UNIVERSITAS INDONESIA
IRONI PADA CERPEN UNSU JOHEUN NAL KARYA HYEON JIN GEON
MAKALAH NON SEMINAR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora
NATHANIA DEVINA 1206269166
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI BAHASA DAN KEBUDAYAAN KOREA
DEPOK JUNI 2016
Ironi pada ..., Nathania Devina, FIB UI, 2016
Ironi pada ..., Nathania Devina, FIB UI, 2016
Ironi pada ..., Nathania Devina, FIB UI, 2016
Ironi pada ..., Nathania Devina, FIB UI, 2016
IRONI PADA CERPEN UNSU JOHEUN NAL KARYA HYEON JIN GEON Nathania Devina, Eva Latifah Program Studi Bahasa dan Kebudayaan Korea Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok Indonesia Email:
[email protected],
[email protected]
Abstrak Jurnal ini membahas tentang ironi yang terdapat dalam cerpen bergaya realis Unsu Joheun Nal karya Hyeon Jin Geon yang dibuat pada era 1920-an. Cerpen ini menceritakan tentang Bapak Kim, seorang penarik bendi yang tinggal di Seoul dan memiliki seorang istri yang sedang sakit di rumah. Pada suatu hari ia merasa bahwa hari itu adalah hari keberuntungannya karena ia mendapat banyak uang dari hasil kerjanya. Ironisnya ia menemukan istrinya meninggal dunia ketika ia tiba di rumah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ironi-ironi yang terdapat di dalam cerpen Unsu Joheun Nal. Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode close-reading untuk menganalisis ironi yang terdapat cerpen tersebut. Penelitian dimulai dengan membaca teliti teks cerpen Unsu Joheun Nal dan mengaitkannya dengan sumber-sumber lain yang terkait. Dengan begitu, penulis dapat memahami dan menganalisis ironi apa saja yang terdapat di dalam cerpen tersebut. Melalui langkah tersebut, penulis merumuskan kesimpulan bahwa cerpen Unsu Joheun Nal mengandung beberapa ironi situasional. Ironi situasional tersebut tergambar dalam inti cerita cerpen dan beberapa situasi pada bagian-bagian kecil cerpen. Kata Kunci: ironi, cerpen Korea, realisme.
IRONY IN SHORT STORY UNSU JOHEUN NAL BY HYEON JIN GEON Abstract This journal discussed about the irony portrayed in Unsu Joheun Nal, a realist short story written in 1920s era by Hyeon Jin Geon. This short story tells about Mr. Kim, a rickshaw-man living in Seoul and a husband of a sick wife. One day, he knew that it was his lucky day because all of sudden, he got quite a big amount of money from his work. Ironically, he found his wife has been dead when he reached home. The purpose of this study was to determine the irony portrayed in the short story Unsu Joheun Nal. In conducting the research, the writer used close-reading method to analyse the irony potrayed in the short story. The research began with reading the short story text and other sources related. The writer then understood and analysed the irony in the short story. Through these steps, the writer compose a conclusion that the short story Unsu Joheun Nal portrayed some situational irony. Those situational ironies portrayed in the main story and some situations in the small parts of the short story. Keywords: irony, Korean short story, realism.
Ironi pada ..., Nathania Devina, FIB UI, 2016
Pendahuluan Sastra adalah karya dan kegiatan seni yang berhubungan dengan ekspresi dan penciptaan (Sumardjo, Jakob dan Saini K. M., 1986: 1). Menurut Sumardjo dan Saini K.M. (1986), karya sastra adalah sebuah usaha merekam isi jiwa sastrawannya. Dengan kata lain, sastra adalah ungkapan atau ekspresi penciptanya. Karya sastra adalah sebuah sarana bagi sastrawan untuk menyampaikan hal-hal yang ingin ia ungkapkan. Hal-hal tersebut dapat berupa ungkapan perasaan, pengalaman, pemikiran, pandangan, dan sebagainya. Selain menjadi sarana ekspresi bagi sastrawan, karya sastra juga memiliki manfaat bagi para penikmatnya. Manfaat tersebut di antaranya memberikan kepuasan atau penghiburan dan memberi kesadaran kepada penikmatnya akan hal-hal tertentu. Menurut Semi (1988: 8), sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Semua hal yang diungkapkan oleh sastrawan dan semua hal yang diperoleh oleh pembacanya diwujudkan dalam bentuk bahasa. Bahasa dalam sastra dapat berwujud lisan dan melahirkan sastra lisan; juga dapat dalam bentuk tulisan dan melahirkan sastra tulis (Sumardjo, Jakob dan Saini K. M., 1986: 4). Salah satu contoh karya sastra yang banyak dihasilkan adalah cerita pendek, atau yang biasa disebut cerpen. Cerita pendek atau danpyeonsoseol (단편소설) salah satu bentuk variasi dari novel (소설) atau karangan fiksi yang muncul pada masa karya sastra modern, esensi sebuah novel, disebut juga sebagai hal yang paling mendasar. Cerpen muncul pada akhir masa karya sastra modern, biasanya menggambarkan kehidupan modern yang rumit dan beragam, juga melukiskan gambaran perasaan seorang individu. Pendek di sini berarti lebih pendek dibandingkan dengan novel atau 장편소설. Jika diukur menggunakan satuan lembar buku kotak (buku untuk menulis huruf hanja atau hangeul), cerita pendek membutuhkan sekitar 60 sampai 120 lembar. Cerita pendek berdurasi 30 menit hingga dua jam jika dibacakan tanpa istirahat (Choi, 2013: 104-105). Ciri dasar cerpen selain pendek adalah sifat rekaan. Kisah yang dituturkan dalam sebuah cerpen tidak dibuat berdasarkan kenyataan, melainkan berupa karya imajinatif pengarangnya. Walaupun begitu, bukan tidak mungkin kisah tersebut bisa benar-benar terjadi di kehidupan nyata. Dalam jurnal ini, penulis akan membahas sebuah karya sastra tulisan yang berupa cerpen. Penulis akan membahas lebih dalam cerpen yang berjudul Unsu Joheun Nal 1 Ironi pada ..., Nathania Devina, FIB UI, 2016
(운수 좋은 날) karya Hyeon Jin Geon. Cerpen ini merupakan salah satu cerpen representatif Hyeon Jin Geon yang bercerita tentang gambaran kehidupan rakyat kelas bawah pada masa pendudukan Jepang di Korea. Cerpen yang dibuat pada tahun 1924 ini mengisahkan tentang peristiwa tidak biasa yang dialami bapak Kim, seorang penarik bendi1 yang tinggal di daerah pusat kota Seoul. Korea pada tahun 1924 sedang berada di bawah pendudukan Jepang. Invasi Jepang menjadi salah satu penyebab runtuhnya dinasti kerajaan Korea, dan Jepang berhasil menduduki Korea sejak tahun 1910 hingga tahun 1945. Kolonialisasi Jepang di Korea membawa rakyat Korea ke dalam masa-masa sulit dan penuh penderitaan. Pada masa awal kedatangannya, Jepang menggunakan pendekatan secara militer untuk menguasai Korea. Jepang menggunakan lahan-lahan di Korea untuk kepentingan Jepang dan melakukan penindasan terhadap rakyat Korea. Pendudukan militer Jepang terus berlangsung hingga akhirnya meletus Gerakan 1 Maret pada tahun 1919, sebuah gerakan perlawanan sebagai bentuk protes dari rakyat Korea kepada Jepang untuk menuntut kemerdekaan. Pasca terjadinya Gerakan 1 Maret tersebut, Jepang mengubah strategi pendekatannya terhadap Korea. Jepang sadar bahwa semakin keras usaha Jepang untuk menekan rakyat Korea dengan kekerasan, semakin meledak pula usaha perlawanan dari rakyat Korea. Jepang mulai melakukan pendekatan budaya (Kim dkk., 2011: 6). Jepang tidak lagi mengedepankan strategi militer, bahkan mulai memberikan sedikit kebebasan bagi rakyat Korea. Rakyat Korea diperbolehkan untuk membentuk organisasi dan menerbitkan majalah-majalah dan karya-karya sastra. Pada tahun-tahun pertama era 1920-an, karya-karya sastra khususnya prosa dan puisi yang banyak dibuat beraliran naturalis dan realis. Karya sastra beraliran naturalis adalah karya sastra yang menggambarkan atau membandingkan kehidupan manusia dengan menggunakan unsur-unsur alam. Karya sastra beraliran realis adalah karya sastra yang menggambarkan potret kehidupan nyata yang benar-benar terjadi (Kim dkk., 2011). Karya sastra beraliran realis yang banyak diciptakan di Korea pada tahun 1920-an kebanyakan menggambarkan situasi pahit yang dialami rakyat Korea di bawah pendudukan Jepang, dan biasanya dibuat dengan tujuan untuk mengkritik pemerintahan Jepang.
1
Dalam bahasa Korea disebut Inryeokgo (인력거). Inryeokgo adalah kendaraan beroda dua yang ditarik oleh manusia.
2 Ironi pada ..., Nathania Devina, FIB UI, 2016
Cerpen karya Hyeon Jin Geon yang berjudul Unsu Joheun Nal merupakan salah satu cerpen beraliran realis yang dibuat pada era 1920-an. Bapak Kim, tokoh utama dalam cerpen ini, adalah seorang penarik bendi yang bekerja di pusat kota Seoul. Bapak Kim yang sudah berhari-hari sulit penumpang dan bahkan tidak melihat uang, tiba-tiba mendapat banyak pendapatan. Ia merasa hari itu adalah hari keberuntungan baginya. Kim Suk Kyeong dalam jurnal
ui Yeongeuk Testeuroui Gaksaek Yeongu (2014) mengatakan bahwa cerpen Unsu Joheun Nal mengandung ironi kehidupan. Bagaimana ironi digambarkan di dalam cerpen ini? Gagasan apa saja yang mendukung bahwa cerpen itu mengandung ironi? Melalui penelitian ini, penulis menganalisa bagaimana ironi tersebut disampaikan di dalam cerpen ini. Penulis juga akan menyampaikan gagasan-gagasan yang mendukung hasil analisis tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode membaca teliti atau closereading. Menurut Barry Brummett (2010) dalam Lestari (2012) metode membaca teliti atau close-reading adalah teknik membaca berurutan dan teliti pada objek (teks) dengan pemahaman yang semakin dalam pada makna dari objek tersebut. Metode ini penelitian ini dilakukan dengan membaca keseluruhan teks dengan cermat dan memahami lebih dalam isi dari teks tersebut. Penulis memulai penelitian ini dengan mencari teks cerpen Unsu Joheun Nal dalam bahasa Korea dan sumber-sumber lain yang terkait. Penulis membaca teks tersebut berulang kali, memahami, dan menganalisis bagaimana ironi digambarkan dalam cerpen tersebut. Teori Ironi Ironi adalah cara untuk menyadarkan seseorang akan suatu kebenaran atau kenyataan melalui perbandingan dan kontradiksi. Cara tersebut dilakukan dengan tidak mengungkapkan
kebenaran
secara
langsung,
melainkan
disampaikan
dengan
membalikkan fakta. Hal ini sesuai dengan makna ‘bersembunyi’ atau ‘menyamar’ yang dimiliki ironi (Choi, 2013: 62). Ironi terjadi ketika apa yang terlihat dari luar tidak sama dengan apa yang sebenarnya terjadi (Kang dkk., 2005: 14). Kang Sim Ho dan kawankawan dalam buku Hanguk Danpyeon Soseol I (2005) membagi ironi ke dalam dua jenis, yaitu ironi dalam bentuk perkataan (말의 아이러니) dan ironi dalam bentuk keadaan (상황의 아이러니).
3 Ironi pada ..., Nathania Devina, FIB UI, 2016
Ironi dalam bentuk perkataan (말의 아이러니) atau dapat juga disebut ironi verbal adalah kondisi ketika apa yang dikatakan seseorang berlawanan dengan maksud perkataannya. Sebagai contoh, jika pada siang hari di hari libur kita berada di kamar sambil bermalas-malasan, ibu kita berkata, “Aduh, asik sekali bermainnya. Kalau melihatmu bermain seperti ini, kamu pasti akan jadi orang sukses nanti.” Kalimat ini mengandung makna lain, yaitu, “Kalau kamu main terus, mau jadi apa nantinya? Cepat sana belajar!”. Bentuk kalimat yang memiliki makna berbeda dengan apa yang diekspresikan seperti pada contoh di atas disebut juga ironi verbal (말의 아이러니) atau ironi bahasa (Kang dkk., 2005: 14). Dalam bahasa Indonesia, kita mengenal bentuk kalimat seperti itu sebagai kalimat yang mengandung gaya bahasa ironi. Gaya bahasa ironi seringkali digunakan untuk menyindir secara halus. Ironi dalam bentuk keadaan (상황의 아이러니) dapat disebut juga ironi situasional adalah kondisi ketika tokoh dalam suatu situasi tidak mengetahui perkembangan situasi tersebut dan takdir yang terjadi setelahnya berlawanan dengan situasi tersebut. Seperti contohnya dalam kisah Romeo dan Juliet, ketika Romeo mengira bahwa Juliet sudah meninggal lalu membunuh dirinya sendiri, kita merasa bahwa itu semua seperti permainan takdir (Kang dkk., 2005: 15). Lillian R. Klein (1998) mengatakan bahwa ironi diikuti oleh perbedaan ekspektasi dan kenyataan. Ironi verbal tidak hadir begitu saja. Ironi verbal hadir hanya dalam suatu situasi. Walaupun contoh ironi bisa jadi lebih sering ditunjukkan dengan bahasa, ironi verbal tidak bisa dan tidak seharusnya dilakukan tanpa adanya situasi. Kita selalu berbicara dan berinteraksi di dalam suatu konteks situasi tertentu. Walaupun begitu, ironi situasional tidak bergantung hanya pada kehadiran ironi verbal. Ironi situasional tidak memerlukan ekspresi verbal. Ironi situasional memiliki peran penting dalam diskusi mengenai ironi yang tidak disengaja (Katharina Barbe, 1995: 77). Ironi verbal memerlukan seseorang yang dengan sengaja menggunakan suatu teknik untuk menyampaikan perkataan tersebut (ironist), sehingga Muecke (1969) menyebutnya sebagai ironi yang disengaja. Ironi situasional tidak memerlukan ironist, tetapi seorang pengamat situasi yang dianggap ironis (Colston, Herbert L. & Raymond W. Gibbs, 1994: 468). Dalam penelitian ini, penulis sebagai pembaca cerpen Unsu Joheun Nal berperan sebagai pengamat situasisituasi yang terjadi di dalam cerpen tersebut.
4 Ironi pada ..., Nathania Devina, FIB UI, 2016
Sinopsis Cerpen Unsu Joheun Nal Karya Hyeon Jin Geon Cerpen Unsu Joheun Nal karya Hyeon Jin Geon merupakan cerpen dengan gaya realis yang menggambarkan kehidupan buruh kelas bawah pada tahun 1920-an. Tokoh utama cerpen ini adalah Bapak Kim, seorang penarik bendi yang tinggal di daerah Dongseomun, Seoul. Sudah beberapa hari usaha Bapak Kim sebagai penarik bendi tidak berjalan lancar, hingga pada suatu hari ia merasa bahwa hari itu adalah hari keberuntungannya. Pada hari itu Bapak Kim mengantar nyonya besar yang tinggal di depan rumahnya serta pria berjas yang terlihat seperti seorang guru, dan mendapat 80 jeon. 2 Tidak hanya itu, Bapak Kim juga mengantar seorang pelajar ke stasiun Namdaemun dan mendapat 1 won 50 jeon. Bapak Kim merasa sangat gembira, namun di sisi lain ia juga merasa takut. Bapak Kim merasa aneh dengan keberuntungannya yang tiba-tiba itu. Bapak Kim memiliki seorang istri yang sedang sakit parah di rumah, dan ia memiliki firasat buruk akan hal ini. Analisis Ironi Pada Cerpen Unsu Joheun Nal Karya Hyeon Jin Geon Cerpen Unsu Joheun Nal mengandung ironi dalam bentuk kejadian atau ironi situasional saja. Cerpen ini tidak memiliki ironi dalam bentuk perkataan atau ironi verbal, karena tidak ditemukan dialog-dialog yang mengandung gaya bahasa ironi. Beberapa contoh ironi situasional yang terdapat di dalam cerpen ini adalah: 1. Duka Bapak Kim di Hari Keberuntungannya Kematian istri Bapak Kim di hari keberuntungannya merupakan contoh ironi yang paling jelas tergambar dalam cerpen Unsu Joheun Nal. Situasi ironis tersebut merupakan cerita inti dari cerpen ini. Bapak Kim justru berduka akibat kematian istrinya pada hari keberuntungannya. 이 날이야말로 동소문 안에서 인력거꾼 노릇을 하는 김 첨지에게는 오래간만에도 닥친 운수 좋은 날이였다. 문안에 들어간답시는 앞집 마나님을 전찻길까지 모셔다 드린 것을 비롯하여 행여나 손님이 있을까 하고 정류장에서 어정어정하며 내리는 사람 하나하나에게 거의 비는 듯한 눈길을 보내고 있다가 마침내 교원인 듯한 양복쟁이를 동광학교까지 태워다 주기로 되었다.
2
Jeon adalah satuan mata uang di Korea yang digunakan di era 1920-an, setara dengan 1/100 won (nilai won pada era tersebut).
5 Ironi pada ..., Nathania Devina, FIB UI, 2016
첫째 번에 삼십 전, 둘째 번에 오십 전 – 아침 댓바람에 그리 흉치 않은 일이었다. Hari ini adalah hari keberuntungan Bapak Kim, seorang penarik bendi di Dongseomun, setelah sekian lama. Dimulai dengan mengantar nyonya depan rumah yang hendak pergi ke kota hingga ke jalur trem, Bapak Kim kemudian berkeliling di sekitar stasiun, berharap akan datangnya penumpang sambil menatap memohon kepada setiap orang yang turun dari trem, hingga akhirnya seseorang yang memakai jas seperti seorang guru meminta untuk diantar ke sekolah Donggwang. Pertama, 30 jeon; kedua, 50 jeon –hal yang tidak begitu buruk di awal hari. (Hanguk Danpyeonsosol I, hal 22)
Pada bagian awal cerpen, Bapak Kim diceritakan mendapat pemasukan banyak setelah berhari-hari usahanya tidak lancar. Bapak Kim yang tiba-tiba mendapat uang cukup banyak merasa gembira, bahkan hampir menangis. Bapak Kim merasa dirinya cukup beruntung hari itu. Tidak hanya sampai di situ, keberuntungan Bapak Kim terus berlanjut. Setelah kedua penumpang tadi, Bapak Kim kembali mendapat penumpang. 그러나 그의 행운은 그걸로 그치지 않았다. 땀과 빗물이 섞여 흐르는 목덜미를 기름주머니가 다 된 왜목 수건으로 닦으며, 그 학교 문을 돌아나올 때였다. 뒤에서 “인력거!”하고 부르는 소리가 난다. 자기를 불러 멈춘 사람이 그 학교 학생인 줄 김 첨지 한번 보고 짐작할 수 있었다. Namun keberuntungannya tidak berhenti sampai di situ. Sambil mengelap lehernya yang basah oleh keringat dan air hujan dengan handuk yang kini sudah menjadi kantung minyak, dan bersiap untuk keluar dari gerbang sekolah itu. “Bendi!” Seseorang memanggilnya dari belakang. Dengan sekali lihat, Bapak Kim sudah tahu kalau orang yang memanggilnya adalah murid sekolah itu. (Hal 23)
Calon penumpang ketiga tersebut meminta Bapak Kim untuk mengantarnya sampai ke stasiun Namdaemun. Awalnya pelajar itu menolak ketika Bapak Kim meminta harga 1 won 50 jeon untuk mengantarnya sampai ke sana. Setelah tawar menawar, pelajar itu setuju untuk memberikan sejumlah uang yang ditentukan Bapak Kim. “일 원 오십 전은 너무 과한데. “ 이런 말을 하며 학생은 고개를 기웃하였다. “아니올시다. 잇수로 치면 여기서 거기가 시오 리가 넘는답니다. 또 이런 진날에는 좀 더 주셔야 지요.” 하고 빙글빙글 웃는 차부의 얼굴에는 숨길 수 없는 기쁨이 넘쳐흘렀다. “그러면 달란는 대로 줄테니 빨리 가요”.
6 Ironi pada ..., Nathania Devina, FIB UI, 2016
“1 won 50 jeon terlalu mahal”, kata pelajar itu sambil memiringkan kepalanya. “Tidak. Kalau dihitung-hitung, dari sini sampai ke sana lebih dari 15 ri 3 . Lagipula, hari sedang hujan lebat begini, beri lebih sedikit tidak ada salahnya, bukan?” kata Bapak Kim. Kegembiraan tergambar jelas dari wajahnya yang sedang tersenyum lebar. “Baiklah, ayo cepat pergi. Saya akan beri sesuai yang kau pinta”. (Hal 25)
Sekali lagi, keberuntungan berada di tangan Bapak Kim. Bapak Kim merasa berterima kasih dan gembira. Ia merasa dirinya sedang menjadi orang kaya baru. Setelah memberi salam kepada penumpang tersebut, Bapak Kim merasa sayang kalau ia harus kembali begitu saja. Bapak Kim sudah pergi sejauh lebih dari 15 ri menerjang hujan lebat hingga ke stasiun Namdaemun. Bapak Kim kemudian memutuskan untuk kembali mencari penumpang di sekitar stasiun. Hari ini keberuntungannya sedang baik, ‘siapa yang bisa menjamin keberuntungan itu tidak akan berlanjut’, pikir Bapak Kim. Karena takut dengan para penarik bendi di stasiun, Bapak Kim tidak menunggu tepat di depan stasiun, tetapi ia menunggu sedikit jauh dari halte trem yang berada persis di depan stasiun. Ia memarkir bendinya di sana dan berkeliling di sekitar tempat itu untuk mencari penumpang. Tidak lama kemudian ia pun kembali mendapat penumpang. Lagilagi keberuntungan menghampirinya. 전차가 왔다. 김 첨지는 원망스럽게 전차 타는 이를 노리고 있었다. 그러나 그의 예감은 틀리지 않았다. 전차가 빡빡하게사람을 싣고 움직이기 시작하였을 때 타고 남은 사람은 하나가 있었다. 굉장하게 큰 가방을 들고 있는 걸 보면 아마 봄비는 차 안에 짐이 크다 하여 차장에게 밀려 내려온 눈치였다. 깁 첨지는 대어 섰다 . “인력거를 타시랍시오”. 한동안 값으로 승강이를 하다가 육십 전에 인사동까지 태워다 주기로 하였다. Trem sudah datang. Bapak Kim memperhatikan dengan kesal para penumpang trem itu. Dugaannya tidak salah. Ketika trem yang mengangkut penumpang dengan penuh sesak itu mulai berjalan, ada satu penumpang yang turun. Melihat besarnya tas yang ia bawa, sepertinya ia terpaksa diturunkan karena tasnya yang terlalu besar. Bapak Kim menghampiri penumpang itu. “Bendi, bendi”. Setelah berdebat mengenai harga, mereka sepakat dengan Bapak Kim mengantar penumpang tersebut ke Insadong dengan harga 60 jeon. (Hal 27-28)
3
Ri adalah satuan jarak yang digunakan di Korea. Satu ri sama dengan 0,393 km.
7 Ironi pada ..., Nathania Devina, FIB UI, 2016
Untuk keempat kalinya Bapak Kim mendapat penumpang, juga dengan jumlah yang tidak sedikit. Bapak Kim benar-benar merasa beruntung, meskipun sebenarnya ia juga merasa aneh sekaligus terbeban dengan keberuntungannya yang tiba-tiba itu. Tidak hanya bisa membeli seollongtang4 dan bubur untuk istri dan anaknya, ia juga bisa minumminum dengan Chisam, temannya yang ia temui di tempat minum-minum. Ia mendapat uang dalam jumlah cukup banyak hanya dalam satu hari. Pertama 30 jeon, 50 jeon, 1 won 50 jeon, dan 60 jeon. Awalnya bapak Kim memang merasa sangat gembira karena keberuntungannya itu, namun lama-kelamaan ia merasa aneh, bahkan ia merasa terbeban. Tidak biasanya ia bisa mendapat uang sebanyak itu. Bapak Kim memiliki seorang istri yang sedang sakit keras di rumah. Ia memiliki firasat buruk tentang hal ini. Seharusnya bapak Kim merasa senang karena ia kini memiliki cukup uang untuk memenuhi permintaan istrinya yang ingin makan seollongtang, bahkan membelikan anak mereka bubur. Entah mengapa, Bapak Kim merasa sesuatu akan terjadi pada istrinya di rumah ketika ia terus-terusan mendapat keberuntungan di luar rumah. Benar saja, Bapak Kim menemukan istrinya sudah meninggal dunia sesampainya ia di rumah. 방 안에 들어서며 설렁탕을 한구석에 놓을 사이에도 없이 주정꾼은 목청을 있는 대로 다 내어 호통을 쳤다. “이 오라질 년. 주야장천 누워만 있으면 제일이야! 남편이 와도 일어나지를 못해”. 라는 소리와 함께 발길로 누운 이의 다리를 몹시 찼다. 그러나 발길에 채이는 사람의 살이 아니고 나무등걸과 같은 느낌이 있었다. ... 문득 김 첨지는 미친 듯이 제 얼굴을 죽은 이의 얼굴에 한데 비뱌대며 중얼거렸다. “설렁탕을 사다 놓았는데 왜 먹지를 못하니.....과상하게도 오늘은! 운수가 좋더니만.....”
Bapak Kim masuk ke dalam rumah dan tanpa sempat meletakkan solleongtangnya, pria yang sedang dalam keadaan mabuk itu langsung berteriak marah. “Wanita bodoh ini. Kerjamu tidur saja seharian! Suami pulang kau bahkan tidak beranjak”, kata Bapak Kim sambil menendang kaki istrinya yang sedang berbaring. Namun, Bapak Kim tidak merasa seperti sedang menendang kaki manusia, melainkan sebatang pohon. ...
4
Seollongtang (설렁탕) adalah masakan khas Korea berupa sup yang terbuat dari tulang sapi.
8 Ironi pada ..., Nathania Devina, FIB UI, 2016
Seketika itu juga Bapak Kim mengusapkan wajahnya ke wajah istrinya yang telah meninggal itu sambil bergumam. “Aku sudah beli seollongtang untukmu, kenapa kamu tidak makan......dan anehnya hari ini! adalah hari keberuntunganku......” (Hal 33-34)
Situasi ironis terjadi ketika istri bapak Kim meninggal di hari keberuntungan Bapak Kim. Pada dialog terakhirnya, Bapak Kim sadar bahwa hari itu adalah hari keberuntungannya, dan ia menyayangkan kepergian istrinya di hari keberuntungannya itu. Dengan keberuntungan Bapak Kim yang datang terus-menerus, pembaca atau pengamat situasi akan berekspektasi bahwa kisah Bapak Kim akan berakhir bahagia. Nyatanya, kisah ini malah berakhir ironis karena Bapak Kim harus berduka karena kematian istrinya di hari keberuntungannya. Selain kisah inti cerpen ini, ada pula contoh lain dari ironi situasional yang digambarkan di dalam cerpen ini. Ironi situasional lain tersebut disampaikan oleh narator cerpen dan terdapat di dalam bagian-bagian kecil cerpen yang menceritakan tentang kegiatan Bapak Kim dan istrinya. Ironi situasional lain tersebut ditunjukkan melalui dilema Bapak Kim yang teringat akan istrinya ketika sedang bekerja, perilaku Bapak Kim yang tidak membawa istrinya berobat walaupun sakit, makanan sebagai sumber penyakit istri Bapak Kim, rasa sayang Bapak Kim terhadap istrinya yang tidak terekspresikan, dan penghamburan uang oleh Bapak Kim ketika istrinya sakit.
2. Dilema Bapak Kim yang Teringat Akan Istrinya Ketika Bekerja Contoh ironi situasional lain yang terdapat di dalam cerpen ini adalah dilema yang dialami Bapak Kim ketika ia sedang bekerja. Bapak Kim memiliki seorang istri yang sedang sakit keras dan hanya bisa berbaring di rumah. Sembari bekerja mengantar penumpang, sesekali Bapak Kim teringat akan istrinya di rumah. 이윽고 끄는 이의 다리는 무거워졌다. 자기 집 가까이 다다른 까닭이다. 새삼스러운 염려가 그의 가슴을 눌렀다. “오늘은 나가지 말아요. 내가 이렇게 아픈데!” 이런 말이 잉잉 그의 귀에 올랐다. ... 집이 차차 멀어갈수록 김 첨지의 걸음에는 다시금 신이 나기 시작했다. 다리를 재게 놀려야만 쉴새없이 자기의 머리에 떠오르는 모든 근심과 걱정을 잊을 듯이.
9 Ironi pada ..., Nathania Devina, FIB UI, 2016
Akhirnya kaki Bapak Kim mulai terasa berat. Hal ini dikarenakan dirinya sudah berada di tempat dekat dengan rumahnya. Rasa cemas itu kembali membuncah. “Hari ini jangan keluar. Aku sedang sakit begini!” Kata-kata istrinya terngiang-ngiang di telinga Bapak Kim. ... Keajaiban kembali muncul pada kaki Bapak Kim ketika ia mulai menjauh dari rumahnya. Ia harus mempercepat langkah kakinya agar dapat melupakan segala kecemasan dan kekhawatiran yang muncul di kepalanya. (Hal 25-26)
Ketika Bapak Kim sedang mengantar penumpang dan melewati jalan yang berada dekat dengan rumahnya, ia teringat akan istrinya dan merasa cemas. Situasi ini dapat disebut ironis karena pada saat itu Bapak Kim sedang bekerja mengantar penumpang sehingga ia tidak bisa berada di sisi istrinya, dan ia mengalami dilema untuk memutuskan apakah ia harus kembali ke rumah dan melihat istrinya atau melanjutkan pekerjaannya. Pada akhirnya Bapak Kim lebih memilih untuk melupakan kecemasannya akan istrinya tersebut. Walaupun Bapak Kim cemas akan istrinya yang sedang terbaring sakit di rumah, Bapak Kim merasa ia tetap harus bekerja menarik bendi untuk mencari nafkah bagi keluarganya. 3. Bapak Kim yang Tidak Membawa Istrinya Berobat Walaupun Sakit Ironi situasional selanjutnya ditunjukkan melalui penanganan yang dilakukan oleh Bapak Kim ketika istrinya sakit. Istri Bapak Kim tidak pernah minum obat. Bapak Kim hanya membiarkan istrinya terbaring lemah dalam keadaan sakit. 그의 아내가 기침으로 콜록거리는거 벌써 달포가 넘었다. 조밥도 굶기를 먹다시피 하는 형편이니 물론 약 한 첩 써본 일이 없다. 구태여 쓰려면 못 쓸 바도 아니로되 그는 병이란 놈에게 약을 주어 보내면 재미를 붙여서 자꾸 온다는 자기의 신조에 어디까지 충실하였다. 따라서 의사에게 보인 적이 없으니 무슨 병이지 알수 없으되 반듯이 누워가지고, 이러나기는새로 모로도 못눕는 걸 보면 중증은 중증인 듯. 병이 이대로 심해지기는 열흘 전에 조밥을 먹고 체한 때문이다.
Sudah satu bulan lebih istrinya menderita batuk. Makan nasi saja sudah seperti orang kelaparan, tentu saja istri Bapak Kim tidak pernah minum obat. Kalaupun memang harus
10 Ironi pada ..., Nathania Devina, FIB UI, 2016
menggunakan obat, istri Bapak Kim tidak akan minum obat bukan karena tidak bisa, tetapi karena kepercayaan yang dianut Bapak Kim bahwa mengusir penyakit dengan obat hanya akan membuat penyakit itu senang dan terus datang. Mereka tidak pernah pergi ke dokter, sehingga mereka tidak tahu penyakit apa yang menyerang istri Bapak Kim. Istri Bapak Kim hanya bisa berbaring, berbaring miring saja tidak bisa, apalagi bangun. Sepertinya memang penyakit yang cukup serius. Penyakitnya semakin bertambah parah karena sepuluh hari yang lalu istri pencernaan Bapak Kim terganggu setelah makan nasi. (Hal 22)
Penggalan cerpen di atas menceritakan tentang penanganan yang dilakukan oleh Bapak Kim ketika istrinya jatuh sakit. Situasi dalam penggalan cerpen di atas disebut ironis karena sebenarnya bukan tidak mungkin kalau penyakit yang diderita istri Bapak Kim bisa disembuhkan kalau mereka pergi menemui dokter dan mencari tahu penyakit apa yang menyerang istri Bapak Kim, juga menggunakan obat sebagai penanganannya. Sayang sekali, karena kepercayaan Bapak Kim akan takhayul bahwa minum obat hanya akan terus mendatangkan penyakit, mereka tidak menemui dokter. Kalaupun memang harus sekali menggunakan obat, Bapak Kim tidak akan membeli obat bukan karena alasan bahwa mereka tidak mampu membelinya, namun lebih kepada kepercayaan Bapak Kim yang mengatakan kalau memberi obat hanya akan semakin mengundang penyakit. Bapak Kim tidak berusaha untuk membawa istrinya menemui dokter. Ia hanya membaringkan istri Bapak Kim dan membiarkan penyakitnya semakin bertambah parah.
4. Makanan Sebagai Sumber Penyakit Istri Bapak Kim Situasi ironis lain yang tergambar dalam cerpen Unsu Joheun Nal ini terjadi sesaat sebelum istri Bapak Kim sakit parah, ketika ia menerima bahan makanan dari Bapak Kim yang pada saat itu mendapat penghasilan cukup. Penggalan cerpen berikut menceritakan kisah sepuluh hari sebelum hari keberuntungan Bapak Kim. Saat itu Bapak Kim juga mendapat cukup uang setelah beberapa saat usahanya tidak lancar, dan Bapak Kim pulang dengan membawa sekotak beras dan sebongkah kayu. Suatu berkah bagi Bapak Kim yang kembali mendapat uang untuk membeli cukup bahan makanan setelah beberapa waktu usahanya sulit. Bahan makanan yang dibawa pulang oleh Bapak Kim seharusnya bisa dibuat menjadi makanan yang dapat memenuhi rasa lapar mereka, namun ternyata berkah itu malah berubah menjadi bencana bagi istri Bapak Kim.
11 Ironi pada ..., Nathania Devina, FIB UI, 2016
병이 이대로 심해지기는 열흘 전에 조밥을 먹고 체한 때문이다. 그때도 김 첨지가 오래간만에 돈을 얻어서 좁쌀 한 되와 십 전짜리 나무 한 단을 사다 주었더니 김 첨지의 말에 의지하면 오라질 년이 청방지축으로 냄비에 대고 끓었다. 마음은 급하고 불길은 달지 않아 채 익지도 않은 것을 그 오라질 년이 숟가락은 고만두고 손으로 움켜서 두 뺨에 주먹덩이 같이 혹이 불거지도록 누가 빼앗을 듯이 처박질하더니만 그 날 저녁부터 가슴이 땅긴다, 배가 켕긴다고 눈을 흡뜨고 지랄병을 하였다. Penyakit istri Bapak Kim menjadi semakin parah karena sepuluh hari yang lalu pencernaan istri Bapak Kim terganggu setelah makan nasi. Pada saat itu Bapak Kim juga sedang mendapat uang setelah sekian lama dan pulang dengan membawa sekotak beras dan sebongkah kayu seharga 10 jeon. Mengikuti kata suaminya, istri Bapak Kim dengan sembrono meletakkan panci dan merebus beras tersebut.
Karena terburu-buru dan
masakannya tidak matang-matang, wanita bodoh itu meraup masakan yang belum matang itu dan memakannya hingga memenuhi kedua pipinya. Ia terus melahapnya seakan takut makanannya direbut orang, dan malam itu juga istri Bapak Kim kejang-kejang, dadanya sesak, perutnya begah, dan bola matanya terjuling ke atas. (Hal 22-23)
Situasi ini merupakan situasi ironis yang disebabkan oleh kecerobohan istri Bapak Kim. Suatu situasi disebut ironis ketika sesuatu yang diharapkan memiliki hasil tertentu justru memiliki hasil yang berbeda, di luar ekspektasi pengamat. Dalam kasus ini, ketika Bapak Kim pulang membawa makanan, pengamat situasi (re: penulis sebagai pembaca) berekspektasi bahwa mereka akan makan makanan dengan enak dan dapat memenuhi rasa lapar mereka. Sebaliknya, makanan tersebut justru menjadi sumber penyakit bagi istri Bapak Kim. Kondisi istri Bapak Kim yang awalnya sudah menderita sakit batuk malah menjadi semakin parah akibat gangguan pencernaan dan kejang-kejang yang menyerang setelah menyantap makanan yang belum matang dengan tergesa-gesa.
5. Rasa Sayang Bapak Kim Terhadap Istrinya yang Tidak Terekspresikan Bapak Kim seringkali ditunjukkan sedang mengumpat dan memarahi istrinya melalui dialog-dialognya. Tidak hanya melalui kata-kata, dia juga menampar dan menendang istrinya. Ironis, karena sebenarnya Bapak Kim menyayangi istrinya, namun karena tidak pandai berekspresi, Bapak Kim justru memperlakukan istrinya dengan kasar.
12 Ironi pada ..., Nathania Devina, FIB UI, 2016
“에이 오라질 년, 조랑복은 할 수가 없어, 못먹어 병, 먹어서 병, 어찌란 말이야! 왜 눈을 바로 뜨지 못해!” 하고 앓는 이의 뺨을 한 번 후려갈겼다. 홉뜬 눈은 조금 비루어졌건만 이슬이 맺히었다. 김 첨지의 눈시울도 뜨끈뜨끈하였다. 이 환자가 그러고도 먹는 데는 물리지 않았다. 사흘 전부터 설렁탕 국물이 마시고 싶다고 남편을 졸랐다. “이런 오라질 년! 조밥도 못 먹는 년이 설렁탕은 또 쳐먹고 지랄병을 하게”. 라고 여단을 쳐보았지만, 못사주는 마음이 시원치는 않았다. “Dasar wanita bodoh, sial sekali kamu. Tidak makan, sakit. Makan juga sakit. Kenapa bisa begitu! Buka matanmu yang benar!” kata Bapak Kim sambil menampar pipi istrinya. Bola mata istrinya yang terjuling ke atas mulai kembali normal dan berair. Mata Bapak Kim pun turut berair. Walaupun begitu, hal tersebut tidak mengurangi nafsu makan istri Bapak Kim. Sejak empat haru yang lalu ia terus merengek kepada suaminya karena ingin kuah seollongtang. “Wanita bodoh ini! Makan nasi saja tidak bisa, nanti makan seollongtang lalu sakit lagi”. Bapak Kim memarahi istrinya, namun rasa bersalah karena tidak bisa membelikan seollongtang untuk istrinya terus membuncah. (Hal 23)
Melalui penggalan cerpen di atas, ditunjukkan bahwa walaupun Bapak Kim sering memarahi bahkan pernah menampar istrinya, rasa sayang Bapak Kim terhadap istrinya juga terungkap melalui pernyataan yang disampaikan narator. Setelah memarahi istrinya ketika sakit, disebutkan bahwa mata Bapak Kim juga ikut berair. Bapak Kim juga merasa sedih melihat kondisi istrinya yang semakin parah. Selain itu, Bapak Kim juga membentak istrinya ketika istrinya minta dibelikan seollongtang, beralasan bahwa nanti istrinya akan sakit lagi seperti ketika makan nasi beberapa hari yang lalu. Walaupun Bapak Kim memarahi istrinya, sebenarnya ia merasa bersalah karena tidak mampu membelikan seollongtang dan memenuhi keinginan istrinya itu. Ironis karena walaupun Bapak Kim sayang dan perhatian terhadap istrinya ia tidak bisa mengekspresikan perasaannya itu dan malah memperlakukannya dengan kasar.
6. Penghamburan Uang Oleh Bapak Kim Ketika Istrinya Sakit Ironi situasional terakhir yang penulis temukan di dalam cerpen Unsu Joheun Nal ditunjukkan ketika Bapak Kim pergi minum-minum dengan temannya Chisam, padahal istrinya yang sedang sakit parah sedang menunggu kedatangannya di rumah. Dapat dilihat
13 Ironi pada ..., Nathania Devina, FIB UI, 2016
melalui penggalan-penggalan cerpen sebelumnya, pada hari keberuntungannya itu Bapak Kim menerima banyak uang. Walaupun terus teringat akan istrinya dan diliputi rasa cemas, Bapak Kim terus giat mencari penumpang agar penghasilannya bertambah. 치삼은 의한듯이 김 첨지를 보며, “여보게 또 붓다니, 벌써 우리가 넉 잔씩 먹었네. 돈이 사십 전일세”. 라고 주의 시켰다. “아따 이놈아, 사십 전이 그리 끔찍하냐? 오늘 내가 돈을 막 벌었어. 참 오늘 운수가 좋았느니”. ... “또 부어, 또 부어”. 라고 외쳤다.
Chisam menatap aneh Bapak Kim. “Lagi? Kita sudah minum empat gelas masingmasing. Sudah empat puluh jeon”, katanya mengingatkan. “Aduh, kau ini. Kau setakut itu? Hari ini aku mendapat banyak uang. Hari ini keberuntunganku sedang baik”. ... “Tuang lagi, tuang lagi”, teriak Bapak Kim. (Hal 30-31)
Ketika Bapak Kim sudah mendapat uang banyak, ia malah menghamburhamburkan uangnya di tempat minum-minum, tidak langsung pulang ke rumah menemui istrinya. Padahal, selama perjalanan ketika ia sedang bekerja, ia terus diliputi rasa cemas akan istrinya yang sedang sakit parah di rumah. Walaupun akhirnya ia tetap membelikan seollongtang untuk istrinya, semua sudah terlambat karena ketika ia tiba di rumah, istrinya sudah meninggal dunia. Situasi ini dapat disebut ironis karena mungkin saja dengan uang yang sudah terkumpul, Bapak Kim dapat segera pergi membeli obat atau membawa istrinya ke dokter sehingga istrinya tidak harus sampai meninggal dunia, namun Bapak Kim lebih memilih untuk minum-minum bersama temannya dan menghambur-hamburkan uangnya.
14 Ironi pada ..., Nathania Devina, FIB UI, 2016
Kesimpulan Cerpen yang berjudul Unsu Joheun Nal (운수 좋은 날) adalah salah satu cerpen representatif Hyeon Jin Geon yang bercerita tentang gambaran kehidupan rakyat kelas bawah pada masa pendudukan Jepang di Korea. Cerpen Unsu Joheun Nal adalah cepen realis yang bersifat tragis dan ironis (김동인 등, 2011: 64). Cerpen ini disebut cerpen ironis karena mengandung unsur ironi di dalamnya. Ironi adalah situasi ketika sesuatu diharapkan memiliki hasil tertentu, namun hasil yang didapat justru berlawanan dengan yang diharapkan. Ironi terjadi ketika apa yang terlihat dari luar tidak sama dengan apa yang sebenarnya terjadi (Kang dkk., 2005: 14). Ironi dalam cerpen ini paling jelas terlihat pada judul dan situasi keseluruhan cerita. Jika kita melihat judul cerpen ini, yaitu Unsu Joheun Nal atau Hari Keberuntungan, sekilas kita akan berpikir bahwa cerpen ini mengandung cerita yang bahagia, atau paling tidak berakhir bahagia. Ironisnya, cerpen ini memiliki akhir yang tidak sesuai dengan ekspektasi pembaca ketika melihat judulnya. Cerpen ini hanya memiliki ironi dalam bentuk kejadian, atau ironi situasional (상황의 아이러니) dan tidak mengandung ironi dalam bentuk perkataan atau ironi verbal (말의 아이러니). Ironi paling jelas tergambar pada judul cerpen ini, yaitu Unsu Joheun Nal. Bapak Kim, tokoh utama cerpen ini, adalah seorang penarik bendi yang tinggal di daerah Dongseomun, Seoul. Sudah beberapa hari usaha Bapak Kim sebagai penarik bendi tidak berjalan lancar, hingga pada suatu hari ia mendapat penghasilan cukup banyak, dan ia merasa bahwa hari itu adalah keberuntungannya. Beberapa kali mendapat penumpang dengan tarif yang cukup mahal, Bapak Kim akhirnya bisa membelikan seollongtang untuk istrinya yang sakit keras. Sesampainya Bapak Kim di rumah, ia menemukan istrinya sudah meninggal dunia. Ironis, karena ketika melihat judulnya, penulis berekspektasi bahwa cerpen ini memiliki kisah yang bahagia. Sebaliknya, cerpen ini justru berkakhir tragis. Ironi pada cerpen Unsu Joheun Nal ini tergambar dalam situasi-situasi ironis yang terdapat di bagian-bagian cerpen tersebut. Ironi situasional yang penulis temukan di antaranya duka lara Bapak Kim di hari keberuntunganya, dilema Bapak Kim yang teringat akan istrinya ketika sedang bekerja, perilaku Bapak Kim yang tidak membawa istrinya berobat walaupun sakit, makanan sebagai sumber penyakit istri Bapak Kim, rasa sayang Bapak Kim terhadap istrinya yang tidak terungkap, dan penghamburan uang oleh Bapak Kim ketika istrinya sakit. Melalui pemaparan di atas, dapat dibuktikan bahwa cerpen
15 Ironi pada ..., Nathania Devina, FIB UI, 2016
Unsu Joheun Nal karya Hyeon Jin Geon adalah cerpen bergaya realis yang memiliki sifat ironis dan tragis.
Daftar Pustaka
Korpus 강심호 등. (2005). 한국 단편소설 I. 파주: 살림출판사. (Shim Ho, Kang. (2005). Hanguk Danpyeonsoseol I. Paju: Sallim Chulpansa.) Sumber Pustaka 김동인 등. (2011). 한국 단편소설 베스트 37. 서울: 혜문서관. (Dong In, Kim. (2011). Hanguk Danpyeonsoseol Best 37. Seoul: Hyemunseogwan.) 이선이, 김현양. (2012). 외국인을 위한 한국 문학사. 서울: 한국문화사. (Seon Ee, Lee. Kim Hyeon Yang. (2012). Wegukineul Wihan Hanguk Munhaksa. Seoul: Hanguk Munhaksa.) 최명숙. (2013). 문학과 글. 서울: 푸른사상. (Myeong Suk, Choi. (2013). Munhakgwa Geul. Seoul: Pureun Sasang) Barbe, Katharina. (1995). Irony in Context. Philadelphia: John Benjamins B.V.. Colston, Herbert L.& Raymond W. Gibbs. (1994). Irony in Language on Thought: A Cognitive Science Reader. Klein, Lillian R.. (1988). The Triumph of Irony in the Book of Judges. Sheffield: Almond Press. Semi, M. Atar. (1988). Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya. Sumardjo, Jakob & Saini K.M.. (1987). Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Sumber Jurnal dan Skripsi 김숙경. (2014). 〈운수 좋은 날〉의 연극 텍스트로의 각색 연구. 한국극예술연구 제 45 집, 270. (Kim Suk Kyeong. (2014). ui Yeongeuk Testeroui Gaksaek Yongu. Hanguk Yesul Yongu, VOL. 45, 270.) Lestari, Thermalita. (2012). Analisis Tema dan Unsur Surealisme Dalam Cerpen Nalgae Karya Yi Sang. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia Hilman, Dara Ayunda. (2010). Cerpen Bincheo Karya Hyeon Jin Geon: Kajian Tema. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia.
16 Ironi pada ..., Nathania Devina, FIB UI, 2016