STRATEGI S TR PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BIOETANOL DI PROVINSI LAMPUNG
Rr. ERLINA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN P ER MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Strategi Pengembangan Bioetanol di Provinsi Lampung adalah karya saya sendiri di bawah bimbingan B iooeeta t Komisi Ko K om miis Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi ti ing nggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks di iteerb rb dan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. da an dicantumkan di Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Bogor, September 2011
Rr. ERLINA F. 361020061
ABSTRACT Rr. R r. Erlina: Er Bioethanol Agro-Industry Development Strategy in Lampung Province, under un nder the Supervision of E. Gumbira Sa'id, Machfud, Sukardi, and Zainal Mahmud. M ahm Agro-industry development is an important part of the industrialization process. Agro-industrial Ag gro-in gr development based on potential agricultural areas in Indonesia plays an important im mp po ort r role in driving the economy of Indonesia. Based on the potential areas of Lampung La amp mpu province, there are some superior agricultural commodities such as sugar cane, ca anee, maize, cassava, sweet sorghum, sweet potatoes, and palm juice that can be utilized ut tilliz ized as raw materials for bio-ethanol industries. The objectives of this study aimed to: a) Get the superior commodity that can be used us sed d as a feedstock for bio-ethanol industry in Lampung Province, b) determine the key elements el lem me of the bio-ethanol agro-industry development in Lampung Province, and c) determine de eteerm the bio-ethanol agro-industry development strategy in Lampung province. Analyses were performed by utilizing the Exponential Comparative Method (ECM), (E ECM) EC M), Interpretive Structural Modeling (ISM), and analysis of Strengths, Weaknesses, Opportunities O ppo po p or and Threats (SWOT). The results of the Exponential Comparative Method (MPE) (M MP PEE) analysis showed that cassava is the most superior raw materials. The analysis of ISM-VAXO IS SM-VA found that the key elements of bio-ethanol development of agro-industry in Lampung La am mp pu Province is as followed: a) supporting the development of key elements: 1) the suitability su uittab abi and availability of land for raw materials, 2) Infrastructures production, 3) Support Su upp ppo po local governments in developing agro-bio-ethanol. b) Inhibiting the development de evelo of key elements: 1) limited funding for the development of small-scale agro-industries, ag gro-in 2) low productivity of raw materials, 3) Continuity of raw materials that are ar re not no guaranteed. Based on the analysis of IE / EF-SWOT, the strategy for agro-industry deevelo development of bio-ethanol in Lampung province are: (1) Intensification and extensification ex xtens of agricultural land to meet the needs of raw materials, (2) Making the Lampung La ampu province as a source of national bio-fuel, (3) Promote technological innovation and an nd in institutional innovation to accelerate the delivery and adoption of bio-ethanol technology, and (4) Develop agro-industry cluster bio-ethanol which is supported by te ech chno no o fa aci cilliittiie and infrastructure cluster. facilities Key superior raw materials, agro bioethanol, cassava, strategy development, Ke ey words: wo Lampung province
RINGKASAN Rr. R r. ERLINA. E Strategi Pengembangan Agroindustri Bioetanol di Provinsi Lampung. Dibawah bimbingan ENDANG GUMBIRA SA’ID, MACHFUD, L ampu SUKARDI, SU UKA dan ZAINAL MAHMUD. Pengembangan agroindustri merupakan paradigma yang tepat dalam strategi st traate teg industrialisasi di Indonesia. Pengembangan agroindustri berbasis potensi daerah da aeerra rah memiliki peran yang penting sebagai sektor andalan penggerak ekonomi. Berdasarkan potensi daerah, beberapa komoditas agroindustri bioetanol yang B Berd erd rda dapat da appaat dikembangkan di Indonesia sebagai bahan baku untuk industri bioetanol adalah ad dal alah a tebu, jagung, ubi kayu, sorgum manis, ubi jalar dan aren . Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan (1) bahan baku unggulan hasil ha asi sil pertanian untuk pengembangan agroindustri bioetanol,(2) menetapkan elemen el lem me kunci pengembangan agroindustri dan (3) menetapkan strategi pengembangan agroindustri bioetanol di Provinsi Lampung. Penetapan bahan pe eng nge baku ba aku ku unggulan dilakukan berdasarkan jenis bahan baku yang paling berpotensi untuk un ntuuk dikembangkan dengan melakukan kajian terhadap luas lahan, aspek teknologi, aspek infrastruktur, aspek produksi, serta aspek investasi di Provinsi te eknnol Lampung. L amp mppu m Pendekatan analisis yang digunakan adalah MPE,ISM,IFE/EFE SWOT, AHP A AH HP ddan Analisis Finansial. Hasil penelitian unggulan bahan baku menggunakan Metode M Me ettood Perbandingan Eksponensial (MPE) menunjukkan bahwa tanaman ubi kayu ka ayyuu menempati urutan teratas sebagai bahan baku untuk industri bioetanol di Provinsi P ro ovviin Lampung, selanjutnya diikuti oleh tebu, jagung dan ubi jalar. Berdasarkan analisis Interpretive Structural Modelling (ISM-VAXO) maka m aka didapatkan Elemen- elemen kunci pengembangan agroindustri bioetanol di Provinsi P rovin Lampung, adalah sebagai berikut: a) Elemen Kunci Pendukung Pengembangan adalah sebagai berikut: 1) Kesesuaian dan ketersediaan lahan P enge untuk un ntuk bahan baku, 2) Sarana dan Prasarana produksi, 3) Dukungan pemerintah dalam da alam pengembangan agroindustri bioetanol, b) Elemen Kunci Penghambat Pengembangan agroindustri bioetanol adalah: 1) Keterbatasan modal bagi P enge pengembangan agroindustri bioetanol skala kecil, 2) Produktivitas bahan baku pe enge rendah, re endah 3) Kontinuitas bahan baku yang tidak terjamin, c) Elemen Kunci Pelaku Pengembangan adalah Pemerintah Daerah dan d) sebagai Elemen Kunci P enge Kebutuhan Pengembangan adalah Intensifikasi dan Ekstensifikasi tanaman ubi K ebut kayu. ka ayu yu. Elemen-elemen pendukung pengembangan, penghambat pengembangan, pelaku pe ela laku pengembangan dan kebutuhan pengembangan agroindustri bioetanol yang ada ad da ppada matriks Driver Power Dependence, Kuadran Empat (Independent) untuk analisis EFI (Evaluasi Faktor Internal) dan EFE (Evaluasi Faktor ddigunakan igu guna Eksternal) pada strategi pengembangan agroindustri bioetanol di Provinsi E Ek ksstter Lampung. Berdasarkan hasil matriks EFI diperoleh nilai tertimbang sebesar 2,891 L La am mppu dan matriks EFE dengan nilai tertimbang 2,626, nilai EFI/EFE selanjutnya da an m tahap pencocokan dengan membuat matriks IE (Internal Eksternal) ddilakukan ila lakkuu yang ya ang ng menghasilkan strategi pengembangan agroindustri bioetanol di Provinsi Lampung L La am mppu berada pada Kuadran I, yakni Strategi Agresif ( David, 2002), yang
artinya Pr Provinsi Lampung berada pada kondisi yang memiliki peluang dan kekuatan yang dapat dimanfaatkan dalam pengembangan agroindustri bioetanol kekuata an ya di Prov Provinsi vinsi Lampung. L Berdasarkan analisis IE SWOT, strategi untuk pengembangan Be agroindustri agroind dustri bioetanol di Provinsi Lampung adalah sebagai berikut: dan Ekstensifikasi lahan pertanian untuk memenuhi (1) IIntensifikasi nten kebutuhan bahan baku kke ebbuu Menjadikan Provinsi Lampung sebagai sumber bahan bakar nabati (2) Me M ennjj Nasional Na N asi s Menggalakan inovasi teknologi dan inovasi kelembagaan untuk (3) M Me en mempercepat proses penyampaian dan adopsi teknologi bioetanol m eem m klaster agroindustri bioetanol yang didukung oleh sarana (4) Mengembangkan Men Me dan klaster. da an prasarana p Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan AHP diketahui Bee B menjadi prioritas utama di Provinsi Lampung adalah strategi strategii yyang a an intensifikasi intensif fika kasi dan ekstensifikasi lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan bahan ka bioetanol di Provinsi Lampung, dengan nilai 0,503. Prioritas baku agroindustri aggr groi o in kedua ad aadalah daalla menggalakan inovasi teknologi dan inovasi kelembagaan untuk mempercepat memper errceepa proses penyampaian dan adopsi teknologi bioetanol, dengan nilai ke tiga adalah strategi mengembangkan klaster agroindustri 0,247. Prioritas Prriio bioetanol bioetan no l yang ya didukung oleh sarana dan prasarana klaster, dengan nilai 0,188 dan adalah menjadikan Provinsi Lampung sebagai sumber bahan bakar yang kee eempat m mp dengan nilai 0,062. nabati nnasional, assio io Hasil Haas analisis kelayakan investasi menunjukkan bahwa pengembangan H agroindustri agroind dust s tri bioetanol berbasis bahan baku ubi kayu dengan kapasitas 60.000 kilo per layak untuk dilaksanakan di Provinsi Lampung. Pada kondisi liter pe er ta ttahun ah dengan umur proyek 20 tahun, nilai NPV adalah Rp 482.528.523.576,-, normal dde eng n nilai proyek prroyek positif, dengan asumsi penggunaan suku bunga 14%, nilai IRR proyek yang diperoleh dari hasil analisis adalah sebesar 25,1 persen. Hasil analisis manfaat biaya m anfa menunjukkan nilai Net B/C > 1 yaitu sebesar 2,44 sehingga usaha sedangkan Pay Back Period (PBP) adalah selama 3,44 tahun, layak ddilaksanakan, ilaks berarti yang be erarti investasi yang dikeluarkan akan kembali pada tahun ke 3,446 umur investasi. analisis sensitivitas dengan tiga skenario juga menunjukkan investas si. Hasil H dengan analisis NPV, B/C, IRR dan PBP proyek layak untuk bahwa, den dilaksanakan. dilaksan naka kunci: Kata k unci
bahan baku unggulan, agroindustri bioetanol, ubikayu, strategi Pengembangan, provinsi Lampung
©Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011 © 1. Dilarang D mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa m mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, a. penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. b. b Pengutipan tidak merugikan kepentingan wajar Institut Pertanian Bogor. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh 2. D karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin dari Institut Pertanian ka B Bogor.
STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI S BIOETANOL DI PROVINSI LAMPUNG
Rr. ERLINA
Disertasi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Ju udul Penelitian
: Strategi Pengembangan Agroindustri Bioetanol di Provinsi Lampung
Nama N ama
: Rr. Erlina
NRP N RP
: F361020061
Program Pr rogra Studi
: Teknologi Industri Pertanian
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Endang Gumbira Sa’id, MA.Dev Ketua
Dr. D r. Ir. Machfud., MS Anggota
Dr. Ir. Sukardi,M.M Anggota
Dr. Ir. Zainal Mahmud Anggota
Mengetahui,
Ketua K Ke e Program Studi Teknologi Industri Pertanian T ekknno
Dr. MS Dr D r. Ir.Machfud Ir. Ir
Tanggal T annggg lulus :
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah M.Sc
Penguji Pe engu pada ujian tertutup : 1.Prof. Dr. Ir Ani Suryani 2. Dr Ir Bambang Haryanto, APU
Penguji P ennggu pada ujian terbuka : 1. Prof.Dr.Ir Sugeng P Hariyanto, MS 2. Prof.Dr.Ir. Erliza Hambali MS
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan li impah Rahmat, hidayah dan karunia-Nya, sehingga penulisan disertasi ini dapat da appaat diselesaikan dengan baik. Sholawat dan salam selalu dipanjatkan bagi Rasullullah Muhammad SAW yang telah membawa rahmat bagi seluruh alam R asu sull l semesta. se eme mes Penulisan disertasi ini gelar ge elaar Doktor
pada
merupakan salah satu persyaratan memperoleh
Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Sebagian dari disertasi ini telah P asc scas sc dalam jurnal ilmiah, yaitu: (a) artikel yang berjudul Kajian ddipublikasikan ippuubl elemen-elemen pengembangan agroindustri bioetanol berbasis bahan baku el lem me potensial po oteens di Provinsi Lampung, diterbitkan pada Jurnal Bisnis dan Manajemen, bulan bu ulaan Januari 2011, Vol 7 Nomor 2, Fakultas Ekonomi Universitas Lampung; serta se ertta ((b) artikel yang berjudul Penetapan bahan baku unggulan industri bioetanol Lampung, diterbitkan pada Jurnal Agribisnis Terpadu, bulan Juni ddii Provinsi Pr o 2011, 20 01111, Vol 4 No 1, Fakultas Pertanian Untirta. Penulisan disertasi ini tidak lepas dari da ari ri bbantuan yang tulus dan iklas dari komisi Pembimbing dan berbagai pihak. Oleh O leh kkarena itu ucapan terima kasih disampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Endang Gumbira G umb Sa’id, MA Dev, sebagai ketua komisi pembimbing atas segala curahan ilmu il lmu dan d waktu, bimbingan,arahan, nasehat dan dorongan moril dengan penuh kesabaran kepada penulis sejak penulisan proposal, pelaksanaan penelitian sampai ke esaba selesainya penulisan disertasi. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan se elesa kepada ke epad Dr. Ir Machfud, MS sebagai anggota komisi pembimbing, sekaligus sebagai se eba b ga g Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian IPB, dan kepada Dr. Ir. Sukardi,M.M, dan Dr. Ir. Zainal Mahmud masing-masing sebagai anggota Ir r. S Su u komisi ko o mi mis pembimbing yang telah mencurahkan waktu dan perhatiaannya selama proses pr ros oses bimbingan dan penulisan disertasi. Pada kesempatan ini juga, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada ke eppaad berbagai pihak di bawah ini: 11.. Prof Dr Ir Ani Suryani,DEA dan Dr.Ir Bambang Haryanto, MS yang telah berkenan menguji pada saat ujian tertutup
2. Rektor Rekt Universitas Lampung Prof Dr Ir Sugeng P Harianto MS yang memberikan izin tugas belajar pada Sekolah Pascasarjana Intitut Pertanian mem Bogor dan berkenan sebagai penguji pada saat ujian terbuka Bogo 3. Prof Dr Ir Erliza Hambali MS yang telah berkenan menguji pada saat ujian terbuka te erb rbu 4. Dekan Dekkaa Fakultas Ekonomi yang memberikan dorongan moril dan penuh De perhatian selama penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana pe errh h Intitut In nttiitu t Pertanian Bogor Direktur Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Lampung, 5. Di irree yang ya ang telah memberikan kesempatan penelitian di Selusuban, Lampung Tengah Te eng General 6. Ge G ene Manajer (GM) PT Medco Energy yang memberikan bantuan dan keleluasaan selama pelaksanaan penelitian ke elleel e Dekan Sekolah Pascasarjana yang memberikan kesempapan penulis 7. De D ek mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana Intitut Pertanian Bogor men me mahasiswa dan sahabat seperjuangan di Program Teknologi 8. Teman-teman Teem Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana Intitut Pertanian Bogor, atas kerja In ndduu sama sa ama dan dorongan semangat untuk menyelesaian studi dan disertasi ini. yang tak terhingga kepada ibu tercinta Hj Wasiti, Kakak Dr 9. Penghargaan Peng Budi Harjo dan Dr Diyah Manohara,MS, suami tercinta Dr.H.Toto Gunarto, SE.,MSi dan anakku Mutia Ulfah Gunarto, atas pengorbanan dan Gun pengertian yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan di peng Institut Pertanian Bogor Insti terima kasih juga penulis sampaikan kepada Keluarga yang 10. Ucapan Ucap mendukung dengan segenap cinta dan semua pihak yang telah terlibat men daala ddalam lam proses penelitian ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa disertasi ini kemungkinan masih memiliki P en en enu kekurangan. kekuran ngaann. Oleh karena itu segala kritik dan saran penulis harapkan demi ng kesempurnaan kesemp purrna na disertasi ini. Semoga disertasi ini bermanfaat.Terimakasih Bogor, September 2011 Penulis Rr. Erlina
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cilacap, Jawa Tengah pada tanggal 22 Agustus 1962 sebagai se ebaaga anak ke empat dari enam bersaudara, dari buah kasih pasangan R Soen Soenarto ena en (Alm) dan Hj. Wasiti. Pendidikan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di tempuh di Me M ene nen Provinsi P rov ovin Lampung. Pendidikan Sarjana (S1) di tempuh di Fakultas Ekonomi ov Universitas Lampung (1986) dan Pascasarjana (S2) Teknik Industri di tempuh di Un U niv ive Institut In nsttiitu Teknologi Bandung (1991). Selanjutnya sejak 3 Oktober 2002 penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Program Doktor (S3) me m enndda pada pa ada da Program Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian P ert rtan Bogor, dengan biaya dari TPSDP. rt Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Fakultas Ekonomi Universitas Lampung sejak Tahun 1987 sampai sekarang. Pada tahun 2000 sampai dengan Lamp L am mpp 2002 20 002 dipercaya sebagai Sekretaris Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Lampung, pada Tahun 1994 penulis menikah dengan Dr.Hi.Toto U nive Gunarto,SE.,MSi dan dikaruniai satu orang putri yaitu Mutia Ulfah Gunarto. G unar
i
DAFTAR ISI Halaman Bab Ba B bI
Bab II
Bab III
PENDAHULUAN …………………………………................... PEN
1
1.1 11. .1 Latar Belakang ………………………………………...........
1
11.2 .2 Tujuan Penelitian ...................................................................
3
1.3 11. .3 Ruang Lingkup Penelitian ………………………………….
4
11.4 1. .4 Manfaat Penelitian……… ……………………………….....
4
1.5 11. .5 Klaim Kebaruan …………………………………………….
4
T TI TIN TINJAUAN I PUSTAKA …..………………………....................
5
2.1 22. .1 Agroindustri.............................................. ………..………...
5
22..2 Bioetanol ………………...……..…………………………... 2.2
6
2.3 22. .3 Manajemen Strategi ………..…………………...…………..
8
2.4 22. .4 Strategi Pengembangan Agroindustri………...……………..
10
2.5 22. .5 Penelitian Terdahulu dan Posisi Penelitian................………
13
2.6 22. .6 Teknik Analisis Data ……...……………………………….. .6
17
2.6.1 22. . 6 Metode Perbandingan Eksponensial (MPE)……………...
17
2.6.2 22. .6 Teknik Interpretive structural Modelling (ISM)………...
17
2.6.3 Analisis SWOT………………………………….….……. 2.6
18
2.6.4 Analytical Hierarchy Process (AHP)………..…………. 2.6
21
2.6.5 Analisis Finansial ………………………………….…….. 2.6
23
METODE PENELITIAN ….………………………................... ME
27
3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian………………..
27
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ………………………………
30
3.33 Teknik Pengumpulan Data ……..…………………………..
31
3.4 33. .4 Model Seleksi Bahan Baku Unggulan Daerah.…………...
33
3.5 33. .5 Model Strukturisasi Sistem ………………………………..
35
3.66 Analisis Matriks IFE – EFE ……………………………… 33.
38
3.6.1 33. .6 Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) …………………………
38
3.6.2 33. 3.6 .6 Evaluasi Faktor Internal (EFI) ……………………………
39
3.7 33. .7 Matriks SWOT ……………………………………………
40
33.8 3. .8 Model Penetapan Strategi Pilihan ………………………….
41
ii
Halaman
Bab B ab IV
3.9 Model Ketersediaan Sumber Daya ……………………
43
3.10 Model Skenario Pengembangan Agroindustri Bioetanol … 3.1
45
3.11 Model Kelayakan Finansial ……………………………… 3.1
46
K KE KEADAAN E INDUSTRI BIOETANOL DI PROVINSI
47
LA L LAMPUNG A ……………………………………….. 4.11 Gambaran Umum Provinsi Lampung …………..……….. 44.
47
4.2 44. .2 Visi dan Misi Dinas Energi dan Pertambangan Provinsi Lampung ………………………………......................... 44.3. .3 Kebutuhan Bioetanol Berdasarkan Jumlah SPBU (Satuan .3
49 50
Pengisian Bahan Bakar) dan Jumlah Kendaraan di Provinsi Lampung …………………………………………………… 4.4. 44. 4.4 .4 Kondisi Kebutuhan dan Produksi Bioetanol …..………….
51
4.4.1 44. .4 Dunia ………………………………………………
52
4.4.2 44. .4 Indonesia ……………………………………………….
56
4.5 44. .5 Keadaan Agroindustri Bioetanol di Provinsi Lampung ….. .5
59
4.5.1 44. .5 Identifikasi Potensi Agroindustri Bioetanol di Provinsi .5
59
Lampung …………………………………………………. 4.5.1.1 Identifikasi Potensi Bahan Baku ……………………. 4.5
59
4.5.1.2 Industri Bioetanol di Provinsi Lampung ……………… 4.5
63
4.5.1.3 Peluang Pengembangan Industri Bioetanol di Provinsi 4.5
63
Lampung ……………………………………………. 4.5.2 Teknologi Prose Produks i Bioetanol di “PT Medco 4.5
65
Lampung” 44.6 4. .6 Kendala dan Upaya Pengembangan Produksi Bioetanol di
67
Provinsi Lampung ………………………………………… 4.6.1 44.6 4. .6 Kendala Pengembangan Produksi Bioetanol …………….
67
4.6.2 44. .6 Upaya Pengembangan Produksi Bioetanol ………………
68
44.7 4. .7 Rantai Tata Niaga Bioetanol di Provinsi Lampung ………..
68
4.8 44. .8 Kebijakan Pemerintah Dalam Pengembangan Industri
69
Bioetanol ……………………………………………………
iii Halaman Bab B ab V
HASIL DAN PEMBAHASAN HA
71
5.1 Penentuan Bahan Baku untuk Industri Bioetanol di Provinsi
71
Lampung …………………………………………………… 5.1.1 Penetapan Bahan Baku Unggulan Agroindustri Bioetanol 5.1
71
55.1.2 .11 Sebaran Produksi Ubi Kayu di Provinsi Lampung ……….
75
55.1.3 .1 Jenis dan Varietas Unggul Ubi Kayu …………………….
79
55.1.4 .1 Teknologi Budidaya Ubi Kayu untuk Bioetanol…
80
5.1.5 55. .1 Potensi Ubi Kayu Untuk Bioetanol ……………..............
89
5.2 55. .2 Strukturisasi Sistem Pengembangan Agroindustri Bioetanol
91
55.3 5. .3 Formulasi Strategi Pengembangan Agroindustri Bioetanol Berdasarkan Analisis ISM ………………………………….
106
5.3.1 55. .3 Evaluasi Lingkungan Strategis …………………………
107
5.3.2 55. .3 Analisis Faktor Internal (IFE) dan Faktor Eksternal (EFE)
108
Evaluasi Faktor Strategis Lingkungan Internal dan 55.3.3 5. .3
112
Eksternal ………………………………………………… 5.4 55. ..44 Analisis SWOT (Strengths, Weaknessses, Opportunities,
118
Threats) ……………………………………………………. 5.5 Pemilihan Strategi Pengembangan Agroindustri Bioetanol
124
Dengan AHP ……………………………………………….
Bab VI
5.6 Kriteria Ketersediaan Sumber Daya ……………………….
129
5.7 Analisis Kelayakan Finansial ………………………………
134
5.7.1 Biaya Investasi …………………………………………… 5.7
135
5.7.2 Biaya Produksi …………………………………………… 5.7
135
5.73 Asumsi-Asumsi Pendirian Industri Bioetanol…………... 5.7
136
55.7.4 5. .7 Kriteria Kelayakan ……………………………………….
137
5.7.5 55. .7 Desain Agroindustri dengan Pendekatan Material Driven
140
5.8 55. .8 Implikasi Manajerial ……………………………………… .8
141
KESIMPULAN DAN SARAN ……………………................... KE K E
PUSTAKA …………………………………………………...... DAFTAR RP U
iv
v DAFTAR TABEL Halaman Tabel Ta T bel 1
Responden Pakar Untuk Penyusunan Strategi R
32
Pengembangan Agroindustri Bioetanol di Provinsi P Lampung …………………………………………………... L Tabel Ta T bel 2
Simbol Hubungan dan Definisi Kontekstual Antar Elemen
36
IISM-VAXO ……………………………...………….…...... Tabel T abel 3
Skala Pendapat (nilai dan definisinya) ………………......
41
Tabel T abel 4
Luas Wilayah Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Lampung L
47
Tabel Ta T bel 5
Luas Wilayah Provinsi Lampung Menurut Penggunaan dan L
48
Kabupaten/Kota Tahun 2008 (Ha) ………………………... K Tabel 6
JJumlah SPBU di Provinsi Lampung ………..……………..
51
Tabel 7
JJumlah Kendaraan di Provinsi Lampung Tahun 2010…….
51
Tabel 8
Permintaan Etanol Dunia Periode Tahun 1980 – 2009 ........ P
52
Tabel 9
Pengembangan Program-Program Penggunaan Etanol di P
54
Beberapa Negara .................................................................. B Tabel 10
Produksi Etanol Beberapa Negara di Dunia Tahun 2004 – P 22006 (Juta Galon)………………………………………….
56
Tabel 11
Proyeksi Konsumsi Bioetanol di Indonesia ……………….. P
57
Tabel 12
Konversi Bahan Baku Tanaman yang Mengandung Pati K
60
aatau Karbohidrat dan Tetes Menjadi Bioetanol ………….. Tabel 13
Luas Panen dan Produksi Tanaman Ubi Kayu di Provinsi L
61
Lampung Tahun 2006 – 2008 .............................................. L Tabel 14
Luas Panen dan Produksi Tanaman Jagung di Provinsi L
62
Lampung Periode Tahun 2006 – 2008 ................................ L Tabel 15
Luas Panen dan Produksi Tanaman Tebu di Provinsi L
62
Lampung Tahun 2008……………………………………... L Tabel 16
Kondisi Industri Bioetanol di Provinsi Lampung…………. K
Tabel 17
Alternatif Bahan Baku Unggulan Agroindustri Bioetanol di A
Tabel 18
63
Provinsi Lampung P
72
Hasil Penilaian Alternatif Bahan Baku Unggulan H
72
Agroindustri Bioetanol ……………………………………. A
vi Halaman Tabel T abel 19
Hasil Perhitunagan MPE Untuk Penentuan Bahan Baku H
73
Unggulan ……………………………………………..…… U Tabel T abel 20
Karakteristik Beberapa Varietas Unggulan Ubi Kayu …... K
80
Tabel Lanjutan Karakteristik Unggulan Ubi Kayu ............ T
81
Tabel Lanjutan .................................................................... T
82
Tabel Ta T bel 21
Daya tumbuh dan hasil ubikayu berdasarkan kondisi bibit D
84
Tabel T abel 22
Pengaruh sistem pengolahan tanah terhadap hasil umbi ...... P
85
Tabel T abel 23
Pengaruh cara tanam terhadap hasil ubikayu ...................... P
86
Tabel 24
Pengaruh waktu bebas gulma terhadap hasil ubikayu P
88
Tabel 25
Kebutuhan Ubi kayu untuk Industri dengan Bahan Baku K
90
Ubi Kayu di Provinsi Lampung Tahun 2008 .. …………… U Tabel 26
Potensi Nilai Tambah Agroindustri Ubi kayu di Propinsi P
90
Lampung Tahun 2006 ........................................................ L Tabel 27
Elemen Pengembangan Agroindustri Bioetano dan Hub
91
Konsentektualnya K Tabel 28
Hasil Reachability Matriks Final dari Elemen Pendukung H
93
Pengembangan Agroindustri Bioetanol di Provinsi P Lampung ………………………………..………………… L Tabel 29
Hasil Reachability Matriks Final dari Elemen Penghambat H
97
Pengembangan Agroindustri Bioetanol di Provinsi P Lampung ………………………………..………………… L Tabel 30
Hasil Reachability Matriks Final dari Elemen Pelaku H
100
Pengembangan Agroindustri Bioetanol di Provinsi P Lampung ........................................................................... L Tabel 31
Hasil Reachability Matriks Final dari Elemen Kebutuhan
103
Pengembangan Agroindustri Bioetanol di Provinsi P Lampung ……………………………................................. L Tabel 32
Elemen – Elemen Kunci Sistem Pengembangan E Agroindustri Bioetanol di Provinsi Lampung ...................... A
106
vii Halaman Tabel Ta T bel 33
Matriks IFE Elemen Pengembangan Agroindustri
113
Bioetanol di Provinsi Lampung ………………………... Tabel T abel 34
Matriks EFE Elemen Pengembangan Agroindustri M
116
Bioetanol di Provinsi Lampung …………………………... B Tabel T abel 35
Analisis Ketersediaan Sumber Daya pada Setiap Alternatif A
130
Strategi Pengembangan Agroindustri Bioetanol di Provinsi Lampung ………………………………………………….. L Tabel Ta T bel 36
Matriks Interaksi Ketersediaan Sumber Daya pada Setiap M
131
Alternatif Strategi Pengembangan Agroindustri Bioetanol A ddi Kabupaten Lampung Tengah …………………………. Tabel 37
Matriks Interaksi Ketersediaan Sumber Daya pada Setiap M
133
Alternatif Strategi Pengembangan Agroindustri Bioetanol A ddi Kabupaten Tulang Bawang …………………………… Tabel 38
Analisis Usaha Tani Ubi Kayu …………………………… A
136
Tabel 39
Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Dengan A
139
Beberapa Skenario ……………………………………….. B Tabel 40
Skenario Perubahan Kapasitas Produksi pada Industri Bioetanol …………………………………………………. B
141
viii
ix DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar G ambar 1
Rencana Penggunaan Bahan Bakar Nabati Di Indonesia ..
2
Gambar Ga G mbar 2
Model Manajemen Strategik Secara Komprehesif (David
9
2002)…………………………………………………….. Gambar Ga G mbar 3
Posisi Penelitian Terdahulu dan Penelitian Strategi
16
Pengembangan Agroindustri Bioetanol di Provinsi Lampung ………………………………………………… Gambar 4
Diagram Analisis SWOT (David 2002)
19
Gambar 5
Matriks TOWS dan Kemungkinan Strategi yang Sesuai
21
(Marimin 2004) ………………………………………… Gambar 6
Kerangka Konseptual Penelitian Strategi Pengembangan
29
Agroindustri Bioetanol di Provinsi Lampung ................... Gambar 7
Peta Provinsi Lampung (Bakosurtanal 2003)
30
Gambar 8
Diagram Alir Rekayasa Model Seleksi Jenis Bahan Baku
35
Industri Bioetanol di Provionsi Lampung ................. Gambar 9
Matriks Klasifikasi Sub-elemen Berdasarkan Tingkat
38
Pengaruh dan Ketergantungan (Marimin,2004) ........ Gambar 110 0
Diagram Alir Rekayasa Model Penetapan Strategi Pilihan
43
Dengan AHP ........................................................ Gambar 11 11
Diagram alir Tahap Analisis Ketersediaan Jenis Bahan
44
Baku Bioetanol .................................................................. Gambar 112 2
Ilustrasi Matriks Prioritas Proses (Brelin 1997) ................
46
Gambar 13 13
Prediksi Permintaan Etanol Dunia Dalam Juta Liter
53
Tahun 2010-2019 ............................................................... Gambar 14 14
Perkiraan Kebutuhan Dan Potensi Bioenergi Untuk
58
Substitusi Bahan Bakar Di Indonesia .........……………. Gambar 115 5
Pangsa Produksi Etanol Tahun 2002 Dari Masing-Masing Pabrik Etanol di Indonesia (Wahid, 2008) .........................
59
x Halaman Gambar Ga G mbar 16 16
Perkiraan Kebutuhan Bahan Bakar Premium dan
64
Bioetanol di Provinsi Lampung dan Nasional pada Tahun 2010 .................................................................................. Gambar Ga G mbar 17 17
Diagram Blok Proses Pembuatan Bioetanol di PT Medco
65
di Lampung, 2010 .......................................................... Gambar Ga G mbar 18 18
Rantai Tata Niaga Bioetanol di Provinsi Lampung .........
69
Gambar G ambar 19 19
Pohon Industri Ubi Kayu (Dinas Pertanian Provinsi
74
Lampung 2006 Gambar Ga G mbar 20 20
…….....................................................
Peta Sebaran Lahan Ubi Kayu di Provinsi Lampung
76
(Taharuddin, et al. 2007) Gambar 21 21
Grafik Sebaran Lahan Tanaman Ubi Kayu di 5 (lima)
77
Kabupaten Sentra Ubi Kayu di Provinsi Lampung Periode Tahun 2006-2008 (Prihandana, 2008) …………………. Gambar 222 2
Grafik Sebaran Produksi Tanaman Ubi Kayu di 5 (lima)
78
Kabupaten Sentra Ubi Kayu di Provinsi Lampung Periode Tahun 2006-2008 (Prihandana, 2008) Gambar 23 23
Contoh Penampakan Ubi Kayu di Provinsi Lampung …...
79
Gambar 24 24
Struktur Hirarki Antar Sub-Elemen Pendukung
94
Pengembangan Agroindustri Bioetanol di Provinsi Lampung ……………………………………………… Gambar 25 25
Matriks Driver Power-Dependence Elemen Pendukung
95
Pengembangan Agroindustri Bioetanol di Provinsi Lampung ............................................................................ Gambar 226 6
Struktur Hirarki Antar Sub-Elemen Penghambat
98
Pengembangan Agroindustri Bioetanol di Provinsi Lampung…………………………………………………. Gambar 27 27
Matriks Driver Power-Dependence Elemen Penghambat
99
Pengembangan Agroindustri Bioetanol di Provinsi Lampung ………............................................................. Gambar 228 8
Struktur Hirarki Antar Sub-Elemen Pelaku Pengembangan Agroindustri Bioetanol di Provinsi Lampung ............................................................................
101
xi Halaman Gambar Ga G mbar 29 29
Matriks Driver Power-Dependence Elemen Pelaku
102
Pengembangan Agroindustri Bioetanol di Provinsi Lampung ………………………………………………… Gambar Ga G mbar 330 0
Struktur Hirarki Antar Sub-Elemen Kebutuhan
104
Pengembangan Agroindustri Bioetanol di Provinsi Lampung ………………………………………………... Gambar G ambar 31 31
Matriks Driver Power-Dependence Elemen Kebutuhan
105
Pengembangan Agroindustri Bioetanol di Provinsi Lampung ………………………………….…………… Gambar 32 32
Diagram Alir Tahapan Formulasi Strategi Pengembangan
109
Agroindustri Bioetanol di Provinsi Lampung ………….. Gambar 333 3
Matrik IE ( Internal dan Eksternal)……………………….
117
Gambar 334 4
Hiraki Strategi Pengembangan Agroindustri Bioetanol di
126
Propinsi Lampung …………………………………….. Gambar 335 5
Hasil Analisis AHP Menggunakan Expert Choice -
127
Pembobotan Kriteria ….…………………………………. Gambar 336 6
Hasil AHP Menggunakan Expert Choice - embobotan alternatif ………………………………………………….
128
xii
xiii DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran L ampiran n1
Hasil Analisis MPE Penentuan Bahan Baku Unggulan
148
Industri Bioetanol …………………………………… Lampiran La L mpiran n2
Evaluasi Lingkungan Strategis – Analisis SWOT ……
149
Lampiran La L mpiran n3
Hasil AHP Pembobotan Kriteria Pengembangan
153
Alternatife Penembangan dan Pelaku Pengembangan Industri Bioetanol …………………………………… Lampiran n4
Asumsi-Asumsi Analisis Kelayakan Agroindustri
156
Bioetanol …………………. Lampiran n5
Biaya Investasi Agroindustri Bioetanol…………………
157
Lampiran n6
Biaya Penyusutan dan Perawatan Agroindustri
161
Bioetanol………………………………………….. ….. Lampiran n7
Perkiraan Arus Kas Pabrik Bioetanol Kapasitas 60.000 KL/ Tahun Umur Proyek 20 Tahun …………………….
Lampiran n8
162
Ketersediaan Sumber Daya Pada Setiap Strategi Pengembangan di Kabupaten Lampung Tengah dan
166
Tulang Bawang …………………………………… Lampiran n9
Prediksi Permintaan Etanol Dunia Tahun 2010 – 2019 ...
171
I.
PENDAHULUAN
1.1 1. .1 L Latar Belakang Kebutuhan dan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) dari tahun ke tahun semakin se emak meningkat. Menurut Hayun (2008), kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) (B BB BM M di Indonesia pada Tahun 2010 diperkirakan mencapai 97.100.000 kiloliter dengan de eng nga total impor sekitar 52.600.000 kiloliter. Sementara itu produksi minyak dan da an ggas dunia terus menurun dengan rata-rata 4 - 6% per-tahun, sehingga jika tidak ti idaak ditemukan sumber-sumber cadangan baru, diperkirakan cadangan minyak bumi akan habis pada tahun 2030. bu umi mi Indonesia I Salah satu upaya pemenuhan energi alternatif terbarukan sebagai pengganti bahan bakar minyak bumi, pe eng ngg
sebagaimana tertuang dalam Peraturan
Presiden P res esiidd (Perpres) Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan es Energi Eneerrg Nasional, adalah melalui pengembangan energi terbaru berbasis nabati. En Untuk Untu Un tuk mengurangi impor dan ketergantungan terhadap BBM, pemerintah telah berupaya dengan mengeluarkan kebijakan yang dituangkan dalam Instruksi be eru upa Presiden P res eessiidd (Inpres) Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006, Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor R epu ppuub
2 Tahun 2006 dan Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 2006. Inpres dan Perpres tersebut mengamanatkan In ndo don pengembangan dan penggunaan bahan bakar alternatif. pe enge Bahan Bakar Nabati (BBN) adalah bahan bakar berbasis sumber hayati. BBN B BN berjenis biodiesel dan bioetanol saat ini telah menjadi pilihan untuk dipergunakan sebagai sumber energi pengganti minyak bumi. BBN berperan d iperg penting pe entin dalam menganekaragamkan penggunaan energi dan memberikan sumbangan terhadap peningkatan ketahanan energi. Berdasarkan laporan su umba International Energy Agency (IEA) diperkirakan bahwa pada tahun 2050 BBN In ntern dapat da appaat menurunkan kebutuhan bahan bakar minyak bumi sebanyak 20 - 40% (Azahari, 2008) (A Aza zah Pengembangan agroindustri merupakan paradigma yang tepat dalam strategi st traatteeg industrialisasi di Indonesia ke depan. Soekartawi (2000), menyatakan bahwa ba ahw hwa pengembangan agroindustri berbasis potensi daerah memiliki peran yang penting pe enntt iinn sebagai sektor andalan penggerak ekonomi. Berdasarkan potensi daerah, salah sa alah al ah satu komoditas agroindustri yang penting untuk dikembangkan di Indonesia
2
adalah ubi kayu, tebu dan jagung yang dapat digunakan sebagai bahan baku Mengacu pada rencana pengembangan penggunaan bahan industrii bioetanol. bio bakar nnabati abat di Indonesia (Gambar 1), bioetanol merupakan salah satu bahan bakar yyang ang ccukup penting, setelah biodiesel, untuk dikembangkan produksinya di Indonesia. Indones siaa.. si Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi bahan L La am bioetanol yang sangat baik, mengingat provinsi Lampung memiliki lahan baku bi ioet io eta produksi produks si uubi si b kayu, tebu dan jagung.
Badan Pusat Statistik (BPS) (2008),
mencatat pada tahun 2007 total produksi ubikayu mencapai 6.394.906 ton, mencata at bbahwa at a ton serta tebu 35.730 ton untuk produksi Negara dan 641.511 jagung 1.340.821 1.3 . 34 Swata. Selain itu, sejak tahun 1983 Balai Besar Teknologi ton untuk unttuk produksi p (BBPT) Pati (BB BP PT T pada Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Lampung melakukan penelitian pengembangan bioetanol yang menghasilkan produk telah me m ellaak bahan ba bbakar aka kar yang bermerek Gasohol BE 10, suatu campuran 10% etanol dengan 90% bbensin. ens nsin ns i Bahkan, beberapa perusahaan di Lampung telah menanamkan investasinya investas sin nya untuk memproduksi bioetanol, baik dari bahan baku tetes tebu maupunn ubi ub kayu. Djatnika (2007) menyatakan bahwa Lampung berpotensi menjadi bioetanol terbesar di Indonesia dengan pabrik yang bersifat menjad di penghasil ppee n feed stock design dengan bahan baku tetes tebu, jagung dan ubi kayu. multi fe eed st
Gambarr 1. 1. Rencana Penggunaan Bahan Bakar Nabati Di Indonesia (Tim Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nabati 2008)
3
Dengan keunggulan komparatif yang dimiliki provinsi Lampung, khususnya bahan baku bioetanol yang tersedia, seharusnya Lampung berpotensi kh husu untuk un ntuk mengembangkan agroindustri bioetanol. Berdasarkan penelusuran pustaka yang ya ang ng ttelah dilakukan, terdapat permasalahan pokok yang harus dikaji dalam usaha pengembangan agroindustri bioetanol di Lampung, pe enge nge ng
yaitu
belum adanya
penetapan dan penyusunan strategi yang tepat untuk memaksimalkan potensi pe ene neta t sumber su umb mbe daya daerah dalam mengembangkan
agroindustri bioetanol yang
kompetitif. Strategi tersebut diperlukan agar pengembangan potensi sumber daya ko om mppe daerah da aer erah menjadi agroindustri bioetanol tidak berbenturan dengan kebutuhan bahan baku, ba akkuu,
terutama untuk pangan, maupun industri lain yang terkait. Selain itu
pengembangan bioetanol di Provinsi Lampung diharapkan tidak hanya ditujukan pe eng nge untuk un ntuuk (1) pemenuhan pasokan energi saja tetapi seyogyanya juga dapat (2) mengurangi kemiskinan dan (3) menciptakan lapangan pekerjaan, sehingga me m ennggu program tersebut dapat membantu mewujudkan pembangunan Provinsi Lampung pr roggra r yang ya ang ng bberkelanjutan. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan suatu strategi yang matang dan dapat da appaat diimplementasikan oleh pemerintah daerah Provinsi Lampung dalam bentuk kebijakan. Strategi tersebut diformulasikan berdasarkan potensi bahan baku dan ke ebija i sumber su umbe daya Provinsi Lampung untuk disesuaikan dengan elemen-elemen kunci pengembangan pe enge
agroindustri
bioetanol
di
Provinsi
Lampung,
dengan
mempertimbangkan faktor-faktor eksternal dan internal yang saat ini dinilai m emp menghambat pengembangan agroindustri bioetanol di Provinsi Lampung. m engh
1.2 Tujuan Penelitian 1. .2 Tu Tujuan Tu T uju jua penelitian ini adalah sebagai berikut: 1..
Melakukan analisis ketersediaan bahan baku unggulan hasil pertanian sebagai M baku bbahan a
untuk pengembangan agroindustri bioetanol di Provinsi
Lampung L 22..
Menentukan elemen-elemen kunci pengembangan agroindustri bioetanol di M Provinsi Lampung P
4
3.
Menetapkan strategi pengembangan agroindustri bioetanol di Provinsi Me eneta Lampung. Lam mpun
Ruang 1.3 Ru uang Lingkup Penelitian Ruang lingkup ling nggk penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Analisis An naallis isiiss potensi bahan baku hasil pertanian yang potensial
untuk
pengembangan agroindustri bioetanol di Provinsi Lampung pen ngeem ng m 2.
Pengkajian elemen-elemen kunci pengembangan agroindustri bioetanol di Pen ngkkaaaj ng Provinsi Pro oviinns Lampung ov
3.
Pengkajian faktor-faktor eksternal dan internal untuk memformulasikan Pen ngkaj ng ka ka strategi stra ateegi g pengembangan agroindustri bioetanol di Provinsi Lampung.
Manfaat 1.4 Ma anfa nfaa Penelitian nf Penelitian Peneliti ian n ini in diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1.
Bagi Bag gi para gi pa pengambil keputusan, hasil kajian elemen-elemen kunci sistem pengembangan pen ngeem ng m
agroindustri
bioetanol
diharapkan
bermanfaat
dalam
penetapan pen neta ne tap strategi pengembangan agroindustri bioetanol yang berbasis bahan baku bak ku ddan ku a ketersediaan sumber daya di Provinsi Lampung. 2.
Bagi ilmu pengetahuan, hasil penelitian diharapkan bermanfaat sebagai Baggi gi ddunia u rujukan ruju ukan dalam penelitian dan pengembangan agroindustri bioetanol di Indonesia. Ind dones
Klaim Kebaruan (Novelty) 1.5 Kla aim K Selama ini belum ada penelitian yang mengkaji strategi pengembangan Sela agroindustri agroind dustri bioetanol di Provinsi Lampung yang dapat memberikan gambaran diantara aspek bahan baku dan ketersediaan sumber daya yang yang terintegrasi teer eriinnte te Provinsi ada di P rovi Lampung. Klaim kebaruan penelitian ini adalah penelitian strategi ro pengembangan pengem mbbaan ang agroindustri bioetanol dilakukan dengan menggabungkan aspek faktor-faktor lingkungan strategis dan pertimbangan finansial, kajian tteknologi, eknnoo ek menggunakan beberapa serta me m eng ngg
metode analisis, yakni
Metode Perbandingan
Eksponensial Ekspon nennsi sia (MPE) , Interpretive Structural Modelling (ISM), analisis Strength, Weakness, Weakne essss, Opportunity and Threat (SWOT), Finansial. (AHP) dan ddaan Analisis A
Analytical Hierarchy Process
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2. .1 A Agroindustri Agroindustri adalah perusahaan yang mengolah bahan-bahan yang berasal dari dan hewan. Pengolahan yang dimaksud meliputi transformasi dan da arrii ttumbuhan u pengawetan melalui perubahan fisik, kimia, atau biologi, penyimpanan, pe eng nga pengepakan, dan distribusi (Austin, 1992). Lebih lanjut Soekartawi (2000) pe eng nge menjelaskan bahwa agrondusri merupakan suatu usaha di bidang pertanian yang mennjje me berorientasi pada komersial dan tidak dapat berdiri sendiri yang mempunyai be eroori r beberapa be ebe bera subsistem, antara lain pengadaan agroinput termasuk sarana produksi, yaitu ya aittu pengadaan bahan baku, teknologi proses, pemanfaatan dan pengolahan limbah, li imb mbah pemasaran, transportasi, fasilitas kelembagaan ekonomi dan non ekonomi. Agroindustri penting artinya bagi perekonomian Indonesia, karena Indonesia sebagai negara agraris menghasilkan beragam produk pertanian yang In ndo do n memerlukan sarana pengolahan untuk memproses produk pertanian primer mem me mee menjadi aneka produk jadi yang diperlukan. menj me nja
Peran agroindustri dalam
mengurangi kemiskinan dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Secara meng me ngu g langsung la anggsu pembangunan sektor agroindustri dan sektor pertanian on-farm akan meningkatkan produktivitas pertanian melalui kegiatan produktivitas pertanian, menin sedangkan secara tidak langsung pembangunan agroindustri akan menguatkan seedang sektor seektor
pertanian,
meningkatkan menin
yang
selanjutnya
pertumbuhan
ekonomi.
akan
membantu
Komponen
memperbaiki
yang
dan
mempengaruhi
produktivitas pertanian, diantaranya adalah kapital fisik, infrastruktur, sumber prrodu daya daaya manusia, pendidikan, penelitian dan pengembangan, kepadatan populasi perdesaan serta perubahan teknologi (Susilowati peerdes
et al, 2007). Penelitian yang
dilakukan Mishra (2007) menunjukkan bahwa pembangunan agroindustri dapat dila lakkuu menurunkan tingkat kemiskinan menu me nur u
di India. Peran tersebut dicerminkan oleh
kemampuannya dalam peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja perdesaan, keema mam khususnya bagi kelompok petani berlahan sempit. khhuussu
6
Bioetanol 2.2 Bio oetan Bioetanol adalah etanol yang diproduksi oleh mikroorganisme dengan Bioe menggunakan menggu u naka bahan nabati seperti tebu, jagung, ubi jalar atau ubi kayu. Bioetanol Bioetan nol yyang telah dikembangkan di Indonesia adalah bioetanol generasi pertama. pertama a. a.
Bioetanol generasi pertama menggunakan substrat bahan nabati
mengandung mengan ndu du nngg gula seperti molasses (tetes tebu) dan bahan nabati mengandung pati ubi ubi jalar atau jagung. Bahan baku jagung digiling, dipanaskan, seperti ub bi kayu, k kemudian dan kem mudi ditambah enzim untuk mengubah pati menjadi glukosa, dan larutan mu dihasilkan ditambah khamir untuk mengubah glukosa menjadi glukosaa yang yan a etanol ((Kim, Kiim 2004). K Teknologi produksi bioetanol pada umumnya dikembangkan berdasarkan Tekn T ekn kno jenis bahan baaha han baku yang digunakan, yakni bahan dengan komponen utama pati, atau Walaupun demikian, saat ini baru dua jenis teknologi gula ata au llignoselulosa. i produksi yang digunakan secara komersial dalam bisnis bioetanol dunia produks si bioetanol bio i proses produksi berbasis bahan baku gula dan pati (Prihandana, yaitu teknologi teeknno l 2007) Secara Seca Se car umum proses produksi bioetanol terbagi menjadi beberapa tahap seperti ya yyang anngg dijelaskan berikut: Penanganan 1. Pena anggaan Bahan Baku an Pada Pa ada bbahan baku dengan komponen utama gula seperti tebu dan gandum pada tahap penanganan bahan dilakukan untuk memperoleh manis, ppenggilingan eng gula. Pada bahan baku pati khususnya ubi kayu dan material selulosa, ekstrakk gula diperlukan untuk memperkecil ukuran pati agar bahan dapat proses ppenggilingan eng bereaksi dengan baik pada proses hidrolisa. Hasil penggilingan bahan baku bereaks si de kemudian memasuki tahap pemasakan, yang terdiri dari proses berbasiss tepung tep likuefasi dan likuefas si dda a sakarifikasi. Hasil ekstraksi bahan baku berbasis gula tidak mengalami mengal lam mi ttahap pemasakan tetapi langsung memasuki tahap fermentasi. Proses Pemasakan 2. Prose es P e Pada P addaa proses pemasakan, pati dikonversi menjadi gula melalui proses pemecahan pemeca aha han
menjadi
gula
kompleks
(liquefaction)
dan
sakarifikasi
(saccharification) dengan penambahan air, enzim serta panas (enzim hidrolisis). (saccha arriifi f ic Pemilihan enzim sangat menentukan pengontrolan proses pemasakan. Pada Pemilih han jenis ha jjee
7
ta tahap ahap likuefasi beberapa perlakuan yang dilakukan terhadap bahan gula adalah sebagai se ebaga berikut. Pencampuran pati dengan air secara merata hingga pati menjadi bubur Pen Pengaturan pH larutan Pen Penambahan enzim (alpha-amilase) dengan perbandingan yang tepat P Pe en Pemanasan bubur hingga kisaran 80 s/d 90 0C, dimana pati akan mengalami P Pe em ggeel gelatinasi seiring dengan kenaikan suhu, hingga suhu optimum enzim bekerja me me memecahkan struktur pati secara kimiawi menjadi gula kompleks (dextrin). Prro P r Proses likuefasi selesai ditandai dengan campuran yang menjadi lebih cair. Pada P ada da tahap sakarifikasi (pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana) da beberapa be ebbeer era proses yang terlibat adalah sebagai berikut. Pendinginan Pen Pe bubur sampai suhu optimum enzim sakarifikasi bekerja pH optimum enzim Pengaturan Pen Pe enzim (glukoamilase) secara tepat Penambahan Peen P mempertahankan pH dan suhu pada rentang 50 sd 60 0C sampai proses Upaya Up Up ssaak sakarifikasi selesai (dilakukan dengan pengetesan gula sederhana yang dihasilkan) diihh di 3.. Fermentasi Fer Bubur hasil proses sakarifikasi yang dialirkan ke dalam tangki fermentasi hingga mencapai suhu optimum kisaran suhu 27 sd 32 0C kemudian ddidinginkan iding in inokulum nokul (khamir atau ragi) dimasukkan ke dalam tangki. Pada tahap tersebut kondisi ko ondis proses harus terjaga dari kontaminasi mikroorganisme lain. Berdasarkan kondisi ko o ndis tersebut rangkaian proses dari liquefaction, sakarifikasi dan hingga fermentasi harus dilakukan pada kondisi bebas kontaminan. Fermentasi gula oleh fe erme inokulum akan menghasilkan etanol hingga kandungan etanol di dalam tangki in nok okul u mencapai 8 - 12 %. Pada saat kondisi jumlah etanol yang lebih besar, ragi akan m me enc nca menjadi m me enj nja tidak aktif disebabkan kelebihan etanol bersifat racun bagi ragi. Tahap proses pr ros oses setelah fermentasi adalah distilasi, namun sebelum memasuki tahap perlu dilakukan pemisahan padatan-cairan produk fermentasi agar ddistilasi, isstt iilla terhindar dari terjadinya clogging selama proses distilasi. te erh rhiin n
8
Distilasi 4. Disti ilasi Distilasi dilakukan untuk memisahkan air dari etanol pada cairan hasil Disti fermentasi. ferment tasi. Titik didih etanol murni adalah 78 0C sedangkan titik didih air adalah 100 0C (ko (kondisi standar). Destilasi yang dilakukan dengan rentang suhu 78 – 1000C ak akan kan an menyebabkan sebagian besar etanol menguap dan melalui unit akan kondensasi. konden nsaassii. Destilasi dapat menghasilkan etanol dengan konsentrasi 95 % volume. volume e. 5. Pemu Pemurnian urn ur nii Etanol Untuk Untu kegunaan bahan bakar, etanol yang diproduksi harus memiliki Un konsentrasi konsent tras asi 99,8% (anhydrous). Terdapat empat tipe teknologi pemurnian etanol as azeotropic, distilasi ekstraktif, pressure swing adsorption (PSA) yaitu distilasi dist st iilla st l berdasarkan berdasa arka kan pada molecular sieves, dan pemisahan dengan membran. Distilasi ka azeotropik azeotro opikk ddan distilasi ekstraktif merupakan pemisahan etanol dan air yang pada umumnya serta merupakan teknologi yang telah digunakan sejak lama. umumn nya digunakan d Teknologi yang paling efisien untuk menghasilkan anhydrous ethanol Teknolo ogi permisahan og p PSA/molecular sieve technology. Proses produksi etanol berbahan baku adalah P SA S A tiga produk samping utama yaitu stillage, fuel oil dan gula menghasilkan menngh karbondioksida, sedangkan proses produksi berbahan baku pati misalnya ubi kayu karbond diokks menghasilkan tiga produk samping tersebut juga menghasilkan distiller’s selain m eng grain dried gr rain (DDG). Stillage merupakan residual cairan fermentasi yang diperoleh proses dari pro oses distilasi setelah alkohol secara sempurna dipindahkan dari kolom destilasi. destilas si. Fusel Fu oil dihasilkan bersama etanol dari proses distilasi. Fusel oil adalah suatu oordo rdo tipe alkohol yang lebih tinggi dengan jumlah karbon lebih dari dua struktur pada str ruktu kimianya (Yoosin dan Sorapipatana, 2007).
Manajemen Strategi 2.3 Ma ana naje Manajemen strategi adalah suatu seni dan ilmu dari pembuatan Maan M (formullat ((formulation), atio ion penerapan (implementing) dan evaluasi (evaluation) keputusankeputusan antar fungsi-fungsi yang memungkinkan sebuah organisasi keputus san strategik sa s mencapai masa depan (Wahyudi, 1996). Lebih lanjut David (2002), mencap paaii ttujuan-tujuan u menjelaskan menjela aska as kan bahwa dalam pelaksanaan manajemen strategi suatu perusahaan
9
ddipengaruhi ipeng oleh faktor-faktor eksternal dan internal. Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi kemajuan perusahaan atau suatu organisasi dalam mencapai tujuan m emp yang ya ang dditetapkan. Proses manajemen strategi meliputi tiga tahapan, yaitu formulasi strategi, st trateg implementasi strategi dan evaluasi strategi. Ketiga tahapan tersebut dapat ddilihat iliha liihhaat pada Gambar 2.
Gambar 2. Model Manajemen Strategik secara Komprehensif (David 2002) G Ga am
Penjabaran umum tentang manajemen strategi dijelaskan sebagai berikut: P enjab 1..
Formulasi strategi meliputi perumusan misi, identifikasi peluang dan F ancaman dari lingkungan eksternal organisasi, menentukan kekuatan dan an kelemahan internal organisasi, ke
merumuskan tujuan jangka panjang,
membangkitkan alternatif, dan memilih strategi yang terbaik. Formulasi m strategi mencakup keputusan-keputusan yang terkait dengan bisnis apa yang st akan dimasuki atau dihindari, bagaimana pengalokasian sumber daya, apakah ak melakukan diversifikasi, apakah memasuki pasar internasional, apakah m melakukan merger atau bentuk joint venture lainnya. m 2..
Implementasi Im menetapkan m
strategi tujuan,
memerlukan
persyaratan-persyaratan
kebijakan-kebijakan,
memotivasi
seperti
karyawan,
dan
mengalokasikan sumber daya, sehingga strategi yang telah diformulasikan m dilaksanakan. Implementasi strategi mencakup pengembangan budaya ddapat a oorganisasi yang mendukung strategi, mengembangkan struktur organisasi or
10
yan yang ng ef efektif, mengarahkan kembali usaha pemasaran, menyusun anggaran, mengembangkan dan menggunakan sistem informasi dan menyesuaikan me engem kompensasi dengan kinerja organisasi. kom mpen 3.
Evaluasi Evaaluas strategi merupakan tahap akhir dari proses manajemen strategik Terdapat Ter rdap rd apa tiga aktivitas utama dalam tahapan evaluasi strategi, yaitu : (1) meninjau me eni ninnjja ulang faktor-faktor eksternal dan internal berdasarkan pada strategi yang yan ng ssedang dilaksanakan; (2) melakukan pengukuran kinerja; dan (3) ng mengambil me engga m tindakan perbaikan.
Gumbira-Sa’id (2001), menyatakan bahwa beberapa manfaat penerapan Gumbir ra-Sa manajemen manajem men strategi bagi perusahaan adalah me
sebagai berikut: (a) identifikasi,
pengaturan pengatu uraann pprioritas dan eksploitasi peluang, (b) memberikan pandangan obyektif ur manajemen, (c) mewakili kerangka kerja koordinasi yang terhadap app masalah m mengikat mengik katt ddan a pengawasan aktivitas-aktivitas, (d) meminimalisasi efek perubahan lingkungan, lingkun ngan ng an, (e) menghasilkan keputusan penting dengan didukung oleh tujuan jelas, yang je elas, el aass (f) mendorong berfikir kedepan, (g) menegakkan disiplin dan formalitas formalit ittass kkepada manajemen, (h) menciptakan kerangka kerja bagi komunikasi karyawan, (i) membantu menyalurkan perilaku individu-individu internall ddiantara iiaan kepada usaha ussaah bersama, serta (j) memberikan dasar klarifikasi bagi tanggung jawab individu. individu u.
Strategi 2.4 Str rateg Pengembangan Agroindustri Terdapat 3 (tiga) konsep dalam pola pikir yaitu berpikir secara mekanik Terd (berfikir secara operasional), intuisi (berdasarkan kebiasaan/gerak hati) (berfiki ir se
dan
berdasarkan konsep). Menurut Garvin et al., (1994) berpikir strategii (berpikir (ber akan menghasilkan penyelesaian yang lebih kreatif dan berbeda secara sstrategik trate bentuknya bentukn nya ddaripada hanya berpikir mekanik dan intuisi. Dengan semakin kreatif ny memecahkan memeca caahhkka ka masalah, bentuk pemecahan masalah atau alternatif penyelesaian banyak dan tingkat kesalahan semakin kecil dan akan masalahh semakin se se menguntungkan pembuat keputusan. mengun ntu tung ng
Berpikir strategik memerlukan beberapa
seperti identifikasi masalah, pengelompokkan masalah, proses tahapann be bberpikir er abstraksi, abstrak ksi,i, ddan a penentuan metode pemecahan masalah.
11
Strategi didefinisikan sebagai alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam da alam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya (Chandler, 1962 di dalam Rangkuti, 2009) pr riorit Selanjutnya Argyris (1985) menyatakan bahwa strategi adalah respon secara terus Selanj menerus m me enneer maupun adaptif, terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal yang dapat mempengaruhi organisasi. da an kke e Dengan demikian, strategi adalah suatu pola atau perencanaan yang mampu ma m amp mp mengintegrasikan sasaran, kebijakan, dan tindakan-tindakan organisasi secara se ecaara r kohesi. Sejalan dengan definisi agroindustri yang telah dijelaskan sebelumnya, maka pengembangan agroindustri merupakan segala bentuk se ebe belu lu pengusahaan yang dilakukan ke arah yang lebih baik dari sebelumnya. pe eng ngu Berdasarkan uraian tersebut, maka strategi pengembangan agroindustri adalah Berd B erd r da suatu su uaattu
pola
pengembangan
agroindustri
yang
mengintegrasikan
sasaran,
kebijakan, dan tindakan-tindakan organisasi usaha secara terpadu sehingga ke ebi bija ja menjadi m enj nja lebih baik, dalam arti terciptanya nilai tambah dari keadaan sebelumnya. Berdasarkan Grand Strategy Pengembangan Agroindustri yang telah ddisusun isuussuu oleh Deptan (2005), program pengembangan agroindustri diarahkan untuk un ntuuk hal-hal berikut: 1.
Mengembangkan klaster industri, yakni industri pengolahan yang terintegrasi M dengan sentra-sentra produksi bahan baku serta sarana penunjangnya. de
2.
Mengembangkan industri pengolahan skala rumah tangga dan kecil yang M ddidukung oleh industri pengolahan skala menengah dan besar.
3.
Mengembangkan industri pengolahan yang mempunyai daya saing tinggi M untuk meningkatkan ekspor dan memenuhi kebutuhan dalam negeri. un
Empat E mpa prioritas utama kebijakan pemerintah dalam pengembangan agroindustri pada sinergi antara keunggulan komparatif sumberdaya dengan ddifokuskan ifo fokkuu foku orientasi pasar, yakni: (i) industri pengolahan hasil perkebunan seperti industri or riieent pengolahan minyak sawit dan kelapa, industri kakao olahan, industri gula, industri pe ennggo biji bi ijii mete m olahan, industri kopi bubuk/instan, dan industri teh olahan, (ii) industri pengolahan hasil tanaman pangan dan hortikultura seperti industri buah dan sayur pe eng ngo dalam da alam llaam kaleng, industri minuman sari buah, industri tepung tapioka, bioetanol dan derivatnya, industri pakan ternak, dan industri makanan ringan, (iii) industri de eriva rriivvaa
12
pengola pengolahan ahan hasil peternakan seperti industri susu olahan, industri daging dalam kaleng, dan industri penyamakan kulit, serta (iv) industri pengolahan hasil ikutan/samping seperti industri agrocomposting, industri pakan ternak, industri ikutan/s samp coco fiber fibber ddan coco peat, industri karbon aktif, industri minuman dari buah jambu lain-lain (Deptan, 2005). mete, da ddan an lla a Menurut Austin (1992) pengembangan agroindustri memiliki empat M Me en kekuatan, kekuata an, yyang dapat dijadikan motor penggerak perekonomian pada suatu an yaitu negara, yya ait i (1) Agroindustri merupakan pintu keluar bagi produk pertanian, produk pertanian memerlukan pengolahan sampai ke tingkat tertentu artinya ppr ro d sehingga meningkatkan nilai tambah. (2) Sumber penunjang utama sektor sehingg ga dapat ga da manufaktur, manufa akttur ur artinya sumberdaya pertanian sangat diperlukan pada tahap awal ur, industrialisasi dan agroindustri mempunyai kapasitas yang besar dalam industri ialliissa menciptakan mencipt taka ta ka kan
lapangan
kerja,
meningkatkan
produksi,
pemasaran
dan
pengembangan pengem mbaang kelembagaan dan jasa. (3) Berperan dalam menciptakan devisa artinya negara, ar rttiin produk pertanian mempunyai permintaan pasar yang di dunia baik bahan baku, setengah jadi, maupun produk siap dikonsumsi dalam bentuk beent sehingga pengolahan sesuai dengan permintaan konsumen, dan (4) sehingg ga perlu p Agroindustri Agroind dussttr mempunyai dimensi nutrisi, artinya agroindustri dapat menjadi du pemasok kebutuhan gizi masyarakat dan memenuhi kebutuhan pangan nasional. pemaso ok ke Beberapa kendala pengembangan agroindustri pedesaan diantaranya Beb antara llain: ain: (1) Kualitas dan kontinuitas produk pertanian sebagai bahan baku terjamin; (2) Kemampuan SDM masih terbatas; (3) Teknologi yang kurang terja digunakan digunak kan sebagian besar masih bersifat sederhana, sehingga menghasilkan produk yang yan berkualitas rendah; (4) Belum berkembang secara luas kemitraan agroindustri skala kecil/rumahtangga dengan agroindustri skala besar antara agro (Supriyati, (Supriy yat at i,i, eet al., 2006). Pengembangan agroindustri, dalam hal ini termasuk agroindustri bioetanol P Pe eng n karakteristik para pelaku ( Supriyati dan Suryani, 2006). Lebih harus bberdasarkan erd rda Supriyati (2007) menyatakan bahwa implikasi pengembangan agroindustri lanjut Su S upr pri dengan kebijakan pemerintah untuk mengatasi kendala dan harus di ddidukung idu duk hambatan hambat tan an ppengembangan agroindustri pedesaan, diperlukan kebijakan yang komprehensif kompre ehheens ns dari peyediaan bahan baku hingga pemasaran, serta dukungan
13
SDM, teknologi, sarana dan prasarana, dan kemitraan antara agroindustri skala besar/sedang dengan agroindustri skala kecil atau rumahtangga. be esar/ 2.5 Penelitian Terdahulu dan Posisi Penelitian 2. .5 P Penelitian strategi pengembangan agroindustri bioetenaol berbasis potensi bahan ba ahhaan baku dan sumber daya daerah belum banyak dilakukan. Akan tetapi secara umum um muum m
penelitian
terkait
pengembangan
agroindustri
sudah
dikerjakan
sebelumnya, sehingga dapat dijadikan rujukan dalam penelitian ini. se ebeelluu Penelitian agroindustri berbasis potensi daerah dilakukan oleh Mirah (2007), (2 20007) 7 yang mengkaji pengembangan agroindustri uggulan wilayah berbasis kelapa ke elaapa di Provinsi Sulawesi Utara, yang menghasilkan kesimpulan bahwa potensi pasar pa asaar merupakan sub elemen kunci pendukung pengembangan agroindustri. Lebih lanjut la anjjuutt hasil penelitian tersebut
menyebutkan bahwa faktor penghambat
pengembangan adalah sumber daya teknologi dan keterbatasan finansial. pe eng nge Peningkatan sumber daya teknologi merupakan sub elemen kunci kebutuhan Pe enin ing pengembangan agroindustri berbasis kelapa. pe eng nge Triyanto (2007) melakukan penelitian mengenai pengembangan bisnis biodisel bi ioddis dari minyak kelapa sawit dan pengaruhnya terhadap pasokan minyak goreng go oren or eng di Indonesia. Faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan bisnis adalah ad dalah faktor politik dan faktor ekonomi. Variabel-variabel dari faktor tersebut yang ya ang mempengaruhi pengembangan bisnis biodiesel adalah variabel fluktuasi harga, ha arga, kebijakan ekspor, subsidi, pajak, kurs rupiah, peraturan/birokrasi, pemasaran dan suku bunga perbankan. Untuk pengembangan bisnis biodisel pe emas diperlukan strategi berikut: (i) Pengembangan bisnis biodisel dari minyak kelapa di iperlu sawit sa awit dilakukan secara bertahap, (ii) Penerapan teknologi proses produksi, (iii) Pembangunan industri biodisel terpadu, dan (iv) Melakukan aliansi strategis Pe emba dengan de eng nga mitra dari negara maju. Penelitian terkait pengembangan teknologi proses dilakukan oleh Arnata (2009) (2 200 009) terkait pengembangan alternatif teknologi pembuatan bioetanol dari ubi kayu. ka a yyuu. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa alternatif terbaik proses fermentasi secara se eccaara bertahap dapat dikembangkan PHODOXL SURVHV OLNXLILNDVL GHQJDQ Įasimilase, sakarifikasi dengan amiloglukosidase (AMG) dan selulase kasar serta as sim mil fermentasi menggunakan S. cerevisidae. fe erm rmeenn
14
Hasi Hasil penelitian Budi (2009) tentang pengembangan agroindustri wijen menyimpulkan bahwa model strategi pengembangan agroindustri wijen lebih menyim mpulk bberorientasi erorienntasi terhadap upaya peningkatan peran serta dan perubahan kesejahteraan petani. Model tersebut menghasilkan pola terpadu pengembangan agroindustri ppe tani. Mod mampu yang m aam mp meningkatkan produktivitas komoditas dan lahan, sehingga dapat mp meningkatkan mening gka kattkka daya saing dan bernilai tambah. Huang Hu uan a Qiu, et al, (2010) dengan judul penelitian Bioethanol development in China Chin na and an the potential impacts on its agriculture economy, penelitin bertujun pengembangan program biofuel jangka panjang di China, dengan untuk Mengkaji Meng Me ng serangkaian serangk kaia ka ian dukungan keuangan dan kelembagaan.Metode yang digunakan pada penelitian peneliti iann iini n adalah analisis keuangan dan kelembagaan.Hasil dari penelitian ini menyatakan menyata akan ak an bahwa Cina telah mengembangkan program biofuel jangka panjang, dukungan keuangan dan kelembagaan, terdapat kendala dengan sserangkaian eerrra program biofuel di Cina yaitu kurangnya lahan untuk dalam pe ppengembangan enngg produksi baku. Ekspansi bioetanol di Cina memiliki dampak yang kecil produks si bbahan a pertanian secara keseluruhan di pasar Internasional, akan tetapi pada harga-harga haarga gaga memiliki yang signifikan terhadap harga produksi bioetanol di Cina. memilik ki dampak da Farid Fa arriid Talebnia, et al, (2009) dengan judul penelitian Production of bioethanol wheat straw, focus dari penelitian ini adalah melihat kemajuan bioetha anol from f terbaru dalam dala pretreatment, hidrolisis dan fermentasi jerami gandum dalam proses produksi dari generasi ke dua, dengan metoda nilai tambah proses produks si bioetanol bi produksi ke dua dari industri bioetanol yang berasal dari jerami gandum produks si generasi ge pretreatment, Hidrolisis dan Fermentasi, kesimpulan dari penelitian ini dengan pret adalah uuntuk ntu jangka pendek produksi bioetanol dari jerami gamdum merupakan solusi yyang ang dapat diperhitungkan karena efisien,ekonomis dan mempunyai nilai tambah yang yaanng tinggi. Papong, et al, (2009) melakukan penelitian dengan judul Life-cyle energy Pap Pa P ap analysis of bioethanol production from cassava in Thailand, and environmental envvi virroon Penelitian Peneliti iann ddilakukan di Thailand. Tujuan dari penelitiannya adalah mengkaji tahapan dalam siklus hidup produk semua tta ahhaa
mulai dari tahap pengenalan,
pertumbuhan, pertumb buha bu ha kedewasaan dan penurunan bioetanol, termasuk budidaya, proses,
15
tr transpotasi ransp dan konversi bioetanol dengan menggunakan metode Analisis produksi pr rodu tentang produk life cyle energi. Yamamato, 2007 dengan judul penelitian An Analysis of Strategy about Bioethanol in world using a global energy system model, metode yang digunakan B ioeth Model M Mo oddee Sistem Global energy dan analisis financial, tujuan dari penelitian ini adalah ad dal alaahh Menganalisis strategi pengembangan bioetanol di daerah impor, dengan cara ca araa mengembangkan sistem energi global model, dengan teknik berbasis agen.Hasil utama dari penelitian ini adalah jika daerah impor menetapkan target ag gen en.H rasio ra asiio campuran bioetanol, maka daerah ekspor dapat menaikan harga bioetanol dan premi.Jika daerah impor menentukan strategi target campuran da an mendapatkan m yang ya ang ng ffleksibel, maka premi akan menurun. Penelitian ini menyataka bahwa rasio campuran bioetanol penting untuk dapat menghasilkan teknologi etanol selulosa ca amp mpu dengan de enngga biaya rendah. Penelitian strategi pengembangan agroindustri sangat tergantung pada visi, misi m isi si dan si d struktur pengembangan, termasuk aspek-aspek sosial budaya pelaku utama ut tam ma serta karakteristik dari bahan baku. Dengan demikian, pengembangan agroindustri berbasis bahan baku unggulan tidak selalu menerapkan pada pola ag gro oiinn atau yang sama. at tauu strategi st Strategi pengembangan agroindustri bioetanol berdasarkan pendekatan bahan ba ahan baku unggulan dan ketersediaan sumberdaya daerah di Provinsi Lampung, ddiduga iduga
memiliki
elemen-elemen
kunci
yang
bebeda
dengan
strategi
pengembangan agroindustri yang telah dilakukan oleh Mirah, 2007. Posisi pe enge penelitian ini dibandingkan dengan penelitian-penelitian terdahulu diperlihatkan pe eneli pada 3. pa ada Gambar G
16 16
Budiharsono, 1995
LQ
Marimin, 2004
MPE David, 2002
SWOT
Metode Penelitian
Kurniawan, 2005; Bustaman, 2008
Pendekatan Bahan Baku
Saaty, 1999
AHP
Potensi Bahan Baku
Pendekatan Strategi Pengembangan
Strategi Pengembangan Agroindustri Bioetanol di Provinsi Lampung
Strategi Pengembangan Agroindustri Bioetanol Berbasis Ketersediaan Bahan Baku dan Sumberdaya Daerah
Bustaman, 2008; Supriyanto & Purnomo, 2008; Qiu et al,2010; Hiromi, 2007
Urgensi Strategi Pengembangan Agroindustri Biotenaol
MPE, ISM, SWOT,AHP
David, 2002; Rangkuti 2000, Shrivastava, 1994
Manajemen Strategi
Konsep Berbasis Ketersediaan Bahan Baku dan Sumberdaya Daerah
Potensi Sumberdaya daerah Eriyatno, 2003
ISM
Nurwidyastuti, 2006; Hiromi, 2007
Pendekatan Proses
STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI
Mirah, 2007
Pendekatan Wilayah
Strategi Pengembangan Agroindustri
Gambar G amb 3. Posisi Penelitian Terdahulu dan Penelitian Strategi Pengembangan Agrodindustri Bioetanol di Propinsi Lampung
Strategi St traate tegi teg Pengeem embbaan Pengembangan Agro oinddus Agroindustri
Soekartawi, Soekar rtaaw wii, i, 2000 2
Identifi Identifikasi fiikaassii Faktor F Penge embbaan em Pengembangan Agro rooin ndduus Agroindustri
Supriatii & S Supriadi, u perriind pe nd 2005 2006; Dep Deperindag,
Identifikasi Iden ntiifi fika Permasalahan Permassallaahha dan Kendalaa Agroindustri Aggrro A oi
Austin, 19 1992; 992 2; H Herjanto, 20003 03 2003
Terminologi Term rm minnolo
Penggem Pengembangan mb ba a Agroindustri Agr roin in ndu d
2.6 2. .6 Teknik T Analisis Data 2.6.1 2. .6.1 Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) merupakan salah satu metode untuk un nttuuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan dengan kriteria jamak. Teknik T ekn knik ini digunakan sebagai pembantu bagi individu pengambilan keputusan kn untuk un ntuuk menggunakan rancang bangun model yang telah terdefinisi dengan baik pada pa addaa ttahap proses. MPE akan menghasilkan nilai alternatif yang perbedaannya lebih le ebiih kontras. k Penentuan bahan baku dalam pelitian ini menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE). Menurut Marimin (2002) MPE merupakan Pe erb ban salah sa alaah satu metode yang digunakan untuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan ke epu putu
dengan
kriteria
jamak.
Survey
pakar
dilakukan
untuk
menginventarisasi dan melakukan pembobotan terhadap kriteria yang dipakai menngggi me untuk un ntu tuk penentuan alternatif bahan baku unggulan. Selanjutnya Manning (1984) yang dalam Eriyatno (2003), menyatakan bahwa keuntungan metode MPE ya ang ng diacu d yaitu ya aittu adanya nilai (skor) yang menggambarkan urutan prioritas menjadi besar karena ka aren ena merupakan fungsi eksponensial, dengan demikian urutan prioritas alternatif al lterna keputusan akan lebih nyata. Adapun tahapan penggunaan MPE menurut Ma’arif M a’ar dan Tanjung, (2003) adalah sebagai berikut : x
Penentuan alternatif keputusan, P
x
Penyusunan kriteria keputusan yang dikaji, P
x
Penentuan derajat kepentingan relatif setiap kriteria keputusan dengan P menggunakan skala konversi tertentu sesuai dengan keinginan pengambil m kkeputusan, ke
x
Penghitungan nilai dari setiap alternatif keputusan, P
x
Pemeringkatan nilai yang diperoleh dari setiap alternatif keputusan. P
2.6.2 2. .66..2 Teknik Interpretive Structural Modelling (ISM) Menurut
Marimin
(2004),
salah
satu
teknik
pemodelan
yang
dikembangkan untuk perencanaan kebijakan strategis adalah teknik pemodelan di ikkeem Interpretasi Struktural (Interpretive Structural Modelling – ISM). Teknik ISM In nte terp rp
18
merupakan merupa akan salah satu teknik permodelan sistem untuk menangani kebiasaan yang diubah sulit di iubah dari perencana jangka panjang yang sering menerapkan secara langsung teknik penelitian operasional dan atau aplikasi statistik. Tujuan utama langsun ng te teknik dari tek kni nik ISM adalah untuk mengkaji suatu sistem atau kelompok (Eriyatno 1999). Pendekatan metodologi teknik ISM dibagi menjadi dua bagian yaitu Pe end penyusunan penyusu unaann hirarki dan klasifikasi sub elemen. Prinsip dasar teknik ISM adalah un mengidentifikasi struktur didalam suatu sistem yang dapat memberi nilai manfaat mengid dennttiif tinggi gguna una meramu sistem secara efektif dalam pengambilan keputusan yang un baik. Penyusunan hirarki dilakukan untuk menentukan tingkat perjenjangan lebih ba aik k. P strukturr ddari a suatu sistem, sehingga memberikan kejelasan dalam memahami ar suatu ha hhal al yang sedang dikaji. Sruktur digunakan untuk menggambarkan pengaturan pengatu uraann dari elemen-elemen serta hubungan antar elemen yang turut ur membentuk membe entu tuk sistem. Program yang sedang dikaji penjenjangan strukturnya dibagi menjadi elemen-elemen, kemudian setiap elemen diuraikan menjadi sejumlah sub menjad di eel lem e elemen..
Analisis 2.6.3 A nali SWOT Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk A nal merumuskan merumu uskan strategi perusahaan. Analisis tersebut berdasarkan pada logika yang kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun dapat memaksimalkan mema bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman secara bers (threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan (threats s). P pengembangan pengem mba b ngg misi, tujuan, strategi dan kebijkan perusahaan. Dengan demikian perencanaan perenca anaa an aan Strategi (strategic planner) harus menganalisa faktor-faktor strategis perusahaaan perusah haaaaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ha ada saat att iini. nnii. Hal ini disebut dengan analisis situasi, dan model yang paling popular untuk an aanalisis naalliiss situsi adalah analisis SWOT (Rangkuti 2004). Kinerja Ki K innee perusahaan dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dengan analisis SWOT. eksterna naall.. K SWOT adalah addaal a l singkatan dari lingkungan internal strengts dan weaknesses serta
19
lingkungan eksternal opportunities dan threats yang dihadapi dalam dunia bisnis. li ingku Analisis A nalis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang dan ancaman dengan de enga faktor internal kekuatan dan kelemahan (Gambar 4).
Gambar 4. Diagram Analisis SWOT ( David 2002)
Penjabaran analisis SWOT menurut David (2002), adalah sebagai berikut: P enj njab x
Kuadran 1 K Perusahaan dalam kuadran ini memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat P memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam m kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (growth ko oriented strategy) or
x
Kuadran 2 K Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan pada kuadran ini masih M memiliki kekuatan internal. Strategi yang harus diterapkan adalah m menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan m ccara a diversifikasi (produk/pasar)
x
Kuadran 3 K Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain pihak, P menghadapi berbagai kendala/kelemahan internal. Fokus strategi pperusahaan e
20
perusahaan ini adalah meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan per rusah sehingga seh hingg dapat menentukan peluang pasar yang lebih baik x
Kuadran Ku uadra 4 Kuadran Ku uadra adra ad ra ini merupakan situasi yang tidak menguntungkan perusahaan karena, menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal me enggha h Dalam melakukan analisis SWOT Da ala l
internal.l. internal
diperlukan data eksternal dan data
Data eksternal dapat diperoleh dari lingkungan di luar perusahaan, D
seperti: analis annaa pasar, komunitas, pemasok, pemerintah, dan analisa kelompok kepentingan kepenti inga gan tertentu.
Data internal dapat diperoleh di dalam perusahaan itu
(1) laporan keuangan (neraca, laba-rugi, cash flow, struktur sendiri,, sseperti eepp pendanaan); pendana aann)); (2) laporan kegiatan sumber daya manusia (jumlah karyawan, aa pendidikan, pendidi ikaann, keahlian, pengalaman, gaji, perputaran tenaga kerja), (3) laporan ik (4) laporan kegiatan pemasaran; dan lain-lain. Model yang kegiatan n operasional; op pada dipakaii ppa ad tahap ini terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu: (1) matriks faktor strategi eksternal; eksterna naal;; ((2) 2 matriks faktor strategi internal; dan (3) matriks profil kompetitif. SWOT menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman Matrikss S SW W eksternal eksterna naal yyang a dihadapi oleh perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan kelemah han yyang dimiliki. Dari matriks di atas akan terbentuk empat kemungkinan alternatif strategi (Gambar 5) alternat t if str Selanjutnya Marimin (2004), menjelaskan bahwa langkah-langkah Sela pembuatan matriks internal dan eksternal adalah sebagai berikut: pembua atan m 1.
Pada 1 dilakukan penyusunan terhadap semua faktor-faktor yang Padda kolom k dimiliki dim miliki oleh perusahaan dengan membagi menjadi dua bagian yaitu faktor internal inte ern r al dan eksternal.
2.
Pemberian bobot masing-masing faktor pada kolom 2, dmulai dari 1,0 (sangat Pem mbber m e penting) pen nt in nt ing sampai dengan 0,0 (tidak penting). Bobot dapat diperoleh dengan berbagai ber rbagga teknik pembobotan. Teknik pembobotan dengan menggunakan rb metode me ettooddee perbandingan berpasangan (pairwise comparasion).
3.
Pada 3 diisi perhitungan rating terhadap faktor-faktor tersebut Padda da kolom k berdasarkan pengaruhnya terhadap perusahaan. Rentang nilai rating 1,0 ber rdaassa rd berarti ber rarrtti kkurang berpengaruh sampai 5 berarti berpengaruh. ra
21
4..
kolom 4 diisi dengan cara mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating ko pada kolom 3. pa
5..
Penjumlahan total skor pembobotan untuk masing-masing faktor internal P (kekuatan-kelemahan) dan eksternal (peluang-ancaman). Untuk memperoleh ((k k strategi yang tepat bagi perusahaan yang bersangkutan maka nilai tersebut sst pada kuadran yang sesuai kemudian dilakukan pembuatan matriks ddiletakkan i SWOT yang akan menjelaskan alternatif strategi yang akan dilakukan. S W
IIFA/EFA F
Strenghts (S)
Weaknesses (W)
Opportunities O Op pp poo (O)
Strategi SO Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang. Digunakan jika perusahaan berada pada kuadran I.
Strategi WO Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang. Digunakan jika perusahaan berada pada kuadran III.
Treaths T r (T)
Strategi ST Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman. Digunakan jika perusahaan berada pada kuadran II.
Strategi WT Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman. Digunakan jika perusahaan berada pada kuadran IV.
Gambar G amb 5. Matriks TOWS dan Kemungkinan Strategi yang Sesuai (Marimin 2004)
2.6.4 2. .6.4 A Analytical Hierarchy Process (AHP)
Proses hirarki analitik (analytical hierarchy process, AHP) merupakan salah sa alah satu metode yang dapat digunakan oleh pengambil keputusan dalam menyelesaikan persoalan kesisteman, mencakup penentuan prioritas pilihanme m eny nye pilihan pi iliha lihhaan dengan banyak kriteria. Saaty (1993), menyatakan bahwa AHP adalah li penyederhanaan suatu situasi yang kompleks dan tidak terstruktur ke dalam pe eny nye bagian-bagian komponennya, menata bagian atau variabel itu ke dalam suatu ba agi giaann susunan su ussuuunna hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subyektif tentang relatif re ellaattiif pentingnya setiap variabel, dan mensintesis berbagai pertimbangan tersebut unuk un nuukk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan
22
bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Dalam hal ini, untuk bertinda ak un pemecahan pemeca ahan masalah yang menggunakan AHP,
beberapa prinsip yang harus
dipahami prinsip pemecahan (decomposition), prinsip penilaian komparatif dipaham i mi adalah ad (comparative (compa araattiv ar iv judgement), prinsip sintesa prioritas (synthesis of priority), dan konsistensi logis (logical consistency). prinsip ko o ns Marimin (2004), menyatakan terdapat 4 (empat) prinsip dasar dari kerja Ma M ari r Hirarki Proses (AHP), seperti dijelaskan di bawah ini: Analitik kH ir (1)
Penyusunan Hirarki Pe eny nyu Penyusunan hirarki adalah menguraikan persoalan yang akan diselesaikan, Pe eny nyu yu diuraikan di iurraaiik menjadi unsur melalui prinsip pemecahan (decomposition), yaitu kriteria kr ritter eria dan alternatif, kemudian disusun menjadi struktur hirarki.
(2)
Penilaian Kriteria dan Alternatif Pe en niila Kriteria K rit itteerri
dan
alternatif
dinilai
melalui
perbandingan
berpasangan
(comparative judgement). Marimin (2004) yang mengutip Saaty (1993), (c comp mp untuk un ntuuk berbagai persoalan skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. meng m eng nge (3)
Penentuan Prioritas Pe ene nen Untuk U ntuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparation). Nilai-nilai perbandingan relatif be erpas kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. ke emud Baik Ba aik kriteria kualitatif maupun kuantitatif, dapat dibandingkan sesuai dengan de engan judgement yang ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot Bo obot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematik. pe eny nyel
(4)
Konsistensi Logis Ko K ons nsi Konsistensi memiliki dua makna, yaitu; (1) Pertama adalah objek-objek K Ko onnssis i yang ya ang ng sserupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi, dan (2) da an ((2 2 Kedua adalah menyangkut tingkat hubungan antara objek-objek yang ya anngg ddidasarkan pada kriteria tertentu. Keuntungan atau manfaat yang dapat diperoleh di ippeero ro dari penggunaan metode AHP, antara lain sebagai berikut:
23
x
Memberi satu model tunggal yang mudah dimengerti dan fleksibel untuk berbagai permasalahan yang tidak terstruktur, memadukan pendekatan deduktif dan pendekatan sistem, dapat menangani saling ketergantungan
elemen-elemen
dalam
suatu
sistem
dan
mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat; x
Memberi suatu skala untuk mengukur hal-hal dan mewujudkan metode penetapan prioritas;
x
Melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas, menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif;
x
Mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan organisasi memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuan mereka, serta mensintesiskan hasil yang reprensentatif dari berbagai penelitian; dan
x
Memungkinkan organisasi memperhalus definisi suatu permasalahan dan memperbaiki pertimbangan serta pengertian melalui pengulangan
2.6.5 2. .6.5 Analisis Finansial Evaluasi kelayakan usaha
dilakukan apabila proyek telah memenuhi
standar st tanda kelayakan dalam analisis potensi pasar dan analisis teknis (Didu 2001). Selanjutnya Hermawan (1996) menyatakan bahwa faktor-faktor penting yang Se elanj perlu pe erlu dikaji dalam analisis finansial adalah kebutuhan dana, biaya modal, penyusunan cash-flow, kriteria penilaian investasi dan analisis sensitivitas. pe enyu Brown (1994), menetapkan langkah-langkah analisis finansial perusahaan agroindustri sebagai berikut : (1) menentukan pola penghasilan yang mungkin, (2) ag gro roin i memperkirakan kapasitas dan harga untuk tiap-tiap produk dan pasar, (3) me m em mpp menyiapkan prakiraan awal biaya investasi dan operasi, (4) menentukan suplai me m eny nyi potensial bahan baku termasuk harga, (5) melakukan penilaian awal kelayakan po ote tens n finansial, (6) melakukan analisis finansial yang lengkap dari beberapa alternatif, fi innaa nnss (7) melakukan analisis sensitivitas melalui identifikasi variabel-variabel kunci (7 7) m dalam da allaam kinerja finansial perusahaan yang diusulkan, (8) membandingkan hasil
24
analisiss dan kriteria investasi, dan (9) mengidentifikasi kondisi dimana perusahaan diusulkan yang di iusulk tidak memenuhi kriteria investasi. Kajian analisis finansial meliputi nilai NPV (Net Present Value), IRR Kaji (Internal ((Interna aall Rate Ra of Return), Net B/C rasio (Net Benefit Cost Ratio), PBP (Payback Period)) da ddan an analisis sensitivitas. NPV, IRR, Net B/C rasio dan PBP. Net Present Prresseen n Value (NPV) present Net pre esen eennt value (NPV) merupakan perbedaan antara nilai sekarang dari benefit (manfaat) (manfaa at) ddengan nilai sekarang dari biaya (Kadariah, 2001). Perhitungan NPV at dirumuskan dirumus skaann sebagai berikut: sk n
NPV
¦ i 1
Bt Ct K 1 i
0
Keterangan : Ke ete terraan Bt Ct K0 n i
= = = = =
keuntungan kotor proyek pada tahun ke-t biaya b kotor proyek pada tahun ke-t investasi awal (initial investment) umur ekonomis proyek tingkat bunga modal (persen)
Suatu proyek proye dapat dikatakan layak untuk dilaksanakan apabila nilai NPV>0. Jika nilai NPV=0, NPV= berarti proyek hanya menghasilkan sebesar tingkat suku bunga, tetap tetapi te etap proyek akan diterima. Namun apabila nilai NPV < 0, maka proyek tidak layak untuk untuk dilakukan (Keown et al., 2001). tersebutt tida
Internal Rate of Return (IRR) Internaal Ra Internal Internaal rrate a of return (IRR) adalah suatu tingkat bunga yang menunjukkan at bahwa jju jumlah nilai sekarang netto (NPV) sama dengan jumlah seluruh ongkos uml m investasi proyek. IRR dihitung dengan formula sebagai berikut: investassi ppr ro IRR
PVP xD N D P ½ Df P ® ¾ f f ¯ PVP PVN ¿
Dimanaa D f P adalah discounting factor yang digunakan untuk menghasilkan positif; D f N adalah discounting factor yang digunakan untuk presentt va vvalue al mengha menghasilkan asi silkka present value negative; PVP adalah present value positif; PVN
25
adalah ad dalah present value negative. Jika IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku be erlak (IRR > i), maka suatu proyek dapat dilanjutkan dan sebaliknya jika IRR < maka im aka proyek tidak dapat dilanjutkan (Soekardono, 2009).
Net Cost Ratio (net B/C) Ne N et Benefit B Kelayakan finansial suatu usaha dapat pula dikaji dengan menggunakan kriteria K ela llaay Net B/C rasio. Jika B/C lebih besar dari satu artinya suatu usaha layak namun jika N et B lebih dari satu maka usaha tersebut tidak layak dan sebaiknya ditolak. Net le ebiih kecil k B/C B /C C rrasio a dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut (Soekardono 2009)
n
Bt
¦ (1 i)
t
t 0
Net B / C ratio
n
Ct
¦ (1 i)
t
I0
t 0
dengan de eng nga : Bt Ct i n I0
: benefit bruto pada tahun tertentu (t) : biaya bruto pada tahun tertentu (t) : tingkat bunga : umur ekonomis proyek : investasi awal.
Pay Back Period P ay B Jangka Ja angka waktu pemulihan modal PBP (payback period) adalah jangka waktu yang diperlukan untuk mengembalikan seluruh modal yang diinvestasikan. Biasanya di iperlu dinyatakan dalam satuan tahun. PBP dihitung menggunakan persamaan sebagai di inyat berikut be eri riku ku (Soekardono 2009) T
a.
¦ ( Rk Ek ) I d 0 k 1
dengan de engga : Rk Ek Ԧ I
: : : :
penerimaan pada tahun ke-k pengeluaran pada tahun ke-k payback period investasi.
26
Analisis Analisi is Sensitivitas Sen Analisis sensitivitas perlu dilakukan karena dengan adanya perubahanAnal perubahan terjadi pada tingkat biaya dan atau tingkat penerimaan, secara perubah hhaan yang y otomatis otomati is aakan k mempengaruhi kondisi kelayakan usaha. Perubahan yang terjadi dari nilai-nilai NPV, B/C Ratio, dan IRR setelah terjadi dapat di ddiketahui ike ket perubahan. perubah han. ha n. Analisis sensitivitas bertujuan untuk menghitung kepekaan investasi faktor harga. Analisis sensitivitas tersebut dapat terhadap app perubahan-perubahan pe menggambarkan perubahan harga produk apabila terjadi kenaikan atau penurunan mengga amb mba harga bbahan aha han baku. ha
27
III METODE PENELITIAN 3.1 3. .1 K Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Penelitian ini dilakukan berdasarkan pendekatan ilmiah dengan kerangka berfikir be erf rfiikk logis. Kajian strategi pengembangan agroindustri bioetanol di Provinsi Lampung Lamp La mpu merupakan kajian yang holistik dan terintegrasi. Hal ini disebabkan sifat si ifaat ppermasalahan agroindustri yang bersifat kompleks, yang terdiri dari beberapa sub yang saling terkait satu sama lain. Oleh karena itu penelitian ini su ub sistem s si melibatkan beberapa kelompok masyarakat yang terkait dengan pengembangan melliiba me b agroindustri bioetanol diantaranya pakar, petani, pejabat pemerintah serta elemen ag gro oin i swasta. sw was asta Untuk memformulasikan strategi pengembangan agroindustri bioetanol di Provinsi Lampung, maka terlebih dahulu perlu dilakukan identifikasi terhadap P rov ovin ov i bahan ba aha han baku atau potensi sumber daya daerah yang dapat ditransformasi menjadi bioetanol. Metode yang digunakan dalam tahapan ini adalah Metode bi ioeeta ta Perbandingan Eksponensial (MPE). Melalui tahapan ini dapat diketahui potensi P errban a bahan ba aha han baku untuk industri bioetanol Provinsi Lampung yang dinilai paling potensial po ote tens untuk dikembangkan menjadi bioetanol dalam skala industri. Tahapan
selanjutnya
adalah
menentukan
elemen-elemen
kunci
pengembangan agroindustri bioetanol berbasis bahan baku terpilih. Metode yang pe enge dalam tahapan ini adalah Interpretive Structural Modelling (ISM). ddigunakan iguna Pada P ada proses selanjutnya dikaji faktor-faktor internal maupun eksternal menggunakan matriks IFE dan EFE. m engg Setelah itu dilakukan analisys strength, weakness, opportunity and threats (SWOT (S SWO Analisys) terhadap masing-masing faktor yang menjadi kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunity), dan ancaman (threats) (s stre st renngg ddalam alam llaam pengembangan agroindustri bioetanol di Provinsi Lampung. Penggunaan metode metood Analytical Hierarchy Process (AHP) dalam penelitian ini bertujuan untuk, me menyederhanakan suatu persoalan kompleks yang tidak tersetruktur, sehingga meny me nye strategi yang efektif dalam pengembangan agroindustri bioetanol di ddiperoleh ippeero Provinsi P rov ovin i Lampung.
28
Dala Dalam penelitian ini ditekankan pentingnya pengembangan potensi bahan menjadi suatu industri. Strategi yang dihasilkan dalam penelitian baku bioetanol biioeta dapat dijadikan rekomendasi untuk menetapkan kebijakan ini diharapkan dihharap pengembangan agroindustri bioetanol berbasis potensi bahan baku lokal di pengem mbang Provinsi Lampung. Secara garis besar konsep ini diilustrasikan seperti dapat Provins si L a dilihat pa ppada addaa Gambar 6.
29
AGROINDUSTRI BIOETANOL LAMPUNG (Visi dan Misi Dinas Energi dan Pertambangan Provinsi Lampung)
Penentuan Bahan Baku Bioetanol Berbasis Potensi Sumber Daya Lampung (MPE)
IDENTIFIKASI FAKTOR – FAKTOR STRATEGIS PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BIOETANOL (ISM)
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL (IFE-EFE)
FORMULASI STRATEGI P E PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BIOETANOL (Analisis SWOT)
ANALISIIS KETERSEDIAAN ANALISIS KE SUMB BER E DA SUMBERDAYA UNTUK APLIK KASI STRATEGI APLIKASI
ANALISIS FINANSIAL
PENETAPAN STRATEGI PILIHAN AGROINDUSTRI BIOETANOL (AHP)
IMPLIKASI MANAJERIAL
Gambar 6. Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Strategi Pengembangan Agroindustri Bioetanol di Provinsi Lampung
30
Tempat 3.2 Tem mpa dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah Provinsi Lampung. Sebaran wilayah Pene penelitian yang mempunyai potensi bahan baku untuk pengembangan agroindustri peneliti ian ya bioetanol mencakup 5 (lima) kabupaten, yaitu Kabupaten Lampung Selatan, bioetan no l m Bawang, Lampung Utara, Lampung Timur dan Lampung Tengah. Kelima Tulang B aw aw kabupaten kabupat ten ttersebut memiliki potensi bahan baku bioetanol tersebut, yaitu ubi te kayu, jagung jaagguun dan tebu. Penelitian dilakukan mulai bulan November 2009 hingga 2010, April 20 010, 10 diawali dengan penelusuran sumber-sumber informasi melalui studi 10 pustaka. Pada pustaka a. Pa P ad Gambar 7 diperlihatkan peta Provinsi Lampung
1 Tulang Bawang PT MEDCO PT Sungai Budi
2 3
Lampung Tengah
Lampung Utara BPPT Unit Lampung
4 5
Lampung Timur
Lampung Selatan
Gambar 7. Peta Provinsi Lampung (Bakosurtanal 2003)
Keterangan Ketera an nggan Gambar: Kabupaten K Ka ab Industri IIn ndu du Bioetanol berbahan baku ubi kayu
31
3.3 Teknik Pengumpulan Data 3. .3 T Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data da ata ssekunder. Data primer diperoleh dari survai lapang dengan melakukan wawancara mendalam dan pengisian kuesioner dengan pelaku terkait, pakar dan wa w aw waa para pa arraa ppengambil kebijakan yang berasal dari Instansi Pemerintah, Perguruan Tinggi, T ing ngg Tokoh Masyarakat dan Swasta. ng Pakar dalam penelitian ini adalah masyarakat yang terlibat secara langsung ddalam alaam kegiatan agroindustri bioetanol, serta kalangan masyarakat yang memiliki kompetensi yang terkait dengan permasalahan dan perkembangan agroindustri ko om mppe bioetanol di Provinsi Lampung. Metode yang digunakan dalam penentuan pakar bi ioeeta ta adalah ad dal alah metode purposive sampling, yaitu dengan sengaja memilih pakar yang kompeten ko omp mpe dan terlibat langsung dengan agroindustri bioetanol. Observasi langsung bertujuan untuk mengamati dan memetakan secara langsung la anggsu potensi bahan baku bioetanol di Provinsi Lampung. Dalam penelitian ini kuisioner difungsikan sebagai alat untuk mendapatkan informasi yang terkait ku u issio dengan de eng nga bahan baku yang paling berpotensi, mengetahui faktor-faktor kunci pengembangan agroindustri bioetanol, mendapatkan faktor-faktor eksternal dan pe eng nge internal in ntern dan mengetahui sejauh mana strategi pengembangan agroindustri bioetanol yang telah dilakukan, serta memberikan masukan dalam menyusun bi ioeta formulasi strategi yang tepat untuk pengembangan agroindustri bioetanol di fo ormu Provinsi P rovin Lampung. Data sekunder diperoleh melalui penelusuran pustaka, instansi terkait dan publikasi pu ublik dari lembaga-lembaga yang relevan di lingkup provinsi lampung, seperti Badan B adan Pusat Statistik (BPS), Balitbang Kementerian Pertanian, Pemerintahan daerah da aer eraahh setempat, Dinas Perkebunan, Badan Pusat Statistik, Instansi Penelitian (BPTP), (B BP PT T TP Litbang Industri, Perguruan Tinggi,
Industri bioetanol, dan Petani.
Adapun Ad A dap apu responden yang diwawancarai untuk mengisi kuesioner adalah sebagai berikut be erriiku ku (Tabel 1)
32
Tabel Tab bel 1. Responden Pakar Untuk Penyusunan Strategi Pengembangan Agroindustri Bioetanol di Provinsi Lampung
No
Kelompok Responden
Jumlah (Orang)
1. 2.
Perusahaan Peru Pe rus Bioetanol (Pengusaha) Industri Indu In dus Terkait Bahan Baku (Eksportir Gaplek dan Tetes T Te ettees Tebu) Asosiasi Asos As (Balai Besar Teknologi Pati dan Indonesia Energy E En neerr Information Centre) Perguruan Tinggi (UNILA ) Perrggu Pe g Pemerintah (Tim Nasional BBN, IInstansi In nst sta Departemen Perindustrian dan Departemen D De epa Pertanian, Dinas Pertambangan dan Energi) P Pe errtta t Masyarakat ( Ketua Kelompok Petani) Masy Ma JJumlah Ju uml m
2 2
3. 4. 5.
6.
2 3 3
2 14
Pengumpulan Pengum mppu u la l data dalam penelitian ini dibagi atas bebarapa tahapan sebagai berikut:: data dan informasi potensi sumberdaya Provinsi Lampung. 1. Pengumpulan Penng nguum m Pengumpulan data dalam tahap ini bertujuan untuk menentukan bahan baku Pen ngum ng um yang untuk dikembangkan menjadi agroindustri bioetanol . yan ng ppotensial ng o terhadap semua faktor pengembangan agroindustri bioetanol 2. Identifikasi Ideent nt iiffik berdasarkan studi pustaka dan laporan penelitian yang terkait dengan strategi ber rdasa pengembangan agroindustri, khususnya pen ngem
untuk mendapatkan faktor-faktor
kunci pengaruhnya dalam pengembangan agroindustri bioetanol di kun nci dan d Provinsi Pro ovins Lampung . formulasi strategi dirancang melalui beberapa tahapan kuesioner, 3. Penyusunan Pennyusu sebagai seb bagai berikut : Tahap a. Ta ah I Penentuan faktor-faktor strategis internal dan eksternal secara khusus, Pene Pe dengan data yang diperoleh dari hasil diskusi dengan Pejabat Dinas denngg de Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Lampung, akademisi, pelaku Peeri P erriin agroindustri bioetanol dan petani. Studi pustaka memberikan informasi aag grroo mengenai perkembangan bioetanol di Provinsi Lampung dan hasil diskusi meng me ng memberikan masukan tentang faktor-faktor strategis internal dan eksternal meem m yang yang ya ng mempengaruhi pengembangan agroindustri bioetanol di Provinsi
33
Lampung. Selanjutnya kuesioner diedarkan kembali.
Penyebaran
kuesioner tahap I menghasilkan faktor strategis internal yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan serta faktor strategis eksternal yang terdiri dari peluang dan ancaman. bb. Tahap II. Kuesioner tahap I selanjutnya diidentifikasi dan diolah sehingga diperoleh kuesioner untuk analisis faktor internal dan ekstrernal. Responden dalam analisis faktor internal adalah jajaran Dinas Energi dan Pertambangan di Provinsi Lampung. Sedangkan reponden dalam analisis faktor eksternal responden dipilih dari berbagai lembaga dan instansi terkait seperti Universitas lampung dan industri bioetanol serta kelompok tani. Penyebaran kuisioner tahap II menghasilkan bobot serta peringkat dari masing-masing faktor. cc.
Tahap III. Pengolahan hasil kuisioner tahap II dengan menggunakan analisis SWOT, hingga diperoleh beberapa alternatif strategi yang terkait dengan tujuan yang akan dicapai.
d. Hasil matriks SWOT menghasilkan delapan alternatif strategi. Alternatif strategi yang didapatkan dari matriks SWOT kemudian diolah menjadi kuesioner AHP dan diedarkan kembali pada responden.
3.4 Model Seleksi Bahan Baku Unggulan Daerah 3. .4 M Model seleksi bahan baku unggulan ditentukan dengan menggunakan pendekatan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE). MPE merupakan metode pe ende analisis an nalis kualitatif yang dilakukan dengan memadukan nalar pustaka, pengamatan empiris em mppiir dan wawancara mendalam dengan para pakar. MPE dilakukan untuk menentukan prioritas pilihan pakar terhadap berbagai jenis bahan baku me m ene nen e agroindustri bioetanol yang ditetapkan sebagai unggulan teratas. ag gro roin
Penentuan
tingkat ti ing gka ka kepentingan kriteria dilakukan dengan metode wawancara atau melalui kesepakatan pendapat, sedangkan penentuan skor alternatif pada kriteria tertentu, ke esseepa dengan memberi nilai pada setiap alternative. Semakin besar nilai ddilakukan ila laku ku alternatif, semakin besar pula skor alternatif tersebut. Total skor masing-masing al ltteern rna
34
alternat alternatif t if ke keputusan akan relatif berbeda secara nyata karena adanya fungsi eksponensial. ekspone ensia Penggunaan MPE dapat dirumuskan dalam beberapa langkah sebagai Peng berikut : 1) 1 identifikasi bahan baku agroindustri bioetanol, 2) identifikasi komponen kompon neen n analisis dan alat analisisnya, 3) penetapan kriteria penilaian, 4) penetapan penetap pan bbahan baku agroindustri bioetanol unggulan, sebagaimana ditunjukkan pa Gambar 8. Penghitungan total nilai setiap pilihan keputusan dapat pada G amb am diformulasikan sebagai berikut (Marimin, 2004) : diformu ulas ulas a si asik m
TotalN TotalNilai Nillai
¦ ( Rk
ij
)
TKK j
..................................................................................(1)
j 1
Rk ij
=
TKK Kj
=
N M
= =
Derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada alternatif ke-I, yang dapat dinyatakan dengan skala ordinal Derajat kepentingan alternatif keputusan, yang dinyatakan dengan bobot Jumlah pilhan Keputusan Jumlah criteria keputusan.
Beberapa yang dapat dilakukan dalam pemberian bobot terhadap setiap Beberap pa tteknik pa e adalah (a) memberikan bobot secara langsung tanpa melakukan kriteria aad da perbandingan perband ding ding nga relatif terhadap kriteria lainnya, (b) dilakukan oleh orang yang mengerti, paham dan berpengalaman dalam menghadapi masalah keputusan yang menger rti, pa dihadapi, dihadap pi, (c) (c pemberian bobot secara subyektif.
35
Mulai
Identifikasi Bahan Baku dan Pemilihan Pakar
Data hasil penilaian pakar terhadap kriteria dan alternatif pemilihan bahan baku unggulan dalam strategi pengembangan agroindustri bioetanol
Analisis kriteria dan pemilihan alternatif jenis bahan baku unggulan menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE)
Peringkat jenis bahan baku unggulan agroindustri bioetanol
Selesai
Gambar 8. Diagram alir rekayasa model seleksi Jenis Bahan Baku Industri G Bioetanol di Provinsi Lampung
3.5 Model Strukturisasi Sistem 3. .5 M Interpretive Structural Modelling (ISM) merupakan alat strukturisasi dalam da allaaam m pemodelan deskriptif. Dalam penelitian ini penggunaan ISM dibagi menjadi me m enj nja dua bagian (Saxena, 1992), yaitu Penyusunan Hirarki dan Klasifikasi sub elemen el lem eme yang dijabarkan sebagai berikut:
Penyusunan Hirarki 1)) P Penjenjangan strukturnya dibagi menjadi elemen-elemen, dan setiap elemen akan diuraikan menjadi sejumlah sub elemen.
36
Men Menetapkan hubungan kontekstual antara sub elemen yang terkandung adanya suatu pengarahan (direction) dalam terminologi sub ordinat yang adan menuju m enu pada perbandingan berpasangan (oleh pakar). Jika jumlah pakar lebih dari satu maka dilakukan perataan. Hubungan konstekstual disajikan dalam da ala lam
bentuk Structural Self-interaction Matrix (SSIM)
dengan
menggunakan simbol VAXO yang kemudian ditransformasi kedalam me m enngg bentuk be ennttu matriks bilangan biner (bilangan ‘0’ dan ‘1’). Gambaran kondisi hubungan ISM-VAXO diuraikan pada Tabel 2. hu ubbuu
Tabel 2. Simbol Hubungan dan Definisi Kontekstual Antar Elemen T a ISM-VAXO Simbol Antar Si S im Elemen i dan El E le Definisi Hubungan Kontekstual Antar Elemen (e ij ) j (e ij ) V Elemen i menyebabkan hubungan kontekstual dengan j tapi tidak sebaliknya............. ( e ij = 1 dan e ji = 0) A Elemen j menyebabkan hubungan kontekstual dengan i tapi tidak sebaliknya............. ( e ij = 0 dan e ji = 1) X Elemen i dan j saling menyebabkan hubungan kontekstual ........................... ( e ij = 1 dan e ji = 1) O Elemen j dan i saling menyebabkan hubungan kontekstual ........................... ( e ij = 0 dan e ji = 0) Sumber: Marimin, 2004 Sum
Pengertian nilai e ij = 1 adalah ada hubungan kontekstual antara sub elemen Peng kke-i e-i dan ke-j, sedangkan nilai e ji = 0 adalah tidak ada hubungan kkontekstual ont antara sub elemen ke-i dan ke-j. Setelah Sete SSIM terbentuk, dibuat tabel Reachability Matrix (RM) dengan m mengganti eng eng V,A,X,dan O menjadi bilangan 1 dan 0. Selanjutnya dilakukan ppe errh h perhitungan Aturan Transivity dengan membuat koleksi terhadap SSIM terbentuk matrik yang tertutup yang kemudian diproses lebih hhingga hi inngg lanjut. la anj nj Revisi transformasi matrik dapat dilakukan dengan menggunakan nju program komputer. Pengolahan lebih lanjut dari Table Reachability Matrix ppr rog og yang yya ang ng telah memenuhi aturan transivity adalah penetapan pilihan jenjang ((level lleeve partition).
37
Berdasarkan Table Reachability Matrix final dapat diketahui nilai driver power, dengan menjumlahkan nilai sub elemen secara horizontal, dimana nilai rangking ditentukan berdasarkan nilai dari driver power yang diurutkan mulai dari yang terbesar sampai yang terkecil, sedangkan nilai dependence diperoleh dari penjumlahan nilai sub elemen secara vertikal dan nilai level ditentukan berdasarkan nilai dari dependence yang diurutkan mulai dari yang terbesar sampai yang terkecil. Klasifikasi Sub Elemen 2)) K Secara garis besar klasifikasi sub elemen digolongkan dalam empat sektor S yaitu: yya aa.. Sektor I (Weak driver-weak dependent variabels (Autonomous). Sub elemen yang masuk dalam sektor ini umumnya tidak berkaitan dengan system. Sub elemen yang masuk pada sektor 1 jika: Nilai DP ;GDQ nilai D ;;DGDODKMXPODKVXEHOHPHQ bb. Sektor 2 (weak driver-strongly dependent variables). Pada umumnya sub elemen yang masuk dalam sektor ini adalah sub elemen yang tidak bebas. Sub elemen yang masuk pada sektor 2 jika: Nilai DP ;GDQQLODL'! 0.5 X, X adalah jumlah sub elemen. c. Sektor 3 (strong driver- strongly dependent variabels (Linkage). Sub elemen yang masuk dalam sektor ini harus dikaji secara hati-hati, sebab hubungan antara elemen tidak stabil. Setiap tindakan pada sub elemen akan memberikan dampak terhadap sub elemen lainnya dan pengaruh umpan baliknya dapat memperbesar dampak. Sub elemen yang masuk pada sektor 3 jika: Nilai DP > 0.5 X dan nilai D > 0.5 X, X adalah jumlah sub elemen. dd. Sektor 4 (strong driver-weak dependent variabels (Independent).Sub elemen yang masuk dalam sektor ini merupakan bagian sisa dari sistem dan disebut peubah bebas. Sub elemen yang masuk pada sektor 4 jika: Nilai DP > 0.5 X dan nilai D ;;DGDODKMXPODKVXEHOHPHQ Analisis matriks dari klasifikasi sub elemen disajikan pada Gambar 9 berikut : An A n na
38
D Da aya ya Dorong Daya ((Drive Drriv ive Power)
Independent Variable Sektor IV
Linkage Variablel Sektor III
Autonomous Variable Sektor I
Dependent Variable Sektor II
Ketergantungan (Dependence)
Gambar Gamba ar 9. 9. Matriks Klasifikasi Sub – elemen Berdasarkan Tingkat Pengaruh dan Ketergantungan (Marimin, 2004) Analisis 3.6 An nali na lisi Matriks IFE – EFE Penilaian internal ditujukan untuk mengukur sejauh mana kekuatan dan Pe eni kelemahan kelemah han yang dimiliki. ha
Langkah yang ringkas dalam melakukan penilaian
dengan menggunakan matriks Interal Factor Evaluation (IFE). internall adalah ada matriks Suatu ma m attrrik i External Factor Evaluation (EFE) mengarahkan perumusan strategi dan megevalusi informasi ekonomi, sosial, budaya, demografi, untuk merangkum mera me ra n lingkungan, lingkun ngan, politik, pemerintah, hukum, teknologi dan tingkat persaingan (David, Matriks IFE dan EFE diolah dengan menggunakan beberapa langkah 2002). Mat sebagaii berikut. beri
Evaluasi 3.6.1 E valu Faktor Eksternal (EFE) David (2002) menyatakan bahwa melalui Evaluasi Faktor Eksternal atau Davi External Factor Evaluation (EFE), para penyusun strategi dimungkinkan untuk Externa al Fa merangkum merang gku kum dan mengevaluasi informasi ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan, lingkun ngan, ng an politik, pemerintah, hukum, teknologi, dan persaingan. Matriks EFE an dibuat ddalam alaam al m lima tahapan, yaitu sebagai berikut: Dibuat faktor eksternal yang telah diidentifikasi di dalam proses analisis 1. Dibu uatt ddaftar a eksernal. ekse errn naall. Daftar tersebut memuat faktor-faktor, termasuk di dalamnya peluang yang mempengaruhi perusahaan dan industrinya. Peluang ditulis dan an aancaman nccaa terlebih terle ebihh dahulu, baru kemudian dituliskan ancaman. Diusahakan agar
39
ses sespesifik mungkin menggunakan persentase, rasio, dan nilai komparatif bila dimungkinkan. dim faktor diberi bobot dari 0,0 (tidak penting) hingga 1,0 (paling 2. Masing-masing Ma penting). Bobot mengidentifikasikan tingkat penting relatif dari faktor terhadap pen keberhasilan perusahaan dalam suatu industri. Seluruh bobot kemudian kke eb dijumlahkan, hasil penjumlahan tersebut harus sama dengan 1,0. ddi ijjuu faktor kemudian diberikan peringkat atau rating mulai dari 3. Masing-masing Ma satu ssa atu t sampai empat. Peringkat di sini menunjukkan seberapa efektif perusahaan saat ssa aa ini merespon faktor tersebut, 1 = respon jelek, 2 = respon biasa, 3 = respon baik, bba ai dan 4 = respon luar biasa Selanjutnya masing-masing bobot faktor dikalikan dengan peringkatnya untuk 4. Se S el mendapatkan nilai tertimbang atau skor terbobot. me m e Setelah itu, skor terbobot dijumlahkan sehingga menghasilkan total skor 5. S Se et terbobot bagi organisasi atau perusahaan. tte erb r Lebih lanjut, David (2002) menyatakan bahwa tanpa memperhatikan jumlah ju um mllah la peluang dan ancaman kunci yang dimasukkan dalam matriks EFE, total nilai atau skor terbobot untuk suatu organisasi adalah 4,0 dan nilai ni ilaai tertimbang t tertimbang terendah adalah 1,0 te erttiim m
3.6.2 3. .6.2 Evaluasi Faktor Internal (EFI) Menurut David (2002), Evaluasi Faktor Internal (EFI) atau Internal Factor Evaluation (IFE) merupakan suatu alat formulasi strategi yang di dalamnya E valu merangkum dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan kunci dalam area m eran fungsional bisnis serta memberikan dasar mengidentifikasi dan mengevaluasi fu ungsi hubungan antara area-area tersebut. Matriks EFI dikempangkan dalam lima hu ubun tahapan, ta aha happaa yaitu sebagai berikut. Dibuat daftar lima faktor internal yang telah diidentifikasi di dalam proses 1.. D Di ib analisis internal. Daftar tersebut memuat faktor-faktor, termasuk di dalamnya aan n na kekuatan dan kelemahan perusahaan. Kekuatan ditulis terlebih dahulu lalu kke ek kelemahan. Diusahakan agar sespesifik mungkin menggunakan ddituliskan di itu persentase, rasio, dan nilai komparatif bila dimungkinkan. ppe er
40
2. Masing-masing Masiing-m faktor internal diberi bobot dari 0,0 (tidak penting) hingga 1,0 (paling Bobot mengidentifikasikan tingkat penting relatif dari faktor (pali ing penting). p terhadap terha adap keberhasilan perusahaan dalam suatu industri. Seluruh bobot kemudian kemu mu udian dijumlahkan, dimana hasil penjumlahan tersebut harus sama dengan 1,0. Masing-masing faktor internal kemudian diberikan peringkat atau rating mulai 3. Masi inngg-m satu dari sat aatttuu sampai empat, dimana 1 = kelemahan utama, 2 = kelemahan biasa, 3 kekuatan = ke ekuuaatta biasa, dan 4 = kekuatan utama. Selanjutnya 4. Selan njuuttn nj
masing-masing
bobot
faktor
internal
dikalikan
dengan
peringkatnya untuk mendapatkan nilai tertimbang atau skor terbobot. perin ngkkaat ng Setelah 5. Sete elaah itu, skor terbobot dijumlahkan sehingga menghasilkan total skor terbobot terbo oboott bagi organisasi atau perusahaan. ob Tanpa Ta anp mempedulikan jumlah peluang dan ancaman kunci yang dimasukkan dimasuk kk an dalam matriks EFI, total nilai tertimbang atau skor terbobot untuk kk adalah 4,0 dan nilai tertimbang terendah adalah 1,0. (David, suatu oorganisasi rga ggaan 2002).
Matriks 3.7 Ma atrriik k SWOT Perumusan strategi pengembangan agroindustri bioetanol didasarkan pada Peru visi dann misi mis Provinsi Lampung yang telah ditetapkan dengan mempertimbangkan kekuatan dan kekuata an da
kelemahan serta peluang dan ancaman yang dihadapi dalam
pengembangan pengem mbang agroindustri Bioetanol. Dari analisis IFE dan EFE maka hasilnya dimasukkan dimasuk kkan ke matriks SWOT. Strategi dikembangkan berdasarkan nilai EFE dan IFE tertinggi, terrtingg memiliki pangsa pasar tinggi serta berpotensi dikembangkan di masyarakat. masyara akat. Menurut David (2002) terdapat empat strategi yang didapat dari matriks M Me en SWOT,, yaitu yyaait i sebagai berikut : 1.
Strategi Strrate tegi SO (strategi kekuatan-peluang) menggunakan kekuatan internal organisasi org ganniis untuk memanfaatkan peluang eksternal. ga
2.
Strategi Str rate ra tegi WO (strategi kelemahan-peluang) bertujuan untuk memperbaiki kelemahan kel lem le maah internal organisasi dengan memanfaatkan peluang eksternal.
41
3.
Strategi S ST (strategi kekuatan-ancaman) menggunakan kekuatan internal organisasi untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal. or
4.
Strategi WT (strategi kelemahan-ancaman) merupakan strategi defensif yang St diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal organisasi dan menghindari di ancaman dari lingkungan eksternal. a an
3.8 3. .8 M Model Penetapan Strategi Pilihan Model pilihan strategi pengembangan agroindustri bioetanol akan dengan metode Analitycal Hierarchi Process (AHP). Marimin (2004), dditetntukan iteettnnt menjelaskan bahwa prosedur yang diwajibkan pada penggunaan metode AHP menj me nje adalah ad dal alah sebagai berikut: tujuan, kriteria, dan alternatif yang merupakan unsur-unsur dari 1)) Perumusan P ppermasalahan yang dikaji, Penyusunan struktur hirarki, 2)) P prioritas bagi setiap kriteria dan alternatif dengan bantuan skala 3)) Penentuan P nilai yang memadai, nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk n ni menentukan peringkat relatif dari seluruh kriteria dan alternatif, m logis dengan menggunakan kriteria nilai Consistency Ratio (CR). 4)) Konsistensi K Nilai N ila l i dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan dapat dilihat pada Tabel T abel 3 skala pendapat sebagai berikut:
Tabel T abel 3. Skala Pendapat (nilai dan definisinya) Nilai
Definisi
1
Sama penting (equal)
3
Sedikit lebih penting (moderate)
5
Jelas lebih penting (strong)
7
Sangat jelas penting (very strong)
9
Mutlak lebih penting (extreme)
2,4,6,8 1/(1–9) Pembobotan Kriteria P Sumber: S Su umb mb Saaty, (1993).
Apabila ragu antara dua nilai yang berdekatan Kebalikan nilai tingkat kepentingan dari skala 1 – 9
42
Matriks i s pen pendapat responden yang diperoleh dari hasil kajian ini dipilih lebih dari responden dan selanjutnya dilakukan penggabungan matriks pendapat satu re espon setiap kriteria (A-H): terhadap app pentingnya pen Perhitungan matriks gabungan dengan formulasi sebagai berikut : Pe erhitu m
g ij ij
m
aij k
g ijij m a ijj
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (2)
1
= elemen matrix gabungan pada baris ke-i kolom ke-j = jumlah responden = elemen matrix individu pada baris ke-i kolom ke-j
Pengolahan Pengola ahaann data untuk penentuan urutan prioritas kriteria, juga dengan ah perhitungan perhitun nga gan konsistensi pendapat individu (dicoba pengolahan pada matrix gabungan). gabung gan a n)).. kriteria A – H = ssetiap e Nilai Eigen = dari hasil perkalian matrix sampai Iterasi ke 2 NE = N Weighted sum vector = a ij x NE WV = W WV CV = C Consistency vector = ..................................................... (3) NE n
ʌ
=
¦ CV i 1
n
(atau nilai rata-rata dari Consistensi vector) .......... (4)
CI (Con (Consistency nsis ns iste Index) = (ʌ – n)/(n - 1), n : banyaknya kriteria atau alternatif C CI CR = .............................................................................. (5) RCI R RCI = R Random Consistency Index Peni Penilaian kriteria telah konsisten bila nilai CR tidak lebih dari 0.10. Nilai sebesar CR seb besar > 0.10 berarti perbandingan berpasangan untuk kriteria belum dilakukan konsisten, sehingga penilaian perlu direvisi. Berdasarkan nilai dilakuk kan dengan d urutan pentingnya kriteria. Hasil akhir pembobotan keseluruhan, eigen ditetapkan ditetap maupun alternatif berdasarkan penilaian responden, ditampilkan dalam kriteria m aauu Pada penilaian ini selain operasi secara manual juga digunakan diagram m struktur. ssttru perangkat Criterium Decision Pluss versi 2.0. Rekayasa model penetapan perangk kat lunak ka l lu dengan pendekatan I’SWOT dilakukan dengan menggunakan strategii pilihan piilli li elemen-elemen elemen n-eellem kajian I’SWOT sebagai dasar penetapan Sasaran, Kriteria, dan berbagai Alternatif pada metode analisis AHP sebagaimana ditunjukkan pada berbaga ai A ai l Gambarr 110. 0.
43
Kelompok elemen dan kelompok sub elemen pada Analis SWOT dan elemen Fakus Pengembangan pada Kajian SWOT
Sasaran
Kriteria A
Strategi D
Kriteria B
Strategi E
Kriteria C
Strategi F
Strategi G
Alternatif Al A lt D.1 Al A lt Alternatif D.2 ..... .....
Alternatif E.1 Alternatif E.2 ..... .....
Alternatif F.1 Alternatif F.2 ..... .....
Alternatif G.1 Alternatif G.2 ..... .....
Alt Alternatif D.n
Alternatif E.n
Alternatif F.n
Alternatif G.n
Gambar 10. Diagram Alir Rekayasa Model Penetapan Strategi Pilihan Ga dengan AHP (Marimin, 2004)
3.9 Model Ketersediaan Sumber Daya 3. .9 M Interaksi antara ketersediaan berbagai jenis bahan baku dan fokus pengembangan (alternatif strategi pilihan) dianalisis menggunakan model matriks pe eng nge ketersediaan sumber daya setelah terlebih dahulu dilakukan penetapan kriteria, ke ete ters rs survey su urrv vey pendapat pakar, dan survey lapang terhadap lokasi-lokasi kajian, sebagaimana digambarkan pada diagram alir tahap analisis ketersediaan bahan se ebbaaga baku ba aku ku dan d sumber daya(Gambar 11).
44
Mulai Penetapan lokasi kajian Dasar : Sentra bahan baku Penetapan Kriteria ketersediaan jenis bahan baku (tebu, ubi kayu, jagung) Observasi Penetapan metode, pengumpulan data, analisis data
Matriks ketersediaan jenis bahan baku industri bioetanol
Selesai
Gambar Gamb bar 111. Diagram Alir Tahap Analisis Ketersediaan Jenis Bahan Baku Bioetanol
Ketersediaan jenis bahan baku tertentu pada keseluruhan alternatif K pengembangan dapat digunakan sebagai gambaran ketersediaan sumber strategii pen daya dalam daalam hal jumlah dan kwalitas. Ketersediaan keseluruhan sumber daya (jenis bahan ba bbaku) aku ku) pada alternatif strategi tertentu digunakan sebagai gambaran kesiapan operasional operasio io ona nal agroindustri bioetanol yang dikaji. Pada tahap awal adalah penetapan kriteria jenis jeenn bahan baku industri bioetanol. Sistem penilaian setiap kriteria mengikuti mengik kutt i pola p biner yaitu: ada = 1, dan tidak ada = 0, sehingga total kisaran nilai pengamatan pengam maattan an adalah tertinggi 5 dan terendah 0, dengan atribut: Nilai 5 = te ttersedia er tersedia Nilai 3 = kurang ku ku hampir tidak tersedia Nilai 1 = hha a
Nilai 4 = cukup tersedia Nilai 2 = sangat kurang tersedia Nilai 0 = tidak tersedia
45
Data ketersediaan jenis bahan baku dari lokasi potensial yang dijadikan lokasi lo okasi kajian disajikan dalam bentuk tabel jenis bahan baku. Data pada tabel jenis bahan ba ahan baku kemudian dianalisis menggunakan Matriks Ketersediaan jenis bahan baku dapat dijelaskan sebagai berikut: Nilai ketersediaan terbatas (S) adalah ba aku ku yang y nilai kesenjangan terbobot (I) yang diperoleh dari hasil multiplikasi ni ila lai maksimum m nilai jenis bahan baku (K) dan nilai bobot fokus pengembangan (B). ni ilaai kesenjagan k Nilai N ila lai kesenjagan diperoleh dari selisih antara nilai maksimum ketersediaan jenis la bahan ba ahhaan baku yang dalam penelitian ini adalah 20 dengan total nilai sumber daya yang ya ang ng tterdatat pada lokasi penelitian (T). Nilai S dapat dirumuskan sebagai berikut (Brelin (B Brreeli et al., 1997) n
S [( SD max ¦ SDi)xB] max .......................................................(6) i 1
n
¦ SDi
totaljenisbahanbakuterdata
T .........................(7)
i 1
S Sdmax Sdma maax m B N
= = = =
Nilai ketersediaan terbatas = Max {Ij} untuk semua j = 1,2,..,n Nilai maksimum jenis bahan baku yang ditetapkan Bobot fokus pengembangan (penilaian pakar) Tipe sumber daya.
3.10 Model Skenario Pengembangan Agroindustri Bioetanol 3. .10 M Model skenario pengembangan agroindustri bioetanol ditentukan dengan beberapa be ebera prioritas. Menurut Brelin et all., (1997), beberapa fokus pengamatan yang ya ang harus diperhatikan adalah 1) faktor sukses kritis (critical success factorsCSF) C SF) yang merupakan faktor penentu pengembangan proses dan 2) proses kunci sebagai se eba baaga ggaa rangkaian proses inti yang memberikan dampak terhadap CSF. Tujuan utama ut taam ma penggunaan matriks ini adalah untuk melihat rangkaian proses
yang
memerlukan prioritas penanganan segera dengan indikator nilai kesenjangan m me em mee terbobot te erb bob ob sebagai perkalian jumlah dampak dan nilai kinerja proses. Kunci pemeringkatan yang ditetapkan adalah sebagai berikut: Dampak proses pada CSF pe eme mer ddiberi ibe beri nilai 1 = Rendah, 2 = Sedang dan, 3 = Tinggi. Kinerja proses diberi nilai
46
1=Tidak k cuk cukup, 5= cukup dan, 9=Baik, di bawah nilai sempurna kinerja proses
pada CS SI CSI
1= tidak
1 = rendah rend dahh
cukup
2 = Sed dang ng ng Sedang
5 = Cukup
3 = Tin ngggii Tinggi
9 = Baik
Prioritas
Proses
Kinerja Proses
proses
Kesenjangan
Kinerja
Kinerja Proses
Dampakk
Faktor Sukses Kritis Jumlah Dampak
Pemeringkatan Kuncii Pe P Pem em
Kesenjangan terbobot
yaitu nilai niilai 10. 1 Bagan matriks prioritas proses ditunjukkan pada Gambar 12.
P Pr Proses ro Kunci 1 2 3 .. .. N Gambar Gamba ar 12. ar 12 Ilustrasi Matriks Prioritas Proses ( Brelin 1997)
Model 3.11 M odel Kelayakan Finansial Model kelayakan finansial dan analisis sensitivitas dalam studi ini Mod dilakukan mengetahui layak atau tidaknya pengembangan agroindustri dilakuk kan untuk u bioetanol bioetan no l ddengan menggunakan bahan baku terpilih yang merupakan potensi sumberdaya sumber rdaya Provinsi Lampung. Kriteria yang digunakan untuk mengukur kelayakan investasi adalah net present value (NPV), internal rate of return kelayak kan suatu s net cost ratio (Net B/C), pay back period (PBP), break event point (IRR), nne et benefit b (BEP), dan ddaan analisis sensitivitas.
47
IV. KEADAAN INDUSTRI BIOETANOL DI PROVINSI LAMPUNG 4.1 4. .1 G Gambaran Umum Provinsi Lampung Secara geografis Provinsi Lampung terletak antara 1050 45' - 1030 48' B Bu Bujur uju jur Timur dan 3045' - 6045' Lintang Selatan, dengan batas wilayah adalah se ebbaaga berikut. sebagai -
Sebelah S Utara berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan.
-
S Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Sunda.
-
Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Bengkulu dan Samudera Indonesia S
-
Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Jawa. S Luas wilayah Provinsi Lampung adalah sekitar 35.376,50 km² atau sekitar
1,86 1, ,866 % dari luas wilayah daratan Indonesia (1.904.556 km²). Sebelum adanya kebijakan pemerintah tentang otonomi daerah, wilayah di atas masih terdiri atas ke ebbiijjaa delapan de elaapa kabupaten dan dua kota. Namun, sejak tahun 2009 terjadi pemekaran wilayah w ila laaya dengan penambahan Kabupaten Pesawaran yang merupakan pecahan Kabupaten Lampung Tengah dan Lampung Selatan. Provinsi Lampung memiliki Ka K abbuup sembilan kabupaten dan dua kota dan luasannya masing-masing disajikan pada se em mbbi b Tabel T abel 4. Tabel 4 Luas Wilayah Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Lampung Luas Wilayah No Kabupaten (Ha) Persentase (%) 11. Lampung Selatan 200.701,00 5,69 22. Lampung Tengah 478.982,00 13,57 33. Lampung Utara 272.563,00 7,72 433.789,00 12,29 44. Lampung Timur 495.040,00 14,03 55. Lampung Barat 777.084,00 22,02 66. Tulang Bawang 335.661,00 9,51 77. Tanggamus 392.163,00 11,11 88. Way kanan 117.377,00 3,33 99. Kabupaten Pesawaran 10. 19.296,00 0,55 110 0 Kota Bandar Lampung 11. 6.179,00 0,18 111 1 Kota Metro Total 3.528.835,00 100,00 Sumber S um mbb : BPS Provinsi Lampung 2009 Provinsi Lampung memiliki keunggulan secara geografis, yakni memiliki kekayaan sumber daya alam, sumber daya manusia, dan ditambah keunggulan lain ke ekay ay
48
pintu gerbang utama menuju Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Secara sebagaii pint topografi Lampung terdiri atas dataran rendah (termasuk wilayah pantai), topogra afi wilayah wi bergelombang, berbukit hingga pegunungan. Provinsi Lampung masih memiliki bergelo o mba belum dipergunakan yang dapat dijadikan sebagai modal dalam luas lahan lahhan yang y investasi investas si di d bidang agribisnis. Luas lahan Provinsi Lampung berdasarkan penggunaan pengguna naaaann dan Kabupaten Kota disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Luas Lu L ua lahan Provinsi Lampung menurut penggunaan dan Kabupaten Kota tahun tah 2008 (Ha) ta No
Kabupaten/Kota Kab bup bu pa ate t
Sawah
Pekarangan
Kebun/Ladang
Tidak digunakan
Lainnya
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Lam mpu un ng Barat Lampung Tan ngga gaamu g Tanggamus Lam mpung mp un u ng Selatan Lampung Lam mpun mp ung Timur Lampung Lam mpu mp un ng Tengah Lampung Lam mpu mp un ng Utara ng Lampung y Kanan Kana Ka Way Tulaang g Bawang Ba Tulang Pesaawa warraan war a Pesawaran Kotta B aan nd Kota Bandar Lam mpun mp ung Lampung
19.268 31.240 44.132 56.798 73.311 16.232 17.885 169.085 13.233 1.062
50.399 65.114 84.878 92.238 127.161 108.925 110.493 145.404 30.057 2.397
16.470 2.509 480 763 1.716 1.837 21.038 36.050 65 682
23.676 24.608 5.704 28.131 26.565 33.525 24.337 38.028 5.873 2.002
385.227 212.190 65.508 255.859 250.229 112.044 218.410 388.517 68.149 13.153
495.040 335.661 200.701 433.789 478.982 272.563 392.163 777.084 117.377 19.296
11
Kotta Metro Meetr M Kota
2.562
312
9
1.468
1.828
6.179
444.808
817.378
81.619
213.916
1.971.114
3.528.835
Jum mlah ahh Jumlah
Jumlah
Sumber: Sumber r: B BP BPS P Provinsi Lampung, 2009 Dalam Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi daerah di bidang pertanian, pertania an, pperkebunan, peternakan, dan perikanan, maka sejak tahun 2007 Pemerintah Pemerin ntah daerah Provinsi Lampung dan seluruh Kabupaten/Kota mengeluarkan kebijakan kebijak kan dengan membuka peluang investasi di bidang agribisnis dan agroindustri. agroind dustri Dengan luas 213.916 Ha yang masih belum diusahakan, hal ini dapat dijadikan daya tarik bagi investor untuk berinvestasi di bidang agribisnis dijadika an sebagai se Provinsi di Prov vins nssii Lampung. L Menurut Djatnika ( 2007), Provinsi Lampung berpotensi menghasilkan M Me en en 130 ribuu kilo kil i o liter biodiesel dan 740 ribu kilo liter etanol setiap tahunnya. Potensi etanol tersebut ters te rseebb berupa luasan lahan ubi kayu dan tebu yang tersebar di beberapa Kabupaten Kabupa atteen di Provinsi Lampung. Dalam rangka menarik investor, Pemda Lampung Lampun ng ssaat ini mengembangkan kebijakan iklim investasi yang sehat, meningkatkan mening gkatk attk kemampuan aparatur negara dan pemerataan pertumbuhan wilayah.
49
4.2 4. .2 Vi Visi dan Misi Dinas Energi dan Pertambangan Provinsi Lampung
Visi Dinas Energi dan Pertambangan Provinsi Lampung adalah terwujudnya pengelolaan sumberdaya mineral dan energi secara optimal, te erwuj berkesinambungan be erkes
dan
berwawasan
lingkungan
yang
berorientasi pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat. pe enniinngg Di lain pihak misi Dinas Energi dan Pertambangan Provinsi Lampung adalah ad daalla lah sebagai berikut : 11.. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia di bidang energi dan sumberdaya mineral 22.. Optimalisasi intensifikasi, diversifikasi dan konservasi bidang energi dan sumberdaya mineral 33.. Perumuskan kebijakan umum, peraturan, penyediaan dukungan bagi pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya mineral dan energi serta air bawah tanah 44.. Meningkatkan pengusahaan pertambangan dan energi yang berwawasan lingkungan 5 Memelihara dan meningkatkan kontribusi penerimaan daerah dari sektor 5. pertambangan dan energi 6. Pengembangan sistem informasi sektor pertambangan dan energi. Untuk mencapai Visi dan Misi Dinas Energi dan pertambangan Provinsi Lampung yaitu terwujudnya pengelolaan sumberdaya mineral dan energy yang L amp berwawasan lingkungan, yang berorientasi peningkatan kesejahteraan masyarakat be erwa maka m aka pengembangan agroindustri bioetanol merupakan salah satu yang harus untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan ddilakukan ilaku meningkatkan kontribusi penerimaan daerah dari sector energi terbarukan, perlu m me eni nin adanya ad dan any arah pembangunan energy terbarukan di Provinsi Lampung. Arah A rah ah Pembangunan Energi Terbarukan di Provinsi Lampung Provinsi Lampung berpotensi untuk menghasilkan energi terbarukan melalui m me elaalu l sumberdaya panas bumi, energi air, dan hasil produksi pertanian atau perkebunannya. Lampung sebagai salah satu daerah tropis memiliki sumberdaya pe errk keb alam al laam m yang sangat potensial. Usaha pertanian merupakan usaha yang sangat
50
potensial untuk dikembangkan di Provinsi Lampung karena Lampung memiliki potensia al un daya lahan, agroklimat dan sumber daya manusia yang memadai. potensi sumber sum Kondisii iklim ikli tropis dengan curah hujan yang cukup, ketersediaan lahan yang masih luas, luas serta berkembangnya teknologi optimalisasi produksi dapat mendukung menduk kuun ng kelayakan pengembangan usaha agroindustri di Provinsi Lampung. Dalam Dala D Da allaa upaya mengatasi krisis energi, khususnya bahan bakar minyak (BBM) yang yan diinduksi oleh meningkatnya harga BBM dunia, maka Provinsi ya Lampung berupaya untuk mencari sumber-sumber bahan bakar alternatif Lampun ng telah te yang dapat dappaat dikembangkan. Salah satu alternatif pengganti BBM konvensional da yang berasal beeras eras asa dari fosil adalah bioetanol, yang merupakan bahan bakar nabati. Kebutuhan Bioetanol berdasarkan Jumlah Stasiun Pengisian Bahan 4.3 Keb butu bu tu Bakar (SPBU) dan Jumlah Kendaraan di Provinsi Lampung Bak kar Umum ka U Berdasarkan data Dispenda Provinsi Lampung, jumlah SPBU di Provinsi Be erd Lampung Lampun ng pada pa tahun 2011 adalah 105 unit (Tabel 6). Bila diasumsikan rata-rata kapasitas liter per hari per SPBU, maka dalam 1 (satu) tahun Provinsi kapasita as 330.000 0 Lampung membutuhkan 1.512.000 kl BBM. Selanjutnya bila dikaitkan dengan Lampun ng m bahan bakar nabati Indonesia untuk tahun 2005-2010, yakni rencanaa penggunaan pen pe kebijakan penggunaan bioetanol sebesar 5 % dari total penggunaan kebijak kan untuk u premium m (TIM (T NAS BBN 2008), maka untuk Provinsi Lampung setiap tahunnya dibutuhkan dibutuh hkan 75.600 kl bioetanol. Selengkapnya kebutuhan BBM di Provinsi Lampung dapat dihitung berdasarkan dari jumlah kendaraan yang ada di Lampun ng tersebut te Provinsi (Tabel7). Provins si Lampung Lam Mengacu pada data Dispenda tahun 2011, jumlah kendaraan yang ada di Men Provinsi di tahun 2010, adalah 1.075.450 unit kendaraan roda 2 (dua), Provins si Lampung La dan 144.198 144 4.1998 unit kendaraan roda 4 (empat). Berdasarkan jumlah 1.219.648 unit 4. kendaraan kendara aan yyang ada di Provinsi Lampung, maka diperkirakan kebutuhan BBM di aa Tahun 2010 2010 adalah 1.756.293,12 kl. Jumlah tersebut diperoleh dari jumlah 20 kendaraan kendara aan ddan rencana pemerintah yang menginginkan agar penggunaan BBM aa untuk tahun tahu ta hun 2010 di subtitusikan dengan BBN, dalam hal ini bioetanol sebesar hun maka 5%, m aak ka kebutuhan bioetanol di Provinsi Lampung tahun 2010 adalah 88.811 Berdasarkan kebutuhan di atas maka diperlukan adanya pengembangan kl. Ber rdas rd asa agroindustri agroind dussttri bioetanol di Provinsi Lampung du
51
Tabel 6 Jumlah SPBU di Provinsi Lampung No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Kabupaten/Kota Bandar Lampung Lampung Selatan Tanggaamus Metro Lampung Tengah Lampung Timur Tulang Bawang Lampung Utara Way Kanan Lampung Barat Pesawaran Prisewu Tulang Bawang Barat Mesuji Jumlah Sumber: Dispenda Lampung, 2011
Jumlah SPBU (unit) 18 22 4 5 14 4 8 10 3 3 3 4 4 3 105
Tabel 7 Jumlah Kendaraan di Provinsi Lampung Tahun 2010 Noo Wilayah N W
Kendaraan Roda dua 1 B Bandar lampung 275.792 2 M Metro 44.959 Lampung Utara 62.932 3 L Lampung Selatan 116.781 4 L Lampung Barat 31.117 5 L Tanggamus 73.336 6 T Tulang Bawang 105.454 7 T Lampung Tengah 165.344 8 L Way Kanan 37.982 9 W Lampung Timur 130.911 110 0 L Pringsewu 30.842 111 1 P 1.075.450 JJumlah Sumber: S um mbb Dispenda Lampung, 2011
Kendaran Roda Jumlah empat (unit) 76.734 352.526 9.344 54.303 7.651 70.583 9.258 126.039 2.629 33.746 5.266 78.602 6.084 111.538 13.026 178.370 2.946 40.928 9.164 140.075 2.096 32.938 144.198 1.219.648
4.4 Kondisi Kebutuhan dan Produksi Bioetanol 4. .4 K Untuk menganalisis pengembangan kinerja industri bioetanol dilakukan pendekatan kebutuhan dan produksi bioetanol di dunia internasional dan juga di pe end nde Indonesia. Dibawah dijelaskan kondisi kebutuhan dan produksi bioetanol tersebut. In ndo do ne
52
Dunia 4.4.1 Dun Untuk pangsa pasar internasional, permintaan etanol dunia cukup tinggi. Untu Bahan bakar baka etanol akan berkembang dalam dunia industry etanol. Jika proyek etanol yyang ang telah diumumkan terimplementasi, maka produksi bahan bakar etanol meningkat dari 20 juta liter pada tahun 2001 menjadi 31 juta liter pada dunia m me enin nin ni tahun 2006 200066 (Berg, 2001). Peningkatan produksi etanol dunia diikuti oleh 20 peningkatan peningk kattaann permintaan etanol di seluruh dunia setiap tahunnya. Data permintaan etanol ddunia uun nia periode tahun 1980 hingga 2009 dapat dilihat pada Tabel 8 Tabel 8 Permintaan Etanol Dunia Periode Tahun 1980-2009 T Tahun T a 1980 1 1981 1 1 1982 1983 1 1984 1 1985 1 1986 1 1987 1 1988 1 1989 1 1990 1 1991 1 1992 1 1993 1 1994 1 1995 1 1996 1 1997 1 1998 1 1999 1 2000 2 2001 2 2002 2 2003 2 2004 2 2005 2 2006 2 2007 2 2008 2 2009 2
Volume Juta Liter 4.368 4.977 7.149 9.280 12.880 14.129 13.193 14.599 14.902 15.191 15.190 16.348 15.850 15.839 16.802 17.970 18.688 20.452 19.147 18.671 17.315 18.676 21.715 27.331 30.632 44.875 51.056 49.587 66.329 72.773
Volume Juta Galon 1.154 1.315 1.889 2.452 3.403 3.732 3.485 3.857 3.937 4.013 4.013 4.319 4.187 4.184 4.439 4.439 4.937 5.403 5.058 4.932 4.574 4.934 5.736 722 8.092 11.855 13.489 13.113 17.524 19.227
Sumberr : Earth E policy Intitute data for 1980 – 2009 from F.O Licht, World Ethanol E and Biofuels Report, vol 7,no 18,p 365 di www.fo-licht.com ((Juni J 2010) Berdasarkan data permintaan etanol tahun 1980-2009 di atas ( Tabel 8) Be B erd rd etanol dunia mengalami peningkatan sebesar 10 persen per rata-rataa ppermintaan er Mengacu pada kondisi tersebut, maka permintaan etanol dunia untuk tahun. M en en
53
periode pe eriod tahun 2010 - 2020 dapat diprediksi seperti yang diperlihatkan pada Gambar G amb 13 .
250000
200000
150000 Tahun 100000
Juta liter
50000
0 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Gambar Ga G am mbb 13 Prediksi Permintaan Etanol Dunia Dalam Juta Liter Tahun 20102019 Berdasarkan Data Permintaan Etanol Dunia Tahun 1980 - 2009 Berdasarkan prediksi permintaan etanol dunia tersebut, tahun 2010 permintaan etanol dunia dapat mencapai 65 miliar liter. Hal ini disebabkan karena pe erm rmi beberapa negara di dunia telah mengembangkan program-program yang be ebera mendukung penggunaan etanol sebagai pengganti maupun campuran premium, m endu seperti se epert yang di pererlihatkan pada Tabel 9 dan 10, yang memperlihatkan pengembangan program yang mendukung penggunaan etanol dan produksi etanol pe enge dari negara. da ari beberapa be
54
Pengembangan Program-Program Penggunan Etanol Di Beberapa Negara Tabel 9 Pen Lokasi Loka kaasi Ameriika Amerika Serikat Serika at
Bahan Baku Jagung
Kanada Kanad da da
Jagung, gandum
Brazill
Tebu
Peru
Tebu
Kolombia Kolom mbia Tebu
Amerika Ameri ika Tengah Tenga ah
Tebu
Thailand Thaila anndd
Ubi kayu, Tebu dan Padi
Produksi Etanol Pada tahun 2004,sebanyak 35 juta ton jagung (12% dari produksi jagung AS) telah digunakan untuk memproduksi 3,4 miliar galon etanol. Kapasitas ditingkatkan menjadi 4,4 miliar galon etanol di tahun 2005, dengan membangun 16 pabrik baru. Pada tahun 2009 ada 81 pabrik yang beroperasi dengan kapasitas 300 juta galon per tahun Kanada memproduksi 61 juta galon etanol tahun 2004. Untuk memenuhi perjanjian protokol kyoto, Kanada merencanakan menggunakan 35% bensin dengan pencampuran E10, sehingga membutuhkan 350 juta galon etanol. Pemerintah daerah Ontario, Saskatcchewan, dan Manitoba telah menyiapkan dukungan penggunaan etanol berupa subsidi produksi, penurunan pajak dan aturan pencampuran. Pemerintah Brazil memulai program nasional fuel alcohol pada pertengahan tahun 1970, dan Sejak tahun 1980 etanol telah menggantikan bensin. Brazil ádalah produsen dan eksportir paling unggul yang memproduksi 4 miliar galon di tahun 2004 Pada tahun 2002 Peru menerbitkan program mega proyek yang merencanakan pembangunan 20 pabrik etanol distilasi dan jalur pipa , Lebih dari 600 000 ha kebun tebu akan ditanam. Pemerintah berharap dapat mengekspor 300 juta galon etanol pada tahun 2010. Sejak tahun 2006 penggunaan 10% etanol pada bahan bakar diwajibkan di kota yang berpenduduk lebih dari 500 000 jiwa. Hal ini membutuhkan penambahan 370 000 ha kebun tebu dan sembilan pabrik etanol baru yang menghasilkan 260 juta galon etanol per tahun. Amerika Tengah memiliki total proyek 132 juta galon etanol hingga tahun 2010, cukup untuk memenuhi kebutuhan 10% etanol dalam bensin. Thailand mengeluarkan peraturan pencampuran etanol 10% mulai tahun 2007. Hal ini dapat meningkatkan produksi etanol dari 74 juta galon tahun 2004 menjadi 396 juta galon etanol.Sebanyak 18 pabrik etanol baru sedang dibangun.
55
Tabel 9 Lanjutan Lokasi Lo Australia Aust
Bahan Baku Sorgum manis dan Tebu
India In nddiia
Tebu
Cina Ci ina n
Jagung dan Gandum
Indonesia Inndo
Ubi kayu dan molase (tetes)
Produksi Etanol Pemerintah Australia telah mendukung etanol sejak tahun 2000, dengan memberikan keringanan pajak dan mensubsidi produksi etanol, sehingga diharapkan dapat memproduksi 92 juta galon etanol pada tahun 2010, dan dapat memenuhi 1% dari total pasokan. Produksi 2004 adalah 33 juta galon etanol. Sejak 2003, pemerintah mengharuskan penggunaan E5 di sembilan negara bagian. Produksen gula tebu merencanakan membangun 20 pabrik etanol baru. Kebutuhan etanol tahunan diprediksi 98 juta galon. Cina merupakan produksen etanol ketiga terbesar, dengan produksi 964 juta galon etanol di tahun 2004, sejak tahun 2001, Cina mempromosikan etanol sebagai bahan bakar utama di lima kota pada pusat dan wilayah timur laut. Pabrik etanol Jilin Tianhe adalah pabrik etanol terbesar di dunia dengan produksi 240 juta galon etanol per tahun. Di Indonesia teknologi pembuatan bioetanol mulai diteliti Balai Besar Teknologi Pati (BBPT) pada Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BP2T) sejak tahun 1983, menghasilkan produk bahan bakar bermerek Gasohol BE-10, pada tahun 2010 diproyeksikan sebesar 20% dari 15 juta Kl bensin digantikan oleh Gasohol BE10
Sumber Su umb : Dari berbagai sumber di dalam www.fo-licht.com ( Maret 2009)
56
Etanol Beberapa Negara Di Dunia Tahun 2004-2006 (Juta Tabel 10 Produksi Pr Galon) G Negara Negar ra Brazil U.S. China India France Rusia South Afrika U.K. Saudi Arabia Spain Thailandd German ny Germany Indonesi ia Indonesia Ukrainaa Poland Argentin na Argentina
2004 3.989 3.535 964 462 219 198 110
2005 4.227 4.264 1.004 449 240 198 103
2006 4.491 4.855 1.017 502 251 171 102
Negara Italy Australia Jepang Pakistan Sweden Philippines SouthKorea
2004 44 33 31 26 26 22 22
2005 40 33 30 24 29 22 17
2006 43 39 30 24 30 22 16
106 79
92 32
74 52
Guatemala Cuba
17 16
17 12
21 12
79 74 71 44 66
93 79 114 45 65
122 93 202 45 71
Ecuador Mexico Nicaragua Swaziland Canada
12 9 8 3 61
14 12 7 3 61
12 13 8 5 153
53 42
58 44
66 45
3 338
4 710
5 270
Kenya Others
Sumber: Sumber r: Renewable Ree R Fuels Association, Industry Statistics, 2007 http://www.ethanolrfa.org/industry/statistics/#E hhttt Berdasarkan Be B er Tabel 10 diketahui bahwa Brazil dan Amerika Serikat merupakan merupaakaan dua negara produsen etanol terbesar di dunia. Sejarah penggunaan bioetanol bioetanno l di Amerika Serikat (AS) ditandai dengan penandatanganan UndangUndang Kebijakan Energi pada bulan Agustus tahun 2005 yang meliputi standar g Keb bahan baka bakar terbarukan
Kebijakan tersebut memberikan amanat mandate
produksi produkssi 7,5 miliar gallon bahan baker terbarukan di tahun 2012. Tabel 10 juga menunjukkan menunjjukka produksi etanol disetiap Negara pada tahun 2004 hingga tahun 2006. Indonesia sebagai salah satu produsen etanol menghasilkan 45 juta gallon Indon etanol ddii tah tahun 2006, atau 0,033% dari total produksi dunia sebesar 13.480 juta galon. 4.4.2 Ind IIndonesia In ndo Di industri bioetanol sudah terdapat di beberapa tempat. Bahan Di Indonesia In baku industri innd nduusstr bioetanol berupa tetes tebu, ubi kayu dan jagung banyak terdapat di Indonesia. Indonessi siaa.. Proyeksi konsumsi bioetanol menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2006 konsumsi bioetanol adalah 1,71 juta kl dan Tahun tahunny ya. P ya
57
2010 20 010 diperkirakan konsumsi bioetanol sebesar 1,85 juta kl. Rincian proyeksi konsumsi bioetanol dan biodisel di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 11. ko onsu Tabel 11 Proyeksi Konsumsi Bioenergi di Indonesia Tahun Bioetanol (juta kL) Ta 22006 1,71 22007 1,75 22008 1,78 2,82 22009 1,85 22010 Sumber: S umb mb Prihandana. 2007
Biodiesel (juta kL) 1,19 1,2 1,22 1,23 1,24
Bio Oil (juta kL) 0,37 2,43 4,71 4,77 4,82
Proyeksi konsumsi bioetanol Indonesia diprediksi sebesar 1,85 juta kl di P tahun taahuun 2010. Hal ini menjadi potensi besar bagi Indonesia untuk memproduksi bioetanol, berbasis bahan baku dari hasil-hasil pertanian. Sebagai negara agraris, biioe oettaa potensi pooteens tersebut didukung oleh bahan baku unggulan hasil pertanian. Tahun 1986 pabrik paabbrrik etanol BPPT di Lampung mengubah bahan bakunya dari ubi jalar dengan ubi ubbi kayu ka dan molase (tetes) (Wahid 2008). Di Indonesia potensi penggunaan ubi kayu kaayyuu ddan molase diperkirakan akan mampu menyumbang 1, 85 juta KL bioetanol untuk unntuuk bahan bakar di tahun 2010. Hal ini dapat dilihat pada Gambar14.
58
Bahan Bakar Transportasi Tra (31 juta kL) (31.7
Listrik (7.6 juta kL)
Kerosin (10 juta kL) 3.8 juta kL
Premium Pr P rem em (18.5 (1 18..5 ju jjuta u kL
1 juta kL Solar (12.4 juta kL)
Bioetanol Biioeetta an 1.8 1.85 85 jjuta 85 u kL ut Biodiesel 1.24 juta kL
Ubi Ka Kayu K ay yu u 11 jut juta ton utta tto on
Bio Oil 4.8 juta kL
Bahan Baku
Molase 60 juta ton Minyak Sawit 30.2 juta ton
Minyak Jarak 3.84 juta ton
Gambarr 14 14 Perkiraan Kebutuhan Dan Potensi Bioenergi Untuk Substitusi Bahan Bakar Di Indonesia (Tim Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nabati, 2008) pada saat ini etanol diolah dari tetes untuk keperluan bahan Di Indonesia Di In farmasii oleh PTPN XI, PG Rajawali II, PT Molindo Raya Industrial, PT Indo Lampung PT Indo Acidatama, dan PT Aneka Kimia Nusantara. Dari Lampun ng Distilerry, D Tahun 1997 hingga Tahun 2001, produksi etanol di Indonesia relatif konstan, yaitu sekitar seekitar 159.000 KL dan pada Tahun 2002 meningkat menjadi 174.000 KL. Sejumlah Sejumla ah 26% 26 dari total produksi pada Tahun 2002 tersebut diproduksi oleh PT Acidatama, kemudian diikuti oleh PT Molindo Raya Industrial, dan PT Indo Indo Ac cidat Lampung yang masing-masing besarnya produksi 23 % dari total Lampun ng Distilery D produksi produks si pada si pa saat itu. Pangsa produksi etanol dalam negeri tahun 2002 masingmasingg pabrik paabbr etanol ditunjukkan pada Gambar 15.
59
TOTA PRODUKSI BIOETANOL TOTAL TTAHUN 2002, 174000 kl 6% 4% 9%
PT. INDO ASIDATAMA
26 % PT.INDOLAMPUNG DISTILERY
9% PT. MOLINDO RAYA INDUSTRIAL
23%
23 %
PT. ANEKA KIMIA NUSANTARA PG. RAJAWALI 2 PTPN XI LAIN-LAIN
Gambar Ga G am mb b 15 Pangsa Produksi Etanol Tahun 2002 Dari Masing-Masing Pabrik Etanol di Indonesia (Wahid, 2008). 4.5 Keadaan Agroindustri Bioetanol di Provinsi Lampung 4. .5 K 4.5.1 4. .5..1 Identifikasi Potensi Agroindustri Bioetanol di Provinsi Lampung Identififikasi potensi agroindustri bioetanol di Provinsi Lampung dilakukan dengan pendekatan terhadap kondisi potensi bahan baku, kondisi di ilaku industri in ndust bioetanol dan peluang pengembangan industri bioetanol di Provinsi Lampung. Berdasarkan penelusuran pustaka dan survey, hasil identifikasinya L ampu adalah ad dalah sebagai berikut : 4.5.1.1 4. .5.1. Identifikasi Potensi Bahan Baku Bioetanol merupakan sumber energi alternatif non fosil yang bersifat terbarukan dan ramah lingkungan untuk kendaraan bermotor, dan juga sebagai te erb rbaarr bahan ba ahan hhaan baku bagi kepentingan industri. Bioetanol merupakan hasil fermentasi biomassa dengan mikroorganisme. Biomassa yang digunakan adalah yang dapat bi ioom ma berasal be erraasa sa dari jagung, ubi kayu, ubi jalar, sagu dan tebu. Berdasarkan hasil kajian BPPT B BP PP PT T (2007) dari 1 ton biomassa ubi kayu dapat diubah menjadi 166,66 liter bioetanol. Biomassa jagung adalah yang diunggulkan karena dari setiap satu bi ioet oeta oe ta tonnya to onn nnya nnya y dapat dihasilkan bioetanol sebanyak 400 liter.
60
Bioetanol (alkohol) dapat diproduksi dengan menggunakan bahan baku Bioe mengandung pati atau karbohidrat, yaitu melalui proses konversi yang m eng karbohidrat karbohiidrat menjadi gula (glukosa) larut air, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 12. Jenis-jenis tanaman yang banyak dijumpai sebagai bahan baku produksi Jen nis-je bioetanol antara lain adalah ubi kayu, sorgum manis (cantel), jagung, molasse bioetanno l aan n (tetes te tebu ebu - hasil samping produksi gula), ubi jalar, dan aren (nira aren). eb Tabel 12 Konversi Bahan Baku Tanaman yang Mengandung Pati Atau K Karbohidrat Dan Tetes Menjadi Bioetanol K Bahan Baaha Baku
Kandungan Gula Dalam Bahan Baku
Jumlah Hasil Konversi
Perbandingan Bahan Baku dan Bioetanol
Jenis Jen niss
Kebutuhan (Kg)
Kg
Bioetanol (Liter)
Ubi Ka Kayu ayyuu
1000
250-300
166,66
6.5 : 1
Ubi Ja Jalar alaar 1000 150-200 Jagung g 1000 600-700 1000 500 Tetes 1000 Tebu Sumberr : Taharuddin, Ta et al. (2008)
125,0 400,0 250,0 67,0
8:1 2,5 : 1 4:1 15 : 1
Ubi Ub U bi kayu, ubi jalar, dan jagung merupakan tanaman pangan yang biasa hampir di seluruh wilayah Indonesia, sehingga jenis tanaman ditanam m rakyat rak merupakan tanaman yang potensial untuk dipertimbangkan sebagai tersebutt me bahan baku pembuatan bioetanol. Namun demikian dari semua jenis sumberr bah ubi kayu merupakan tanaman yang mempunyai produktivitas tanamann tersebut, ter tumbuh baik pada kondisi tanah yang kurang subur. tinggi ddan an tu Mengacu pada jenis- jenis bahan baku bioetanol, beberapa diantaranya Men terdapat Provinsi Lampung. Jenis bahan baku tersebut adalah ubi kayu, jagung terdapa at di P at tebu dan teb bu yyang tersebar di Kabupaten Lampung Selatan, Lampung Timur, bu Lampung Lampung Utara dan Tulang Bawang. Lampun ng Tengah, T Untuk Unt Un ntu menggambarkan potensi bahan baku pengembangan agroindustri bioetanol bioetan no l di d Provinsi Lampung, pada 3 (tiga) komoditas hasil pertanian (tebu, ubi . Diantara ketiga komoditas tersebut, ubi kayu merupakan jenis kayu dan daan an jagung) ja komoditas komodi itaas yang paling besar potensinya dari segi luas tanam dan produksi. Provinsi sendiri merupakan salah satu penghasil ubi kayu terbesar di Provins si Lampung si La
61
Indonesia. Produktivitas ubi kayu yang dicapai saat ini adalah sekitar 15-30 ton In ndon per hektar. Rendahnya produktivitas tersebut disebabkan pola pengusahaan ubi pe er he kayu ka ayu yang masih dilakukan secara sederhana, belum menggunakan varietas unggul un nggu dan tanpa pemupukan yang tepat dan cukup dosis ( Asnawi. R., 2007). Pada Tabel 13 terlihat bahwa luas areal tanam komoditas ubi kayu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Luas areal tanam yang tertinggi terdapat m me eng nga Kabupaten Lampung Tengah, kemudian disusul oleh Kabupaten Tulang ddii K a Bawang. Ba B awa wan Berdasarkan hasil observasi lapang dan wawancara dengan petani di beberapa kabupaten, sebagian besar kepemilikan lahan tanaman ubi kayu adalah be ebbeera r milik mili m illiik petani dengan rata-rata kepemilikan satu Ha per orang. Tabel T abe bel 13 Luas Panen dan Produksi Tanaman Ubi Kayu di Provinsi Lampung be Tahun 2006-2008 Kabupaten Ka K aab Laamp Lampung L Selatan S Se elata lat la Lampung L La amp Timur T Ti imu mu Lampung L La amp Tengah T Te enngg Lampung L La amp m Utara U tara Tulang T ulan Bawang B awa
2006 Ha
2007 Ton
Ha
2008 Ton
Ha
Ton
12.436
234.877
10.233
200.188
6.402
126.972
41.253
798.456
37.430
753.002
39.188
932.307
88.575
1.724.754
29.972
581.592
90.441
95.614 1.942.968 115.333 2.766.611 751.559
49.454 1.209.858
1.761.730 117.556 2.379.795
88.451 2.253.182
262.677 5.101.409 JJumlah umla Sumber Su umb : BPS Provinsi Lampung 2009
37.504
298.337 6.027.512 298.828
7.288.930
Pada sistem agroindustri bioetanol, satu Ha lahan tanaman ubi kayu menghasilkan 20 ton ubi kayu yang dapat menghasilkan 3.332 liter bioetanol m engh BPPT, BPP BP PT T 2007. Provinsi Lampung sebagai sentra utama produksi tanaman ubi kayu dan da an tterbesar, berpeluang untuk investasi di sektor pertanian untuk industri bioetanol. Kebijakan tersebut juga akan didukung oleh pengembangan jaringan bi iooeettaa pemasaran dan pengembangan intensifikasi pola kemitraan pe ema mas Luas panen dan produksi tanaman jagung juga mengalami peningkatan dari tahun ta ahu hun 2006 hingga 2008. Peningkatan tersebut terjadi di semua kabupaten seperti yang ya ang diperlihatkan pada Tabel 14. Saat ini produksi jagung yang diusahakan an petani pe ettaannii di 5 (lima) kabupaten tersebut adalah untuk dijual ke industri pakan ternak.
62
Panen dan Produksi Tanaman Jagung di Provinsi Lampung Tabel 14 Luas L Periode Tahun 2006-2008 P Kabupaten Kab bupat
2006
2007
Ha Ton Ha Lampuung Lampung Selatann 92.251 344.511 97.917 Lampung Lampu ung un Timur 99.566 349.652 112.797 Lampung Lampu ung un Tengahh 79.522 285.450 91.872 Lampung Lampu ung un Utara 29.468 98.104 33.429 Tulangg Bawang Bawan ng ng 9.980 32.945 12.837 Jumlah h 310.787 1.110.662 348.852 Sumberr : BPS B BP Provinsi Lampung 2009
2008 Ton
Ha
Ton
374.099
79.601
380.379
408.201
119.557
568.846
337.305
106.295
516.470
113.010
32.130
127.944
43.307 1.275.922
13.877 351.460
53.367 1.647.006
Luas L lahan dan produksi tanaman tebu di Provinsi Lampung dapat dilihat pa ppada addaa Tabel 15. Perkebunan tebu yang ada di Provinsi Lampung, sebagian besar adalah adala aalla milik swasta dalam bentuk perkebunan besar. Produksi tebunya digunakan pasokan bahan baku pabrik gula milik mereka. Perusahaan gula digunak ka n untuk ka u tersebutt jjuga uugga membeli produksi tebu dari perkebunan rakyat. Selain sebagai bahan gula, dapat juga digunakan sebagai bahan baku bioetanol. baku gu ulaa,, tebu ula, t Panen dan Produksi Tanaman Tebu di Provinsi Lampung Tabel 15. Luas L Periode Tahun 2008 P Kabupaten Kab bupat
Perkebunan Rakyat Ha Ton
Lampuung Lampung Tengahh 3.530 Lampung Lampu ung Utara U 8.554 Tulangg Bawang Baw 24 Way Ka Kanan K ana nan 12.108 Jumlah h Sumberr : BPS BP Provinsi Lampung 2009
13.944 45.404 87 59.435
Perkebunan Besar Ha Ton 51.411 39.993 5.549 93.671
371.701 289.149 46.391 677.241
Dalam Da D ala kaitannya dengan agroindustri bioetanol, satu Ha tanaman tebu menghasilkan 5 ton tebu yang jika diproduksi menjadi bioetanol akan dapat m me eng ng menghasilkan mengha assiilk lka 335 liter. Produksi tebu di Lampung sebagian besar dimiliki oleh perusahaan perusah haaan ha n gula, sedangkan bioetanol, diproduksi dengan menggunakan molase,
63
ddimana iman 1000 kg molase akan menghasilkan 250 liter etanol (Taharuddin et al. 2008) 20 008) 4.5.1.2 4. .5.1.2 Industri Bioetanol di Provinsi Lampung Pengembangan industri bioetanol di Provinsi Lampung banyak diminati oleh ol leehh perusahaan-perusahaan besar yang bergerak di bidang energi. Industri bioetanol yang sudah ada di Provinsi Lampung di sajikan dalam Tabel 16 di bi ioeettaa bawah. ba awa wah Tabel T abe bbeel 16 Kondisi Industri Bioetanol di Provinsi Lampung bel Nama Perusahaan Pe P e 1
Produk Utama 2
Produk Kedua 3
Keterangan 4
5
BPPT B BP PP PT T
Etanol
Etanol 95 %
Produk sesuai kebutuhan
Ubi Kayu
PT P T In IIndo Lampung D Di ist stel Distelery (ILD)
Gula
Etanol 95 %
Ekpor 95 % Etanol
Molase
PT GMP PT G
Gula
Etanol 95 %
Transportasi PT. GMP
Molase
Medco Energy PT P TM Sungai Budi PT S PT u
Etanol Tapioka
Etanol 95 % Etanol 95 %
Ekspor Konsumsi sendiri dan Ekspor
Ubi kayu Ubi kayu
Sumber Su um mbb : Timnas BBN (2008) dan Departemen Pertambangan dan Energy Provinsi Lampung (2010) 4.5.1.3 4. .5.1.3 Peluang Pengembangan Industri Bioetanol di Provinsi Lampung Peluang pasar bio-etanol untuk substitusi bahan bakar minyak (premium) sangat sa angat terbuka lebar disamping untuk keperluan industri farmasi dan lainnya. Sesuai dengan kebijakan nasional pemerintah Indonesia yang mencanangkan Sesua pengurangan konsumsi premium sebanyak 5% pada tahun 2010 melalui substitusi pe engu bioetanol, maka akan terbuka peluang pasar sebanyak kurang lebih 2,25 juta kilo bi ioe oetaa liter di Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan li ite ter bioetanol b sekitar se ekkiittaa
15
juta
ton
ubi
kayu
(http://www.media-indonesia.com/berita.
as asp?id=103001 sp? p?id ). Untuk Provinsi Lampung, kebutuhan bio-etanol untuk substitusi premium pada pa ada da tahun 2010 diperkirakan sekitar 88.000 kilo liter yang setara dengan kebutuhan ubi kayu sebanyak 572.000 ton (Tim Daerah Pengembangan Bahan ke ebu butu t Bakar Ba B akkaar Nabati Provinsi Lampung, 2006). Gambar 16 memperlihatkan perkiraan
64
kebutuhan kebutuh han ppremium dan bioetanol di Provinsi Lampung dan Indonesia pada tahun 2010. Melihat Melih potensi bahan baku ubi kayu di Provinsi Lampung yang mencapai sekitar 7,2 jjuta ton atau setara dengan 1,107 juta kilo liter bio-etanol dengan 2 industri (dua) in ndust bio-etanol dengan kapasitas sekitar 60 000 kilo liter dan 33.000 kilo liter bioetanol, bio oettaan maka Provinsi Lampung berpotensi sebagai pemasok bio-etanol oe nasional. nasiona al. al
Premium Tanpa substitusi
Bioethanol (substitusi 10%)
25,0 25,000,000
Kilo liter
20,000,000 20,0 15,0 15,000,000 10,000,000 10,0 55,000,000 ,0 0
Lampung
Nasional
Gambarr 16 Perkiraan Kebutuhan Bahan BakarPremium dan Bioetanol di Provinsi Lampung dan Nasional pada Tahun 2010 (Tim Daerah Pengembangan Bahan Bakar Nabati, 2008) Berdasarkan Gambar 16, perkiraan kebutuhan bahan bakar premium dan Ber bioetanol bioetan no l di Provinsi Lampung dan nasional untuk tahun 2010 adalah 88.800 kilo liter. Peluang Peeluan pasar bioetanol baik di luar negeri maupun di dalam negeri masih dengan memanfaatkan ketersediaan bahan baku yang ada di dapat di dditingkatkan ittiing ng Provinsi dan juga didukung oleh kebijakan pemerintah seperti Provins si Lampung, si La disediakannya disediak kaan nn insentif bagi produsen bioetanol, keringanan pajak atau peraturan penggunaan penggu una naaann bioetanol dalam premium (Keputusan Presiden No 84/ P Tahun 2009 Peraturan dan Per ratu ra tura Menteri Keuangan No 03/PMK.02/2009).
65
4.5.2 4. .5.2 Teknologi Proses Produksi Bioetanol di PT Medco Lampung Secara umum, produksi bioetanol mencakup 3 (tiga) rangkaian proses, yaitu Persiapan bahan baku (ubi kayu), Fermentasi, dan Distilasi. Sebagai contoh ya aitu P proses pr roses produksi bioetanol PT Medco di Lampung dapat dilihat pada Gambar 17.
Gambar G amb 17
Diagram Blok Proses Pembuatan Bioetanol di PT Medco di Lampung, 2010
Tahapan proses pembuatan bioetanol berdasarkan bagan diatas adalah T sebagai se eba baaga ggaa berikut : 1..
Persiapan Bahan Baku P Bahan baku ubi kayu sebanyak 1167 MT/hari
diolah di bagian
Pada bagian tersebut bahan mentah ubi kayu pertama-tama ppretreatment. r dditimbang dengan menggunakan wighing bridge, selanjutkan dimasukan ke ddalam truck unloader untuk kemudian dilakukan pretreatment terhadap ubi kayu kka a tersebut. Pada pretreatment ditambahkan air sebanyak 813 m3 dan
66
selanjutnya akan didapat bubur ubi kayu yang ditampung pada cassava slury sela anjut tank. jumlah bubur ubi kayu yang didapat jumlahnya mencapai 1924 tan nk. Adapun A metrik me etrik ton t per hari. Pada proses pretreatment juga dihasilkan cangkang hasil pengelupasan kulit ubi kayu yang jumlahnya mencapai 56 metrik ton. Setelah pen ngelu didapat did dappaat bubur ubi kayu selanjutnya akan masuk ke area proses utama. Di da area are ea pproses ea rroo utama tersebut dilakukan prose liquefaction. 2.
Proses Pro oseess Liquefaction L Pada proses ini pati ubi kayu yang merupakan polimer glukosa yang panjang pan njan aanng (polisakarida) dipotong-potong secara acak, sehingga menjadi potongan-potongan oligisakarida. pot tong nga
Pada proses liquefaction ke dalamnya
dimasukkan enzim amilase guna mempercepat proses pembentukan dim massuuuk ma oligosakarida. Selanjutnya dilakukan persiapan proses pre-fermentasi. olig gos osak a 3.
Proses Pro oseess Fermentasi os F Pada proses pre fermentasi, ke dalam bahan dimasukkan , enzim dan nutrient nut trie ieent terutama unsur N, agar proses fermentasi berjalan cepat dan sekaligus sek kali ka lig igu menambahkan nutrisi untuk kebutuhan bakteri pengurai, sehingga proses pro oses es pre fermentasi dapat berjalan cepat, dan dari proses pre fermentasi akan dihasilkan glukosa. aka an dih Kegiatan berikutnya yang akan dilakukan adalah proses fermentasi. Pada fermentasi, ke dalamnya ditambahkan ragi sacharomyces Pad da proses p cerevicae cer revica , dengan tujuan agar proses fermentasi dapat berjalan cepat. Dari proses pro oses fermentasi ini akan dihasilkan gas CO2.
Namun demikian proses
fermentasi ferm ment bisa dilakukan tanpa prefermentasi, dalam arti setelah dilakukan proses pro oses liquefaction dapat langsung dilakukan fermentasi tanpa melalui tahapan tah happaan pre fermentasi terlebih dahulu. ha
Setelah dilakukan fermentasi
selanjutnya dilakukan proses destilasi. sela laanj njut 4.
Proses Pro oses ess Destilasi D Proses Destilasi dilakukan dengan menggunakan uap panas, sehingga terjadi terj jaaddi pemekatan dan selanjutnya diperoleh etanol sebanyak 180 KLPD. Setelah Set tela te lah itu akan dilakukan proses dekantasi, sehingga dari sini diperoleh endapan end dapan da ppaa basah yang jumlahnya mencapai 280 metik ton per hari. Endapan
67
tersebut akan dimanfaatkan untuk keperluan lain, seperti halnya untuk te membuat pupuk, sehingga pada area proses utama ini juga terjadi proses m produksi bersih (zero waste). pr 4.6 4. .6
Kendala dan Upaya Pengembangan Produksi Bioetanol di Provinsi Lampung Produksi bioetanol harus mempertimbangkan keekonomiannya dari dua
sisi yaitu sisi produksen bioetanol yang memerlukan bahan baku si isii kkepentingan, e produksi pr rodu odu tanaman dengan harga yang rendah, dan dari sisi petani penghasil bahan od baku ba akkuu yang menginginkan produksi tanamannya dibeli dengan harga tinggi dan biaya bi iayya produksi paling rendah. Hal tersebut disebabkan nilai produksi tanaman merupakan biaya pengeluaran untuk pembelian bahan baku bagi produsen me m erup rruup bioetanol. Oleh karena itu keekonomian program pemanfaatan bioetanol untuk bi ioeettaa bahan ba ahhaan an bakar kendaraan, bukan saja ditentukan oleh harga bahan bakar premium, tetapi te etaappii ditentukan pula oleh harga bahan baku pembuatan bioetanol. 4.6.1 4. .6..1 Kendala Pengembangan Produksi Bioetanol Dalam memenuhi program pemanfaatan bioetanol untuk bahan bakar kendaraan, pemerintah telah membuat road map teknologi bioetanol, yaitu: pada ke enndda periode pe eriod tahun 2005-2010 dapat memanfaatkan bioetanol sebesar 5% dari konsumsi premium 1,48 juta kiloliter, periode tahun 2011-2015 dapat ko onsu memanfaatkan bioetanol sebesar 10% dari konsumsi premium 2,78 juta kiloliter m ema dan da an pperiode tahun 2016-2025 dapat memanfaatkan bioetanol sebesar 15% dari konsumsi premium 6,28 juta kiloliter (Tim Nasional Pengembangan BBN, 2008). ko onsu Namun N amu bisnis bioetanol harus melibatkan banyak pihak, baik dari sisi Pemerintah maupun m ma aup upu Swasta. Mengingat sampai saat ini belum ada kesinambungan yang dalam satu dokumen rencana strategi yang komprehensif dan terpadu, ddiwujudkan iwu wuju j maka m ma akkaa diduga akan timbul beberapa kendala yang harus diatasi. Beberapa kendala tersebut, te errsseebb meliputi hal-hal berikut: 1. Rencana pengembangan lahan untuk tanaman penghasil bahan baku bioetanol yang dibuat oleh Departemen Pertanian dan Departemen Kehutan belum terkait langsung dengan rencana pengembangan bioetanol di sektor energi.
68
Pemerintah Daerah dalam pengembangan energi dan 2. Rencana R instrumen kebijakan yang diperlukan dalam pengembangan bioetanol i belum terkait langsung dengan rencana dari para pihak pelaku bisnis b bioetanol dan pengelola lahan pertanian yang sangat luas untuk b menghasilkan bahan baku. m resiko investasi dalam komersialisasi pengembangan 33. Ketidakpastian K bioetanol dan belum terbentuknya rantai tata niaga bioetanol b Agar Agar kendala-kendala di atas dapat diatasi maka harus ada kebijakan Ag Pemerintah Pemerin ntah ah mengenai pertanian dan kehutanan yang terkait dengan peruntukan insentif bagi pengembangan bioetanol, tekno-ekonomi produksi lahan, kkebijakan ebbiijj pemanfaatan bioetanol, sehingga ada kejelasan informasi bagi pengusaha dan pem manf ma tertarik yang ter errtaarriik dalam bisnis bioetanol. Upaya 4.6.2 Up pa Pengembangan Industri Bioetanol Dalam upaya pengembangan bioetanol diperlukan adanya beberapa Daala la langkahh yang yyaan harus dilakukan, yaitu sebagai berikut: agenda bersama (Pemerintah, Tim BBN, Industri Bioetanol 1.. Menyusun M dan d Pertamina) untuk mendapatkan konsensus terhadap program yang komprehensif dan terpadu agar dapat memberikan hasil yang konkrit k dan maksimal, antara lain melalui penetapan sasaran dan upaya d pencapaian nya untuk produksi, distribusi dan penggunaan bioetanol, p serta penjelasan agenda dan program implementasi yang konkrit. s inventarisasi dan evaluasi secara rinci berbagai peluang 2. Melakukan M dan d tantangan untuk investasi bioetanol. rantai tata niaga bioetanol secara bertahap yang 3. Membangun M difasilitasi oleh Pemerintah (Nurdyastuti, 2006). d 4.7
Rantai Ra R ant Tata Niaga Bioetanol Komponen rantai tata niaga bioetanol dimulai dari pengadaan bahan Ko K o
baku, proses proosses produksi bioetanol, pencampuran bioetanol dengan premium, hingga Rantai tata niaga bioetanol dapat berjalan sesuai yang diharapkan ke pemasaran. pem mas asaarra r apabila ada ada kejelasan potensi pasar bioetanol. Potensi pasar bioetanol dapat ad
69
berdasarkan perkiraan kebutuhan bioetanol yang disepakati oleh ddiperkirakan iperk semua se emua pihak yang terkait dan dituangkan dalam road map teknologi bioetanol, sehingga mendorong minat pengusaha dalam mengembangkan produksi se ehing bioetanol. Komponen rantai tata niaga bioetanol di Lampung ditujukkan pada bi ioeta Gambar Ga G am mbb 18. Perusahaan Perminyakan Petaanii Petani (penyedia (pen nyeedia bahan baha an baku ba ba ubi kayu) kayyuu) ka
Perusahaan Bioetanol (Produsen)
Perusahaan Otomotif
Distributor Bioetanol
Konsumen/ Masyarakat
Gambar 18 Rantai Tata Niaga Bioetanol di Provinsi Lampung 4.8 4. .8
Kebijakan Pemerintah Dalam Pengembangan Industri Bioetanol Untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi yang bersumber dari
minyak m inya bumi, pemerintah Indonesia telah menyiapkan serangkaian kebijakan pengembangan energi alternatif yang bersumber dari bahan nabati yang dapat pe enge Kebijakan yang ditempuh untuk mendorong energi terbarukan dan ddiperbaharui. iperb konservasi energi adalah mewajibkan pelaku usaha energi untuk memanfaatkan ko onse energi en nergi terbarukan, komitmen penerapan efisiensi energi dan menciptakan budaya hemat he emat energi. Langkah-langkah untuk melaksanakan kebijakan tersebut adalah sebagai berikut be erriikkuu (Tim Nasional Pengembangan BBN, 2006) 1. Menyusun kebijakan investasi dan pendanaan 2. Menyusun kebijakan insentif 3. Menyusun kebijakan harga energi 4. Menyusun kebijakan peningkatan Sumber Daya manusia 5. Menyusun kebijakan informasi
70
kebijakan standardisasi dan sertifikasi 6. Menyusun M Menyusun kebijakan penelitian dan pengembangan 7. M kebijakan kelembagaan 8. Menyusun M Pemerintah Pemerin ntah indonesia telah menerbitkan undang-undang dan peraturan-peraturan pemerintah pemerin ntaahh yang mendukung pengembangan bahan bakar nabati sebagai berikut ( nt Kumpulan Terkait Program BBN, 2008). Kumpu ulan ul an Peraturan P Direktorat Jendral Minyak dan Gas bumi No. 23204 K tahun 2008 1. Keputusan Keepu puttu u tentang ten ntan ang Standar dan Mutu (spesifikasi) Bahan Bakar nabati Jenis Bioetanol an ang yang di Dalam Negeri. yan ng Dipasarkan ng D Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi 2. Undang-undang Unndaa ng n yang mengatur mengenai energi mulai dari penguasaan dan pengaturan yan ng m ng sumber sum mbeerr daya energi sampai dengan penelitian dan pengembangan energi mb nasional. nas sion oonna 3. Peraturan Perra ratu tura Presiden No. 5 Tahun 2006 mengenai Kebijakan Energi Nasional untuk penggunaan energi alternatif hingga 80 persen dan unt tuk meningkatkan tu m menurunkan penggunaan BBM hingga kurang dari 20 persen pada tahun me enuuru ru 2025. 202 25. 25 4. Instruksi Insstru ru uks Presiden No. 1 tanggal 25 januari 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Bio Fuel) sebagai bahan bakar lain. Pem manf Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. 5. Keputusan Keeputu Presiden No. 10 Tahun 2006 tentang Tim Nasional Pengembangan 6. Keputusan Keeputu Bahan Bah han Bakar Nabati untuk Percepatan Pengurangan Kemiskinan dan Pengangguran. Pen ngan dikeluarkannya kebijakan tersebut, ditargetkan Indonesia mampu Dengann di mensubsitusi mensub bsitus minyak solar dengan biodiesel sebanyak 2% pada tahun 2010, 3% tahun 2015 201155 dan 5 % tahun 2025 serta mensubsitusi bensin dengan bioetanol 20 sebanyak sebanya ak 2 % pada tahun 2010, 3 % tahun 2015 dan 5 % tahun 2025 (Departemen ak Sumber Daya Mineral, 2005) Energi ddan aann S
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pe Penentuan enen Bahan Baku untuk Industri Bioetanol di Provinsi Lampung Penetapan Bahan Baku Unggulan Agroindustri Bioetanol 5.1.1 P ene Tahap penentuan bahan baku unggulan untuk pengembangan agroindustri Tah Ta ah bioetanol bioetaanoo l ddiseleksi dari beberapa alternatif ketersediaan bahan baku yang tersedia di Penentuan bahan baku unggulan menggunakan pendekatan Metode lokasii penelitian. pen en Perbandingan Eksponensial (MPE). MPE adalah Perban nddiing
salah
satu
metode
untuk
menentukan menen ntuuk nt ka prioritas alternatif keputusan dari kriteria jamak. Analisis pendapat pakar ddi dilakukan untuk menginventarisir dan melakukan pembobotan terhadap il kriteria digunakan sebagai acuan dalam penentuan alternatif kriteriia ia yyang a
bahan baku
unggulan. ungguulan an. Jenis bahan baku unggulan untuk bioetanol diinventarisir berdasarkan luas an lahan,, aaspek sp teknologi, aspek infrastruktur, aspek produksi dan aspek investasi serta sp kebijakan kebijaakaan Pemerintah Daerah di Provinsi Lampung. Kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut: (1) Luas lahan yang ada K r untuk 6 (e ((enam) jenis hasil pertanian, seberapa besar lahan yang digunakan untuk enam je jenis enniis hasil pertanian tersebut, (2) Ketersediaan areal untuk pengembangan, masih ada areal yang dapat digunakan untuk pengembangan ke enam jenis apakaah m aapakah bahan n baku bioetanol di Provinsi Lampung, (3) Produktivitas tanaman, berapa besar produktivitas yang dihasilkan dari keenam tanaman tersebut, (4) Kemudahan dan produ uktivi ketersediaan keters sediaa
sarana
produksi,
bagaimana pengaruhnya
sarana produksi
di
Lampung Lampu u ng untuk tebu, jagung, ubi kayu, sorgum manis, nira aren dan ubi jalar, (5) Keterampilan Ketera ampi
petani
dalam
menanam dan memanen, bagaimana pengaruhnya
kemampuan kemam mpua petani pada saat tanam dan memanen untuk enam tanaman pertanian tersebut, terseb but ut, (6) ( Permintaan pasar untuk enam komoditas, bagaimana pasar dalam menerima mener r im ri maa hasil pertanian dari enam tanaman tersebut, (7) Aksesibilitas Pasar, bagaimana bagaim man ana kemudahan dari keenam hasil pertanian tersebut di terima pasar, (8) Kebijakan Kebija aka ka n Pemerintah
Daerah,
bagaimana
dukungan
pemerintah
terhadap
pengembangan budi daya pertanian untuk enam tanaman pertanian tersebut, (9) Nilai penge e mbbaa n jual ddari ari eenam komoditas, dan (10) Ketersediaan modal, bagaimana besaran modal ar berpengaruh berpen nga garu ru untuk enam tanaman tersebut.
72
Keseluruhan kriteria merupakan hasil observasi lapang, kajian pustaka dan Ke wawancara wawa ancara mendalam (indepth interview) dengan para pakar. Pakar yang dipilih untuk MPE MP adalah: 3(tiga) dari Perguruan Tinggi, 4 (empat) dari Industri Bioetanol, dari BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ) Lampung, 2 (dua) dari 2 (dua) (duaa) da Perindustrian dan perdagangan dan 1 (satu) dari Dinas Pertambangan dan Dinas P Pe er Energi Provinsi Lampung, alternatif bahan baku unggulan ditunjukan pada Tabel 17 Energ gi P gi Pr ro Tabel a 177 Alternatif Bahan Baku Unggulan Agroindustri Bioetanol di Provinsi Lampung Kode A B C D E F
Alternatif Jenis Bahan Baku Ubi Kayu Tebu Jagung Ubi Jalar Sorgum Nira Aren
Penilaian Pe P en alternatif pada setiap kriteria menggunakan skala penilaian 1- 4. 4 = ssangat ang nngga berpengaruh, 3 = berpengaruh, 2 = kurang berpengaruh dan 1 = tidak berpen berpengaruh. ngaru Hasil analisis penilaian alternative bahan baku unggulan agroindustri bioetanol bioeta anol di d Provinsi Lampung menggunakan teknik MPE disajikan pada Tabel 18. Hasil Penilaian Alternatif Bahan Baku Unggulan Agroindustri Bioetanol Tabel 18 H Nilai Alternatif Bahan Baku Kriteria No Bobot A B C D E F 1 L Luas uas Lahan yang ada untuk 4 4 3 3 3 4 4 hasil hasil Pertanian 2 Ketersediaan Keter Areal untuk 3 3 2 2 2 4 4 Pengembangan Peng Pe ng 3 Produktivitas Prod Pr o du Tanaman 3 3 3 3 2 2 4 dan Ketersediaan 4 3 3 3 2 4 Kemudahan Kem Ke Kemu 2 3 Sarana Sara Sa ran Produksii Petani dalam 4 3 3 2 2 5 Keterampilan Ketteer Kete Ke 3 3 Menanam dan Memanen Meennaa M Pasar 3 3 3 2 2 6 Permintaan Peerm P errm m 3 4 Pasar 3 3 2 2 2 7 Aksesibilitas Akkse A se 3 3 PEMDA 3 3 2 2 2 8 Kebijakan Kebij Ke 3 3 3 3 2 2 2 9 Nilai Nilaai Jual dari enam komoditas Ni 3 4 modal 3 3 3 2 3 2 10 Ketersediaan Keetteer K 2
73
Setela Setelah ah dilakukan di perhitungan nilai alternatif bahan baku unggulan dengan teknik MPE,
maka diperoleh urutan bahan baku m
unggulan
untuk
pengembangan
agroindustri agroin ndust bioetanol di Provinsi Lampung, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Hasil Perhitungan MPE Untuk Penentuan Bahan Baku Unggulan Produksi Bioetanol di Provinsi Lampung Prioritas P
Alternatif Bahan Baku Terpilih
Nilai MPE
Ubi Kayu Tebu Jagung Ubi Jalar Nira Aren Sorgum Manis
601.80 425.78 425.19 184.89 145.76 144.38
Bahan nB Ba Baku aak Unggulan 1 Bahann B Ba Baku aak Unggulan 2 Bahann Ba B Baku ak Unggulan 4 Bahann B Ba Baku ak Unggulan 3 Baku Bahann Ba B ak Unggulan 5 Baku Bahann B Ba ak Unggulan 6
Berdasarkan Be B er hasil perhitungan menggunakan teknik MPE pada Tabel 19 dipero diperoleh o leeh
6 (enam)
alternatif
bahan baku
untuk pengembangan agroindustri
bioetanol bioeta anoo l di d Provinsi Lampung. Secara berurutan pilihan bahan baku adalah : (1) Ubi kayu (A ((A) A) ddengan nilai MPE 601.80 ; (2) Tebu (B), nilai MPE 425.78; (3) Jagung (C), nilai MPE MPE 425.19; (4) Ubi Jalar (D), nilai MPE 184.89; (5) Nira Aren (F), Nilai MPE MP 145.76 6 dan ddaan (6) Sorgum Manis (E), nilai MPE 144.38. Dari keenam alternatif bahan ubi baku, uub bi kayu memiliki nilai MPE yang tertinggi, maka strategi pengembangan agroindustri agroin ndust bioetanol yang dikaji adalah yang berdasarkan bahan baku ubi kayu. Saat ini produk agroindustri bioetanol berbasis bahan baku ubi kayu di Saa Provinsi yang sudah berkembang adalah perusahaan agroindustri PT. Provin nsi Lampung L Bioetanol Indonesia yang berada di Kabupaten Lampung Utara, dengan Medco o Bi kapasitas kapasi itas produksi 60.000 kl/tahun, PT Sungai Budi kapasitas produksi 75.000 kl/tahun kl/tahu un ddan BPPT, di desa Selusuban Kabupaten Lampung Tengah kapasitas produksi kl/tahun (Timnas BBN, 2008). Ubi kayu merupakan komoditas yang produuksi si 2.500 2 memiliki industri yang berspektrum luas, seperti diperlihatkan pada Gambar memil likkii pohon li p 19.
74 Kulit Ku
Industri pakan ternak Industri pangan, kertas, kayu lapis
Tapioka
UBI KAYU U
Dektrin
Industri tekstil, farmasi dan kimia
Gula Glukosa
Industri
Gula Fruktosa
Industri
Bioetanol
Industri Kimia, pharmasi, Bio-fuel, dll
Asam Organik
Industri makanan &
Senyawa kimia lain
Industri
Onggok Umbi U mb bii
Industri pakan ternak
Gaplek Pellet
Industri pakan ternak
Industri Pangan: cassava chip, cassava stik, dll
Gambar Gamb barr 19 19 Pohon Industri Ubi Kayu (Dinas Pertanian Provinsi Lampung 2006) Menurut Hasanudin, et al. (2007), peran ubi kayu sebagai sumber pendapatan M petanii belum belu menggembirakan. Harga ubi kayu yang diterima ditingkat petani selalu pada kondisi sub-optimal dan tidak menguntungkan, baik bagi petani maupun beradaa pad industri ubi kayu. Rendahnya kemampuan petani ubi kayu di Provinsi indust tri pengguna pe Lampung Lamp pung dalam penerapan teknologi usaha tani maupun pengolahan menyebabkan produktivitas produuktivi dan mutu produk olahan rendah sehingga harga yang diterima petani relatiff rre rendah enndd dan berfluktuasi. Disamping itu, mekanisme yang belum terintegrasi dalam kawasan agribisnis mulai dari hulu, on-farm, pasca panen, m pengembangan pen pe pengolahan pengool olaahhan hingga pemasaran dalam menangani ubi kayu serta keterbatasan modal usaha mengakibatkan me me
belum optimalnya
peran agribisnis ubi kayu dalam
perekonomian perekoono nom petani. Oleh Olle karena itu, peran serta pemerintah baik pusat maupun daerah sangat O diperlukan diperlluukkan an untuk membangun kemitraan yang saling menguntungkan antara petani,
75
indust industri tri berbasis b ubi kayu, dan industri pangan/non pangan berbasis produk olahan ubi
kkayu ayu dengan
memperhatikan faktor-faktor pendorong berlangsungnya suatu
kerjasama kerjas sama yang saling menguntungkan dikeseluruhan sistem agribisnis ubi kayu. Sebaran Produksi Ubi kayu di Provinsi Lampung 5.1.2 Seb Hampir seluruh kabupaten/kota di Provinsi Lampung menghasilkan tanaman Ha H a ubi kayu. kaayuu. Perbedaannya hanya pada luasan areal tanam. Hasil penelitian Unila (2007) seperti sepert ti ya yyang an terlihat pada Gambar 20, menunjukkan bahwa budidaya ubi kayu sudah memasyarakat di Provinsi Lampung. Industri pengolahannya juga telah sangatt m kabupaten yang ada. Hal ini mendorong petani untuk berperan aktif merataa diseluruh diiss produksi ubi kayu dalam m meningkatkan meen m Taharuddin et al. (2007) mengkategorikan data yang diperoleh dari hasil Ta T ah potensi energi terbarukan berbasis hasil pertanian menjadi lima survey y ppemetaan e tingkatan tingka ataan bberdasarkan luas lahan tanam untuk masing-masing kecamatan. Untuk tanaman tanam mann uubi kayu diperoleh peta sebaran seperti yang terlihat dalam Gambar 20. Kategori Kateg gori rrii sangat rendah berada pada kisaran (x) <500; rendah 500 [ 1000; sedang g 11000 0 [ WLQJJL [ 00; dan sangat tinggi (x) , dimana diman na ““X” na X merupakan luas lahan dalam ha. Tanaman ubi kayu ini telah lama dibudidayakan oleh rakyat Lampung, hal ini dapat dilihat dengan banyaknya sentra dibudi idaya penghasil pengh hasil ubi kayu yang banyak tersebar di hampir semua kabupaten.
76
Gambar Gamb barr 20 20 Peta Sebaran Lahan Ubi Kayu di Provinsi Lampung (Taharuddin, et al. 2007) Seperti Sepeerti
yang
telah disebutkan diawal Provinsi Lampung merupakan sentra
penghasil penghhasil ubi kayu terbesar di Indonesia. Pada tahun 2005 sebesar 24% dari total produksi produ uksi ubi u kayu di Indonesia berasal dari Provinsi Lampung (Prihandana et al 2008). Luas Lua lahan tanaman ubi kayu di Provinsi Lampung pada tahun 2006 hingga tahun 2008 di lima Kabupaten sentra produksi mencapai 859.842 Ha dengan sebaran Kabupaten seperti dilihat pada Gambar 21. lahan masing-masing maas m
77
Gambar Gamb barr 21 21 Grafik Sebaran Lahan Tanaman Ubi Kayu di 5 (lima) Kabupaten Sentra Ubi Kayu di Provinsi Lampung Periode Tahun 2006-2008 (Prihandana, 2008) Dari grafik di atas terlihat bahwa Kabupaten Lampung Tengah dan Tulang Da Bawang dua kabupaten yang potensial sebagai pengembangan agroindustri Bawan ng adalah a bioetanol. bioeta anol. Dengan demikian kedua kabupaten tersebut dalam penelitian ini secara purposive purpo osive ditetapkan sebagai lokasi potensial pengembangan agroindustri bioetanol di Provinsi Lampung. Provin nsi L Produksi ubi kayu di Provinsi Lampung, terutama di (5) lima kabupaten Pro pada tahun 2006 mencapai 5.1 juta ton dengan produksi tertinggi di sentraa pproduksi rod Kabupaten Kabup patteen Tulang Bawang dan kemudian diikuti pa
Kabupaten
Lampung Tengah
(Gambar (Gam mb baar 222). Tahun 2007, jumlah produksi meningkat menjadi 6,03 juta ton dan kembali meningkat di tahun 2008 dengan produksi 7,3 juta ton. kemba a li m al
78
Gambar Gamb barr 22 222. Grafik Sebaran Produksi Tanaman Ubi Kayu di 5 (lima) Kabupaten Sentra Ubi Kayu di Provinsi Lampung Periode Tahun 2006-2008 (Prihandana, 2008) Dikaji dari produktivitas ubi kayu, terlihat peningkatan dari tahun 2006 Diik D tahun 2008. Tahun 2006, produktivitas tanaman ubi kayu rata-rata di Provinsi hinggaa tah Lampung Lamp pu ng sebesar 19,4 ton/ha. Jumlah tersebut meningkat menjadi 20,2 ton/ha pada 2007. Pada tahun 2008, dengan peningkatan budidaya dan pengolahan tanah tahun 2007 yang semakin baik, produktivitas tanaman ubi kayu mencapai 24,4 ton/ha. Menurut sem Prihandana Prihanndana et al. (2008) hasil ini masih relatif kecil dibandingkan produktivitas dari data ppusat usat atau balai penelitian yang menyebutkan produktivitas ubi kayu dapat mencapai ton/ha. mencaap apaaii 30-40 3 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa produktivitas tanaman ubi kayu di D De Provinsi Provin nssii Lampung relatif masih rendah dan masih dapat ditingkatkan melalui peningkatan teknologi usaha tani. Menurut Prihandana et al (2008), rendahnya pening gkkaata t produktivitas ubi kayu antara lain disebabkan oleh : (i) petani belum menggunakan produuk ukttiivi varietas (ii) mutu bibit tidak optimal karena disimpan selama dua - tiga bulan; varietaas as uunggul; n (iii) dosis dosi sis rekomendasi pupuk belum diterapkan; (iv) panen tidak tepat waktu; (v)
79
promo promosi osi da dan diseminasi yang kurang optimal; dan (vi) minat petani rendah karena fluktuasi fluktu uasi harga. h Jenis dan Varietas Unggul Ubi Kayu 5.1.3 Jen Ubi kayu dapat dikelompokkam menjadi dua, yaitu sebagai bahan baku Ub industri indust trrii ddan sebagai pangan langsung. Ubi kayu sebagai pangan langsung harus memenuhi meme enuuhi syarat utama, yaitu tidak mengandung racun HCN (< 50 mg per Kg umbi basah). Sementara itu, umbi ubi kayu untuk bahan baku industri sebaiknya memiliki basah) ). S Se e kandungan kandu unggaan protein rendah dan kandungan HCN yang tinggi. Pada Gambar 23 un diperlihatkan diperl lihhat atk contoh penampakan ubi kayu di Provinsi Lampung.
Gambar 23 Contoh Penampakan Ubi Kayu di Provinsi Lampung VARIETAS VARI IETA UNGGUL Varietas unggul yang mempunyai potensi hasil tinggi, disukai konsumen, V sesuai dan se esuai untuk daerah penanaman. Varietas unggul yang dibudidayakan memiliki toleran kekeringan, toleran lahan pH rendah dan /atau tinggi, toleran sifat toler keracunan keracu unan Al, dan efektif memanfaatkan hara P yang terikat oleh Al dan Ca, seperti: varietas Adira-4, Malang-6, UJ3, dan UJ5. sepert ti: var JJika ik produksi ubikayu ditujukan untuk bahan baku industri tapioka atau ik tepung/serbuk ubikayu atau dikonsumsi langsung dalam bentuk ubikayu goreng tepung ng g//sseerr atau rebus, reebbu us menggunakan varietas unggul yang memiliki rasa enak dan kualitas rebus yang bbaik, aiikk,, seperti: Adira-1, Malang-1, Darul Hidayah, Adira-4, Malang-4, Malang-6, dan UJ -5. Jika produksi ubikayu ditujukan untuk bahan baku bioethanol, UJ-3 d da an U memenuhi kriteria, yaitu: (1) berkadar pati tinggi; (2) Potensi hasil tinggi; (3) harus m em cekaman biotik dan abiotik; dan (4) Fleksibel dalam usaha tani dan umur panen. Tahann cce ek
80
Dari 116 6 va varietas unggul ubikayu yang telah dilepas Departemen Pertanian hingga saat iini, ni, Adira-4, Malang-6, UJ -3, dan UJ-5 memiliki karakter yang sesuai dengan kriteria tersebut. Sifat penting dari keempat varietas ini adalah: (1) Daun tidak kriteri ia ter gugur; (2) Adaptif pada tanah ber-pH tinggi dan rendah; (3) Adaptif pada cepat gugu kondisi tinggi sehingga dapat menekan pertumbuhan gulma; dan (4) kondis si populasi p pada pola tumpang sari (Wargiono, dkk., 2006). Pada Tabel 20 Dapatt di ddikembangkan ikkee disajikan disajik kan kkarakteristik varietas unggul ubikayu yang dilepas Departemen Pertanian. ka beberapa varietas unggul ubikayu. Tabel 220. 0. Karakteristik K Varietas Varie etas aass Karateristik K Adira-1 Adira a-1 1
Adiraa -2
Daru ul Hidayah Hiid H Darul
Keunggulan Dilepas tahun 1978; umur 7-10 bulan; bentuk daun menjari agak lonjong, warna pucuk daun coklat; warna tangkai daun merah bagian atas dan merah muda bagian bawah, warna batang muda hijau muda, warna batang tua coklat, warna kulit umbi coklat bagian luar dan kuning bagian dalam; warna daging umbi kuning, kualitas rebus baik, rasa enak, kadar tepung/pati 45%; kadar protein 0,5% (basah); kadar HCN 27,5 mg, hasil rata-rata 22 ton/ha umbi basah, agak tahan tungau merah (Tetranichus bimaculatus), tahan bakteri hama daun (Cassava acteria l Blight, CBB), layu Pseudomonas so lanacearum, Xan thomonas manihotis Dilepas tahun 1978; umur 8-12 bulan ; bentuk daun menjari agak lonjong dan gemuk; warna pucuk daun ungu; warna tangkai daun merah muda bagian atas dan hijau muda bagian bawah; warna batang muda hijau muda; warna batang tua putih coklat; warna kulit umbi putih coklat bagian luar dan ungu muda bagian dalam; warna daging umbi putih, kualitas rebus baik; rasa agak pahit; kadar tepung/pati 41%; kadar protein 0 ,7% (basah ); kadar HCN 124 mg/kg; hasil rata-rata 22 t/ha umbi basah; cukup tahan tungau merah (Tetranichus bimaculatus); tahan penyakit layu (Pseudomonas solanacearu m) Dilepas tahun 1998; Umur 8-12 bulan; Bentuk daun Menjari agak ramping; Warna daun pucuk Hijau agak kekuningan; Warna tungkai daun tua Merah; Warna batang muda Hijau; Warna batang tua Putih; Kulit ari batang Tipis mudah mengelupas (tidak tahan disimpan lama); Warna kulit umbi
81
Tabel 20. Lanjutan Varietas Varie etas Karateristik K
Keunggulan Bagian luar putih kecoklatan, bagian dalam merah jambu; Warna daging umbi Putih; Tekstur daging umbi Padat; Bentuk umbi Memanjang; Kualitas rebus Baik; Rasa Kenyal seperti ketan, Kadar pati 25,00–31 ,52%; Kadar HCN Rendah (<40); Po tensi hasil 102,10 t /ha umbi segar; Hama penyakit Agak peka terhadap serangan hama tungau merah (tetranichus sp) dan penyakit busuk jamur
Adira-4 Adira a-4 4
Dilepas tahun 1987 umur 8 bulan bentuk daun biasa agak lonjong warna pucuk daun hijau; warna tangkai daun merah kehijauan (muda hijau kemerahan) bagian atas dan hijau kemerahan (hijau muda) bagian bawah, warna batang muda hijau muda; warna batang tua abu-abu ; warna kulit umbi coklat bagian luar dan ros bagian dalam; warna daging umbi putih; kualitas rebus bagus tetapi agak pahit; rasa agak pahit; kadar tepung/pati 25 30%; kadar protein 0,8% (basah); kadar HCN 68 mg/100g; hasil 25-40 t/ha umbi basah, cukup tahan tungau merah (Tetranichus bimaculatus); tahan bakteri hawar daun CBB, layu Pseudomonas solanacearu m, Xan thomo nas manihotis
Malang Mala ang -1
Dilepas tahun 1992; umur 9-10 bulan; bentuk daun menjari agak gemuk; warna pucuk daun hijau keunguan; warna tangkai daun tua bagian atas dan bagian bawah hijau kekuningkuningan dengan bercak merah ungu dibagian pangkal; warna batang muda hijau muda; warna batang tua hijau keabu-abuan; warna kulit umbi putih kecoklatan bagian luar dan bagian dalam; warna daging umbi putih kekuningan; kualitas rebus baik; rasa agak pahit; kadar tepung/pati 32 -36%; kadar protein 0,5% (basah); kadar HCN <40 mg/kg (metode asam pikrat); hasil rata-rata 36,5 t/ha umbi basah (24,3-48,7 t/ha); toleran tungau merah (Tetranichus bimacu latus), toleran bercak daun(Cercosporasp).
82
Tabel 20. Lanjutan Varietas Varie etas Karateristik K Malang-2 Mala ang-2
Keunggulan Dilepas tahun 1992; umur 8 -10 bulan; bentuk daun menjari dengan cuping sempit; warna pucuk daun hijau muda kekuningan; warna tangkai daun tua bagian atas dan bagian bawah hijau muda kekuningkuningan; warna batang muda hijau muda; warna batang tua coklat kemerahan; warna kulit umbi coklat kemerahan bagian luar dan putih kecoklatan bagian dalam; warna daging umbi kuning muda; kualitas rebus baik; rasa enak (manis); kadar tepung/pati 32-36 %; kadar protein 0,5% (basah); kadar HCN <40 mg/kg (metode asam pikrat); hasil rata-rata 31,5 t/ha umbi basah (20-42 t/ha); agak peka tungau merah (Tetranichus bimacula tus); toleran bercak daun(Cercospo rasp) dan hawar daun CBB
Malang-4 Mala ang ng-4
Tidak bercabang; agak tahan terhadap hama tungau merah; umur 9 bulan; hasil 39 ,7 t/ha; warna kulit luar umbi coklat; warna kulit dalam umbi putih; daging umbi putih, rasa pahit (kadar HCN>100 p pm); kadar tepung/pati 2 5-32%.
Malang-6 Mala ang ng-6
Bercabang tinggi, agak tahan terhadap hama tungau Merah Tetranichus bimaculatus); umur 9 bulan; hasil 36,5 t/ha; warna kulit kulit dalam umbi kekuning-kuningan;
daging umbi putih; rasa pahit
m); kadar pati 25-32% UJ-3 Tegak, tidak bercabang; tahan terhadap CBB; umur 9 bulan; hasil 38 t/ha; warna kulit umbi putih; warna krem keputihan; warna kulit dalam umbi putih kemerahan; rasa pahit (kadar HCN >100
ppm); kadar
tepung/pati 25 -30%. Tidak bercabang; tahan terhadap dalam umbi keunguan; rasa pahit UJ-5
kadar HCN >100 ppm); kadar p ati 19-30%.
Sumber: Sumb berr: Wargiono, at al. (2006), Direktorat Jendral Bina Produksi Tanaman Pangan (2008)
83
Teknologi Budidaya Ubi kayu 5.1.4 T ekn
Penyiapan Bibit a. Pen nyia yang tinggi dapat diperoleh bila tanaman tumbuh optimal dan seragam Hasill yan dengan denga an
ppopulasi yang penuh. Kondisi
tersebut
dapat dicapai bila bibit
yang
digunakan diguna aka kan memenuhi kriteria enam tepat, yaitu: waktu, kuantitas, kualitas, harga, tempat, tempa at,, dan d kontiniutas. Faktor penghambat penyediaan bibit dengan kriteria tersebut terseb butt aadalah: (1) Varietas unggul ubikayu sulit berkembang karena mahalnya transportasi bibit; (2) Tingkat penggandaan bibit rendah sehingga insentif biaya tr raanns juga rendah; (3) Daya tumbuh bibit cepat turun bila penyimpanan bagi ppenangkar eenna lama; dan dan da an (4) Sebagian besar petani belum memerlukan bibit berlabel dari penangkar penan ngka ngka kar
benih.
Untuk
mengatasai
masalah tersebut
diperlukan
sistem
penangkaran benih secara baik yang dikelola kelompok tani maupun petani secara penan ngka k ar ka individu. bibit ubikayu berasal dari pembibitan tradisional berupa stek indivi iduu. Sumber S dari tanaman yang berumur lebih dari 8 bulan dengan kebutuhan yang di ddiambil iaam m bibit untuk unnttu sistem budidaya ubikayu monokultur adalah 10.000-15.000 stek/ha Prima (Tim Pr riim m Tani, 2006). Untuk satu batang ubikayu hanya diperoleh 10-20 stek sehingga areal pembibitan minimal 20% dari luas areal yang akan ditanami sehing ggaa luas l ubikayu. ubikay yu. Asal stek, diameter bibit, ukuran stek, dan lama penyimpanan bibit berpengaruh berpen ngaru terhadap daya tumbuh dan hasil ubikayu (Tabel 21). Bibit yang dianjurkan dianju urkan untuk ditanam adalah stek dari batang bagian tengah dengan diameter batangg 2-3 cm, panjang 15-20 cm, dan tanpa penyimpanan.
Lahan b. Penyiapan Peenyia Penyiapan Peny
lahan
Memperbaiki struktur Memp peerrbbaa
berupa tanah;
(2)
pengolahan Menekan
tanah
bertujuan
pertumbuhan
untuk:
gulma;
dan
(1) (3)
Menerapkan Mener rapk ra pka system konservasi tanah untuk memperkecil peluang terjadinya Tanah erosi. T ana yang baik untuk budidaya ubikayu adalah memiliki struktur gembur an atau remah reem maa yang dapat dipertahankan sejak fase awal pertumbuhan sampai panen. Kondisi tersebut dapat menjamin sirkulasi O2 dan CO2 di dalam tanah panen n. K o terutama teruta ama ma pada lapisan olah sehingga aktivitas jasad renik dan fungsi akar optimal penyerapan hara. dalam m ppe en
84
T Tabel abe 21. Daya tumbuh dan hasil ubikayu berdasarkan kondisi bibit. Kondisi Bibit Daya Tumbuh (%) Hasil (%) Bagian Batang Tengah 100 100 Pangkal 95 88 Pucuk 33 66 Diameter Stek < 2 cm 2-3 cm >3 cm
94 100 95
93 100 90
Panjang Stek 2 mata 3 mata 12 mata (20cm)
95 96 100
88 98 100
Lama Penyimpanan 0 minggu 4 minggu 8 minggu
100 87 60
-
S Su Sumber: umb m Wargiono, at al. (2006). Menurut Me M Men en Tim Prima Tani (2006), tanah sebaiknya diolah dengan kedalaman sekitar sekita ar 25 cm, kemudian dibuat bedengan dengan lebar bedengan dan jarak disesuaikan dengan jarak tanam ubikayu, yaitu 80-130 cm x 60antar bbedengan ede lahan miring atau peka erosi, tanah perlu dikelola dengan sistem 100 cm. cm m. Pada P konservasi, konser errvasi yaitu: (1) tanpa olah tanah; (2) olah tanah minimal, dan (3) olah tanah sempurna sempu urna sistem gulu dan kontur. Pengolahan minimal (secara larik atau individual) efektiff
mengendalikan erosi tetapi hasil ubi kayu m
seringkali
rendah dan biaya
pengendalian penge e nda dall gulma relatif tinggi. Dalam hal ini tanah dibajak (dengan traktor 3-7 singkal atau hewan tradisional) dua kali atau satu kali yang diikuti dengan singka al ppiring i pembuatan pembu uattaan guludan (ridging). Untuk lahan peka erosi, guludan juga berperan ua sebagai erosi sehingga guludan dibuat searah kontur (Tabel 22). sebaga ai pengendali pe
85
Tabel 22. P Pengaruh sistem pengolahan tanah terhadap hasil umbi segar dan tanah tererosi. ta Perlakuan Hasil Umbi
Tanah Tererosi
O Olah laahh ttanah minimal Ca Cangkul ang ngk 1 Kali Ba Bajak ajaak traktor 7 disc 2 kali Bajak Ba aja jak traktor 7 disc 1 kali + guludan kontur ko onntttuur Su Sumber: umb mber e Suparno,et. al.(1990)
Segar (t/ha)
(t/ha/thn)
15,0 14,3 19,0 25,4
7,6 10,3 66,8 30,8
Penanaman c. Pen nana na Stek Ste ditanam di gulu dan dengan jarak antar barisan tanaman 80-130 cm St dalam dan da alaam barisan tanaman 60-100 cm untuk sistem monokultur (Tim Prima Tani, 2006). 20000 Sedangkan jarak tanam ubikayu untuk sistem tumpangsari dengan kacang kedelai, atau kacang hijau adalah 200 x 100 cm (Hilman, et al, kacan ng ttanah, a 2004), jarak jaarra tanam tanaman sela yang efektif dan produktiv itasnya tinggi adalah antara barisan dan 10-15 cm dalam barisan. Penanaman stek ubikayu 40 cm m aan n disarankan disara ankkan pada saat tanah dalam kondisi gembur dan lembab atau ketersediaan air lapisan olah sekitar 80% dari kapasitas lapang. Tanah dengan kondisi pada lla ap api tersebut terseb but
akan
dapat menjamin
kelancaran sirkulasi
O 2 dan CO 2
serta
meningkatkan aktivitas mikroba tanah sehingga dapat memacu pertumbuhan daun menin ngkat fotosintat secara maksimal dan ditranslokasikan ke dalam untuk menghasilkan me umbi secara secar maksimal. Posisi stek di tanam dan kedalaman tanam dapat mempengaruhi hasil ubikayu. Posi Stek yang ditanam dengan posisi vertikal (tegak) dengan kedalaman sekitar 15 memberikan hasil tertinggi baik pada musim hujan maupun musim kemarau cm me m em mbb (Tabel (Tabe el
223). Penanam
stek
dengan
posisi
vertikal
juga
dapat
memacu
pertumbuhan akar dan menyebar merata di lapisan olah. Stek yang ditanam pertum mbu buh dengan denga a n pposisi miring atau horizontal (mendatar), akarnya tidak terdistribusi merata seperti stek yang ditanam vertikal pada kedalaman 15cm dan secaraa me m kepadatannya rendah. kepad data da tann n
86
Tabel 23. Pengaruh P cara tanam terhadap hasil ubikayu. Musim Hujan
Cara Ca ara Tanam T
Musim Kemarau
Dann Peng Pengolahan Daya
Hasil Relatif
Daya Tumbuh
Hasil Relatif
Tumbuh
(%)
relatife (%)
(%)
100
100
100
100
Miring Mirin ng ((45 ng 4 ) 45
100
96
92
92
Horizontal Horiz zont nta
92
69
71
58
10 cm m
97
87
75
74
15 cm m
98
90
98
91
Tan Tanah
relatife (%) Posisi Stek Posis si S ttee Vertikal Vertik kal al 0
Kedalaman Keda alaa m maa Tanah
Sumber Sumbeer : Tonglum,et T al. (2001). d. Pemupukan Pem mupu mu p Pemupukan Peem P
sangat
diperlukan
untuk
mendukung
pertumbuhan
dan
produksi Hasil penelitian menunjukkan bahwa hara yang hilang terbawa produuksii ubikayu. u panenn untuk unt setiap ton ubikayu segar adalah 6,54 kg N; 2,24 kg P O/ha/musim, a/mus 2 O/ha
dimana 25% N, 30% P 2 O 5 , dan 26% K
2O
2 O5;
dan 9,32 K
terdapat di dalam
umbi (Wargiono,et (Wa al, 2006). Berdasarkan B erda perhitungan tersebut, hara yang terbawa panen ubikayu pada tingkat adalah 147,6 kg N; 47,4 kg P 2 O 5, ; dan 179,4 kg K 2 O/ha. Untuk hasil 3300 ton/ha to menda mendapatkan apatk hasil tinggi tanpa menurunkan tingkat kesuburan tanah, hara yang terbaw terbawa wa
panen tersebut harus diganti melalui pemupukan setiap musim. Tanpa
pemupukan pemup ppuuka k akan terjadi pengurasan
hara
sehingga
tingkat
kesuburan
tanah
menurun. menur runn.. Pemupukan yang tidak rasional dan tidak berimbang juga dapat merusak ru kesuburan kesubu buura ran tanah. Pemupukan harus dilakukan secara efisien sehingga didapatkan produksi dan pendapatan yang diharapkan. Umbi ubikayu adalah tempat produ uksi uk si tanaman t ta menyimpan menyi imppaa sementara hasil fotosintesis yang tidak digunakan untuk pertumbuhan im vegetatif vegeta attiif tanaman. Dengan demikian, pertumbuhan vegetatif yang berlebihan
87
akibatt do dosis pemupukan yang tinggi dapat menurunkan hasil panen. Efisiensi pemupukan pemup puka dipengaruhi oleh jenis pupuk, varietas, jenis tanah, pola tanam, dan keberadaan kebera adaan unsur lainnya di dalam tanah. Tanaman ubikayu sistem monokultur, disarankan pemberian pupuk T ana anorganik anorga anniik sebanyak 200 kg Urea, 100 kg SP36, dan 100 kg KCl per hektar sebanyak tiga tahap. Tahap I umur 7-10 hari diberikan 50 kg yang di ddiberikan ibbeer Urea, 1100 0000 kg SP36, dan 50 kg K Cl/ha, dan tahap II umur 2-3 bulan diberikan 75 kg Urea ddan an 50 kg KCl/ha, serta tahap III umur 5 bulan diberikan lagi 75 kg an Urea/ha. Pupuk organic (kotoran ternak) dapat digunakan sebanyak 1-2 ton/ha pada Urea/h ha. a. P saat ttanam, annam am sedangkan untuk pertanaman
ubikayu
sistem
tumpangsari,
pada
tanaman tanam man uubikayu diberikan pupuk anorganik sebanyak 100 kg ZA, 150 kg Urea, man dan 100 kg KCl per hektar yang diberikan sebanyak tiga tahap. 100 kg kg SP36, SP Tahapp I uumur 7 hari diberikan 100 kg ZA, 100 kg SP36, dan 50 kg KCl/ha, dan tahap II II umur 2 bulan diberikan 75 kg Urea, serta tahap III umur 4 bulan diberikan diberi ika kan lagi 75 kg Urea dan 50 kg KCl/ha. Untuk tanaman kacangan-kacangan, diberikan pada saat tanam sebanyak 100 kg ZA, 100 kg SP36, dan 100 kg diberi ika kan pupuk p KCl/ha KCl/h ha ((pada pa daerah beriklim kering) atau 300 kg kapur tohor, 50 kg Urea, 100 kg SP36,, 100 1000 kg KCl/ha (pada daerah beriklim basah dan masam). Pemeliharaan Tanaman e. Pem melih Kelemahan ubikayu pada fase pertumbuhan awal adalah tidak mampu Ke berkompetisi dengan gulma. Periode kritis atau periode tanaman berkom mpet
harus bebas
gangguan gangg guan gulma adalah antara 5-10 minggu setelah tanam. Bila pengendalian tidak dilakukan selama periode kritis tersebut, produktivitas dapat turun gulmaa tid sampai sampa ai 75% 75 dibandingkan kondisi bebas gulma. Untuk itu, penyiangan diperlukan tanaman bebas dari gulma sampai berumur sekitar 3 bulan (Tim Prima hinggaa tta an Tani, 22006). 00 00 Menurut Wargiono, et al. (2006), pada bulan ke-4 kanopi ubikayu mulai M e menutup tanah sehingga pertumbuhan gulma mulai tertekan karena menut tup permukaan tu p kecilnya sinar matahari di antara ubikayu. Oleh karena itu, kondisi bebas keciln nya ya penetrasi p atau gulmaa aat ta
penyiangan pada bulan
mempengaruhi hasil (Tabel 24). memp peen nga ga
ke-4 tidak diperlukan
karena tidak
lagi
88
Tabel 24. Pengaruh P waktu bebas gulma terhadap hasil ubikayu. Jumlah bebas gulma Juml mllah bulan b
Hasil (t/ha)
Awal MH
Akhir MH
0 bul bbulan bu ul control
5,83
9,56
bulan 2 bbu ul
24,34
20,98
3 bu bbulan ul
24,28
22,61
4 bu bbulan ul
22,59
21,25
Petani Pe P ettaaan
20,23
19,89
Sumber Sumb berr : Tonglum,et T al. (2001). P e Pemeliharaan selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah pembatasan Pada tunas. Pa P ad saat tanaman berumur 1 bulan dilakukan pemilihan tunas terbaik, tunas yang jjelek elleekk dibuang sehingga tersisa dua tunas yang paling baik. Sementara itu, Pengendalian hama dan penyakit tidak perlu dilakukan karena sampai saat ini Penge enddaal en tanaman tanam mann uubikayu tidak memerlukan pengendalian hama dan penyakit. Bila di lapangan lapang gan diperlukan pengendalian hama penyakit, maka tindakan yang dilakukan ga sebagai Tungau/kutu merah (Tetranychus bimaculatus) dikendalikan sebaga ai berikut: ai be mekanik dengan memetik daun sakit pada pagi hari dan kemudian secaraa m e dibakar. secara kimiawi menggunakan akarisida. Kutu sisik hitam dibaka ar. Pengendalian P (Parasaissetia nigra) dan kutu sisik putih (Anoidomytilus albus) dikendalikan (Para asaiss mekanis dengan mencabut dan membatasi tanaman sakit menggunakan secaraa me bibit
sehat. seh
Pengendalian
secara
kimiawi
menggunakan
perlakuan stek
insektisida insekt tisida seperti tiodicarb dan oxydemeton methil. Penyakit bakteri B. manihotis menyerang daun muda dan P. solanacearum menyerang bagian dan X. X. manihotis ma akar tanaman tanam ta naam sehingga tanaman layu dan mati. Pengendalian dapat dilakukan menggunakan varietas tahan/agak tahan. Penyakit lain adalah cendawan karat mengg guna gu n daun ((Cercospora Ceer C (Fusarium (Fusa ari riuum m
sp).
sp), perusak
batang (Glomerell sp),
dan perusak umbi
Pengendalian dianjurkan menggunakan larutan belerang 5%.
Penyakit mosaik (daun mengerting) belum ada rekomendasi pengendaliannya. Penya akit ak it virus v
89
Panen f. Pan nen Waktu panen yang paling baik adalah pada saat kadar karbohidrat Wa mencapai menca apai tingkat maksimal. Bobot umbi meningkat dengan bertambahnya umur panen, sedangkan kadar pati cenderung panen n, sed menunjukan menun njuk nj uka bahwa umur
panen ubikayu
stabil pada umur fleksibel. Tim
7-9 bulan. Hal ini Prima
Tani
(2006)
menganjurkan panen pada saat tanaman berumur 8-10 bulan dan dapat ditunda menga anjjuur an 12 bulan. Fleksibelitas umur panen tersebut memberi peluang petani hinggaa bberumur er melakukan melak kuka ku kan pemanenan pada saat harga jual tinggi. Dalam kurun waktu 5 bulan tersebut terseb butt ((panen 8-12 bulan) dapat dilakukan pemanenan bila harga jual ubikayu tidak mungkin melakukan penyimpanan naik kkarena are ar
ubikayu
di
gudang
penyimpanan penyim mpan seperti halnya tanaman pangan lainnya. Selain itu, pembeli biasanya mp membeli ubikayu dalam bentuk segar yang umurnya tidak lebih dari 2x24 jam akan m eem m dari saat saaa aat ppanen. Potensi Ubi kayu Untuk Bioetanol 5.1.5 P Po ot Hasil kajian Universitas Lampung (Taharuddin et al. 2007) menyebutkan Ha H a bahwaa ko kkonversi ubi kayu menjadi etanol adalah sebesar 166,6 liter/ton, atau 1 liter bioetanol memerlukan 6,5 kg ubi kayu, produksi ubi kayu 7.288.930 ton dihasilkan bioeta anoo l m Provinsi pada tahun 2008, dengan luas lahan 298.828 Ha, produktifitas per Provin nsi Lampung L 24,48 yang dihasilkan Provinsi Lampung pada tahun 2008, apabila 50% atau ha 24, ,48 Ton. T sebesar sebesa ar 33.644.465 ton dikonversi menjadi etanol, maka akan diperoleh etanol sebanyak sebany yak 5564.892.075 liter. Kebutuhan untuk industri yang berbahan baku ubi kayu di Provinsi Lampung Ke lihat pada Tabel 25. Berdasarkan Tabel 25 maka terjadi kekurangan bahan dapat di li 91.070 ton, kekurangan ubi kayu untuk saat ini di pasok dari daerah baku sebanyak seba Sumatra Selatan, Jambi dan Bengkulu. Sumat t ra S tr
90
Tabel 25 Kebutuhan K Ubi kayu untuk Industri dengan Bahan Baku Ubi Kayu di Provinsi Lampung Tahun 2008 Pr Industri Indu ustri
Kebutuhan Ubi Kayu (Ton)
Tapioka Tapio oka ok
4.200.000
Gaplek Gaple ek ek
2.250.000
Bioet tano no n ooll Bioetanol
868.000
Maka anaan R Makanan Ringan
62.000
Total
7.380.000
Sumber: Sumb berr: Depperindag D 2010 Berikut Be B er hasil kajian tentang nilai tambah industri dengan bahan baku ubi kayu Provinsi di Pro oviinnssi Lampung yang dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 266 Potensi Nilai Tambah Agroindustri Ubi kayu di Propinsi Lampung Tahun 2006 No
1
2 3 4 5 6
Jenis Industri
Potensi Nilai Tambah (Rp/kg Ubi kayu)
Ta Tapioka skala me menengah-besar
199,35
Harga dalam negeri (Rp) di Pabrik
2.250
Tapioka ITTARA Ta
84.35
2.125
Tepung cassava Te Gaplek Ga Bioetanol Bi -K Keripik singkong
134,35 -81,60 534,00 517,14
-E Emping singkong
976,31
1.750 600 7.000 5.000 7.500
Su Sumber: umber Hasanudin et al. 2007 Dari Daa Tabel 26 terlihat bahwa potensi nilai tambah bioetanol adalah Rp 534,-, D sedangkan sedang ng gka kan potensi meningkatkan menin ngkkaat ng
nilai tambah gaplek
- Rp 81,60, dengan demikian
pendapatan daerah Lampung
untuk
maka dapat ditempuh dengan cara
mengurangi mengu uraanng produksi gaplek dan meningkatkan produksi bioetanol. ur
91
5.2
Strukturisasi Sistem Pengembangan Agroindustri Bioetanol Str Strukturisasi sistem pengembangan agroindustri bioetanol dirumuskan melalui Str
indentifikasi indent nt ifika faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan agroindustri. sistem pengembangan agroindustri bioetanol didasarkan pada Prosess strukturisasi str masukan masuk kkaan dari d pendapat pakar melalui teknik wawancara mendalam dengan pakar dan yang pihak ya ang n terkait sistem pengembangan agroindustri bioetanol. Elemen dan sub elemen struktur sistem pengembangan agroindustri bioetanol El E le dirumuskan dirum muska musk sskka melalui identifikasi faktor-faktor yang mencakup aspek-aspek yang mendukung mendu ukuunn dan aspek yang akan menghambat dalam pengembangan agroindustri uk bioetanol bioeta anoo l ddi Provinsi Lampung. Berdasarkan hasil evaluasi lingkungan strategis dan identifikasi identif fikkaaas menggunakan analisis ISM, maka diperoleh 4 (empat) elemen yaitu : (1) fika elemen pengembangan dengan 14 (empat belas) sub elemen; (2) elemen eleme en ppendukung e penghambat pengh hamb mb m b sistem pengembangan dengan 14 (empat belas) sub elemen; (3) elemen sistem pengembangan dengan pelakuu ssi is
7 (tujuh) sub elemen; dan (4) elemen
kebutuhan kebutu uhaann sistem pengembangan dengan uh
8 (delapan) sub elemen. Dua elemen
terakhir untuk melengkapi kajian elemen yang juga menentukan strategi terakh hirr dilakukan di pengembangan agroindustri bioetanol di Provinsi Lampung. Hubungan pola penge embbaan konstektual konste ekt ktua sistem pengembangan untuk agroindustri bioetanol disajikan pada Tabel 27. Tabel 27 Elemen Pengembangan Konstektualnya
agroindustri
bioetanol
dan
Hubungan
Elemen Namaa Elem
Hubungan Konstektual
Pendukung Penduk kung pengembangan
Sub-elemen pendukung yang satu mempengaruhi manfaat sub-elemen pendukung yang lain Sub-elemen penghambat yang satu menyebabkan sub-elemen penghambat yang lain Sub-elemen pelaku yang satu memberi dukungan subelemen pelaku yang lain Sub-elemen kebutuhan yang satu mendukung terpenuhinya sub-elemen kebutuhan yang lain
Penghambat Pengha a mba pengembangan Pelaku u pengembangan peen ng Kebutuhan Kebutu uha han pengembangan
Sumber Sumb berr : Machfud M (2001) Teknik analisis ISM-VAXO digunakan untuk mempelajari hubungan antar Teek T sub-elemen. sub-el leem men Melalui akuisisi pakar diperoleh data dalam bentuk Matriks SSIM men
92
yang sela selanjutnya ditransformasi menjadi Reachability matrix bilangan biner. Setelah dilakukan pengujian transitif, diperoleh Reachability matrik akhir hubungan Setela ah dil Hasil yang diperoleh dari analisis diatas adalah informasi sistem antar sub elemen. e pengembangan agroindustri bioetanol yang berupa hirarki sub elemen, diantara sub penge emban elemen lain, klasifikasi sub elemen berdasarkan eleme en yyang a dinyatakan dinyat tak akaann dengan
karakteristik
yang
tingkat driver power (DP) (Daya Dorong), dan tingkat
dependency depen nden enc (Ketergantungan) masing-masing sub elemen dalam satu elemen pengembangan, serta identifikasi elemen kunci dalam pengembangan agroindustri pengeemba ban bioetanol. bioetaanoo ll.. Sub elemen kunci sistem pengembangan ditetapkan berdasarkan nilai maksimal maksiim imal al DP, yang merupakan nilai total hubungan antar sub-elemen dan level tertinggi tertinggg gg i (L) (L yang ditandai dengan tingkat dependent (D) terendah 1) E Elemen lem eme Pendukung Pengembangan Agroindustri Bioetanol em Elemen pendukung diperoleh dari hasil kajian pustaka dan diskusi dengan Elle E beberapa beberaapa pa oorang pakar mengenai pengembangan agroindustri bioetanol di Provinsi Lampung. Lampuun u ng. adalahh
Elemen pendukung
pengembangan dalam
hubungan kontekstual
sub elemen pengembangan yang satu mempengaruhi sub elemen
pengembangan yang lain. Elemen pendukung pengembangan pengeembbaan
agroindustri
bioetanol bioetaano no l terdiri atas 14 (empat belas) sub-elemen dibawah ini : 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10) 11) 12) 13)
Ketersediaan bahan baku untuk industri bioetanol di Provinsi lampung (P-1) Keters Kesesuaian dan ketersediaan lahan untuk bahan baku di Provinsi Lampung (P-2) Keses Sarana dan prasarana produksi mendukung (P-3) Dukungan pemerintah pusat dan daerah dalam pengembangan agroindustri Dukun bioetanol (P-4) biioeta Kemampuan masyarakat dalam menerima inovasi baru (P-5) Kema Sifat kepemilikan lahan pertanian sebagai petani pemilik (P-6) k Motivasi Motiv petani (P-7) Ketersediaan teknologi proses (P-8) Keters Ke teers r Peningkatan kesejahteraan masyarakat dari nilai tambah yang diperoleh dari Penniing in pengembangan agro industri bioetanol (P-9) peenngge Agroindustri bioetanol skala industri menengah - besar dapat dikembangkan di Agro Ag roi o Provinsi Prov ovin in Lampung (P-10) Penunjukan Provinsi Lampung oleh pemerintah pusat sebagai lumbung bahan Pennuun bakar baaka kar nabati nasional (P-11) Peningkatan permintaan BBN (Bahan Bakar Nabati), khususnya bioetanol yang Peni ning diprediksi akan terus meningkat (P-12) diipprre r ed Peluang Pelluuan peningkatan pendapatan daerah di sektor pertanian (P-13)
93
14) P Potensi otens pasar lokal, regional dan global mengenai bioetanol (P-14) Hasil H asil analisis dari reachability matrik akhir hubungan antar sub-elemen pendukung pendu ukung pengembangan disajikan pada Tabel 28. Tabel tersebut, menunjukkan sub elemen kunci pada elemen pendukung pengembangan agroindustri bahwaa su bioetanol bioeta anooll adalah kesesuaian dan ketersediaan lahan untuk bahan baku di Provinsi an Lampung Lampu ung (P-2), sarana dan prasarana produksi yang mendukung (P-3), dukungan un pemerintah pemer rint nntta tah pusat dan daerah dalam
pengembangan agroindustri bioetanol (P-4),
kemampuan kemam mpua masyarakat dalam menerima inovasi baru . mp Tabel Tabe el 2288 Hasil Reachability Matriks Final dari Elemen Pendukung Pengembangan Agroindustri Bioetanol di Provinsi Lampung Simb Simbol mb booll Progrra r am Program P11 P22 P33 P44 P55 P66 P77 P88 P99 P10 P11 P1 11 P12 P1 12 P13 P1 13 P14 D L
P 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 8 3
P 2 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 5
Kaitan Antar Sub-Elemen Pendukung Pengembangan P P P P P P P P P P 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 3 3 7 11 11 14 11 7 7 7 5 5 4 2 2 1 2 4 4 4
P 13 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 1
P 14 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 1
D P
R
7 14 14 14 11 6 6 3 6 11 11 11 3 3
3 1 1 1 2 4 4 5 4 2 2 2 5 5
Berdasarkan Be er pemisahan tingkat hubungan antar sub elemen pada reachability matriks, maka dapat dilakukan penetapan hirarki melalui ranking dengan mengacu matrik kss,, m pada aspek asp spe driver power. Struktur hirarki hubungan antar sub-elemen pendukung terhadap pengembangan agroindustri biotenaol terdiri atas 5 (lima) level seperti terhad dapp sistem s yang ddapat aappa dilihat pada Gambar 24. Sesuai dengan asumsi hubungannya bahwa subelemen yang satu mempengaruhi manfaat sub-elemen pendukung yang eleme en pendukung pe lain m maka aakka hirarki model menunjukkan bahwa sub-elemen pada suatu level didukung sub-elemen pada level dibawahnya. oleh terpenuhinya teer erpe pen
94
Sub elemen kunci pendukung pengembangan agroindustri bioetanol di Provinsi Lampung Lampu u ng adalah
kesesuaian dan ketersediaan lahan untuk bahan baku industri
bioetanol bioeta anol di d Provinsi Lampung (P-2), sarana dan prasarana prodksi yang mendukung (P-3) dan dukungan pemerintah pusat dan daerah dalam pengembangan agroindustri bioetanol bioeta annoo l (P-4) akan sangat menunjang berkembangnya agroindustri bioetanol di Provinsi Lampung. Provin nsi si L
Level 1
Level 2
Level 3
Level 4
Level 5
Gambar Gamb bar 24 Struktur Hirarki Antar Sub-Elemen Pendukung Agroindustri Bioetanol di Provinsi Lampung
Pengembangan
Keluaran model ISM-VAXO menunjukkan kedudukan sub-elemen Kesesuaian Ke lahan untuk bahan baku di Provinsi Lampung (P-2); Sarana dan dan kketersediaan eters prasarana prasar rana produksi mendukung (P-3); Dukungan pemerintah dalam pengembangan agroindustri agroin ndduusstt bioetanol (P-4); Kemampuan masyarakat dalam menerima inovasi baru Agroindustri bioetanol skala pabrik dapat dikembangkan di Provinsi Lampung (P-5);; Ag A ggr (P-10); Provinsi Lampung sebagai lumbung bahan bakar nabati nasional (P-10) ); Penunjukan Pee P (P-11); (P-11) ); dan ddaan Peningkatan permintaan BBN (Bahan Bakar Nabati), khususnya bioetanol akan terus meningkat (P-12) sebagai sub-elemen pendukung system yang diprediksi dip iprree pengembangan agroindustri bioetanol di Provinsi Lampung dengan penge embbaan
tingkat
ketergantungan yang rendah dan daya dorong yang tinggi menempati level 5 dan 4. keterg gaannttuu
95
Ke Keseluruhan sub-elemen pendukung sistem pengembangan agroindustri bioetanol bioeta anol di d Provinsi Lampung dikelompokkan berdasarkan tingkat Driver Power dan tingkat dependency ke dalam empat kuadran yaitu : Sektor I (Autonomus); Sektor II tingka at de (Dependent); ((Depe enden Sektor III (Linkage) dan Sektor IV (Independent).
2, 3, 4
D A Y A D O R O N G
Independent
0
1
2
3
Autonomous
4
5
6
15 14 13 12 Linkage 11 5, 10, 11, 12 10 9 8 1 7 7, 9 13 14 15 76 8 9 10 11 6, 12 5 4 Dependent 8, 13, 14 3 2 1 0
KETERGANTUNGAN
Gambar Gamb bar 25 Matriks Driver Power-Dependence Elemen Pendukung Pengembangan Agroindustri Bioetanol di Provinsi Lampung Matriks M atrik hasil pengelompokkan pada Gambar 25 menunjukkan bahwa tidak ada sub-elemen sub-el lemen pendukung pengembangan yang tidak berkaitan dengan sistem (sektor Autonomus Auton nomus = 0). Sub elemen P-2, P-3, P-4, P-5, P-10, P-11, dan P-12 yang berada di kuadran kuadra an IV (independent) merupakan sub elemen yang memiliki ketergantungan yang dan rendahh dda a daya dorong yang tinggi, hal ini merupakan elemen yang sangat kuat pengaruhnya penga aruuh ar hn dalam pengembangan agroindustri bioetanol di Provinsi Lampung. Elemen 2) El E lem eme Penghambat Pengembangan Agroindustri Bioetanol Elemen penghambat pengembangan agroindustri bioetanol di Provinsi El E le Lampung Lampu ung dalam hubungan kontekstualnya adalah sub elemen penghambat yang un ung menyebabkan sub elemen penghambat yang lain. Berdasarkan hasil kajian satu m me en
96
analisis analisi is IS ISM-VAXO elemen penghambat pengembangan terdiri atas 14 (empat belas) sub-elemen, sub-el lemen dibawah ini: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10) 11) 12) 13) 14)
Keterbatasan Modal bagi pengembang bioetanol skala kecil (K-1) Keterb Produktivitas bahan baku rendah (K-2) P rodu Biaya Biaya produksi masih tinggi (K-3) Harga Harg Ha rga bioetanol per liter berada di atas harga BBM subsidi (K-4) Keterbatasan sumber daya manusia dalam penguasaan teknologi budi daya ubi K Ke ete terb rb kayu ka ayyuu (K-5) Minimnya sosialisasi penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar alternatif untuk M Mi inniim kendaraan bermotor (K-6) ke enndda Masih Masi Ma sih terbatasnya sumberdaya manusia yang ahli di bidang agroindustri bioetanol (K-7) (K K-7) 7) Bahan B aha han baku bersaing dengan industri pangan (K-8) Kontinuitas bahan baku tidak terjamin (K-9) Konntt in Ko Hambatan kelembagaan (perijinan, birokrasi) (K-10) H Ha am mbb Hambatan perdagangan internasional (K-11) H Ha amb mb Pesaing Pesa sain internasional yang telah lebih dahulu mengembangkan bioetanol (K-12) sa Kekuatan Kekkuua pesaing pada basis bahan baku yang sama (K-13) Ke Belum Belu llu um adanya jaminan harga bioetanol (K-14) um Berdasarkan hasil analisis menggunakan teknik ISM, maka elemen B Be er
penghambat pengh hamb mb m b
pengembangan diperoleh hasil
Reachability Matrix. Tabel 29
memperlihatkan hasil Reachability Matrix dan interpretasinya, mempperrlliih Tabel Tab 29, menunjukkan bahwa yang menjadi sub elemen kunci pada elemen penghambat penghhamb pengembangan agroindustri bioetanol adalah keterbatasan modal bagi pengembangan agroindustri bioetanol skala kecil (K-1), Produktivitas bahan baku pengeemban rendah (K2), Kontinuitas bahan baku tidak terjamin (K9) h (K2 Ketiga sub elemen diatas harus mendapatkan perhatian utama dalam Ke pengembangan agroindustri bioetanol, supaya pengeemban
keberhasilan pengembangan dapat
tercapai. tercappai. JJika sub elemen kunci penghambat pengembangan ini tidak mendapat perhatian, perhatt ia iann,, maka dapat dipastikan agroindustri bioetanol di Provinsi Lampung sulit untukk berkembang. Keterbatasan modal bagi pengembangan bioetanol skala kecil, bbeerk r Produktivitas bahan baku rendah dan Kontinuitas bahan baku yang tidak terjamin akan Produ ukti uk tiv tivi sangatt mempengaruhi faktor produksi bioetanol. meem m
97
Tabel 29 Hasil Reachability Matriks Final dari Elemen Penghambat Pengembangan Agroindustri Bioetanol di Provinsi Lampung Simb Simbol bol Progrram Program K1 1
K 1 1
Kaitan Antar Sub-Elemen Penghambat Pengembangan K K K K K K K K 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1 1 1 1 1 1 1
K 10 1
K 11 1
K 12 1
K 13 1
K 14 1
D P
R
14
1
K2 2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
14
1
K3 3
0
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
11
2
K4 4
0
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
11
2
K5 5
0
0
0
0
1
1
1
0
0
0
1
1
1
1
7
3
K6 6
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
1
1
1
1
6
4
K7 7
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
1
1
1
5
5
K8 8
0
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
11
2
K9 9
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
14
1
K10
0
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
11
2
K11
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
1
1
1
1
5
5
K12
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
1
1
1
1
5
5
K13
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
1
1
1
1
5
5
K14
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
6
D
3
3
7
7
8
9
13
7
3
7
13
13
13
14
L
6
6
5
5
4
3
2
5
6
5
2
2
2
1
. Berdasarkan B pemisahan tingkat pada reachability matriks, maka dapat dilakukan dilaku ukan penetapan hirarki melalui ranking dengan mengacu pada aspek driver power. Struktur hirarki power r. St
hubungan antar sub-elemen pendukung
terhadap sistem
pengembangan agroindustri bioetanol terdiri atas 6 (enam) level seperti yang dapat penge emban pada Gambar 26. dilihatt pad Sesuai dengan asumsi hubungannya bahwa sub-elemen penghambat yang S mempengaruhi manfaat sub-elemen penghambat yang lain maka hirarki model satu m emp menunjukkan menun njukk bahwa sub-elemen pada suatu level didukung oleh terpenuhinya subelemen eleme en ppada level dibawahnya. Keluaran model ISM-VAXO menunjukkan keterbatasan keterb baattasa modal bagi pengembangan Agroindustri bioetanol skala kecil (K-1), kontinuitas kontin nuita iittas bahan baku tidak terjamin (K-9) serta produktivitas bahan baku rendah sub-elemen kunci penghambat sistem pengembangan agroindustri (K-2) se ssebagai eb bioetanol bioeta ano no l ddi Provinsi Lampung yang menempati level tertinggi (level 6) dengan total DP terbesar terrbe besa .
98
Level 1
Level 2
Level 4
Level 4
Level 5
Level 6
Gambar Gamb barr 26 26 Struktur Hirarki Antar Sub-Elemen Penghambat Agroindustri Bioetanol di Provinsi Lampung Keseluruhan sub-elemen Ke
Pengembangan
pendukung sistem pengembangan agroindustri
bioetanol bioeta anol di Provinsi Lampung dikelompokkan berdasarkan tingkat Driver Power dan tingkat dependency ke dalam empat kuadran yaitu : Sektor I (Autonomus); Sektor II tingka at dep (Depeenden Sektor III (Linkage) dan Sektor IV (Independent). ((Dependent); Hasil pengelompokkan pada matriks hubungan driver power-dependence Ha (Gambar (Gamb bar 227) menunjukkan bahwa tidak ada sub-elemen penghambat pengembangan bar ba yang ttidak idak id ak berkaitan dengan sistem (sektor Autonomus = 0). Tidak ditemukan subelemen eleme en yang ya berada pada sektor Linkage (pengait) dari sistem, dimana sub-elemen yang bberada errad disektor tersebut harus dikaji secara seksama karena sifat hubungannya yang ttidak idak id ak stabil tapi sangat berkaitan sekaligus berdampak pada peubah lainnya terutama teruta am maa ppada peubah Dependent. Analisis lebih lanjut pada sektor IV (independent), menyatakan menya ataakka bahwa sub-elemen penghambat keterbatasan modal bagi pengembangan at agroindustri agroin ndduusstt bioetanol skala kecil (K-1), Produktivitas bahan baku rendah (K2),
99
kontin kontinuitas nuitas bahan baku tidak terjamin (K-9), biaya produksi masih tinggi untuk skala industri indust tri kecil ke (K3), Harga bioetanol pe liter di atas harga BBM subsidi (K4), Bahan dengan industri pangan (K8) dan Hambatan Kelembagaan (K 10) baku bersaing bers merupakan merup pakan
peubah bebas. Oleh karena itu, ketujuh sub-elemen tersebut adalah
kekuatan kekua ataann ppenggerak (driver power) yang besar dalam menghambat pengembangan, memiliki ketergantungan yang rendah pada sistem. namunn me m e
1, 2, 9 D A Y A D O R O N G
Independent
0
1
2
3
4
5
Autonomous
15 14 13 12 Linkage 11 3, 4, 8, 10 10 9 8 5 7 6 76 8 9 6 10 11 12 13 14 15 7, 11, 12, 13 5 4 3 Dependent 2 14 1 0
KETERGANTUNGAN
Gambar Gamb bar 27 Matriks Driver Power-Dependence Elemen Penghambat Pengembangan Agroindustri Bioetanol di Provinsi Lampung
Elemen 3) E leme Pelaku Pengembangan Agroindustri Bioetanol Hasil analisis terhadap elemen pelaku (stakeholder) sistem pengembangan Ha agroindustri agroin ndu dusstt bioetanol menghasilkan 7 (enam) sub elemen pelaku, sebagai berikut: (M-1) 1) Masyarakat Massyya Ma Asosiasi 2) As A sos osia Bahan Bakar Nabati (M-2) Bioetanol (M-3) 3) Pengusaha Pennggu 4) Industri In ndu dust terkait bahan pangan (industri gula & tapioka) (M-4) Daerah (M-5) 5) Pemerintah Pe m meer Balai 6) Ba B ala lai Penelitian (M-6)
100
7) Perguruan Pergu Tinggi (M-7) Berdasarkan hasil analisis menggunakan teknik ISM, elemen pelaku Ber pengembangan agroindustri bioetanol di Provinsi Lampung diperoleh Hasil penge emban Reachability Reach habili Matrix. Berikut hasil Reachability Matrix dan interpretasinya, yang disajikan Tabel 30. disajik kan pada ka p Tabel Taab 30, menunjukkan bahwa yang menjadi sub elemen kunci pada elemen T agroindustri pelakuu pengembangan pe
bioetanol di Provinsi Lampung
adalah
Pemerintah Pemer rint ntah nt a Daerah (M5). Dalam hal ini, Pemerintah Daerah merupakan pelaku kunci dalam daa llaa pengembangan agrorindustri bioetanol di Provinsi Lampung. Dengan demikian, demik kian an, Pemerintah Daerah, mempunyai peran yang sangat penting dan strategis an mengembangkan agroindustri bioetanol di Provinsi Lampung. Selain dalam m up uupaya p itu, pelaku pee laakkuu lain yang terlibat diantaranya pengusaha bahan bakar nabati, perguruan tinggii dda dan a masyarkat. Peran pelaku tersebut tidak dapat diabaikan dalam rangka pengembangan agroindustri bioetanol, karena pelaku pengeembbaaan
ini
bersentuhan
langsung
dengan bioetanol. dengaan agroindustri agr Tabel 300 Hasil Reachability Matriks Final dari Elemen Pelaku Pengembangan Agroindustri Bioetanol di Provinsi Lampung Kaitan Antar Sub-Elemen Pelaku Simbol Simb b
Pengembangan
Program Prrogr
DP
R
M1
M2
M3
M4
M5
M6
M7
M1
1
1
0
1
0
1
0
4
3
M2
0
1
0
1
0
0
0
2
5
M3
1
1
1
1
0
1
1
6
2
M4
0
1
0
1
0
0
0
2
5
M55 M
1
1
1
1
1
1
1
7
1
M66 M
0
1
0
1
0
1
0
3
4
M77 M
1
1
1
1
0
1
1
6
2
D
4
7
3
7
1
5
3
L
3
1
4
1
5
2
4
101
Ber Berdasarkan pemisahan tingkat pada reachability matriks, maka dapat dilakukan dilaku ukan penetapan hirarki melalui ranking dengan mengacu pada aspek driver power. power r.
Struktur hirarki hubungan antar sub-elemen
pelaku terhadap sistem
pengembangan agroindustri biotenaol terdiri atas empat level seperti yang dapat penge e mban dilihatt pada ppaa Gambar 28. Sesuai dengan asumsi hubungannya bahwa sub-elemen pelakuu yang yaann satu mempengaruhi manfaat sub-elemen pelaku yang lain maka hirarki menunjukkan bahwa sub-elemen pada suatu level didukung oleh terpenuhinya modell m me e sub-elemen sub-el lem men pada level dibawahnya.
Level 1
Level 2
Level 3
Level 4
Level 5
Gambar Gamb bar 28 Struktur Hirarki Antar Sub-Elemen Pelaku Pengembangan Agroindustri Bioetanol di Provinsi Lampung Keluaran model ISM-VAXO menunjukkan kedudukan sub-elemen Pemerintah Ke K e Daerah Pelaku Industri bioetanol (M-3) dan Perguruan Tinggi (M-7) sebagai Daera ah (M ah ((M-5), M sub-elemen sub-el lem emen e
pelaku sistem pengembangan agroindustri
bioetanol di Provinsi
Lampung Lamp puunng yang menempati level 4 dan level5 dengan daya dorong yang tinggi dan tingkat ketergantungan yang rendahr. tingka at kke et Keseluruhan sub-elemen pelaku sistem pengembangan dikelompokkan Ke K e berdasarkan berdas saarrkkaa tingkat Driver Power dan tingkat dependency ke dalam empat kuadran
102
yaitu : Sektor Sek I (Autonomus); Sektor II (Dependent); Sektor III (Linkage) dan Sektor (Independent), yang dapat dilihat pada Gambar 29. IV ((In ndepe
8
D A Y A
5
7 3, 7 6
Independent
D O R O N G
Linkage
5 1
4 0
1
2
3
3 4
56
6
8 2, 4
2
Autonomous
7
Dependent
1 0
KETERGANTUNGAN
Gambar Gamb barr 29 29 Matriks Driver Power-Dependence Elemen Pelaku Pengembangan Agroindustri Bioetanol di Provinsi Lampung Hasil pengelompokkan pada Gambar 29 menunjukkan bahwa tidak ada subHa Ha elemen pengembangan yang tidak berkaitan dengan sistem (sektor Autonomus eleme en ppelaku e Sub-elemen Industri terkait bahan pangan (industri gula & tapioka) (M-4), = 0). S Su ub Asosiasi Asosia asi bbahan bakar nabati (M-2) dan Balai Penelitian (M-6) berada pada sektor Dependent, Depen ndent berarti bahwa ketiga sub-elemen pelaku merupakan pelaku yang memiliki ketergantungan yang tinggi dalam pengembangan agroindustri bioetanol di Provinsi keterg gantu Lampung Lampu ung sehingga harus dikaji secara seksama. Hal ini disebabkan peubah pada tergantung dari input dan tindakan yang diberikan terhadap sistem sektorr ini sangat s terutama teruta ama ddari peubah linkage.
Elemen 4) El E leem me Kebutuhan Pengembangan Agroindustri Bioetanol Berdasarkan hasil diskusi pakar dan penelusuran pustaka mendalam yang Beer B relevan substansi mengenai kebutuhan sistem pengembangan agroindustri releva an dengan ddee bioetanol, bioeta ano no ll,,
menghasilkan
8
(delapan)
sub-elemen
agroindustri agroin ndduust bioetanol yaitu sebagai berikut: Sumber 1) Su umb daya manusia yang berkualitas (U-1) um
kebutuhan
pengembangan
103
2) Peningkatan Pening infrastruktur (U-2) Intensifikasi dan ektensifikasi tanaman ubi kayu (U-3) 3) In ntens penetapan ekspor dalam hal kuota ekspor (U-4) 4) Kebijakan Kebija Jaminan 5) Ja amin keamanan investasi (U-5) sumber daya teknologi industri bioetanol (U-6) 6) Peningkatan Penniing n 7) Jaminan Jaami min pasar bioetanol dan kestabilan harga bioetanol (U-7) Subsidi, 8) Su ubs bsid i insentif dan kemudahan-kemudahan dari pemerintah (U-8) Berdasarkan hasil analisis menggunakan teknik ISM, maka elemen kebutuhan Be B er pengembangan agroindustri bioetanol di Provinsi Lampung, terdiri atas 8 (delapan) penge embbaan diperoleh hasil reachability matrix. Tabel 31 menggambarkan sub el eelemen, lem Reachability Reach habi ha bili Matrix dan Interpretasinya. Tabel 311 Hasil Reachability Matriks Final dari Elemen Kebutuhan Pengembangan Agroindustri Bioetanol di Provinsi Lampung
U11 U U22 U U33 U U44 U U5 U6 U7 U8 D L
U1 1 0 1 0 0 1 0 1 4 3
Kaitan Antar Sub-Elemen Kebutuhan Pengembangan U2 U3 U4 U5 U6 U7 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 6 1 8 6 3 8 2 5 1 2 4 1
U8 0 0 1 0 0 1 0 1 3 4
DP
R
5 4 8 2 4 7 2 7
3 4 1 5 4 2 5 2
Tabel 31, menunjukkan bahwa yang menjadi sub elemen kunci pada elemen Tab kebutuhan kebutu uhhaan
pengembangan agroindustri bioetanol
adalah Intensifikasi dan
ekstensifikasi eksten nsifi ssiifi fik ik tanaman ubi kayu (U-3). Sub elemen diatas merupakan elemen kunci dalam pengembangan agroindustri bioetanol di Provinsi Lampung yang di ddibutuhkan ibu bu sehingga dikaji lebih hati-hati karena elemen ini akan mendukung sub elemen sehing gga ga perlu p kebutuhan kebutu uha han lain untuk pengembangan. han Berdasarkan pemisahan tingkat pada reachability Beer B
matriks, maka dapat
dilakukan dilakuukkaan penetapan hirarki melalui ranking dengan mengacu pada aspek driver
104
power. power r. Str Struktur hirarki hubungan antar sub-elemen kebutuhan terhadap sistem pengembangan agroindustri biotenaol terdiri atas 4 (empat) level seperti yang dapat penge emban pada Gambar 30. Sesuai dengan asumsi hubungannya bahwa sub-elemen dilihatt pad pendukung pendu ukung yang satu mempengaruhi manfaat sub-elemen pendukung yang lain model menunjukkan bahwa sub-elemen pada suatu level didukung maka hirarki hhiirraa sub-elemen pada level dibawahnya. oleh terpenuhinya teer erppeen Keluaran Kee K
model
ISM-VAXO
menunjukkan
kedudukan
sub-elemen
Intensifikasi Intens siffik ika dan Ekstensifikasi tanaman ubi kayu (U-3) sebagai sub-elemen kunci kebutuhan kebutu uhan hhaan sistem pengembangan agroindustri bioetanol di Provinsi Lampung yang menempati menem mpat mp a level tertinggi (level 5) dengan total DP terbesar.
Level 1
Level 2
Level 3
Level 4
Level 5 Gambar Gamb baarr 3300 Struktur
Hirarki
Antar
Sub-Elemen
Kebutuhan
Pengembangan
Agroindustri Bioetanol di Provinsi Lampung Keseluruhan sub-elemen kebutuhan sistem pengembangan dikelompokkan Ke Ke berdasarkan berdas sarrkkaa tingkat Driver Power dan tingkat dependency ke dalam empat kuadran yaitu : Sektor Seek I (Autonomus); Sektor II (Dependent); Sektor III (Linkage) dan Sektor S (Independent). IV ((I Ind ndeeppe
105
9
D A Y A D O R O N G
3
8 6, 8
7
Independent
Linkage
6 1 5
0
1
2
Autonomous
3
4
4 3
5
6
2
2, 5
7
Dependent
8
9 4, 7
1 0
KETERGANTUNGAN
Gambar Gamb barr 31 31 Matriks Driver Power-Dependence Elemen Kebutuhan Pengembangan Agroindustri Bioetanol di Provinsi Lampung Matriks hubungan driver power dan dependence pada Gambar 31 M a menunjukkan menun njuukkk bahwa bahwa sub elemen Peningkatan infrastruktur (U-2), Jaminan nj keamanan keama anan an an investasi (U-5), Kebijakan penetapan ekspor (U-4) (U-6), dan Jaminan bioetanol dan kestabilan harga bioetanol (U-7) masuk dalam golongan sektor pasar bi ioe dependent. depen ndent eenn Sub elemen pada sektor diatas merupakan sub elemen terikat yang akan berdampak berdam mpak pada sistem jika mendapat dukungan dari sub elemen lainnya. Sub elemen Intensifikasi dan Ekstensifikasi pertanian (U-3), Peningkatan sumber daya eleme en In teknologi teknol logi indus tri bioetanol (U-6), Subsidi
dan
kemudahan-kemudahan dari
pemerintah pemer rintah (U-8) dan Peningkatan mutu sumber daya manusia (U-1) berada pada independent. Sub elemen pada sektor ini mempunyai kekuatan penggerak sektorr ind atau ddaya aya dorong yang sangat tinggi (driver power) dalam strategi pengembangan agroindustri agroin ndust bioetanol, namun memiliki tingkat ketergantungan yang kecil terhadap pengembangan agroindustri bioetanol, sehingga dapat mempercepat pengembangan penge embbaan an agroindustri agroin ndu dust bioetanol di Provinsi Lampung.
106
Tabel 32 Elemen – Elemen Kunci Sistem Pengembangan Agroindustri Bioetanol di Provinsi Lampung Pr Nama Elemen Nam ma El Pendukung Pend duku Pengembangan Peng gemb
Penggha Penghambat h am ham Pengembangan Peng gem emb Pelaku Pela aku u Pengembangan Peng geem mb Kebutuhan Keb butu t uh Pengembangan Peng geem mb
Sub Elemen Kunci Kesesuaian dan ketersediaan lahan untuk bahan baku industri bioetanol di Provinsi Lampung (P2), Sarana dan prasarana produksi pendukung (P3), Dukungan pemerintah dalam pengembangan agroindustri bioetanol (P-4) Keterbatasan modal bagi pengembangan bioetanol skala kecil (K-1), Produktivitas bahan baku rendah (K2),Kontinuitas bahan baku yang tidak terjamin (K-9) Pemerintah Daerah (M-5) Intensifikasi dan Ekstensifikasi tanaman ubi kayu (U-3)
Hasil Ha H a analisis sub elemen berdasarkan matriks drver power – dependence elemen eleme en
pendukung p
pengembangan,
penghambat
pengembangan,
pelaku
pengembangan dan kebutuhan pengembangan yang berada di Independent dengan penge e mba ba n ISM di di jjadikan sebagai
landasan
dalam analisis faktor Internal (kekuatan dan
kelemahan) kelem mahhaan dan faktor Eksternal (peluang dan ancaman) dalam menentukan strategi maha pengembangan agroindustri bioetanol di provinsi Lampung. Dari hasil analisis ISM penge e mbbaa n terlihat pengembangan agroindustri bioetanol di provinsi Lampung sangat terliha at bahwa ba dipengaruhi dipeng garuh dengan Kesesuaian dan ketersediaan lahan untuk bahan baku industri bioetanol bioeta anol di d Provinsi Lampung , Sarana dan prasarana produksi yang mendukung, dan adanya dukungan pemerintah baik pusat maupun daerah dalam pengembangan adany ya du agroindustri agroin ndust bioetanol,
kemampuan
masyarakat dalam menerima inovasi baru,
agroindustri agroin ndust bioetanol skala menengah dan besar dapat dikembangkan, penunjukan Provinsi sebagai lumbung bahan bakar nabati nasional dari pemerintah Provin nsi Lampung L pusat dan dan peningkatan permintaan BBN yang diprediksi akan terus meningkat, dan da dengan bahan baku, teknologi, pasar tujuan dan dukungan finansial. denga a n kketersediaan e 5.3
Formulasi Strategi Pengembangan Agroindustri Bioetanol di Provinsi Fo F orrm m Lampung Berdasarkan Analisis ISM Lam La Lam Pada Paad tahap penyusunan formulasi strategi P
pengembangan
agroindustri
bioetanol bioeta annoo l di d Provinsi Lampung diarahkan pada : (1) evaluasi lingkungan strategis
107
dan (2) (2 2) penetapan pen alternatif strategi. Tahapan penetapan alternatif strategi ini didapat elemen kunci strukturisasi sistem pengembangan agroindustri bioetanol, dari elem digunakan diguna akan analisis diagram alir tahap formulasi strategi pengembangan agroindustri bioetanol bioeta anol ddi Provinsi Lampung disajikan pada Gambar 32. Formulasi Strategi Pengembangan Agroindustri bioetanol Analisis IFE / EFE Identtifi Identifikasi fiika ka Faktor Strategis Sttrraat Pengembangan Penng ngem emb Agroindustri Aggro oin in ((ISM) (I ISM
Evaluasi Lingkungan Strategis (Analisis SWOT)
Agroindustri Bioetanol Visi M Misi iissi Dinas Energ gi S u Energi Sumber Dayaa Mi M in Mineral
- Penetapan Sasaran - Perumusan/penetapan - Kriteria dan Alternatif Penetapan alternatif strategi dengan AHP
Fokus (Strategi Pengembangan Agroindustri Bioetanol)
Gambar Gam mbar 32. 3 Diagram Alir Tahapan Formulasi Strategi Pengembangan Agroindustri Bioetanol di Provinsi Lampung Penentuan strategi pengembangan agroindustri bioetanol yang dipilih untuk P tujuan dekriptif dan formulasi strategi adalah agroindustri bioetanol yang tujua an ppengkajian an e mewakili mew wakkiili wa l kategori unggulan yang dapat diartikan sebagai agroindustri dengan bahan baku u llokal ookk yang potensial dari segi ketersediaan lahan, produksi, teknologi, potensi pasar, pemerintah dan modal. pasa ar, r, kkebijakan e
Evaluasi Lingkungan Strategis 5.3.1 E Ev va Faktor-faktor lingkungan strategis yang mempengaruhi dalam perumusan Fa F ak strategi strateg gi gi
ppengembangan agroindustri bioetanol di Provinsi Lampung terdiri atas
108
lingkungan lingku ungan internal dan eksternal yang saling berkaitan satu sama lain menurut Lingkungan Internal yang berpengaruh terhadap pengembangan agroindustri ISM. Ling biotetanol biotetaanol di provinsi Lampung terdiri dari faktor kekuatan dan faktor kelemahan. Faktorr - faktor lingkungan internal yang menjadi kekuatan adalah : 1) Kesesuaian f dan ke lahan untuk bahan baku, 2) Sarana dan Prasarana produksi yang kketersediaan ete ter mendukung, menduuk ukuunn
3)
Dukungan
pemerintah
baik
pusat
maupun
daerah
dalam
pengembangan agroindustri bioetanol, 4) Kemampuan masyarakat dalam menerima pengeembbaan inovasi baru. Faktor-faktor lingkungan internal yang menjadi kelemahan adalah : 1) inovassi bba a Keterbatasan Keterbba battaas modal bagi pengembangan agroindustri skala kecil, 2) Produktivitas bahann ba bbaku aku rendah, 3) Biaya produksi masih tinggi untuk skala industri kecil, 4) Harga bioetanol bioetaanoo l per p liter berada di atas harga BBM subsidi. Sedangkan faktor-faktor srategis eksternal atas peluang dan ancaman. Faktor-faktor yang menjadi peluang ekster rnaal terdiri t pengembangan agroindustri bioetanol di Provinsi Lampung adalah 1) dalam m ppe e Agroindustri Agroi indu dus bioetanol skala menengah dan besar dapat dikembangkan 2) Penunjukan Provinsi sebagai lumbung Bahan Bakar Nabati Nasional dari pemerintah Provin nsii Lampung L pusat,, 3) 3) Peningkatan permintaan BBN
yang diprediksi akan terus meningkat.
yang Faktorr yya an menjadi ancaman adalah Bahan 1) Ba ahaan baku bersaing dengan industri pangan, 2) Kontinuitas bahan baku tidak terjamin, terjam min, 33) Hambatan kelembagaan. Analisis Faktor Internal (IFE) dan Faktor Eksternal (EFE) 5.3.2 An Analisis faktor internal (IFE) dan faktor eksternal (EFE) pengembangan An agroindustri agroin ndust bioetanol dilakukan menggunakan pendekatan analisis SWOT. Faktor internal kekuatan dan kelemahan yang mempengaruhi agrindustri bioetanol intern nal adalah a Provinsi di Pro ovins Lampung, sedangkan faktor eksternal adalah peluang dan ancaman. Berikut uraian hasil analisis faktor internal dan eksternal. Beriku ut uur r Analisis Faktor Internal (IFE) Kekuatan Keku uattaan n Kesesuaian dan ketersediaan lahan untuk bahan baku 1) Ke K ese ses es Ubi Ubi kkayu dapat tumbuh pada berbagai kondisi iklim dan tanah yang cukup Ub bervariasi. bervar riasi iassii. Provinsi Lampung sebagai salah satu penghasil ubi kayu terbesar di ia
109
Indon Indonesia nesia
mempunyai
kesesuaian
agroklimat untuk dijadikan sebagai wilayah
pengembangan tanaman ubi kayu. Badan Perencanaan Daerah (BAPEDA) Provinsi penge emban Lampung Lampu u ng
(tahun 2008)
menyebutkan bahwa pengembangan pertanian tanaman
pangan panga an ubi ub kayu, secara kemitraan dengan petani merupakan peluang investasi yang di Provinsi Lampung. telah di ddikembangkan ikkeem Sarana 2) S ara ran dan Prasarana produksi mendukung ra Dalam Da D allaam upaya pembangunan tanaman pangan dan hortikultura Provinsi Lampung, satu salah sa attuu di dalamnya adalah ubi kayu, maka pemerintah Provinsi Lampung telah berupaya berupa a yyaa untuk menyediakan sarana dan prasarana pendukung bagi kelancaran agribisnis agribi isnniss di
Provinsi
Lampung.
Beberapa hal diantaranya adalah
Fasilitasi
percepatan percep paattan pembangunan Terminal Agribisnis dan Sub Terminal Agribisnis di Provinsi Provin nsii Lampung, L
pengembangan promosi dan peluang
investasi agribisnis
komoditas komod dita di tas unggulan pertanian Provinsi Lampung, Pemasyarakatan pengembangan produk produ uk dan dan a pemasaran mocaf (Modified Cassava Flour). Dukungan Pemerintah dalam pengembangan agroindustri bioetanol 3) Du D uk ku u Dalam Da D alam lam pembangunan agroindustri bioetanol di Provinsi Lampung, sangat la diperlukan diperl luk ukaann dukungan dari pemerintah, karena suatu pengembangan tidak akan dapat dilaksanakan dilaks sanak jika dilakukan sendiri oleh masyarakat. Dukungan yang diberikan oleh pemerintah pemer rintah daerah Lampung berupa penyediaan sarana dan prasarana untuk pembangunan industri, dan terciptanya rasa aman untuk berinvestasi, sehingga para pemba angu investor untuk berinvestasi di Provinsi Lampung. invest tor tertarik te Kemampuan Masyarakat dalam menerima inovasi baru 4) K ema Masyarakat di daerah Lampung, khususnya petani dan masyarakat di Lampung M asya Tengah Tenga a h ddan ah a Lampung Utara yang tergolong tenaga kerja, sangat terbuka dengan adanya baru. Hal ini dapat dilihat dari adanya kelompok- kelompok adany ya iinovasi-inovasi ya n no masyarakat/petani dalam inovasi pembuatan bioetanol skala kecil masya arak ar aka
110
Kelemahan Kelem maha Keterbatasan modal bagi pengembangan agroindustri bioetanol skala kecil 1) K eter Pengembangan agroindustri bioetanol di Provinsi Lampung skala kecil, terkendala P enge masalah modal untuk berproduksi atau berinvestasi di industri bioetanol masal lah perolehan p dengan mutu denga an m mu u bioetanol 98%.
Produktivitas bahan baku rendah 2) Prod P rood du Provinsi P roovvin Lampung sebagai salah satu sentra ubi kayu, namun dalam pengolahan lahannya dilakukan secara sederhana sehingga produktivitas yang dicapai masih lahann nya masih ny m jauh ddari aarri potensi yang seharusnya dapat dicapai (sekitar 50% dari potensi maksimalnya). Secara umum peran ubi kayu sebagai sumber pendapatan maksi imal im aln petanii belum belu menggembirakan. Akibatnya pendapatan yang diterima petani relatif rendahh ddan a berfluktuasi. Pengembangan agribisnis ubi kayu belum dilaksanakan mulai dari sub sistem budidaya (on farm) hingga ke subsistem secaraa terintegrasi tteer pasca
panen, pengolahan, dan pemasaran (off farm). Masing-masing sub sistem ppaa
dikembangkan secara sendiri-sendiri, belum saling mengkait dalam suatu kawasan dikem mbang mb aann agroindustri agroinnddu ust s yang dikelola secara efisien dan berorientasi pasar. 3) B Biaya iaya produksi masih tinggi untuk skala industri kecil Untukk usaha usa skala industri kecil dalam menghadapi pesaing dengan skala produksi besar,, mak maka mereka akan dipaksa berproduksi
pada biaya per unit yang tinggi,
sedangkan sedang gkan perusahaan besar berupaya pada skala produksi yang semakin besar dan prosess pr produksi yang terus-menerus diefisiensikan
sehingga harga
per unitnya
menjadi rendah. menjaadi lebih le 4) Ha Harga H arg rga bioetanol per liter berada di atas harga BBM subsidi Bulann Juli JJuul 2010, harga jual bioetanol di pasaran adalah Rp. 7.000,-, sementara untuk harga BB BBM B BM subsidi di pasaran hanya Rp. 4.500,-. Kondisi ini membuat bioetanol menjadi menarik di mata konsumen, sehingga konsumen masih lebih memilih menjaad adi tidak ti membeli subsidi (premium). membbeelli BBM B
111
Analisis Faktor Eksternal (EFE) Peluang Pelua ang Agroindustri skala menengah dan besar dapat dikembangkan di Provinsi 1) A groi Lampung L amp Mengingat provinsi Lampung memiliki produksi ubi kayu yang tinggi 7.288.930 M Me eng ng ton pada paaddaa ttahun 2008, maka untuk pengembangan bioetanol yang sesuai dengan ketersediaan keters seddiiaaa bahan baku ubi kayu adalah industri bioetanol skala menengah dengan produksi produ uksi ssii 30 3 000 kl/tahun, mempunyai prospek yang besar untuk dikembangkan di Provinsi Lampung. Provin nsii L
Penunjukan Provinsi Lampung sebagai Lumbung Bahan Bakar Nabati 2) Pen nun njj Nasional Na asi sion oleh Pemerintah Pusat Penunjukan ini merupakan suatu peluang yang sangat menguntungkan bagi P enu nun nu pengembangan agroindustri bioetanol di provinsi Lampung. Potensi yang benar-benar penge emba ban dapat tidak da apa diabaikan adalah tersedianya lahan yang luas untuk membudidayakan tanaman-tanaman yang potensial sebagai sumber bahan baku bioenergi, terutama tanam mann-ta untuk ubi ubi kayu. Hal ini menjadi faktor pendukung untuk menarik investor untuk ub menanamkan menan namk modalnya di bidang bioetanol. na Peningkatan permintaan BBN (bioetanol) yang diprediksi akan terus 3) Pen ning meningkat me ening Proyeksi P royek kebutuhan bioetanol untuk campuran bensin sebesar 5% mencapai 1,84 Kll pa pada tahun 2007 dan meningkat menjadi sekitar 2,25 juta Kl pada tahun 2010. juta K Hingga Hingg ga tahun tah 2010 tersebut terjadi kenaikan kebutuhan bioethanol sekitar 6,9% per tahun..
Kebutuhan bioetanol akan semakin meningkat seiring dengan semakin K
meningkatnya program untuk mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi dan menin ngkkaat ng memenuhi meme ennuuhi persyaratan lingkungan global. (Prihandana, 2008) Ancaman Ancam man ma Bahan 1) Ba B aha han baku bersaing dengan industri pangan Ubi merupakan salah satu sumber pangan karbohidrat alternatif. Ubi kayu Ub U bi kayu k ka sebagai sumber pangan alternatif terakhir, atau akan dikonsumsi akan dikonsumsi dik ko
112
apabila apabil la ke kekurangan pangan. Selain sebagai sumber pangan alternatif, ubi kayu juga merupakan merup pakan bahan baku untuk tapioka.
Hal ini akan menjadi ancaman bagi
pengembangan agroindustri bioetanol kedepannya. pengee mban Kontinuitas bahan baku tidak terjamin 2) K onti Saat Sa aaatt ini, in kontinuitas bahan baku belum terjamin, hal ini disebabkan karena panen kayu ubi ka ayyuu yang tergantung dengan kondisi iklim.
Untuk panen raya ubi kayu di
Provinsi biasa dilakukan pada bulan Oktober. Pada bulan tersebut, supply Provin nsii Lampung L tinggi dan mencukupi untuk industri yang berbahan baku ubi ubi kayu kaayuu cenderung c kayu. Pada Paadd kondisi harga ubi kayu yang ekstrim, petani tidak memanen ubi kayunya yang ditawarkan sangat rendah sehingga penerimaan dari hasil panen karenaa hharga a ar biasanya sebatas untuk menutupi biaya panen. Pada kondisi harga murah biasannyyaa hanya h dampak adalah menurunnya minat petani memproduksi ubi kayu, sehingga dampaak ak bberikutnya e permasalahan tersebut menyebabkan permaasal asaallah
kontinuitas bahan baku ubi kayu untuk
agroindustri agroinnduust bioetanol menjadi tidak terjamin. Hambatan kelembagaan (perijinan, birokrasi) 3) Ha H amb Dalam Dalam Da lam upaya perbaikan iklim investasi di daerah, hal yang perlu di perbaiki atau la benahi di ben naahhi
adalah pelayanan perizinan bidang
investasi yang
biasanya masih
berbelit-belit berbel lit-be dan butuh waktu yang lama dalam proses perizinan, kondisi seperti ini segera di perbaiki agar para investor tidak merasa di rugikan dan mempunyai harus sege rasa nnyaman yam untuk berinvestasi di daerah. Namun walaupun investasi merupakan peluang bagi pendapatan daerah, namun pemerintah juga harus dapat menilai suatu pelu dengan baik, mana investasi yang dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat dan denga an ba investor. juga in nvest 5.3.3
Evaluasi Faktor Strategis Lingkungan Ev E v
Internal dan Eksternal
Evaluasi Faktor Internal (EFI) E v Dari Daa analisis lingkungan internal yang menghasilkan beberapa faktor kekuatan D setelah dan ke kkelemahan, ele leem m
dilakukan
evaluasi dengan
metoda pembobotan dan
peringkat matriks Evaluasi Faktor Internal (EFI) seperti terlihat pada Tabel pering gka kat diperoleh d 27. Nilai Niillai ai bobot berkisar 0.00 sampai 1.00. Nilai bobot 0,00 menunjukkan bahwa faktorr yang yaann dimaksud tidak penting dalam upaya peningkatan nilai tambah dan
113
penge pengembangan emban agroindustri bioetanol, sedangkan nilai 1,00 berarti sangat penting sehubungan sehubu buunga dengan tujuan yang ingin dicapai. Nilai peringkat berkisar antara 1.00 sampai 4.00. Nilai peringkat 4.00, berarti bahwa strategi yang dijalankan oleh sampa ai 4.0 Provinsi sangat kuat dalam memanfaatkan kekuatan yang ada dan dalam Provin nsi Lampung L mengatasi menga atas at asi kelemahan sehubungan dengan pengembangan Bioetanol di Provinsi Lampung, Lampu u ng, peringkat 3.00 berarti cukup kuat, peringkat 2.00 berarti bahwa Provinsi un Lampung Lampu u ng masih lemah dalam un
memanfaatkan
kekuatan
internal
dan
dalam
mengatasi menga atas at asi kelemahan yang ada, peringkat 1.00 yang berarti sangat lemah dalam asi memanfaatkan faktor kekuatan yang ada dan mengatasi faktor kelemahan internal. mema anffaa aa evaluasi faktor internal yang tertuang dalam Matriks IFE pengembangan Hasil eev va agroindustri agroin nduust bioetanol di Provinsi Lampung dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 333 Matriks IFE Elemen Provinsi Lampung
Pengembangan
Kodee
Faktor Internal Kunci
Bobot
S1
Kesesuaian K dan ketersediaan llaa lahan bahan baku Sarana Sa dan prasarana produksi mendukung m Kemampuan masyarakat K dalam menerima inovasi baru da Dukungan pemerintah dalam D pengembangan agroindustri pe bioetanol bi Keterbatasan modal bagi K pengembangan industri pe bioetanol skala kecil bi Produktivitas bahan baku Pr rendah re Biaya produksi masih tinggi B untuk skala industri kecil uunn Harga bioetanol per liter H berada di atas harga BBM be subsidi su Total T
0,240
S2 S3 S4
W1
W2 W3 W4
Agroindustri
Bioetanol
Peringkat Nilai Tertimbang 4 0,960
0,161
3
0,483
0,102
3
0,306
0,255
3
0,765
0,090
2
0,180
0,053
1
0,053
0,052
1
0,052
0,046
2
0,092
1
di
2,891
Berdasarkan Berda asar as arka matriks IFE tersebut diatas, maka hasil evaluasi faktor internal yang terdirii aat atas tas faktor kekuatan dan kelemahan dapat dijelaskan sebagai berikut :
114
Faktor-faktor Kekuatan Fakto or-fa dan ketersediaan lahan bahan baku mempunyai bobot 0.240. 1. Kesesuaian Ke Bobot faktor tersebut merupakan bobot tertinggi kedua dibandingkan dengan Bo faktor kekuatan lainnya. Ini berarti bahwa pengaruh faktor tersebut terhadap fak pengembangan agroindustri bioetanol di Provinsi Lampung sangat sttrraa sstrategi Nilai peringkat 4.00 sehingga di dapat skor 0.960 menunjukkan bahwa bees bbesar. ini sudah di manfaatkan dengan baik oleh pemerintah Provinsi keek kkekuatan Lampung. Laa L Lam dan prasarana produksi mendukung, mempunyai bobot 0.161. Ini 2. Sarana Saar S memperlihatkan bahwa sarana dan prasarana merupakan faktor yang penting mee m daal ddalam
pengembangan agroindustri bioetanol di Provinsi Lampung.
3.00 menggambarkan peer pperingkat
Nilai
bahwa, faktor kekuatan ini sudah cukup
dalam pengembangan agroindustri bioetanol di Provinsi diim ddimanfaatkan Lampung. Lam La Kemampuan masyarakat dalam menerima inovasi baru dengan bobot 0.102 3. K Ke e peringkat 3.00 dan nilai tertimbang sebesar 0.306, merupakan nilai deeen ddengan terendah dibandingkan dengan faktor kekuatan lainnya. Ini menggambarkan tere te r faktor kepemilikan lahan tidak terlalu baah bbahwa
berpengaruh besar terhadap
pengembangan agroindusri bioetanol di Provinsi Lampung. pen pemerintah dalam pengembangan agroindustri bioetanol dengan 4. Dukungan Du bobot 0.255, nilai peringkat 3.00 dan nilai tertimbang sebesar 0.765, bob menggambarkan bahwa me
dukungan
pemerintah
merupakan faktor yang
terpenting dalam pengembangan agroindustri bioetanol di Provinsi Lampung. terp Faktor-Faktor Kelemahan Fakto or-Fa modal bagi pengembangan industri skala kecil dengan bobot 1. Keterbatasan Kee K 0...99 dan nilai peringkat 2.00, sehingga di dapat nilai tertimbang sebesar 0.180, 00.90 memperlihatkan mee m
bahwa faktor keterbatasan modal pada pengembangan
industri bioetanol skala kecil ini cukup berpengaruh dalam pengembangan ind in agroindustri bioetanol di Provisi Lampung. agr ag bahan baku rendah dengan bobot 0.053, peringkat 1.00 dan 2. Produktivitas Prro P nilai nila tertimbang 0.159, menggambarkan bahwa untuk pengembangan ni nila
115
agr agroindustri
bioetanol,
strategi
yang
harus
dilakukan
dengan
cara
meningkatkan produktivitas tanaman ubi kayu, dengan cara menggunakan me bibit yang baik, pemupukan yang baik dan membuka lahan baru. bib 3. Biaya Bia produksi masih tinggi untuk skala industri kecil dengan bobot 0.052, dengan nilai peringkat 1.00 sehingga di dapat nilai tertimbang 0.052, dde en menggambarkan bahwa faktor ini cukup mempengaruhi pengembangan me m e bioetanol di Provinsi Lampung aagroindustri ag gr bioetanol per liter berada di atas harga BBM subsidi 0.046, nilai 4. Harga Haa H peringkat ppe er
2
dan
nilai
tertimbang
0.092,
sehingga
mempengaruhi
pengembangan agroindustri bioetanol di Provinsi Lampung ppe en Berdasarkan total nilai yang diperoleh dari matriks EFI sebesar 2,891. Menurut Be erd das (2006), posisi nilai tersebut berada di nilai rata-rata tertimbang (3). Kondisi Davidd ((2 20 tersebut menunjukkan secara internal posisi Provinsi Lampung saat ini cukup baik terseb butt m memanfaatkan kekuatan-kekuatan dan berupaya untuk mengatasi kelemahandalam m m me e kelemahan kelem maha hhaaan yang ada dalam pengembangan agroindustri bioetanol di Provinsi Lampung. Lampu ung. un Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) Berdasarkan hasil analisis lingkungan eksternal yang menghasilkan beberapa Ber peluang dan ancaman, setelah dilakukan evaluasi dengan metoda pembobotan faktorr pel diperoleh nilai seperti terlihat pada matriks Evaluasi Faktor Eksternal dan pperingkat erin Tabel 34. Nilai bobot berkisar antara 0.00 sampai 1.00 dan peringkat antara (EFE)) Tab 1.00 sampai samp 4.00.
Nilai peringkat 1.00 menunjukkan bahwa strategi Provinsi
Lampung Lampu u ng dinilai belum mampu memanfaatkan faktor-faktor peluang yang ada. Peringkat Pering gkat berkisar 2.00 berarti strategi Provinsi Lampung cukup baik dalam memanfaatkan peluang yang ada dan mengatasi ancaman yang datang, peringkat mema annffaa faaaa peluang yang baik dan mampu menghindari ancaman, peringkat 3.00 memanfaatkan mem em faktor-faktor peluang dengan sangat baik dan mampu menghadapi 4.00 memanfaatkan meem ma ancaman ancam man yyang datang. ma
116
Tabel 34. Matriks EFE Elemen Provinsi Lampung Kodee O1 O4
O5
T1 T2 T3
Pengembangan
Faktor Eksternal Kunci A Agroindustri bioetanol skala ppabrik bisa dikembangkan P Penunjukan Provinsi Lampung ssebagai se e lumbung Bahan Bakar N Nabati Peningkatan permintaan BBN P yyang diprediksi akan terus meningkat m Bahan baku bersaing dengan B pangan iindustri n Kontinuitas bahan baku tidak K tterjamin e Hambatan kelembagaan H Total T
Agroindustri
Bioetanol
Bobot 0,185
Peringkat 3
Nilai Tertimbang 0,555
0,133
2
0,266
0,231
2
0,462
0,078
3
0,234
0,319
3
0,957
0,054 1
3
0,162 2,626
di
Berdasarkan B Be er hasil Matriks EFE di atas maka diperoleh nilai tertimbang sebesar Nilai Tertimbang sebesar 2,626 2,626.. Total T
ini
mengindikasikan bahwa
Pengembangan Agroindustri Bioetanol di Provinsi Lampung berada di diatas rata-rata Penge embbaa em upaya untuk menjalankan strategi yang memanfaatkan peluang dalam m melakukan m dan menghindari ancaman yang ada dalam strategi pengembangan. faktorr eksternal ekkss Dengan lain strategi pengembangan agroindustri bioetanol secara efektif dapat Denga a n kata k mengambil menga ambi sedikit keuntungan dari peluang yang ada saat ini dan
dapat
meminimalkan efek yang mungkin muncul dari ancaman ekskernal. memin nima (Matching Stage) Tahap p Pencocokan Pen Tahap pencocokan ini untuk mengetahui posisi agroindustri bioetanol di Tah provinsi berdasarkan dari nilai IFE / EFE. Pada tahap pencocokan, provin nsi si Lampung L dilakukan dilaku ukkaan dengan membuat Matrik IE. Berdasarkan total nilai tertimbang pada Matriks IFE Matrik ks IIF F dan Matriks EFE maka strategi Pengembangan Agroindustri Bioetanol di Provinsi Lampung berada di kuadran I (Gambar 33). Provin nsii L
117
4,00
Peluang 3,50
Kuadran III
Kuadran I
3,00
[2.891 dan 2,626]
2,50 2,00
Kelemahan K Ke elle em
Kekuatan
1,50 1,00 Gambar
32: Posisi Strategi Pengembangan Agroindustri Bioetanol di Provinsi Kuadran IV
Lampung berdasarkan nilai IFE/EFE
0,50
00,50
1,00
1,50
2,00
2,50
Kuadran II
3,00
3,50
4,00
Gambar 33 Matrik IE ( Internal dan Eksternal) Berdasarkan matrik IE diatas, dapat dilihat bahwa posisi agroindustri bioetanol Be B er Provinsi berada pada kuadran I. Menurut David (2002), kondisi tersebut Provin nsi si Lampung L beradaa pa pada kondisi yang kuat melihat kondisi yang berada pada kondisi yang memiliki dan kekuatan yang dapat dimanfaatkan dalam mengembangakan memil liki peluang p agroindustri agroin ndust bioetanol di Provinsi lampung. Lebih lanjut menurut David (2002) strategi harus diterapkan dalam kondisi ini adalah strategi Agresif (growth strateg gi yang ya oriented orient ted strategy). st Pada kondisi ini industri dalam keadaan kuat, karena berada pada posisi Pad kekuatan kekua atan at an ddan peluang yang kuat. Industri dapat memaksimalkan kekuatan yang dimiliki memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang cocok untuk kondisi dimili ikkii dengan de pasar. Industri skala besar dan menengah dengan produksi 30 000 adalahh ppenantang en kl/tahun kl/tahu un ddapat masuk dan bersaing dengan industri bioetanol lain yang sudah ada un sekarang. sekara ang ng.
118
Analisis 5.4 A nali SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) Berdasarkan hasil analisis IFE – EFE terhadap faktor strategis internal dan Ber eksternal, ekster rnal, dilakukan analisis matriks SWOT untuk mendapatkan beberapa alternatif strategi. strateg gi.
Matriks SWOT merupakan alat pencocokan yang penting dalam
mengembangkan empat tipe strategi yakni strategi SO, strategi WO, strategi ST dan menge em mb ba strategi WT. strateg gi W gi Strategi SO Intensifikasi dan Ekstensifikasi lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan 1) In nteens bahan baha han baku ha Strategi St traattee diatas perlu dilakukan dalam rangka mengoptimalkan produktifitas ubi yang kayu yya an ada di Provinsi Lampung dalam upaya pemenuhan bahan baku, sehingga sehing ggaa tterjaminnya pasokan bahan baku untuk agroindustri bioetanol di Provinsi Lampung. Lampuun ung. Ekstensifikasi pertanian adalah usaha untuk meningkatkan hasil pertanian yaitu ub uubi bi kayu dengan cara memperluas lahan. Dan hal ini sangat memungkinkan untuk dilakukan di Provinsi Lampung, mengingat masih banyaknya lahan yang dapat diila lak digunakan digunaakkaan untuk penanaman ubi kayu. Intensifikasi pertanian adalah usaha untuk meningkatkan produktifitas ubi kayu dengan menggunakan bibit unggul, seperti meninng ngkkaat Alhidayah. Alhidaa ya yah Varietas yang juga dikenal dengan sebutan Al Hidayah telah mendapat pengesahan pengeesaha resmi dari Menteri Pertanian melalui Nomor: 867/Kpts/TP240/11/98. Diakui Diakuui pula pu oleh Badan Benih Nasional, sebagai ubi kayu unggul yang berkualitas baik. P Potensi oten hasil per hektare, dapat mencapai 60 ton ubi segar dengan kadar pati 2530 persen perrsen (Asnawi.R , 2010). Menurut Me
Wargiono
(2007),
untuk
meningkatkan
produksi
ubikayu
diperlukan diperllukan strategi dengan paling tidak dua pendekatan, yaitu: (1) Penambahan Areal P Panen Pa an (Ekstensifikasi); dan (2) Perbaikan Mutu (Intensifikasi). mencapai mencaap apai ai tingkat produktivitas yang
Untuk
menguntungkan, mengintegrasikan kedua
pendekatan pendeekat atan a tersebut akan lebih efektif yaitu: 1. Pe Penambahan Areal Panen (PAP) (Ekstensifikasi) en naam Peningkatan produksi dengan pendekatan PAP dapat dilakukan melalui: Peen P pembukaan lahan baru; (2) tumpang sari. (1) pe em mbbu
119
Pembukaan Lahan Baru. a. Pe embu Untuk lahan baru, dapat memanfaatkan lahan tidur yang luasnya cukup Un Provinsi Lampung masih terdapat 131.953 Ha yang belum digunakan di besar di P Lampung Selatan, Lampung Tengah, Lampung Timur, Lampung Utara dan daerah h La Tulang Bawang ( BPS Provinsi Lampung, 2009) Tulan ng B a b. Tumpang Tu ump mpa Sari. Tumpang sari bertujuan untuk meningkatkan areal tanam dengan cara Tu T u tumpang tumpa ang ssari dengan tanaman pangan lainnya seperti padi, jagung, dan aneka kacangan kacangan kacan ngan a n serta dengan tanaman hutan industri dan perkebunan yang diremajakan. Kelebihan Keleb biha han ha an
tumpang
meningkatkan menin ngka ng kat bersih/tahun bersih h/ttaahhu
sari
efisiensi dan
adalah:
(1)
penggunaan
terdistribusi
secara
efektif
lahan; merata;
mengendalikan
(3) (4)
erosi;
(2)
meningkatkan pendapatan meningkatkan
efisiensi
penggunaan pengg guna gu naa hara; dan (5) memperbaiki fisik dan kimia tanah. Sedangkan kekurangannya adalah: (1) terjadinya kompetisi pengambilan hara dan cahaya kekura ang nga matahari matah hari rrii aantar tanaman; dan (2) curahan tenaga kerja yang lebih banyak. Pada peka lahan ppe ek erosi dianjurkan menggunakan pola tumpang sari ubikayu dengan padi kacang-kacangan. gogo dan dan aneka a 2. Perbaikan Perrbaik Mutu Intensifikasi (PMI) (Intensifikasi) Upaya peningkatan produksi dengan pendekatan PMI diarahkan pada peningkatan pening gkata produktivitas berdasarkan indikator tingkat hasil ubikayu belum menembus menem mbus batas potensi genetiknya. Komponen teknologi yang perlu penanganan sejak awalnya adalah varietas yang sesuai dan bibit yang tersedia secara serius seja enam te ttepat ep (waktu, kuantitas, kualitas, harga, tempat, dan kontiniutas). Untuk mencapai menca apaaii sasaran tersebut dapat dilakukan penangkaran bibit dari varietas ap terpilih, Bibit Penjenis (BS) diperbanyak di Balai Benih atau kebun terpili ih, misalnya: m Percobaan Percob baa aan yang diawasi oleh pemulia dan staf BPSB, Bibit Dasar (FS) dari penangkar penan ngka ng kar BS akan diperbanyak penangkar lokal yang akan menghasilkan Bibit Pokokk (SS) (SS S yang siap dikembangkan petani. Agar hasil ubikayu dapat ditingkatkan, teknologi budidaya sesuai dengan spesifik daerah, meliputi antara perlu perakitan ppeera eraak
120
lain: vari varietas, kualitas bibit, cara tanam, populasi tanaman, pemupukan, umur panen, dll). panen n, dll) Sementara itu, menurut Hilman, et al. (2004), agar ubikayu menjadi Sem Sumber petani diperlukan dua pendekatan, yaitu: (1) Mempertahankan Sumb ber pendapatan pe quo status qqu u produksi yang diimplementasikan ke dalam sistem tumpang sari dengan teknik budidaya intensif, menghemat penggunaan lahan dan sisa denga an ppenerapan e lahan untuk unnttuu budidaya tanaman yang bernilai ekonomi tinggi; dan (2) Mengganti ubikayu ubikay yu ddengan komoditas lain yang bernilai ekonomi, yang dimplementasikan ke dalam m alih alih al ih usahatani ubikayu ke lahan marjinal. Mengacu kepada PERPRES No. 5 peningkatan produksi ubikayu sebagai bahan baku bioetanol dapat tahun 22006, 0 00 diupayakan diupay yak akan a melalui beberapa pendekatan, yaitu: Pengembangan sistem produksi ramah lingkungan; (2) Peningkatan kemitraan (1) Pe enggee en antaraa
swasta dan
Pengembangan teknologi Penge embbaa em operasionalnya, operas sioona
pemerintah; (3) Pemberdayaan hasil
penelitian
masyarakat; dan (4)
(Puslitbangtan,
2007).
Dalam
upaya peningkatan produksi ubikayu dapat ditempuh melalui
program progra am intensifikasi oleh petani dan program ekstensifikasi dalam bentuk ”kebun energi” energi i” ooleh le pihak swasta atau industry bioethanol. Gubernur dan Bupati sangat berkepentingan dalam mengimplementasikan INPRES No. 1 tahun 2006 dengan berkep penti memfasilitasi penyediaan lahan bagi pengembangan ubikayu. memf fasilit Menjadikan Provinsi Lampung sebagai sumber bahan bakar nabati nasional 2) M enj Dengan D enga potensi bahan baku ubi kayu yang melimpah di provinsi Lampung, dan didukung diduku ung oleh kekuatan dan faktor yang mendukung lainnya maka strategi untuk menjadikan menja adika Provinsi Lampung sebagai sumber bahan bakar nabati nasional akan dilaksanakan dengan baik. Dengan penerapan strategi ini akan memberikan dapat ddi illaa banyak terhadap Provinsi Lampung diantaranya akan menciptakan nilai banya ak kkeuntungan ak e tambah tamba ah ddan ah a menaikkan GNP, agroindustri dan produk hilir bisa berkembang. BBN alternatif dan mendukung keamanan energy, dan akan mengurangi adalahh eenergi nnee BBM imporr BB B BM yang akan menghemat devisa dan biaya energi.
121
Menggalakkan inovasi teknologi dan inovasi kelembagaan untuk 3) M eng mempercepat proses penyampaian dan adopsi teknologi produksi bioetanol m emp Strategi S trate ini sangat penting untuk dilakukan karena inovasi teknologi merupakan langkah langka a h uuntuk mendapatkan keunggulan bersaing. Inovasi teknologi dalam hal ini perbaikan dari teknologi yang sudah ada atau penciptaan teknologi baru, dapat berupa beeru r sehingga sehing gga ga lebih beragam dan bermutu tinggi. Inovasi kelembagaan dapat berupa pemberian pembe eria er ian penyuluhan yang berkelanjutan, kemitraan antara pemerintah, industri dan ian petani.i. petani Mengembangkan klaster agroindustri bioetanol yang didukung oleh sarana 4) M Me en ngg dan klaster d an prasarana p Strategi Stra S tra rate ini sangat penting untuk dilakukan karena klaster merupakan sarana keterpaduan keterp paddua semua aspek yang mendukung pengembangan agroindustri bioetanol di provinsi Dengan pengembangan sistem klaster maka ketersediaan bahan provin nsii Lampung. L baku ddan an pemasaran telah terjamin. Dalam klaster agroindustri bioetanol ini akan an tergabung tergab bunng semua pihak yang akan mendukung sepenuhnya dalam pengembangan agroindustri agroin nduust bioetanol. Pihak-pihak yang akan tergabung dalam klaster ini adalah petanii uubi bbii kayu, pemerintah provinsi Lampung, universitas Lampung, Balai Penelitian Para dan Pa P ara ra investor.
Dalam sistem klaster ini semua pihak mempunyai peran dan
tanggung tanggu ung jawab masing-masing, sehingga pengembangan agroindustri bioetanol di lampung lampu ung ddapat dilakukan dengan cepat/ tepat dan mencapai sasaran. Strategi WO Pemilihan skala usaha agroindustri bioetanol 1) P emil Strategi ini sangat penting untuk dilakukan guna terciptanya daya saing St trate agroindustri agroin ndust bioetanol nantinya, dan juga untuk penciptaan agroindustri bioetanol yang eefisien ffiissiie dan menguntungkan. Strategi ini akan dimanfaatkan dalam penentuan kapasitas kapasi ittaas as iindustri bioetanol kedepannya Kebijakan pemerintah dalam penentuan harga BBN untuk mendukung 2) Ke K ebi bij pengembangan agroindustri bioetanol p eng n ge Strategi St S trraate ini sangat perlu dilakukan mengingat kebijakan pemerintah dalam hal penentuan penen ntuuaan harga BBN nt
belum berpihak kepada industri bioetanol.
Hal ini akan
122
berakibat beraki ibat ruginya uasaha agroindustri bioetanol karena saat ini harga BBN yang masih h
lebih le
tinggi dibandingkan dengan
harga BBM
bersubsidi. Salah satu
penghambat pengh hamb berkembangnya BBN secara optimal adalah adanya kebijakan subsidi harga BBM energi yang selama ini diterapkan. Untuk itu, agar keekonomian BBN bersaing dengan energi konvensional, perlu ditempuh kebijakan untuk dapat bbe er penghapusan pengh hapu ha pus us subsidi harga BBM energi secara bertahap dan berencana. Membangun kemitraan antara petani dan industri pengolah bioetanol (pola 3) Me M emb m inti in ntii plasma) pl Strategi ini sangat bagus untuk dikembangkan, karena startegi ini akan Stra S trraate t menguntungkan kedua belah pihak. Petani mempunyai jaminan yang pasti bagi mengu untu un tu tun penjualan penjua alaan ubi kayu secara kontiniu dengan harga yang stabil, sedangkan perusahaan inti sebagai seeb ebag aga pengolah bioetanol juga akan mendapat keuntungan dengan terjaminnya bahan n ba bbaku ak untuk produksi bioetanol dan juga mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Strategi ST Membuat Kebijakan yang mengatur investasi, tata niaga perdagangan BBN, 1) Me M emb dan d an ssubsidi, proteksi agroindustri bioetanol Strategi ini sangat perlu dilakukan untuk menarik minat investor untuk Str berinvestasi berinv vesta di industri bioetanol, dan juga untuk kestabilan harga, karena harga yang belum m stabil stab dapat berakibat merugikan dan menjadikan bisnis bioetanol rentan resiko. Saat
ini
agroindustri agroin ndust
tata niaga perdagangan bioetanol.
BBN
Perlu adanya
belum ada koordinasi antar pelaku
kebijakan yang
mengatur tata niaga
perdagangan perdag gang BBN Pengembangan teknologi pengolahan yang ramah lingkungan dalam proses 2) Pe P en ngge pembuatan bioetanol p em mb b Dengan Deen D adanya tuntutan pengolahan produksi yang ramah lingkungan dari kalangan kalang gann internasional, maka strategi diatas harus di terapkan, agar produk bioetanol dapat menembus men me pasar internasional
123
Meningkatkan keunggulan komparatif Lampung dalam menghadapi pesaing 3) M enin bioetanol bi ioeta Strategi ini sangat penting untuk dikembangkan karena mengingat lampung Stra mempunyai memp punya keunggulan komparatif dalam ketersediaan bahan baku yaitu ketersediaan ubi kayu kaayyuu yang didukung oleh kesesuaian lahan dan iklim. Dengan meningkatkan keunggulan keung gguulla komparatif ini, merupakan salah satu cara dalam meningkatkan day saing bisnis Keunggulan komparatif ini bisa di tingkatkan dengan melakukan di bisn nis bioetanol. ni b inovasi teknologi dalam bidang budidaya. inovas si tte e
Strategi ini juga mendukung strategi
sebelumnya. sebelu umn mny Strategi WT Inovasi 1) In nov ova teknologi sederhana bagi agroindustri bioetanol skala kecil Strategi ini penting mengingat belum adanya sentuhan teknologi dalam St S t ra pengolahan pengo o lah ahan ah a bioetanol di Provinsi Lampung untuk industri kecil selama ini, sehingga bioetanol dihasilkan masih bermutu rendah. Dengan kemajuan IPTEK sekarang bioeta anoo l yang y kebutuhan inovasi teknologi di bidang pertanian terus meningkat sejalan dengan ini ke ebut eb utu t perubahan peruba aha han lingkungan strategis dan kompetisi antar daerah yang semakin tajam. Hal dapat ini da apa pat ddilakukan dengan cara mensosalisasikan teknologi yang dihasilkan Badan Litbang yang sudah ada agar dapat diimplementasikan serta dimanfaat Litban ng Pertanian P khususnya pembangunan pertanian di pedesaan agar dapat untuk pembangunan pem memberikan memb berika nilai tambah. Mempertahankan kelangsungan sumber daya lahan dan alam 2) M emp Mengingat eksploitasi bahan baku untuk industri dilakukan terus menerus, Me maka ffaktor aak kttoo lingkungan dan keberlanjutan sumber daya lahan juga harus diperhatikan dengan denga an seksama. an se
Hal ini sejalan dengan strategi pertama yaitu melakukan
intensifikasi intens siffik ika ka dan ekstensifikasi lahan. Penerapan teknologi tepat guna untuk mendapatkan produk bioetanol 3) Pe P ene ne ner dengan d eng ga mutu yang sesuai dengan standar internasional
124
Str Strategi ini sangat penting mengingat mutu adalah standar baku untuk dapat bersaing bersai ing ddi pasar global. Untuk itu dalam pengembangan agroindustri bioetanol maka diperlukan penggunaan teknologi yang memenuhi proses standardisasi yang sangatt dip dimulai proses penelitian, perumusan dan penetapan sampai dimul lai dari d
pada
pemanfaatannya sebagai faktor transaksi pasar. Dalam hal ini perlu campur tangan peman nfaaaaatt nf pemerintah lampung serta Badan standarisasi badan n pe ppenelitian, en mengadvokasi mengaad advo vo
sumberdaya
Nasional dalam
manusia yang akan terlibat dalam pengembangan
agroindustri agroinndu dus t bioetanol nantinya.
Pemilihan Strategi Pengembangan Agroindustri Bioetanol dengan AHP 5.5 Pe P emi Teknik AHP digunakan pada penelitian ini untuk menganalisis elemen-elemen Teek T e SWOT. Berdasarkan Analisis ISM dan IFE / EFE maka diperoleh 7 (tujuh) kriteria SWOT T. B alternatif dan 4 (e ((empat) em
strategi pengembangan agroindustri bioetanol. Adapun
kriterian pengembangan adalah sebagai berikut : kriteri iann sstrategi t (Kesesuaian dan Ketersediaan Lahan Bahan Baku di Provinsi 1) KDKLBB KDKL KD Lampung) L amp mppu m 2) SDPPM SD DP PP P (Sarana dan Prasarana Produksi Mendukung) DPDPAB 3) DP D PD DP P
(Dukungan
Pemerintah
baik
Pusat
maupun
Daerah
dalam
Pengembangan Agroindustri Bioetanol di Provinsi Lampung) P enge 4) KMDMIB KMDM (Kemampuan Masyarakat Dalam Menerima Inovasi Baru) (Peningkatan permintaan BBN yang diprediksi akan terus 5) PPBBBDAM PPBB meningkat) m enin PPLSLBBN (Penunjukan Provinsi Lampung sebagai lumbung bahan bakar nabati 6) P PLSL oleh Pemerintah Pusat) ol leh P (Agroindustri Bioetanol Skala menengah dan besar dapat di 7) ABSPBD ABS AB SP P kembangkan di Provinsi Lampung) ke em mbba Alternatif Altern naatt if if Strategi Pengembangan Agroindustri Bioetanol adalah sebagai berikut: IDELP 1) ID DE EL LP (Intensifikasi dan Ekstensifikasi pertanian untuk memenuhi kebutuhan bahan ba aha han baku) PLSBB 2) P LS SB B (Menjadikan Provinsi Lampung sebagai sumber bahan bakar nabati nasional) na assiion o
125
3) MITDIK MITD (Menggalakan inovasi teknologi dan inovasi kelembagaan untuk mempercepat proses penyampaian dan adopsi teknologi bioetanol) m emp 4) MKAB MKAB (Mengembangkan klaster agroindustri bioetanol yang didukung oleh sarana sa arana dan prasarana klaster. Penetapan alternatif pengembangan merupakan hasil akumulasi gabungan Pe P en dan data primer dari survei pakar. Penyusunan struktur hirarki strategi studi pustaka pusstt pu pengembangan penge embbaan
agroindustri
bioetanol disajikan pada Gambar 34. Pembobotan
kriteria kriteri ia ddan ia a alternatif menggunakan data survei pakar yang kemudian dianalisis dengan lunak Expert Choice Versi 2000. denga an pperangkat e er
126
Gambar ahp
127
Ha Hasil pembobotan kriteria pengembangan agroindustri bioetanol di Provinsi Lampung Lampu u ng menghasilkan prioritas dengan urutan sebagai berikut; Kesesuaian dan Ketersediaan Keters sedia lahan bahan baku (KDKLBB) dengan bobot 0,422, Sarana dan Prasarana Produksi (SDPPM) dengan bobot nilai 0,218, Dukungan Pemerintah baik Produ uksi Mendukung M Daerah dalam Pengembangan Agroindustri Bioetanol (DPDPAB) Pusat maupun maaauu m sebesar 0,139, Peningkatan Permintaan BBN yang diperkirakan akan terus meningkat sebesa ar 00, ,1 PPBBBDAM) dengan nilai bobot sebesar 0,089, Penunjukan Provinsi Lampung ( PPB BBBD BB sebagai bahan baker nabati oleh Pemerintah Pusat (PPLSLBBN) dengan nilai sebaga a i llumbung ai um bobot 0, 00,059, , 05 Agroindustri bioetanol skala menengah dan besar dapat dikembangkan (ABSPBD) (ABSP PBD dengan nilai bobot 0,040 dan Kemampuan Masyarakat Dalam Menerima PB Inovasi Baru (KMDMIB) dengan nilai bobot 0,034 (Gambar36). Pembobotan Inovas si B menghasilkan mengh hasi ha silk nilai eigen yang mengindikasikan urutan peran (pentingnya) kriteria tersebut. Dengan demikian, Kesesuaian dan ketersediaan lahan bahan baku merupakan terseb butt. D kriteria berperan penting dalam penentuan alternatif strategi pengembangan kriteri ia yyang a agroindustri agroin nduust bioetanol di Provinsi Lampung. Peningkatan produktivitas bahan baku untuk dilakukan karena tanaman ubi kayu sebagai basis bahan baku sangatt ppenting en agroindustri agroin nduust bioetanol, adalah juga bahan baku industri tepung tapioka di Provinsi Lampung. Lampu ung. un
Gambar Gamb bar ar 35 35 Hasil Analisis AHP Menggunakan Expert Choice - Pembobotan Kriteria Berdasarkan kriteria Kesesuaian dan ketersediaan lahan bahan baku, sarana Be B er prasarana produksi mendukung, Dukungan Pemerintah dalam pengembangan dan ppr ras assar a agroindustri bioetanol, agroin ndduust usstt
kebijakan pemerintah di sektor
energi Peningkatan
kesejahteraan masyarakat dari nilai tambah yang diperoleh dari pengembangan keseja ahhtter era agroindustri agroin ndduusstt bioetanol dan Agroindustri bioetanol skala menengah dan besar dapat
128
dikembamngkan dikem mbam menghasilkan urutan alternatif strategi sebagai berikut; Itensifikasi Ekstensifikasi lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan bahan baku (IDELP) dan E ksten dengan nilai 0,503, Menggalakan Inovasi Teknologi dan Inovasi Kelembagaan untuk denga an nil mempercepat Proses Penyampaian dan Adopsi Teknologi Bioetanol (MITDIK) memp perce dengan nilai denga an nni an i sebesar 0,247, Mengembangkan Klaster Agroindustri Bioetanol yang didukung diduku ung ng oleh sarana dan prasarana klaster (MKAB) nilai sebesar 0,188, dan Menjadikan Menja adik ad ika Provinsi Lampung sebagai sumber bahan bakar nabati nasional (PLSBB) 0,062. Alternatif utama adalah alternatif yang memiliki nilai eigen nilai sebesar seebe be tertinggi, hasil analisis menggunakan perangkat lunak Expert Choice (Gambar terting gg ii,, berikut gg b 36).
Secara kesuluruhan hasil gabungan pendapat pakar menunjukkan tingkat Sec Se
konsistensi konsis steennss sebesar 0,08.
Gambar Gamb bar 36 Hasil AHP Menggunakan Expert Choice - embobotan alternatif Mengacu pada alternatif Me
strategi hasil analisis menggunakan AHP, maka
alternatif terpilih adalah Intensifikasi dan Ekstensifikasi lahan pertanian untuk alterna atif strategi s memenuhi meme enuhi kebutuhan bahan baku industri bioetanol di Provinsi Lampung. Selanjutnya penerapan strategi pengembangan agroindustri bioetanol, maka perlu untuk kesiapan kkeesi s dilakukan dilaku uka kan analisis untuk ketersediaan sumberdaya.
Secara umum sumber daya
dikelompokkan menjadi; (1) sumber daya alam, (2) sumber daya manusia, (3) sumber dikelo o mp mpo dan (4) sumber daya sosial. daya pembangunan, peem mb
129
Kriteria 5.6 K rite Ketersediaan Sumber Daya Ketersediaan sumber Ket
daya adalah
modal dasar
untuk
implementasi
pengembangan industri, termasuk agroindustri bioetanol. Terkait dengan penelitian penge emban kriteria ini kri iteria yang digunakan sebagai patokan untuk menilai ketersediaan setiap sumber daya aadalah ddaallaa sebagaimana uraian berikut : Sumber 1) Su um mbb Daya Manusia (SDM) yang meliputi; angkatan kerja, tingkat pendidikan yang keterampilan/pengalaman kerja, pelatihan, dan sekolah khusus. ya ang ng memadai, m Sumber 2) Su um mbb Daya Alam (SDA) yang terdiri atas bahan baku, bahan pendukung, penanganan bahan baku, penanganan bahan pendukung dan pasokan. pe ena nan Sumber 3) Su umb mb Daya Sosial (SDS) yang meliputi; lembaga formal, lembaga non formal, peran pe erraan pemerintah, peran swasta, dan respon masyarakat. Sumber 4) Su umb mb Daya Teknologi (SDT) yang terdiri atas infrastruktur, sistem informasi, alat pertanian, mesin pengolahan dan peralatan transportasi. al latt mekanisasi m Ketersediaan sumber daya manusia mengindikasikan tingkat pemahaman Ke K et bioetanol pada lokasi tertentu terhadap sasaran strategi pelaku u aagroindustri g pengembangan, dimana menyangkut pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh penge embbaan elemen Elemen pelaku dapat berasal dari berbagai pemangku kepentingan. eleme en ppelaku. e ketersediaan sumber daya pada lokasi pilihan yang potensial Hasil pe ppengamatan en (Kabupaten (Kabu upate Lampung Tengah dan Kabupaten Tulang Bawang) untuk setiap alternatif pengembangan disajikan pada Tabel 35 dan Tabel 36 berikut. penge emban
130
Tabel 35 Analisis Ketersediaan Sumber Daya pada Setiap Alternatif Strategi Pengembangan Agroindustri Bioetanol di Provinsi Lampung Fokus Pengembangan Fok Intens sifikas dan Ekstensifikasi lahan Intensifikasi pertan nian uuntuk memenuhi kebutuhan pertanian bahan n ba baku k ku
SDM 4
Alokasi Sumber Daya SDA SDS SDT 5 4 4
T
Lokasi
17
LT
4
5
4
3
16
TB
Menjadikan Menjaad adik ikaann Provinsi Lampung sebaggaii sumber sum su sebagai bahan bakar nabati nasional nasionnall
4
5
4
4
17
LT
4
4
4
3
15
TB
Meng ggaallaak inovasi teknologi dan Menggalakan inovassi kelembagaan kele ke inovasi untuk mempperrcceep proses penyampaian dan mempercepat adopssi teknologi teek kn adopsi bioetanol
4
3
3
4
15
LT
4
3
3
3
14
TB
Meng gem mba Mengembangkan klaster agroindustri bioetaanool yyang didukung oleh sarana bioetanol rassar ara klaster dan pr prasarana
4
4
4
3
15
LT
3
4
3
3
13
TB
16 15
16 16
15 14
15 12
63 57
LT TB
T
Keterangan Ketera ang ngan : LT = Kabupaten Lampung Tengah TB = Kabupaten Tulang Bawang T = Total sumber daya : 5 = tersedia, 4 = cukup tersedia, 3 = kurang tersedia, Nilai ke kketersediaan etteer sangat 2 = sa anggaatt kurang tersedia, 1 = hampir tidak tersedia, 0 = tidak tersedia Ketersediaan sumber daya alam (SDA) akan sangat berkaitan kontinuitas Ke baku, dimana sangat berpengaruh terhadap keberlanjutan proses produksi. bahan n bak sumber daya alam niscaya pengembangan tidak mungkin terealisasi dengan Tanpaa sum baik. Untuk ketersediaan sumber daya sosial (SDS) berkaitan dengan sikap sosial Un masyarakat masya araka yang secara langsung ataupun tidak langsung dapat bersifat pendukung proses perkembangan agroindustri bioetanol pada daerah setempat. atau ppenghambat engh g Bentuk-bentuk sumber daya sosial (SDS) dapat berwujud lembaga-lembaga sosial Bentu uk-bbee uk yang turut tur urut terlibat dalam proses pengembangan agroindustri bioetanol. Ketersediaan sumber teknologi (SDT) berkaitan dengan ketersediaan infrastruktur yang sumbe er ddaya er a mendukung mendu ukuunn operasional agroindustri dan aktivitas terkait lainnya. uk Berdasarkan data ketersediaan sumber daya dari lokasi potensial untuk Beer B pengembangan penge embbaan
agroindustri
bioetanol,
selanjutnya
dilakukan
analisis
untuk
mengetahui menge etaahhu keterbatasan sumber daya menggunakan Matriks Ketersediaan Sumber et
131
Daya. Ana Analisis ini dilakukan untuk mengkaji keterbatasan sumber daya yang memberi dampak dampa ak ppaling sensitif terhadap fokus pengembangan. Hasil analisis sensitivitas ketersediaan keters sediaa sumber daya setiap fokus pengembangan di Kabupaten Lampung Tengah disajikan Tabel 36, dan untuk Kabupaten Tulang Bawang disajikan pada Tabel disajik kan pada p 37. Tabel 3366 Matriks Interaksi Ketersediaan Sumber Daya pada Setiap Alternatif Strategi Pengembangan Agroindustri Bioetanol di Kabupaten Lampung Tengah Fokus Fo F Fok o Pen ngeem ng mb Pengembangan Intensifikasi Intens siffika ikas dan ik Eksten nsiifi fik lahan Ekstensifikasi pertanian pertan niaan uuntuk memenuhi meme enuuhhii kebutu uha han bbahan kebutuhan baku Menjaad Menjadikan adik i kan a Provinsi Lampung Lamp punng sebagai s sumber sumbe er bbahan ah bakar nabatii nnasional aasssio i Menggalakan Meng ggaallaak inovasi teknologi teknol loggi dan d inovasi inovas si kelembagaan kkeele untuk k mempercepat mem me prosess penyampaian peny adopsi dan ad dopsi teknologi bioetanol bioeta anol Meng gemba Mengembangkan klaste er agro klaster agroindustri bioeta anol yyang bioetanol diduku kung oleh o sarana didukung dan pr rasara klaster prasarana
B
Ketersediaan Sumber Daya* SDM SDA SDS SDT
T
K
I
S
0,18
3,4
4,5
4,2
2,4
14,5
5,5
0,99
0,18
3,5
4,4
4,5
2,3
14,7
5,3
0,954
0,17
3,1
4,1
3,7
2,7
13,6
6,4
1,088
1
0,16
2,8
4,3
3,7
2,6
13,4
6,6
1,056
2
Keterangan Ketera angan : *) nilai rataan, B = bobot, T = total sumber daya, K = kesenjangan = 20 (maks.sumber daya) – T, I = KxB =nilai kesenjangan terbobot, S = nilai ketersediaan terbatas. Data Daa pada Tabel 36 menunjukkan bahwa secara umum ketersediaan sumber D daya untuk unnttuk tu pengembangan bioetanol di Kabupaten Lampung Tengah belum maksimal. Ketersediaan Keters seddiiaa sumber daya paling terbatas adalah pada Menggalakan inovasi teknologi dan inovasi inov in o va kelembagaan untuk mempercepat proses penyampaian dan adopsi teknologi dan Mengembangkan klaster agroindustri bioetanol yang didukung teknol log ogi bioetanol b
132
oleh ssaran aran dan prasarana klaster. Keterbatasan sumber daya ini terutama adalah sumber sumbe er daya da manusia (SDM) dan sumber daya teknologi (SDT). Rendahnya ketersediaan SDT terutama pada kriteria sistem informasi. Re Keterbatasan Keterb batas SDM terutama disebabkan karena tidak ada sekolah atau pendidikan khusus khusu us ddan a minimnya pelatihan yang terkait dengan pelaksanaan berbagai alternatif strategi strateg gi ppengembangan agroindustri. Dewasa ini semakin terasa pentingnya gi manajemen manaj jeme men sumber daya manusia (Siagian 2006). Keterbatasan SDA terutama pada kriteria penanganan material pendukung dan Ke Ke didukung pasokan karena kondisi wilayah yang jauh dari sumber material yang tidak di idduuk mendukung. mendu ukuunn uk Keterbatasan SDM terutama karena tidak adanya lembaga formal dipedesaan Ke Ke yang mendukung penerapan strategi pengembangan argoindustri, juga atau kkecamatan eccaam m peran swasta sw wa yang belum banyak terlihat. Lembaga formal seperti koperasi unit desa (KUD), belum terarah pada pengembangan agroindutri secara optimal. (KUD D),, perannya pe Hasil Haa analisis data ketersediaan sumber daya pada Kabupaten Tulang Bawang H (Tabel (Tabe el 337) 7) menunjukkan kondisi yang tidak jauh berbeda dengan Kabupaten Lampung Tengah. Tenga a h. Hal H ini ditunjukkan oleh ketersediaan sumber daya juga belum maksimal. Ketersediaan Keters seddia sumber daya yang paling sensitif adalah sumber daya manusia dan sumber sumbe er ddaya teknologi, terutama pada fokus pengembangan tekonologi ramah lingkungan lingku u ngan budidaya tanaman ubi kayu dan alternatif inovasi teknologi sederhana pengembangan agroindustri bioetanol skala menengah. penge emban
133
Tabel 37 Matriks Interaksi Ketersediaan Sumber Daya pada Setiap Alternatif Strategi Pengembangan Agroindustri Bioetanol di Kabupaten Tulang Bawang Fokus Fok Pengembangan Pen ngem Intensifikasi Inten nsifik dan Ekstensifikasi Ekste ensi en sif lahann pertanian perrtt pe untukk memenuhi mee m kebutuhan kebu utu t uha han bahan bakuu Menjadikan Menj jaddiikk Provinsi Prov vinnssii Lampung Lamp pun ung sebagai sumber sumb berr bahan b bakarr na nnabati ab nasional nasio o nal on al Menggalakan Meng gga gala inovasi inova asi teknologi as te dan iinovasi nov o va ov kelembagaan kelem mbag mb ag untukk mempercepat mem mpeerrc mper proses prose es es penyampaian dan peny yam mpa p adopsi teknologi adop psi tek bioetanol bioet tanol Mengembangkan Meng gemb klaster klast ter agroindustri agroi indus bioetanol bioet tanol yang didukung diduk kung oleh sarana dan saran na da prasarana prasa arana klaster
B
Ketersediaan Sumber Daya* SDM SDA SDS SDT
T
K
I
S
0,18
3,4
4
3,9
2,4
13,7
6,3
1,134
0,18
3,5
3,9
4
2,5
13,9
6,1
1,098
0,17
3,1
3,7
3,7
2,3
12,8
7,2
1,224
1
0,16
2,8
3,9
3,7
2,3
12,7
7,3
1,168
2
Keterangan Ketera anng gan a : *) nilai rataan, B = bobot, T = total sumber daya, K = kesenjangan = 20 (maks.sumber daya) – T, I = KxB (=nilai kesenjangan terbobo), S = nilai ketersediaan terbatas Mengacu pada hasil analisis diatas, maka penerapan model rancangan M e implementasi strategi pengembangan agroindustri bioetanol dan lokasi kajian dapat implem meennt memberikan memb beerrik rika iik ka informasi sebagai berikut :
134
1) A Analisis nalis ketersediaan bahan baku industri bioetanol berbasis bahan baku tanaman ubi menunjukkan bahwa produksi tanaman ubi kayu secara keseluruhan ub bi kayu ka masih m asih berada dibawah target produksi yang ideal. 2) Analisis Analis ketersediaan sumber daya pada lokasi penelitian menunjukkan adanya keterbatasan semua tipe sumber daya pada kedua lokasi terutama sumber daya ke ete terb erb rb manusia manu ma nus dan teknologi interaksi antara ketersediaan sumber daya dan penerapan fokus 3) Matriks Matr Ma t ri trik pengembangan menunjukkan bahwa ketersediaan sumber daya paling terbatas pe eng nge adalah ad dal alah menggalakan inovasi teknologi dan inovasi kelembagaan untuk mempercepat memp me mp
proses
penyampain
dan
adopsi
teknologi
bioetanol
dan
mengembangkan klaster agroindustri bioetanol yang didukung oleh sarana dan m ennge prasarana klaster. pr rassar Analisis 5.7 An A naalli Kelayakan Finansial Agroindustri Bioetanol Keputusan membangun dan mengembangkan suatu agroindustri atau Keep K berinvestasi berinv vessttaa digunakan dengan mempertimbangkan sejumlah sumber dana yang dialokasikan untuk mendapatkan suatu keuntungan yang disebut dengan aspek dialok kassiikk finansial. mengambil keputusan apakah investasi yang akan ditanamkan layak finans siaal. l. Untuk U diperlukan suatu metoda atau prosedur yang dapat digunakan sebagai alat bantu maka dipe keputusan investasi tersebut. Demikian juga dengan pengembangan untuk membuat mem agroindustri agroin ndust bioetanol di Provinsi Lampung perlu dikaji dengan cermat. Proses pengkajian kelayakan investasi agroindustri bioetanol dari aspek Pro finansial penelitian ini menggunakan pendekatan konvensional yaitu dengan finans sial dalam d menganalisis menga anali perkiraan arus kas keluar dan arus kas masuk selama umur proyek atau investasi. invest tasi. Aliran arus kas akan terbentuk dari perkiraan yang dikeluarkan selama investasi. perkiraan biaya dan pemasukan tersebut meliputi biaya awal, modal invest tassii.. Adapun A kerja, bbiaya iiaay operasi, biaya produksi dan pendapatan. Untuk menentukan apakah investasi tersebut menguntungkan atau layak Unn U (feasibble ((feasible) le) untuk diusahakan diperlukan alat ukur atau kriteria menentukan layak tidaknya tidakn nya ya ssuatu proyek untuk dijalankan. Alat ukur atau kriteria yang digunakan untuk kepentingan kepen nt ing nt inga studi ini adalah NPV (Net Present Value), Net B/C(Net Benefit Cost in
135
Ratio) Ratio), ), PB PBP (Pay Back Period), dan IRR (Internal Rate of Return) (Kadariah et al. 1999). Biaya Investasi Agroindustri Bioetanol 5.7.1 Bia Biaya Bi B ia investasi merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan sebelum usaha tersebut yang meliputi biaya peralatan, mesin-mesin sesuai dengan besar terseb butt berjalan b kecilnya tersebut. Biaya investasi tersebut dikeluarkan pada awal proyek. Biaya keciln nyaa usaha u operasional/variabel merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan selama proses operas sioona produksi produ uksi ssii meliputi, biaya tenaga kerja, produksi, bahan baku, pajak dan biaya operasional operas sioona n lainnya yang digunakan dalam proses produksi. Yudiarto dan Djumali (2006) mengemukakan dari 83 buah pabrik bioetanol di Yu Y u (Amerika Serikat), skalanya berkisar dari 2,5 kl/hari sampai dengan 1000kl/hari, AS (A Amer Am meskipun meski ipuun ipun n pada umumnya diatas 100 kl/hari. Biaya Investasi agroindustri bioetanol 10 kali kapasitasnya menurun separuhnya. Biaya investasi kilang setiap kkelipatan eelli bioetanol bioeta anoo l kkap[asitas 100 kl/hari berkisar antara Rp 2 – 3 milyar per- kiloliternya. Wallace (2002), memperkirakan biaya investasi pabrik etanol berkapasitas 30 W a galon juta ga alon al on per tahun adalah $73.694.00; 50 juta galon per tahun $ 103,136.000. Biaya Investasi Invest tassi ppada Industri bioetanol “X” berbahan baku ubi kayu di Provinsi Lampung dengan kapasitas 60 000 kl/tahun adalah Rp 335.340.000.000,-, rincian data investasi denga an ka Lampiran 6. Kapasitas ditentukan berdasarkan (1).perkiraan kebutuhan ada ddii L bioetanol bioeta anol di Provinsi Lampung berdasarkan jumlah kendaraan bermotor di provinsi Lampung Lampu ung tahun 2009 sebanyak 1.219.648 unit, dengan rincian 1.075.450 unit kendaraan kenda araan roda dua dan 144.198 unit kendaran roda empat. (2) jumlah SPBU di Provinsi tahun 2009 sebanyak 105 unit, dengan kapasitas per hari 30.000 Provin nsi Lampung L liter/ SPBU, SPBU maka per tahun dibutuhkan 1.146.660 kl premium. Berdasarkan rencana pengembangan bahan bakar nabati di Indonesia untuk tahun 2005 sampai dengan 2010 penge embbaan sebesar sebesa aarr 33% % dari penggunaan premium, maka bioetanol yang diperlukan di Provinsi Lampung Lampu ung sebanyak 57.330 kl/tahun. un Biaya 5.7.2 B Bi ia Produksi Agroindustri Bioetanol Ubi Ub U b kayu berpotensi memproduksi bioetanol cukup baik dengan rendemen 29%, dengan deenng harga ubi kayu yang berlaku di tahun 2008 sebesar Rp 550,-/ kg, untuk
136
menghasilkan mengh hasilk satu liter bioetanol diperlukan 6,5 kg ubi kayu, biaya bahan baku Rp 3 total bahan pembantu Rp 202,95; total biaya utilitas Rp 1 234,25 dan biaya 575,-;; tota investasi/ invest tasi/ lt Rp 279,45. Total biaya produksi tidak termasuk pajak dan keuntungan adalahh Rp 5 291,65. Harga bioetanol sangat tergantung dari biaya bahan baku, karena sensitif H Ha terhadap dan harga karena juga digunakan untuk perdagangan sebagai bahan terhad dap ap iiklim, k baku tepung teppun tapioka dan lain-lain ( Balai Besar Teknologi Pati – BPPT, 2008 ). Usaha tani ubi ubbi bi kayu ka sangat menguntungkan untuk dikembangkan sebagai baku industri. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 38 yang menyajikan sebaga ai bahan ba Analisis Usaha tani ubi kayu per Ha. Analis siss U Tabel 38 Analisis Usaha Tani Ubi kayu per Ha Uraian Nilai Harga Harg ga jju jual ua singkong (Rp/kg) 550 Discount Disco ounntt Faktor per bulan ou 1.50% NPV V 4,785,414 Ratio 2.25 B/C Ra R attiio 13.1% IRR pe pper er bulan b Sensitivitas Sensi itiv ivvit i Produksi 11200 Produ uksi uk si minimum singkong (kg) Harga Minimum singkong (Rp/kg) 295 Harg ga Mi M Sumber Sum mbeerr : Data diolah, 2010 mb Dari aanalisis nalis usaha tani dapat dilihat bahwa dengan harga jual ubi kayu Rp. 550,-/kg dengan produksi 56 ton/ha, dan luas lahan 1 ha yang dimiliki, petani mendapatkan denga an pr keuntungan keuntu unga sebesar Rp. 4.875.414,-. Analisis usaha tani tersebut dilakukan dilaku ukan berdasarkan data yang kami peroleh dari hasil survei lapang di Kecamatan Terusan Kabupaten Lampung Tengah bulan Oktober 2008. Terusa an Nunyai, N
Asumsi-Asumsi Pendirian Industri Bioetanol 5.7.3 As A su um m Sebagai dasar untuk analisis finansial diperlukan asumsi-asumsi sebagai Seeb S landasan memperkirakan biaya investasi. Asumsi dasar yang digunakan untuk landassann untuk u agroindustri agroinndu dusstt bioetanol disesuaikan dengan kondisi pada saat kajian dilakukan mengacu pada hhasil-hasil perhitungan yang telah dilakukan pada aspek lain. Mengacu pada hasil asiillas analisis MPE untuk penentuan bahan baku unggulan, maka diperoleh ubi kayu sebagai iss M bahan baku n bba ak unggulan utama untuk agroindustri bioetanol, maka dengan demikian
137
analisi analisis is finansial f untuk pembangunan industri bioetanol skala besar adalah agroindustri agroin ndust bioetanol yang berbasis bahan baku ubi kayu. Berdasarkan kajian beberapa pustaka, asumsi-asumsi yang digunakan dalam Ber analisis finansial agroindustri bioetanol (skala besar) dengan bahan baku ubi kayu di analisi is fin Provinsi adalah sebagai berikut : Provin nssii Lampung L Discount factor didasarkan pada suku bunga 14% 1) Di D isscco 2) Umur Umuurr ekonomis proyek diperhitungkan selama 20 tahun Um produksi 60.000 kilo liter per Tahun dengan 300 hari kerja per tahun, 3) Kapasitas Kappaas Ka pada pa addaa tahun pertama beroperasi 80%, tahun kedua 90%, tahun ketiga dan seterusnya 100%.Waktu operasi pabrik 8 jam/hari, untuk 25 hari kerja/bulan se eteeru ru setara se etaarraa dengan 200 jam/bulan atau 2400 jam/tahun. 4) Harga Harg Ha rga bahan baku ubi kayu adalah Rp 550 per kg. 5) Untuk Untu Un tuk menghasilkan satu liter bioetanol membutuhkan 6,5 kg ubi kayu 6) Harga Harrg Ha ga produk bioetanol sebesar Rp 7.000 per liter Biaya 7) B iay aya perbaikan dan pemeliharaan 2% terhadap bangunan, mesin dan peralatan ay serta se ertta iinstalasi penunjang. Pajak 8) P aja jaak sebesar penjualan 10%. Perbandingan modal pinjaman dengan modal sendiri 60 : 40 9) P erb rban rb 10) Jangka Jaangk waktu pelunasan pinjaman selama 15 tahun 11) Biaya Biaya penyusutan 5% Selengkapnya asumsi yang digunakan dalam analisis kelayakan ini disajikan pada Seleng gkap Lampiran 5. Kriteria Kelayakan Agroindustri Bioetanol 5.7.4 Kr Untuk menentukan apakah suatu usaha menguntungkan atau layak (feasible) Un diusahakan diusah hak akaann diperlukan alat ukur atau kriteria yang menunjukkan kelayakan usaha tersebut. Alat ukur atau kriteria tersebut digunakan untuk mengambil keputusan layak terseb buutt. A tidaknya tidakn nya ya ssuatu usaha untuk dijalankan. Alat ukur atau kriteria yang biasa digunakan menggunakan NPV (Net Present Value), Net B/C (Net Benefit Cost adalahh ddengan eenn Ratio), Ratio) ), IIRR ), RR (Internal Rate of Return),dan PBP (Pay Back Period). Net Ne N et Present Value dapat diartikan sebagai nilai bersih sekarang, menunjukkan keuntungan keuntu unng ggaa (benefit) yang akan diperoleh selama umur investasi atau proyek. Net
138
Benefit Benef fi Cost fit Co Ratio menunjukkan berapa kali lipat keuntungan yang diperoleh dari besarnya investasi yang dikeluarkan. Internal Rate of Return menunjukkan prosentase besarn nya in keuntungan keuntu unga yang akan diperoleh dari usaha tersebut tiap tahun. Dengan demikian, IRR merupakan merup pakan kemampuan dari usaha tersebut dalam mengembalikan atau membayar bungaa bank. bbaan an Berdasarkan definisi yang sederhana tentang kriteria tersebut saling mendukung menduuk ukuunn atau saling melengkapi dalam menunjukkan kelayakan dari suatu usaha. Data Daa yang relevan untuk dianalisis dalam merencanakan suatu usaha adalah D biaya yang yyaang diperlukan untuk usaha dibandingkan dengan nilai hasil produksi yang selama umur proyek atau benefit dari usaha tersebut, meliputi biaya akan dicapai dic iiccap a investasi, investtassi,i, dan biaya operasional/variabel tetap dan tidak tetap. Biaya investasi merupakan merup paka pa kan seluruh biaya yang dikeluarkan sebelum usaha tersebut beropreasi. Biaya investasi investtassi ddikeluarkan pada awal proyek (awal mula usaha). Biaya operasional/variabel merupakan merup paka pa kan seluruh biaya yang dikeluarkan selama proses produksi. Benefit adalah pendapatan pendaapat apat atan a yang dapat dihitung dari nilai hasil produksi tiap tahun/periode selama umur proyek. pro ro y Hasil Haa analisis finansial agroindustri bioetanol menunjukkan bahwa nilai NPV H dari pproyek ro o yyee ini adalah sebesar Rp. 482.528.523.576,- dengan umur proyek 20 tahun. Berdasarkan Berda asar aarrka hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pada tingkat suku bunga 14% nilai NPV NPV masih menunjukkan positif sehingga pada tingkat opportunity (discount rate) 14% inventasi agroindustri bioetanol layak untuk dilakukan. Alat analisis lain untuk menentukan kriteria layak tidaknya suatu usaha untuk yang digunakan digu dijalankan dijalan nkan adalah dengan menghitung Net B/C. Bila Net B/C > 1 maka usaha tersebut sedangkan jika nilai Net B/C < 1, maka usaha tersebut tidak layak layak dilaksanakan, dilak dilaksanakan. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai Net B/C sebesar 2,44 Dengan dilaks sanak demikian demik kian dapat
disimpulkan
bahwa
investasi
agroindustri
bioetanol
layak
dilaksanakan. dilaks s an anaakk Internal Rate of Return (IRR) menunjukkan persentase keuntungan yang akan I nt In Inte diperoleh dipero o le leh ttiap tahun atau merupakan kemampuan usaha dalam mengembalikan bunga bank. Ha Hal H al ini berarti IRR sama dengan tingkat bunga discount factor (DF) pada waktu NPV = 0. 0. Menghitung besarnya IRR dilakukan dengan mencari nilai NPV positif dan negatif dan negatiif dda an dilakukan interpolasi. Apabila IRR > tingkat suku bunga bank, maka usaha tersebut dilakukan dan apabila IRR
139
terseb tersebut but tid tidak layak untuk dilaksanakan. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada saat kondisi nilai IRR sebesar 25,1 persen berarti layak diusahakan. Pay Back kondis si normal no (PBP) adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan modal investasi Period d (PB Hasil perhitungan proyek menunjukkan bahwa waktu pengembalian modal awal. Has investasi selama 3,44 tahun. Hal ini berarti investasi yang dikeluarkan akan invest tassi adalah a kembali kemba ali pada al ppaa tahun ke 3,44 umur investasi. Analisis sensitivitas dilakukan terhadap model dengan tujuan untuk An A n mengetahui menge etahu et aahh variabel yang berpengaruh terhadap kriteria investasi dan biaya terhadap berbagai berbag gai ai kkemungkinan yang terjadi seperti fluktuasi harga. Fluaktuasi harga yang dimaksud dimak ksud ksud ud dalam skenario ini adalah harga bioetanol di pasaran dan harga bahan baku, dalam m hal hal ini ubi kayu. Analisis sensitivitas kelayakan finansial dilakukan dengan ha menggunakan tiga skenario perubahan yang berbeda. Skenario pertama yaitu terjadi mengg guna gu na kenaikan kenaik kann hharga bahan baku sebesar 20% dan yang lainnnya tetap. Skenario kedua penurunan harga jual produk sebesar 10% yang lainnya tetap. Skenario ketiga terjadii ppe en merupakan merup upa paka kan kombinasi dari perubahan tersebut, yaitu terjadi kenaikan harga bahan baku 20% 00% % dan penurunan harga jual produk sebsar 10%. Hasil analisis dari ketiga skenario selengkapnya disajikan padaTabel 39. skenar rioo ttersebut, e Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Dengan Beberapa Skenario Tabel 39 39 A
Skenario Sk kenar Perubahan Hargaa bah bahan baku naik 20% ( Rp 660.kg dan harga jual tetap Hargaa bahan bah baku normal Rp 550.kg 5550.kg dan harga jual turun 10 110% 0% (Rp 6.300/liter) Hargaa bba bahan ah baku naik ah 20% ( Rp Rp 660.kg ) dan harga ju jjual uaall turun 10% (Rp 300/liter) 6 300/ /lite lliite ter
Net Present Value (NPV)
Internal Rate of Return (IRR)
Net B/C
Payback Period (PBP)
Ket
249.649.124.336
22,70 %
1,74
6,65
Layak
255.372.026.713
22,80 %
1,76
6,61
Layak
22.492.627.473
15,30 %
1,07
9,87
Layak
Hasil Ha H a analisis sensitivitas pada skenario pertama menunjukkan bahwa kenaikan bahan harga bba ahhaa baku sebesar 20% tidak mempengaruhi keputusan kelayakan finansial. ini Hal in ni ddapat dilihat dari beberapa kriteria kelayakan yang masih menunjukkan
140
keputusan keputu usan layak. Nilai NPV positif sebesar Rp 249.649.124.336, nilai IRR lebih besar dari bunga bank yaitu sebesar 22,70 persen. Nilai Net B/C lebih besar dari 1 1,74 dan PBP kurang dari umur proyek yaitu tahun investasi berjalan, yaitu sebesar sebe dengan nilai sebesar 6,65 tahun. Menurut Umar (2009) analisis sensitivitas penting denga an nil dilakukan dilaku ukkaan an untuk menghadapi kepastian di masa mendatang dalam menganalisis perkiraan perkir raaan arus kas. Ketidakpastian dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan bioetanol untuk menghasilkan laba bagi perusahaan. proyek k aagroindustri gr Skenario kedua yaitu harga bahan baku tetap tetapi harga jual produk turun Skke S Rp 6 300,- keputusan kelayakan finansial dapat dilihat bahwa, kriteria 10%, menjadi men e nj kelayakan kelaya akaan finansial yang masih menunjukkan keputusan layak. Nilai NPV positif sebesar Rpp 255.372.026.7132, nilai IRR lebih besar dari bunga bank yaitu sebesar sebesa ar R ar Nilai Net B/C lebih besar dari 1 yaitu, dengan nilai sebesar 1,76 dan 22,80 persen, peers PBP kurang kura ku ran dari umur proyek yaitu 6,61 tahun investasi berjalan. Selanjutnya pada skenario ketiga yaitu harga bahan baku naik 20% tetapi Seel S jual harga ju uaall produk turun 10% juga tidak mempengaruhi keputusan kelayakan finansial, ini dilihat bahwa kriteria kelayakan finansial yang masih menunjukkan hal in ni dapat ddaa keputusan keputu usaan layak. Nilai NPV positif sebesar Rp 22.492.627.473 nilai IRR lebih besar dari bbunga unga bank yaitu sebesar 15,30 %. Nilai Net B/C lebih besar dari 1 yaitu sebesar un PBP kurang dari umur proyek yaitu 9,87 tahun investasi berjalan. 1,07 dan dan P Desain Agroindustri Bioetanol dengan Pendekatan Material Driven. 5.7.5 De Desain agroindustri selain dapat dilakukan dengan pendekatan market driven De dapat pula dilakukan dengan pendekatan material driven, yaitu dengan melihat ketersediaan keters sediaa dan potensi bahan baku sebagai dasar desain Provinsi Lampung, khususnya khusu usnya Kabupaten Tulang Bawang dan Kabupaten Lampung Tengah merupakan yang memiliki potensi produksi ubi kayu yang sangat tinggi. Oleh dua ka kkabupaten abbu up karenaa itu itu pendekatan material driven dalam strategi pengembangan agroindustri bioetanol bioeta anol o l ddiperlukan untuk dianalisis lebih lanjut. Pada Tabel 40 di bawah ini dapat skenario desain agroindustri bioetanol dengan beberapa kapasitas. dilihatt beberapa bbeeb
141
Tab Tabel 40 Skenario Perubahan Kapasitas Produksi pada Industri Bioetanol No
Kapasitas Pabrik Kebutuhan Ubi Kebutuhan Ka kayu (ton/th) Lahan (ha) # (kl / th) 1 60.000 390.000 18.572 2 50.000 325.000 15.476 3 40.000 260.000 12.381 4 30.000 195.000 9.286 # (Ra (Rata-rata ata-rrraa produktivitas ubi kayu 21 ton / ha) at
NPV (Rp) 482.528.523.576 325.038.736.094 167.548.948.613 10.059.161.131
Berdasarkan Tabel 40 dapat diketahui bahwa NPV masih positf untuk keempat Ber Be e kapasitas Industri bioetanol. Hal ini menunjukan bahwa pabrik bioetanol layak kapasi itaas pada p didirikan didirik kan ddengan kapasitas 30.000 kl/th, 40.000 kl/th, 50.000 kl/th dan 60.000 kl/th. ka Berdasarkan Berda asar arka ar k kapasitas tersebut maka dapat ditentukan kebutuhan bahan baku ubi kayu lahan untuk produksi ubi kayu. Hal inilah yang kemudian dapat dan ke kkebutuhan ebut bu bu menjadi menja adi ddasar ad a penentuan pengembangan kawasan agroindustri bioetanol. 5.8
Implikasi Manajerial Strategi Pengembangan Agoindustri IIm m Bioetanol di Provinsi Lampung Biio B Pembangunan sektor pertanian dan perkebunan memegang peranan yang Peem P
strategis pembangunan daerah. Pembangunan sektor pertanian dan perkebunan strateg gis dalam gi da diharapkan dihara appkkan a mampu meningkatkan nilai tambah bagi petani dan daerah. Ubi kayu sebagai komoditi unggulan Provinsi Lampung yang memasok 32,60 % kebutuhan sebaga ai ko Indonesia Indon nesia harus dikembangkan dengan optimal. Berdasarkan Ber
hasil
kajian,
diperoleh
strategi
prioritas
pengembangan
agroindustri agroin ndust Bioetanol di Provinsi Lampung sebagai berikut : 1) Intensifikasi dan Ekstensifikasi lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri bioetanol di Provinsi Lampung 2)) Menjadikan Provinsi Lampung sebagai sumber bahan bahar nabati nasional 3) 3) Menggalakan
inovasi
teknologi
dan
inovasi
kelembagaan
untuk
mempercepat proses penyampaian dan adopsi teknologi bioetanol 4) 4) Mengembangkan klaster agroindustri bioetanol yang didukung oleh sarana dan prasarana klaster. Strategi prioritas tersebut dapat dituangkan dalam bentuk implikasi manajerial. Sttr S Implikasi Implik kaassi manajerial diharapkan dapat memberikan masukan bagi Provinsi Lampung
142
dalam m men mengelola dan mengoptimalkan fungsinya dalam pengembangan agroindustri bioetanol bioeta anol di d Provinsi Lampung.
143
144
145
VI.
6.1
KESIMPULAN DAN SARAN
Ke Kesimpulan Penyusunanan strategi pengembangan agroindustri bioetanol berbasis bahan P Pe
hasil petanian dan ketersediaan sumber daya,.dibangun berdasarkan baku un uunggulan ngggg kajiann teoritis teeoor dan pendapat pakar. Analisis 1. A An n
unggulan
bahan
baku
menggunakan
Metode
Perbandingan
Eksponensial (MPE) menunjukkan bahwa ubi kayu menempati unggulan Ekk E diikuti tebu, jagung, ubi jalar, nira aren dan sorgum manis sebagai teera tteratas baah baku industri bioetanol di Provinsi Lampung. bbahan Berdasarkan analisis ISM-VAXO maka didapatkan Elemen- elemen kunci 2. B Be er pengembangan agroindustri bioetanol di Provinsi Lampung, yaitu pen pe a) Elemen Kunci Pendukung Pengembangan terdiri dari: (1) Kesesuaian dan a) ketersediaan lahan untuk bahan baku, (2) Sarana dan Prasarana produksi ket ke mendukung, dan (3) Dukungan pemerintah dalam pengembangan agroindustri mee m biio bbioetanol. b) Elemen Kunci Penghambat Pengembangan terdiri dari: (1) Keterbatasan b) modal bagi pengembangan agroindustri bioetanol skala kecil, (2) Produktivitas mo bahan bah baku rendah, dan (3) Kontinuitas bahan baku yang tidak terjamin, c) Elemen Kunci pelaku Pengembangan adalah Pemerintah daerah dan d) Elemen Ele Kunci Kebutuhan Pengembangan adalah Intensifikasi dan Ekstensifikasi Ku tanaman ubi kayu. tan 3. . Elemen-elemen pendukung pengembangan, penghambat pengembangan, pelaku Elem pengembangan dan kebutuhan pengembangan agroindustri bioetanol yang berada pada pengeemban kwadran kwadrra ran eempat (Independen), digunakan untuk analisis IFE dan analisis EFE pada strategi agroindustri bioetanol di Provinsi Lampung. Berdasarkan hasil strategggii pengembangan pe matrikk IFE IFE diperoleh nilai tertimbang sebesar 2,891 dan matrik EFE dengan nilai tertimbang tertim mba banngg 2,626, nilai IFE/EFE selanjutnya dilakukan tahap pencocokan dengan membuat membbuuaaatt matrik IE (Internal Eksternal) SWOT yang menghasilkan strategi pengembangan agroindustri bioetanol di Provinsi Lampung berada pada Kuadran I, pengeembbaan Strategi ( David, 2002), yang artinya bahwa Provinsi Lampung berada pada Strateeggii Agresif A
146
kondisi kondis si yang y memiliki peluang dan kekuatan yang dapat dimanfaatkan dalam pengembangan agroindustri bioetanol skala besar dan menengah di Provinsi Lampung. penge emban analisis SWOT, didapat alternatif strategi untuk pengembangan 4. Berdasarkan Ber agroindustri bioetanol di Provinsi Lampung adalah sebagai berikut : agr 1 Intensifikasi dan Ekstensifikasi lahan pertanian untuk memenuhi 1. kebutuhan bahan baku 22.. Menjadikan Provinsi Lampung sebagai sumber bahan bakar nabati nasional 33.. Menggalakan inovasi teknologi dan inovasi kelembagaan untuk mempercepat proses penyampaian dan adopsi teknologi bioetanol 44.. Mengembangkan klaster agroindustri bioetanol yang didukung oleh sarana dan prasarana klaster Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan AHP diketahui strategi 5. B Be er yaan menjadi prioritas utama di Provinsi Lampung yaitu strategi Intensifikasi yyang daan ekstensifikasi lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan bahan baku ddan agroindustri bioetanol di Provinsi Lampung, dengan nilai (0,503), prioritas agr ag kedua kkeed adalah menggalakan inovasi teknologi dan inovasi kelembagaan untuk mempercepat proses penyampaian dan adopsi teknologi bioetanol,dengan nilai me me (0,247) prioritas ke tiga adalah strategi mengembangkan klaster agroindustri (0, bioetanol yang didukung oleh sarana dan prasarana klaster, dengan nilai bio (0,188) dan yang ke empat adalah strategi menjadikan Provinsi Lampung (0, sebagai sumber bahan bakar nabati nasional, dengan nilai (0,062). seb pengembangan agroindustri bioetanol berdasarkan ketersediaan 6. Strategi Str sumber daya diarahkan : (1) Sumber Daya Manusia (SDM), Sumber Daya sum Alam (SDA), Sumber Daya Sosial (SDS), dan Sumber Daya Teknologi (SDT), Ala memberikan informasi sebagai berikut (1) Analisis ketersediaan bahan baku mee m industri bioetanol berbasis bahan baku tanaman ubi kayu menunjukkan bahwa ind ind in tanaman ubi kayu secara keseluruhan masih berada dibawah target prro pproduksi yang ideal, (2) Analisis ketersediaan sumber daya pada lokasi prro pproduksi menunjukkan adanya keterbatasan semua tipe sumber daya pada peen ppenelitian keeed lokasi (Lampung Tengah dan Tulang Bawang), terutama sumber daya kkedua manusia dan teknologi, (3) Matriks interaksi antara ketersediaan sumber daya maa m
147
dan penerapan fokus pengembangan menunjukkan bahwa ketersediaan sumber daya paling terbatas adalah pengembangan teknologi ramah lingkungan day budidaya tanaman bahan baku dan alternatif bud
inovasi teknologi sederhana
pengembangan agroindustri bioetanol skala kecil. pen 7. Dari Daa aspek finansial, industri bioetanol berbasis ubi kayu layak dikembangkan D ddii pprovinsi Lampung, kabupaten Tulang Bawang dan Lampung Tengah untuk kapasitas 30 000 kl/tahun sampai 60 000 kl/tahun. kka ap 6.2
Saran Sa S ar Berdasarkan hasil penelitian ini, maka rekomendasi yang disarankan adalah: Be B er 1.Untuk menjadikan Provinsi Lampung sebagaisumber 11. .U
bahan baku nabati
(BBN) nasional, khususnya bioetanol, Pemda Provinsi Lampung perlu menyiapkan (BBN N) nna a program dengan cara perbaikan mutu bibit dan varietas ubi kayu, dengan progra am iintensifikasi n melakukan melak kuka ku kan enam tepat ( waktu, kuantitas, kualitas, harga, tempat dan kontinuita) dan ekstensifikasi eksten nsiiffiik pertanian ubi kayu, dengan cara penambahan lahan baru, dan tumpang sari, un uuntuk nttuuk memenuhi kebutuhan bahan baku (ubikayu) 22.. Selain itu untuk meningkatkan mutu produksi bioetanol maka perlu dilakukan dilaku ukaan program penyuluhan/pelatihan yang terpadu bagi industri bioetanol, dalam menggalakan inovasi teknologi dan inovasi kelembagaan untuk mempercepat rangkaa me dan adopsi teknologi bioetanol dan prosess penyampaian pen 3. perlu dilakukan
penelitian selanjutnya tentang audit teknologi pada
agroindustri agroin ndust bioetanol di Provinsi Lampung.
148
DAFTAR PUSTAKA Arnataa II.W. . 2009. Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan Bioetanol Biio B Dari Ubi Kayu Menggunakan Trichoderma viride, Aspergillus niger dan Saccharomyces cerevisiaei. [Tesis] Sekolah Pascasarjana. Institut dda an Pertanian Bogor. Peer P Asnawi.R. Asnaw wi..R wi R. 2007. Analisis Usahatani Sistem Tanam Double Row pada Tanaman Ubikayu di Lampung. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Ub Ub Pertanian. Vol 10, no 1, Juni 2007. Hal 40 – 47. Peer P e Argyris, Strategy Change and Defensive Routines Marshfield, MA: Pitman Pub. Argyrris, s,, 11985, 9 Austin n JJE. E. 1992.Agroindustrial project analysis : critical design factors. EDI series in development. Baltimore and London : The Johns Hopkins University eeconomic ec cco Press. Pr P re Azahari. D.H. 2008 Seminar Pengembangan Industri Biofuel (Tantangan Baru untuk Azaha arii.. D ari. Sektor Pertanian).Bogor. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Se S eek Pertanian. Badan Litbang. Pertanian, Departemen Pertanian. Pe P er Besar Balai Be esa Teknologi Pati-BPPT. 1995. Analisis limbah cair hasil distilasi bioetanol dari da ari ri bahan baku ubi kayu (Laporan Penelitian). Bioteknologi Biomassa BPPT. Jakarta Ja akkaa Besar Teknologi Pati-BPPT. 2007. konversi biomasa menjadi bioetanol dari Balai Besa berbagai tanaman. (Laporan Penelitian). Bioteknologi Biomassa BPPT. berb Jakarta Jaka Bakosurtanal. Bakos surtan 2003. Peta Digital Provinsi. Bakosurtanal Jakarta. Ethanol Production 2001. F.O. Licht’s International Molasses Berg, C. 2001.World 2 and Alcohol Report and World Ethanol Markets, Analysis and Outlook. www.fo-licht.com ( 4 Maret 2009 ) ww BPS. 2004. 20000044 Volume dan Nilai Eksport Primer Perkebunan. Ditjen Bina Produksi P Pe Perkebunan. er http://www.deptan.go.id/ditjenbun/ BPS. 2008. 2008 00 Provinsi Lampung Dalam Angka. 2008. Bandar Lampung: CV. Lima 00 Saudara. Sau Sa BPS. 2009. 200009 Provinsi Lampung Dalam Angka. 2008. Bandar Lampung: CV. Lima Saudara. Sau Sa Budiharsono. S. 1995. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Program Studi Budih harrsso ha Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan. Institut Pertanian Bogor. Per Pe
149
Brelinn HK HK. Davenport KS. Jennings LP. Murphy PE 1997. Focused Quality. Meningkatkan Mutu Produk dengan Hasil Nyata, Jakarta: PT Pustaka Binamas Me Pressindo. Pre Brown. Brown n. 11994. Agoroindustrial Investment and Operation. Washington: EDI Development Studies. World Bank Pub. De Bustaman Bustam man an S. 2008. Strategi Pengembangan Bio-etanol Berbasis Sagu di Maluku. Perspektif Vol. 7 No. 2 / Desember 2008. Hlm 65 – 79. Pe P er L.S. Budi L .S S. 2009. Rancang Bangun Model Strategi Pengembangan Agroindustri Wijen indicum L). [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian ((Sesanum SSee Bogor. Bo B o Chandler, Chand dler er, 1962. Strategy and Structure: Chapters in the History of American er Enterprice. Chambridge: The MIT Press. IIndustrial In nd FR. Davidd F FR R 2002. Concepts of Strategic Management. Edisi Bahasa Indonesia, Penerjemah: Alexander S. Jakarta: PT Prenhallindo dan Pearson Education P en Asia As A si Pte. Ltd. Departemen Perindustrian dan Perdagangan. 2000. Program dan Strategi Depar rtem eem me Pembangunan Industri Kimia, Agrodan Hasil Hutan; Direktorat Jenderal Pe P em Industri Kimia.Agro dan Hasil Hutan (IKAH) 2000-2004. Jakarta IIn nndd Departemen Perindustrian dan Perdagangan. 2005. Program dan Strategi Depar rtem eme em Pembangunan Industri Kimia, Agrodan Hasil Hutan; Direktorat Jenderal Pe P em Industri Kimia.Agro dan Hasil Hutan (IKAH) 2005-2009. Jakarta IIn nd S. 2000. Rancang Bangun Sistem Penunjang Keputusan Pengembangan Didu M S Agroindustri Kelapa Sawit untuk Perekonomian Daerah [Disertasi]. Sekolah Ag Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pas Direktorat Direkt torat Jendral Bina Produksi Tanaman Pangan. 2008. Varietas Tanaman Ubi Kayu di Indonesia. Departemen Pertanian RI. Jakarta. DEPTAN. 2005. Grand DEPT TAN. http://www.deptan.go.id/ http
Strategy
Pengembangan
Agroindustri
Departemen Depar rteme Energi dan Sumber Daya Mineral, Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2005-2025. Pola Pikir Penghelolaan Energi Nasional, 2005. Na N a Pendapatan Propinsi Lampung (Dispenda). 2011. Target dan Realisasi Dinass P Pe en Pendapatan Provinsi Lampung TA 2006 – TA 2010 P Pen Pe e Djatnika. Djatni ika ka. 22007. Kebun Singkong Medco di Lampung, dalam acara Kongres”World Renewable Energy”; Regional Congress and Exhibition 2007”, Hotel Grang Re R en Hyatt, Senin 05/11/2007 H y Eriyatno. Eriyat tnnoo. 22003. Ilmu Sistem. Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. Bogor: IPB IP PB Press
150
Eriyatno. Eriyat tno. 11999. Ilmu Sistem. Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. Bogor: IPB Press Garvin n A, D. 1994 ”Manufacturing Strategic Planning”, Diterjemahkan oleh Hamel Gary, Prahalad, Competing for the Future. Harvard Business School press. Ga Gumbira-Said, E. 2001 Penerapan Manajemen Teknologi dalam Meningkatkan Daya Gumb bira-S Saing Global Produk Agribisnis/Agroindustri Berorientasi Produksi S Sa ai ai Berkelanjutan. Orasi Ilmiah Guru Besar Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Be B er Teknologi Pertanian, Intitut Pertanian Bogor. Bogor. Te T ek Hansen RS dan Hansen K. 2005. Using Analysis SWOT in Your Career Planning. Hanse en R en http://www.marketingteacher.com/Lessons/lesson_swot.htm hht ttp tt Hassanudin, Hassa anud udi U. 2007. Strategi Pengembangan Agroindustri Ubi Kayu di Propinsi ud Lampung. Laporan Pengabdian kepada Masyarakat. LPM Unila. Laam L Hayun. A,, 2008. Prioritas pengembangan energy alternative biofuel di Indonesia. http: Hayun n. A //mmt.its.ac.id/library/wp-content/uploads/2008/12/4-anggara-hayun-a.pdf, ////m Diunduh pada tanggal 19 Desember 2008 Di D iu Herjanto E. 2003. Dampak Kebijakan Perdagangan Luar Negeri Terhadap Kinerja Herjan ntoo E Sektor Agroindustri Indonesia [Disertasi]. Program Pascasarjana. Institut Se S ek Pertanian Bogor. Pe P er Hermawan Herma awan aw a A. 1996. Kelayakan Finansial. Makalah disampaikan pada Pelatihan dan Lokakarya: Analisis Kelayakan Usaha. Institut Pertanian Bogor bekerjasama Lo L ok Direktorat Jenderal Bina Masyarakat Transmigrasi dan Permukiman ddengan de en Perambah Hutan. Bogor 1-7 Oktober 1996 Pe P er Hilman, Hilma an, y., y A. Kasno, dan Saleh, 2004. Kacang-kacangan dan umbi-umbian: Kontribusi terhadap ketahanan pangan dan Perkembangan Teknologinya, Ko Dalam: Makrin, dkk (penyunting). Inovasi Pertanian Tanaman Pangan. Da Puslitbangtan Bogor Pus Huuang Qiu, Januari 2010. Bioethanol Development in China and the Potential. Huuan ng Q Artikel Riset Terapan Energi. Vol 87. Issue 1 Januari 2010, hal 76 – 83: Art www.elsever.com/locate/biortech ww Kadariah. Kadarriah. 2001. Evaluasi Proyek: Analisis Ekonomis. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI. UII. U Keown Scott, D.F., Martin, J.D., Petty, J.W. 2001. Dasar-Dasar Manajemen Keow wn A.J., A Keuangan. Terjemahan. Djakman, Chaerul D; Penerjemah.. Jakarta: Salemba Keua Ke u Empat Emp Em Kim. R. Boyd. M. 2004. Identification of Mche Market for Hanwoo Reef: R. and a Understanding Korean Consumer Preference fo Beef Using Market Segment U Un nddee Analysis. International Food and Agribusness Management Review. Vol 7. Issue A An naly 3: 3: 19pp 19
151
Kurni Kurniawan iawan , Y, A. Susmiadi dan A.Toharisman. 2005. Potensi Pengembangan Industri Gula Sebagai Penghasil Energi di Indonesia. Pusat Penelitian Ind Perkebunan Gula Indonesia (P3GI), Pasuruan. Per Ma’arif M.S, Tanjung H. 2003. Teknik-Teknik Kuantitatif Untuk Manajemen. Jakarta: Ma’ar rif M Gramedia Widiasarana Indonesia. Gra Machfud. Machf fudd.. 22001. Rekayasa Model Penunjang Keputusan Kelompok dengan Fuzzy-logic fud. fu untuk uun nt Sistem Pengembangan Agroindustri Minyak Atsiri [Disertasi]. Bogor: Pertanian Bogor. IInstitut In ns Manning 1984. Decision Making : How a Microcomputer Aids The Process, Mann ninng W.A, W Journal Quality of Technology. JJo ou Ma’arif, Ma’ar rif, f, S dan H. Tanjung,.2003.Teknik-Teknik Kuantitatif Untuk Manajemen. f, Grasindo JJakarta: Ja Jak ak Marimin. Marim minn.. 22004. Penyelesaian Persoalan AHP dengan Criterium Decision Plus. Jurusan mi Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian T Te ek Bogor. B Bo o Marimin. Teori dan Aplikasi Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial. Bogor: Marim min. mi n. 2002. 2 IIPB IP PB Press. Marimin. Marim min. mi n. 2004 Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Gramedia Widiaswara Indonesia. Jakarta. G Gr ra Mirah. A,D. 2007. Manajemen Stratejik Pengembangan Agroindustri Berbasis Mirah h. A Unggulan Wilayah. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. U Un n Mishra, K.N. 2007. Agro Industrial Development in India Developing Economy. Mishr hra, K Northern Book Centre. New Delhi. No Nurwidyastuti, I. 2006. Teknologi Proses Produksi Bio-Ethanol. [Makalah]. Nurwi idyas Prospek Pengembangan Bio-fuel sebagai Substitusi Bahan Bakar Minyak. Pro Prihandana, Prihan ndana R., K. Noerwijati, P.G. Adinurani, D. Setyaningsih, S.Setiadi dan R. Hendroko. 2008. Bioetanol Ubi Kayu: Bahan Bakar Masa Depan. Jakarta: PT. He AgroMedia Pustaka Ag Prihandana, Prihan nda dana n R, “Negeri Mandiri Ebergi”, Majalah Trust No 25, Tahun V, 9-5 April 2007 220 00 Rangkuti Rangk kuti ku ti F. 2004. Anilisis SWOT. Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utana. Gr G ra Rangkuti Rangk kuti ku ti F. 2009. Anilisis SWOT. Teknik Membedah Kasus Bisnis. Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. PT.Gramedia Ko K o Pustaka Utana. Jakarta Pu P uuss
152
Renewable Renew wable Fuels Association, Industry Statistics, 2007 hhttp://www.ethanolrfa.org/industry/statistics/#E Saaty TL. 1996. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. Proses Hirarki Analitik Untuk Pengambilan Keputusan Dalam Situasi Kompleks. Terjemahan. Jakarta: Un PT. PT P T Pustaka Binaman Pressindo R.W. Saaty.. R .W W 2004. Why Brazilai’s Criticisms of AHP are Incorrect. Indonesia Symposium on Analysis Hierarchy Process III. ITB. Bandung. Syym S Saxena Sushil dan Vrat, P. 1992. “Hierarchy and Classification of Program Saxenna J.J.P., J.J Plan Plla Elemunts Using Interpretive Structural Modelling.” System Practice, vol. P 5 (6), ( 651: 670 (6 Seksas Papong, Pomthong Malakul. September 2009. Life-cyle energy and Seksaas P environmental analysis of bioethanol production from cassava in Thailand. eennnv Journal home page: www.elsever.com/locate/biortech JJoou Shrivastava Shrivaasttaavv P. 1994. Strategic Management: Concepts & Practices. Cincinnati Ohio: South-Western Publishing Co. Soou S Sinaga, B.M. Sinagaa, B . 1998. Peluang Perekonomian Indonesia melalui Pemahaman Konsep dan Peran Peer Agribisnis. Dies Natalis XI STIE IBII. IBII, Jakarta P Soekartawi. Soekaarta taaw 2000. Pengantar Agroindustri. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Soekardono. 2009. Ekonomi Agribisnis Peternakan. Teori dan Aplikasinya Soekaardo ddoon Akademika Presindo, Jakarta Ak Ak Suparno, Suparrno, B., B J.H Nugroho, and Howeler, 1990. Effect of soil preparation on cassava yierd yie and erosion. Nat. Seminar on Cassava Pre and Post Harvest Tech. Res. And An Development, Held in Lampung, Indonesia; p 248-264 Susilowati, Susiloowati S.H., B.M. Sinaga, Wilson,H, Limbong dan Erwidodo. 2007. Dampak Kebijakan Ekonomi di Sektor Agroindustri terhadap Kemiskinan dan Keb Distribusi Pendapatan Rumah Tangga di Indonesia: Analisis Simulasi dengan Dis Sistem Neraca Sosial Ekonomi. Jurnal Agro Ekonomi, Volume 25 No. 1 Mei Sis 2007: 200 11-36 Supriyanto Supriy yan anttoo dan B. Purnomo. 2008. Pengembangan Agroindustri Bioetanol Berbasis Sorgum Secara Terpadu dan Berkelanjutan. Jakarta: Penerbit Soor S Supriyati Supriy yaatt i dan Suryani E. 2006. Peranan, Peluang dan Kendala Pengembangan Agroindustri di Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi.Volume 24 No. 2, Agg A Desember 2006: 92-106 Dee D Supriyati. Supriy yat ati t ii.. 2007. Peranan Agroindustri Pedesaaan Dalam Perekonomian dan Perspektif Pengembangannya. Laporan Penelitian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Peen P Kebijakan Pertanian, Bogor. Keeb K
153
Surya Suryana, ana, A A. 2005. Arah, Strategi dan Program Pembangunan Pertanian 2005-2009. Badan Pertanian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta Bad Taharuddin, Taharu ru uddin E. Purba, H. Rustamaji, N. Chai, D. Tri Antari, R. Supriyanto dan Admi Syarif. 2007. Pemetaan Potensi Energi Terbarukan Berbasis Hasil Pertanian Sya Farming) di Provinsi Lampung. Lembaga Penelitian Universitas ((Land (L a Lampung. Lampung La L am Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nasional, 2008. Biofuel Renewable Energy Tim Na N assiio in Indonesia. Jakarta. IInvestments In nv Tim Prima Prim Pr im Tani. 2006. Inovasi Teknologi Unggulan Tanaman Pangan Berbasis Agroekosistem Mendukung Prima Tani. Puslitbangtan Bogor; 40 hal Ag A g Tonglum, Tongl lum, lum, m, A., P. Suriyanapan, and R.H. Howeler, 2001. Cassava agronomy research aand an nd adoption of improved practices in Thailand – major achievement during the tth he past 35 years. Cassava’s potyential in Asia in the 21; Presentation and research and development needs. Proc. Of the Sixth Regional Workshop, ffuture fu utu t hheld he el in Ho Chi Minch City, Vietnam; p 228-258 Triwiyono.B dan Supriyanto. “Strategy for the Development of Starch-Based Triwiy yoonno Agroindustry in Indonesia”, Presented on the Symposium: Direction of Starch A Ag gr Januari 26-27, 2004 at Bandung IInnovation, In nn Umar,, H H.. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Edisi-3. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Ut U ta Wargiono.J., A. Hasanuddin, dan Suyanto, 2006. Teknologi Produksi Ubikayu Wargi io nnoo. io Mendukung Industri Bioetanol. Puslitbangtan Bogor; 42 hlm M Me Wargiono. Wargi iono. J. 2007, Skenario Pengembangan ubikayu Mendukung Program Penyediaan Bahan Baku Biofuel. Risalah Seminar 2006. Penelitian dan Pen Pengembangan Tanaman Pangan. Puslitbangtan Bogor: 1-14 hlm Pen Wahyudi. Wahy yudi. 1996. Analisis Struktur dan Kinerja Perdagangan Internasional Indonesia Khususnya Produk Primer dan Non Primer Pertanian. [Disertasi]. Program Kh Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Pas Wahid. Wahid d. L.M. L.M 2008. Pemamfaatan Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Kendaraan berbahan Bakar Premium. Bak hhttp://www.beoeties.com/markalbppt/pblish/biofbbm/biwahid.pdf. ht tttpp ttp Walla Wallace, ace, ac e, R R. 2002. Feasibillity Study for Bioethanol Co-Location With a Coal Fired Power Po P ow Plant. Subscontractor Report. BBI International dan National renewable Energy Laboratory (NREL). Colorado. En E n ne Wallace, Walla ace, ac e, R, K. Ibsen, A. Mc Aloon, dan W. Yee.2005 Feasibility Study for Co=Locating and Integrating Ethanol Production Plants from Casava Starch C Co o aand an nd Lignocellulosic Feedstock. National Renewable Energy Laboratory dan Eastem Regional Research Center Agriculturel Research Service. ((NREL) (N NR www.osti.gov/bridge. w ww w (14 Juli 2007)
154
Yamamato.H, Yama amato et al. 2007 An Analysis of Strategic about Bioethanol in world using a global energy system model: www.elsever.com/locate/biortech glo www.elsever.com/locate/biortech ww Yudiarto, Yudia arto, A. dan Djumali. 2006. Menimbang Kelayakan Bioetanol sebagai Penggati Bensin. www.bppt.go.id (18 Agustus 2007) Ben http:// http://www.media-indonesia.com/berita.aspd=103001 /ww /w ww w
LAMPIRAN
Ubi Ub U bi Kayu K Tebu T Te ebbuu JJagung Ja agu gu Ubi U Ub bi Jalar J Sorgum So orrgg Nira N Ni irraa Aren Bobot B Bo ob o
4 4 4 3 3 3 4
1 4 3 3 2 2 2 4
2 4 3 3 3 3 2 2
3 3 4 3 3 3 2 2
4
Keterannggaa n : Keterangan 1 = L uas as L Luas Lahan yang ada untuk ke enam komoditas Ketersediaan Areal untuk Pengembangan 2 = K etters Produktivitas Lahan 3 = Pr rodu Kemudahan dan Ketersediaan Sarana Produksi 4 = K emu Keterampilan Petani dalam Menanam dan Memanen 5 = K etera Pasar 6 = Permintaan Peermi Aksesibilitas Pasar 7 = A kses Kebijakan PEMDA 8 = K ebija Nilai 9 = N ilai Jual J dari enam komoditas tersebut Modal 10 = Ketersediaan Keters
A B C D E F
No
Bahan B Ba Baku B 3 4 3 3 2 2 3
5
Kriteria
4 3 3 3 2 2 3
6 3 3 3 2 2 2 3
7
Lampiran Lampir rann 1. 1 Hasil Analisis MPE Penentuan Bahan Baku Unggulan Industri Bioetanol
3 3 3 2 2 2 3
8 4 3 3 2 2 2 3
9 3 3 3 2 3 2 2
10 35 33 31 25 24 21
Total Nilai
147
1 2 3 4 5 6
Ranking
Lampiran L amp 2. Evaluasi Lingkungan Strategis – Analisis SWOT
No No 1
2
3 4 5
6 7
Analisis SWOT Sub-Elemen Kekuatan Ketersediaanbahan baku untuk industri bioetanol di Provinsi Lampung Kesesuaian dan ketersediaan lahan untuk bahan baku di Provinsi Lampung Sarana dan Prasarana produksi mendukung Sifat kepemilikan lahan pertanian sebagai petani pemilik lahan Dukungan pemerintah pusat dan daerah dalam pengembangan agroindustri bioetanol Kemampuan masyarakat menerima inovasi baru Motivasi petani
Kete Keterangan: K etteera P1 = Pakar P 1 2 P22 = Pakar P 3 P33 = Pakar P
Bobot (nilai tertinggi s.d terendah : 9 -1) Rangking P1 P2 P3 8 7 7 22 3
9
8
8
25
1
8
8
7
23
2
7
7
5
19
4
9
7
7
23
2
6
6
6
18
5
7
7
5
19
4
Lampiran L amp 2. (lanjutan)
No No
Analisis SWOT Sub-Elemen Peluang
1 Ketersediaan teknologi Proses 2 Potensi pasar lokal, regional dan global 3 Peluang meningkatkan pendapatan daerah di sektor pertanian 4 Peningkatan permintaan BBN (bioetanol) yang diprediksi akan terus meningkat 5 Penunjukan Provinsi Lampung oleh pemerintah pusat sebagai lumbung bahan bakar nabati nasional 6 Agroindustri bioetanol skala menengah dan besar bisa dikembangkan 7 Peluang peningkatan kesejahteraan masyarakat dari nilai tambah yang diperoleh dari pengembangan agroindustri bioetanol Keterangan K etera : P1 = Pakar P 1 2 P22 = Pakar P 3 P33 = Pakar P
Bobot (nilai tertinggi s.d terendah : 9 -1) Rangking P1 P2 P3 7 6 7 20 3 6
5
5
16
5
7
5
7
19
4
7
8
8
23
1
7
8
7
22
2
8
7
7
22
2
7
7
6
20
3
Lampiran L amp 2. (lanjutan)
Noo N
Analisis SWOT Sub-Elemen Kelemahan
1 Keterbatasan Modal bagi Pengembangan bioetanol skala kecil 2 Produktivitas bahan baku rendah 3 Biaya produksi masih tinggi untuk skala industri kecil 4 Minimnya sosialisasi penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar alternatif untuk kendaraan bermotor 5 Harga bioetanol per liter berada di atas harga BBM subsidi 6 Keterbatasan sumber daya manusia dalam penguasaan teknologi 7 Keterbatasan modal bagi pengembangan agroindustri bioetanol skala kecil Keterangan: K etera 1 P1 = Pakar P 2 P22 = Pakar P 3 P33 = Pakar P
Bobot (nilai tertinggi s.d terendah : 9 -1) Rangking P1 P2 P3 7 7 7 21 3
7 8
7 8
7 8
21 24
3 2
7
6
6
19
5
8
8
9
25
1
7
6
7
20
4
7
5
5
17
6
Lampiran L amp 2. (lanjutan)
No No
Analisis SWOT Sub-Elemen Ancaman
1 Kontinuitas bahan baku tidak terjamin 2 Bahan baku bersaing dengan industri pangan 3 Kekuatan pesaing pada basis bahan baku yang sama 4 Hambatan kelembagaan (perijinan, birokrasi) 5 Belum adanya jaminan harga yang stabil 6 Kekuatan pesaing internasional yang telah lebih dulu mengembangkan bioetanol 7 Hambatan perdagangan internasional (tariff barriers & non tariff barriers) Kete Keterangan: K etteera r P1 = Pakar P 1 Bambang Triwiyono P22 = Pakar P 2 Bambang Purwanto 3 Udin Hasanudin P33 = Pakar P
Bobot (nilai tertinggi s.d terendah : 9 -1) P1 P2 P3 9 8 8 25
Rangking 1
8
9
8
25
1
6
7
5
18
4
8
8
8
23
2
6
7
5
18
4
5
5
7
17
5
8
7
7
22
3
Lampiran L amp 3. Hasil Analisis AHP Pembobotan Kriteria Pengembangan, Alternative Pengembangan dan Pelaku Pengembangan Industri Bioetanol Pe enge
Lampiran L amp 3 Hasil Analisis AHP (Lanjutan)
Lampiran L amp 3 Hasil Analisis AHP (Lanjutan)
Lampiran L amp 4. Asumsi-asumsi Analisis Kelayakan Agroindustri Bioetanol
No No
Uraian
1 Umur Proyek 2 Produktivitas Kapasitas Pabrik Bioetanol Jumlah hari kerja Produksi per hari Harga singkong Kandungan Pati Kebutuhan singkong per hari Kebutuhan singkong per bulan Kebutuhan singkong per tahun Harga bioetanol 2 Pembiayaan Asam Sulfat Asam Posfat NaOH Amoniak Cair Zat Antibusa Alfa Amylase Gluco Amylase Nutrient Direktur (1) Wakil Direktur (1) Manager (3) Tenaga Ahli (2) Staff (15) Tenaga Kerja Kontrak (200) 3 Pendanaan Modal Sendiri Jangka Pengembalian Pinjaman Bunga Pinjaman 5 Lain-lain Pajak Penghasilan Nilai Sisa Biaya Pemeliharaan Diskon Faktor
Satuan Tahun
Gunakan Nilai Perubahan? Nilai Perubahan 20
Kilo liter/tahun HOK/bulan Kilo liter/ hari Rp/kg % Ton/hari Ton/bulan Ton/tahun Rp/liter Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Per bulan Per bulan Orang/bulan Orang/bulan Orang/bulan Orang/bulan
2.450 5.250 1.750 4.375 21.000 70.000 87.500 2.600 15.000.000 10.000.000 6.000.000 5.000.000 2.000.000 750.000
FALSE Nilai Akhir 20
60.000
0
60.000
22
0
22
227,27
0
227,27
550 29 1.477,255 32.500 390.000 7.000
0 0 0 0 0 0
550 29 1.477,255 32.500 390.000 7.000
0 2.450 0 5.250 0 1.750 0 4.375 0 21.000 0 70.000 0 87.500 0 2.600 0 15.000.000 0 10.000.000 0 18.000.000 0 10.000.000 0 30.000.000 0 150.000.000
%
40
0
40
Th
15
0
15 14
15 90 2 14
0 0 0 0 0 0
%/th % % % %/th
15 90 2 14
Lampiran L amp 5. Capital Investment Hard Cost Allocation Conv Conventional Equipment Calculations Major Ma M aajo jjoo Equipment & Field Tanks Equipment E Eq quuiip Freight & Handling IInstrumentation In nssttru r & Controls Electrical E El lec ect Protective P Pr rootte Coverings Machanical M Ma ach Steel S St teeeel Structures Concrete C Co onc Buildings B Bu uil ild Civil/Site C Ci ivi vil Equipment E Eq quip Rental/consumables Subtotal S Su ubt Construction Constrution C Co ons Contingency
Installation Kapasitas 60.000 kl / Factor tahun 40,00% Rp 54.325.080.000,1,00% 1.358.127.000,2,70% 3.666.904.290,7,70% 10.457.577.900,1,00% 1.358.127.000,10,40% 14.124.520.800,2,80% 3.802.755.600,5.20% 7.062.260.400,3,40% 4.617.631.800,4,40% 5.975.758.800,1,30% 1.765.565.100,80,00% 108.650.160.000,7,00% 9.506.889.000,-
Process P Pr roc oce Licensing Fees
1,20%
1.629.752.400,-
Detailed D De eta ta Engineering
6,00%
8.148.762.000,-
DCS D DC CS Engineering
0,20%
271.625.400,-
Procurement P Pr rooccu Services
0,20%
271.625.400,-
3,00% 0,60% 1,90% 100,00%
4.074.381.000,814.876.200,2.580.441.300,135.812.700.000,-
Construction C ons Management Field F ield Expenses EPC E PC Feels Total T otal Conventional Equipment EPC Cost
Lampiran L amp 5. Lanjutan
Pretreatment and Conventional Pr Equipment Calculations Major M Ma aajo jjoo Equipment & Field Tanks Equipment E Eq qui uip Freight & Handling IInstrumentation In nstr stru st & Controls Electrical E El lec ect Protective P Pr rootte Coverings Mechanical M Me ech c CSA C CS SA Construction C Co ons n Contingency Process P Pr roc oce Licensing Fees Detailed D De ettaa Engineering DCS D DC CS Engineering Procurement P Pr rooccu Services Contruction C Co ont n Management Field F Fi ieelld Expenses EPC E EP PC Fees Total T To ottaal Preatment & Conditioning E EP PC Cost EPC
Installation Factor 44,00% 1,00% 6,00% 8,00% 2,00% 15,00% 2,80% 7,00% 1,20% 6,00% 0,20% 0,20% 3,00% 1,60% 2,00% 100,00%
Kapasitas Produksi 60.000 kl/tahun Rp 73.037.052.000,1.659.933.000,9.959.598.000,13.279.464.000,3.319.866.000,24.898.995.000,4.647.812.400,11.619.531.000,1.991.919.600,9.959.598.000,331.986.600,331.986.600,4.979.799.000,2.655.892.800,3.319.866.000,Rp 165.993.300.000
Lampiran L amp 5. Lanjutan Capital C apit Investment Soft Allocation Financing and Development Cost Finan Fi n an na Legal, L Le ega ga document preparation,etc
Installation Kapasitas Produksi 60.000 Factor kl/tahun 10,30% Rp 3.454.002.000,-
Bank B Ba ank Legal
1,80%
603.612.000,-
Other O Ot the he due deligence
1,10%
368.874.000,-
Consultants C Co ons n
7,10%
2.380.914.000,-
Clloossi – legal and misc closing Closing C ccosts co osstts Title T Ti itle ttlle insurance & recording fees
0,30%
100.602.000,-
0,70%
234.738.000,-
21,30%
7.142.742.000,-
0,80%
268.272.000,-
Subtotal S Su ubbtto Prreellim Preliminary P permitting and site ddesign de essiig Site S Si ite te office o
402.408.000,1,20%
Owner O Ow wn utilities allowance
268.272.000,0,80%
Owners O Ow wn project manager & bank’s eenggineer ngg Legal L ega and accounting
972.486.000,2,90% 201.204.000,0,60%
Travel T rav
167.670.000,0,50%
IInsurancensur liability, workman’s ccomp omp Builders B uild risk insurance
100.602.000,0,30% 1,00%
335.340.000,-
18,40%
6.170.256.000,-
Project P Pr roj oje construction commitment ffee fe ee Directors Di D irec re re fee’s and travel expenses
9,00%
3.018.060.000,-
0,90%
301.806.000,-
Subtotal S Su ubbtto
6,40%
12.206.376.000,-
Project P roje construction interest
Lampiran L amp 5. Lanjutan Owner Supplied Construction & O Assets Owner Ow O wn discretionary project cost
Installation Factor 7,20%
Kapasitas Produksi 60.000 kl/tahun Rp 2.414.448.000,-
Land L La anndd
2,10%
704.214.000,-
Spare S Sp pare parts inventory, hand lools
2,90%
972.486.000,-
Vehicies,forklift V Ve ehi & maintenance eequipment eq quuiip Office O Of ffi fi equipment fic
1.30%
435.942.000,-
1,30%
435.942.000,-
Prepaid P Pr rep epa insurance premium
1,90%
637.146.000,-
Sales S Sa ale le tax les
0,40%
134.136.000,-
Plant P Pl laannt management
5,90%
1.978.506.000,-
Other O Ot thhee staff
3.30%
1.106.622.000,-
Operations O Op per training contract
1,70%
570.078.000,-
Utilities, U Ut tiillit i telephone, travel, supplies & misc m mi isscc Plant P Pl laannt utulities – miscellaneous startup pprep reepp Cassava C ass Stover
0,40%
134.136.000,-
4,80%
1.609.632.000,-
6,50%
2.178.710.000,-
Chemicals C hem
1,90%
637.146.000,-
Denaturant D ena
0,70%
234.738.000,-
Total T otal Capital Investment Soft Cost
100%
33.534.000.000,-
Capital C apit Investment Summary
Total To T ottaal Project Hard Cost Allocation
90%
Rp 301.806.000.000,-
Total T To ota t al Capital Investment Soft Cost
10%
33.534.000.000,-
100%
335.340.000.000,-
Total To T ottaal Capital Invesment Cost Capital C Ca api pit Investment per liter
5.589,-
Uraian
Paket Paket Paket
6 Pe Penyokong, P ennyyo y Infrastruktur
7 K Keperluan eper lain
8 B Biaya iaya Tim Pelaksana Proyek
Total T otal Investasi
9 M Modal oda Kerja
Paket
Paket
5 Ta Tangki T annggk
Biaya B iaya Proyek (1-8)
1
Paket
1
1
1
1
1
1
1
Paket Paket
1
Volume
Paket
Satuan
3 B Booiiller Boiler e Penanganan P Pe ena nan Air Limbah, 4 Co Cooling C ooolli System & WTP
1 P Pra-Proyek raa-P Tanah T Ta annaah dan Bangunan 2 (P (Processing Prro oc Plant)
No
12.349.698.009
4.750.000.000
9.000.500.000
9.053.500.000
14.250.000.000
45.500.000.000
9.120.000.000
60.250.000.000
650.000.000
Harga (Rp)
Lampiran Lampir rann 6. 6. Biaya Investasi, Penyusutan, dan Perawatan Agroindustri Bioetanol
164.923.698.009
12.349.698.009
152.574.000.000
4.750.000.000
9.000.500.000
9.053.500.000
14.250.000.000
45.500.000.000
9.120.000.000
60.250.000.000
650.000.000
Sub Total
0
0
0
20
20
20
0
0
Umur (Tahun)
0
0
23.370.000
0
0
0
14.250.000
0
9.120.000
Penyusutan (Rp)
169
11.685.000
0
0
0
7.125.000
0
4.560.000
0
0
Pemeliharaan (Rp)
Pe Pembiayaan embbiiaay
2
-
La Laba aba Sebelum Se Pajak
-335.340.000.000
Pa Pajak ajak Pe Penghasilan
La Laba aba Be Bersih
4
5
0
121.198.906.725
21.388.042.363
142.586.949.088
28.037.028.662
g.Angsuran g.A Angsu Bunga
3
23.370.000
140.220.000
f.Biaya f.B Biaya Penyusutan
e.Pemeliharaan e.P Pem Pe meel Peralatan
16.477.172.250
d.Bahan d.B Baha Ba ha Pendukung han
2.896.440.000
0
268.800.000.000
1 (80%)
90.338.820.000
0
335.340.000.000
0
c.Bahan c.B Bahhaan Baku Ba
b.Biaya b.B Biay Bi aya Operasional
a.Total a.T Tota To tal Investasi I
Pe Penjualan enjjua uala al
Uraian
1
No
113.820.741.288
20.086.013.168
133.906.754.456
36.717.223.294
23.370.000
140.220.000
16.477.172.250
90.338.820.000
2.896.440.000
0
115.075.029.412
20.307.358.132
135.382.387.544
35.241.590.206
23.370.000
140.220.000
16.477.172.250
90.338.820.000
2.896.440.000
0
336.000.000.000
3 – 20 (100%)
Tahun ke-
280.500.000.000
2 (90%)
Lampiran Lampir rann 7. 7. Perkiraan Arus Kas Pabrik Bioetanol Kapasitas 60.000 KL/Tahun Umur Proyek 20 Tahun
116.329.317.537
20.528.703.095
136.858.020.631
33.765.957.119
23.370.000
140.220.000
16.477.172.250
90.338.820.000
2.896.440.000
0
280.500.000.000
4
170
117.583.605.661
20.750.048.058
138.333.653.719
32.290.324.031
23.370.000
140.220.000
16.477.172.250
90.338.820.000
2.896.440.000
0
280.500.000.000
5
Laba Laaba Se Sebelum Pajak
Pa Pajak ajak Penghasilan Pe
La Laba aba Be Bersih
4
5
0
118.837.893.785
20.971.393.021
139.809.286.806
30.814.690.944
g.Angsuran g.A Angsu Bunga
3
23.370.000
f.Biaya f.B Biaya Penyusutan
16.477.172.250
90.338.820.000
140.220.000
-164923698009
0
2.896.440.000
0
280.500.000.000
6
e.Pemeliharaan e.P Pem Pe meel Peralatan
d.Bahan d.B Bahhaan Pendukung Ba
c.Bahan c.B Bahhaan Baku Ba
164.923.698.009
b.Biaya b.B Biaayya Operasional Bi
-
-
164.923.698.009
Pembiayaan Peembbia iay
2
0
a.Total a.T Tota To tal Investasi I
Penjualan Peenjjuuaala l
Uraian
1
No
Lampiran Lampir rann 7. 7. Lanjutan
120.092.181.910
21.192.737.984
141.284.919.894
29.339.057.856
23.370.000
140.220.000
16.477.172.250
90.338.820.000
2.896.440.000
0
280.500.000.000
7
Tahun ke-
121.346.470.034
21.414.082.947
142.760.552.981
27.863.424.769
23.370.000
140.220.000
16.477.172.250
90.338.820.000
2.896.440.000
0
280.500.000.000
8
122.600.758.158
21.635.427.910
144.236.186.069
26.387.791.681
23.370.000
140.220.000
16.477.172.250
90.338.820.000
2.896.440.000
0
280.500.000.000
9
171
123.855.046.283
21.856.772.873
145.711.819.156
24.912.158.594
23.370.000
140.220.000
16.477.172.250
90.338.820.000
2.896.440.000
0
280.500.000.000
10
-164923698009
Pajak Paajak Pe Penghasilan
La Laba aba Bersih Be
4
5
0 125.109.334.407
22.078.117.837
147.187.452.243
23.436.525.507
g.Angsuran g.A Angsu Bunga
Laba Laaba Sebelum Se Pajak
23.370.000
f.Biaya f.B Biaya Penyusutan P
3
140.220.000
16.477.172.250
d.Bahan d.B Baha Ba han Pendukung
e.Pemeliharaan e.P Pem Pe meel Peralatan
90.338.820.000
2.896.440.000
0
280.500.000.000
11
c.Bahan c.B Baha Ba han Baku
0
164.923.698.009
a.Total a.T Tota To tal Investasi I
b.Biaya b.B Biaay Bi ya Operasional
164.923.698.009
Pembiayaan Peembbiiaay
-
2
0
Pe Penjualan enjjua uala ual
Uraian
1
No
Lampiran Lampir rann 7. 7. Lanjutan
126.363.622.531
22.299.462.800
148.663.085.331
21.960.892.419
23.370.000
140.220.000
16.477.172.250
90.338.820.000
2.896.440.000
0
280.500.000.000
12
Tahun ke-
127.617.910.656
22.520.807.763
150.138.718.418
20.485.259.332
23.370.000
140.220.000
16.477.172.250
90.338.820.000
2.896.440.000
0
280.500.000.000
13
128.872.198.780
22.742.152.726
151.614.351.506
19.009.626.244
23.370.000
140.220.000
16.477.172.250
90.338.820.000
2.896.440.000
0
280.500.000.000
14
172
130.126.486.904
22.963.497.689
153.089.984.593
17.533.993.157
23.370.000
140.220.000
16.477.172.250
90.338.820.000
2.896.440.000
0
280.500.000.000
15
Laba Laaba Sebelum Se Pajak
-164923698009
Pajak Paajak Pe Penghasilan
Laba Laaba Be Bersih
4
5
0 131.380.775.029
23.184.842.652
154.565.617.681
16.058.360.069
g.Angsuran g.A Angsu Bunga
3
23.370.000
f.Biaya f.B Biaya P Penyusutan
140.220.000
16.477.172.250
d.Bahan d.B Bahhaan Pendukung
e.Pemeliharaan e.P Pem Pe meel Peralatan
90.338.820.000
2.896.440.000
0
280.500.000.000
16
c.Bahan c.B Bahhaan Baku Ba
0
164.923.698.009
a.Total a.T Tota To tal Investasi I
b.Biaya b.B Biaayya Operasional Bi
164.923.698.009
Pe Pembiayaan embbiiaay
-
2
0
Penjualan Peenjjuuaala
Uraian
1
No
Lampiran Lampir rann 7. 7. Lanjutan
132.635.063.153
23.406.187.615
156.041.250.768
14.582.726.982
23.370.000
140.220.000
16.477.172.250
90.338.820.000
2.896.440.000
0
280.500.000.000
17
Tahun ke-
133.889.351.277
23.627.532.578
157.516.883.856
13.107.093.894
23.370.000
140.220.000
16.477.172.250
90.338.820.000
2.896.440.000
0
280.500.000.000
18
135.143.639.402
23.848.877.541
158.992.516.943
11.631.460.807
23.370.000
140.220.000
16.477.172.250
90.338.820.000
2.896.440.000
0
280.500.000.000
19
173
136.397.927.526
24.070.222.505
160.468.150.030
10.155.827.720
23.370.000
140.220.000
16.477.172.250
90.338.820.000
2.896.440.000
0
280.500.000.000
20
Lampiran L amp 8.
Ketersediaan Sumber Daya Pada Setiap Strategi Pengembangan di Kabupaten Lampung Tengah dan Tulang Bawang
Pengembangan Agroindustri Bioetanol Berbasis Bahan Baku Tanaman Ubi Pe engge Kayu/SDM K Ka ayu yu/ Kriteria Angkatan A An ngk g kerja Tingkat T Ti innggk pendidikan memadai Keterampilan/pengalaman K Ke etteer kerja Pelatihan P Pe ellaat Sekolah S Se ekkoo Khusus Total T To ottaal
Ketersediaan Lampung Tengah Tulang Bawang 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 4 4
Peeng Pengembangan nge Agroindustri Bioetanol Berbasis Bahan Baku Tanaman Ubi Kayu/SDA K ayu yu/ Kriteria Baaha Bahan B ha Baku Bahan B Ba ahhaa Pendukung Penanganan P ena Bahan Baku Penanganan P ena Bahan Pendukung Pasokan P asok Total T otal
Ketersediaan Lampung Tengah Tulang Bawang 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 5 5
Peenge Pengembangan Agroindustri Bioetanol Berbasis Bahan Baku Tanaman Ubi Kayu/SDS K ayu/ Kriteria Lembaga L Le emb Formal Lembaga Le L Lem emb Non Formal Peran P Pe era ran Pemerintah Peran P Pe erraan Swasta Respon Re R esp sp Masyarakat Total To T ota tal
Ketersediaan Lampung Tengah Tulang Bawang 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 4 4
Lampiran L amp 8. Lanjutan Pe enge Pengembangan Agroindustri Bioetanol Berbasis Bahan Baku Tanaman Ubi Kayu/SDT K Ka ayyuu/ Kriteria In IInfrastruktur nffrra Sistem S Si isstttee Informasi Alat A Al lat at Mekanisasi Pertanian Mesin M Me esi s Pengolahan Peralatan P Pe era ra l Transportasi Total T To ottaal
Ketersediaan Lampung Tengah Tulang Bawang 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 4 3
Kebijakan K ebi bbiija j Pemeritah Dalam Subsidi, Tarif dan Non Tarif /SDM Kriteria Angkatan A An ngk kerja Tingkat T Ti innggk pendidikan memadai Keterampilan/pengalaman K Ke etteer kerja Pelatihan P Pel elat Sekolah S eko Khusus Total T otal
Ketersediaan Lampung Tengah Tulang Bawang 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 4 4
Kebijakan K ebija Pemeritah Dalam Subsidi, Tarif dan Non Tarif /SDA Kriteria Bahan B ahaa Baku aha Bahan B Ba aha ha Pendukung Penanganan P Pe ennaa Bahan Baku Penanganan P Pe ena na Bahan Pendukung Pasokan Pa P aso sook Total To T ota tal
Ketersediaan Lampung Tengah Tulang Bawang 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 5 4
Lampiran L amp 8. Lanjutan K ebija Kebijakan Pemeritah Dalam Subsidi, Tarif dan Non Tarif /SDS Ketersediaan Lampung Tengah Tulang Bawang 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 4 4
Kriteria Lembaga L Le emb Formal Lembaga L Le emb m Non Formal Peran P Pe erraan Pemerintah Peran P Pe erraan Swasta Respon R Re essp p Masyarakat Total T To ottaal
Kebijakan K Kebi ebi bija j Pemeritah Dalam Subsidi, Tarif dan Non Tarif /SDT Ketersediaan Lampung Tengah Tulang Bawang 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 4 3
Kriteria In IInfrastruktur nfr fra Sistem S Si isstte Informasi Alat A Al lat at Mekanisasi Pertanian Mesin M Me esi Pengolahan Peralatan P Pe erraal Transportasi Total T otal
Peenge Pengembangan Teknologi Baku/SDM B aku/
Ramah Lingkungan Budidaya Tanaman Bahan
Kriteria Angkatan A ngk kerja Tingkat T Ti ing ngk pendidikan memadai Keterampilan/pengalaman K Ke etteer kerja Pelatihan Pe P ela lat Sekolah S Se ekkoo Khusus Total T To ottaal
Ketersediaan Lampung Tengah Tulang Bawang 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 4 4
Lampiran L amp 8. Lanjutan Pe enge Pengembangan Teknologi Baku/SDA B Ba aku ku/
Ramah Lingkungan Budidaya Tanaman Bahan
Kriteria Baaha Baku Bahan B Bahan B Ba aha Pendukung Penanganan P Pe ena na Bahan Baku Penanganan P Pe ennaa Bahan Pendukung Pasokan P Pa assook Total T To ota tal
Peenngge Pengembangan Teknologi Baku/SDS B Baku aku ku/ Kriteria Lembaga L Le emb Formal Lembaga L Le emb Non Formal Peran P Pe erraan Pemerintah Peran P eran Swasta Respon R esp Masyarakat Total T otal
Peenge Pengembangan Teknologi Baku/SDT B aku/ Kriteria Infrastruktur IIn nfr fra Sistem S Si ist ste Informasi Alat Al A laatt Mekanisasi Pertanian lat Mesin M Me essii Pengolahan Peralatan P Pe era ra l Transportasi Total To T ottaal
Ketersediaan Lampung Tengah Tulang Bawang 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 3 3
Ramah Lingkungan Budidaya Tanaman Bahan Ketersediaan Lampung Tengah Tulang Bawang 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 3 3
Ramah Lingkungan Budidaya Tanaman Bahan Ketersediaan Lampung Tengah Tulang Bawang 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 4 3
Lampiran L amp 8. Lanjutan In novas Teknologi Sederhana Pengembangan Agroindustri Bioetanol Skala Inovasi Kecil/SDM K Ke ecciil/ l/ Kriteria Angkatan A An ngk kerja Tingkat T Ti innggk pendidikan memadai Keterampilan/pengalaman K Ke etteer kerja Pelatihan P Pe ela lat Sekolah S Se ekkoo Khusus Total T To ottaal
Ketersediaan Lampung Tengah Tulang Bawang 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 4 3
In Inovasi nov vas Teknologi Sederhana Pengembangan Agroindustri Bioetanol Skala Kecil/SDA K Keci ecciil/ Kriteria Baahhaa Baku Bahan B Bahan B Ba ahhaa Pendukung Penanganan P Pe ennaa Bahan Baku Penanganan P ena Bahan Pendukung Pasokan P asok Total T otal
Ketersediaan Lampung Tengah Tulang Bawang 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1
In Inovasi novas Teknologi Sederhana Pengembangan Agroindustri Bioetanol Skala Kecil/SDS K ecil/ Kriteria Lembaga L Le em mbb Formal Lembaga L Le emb em mb Non Formal Peran Pe P era ran Pemerintah Peran P Pe erraan Swasta Respon R Re esp sp Masyarakat Total To T ottaal ota a
Ketersediaan Lampung Tengah Tulang Bawang 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 4 3
Lampiran L amp 8. Lanjutan In novas Teknologi Sederhana Pengembangan Agroindustri Bioetanol Skala Inovasi Kecil/SDT K Ke ecciil/ l/ Kriteria In IInfrastruktur nffrra Sistem S Si isstttee Informasi Alat A Al lat at Mekanisasi Pertanian Mesin M Me esi s Pengolahan Peralatan P Pe era ra l Transportasi Total T To ottaal
Ketersediaan Lampung Tengah Tulang Bawang 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 3 3
Lampiran 9 : Prediksi Permintaan Etanol Dunia Tahun 2010 – 2019 Tahun
Prediksi Permintaan Prediksi Permintaan (juta (juta liter) galon) 2010 65.983 17.433 2011 70.978 18.752 2012 76.183 20.128 2013 81.598 21.558 2014 87.223 23.044 2015 93.057 24.586 2016 105.356 27.835 2017 111.820 29.543 2018 118.493 31.306 2019 125.377 33.125 Sumber: Pengolahan data berdasarkan permintaan etanol dunia tahun 1980 S 2019
155
156