VI. ANALISIS KERAGAAN USAHATANI TANAMAN DAN TERNAK DI DAERAH PENELITIAN
Analisis deskripsi mengenai ketersediaan sumberdaya dilakukan guna keperluan
analisis
menggunakan
program
linier,
meliputi
ketersediaan
sumberdaya lahan, tenaga kerja, hijauan pakan ternak, modal sendiri dan kredit usahatani yang dapat dipinjam petani di lokasi penelitian. Hasil analisis ini digunakan untuk menentukan kendala dalam pengembangan pola usahatani yang optimal. Analisis deskripsi juga dilakukan terhadap beberapa peubah diantaranya adalah tingkat produksi dari setiap cabang usahatani, penggunaan sarana produksi dan pola usahatani yang dilakukan. Hasil analisis ini selanjutanya digunakan sebagai koefisien teknis dan koefisien peubah fungsi tujuan dalam merumuskan model usahatani integrasi tanaman-ternak yang optimal pada tingkat petani untuk memperoleh pendapatan yang maksimum. 6.1. Penguasaan Sumberdaya 6.1.1. Penggunaan Lahan dan Pola Tanam Berdasarkan kemampuan lahan untuk ditanami padi dalam satu tahun, serta mempertimbangkan kebiasaan yang dilakukan petani, maka sumberdaya lahan yang dikuasai oleh petani dikelompokkan menjadi: (1) lahan sawah satu kali tanam per tahun, (2) lahan sawah dua kali tanam per tahun, dan (3) lahan kebun, dengan luas masing-masing jenis lahan sebagaimana terlihat pada Tabel 8. Petani di lokasi penelitian menguasai lahan kebun lebih luas dibandingkan penguasaan lahan sawah yang rata-rata masih di bawah satu hektar. Hal ini menunjukkan
bahwa usahatani yang dilakukan di kecamatan contoh yaitu Kecamatan Damsol dan Sirenja lebih mengarah pada usahatani lahan kering. Tabel 8. Luas Lahan yang Dikuasai Petani Contoh Berdasarkan Jenis Lahan
Jenis Lahan Lahan Sawah 1x Tanam Lahan Sawah 2x Tanam Lahan Kebun
Luas Minimum 0.75 0.25 0.50
(Hektar) Luas Rataan Maksimum 1.00 0.88 2.50 0.81 3.00 1.30
Pola tanam yang dilakukan petani di daerah penelitian untuk lahan sawah satu kali tanam adalah padi-bera. Penanaman padi dilakukan pada musim tanam pertama yaitu pada bulan Februari dan panen pada bulan Mei. Sedangkan untuk lahan sawah dua kali tanam, penanaman padi dilakukan pada musim tanam pertama yaitu pada bulan Februari-Juni dan musim tanam kedua pada bulan Agustus-Desember. Setelah panen, lahan diistirahatkan dan dibiarkan kosong selama kurang lebih satu bulan, sebelum diolah kembali untuk penanaman pada musim tanam berikutnya. Selain menanam padi pada musim tanam kedua, sebagian petani juga menanam kacang kedelai, terutama jika hasil panen padi pada musim tanam pertama dirasa kurang dari yang seharusnya dapat dicapai. Selain itu petani memilih menanam kedelai jika awal musim tanam berikutnya bertepatan dengan awal musim panas yaitu pada bulan April. Penanaman kedelai dilakukan diantara dua musim tanam, karena petani tidak lagi mengolah lahannya untuk penanaman kedelai, tetapi langsung memanfaatkan lahan sawah tersebut setelah panen padi dilakukan, yaitu dengan merebahkan sisa jerami dengan menggunakan mesin. Penanaman tanpa menggunakan bedengan, tetapi dengan menggunakan larikan
dari tali untuk meratakan jarak tanam. Komoditas tanaman pangan lainnya seperti tanaman palawija yang banyak ditanam di Kabupaten Donggala adalah jagung, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar, namun karena data input dan output untuk komoditas tersebut tidak tersedia di kecamatan contoh, dalam hal ini tidak ditemukan petani yang menanam komiditi tersebut pada pelaksanaan penelitian, sehingga tidak dimasukkan dalam analisis program linier. Tabel 9. Pola Usahatani dan Pola Tanam yang Diterapkan Petani pada Setiap Jenis Lahan Berdasarkan Waktu dalam Setahun Jenis Lahan/ Ternak Sawah
Pola Tanam/ Ternak
2
Musim Tanam / Bulan Musim Tanam I Musim Tanam II 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1
Padi-bera (PT1) Padi-Padi (PT2) Padi-kedele (PT3)
Kebun
Kakao Kelapa Sapi
Ternak Kambing
Lahan kering umumnya diusahakan dengan tanaman tahunan seperti kakao, kelapa dan cengkeh, serta sebagian kecil yang mengusahakan lada, vanili atau durian, yang ditanam pada lahan yang berbeda. Namun ada pula yang menanam kakao diantara pohon kelapa, dimana pohon kelapa dijadikan sebagai tanaman pelindung bagi tanaman kakao.
Selain kelapa, tanaman pelindung
lainnya yang umum digunakan adalah tanaman gamal dan lamtoro, yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak sapi maupun kambing. Selain sebagai tanaman pelindung bagi tanaman kakao, gamal juga dimanfaatkan sebagai tanaman pagar. Khusus untuk tanaman cengkeh, walaupun banyak diusahakan oleh petani di daerah ini tidak dimasukkan dalam analisis karena siklus panen dilaksanakan dua tahun sekali, sementara analisis yang dilakukan hanya untuk jangka waktu satu tahun. 6.1.2. Ketersediaan dan Penggunaan Tenaga Kerja Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani baik uasahatani lahan sawah maupun lahan kebun serta usahatani ternak sangat ditentukan oleh kegiatan yang dilakukan pada setiap cabang usahatani berdasarkan pada fase pertumbuhan tanaman atau ternak. Rata-rata curahan kerja untuk masing-masing cabang usahatani disajikan pada Tabel 10. Tabel ini juga menampilkan penggunaan tenaga kerja untuk kegiatan menyediakan rumput sebagai pakan ternak, serta kegiatan pengolahan limbah, baik limbah pertanian yang akan dijadikan pakan maupun limbah ternak yang akan dijadikan pupuk organik. Kebutuhan tenaga kerja untuk budidaya tanaman padi didasarkan pada setiap kegiatan yang dilakukan mulai dari pengolahan lahan sampai kepada kegiatan panen dan pasca panen. Secara rinci, kegiatan per bulan pada aktivitas budidaya tanaman padi adalah sebagai berikut: bulan pertama adalah kegiatan persemaian seperti membuat bedengan, menabur bibit dan pemberian pupuk serta pemeliharaan persemaian, serta mengolah lahan untuk penanaman padi yang dilakukan dengan menggunakan
traktor, bulan kedua: penanaman dan
pemeliharaan seperti penyemprotan racun rumput (herbisida) insektisida serta
pemupukan pertama, bulan ketiga: pemeliharaan dalam hal ini penyiangan dan pemupukan kedua, bulan keempat: pemeliharaan dan penyemprotan, dan bulan kelima: kegiatan panen dan pasca panen, mulai dari memotong, merontokkan, penjemuran, sampai pada pengangkutan. Kegiatan yang menyerap tenaga kerja paling banyak adalah pada saat penanaman dan panen padi dilakukan. Tabel 10. Curahan Kerja pada Masing-Masing Cabang Usahatani Berdasarkan Bulan dalam Setahun Curahan Kerja
Uraian Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
11.05 11.05 11.05
33.64 33.64 33.64
16.35 16.35 16.35
7.92 7.92 7.92
36.93 36.93 36.93
Jul
Ags
Sep
Okt
Nop
Des
Jan
33.64 20.00
16.35
7.92
36.93
14.00
20.50 32.00
14.00 12.00
16.50
14.00
2.08 0.54
2.08 0.54
2.08 0.54
2.08 0.54
2.08 0.54
8.57
8.57
8.57
8.57
8.57
HOK/Ha PT1 PT2 PT3
13.25
11.05 26.00
HOK/Ha Kakao Kelapa
14.00 32.00
20.50 12.00
34.50
20.50
20.00 32.00
14.00
14.00
HOK/Ekor Sapi Kambing
2.08 0.54
2.08 0.54
2.08 0.54
2.08 0.54
2.08 0.54
Rumput
8.57
8.57
8.57
8.57
8.57
2.08 0.54
2.08 0.54
HOK/Pengambilan 8.57
8.57
HOK/Ton Jerami
5.4
Keterangan:
5.4
PT = Pola Tanam HOK = Hari Orang Kerja
Berbeda dengan curahan kerja pada tanaman semusim, maka curahan tenaga kerja untuk kegiatan usahatani tanaman tahunan dan ternak dilakukan sepanjang tahun. Untuk tanaman kakao, kegiatan yang dimasukkan dan dihitung curahan kerjanya adalah mulai dari pemeliharaan tanaman dan bukan sejak penanaman. Hal ini dilakukan karena tanaman kakao mulai berbuah rata-rata pada umur 4-5 tahun. Tanaman kakao yang ada di daerah penelitian sebagian besar telah berumur antara 10-15 tahun, dengan kisaran umur mulai dari 5 sampai 20 tahun. Selain itu untuk tujuan integrasi dengan ternak, maka yang dibutuhkan
adalah tanaman yang telah berbuah untuk diambil kulit buahnya dan dipergunakan sebagai pakan ternak ruminansia. Sebagaimana ditampilkan pada Tabel 10, maka curahan tenaga kerja setiap bulan untuk tanaman kakao umumnya berdasarkan siklus hidup kakao sepanjang tahun. Kakao yang telah berbuah, kurang lebih setelah berumur empat tahun, dapat dipanen sepanjang tahun, dengan kuantitas buah yang semakin meningkat sampai kakao berumur 10-15 tahun dan mulai menurun kembali sampai kakao berumur 20 tahun. Panen kakao dapat dibedakan atas panen raya dan panen antara. Panen raya biasanya dilakukan pada bulan April dan Mei, sementara panen antara, dilakukan pada bulan selain bulan April dan Mei, dengan frekuensi pemetikan setiap dua minggu sekali. Pada saat panen, tenaga kerja yang dibutuhkan lebih banyak, terutama pada saat panen raya. Kegiatan pada saat panen mulai dari pemetikan, membelah buah dan mengeluarkan isi kakao, kemudian menjemur dan melakukan fermentasi, biasanya menggunakan tenaga kerja luar keluarga. Pemumupukan dilakukan dua kali dalam setahun, yaitu pada awal dan akhir musim hujan, umumnya pada bulan Maret dan bulan Oktober. Penyemprotan untuk membasmi hama dan penyakit dilakukan dua minggu sekali, sedangkan penyemprotan menggunakan herbisida untuk mengendalikan gulma dilakukan tiga kali dalam setahun, bergantian dengan penyiangan secara manual. Selain penyiangan yang bertujuan untuk sanitasi dan menghindarkan tanaman kakao dari hama dan penyakit, tanaman kakao juga perlu dipangkas secara teratur. Pada umumnya petani kakao di lokasi penelitian membutuhkan minimal tiga hari dalam seminggu untuk merawat tanamannya, dengan melakukan
kegiatan rutin seperti pembersihan gulma, pemangkasan, pemupukan dan penyemprotan. Pada saat-saat tertentu dimana kegiatan yang dilakukan membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak, maka petani menyewa tenaga kerja luar keluarga dengan rata-rata biaya sewa antara Rp 25 000 sampai Rp 30 000 per orang per hari. Penggunaan tenaga kerja pada aktivitas budidaya tanaman kelapa di lokasi penelitian sebagian besar ditujukan untuk kegiatan panen dan pasca panen, yang dilakukan setiap empat bulan sekali. Hal ini disebabkan usia pohon kelapa yang rata-rata sudah di atas 10 tahun dimana tanaman ini sudah berproduksi. Tanaman kelapa
mulai berproduksi pada umur 5 sampai dengan 7 tahun, dan puncak
produksi dicapai antara tahun ke-12 sampai dengan tahun ke-15. Pada saat panen, tenaga kerja dibutuhkan untuk kegiatan memanjat dan memetik buah kelapa serta mengangkut kelapa dari kebun. Tenaga kerja untuk kegiatan pasca panen mulai dari mengupas sabut, dan membelah kelapa, menjemur, mengeluarkan daging buah serta menjemur hingga menjadi kopra. Pemupukan jarang dilakukan, tetapi pada umumnya setiap habis panen atau paling sedikit setelah dua kali panen dilakukan satu kali pemupukan. Curahan kerja dalam pemeliharaan ternak, baik ternak sapi maupun kambing digunakan untuk kegiatan memberi pakan, membersihkan kandang dan menggembala bagi ternak yang dipelihara dengan sistem semi intensif. Kegiatan mencari rumput untuk pakan dihitung secara terpisah, dimana petani rata-rata menggunakan waktu selama dua jam per hari untuk mengumpulkan kurang lebih 30 kg rumput atau 8.57 HOK per bulan. Pemeliharaan sapi membutuhkan curahan kerja sebanyak
5.76 HOK perbulan untuk rata-rata pemeliharaan 2.77 ekor,
sehingga kebutuhan tenaga kerja per ekor per bulan adalah 2.08 HOK. Sedangkan untuk pemeliharaan ternak kambing, rata-rata jumlah curahan kerja per bulan adalah 2.84 HOK dengan rata-rata pemilikan ternak 5.25 ekor. Sehingga kebutuhan tenaga kerja per ekor kambing setiap bulannya adalah 0.54 HOK. Ketersediaan
tenaga
kerja
keluarga
merupakan
kendala
dalam
melaksanakan usahatani baik tanaman maupun ternak, karena jumlahnya yang terbatas. Ketersediaan tenaga kerja keluarga ini dihitung berdasarkan rata-rata jumlah anggota keluarga pria dan wanita yang terlibat dalam usahatani, yang diasumsikan dapat bekerja 7-8 jam sehari, 25 hari kerja per bulan atau 300 hari kerja setahun. Dengan rata-rata jumlah anggota keluarga pria sebanyak 1.39 orang dapat menyediakan tenaga kerja sebanyak 34.75 HOK per bulan dan rata-rata jumlah anggota keluarga wanita sebanyak 1.07 orang, maka ketersediaan tenaga kerja keluarga adalah 61.50 HOK per bulan. 6.1.3. Penggunaan dan Ketersediaan Modal Usahatani Ketersediaan modal usahatani berasal dari modal yang dimiliki oleh petani maupun dari pinjaman yang diperoleh untuk aktivitas usahatani. Besarnya modal milik sendiri yang digunakan untuk membiayai usahatani ini diperoleh dari informasi yang diberikan oleh petani, demikian pula dengan jumlah pinjaman. Berdasarkan hasil informasi petani di lokasi penelitian, maka rata-rata modal yang dimiliki untuk pembiayaan usahatani adalah sebesar Rp 2 224,31 per musim tanam. Modal yang dimiliki ini dialokasikan untuk membiayai aktivitas usahatani pada setiap musim tanam, sehingga kendala modal milik sendiri dibedakan atas dua musim tanam. Untuk cabang usahatani dengan siklus produksi tahunan seperti
tanaman perkebunan dan ternak, maka kebutuhan modal usahatani juga dibedakan menjadi dua musim tanam. Terbatasnya modal yang dimiliki petani menuntut mereka untuk meminjam modal jika kebutuhan usahatani lebih besar dari modal yang dapat disediakan oleh petani. Pinjaman dapat berupa sarana produksi maupun sejumlah dana tertentu untuk membeli input produksi. Petani biasanya meminjam kepada penjual sarana produksi, pemilik gilingan padi, koperasi atau kepada bank. Besarnya pinjaman bervariasi, tetapi pada umumnya disesuaikan dengan kebutuhan sarana produksi per luas lahan yang diusahakan, terutama untuk kebutuhan pupuk, pestisida dan herbisida. Jangka waktu pengembalian pinjaman disesuaikan dengan siklus produksi cabang usahatani yang dibiayai yaitu per musim tanam untuk tanaman semusim dan per tahun untuk tanaman tahunan. Untuk keperluan analisis program linier, maka besarnya kredit yang dapat dipinjam oleh petani didasarkan pada maksimum kredit yang dapat diberikan oleh Bank Rakyat Indonesia pada tingkat kantor unit yaitu untuk jenis Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp 5 juta per musim tanam dengan suku bunga 13.5 persen per tahun. 6.2. Pendapatan Usahatani Petani Contoh Perbedaan sumberdaya yang dikuasai petani menyebabkan adanya perbedaan dalam tingkat pendapatan usahatani maupun dari luar usahatani. Sebagai ukuran pendapatan usahatani, maka pada Tabel 11 dan 12 disajikan penerimaan dari masing-masing cabang usahatani baik dari usahatani tanaman maupun ternak selama satu tahun.
Pendapatan usahatani lebih didominasi oleh usahatani tanaman, baik dari usahatani lahan sawah maupun lahan kebun. Kondisi ini menunjukkan bahwa penghasilan utama petani contoh adalah dari bercocok tanam, sementara ternak merupakan usahatani sampingan yang berfungsi sebagai tabungan jika sewaktuwaktu membutuhkan dana dalam jumlah besar Tabel 11. Pendapatan Petani Contoh dari Usahatani Tanaman pada Lahan Sawah dan Lahan Kebun (Rp 000) Lahan Sawah Komponen
Padi PT1
Padi PT2
Lahan Kebun
Padi PT3
Kedelai
Kakao
Kelapa
Penerimaan
5 340.00
9 028.58
5 900.00
9 750.00
5 365.58
10 101.05
Biaya Saprodi
1 325.75
2 450.45
1 139.00
1 974.75
1 961.03
1 042.75
Biaya Tenaga Kerja Total Biaya
690.00
2 026.48
1 017.50
1 172.50
1 087.50
1 725.08
2 015.75
4 476.93
2 156.50
3 147.25
3 048.53
2 767.83
Pendapatan
3 324.25
4 551.93
3 743.50
6 602.75
2 317.04
7 333.22
Penerimaan usahatani tanaman sebagian besar atau 60.49 persen berasal dari lahan sawah, sedangkan usahatani kakao dan kelapa pada lahan kebun menyumbangkan 33.12 persen dari total pendapatan petani.
Penerimaan dari
usahatani ternak, baik ternak sapi maupun ternak kambing berasal dari penerimaan tunai dan non tunai. Penerimaan tunai berasal dari penjualan ternak, sedangkan penerimaan non tunai berupa natura dari penambahan nilai ternak, yaitu dari pertambahan bobot badan ternak (Tabel 12). Pendapatan dari usahatani ternak memberikan sumbangan sebesar 6.39 persen dari total pendapatan usahatani, yaitu sebesar Rp 29 134.81 per tahun. Guna keperluan analisis program linier, maka penerimaan untuk ternak berasal dari pertambahan nilai ternak melalui pertambahan bobot badan selama setahun.
Hal ini mengingat petani tidak memiliki pola penjualan ternak rutin setiap tahunnya.
Petani
menjual
ternaknya
hanya
sewaktu-waktu
pada
saat
membutuhkan dana. Tabel 12. Pendapatan Petani Contoh dari Usahatani Ternak dalam Setahun (Rp 000) Komponen Penerimaan Penjualan Bersih Natura Total Penerimaan Pengeluaran Pakan Hijauan Obat-obatan Total Biaya Pendapatan
Tunai
Sapi Non Tunai
1 080.00 1 080.00
Total
Tunai
1 080.00
515.00
2 265.12
2 265.12
2 265.12
3 345.12
1 467.00
1 467.00 56.00 1 523.00 1 822.12
56.00 1 467.00
515.00
Kambing Non Tunai
Total
515.00 389.16
389.16
389.16
904.16
380.70
380.70 30.00 410.70 493.46
30.00 380.70
6.3. Input-Output Usahatani Pendukung Model Integrasi Tanaman-Ternak Hasil yang diperoleh dari usahatani tanaman selain hasil utama, juga hasil sampingan yang dapat dijadikan pakan bagi ternak sapi dan kambing, sebagai penentu terlaksananya sistem integrasi tanaman dan ternak. Produk samping atau hasil ikutan usahatani tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak dalam penelitian ini berasal dari tanaman padi dan kakao. Sumber pakan yang berasal dari tanaman padi adalah jerami dan dedaknya, sedangkan dari tanaman kakao diperoleh dari kulit buah kakao. Guna keperluan menyamakan satuan antara kebutuhan pakan bagi ternak serta ketersediaan pakan baik hijauan maupun konsentrat yang berasal dari
sumber yang beragam, maka digunakan satuan Bahan Kering (dry matter/ DM). Kandungan bahan kering dari beberapa sumber pakan disajikan pada Tabel 13. Pada Tabel juga ditampilkan kandungan bahan kering rumput lapangan sebagai sumber hijauan yang selama ini digunakan oleh petani di lokasi penelitian. Tabel 13. Kandungan Bahan Kering Beberapa Bahan Baku Pakan Asal Limbah Pertanian Sumber Pakan
Kandungan BK (%)
Rumput Lapangan 31.26 Jerami Padi segar 31.867** Jerami Padi Fermentasi 73.14* Kulit Buah Kakao 91.33** Dedak Padi 86.00** Sumber: * Agus et al. (2000) ** Ditjen Peternakan departemen Pertanian (2006). 6.3.1. Input – Output Usahatani Padi Sistem integrasi padi-ternak menuntut adanya keterkaitan antara usahatani tanaman padi dengan usahatani ternak baik sapi maupun kambing. Input tanaman padi berupa bibit, pupuk, pestisida digunakan dalam proses produksi untuk memperoleh output berupa padi sebagai hasil utama serta jerami dan dedak sebagai hasil sampingan. Output dari tanaman padi berupa jerami dan dedak ini digunakan sebagai input untuk ternak sapi dan kambing yang akan digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan output berupa daging dan hasil samping berupa kotoran yang kemudian dijadikan input tanaman padi. Jumlah input yang digunakan oleh petani contoh serta output yang dihasilkan dari tanaman padi, ternak sapi dan kambing ditampilkan pada Tabel 14. Varietas padi yang banyak diusahakan oleh petani adalah Cigeulis, Ciliwung, Paburu dan Ciherang, dengan rata-rata penggunaan benih adalah 68.12 kg per hektar. Sedangkan penggunaan pupuk dan pestisida bervariasi pada tiap
petani. Seluruh petani (100%) menggunakan urea dengan dosis yang beragam, yaitu rata-rata 180.74 kg per hektar, menggunakan KCl 10.34 persen, menggunakan SP-36 10.34 persen, menggunakan ZA 17.24 persen, menggunakan pupuk lain seperti pupuk pelengkap cair 13.79 persen, dengan biaya sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 14. Demikian pula penggunaan pestisida dan herbisida sangat bervariasi baik jenis maupun jumlahnya, dengan rata-rata biaya sebagaimana ditampilkan pada Tabel 14. Pemakaian pupuk organik atau pupuk kompos yang berasal dari kotoran sapi maupun kambing masih belum dilakukan oleh petani di daerah ini. Pada model integrasi yang dibangun, maka kebutuhan pupuk kompos untuk setiap hektar lahan sawah adalah sebanyak 1 500 kg per musim tanam, dimana menurut Dirjen Peternakan Departemen Pertanian (2008) bahwa kebutuhan pupuk kandang untuk 1 hektar lahan sawah adalah antara 1.5-2 ton. Penggunaan jerami padi sebagai pakan terutama setelah jerami kering sangat terbatas, mengingat nilai nutrisi jerami padi yang rendah, yaitu: kandungan protein kasar 4.6 persen, abu 18 persen, NDF (Neutral Detergent Fiber = serat yang tidal larut dalam larutan detergen netral/dinding sel) 76 persen, ADF (Acid Detergent Fiber = serat yang tidak larut dalam larutan detergen asam) 51 persen, selulosa 31 persen, hemiselulosa 25 persen dan lignin 6 persen (Doyle et al., 1986 dalam Agus et al., 2004). Kandungan serat kasar yang tingggi serta adanya lignin menyebabkan daya cerna jerami menjadi rendah, menurut Van Soest (1982) adalah sebesar 40-60 persen. Jerami padi memiliki kandungan gizi yang rendah, sehingga perlu dilakukan teknologi pengolahan yang dapat meningkatkan kualitas
jerami, misalnya melalui proses fermentasi yang telah banyak diintroduksikan melalui pelaksanaan program integrasi padi-ternak. Proses fermentasi selain meningkatkan kualitas nutrisi, juga akan meningkatkan nilai biologis dari jerami padi, sehingga lebih disukai ternak. Hal yang lebih penting adalah dengan teknologi ini pakan dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama sehingga dapat memenuhi kekurangan pakan terutama pada saat musim kemarau. Tabel 14. Input, Hasil Utama dan Hasil Ikutan Usahatani Padi Berdasarkan Pola Tanam per Hektar Lahan Uraian
Padi 11
Padi21
Input 53.33 69.96 Benih (kg) 333.10 338.33 Pupuk Anorganik (kg) 312.17 221.50 Pestisida/herbisida (Rp 000) 820.00 1 389.32 Tenaga Kerja (Rp 000) 754.91 773.33 Lainnya (Rp 000) Hasil Utama 1 970.00 1 946.00 Beras (kg) 435.67 435.67 Konsumsi keluarga (kg) 1510.33 1534.33 Dijual (kg) Hasil Ikutan / Pakan Ternak 1 755.36 1 755.36 Jerami fermentasi (kgBK) 223.14 225.89 Dedak (kg BK) Keterangan: kgBk = kilogram Bahan Kering
Padi22
Padi31
60.00 345.54 301.23 1 484.35 784.91
56.00 342.00 293.50 1 405.00 755.00
2 140.00 435.67 1704.33
2 300.00 435.67 1864.33
1 755.36 234.26
1 755.36 263.73
Berdasarkan hasil pemanfaatan teknologi jerami fermentasi ini pada Balai Besar Penelitian Padi di Sukamandi Jawa Barat, pakan dapat disimpan selama tujuh bulan. Proses fermentasi jerami padi dilakukan dengan menggunakan probiotik seperti probion atau starbio/starter atau EM4 sebanyak 2.5 kg dan urea sebanyak 2.5 kg untuk setiap 1 ton jerami. Pemberian probion ditujukan sebagai pemacu proses degradasi serat, sedangkan urea sebagai sumber nitrogen yang
dibutuhkan mikroorganisme untuk berkembang biak. Adapun proses pembuatan produk fermentasi adalah sebagai berikut: jerami dengan kadar air sekitar 60 persen (jerami kering panen) ditumpuk setebal kurang lebih 20 cm, kemudian ditaburkan campuran probion dan urea secara merata. Selanjutnya diatas tumpukan pertama ditumpuk lagi jerami setebal 20 cm dan ditaburi campuran probion dan urea, demikian seterusnya sampai bahan habis atau maksimal tinggi tumpukan 3 meter. Tumpukan dibiarkan tanpa perlakuan apapun selama 21 hari, selanjutnya dibongkar dan dikeringanginkan atau dijemur di bawah sinar matahari. Setelah proses ini selesai, selanjutnya pakan dapat dipergunakan dan disimpan pada tempat yang terlindung dari terpaan hujan dan sengatan matahari (Ditjen Peternakan Departemen Pertanian, 2008). Proses fermentasi jerami padi ini membutuhkan biaya kurang lebih Rp 53.5 ribu untuk setiap ton jerami atau Rp 214 ribu untuk setiap hektar lahan (untuk 4 ton jerami), dan hasil yang diperoleh akan susut atau berkurang sebanyak 40 persen. Jika dikonversi ke dalam satuan bahan kering maka setiap 4 ton jerami akan diperoleh jerami fermentasi sebanyak 1755.36 kg Bahan Kering (Tabel 14). Pemanfaatan dedak padi sebagai pakan ternak belum banyak dilakukan di lokasi penelitian, namun ada beberapa peternak yang telah memanfaatkan limbah ini sebagai pakan ternak sapinya dengan pemberian kurang lebih dua kilogram per ekor per hari. Produksi dedak padi sekitar 8 persen dari produk utama (gabah kering giling) sedangkan produksi beras sekitar 60 persen dari produksi gabah, sehingga diperoleh produksi dedak sebagaimana terlihat pada Tabel 14. Pemanfaatan dedak padi sebagai sumber karbohidrat pada pakan ternak
ruminansia diharapkan dapat meningkatkan pertambahan berat badan ternak, yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani melalui nilai jual ternak yang lebih tinggi. Komposisi pakan yang dimasukkan dalam program linier adalah 70 persen hijauan dan 30 persen dedak. Sumber hijauan untuk model konsumsi pakan 1 adalah dari rumput selama 6 bulan musim hujan dan dari jerami fermentasi selama 6 bulan musim kemarau. Sedangkan untuk model pakan 2, kebutuhan hijauan 50 persen dari rumput dan 50 persen dari jerami fermentasi. 6.3.2. Input – Output Usahatani Kakao Penggunaan faktor produksi serta hasil yang diperoleh baik hasil utama maupun hasil ikutan tanaman kakao di lokasi penelitian sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 15. Produksi kakao pada saat dilakukan penelitian sangat rendah yaitu rata-rata 449 kg. Panen kakao dilakukan setiap bulan yang terdiri dari panen raya dan panen antara. Produksi pada masa panen raya yaitu pada bulan April rata-rata 80 kg dan bulan Mei rata-rata 69 kg, sedangkan pada bulan-bulan lainnya rata-rata 30 kg atau kurang lebih 40 persen dari produksi normal. Tabel 15. Input, Hasil Utama dan Hasil Ikutan Usahatani Kakao (Hektar/Tahun) Uraian Input Pupuk Anorganik (Rp 000) Pestisida/Herbisida (Rp 000) Tenaga Kerja (Rp 000) Lainnya (Rp 000) Hasil Utama Biji Kakao Kering (kg) Hasil Ikutan / Pakan Kulit Buah Kakao (kgBK)
Kakao 762.23 916.75 116.16 1 087.50 449 1 523.12
Kondisi ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Fadjar et al. (2006), bahwa produksi kakao di lokasi penelitian berkisar antara 300-400kg kakao kering per hektar per tahun. Menurut Roesmanto (1991), rata-rata produksi biji kakao kering untuk tanaman dengan umur 10-15 tahun adalah 1 000 kg per tahun. Produksi yang rendah disebabkan kondisi tanaman yang kurang terpelihara, akibat tanaman yang terserang hama Penggerek Buah Kakao-PBK (Conopomorpha cramerella), Helopeltis sp., dan penyakit busuk buah kakao (Phytopthora palmivora). Hal ini menyebabkan petani merasa tidak memperoleh keuntungan secara ekonomis dengan memelihara tanaman yang produktivitasnya rendah. Potensi kulit buah kakao sebagai pakan ternak ruminansia lebih terbatas dibanding jerami padi, karena selain mengandung serat kasar yang tinggi (40.03 persen) (Laconi, 1998 dalam Ditjen Peternakan Departemen Pertanian, 2008) juga terdapat kandungan theobromine yang dapat menyebabkan keracunan pada ternak jika diberikan dalam jumlah yang berlebihan. Hal ini diduga karena theobromine dapat menghambat pertumbuhan mikroba rumen ternak ruminansia, sehingga dapat menurunkan kemampuan ternak untuk mencerna dan memanfaatkan nutrisi yang dikonsumsi. Kulit buah kakao dapat digunakan sebagai pakan sebaiknya setelah diproses terlebih dahulu, yaitu melalui pencacahan, pengeringan, perendaman, amoniasi ataupun fermentasi. Penelitian Priyanto et al. (2004) dan Prabowo et al. (2004), bahwa kulit buah kakao dapat diberikan kepada ternak dalam bentuk segar dan dapat menggantikan hijauan sampai dengan 50 persen. Penelitian lain menunjukkan
bahwa pemberian kulit buah kakao fermentasi yang dapat memberikan pertambahan berat badan yang berarti hanya sampai pada taraf 30 persen dan pemberian lebih dari itu tidak memberikan pertambahan berat badan yang berbeda dengan taraf pemberian 30, 20 dan 10 persen (Saloko dan Syahrir, 2004). Dalam penyusunan model integrasi pada penelitian ini koefisien input dan output untuk kulit buah kakao adalah tanpa proses fermentasi, namun memanfaatkan secara segar dengan proses pencacahan dan pelayuan. Jumlah yang diberikan kepada ternak adalah 30 persen dari kebutuhan hijauan untuk pola konsumsi pakan 1 dan 50 persen untuk pola konsumsi pakan 2. Ketersediaan pakan dari kulit buah kakao dihitung berdasarkan produksi biji kakao kering, dimana setiap kilogram biji kakao kering beratnya 50 persen dari kakao basah sehingga jika produksi kakao kering adalah 449 kg, maka kakao basah adalah 898 kg. Proporsi kulit kakao dari kakao basah adalah 65 : 35 persen, sehingga produksi kulit buah kakao 1 667.71 kg/hektar/tahun atau jika dikonversi ke dalam satuan bahan kering adalah 1 523.12 kg bahan kering/hektar/tahun. 6.3.3. Input - Output Usahatani Ternak Pemeliharaan ternak sapi di lokasi penelitian pada umumnya dilakukan secara semi intensif, terutama untuk kecamatan Damsol. Sapi dikandangkan mulai sore hingga pagi hari dan setelah itu digembalakan. Pemberian pakan dilakukan dua kali yaitu pagi hari sebelum digembalakan dan sore hari setelah dibawa kembali ke kandang. Sedikit berbeda dengan pemeliharaan sapi, pemeliharaan kambing lebih kepada pemeliharaan secara ekstensif, dimana pemberian pakan hanya berasal dari penggembalaan. Kandang digunakan sebagai tempat berteduh
pada malam hari.
Penggunaan faktor produksi serta produksi dari usahatani
ternak sapi dan kambing ditampilkan pada Tabel 16. Kebutuhan pakan bagi ternak sapi dan kambing selama ini dipenuhi dari hasil mencari rumput
di sekitar areal pertanian yang tidak dibeli dan dari
penggembalaan. Jumlah rumput yang dapat disediakan per hari rata-rata sebanyak 30 kg, yang lebih diperuntukkan bagi ternak sapi, sementara untuk kambing lebih banyak diperoleh dari penggembalaan. Tabel 16. Input, Hasil Utama dan Hasil Ikutan Usahatani Ternak Sapi dan Kambing (Ekor/Tahun) Uraian
Sapi
Kambing
Input Hijauan (kg BK ) 1 723.32 Dedak (kg BK ) 738.57 Obat-obatan (Rp 000) 17.18 Hasil Utama Daging (kgBH) 102.96 Hasil Ikutan Kompos (kg) 1 187.12 Keterangan: kg BK = kilogram Bahan Kering kg BH = kilogram Berat Hidup
261.00 111.83 3.55 16.92 457.44
Selain pemberian rumput, beberapa petani telah memanfaatkan dedak padi sebagai pakan tambahan bagi ternak sapinya, dengan jumlah pemberian rata-rata 2 kg/ekor/hari. Dedak padi termasuk ke dalam golongan konsentrat sumber energi, yang diharapkan pemberiannya dapat meningkatkan pertambahan berat badan. Pemberian konsentrat adalah 30 persen dari jumlah pakan yang diberikan. Berdasarkan hasil analisa kebutuhan dan penyediaan pakan hijauan bagi ternak ruminansia oleh Dirjen Budidaya Ternak Ruminansia, Dirjen Peternakan Departemen Pertanian (2006), maka kebutuhan hijauan berdasarkan bahan kering untuk satu Satuan Ternak (ST) adalah 6.25 kg BK/ST/hari atau 2 2813 kg
BK/ST/tahun atau berdasarkan National Research Counsil (1984), kebutuhan ternak sapi sekitar 2-3 persen bahan kering dari berat badan sapi yang berasal dari hijauan dan konsentrat. Satu satuan ternak adalah setara dengan 1 ekor sapi dengan berat hidup 250 kg atau berumur 2 tahun. Jika dalam populasi umur dan berat ternak beragam serta tidak diketahui secara pasti, maka digunakan angka konversi Satuan Ternak untuk masing-masing jenis ternak, dimana standar satuan ternak untuk 1 ekor sapi potong adalah 0.7583 ST dan 1 ekor kambing adalah 0.1148 ST (Dirjen Peternakan Departemen Pertanian, 2006). Sehingga berdasarkan data ini maka kebutuhan hijauan untuk satu ekor sapi adalah 142.18 kg BK per bulan dan untuk ternak kambing adalah 21.53 kg BK per bulan. Kebutuhan hijauan akan bertambah setiap bulannya seiring dengan pertambahan berat badan ternak. Rata-rata pertambahan berat badan harian ternak sapi Bali dengan pemberian rumput lapangan adalah 0.286 kg/ekor/hari atau 8.58 kg/ekor/bulan (Damry et al., 2008), sehingga kebutuhan hijauan meningkat 0.26 kg BK atau tiga persen dari pertambahan berat badan setiap bulannya, sehingga kebutuhan hijauan per tahun adalah 1 723.32 kg bahan kering. Untuk ternak kambing, rata-rata pertambahan berat badan harian adalah 0.047 kg (Ella et al., 2003) atau 1.41 kg/bulan, dengan demikian kebutuhan hijauan meningkat 0.04 kg bahan kering per bulan, sehingga kebutuhan hijauan per tahun menjadi 261 kg bahan kering. Selain pertambahan berat badan yang merupakan hasil utama dari usahatani ternak sapi dan kambing, ternak juga menghasilkan kotoran yang dapat dijadikan sumber utama pembuatan pupuk organik. Produksi kotoran untuk satu Satuan Ternak adalah 10.7 kg bahan segar/hari atau 8.11 kg/ekor/ hari untuk
ternak sapi dan 1.23 kg bahan segar per ekor per hari untuk ternak kambing. Setelah dijadikan kompos, maka satu ekor sapi dapat menghasilkan 1 187.12 kg pupuk per tahun dan ternak kambing sebanyak 457.44 kg pupuk per tahun. Kebutuhan pupuk organik untuk lahan sawah adalah 1.5 – 2 ton/ hektar, untuk tanaman kakao 2 kg/ pohon dan untuk tanaman kelapa adalah 3 kg/pohon.