V. KEADAAN UMUM INDUSTRI KAYU DI KECAMATAN CIGUDEG
5.1. Kondisi Geografis dan Potensi Alam Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor Provinsi Jawa barat. Daerah ini memiliki potensi lahan yang sangat baik untuk budidaya dan pengembangan kawasan hutan rakyat. Jumlah wilayah yang masuk dalam Kecamatan Cigudeg yaitu terdiri dari 15 Desa. Tabel 8. Jumlah Wilayah Beserta Luas Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Tahun 2008 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Nama Daerah Sukaraksa Sukamaju Cigudeg Banyu Resmi Wargajaya Bunar Mekarjaya Cintamanik Banyu Wangi Banyu Asih Tegalega Batu Jajar Rengas Jajar Bangun Jaya Argapura Jumlah
Luas Km2 6,11 6,24 9,48 7,99 7,22 5,91 7,49 23,59 9,05 9,29 6.89 6,66 11,64 11,62 23,60 152,78
Sumber : Kantor Kecamatan Cigudeg
Kecamatan Cigudeg termasuk kedalam wilayah Kabupaten Bogor yang memiliki luas wilayah 152, 78 Km2 dan mencakup 15 desa yang terdiri dari Desa Sukarasa, Sukamaju, Cigudeg, Banyu Resmi, Wargajaya, Bunar, Mekarjaya, Cintamanik, Banyuwangi, Banyu Asih, Tegalega, Batu Jajar, Rengas Jajar, Bangunjaya, dan Argapura. Untuk mencapai wilayah Kecamatan Cigudeg dari pusat Kota Bogor dapat ditempuh dengan memakai kendaraan angkot maupun kendaraan bus dan ojek dengan jarak tempuh 30 Km (± 2 jam). Secara administratif, batas-batas Kecamatan Cigudeg adalah sebagai berikut:
Sebelah Timur : Kecamatan Parungpanjang dan Kecamatan Rumpin Sebelah Utara : Kecamatan Leuwisadeng dan Kecamatan Leuwiliang Sebelah Selatan : Kecamatan Jasinga dan Tenjo Sebelah Barat : Kecamatan Sukajaya Secara umum iklim di Kabupaten Bogor termasuk golongan C dan D berdasarkan Schmith dan Ferguson dengan curah hujan rata-rata 1800 mm/tahun dengan kisaran suhu antara 210C – 29 0C dengan pengecualian utuk daerah pegunungan yang mempunyai batas bawah suhu lebih rendah sepanjang tahun yaitu sekitar 19 °C dengan kelembaban 65 – 85 persen.
5.2. Sosial Kemasyarakatan Masyarakat Kecamatan Cigudeg mayoritas bekerja di bidang pertanian, perkebunan dan kehutanan. Sedangkan sisanya bekerja sebagai buruh, pegawai negeri, wiraswasta, ABRI dan lain-lain. Sebagian besar penduduk Kecamatan Cigudeg memiliki tanah berupa lahan basah (pesawahan) maupun lahan kering (ladang dan kebun). Namun ada sebagian masyarakat yang memanfaatkan ladang atau kebunnya untuk ditanami pohon akasia atau sengon. Sarana transportasi yang terdapat di Kecamatan Cigudeg adalah jalan raya beraspal yang menghubungkan dengan ibu kota kecamatan serta beberapa jalan berbatu hingga jalan tanah yang menghubungkan antar desa dan bagian dalam desa. Sedangkan jenis sarana transportasi yang dimanfaatkan terdiri dari angkutan kota, ’ojeg’ sepeda motor serta mobil pick up untuk angkutan barang. Akses ke pusat kota cukup mudah, sebab angkutan berupa
mobil angkot tersedia sepanjang hari. Untuk sarana
pendidikan terdiri dari gedung TK (Taman Kanak-Kanak), gedung SD (Sekolah Dasar), Gedung SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama) serta sarana dan prasarana umum lainnya seperti posyandu, tempat ibadah dan sarana olahraga. 5.3. Kondisi Hutan di Kecamatan Cigudeg Pengelolaan hutan di Kecamatan Cigudeg dapat di bagi menjadi dua kelompok yaitu hutan rakyat dan hutan tanaman industri, untuk kelompok pertama hutan tanaman rakyat yang dikelola oleh masyarakat sekitar berupa hutan Akasia mangium, sengon dan campuran, sedangkan kelompok yang kedua
37
termasuk kategori hutan tanaman industri yang dikelola oleh Perum Perhutani berupa hutan akasia mangium. Sebagian besar perusahaan penggergajian kayu menggunakan hutan tanaman rakyat yang dikelola oleh masyarakat. Adapun jenis bahan baku yang banyak digunakan pada perusahaan penggergajian kayu adalah kayu jenis putih-putihan yaitu sengon atau jingjing yang berasal dari hutan rakyat di daerah bogor barat. 5.5. Keadaan Alam Kecamatan Cigudeg memiliki temperature 28 0C-330 C, kelembaban udara rata-rata 80 persen, kecepatan angina rata-rata 3,2 knot, jumlah curah hujan 2.645 m/tahun dan jumlah hari hujan sebanyak 209 hari/tahun. Penyinaran matahari rata-rata 51,2 persen. Jenis tanah yang ada di wilayah penelitian yaitu tanah dengan jenis latosol merah dan latosol cokelat kemerahan. Kualitas tanah di Wilayah Kecamatan Cigudeg cukup bervariasi dan cenderung memiliki nilai kesesuaian lahan yang cocok untuk berbagai jenis tanaman. Kondisi kemiringan lerengnya yang cukup tinggi dan berbukit-bukit yang cocok untuk tanaman hutan. 5.5. Karakteristik Produsen Kayu Gergajian 5.5.1. Jumlah Tenaga Kerja Tenaga kerja yang digunakan oleh masing-masing industri penggergajian kayu (IPK) diambil dari luar keluarga. Sebagian besar IPK skala usaha kecil (100 persen), menggunakan tenaga kerja sebanyak lima orang sedangkan IPK skala usaha menengah (100 persen), menggunakan tenaga kerja sebanyak empat orang, dan IPK skala usaha besar (100 persen),yang menggunakan tenaga kerja sebanyak lima orang. Adapaun perbedaan jumlah tenaga kerja disebabkan oleh kapasitas produksi yang dihasilkan atau jumlah mesin yang digunakan dalam proses pengolahan kayu gergajian. Untuk IPK skala usaha kecil hanya menggunakan satu mesin saja, sedangkan IPK skala usaha menengah menggunakan dua mesin, dan IPK skala usaha besar menggunakan lebih dari dua mesin. Jumlah tenaga kerja menggambarkan produktivitas dalam memproduksi produk dalam jumlah satusatuan. Jumlah tenaga kerja yang digunakan pada masing-masing industri penggergajian kayu (IPK) dapat dilihat pada Tabel 7.
38
Tabel 9. Jumlah Tenaga Kerja Pada Pengelola Industri Penggergajian Kayu (IPK) di Kecamatan Cigudeg, Bogor, Tahun 2009 Jumlah tenaga kerja (orang) 1-4 4-8 8-15 Jumlah
Skala Usaha Kecil Jumlah % 8 100 8 100
Skala Usaha Menengah Jumlah % 3 100 3 100
Skala Usaha Besar Jumlah % 2 100 2 100
5.5.2. Usia Responden Faktor usia sangat mempengaruhi produktivitas kerja seorang pengusaha kayu gergajian. Pemilik usaha yang berumur relatif lebih muda biasanya lebih dinamis, memiliki kemampuan fisik yang lebih kuat dan lebih berani dalam mengambil resiko. Pemilik usaha yang lebih tua biasanya mempunyai pengalaman dalam berwirausaha dalam menjalankan bisnis dan biasanya lebih baik dalam melakukan analisis tentang produksi. Tabel 11. Usia Pada Masing-Masing Industri Penggergajian Kayu (IPK) di Kecamatan Cigudeg, Bogor, Tahun 2009 Usia (Tahun) 20-32 33-45 46-58 Jumlah
Skala Usaha Kecil Jumlah % 4 50 2 25 2 25 8 100
Skala Usaha Menengah Jumlah % 2 66,67 1 33,33 3 100
Skala Usaha Besar Jumlah % 1 50 1 50 2 100
Sebagian besar pengelola usaha kayu gergajian di 13 industri penggergajian kayu (IPK) berada pada usia produktif yaitu berkisar antara 20 sampai dengan 45 tahun. Pengelola industri penggergajian kayu (IPK) pada skala usaha kecil yang berusia produktif (20-45 tahun) sebanyak 75 persen, dan yang berusia diatas 45 tahun sebanyak 25 persen, sedangkan pemilik IPK pada skala usaha menengah yang berusia produktif (20-45 tahun) sebanyak 66,67 persen,dan yang berusia diatas 45 tahun sebanyak 33,33 persen,sedangkan pada IPK skala
39
usaha besar yang berusia produktif (20-45 tahun) sama banyaknyayang berusia diatas 45 tahun masing-masing sebesar 50 persen. Sebaran usia pada masingmasing industri penggergajian kayu dapat dilihat pada Tabel 9. 5.5.3. Tingkat Pendidikan Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pengelola IPK telah menyelesaikan pendidikan tingkat SD. Pengelola IPK dengan skala usaha kecil yang hanya tamat SD sama banyaknya dengan lulusan SMA sebanyak 25 persen, sisanya tamatan SMP dan Perguruan Tinggi (PT) masing-masing sebanyak 37,5 persen dan 12,5 persen, sedangkan pengelola IPK dengan skala usaha menengah yang hanya tamat SD sebanyak 33,33 persen dan SMA sebanyak 66,67 persen. Pengelola IPK dengan skala usaha besar yang hanya tamat SD sebanyak 50 persen dan SMP sebanyak 50 persen. Tingkat pendidikan yang baik merupakan salah satu faktor penting yang akan mempermudah pemilik usaha khususnya dalam penerimaan informasi teknologi pengembangan produksi kayu gergajian ini. Tabel 10. Tingkat Pendidikan Pengelola Industri Penggergajian Kayu (IPK) di Kecamatan Cigudeg, Bogor, Tahun 2009
Pendidikan SD SMP SMA PT Jumlah
Skala Usaha Kecil Jumlah % 2 25 3 37,5 2 25 1 12,5 8 100
Skala Usaha Menengah Jumlah % 1 33,33 2 66,67 3 100
Skala Usaha Besar Jumlah % 1 50 1 50 2 100
5.6. Gambaran Umum Usaha Penggergajian Kayu 5.6.1. Penyediaan Bahan Baku Bahan baku yang digunakan adalah kayu sengon (Paraserianthes falcataria) yang berasal dari hasil hutan rakyat sekitar bogor barat dan luar daerah. Pembelian bahan baku dapat dilakukan ke petani hutan rakyat langsung atau anemer atau suplayer yang menjadi langganan. Dalam memenuhi kebutuhan bahan baku, perusahaan menggunakan jasa pemasok. Pemasok tetap ini bertahun-
40
tahun menjalin hubungan kerjasama dengan perusahaan. Pemasok ini dapat diandalkan dalam hal ketepatan waktu, mutu, jumlah dan harga. Biasanya pengusaha mempunyai lebih dari satu pemasok langganan. Tujuannya untuk menjamin ketersediaan bahan baku secara kontinyu dalam memenuhi permintaan sehingga kegiatan produksi tidak terhambat. Harga kayu balok berkisar rata-rata Rp. 400.000-480.000/m3 dengan panjang 280 cm atau biasa disebut kayu tiga meteran. Pada umumnya produk yang dihasilkan industri penggergajian kayu (IPK) selain menyediakan kayu dengan ukuran dan jenis tertentu juga mengacu pada kebutuhan pasar yaitu menerima ukuran pesanan berdasarkan kebutuhan konsumen, akan tetapi produk yang banyak dihasilkan meliputi ; papan, kaso, dan balok. Pada penelitian ini produk yang akan di analisis adalah produk kaso (4x6), balok (6x12),dan papan (18x1,8), alasannya produk tersebut merupakan produk yang lebih banyak di produksi oleh beberapa industri penggergajian kayu (IPK) dan merupakan produk yang banyak beredar di pasaran. Berkaitan dengan bahan baku yang digunakan bersumber dari proses biologi tanaman kehutanan yang sangat dipengaruhi kondisi alam, maka diprediksi akan memiliki variasi bentuk yang sangat tinggi. Variasi ini akan berdampak terhadap kualitas bahan baku (kayu balok) dan juga akan berimplikasi terhadap produk yang dihasilkan. Kualitas bahan baku yang bagus (diameter besar lurus, tanpa cacat mata kayu dan cacat-cacat kayu lainnya) akan menghasilkan produktifitas yang tinggi ditandai dengan besarnya reindemen proses produksi tersebut. Sedangkan kualitas bahan baku yang rendah (dimensi diameter tidak berbentuk besar, bengkok, dan banyak cacat) akan menghasilkan produktifitas yang rendah ditandai dengan reindemen proses produksi yang rendah. Sedangkan bahan penolong yang digunakan adalah tali rafia. Tali rafia digunakan untuk mengikat dan menyatukan produk pada proses packaging. Bahan penolong diperoleh dari agen langganan yang mengantarkan langsung ke tempat pengolahan penggergajian. Sistem pembayaran yang dilakukan tunai. Tali rafia yang biasa digunakan berukuran besar atau ukuran satu kg.
41
5.6.2. Mesin dan Peralatan Mesin yang digunakan dalam proses produksi pada industri penggergajian kayu (IPK) menggunakan mesin gergaji utama, mesin diesel sebagai motor penggerak gergaji utama dan beberapa penunjang lainnya. Mesin gergaji utama yang digunakan adalah mesin gergaji pita (band saw) dengan diameter pita gergaji 2.400 mm. Adapun kapasitas mesin gergaji utama yang digunakan pada masingmasing industri penggergajian kayu berbeda-beda tergantung jumlah mesin gergaji utama yang digunakan pada pengolahan kayu. Pada skala kecil mesin yang digunakan hanya satu mesin gergaji utama, sedangkan pada skala menengah mesin yang digunakan sebanyak dua mesin gergaji utama, dan pada skala besar berjumlah tiga mesin gergaji utama. Jumlah mesin gergaji utama pada masingmasing skala akan berpengaruh pada kuantitas produksi yang dihasilkan pada masing-masing industri penggergajian kayu berbeda-beda. 5.6.3. Proses Produksi Kegiatan dalam proses produksi merupakan kegiatan yang mengubah bahan baku mentah atau setengah jadi menjadi produk kayu gergajian dengan variasi ukuran. Tenaga kerja yang digunakan pada proses produksi seluruhnya dilakukan oleh laki-laki. Bahan baku yang diolah merupakan hasil dari petani hutan rakyat dan para anemer di wilayah sekitar bogor barat. Bahan baku kayu balok yang akan diolah biasanya didatangkan dari hari sebelumnya yaitu sebelum proses pengolahan dilakukan. Adapun perbedaan harga bahan baku di setiap industri penggergajian kayu (IPK) adalah biaya transportasi bahan baku tersebut dari lokasi ke pabrik dan juga jenis bahan baku. Bahan baku yang sudah masuk tempat pengolahan dilakukan pemilahan bahan baku dengan mengelompokan bahan baku berdasarkan jenis dan diamneter bahan baku. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pemilahan dan pengelompokan produk yang dihasilkan karena bahan baku yang diproses dalam satuan waktu dengan bahan baku yang sejenis akan menghasilkan produk yang sejenis
42
Kemudian bahan baku yang sudah dikelompokan berdasarkan jenis dan diameter,
kemudian
dilanjutkan
dengan
proses
penggergajian
utama.
Penggergajian utama ini adalah mengkonversi bahan baku dalam bentuk kayu balok menjadi produk (sortimen) dengan dimensi yang telah ditetapkan. Proses penggergajian ini menggunakan gergaji utama dengan jenis gergaji pita (band saw). Pada proses ini pengalaman dan keahlian operator sangat dibutuhkan dalam mengkonversi dari berbagai variasi bentuk bahan baku untuk menghasilkan produk yang relatif sejenis. Selain itu, dengan pengalaman dan keahlian operator dapat mengoptimalkan sumberdaya bahan baku untuk menghasilkan produk kayu gergajian. Dimensi produk yang dihasilkan sangat tergantung pada proses penggergajian. Akibat dari variasi bentuk bahan baku, tidak ada cara atau perlakuan yang tetap untuk setiap jenis bahan baku yang digunakan dalam proses penggergajian
ini.
Proses
pengoptimalan
ini
dilakukan
dengan
cara
memaksimalkan hasil dan meminimalkan limbah proses dengan memanfaatkan bahan baku dengan cara menghasilkan beberapa macam dimensi yang telah ditetapkan. Dalam satu balok bahan baku dapat menghasilkan beberapa dimensi produk yang berbeda. Tetapi dimensi produk yang dihasilkan dibatasi dengan standar baku dimensi produk yang beredar di pasaran. Dimensi produk yang dihasilkan sangat tergantung jenis bahan baku. Perincian mengenai alur proses produksi kayu gergajian pada IPK dapat dilihat pada Gambar 5
43
Bahan Baku Kayu Balok
Petani Hutan Rakyat dan Langganan Pemasok
Persiapan Bahan Baku
Proses Penggergajian
Limbah Pemilahan Produk Kayu Gergajian
Balok
Kaso
Papan
Pemotongan Ujung
Packaging dan Penyimpanan
Pemasaran Produk Kayu Gergajian Gambar 3. Alur Proses Produksi Kayu Gergajian di IPK Setelah proses penggergajian selanjutnya dilakukan pemilahan produk berdasarkan dimensi produk kayu gergajian yang dihasilkan. selanjutnya dilakukan proses packaging yaitu mengelompokaan dimensi kayu yang dihasilkan dengan cara mengikat kayu olahan dengan tali rafia. Untuk produk kaso setiap satu pack terdiri dari 15 batang kayu gergajian, sedangkan untuk papan satu pack terdiri dari 10 lembar papan. Setelah proses packaging kemudian produk kayu gergajian disimpan di gudang penyimpanan.
44
5.6.4 Limbah Produk Hasil dari penggergajian kayu menghasilkan limbah berupa serbuk gergajian dan lembaran bekas potongan yang tidak bisa menghasilkan produk. Untuk limbah bekas dikumpulkan dalam satu tumpukan dan dijual dengan harga berkisar antara Rp. 250.000,-. Rp. 300.000/ mobil colt diesel. Masyarakat sekitar pun dapat memungut limbah untuk keperluan bahan bakar sehari-hari, tetapi dalam jumlah terbatas, Sedangkan untuk serbuk gergajian kebanyakan pemilik IPK membuangnya karena tidak laku dijual atau tidak ada pihak yang berminat. 5.6.5 Pemasaran Produk Sistem pemasaran kayu gergajian adalah pelanggan langsung membeli ke tempat pengolahan kayu, dengan sistem pemasaran seperti ini ongkos angkut ditanggung oleh pembeli. Saluran pemasaran yang dilakukan IPK dalam memasarkan kayu gergajian berbeda-beda, ada yang melalui distributor, atau langsung melalui pedagang besar/toko bahan bangunan dan ada juga pedagang pengecer yang mendatangi langsung ke tempat pengolahan kayu. Daerah tujuan pemasaran adalah sebagian besar di daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek)
45