V. TINJAUAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT 5.1. Deskripsi Kegiatan Program-program pembangunan yang selama ini terdapat di Kelurahan Cicadas pada umumnya masih didominasi program yang berasal dari Pemerintah seperti Program Beras untuk Masyarakat Miskin (Raskin), Program Pengentasan Kemiskinan Perkotaan (P2KP), Jaring Pengaman Sosial (JPS), Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga (UP2K), Pemberdayaan Daerah Dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (PDMDKE), Bantuan Langsung Tunai (BLT), Usaha Ekonomi Desa-Simpan Pinjam (UED-SP), Asuransi Kesehatan untuk Masyarakat Miskin (Askeskin), Bantuan Walikota Khusus untuk Peningkatan Kemakmuran (Bawaku Makmur), Bantuan Walikota Khusus untuk Sekolah (Bawaku Sekolah) dan Program Rehab Rumah Kumuh. Belum tampak adanya program yang bersifat “Bottom Up” atau program yang muncul atas prakarsa dan kebutuhan dari masyarakat Kelurahan Cicadas. Pelaksanaan Praktek Lapangan II (PL II)
dilaksanakan di Kelurahan
Cicadas dengan tujuan untuk menganalisis dan mengevaluasi program (proyek) pengembangan masyarakat yang ada (sedang dan sudah berlangsung) di komunitas, serta sejauh mana telah menerapkan prinsip-prinsip pengembangan masyarakat dalam pelaksanaannya. Program pengembangan masyarakat yang diambil untuk dianalisis dan di evaluasi adalah : 1. Program Bantuan Walikota Khusus untuk Peningkatan Kemakmuran (Bawaku Makmur) yaitu program Pemerintah Kota Bandung dengan tujuan untuk mengembangkan kegiatan usaha kecil/menengah serta individu/kelompok masyarakat yang memiliki jiwa kewirausahaan dan /atau akan/sedang melakukan perintisan usaha melalui pemberian fasilitas bantuan dana hibah. 2. Program rehabilitasi rumah kumuh dan perbaikan infrastruktur kawasan kumuh yaitu program pemerintah Kota Bandung dengan tujuan untuk mengurangi jumlah kawasan kumuh di Kota Bandung, yang disebabkan
59
daya dukung Kota tidak seimbang dengan pertumbuhan penduduk perkotaan. Wilayah yang terpadat penduduknya di Kota Bandung adalah Jamika, Sadang Serang, Cicadas, Taman Sari dan Kiaracondong. Alasan mengapa program Bawaku Makmur dan Rehab rumah kumuh yang dianalisis dan dievaluasi oleh pengkaji adalah karena kedua program tersebut mengarah kepada pemberdayaan masyarakat dan peranserta masyarakat, sehingga pengkaji merasa tertarik untuk melihat apakah dengan pemberian kedua program tersebut, masyarakat Kelurahan Cicadas dapat diberdayakan dan dapat meningkatkan peranserta atau partisipasi mereka dalam pembangunan. Alasan lain dari pengkaji adalah Kelurahan Cicadas merupakan pusat perdagangan di Kota Bandung dan mata pencaharian sebagai pedagang sebesar 12,23 %, sehingga ingin mengetahui apakah program bantuan Bawaku Makmur dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan peningkatan pendapatan bagi masyarakat terutama masyarakat yang tidak mampu (miskin). Alasan mengapa Program rehabilitasi rumah kumuh yang dianalisis dan dievaluasi adalah Kelurahan Cicadas termasuk sebagai Kelurahan yang padat dan kumuh di Kota Bandung, sehingga pengkaji ingin mengetahui apakah dengan program rehabilitasi rumah kumuh, tingkat partisipasi dan swadaya masyarakat dapat meningkat sehingga dapat mengurangi kualitas dan kuantitas dari permukiman kumuh yang ada di Kelurahan Cicadas.
5.2. Latar Belakang Program Bawaku Makmur Dalam konteks pembangunan, perekonomian merupakan sektor yang menjadi salah satu indikator keberhasilan suatu negara, wilayah maupun pemerintah. Sejalan dengan hal tersebut, Pemerintah Kota Bandung telah menetapkan sebuah visi pembangunan kedepan untuk mewujudkan Kota Bandung sebagai Kota Jasa yang Bermartabat (Bersih, Makmur, Taat dan Bersahabat) dengan salah satu misinya untuk mewujudkan suatu perekonomian kota yang adil, kuat yang berbasiskan pada potensi daerah dalam kerangka meningkatkan pendapatan
masyarakat,
mencipatakan
lapangan
kerja
dan
memperluas
kesempatan usaha. Potensi Usaha Kecil Menengah di Kota Bandung yang jumlahnya relatif sangat besar terdiri dari Koperasi = 2.226 unit dan Usaha Kecil Menengah =
60
73.207 unit belum mampu menjadi penopang serta daya dorong untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi kota guna mewujudkan pemerataan kesejahteraan bagi masyarakat. Salah satu faktor penghambat pertumbuhan usaha kecil menengah di Kota Bandung selain keterbatasan
kualitas dan kuantitas
sumber daya manusia juga terbatasnya permodalan serta akses ke perbankan. Atas dasar hal tersebut di atas, dibuatlah Peraturan No : 321 Tahun 2007,
Walikota Bandung
tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyaluran/Pemberian
Program Bantuan Peningkatan Kemakmuran. Program bantuan peningkatan kemakmuran atau yang dikenal di masyarakat sebagai program Bawaku Makmur (Bantuan Walikota Khusus Kemakmuran) tahun anggaran 2007, merupakan program pemerintah Kota Bandung dalam upaya mengembangkan Koperasi Usaha Kecil Menengah serta kepada individu masyarakat yang memiliki jiwa kewirausahaan dalam bentuk pemberian fasilitas bantuan dana (hibah) masyarakat yang memenuhi kualifikasi persyaratan dan ketentuan serta melalui proses survey dan seleksi yang transparan serta objektif. Dana hibah ini bersifat pemberian yang tidak perlu ada pengembalian dari masyarakat. Program ini lebih memfokuskan pada konteks pembangunan dan pengembangan kegiatan usaha kecil menengah serta daya dorong bagi individu masyarakat yang memiliki jiwa wirausaha dan/atau yang akan melakukan perintisan usaha khususnya dalam penguatan aspek permodalan, dan lebih mengarah pada upaya penciptaan kemandirian, partisipasi, daya inovasi dan kreatifitas pelaku usaha. Dalam hal ini Pemerintah Kota Bandung berfungsi sebagai motivator dan fasilitator. Sasaran
penyaluran/pemberian
Program
Bawaku
Makmur
adalah
kelompok masyarakat maupun perorangan yang tengah melakukan kegiatan ekonomi produktif maupun yang sedang melakukan perintisan usaha yang berada di wilayah kerja Pemerintah Kota Bandung yang memerlukan bantuan dana sesuai dengan syarat yang berlaku. Komposisi anggaran diberikan kepada masyarakat calon wirausahawan sebesar Rp.500.000 (Lima Ratus Ribu Rupiah) sampai dengan Rp. 5.000.000 (Lima Juta Rupiah). Bagi Usaha Kecil menengah diberikan sebesar Rp. 500.000 (Lima Ratu Ribu rupiah) sampai dengan Rp. 15.000.000 (Lima Belas Juta Rupiah)
61
dan bagi Koperasi diberikan sebesar Rp. 5.000.000 (Lima Juta Rupiah) sampai Rp. 15.000.000 (Limabelas Juta Rupiah).
5.3. Prosedur Pelaksanaan Program Bawaku Makmur Masyarakat Kelurahan Cicadas mengetahui program Bawaku Makmur bersumber dari media massa, kemudian berkembang dari mulut ke mulut. Pada awalnya aparat Kelurahan Cicadas tidak mengetahui adanya program tersebut dan merasa kebingungan dengan banyaknya masyarakat yang mengajukan proposal dikarenakan tidak adanya koordinasi dari Pemerintah Kota Bandung. Hal ini dikemukakan oleh Sekretaris Lurah dan Kasi Ekonomi Pembangunan : “Pada tahun 2007, awalnya kami tidak mengetahui adanya program Bawaku Makmur, tiba-tiba masyarakat banyak yang datang untuk menandatangani proposal. Setelah kami baca koran dan menanyakan langsung kebagian ekonomi Kota Bandung, baru kami mengetahui adanya program tersebut. Mungkin dari pihak Pemkot kurang sosialisasi kepada aparat Kelurahan dan langsung memberitakan ke media massa.” Untuk mendapatkan bantuan dana hibah Bawaku Makmur, syarat yang harus dipenuhi adalah membuat proposal tentang kegiatan ekonomi yang akan atau sedang dijalani oleh masyarakat serta dilampiri dengan identitas diri. Antusias masyarakat terutama Kelurahan Cicadas dalam mengajukan bantuan dana hibah Bawaku Makmur ternyata sangat besar, berdasarkan data proposal yang masuk ke Kelurahan Cicadas sebanyak 400 orang. Setelah melalui proses seleksi di lapangan yang dilakukan oleh tim dari Kota Bandung maupun aparat Kelurahan, akhirnya yang mendapatkan bantuan dana hibah Bawaku Makmur sebanyak 344 orang terbagi dalam tiga tahap. Tahap I sebanyak 103 orang, tahap II sebanyak 230 orang dan tahap III sebanyak 11 orang dengan total anggaran sebesar Rp. 195.550.000,- (Seratus sembilan puluh lima juta, lima ratus lima puluh ribu rupiah). Masyarakat Kelurahan Cicadas yang menerima dana hibah Bawaku Makmur mendapatkan bantuan
bervariasi antara Rp. 500.000
(Lima ratus ribu rupiah) sampai dengan Rp. 4.000.000 (Empat juta rupiah), akan tetapi hampir 70 % masyarakat menerima bantuan sebesar Rp. 500.000 (Lima Ratus Ribu Rupiah). Penerima bantuan sebesar Rp. 500.000,- adalah mereka yang mengajukan
usaha
secara perorangan sedangkan penerima bantuan
62
sebesar
Rp. 2.000.000,- ke atas adalah mereka yang mengajukan usaha secara
kelompok. Proses pencairan dana hibah Bawaku Makmur langsung ditangani oleh Pemerintah Kota Bandung bagian perekonomian, mereka yang telah disetujui proposalnya pada saat pencairan dengan waktu yang telah dijadwalkan oleh Pemerintah Kota Bandung dapat mengambil bantuan tersebut kepada Bagian Ekonomi Pemerintah Kota Bandung yang berada di jalan Wastukencana Bandung. Banyaknya masyarakat Kelurahan Cicadas yang mengajukan bantuan dana Bawaku Makmur, terkait dengan potensi Kelurahan Cicadas dimana mata pencaharian dari sektor informal yaitu sebagai pedagang cukup tinggi yaitu sebesar 1576 orang atau 12,23 %. Potensi lain yang cukup menunjang untuk mata pencaharian pedagang adalah kawasan Cicadas merupakan salah satu kawasan pusat perdagangan di Kota Bandung. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa responden baik itu tokoh masyarakat maupun masyarakat penerima langsung bantuan dana Bawaku Makmur, ternyata program tersebut dirasakan banyak manfaatnya untuk permodalan yang akan berusaha maupun penambahan modal bagi yang telah menjalankan usahanya. Hal senada diungkapkan oleh ibu Dian sebagai tokoh masyarakat di RW 11 : “Program Bawaku Makmur sangat bermanfaat, sebagian masyarakat memang ada yang betul-betul digunakan untuk berusaha yang tadinya tidak punya usaha sekarang jualan bakso, jualan gorengan. Tapi ada juga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hari raya, karena saat pembagian dana tersebut bertepatan dengan hari raya Idul Fitri. Bantuan dana tersebut tidak digunakan untuk usaha tapi untuk konsumtif”. Bapak Mira, sebagai tokoh masyarakat (Ketua RT) dari RW 03, mengemukakan hal yang sama : “Program Bawaku Makmur bermanfaat bisa membantu permodalan bagi yang belum berusaha dan bisa menambah modal bagi yang sudah berusaha. Tapi ada juga sebagian masyarakat yang tidak memanfaatkan untuk usaha, biasanya mereka bingung mau usaha apa”. Menurut aparat Kelurahan, sebagian masyarakat dapat memanfaatkan program bantuan tersebut, tetapi masih banyak juga warga masyarakat yang belum memanfaatkan bantuan dana tersebut dengan sungguh-sungguh. Menurut beberapa narasumber, program-program dalam bentuk pemberian uang belum
63
sepenuhnya membantu perekonomian masyarakat, sebagian dari masyarakat cenderung menggunakan bantuan tersebut untuk keperluan konsumtif. Hal ini terlihat dari hasil evaluasi yang diberikan kepada mereka, ternyata sebagian besar masyarakat kebingungan untuk mengisi rincian anggaran yang telah digunakan dari bantuan dana tersebut. Kebanyakan mereka menjawab bahwa bantuan dana sebesar Rp. 500.000 tidak mencukupi untuk permodalan usaha. Bantuan yang pernah dirasakan besar manfaatnya oleh masyarakat Kelurahan Cicadas adalah Program Padat Karya, yaitu penciptaan lapangan kerja. Akan tetapi program tersebut tidak berlanjut. Hal ini dikemukakan oleh Ketua RW 01, K (34 Thn) : “Program-program Pemerintah yang selama ini diberikan kepada masyarakat dalam bentuk uang, tidak membantu taraf kesejahteraan masyarakat. Bantuan yang diberikan dibelanjakan secara konsumtif. Yang dirasakan paling bermanfaat program dari pemerintah adalah program padat karya, dimana yang menganggur mendapatkan pekerjaan dan diberi upah”. Program lain yang dirasakan besar manfaatnya oleh masyarakat Kelurahan Cicadas adalah program perbaikan jalan umum, pembuatan sumur resapan, pembuatan sumur untuk kebutuhan sehari-hari, pembuatan MCK, seperti yang di kemukakan oleh Tokoh RW 09, K (65 thn) sebagai berikut : “Program-program yang diberikan Pemerintah banyak membantu masyarakat seperti Askeskin, Raskin, JPS dalam bentuk pembangunan fisik seperti membuat MCK, sumur untuk air bersih, perbaikan jalan. Tapi jika bantuan berupa uang langsung, biasanya tidak sesuai untuk peruntukan, tidak dijadikan modal usaha, tapi untuk keperluan konsumtif”. 5.4. Latar Belakang Program Rehabilitasi Rumah Kumuh Dominasi kaum miskin diperkotaan menciptakan banyak kendala bagi pengadaan rumah diperkotaan. Penyediaan lahan untuk mendirikan rumah yang layak huni dan terjangkau, menjadi hal yang sulit diwujudkan. Belum lagi kemampuan masyarakat atas kepemilikan rumah yang saat ini dibanderol dengan harga selangit oleh pembangun. Realistis saja, jika mereka terpaksa lebih mendahulukan isi perut daripada tempat berlindung. Alhasil,
permukiman
padat
penduduk
menjadi
identik
dengan
permukiman kumuh yang dipenuhi masyarakat miskin, lingkungan kotor,
64
prasarana dan infrastruktur terbatas seperti air bersih, saluran pembuangan air, listrik, sarana bermain anak dan tidak tersedianya ruang terbuka. Karena keterbatasan ini, banyak masyarakat yang memanfaatkan sungai untuk MCK (Mandi, Cuci, Kakus), mengambil air dan juga membuang sampah. Salah satu upaya Pemerintah Kota Bandung
untuk mengurangi
permasalahan diatas adalah dengan program Rehabilitasi rumah kumuh dan perbaikan infrastruktur kawasan kumuh. Diantaranya, dengan perbaikan dan peningkatan jalan gang, penyediaan sarana air bersih dan pembangunan drainase. Selain dukungan dari dana APBD Kota Bandung, diharapkan masyarakat dapat meningkatkan partisipasinya dengan pemberdayaan masyarakat melalui dana swadaya untuk perbaikan rumah kumuh dan perbaikan infrastruktur kawasan kumuh.
5.5. Prosedur Pelaksanaan Program Rehab Rumah Kumuh Pada tahun 2006, Pemerintah Kota Bandung dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) telah menganggarkan bantuan lantainisasi bagi rumahrumah penduduk yang masih memiliki lantai dari tanah. Berdasarkan data keluarga Pra-sejahtera alasan ekonomi dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Kota Bandung , maka setiap Kecamatan yang ada di Kota Bandung mendapatkan bantuan lantainisasi dua buah rumah dimana setiap rumah mendapatkan bantuan sebesar Rp. 5.000.000,- (Lima Juta Rupiah). Dari beberapa Kelurahan yang ada di Kecamatan Cibeunying Kidul, hanya Kelurahan Cicadas yang memberikan data rumah berlantaikan tanah sebanyak dua rumah yang berlokasi di RW 01. Lurah Cicadas mendapatkan data tentang rumah berlantaikan tanah berasal dari Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) setempat. Prosedur pengajuan data tidak berdasarkan hasil musyawarah dari Ketua RT dan ketua RW. Berdasarkan keterangan dari aparat Kelurahan, data tersebut diminta secepat mungkin oleh pihak Kecamatan selama jangka waktu dua dari sehingga tidak memungkinkan untuk proses musyawarah dari tiap-tiap Ketua RW. Akhirnya berdasarkan data yang ada di Kelurahan Cicadas, pada tahun 2006, pengajuan program rehab rumah kumuh diberikan kepada RW 01 Kelurahan Cicadas.
65
Anggaran dana tahun 2006 yang turun pada bulan Desember menyebabkan jangka waktu yang cukup sempit dalam menyelesaikan program rehab rumah kumuh. Akhirnya pihak Kecamatan dan Kelurahan mengambil inisiatif untuk segera melaksanaan rehab rumah kumuh di RW 01 tanpa melibatkan institusi RW, RT dan masyarakat setempat, sehingga tidak ada swadaya dari masyarakat baik itu berupa bantuan dana maupun tenaga. Tenaga kerja yang digunakan adalah dua orang yang tinggal disekitar rumah yang akan direhab dengan upah standar sebagai kuli bangunan. Alasan tim Kecamatan dan Kelurahan tidak melibatkan institusi RW maupun RT disebabkan program ini harus
cepat
selesai
dan
harus
segera
memberikan
laporan
pertanggungjawabannya kepada pihak Kecamatan yang akan diteruskan ke tingkat Kota Bandung. Pada tahun 2007 dan tahun 2008, Pemerintah Kota Bandung menambah jumlah pemberian bantuan rehab rumah kumuh sebanyak empat buah rumah tiap Kecamatan, dan tiap Kecamatan mengajukan data rumah yang akan direhab berdasarkan laporan dari Kelurahan. Hasil rapat minggon antara Camat dengan para Lurah disepakati untuk tahun 2007, Kelurahan Cicadas mendapatkan jatah dua buah rumah yang akan di rehab, sisanya dibagi untuk dua Kelurahan lain yang ada di Kecamatan Cibeunying Kidul. Dalam proses mendapatkan data tentang rumah kumuh, pihak Kelurahan menghubungi tiap-tiap Ketua RT dan Ketua RW untuk mengajukan data rumah kumuh. Masing-masing Ketua RT dan RW akan menentukan rumah warga masyarakat yang diusulkan untuk direhab berdasarkan fakta yang terlihat dari kondisi rumah serta tingkat ekonomi penghuninya. Penentuan
rumah
yang akan
direhab tidak berdasarkan
musyawarah dengan masyarakat. Pelaksanaan rehab rumah kumuh pada tahun 2007, dialokasikan kepada RW 08 dan RW 11. Pihak Kecamatan dan Kelurahan menyerahkan bantuan dalam bentuk
uang secara utuh kepada ketua RW untuk masing-masing
rumah sebesar Rp. 5.000.000,- (Lima Juta Rupiah). Pelaksanaan program rehab rumah kumuh di RW 08, ketua RW tidak membentuk tim khusus dalam program rehab rumah kumuh. Ketua RW yang mengatur dan membelanjakan anggaran program tersebut sampai rehab rumah selesai dilaksanakan. Tidak ada swadaya
66
dari masyarakat lain baik dalam bentuk uang maupun tenaga. Anggaran rehab rumah kumuh disesuaikan dengan jumlah yang diterima dari Pemerintah Kota. Pelaksanaan rehab rumah kumuh di RW 11 melibatkan seluruh aspek masyarakat, dimana ketua RW membentuk tim khusus dalam pelaksanaan pembangunan tersebut. Partisipasi masyarakat di RW 11 ada yang berbentuk sumbangan bahan bangunan (semen, batu bata bekas), konsumsi (makanan) dan tenaga kerja. Tim bekerja sama dengan masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi. Anggaran yang digunakan keseluruhan dalam rehab rumah kumuh di RW 11 sebesar Rp. 6.000.000,- (Enam Juta rupiah). Swadaya masyarakat yang terkumpul dalam bentuk uang sebesar Rp. 1.000.000,(Satu Juta Rupiah) Pada tahun 2008, Kecamatan hanya memberikan jatah satu buah rumah di Kelurahan Cicadas untuk di rehab. Pihak Kelurahan mengajukan data rumah kumuh berdasarkan usulan langsung dari salah seorang warga
masyarakat
di
RW 12 tanpa persetujuan dari Ketua RW dan Ketua RT setempat. Dengan setengah memaksa dan mengancam, warga yang mengaku dari salah satu Parpol besar tersebut meminta untuk direhab rumahnya. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya pihak Kelurahan mengusulkan warga RW 12 tersebut untuk direhab rumahnya. Dalam proses pemberian bantuan yang berbentuk uang sebesar Rp. 5.000.000,- (Lima Juta Rupiah), pihak Kecamatan memberikan secara langsung kepada warga tersebut dengan disaksikan oleh Lurah dan Ketua RW 12. Pada akhirnya, pelaksanaan rehab rumah kumuh di RW 12 dilaksanakan oleh pemiliknya sendiri, tidak ada proses pengawasan maupun keterlibatan dari ketua RT dan ketua RW serta tidak ada swadaya dari masyarakat.
5.6. Tinjauan Program dalam Kaitannya dengan Pengembangan Ekonomi Lokal Program pemberian dana hibah Bawaku Makmur, bertujuan untuk meningkatkan perekonomian dari sektor informal. Peran Pemerintah Kota Bandung hanya sebagai motivator dalam pemberian modal, diharapkan masyarakat yang berperan aktif dalam mengembangkan usahanya. Masyarakat sebagai subjek dalam mengembangkan usaha perekonomian, sehingga diperlukan
67
suatu kemampuan wirausaha yang tinggi dan sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas dari masyarakat itu sendiri. Dengan kata lain, pemberian modal Bawaku Makmur oleh Pemerintah adalah agar dapat didayagunakan oleh masyarakat sebagai pelaksana dan pengelola (acceptable), dapat dikelola oleh masyarakat secara terbuka dan dapat dipertanggung jawabkan (accountable), memberikan pendapatan yang memadai dan mendidik masyarakat untuk mengelola secara ekonomis (profitable) dan hasilnya dapat dilestarikan oleh masyarakat sendiri sehingga menciptakan pemupukan modal dalam wadah lembaga sosial ekonomi setempat (suistanable). Jika dilihat dari
hasil pelaksanaan program pemberian dana Bawaku
Makmur, kendala yang dihadapi sebagian masyarakat adalah mereka yang belum mempunyai usaha yang jelas (calon wirausahawan), sehingga banyak dari mereka yang telah mendapatkan bantuan dana, kebingungan akan dipergunakan untuk apa dana tersebut. Hal ini berkaitan dengan kesiapan dan kemampuan masyarakat (Sumber Daya Manusia) dalam menerima dan mendayagunakan dana bantuan Bawaku Makmur. Berdasarkan hasil evaluasi tim dari Pemerintah Kota Bandung dan Aparat Kelurahan Cicadas, hanya 40 % masyarakat Kelurahan Cicadas yang memanfaatkan bantuan dana program Bawaku Makmur untuk usaha, sedangkan sebanyak 60 % masyarakat hanya digunakan untuk kebutuhan yang sifatnya konsumtif. Program Bawaku Makmur kurang berhasil mengangkat perekonomian di Kelurahan Cicadas, terlihat dari tidak adanya peningkatan
kesejahteraan
masyarakat yang telah diberikan bantuan. Penambahan modal sebesar Rp. 500.000,- tidak membawa dampak bagi peningkatan hasil usaha, maupun penciptaan lapangan pekerjaan. Menurut Haeruman (2001), kemungkinan lain belum berhasilnya program Bawaku Makmur, disebabkan rendahnya tingkat ketrampilan dan pengetahuan masyarakat, yang mengakibatkan rendahnya kemampuan
masyarakat
untuk
memperoleh
dan
memanfaatkan
akses
sumberdaya yang tersedia. Penyebab lain kurang berhasilnya program bawaku makmur adalah waktu pemberian/pencairan dana di saat menjelang hari raya idul fitri, sehingga
68
masyarakat lebih memanfaatkan dana tersebut untuk keperluan hari raya daripada menggunakannya untuk permodalan. Program rehabilitasi rumah kumuh dan perbaikan infrastruktur secara langsung tidak berkaitan dengan pengembangan ekonomi lokal, akan tetapi dampak dari perbaikan infrastruktur terutama di wilayah yang termasuk kumuh, dapat meningkatkan perekonomian lokal, misalnya dengan perbaikan sarana jalan atau gang yang dapat dilalui oleh kendaraan roda dua maupun roda empat dapat menumbuhkan usaha warung/toko karena lancarnya pendistribusian barang dari agen ke warung/toko. Hal ini dapat memotivasi masyarakat untuk meningkatkan usaha ekonomi produktif. Menurut narasumber yaitu Ketua RW 01, Ketua RW 09 dan aparat Kelurahan jika bantuan-bantuan yang selama ini diberikan kepada masyarakat Kelurahan Cicadas masih bersifat top down, tidak melibatkan masyarakat lokal, maka hasil pembangunan tidak akan terasa dampaknya. Akan lebih tepat jika bantuan-bantuan yang diberikan kepada masyarakat Kelurahan Cicadas dalam bentuk barang, tidak berupa uang tunai, karena dari beberapa pengalaman ternyata pemberiaan dalam bentuk uang tunai tidak efektif, lebih banyak dimanfaatkan untuk keperluan konsumtif. Hal ini dikemukakan oleh aparat Kelurahan J (49 Thn) : “Tingkat kesejahteraan masyarakat Kelurahan Cicadas akan tetap pada masa yang akan datang, jika bantuan-bantuan yang diberikan selama ini dalam bentuk pemberian uang atau modal karena masyarakat banyak menggunakannya untuk konsumtif. Bantuan tidak membawa dampak untuk kesejahteraan masyarakat, apalagi jika harga-harga kebutuhan pokok mahal, lapangan pekerjaan sulit. Lebih baik mereka diberi bantuan berupa peralatan untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang sesuai dengan keahlian mereka, misalnya mesin las, mesin jahit”. 5.7. Tinjauan Program dalam Kaitannya dengan Modal Sosial dan Gerakan Sosial Dengan merujuk
konsep modal sosial menurut Colletta & Cullen
(Nasdian dan Dharmawan, 2007) maka dalam proses kegiatan Program Bawaku Makmur sudah terdapat potensi modal sosial diantara anggota masyarakat di Kelurahan Cicadas, dimana mereka saling berinteraksi dan memberikan informasi tentang adanya Program Bawaku Makmur dan dengan antusias secara bersama-
69
sama mengajukan permohonan proposal ke tingkat RT, RW, Kelurahan, Kecamatan sampai pada tingkat Pemerintah Kota Bandung. Adanya interaksi dan ikatan yang kuat antar anggota komunitas Kelurahan Cicadas merupakan modal sosial yang sangat penting untuk mengembangkan program selanjutnya. Hal ini diungkapkan oleh warga RW 12 ketika ditanyakan tentang informasi Program Bawaku Makmur : “Saya tau ada bantuan dana Bawaku Makmur dari mulut ke mulut, dari tetangga, teman yang membuat dan mengajukan proposal untuk minta bantuan dana. Saya juga langsung buat. Saya juga beritahukan kepada teman atau tetangga yang belum tahu”. Akan tetapi modal sosial tersebut tidak berkelanjutan sampai pada suatu gerakan sosial untuk memanfaatkan bantuan dana hibah Bawaku Makmur. Setelah bantuan dana tersebut diterima oleh masing-masing masyarakat, mereka memanfaatkan bantuan dana tersebut secara sendiri-sendiri (perorangan) yang pada akhirnya ada masyarakat yang memanfaatkan dana untuk usaha tapi sebagian masyarakat tidak menggunakan dana tersebut untuk usaha tetapi untuk keperluan konsumtif. Jika dilihat dari aspek Psikologi Sosial, tujuan Pemerintah Kota Bandung memberikan bantuan dana Bawaku Makmur adalah sebagai upaya daya dorong (motivasi) bagi individu masyarakat untuk melakukan suatu usaha. Menurut Panjaitan et al (2007), dalam memandang perilaku manusia perlu dilihat dari berbagai perspektif. Jika di lihat dari perspektif kognitif, tingkah laku manusia tergantung pada bagaimana mereka mempersepsikan dan berfikir tentang lingkungannya atau dengan kata lain sebagai proses mental individu yang menentukan baik respon aktual maupun potensial dari setiap orang dalam dunia sosialnya. Sedangkan menurut perspektif interaksionis, manusia adalah agen aktif dalam menentukan tingkah lakunya sendiri dan menetapkan harapan-harapan sosialnya. Jelaslah, mengapa stimulus yang diberikan Pemerintah Kota Bandung sama yaitu berupa bantuan dana usaha, tetapi respon yang diberikan oleh masyarakat ternyata berbeda-beda seperti yang dijelaskan di atas, ada sebagian masyarakat yang menggunakan bantuan tersebut secara sungguh-sungguh tapi ada sebagian masyarakat yang tidak menggunakan secara sungguh-sungguh.
70
Hal ini berkaitan dengan bagaimana proses mental individu dalam memberikan respon untuk mengelola bantuan dana hibah Bawaku Makmur. Program rehab rumah kumuh dan perbaikan infrastruktur kawasan kumuh bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan partisipasi dan swadaya masyarakat lokal. Dalam upaya meningkatkan partisipasi dan swadaya masyarakat tersebut diperlukan empat dimensi modal sosial seperti yang dikemukakan oleh Colletta dan Cullen (Nasdian dan Dharmawan, 2007) yaitu adanya integrasi yang kuat antar anggota keluarga dan tetangga, ikatan dengan komunitas luar, keefektifan dan kemampuan institusi dalam menjalankan fungsinya serta hubungan yang sinergis antara pimpinan dan komunitas. Dalam pelaksanaan program rehabilitasi rumah kumuh dan perbaikan infrastruktur kawasan kumuh, modal sosial sangat diperlukan untuk memperkuat kerjasama (sinergis) antar institusi dalam pelaksanaan program tersebut. Modal sosial yang kuat antar insititusi seperti Kecamatan, Kelurahan, RW, RT dan masyarakat dapat menjadikan dasar gerakan sosial dalam pelaksanaan program tersebut. Kenyataan yang terjadi di Kelurahan Cicadas, modal sosial dan gerakan sosial relatif masih rendah. Jika dilihat dari prosedur pelaksanaan program yang dilaksanakan oleh
Pemerintah Kota, Kecamatan maupun Kelurahan, masih
bersifat top-down. Program rehab kumuh sepertinya
belum memperlihatkan
program yang berasal dari usulan masyarakat tapi masih berupa anggaran yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota, hal ini terlihat dimana Pemerintah Kota memberikan bantuan anggaran yang sama rata kepada setiap Kecamatan yang ada di Kota Bandung. Jangka waktu yang relatif sempit antara pelaksanaan program dengan turunnya dana membuat pelaksana program sulit untuk mengembangkan swadaya masyarakat disebabkan program rehab rumah kumuh yang harus segera diselesaikan. Kondisi ini dapat saja menjadikan penyebab Ketua RT dan Ketua RW enggan untuk mengajak masyarakat terlibat, sehingga tidak ada swadaya dan partisipasi masyarakat dalam program rehab rumah kumuh. Peran ketua RT dan ketua RW sebagai pemimpin di tengah-tengah masyarakat sangat berpengaruh dalam melaksanakan setiap program. Diperlukan kemampuan inisiatif dan peningkatan kapasitas kepemimpinan para ketua RT, ketua RW serta tokoh
71
masyarakat lainnya, sehingga dapat mengajak, mempengaruhi dan melibatkan masyarakat dalam setiap program, seperti yang diperlihatkan oleh tokoh-tokoh masyarakat di RW 11 Kelurahan Cicadas.