2014 Analisis Kebijakan Impor Tepung Gandum Disusun sebagai Tugas Akhir Matrikulasi Mata Kuliah Sistem Agribisnis dan Agroindustri Dosen Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, Msc.
Disusun Oleh : Attar Asmawan Donny Kristiyanto Dudy Budiana Madellia Fahreni Zakiah Muhammad Rizal Andriyanto Novri Rulyasri Angkatan E50
PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
Seperti diketahui bersama bahwa Padi dalam negeri belum
Kata Pengantar
dapat memenuhi kebutuhan pangan penduduk Indonesia. Untuk memenuhi pangan bagi penduduk, Indonesia harus mengimpor bahan pangan alternatif dalam jumlah cukup besar. Salah satunya adalah Gandum. Indonesia adalah salah satu negara pengimpor gandum terbesar ketiga dunia. Ada 3 alasan suatu negara melakukan impor komoditi yaitu pertama Produksi dalam negeri terbatas, sedangkan kebutuhan domestik tinggi, kedua Impor lebih murah dibandingkan harga dalam negeri, ketiga dari sisi neraca perdagangan, Impor lebih menguntungkan karena produksi dalam negeri bisa digunakan untuk ekspor dengan asumsi harga ekspor di pasar luar negeri lebih tinggi daripada harga impor yang harus dibayar. Kebutuhan Gandum Indonesia sangat tinggi, karena sudah menjelma menjadi bahan pokok yang dibutuhkan oleh hampir semua produk olahan seperti roti, mie, kue, snack, gorengan, dan lain-lain. Makalah ini menyajikan informasi terkait “Analisis Kebijakan Impor Tepung Gandum”, dimana untuk saat ini industri pengolahan tepung gandum merupakan salah satu industri yang mampu menunjang perekonomian nasional. Tim Penyusun menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Namun, dengan segala keterbatasan yang ada, Tim Penyusun mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan guna mendukung pengembangan dan kemajuan industri ketahanan pangan nasional. Jakarta, Oktober 2014 Tim Penyusun
i
Daftar Isi
Kata Pengantar………………………………………………….……... i Daftar Isi………………………………………………………..……... ii Daftar Lampiran………………………………………………….……. iii BAB I. PENDAHULUAN……………....…………………………….. 1 I.1 Latar Belakang...............……………………………………. 1 I.2 Perumusan Masalah………………………………………… 2 I.3 Tujuan Penyusunan Makalah……………………………….
2
I.4 Manfaat Penyusunan Makalah……………………………...
3
I.5 Ruang Lingkup……………………………………………... 3 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.……………………………………... 4 II.1 Gambaran Umum Komoditi…,……………………………. 4 II.1.1 Ciri-Ciri Fisiologi Gandum….………………............ 4 II.1.2 Hasil Gandum dan Manfaatnya….……………......... 7 II.1.3 Pembudidayaan Gandum….…..........…………......... 8 II.1.4 Luas areal lahan Gandum...................….…..…......... 10 II.2 Industri hasil olahan Tepung Terigu Indonesia...…...……... 11 II.2.1 Pohon Industri Distribusi Tepung Terigu....….…….. 13 II.2.2 Standar Mutu Tepung Terigu.....………...….....……. 13 II.2.3 Produksi Tepung Terigu..………...…...……….…… 14 BAB III. METODOLOGI…………………………….……………….. 16 III.1 Pasar Permintaan dan Penawaran......................................... 16 III.2 Konsep Teori Ekonomi......................................................... 17 BAB IV. PEMBAHASAN…………………………………………….
22
IV.1 Kondisi Permintaan dan Penawaran Tepung Gandum Indonesia.…….............................................................................. 22 IV.2 Kebijakan Pembatasan Impor Gandum dan Tepung Terigu........................................................................................... 23 BAB V. PENUTUP…………………………………………………...
27
V.1 Kesimpulan………………………………………………..
27
V.2 Saran………………………………………………………
27
Daftar Pustaka………………………………………………….…….... 28 Lampiran………………………………………………….……............ 29
ii
Lampiran 1. Negara Produsen Utama Gandum Dunia....................................... 29
Daftar
Lampiran 2. Data Impor Gandum Indonesia......................................................… 29 Lampiran 3.Data Impor Tepung Terigu Indonesia.............................................. 30
Lampiran
iii
Analisis Kebijakan Impor Tepung Gandum Indonesia
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Komoditas pangan sangat terkait dengan aspek-aspek sosial, keamanan, dan politik di setiap negara, karena pangan adalah kebutuhan yang sangat penting dan vital bagi kelangsungan hidup masyarakat di negara tersebut. Namun diantara itu ada keterkaitan yang kuat juga dengan kebijakan pemerintah, Oleh karena itu, tiap negara berusaha memenuhi kebutuhan pangan masyarakatnya dalam menjaga ketentraman negaranya melalui kebijakan pemerintah yang mendukung keselarasan sosial masyarakat. Mayoritas petani Indonesia menanam padi yang merupakan bahan makanan pokok rakyat Indonesia. Namun sampai saat ini produksi padi dalam negeri belum dapat memenuhi kebutuhan pangan penduduk Indonesia. Untuk memenuhi pangan bagi penduduk. Indonesia harus mengimpor bahan pangan dalam jumlah cukup gandum 4,8 juta ton/tahun (Khudori, 2003). Gandum merupakan tanaman pangan lahan kering yang memiliki potensi besar dikembangkan di Indonesia. Gandum juga merupakan bahan makanan pokok terpenting kedua setelah beras di mana masyarakat mengkonsumsi dalam bentuk mie, bakso, roti dan sebagainya dalam jumlah yang sangat besar. Seluruh kebutuhan gandum Indonesia dipasok dari impor dan jumlah impor biji gandum saat ini melebihi 10 juta ton per tahun. Padahal, tanaman gandum dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di Indonesia, khususnya di daerah-daerah dataran tinggi bersuhu sejuk. Karena sebagia penyebab itu karena kebijakan pemerintah dengan memilih impor gandum maka untuk memvisualisasikan dan implementasi masyarakat mandiri dan terampil jadi lebih sulit. Upaya peningkatan produksi dan kualitas gandum Indonesia telah dicapai melalui berbagai cara di antaranya melalui program pemuliaan tanaman. BATAN telah melakukan pemuliaan tanaman gandum dengan teknik mutasi radiasi. Tujuan pemuliaan tanaman adalah memperbaiki varietas/genotip gandum yang ada sehingga genetik tanaman akan menjadi lebih unggul, misalnya selain memiliki produksi biji dan kualitas yang tinggi dan gandum dapat menjadi lebih adaptif pada daerah dataran rendah bersuhu tinggi.
Sistem Agribisnis & Agroindustri, E50, MB – IPB, 2014
1
1
Analisis Kebijakan Impor Tepung Gandum Indonesia Dalam hukum ekonomi jika negara melakukan impor itu karena belum dapat memproduksi kebutuhannya sendiri atau terjadi inefisiensi dalam hal ini adalah gandum. Tetapi banyak anggapan bahwa ekspor lebih penting dari impor namun pada faktanya bahwa impor berperan penting juga untuk kelangsungan kegiatan produksi. Negara tidak bisa memenuhi kebutuhannya jika bahan baku tersebut ketersediaannya sedikit dalam kasus ini adalah komoditas gandum. Tanaman gandum (Triticum aestivum L.) sebetulnya dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di Indonesia, terutama di daerah dataran tinggi bersuhu sejuk. Pada zaman Belanda gandum ditanam di beberapa daerah dingin di Jabar, Jateng,Jatim, dan Sumut. Setelah merdeka, litbang gandum mulai dilakukan pada tahun 1969 dan penanamannya terbatas hanya pada daerah dataran tinggi. Sejak itu, diperkenalkan plasma nutfah gandum dari luar negeri di antaranya dari India, Thailand dan China (Jusuf, 2002). Kebijakan pemerintah Orde Baru, yang terlalu fokus pada produksi dan swasembada beras (padi), menyebabkan litbang tanaman pangan lain termasuk gandum menjadi
terbatas. Penanaman dan produksi gandum nasional masih sangat rendah
bahkan petani masih mengalami kesulitan budidaya terutama menyangkut ketersediaan benih gandum. Konsumen tepung gandum tersebut dari berbagai macam instrumen, mulai dari organisasi atau perusahaan sampai industri rumah tangga, sehingga tepung gandum tersebut sebenarnya menjadi pasar yang menarik untuk dikembangkan didalam negeri, ekspor maupun impor. Namun diantara itu jika nasional mempunyai produsen domestik sendiri yang berpotensi maka seharusnya anggaran pemerintah bisa lebih hemat.
I.2 Perumusan Masalah Beberapa permasalahan yang Akan di bahas dalam makalah ini, diantaranya: 1.
Bagaimana upaya pemerintah dalam memenuhi kebutuhan Gandum nasional dengan tidak terlalu mengalami ketergantungan terhadap impor dan ketentuan harga dari luar negeri?
2.
Bagaimana upaya pemerintah agar masyarakat terus mengembangkan produksi Gandum nasional yang sesuai dengan karakteristik geografis negara Indonesia?
Sistem Agribisnis & Agroindustri, E50, MB – IPB, 2014
2
Analisis Kebijakan Impor Tepung Gandum Indonesia
I.3 Tujuan Penyusunan Makalah Berdasarkan permasalahan yang hendak dijawab, maka penyusunan makalah ini secara spesifik bertujuan untuk: 1. Melakukan evaluasi pengaruh kebijakan impor terhadap kinerja industri olahan gandum di Indonesia.
I.4 Manfaat Penyusunan Makalah Adapun manfaat dari penyusunan makalah ini adalah: 1. Pihak-pihak yang berkepentingan dalam proses pengambilan keputusan maupun kebijakan impor tepung gandum dari luar negeri. 2. Bagi Tim Penyusun sendiri, dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai seberapa besar tepat pemerintah dalam menentukan kebijakan impor komoditi gandum hingga saat ini. 3. Bagi pembaca, makalah ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan dalam melakukan studi lanjutan, pembuatan karya ilmiah dan juga diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi pihak-pihak yang memerlukan informasi tentang pengaruh kebijakan impor terhadap industri olahan tepung gandum.
1.5 Ruang Lingkup Ruang lingkup dalam makalah ini terbatas pada menganalisis pengaruh kebijakan pemerintah dalam pembatasan kuota impor tepung gandum nasional dengan acuan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23/M-DAG/PER/4/2014 tentang Ketentuan Pengenaan Kuota Dalam Rangka Tindakan Pengamanan Perdagangan Terhadap Impor Tepung Gandum.
Sistem Agribisnis & Agroindustri, E50, MB – IPB, 2014
3
Analisis Kebijakan Impor Tepung Gandum Indonesia
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Gambaran Umum Komoditi Gandum (Triticum aestivum L.) berasal dari daerah subtropik dan salah satu serealia dari family Gramineae (Poaceae). Komoditas ini merupakan bahan makanan penting di dunia sebagai sumber kalori dan protein. Gandum merupakan bahan baku tepung terigu yang banyak digunakan untuk pembuatan berbagai produk makanan seperti roti, mie, kue biskuit, dan makanan ringan lainnya (Wiyono, 1980). Gandum biasanya digunakan untuk memproduksi tepung terigu, pakan ternak, ataupun difermentasi untuk menghasilkan alkohol. Pada umumnya, biji gandum (kernel) berbentuk opal dengan panjang 6–8 mm dan diameter 2–3 mm. Seperti jenis serealia lainnya, gandum memiliki tekstur yang keras. Biji gandum terdiri dari tiga bagian yaitu bagian kulit (bran), bagian endosperma, dan bagian lembaga (germ).
II.1.1 Ciri-Ciri Fisiologi Kelapa Sawit Gandum dapat digolongkan berdasarkan 3 hal, yaitu berdasarkan pada tekstur kernel, warna bran dan musim tanam (Samuel,1972). Berdasarkan tekstur kernel gandum dibedakan menjadi : 1. Gandum Keras (Hard Wheat) Gandum keras berwarna merah kecoklatan, memiliki biji yang keras dengan tingkat kekerasan 20-25 psi, kadar protein tinggi (minimal 14%), dan mempunyai daya serap air yang tinggi. Gandum yang termasuk dalam golongan gandum keras adalah Australian Prime Hard, Australian Hard, Canada Western Extra Strong, Polish Wheat, Kazach 13, Kazach 14, dan Kazach 15. 2. Gandum Lunak (Soft Wheat) Gandum lunak berwarna putih kekuningan, memiliki biji yang lunak dengan tingkat kekerasan 9-13 psi, kadar protein lebih rendah dari gandum keras yaitu antara 10% - 12%, dan mempunyai daya serap air yang rendah. Gandum lunak dapat digunakan untuk campuran grist agar didapat
Sistem Agribisnis & Agroindustri, E50, MB – IPB, 2014
4
Analisis Kebijakan Impor Tepung Gandum Indonesia tepung terigu jenis medium wheat. Gandum yang termasuk dalam golongan gandum lunak antara lain adalah Australian Extra Soft, Ukraine Wheat, dan Chinese Wheat. 3. Gandum Durum (Durum Wheat) Gandum durum berwarna merah kecoklatan dengan endosperm berwarna kuning, memiliki biji yang keras dengan tingkat kekerasan 25 psi sehingga dapat digolongkan sebagai gandum sangat keras (very hard), kadar protein tinggi (minimal 14%), dan mempunyai daya serap air yang tinggi. Gandum durum digunakan sebagai bahan baku pembuatan pasta, couscous, dan roti Mediterania. Gandum yang termasuk dalam golongan gandum durum adalah Australian Durum, dan Canada Western Amber Durum.
Perbedaan tingkat kekerasan kernel gandum ditentukan oleh tekstur dari endosperm, kandungan protein dan pati di dalamnya. Semakin keras kernel gandum semakin tinggi pula kandungan proteinnya. Hal ini karena semakin banyaknya protein yang menyelimuti pati dalam kernel gandum. Berdasarkan warna bran gandum dibedakan menjadi dua macam yaitu Red dan White. Sedangkan berdasarkan musim tanam dibedakan menjadi dua yaitu winter dan spring (Samuel,1972). 1. Red Winter Wheat Red winter wheat mempunyai bran berwarna merah dan ditanam pada musim dingin. Gandum yang termasuk dalam golongan ini dapat berasal dari gandum keras maupun gandum lunak. Gandum tersebut antara lain adalah Hard Red Winter, Soft Red Winter, danCanada Western Red Winter. 2. White Winter Wheat White winter wheat mempunyai bran berwarna putih dan ditanam pada musim dingin. Gandum yang termasuk dalam golongan ini dapat berasal dari gandum keras maupun gandum lunak. Gandum tersebut antara lain adalah Australian Premium White, Australian Standard White, Hard White Winter, dan Soft White Winter. 3. Red Spring Wheat Red spring wheat mempunyai bran berwarna merah dan ditanam pada musim semi. Gandum yang termasuk dalam golongan ini dapat berasal dari gandum keras maupun gandum lunak. Gandum tersebut antara lain adalah Hard Red Spring, Soft Red Spring, Dark North Spring, dan Canada Western Red Spring. 4. White Spring Wheat
Sistem Agribisnis & Agroindustri, E50, MB – IPB, 2014
5
Analisis Kebijakan Impor Tepung Gandum Indonesia White spring wheat mempunyai bran berwarna putih dan ditanam pada musim semi. Gandum yang termasuk dalam golongan ini dapat berasal dari gandum keras maupun gandum lunak. Gandum tersebut antara lain adalah Hard White Spring, Soft White Spring, Dark North Spring, dan Canada Western Soft White Spring.
Biji gandum terdiri dari endosperm, bran dan germ. Bagian-bagian ini adalah bagian utama biji gandum dimana besarnya komposisi tiap bagian endosperm 83%, bran 14.5% dan germ 2.5%. Endosperm merupakan bagian dalam biji gandum berupa butiran (granula) pati (starch) yang tersusun oleh butir-butir glukosa. Di sekitar pati (starch) dikelilingi protein yang sifatnya tidak larut air (insoluble). Protein tersebut adalah glutenin dan gliadin. Glutenin adalah protein yang mempengaruhi kekuatan meregang dari adonan. Sedangkan gliadin adalah protein yang mempengaruhi kemampuan meregang (elastisitas) dari adonan. Glutenin dan gliadin adalah komponen pembentuk gluten ketika didalam tepung gandum ditambahkan air dan dilakukan pengadukan (Shellen, 1971). Menurut Kent NL (1975) Bran merupakan kulit luar gandum dan terdapat sebanyak 14,5% dari total keseluruhan gandum. Bran terdiri dari 5 lapisan yaitu epidermis (3,9%), epikarp (0,9%), endokarp (0,9%), testa (0,6%), dan aleuron (9%). Bran memiliki granulasi lebih besar dibanding pollard, serta memiliki kandungan protein dan kadar serattinggi sehingga baik dikonsumsi ternak besar. Epidermis merupakan bagian terluar biji gandum, mengandung banyak debu yang apabila terkena air akan menjadi liat dan tidak mudah pecah. Fenomena inilah yang dimanfaatkan pada penggilingan gandum menjadi tepung terigu agar lapisan epidermis yang terdapat pada biji gandum tidak hancur dan mengotori tepung terigu yang dihasilkan. Kebanyakan protein yang terkandung dalam bran adalah protein larut (albumin dan globulin). Menurut Jones (1967) Endosperma merupakan bagian yang terbesar dari biji gandum (80-83%) yang banyak mengandung protein, pati, dan air. Pada proses penggilingan, bagian inilah yang akan diambil sebanyak- banyaknya untuk diubah menjadi tepung terigu dengan tingkat kehalusan tertentu. Pada bagian ini juga terdapat zat abu yang kandungannya akan semakin kecil jika mendekati inti dan akan semakin besar jika mendekati kulit. Lembaga (germ) terdapat pada biji gandum sebesar 2,5-3%. Lembaga merupakan cadangan makanan yang mengandung banyak lemak dan terdapat bagian yang selnya masih hidup bahkan setelah pemanenan. Di sekeliling bagian yang masih hidup terdapat sedikit molekul glukosa, mineral, protein, dan enzim. Pada kondisi yang baik, akan terjadi perkecambahan yaitu biji gandum akan tumbuh menjadi tanaman gandum yang baru. Perkecambahan merupakan salah
Sistem Agribisnis & Agroindustri, E50, MB – IPB, 2014
6
Analisis Kebijakan Impor Tepung Gandum Indonesia satu hal yang harus dihindari pada tahap penyimpanan biji gandum. Perkecambahan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya kondisi kelembapan yang tinggi, suhu yang relatif hangat dan kandungan oksigen yang melimpah.
Gambar 1. Karakteristik biji gandum Tepung terigu merupakan tepung/bubuk halus yang berasal dari biji gandum, dan digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue, mi dan roti. Kata terigu dalam Bahasa Indonesia diserap dari bahasa Portugis trigo yang berartigandum. Tepung terigu mengandung banyak zat pati, yaitu karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air. Tepung terigu juga mengandung protein dalam bentuk gluten, yang berperan dalam menentukan kekenyalan makanan yang terbuat dari bahan terigu (Anonim, 2007).
II.1.2 Hasil Gandum dan Manfaatnya Gandum Sebagai tanaman serealia penting di dunia, memiliki peran strategis dalammendukung ketahanan pangan dan pemenuhan kebutuhan pangan manusia. Menurut Wittenberg (2004) bahwa gandum sebagai sumber pangan, dikonsumsi sekitar dua milyar penduduk di dunia (sekitar 36% dari total penduduk dunia). Ditinjau dari kandungan nutrisi, gandum merupakan tanaman serealia yang memiliki komposisi nutrisi lebih tinggi dibanding tanaman serealia lain. Komposisi protein Gandum (13%), jagung dan Oats (10%), Padi (8%), Barley dan Rye (12%), sedang karbohidrat gan- dum (69%), padi (65%), Jagung (72%) Barley (63%) dan Rye (71%). Namun yang paling penting adalah gandum memiliki kandungan glutein yang tinggi yang mencapai 80%. Kandungan glutein yang tinggi merupakan
Sistem Agribisnis & Agroindustri, E50, MB – IPB, 2014
7
Analisis Kebijakan Impor Tepung Gandum Indonesia karakter kandungan fitokimia yang khas untuk gandum dibanding serealia lain. Glutein adalah protein yang bersifat kohesif dan liat yang berperan sebagai zat penentu elastisitas adonan berbasis tepung (Sleper dan Poehlman 2006). Tepung terigu sebagai produk olahan dari biji gandum sebagai bahan baku makanan yang tidak asing lagi di Indonesia, konsumsi terbesar adalah untuk 40% untuk konsumsi rumah tangga baik dalam bentuk mie basah atau mie kering, 25% untuk industri roti, 20% industri mie instant, 15% untuk industri cake dan biskuit, sisanya 5% untuk gorengan. Jenis-jenis makanan tersebut sangat disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak sampai kalangan orang dewasa/orang tua, baik dari kalangan bawah sampai tingkat atas. Beragamnya produk olahan berbasis terigu menyebabkan produksi terigu dan permintaan gandum meningkat sebanding dengan tingkat konsumsi masyarakat terkait dengan tingkat pendapatan dan laju pertambahan penduduk yang selalu meningkat (Adnyana, 2006). Berdasarkan data Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO), konsumsi terigu Indonesia meningkat sangat signifikan dari 9,9 kg per kapita pada 2002, menjadi 17,11 kg per kapita pada 2007 atau sekitar 12% dari konsumsi pangan Indonesia dan pada tahun 2009 mencapai 17,7 kg per kapita. Karena itu, impor gandum juga terus mengalami peningkatan di mana pada tahun 2003 hanya sekitar 3,736 juta ton, pada tahun 2005 mencapai 4,5 juta ton, kemudian mengalami peningkatan mencapai 4.770.000 ton (US$697.524.000) pada tahun 2007 dan pada tahun 2010 mencapai level 5 juta ton. Data BPS menunjukkan bahwa impor biji gandum tahun 2011 telah mencapai 5,4 juta ton dengan sumber utama dari Australia sebanyak 3,7 juta ton, Canada 982.200 ton dan Amerika Serikat 747.900 ton. Sedangkan impor tepung terigu tahun 2011, mencapai 680.100 ton dengan nilai 281,7 juta dolar AS (BPS 2012). Pengekspor tepung terigu impor utamanya berasal dari Turki sebanyak 387.400 ton dan Sri Lanka 207.800 ton serta sisanya dari Ukraina, Belgia, dan Australia. Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) pada tahun 2012 naik 6 persen dibanding 2011 yang mencapai 4,7 juta ton (Aptindo 2012).
II.1.3 Pembudidayaan Gandum Waktu tanam yang tepat untuk gandum adalah pada awal musim kemarau atau akhir musim hujan, yang pada sebagian besar wilayah di Pulau Jawa, Sumatera dan Sulawesi jatuh pada bulan
Sistem Agribisnis & Agroindustri, E50, MB – IPB, 2014
8
Analisis Kebijakan Impor Tepung Gandum Indonesia April-Mei. Pada waktu tersebut curah hujan tidak terlalu tinggi sehingga tanaman dapat tumbuh optimal. Berikut beberapa proses/tahapan pembudidayaan gandum: 1.
Pembenihan Benih gandum yang baik memiliki ciri sebagai berikut: a) Berasal dari malai yang matang pada batang Utama. b) Mempunyai bentuk dan warna yang seragam. c) Bebas dari hama dan penyakit. d) Mempunyai bobot yang tinggi dan seragam. e) Benih gandum mempunyai masa dormansi yang tidak terlalu lama antara 0 - 4 bulan. f) Sebelum ditebar seyogyanya benih direndam beberapa menit dalam air. g) Kotoran atau biji yang telah rusak, karena beratnya lebih ringan akan terapung. Benih yang telah bersih itu kemudian diuji daya tumbuhnya.
Sebelum benih ditanam, sebaiknya diberi perlakuan benih terlebih dahulu, untuk mencegah kerusakan dan serangan hama-penyakit, baik yang berasal dari dalam tanah atau dari benih itu sendiri.Fungisida yang dapat digunakan antara lain Ceresan. Banyaknya benih per lubang tergantung dari daya tumbuh benih. Benih yang berdaya tumbuh 95 % cukup dua butir per lubang. Untuk jarak tanam 20 x 10 cm diperlukan 30 kg benih/ha. Benih yang berdaya tumbuh kurang dari 95 persen sebaiknya lebih dari dua butir per lubang atau 35 kg benih/ha.Kelembaban tanah selama perkecambahan dipertahankan pada RH tanah mendekati kapasitas lapang.
2.
Pengolahan Tanah Pengolahan tanah untuk tanaman gandum hampir sama dengan pada padi gogo atau palawija
lainnya. Apabila memungkinkan, tanah diolah sempurna sampai gembur. Namun apabila terdapat pertanaman sebelumnya
, maka pengolahan tanah minimum juga dapat diterapkan. Sebaiknya
lahan dibuat dalam bentuk bedengan dengan lebar 2m
dan panjang menyesuaikan kondisi lahan.
Jarak antar bedengan yang dianjurkan adalah 50 cm.
3.
Penanaman
Sistem Agribisnis & Agroindustri, E50, MB – IPB, 2014
9
Analisis Kebijakan Impor Tepung Gandum Indonesia Setelah bedengan selesai dibuat maka tahapan selanjutnya
adalah membuat alur/larikan pada
bedengan. Kedalaman alur/larikan sekitar 5 cm dengan jarak antar larikan 25 cm. Selanjutnya benih disebar merata dalam larikan dan ditutup dengan tanah. Untuk mencegah hama maka sebelum ditutup dengan tanah, disekitar benih ditaburi Furadan secukupnya.
4.
Pemupukan Agar dapat berproduksi maksimal, gandum perlu di beri pupuk secara teratur. Kebutuhan pupuk
gandum adalah urea 200 kg/ha, SP36 200 kg/ha serta KCl 100 kg/ha. Pemupukan dilakukan 2 kali yaitu pada saat tanaman berumur ±10 hari setelah tanam (hst) sebanyak 100 kg urea,100 kg SP36 dan 50 kg KCl. Pemupukan kedua dilakukan pada saat tanaman berumur ±30 hst dengan dosis yang sama yaitu 100 kg urea, 100 kg SP36 dan 50 kg Kcl. Pada saat gandum sudah mulai berisi maka dianjurkan juga memberikan pupuk daun.
5.
Penyiangan dan Pengairan Penyiangan dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada umur 15 dan 28-30 dan seterusnya.
Penyiangandilakukan secara manual (hand weeding). Adapun
pemberian
air/irigasi
dilakukan
dengan menyesuaikan kondisi hujan. Gandum tergolong tanaman yang tidak memerlukan banyak air. Kisaran kebutuhan air per musim adalah 254-400 mm. Pemberian air dilakukan apabila tidak ada hujan, yaitu dengan cara menggenangi saluran disekeliling bedengan sehingga tanah di atas bedengan cukup lembab. Pemberian air dilakukan setiap 2-3 minggu. Pada umur tanaman 45-65 hari, kondisi tanah harus dijaga cukup lembab/basah karena proses pengisian biji berlangsung pada fase tersebut.
II.1.4 Luas Areal lahan Gandum Kementerian Pertanian Republik Indonesia (Kementan RI) sudah mempunyai program pengembangan gandum di dalam negeri. Program itu terdiri dari jangka pendek (2008-2010), jangka menengah (2011-2015) dan jangka panjang (2025). Dalam jangka pendek telah dilakukan peningkatan produksi dan produktivitas serta penguatan kelembagaan dan penerapan teknologi, sedang dalam jangka menengah, gandum diharapkan dapat berperan dalam diversifikasi dan ketahanan pangan.
Sistem Agribisnis & Agroindustri, E50, MB – IPB, 2014
10
Analisis Kebijakan Impor Tepung Gandum Indonesia Sementara dalam jangka panjang sudah berdiri Desa Industri di Desa Mandiri Pangan dan tumbuhnya industri tepung dipedesaan. Menurut Hasil Sembiring, Direktur Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementan, potensi lahan gandum di Indonesia sekitar 49 juta hektar. Potensi ini terdiri dari lahan kering semusim 46 juta hektar dan lahan kering dataran tinggi iklim kering sekitar 3 juta hektar. Angka tersebut berdasarkan data dari Balai Besar Sumber Lahan Pertanian 2008. Luas lahan tersebar di Sumatera, Jawa dan Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Menurut Sembiring, pada 2013, realisasi luas tanam yang tercatat dari laporan monitoring ke daerah hanya sebesar 67 hektar dengan luas panen 44 hektar. Angka ini menunjukkan penurunan dibanding tahun sebelumnya dengan luas tanam 86 hektar dengan luas panen 63 hektar. Menurut Sembiring, jika semua petani gandum melaporkan hasil panennya, data luas panen tersebut pasti akan lebih besar. Meski potensinya sudah tinggi, dia tetap berharap lahan untuk gandum ini terus bertambah. Pasalnya, gandum yang cocok untuk lahan di atas ketinggian 900 mdpl sangat terbatas. Sembiring mengungkapkan Kementan saat ini tengah melaksanakan konsorsium mengenai pengembangan gandum. Dia mengatakan konsorsium ini dikoordinasi oleh Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Kementan bersama dengan Badan Tenaga Atom Nasional (Batan), perguruan tinggi, dan pihak swasta yang bergerak di bidang gandum. Konsorsium dilaksanakan untuk mencari varietas gandum yang bisa ditanam di ketinggian 300 hingga 400 mdpl. Menurut Sembiring, gandum memang cocok ditanam di ketinggian dengan suhu ideal di bawah nol derajat. Di Indonesia sendiri, penanaman gandum baru bisa dilakukan di atas ketinggian 900 mdpl. Namun, dia mengatakan bahwa di ketinggian tersebut lahan yang tersedia sempit. Untuk meningkatkan prodiktivitasnya, gandum perlu dikembangkan untuk dapat ditanam di ketinggian yang lebih rendah di mana lahannya tersedia lebih luas.
II.2 Industri Tepung Terigu Indonesia Industri tepung Terigu mulai dibangun dibawah regulasi yang ketat melalui SK Menteri P erdagangan No.21 tahun 1971. Surat keputusan Menteri Perdagangan ini ditetapkan pada tanggal 9 Juli 1971 dan memutuskan Bulog sebagai satu-satunya distributor dan importir gandum dan tepung Terigu. Untuk melakukan fungsi tersebut, Bulog diberi kewenangan untuk: 1. Menentukan pelaku usaha pada industri penggilingan tepung terigu.
Sistem Agribisnis & Agroindustri, E50, MB – IPB, 2014
11
Analisis Kebijakan Impor Tepung Gandum Indonesia 2. Menentukan besarnya kapasitas terpasang pabrik dan tingkat produksinya. 3. Menetapkan harga penyerahan gandum kepada perusahaan penggiling tepung terigu. 4. Menentukan harga tepung terigu berdasarkan komponen biaya yang ditentukan Bulog dan diberlakukan sama di seluruh wilayah pemasaran. 5. Mengendalikan harga jual di tingkat konsumen. 6. Mengatur volume penjualan. 7. Mengatur daerah pemasaran dan menentukan alokasi setiap pengecer. 8. Mengatur distribusi dan pemasaran dengan membagi wilayah pemasaran berdasarkan lokasi pabrik. 9. Mengatur distributor tepung terigu. 10. Melakukan operasi pasar.
Gambar 2. Struktur industri pengguna tepung terigu Nasional Sumber: Aptindo, (2013)
Sistem Agribisnis & Agroindustri, E50, MB – IPB, 2014
12
Analisis Kebijakan Impor Tepung Gandum Indonesia
II.2.1 Pohon Industri Distribusi Tepung Terigu Berikut merupakan pohon industri distribusi tepung terigu nasional:
Gambar 3. Pohon Industri Distribusi Tepung Terigu Sumber: Aptindo, (2014)
II.2.2 Standar Mutu Tepung Terigu Tepung terigu sebagai bahan makanan adalah tepung yang dibuat dari endosperma biji gandum Triticum aestivum L.(Club wheat) dan/atau Triticum compactum Host atau campuran keduanya dengan penambahan Fe, Zn, Vitamin B1, Vitamin B2 dan asam folat sebagai fortifikan. Standar ini menetapkan syarat mutu, pengambilan contoh dan cara uji untuk tepung terigu sebagai bahan makanan. Standar ini tidak berlaku untuk: 1. tepung terigu yang dibuat dari gandum jenis durum (Triticum durum Desf). 2. Produk gandum keseluruhan (whole meal) dan semolina (Farina). 3. Tepung terigu yang ditunjukan untuk penggunaan bir (Brewing adjuct) atau untuk pembuatan pati dan/atau gluten. 4. Tepung untuk keperluan non makanan. 5. Tepung terigu yang telah mengalami perlakuan khusus, selain perlakuan pengeringan, pemucatan.
Sistem Agribisnis & Agroindustri, E50, MB – IPB, 2014
13
Analisis Kebijakan Impor Tepung Gandum Indonesia
II.2.3 Produksi Tepung Terigu Indonesia Asosiasi Pengusaha Terigu Indonesia (Aptindo) mencatat ada tambahan 5 pabrik terigu baru yang mulai berproduksi mulai tahun 2014 ini. Pabrik baru tersebut akan menambah kapasitas produksi sekaligus meningkatkan impor gandum sebagai bahan baku terigu. Ketua Umum Aptindo Franciscus Welirang mengatakan saat ini produksi terigu di dalam negeri mencapai 5,4 juta ton per tahun atau setara 7 juta ton gandum per tahun. Dengan ditambahnya investasi lima perusahaan itu, maka impor gandum akan bertambah menjadi 9,7 juta ton gandum per tahun atau meningkat 38%. Gandum merupakan bahan pangan yang 100% diimpor oleh Indonesia. Ketua Umum Aptindo Franciscus Welirang juga mengatakan, pertumbuhan industri tepung terigu tahun ini diperkirakan mencapai 6%, dan menjadikan Indonesia sebagai salah satu pemain industri tepung terigu di Asia. (sumber : http://finance.detik.com tgl. 14/04/2014) Konsumsi tepung terigu 2014 secara nasional equivalen dengan 7 juta ton gandum. Dari data tersebut, tampak jelas Indonesia masih surplus tepung terigu. Indonesia sangat siap tanpa terigu impor. Dari data Aptindo hingga Kuartal pertama tahun 2012, kapasitas produksi terpasang tepung terigu nasional sudah mencapai 7,61 juta ton per tahun atau 25.375 ton per hari. Sementara, konsumsi tepung terigu nasional pada tahun 2011 adalah sebesar 4,75 juta ton. Jumlah itu terdiri dari produksi domestik sebesar 4,07 juta ton dan 679 ribu ton dari impor. Kelebihan produksi itu diekspor ke luar negeri seperti ekspor Timor Leste, Korea Selatan, Filipina, Singapura, dan Jepang. Meskipun produksi berlebih, tapi faktanya Indonesia masih mengimpor tepung terigu. Untuk apa impor itu? Sebenarnya, selama ini penggunaan terigu impor hanya 10% dari konsumsi terigu nasional. Jadi bisa dikatakan sedikit sekali. Saat ini pertumbuhan permintaan tepung terigu dari pasar domestik mencapai 6 - 7 % per tahun. Potensi value added tumbuh karena downstream industri terigu dan pertumbuhan investasi yang kondusif. Pertumbuhan konsumsi tepung terigu karena industri makanan seperti mie instan, biskuit, roti dan produk lain yang berbasis tepung terigu juga menunjukan tren positif. Bahkan industri makanan sudah melakukan ekspor. Pertumbuhan industri makanan dengan angka yang konservatif mencapai sebesar 26%.
Sistem Agribisnis & Agroindustri, E50, MB – IPB, 2014
14
Analisis Kebijakan Impor Tepung Gandum Indonesia
Gambar 4. Peningkatan Produksi Tepung Terigu di Indonesia Tahun 2009-2012
Sistem Agribisnis & Agroindustri, E50, MB – IPB, 2014
15
Analisis Kebijakan Impor Tepung Gandum Indonesia
BAB III METODOLOGI III.1 Pasar Permintaan dan Penawaran Berkaitan dengan produk turunandari tepung tepung gandum, maka Indonesi berada dalam suatu dilema, permasalahan yang dihadapi pemerintah adalah: 1. Produk-produk turunan tepung gandum sangat berperan dalam perkembangan ekonomi di Indonesia, berperan dalam pemenuhan makanan pokok rakyat, meningkatkan lapangan kerja bahkan memberikan keuntungan ekspor negara dalam jumlah yang signifikan. Produkproduk mie instan Indonesia misalnya, telah menembus pasar dunia dan bersaing ketat denga mie instan dari Jepang, China dan Korea. 2. Sifat alami gandum sebagai tanaman sub tropis sangat sulit untuk dikembangkan di Indonesia yang notabene beriklim tropis. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri hampir seluruhnya dipenuhi oleh produk impor. Saat ini Indonesia termasuk dalam tiga besar negara pengimpor tepung gandum terbesar dunia, bahkan grafiknya terus meningkat. Dominasi nilai impor yang tidak diimbangi produksi lokal akan menimbulkan ketergantungan dan nantinya akan mengurangi ketahanan pangan Negara.
Dalam menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan produksi dan konsumsi tepung gandum dan produk-produk turunannya di Indonesia maka pemerintah telah menerapkan beberapa kebijakan, baik di tingkat nasional maupun tingkat daerah. Kebijakan-kebijakan tersebut diharapkan memberikan pemecahan masalah di sisi hulu maupun hilir. Beberapa kebijakan tersebut adalah: 1. Melakukan pengembangan pertanian tepung gandum di Indonesia. Sebagai tanaman yang secara alamiah tumbuh di Negara sub- tropis, tanaman gandum tidak memiliki potensi yang cukup besar di Indonesia. Tepung gandum bisa tumbuh di dataran tinggi. Potensi pengembagan tepung gandum di Indonesia sangat besar. Dalam hal ini peningkatan teknologi pertanian diharapkan dapat memberikan solusi dalam peningkatan pertanian tepung gandum. Peran serta Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian sangat dibutuhkan, begitu juga dukungan dari Pemerintah dan pihak swasta, terutama produsen dari produk-produk turunan tepung gandum.
Sistem Agribisnis & Agroindustri, E50, MB – IPB, 2014
16
Analisis Kebijakan Impor Tepung Gandum Indonesia 2. Menerapkan kebijakan ekonomi, terutama kebijakan fiskal dalam membatasi import tepung gandum dan melindungi produk tepung gandum lokal. a. Tariff barrier Hal ini bisa berupa peningkatan bea masuk spesifik untuk produk tepung gandum. b. Non tariff barriers Dengan semakin ketatnya peraturan dari World Trade Organization (WTO) tentang penerapan tariff barrier makan non-tariff barrier menjadi alternatif yang digunakan negara-negara dunia untuk melindungi produk-produk lokalnya. Hal ini bisa berupa kebijakan-kebijakan berikut antara lain :
Penerapan lisensi (ijin) khusus impor
Kuota atau pembagian kuota (quota shares)
Embargo
Peningkatan standard barang atau spesifikasi barang impor
3. Meningkatkan barang substitusi tepung gandum yang berasal dari produk lokal. Produk-produk turunan tepung gandum berupa roti, kue dan mie sangat terbuka untuk dikembangkan secara kreatif. Selera masyarakat Indonesia sangat terbuka untuk hal-hal yang sifatnya baru dan berbeda. Di beberapa daerah telah berhasil dikembangkan produkproduk seperti kue bolu singkong, mie jagung atau roti yang berbahan dasar kentang. Kreatifitas masyarakat semakin berkembang dan didukung oleh sarana informatika yang semakin maju seperti televisi dan internet. Hal ini membuka lebar terbukanya cabangcabang bisnis kuliner baru yang memanfaatkan produk-produk asli daerah. Kebijakan pertama dan ketiga merupakan kebijakan di sektor produksi hulu dan sifatnya jangka panjang sedangkan kebijakan kedua adalah kebijakan fiskal yang mempunyai pengaruh langsung dan secara jangka pendek bisa dirasakan oleh industri hilir.
III.2 Konsep Teori Ekonomi Berdasarkan teori ekonomi, Pasar adalah tempat bertemunya permintaan dan penawaran. Berikut adalah penjelasan mengenai penawaran dan permintaan tepung gandum dan hal-hal yang mempengaruhi keduanya. 1. Permintaan
Sistem Agribisnis & Agroindustri, E50, MB – IPB, 2014
17
Analisis Kebijakan Impor Tepung Gandum Indonesia Permintaan pasar adalah penjumlahan seluruh permintaan individual untuk suatu barang atau jasa tertentu. Dalam hal ini, permintaan produk tepung gandum adalah penjumlahan dari permintaan perusahaan-perusahaan kecil maupun besar yang menyerap produk tepung gandum sebagai salah satu bahan bakunya. Secara teori, nilai dan kecenderungan permintaan dipengaruhi oleh beberapa determinan. a. Harga Pasar Harga pasar tepung gandum dunia dinilai dalam satuan per bushel tepung gandum atau setara 27,2 kilogram. Produk tepung gandum di Indonesin didominasi produk impor dari Negara-negara penghasil gandum, dalam hal ini tentu saja Indonesia tidak memiliki nilai tawar yang cukup baik karena kita bukan Negara produsen. Perubahan harga pasar akan mempengaruhi volume permintaan di sepanjang kurva permintaan. Semakin tinggi harga produk maka semakin kecil permintaan terhadap produk tersebut. b. Pendapatan konsumen Pendapatan konsumen mempengaruhi jumlah konsumsi produk-produk turunan tepung gandum. Naiknya pendapatan konsumen akibat naiknya angka kemakmuran secara umum akan menaikkan daya beli konsumen. Hal ini secara psikologis akan meningkatkan keinginan dan kemampuan masyarakan untuk melakukan belanja produk secara umum. Pendapatan konsumen akan menggeser kurva permintaan. c. Harga barang lain Berdasarkan sifatnya barang lain bisa dibedakan :
Barang Substitusi (pengganti) Barang ini sifatnya berhubungan secara positif artinya bila harga tepung gandum naik makan permintaan atas barang substitusi akan naik juga. Contoh barang pengganti tepung gandum adalah beras, singkong dan jagung.
Barang Komplementer (pelengkap) Hubungan barang ini adalah negative dengan tepung gandum, artinya bila harga tepung gandum naik maka permintaan barang komplementer akan turun. Contoh barang pelengkap adalah selai, margarine atau coklat sebagai pelengkap roti.
Sistem Agribisnis & Agroindustri, E50, MB – IPB, 2014
18
Analisis Kebijakan Impor Tepung Gandum Indonesia d. Selera Faktor selera sifatnya menggeser kurva permintaan. Selera akan produk tepung gandum di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
Secara historis budaya Negara kita dipengaruhi oleh budaya asing misalnya India, Tiongkok
dan
budaya
colonial
eropa
,
budaya-budaya
tersebut
telah
memperkenalkan kita akan produk-produk turunan tepung gandum seperti mie dan roti.
Adanya iklan dan reklame media massa dan keterbukaan mengajak masyaraat kita untuk mencoba produk-produk yang baru dan berasal dari luar Indonesia, misalnya pizza dan pasta dari Italia atau Burger dari Amerika.
Penemuan-penemuan dan ide kreatif yang menghasilkan produk makanan baru yang digemari oleh masyarakat.
e. Ekspektasi pasar Hal ini terutama pengaruh dari rumor-rumor yang beredar baik secara global misalnya isu kenaikan harga karena kekeringan, atau yang sifatnya nasional misalnya isue pergantian kabinet atau pejabat yang ditengarai akan mengubah kebijakan pasar. 2. Penawaran Jumlah yang ditawarkan adalah jumlah barang yang ingin dan mampu dijual oleh penjual. Kurva penawaran dipengaruhi oleh beberapa determinan. a. Harga Pasar Naiknya harga pasar produk tepung tepung turunan dari gandum akan menaikkan jumlah penawaran terhadap prduk tersebut, begitu juga sebaliknya. Kurva penawaran memiliki kemiringan yang positif. Naik dan turunnya harga yang disebabkan oleh penawaran akan menyebabkan pergeseran penawaran di sepanjang kurva. b. Harga Input Dalam industri tepung terigu input produksi meliputi beberapa hal antara lain:
Bahan baku
Bahan penunjang
Tenaga kerja
Fasilitas produksi
Sistem Agribisnis & Agroindustri, E50, MB – IPB, 2014
19
Analisis Kebijakan Impor Tepung Gandum Indonesia Naik turunnya biaya barang-barang tersebut akan mempengaruhi penawaran produk. Hal ini misalnya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), tarif dasar listrik (TDL) atau kenaikan upah minimum regional (UMR) buruh. Perubahan harga input sifatnya menggeser kurva penawaran. c. Teknologi Penemuan-penemuan baru yang menerapkan teknologi terkini cenderung meningkatkan efisiensi dan efektifitas pekerjaan, hal ini akan mengurangi biaya langsung maupun tidak langsung. Dengan adanya teknologi maka biaya bisa ditekan sehingga aka mengurangi harga. d. Ekspektasi Ekspektasi adalah penilaian penjual atau produsen terhadap perubahan yang terjadi di pasar, penilaian tersebut akan menghasilkan kesimpulan dari sisi produsen terhadap volume dan harga produk yang akan mereka tawarkan kepada konsumen. Ekspektasi bisa dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain kebijakan pemerintah atau kondisi socialpolitik regional. Misalnya dengan adanya isu pergantian presiden dan tentu saja jajaran kabinet maka akan menimbulkan spekulasi di kalangan produsen tentang kebijakan birokrasi yang akan dibuat. Kebijakan tersebut akan memberi pengaruh langsung atau tidak langsung kepada produsen atau kepada konsumen. Atas dasar hal tersebut maka produsesn atau penjual akan mengambil keputusan tentang produk yang akan mereka tawarkan. Ekspektasi akan menggeser grafik penawaran. e. Jumlah Produsen Perubahan jumlah produsen akan mempengaruhi jumlah produk yang akan ditawarkan ke pasar. Semakin banyak produsen berarti semakin banyak produk yang ditawarkan maka akan cenderung menurunkan harga produk tersebut di pasar.
Sistem Agribisnis & Agroindustri, E50, MB – IPB, 2014
20
Analisis Kebijakan Impor Tepung Gandum Indonesia
Gambar 5. Grafik Permintaan dan Penawaran
Titik E adalah titik keseimbangan (equilibrium) dimana permintaan bertemu atau sesuai dengan permintaan.
Sistem Agribisnis & Agroindustri, E50, MB – IPB, 2014
21
Analisis Kebijakan Impor Tepung Gandum Indonesia
BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Kondisi Permintaan dan Penawaran Gandum Indonesia Sejak pertama kali komoditi Gandum diperkenalkan di Indonesia, sudah terjadi beberapa regulasi/kebijakan yang mengatur terkait pasar permintaan dan penawaran. 1. Regulasi Tepung Gandum di era Order Baru Pada era 1970-an, Indonesia merupakan negara pengimpor beras terbesar ketiga di dunia. Dengan tingginya impor beras, berarti sumber devisa pemerintah menjadi banyak yang dikeluarkan sehingga dapat menganggu kestabilan neraca pembayaran. Untuk menekan tingginya impor beras, maka pemerintah mulai mencanangkan program diversifikasi pangan, dengan mencoba memperkenalkan kepada masyarakat makanan alternatif pengganti beras diantaranya yaitu bahan pangan berbasis gandum atau tepung terigu. Untuk itu, pemerintah mendorong berdirinya pabrik-pabrik pengolah gandum agar produksi tepung terigu serta makanan-makanan alternatif berbasis tepung terigu dapat diperoleh masyarakat dengan harga yang terjangkau dengan jumlah pasokan yang banyak. Sifat hubungan yang saling menggantikan (substitusi) antara beras dan tepung terigu sebagai bahan makanan yang berkarbohidrat tinggi, pernah dibuktikan juga oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh FAO pada tahun 1985, bahwa beras dan tepung terigu memiliki hubungan substitusi yang sangat kuat. Dapat disimpulkan bahwa pada masa orde baru pasar tepung gandum tidak mengikuti pola pasar bebas karena impor dilakukan oleh bulog, sedangkan rantai produksi barang turunan gandum dan distribusinya diserahkan kepada swasta dengan system monopoli. 2. Pasar Gandum pada masa Reformasi Liberalisasi pangan mulai dilaksanakan sesuai Keppres RI No. 19 Tahun 1998 tanggal 21 Januari 1998, dimana tugas pokok Bulog hanya mengelola beras saja. Tugas pokok BULOG kembali diperbaharui melalui Keppres No. 29 Tahun 2000 tanggal 26 Pebruari yaitu melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang manajemen logistik melalui pengelolaan persediaan, distribusi, pengendalian harga beras dan usaha jasa logistik sesuai dengan peraturan perundang-undngan yang berlaku. Hal ini mengubah paradigma
Sistem Agribisnis & Agroindustri, E50, MB – IPB, 2014
22
Analisis Kebijakan Impor Tepung Gandum Indonesia impor tepung gandum dari Bulog (pemerintah) ke swasta, Dari system monopoli ke system pasar terbuka. Berdasarkan press release APTINDO (2005), deregulasi tepung terigu membawa perubahan terutama dalam hal: a. Kebebasan dalam pembelian gandum dan penjualan tepung terigu. b. Persaingan bebas antar sesama produsen tepung terigu nasional dengan tepung terigu impor. c. Terjadi inovasi dalam pengembangan produk, merek dan promosi. d. Kontribusi tanggung jawab sosial dari industri tepung terigu nasional
IV.2 Kebijakan Pembatasan Kuota Impor Gandum dan Tepung Terigu Gandum mulai dikenalkan ke pasar domestik Indonesia sejak diterima dan diberlakukannya program kerjasama ekonomi antara RI dan pemerintah Amerika Serikat dengan nama PL480 pada tahun 1969. PL (public law) 480 adalah kebijakan Amerika untuk memberikan produk pangan kepada negara-negara berkembang lewat berbagai pendekatan : lewat negara ("Government to Government"), bantuan hibah (humanitarian food needs), dan kredit konsesional. Pada awal tahun 1969 skema impor gandum dimula dengan metode kerjasama antar pemerintah dengan tujuan membantu pembangunan ekonomi jangka panjang. Amerika memanfaatkan kebijakan Indonesia yang saat itu ingin mencari bahan pangan alternatif pengganti beras, yang pada saat itu harganya sedang tinggi di pasaran internasional. (www.antara news.com). Kondisi itu berlangsung terus menerus hingga saat ini dan menciptakan ketergantungan lewat impor besar-besaran karena tidak dibarengi dengan pemberdayaan potensi lokal. Atas kondisi itu, Kementerian Perdagangan telah membatasi izin impor tepung terigu dengan menerapkan sistem kuota. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar industri tepung terigu lokal tidak terganggu dengan serbuan produk impor tepung terigu. Pada tanggal 28 April 2014, pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan menteri Perdagangan Republik Indonesia
Nomor 23/M-DAG/PER/4/2014 tentang
Ketentuan pengenaan kuota dalam rangka tindakan pengamanan perdagangan terhadap impor tepung terigu. Peraturan tersebut mengacu pada ketentau pasal 70 peraturan pemerintah nomor 34 tahun 2011 tentang tindakan anti dumping, tindakan imbalan dan tindakan pengamanan perdagangan, terhadap barang impor yang mengalami lonjakan jumlah impor, dapat dikenakan bea masuk tindakan
Sistem Agribisnis & Agroindustri, E50, MB – IPB, 2014
23
Analisis Kebijakan Impor Tepung Gandum Indonesia pengamanan dan/atau kuota. Kebijakan tersebut menimbang hasil penyelidikan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) yang membuktikan adanya kerugian serius yang dialami oleh industri dalam negeru sebagai akibat lonjakan impor gandum dan merekomendasikan untuk dikenakan tindakan pengamanan perdagangan berupa bea masuk tindakan pengamananan atau kuota. Dalam pasal 4 disebutkan bahwa kuota terhadap gandum dilakukan dengan alokasi sebagai berikut : 1. Turki dengan kuota sebesar 251.450 Ton. 2. Sri Lanka dengan kuota sebesar 136.754 Ton. 3. Ukraina denga kuota sebesar 22.057 Ton. 4. Negara lainnya dengan kuota sebesar 30.880 Ton. Negara lain dalan hal ini meliputi seluruh Negara maju yang menjadi anggota Worl Trade Organization (WTO) dan Negara berkembang yang ekspor gandum ke Indonesia di atas 3% berdasarkan pangsa impor tahun 2011.
Gambar 6. Daftar negara-negara lain yang dikenai kuota impor Gandum
Sistem Agribisnis & Agroindustri, E50, MB – IPB, 2014
24
Analisis Kebijakan Impor Tepung Gandum Indonesia Kebijakan kuota yang ditetapkan oleh Kemendag tersebut merupakan pembatasan yang sifatnya non barrier tariffs, hal tersebut bisa dilakukan dengan beberapa tujuan: 1. Melindungi produsen lokal dari tekanan produk produk asing sehingga mereka bisa tetap berproduksi. 2. Mengurangi konsumsi suatu produk di pasar supaya produk substitusinya masih laku di pasaran Kebijakan yang dilakukan pemerintah ini bertujuan untuk mengurangi penawaran di dalam pasar dalam negeri, rekayasa ini akan menyebabkan kurva penawaran begeser kearah negatif. Ditinjau dari perspektif Penawaran dan Permintaan maka kondisi pasar tepung gandum dengan diberlakukan kebijakan kuota akan mengalami hal berikut:
Gambar 7. Kebijakan impor berpengaruh terhadap kurva penawaran
Dalam hal ini kurva penawaran bergeser ke arah negative (kiri) sedangkan kurva permintaan tetap. Hal ini menyebabkan terjadinya titik equilibrium baru (E2) dengan kondisi: 1. Volume produk di pasar akan menurun (V2
P1)
Dalam kasus produk tepung gandum ini pemerintah memiliki kepentingan untuk menjaga konsumsi gandum supaya tidak melonjak, hal ini karena gandum sulit dikembangkan di Indonesia sehingga hampir seluruh permintaan dipenuhi dari impor. Pemerintah perlu menjaga produk gandum supaya tetap elastis, dengan kata lain masyarakat tidak boleh tergantung dengan produk ini. Ketergantungan
Sistem Agribisnis & Agroindustri, E50, MB – IPB, 2014
25
Analisis Kebijakan Impor Tepung Gandum Indonesia terhadap tepung gandum bisa diartikan sebagai ketergantungan terhadap impor. Hal tersebut selain merugikan neraca perdagangan juga akan mengganggu ketahanan pangan kita. Hal-hal yang bisa dilakukan pemerintah untuk menjaga elastisitas produk gandum: 1. Menjaga Jumlah atau volume produk yang beredar di pasar 2. Mengembangkan produk-produk substitusi
Sistem Agribisnis & Agroindustri, E50, MB – IPB, 2014
26
Analisis Kebijakan Impor Tepung Gandum Indonesia
BAB V PENUTUP V.1 Kesimpulan Berdasarkan uraian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Penetapan Kebijakan Pembatasan Kuota Impor Tepung Gandum berdampak ke harga, dimana harga akan naik ketika penawaran di turunkan, hal itu berdampak pula volume pasar yang dipasar akan menurun. Dengan
kebijakan tersebut pula maka sangat berdampak pada kinerja perusahaan-
perusahaan yang berkonsentrasi pada industry tepung gandum, sehingga kebijakan tersebut membatasi operasional perusahaan yang seharusnya bisa mencukupi kebutuhan masyarakat Indonesia dengan pengolahannya. .
V.2 Saran Berdasarkan hasil pembahasan, maka dapat dirumuskan saran sebagai berikut : 1.
Pemerintah harus menjaga jumlah atau volume produk yang beredar di pasar.
2.
Mengembangkan produk-produk subtitusi lain seperti jagung, Singkong, dll
Sistem Agribisnis & Agroindustri, E50, MB – IPB, 2014
27
Analisis Kebijakan Impor Tepung Gandum Indonesia
DAFTAR PUSTAKA Witternberg H. 2004. The inheritance and moleculer mapping of genes for post- anthesis drought tolerance (PADT) in wheat [Disertation]. Martin Luther Universitat.
Sleeper DA, Poehlman JM 2006. Breeding Field Crops. 5th eds. USA: Iowa State University Press.
Adnyana MO, Subiksa M, Argosubekti N, Hakim L, Pabbage MS. 2006. Prospek dan arah pengembangan agribisnis gandum. Badan Peneliti- an dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Wiyono, T.N. 1980, Budidaya Tanaman Gandum, PT. Karya Nusantara, Jakarta.
Samuel, W.J. 1972. Bakery Technology and Engineering. Second ed. The AVI Publishing co. Inc, West Port, Conecticut.
Shellen Burger, J.A. 1971. Production and Utilization of Wheat. In Y. Pomeranz. Wheat Chemistry and Technology. The AACC Ind., St. Paul.
Kent, N.L. 1975. Technology of Cereal with Special Reference to Wheat. Pergamon Press Inc., Oxford.
Budi Utomo, SPd. 2006. Memilih Tepung Terigu Yang Benar Untuk Membuat Roti, Cake Dan Kue Kering
Sistem Agribisnis & Agroindustri, E50, MB – IPB, 2014
28
Analisis Kebijakan Impor Tepung Gandum Indonesia
LAMPIRAN Lampiran 1. Negara Produsen Utama Gandum Dunia
Sumber: Aptindo (2014)
Lampiran 2. Data impor Gandum Indonesia 2010 (Jumlah,Nilai) Negara asal Metric Ton
Australia Canada United States India Russia Federation
Pakistan Turkey Kazakhstan Others
3.159.131 758.313 633.112 0 72.625 0 0 0 46.293
000 USD
2011 (Jumlah,Nilai) Metric Ton 000 USD
2012 (Jumlah,Nilai) Metric Ton 000 USD
907.680 3.612.432 1.355.789 4.420.922 1.482.238 251.285 982.156 447.678 930.619 389.464 195.970 747.813 307.193 686.380 256.395 0 1.493 399 107.462 34.255 18.226 5.410 1.602 34.650 12.611 0 27.249 9.313 35.897 11.163 0 14.164 4.326 1.102 322 0 0 0 1.037 351 12.988 0 0 32.421 67.503
% of Origin 70.7% 14.9% 11.0% 1.7% 0.6% 0.6% 0.0% 0.0% 0.5%
Sumber: Aptindo (2014)
Sistem Agribisnis & Agroindustri, E50, MB – IPB, 2014
29
Analisis Kebijakan Impor Tepung Gandum Indonesia Lampiran 3. Data impor Tepung Terigu Indonesia Negara asal Turkey Srilanka Ukraina Belgia Australia Malaysia Singapore Jepang Others
2010 (Jumlah,Nilai) Metric 000 Ton USD 454.768 137.312 166.919 66.201 21.457 6.391 58.724 20.912 57.626 24.658 473 142 3.451 706 5.093 2.176 7.024 2.755
2011 (Jumlah,Nilai) Metric 000 Ton USD 387.406 139.879 207.790 105.720 31.449 11.209 22.138 11.047 14.906 7.258 3.325 1.129 4.096 1.586 4.285 1.990 4.730 1.941
2012 (Jumlah,NIlai) Metric 000 Ton USD 181.722 62.407 172.633 79.062 21.340 7.327 9.425 4.227 6.173 2.722 3.769 1.864 1.905 490 1.349 880 3.660 1.523
% of Origin 45.2% 42.9% 5.3% 2.3% 1.5% 0.9% 0.5% 0.3% 0.9%
Sumber: Sumber: Aptindo (2014)
Sistem Agribisnis & Agroindustri, E50, MB – IPB, 2014
30
Analisis Kebijakan Impor Tepung Gandum Indonesia
Sistem Agribisnis & Agroindustri, E50, MB – IPB, 2014
31 1 1