VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1
Tingkat Ketergantungan Masyarakat Pemanfaatan Sumberdaya Alam
Musiduga
terhadap
Berdasarkan data pada Tabel 6 pada bab V terlihat bahwa lebih dari 80% masyarakat di desa sekitar kawasan Musiduga bekerja dengan memanfaatkan sumberdaya alam yaitu sebanyak 57,17% pada sektor pertanian dan sebanyak 27,64% pada sektor pertambangan. Hal ini disebabkan karena kondisi alam kawasan Musiduga sebagian besar berupa kawasan hutan, pegunungan, perbukitan dan dialiri oleh Sungai Kuantan yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk pertanian dan pertambangan. Selain di sektor pertanian dan pertambangan, masyarakat Musiduga ada pula yang bekerja di sektor pariwisata, namun masih kecil yaitu sebanyak 0,37%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat ketergantungan masyarakat Musiduga terhadap pemanfaatan sumberdaya alam cukup tinggi. Tingkat ketergantungan masyarakat Musiduga terhadap pemanfaatan sumberdaya alam yang cukup tinggi ini akan dapat terlihat pada persentase pendapatan
dari
pemanfaatan
sumberdaya
alam.
Mengamati
persentase
pendapatan tersebut maka dapat diketahui apakah dengan pemanfaatan sumberdaya alam menjadikan pendapatan masyarakat Musiduga sebagai usaha pokok, cabang usaha, atau hanya sebagai usaha sambilan bagi masyarakat. Persentase pendapatan masyarakat dari pemanfaatan sumberdaya alam (dihitung dengan menggunakan rumus 1 pada Bab.IV) dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Pendapatan Rata-rata Perbulan Masyarakat Desa Sekitar Kawasan Wisata Musiduga dari Pemanfaatan Sumberdaya Alam Sektor Mata Pencaharian
Pendapatan Total (Rp)
(2) 3.018.000
Pendapatan bukan dari pemanfaatan SDA (Rp) (3) 98.000
Pendapatan dari pemanfaatan SDA (Rp) (4)= (2-3) 2.920.000
(1) Pertanian Perkebunan
2.774.967
141.667
2.633.300
94,89
Pertambangan emas
4.020.000
-
4.020.000
100,00
231.250
566.667
71,01
797.917 Pariwisata Sumber: Data Primer, Diolah (2011)
Persentase Pendapatan dari Pemanfaatan SDA (%) (5)=(4)/(2) x 100% 96,75
Tabel 8 memperlihatkan bahwa sebanyak 96,75% pendapatan masyarakat yang bekerja di sektor pertaian berasal dari pemanfaatan sumberdaya alam, untuk masyarakat yang bekerja di sektor perkebunan sebagai penyadap karet sebanyak 94,89%, sektor pertambangan emas sebanyak 100%, dan sektor pariwisata sebanyak 71,01%. Hal ini menunjukkan penghasilan yang didapat masyarakat di semua sektor mata pencaharian yang memanfaatkan sumberdaya alam merupakan usaha pokok bagi mereka karena memiliki persentase lebih dari 70% sampai 100% sebagaimana dinyatakan oleh Soehaji (1995) dalam Soetanto (2002). Mata pencaharian dari sektor pertambangan emas memiliki persentase sebanyak 100%, hal ini menunjukkan bahwa pada sektor ini masyarakat tidak memiliki pendapatan selain dari bekerja pada sektor penambangan emas. Beberapa responden memiliki pendapatan bukan dari pemanfaatan sumberdaya alam yaitu masyarakat yang bekerja pada sektor pertanian dan perkebunan memperoleh pendapatan dari berdagang kebutuhan sehari-hari di depan rumah mereka, sedangkan untuk sektor pariwisata pendapatan bukan dari pemanfaatan sumberdaya alam diperoleh dari berdagang makanan di luar kawasan wisata Musiduga karena mereka bukan merupakan pedagang tetap di Musiduga dan ada juga beberapa masyarakat yang berprofesi sebagai aparat desa.
6.2
Persepsi Multistakeholder terhadap Adanya Kerusakan Lingkungan Akibat Penambangan Emas Ilegal Kerusakan lingkungan akibat penambangan emas ilegal di Sungai
Kuantan-Musiduga dianalisis dengan menggunakan persepsi multistakeholder (masyarakat (50 responden), penambang emas (50 responden), dan instansi terkait (delapan responden) yaitu: Dinas Parsenibudpora, Dinas Pertambangan dan Energi, KLH, dan Wali Nagari). Berikut tabulasi persentase persepsi multistakeholder terhadap kerusakan lingkungan akibat kegiatan penambangan emas ilegal di Sungai Kuantan Musiduga. Tabel 9. Distribusi Persepsi Multistakeholder terhadap Adanya Kerusakan Lingkungan Akibat Penambangan Emas Ilegal Jenis Kerusakan Polusi air
Responden yang Menjawab Ya (Orang)
Persentase (%)
Masyarakat
43
86,00
Penambang emas
42
84,00
Instansi terkait
8
100,00
93
90,00
Masyarakat
21
42,00
Penambang emas
22
44,00
Instansi terkait Total
4 47
50,00 45,33
Masyarakat
15
30,00
Penambang emas
18
36,00
Instansi terkait Total
3 36
37,50 34,5
Masyarakat
43
86,00
Penambang emas
42
84,00
Instansi terkait Total
8 93
100,00 90,00
Masyarakat
19
38,00
Penambang emas
0
0
Instansi terkait Total
2 21
25,00 21,00
Masyarakat
6
12,00
Penambang emas
8
16,00
2 16
25,00 17,67
Stakeholder
Total
Polusi suara
Polusi udara
Struktur tanah rusak
Mempengaruhi kehidupan biota
Mempengaruhi kesehatan
Instansi terkait Total Sumber: Data Primer, Diolah (2011)
Berdasarkan tabulasi pada Tabel 9 dapat digambarkan persepsi multistakeholder terhadap adanya kerusakan lingkungan akibat penambangan emas ilegal seperti pada Gambar 3 berikut. 100% 80% 60% 40% 20% 0%
90%
90% 45,33%
Polusi air
Polusi suara
34,50%
21%
17,67%
Polusi udara Struktur tanah Mempengaruhi Mempengaruhi rusak kehidupan kesehatan biota
Sumber : Data Primer, diolah (2011)
Gambar 3. Persepsi Multistakeholder terhadap adanya Kerusakan Lingkungan Akibat Penambangan Emas Ilegal Berdasarkan Gambar 3 terlihat persepsi multistakeholder (masyarakat, penambang emas, dan instansi terkait) menyatakan bahwa secara keseluruhan terjadi kerusakan lingkungan akibat penambangan emas berupa polusi air dan struktur tanah menjadi rusak dengan persentase masing-masing sebesar 90%. Alasan multistakeholder menyatakan terjadinya polusi air karena adanya kegiatan tambang emas mengakibatkan air Sungai Kuantan menjadi keruh dan kotor, sedangkan alasan bahwa kegiatan tambang emas mengakibatkan struktur tanah rusak adalah karena kegiatan tersebut mengakibatkan tebing-tebing di pinggir sungai runtuh akibat pengerukan untuk mencari lokasi yang mengandung emas. Berdasarkan Tabel 9 terlihat bahwa mayoritas masyarakat tidak bisa menggunakan air sungai untuk kebutuhan sehari-hari seperti untuk mandi dan mengambil air minum. Selanjutnya Dinas Parsenibudpora menyatakan bahwa kegiatan penambangan emas ini dapat mengganggu kegiatan wisata di kawasan Musiduga. Air Sungai Kuantan yang keruh merusak pemandangan bagi pengunjung yang melakukan ataupun melihat atraksi arung jeram.
Persepsi multistakeholder terhadap kerusakan lingkungan akibat adanya kegiatan tambang emas berupa polusi suara dan udara relatif kecil jika dibandingkan dengan polusi air dan struktur tanah yang rusak dengan persentase masing-masingnya 45,33% dan 34,50%. Kebanyakan masyarakat yang dekat dengan lokasi kegiatan tambang emas ilegal telah merasakan dampak dari kegiatan tersebut. Mesin dan asap yang ditimbulkan kapal pengeruk emas menimbulkan kebisingan dan menjadikan udara kotor. Dampak negatif berupa polusi suara dan udara dirasakan oleh penambang emas khususnya penambang emas yang belum terbiasa berada dilokasi penambangan emas. Sementara penambang emas yang sudah lama sudah terbiasa mendengar suara bising dan menghirup udara yang berpolusi sehingga tidak dianggap sebagai gangguan lagi. Jarak yang sangat berdekatan antara penambang emas dengan sumber polusi yang berasal dari mesin kapal pengeruk emas dan hasil pembakarannya merupakan faktor utama dirasakannya dampak polusi ini bagi penambang emas. Menurut Wali Nagari dan Dinas Parsenibudpora kegiatan penambangan emas ilegal tersebut mengganggu kenyamanan masyarakat sekitar lokasi tambang emas ilegal dan pengunjung wisata Musiduga. Dampak adanya kerusakan lingkungan akibat tambang emas ilegal yang merusak kehidupan biota memiliki persentase sebesar 21%. Dampak negatif tersebut dirasakan oleh masyarakat yang biasa memancing di Sungai Kuantan karena mereka kesulitan mendapatkan ikan yang semakin sedikit. Bagi penambang emas menyatakan bahwa tidak mengetahui dampak negatif berupa merusak kehidupan biota akibat penambangan emas illegal yang disebabkan karena kurangnya pengetahuan mereka tentang dampak negatif dari kegiatan
penambangan emas tersebut. Menurut pihak KLH, terdapat potensi terhadap terganggunya kehidupan biota di Sungai Kuantan dimana hal ini masih dalam penelitian sehingga belum diketahui besarnya dampak tersebut terhadap kehidupan biota. Persentase
persepsi
multistakeholder
terhadap
kerusakan
akibat
penambangan emas berupa mempengaruhi kesehatan sebesar 17,67%. Bagi beberapa masyarakat yang masih menggunakan air Sungai Kuantan untuk kebutuhannya mengakibatkan alergi. Begitu juga bagi beberapa penambang emas juga mengalami hal yang sama akibat air sungai yang kotor. Menurut Wali Nagari, beberapa masyarakat mengeluhkan air Sungai Kuantan yang mereka konsumsi telah tercemar akibat kegiatan penambangan emas ilegal sehingga mengakibatkan peyakit kulit seperti alergi dan gatal-gatal. Berdasarkan observasi lapang, kegiatan penambangan emas ilegal ini telah mengakibatkan pencemaran air akibat bahan bakar kapal tambang emas yang digunakan untuk mengeruk emas. Selain itu, tebing-tebing di tepi sungai menjadi runtuh akibat pengerukan tanah yang dilakukan oleh penambang emas. Asap dari kapal juga menimbulkan polusi udara yang mengakibatkan udara di sekeliling lokasi tambang emas menjadi berwarna hitam dan bau. Berikut adalah gambar kerusakan lingkungan akibat penambangan emas di kawasan Musiduga:
Sumber : Data Primer (2011)
Gambar 4. Pencemaran Sungai Kuantan (Musiduga) Akibat Kegiatan Penambangan Emas Ilegal
6.3
Analisis Potensi dan Dampak Ekonomi Lingkungan Kegiatan Wisata Kawasan Musiduga Keberadaan kawasan wisata Musiduga memiliki banyak potensi yang
dapat dianalisis seperti potensi obyek wisata alam dan dampak ekonomi lingkungan dari kegiatan wisata di kawasan Musiduga. Analisis pada penelitian ini seperti penetapan tarif masuk kawasan wisata, dampak ekonomi masyarakat dan lingkungan sekitar akibat adanya kegiatan wisata di musiduga. 6.3.1
Potensi Obyek Wisata Musiduga Kawasan wisata Musiduga yang terletak sekitar 12 km dari kabupaten
Sijunjung terdiri dari beraneka obyek wisata alam, sejarah, dan minat khusus. Pada sepanjang kawasan ini para wisatawan dapat menikmati bentangan alam yang indah, seperti Arung jeram, Pasir Putih, Ngalau Talago, Ngalau Seribu, Air Terjun Palukahan, dan sebuah lokomotif uap peninggalan Jepang. Arena Arung Jeram Arung Jeram merupakan salah satu olahraga wisata alternatif Kabupaten Sijunjung. Arung jeram ini memanfaatkan aliran Sungai Kuantan sepanjang 23 km dengan arus yang selalu stabil dan bergelombang sedang sampai tinggi dengan tingkat kesulitan tinggi kelas IV dan V yang sangat ideal untuk wisata arung jeram.
Sumber: Data Primer (2011)
Gambar 5. Arung Jeram Musiduga
Pasir Putih Pasir Putih terletak di pinggir Sungai Kuantan. Pasirnya yang putih dan lembut menjadikan lokasi ini nyaman untuk bermain dan beristirahat bagi keluarga maupun bagi muda mudi. Selain itu, kawasan ini didukung oleh udara yang segar dan suara satwa liar sehingga menjadikan obyek wisata ini sebagai tempat favorit menikmati panorama alam Musiduga.
Sumber: Data Primer, (2011)
Gambar 6. Pasir Putih Musiduga Ngalau Talago Ngalau atau goa Talago terletak sekitar 2,5 km dari Nagari Silokek, dengan waktu tempuh sekitar 3 jam. Medan untuk mencapai obyek wisata ini yang cukup berat merupakan tantangan tersendiri bagi pengunjung. Pada Ngalau ini terdapat telaga yang tak pernah kering. Selain itu, stalagtit dan stalagmit yang berkilauan dan adanya batuan yang menyerupai buaya menjadikan ngalau ini layak dikunjungi.
Sumber: Dinas Parsenibudpora, (2010)
Gambar 7. Ngalau Talago Musiduga
Ngalau seribu Selain Ngalau Talago, di kawasan Musiduga juga terdapat Ngalau Seribu. Masyarakat di sekitar daerah ini memberi nama Ngalau Seribu karena ngalau ini bisa menampung sekitar seribu orang di dalamnya. Menurut informasi yang didapat, para pejuang menggunakan ngalau ini untuk rapat dan menyusun strategi untuk melawan Belanda.
Sumber: Data Primer, (2011)
Gambar 8. Ngalau Seribu Musiduga Air Terjun Palukahan Air Terjun Palukahan terletak di Nagari Durian Gadang. Air terjun ini memiliki ketinggian 75 meter. Untuk mencapai lokasi air terjun ini harus berjalan sejauh satu kilometer. Kawasan air terjun ini merupakan pilihan yang tepat untuk kegiatan trekking, istirahat, dan mendapatkan sensasi segarnya air pegunungan. Air terjun Palukahan dapat dilihat pada Gambar 9.
Sumber: Data Primer, (2011)
Gambar 9. Air Terjun Palukahan Musiduga Lokomotif Uap Peninggalan Jepang Lokomotif uap ini terletak di Nagari Durian Gadang yang berjarak 17 kilo meter dari ibu kota kabupaten. Lokomotif uap merupakan bukti sejarah terjadinya kerja paksa Romusha untuk pembuatan rel kereta api dari Muaro ke Logas Pekan Baru, Riau.
Sumber: Data Primer, (2011)
Gambar 10. Lokomotif Uap Peninggalan Jepang Musiduga Potensi wisata yang dimiliki oleh kawasan Musiduga menjadikan kawasan ini layak untuk dikunjungi pengunjung. Pengunjung dapat menikmati berbagai kegiatan wisata baik wisata alam, wisata sejarah, dan wisata minat khusus. Oleh
karena itu, diperlukan pengelolaan dan pengembangan kawasan wisata Musiduga yang serius dari berbagai pihak yang terkait agar kawasan wisata ini banyak dikunjungi pengunjung. 6.3.2
Analisis Kesediaan Musiduga
Membayar
Pengunjung
Kawasan
Wisata
Potensi wisata di Musiduga belum dikelola secara optimal oleh Pemerintah Daerah. Hal ini terlihat dari belum adanya penetapan tarif masuk kawasan wisata Musiduga. Diharapkan dengan penetapan tarif tersebut penyediaan fasilitas serta sarana dan prasarana pendukung kegiatan wisata di Musiduga dapat dilengkapi dan meningkatkan jumlah kunjungan sehingga keberadaan kawasan wisata dapat memberikan dampak ekonomi berupa peningkatan pendapatan bagi masyarakat sekitar. Oleh karena itu, agar pengelolaan dan pengembangan Musiduga dapat berkelanjutan maka dibutuhkan penetapatan tarif masuk kawasan wisata ini. 6.3.2.1 Deskripsi Skenario Penetapan Tarif Masuk di Kawasan Wisata Musiduga Pengelolaan kawasan wisata Musiduga yang berada di bawah Dinas Parsenibudpora dan bekerja sama dengan Wali Nagari selama ini mendapatkan dana pengelolaan yang berasal dari APBD. Pengembangan dan pengelolaan kawasan wisata Musiduga memerlukan dana yang banyak. Dengan demikian untuk pengelolaan dan pengembangan kawasan wisata Musiduga, Dinas Parsenibudpora dan Wali Nagari memiliki suatu rencana dengan mengadakan penetapan tarif bagi para pengunjung kawasan wisata Musiduga. Dana yang diperoleh dari tarif masuk tersebut akan digunakan pengelola untuk melayani berbagai macam kebutuhan dan keinginan pengunjung. Misalnya dengan mendesain produk wisata yang baru, menetapkan strategi promosi yang baru,
menambah fasilitas di sekitar kawasan wisata, dan upaya pemeliharaan lingkungan sekitar kawasan wisata Musiduga. Berdasarkan perencanaan dari Pemerintah Daerah, tarif untuk dewasa sebesar Rp 2.000 dan untuk anak-anak sebesar Rp 1.000. Penetapan tarif tersebut didasarkan lebih kepada keadaan ekonomi masyarakat yang tergolong pada masyarakat berekonomi menengah ke bawah dimana pengunjung banyak yang berasal dari masyarakat yang dekat dengan lokasi kawasan wisata Musiduga daripada perhitungan kebutuhan biaya pengelolaan kawasan wisata tersebut. Selain itu kawasan wisata Musiduga masih pada tahap pengembangan dengan fasilitas dan sarana prasarana yang masih sedikit, sehingga diharapkan dengan adanya penetapan tarif pengunjung yang berkunjung ke kawasan wisata Musiduga semakin meningkat. Melihat potensi wisata dan tren peningkatan pengunjung yang cukup besar, maka diperlukan analisis nilai WTP yang bersedia dibayar pengunjung untuk menikmati kawasan wisata Musiduga. 6.3.2.2 Analisis Willingness to Pay (WTP) Pengunjung Kawasan Wisata Musiduga Analisis WTP digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui seberapa besar kesediaan pengunjung membayar untuk menikmati wisata di Musiduga. Hal ini terkait dengan rencana penetapan tarif masuk pada kawasan ini. Langkah awal yaitu membangun pasar hipotetik dan mendapatkan penawaran besarnya nilai WTP, selanjutnya ditanyakan apakah responden bersedia membayar atau tidak sejumlah uang tersebut dalam upaya pengembangan kawasan wisata Musiduga. Dugaan nilai rata-rata WTP responden kawasan wisata Musiduga diperoleh berdasarkan rasio jumlah nilai WTP yang diberikan responden dengan
jumlah responden yang bersedia membayar. Distribusi nilai WTP ditampilkan pada tabel di bawah ini. Tabel 10. Distribusi Nilai WTP Responden Kawasan Wisata Musiduga Jumlah Persentase WTP X Jumlah No WTP (Rp) Responden (%) Responden (Rp) (Orang) A B AXB C 1 2.000 34 34 68.000 2 3.000 47 47 141.000 3 4.000 5 5 20.000 4 5.000 14 14 70.000 Total 100 100 299.000 Rata-Rata WTP 2.990~3.000 Sumber : Data Primer, Diolah (2011)
Berdasarkan Tabel 10, sebanyak 100 responden yang ditanyakan kesediaannya membayar tarif masuk ke kawasan Musiduga dan semua responden tersebut menyatakan kesediaannya untuk membayar tarif tersebut. Selain itu, diperoleh nilai rata-rata WTP responden yang menunjukkan nilai maksimum yang bersedia dibayarkan oleh pengunjung sebesar Rp 2.990 dibulatkan menjadi sekitar Rp 3.000. Nilai rata-rata WTP responden ini lebih besar dari nilai rencana penetapan tarif oleh Pemerintah Daerah. Hal ini menunjukkan bahwa pengunjung ingin berpartisipasi aktif dalam upaya pengelolaan kawasan wisata Musiduga yang ramah lingkungan dan untuk kelengkapan fasilitas dan sarana prasarana pada kawasan ini serta meningkatkan daya tarik wisata pada tempat wisata Musiduga. Kesediaan membayar pengunjung ini dapat dijadikan acuan dengan syarat penambahan dan perbaikan sarana prasarana wisata serta pengembangan atraksi wisata yang lebih menarik dan nyaman untuk berwisata. Berdasarkan WTP dan rata-rata jumlah pengunjung Musiduga tiap tahun, dapat dihitung estimasi penerimaan dari penerapan tarif masuk di kawasan wisata pada Tabel 11 berikut:
Tabel 11. Estimasi Penerimaan dari Penetapan Tarif Masuk di Kawasan Wisata Musiduga Kawasan Wisata Musiduga WTP (a) Rp 3.000
Rata-rata Jumlah Pegunjung setiap Tahun (b) 6.608 Total
Estimasi Penerimaan/Tahun (c=axb) Rp19.824.000 Rp19.824.000
Sumber : Data Primer, Diolah (2011)
Berdasarkan tabel estimasi penerimaan dapat dilihat bahwa total pemasukan pengelola setiap tahunnya sebesar Rp 19.824.000. Total estimasi penerimaan tersebut masih rendah, namun bisa ditingkatkan dengan cara peningkatan pengunjung dan segmentasi tiket pada setiap obyek wisata. Peningkatan pengunjung dilakukan dengan cara peningkatan sarana prasarana dan atraksi wisata dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan dan peningkatan promosi. Pengunjung yang bersedia membayar menginginkan perbaikan dan penambahan sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan wisata di Musiduga. Perbaikan sarana dan prasarana yang diinginkan pengunjung adalah mushola dan tempat sampah. Selain itu pengadaan fasilitas seperti papan penunjuk jalan menuju obyek wisata, pusat informasi, dan toko cendramata. Penambahan gazebo yang lebih merata pada setiap obyek wisata juga diinginkan pengunjung sehingga pengunjung lebih nyaman untuk berekreasi di kawasan Musiduga dan pengadaan atraksi wisata seperti arung jeram, dayung perahu, dan seni budaya secara berkala di kawasan ini. Promosi juga perlu ditingkatkan melalui media cetak dan elektronik sehingga tidak hanya masyarakat sekitar yang mayoritas berekonomi menengah ke bawah yang banyak berkunjung ke kawasan wisata Musiduga namun juga pengunjung dari kalangan atas.
Untuk itu, perlu adanya segmentasi wisata yaitu selain penetapan tarif tiket biasa yang terjangkau oleh semua kalangan di gerbang utama, juga dibentuk tarif khusus pada obyek-obyek wisata lain di kawasan wisata Musiduga seperti wisata arung jeram, wisata goa, wisata air terjun, dan wisata budaya. Hal ini dimaksudkan agar pengunjung yang berekonomi menengah ke bawah tetap dapat berkunjung ke kawasan wisata Musiduga sehingga tidak terjadi penurunan jumlah pengunjung sedangkan bagi pengunjung yang berekonomi dari kalangan atas dapat menikmati atraksi wisata yang lebih dengan membayar lebih. Masyarakat sekitar diharapkan dapat memanfaatkan peluang usaha di bidang pariwisata dengan adanya pengunjung yang memiliki daya beli lebih. Untuk itu, dalam pengembangan kawasan wisata Musiduga dibutuhkan perhatian Pemerintah Daerah dalam pengelolaan kawasan wisata untuk menyediakan lapangan pekerjaan di sektor wisata bagi masyarakat sekitar kawasan wisata Musiduga. 6.3.3 Dampak Keberadaan Kawasan Wisata Perekonomian Masyarakat Sekitar Musiduga
Musiduga
terhadap
Keberadaan kawasan wisata Musiduga sedikit banyak telah memberikan dampak ekonomi terhadap masyarakat sekitar Musiduga. Adapun jenis pekerjaan di sektor wisata yang telah ada di kawasan Musiduga adalah pedagang makanan, tukang parkir, dan guide. Berikut jumlah pekerja dan persentasenya yang disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12. Jumlah dan Persentase Jenis Pekerjaan Sektor Wisata Musiduga Jenis Pekerjaan Jumlah Pekerja (Orang) Presentase (%) Pedagang Makanan 8 61,54 Tukang Parkir 2 15,38 Guide 3 23,08 Total 13 100,00 Sumber: Data Primer, Diolah (2011)
Tabel 12 menunjukkan terdapat delapan orang yang bekerja sebagai pedagang makanan, lima orang diantaranya merupakan pedagang tetap yang menjual barang daganganannya setiap hari dan selebihnya bukan merupakan pedagang tetap karena hanya berjualan makanan di Musiduga pada hari Sabtu, Minggu, dan hari libur. Tukang parkir di kawasan Musiduga berjumlah dua orang yang bekerja tetap di kawasan Musiduga. Jumlah guide di kawasan Musiduga sebanyak tiga orang yaitu dua orang sebagai guide arung jeram dan satu orang sebagai guide panjat tebing. Adanya kegiatan di sektor wisata Musiduga memberikan kontribusi terhadap pendapatan yang diterima masyarakat sekitar Musiduga. Dampak ekonomi keberadaan kawasan wisata Musiduga terhadap masyarakat sekitar dianalisis dengan melihat kontribusi sektor wisata terhadap pendapatan masyarakat sekitar. Kontribusi sektor wisata terhadap pendapatan masyarakat sekitar dihitung dengan rumus 3 pada Bab. IV, dapat diamati pada Tabel 13. Tabel 13. Kontribusi Sektor Wisata terhadap Pendapatan Rata-rata Masyarakat Sekitar Musiduga
No
Pendapatan Rata-Rata / Bulan (Rupiah) Pendapatan di Luar Sektor Kelompok Pekerjaan Pendapatan Total Wisata (1) (2) (3)
1
Pedagang Makanan
2
Tukang Parkir
3 Guide Sumber: Data Primer, Diolah (2011)
Kontribusi Sektor Wisata terhadap Pendapatan (Rp) (4)=(2)-(3)
1.693.750
443.750
1.250.000
250.000
-
250.000
450.000
250.000
200.000
Tabel 13 menunjukkan kontribusi sektor wisata terhadap pendapatan ratarata masyarakat sekitar Musiduga pada kelompok pekerjaan pedagang makanan, tukang parkir, dan guide. Kontribusi sektor wisata terhadap pendapatan masyarakat yang proporsinya paling banyak adalah pada kelompok pedagang makanan yaitu sebesar Rp 1.250.000, karena pada kelompok ini masyarakat memperoleh pendapatan yang cukup besar akibat adanya peningkatan pengunjung yang berkunjung ke kawasan wisata Musiduga. Pada kelompok pekerjaan tukang parkir kontribusi sektor wisata terhadap pendapatan masyarakat sebesar Rp 250.000, karena pada kelompok ini tidak memiliki pendapatan dari sumber lain hanya dari kawasan wisata Musiduga. Selanjutnya kontribusi sektor wisata terhadap pendapatan juga terjadi pada kelompok pekerjaan sebagai guide yaitu sebesar Rp 200.000. Perubahan pendapatan rata-rata masyarakat sekitar juga akan dapat terlihat perbedaannya berdasarkan proporsi pendapatan yang diperoleh dengan adanya kegiatan wisata di Musiduga terhadap pendapatan total. Dari proporsi pendapatan tersebut dapat diketahui apakah keberadaan Musiduga merupakan penghasilan utama, cabang usaha, atau hanya sebagai usaha sambilan bagi masyarakat sekitar kawasan wisata Musiduga. Persentase 70,01%-100% dari pendapatan total merupakan penghasilan utama, 30%-70% merupakan cabang usaha, dan persentase kecil dari 30% merupakan usaha sambilan (Soehaji (1995) dalam Soetanto (2002). Persentase proporsi pendapatan rata-rata masyarakat sekitar dengan adanya Musiduga (dihitung dengan menggunakan rumus 4 pada Bab.IV) dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Proporsi Pendapatan Rata-rata Masyarakat Sekitar dari Kegiatan Wisata Musiduga terhadap Pendapatan Total Pendapatan Rata-Rata / Bulan (Rupiah) Kelompok Pekerjaan
Pendapatan Total
(1) Pedagang Makanan Tukang Parkir Guide
(2) 1.693.750 250.000 450.000
No
1 2 3
Pendapatan dari Kegiatan Wisata Musiduga (3) 1.250.000 250.000 200.000
Peresentase Proporsi Pendapatan dari Sektor Wisata (%) (4)=(3)/(2)x100% 73,80 100,00 44,44
Sumber: Data Primer, Diolah (2011)
Tabel 14 di atas dapat memperlihatkan bahwa proporsi pendapatan ratarata masyarakat sekitar dengan adanya Musiduga terhadap pendapatan total terbesar adalah kelompok pekerjaan tukang parkir sebanyak 100%. Tukang parkir yang bekerja di Musiduga adalah dua orang pria yang tidak mempunyai pekerjaan lain selain bekerja di Musiduga. Kelompok pekerjaan pedagang makanan dengan adanya Musiduga juga memberikan proporsi pendapatan yang cukup besar pada pendapatan mereka yaitu sebesar 73,80%. Sebagian besar pedagang makanan ini merupakan pedagang tetap, namun beberapa pedagang makanan merupakan pedagang yang tidak menetap di Musiduga. Penghasilan yang didapat dengan adanya Musiduga berkontribusi sebagai usaha pokok bagi kelompok pekerjaan tukang parkir dan pedagang makanan. Sementara itu, kelompok pekerjaan sebagai guide memberikan proporsi pendapatan dengan persentase sebesar 44,44%. Masyarakat yang berada pada kelompok pekerjaan ini juga memiliki penghasilan lain selain bekerja sebagai guide yaitu ada yang berprofesi sebagai aparat desa namun ada juga yang masih mahasiswa yang tergabung dalam kelompok pencinta alam. Hal ini menunjukkan
penghasilan yang didapat dengan adanya Musiduga berkontribusi sebagai cabang usaha bagi kelompok pekerjaan sebagai guide. 6. 3.4 Dampak Keberadaan Kawasan Lingkungan Sekitar Musiduga
Wisata
Musiduga
terhadap
Dampak adanya tempat wisata Musiduga terhadap lingkungan di sekitar kawasan wisata Musiduga di analisis dengan persepsi multistakeholder (pengunjung, pekerja, masyarakat sekitar, dan instansi terkait seperti pihak Dinas Parsenibudpora, Kantor Lingkungan Hidup, dan Wali Nagari). Dalam pelaksanaan penelitian, para responden diberi pilihan mengenai dampak keberadaan Musiduga terhadap lingkungan. Pilihan-pilihan tersebut dibedakan menjadi dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif antara lain menambah keindahan pemandangan, menjaga keasrian lingkungan, dan membuat udara menjadi segar sedangkan pilihan dampak negatif keberadaan Musiduga adalah menimbulkan sampah. Berikut persepsi multistakeholder mengenai dampak keberadaan kawasan wisata Musiduga terhadap lingkungan sekitar:
5,40% 7,07%
D
16,67%
10,00% 16,67% 21,62% 23,07%
C
Instansi Terkait
20,00%
B
23,07%
Masyarakat Sekitar
33,33% 32,43%
Pekerja
28,00% 33,33%
A
40,54% 46,15%
Pengunjung
42%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
Sumber: Data Primer, Diolah (2011)
Gambar 11. Persepsi Multistakeholder Mengenai Dampak Tempat Wisata Musiduga terhadap Lingkungan Sekitar Keterangan: A: Menambah Keindahan Pemandangan B: Menjaga Keasrian Lingkungan C: Membuat segar udara sekitar D: Menimbulkan sampah
Gambar 11 memperlihatkan bahwa multistakeholder (pengunjung, pekerja, masyarakat sekitar, dan instansi terkait) lebih memilih dampak positif daripada dampak negatif dari kegiatan wisata Musiduga terhadap lingkungan. Dampak positif yaitu menambah keindahan pemandangan dan menjaga keasrian lingkungan sedangkan dampak negatif yaitu menimbulkan sampah. Berdasarkan persepsi multistakeholder (pengunjung, pekerja, masyarakat sekitar, dan instansi terkait) memilih bahwa keberadaan Musiduga memberikan dampak positif paling besar terhadap lingkungan yaitu menambah keindahan pemandangan dengan persentase masing-masing pilihan 42%, 46,15%, 40,54 %, dan 33,33%. Multistakeholder juga memilih dampak positif yaitu menjaga keasrian lingkungan dengan persentase masing-masing pilihan 28%, 23,07%, 32,43%, dan 33,33%. Selain itu, multistakeholder memilih dampak positif yaitu membuat segar udara sekitar dengan persentase masing-masing pilihan 20,00%, 23,07%, 21,62%, dan 16,67%. Pihak pengunjung, pekerja, dan masyarakat sekitar memilih dampak positif karena dengan adanya kawasan wisata Musiduga menambah keindahan pemandangan dengan adanya fasilitas dan sarana prasarana yang tertata dengan baik di kawasan Musiduga, menjadikan lingkungan sekitar kawasan wisata Musiduga tetap asri, dan membuat udara sekitar kawasan wisata menjadi segar. Menurut pihak Dinas Parsenibudpora, adanya obyek wisata alam yang terdapat pada pemandangan
terhadap
kawasan wisata Musiduga memberikan keindahan lingkungan
sekitar
Musiduga
sehingga
menarik
pengunjung untuk berkunjung ke kawasan wisata Musiduga. Selain itu, pihak pengunjung, pekerja, masyarakat sekitar, dan instansi terkait juga memberikan penilaian keberadaan Musiduga memberikan dampak
negatif terhadap lingkungan yaitu timbulnya sampah (masing-masing presentase pilihan 10,00%, 7,07%, 5,40%, dan 16,67%). Pihak pengunjung, pekerja, masyarakat sekitar, dan instansi terkait memilih dampak negatif karena dengan adanya Musiduga dapat menimbulkan sampah walaupun jumlahnya tidak terlalu besar yang dihasilkan dari kegiatan wisata di tempat tersebut. 6.4
Analisis Kemungkinan Masyarakat Penambang Emas Beralih Profesi ke Kegiatan Wisata Kegiatan penambangan emas ilegal di Sungai Kuantan-Musiduga telah
berdampak terhadap kerusakan lingkungan, sementara itu terdapat potensi wisata di kawasan Musiduga yang belum dikembangkan secara optimal dan masyarakat masih sedikit yang berusaha pada sektor tersebut. Diharapkan dengan pengembangan dan pengelolaan yang optimal oleh Pemerintah Daerah, sektor wisata dapat menjadi sebuah alternatif bagi masyarakat penambang emas untuk beralih profesi ke kegiatan wisata. Usaha pengembangan sektor wisata secara optimal tentunya akan membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak, dimana saat ini masyarakat yang berusaha di sektor wisata masih sedikit sehingga dapat menjadi sebuah alternatif bagi penambang emas untuk dapat beralih profesi ke sektor wisata tersebut. 6.4.1 Persepsi MultiStakeholder terhadap Kemungkinan Penambang Emas Beralih Profesi ke Kegiatan Wisata
Masyarakat
Analisis kemungkinan masyarakat penambang emas beralih profesi ke kegiatan wisata dilakukan dengan cara wawancara secara mendalam kepada pihak Dinas Parsenibudpora, Dinas Pertambangan dan Energi, Kantor Lingkungan Hidup, dan Wali Nagari. Secara keseluruhan semua pihak menyatakan bahwa kemungkinan masyarakat untuk beralih profesi tersebut sulit dilakukan.
Menurut pihak Dinas Parsenibudpora, kemungkinan masyarakat untuk beralih profesi dari kegiatan penambangan emas ke kegiatan wisata untuk saat ini sulit dilakukan, karena pengembangan kawasan wisata Musiduga belum optimal karena masih minimnya dana. Namun, kemungkinan penambang emas beralih ke kegiatan wisata bisa terjadi apabila obyek wisata di Musiduga lebih dikembangkan sehingga dapat meningkatkan pengunjung ke Musiduga. Adanya peningkatan pengunjung yang melakukan kegiatan wisata di Musiduga dapat memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat sekitar berupa peningkatan pendapatan. Selain itu, kemungkinan masyarakat penambang emas beralih profesi dapat dilakukan dengan menghimbau masyarakat secara bertahap oleh Pemerintah Daerah Sijunjung dengan cara membuat peraturan daerah yang berpihak untuk kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan, menyediakan lapangan pekerjaan baru di sektor wisata, dan melakukan sosialisasi secara berkala kepada penambang emas tentang dampak kerusakan lingkungan akibat penambangan emas ilegal di kawasan Musiduga. Persepsi pihak Dinas Pertambangan dan Energi bahwa kemungkinan beralih profesi sulit karena lapangan pekerjaan di sektor wisata masih rendah dan kurang menjanjikan seperti pendapatan yang didapat dengan adanya kegiatan penambangan emas oleh masyarakat. Hal tersebut juga diungkapkan oleh pihak KLH dan Wali Nagari bahwa kemungkinan masyarakat untuk beralih profesi dari penambang emas ke kegiatan wisata sulit dilakukan. Hal tersebut disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan masyarakat sehingga mereka tidak mempedulikan dampak kerusakan lingkungan akibat kegiatan penambangan emas
tersebut. Selain itu melalui kegiatan ini mereka mendapatkan penghasilan yang menjanjikan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 6.4.2
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemungkinan Masyarakat Penambang Emas Beralih Profesi ke Kegiatan Wisata Berdasarkan hasil wawancara kepada 50 responden penambang emas
menyatakan bahwa kemungkinannya untuk beralih profesi ke kegiatan wisata, sebanyak 28% menyatakan kemungkinan mereka untuk beralih profesi. Persentase ini masih kecil, hal ini disebabkan karena melalui profesi ini penambang emas mendapatkan pendapatan per bulan yang jauh lebih tinggi yaitu sebesar Rp 4.020.000 dibandingkan dengan pendapatan per bulan pada sektor wisata sebesar Rp 566.667 sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 8. Untuk itu, Pemerintah Daerah perlu membatasi kegiatan penambangan emas ilegal di Sungai Kuantan Musiduga dan perlu mencari alternatif pekerjaan selain tambang emas yang lebih ramah lingkungan. Salah satu alternatif pekerjaan yang lebih ramah lingkungan adalah sektor pariwisata. Sektor pariwisata diharapkan dapat dikembangkan dan dikelola secara optimal oleh Pemerintah Daerah sehingga sektor wisata ini layak sebagai profesi bagi masyarakat. Oleh karena itu, perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan penambang emas untuk beralih profesi ke kegiatan wisata. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh dalam pengambilan keputusan oleh penambang emas dianalisis menggunakan model regresi logistik. Variabel independen yang menjadi faktor-faktor yang diduga berpengaruh adalah jumlah tanggungan keluarga (JTK), tingkat pendidikan (PNDDKN), lama menambang emas (LME), pendapatan (PNDPTN), pengetahuan jangka panjang tentang dampak penambangan emas ilegal (PDJPPEI), dan penyuluhan (PNYLH).
Variabel dependen dalam model ini adalah kemungkinan masyarakat penambang emas beralih profesi ke kegiatan wisata, nilai “0” untuk penambang emas yang tidak bersedia beralih profesi dan nilai “1” untuk penambang emas yang bersedia beralih profesi. Pengolahan model regresi logistik menggunakan program Minitab 14.0 for Windows (Lampiran 2). Hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi petani dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Hasil
Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penambang Emas Beralih Profesi ke Kegiatan Wisata Predictor Coef P Odds Ratio Constant 20,6378 0,132 JTK -2,34198 0,139* 0,10 PNDDKN 1,70510 0,274 5,50 LME -1,91067 0,091* 0,15 PNDPTN -0,0000024 0,098* 1,00 PDJPPEI 1,20796 0,516 3,35 PNYLH 2,97534 0,099* 19,60 Log-Likelihood = -6,327 Test that all slopes are zero: G = 46,641, DF = 6, P-Value = 0.000 Sumber : Data Primer, Diolah (2011) Keterangan : * Signifikan pada tingkat kepercayaan 85%
Kemungkinan
Model regresi logistik yang didapat dari model dapat dituliskan sebagai berikut : Z = 20,637 – 2,341JTK – 1,911LME – 0,0000024 PNDPTN + 2,975 PNYLH Pengujian keseluruhan model regresi logistik dapat dilakukan dengan melakukan uji G yang menyebar menurut sebaran Chi-Square (X2). Pengujian dapat dilakukan dengan membandingan antara nilai G dengan nilai X2 pada taraf nyata tertentu dengan derajat bebas k-1, namun jika menggunakan paket program Minitab dapat dilihat dari nilai P. Berdasarkan hasil olahan di atas didapatkan nilai Log-Likelihood sebesar -6,327 menghasilkan nilai G sebesar 46,641 dengan nilai P sebesar 0,000. Nilai P dibawah taraf nyata 15%, maka dapat disimpulkan model regresi logistik secara keseluruhan dapat menjelaskan keputusan masyarakat untuk beralih profesi dari kegiatan penambangan emas ke kegiatan wisata. Pada uji kebaikan model atau Goodness-of-Fit dengan melihat pada metode Pearson,
Deviance, dan Hosmer-Lameeeshow, nilai P untuk ketiga model tersebut adalah lebih besar dari taraf nyata 15% sehingga model layak. a)
Penjelasan Variabel-Variabel Signifikan Variabel jumlah tanggungan keluarga signifikan secara statistik pada taraf
nyata 15% dengan nilai P sebesar 0,139. Nilai odds ratio JTK sebesar 0,1 artinya peluang terjadinya kemungkinan beralih profesi dari kegiatan penambangan emas ilegal ke kegiatan wisata 0,1 kali lebih kecil daripada peluang tidak terjadinya kemungkinan beralih profesi. Koefisien JTK bertanda negatif yang berarti bahwa semakin banyak jumlah tanggungan keluarga penambang emas maka mengurangi kemauan penambang emas untuk beralih profesi ke kegiatan wisata. Hal ini sesuai dengan kondisi di lapangan, dimana semakin banyak JTK penambang emas, maka kemauan penambang emas beralih profesi ke kegiatan wisata semakin kecil. Hal ini dikarenakan dengan banyaknya tanggungan keluarga maka pengeluaran rumah tangga akan semakin besar, sehingga pendapatan dari hasil penambangan emas yang cukup besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Variabel lama menambang emas signifikan secara statistik pada taraf nyata (α) 15% dengan nilai P sebesar 0,091. Odds ratio LME sebesar 0,15 artinya peluang terjadinya kemungkinan beralih profesi dari kegatan penambangan emas ilegal ke kegiatan wisata 0,15 kali lebih kecil daripada peluang tidak terjadinya kemungkinan beralih profesi. Koefisien LME bertanda negatif berarti semakin lama responden berprofesi sebagai penambang emas maka akan mengurangi kemauan responden untuk beralih profesi ke kegiatan wisata. Hal ini sesuai dengan kondisi di lapangan yang menunjukkan bahwa semakin lama responden berprofesi sebagai penambang emas maka kemauan beralih profesi ke kegiatan
wisata semakin kecil karena semakin lama berprofesi sebagai penambang emas, mereka memiliki pendapatan yang lebih banyak sehingga tidak bersedia pindah ke sektor wisata. Variabel pendapatan penambang emas signifikan secara statistik pada taraf nyata (α) 15% dengan nilai P sebesar 0,098. Pendapatan penambang emas memiliki nilai odds ratio sebesar 1,00 artinya peluang terjadinya kemungkinan beralih profesi dari kegiatan penambangan emas ilegal ke kegiatan wisata 1,00 kali lebih kecil daripada peluang tidak terjadinya kemungkinan beralih profesi. Koefisien pendapatan penambang emas bertanda negatif berarti semakin tinggi tingkat pendapatan penambang emas maka akan mengurangi kemauan responden untuk beralih profesi ke kegiatan wisata. Hal ini sesuai dengan kondisi lapangan yang menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan penambang emas maka kemauan beralih profesi semakin kecil karena melalui profesi sebagai penambang emas mereka mendapatkan pendapatan yang cukup besar dibandingkan dengan pendapatan di sektor wisata. Variabel selanjutnya signifikan secara statistik pada taraf nyata (α) 15% adalah penyuluhan dengan nilai P sebesar 0,099. Nilai odds ratio sebesar 19,60 berarti tambahan frekuensi dari penyuluh kepada penambang emas maka peluang untuk beralih profesi dari penambangan emas ke kegiatan wisata 19,60 kali lebih tinggi dibandingkan peluangnya untuk tidak beralih profesi, cateris paribus. Variabel pengaruh penyuluhan bertanda positif artinya semakin banyak penambang emas mendapatkan informasi dari penyuluh maka kemauan berpindah penambang emas ke kegiatan wisata semakin besar. Berdasarkan kondisi di lapangan telah ada upaya untuk melakukan penyuluhan kepada penambang emas
oleh pihak KLH, pihak Kepolisian, dan pihak Dinas Pertambangan dan Energi, walaupun belum semua penambang emas bersedia untuk berpartisipasi dalam kegiatan ini. Namun, melalui kegitan penyuluhan tersebut, maka penambang emas mendapatkan informasi tentang pentingnya menjaga lingkungan sehingga mendorong penambang emas untuk beralih profesi ke kegiatan wisata semakin besar. b)
Penjelasan Variabel-Variabel Tidak Signifikan Hasil analisis regresi logistik menunjukkan terdapat dua variabel yang
tidak signifikan yaitu pendidikan (PNDDKN) dan pengetahuan jangka panjang tentang dampak penambangan emas ilegal (PDJPPEI). Variabel tingkat pendidikan tidak signifikan secara statistik karena memiliki nilai P sebesar 0,274 yang lebih besar dari taraf nyata 15%, sehingga dapat diabaikan secara statistik. Tingkat pendidikan yang dimiliki responden secara umum yang bersedia atau tidak untuk beralih profesi ke kegiatan wisata adalah pada umumnya memiliki tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD), sehingga responden yang bersedia atau tidak beralih profesi ke kegiatan wisata pada umumnya memiliki tingkat pendidikan Sekolah Dasar. Variabel selanjutnya yang tidak signifikan adalah pengetahuan jangka panjang tentang dampak penambangan emas ilegal karena memiliki nilai P sebesar 0,516 yang lebih besar dari taraf nyata 15%, sehingga dapat diabaikan secara statistik. Hal ini disebabkan karena responden yang memiliki pengetahuan atau tidak memiliki pengetahuan tentang dampak jangka panjang penambangan emas ilegal tidak mempengaruhi kemungkinan mereka untuk beralih profesi dari kegiatan penambangan emas ke kegiatan wisata.