jakarta sering latah ditiru oleh kota-kota lain tidak hanya di Jawa, tapi juga kota-kota di luar Jawa. Kerusuhan memang menakutkan apalagi kalau sudah melibatkan massa. Citra Jakarta, ibu kota kita, memang sedang terpuruk terutama akibat pengerahan-pengarahan massa itu. Banyak yang ketakutan, terutama orang-orang asing. Oleh karenanya dalam 29
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
suatu pertemuan Konsul Malaysia dan Konsul Singapura di Pekanbaru belum lama ini, saya berkali-kali meyakinkan mereka, Riau sangat jauh dari Jakarta, mudah-mudahan tidak tertular virus Jakarta. Saya cuma tidak katakan Riau kini terasa bahkan semakin jauh dari Jakarta. "Sapa suruh datang Jakarta...." (4-10 Mei 2001)
30
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
9 Mencoba Memahami Australia Australia adalah negeri Barat yang berada di selatan negeri kita. Memang terasa agak aneh, negeri Barat mestinya jauh di barat sana, di Eropa atau di Amerika. Tapi itulah Australia. Ada sebuah anekdot. Konon suatu ketika, Perdana Menteri Australia Paul Keating datang ke Jakarta bertemu dengan Presiden 5oeharto (kedua-duanya kini sudah mantan). Dengan takzim Paul Keating bertanya sambil mohon pehinjuk kepada Presiden Soeharto, "Saya ingin belajar dari Indonesia bagaimana caranya agar Australia bisa menjadi republik." Dengan kalem Soeharto menjawab, "Saya juga ingin belajar dari Australia bagaimana caranya agar Indonesia bisa menjadi kerajaan." Ini agaknya berkaitan dengan joke orang Madura. Konon dulu, kalau orang Madura ditanya siapa Presiden Indonesia, mereka akan menjawab Harmoko. Lho, lalu Soeharto itu siapa? Soeharto itu rajanya! Australia adalah sebuah negara yang berbentuk kerajaan, tetapi perilakunya liberal, dan terkesan sebagai sebuah negara republik. Sebaliknya Indonesia adalah sebuah negara republik, tetapi karena presidennya bertahta laksana sang raja (ketika itu), maka terkesan seperti kerajaan. Dalam episode lain, tapi ini kisah nyata, Australia melaksanakan referendum. Opsi yang ditawarkan kepada rakyat Australia: negara tetap berbentuk kerajaan atau berbentuk republik. Lebih dari separo rakyat Australia ternyata memilih negaranya tetap berbentuk kerajaan. Aneh, kan? Di seluruh penjuru dunia dewasa ini, justru orang ramai-ramai memilih negara berbentuk republik, bahkan negara besar seperti Uni Soviet telah berkecai-kecai (pinjam istilah Prof. Tabrani) menjadi negara republik kecil-kecil. Australia ternyata ogah republik dan lebih suka berada di bawah ketiak Ratu Inggris. 31
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Hasil referendum pasti tidak bohong. Dan bagi kita tidak ada urusan, mau kerajaan atau mau republik. Sama saja. Tidak ada sesuatu yang salah, hanya sedikit terasa aneh saja. Rupanya tidak mudah bagi kita memahami isi hati orang Australia Dalam perspektif kita. kerajaan berarti ada raja, dan raja berarti feodalistik. Hanya saja memang, raja dalam perspektif kita dan raja dalam perspektif Inggris yang menjadi induknya Australia, agaknya berbeda. Seperti halnya negara-negara Barat lainnya, Australia juga memberikan apresiasi yang tinggi terhadap HAM. Namun pada sisi lain, Australia justru enggan memberi penghargaan yang layak terhadap suku asli Aborigin. Memang suku Aborigin hanya lebih kurang 2 persen saja dalam komposisi etnik di Australia yang berpenduduk 16.8 juta jiwa, sisanya, etnik Eropa 95 persen, Asia 2 persen, dan lainnya 1 persen. Suku Aborigin pemilik sah Benua Australia, tersingkir oleh pendatang dari Inggris yang kemudian mengklaim benua itu milik mereka semenjak pertama kali didarati oleh James Cook pada tahun 1770. Marjinalisasi suku Aborigin ini kemudian semakin menjadi-jadi ketika orang-orang Eropa berbondong-bondong datang ke Australia untuk menambang emas. Hubungan Indonesia-Australia selalu mengalami pasang surut. Ada kalanya mesra, adakalanya tegang bahkan saling bakar bendera. Susah dipahami dan diprediksi. Tahun 1986, sesaat sebelum saya berangkat studi ke Australia, kedutaan mereka di Jakarta didemo oleh KNPI. Demo tersebut adalah sebagai reaksi balas setelah beberapa hari sebelumnya harian Sydney Morning Herald menyiarkan berita yang menghina Presiden Soeharto. Pers Australia memang dari dulu tidak bersahabat dengan Indonesia. Pemerintah Australia berulangkali terpaksa melakukan klarifikasi bahwa apa yang disiarkan oleh media massa bukan merupakan sikap pemerintah. Media massa tidak bisa dikontrol oleh pemerintah untuk tidak mcnghujat ncgara lain. Memang susah dimengerti. Dalam sebuah pertemuan kecil dengan asosiasi peternak di luar kota Townsville beberapa hari kemudian, dengan agak kikuk mereka 32
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
mengatakan bahwa kalangan peternakan Australia tidak ada urusan sama sekali dengan pemberitaan di media massa. Mereka mengatakan tidak ada masalah dengan peternak Indonesia. Rasanya kita tetap berhubungan baik dan saling membutuhkan kata mereka. Entah mereka jujur entah tidak, hanya mereka yang tahu. Tetapi bisnis peternakan antara Australia dan Indonesia tidak boleh dikatakan kecil. Australia adalah pemasok utama ternak sapi untuk Indonesia, demikian pula daging bekunya, susu, dan keju. Saya kira kalangan swasta Australia akan rugi besar bila mereka tidak bisa lagi memasok peternakan dan hasil-hasilnya ke Indonesia. Sementara Indonesia masih bisa mencari pemasok lainnya dan saya kira pasti banyak yang antre karena Indonesia adalah pasar yang sangat potensial. Ketika beberapa tahun kemudian Indonesia terkena wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) pada ternak sapi yang menimbulkan kerugian besar pada peternak, Australia adalah negeri yang paling risau. Hal ini wajar karena peternakan merupakan industri utama di Australia. Mereka ketakutan setengah mati terhadap kemungkinan melanglangbuananya virus PMK itu ke Australia. Bila itu terjadi, tamatlah riwayat mereka. Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain, Australia harus membantu Indonesia sepenuhnya memerangi PMK tersebut. Prinsip mereka, lebih baik berperang di negeri orang daripada di negeri sendiri. Tahun 1999, tidak ada lagi PMK. Australia kembali hadir, namun kali ini memerangi orang-orang prointegrasi di Timor Timur dan menembaki TNI. Bedanya, ketika mereka ikut membantu memerangi PMK, Australia menunjukkan rasa persahabatan dan senasib sepenanggungan. Sedangkan sekarang, mereka arogan dan penuh dengan suasana permusuhan. Saya mencoba memahami, tetapi tetap tidak memahami Australia. (26 November-2 Desember 1999)
33
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
10 Superman & Super Semar Dari satu segi, superman dan supersemar tidak berbeda. Keduanya digambarkan sebagai makhluk super. Superman adalah imajinasi tentang manusia super, sebuah konsep filosofis dari Friedrich Nietzsche, sedangkan supersemar adalah (mestinya) Semar yang super. Tapi itu kan dari satu segi, padahal segala sesuatu itu bersegisegi. Yang bersegi tiga namanya segitiga, yang bersegi empat, namanya persegi empat. Yang segi empat ini masih lagi terbagi dalam beberapa bentuk, ada yang namanya bujur sangkar, ada yang namanya empat persegi panjang, dan ada yang namanya persegi empat suka-suka alias tak beraturan. Nah, superman dan supersemar terjemahannya tergantung pada suasana kejiwaan ketika sedang menyebutnya. Bila suasananya remang-remang, ada musik, ada bir, ada kacang dan ada hostess yang tersedia untuk berasyik-asyik, maka superman berarti "ekstra joss". Bila berada ditengah-tengah massa yang berunjuk rasa, maka superman berarti seorang orator yang bisa membakar semangat, membuat massa bisa menyerang dengan beringas atau membuat massa tidak menyerang. Tapi ketika ada makhluk yang berhasil menyelamatkan nyawa seorang ibu dan anaknya yang terperangkap dalam kobaran api di sebuah gedung pencakar langit, saat orang biasa sudah berputus asa, dan kemudian sang penyelamat terbang menghilang ketika orang-orang belum sempat mengucapkan terima kasih karena masih terperangah, maka itu baru superman betulan seperti yang digagas oleh Friedrich Nietzsche itu. Dalam imajinasi filsuf Jerman itu, superman adalah sebuah konsep manusia sempurna yang selalu berusaha keras untuk mencapai kesempurnaan. Melalui kemauan keras superman dapat mengangkat dirinya memiliki pengendalian diri yang sempurna. Dalam alam pikiran 34
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Friedrich Nietzsche, superman memiliki kekuatan moral dan mental, jadi sebenarnya adalah sebuah konsep tentang moral. Tetapi kemudian konsep itu dielaborasi, bahkan disalahgunakan oleh rezim Nazi di bawah Hitler untuk menjastifikasi bahwa bangsa Arya, etnis Jerman, adalah bangsa yang memiliki superioritas. Dalam suasana kejiwaan ketika sedang membayangkan superman, maka supersemar juga tidak seperti yang dibayangkan secara umum. Supersemar pastlah Semar yang super. Semar dalam cerita wayang adalah bapak dari Petruk, Gareng, dan Bagong. Keempat anakberanak ini, masih dalam dunia perwayangan, merupakan punakawan bagi Arjuna, Bima, dan raja-raja atau ksatria lainnya. Punakawan berarti pelayan atau pengawal atau abdi pengiring raja-raja Jawa di zaman dahulu. Namun berbeda dengan ketiga orang anaknya, yang berbakat besar sebagai pelawak seperti yang pernah kita saksikan di layar TVRI, Semar bukan pelawak, melainkan penasihat yang arif dan bijaksana. Semar adalah bapak pelindung Pandawa atau Pandawa Lima (sekali lagi dalam cerita wayang) dalam negara Astina, yaitu Yudistira, Werkudara, Arjuna, Nakula dan Sadewa. Semar juga dipandang sebagai dewa. Nah, jadi supersemar kan bisa bermakna dewa yang super. Tetapi Supersemar yang kembali menjadi gunjingan atau wacana hari-hari terakhir ini, bukanlah Semar yang super itu. Melainkan Surat Perintah Sebelas Maret yang disingkat dengan Supersemar. Alkisah, dipercaya oleh banyak orang pintar, supersemar (yang surat itu) adalah sebuah surat yang dahsyat, surat yang ditandatangani oleh Presiden Bung Karno untuk menyerahkan kekuasaan kepada Soeharto. Supersemar adalah sebuah "cek kosong". Atas dasar Supersemar itulah Soeharto melakukan apa saja yang baik menurutnya, melayarkan bahtera Indonesia mencapai pantai tujuan. Bahwa kemudian dalam perjalanan Soeharto selama 32 tahun dia membangun sebuah imperium dan kapalnya tidak pernah sampai ke tujuan, itu cerita lain. Orang kemudian bertanya-tanya surat sakti seperti apa sebenarnya Supersemar itu, yang bisa membuat orang kaya tujuh 35
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
turunan. Orang semakin penasaran karena yang beredar di pasaran bukanlah Supersemar yang original, tapi yang palsu atau paling banter aspal (asli tapi palsu). Banyak orang yang patut ditanya telah ditanya, ke mana gerangan Supersemar yang asli itu. Pihak-pihak yang sangat berkepentingan dengan surat tersebut agaknya mulai sedikit grogi karena saksi sejarah yang mampu mengungkapkan rahasia Supersemar itu satu demi satu wafat. Itu pula agaknya alasan mengapa perburuan Supersemar itu kembali menghangat di awal milenium ketiga ini. Yang juga sangat menarik untuk direka-reka adalah mengapa surat itu diberi singkatan Supersemar. Adakah barangkali penamaan surat itu karena Soeharto ketika itu sedang berpikir tentang superman? Sebagai orang yang sangat Jawa, apalagi sebagai putra daerah Yogyakarta, Soeharto tentu seorang pengagum Semar. Dan karena pengagum, bisa saja Soeharto menokohkan dirinya seperti Semar. Soeharto tak akan memilih tokoh Petruk atau Gareng atau Bagong. Ini terlihat ketika dia mundur dari panggung politik, Soeharto menggunakan istilah lengser keprabon. Soeharto terobsesi menjadi seorang tokoh tua yang amat disegani, yang semua ucapannya bisa menjadi jampi-jampi. Dan dengan pride yang sangat besar ketika itu, Soeharto tentu tidak mau menjadi Semar sembarang Semar, tapi pasti Semar yang super maka kloplah singkatan surat itu (barangkali) menjadi Supersemar. Kalau kita berpikir ke depan, ketemu atau tidak Supersemar yang asli, agaknya tidaklah terlalu penting. Sebab ke depan, dalam era demokrasi yang semakin baik, pola cek kosong seperti Supersemar itu adalah pola yang kuno yang tidak boleh dipertahankan. Alih kepemimpinan harus jelas mekanismenya dan transparan. Tapi kita tentu tidak menolak bila dalam masyarakat kita yang masih dalam kesulitan ini muncul superman-superman seperti dalam konsep Friedrich Nietzsche itu.
(31 Maret-6 April 2000) 36
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
Bagian 2 Riau dan Konflik Kepentingan
37
2002
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
1 Bulan Negeri Serantau Seakan diatur, tiga negeri serantau: Indonesia, Malaysia dan Singapura, hari jadinya jatuh pada bulan Agustus. Indonesia 17 Agustus 1945, Malaysia 31 Agustus 1957, dan Singapura 9 Agustus 1965. Tunggu, masih belum lengkap kalau belum menyebut hari jadi Propinsi Riau tanggal 9 Agustus 1957, ketika Presiden pertama RI, Ir. Soekarno menandatangani pemekaran Propinsi Sumatra Tengah: menjadi tiga propinsi, Sumatra Barat, Riau, dan Jambi. Hari jadi propinsi Riau, untuk pertama kali dirayakan pada bulan Agustus tahun ini di Gedung Lancang Kuning DPRD Riau, lengkap dengan pembacaan syair. Dengan tiga negeri serantau (bahkan empat termasuk Riau) merayakan hari jadi pada bulan Agustus, cukup alasan untuk menyebut bulan ini bulan negeri serantau. Boleh, kan? Tapi Saudara, bukankah itu kebetulan? Benar, tetapi kebetulan yang baik tentu perlu disyukuri. Barangkali ada hikmah yang bisa dipetik. Siapa tahu kelak akan ada perayaan hari jadi bersama negeri serantau Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Tentu tertumpang pula di sana Riau, Negeri Lancang Kuning. Siapa tahu? Sebenarnya ada banyak persamaan negeri-negeri serantau ini, ketimbang perbedaannya. Yang paling menonjol adalah kesamaan bahasa. Bahasa Melayu adalah bahasa yang dimengerti oleh umumnya anak manusia yang tinggal di rantau ini. Di Singapura walaupun etnik Melayu hanya 14 persen dari penduduknya (Cina 74%), tapi umumnya etnik Cina di pulau ini dapat berbahasa Melayu (berba-hasa Indonesia). Sebutlah tokoh Lee Kuan Yew, atau Perdana Menteri Goh Chok long, atau BG Lee (Lee Shien Long), semua dapat berbahasa Melayu dengan lancar. Di Malaysia jangan tanya, lebih dari separo penduduknya etnik Melayu dan berbahasa Melayu. 38
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Bahasa jelas menjadi alat perekat persaudaraan yang paling ampuh. Contohnya adalah negara-negara Amerika Latin. Kecuali Brazil yang berbahasa Portugis, semuanya berbahasa Spanyol. Argentina, Chili, Uruguay, Venezuela, Bolivia, Equador, Kolombia, dan Peru misalnya, semua berbahasa Spanyol dan ini membuat mereka merasa senasib sepenanggungan. Nah, kalau bahasa menunjukkan bangsa bisakah negeri-negeri di Amerika Latin itu disebut Bangsa Amerika Latin? Atau negerinegeri serantau itu disebut sebagai Bangsa Melayu? Di samping bahasa, kepentingan lain yang saling isi-mengisi di antara negeri-negeri serantau ini adalah kegiatan perdagangan. Jauh sebelum adanya konsep segi-tiga pertumbuhan Singapura-Johor-Riau (Sijori) atau IMS-GT (Indonesia-Malaysia-Singapura Growth Triangle), negeri-negeri serantau ini sudah saling tukar-menukar barang dagangan. Dewasa ini bahkan sebenarnya Singapura itu sudah "setanah air" dengan kita, sebab sudah banyak sekali tanah dan pasir kita yang dipakai untuk menguruk pantainya. Bahkan bandara internasional Changi yang megah dan tersibuk kedua di dunia itu pun sebagian dibangun di atas pasir urukan dari Riau. Demikian juga kawasan industri yang mengagumkan di Jurong, di bagian barat daya Singapura, diuruk dengan pasir laut dari Riau. Membandingkan foto satelit Singapura 30 tahun yang lalu dengan Singapura terkini, memang kelihatan betapa kawasan daratan negeri pulau itu bertambah lebar. Sementara di bagian lain, hinterlandnya di Riau Kepulauan, ada pulaupulau yang terancam hilang karena pasir di sekitarnya dikeruk secara berlebihan. Tapi sudahlah. Itu tidak usah terlalu disebut-sebut, yang penting bagaimana ke depan kita membangun iklim "win-win" di rantau ini. Suka atau tidak kita tetap akan menjadi negeri serantau sampai dunia kiamat. Kita tidak lagi bisa memilih tetangga. Atau ada negeri yang mau pindah?
39
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Memperingati hari jadi adalah sebuah momentum komtemplasi. Menelusuri kembali harapan-harapan yang direnda sejak awal, bahkan juga mimpi-mimpi indah, untuk kemudian dihadapkan dengan realita. Negeri serantau ini masing-masing memiliki permasalahan yang berbeda. Kita tidak tahu secara persis apa yang menjadi renungan Malaysia dan Singapura di hari jadinya. Sebenarnya, duniawi bila terjadi deviasi antara cita-cita dengan realita, tapi kita di sini jelas menghadapi sekian banyak masalah-masalah besar yang tak kunjung terpecahkan. Buah karya ciptaan pikiran dan akal budi manusia sesungguhnya merupakan berkah, bukan sebaliknya, merupakan kutukan terhadap kemanusiaan. Yang terjadi, buah cipta itu berkah untuk sekelompok orang, tapi tragisnya membawa kesengsaraan bagi kelompok lainnya. Saya teringat ucapan Albert Einstein, si jenius penemu Teori Relativitas itu, di depan mahasiswa Institut Teknologi California suatu kali. "Mengapa ilmu yang sangat indah ini, yang menghemat kerja dan membikin hidup lebih mudah, hanya membawa kebahagiaan yang sedikit kepada kita? Jawabannya sederhana. Karena kita belum lagi belajar bagaimana menggunakannya secara wajar". Einstein benar, ilmu yang seharusnya mengungkai masalah menjadi mudah, malah membuat berbelit-belit bak benang kusut. Kita mengundang investor untuk membuka lapangan pekerjaan, tapi yang diperoleh adalah kemiskinan sistematis, ketidakadilan, dan pertengkaran. Kita ingin mewujudkan demokrasi, tetapi etika yang dikembangkan adalah ademokrasi. Kita mengerti keterbukaan, tetapi kemudian "kebablasan". Einstein tidak meminta kita harus mengerti diagram dan rumus-rumus persamaan matematika yang rumit, melainkan hanya kewajaran, karena kebenaran adalah universal. Adakah perbedaan yang begitu signifikan dalam menggunakan ilmu pengetahuan secara wajar antara negeri-negeri serantau ini, yang mengakibatkan hasil akhir demikian berbeda? Momentum "bulan negeri-negeri serantau" ke depan agaknya perlu dimanfaatkan untuk membangun kesadaran kemajuan bersama. Di rantau bertuah ini kita tidak akan pernah terpisahkan. 40
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
(20-26 Agustus 1999)
41
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
2 Kuda Troya Pernah dengar Kuda Troya? Kuda Troya tidak berasal dari Kroya, Banyumas, Jawa Tengah. Walaupun kedengarannya agak mirip, tidak ada sangkut-pautnya sama sekali. Kuda Troya adalah sebuah legenda yang berasal dari Semenanjung Balkan. Bukan sembarang kuda dan bukan pula sungguh-sungguh kuda, tapi sebuah kuda yang dibuat dari kayu. Kejadiannya dulu kala, pada zaman purba, kerika Yunani berperang meiawan Troya. Legenda ini berasal dari kisah nyata Perang Troya (Trojan War). Bermula ketika Putra Mahktfta Kerajaan Troya jatuh cinta berat kepada Helen. Sayangnya, Helen adalah istri Menelaus, seorang pejabat tinggi dari kota Sparta, Yunani. Singkat cerita, entah bagaimana kejadian persisnya, Helen yang cantik jelita itu, berhasil dilarikan oleh putra mahkota ke Troya. Petinggi-petinggi kerajaan Yunani yang dipermalukan, sudah barang tentu marah besar dan bersumpah menuntut balas sampai tetesan darah terakhir. Maka perang pun tidak terhindarkan. Bala tentara Yunani dikerahkan untuk menyerbu Troya, tetapi mereka gagal memasuki kota. Troya dikepung selama 10 tahun. Ketika hampir putus asa karena gagal memasuki kota, tentara Yunani menemukan sebuah taktik. Mereka berpura-pura mundur menjauhi Troya, dengan meninggalkan sebuah kuda raksasa yang terbuat dari kayu di luar kota, tetapi dalam perut kuda ini telah bersembunyi beberapa serdadu Yunani. Melihat pasukan Yunani telah mundur, tanpa perasaan curiga kuda kayu tersebut diangkut oleh orang-orang Troya ke dalam kota. Inilah kekhilafan Troya. Di malam hari yang kelam, keluarlah serdadu-serdadu Yunani yang bersembunyi di perut kuda itu. Mereka kemudian membuka gerbang kota, sehingga serdadu-serdadu Yunani yang berpura-pura 42
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
mundur dalam jumlah yang besar, leluasa memasuki kota. Kota Troya menjadi lautan api dan takluk. Helen berhasil direbut kembali. Kuda kayu ditinggalkan demikian saja oleh pasukan Yunani di Troya, tidak lagi dipakai. Kuda kayu itu memang hanya sebuah alat tipu muslihat. Bagi bangsa Yunani modern- cerita tentang kuda troya agaknya tinggal sebuah kenangan manis. Kalau ingin lebih mendalami, silakan membalik-balik buku sejarah. Sementara di belahan dunia lainnya, berabad-abad kemudian, legenda kuda troya tidak pernah dilupakan. Di zaman peradaban manusia yang sudah sangat modern ini, tentu tidak diperlukan lagi peralatan seperti kuda troya yang dibuat oleh bangsa Yunani kuno itu. Model kuda Troya tentu sudah sangat ketinggalan zaman. Presiden Amerika Serikat Bill Clinton, tentu tidak bisa menipu Saddam Hussein dengan membuat kuda troya agar bisa menyusup masuk ke Istana 1001 malam di Bagdad. Tipu muslihat di zaman modern susah diidentifikasi. Sering kali terasa ada terkatakan tidak, karena dia sudah dirancang dengan muatan iptek yang canggih. Kuda troya dalam tatanan konsep, sebagai suatu "kendaraan", diakui atau tidak, justru seringkali diadopsi. Istilah kuda troya banyak dipergunakan sebagai perumpamaan dalam berbagai macam situasi dan kondisi. Bahkan modus operandi kuda troya ini semakin hari semakin bervariasi dan semakin kaya improvisasi. Banyak yang dapat disebut sebagai kuda troya dalam kehidupan berpolitik, banyak pula kuda troya dalam tatanan perekonomian dan beberapa aspek kehidupan lainnya. Syarwan Hamid, ketika masih menjabat sebagai Kasospol ABRI, menggunakan istilah kuda troya untuk mengingatkan masyarakat dari kemungkinan ditungganginya partai politik tertentu oleh sisa-sisa eks PKI. Kuda troya adalah "kendaraan" untuk membungkus maksudmaksud tertentu untuk tujuan tertentu pula, namun seringkali berkonotasi negatif. Kita punya contoh, kalau mau diumpamakan sebagai kuda troya misalnya, yakni tragedi Pulau Singkep di Riau Kepulauan. Seratus tahun lamanya pulau ini dipergunakan sebagai "kendaraan" perekonomian nasional. Timahnya ditambang (atau 43
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
dikuras?) sampai habis dan seteiah timahnya habis atau tidak lagi ekonomis untuk dieksploitasi, pulau ini pun ditinggalkan demikian saja. Pulau Singkep yaag dulu jaya di era penambangan timah, kini tinggal kenangan plus lubang-lubang raksasa yang tidak berguna. Kehidupan masyarakatnya berbalik 180 derajat. Adakah tanggung jawab moral pihak yang selama satu abad mengeksploitasi timah dari pulau itu? Hanya orang Pulau Singkep yang tahu secara persis. Kuda troya adakalanya diartikan sebagai kuda beban. Kuda beban tidak pernah tahu beban apa yang diangkutnya, ringan atau berat sama saja. Dalam dinamika kehidupan sehari-hari dewasa ini, praktik kuda troya sering dijumpai. Ada yang vulgar, ada yang setengah vulgar, dan ada pula yang dikemas dalam skenario rapi. Semakin rapi skenarionya semakin kabur siapa menjadi kuda troya, bagi siapa, dengan cara bagaimana. Atau dengan kata lain tidak lagi dapat dilihat secara hitam putih siapa menunggangi siapa. Bank Bali adalah kuda troya, tapi ada pihak lain yang menjadi kuda troya bagi Bank Bali. Riau juga pernah disebut oleh mantan Wakil Gubernur Riau, Rivaie Rachman, sebagai kuda troya. Sayangnya Rivaie Rachman enggan menyebut siapa Menelausnya. Minas, Rumbai, dan Duri adalah kuda troya. Komisi Pemilihan Umum juga kuda troyanya partai-partai gurem. Bahkan partai politik juga bisa menjadi kuda troya bagi kaum oporrunis. Organisasiorganisasi yang bermunculan bak jamur di musim penghujan bisa juga menjadi kuda troya. Banyak aktivis partai mencari-cari "kendaraan" baru, setelah "kendaraan" lama tidak lagi menjanjikan dan tidak lagi bisa mereka manfaatkan untuk tujuan-tujuan tertentu seperti masa-masa sebelumnya. Dengan jaringan yang semakin rapi, canggih dan aktor intelektual yang "diselimuti" secara rapi. surat kabar juga acapkali menjadi kuda troya bagi kelompok kepentingan atau elit tertentu. Sudah menjadi rahasia umum, disadari atau tidak oleh pengasuhhya, dengan berpayung pada kebebasan pers yang merdeka, surat kabar setiap hari meniupkan terompet untuk kelompok tertentu, dalam rangka penggiringan opini. 44
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Kuda troya pada dasarnya adalah perangkap. Kalangan yang awas akan dapat merasakan jebakan yang mengancam. Susahnya, kuda troya di abad informasi ini, tidak lagi memiliki wujud seperti yang diangkut oleh warga Troya itu. Dia abstrak.
(27 Agustus-2 September 1999)
45
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
3 Maju Kena Mundur Kena Kongres Rakyat Riau II telah usai. Apa pun hasilnya, kongres ini tercatat dalam sejarah Riau sebagai kongres yang serba "ter". Termahal biayanya, terbanyak pesertanya, terlama penyelenggaraannya, dan terluas liputannya. Siapa pun yang menjadi peserta KRRII ini tentulah telah memperoleh banyak pengalaman. Bagaimana menghadapi sebuah perbedaan pendapat, menghargai atau tidak menghargai perbedaan pendapat, bagaimana berhati panas berkepala dingin atau sebaliknya berhati dingin berkepala panas. Semua terhidang bebas demikian saja tanpa sensor. Ada yang "telanjang" karena memperlihatkan sesuatu yang tersembunyi dalam dirinya yakni budi pekerti yang boleh disebut melampau batas, ada pula yang "ditelanjangi" tanpa ampun. Seseorang yang memberikan pandangan yang berbeda, tanpa basa-basi dihujat habis. Kita ibaratnya berada dalam sebuah akuarium besar, dan kita telah mempertontonkan sebuah pertunjukan yang luar biasa. Tidak ada sesuatu yang bisa disembunyikan dalam akuarium seperti itu. Semua bebas melihat, dan mencatat karakter yang ada. Pembenaran tentu bisa dibuat, itulah manifestasi dari sebuah demokrasi. Orang bebas mengeluarkan pendapat atau tidak mengeluarkan pendapat, baik yang sudah dikemas maupun yang baru setengah jadi. Kongres ini memang telah menyadarkan kita terhadap banyak hal. Masa 44 tahun pasca Kongres I rupanya bukanlah masa yang terhitung pendek. Perubahan sudah demikian banyak terjadi. Sebagian panitia Kongres II ini memang veteran Kongres I. Mereka sudah sepuhsepuh, tetapi semangatnya luar biasa. Karena masih berusia empat tahun ketika KRRI diselenggarakan, saya tidak tahu bagaimana suasana batin mereka ketika Kongres I berlangsung. Andai "veteran" ini terobsesi suasana kejiwaan seperti ketika Kongres I berlangsung, maka 46
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
mereka mestilah menelan pil pahit yang teramat sangat dalam KRR II ini. Betapa tidak, cucu kemenakan mereka sudah beranak pinak, dan anak pinak dari cucu kemenakan itu pun kini telah besar-besar dan pintar-pintar, telah menjadi mahasiswa. Dalam era reformasi ini, mahasiswa itu kan "can do no wrong" Kongres juga memberi pelajaran kepada kita bagaimana menyelenggarakan sebuah majelis besar yang harus mengambil sebuah keputusan penting, pada hal pesertanya terdiri dari mereka-mereka yang sangat beraneka-ragam pendidikan, adat-istiadat, latar belakang, dan sebagainya. Jurang tingkat pendidikan misalnya, sangatlah besar, mulai dari yang tidak tamat sekolah dasar sampai kepada yang bergelar profesor-doktor, master, dan seterusnya. Itu belum kalau kita berbicara tentang latar belakang adat istiadat. Ada peserta yang dibesarkan dalam kungkungan adat yang ketat, yang selalu bergerak dalam koridor adat bersendi sarak, sarak bersendi kitabullah, namun ada pula peserta yang dibesarkan dalam lingkungan yang tidak beradat. Ketika masalah ini diangkat dalam pertemuan Panitia KRR II dengan DPRD Propinsi Riau seminggu sebelum perhelatan besar itu diselenggarakan, panitia tidak menganggap perlu mencermati "jurangjurang" itu secara khusus. Bahkan panitia juga tidak mempersiapkan design apa yang diharapkan menjadi goal dari KRR II. Padahal sebenarnya, bahwa design itu nantinya disepakati atau tidak, dalam kongres itu urusan lain. Bahkan MPR sekalipun mempersiapkan rancangan ketetapan sebelum sidang berlangsung, itulah yang digodok secara maraton oleh Panitia Ad Hoc Badan Pekerja. Kita memang mendapatkan pelajaran yang mahal dari KRR ini. Semuanya serba dilematis, maju kena mundur kena. Presiden Gus Dur berniat baik membantu Panitia Kongres dengan mengucurkan dana Rp5OO juta. Tapi bantuan ini jadinya bermasalah. Kalau tidak dibantu, orang akan bilang, tidak ada perhatian sama sekali dari Gus Dur, sememangnyalah Gus Dur itu tidak menganggap Riau sama sekali. Jika dibantu, kita sudah sama-sama tahu reaksi peserta, bantuan ini 47
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
diauggap sebagai upaya Gus Dur untuk mempengaruhi hasil kongres dan "menjinakkan" orang Riau. Muagkin akibat tersinggung karena bantuan Gus Dur maka hasil kongresnya demikian, tetapi kan juga tidak ada jaminan kalau tidak dibantu hasilnya tidak demikian. Konon, Pertamina pun membantu dengan jumlah yang sama dengan bantuan presiden. Dan Pertamina pun maju kena mundur kena. Sebelumnya, sebagaimana kita ikuti di media massa, mereka tidak bisa membantu karena jumlahnya sangat besar sehingga kewenangan untuk mengiakan atau menidakkan tidak berada pada Pertamina, tetapi pada pemerintah. Tetapi kemudian mereka membantu juga. Bagi peserta kongres, dibantu atau tidak oleh Pertamina tidak ada bedanya. Bila Pertamina tidak membantu, maka berarti dalam pikiran Pertamina memang tidak pernah ada nama Riau. Bila dibantu, reaksi peserta kongres kita sudah sama-sama tahu. Bahkan dari bisik-bisik kawan menyebutkan, itu kan karena Pertamina takut diblokir. Unjuk rasa mahasiswa di Caltex Rumbai beberapa hari sebelum KRRII dibuka, mengingatkan mereka bahwa Riau tidak main-main. Kongres juga memberi pelajaran yang mahal kepada kita, betapa sebuah gagasan mulia, hasilnya belum tentu demikian. Banyak pihak yang setuju diadakan kongres, banyak pula yang tidak setuju, tapi agaknya lebih banyak lagi yang diam seribu basa atau yang memang sengaja "menunggu di muara". Ketika bola salju KRR II telah menggelinding, situasinya memang maju kena mundur kena. Bila KRR II tidak jadi diselenggarakan, nanti dibilang tidak mampu, yang mencibir pasti tidak sedikit, malu kan? Namun bila jadi dilaksanakan, dikhawatirkan membuat masyarakat berkecai-kecai terpolarisasi. Dan ini pasti menjadi makanan yang empuk bagi pihak-pihak yang ingin memancing di air keruh. Bagaimanapun, pertunjukan itu telah usai dan hasilnya kita sudah sama-sama maklum. Kita memang selalu terlambat belajar dan selalu berkata, barangkali ada hikmahnya. Biarlah waktu yang mencatat apa nanti jadinya.
48
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
(4-20 Februari 2000)
49
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
4 Emas Hitam Kambing Hitam Propinsi Riau itu propinsi petrodolar, kata orang. Maksudnya, Riau adalah produsen minyak atau petroleum, dan karena produsen maka Riau kaya akan dolar karena harga minyak memang dihitung dalam dolar. Beberapa waktu yang silam, dalam suatu kunjungan kerja ke propinsi Sulawesi Utara, Pemda setempat tanpa maksud berbasa-basi mengatakan kepada delegasi kami, bahwa Riau itu adalah sebuah propinsi yang sangat kaya, Propinsi Riau itu adalah propinsi petrodolar. Kalau kami di Sulawesi Utara, katanya, tidak memiliki tambang apaapa. Tapi untunglah, rakyat kami memiliki mesin uang. Mesin uang rakyat adalah pohon-pohon kelapa. "Rakyatnya kaya Pemdanya miskin, kalau Riau barangkali sebaliknya", gurau juru bicara tuan rumah. Riau memang kaya, tidak hanya memiliki sumur minyak yang tidak pernah kering diisap oleh ribuan "pompa angguk" setiap hari untuk kemudian diekspor dan fulus jutaan dolar pun mengalir. Riau juga memiliki lokomotif raksasa lainnya, yaitu pabrik kertas dan bubur kertas (pulp and paper). Ada dua pabrik raksasa yang berlokasi di Riau, yaitu Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP) dan Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Dengan jumlah produksi IKPP sebesar 1,7 juta ton dan RAPP lebih kurang 1 juta ton bubur kertas per tahun, kedua perusahaan ini disebut-sebut sebagai perusahaan pulp and paper yang terbesar di Asia bahkan dunia. Ketiga perusahaan ini, (PT Caltex Pacific Indonesia yang mengelola pompa angguk, PT IKPP dan PT RAPP yang menggiling hutan menjadi bubur kertas) sering disebut sebagai lokomotif perekonomian Riau. Sebagai lokomotif (kepala kereta api), mereka menarik gerbong-gerbong yang berisi rakyat Riau untuk bergerak maju menuju terminal tujuan. Perusahaan-perusahaan raksasa ini juga disebut sebagai engine of growth, mesin pertumbuhan ekonomi daerah. 50
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Dalam pendekatan ekonomi skala luas, mesin pertumbuhan ekonomi berarti, dengan modal yang mereka tanamkan di daerah ini pertumbuhan ekonomi akan meningkat, lapangan pekerjaan akan tersedia. Betapa tidak, dua perusahaan ini (PT IKPP dan PT RAPP) mempekeriakan tidak kurang dari 25.000 karyawan Sedangkan PT CPI mempekerjakan tidak kurang dari 6.000 karyawan. Itu belum terhitung karyawan perusahaan kontraktor yang menjadi mitra tiga raksasa tersebut, baik kontraktor utama (main contractor) maupun sub-sub kontraktornya. Nah, kalau setiap karyawan menghidupi 3-5 orang anggota keluarga, berapa jumlah keseluruhan jiwa yang akan dihidupkan. Angka-angkanya menjadi fantastis. Dalam perkiraan secara umum, sekian jumlah jiwa yang hidup dari kegiatan operasi ketiga raksasa tersebut tidak bisa dikategorikan kedalam kelompok rakyat yang miskin. Mereka kan dibayar di atas UMR, bahkan fasilitas yang mereka terima pun di atas rata-rata. Tentu menjadi pertanyaan bagi kita, betulkah perhitungan statistik yang menyebutkan bahwa rata-rata rakyat Riau termiskin kedua di Indonesia? Betulke? Siapa yang menghitung, siapa yang memulai mempopulerkan peringkat kemiskinan itu? Suatu ketika dulu, banyak daerah yang mencak-mencak ketika pemerintah pusat mengumumkan jumlah desa tertinggal di masingmasing wilayah. Sebab dengan banyaknya jumlah desa tertinggal berarti kinerja propinsi tersebut buruk, pembangunan gagal. Tetapi ketika beberapa saat berselang ada pengumuman susulan bahwa setiap desa tertinggal akan memperoleh dana IDT (Inpres Desa Tertinggal), maka setiap daerah pun berlomba-lomba merevisi angka jumlah desa tertinggalnya supaya menjadi lebih banyak. Riau dulu memang termasuk salah satu propinsi yang merevisi jumlah desa tertinggal itu menjadi lebih banyak, sehingga Pemda repot memberikan klarifikasi. Cobalah bayangkan, anggaran setiap tahun bertambah, swasta-swasta besar berdatangan, tapi jumlah desa tertinggal semakin banyak. Bila dilihat secara harfiah artinya pembangunan kan gagal. Ale-ale itu cuma akal-akalan untuk menyedot dana IDT lebih besar. 51
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Sulawesi Utara tidak memiliki mesin uang pompa angguk seperti di Riau, yang setiap detik memproduksi emas hitam alias minyak mentah, demikian juga Sulawesi Tengah, Tenggara, maupun Sulawesi Selatan. Kekuatan mereka adalah pada usaha pertanian skala rakyat. Riau semuanya serba "ter": terbanyak minyaknya, terbesar pabrik kertasnya, terluas kebun sawitnya, tetapi juga tertinggal masyarakatnya, terkompleks, dan terumit masalahnya. Siapa pun tahu sekarang Riau termasuk satu dari empat propinsi (di samping Aceh, Kalimantan Timur, dan Irian Jaya) yang bermasalah dalam hubungannya dengan pemerintah pusat. Keempat propinsi ini adalah daerah yang kaya akan sumber daya alam, tetapi masyarakatnya relatif tertinggal, apalagi Aceh dan Man Jaya. Hampir semua sependapat bahwa akar masalahnya adalah ketidakadilan distribusi dana yang merupakan bagian daerah, sementara daerah menganggap dana itu diperlukan untuk mengejar ketertinggalannya. Dalam suatu seminar di MPR-RI Jakarta beberapa waktu yang lalu seorang peserta anggota MPR Utusan Daerah protes kepada saya mengapa orang Riau demikian getol memperjuangkan bagi hasil minyak, bukankah daerah lain juga memiliki hak terhadap emas hitam itu? Saya jawab, "Kesalahannya adalah karena emas hitam itu ada di Riau. Emas hitam itu telah membuat jurang si kaya dan si miskin melebar melebihi lebar jurang yang ada di daerah lain. Kalau tidak ada emas hitam barangkali orang di Riau tidak akan merasa terlalu miskin." Paling tidak ada tiga alasan mengapa daerah penghasil minyak berhak menuntut bagi hasil secara wajar. Pertama, alam mereka rusak akibat penambangan, yang mana kerusakan ini tidak dirasakan oleh daerah lam. Kedua, daerah lain tidak terkena limbah industri sebagaimana dirasakan daerah penghasil. Dan ketiga, marjinalisasi penduduk setempat akibat banyaknya pendatang. Di mana ada gula di sana ada semut. Kesemuanya itu memerlukan recovery cost dan social cost yang tidak sedikit, yang tidak perlu diderita oleh daerah yang bukan penghasil. Daerah yang bukan penghasil tinggal terima bersih bagiannya sebagai konsekuensi dari negara kesatuan. 52
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Jadi karena minyak itu ada di Riau, semua jadi repot. Emas hitam memang kambing hitam. (11-17 Februari 2000)
53
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
5 Rapatkan Barisan Kata ulama, "hikmah adalah barang yang tercecer dari kaum mukmin, siapa-siapa yang menemukannya berarti mereka termasuk kaum yang beruntung karena memiliki kearifan untuk melakukan introspeksi." Telah menjadi dalil dalam kehidupan bermasyarakat yang beriman, bahwa setiap musibah selalu dipandang scbagai cobaan dan pasti ada hikmahnya. Ada rahasia Sang Pencipta di sana yang tidak diketahui oleh manusia. Musibah bentuknya bermacam-macam, kehilangan orang terkasih, kecelakaan, kecurian, perceraian, putusnya hubungan silaturahmi, pokoknya segala peristiwa yang tidak menyenangkan dapat digolongkan sebagai musibah, tinggal besar kecilnya saja. Perpecahan, pertengkaran, perbedaan pendapat yang destruktif, disintegrasi bangsa, adalah juga musibah apalagi itu menimpa sebuah masyarakat yang berbudaya. Kita memang tidak akan pernah tahu persis rahasia alam. Itu milik Sang Pencipta. Bukan hikmah namanya kalau kita sudah dapat memprediksi apa yang akan terjadi dari suatu pengambilan risiko. Apalagi risiko itu telah diperhitungkan. Risiko yang diperhitungkan namanya rekayasa. Namun manusia yang disebut sebagai makhluk si pemikir, Homo sapiens, patut dapat mereka-reka apa hikmah dari suatu kejadian. Yang pertama, hal itu menyadarkan kita bahwa umat manusia memiliki kelebihan dan kekurangan. Kesempurnaan makhluk yang bernama manusia itu adalah karena mereka memiliki kelebihan sekaligus kekurangan pada waktu yang sama. Sifat yang demikian disebut manusiawi. Musibah yang bernama perpecahan dan pertengkaran misalnya, jangankan di tengah masyarakat yang berbilang kaum, dalam keluarga sendiri pun, antara saudara sekandung, 54
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
adakalanya hal itu terjadi. Perbedaan pandangan, perbedaan sikap dan perilaku, tidak jarang sampai pada tingkat yang memalukan dan memilukan. Manusia terlalu sempurna untuk diseragamkan apalagi dalam pemikirannya. Pakaian bisa dibuat sama, tetapi pikiran? Bukankah sudah menjadi adagium, kepala boleh sama hitam, tetapi pikiran berlainan. Dalam satu keluarga ada anak yang baik, ada anak yang nakal. Ada anak yang pintar, ada anak yang bodoh, padahal sama-sama keluar dari rahim satu itm. Itttlah yang namanya manusiawi. Kalaulah sama tinggi kayu di hutan, di mana pula angin akan lalu, kata orang tua-tua. Hikmah yang kedua, kata orang bijak, "If there is no cloud, we never enjoy the sun". Kalaulah tidak ada awan mendung, kita tidak akan pernah tahu betapa nikmatnya sinar matahari. Kesadaran kita biasanya terlambat muncul, suasana damai tentram itu ternyata indah. Suasana yang cekcok melulu, suasana gaduh melulu, menyita banyak energi dan waktu untuk menjernihkannya. Orang yang selalu bekerja di bawah tekanan, tubuhnya akan banyak memproduksi hormon adrenalin, hormon ini akan memperlemah daya tahan tubuh, yang menyebabkan sang individu mudah sakit. Keadaan seperti itu, kata orang kampung saya, namanya stres. Ada orang yangbilang, keadaan yang damai dan tentram, tidak kondusif dalam perkembangan demokratisasi. Sebab orang cenderung sangat toleran terhadap lingkungannya, kesadaran untuk memperjuangkan hak-hak politiknya rendah. Ini pulalah agaknya yang menjadi sifat kita orang Melayu sejak dahulu kala. Toleran itu identik dengan mengalah. Kalau dizalimi pun kita akan bilang, "biarlah". Kalau dirugikan kita akan bilang, "sabarlah". Itu memang karakter. Tapi kalau kita balik bertanya, apakah demokrasi itu harus selalu termanifestasi melalui pertengkaran atau perbedaan pendapat yang meledak-ledak? Apakah persahabatan itu selalu harus dimulai dengan perkelahian seperti yang terjadi di film-film? Kalau semua pihak terobsesi dalam semangat memberi, bukan dalam semangat mencaplok, maka orang-orang yang datang dengan 55
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
nafsu mencaplok akan segera terlihat aneh. Tapi bisa juga sebaliknya. Kalau semua orang terobsesi dalam nafsu mencaplok maka orang yang datang dengan semangat memberi justru terlihat anen. Saya teringat ucapan Jayabaya, "Iki zaman edan, yen ora edan ora komanan, nanging sabeja-bejane wong sing Mi isih beja wong sing eling lan waspada". Ini zaman gila, kalau tidak gila tidak kebagian, tetapi seuntung-untungnya orang yang lupa masih lebih untung orang-orang yang sadar dan waspada. Hikmah yang ketiga dari mencuatnya faktor-faktor yang menimbulkan kemungkinan terjadinya perpecahan, adalah, kita perlu merapatkan barisan agar lawan tidak mudah masuk ke jantung pertahanan kita. Kini sudah saatnya. Sebab pihak lain yang disengaja atau tidak disengaja memang sudah berada "di dapur" kita. Hidup ini kan juga laksana sepak bola, kalau daerah pertahanan kita sedang diobrak-abrik oleh barisan penyerang lawan, pelatih akan selalu berteriak agar kita bermain rapat. Ruang gerak bagi lawan untuk mengolah bola harus dipersempit. Kalau penyerang lawan dibiarkan leluasa, gawang kita pasti akan kebobolan. Kita memang tidak perlu tahu seluruhnya apa rahasia alam itu. Tetapi mengambil hikmah dari berbagai macam masalah yang kita hadapi adalah suatu bentuk kerendahan hati. Kita harus mampu belajar dari pengalaman pahit masa lalu untuk kemudian tidak terulang lagi di masa depan. Perbedaan pendapat misalnya, itu perlu, tapi janganlah hendaknya memperlemah posisi kita dan jangan bersifat destruktif. Ibarat sapu lidi, kalau satu-satu mudah dipatahkan, tapi kalau sudah diikat menjadi sapu dia akan menjadi kokoh dan tidak akan mudah dipatahkan, bahkan akan sangatbesar manfaatnya. Tetapi manusia memang terlalu sederhana untuk diperumpamakan sebagai sebuah sapu lidi, apalagi sekarang, semua merasa benar dan semua merasa mampu membuat kebenaran. Jarang yang mau mencoba berempati dengan pihak lain. Kita sering lupa pepatah orang tua-tua, "Seberat-berat mata memandang lebih berat lagi bahu memikul". (18-24 Februari 2000) 56
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
6 Si Pipi Si Pipi tiba-tiba saja menjadi rebutan. "Janda kembang" ini memang sedang naik daun. Ada yang mulai mencari informasi, ada yang langsung melamar, ada yang curi-curi pandang, malu-malu tapi mau, ada yang nafsu besar tenaga kurang. Tapi tunggu, jangan keburu penasaran dan coba-tuba mencari alamatnya di Rumbai, atau di Minas, atau di Duri, Anda akan berurusan dengan satpam atau Anda akan kecele. Sampai jontor atau sampai tua juga tidak akan ketemu. Dia ada di antara Zamrud dan Sungai Pakning, nun, di sana, di kawasan Kabupaten Siak. Si Pipi atau ce pe pe sebetulnya sama saja, itu hanya masalah panggilannya saja, tinggal mau menyebutnya dengan gaya melayu, atau gaya bule. Kalau dirulis "Blok CPP" berarti gaya melayu tentu membacanya ce pe pe. Tapi kalau ditulis "CPP Block" berarti gaya bule, maka dibaca si pipi blok. Tinggal penulisan dan penempatan kata "bloknya" saja mau di depan atau di belakang. Begitu saja kok repot (sorry, pinjam istilah Gus Dur). dari total produksinya per hari. Dan kerugian PT CPI sebenarnya tidak hanya kerugian secara finansial, tetapi yang lebih besar adalah kerugian moral. Mereka pasti punya seribu satu cara bagaimana tetap mempertahankan tingkat produksinya 700 ribu barrel per hari. Mereka kan punya Chevron dan Texaco yang siap menjual teknologinya yang tercanggih untuk menyedot minyak dari bumi Riau. Tetapi, kegagalan mereka mempertahankan Si Pipi menyangkut masalah kepercayaan. Bagi pemerintah pusat, ini sebuah uji coba apakah kita berani memberikan kepercayaan kepada bangsa sendiri atau tidak. Daerah pula, di era otonomi ini, karena memang dimungkinkan oleh peraturan perundangan, wajar saja berkeinginan mengelola ladang minyak tersebut. Apalagi Riau yang selama ini hanya duduk manis menonton orang kenduri di halamannya sendiri. Orang-orang yang selama ini selalu menggunakan "payung nasional" untuk mengesahkan 57
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
keberadaannya di ladang-ladang minyak tersebut, jangan ragu, tidak akan ada masalah dengan pembagian hasil di sini. Sebab dikelola oleh Pertamina atau oleh daerah sama saja, pusat tetap rnendapatkan bagiannya. Teknclogi kan bisa dibeli. Pertamina - CPI saja tetap mengeluarkan dana jutaan dolar untuk membeli teknologi dari Chevron dan Texaco. Artinya uangnya pindah dari kantong satu ke kantong yang lain dari orang yang sama. Aneh kan? Memang licin, selicinnya minyak! (10-16 Maret 2000)
58
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
7 Ada Api Ada Asap Tak ada asap kalau tak ada api. Ungkapan tersebut bisa merupakan peribahasa, yang maknanya kira-kira, tak kan terjadi sesuatu bila tidak ada apa-apanya. Tapi ungkapan itu bisa juga diartikan secara harfiah. Ada asap ada api, secara harfiah tidak ada konotasinya. Adanya asap pastilah disebabkan karena adanya api. Asap yang banyak tentulah dari api yang tentunya juga besar. Atau kalau diilmiahkan sedikit supaya tidak kelihatan ketinggalan amat, gunakanlah istilah titik api. Kalau mau lebih keren lagi gunakan istilah hot Spot, seperti yang dipantau oleh satelit NOAA (National Oceanic Atmosfer Administration) itu. Jadi, semakin banyak titik api atau hot spot, tentu semakin tebal asapnya. Dan "asap" (baca: azab) pulalah bagi orang Pekanbaru dan sekitarnya. Titik api atau hot spot, ya berarti lokasi pembakaran di mana api berkobar. Pembakaran apa? Ada beberapa pengertian yang membingungkan. Ada yang bilang, itu pembakaran hutan. Tapi dibantah oleh yang lain, itu bukan pembakaran hutan, tetapi pembakaran lahan. Lahan kok bisa terbakar. Diperjelas oleh yang lain lagi, itu pembakaran dalam proses land clearing. Lho, land clearing itu kan pembersihan lahan, yang dibakar tetap kayunya. Semakin dijelaskan, semakin tidak jelas. Asap malah menjadi semakin tebal dan telah menjadi agenda tetap setiap tahun, persis seperti agenda tetap tahunan pacu sampan jalur di Taluk Kuantan, sebuah agenda pariwisata. Pernah dengar festival nyamuk? Orang kosmopolitan super modern yang hidup dari satu ruang berhawa dingin ke ruang berhawa dingin lainnya, dari satu gedung pencakar langit ke gedung pencakar langit lainnya, kadang suka aneh-aneh. Coba bayangkan, merekamereka ini ramai-ramai mendatangi suatu tempat di Amerika Latin 59
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
hanya untuk suatu petualangan, sekadar mencoba bagaimana rasanya digigit nyamuk. Konyol kan? Nyamuk di sini sudah barang tentu dijamin 100 persen bebas dari nyamuk malaria dan nyamuk Aedes penyebab demam berdarah itu sehingga gigitannya tidak membahayakan, hanya sekadar menimbulkan gatal-gatal, atau paling parah, sedikit menimbulkan bengkak-bengkak. Tapi festival nyamuk apa hubungannya dengan "ember" Ada! Asap kan sudah menjadi agenda retap tiap tahun, bagaimana kalau kita promosikan sebagai Festival Asap International? Sekali setahun orangorang bule yang steril itu kita undang ke kota bertuah ini untuk menikmati bagaimana rasanya hidup dalam kota yang penuh asap, bagaimana rasanya jalan-jalan sore dengan menggunakan masker penutup hidung dengan mata perih. Atau pada saat kedatangan melalui udara, merasakan ketegangan karena pesawat yang mengangkut mereka harus berputar-putar terlebih dahulu menunggu landasan kelihatan baru bisa mendarat. Atau bahkan terpaksa mendarat di bandar udara kota lain karena bandar udara Sultan Syarif Qasim II tertutup asap. Heboh kan? Pasti heboh. Apalagi kalau maskernya didesain seperti masker anti senjata kimia pasukan Amerika dalam Perang Teluk itu. Bayangkanlah bila semua anak-anak sekolah menggunakan masker seperti itu. Maka Pekanbaru akan terlihat seperti kota luar angkasa, kota planet antah berantah. Sekali lagi, pasti heboh. Pengalaman yang diperoleh wisatawan pasti mena rik sebagai bahan cerita untuk nantinya mereka tulis di negerinya. Beberapa hari yang lalu saya diwawancarai oleh radio BBC London edisi bahasa Indonesia. BBC menanyakan segala sesuatu tentang asap. Saya memberikan jawaban standar, yang menurut hemat saya, siapa pun akan memberikan jawaban yang sama. Habis, setiap tahun kita dihadapkan dengan pertanyaan yang sama, jadi jawabannya, ya itu-itu juga. Ada orang membuka lahan untuk berkebun, harusnya tidak boleh membakar, tetapi mereka membakar juga supaya biaya land dearingnya lebih murah. Pelanggaran? lya. Ditindak? lya. Tapi "cincaicincai". Tidak Jera? lya, heran. Sudah bentuk tim? Sudah, sudah sering. Kan proyek, begitu saja kok repot. 60
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Asap memang telah membuat kita kehilangan muka. Atau kita tidak pernah kehilangan karena tidak punya muka. Susah mencari alasan pembenaran, apalagi asap ini paham benar makna globalisasi. Mereka tidak terikat pada batas-batas negara, borderless. Tidak terikat dengan quota. Tidak perlu pakai paspor untuk memasuki wilayah Malaysia, Singapura, Brunei, dan bahkan sampai ke Thailand. Tidak peduli, walaupun negara-negara tersebut menjerit-jerit karena sempit dan "semput". Dalam perjalanan dari Sepang Kuala Lumpur International Airport menuju pusat kota, saya melihat gedung pencakar langit Petronas Twin Tower (gedung kembar) yang berketinggian 482 meter, terdiri dari 88 lantai, di pusat metropolitan Kuala Lumpur, samar diselimuti asap. Dalam hati saya mengatakan: pasti ini asap kiriman dari negeriku. Pemandangan itu membawa memori saya kepada pemandangan yang hampir serupa ketika kabut juga menyelimuti gedung kembar (Twin Tower) di World Trade Center New York. Pemandangan hampir serupa, tetapi kabutnya jelas berbeda. Yang menyelimuti gedunggedung pencakar langit di New York itu bukan asap yang berasal dari api, tetapi kabut musim gugur. Sedangkan kabut yang menyelimuti gedung Petronas, gedung tertinggi kedua di dunia setelah Sears Tower di Chicago itu, adalah asap sungguhan. "ltu jerebu (asap) yang berasal dari negara Encik", kata sopir taxi menggugah lamunan saya. Saya pun menjawab sekenanya, "tapi sekarang hot spotnya sudah padam semua, kalau tak percaya awak tanyalah ke NOAA." Ada asap karena ada api. Api kecil jadi kawan, api besar jadi lawan. Petuah orang tua-tua, jangan bermain api nanti terbakar. Petuah itu aeaknva perlu di lengkapi, jangan bermain api nanti ada asap. (17- 23 Maret 2000)
61
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
8 Dewan Pakar Sesudah membentuk Dewan Ekonomi Daerah, kini Pemerintah Daerah Riau membentuk pula Dewan Pakar Daerah. Konon akan ada pula Dewan Riset Daerah, Penasihat Ahli, dan sebagainya. Adakah ini manifestasi dari euforia otonomi? Gubernur Riau baru-baru ini mendeklarasikan berdirinya dewan pakar propinsi Riau. Tidak tanggung-tanggung, 28 orang pemikir Riau yang umumnya berasal dari kampus berhasil direkrutnya untuk duduk dalam Dewan Pakar ini. Apa sesungguhnya yang dimaksud dengan pakar? Menurut Prof. Muchtar Achmad yang menjadi "induk hangkang" (baca: Ketua) Dewan Pakar Daerah Propinsi Riau itu, dalam sambutannya, pakar yang berasal dari bahasa Arab, artinya pikir. Awas, sedikit saja terpeleset atau diplesetkan, maka pikir akan menjadi fakir, katanya. Pakar, masih menurut profesor kita ini, adalah kelompok orang yang sangat sadar dalam menggunakan dua telinga dan satu mulutnya. Artinya dia banyak mendengar, tetapi hemat berbicara. Bukan sebaliknya, banyak berbicara, tetapi tidak mau mendengarkan orang lain. Adalah Prof. Dr. B.J. Habibie yang dulu mempopulerkan istilah pakar ini ketika ia membentuk Dewan Pakar di ICMI. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka, pakar berarti ahli atau spesialis. Maka, kalau dikait-kaitkan dengan uraian Prof. Muchtar Achmad, Ketua Dewan Pakar Riau itu, pakar berarti orang yang ahli menggunakan telinga dan mulutnya, ahli dalam mendengar dan ahli dalam berbicara. Ketika acara pengukuhan kemudian diisi dengan dialog, salah seorang Anggota Kehormatan Dewan Pakar Daerah yang bermastautin (bermukim) di Jakarta, M Nur Nungkat, memberi komentar menarik. 62
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Raja karet Indonesia ini menambah panjang definisi pakar yang dikemukakan oleh Prof. Muchtar Achmad. M Nur Nungkat mengatakan, seorang pakar tidak hanya dituntut untuk banyak mendengar dan sedikit berbicara. Para pakar juga harus mampu memberdayakan kedua telinga, kedua mata dan kedua lubang hidungnya. Mata harus awas seperti elang dan hidung harus memiliki penciuman yang tajam seperti hidung kucing. Dengan demikian tidak akan ada satu ekor tikus pun yang akan lolos. Semua peluang akan dapat ditangkap dengan cepat dan tepat. M Nur Nungkat memang orang yang terbukti mampu memberdayakan kedua telinga, kedua mata, dan kedua lubang hidungnya dengan baik. Telinganya selalu ditinggikannya ibarat sebuah antena untuk menangkap peluang pasar, matanya selalu menukik mencermati setiap kesempatan, dan hidungnya memiliki penciuman bisnis yang tajam. Dengan kepekaan benda-benda tubuhnya itu, M Nur Nungkat belum pernah tergoyahkan dari singgasananya sebagai raja karet Indonesia. Dialah pembeli semua produksi karet-karet Indonesia untuk kemudian diekspor ke mancanegara. M Nur Nungkat juga ternyata bisa menggunakan mulutnya dengan baik, tidak hanya karena fasih berbahasa Inggris dan Francis, tetapi juga mampu mengemukakan pemikirannya secara bernas. Ada dua hal yang menarik dari apa yang diungkapkan oleh M Nur Nungkat pada malam pengukuhan Dewan Pakar itu. Sesuatu yang terbalik dari pemahaman selama ini. Pertama, kita ternyata harus membayar mahal terhadap setiap "kenakalan" yang secara sengaja kita lakukan untuk mencuri kualitas produksi. Anggapan yang terpatri selama ini adalah, dengan kenakalan seperti itu penjual akan menikmati hasil yang lebih besar dari yang seharusnya ia terima. Contohnya begini. Umumnya petani karet kita sudah terbiasa dengan buruk memasukkan benda apa saja ke dalam karet beku yang dihasilkan, bisa serpihan-serpihan kulit kayu, tanah, ranting-ranting, dan sebagainya hanya untuk mendapatkan timbangan yang lebih berat daripada yang sernestinya. Padahal sesungguhnya cara seperti itu membuat petani dua kali merugi, harga karetnya murah dan petani 63
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
harus membayar ongkos angkut untuk bahan-bahan nonkaret tadi, sebab ongkos angkut ternyata dibebankan kepada petani, melalui harga yang murah. Jadi untuk apa menambah berat timbangan kalau harganya akan menjadi murah. Pembeli kan juga licin, tidak mau ditipu. Jangankan kalah, draw saja mereka tidak mau. Kedua, pelabuhan laut tidak boleh dibangun banyak-banyak. Sebab kalau terlalu banyak, sang kapal akan bingung mau berlabuh di mana. Ini bukan bercanda, ini serius. Untuk apa berlabuh kalau tidak akan mendapatkan muatan barang. Penyebaran pembangunan pelabuhan laut ternyata tidak seluruhnya menguntungkan. Pengembangan pelabuhan yang tidak terencana dengan baik bisa berakibat fatal. Kapal-kapal pengangkut barang akan kehilangan muatan, atau paling tidak, kapal-kapal ini tidak akan memperoleh muatan sampai pada kapasitas yang memadai atau feasible untuk menutup ongkos operasinya, sebab muatan tersebar pada beberapa pelabuhan. Dalam hal ini, barangkali maksud M Nur Nungkat adalah untuk pelabuhan ekspor. Kalau setiap kabupaten, memiliki atau ngotot memiliki sebuah pelabuhan samudra, maka keadaan memang bisa runyam. Pakar memang kelompok orang yang menggunakan telinga, mata, hidung, mulut, dan lain-lain anggota tubuhnya secara cerdas untuk memberi manfaat yang besar bagi orang lain dan lingkungannya sesuai dengan keahlian atau spesifikasinya. Bagi masyarakat awam, apa pun namanya, entah dewan pakar, entah kelompok pemikir, kelompok ahli, think tank, yang penting mampu memberikan suatu perubahan yang signifikan ke arah yang lebih baik. Masyarakat berpikirnya sederhana, hari ini harus lebih baik dari kemarin ketika belum ada Dewan pakar. Kaiau hari ini sama saja dengan kemarin, ada atau tidak ada dewan pakar, atau bahkan situasinya lebih buruk, itu celaka dua belas. Kita optimis dewan pakar ini akan mampu menggunakan telinga, mulut, mata, hidung, serta kecerdasan emosionalnya untuk
64
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
memberikan sesuatu yang bermakna bagi kemaslahatan manusia. Semoga! (31 Maret-6 April 2000)
65
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
9 Mimpi Riau Airlines Seorang pengusaha dari Taiwan terbang dari bandara Chiang Kaisek Taipei menuju bandara Changi di Singapura. Kemudian dengan connecting flight dia langsung terbang menuju bandara Sultan Syarif Qasyim II Pekanbaru. Dari Pekanbaru, masih dengan connecting flight dia terbang ke Tembilahan di Indragiri Hilir. Pengusaha ini sarapan pagi di Taipei dan makan siang di Tembilahan (karena perbedaan waktu 2 jam), di hotel berbintang empat "Indragiri River View Hotel". Setelah makan siang, dia mendengarkan laporan dari direksi, kemudian on the spot meninjau pabrik pengolahan sabut kelapa dan pabrik pengolahan tempurung kelapa multinasional yang dikendalikannya dari Taiwan. Malamnya, dia istirahat sambil menikmati kelap kelip lampu nelayan di Sungai Indragiri dari jendela kamar suit roomnya. Paginya dengan rute yang sama dia kembali ke Pekanbaru, terus ke Singapura dan langsung ke Taipei. Taipei-Tembilahan begitu mudah, semudah naik becak. Itulah skenario "Riau Airlines", maskapai penerbangan lokal yang digagas oleh Pemda Riau. Mimpi indah? Tidak ada siapa pun yang bisa melarang. Gagasan-gagasan besar memang selalu dimulai dari mimpi-mimpi. Tak pernah rasanya terbayangkan Riau akan memiliki maskapai penerbangan. Namun sesungguhnya, gagasan mendirikan Riau Airlines tidaklah terlalu mengawang-awang. Dalam perspektif geografis, ide itu boleh dikatakan wajar saja. Pekanbaru-Tembilahan di Indragiri Hilir, atau Pekanbaru-Rengat di Indragiri Hulu atau Pekanbaru-Tanjung Balai Karimun, atau Pekanbaru-Dabo Singkep, atau Pekanbaru-Natuna atau Pekanbaru-Pasir Pangaraian adalah jarak yang cukup jauh untuk ditempuh melalui jalur darat atau laut. Padahal, di sisi lain, daerahdaerah tersebut adalah daerah-daerah yang memiliki potensi dan 66
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
menjanjikan untuk kegiatan investasi yang berbasiskan eksploitasi sumber daya alam lokal. Para investor adalah orang-orang kaya yang memiliki waktu sangat terbatas, mengutamakan kecepatan, keleluasaan dan kesenangan. Orang-orang kaya mancanegara itu umumnya, maaf, suka dengan lubang yang berjalan-jalan, tapi hampir dapat dipastikan niereka tidak suka dengan jalan yang berlubang-lubang. Ketetihan bergoyang ria selama tujuh jean melalui jalan lintas timur yang berlubang-lubang dalam perjalanan Pekanbaru-Tembilahan misalnya, bisa mengurungkan niat mereka untuk berinvestasi. Apalagi melihat pos-pos pungutan sepanjang jalan, belum lagi kemungkinan tercegat aksi massa yang berdemo akibat konflik tanah. Bagaimana kalau orang-orang menebang pohon sepanjang jalan seperti yang terjadi di Jawa Timur itu? Dalam perspektif permodalan, kelihatannya juga oke. Pemda Riau akan merogoh kocek sebesar Rp 10 miliar, selebihnya merupakan iuran dari 15 daerah kabupaten dan kota se-Propinsi Riau, berupa penyertaan modal masing-masing sebesar Rp 2 miliar sehingga total menjadi Rp40 miliar. Masih kurang? Ambil dari bagian pengelolaan CPP Block selama satu tahun, konon persis Rp40 miliar (kalau kita setuju). Berarti Rp80 miliar, tunai. Itu cukup bisa untuk uang muka pembelian tiga buah pesawat IPTN dan biaya awal operasi. Masuk akal bo! Gagah kan Riau, punya maskapai penerbangan. Dengan ratarata tempat duduk terisi separo, maka selama lima tahun modal sudah kembali. Itu kalau separo, kalau rata-rata hampir penuh setiap kali terbang? Riau Airlines akan go internasional menyaingi Singapore Airlines yang akhir-akhir ini kelihatannya menurun kredibilitasnya setelah kasus crash di Taiwan dan mendarat darurat di Selandia Baru. Dan kalau penumpangnya rata-rata penuh, maka Riau Airlines akan menambah armada dengan membeli pesawat Boeing 777, generasi terbaru dari Boeing. Hebat kan? Itu kalau rata-rata penuuuuh! Bagaimana kalau kurang dari separo, atau bagaimana kalau rata-rata kurang dari 10 % tempat duduk yang terisi, bagaimana kalau 67
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
investor-investor itu enggan datang ke Riau karena ancaman keamanan, ancaman bom, penyanderaan, pemogokan, dan sebagainya? Pengusahapengusaha beken dari Taiwan, Jepang, Jerman, Amerika dan sebagainya umumnya terikat perjanjian dengan perusahaan asuransi yang menjaminnya. Miliuner-miliuner mancanegara ini sangat insurance minded. Apa pun kegiatan yang mereka lakukan selalu dilindungi dengan asuransi. Mereka hanya boleh terbang dengan maskapai penerbangan yang foted (terdaftar secara internasional) dan ternama. Di luar itu, perusahaan asuransi nggak janji. Apabila terjadi sesuatu, ahli waris tidak bisa mengajukan klaim. Perusahaan asuransi akan bilang, siapa suruh ambil risiko keamanan jiwa? Nama dan reputasi sebuah maskapai penerbangan adalah jaminan bagi calon penumpang, apalagi pangsa pasar yang diharapkan adalah para pemodal. Kita memang harus berhitung secara cermat, apalagi modal yang dipergunakan berasal dari APBD Propinsi dan Kabupaten/Kota. Ini berarti dana tersebut berasal dari rakyat. Dengan kata lain Riau Airlines berhutang kepada rakyat Riau. Bukankah hutang harus dibayar? Dengan apa membayarnya kalau nanti ternyata dalam operasinya muncul berbagai macam masalah? Konon menurut bisikbisik kawan, maskapai penerbangan sangat tergantung pada perusahaan yang memproduksi pesawat, dan mereka memiliki berbagai macam dalih untuk tidak rugi. Tapi masalahnya, kalau kita tidak rebut, maka pangsa pasar domestik kita akan direbut oleh maskapai lain. Salah satu maskapai yang sudah siap untuk itu adalah 'Sriwijaya Airlines'. Nah ramai kan? Kita tunggu sajalah bila sampai waktunya: perang harga tiket. Yang untung adalah penumpang. Yang harus dicegah adalah jangan sampai kantung kanan penuh, kantung kiri merana, lubang pengeluaran lebih besar dan lubang pemasukan. Dalam penerbangan Amsterdam-Bremen, kemudian dari Hannover-Basel (Swiss) dan dari Basel-Barcelona, pada bulan September 2000, saya menggunakan pesawat kecil turboprop (campuran jet dan baling-baling). Saya tidak menyangka kalau jarak68
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
jarak pendek di Eropa menggunakan pesawat-pesawat kecil turboprop. Saya lihat pesawat-pesawat ini berjejer rapi, antre menunggu lepas landas. Sayang ketika itu belum terbetik sama sekali gagasan tentang Riau Airlines. Kalau sudah ada tentu saya mengkhayal indah. (9-15 Maret 2001)
69
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
Bagian 3
Tokoh dan Inspirasinya
70
2002
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
1 Mata Hati Ini sebuah fenomena. Bahkan barangkali termasuk keajaiban dunia. Kalau bukan karena petunjuk Yang Mahakuasa, rasanya takkan mungkin Gus Dur terpilih sebagai presiden, bagaimanapun skenario politik yang disusun. Ketika Gus Dur mengatakan bahwa dia sungguh-sungguh akan maju sebagai calon presiden, orang menganggap justru Gus Dur tidak sungguh-sungguh. Gus Dur dianggap sedang memainkan kartu, entah untuk siapa. Tapi ternyata tidak. Dengan daya juang yang sangat tinggi, Gus Dur yang aslinya bernama Abdurrachman Wahid menjadi orang nomor wahid. Sungguh luar biasa. Dunia tahu adanya keterbatasan penglihatan Gus Dur, tapi justru di situlah letak keunikan dan kebesarannya. Dia punya "hati yang besar" dan antusiasme yang hebat untuk menggairahkan orang banyak. Saya teringat kisah Keith Braswell, seorang pemain bola basket terpendek yang sukses dalam kompetisi NBA yang biasanya diisi oleh manusia-manusia super jangkung seperti yang kita saksikan di televisi. Keith Braswell tak pantas menjadi pemain NBA, tapi dia memang sukses, dan kesuksesan ini memberikan sesuatu kepada orang yang bertubuh pendek (dan orang lain yang memiliki kekurangan) suatu unsur yang sangat penting dalam kehidupan manusia, yaitu apa yang disebut "harapan". Gantungkanlah cita-cita dan harapanmu setinggi langit, terwujud separonya kan lumayan. Kita akan dapat dengan mudah mengatakan berat badan atau tinggi badan seseorang. Tetapi mustahil bagi kita untuk mengukur kualitas manusia secara eksak. Kalau kita menyadari, menggunakan, dan mengembangkan apa yang ada di dalam diri kita sepenuhnya, sungguh menakjubkan apa yang bisa kita lakukan dengan kehidupan kita. Pandanglah orang ini; Gus Dur adalah seorang yang termasuk kategori pembangun harapan itu terlepas dari segala kekurangannya. 71
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Dalam perspektif negosiasi, kekurangan adalah sebuah titik kunci dalam memberikan daya tawar. Kekurangan meningkatkan nilai. Orang akan membayar lebih banyak untuk sesuatu yang mereka anggap terbatas persediaannya. Namun kita jarang memahami betapa dengan mengimplikaslkan kekurangan secara halus kita bisa meningkatkan nilai suatu produk atau jasa dalam pikiran pembeli. Barang yang retak pasti mengurangi nilai, tapi bagaimana dengan retaknya gading? Tapi Gus Dur bukanlah komoditas. Dia presiden Republik Indonesia yang terpilih secara demokratis, bahkan paling demokratis sepanjang sejarah Indonesia dan pemilihan ini dipantau oleh seluruh dunia. Gus Dur telah memaksa dunia untuk membuka mata lebar-lebar dan memaksa mereka untuk membuka kembali buku catatan tentang dirinya. Karena, ketika Gus Dur terserang stroke yang sangat serius beberapa waktu yang lalu dan kemudian beberapa kali ke Amerika untuk mengobati mata, dunia sebenarnya telah menutup buku riwayat Gus Dur: karier politiknya sudah tamat. Sebenarnya, sejarah dunia telah mencatat, tidak ada contoh kepemimpinan yang lebih dramatis dibandingkan dengan riwayat Winston Churchill selama Perang Dunia II. Churchill telah menjadi seorang tokoh yang populer dan mempesona karena kepribadiannya yang hebat dan beraneka ragam. "Saya lebih suka benar daripada konsisten," kata Churchill. Dia bukan hanya ganti partai politik dua kali, tetapi dia juga mengubah pendiriannya tentang sejumlah persoalan. Dalam hampir setiap kasus dia mengubah pendiriannya, atau mengambil perspektif yang berbeda tentang sebuah pendapat lama, berdasarkan apa yang disebutnya "kenyataan baru". Churchill mempunyai kemampuan yang langka untuk memahami seketika perubahan yang disebabkan oleh kenyataan baru. Presiden Gus Dur, bagaimanapun memiliki kelebihan dan keunikan kepribadian yang tidak dimiliki orang lain. Gus Dur jelas berbeda dengan Winston Churchill. Saya tidak sedang membandongkan tantangan Perang Dunia II dengan tantangan perubahan hari ini yang dihadapi Gus Dur. Tetapi jelas, menghadapi 72
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
IMF dan tekanan Amerika yang menghancurkan, bukanlah tantangan yang ringan. Yang menarik adalah adanya kesamaan, kedua pemimpin ini mempunyai kemampuan yang langka untuk memahami seketika perubahan yang disebabkan oleh kenyataan baru. Gus Dur bukan Churchill, tetapi dia sedang melakukan apa yang dilakukan oleh Churchill, satu kali sebelum mati memimpin sebuah bangsa yang besar ke dalam, pertempuran. Atau menyelamatkan sebuah perusahaan dari tepi jurang seperti yang dilakukan oleh Lee lacocca dengan Chryslernya. Pertempuran dan penyelamatan yang dihadapi Gus Dur agaknya lebih rumit karena tidak memiliki wujud yang nyata, yaitu menyelamatkan umat dari kemelaratan dan kehancuran. Berhasilkah Gus Dur seperti Churchill atau Lee lacocca, waktu yang akan membuktikannya. Gus Dur tentu sangat menyadari, dunia telah berubah. Hari-hari sudah berlalu ketika Anda bisa memaksa karyawan Anda "melompat". Dunia, di mana kita bisa membawa suatu produk ke pasar dan menentukan harga sendiri -sebab tidak ada pesaing yang gigih- tidak akan pernah ada lagi, jangan bermimpi. Kita juga tidak lagi bisa memecahkan masalah dengan paksaan, tidak dalam perusahaan atau organisasi, tidak dalam keluarga, dan tidak pula di antara teman-teman. Walaupun kita tahu dalam konteks negara, sesungguhnya negara memiliki kewenangan untuk memaksa rakyatnya tunduk, bila perlu dengan menggunakan alat negara. Tapi eranya sudah lewat Kita harus belajar memecahkan masalah kita dengan duduk bersama orang lain dan membujuknya untuk melihat segi pandangan kita. Mari kita mencoba sekuat tenaga untuk bersikap arif terhadap ancaman Gus Dur yang akan memenjarakan orang Riau yang ingin merdeka dan kemudian merenungkan opsi bagi hasil migas 75 % untuk daerah penghasil. Gus Dur sedang tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hati nuraninya. Penglihatannya memang kurang sempurna, tetapi yakinlah mata hatinya sangat tajam.
(5-10 November 1999) 73
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
2 Lee Kuan Yew Ketika diinterviu oleh Serantau beberapa waktu yang lalu, saya menyebutkan, tokoh internasional yang saya kagumi adalah Lee Kuan Yew. Tapi pasti, bukan karena itu Presiden Gus Dur lantas meminta Lee Kuan Yew menjadi penasihat ekonomi Indonesia. Setuju atau tidak dengan gagasan Presiden Gus Dur, itu urusan lain. Lee Kuan Yew telah mengundurkan diri dari jabatan Perdana Menteri Singapura tahun 1990 dalam kondisi puncak. Sejak saat itu dia hanya menjadi Menteri Senior. Namun demikian, kharismanya sebagai pemimpin yang sukses mengubah Singapura menjadi pulau yang maju dan makmur, tidak pernah sirna. Ia termasuk tokoh menonjol dunia (outstanding figure) dan sering disebut "orang besar di atas tahta kecil." Kalangan yang menutup mata terhadap kehebatan jurus-jurus Lee Kuan Yew membawa Singapura menjadi salah satu negara terkaya di dunia, mengatakan, Lee hanya mengurus sebuah pulau yang sedikit saja lebih besar daripada Pulau Batam. Coba kalau dia disuruh mengurus ribuan pulau seperti di Indonesia, belum tentu demikian hasilnya. Barangkali benar, barangkali juga itu hanya excuse. Lee Kuan Yew boleh disebut adalah seorang tokoh yang keras dan kukuh. Seperti halnya Perdana Menteri Malaysia, Dr. Mahathir, Lee Kuan Yew juga berani menantang Barat. Ketika Singapura dihujat oleh International Herald Tribune IHT), Lee menggugat IHT dan memenangkannya. IHT yang kalah dalam perkara dengan Lee harus membayar denda dan meminta maaf di sejumlah media massa. Lee berkata dengan geram, "Barat, berhentilah mendikte kami". Lee berpendapat, siapa pun yang menginginkan keamanan masyarakat secara utuh bagi setiap individu untuk menggunakan kebebasannya, bagi wanita dan ibu-ibu berjalan di malam hari, tempat anak muda tidak diincar oleh pengedar narkoba, pasti tidak akan meniru model Amerika, katanya jengkel. 74
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Walaupun Lee terkesan kurang menyenangi perilaku orang Amerika, tapi dia mengagumi Presiden John F. Kennedy. Seperti tokoh idolanya itu, Lee jarang membaca hanya untuk sekadar selingan. Lee tidak pernah ingin kehilangan sedetik pun waktunya terbuang percuma sama seperti Kennedy. Lee Kuan Yew adalah seorang sosialis. Sosialisme dalam visi Lee Kuan Yew adalah keadilan sosial, kesejahteraan yang lebih baik, kemerdekaan dan perdamaian. Lee memberikan argumentasi, untuk memegang prinsip tersebut kita harus bekerja keras. Lee adalah seorang idealis, bahkan bisa menjadi idealis yang bengis. Anda memulai dengan idealisme, Anda akan mengakhirinya dengan kepuasan yang paripurna, kata Lee. Dalam sejarah hidupnya, Lee akhirnya menjadi tokoh politik dan seorang ahli ekonomi, walaupun sesungguhnya dia adalah lulusan Ilmu Hukum di Cambridge, Inggris. Ketika kembali ke Singapura setelah menyelesaikan studinya, Lee langsung terjun dalam gelombang perjuangan kemerdekaan. Dia kemudian menjadi Perdana Menteri Singapura yang pertama pada usia 35 tahun. Lee sukses membangun sebuah model politik yang relevan dan cocok untuk kondisi Singapura yang unik, dan mengubah wajah Singapura secara total, dari suatu negeri yang dekil, kotor, morat-marit, dan pulau kecil yang miskin, menjadi suatu kota pulau yang modern, memiliki kepribadian, lingkungan yang bersih dan asri, di mana penduduknya bisa hidup dan bekerja dengan gembira dan bahagia. Lee bahkan berhasil menyulap Singapura menjadi "Kota Taman Tropis Yang Indah". Lee Kuan Yew adalah seorang pemimpin yang kharismatik. Dia adalah seorang orator ulung. Lee mampu mengekspresikan masalahmasalah politik dan ekonomi yang rumit ke dalam bahasa yang sederhana dan mudah dimerigerti. Lee sangat menyadari, Singapura tidak memiliki sumber daya alam. Air minum pun didatangkan dari Johor di Malaysia. Kekhawatiran mereka terhadap kecukupan pasokan air ini pula yang menyebabkan Singapura pernah meiontarkan gagasan akan 75
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
membangun pipa air dari Sungai Kampar ke Singapura. Agaknya karena krisis moneter proyek ini sementara belum jadi direalisasikan Kebutuhan mereka terhadap lokasi pelabuhan dan bandar udara menyebabkan negeri ini melakukan reklamasi (penimbunan) terhadap pantainya dengan memasok pasir dari Riau. Sayangnya dalam masalah pasok-memasok pasir ini Singapura main kucing-kucingan dengan Riau. Isu yang paling marak dewasa ini adalah mengenai tanah uruk sisa galian proyek MRT (Mass Rapit Transportation) di Singapura. Tidak bisa dipungkiri, mereka kesulitan membuang sisa galian tersebut. Sebagai sebuah negara yang sangat menghargai lingkungan hidup, Singapura wajar gundah. Kegiatan industri dan aktivitas yang ekstra tinggi dari masyarakatnya, pasti juga menghasilkan limbah yang banyak, sementara pulau mereka terlalu kecil dan terlalu bernilai untuk dipergunakan sebagai lokasi pengolah limbah. Jangankan mengolah limbah, untuk memenuhi kebutuhan warganya terhadap daging babi yang mencapai tiga ribu ekor per hari, mereka rela mengimpornya dari Pulau Bulan, Batam, daripada beternak sendiri. Lahan mereka terlalu mahal untuk hanya sekadar beternak babi. Tertariknya Presiden Gus Dur terhadap tokoh ini barangkali disebabkan adanya sisi-sisi kesamaan di antara keduanya. Lee KuanYew setiap waktu dalam hidupnya selalu berusaha untuk menabung, bukan membelanjakan. "Ini prinsip", kata Lee, "Bila Anda ingin menjadi kaya." Lee memiliki gaya tersendiri, lambat berkawan, tetapi Lee memiliki daya humor yang tinggi seperti Gus Dur. Lee memiliki keyakinan yang sangat dalam terhadap sistem demokrasi dan filosofinya adalah membangun kesucian hukum dan kebebasan manusia. Tetapi dia bisa keras terhadap kelompok-kelompok yang mengganggu masyarakatnya dan terhadap oportunis politik yang tidak mengindahkan peraturan-peraturan yang berlaku. Sesungguhnya Lee Kuan Yew bukanlah seorang figur yang cukup menyenangkan bagi puak Melayu di rantau ini. Hal itu disebabkan karena pernyataan-pernyataannya yang seringkali kurang bersahabat. Lee terlalu "pede", itulah kelemahannya, sehingga tidak 76
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
mau peduli, "harimau di perut harimau juga di mulut", apa yang terasa itu yang dia ucapkan. Kalau sekarang Lee Kuan Yew ditantang menjadi penasihat ekonomi Indonesia, agaknya dia akan bilang: "Siapa takut?!"
(19-25 November 1999)
77
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
3 "Soekarno Kecil" Perdana Menteri Malaysia Dr. Mahathir Mohamad, yang di negerinya populer dengan sebutan Dr M, berhasil menumbangkan jago dari Partai Islam Se-Malaysia (PAS) Dato' Subky Latif di Daerah Pemilihan Kedah dalam Pemilu tanggal 29 November beberapa tahun lalu. Seandainya dia kalah dalam pertandingan satu lawan satu di Kedah itu. maka tertutup peluangnya untuk kembali menjadi perdana menteri walaupun partai UMNO yang dipimpinnya memperoleh kemenangan mayoritas tunggal. Dr M adalah Perdana Menteri Malaysia yang terlama sepanjang sejarah negeri itu. Ketika gerakan reformasi melanda Indonesia dan membuat Presiden Soeharto jatuh, Dr M juga terkena imbasnya. Unjuk rasa di Kuala Lumpur menentang kepemimpinannya tidak terhindarkan. Dia dituduh diktator, sekuler, dan terlibat KKN. Apalagi pada bulan September 1998 dengan sangat berani Dr M memecat dan menjebloskan Anwar Ibrahim ke penjara. Padahal wakil perdana menteri Malaysia ini sebelumnya disebut-sebut sebagai putra mahkota. Orang tentu belum melupakan pertarungan seru antara Anwar Ibrahim, politikus muda, mantan Presiden Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM) melawan tokoh senior Gaffar Baba, Wakil Presiden UMNO pada tahun 1993. Keduanya adalah orang kepercayaan Dr M. Pengamat di Malaysia ketika itu menangkap perasaan was-was Dr M terhadap peluang Anwar Ibrahim. Gaffar Baba adalah wakilnya di pucuk pimpinan UMNO, tetapi Dr M sedang bersimpati berat terhadap tokoh muda, the rising star Anwar Ibrahim. Sebenarnya selaku Presiden UMNO, Dr M memiliki hak untuk menentukan siapa wakilnya tanpa harus bertanding. Ini tradisi UMNO sebagai bentuk manifestasi dukungan penuh terhadap presiden partai. Tapi Dr M tidak menggunakan haknya dan membiarkan Gaffar Baba dan Anwar Ibrahim bertanding. Sudah menjadi rahasia umum, dalam 78
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
hatinya Dr M berpihak pada Anwar Ibrahim. Dan Anwar Ibrahim memang menang dalam pertandingan itu. Semua orang menduga, menghadapi gelombang demonstrasi di Kuala Lumpur, Dr M akan tumbang seperti yang dialami oleh rekan seangkatannya, Soeharto. Tapi ternyata tidak, dia tetap kukuh tegar, dan bahkan kembali memenangkan pemilu untuk ketujuh kalinya. Gerakan reformasi di Malaysia agaknya telah kehilangan momentum untuk membuat sejarah dan menjatuhkan Dr M. Tetapi memang kata Dr M, "Malaysia tidak sama dengan Indonesia". Dr M agaknya benar, sebab krisis yang dihadapi Malaysia bukan krisis multidimensi seperti yang dialami Indonesia. Krisis yang dihadapi oleh Malaysia tidak cukup ampuh untuk dipergunakan sebagai senjata oleh demonstran karena memang pada dasarnya perekonomian Malaysia cukup solid di bawah kepemimpinan Dr M. Selama masa pemerintahannyalah ekonomi etnik Melayu bangkit sehingga sekarang cukup banyak pengusaha Melayu yang berhasil menjadi konglomerat. Marwah Melayu dan marwah Malaysia terangkat di bawah kepemimpinan Dr M. Sikapnya yang sangat membela Melayu ini semula dinilai skeptis. Bahkan Lee Kuan Yew pernah menuduh Dr M sebagai ultra-Melayu, namun kemudian Lee Kuan Yew menyadari bahwa Dr M sebenarnya adalah seorang nasionalis tulen dan di antara keduanya memiliki banyak kesamaan visi terutama dalam konsep pemberdayaan masyarakatnya. Dr M memang selalu mampu menyampaikan pemikiranpemikirannya dalam bahasa yang sederhana kendati isunya rumit. Oleh karenanya kalau kita mendengar pidato-pidatonya dalam bahasa Melayu, bahasanya selalu dalam bahasa rakyat biasa, jarang sekali dalam bahasa tinggi yang penuh metafora, namun tetap memukau dan mengandung retorika. Dr M juga tercatat sebagai pemimpin Asia yang berani menantang Barat. Inggris, Amerika, dan Australia pernah dilabraknya. Dan karena keberanian dan kevokalannya itu Dr M dijuluki oleh pers Australia sebagai Little Soekarno atau Soekarno Kecil. 79
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Barat memang selalu merasa kurang nyaman terhadap kepemimpinan Dr M. Barat dianggap selalu ingin menang sendiri. Secara kebetulan pula Barat sering terpaksa berurusan dengan Dr M. Kalangan pers Inggris pernah mempermalukan Dr M dalam kasus Bendungan Pagau. Tetapi dengan lugas dia membalikkan keadaan sehingga Inggris harus minta maaf kepada Malaysia. Pada tanggal 27 Februari 1994 permintaan maaf ini dimuat satu halaman penuh di seluruh koran di Inggris. Kasus digantungnya Kazim Barlow dan Brian Chambers, warga negara Australia pengedar dadah (candu) menyebabkan koor Barat secara beramai-ramai memojokkan Malaysia, demikian juga ketika Dr. M mengusir dua orang wartawan Asian Wall Street Journal. Kampanye Asian Wall Street Journal di Amerika agar investor Amerika tidak masuk ke Malaysia, juga menjadi senjata makan tuan, ketika akhirnya Amerika menyadari bahwa mereka ketinggalan dari Jepang dalam investasi di Malaysia. Ketika berlangsung Konferensi Negara-Negara Nonblok di Jakarta pada Tahun 1992 silam, sejumlah wartawan menanyakan kepada Dr M terhadap julukan Soekarno Kecil tersebut. Jawaban Dr M ringan saja, "Di negeri saya sendiri pun, saya hanya disifatkan sebagai Mahathir Kecil". Jawaban yang bijak itu mendapat simpati dan tepuk tangan dari kalangan wartawan. Kini Soekarno Kecil itu agaknya akan berhasil meraih citacitanya untuk mengantarkan rakyat Malaysia memasuki era Milenium ketiga. Beberapa pemimpin tua ASEAN memiliki obsesi seperti itu, tapi mereka gagal. Apa rahasia sukses Dr M? Budaya Melayu telah memberikan acuan dasar mengenai kepribadian yang wajib dimiliki oleh setiap pemimpin agar dia benar-benar termasuk pemimpin sejati dan terpuji. "Bercakap lurus berkata benar; Tahu menimbang; bijak menakar; Ramah kepada kecil dan besar; Pantang sekali berlaku kasar". "Benar menyukat adil menimbang; Pantang memilih membedakan orang; Angguknya sama muka belakang; Tegaknya kukuh tahan digoyang". Nah itukah resep Dr M? Tanyalah kepada Soekarno Kecil. Tahniah! 80
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
(3-9 Desember 1999)
81
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
4 Albert Einstein Si jenius Albert Einstein dipilih oleh majalah berita mingguan Time sebagai tokoh abad ini. Dia menyisihkan Franklin D Roosevelt dan Mahatma Gandhi. Anda boleh setuju boleh tidak terhadap pilihan majalah Time tersebut, tak ada masalah. Time tentu menyusun segantang kriteria sebelum menyusun daftar nominasi tokoh abad ini. Dan ketiga nama tersebut tentu merupakan saringan dari puluhan atau bahkan mungkin ratusan tokoh dunia yang mencuat dan membuat sejarah di abad XX. Tapi siapa yang tidak pernah mendengar nama Albert Einstein, sarjana fisika terbesar sepanjang sejarah, yang terkenal dengan teori relativitasnya itu? Suatu teori fisika tingkat tinggi yang merupakan hasil dari kecerdasan intelektual yang sangat mumpuni yang telah mengubah pandangan dunia terhadap konsep ruang, waktu, energi, dan benda. "Terkadang saya bertanya kepada diri saya sendiri," kata Einstein, "Bagaimana saya bisa menjadi orang yang mengembangkan teori relativitas". "Alasannya, saya rasa, adalah karena orang dewasa yang normal tidak pernah berhenti memikirkan masalah-masalah ruang dan waktu. Semuanya ini adalah hal-hal yang telah diajarkan ketika saya masih kanak-kanak. Tetapi perkembangan intelektual saya terhambat, sehingga saya baru mulai bertanya-tanya soal waktu dan ruang setelah saya dewasa." Albert Einstein adalah figur yang suka mengesampingkan tradisi demikian saja dengan terobosan-terobosan pemikirannya. Hampir semua penulis besar abad XX sepakat, bahwa teori Relativitas Einstein adalah sebuah revolusi besar dalam bidang ilmu pengetahuan yang mempengaruhi kehidupan umat manusia. Oleh karena itu, tidak ada yang keberatan ketika Einstein memperoleh anugerah Nobel Fisika tahun 1921. Teorinya belum terbantahkan sampai sekarang. 82
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Tapi sebagaimana ilmuwan-ilmuwan besar lainnya, Einstein tetap rendah hati. "Ibarat padi, semakin berisi semakin merunduk". Dia tidak mau menyebutkan teorinya itu sebuah revolusi ilmu pengetahuan. Einstein tetap menyebutkan itu sebuah evolusi. Dalam otobiografinya yang ditulis tahun 1949, Einstein tetap menaruh hormat kepada Isaac Newton, pendahulunya yang hidup pada awal abad XVIII, ahli matematika bangsa Inggris yang terkenal dengan teori gravitasinya. Einstein mengatakan bahwa karya-karyanya sendiri merupakan suatu transformasi, bukan suatu kreasi yang sama sekali baru. Jadi merupakan langkah berikutnya dari temuan-temuan pendahulunya. Bahkan Einstein menyebut yang revolusioner itu justru Galileo dan Maxwell. Galileo Galilei adalah seorang astronom dan ahli fisika bangsa Italia yang hidup di abad XVII. Dia membuat teropong, menemukan bahwa di permukaan bulan ada pegunungan, ada gugusan bintang, dan ada cincin Saturnus. Tahun 1609, Galileo mendukung pendapat Nicolaus Copernicus yang di tahun 1543 mengatakan bahwa bumi bergerak mengelilingi matahari. Ini bertentangan dengan pendapat gereja yang menganut teori Ptolemaeus, yang mengatakan bahwa bumi ada di pusat jagat. Karena Galileo dianggap murtad maka ia dikenakan tahanan rumah sampai akhir hayatnya. Bahkan menurut gereja ketika itu Galileo pantas dihukum gantung. Sementara James Clerk Maxwell yang hidup di pertengahan abad XIX di Inggris, disebut oleh Einstein karena ahli dalam ilmu pasti dan alam. Maxwell mempersatukan gejala-gejala listrik dan magnet menjadi satu sistem. Jati diri Albert Einstein adalah Yahudi. Dia dilahirkan pada tanggal 14 Maret 1879 dari suatu keluarga Yahudi di Jerman. Einstein berhasil memperoleh gelar doktor (Ph.D.) dari Universitas Zurich pada tahun 1905, ketika berusia 26 tahun. Ketika Hifler berkuasa di Jerman tahun 1933, Einstein menanggalkan kewarganegaraan Jermannya dan pindah ke Amerika. Di Amerika Serikat Einstein mengabdi pada Institute of Advance Study di Princeton. 83
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Majalah Time yang bergengsi itu memang secara bulat memiliti Einstein sebagai tokoh abad ini, tidak melalui voting. Dalam pertimbangannya semata-mata karena pemikiran revolusioner Einstein di bidang fisika yang telah mengubah dunia. Tetapi sebenarnya ada catatan menarik yang tidak menjadi bahan pertimbangan bagi Time, tetapi bagi kita di sini pantas dikenang dari Einstein selain dari teori relativitasnya. Yang pertama adalah ketika dia menolak untuk menjadi presiden Israel. Sebagai "putra daerah" Einstein tentu berhak menjadi presiden Israel karena dia bangsa Yahudi tulen. Dari aspek kualitas SDM-nya, orang seperti inilah yang dicari Israel. Jadi sebenarnya kalau saja Einstein mau, maka ia sudah tercatat sebagai presiden Israel. Tetapi dengan alasan ia ingin mengabdikan diri di kegiatan akademis dan tidak mau bercampur-baur dengan kehidupan politik, maka tawaran itu ditolaknya. Sekarang justru ilmuwan-ilmuwan yang sudah mapan di kampus banyak terjun ke dunia politik praktis. Padahal politik praktis itu sarat dengan muatan kepentingan. Para ilmuwan yang sudah mapan di kampus, mestinya adalah ternpat orang merujuk pendapat mencari kebenaran yang universal. Yang juga tidak dipertimbangkan oleh majalah Time adalah inti ceramah singkat Einstein di depan mahasiswa Institute Technology of California' pada tahun 1938. Pada bagian akhir ceramahnya Einstein menggugat lirih, "Mengapa ilmu yang sangat indah ini, yang menghemat kerja, dan membuat hidup labih mudah hanya membawa kebahagiaan yang sedikit kepada kita?" Einstein menjawab sendiri, "Karena kita belum lagi belajar bagaimana menggunakannya secara wajar." Yang membuat umat beragama terkesima, Einstein pernah mengucapkan, "Ilmu tanpa agama adalah buta, agama tanpa ilmu adalah lumpuh."Tak sangka, seorang Yahudi yang tinggal di sebuah negara sekuler seperti Amerika memiliki pemahaman yang luar biasa seperti itu. Agama memang moral dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Apabila moral dikesampingkan, maka bersiaplah, ilmu pengetahuan dan teknologi itu akan menjadi bencana bagi peradaban kemanusiaan. 84
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Einstein agaknya tidak hanya tokoh abad ini, tetapi juga layak menjadi tokoh Milenium II. (14-20 Januari 2000)
85
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
5 Gus Dur Mania Mania adalah bahasa Inggris, artinya keranjingan. "Soccer mania" artinya keranjingan sepak bola; "Tyson mania" artinya keranjingan Mike Tyson. Konotasi mania tidak negatif. Tapi awas, jangan samakan dengan maniac (juga bahasa Inggris). Maniac artinya orang gila, jadi sangat berbeda maknanya dengan mania. Lantas, Gus Dur mania? Artinya keranjingan terhadap Presiden Gus Dur. Awas, jangan diplesetkan Gus Dur Mania menjadi Gus Dur Maniac, nanti urusannya panjang. Orang yang tidak suka boleh bilang apa saja, tapi kenyataannya Presiden Gus Dur kini kelihatannya, memiliki segalanya. Legitimasi, popularitas, simpati, dan juga respektabilitas. Dan hebatnya, Gus Dur tidak hanya populer di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Paling tidak sampai dengan saat ini. Setuju atau tidak, para pemimpin dunia dewasa ini merasa ketinggalan apabila belum dikunjungi atau bertemu dengan Presiden Abdurrahman Wahid yang populer dipanggil Gus Dur itu. Mereka memimpikan pertemuan dengan Gus Dur dan merasakan sentuhan kemanusiaannya yang sangat mendalam, tidak seperti pertemuan dengan kepala negara lain, yang sebagaimana biasanya, formal, kaku, penuh basa-basi, dengan keprotokolan sangat ketat, dan seterusnya. Dengan Presiden Abdurrahman Wahid, Bill Clinton, Presiden Amerika Serikat dan pemimpin-pemimpin negara Eropa, Asia, dan sebagainya, bisa berbicara dalam suasana yang cair, rileks, dan merasakan bahwa mereka, penguasa-penguasa di negerinya itu adalah manusia biasa, bukan manusia super atau robot. Presiden Abdurrahman Wahid memang belum berhasil menyelesaikan segantang permasalahan dalam negeri, karena hampir seluruhnya permasalahan kiriman (seperti juga banjir kiriman) dan berat-berat. Tetapi bagaimanapun Gus Dur telah berhasil menjadikan 86
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
panggung politik Indonesia dinamis dan merangsang laksana sebuah pertunjukan teater. Masyarakat kini semakin terbiasa dengan gaya Presiden Gus Dur. humoristik dan cuek. Publik memang tidak bisa memaksa presidennya untuk mengikuti kebiasaan-kebiasaan yang belum tentu betul, sebaliknya publiklah yang harus menyesuaikan diri dengan kebiasaan presidennya, khususnya dalam kasus Gus Dur. Tidak ada yang memaksa kita harus menerima, namun apa yang diperlihatkan dan diperbuat oleh Gus Dur telah menumbuhkan kesadaran baru. Desakralisasi istana, presiden yang ringan untuk berbicara, presiden yang mudah ditemui, semuanya merupakan nuansa baru yang diusung Gus Dur ke Istana Merdeka. Anda tahu vaksinasi atau pemberian vaksin kepada anak-anak? Orang yang tidak mengetahui prinsip-prinsip vaksinasi akan menganggap perbuatan itu sia-sia. Sebab anak yang diberi vaksin biasanya akan demam. Lantas orang akan bilang, anak sehat kok dibuat sakit. Tetapi yang terjadi sebenarnya adalah kekebalan tubuh si anak terhadap suatu penyakit dibentuk dengan pemberian vaksin tersebut. Vaksin adalah bibit penyakit yang telah dilemahkan yang dimasukkan ke dalam tubuh si anak, baik melalui suntikan maupun tetesan di mulut. Tubuh si anak akan memberikan reaksi terhadap bahaya yang sengaja diciptakan itu dengan membentuk pertahanan tubuh yang kuat. Pertahanan tubuh yang terbentuk itu disebut antibodi dan antibodi ini akan menyebabkan tubuh kebal terhadap penyakit tertentu. Barangkali, prinsip itulah yang dipakai oleh Presiden Gus Dur, disengaja atau tidak. Gus Dur memberikan dosis vaksin yang maksimal kepada masyarakat, sehingga kita memberikan reaksi yang keras. Gus Dur selalu memberikan kondisi yang ekstrim kepada masyarakat yang menyebabkan kita terkaget-kaget. Tapi akibat treatment ala Gus Dur ini, masyarakat memiliki kekebalan. Masyarakat tidak lagi mudah shock menghadapi permasalahan yang muncul karena kita telah terlatih menghadapi kondisi yang jauh lebih buruk. Gus Dur tidak menggunakan gaya bahasa eufemisme, tapi langsung menukik ke jantung. Terhadap sesuatu yang buruk misalnya, 87
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Gus Dur tidak mengatakannya kurang baik, tetapi langsung mengatakan amat sangat buruk. Komentar-komentarnya orisinil. Coba lihat, ketika wartawan menanyakan langsung kepada Gus Dur mengapa terlalu cepat berkunjung ke RRC, Gus Dur langsung menjawab di luar dugaan, "Apa salahnya berkunjung ke RRC?" Jaya Suprana menggugat Gus Dur sebagai presiden yang terlalu banyak melawak, Gus Dur malah bilang, "Saya ini pelawak, tetapi dipilih jadi presiden." Agaknya karena belum terbiasa dengan jawaban-jawaban seperti itu, masyarakat Riau marah besar ketika Gus Dur bilang, "Riau mau merdeka, Riau itu tidak ada apa-apanya." Orang langsung naik darah dan tidak mau lagi menyimak kalimat-kalimat Gus Dur berikutnya. Harusnya waktu itu orang Riau bilang, "Memangnya gue pikirin". Dulu kita memang dibiasakan dengan kehidupan yang steril. SARA misalnya, tabu untuk dibicarakan; perbedaan pendapat jangan dipelihara karena itu akan merusakkan sendi-sendi persatuan dan kesatuan; unjuk rasa dilarang karena dapat mengganggu stabilitas; begini rawan, begitu rawan, dan seterusnya. Tetapi lihatlah apa yang terjadi, kehidupan yang steril sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan. Masyarakat sangat mudah diprovokasi. Masalah demi masalah muncul satu demi satu dan berat-berat. Masalah kecil saja bisa memicu kerusuhan. Kalau kita coba berempati, berimajinasi berdiri di posisi Gus Dur sekarang, barangkali kita akan mati tegang berdiri menghadapi perilaku masyarakat yang cenderung aneh dan segunung permasalahan yang ada. Hari ini aspirasi disampaikan, hari ini juga harus terkabul, bahkan kalau bisa kemarin sudah terpenuhi. Tidak usah jauh-jauh mengatasi harga gabah saja sudah repot, petani minta harga gabah dinaikkan, tapi bila harga gabah dinaikkan ibu-ibu konsumen di kota akan berdemo karena harga beras akan naik. Coba, andai Anda jadi Gus Dur, bagaimana jalan keluarnya? Orang Selat Panjang barangkali akan bilang, "Jangan beli beras, beli saja sagu, begitu saja kok repot?" (3-9 Maret 2000) 88
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
6 Mathori Abdul Jalil Siapa yang tak kenal Mathori? Dia Ketua Umum PKB yang nyaris tewas di tangan orang yang tidak beradab bulan Maret lalu di Jakarta. Hikmahnya? Tidak ada yang tahu, itu rahasia alam, tetapi yang pasti, dia kini menjadi amat terkenal. Selasa malam, tanggal 4 Maret beberapa hari lalu, Mathori Abdul Djalil memberikan pidato yang sangat menarik dalam acara Silaturahmi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Hotel Indrapura, Pekanbaru. Mathori dengan "pede" yang sangat tinggi mengajak Saleh Djasit, Gubernur Riau, untuk masuk PKB. "Pak Saleh kan sudah pensiun dari TNI," ujarnya, yang tentu saja disambut meriah dengan tepuk tangan hadirin. Agaknya ini guyonan politik khas gaya "Nahdliyin". Sesungguhnya memang tidak ada larangan bagi Mathori Abdul Djalil atau bahkan bagi siapa saja untuk mengajak seseorang masuk ke partainya. Zaman kan sudah berubah, yang tidak boleh adalah memaksa orang lain. Ketika Mathori dengan sengaja menggoda saya (yang malam itu hadir dalam kapasitas selaku Ketua DPRD) untuk juga bergabung ke PKB, hadirin pun tertawa lepas, karena mereka tahu persis, saya adalah orang Golkar. Hadirin memahami, Mathori memang sedang bercanda. Ini menunjukkan, seperti Gus Dur, deklarator PKB, Mathori juga memiliki humor politik yang cukup tinggi. Dan harus saya akui, dari gaya, penyampaian materi dan kepercayaan diri, Mathori adalah seorang orator. Mengawali pidatonya, Mathori mengajak hadirin untuk memanjatkan syukur atas perlindungan Allah subhanahu wa taala, dalam arti yang sesungguh-sungguhnya. Sebab katanya, tanpa perlindungan dari Allah, saya tak akan pernah berdiri di mimbar ini bahkan awal Maret lalu, riwayat saya sudah tamat dan saya sudah menjadi almarhum. Awal Maret lalu Mathori memang diserang oleh 89
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
orang tak dikenal di halaman rumahnya. Dia hampir saja tewas dalam kejadian itu. Agaknya Dewi Fortuna memang sedang berpihak kepada Mathori dan partainya, PKB, karena beberapa bulan sebelumnya deklarator partai ini, Abdurrahman Wahid yang populer dipanggil Gus Dur, terpilih pula menjadi Presiden RI. Yang sangat menarik bagi saya adalah ketika Mathori menguraikan secara jernih problematika dan proses demokratisasi yang dihadapi dan sedang terjadi di Indonesia dewasa ini. "Demokrasi tidak berarti bebas dalam menentukan pilihan, bebas mengemukakan apa saja, bebas menghujat siapa saja, apalagi bebas melempari gubernur atau membacok Mathori," katanya. Demokrasi adalah seperti apa yang terkandung dalam semboyan Revolusi Prancis yang terkenal itu, liberte, egalite, dan fraternite." Kebebasan, persamaan, dan persaudaraan, urai Mathori lebih jauh. Kebebasan saja tanpa diikuti dengan semangat persamaan dan persaudaraan, itu namanya anarki. Mathori betul. Demokrasi dewasa ini sering diartikan dalam makna yang sangat sempit. Perbedaan pendapat apa pun bentuknya sekarang sering diberi label demokrasi. Bahkan pertengkaran suami isteri namanya juga demokrasi. Pokoknya asal berani tampil beda, itu namanya demokrasi, tidak peduli benar a|au salah. Orang sering kali mengabaikan bahwa demokrasi itu tidak hanya berisi perbedaan, tetapi juga mengandung semangat persamaan, kesetaraan, dan juga persaudaraan. Bila demokrasi terus-menerus tersosialisasi dalam makna yang sempit seperti itu, boleh jadi demokrasi akan mengalami degradasi. Tetapi kesetaraan saja, apalagi diikuti dengan upaya yang sistematis untuk melakukan uniformitas, penyeragaman, maka tidak ada bedanya dengan semboyan komunis, sama rata sama rasa. Kesetaraan jangan dilihat dari aspek fisik semata, baju harus sama jumlahnya, mobil harus sama, rumah juga harus sama jumlah dan bentuknya, bahkan isteri juga harus sama. Tidak. Tidak demikian. Kesetaraan bermakna tidak saling intervensi, tidak saling memaksakan kehendak. Dalam idiom Melayu, kesetaraan bermakna, duduk sama rendah berdiri sama tinggi. Pendekatannya bukan besar-kecil, 90
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
mayoritas-minoritas, atasan-bawahan. Dalam memaknai perbedaan ada kebebasan yang bertanggung jawab karena semua merasa bahwa satu dan lainnya adalah bersaudara. Ada semangat persaudaraan yang sangat kental. Memang tidak mudah untuk memahami bahwa suara rakyat itu tidak tak terbatas, walaupun disebut oleh para pemikir Barat bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan (vox populi vox dei). Bahkan rakyat jelata yang kalap di Prancis, yang merobohkan penjara Bastille yang merupakan lambang kekuasaan raja-raja absolut di Prancis, masih mampu membuat semboyan yang menjiwai seluruh perjuangan untuk menegakkan demokrasi di seluruh dunia, berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus tahun kemudian, liberte, egalite, dan fraternite. Suara rakyat itu dibatasi oleh kebebasan, persamaan, dan persaudaraan yang bermartabat. Ada koridor etika moral yang menjadi pembatas. Mathori menunjukan sifat kenegarawanannya ketika dia memberikan excuse kepada situasi dan bahkan kepada orang yang berlaku zalim kepadanya. Tapi masa transisi di zaman yang sangat beradab ini mestinya tidak usah dibayar dengan harga yang sangat mahal. Adakah kita telah kehilangan etika moral? Di mana letak etika moral itu sesungguhnya? Barangkali memperjuangkan kebebasan dengan cara-cara terhormat, menjaga kesetaraan dengan cara-cara yang terhormat, menjaga persaudaraan dalam silaturahmi, adalah etika moral. Tapi lebih baik tidak usah ditanyakan di mana letaknya. Jenny Teichman, seorang ahli filsafat, menulis dalam bukunya Etika Sosial, "Moralitas tidak pertama-tama ada untuk sapi, atau kodok, atau ikan lumba-lumba; moralitas menjawab kebutuhan manusiawi." Etika moral adalah cerminan manusia yang beradab. Kalau kita tidak lagi beretika, maka kita pun tidak lagi dapat disebut beradab. Lalu di mana pendidikan moral kita selama ini? Bukankah moral diperoleh dari bangku pendidikan?
91
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Pusing? Jangan pusing. Pakai logika Gus Dur sajalah, orang yang tidak beretika hanya 10 persen, yang beretika 90 persen. Kok repot!
(7-13 April 2000)
92
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
7 Profesor Yusril Kalau misalnya ada Kontes Ketua Umum Partai Politik Indonesia yang paling trendy, pemenangnya pasti Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, Ketua Umum Partai Bulan Bintang. Profesor Yusril memang selalu tampil trendy. Dia sering memakai celana dan baju jeans. Adakalanya, dia tidak segan mengombinasikan celana jeans dengan jas, layaknya seorang bintang sinetron atau peragawan. Untuk ukuran seorang menteri, penampilannya memang cukup berani dan oke. Dengan perawakan yang tirtggi dan paras ganteng, dia selalu menjadi idola dalam setiap forum, apalagi diimbangi dengan kemampuan berbicara dan penguasaan materi yang prima. Ketika memberikan sambutan dalam pembukaan Musyawarah Partai Bulan Bintang di Pekanbaru, hari Minggu, 9 April 2000 beberapa hari lalu, Prof. Yusril dengan penuh kearifan mengajak warga partainya untuk memelihara sopan santun dan etika. "Demokrasi memerlukan etika," katanya. Tak lupa dikutipnya sebuah petuah Melayu, "Seberat-berat mata memandang, lebih berat lagi bahu memikul." Melakukan kritik mudah, tetapi bila diberi tanggung jawab belum tentu mampu mengemban amanah. Cantik! Pengalaman Prof. Yusril mengikuti program S-3 di University Kebangsaan Malaysia selama beberapa tahun, tampaknya membuat profesor kita ini akrab dengan idiom-idiom Melayu. Apa beda hewan dengan manusia? Hewan kalau marah menggigit manusia, manusia kalau marah tidak menggigit hewan, tapi menyebut nama hewan. Bahkan menurut Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, gejala umum yang terjadi sekarang, kalau manusia sedang emosi, maka semua penghuni kebun binatang disebut dan diabsen satu demi satu. Mungkin yang dimaksud Prof. Yusril adalah monyet, lutung, babi hutan, orang hutan, kucing air, biawak, dan seterusnya. Kalau 93
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
burung barangkali jarang diabsen. Kesan saya, Prof. Yusril sangat santun, dia tidak menyebutkan, bahwa biasanya penghuni kebun binatang itu dalam pengucapannya selalu ditambah dengan kata "kau". Maka menjadilah dia ungkapan berikut: monyet kau, babi hutan kau, biawak kau, kucing air kau, dan seterusnya. Hampir tidak ada yang menyebut, burung kau. Kalau ada yang berteriak "burung kau", maka otomatis yang lain secara refleks akan memeriksa ritsleting celananya. Prof. Yusril kelihatannya memang sedang risau dengan kebiasaan baru masyarakat sekarang yang mudah marah dan meradang. Bangsa kita sebenarnya bangsa pemurah atau bangsa pemarah. Pemurah mengandung substansi suka menolong sesama, menganggap orang lain saudara, tindakannya santun dan penyayang. Kalau pemarah, sama-sama tahulah kita, sedikit saja bleknya (kalengnya) tersinggung maka sumpah serapah pun akan keluar dan mulai mengabsen penghuni kebun binatang itu satu per satu. Dan benda-benda alam pun beterbangan seperti batu, kayu, bahkan juga mangkok, piring, gelas, dan sebagainya, dan kaca-kaca pun pada pecah. Tiga kali dalam minggu-minggu ini saya mendengarkan secara langsung pidato orang-orang penting, Prof. Dr. Ryaas Rasyid, Mathori Abdul Djalil, dan terakhir baru-baru ini, Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, ketiga-tiganya berbicara tentang etika moral. Apa sih etika? Menurut Dr. Franz Magnis Suseno, dosen filsafat Universitas Indonesia, etika sebenarnya sebuah ilmu, bukan sebuah ajaran. Etika berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya. Dalam versi lain, kita bisa mengatakan, moralitas adalah petunjuk konkret yang siap pakai tentang bagaimana kita harus hidup. Sedangkan etika adalah perwujudan secara rasional ajaran moral yang siap pakai. Keduanya, etika dan moral, mempunyai fungsi yang sama, yaitu memberi kita orientasi bagaimana dan ke mana kita harus melangkah dalam mengarungi hidup ini. Bedanya, moralitas langsung mengatakan kepada kita, "inilah caranya Anda harus melangkah." Sedangkan etika justru mempersoalkan, "Apakah saya harus melangkah dengan cara itu?" dan "Mengapa harus dengan eara itu?" 94
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Etika yang kurang baik barangkali disebabkan karena ajaran moral kurang baik. Kata moral selalu menunjuk pada manusia sebagai manusia. Istilah "kewajiban moral" yang sering kita dengar misalnya, biasanya dibedakan dengan kewajiban-kewajiban lain, karena yang dimaksud adalah kewajiban manusia sebagai manusia. Sedang norma moral adalah rambu-rambu untuk mengukur betul-salahnya, baikburuknya tindakan manusia sebagai manusia. Jadi kita mestinya juga menyadari tanggung jawab dan kewajiban kita sebagai manusia, bukan hanya tanggung jawab sebagai warga negara, sebagai seorang pegawai, seorang guru, seorang mahasiswa, dan sebagainya. Sebagai warga negara mungkin kita baik; patuh membayar pajak, patuh kepada rambu-rambu lalu-lintas, tetapi tanggung jawab moral sebagai makhluk sosial? Seorang mahasiswa atau seorang profesor mungkin pintar, tapi bagaimana kalau misalnya dia suka mencaci maki orang lain? Orang seperti ini disebut sangat baik sebagai mahasiswa atau sebagai profesor, tetapi sebagai manusia dia buruk. Kita beruntung, di tengah suasana masa transisi yang agak kacau seperti sekarang, masih ada tokoh yang senantiasa mengingatkan kita, mengajak introspeksi. Ketiga orang penting tadi mempunyai kewajiban moral mengingatkan kepada masyarakat bahwa kita telah hampir kehilangan etika moral. Saya sebut hampir kehilangan, sebab untuk kehilangan etika sama sekali tidak mungkin kan? Itu pulalah yang membedakan makhluk yang bernama manusia dengan makhluk yang bernama hewan. Manusia memiliki akal budi memiliki kesadaran, hewan tidak memilikinya. Maka, ingat sajalah petuah Raja Ali Haji dalam Pasal 4 Gurindam Dua Belas. "Hati adalah kerajaan di dalam tubuh, jikalau zalim, segala anggota pun rubuh."
95
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
"Mengumpat dan memuji hendaklah pikir, disitulah banyak orang yang tergelincir." "Pekerjaan marah jangan dibela nanti hilang akal di kepala." (14 - 20 April 2000)
96
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
8 Rekonsiliasi Ala Nelson Mandela Ketika baru-baru ini saya menerima kunjungan Dr. Diliza Mji, orang nomor satu Congo Invesment Limited, Sebuah perusahaan beken dari Afrika Selatan, pikiran saya tidak sepenuhnya tertuju kepada core business Congo Invesment. Masalahnya adalah, saya dibisiki sebelumnya bahwa Dr. Diliza Mji adalah sepupu dari Nelson Mandela. Lebih jauh lagi, Dr. Diliza Mji disebut-sebut kandidat presiden Afrika Selatan masa depan. Ketika pertemuan dimulai, saya mencoba merebut perhatian tamu saya dengan memuji Afrika Selatan sebagai sebuah negara yang indah. "Apakah Anda sudah pernah ke Afrika Selatan?" tanyanya. Saya jawab, "Belum, tetapi saya dapat merasakannya ketika membaca biografi Nelson Mandela." Saya melanjutkan sanjungan kepada tokoh besar pemegang Nobel Perdamaian itu, bahwa saat ini negara kami sangat memerlukan sosok negarawan seperti Nelson Mandela. Dengan tersenyum arif Dr. Diliza menanggapi, Di negeri Anda sebenarnya banyak "Nelson Mandela", hanya saja barangkali mereka belum muncul, itu hanya masalah waktu." Agak malu saya menjawab, "I hope so!" Tetapi sesungguhnya di dalam hati saya berkata, itu barangkali ucapan basa-basi karena mestinya dia sudah melihat dan membaca di media massa, riegeri kami sedang tercabik-cabik, manusia yang satu menjadi serigala bagi manusia yang lainnya, homo homini lupus. Mungkinkah akan ada orang yang seperti Nelson Mandela itu, yang penuh keikhlasan dan ketulusan melakukan rekonsiliasi? Apabila orang menyebut rekonsiliasi, maka tidak lain, referensinya adalah Nelson Mandela. Nelson Mandela adalah "dewa" yang diturunkan dari langit untuk Afrika Selatan, sebuah negeri di ujung benua hitam sana. Namanya menjadi legenda. Walaupun suatu saat kelak sebagai manusia dia akan mati dan jasadnya akan hancur dikandung tanah, tetapi bagi rakyat Afrika Selatan, bahkan juga bagi 97
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
komunitas dunia yang berbudaya dan bermartabat, namanya akan tetap hidup. Pada satu sisi, Nelson Mandela sesungguhnya amat sangat berhak membalas dendam dan menabuh genderang perang melawan pendatang kulit putih yang merampas dan menjahanamkan negerinya. Dia dipenjara selama 27 tahun karena memperjuangkan hak-hak asasi negeri sendiri, memperjuangkan agar orang kulit putih dan kulit hitam diberi kesamaan hak. Kerugian moriil dan materiil bahkan juga jiwa, tidak terhitung banyaknya yang diderita oleh warga kulit hitam selama Nelson Mandela di penjara. Seluruh dunia mengutuk politik diskriminasi warna kulit yang diterapkan orang kulit putih di sana, bahkan Afsel diembargo dunia. Tetapi ketika Nelson Mandela, tahun 1990 dibebaskan dari penjara setelah ditahan sejak tahun 1962, dan kembali memimpin partainya ANC (African National Congress), sama sekali tidak ada aksi balas dendam. Padahal pengikutnya adalah kelompok mayoritas di Afsel. Dia bahkan menyerukan perjuangan damai melawan politik rasialis itu. Sungguh-sungguh damai, bukan lips service. Di muka dan di belakang, dia berbicara sama, pengikutnya tidak diprovokasi, padahal - sekali lagi - dia berhak membalas dendam dengan menggerakkan pengikutnya untuk berteriak, "bantai!" Tapi itu tidak dilakukannya. Rekonsiliasi yang diucapkannya jujur dan tulus. Oleh karena itu, setelah tiga tahun dibebaskan, Nelson Mandela secara bulat terpilih sebagai orang kulit hitam pertama yang menjadi Presiden Afrika Selatan dalam suatu pemilihan yang paling demokratis sepanjang sejarah Afrika Selatan. Afrika Selatan memang cermin bagaimana politik rasialis (apartheid) diterapkan secara kasar oleh penguasa kulit putih sebelum Nelson Mandela dibebaskan dari penjara dan terpilih menjadi presiden. Sistem apartheid memisahkan kulit putih dengan kulit hitam di berbagai bidang lapangan pekerjaan, penguasaan lahan pertanian, bahkan juga dalam bidang layanan publik. Di negeri kita tidak ada politik apartheid, dan sesungguhnya kita anti politik rasialis. Tetapi entah mengapa, rasa solidaritas, 98
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
tenggang rasa, dan rasa senasib sepenanggungan demikian mudah runtuh. Permasalahan akibat perbedaan suku, agama, ras, golongan, bahkan karena berbeda kabupaten, demikian mudah melebar sampaisampai menyulut perkelahian massal yang meminta korban jiwa. Antara suku satu dengan suku lain tidak lagi harmonis. Katakata yang dulu tabu diucapkan karena dikhawatirkan menyinggung perasaan suku lain, meluncur demikian saja ibarat tanpa sensor. Tokoh-tokoh informal seperti pemuka-pemuka adat, kepala suku, alim ulama tidak lagi dihargai. Ninik mamak yang dulu sangat berpengaruh terhadap cucu kemenakan, sekarang seakan kehilangan taji. Maka yang terjadi justru sebuah kontradiksi. Kita menjunjung tinggi kebhinnekaan, tetapi kita sangat diskriminatif dan superrasialis. Dan itu dipertontonkan secara vulgar. Nelson Mandela dipenjara selama 27 tahun, dan selama ia berada di penjara, ribuan saudara-saudaranya sesama kulit hitam terbunuh atau dipenjarakan secara tidak adil. Tetapi apa yang dilakukannya sangat mengagumkan. Begitu dia bebas dari penjara, dia maafkan semuanya dan dendam pun habis di seluruh negeri. Tidak kah mereka di Afrika Selatan sana memiliki saraf dendam sehingga demikian saja bisa memaafkan dan melakukan rekonsiliasi? Secara logika, mestinya dendam berserakan di mana-mana. Tapi fenomena Afsel nyata ada, bukan mimpi. Saya tidak tahu apakah Dr. Diliza, tamu saya itu, menginspirasi saya dengan mengatakan bahwa di Indonesia akan banyak muncul tokoh-tokoh seperti Nelson Mandela, ataukah itu memang muncul dari lubuk hatinya. Bagi saya tidak jadi persoalan, sebab sesungguhnya masih banyak orang baik-baik yang menggunakan koridor moral dan akal sehat di sekitar kita. Kalau tidak tentu sudah lama berlaku hukum
99
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
rimba, siapa yang kuat dia yang menang. Tetapi menengok gelagat, apa yang terjadi dewasa ini seakan mengingatkan bahwa kita memang sedang berada di rimba belantara. Mudah-mudahan itu salah.
(23-29 Maret 2001)
100
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
Bagian 4
Masyarakat dan Perilakunya
101
2002
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
1 Pelita Hati Hidup adalah berpikir, kata Cicero, seorang orator dan filsuf terkenal dari Kerajaan Roma yang hidup 100 tahun Sebelum Masehi. Orang yang tidak berpikir adalah seperti orang yang berjalan dalam tidur. Kata-kata mutiara itu benar. Tidak ada suatu kegiatan pun di dunia ini yang dapat kita lakukan sebelum didahului dengan proses berpikir. Berpikir hanya rnampu dilakukan oleh orang yang hidup. Semua gagasan adalah produk dari sebuah renungan, dan renungan lahir setelah ada kegiatan merenung. Merenung adalah berpikir. Orang tua-tua bilang, berpikir itu pelita hati. Hati berkaitan erat dengan emosi atau perasaan, berpikir berkaitan erat dengan otak. Dengan berpikir kita akan mampu memilah-milah emosi yang muncul. Oleh karena itu, ada ungkapan, jangan emosi atau hati boleh panas, tapi kepala harus tetap dingin. Otak memang membuat kita mampu berpikir, perasaan mana yang harus diikuti mana yang tidak. Banyak orang yang menggunakan akal pikirannya hanya untuk sekadar memenuhi kepentingan hidup sehari-hari, tetapi tidak sedikit pula tokoh-tokoh legendaris yang menghasilkan karya-karya besar hasil dari proses berpikir yang intens. Plato, seorang perisau cemerlang dan murung, meninggal lebih dari 2300 tahun yang lalu, tapi melalui buku-bukunya ia masih terus berbicara, kata-kata mutiaranya diingat orang dan relevan sampai sekarang. Demikian pula Tillius Marcus Cicero, ahli pidato itu. Ada Socrates, Aristoteles, Archimedes, Albert Einstein, dan masih banyak yang lain, yang pemikiran-pemikirannya melintasi zaman. Pemikiran keilmuan bukanlah suatu pemikiran yang biasa. Pemikiran keilmuan adalah pemikiran yang sungguh-sungguh. Artinya, suatu cara berpikir yang berdisiplin dan penuh kejujuran. Seseorang yang berpikir sungguh-sungguh takkan membiarkan pemikiran dan 102
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
konsep yang sedang dipikirkannya berkelana tanpa arah, apalagi membohongi nuraninya. Cara berpikirnya sistematis dan terarah ke tujuan tertentu. Ilmuwan pemikir yang ternama tidak tumbuuh seperti pepohonan, tetapi melalui suatu proses. Menurut para ahli, ada dua cara untuk memupuk mereka agar tumbuh menjadi sebatang pohon yang rindang yang bermanfaat bagi lingkungannya. Yang pertama adalah memberi mereka tantangan dan rangsangan. Letakkan masalah-masalah di hadapan mereka. Hasilkan sesuatu untuk dipikirkan mereka. Diskusikan tiap tahap pemikiran mereka. Usulkan pada mereka agar melakukan berbagai percobaan. Minta mereka untuk mengungkapkan apa-apa yang tersembunyi. Cara kedua adalah membawa mereka agar mengenal pemikiran-pemikiran yang menonjol. Adalah tidak cukup bagi seorang anak pandai yang sedang tumbuh hanya mengenal teman-teman, guru-guru, dan orang tuanya. la harus mengenal pemikiran mereka yang benar-benar menonjol dan cemerlang, dan orang-orang besar yang abadi. Berpikir agaknya tidaklah susah kapan saja dan di mana saja dapat dilakukan orang, tetapi kemandirian dalam berpikir tidak sesederhana mengucapkannya. Gerakan reformasi, telah membuka keran keterbukaan. Orang bebas berserikat, bebas berbicara apa saja, tetapi kemampuan dan kebebasan berpikir hanya kita sendiri yang tahu. Universitas adalah tempat mahasiswa belajar, tetapi tidak semua mahasiswa di universitas mau mengasah otaknya untuk berpikir apalagi menggunakan kebebasannya untuk berpikir. Pada tahap tertentu pemikiran kita rentan terhadap pemikiran orang lain. Apakah pemikiran kita telah dipengaruhi oleh pemikiran orang lain, juga tidak ada satu orang pun yang tahu secara persis. Seseorang yang berkemandirian dalam berpikir selalu berani bertanggung jawab atas semua tindak langkahnya, sehingga ia pun tidak pernah ragu-ragu kalau harus membuat keputusan yang sulit sekali pun. Berpikir mandiri adalah juga inti dari demokrasi, karena seseorang akan mampu berbicara sesuai dengan hati nuraninya, tidak mudah dipengaruhi oleh titipan sponsor. 103
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Berpikir memang pelita hati. Berpikir bisa menghasilkan suatu pedoman hidup dan pegangan dalam perjuangan. Bagi kalangan intelektual, berpikir adalah suatu kegiatan yang tidak pernah berhenti untuk mencapai kebenaran, keadilan, kebaikan, kebahagiaan, kesejahteraan, perdamaian, kemerdekaan, dan persaudaraan di atas dunia yang fana ini. Tetapi berpikir juga dapat menghasilkan ilmu yang berbahaya bagi diri sendiri dan berbahaya bagi orang lain. Ada yang berpikir dengan ilmunya untuk menjadikan manusia yang satu menjadi mangsa bagi manusia yang lain, layaknya makhluk yang buas. Berpikir seperti ini tentu merupakan bahaya bagi peradaban. Siapa yang bertanggungjawab bila keadaan buruk itu terjadi? Tentu para pemikir itu juga. Menjadi pertanyaan besar bagi kita, demikian banyak pemikirpemikir ulung yang kita miliki, tetapi demikian banyak juga masalahmasalah besar yang kita hadapi menyangkut kemaslahatan umat manusia. Apakah kurang intens perenungan yang kita lakukan? Tujuh puluh tahun yang lalu, Albert Einstein menggugat dunia dalam bukunya Out of My Later Years. Sejarah manusia, menurut Einstein, banyak melahirkan ahli-ahli yang mencapai kemajuan yang begitu besar di dalam wilayah ilmu dan teknologi, tetapi tidak berhasil mendapatkan penyelesaian bagi persengketaan politik dan ketegangan ekonomi yang begitu banyak di sekitar kita. Orang tidak berbasil mengembangkan bentuk-bentuk organisasi politik dan ekonomi yang akan menjamin hidup bangsa-bangsa di dunia ini sebelah-menyebelah dalam keadaan damai. Orang tidak berhasil membangun suatu macam sistem yang dapat melenyapkan kemungkinan untuk berperang dan menghapuskan untuk selamalamanya alat-alat yang berbahaya untuk menghancurkan manusia secara besar-besaran. Einstein agaknya lupa, bukankah hanya ada satu kebebasan di dunia ini, yaitu kebebasan berpikir. (1-7 Oktober 1999) 104
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
2 Tradisi Keilmuan Sejarah peradaban manusia sejak zaman dahulu kala, timbul tenggelam. Zaman keemasan dan zaman keruntuhan silih berganti dan tidak ada yang tahu persis mengapa ini terjadi. Anda pasti sudah pernah mendengar Kerajaan Majapahit atau Kerajaan Sriwijaya. Keterlaluan kalau belum pernah. Dan bagi masyarakat khususnya Riau tentu juga sudah pernah mendengar Kerajaan Riau Lingga yang pusatnya terletak di wilayah Riau Kepulauan sekarang, dan Kerajaan Siak Sri Indrapura yang pusatnya memang terletak di kota Siak Sri Indrapura. Kerajaan-kerajaan ini pernah mengalami masa-masa keemasan, masa-masa jaya, tapi kemudian runtuh, baik karena konflik internal maupun akibat tekanan dari luar. Bagaimana dengan Kerajan Yunani dan Romawi kuno? Tidak jadi soal kalau Anda tidak kenal. Kerajaan-kerajaan ini memang telah lama punah dari permukaan bumi, lebih dari seribu tahun sebelum Kerajaan Siak Sri Indrapura eksis. Tetapi bagi yang sedikit punya minat terhadap pelajaran sejarah, tentu akan tahu bahwa di zaman Yunani dan Romawi kuno, hidup pemikir-pemikir besar seperti Plato, Cicero, Aristoteles, dan lainnya. Pada zaman itu tradisi keilmuan tumbuh dengan baik. Ilmu Filsafat berkembang, demikian juga arsitektur dan kesenian. Peradabannya terkesan agung. Kolosium di Roma, misalnya, adalah sebuah contoh peninggalan sejarah Kerajaan Romawi. Atau gedung di mana Romeo dan Juliet memadu kasih di kota Peruggia. Tidak perlu jauh-jauh. Datanglah berkunjung ke Istana Sultan Siak di Siak Sri Indrapura. Amati baik-baik sudut demi sudut, foto demi foto, tulisan demi tulisan. Dengarkan aransemen musik simfoni Beethoven dan Mozart yang melantun dari mikrofon raksasa antik yang dibeli khusus dari Jerman ketika itu oleh Sultan Syarif Qasim. Lihat pula masjidnya yang bernuansa Eropa dan Balai Kerapatan Adatnya 105
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
yang kaya akan nilai-nilai filsafati. Kesannya pasti, betapa megah dan anggunnya kerajaan itu dulu. Orang-orang dulu mampu memberikan apresiasi yang baik kepada nilai-nilai budaya dan kesenian. Adakah ini pertanda kekayaan kalbu orang-orang kita tempo dulu? Atau, cobalah berkunjung ke Pulau Penyengat, di depan Pantai Kota Tanjung Pinang, Kepulauan Riau. Salatlah di masjidnya yang indah itu, yang konon menggunakan putih telur sebagai perekat dindingnya. Ziarah ke Makam Engku Putri Hamidah dan dengarkan pula cerita tentang Raja Ali Haji pengarang Gurindam Dua Belas yang terkenal itu. Bukankah kerajaan ini merupakan induk bahasa Indonesia? Tradisi menulis cukup berkembang di Kerajaan Riau Lingga dan itu hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang memiliki tradisi keilmuan sangat baik. Betapa agungnya pemikiran orang dulu-dulu, betapa halus jiwa dan perasaannya? Wajar kalau kita bertanya dalam hati, bagaimana cara mereka menghasilkan karya-karya besar dan monumental seperti itu? Apa sih rahasianya? Ada catatan sejarah yang menarik dan aneh dari Kerajaan Yunani tempo dulu. Jauh lebih banyak orang yang dapat membaca dan menulis pada tahun 150 SM dibandingkan dengan tahun 1550 M, atau barangkali pada tahun 1750 atau 1850. Andaikan catatan itu akurat, bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Tapi dari nama-nama filsuf yang melintasi zaman, catatan itu agaknya mengandung kebenaran. Konon, pada tahun 150 SM tersebut sekolah hampir terdapat di mana-mana. Perpustakaan dan buku-buku memenuhi Eropa sampai ke bagian utara Afrika, Mesir dan Timur Dekat. Buah pemikiran para ilmuwan dan filsuf menjelajah dengan bebas, dalam areal ribuan mil persegi. Para guru, ahli filsafat, juru pidato dan juru propaganda agama dan sosial, melakukan berbagai perjalanan, memberi penjelasan secara fasih, melakukan perdebatan dalam nuansa keilmuan. Mengapa kebudayaan Yunani dan Romawi itu runtuh, tidak seorang pun tahu dengan tepat. Sungguh pun demikian, ada juga yang berani membuat catatan. Bagian barat, yakni daerah Romawi, menurut mereka, adalah yang pertama runtuh. Sedangkan bagian timur, daerah 106
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Yunani masih sanggup mempertahankan diri selama ratusan tahun berikutnya. Perbedaan yang aneh ini konon terjadi karena orang-orang dari bagian barat suka akan kekayaan dan kenikmatan, seperti berpestapesta, sedangkan orang-orang di sebelah timur suka berpikir. Argumentasi itu agaknya benar. Pada beberapa catatan dalam jatuh bangunnya peradaban Yunani, ada hal yang sangat menarik yang dilakukan oleh sebagian ilmuwan. Ketika kota-kota dipenuhi oleh para penjajah, dan mereka menghancurkan apa yang tidak dapat mereka mengerti, membakar perpustakaan-perpustakaan, beberapa orang ilmuwan optimis yang bijak menarik diri ke tempat-tempat sunyi dan tenang. Mereka bukan merajuk, melainkan mulai mengajar, menyalin buku dan mempertahankan kelestarian ilmunya. Di sudut-sudut kampung, di bawah-bawah pohon, duduklah pelajar-pelajar yang sabar mencoba memahami pemikiran besar masa lampau, mereka lalu mengajari orang lain untuk juga memahaminya. Orang-orang ini kemudian menyebarkan pemikiran itu kembali. Dengan cara seperti ini, intelektual yang telah remuk lambat laun berkembang kembali. Bahkan kedengarannya aneh bila ada orangorang pintar bercerita tentang filsafat di surau-surau. Bagi kita saat ini, yang tidak aneh adalah mempersiapkan anakanak muda di pedesaan untuk menjadi petani yang baik karena memang itu kebutuhannya. Tetapi sayangnya petani yang dipersiapkan adalah petani yang serba tanggung, yang kurang memiliki nilai-nilai achievement. Tenaga-tenaga penyuluh pun, yang diharapkan menjadi ujung tombak, kurang mendapatkan penghargaan yang layak, jumlahnya juga jauh dari memadai. Barangkali benar, kebutuhan dasar kita saat ini, bila merujuk pada Teori Maslow, bukan ilmu-ilmu humaniora, tetapi ilmu-ilmu terapan. Namun dalam jangka panjang ini agaknya akan menjadi tragedi kemanusiaan, karena akan membuat kita kehilangan karakter dan itu amat berbahaya bagi peradaban.
(8-14 Oktober 1999) 107
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
3 Makhluk Sempurna Makhluk hidup yang bernama manusia, dengan akal pikirannya, telah mengubah wajah dunia dan dirinya sendiri. Oleh karena itu, makhluk ini disebut Homo sapiens: manusia si pemikir. Akal pikiran dan kemampuan berbicara adalah sesuatu yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya yang bernama bewan. sehingga manusia disebut sebagai makhluk sempurna. Hewan tidak memiliki akal pikiran dan tidak bisa berbicara sehingga tidak layak disebut makhluk sempurna. Tapi benarkah manusia itu makhluk yang sempurna? Sebuah kesempurnaan berarti manusia mampu menggunakan akal pikirannya dan bertindak tanpa cacat sedikit pun. Tidak ada satu orang pun yang tahu berapa persen sebenarnya kemampuan potensial berpikir manusia itu telah dipergunakannya secara efektif sehingga mereka bisa berpikir sempurna. Ada sebuah anekdot, dalam satu bursa otak di luar negeri, ternyata harga otak yang paling mahal adalah otak orang Indonesia. Kenapa demikian? Usut punya usut, ternyata otak orang Indonesia rupanya jarang dipergunakan, sehingga relatif masih baik. Ibarat mobil, kilometernya baru sedikit. Kalau otak orang Jepang sudah lusuh karena terlalu sering dipelasah. Sebagai makhluk, oke, manusia adalah makhluk sempurna, tetapi kalau sudah disebut sumber daya manusia (SDM), ceritanya akan lain. SDM adalah potensi manusia yang dapat dikembangkan untuk proses produksi dalam skala apa pun. Sebagai faktor produksi jelas manusia tidak lagi sempurna. Dia memiliki banyak kekurangan; tingkat pendidikan, keterampilan, pengalaman, etos kerja, dan seterusnya. Semuanya merupakan kelemahan SDM kita. Karena ketidaksempurnaan sebagai faktor produksi itu, maka muncullah akal pikiran dari sedikit manusia yang telah berkualitas 108
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
untuk memberdayakan SDM ini. Para pakar ini mengamati dengan cermat perilaku manusia, tabiatnya, bahkan juga habitatnya, kecenderungan-kecenderungannya, dan seterusnya. Hasil pengamatan itu dicocok-cocokkan dengan realitas dalam berbagai situasi dan kondisi sampai akhirnya mereka membuat asumsi-asumsi. Douglas McGregor misalnya, membuat asumsi, manusia terbagi dalam dua kelompok. Ada manusia "X" ada manusia "Y". Dalam Teori X, manusia digambarkan memiliki karakter malas bekerja; kalau bisa menghindari, mereka akan menghindari pekerjaan dan menghindari tanggung-jawab. Mereka harus dipaksa bekerja, selalu diawasi dan diarahkan. Ada bos mereka bekerja, tak ada bos mereka "cabut"; rasa tanggung jawabnya kurang. Mereka juga harus diancam dengan sanksi atau hukuman agar bisa menyelesaikan target pekerjaan. Tipe manusia ini selalu mencari aman. Mereka tidak berani mengambil risiko. Padahal kata orang tua-tua, "no risk no money, more risk more money" (jangan mengharapkan uang bila tidak berani mengambil risiko, semakin tinggi faktor risiko, semakin banyak uangnya). Tipe manusia dalam Teori Y memiliki karakter agak lain. Mereka menganggap bekerja adalah sesuatu yang wajar yang harus dilakukan oleh setiap manusia yang berbudaya. Pengawasan dari atasan apalagi dengan ancaman sanksi atau hukuman bukan satu-satunya cara agar manusia ini bekerja dengan baik. Tipe manusia ini komit dengan sasaran yang telah ditetapkan dan selalu berada dalam kesadarannya yang tinggi untuk bekerja tanpa harus menunggu perintah atau petunjuk. Mereka adalah orang-orang yang tidak pernah menghindari tanggung jawab. Manusia tipe ini selalu memiliki derajat imajinasi dan improvisasi yang tinggi, cerdik, dan kreatif dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh unit kerjanya. Etos kerjanya tinggi. Oleh karena itu, mereka akan mampu berkiprah dalam kehidupan masyarakat modern yang berbasis ilmu pengetahuan (knowledge base society). Tipe manusia seperti ini tentu lebih mudah menyesuaikan diri dalam era globalisasi yang sekarang sedang kita hadapi. Kedua set asumsi itu jelas menunjukkan perbedaan yang nyata. Teori X adalah orang-orang yang pesimis, statis, dan kaku. Sebaliknya 109
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
dengan Teori Y, mereka adalah orang-orang yang optimis, dinamis, dan fleksibel. Mereka mampu mengendalikan diri sendiri dan mampu menempatkan kebutuhan individu secara harmonis dalam kebutuhan organisasi. Ada banyak model pendekatan pengelolaan manusia dalam organisasi, tetapi tidak ada salah satu model yang sungguh-sungguh memuaskan untuk menjelaskan secara tuntas tentang perilaku manusia dalam organisasi. Namanya juga manusia. Manusia itu dapat berbeda dalam situasi yang sama pada saat yang berbeda. Dalam suatu situasi manusia menunjukkan sikap yang rasional, tapi dalam agenda yang sama pada saat yang berbeda mereka bisa bersikap emosional. Oleh karena itu, menurut John J. Morse dan Jay W. Lordsch, pendekatan yang paling efektif adalah pendekatan yang berbeda untuk situasi yang berbeda. Manusia tidak hanya mengharapkan sekadar uang dari pekerjaannya, mereka biasanya lebih mengharapkan pengembangan kapabilitas, kapasitas, kompetensi dan pengembangan potensi mereka. Dan kesalahan seorang pimpinan biasanya selalu underestimate terhadap bawahannya. Mereka menganggap bawahannya bodoh dan hanya membutuhkan uang semata. Manusia jelas berbeda satu dengan yang lainnya. Kepala sama hitam, tetapi pikirannya berbeda. Oleh karena itu, sungguh-sungguh tidak bisa diseragamkan dengan pendekatan suatu model tertentu. Tetapi satu hal, mereka harus didekati dengan respek dan martabat serta harus dipertimbangkan sebagai individu yang utuh dengan memperhatikan lingkungan di mana mereka berada. Memang benar, situasi yang berbeda memerlukan pendekatan yang berbeda pula. Sebab kalau tidak demikian kita tidak akan pernah bisa memanfaatkan sumber daya itu secara efektif dan efisien, sebab
110
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
sumber daya yang maha penting itu bernama, manusia. Manusia adalah makhluk sempurna yang multidimensi, kesempurnaannya justru terletak pada kelebihan dan kekurangannya.
(15-21 Oktober 1999)
111
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
4 Selamat Datang Milenium III Tanpa kokok ayam jantan sekalipun, matahari 1 Januari 2000 tetap terbit. Dan Anda adalah salah seorang saksi sejarah pergantian abad. Dahsyat! Tidak ada kegaduhan, tidak juga gempa bumi. Persetan juga dengan "Y2K" (baca: wai tu kei), permasalahan komputer yang diributkan itu. Manusia bikin komputer, dan ketika computer bingung menulis angka tabun setelah tahun "99", manusia kalang kabut. Ingat ketika kita akan memasuki saat-saat pukul 9 tanggal 9 bulan 9 tahun 99 beberapa waktu yang lalu, orang juga heboh, katanya dunia akan kiamat. Ternyata tidak. Pergantian tanggal 31 Desember 1999 ke 1 Januari 2000 sebenarnya hanyalah sebuah perjanjian. Adalah kaum Nasrani ketika itu yang memulai perhitungan waktu 2000 tahun yang lalu. Tapi sebenarnya menurut para ahli, planet bumi kita ini telah berusia puluhan juta tahun bahkan ada yang bilang ratusan juta tahun. Umat Islam rnenggunakan perhitungan waktu berbeda. Ketika pergantian abad Masehi, tahun Hijriah baru tahun 1420, berarti baru abad XV dalam Milenium II. Berbeda kan? Tergantung perjanjian. Dalam perhitungan Hijriah, satu bulan terdiri atas 29 atau 30 hari. Ini cocok dengan perputaran bulan di langit. Coba lihat, tanggal 1 Ramadan, bulan kelihatan tipis melengkung di ufuk timur. Lima belas hari kemudian, bulan di langit nampak penuh, kita sebut purnama. Hari-hari berikutnya bulan mulai melengkung, menipis, dan kemudian menghilang di akhir bulan. Siklus bulan Arab ini selalu berulang, sesuai dengan bentuk bulan di langit. Milenium adalah masa seribu tahun dan pergantiannya pasti menarik untuk dicermati. Pernahkah Anda membayangkan apa yang terjadi di awal Milenium II, seribu tahun yang lalu? Atau, pernahkah terbayang seperti apa dunia ini di akhir Milenium III nanti? Kisah 112
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
seribu tahun yang lalu, barangkali bisa kita lihat dari buku sejarah, tapi 1000 tahun mendatang? Jangankan 1000 tahun, esok hari pun kita tidak tahu apa yang akan terjadi. Itu rahasia alam. Sejarah mencatat, di akhir Milenium I dan di awal Milenium II pelaut-pelaut bangsa Norwegia menaklukkan Eropa dengan ganas Di bidang iptek ditemukan ilmu Aljabar dalam dokumen matematika Arab. Avicenna, seorang filsuf dan ahli fisika bangsa Parsia menulis tentang logika, metafisika, matematika, dan juga sebuah karya besar tentang standar obat. Apa yang terjadi di Nusantara yang kemudian bernama Indonesia? Milenium II ditandai dengan berkibarnya Kerajaan Airlangga yang menaklukkan seluruh Jawa pada tahun 1037. Tidak lama kemudian muncul Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit yang terkenal itu. Ketika Marcopolo mendarat di Sumatra tahun 1292 ia menemukan Kerajaan Samudra Pasai yang sudah memeluk agama Islam. Ada kemungkinan Islam telah masuk jauh sebelumnya karena ditemukan ukiran di batu nisan yang bercirikan Islam. Seribu tahun mendatang ketika Milenium IV berawal, manusia (kalau masih bernama manusia) barangkali akan membalik-balik buku sejarah atau (hanya) memencet tombol, melihat peristiwa penting di awal Milenium III. Mereka mungkin cukup maklum dengan masalah Y2K karena teknologi komputer di awal Milenium III tidak cukup canggih dibandingkan dengan teknologi komputer di awal milenium IV. Yang membuat mereka geleng-geleng (atau mungkin menganggukangguk laksana pompa angguk) agaknya adalah cara manusia memecahkan masalah. Teknologi komputer walaupun tidak super canggih, tapi sebetulnya cukup maju. Mengapa tidak menginput saja masalah yang ada ke komputer; masalah hutang konglomerat, KKN, bagi hasil pusat dan daerah, masalah negara kesatuan, masalah Pertamina, masalah Aceh, Riau dan seterusnya. Inputkan juga faktor-faktor yang mempengaruhi. Kemudian dalam 1 atau 2 detik tunggu solusinya. Selesai. Gampangkan?!
113
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Ada dua catatan yang mngkin akan membuat mereka tersenyum. Pertama, ketika membaca banyak orang Tionghoa yang memprogram kehamilan dengan harapan bisa melahirkan di akhir tahun 2000 sehingga bisa memperoleh anak dengan shio Naga Emas. Bukan hanya pasangan suami-istri muda, bahkan yang telah memiliki beberapa anak pun berusaha untuk hamil. Orang bershio Naga Emas menurut kepercayaan Tionghoa memiliki hokkie yang berlimpah ruah. Rezeki datang sendiri. Kedua, keberanian Prof. Tabrani. Mereka, manusia Milenium IV itu, (mungkin karena perubahan genetika terjadi pula perubahan pengucapan) menyebut Prof. Tabrani sebagai "Prof Takberani". Ini profesor beraninya luar biasa, walaupun namanya "Takberani". Mereka mungkin akan tertegun ketika membaca, ternyata, profesor pemberani yang jenius ini, "Takberani" melamar calon isteri. Tantangan zaman yang menghadang di awal Milenium III sangat banyak dan sulit diduga. Untuk menghadapinya diperlukan pandangan, etika, moral, dan kreativitas yang tinggi. Visi baru diperlukan. Visi yang penuh dengan etika dalam kehidupan global, visi yang diterima orang lain, persaingan sehat, saling menguntungkan melalui permainan "saya menang kamu menang". Masa depan kita sedang dipertaruhkan. Sementara tidak ada seorang pun di antara kita mengetahui persis seberapa besar keberanian yang kita perlukan agar kita dapat bertahan menghadapi tantangan dan godaan yang menyerang setiap hari. Kita pun belum tahu seperti apa wujudnya tantangan dan godaan itu. Kita hanya bisa meraba-raba, paling hebat hanya belajar dari kecenderungan-kecenderungan dengan pendekatan ilmu statistika. Saya teringat cerita Colombus berlayar dengan persediaan makanan dan minuman yang sangat terbatas menuju benua yang tidak dikenal, benua terra incognito. Dia berhasil mendarat di Benua Amerika sebab dia telah berusaha keras mengatur kapalnya ke suatu tujuan walaupun banyak perlawanan eksternal dan internal, bahkan dari awak kapalnya sendiri. Pesan moral dari sejarah ini: dengan ketekunan dan kemauan yang keras mari kita coba mulai berjalan memasuki Milenium III yang tidak dikenal itu dengan langkah pertama. Kata 114
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
orang bijak, perjalanan seribu kilometer selalu dimulai dengan langkah pertama. Bismillahirrahmanirrahim! (31 Desember 1999-6 Januari 2000)
115
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
5 Mulutmu Harimaumu Albert Einstein pernah berujar, "Jangan sekali-kali melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hati nurani, sekali pun itu dituntut oleh negara". Suatu ketika, seorang ibu bertanya melalui dialog interaktif di TVRI kepada Ibu Khofifah Indarparawansa, mantan wakil Ketua DPR RI yang kini duduk dalam Kabinet Persatuan Nasional sebagai Menteri Pemberdayaan Perempuan. Pertanyaannya kira-kira demikian, "Apakah tidak akan ada kendala bagi Presiden Gus Dur dengan keterbatasan pada indra matanya?" Khofifah menjawab dengan tangkas, "Justru dengan mata hatinya Gus Dur akan mampu melihat dengan tajam permasalahan yang dihadapi oleh rakyat. Yang banyak terjadi sekarang, orang memiliki kesempurnaan fisik pada matanya, tapi mata hatinya buta." Menteri Khofifah agaknya benar, kalau kita harus memilih dari pilihan yang sangat sulit seperti itu, tentu kita akan memilih orang yang mata hatinya tidak buta. Hati adalah sudut di mana nurani bertempat tinggal. Bila kemudian menjadi hati nurani maka ia akan menjadi alat kontrol yang paling peka bagi pikiran dan perilaku seseorang. Kebenaran hati nurani adalah kebenaran yang hakiki. Ketajaman mata hati dan predikat kiai adalah garansi terhadap kejujuran dan kelurusan pribadi Gus Dur yang diharapkan oleh masyarakat akan dapat mengalahkan kelemahan physically. Itulah agaknya salah satu pertimbangan kuat mengapa anggota DPR kita "gila" memilih Gus Dur. Gus Dur adalah presiden yang terpilih secara demokratis dan oleh karenanya memiliki legitimasi yang kuat. Dia bukan terpilih di antara yang terjelek tetapi terpilih di antara putra-putra bangsa terbaik. Begitu selalu kita ucapkan bila memilih seorang pemimpin. Masyarakat menerima kenyataan, memang betul setiap insan itu memiliki kelebihan dan kekurangan. Kekurangan berupa ketidaksempurnaan pada indra 116
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
penglihatan Gus Dur me-rupakan suatu blessing in disguise bagi bangsa Indonesia. Hikmahnya, dunia internasional kelihatannya menaruh simpati kepada Gus Dur. Lihatlah bagaimana Presiden Amerika Serikat Bill Clinton dengan antusias menyambut kunjungan Presiden Abdurrahman Wahid. Konon cara Presiden Clinton memperlakukan kepala negara lain yang menjadi tamunya merupakan tolok ukur tingkat apresiasinya terhadap seorang pemimpin. Dan Presiden Abdurrahman Wahid mendapatkan perlakuan yang sedikit agak istimewa. Tidak hanya Bill Clinton, tokoh-tokoh yang berpengaruh di rantau ini pun, seperti Dr. Mahathir Mohamad, Goh Chok Tong, dan Lee Kuan Yew, menunjukkan penghargaan yang baik kepada Presiden Abdurrahman Wahid. Bahkan Lee Kuan Yew, mantan Perdana Menteri Singapura yang sukses itu, tidak keberatan bila Gus Dur memintanya menjadi penasihat ekonomi, seperti apa yang dilakukan oleh Lee Kuan Yew terhadap Korea Selatan. Masyarakat mulai yakin bahwa Presiden Abdurrahman Wahid memang memiliki kelebihan yang tidak dimiliki orang lain, terlepas apakah Gus Dur sungguh-sungguh memiliki ratusan jin atau tidak. Oleh karenanya secara internal di dalam negeri, terpilihnya Gus Dur sebagai presiden langsung menurunkan eskalasi kerusuhan secara kuantitatif, paling tidak sampai saat tulisan ini dibuat. Tetapi yang namanya kelemahan manusiawi, juga tidak bisa ditutup-tutupi. Kelemahan dan kekurangan Gus Dur ternyata bukan terletak pada keterbatasan fisik-nya. Kelemahan yang bukan kelemahan physically justru lebih menonjol. Kelemahan yang paling mengedepan adalah kegemaran Gus Dur yang suka "ceplas-ceplos", berbicara sukasuka. Dia lupa bahwa sekarang dia bukan lagi seorang aktivis LSM, dia adalah seorang presiden. Memang di era reformasi ini, ucapan seorang presiden tidak segala-galanya, ucapan seorang presiden bukanlah sabda pandita ratu. Tetapi tidak lantas seorang presiden boleh berbicara sesuka hatinya. Tidak usah seorang presiden. seorang rakyat biasa pun tidak boleh berbicara sesukanya. "Mulutmu harimaumu," kata orang bijak. Artinya jaga mulutmu dan ucapan-ucapan yang tidak perlu.
117
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Ucapan-ucapan yang tidak terkendali justru akan menimbulkan bahaya bagi si empunya mulut. Rasanya sukar dicerna akal sehat bahwa Presiden Abdurrahman Wahid berbicara dalam kualitas yang sa-ngat tidak memadai, yang sebenarnya hanya pantas diu-capkan oleh seseorang yang undergraduate. Tapi itu kenyataan yang kita hadapi sehari-hari belakangan ini. Presiden gemar sekali rnembuat statement yang konotatif bah-kan sampai kepada yang kontroversial. Presiden agaknya lupa, bahwa rata-rata tingkat pendidikan rakyatnya adalah setingkat sekolah dasar. Dengan tingkat pendidikan yang demikian sukar diharapkan tumbuhnya pengertian terhadap ucapan-ucapan yang memiliki abstraksi tinggi. Justru ucapan yang kontroversial besar sekali peluangnya dipelintir dan menjadi "bias". Perkataan seseorang berada dalam suatu medan yang tidak terbatas lapangannya. la mempunyai peranan dalam lapangan kebaikan, demikian juga dalam lapangan keburukan. Maka sebenarnya, barang siapa yang mengumbar keasyikan berbicara dan menyepelekan akibatnya begitu saja, setan akan menuntunnya ke jalan yang buruk. Setan akan terus membuat perangkap-perangkap sampai orang itu benar-benar terperosok ke dalam jurang. Seorang teman yang sering memberikan ceramah agama, membisikkan kepada saya, bahwa manusia tidak akan dijebloskan ke dalam neraka karena hidungnya, melainkan karena apa yang dilakukan oleh lidahnya. Rasanya mustahil Gus Dur tidak mengetahui itu. Dan rasanya mustahil Gus Dur tidak memahami bahwa orang yang selalu berada dalam kendali syariat adalah orang vang tidak mengumbar katakatanya, kecuali untuk hal-hal yang mendatangkan manfaat. Orang yang berada dalam kendali syariat ini juga mengekang lidahnya dari segala ucapan yang dikhawatirkan akibatnya. Dia selalu mengetahui hal terpuji dari ucapannya atau hal tercela yang tersembunyi di balik katakatanya.
118
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Ketajaman mata hati mestinya mampu mengendalikan perilaku lidah dan mulut. Ingatlah, mulutmu harimaumu!
(21-27 Januari 2000)
119
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
6 Hari Perempuan Hari Ibu atau Hari Wanita atau Hari Perempuan, apa bedanya? Barangkali berbeda, barangkali juga tidak, tergantung suasana hati ketika sedang memikirkannya. Yang penting bukan peristilahannya, tetapi substansi apa yang diusung. Ibu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Balai Pustaka, adalah orang perempuan yang telah melahirkan seseorang; sebutan untuk wanita yang telah bersuami; atau, panggilan yang takzim kepada wanita yang sudah atau belum bersuami. Wanita menurut kamus yang sama, adalah perempuan dewasa. Wanita karier berarti wanita yang berkecimpung dalam kegiatan profesi (usaha, perkantoran, dan sebagainya). Yang agak seru adalah definisi tentang perempuan. Kamus itu menyebutkan, perempuan adalah; "Orang (manusia) yang mempunyai puki, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui". Kata "perempuan" agaknya lebih luas penggunaannya daripada kata "ibu" atau "wanita". Tetapi secara biologis ketiga istilah ini artinya sama. Oleh karena itu, barangkali istilah Menteri Pemberdayaan Perempuan lebih luas maknanya daripada Menteri Pemberdayaan Wanita. Wanita dalam perspektif sosial adalah perempuan-perempuan yang sudah mapan yang tidak memerlukan lagi pemberdayaan. Istilah Tenaga Kerja Wanita (nakerwan) barangkali juga harus diganti dengan Tenaga Kerja Perempuan. Jadi, Ibu Khofifah memang harus lebih banyak mencurahkan tenaga dan pikirannya kepada "perempuan" yang dalam perspektif sosial memiliki stigma lebih banyak ketimbang "wanita". Peringatan Hari Ibu kali ini adalah peringatan terakhir dalam abad XX. Ini sebuah momentum perenungan terhadap hari-hari panjang yang telah dilalui selama satu abad. Para perempuan tentu tidak perlu 120
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
susah berdebat tentang nama yang dipergunakan, mau Kementerian Wanita, Kementerian Perempuan, Kementerian Hawa, boleh. Yang terlarang adalah Kementerian Betina, sebab ini hanya untuk komunitas sapi atau kerbau. Apalah artinya sebuah nama kan? Orang tidak akan menyorot namanya, tetapi akan sangat concern terhadap apa yang dilakukan oleh kementerian ini. Deng Xiao Ping bilang, "Tidak peduli warna kucing itu hitam atau putih yang penting bisa menangkap tikus." Ada atau tidak Kementerian Perempuan, Hari Ibu tetap ada dan tetap diperingati. Tetapi diperingati sekalipun kalau tidak memberikan makna introspeksi apa gunanya. Banyak masalah yang perlu direnung, kenakalan anakanak dan papanya, narkoba, mutu pendidikan, dan sebagainya. Dan kalau mau lebih keren sedikit ada masalah "gender", emansipasi, dan kesetaraan. Apalagi ketika kita akan memasuki Milenium III, kenyataannya hegemoni laki-laki atas perempuan melalui budaya patriarkat masih saja terjadi hampir di semua masyarakat di dunia, hanya sedikit yang menganut mahzab matriarkat. Dalam masyarakat Jawa bahkan trilogi peran wanita yang dikenal dengan istilah "3-M" (Macak - Manak - Masak) masih belum sepenuhnya lekang. Macak-manakmasak (berdandan, melahirkan anak, memasak) adalah peran yang telah lama mengungkung perempuan di Jawa dan saya belum pernah membaca hasil penelitian yang menghilangkan peran ini. Agaknya lakilaki lebih cenderung membiarkan peran itu. Adolf Hitler, pemimpin Partai Nazi Jerman yang terkenal itu pernah bilang: "Dunia wanita adalah suami, keluarga, anak-anak, dan rumahnya. Kita beranggapan tidak pada tempatnya apabila wanita masuk ke dalam dunia laki-laki." Tapi Hitler kan memang kejam, dan eranya telah lama berlalu. Dulu, jangankan jabatan gubernur, bupati saja diklaim oleh lakilaki sebagai jabatan yang hanya cocok untuk pria. Sekarang, jangankan gubernur, presiden saja bisa. Persoalan Ibu Mega hanya menduduki Wakil Presiden, itu karena hanya kalah dalam pemungutan suara. Artinya, kesempatan Gus Dur atau Ibu Megawatt untuk terpilih dan untuk tidak terpilih, secara teoritis ketika itu kan sama besarnya. 121
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Pada tahun 1990, Joan Finney mencatatkan diri di lembaran sejarah sebagai wanita pertama yang menjadi Gubernur Negara Bagian Kansas (dan merupakan satu-satunya negara bagian dalam sejarah Amerika Serikat yang dipimpin oleh seorang wanita, sampai saat itu, setelah dua ratus tahun lebih merdeka). Kita, baru 54 tahun merdeka, kaum hawanya telah berhasil menjadi wakil presiden, bahkan hampir jadi presiden. Dalam sebuah obrolan ringan baru-baru ini dengan Mr. Gary Fitzgerald, Managing Director PT. CPI yang suka berpantun itu baru-baru ini, dia mengatakan: "Kami (maksudnya Amerika Serikat) belum pernah punya pengalaman bagaimana dipimpin oleh seorang presiden wanita", ujarnya tersenyum. Jadi wanita Indonesia hebat kan? Dianne Fienstein, Walikota wanita pertama megapolitan San Fransisco, menuliskan kesannya. Jauh lebih sulit bagi seorang wanita untuk berhasil dalam dunia politik dibandingkan dengan pria. Wanita harus selalu membuktikan bahwa mereka pantas dan bisa diandalkan. Kunci keberhasilan wanita dalam jabatan pemerintahan adalah menjadi "orang yang bisa diandalkan". Susahnya, tidak ada model peran politik bagi seorang anak perempuan. Booles dan Swan menyebutkan dalam buku Power Failure, dalam satu jajak pendapat di Amerika Serikat, "Hampir semua pria tidak ragu-ragu bahwa mereka berhak menjadi presiden, sedangkan hampir semua wanita bersikap sebaliknya." Tapi itu di Amerika. Di negeri tercinta ini, ada seorang teman pria mengatakan, "Tanpa adanya wanita revolusi tidak akan selesai, tanpa adanya wanita, reformasi tidak akan tercapai, percayalah."Itu jelas sentimentil. Tapi yang ini pernyataannya rada sombong. "The best man for the job is a woman", begitu terpampang di meja kerja Ibu Sri Soedarsono, seorang ibu pekerja sosial yang sangat aktif di Batam. Kira-kira maksudnya, orang terbaik untuk suatu tugas adalah wanita. Dalam hati saya berkata, bukan main! Tapi sebagai seorang laki-laki saya tidak perlu tersinggung dengan moto tersebut. Itu kan sugesti. Sebab ada tip dari Rasulullah Saw. "Sebaik-baik wanita adalah jika engkau lihat, engkau
122
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
merasa senang, dan jika engkau suruh ia selalu menaatimu, dan jika engkau tidak berada di sisinya ia selalu menjaga dirinya dan hartamu". (24-30 Desember 1999)
123
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
7 Habis Gelap Terbitlah Terang Mana yang lebih beruntung antara kedua Kartini. Kartini yang istri bupati kemudian lantas mati muda, atau Kartini yang dituduh berzina, tapi kemudian selamat dari hukuman rajam sampai mati. Keduanya barangkali sama enak dan sama tidak enak. Namun itulah nasib dua Kartini yang hidup dalam dua zaman yang berbeda. Keduanya tentulah tidak pernah minta dilahirkan untuk mengalami nasib yang ditakdirkan tragis. Kartini yang istri Bupati, namanya lengkapnya adalah Raden Ajeng Kartini, putri Bupati Jepara Raden Mas Adipati Ario Joyodiningrat. Maka "darah biru" sangat kental mengalir dalam tubuhnya. Tapi Kartini bangsawan ini tidak beruntung karena meninggal hanya setahun setelah menikah. la mati muda dalam usia 25 tahun. Yang kemudian terasa menyesakkan adalah bahwa ternyata Kartini istri sang Bupati Rembang ini bukan orang sembarangan dalam kapasitasnya sebagai manusia. Kartini sebenarnya mempunyai cita-cita yang sangat tinggi dan mulia. Dia memiliki pemikiran-pemikiran besar yang melintasi zamannya. Daya jelajah pikirannya luarbiasa. Dia ingin bersekolah tinggi seperti kawan-kawan sekolahnya, gadis-gadis Belanda. Cita-cita tinggal cita-cita. Kartini tidak pemah mengenyam sekolah tinggi seperti teman-teman "londo"nya itu. Tapi itu bukan bermakna Kartini berhenti berpikir untuk kaumnya. Raden Ajeng Kartini menginginkan wanita-wanita Jawa diberi kesempatan yang lebih baik, tidak usah dipingit untuk kemudian hanya bekerja di dapur dan kemudian melahirkan anak-anak. Seorang putri bangsawan Jawa, yang lingkungannya sangat feodalistik, memiliki pemikiran yang demikian, seperti Kartini itu, tentulah terlarang. "Panggil aku Kartini saja," katanya dalam sebuah surat yang didokumentasi dengan baik oleh kawan-kawannya. RA Kartini telah berpikir tentang emansipasi perempuan ketika perempuan-perempuan 124
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
di Jawa ketika itu belum memikirkannya. Dia telah mampu mengagregasi dan mengartikulasikan kehendak-kehendak perempuan yang tidak pernah terdengar, tapi dapat dirasakannya, walaupun itu hanya dalam bentuk surat-surat pribadi. Tapi itu sesuatu yang sudah maksimal ketika itu. Keadilan gender yang mulai hangat diperbincangkan oieh dunia sejak era 1970-an - lebih dari seabad kemudian - telah menjadi pergolakan pemikiran RA Kartini. Dia tidak bisa mengubah keadaan secara fisik, tidak juga bisa berunjuk rasa seperti sekarang. Oleh karena itu, Kartini hanya bisa "curhat" kepada sahabat-sahabatnya. Cita-cita dan pemberontakan pemikirannya itu dituangkan melalui surat-surat yang ditujukan kepada sahabat-sahabatnya tidak hanya yang berada di Jakarta (Batavia), tetapi juga kepada teman-temannya yang berada di Negeri Belanda nun jauh di sana. Kartini mungkin tidak pernah menyangka bahwa curhatnya yang mengandung muatan sosiologis itu suatu saat akan diterbitkan, tidak hanya dalam bahasa Indonesia tetapi, juga dalam bahasa Belanda dan Inggris. Habis Gelap Terbitlah Terang adalah kumpulan suratsuratnya yang sangat terkenal dan pantas dikenang. Kartini memang menjadi legenda, namanya pun diabadikan dalam dalam berbagai monumen di berbagai kota, bahkan Kartini pun tidak jarang dipergunakan dalam bahasa metafora. Pejuang wanita dalam berbagai bidang disebut Kartini. Bahkan juga tidak sedikit yang hanya sekadar meminjam nama. Termasuk Kartini, Tenaga Kerja Wanita (TKW) Indonesia yang bekerja di Uni Emirat Arab itu. Kartini yang dituduh berzina ini, agaknya juga orang yang mempunyai cita-cita tinggi, orang yang tidak mau menyerah begitu saja kepada keadaan. Dia ingin mengubah nasibnya sendiri dan nasib keluarganya, dengan caranya sendiri, yakni menjadi TKW. Dia menggantungkan harapan yang tinggi dan memberontak terhadap keadaan di sekitar kampung halamannya yang sama sekali tidak menjanjikan perubahan dan harapan apa-apa. Sampai kemudian dia memutuskan untuk inengadu nasib jauh-jauh sampai ke Timur Tengah, meninggalkan keluarganya di tanah air. Sebagai manusia biasa dia kemudian menyerah kepada keadaan. Kita tidak memperdebatkan apa, 125
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
mengapa dan bagaimana kesalahan itu dilakukannya. Mungkin tertekan oleh keadaan, mungkin karena ketidak sempurnaannya sebagai manusia. Yang pasti dia diancam dengan hukuman rajam sampai mati. Sebuah vonis yang amat mengerikan. Namun berita terakhir yang kita dengar, ada titik-titik terang bahwa Kartini yang TKW ini akan lolos dari sergapan Hukum Pengadilan Syariah di kota Fujairah, Uni Emirat Arab. Kalau berita ini benar, maka sampai episode ini, nasib Kartini yang satu ini, agaknya sedikit lebih beruntung dari Kartini istri Bupati Rembang itu. Tetapi sesungguhnya membandingkan kedua Kartini ini tentulah suatu pekerjaan yang mengada-ada. Kartini dan Kartini memang berbeda. Kalau kedua Kartini ini mau disebut memiliki hubungan saudara, itu tentulah karena keduanya sama-sama cucu Adam dan keduanya sama-sama dilahirkan di Nusantara ini. Selebihnya tidak. RA Kartini, karena pemikiran-pemikiran maju yang dituangkannya dalam surat-surat yang dikirimkan kepada sahabat-sahabatnya dan kemudian diterbitkan, telah ditetap sebagai Pahlawan Nasional pada tanggal 2 Mei 1964. Dan tanggal 21 April, hari lahir RA Kartini pada tahun 1879, ditetapkan menjadi hari nasional, Hari Kartini sampai sekarang. Kartini binti Karim, yang kini masih mendekam menunggu nasib dalam penjara di Uni Emirat Arab itu, menjadi isu nasional. Kisah tragisnya berhasil memancing Menteri Pemberdayaan Perempuan, Ibu Khofifah Indar Parawansa untuk turun tangan. Kita belum tahu persis bagai mana ending dari kisah Kartini yang memancing simpati duma ini. Andai RA Kartini di alam baka sana bisa memberi motivasi, agaknya beliau akan berkomentar: "Sabar, Nduk. Habis gelap terbitlah terang."
(21-27 April 2000)
126
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
8 Gunung Es Jack Dolson dan pacarnya, Rose, sedang berciuman ketika "Titanic", kapal mewah yang mereka tumpangi, menabrak sebuah gunung es. Kapal itu, secara perlahan, kemudian tenggelam ke dasar samudra. Jack Dolson mati beku kedinginan. Namun Rose, diselamatkan oleh sebuah kapal barang. Titanic adalah sebuah film spektakuler yang memenangkan 11 Auidemy award. Film ini diangkat dari kisah nyata, judulnya pun diambil dari nama kapal penumpang tnggris, "Titanic", yang tenggelam dalam pelayaran perdananya menyeberangi Samudra Atlantik, dari Southampton, Inggris, menuju New York, pada tanggal 14 April 1912. Menurut versi kisah nyata, kapal Titanic dilepas dalam suatu upacara sangat meriah. Upacara pelepasan di pelabuhan Southampton tersebut, juga disaksikan oleh ribuan orang yang mengelu-elukan keberangkatan Titanic. Ironisnya, pada malam pertama pelayarannya, kapal mewah itu menabrak sebuah gunung es di sekitar New Founland pada kecepatan penuh. Hanya dalam tempo 2 jam 40 menit, kapal mewah yang mengangkut kalangan selebritis itu tenggelam ke dasar Samudra Atlantik. Masih dalam versi kisah nyata, sekitar 1500 orang dari 2200 orang penumpangnya mati tenggelam atau mati kedinginan. Tragisnya, kapal Titanic ternyata tidak memiliki sekoci penolong dan perlengkapan penyelamatan yang memadai. Pasalnya? Pembuat kapal mewah itu mengatakan Titanic tidak mungkin tenggelam. Kisah nyata itu, kemudian difilmkan oleh Paramount Pictures dan Twentieth Century Fox, dua perusahaan perfilman raksasa di Hollywood, Amerika Serikat. Kedua perusahaan raksasa itu membuat film tersebut amat mengesankan. Sutradara James Cameron berhasil menyedot emosi penonton dan melambungkan nama bintangnya 127
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Leonardo diCaprio, yang berperan sebagai Jack Dolson, dan Kate Winslet sebagai Rose. Kisah nyata Titanic yang amat tragis itu, mengingatkan kepada kita dua hal sekaligus. Pertama, betapa kesombongan anak manusia ditundukkan oleh Yang Maha-kuasa melalui fenomena alam yang bernama gunung es (iceberg). Kedua, betapa dahsyatnya benda alam gunung es itu, sehingga demikian saja menenggelamkan kapal yang paling mewah ketika itu. Gunung es di laut ternyata lebih misterius dan berbahaya daripada gunung es di darat (tapi bukan karena gunung es di laut memiliki jin). Gunung yang memiliki jin, konon, adalah Gunung Bromo di Jawa Timur, yang katanya siiiih (menurut seorang kawan yang punya akses ke kalangan paranormal), jinnya baru-baru ini ikut rombongan Presiden Abdurrahman Wahid ke Tanjung Pinang. Nggak percaya? Tanya saja ke Gunung Bromo sana. Jangan tanya Gus Dur, sebab jawabannya sudah bisa diduga, "Gitu aja kok diurusin...." Kita tidak ulas mengenai kesombongan anak manusia itu, tetapi mengenai gunung es menarik untuk dielaborasi. Gunung es di laut memang misterius, karena benda ini sulit diduga. Konon, menurut para ahli, apabila Anda melihat sebuah gunung es di laut, maka yang terlihat berkilau indah muncul di atas permukaan laut hanya seperenam bagian dari gunung es tersebut, lima bagian lainnya tenggelam di bawah permukaan laut. Dan sesungguhnyalah tidak ada yang tahu persis seberapa besar kaki gunung yang berada di bawah permukaan laut. Sebuah gunung es tidak bisa diketahui dengan pasti bagaimana anatominya. Apakah bulat, lonjong, persegi, atau seperti cadas. Akibatnya, bagian di bawah permukaan laut adalah bagian yang misterius. Maka kemudian muncullah teori gunung es. Dalam psikologi masyarakat, teori gunung es ini sering diadopsi. Gunung es dan masyarakat tentu berbeda, tetapi dalam konsep perilakunya hampir sama dan para pakar seringkali membandingkannya atau paling tidak dipakai sebagai perumpamaan. Masyarakat kita pada dasarnya adalah laksana Sebuah gunung es, misterius dan sulit diduga. Apa yang terjadi sehari-hari, yang bisa 128
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
kita amati dari masyarakat kita, adalah perilaku. Ini yang tampak di permukaan. Orang mudah membunuh dengan kejam, membakar dengan beringas, mencaci maki membabi buta, saling fitnah satu dan lainnya, semuanya adalah tingkah laku yang dapat diketahui dan disaksikan dengan mata. Padahal tingkah laku itu tidak muncul dengan tiba-tiba. Dia mencerminkan sikap. Sikap dipengaruhi oleh latar belakang budaya, adat istiadat, agama, pendidikan, keluarga, tempat bersekolah, pergaulan, bahkan juga lingkungan masyarakat di mana seseorang dibesarkan. Latar belakang tersebut tidak hanya terlihat dalam perbedaan perilaku, bahkan bisa menimbulkan perbedaan respons terhadap stimulus, perbedaan persepsi dan perbedaan opini terhadap sesuatu isu. Memang menurut George Carslake Thompson dalam bukunya The Nature of Public Opinion, dalam menghadapi isu tertentu, sikap masyarakat dapat berbeda-beda. Perbedaan itu disebabkan tiga hal. Pertama, perbedaan pandangan terhadap fakta, walaupun faktanya sama. Jadi dengan fakta yang sama, orang bisa melihatnya dari berbagai sudut pandang. Kedua, perbedaan cara-cara mencapai tujuan; dan yang ketiga, perbedaan motivasi. Dalam perspektif teori gunung es itu, kita tidak tahu dengan persis apa sebenarnya yang menjadi latar belakang berkembangnya perilaku aneh masyarakat kita, dari semula masyarakat yang santun dan ramah menjadi masyarakat yang pemberang. Demikian besarkah pengaruh perubahan yang terjadi terhadap sikap dan perilaku masyarakat sehingga demikian saja meluluhkan nilai-nilai yang selama ini dipegang teguh. Tidak ada jalan lain, bila iugin inenemukan jawaban yang tepat terhadap perubahan perilaku masyarakat kita dan mencarikan jalan keluarnya, kita harus menyelami latar belakang kehidupan masyarakat itu sendiri. Cermat membaca yang tersurat dan arif membaca yang tersirat. Semakin diselami akan semakin kelihatan bahwa pendekatanpendekatan uniformitas untuk berbagai kelompok masyarakat tidak efektif. 129
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Masyarakat kita laksana gunung es dan kita tidak ingin bernasib seperti Titanic itu.
(23-20 April 2001)
130
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
9 Ombak dan Angin Mana yang lebih dulu, ombak atau angin? Sahabat saya di Natuna, di Laut Cina Selatan sana, yang sehari-hari akrab dengan ombak dan angin, tidak bisa menjawab dengan pasti. Tetua bilang, kata kawan saya ini, "Ombak disebabkan oleh angin, tetapi angin juga bisa timbul karena ombak." Jadi mana yang betul? Kedua-duanya bisa betul, kedua-duanya bisa salah. Persis seperti kontroversi interpretasi dari para pakar kita seputar "bugkot" yang sedang hangat itu, tergantung siapa yang memberikan komentar, atau tergantung siapa yang memesan komentar. Dan juga tergantung siapa pendengarnya. Konon di zaman sekarang komentar bisa disebut laksana bakso, mau pakai kecap asin atau kecap manis. Kecap pula ada yang nomor satu dan ada yang nomor dua. Karena ada yang nomor satu tentu ada yang nomor dua, kan? Nggak mungkin semuanya nomor satu. Bingung? Ngapain bingung-bingung, nanti jadi binun, stadium lanjut dari bingung. Nah kalau sudah sampai pada stadium binun,penginapan yang paling cocok bukan lagi Hotel Prodeo seperti yang ditempati Prof. Ginanjar Kartasasmita itu, tapi "hotel" di Panam pinggiran kota Pekanbaru alias Rumah Sakit Jiwa, alamaaaakl Barangkali padanan kata yang sesuai dengan ombak dan angin adalah ayam dan telur. Ketika teka-teki alam ini saya ajukan kepada anak saya, dia mantap menjawab, "Jelas ayam, yang bertelur kan induk ayam," katanya. Tetapi ketika saya sodorkan tesis lain, bukankah ayam menetas dari telur, jadi mestinya telur yang duluan kan? Dia mulai ragu, iya ya?! Walaupun saya seorang dokter hewan, teka-teki tersebut tidak akan dapat dijawab dengan tuntas. Yang paling enak, jawabannya bisa dipesan, mau bermuatan apa, politik, ekonomi, budaya, atau bermuatan 131
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
SARA. Persis seperti rasa mie, mau rasa kari, rasa baso, atau rasa ayam bawang. Atau seperti martabak bangka, mau isi kacang, isi durian, keju, ketan hitam, atau cokelat, pokoknya tergantung pada keinginan atau selera pemesan. Angin lebih dulu dari ombak atau sebaliknya, atau ayam lebih dulu dari telur, atau sebaliknya, bukanlah hipotesis yang harus diuji kebenarannya. Hal itu sesungguhnya bukanlah sesuatu hal yang prinsip yang harus dijawab. Dan juga, bukan ilmu Aljabar yang jawaban soalnya hanya ada pilihan, betul atau sama sekali salah. Fenomena alam memang selalu menarik, dan oleh karena itulah agaknya A.A. Navis, sastrawan Minang yang terkenal ini mengatakan, "Alam terkembang jadi guru". Ada siang ada malam, ada hujan ada panas. Flamboyan, tulis novelis Ashadi Siregar, sekali tempo akan gundul, tetapi kemudian akan kembali berdaun hijau di musim penghujan. Kacang pula, jangan ditanya, memang selalu lupa akan kulitnya. Realitas kehidupan acapkali merupakan pancaran dari fenomena alam, atau lebih tepat agaknya, alam suka sekali menyindir dan menertawakan realita hidup dan kehidupan anak manusia. Alam sesungguhnya sering memberikan tanda-tanda zaman dan sering pula memberikan falsafah kehidupan seperti angin dan ombak itu, yang tak pernah letih berupaya mencapai pantai. Tema bughot, yang sedang ramai diperkatakan itu, telah memperkaya khazanah wacana kita dewasa ini. Lihatlah dari aspek ini saja, jangan dari sudut yang lain-lain. Dan barangkali, itu adalah nilai positif yang paling mudah yang dapat kita cerna dari perdebatan yang cukup seru akhir-akhir ini tentang bughot. Bughot memang bukan kosakata yang umum dipergunakan, sehingga kedengaran agak aneh dan mengundang tanya. Ada yang bilang, bughot itu sama dengan makar, suatu kesalahan yang paling tinggi tingkatnya di mata pemerintah dan oleh karena itu orang yang melakukannya sah hukumnya dibunuh. Tapi ada yang bilang bughot itu bukan makar. Bingung kan?
132
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Asyiknya lagi, semua yang memberikan komentar, baik yang pro maupun kontra, adalah orang-orang yang selama ini kita kenal sebagai manusia-manusia unggul, manusia-manusia bijak tempat kita bertanya. Kata tetua, "Tempat bertanya adalah pada orang yang bijak." Maka menurut hemat saya, lihatlah perdebatan tentang bughot itu dari kaidah-kaidah komunikasi saja, untuk memperkaya pengetahuan, jangan masukkan betul ke dalam hati. Di sana ada pesan, di sana ada komunikator (pembawa pesan), dan di sana ada komunikan (penerima pesan). Komunikator yang baik akan mengubah pesan buruk menjadi baik, sebaliknya komunikator yang kurang baik akan memelintir pesan baik menjadi buruk. Komunikan juga tidak sama tinggi "antena"-nya. Daya serap mereka terhadap pesan yang dibawakan oleh sang komunikator berbeda-beda. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya serap ini bermacammacam, sebut saja tingkat pendidikan, latar belakang pendidikan, agama, suku, latar belakang budaya, atau lingkungan pergaulan. Ibaratnya, seseorang mungkin sudah mabuk dengan hanya satu botol bir, sementara orang lain baru mabuk setelah minum tiga botol. Tetapi ada juga yang minum setengah botol saja sudah mabuk, bahkan ada yang lebih konyol, belum minum sudah mabuk. Oleh karena itu, bisa dipahami, respon berbagai kelompok dalam masyarakat terhadap perdebatan para pengamat dan ucapan orang-orang hebat di Jakarta sana, memang bervariasi. Ada yang teeenang-teeenang saja, ada yang diam-diam pasang kuda-kuda, namun ada yang langsung sakau sesakau-sakaunya. Kita memang berbeda-beda seperti pengakuan pendiri bangsa kita ini, sehingga muncul moto 'Bhinneka Tunggal Ika'. Tetapi tidak semestinya pemahaman kita tentang kebenaran bisa dipelintir-pelintir. Bukankah kebenaran itu universal? "Alam terkembang jadi guru," kata A. A. Navis, tetapi kita selalu terlambat belajar, bahkan seringkali tidak mampu melihat kenyataan, apalagi melihat tanda-tanda zaman. Ingat sajalah petuah orang tua-tua: kalau pandai meniti buih alamat sampai ke seberang. Petuah ini tidak hanya berlaku untuk Gus Dur, tetapi juga untuk Mbak Mega, Amin, dan Akbar, bahkan bagi siapa saja. Ombak 133
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
tidak akan pernah berhenti menerpa pantai, tergantung kita saja. Kalau takut dilanda ombak jangan berumah di tepi pantai. (20-26 April 2001)
134
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
10 Di Sini Senang Di Sana Senang Petuah orang tua-tua, "Tiba di mata dipicingkan, tiba di perut dikempiskan. Kalau kusut sama diselesaikan. Bila keruh sama dijernihkan." Ketika orang belum lagi berbicara tentang win-win world (dunia menang-menang), orang Melayu sudah memiliki tunjuk-ajar tentang penyelesaian suatu pertikaian. “Win-win solution” kata orang Barat. “senamg sama senang” kata orang kita Pendekatan solusi "menang-menang" sekarang sering dipergunakan dalam mencari jalan keluar dalam suatu masalah. Kelemahan pendekatan ini adalah, proses pengambilan keputusan seringkali memerlukan waktu agak lebih lama, tetapi hasilnya memuaskan semua pihak, di sini senang di sana senang. Sebuah musyawarah pada hakikatnya adalah bagian dari demokrasi. Sejak dulu orang sudah terbiasa menyelesaikan segala sesuatu persoalan melalui forum musyawarah. Oleh karena itu, setiap muncul persoalan senantiasa dibawa ke meja musyawarah. Bukti yang tersisa sampai kini adalah berupa ungkapan-ungkapan seperti misalnya, tak ada keruh yang tak dapat dijernihkan, tak ada kusut yang tak dapat diungkai. Banyak lagi tunjuk ajar yang berkaitan dengan win-win solution ini, seperti misalnya: "Kalau berkuasa jangan aniaya Bila berduit jangan mengimpit Kalau besar jangan melanda Bila bergigi jangan menggigit". Pendekatan menang-menang tidak memberikan tempat pada konsep yang memperbolehkan adanya tirani minoritas atau dominasi mayoritas. Yang besar jangan "membuldoser" yang kecil. Yang kecil pula jangan keras kepala, jangan "teking". Semua pendapat dan 135
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
kepentingan diakomodasi secara proporsional. Dalam masyarakat Jawa, paradigma ini populer dengan ungkapan "Sugih tanpa bondo, nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake". Kira-kira maksudnya kaya tanpa harta, bertempur tanpa pasukan, dan menang tanpa menyoraki yang kalah. Kalimat-kalimat ini sederhana, tapi sangat filosofis. Untuk menguraikan filosofi ungkapan tersebut, mungkin dibutuhkan waktu bermalam-malam dan itupun tidak di Pekanbaru, tapi di Kesultanan Ngayogyakarta sana. Konsep pendekatan menang-menang dalam menyelesaikan suatu masalah, mudah diucapkan sulit dilaksanakan, tapibukan mustahil. Dengan kata lain tetap ada peluang untuk mencari sisi-sisi yang sama untuk kemudian dikembangkan, dan melihat sisi-sisi yang berbeda untuk kemudian dihilangkan. Solusi menang-menang sebenarnya bukanlah teknik, melainkan filosofi interaksi manusia. Ada beberapa paradigma alternatif, seperti menang-kalah, kalah-menang, menang-menang, atau tidak sama sekali. Tapi paradigma alternatif ini tidak begitu penting untuk dibicarakan. Paradigma menang-kalah (winlose) misalnya, tidak aneh. Kita sudah terbiasa dengan pendekatan ini. Paradigma ini mengatakan "jika saya menang, Anda kalah". Pendekatannya otoriter, kekuasaan. Saya mendapatkan apa yang saya inginkan dan Anda tidak mendapatkan apa yang Anda inginkan. Menang-menang adalah kerangka pikiran dan hati yang terusmenerus mencari keuntungan bersama dalam semua interaksi manusia. Menang-menang berarti bahwa kesepakatan atau solusi memberikan keuntungan dan kepuasan yang timbal balik bagi pihak-pihak yang bertikai. Dengan solusi menang-menang semua pihak merasa senang dengan keputusan yang dibuat dan merasa terikat dengan rencana tindakannya. Menang-menang melihat kehidupan sebagai arena yang kooperatif. Kebanyakan orang cenderung berpikir secara dikotomi, kuat atau lemah, keras atau lunak, menang atau kalah. Akan tetapi, cara berpikir seperti ini pada dasarnya cacat. Cara berpikir ini didasarkan pada kekuasaan dan jabatan, bukan pada prinsip.
136
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Menang-menang didasarkan paradigma bahwa ada banyak peluang untuk setiap orang, bahwa keberhasilan satu orang tidak dicapai dengan mengorbankan atau menyingkirkan keberhasilan orang lain. Menang-menang adalah kepercayaan akan alternatif ketiga. la bukan jalan Anda atau jalan saya; ia adalah jalan yang lebih baik, jalan kita. Pencarian solusi dari suatu masalah menjadi suatu kebutuhan pokok masyarakat dunia yang dilanda turbulensi dewasa ini. Permasalahan demi permasalahan tidak terhindarkan akibat intensitas interaksi antarindividu, antarkeluarga, antarkelompok atau (apalagi) antar-negara, sangat tinggi. Aktivitas sosial kemasyarakatan, ada kalanya menimbulkan benturan budaya karena berkaitan dengan persepsi terhadap perubahan nilai-nilai, dan gaya hidup. Secara alamiah benturan peradaban ini akan menimbulkan konflik bagi masyarakat itu sendiri. Sesungguhnya konflik tentang nilai-nilai dan gagasan adalah sehat, konflik ini akan menjaga kesatuan dalam perbedaan. Hanya konflik-konflik yang tidak berada pada saluran konstruktif akan saling meminggirkan, menimbulkan konflik selanjutnya dan akhirnya menimbulkan kekerasan. Yang menjadi masalah, menjaga konflik agar tetap pada tataran konstruktif, memerlukan kedewasaan. Penyelesaian konflik nilai-nilai baru tidak hanya untuk menyelamatkan bumi, tetapi yang jauh lebih penting adalah untuk mengembalikan nilai-nilai dasar kekeluargaan, persaudaraan, komunitas, hubungan kasih sayang, dan kesederhanaan. Nilai-nilai ini, yang agaknya terasa mulai longgar dalam masyarakat kita dewasa ini. Orang-orang yang dulu sangat santun, kini menjadi pemarah. Perkelahian antarkelompok demikian mudahnya terjadi. Komunikasi seakan mengalami kebuntuan. Pendekatan psikologi adalah kunci untuk membantu masyarakat agar mengerti dalam memanfaatkan saluran Konflik yang konstruktif dan bagaimana mempertemukan kebutuhan-kebutuhan dalam normanorma sosial. Kita punya hak, orang lain juga punya hak, orang lain punya kewajiban, kita juga punya kewajiban. 137
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Pendekatan menang-menang adalah sebuah tawaran. Pendekatan ini dapat dicapai melalui pola-pola aliansi atau kerja sama yang lebih kooperatif dan saling menguntungkan, dalam tatanan peradaban masyarakat dengan paradigma baru. Kenapa kita tidak mencoba? (3-9 September 1999)
138
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
Bagian 5
Ramadan, Idul Fitri, & Haji
139
2002
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
1 Marhaban Ya Ramadan Saya kira pengalaman masa kecil sangat berpengaruh bagi seorang muslim dalam memberikan apresiasi terhadap bulan Ramadan. Mulai dari saat-saat belajar berpuasa, bangun untuk makan dini hari di tengah malam yang hening, dan saat-saat kehausan menunggu berbuka, semuanya terasa sebagai sebuah perjuangan yang berat, tetapi indah dan mengasyikkan. Sejujurnya, bagi saya, dan barangkali juga bagi Anda, menjalani hari-hari bulan puasa Ramadan di desa terasa lebih syahdu daripada di kota. Entah sekarang ketika suasana di desa tidak lagi tenteram seperti dulu. Tetapi sesungguhnya romantisme keindahan suasana berpuasa di desa itu barangkali adalah karena pengalaman masa kecil yang tidak terlupakan. Masa kecil yang indah di desa tentulah tidak sama dengan masa kecil anak-anak di kota dalam menghabiskan waktunya untuk menunggu waktu berbuka puasa. Umumnya sekarang anak-anak di kota menunggu waktu berbuka dengan bermain-main di plaza, sibuk dengan permainan artifisial di Time Zone atau tenggelam dalam permainan playstation di rumah yang sejuk full AC. Bagi orang dewasa barangkali mereka akan menghabiskan waktunya dengan window shopping, berjalan-jalan sambil melihat-lihat, cuci mata. Tetapi khususnya di Pekanbaru, sayangnya tidak tersedia tempat-tempat yang asri untuk cuci mata seperti misalnya Plaza Taman Anggrek atau Plaza Senayan di Jakarta. Jangankan plaza yang nyaman, atau taman kota yang hijau, trotoar tempat pejalan kaki saja tidak tersedia. Tapi sabarlah, konon nanti, Masjid Agung An-Nur akan memiliki taman yang indah dan nyaman, karena Stadion Hang Tuah yang ada sekarang akan dibongkar untuk selanjutnya kawasan tersebut akan dijadikan taman kota. Alangkah indahnya. Tentu akan ramai
140
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
keluarga bercengkerama menunggu saat saatberbuka di taman itu nanti. Berbuka di taman, salat di Masjid Agung, aduhai indahnya. Lain di kota lain di desa. Di desa umumnya anak-anak dan remaja menghabiskan waktunya dengan bermain-main di surau, memancing ikan, menangkap burung dengan getah, sore hari bermain bola kemudian kembali ke rumah menjelang berbuka, sambil tidak lupa menengok ke dapur apa makanan untuk berbuka yang dimasak ibunda. Agaknya benar, iblis dan setan-setan diberangus selama bulan suci Ramadan. Suasana hati terasa aman dan tenteram. Sama sekali tidak ada kekhawatiran untuk keluar malam, berangkat ke masjid untuk tarawih dan tadarus. Padahal dulu, keadaan desa gelap gulita. Yang ada hanya lampu teplok, belum terang benderang seperti sekarang setelah listrik masuk desa. Dan dulu pun harimau belum lagi hampir punah seperti sekarang, sehingga setiap malam ada saja kambing atau ayam penduduk yang dimangsanya. Tapi anehnya walaupun dulu masih banyak harimau, tidak pernah terdengar berita orang pergi tarawih diterkam harimau. Mungkin karena habitat harimau tersebut belum terganggu. Bagi anak-anak dan remaja di kota, bulan puasa Ramadan berarti kembali meriah dengan apa yang populer disebut "JJS" (Jalanjalan subuh). Asmara subuh pun mulai bersemi. Episode ini terlewatkan dalam kenangan Ramadan saya, antara lain tentu disebabkan oleh cara anak muda bergembira memasuki bulan puasa yang berbeda. Di desa, barangkali bukan asmara subuh, tetapi lebih tepat asmara tadarus. Saya ingat persis bagaimana kami bersama-sama dengan remaja-remaja lainnya, putra-putri, adu kebolehan mengaji di masjid. Banyaknya lembaran kitab suci Alquran yang bisa dibaca pada suatu malam akan menjadi bandingan untuk malam-malam berikutnya. Kian hari harus kian banyak, kalau bisa sebelum Ramadan berakhir kita sudah mengkhatamkan Alquran. Menunaikan puasa Ramadan di luar negeri memiliki keasyikan tersendiri. Kerinduan terhadap kampung halaman, ayah bunda, dan sanak keluarga terasa lebili indah dari biasanya, ketika belum memasuki bulan Ramadan. Sebuah kerinduan yang indah tak 141
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
terlukiskan. Tahun 1991, kebetulan saya menunaikan ibadah puasa Ramadan di kota Reggio Emilia, Italia (kira-kira empat jam dengan kereta api di utara Roma), tempat saya studi selama tujuh bulan. Pada hari pertama puasa, teman sekelas saya, Lalou Fadhilla, seorang gadis Aljazair pemeluk Islam yang fanatik, bertanya kepada saya. "Fratello, apakah Anda puasa Ramadan?" Dia memanggil saya Fratello yang berarti saudara kandung laki-laki. Saya tidak menjawab ya atau tidak. Saya langsung melafalkan ayat Alquran, "Bismillaahirrahmaanirrahiim Ya ayuhalladzina'amanu kutiba'alaikumussiam kama kutibaalallalazi namingkablikum la'allakum tattaqun." Fadhilla menjerit girang, "Hei Fratello, kamu bisa baca Alquran." Agaknya dia masih belum percaya. Diambilnya Alquran kecil dalam tasnya dan minta saya membacakan beberapa ayat. Tentu tidak ada masalah bagi saya, orang kampung yang besar di surau. Yang menarik adalah, Fadhilla juga merasa sangat rindu kepada kampung halamannya, ingin menunaikan puasa di tengah sanak keluarganya. Kerinduan Ramadan ini barangkali kerinduan yang universal di kalangan umat Islam tidak peduli apa bangsanya. Alangkah luar biasanya bulan Ramadan ini. Puasa Ramadan memang lain. Ramadan adalah sebuah momentum kita untuk berkontemplasi dan introspeksi. Dalam beberapa pengajian yang pernah saya dengar, puasa Ramadan adalah perisai untuk menghadang kedurhakaan dan dosa di dunia serta dari neraka di akhirat. "Tatkala engkau berpuasa," begitu kata ustad, "Maka janganlah berkata kasar. Jika orang-orang mencacimu atau mengajakmu berkelahi, maka katakanlah, sesungguhnya aku sedang berpuasa." Keburukan iiuak perlu dibalas dengan keburukan, tetapi keburukan justru hams dibalas dengan kebaikan. "Engkau harus ingat," begitu selanjutnya petuah ustad, bahwa engkau berada dalam ibadah yang tidak perlu dinodai. Dengan sepenuh hati engkau bisa memberi tahu, "Aku sedang berpuasa". Marhaban ya Ramadan.
(10-16 Desember 1999) 142
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
2 Sabar, Password Ramadan Anda pernah menggunakan waktu sekitar lima menit sehari untuk bermenung melakukan introspeksi, atau mencoba mencerna kejadian demi kejadian yang masuk memori Anda hari itu? Kalau belum, cobalah lakukan di bulan Ramadan ini, barangkali ada manfaatnya. Rulan-bulan terakhir ini rasanya kita sedang dihadapkan pada sebuah kenyataan pahit, kesabaran kita sedang bermasalah. Orang menjadi tidak sabaran, mudah tersinggung, cepat marah, saling caci, saling hujat, saling serang, dan bahkan masya Allah, saling bakar. Dendam dan kebencian mewabah di mana-mana, virusnya berkembang dengan subur. Fenomena apa ini? Kesabaran seakan menjadi barang yang amat langka. Atau karena stoknya memang terbatas dan sekarang sudah habis? Mudah-mudahan tidak. Orang sabar itu kan dikasihi Allah. Menurut pendapat para ulama, sabar adalah salah satu akhlak yang mulia, yang menghalangi munculnya tindakan tidak terpuji. Sabar adalah salah satu kekuatan jiwa dan dengannya segala urusan menjadi baik dan lancar. Seorang Ulama, Al-Junaid bin Muhammad, membuat sebuah perumpamaan, hakikat sabar adalah laksana meneguk sesuatu yang pahit tanpa perlu merengut. Berarti mudah diucapkan, tetapi sulit untuk dilaksanakan. Walaupun demikian bisa dilaksanakan kalau kita mau melaksanakannya. Jiwa adalah kendaraan seorang hamba dan dengannya ia berjalan menuju surga atau neraka, kebaikan atau keburukan. Sedang sabar bagi jiwa adalah kendali. Jika kendali hilang, maka jiwa kehilangan arah, seperti kapal patah kemudi, senantiasa terombangambing dan ini merupakan makanan empuk para provokator yang sekarang memang sedang merajalela.
143
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Dalam jiwa terdapat dua kekuatan, yaitu kekuatan mendorong dan kekuatan menolak. Maka hakikat sabar ialah mengarahkan kekuatan yang mendorong kepada apa yang bermanfaat baginya dan mengarahkan kekuatan penolak dari apa yang merugikannya. Ungkapan bijak filsuf E.H. Chapin sangat relevan untuk direnungkan, " tidak pernah jiwa manusia tampil begitu kuat seperti saat mereka mengurungkan balas dendam dan berani memaafkan." Semakin kita sabar, semakindapatmenerimahidup ini apa adanya, bukan memaksakan hidup ini persis seperti yang kita kehendaki. Antara harapan dan kenyataan tidak selalu sama. Manusia hanya bisa merencanakan, keputusan di tangan Allah Swt. Dalam konteks ini, sebuah musibah bagaimanapun kecilnya adalah merupakan ujian bagi kesabaran. Di tengah perubahan masyarakat yang berlangsung cepat dewasa ini, tanpa tingkat kesabaran yang tinggi pastilah membuat kita sangat frustasi. Orang akan mudah marah, jengkel, terganggu, merasa tidak didudukkan pada tempatnya, dilecehkan, dan merasa disakiti. Kesabaran menambahkan suatu dimensi ketenteraman dan rasa menerima dalam hidup kita. Kesabaran juga mengharuskan kita melihat ketidakbersalahan pada diri orang lain dan memahami ketidaksempurnaan sesama manusia. Bila prinsip tersebut disadari dengan ikhlas, kita akan menjadi orang yang lebih sabar dan tenang. Dan dengan cara yang aneh, mulai menikmati saat-saat yang biasanya akan membuat kita frustasi. Untaian kata bijak filsuf Og Mandino agaknya menarik untuk disimak, "Kesabaran adalah kekuasaan. Pergunakanlah untuk memupuk semangat, meredakan kemarahan, meredam angkara murka, mengubur rasa iri, menekan kesombongan, menahan lidah, mengekang tangan, sampai tiba waktunya Anda memanen seluruh hasilnya. Berjuang meraih harta tanpa kesabaran justru akan mengamblaskan milik yang sudah ada. Berani tanpa disertai kesabaran akan membunuh Anda." Dalam konsep Barat, kesabaran dapat dilatih. Caranya. mulailah mpngatakan pada diri Anda, "Oke, selama lima menit berikut ini aku akan membuat diriku tidak merasa terganggu oleh apa pun dan oleh 144
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
siapa pun, Aku akan sabar." Lakukan itu setiap hari dan Anda akan terkejut melihat hasilnya, ternyata Anda bisa. Coba bayangkan bila temponya diperpanjang menjadi sepuluh menit, satu jam, atau satu hari. Umat Islam punya cara tersendiri untuk melatih kesabaran, yaitu melalui puasa Ramadan. Sekali setahun umat Islam diberi kesempatan untuk berkontemplasi, merenung, mengevaluasi apa yang telah dilakukan dan apa yang telah diperoleh. Bulan Ramadan merupakan kesempatan emas bagi seorang muslim untuk menambah kebaikan dan mengurangi sebab-sebab timbulnya keburukan. Pintupintu kebaikan dan pintu-pintu surga terbentang lebar. Sementara pintupintu neraka tertutup rapat dan setan-setan terbelenggu. Selama puasa Ramadan opsi kebaikan memang tersedia amat banyak sedangkan opsi keburukan sangat sedikit dan terbatas. Artinya cukup banyak tersedia ruang untukberbuat kebajikan. Sungguh bahagia orang yang menggunakan kesempatan ini dan memillh opsi yang tepat. Puasa yang baik adalah jika bukan hanya sekadar puasa menahan haus dan lapar serta puasa menahan nafsu syahwat. Tetapi lidah, mata, telinga, dan semua anggota badan harus ikut berpuasa. Kedua matamu, begitu sering diajarkan ustad, harus berpuasa memandang hal-hal yang haram. Lidahmu harus berpuasa dari dusta, caci-maki, dan adu domba. Kalau sebulan lamanya kita berpuasa dan terlatih sabar, maka kebiasaan ini akan berpengaruh pada perilaku hari-hariberikutnya setelah Ramadan. Kebaikan dan keburukan sebenarnya bermula dari kebiasaan. Manusia kadangkala kurang memiliki kecerdasan emosional sehingga terdorong untuk melakukan hal-hal yang tidak pantas dan konyol. Untung ada kesabaran sebagai kendali untuk menghalanginya. Pertempuran sering meletus di antara keduanya dan medan pertempuran adalah hati seorang hamba.
(17-23 Desember l999)
145
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
3 Idul Fitri Kuburkan Benci Bangkitkan Simpati Sulit dipungkiri, catatan harian kita penuh dengan nuansa permusuhan, kebentian, kedengkian, dan kecurigaan. Persahabatan, kejujuran, kesabaran, dan kepercayaan, nyaris tak terdengar. Kenapa kemarahan cepat sekali sampai ubun-ubun? Baku hantam, baku caci, baku bakar, bahkan baku bunuh, menjadi berita sehari hari. Tiada hari lanpa kekerasan. Buruh marah kepada majikan, majikan marah kepada buruh. Bawahan marah pada atasan, atasan marah pada bawahan. Pemukim marah pada pendatang, pendatang marah pada pemukim. Daerah marah pada pusat, eh, ternyata pusat juga punya stok marah. Pemaksaan kehendak menjadi lumrah. Padahal pemaksaan kehendak adalah eufemisme dari perkosaan dan perampokan di siang belong. Sebab pada saat kita memaksakan kehendak kepada orang lain maka pada saat yang sama ada kehendak orang lain yang kita rampas. Hak kita dipaksakan pada orang lain, otomatis sebagian hak orang lain secara paksa kita ambil. Paling tidak hak orang lain untuk tidak bersedia dipaksa. Tesis ini agaknya tidak sulit dipahami. Memang, tidak semua orang tahu, bahwa orang lain juga punya hak yang sama dengan kita. Ada yang tidak tahu bahwa dia tidak tahu, tapi ada juga yang pura-pura tidak tahu. Bukankah manusia adalah Homo sapiens makhluk si pemikir, bukan homo homini lupus manusia yang satu serigala bagi manusia yang lainnya. Jadi, ke mana gerangan perginya persahabatan, kejujuran, kebaikan, dan kesabaran itu? "Ke mana perginya hati, ke mana hilangnya rasa," kata lirik penyanyi Semenanjung Ahmad Djais, yang sekarang memang tidak lagi pernah terdengar. Betulkah kita tergolong bangsa pemberang yang suka perang? Ke mana bangsa yang penuh 146
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
dengan sopan santun dan murah senyum itu? Ataukah karena selama ini, kita pandai menyembunyikan "belang"? Sekarang setelah "tiada lagi ilalang tempat berlindung", belangnya kelihatan dan kita kehilangan kearifan, karena kaget dengan perubahan keadaan. Betulkah kita tergolong bangsa pemberang yang suka perang? Kemana perginya bangsa yang penuh sopan santun yang penuh senyum itu? Ataukah karena selama ini kita pandai menyembunyikan “belang?”. Setidaknya ada empat jenis kambing hitam atau barangkali lebih enak disebut dalil-dalil pembenaran terhadap sikap pemberang masyarakat ini, sebagaimana sering diungkapkan oleh para pengamat. Pertama, krisis ekonomi; ini masalah hidup mati keluarga, sementara penyembuhannya belum menampakkan tanda-tanda akan segera berhasil. Kedua, katanya sih, itu akibat kebebasan yang terkekang selama orde baru. Dulu orang tidak boleh mengkritik, kalau mengkritik ditangkap. Aspirasi tersumbat, demokrasi tidak jalan tidak ada keterbukaan. Itu dosa keturunan. Sekarang, setelah sumbatnya dibuka orang ramai-ramai "merapel" kemarahan. Ketiga, kita kan berada dalam masa transisi peradaban, semacam akulturasi. Kita sudah hampir terbiasa dengan kebudayaan feodalistik. Aturan mainnya, the boss can do no wrong. Padahal yang namanya manusia bisa berbuat salah kapan saja, tidak ada yang abadi. Jadi ibarat pertandingan, hasil yang sudah ada, dianulir, dan kembali harus dihitung ulang: 0-0. Peraturan baru permainan pun diterapkan. Pemain yang tadinya sudah unggul tentu merasa kesal, sedangkan pemain yang tadinya sudah hampir putus asa, berjingkrak-jingkrak, euforia. Dengan aturan main baru, ritme permainan menjadi rusak dan perasaan jengkel kepada keadaan tumbuh dengan subur. Tidak hanya di kalangan pemain, "boneknya" juga ikut-ikutan jengkel. Keempat, kambing hitamnya adalah provokator (maaf, menggunakan istilah penguasa). Provokator inilah, konon yang menyemaikan kebencian, menyuburkan dendam, menghasut, dan mengadu domba. Masalah yang kecil dibesar-besarkan, buhul yang 147
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
sudah kokoh diungkai. Provokator laksana musang berbulu ayam atau ayam berbulu musang, sama saja. Musang berbulu ayam berarti penyamaran untuk menipu lawan. Ayam berbulu musang berarti penyamaran untuk menipu kawan. Kawan lari ketakutan, makanan yang tinggal disantap sendiri. Akibatnya tumbuh rasa curiga. Dalam masyarakat yang sedang mengalami turbulensi di awal Milenium III ini, orang hampir kehilangan kepercayaan diri dan hampir menyerah pada keadaan. Kelompok orang-orang seperti ini akan menjadi mudah tersinggung, marah dan bertindak melewati batas-batas kewajaran. Nafsu adalah akar dari semua masalah yang menimbulkan permusuhan, kedengkian, kebencian, orang lain untuk tidak bersedia dipaksa. Tesis ini agaknya tidak sulit dipahami. Apa yang dikatakan oleh Richard Nixon agaknya benar, "Ingatlah bahwa orang lain bisa saja membenci Anda, tetapi kalau Anda meladeni dengan balas membenci mereka, Anda merusakkan diri Anda sendiri." Kata orang bijak, membenci orang lain adalah laksana membakar rumah kita sendiri untuk mengusir seekor tikus. Sebulan lamanya kita berperang melawan hawa nafsu itu dan saat kita merayakan Idul Fitri pekan ini, de facto kita telah keluar sebagai pemenang. Mestinya catatan harian yang penuh dengan nodanoda hitam itu sudah habis dibakar. Namun catatan harian itu kan catatan imajiner yang ada dalam hati setiap insan. Secara horizontal barangkali dapat dibuat tolok ukur, tetapi secara vertikal? Kata orang, dalam laut dapat diduga, dalam hati siapa tahu? Namun, untuk apa menduga-duga. lebih baik kita mulai melangkah ke depan dengan berpikir positif: kuburkan kebertcian dan bangkitkan simpati. Mari bersalam-salaman. Idul Fitri adalah kemenangan kita semua, di sini menang, di sana menang. Selamat Idul Fitri, Saudara, mohon maaf lahir dan batin. (17-13 Januari 2000)
148
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
4 Haji Murah Pria dan wanita berperawakan tinggi besar itu, berkulit hitam legam, berteriak-teriak menjajakan dagangannya di kaki lima di sekitar Masjidil Haram, "Haji, murah! Haji, murah." Yang mereka maksud sebenarnya, "Haji, belilah barang ini, harganya murah." Namun karena keterbatasan kosakata, mereka hanya bilang, haji murah, haji murah. Yang penting calon pembeli mengerti apa yang dimaksud. Sebagai awal dari sebuah transaksi dagang, itu sudah cukup. Anda memang tidak perlu bisa berbahasa Arab atau berbahasa Inggris untuk berbelanja, sebab rata-rata pedagang kaki lima dan pelayan toko di sekitar Masjidil Haram di Mekkah, maupun di sekitar Masjid Nabawi di Madinah, bisa berbahasa Indonesia walaupun terbatas hanya untuk keperluan tawar-menawar harga barang. Sebagian pelayan toko bahkan orang Indonesia betulan. Ada dua hal yang menyebabkan pedagang-pedagang itu bisa berbahasa Indonesia. Pertama, jemaah haji Indonesia memang paling banyak dan dominan dibandingkan dengan jemaah haji dari negara lain. Dalam sepuluh tahun terakhir ini, jemaah haji Indonesia rata-rata hampir 200 ribu orang per tahun. Dan jemaah haji Indonesia memang selalu yang terbesar jumlahnya, sebab jumlah penduduk kita banyak, jadi kuotanya juga banyak. Sehingga tidak heran di mana-mana yang terlihat jemaah haji Indonesia. Orang-orang Indonesia yang bermastautin di sana pun cukup banyak, terutama orang-orang Madura, Bugis, dan Banjar. Mereka sudah beranak pinak di sana. Itu belum termasuk TKI dan mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang sedang menuntut ilmu di negara-negara Timur Tengah, termasuk yang sedang belajar di Mesir. Mahasiswa-mahasiswa ini biasanya direkrut oleh pemerintah untuk membantu jemaah haji Indonesia.
149
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
Kedua, jemaah haji Indonesia terkenal paling suka berbelanja, walaupun dalam manasik haji sudah berulangkali diperingatkan untuk mengendalikan nafsu berbelanja. Kesempatan berkunjung yang amat jarang ke tanah suci agaknya menjadi alasan mengapa keinginan untuk membeli souvenir secara berlebih-lebihan itu muncul. Semua sanak saudara dan handai taulan yang berada di tanah air rasanya ingin dibelikan oleh-oleh. Oleh-oleh dari tanah suci kan lain dari yang lain. Saya beruntung menjadi salah seprang dari dua ratus ribu jemaah haji Indonesia pada musim haji tahun 1998. Jumlah jemaah haji tahun itu agaknya yang terbesar, itu pun masih ribuan calon jemaah yang tidak bisa berangkat karena kerterbatasan kuota. Ongkos Naik Haji tahun 1998 itu pun terhitung sangat murah. ONH (sekarang namanya BPIH-Biaya Perjalanan Ibadah Haji) ketika itu hanya Rp 9 juta. Dari jumlah tersebut 1500 rial dikembalikan kepada masing-masing jemaah haji di asrama pemberangkatan sebagai pocket allowance (uang saku) biaya hidup untuk selama di Saudi Arabia. Dengan nilai tukar Rp3.250 per satu rial di Medan waktu itu, maka jumlah yang dikembalikan bernilai Rp4.875.000. Berarti jumlah uang yang betul-betul dibayar kepada panitia cuma Rp4.125.000. Jumlah inilah yang diperuntukkan bagi tiket pesawat Indonesia-Jedah (PP), akomodasi selama berada di Madinah dan Makkah (38 hari), transport lokal Jedah-Madinah-Makkah-Padang, Arafah-Mina-MakkahJedah, dan beberapa kali makan yang ditanggung oleh panitia termasuk konsumsi selama wukuf di Arafah dan melontar jumrah di Mina. Dihitung-hitung, biaya perjalanan haji tahun itu memang sangat murah. Oleh karena itu, sampai sekarang pun bila bertemu temanteman seperjalanan, setelah bersalaman kami saling berucap, "Haji murah-haji murah". Kamis tanggal 17 Februari 2000 lalu, pukul 00 WIB (tepat tengah malam), dalam kapasitas saya selaku Ketua DPRD Propinsi Riau, saya mendapat kehormatan berdiri di dalam pesawat Boeing 747 Garuda Indonesia yang akan menerbangkan 450 jemaah haji kloter pertama Riau dari bandara Polonia Medan ke tanah suci. Sejujurnya, saya hampir tidak bisa berbicara apa-apa. Perasaan haru yang begitu 150
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
kental menyelintuti hati saya. Akhirnya saya hanya mengucapkan selamat jalan, jaga kesehatan baik-baik, jaga nama baik bangsa, dan berdoalah agar bangsa dan daerah kita dapat cepat keluar dari berbagai krisis yang dihadapi. Tepat pukul 00.30 WIB sesuai jadwal, Boeing 747 itu pun mengangkasa dengan gagah menembus kegelapan malam yang berbintang menuju bandara King Abdul Aziz di Jeddah, Saudi Arabia. Dalam perjalanan pulang setelah melepas jemaah haji itu, saya masih merasa tersanjung dengan kesempatan yang sangat baik tersebut. Saya mencoba merekonstruksi tentang apa yang baru saja saya ucapkan di pesawat. Dalam hati saya membatin, sebenarnya tanpa diminta atau diingatkan pun para jemaah haji itu pasti akan berdoa untuk bangsanya. Dalam doa yang akan mereka ucapkan di Padang Arafah, yang disebut miniatur Padang Mahsyar, doa untuk kemaslahatan masyarakat, bangsa, dan tanah air itu memang sudah ada. Event pemberangkatan jemaah haji sebenarnya adalah sebuah kegiatan rutin yang dilaksanakan setiap tahun. Namun prosesinya selalu melibatkan banyak pihak dan selalu menyentuh perasaan yang mendalam, baik bagi mereka yang berangkat, keluarga yang ditinggalkan maupun panitia pemberangkatan. Di Medan, beberapa orang wartawan menanyakaan kepada saya, "Kapan Riau akan memiliki tempat embarkasi haji sendiri, bukankah Riau kaya?" Saya menjawab sekenanya, "Insya Allah tahun depan." Wartawan masih mendesak dan memprovokasi, "Tapi, bukankah dana untuk membangun embarkasi haji di Riau itu oleh pemerintah pusat telah dialihkan ke Aceh?" Saya katakan, "Kalau ya, apa salahnya? Aceh mungkin sangat memerlukan, kita akan upayakan sumber lain." Saya melirik Pak Rasyid Hamidy, Kakanwil Agama Riau itu tersenyum di sebelah saya. Riau konon sudah memiliki lokasi untuk pembangunan Asrama Haji seluas 2,4 ha di Batam. Tepatnya di Batam Center, berdekatan dengan Masjid Raya megah dan indah yang sekarang sedang dibangun. Kalau itu menjadi kenyataan, maka jemaah haji Riau akan sedikit dapat menghemat biaya. Tapi yang namanya haji murah, tampaknya hanya
151
drh. Chaidir, MM
http://drh.chaidir.net
2002
akan tinggal mimpi. Biarlah, yang penting kan bukan murahnya, tapi mabrurnya.
(25 Februari-2 Maret 2000)
152