Kajian PPM Laporan Lokasi-2, Medan
Site Report Tim Penanganan Pengaduan Masyarakat Waktu : 28 Mei – 6 Juni 2009 Lokasi : Kota Medan – Provinsi Medan I. Ringkasan Hasil Sangat Sementara Kriteria pemilihan kelurahan sasaran penelitian adalah kelurahan dengan tingkat pengaduan masyarakat yang rendah dan tingkat kelurahan yang memiliki tingkat pengaduan masyarakat tinggi. Kelurahan dengan tingkat pengaduan masyarakat rendah dipilih Kelurahan Telaga Sari 2 (TS2) Kecamatan Medan Area, sedangkan kelurahan dengan tingkat pengaduan masyarakat tinggi dipilih Kelurahan Belawan Bahagia Kecamatan Medan Belawan. A. Kelurahan Tegalsari 2, Kecamatan Medan Area : Kelurahan Tegalsasari memiliki luas 0.24% dan berjarak 1,5 km dari pusat Kota Medan (BPS, Medan 050 Area). Penduduk kelurahan ini sangat heterogen, terdiri dari warga masyarakat keturunan Melayu, Batak, Aceh, Cina, Arab, India, Jawa Deli dan hasil perkawinan antara suku-suku tersebut. Mayoritas warga Kelurahan Tegalsari adalah penggerak sektor informal Kota Medan yang terdiri dari pedagang, penjahit, perajin sepatu/selop, penarik becak, selebihnya adalah pegawai negeri dan pegawai swasta. Kriteria kemiskinan kelurahan Tegalsari 2 sesuai dengan hasil FGD RK, yaitu; Pendapatan perbulan antara 200-1000.000 rupiah/bulan Tidak memili rumah sendiri (numpang atau ngontrak) dan tiddak layak huni Pendidikan rendah Pola makan 2x sehari Pekerja tidak tetap Modl usaha kurang Terbatasnya keterampilan Janda, tua dan penyandang Badan jalan rusak/banjir Drainase Kelurahan Tegalsari 2 mendapat bantuan P2KP sejak Tahun 2006. Jumlah Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) terdiri dari 2 (dua) tahap, dengan perincian : Tahap 1 Tahap 2 Jumlah
Rp. 57.000.000,-Rp. 100.250.000,-Rp. 157.750.000,-
A.1. Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) BLM tahap I sebesar Rp. 98.000.000,- dimanfatkan untuk 3 (tiga) komponen, yaitu : 1) Komponen Lingkungan (Non Bergulir) terdiri :
Studi Evaluasi Pennganan Pengaduan Masyarakat – P2KP – 2009
Page 1
Kajian PPM Laporan Lokasi-2, Medan
(a) pemasangan gorong-gorong, (b) Pembuatan air bersih, (c) Pembuatan bak sampah, (d) Pembuatan drainase, (e) Pembuatan MCK, dan (f) Pengerasan jalan. 2) Komponen Ekonomi (Non Bergulir) terdiri dari : (a) Pelatihan menjahit, obras montir dan Komputer (b) Pembuatan sampan dan Jaring 3) Komponen Sosial (Non Bergulir) terdiri dari : (a) Santunan Lansia (b) Bea siswa (c) Pelatihan A.2. Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) Tahap II, BLM tahap II sebesar Rp. 245.000.000,- dimanfaatkan untuk 3 (tiga) komponen, yaitu: 1) Komponen Lingkungan (Non Bergulir) terdiri dari : (a) Gorong-gorong (b) Pengerasan Jalan (c) Siring Galian Tanah 2) Komponen Ekonomi (Bergulir) terdiri dari : (a) Aneka Usaha 3) Komponen Sosial (Non Bergulir) terdiri dari : (a) Santunan Jompo (b) Santunan Yatim Piatu (Sumber : Data SIM KMW IV, Medan 2007) B. Kelurahan Belawan Bahagia : Kelurahan Belawan Bahagia memiliki luas wilayah 58 Ha, dan dilihat topografi adalah wilayah yang dekat laut oleh karenanya wilayah kelurahan ini sering mengalami rob. Mata pencaharian sebagaian besar warga masyarakat Kelurahan Belawan Bahagia terkait dengan kegiatan kelautan seperti nelayan, pegawai dan buruh pelabuhan, ABK kapal penangkap ikan dan kapal cargo. Sisanya terdiri terdiri dari pegawai negeri, pegawai swasta, dan pedagang. Kelurahan Belawan Bahagia mendapat Bantuan P2KP sejak Tahun 2006. Jumlah Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) terdiri dari 2 (dua) tahap dengan perincian : Kriteria kemiskinan kelurahan Tegalsari 2 sesuai dengan hasil FGD RK, yaitu; Pendapatan perhari maksimal 50.000 rupiah/bulan Jumlah tanggungan rata-rata di atas 5 orang
Studi Evaluasi Pennganan Pengaduan Masyarakat – P2KP – 2009
Page 2
Kajian PPM Laporan Lokasi-2, Medan
Tidak memili rumah sendiri (numpang atau ngontrak) dan tiddak layak huni Pendidikan rendah Pola makan 2x sehari Pekerja tidak tetap Modl usaha kurang Terbatasnya keterampilan Janda, tua dan penyandang Badan jalan rusak/banjir Drainase Tahap 1 Tahap 2 Jumlah
Rp. 58.200.000,-Rp. 144.900.000,-Rp. 203.100.000,-
A.1. Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) BLM tahap I sebesar Rp. 58.200.000,- dimanfatkan untuk 3 (tiga) komponen, yaitu : 1) Komponen Lingkungan (Non Bergulir) terdiri : (a) Perbaikan jalan tanah (b) Perbaikan rumah tidak layak huni (c) Perbaikan selokan 2) Komponen Ekonomi (Non Bergulir) terdiri dari : (a) Pelatihan Bengkel (b) Pelatihan Memasak Kue (c) Pelatihan Menjahit 3) Komponen Sosial (Non Bergulir) terdiri dari : (a) Pembelian seragam dan peralatan sekolah (b) Santunan Jompo A.2. Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) Tahap II, BLM tahap II sebesar Rp. 144.900.000,- dimanfaatkan untuk 3 (tiga) komponen, yaitu: 1) Komponen Lingkungan (Non Bergulir) terdiri dari : (a) Pembuatan selokan (b) Pengoralan (c) Vavingisasi jalan (vaving Blok) 2) Komponen Ekonomi (Bergulir) terdiri dari : (a) Aneka Usaha (b) Dagang (c) Pinjaman Bergulir 3) Komponen Sosial (Non Bergulir) terdiri dari : (a) Bantuan biaya perawatan (b) Paket sembako (c) Pemberian beasiswa
Studi Evaluasi Pennganan Pengaduan Masyarakat – P2KP – 2009
Page 3
Kajian PPM Laporan Lokasi-2, Medan
(Sumber : Data SIM KMW IV Medan 2007) Pertanyaan Penelitian: 1) Apakan sistem penanganan pengaduan yang ada pada saat ini efektif ? (Lokasi Kelurahan Tegalsari 2, Kecamatan Medan Area) Sistem PPM P2KP di Kelurahan Tegalsari 2 belum Effektif. Sistem penanganan pengaduan masyarakat pada tingkat masyarakat (BKM) di Kelurahan Tegalsari 2 seringkali dilakukan secara lisan dan spontan melalui mekanisme kelembagaan BKM maupun Faskel. Selain tatap langsung media lain yang digunakan warga dalam menyampaikan saran, keluhan ataupun pertanyaan adalah SMS dan Telepon. Prosedur pencatatan atas pengaduan yang masuk tidak dilakukan baik oleh BKM (sekretariat), faskel maupun pelaku P2KP lain di atasnya (Askot). Meskipun tersedia perangkat kotak pengaduan di BKM tetapi tidak ada satupun pengaduan tertulis yang masuk untuk diproses. Keengganan untuk mencatat ini yang menyebabkan terjadinya berbedaan data progres PPM yang masuk (direkap Monev) dengan banyaknya pengaduan yang sebearnya terjadi di masyarakat. Masyarakat masih percaya pada pola pengaduan birokratis yang sudah ada sejak lama (selanjutnya disebut pola Kepling). Di luar sistem PPM P2KP ada mekanisme pengaduan yang sebelumnya sudah ada dan terbiasa dimanfaatkan warga sebagai saluran keluhan, pertanyaan maupun saran dan kritikan. Pola pengelolaan pengaduan ini melibatkan warga dari berbagai strata (walaupun lebih dominasi dari elit politik, ekonom dan tokoh masyarakat, Kepling (kepala lingkungan ini sejak 2001 mendapat honor sebesar 750.000 rupiah per-bulan) dan Aparat kelurahan (lurah beserta staff-nya). Prosedur pengaduan ini sifatnya langsung dan lisan ditujukan kepada Kepala Lingkungan dan biasanya langsung mendapat jawaban dan solusinya. Apabila tidak dapat diselesaikan oleh Kepling maka suatu pengaduan dapat diteruskan ke aparat kelurahan. Kemudian Lurah menyelesaikan pengaduan secara musyarawah dengan memanggil pihak-pihak yang terlibat dan berkompeten. Menurut informan selama ini belum ada pengaduan yang berasal dari warga setempat tidak dapat terselesaikan (sudah dapat diselesaikan dengan baik di tingkat kelurahan). Sebagai warga kota besar banyak pilihan warga untuk menyalurkan saran dan keluhannya terhadap berbagai program pembangunan di lingkungan tempat tinggalnya. Diantara media yang banyak dipakai warga kelurahan ini (termasuk para pemanfaat P2KP) ádalah organisasi massa kepemudaan (PP, IKP, HMI) dan kepartaian. Organisasi ini memiliki jaringan yang kuat di eksekutif dan legislatif kota medan.
Studi Evaluasi Pennganan Pengaduan Masyarakat – P2KP – 2009
Page 4
Kajian PPM Laporan Lokasi-2, Medan
Fakta menunjukkan bahwa dalam Pelaksanaan PPM P2KP dari awal sudah melibatkan prosedur Kepling ini, menurut informan banyak warga bertanya mengenai P2KP (sebagian besar mengenai bantuan pinjaman bergulir) kepada Kepling, bukan hanya pada relawan, pokja, UPK, BKM maupun Faskel), Hal ini bisa dimaklumi karena beberapa Kepling sejak awal sudah terlibat aktif dalam proses kegiatan sosialisasi, RK dan PS di lingkungannya masing-masing. Pada posisi ini Kepling memfasilitasi warganya dengan BKM (P2KP). (Lokasi Kel. Belawan Bahagia, Kecamatan Medan Belawan) Sistem PPM P2KP di Kelurahan Belawan Bahagia belum Effektif. Ini dapat dilihat dari belum berjalannya sistem pengaduan yang tercatat, tidak berfungsinya kotak pengaduan dan media warga (papan informasi). BKM juga tidak mengenal adanya blangko format pengaduan. Sistem penanganan pengaduan masyarakat pada tingkat masyarakat (BKM) di Kelurahan Belawan Bahagia seringkali dilakukan secara lisan dan langsung melalui mekanisme kelembagaan BKM maupun Faskel. Selain tatap langsung media lain yang digunakan warga dalam menyampaikan saran, keluhan ataupun pertanyaan adalah SMS dan Telepon. Prosedur pencatatan secara khusus atas pengaduan yang masuk tidak dilakukan baik oleh BKM (sekretariat), faskel maupun Senior Faskel. Pengumpulan data pengaduan di lakukan oleh Korkot dan TA Monev. Prosedur pengumpulan dilakukan berdasarkan laporan Faskel dan SF (logbook) bukan laporan khusus PPM, dengan kliping koran maupun pengaduan langsung masyarakat lewat tatap muka, SMS dan Telpon. Meskipun tersedia perangkat kotak pengaduan di BKM tetapi tidak ada satupun pengaduan tertulis yang masuk untuk diproses. Keengganan untuk mencatat ini yang menyebabkan terjadinya berbedaan data progres PPM yang masuk (direkap Monev) dengan banyaknya pengaduan yang sebenarnya terjadi di masyarakat. Masyarakat belum paham mengenai prosedur PPM (khususnya pemanfaat dan RTM). Beberapa pengaduan dilakukan dengan mengunakan media koran, dan keluhan-keluhan warga juga ada yang disalurkan melalui demo dan ormas. Ada satu kasus yang menarik perhatian publik di luar kelurahan ini, yaitu saat seorang 4 orang mantan anggota BKM yang di non aktifkan tanpat batas waktu melakukan provokasi melalui ormas dan koran setempat. Isi pengaduan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan cenderung fitnah ini sempat mengganggu jalannya kegiatan pendampingan P2KP. Masalah ini sudah coba diselesaikan melalui rembuk warga kelurahan, Namun tidak terjadi kesepakatan penyelesaian. Menurut informan BKM memandang kasus ini murni karena kecemburuan dan luka sosial dari orang-orang yang tidak mengerti nilai-nilai yang diusung P2KP.
Studi Evaluasi Pennganan Pengaduan Masyarakat – P2KP – 2009
Page 5
Kajian PPM Laporan Lokasi-2, Medan
Masyarakat masih percaya pada pola pengaduan birokratis yang sudah ada sejak lama (selanjutnya disebut pola kepling). Di luar sistem PPM P2KP ada mekanisme pengaduan yang sebelumnya sudah ada dan terbiasa dimanfaatkan warga sebagai saluran keluhan, pertanyaan maupun saran dan kritikan. Pola pengelolaan pengaduan ini melibatkan warga dari berbagai strata (walaupun lebih dominasi dari elit politik, ekonom dan tokoh masyarakat, Kepling (kepala lingkungan ini sejak 2001 mendapat honor sebesar 750.000 rupiah per-bulan) dan Aparat kelurahan (lurah beserta staff-nya). Prosedur pengaduan ini sifatnya langsung dan lisan ditujukan kepada Kepala Lingkungan dan biasanya langsung mendapat jawaban dan solusinya. Apabila tidak dapat diselesaikan oleh Kepling maka suatu pengaduan dapat diteruskan ke aparat kelurahan. Kemudian Lurah menyelesaikan pengaduan secara musyarawah dengan memanggil pihak-pihak yang terlibat dan berkompeten. Menurut informan selama ini belum ada pengaduan yang berasal dari warga setempat tidak dapat terselesaikan (dapat diselesaikan dengan baik di tingkat kelurahan). Pelaksanaan PPM P2KP faktanya juga berkaitan dengan prosedur Kepling ini, menurut informan beberapa warga kerap bertanya mengenai P2KP (sebagian besar mengenai bantuan pinjaman bergulir) justru kepada kepling, bukan pada relawan, pokja, UPK, BKM maupun Faskel), Hal ini bisa dimaklumi karena beberapa kepling terlibat aktif dalam proses kegiatan sosialisasi, RK dan PS di lingkungannya masing-masing. Pada posisi ini kepling memfasilitasi warganya dengan BKM (P2KP). 2) Apakah sistem penanganan benar-benar mampu menangkap dan menangani secara rata dan adil semua pengaduan relevan yang ada di berbagai strata masyarakat ? (Lokasi Kelurahan Tegalsari 2, Kecamatan Medan Area) Sistem penanganan pengaduan belum mampu menangkap dan menangani secara adil semua pengaduan yang relevan, beberapa fakta lapangan mengungkapkan bahwa: Pengadu kebanyakan adalah mereka yang kritis dan memiliki strata sosial yang tinggi di masyarakatnya, memiliki latar belakang pendidikan yang baik serta akses dan kontrol terhadap lembaga pemerintahan lokal (Kepling lurah). Mereka memiliki kepentingan dan motivasi tertentu di balik pengaduannya. Mereka memiliki keberanian untuk menyampaikan pengaduan secara langsung kepada BKM, beberapa diantaranya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi anggota BKM. Pengadu dari RTM biasanya hanya menyampaikan keluhannya pada teman (senasib), tetangga sebelah rumah, rekan arisan dan kelompok pengajian. BKM belum pernah menerima pengaduan langsung dari RTM berkaitan dengan pelaksanaan P2KP.
Studi Evaluasi Pennganan Pengaduan Masyarakat – P2KP – 2009
Page 6
Kajian PPM Laporan Lokasi-2, Medan
Menurut informan pengaduan yang masuk dari rumah tangga miskin biasa hanya berupa keingintahuan terhadap satu masalah tertentu (kapan BLM turun, jumlah BLT dan Raskin). Kalaupun pernah ada yang mengadu tatapi dasar pengaduannya tidak kuat, lebih pada gosip, selesai setelah diklarifikasi kepada si pengadu. (Lokasi Kelurahan Belawan Bahagia, Kecamatan Medan Belawan) Pengadu kel. Belawan kebanyakan adalah mereka yang kritis dan memiliki kemampuan memprovokasi dan menggalang massa. Para pengadu ini adalah mereka yang merasa kepentingannya terganggu oleh adanya proyek P2KP. Mereka memiliki kepentingan dan motivasi tertentu di balik pengaduannya. Mereka memiliki keberanian untuk menyampaikan pengaduan secara langsung kepada BKM, beberapa diantaranya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi anggota BKM. Di kelurahan ini kelompok pengadu (4 diantaranya adalah mereka yang di non aktifkan tanpa batas waktu dari kenaggotaan BKM), menggunakan media demonstrasi (massa) untuk mengungkapkan keluhannya dan ketidakpuasannya di depan Aparat Kelurahan dan PJOK. Mereka tidak menggunakan mekanisme PPM P2KP tetapi media koran setempat. Pengadu dari RTM biasanya hanya menyampaikan keluhannya pada teman (senasib), tetangga sebelah rumah, rekan arisan dan kelompok pengajian. BKM pernah menerima pengaduan langsung dari RTM (terutama ibu-ibu) berkaitan dengan pelaksanaan P2KP. Menurut informan pengaduan yang masuk dari rumah tangga miskin biasa hanya berupa keingintahuan terhadap satu masalah tertentu (kapan BLM turun, jumlah BLT dan Raskin). Kalaupun pernah ada yang mengadu tatapi dasar pengaduannya tidak kuat, lebih pada gosip, selesai setelah diklarifikasi kepada si pengadu. 3) Perubahan rancangan apa yang diperlukan untuk memperbaiki transparansi, akuntabilitas dan partisipasi publik dalam pengelolaan dana di tingkat masyarakat melalui kontrol sosial ? Kontrol sosial warga masyarakat di kelurahan Tegalsari 2 maupun Kelurahan Medan Bahagia yang berkaitan dengan pengelolaan dana di tingkat masyarakat muncul paska pencairan dan pemanfaatan BLM. Kontrol sosial disampaikan melalui mekanisme pelaksanaan P2KP yaitu melalui berbagai bentuk rapat (rembuk) dan koordinasi sesuai SOP. Kontrol sosial juga dilakukan oleh warga masyarakat dengan bertanya, memberikan saran maupun keluhan kepada pejabat Kepling (kepala lingkungan). Bentuk Kontrol sosial masyarakat terhadap pengelolaan dana diantaranya di tekankan pada mekanisme pencairan dan pemanfaatan BLM, Ketepatan Sasaran dan besaran jumlah bantuan dan bunga pengembalian. Fokus kontrol sosial pada area ini terjadi karena adanya kekurang tahuan/pahaman terhadap informasi yang berkaitan dengan mekanisme dan prosedur pencairan dana, yang mana info ini secara
Studi Evaluasi Pennganan Pengaduan Masyarakat – P2KP – 2009
Page 7
Kajian PPM Laporan Lokasi-2, Medan
prosedural sudah pernah dilakukan pada tahapan siklus sosialisasi awal dan RKM serta sosialisasi pencairan BLM. Pada situasi seperti ini masyarakat merasa perlu untuk mendapatkan informasi secara simultan, terus-menerus. Bentuk kontrol sosial warga dalam pengelolaan dana biasanya dilakukan secara lisan dan spontan kepada pelaku P2KP, Kepling maupun lurah. Ini terjadi diantaranya karena media sosialisasi seperti papan informasi dan poster, buklet dan leaflet sudah tidak digunakan lagi. Bicara tentang pengelolaan dana berarti mencakup kegiatan catat-mencatat angka. Kesalah pahaman dalam mengingat dan menyebut angka dapat dihindari dengan pencatatan yan benar dan akurat. Pada situasi seperti ini masyarakat merasa perlu untuk mendapatkan penjelasan secara tertulis dan dapat dipertanggungjawabkan. Pemanfaat BLM, yang belum maupun yang bukan pemanfaat perlu mendapatkan kesempatan untuk terlibat secara luas dalam pengelolaan keuangan, ini perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya penumpukan informasi di satu pihak (karena SOP), dan membiaskan informasi kepada banyak pihak. 4) Bagaimana mekanisme kontrol sosial di tingkat masyarakat dapat dilembagakan sehingga berkelanjutan ? Kontrol social di masyarakat selama lebih mengikuti system penyelesaian masalah dengan pendekatan administrative (struktur) kelembagaan local (rt, rw, tomas, lurah) dan system kekerabatan. Masyarakat lebih memilih penyelesaian masalah dengan pendekatan internal atau diselesaikan diantara mereka sendiri. Warga malu jika masalah mereka terangkat ke luar, menurut mereka, warga kelurahan akan mendapat malu semua. Masyarakat enggan mengadu dengan/melalui BKM, karena khawatir tidak ditangani. Sebagian warga tidak tahu harus mengadu kemana. a. Gambaran Informan Faskel baru bertugas selama 2 bulan, dan sebagian faskel pengganti belum di latih, sehinga faskel baru mempunyai keterbatasan informasi. Pergantian faskel tidak terjadi alih pengetahuan tentang lokasi/kelurahan yang didampingi dari faskel lama ke faskel baru. Pada saat FGD Faskel dilaksanakan, faskel tidak datang bersamaan, pertanyaan jadi berulang-ulang, dan memakan waktu.
Studi Evaluasi Pennganan Pengaduan Masyarakat – P2KP – 2009
Page 8
Kajian PPM Laporan Lokasi-2, Medan
FGD BKM kelurahan Belawan Bahagia hanya diikuti oleh 6 orang anggota, awalnya anggota BKM berjumlah 13 orang,orang di non aktifkan akibat terjadi penyelewengan, selanjutnya 3 orang dari tim UPL mengundurkan diri akibat tidak tahan terhadap tekanan dari anggota BKM yang telah di non aktifkan. B. Kejadian/Hambatan Tak Terduga Survey RTM tidak bisa dilakukan secara berpasangan dalam satu KK RTM, karena di kelurahan Kandang dan Kelurahan Sukarami informan suami banyak yang keluar rumah untuk bekerja sebagai nelayan, buruh, atau informan adalah seorang janda. Data kelurahan dari MIS tidak lengkap. Ada 3 varian nama di kelurahan Tegal Sari I, II, III, dan 4 varian nama CD untuk memilih salah satu kelurahan tersebut. Tim KMW 4 selesai kontrak per 31 Mei 2009. Tanggal 30 Mei sudah demobilisasi. Tim studi tidak bisa melakukan SSIsesuai jadwal yang telah ditentukan, sehinga tim mengambil keputusan untuk melakukan SSI di awal kegiatan lapangan. SSI dengan Satker, SKPD, Bapeda Kota tidak dapat dilakukan karena pada tanggal 2 Juni berangkat studi banding PNPM Mandiri P2KP ke Pekalongan, Magelang, dan Yogyakarta. Faskel relatif baru (2 bulan) sehingga kesulitan untuk mengungkap individu dan kelompok berpengaruh baik di tingkat basis maupun kota. Tentu ini berpengaruh saat menentukan komposisi sasaran ssi maupun FGD maupun prosesnya.
C. Komentar Lain 1. Data progress PPM yang terkumpul di Monev dan Korkot (tertulis) bukan gambaran realitas pengaduan masyarakat yang sebenarnya. Sebab di tingkat basis banyak pengaduan yang muncul namun tidak dan belum terakomodasi dalam mekanisme PPM P2KP. 2. Pola pengaduan masyarakat cenderung meningkat pada paska pembentukan BKM dan pemanfaatan BLM. Gambaran yang sama dengan kota Bengkulu. Situasi yang sebenarnya sudah diantisipasi melalui strategi-strategi KMW seperti mengintensifkan sosialisasi prosedur dan mekanisme pencairan pada setiap kesempatan. 3. Pergantian dan rotasi Faskel berdampak pada pelaksanaan pendampingan di lapangan. Faskel baru tidak memiliki bekal yang cukup untuk memahami masyarakat sasaran. Pergantian faskel tidak disertai dengan pengalihan informasi yang baik. Informasi dan potret tentang
Studi Evaluasi Pennganan Pengaduan Masyarakat – P2KP – 2009
Page 9
Kajian PPM Laporan Lokasi-2, Medan
masyarakat yang didampingi dibawa kembali oleh faskel terdahulu. Ini berdampak pada strategi yang diterapkan Faskel dalam pendampingan, termasuk strategi untuk menumbuhkan pemahaman dan kebutuhan masyarakat terhadap PPM.
Studi Evaluasi Pennganan Pengaduan Masyarakat – P2KP – 2009
Page 10