3
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Deskripsi ikan Ikan dicirikan sebagai vertebrata poikilotermis yang hidup di dalam air,
serta mempunyai insang dan sirip. Sistematika ikan terbagi menjadi Superkelas Agnatha (ikan tanpa rahang) dan Superkelas Gnathosomata (ikan berahang). Gnathostomata kemudian terbagi menjadi Kelas Chondrichthyes (ikan bertulang rawan), dan Kelas Osteichthyes (ikan bertulang sejati). Sebagian besar ikan tergolong dalam Kelas Osteichthyes. Pada Kelas Osteichthyes terdapat 45 ordo, 435 famili, 4079 genus, dan 23689 spesies. Kelas Osteichthyes kemudian terbagi menjadi dua subkelas yaitu, Sarcopterygii (ikan bersirip lobus) dan Actinopterygii (ikan bersirip keras atau bersirip lunak). Actinopterygii kemudian terbagi lagi menjadi Chondrostei dan Neopterygii (Nelson 2006). Jumlah spesies ikan diketahui lebih banyak dari pada vertebrata lainnya. Menurut Nelson (2006) saat ini terdapat 28000 spesies ikan yang termasuk dalam 515 famili dan 62 ordo. Dari 515 famili tersebut, terdapat sembilan famili yang memiliki jumlah spesies paling banyak dengan total mencapai 9302 spesies. Kesembilan famili tersebut adalah Cyprinidae, Gobiidae, Cichlidae, Characidae, Loricariidae, Balitoridae, Serranidae, Labridae, dan Scorpaenidae. Distribusi dan biogeografi ikan di Indonesia terbagi menjadi tiga cakupan besar yaitu, bagian barat (sundaland) meliputi Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan, bagian timur (austro-papuan) meliputi Papua, Kepulauan Aru, dan Maluku, serta bagian peralihan yang meliputi Sulawesi dan Nusa Tenggara. Ikan dapat ditemukan pada perairan laut, payau hingga tawar. Perairan tawar mempunyai variasi faktor lingkungan yang luas, seperti suhu, arus, tingkat kedalaman, kelarutan oksigen, materi terlarut dan lain-lain. Berbagai variasi tersebut memberikan implikasi pada kemampuan adaptasi ikan. Berdasarkan aspek ekologis, ikan dapat dikelompokkan dengan beberapa cara, yaitu: 1.
Berdasarkan toleransi terhadap lingkungannya; terbagi menjadi toleransi yang sempit (steno) dan toleransi yang luas (euri), sebagai contoh: stenohalin dan eurihalin untuk faktor salinitas perairan
4
2.
Berdasarkan lokasi dalam ekosistem perairan, misalnya spesies ikan benthis (ikan penghuni dasar perairan), benthopelagis dan pelagis (ikan penghuni permukaan perairan).
B.
Morfologi dan identifikasi ikan Morfologi ikan merupakan acuan yang digunakan dalam studi identifikasi.
Spesies ikan memiliki karakteristik yang berbeda-beda dalam hal ukuran, pigmentasi, sirip, dan morfologi eksternal lainnya. Berikut adalah morfologi eksternal dan variasi yang dapat diamati pada ikan (Lagler et al. 1977; Kottelat et al.1993): 1. Tubuh Tubuh ikan terdiri dari bagian kepala, badan, dan ekor. Bagian kepala dimulai dari ujung mulut hingga ujung tutup insang paling belakang. Bagian badan terletak di antara tutup insang paling belakang hingga permulaan anal fin. Bagian ekor dimulai dari permulaan anal fin hingga ujung caudal fin. Morfologi pada bagian tubuh ikan dapat dilihat pada Gambar 1. a g
b
f
c
e
d
j h
l i
k
Gambar 1. Morfologi tubuh ikan; sirip keras dorsal fin (a), sirip lemah dorsal fin (b), adipose fin (c), caudal fin (d), line lateral (e), tutup insang (f), mata (g), sungut (h), pelvic fin (i), pectoral fin (j), anal fin sirip keras (k), anal fin sirip lemah (l). Bentuk tubuh pada ikan terbagi menjadi fusiform, pipih, tali dan pita. Bentuk fusiform umumnya ditemukan pada sebagian besar ikan. Bentuk ini memudahkan pergerakan pada perairan berarus.
5
2. Mulut Tipe posisi mulut pada spesies ikan dapat digunakan sebagai kunci identifikasi. Tipe-tipe posisi mulut ikan dapat dilihat pada Gambar 2.
a
b
c
d
Gambar 2. Posisi mulut; terminal (a), subterminal (b), inferior (c), superior (d). 2. Mata Ukuran, posisi dan penutup mata pada ikan menjadi variasi yang dapat digunakan sebagai kunci identifikasi. 3. Hidung Letak dan jumlah lubang hidung menjadi kunci identifikasi pada spesies ikan. Lubang hidung terletak di depan mata. Hidung berjumlah tunggal serta terbagi menjadi bagian anterior dan posterior oleh flap. 4. Sungut Sungut terletak pada bagian anterior kepala, terhubung dengan hidung dan mulut. Sungut berbentuk tonjolan kecil atau memanjang. Sungut dapat berukuran sangat kecil dan tersembunyi di dalam lipatan kulit. Letak, ukuran, dan jumlah sungut digunakan sebagai acuan identifikasi. 5. Sirip Sirip (fin) pada ikan terbagi menjadi sirip tunggal (dorsal fin, caudal fin dan anal fin), serta sirip berpasangan (pectoral fin dan pelvic fin). Sirip pada ikan juga terbagi menjadi sirip keras dan sirip lunak. Sirip keras mempunyai ciri-ciri, tidak bercabang dan tidak bisa rebah, sebaliknya pada sirip lemah, bercabang dan bisa rebah. Sirip keras terbentuk pada bagian depan dorsal fin dan anal fin. Karakter sirip terutama pada kondisi ada atau tidak serta jumlah dan posisi. Selain itu bentuk caudal fin juga berbeda-beda pada berbagai spesies ikan sehingga berguna sebagai acuan identifikasi. Berbagai bentuk caudal fin yaitu, bulat, bersegi, sedikit cekung, bulan sabit, bercagak, meruncing dan lanset.
6
6. Linea lateral (gurat sisi) Linea lateral merupakan ciri yang ditemukan pada bagian badan. Linea lateral berbentuk memanjang mulai dari pembukaan operculum hingga caudal fin, tetapi juga berbentuk garis putus-putus dan bercabang. 7. Sisik Berdasarkan bentuk dan bahan kandungannya, sisik pada ikan terbagi menjadi plakoid, kosmoid, ganoid, sikloid dan stenoid. Umumnya ikan bersirip lunak memiliki tipe sisik sikloid, sedangkan ikan bersirip keras memiliki sisik stenoid. Sisik dapat bervariasi sehingga dapat berguna sebagai karakter identifikasi. Jumlah sisik pada beberapa bagian tubuh ikan juga dapat digunakan sebagai karakter identifikasi. Posisi sisik tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.
a c
b e d
Gambar 3. Jumlah sisik yang dijadikan kunci identifikasi; sisik di depan dorsal fin (a), sisik antara linea lateral dan awal dorsal fin (b), sisik pada linea lateral (c), sisik antara lina lateral dan awal anal fin (d), sisik di sekeliling batang ekor pada bidang tersempit (e). 8. Pigmen Pigmen tersusun dari karotenoid, melanin, purin, dan pterin. Pigmen terletak dalam sel khusus yang disebut kromatofora. Pola warna serta posisi warna dapat menjadi kunci identifikasi. Aplikasi yang paling umum dari pola pigmentasi pada ikan adalah untuk menentukan spesies dan jenis kelamin. C.
Deskripsi Waduk Cirata Pembangunan suatu waduk akan membentuk gradien longitudinal dan
gradien transversal. Gradien longitudinal waduk terbagi menjadi tiga bagian yaitu, riverin (sungai), transisi, dan lakustrin (genangan). Gradien longitudinal
7
mencerminkan perubahan topografi dan hidrologi perairan. Perubahan topografi alami
waduk
akan
berkaitan
dengan
keanekaragaman
spesies
ikan.
Keanekaragaman ikan akan lebih tinggi di zona transisi karena menyediakan habitat yang lebih bervariasi (Oliveira et al. 2004). Waduk Cirata merupakan salah satu waduk di Provinsi Jawa Barat, yang secara administratif terletak di tiga kabupaten yaitu Purwakarta, Cianjur dan Bandung Barat. Waduk ini dibangun dari pembendungan Sungai Citarum dan telah digunakan sejak tahun 1988. Waduk Cirata merupakan salah satu dari tiga waduk kaskade yang terdapat di Sungai Citarum, waduk-waduk tersebut yaitu Waduk Saguling di bagian hulu Sungai Citarum dan Waduk Ir. H. Djuanda di bagian hilir Sungai Citarum. Waduk Cirata mempunyai deskripsi sebagai berikut; berada pada ketinggian 221 m dpl, mempunyai luas awal 6200 m2, kedalaman awal rata-rata 34,9 m dan volume air 2,16 miliar m3/ tahun. Sungai-sungai yang mengaliri Waduk Cirata antara lain Citarum, Cimenta, Cibiuk, Cisokan, Cikundul, Cilangkap dan Cicendo. Waduk Cirata saat ini dipenuhi oleh budidaya perikanan masyarakat dalam bentuk Keramba Jaring Apung (KJA). Ikan yang dibudidayakan dalam KJA seperti
mas
(Cyprinus
carpio),
nila
(Oreochromis
niloticus),
patin
(Pangasianodon hypophthalmus) dan bandeng (Chanos chanos) (Krismono & astuti 2006). Pada Tahun 2008, jumlah KJA di Waduk Cirata tercatat sebanyak 51418 petak. Jumlah ini telah melebihi daya dukung waduk, yang seharusnya 12000 petak, sesuai dengan SK Gubernur Provinsi Jawa Barat No. 41 Tahun 2002. Melimpahnya jumlah KJA di Waduk Cirata akan menyebabkan pencemaran perairan. Pakan yang tidak termakan pada KJA akan menumpuk di dasar waduk sehingga menyebabkan peningkatan kesuburan, peningkatan turbiditas, penurunan oksigen terlarut dan lain-lain (Garno 2005). D.
Komunitas ikan di Waduk Cirata Krismono et al. (1987) menyatakan, jumlah spesies ikan asli di Sungai
Citarum diketahui lebih dari 20 spesies. Berdasarkan penelitian Effendi (1989), Jubaedah (2004) serta Hedianto dan Purnamaningtyas (2011a), jumlah spesies ikan asli yang ditemukan di Waduk Saguling, Cirata dan Ir. H. Djuanda saat ini semakin berkurang dan jarang ditemui. Ikan-ikan tersebut seperti julung-julung
8
(Dermogenys
pusilla),
tilan (Macrognathus
aculeatus),
arengan
(Labeo
crysophaekadion), kancra (Tor douronensis) dan lempuk (Ompok bimaculatus). Komposisi spesies ikan asli yang ditemukan pada tiga waduk tersebut dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Komposisi spesies ikan asli di Waduk Saguling, Cirata dan Ir. H. Djuanda No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Spesies
Nama lokal
Anabas testudineus Oxyeleotris marmorata Puntius binotatus Hampala macrolepidota Parambassis siamensis Cyclocheilichthys apogon Mystus nigriceps Puntius bramoides Ompok bimaculatus Osteochilus vittatus Hemibagrus nemurus Barbonymus gonionotus Barbonymus balleroides Rasbora argyrotaenia Mystacoleucus marginatus Chana striata Trichogaster trichopterus Hemibagrus planiceps Monopterus albus
Betok Betutu Beunteur Hampal Kaca Kapiat Kebogerang Lelawak Lempuk Nilem Tagih Tawes Lalawak Paray Genggehek Gabus Sepat Sengal Belut
Waduk Saguling + + + + + + + + + + + + +
Waduk Cirata + + + + + + + + + + -
Waduk Ir. H. Djuanda + + + + + + + + + + + + -
Beberapa spesies ikan asing di Waduk Cirata bukan merupakan spesies budidaya KJA. Beberapa spesies dilaporkan terbawa masuk secara tidak sengaja bersama benih ikan yang akan dipelihara dalam KJA. Jubaedah (2004) menemukan bahwa komposisi spesies ikan di Waduk Cirata lebih didominansi oleh ikan asing. Spesies tersebut diantaranya golsom (Hemichromis elongatus), bandeng (Chanos chanos), mas (Cyprinus carpio), nila (Oreochromis niloticus) dan oskar (Amphilophus citrinellus). Perubahan topografi dan kualitas perairan serta keberadaan spesies asing yang
dibudidayakan
pada
kegiatan
KJA
akan
berpengaruh
terhadap
keanekaragaman ikan. Perubahan kualitas perairan dapat diketahui dengan pengukuran faktor-faktor lingkungan. Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh bagi ikan pada waduk yaitu, suhu, turbiditas (kekeruhan), DO (kelarutan oksigen), pH, nitrit, fosfat serta kelimpahan plankton.