STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN DOMBA RAKYAT (Kasus Desa Cigudeg, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor)
SKRIPSI DIDIK KARYADI
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN DIDIK KARYADI. D34104032. 2008. Strategi Pengembangan Usaha Peternakan Domba Rakyat (Kasus Desa Cigudeg Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor). Skripsi. Progran Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Lucia Cyrilla ENSD., MSi. Pembimbing Anggota : Ir. Sri Rahayu, MSi. Sub-sektor peternakan merupakan salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi daerah bahkan nasional. Usaha peternakan domba merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan di masa yang akan datang. Beberapa manfaat beternak domba yaitu meningkatkan pendapatan masyarakat pedesaan, memperoleh hasil sampingan berupa kotoran domba yang berguna untuk pembuatan pupuk kandang, domba memiliki sifat lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan, lebih mudah memeliharanya, dan modal yang dibutuhkan relatif rendah. Daerah Cigudeg merupakan daerah di Kabupaten Bogor yang sangat cocok untuk pengembangan peternakan domba karena sumberdaya alam dan manusia di daerah ini sangat mendukung. Dalam mengelola usahaternak domba akan muncul berbagai permasalahan seperti kekurangan modal, manajemen budidaya yang masih bersifat tradisional, pemasaran yang terbatas, pemilikan domba yang relatif sedikit, penyakit – penyakit baru, investasi, pesaing usaha, ketersediaan pakan dan lain - lain. Disamping itu, Kekurangan informasi dan keterbatasan ilmu pengetahuan peternak menyebabkan banyak yang enggan untuk mengembangkan usaha ini. Untuk itu, mereka membutuhkan strategi pengembangan usahaternak domba yang tepat sehingga tujuan usahaternak tercapai. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cigudeg, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor. Lokasi dipilih secara purposive dengan alasan desa tersebut telah memiliki kelompok tani ternak dan telah menerima bantuan ternak dari Dinas Peternakan Kabupaten Bogor . Responden penelitian ini adalah seluruh peternak anggota dari dua kelompok peternak domba yang terpilih yaitu kelompok Sugih Mukti, Dusun Pasir Nangka dan kelompok Tani Rahayu, Dusun Palawijo. Sedangkan responden analisis I-E dan QSPM sebanyak 4 orang pakar ternak yang terdiri dari kepala UPTD Jasinga, Petugas Penyuluhan Lapangan wilayah Jasinga, peternak sukses dan dosen dari jurusan Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, Matriks IFE dan Matriks EFE kemudian dilanjutkan dengan Matrik I-E dan Matriks SWOT. Analisis Matriks QSP digunakan untuk memutuskan strategi utama. Tujuan penelitian ini adalah: 1) Mempelajari manajemen usahaternak domba rakyat di Desa Cigudeg, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, 2) Menganalisis faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) yang terdapat pada usahaternak domba di Desa Cigudeg, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, 3) Merumuskan alternatif pengembangan usaha yang cocok untuk Desa Cigudeg, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Oktober 2007 dan didesain sebagai studi kasus sehingga hasil penelitian hanya berlaku pada lokasi penelitian.
Manajemen usahaternak domba di Desa Cigudeg, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor masih sederhana dan bersifat traditional. Hal ini ditunjukkan pemasaran domba masih mengandalkan tengkulak, manajemen perkawinan belum terlaksana dengan baik, dan peternak belum sepenuhnya melakukan upaya penanganan dan pencegahan penyakit. Faktor Internal yang menjadi kekuatan utama yaitu pengalaman beternak yang lama. Sedangkan kelemahan utama yang dimiliki usahaternak adalah manajemen pemeliharaan ternak masih sederhana. Selanjutnya faktor eksternal yang menjadi peluang utama adalah pangsa pasar luas dan faktor yang menjadi ancaman utama adalah banyaknya pesaing usahaternak domba. Total skor matriks IFE sebesar 2,214 dan dan total skor matriks EFE 2,713 menempatkan usaha ini pada sel V (kelompok Hold and Maintain). Dan strategi yang paling cocok untuk diterapkan yaitu penetrasi pasar dan pengembangan produk. Dari analisis pada matriks I-E, dikembangkan lagi menggunakan analisis SWOT sehingga didapatkan enam alternatif strategi prioritas untuk pengembangan usahaternak. Berdasarkan perhitungan dengan matriks QSP, maka prioritas strategi pengembangan paling baik untuk usahaternak adalah perbaikan manajemen usaha untuk menghadapi pesaing. Kemudian memanfaatkan peluang pasar dan memperluas jaringan pemasaran dengan memanfaatkan kemajuan teknologi, usaha pembibitan melalui peningkatan peran kelompok ternak bahkan membentuk koperasi peternak domba, menambah modal usaha untuk meningkatkan skala usaha, menjaga loyalitas dengan konsumen, dan menerapkan strategi harga bersaing.
Kata - kata kunci : usahaternak domba, matriks I-E, SWOT, strategi pengembangan, dan QSPM.
ABSTRACT Small Sheep Farm Development Strategy (Case Study at Cigudeg Countryside, Cigudeg Subdistrict, Bogor Regency) Karyadi, D, L. Cyrilla, S. Rahayu The aims of this research were (1) to identify sheep farm management at Cigudeg village, (2) to analyze internal factors (Strenghts and Weaknesses) and external factors (Opportunities and Threats), (3) to identify suitable alternative of strategy for develop sheep farm at Cigudeg village. This reseach took place at Cigudeg village from September 2007 until Oktober 2007. The design of this research was case study. Data analyzed by descriptive analysis, IFE matrix, EFE matrix, I-E matrix, SWOT matrix and QSPM. This research has found that total IFE matrix score is 2,214 and total IFE matrix score is 2,713 put this sheep farm on sel V (hold and maintain group) at matrix I-E. Potential strategies are market penetration and product development. From the analisys at matrix I-E, further development can be done with matrix SWOT, where six alternative strategies which could be implemented in developing the sheep farm on Cigudeg village. Based on calculation of matrix QSP, strategies that can be implied are to improve sheepfarm management to face competitor, to use market opportunity and extend network of marketing using technological progress, to improve the breeding effort by increasing the role of farmer groups even forming the cooperation of sheep farmers, add more work capital to expand the business scale, preserve the loyality of consumers, and implementing competitive strategy. Key Word : Sheep Farm, I-E matrix, SWOT, QSPM and Development Strategy
STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN DOMBA RAKYAT (Kasus Desa Cigudeg Kecamatan Cigudeg, Bogor)
DIDIK KARYADI D34104032
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN DOMBA RAKYAT (Kasus Desa Cigudeg Kecamatan Cigudeg, Bogor)
Oleh : Didik Karyadi D34104032
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi ujian Lisan pada Tanggal 10 April 2008
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Ir. Lucia Cyrilla, ENSD, MSi NIP. 131 760 916
Ir. Sri Rahayu, MSi NIP. 131 667 775
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah MSc. Agr. NIP. 131 955 531
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 12 April 1986 di Desa Bendo, Kecamatan Sukodono, Kabupaten Sragen, Propinsi Jawa Tengah. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan bapak Samsu dan Ibu Katiyem. Penulis memulai pendidikan di SDN Bendo 1 (1992-1998), kemudian melanjutkan ke SLTPN 1 Tanon (1998-2001), setelah itu penulis melanjutkan ke SMAN 2 Sragen (2001-2004). Penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Sosial Ekonomi Industri Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2004. Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah mengikuti organisasi intra kampus di Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Industri Peternakan (HIMASEIP). Selain itu, penulis juga pernah terlibat dan aktif dalam kegiatan Himpunan Pelajar dan Mahasiswa Bogor (HPMB), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dan seminar – seminar yang diadakan oleh organisasi di IPB.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Strategi Pengembangan Usaha Peternakan Domba Rakyat ( Kasus Desa Cigudeg, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor) sebagai tugas akhir dalam memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Usaha peternakan domba merupakan salah satu usaha yang mempunyai prospek yang cerah di masa mendatang, namun dalam perkembanganya masih ditemukan hambatan – hambatan. Kekurangan modal, manajemen budidaya yang masih bersifat tradisional, pemasaran yang terbatas, pemilikan domba yang relatif sedikit, penyakit – penyakit baru, investasi, pesaing usaha, dan ketersediaan pakan merupakan masalah utama yang umum dihadapi peternak rakyat. Oleh karena itu, dibutuhkan strategi pengembangan usahaternak domba yang tepat sehingga tujuan usahaternak dapat tercapai. Strategi pengembangan usahaternak domba rakyat ini diharapkan menjadi pertimbangan bagi peternak dan pembuat kebijakan yang berhubungan dengan usaha ternak domba. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang berkepentingan.
Bogor, April 2008
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ..............................................................................................
i
ABSTRACT................................................................................................. iii RIWAYAT HIDUP...................................................................................... iv KATA PENGANTAR..................................................................................
v
DAFTAR ISI................................................................................................ vi DAFTAR TABEL ........................................................................................ viii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xi PENDAHULUAN........................................................................................
1
Latar Belakang .................................................................................... Perumusan Permasalahan..................................................................... Tujuan Penelitian................................................................................. Kegunaan Penelitian ............................................................................
1 2 3 3
KERANGKA PEMIKIRAN.........................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................
7
Usahaternak Domba.......................................................................... Pemasaran Hasil Produksi .................................................. Modal................................................................................. Tenaga Kerja ...................................................................... Budidaya Ternak Domba .................................................................. Potensi Usaha ................................................................................... Analisis Internal ................................................................. Analisis Eksternal............................................................... Matriks Internal dan Eksternal (IE matriks) ........................ Analisis SWOT .................................................................. Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) ................
7 7 8 9 9 13 13 14 16 16 17
METODE PENELITIAN ............................................................................. 19 Lokasi dan Waktu Penelitian............................................................. Desain Penelitian .............................................................................. Data dan Instrumentasi ..................................................................... Analisis Data .................................................................................... Analisis Deskriptif.............................................................. Identifikasi Internal - Eksternal .......................................... Analisis Strategi Pengembangan Usaha .............................. Matriks IFE dan Matriks EFE............................................. Matriks I-E......................................................................... Matriks SWOT .................................................................. QSPM ................................................................................
19 19 19 20 20 20 20 21 24 25 26
Batasan Istilah .................................................................... 27 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN.............................................. 29 Keadaan Umum Desa Cigudeg ......................................................... Kondisi Geografis .............................................................. Penduduk dan Mata Pencaharian ........................................ Usaha Peternakan di Desa Cigudeg ....................................
29 29 30 30
HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................... 32 Keadaan Umum Usaha Peternakan Domba di Desa Cigudeg............ Identifikasi Faktor – Faktor Internal.................................................. Karakteristik Peternak ........................................................ Pemasaran Hasil Produksi Usahaternak Domba.................. Modal................................................................................. Tenaga Kerja ...................................................................... Pemilikan Ternak Domba ................................................... Budidaya Ternak Domba .................................................................. Pemilihan Bibit .................................................................. Perkawinan......................................................................... Pemberian Pakan................................................................ Perkandangan ..................................................................... Pemeliharaan Ternak .......................................................... Kesehatan Ternak............................................................... Analisis Faktor – Faktor Lingkungan Internal ................................... Identifikasi Faktor – Faktor Eksternal ............................................... Kondisi Ekonomi................................................................ Sosial Budaya, Demografi dan Lingkungan ........................ Kebijakan Pemerintah Daerah ............................................ Teknologi ........................................................................... Pesaing Usaha .................................................................... Produk Substitusi Sumber Protein Hewani.......................... Ancaman Pesaing Baru....................................................... Analisis Faktor – Faktor Lingkungan Eksternal................................. Strategi Pengembangan Usahaternak Domba ................................... Matriks Internal Factor Evaluation .................................... Matriks Eksternal Faktor Evaluation.................................. Matriks Internal-Eksternal (I-E).......................................... Matriks SWOT ................................................................... Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) ................
32 33 33 35 37 38 38 39 39 40 41 42 43 44 45 49 49 50 51 51 52 53 53 54 58 58 59 61 62 67
KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................... 69 UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................ 71 DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 72 LAMPIRAN
.......................................................................................... 74
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Data Teknis Reproduksi Ternak Domba............................................ 11 2. Luas Kandang Minimum untuk Ternak Domba Jantan dan Betina .... 13 3. Penentuan Bobot Variabel Strategis Faktor Internal Usahaternak ...... 22 4. Penentuan Bobot Variabel Strategis Faktor Eksternal Usahaternak.... 22 5. Matriks Internal Faktor Evaluation (IFE) ......................................... 23 6. Matriks External Factor Evaluation (EFE) ...................................... 23 7. Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM)............................... 27 8. Data Penggunaan Lahan Desa Cigudeg ............................................. 29 9. Penduduk Desa Cigudeg Menurut Jenis Mata Pencaharian................ 30 10. Populasi Ternak di Desa Cigudeg Tahun 2007 .................................. 31 11. Karakteristik Peternak....................................................................... 32 12. Alasan Penjualan Ternak Domba ...................................................... 35 13. Rata – Rata Harga Jual Ternak Domba Tahun 2007 .......................... 36 14. Tabel 14. Rata-rata Kepemilikan Ternak Peternak ............................ 39 15. Data Reproduksi Domba ................................................................... 40 16. Data Teknis Kandang........................................................................ 42 17. Tingkat Inflasi di Indonesia Tahun 2004 – 2007................................ 48 18. Usaha Peternakan Domba di Wilayah Bogor..................................... 51 19. Nilai Nutrisi Daging Domba, Sapi, Kambing dan Ayam ................... 52 20. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) Usahaternak Domba ........ 58 21. Matriks External Factor Evaluation (EFE) Usahaternak Domba ...... 59 22. QSPM Usahaternak Domba .............................................................. 65
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Kerangka Pemikiran Penelitian .........................................................
6
2. Matriks Internal-Eksternal (I-E) ........................................................ 24 3. Matriks SWOT ................................................................................. 26 4. Matriks Internal-Eksternal (I-E) Usahaternak Domba........................ 61 5. Matriks SWOT Usahaternak Domba Desa Cigudeg .......................... 66
PENDAHULUAN Latar Belakang Selama ini sub-sektor peternakan masih dipandang sebelah mata oleh banyak pihak. Padahal kalau dikerjakan dengan serius, peternakan dapat menjadi salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi daerah bahkan nasional. Salah satu usaha peternakan yang mempunyai prospek yang menjanjikan adalah usaha peternakan domba. Beberapa manfaat beternak domba yaitu meningkatkan pendapatan masyarakat pedesaan, memperoleh hasil sampingan yaitu kotoran domba yang berguna untuk pembuatan pupuk kandang, domba memiliki sifat lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan, lebih mudah memeliharanya, dan
modal yang
dibutuhkan relatif rendah. Populasi domba di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Tahun 2004 mencapai 8.075.000 ekor, tahun 2005 meningkat menjadi 8.327.000 ekor dan pada tahun 2006 menjadi 8.543.000 ekor (Badan Pusat Statistik, 2006). Namun, jumlah ini tidak sebanding dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 220 juta jiwa. Sebagian besar populasi domba terdapat di Pulau Jawa terutama Jawa Barat. Populasi domba di wilayah Jawa Barat tahun 2006 yaitu 3.860.896 ekor (Badan Pusat Statistik, 2006). Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah di Jawa Barat yang populasi dombanya cukup banyak. Populasi ternak domba di Kabupaten Bogor pada tahun 2005 adalah 220.467 (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2005). Wilayah ini memiliki sumberdaya yang sangat potensial, baik dari sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia yang menunjang pelaksanaan pembangunan peternakan. Hal ini mengindikasikan bahwa wilayah ini cocok untuk pengembangan ternak domba. Salah satu wilayah yang mungkin dikembangkan adalah Desa Cigudeg, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor. Data monografi Desa Cigudeg (2007) menunjukkan populasi ternak domba di daerah ini sebesar 1715 ekor atau setara dengan 245 Satuan Ternak. Kondisi peternakan domba di Indonesia pada umumnya masih belum berkembang dengan baik. Peternakan domba yang diusahakan oleh peternak kecil masih bercorak subsisten atau tradisional. Domba yang diusahakan oleh peternak pada umumnya hanya 3 – 5 ekor per keluarga. Akibatnya, output daging domba yang
dihasilkan usahaternak domba tidak optimal, padahal permintaan daging domba dari tahun ke tahun terus meningkat. Permintaan daging domba meningkat sebesar 3,6 persen per tahun. Pertumbuhan permintaan berasal dari pertumbuhan penduduk sebesar 1,8 persen pertahun dan pertambahan konsumsi per kapita
sebesar 1,5
persen per tahun (Badan Penelitian dan Pengembangan pertanian, 2005). Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi daging domba melalui pengembangan usahaternak domba yang berskala kecil menjadi usahaternak yang berskala besar dan berorientasi pada laba sehingga pendapatan dan kesejahteraan peternak akan meningkat. Perkembangan zaman dan teknologi menyebabkan wilayah tempat mencari rumput semakin sempit, sulitnya akses untuk mendapatkan konsentrat yang sesuai kebutuhan, masih banyaknya penyakit yang menyerang ternak,
keterbatasan
informasi dan ilmu pengetahuan menyebabkan peternak kurang termotivasi untuk mengembangkan usahanya. Agar pengembangan usahaternak domba di di Desa Cigudeg, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor dapat berhasil dibutuhkan suatu strategi pengembangan usaha peternakan domba rakyat.
Perumusan Permasalahan Peternakan domba di Desa Cigudeg, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor umumnya masih berskala kecil dan sebagai usaha sampingan, sehingga kontribusi usahaternak domba terhadap pendapatan peternak masih kecil. Faktor majunya usaha peternakan sendiri tidak hanya dapat dilihat dari faktor lokasi namun masih banyak aspek yang mendorong majunya peternakan, diantaranya aspek teknis, aspek sosial, dan aspek finansial. Kenaikan harga bahan pakan konsentrat, banyaknya penyakit yang menyerang ternak, penggunaan pestisida berbahaya di areal tanaman, Keterbatasan informasi dan ilmu pengetahuan menyebabkan pihak peternak enggan untuk mengembangkan usahanya. Hal ini berdampak pada pengembangan peternakan di daerah tersebut sehingga dibutuhkan analisis strategi pengembangan usahaternak yang tepat untuk mencapai keberhasilan usaha. Strategi pengembangan yang
baik
adalah
mempertimbangkan
kondisi
internal
untuk
kemudian
memanfaatkan kekuatan yang dimilikinya dalam meraih peluang dan mengantisipasi ancaman – ancaman yang ada di sekitarnya.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan dihadapi oleh usahaternak domba dalam upaya pengembangan usahanya sebagai berikut : 1. Bagaimana manajemen usahaternak domba rakyat di
Desa Cigudeg,
Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor ? 2. Faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) apa saja yang terdapat pada usaha ternak domba di Desa Cigudeg, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor ? 3. Strategi pengembangan usaha apakah yang cocok untuk diterapkan setelah melihat kelemahan, kekuatan, peluang dan ancaman yang terjadi di Desa Cigudeg, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor ?
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini yaitu : 1. Mempelajari manajemen usahaternak domba rakyat di Desa Cigudeg, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor. 2. Menganalisis faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) yang terdapat pada usahaternak domba di
Desa
Cigudeg, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor. 3. Merumuskan alternatif strategi pengembangan usaha yang cocok untuk Desa Cigudeg, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor.
Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini yaitu : 1. Bagi peternak, penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi untuk mengembangkan usaha. 2. Bagi pemerintah daerah maupun pemerintah pusat dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan arah dan kebijakan peternakan. 3. Bagi peneliti selanjutnya dapat dijadikan rujukan bagi penelitiannya.
KERANGKA PEMIKIRAN Usaha peternakan domba merupakan salah satu sektor usaha yang memiliki potensi besar dalam pemenuhan kebutuhan daging dalam negeri. Pendirian usaha peternakan domba membutuhkan berbagai faktor untuk mendukung kelancaran usahanya. Faktor – faktor tersebut antara lain : letak wilayah dengan sumber input (pakan, bibit domba, air dan tenaga kerja), pemasaran output dan kelancaran transportasi, iklim yang meliputi suhu dan cuaca tahunan, modal sebagai komponen utama, dan lahan yang digunakan untuk tempat pendirian usaha. Daerah Cigudeg merupakan daerah di Kabupaten Bogor yang sangat cocok untuk pengembangan peternakan domba karena sumberdaya alam dan manusia di daerah ini sangat mendukung. Daerah ini memiliki keunggulan sebagai daerah peternakan yang ditinjau dari segi iklim dan geografis. Kondisi ini telah dimanfaatkan oleh peternak untuk membudidayakan domba sampai saat ini, namun masih banyak potensi sumberdaya yang belum digunakan secara optimal. Dalam mengelola usahaternak domba akan muncul berbagai permasalahan seperti kekurangan modal, manajemen budidaya yang masih bersifat tradisional, pemasaran yang terbatas, pemilikan domba yang relatif sedikit, penyakit – penyakit baru, investasi, pesaing usaha, ketersediaan pakan dan lain - lain. Disamping itu, Kekurangan informasi dan keterbatasan ilmu pengetahuan peternak menyebabkan banyak yang enggan untuk mengembangkan usaha ini. Untuk itu, mereka membutuhkan strategi pengembangan usahaternak domba yang tepat sehingga tujuan usahaternak tercapai. Strategi pengembangan usahaternak domba rakyat ini diharapkan menjadi pertimbangan bagi peternak dan pembuat kebijakan yang berhubungan dengan usaha ternak domba. Langkah pertama yang perlu dilakukan dalam merumuskan strategi adalah tahap pengumpulan data mengenai faktor – faktor yang mempengaruhi usahaternak domba. Dalam pengembangan usahaternak domba ada dua faktor yang yang mempengaruhi usahaternak domba yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi pemasaran hasil, modal, tenaga kerja, kepemilikan ternak domba, dan budidaya ternak domba. dan faktor eksternal meliputi aspek makro dan mikro. Aspek makro meliputi : kondisi ekonomi, sosial budaya, demografi dan
lingkungan, kebijakan pemerintah daerah, dan teknologi. Dan aspek mikro meliputi pesaing usaha, produk substitusi sumber protein hewani dan ancaman pesaing baru. Tahap berikutnya disusun beberapa alternatif strategi pengembangan usahaternak domba. Strategi disusun dengan menggunakan alat analisis matriks IFE dan EFE sebagai tahap input, matriks IE dan SWOT sebagai tahap pemaduan. Faktor–faktor yang terdapat dalam analisis SWOT antara lain kekuatan (Strenghts), kelemahan (Weaknesses), peluang (Opportunities)
dan ancaman (Threats). dan
selanjutnya matriks QSPM sebagai tahap pengambilan keputusan untuk menentukan strategi yang paling tepat.
Usahaternak Domba Rakyat Desa Cigudeg, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor
Faktor Internal
Faktor Eksternal Aspek Makro: 1. Kondisi ekonomi 2. Sosial budaya, demografi dan lingkungan 3. Kebijakan pemerintah daerah 4. Teknologi
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Karakteristik peternak Pemasaran hasil Modal Tenaga kerja Kepemilikan ternak domba Budidaya ternak domba
Aspek Mikro: 1. Pesaing usaha 2. Produk substitusi sumber protein hewani 3. Ancaman pesaing baru
Evaluasi Faktor Eksternal (EFE)
I-E
Evaluasi Faktor Internal (IFE)
SWOT
Perumusan Alternatife Strategi Pengembangan Usaha
Quantitative Strategic Planning (QSP)
Pengambilan Keputusan Strategi Pengembangan Usaha Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA Usahaternak Domba Peternakan merupakan salah satu subsektor pertanian. Pemeliharaan ternak dianggap sebagai bagian dari pekerjaan bertani. Kondisi ini tercermin dari intregrasi yang dilakukan oleh petani peternak dengan menggabungkan usaha pertanian dengan pemeliharaan ternak (Suharno dan Nazaruddin, 1994). Soekartawi et al. (1986) menjelaskan peternak kecil sebagai peternak yang memiliki pendapatan rendah, memiliki lahan sempit, kekurangan modal, dan memiliki pengetahuan terbatas dan kurang dinamis. Menurut Sugeng dan Sudarmono (2005), beternak domba merupakan salah satu usaha yang dapat diandalkan untuk meningkatkan kehidupan peternak karena keunggulannya. Ternak domba di Indonesia kebanyakan diusahakan oleh petani – petani ternak di daerah pedesaan. Domba yang diusahakan umumnya dalam jumlah kecil yaitu 3 – 5 ekor per keluarga, dipelihara secara tradisional dan merupakan bagian dari usahatani sehingga tingkat pendapatan yang diperoleh pun sangat kecil. Sugeng (2000), menyatakan bahwa domba merupakan salah satu jenis ternak potong kecil yang memberikan beberapa keuntungan, antara lain : a) mudah beradaptasi dengan lingkungan; b) domba memiliki sifat hidup berkelompok; c) cepat berkembang biak; d) modal kecil. Kusumaningrum (2004) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa bangsa domba yang dipelihara peternak biasanya adalah domba garut dan domba lokal. Domba tersebut dikelompokkan berdasarkan tujuan pemeliharaan, yaitu untuk pembibitan, pembesaran dan penggemukkan. Bobot domba bakalan berkisar 14 – 18 kg.
Pemasaran Hasil Produksi Menurut Rahardi (2003) bahwa pemasaran merupakan proses kegiatan atau aktivitas menyalurkan produk dari produsen ke konsumen. Peternak atau pengusaha yang telah menghasilkan produk peternakan menginginkan produknya diterima oleh konsumen. Namun, agar produk tersebut sampai dan diterima oleh konsumen, peternak harus melalui beberapa kegiatan pemasaran. Peternak atau pengusaha yang telah berproduksi, selanjutnya akan melakukan kegiatan pemasaran produk. Kegiatan
pemasaran peternakan terdiri dari pengumpulan informasi pasar, penyimpanan, pengangkutan dan penjualan. Dalam pemasaran ternak domba, Hadiningrum (2006) dalam penelitiannya menjelaskan pemasaran dilakukan saat domba telah mencapai bobot badan 20 sampai 30 kg. namun domba – domba untuk keperluan hari raya seperti hari raya Idul Adha dan Aqiqah akan dijual saat bobot badan mencapai 25 kg sampai 40 kg. Khusus untuk hari raya Idul Adha dan Aqiqah domba yang dijual adalah domba jantan. Modal Menurut Rahardi (2003) modal merupakan sejumlah barang, jasa dan uang yang dimiliki untuk mengawali sebuah langkah usaha di bidang peternakan. Modal memegang peranan penting dan merupakan tulang punggung usaha peternakan. Oleh karena itu, diperlukan manajemen permodalan yang bertujuan untuk mengelola modal agar pengalokasiannya tepat dan penggunaannya efisien. Beberapa hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan perencanaan modal dalam usaha peternakan adalah sebagai berikut : 1. Peternak atau pengusaha harus mengetahui seluk beluk usaha peternakan yang akan dijalankan baik secara teknis maupun manajemen (pengelolaan). Hal ini agar peternak mengetahui pengalokasian biaya yang akan digunakan. 2. Besarnya biaya yang akan digunakan tergantung skala usaha. Semakin besar skala usaha semakin besar pula modal dan biaya yang dibutuhkan. 3. Biaya yang terjadi dipengaruhi oleh jenis usaha. Biaya yang dikeluarkan pada usaha subsisten produksi (budidaya ternak) berbeda dengan biaya yang dikeluarkan pada usaha di subsistem pasca produksi. 4. Besarnya biaya atau modal tergantung lokasi usaha. Lokasi usaha di daerah sentra produksi ternak membutuhkan biaya yang relatif sedikit dibandingkan di daerah non sentra produksi ternak. 5. Perencanaan modal sangat erat kaitannya dengan sumber modal usaha. Dengan perencanaan, akan diketahui sumber modal yang dapat digunakan untuk mendukung kegiatan usaha peternakan.
Tenaga Kerja Menurut Soekartawi (1986) setiap usaha pertanian yang akan dilaksanakan pasti memerlukan tenaga kerja. Oleh karena itu dalam analisis ketenagakerjaan bidang pertanian, penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja yang dipakai adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Skala usaha akan mempengaruhi besar kecilnya jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Biasanya usaha pertanian skala kecil akan menggunakan tenaga kereja dalam keluarga dan tidak perlu tenbaga kerja ahli (skilled). Hasil penelitian Kosasih (2001) mengenai formulasi model pengembangan agribisnis pembibitan ternak domba di wilayah Kabupaten Sumedang menyatakan bahwa para peternak yang menjadi responden rata – rata mempunyai dua orang jumlah tenaga kerja yang dapat berperan dalam pemeliharaan ternak domba, yaitu terdiri dari suami dan dibantu oleh istri dengan rata – rata hari kerja per hari per peternak adalah selama 4 – 5 jam dimana waktu paling lama adalah mencari makan. Menurut
Rudiyanto
(1993)
dalam
penelitiannya
ditemukan
bahwa
usahaternak domba hanya menggunakan tenaga kerja keluarga. Curahan tenaga kerja keluarga produktif dari 30 peternak contoh adalah 2947, 38 HKP per tahun dengan rataan 98, 5 ± 53. 65 HKP atau sekitar 2 jam per hari.
Budidaya Ternak Domba Karakteristik dan Jenis Domba Blakely, J dan D. H. Bade (1998) mengemukakan klasifikasi bangsa domba yang paling umum adalah berdasar pada wool yang dihasilkan. Faktor – faktor lainnya seperti jenis daging, warna, ada tidaknya tanduk serta karakteristik kemampuan adaptasinya, diperhatikan pada tiap jenis; klasifikasi yang luas adalah wool halus, wool medium, wool panjang, wool persilangan, wool permadani dan fur. Sudarmono dan Sugeng (2005), menyatakan secara umum, ternak domba dikelompokkan menjadi domba tipe potong, wol dan dual purpose, yakni sebagai penghasil daging dan sekaligus penghasil wol.
Adapun penjelasannya sebagai berikut : 1. Domba tipe potong Kelompok domba tipe potong atau pedaging memiliki ciri – ciri sebagai berikut. a. Bentuk badan padat, dada lebar dan dalam, leher pendek, garis punggung dan pinggang lurus. b. Kaki pendek, seluruh tubuh berurat daging yang padat. Termasuk domba tipe pedaging antara lain southdown, hamshire, dan oxford. 2. Domba tipe wol Kelompok domba tipe wol memiliki ciri – ciri sebagai berikut : a. Bertubuh ringan, kaki halus dan ringan, berdaging tipis, serta berperilaku lincah dan aktif. b. Antara permukaan daging dan kulit agak longgar dan berlipat – lipat. Termasuk dalam tipe ini antara lain merino, rambouillet, dorset dan suffolk. Kusumaningrum (2004) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa bangsa domba yang dipelihara oleh peternak biasanya adalah domba garut dan domba lokal. Domba yang banyak terdapat di Indonesia antara lain adalah domba lokal, domba priangan (domba garut), domba ekor gemuk, texel, suffolk, dorset, dan merino (Suharno dan Nazaruddin, 1994).
Pemilihan Bibit Keberhasilan dalam usahaternak domba sangat ditentukan oleh bibit domba yang digunakan dalam usahaternak domba. Menurut Blakely, J dan D. H. Bade (1998) mengemukakan cara seleksi seekor domba bervariasi, tergantung pada tujuan pemanfaatan domba itu. Seleksi dilakukan dengan menggunakan berbagai teknik yang dapat dibagi menjadi seleksi berdasarkan penilaian (judging) individual, seleksi berdasarkan silsilah, seleksi berdasarkan penampilans atau performans, serta seleksi berdasarkan pengujian atau test produksi. Sudarmono dan Sugeng (2005), menyatakan pemilihan bibit sebagai calon induk dan pejantan dimaksudkan untuk memperoleh keturunan yang memiliki sifat – sifat yang baik, seperti kesuburan dan persentase kelahiran yang tinggi, kecepatan tumbuh yang baik, produksi susu yang cukup. Faktor – faktor yang diperhatikan dalam pemilihan bibit antara lain
kesehatan, ukuran tubuh besar, kemampuan menghasilkan susu, bobot lahir dan bobot sapih, kemampuan merumput, dan silsilah. Rudiyanto (1993) menyatakan dalam penelitiannya bahwa peternak membeli bibit domba untuk memulai usahanya maupun dalam meningkatkan pemilikan domba dari peternak lainnya atau di pasar ternak. Faktor – faktor yang diperhatikan peternak dalam pembelian bibit adalah sifat unggul tertentu seperti bobot badan, jumlah anak per kelahiran, dan daya tahan penyakit.
Perkawinan Williamson dan Payne (1993) menyatakan bahwa domba lokal di daerah tropik dapat kawin sepanjang tahun. Namun, hal ini memberikan dampak pada persentase beranak cenderung rendah. Dewasa kelamin yang dicapai domba di daerah tropik akan lebih lambat dibandingkan domba di daerah dingin. Data – data teknis mengenai reproduksi domba di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Williamson dan Payne (1993) menjelaskan lebih lanjut, perkawinan yang baik biasanya dilakukan setelah 12 – 34 jam mengalami birahi yang merupakan puncak birahi pada betina. Biasanya tingkat keberhasilannya 90% untuk menghasilkan betina bunting dengan lama bunting 5 bulan. Kambing jantan hanya diperkenankan melakukan perkawinan dua kali dalam seminggu untuk menjaga kesehatan dan stamina pejantan. Tabel 1. Data Teknis Reproduksi Ternak Domba Parameter Masak kelamin Kawin pertama Siklus birahi Lama birahi Lama bunting Afkir
Jantan 6 – 8 bulan > 12 bulan 6 – 8 tahun
Betina 6 -8 bulan 12 -15 bulan Setiap 17 hari sekali 30 - 40 jam 5 - 6 bulan (144 – 152 hari) 5 tahun
Sumber : Sudarmono dan Sugeng (2005)
Sudarmono dan Sugeng (2005) menyatakan bahwa usaha ternak domba akan memberikan keuntungan jika peternak mampu mengatur produktivitas induk – induk sehingga akan melahirkan anakan dengan umur sebaya yang siap dipasarkan. Hal ini dapat dilaksanakan oleh peternak dengan cara mengawinkan induk – induk secara
bersamaan sehingga induk – induk akan melahirkan dalam waktu bersamaan, yakni dalam minggu atau bulan yang sama. Untuk mencapai tujuan tersebut, peternak harus membuat induk – induk dapat birahi dengan serentak. Penyerentakan birahi semacam ini merupakan rekayasa reproduksi yang dapat diatur dengan : 1. Penggunaan hormon, 2. Perangsangan dengan pejantan 3. Penggunaan metode inseminasi buatan dan sinar laser.
Pemberian Pakan Suharno dan Nazaruddin (1994) manyatakan pakan merupakan faktor produksi yang memiliki biaya relatif besar dari total produksi. Komponen biaya pakan suatu peternakan dapat berkisar 60 – 70% dari komponen biaya produksi. Apabila terjadi kenaikan biaya pakan maka akan sangat berpengaruh terhadap pendapatan peternak sehingga efisiensi pakan merupakan hal yang penting untuk dilakukan.
Suharno
dan
Nazarudin
(1994)
menambahkan,
pakan
domba
dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu hijauan sebagai makanan utama dan konsentrat sebagai makanan tambahan. Hadiningrum (2006) dalam penelitiannya menyatakan faktor nutrisi menjadi sangat penting artinya dalam usaha menghasilkan daging yang berkualitas baik. Pakan yang bermutu tinggi, murah dan tersedia sepanjang tahun merupakan kriteria yang digunakan dalam pemilihan jenis pakan. Jenis pakan yang digunakan pada usaha domba Tawakkal adalah hijauan berupa rumput lapang dan ampas tahu. Pengadaan rumput lapang dilakukan setiap hari dengan jumlah konsumsi per ekor per hari sekitar 2,25 kg. Rumput lapang yang digunakan adalah rumput lapang yang tidak terlalu muda dan terlalu tua.
Perkandangan Hadiningrum (2006) dalam penelitiannya menjelaskan keberhasilan dalam pemeliharaan ternak sangat dipengaruhi oleh tersedianya bangunan kandang yang baik. Kandang yang baik akan berpengaruh terhadap peningkatan konversi pakan, laju pertumbuhan dan kesehatan. Kandang yang digunakan peternakan domba Tawakkal berbentuk panggung. Posisi kandang membentang dari Utara ke Selatan
dan dinding kandang menghadap Timur dan Barat sehingga sinar matahari pagi dapat masuk dalam kandang. Agar diperoleh suatu lokasi kandang yang sehat, higienis dan menjamin kenyamanan ternak, maka menurut Sugeng (2000) lokasi kandang harus dipilih yaitu tempat yang lebih tinggi diantara lingkungan sekitar, dan tanah yang sekiranya dapat meresap air hujan. Kedua, tempat yang mudah dibuat saluran air, hingga dimusim penghujan air mudah kering dan tidak menggenang di lingkungan perkandangan. Ketiga, tempat terbuka, tetapi bukan tempat yang dibawah pepohonan besar dan rindang. Keempat, bangunan kandang hendaknya dibangun dekat dengan peternak atau penjaga. Menurut Sudarmono dan Sugeng (2005), ukuran kandang disesuaikan dengan keadaan atau kebutuhan ternak. Ukuran kandang untuk ternak domba dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Luas Kandang Minimum untuk Ternak Domba Jantan dan Betina Umur > 12 bulan 7 – 12 bulan < 7bulan Induk menyusui dan anaknya
Ukuran kandang (M2) 1 - 1,5 0,75 0,5 1 + 0,5
Sumber : Sudarmono dan Sugeng, 2005
Pemeliharaan Ternak Sudarmono dan Sugeng (2005) menyatakan untuk mendapatkan hasil yang optimal dari usaha ternak domba maka campur tangan peternak sangat memegang peranan penting, yaitu dalam pemeliharaan dan perawatan. Perawatan meruapakan salah satu bagian dari pemeliharaan yang tidak dapat diabaikan. Beberapa upaya perawatan yang harus dilakukan secara rutin yaitu memandikan, mencukur bulu, dan memotong kuku. Pemeliharaan domba dilakukan pada seluruh fase hidup yakni sejak anak itu lahir sampai dengan dewasa.
Pemberantasan Penyakit Menurut Blakely, J dan D. H. Bade (2008), domba mempunyai kecenderungan untuk cepat menyerah terhadap tekanan yang dialaminya. Penyakit merupakan penyebab timbulnya stress dan pengobatannya bukanlah sekedar upaya penggunaan obat dengan cara-cara modern saja, tetapi juga cara – cara penanganan
domba secara halus dan sabar. Hasil penelitian Kamariah (2003), mengenai analisis usaha domba garut tipe tangkas dan tipe daging di Kabupaten Garut menyatakan bahwa jenis – jenis penyakit yang menyerang ternak domba di Desa Wanamekar diantaranya adalah : perut kembung, sakit mata, penurunan nafsu makan, batuk – batuk, cacingan, lemas atau loyo, dan infeksi pada kuku. Sebagian besar penyakit yang menyerang adalah perut kembung yang disebabkan oleh terlalu banyak mengkonsumsi daun singkong. Pengobatan yang dilakukan dengan menggunakan obat tradisional, obat farmasi, dibiarkan sembuh sendiri, dipotong dan dijual.
Potensi usaha Analisis Internal Menurut Umar (2002), secara garis besar analisis internal sering diarahkan pada pasar dan pemasaran, kondisi keuangan dan akunting, produksi, sumberdaya manusia, dan struktur organisasi dan manajemen. Hal – hal tersebut dijelaskan sebagai berikut : 1. Pasar dan pemasaran. Agar posisi produk di pasar sesuai dengan harapan, faktor – faktor yang perlu diperhatikan antara lain adalah : pangsa pasar, pelayanan purna jual, kepemilikan informasi tentang pasar, pengendalian distributor, kondisi satuan kerja pemasaran, kegiatan promosi, harga jual produk, komitmen manajemen puncak, loyalitas pelanggan dan kebijakan produk baru. David (2002) menyatakan pemasaran dapat digambarkan sebagai proses mendefinisikan, mengantisipasi, menciptakan, serta memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan atas barang dan jasa. 2. Keuangan dan akuntansi. Dana yang dibutuhkan dalam operasional perusahaan. David (2002) menyatakan menentukan kekuatan dan kelemahan keuangan
suatu
organisasi
merupakan
hal
yang
penting
guna
memformulasikan strategi secara aktif. 3. Kegiatan produksi-operasi. Kegiatan produksi-operasi perusahaan paling tidak dapat dilihat dari keteguhan dalam prinsip efisiensi, efektifitas, dan produktivitas. David (2002) menyatakan bahwa fungsi produksi atau operasi dari suatu usaha terdiri dari aktifitas yang mengubah masukan menjadi barang dan jasa.
4. Sumberdaya manusia. Manusia merupakan sumberdaya terpenting bagi perusahan. Oleh karena itu, manajer perlu berupaya agar terwujud perilaku positif di kalangan karyawan perusahan. 5. Sistem informasi manajemen. Peneliti strategi perlu menganalisis berbagai sistem informasi manajemen.
Analisis Eksternal Menurut David (2002) kekuatan eksternal dapat dibagi menjadi lima kategori besar yaitu 1) kekuatan ekonomi, 2) kekuatan sosial, budaya, demografi, dan lingkungan, 3) kekuatan politik, pemerintah dan hukum, 4) kekuatan teknologi, dan 5) kekuatan kompetitif. Menurut Umar (2002), lingkungan eksternal dibagi kedalam dua kategori, yaitu lingkungan jauh dan lingkungan industri. Lingkungan jauh perusahaan terdiri dari faktor – faktor yang pada dasarnya di luar dan terlepas dari perusahaan, yang terdiri dari : 1. Faktor politik. Arah, kebijakan, dan stabilitas politik pemerintah menjadi faktor penting bagi para pengusaha untuk berusaha. Situasi politik yang tidak kondusif akan berdampak negatif pada dunia usaha, begitu pula sebaliknya. 2. Faktor ekonomi. Kondisi ekonomi suatu daerah atau negara dapat mempengaruhi iklim berbisnis. Beberapa faktor kunci yang perlu diperhatikan dalam menganalisis ekonomi suatu daerah atau negara adalah : siklus bisnis, ketersediaan energi, suku bunga, investasi, harga – harga produk dan jasa, produktivitas, dan tenaga kerja. David (2002) menyatakan faktor ekonomi memiliki pengaruh langsung terhadap potensi menarik tidaknya berbagai strategi. 3. Faktor sosial. Kondisi sosial ini banyak aspeknya, antara lain sikap, gaya hidup, adat-istiadat, dan kebiasaan dari orang – orang di lingkungan eksternal perusahaan, sebagai yang dikembangkan misalnya dari kondisi kultural, ekologis, demografis, religius, pendidikan dan etnis. 4. Faktor teknologi. Teknologi tidak hanya mencakup penemuan- penemuan yang baru saja, tetapi juga meliputi cara – cara pelaksanaan atau metode – metode baru dalam mengerjakan suatu pekerjaan.
Aspek lingkungan industri akan lebih mengarah pada aspek persaingan dimana bisnis perusahaan berada. Secara lengkap keenam aspek atau variabel yang membentuk model untuk strategi bersaing adalah sebagai berikut : 1. Ancaman masuk pendatang baru. Masuknya perusahaan sebagai pendatang baru akan menimbulkan sejumlah implikasi bagi perusahaan yang sudah ada, misalnya kapasitas menjadi bertambah, terjadi perebutan pangsa pasar, serta perebutan produksi yang terbatas. 2. Persaingan sesama perusahaan dalam industri. Persaingan dalam industri akan mempengaruhi kebijakan dan kinerja perusahaan. 3. Ancaman produk pengganti. Perusahaan – perusahaan yang berada dalam suatu industri tertentu akan bersaing pula dengan produk pengganti. 4. Kekuatan tawar-menawar pembeli. Para pembeli, dengan kekuatan yang mereka miliki, mampu mempengaruhi perusahaan untuk menurunkan harga produk, meningkatkan mutu dan pelayanan. 5. Kekuatan
tawar-menawar
pemasok.
Pemasok
dapat
mempengaruhi
perusahaan untuk menurunkan harga produk, meningkatkan mutu dan pelayanan. 6. Pengaruh stakeholder lainnya. Stakeholder yang dimaksud antara lain adalah pemerintah, kreditor, asosiasi dagang dan kelompok yang mempunyai kepentingan lain. Matriks Internal dan Eksternal (IE Matrix) Menurut David (2002), matriks internal-eksternal memposisikan berbagai divisi organisasi dalam tampilan sembilan sel. Rangkuti (2001), matriks internaleksternal ini dikembangkan dari model General Electric (GE-Model). Tujuan penggunaan model ini adalah untuk memperoleh strategi bisnis. Berdasarkan hasil penelitian Hadiningrum (2006), menyatakan bahwa matriks IFE dan EFE menunjukkan total skor pembobotan masing – masing sebesar 2,760 dan 2,733. Nilai ini menempatkan usahaternak domba Tawakkal pada sel V. Posisi ini menggambarkan bahwa usahaternak berada dalam kondisi internal dan eksternal sedang, artinya kekuatan dan eksternal sedang, artinya kekuatan dan
kelemahan yang dihadapi usahaternak berada dalam kondisi rata-rata sesuai dengan peluang dan ancaman yang dihadapi usahaternak yang berada.
Analisis SWOT Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strtegi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strenghts) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknees) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan (strategic planner) harus menganalisis faktor – faktor strategis perusahaan ( kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut analisis situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah Analisis SWOT (Rangkuti, 2001). Rangkuti (2001) menyatakan bahwa analisis SWOT merupakan identifikasi yang bersifat sistematis dari faktor – faktor kekuatan dan kelemahan dalam perusahaan serta peluang dan ancaman lingkungan luar untuk menghasilkan empat jenis alternatif strategi yaitu : 1. Strategi S-O
: Strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang.
2. Strategi W-O
: Strategi yang meminimalkan kelemahan dan memanfaatkan peluang.
3. Strategi S-T
: Strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman.
4. Strategi W-T
: Strategi yang meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman.
Hadiningrum (2006) dalam penelitiannya menyatakan strategi yang dihasilkan berdasarkan matriks SWOT adalah 1) mempertahankan kualitas produk dan pelanggan yang ada dengan tata laksana manajemen produksi yang baik, 2) meningkatkan
kapasitas
produksi
untuk
memenuhi
kebutuhan
pasar,
3)
mempertahankan hubungan baik dengan masyarakat sekitar usahaternak, dan menciptakan suatu kerjasama dengan masyarakat sekitar usahaternak dalam hal pengadaan bahan baku.
Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) David (2001), menyatakan metode ini merupakan tahap akhir atau ketiga, yaitu decision stage (tahap keputusan) dari kerangka kerja analitis dalam merumuskan strategi. QSPM menunjukkan strategi alternatif mana yang terbaik, dari hasil analisis tahap satu (input stage) yang menggunakan matriks IFE dan EFE, dan hasil mencocokkan dari analisis tahap dua (matching stage) yang menggunakan matriks IE dan SWOT. QSPM adalah alat yang direkomendasikan bagi ahli strategi untuk melakukan evaluasi pilihan strategi alternatif secara objektif berdasarkan key success factors internal-eksternal yang telah diidentifikasikan sebelumnya. Tujuan QSPM adalah untuk menetapkan daya tarik relatif (relative attractiveness) dari strategi-strategi yang bervariasi yang telah dipilih, untuk menentukan strategi mana yang dianggap yang paling baik untuk diimplementasikan (Umar, 2002. Hadiningrum
(2006)
dalam
penelitiannya
menjelaskan
strategi
mempertahankan kualitas produk dan pelanggan yang ada dengan tata laksana manajemen produksi yang baik menempati prioritas pertama strategi pengembangan usahaternak dengan total nilai daya tarik (TAS) 6,232. Sedangkan alternatif strategi yang menjadi prioritas terakhir bagi usahaternak adalah menciptakan suatu bentuk kerjasama yang saling menguntungkan dengan masyarakat usahaternak dengan nilai daya tarik 6,112.
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cigudeg, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor dengan alasan desa tersebut telah memiliki kelompok tani ternak dan telah menerima bantuan ternak dari dinas peternakan Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Oktober 2007. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus yang bersifat deskriptif analitis. Sebagai unit kasus adalah Desa Cigudeg, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor. Studi kasus merupakan tipe pendekatan dalam penelitian yang penelaahanya kepada satu kasus yang dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail dan komprehensif. Dengan demikian hasil penelitian ini hanya berlaku pada kasus di tempat penelitian. Responden penelitian ini adalah seluruh peternak anggota dari dua kelompok peternak domba yang terpilih yaitu kelompok Sugih Mukti, Dusun Pasir Nangka dan kelompok Tani Rahayu, Dusun Palawijo. Sedangkan responden analisis I-E dan QSPM sebanyak 4 orang pakar ternak yang terdiri dari kepala UPTD Jasinga, Petugas Penyuluhan Lapangan wilayah Jasinga, peternak sukses dan dosen dari jurusan Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Data dan Instumentasi Data penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari sumber informasi atau responden dengan menggunakan kuisioner. Data sekunder merupakan data pelengkap yang diperoleh dari instansi – instansi yang berupa pelaporan, literatur – literatur. Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data primer adalah dengan pengamatan dan pencatatan langsung di lapangan dan wawancara langsung dengan peternak domba rakyat. Data primer yang dikumpulkan meliputi manajemen pemeliharaan yang diterapkan pada usaha peternakan domba rakyat. Data sekunder diperoleh dari literatur yang menunjang penulisan serta informasi dari instansi yang terkait.
Analisis Data a. Analisis Deskriptif Analisis ini digunakan untuk memberi gambaran mengenai perkembangan Desa Cigudeg, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, manajemen pemeliharaan, penggunaan tenaga kerja, pemberian pakan dan pencegahan penyakit. b. Identifikasi Faktor Internal – Eksternal Analisis faktor internal usahaternak digunakan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh usaha ternak bersangkutan. Aspek yang dianalisis meliputi : 1. Karakteristik Peternak 2. Pemasaran hasil 3. Modal 4. Tenaga kerja 5. Kepemilikan ternak domba 6. Budidaya ternak domba Analisis faktor eksternal usahaternak digunakan untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman yang dihadapi oleh usahaternak. Aspek yang dianalisis meliputi aspek makro dan aspek mikro. Aspek makro meliputi : 1. Kondisi ekonomi 2. Sosial Budaya, Demografi dan Lingkungan 3. Kebijakan pemerintah daerah 4. Teknologi Sedangkan aspek mikro yaitu 1. Pesaing usaha 2. Produksi substitusi sumber protein hewani 3. Ancaman pesaing baru c. Analisis Strategi Pengembangan Usaha Analisis ini terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap pemasukan data (The Input stage), tahap pemaduan data (The Matching Stage) dan tahap keputusan (The Decision Stage).
Tahap Pemasukan Data (The Input Stage) Tahap input terdiri dari Evaluasi Faktor Internal (IFE) dan Evaluasi Faktor eksternal (EFE). Hasil yang diperoleh dari dua matriks ini menjadi informasi input untuk matriks tahap pemaduan dan tahap keputusan selanjutnya. Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE) dan Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) Matriks IFE digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor internal usahaternak sedangkan matriks EFE digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor eksternal. Langkah-langkah yang dilakukan dalam membentuk matriks IFE dan EFE terdiri dari: 1. Faktor internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan (Tabel 3) serta faktor ekternal yang menjadi peluang dan ancaman (Tabel 4) ditempatkan pada kolom pertama; 2. Memberikan bobot terhadap faktor-faktor tersebut. Penentuan bobot dilakukan dengan cara mengajukan nilai bobot variabel strategis dari faktor eksternal dan internal tersebut kepada pihak usahaternak dengan metode Paired comparison (Kinnear dan Taylor,1991). Bentuk penilaian bobot dapat dilihat pada Tabel 3 untuk faktor internal dan Tabel 4 untuk faktor eksternal. Skala yang digunakan dalam pengisian kolom adalah: 1 = Jika variabel horizontal kurang penting dibandingkan variabel vertikal 2 = Jika variabel horizontal sama penting dibandingkan variabel vertikal 3 = Jika variabel horizontal lebih penting dibandingkan variabel vertikal Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus : Xi
Yi =
Keterangan:
n
Ye =
Xe n
∑ Xi
∑ Xe
i =1
e =1
Yi Ye Xi Xe i e n
= Bobot variabel internal ke-i = Bobot variabel eksternal ke-i = Nilai variabel internal ke-i = Nilai variabel eksternal ke-e = a, b, c,..., i = a, b, c,..., e = Jumlah variabel
Tabel 3. Penentuan Bobot Variabel Strategis Faktor Internal Usahaternak a
Variabel Strategis Faktor Internal a b ... I Nilai (X) Total
Xa
b
Xb
...
...
i
Xi
Nilai (X)
Bobot (Yi)
Xa Xb ... Xi ∑ Xi 1,00
Sumber: Kinnear dan Taylor, 1991
Tabel 4. Penentuan Bobot Variabel Strategis Faktor Eksternal Usahaternak a
Variabel Strategis Faktor Eksternal a b ... e Nilai (X) Total
Xa
b
Xb
...
...
e
Xe
Nilai (X)
Bobot (Yi)
Xa Xb ... Xe ∑ Xe 1,00
Sumber: Kinnear dan Taylor, 1991
Bobot yang diperoleh berada pada kisaran antara 0,0 (tidak penting), sampai 1,0 (terpenting) pada setiap variabel. Bobot yang diberikan pada setiap variabel menunjukkan kepentingan relatif dari variabel tersebut terhadap keberhasilan perkembangan usahaternak. Jumlah dari semua bobot harus sama dengan 1,0. Bobot tersebut diberikan berdasarkan keadaan usahaternak; 3. Memberikan rating 1 sampai 4 pada kolom ketiga pada Tabel 5 untuk faktor internal dan Tabel 6 untuk faktor eksternal. Pemberian rating ini digunakan untuk menunjukkan efektifitas usahaternak dalam merespons faktor-faktor tersebut. Pada matriks IFE untuk kekuatan yang bersifat positif menggunakan skala 1 = kekuatan kecil, 2 = kekuatan sedang, 3 = kekuatan besar, dan 4 = kekuatan sangat besar. Skala untuk kelemahan merupakan kebalikan dari skala kekuatan, yaitu 1 = kelemahan yang sangat berarti, 2 = kelemahan yang cukup berarti, 3 = kelemahan kurang berarti, 4 = kelemahan yang tidak berarti. Pada matriks EFE untuk peluang yang bersifat positif menggunakan skala 1 = peluang kecil, 2 = peluang sedang, 3 = peluang peluang tinggi, dan
4 = peluang sangat tinggi. Sedangkan ancaman yang bersifat negatif merupakan kebalikan dari skala peluang, yaitu: 1 = ancaman sangat besar, 2 = ancaman besar, 3 = ancaman sedang, 4 = ancaman kecil. 4. Mengalikan bobot dengan rating untuk mendapatkan skor; 5. Menjumlah skor pembobotan untuk memperoleh total skor pembobotan; Tabel 5. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) Faktor Strategis Internal Kekuatan Kelemahan Total Skor Pembobotan
Bobot (1)
Rating (2)
Skor Pembobotan (3) = (1) X (2)
Sumber : Rangkuti, 2001
Total skor pembobotan akan berada pada kisaran 1,0 (terendah) sampai 4,0 (tertinggi), dengan rata-rata 2,5. Total skor pembobotan yang jauh di bawah 2,5 merupakan ciri suatu usaha yang lemah secara internal, sedangkan jumlah jauh diatas 2,5 menunjukkan posisi internal yang kuat. Sedangkan untuk matriks EFE total skor pembobotan sebesar 1,0 menunjukkan bahwa usahaternak tidak memanfaatkan peluang yang ada atau tidak menghindari ancaman – ancaman eksternal. Total skor pembobotan sebesar 4,0 menunjukkan bahwa usahaternak dapat memanfaatkan peluang yang ada dan menghindari ancaman dari usahanya. Tabel 6. Matriks External Factor Evaluation (EFE) Faktor Strategis Eksternal Peluang Ancaman Total Skor Pembobotan Sumber : Rangkuti, 2001
Bobot (1)
Rating (2)
Skor Pembobotan (3) = (1) X (2)
Tahap Pemaduan (The Matching Stage) Tahap pemaduan terdiri dari matriks Internal-Eksternal (I-E) dan Matriks SWOT. Tujuan tahap ini adalah menghasilkan beberapa alternatif strategi yang layak dengan memadukan faktor internal-eksternal. a. Matriks Internal-Ekternal (I-E) Matriks I-E merupakan pemetaan skor total IFE dan EFE yang telah dihasilkan dalam tahap input (Gambar 2). Sumbu horisontal pada matriks I-E memperlihatkan total skor pembobotan IFE (Tabel 5), sedangkan sumbu vertikal menunjukkan total skor IFE (Tabel 6). Skors antara 1,00 sampai 1,99 pada sumbu horizontal menunjukkan posisi internal usahaternak yang lemah, posisi 2,00 sampai dengan 2,99 menunjukkan skors rata – rata dan skor 3,00 sampai dengan 4,00 menunjukkan kuatnya posisi internal usahaternak. Pada sumbu vertikal skor 1,00 sampai 1,99 menunjukkan respon usahaternak masih rendah terhadap peluang dan ancaman yang ada, posisi 2,00 sampai dengan 2,99 menunjukkan skors rata – rata dan skor 3,00 sampai dengan 4,00 menunjukkan respon yang tinggi terhadap terhadap lingkungan eksternalnya. Skor IFE Kuat 4,0
Rata-rata 3,0
Lemah 2,0
1,0
Tinggi I
II
III
IV
V
VI
VII
VII
IX
3,0 Sedang 2,0 Rendah 1,0
Sumber : Rangkuti, 2001
Gambar 2. Matriks Internal-Eksternal (IE) Gambar 2. Mengidentifikasikan sembilan sel strategi usahaternak, yang pada prinsipnya sembilan sel itu dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi utama :
1. Strategi intensif atau intregatif Strategi ini cocok untuk usahaternak yang berada dalam kelompok Grow and Build (Sel I, II, III).
2. Strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk. Strategi yang paling cocok untuk usahaternak yang berada dalam kelompok Hold and Maintain (Sel IV, V, VI)
3. Strategi Harvest and Divest. Usahaternak yang berada pada posisi ini harus memilih menutup atau menyelamatkan usahanya (Sel VI, VII, VIII)
b. Matriks SWOT Analisis SWOT disajikan dalam Matriks SWOT untuk menyusun strategi usahaternak domba rakyat dengan memadukan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang terdapat pada usahaternak domba. Penyusunan matriks SWOT dapat dilakukan melalui delapan tahapan, yaitu : 1. Menentukan faktor – faktor kekuatan internal yang dimiliki usaha yang dimasukkan ke dalam sel strenghts (s). Kekuatan ini meliputi kekuatan yang sudah ada maupun kekuatan yang akan datang. 2. Memasukkan faktor – faktor kelemahan yang dimiliki usaha pada sel weaknesses (w).
3. Memasukkan peluang yang ada ke dalam sel opportunities (o). 4. Memasukkan ancaman – ancaman eksternal yang dihadapi ke dalam sel threats (t).
5. Menyesuaikan kekuatan yang dimiliki dengan peluang usaha yang ada untuk mendapatkan strategi S-O. 6. Menghubungkan kelemahan yang terdapat pada usaha peternakan dengan peluang eksternal pada usaha peternakan dengan peluang eksternal untuk mendapatkan strategi W-O. 7. Menyesuaikan
kekuatan
internal
dengan
ancaman
eksternal
untuk
mendapatkan strategi S-T. 8. Menghubungkan kelemahan yang dimiliki dengan ancaman yang dapat mengganggu usaha untuk mendapatkan strategi S-T.
Internal
Strengths (S)
Weaknesses (W)
* Faktor
* Faktor
kekuatan Internal
kelemahan Internal
Opportunities (O)
Strategi S-O
* Faktor
Ciptakan strategi yang Ciptakan strategi yang
Peluang Eksternal
menggunakan untuk
Strategi W-O
kekuatan meminimalkan
memanfaatkan kelemahan
untuk
peluang
memanfaatkan peluang
Threats (T)
Strategi S-T
Strategi W-T
* Faktor
Ciptakan strategi yang Ciptakan strategi yang
Ancaman Ekternal
menggunakan
kekuatan meminmalkan kelemahan
untuk mengatasi ancaman dan menghindar ancaman Sumber : Rangkuti (2001)
Gambar 3. Matriks SWOT
Tahap Keputusan (The Decision Matching) Tahap keputuan menggunakan satu macam alat, yaitu Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Strategi yang dipilih adalah strategi yang paling cocok
untuk diterapkan dalam kondisi internal dan eksternal usahaternak yang bersangkutan. Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) 1. Membuat daftar kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman,. Input datanya diperoleh dari matriks IFE (Tabel 5) dan EFE (Tabel 6). 2. Memberikan bobot pada masing – masing kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dengan ketentuan bahwa bobot ini harus sama dengan bobot pada matriks EFE (Tabel 5) dan EFE (Tabel 6). 3. Mengidentifikasikan strategi alternatif yang diperoleh dari matriks IE dan Matriks SWOT yang layak untuk diimplementasikan. 4. Nilai daya tarik (Attractiveness Score = AS) untuk masing – masing strategi alternatif yang terpilih (nilai 1 = tidak dapat diterima, 2 = mungkin dapat diterima, 3 = kemungkinan besar diterima, 4 = dapat diterima).
5. Menghitung total daya tarik (Total Attractiveness Score = TAS) yang diperoleh dari perkalian bobot (Tabel 3 dan 4) dengan nilai daya tarik (AS) pada masing – masing baris. Total nilai daya tarik (TAS) menunjukkan daya tarik relatif dari setiap alternatif strategi; dan 6. Menjumlah total nilai daya tarik (TAS) pada setiap kolom QSPM. Alternatif strategi yang memiliki jumlah total nilai daya tarik terbesar merupakan strategi yang paling baik. Tabel 7. Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) Faktor Utama
Bobot
Strategi I AS
Strategi II TAS
AS
Strategi ke-n TAS
AS
TAS
Faktor Internal Faktor Eksternal Jumlah Total Nilai Daya Tarik Sumber : David, 2001
Keterangan:
AS : Nilai Daya Tarik TAS : Total Nilai Daya Tarik
Batasan Istilah 1. Usahaternak Domba Rakyat adalah usaha budidaya ternak domba tanpa badan usaha, yang umumnya dilakukan di daerah pedesaan dengan skala kecil. 2. Peternak Domba Penerima Paket Gaduhan adalah orang yang memiliki usahaternak domba rakyat yang menerima paket gaduhan dari pemerintah. 3. Pesaing adalah perusahaan atau individu yang menawarkan suatu produk yang sama dengan usaha ternak yang bersangkutan. 4. Strategi adalah sejumlah tindakan yang terintegrasi dan terorganisir yang diambil untuk mendayagunakan dan memperoleh keuntungan bersaing.
5. Kekuatan adalah kemampuan atau keunggulan yang dimiliki usahaternak yang dimiliki oleh perusahaan terhadap pesaingnya. 6. Kelemahan merupakan keterbatasan atau kekurangan usahaternak yang dimiliki usahaternak. 7. Peluang adalah kesempatan yang terbuka bagi usahaternak domba agar dapat dimanfaatkan. 8. Ancaman adalah hambatan yang terdapat di luar usahaternak domba. 9. Bobot adalah derajat kemenarikan masing – masing faktor internal dan eksternal usahaternak. 10. Rating adalah peringkat masing – masing faktor internal dan eksternal yang didasarkan pada kondisi usahaternak. 11. Attractiveness Score (AS) adalah nilai numerik yang menunjukkan daya tarik relatif dari setiap strategi alternatif. 12. Total Attractiveness Score (AS) adalah total nilai daya tarik hasil perkalian bobot dengan AS. 13. Analisis SWOT adalah alat penyesuaian atas dasar logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang, namun secara bersamaan juga dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman dengan tujuan untuk merumuskan beberapa alternatif strategi usahaternak. 14. Hari Kerja Pria (HKP) adalah satuan yang mengukur alokasi waktu kerja, yaitu 8 jam kerja tenaga kerja pria dewasa setara dengan 1 HKP, untuk tenaga kerja wanita setara dengan 0,8 HKP dan untuk anak-anak setara dengan 0,5 HKP 15. Satuan Ternak (ST) adalah perkalian antara jumlah rataan ternak yang dipelihara dengan faktor konversi 0,14 untuk ternak domba dewasa 0,07 untuk ternak domba muda dan 0,035 untuk ternak domba anak. 16. Setara Domba Dewasa adalah perkalian antara jumlah rataan ternak yang dipelihara dengan faktor konversi 1,00 untuk ternak dewasa 0,50 untuk ternak domba muda dan 0,25 untuk ternak domba anak.
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Umum Desa Cigudeg Kondisi Geografis Desa Cigudeg secara geografis terletak membujur di sebelah utara dan selatan jalan raya Bogor – Jasinga. Batas – batas desa ini antara lain di sebelah barat berbatasan dengan Desa Bunar, sebelah Timur dengan Desa Kalong, sebelah utara dengan Desa Warga Jaya, dan sebelah selatan dengan Desa Sukaraksa. Desa ini berada pada ketinggian sekitar 400 m dpl, curah hujan rata – rata 3740 mm/tahun dan suhu rata – rata 300C. Jarak Desa Cigudeg dengan Ibu Kota Kecamatan 600 m, Ibu Kota Kabupaten sekitar 56 km, dan Ibu Kota Propinsi 156 km, dan 96 Km dari Ibu Kota Negara Republik Indonesia. Kondisi jalan wilayah ini cukup baik, karena merupakan jalan utama yang menghubungkan Propinsi Jawa Barat (Bogor) dengan Propinsi Banten (Rangkas Bitung) sehingga sangat mudah dijangkau oleh berbagai macam alat transportasi seperti sepeda motor, angkutan kota (mini bus) dan bus. Luas total wilayah Desa Cigudeg yaitu 930 ha dan wilayah ini terbagi dalam sembilan kelompok berdasarkan status pemanfaatan dan penggunaan lahan yaitu penggunaan
lahan
untuk
perumahan/pemukiman
dan
pekarangan,
sawah,
ladang/tanah huma, jalan, pemakaman/kuburan, perkantoran, lapangan olahraga, tanah/bangunan pendidikan, dan tanah/bangunan peribadatan. Data penggunaan lahan di wilayah desa Cibunian disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Data Penggunaan Lahan Desa Cigudeg Keterangan Perumahan/ pemukiman Ladang/ Tanah Huma Sawah Jalan Pemakaman Perkantoran Lapangan Olah Raga Tanah/ Bangunan Pendidikan Bangunan Peribadatan Jumlah Sumber: Monografi Desa Cigudeg (2007)
Luas (Ha) 185,00 614,00 105,00 12,00 3,00 5,20 2,00 1,30 2,50 930,00
Persentase 19,89 66,20 11,29 1,29 0,32 0,56 0,21 0,14 0,27 100,00
Berdasarkan Tabel 8, sebagian besar lahan di Desa Cigudeg digunakan untuk ladang/tanah huma dan perumahan penduduk setempat yaitu 66,20 persen dan 19,89 persen dari total jumlah luas desa. Adapun penggunaan lahan paling sedikit untuk tanah/pembangunan pendidikan yaitu 0,14 persen. Secara administratif wilayah pemukiman penduduk terbagi dalam 9 dusun, 21 Rukun Warga (RW) dan 63 Rukun Tetangga (RT). Penduduk dan Mata Pencaharian Jumlah penduduk Desa Cigudeg tahun 2007 adalah 13.175 jiwa yang terdiri dari 6.802 orang laki-laki dan 6373 orang perempuan dengan jumlah kepala keluarga (KK) adalah 3.040 KK. Penyebaran penduduk menurut jenis mata pencaharian ditampilkan pada Tabel 9. Tabel 9. Penduduk Desa Cigudeg Menurut Jenis Mata Pencaharian Mata Pencaharian Petani Pedagang Pegawai Negeri TNI/Polri Swasta Buruh Pabrik Pengrajin Pertukangan Pengemudi/Jasa Jumlah
Jumlah Penduduk 1.406 2.479 105 165 75 115 37 168 335 4.885
Persentase 28,78 50,75 2,15 3,38 1,53 2,35 0,76 3,44 6,86 100,00
Sumber: Monografi Desa Cigudeg (2007)
Tabel 9 menunjukkan bahwa mata pencaharian penduduk di daerah Cigudeg didominasi oleh para pedagang yaitu 50,75 persen, setelah itu petani (28,78 persen). Sedangkan mata pencaharian yang paling sedikit adalah pengrajin sebesar 0,76 persen saja. Usaha Peternakan di Desa Cigudeg Usaha peternakan telah lama diusahakan oleh masyarakat di Desa Cigudeg. Jenis ternak yang terdapat di Desa Cigudeg antara lain ayam kampung, domba, kambing, kerbau dan sapi potong. Populasi ternak di Desa Cigudeg disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Populasi Ternak di Desa Cigudeg Tahun 2007 Jenis Ternak Ayam Kampung Domba Kambing Kerbau Sapi Potong Jumlah
Jumlah (ST) 50 245 7 25 5 332
Persentase 15,06 73,79 2,11 7,53 1,51 100,00
Sumber : Monografi Desa Cigudeg (2007)
Populasi ternak tertinggi di desa Cigudeg adalah ternak domba (245 Satuan Ternak). Menurut peternak, ternak domba disamping untuk pemeliharaanya cukup mudah juga digunakan sebagai tabungan yang dapat dijual apabila sewaktu – waktu dibutuhkan. Ternak sapi memiliki populasi terendah yaitu hanya 5 ST. Hal ini dikarenakan usahaternak sapi membutuhkan biaya yang cukup mahal dan daerah tersebut tidak diprioritaskan untuk usaha pengembangan ternak sapi oleh Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor.
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Usaha Peternakan Domba di Desa Cigudeg Usaha peternakan domba di Desa Cigudeg sudah lama diusahakan oleh penduduk. Wilayah ini juga memiliki potensi untuk pengembangan usaha peternakan domba di wilayah Bogor bagian barat. Sistem pemeliharaan yang umumnya dianut oleh peternak adalah domba dikandangkan terus-menerus sepanjang hari. Pengembangan ternak domba dimulai pada tahun 1992 yaitu melalui
Proyek
Banpres dan Inpres. Peternak membentuk kelompok ternak masing-masing terdiri dari 30 orang peternak. Sejak saat itu peternakan domba Desa Cigudeg berkembang pesat bahkan pernah mengikuti kejuaraan/kontes ternak se-Jawa Barat. Selanjutnya melihat perkembangan usaha peternakan domba yang cukup berkembang pada tahun 2000
salah
satu
kelompok
ternak
memperoleh
kembali bantuan
domba
Banpres/Inpres dan pada tahun 2001 salah satu kelompok lain juga menerima bantuan program Guliran Ternak Domba (PGTD). Secara teknis peternak sebenarnya sudah mengenal dan mengetahui unsurunsur pokok teknologi budidaya ternak domba, namun penerapannya masih pada tingkat sederhana dan bersifat tradisional. Berdasarkan hasil wawancara, menurut peternak agar pengembangan usaha ternak dapat berkembang dan berhasil tidak cukup hanya dibekali dengan pengertahuan teknis, tetapi peternak tersebut harus benar-benar memiliki bakat sebagai peternak. Hal ini penting karena dalam mengelola usahaternak apa pun peternak harus sabar, tekun dan sangat mencintai ternaknya. Secara ekologis daya dukung wilayah juga sangat potensial untuk terus mengembangkan ternak domba.. Secara ekonomis peternak merasa diuntungkan dengan usaha peternakan domba karena selain dapat memenuhi kebutuhan juga sebagai tabungan keluarga jika suatu saat ada keperluan mendesak. Secara kelembagaan, kelompok ternak di Desa Cigudeg masih ada namun pertemuan anggota kelompok sangat jarang dilakukan. Pertemuan dilakukan jika ada permintaan dari aparat atau Dinas Peternakan setempat. Sementara untuk bertukar informasi sesama anggota menurut peternak cukup dilakukan secara informal. Saat
ini kelompok ternak yang masih aktif adalah kelompok Sugih Mukti dan Tani Rahayu. Identifikasi Faktor – Faktor Internal Karakteristik Peternak Responden dalam penelitian ini adalah semua peternak domba yang masih menjalankan usahaternaknya dan tercatat dalam keanggotaan kelompok peternak Sugih Mukti, Dusun Pasir Nangka dan Tani Rahayu, Dusun Palawijo. Jumlah responden seluruhnya yaitu 22 orang. Tabel 11. Karakteristik Peternak Karakteristik Responden Umur peternak 18 – 55 56 – 80
Jumlah Responden
Persentase
16 6
71,7 27,3
Pendidikan Formal Tidak Sekolah SD/SR/MI atau Sederajat SMP/MTS atau Sederajat SMA/MA atau Sederajat
1 18 2 1
4,5 81,9 9,1 4,5
Pendidikan Non-Formal (Kursus) Tidak Mengikuti Kursus Pelatihan Beternak Domba Kursus Ikan Pelatihan Pertanian
18 2 1 1
81,9 9,1 4,5 4,5
Mata pencaharian Utama Petani Buruh Tani Buruh Bangunan Karyawan Swasta Ojek
7 11 1 2 1
31,9 50,0 4,5 9,1 4,5
Lama Beternak 2 – 19 tahun 20 – 37 tahun 38 – 58 tahun
11 5 6
50,0 22,7 27,3
Jumlah Tanggungan Keluarga 1 – 3 orang 4 – 6 orang 7 – 9 orang
3 13 6
13,6 59,1 27,3
Tabel 11 menyajikan karakteristik peternak di daerah penelitian. Karakteristik tersebut antara lain umur, pendidikan formal dan non-formal, mata pencaharian utama, lama beternak, dan jumlah tanggungan keluarga. Berdasarkan wawancara di lokasi penelitian, peternak yang berumur 18 – 55 tahun sebanyak 71,7 persen dan yang berumur 56 – 80 tahun berjumlah sebanyak 27,3 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar peternak tergolong dalam usia yang produktif sehingga peternak tersebut cukup potensial untuk menjalankan usaha ternak dombanya. Pendidikan mempunyai arti yang sangat penting bagi dunia peternakan. Tanpa pendidikan yang memadai berbagai informasi, teknologi dan inovasi terbaru dalam sektor peternakan kurang terserap. Pendidikan ini juga mempengaruhi kompetensi seseorang dalam dunia kerja. Tingkat pendidikan peternak diukur berdasarkan tingkat pendidikan formal tertinggi yang dicapai oleh peternak sampai pada saat penelitian dilakukan. Jika dilihat dari tingkat pendidikan formal, umumnya peternak di daerah penelitian memiliki pendidikan yang masih rendah. Hal ini dikarenakan keterbatasan biaya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dan kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan. Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar pendidikan peternak sampai tingkat SD/SR/MI atau sederajat yaitu 81,9 persen, dan ada peternak yang tidak bersekolah sebesar 4,5 persen. Peternak tidak hanya mengikuti pendidikan formal saja tapi mereka juga mengikuti pendidikan non-formal. Pendidikan non-formal yang pernah peternak ikuti yaitu kursus beternak domba (9,1%), kursus budidaya ikan (4,5%), dan pelatihan pertanian (4,5%). Kursus dan pelatihan yang pernah diikuti peternak umumnya diselenggarakan oleh pemerintah daerah dan UPTD setempat. Hal ini dilakukan untuk menambah pengetahuan peternak terutama sektor peternakan. Mata pencaharian utama peternak bervariasi. Sebagian besar peternak berprofesi sebagai buruh tani sebesar 50,0 persen. Buruh tani adalah petani yang tidak mempunyai lahan sendiri dan bekerja menggarap lahan orang lain. Peternak di daerah ini tidak mempunyai modal yang cukup dan lahan yang dimiliki terbatas. Padahal pekerjaan ini tidak sepenuhnya menguntungkan, apabila pemilik lahan akan menggunakan lahan ini untuk digunakan untuk kepentingan yang lain dan tidak
memerlukan tenaga kerja maka mereka akan kehilangan pekerjaan. Lahan yang digarap oleh peternak yaitu lahan milik PTPN VIII yang ditanami pohon kelapa sawit. Peternak yang berprofesi sebagai karyawan hanya sedikit yaitu 9,1 persen. Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan yang dimiliki peternak masih rendah. perusahaan pada umumnya mempunyai kriteria tertentu dalam penerimaan karyawan, salah satunya pendidikan minimal SMA atau sederajat sehingga peternak tidak bisa berkompetensi dalam dunia kerja. Pengalaman beternak adalah lamanya peternak telah mengelola usahaternak domba. Tingkat pengalaman beternak domba dapat dijadikan indikator untuk melihat berapa besar kemampuan dan peluang keberhasilan peternak dalam mengelola usahaternak domba. Pengalaman beternak peternak sudah cukup lama. Peternak di daerah penelitian memperoleh pengalaman beternak domba dari orang tua. Kebiasaan orang tua secara turun temurun melibatkan anak – anaknya dalam usahaternak domba menjadikan sebagian besar peternak mempunyai kemampuan dalam mengidentifikasi kualitas ternak melalui penampilan luarnya (bentuk luar tubuh) sehingga mereka dapat memastikan domba yang akan diternakkan itu bagus atau tidak. Tabel 6 menunjukkan bahwa sebanyak 50,0 persen peternak telah mengelola usahaternak domba selama 2 – 19 tahun. Jumlah tanggungan keluarga merupakan indikator untuk melihat seberapa banyak jumlah anggota keluarga yang masih menjadi tanggungan peternak Jika dilihat dari jumlah tanggungan keluarga, umumnya peternak memiliki tanggungan lebih cukup banyak. Tabel 5 menampilkan jumlah tanggungan keluarga peternak di Desa Cigudeg yang berjumlah 4 – 7 orang sebesar 59,1 persen. Hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran masyarakat peternak dan kurangnya sosialisasi pemerintah daerah setempat dalam masalah Keluarga Berencana. Sebagian besar peternak masih beranggapan “semakin banyak anak, semakin banyak rizki”.
Pemasaran Hasil Produksi Usahaternak Domba Pemasaran hasil produksi merupakan salah satu hal yang penting dalam usahaternak domba. Tujuan utama dari beternak domba adalah meningkatkan pendapatan peternak sehingga kesejahteraan peternak dapat tercapai. Pemasaran
yang baik dan lancar akan mempermudah penjualan ternak domba. Berdasarkan hasil wawancara di daerah penelitian, peternak biasanya menjual ternak dombanya kepada tengkulak atau pedagang pengumpul. Penjualan dilakukan di kandang peternak. Ternak domba akan dibawa oleh tengkulak apabila dari kedua belah pihak telah terjadi kesepakatan harga dan sistem pembayarannya tunai
Menurut peternak,
penjualan ternak kepada tengkulak lebih menguntungkan dibandingkan menjual langsung ke pasar. Peternak beranggapan perbedaan harga antara menjual kepada tengkulak dan harga pasar itu wajar – wajar saja dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan jika harus menjual ke pasar. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan peternak terhadap manajemen pemasaran dan kepemilikan ternak masih sedikit sehingga pemasaran hasil produksinya pun sedikit. Disamping menjual ternak kepada tengkulak, peternak juga menjual langsung kepada konsumen. Penjualan kepada konsumen dirasakan peternak lebih menguntungkan dibandingkan menjual kepada tengkulak karena konsumen langsung datang ke kandang dan harga kesepakatannya lebih tinggi. Namun penjualan kepada konsumen tidak menentu, hanya pada saat – saat tertentu seperti Hari Raya Idul Adha, khitanan, selamatan, acara – acara perkawinan dan lain – lain. Sebagian
besar
(66,67%)
peternak
melakukan
aktivitas
penjualan
dikarenakan kebutuhan yang mendadak. Menurut peternak memelihara domba disamping menambah pendapatan juga sebagai tabungan yang dapat dijual dengan mudah apabila sewaktu – waktu dibutuhkan. Adapun alasan penjualan domba yang dikemukakan oleh peternak disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Alasan Penjualan Ternak Domba Alasan Biaya berobat Biaya hidup Biaya sekolah Kebutuhan mendadak Keperluan kurban Jumlah
Jumlah Responden 1 1 2 10 1 15
Persentase 6,7 6,7 13,3 66,6 6,7 100,0
Menurut hasil wawancara, terdapat tujuh peternak yang belum pernah menjual domba. Hal ini dikarenakan peternak tersebut baru memulai usahaternak domba. Harga jual ternak domba di Desa Cigudeg pada umumnya stabil. Bahkan
pada hari – hari tertentu, harga jual domba mengalami peningkatan seperti hari raya suatu agama, acara selamatan dan lain – lain. Data rata - rata harga jual ternak domba di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Rata – Rata Harga Jual Ternak Domba Tahun 2007 Kategori Domba Domba Jantan Anak Domba Betina Anak Domba Jantan Muda Domba Betina Muda Domba Jantan Dewasa Domba Betina Dewasa
Harga (Rp/ekor) 150.000,00 100.000,00 200.000,00 200.000,00 457.142,00 300.000,00
Berdasarkan Tabel 13 terlihat rata - rata harga penjualan ternak domba mulai dari harga Rp 100.000,00 - Rp 457.142,00. Harga jual ternak domba terendah yaitu domba betina anak sedangkan ternak domba tertinggi yaitu domba jantan dewasa. Harga jual ternak ditentukan dari penampilan luar domba itu sendiri. Domba yang sehat, bersih akan lebih tinggi harga jualnya dibandingkan domba yang kurus dan sakit. Peternak umumnya menjual ternak apabila ternaknya sudah dewasa karena lebih menguntungkan dibandingkan menjual domba anak atau domba dara. Domba anak dan dara digunakan oleh peternak untuk mengganti domba yang memasuki masa afkir dan bibit yang baru apabila domba dewasa dijual. Modal Modal merupakan faktor yang penting dalam usahaternak domba. Berdasarkan hasil wawancara di daerah penelitian, modal yang digunakan untuk usahaternak adalah modal sendiri. Menurut peternak, dengan modal sendiri akan lebih aman dibandingkan modal pinjaman apalagi modal pinjaman dari bank. Modal yang digunakan peternak untuk memulai usaha ini relatif sedikit. Modal yang digunakan oleh peternak bervariasi antara Rp 150.000,00 – Rp 750.000,00. Rata – rata modal yang digunakan peternak yaitu Rp 340.000,00. Modal tersebut digunakan peternak untuk membuat kandang dan membeli domba bibit baru. Ternak domba bibit juga didapatkan dari program perguliran domba yang dilakukan oleh dinas peternakan setempat. Setiap peternak menerima domba perguliran 4 ekor domba dara dan 1 ekor pejantan dari dinas peternakan tapi tidak
semua rumah tangga peternak mengambil 5 ekor karena mereka khawatir tidak dapat mengembalikannya. Teknis pengembaliannya yaitu setiap satu ekor domba jantan yang diterima maka harus mengembalikan satu ekor domba jantan juga, dan untuk satu ekor domba betina yang diterima maka harus mengembalikan dua ekor domba dara. Sedangkan bahan – bahan yang digunakan untuk membuat kandang diperoleh dari lahan sendiri.
Tenaga kerja Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, tenaga kerja yang digunakan meliputi tenaga dalam keluarga dan luar keluarga. Tenaga kerja dalam keluarga terdiri dari suami sekaligus peternak, dibantu oleh istri dan anak. Sebagian besar peternak menggunakan tenaga dalam keluarga untuk menjalankan usahaternaknya. Hal ini dilakukan untuk efisiensi tenaga kerja. Menurut peternak, apabila mereka menggunakan tenaga kerja luar keluarga, mereka harus mengeluarkan biaya untuk memberi upah. Upah tenaga kerja di tempat penelitian sebesar Rp15.000/hari. Disamping itu, kepemilikan ternak domba masing – masing responden masih sedikit maka penggunaan tenaga dalam keluarga sudah mencukupi. Rata-rata curahan tenaga kerja keluarga di desa Cigudeg sebesar 186,12 HKP/tahun atau 37,9 HKP/tahun/SDD. Aktifitas beternak biasanya dimulai dari pagi sekitar jam 07.00. Aktifitas beternak yang rutin dilakukan oleh responden antara lain mencari pakan, memberi hijauan, memberi konsentrat, memberi air minum, membersihkan kandang, memandikan domba, dan membersihkan kotoran domba.
Pemilikan Ternak Domba Kepemilikan ternak merupakan indikator untuk melihat banyaknya ternak domba yang diusahakan oleh peternak sehingga dapat menentukan skala usaha yang mereka lakukan Peternak di daerah penelitian pada umumnya memiliki jumlah ternak yang sedikit. Hal ini dikarenakan usaha yang dijalankan peternak masih dalam skala kecil dan hanya bersifat sampingan. Disamping itu, terbatasnya dana dan keterbatasan tenaga kerja juga menjadi kendala bagi peternak. Menurut peternak mereka mampu memelihara 1 – 15 ekor, jika melebihi jumlah tersebut mereka merasa tidak mampu untuk meyediakan pakan hijauan bagi ternak, disamping tenaga
kerja dalam keluarga tidak mencukupi. Mereka tidak mampu menyewa tenaga kerja luar keluarga karena harus mengeluarkan biaya untuk membayar tenaga kerja tersebut.. Ternak domba yang dimiliki oleh peternak responden terdiri dari enam kategori yaitu domba jantan dewasa (JD), domba betina dewasa (BD), domba jantan muda (JM), domba betina muda (BM), domba jantan anak (JA), dan domba betina anak (BA). Rata – rata tiap peternak memiliki delapan ekor domba atau 5,5 SDD Rata-rata kepemilikan ternak setiap responden dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Rata-rata Kepemilikan Ternak Domba Kategori Jantan Betina
Anak Ekor SDD 1 0,25 1 0,25
Muda Ekor SDD 1 0,5 1 0,5
Dewasa Ekor SDD 1 1 3 3
Jumlah Ekor SDD 3 1,75 5 3,75
Budidaya Ternak Domba Pemilihan Bibit Pemilihan bibit diperlukan untuk mendapatkan bibit dengan kualitas dan penampilan yang bagus. Hal ini bertujuan untuk menggantikan ternaknya yang sudah tidak produktif lagi atau sudah menginjak masa afkir. Domba yang bagus diharapkan pertumbuhannya lebih cepat dan dapat memberikan anakan yang bagus pula. Berdasarkan hasil wawancara, ada dua jenis domba yang digunakan untuk usahaternak di desa ini yaitu Domba Lokal dan Domba Garut. Menurut Sudarmono dan Sugeng (2005), ciri – ciri domba lokal berbadan kecil, lambat dewasa, warna bulu dan tanda – tanda lain tidak seragam, dan hasil karkas rendah. Sedangkan domba Garut memiliki ciri ciri seperti berbadan besar dan lebar serta leher kuat sehingga dapat digunakan sebagai domba aduan, domba jantan bertanduk besar dan melengkung kebelakang berbentuk spiral, dan domba betina tidak bertanduk, berbulu lebih panjang daripada domba asli, warna bulu beragam, ada yang putih hitam dan cokelat atau warna campuran. Sebelum memperoleh domba bibit yang bagus, baik domba jantan maupun betina, peternak terlebih dahulu melakukan seleksi. Seleksi adalah memilih bibit domba yang memiliki kualitas dan penampilan yang bagus. Peternak dalam
melakukan seleksi biasanya mengandalkan pengalaman - pengalaman selama menggeluti usahaternak domba. Faktor – faktor yang digunakan peternak dalam menentukan domba yang bagus antara lain aktif bergerak, bentuk punggung lurus, umurnya minimum 10 bulan, sehat dan tidak cacat fisik contoh kaki pincang, mata buta sebelah dan lain – lain, kaki lurus dan tegak, bertubuh besar dan kekar, bulu berminyak (mengilat), Bersih dan halus. Disamping itu, ada kriteria khusus untuk induknya yaitu bobot badan tinggi, jumlah anak per kelahiran lebih dari satu dan mortalitas anak per kelahiran kecil, dan temperamennya jinak.
Perkawinan Perkawinan domba bertujuan untuk mendapatkan domba yang bagus sehingga diharapkan populasi domba dan kualitas domba bertambah. Peternak pada umumnya dalam mengawinkan domba hanya berdasarkan perkiraan saja karena peternak di daerah penelitian tidak mempunyai recording atau catatan lahir domba yang jelas. Peternak tidak pernah mencatat perkembangan domba dari mulai lahir sampai dewasa seperti yang dilakukan oleh perusahaan – perusahaan besar sehingga umur awal perkawinan berbeda antara satu dengan yang lain. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan dari peternak dan tidak adanya perhatian serta sosialisasi dari dinas peternakan setempat. Apabila domba dirasakan sudah besar dan siap untuk dikawinkan maka peternak akan mengawinkannya. Umur domba yang akan dikawinkan hendaknya diperhatikan karena umur ini sangat menentukan keberhasilan perkawinan dan produktifitas domba. Rata – rata peternak mengawinkan induk domba untuk pertama kali yaitu umur 10 bulan. Umur awal kawin domba yang dilakukan oleh peternak sebenarnya sudah menginjak dewasa kelamin tapi masih terlalu muda dan kondisi tubuh dari ternak belum siap. Apabila domba tersebut tetap dikawinkan, maka keturunan dan induknya menjadi kurang sehat dan mungkin keturunan yang didapatkan mengalami cacat fisik, dan tingkat mortalitas tinggi. Teknologi yang berkembang saat ini sangat mendukung dalam sektor peternakan khususnya dalam bidang reproduksi, contoh inseminasi buatan, penggunaan hormon, sinar laser dan lain – lain. Tapi peternak belum menerapkan teknologi ini karena keterbatasan ilmu pengetahuan, biayanya cukup tinggi dan
kurangnya perhatian dari dinas peternakan. Cara perkawinan domba yang dilakukan oleh peternak masih sederhana. Peternak hanya memasukkan jantan ke kandang betina selama beberapa hari. Setelah beberapa hari, domba pejantan tersebut di keluarkan dari kandang. Padahal menurut Williamson dan Payne (1993), perkawinan yang baik dilakukan setelah 12 – 34 jam mengalami birahi yang merupakan puncak birahi. Untuk mencapai kebuntingan biasanya diperlukan satu kali perkawinan saja. Sebagian besar peternak memiliki pejantan untuk mengawinkan domba. Hanya sebagian kecil saja yang menggunakan milik orang lain. Peternak yang tidak mempunyai pejantan berpendapat dengan memelihara pejantan tidak mendatangkan keuntungan. Peternak meminjam pejantan selama seminggu setelah itu dikembalikan kepada pemiliknya tanpa dikenakan biaya. Menurut peternak, untuk mencapai kebuntingan hanya dibutuhkan satu kali perkawinan. Selang beranak juga harus diperhatikan. Selang beranak yang terlalu panjang menyebabkan rendahnya produktivitas induk. Rata – rata selang beranak domba di Cigudeg adalah 9 bulan dan penyapihan ternak saat anak berumur 4 bulan. Data reproduksi domba disajikan Tabel 15. Koefisien Teknis Kawin pertama Jantan Betina Selang beranak Penyapihan Lama bunting
Standar (Bulan) >12,0 12,0-15,0 7,0 2,0 5,0 (148 hari)
Aktual (Bulan) 12,0 10,0 9,6 4,0 5,5
Pemberian Pakan Pakan yang diberikan oleh peternak antara lain rumput lapang, daun singkong, daun ubi, dan daun kacang-kacangan. Namun sebagian besar pakan yang diberikan adalah rumput lapang. Makanan tambahan atau konsentrat yang diberikan pada ternak terbilang sedikit bahkan tidak ada. Hanya sebagian kecil peternak yang memberikan konsentrat berupa ampas tahu pada ternaknya. Hal ini dikarenakan ketidakmampuan dari peternak untuk membeli makanan tambahan atau konsentrat. Biasanya dalam sehari peternak memberikan pakan sebanyak dua kali yaitu pada waktu pagi sekitar pukul 07.00 dan setelah makanan di kandang ternak habis. Rata-rata pemberian pakan hijauan pada domba 30 kg/hari untuk setiap kandang
yang berisi 5,5 SDD dengan asumsi satu SDD membutuhkan hijauan 6 kg. Sebelum memberikan pakan hijauan tersebut kepada ternak, peternak tidak melakukan pencacahan terlebih dahulu. Hal ini menyebabkan jumlah sisa pakan masih banyak dan tidak dapat digunakan lagi. Padahal pencacahan hijauan kurang lebih 5 cm sebelum diberikan kepada ternak akan meningkatkan konsumsi domba sehingga pakan hijauan akan lebih efisien. Peternak mengambil rumput lapang dari lahan PTPN VIII, kebun, sawah dan kebun tanpa mengeluarkan biaya. Jarak peternak mengambil rumput dengan rumah rata-rata 2,5 km. Sistem pemberian pakan adalah cut and carry. Waktu pengambilan pakan hijauan antara jam 08.00-11.00. Waktu tersebut adalah waktu yang tepat untuk mengambil pakan karena telur – telur cacing yang menempel pada embun sudah turun ke dalam tanah.
Perkandangan Sistem pemeliharaan di daerah penelitian yaitu pemeliharaan yang dikandangkan tanpa digembalakan (sistem intensif). Kandang berfungsi untuk melindungi ternak dari hujan, panas terik matahari, melindungi ternak dari serangan penyakit dan memberi kenyamanan pada ternak. Kandang yang digunakan peternak adalah tipe panggung. Menurut peternak kandang tipe ini sangat cocok untuk diterapkan karena curah hujan di daerah ini cukup tinggi dan tipe ini mudah untuk membersihkannya. Selain itu, kandang tipe ini ternak terhindar kontak langsung dengan kotoran. Kandang yang digunakan untuk usahaternak domba, sebagian besar milik sendiri (95,5 persen). Sedangkan bahan yang digunakan peternak untuk membuat kandang yaitu bambu 86,4 persen. Peternak menggunakan bambu karena bambu mudah didapat, tahan lama dan apabila harus membeli biaya yang dikeluarkan relatif murah. Bahan penggunaan atap kandang bervariasi. Peternak sebagian besar menggunakan bahan dari rumbia (81,1 persen) karena pohon rumbia banyak ditemukan di daerah penelitian, bahan ini tahan lama sekitar dua tahun sekali baru diganti, dan biayanya murah. Harga daun rumbia Rp 2500 untuk satu ikatnya. Bahan yang digunakan untuk membuat lantai kandang juga menggunakan bahan dari pohon bambu. Ukuran kandang peternak bervariasi. Rata-rata ukuran
kandang peternak mempunyai perbandingan panjang dan lebar yaitu 5,5 meter dan 1,81 meter . Rata-rata luas kandang adalah 9,05 m2 untuk jumlah ternak sebanyak 5,5 SDD. Dengan demikian, luasan yang tersedia untuk satu domba dewasa yaitu 1,65 m2.. Kandang yang dibuat peternak mampu bertahan selama 5 tahun dan hampir setiap tahun peternak harus memperbaiki kandang seperti alas kandang patah, atap kandang yang sudah lapuk dan lain – lain. Data teknis kandang disajikan dalam Tabel 16. Tabel 16. Data Teknis Kandang No 1
2
3
4
Uraian Kepemilikan Kandang Milik Sendiri Milik Orang Lain
Jumlah Responden
Persentase
21 1
95,5 4,5
Bahan Dinding Kandang Bambu Kayu
19 3
86,4 13,6
Atap Kandang Rumbia Genteng Asbes
20 1 1
90,9 4,5 4,5
Lantai kandang Bambu
22
100,0
Rata – rata jarak kandang dengan rumah responden 7,8 meter. Menurut peternak, kandang yang dekat dengan rumah akan mempermudah pemeliharaan, terhindar dari tindak kejahatan dan mengatasi masalah keterbatasan lahan yang dimiliki oleh peternak. Rata - rata peternak memiliki luas lahan sekitar 1039,55 m2 . Sedangkan luas lahan yang ditanami hijauan makanan ternak hanya 15 m2 dan pemeliharaan lahan tidak mengeluarkan biaya, untuk memenuhi kebutuhan pupuk, peternak hanya mengandalkan kotoran ternak domba.
Pemeliharaan Ternak Pemeliharaan ternak harus diperhatikan supaya domba berkembang dengan baik. Pemeliharaan juga menentukan penampilan dan performans domba sehingga bibit domba yang dihasilkan bagus dan apabila domba tersebut di jual, posisi tawar
peternak tinggi. Pemeliharaan ternak domba meliputi perawatan ternak domba yaitu pemotongan kuku, memandikan dan mencukur bulu. Peternak hanya sebagian kecil yang memotong kuku dan bulu dombanya. Kegiatan ini biasanya dilakukan setelah kuku dan bulu domba tersebut panjang. Peternak memotong kuku dan bulu biasanya hanya satu kali dalam satu tahun. Aktivitas memandikan ternak domba pada umumnya dilakukan peternak satu minggu sekali ada juga yang satu bulan sekali atau setelah dombanya kotor. Penempatan ternak di dalam kandang biasanya dibedakan menurut umur dan kebutuhan ternak domba. Anak domba yang baru lahir sampai berumur empat bulan masih ditempatkan bersama dengan induknya untuk pemenuhan kebutuhan susu. Teknis pemberian pakan pada domba indukan dan keturunannya dipisah dengan domba dara dan dewasa. Setelah berumur empat bulan sampai dewasa, domba tersebut dipisahkan dari induk dan ditempatkan pada kandang yang telah disekat. Setelah dewasa kelamin, peternak akan menempatkan domba pejantan bersama dengan domba betina. Sedangkan teknis pemberian pakan hijauan dari pasca sapih sampai dewasa tidak dipisah – pisah karena berada dalam satu kandang.
Kesehatan ternak Jenis penyakit yang pernah menyerang ternak domba Desa Cigudeg adalah kembung (timpani), sakit mata, cacingan, mencret, rontok bulu, dan lumpuh. Jenis penyakit yang sering menyerang di Desa Cigudeg adalah kembung perut dan mencret. Penyakit cacingan pada ternak domba dikarenakan telur – telur cacing yang masih menempel pada embun khususnya pada musim penghujan. Meskipun peternak sudah memperhatikan waktu pengambilan pakan rumput lapang, pada musim penghujan embun yang menempel pada daun – daun rumput tersebut tidak seluruhnya turun ke tanah akibat pengaruh suhu yang rendah sehingga telur – telur cacing ikut terbawa di dalam pakan yang diberikan untuk ternak. Selain itu, masih kurangnya
perhatian
masyarakat
peternak
terhadap
pentingnya
kebersihan
lingkungan. Penyakit kembung perut disebabkan oleh pakan hijauan atau rumput lapang yang masih muda yang dikonsumsi ternak domba terlalu banyak. Cara
penanganan
penyakit
yang
dilakukan
peternak
menggunakan
pengobatan tradisional. Obat-obat tradisional yang biasa digunakan adalah biji
leunca dan daun randu untuk mengobati sakit mata. Untuk menangani penyakit
mencret, peternak menggunakan daun jambu biji, daun nangka dan daun pisang yang dicampur dengan rumput lapang yang diberikan pada ternak domba. Untuk menangani penyakit kembung perut, peternak juga menggunakan batang bambu yang kecil, berlubang pada kedua ujungnya dan salah satunya dibuat lancip lalu ditusukkan pada bagian perut domba. Selain itu, peternak juga menggunakan obat farmasi seperi Verm-O dan Askamex untuk mengobati cacingan, serta salep mata untuk obat sakit mata.
Analisis Faktor – Faktor Lingkungan Internal Berdasarkan penjelasan - penjelasan mengenai kondisi lingkungan internal Desa Cigudeg, diperoleh faktor – faktor yang dapat dijadikan acuan untuk menganalisis kondisi lingkungan internal di desa ini. Faktor – faktor yang termasuk dalam analisis lingkungan internal antara lain yaitu :
Lahan Pertanian yang Masih Luas (S1). Salah satu faktor penting yang menunjang keberhasilan usahaternak domba yaitu ketersediaan lahan pertanian. Lahan pertanian yang luas memungkinkan peternak untuk mengembangkan usahaternaknya sampai pada tahap usahaternak yang berbasis komersial. Hal ini dikarenakan ketersediaan lahan akan menunjang dalam ketersediaan pakan hijauan ternak domba. Menurut data monografi Desa Cigudeg, sekitar 614 ha atau 66,20 persen dari luas wilayah desa ini digunakan untuk ladang/ tanah huma dan sebesar 105 Ha atau 11,29 persen digunakan untuk sawah.
Pengalaman Beternak yang Lama (S2). Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor internal yang menunjang dalam pengembangan ternak domba. Keberhasilan usahaternak domba tidak akan tercapai apabila tidak didukung oleh sumberdaya manusia yang terampil. Salah satunya dapat ditinjau dari tingkat pengalaman beternak. Pengalaman beternak yang cukup lama akan memudahkan peternak dalam mengatasi permasalahan yang terjadi seperti penanganan penyakit, pemeliharaan ternak, dan lain – lain. Disamping itu, kemampuan peternak dalam melakukan seleksi ternak akan lebih tinggi dibandingkan peternak pemula.
Pengalaman peternak di Desa Cigudeg dalam menggeluti usaha ternak ini sudah cukup lama yaitu rata – rata 22,23 tahun. Hal ini dikarenakan usahaternak domba merupakan usaha turun temurun sehingga sejak kecil peternak sudah terbiasa membantu orang tuanya untuk mengelola usahaternak domba.
Lokasi Usaha Peternakan yang Strategis dan Tersedianya Alat Tranportasi Umum (S3). Lokasi usaha peternakan yang strategis akan mempermudah pemasaran dan menarik investor untuk menanamkan modalnya. Desa Cigudeg terletak di daerah Bogor Barat. Secara geografis, Desa Cigudeg terletak membujur dari utara dan selatan jalan raya Bogor – Jasinga. Jalan raya di desa ini cukup bagus, meskipun jarak ibukota propinsi cukup jauh yaitu 156 km karena jalan utama yang menghubungkan propinsi Jawa Barat dan Propinsi Banten. Apalagi ketersediaan angkutan umum di daerah ini cukup banyak seperti angkutan kota, sepeda motor, bus, dan lain – lain. Alat tranportasi yang cukup banyak ini akan mempermudah peternak untuk memasarkan ternak dombanya.
Ketersediaan Pakan Hijauan Sepanjang Tahun (S4). Pakan merupakan kebutuhan utama usahaternak domba. Apabila terjadi kekurangan pakan akan menjadi salah satu kendala dalam usahaternak domba. Peternak mengambil rumput lapang dari lahan PTPN VIII, kebun, sawah dan kebun. Namun biasanya sebagian besar peternak mengambil rumput dari lahan PTPN VIII.
Manajemen Pemeliharaan Ternak Masih Sederhana (W1). Sistem pemeliharaan yang dilakukan peternak di daerah penelitian hanya berdasarkan pengalaman yang didapatkan selama menggeluti usahaternak dan masih sederhana. Permasalahan – permasalahan yang muncul dalam manajemen pemeliharaan belum ditangani dengan baik. peternak pada umumnya belum memperhatikan tata cara yang baik dalam pemberian pakan, reproduksi, penempatan ternak dalam kandang, dan lain – lain. Peternak juga belum sepenuhnya melakukan upaya pencegahan penyakit dan hanya menggunakan obat – obat traditional untuk mengobati domba. Peternak juga belum melakukan recording dari kelahiran anak domba sampai dewasa. Disamping itu,
peternak juga belum melakukan pencatatan keuangan pada usaha ternak mereka sehingga besarnya pendapatan yang diperoleh tiadak tercatat dengan lengkap
Modal yang Terbatas dan Skala Usahaternak Masih Kecil (W2). Modal yang digunakan peternak untuk menjalankan usaha berasal dari modal sendiri dan jumlahnya relatif kecil. Peternak belum berani menggunakan modal pinjaman untuk mengembangkan usahanya sehingga perkembangan usahaternak menjadi terhambat bahkan cenderung menurun. Hal ini disebabkan usahaternak yang dilakukan peternak hanya sebagai usaha sambilan. Peternak di daerah penelitian pada umumnya memiliki skala usaha yang kecil. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah kepemilikan ternak domba masing – masing peternak. Rata – rata tiap peternak hanya memiliki tujuh ekor domba atau 5,5 SDD.
Pemasaran yang Terbatas dan Posisi Tawar Peternak Rendah (W3). Pemasaran hasil ternak masih bergantung pada keberadaan tengkulak. Padahal harga yang ditawarkan oleh tengkulak lebih rendah dibandingkan harga pasaran. Hal ini dikarenakan usaha ternak yang dijalankan masih bersifat usaha sampingan sehingga jumlah penjualan ternak tidak menentu, hanya pada keadaan tertentu saja seperti kebutuhan pengobatan anak, keperluan mendadak dan lain – lain. Padahal apabila jumlah ternak yang dijual banyak akan merugikan peternak itu sendiri. Keberadaan tengkulak ini juga menyebabkan posisi tawar peternak semakin rendah. Pada saat penjualan ternak, biasanya peternak mengharapkan harga yang tinggi, tapi karena mereka menjual pada tengkulak hasilnya tidak maksimal. Biasanya tengkulak mengharapkan keuntungan yang besar jadi harga yang ditawarkan kepada peternak serendah –rendahnya. Selain itu, peternak juga menjual ternaknya langsung kepada konsumen khususnya pada saat khitanan, hari raya Idul Adha, selamatan, dan lain – lain.
Keterbatasan Tenaga Kerja (W4). Tenaga kerja yang digunakan oleh peternak masih sebatas tenaga dalam keluarga. Tenaga luar keluarga di daerah penelitian belum diberdayakan secara maksimal. Meskipun menurut perhitungan curahan tenaga kerja Desa Cigudeg melebihi standar curahan tenaga kerja Direktorat Jenderal
Peternakan yaitu 186,12 HKP/tahun, namun jumlah tersebut hanya untuk kepemilikan ternak yang sedikit sekitar 7 ekor ternak atau setara 5,5 SDD. Standar curahan tenaga kerja Direktorat Jenderal Peternakan yaitu 163,98 HKP/tahun. Kalau jumlah kepemilikan ternak banyak maka perhitungan HKP akan jauh dibawah Standar curahan tenaga kerja Direktorat Jenderal Peternakan. Pada umumnya peternak hanya mampu mengelola usaha ternak domba sampai skala antara 5 – 15 ekor. Apabila melebihi jumlah tersebut mereka tidak mampu dalam menyediakan pakannya, baik hijauan maupun konsentrat.
Banyaknya Penyakit yang Menyerang (W5). Keberadaan penyakit merupakan permasalahan yang sangat serius dan menjadi salah satu kendala dalam usahaternak. Jenis penyakit yang pernah menyerang ternak domba Desa Cigudeg adalah kembung (timpani), sakit mata, cacingan, mencret, rontok bulu, dan lumpuh. Jenis penyakit yang paling sering menyerang di Desa Cigudeg adalah kembung perut dan mencret. Berdasarkan penjelasan faktor – faktor internal, dapat diketahui bahwa terdapat 12 variabel dalam analisis internal di Desa Cigudeg. Variabel tersebut terdiri dari 4 variabel kekuatan dan 5 variabel kelemahan. Variabel kekuatan terdiri dari lahan pertanian yang masih luas, pengalaman beternak yang lama, jumlah domba yang cukup banyak, lokasi usaha peternakan yang strategis dan tersedianya alat tranportasi umum, dan ketersediaan pakan hijauan sepanjang tahun. Dan variabel kelemahan meliputi manajemen pemeliharaan ternak masih sederhana, modal yang terbatas dan skala usahaternak masih kecil, pemasaran yang terbatas dan posisi tawar peternak rendah, keterbatasan tenaga kerja, dan banyaknya penyakit yang menyerang.
Identifikasi Faktor – Faktor Eksternal Faktor eksternal merupakan variabel - variabel di luar perusahaan yang tidak dapat dikontrol secara langsung oleh peternak. Faktor eksternal dibagi menjadi dua yaitu peluang dan ancaman. Aspek – aspek yang ditinjau untuk mengidentifikasi faktor – faktor eksternal dibagi menjadi dua yaitu aspek makro dan aspek mikro. Aspek makro meliputi : kondisi ekonomi, sosial budaya, demografi dan lingkungan, kebijakan pemerintah daerah, dan teknologi. Hal – hal tersebut akan lebih dijelaskan sebagai berikut :
Kondisi Ekonomi Dukungan
perekonomian
pembangunan
peternakan
perekonomian
akan
di
sangat
suatu
negara
dibutuhkan
mempengaruhi
kinerja
terhadap
karena suatu
keberhasilan
perubahan
kondisi
usahaternak.
Kondisi
perekonomian yang semakin baik menyebabkan meningkatnya daya beli masyarakat termasuk pada komoditi peternakan. Hal ini merupakan suatu peluang bagi usahaternak untuk mengembangkan usahanya.
Kondisi perekonomian di suatu
negara dapat dilihat dari tingkat inflasi. Inflasi adalah kenaikan harga secara umum. Laju inflasi yang stabil akan meningkatkan daya beli masyarakat. Laju atau tingkat inflasi di Indonesia disajikan oleh Tabel 17. Tabel 17. Tingkat Inflasi di Indonesia Tahun 2004 - 2007 Tahun 2003 2004 2005 2006 2007
Tingkat Inflasi (%) 5,06 5,40 17,11 6,60 6,40
Sumber: Bank Indonesia (2008)
Tabel 17 menunjukkan bahwa pada tahun 2005 terjadi lonjakan tingkat inflasi mencapai 17,11 persen. Hal ini dikarenakan adanya kebijakan pemerintah dalam menaikkan bahan bakar minyak (BBM) yang berlaku pada tanggal 1 Oktober 2005 yang tertuang pada peraturan pemerintah No. 55/200 tentang Kenaikan Harga Jual Eceran BBM Dalam Negeri tertanggal 30 September 2005. Kenaikan harga BBM ini berdampak pada kenaikan biaya tranportasi dan harga pakan khususnya pakan konsentrat. Harga pakan konsentrat yang semakin mahal menyebabkan peternak
tidak mampu lagi membeli pakan tersebut. apalagi kenaikan harga pakan ini tidak diimbangi dengan kenaikan harga jual domba sehingga kesejahteraan peternak yang menjadi tujuan utama dari pembangunan peternakan belum tercapai.
Sosial Budaya, Demografi dan Lingkungan Aspek lingkungan atau ekologi sangat berpengaruh terhadap keberhasilan usahaternak domba. Aspek ekologi yang dimaksud mengacu pada hubungan antara manusia, makhluk hidup lainnya, air, tanah dan udara yang mendukung kehidupannya. Penerimaan masyarakat terhadap usahaternak domba di Desa Cigudeg Kecamatan Cigudeg, Bogor sangat baik. Masyarakat tidak merasa terganggu dengan keberadaan usahaternak domba di dekat pemukiman penduduk. Hal ini dikarenakan usahaternak ini cukup ramah lingkungan. Apalagi usahaternak ini sudah sejak lama dilakukan oleh peternak dan bersifat turun menurun. Disamping itu, masyarakat di wilayah tersebut juga merasakan manfaatnya salah satunya kotoran ternak domba dapat digunakan untuk pupuk kandang, Potensi pengembangan usaha ternak domba kedepannya sangat bagus. Tingkat populasi domba di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Tahun 2004 mencapai 8.075.000 ekor, tahun 2005 meningkat menjadi 8.327.000 ekor dan pada tahun 2006 menjadi 8.543.000 ekor (Badan Pusat Statistik, 2006). Namun, jumlah ini tidak sebanding dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 220 juta jiwa. Sebagian besar populasi domba terdapat di Pulau Jawa terutama Jawa Barat. Populasi domba di wilayah Jawa Barat tahun 2006 menunjukkan 3.860.896 ekor (Badan Pusat Statistik, 2006). Disamping itu, sebagian besar masyarakat Indonesia beragama Islam. Ternak domba banyak digunakan umat muslim untuk menjalankan ibadah kurban pada hari raya idul adha, pelaksanaan aqiqah dan acara selamatan. Hal ini merupakan peluang bagi peternak untuk mengembangkan usahaternaknya.
Kebijakan Pemerintah Daerah Peranan pemerintah dalam usahaternak domba sebagai pembuat kebijakan, pengontrol dan fasilitator. Kebijakan pemerintah yang akan ditetapkan, baik secara langsung maupun tidak langsung, akan mempengaruhi kinerja dan langkah yang akan diambil setiap usahaternak. Pemerintah daerah Kabupaten Bogor mendukung usahaternak domba. Hal ini ditunjukkan dengan diadakannya kegiatan penyuluhan dan pelatihan yang mendukung pengembangan usaha ternak domba. Dinas Peternakan Kabupaten Bogor mengeluarkan Peraturan Daerah No.8 Tahun 2003 tentang batasan izin usaha peternakan yang menyatakan bahwa peternak yang memiliki ternak lebih dari 20 ekor harus membuat izin usaha (Hamdan, 2004). Hal ini bertujuan untuk menjaga ketertiban dan mengetahui jenis usaha yang mereka jalankan. Disamping itu, Dinas Peternakan Kabupaten Bogor juga mengadakan Proyek Banpres dan Inpres pada tahun 1992. Peternak membentuk kelompok ternak masing-masing terdiri dari 30 orang peternak. Sejak saat itu, usahaternak domba Desa Cigudeg mengalami perkembangan yang cukup pesat bahkan pernah mengikuti kejuaraan/kontes ternak se-Jawa Barat. Selanjutnya melihat perkembangan usaha peternakan domba yang cukup berkembang pada tahun 2000 salah satu kelompok ternak memperoleh kembali bantuan domba Banpres/Inpres dan pada tahun 2001 dan juga menerima bantuan Program Guliran Ternak Domba (PGTD). Selanjutnya, pada tahun 2005 dalam rangka Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK) dilakukan kembali perguliran ternak (revolving).
Teknologi Perkembangan teknologi akhir – akhir ini sangat cepat, hal ini juga terjadi dalam sektor peternakan. Perkembangan teknologi diharapkan mampu membantu dan mengefektifkan kinerja suatu usaha. Penggunaan teknologi akan mempermudah mengatasi masalah – masalah yang terjadi dalam usahaternak. Perkembangan teknologi dalam bidang reproduksi antara lain inseminasi buatan, sinar laser, hormon. Inseminasi buatan memudahkan peternak untuk mengawinkan ternaknya sehingga peternak tidak perlu mencari pejantan yang kualitasnya bagus untuk mendapatkan anakan yang sesuai keinginan. Teknologi lainnya antara lain pakan
ternak (pemberian konsentrat, teknik pemberian pakan), penanganan penyakit (sanitasi, penggunaan antibiotik). Perkembangan teknologi dalam bidang tranportasi sangat membantu peternak dalam melancarkan proses distribusi ternaknya. Keberadaan alat tranportasi akan memperpendek waktu tempuh sehingga permintaan domba dari daerah lain dapat segera sampai.
Perkembangan teknologi dalam bidang komunikasi dapat
mempermudah peternak untuk memperlancar akses informasi sehingga informasi – informasi terbaru dalam segala bidang dapat segera tersampaikan dan diterima oleh peternak. Contoh perkembangan komunikasi antara lain handphone, televisi, dan radio. Aspek lingkungan mikro akan lebih mengarah pada aspek persaingan dimana usahaternak domba berada. aspek mikro meliputi pesaing usaha, produk substitusi sumber protein hewani dan ancaman pesaing baru. Variabel – variabel dalam aspek mikro yang membentuk model untuk strategi bersaing dijelaskan sebagai berikut :
Pesaing usaha Usahaternak domba merupakan usaha yang sangat menjanjikan dimasa yang akan datang sehingga banyak yang menjalankan usahaternak ini. Usahaternak domba tidak hanya dilakukan oleh peternak rakyat saja tetapi juga oleh perusahaan – perusahan yang sudah memiliki kualitas yang lebih baik. Di daerah Bogor setidaknya ada tujuh usaha peternakan domba yang sudah terdaftar pada Dinas Peternakan Kabupaten Bogor yang disajikan oleh Tabel 18. Tabel 18. Usaha Peternakan Domba di Wilayah Bogor No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Jenis Peternakan Peternakan Barokah Peternakan MT Farm Pembibitan Domba Garut Pembibitan Domba Garut “Lesang” Penggemukan Domba Pembibitan Domba Lokal Penggemukan Domba
Lokasi
Populasi Cimande 1200 Ciampea 750 Cisalopa, Cinagara 600 Pagelaran 300 Leuwiliang 200 Desa Benteng, Gunung salak 150 Cimanggu 150
Sumber: Dinas Peternakan Kab. Bogor (2007)
Disamping itu, usaha peternakan ini tidak hanya dilakukan oleh peternak dari daerah Bogor saja, tetapi usaha ini juga dilakukan oleh peternak dari luar daerah.
Salah satunya dari daerah Garut. Daerah Garut merupakan sentra dari pengembangan Domba Garut. Hal ini merupakan ancaman bagi usaha peternakan domba ini.
Produk Substitusi Sumber Protein Hewani Produk subtitusi merupakan produk pengganti yang akan dikonsumsi jika keberadaan produk pokok mengalami kekosongan atau tidak terjangkau. Produk subtitusi dari daging domba yaitu daging sapi, daging kerbau, daging kambing dan daging ayam. Diantara produk substitusi daging domba tersebut, masyarakat lebih memilih daging ayam karena sesuai dengan selera masyarakat dan harga daging ayam yang lebih terjangkau. Disamping itu, faktor rasa, bau, dan kebiasaan masyarakat Indonesia juga menjadi pertimbangan dalam memilih produk substitusi daging ayam ini. Nilai nutrisi daging ayam lebih baik dari daging domba. Kandungan protein dalam 100 gram daging domba (17,1%) lebih kecil dibandingkan dalam daging ayam (18,2%). Adapun data mengenai nilai nutrisi daging
domba, sapi, kambing dan ayam
disajikan dalam Tabel 19. Tabel 19. Nilai Nutrisi Daging Domba, Sapi, Kambing dan Ayam Jenis Daging Daging Domba Daging Sapi Daging Kambing Daging Ayam
Berat(gr) 100 100 100 100
Kalori 256 207 154 302
Protein (%) 17,1 18,8 16,6 18,2
Lemak (%) 14,8 14,0 9,2 25,0
Sumber: Kompudu (2007)
Disamping itu, adanya isu – isu penyakit akhir – akhir ini salah satunya penyakit antrak menyebabkan masyarakat lebih memilih produk subtitusi dari daging domba.
Hal
ini
menjadikan
ancaman
bagi
usahaternak
domba
untuk
mengembangkan usahanya.
Ancaman Pesaing Baru Usaha peternakan domba merupakan usaha yang mempunyai prospek yang cerah di masa mendatang. Hal ini dapat dilihat dari jumlah permintaan ternak domba yang meningkat setiap tahunnya. Permintaan daging domba meningkat sebesar 3,6 persen per tahun. Pertumbuhan permintaan berasal dari pertumbuhan penduduk
sebesar 1,8 persen pertahun dan pertambahan konsumsi per kapita
sebesar 1,5
persen per tahun. (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2005). Apalagi pangsa pasar ternak domba sangat luas tidak hanya dalam negeri tapi juga luar negeri. Keadaan ini menjadi daya tarik bagi investor atau pesaing – pesaing baru untuk memulai usaha ini. Apalagi dalam mendirikan usahaternak ini cukup mudah yang berarti seperti modal yang relatif rendah, teknologi yang dibutuhkan relatif sederhana, pemerintah sangat mendukung usaha ini dan lain – lain. Datangnya pendatang baru menyebabkan sejumlah implikasi seperti perebutan pasar, perebutan sumber daya produksi, dan peningkatan kualitas. Hal ini merupakan ancaman bagi kelangsungan usahaternak domba. Analisis Faktor – Faktor Lingkungan Eksternal Berdasarkan penjelasan - penjelasan mengenai kondisi lingkungan eksternal Desa Cigudeg, diperoleh faktor – faktor yang dapat dijadikan acuan untuk menganalisis kondisi lingkungan eksternal di desa ini. Tujuan analisis eksternal yaitu mengembangkan faktor – faktor peluang yang dapat dimanfaatkan usahaternak dan ancaman yang harus dihindari. Faktor – faktor yang termasuk dalam analisis lingkungan eksternal antara lain yaitu :
Kebiasaan Masyarakat untuk Menyediakan Ternak Domba pada Saat Idul Adha (O1). Indonesia merupakan negara yang sebagian besar menganut agama Islam. Dalam agama Islam terdapat beberapa hari besar salah satunya hari raya Idhul Adha. Budaya umat islam untuk melakukan penyembelihan domba pada hari raya Idul Adha menjadikan peluang bagi usahaternak domba. kebutuhan hewan kurban dalam negeri tiap tahunnya mencapai 5,6 juta ekor. Apalagi permintaan dari luar Indonesia juga cukup banyak. Pemerintah Arab Saudi membutuhkan sekitar 2,5 juta dan Malaysia, Brunei Darussalam membutuhkan 200 ribu ekor untuk memenuhi kebutuhan kurban hari raya Idul Adha. (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2005).
Adanya Dukungan Pemerintah Daerah Terhadap Usahaternak Domba (O2). Pemerintah daerah Kabupaten Bogor sangat mendukung usahaternak domba. Dukungan pemerintah daerah itu diwujudkan dalam pemberian pelatihan dan penyuluhan tentang ternak domba, program perguliran ternak domba yang diadakan setiap tahun, pemberian obat ternak secara gratis dan lain – lain. Program perguliran ternak domba sangat membantu masyarakat dalam menyediakan ternak domba. Sasaran perguliran ternak domba di daerah Bogor cukup banyak termasuk Desa Cigudeg. Disamping itu pemerintah daerah juga menyediakan fasilitas kelembagaan peternak. Keberadaan kelembagaan peternak turut berpengaruh pada keberhasilan pengembangan usahaternak domba dan pemberdayaan masyarakat peternak. Salah satu contoh kelembagaan peternak yaitu kelompok tani ternak. Sejak tahun 2005, Desa Cigudeg sudah membentuk kelompok tani yang berjumlah 15 kelompok termasuk kelompok Tani Rahayu dan Sugih Mukti. Dengan adanya kelompok tani ini penyuluh atau petugas lapang akan mudah untuk memberikan pembinaan – pembinaan dan mengetahui masalah – masalah peternak. Selain itu, informasi informasi, inovasi, teknologi terbaru dalam dunia peternakan dapat segera sampai kepada peternak melalui pertemuan dan pembinaan oleh dinas peternakan setempat.
Peningkatan Konsumsi Daging Domba (O3). Semakin tingginya kesadaran dan tingkat pendapatan masyarakat akan pemenuhan gizi terutama protein hewani, memberikan dampak terhadap meningkatnya permintaan masyarakat terhadap daging khususnya daging domba. Hal ini merupakan peluang untuk pengembangan usahaternak domba.
Kondisi Perekonomian Indonesia yang Semakin Membaik (O4). Kondisi perekonomian indonesia yang semakin membaik menyebabkan peningkatan daya beli masyarakat. Peningkatan ini juga terjadi pada komoditi ternak domba sehingga permintaan daging domba semakin meningkat. Selain itu, kondisi perekonomian yang baik akan menjadi daya tarik bagi investor, baik dalam negeri maupun asing untuk menanamkan modalnya pada usaha yang ada termasuk usahaternak domba.
Pangsa Pasar Luas (O5). Pangsa pasar ternak domba maupun hasil olahannya seperti daging kulit kedepannya sangat luas. Pangsa pasar ternak domba selain wilayah Bogor antara lain Jakarta, Tangerang, dan Bekasi. Pangsa pasar ternak ini tidak hanya dalam negeri, tetapi luar negeri. Setiap tahun kawasan Asia Tenggara seperti Singapura dan Malaysia dan Timur Tengah membutuhkan 9,3 juta ekor domba. Selama ini pasokan domba ke daerah itu masih dipenuhi oleh Australia dan Selandia Baru (Ramadas, 2006).
Perkembangan Teknologi yang Signifikan (O6). Perkembangan teknologi pada sektor peternakan akhir – akhir ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Perkembangan teknologi diharapkan mampu membantu dan mengefektifkan kinerja suatu usaha. Teknologi – teknologi yang dimaksud antara lain inseminasi buatan, teknologi pakan konsentrat, dan penanganan penyakit.
Faktor Alam yang Kondusif Bagi Usahaternak (O7). Alam merupakan faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan usahaternak domba. Pertumbuhan domba di daerah yang memiliki faktor alam yang kondusif akan lebih baik daripada daerah yang memiliki faktor alam yang kurang kondusif. Faktor alam dibedakan menjadi dua macam yaitu faktor iklim dan faktor tanah. Domba merupakan salah satu jenis ternak yang sensitif terhadap perubahan iklim disekitarnya. Perubahan iklim yang stabil berpengaruh positif bagi pertumbuhan domba. Desa Cigudeg memiliki iklim yang kondusif. Hal ini ditunjukkan desa ini berada pada ketinggian sekitar 400 m dpl, curah hujan rata – rata 3740 mm/tahun dan suhu rata – rata 300C. sehingga daerah ini cocok sekali untuk pengembangan ternak domba. Disamping faktor iklim, faktor tanah juga menentukan. Tanah yang subur akan menyediakan pakan hijauan ternak dengan kuantitas yang cukup dan kualitas yang baik. Penggarapan tanah yang bagus akan menambah kesuburan tanah seperti pemupukan yang teratur, penggemburan tanah, irigasi yang baik dan lain-lain. Tanah di desa ini termasuk dalam jenis tanah latosol dan tergolong jenis tanah yang kurang subur. Tetapi tanah ini banyak mengandung serasah dan humus sehingga terjaga kelembabannya. Disamping itu, tanah jenis ini mudah menyerap air sehingga menjaga fungsi hidrologi di daerah sekitarnya sehingga mudah dalam penggarapannya.
Produk Substitusi (T1). Produk subtitusi daging domba antara lain daging sapi, kerbau dan ayam. Biasanya masyarakat lebih memilih ternak ayam untuk menjadi produk subtitusi karena harganya lebih terjangkau. Masyarakat beralih ke produk substitusi dikarenakan harga daging domba meningkat diatas kemampuan daya beli masyarakat. Hal ini merupakan ancaman bagi usahaternak domba. Apalagi nilai nutrisi pada produk subtitusi khususnya ayam lebih baik di bandingkan daging domba. Nilai kalori dalam 100 gr daging ayam mencapai 302 kalori sedangkan pada daging domba hanya 256 kalori.
Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak dan Tarif Listrik (T2). Kenaikan harga BBM dan tarif listrik mnejadi ancaman bagi kelangsungan usahaternak ini. Kenaikan BBM dan tarif listrik berdampak inflasi hampir dalam segala bidang. Sebagai contoh akibat kenaikan BBM pada tahun 2005, tingkat inflasi di Indonesia mencapai 17,11 persen (Bank Indonesia, 2007). Hal ini berakibat menurunnya daya beli masyarakat khususnya pada ternak domba.
Banyaknya Pesaing Usahaternak Domba (T3). Usahaternak domba tidak hanya dilakukan oleh peternak rakyat saja tetapi juga oleh perusahaan – perusahan yang sudah memiliki kualitas yang lebih baik. Apalagi sekarang banyak bermunculan pendatang – pendatang baru dalam usahaternak ini. Di daerah Bogor tercatat ada 7 pelaku usaha yang menggeluti usahaternak ini seperti Peternakan Barokah, Peternakan MT Farm, Pembibitan Domba Garut dan lain – lain.
Program Penyuluhan yang Kurang Optimal (T4). Berdasarkan wawancara dengan petugas lapangan dari Dinas Peternakan Kabupaten Bogor yang diwakili oleh Unit Pelaksanaan Teknis Daerah Jasinga, penyuluhan terhadap peternak yang tergabung dalam kelompok tani ternak khususnya Desa Cigudeg belum dilaksanakan secara rutin. Penyuluhan hanya dilakukan apabila terjadi suatu masalah salah satunya terjadi wabah penyakit ternak domba. program penyuluhan yang dilakukan oleh pemerintah daerah saat ini masih diprioritaskan pada sektor kehutanan dan pertanian.
Berdasarkan penjelasan faktor – faktor eksternal, dapat diketahui ada 10 variabel lingkungan eksternal yang mempengaruhi kelangsungan usaha ternak domba.
Variabel – variabel tersebut terbagi menjadi dua yaitu tujuh variabel
merupakan peluang dan empat variabel merupakan ancaman. Variabel peluang meliputi kebiasaan masyarakat untuk menyediakan ternak domba pada saat idul adha, adanya dukungan pemerintah daerah terhadap usahaternak domba, peningkatan konsumsi daging domba, kondisi perekonomian indonesia yang semakin membaik, pangsa pasar luas, perkembangan teknologi yang signifikan, dan faktor alam yang kondusif bagi usahaternak. Sedangkan variabel ancaman antara lain produk substitusi, kenaikan harga bahan bakar minyak dan tarif listrik banyaknya pesaing usahaternak domba, dan program penyuluhan yang kurang optimal.
Strategi Pengembangan Usahaternak Domba I. Tahap Pemasukan Data (The Input Stage) I.1 Matriks Internal Faktor Evaluation Analisis matriks IFE dilakukan dengan mengolah faktor – faktor internal usahaternak yang menjadi kekuatan dan kelemahan usaha. Hasil pembobotan pada matriks IFE dicari rata – ratanya untuk memperoleh total bobot matriks sama dengan 1,00. Besar kecilnya bobot yang diberikan tergantung pada besar kecilnya pengaruh terhadap keberhasilan usahaternak ini. Sedangkan rating yang diberikan tergantung pada respon yang ditunjukkan oleh usahaternak terhadap kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Hasil analisis matriks IFE pada Tabel 19, faktor internal yang menjadi kekuatan usahaternak adalah pengalaman beternak yang lama (skor pembobotan 0,410). Lamanya pengalaman beternak akan mempengaruhi seberapa besar kemampuan dan peluang keberhasilan peternak dalam mengelola usahaternak domba. Dengan tingkat pengalaman yang dimiliki peternak, mereka
mampu
mengidentifikasi kualitas ternak melalui penampilan luarnya dan mengatasi masalah – masalah yang muncul. Sedangkan kelemahan usahaternak adalah manajemen pemeliharaan ternak masih sederhana (skor pembobotan 0,240). Manajemen pemeliharaan yang masih sederhana disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dalam beternak domba dan kebanyakan peternak dalam mengelola usaha ini hanya
berdasarkan pengalaman yang dimiliki. Mereka belum dapat menerima sepenuhnya informasi tentang teknologi, inovasi, dan lain – lain yang menunjang keberhasilan pengembangan ternak domba baik melalui petugas penyuluhan lapangan maupun dari peternak lain. Tabel 20. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) Usahaternak Domba Faktor internal
Bobot
Rating
Skor
Kekuatan Pertanian yang masih luas Pengalaman beternak yang lama Jumlah domba yang banyak Letak wilayah yang strategis dan tersedinya alat tranportasi umum
0,089 0,126 0,099
3,50 3,25 2,75
0,312 0,410 0,272
0,090
3,25
0,293
Kelemahan Manajemen pemeliharaan ternak masih sederhana Modal yang terbatas dan skala usahaternak masih kecil Pemasaran yang terbatas Keterbatasan tenaga kerja Banyaknya penyakit yang menyerang
0,137 0,118 0,129 0,089 0,123
1,75 1,50 1,50 2,50 1,25
0,240 0,117 0,193 0,223 0,154
Total
1,000
2,214
I.2 Matriks External Factor Evaluation (EFE) Analisis Matriks EFE yang dilakukan terhadap faktor eksternal dari usahaternak domba terbagi atas peluang dan ancaman. Peluang dan ancaman diberi bobot seperti yang dilakukan pada matriks IFE. Hasil analisis matriks EFE pada Tabel 20, faktor eksternal yang menjadi peluang usahaternak adalah kondisi perekonomian Indonesia yang semakin membaik (skor pembobotan 0,399) dan pangsa pasar luas (skor pembobotan 0,406). Skor tersebut menunjukkan bahwa kondisi perekonomian suatu bangsa mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap jalannya usaha peternakan di dalam negeri khususnya komoditi ternak domba. Disamping itu, kondisi ini mengindikasikan bahwa perekonomian bangsa Indonesia semakin stabil. Kestabilan perekonomian di dalam negeri memberikan dampak yang positif terhadap faktor produksi seperti
harga konsentrat, obat, dan harga jual ternak domba yang terkendali. Pengembangan usahaternak domba ke depannya mempunyai prospek yang cerah karena setiap tahun terjadi peningkatan konsumsi ternak domba dan pangsa pasar ternak domba bukan hanya dalam negeri tapi juga luar negeri. Kondisi perekonomian yang membaik dan pangsa pasar yang luas akan menarik para investor untuk menanamkan modalnya pada usah peternakan domba ini. Sedangkan ancaman yang dihadapi usahaternak domba yaitu banyaknya pesaing usahaternak domba (skor pembobotan 0,211). Jika dilihat dari tingginya kebutuhan masyarakat terhadap daging domba banyaknya usaha peternakan merupakan suatu gambaran yang positif. Hal ini dikarenakan semakin banyak usaha peternakan domba maka kebutuhan tersebut akan terpenuhi. Namun jika ditinjau dari pihak peternak domba dengan banyaknya pesaing usaha maka pangsa pasar usaha peternakan ini akan semakin sempit. Banyaknya pesaing dalam usaha peternakan domba merupakan ancaman yang perlu di perhatikan secara serius. Tabel 21. Matriks External Factor Evaluation (EFE) Usahaternak Domba Faktor Eksternal Peluang Kebiasaan masyarakat untuk menyediakan ternak domba pada saat idul adha Adanya dukungan pemerintah daerah terhadap usahaternak domba Kondisi perekonomian Indonesia yang semakin membaik Peningkatan konsumsi daging domba Pangsa pasar luas Perkembangan teknologi yang signifikan Faktor alam yang kondusif bagi usahaternak
Bobot
Rating
Skor
0,102
3,50
0,357
0,074
2,50
0,185
0,114 0,084 0,116 0,086 0,098
3,50 2,75 3,50 2,25 2,50
0,399 0,231 0,406 0,194 0,245
Ancaman Produk subtitusi Kenaikan harga bahan bakar minyak dan tarif listrik Banyaknya pesaing usahaternak domba Program penyuluhan yang kurang optimal
0,084
2,25
0,189
0,071 0,094 0,077
2,00 2,25 2,00
0,142 0,211 0,154
Total
1,000
2,713
2. Tahap Pemaduan (The Matching Stage) 2.1 Matriks Internal – Ekternal (I-E) Matriks IFE (Tabel 19) dan EFE (Tabel 20) menunjukkan total skor pembobotan masing – masing sebesar 2,214 dan 2,713. Nilai ini menempatkan usahaternak domba di Desa Cigudeg pada sel V (kelompok Hold and Mauntain) pada matriks I-E terlihat pada Gambar 4. Hal ini menunjukkan usahaternak di daerah Cigudeg berada dalam kondisi internal dan eksternal sedang, artinya kekuatan dan kelemahan yang dihadapi usahaternak berada dalam kondisi rata – rata. Strategi yang cocok untuk diterpakan pada sel V adalah penetrasi pasar dan pengembangan produk. Strategi penetrasi pasar merupakan strategi untuk meningkatkan pangsa pasar untuk produk yang sudah ada melalui usaha pemasaran yang lebih gencar. Dan strategi pengembangan produk adalah strategi untuk meningkatkan penjualan dengan memperbaiki atau memodifikasi produk yang dihasilkan.
Skor IFE Kuat
Rata-rata
4,0
3,0
Lemah 2,0
1,0
Tinggi
Skor EFE
I
II
III
IV
V
VI
VII
VII
IX
3,0 Sedang 2,0 Rendah
1,0 Gambar 4. Matriks Internal-Eksternal (IE) Usahaternak Domba Strategi penetrasi pasar merupakan strategi untuk meningkatkan pangsa pasar untuk produk yang sudah ada melalui usaha pemasaran yang lebih gencar. Pangsa pasar komoditi ternak ini masih sanagt luas, bukan hanya didalam negeri tapi juga luar negeri. Hal ini merupakan peluang usaha bagi pelaku usahaternak domba.
Namun peluang ini belum dimanfaatkan sepenuhnya oleh peternak domba khususnya peternak didaerah penelitian. Sebagian besar peternak menjual ternaknya kepada tengkulak. Hal ini berdampak pada harga jual ternak domba yang lebih rendah dibandingkan harga pasar. Untuk itu, diperlukan alternatif strategi penetrasi pasar seperti meningkatkan penjualan ke daerah lain, meningkatkan promosi, dan menerapakan strategi harga bersaing. Untuk merealisasikan strategi ini diperlukan peran kelompok ternak dan dukungan dari pemerintah daerah. Peran kelompok ternak yaitu sebagai pemasar, pemasok, penampung, perantara jual beli ternak dan tempat diskusi peternak dalam menyelesaikan masalah – masalah yang muncul dalam usahaternak. Peran pemerintah lebih ditekankan pada kebijakan – kebijakan yang diambil dalam rangka pengembangan usaha ternak ini. Strategi pengembangan produk adalah strategi untuk meningkatkan penjualan dengan memperbaiki atau memodifikasi produk yang dihasilkan. Usahaternak domba mengahsilkan dua produkyang terdiri dari produk pokok yang berupa domba hidup dan produk sampingan yang salah satunya kotoran ternak. Peternak biasanya melakukan penjualan dalam bentuk domba hidup. Padahal bila peternak menjual dalam bentuk lain akan memeberikan nilai tambah yang lebih besar. Untuk itu peternak membutuhkan alternatif strategi pengembangan produk seperti dalam bentuk makanan sate, rendang, tongseng dan gule. Untuk itu dibutuhkan juga perean kelompok ternak dan dukungan pemerintah daerah. 2.2 Matriks SWOT Usahaternak domba harus mempunyai suatu strategi untuk menghadapai perubahan – perubahan yang sulit untuk diperkirakan dan memenangkan pasar. Berdasarkan identifikasi faktor internal dan eksternal usahaternak, maka dapat disusun alternatif strategi yang cocok untuk pengembangan usahaternak domba. Alternatif strategi tersebut antara lain strategi S-O, strategi S-T, strategi W-O, dan Strategi W-T. Alternatif – alternatif strategi yang dihasikan ini ditujukan bagi peternak itu sendiri dan untuk pemerintah daerah khususnya Dinas Peternakan Kabupaten Bogor .
Strategi Kekuatan dan Peluang (Strenghts and Opportunities) Strategi kekuatan dan peluang merupakan strategi dimana perusahaan dapat menggunakan kekuatannya untuk memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang dapat dilakukan adalah Usaha pembibitan melalui peningkatan peran kelompok ternak bahkan membentuk koperasi peternak domba. Usaha pembibitan ini bertujuan untuk mengantisipasi permintaan terhadap daging domba yang semakin hari semakin meningkat. Apalagi pangsa pasar usahaternak domba ini tidak hanya dalam negeri tapi juga luar negeri. Desa Cigudeg mempunyai lahan pertanian yang luas, dan letak wilayah usaha peternakan ini sangat strategis, dan faktor alam di wilayah ini sangat kondusif bagi usahaternak. Hal ini mengindikasikan wilayah ini sangat cocok untuk usah pembibitan. Dalam mengelola usaha ini akan muncul berbagai masalah. Untuk itu, pemerintah kabupaten bogor diperlukan pemberdayaan kelompok ternak sehingga masalah yang terjadi dapat segera teratasi berdasarkan pengalaman masing – masing peternak. Keberadaan kelompok ini juga mempermudah penyuluh maupun petugas dari Dinas Peternakan untuk melakukan pembinaan – pembinaan dan mengetahui masalah – masalah peternak. Selain itu, informasi - informasi, inovasi, teknologi terbaru dalam dunia peternakan dapat segera sampai kepada peternak melalui pertemuan dan pembinaan oleh dinas peternakan setempat. Disamping itu, juga diperlukan koperasi peternak untuk menampung hasil dari usaha pembibitan ini dan mempermudah pemasaran ternak domba. Strategi Kekuatan dan Ancaman (Strenghts and Threats) Strategi Kekuatan dan Ancaman merupakan strategi dimana perusahaan dapat menggunakan kekuatannya untuk menghindari atau mengurangi dampak dari ancaman dengan menggunakan kekuatan yang ada. Adapun strategi yang paling cocok untuk diterapkan yaitu 1. Menjaga loyalitas dengan konsumen. Usahaternak domba di Desa Cigudeg sudah berlangsung sangat lama dan bersifat turun temurun. Konsumen dari usahaternak meliputi pedagang perantara/ pengumpul (konsumen perantara), pengusaha sate domba, masyarakat sekitar dan luar daerah, dan pedagang pasar hewan. Namun seiring berjalannya waktu semakin banyak pesaing yang melakukan
usahaternak ini dan luasnya distribusi mereka maka peternak harus lebih menjaga loyalitas konsumen yang ada. Hal ini bertujuan untuk lebih memperkuat pangsa pasar. 2. Menerapkan strategi harga bersaing. Peternak juga harus menerapkan strategi harga bersaing sehingga harga ternak domba yang ditawarkan lebih kompetitif. Salah satu cara menerapkan strategi harga bersaing yaitu dengan menawarkan harga yang lebih murah dibandingkan pesaing – pesaingnya tanpa mengurangi kualitas ternak yang akan dijual serta mengurangi keuntungan dari peternak domba. disamping itu dengan penerapan strategi ini, konsumen yang tidak akan beralih ke produk substitusi. Strategi Kelemahan dan Peluang (Weaknesses and Opportunities) Strategi kelemahan dan peluang merupakan merupakan strategi dimana usahaternak dapat mengatasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang dihasilkan yaitu 1. Menambah modal usaha untuk meningkatkan skala usaha. Ketersediaan modal merupakan faktor yang sangat menentukan berkembang tidaknya suatu usahaternak domba. Penambahan modal sendiri maupun modal pinjaman akan sangat membantu peningkatan atau pengembangan skala usaha yang lebih besar. Komitmen dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor yang akan membantu pengembangan usahaternak domba khususnya dalam penyediaan modal akan mempermudah peternak untuk mengembangkan skala usahanya. Peningkatan skala usaha bertujuan untuk mengantisipasi permintaan masyarakat yang meningkat setiap tahunnya apalagi menjelang hari raya idul adha. 2. Memanfaatkan peluang pasar dan memperluas jaringan pemasaran dengan memanfaatkan kemajuan teknologi. Pemasaran yang selama ini dilakukan peternak masih terbatas hanya konsumen – konsumen dari daerah setempat. Padahal pangsa pasar ternak domba ini sangat luas bukan hanya dalam negeri tapi juga luar negeri. Hal ini juga didukung permintaan masyarakat akan
daging domba semakin lama semakin meningkat dan perkembangan teknologi yang meningkat pula. Permintaan daging domba meningkat sebesar 3,6 persen per tahun (Badan Penelitian dan Pengembangan pertanian, 2005). Strategi Kelemahan dan Ancaman (Weaknesses and Threats) Strategi ini didasarkan pada bagaimana meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman yang datang. Strategi yang dapat dilakukan yaitu perbaikan manajemen usaha untuk menghadapai pesaing. Peternak dituntut untuk lebih meningkatkan produksi ternaknya akibat keadaan pasar yang semakin tidak menentu dan munculnya pesaing – pesaing dalam usahaternak ini . Salah satu cara untuk meningkatkan produksi yaitu dengan perbaikan manajemen budidaya yang lebih baik seperti pencegahan dan penanganan penyakit yang benar, dalam pemberian pakan supaya diberikan penambahan konsentrat dan lain – lain. Berdasarkan analisis SWOT maka alternatif strategi yang cocok untuk diterapkan pada peternak yaitu Usaha pembibitan melalui peningkatan peran kelompok ternak bahkan membentuk koperasi peternak domba, Menjaga loyalitas dengan konsumen, Menerapkan strategi harga bersaing, Memanfaatkan peluang pasar dan memperluas jaringan pemasaran dengan memanfaatkan kemajuan teknologi, Perbaikan manajemen usaha untuk menghadapi pesaing dan alternatif strategi yang cocok untuk pemerintah daerah yaitu menambah modal usaha untuk meningkatkan skala usaha.
Faktor Internal
Strengths (S)
Weaknesses (W)
1. Pertanian yang masih luas
1. Manajemen
2. Pengalaman beternak yang lama
ternak masih sederhana 2. Modal yang terbatas dan skala
3. Jumlah domba yang cukup banyak
Faktor Ekternal
usahaternak masih kecil 3. Pemasaran yang terbatas
4. Letak wilayah yang strategis dan
pemeliharaan
tersedianya
alat
4. Keterbatasan tenaga kerja 5. Banyaknya
tranportasi umum.
penyakit
yang
modal
usaha
menyerang
Opportunities (O)
Strategi S-O
1.
Kebiasaan masyarakat untuk
Usaha
menyediakan ternak domba
peningkatan peran kelompok
untukmeningkatkan
pada saat Idul Adha
ternak
usaha (W2, O1, O2)
2.
Adanya
dukungan
pemerintah daerah terhadap
Strategi W-O
pembibitan
bahkan
melalui 1.
membentuk
Peningkatan
Memanfaatkan peluang pasar
S2, S4, O1, O2, O3, 05, 06)
dan
konsumsi
Kondisi Indonesia
memperluas
jaringan
pemasaran memanfaatkan
daging domba 4.
skala
koperasi peternak domba (S1, 2.
usahaternak domba 3.
Menambah
dengan kemajuan
teknologi (W3, O1, O3, O5, perekonomian
yang
O6)
semakin
membaik 5.
Pangsa pasar luas
6.
Perkembangan
teknologi
yang signifikan 7.
Faktor alam yang kondusif bagi usahaternak
Threats (T)
Strategi S-T
1.
Produk substitusi
1.
2.
Kenaikan harga bahan bakar minyak dan tarif listrik
3.
Banyaknya
pesaing
2.
Strategi W-T
Menjaga loyalitas dengan
Perbaikan
manajemen
konsumen (S3, S4, T3)
untuk menghadapi pesaing (W1,
Menerapkan strategi harga
T3)
bersaing (S4, T1, T3)
usahaternak domba 4.
Program penyuluhan yang kurang optimal.
Gambar 5. Matriks SWOT Usahaternak Domba Desa Cigudeg
usaha
3. Tahap Keputusan (The Decision Stage) Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) QSPM adalah alat analisis yang digunakan untuk tahap pemilihan strategi. Pemilihan strategi dilakukan berdasarkan alternatif – alternatif strategi yang diperoleh dari analisis matriks I-E dan matriks SWOT sebelumnya. Matriks ini akan menentukan daya tarik relatif dari beberapa alternatif strategi yang dapat dilaksanakan oleh usahaternak. Strategi yang dapat dilaksanakan oleh usahaternak untuk pengembangan usaha yaitu strategi yang terpilih dari total nilai daya tarik terbesar. Hasil analisis QSPM pada Tabel 21, menunjukkan bahwa strategi perbaikan manajemen usaha untuk menghadapi pesaing menempati prioritas utama pada strategi pengembangan usahaternak dengan total nilai daya tarik (TAS) 6,492. sedangkan alternatif strategi yang menempati prioritas paling terakhir yaitu menerapkan strategi harga bersaing dengan total nilai daya tarik (TAS) 5,319. adapun urutan alternatif strategi berdasarkan matrik QSP yaitu : 1. Perbaikan manajemen usaha untuk menghadapi pesaing (6,492); 2. Memanfaatkan peluang pasar dan memperluas jaringan pemasaran dengan memanfaatkan kemajuan teknologi (6,083); 3. Usaha pembibitan melalui peningkatan peran kelompok ternak bahkan membentuk koperasi peternak domba (5,932); 4. Menambah modal usaha untuk meningkatkan skala usaha (5,567); 5. Menjaga loyalitas dengan konsumen (5,390); 6. Menerapkan strategi harga bersaing (5,319);
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan penelitian di Desa Cigudeg Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor diketahui manajemen usahaternak domba masih sederhana dan bersifat tradisional. Hal ini ditunjukkan pemasaran domba masih mengandalkan tengkulak, manajemen perkawinan belum terlaksana dengan baik, dan peternak belum sepenuhnya melakukan upaya penanganan dan pencegahan penyakit. Faktor Internal yang menjadi kekuatan utama yaitu pengalaman beternak yang lama. Sedangkan kelemahan utama yang dimiliki usahaternak adalah manajemen pemeliharaan ternak masih sederhana. Selanjutnya faktor eksternal yang menjadi peluang utama adalah pangsa pasar luas dan faktor yang menjadi ancaman utama adalah banyaknya pesaing usahaternak domba. Alternatif strategi yang dapat diterapkan berdasarkan analisis QSPM terdapat enam strategi dengan urutan yaitu : Perbaikan manajemen usaha untuk menghadapi pesaing, memanfaatkan peluang pasar dan memperluas jaringan pemasaran dengan memanfaatkan kemajuan teknologi, usaha pembibitan melalui peningkatan peran kelompok ternak bahkan membentuk koperasi peternak domba, menambah modal usaha untuk meningkatkan skala usaha, menjaga loyalitas dengan konsumen, dan menerapkan strategi harga bersaing.
Saran 1. Secara umum usahaternak di Desa Cigudeg, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor perlu ditingkatkan dan diperbaiki lagi, terutama pada manajemen budidaya usahaternak. 2. Strategi – strategi yang telah dihasilkan dalam penelitian ini supaya dapat menjadi acuan bagi peternak maupun pembuat kebijakan dalam sektor peternakan khususnya usahaternak domba. 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai analisis finansial usahaternak domba rakyat, sehingga para peternak dapat mengetahui secara pasti keuntungan, layak dan kelayakan usaha ini.
UCAPAN TERIMAKASIH Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis akhirnya dapat menyelesaikan penulisan skripasi ini. Selama penyusunan proposal, penelitian hingga penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan moril maupun materi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada orang tua (Bapak Samsu dan Ibu Katiyem), adik – adikku tersayang (Atik Suryani dan Ratnawati Handayani), dan keluarga besar Mbah Manto Pawiro atas semua doanya, dukungan, pengorbanan dan kasih sayang yang telah diberikan. Terimakasih kepada Ir. Lucia Cyrilla ENSD., Msi. Dan Ir. Sri Rahayu, Msi. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, pikiran, dan nasehat untuk membimbing, mengarahkan dan memotivasi penulis selama penelitian hingga penyelesaian skripsi. Kepada Dr. Ir. Ahyar Ismail, MAgrSc. selaku dosen penguji seminar terima kasih atas saran, kritikan dan arahannya. Terimakasih kepada Ir. Hadiyanto, MS. yang telah membantu kelancaran skripsi ini. Terimakasih kepada Ir. Yuniar Atmakusuma, MS. dan Bapak Mukhamad Baihaqi, SPt. selaku dosen penguji skripsi atas saran, kritikan dan arahannya. Kepada seluruh staf Program Sosial Ekonomi Industri Peternakan, Fakultas Peternakan atas segala bantuannya. Terimakasih kepada Bapak Atim dan Bapak H. Sain selaku ketua kelompok ternak Sugih Mukti, Dusun Pasir Nangka dan Tani Rahayu, Dusun Palawijo atas bantuan, bimbingan dan arahannya selama penulis penelitian. Terimakasih kepada teman – teman penulis Toni, Nawi, Mahmud, Sandi, Jemi, Alfian, Jemi, Heri, Anasya, Mima, Risza, Yeni, Marlia, Leni, Anis, Mira, Ayu, Ramah, Anas, Irub, Ita, Fahmi, Tari, Marisa yang telah memberi motivasi kepada penulis selama ini. Terimakasih kepada keluarga Griya Mahasiswa (Fatmi, Ikwan, Uun, Mas Budi, Mas Aslaha, Mas Gilang, Mas Wildan) atas segala bantuannya. Terimakasih kepada Diajeng Ayu yang telah memberikan warna lain dalam hidup penulis. Serta seluruh teman – teman seperjuangan SEIP’41, TPT’41 dan THT’41. Bogor, April 2008
Penulis
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statitiska. 2006. Statistika Peternakan. Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kambing dan Domba. Departemen Pertanian. Jakarta. Bank
Indonesia. 2008. Laporan Inflasi. http://www.bi.go.id/web/id/Indikator+Moneter+dan+Perbankan/Inflasi/ [12 Februari 2008]
Blakely, J dan D. H Bade. 1998. Ilmu Peternakan. Edisi Keempat. Terjemahan : B. Srigandono. UGM Press, Yogyakarta. David, F. 2002. Management Strategi. PT. Prenhalindo. Jakarta. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. 2005. Buku Saku Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, Bogor. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. 2007. Laporan Tahunan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, Bogor. Fitria, D. 2001. Prospek pengembangan usahaternak domba komersial (Studi Kasus pada Peternakan Domba Tawakal, Kampung Cimande Hilir, Kecamatan Caringin, Bogor. Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Industri Peternakan. Jurusan Sosial Ekonomi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hadiningrum, V. 2006. Strategi pengembangan usahaternak domba Tawakkal , Dusunn Cimande Hilir, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Industri Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hamdan,S. 2004. Peraturan Daerah Kota Bogor. http://www.kotabogor.go.id [11 Januari 2008] Kamariah, D. 2003. Analisis usaha pemeliharaan domba Garut tipe tangkas dan tipe daging di Kabupaten Garut kasus di Desa Mekarjaya kecamatan Tarogong dan Desa Wanamekar Kecamatan Wanaraja Kabupaten Garut. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Industri Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kinnear, T. L dan Taylor. 1991. Marketing research an Applied Approach. Fourth Edition. McGraw Hill, New York. Kompudu, J. M. 2007. Memilih Daging Sehat dan Halal Menjelang Lebaran. http:// www.tribun-timur.com/view.php?.id=50285 [5 Februari 2008] Kosasih, A. 2001. Formulasi model pengembangan agribisnis pembibitan ternak domba di wilayah Kabupaten Sumedang. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Industri Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kusumaningrum, R. 2004. Fungsi produksi usaha penggemukan domba lokal sistem koloni di Desa Pesawahan, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi. Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Industri Peternakan. Departemen Sosial Ekonomi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pertamina Indonesia. 2007. Perkembangan Harga Produk BBM Tahun 2005. http://www.pertamina.com / [28 Desember 2007] Rahardi, F. 2003. Agribisnis Peternakan. Penebar Swadaya. Jakarta. Ramadas, A. 2006. Domba Garut, Peluang Usaha Membidik Pasar Lokal dan Dunia. http://www.langitlangit.com/mod.php?mod=publisher / [5 Februari 2008] Rangkuti, F. 2001. Analisis SWOT : Teknik Membedah Kasus Bisnis – reorientasi Konsep Perencanaan Strategi Untuk Menhadapi Abad 21. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Rudiyanto. 1993. Analisis fungsi produksi pada peternakan domba rakyat di Desa Singasari Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Soekartawi, A. Soeharjo, J. L. Dillon, dan J. B. Hardaker. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Penerbit Universitas Indonesia Press. Jakarta. Sudarmono, A. S. dan Y. B. Sugeng. 2005. Beternak Domba. Cet-17. Penebar Swadaya. Jakarta. Sugeng, Y. B. 2000. Beternak Domba. Penebar Swadaya. Jakarta. Suharno, B. dan Nazaruddin. 1994. Ternak Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta. Umar, H. 2002. Stategic Management in Action : Konsep, Teori dan Teknik Menganalisis Manajemen Strategis. Gramedia Pustaka utama. Jakarta. Williamson G., dan W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Edisi 3. Terjemahan : SGN D. Darmadja, dan I. B. Djagra. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Rekapitulasi Bobot Faktor Internal Usahaternak Domba di Desa Cigudeg
Faktor internal
R1
R2
R3
R4
Jumlah
Rata - rata
Pertanian yang masih luas Pengalaman beternak yang lama Jumlah domba yang banyak Letak wilayah yang strategis dan tersedinya alat tranportasi umum
0,063 0,139 0,097 0,076
0,097 0,118 0,097 0,111
0,090 0,139 0,104 0,083
0,104 0,111 0,097 0,090
0,354 0,507 0,395 0,360
0,089 0,126 0,099 0,090
Manajemen pemeliharaan ternak masih sederhana Modal yang terbatas dan skala usahaternak masih kecil Pemasaran yang terbatas Keterbatasan tenaga kerja Banyaknya penyakit yang menyerang
0,167 0,118 0,132 0,090 0,118
0,118 0,126 0,118 0,097 0,118
0,146 0,097 0,139 0,056 0,146
0,118 0,132 0,126 0,111 0,111
0,549 0,473 0,515 0,354 0,493
0,137 0,118 0,129 0,089 0,123
4,000
1,000
Total
Keterangan : R1 : Responden 1 (PPL Wilayah Jasinga) R2 : Responden 2 (Peternak Sukses) R3 : Responden 3 (Ketua UPTD Wilayah Jasinga) R3 : Responden 4 ( Dosen IPTP, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor)
Lampiran 2. Rekapitulasi Bobot Faktor Eksternal Usahaternak Domba di Desa Cigudeg
Faktor Eksternal
R1
R2
R3
R4
Kebiasaan masyarakat untuk menyediakan ternak domba pada saat idul adha Adanya dukungan pemerintah daerah terhadap usahaternak domba Kondisi perekonomian Indonesia yang semakin membaik Peningkatan konsumsi daging domba Pangsa pasar luas Perkembangan teknologi yang signifikan Faktor alam yang kondusif bagi usahaternak
0,100 0,073 0,118 0,068 0,118 0,082
0,118 0,073 0,114 0,077 0,109 0,086
0,068 0,077 0,105 0,123 0,114 0,104
0,123 0,073 0,118 0,068 0,123 0,073
Jumla h 0,409 0,296 0,455 0,336 0,464 0,345
Produk subtitusi Kenaikan harga bahan bakar minyak dan tarif listrik Banyaknya pesaing usahaternak domba Program penyuluhan yang kurang optimal
0,100 0,086 0,059 0,114 0,082
0,100 0,086 0,064 0,100 0,073
0,086 0,068 0,096 0,073 0,086
0,104 0,096 0,064 0,090 0,068
0,390 0,336 0,283 0,377 0,309
0,098 0,084 0,071 0,094 0,077
4,000
1,000
Total Keterangan : R1 : Responden 1 (PPL Wilayah Jasinga) R2 : Responden 2 (Peternak Sukses) R3 : Responden 3 (Ketua UPTD Wilayah Jasinga) R3 : Responden 4 ( Dosen IPTP, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor)
Rata - rata 0,102 0,074 0,114 0,084 0,116 0,086
Lampiran 3. Perhitungan Rating Faktor Internal Usahaternak Domba di Desa Cigudeg
Faktor Internal
R1
R2
R3
R4
Jumlah
Rata - rata
Pertanian yang masih luas Pengalaman beternak yang lama Jumlah domba yang banyak Letak wilayah yang strategis dan tersedinya alat tranportasi umum
3 3 4 3 1 1 1 2 2
3 4 2 4 1 1 2 3 1
4 4 2 3 1 3 1 3 1
4 2 3 3 4 1 2 2 1
14 13 11 13 7 6 6 10 5
3,50 3,25 2,75 3,25 1,75 1,50 1,50 2,50 1,25
Manajemen pemeliharaan ternak masih sederhana Modal yang terbatas dan skala usahaternak masih kecil Pemasaran yang terbatas Keterbatasan tenaga kerja
Keterangan : R1 : Responden 1 (PPL Wilayah Jasinga) R2 : Responden 2 (Peternak Sukses) R3 : Responden 3 (Ketua UPTD Wilayah Jasinga) R3 : Responden 4 ( Dosen IPTP, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor)
Lampiran 4. Perhitungan Rating Faktor Eksternal Usahaternak Domba di Desa Cigudeg
Faktor Eksternal
R1
R2
R3
R4
Jumlah
Rata - rata
Kebiasaan masyarakat untuk menyediakan ternak domba pada saat idul adha Adanya dukungan pemerintah daerah terhadap usahaternak domba Kondisi perekonomian Indonesia yang semakin membaik Peningkatan konsumsi daging domba Pangsa pasar luas Perkembangan teknologi yang signifikan Faktor alam yang kondusif bagi usahaternak
3 3 4 3 4 3
4 3 4 3 2 3
3 2 4 3 4 2
4 2 2 2 4 1
14 10 14 11 14 9
3,50 2,50 3,50 2,75 3,50 2,25
Produk subtitusi Kenaikan harga bahan bakar minyak dan tarif listrik Banyaknya pesaing usahaternak domba Program penyuluhan yang kurang optimal
2 3 2 2 2
4 1 2 1 2
2 3 2 4 2
2 2 2 2 2
10 9 8 9 8
2,50 2,25 2,00 2,25 2,00
Keterangan : R1 : Responden 1 (PPL Wilayah Jasinga) R2 : Responden 2 (Peternak Sukses) R3 : Responden 3 (Ketua UPTD Wilayah Jasinga) R3 : Responden 4 ( Dosen IPTP, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor)