Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Upaya Penanganan Kawasan Permukiman Kumuh Nelayan Pulau Baai Kota Bengkulu Yulius1) Purwanita Setijanti2) Putu Rudy Satiawan3) 1) Mahasiswa Pascasarjana Jurusan Arsitektur FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111, email:
[email protected] 2) Dosen Jurusan Arsitektur FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111, email:
[email protected] 3) Dosen Jurusan Arsitektur FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111, email:
[email protected]
Abstrak Morphologi Pulau Baai sebelum dibangun merupakan suatu lagun / kolam yang terbentuk oleh lidah pasir yang membujur dari arah selatan ke utara, dan kemudian menjadi sebuah Pelabuhan yang bernama Pulau Baai. Daerah sekitar pelabuhan pulau tumbuh dengan sendirinya dan menjadi sebuah kawasan permukiman penduduk yang padat dan rapat. Karena pola yang digunakan dalam pembangunan sebuah permukiman tidak kelihatan serta tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan pembangunan dilakukan sekedar memenuhi kebutuhan tempat tinggal. Selain itu juga tidak memikirkan penataan dan fungsi ruang sesuai peruntukannya sehingga kawasan tersebut tumbuh dan berkembang menjadi kawasan permukiman kumuh. Dalam menentukan upaya penanganan kawasan permukiman kumuh nelayan Pulau Baai ada beberapa hal pokok yang harus diketahui baik itu kriteria permukiman kumuh itu sendiri maupun faktor penyebab kekumuhan yang terjadi dikawasan tersebut. Selain itu kawasan permukiman tersebut mempunyai potensi yang sangat besar sekali dalam perputaran perekonomian. Dalam penelitian ini digunakan jenis penelitian deskriptif tujuannya adalah untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifatsifat populasi atau daerah tertentu. Upaya Penanganan kawasan permukiman kumuh nelayan Pulau Baai Kota Bengkulu dilakukan dengan melaksanakan peremajaan daerah sepadan sungai, melakukan pengerukan sungai dan melakukan penyeimbangan kepadatan penduduk yang ada dikawasan tersebut. Selain itu juga hal yang sangat pokok adalah melaksanakan rehabilitasi fisik rumah tidak layak huni bagi masyarakat permukiman kumuh nelayan Pulau Baai Kota Bengkulu.
Kata kunci : permukiman kumuh, potensi, penanganan.
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 1
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Development Planning of Slum Fisherman Area In Pulau Baai, Bengkulu Yulius1) Purwanitta Setijanti2) Putu Rudy Setyawan3) 1) Postgraduate Student Department of Architecture FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111, email:
[email protected] 2) Lecture Department of Architecture FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111, email:
[email protected] 3) Lecture Department of Architecture FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111, email:
[email protected]
Abstract Morphologi Pulau Baai before built a huevito / pond formed by a tongue of sand that ran from south to north, and then became a harbor called Pulau Baai. The area around the harbor islands grow by itself and become an area of dense settlements and meetings. Because the pattern used in the construction of a settlement is not visible and not in accordance with the Spatial Planning and development carried out just to meet housing needs. It also did not think the arrangement and appropriate space allocation functions that region grow and develop into the slums area. In determining the way in slum areas Baai Island fishermen there are some basic things to know whether the criteria themselves slums and slums causing factors such happens the region. Besides these settlements has a huge potential once in the economic cycle. In this research used descriptive type of research goal is to create a systematic description, factual and accurate statement of the facts and the nature of population or a particular region. Handling effort slums areas Baai Island fishermen City Bengkulu done by performing the equivalent local rejuvenation of the river, dredging the river and do make balancing the existing density of the region is. It is also a very essential thing is to carry out physical rehabilitation home is not habitable for the people of the slums Baai Island fishermen City Bengkulu
Keywords: handling, potencies, slums
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 2
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
I. PENDAHULUAN Kota Bengkulu yang terletak di Pesisir Barat Pulau Sumatera mempunyai pantai yang sangat indah yang merupakan pantai terpanjang kedua di dunia. Kawasan pantai Kota Bengkulu membujur dari Pantai Jakat, Pantai Tapak Paderi, dan Pantai Panjang termasuk kawasan sepanjang muara sungai Jenggalu dan Pelabuhan Pulau Baai. Menurut salah seorang tokoh masyarakat yang tinggal dikawasan tersebut sejak tahun 1975 terbentuknya perkampungan nelayan karena pada dahulunya kawasan tersebut adalah kawasan yang tidak bertuan. Para pelaut yang datang ke daerah tersebut adalah pelaut atau nelayan yang berasal dari Bugis, Medan, Lahat dan daerah lainnya. Pada saat itu kawasan permukiman nelayan baru didiami oleh 22 kepala keluarga yang berprofesi sebagai nelayan. Untuk pertama kalinya para nelayan tersebut menempati kawasan pulau baai yang pada saat itu belum menjadi pelabuhan. Dari uraian diatas, maka masalah yang dihadapi adalah : - Tumbuh dan berkembangnya kawasan permukiman kumuh (slum) nelayan Pulau Baai Kota Bengkulu dengan tingkat hunian yang padat dan tinggi serta berdampak negatif terhadap lingkungan sekitar. - Tidak adanya prasarana dan sarana pendukung lingkungan seperti, jalan lingkungan yang masih tanah, saluran drainase masih saluran tanah, tidak adanya jamban umum, dan sarana pendukung seperti tempat bermain anak-anak, tempat berkumpul atau balai pertemuan dan lain sebagainya . Pertanyaan adalah, faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kawasan permukiman nelayan pulau baai menjadi kumuh dan bagaimana upaya penanganan permukiman kumuh nelayan pulau baai Kota Bengkulu? Penelitian ini dilaksanakan di kawasan permukiman nelayan RT. 10 dan RT 11 Pulau Baai Kelurahan Sumber Jaya Kecamatan Kampung Melayu Kota Bengkulu. Adapun pemilihan kawasan permukiman nelayan Pulau Baai sebagai objek penelitian berdasarkan hasil penelitian dilapangan dimana pada saat terjadinya air pasang, maka kawasan tersebut mengalami kebanjiran secara alami. Dan apabila pada saat air surut maka kawasan permukiman nelayan tersebut menjadi sangat becek karena terdapatnya genangan air dimanamana. Dari pengamatan lapangan didapat gambaran umum kondisi kawasan permukiman nelayan Pulau Baai sebagai berikut: Bahwa permukiman di kawasan studi merupakan perkampungan nelayan yang terletak didaerah bantaran sungai Air jenggalu yang terletak dikawasan Pelabuhan Samudera Pulau Baai. Dengan kondisi fisik bangunan pada daerah permukiman umumnya non permanen, terbuat dari papan. Sedangkan pola pertumbuhan permukiman tersebut kurang teratur dan tidak merata, hal ini karena sarana aksesbilitas yang ada berupa jalan tanah selebar 5 meter sebagai jalan utama. Selain itu juga belum terdapatnya sarana dan prasarana lingkungan belum tersedia, seperti saluran air bersih, saluran pembuangan air, pengelolaan sampah, dan sebagainya. Sedangkan fasilitas umum yang sudah ada hanya berupa fasilitas peribadatan (mesjid), fasilitas perdagangan (warung kecil, pasar). Disamping itu juga sebagian besar masyarakatnya merupakan pendatang dengan status rumah menyewa.
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 3
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
II. KAJIAN TEORI A. Permukiman Istilah Permukiman dalam The Habitat Agenda Indonesia disebutkan bahwa permukiman merupakan kesinambungan ruang kehidupan dari seluruh unsurnya, baik yang alami maupun non alami, yang mendukung dan melindungi, secara fisik, sosial dan budaya. Keanekaragaman kondisi sosio-budaya, sosio-ekonomi, dan fisik serta dinamika perubahannya, akan menjadi dasar pertimbangan utama pengelolaan dan pengembangan permukiman. Hal ini tidak untuk memisah-misahkannya, melainkan untuk saling berpadupadan secara sosial maupun fungsional, agar semua orang dapat hidup secara lebih sejahtera dan saling menghormati, mempunyai akses terhadap prasarana dasar dan pelayanan permukiman yang sesuai secara berkelayakan, dan mampu memelihara serta meningkatkan kualitas lingkungannya ( Agenda 21 Indonesia, Strategi Nasional untuk Pembangunan Berkelanjutan 1197, hal.124). Permukiman adalah suatu kawasan perumahan lengkap dengan prasarana lingkungan, prasarana umum, dan fasilitas sosial yang mengandung keterpaduan kepentingan dan keselarasan pemanfaatan sebagai lingkungan kehidupan (Soedarsono dalam Ridlo, 2001: 19). Pemukiman sering disebut perumahan dan atau sebaliknya. Pemukiman berasal dari kata housing dalam bahasa Inggris yang artinya adalah perumahan dan kata human settlement yang artinya pemukiman. Perumahan memberikan kesan tentang rumah atau kumpulan rumah beserta prasarana dan sarana ligkungannya. Perumahan menitik beratkan pada fisik atau benda mati, yaitu houses dan land settlement. Sedangkan pemukiman memberikan kesan tentang pemukim atau kumpulan pemukim beserta sikap dan perilakunya di dalam lingkungan, sehingga pemukiman menitik beratkan pada sesuatu yang bukan bersifat fisik atau benda mati yaitu manusia (human). Dengan demikian perumahan dan pemukiman merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan sangat erat hubungannya, pada hakekatnya saling melengkapi. (Muhtadi, Muh, Drs, Gejala Permukiman Kumuh Jakarta Selayang Pandang, Dep. PU, 1987). Unsur-unsur permukiman menjadi lima yaitu unsur alam (tanah, air, udara, hewan dan tumbuhan), lindungan (shells), jejaring (network), manusia dan masyarakat, sehingga secara ringkas permukiman adalah paduan antara unsur manusia dengan masyarakatnya, alam dan unsur buatan (Doxiadis dalam Kuswartojo, 2005: 5). Permukiman yang diciptakan dan dikembangkan dapat menjadi sarana bagi kehidupan yang penuh ketakwaan dan keimanan, menimbulkan rasa aman dan nyaman, menjamin kesehatan jasmani dan rohani, meningkatkan keakraban serta menciptakan hubungan sosial dan pergaulan yang bermutu (Kuswartojo, 2005: 8). Menurut Silas, rumusan permukiman yang sesuai di Indonesia yaitu sebuah teritorial habitat, dimana penduduknya masih dapat melaksanakan kegiatan biologis, sosial, ekonomi, politis dan dapat menjamin kelangsungan lingkungan yang seimbang dan serasi. Dalam pembangunan permukiman, menurut silas (1985) suatu permukiman hendaknya mengikuti kriteria bagi permukiman yang baik dengan memenuhi aspek fisik dan aspek non fisik. Menurut Turner (1972) bahwa standar fisik bangunan yang dibuat pemerintah sering terlalu tinggi dibandingkan kenyataan yang dapat dicapai dengan sumber-sumber yang tersedia, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Kenyataan tersebut menimbulkan pertanyaan yang mendasar tentang arti dan nilai atau value rumah bagi seseorang, karena secara universal arti dan nilai rumah sangat erat kaitannya dengan aspek kemanusiaan dan budaya.
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 4
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
B. Permukiman Kumuh Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, dapat merupakan kawasan perkotaan dan perdesaan, berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Menurut Silas Permukiman kumuh dapat diartikan menjadi dua bagian, yang pertama ialah kawasan yang proses pembentukannya karena keterbatasan kota dalam menampung perkembangan kota sehingga timbul kompetisi dalam menggunakan lahan perkotaan. Sedangkan kawasan permukiman berkepadatan tinggi merupakan embrio permukiman kumuh. Dan yang kedua ialah kawasan yang lokasi penyebarannya secara geografis terdesak perkembangan kota yang semula baik, lambat laun menjadi kumuh, yang menjadi penyebabnya adalah mobilitas sosial ekonomi yang stagnan. C. Karakteristik Permukiman Kumuh Karakteristik permukiman kumuh adalah : 1. Keadaan rumah pada permukiman kumuh terpaksa dibawah standar, rata-rata 6 m2/orang. 2. Permukiman ini secara fisik memberikan manfaat pokok yaitu dekat dengan tempat kerja dan harga rumah juga murah baik membeli ataupun menyewa. Disamping itu terdapat pula pendapat lain yang menyebutkan karakteristik yang merupakan cirri-ciri dari permukiman kumuh yaitu : 1. Permukiman kumuh tersebut dihuni oleh penduduk yang padat dan berjubel, karena adanya pertambahan penduduk yang alamiah maupun migrasi yang tinggi dari desa. 2. Permukiman kumuh tersebut dihuni oleh warga yang berpenghasilan rendah atau berproduksi sub system, yang hidup dibawah garis kemiskinan. 3. Perumahan di permukiman tersebut berkualitas rendah atau masuk dalam kategori rumah darurat (sustainable housing condition), yaitu bangunan rumah yang terbuat dari bahanbahan tradisional, seperti, bamboo, kayu, ilalang, papan dan bahan-bahan cepat hancur lainnya. 4. Kondisi kebersihan dan sanitasi rendah. 5. Langkanya pelayanan kota (urban service) seperti: air bersih, fasilitas MCK, sistim pembuangan kotor dan sampah serta perlindungan dari kebakaran. 6. Pertumbuhan tidak terencana sehingga penampilan fisiknyapun tidak teratur dan terurus. 7. Secara sosial terisolir dari permukiman lapisan masyarakat lainnya. 8. Permukiman tersebut pada umumnya berlokasi disekitar pusat kota dan seringkali tak jelas pula status hukum tanah yang ditempati ( Utami Trisni, 1997) Sedangkan menurut para ahli karakteristik permukiman kumuh antara lain : 1. Dihuni oleh penduduk dengan penghasilan rendah dengan porsi pengeluaran untuk makan dan minum yang relatif besar. 2. Pendidikan kepala keluarga pada umumnya rendah. 3. Pemakaian air bersih relatif sedikit. 4. Pembuangan sampah tidak tertata rapi. 5. Cara penduduk membuang tinja dan kotoran lain tidak sehat. 6. Drainase kurang berfungsi dengan baik sehingga terjadi genangan air, berbau busuk dan kotor. D. Faktor Penyebab Timbulnya Permukiman Kumuh Ada beberapa faktor penyebab timbulnya permukiman kumuh sebagaimana yang dikemukakan oleh Yudohusodo (1991) dalam bukunya Rumah Untuk Seluruh Rakyat adalah sebagai berikut : Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 5
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
-
-
Arus urbanisasi penduduk yang sangat pesat terutama di kota-kota besar berdampak terhadap timbulnya ledakan jumlah penduduk. Sektor informal merupakan bidang pekerjaan tanpa penghasilan yang tetap. Bidang pekerjaan ini muncul karena pengaruh desakan ekonomi yang tidak didukung oleh keahlian yang memadai. Kondisi sosial budaya masyarakat juga menjadi pemicu terbentuknya kawasan permukiman kumuh, yang dimaksud disini menyangkut pola hidup atau kebiasaan masyarakat yang masih terbawa iramanya kehidupan kota.
E. Upaya Penanganan Permukiman Kumuh Penanganan permukiman kumuh dilakukan sebagai upaya perbaikan lingkungan permukiman yang mengalami penurunan kualitas lingkungan, dimana kondisi kehidupan dan penghidupan masyarakatnya sangat memprihatinkan, kepadataan bangunan sangat tinggi, struktur bangunan sangat rendah, dan kekurangan terhadap akses prasarana dan sarana permukiman seperti drainase, sampah, dan sebagainya. Kondisi non fisik seperti sosial budaya masyarakat penghuni perlu dipahami sebagai pendekatan dalam penanganan dimasa depan secara seimbang dan berkesinambungan. Terkait upaya peningkatan kualitas dilingkungan permukiman kumuh, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah melaksanakan rencana strategis peningkatan kualitas lingkungan permukiman kumuh yang mempertimbangkan efektifitas dan efisiensi, sebagai bagian dari proses pembangunan berkelanjutan (sustainable development) serta mengedepankan strategi pemberdayaan dan kemampuan (empowerment and enabling stategy) maka prakarsa pembangunan (perbaikan/penataan permukiman kumuh) akan meningkat, begitupula rasa kepemilikan masyarakat terhadap proyek pembangunan. Tujuannya adalah tercapainya peningkatan kualitas lingkungan permukiman yang mampu mendorong tercapaianya peningkatan derajat kesehatan, pendidikan dan daya beli masyarakat. Serta peningkatan kualitas lingkungan kawasan permukiman yang sehat sehingga dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi kesehatan lingkungan kota.. Dalam penyelengaraan peningkatan kualitas lingkungan permukiman kumuh terdapat 3 pendekatan, yakni: 1. Pendekatan partisipatori, yang mampu mengeksplorasi masukan dari komunitas, khususnya kelompok sasaran, yang mefokuskan pada permintaan lokal, perubahan prilaku dan yang mampu mengeksplorasi cara-cara inovatif untuk melaksanakan operasional dan pemeliharaannya. 2. Pembangunan berkelanjutan, yang dilaksanakan dengan menaruh perhatian utama pada pencapaian tujuan pembangunan lingkungan yang terintegrasi dalam satu kesatuan sistem dengan pencapaian tujuan pembangunan sosial dan ekonomi. Pendekatan ini dilakukan dengan memadukan kegiatan-kegiatan penyiapan dan pemberdayaan masyarakat, serta kegiatan pemberdayaan usaha ekonomi dan komunitas dengan kegiatan pendayagunaan prasarana dan sarana dasar perumahan dan permukiman sebagai satu kesatuan sitem yang tidak terpisahkan. 3. Pendekatan secara fisik dari sisi tata ruang, pendekatan ini pada peningkatan kualitas lingkungan permukiman kumuh merupakan bagian dari rencana umum tata ruang kota dan merupakan suatu hal yang penting untuk meningkatkan fungsi dan manfaat ruang kota secara integral. Bentuk-bentuk penanganan dengan pendekatan aspek keruangan dibedakan menjadi 3 bagian, yakni :
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 6
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
a. Redefiasi : Bentuk penanganan permukiman dengan melakukan intervensi program permukiman tanpa merubah struktur ruang yang telah ada dan berjalan. Kegiatan-kegiatan yang dapat diterapkan dalam lingkup redifinisi permukiman ini meliputi 1) Revitalisasi: Peningkatan kualitas lingkungan, memperbaiki dan mendorong ekonomi kawasan dengan memanfatkan prasarana dan sarana 2) Rehabilitasi: Meliputi renovasi dengan melakukan perubahan sebagian komponen pembentukan permukiman, komponen diperbaharui sesuai standart yang baru berlaku. Rekontruksi dengan mengembalikan komponen permukiman pada kondisi asalnya, baik persyaratan maupun penggunaannya. b. Restrukturisasi: Penanganan permukiman yang melakukan suatu proses penstruktur kembali pola ruang atau struktur ruang yang telah ada dapat diterapkan dalam lingkup restrukruriasi permukiman ini meliputi : 1) Renewal: Melakukan pembongkaran secara sebagian atau menyeluruh komponen permukiman, melakukan perubahan secara stuktural dengan membangun kembali di atas lahan yang sama. 2) Redevelopment: Dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan pembongkaraan prasarana dan sarana dari sebagian ataupun seluruh kawasan. 3) Restorasi: Dengan mengembalikan pada kondisi asalnya sesuai dengan persyaratan permukiman yang benar. Masing-masing kegiatan tersebut diatas mempunyai kelebihan dan kekurangan. Penerapaan penanganan tersebut dilakukan sesuai dengan permasalahan dan karakteristik lingkungan permukiman yang akan ditangani. Hal ini juga mengacu pada kebijakan penanganan permukiman kumuh yang ada dalam Surat Edaran Menpera No. 04/SE/M/I/93 tahun 1993: penanganan perumahan dan permukiman kumuh yang tidak layak huni yang keadaannya tidak memenuhi persyaratan teknis, sosial, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan serta tidak memenuhi persyaratan ekologis dan legal administratif, dilaksanakan melalui pola perbaikan/ pemugaran, peremajaan maupun relokasi sesuai dengan tingkat/ kondisi permasalahan yang ada. III. METHODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah pendekatan rasionalistik dengan model analisis menggunakan theoretical descriptive, yaitu teori-toeri digunakan untuk melakukan analysis analogis. B. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan metode penelitian studi kasus (case tudy). Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 7
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
C. Metode Pengumpulan Data Dalam kegiatan pengumpulan data ini dilakukan 2 cara, yaitu Data Primer adalah data yang didapatkan secara langsung dilapangan. Data ini didapat dengan cara penyebaran kuesioner, wawancara terstruktur, dan observasi. Data sekunder ini diperoleh melalui literatur yang berkaitan dengan studi yang diambil. Studi literatur ini terdiri dari tinjauan teoritis dan pengumpulan data instansi. Dalam penelitian ditentukan populasi dan sampel agar terlihat batas-batasnya secara jelas. Metode sampling yang ditempuh dalam penelitian ini adalah purposive sampling atau sampling bertujuan. Adapun yang dijadikan sampel penelitian adalah diperoleh stakeholder kunci dan stakeholder utama yang berpengaruh dan dapat memberikan informasi yang spesifik berdasarkan pandangan dan kepentingan kelompok sampel tersebut sebanyak dan seakurat mungkin. Populasi yang dapat merepresentasikan informasi perlu dilakukan pemetaan stakeholders. Pemetaan ini bermanfaat untuk menentukan prioritas stakeholders yang berkompeten dilibatkan dalam hal pengidentifikasian faktor penyebab permukiman kumuh di Pulau Baai Kota Bengkulu. Adapun pemetaan stakeholders tersebut menyimpulkan pentingnya stakeholders seperti : Bappeda Kota Bengkulu , Dinas Sosial Kota Bengkulu, PT. Pelindo Indonesia Bengkulu, Cipta karya DPU Kota Bengkulu, Dinas Tatakota Bengkulu, LSM serawai dan Tokoh Masyarakat setempat. IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN A. Analisa Analisa faktor-faktor Penyebab Kekumuhan di Kawasan Permukiman Nelayan Pulau Baai Kota Bengkulu Setelah melakukan analisis stakeholders dan menemukan stakeholders kunci serta stakeholders utama, maka dalam melakukan identifikasi faktor yang menjadi dugaan penyebab permukiman kumuh, langkah analisisnya yaitu sebagai berikut: Eksplorasi Tahap I Pada tahap ini yang dilakukan adalah mendapatkan informasi/ eksplorasi pendapat dari para responden dalam bentuk kuisoner. Responden memberikan pendapat terhadap masing-masing variabel berdasarkan hasil telaah pustaka terhadap faktor-faktor penyebab permukiman kumuh. Dalam penelitian ini yang menjadi dugaan penyebab kekumuhan di kawasan permukiman nelayan Pulau Baai antara lain lokasi, kependudukan, kondisi bangunan, kondisi sarana, kondisi sosial ekonomi dan komitmen pemerintah. Hasil Pengolahan Eksplorasi Faktor Tahap I a. Faktor Lokasi Pengamatan yang menjadi sub variabel lokasi dalam penelitian ini adalah kesesuaian dengan rencana tata ruang, legalitas tanah, frekuensi kebakaran dan frekuensi kebanjiran dari Pulau Baai Kota Bengkulu. Adapun hasil yang didapat dilapangan melalui metode wawancara terhadap stakeholders yang ada maka dapat dilihat dibawah ini : 1. Peruntukan kawasan Pulau Baai sebagai kawasan permukiman dari hasil wawancara dengan stakeholders maka terdapat pemahaman yang berbeda dimana kondisi yang ada sekarang peruntukannya tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang ada di Kota Bengkulu.
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 8
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
2. Legalitas tanah di kawasan permukiman nelayan Pulau Baai ini sesuai dengan wawancara dengan tokoh masyarakat menyatakan bahwa pada dasarnya mereka telah lebih dahulu menempati kawasan Pulau Baai tersebut. Menurut cerita Bapak Rismana Tanjung yang juga ketua RW setempat mengatakan bahwa mereka sudah ada di Pulau Baai tersebut sejak Tahun 1975. Mereka adalah para pendatang yang berprofesi sebagai nelayan pendatang menempati kawasan permukiman tersebut sebanyak 22 kepala keluarga. Mereka mendirikan tempat tinggal atau rumah sebagai tempat berteduh dan membuat patok-patok tanah yang menjadi bagian dari lahan mereka. Selain itu juga dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Serawai menyatakan bahwa faktor legalitas tanah menjadi penyebab kekumuhan di Pulau Baai Kota Bengkulu, kondisi ini disebabkan karena: (a) Tidak semua tanah di kawasan permukiman nelayan Pulau Baai mempunyai sertifikat, menurut tokoh masyarakat setempat menyatakan bahwa mereka pernah mendapatkan surat persetujuan unutk menempati lahan permukiman tersebut yang langsung ditanda tangani oleh Kepala PT. Pelindo. Namun dalam surat tersebut tidak dinyatakan menjadi pemilik lahan tapi hanya surat persetujuan menempati kawasan permukiman nelayan Pulau Baai. (b) Permukiman tersebut sudah ada sejak lama, sehingga masyarakat berhak mengklaim bahwa lahan tersebut adalah milik mereka. 3. Faktor frekuensi kebakaran belum menjadi penyebab kekumuhan di kawasan permukiman Pulau Baai. Karena sesuai dengan hasil wawancara responden maka hampir dikatakan tidak pernah terjadi kebakaran dikawasan tersebut. 4. Frekuensi kebanjiran di kawasan permukiman nelayan Pulau Baai, semua responden sepakat menjadi penyebab kekumuhan. Kondisi ini disebabkan karena banjir dikawasan permukiman nelayan Pulau Baai serta pasang naik dan pasang surut yang sering terjadi. Kondisi ini disebabkan karena bangunan yang berada di kawasan permukiman Pulau Baai juga terletak dipinggir. Kesimpulan Eksplorasi Tahap I Berdasarkan hasil eksplorasi tahap pertama disimpulkan bahwa stakeholder yang sepakat faktor-faktor yang menyebabkan permukiman kumuh di kawasan permukiman nelayan Pulau Baai dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Variabel kondisi lokasi yang berpengaruh terhadap permukiman kumuh Pulau Baai adalah frekuensi kebanjiran 2. Variabel kependudukan yang berpengaruh terhadap permukiman kumuh Pulau Baai adalah kepadatan penduduk dan jumlah KK/ rumah 3. Variabel kondisi bangunan yang berpengaruh terhadap permukiman kumuh Pulau Baai adalah kepadatan bangunan, kesehatan dan kenyamanan bangunan, dan jarak antar bangunan 4. Variabel kondisi prasarana yang berpengaruh terhadap permukiman kumuh Pulau Baai adalah drainase, persampahan dan sanitasi lingkungan. 5. Variabel kondisi sarana yang berpengaruh terhadap permukiman kumuh Pulau Baai adalah ruang terbuka hijau 6. Variabel kondisi sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap permukiman kumuh Pulau Baai adalah tingkat pendapatan dan sosial budaya. Sedangkan variabel yang sepakat bukan merupakan faktor penyebab kekumuhan di Pulau Baai dapat diuraikan sebagai berikut: a. Variabel lokasi yang tidak berpengaruh terhadap permukiman kumuh di Pulau Baai adalah rencana tata ruang
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 9
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
b. Variabel kondisi sarana yang tidak berpengaruh terhadap permukiman kumuh di Pulau Baai adalah sarana pendidikan dan kesehatan Sedangkan variabel yang belum menemukan kesepakatan bahwa faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap permukiman kawasan Pulau Baai Kota Bengkulu adalah sebagai berikut: a. Variabel lokasi yaitu sub variabel legalitas tanah dan frekuensi kebakaran b. Variabel kependudukan yaitu sub variabel jumlah anggota keluarga c. Kondisi bangunan yaitu sub variabel struktur bangunan d.Variabel kondisi prasarana yaitu sub variabel air bersih dan kondisi jalan e. Variabel kondisi sarana yaitu sub variabel sarana niaga f. Variabel kondisi sosial ekonomi yaitu sub variabel tingkat pekerjaan dan tingkat keamanan Eksplorasi Tahap II Setelah mendapatkan informasi atau pendapat dari responden terhadap masing-masing variabel, selanjutnya dirangkum menjadi sauatu kesimpulan. Dari kesimpulan terdapat variabel yang belum menemukan kesepakatan bahwa faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap permukiman kawasan Pulau Baai Kota Bengkulu. Dari variabel yang belum disepakati oleh semua responden, dilakukan pengolahan tahap II. Faktor lokasi Pengamatan yang dilakukan variabel lokasi terhadap sub variabel yaitu frekuensi kebakaran dan frekuensi kebanjiran, semua responden setuju kedua sub variabel tersebut sebagai penyebab kekumuhan di Kawasan Permukiman Nelayan Pulau Baai. Adapun alasan dari responden diuraikan sebagai berikut: 1. Kawasan Pulau Baai menjadi kawasan yang semrawut dan kumuh hal ini dapat dilihat bahwa akibat kebanjiran yang terjadi di permukiman tersebut merupakan faktor penyebab terjadinya kekumuhan. Disamping itu juga karena kontur tanah yang menyebabkan air banjir yang masuk tidak dapat keluar lagi karena beda tingginya kontur kawasan permukiman tersebut. Jadi, menurut responden sub variabel frekuensi kebanjiran merupakan penyebab dari kekumuhan Pulau Baai Kota Bengkulu. 2. Sedangkan sub variabel frekuensi kebakaran, responden sepakat bahwa sub variabel tersebut bukan merupakan penyebab dari kekumuhan di Pulau Baai. Hal ini dikarenakan bahwa, selama hampir 2 tahun belakangan ini belum pernah terjadi kebakaran dikawasan permukiman tersebut Kesimpulan Eksplorasi Tahap II Setelah melakukan Iterasi kedua, dapat diketahui bahwa faktor-faktor penyebab kekumuhan di kawasan permukiman nelayan Pulau Baai yang disepakati berdasarkan pendapat dari responden, dapat diuraikan sebagai berikut:. a. Variabel kependudukan adalah jumlah anggota keluarga b. Kondisi bangunan adalah struktur bangunan c. Kondisi prasarana adalah kondisi jalan d. Kondisi sarana adalah sarana niaga e. Kondisisosial ekonomi adalah tingkat pekerjaan Hasil penelitian yang dicapai menyimpulkan faktor penyebab kekumuhan di kawasan permukiman nelayan Pulau Baai tersebut antara lain:
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 10
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
a Aspek Kependudukan, yang menjadi kekumuhan di Pulau Baai adalah :Kepadatan Penduduk, Jumlah Anggota Keluarga, Jumlah KK Perumah b. Aspek Kondisi Bangunan, yang menjadi kekumuhan di Pulau Baai adalah : Kualitas Struktur Bangunan, Tingkat Kepadatan Penduduk, Tingkat Kesehatan dan Kenyamanan Bangunan, Jarak Antar Bangunan c. Aspek Kondisi Prasarana, yang menjadi kekumuhan di Pulau Baai adalah : Drainase, Persampahan, Sanitasi Lingkungan, Kondisi Jalan d. Aspek Kondisi Sarana, yang menjadi kekumuhan di Pulau Baai adalah : Ruang Terbuka Hijau, Sarana Sosial/Budaya e. Aspek Kondisi Sosial Ekonomi, yang menjadi kekumuhan di Pulau Baai adalah; Tingkat Pendapatan, Tingkat Pekerjaan, Sosial/Budaya B. Analisis Upaya Penanganan Kawasan Permukiman Kumuh Nelayan Pulau Baai Kota Bengkulu Dalam menyusun upaya penanganan ini, dirumuskan untuk menangani faktor-faktor yang menjadi penyebab kekumuhan di permukiman nelayan Pulau Baai Kota Bengkulu. Dengan menggunakan metode triangulasi antara pengamatan empirik penulis dan responden, studi berdasarkan referensi mengenai penanganan permukiman kumuh, dan studi empiri kawasan permukiman kumuh lainnya. Berdasarkan kajian terhadap faktor penyebab kekumuhan di kawasan permukiman nelayan Pulau Baai Kota Bengkulu yang meliputi aspek lokasi, kependudukan kondisi bangunan, kondisi prasarana, kondisi sarana, kondisi sosial ekonomi, komitmen pemerintah, maka untuk melakukan upaya penanganan kawasan permukiman kumuh nelayan Pulau Baai akan ditinjau dari masing-masing faktornya. V. KESIMPULAN Berdasarkan hasil kajian Upaya Penanganan Permukiman Kumuh Nelayan Pulau Baai yang telah dilakukan, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekumuhan di Pulau Baai adalah : a. Karena kepadatan penduduk di kawasan permukiman nelayan Pulau Baai. b. Karena rendahnya tingkat pendapatan masyarakat sehingga tidak mampu untuk hidup lebih layak. c. Kulaitas struktur bangunan yang sangat rendah dimana kondisi tempat tinggal masyarakat yang didominasi oleh bangunan yang terbuat dari bahan papan yang mudah lapuk. d. Kondisi jalan lingkungan di kawasan permukiman nelayan Pulau Baai yang sangat memprihatinkan karena badan jalan makin melebar dan struktur badan jalan yang sangat labil sekali. e. Karena masyarakat yang tinggal dikawasan permukiman nelayan tersebut banyak yang tidak memiliki sarana sanitasi yang sesuai dengan standar kesehatan, dan memanfaatkan sungai sebagai tempat buang hajat. f.
Karena tidak adanya sarana untuk berinteraksi antara sesama penduduk yang berada dikawasan permukiman nelayan tersebut maka mereke menggunakan sarana umum seperti jalan lingkungan untuk bercengkrama dan melakukan kegiatan sosial
2. Upaya penanganan kawasan permukiman di Pulau Baai Kota Bengkulu adalah sebagai berikut: a. Melakukan penyeimbangan agar kepadatan penduduk dapat dikendalikan dan menekan angka migrasi penduduk ke wilayah kawasan permukiman nelayan Pulau Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 11
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
b.
c.
d.
e.
f.
Baai, selain itu melakukan pendekatan kepada masyarakat untuk dapat pindah ke kawasan baru yang telah disediakan serta dapat memiliki rumah secara menyicil / angsuran. Memberikan bantuan dana lunak atau pinjaman dana bergulir dari program pemberdayaan masyarakat yang dicanangkan oleh pemerintah daerah, agar mereka dapat memanfaatkan dana tersebut untuk mengembangkan usaha rumah tangga (home industri) yang selama ini mereka lakukan. Upaya penanganan dilakukan dengan merehabilitasi fisik rumah yang tidak layak huni dengan memberikan bantuan bahan bangunan yang dibutuhkan sesuai dengan tingkat kerusakan bangunan, yang di danai dari program pemberdayaan masyarakat oleh pemerintah daerah seperti, program bedah rumah, PNPM Mandiri P2KP dan program lainnya agar mereka dapat hidup dengan layak. Upaya penanganan jalan lingkungan yang dilakukan adalah dengan melakukan penguatan badan jalan, pengaspalan serta memberikan pengarahan pada masyarakat akan kondisi jalan serta kelas jalan yang dapat dilalui oleh kendaraan roda empat. Upaya penanganan yang dilakukan adalah perbaikan sanitasi di kawasan permukiman nelayan Pulau Baai dapat dilakukan dengan sistem sanitasi terpusat, pembangunan MCK umum atau dengan pembangunan Instalasi Pembuangan Air Limbah dengan sistim komunal. Upaya yang dilakukan adalah dengan memberikan penyadaran bersama masyarakat untuk dapat memanfaatkan sarana yang ada seperti mesjid untuk berinteraksi sosial dan juga mengajukan proposal pembangunan kantor karang taruna sebagai organisasi sosial masyarakat secara permanen
Saran-saran Berdasarkan keterbatasan dan kendalan dalam penyusunan Upaya Penanganan Permukiman Kawasan Kumuh Nelayan Pulau Baai Kota Bengkulu adalah sebagai berikut : a. Perlu adanya kajian serupa pada lokasi yang berbeda. b. Perlu adanya kajian terkait dengan persepsi lingkungan permukiman masyarakat Pulau baai Kota Bengkulu. c. Perlu adanya studi lanjutan untuk merumuskan strategi penanganan kawasan permukiman kumuh. d. Perlu adanya kajian pola prefernsi bermukim bagi penduduk pendatang. e. Perlu adanya kajian tata guna lahan yang seimbang antara kepentingan ekonomi, lingkungan dan sosial sehingga kemunculan permukiman kumuh dapat diminimalisir khususnya di perkotaan. f. Perlu adanya kajian penataan permukiman kumuh dipandang dari sudut yang berbeda seperti perilaku, sosial budaya dan lain sebagainya. g. Perlu adanya kajian efektifitas program-program perbaikan permukiman kumuh sebagai evaluasi terhadap metode dan pelaksanannya.
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 12
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
VI. DAFTAR PUSTAKA Buku dan Artikel Doxiadis dalam Kuswartojo (2005), Unsur-unsur Permukiman . Kuswartojo, Tjuk. Perumahan dan Pemukiman di Indonesia; Upaya membuat perkembangan kehidupan yang berkelanjutan” Bandung; Penerbit ITB, (2005) Silas, Johan (1985), Kriteria Permukiman Turner, Jhon Fc. And Robert 1972. “Freedom to Built”. Deweller Control of The Housing Process, The Macmillan Company, New York. Yudohusodo. S. (1991), Tumbuhnya Pemukim-pemukim liar di Kawasan Perkotaan. JIIS. No.1. Peraturan, Kebijaksanaan dan Dokumen lain Dept. Permukiman dan Prasarana Wilayah PU 2001, Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Dept. Permukiman dan Prasarana Wilayah PU 2002, Pedoman Umum Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman Kumuh. Dept. Permukiman dan Prasarana Wilayah PU 2006, Pedoman Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh Penyangga Kota Metropolitan. Tahun 2006 Instuksi Presiden No.5 1991. Tentang Peremajaan Permukiman Kumuh di Atas Tanah Negara. Keputusan Mentri No 829 Tahun 1999 Tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan. Keputusan Mentri Kimpraswil No. 403/KPTS Tahun 2002 Tentang Tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Sederhana Sehat (Rs sehat). Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang Sempadan sungai Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bengkulu 2005-2010 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Bengkulu 2005-2010 Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 13