1 Redaksi Penanggung Jawab: Dyah NK. Makhijani Pemimpin Redaksi: Difi A. Johansyah Redaksi Pelaksana: Harymurthy Gunawan, Rizana Noor, Tutut Dewanto, Dedy Irianto, Diyah Woelandari, Wahyu Indra Sukma, Risanthy Uli N Alamat Redaksi Humas Bank Indonesia Jl. M.H. Thamrin 2 - Jakarta Telp. : 021 - 3817317, 3817187 email :
[email protected], website : www.bi.go.id
Edisi 23 | Februari 2012 | Tahun 3 | Newsletter Bank Indonesia
Foto: “Punakawan” oleh: Rizana Noor
MEJA REDAKSI Pembaca yang budiman,
Banyaknya keluhan pemakai kartu kredit yang dialamatkan ke Bank Indonesia, memaksa bank sentral meninjau ulang aturan main dengan menerbitkan PBI tentang Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK). Bila pembaca simak beleid itu akan terasa nuansa upaya bank sentral memberi perlindungan kepada konsumen kartu kredit. Paparan detil terkait hal ini bisa ditemui di sejumlah naskah penerbitan kali ini. Selain itu, PBI APMK tersebut juga berupaya meningkatkan sikap prudent penerbit kartu kredit dengan mem perketat aturan calon pemegang kartu kredit. Aturan itu bukanlah dimaksudkan untuk meng hambat, tapi justru me nyaring figur pemegang kartu kredit yang pantas dan bertanggungjawab. Harapannya, ketika pe megang kartu adalah figur yang pantas, dan sikap prudent mendorong industri semakin sehat, akan ikut menggairahkan roda perekonomian. Selamat membaca. Salam, Difi A. Johansyah Kepala Biro Humas Bank Indonesia Redaksi menerima kiriman naskah dan mengedit naskah sebelum dipublikasikan.
Kebijakan Kartu Kredit:
Nasabah Nyaman, Industri Sehat, Ekonomi Aman
S
etiap hari ada begitu banyak pengaduan masyarakat pengguna jasa bank yang masuk ke Bank Indonesia. Yang dikeluhkan begitu beragam mulai dari produk perbankan hingga pelayanan. Salah satu pengaduan yang menonjol dan ramai diberitakan media massa adalah soal kartu kredit. Banyak hal yang disampaikan terkait hal itu. Intinya mereka merasa seperti tak berdaya menghadapi persoalan-persoalan yang timbul dari kartu kredit. Seharusnya, persoalan yang dihadapi pemegang kartu bukanlah sesuatu yang tak bisa diselesaikan, apabila pemegang kartu benar-benar memahami berdasarkan informasi yang lengkap mengenai kepemilikan kartu. Seringkali permasalahan itu timbul karena pemegang kartu tidak memiliki pemahaman dan informasi yang lengkap mengenai hak dan kewajibannya. Di sisi lain, penerbit sering dianggap tidak memberikan informasi yang dibutuhkan pemegang kartu secara lengkap dan transparan. Sejatinya, kartu kredit dirancang sebagai Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) selain kartu debit dan kartu ATM. Sebagai alat pembayaran, kartu kredit dapat digunakan untuk melakukan transaksi pembelanjaan yang pembayarannya dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit kartu. Masalah yang kerap muncul pada saat pemegang kartu menunda pembayaran kewajiban dan memperlakukannya sebagai utang. Implikasinya, mencuat pula masalah-masalah seperti pembebanan bunga yang dirasa terlalu tinggi dan praktik penagihan yang tak etis. Untuk merespons permasalahan tersebut , BI merilis Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.14/2/PBI/2012 tentang APMK yang adalah perubahan atas peraturan sejenis sebelumnya. Pada intinya, beleid itu dimaksudkan sebagai upaya memperkuat sisi perlindungan konsumen, dan juga untuk meningkatkan kualitas manajemen risiko penerbit kartu kredit. Terkait upaya perlindungan konsumen, PBI mematok batasan maksimum suku bunga kartu kredit agar tidak mencekik konsumen. Di samping itu, proses penagihan baik yang dilakukan sendiri oleh penerbit kartu kredit maupun perusahaan jasa penagih (alih daya) harus merujuk pada koridor etika yang tidak boleh merugikan konsumen. Harapannya dengan regulasi tersebut, rasa tak nyaman konsumen bisa tereduksi.
Sedangkan upaya peningkatan kualitas manajemen risiko terlihat pada butir-butir batasan usia kepemilikan kartu kredit, pendapatan minimal pemegang kartu, plafon kredit, dan jumlah kartu yang boleh dimiliki. Pengaturan ini dimaksudkan agar pemegang kartu adalah orang yang dapat menggunakan kartu secara bijak dan aman. Dengan aturan ini diharapkan pula penerbit kartu lebih bersikap prudent dan transparan yang muaranya memangkas risiko sebagai akibat hubungan asimetris antara penerbit dan pemegang kartu. Dengan figur pemegang kartu yang bijak dan penerbit kartu kredit yang prudent dan transparan, diharapkan industri kartu kredit akan lebih sehat. Ini akan mendorong fungsi kartu kredit sebagai alat pembayaran nontunai benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat yang sekaligus mendukung strategi BI mewujudkan less cash society. Penggunaan kartu kredit sebagai alat pembayaran akan mempercepat perputaran uang (velocity of money) yang ikut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Industri kartu kredit yang sehat diharapkan dapat mengurangi risiko kredit bermasalah ketika fungsi kartu kredit digunakan sebagai alat utang. Hal ini penting untuk mencegah terjadinya goncangan ekonomi yang diakibatkan meningkatnya kredit bermasalah kartu kredit. Meski porsi kredit bersumber kartu kredit relatif kecil dibandingkan total kredit perbankan, pengalaman negara lain menunjukkan bahwa goncangan ekonomi dapat ditimbulkan pengelolaan industri kartu kredit yang tidak prudent. Potensi risiko kredit bermasalah kartu kredit di Indonesia lumayan besar terlihat dari tingkat NPL akhir 2011 sebesar 4,26%, sedikit di bawah NPL yang ditolerir berdasarkan ketentuan. Oleh karena itu, pengetatan peraturan kartu kredit melalui PBI APMK selain bertujuan menggiring industri kartu kredit agar lebih sehat dan prudent dalam rangka perlindungan nasabah (aspek mikro), juga berimplikasi terhadap upaya mencegah terjadinya bubble akibat pemanfaatan kartu kredit sebagai alat utang yang berlebihan. Risiko bubble kartu kredit berpotensi meningkatkan kredit macet yang mengganggu kestabilan sistem keuangan dan perekonomian (aspek makro). Nah, kalau begitu pengaturan kartu kredit melalui PBI APMK bikin pemegang kartu nyaman, industri kartu kredit sehat, tapi juga bikin sistem keuangan dan perekonomian aman. Newsletter Bank Indonesia | Tahun 3 | Februari 2012 | Edisi 23
2
IKHTISAR
Pengaturan Yang Bikin Sehat
Industri Kartu Kredit B
elakangan ini banyak persoalan yang menimpa kartu kredit sebagai salah satu alat pembayaran menggunakan kartu (APMK) mendorong Bank Indonesia untuk turun ta ngan. Selaku otoritas sistem pembayaran, BI memiliki kewenangan di bidang pengaturan, perizinan dan pengawasan atas penyelenggara an kartu kredit. Dengan mandat itu, dipandang perlu mengatur ulang penyelenggaraan kartu kredit dengan merilis Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.14/2/PBI/2012 tentang APMK. Beleid itu, mengandung tiga aspek yakni perlindungan konsumen, manajemen risiko dan kehati-hatian (prudential). Sejatinya, kartu kredit memiliki dua fungsi, yakni sebagai alat pembayaran dan alat utang. Kartu kredit sebagai alat pembayaran nontunai memiliki peran dalam percepatan perputaran uang (velocity of money) yang penyelenggaraannya perlu diamankan. Untuk maksud itu, BI mengharuskan industri kartu kredit memakai teknologi chip menggantikan magnetic stripe. Chip jauh lebih aman karena
data yang tersimpan sulit dilakukan kloning sehingga lebih menjamin keamanannya. Selain itu, BI juga mewajibkan industri kartu kredit memberlakukan pemakaian personal identification number (PIN) dengan 6 (enam) digit. Muara dari aturan itu selain untuk melindungi konsumen juga menyelamatkan industri kartu kredit. Sisi lain kartu kredit bisa juga dipakai sebagai alat utang. Disinilah perhatian penerbit kartu harus lebih dipertajam dengan meningkatkan kualitas aspek manajemen risiko. Pasalnya, bila pelaksanaan aspek ini dibiarkan longgar dikhawatirkan akan memunculkan bubble kartu kredit yang bisa mengganggu stabilitas sistem keuangan. Mau tak mau kualitas manajemen risiko kudu ditingkatkan. Untuk itulah, PBI APMK memperketat persyaratan memiliki kartu kredit dengan mengatur minimum usia, minimum pendapatan, maksimum plafon kredit dan jumlah kartu yang diberikan. Langkah ini dilakukan agar pemberian kartu
Kartu Kredit Anda, Cermin Anda! I ngin mengenal diri Anda? Gampang! Gak usah jauh jauh ke psikolog. Bagi pengguna kartu kredit, simaklah dan pelajarilah kartu kredit Anda. Dalam kartu kredit ada unsur unsur yang mewakili diri kita. Ada disiplin, kehati hatian, batas kemampuan, boros atau juga pelit, kesemberonoan, gemar menggampangkan dan bahkan juga ketololan. Gak percaya? Pelajari riwayat penggunaan kartu kredit Anda selama ini, saya yakin Anda akan setuju dengan pendapat saya tersebut. Kalau Anda masih meneliti satu persatu tagihan kartu kredit Anda sambil mengernyitkan dahi dan menggaruk garuk kepala, maka saya benar! Itulah yang saya rasakan dalam separuh umur saya menggunakan kartu kredit. Dan selama itu pula banyak suka duka yang saya alami. Saya pernah kesal dan melampiaskan emosi saya dengan memotong kartu kredit saya, menulis surat protes dan marah marah ke penerbit kartu
Edisi 23 | Februari 2012 | Tahun 3 | Newsletter Bank Indonesia
kredit lebih tepat sasaran pada pemegang yang bijak dalam menggunakan kartu. Aspek kehati-hatian mesti juga di perhatikan penerbit kartu kredit. Terkait aspek ini, PBI APMK mewajibkan penerbit kartu memberikan transaction alert kepada pemegang kartu untuk transaksi dengan kriteria tertentu melalui pesan singkat (SMS). Tujuan pengaturan ini untuk menanggulangi fraud dengan mencegah adanya transaksitransaksi ‘gelap’ yang tak dilakukan oleh pemegang kartu kredit. Last but not least, aspek perlindungan konsumen adalah isu kritikal pada PBI APMK. Untuk melindungi konsumen, PBI mengatur penghitungan bunga, penetapan suku bunga maksimum, transparansi produk kartu kredit. Ambil contoh penghitungan bunga. Selama ini penghitungan bunga dilakukan merujuk tanggal transaksi. Caranya ini dianggap tak fair. Pasalnya, saat transaksi dilakukan pihak penerbit kartu belumlah menalangi pembayaran ke acquirer. Talangan baru dilaksanakan pada tanggal pembukuan (posting) yang dijadikan patokan resmi penghitungan bunga. Nah, dengan langkah pengaturan yang dilakukan BI itu, diharapkan akan terciptanya industri kartu kredit yang sehat.
kredit, jengkel dan dongkol karena tertipu, ngamuk karena susahnya mengadu masalah kartu kredit serta pengalaman pahit lainnya. Itu semua adalah dukanya. Sukanya, saya bisa membeli barang yang saya inginkan dengan aman di luar negeri tanpa perlu pake dolar tunai, saya suka diingatkan kalau ada belanja yang besar, saya suka dapat poin yang dapat saya tukar. Namun yang paling penting sukanya bagi saya adalah perasaan dengan predikat nasabah prima bersama rekam jejak nasabah yang baik karena tidak pernah ngemplang dan selalu bayar tepat waktu. Dari mana saya tahu predikat saya ini? Yah, buktinya saya suka dikejar kejar marketing kartu kredit! Saya ditawari berbagai macam fasilitas sebagai penghargaaan karena saya adalah nasabah yang sangat baik di mata mereka, walaupun saya bingung juga darimana mereka tahu data saya.... Dalam renungan saya meng gunakan kartu kredit, saya me
nemukan berbagai unsur perilaku manusia di atas tadi di kartu kredit. Tidak hanya itu, saya juga menemukan pendewasaan diri saya dalam berkartu kredit ria, dari menggampangkan, boros, sembrono sampai akhirnya berhati hati karena harus memikirkan bayarnya kembali dan bijak dalam menggunakan kartu kredit agar optimal. Apa itu? Ya bagi saya kartu kredit tetaplah alat bayar bukan alat untuk berhutang. Dengan demikian saya tidak pernah nunggak. Saya juga pernah gonta ganti kartu kredit sampai akhirnya menetap di kartu kredit yang paling saya andalkan saja. Saya juga akhirnya belajar merencanakan keuangan saya dengan menggunakan kartu kredit. Begitulah pengalaman saya dan saya yakin para pembaca juga dapat merasakan hal yang sama. Saya harapkan Anda pembaca juga akhirnya bisa mencapai kedewasaan dalam menggunakan kartu kredit sehingga benar benar bermanfaat bagi hidup Anda, bukan sebaliknya! Kita yang mendayagunakan kartu kredit bukan kartu kredit yang mendayagunakan hidup kita!
WAWASAN Ekonomi Global 2012:
Mewaspadai Bubble Kartu Kredit
Dalam Bingkai Pengawasan Makroprudensial
Puji Atmoko, Pengawas Sistem Pembayaran Madya Senior Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran
K
artu kredit, rasanya tidak asing lagi di era yang mengedepankan information technology (IT) ini. Kartu kredit telah menjadi bagian dari gaya hidup yang menuntut efektivitas dan efisiensi, sampai-sampai ada orang yang memiliki lebih dari satu kartu kre dit. Kenapa? Karena selain gaya hidup, banyak orang yang masih berpikiran bahwa dengan memiliki banyak kartu kredit, dia memiliki kesempatan yang lebih besar untuk berutang. Ada juga sebagian orang yang menganggap bahwa dengan perolehan kartu kredit maka ada ‘income’ tambahan dan bertambahlah daya belinya. Padahal sebenarnya kartu kredit merupakan alat pembayaran, meskipun ada unsur talangan dari sisi sumber dananya. Oleh karena itu pemahaman mendasar bahwa kartu kredit adalah alat pembayaran perlu dicamkan agar tidak salah mengartikannya. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, pergerakan kartu kredit menunjukkan per kembangan yang pesat. Lihatlah jumlah kartu kredit yang pada 2006 tercatat 8,3 juta, pada akhir 2011 mencapai 14,79 juta kartu atau bertumbuh rata-rata 12,45% per tahun. Dari sisi volume maupun nilai transaksi, juga terus menanjak. Data 2006 memperlihatkan volume transaksi sebanyak 114,3 juta dengan nilai sebesar Rp58,4 triliun, meningkat menjadi 209,4 juta transaksi dengan nilai Rp182,6 triliun pada 2011. Jika dikaitkan dengan strategi BI yang ingin memasyarakatkan penggunaan alat pembayaran non tunai (less cash society /LCS), kartu kredit dimaksudkan sebagai salah satu alternatif alat pembayaran selain uang tunai untuk meningkatkan kenyamanan dari sisi kemudahan, fleksibilitas, dan kecepatan ber transaksi, seperti halnya juga kartu ATM dan/ atau kartu debit, serta cek dan bilyet giro. Dalam
konteks strategi LCS tersebut, kartu kredit memiliki andil yang lumayan besar dalam ikut meningkatkan perputaran uang (velocity of money) sehingga berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi secara nasional. Perkembangan kartu kredit dan perannya sebagai alat pembayaran, mendorong perlunya tindakan kehati-hatian untuk mengantisipasi terjadinya bubble yang diakibatkan oleh penggunaan kartu kredit secara berlebihan sebagai alat utang. Lihat saja krisis ekonomi yang menimpa Korea Selatan pada 2003 lalu. Siapa yang menyangka kartu kredit menjadi biangnya. Kekurang hati-hatian penerbit kartu kredit di Korea Selatan dalam memberikan fasilitas kartu kredit telah membawa negara tersebut ke dalam jurang krisis ekonomi seri kedua setelah krisis seri pertama pada 1999. Setelah krisis itu pemerintah Korea Selatan lebih memperketat persyaratan pemberian fasilitas kartu kredit. Bagaimana dengan Indonesia?, Apakah hal yang sama dapat menimpa Indonesia?. Jawabannya ‘ya’ perekonomian Indonesia juga bisa menghadapi ancaman dari kartu kredit seperti pengalaman Korea Selatan. Potensi itu bisa dilihat dari angka Non Performing Loan (NPL) kartu kredit posisi akhir 2011. NPL atau prosentase nilai tagihan kartu kredit yang masuk ke dalam kategori kurang lancar, diragukan dan macet tercatat sebesar 4,26%, ternyata lebih tinggi dibandingkan NPL ratarata perbankan sebesar 2,55% bahkan lebih tinggi dari NPL kredit konsumsi sebesar 1,85% (angka per November 2011). Sebagai skema kredit tanpa agunan, potensi NPL kartu kredit ini tentu saja tetap menjadi kewaspadaan BI selaku otoritas di bidang sistem pembayaran. Jika pemerintah Korea Selatan melakukan pengetatan per syaratan pemberian kartu kredit setelah krisis, maka sudah seharusnya pula BI melakukan kebijakan serupa sebelum terjadi bubble kartu kredit yang dapat menimbulkan goncangan ekonomi. Sebenarnya pengetatan persyaratan pem berian kartu kredit telah dilakukan BI melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang Penyelenggaraan Kegiatan APMK yang dirilis 2004 dan 2005. Pada 2009, BI merelaksasi ketentuan APMK dengan melonggarkan persyaratan pemberian kartu kredit untuk meningkatkan daya beli masyarakat dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi
3
pada saat itu. Pada awal 2012, dengan melihat perkembangan dan potensi risiko di atas, BI kembali melakukan pengetatan persyaratan pemberian kartu kredit dengan menerbitkan PBI No. 14/2/PBI/2012 tentang Perubahan Atas PBI Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan APMK (PBI APMK 2012). Dalam Pasal 15A ayat (1) PBI APMK 2012 diatur bahwa dalam memberikan fasilitas kartu kredit, penerbit wajib menerapkan manajemen risiko kredit dan memperhatikan sejumlah batasan antara lain, minimum usia calon pemegang kartu kredit, minimum pendapatan calon pemegang kartu kredit, maksimum plafon kredit dan maksimum jumlah kartu yang dapat diberikan oleh penerbit kartu kredit kepada pemegang kartu kredit, dan minimum pembayaran tagihan kartu kredit sebesar 10% dari total tagihan. Melalui pengetatan persyaratan pemberian fasilitas kartu kredit diharapkan penerbit kartu kredit dapat menyeleksi pemberian fasilitas kartu kredit kepada pihak yang tepat sasaran. Pihak yang tepat sasaran adalah pihak yang benar-benar dapat menggunakan kartu kredit secara bijak, mengedepankan kartu kredit sebagai alat pembayaran dan bukan semata sebagai alat utang, serta mampu melunasi talangan/utang yang telah dinikmati. Disamping pengetatan dari sisi pemberian fasilitas kartu kredit, BI juga memberikan pembatasan maksimum suku bunga yang dapat dibebankan penerbit kepada pemegang kartu kredit, sebagaimana diatur dalam Pasal 17A PBI APMK 2012. Tujuannya agar industri kartu kredit tetap terjaga sehat pertumbuhannya dan pula dimaksudkan menjaga kemampuan bayar pemegang kartu kredit agar tidak tergerus oleh pembebanan bunga secara berlebihan. Di sisi lain juga dimaksudkan agar penerbit kartu kredit lebih efisien dalam mengelola penyelenggaraan bisnis kartu kreditnya. Yang diharapkan dari pengetatan per syaratan pemberian fasilitas kartu kredit dan penetapan batas maksimum suku bunga kartu kredit adalah terkendalinya pertumbuhan industri kartu kredit ke arah yang lebih prudent dan sehat. Tidak jor-joran seperti yang pernah terjadi di Korea Selatan sehingga potensi bubble kartu kredit yang dapat menimbulkan goncangan ekonomi bisa dihindari. Dengan melihat perannya dalam menjaga stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan yang menjadi pilar perekonomian nasional, maka tidak berlebihan jika kebijakan BI di bidang sistem pembayaran termasuk pengetatan persyaratan pemberian fasilitas kartu kredit juga menjadi bagian dari pengawasan makroprudensial. Newsletter Bank Indonesia | Tahun 3 | Februari 2012 | Edisi 23
4
EDUKASI
PBI APMK:
Mensimetriskan Relasi Yang Asimetris S
Sri Wijayanto, Analis Muda Senior Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran
Bunga hanya dihitung dari nilai transaksi pembelanjaan dan/atau penarikan tunai sehingga lebih fair dan kompetitif.
eorang ibu muda tercengang ketika melihat tagihan kartu kredit yang baru diterimanya, “Waduh, kok gede banget sih…bunganya.” Ia hanya bisa ngedumel dan menerima saja karena setelah protes ke bank pun angkanya tetap tak berubah. Kondisi ini menggambarkan hubungan yang tidak simetris antara konsumen dengan bank yang artinya tidak ada kesetaraan. Penguasaan informasi hanya dimiliki oleh satu pihak. Dalam hubungan bank selaku penerbit kartu kredit dengan pemegang kartu kredit, informasi lebih banyak dikuasai oleh penerbit kartu sehingga konsumen cenderung dirugikan. Pemegang kartu kredit diposisikan sebagai pihak yang tidak berdaya mulai dari persoalan pengenaan bunga/ biaya/denda, pemberian informasi, proses penagihan, sampai ke upaya pelunasan tagihan dalam rangka menutup penggunaan kartu kredit. Hubungan simetris hanya di rasakan oleh konsumen sesaat, yaitu manakala lembaga pemberi kredit melakukan pedekate ke konsumen. Janji-janji indah meluncur mulus dari bibir manis sang sales marketing, plus perlakuan bak raja tentunya. Begitu konsumen menandatangani aplikasi permohonan kredit, gotcha! Hubungan yang simetris itupun mulai berubah. Sejak penandatanganan tersebut, konsumen wajib tunduk terhadap syarat dan ketentuan yang diberlakukan penerbit kartu kredit. Sejak saat itu pula, kata ‘simetris’ secara resmi memperoleh tambahan vokal ‘a’ di depannya menjadi ‘asimetris’. Untuk itu perlu suatu kebijakan yang lebih tegas dan mampu memposisikan pemegang kartu kredit dalam kedudukan yang seimbang dengan penerbit kartu kredit. Berangkat dari hal itu, BI menggodok substansi Peraturan Bank Indonesia (PBI) yang mem perjelas aspek perlindungan kon sumen (consumer protection aspect). Agar diperoleh takaran yang pas dan proporsional, proses pengkajian
Edisi 23 | Februari 2012 | Tahun 3 | Newsletter Bank Indonesia
melibatkan juga pelaku industri kartu kredit yang tergabung dalam Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI). Dari sinilah lahir PBI No.14/2/ PBI/2012 tentang Perubahan Atas PBI No.11/11/PBI/2009 tentang Penyelengaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (PBI APMK). Dengan PBI APMK ini pemegang kartu kredit bisa memperoleh informasi yang lebih jelas dan detil. Pemegang kartu kredit menjadi tahu asal-muasal angka tagihan/bunga/ biaya/denda yang harus dibayarnya. Juga mengenai adanya kelonggaran waktu pembayaran apabila tanggal jatuh temponya bertepatan dengan hari libur atau hari raya.
Selain itu, beleid ini juga mengatur perihal kewajiban pihak penerbit kartu agar dalam lembar tagihan dicantumkan informasi seperti tanggal transaksi dan pembukuan, tanggal cetak tagihan dan jatuh tempo, kelonggaran waktu pembayaran, nominal bunga dan biaya yang dikenakan serta denda keterlambatan bayar jika ada. Penerbit pun wajib mencantumkan nilai transaksi dalam valas dan lawan rupiahnya, serta nilai tukar atas transaksi kartu kredit yang dilakukan di luar negeri. PBI APMK ini menghindarkan pemegang kartu kredit dari pe ngenaan bunga yang berlebihan. Maksimum bunga yang dapat dibebankan penerbit kartu kredit harus mengacu kepada batas yang telah ditetapkan BI. Dalam menentukan suku bunga itu, bank sentral akan memakai beberapa indikator seperti BI Rate, struktur biaya kartu kredit (biaya dana, biaya
operasional dan pengelolaan risiko kredit) dan praktik suku bunga yang dikenakan oleh penerbit. Pola perhitungannya pun diseragamkan dan tidak lagi mengenal metode bunga berbunga. Bunga yang terutang tidak diperkenankan lagi digunakan sebagai komponen perhitungan bunga pada tagihan berikutnya. Bunga hanya dihitung dari nilai transaksi pembelanjaan dan/atau penarikan tunai sehingga lebih fair dan kompetitif. Apakah hanya sebatas itu aspek perlindungan konsumen yang di berikan? Oh tentu tidak! PBI APMK ini juga mewajibkan penerbit kartu kredit lebih santun dalam melakukan penagihan. Misalnya, ketika menagih tidak diperkenankan menggunakan kekerasan baik fisik maupun verbal, tidak mempermalukan pe megang kartu kredit, dan lebih menghargai privacy pemegang kartu kredit. Penerbit kartu kredit juga dituntut menjamin penagihan yang dilakukan oleh pihak lain seperti jasa penagihan tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kualitas penagihannya pun harus sama jika dilakukan penerbit sendiri. Juga PBI APMK ini memberikan cukup kendali bagi pemegang kartu kredit memperoleh perlakuan yang lebih fair. Keleluasaan penerbit kartu kredit menjalankan praktek merugikan kepada pemegang kartu kredit direduksi oleh PBI APMK ini. Penerbit kartu kredit dituntut lebih memperhatikan aspek perlindungan konsumen. Jika ada praktek yang kurang pas dari penerbit, pemegang kartu kredit bisa menggunakan PBI APMK ini sebagai dasar untuk meluruskannya. Dengan adanya PBI ini, pemegang kartu kredit pun semakin ayem bertransaksi memakai kartu kredit. Secara perlahan tapi pasti PBI APMK ini membuang vokal ‘a’ dari kata ‘asimetris’ itu. Nah, hubungan pemegang kartu dan penerbit kartu menjadi ‘simetris’ kembali.
EDUKASI Pengaturan Alih Daya:
rendah, tidak membutuhkan kualifikasi kompetensi yang tinggi di bidang perbankan, dan tidak terkait langsung dengan proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi operasional bank. Dalam konteks ini, pekerjaan penagihan tunggakan kartu kredit termasuk yang ring….Kring… telepon di rumah boleh dialihdayakan. Aturan alih daya Pak Sabar berdering. Hari itu kartu kredit juga merujuk kepada masih sangat pagi untuk urusan PBI No.11/11/PBI/2009 yang pada bisnis karena baru sekitar pukul 6 Januari 2012 lalu telah diamandemen 06.30 WIB, tapi Pak Sabar sudah dengan PBI No.14/2/PBI/2012 tidak di rumah sebab pagi-pagi benar tentang penyelenggaraan kegiatan ia telah berangkat ke kantor untuk APMK. menghindari kemacetan Jakarta. Ibu Apakah pengaturan ini akan Sabar yang menerima telepon, suasana menggugat “kenyamanan” peru hatinya berubah dari nuansa pagi yang sahaan jasa penagihan milik Pak segar seketika menjadi sangat gerah, Debco? Secara prinsip, iya! Karena bercampur gemetar tubuhnya karena ruang geraknya dibatasi oleh koridor ternyata yang bicara di ujung telepon norma-norma positif dan etika yang adalah debt collector, sebut saja Debco. mengurangi ekses negatif dari praktikTelepon Pak Debco pagi ini merupakan praktik yang selama ini dilakukan. yang keempat kali setelah yang ketiga (Lihat: Box). Semua aturan dibuat agar kali pada minggu sebelumnya yaitu jelas batas-batas hak, kewenangan dan sekitar pukul 12 siang yang juga saat kewajiban semua pihak yang terkait, Pak Sabar tidak di rumah. baik pemegang kartu kredit, penerbit Proses penagihan utang kartu kartu maupun peru kredit kepada Pak Pokok-Pokok Etika Penagihan Utang Kartu Kredit Secara Umum Dapat Mencakup : sahaan penyedia ja Sabar telah berlang 1) Menjelaskan kepada debitur atau Pemegang Kartu Kredit bahwa Bank atau Penerbit sa penagihan kartu sung mulai dari pe telah menunjuk suatu lembaga untuk melakukan penagihan. nyampaian lembar ta 2) Tidak dilakukan dengan menggunakan cara ancaman, tekanan secara fisik dan/atau kredit. tindakan yang bersifat mempermalukan debitur atau Pemegang Kartu Kredit; Dengan demi gihan (billing statement), 3) Tidak dilakukan kepada pihak selain debitur atau Pemegang Kartu Kredit; kian PBI tidaklah di memberikan peri 4) Jika penagihan menggunakan sarana komunikasi, tidak dilakukan secara terus menerus maksudkan untuk ngatan melalui te yang bersifat mengganggu; lepon pertama, kedua, 5) Dilakukan pada jam-jam kerja dan hanya atas dasar persetujuan dan/atau perjanjian melarang kegiatan ja dengan debitur atau Pemegang Kartu terlebih dahulu. sa penagihan, tetapi ketiga dan seterusnya “merapihkan” batasmenjadi sampai yang fokus pada tugas pokoknya untuk men batas ke w enangan perusahaan jasa pe keempat yaitu dialog seperti dalam jalankan kegiatan operasional bank. nagih tersebut. Selain itu, mendorong telepon di atas. “Kamu… harus sungguh-sung Namun demikian, walaupun sudah pula bank untuk tetap melaksanakan guh memberitahu suami kamu… dialihkan bank tetap bertanggungjawab prinsip kehati-hatian dan manajemen supaya segera bayar tunggakan kartu dan wajib memastikan pelaksanaan risiko secara konsisten. Untuk itulah, kreditnya kepada bank kami, …kamu pekerjaan yang dialihdayakan sesuai dalam hal penagihan utang kartu kredit sebagai istri juga bertanggungjawab dengan perjanjian yang dibuat dan yang menggunakan jasa pihak lain, atas hutang suami kamu. Mengerti?”, peraturan perundang-undangan yang penerbit kartu wajib menjamin kualitas demikian sebagian kata yang tidak lagi berlaku. Konsekuensinya bank di pelaksanaan penagihannya sama de menggunakan kata sopan “Ibu” buat hadapkan pada risiko bila pelaksanaan ngan jika dilakukan oleh penerbit itu Ibu Sabar. Sungguh Ibu Sabar benar- alih daya tidak sesuai dengan ketentuan. sendiri. Dalam PBI itu juga ditegaskan benar harus sabar menghadapi kata Karena itu bank wajib secara konsisten bahwa penagihan utang kartu kredit Pak Debco yang jauh dari nada ramah menerapkan prinsip kehati-hatian dan hanya untuk utang dengan kualitas manajemen risiko dalam melakukan tertentu. apalagi menyenangkan. Nah, dengan ketentuan ini, Cerita di atas adalah potret lain penyerahan sebagian pekerjaan ke pada pihak lain. Bahkan, BI berhak semakin terang benderang kedudukan penggunaan kartu kredit yakni ketika menghentikan alih daya apabila semua pihak dan porsi dari masingbelakangan hari pemegang kartu (card holder) mengalami kesulitan membayar. dinilai berpotensi membahayakan masing pihak termasuk perusahaan jasa penagihan sebagai bagian yang Berbeda dengan potret kenyamanan kelangsungan usaha bank. Kalau begitu, pekerjaan apa sih yang memiliki kemanfaatan sepanjang pada saat awal bank menawarkannya dan ketika pemegang kartu menikmati boleh dialih daya? Yang diperbolehkan dilakukan secara profesional. Kalau fasilitas kartu kredit tersebut. adalah pekerjaan penunjang kegiatan begitu ujung-ujungnya semua itu ber Kemudian publik pun bertanya, bank. Pekerjaan penunjang itu paling muara pada perlindungan pemegang “Kenapa sih bank mau bekerjasama kurang memenuhi kriteria berisiko kartu kredit.
Menggugat “Kenyamanan”
Debt Collector K
Solider, Analis Madya Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran
Semua aturan dibuat agar jelas batas-batas hak, kewenangan dan kewajiban semua pihak yang terkait, baik pemegang kartu kredit, penerbit kartu maupun perusahaan penyedia jasa penagihan kartu kredit.
5
dengan pihak penagih seperti Pak Debco? Kok nyaman banget lembaga debt collector, hanya dengan modal telepon dan membentak-bentak dapat menghasilkan uang? Lantas, bagaimana BI mengatur hal ini?” Jawabnya kita lihat dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.13/25/PBI/2011 tanggal 9 Desember 2011 tentang Prinsip Kehati-hatian Bagi Bank Umum Yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Pihak Lain. Menurut aturan PBI di atas, yang dimaksud dengan Alih Daya adalah penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan penyedia jasa melalui perjanjian pemborongan pekerjaan dan/atau melalui perjanjian penyediaan jasa tenaga kerja. PBI itu juga mengatur lembaga seperti Pak Debco seharusnya melakukan kegiatannya dengan cara-cara yang baik. Kenapa bank perlu meng alihdayakan pekerjaannya? Agar bank
Newsletter Bank Indonesia | Tahun 3 | Februari 2012 | Edisi 23
6
LIPUTAN
Interkoneksi Jaringan ATM:
Bikin Sistem Pembayaran
Efisien & Handal H
Risanthy Uli N, Analis Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat
Dengan adanya interkoneksi jaringan ATM, manfaat yang langsung terasa oleh nasabah tentunya adalah kualitas layanan dan kenyamanan bertransaksi keuangan yang meningkat.
ari itu, Senin, 16 Januari 2012, ada momen istimewa yang sudah lama dinanti-nantikan jutaan masyarakat pengguna layanan ATM/debet Bank Mandiri dan Bank Central Asia (BCA). Saat itu, kedua bank papan atas nasional secara resmi merealisasikan kerja sama interkoneksi jaringan ATM mereka. Secara simbolik Direktur Utama Bank Mandiri Zulkifli Zaini melakukan transfer dana ke rekening Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmadja, begitu sebaliknya bos BCA itu mentransfer balik ke rekening bos Bank Mandiri. Sejak saat itu setidaknya 40 ribu jaringan ATM kedua bank itu bisa saling “berkomunikasi” untuk melakukan proses transaksi perbankan seperti cek saldo, penarikan tunai dan transfer dana. Interkoneksi kedua jaringan bank tersebut merupakan tindak lanjut kesepakatan kesepahaman (MoU) antara Bank Mandiri dan PT Rintis Sejahtera (ATM Prima) pada 11 Oktober 2011. Merujuk kesepahaman itulah upaya interkoneksi 31.700 ATM Bank Mandiri dan BCA kedalam jaringan ATM berlogo Prima mulai dibicarakan. Interkoneksi itu termasuk juga 8.578 jaringan ATM BCA yang telah terkoneksi dengan jaringan Cirrus yang tersebar di seluruh dunia. “Komitmen kerjasama ATM antara Bank Mandiri dengan BCA merupakan solusi riil yang dinantikan oleh jutaan masyarakat Indonesia pengguna layanan ATM/Debet,” ujar Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution saat menyaksikan interkoneksi kedua jaringan bank tersebut di Kantor Pusat Bank Indonesia, Jakarta. Gubernur memuji apa yang dilakukan oleh Bank Mandiri dan BCA sebuah langkah terobosan (breakthrough) dalam bentuk nyata cooperative-competition (co-opetition) antara dua pelaku utama layanan ATM di dalam negeri. “Kerjasama
Edisi 23 | Februari 2012 | Tahun 3 | Newsletter Bank Indonesia
ini akan memberikan dampak positif secara langsung kepada masyarakat.” Pengguna layanan ATM di Indonesia sangatlah banyak. Jumlah kartu yang beredar di masyarakat mencapai 63,9 juta kartu yang bersumber dari 100 penerbit (data Desember 2011). Jumlah transaksi per hari mencapai lebih dari 7 juta, dengan nilai lebih dari Rp 7,70 triliun. Ini angka yang luar biasa. Lalu apa kendala yang ditemui terkait penggunaan ATM ini? Darmin Nasution mengatakan, “Kami menilai bahwa dalam perkembangan layanan ATM di Indonesia, masih terdapat kondisi inefisiensi baik di sisi penyelenggara maupun masyarakat pengguna. Penyelenggara me nanggung biaya investasi yang cukup besar untuk penyediaan sistem dan infrastruktur ATM, antara lain untuk menyediakan mesin ATM dan perangkat EDC yang jumlahnya mencapai 40 ribuan mesin ATM dan lebih dari 200 ribu perangkat EDC serta perangkat pendukung lainnya.” Bukan hanya dari sisi penerbitan penyelenggara saja yang belum efisien. Dari sisi masyarakat peng guna ATM, kondisinya belum sepenuhnya efisien karena untuk berbagai kebutuhan transaksi seringkali seseorang harus me melihara rekening dana di beberapa bank Penerbit. Dengan adanya interkoneksi jaringan ATM, manfaat yang langsung terasa oleh nasabah tentunya adalah kualitas layanan dan kenyamanan bertransaksi keuangan yang meningkat. Masyarakat bisa bertransaksi lebih cepat dan mudah. Selain itu juga tentu lebih aman, karena masyarakat tidak perlu memboyong uang tunai dari bank ke bank, tapi bisa langsung transfer saja lewat ATM. Lantas apa dong makna yang terkandung di balik kerjasama ini bagi perekonomian nasional? Meng ingat kembali arahan Gubernur
Bank Indonesia dalam Pertemuan Tahunan Perbankan di Desember 2011 lalu, industri perbankan perlu terus berbenah untuk meningkatkan daya saing terutama dalam menghadapi tantangan yang sudah sangat nyata di depan, yaitu perwujudan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. BI mengharapkan perbankan dan seluruh pelaku in dustri sistem pembayaran dapat berkontribusi meningkatkan efi siensi penyelenggaraan sistem pembayarannya dalam aspek pe nyediaan infrastruktur, akses dan layanan yang disediakan tanpa mengesampingkan aspek pengamanan dan perlindungan konsumen. Inilah salah satu langkah yang diambil perbankan untuk membenahi diri terkait pe nyelenggaraan sistem pembayaran. Dengan mengambil langkah ini, perbankan berkontribusi me wujudkan layanan sistem pem bayaran yang handal, efisien dan berkualitas, sehingga dapat diandalkan menjadi penopang pembangunan dan pertumbuhan ekonomi nasional. Tentunya BI tidak hanya mendorong bank untuk berbenah diri. Dalam upaya mewujudkan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan handal, BI secara berkesinambungan berupaya untuk melakukan pengembangan industri sistem pembayaran. Pengembangan ini selain dilakukan melalui kebijakan dan penerbitan ketentuan yang diarahkan pada upaya untuk mengurangi risiko pembayaran antar bank dan antar nasabah, juga melalui peningkatan efisiensi dan keamanan sistem pembayaran. Dalam rangka meningkatkan efi siensi sistem pembayaran inilah BI memfasilitasi terwujudnya interoperabilitas penyelenggaraan sistem pembayaran. Bukan hanya dari sisi instrumen pembayaran (payment instrument) melalui stan darisasi, interoperabilitas pun akan diterapkan pada sarana pembayaran (delivery channel). Ini semua menjadi bagian pengembangan National Payment Gateway (NPG) untuk menciptakan integrasi dan konektivitas antar penyelenggara sistem pembayaran.
RUANG BACA
7
Orang Bijak Nggak Ngemplang B
Triani Susanti, Pegawai Tata Usaha Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran
Tumpukan utang tadi dikhawatirkan akan menjebak dan cenderung memberi dorongan seseorang untuk ngemplang.
anyak orang merasa gerah dengan kontroversi kartu kredit yang mencuat di media massa. Sumber kegerahan ma syarakat berasal dari kecemasan karena tingginya suku bunga kartu kredit, hak-hak pemegang kartu kredit yang tidak diperhatikan oleh penerbit, kegiatan penagihan dalam kerangka pemberian kredit dan kasus lainnya. Sebagian orang beranggapan punya kartu kredit bikin pusing, nambah-nambahin utang, nambahnambahin pengeluaran buat bayar biaya tagihan yang jatuh tempo setiap bulan. Belum lagi jika kejebak utang, bunganya nggak ketulungan mahalnya. Bayangin sebulan jika diambil kisaran mulai dari 2% sampai 4%, setahun bisa mencapai 24% sampai 48%. Gede banget, apalagi kalo ngambil tunai atau istilah ngetopnya cash advance. Bunganya lebih tinggi lagi. Namun jangan salah, jika dilakukan dengan bijak, kartu kredit itu banyak lho manfaatnya. Misalnya, segi kepraktisan karena tidak perlu bawa uang tunai dalam jumlah besar, bisa dipakai dulu bayar kemudian (buy first pay later). Manfaat lain, kartu kredit dapat digunakan untuk berbelanja barang sebagai modal usaha. Asal disiplin, ketika usaha telah menghasilkan jumlah uang yang berasal dari kartu kredit, segera lakukan pelunasan. Selain itu, kartu kredit juga bisa menjadi “cadangan” jika kita tiba-tiba ada kebutuhan mendadak seperti biaya jaminan rumah sakit. Coba bayangkan kalo nggak punya dana tunai pasti kita bingung untuk membayarnya. Dengan perkembangan tekno logi informasi dan telekomunikasi yang semakin pesat saat ini, kartu kredit dapat digunakan untuk melakukan pembayaran tagihan
listrik, telepon, PAM, atau TV berlangganan. Tagihan langsung didebet dari plafon kredit atas permintaan dan persetujuan pe megang kartu. Dengan begitu, kita nggak perlu lagi ngantri untuk bayar dan nggak perlu takut terkena denda jika terlambat membayar. Lalu, bagaimana caranya agar kita bisa mendapatkan manfaat kartu kredit tanpa “terjebak” dalam masalah? Kita harus cermat sejak awal menandatangani formulir pengajuan kartu kredit. Jangan sampai tidak dibaca dengan teliti, karena di dalam formulir banyak ter dapat informasi mengenai hak dan kewajiban penerbit dan pemegang kartu. Setelah kita menerima dan menggunakan kartu, kita pun harus tetap melototin hak dan kewajiban
kedua belah pihak. Waspada! Jangan sampai sekonyong-konyong terjadi perubahan kesepakatan tanpa persetujuan pemegang kartu, misalnya pemberian fasilitas yang membawa konsekuensi biaya. Untuk itulah, Bank Indonesia mengatur bahwa setiap ada perubahan di dalam kesepakatan wajib diinformasikan secara tertulis kepada pemegang kartu. Lantas, bagaimana kita meng gunakan kartu kredit dengan bijak? Hal yang paling penting adalah kita harus memahami kemampuan keuangan untuk membayar. Prinsipnya kartu kredit adalah alat pengganti uang tunai dalam melakukan pembayaran. Tetapi memang didalamnya terkandung
fasilitas untuk melakukan transaksi yang pembayarannya bisa dibayar penuh maupun dicicil. Apapun cara pembayaran yang dipilih, ketika jatuh tempo ya harus dibayar. Idealnya memang tagihan yang muncul dibayar penuh pada waktu yang ditetapkan biar tidak ada biaya akibat penundaan pembayaran, misalnya biaya bunga dan biaya denda. Begitu juga saat kita ingin memanfaatkan kartu kredit sebagai “modal usaha” atau “cadangan dana” lakukanlah dengan disiplin karena jika tidak dapat berakibat utang yang bertumpuk. Tumpukan utang tadi dikhawatirkan akan menjebak dan cenderung memberi dorongan seseorang untuk ngemplang. Kalau sejak awal kita sudah memahami kemampuan kita untuk membayar, kita tentunya akan bisa mengatur pembayarannya dengan bijak, dan tidak ter jebak dalam utang tak berkesudahan. Jangan lupa, baca dengan cermat billing statement yang kita terima. Jangan hanya dilihat berapa total tagihan yang harus dibayar saja, tapi pahamilah setiap informasi yang tercantum di dalamnya. BI juga sudah mengatur bahwa dalam billing statement, penerbit wajib menyampaikan informasi antara lain besarnya tagihan, besarnya minimum pembayaran, informasi nilai tukar (kurs) jika bertransaksi di luar negeri, bunga, denda keterlambatan, tanggal pembukuan (posting) yang menjadi dasar penghitungan hari bunga, tanggal jatuh tempo, dan tanggal cetak. Yah intinya, pakailah kartu kredit dengan bijak dan nikmatilah manfaatnya, tapi ingat satu hal: jangan niat berhutang apalagi sampai ngemplang jika nggak mau dikemplang. Newsletter Bank Indonesia | Tahun 3 | Februari 2012 | Edisi 23
8
REHAT Bijak Dengan Kartu Kredit Wah belanja pakai kartu kredit praktis ya...
Iya, gak perlu bawa dana tunai banyak ke mana-mana... Aman.
Dan gak perlu repot mikirin kembalian. Bayarnya pasti pas.
Eh, sudah tanggal segini. Waktunya bayar tagihan kartu kredit nih.
Bayar penuh aja deh, biar gak kena bunga.
Kalau saya akan mengangsur dulu, tapi pastinya lebih dari minimumnya lho.
KALENDER
Waduh, saya lupa bayar tagihan nih... alamat kena denda nih...
Makanya baca baik-baik lembar tagihan kartu kreditmu. Disini jelas lho informasinya, berapa jumlah transaksi saya, berapa minimum pembayarannya. Bunga juga dicantumkan disini.
Kartu kredit sangat bermanfaat kok. Asal dipakai dengan bijak dan aman.
Lembar Tagihan
Belajar Masak
Lia sedang belajar masak sama ibunya.. Ibu : Nak ikuti perintah ibu ya... Lia : Ya bu... Ibu : Pertama taruh wajan di atas kompor terus nyalakan kompornya., setelah itu tuang minyak ke wajan... jangan terlalu banyak... Lia : Ya sudah bu... Ibu : Setelah panas masukan bawang merah yang sudah diris... tunggu sampe matang baru masukan bumbu halus... Lia : Ya sudah bu... Ibu : Kalau sudah tunggu sebentar... sampai bumbu matang dan baunya harum... kalau sudah masukan santannya... Lia : Iya sudah bu... Ibu : Aduk-aduk sampai santan mendidih... Lia : Sudah mendidih bu... Ibu : Kalo sudah kasih salam... Lia : ASSALAMU’ALAIKUUM....
Belajar Facebook
Ini obrolan Oon sama Maya di telepon. Oon : “May, ajarin gue cara bikin facebook donk” Maya : “Oke...loe udah di depan komputer?” Oon : “Udah, gue juga udah punya email” Maya : “Wah sippp banget kalo gitu... coba sekarang dibuka browser firefox atau internet explorer” Oon : “Browser tuh apaan?” Maya : “Klik menu start terus cari tulisan internet explorer” Edisi 23 | Februari 2012 | Tahun 3 | Newsletter Bank Indonesia
Oon : “Terus gimana?” Maya : “Terus ketik di kotak yang paling atas “www.facebook.com” terus enter” Oon : “Iya udah... terus?” Maya : “Kalo udah keluar gambar atau logo facebook terus diisi form pendaftaran sesuai data loe” Oon : “Sebelah mana yang diisi? Koq ini ngga ada form atau gambar apa2” Maya : “Masa? Di layar emang ada tulisan apa?” Oon : “Dipaling atas cuma ada tulisan “the page cannot be displayed” Maya : “Wah, paling juga salah ngetik alamatnya... Coba diulang sekali lagi www. facebook.com” Oon : “Udah bener www.facebook.com” Maya : “Ehm..kenapa ya? Mungkin koneksi internetnya belom nyambung” Oon : “Emang perlu internet? Di rumah gue kan ngga ada internet” Maya : “Yey ngaco loe...kenapa ngga bilang dari tadi... gue udah cape2 ngomong!!” Oon : “Yah... jangan marah donk May. Oke deh kalo gitu ntar kalo pas gue lagi di warnet gue email loe ya… makasih ya” Maya : “Iyah gue tungguin ..! Ngomong2 email loe apa?” Oon : “
[email protected], dibikinin sama temen gue tapi belom pernah gue buka” Maya : “Eh koq email pake www sih?” Oon : “Emang www apaan?” Maya (sambil marah ngebanting telepon): “Wassalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh…”
The Dark Side Of Valentine’s Day... Istri
: “Pa, kapan dapat THR dari kantor?”
Suami : “Kemarin, kan sudah papa kasihkan mama.” Istri
: “O, yang kemarin itu. kalo uang yang di laci papa itu, apa?”
Suami : “Yang mana?” Istri
: “Dalam amplop coklat yang diselipkan di buku, dalam laci paling bawah.”
Suami : “O, itu. itu uang sial…” Istri
: “Kok, uang sial, pa?”
Suami : “Iya, sudah disembunyikan masih ketahuan juga !!”
PERISTIWA
BI Rate Turun 25 bps
Menjadi 5,75% S
etiap menjelang digelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia di awal bulan, beragam komentar bertajuk proyeksi angka BI Rate pun mencuat kepermukaan lengkap dengan alasannya di sejumlah media massa nasional. Begitu palu diketok, RDG yang digelar 9 Februari 2012 memutuskan menurunkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,75% banyak kalangan memuji langkah berani itu. Keputusan ini diambil sebagai langkah lanjutan untuk memberikan dorongan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah menurunnya kinerja ekonomi global, dengan tetap mengutamakan pencapaian sasaran inflasi dan stabilitas nilai tukar Rupiah. Dengan keputusan BI Rate ini, koridor bawah dan atas suku bunga operasi moneter Bank Indonesia masingmasing menjadi 3,75% untuk fasilitas simpanan over night (deposit facility rate)
dan 6,75% untuk fasilitas pinjaman over night (lending facility rate). “Namun begitu, BI tetap akan terus mewaspadai risiko mem buruknya perekonomian global dan dampak kebijakan Pemerintah di bidang energi, dan akan terus
memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial, serta koordinasi kebijakan dengan Pemerintah,” begitu bunyi risalah RDG. Dewan Gubernur meyakini bahwa penerapan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial yang bersifat counter-cyclical sangat diperlukan dalam pengelolaan
Pasar Uang Asia
di Simpang Jalan K
emanakah arah pasar uang di Asia di tengah krisis ekonomi global saat ini? Lontaran pertanyaan itu menjadi kalimat pembuka yang disampaikan Deputi Gubernur Bank of Japan, Kiyohiko Nishimura, saat membuka Roundtable Discussion on Capital Market Reform in Asia, yang diadakan oleh OECDADBI, di Tokyo, 7-8 Februari 2012. Ia mengatakan pasar uang Asia terbukti memiliki daya tahan yang baik terhadap krisis. Namun begitu harus diakui bahwa pasar Asia tidaklah seratus persen imun dari krisis yang terjadi di Eropa dan Amerika. Krisis dipastikan menyebar ke Asia melalui jalur perdagangan,
keuangan, dan deleveraging dari pemilik modal di Eropa. “Untuk itulah, Asia harus memperkuat diri dan membangun kerjasama
antar negara untuk membenahi permasalahan struktural yang ada,” ujar dia.
9
makroekonomi secara keseluruhan serta untuk membawa inflasi pada sasaran yang ditetapkan, yaitu 4,5%±1% pada 2012 dan 2013. Dewan Gubernur mencermati prospek ekonomi global yang terus menurun seiring krisis Eropa yang masih berlanjut dan perlambatan ekonomi negara-negara emerging markets. Pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2012 diperkirakan menjadi 3,3%, lebih rendah dari perkiraan sebelumnya sebesar 3,7%. Penyelesaian krisis yang dialami negara-negara Eropa terkait utang dan defisit fiskal masih akan memakan waktu dan mengandung ketidakpastian, sementara pemulihan ekonomi AS masih lemah. Di sisi domestik, Dewan Gubernur menilai perekonomian Indonesia masih memiliki daya tahan yang kuat, meskipun dengan kecenderungan pertumbuhan yang lebih rendah seiring dengan menurunnya pros pek perekonomian global. Sumber pertumbuhan terutama dari per mintaan domestik, didukung oleh konsumsi rumah tangga dan in vestasi yang tetap kuat berkat persepsi positif terhadap prospek perekonomian nasional.
Nishimura mengusulkan mem perkokoh ketahanan pasar uang di Asia. Salah satu yang bisa dilakukan adalah membangun pasar keuangan dan modal yang dalam, serta meningkatkan fungsi dan resistensinya terhadap arus modal asing. Kerjasama ASEAN+3 dan EMEAP, termasuk upaya membangun Asian Bond Fund, merupakan salah satu dari sekian banyak inisiatif yang ditempuh oleh otoritas di Asia. Berbagai hal tersebut kemudian dibahas dalam diskusi yang berlangsung selama dua hari di kantor ADBI Tokyo. Pada acara itu, bertindak selaku pembicara yakni Deputi Gubernur Bank Indonesia, Halim Alamsyah dengan paparan tentang “Financial Education and Customer Protection”. Sementara itu, Analis Ekonomi Senior KPw BI Tokyo, Junanto Herdiawan, menyorot perihal “Asian Capital Market Integration”. Newsletter Bank Indonesia | Tahun 3 | Februari 2012 | Edisi 23
10
PERISTIWA
2012:
cocok dengan situasi pasar internasional yang tengah diwarnai perlambatan ekono mi dan potensi vola tilitas yang tinggi. “Tujuan forum ini untuk merancang dan menetapkan stra tegi jangka waktu setahun ke depan dalam pengelolaan ca dangan devisa,” ujar Direktur Direktorat Pengelolaan Devisa (DPD), Tresna W Suparyono, di Ruang Rapat Besar, Bank Indonesia, di Jakarta, 25-26 Januari 2012. Pokok bahasan hari pertama mengusung tema ‘Global Economic Outlook 2012: Insights from Investment Management Professionals’. Salah satu nara sumber, Director/Senior Research Analyst Black Rock Asia
Pasific Sumit Bhandari membahas Outlook Global Market. Ia menilai peta jalan 2012 ‘well beyond anyone’s potential comprehension’. Hal ini disebabkan ketersediaan data historis tidak sepenuhnya dapat dijadikan acuan karena ketidakpastian global yang semakin tinggi dengan Eropa masih menjadi pusat permasalahan. Pembicara lain, Jordan Kotick, Managing Director dan Head of Technical Strategy Barclays Capital memaparkan pentingnya memahami psikologi pasar. Pasal nya, pengambilan keputusan in vestasi harus dalam kerangka yang rasional yakni kombinasi antara psikologis manusia dan teori ekonomi. Setelah mendapatkan insights dari para profesional, hari kedua FI tahunan dipimpin Deputi Gubernur BI Hartadi A. Sarwono yang membahas evaluasi kinerja 2011, outlook dan strategi investasi 2012. Dalam penutupnya, Hartadi memberikan apresiasi atas kinerja 2011 dan mengingatkan akan tantangan 2012 yang tidak kalah berat dalam mengoptimalisasi pengelolaan cadangan devisa. Let’s navigate the long and winding road …
Singapore, Bank Negara Malaysia, Bangko Sentral ng Pilipinas, Bank of Thailand dan Bank Indonesia. Setidaknya ada tiga level forum kegiatan EMEAP yakni level gubernur, deputi gubernur dan pertemuan Working Group. Pada 15-17 Februari 2012 di Bali digelar The 9th EMEAP IT Directors Meeting Workshop Tema dari workshop ini “Data Center and Data Recovery Center (DC-DRC) – Sharing Experience in Current State and Future Plan” serta “Information System Security – Sharing Experience in Current State and Future Plan”. The IT Directors’ Meeting (ITDM) adalah Pertemuan Working Group
yang dimulai pada 2001 untuk mempelajari segala permasalahan yang terkait TI dan aplikasinya untuk bank-bank sentral anggota nya. EMEAP ITDM secara regular menyelenggarakan 2 (dua) kegiatan tahunan yaitu Pertemuan dan Workshop. Topik utama, “Data Center and Data Recovery Center (DC-DRC)” dipilih dengan pertimbangan pentingnya Data Center sebagai salah satu bagian yang signifikan dari bisnis, dalam kondisi teknologi yang maju sekarang ini. Data Center mencakup sistem komputerisasi, sistem penyimpanan, telekomuni kasi, dan sebagainya. Sementara itu untuk topik khusus, “Information System Security” dipilih berdasar pertimbangan pentingnya peng amanan sistem informasi untuk melindungi operasional Bank Sentral. Confidentiality, Integrity dan Availability dari Sistem Informasi adalah perhatian utama dari sebuah operasional Bank Sentral.
“Another Hard & Challenging Year”
T
he long and winding road …“ begitu nukilan salah satu lagu kelompok legendaris tahun 1960an The Beatles yang ditulis Paul McCartney. Cuplikan lirik lagu itulah yang juga mejadi tema Forum Investasi tahunan 2012 bertajuk “Navigating the long and winding road of global easing cycle: another hard and challenging year”. Pilihan tema ini
EMEAP Bahas Kehandalan
TI Bank Sentral S
ejumlah pejabat eksekutif bank sentral yang sehari-hari mengurusi Teknologi Informasi (TI) dari 11 negara anggota The Executives’ Meeting of East AsiaPacific Central Banks (EMEAP). Forum ini adalah tempat berkumpulnya 11 bank sentral di wilayah Asia Timur dan Pasifik yang bertujuan untuk memperkokoh kerjasama diantara anggotanya. Bank-Bank Sentral yang terlibat dalam forum ini seperti Bank of Japan, Bank of Korea, People’s Bank of China, Hong Kong Monetary Authority, Reserve Bank of Australia, Reserve Bank of New Zealand, Monetary Authority of Edisi 23 | Februari 2012 | Tahun 3 | Newsletter Bank Indonesia
HUMANIORA
BI Peduli
Kemajuan Batik Daerah
P
erlahan tapi pasti, canting diletakan di atas kain dan setelah permukaannya menempel sempurna, diangkatlah alat pembuat batik cetak itu, jadilah sebuah motif batik bergambar gedung Bank Indonesia. Itulah acara simbolik pembukaan Bulan Bakti Batik di Jawa Barat yang dilakukan oleh Pemimpin Bank Indonesia (PBI) Bandung, Lucky
Fathul, akhir Januari 2012. Pada acara pameran batik yang digelar Yayasan Batik Jawa Barat (YBJB), BI memberi bantuan berupa empat buah canting cap tembaga dan dua buah kompor gas kepada Koperasi Pengrajin Batik Ciamis, Jawa Barat. “Pemberian bantuan ini me rupakan salah satu upaya dukungan BI pada pengembangan batik di
KBI Sibolga
Bangun Klaster Perikanan
P
rogram Klaster merupakan salah satu andalan kepedulian sosial Bank Indonesia. Beragam klaster di bidang pertanian, peternakan dan perikanan telah digarap di berbagai daerah untuk mendorong kemajuan perekonomian daerah. Kantor Bank Indonesia (KBI) Sibolga di Sumatera Utara pun menggagas pembentukan klaster perikanan bersama Pemerin
tah Kota Sibolga hingga terbentuk 16 klaster. Keenam belas klaster itu terdiri dari 5 kelompok nelayan, 9 kelompok pengolah, 2 kelompok pemasaran dan setiap kelompok terdiri dari 10 orang. Pembentukan klaster perikanan menjadi prioritas karena di wilayah kerja KBI itu memang tak terlalu jauh dengan laut lepas Samudera Indonesia. Untuk mendorong kemajuan klasterklaster perikanan itu, KBI Sibolga memberikan bantuan 19 jenis peralatan perikanan. “Bantuan tersebut dapat di gunakan sebaik-baiknya untuk me nyukseskan program klaster pe rikanan Kota Sibolga mulai dari sektor hulu hingga sektor hilir,” ujar Deputi Gubernur BI Muliaman D. Hadad ketika menyerahkan bantuan BI kepada 16 klaster perikanan di
11
Jawa Barat. Di masa depan, BI Bandung merencanakan untuk mendukung kegiatan-kegiatan pe latihan bagi calon perajin batik di kota/kabupaten yang masih belum berkembang batiknya,” ujar Lucky Fathul. Sebelum ini, bantuan BI berupa sokongan kepada pengrajin batik dalam menggelar pameranpameran batik. Pada kesempatan itu pula, YBJB memberikan beberapa bantuan antara lain alat kerja batik, dana bergulir, pembuatan instalasi pengolahan limbah cair, pelatihan batik dan pembekalan manajemen wirausaha. Kepedulian bank sentral kepada pengrajin batik tak lepas dalam kerangka kepedulian sosial, karena produk batik merupakan bagian khasanah kebudayaan nasional yang memiliki nilai seni tinggi. Selain itu, motif-motif batik cermin budaya lokal yang merupakan identitas kepribadian masyarakat dan ke rajinan batik mampu menyerap tenaga kerja yang menggerakkan roda perekonomian daerah. Sibolga, 1 Februari 2012. Acara penyerahan itu disaksikan pula oleh Walikota Sibolga, H.M. Syarfi Hutauruk, Pemimpin BI Medan Naser Atorf, PBI Sibolga M. Nur. Pada acara itu dilakukan pula penandatanganan akad kredit antara PT Bank Rakyat Indonesia dan Kelompok Pengolahan “Selar” yang merupakan salah satu Klaster Perikanan binaan KBI Sibolga. Selain itu, diteken pula kesepakatan antara Pemerintah Kota Sibolga dan KBI Sibolga guna mengembangkan produk turunan sektor perikanan. PBI Sibolga, M. Nur menyatakan akan terus melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap perkembangan klaster perikanan Kota Sibolga, se hingga klaster perikanan nantinya dapat memberikan kontribusi dalam pertumbuhan ekonomi Kota Sibolga. Kepedulian KBI itu direspons Wali kota Sibolga dengan menyampaikan apresiasinya atas bantuan yang diberikan KBI Sibolga dan berharap agar hal ini dapat memotivasi kelompok klaster untuk lebih giat berusaha. Newsletter Bank Indonesia | Tahun 3 | Februari 2012 | Edisi 23
12
HUMANIORA
Membangun Klaster
Budidaya Sapi Banyuasin S
epanjang mata memandang hamparan tanaman padi hijau mulai menguning begitu merata ketika menuju Desa Banyu Urip, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Jalan menuju desa yang termasuk tertinggal itu bisa ditempuh melalui jalan darat dengan waktu tempuh sekitar 1 jam 45 menit dari kota Palembang. Jalan darat itu baru dibuka tahun 1990-an, tapi sebelumnya menuju lokasi itu hanya bisa ditempuh dengan menelusuri aliran Sungai Musi dengan perahu. 588 KK warga desa eks transmigran asal Jawa itu hidup dari pertanian pasang surut yang hanya bisa ditanami setahun sekali. Untuk menyiasati kebutuhan hidup sehari-hari, petani menanam jagung dan beberapa tanaman hortikultura, begitu juga usaha ternak dikerjakan dalam skala usaha kecil. Melihat kondisi desa Banyu Urip seperti itulah yang mendorong Kantor Bank Indonesia
Edisi 23 | Februari 2012 | Tahun 3 | Newsletter Bank Indonesia
(KBI) Palembang menggagas pembentukan rintisan Klaster Budidaya Sapi di bawah payung Bank Indonesia Social Responsibility (BSR). Dasar pertimbangannya, pasok suplai pangan sapi tersedia, lahan pun luas, dan yang paling penting, adalah perlunya menambah pasok daging sapi yang selama ini menjadi
komoditas penyumbang inflasi yang cukup besar di Palembang dan sekitarnya. Klaster budidaya sapi ini mendapatkan bantuan bibit sapi sebanyak 34 ekor yang terdiri 32 ekor sapi betina dan 2 ekor sapi pejantan, kandang komunal, sarana dan prasarana kandang termasuk sumur, bank penampung
air, penampung kotoran, jalan akses ke kandang serta pelatihan budidaya ternak sapi dan pendampingan dari Balai Benih Ternak Unggul Sembawa. Mekanisme BSR diberikan dengan sistem bergulir. Anggota kelompok tani yang memelihara bibit sapi diwajibkan untuk menyerahkan anakan pertama dan ketiga dari sapi betina yang dipelihara untuk diberikan kepada kelompok tani lainnya. Anggota kelompok tani mendapatkan anakan kedua dan induk setelah melahirkan anakan ketiga. Sistem bergulir ini diterapkan agar bantuan dana BSR yang dikeluarkan sekali dapat memberikan hasil berkali-kali. Dengan sistem ini diharapkan kelompok lainnya dapat mem peroleh manfaat serupa se hingga usaha budidaya sapi dapat berkembang pesat. “Bantuan budidaya sapi ini merupakan salah satu upaya BI Palembang untuk mendukung upaya pengendalian inflasi dari sisi pasokan sekaligus untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujar Pimpinan BI Palembang, Didy Laksmono R., saat pemberian bantuan BSR kepada Kelompok Mekar Tani di Desa Banyu Urip, 19 Januari 2011.