VI. ANALISIS USAHATANI GANDUM LOKAL 6.1. Keragaan Usahatani Gandum Lokal Beberapa faktor harus diperhatikan dalam budidaya gandum, antara lain: pemilihan lokasi penanaman, pemilihan varietas dan benih, pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan (pemupukan dan penyiangan), pengendalian hama dan penyakit, serta panen dan pascapanen. Tujuh faktor tersebut harus dilaksanakan secara proporsional untuk mendapatkan hasil yang optimal. 6.1.1. Pemilihan Lokasi Penanaman Pemilihan lokasi penanaman ini bertujuan untuk mendapatkan lokasi tanam yang sesuai dengan syarat tumbuh gandum. Gandum memiliki dua syarat utama agar dapat tumbuh dengan baik, yaitu: ketinggian tempat dan perbedaan batas musim yang nyata. Gandum adaptif tumbuh pada ketinggian tempat lebih dari 800 meter di atas permukaan laut (dpl). Ketinggian tempat ini sesuai dengan kondisi lahan di Kecamatan Tosari yang memiliki ketinggian tempat di antara 800-3000 meter di atas permukaan laut. Dari ketiga desa yang diteliti (Tosari, Ngadiwono, dan Podokoyo), Desa Podokoyo merupakan desa yang memiliki ketinggian tertinggi, yaitu sekitar 2000 meter di atas permukaan laut. Batas musim suatu lokasi penanaman gandum harus nyata, artinya perbedaan antara musim kemarau dan hujan harus nyata. Hal ini berpengaruh terhadap penentuan awal tanam dan panen tanaman gandum. Kondisi alam Kecamatan Tosari memiliki perbedaan musim yang nyata antara kedua musim tersebut. Hal ini dapat dilihat pada rata-rata curah hujan (Tabel 12) Kecamatan Tosari yang menunjukkan penurunan secara signifikan pada Bulan Juni dan terus stabil selama empat bulan berikutnya. Musim kemarau (ketiga) terjadi pada Bulan Juni-April dan musim hujan (rendengan) terjadi pada Bulan Oktober-Maret. Syarat tumbuh tanaman gandum lainnya adalah suhu optimum, yaitu antara 20-20oC. Kecamatan Tosari mengalami suhu udara maksimum pada Bulan Juli-Oktober, yaitu antara 18-24oC dan suhu minimum pada Bulan NovemberMei, yaitu antara 6-14oC. Curah hujan antara 625-850 mm pada awal tanam dan curah hujan kurang dari 100 mm per bulan pada saat pengisian biji, juga merupakan syarat yang harus diperhatikan untuk perkembangan gandum.
6.1.2. Pemilihan Varietas Benih Varietas yang digunakan sebaiknya merupakan varietas yang bermutu. Faktor-faktor utama yang diperhatikan dalam pemilihan varietas gandum, antara lain: umur masak, ketahanan hama dan penyakit, kerebahan, kualitas, dan potensi hasil. Saat ini terdapat empat varietas gandum yang sudah dilepas (Lampiran 2-5), yaitu: Dewata (berasal dari DWR 162, India), Selayar (berasal dari Cimmyt, Meksiko), Nias (berasal dari Thailand), dan Timor (berasal dari India). Keempat varietas tersebut hanya untuk dataran tinggi karena varietas yang adaptif pada dataran rendah belum dikembangkan. Keempat varietas tersebut memiliki perbedaan karakteristik sebagai alternatif pilihan petani gandum di Tosari. Klasifikasi umur dan tinggi tanaman gandum lokal terbagi atas tiga bagian, yaitu: Golongan Genjah, Sedang, dan Dalam. Golongan Genjah dapat mencapai umur 80-90 hari dengan tinggi tanaman 50-100 cm. Golongan Sedang berumur 90-110 hari dengan tinggi tanaman 100-125 cm. Sedangkan Golongan Dalam berumur 110-135 hari dengan tinggi tanaman lebih dari 125 cm. Varietas yang banyak ditanam petani adalah Selayar dan Dewata. Petani gandum di Kecamatan Tosari juga mengembangkan kedua varietas tersebut. Persentase responden yang menggunakan Varietas Selayar sebanyak 20 responden (66,66 persen) dan Varietas Dewata sebanyak 10 responden (33,33 persen). Faktor yang menjadi pertimbangan responden dalam penggunaan kedua varietas tersebut adalah potensi hasil, ketahanan hama dan penyakit. Sedangkan faktor yang menjadi pertimbangan mayoritas petani menggunakan Varietas Selayar adalah umur masak tanaman yang lebih cepat dibandingkan Varietas Dewata. 6.1.3. Pengolahan Tanah Pengolahan tanah dilakukan dengan tujuan untuk pengendalian gulma, memperbaiki struktur tanah (penggemburan) sehingga perkecambahan dan pertumbuhan biji menjadi sempurna. Pengaturan kelembaban tanah melalui perbaikan sistem aerasi serta pengairan pada periode tertentu terbukti memberikan hasil tinggi. Pengolahan pertama adalah pencangkulan sedalam 25-30 cm kemudian dibiarkan atau diangin-anginkan selama tujuh hari. Penggemburan tanah dilakukan agar bongkahan tanah menjadi butiran yang lebih halus.
53
Pengolahan tanah kedua adalah pencangkulan kembali dengan pemberian pupuk organik (pupuk kandang atau petroganik) dan tanah dibiarkan atau dianginanginkan selama tujuh hari agar terhindar dari unsur-unsur racun yang terdapat di dalam tanah. Setelah penggemburan tanah dilakukan, lahan dibuat bedengan dengan lebar 200 cm, tinggi 20 cm, dan panjang bedengan yang menyesuaikan kondisi lahan. Di antara bedengan dibuat selokan dengan lebar 50 cm dan dalam 25 cm. Tanah dari galian selokan digunakan untuk menambah tinggi bedengan. Permukaan bedengan dihaluskan dan diratakan kemudian dibuat guritan sedalam 7-9 cm dengan jarak antar baris 25 cm (sekitar delapan baris tanaman). Pengolahan tanah di atas menggunakan asumsi lahan tegal yang datar sehingga mempermudah dalam memahami tahapan pengolahan tanahnya. Sedangkan mayoritas kemiringan lahan di Kecamatan Tosari di bawah 45 derajat. Pengolahan lahan disesuaikan dengan kondisi kemiringan lahan, seperti: luas bedengan, jarak selokan, dan kedalaman guritan. Namun secara umum tahapan pengolahan tanah hampir sama seperti yang dipaparkan sebelumnya. 6.1.4. Penanaman Waktu penanaman yang tepat merupakan faktor yang sangat penting dalam budidaya gandum karena tanaman ini memerlukan air sedikit. Air dibutuhkan pada awal pertanaman terus berkurang hingga panen. Waktu tanam yang tepat adalah pada akhir musim hujan. Kecamatan Tosari mengalami kondisi cuaca tersebut sekitar awal atau pertengahan Bulan Mei dimana curah hujan dapat mencukupi kebutuhan air pada saat awal tanam gandum. Metode tanam yang digunakan adalah secara larikan. Metode ini dapat mempermudah untuk pengendalian gulma dan dilakukan pada kondisi tanah yang kelembabannya sedikit dibawah kapasitas lapang. Metode ini dilakukan petani di negara yang sedang berkembang. Tahap pertama adalah pembuatan alur atau larikan pada bedengan dengan jarak antara 20-50 cm. Pada tanah yang relatif subur dan untuk memudahkan pengendalian gulma secara manual cukup baik menggunakan jarak antar larikan 30 cm. Benih ditanam ke tanah sedalam 7-9 cm karena kelembaban tanah di bawah kapasitas lapang dan permukaan tanah cukup kering. Pencampuran pestisida (Dithane) dan pemberian Furadan di tempat biji dalam alur dapat dilakukan agar benih tidak terkena hama dan penyakit.
54
6.1.5. Pemeliharaan (Pemupukan dan Penyiangan) Waktu pemupukan dapat dilakukan sebelum tanam atau pada saat tanam sebagai pupuk dasar. Pupuk pertama yang diberikan adalah SP, KCl, dan Urea. Dosis pupuk dapat ditentukan berdasarkan jumlah hara yang tersedia di dalam tanah. Biasanya pupuk organik sebesar 5-6 ton per hektar. Sedangkan pupuk anorganik sebesar 120-200 kilogram pupuk unsur N per hektar, 45-150 kilogram pupuk unsur P per hektar dan 30-70 kilogram pupuk unsur K per hektar. Pemberian pupuk urea dapat diberikan 2-3 kali selama musim tanam. Pemberian pertama (pupuk dasar) yang terdiri dari pupuk kandang, sebesar 1/3 bagian pupuk urea (unsur N), KCl (unsur K), dan SP-18 (unsur P) dalam bentuk pupuk majemuk. Pemberian kedua sebagai pupuk susulan pertama sebesar 1/3 bagian pada saat bertunas, yaitu sekitar 25-30 hari setelah tanam. Pemberian ketiga sebagai pupuk susulan kedua pada saat pembentukan primordia bunga untuk mendorong pembentukan malai, butir gandum dan peningkatan protein. Selama pertumbuhan gandum menghendaki lingkungan bebas gulma, terutama lima minggu pertama setelah tanam. Penyiangan dapat dilakukan sebanyak 2-3 kali selama pertanaman atau sesuai kebutuhan, yaitu jika gulma terlihat banyak maka penyiangan harus segera di lakukan agar gulma tidak mengganggu pertumbuhan tanaman gandum. Tanaman gandum merupakan tanaman yang mampu beradaptasi terhadap kekurangan air namun tanaman harus cukup air pada waktu awal tanam (14-21 hari setelah tanam) dengan ditandai pertumbuhan tanaman sampai keluarnya malai. Setelah masak sampai menjelang panen diusahakan air jangan berlebihan atau cenderung kering. 6.1.6. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Hama yang menyerang tanaman gandum di Indonesia terbagi atas empat bagian besar, yaitu: hama perusak dalam tanah, perusak batang daun, penghisap batang, dan pemakan biji. Hama perusak dalam tanah meliputi: anai-anai, semut, jangkrik, lundi, kumbang pemakan akar dan pangkal akar, cacing tanah, kutu air dan hama akar lainnya. Hama tersebut dapat mengurangi vigor tanaman dan menyebabkan luka, busuk dan pembengkakan akar yang akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman. Hama tersebut dapat dikendalikan dengan pengolahan tanah yang baik, pembuangan akar dan sisa tanaman sebelumnya.
55
Hama perusak batang daun, meliputi: kutu daun (Aphids), kumbang perusak daun, tempayak bibit, kutu lompat, ulat gerayak, penggulung daun, pemakan epidermis daun dan penggerek batang. Hama ini menyebabkan kerusakan berat pada areal yang cukup luas. Gejala serangan rusaknya pinggir daun sampai ke bagian tengah daun atau ujung tanaman. Aphids berbadan lunak dan transparan dengan cara menghisap dan menyebabkan daun berwarna kekuningan kemudian mati prematur. Aphids juga mengeluarkan cairan yang mengandung gula (dikenal sebagai honeydew) penyebab bintik-bintik kecil hitam pada daun sehingga jamur jelaga berkembang. Hama tersebut dapat dikendalikan dengan cara rotasi penanaman gandum dengan tanaman lain dan penggunaan insektisida dengan takaran yang tepat dan proporsional. Walang sangit termasuk hama penghisap batang dan pemakan biji karena merusak jaringan batang dan biji yang sedang tumbuh. Jika walang sangit memakan biji selama masak susu maka biji akan rusak. Jika menyerang pada perkembangan lanjut akan menyebabkan biji kisut. Jika memakan titik tumbuh menyebabkan tanaman menjadi steril. Penggunaan varietas tahan merupakan cara pengendalian hama utama. Selain itu, penggunaan insektisida dan kecermatan pengaturan waktu tanam yang terkait dengan stadia berbunga. Penyakit tanaman gandum yang biasanya ditemui adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur. Penyakit utama tanaman gandum, antara lain: bercak jerawat hitam, layu, busuk malai, serta tukak akar dan batang. Bercak jerawat hitam disebabkan oleh cendawan Helminthosporium sativum. Pengendalian penyakit ini adalah penggunaan varietas tahan penyakit, pengaturan waktu tanam, dan fungisida yang tepat. Penyakit layu merupakan penyebab penyakit utama gandum di daerah tropik. Penyakit ini berkembang dan ditularkan melalui tanah. Cara pengendalian penyakit ini adalah pemilihan lokasi bebas penyakit, pengolahan tanah lebih sempurna, penggunaan urea, dan rotasi tanaman. Penyakit busuk malai (scab) adalah penyakit yang dapat menimbulkan kebusukan pada kuantum bunga, seluruh malai, kerebahan dan busuk akar. Cara pengendalian penyakit ini adalah pengaturan waktu tanam sehingga stadia tanaman berbunga sampai panen berada pada musim kering. Penyakit terakhir adalah tukak akar dan batang yang disebabkan cendawan Rhizoctonia solani yang
56
mampu berkembang dalam tanah. Cara pengendalian penyakit ini adalah penanaman yang dangkal dan pemupukan dengan takaran yang tepat. Hama dan penyakit tanaman gandum di Kecamatan Tosari relatif terkendali. Hal ini dikarenakan tanaman gandum yang relatif baru di daerah ini dibandingkan tanaman lainnya. Bahkan sebanyak delapan petani responden (sebesar 26,67 persen) belum melaksanakan pengendalian hama dan penyakit. 6.1.7. Panen dan Pascapanen Panen dapat dilakukan jika umur gandum mencapai 120-135 hari setelah tanam (hst), pada ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut (dpl) (Deptan 2008). Panen dapat dilakukan jika 80 persen dari batang dan daun telah mengering dan malainya telah melengkung. Ciri lainnya adalah sekam (lemma dan palea) telah mengering (matang penuh) dan kadar air biji berkisar 20-30 persen. Butir gandum yang cukup keras jika dipijat dengan tangan, merupakan tanda gandum siap untuk dipanen. Batang gandum dipotong sekitar 30 cm dari ujung malai. Kadar air biji yang tinggi pada saat panen dapat menurunkan kualitas hasil dan kandungan protein biji. Panen pada cuaca panas akan membantu dalam perontokkan biji, jika pada cuaca basah akan menyebabkan banyak kehilangan biji dalam perontokkan. Sebaiknya perontokan biji dilakukan langsung pada saat panen untuk mempermudah biji rontok. Perontokkan biji gandum (pemisahan biji dari malai) dapat menggunakan thresher dengan blower yang cukup besar kemudian dikeringkan. Biji yang masih bersatu dengan malai, dijemur kemudian dirontokkan dengan cara diinjak-injak (manual) dan dikeringkan kembali. Biji gandum yang akan diolah menjadi tepung terigu harus memenuhi pengujian mutu meliputi: a) uji kotoran, yaitu jumlah benda-benda asing yang terdapat pada biji gandum syarat maksimum 0,1-0,5 persen; b) uji kadar air butir gandum maksimum 12,5 persen; c) uji kemurnian butir dari campuran tanaman lain minimal 99,6 persen; d) uji bobot dari 1.000 butir sekitar 28-40 gram; e) uji keseragaman ukuran dan bentuk biji; f) kadar serat 2,0-2,7 persen; g) kadar abu 1,4-2,0 persen; h) uji rendemen tepung 85 persen; i) uji kadar protein 6-20 persen; j) menghasilkan tepung dengan daya hisap terhadap air 2-60 persen; dan k) biji gandum yang telah dikeringkan hingga kadar air 14 persen jika hendak disimpan di dalam karung yang tertutup rapat dan di gudang penyimpanan (Deptan 2008).
57
Tumpukan karung di gudang penyimpanan harus menggunakan alas yang terbuat dari kayu untuk menghindari pengaruh kelembaban. Syarat-syarat gudang penyimpanan, antara lain: a) tidak bocor atau tempias; b) lantai harus padat (terbuat dari semen atau beton); c) mempunyai ventilasi yang cukup, agar aliran udara lancar sehingga udara di dalam gedung tidak lembab; d) bebas dari gangguan hama dan penyakit (ruangan bersih, lubang ventilasi tertutup kawat kasa). Cara penumpukkan hendaknya diatur sedemikian rupa agar tumpukan mudah dihitung, mudah dikontrol, kokoh, dan keluar masuk barang lebih mudah. 6.2. Analisis Pendapatan Usahatani Gandum Lokal Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan usahatani dengan biaya produksi. Pendapatan usahatani dapat mencerminkan arus uang masuk (inflow) dan uang keluar (outflow) dari suatu usahatani. Suatu usahatani dapat menguntungkan jika pendapatan usahatani tersebut bernilai positif dan merugikan jika pendapatan usahatani tersebut bernilai negatif. Pendapatan usahatani dapat dibagi menjadi dua, antara lain: pendapatan usahatani atas biaya tunai dan pendapatan usahatani atas biaya total. Biaya total merupakan penjumlahan antara biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai merupakan biaya yang dikeluarkan petani dalam bentuk uang tunai, sedangkan biaya diperhitungkan merupakan biaya yang dikeluarkan petani secara tidak tunai. Petani menganggap biaya diperhitungkan bukan sebagai suatu biaya, seperti: tenaga kerja dalam keluarga (TKDK), penyusutan peralatan, dan bibit dari panen sebelumnya. Analisis pendapatan usahatani gandum lokal secara lengkap ditunjukkan pada Lampiran 6, namun pada pembahasan akan dijelaskan per komponen usahatani. 6.2.1. Penerimaan Usahatani Total produksi rata-rata gandum petani responden mencapai 2,33 ton per hektar pada musim panen Bulan September 2008. Sebanyak 99,36 persen dari seluruh hasil panen gandum lokal dijual kepada Mantri Tani Kecamatan Tosari secara terpusat, sedangkan 0,64 persen dikonsumsi. Harga jual gandum yang ditetapkan sebesar Rp 3000 per kilogram. Cara penjualan petani responden berbentuk biji pecah kulit, yaitu biji gandum yang sudah dipisahkan dari kulitnya dan siap diolah menjadi tepung terigu. Penerimaan usahatani gandum terdiri dari
58
penerimaan usahatani tunai dan diperhitungkan. Rata-rata penerimaan tunai dan penerimaan total petani gandum sebesar Rp 6.937.333,33 dan Rp 6.982.316,67. 6.2.2. Biaya Tunai Usahatani Biaya tunai yang dikeluarkan petani gandum, meliputi: biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK), benih, pupuk, pestisida, bahan bakar, pajak tanah, pengangkutan, dan pekerjaan yang diborongkan. Persentase biaya yang dikeluarkan untuk membayar upah TKLK sebesar 42,20 persen dari biaya tunai. Jam kerja TKLK selama satu hari adalah enam jam, yaitu dari pukul 09.00-15.00 WIB. TKLK terdiri dari tenaga kerja pria dan wanita. Pembayaran upah tenaga kerja dibedakan berdasarkan jenis kelamin karena adanya perbedaan kapasitas pekerjaan yang dibebankan, seperti pengangkutan bahan baku, pupuk, alat pengendalian hama dan penyakit, serta hasil panen yang membutuhkan tenaga lebih besar. Tenaga kerja pria diberi upah lebih tinggi dibandingkan wanita. Perhitungan hari kerja didasarkan pada perhitungan hari orang kerja (HOK), yaitu bernilai satu untuk satu hari kerja. Seluruh rangkaian kegiatan usahatani gandum lokal menggunakan tenaga kerja orang mulai dari pengolahan tanah hingga pemanenan. Sedangkan tahap pascapanen menggunakan mesin thresher yang berfungsi untuk perontokkan hasil panen. Total HOK TKLK yang digunakan sebesar 113,65 HOK dengan upah yang berbeda. Upah tenaga kerja pria sebesar Rp 15.000 dan upah tenaga kerja wanita sebesar Rp 12.000. Penggunaan TKLK dalam kegiatan usahatani gandum lokal, meliputi: pengolahan lahan, penanaman, penyiangan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, pemanenan dan perontokan. Pengolahan lahan dilakukan oleh tenaga kerja orang. Hewan ternak atau mesin pengolah lahan (traktor) tidak dapat digunakan dalam kegiatan pengolahan lahan karena kondisi lahan yang miring. Persentase biaya pengolahan lahan merupakan komponen biaya terbesar dari TKLK, yaitu sebesar 27,53 persen. Beberapa petani responden menggunakan sistem pembayaran borongan untuk lahan garapannya sehingga persentase biaya pengolahan lahan semakin besar. Selain kondisi lahan yang miring, struktur tanah yang kering berpasir pun menjadi permasalahan dalam pengolahan lahan sehingga berimplikasi pada peningkatan penyusutan peralatan.
59
Persentase biaya penanaman sebesar 18,39 persen dari biaya TKLK. Penyiangan dilakukan sebelum pemupukan kedua (susulan pertama) dilakukan. Persentase biaya penyiangan sebesar 14,51 persen dari biaya TKLK. Kegiatan pemupukan dilakukan dalam beberapa tahap. Persentase biaya pemupukan sebesar 5,97 persen dari biaya TKLK. Pengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan dengan penyemprotan pestisida. Sebanyak delapan petani responden (26,67 persen) tidak melakukan pengendalian hama dan penyakit karena tidak ada hama dan penyakit yang mengganggu. Pengendalian hama dengan penyemprotan pestisida (insektisida) dilakukan oleh petani responden lainnya (73,33 persen). Sedangkan penyakit secara umum tidak menyerang tanaman gandum sehingga fungisida tidak digunakan dalam pengendalian ini. Persentase biaya pengendalian hama dan penyakit tanaman sebesar empat persen dari biaya TKLK (Tabel 19). Tabel 19. Rata-Rata Biaya Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) Usahatani Gandum Lokal Petani Responden di Kecamatan Tosari per Hektar Musim Tanam Bulan Juni-September Tahun 2008 No 1 2 3 4 5 6 7
Komponen TKLK Pengelolaan Lahan Penanaman Penyiangan Pemupukan Pengendalian HPT Pemanenan Perontokkan Jumlah
HOK 31,93 21,39 16,07 6,85 4,33 23,40 9,69 113,65
Persentase (%) 28,10 18,82 14,14 6,03 3,81 20,59 8,52 100,00
Biaya (Rp) 440.600,00 294.373,33 232.160,00 95.573,33 64.020,00 329.546,67 144.133,33 1.600.406,67
Persentase (%) 27,53 18,39 14,51 5,97 4,00 20,59 9,01 100,00
Pemanenan pun masih menggunakan tenaga kerja orang karena belum ada teknologi mesin panen yang diaplikasikan oleh petani. Persentase biaya pemanenan mencapai 20,59 persen dari biaya TKLK. Komponen biaya pemanenan ini menyerap kedua terbanyak penggunaan biaya TKLK. Perontokkan dilakukan oleh tenaga kerja pria dengan penggunaan mesin perontok (thresher) secara terpusat setelah hasil panen diangkut ke rumah petani responden. Sarana produksi gandum lokal, meliputi: benih, pupuk, pestisida, dan bahan bakar (bensin). Persentase biaya sarana produksi yang dikeluarkan petani sebesar 50,86 persen dari biaya tunai dan 27,28 persen dari biaya total. Benih 60
yang diperoleh oleh petani merupakan biaya tunai karena petani mengeluarkan uang tunai untuk memperoleh benih gandum tersebut. Benih yang digunakan dalam usahatani gandum di Kecamatan Tosari terdiri dari tiga varietas, yaitu: Nias, Selayar dan Dewata. Varietas yang digunakan responden adalah Selayar dan Dewata. Petani responden memperoleh benih dari Mantri Tani Kecamatan Tosari. Harga benih yang diperoleh petani adalah Rp 5.000 per kilogram. Penggunaan benih rata-rata petani responden sebesar 120,66 kilogram per hektar. Tingginya penggunaan benih ini disebabkan oleh sistem larikan dan daya tumbuh benih yang digunakan responden, serta pengalaman bertani gandum lokal. Total biaya yang dikeluarkan untuk pembelian benih mencapai Rp 603.277,78. Pupuk yang digunakan petani gandum, meliputi: pupuk kandang, petroganik, urea, SP-18, KCl, NPK (Phonska), dan ZA. Harga pupuk yang diterima oleh petani responden bervariasi karena perbedaan tempat mendapatkan pupuk tersebut. Jarak, terutama Desa Podokoyo, menjadi penyebab utama perbedaan harga pupuk di suatu desa dibandingkan desa lainnya dan juga topografi wilayah Kecamatan Tosari. Penggunaan pupuk terbesar adalah NPK (Phonska), yaitu sebesar 31,99 persen dari total biaya sarana produksi. Rata-rata biaya penggunaan sarana produksi secara rinci dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Rata-Rata Biaya Penggunaan Sarana Produksi Usahatani Gandum Lokal Petani Responden di Kecamatan Tosari per Hektar Musim Tanam Bulan Juni-September Tahun 2008 No
Jumlah
Satuan
120,66
Kg
Harga per Satuan (Rp) 5.000,00
613,50
Kg
8,33
c. Urea (N)
Komponen Sarana Produksi
1
Benih
2
Pupuk
Biaya (Rp)
Persentase (%)
603.277,78
31,28
99,97
61.333,33
3,18
Kg
625,00
5.208,33
0,27
177,83
Kg
1.343,02
238.833,33
12,38
d. SP-18 (P)
39,00
Kg
1.628,21
63.500,00
3,29
e. KCL (K)
21,67
Kg
1.200,00
26.000,00
1,35
680,00
Kg
907,52
617.111,11
31,99
77,33
Kg
1.118,97
86.533,33
4,49
a. Kandang b. Petroganik
f. NPK (Phonska) g. ZA 3
Pestisida (insektisida)
2,94
Liter
69.274,47
203.320,56
10,54
4
Bahan bakar (bensin)
4,76
Liter
5.000,00
23.777,78
1,23
1.928.895,56
100,00
Total Biaya Sarana Produksi
61
Pupuk NPK (Phonska) menjadi prioritas penggunaan pupuk di petani responden karena mengandung tiga unsur hara utama untuk menjaga keseimbangan unsur hara dalam tanah dengan output tanaman gandum yang baik, yaitu natrium (N), fosfat (P), dan kalium (K). Jenis pestisida yang digunakan adalah insektisida untuk mengendalikan hama. Seluruh petani responden menggunakan insektisida Dursban. Persentase biaya penggunaan insektisida mencapai 10,54 persen dari total biaya sarana produksi. Bensin digunakan petani responden sebagai bahan bakar power sprayer10 dalam penyemprotan. Persentase biaya penggunaan bensin sebesar 1,23 persen dari total biaya sarana produksi. Kecilnya persentase penggunaan bensin disebabkan oleh pemakaian power sprayer yang efisien, yaitu sebanyak 13 petani responden (43,33 persen). Pajak tanah (PBB) petani responden sebesar Rp 14.904,52 per hektar (0,39 persen dari biaya tunai). Nilai pembayaran PBB antar petani responden memiliki perbedaan karena perbedaan kelas lahan yang dimiliki oleh petani tersebut. Perbedaan kelas tersebut berdasarkan jarak lahan dengan jalan raya. Semakin dekat jarak lahan dengan jalan raya, maka PBB yang dibebankan semakin tinggi. Nilai pembayaran PBB secara umum cukup ringan di Kecamatan Tosari. Biaya pengangkutan merupakan biaya yang dikeluarkan petani untuk membayar tenaga kerja orang yang mengangkut hasil panen dari lahan ke rumah atau tepi jalan utama. Biaya pengangkutan dihitung berdasarkan banyaknya hasil panen yang diangkut dan jarak yang ditempuh oleh pengangkut karena terdapat perbedaan kondisi lahan. Rata-rata biaya pengangkutan Rp 50 per kilogram sehingga rata-rata total biaya pengangkutan yang dikeluarkan petani responden sebesar Rp 116.371,94 per hektar (3,07 persen dari biaya tunai). Biaya pekerjaan yang diborongkan merupakan komponen biaya tunai yang disebabkan oleh perbedaan sistem pembayaran dari pembayaran tenaga kerja. Petani responden mengeluarkan sejumlah uang tertentu untuk menyelesaikan suatu komponen usahatani, seperti pengolahan lahan, pemanenan, dan perontokkan. Besar atau kecilnya pembayaran yang diterima setiap pekerja ditentukan kemampuan pekerja menyelesaikan suatu pekerjaan sesuai kesepakatan antara pekerja (pemborong) dan petani responden (majikan). Jika satu hektar lahan dapat diselesaikan oleh lima orang pekerja berdasarkan waktu yang 10
Power Sprayer merupakan kompresor yang dimodofikasi dan berfungsi sebagai alat semprot
62
dibebankan sesuai kesepakatan, maka pekerja tersebut mendapatkan upah yang lebih besar dibandingkan diselesaikan oleh sepuluh orang. Pekerjaan borongan ini dilakukan petani responden untuk mengurangi risiko pekerjaan yang penggunaan tenaga kerja yang berlebihan dan ketepatan waktu sehingga proses usahatani menjadi lebih efisien dan efektif. Biaya pekerjaan yang diborongkan petani sebesar Rp 132.166,67 per hektar (3,48 persen dari biaya tunai). 6.2.3. Biaya Diperhitungkan Usahatani Biaya diperhitungkan yang dikeluarkan petani, meliputi: biaya penyusutan peralatan, tenaga kerja dalam keluarga (TKDK), dan sewa lahan. Biaya-biaya tersebut tidak secara tunai dikeluarkan petani sehingga petani responden secara umum kurang memperhatikan ketiga komponen tersebut secara spesifik. Peralatan pertanian yang digunakan oleh petani responden, meliputi: handsprayer, power sprayer (kompresor), cangkul, garu, sabit, dan parang. Biaya penyusutan dapat diperoleh dari harga beli dibagi dengan perkiraan umur kegunaan peralatan walaupun peralatan ini juga digunakan untuk usahatani komoditas lain. Cangkul merupakan biaya penyusutan peralatan terbesar, yaitu sebesar 32,61 persen dari total penyusutan peralatan. Tingkat penggunaan cangkul yang tinggi ini disebabkan struktur lahan yang kering berpasir (tegal) sehingga mengalami pergantian lebih cepat. Total biaya penyusutan peralatan pertanian yang harus dikeluarkan petani dalam usahatani gandum sebesar Rp 244.105,56 (3,45 persen dari biaya total) setiap musim tanam gandum. Rata-rata biaya penyusutan peralatan usahatani dapat dilihat secara rinci pada Tabel 21. Tabel 21. Rata-Rata Biaya Penyusutan Peralatan Pertanian Usahatani Gandum Lokal Petani Responden di Kecamatan Tosari per Hektar Musim Tanam Bulan Juni-September Tahun 2008 No 1 2 3 4 5 6
Peralatan Pertanian Handsprayer Cangkul Garu Sabit Parang Power Sprayer (Kompresor) Total Biaya Penyusutan
Penyusutan (Rp/ Musim Tanam) 6.318,52 79.592,59 1.666,67 52.453,70 54.120,37 49.953,70 244.105,56
Persentase (%) 2,59 32,61 0,68 21,49 22,17 20,46 100,00 63
Mesin Perontok (thresher) digunakan oleh pekerja yang diborongkan sehingga tidak dimasukkan dalam biaya penyusutan peralatan. Petani responden membayar pekerja yang diborongkan berdasarkan kesepakatan pada komponen biaya tunai untuk proses perontokkan menggunakan mesin perontok sehingga petani responden tidak memiliki tanggungjawab terhadap biaya penyusutan peralatan. Tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) petani responden berfungsi untuk mengawasi pekerjaan TKLK dan juga membantu seluruh rangkaian kegiatan usahatani gandum, mulai dari pengolahan tanah hingga perontokkan. TKDK lebih mendominasi dalam biaya usahatani gandum lokal karena TKLK terbatas. Total HOK TKDK yang digunakan sebesar 219,12 HOK. Persentase biaya TKDK pada penanaman memiliki persentase terbesar, yaitu 27,47 persen. Sedangkan perontokkan memiliki persentase terkecil, yaitu 4,11 persen karena sebagian besar tenaga kerja pada proses perontokkan telah dibebankan kepada tenaga kerja yang diborongkan. Biaya TKDK yang dikeluarkan petani mencapai Rp 3.020.433,33. Rincian penggunaan TKDK dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Rata-Rata Biaya Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) Usahatani Gandum Lokal Petani Responden di Kecamatan Tosari per Hektar Musim Tanam Bulan Juni-September Tahun 2008 No 1 2 3 4 5 6 7
Komponen TKDK Pengelolaan Lahan Penanaman Penyiangan Pemupukan Pengendalian HPT Pemanenan Perontokkan Jumlah
HOK 49,67 60,20 45,76 11,50 11,73 36,16 4,11 219,12
Persentase Persentase Biaya (Rp) (%) (%) 22,67 675.980,00 22,38 27,47 827.800,00 27,41 20,88 633.726,67 20,98 5,25 160.100,00 5,30 5,35 168.220,00 5,57 16,50 498.126,67 16,49 1,87 56.480,00 1,87 100,00 3.020.433,33 100,00
Penggunaan biaya tunai lebih tinggi dibandingkan biaya diperhitungkan, yaitu sebesar 53,64 persen. Persentase terbesar dalam biaya tunai adalah sarana produksi yang mencapai 27,28 persen dan persentase terbesar dalam biaya diperhitungkan adalah TKDK, yaitu sebesar 42,72 persen. Total HOK TKDK yang digunakan sebesar 219,12 HOK, terdiri dari 130,32 HKP dan 88,80 HKW.
64
Persentase penggunaan TKDK merupakan komponen biaya terbesar dalam struktur biaya usahatani karena usahatani gandum secara umum masih dikelola oleh keluarga sehingga dapat memberdayakan keluarga secara optimal. Tingginya penggunaan tenaga kerja dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan peningkatan tambahan penghasilan di Kecamatan Tosari. Satu petani responden, yaitu sebesar 3,33 persen, menyewa lahan dari Perhutani sebesar Rp 400.000 per musim tanam sehingga rata-rata biaya sewa lahan sebesar Rp 13.333,33. Struktur biaya usahatani gandum lokal secara rinci ditunjukkan pada Tabel 23. Tabel 23. Struktur Biaya Usahatani Gandum Lokal Petani Responden di Kecamatan Tosari per Hektar Musim Tanam Bulan Juni-September Tahun 2008 No
Uraian
A
Biaya Tunai 1. TKLK 2. Sarana produksi 3. Pajak tanah (PBB) 4. Biaya pengangkutan 5. Biaya pekerjaan borongan Total Biaya Tunai Biaya Diperhitungkan 1. Penyusutan peralatan 2. TKDK 3. Sewa lahan Total Biaya Diperhitungkan Total Biaya
B
C
Total Nilai (Rp) 1.600.406,67 1.928.895,56 14.904,52 116.371,94 132.166,67 3.792.745,36 244.105,56 3.020.433,33 13.333,33 3.277.872,22 7.070.617,58
Persentase (%)
Persentase (%) 22,63 27,28 0,21 1,65 1,87
53,64 3,45 42,72 0,19 46,36 100,00
100,00
Nilai pendapatan usahatani diperoleh dari selisih penerimaan dan biaya usahatani. Pendapatan usahatani terdiri dari pendapatan atas biaya tunai dan biaya total. Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari pengurangan antara penerimaan tunai dengan biaya tunai usahatani, sedangkan pendapatan atas biaya total diperoleh dari pengurangan antara penerimaan total dengan biaya total usahatani gandum lokal. Pendapatan atas biaya tunai dan total usahatani gandum lokal yang dapat diperoleh sebesar Rp 3.144.587,98 dan -Rp 88.300,91 (Tabel 24). Nilai negatif diperoleh karena penerimaan total lebih kecil dibandingkan biaya total.
65
Tabel 24. Analisis Pendapatan dan R/C Usahatani Gandum Lokal Petani Responden di Kecamatan Tosari per Hektar Musim Tanam Bulan JuniSeptember Tahun 2008 No A B C D E F G H I J
Uraian Penerimaan Tunai Penerimaan Diperhitungkan Total Penerimaan (A+B) Biaya Tunai Biaya Diperhitungkan Total Biaya (D+E) Pendapatan Atas Biaya Tunai (A-D) Pendapatan Atas Biaya Total (C-F) R/C Atas Biaya Tunai (A/D) R/C Atas Biaya Total (C/F)
Satuan Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Total Nilai 6.937.333,33 44.983,33 6.982.316,67 3.792.745,36 3.277.872,22 7.070.617,58 3.144.587,98 -88.300,91 1,83 0,99
Nilai penerimaan dan biaya dapat menunjukkan R/C petani responden. R/C atas biaya tunai petani responden sebesar 1,83. R/C tersebut menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani responden, akan memberikan penerimaan sebesar Rp 1,83. R/C atas biaya total petani responden sebesar 0,99. R/C tersebut menunjukkan bahwa setiap satu rupiah yang dikeluarkan petani responden, akan memberikan penerimaan kepada petani responden sebesar Rp 0,99. R/C atas biaya tunai mengindikasikan bahwa petani responden
mengalami
keuntungan,
sedangkan
R/C
atas
biaya
total
mengindikasikan bahwa petani responden mengalami kerugian dalam aktivitas usahatani gandum lokal di Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan. Usahatani gandum lokal memiliki keuntungan finansial dan non finansial. Usahatani
gandum
lokal
memiliki
keuntungan
finansial
karena
telah
menghasilkan R/C atas biaya tunai lebih besar dari satu. R/C atas biaya total yang menunjukkan angka kurang dari satu dapat dikatakan petani mengalami kerugian, namun jika dikaji lebih jauh lagi, penggunaan tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) yang merupakan komponen terbesar pembentuk biaya diperhitungkan, merupakan keuntungan tersendiri bagi petani responden gandum lokal. Biaya TKDK yang mencapai Rp 3.020.433,33 merupakan implikasi dari aktivitas usahatani gandum lokal dan dimiliki oleh tenaga kerja dalam keluarga yang tidak benar-benar dihitung oleh petani responden. Petani responden mendapatkan
66
keuntungan tambahan dengan melakukan kegiatan usahatani gandum lokal dibandingkan membiarkan tanah dalam keadaan kosong (bera) karena tidak ada komoditas lain yang ditanam bersamaan dengan komoditas gandum (pola tanam Bulan Juni-September). Pola tanam tersebut merupakan pola tanam ketiga di Kecamatan Tosari yang memiliki iklim kering seperti yang telah dijelaskan pada subbab Gambaran Umum Kecamatan Tosari. Tanaman hortikultura cenderung membutuhkan air yang cukup intensif dalam pertumbuhannya. Kondisi tersebut tidak dapat dicapai pada musim tanam Bulan Juni-September yang merupakan puncak iklim kering. Selain itu, topografi lahan pertanian di Kecamatan Tosari juga merupakan lahan tadah hujan tanpa terdapat pengairan yang intensif. Keuntungan lain yang diperoleh dari aktivitas usahatani gandum lokal adalah keuntungan non finansial, yaitu terjadinya pergiliran tanaman. Petani responden tetap menanam gandum lokal karena dapat digunakan sebagai alternatif pergiliran tanaman dari tanaman utama (kentang) walaupun secara ekonomis kurang menguntungkan berdasarkan R/C atas biaya total. Pergiliran tanaman yang dilakukan memiliki dua arti penting, yaitu (1) pemutusan siklus hama dan penyakit yang menyerang tanaman utama (hortikultura) dan (2) konservasi. Pada lahan garapan yang tidak memiliki pengairan yang baik, tanaman gandum dapat menjadi alternatif utama karena adaptif pada kondisi yang kering. Konservasi dilakukan untuk memperbaiki struktur tanah yang digunakan dalam usahatani selama satu tahun. Penggunaan lahan dengan suatu komoditas tertentu secara terus-menerus dapat menyebabkan lahan menjadi jenuh sehingga akan terjadi penurunan produktivitas suatu tanaman dalam jangka waktu tertentu. Tanaman gandum dapat memperbaiki struktur tanah, seperti kandungan pH (derajat keasaman) dan unsur hara menjadi lebih stabil. Hal tersebut dapat berimplikasi kepada peningkatan hasil panen baik gandum maupun tanaman berikutnya. 6.3. Gandum Lokal sebagai Tanaman Komplementer Pola tanam di Kecamatan Tosari secara umum dapat disusun menjadi tiga periode masa tanam setiap tahunnya, yaitu: Oktober-Januari, Februari-Mei, dan Juni-September. Pola tanam yang dapat disusun dengan asumsi tiga komoditas unggulan Kecamatan Tosari, yaitu: Kubis-Kentang-Gandum dan Kentang-Kubis-
67
Gandum. Dua pola tanam tersebut merupakan metode pergiliran tanaman yang baik untuk mewujudkan pertanian yang berkelanjutan berbasiskan potensi lokal. Tanaman dataran tinggi (di atas 800 m) secara umum terdiri dari gandum, kentang, kubis dan jamur. Ketiga komoditas tersebut ditanam pada lahan yang berbeda dengan pola tanam yang juga berbeda. Kecamatan Tosari memiliki industri jamur yang terintegrasi, tepatnya di Desa Mororejo. Produksi jamur tidak tergantung musim tanam. Tanaman gandum dapat dibudidayakan tidak hanya pada lahan tidur tetapi juga pada lahan yang biasanya sudah digunakan untuk tanaman kentang sebagai pergiliran pola tanam. Kubis atau kentang merupakan tanaman hortikultura yang dapat saling menggantikan (substitusi) dalam upaya pergiliran tanaman. Ketiga tanaman dataran tinggi tersebut dapat dibentuk siklus keseimbangan yang saling menguntungkan dalam meningkatkan produktivitas tanaman berdasarkan pola tanam selama satu tahun (Gambar 6). Gandum
Memutus Siklus Hama dan Penyakit Tanaman Kentang, serta Efisiensi Input Produksi
Jerami + Kulit Biji Gandum untuk Media Jamur
Jamur
Kentang Limbah Jamur sebagai Pupuk Organik Tanaman Kentang
Gambar 6. Siklus Keseimbangan Tanaman Gandum, Kentang dan Jamur Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Pasuruan (2008).
Biaya persiapan lahan tanaman gandum menjadi efisien karena kondisi lahan setelah pemanenan tanaman kentang atau kubis cukup gembur. Penanaman komoditas gandum dapat memutus siklus hama dan penyakit tanaman kentang atau gandum, serta dapat memperbaiki struktur tanah. Jerami dan kulit biji gandum dapat digunakan sebagai media jamur. Kemudian limbah jamur dapat dijadikan pupuk organik bagi tanaman kentang sehingga setiap aspek dapat dimanfaatkan dengan baik untuk mewujudkan peningkatan pendapatan petani.
68