ORASI ILMIAH GURU BESAR IPB
TANTANGAN GANDA KEAMANAN PANGAN DI INDONESIA: PERANAN REKAYASA PROSES PANGAN
ORASI ILMIAH Guru Besar Tetap Fakultas Teknologi Pertanian
Prof. Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, MSc
Auditorium Rektorat, Gedung Andi Hakim Nasoetion, Institut Pertanian Bogor 29 Agustus 2015
Ringkasan “Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi”. UU No. 18/2012
Keamanan pangan adalah indikator esensial dari ketahanan pangan yang mandiri dan berdaulat. Keamanan pangan merupakan prasyarat dasar produk pangan, sehingga penjaminan keamanan pangan harus melekat pada upaya pemenuhan kebutuhan pangan. Namun demikian, aspek keamanan pangan ini masih belum mendapatkan perhatian sebagaimana seharusnya, sehingga kondisi keamanan pangan di Indonesia sampai saat ini masih memprihatinkan. Pada tahun 2015, WHO melaporkan bahwa terdapat sekitar 2 juta penduduk dunia meninggal setiap tahunnya akibat pangan yang tidak aman. Di Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia, juga melaporkan bahwa kasus kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan menyebabkan kematian sebanyak 2500 orang dan sebanyak 411.500 orang sakit per tahunnya. Disamping konsekuensinya terhadap kesehatan manusia (bahkan menyebabkan kematian), permasalahan keamanan pangan juga memberi akibat yang serius terhadap aspek ekonomi. Biaya dan kerugian sebagai akibat permasalahan keamanan pangan akan menjadi tanggungan semua pihak yang berkepentingan; yaitu pihak rumah tangga (konsumen), industri, dan pemerintah secara bersama-sama. Di Indonesia, BPOM RI
| iii |
melaporkan bahwa kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh kasus KLB keracunan pangan tersebut diperkirakan mencapai 2,9 triliun rupiah per tahun. Pada orasi ini diungkapkan bahwa kondisi keamanan pangan yang lebih baik akan mengurangi frekuensi sakit (lebih sehat), mengurangi biaya medis dan biaya sosial. Karena frekuensi sakit yang lebih sedikit, maka akan terjadi peningkatan status kesehatan yang dalam jangka panjang akan meningkatkan kapasitas dan produktivitas kerja SDM, baik kinerja fisik, kinerja akademik intelektual, maupun kinerja kreaktif/ inovasinya. Berkurangnya beban ekonomi, meningkatnya status kesehatan, meningkatnya kinerja SDM akan bermuara pada daya saing nasional yang lebih baik. Hal ini ditekankan untuk menguatkan komitmen pemerintah dan semua pemangku kepentingan nasional untuk lebih baik dalam memastikan keamanan pangan. Kondisi keamanan pangan di Indonesia memiliki kondisi yang unik, dan menunjukkan adanya tantangan ganda untuk dipecahkan. Tantangan pertama keamanan pangan muncul sebagai akibat kondisi keamanan pangan domestik yang dipicu oleh rendahnya praktek-praktek sanitasi dan higiene oleh IKM Pangan. Tantangan kedua keamanan pangan muncul dari sisi perdagangan internasional, khususnya berkaitan dengan munculnya berbagai kontaminan baru (emerging contaminants), semakin ketatnya standar internasional keamanan pangan, pemalsuan pangan, dan ancaman kontaminasi yang disengaja (intentional contamination). Tantangan ganda keamanan pangan perlu dijawab dengan pembenahan sistem keamanan pangan nasional, termasuk kemungkinan adanya Otoritas Nasional Keamanan Pangan. Perlu komitmen pemerintah untuk membenahi kebijakan | iv |
keamanan pangan melalui pemberdayaan IKM Pangan, memberikan akses terhadap prasarana dan fasilitas keamanan pangan, bahan baku dan ingredien pangan aman, dan alat bantu pengolahan (air bersih, es, listrik) serta bahan tambahan pangan. Selanjutnya, diperlukan komitmen tinggi dari pemerintah Indonesia, termasuk persiapan SDM diplomat keamanan pangan yang tangguh, penyediaan dan pengelolaan data ilmiah yang digunakan sebagai basis standar keamanan pangan nasional dan sekaligus basis negosiasi standar keamanan pangan internasional. Arti penting keamanan pangan bagi pembangunan dan daya saing bangsa ini perlu dipahami dengan baik sehingga semua pemangku kepentingan; pemerintah, masyarakat (konsumen), industri, dan akademisi bisa menjalankan perannya dengan penuh tanggungjawab dalam membangun ketahanan pangan yang mandiri dan berdaulat. Mahasiswa, peneliti dan perekayasa proses pangan juga perlu menyadari peran strategis ini untuk bisa memberikan sumbangan maksimum bagi terciptanya keamanan pangan, sebagai prasyarat menuju ketahanan pangan yang mandiri dan berdaulat menuju sumber daya manusia Indonesia sehat, aktif, produktif, sebagai aset daya saing bangsa.
|v|
Ucapan Selamat Datang Bismillaahirrahmaanirrahim Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarrakatuh Yang terhormat Rektor IPB, Ketua dan Anggota Majelis Wali Amanat IPB, Ketua dan Anggota Senat Akademik IPB, Ketua dan Anggota Dewan Guru Besar IPB, Para Wakil Rektor, Sekretaris Institut, Dekan, dan Pejabat Struktural di IPB, Para Dosen, Tenaga Kependidikan, Mahasiswa, Alumni dan Undangan Keluarga tercinta, Serta hadirin sekalian yang saya muliakan; Marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas segala nikmat dan karuniaNya sehingga kita bisa hadir pada pagi ini mengikuti Sidang Terbuka IPB, dengan acara Orasi Ilmiah Guru Besar. Pada kesempatan yang berbahagia ini, perkenankan saya menyampaikan orasi ilmiah saya sebagai Guru Besar Tetap Fakultas Teknologi Pertanian IPB, dengan judul TANTANGAN GANDA KEAMANAN PANGAN DI INDONESIA: PERANAN REKAYASA PROSES PANGAN
| vii |
Judul yang saya pilih ini merupakan refleksi pemikiran saya sebagai insan pembelajar di bidang teknologi pangan; dilandasi oleh suatu keprihatinan mengenai permasalahan keamanan pangan di Indonesia yang tidak kunjung membaik. Naskah Orasi ilmiah ini disusun dengan tujuan mengenali dengan baik kondisi keamanan pangan di Indonesia, memahami arti strategis keamanan pangan untuk daya saing bangsa, lalu menyadari betapa banyak yang perlu dilakukan, serta membangun komitmen untuk bersama-sama memperbaiki kondisi keamanan pangan dalam rangka pembangunan nasional. Semoga orasi ilmiah ini bermanfaat dan memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta pembangunan pangan, khususnya keamanan pangan di Indonesia.
| viii |
Foto Orator
Prof. Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, MSc
Daftar Isi Ringkasan...............................................................................iii Ucapan Selamat Datang........................................................ vii Foto Orator............................................................................. ix Daftar Isi................................................................................ xi Pendahuluan............................................................................ 1 Keamanan: Prasyarat Dasar Pangan....................................... 5 Arti Strategis Keamanan Pangan.......................................... 12 Kondisi Keamanan Pangan di Indonesia: Tantangan Ganda............................................. 16 Peranan Ilmu dan Teknologi Pangan.................................... 29 Peranan Rekayasa Proses Pangan......................................... 34 Penutup: Menuju Individu Sehat, Aktif dan Produktif............................................................... 47 Daftar Pustaka....................................................................... 50 Ucapan Terima Kasih............................................................ 56 Foto Keluarga........................................................................ 63 Riwayat Hidup...................................................................... 64
| xi |
Pendahuluan …soal makanan rakyat ini bagi kita adalah soal hidup dan mati… Presiden RI Pertama, Ir. Soekarno (1952)1 “Whether one speaks of human rights or basic human needs, the right to food is the most basic of all. Unless that right is first fulfilled, the protection of the other human rights becomes a mockery for those who must spend all their energy merely to maintain life itself...”. Presidential Commission on World Hunger (1980)2
PANGAN adalah salah satu kebutuhan dasar manusia. Manusia tidak dapat mempertahankan hidupnya tanpa adanya pangan. Karena itu, usaha pemenuhan kebutuhan pangan merupakan suatu usaha kemanusiaan yang mulia; sebagai pemenuhan hak asasi manusia yang paling utama. Undang Undang (UU) Republik Indonesia No 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyatakan bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi setiap rakyat Indonesia. Dan karena itulah maka negara berkewajiban mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional maupun daerah hingga perseorangan secara merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sepanjang waktu dengan memanfaatkan sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal. Jadi, negara berkewajiban memastikan bahwa kebutuhan pangan bagi penduduknya terpenuhi. Dengan kata lain, negara 1 Soal Hidup atau Mati. Pidato Presiden Republik Indonesia. Ir Soekarno, pada upacara peletakan batu-pertama di Gedun g Fakultas Pertanian di Bogor pada tanggal 27 April 1952. Almanak Pertanian 1953 hal: 11 – 20. 2 Food as a Human Right. 1984. Asbjørn Eide and Wenche Barth Eide, Eds. United Nations University Press. |1|
berkewajiban untuk mencapai ketahanan pangan nasional yang didefinisikan sebagai “kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan”. UU No 18/2012 juga mensyaratkan bahwa dalam rangka mencapai ketahanan pangan, negara harus menentukan kebijakan pangannya secara mandiri, tidak didikte oleh pihak mana pun, dan para pelaku usaha pangan mempunyai kebebasan untuk menetapkan dan melaksanakan usahanya sesuai dengan sumber daya yang dimilikinya. Pemenuhan konsumsi pangan tersebut harus mengutamakan produksi dalam negeri dengan memanfaatkan sumber daya dan kearifan lokal secara optimal. Dengan kata lain, ketahanan pangan yang ingin dicapai adalah ketahanan pangan yang mandiri dan berdaulat. Dalam hal ini, kemandirian menitik beratkan pada pentingnya pangan yang berbasis pada sumber daya lokal, dan kedaulatan pangan menitik beratkan pada pentingnya peran serta masyarakat lokal sehingga aspek lingkungan, sosial budaya dan politik pangan masyarakat lokal akan mendapatkan tempat untuk berkembang. Secara skematis, kedaulatan pangan mandiri dan berdaulat serta berbagai indikatornya, bisa diuraikan seperti pada Tabel 1. Tujuan akhir dari pembangunan ketahanan yang mandiri dan berdaulat ini adalah terwujudnya kecukupan pangan bagi negara sampai perseorangan, sehingga memungkinkan bagi setiap individu warga negara untuk dapat hidup sehat, aktif dan produktif secara berkelanjutan.
|2|
Tabel 1 Dimensi dan Indikator Ketahanan Pangan yang Mandiri dan Berdaulat *) Dimensi
Indikator Tujuan • Kecukupan jumlah (kuantitas) Ketersediaan • Kecukupan gizi pangan • Keamanan • Kecukupan mutu • Keterjangkauan fisik • Keterjangkauan ekonomi, dan Keterjang• Keterjangkauan sosial: Ketahanan kauan • Kesesuaian terhadap pangan preferensi, Setiap individu • Kesesuaian terhadap warga negara kebiasaan & budaya, dapat hidup • Kesesuaian terhadap agama sehat, aktif • Kecukupan asupan (intake), dan produktif Kecukupan • Mutu pengolahan, secara konsumsi • Mutu sanitasi/higiene, berkelanjutan. pangan • Mutu air (minum) • Mutu pengasuhan anak • Tingkat ketergantungan impor pangan • Tingkat ketergantungan impor sarana produksi Kemandirian pangan (benih, pupuk, ingredient, pengemas, mesin-mesin, dll) • Tingkat keaneka-ragaman pangan lokal
|3|
Tabel 1 Dimensi dan Indikator Ketahanan Pangan yang Mandiri dan Berdaulat*) (lanjutan) Dimensi
Kedaulatan
*)
Indikator Tujuan • Tingkat partisipasi perusahaan nasional dalam sistem pangan • Tingkat partisipasi Setiap individu masyarakat dalam sistem warga negara pangan dapat hidup • Tingkat keterkaitan sistem sehat, aktif pangan dengan lingkungan, dan produktif sosial, budaya lokal secara • Tingkat kesejahteraan berkelanjutan. masyarakat (petani, nelayan, & peternak, pelaku industri kecil-mikro/ IKM Pangan)
Dimodifikasi dari Hariyadi 2007; 2009; 2010.
Pemerintah berkewajiban untuk melakukan pembangunan pangan menuju ketahanan pangan yang mandiri dan berdaulat. Namun demikian, dalam pelaksanaannya, kondisi ketahanan pangan yang mandiri dan berdaulat ini merupakan tanggung jawab bersama semua pemangku kepentingan, yaitu pihak pemerintah, industri, dan konsumen (WHO 1996). Ketiga pemangku kepentingan inilah yang berperan sebagai tiga pilar utama ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan. Dalam hal ini, perguruan tinggi mempunyai peran strategis, terutama melalui kegiatan tridharma-nya dengan mengangkat arti penting ketahanan; kemandirian dan kedaulatan pangan; terutama dalam kaitannya dengan kedaulatan dan daya saing bangsa. Pada kesempatan Orasi hari ini, saya tidak akan membahas mengenai semua aspek ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan, melainkan akan memfokuskan pada salah satu |4|
prasyarat dasar pangan, yaitu keamanan pangan (salah satu indikator penting ketersediaan pangan (Tabel 1) yang menurut saya masih belum mendapatkan perhatian sebagaimana seharusnya. Selanjutnya, khususnya untuk meningkatkan relevansi tridharma teknologi pangan di IPB, maka saya akan mengemukakan pula peranan rekayasa proses pangan –bidang saya geluti- dalam memberikan jaminan keamanan pangan yang lebih baik, sehingga bisa mendorong tercapainya ketahanan pangan yang mandiri dan berdaulat.
Keamanan: Prasyarat Dasar Pangan … makanlah dari yang baik-baik yang Kami rezekikan kepada kamu … (QS Al Baqarah, Ayat 172)3 …makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi …. (QS Al Baqarah, Ayat 168)3
Sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, nilai pangan (value of foods) bisa dihargai atau dipandang dari berbagai sisi. Nilai pangan bisa dihargai sesuai dengan fungsi dasarnya, yaitu dari sisi nilai energi dan nilai gizinya, tetapi bisa pula dihargai dari nilai fungsionalitas, nilai ekonomi, nilai sosial budaya, bahkan bisa juga dari nilai politisnya. Pangan dapat pula menjadi identitas bangsa, bagian tidak terpisahkan dari kehidupan sosial, ekonomi dan budaya suatu bangsa. Karena itulah, sangat penting bagi bagi suatu bangsa untuk memformulasikan secara sungguh-sungguh nilai pangan nasionalnya. Pada kesempatan orasi kali ini, saya akan membatasi pembahasan nilai pangan; terutama yang berkaitan dengan keamanan dan mutu pangan saja. Dalam hal ini, nilai pangan 3 Al Quran Terjemahan Indonesia (Cetakan keduapuluh 2005). |5|
dapat diformulasikan menjadi model sederhana, sebagaimana dinyatakan dalam Gambar 1.
Gambar 1 Formula sederhana nilai pangan A, B, X dan Y adalah kelompok karakteristik khas produk pangan yang erat kaitannya dengan nilai pangan. X adalah karakteristik produk pangan yang bersifat positif terhadap kepuasan konsumen pangan dan karena itu perlu ditingkatkan (dimaksimalkan). Y adalah karakteristik produk pangan yang bersifat negatif terhadap kepuasan konsumen pangan sehingga perlu diminimalkan. Sedangkan A dan B adalah konstantakonstanta faktor keamanan. Karakteristik produk pangan yang berkaitan erat dengan kepuasan konsumen (X dan Y) bisa diidentifikasi secara detail, sesuai dengan konsep mengenai produk pangan yang diinginkan (Gambar 2). Untuk faktor X, pada awalnya masyarakat konsumen menilai produk pangan berdasarkan pada ukuran (porsi)nya; sedangkan untuk faktor Y konsumen sangat memperhatikan aspek harga. Dengan harga (faktor Y) yang sama, maka semakin besar ukuran (faktor X) akan memberikan hasil pembagian X/Y yang lebih besar. Namun, dengan berkembangnya status sosial ekonomi konsumen, maka faktor X ini kemudian berkembang ketika konsumen tidak hanya memperhatikan ukuran, tetapi mempunyai tuntutan yang tinggi terhadap aspek citarasa, gizi, sensori, dan adanya berbagai pilihan.
|6|
Gambar 2 Berbagai faktor X dan Y yang erat kaitannya dengan nilai pangan Dengan semakin meningkatnya tingkat kesadaran masyarakat konsumen atas hubungan antara pangan, gizi dan kesehatan, maka konsumen tidak sekedar menuntut adanya karakteristik gizi yang baik, tetapi juga adanya fungsi-fungsi lain yang bisa diperoleh dari suatu produk pangan diluar fungsi gizi. Tuntutan ini telah melahirkan karakteristik mutu lain yaitu fungsionalitas, terutama yang berkaitan dengan kesehatan. Karakter produk pangan yang bisa meningkatkan sistem ketahanan tubuh, mengurangi risiko terkena kanker, mengurangi risiko terkena serangan jantung –misalnya- merupakan karakteristik lain yang dicari konsumen. Tidak hanya itu, dengan perkembangan ilmu dan teknologi pangan dan gizi, masyarakat konsumen juga menuntut produk pangan yang bisa membantu kinerja fisik, misalnya meningkatkan ketahanan fisik, membantu terbentuknya otot, memperkuat tulang, atau mampu mengganti cairan tubuh yang hilang karena aktifitas fisik seperti olah raga. Tidak kalah pentingnya, dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat konsumen atas perlunya pelestarian lingkungan hidup, maka karakteristik produk yang mengindikasikan keramahan terhadap lingkungan juga |7|
semakin penting. Konsumen menjadi tertarik untuk mengetahui apakah proses produksi suatu produk pangan telah dilakukan berdasarkan pada kaidah-kaidah yang ramah lingkungan. Pertanyaan mengenai apakah bahan kemasan pangan merupakan bahan kemasan yang bisa terdegradasi secara biologis? Apakah produk pangan diproduksi dengan melakukan pembakaran lahan hutan? Apakah proses produksi pangan yang dilakukan oleh industri menyebabkan pencemaran lingkungan? -misalnya-. Pertanyaan-pertanyaan itu merupakan hal penting dijawab bagi konsumen “hijau” ini. Karakteristik faktor X ini bisa dieksplorasi lebih jauh sesuai dengan konsep nilai yang relevan bagi tujuan pembangunan pangan yang ingin disosialiasaikan kepada masyarakat. Karena itulah ada aspek “DLL/dan lain-lain” yang bisa diungkap dan dikembangkan untuk memberikan nilai lebih bagi produk pangan yang dikembangkannya. Misalnya, dalam upaya mensosialisasi kemandirian dan kedaulatan pangan, maka pada faktor DLL ini bisa dimasukkan unsur kandungan lokal suatu produk pangan. Untuk faktor Y, selain faktor harga, faktor penting yang semakin dikehendaki oleh masyarakat konsumen adalah faktor waktu persiapan. Dengan semakin meningkatnya kesibukan konsumen, semakin banyaknya wanita bekerja, maka kebutuhan masyarakat konsumen tentang kepraktisan dan kemudahan akan semakin tinggi pula. Hal ini dimanifestasikan dengan produk pangan instan dengan waktu persiapan yang semakin singkat. Kemudahan dan kecepatan yang dituntut konsumen ini juga semakin meluas, mencakup kemudahan dan kecepatan dalam mendapatkannya, kemudahan dan kecepatan dalam membawa, membuka, mempersiapkan/ memasak, mengonsumsi, kemudahan dan kecepatan dalam membersihkan dan membuang sampahnya. |8|
Teknologi dan rekayasa proses pangan berkembang untuk memenuhi kebutuhan tersebut, memberikan nilai tambah bagi produk pangan yang dihasilkan. Dengan kreativitas dan inovasi, perlu didefinisikan dengan teliti dan tepat faktorfaktor X dan Y sehingga diperoleh hasil bagi X/Y yang paling kompetitif bagi produknya. Untuk pengembangan produk pangan, eksplorasi faktor-faktor X dan Y saja tidaklah cukup. Prasyarat bagi pangan bermutu adalah keamanan, yaitu faktor keamanan secara psikologis atau secara rohani (A) dan keamanan secara fisiologis atau secara jasmani (B), seperti diuraikan dalam Gambar 3.
Gambar 3 Faktor keamanan merupakan prasyarat pangan bermutu Keamanan pangan secara rohani (atau psikologis) ini adalah rasa aman yang secara psikologis diterima oleh masyarakat konsumen karena produk pangan yang dikonsumsinya sesuai dengan latar belakang budaya, sosial, kepercayaan, agama, atau pun gaya hidup yang lain. Untuk sebagian besar masyarakat Indonesia yang beragama Islam, maka faktor kehalalan menjadi suatu prasyarat yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Hal ini sesuai dengan UU No. 18/2012; yang menyatakan bahwa ”Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan |9|
membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi”. Bagi masyarakat Muslim, maka produk pangan yang mengandung komponen haram (tidak halal) tentu akan menjadikan produk pangan tersebut tidak bernilai. Demikian juga bagi konsumen dari kelompok masyarakat lainnya yang karena kepercayaan atau gaya hidup yang dipilihnya tidak mengonsumsi bahan hewani (kelompok vegetarian) -misalnya-, maka adanya komponen hewani pada produk pangan akan menyebabkan produk tersebut menjadi tidak sesuai untuk dikonsumsi, yang artinya menjadi tidak bernilai. Faktor keamanan secara psikologis/jasmani (A) ini sifatnya mutlak, cocok atau tidak cocok, sehingga sebagai konstanta pada formula nilai pangan nilai A ini adalah 0 atau 1. Tidak peduli betapa bagusnya nilai gizi suatu produk pangan, betapa murahnya produk tersebut, maka jika nilai A=0 maka secara keseluruhan produk pangan tersebut mempunyai nilai 0 bagi masyarakat tertentu tersebut. Faktor keamanan kedua adalah keamanan secara jasmani atau fisiologis (B) yang dicirikan oleh terbebasnya masyarakat dari jenis pangan yang berbahaya bagi kesehatan (jasmani) manusia. Dalam hal ini, keamanan secara fisiologis adalah rasa aman yang diperoleh konsumen karena produk pangan yang dikonsumsinya tidak tercemar oleh bahan-bahan yang dapat mengganggu kesehatan manusia. Bahan-bahan berbahaya itu adalah cemaran kimia seperti toksin, allergen, residu (pestisida, herbisida, insektisida, antibiotik & hormon pertumbuhan), sisa pupuk, logam berat, dioksin, dll, cemaran fisik (potongan gelas, kayu, batu/kerikil, logam (potongan paku, bijih stepler), bagian serangga, tulang, plastik, dll), maupun cemaran mikrobiologi (virus, bakteri, protozoa, | 10 |
parasit, prion). Beberapa contoh bahan-bahan berbahaya misalnya mikroba patogen yang menyebabkan orang sakit atau keracunan, cemaran kimia yang dapat menimbulkan penyakit akut maupun kronis, serta bahan-bahan asing yang secara fisik dapat mencelakai konsumennya. Cemaran-cemaran kimia, fisik dan mikrobiologi ini biasanya diatur dalam bentuk standar keamanan pangan yang disusun berdasarkan pada prinsip analisis risiko. Kembali kepada model pada Gambar 3, maka faktor keamanan secara jasmani (B) ini mempunyai nilai diantara 0 sampai 1. Nilai B=1 jika produk pangan tersebut tidak mengandung cemaran, dan B=0 jika produk tersebut mengandung cemaran melewati batas yang ditentukan oleh standar, dan 0
| 11 |
Arti Strategis Keamanan Pangan ….. access to nutritionally adequate and safe food is a right of each individual. The joint FAO/WHO World Declaration, The 1st International Conference on Nutrition, 19924 …. reaffirming the right of everyone to have access to safe, sufficient, and nutritious food … The joint FAO/WHO World Declaration, The 2nd International Conference on Nutrition, 20145
Sebagaimana diuraikan pada bagian terdahulu, arti strategis keamanan pangan yang pertama dan utama adalah bahwa keamanan pangan memang merupakan prasyarat dasar produk pangan sebagai hak bagi setiap individu. Secara politis, hal ini telah sejak lama pula disadari, khususnya oleh Organisasi Pangan dan Pertanian (Food and Agricultural Organization / FAO) dan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization / WHO) Persatuan Bangsa-Bangsa. Pada tahun 1992, suatu deklarasi yang dikeluarkan bersama FAO/WHO menekankan hal ini; bahwa setiap indvidu mempunyai hak atas pangan yang cukup dari nilai gizi dan aman. Sayang bahwa deklarasi yang dihasilkan oleh konferensi internasional tentang gizi yang pertama (the first The International Conference on Nutrition) tahun 1992 yang lalu itu masih belum banyak mendapatkan respon baik dari pemerintahan di dunia. Di Indonesia, hal keamanan pangan ini diakui secara politis, sejak tahun 1996 (sebagaimana diamanatkan oleh UU No 7/1996 tentang Pangan) yang kemudian diperbaharui lagi dengan UU No 18/2012 tentang Pangan. Sesuai dengan Undang-Undang tersebut, pemerintah Republik Indonesia diamanatkan untuk menjamin bahwa pangan yang tersedia 4 ftp://ftp.fao.org/es/esn/nutrition/ICN/icndec.htm 5 http://www.fao.org/3/a-ml542e.pdf | 12 |
harus cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Namun demikian, kondisi keamanan pangan nasional di banyak negara sampai saat ini masih memprihatinkan. Bahkan, karena keprihatinan tentang minimnya kemajuan pembangunan keamanan pangan global, maka pada tahun lalu, 22 tahun kemudian, (19-21 November 2014), FAO/ WHO dalam konferensi internasional tentang gizi yang kedua, kembali menekankan bahwa adalah hak bagi setiap individu untuk memperoleh pangan yang aman, cukup dan bergizi. Hal ini penting diungkapkan supaya pemerintah mempunyai komitmen lebih baik untuk memastikan keamanan pangan. Tahun 2015 ini, WHO yang memperingati Hari Kesehatan Sedunia setiap tanggal 7 April, menetapkan keamanan pangan sebagai tema utama peringatannya. Keamanan pangan ini dipilih sebagai tema global peringatan hari kesehatan sedunia karena data WHO menunjukkan bahwa saat ini masih terdapat sekitar 2 juta korban meninggal dunia setiap tahunnya akibat makanan dan minuman yang tidak aman. Korban pangan tidak aman ini terutama adalah anak-anak, yang mencapai angka 1,5 juta anak meninggal setiap tahunnya, yang sebagian besar karena makanan dan minuman yang tercemar (WHO 2015). Jadi, sebagai prasyarat dasar produk pangan, maka penjaminan keamanan pangan harus melekat pada upaya pemenuhan kebutuhan pangan. Selain sebagai hak politis individu, keamanan pangan juga merupakan komponen esensial bagi kesehatan manusia, yang sampai saat ini masih merupakan permasalahan besar kesehatan dunia (WHO, 1984; 2015). Jika WHO (2015) memperkirakan angka kematian global per tahun karena | 13 |
permasalahan keamanan pangan adalah sekitar 2 juta, maka di Amerika Serikat (AS) saja, menurut the Centers for Disease Control and Prevention (CDC) angka kematian tersebut mancapai 5000 orang. Di Indonesia, menurut laporan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI 2015) selama periode tahun 2009-2013 kasus kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan telah menyebabkan 2.500 orang meninggal dunia setiap tahunnya. Disamping konsekuensinya terhadap kesehatan manusia (bahkan menyebabkan kematian), permasalahan keamanan pangan juga memberi akibat yang serius terhadap aspek ekonomi. Biaya dan kerugian sebagai akibat permasalahan keamanan pangan akan menjadi tanggungan semua pihak yang berkepentingan; yaitu pihak rumah tangga (konsumen), industri dan pemerintah secara bersama-sama. Biaya dan kerugian yang ditanggung oleh rumah tangga antara lain adalah (i) biaya medis, (ii) kehilangan produktivitas dan/atau (iii) biaya kematian. Sedangkan biaya dan kerugian yang harus ditanggung oleh industri antara lain adalah (i) kerugian karena menurunnya kepercayaan konsumen, (ii) kehilangan penjualan, (iii) kehilangan perdagangan internasional, dan/atau biaya untuk penarikan produk (product recall). Pemerintah, juga terbebani dengan berbagai biaya dan kerugian, diantaranya adalah (i) biaya investigasi, (ii) kehilangan perdagangan dan (iii) kehilangan turisme. Sebagai contoh, biaya ekonomi sebagai akibat kasus salmonellosis di AS pada tahun 1987 diperkirakan mencapai 1000 juta USD (Robert 1988). Masih di Amerika, selain menyebabkan sekitar 5000 kematian, CDC juga mencatat bahwa setiap tahunnya, permasalahan keamanan pangan telah menyebabkan sebanyak 76 juta kasus sakit, yang mengakibatkan sekitar 325.000 orang harus dirawat di rumah | 14 |
sakit, dan menelan biaya sekitar 7,7-23 milyar dollar (lebih dari 100-299 Triliun Rupiah). Di Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia, juga melaporkan bahwa selain menyebabkan kematian sebanyak 2500 orang per tahunnya, kasus kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan juga menyebabkan sebanyak 411.500 orang sakit dengan kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh kasus KLB keracunan pangan tersebut diperkirakan mencapai 2,9 triliun rupiah per tahun (BPOM 2015). Angka-angka perkiraan kerugian ekonomi ini diyakini masih terlalu kecil daripada angka yang sesungguhnya. Menurut perkiraan Hariyadi (2005), dengan menganalisis data keamanan pangan dari tahun 2001 sampai 2004, besarnya beban atau biaya keamanan pangan di Indonesia, waktu itu –lebih dari sepuluh tahun yang lalu- mencapai paling tidak 6,7 triliun rupiah. Sangat disayangkan bahwa sampai saat ini besarnya beban atau biaya keamanan pangan di Indonesia ini belum dihitung secara teliti dan lengkap. Mengingat arti penting keamanan pangan, untuk mendapatkan gambaran yang lebih proporsional mengenai besaran permasalahan keamanan pangan, maka diperlukan penelitian yang lebih lengkap. Hal ini menjadi lebih penting jika diingat bahwa masalah keamanan pangan juga berimplikasi pada kualitas sumber daya manusia dan daya saing bangsa. Pada dasarnya diyakini bahwa kondisi keamanan pangan yang lebih baik akan mengurangi frekuensi sakit (lebih sehat), mengurangi biaya medis dan biaya sosial. Karena frekuensi sakit yang lebih sedikit maka akan terjadi peningkatan status kesehatan, yang dalam jangka panjang akan meningkatkan kapasitas dan produktivitas kerja SDM, baik kinerja fisik, kinerja akademik intelektual, maupun kinerja kreaktif/inovasinya. Berkurangnya beban ekonomi, | 15 |
meningkatnya status kesehatan, meningkatnya kinerja SDM akan bermuara pada meningkatnya tingkat partisipasi pembangunan. Kesemua itu akan bermuara pada daya saing nasional yang lebih baik. Dengan menggunakan kerangka kerja sebagaimana disajikan pada Gambar 4, maka diharapkan akan muncul suatu semangat membangun pada semua pemangku kepentingan keamanan pangan di Indonesia, baik industri, konsumen (masyarakat) dan pemerintah, khususnya diantara berbagai instansi pemerintah yang menangani keamanan pangan untuk peningkatan daya saing bangsa.
Gambar 4 Peningkatan keamanan pangan dan daya saing bangsa
Kondisi Keamanan Pangan di Indonesia: Tantangan Ganda Seperti telah disampaikan sepintas sebelumnya, kondisi keamanan pangan di Indonesia masih sangat memprihatinkan. Dari data keracunan pangan yang terjadi pada tahun 20012006 yang dipublikasikan oleh BPOM (2008), Hariyadi | 16 |
(2012) menganalisis bahwa jenis industri yang paling sering menyebabkan keracunan pangan dari industri rumah tangga (42%), disusul oleh industri jasa boga (27%), penjual pangan jajanan (street food) atau pedagang kaki lima (17%), dan industri pangan olahan (13%). Data terbaru (Gambar 5) menunjukkan bahwa KLB keracunan pangan di Indonesia masih didominasi pangan yang dihasilkan oleh industri rumah tangga (39%) disusul oleh industri jasa boga (20%), industri jajanan (21%) dan industri pangan olahan (13%).
Gambar 5 Profil jenis pangan penyebab KLB keracunan pangan di Indonesia (BPOM, 2011, 2012 dan 2013) Analisis lebih lanjut mengenai penyebab keracunan pangan ini, BPOM (2008) mengidentifikasi agen mikrobiologi sebagai penyebab utama (116 kali dari 610 kasus) disusul oleh agen kimia (66 kali dari 610 kasus) sedangkan kasus keracunan yang lain tidak diperoleh sampel dan/atau tidak diketahui penyebabnya. Lagi-lagi, data terbaru (BPOM, 2011; 2012 dan 2013) juga masih menunjukkan hal yang sama (Gambar 6), | 17 |
yaitu masih dominannya agen mikrobiologi (46%) sebagai agen utama penyebab KLB keracunan pangan, disusul oleh agen kimia (18%).
Gambar 6 Profil agen penyebab KLB keracunan pangan di Indonesia (BPOM, 2011, 2012 dan 2013) Data di atas memberikan dua informasi penting; yaitu (i) terdapat indikasi kuat bahwa permasalahan keamanan pangan lebih sering terjadi pada industri yang termasuk sebagai industri pangan skala kecil dan menengah (IKM pangan), dan (ii) kondisi ini berlangsung tanpa kemajuan berarti tahun 2001 sampai sekarang. Kondisi ini tentu memprihatinkan karena IKM pangan inilah yang secara kuantitatif memberikan pasokan lebih besar bagi pangan masyarakat khususnya masyarakat kelas menengah ke bawah. Data dari BPOM secara konsisten menunjukkan bahwa sebagian besar penyakit karena pangan (foodborne diseases) disebabkan karena adanya agen mikrobiologi. Hal ini mengindikasikan bahwa pengolahan makanan di industri pangan –terutama | 18 |
IKM Pangan- masih belum memenuhi standar sanitasi dan higiene dan penerapan Good Manufacturing Practices (GMP) atau Cara Pengolahan Pangan yang Baik (CPPB) belum sepenuhnya diterapkan. Hal ini didukung oleh data dari BPOM (2011), yang menunjukkan hasil pemeriksaan terhadap 1835 industri rumah tangga pangan (IRT) yang sudah mendapatkan ijin produksi (mendapatkan nomor Pangan Industri Rumah Tangga, PIRT) tenyata hanya 992 unit (54,06%) saja yang dinilai telah menerapkan cara produksi pangan yang baik untuk industri rumah tangga. Kondisi ini hanya sedikit membaik pada tahun 2012 dan 2013; dimana persentase IRT yang dinilai telah menerapkan CPPB berturut-turut adalah 59,04% dan 63,41%. Selebihnya, sekitar 32,07%-44,14% sarana IRT belum menerapkan CPPB dan sisanya (1,80%-4,51 %) tidak aktif berproduksi atau tutup. Hal ini sungguh memprihatinkan mengingat bahwa IKM merupakan skala usaha yang mendominasi struktur industri pangan di Indonesia. Biro Pusat Statistik (2008) menyatakan bahwa hanya sekitar 0,01% dari industri yang ada di Indonesia merupakan industri besar. Selebihnya, industri menengah dan kecil berturut-turut adalah 0,08% dan 1,01%, serta sebanyak 98,9% adalah usaha mikro. Lebih lanjut data BPS juga menunjukkan bahwa sekitar 53,57% dari semua usaha kecil dan mikro (IKM) ini bergerak pada bidang pangan dan pertanian (IKM-Pangan). Kondisi keamanan produk pangan Indonesia juga dicerminkan oleh data penolakan produk pangan ekspor Indonesia di pasar global. Hal ini disebabkan karena keamanan pangan telah menjadi prasyarat yang semakin ketat bagi perdagangan internasional, dan karena itu maka kondisi keamanan pangan juga akan berpengaruh secara langsung pada kinerja ekspor produk pangan dari suatu negara. Berdasarkan data yang | 19 |
dikumpulkan dari USFDA tahun 2011-2014 (USFDA 2015), terjadi penolakan produk pangan Indonesia oleh USFDA karena alasan keamanan pangan sebanyak 1451 kasus atau sekitar 30 kasus penolakan per bulan (Gambar 7).
Gambar 7 Alasan penolakan produk pangan ekspor Indonesia oleh USFDA dari tahun 2011-2014 (Total 1451 kasus penolakan) Berdasarkan Gambar 7, diketahui bahwa alasan terbesar penolakan produk pangan Indonesia adalah karena alasan kotor (filthy, 36%). Filthy adalah kondisi tercemar oleh cemaran yang tidak semestinya di dalam bahan pangan, termasuk diantaranya potongan serangga, benda asing dan sebagainya. Keberadaan benda-benda asing tersebut umumnya disebabkan karena tidak diterapkannya kaidah CPPB yang mencakup aspek-aspek fasilitas bangunan, peralatan, pekerja maupun proses. Alasan kedua paling sering (31%) terjadi pada penolakan produk pangan ekspor Indonesia adalah tercemar Salmonella. Salmonella adalah suatu bakteri patogen penyebab | 20 |
keracunan pangan. Lagi-lagi, keberadaan bakteri Salmonella dalam produk pangan menunjukkan tingkat pengolahan yang tidak mencukupi yang mungkin disebabkan aplikasi teknologi yang tidak memadai ataupun penanganan produk termasuk sanitasi yang tidak memadai. Selain itu, alasan penolakan yang sering dialami oleh produk pangan ekspor Indonesia adalah ditemukannya residu obat hewan (hormon, antibiotika), dekomposisi (histamin, pertumbuhan mikroba lain, dll), serta alasan lain yang meliputi adanya indikasi praktek-praktek tidak saniter, kesalahan pelabelan dan penggunaan pewarna ilegal. Kondisi yang sedikit berbeda ditemui pada alasan penolakan produk pangan ekspor Indonesia ke Uni Eropa (UE). Perdagangan ke UE tidak seintensif ke AS. Berdasarkan data yang dikumpulkan dari portal the Rapid Alert System for Food and Feed (RASFF Portal 2015) pada periode yang sama (20112014) terjadi sebanyak 64 kali penolakan (border rejection) atas produk pangan ekspor Indonesia, dengan berbagai alasan penolakan (Gambar 8). Perbedaan itu terutama terlihat pada mikotoksin (28%) yang menjadi alasan utama penolakan produk pangan ekspor Indonesia ke UE. Dalam hal ini, UE memang sangat ketat mempersyaratkan batas maksimum mikotoksin dibandingkan dengan AS dan berbagai negara lainnya (lihat Tabel 2). Namun demikian, alasan penolakan berikutnya adalah adanya cemaran mikroba patogen (26%) diikuti dengan cemaran mikroba non-patogen (16%).
| 21 |
Gambar 8 Alasan penolakan produk pangan ekspor Indonesia oleh Uni Eropa, dari tahun 2011-2014 (Total 64 kasus penolakan) Tingginya frekuensi penolakan dengan alasan cemaran mikroba, baik patogen maupun non-patogen, kembali menunjukkan bahwa proses pengolahan yang dilakukan masih kurang baik, dengan kondisi sanitasi yang kurang memadai. Hal ini menekankan kesimpulan di awal bahwa meskipun faktanya menunjukkan bahwa IKM ini adalah produsen utama pangan olahan di Indonesia, namun sebagian besar dari IKM ini mengalami kesulitan dalam pelaksanaan praktek-praktek produksi pangan yang baik. Kondisi obyektif ini seharusnya menggugah pemangku kepentingan, terutama pemerintah memberikan fokus pembangunan keamanan pangan pada IKM Pangan.
| 22 |
Tabel 2 Batas Maksimum Total Aflatoxin pada Produk Pangan di Berbagai Negara Negara
Batas Maksimum (ug/kg) 5 20 4*) 20 20 30 20**)
Australia China Uni Eropa (EU) Amerika Serikat (AS) Guatemala India Indonesia
(Sumber : Otsuki et al., 2001) *)
Untuk produk sereal dan olahannya, buah-buahan kering, dan kacang konsumsi Aflatoxin total, untuk produk olahan jagung, kacang dan rempah bubuk (Perka BPOM RI, Nomor HK.00.06.1.52.4011, 2009).
**)
Tantangan Ganda Kondisi keamanan pangan di Indonesia seperti telah diuraikan pada bagian atas tulisan ini menunjukkan adanya tantangan ganda bagi Indonesia. Tantangan pertama keamanan pangan muncul sebagai akibat kondisi keamanan pangan domestik; pemasok produk pangan untuk konsumsi nasional. Khususnya, tantangan ini berkaitan dengan kondisi IKM pangan nasional. Tantangan pertama keamanan pangan dipicu oleh rendahnya praktek-praktek sanitasi dan higiene oleh IKM Pangan, yang pada gilirannya menyebabkan (1) pencemaran pangan oleh mikroba, dan upaya untuk mengatasi hal itu, yaitu dengan (a) penggunaan bahan berbahaya (formalin, boraks, rhodamin B, dan metanil yellow) yang dilarang untuk pangan (misuse) dan (b) penggunaan bahan tambahan pangan secara berlebih-lebihan, melampaui batas maksimum yang diijinkan (abuse).
| 23 |
Hariyadi (2010a, 2010b) mengidentifikasi beberapa kondisi yang dihadapi IKM pangan yang merupakan sumber permasalahan atas tantangan pertama keamanan pangan tersebut; yaitu rendahnya akses terhadap (i) sumber daya modal, (ii) prasarana dan fasilitas keamanan pangan/fasilitas sanitasi dan higiene, (iii) sumber daya manusia dan (iv) informasi. Kondisi ini bisa memicu praktek penyiapan produk pangan yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah CPPB. Hal ini perlu mendapatkan perhatian serius pemerintah, dengan mengembangkan kebijakan yang konsisten dan terpadu; didukung oleh kemauan politik dan perlindungan hukum yang diperlukan untuk pengembangan keamanan pangan yang diproduksi oleh IKM pangan di Indonesia. Pemberdayaan IKM Pangan untuk bisa memperoleh akses terhadap prasarana dan fasilitas keamanan pangan, bahan baku dan ingredien pangan aman, dan alat bantu pengolahan (air bersih, es, listrik) serta bahan tambahan pangan misalnya, adalah esensial bagi IKM Pangan untuk menghasilkan makanan yang aman. Disamping itu, perlu dilakukan program pendidikan dan komunikasi keamanan pangan yang efektif untuk dapat meningkatkan kesadaran mengenai arti penting keamanan pangan, sehingga meningkatkan disiplin dalam penerapan CPPB. Misalnya, dengan kampanye cuci tangan yang baik dan benar bagi para pekerja pengolah pangan, terutama pada pekerja IKM pangan dan jasa boga (Hariyadi dan Dewanti-Hariyadi 2003). Karena besarnya masalah, ditambah dengan sumber daya pemerintah yang terbatas, maka untuk meningkatkan keamanan pangan IKM ini diperlukan kemitraan antara semua pemangku kepentingan (Hariyadi 2015a). Pendekatan kemitraan harus mampu meningkatkan daya saing IKM; tidak hanya untuk (i) menjamin keamanan dan mutu pangan yang diproduksi, tetapi juga berpotensi untuk (ii) memperluas perdagangan dan | 24 |
(iii) meningkatkan daya saing IKM. Hal ini, pada gilirannya bisa diharapkan akan (i) meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk IKM di Indonesia, (ii) mengurangi kemiskinan dan kekurangan gizi, (iii) memperluas kapasitas IKM itu sendiri. Secara keseluruhan; program strategis ini akan meningkatkan daya saing IKM dan berkontribusi untuk peningkatan kesehatan individu, yang bermuara pada peningkatan daya saing bangsa. Tantangan kedua keamanan pangan muncul dari sisi perdagangan internasional. Perdagangan internasional produk pangan bagi Indonesia tentu merupakan hal yang penting; khususnya sebagai salah satu sumber devisa negara. Namun demikian, globalisasi perdagangan ini juga menyebabkan munculnya berbagai kontaminan baru (emerging contaminants) yang juga perlu diperhatikan; terutama untuk produk pangan ekspor (Dewanti-Hariyadi dan Hariyadi 2012). Selain itu, perdagangan internasional menghadapi permasalahan semakin ketatnya standar internasional keamanan pangan. Standar keamanan pangan internasional berkembang sesuai dengan pengetahuan dan kesadaran mengenai hubungan antara keamanan pangan dan kesehatan dan ditunjang oleh kemampuan laboratorium analisis yang semakin canggih. Akibatnya, terjadi kecenderungan dimana batas-batas maksimum cemaran menjadi semakin kecil. Fenomena semakin kecilnya batas cemaran ini sering disebut sebagai fenomena “chasing zero” (Hariyadi 2014) sebagaimana diilustrasikan pada kasus standar aflatoksin (Tabel 2) yang merupakan tantangan berat bagi Indonesia sebagai negara pengekspor pangan. Sebelumnya, batas maksimum aflatoksin di UE sudah sangat rendah (9 ppb) lebih rendah dari berbagai negara pada umumnya. Namun demikian pada tahun 1998 | 25 |
Komisi Eropa (European Commission, EC) mengajukan proposal supaya negara anggota UE segera melakukan harmonisasi dan menurunkan batas maksimum kandungan aflatoksin menjadi 4 ppb; dan proposal tersebut diberlakukan pada mulai April tahun 2002. Proposal EC ini mengundang perselisihan dagang antara Komisi (EC) dan mitra dagangnya di forum World Trade Organization (WTO). Bank Dunia, melalui studinya (Otsuki et al. 2001) menjadi kasus ini sebagai “contoh baik” untuk mengevaluasi arti “appropriate” pada konsep ALOP (appropriate level of protection) yang diberlakukan oleh banyak negara maju untuk memberikan perlindungan kepada warga negaranya, dan dampaknya bagi negara lain sebagai mitra dagangnya. Dalam penelitiannya, dengan menggunakan model analisis yang dikembangkannya, Otsuki et al. (2001) menyimpulkan bahwa standar aflatoksin yang lebih ketat di UE tersebut akan mempunyai dampak negatif yang serius bagi Negara Afrika yang melakukan ekspor buah-buahan kering dan kacang tanah ke Eropa. Saya kutipkan kesimpulan Otsuki et al. (2001) tersebut sebagai berikut “The new EU standard, which would reduce health risk by approximately 1.4 deaths per billion a year, will decrease these African exports by 64% or US$ 670 million, in contrast to regulation set through an international standard”. Selanjutnya, tantangan keamanan pangan yang lain adalah yang berkaitan dengan pemalsuan pangan (Hariyadi 2015b). Permasalahan keamanan pangan yang telah dibahas di atas termasuk dalam kategori unintentional contamination (kontaminasi yang tidak disengaja). Permasalahan keamanan pangan yang juga harus diantisipasi adalah yang disebabkan oleh kontaminasi yang disengaja (intentional contamination); yang bisa dilakukan oleh orang-orang yang memang berniat melakukan kontaminasi. Bagi Negara yang melakukan ekspor | 26 |
khususnya ke AS, isu pemalsuan pangan ini akan menjadi regulatory barrier baru yang perlu diantisipasi. AS telah menerbitkan Undang-Undang baru yang bernama Food Safety Modernization Acts (FSMA) yang ditanda-tangani Presiden Obama pada 4 Januari 2011. Intinya, terjadi pergeseran fokus dari penanganan kontaminan (senyawa dengan potensi bahaya yang secara tidak sengaja mencemari produk pangan) dan adulterant (senyawa dengan potensi bahaya yang secara sengaja mungkin ditambahkan pada produk oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk memalsukan atau mencemari produk pangan) ke upaya pencegahan terjadinya kontaminasi dan adulterasi. Upaya pencegahan kemungkinan terjadinya kontaminasi dan adulterasi ini perlu dituangkan dalam program yang jelas; dan teruji efektivitasnya. Melengkapi fokus pada upaya pencegahan ini, semua industri pangan –termasuk pengekspor dari luar AS- dipersyaratkan untuk mempunyai rencana pertahanan pangan (food defense plan) yang rinci dan teruji, serta melakukan pendaftaran pada semua fasilitas yang dimilikinya. Hal ini tentunya merupakan tantangan baru yang perlu diantisipasi. Tantangan kedua keamanan pangan perlu dijawab dengan pembenahan internal yaitu pembenahan tentang sistem keamanan pangan nasional. Adanya amanat UU Pangan No 18/2012 tentang Pangan (Bab XII, pasal 126) yang menyatakan bahwa “Dalam hal mewujudkan Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan nasional, dibentuk lembaga Pemerintah yang menangani bidang pangan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden” hendaknya bisa digunakan sebagai momentum untuk pembenahan sistem keamanan pangan nasional; termasuk kemungkinan adanya Otoritas Nasional Keamanan Pangan (Hariyadi 2008a). Pembenahan ini diharapkan juga sekaligus | 27 |
memberikan komitmen yang lebih baik dalam menjawab tantangan pertama keamanan pangan seperti diuraikan diatas. Selanjutnya, diperlukan langkah proaktif pemerintah untuk melakukan diplomasi keamanan pangan di forum internasional; khususnya pada perdebatan mengenai standar keamanan pangan internasional. Partisipasi aktif Indonesia, –atau lebih tepatnya- diplomasi aktif Indonesia dalam membela kepentingan nasionalnya dalam forum Codex Alimentarius Commission (CAC) tentu sangat penting untuk meminimalkan regulatory barrier yang mungkin merintangi perdagangan internasional Indonesia. CAC dibentuk FAO dan WHO pada tahun 1964 dengan tujuan khusus mengembangkan standar keamanan pangan, dengan dua tujuan; yaitu (i) melindungi kesehatan publik dan (ii) memastikan terjadinya perdagangan internasional yang jujur. Diplomasi keamanan pangan Indonesia perlu memastikan dua hal itu terjadi; bukan seperti yang terjadi dengan kasus standar aflatoksin diatas. Untuk ini diperlukan komitmen tinggi dari pemerintah Indonesia. Tidak hanya untuk mempersiapkan SDM diplomat keamanan pangan yang tangguh, tetapi juga perlu penyediaan dan pengelolaan data ilmiah yang digunakan sebagai basis perdebatan dan negosiasi standar keamanan pangan internasional.
| 28 |
Peranan Ilmu dan Teknologi Pangan Ilmu pangan adalah disiplin ilmu yang menerapkan dasardasar biologi, fisika, kimia dan keteknikan dalam mempelajari sifat-sifat bahan pangan, penyebab kerusakan bahan pangan dan prinsip-prinsip yang mendasari suatu pengolahan dan pengawetan pangan Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia6 Teknologi pangan merupakan aplikasi ilmu pangan pada seluruh mata rantai penanganan bahan pangan/hasil pertanian untuk menghasilkan produk yang aman dan bermutu mulai dari tahap pemanenan, pengawetan, pengolahan, pengemasan, penyimpanan, distribusi hingga siap dikonsumsi. Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia6
Menurut ahli Antropologi Biologi dari Universitas Harvard, Richard Wrangham, teknologi pangan ditemukan dan mulai diaplikasikan sekitar 2 juta tahun yang lalu, yaitu ketika orang mulai melakukan pemasakan (cooking) terhadap bahan pangan (Wrangham 2009). Kemudian berkembang teknologi lain yang melengkapi teknologi pemasakan ini antara lain fermentasi, pengeringan, pengawetan dengan garam, dan berbagai teknologi tradisional sederhana lainnya yang memungkinkan terbentuk dan bertahannya suatu kelompok atau masyarakat. Manusia pertama kali mempelajari dan memahami bagaimana memasak pangan, kemudian melakukan pengolahan, mengawetkan, dan menyimpan pangan dengan aman. Teknologi empiris ini terus diaplikasikan bahkan sampai sekarang dan merupakan dasar dari berbagai perkembangan teknologi pengolahan pangan modern sampai saat ini (Hall 1989; Floros 2008, 2010). Selanjutnya, hasil review oleh Floros (2004) menyatakan bahwa sepanjang sejarah peradabannya, manusia mampu 6 Standar Pendidikan Sarjana Teknologi Pangan/Teknologi Hasil Pertanian. Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia | 29 |
mengatasi berbagai permasalahan tentang pangan (kelaparan dan penyakit), tidak hanya dengan menghandalkan pada proses perburuan dan akhirnya pemanenan, tetapi juga pada pengolahan pangan. Hal ini bisa dilihat dari adanya tiga contoh produk pangan dari Yunani Kuno; yaitu roti, minyak zaitun (olive oil), dan anggur, ketiganya merupakan produk olahan pangan yang cukup kompleks; yang mampu mengubah bahan mentah yang mudah rusak, tidak “enak” (unpalatable), dan sulit atau bahkan tidak bisa dimakan menjadi produk pangan yang aman, bergizi, flavorful, awet, dan nikmat untuk dikonsumsi. Henry (1997) menyatakan bahwa seiring dengan pertumbuhan penduduk, peranan teknologi pangan semakin penting terutama dalam proses transformasi dari masyarakat pemburu-pengumpul, pertanian dan teknologi pangan (Gambar 9). Cikal-bakal teknologi pangan dimulai dengan ditemukannya pengalengan pangan sebagai teknik pengawetan pangan. Teknologi pengalengan pangan ini dimulai dengan percobaan oleh Nicolas Appert di Perancis dan dilanjutkan pengembangannya oleh Peter Durand di Inggris di awal abad ke-19. Nicolas Appert, menemukan bahwa berbagai jenis bahan pangan (temasuk daging, buah, sayuran dan susu) akan bertahan lama tidak mengalami kebusukan setelah produk tersebut dikemas dalam wadah gelas tertutup yang kedap udara dan diberi perlakukan pemanasan yang cukup. Pada awal tahun 1800-an, teknik pengawetan pangan yang dikembangkan oleh Nicholas Apert ini mendapatkan kesempatan diaplikasikan untuk mengawetkan ransum perang tentara Perancis. Penemuan ini kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Peter Durand di Inggris; dengan mengembangkan teknik pengemasan yang lebih mudah ditutup, lebih ringan dan tidak mudah pecah; yaitu
| 30 |
dengan menggunakan kaleng yang terbuat dari besi berlapis timah (tin-plated iron). Atas penemuannya ini, Peter Durand mendapatkan paten pada tahun 1810.
Gambar 9
Perubahan budaya pemburu/pengumpul ke budaya pertanian dan budaya industrial, dan mulainya aplikasi teknologi pangan (dimodifikasi dari Henry 1997). Jumlah penduduk dunia pada bulan Juli 2015 telah mencapai 7,33 miliar (http://www.worldometers.info/ world-population/)
Penemuan ini memicu dimulainya era baru pengendalian keamanan pangan. Berbagai percobaan untuk mempelajari pengaruh proses “pengalengan” terhadap keamanan dan mutu pangan yang dikalengkan banyak dilakukan, walaupun penjelasan ilmiah tentang mengapa proses pengalengan ini bisa memperpanjang masa aman produk pangan belum diketahui dengan pasti.
| 31 |
Pabrik pengalengan pangan pertama didirikan oleh Bryan Dorkin dan John Hall di Inggris pada tahun 1813. Sejak itu teknik pengalengan pangan terus berkembang, sehingga sampai sekarang produk pangan dalam kaleng yang aman dan bergizi dapat dengan mudah kita jumpai di pasaran. Penjelasan ilmiah mengenai proses pengawetan pangan dengan proses pemanasan ini baru diperoleh 50 tahun kemudian, yaitu ketika Louis Pasteur (1822–1895) melaporkan kepada Akademi Ilmu Pengetahuan Perancis (French Academy of Sciences) pada tahun 1864; bahwa panas bersifat letal terhadap mikroorganisme. Laporan Pasteur membuktikan bahwa pertumbuhan mikroorganisme adalah penyebab utama pembusukan makanan; dan sebagian besar dari mikroorganisme ini bisa dibunuh oleh pemanasan pada suhu 130°F (55°C) atau lebih tinggi, untuk jangka waktu yang relatif singkat, tanpa terlalu banyak mengubah karakteristik mutu dan sensori produk pangan. Proses sederhana ini kemudian dikenal sebagai proses pasteurisasi dan cepat diadopsi secara luas. Dengan pengetahuan ini, W. Russel dari Universitas Wisconsin dan Samuel Cate Prescott dan William Lyman Underwood dari Massachusetts Institute of Technology pada tahun 1895 sampai 1896 menekankan pentingnya pengendalian waktu dan suhu pemanasan untuk memastikan keamanan pangan kalengan (Labuza dan Sloan 1981). Penemuan proses pasteurisasi disertai dengan pemahaman mengenai mekanisme pengawetan pangan oleh panas, inilah yang menandai era teknologi pangan. Sejak itu, teknologi pangan terus berkembang pesat sampai saat ini, dimana sistem produksi pangan global telah menjadi sangat kompleks. Perkembangan sistem pangan yang mampu mendukung perkembangan peradaban manusia ini, tidak lepas dari peranan ilmu dan teknologi pangan, yang mengintegrasikan | 32 |
ilmu-ilmu biologi, kimia, fisika, engineering, ilmu bahan, mikrobiologi, gizi, toksikologi, bioteknologi, genomik, ilmu komputer, dan masih banyak disiplin lain untuk memecahkan permasalahan tentang pangan khususnya untuk memberikan jaminan keamanan pangan dan meminimisasi kerusakan mutu. Perkembangan penting teknologi pangan penting yang terjadi sejak tahun 1930an, sebagai respon dari pertumbuhan penduduk dunia, bisa dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Beberapa milestone perkembangan teknologi pangan setelah tahun 1930s *) Tahun
1930s
1940s
1950s
1960s
1970s
1980s
Perkembangan teknologi pangan Quick freezing technology Packaging Technology (vacuum packaging, cellulose Sliced bread Regulations e.g. Food, packaging, waxed milk Drug, and Cosmetic Act cartons pakacging) Freeze drying Automation/Mass production Frozen foods Aseptic packaging Vending machines Frozen, ready-to-eat bakery Frozen dinners goods Foreign foods Targeted markets Food for bomb shelters Controlled-atmosphere WHO packaging Aseptic canning Diet foods Drying improvements Process control computers Coffee Clean-in-place HACCP CODEX Alimentarius Health/organic foods Energy efficiency Environmentally robust Water/waste utilization computers Membrane processing Irradiation Dechemicalization Packaging Automation Aseptic processing
| 33 |
Tabel 3 Beberapa milestone perkembangan teknologi pangan setelah tahun 1930s *) (lanjutan) Tahun
Perkembangan teknologi pangan High Pressure Processing Intelligent Packaging 1990s Functional Foods Low Carb Sachet Packaging Smart Packaging RFID 2000s Non-thermal Processes Nanoscale Engineering and Fresh-Like/ Chef-Like Technology *) Dimodifikasi dari Lund (2012) dan IFT (www.ift.org).
Peranan Rekayasa Proses Pangan Food process engineering is a broad field that is concerned with the application of engineering principles and concepts to the handling, manufacturing, processing and distribution of foods Singh and Heldman (2013)7 Food engineers are educated to analyze, synthesize, design, and operate complex systems that manipulate mass, energy, and information to transform material and energy into more useful form Valentas, Levine and Clark (1991)8.
Rekayasa proses pangan (RPP) merupakan cabang ilmu rekayasa yang relatif baru. RPP mempelajari ilmu pengetahuan dan matematika yang diperlukan untuk mendisain proses dan sistem untuk rantai pangan yang lebih efisien, mulai dari produsen ke konsumen. Penanganan pangan dari produsen ke konsumen melibatkan banyak aktor dan dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor teknis maupun faktor sosial, ekonomi, budaya dan agama. Karena itu, seorang ahli RPP harus melengkapi dirinya dengan berbagai informasi mengenai 7 Singh, R.P. and Heldman, D. 2013. Introduction to Food Engineering, 5th Edition. Academic Pres 8 Valentas, K.J., Levine, L. and Clark, J.P. 1990. Food Processing Operation and Scale-up”. 1990. Marcel Dekker, New York | 34 |
faktor-faktor tersebut, selain penguasaan mendasar tentang disiplin rekayasa. Selain itu, karena bidang ilmu RPP ini masih relatif baru, maka seorang ahli RPP harus memahami dengan baik ilmu pengetahuan bahan pangan, untuk memungkinkan mereka mampu menyerap dan mengadaptasi berbagai prosedur dan formula matematika dan rekayasa yang dikembangkan di bidang lain untuk bahan-bahan non-pangan (non-biologi). Secara umum, pengembangan penelitian di bidang RPP di Indonesia perlu pula diupayakan lebih masuk ke hal yang mendasar, terutama untuk meningkatkan pemahaman secara kuantitatif mengenai berbagai perubahan yang terjadi bahan pangan sebagai akibat dari berbagai proses pengolahan. Dalam konteks pembahasan mengenai pentingnya keamanan pangan, maka peranan RPP adalah untuk menjamin keamanan pangan dan sekaligus memberikan nilai tambah sangat signifikan. Karena itu, tepat sekali batasan yang diberikan oleh Valentas, Levine, dan Clark (1990) yang menyatakan bahwa para ahli RPP perlu mendapatkan latihan intensif untuk “menganalisis, mensintesis, merancang, dan mengoperasikan sistem yang kompleks untuk memanipulasi (mengolah) massa, energi, dan informasi untuk mengubah materi dan energi menjadi bentuk yang lebih berguna”. Frasa “yang lebih berguna”ini mempunyai arti yang penting; yaitu upaya untuk memberikan “nilai tambah”. Untuk bisa mengkreasikan nilai tambah yang relevan bagi masyarakat itulah maka seorang ahli RPP harus selalu melengkapi dirinya dengan informasi terkini tentang faktor sosial, ekonomi, budaya dan agama. Dengan kata lain, ahli RPP perlu mempunyai alasan kuat yang relevan dalam melahirkan kreasi dan inovasinya; sehingga bisa melahirkan inovasi “yang lebih berguna”. Satu alasan penting yang selalu harus menjadi pertimbangan seorang ahli RPP dalam berkreasi adalah memberikan jaminan keamanan | 35 |
pangan. Tujuan atau alasan menjamin keamanan pangan ini tidak bisa dikompromikan, karena keamanan pangan memang merupakan prasyarat dasar untuk produk pangan. Pemahaman mengenai persyaratan keamanan pangan sudah perlu dipertimbangkan oleh seorang ahli RPP, sejak saat tahap perancangan produk dan/atau proses (Gambar 10).
Gambar 10 Prinsip “safety design” dalam rekayasa proses pangan (dimodifikasi dari Hariyadi dan Sparringa 2013) Dengan menggunakan prinsip “safety design”ini maka ahli RPP pada prakteknya bisa secara imajinatif dan efektif menggunakan berbagai pendekatan rekayasa untuk memberikan nilai tambah; apakah itu untuk mempertahankan dan/atau menambah satu gizi tertentu, mempertahankan atau meningkatkan daya tarik estetika (rasa, tekstur, dan tampilan), mempertahankan atau meningkatkan integritas pangan sehingga memungkinkan dilakukan transportasi jarak jauh (yang mengarah ke ketersediaan di daerah yang lebih luas dan di luar musim), memperpanjang umur simpan, dan inovasi yang lebih berguna. Sebagai ilustrasi, untuk menciptakan produk pangan | 36 |
“yang lebih berguna” atau yang bernilai tambah untuk tujuan meningkatkan kualitas hidup orang penderita alergi pangan, maka ahli RPP bisa merancang dan mengembangkan produk untuk mengeliminasi atau menetralkan protein alergen atau zat lain yang akan memberikan reaksi alergi pada orang tersebut. Demikian pula, bagi penderita diabetes, dengan mengurangi kadar gula dan memberikan alternatif bebas gula pada produk pangan yang dikembangkannya. Pada kesempatan orasi ini akan dikemukakan beberapa contoh yang relevan mengenai peranan rekayasa proses pangan untuk menjamin keamanan pangan dan sekaligus meningkatkan nilai tambah. Misalnya, rekayasa proses pangan dengan pemanfaatan suhu rendah juga sangat berkembang, pendinginan, pembekuan, dan pengeringan beku merupakan contoh-contoh populer yang diaplikasikan di industri pangan modern. Aplikasi suhu rendah, khususnya suhu beku, dikenal mampu memberikan keamanan, keawetan dan kesegaran produk pangan dengan baik sekaligus meminimalkan kehilangan atau kerusakan mutu, terutama mutu flavor. Berbagai teknik pembekuan telah dikembangkan untuk tujuan tersebut sehingga dikenal quick freezing, rapid freezing, atau pun ultra rapid freezing. Sebagaimana praktek memasak (cooking) yang sudah dilakukan oleh masyarakat sejak lama (sejak ditemukannya api) maka aplikasi suhu tinggi, proses panas (thermal processing), termasuk teknologi yang paling banyak diaplikasikan di industri pangan. Hampir semua industri pangan menggunakan proses pemanasan pada salah satu tahapan prosesnya. Selain untuk keperluan pemasakan (cooking), proses panas juga digunakan untuk tujuan penghangatan kembali (rewarming) dan pelelehan (thawing) produk pangan beku, atau pun untuk mencapai tujuan menjamin keamanan pangan dan memperpanjang masa simpan. Untuk itu, diperlukan | 37 |
pemahaman mengenai pengaruh proses panas pada mikroba serta pada mutu dan gizi pangan, sehingga memungkinkan ahli RPP untuk menghitung panas minimal yang harus diberikan untuk menjamin keamanan pangan, mencapai tingkat keawetan yang diinginkan, dan sekaligus semaksimal mungkin mempertahankan gizi dan mutunya. Dengan pemahaman ini, maka ahli RPP akan mampu merancang proses panas untuk (i) mencapai tujuan utama yaitu menjamin keamanan dan memberikan keawetan yang diinginkan, tetapi juga sekaligus (ii) meminimalkan kerusakan zat gizi dan atribut mutu pada produk yang diproses, (iii) memaksimalkan “yields”, dan (iv) meningkatkan produktivitas proses panas. Inilah esensi RPP; yatu “memanipulasi (mengolah) massa, energi, dan informasi menjadi bentuk yang lebih berguna”. Untuk tujuan proses sterilisasi –misalnya- kecukupan panas untuk mencapai kriteria sterilisasi komersial ini dinyatakan sebagai nilai F , yang secara umum dinyakan sebagai berikut : 0
Dimana t adalah lama pemanasan dan T adalah suhu produk selama proses pemanasan [dimana T=f(t)], sedangkan nilai Z adalah salah satu parameter kinetika inaktivasi mikroba karena proses pemanasan. Dalam hal ini, acuan standar proses panas (dikeluarkan oleh USDA dan USFDA) mempersyaratkan bahwa proses pengolahan pangan dengan panas untuk produk pangan berasam rendah, dinyatakan mencapai kondisi steril komersial jika proses tersebut mencapai standar kinerja (performance standard) tertentu, yaitu berupa proses panas yang mampu menurunkan resiko atau peluang keracunan oleh Clostridium botulinum sebesar 10-9 (Anderson et al. 2011 dan Uhler 2013). Jika kandungan awal spora C. botulinum ≤ 1000 | 38 |
spora per kaleng, maka peluang terjadinya keracunan sebesar 10-9 ini hanya bisa dicapai jika panas yang diberikan mampu mengurangi C. botulinum sebesar 12 siklus logaritma atau proses 12D. Ahli RPP harus memahami bahwa standar kinerja sterilisasi komersial adalah peluang terjadinya keracunan maksimal sebesar 10-9, bukan proses 12D. Proses 12D hanya akan mencapai tingkat sterilisasi komerisal jika kandungan awal spora C. botulinum ≤ 1000 spora per kaleng. Jadi, jika nilai-D untuk C. botulinum pada suhu acuan sterilisasi, 121.1oC (nilai-D121.1) adalah 0.25-0.3 menit (Pflug, 1982) maka proses 12D ini ekivalen dengan proses pemanasan pada suhu 250oF selama 3-3.6 menit; atau dikatakan bahwa proses panas mempunyai nilai F0=3-3,6 menit. Praktek proses panas yang ekivalen dengan proses 12 D ini sering disebut sebagai “botulinum cook” (Anderson et al. 2011). Nilai F0=3 menit ini adalah nilai F0 minimum yang digunakan sebagai acuan oleh lembaga otoritas keamanan pangan di AS (Pflug 1982) dan di UK (EFSA 2005) sampai saat ini. Namun demikian, industri pangan biasanya mengaplikasikan proses panas dengan nilai F0 > 3. Holdsworth (1997) melaporkan bahwa nilai F yang diberikan oleh industri pangan di UK untuk produk pangan steril komersial adalah antara 3 – 15 menit. Pemanasan lebih dari standar “botulinum cook”ini dilakukan oleh industri untuk (i) mengkompensasi adanya kemungkinan “lack of process control” terhadap proses yang ada, (ii) mengantisipasi adanya kekhawatiran adanya spora bakteri yang lebih tahan panas daripada spora C. Botulinum, atau (iii) tujuan lain; seperti mengempukan produk; mengempukan tulang, atau mendapatkan citarasa, tekstur, warna atau karakteristik mutu khas lainnya. Alasan lain tentang proses panas yang cenderung berlebihan ini adalah (i) adanya kekhawatiran bahwa asumsi 0
| 39 |
tentang jumlah awalnya spora C botulinum yang lebih dari 1000 (103) per kemasan karena permasalahan penyimpangan atau pun kemungkinan praktek sanitasi dan higiene yang kurang baik (bad practices) pada sepanjang rantai produksi pangan, atau (ii) bisa jadi karena alasan ketidak-tahuan. Sayang bahwa industri pangan di Indonesia belum menguasai dan mengaplikasikan teknologi proses panas ini dengan baik. Hariyadi (2008b) melaporkan bahwa dari 92 jenis produk pangan berasam rendah steril komersial yang diproduksi di Indonesia oleh berbagai perusahaan, ternyata mempunyai nilai F0 yang sangat bervariasi dan cenderung sangat berlebihan (Gambar 11). Jika di Eropa nilai F adalah antara 3 sampai 15, maka nilai F yang diperoleh di Indonesia cenderung berlebihan. Namun demikian, dari 92 produk yang dianalisis (pada periode tahun 2000-2006), terdapat 1 produk yang pemanasannya kurang sehingga perlu dikoreksi karena memberikan risiko kesehatan bagi konsumennya. 0
Gambar 11 Distribusi frekuensi nilai F0 yang dihitung dari proses sterilisasi 92 jenis produk pangan berasam rendah steril di berbagai industry di Indonesia (Hariyadi 2008b) | 40 |
Data ini menunjukkan bahwa banyak industri pangan di Indonesia yang menggunakan teknologi proses panas ini dengan tidak tepat, sehingga cenderung memboroskan energi dan tidak meminimalkan kerusakan gizi dan mutu. Dari pengamatan, diketahui bahwa berbagai industri bahkan tidak pernah melakukan pengukuran terhadap nilai F0. Namun, kondisi ini hanya sedikit mengalami kemajuan sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 12. Hal ini disebabkan karena, di Indonesia sampai saat ini belum ada regulasi yang mengatur kecukupan proses panas yang berkaitan dengan keamanan dan mutu pangan. Tentunya, dalam hal ini terbuka peluang bagi ahli RPP Indonesia, selain melakukan perbaikan dan optimasi proses panas di Industri, ahli RPP juga harus bekerja sama dengan pemangku kepentingan yang lain, untuk mengembangkan regulasi berbasiskan data ilmiah, yang bertujuan untuk menjamin keamanan pangan dan sekaligus memberikan daya guna (gizi dan mutu) yang maksimal.
Gambar 12 Distribusi frekuensi nilai F0 yang dihitung dari proses sterilisasi 49 jenis produk pangan berasam rendah steril di berbagai industri di Indonesia pada periode 2007-2014 | 41 |
Belakangan berkembang pula teknik pemanasan yang lain; yaitu pemanasan gelombang mikro (microwave heating) dan ohmik (ohmic heating) yang memberikan proses pamanasan yang lebih cepat, sehingga memungkinkan dilakukan proses pemanasan dengan sistem high temperature short time (HTST). Inti dari perkembangan teknologi ini adalah optimasi. Optimasi ini dikembangkan berdasarkan pada perbedaan kinetika reaksi perubahan mutu, gizi dan inaktivasi mikroba selama proses pemanasan. Dengan mengetahui parameter kinetika (nilai D dan Z, atau nilai k dan Ea) berbagai perubahan mutu, gizi dan mikroba pada produk pangan, maka pengaruh perlakuan kombinasi lama (waktu) dan suhu pemanasan pada berbagai faktor mutu, gizi dan mikroba tersebut bisa dipetakan; sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 13. Dengan perhitungan tersebut, optimasi proses pemanasan bisa dilakukan dengan memilih kombinasi suhu dan waktu yang memberikan kerusakan minimum pada mutu. Prinsip inilah yang kemudian melahirkan teknik-teknik HTST (High Temperature Short Time) dan UHT (Ultra High Temperature).
| 42 |
Gambar 13 Plot hubungan antara suhu dan waktu pemanasan yang akan memberikan target reduksi 9 desimal (9D) spora dan berbagai perubahan atau kerusakan komponen gizi susu (Hariyadi 2014; modifikasi dari Bylund 1995) Berbagai penelitian RPP dengan menggunakan prinsip optimasi sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 13 ini perlu dikembangkan, terutama untuk produk-produk khas Indonesia. Tujuannya adalah untuk bisa memastikan tercapainya tingkat keamanan pangan yang diinginkan, tetapi dengan penurunan gizi dan mutu secara minimal. Beberapa penelitian kinetika perubahan berbagai faktor keamanan dan mutu pada proses pengolahan dan pengawetan tempe, gudeg, dan rendang telah dilakukan. Salah satu contohnya adalah pada gudeg (makanan tradisional khas Yogyakarta). Penelitian kami bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh nilai sterilitas (F0) dengan kombinasi | 43 |
suhu-waktu yang berbeda pada beberapa sifat fisik (kekerasan dan warna) dan nilai preferensi konsumen pada gudeg kalengan (canned). Formula Gudeg disiapkan dengan dasar resep tradisional, dikemas dengan menggunakan kaleng, dan kemudian diproses dengan pemanasan pada retort dengan nilai sterilitas (F0)sebesar 4, 12, 20, dan 28 menit, tetapi dilakukan dengan suhu retort yang berbeda; yaitu 111, 116, dan 121°C. Studi kami menunjukkan pada kisaran suhu yang dipelajari (111-121°C), sifat fisik gudeg kaleng ditentukan oleh nilainilai F0, dan tidak dipengaruhi oleh suhu retort (Khusnayaini dkk 2013). Selain memberikan berbagai keuntungan, aplikasi suhu tinggi juga berpotensi untuk menyebabkan kehilangan atau perubahan flavor, cita rasa, kenampakan (appearance), warna, nilai gizi dan fungsionalitas lainnya. Karena itulah maka berkembang berbagai proses baru, yang disebut sebagai proses non-termal. Proses non-termal mempunyai tujuan utama (i) membuat produk pangan yang aman (bebas dari mikroba patogen) dan awet (bebas dari mikroba pembusuk), sekaligus (ii) mempertahankan warna, flavor, zat gizi, dan parameter mutu lainnya dan (iii) meningkatkan masa aman produk pangan yang dihasilkan. Berbagai proses non-termal yang berkembang antara lain adalah high hydrostatic pressure (HHP), pulsed electric field (PEF), irradiasi, termasuk dengan menggunakan mesin pancaran elektron (electron beam machine), dan lainlain. Salah satu proses non-termal yang pernah kami teliti di IPB adalah irradiasi bekerjasama dengan Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi, BATAN. Dengan menggunakan prinsip optimasi sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 12 diatas, kami mempelajari inaktivasi senyawa antigizi (asam fitat) pada kedele sebagai akibat proses irradiasi dengan berbagai laju | 44 |
dosis yang berbeda. Secara umum, penelitian kami (Tanhidarto dkk 2013a dan 2013b) menunjukkan bahwa proses radiasi mampu mendegradasi senyawa antigizi pada kedelai, dimana pola penurunan senyawa antigizi sebagai fungsi dosis radiasi disajikan pada Gambar 14. Gambar 14 mengindikasikan bahwa jumlah penurunan senyawa antigizi pada perlakuan iradiasi dengan dosis yang sama, dipengaruhi oleh laju dosis yang digunakan. Pada dosis yang sama, terdapat indikasi cukup kuat bahwa iradiasi dengan laju dosis lebih tinggi (waktu lebih singkat) akan memberikan tingkat penurunan zat antigizi yang lebih besar daripada penurunan zat antigizi yang terjadi pada iradiasi dengan laju dosis lebih rendah (waktu lebih lama). Dalam hal perubahan kecerahan (warna) kedele, penelitian kami juga menunjukkan bahwa pola perubahan warna sebagai fungsi dari dosis radiasi (Gambar 15) memperlihatkan pola yang berbeda dengan pola perubahan zat antigizi (Gambar 14). Secara umum ada kecenderungan bahwa iradiasi dengan laju dosis yang lebih tinggi (waktu lebih pendek) akan menyebabkan perubahan kecerahan warna yang lebih kecil. Penelitian ini memberikan indikasi bahwa laju dosis diduga merupakan salah satu faktor penting dalam upaya optimalisasi proses radiasi.
| 45 |
Gambar 14 Perubahan konsentrasi asam fitat kedelai sebagai fungsi dari dosis radiasi (Tanhidarto dkk 2013a)
Gambar 15 Perubahan kecerahan (warna) biji dan kedelai sebagai fungsi dari dosis radiasi (Tanhidarto dkk 2013a) | 46 |
Penutup Menuju Individu Sehat, Aktif dan Produktif A safe and nutritious food supply is essential for good health. WHO (2007)9,
Seperti telah disebutkan di awal naskah ini, tujuan akhir dari ketahanan pangan yang mandiri dan berdaulat sesungguhnya adalah untuk meningkatkan tingkat kesehatan, keaktifan dan produktivitas individu. Dalam hal ini, teknologi dan rekayasa proses pangan mempunyai peranan yang unik karena hubungan yang langsung dan erat antara pangan, gizi dan kesehatan individu. Pengembangan aplikasi teknologi dan rekayasa proses pangan perlu dilakukan dengan misi dalam rangka peningkatan status kesehatan dan gizi populasi penduduk (Gambar 16). Gambar 16A menunjukkan kondisi hipotetik distribusi penduduk berdasarkan pada status kesehatan dan gizi (quality of life) individunya, dimana ada sebagian populasi yang tidak sehat (sakit) dan ada juga sebagian populasi yang sehat, aktif dan produktif. Pengembangan dan aplikasi teknologi dan rekayasa proses pangan yang tepat akan menghasilkan produk pangan yang diperlukan oleh masyarakat menuju sehat, semaksimal mungkin mengurangi jumlah penduduk yang sakit dan meningkatkan jumlah penduduk yang sehat, aktif dan produktif (Gambar 16B). Namun demikian, jika arah pengembangan teknologi dan rekayasa proses pangan dilakukan dengan tidak benar, akibatnya justru akan menyebabkan meningkatnya jumlah penduduk yang tidak sehat dan memperkecil jumlah 9 http://www.euro.who.int/__data/assets/pdf_file/0018/140661/CorpBrochure_ Nutritious_food.pdf
| 47 |
penduduk yang sehat, aktif dan produktif (Gambar 16C) sehingga justru membebani negara dan menurunkan daya saing bangsa. Sebagai penutup, peran strategis keamanan pangan dalam pembangunan nasional secara formal sudah diakui oleh pemerintah dengan terbitnya Undang-Undang No 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Namun demikian, dalam tataran operasional yang menyangkut pengembangan dan aplikasi teknologi pangan, serta pengembangan industri pangan nasional, peran penting keamanan pangan ini perlu mendapatkan perhatian lebih serius. Pemerintah, masyarakat (konsumen) dan pelaku industri perlu menyadari hal ini, sehingga semua pihak bisa menjalankan perannya dengan penuh tanggungjawab dalam membangun ketahanan pangan yang mandiri dan berdaulat. Peneliti dan perekayasa proses pangan juga perlu menyadari peran strategis ini untuk bisa memberikan sumbangan maksimum bagi terciptanya keamanan pangan, sebagai prasyarat menuju ketahanan pangan yang mandiri dan berdaulat. Semoga pula, paparan pada naskah orasi ini, bisa memunculkan kesadaran bersama semua pemangku kepentingan mengenai arti strategis keamanan pangan bagi daya saing bangsa sehingga tercipta komitmen yang kuat untuk menjamin keamanan pangan guna membangun sumber daya manusia Indonesia sehat, aktif, produktif, sebagai aset daya saing bangsa.
| 48 |
Gambar 16 Pengembangan teknologi pangan dan pengaruhnya pada tingkat kesehatan masyarakat (Modifikasi dari Hariyadi 2013) | 49 |
Daftar Pustaka Alimi T. 2006. Trade and Environment Dimension in the Food and Food Processing Industries in Asia and the Pacific. United Nations. Anderson NM, Larkin JW, Cole MB, Skinner GE, Whiting RC, Gorris LGM, Rodriguez A, Buchanan R, Stewart CM, Hanlin JH, Keener L And Hall 7 PA. 2011. Food safety objective approach for controlling Clostridium botulinum growth and toxin production in commercially sterile foods. Journal of Food Protection 74 (11) :1956– 1989. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2011. Laporan Tahunan 2011. Tersedia di http://www.pom. go.id/new/index.php/browse/laporan_tahunan/01-082005/01-08-2015/1. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2012. Laporan Tahunan 2012. Tersedia di http://www.pom. go.id/new/index.php/browse/laporan_tahunan/01-082005/01-08-2015/1. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2013. Laporan Tahunan 2013. Tersedia di http://www.pom. go.id/new/index.php/browse/laporan_tahunan/01-082005/01-08-2015/1. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2015. Siaran Pers “Keamanan Pangan Tanggung Jawab Bersama”. 30 April 2015. Tersedia di http://www.pom.go.id/new/index. php/view/pers/261/-quot-Keamanan-Pangan-TanggungJawab-Bersama-quot-.html.
| 50 |
Bylund G. 1995. Dairy Processing Handbook. Tetra Pak Processing Systems AB, Lund, Sweden. [CDC] Centers for Disease Control and Prevention. 2015. Estimating Foodborne Illness: An Overview. Available at http://www.cdc.gov/foodborneburden/estimatesoverview.html. Dewanti-Hariyadi R, Hariyadi P. 2012. Antisipasi terhadap isuisu Baru Keamanan Pangan. PANGAN 21 (1) : 85-99. [EFAS] European Food Safety Authority. 2005. Opinion of the scientific panel on biological hazards on the request for the Commission related to Clostridium spp in foodstuffs. EFSA J. 199:1–65. Floros J. 2004. Food and diet in Greece from ancient to present times. Proceedings of the Indigenous Knowledge Conference. May 27–29, 2004. Penn State Conference Center, Pennsylvania State University, University Park, PA. p 5. Tersedia di: http://www.ed.psu.edu/ ICIK/2004Proceedings/section2-floros.pdf. Diakses 22 April 2013. Floros JD. 2008. Food science: Feeding the world. Food Technol 62(5):11. Floros JD et al. 2010. Feeding the World Today and Tomorrow: The Importance of Food Science and Technology. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety. Volume 9, Issue 5, pages 572–599. Hall RL. 1989. Pioneers in food science and technology: giants in the earth. Food Technol 43(9):186–95. Hariyadi P. 2005. Ekonomi Keamanan Pangan: Kerugian Ekonomi karena Masalah Keamanan Pangan di Indonesia. BPOM RI. Tidak dipublikasikan. | 51 |
Hariyadi P. 2007. Pangan dan Daya Saing Bangsa. Di dalam Upaya peningkatan Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan Melalui Ilmu dan Teknologi. ISBN 978-979-16216-0-1. Hal. 1-23. Hariyadi P. 2008a. Otoritas Nasional Keamanan Pangan Di Indonesia, mungkinkah? SNI VALUASI. 2 (2) : 7-9. Hariyadi P. 2008b. The Food canning industry in Indonesia: need for safety assurance regulation and quality optimisation. Food Manufacturing Efficiency. 2(1): 41-48. Hariyadi P. 2009. Menuju Kemandirian Pangan Ketahanan Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal. Prosiding Seminar Menuju Ketahanan Pangan yang Kokoh Buffer Krisis dan Ketahanan Nasional Dalam rangka Persiapan Sidang Tahunan Asian Development Bank. ISBN 978979-16216-5-6. Hal. 4-18, Bali, 2 - 5 Mei 2009. Hariyadi P. 2010a. Penguatan Industri Penghasil Nilai Tambah Berbasis Potensi Lokal: Peranan Teknologi Pangan untuk Kemandirian Pangan. PANGAN 19 (4} : 295-301. Hariyadi P. 2010b. Peranan Perguruan Tinggi dalam Pembinaan Makanan Jajan: Kemitraan untuk Meningkatkan Mutu dan Keamanan Pangan. Makalah disampaikan pada Workshop Jejaring Kemitraan Makanan Jajanan, Direktorat Penyehatan Lingkungan, Ditjen PP & PL, Kemenkes RI. Jakarta 7 Juli 2010. Hariyadi P. 2012. Industri Pangan dalam Menunjang Kedaulatan Pangan. Di dalam “Merevolusi Revolusi Hijau”; Pemikiran Guru Besar. Editors: Poerwanto, et al. IPB. BOGOR. IPB Press. Hal 74-88.
| 52 |
Hariyadi P. 2013. Rekayasa Proses untuk Nilai Tambah dan Keamanan Pangan: Menuju ketahanan pangan mandiri dan berdaulat. Naskah Kuliah Inagurasi sebagai Anggota Komisi Ilmu Reakayasa, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI). Hariyadi P. 2014. Concern of Developing Countries on Phenomena of Chasing Zero. Presented at CCASIA CODEX WORKSHOP, Bogor 23-25 September 2014. Tersedia di http://phariyadi.staff.ipb.ac.id/files/2014/09/ Concern-of-Developing-Countries-on-Phenomena-ofChasing-Zero-CCASIA-BOGOR_-2014-PH-upload.pdf. Hariyadi P. 2014. Prinsip-Prinsip Proses Panas untuk Industri Pangan. Dian Rakyat. Jakarta. Hariyadi P. 2015a. Pembangunan Keamanan Pangan. Harian KONTAN. Tanggal 4 Juni 2015. Hariyadi P. 2015b. Ancaman Serius Pemalsuan Pangan. Harian KOMPAS, 23 Mei 2015. Hariyadi P, Dewanti-Hariyadi R. 2003. The Need of Communicating Food Safety in Indonesia. Food Quality, A Challenge for North and South. IAAS Belgium , p. 265-274. Hariyadi P, Sparinga R. 2013. Beyond 2015: Harnessing New Technologies for Sustainable and Safe Food Supply for the ASEAN Community. International Life Science Institute-Annual General Meeting 2013. Singapore. 1617 April, 2013. Henry CJK. 1997. New food processing technologies: from foraging to farming to food technology.Proceedings of the Nutrition Society 56 : 855-863.
| 53 |
Holdsworth SD. 1997. Thermal Processing of Packaged Foods. Blakie Academic & Professional. London. Khusnayaini AA, Hariyadi P, Purnomo EH. 2013. Effect of sterility (F0) value at different canning temperatures on the physical properties of canned gudeg. Paper presented at 13th Asean Food Conference 2013, Singapore, 9-11 September 2013. Knorr D. 2008. New Developments in Industrial Food Processing. http://www.tekno.dk/subpage.php3?article= 1499&survey=15&language=uk. Diakses Juni 2011. Labuza T, Sloan AE. 1981. Force of change: from Osiris to open dating. Food Technol 35(7):34–43. Lund D. 2012. The Role of the Food Technologist in Assuring Better, Safer and Healthier Food for All. Presentasi disampaikan di Institut Pertanian Bogor. Tersedia di http:// seafast.ipb.ac.id/publication/presentation/indonesia-4-912.pdf. Diakses April 2013. Otsuki T, Wilson JS, Sewadeh M. 2001. Saving two in a billion: quantifying the trade effect of European food safety standards on African exports.‖ Food Policy 26 (2001) 495–514. Pflug I J. 1982. Microbiology and Engineering of Sterilization Processes (5th Edition.). Minneapolis: University of Minnesota Press. RASFF Portal (https://webgate.ec.europa.eu/rasff-window/ portal/). Tanhidarto RP, Hariyadi P, Purnomo EH dan Irawati Z. 2013a. Pengaruh laju dosis iradiasi gamma (60Co) terhadap senyawa antigizi asam fitat dan antitripsin pada kedelai | 54 |
(Glycine max L.). Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi, 9(1), 23-33. Tanhidarto RP, Hariyadi P, Purnomo EH, Irawati Z. 2013b. Effects of gamma irradiation at different combinations of dose-rate and time of exposure on the isoflavone contents of soybean. Asian J. Food Ag-Ind. 2013, 6(06), 322328. Uhler P. FSIS. Thermally Processed, Commercially Sterile Products. Tersedia di http://www.fsis.usda.gov/OPPDE/ rdad/FRPubs/97-013N/PUhler_Canning.pdf USFDA. 2015. Food and Drug Administration Import Refusal Report for OASIS. Tersedia di http://www.accessdata. fda.gov/scripts/importrefusals. WHO. 1984. The Role of Food Safety in Health and Development. Report of a Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Safety. Geneva, World Health Organization, 1984 (WHO Technical Report Series, No 705). WHO. 1996. Guidelines for strengthening a National Food Safety Programme. Food Safety Unit, Divison of Food and Nutrition, WHO. WHO. 2015. World Health Day 2015: Food safety. Diunduh pada tgl 10 Juli 2015 dari http://www.who.int/campaigns/ world-health-day/2015/event/en/. Wrangham R. 2009. Catching fire: how cooking made us human. New York: Basic Books.
| 55 |
Ucapan Terima Kasih Atas karunia dan nikmat dari Allah SWT saya baru saja selesai membacakan sebagian naskah orasi yang sederhana ini. Saya sangat bersyukur atas kesempatan ini. Alhamdulillahi Rabbil’aalamiin. Sekarang sampailah pada bagian orasi yang paling penting dan paling sulit bagi saya. Saya anggap paling penting karena sesungguhnya saya tidak mungkin mampu mencapai kondisi sekarang ini kalau bukan atas dorongan, bantuan, uluran tangan, do’a dari banyak pihak. Untuk itu, saya sangat merasa beruntung dan berterima kasih. Saya anggap tersulit, karena begitu banyaknya kolega, teman, pihak yang membantu saya sehingga saya kesulitan untuk mengidentifikasi dengan baik. Untuk itu saya minta maaf, jika saya terlewat dan tidak bisa menyebutkan semuanya. Pada kesempatan pertama, saya menyampaikan terima kasih kepada kepada guru-guru saya. Ucapan terima kasih dan rasa hormat saya sampaikan kepada guru-guru saya di Sekolah Dasar Negeri Glonggong Jakenan, Sekolah Menengah Pertama Negeri I Pati, serta Sekolah Menegah Atas Negeri I Semarang, atas didikan dan bimbingannya yang telah diberikan kepada saya. Ucapan dan rasa hormat juga saya sampaikan kepada semua dosen-dosen saya sejak di Tingkat Persiapan Bersama sampai saya menyelesaikan pendidikan sarjana di IPB Bogor. Terima kasih dan penghargaan tertinggi saya sampaikan ibu/ bapak dosen dan Kepala Bagian Rekayasa Proses Pangan, Ketua dan Sekretaris Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Dekan dan para Wakil Dekan Fakultas Teknologi Pertanian, Rektor dan para Wakil Rektor Institut Pertanian Bogor, Senat Akademik dan Dewan Guru Besar, serta Rektor IPB yang telah | 56 |
memberikan kesempatan, kepercayaan untuk menjadi Guru Besar tetap di Fakultas Teknologi Pertanian, IPB sejak bulan Mei tahun 2010 yang lalu. Kepada Prof Aman Wirakartakusumah, yang telah berkenan membimbing saya pada program sarjana, dan telah mendorong dan membuka kesempatan untuk saya bisa melanjutkan studi S2 dan S3, saya sampaikan terimakasih dan penghargaan yang tinggi. Prof Aman jugalah yang mengundang saya untuk bergabung menjadi dosen di Departemen ITP, setelah sebelumnya saya harus bekerja di Industri Pangan di Jakarta karena beasiswa yang saya terima dari industri tersebut. Terima kasih saya sampaikan kepada Prof Dedi Fardiaz, yang telah memberikan dorongan, bimbingan dan banyak kesempatan tumbuh untuk saya. Kepada Prof FG Winarno, yang banyak memberikan bimbingan dan kesempatan kepada saya untuk berkiprah dan menimba ilmu di industri pangan sejak saya masih mahasiswa sampai sekarang juga saya sampaikan terima kasih dan penghargaan yang tulus. Sampai sekarang, beliau bertiga masih berkenan memberikan masukan, tantangan dan teladan bagi saya untuk menjadi lebih baik. Kepada Prof Tien R Muchtadi, saya menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tinggi atas berbagai kesempatan yang diberikan kepada saya selama ini, mulai dari ketika saya baru pulang dari Amerika sebagai dosen muda sampai sekarang ini. Ucapan yang sama juga saya haturkan kepada Prof Deddy Muchtadi. Saya sunggguh beruntung dan perlu selalu bersyukur karena bisa menimba ilmu dari banyak dosen kaliber terbaik di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Kepada Dr Dahrul Syah, Dr Nurheni Sri Palupi, Dr Joko Hermanianto, Prof Slamet Budijanto, Prof Winiati Pudji Rahayu, saya sampaikan terima | 57 |
kasih atas segala nasehat dan kerjasamanya dalam berbagai kesempatan. Interaksi dan pergaulan dengan ibu/bapak dosen ini telah mewarnai karier dan pemikiran saya selama ini. Kepada Prof Dr Soewarno T Soekarto, Prof Betty Sri Laksmi, Prof Rizal Syarief, Ir Darwin Kadarisman, MS dan Ir Ansori Rahman, MS (Alm), Prof Eriyatno, Prof Bambang Pramudya, Prof Anas Miftah Fauzi, Prof Hardinsyah, Prof Hidayat Syarief, Prof Soekirman yang selalu mendorong dan menyemangati saya untuk “terlibat” pada berbagai prakarsa bidang pangan dan gizi, saya ucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi juga saya sampaikan kepada Dr Adil Basuki Ahza, yang telah berkenan membimbing dan membantu saya dan keluarga saya dalam banyak hal, terutama ketika saya dan istri saya menempuh program pendidikan S2 dan S3 di University of WisconsinMadison, AS. Ucapan yang sama juga saya sampaikan kepada Keluarga Dr Hermanu Triwidodo dan Dr Purnomo Hidayat; atas segala bantuannya. Terima kasih kepada Prof Kirk L Parkin dari Department of Food Science, University of WisconsinMadison, dosen pembimbing saya untuk program S2 dan S3. Beliau tidak hanya memberikan bimbingan akademik tetapi juga persahabatan personal yang mengesankan. Penghargaan juga saya sampaikan kepada Prof Regina Murphy dari Department of Chemical Engineering, University of Wisconsin-Madison yang berkenan membimbing saya menyelesaikan program PhD dengan minor di Chemical Engineering. Kepada Prof Lilis Nuraida dan Prof Nuri Andarwulan, Dr Dahrul Syah, Dr Feri Kusnandar, yang telah bersama-sama dengan kolega dosen yang lain mengelola Departemen ITP, progam QUE dan program B, serta pusat penelitian (SEAFAST center) dengan berbagai suka-dukanya, juga saya ucapkan terima kasih dan penghargaan. | 58 |
Berkenaan dengan SEAFAST center, tempat saya sekitar hampir 10 tahun terakhir berkiprah, saya sangat berterima kasih kepada Prof Aman Wirakartakusumah (Rektor IPB1998-2002), Prof Ahmad Ansori Mattjik (Rektor IPB 2002-2007) dan Prof Herry Suhardijanto (Rektor IPB 2008 sampai sekarang) yang telah memberikan arahan untuk pembentukan dan pengembangan SEAFAST center, dengan mandat utama untuk “meningkatkan keamanan, gizi dan mutu pangan melalui ilmu dan teknologi”. Berbagai pelajaran berharga dari SEAFAST center inilah yang saya tuangkan sebagai naskah orasi saya kali ini. Berkenaan dengan SEAFAST, saya juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. Clifford E. Hoelscher, Prof Edwin C. Price, Prof Elsa Murano dan Prof Tim Davis dari The Norman Borlaug Institute for International Agriculture at Texas A&M University, yang pada periode waktu yang berbeda terlibat dalam perancangan, pelaksanaan dan pengembangan SEAFAST center sampai sekarang. Especially today, I would like to thank Prof Tim Davis, who has made a special effort to come to this occasion. Pak Tim, on behalf of our team at SEAFAST center, I would like to thank you for your trust and collaborations in the past 10 years. We are looking forward to having more productive collaborations in improving food safety, nutrition and quality in the years to come. Terima kasih saya sampaikan pula kepada berbagai mitra yang selama ini percaya dan berkenan bekerjasama dalam upaya peningkatan keamanan, gizi dan mutu pangan di Indonesia. Kepada mitra kami di Badan Pengawas Obat dan Makanan, Badan Standarisasi Nasional, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, International Life Science Institute (ILSI), Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia serta PT Indofood | 59 |
Sukses Makmur, PT Makin, PT Rex Canning, saya ucapkan terima kasih atas kepercayaan dan kerjasamanya dalam berbagai program pengembangan keamanan, gizi dan mutu pangan. Semoga upaya bersama pembangunan keamanan pangan kedepannya bisa diperkuat, sehingga tantangan ganda keamanan pangan bisa diatasi bersama-sama. Kepada Prof Rizal Syarief dan Prof Slamet Budijanto, saya ucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi, karena ditengah kesibukannya, kedua beliau masih berkenan menyempatkan membaca dan menelaah naskah orasi ilmiah saya. Koreksi dan masukannya sangat bermanfaat bagi perbaikan naskah orasi ini. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada semua tenaga kependidikan, serta teknisi dan laboran di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta, IPB. Demikian pula kepada semua staff dan pegawai di SEAFAST center yang telah berkenan bekerjasama dengan sangat baik selama ini. Terima kasih pula kepada semua staff dan pegawai administrasi kepegawaian, di Departemen, di Fakultas dan di Direktorat Sumber Daya Manusia IPB atas segala bantuan dan pelayanannya yang sangat baik. Terima kasih kepada Direktorat Administrasi Pendidikan, Biro Umum IPB, atas segala fasilitas dan bantuannya sehingga acara orasi ilmiah ini bisa berjalan dengan baik. Secara khusus, terima kasih kepada Dr Drajat Martianto, kolega saya dalam banyak kegiatan peningkatan keamanan dan gizi pangan, atas segala bantuannya dalam pelaksanaan orasi ilmiah ini. Kepada Tim Indofood Riset Nugraha, saya juga ucapkan terima kasih atas semangat belajar dan kerjasama untuk menanamkan semangat meneliti dan good research practices di bidang pangan untuk kalangan generasi muda mahasiswa. | 60 |
Kepada para mahasiswa dan alumni, saya menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya atas berbagai kesempatan diskusi dan interaksi yang sungguh merupakan pembelajaran sangat berharga bagi saya. Terima kasih juga kepada temanteman Sarijem 17, khususnya ITP/TPG angkatan 17 atas segala perhatian, bantuan, kerjasama, semangat, persahabatan yang tulus selama lebih dari 30 tahun ini, dan semoga masih terus berlangsung untuk masa yang akan datang. Demikian juga, kepada kepada tim Media Pangan Indonesia, yang selalu mencoba menghadirkan informasi ilmiah mengenai keamanan, gizi dan mutu pangan yang relevan bagi peningkatan daya saing pangan dan industri pangan Indonesia, saya menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tinggi. Pada kesempatan yang baik ini saya sampaikan bakti dan terima kasih tak terhingga kepada kedua orang tua saya. Bapak H. Soekarno (alm) dan Ibunda Hj. Soekayati (alm). Terima kasih juga kami sampaikan kepada mertua saya, bapak Drs H. Noerhasjim Widjaja (alm) dan Ibu Hj. R.A. Haryati. Alhamdulillah Ibu Haryati dalam keadaan sehat dan berkesempatan hadir pada acara ini. Saya persembahkan orasi ilmiah saya hari ini untuk beliau berempat, seraya berdoa semoga Allah memberikan rahmat dan ampunan bagi beliau semuanya, serta khususnya kesehatan dan umur panjang yang barokah bagi ibu Haryati. Terima kasih juga saya ucapkan kepada adik-adik dan adik ipar saya beserta seluruh keluarganya, atas dukungan luar biasa kepada saya untuk bisa berkarier sebagai dosen. Kepada anak-anak, Laksmita Rahadianti, Pandu Adisasmita dan Indira Sekarini, serta menantu saya Brahmastro Kresnaraman, saya juga mengucapkan terima kasih atas segala kesabaran dan pengertiannya, atas usaha ayahnya untuk menjadi dosen yang lebih baik dan lebih baik. Secara khusus, saya mengucapkan | 61 |
terima kasih kepada istri saya Prof. Ratih Dewanti-Hariyadi yang telah menjadi pasangan hidup, teman diskusi, sahabat dan penyemangat saya untuk menghadapi berbagai tantangan yang ada. Keluarga adalah inspirasi bagi saya. Terima kasih atas segala cinta dan kasih sayang yang tak terhingga, menyenangkan dan menyejukkan di rumah dan selalu mendorong untuk menjadi lebih baik. Istri dan anak-anak saya selalu membuat saya ingin pulang. Akhirnya, terima kasih sekali kepada hadirin sekalian yang telah dengan penuh kesabaran dan perhatian mengikuti jalannya orasi ilmiah ini. Orasi ilmiah ini saya siapkan dengan sungguh-sungguh dengan semangat “mencari dan memberi yang terbaik”. Namun demikian, saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan yang terjadi, baik dalam naskah atau pun dalam penyampaian orasi ilmiah ini. Oleh karena itu, perkenankan saya menyampaikan permohonan maaf atas segala kekurangan yang ada. Harapan saya, semoga ada manfaat yang bisa diambil dari orasi ilmiah ini. Aamiin. Assalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.
| 62 |
Foto Keluarga
Dari kiri ke kanan: Pandu Adisasmita (anak kedua), Prof. Dr. Ratih Dewanti-Hariyadi (Istri), Brahmastro Kresnaraman, S.Kom, MSc. (menantu), Laksmita Rahadianti, S.Kom, MSc. (anak pertama), Prof. Dr. Purwiyatno Hariyadi (orator), Indira Sekarini (anak ketiga).
| 63 |
Riwayat Hidup Identitas Diri Nama
: Prof. Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi M.Sc., CFS10 NIP : 196203091987031003 Tempat & Tanggal Lahir : Pati, 9 Maret 1962 Agama : Islam Jabatan Fungsional : Guru Besar Jabatan Struktural : Kepala Pusat Pengembangan Ilmu dan Teknologi Pertanian dan Pangan Asia Tenggara (Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology/ SEAFAST center) - LPPM Pangkat : IV/d Unit Kerja : Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, BOGOR Alamat Email :
[email protected] Web : phariyadi.staff.ipb.ac.id
Riwayat Pendidikan Tahun 1980 - 1984
1988 - 1990
Jenjang, Bidang Studi Sarjana, Teknologi Pangan (Cum Laude)
Universitas Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Master, Kimia Pangan/Pasca Dept. of Food Science, Panen University of Wisconsin, Madison, USA
10 Certified Food Scientist | 64 |
Tahun 1990 - 1995
Jenjang, Bidang Studi Doktor, Kimia Pangan/ Teknik Kimia
Universitas Dept. of Food Science, University of Wisconsin, Madison, USA
Riwayat Pelatihan (5 tahun terakhir): No 1
Tahun 2014
2
2011
3
2011
4
2011
Judul pelatihan Joint FAO/WHO pre-CCASIA Workshop on Food recall/Traceability within the Risk Analysis Framework-Prevention of Food Safety Emergencies”. Tokyo Japan, 2 November 2014. Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) Regional Food Defense Awareness Workshop, Bangkok, Thailand. September 19-20, 2011. Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) Food Safety Cooperation Forum Partnership Training Institute Network (FSCF PTIN) - Regional Laboratory Capacity Building Workshop, Bangkok, Thailand. August 25 – 26, 2011. Risk-based Food Control Programs in Southeast Asia: A Regional Seminar-Workshop, SEARCA, Los Baños, Laguna, Philippines. May 17-19, 2011.
Riwayat Pekerjaan: No 1 2
Tahun 2013-sekarang 2012-sekarang
3
2009-sekarang
Pekerjaan Anggota Panitia Nasional CODEX Anggota Dewan Pembina. Yayasan Kegizian untuk Pengembangan Fortifikasi Pangan Indonesia (KFI). Member of Advisory Board, International Life Science Institute, South East Asian Region
| 65 |
No 4
Tahun 2005-sekarang
5
2000-2005
6
1995-2000
7
1994-1995
8
1987-sekarang
9
1984-1986
Pekerjaan Kepala SEAFAST center (Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology-Center) LPPM, IPB, Bogor. (ww.seafast.org) Ketua Departemen, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor Pembantu Dekan III (Bidang Kemahasiswaan), Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor Research Assistant, Department of Food Science, University of Wisconsin-Madison, USA Dosen, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor Manager R&D, PT Mustika Ratu (Div. Minuman segar), Jakarta, Indonesia.
Daftar Kegiatan Pendidikan dan Pengajaran No 1 2 3 4 5 6
Kode-Judul Mata Kuliah ITP200-Pengantar Teknologi Pangan ITP330-Prinsip Teknik Pangan ITP500-Metodologi Penelitian Ilmu Pangan ITP503-Analisis Pangan ITP504-Etika Profesi ITP506-Isu Mutakhir Teknologi Pangan
Program Studi S1, Teknologi Pangan, Fateta, IPB S1, Teknologi Pangan, Fateta, IPB S2/S3, Ilmu Pangan, Fateta, IPB S2/S3, Ilmu Pangan, Fateta, IPB S2, Magister Profesi, Teknologi Pangan, Fateta, IPB S2, Magister Profesi, Teknologi Pangan, Fateta, IPB
| 66 |
No 7 8 9 10 11
Kode-Judul Mata Kuliah ITP530-Rekayasa Proses Pangan ITP703-Ilmu Pangan Lanjut ITP730-Proses Panas untuk Pangan PMB66 Internasionalisasi Perguruan Tinggi FST2203-Food Commodities in Indonesia (23 June to 25 July 2014)
Program Studi S2/S3, Ilmu Pangan, Fateta, IPB S2/S3, Ilmu Pangan, Fateta, IPB S2/S3, Ilmu Pangan, Fateta, IPB S2, Magister Manajemen Perguruan Tinggi, MB IPB The Summer School 2014, Faculty of Arts & Social Science, NUS, Singapore
Daftar Pembimbingan Mahasiswa (s/d Juli 2015) No Strata
1
Doktor (S3)
Jumlah Mahasiswa Keterangan
23 orang
| 67 |
Lulus: 18 orang (7 sebagai ketua komisi dan 11 sebagai anggota komisi pembimbing), Sedang proses pembimbingan: 5 orang (2 sebagai ketua komisi dan 3 sebagai anggota komisi pembimbing)
No Strata
Jumlah Mahasiswa Keterangan 56 orang
2
Magister (S2)
12 orang 3 orang
3
Sarjana (S1)
88 orang
Program Studi Ilmu Pangan; Lulus 50 orang (sedang proses pembimbingan 6 orang) Program Magister Profesi Teknologi Pangan; Lulus 10 (sedang proses pembimbingan 2 orang) Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian Program Studi Teknologi Pangan Lulus 85 orang (sedang proses pembimbingan: 3 orang)
Daftar Keanggotaan Organisasi Profesi No 1 2 3 4
Nama Organisasi Profesi Institute of Food Technologist (IFT), USA Institute for Thermal Process Specialists (IFTPS), USA Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan (PATPI) Masyarakat Perkelapa-Sawitan Indonesia (MAKSI)
| 68 |
Keanggotaan Anggota Profesional Anggota Ketua Umum (2006-2008 dan 2008-2010), Anggota, Ketua Umum (2005-2009), Anggota,
Daftar Pengalaman Pengelolaan Penerbitan dan Jurnal Ilmiah No 1
2
3 4 5 6
Jurnal Industri dan Teknologi Pangan. Nomor ISSN : 2087751X. (http://jtip.journal.ipb. ac.id/). Jurnal Mutu Pangan (Indonesian Food Quality Journal). No ISSN 2355-5017. (http://www. jurnalmutupangan.com/) Food Review Indonesia. Nomor ISSN:1907-1280. (http://www. foodreview.co.id) Info SAWIT. Nomor ISSN 19789815. (http://www.infosawit. com/) Majalah PANGAN: Media Komunikasi & Informasi, Bulog. Nomor ISSN 0852-0607. Warta IHP. Nomor ISSN 02151243.
Peranan Penanggung jawab (20062010) Anggota Redaksi (2014Sekarang). Pemimpin Redaksi (2005sekarang) Anggota Dewan Redaksi (2007-Sekarang). Mitra Bestari (2010Sekarang) Mitra Bestari (2014Sekarang)
Daftar Publikasi pada Jurnal Ilmiah (5 tahun terakhir) No 1
Tahun 2015
Penulis, Judul Publikasi dan Nama Jurnal Ilmiah Hendrawan I, Sutrisno, Hariyadi P, Purwanto YA, Hasbullah R. 2015. Optimizing the Formula of Composite Non-Rice Carbohydrate Sources for Simulated Rice Grain Production. International Journal of Scientific and Engineering Research 03/2015; 6(3).
| 69 |
No 2
Tahun 2015
3
2014.
4
2014
5
2014
6
2014
7
2014
Penulis, Judul Publikasi dan Nama Jurnal Ilmiah Sarungallo ZL, Hariyadi P, Andarwulan N, Purnomo EH, Wada M. 2015. Analysis of α-Cryptoxanthin, β-Cryptoxanthin, α -Carotene, and β-Carotene of Pandanus Conoideus Oil by Highperformance Liquid Chromatography (HPLC). Procedia Food Science 12/2015; 3:231-243. DOI:10.1016/j.profoo.2015.01.026. Lanovia T, Andarwulan N, Hariyadi P. 2014. Validasi Modifikasi Metode Weißhaar untuk Analisis 3-MCPD Ester dalam Minyak Goreng Sawit J Teknol. dan Industri Pangan 12/2014; 25(2):200-208. Sumarto, Hariyadi P, Purnomo EH. 2014. Kajian Perumusan Standar dan Peraturan Keamanan Pangan – BULOG Vol 23/2/ Hal 108-207. Juni 2014. Rahmawati Arifin R, Dewanti-Hariyadi R, Hariyadi P, Fardiaz D. 2014. Profile of Microorganisms and Amylose Content of White Corn Flours of Two Local Varieties as Affected by Fermentation Process, 2014 2nd International Conference on Food and Agricultural Sciences, ICFAS2014, DOI: 10.7763/ IPCBEE. 2014. V77. 13. Farasara, R, Hariyadi, P, Fardiaz D, Dewanti-Hariyadi, R. 2014. Pasting Properties of White Corn Flours of Anoman 1 and Pulut Harapan Varieties as Affected by fermentation Process. Food and Nutrition Sciences 11/2014; 5:2038-2047. Andarwulan N, Gitapratiwi D, Laillou, A, Fitriani, D, Hariyadi, P, Moench-Pfanner, R, Drajat Martianto. 2014. Quality of Vegetable Oil Prior to Fortification Is an Important Criteria to Achieve a Health Impact. Nutrients 2014, 6, 5051-5060; doi:10.3390/ nu6115051.
| 70 |
No 8
Tahun 2013
9
2013
10
2013
11
2013
12
2013
13
2013
14
2013
Penulis, Judul Publikasi dan Nama Jurnal Ilmiah Tanhidarto RP, Hariyadi P, Purnomo EH, Irawati Z. 2014. Effects of gamma irradiation at different combinations of dose-rate and time of exposure on the isoflavone contents of soybean. As. J. Food Ag-Ind. 2013, 6(06), 322-328. Tanhidarto RP, Hariyadi P, Purnomo EH, Irawati Z. 2013. Pengaruh laju dosis iradiasi gamma (60Co) terhadap senyawa antigizi asam fitat dan antitripsin pada kedelai (Glycine max L.). Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi, 9(1), 23-33. Tanhidarto RP, Hariyadi P, Purnomo EH, Irawati Z. 2013b. Effects of gamma irradiation at different combinations of dose-rate and time of exposure on the isoflavone contents of soybean. Asian J. Food Ag-Ind. 2013, 6(06), 322-328. Budi FS, Hariyadi P, Budijanto S, Syah D. 2013. Teknologi Proses Ekstrusi untuk Membuat Beras Analog, Majalah-Pangan-Vol.22 (3), 09, 2013. p209286. Rahmawati, Dewanti-Hariyadi R, Hariyadi P, Fardiaz D. 2013. Isolation and Identification of Microorganisms during Spontaneous Fermentation of Maize. J. Teknol. Dan Industri Pangan, Vol 24. No. 1. 2013. Mursalin, Hariyadi P, Purnomo EH, Andarwulan N, Fardiaz D. Fraksinasi kering minyak kelapa menggunakan kristalisator skala 120 kg untuk menghasilkan fraksi minyak kaya triasilgliserol rantai menengah. Jurnal Penelitian Tanaman Industri 19(1), Maret 2013. Halaman 41-49. ISSN 0853-8212. Davis T, Hariyadi P. 2013. Horticultural Research and Education Opportunities in Indonesia, HortScience, March 2013, 48 (3).
| 71 |
No 15
Tahun 2013
16
2012
17
2012
18
2012
19
2011
20
2011
21
2010
22
2010
Penulis, Judul Publikasi dan Nama Jurnal Ilmiah Yusraini E, Hariyadi P, Kusnandar F. 2013. Preparation and partial characterization of low dextrose equivalent (DE) maltodextrin from banana starch produced by enzymatic hydrolysis. Starch Stärke. Volume 65, Issue 3-4, pages 312–321, March 2013. Syamsir E, Hariyadi P, Fardiaz P, Andarwulan N, Kusnandar F. 2012. Karakterisasi Tapioka dari Lima Varietas Ubi kayu (Manihot utilisima Crantz) Asal Lampung. J Agrotek 5(1) 93-105. Syamsir E, Hariyadi P, Fardiaz D, Andarwulan A, Kusnandar F.2012. Effect of Heat-Moisture Treatment (HMT) Process on Physicochemical Characteristics of Starch. J. Teknol dan Industri Pangan. Vol XXIII, No. 1. Adawiyah DR, Soekarto TS, Hariyadi P. 2012.Fat hydrolysis in a food model system: effect of water activity and glass transition. International Food review Journal. 19(2). 727-741. Hariyadi P. Riset dan Teknologi Pendukung Peningkatan Kedaulatan Pangan. Jurnal DIPLOMASI. Vol. 3 (No 3) September 2011. Anisyah A, Andarwulan N, Hariyadi P. 2011. Tartrazine Exposure Assessment by Using Food Frequency Method in North Jakarta, Indonesia. Food and Nutrition Sciences, 2011, 2, 458-463. Hariyadi P. Penguatan Industri Penghasil Nilai Tambah Berbasis Potensi Lokal: Peranan Teknologi Pangan untuk Kemandirian Pangan. PANGAN, Vol. 19 No. 4 Desember 2010: 295-301. Aini N and Hariyadi P. 2010. Gelatinization properties of white maize starch from three varieties of corn subject to oxidized and acetylated-oxidized modification. International Food Research Journal 17: 961-968.
| 72 |
No 23
Tahun 2010
24
2010
Penulis, Judul Publikasi dan Nama Jurnal Ilmiah Montet D, Alldrick A, Bordier M, Bresson H, Chokesajjawatee N, Durand N, Ha TT, Hak SC, Hariyadi, P. et. al. 2010. Future topics of common interest for EU and SEA partners in Food Quality, Safety & Traceability. Qualirty Assuarence and Safety of Crops & Foods. 1-7 Nur Aini, Hariyadi P, Muchtadi TR, Andarwulan N. 2010. Hubungan antara waktu fermentasi grits jagung dengan sifat gelatinisasi tepung jagung putih yang dipengaruhi ukuran partikel. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. XXI (1): 18-24.
Daftar Publikasi Lainnya (5 tahun terakhir) No 1
Tahun 2015
2
2015
3
2015
4
2015
5
2015
6
2015
7
2014
Penulis, Judul Publikasi dan Media/Penerbit Hariyadi P.2015. Teknologi Isi Panas (Hot-fill Technology) dan Aplikasiknya ntuk Minuman Teh. FoodReview Indonesia 08/2015; 10(8):42-46. Hariyadi P. 2015. Pembangunan Keamanan Pangan. Harian KONTAN. 4 Juni 2015. Hariyadi P. 2015. Ancaman Serius Pemalsuan Pangan. Harian KOMPAS. 23 Mei 2015. Hariyadi P. Pengering Drum: Cocok untuk Pengembangan Produk Bubur Instan. FoodReview Indonesia 05/2015; 10(5):45-49. Hariyadi P. Industri Pangan Fungsional Indonesia: Peluang untuk Membangun Kesehatan Bangsa. FoodReview Indonesia. 05/2015; 10(5):14-18. Hariyadi P. Overpressure Retort: Untuk Produk Pangan dengan Kemasan Inovatif. FoodReview Indonesia 04/2015; 10(4):34-38. Hariyadi P. Industri Pangan: Menjawab Tantangan Ketahanan Pangan Mandiri dan Berdaulat. FoodReview Indonesia. 12/2014; IX(12):22-24.
| 73 |
No 8
Tahun 2014
9
2014
10
2014
11
2013
12
2013
13
2013
14
2013
15
2013
16
2013
17
2013
18
2012
19
2012
Penulis, Judul Publikasi dan Media/Penerbit Hariyadi P. Disain Saniter untuk Mesin dan Peralatan Industri Pangan -FRI Vol IX/1/2014. Hariyadi P. Sustainable Food Packaging-Arah pengembangan pengemas masa depan – FRI Vol IX/10/2014. Dewanti-Hariyadi R, Hariyadi P. HARPC-Apa bedanya dengan HACCP.FRI Vol IX/7/2014. Hariyadi P. Food-Grade Lubricants: Esensial untuk Program HACCP Sukses di Industri Pangan. FoodReview Indonesia. ISSN 1907-1280. Vol VIIIJuli 2013. Hariyadi P. Umami, dalam fungsi pangan. UMAMI Indonesia. Volume II, Edisi 3, 2013. Hariyadi P. Hot Fill Processing of Beverages. FoodReview International, Vol 1, 2013. Hariyadi P. Sanitary Pump:Untuk Industri Pangan. FoodReview Indonesia, ISSN 1907-1280. Vol VIIIApril 2013. Hariyadi P. Lima Alasan Mengapa SNI Minyak Goreng Perlu Revisi. FoodReview Indonesia, ISSN 1907-1280. Vol VIII-Maret 2013. Hariyadi P. SNI 7709-2012: Definisi Minyak Goreng Sawit Perlu Koreksi. Majalah INFO Sawit. Februari 2013. Hariyadi P. Freeze Drying Technology: For Better Quality & Flavor of Dried Products. FoodReview Indonesia. VOL. VIII/NO. 2 2013. Hariyadi P. 2012. Industri Pangan dalam menunjang Kedaulatan Pangan. di Dalam Poerwanto, R., Siregar, I.Z. dan Suryani, A. (Penyunting) “Merevolusi Revolusi Hijau: Pemikiran Guru Besar IPB”. Hal 74-88. IPB Press, BOGOR Hariyadi P. 2012. Umami: Penelitian Terkini. Umami Indonesia, Vol. 1. 2012. 11-12.
| 74 |
No 20
Tahun 2011
21
2011
22
2011
23
2011
24
2011
25
2010
26
2010
27
2010
28
2010
29
2010
30
2010
Penulis, Judul Publikasi dan Media/Penerbit Hariyadi P. Food Quality: The Wise Choice. Food Review Indonesia. VOL. VI / NO. 11. NOPEMBER 2011. Hal 20-25. Hariyadi P. Pemanasan Global, Perdamaian, dan Kemandirian Pangan. Di dalam The Dancing Leader. Sutanto, Y. (Ed). 2011, Penerbit Buku KOMPAS. ISBN:978-979-709-606-9. Hal 441-452. Hariyadi P. 2011. Pengemas dan pengemasan Pangan: Convenience vs. Conscience. FoodReview Indonesia. July, 2011. Hariyadi P. 2011. Manajemen Pengendalian Hama. FoodReview Indonesia. Agustus 2011. Hariyadi P. Faktor Kritis pada Proses Aseptis untuk Susu UHT. FoodReview Indonesia. Vol. VI (9). Hal. 38-42. Hariyadi P. Sterilisasi UHT dan Pengemasan Aseptik. Di dalam SUSU, Berbagai Sumber Nutrisi Pertumbuhan Anak. Werdhani, R.A., Bardosono, S., Soegih, R., Astwan, M dan Hariyadi, P. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan, Ikatan Dokter Indonesia. 2010. Hariyadi P. Sepuluh Karakter Unggul Minyak Sawit. INFO SAWIT. OKTOBER 2010. Hariyadi P. Statu Keamanan Mi Instan: Kasus Nipagin (Safety Status of Instant Noodle; Case of Nipagin). http://www.detiknews.com/read/2010/10/1 3/085920/1463217/103/status-keamanan-mi-instankasus-nipagin (13/10/2010). Hariyadi P. DAG Oil - Specialty Functional Oil. FoodReview Indonesia. Vol IV. Juli. 2010. Hariyadi P. Keju; Konsentrat susu. Di dalam “Smart Eating: Nutritious and Delicius”. Kulinologi Indonesia. Hariyadi P. Keju dan Manfaat Kesehatan. Di dalam “Smart Eating: Nutritious and Delicius”. Kulinologi Indonesia. | 75 |
No 31
Tahun 2010
32
2010
Penulis, Judul Publikasi dan Media/Penerbit Hariyadi P. Produk Pangan bermutu, Aman dan Berkhasiat. Koran Jurnal Nasional. 27 September 2010. Hariyadi P. Milk for Growing Kids : the Need of Regulation. FoodReview Indonesia. Vol IV. Juli. 2010.
Daftar Buku/Prosiding/Catatan Kuliah/Penuntun Praktikum (10 tahun terakhir) No 1
Tahun 2014
2
2012
3
2010
4
2009
Penulis dan Judul Hariyadi P. 2014. PrinsipPrinsip Proses Panas untuk Industri Pangan. Penerbit PT Dian Rakyat. Jakarta. Hariyadi P, DewantiHariyadi R. 2012. Pedoman Memproduksi Pangan yang Aman. Penerbit PT Dian Rakyat. Jakarta. Hariyadi P, Suyatna NE, Hartati A. 2010. Satuan Operasi Industri Pangan. Penerbit Universitas Terbuka. Jakarta. Subarna, Kusnandar F, Adawiyah DR, Wulandari N, Hariyadi P, Syamsir E. 2009. Penuntun Praktikum Teknik Pangan. Department Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.
| 76 |
Keterangan Buku
Buku
Buku
Penuntun Praktikum
No 5
Tahun 2009
6
2008
7
2008
8
2008
9
2008
10
2008
Penulis dan Judul Nuraida L, Hariyadi P, Dewanti-Hariyadi D, Kusumaningrum HD, Pratiwi DG, Immaningsih N. 2009. Investing in Food Quality, Safety, and Nutrition. SEAFAST Center IPB. Hariyadi P, Sukarno, Purnomo EH, Sumarto. 2008. Ketahanan Pangan sebagai fondasi Ketahanan Nasional. Editor. Prosiding Seminar Departemen Keuangan RI dan SEAFAST center, LPPM, IPB, Bogor. Hariyadi P, Kusnandar F. 2008. Prinsip Teknik Pangan. Penerbit Universitas Terbuka, Jakarta. Fardiaz D, Hariyadi P, Apriyantono A, Nadia L. 2008. KIMIA PANGAN. Penerbit Universitas Terbuka, Jakarta. Lilis Nuraida, Wulandari N, Sukmawati Y, Hariyadi P. 2008. Penelitian dan Pengembangan untuk Mendukung Agribisnis Kelapa Sawit Nasional. Masyarakat Perkelapasawitan Indonesia (MAKSI) dan SEAFAST Center, LPPM, Institut Pertanian Bogor. Hariyadi P. 2008. Editor. Upaya Peningkatan Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan melalui Ilmu dan Teknologi. Southeast Asian Food Science and Technology (SEAFAST) Center, IPB, Bogor.
| 77 |
Keterangan Prosiding
Prosiding
Buku Buku
Prosiding
Buku
No 11
Tahun 2007
12
2006
13
2006
Penulis dan Judul Hariyadi P. dan Andarwulan N. 2007. Menghentikan Peredaran Pangan Bermasalah di Pasar – Konsolidasi Sistem Keamanan Pangan di Indonesia. Priamedia, Jakarta. Hariyadi P, Martianto D, Arifin B, Wijaya B, Winarno FG. 2006. Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan Rawan Pangan dan Gizi Buruk, Prosiding Lokakarya Nasional II Penganekaragaman Pangan.Forum Kerja Penganekaragaman Pangan dan PT ISM Bogasari Flour Mills, Jakarta. Kusnandar F, Hariyadi P, Syamsir E. 2006. Lecture Note on Principles of Food Engineering (Catatan Kuliah Prinsip Teknik Pangan). Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta-IPB.
Keterangan Buku
Prosiding
Catatan Kuliah
Daftar kegiatan sebagai Pembicara Undangan (invited speaker) pada Seminar/Workshop (20122015) No Tahun 1
2015
Judul Paper/ Seminar/Workshop Introduction to Palm Oil Processing/ Situation of Palm Oil Industry in the World.
| 78 |
Tempat/ Keterangan Waktu Universidad Penyaji Juárez Autónoma de Tabasco. Mexico/3-6 Agustus 2015
No Tahun 2
2015
3
2015
4
2015
5
2015
Judul Paper/ Seminar/Workshop Better Ingredientfor Better Value of Foods/Seminar on “Creating Competitive Advantage through Food Ingredients”. Introduction to Risk Analysis/Basic Food Safety Risk Assessment Training”, BPOM RI, ILSI SEAR & SEAFAST Center. Overview on AgriFood Processing & SMEs in Indonesia/ WORKSHOP Australia Indonesia Center (AIC)-Food & Agriculture Cluster. Bahaya dan Kontaminan Baru dalam Pangan Segar/Sosialisasi Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan, Wilayah I. Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian RI.
| 79 |
Tempat/ Waktu Hotel Mulia, Jakarta. 28 Mei, 2015
Keterangan Penyaji
Seafast Center, Penyaji IPB, Bogor. 27 – 29 Mei 2015.
IPB-IIC, Bogor. , Penyaji 23-25 Feb 2015
Balibio, Kementerian Pertanian RI, Bogor, 11 Februari 2015
Penyaji
No Tahun 6
2014
7
2014
8
2014
9
2014
Judul Paper/ Seminar/Workshop Trend Perkembangan Kemasan Pangan & Kebutuhan Pengawasannya/ Workshop “Pengembangan Road Map Pengawasan Kemasan Pangan”, BPOM RI. Workshop “Menggali Nilai-Nilai Unggul Tempe sebagai Warisan Budaya Indonesia dan Prospek Pengembangannya. International Life Science Institute (ILSI) Seminar on Scientific Substantiation of Claims. Concern of Developing Countries on Phenomena of Chasing Zero/USCCASIA CODEX WORKSHOP.
| 80 |
Tempat/ Waktu Ruang Sidang Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. 22 Desember 2014
Keterangan
Hotel Ibis, Jakarta 4 Desember 2014
Moderator
Penyaji
Hotel Nusa Dua, Moderator Bali, Indonesia, November 22, 2014 Hotel Amaroosa, Penyaji Bogor 23-25 September 2014
No Tahun 10 2014
11 2014
12 2014
13 2014
Judul Paper/ Seminar/Workshop Pengembangan Industri Pangan Sebagai Strategi Diversifikasi Dan Peningkatan Daya Saing Produk Pangan./ Seminar Nasional Sains dan Teknologi (SENASTEK) 2014,Universitas Udayana. Tanggapan terhadap “Draft Kurikulum PS Teknologi Pangan, Politeknik Negeri Lampung”/Lokakarya Lurikulum PS Teknologi Pangan, Politeknik Negeri Lampung. Vitamin A Fotification of Palm Cooking Oil -Continuing Controversy/ International Oil Palm Conference (IOPC). The Importance of Food Safety: The Role of Packaging/ Food Safe-Packaging Seminar.
| 81 |
Tempat/ Keterangan Waktu Universitas Penyaji UdayanaDenpasar, Bali, 18-19 September 2014.
Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung, 8 Juli 2014
Penyaji
Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC) , 17 -19 Juni 2014 .
Penyaji
Jakarta, , May 20, 2014
Penyaji
No Tahun 14 2014
15 2014
15 2014
17 2013
18 2013
Judul Paper/ Seminar/Workshop Perkembangan Teknologi Nano (Nanotechnology) dan Aplikasinya di Industri Pangan/ Seminar “Update on Nanotechnology in Food Industries”. FSMA-Update & Pengaruhnya bagi Indonesia/Workshop, BPOM RI. Sensory Characteristics as Determinants of Food Quality/Workshop “Aplikasi Teknologi Flavor di Industri Pangan”. Better Thermal Processing: Aseptic-Continuous Processing/Seminar: Advanced Thermal Processing of Foods. Tren Perkembangan Riset Produk Olahan kakao/Seminar “Nasional Teknologi Kakao Dan Hasil Perkebunan Lainnya”.
| 82 |
Tempat/ Waktu Jakarta, 9 Mei 2014
Keterangan
Jakarta, BPOM RI, 30 April 2014)
Penyaji
Penyaji
Universitas Penyaji Bakrie, tgl 15-16 Januari 2014
Bogor, 10 Desember 2013
Penyaji
Nov 2013BBIHPMakassar
Penyaji
No Tahun 19 2013
20 2013
21 2013
22 2013
Judul Paper/ Seminar/Workshop Analisis Risiko IsuIsu Baru (Emerging Issues) Keamanan Pangan Segar/ Workshop “Koordinasi Pananganan Keamanan Pangan dalam jejaring Keamanan Pangan Nasional. Development of Forum or Institute for Young Scientist/ Panel Discussion – Workshop: “Partnership and networking to support young scientist in Southeast Asia region: Scientists meet society”. Teknologi Nano di bidang Pangan/ Seminar “Food Day Festival”. Alergen PanganIsu mutakhir dan relevansinya bagi Industri Pangan Indonesia/Seminar “Undersatanding & Managing Allergens In The Food Industry”.
| 83 |
Tempat/ Waktu Bogor, 12 November 2013
Keterangan
JAKARTA, SEAMEO RECFONUinveritas Indonesia November 7, 2013
Penyaji
Penyaji
Penyaji Bogor, Himitepa-Fateta, IPB. September 29, 2013 FOODREVIEW Penyaji Seminar-26 September-2013
No Tahun 23 2013
24 2013
25 2013
26 2013
27 2013
Judul Paper/ Seminar/Workshop Effect of Sterility (F0) Value at Different Canning Temperatures on The Physical Properties Of Canned Gudeg/Asean Food Conference 2013, Singapore. Effect of HeatMoisture-Treatment on Morphology and Crystallinity of Tapioca/Asean Food Conference 2013, Singapore. Food Technology Curriculum of IFT/ Brainstorming session” at Food Technology Programme, School of Industrial Technology Biotechnology of Specialty Fats/ Seminar Nasional Nutrigenomika dan Masa Depan Teknologi Pangan. Optimasi Mutu dan Umur Simpan Produk Susu Cair/Seminar “Managing Shelf Life Of Dairy Product”.
| 84 |
Tempat/ Waktu Singapore, 9 to 11 September 2013
Keterangan
Singapore, 9 to 11 September 2013
Penyaji
University Sains Malaysia, September 2013
Penyaji
Universitas Atmajaya, Jakarta, 27 Juni 2013
Penyaji
Penyaji
Bogor, Kamis 13 Penyaji Juni 2013
No Tahun 28 2013
29 2013
30 2013
31 2012
32 2012
Judul Paper/ Seminar/Workshop Global Food Safety Issues & Its Relevance to Indonesia/Seminar “Global Food Safety Challenges for Food Industry”. Beyond 2015Harnessing New technologies for Sustainable and Safe Food Supply/ ILSI Annual General Meeting 2013Singapore. BTP-Bagaimana Kaitannya dengan Keamanan Pangan?/ Workshop PIPIMM 2013 “Bahan Tambahan Pangan” Pusat Informasi Produk Industri Makanan dan Minuman (PIPIMM). Promoting Food Diversification In Asia Pacific: Toward Better Food Security/APEC 2013 Symposium, Jakarta. Food IrradiationOpprotunies and Challenges/The 6thAsian Conference on Food and Nutrition Safety, Singapore. | 85 |
Tempat/ Waktu Bogor, 4 Maret 2013
Keterangan
ILSI Southeast Asian Region, Singapore, April 2013
Penyaji
PIPIMM, Jakarta, 8 Februari 2013
Penyaji
Jakarta, 6 Desember 2012
Penyaji
Singapore. November 2628, 2012
Penyaji
Penyaji
No Tahun 33 2012
34 2012
35 2012
Judul Paper/ Seminar/Workshop Keamanan Pangan Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Untuk Penguatan Ekonomi Nasional/ Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi X, Jakarta, 20-21 November 2012. Local Based Food Security: Toward Food Sovereignty/The 19th Tri-University International Joint Seminar and Symposium 2012, BOGOR, Indonesia; 10/2012. Iradiasi dan Penyaji Keamanan Pangan – Peluang Meningkatkan Daya Saing Produk Ekspor Indonesia/Focus Group Discussion, Pengembangan Teknologi Irradiasi di Indonesia. Kemenristek.
| 86 |
Tempat/ Waktu Jakarta, 20-21 November 2012
Keterangan
BOGOR, Indonesia; Oktober 21-26, 2012
Penyaji
Kemenristek, Jakarta, 2012
Penyaji
Penyaji
No Tahun 36 2012
37 2012
38 2012
Judul Paper/ Seminar/Workshop Tanggungjawab Industri Pangan untuk Pencapaian Populasi Penduduk yang Aktif, Sehat dan Produktif/ Diskusi Panel KEHATI “Ragam Pangan dan Makanan Olahan Indonesia, Untuk Siapa?” Sanitary and Phytosanitary Meaures (SPS)& Technical Barriers to Trade (TBT)/Workshop Sistem Manajemen Keamanan Pangan untuk Food Safety Officer Badan POM RI. Mengelola Umur Simpan Produk Minuman/Seminar” Update on Beverages”.
| 87 |
Tempat/ Waktu 8 November 2012. Ruang Auditorium, Gedung Film, Jakarta
Keterangan
BPOM RI, Jakarta 22-24 Oktober 2012
Penyaji
Bogor, 27 September 2012
Penyaji
Penyaji
No Tahun 39 2012
40 2012
41 2012 42 2012
Judul Paper/ Seminar/Workshop Development of National Food Industry As a Strategy for Food Diversification In Indonesia/ APEC Workshop “The Potential of Local resource and Establishing Network Among Agricultural Research Centers on Food Diversification, Bogor. Pembahasan Pengembangan Sistem Surveilan & Inspeksi Pangan Modern dalam Sistem SKPT: Termasuk Penguatan Laboratorium/ Workshop-I: Subtema 3 Wnpg X 2012: Mutu Gizi, Konsumsi Dan Keamanan Pangan. Teknologi Pengolahan Susu; Update./Seminar “ Dairy Technology. US-Indonesia Academic Partnerships: Lessons Learned/Association of International Education Administrators Annual Conference.
| 88 |
Tempat/ Waktu IPB-ICC BOGOR, Indonesia, 22 September 2012
Keterangan
LIPI Jakarta, 20 Juli 2012
Penyaji
Bogor, 5 Juni 2012
Penyaji
Penyaji
JW Marriott Penyaji Hotel, Washington DC, USA. February 19-22, 2012.
Daftar Kegiatan terkait CODEX No 1 2
3
4
5
6 7 8
Nama Kegiatan CODEX Keterangan The 38th Session of the Codex Anggota DELRI Alimentarius Commission, CICG, Geneva, Switzerland 6-11 July 2015. The Fifteenth Meeting of the Asean Task Ketua DELRI Force on Codex (ATFC)”, 3-5 June 2015, Myanmar. The 36th Session of the Codex Committee on Nutrition and Foods for Special Dietary Uses, Denpasar, Bali. 24-28 November 2014. The 19th Session of the FAO/WHO Coordinating Committe for Asia (CCASIA), Tokyo, Jepang, pada tanggal 3-7 November 2014. The Twenty-first Session of the Codex Committee on Food Import and Export Inspection and Certification Systems (CCFICS) di Brisbane, Australia, pada tanggal 13 – 17 Oktober 2014. The Fourteenth Meeting of the Asean Task Force On Codex (ATFC), 3-5 June 2014, Singapore. The 25th Session of the Codex Committee on Processed Fruits and Vegetables, Bali, Indonesia, 25 -29 October 2010. The 16th Session of the FAO/WHO Coordinating Committee for Asia (CCASIA), Bali, 17 -21 November 2008.
| 89 |
Co-Chair
Anggota DELRI Ketua DELRI
Ketua Delegasi RI (DELRI) Co-Chair Co-Chair
Daftar Paten No 1
2
3
4
5
Judul Mon- Diasilgliserol dan Proses Pembuatannya Proses Sintesis Mono- dan Diasligliserol dari PKO (palm kernel oil) dengan cara Gliserolisis Kimia Proses Sintesis Mono- dan DiAsilgliserol dari Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) dengan Cara Gliserolisis Kimia Aplikasi Teknologi Proses Thermal Untuk Meningkatkan Mutu, Keamanan dan Keawetan Asinan Bogor Proses Produksi Tepung Whey Tahu dengan teknik Pengeringan Semprot.
Inventor Andarwulan N, Hariyadi P, Haryati T, Triana RN, Affandi AR. Andarwulan, N., Hariyadi, P., Haryati, T., Affandi, A.R.
Keterangan No. Reg/ID: P00201106478 Tahun 2014 No. Reg/ID: P00201000119 Tahun 2010
Hariyadi, P., No. reg/ID : Haryati, T., P00200700556 Andarwulan, N, dan Tanggal Pendaftaran : Zaelani, A. 4 Oktober 2007
Hariyadi, P; Budijanto, S; Andarwulan, N., Jamriati, R; Ekayani, F; Supriyadi, G; Rubiyah Hariyadi, P., Wulandari, N., Fajri, I., Wijayanti, S, Permana, A.W. dan Risris Arisyanti,STP Nurwanto
| 90 |
No. reg/ID: P002002007920. Tanggal Pendaftaran : 26/November/2002
No. reg/ID P00200300629 Tanggal Pendaftaran: 08 December 2003
No 6
Judul Inventor Proses Produksi Budijanto, S dan Emulsifier dari Hariyadi, P Tandan Buah Segar Kelapa Sawit dengan Enzim Lipase In Situ
Keterangan No. reg/ID : P00200100571 Tanggal Pendaftaran: 24 Juli 2001
Daftar Penghargaan No 1
Tahun 2015
2
2014
3
2012
4
2012
5
2009
6
2003
7
2001
8
1994
Judul Penghargaan Certified Food Scientist, Institute of Food Technologist, USA Recognization Award. International Life Science Institute (ILSI), Southeast Asian Region. Terpilih dan diangkat sebagai Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, Komisi Ilmu Rekayasa Piagam Tanda Kehormatan Presiden RI. Satyalancana Karya Satya 20 Tahun. Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono. 101 Inovasi Paling Prospektif (oleh Business Inovation Center (BIC)- Kementerian Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia), dengan judul Proses Sintesis Mono- dan Di- asilgliserol (MDAG) dari RBDPO dengan Cara Gliserolisis Kimia (Pembuatan Emulsifier) Training Fellowship on Post Harvest Technology, Texas A&M University, TX and University of Califormia at Davis, CA, USA Piagam Tanda Kehormatan Presiden RI. Satyalancana Karya Satya 10 Tahun. Presiden RI, Abdurrahman Wahid. Scholarship. The American Indonesian Cultural and Educational Foundation.
| 91 |
No 9
Tahun 1990
Judul Penghargaan Gamma Sigma Delta, the Honor Society of Agriculture, Chapter University of Wisconsin.