PENYUSUNAN AGENDA ISU PEMEKARAN DAERAH KABUPATEN LABUHANBATU TESIS
OLEH :
KHAIRUL FAHMI LUBIS 057024012/SP
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007
Khairul Fahmi Lubis : Penyusunan Agenda Isu Pemekaran Daerah Kabupaten Labuhan Batu, 2007 USU e-Repository © 2008
PENYUSUNAN AGENDA ISU PEMEKARAN DAERAH KABUPATEN LABUHANBATU
TESIS
Untuk memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) Program Studi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
OLEH :
KHAIRUL FAHMI LUBIS 057024012/SP
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007
Khairul Fahmi Lubis : Penyusunan Agenda Isu Pemekaran Daerah Kabupaten Labuhan Batu, 2007 USU e-Repository © 2008
Judul Tesis
: PENYUSUNAN AGENDA ISU PEMEKARAN DAERAH KABUPATEN LABUHANBATU
Nama Mahasiswa Nomor Induk Mahasiswa
: KHAIRUL FAHMI LUBIS : 057024012
Program Studi
: Studi Pembangunan
Menyetujui, Komisi Pembimbing :
Anggota,
Ketua,
Drs.M.Husni Thamrin Nst,M.Si
Drs.M.Ridwan Rangkuti,MA
Ketua Program Studi,
Direktur SPs USU,
Subhilhar, MA, Ph.D
Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B,M.Sc
(NIP.131 754 528)
(NIP. 130 535 852)
Tanggal Lulus : 30 Juli 2007
Khairul Fahmi Lubis : Penyusunan Agenda Isu Pemekaran Daerah Kabupaten Labuhan Batu, 2007 USU e-Repository © 2008
Telah diuji pada tanggal 30 Juli 2007
PANITIA PENGUJI TESIS : Ketua
: Drs. M. Ridwan Rangkuti, MA
Anggota
: Drs. M. Husni Thamrin Nst, M.Si Drs. Burhanuddin Hrp, MA Drs. Kariono, MA Drs. Subhilhar, MA, Ph.D
Khairul Fahmi Lubis : Penyusunan Agenda Isu Pemekaran Daerah Kabupaten Labuhan Batu, 2007 USU e-Repository © 2008
PERNYATAAN
PENYUSUNAN AGENDA ISU PEMEKARAN DAERAH KABUPATEN LABUHANBATU
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Juli 2007
(Khairul Fahmi Lubis) NIM : 057024012/SP
Khairul Fahmi Lubis : Penyusunan Agenda Isu Pemekaran Daerah Kabupaten Labuhan Batu, 2007 USU e-Repository © 2008
ABSTRAK
Pemekaran daerah merupakan wujud dari konsep desentralisasi dan otonomi daerah. Desentralisasi dalam hal ini dalam bentuk devolusi (desentralisasi politik), yaitu bentuk desentralisasi yang paling utuh dengan memperkuat atau menciptakan level unit-unit pemerintahan independen, di mana devolusi mencerminkan pembebasan atau pelepasan fungsi-fungsi oleh pemerintah pusat dan menciptakan unit-unit baru pemerintahan diluar kontrol wewenang pusat. Pemekaran daerah merupakan implikasi (dampak) dari sistem sentralistik yang terjadi pada masa pemerintahan orde baru, di mana pada saat itu daerah-daerah merasakan sangat dirugikan dari sistem sentralistik. Saat ini setelah konsep otonomi daerah diberlakukan, maka daerah-daerah yang merasa pembangunan di daerahnya masih tertinggal, tentunya akan menginginkan adanya pemekaran daerah. Pemekaran daerah terjadi karena adanya ketimpangan-ketimpangan pembangunan dan tidak meratanya sektor-sektor pembangunan disemua wilayah, sementara potensi wilayah memungkinkan untuk dikembangkan atau digali sebagai sumber-sumber penghasilan pembangunan. Seiring dengan banyaknya bermunculan Kabupaten yang baru di Sumatera Utara yang merupakan hasil pemekaran, tentunya Kabupaten lain yang merasa mempunyai potensi juga menginginkan adanya pemekaran daerah. Kabupaten yang sudah menjadi “daftar tunggu” untuk dimekarkan yaitu Kabupaten Labuhanbatu. Adapun Pemekaran yang dimaksud adalah menjadikan Labuhanbatu menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu Labuhanbatu Utara yang berkedudukan di Membang Muda dengan ibukota Aek Kanopan terdiri dari 8 (delapan) Kecamatan: Kualuh Hulu, Kualuh Hilir, Kualuh Selatan, Kualuh Leidong, Aek Natas, Na IX-X, dan Merbau; Labuhanbatu Selatan berkedudukan di Kotapinang dengan Ibukota Kotapinang, terdiri dari 5 (lima) kecamatan : Kotapinang, Silangkitang, Torgamba, Sei Kanan, dan Kampung Rakyat. Labuhanbatu (Induk) dengan ibukota Rantauprapat terdiri dari 9 (sembilan) Kecamatan, yaitu : Rantau Utara, Rantau Selatan, Bilah Barat, Bilah Hulu, Pangkatan, Panai Hulu, Panai Tengah, Bilah Hilir, dan Panai Hilir. Awal munculnya isu pemekaran ini dimulai dari adanya problem isu di tengah-tengah masyarakat. Adapun problem isu di sini, masyarakat Labuhanbatu mempunyai anggapan adanya kejenuhan terhadap pemerintah daerah, di samping itu masyarakat menginginkan adanya suatu perubahan yang dapat menyentuh aspek sosial dan pembangunan di daerah mereka dan adanya kecemburuan sosial dari masyarakat Labuhanbatu terhadap daerah-daerah yang sudah dimekarkan. Karena masyarakat menilai aspek kewilayahan dan potensi dari Kabupaten Labuhanbatu sudah sangat layak untuk dimekarkan dibandingkan dengan daerah-daerah lain yang luas wilayahnya kecil tapi bisa dimekarkan. Problem isu inilah yang akhirnya berkembang menjadi isu publik, isu publik ini ditandai dengan adanya aspirasiaspirasi masyarakat yang ada di Kabupaten Labuhanbatu, khususnya calon daerah yang akan dimekarkan. Masyarakat di daerah tersebut menilai bahwa pembangunan yang mereka rasakan didaerahnya masih jauh tertinggal dengan daerah lain yang ada di Sumatera Utara, sehingga isu ini mula-mula merupakan ketidakpuasan terhadap pembangunan dan pemerataan. Tidak heran isu ini menjadi bak bola salju yang kian menggelinding khususnya dalam zona politik lokal pasca pemilihan kepala daerah
i
(Pilkada). Aspirasi dari masyarakat tersebut segera diakomodir oleh kelompokkelompok kepentingan yang ada di masyarakat Penelitian yang dilakukan ini mengunakan metode deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif dan yang menjadi informannya adalah orang-orang yang terlibat dalam memunculkan isu pemekaran di Labuhanbatu, baik dari kalangan Ormas , orang-orang yang ada di Partai Politik dan pembuat kebijakan (Pemda Labuhanbatu dan DPRD Labuhanbatu). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan penelitian lapangan, yang terdiri dari observasi yaitu dengan melakukan pengamatan langsung mengenai gejala-gejala yang terjadi dilapangan nyang berhubungan dengan objek penelitian. Setelah itu melakukan wawancara mendalam dengan mengadakan tanya jawab secara terbuka dengan informan tentang objek permasalahan yang diteliti. Disamping itu juga menggunakan penelitian studi kepustakaan, yaitu mempelajari data primer dan skunder seperti, buku- buku, jurnal ilmiah, dokumen–dokumen laporan, risalah, surat kabar dan internet. Hasil penelitian menunjukkan bahwa isu pemekaran daerah Labuhanbatu berangkat dari adanya isu publik yang ditandai dengan banyaknya aspirasi dari masyarakat Labuhanbatu yang menginginkan pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Adapun aspirasi tersebut dijembatani oleh Ormas-Ormas yang ada di Kabupaten Labuhanbatu dan merasa peduli terhadap terwujudnya pemekaran daerah Labuhanbatu. Aspirasi dari Ormas ini berasal dari masing-masing Kecamatan yang ada di Labuhanbatu, dan dalam spirasi tersebut melibatkan elit-elit lokal yang ada di masing-masing kecamatan, seperti tokoh-tokoh masyarakat, tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh pemuda dan tokoh-tokoh Partai Politik. Setelah isu pemakaran sampai ke DPRD dan Pemda maka secara otomatis isu pemekaran ini menjadi isu agenda dan pembahasan dikalangan DPRD dan Pemda. Tindak lanjut yang diambil oleh DPRD, yaitu melakukan sidang paripurna untuk mendengarkan tanggapan dari anggota DPRD dan pembentukan Panitia khusus (Pansus) pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Sementara itu dikalangan Pemda, setelah isu pemekaran sampai ke Pemda, pihak eksekutif ini juga melakukan tindak lanjutnya yaitu dengan membentuk Tim Sosialisasi tentang isu pemekaran Labuhanbatu ke 22 (dua puluh dua) Kecamatan yang ada di Labuhanbatu dan membentuk Tim Pengkajian Pemekaran Labuhanbatu yang melibatkan para Akademisi yang berkompeten. Setelah tahapantahapan diatas terlaksana, maka DPRD Labuhanbatu melakukan sidang paripurna tahap ke- II untuk mendengarkan tanggapan dari masing-masing Fraksi dan hasil kerja pansus pemekaran. Hasil dari sidang paripurna tersebut keluarlah sebuah keputusan politik yaitu adanya persetujuan DPRD Kabupaten Labuhanbatu terhadap pemekaran Kabupaten Labuhanbatu menjadi 3 (tiga) Kabupaten. Selanjutnya langkah Pemda setelah keluarnya persetujuan DPRD Kabupaten Labuhanbatu, maka pihak Pemda membentuk Panitia pendukung Proses Percepatan Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Berdasarkan pembahasan yang telah disampaikan di atas dan berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan, maka dapat terlihat adanya interaksi antara Ormas, Partai Politik, dan pembuat kebijakan (DPRD dan Pemda) terhadap isu pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Karena dari hasil interaksi tersebut lah isu pemekaran yang pada awalnya dari isu publik menjadi isu agenda. Kata Kunci : Desentralisasi dan otonomi daerah, pemekaran daerah, agenda setting, pendekatan perilaku/behavioralism.
ii
ABSTRACT
Regional expansion is a realization of decentralization and autonomy concept. Decentralization in this case as devolution type (political decentralization) is the most intact or solid decentralization type by enhancing and creating independent levels of government units, in which devolution reflects the deliberation or delegation of function by Central Government and to create new units of government beyond control of Central Government and to create new units of government beyond control of central government. Regional expansion is implications of centralistic system occurring in reign of Old Order during of which regions felt to be damaged from centralistic system. Recently, following the application of regional autonomy concept, the regions whose developments in their region are still abandoned, will prefer the realization or application of regional expansion. The regional expansion occurs due to discrepancies of development and unequal developmental sectors in all regions, though potential of region are feasible for development or encouraging as source of development revenue. To consider a growing number of new District in North Sumatera as product of expansion, of course another districts with sufficient or abundant potency will also require the regional expansion. The district in “pending list” for expansion is District of Labuhanbatu. The expansion intended is to make Labuhanbatu three parts, i.e., : North Labuhanbatu in Membang Muda by Aek Kanopan as capital town consisting of eight sub-districts : Kualuh Hulu, Kualuh Hilir, Kualuh Selatan, Kualuh Leidong, Aek Natas, Na IX-X, and Merbau; South Labuhanbatu in Kotapinang by Kotapinang as capital town, consisting of five sub districts : Kotapinang, Silangkitang, Torgamba, Sei Kanan, and Kampung Rakyat. Labuhanbatu (center) by Rantauprapat as capital town consisting of nine sub-districts, i.e., : Rantau Utara, Rantau Selatan, Bilah Barat, Bilah Hulu, Pangkatan, Panai Hulu, Panai Tengah, Bilah Hilir, and Panai Hilir. The initiative of this expansion issue was the presence of problems among community. The problem here is that people of Labuhanbatu assumed that there was saturation against Regional Government. In addition, people require a significant change to touch social aspect and development in their regions and there is a social discrepancy (jealousy) among Labuhanbatu community against the expanded regions. People consider that aspect of authority and potency of Labuhanbatu district deserve for expansion compared to another regions of relative small and narrow authority, but then enjoy the expansion. It is the problem that then develops to a public issue, it is evident by the wide aspirations of peoples living in district of Labuhanbatu, particularly the peoples from prospective region of expansion. The peoples assume that the development they enjoy in their regions is still far lagged behind to another regions in North Sumatera, thus initially this issue is a reflection of dissatisfaction against development and distribution. It is not then surprisingly that this issue changes to snowball in progressive rolling particularly in local political zone post-election of regional chief (Pilkada). The aspiration of people is accommodated immediately by interest groups among community.
iii
This research uses analytical descriptive method by qualitative approach and the informant is those who are involved in emerging this expansion issue in Labuhanbatu, either from local people organizations , those who are involve in political faction and policy maker (Regional Development Board of Labuhanbatu and House Representative of Labuhanbatu). The technic of collecting data in this research is a field observation, i.e., by conducting a direct observation in site regarding the real symptoms related to object of research. And then it is followed by a deeply interview through an open-ask-and-answer with informants related to object of problem in research. In addition, there is also a library research to study both primary and secondary data such as books, scientific journals, documents, reports, treatises, newspapers and internet. The result of research indicates that the expansion issue of Labuhanbatu region stands on public issue evident by wide aspirations of peoples in Labuhanbatu who want immediately the realization of Labuhanbatu District’s expansion. The aspiration is expressed representatively by local people organizations in district of Labuhanbatu and through encouragement for realization of regional expansion in Labuhanbatu. The aspirations of local people organization come from each sub district of Labuhanbatu, and in the aspiration they involve local elites from each sub district, including : people figure, religious people (figure), youth and political faction. Once expansion issue came to House Representative and Regional Development Board. The follow-up taken by House Representative is to perform a plenary session to hear the opinions of House Representative members of Labuhanbatu and formation of ad hoc Committee for District Expansion of Labuhanbatu. Mean while among Regional Development Boards, once the issue of expansion came to the boards, this executive side also made a follow-up by assigning Socialization Team about expansion issue of Labuhanbatu to twenty-two sub districts in Labuhanbatu and to assign an Assessment Team on Labuhanbatu expansion involving academics as well. After phases above are implemented, then House Representative of Labuhanbatu performed second-phase plenary session to her the opinions from each faction and performance of ad hoc Committee for Expansion. The plenary session has produced a political decision, i.e., the approval of House Representative Labuhanbatu on expansion of Labuhanbatu district to become three (3) districts. And the next step of Representative House Labuhanbatu district, the Regional Development Board forms a Supportive Committee on Accelerating Process of Labuhanbatu district expansion. Based on discussion presented above and the result of interview the writer conducted, it can be seen that there is interaction among Local People Organization, political faction, and policy maker (House Representative and Regional Development Board) on expansion issue of Labuhanbatu district. It is from the result of interaction that expansion issue initially emerging from public issue has changed into agenda issue. Key word :
Decentralization or regional autonomy, regional expansion, agenda setting, behavioralism approach.
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis sanjungkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai suatu syarat untuk memperoleh gelar Magister Studi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Adapun judul tesis ini adalah “Penyusunan Agenda Isu Pemekaran Daerah Kabupaten Labuhanbatu”. Dalam penyelesaian tesis ini, penulis mendapat banyak bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, baik yang secara langsung membimbing penulisan tesis ini maupun secara tidak langsung. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H., SPA (K), Selaku Rektor Universitas Sumatera Utara. 2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B.M.Sc. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Subhilhar, MA, Ph.D Ketua Program Studi Magister Pembangunan. 4. Bapak Drs. M. Ridwan Rangkuti, MA, sebagai Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan banyak arahan dan bimbingan dalam penulisan tesis ini. 5. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nst, M.Si, Anggota Komisi Pembimbing yang penuh perhatian dan kesabarannya memberikan bimbingan pada penulis.
v
6. Bapak dan Ibu dosen serta staf pengajar Magister Studi Pembagunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan bekal ilmu serta kelancaran dalam proses penyusunan dan penyelesaian tesis ini. 7. Bapak Sekwan DPRD Kabupaten Labuhanbatu beserta seluruh staf yang telah banyak membantu penulis dalam mengumpulkan data untuk penulisan ini. 8. Seluruh teman-teman angkatan VII Program Magister Studi Pembangunan. 9. Untuk adik-ku Leli Hasanah Lubis, terima kasih atas dukungannya selama ini. 10. Teristimewa, kepada Ayahanda dan Ibunda yang dengan susah payah membesarkan, mendidik, dan membiayai pendidikan penulis.
Semoga segala bantuan mereka menjadi amal sholeh dan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT dan kiranya tetap mendapat taufik dan hidayah Allah Subhanauwata ala, amin Ya Rabbal Alamin.
Medan, Juli 2007 Penulis,
Khairul Fahmi Lubis NIM : 057024012
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
NAMA NIM TEMPAT/TANGGAL LAHIR JENIS KELAMIN AGAMA STATUS KEBANGSAAN PEKERJAAN ALAMAT RUMAH
: : : : : : : : :
KHAIRUL FAHMI LUBIS 057024012 RANTAU PRAPAT/28 JULI 1982 LAKI-LAKI ISLAM BELUM KAWIN INDONESIA WIRASWASTA JL. SIRANDORUNG NO. 04 RANTAU PRAPAT JL. TURI GG.UISU NO. 4 TELADAN BARAT MEDAN
NAMA ORANG TUA AYAH IBU
: HASANUDDIN LUBIS : KHOLIDAH
RIWAYAT PENDIDIKAN
Tahun 1995 : Lulus Pendidikan Sekolah Dasar, pada SD 112143 di Rantau Prapat Tahun 1998 : Lulus Pendidikan Sekolah Menengah Pertama, pada MTsN Rantau Prapat, di Rantau Prapat Tahun 2001 : Lulus Pendidikan Sekolah Menengah Atas, pada SMU Negeri 1 di Rantau Prapat Tahun 2005 : Lulus Pendidikan S-1, pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Sumatera Utara di Medan Tahun 2007 : Lulus Pendidikan Pasca Sarjana Magister Studi Pembangunan pada Sekolah Pasca Sarja Universitas Sumatera Utara di Medan Demikian Riwayat Hidup ini saya buat dengan sebenarnya, apabila dikemudian hari ditemukan keterangan atau informasi yang tidak sesuai dengan kenyataan, saya bersedia dituntut sesuai hukum yang berlaku. Medan, Juli 2007
KHAIRUL FAHMI LUBIS
vii
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK .................................................................................................
i
ABSTRACT ................................................................................................
iii
KATA PENGANTAR ................................................................................
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ....................................................................
vii
DAFTAR ISI................................................................................................
viii
DAFTAR TABEL .......................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
x
BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................
1
1.1. Latar Belakang Masalah..........................................................
1
1.2. Perumusan Masalah ...............................................................
9
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...............................................
10
1.4. Kerangka Teori/Kerangka Pemikiran .....................................
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................
13
2.1. Desentralisasi dan Otonomi Daerah .......................................
13
2.1.1. Desentralisasi .............................................................
13
2.1.1.1.Nilai-Nilai Desentralisasi .........................................
16
2.1.1.2.Esensi Desentralisasi ...............................................
18
2.1.2. Otonomi Daerah .........................................................
20
2.1.3. Desentralisasi dan Pemekaran Daerah .......................
24
2.2. Isu Menjadi Agenda ..............................................................
30
2.2.1. Agenda Setting ..........................................................
33
viii
2.3. Kelompok Kepentingan, Partai Politik dan Pembuat Kebijakan (Pendekatan Prilaku/Behavioralism) ......
34
2.3.1. Kelompok Kepentingan ...............................................
34
2.3.1.1.Peran Lobby bagi Kelompok Kepentingan ...............
37
2.3.2. Partai Politik ................................................................
40
2.3.3. Pembuat Kebijakan (Policy Makers) ............................
42
BAB III METODE PENELITIAN ..............................................................
44
3.1. Jenis Penelitian ........................................................................
44
3.2. Definisi Konsep .......................................................................
44
3.3. Informan ..................................................................................
46
3.4. Teknik Pengumpulan Data ......................................................
46
3.5. Lokasi Penelitian .....................................................................
47
3.6. Analisis Data ...........................................................................
47
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................
48
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ....................................................
48
4.1.1. Sejarah Kabupaten Labuhanbatu ..............................
48
4.1.2. Deskripsi Daerah Kabupaten Labuhanbatu ..............
51
4.2. Analisis Data Terhadap Hasil Penelitian..................................
59
4.2.1. Analisis Terhadap Aspirasi OrmasYang Menginginkan Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu..............................................................
64
4.2.2. Analisis Terhadap Tanggapan DPRD Kabupaten Labuhanbatu Tentang Isu Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu..............................................................
ix
87
4.2.3. Analisis Terhadap Penjelasan Operasional Keputusan Bupati Labuhanbatu Tentang Isu Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu ..........................................
102
4.2.4. Tahapan-Tahapan Isu Publik Menjadi Isu Agenda Mengenai Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu.......
106
4.2.5. Interaksi Antara Ormas, Partai Politik dan Pembuat Kebijakan Tentang isu Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu ...........................................
111
BAB V PENUTUP .......................................................................................
116
5.1. KESIMPULAN .......................................................................
116
5.2. SARAN ..................................................................................
118
DAFTAR PUSTAKA
x
DAFTAR TABEL
No Tabel
Judul Tabel
Halaman
4.1.2.1
Tabel Luas Masing-Masing Kecamatan di Labuhanbatu.................... 52
4.1.2.2
Tabel Jumlah Desa/Kelurahan di Labuhanbatu .................................. 54
4.1.2.3
Tabel Jumlah Penduduk Di Kabupaten Labuhanbatu......................... 56
4.1.2.4
Tabel Jumlah Penganut Agama di Kabupaten Labuhanbatu .............. 57
4.1.2.5
Tabel Jumlah Mata Pencaharian Penduduk di Kabupaten Labuhanbatu ........................................................................................ 58
4.2.1.1
Matrik Aspirasi Masyarakat Yang Menginginkan Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu ...................................................................... 59
4.2.1.2
Tabel Daftar Ormas dan Aktor Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu ...................................................................................... 73
4.2.1.3
Matrik Tanggapan Anggota DPRD Kabupaten Labuhanbatu Yang Menginginkan Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu ................. 78
4.2.1.4
Matrik Tanggapan Fraksi DPRD Kabupaten Labuhanbatu Tentang Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu ..................................... 83
4.2.1.5
Daftar Nama Anggota DPRD Kabupaten Labuhanbatu Periode 1999 – 2004 .......................................................................... 92
4.2.1.6
Daftar Nama Anggota DPRD Kabupaten Labuhanbatu Periode 2004 – 2009 .......................................................................... 94
4.2.1.7
Matrik Penjelasan Operasional Keputusan Bupati Tentang Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu ................................................... 98
xi
DAFTAR GAMBAR
No Gambar
Judul Gambar
Halaman
2.1
Skema Masuknya Isu Menjadi Agenda
................................
2.2
Diagram Saluran Penyampaian Pendapat Dari Rakyat ke Pemerintah ..........................................................................
4.1
36
Skema Tahapan-Tahapan Isu Publik Menjadi Isu Agenda Mengenai Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu .........
4.2
33
108
Bagan Proses Penyusunan Agenda Isu Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu ..........................................................
xii
109
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Sejak bergulirnya konsep tentang otonomi daerah yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999, dan direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, makna dan pemahaman tentang otonomi daerah menjadi semakin berkembang. Konsep tentang otonomi daerah berawal dari konsep desentralisasi, dan sejak bergulirnya otonomi daerah membawa implikasi kepada perubahan sistem sentralisasi menjadi desentralisasi. Desentralisasi merupakan sebuah mekanisme penyelenggaraan pemerintah yang menyangkut pola hubungan antara pemerintah nasional dan pemerintah lokal. Mekanisme ini mengatur tentang bagaimana pemerintah nasional melimpahkan kewenangan kepada pemerintahan dan masyarakat setempat atau lokal untuk diselenggarakan guna meningkatkan kemaslahatan hidup masyarakat. Bergulirnya otonomi daerah ini memberikan kewenangan dari pemerintah daerah (Tingkat II) akan semakin luas dan nyata, karena campur tangan dari pemerintah pusat sudah tidak terlalu dominan, sehingga dapat dipersentasekan menjadi 70 berbanding 30, kewenangan pemerintah daerah 70 % dan kewenangan pemerintah pusat menjadi 30 %. Berangkat dari konsep otonomi daerah yang dimulai pada tahun 1999, maka lahir pula konsep tentang pemekaran daerah. Konsep pemekaran daerah tersebut merupakan implikasi (dampak) dari sistem sentralistik yang terjadi pada masa pemerintahan orde baru, dimana pada saat itu daerah-daerah merasakan sangat dirugikan dari sistem sentralistik, karena hasil-hasil pendapatan asli daerah (PAD) dari daerah hampir semuanya di bawa kepusat (Jakarta). Sementara yang
xiii
1
tertinggal didaerah hanya sekitar 30 %, dengan demikian maka proses percepatan pembangunan didaerah akan sulit terlaksana. Saat ini setelah konsep otonomi daerah diberlakukan, maka daerah-daerah yang merasa pembangunan didaerahnya masih tertinggal, tentunya akan menginginkan pemekaran daerah, baik itu berupa pemekaran Propinsi, pemekaran Kabupaten/Kota, pemekaran Kecamatan, bahkan sampai pada pemekaran Desa/Kelurahan. Tentunya dengan pemekaran daerah tersebut diharapkan agar percepatan pembangunan dalam segala aspek, seperti aspek fisik (infrastruktur), aspek ekonomi, aspek sosial dan budaya dan aspek pelayanan publik dapat menjadi lebih baik dari sebelum terjadinya pemekaran daerah dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat didaerah hasil pemekaran serta mengurangi tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran. Pemekaran daerah terjadi karena adanya ketimpangan-ketimpangan pembangunan dan tidak meratanya sektor-sektor pembangunan disemua wilayah, sementara potensi wilayah memungkinkan untuk dikembangkan atau digali sebagai sumber-sumber penghasilan pembangunan. Pemekaran daerah yang telah terjadi di Indonesia semenjak era reformasi, jumlahnya sudah menunjukkan angka yang cukup signifikan. Hal ini dapat dilihat dengan bertambahnya jumlah Propinsi di Indonesia, dan jumlah Propinsi yang ada sekarang sudah berjumlah 33 (tiga puluh tiga) Propinsi. Tentunya jumlah Kabupaten/Kota juga telah bertambah dimasing-masing Propinsi. Konsep pemekaran ini berangkat dari undang-undang Nomor 22 tahun 1999, dan didalam undang-undang ini mengatur tentang adanya otonomi yang luas bagi daerah yaitu dengan jalan penggabungan beberapa daerah menjadi satu dan pemisahan suatu daerah dari daerah induknya (pemekaran wilayah). Menyikapi undang-undang Nomor 22 tahun 1999 ini pemerintah juga
2
mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 129 tahun 2000 yang mengatur tentang mekanisme penggabungan beberapa daerah menjadi satu dan pemisahan suatu daerah dari daerah induknya (pemekaran wilayah). Melihat realita pemekaran daerah yang telah terjadi di Indonesia, memang tidak seluruh daerah berhasil dan sukses dalam melaksanakan pemekaran daerah. Masalah-masalah yang muncul antara lain, adanya pertentangan tentang penetapan calon ibukota Kabupaten/Kota didaerah hasil pemekaran tersebut, sehingga mengakibatkan munculnnya konflik yang bernuansa SARA diantara masyarakat setempat, seperti yang terjadi di Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat. Masalah lain yang muncul dari hasil pemekaran yaitu belum siapnya daerah hasil pemekaran melaksanakan percepatan pembangunan seperti yang diharapkan, hal ini disebabkan keterbatasan anggaran yang dimiliki daerah induk dalam membantu daerah pemekarannya. Disamping itu juga dipengaruhi oleh faktor sumber daya manusia (SDM) dikalangan para pengambil kebijakan dan masyarakat didaerah hasil hasil pemekaran. Faktor SDM ini sangat berpengaruh besar dalam melaksanakan percepatan pembangunan yang dicita-citakan sebelum terjadinya pemekaran daerah didaerah tersebut. Untuk Propinsi Sumatera Utara , pemekaran daerah pertama yang terjadi setelah reformasi yaitu terbentuknya Kabupaten Mandailing Natal (Madina) dan Kabupaten Toba Samosir (Tobasa). Kabupaten Madina merupakan pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan, sedangkan Kabupaten Tobasa merupakan pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Utara. Sampai saat ini telah banyak terjadi proses pemekaran Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara , antara lain : Kabupaten Serdang Bedagai (pemekaran dari Kabupaten Deli Serdang),
3
Kabupaten Pak-Pak Bharat (pemekaran dari Kabupaten Dairi), Kabupaten Samosir (pemekaran dari Kabupaten Tobasa), Kabupaten Humbang Hasundutan (pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Utara), Kabupaten Nias Selatan (pemekaran dari Kabupaten Nias), dan pemekaran Kabupaten yang terakhir terwujud di Sumatera Utara yaitu munculnya Kabupaten Batu Bara (pemekaran dari Kabupaten Asahan), Kabupaten Padang Lawas dan Kabupaten Padang Lawas Utara (pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan). Seiring dengan banyaknya bermunculan Kabupaten baru di Sumatera Utara yang merupakan hasil pemekaran, tentunya Kabupaten lain yang merasa mempunyai potensi juga menginginkan untuk terjadinya pemekaran. Kabupaten yang sudah menjadi “daftar tunggu” untuk dimekarkan yaitu Kabupaten Labuhanbatu.
Adapun
Pemekaran
yang
dimaksud
adalah
menjadikan
Labuhanbatu menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu Labuhanbatu Utara yang berkedudukan di Membang Muda dengan ibukota Aek Kanopan terdiri dari 8 (delapan) Kecamatan : Kualuh Hulu, Kualuh Hilir, Kualuh Selatan, Kualuh Leidong, Aek Natas, Na IX-X, dan Merbau; Labuhanbatu Selatan berkedudukan di Kotapinang dengan Ibukota Kotapinang, terdiri dari 5 (lima) Kecamatan : Kotapinang, Silangkitang, Torgamba, Sei Kanan, dan Kampung Rakyat. Labuhanbatu (Induk) dengan ibukota Rantauprapat terdiri dari 9 (sembilan) Kecamatan, yaitu : Rantau Utara, Rantau Selatan, Bilah Barat, Bilah Hulu, Pangkatan, Panai Hulu, Panai Tengah, Bilah Hilir, dan Panai Hilir. Secara teoritis, pemekaran daerah dimulai dari adanya problem isu ditengah tengah masyarakat. Problem isu ini yaitu masyarakat Labuhanbatu mempunyai anggapan adanya kejenuhan terhadap Pemeritah Daerah dan
4
masyarakat menginginkan adanya suatu perubahan yang dapat menyentuh aspek sosial dan pembangunan didaerah mereka, disamping itu adanya kecemburuan sosial dari masyarakat Labuhanbatu terhadap daerah daerah yang sudah dimekarkan. Masyarakat Labuhanbatu menilai aspek kewilayahan dan potensi dari Kabupaten Labuhanbatu sudah sangat layak untuk dimekarkan dibandingkan dengan daerah daerah lain yang luas wilayahnya kecil tapi bisa dimekarkan. Problem isu inilah yang akhirnya berkembang menjadi isu publik, dan isu publik ini ditandai dengan adanya aspirasi-aspirasi dari masyarakat dan aspirasi ini diusung oleh kelompok-kelompok kepentingan yang ada di Kabupaten Labuhanbatu maupun kelompok-kelompok kepentingan yang berada diluar Kabupaten Labuhanbatu (perantauan). Kelompok-kelompok kepentingan ini berupa organisasi kemasyarakatan (Ormas) yang peduli terhadap adanya pemekaran daerah. Setelah isu publik tersebut diangkat kepermukaan, maka isu pemekaran daerah menjadi isu agenda. Pada tahap isu agenda ini melibatkan interaksi antara 3 (tiga) lembaga yaitu kelompok-kelompok kepentingan (Ormas), Partai Politik dan Pembuat Kebijakan (DPRD dan Pemda). Melalui hasil interaksi ketiga lembaga tersebut maka secara bertahap dan melalui beberapa proses , maka dikeluarkanlah keputusan politik oleh pembuat kebijakan yang ada di Kabupaten Labuhanbatu. Keputusan politik ini ditandai dengan adanya surat keputusan dari DPRD Kabupaten Labuhanbatu yang memberikan persetujuan terhadap pembentukan Kabupaten Labuhanbatu Utara , Kabupaten Labuhanbatu Selatan, dan Kabupaten Labuhanbatu (induk). Sehingga dengan adanya surat keputusan dari DPRD Kabupaten Labuhanbatu tentang persetujuan pembentukan 3 (tiga)
5
Kabupaten, tentunya hal ini menandai bahwa isu pemekaran Labuhanbatu sudah menjadi isu agenda. Secara umum proses munculnya isu pemekaran daerah di Labuhanbatu telah berlangsung cukup lama yaitu sekitar tahun 2003, tetapi wujud nyata dan realisasinya baru terdengar dalam kurun waktu dua tahun terakhir ini. Hal ini ditandai dengan keluarnya surat ketua DPRD Kabupaten Labuhanbatu tertanggal 11 maret 2003 tentang pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Keluarnya surat ketua DPRD Kabupaten Labuhanbatu tersebut merupakan tindak lanjut dari adanya surat dukungan pemekaran dari Forum Komunikasi Partai Politik (FKPP) Kecamatan Kota Pinang tertanggal 03 februari 2003 tentang pernyataan dukungan pemekaran Kabupaten Labuhanbatu dan surat dukungan pemekaran Labuhanbatu tertanggal 11 februari 2003 dari masyarakat Kecamatan Kualuh Hulu, Kualuh Hilir, Kualuh Selatan, Aek Natas, Na IX-X. Berdasarkan dukungan pemekaran Kabupaten Labuhanbatu yang berasal dari masyarakat Kecamatan Panai Hilir, maka dikeluarkanlah surat DPRD Kabupaten Labuhanbatu tanggal 24 maret 2003 tentang pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Sehingga pada tanggal 08 mei 2003 dikeluarkanlah surat DPRD Kabupaten Labuhanbatu yang ditujukan kepada Bupati Labuhanbatu agar segera melakukan penelitian awal tentang pemekaran. Awal munculnya isu pemekaran ini berawal dari aspirasi-aspirasi masyarakat yang ada di Kabupaten Labuhanbatu, khususnya calon daerah yang akan dimekarkan. Masyarakat didaerah tersebut menilai bahwa pembangunan yang mereka rasakan didaerahnya masih jauh tertinggal dengan daerah lain yang ada di Sumatera Utara, sehingga isu ini mula-mula merupakan ketidakpuasan terhadap pembangunan dan pemeratan. Tidak heran isu ini menjadi bak bola salju
6
yang kian menggelinding khususnya dalam zona politik lokal pasca pemilihan kepala daerah (Pilkada). Aspirasi dari masyarakat tersebut segera diakomodir oleh kelompok-kelompok kepentingan yang ada di masyarakat. Kelompok-kelompok kepentingan ini berasal dari beberapa elemen masyarakat, antara lain : kalangan tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh-tokoh agama yang ada didaerah Labuhanbatu maupun yan berada diluar daerah Labuhanbatu (perantauan), kelompok-kelompok Lembaga
Swadaya
Masyarakat
(LSM),
partai
politik,
dan
organisasi
kemasyarakatan (Ormas) yang ada di Labuhanbatu, kelompok-kelompok pengusaha (bisnis), dan kelompok mahasiswa yang berasal dari Labuhanbatu, baik yang ada didaerah Labuhanbatu maupun mahasiswa Labuhanbatu yang ada diperantauan. Disamping itu juga melibatkan kelompok komunitas masyarakat Labuhanbatu yang ada di perantauan, seperti Ikatan Keluarga Labuhanbatu (IKLAB). Tahapan dan langkah pemekaran dimulai dari semangat reformasi yang menghendaki percepatan pelayanan masyarakat dalam rangka mensejahterakan masyarakat, dan didorong keberhasilan pemekaran sejumlah daerah di seantero Indonesia, maka pelan tapi pasti segera bermunculan ide-ide pemekaran dari tokoh-tokoh masyarakat Labuhanbatu baik yang ada di daerah-daerah, maupun yang ada di perantauan. Khusus yang ada di perantauan ide pemekaran ini dipelopori oleh IKLAB (Ikatan Keluarga Labuhanbatu) Medan dan sekitarnya. Dari sana dibentuklah Tim Pengkajian Pemekaran Labuhanbatu, gaung ide baik dan cerdas tersebut merebak dan memperoleh antusias yang luar biasa dari masyarakat. Dari pengkajian serius dan niat baik warga tersebut, meski terkesan lambat tapi secara pasti diperoleh sejumlah titik terang seperti : dibentuknya tim
7
pemekaran oleh sejumlah tokoh masyarakat dari daerah-daerah dan dibentuknya tim pemekaran oleh Pemkab untuk mengakomodir keinginan masyarakat luas. Dengan dibentuknya tim sosialisasi persyaratan dan kriteria pemekaran Kabupaten Labuhanbatu dengan keputusan Bupati No. 180/85/Hukum Tanggal 8 Mei 2003. Selanjutnya dibentuk Tim Pengkajian Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu berdasar keputusan Bupati No. 135/1174/PEM tanggal 9 Desember 2004 dan dirobah berdasar keputusan Bupati No. 135/1236/PEM tanggal 31 Desember 2004. Berdasarkan surat-surat dukungan yang berasal dari masyarakat yang menginginkan agar pemekaran daerah dapat segera terlaksana, maka hal ini menunjukkan bahwa keinginan masyarakat untuk pemekaran Labuhanbatu sudah sangat kuat. Untuk menindaklanjuti surat-surat dukungan yang berasal dari masyarakat tersebut, maka DPRD Kabupaten Labuhanbatu pada tanggal 31 Oktober 2005 mengadakan rapat paripurna untuk menghasilkan surat keputusan tentang persetujuan DPRD Kabupaten Labuhanbatu terhadap pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Pada hari itu juga akhirnya DPRD Kabupaten Labuhanbatu selesai bersidang dan menghasilkan surat keputusan DPRD Kabupaten Labuhanbatu nomor 63 tahun 2005 tentang persetujan DPRD Kabupaten Labuhanbatu terhadap pembentukan Kabupaten Labuhanbatu Utara, Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Labuhanbatu (induk). Dari surat keputusan tersebut terdapat dua keputusan, yang pertama keputusan DPRD Kabupaten Labuhanbatu nomor 63 a tahun 2005 tentang penetapan ibukota Kabupaten Labuhanbatu Utara dan Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Kedua, keputusan DPRD Kabupaten Labuhanbatu nomor 63 b tahun 2005 tentang
8
kesanggupan dukungan dana dari Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu (induk) untuk Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu Utara dan Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Berdasarkan surat keputusan DPRD Kabupaten Labuhanbatu tersebut maka pihak Pemerintah Daerah juga mengeluarkan surat keputusan Bupati Labuhanbatu tertanggal 01 November 2005 tentang mohon persetujuan pemekaran Kabupaten Labuhanbatu, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, dan surat tersebut di tujukan kepada Gubernur Sumatera Utara dan ketua DPRD Sumatera Utara. Proses pemekaran Kabupaten Labuhanbatu juga terus berlanjut di tingkat Propinsi, hal ini ditandai dengan dikeluarkannya keputusan DPRD Sumatera Utara Nomor 1/K/2006 tertanggal 12 januari 2006 tentang persetujuan pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Selanjutnya dikeluarkan juga keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 903/035.K/2006 tertanggal 26 januari 2006 tentang bantuan dalam APBD Propinsi Sumatera Utara bagi calon Kabupaten Labuhanbatu Utara dan Kabupaten Labuhanbatu Selatan diwilayah Propinsi Sumatera Utara. Surat Gubernur Sumatera Utara tersebut ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri tertanggal 26 januari 2006 tentang usul pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Usulan pemekaran tersebut hingga saat ini sudah sampai kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri), dan menunggu hasil pembahasan antara Mendagri dan DPR RI dalam memberikan persetujuan untuk terwujudnya pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Berdasarkan pemaparan singkat diatas, dan untuk mengetahui hal tersebut, maka
penulis
mengangkat
permasalahan
ini
sebagai
judul
penelitian,
“Penyusunan Agenda Isu Pemekaran Daerah Kabupaten Labuhanbatu”.
9
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang sudah diungkapkan diatas. Maka penulis dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana isu publik menjadi isu agenda kebijakan pada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Pemerintah Daerah menyangkut pemekaran daerah Kabupaten Labuhanbatu. 2. Apakah pembentukan isu publik dan isu agenda kebijakan pemekaran daerah sebagai interaksi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), partai politik dan kelompok kepentingan di Kabupaten Labuhanbatu.
1.3.
Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini antara lain : 1. Untuk menjelaskan isu publik menjadi isu agenda kebijakan pada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Pemerintah Daerah menyangkut pemekaran daerah Kabupaten Labuhanbatu. 2. Untuk menjelaskan interaksi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), partai politik dan kelompok kepentingan dalam proses penyusunan agenda isu pemekaran di Kabupaten Labuhanbatu.
Manfaat penelitian ini antara lain : 1. Secara akademis, Dapat memperkaya khasanah pendidikan dan menambah ilmu pengetahuan dibidang disiplin ilmu studi pembangunan, seperti : kebijakan publik, manajemen pembangunan, perencanaan dan strategi pembangunan, politik lokal & desentralisasi, dsb. Disamping itu dapat memberikan pemahaman dan sinergi antara institusi pendidikan tinggi
10
dalam melakukan pengkajian ilmiah terhadap konsep pemekaran daerah dengan praktisi di institusi serta praktisi di partai politik dan kelompok kepentingan. 2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap berbagai pihak, terutama Pemerintah, partai politik, kelompok kepentingan dan akademisi tentang konsep pemekaran daerah, proses,
implikasi
dan
dinamikanya
dalam
upaya
mewujudkan
kesejahteraan masyarakat di daerah hasil pemekaran.
1.4. Kerangka Teori/Kerangka Pemikiran Dalam penelitian ilmiah, fungsi dari kerangka teori sangat membantu untuk menentukan tujuan dan arah penelitian. Sebagaimana disampaikan oleh (Hadari Nawawi, 1995), kerangka teori disusun sebagai landasan berfikir yang menunjukkan dari sudut mana masalah yang dipilih akan disoroti. Dengan demikian kerangka teori dalam penelitian ini adalah mengenai Desentralisasi (Devolusi), Otonomi Daerah, Agenda Setting dan Pendekatan Prilaku/Behavioralism: 1. Desentralisasi Desentralisasi adalah mekanisme penyelenggaraan pemerintah yang menyangkut pola hubungan antara pemerintah nasional dan pemerintah lokal. •
Devolusi adalah kemampuan unit pemerintah yang mandiri dan independent, di sini pemerintah pusat harus melepaskan fungsi-fungsi tertentu untuk menciptakan unit-unit pemerintahan yang baru yang otonom dan berada di luar kontrol langsung pemerintah pusat.
11
2. Otonomi Daerah Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 3. Agenda setting Agenda setting dapat diartikan sebagai proses menentukan isu/masalah publik yang akan diagendakan. Pembentukan isu agenda terjadi sebagai akibat dari perluasan isu dari perhatian kelompok tertentu keperhatian publik yang lebih luas. Yakni sekelompok publik yang mengetahui dan tertarik dengan urusan publik dan yang punya pemimpin opini. Akhirnya isu akan mendapat perhatian dari publik secara umum. 4. Kelompok Kepentingan, Partai Politik dan Pembuat Kebijakan (Pendekatan Prilaku/ Behavioralism). Secara teoritis, sebuah isu/masalah publik dapat diagendakan oleh para pembuat kebijakan jika terdapat interaksi antara kelompok kepentingan, partai politik serta para pembuat kebijakan (Parsons, 2005). Penyusunan agenda kebijakan dengan melibatkan kelompok kepentingan, partai politik dan para pembuat kebijakan dikenal sebagai pendekatan prilaku (behavioralism).
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Desentralisasi dan Otonomi Daerah 2.1.1. Desentralisasi Secara etimologi, istilah desentralisasi berasal dari bahasa latin, de berarti lepas dan centrum berarti pusat. Oleh karena itu, desentralisasi berarti melepaskan dari pusat. Secara terminologi terdapat beberapa pengertian dan definisi desentralisasi yang dapat disimpulkan dari Joeniarto (1967 : 53), Liang Gie (1968 : 56), UU No. 5 Tahun 1974, Muslimin (1978 : 15), Soejito (1981 : 25), Suryaningrat (1981 : 67), Bryan dan White (1982 : 16-161), Amal dan Nasikun (1988 : 10) dan Harris dalam Riwu Kaho (1991 : 6) yaitu : (Dharma, 2004) 1. Pelimpahan
wewenang
dari
pusat
kepada
satuan-satuan
organisasi
pemerintahan untuk menyelenggarakan segenap kepentingan setempat dari sekelompok penduduk yang mendiami suatu wilayah. 2. Secara administratif diartikan sebagai pemindahan beberapa kekuasaan administratif depertemen pemerintah pusat ke daerah dan dikenal dengan nama “Dekonsentrasi”. 3. Secara politik diartikan sebagai pemberian wewenang pembuatan keputusan dan kontrol terhadap sumber-sumber daya kepada pejabat regional dan lokal dikenal dengan nama “Devolusi”. 4. Ditinjau dari segi privatisasi diartikan sebagai pemindahan tugas-tugas yang bersifat mencari untuk ataupun tidak kepada organisasi sukarela.
13
5. Dipahami sebagai delegasi diartikan pemindahan tanggung jawab manajerial untuk tugas-tugas tertentu kepada organisasi-organisasi yang berada di luar struktur pemerintah pusat dan hanya secara tidak langsung dikontrol oleh pemerintah pusat 6. Ditinjau dari jabatan diartikan sebagai pemencaran kekuasaan dari atas kepada bawahan sehubungan dengan kepegawaian atau jabatan dengan maksud untuk meningkatkan kelancaran kerja dan termasuk dalam dekonsentrasi juga. 7. Ditinjau dari kenegaraan diartikan sebagai penyerahan untuk mengatur daerah dalam lingkungannya sebagai usaha untuk mewujudkan asas demokrasi dalam pemerintahan negara. Desentralisasi ini ada dua macam yaitu desentralisasi teritorial (penyerahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri) dan desentralisasi fungsional (pelimpahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus fungsi tertentu). 8. Penyerahan urusan pemerintah dari pemerintah atau daerah tingkat atasnya kepada daerah menjadi urusan rumah tangganya. Jika dibandingkan dengan pengertian Hukum Administrasi Negara pengertian desentralisasi sebagai delegasi, maka desentralisasi diartikan sama dengan desentralisasi politik atau dekonsentrasi. Shabbir Chemma dan Rondinelli (1983) dalam Syaukani et al (2002) mengemukakan bahwa desentralisasi adalah suatu teori pemerintahan yang sangat rasional. Paling tidak ada 14 alasan yang dapat dikemukakan, yakni : (Koirudin, 2005)
14
1. Desentralisasi ditempuh untuk mengatasi keterbatasan karena perencanaan pembangunan yang bersifat sentralistik. 2. Desentralisasi dapat memotong jalur birokrasi yang rumit serta prosedur pemahaman pejabat daerah atas pelayanan publik yang diemban. 3. Desentralisasi memberikan fungsi yang dapat meningkatkan pemahaman pejabat daerah atas pelayanan publik yang diemban. 4. Desentralisasi akan mengakibatkan terjadinya penetrasi yang lebih baik dari pemerintah pusat bagi daerah terpencil, dimana sering rencana Pemerintah tidak dipahami masyarakat setempat atau dihambat oleh elit lokal. 5. Desentralisasi memungkinkan representasi yang lebih luas dari berbagai kelompok politk, etnis, keagamaan dalam perencanaan pembangunan. 6. Densentralisasi
dapat
meningkatkan
kemampuan
maupun
kapasitas
pemerintahan serta lembaga privat di daerah. 7. Desentralisasi dapat meningkatkan efesiensi pemerintahan di pusat dengan tidak lagi mereka menjalankan tugas rutin. 8. Desentralisasi dapat menyediakan struktur dimana berbagai departemen di Pusat dapat dikoordinasi secara efektif bersama dengan pejabat daerah dan sejumlah NGOs (Non Government Organizations). 9. Desentralisasi digunakan untuk melembagakan partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan implementasi program. 10. Desentralisasi dapat meningkatkan pengaruh atau pengawasan berbagai aktifitas yang dilakukan elit lokal yang kerap tak simpatik dengan program pembangunan.
15
11. Desentralisasi dapat mengantarkan pada administrasi pemerintahan yang mudah disesuaikan, inovatif dan kreatif. 12. Desentralisasi perencanaan dan fungsi manajemen memungkinkan pemimpin daerah menetapkan pelayanan secara efektif di tengah masyarakat terisolasi. 13. Desentralisasi dapat memantapkan stabilitas politik dan kesatuan nasional dengan memberikan peluang kepada berbagai kelompok masyarakat di daerah. 14. Desentralisasi dapat meningkatkan penyediaan barang dan jasa di tingkat lokal dengan biaya yang lebih rendah. Dari berbagai alasan itulah berbagai studi tentang desentralisasi memiliki pekembangan yang cukup pesat. Studi tentang desentralisasi ditujukan untuk mencari upaya-upaya merealisasikan gagasan besar desentralisasi ke dalam pemerintahan yang memiliki ciri spesifik masing-masing.
2.1.1.1. Nilai – Nilai Desentralisasi Smith (1985) telah mengupas nilai-nilai desentralisasi secara rinci dengan membedakan nilai desentralisasi dari sudut pandang kepentingan pemerintahan Pusat dan dari sistem kepentingan pemerintahan daerah. Bila dilihat dari kepentingan pemerintah pusat/tulis smith ), sedikitnya ada tiga nilai desentralisasi untuk pendidikan politik. Sementara, dari sisi kepentingan pemerintah daerah, nilai pertama dari desentralisasi adalah untuk mewujudkan apa yang disebut Political Equality. Ini berarti, melalui pelaksanaan desentralisasi, diharapkan akan lebih, membuka kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam berbagai aktivitas politik di tingkat lokal. (Syarif, 2000).
16
Nilai lebih desentralisasi dari sisi kepentingan pemerintahan daerah adalah Local Accountability. Dalam hal ini terlihat ada sedikit variasi di antara para penulis dalam mengartikulasi istilah Local Accountability itu sendiri. Smith, misalnya, cenderung mengaitkannya dengan ide dasar dari Liberty. Oleh karenanya adalah suatu hal yang logis bila ia percaya melalui pelaksanaan desentralisasi akan meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam memperhatikan hak-hak dari komunitasnya. Pada sisi lain, Ruland (1992) cenderung mengoperasional istilah Local Accountability dalam konteks pembangunan sosial dan ekonomi. Menurut Ruland, Akuntabilitas dari pemerintah daerah menjadi sangat penting dalam proses pembangunan sosial dan ekonomi. Ini karenanya (hanya) melalui proses pengambilan keputusan oleh para penyelenggara pemerintahan daerah, maka pembagian kekuasaan (antara pusat dan daerah) akan memiliki arti, dan dapat menjamin bahwa tuntutan (dari masyarakat) akan didengar (oleh pemerintah), yang pada akhirnya pelayanan publik pun akan diberikan sesuai dengan kepentingan masyarakat. Lebih jauh dari itu, penyebaran kekuasaan (politik) melalui areal division, dan dengan adanya kepercayaan yang kuat terhadap pemerintah daerah, (maka) akan dapat menjamin (terwujudnya) sebuah pola pembangunan sosial yang dilandasi oleh prinsip perbedaan dalam kesatuan. Nilai ketiga dari desentralisasi dari sisi kepentingan pemerintahan daerah adalah local responsiveness. Salah satu asumsi dasar dari nilai desentralisasi yang ketiga ini adalah karena pemerintah daerah dianggap mengetahui lebih banyak tentang berbagai masalah yang dihadapi oleh komunitasnya, maka melalui pelaksanaan desentralisasi diharapkan akan menjadi jalan yang terbaik untuk mengatasi dan sekaligus meningkatkan akselerasi dari pembangunan sosial dan ekonomi di daerah.
17
2.1.1.2. Esensi Desentralisasi Bila saja kita coba untuk membuka “selimut” formal dari konsep desentralisasi dengan tidak hanya membatasinya dalam konteks hubungan kekuasaan antara pemerintah pusat dan daerah, tetapi pada konteks yang lebih luas – State Society Relation akan terlihat dengan jelas bahwasanya hampir semua nilai dari desentralisasi di atas bermuara pada mekanisme hubungan antara ‘Negara dan Masyarakat’ atau ‘penguasa dan yang dikuasai’ dalam proses pemerintahan dan pembangunan. Sejauh ini,sedikitnya ada 5 (lima) perspektif yang sering digunakan bila bicara tentang pola hubungan state-society di negara-negara sedang berkembang pada umumnya, dan di Indonesia pada khususnya. Pertama, apa yang disebut R.O’G. Anderson (1983) sebagai model state-qua State. Anderson adalah salah satu di antara penulis yang telah menganalisa karakteristik dari State-Society Relation di Indonesia pada masa kolonial dikaitkan dengan karakteristik rezim orde baru. Berangkat dari asumsi dasar bahwa rezim kolonial hampir secara keseluruhan mengabaikan atau menekan aspirasi (interest) dari masyarakat, Anderson kemudian secara implisit menyimpulkan bahwa pola State-Society Relation pada masa Orde Baru memiliki karakteristik dasar yang sama dengan pola State-Society Relationp pada masa kolonial, yakni : dominannya peran dari State
dan hampir diabaikannya peran Society dalam proses pengambilan
keputusan (Policy Formulation). Hampir semua kebijaksanaan, tegas Anderson, adalah refleksi dari The State Interest daripada refleksi dari Societed And Extra State Interest telah menggunakan model ini dalam memahami pola State-Society
18
Relation di Indonesia. Diantara ‘modifikasi’ yang dilakukan King adalah dengan memasukkan peran dari state corporatism, yaitu unit-unit instrumen (organisasi) yang dibentuk oleh state dengan tujuan untuk meregulasi mekanisme dari partisipasi masyarakat. Menurut King, state-corporation adalah pendekatan yang paling tepat dalam memahami bagaimana Orde Baru telah meregulasi (untuk tidak mengatakan ‘menekan’) partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan (King 1982 : 110-115). Persepektif yang keempat adalah model Bureaucratic Pluralistic. Persepektif ini telah digunakan oleh Emerson (1983) dalam menganalisa peran dari ‘Birokrat-Militer’ dan ‘Birokrat-Sipil’ dalam proses pengambilan keputusan untuk berbagai kebijaksanaan nasional di Indonesia. Dari hasil analisanya, Emerson kemudian merumuskan beberapa kesimpulan, dua diantaranya yang menarik untuk digaris bawahi adalah : Perspektif kelima, diberi label oleh Liddle (1987) dengan sebutan Restricted Pluralism Model. Perspektif ini sangat berbeda dengan empat persepektif sebelumnya. Bila empat model yang dikemukakan sebelumnya cenderung bertumpu pada argumen bahwa proses pengambilan keputusan atas kebijaksanaan nasional sangat dimonopoli oleh ‘state actors’, maka Restricted Pluralism model berargumen – memang diakui state-actors memainkan peran utama, namun pada tingkat-tingkat tertentu masih didapat ‘ruangan’ bagi extra state-actor untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan pada tingkat nasional.
19
2.1.2. Otonomi Daerah Penerapan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia adalah melalui pembentukan daerah-daerah otonom. Istilah otonomi sendiri berasal dari dua kata bahasa Yunani, yaitu autos (sendiri) dan nomos (peraturan) atau ‘undang-undang’. Oleh karena itu, otonomi berarti peraturan sendiri atau undang-undang sendiri, yang selanjutnya berkembang menjadi pemerintahan sendiri. Dalam terminologi ilmu pemerintahan dan hukum administrasi negara, kata otonomi ini sering dihubungkan dengan otonomi daerah dan daerah otonom. Oleh karena itu, akan dibahas pengertian otonomi, otonomi daerah dan daerah otonom. Otonomi daerah diartikan sebagai pemerintahan sendiri (Muslimin, 1978:16) dan diartikan sebagai kebebasan atas kemandirian, bukan kemerdekaan (Syafrudin, 1985:23), sedangkan otonomi daerah sendiri memiliki beberapa pengertian menurut UU No. 5 tahun 1974, Wayong (1975:74-87), Thoha (1985:27) dan Fernandez (1992:27) yaitu : (Dharma, 2004) 1. Kebebasan untuk memelihara dan memajukan kepentingan khusus sedaerah dengan kuangan sendiri, menentukan hukum sendiri, dan pemerintahan sendiri. 2. Pendewasaan politik rakyat lokal dan proses menyejahterakan rakyat. 3. Adanya pemerintahan lebih atas memberikan atau menyerahkan sebagian urusan rumah tangganya kepada pemerintah bawahannya. Sebaliknya pemerintah bawahan yang menerima sebagian urusan tersebut telah mampu melaksanakan urusan tersebut.
20
4. Pemberian hak, wewenang, dan kewajiban kepada daerah memungkinkan daerah tersebut dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dala rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan. Demikian juga daerah otonom memiliki beberapa pengertian, Liang Gie (1968 : 58), Riwu Kaho (1988 : 7), Sujamto (1991 : 88), mendefenisikan daerah otonom sebagai berikut : 1. Daerah yang mempunyai kehidupan sendiri yang tidak bergantung pada satuan organisasi lain. 2. Daerah yang mengemban misi tertentu, yaitu dalam rangka meningkatkan keefektifan dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan didaerah di mana untuk melaksanakan tugas dan kewajiban itu di daerah diberi hak dan wewenang tertentu. 3. Daerah yang memiliki atribut, mempunyai urusan tertentu (urusan rumah tangga daerah) yang diserahkan oleh pemerintah pusat, urusan rumah tangga itu diatur dan diurus atas inisiatif dan kebijakan daerah itu sendiri, memiliki aparat sendiri yang terpisah dari pemerintah pusat, memiliki sumber keuangan sendiri. Secara sederhana (Mawhood, 1987) mendefenisikan otonomi daerah sebagai a freedom which is assumed by a local government in both making and implementing its own decisions. Dalam konteks Indonesia, otonomi daerah di defenisikan sebagai hak, wewenang, dan tanggung jawab daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri. (Syarif, 2000)
21
Berbeda dengan defenisi otonomi daerah, defenisi desentralisasi terlihat lebih bervariasi. Mawhood (1987 : 4) , misalnya mendefenisikan desentralisasi sebagai The Devolution of power from central to local government. Sementara Rondinelli dan Cheema (1983 : 18) mendefenisikan desentralisasi sebagai the transfer of planning, decision making, or administrative authority from central government to its field organisation, local administrative units, semi autonomous and parastatal organisation, local government, or non-government organisation Undang-undang No. 5 tahun 1974 mendefenisikan desentralisasi sebagai penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah sehingga menjadi urusan rumah tangganya. Ralatif bervariasinya defenisi desentralisasi ini sebenarnya dapat dipahami, karena seperti dikemukakan Dina Conyer (1983 : 99), pada awal tahun 1970-an perhatian terhadap studi desentralisasi semaking meningkat. Sejak saat itu bidang kajian ini tidak lagi dimonopoli oleh disiplin ilmu politik dan administrasi negara, tetapi telah menjadi objek kajian disiplin ilmu lain, seperti ilmu ekonomi dan antropologi. Sebagai salah satu konsekuensi logis dari kecenderungan ini, desentralisasi pun telah didefenisikan tidak saja berdasarkan disiplin ilmu, tetapi juga harus berdasarkan kepentingan dari institusi yang melakukan kajian. Pada konteks inilah, kita harus menghargai relatifitas sebuah defenisi, atau seperti di tegaskan oleh Mawhood (1987 : 2), A Defenition, Lika A Theoritical Model, Is Adopted Not Because It Is True But Because It Is Useful. Dari beberapa pengertian tentang otonomi, otonomi daerah, dan daerah otonom di atas, disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
22
1. Tujuan yang hedak dicapai dalam pemberian otonomi kepada daerah adalah meningkatkan daya guna hasil guna penyelenggaraan pemerintahan, di mana pelimpahan kewenangan oleh pemerintah pusat kepada daerah mengandung konsekuensi yang berupa hak, wewenang, dan kewajiban bagi rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini daerah benar-benar dituntut agar mandiri dalam menunjukkan kemampuannya
sehingga
secara
berangsur-angsur
semakin
kecil
ketergantugannya kepada pemerintahan pusat. 2. Dalam penyerahan otonomi kepada daerah, harus dilihat kemampuan riil daerah tersebut atau dengan kata lain setiap penambahan urusan kepada daerah (pengembangan otonomi daerah secara horizontal) harus mampu memperhitungkan sumber-sumber pembiayaan atau kemampuan riil daerah. 3. Bahwa dalam mengatur dan menyelenggarakan urusan rumah tangga daerah, pada prinsipnya daerah harus mampu membiayai sendiri kebutuhannya dengan mengandalkan kemampuan sendiri atau mengurangi ketergantungan ke pemerintah pusat. 4. Pada dasarnya otonomi daerah adalah urusan-urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah untuk diselenggarakan menjadi urusan rumah tangga daerah. 5. Bahwa desentralisasi merupakan suatu sistem pemerintahan di amna urusanurusan pemerintah pusat diserahkan penyelenggaraannya kepada satuansatuan organisasi pemerintahan di daerah-didaerah yang disebut daerah otonom.
23
Terlepas dari adanya perbedaan penafsiran dalam mendefenisikan otonomi daerah dan desentralisasi, pada prinsipnya antara dua konsep tersebut terdapat suatu interkoneksi yang linier. Desentralisasi dan otonomi daerah bagaikan dua sisi mata uang yang saling memberi makna satu dengan lainnya. Lebih spesifik, mungkin tidak berlebihan bila dikatakan ada atau tidaknya otonomi daerah sangat ditentukan oleh seberapa jauh wewenang telah didesentralisasikan oleh pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Itulah sebabnya, dalam studi pemerintah daerah, para analis sering menggunakan istilah desentralisasi dan otonomi daerah secara bersamaan, Interchange.
2.1.3. Desentralisasi dan Pemekaran Daerah Rondinelli menyatakan bahwa desentralisasi dalam arti luas mencakup setiap penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat baik kepada pemerintah daerah maupun kepada pejabat pemerintah pusat yang ditugaskan di daerah. Dalam hal ini kewenangan tersebut diserahkan kepada pemerintah daerah, konsep tersebut dikenal dengan devolusi. Adapun apabila sebuah kewenangan dilimpahkan kepada pejabat-pejabat pusat yang ditugaskan di daerah, hal tersebut dikenal dengan konsep dekonsentrasi. Rondinelli (1981) dengan tegas menyatakan bahwa desentralisasi merupakan : “the transfer or delegation of legal and authority to plan, make decision and manage public fungtions from the central govermental its agencies to field organizations of those agencies, subordinate units of goverment, semi autonomous public coparation, area wide or regional development authorities, functional authorities, autonomous local goverment, or non-govermental organizations” (desentralisasi adalah pemindahan wewenang perencanaan, pembuatan keputusan, dan administrasi dari pemerintah pusat kepada organisasi-organisasi lapangannya, unit-unit pemerintah daerah, organisasi-organisasi setengah swantara-otorita, pemerintah daerah dan non pemerintah daerah).
24
Pernyataan tersebut memberikan isyarat bahwa desentralisasi dapat dilakukan melalui empat bentuk kegiatan utama, yaitu : 1. Dekonsentrasi wewenang administratif 2. Delegasi kepada penguasa otorita 3. Devolusi kepada pemerintah daerah 4. Pemindahan fungsi dari pemerintah kepada swasta
Dengan demikian desentralisasi ini dapat dipilah minimal dalam tiga pemahaman besar : dekonsentrasi, delegasi dan devolusi. Dekonsentrasi merupakan bentuk desentralisasi yang hanya merupakan penyerahan tanggung jawab kepada daerah. Sedangkan delegasi hanya merupakan kewenangan pembuatan keputusan dan manajemen untuk menjalankan fungsi-fungsi politik tertentu pada organisasi tertentu. Dan devolusi merupakan wujud kongkrit dari desentralisasi politik (political desentralization). Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Rondinelli diatas, maka dapat ditarik “benang merah”, bahwa konsep pemekaran daerah merupakan wujud nyata dari desentralisasi politik (devolusi). Hal ini ditandai dengan adanya keinginan dari lembaga pemerintahan ditingkat lokal yang menginginkan otonom dan mandiri. Dan untuk mewujudkan keinginan tersebut harus disertai oleh komitmen politik (commitment politic) dari pemerintah pusat dan kemauan politik (political will) dari masyarakat lokal dan lembaga pemerintahan ditingkat lokal agar percepatan pembangunan didaerah dapat terlaksana, dan salah satu cara yang ditempuh yaitu dengan pemekaran daerah dari daerah induk.
25
Adapun devolusi adalah suatu istilah yang pertama kali dikembangkan oleh di Amerika Serikat pada tahun 1994. Nathan menanamkanya dengan revolusi devolusi (Putra, 1999). Secara konseptual istilah devolusi sendiri sudah mulai dikenal kurang lebih 2 dekade sebelumnya. PBB misalnya, pada tahun 1962 mengartikan desentralisasi dalam (1) dekonsentralisasi, juga disebut desentralisasi administrasi; dan (2) devolusi, sering juga disebut sebagai desentralisasi demokrasi atau politik, yang mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada badan perwakilan yang dipilih melalui pemilihan lokal. Pengertian devolusi adalah kemampuan unit pemerintah yang mandiri dan independent (Putra, 1999). Di sini pemerintah pusat harus melepaskan fungsifungsi tertentu untuk menciptakan unit-unit pemerintahan yang baru yang otonom dan berada di luar control langsung pemerintah pusat. Cirinya adalah unit pemerintahan lokal yang otonom dan mandiri, kewenangan pemerintah pusat kecil dan pengawasannya tak langsung, pemerintah lokal memiliki status atau legistimasi hukum yang jelas untuk mengelola sumber daya dan mengembangkan pemerintah lokal sebagai lembaga yang mandiri dan independent. Sherwood misalnya, menyatakan bahwa devolusi berarti “Peralihan kekuatan ke unit-unit geografis pemerintah lokal yang terletak di luar struktur komando formal pemerintah pusat. Konsep tersebut disebut desentralisasi. Jadi, devolusi menggambarkan konsep-konsep pemisahan, dari berbagai struktur dalam system politik secara keseluruhan”. Desentralisasi dan devolusi merupakan dua fenomena yang berbeda, dan mereka akan menggunakan desentralisasi untuk menggambarkan pola hubungan wewenang intra-organisasi dan devolusi untuk menggambarkan pola hubungan wewenang inter-organisasi. (Koirudin, 2005)
26
Ciri-ciri devolusi adalah sebagai berikut : 1. Pemerintah lokal harus diberi otonom dan kebebasan dan dianggap sebagai level terpisah yang mana tidak memperoleh kontrol langsung dari pemerintah pusat. 2. Unit-unit lokal harus memiliki batas-batas geografis yang ditetapkan secara hukum dan jelas di mana mereka (unit-unit tersebut) menerapkan wewenangnya dan melaksanakan fungsi-fungsi publik. 3. Pemerintah lokal harus diberi status lembaga dan wewenang untuk meningkatkan sumber-sumber guna melaksanakan fungsi-fungsi tersebut. 4. Devolusi mencerminkan kebutuhan untuk menciptakan “pemerintah lokal sebagai lembaga”, dalam makna bahwa lembaga ini dianggap oleh penduduk lokal sebagai organisasi yang menyediakan layanan yang memenuhi kebutuhannya dan sebagai unit-unit pemerintah yang memiliki pengaruh. 5. Devolusi merupakan suatu rancangan di mana terdapat hubungan yang saling menguntungkan antar pemerintah lokal dan pemerintah pusat, yaitu pemerintah lokal memiliki kemampuan untuk saling berinteraksi dengan unitunit yang lain dalam sistem pemerintahan yang merupakan bagiannya (Putra, 1999). Dalam pandangan yang lebih kurang sama, Abdulwahab (2002) menyatakan bahwa devolusi dalam maknanya yang hakiki, kalau dijalankan dengan benar, sesungguhnya akan memberikan banyak peluang yang positif, diantaranya adalah terciptanya sebuah relasi politik yang saling menghormati dan saling menguntungkan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Konsep devolusi seperti ini agaknya sejalan dengan pandangan Seidentopf (1987) tatkala
27
ia merumuskan ciri-ciri pokok adanya devolusi sebagai berikut (Abdul Wahab, 2002) : 1. Local goverment as separate levels with less or no control of central authorities 2. Local goverment having clear geographical boundaries 3. Local goverment having power to secure resources to perform their functions 4. Reciprocal relationship established between central and local goverment (abdul wahab, 2002) Devolusi atau yang dikenal dengan konsep desentralisasi politik yang dijalankan oleh suatu negara utamanya yang diekspresikan dalam bentuk kebijakan pemberian otonomi yang semakin besar pada daerah (greater local autonomy) jelas tidak akan pernah berlangsung mulus, terjadi dalam waktu seketika, apalagi dalam situasi politik yang vakum. Alotnya proses implementasi kebijakan otonomi daerah itu tak lain karena otonomi daerah, dalam maknanya yang sesungguhnya, bukanlah hasil kerja politik berbaik hati dari penguasa pusat (Abdul Wahab, 1999). Dari pembahasan tentang makna desentralisasi ini maka dalam pembahasan ini dapat disimpulkan : 1. Dekonsentrasi adalah bentuk desentralisasi yang paling sempit. Di satu sisi dekonsentralisasi hanya merupakan pengalihan beban kerja dari kementerian pemerintah pusat ke staf yang ada di luar ibukota negara, dan staf tersebut tidak bisa diberikan wewenang untuk memutuskan cara pelaksanaan fungsifungsi tersebut.
28
2. Pendelegasian adalah bentuk desentralisasi di mana pendelegasian pembuatan keputusan dan wewenang manajemen untuk fungsi-fungsi tertentu kepada organisasi yang hanya berada di bawah kontrol tak langsung kementrian pemerintah
pusat.
Biasanya
organisasi-organisasi
yang
mendapat
pendelegasian fungsi-fungsi publik memiliki wewenang semi independen untuk melaksanakan tanggung jawabnya, dan bisa saja tidak terletak dalam struktur pemerintah reguler. 3. Devolusi adalah bentuk desentralisasi yang paling utuh, dengan memperkuat atau menciptakan level unit-unit pemerintahan independen melalui devolusi. Beberapa pakar teori administrasi mengatakan bahwa devolusi adalah suatu konsep dan rancangan yang terpisah dengan desentralisasi, dimana ia (devolusi) mencerminkan pembebesan atau pelepasan fungsi-fungsi oleh pemerintah pusat dan menciptakan unit-unit baru pemerintahan di luar kontrol wewenang pusat. Berangkat dari konsep desentralisasi tersebut, maka munculah konsep baru tentang desentralisasi yang lebih luas dan nyata yaitu konsep pemekaran daerah. Pemekaran daerah merupakan bentuk dari desentralisasi politik (political desentralization). Sehingga dengan demikian bahwa pemekaran daerah bukanlah bentuk pemisahan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) atau bentuk negara federal/serikat (negara bagian) tetapi merupakan wujud nyata dari desentralisasi yang dilakukan dengan cara devolusi. Yang tujuannya menciptakan otonomi yang lebih luas kepada suatu daerah, sehingga dengan demikian percepatan
29
pembangunan didaerah tersebut cepat terlaksana dan dapat mensejahterakan masyarakat yang ada di daerah tersebut.
2.2. Isu Menjadi Agenda Secara teoritis, biasanya suatu masalah sebelum masuk ke dalam agenda kebijakan, masalah tersebut menjadi isu terlebih dahulu. Isu ini akan menjadi embrio awal bagi munculnya masalah-masalah publik dan bila masalah tersebut mendapat perhatian yang memadai, maka ia akan masuk ke dalam agenda kebijakan. Sebuah isu atau permasalahan dimulai dari adanya problem isu di tengahtengah masyarakat. Problem isu ini berawal dari isu yang kecil dan lamakelamaan mendapat tanggapan dari masyarakat luas, sehingga isu menjadi sebuah pembicaraan di tengah-tengah masyarakat dan menjadi isu publik. Setelah menjadi isu publik, maka tentunya isu ini akan diakomodir oleh kelompokkelompok kepentingan yang ada untuk disampaikan kepada pembuat kebijakan di daerah untuk menjadi pembahasan bersama. Pembahasan yang terjadi antara pembuat kebijakan (DPRD dan Pemda) tentang isu yang disampaikan oleh kelompok-kelompok kepentingan tadi yang menjadi isu agenda. Isu-isu yang beredar dalam masyarakat akan bersaing satu dengan yang lain untuk mendapatkan perhatian dari para elit politik, sehingga isu yang mereka perjuangkan dapat masuk ke agenda kebijakan. Oleh karena itu kelompokkelompok
dalam
masyarakat
akan
menggunakan
berbagai
cara
untuk
memperjuangkan suatu isu agar masuk ke agenda kebijakan, seperti misalnya
30
memobilisasi diri, mencari dukungan kelompok-kelompok lain maupun menggunakan media massa. Isu akan tercipta melalui beberapa cara : ( Cobb dan Elder, 1972 : 82) •
Isu dibuat oleh partai yang merasa melihat ketidakadilan atau bias (penyelewengan) dalam distribusi kekuasaan dan sumber daya.
•
Penciptaan isu demi kepentingan dan keuntungan personal atau kelompok tertentu.
•
Isu tercipta akibat peristiwa yang tidak terduga.
•
Isu dibuat oleh “ orang yang selalu ingin perbaikan”. Kemudian, ada “perangkat pemicu” internal dan eksternal yang
mendorong munculnya isu. Pemicu Internal •
Bencana alam
•
Peristiwa kemanusiaan yang tidak terduga
•
Perubahan teknologi
•
Ketakseimbangan atau bias dalam distribusi sumber daya
•
Perubahan ekologis
Pemicu Eksternal •
Aksi perang
•
Inovasi dalam teknologi persenjataan
•
Konflik internasional
•
Pola aligment dunia
31
Namun pembentukan isu tidak hanya tergantung kepada satu pemicu saja. Harus ada kaitan antara pemicu dan keprihatinan atau problem yang kemudian `mengubah isu menjadi item agenda.
Agenda tersebut oleh Cobb dan Elder
dikarakteristikkan menjadi dua tipe : sitematik dan institusional. Agenda sitematis terdiri dari “ semua isu yang umumnya dirasakan oleh anggota komunitas politik sebagai isu yang pantas mendapat perhatian dan dianggap sebagai persolan didalam yurisdiksi yang sah dalam otoritas pemerintah ( Cobb dan Elder, 1972 : 85). Lester dan Stewart menyatakan bahwa suatu isu akan mendapat perhatian bila memenuhi beberapa kriteria, yakni : 1) Bila suatu isu telah melampaui proporsi suatu krisis dan tidak dapat terlalu lama didiamkan, misalnya kebakaran hutan. 2) Suatu isu akan mendapat perhatian bila isu tersebut mempunyai sifat partikularitas, di mana isu tersebut menunjukkan dan mendramatisir isu yang lebih besar seperti kebocoran lapisan ozon dan pemanasan global. 3) Mempunyai aspek emosional dan mendapat perhatian media massa karena faktor human interest. 4) Mendorong munculnya pertanyaan menyangkut kekuasaan dan legitimasi dan masyarakat. 5) Isu tersebut sedang menjadi trend atau sedang diminati oleh banyak orang. Sedangkan Mark Rushefky menyatakan bahwa suatu isu akan menjadi agenda melalui konjungsi tiga urutan. Pertama, problem stream, yakni tahap pengidentifikasian masalah yang didiskusikan sebelumnya. Urutan kedua menitikberatkan pada kebijakan atau pemecahan masalah. Urutan kedua ini
32
biasanya terdiri dari para spesialis di bidang kebijakan, seperti misalnya para birokrat, staf legislatif, akademisi, para ahli dalam kelompok-kelompok kepentingan, dan proposal yang dibawa oleh komunitas-komunitas tersebut. Urutan ketiga merupakan urutan politik (political stream). Pada urutan ini biasanya disusun dari perubahan-perubahan dalam opini publik, hasil pemilihan umum, perubahan dalam administrasi dan pergantian partisipan atau ideologi dalam lembaga legislatif. Kepemimpinan politik merupakan faktor yang penting dalam penyusunan agenda. Para pemimpin politik, apakah dimotivasi oleh pertimbanganpertimbangan keuntungan politik, kepentingan publik maupun kedua-duanya, mungkin menanggapi masalah-masalah tertentu, menyebarluaskannya dan mengusulkan penyelesaian terhadap masalah-masalah tersebut. Dalam kaitan ini, kepala eksekutif atau presiden maupun anggota-anggota lembaga legislatif (DPR) mempunyai peran utama dalam politik dan pemerintahan untuk menyusun agenda publik. Gambar 2.1 . Skema Masuknya Isu Menjadi Agenda Problem Isu
Isu Publik
Isu Agenda
Keterangan : Skema masuknya isu menjadi agenda
2.2.1. Agenda Setting Agenda setting dapat diartikan sebagai proses menentukan isu/masalah publik yang akan diagendakan. Genesis kebijakan berkaitan dengan pengenalan problem. Apa yang dianggap sebagai sebuah problem dan bagaimana problem didefenisikan akan tergantung pada cara pembuat kebijakan menangani isu atau
33
kejadian. Seperti dikatakan oleh A.Jones dalam konteks problem sosial : “Siapa saja yang pertama kali mendefenisikan problem sosial dia akan membentuk term awal dimana persoalan itu akan diperdebatkan “ (Jones, 1971 : 561). Kita bisa sepakat pada isunya tapi tidak sepakat pada apa yang sesungguhnya menjadi persoalan, dan karena itu kita juga bisa berbeda pendapat soal kebijakan yang harus diambil. Roger W. Cobb dan Charles D. Elder mengidentifikasi dua macam agenda pokok, yakni agenda sistemik dan agenda lembaga atau pemerintah. Agenda sistemik terdiri dari semua isu yang menurut pandangan anggota-anggota masyarakat politik pantas mendapat perhatian publik dan mencakup masalahmasalah yang berada dalam yurisdiksi wewenang pemerintah yang secara sah ada. Agenda ini terdapat dalam setiap sistem politik di tingkat nasional dan daerah. Beberapa pokok agenda seperti ini misalnya kejahatan di jalan-jalan yang tercantum pada lebih dari satu agenda sistemik sementara pokok agenda lain, seperti misalnya apakah harus membangun gedung konferensi yang baru tercantum baik dalam agenda nasional maupun agenda daerah. Agenda sistemik pada dasarnya merupakan agenda pembahasan. Tindakan mengenai suatu masalah hanya akan ada bila masalah tersebut diajukan kepada lembaga pemerintah dengan suatu kewenangan untuk mengambil tindakan yang pantas. Agenda lembaga atau pemerintah terdiri dari masalah-masalah yang mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh dari pejabat pemerintah. Karena terdapat bermacam-macam pokok agenda yang membutuhkan keputusankeputusan kebijakan maka terdapat pula banyak agenda lembaga. Pada tingkat nasional misalnya, kita akan mendapatkan agenda kepresidenan, agenda
34
administratif, agenda pengadilan dan lain sebagainya. Agenda lembaga merupakan agenda tindakan yang mempunyai sifat lebih khusus dan lebih konkrit bila dibandingkan dengan agenda sistemik. Tingginya angka kriminalitas di jalanjalan kota besar, terutama di Jakarta, merupakan agenda sistemik. Untuk menanggulangi masalah tersebut maka pemerintah dihadapkan pada pilihanpilihan tindakan untuk mengurangi masalah tersebut dengan usulan yang lebih kongkrit dan khusus, seperti misalnya menambah personil polisi di lapangan atau memberikan bantuan keuangan kepada badan-badan pelaksana hukum.
2.3. Kelompok Kepentingan, Partai Politik dan Pembuat Kebijakan (Pendekatan Prilaku/Behavioralism) 2.3.1. Kelompok Kepentingan ( Interest Group ) Sistem politik tidak memberi tempat pada aspirasi individual. Aspirasi yang diperhatikan adalah kepentingan yang sudah diagregasi dan diartikulasi dalam satu kelompok. Kelompok itu bisa berbentuk partai politik, kelompok kepentingan ataupun kelompok penekan. Dinamika satu sistem politik sangat ditentukan oleh pertarungan ketiga kelompok ini dalam upaya menyalurkan aspirasi masyarakat ke pembuat keputusan. Kelompok kepentingan (Interest Group) dapat didefenisikan suatu kelompok yang terdiri dari beberapa orang dan mempunyai tujuan untuk berkumpul, yang mana memasukkannya kedalam persaingan politik dengan kelompok lain yang mempunyai kepentingan.(Theodore, 1975). Fungsi utama yang dilakukan terbatas hanya pada agregasi dan artikulasi kepentingan saja.
35
Kelompok kepentingan bertugas sebagai penghimpun atau broker kepentingan dan tuntutan masyarakat dan mereka mempunyai tugas menampilkan isu-isu penting dalam masyarakat agar mendapat perhatian pembuat keputusan. Upaya menarik perhatian pengambil keputusan ini bisa dilakukan dalam dua cara. Pertama, menawarkan kepentingan masyarakat yang sudah diartikulasikan untuk “dibeli” oleh partai politik. Kedua, secara langsung menyampaikan aspirasi masyarakat kepemerintah yang sering didahului oleh munculnya polemik dalam masyarakat. Cara pertama efektif dilakukan bila partai dapat berfungsi secara maksimal, sehingga tingkat kepercayaan rakyat lebih tinggi kepadanya dibandingkan kekelompok kepentingan. Selain itu cara ini menuntut masyarakat terbuka (open market). Maksudnya pembentukan opini dalam satu masyarakat tidak dimonopoli oleh satu kekuatan politik saja. Tiap kekuatan politk harus memiliki kesempatan yang sama untuk menyebarkan ide-idenya, sekaligus mencari dukungan terhadap ide-ide tersebut. Cara kedua biasanya ditempuh ketika masyarakat menilai bahwa saluransaluran politik yang resi tidak beroperasi secara optimal. Ada kemacetan arus penyampaian aspirasi dari masyarakat kepemerintah, dan pemerintah dinilai kurang (atau bahkan tidak) responsif terhadap aspirasi yang muncul. Diagram berikut menggambarkan wacana yang dapat digunakan rakyat untuk menyampaikan aspirasinya :
36
Gambar 2.2 . Diagram Saluran Penyampaian Pendapat Dari Rakyat Ke Pemerintah Kelompok Kepentingan
Partisipasi
Cari Pengaruh
Rakyat
Partisipasi
Partisipasi
Media Massa
Pemerintah
Partai Politik
Langsung Beri Suara dan Pendapat Keterangan : Diagram saluran penyampaian pedapat dari rakyat ke pemerintah Karya klasik Almond dan Powell (Almond and Bingham, 1980) tentang adanya 4 (empat) etnis kelompok kepentingan dapat membantu kita menelaah peran, fungsi dan “nasib” kelompok kepentingan di Indonesia. Pertama, kelompok Anomik, yang menunjuk kepada kelompok kepentingan yang melakukan kegiatan secara spontan dan hanya berlangsung seketika saja. Kedua, kelompok Nonassosiasional, yakni kelompok yang kegiatannya masih bersifat temporer, dan struktur organisasinya bersifat informal. Ketiga, kelompok Institusional, yakni kelompok yang memiliki kegiatan rutin dan didukung oleh struktur organisasi yang jelas. Keempat, kelompok Assosiasional, yakni kelompok yang memiliki struktur organisasi yang formal, dengan prosedur keanggotaan yang formal. Kelompok ini secara khas mengartikulasikan kepentingan para anggotanya dan telah memiliki tenaga profesional dibidangnya.
37
Diantara keempat jenis kelompok kepentingan ini, yang paling dapat diandalkan untuk menyalurkan aspirasi rakyat kesistem politik adalah kelompok Institusional dan kelompok Assosiasional. Diantara kelompok Institusional dan kelompok Assosiasional, kelompok pertama memiliki kesempatan yang cukup luas untuk mendapat dukungan dari masyarakat dibandingkan kelompok kedua. Hal ini disebabkan aspirasi pada kelompok Assosiasional sangat spesifik dan cenderung ekslusif dalam hal pendukungnya.
2.3.1.1.Peran Lobbi bagi Kelompok Kepentingan Agar aspirasi rakyat yang mereka tampung bisa masuk kedalam mesin politik, kelompok kepentingan melakukan tiga cara utama : Lobbi, propaganda massa dan penekanan terhadap masyarakat lapisan bawah. Diantara ketiganya, lobbi dipandang sebagai cara paling efektif. Sebabnya karena dengan lobbi kita melakukan kontak langsung dengan pengambil keputusan. Pada bentuk propaganda massa kita tidak memilik kesempatan itu. Sebaliknya dalam cara penekanan terhadap masyarakat lapisan bawah, memang terjadi kontak langsung, tetapi peran mereka terbatas dan sangat manipulatif. Menurut Cummings, lobbi adalah suatu hubungan/komunikasi dengan pembuat undang-undang atau pegawai pemerintah yang lain untuk mencoba mempengaruhi keputusan lainnya. Dari pengertian ini terlihat bahwa lobbi tidak terbatas pada usaha mempengaruhi cabang eksekutif, agen-agen yang berkaitan dengan pengaturan dan terkadang pengadilan.(Cummings, 1981) Tidak semua kekuatan politik (termasuk kelompok kepentingan) dapat menggunakan lobbi sebagai sarana yang efektif. Hrebenar dan Scott
38
mengemukakan adanya 5 (lima) syarat yang harus dipenuhi oleh satu kelompok agar dapat menggunakan lobbi secara efektif. Pertama, sumber daya fisik (Physical Resources). Dua hal penting dalam kategori ini adalah adanya dana (uang) untuk menggerakkan roda organisasi, dan adanya anggota yang cukup banyak serta luas penyebarannya (secara geografis), agar aspirasi yang diperjuangkan terkesan didukung orang banyak. Kedua, sumber daya organisasi (Organizational Resources). Hal yang disyaratkan disini adalah kecakapan anggota kelompok untuk mengelola aspirasi yang mereka integrasikan. Selain itu rasa kesatuan dari anggota sangat dibutuhkan, agar mereka dapat bertindak seia sekata. Ketiga, sumber daya politik (Political Resources). Termasuk dalam kategori ini adalah pemahaman kelompok (dan anggotanya) akan proses politik yang berlangsung, keahlian mengatur strategi perjuangan politik, dan reputasi yang
dimiliki
kelompok
maupun
anggotanya.
Disini
kelompok
perlu
memunculkan seorang figur yang dapat dijual ke khalayak. Keempat, sumber daya motivasi (Motivational Resources). Faktor ini menunjuk kepada komitmen ideologi yang dipegang oleh kelompok. Semakin tinggi komitmen terhadap ideologi akan semakin memotivasi anggota kelompok mengartikulasikan aspirasi masyarakat. Kelima, sumber daya tak terlihat (Intangible Resources). Faktor ini menunjuk kepada sumber-sumber lain yang tidak terpikirkan sebelumnya. Adanya “kawan baru” yang tiba-tiba merasa segaris dengan perjuangan kelompok merupakan sumber potensial untuk mewujudkan tujuan kelompok.
39
Berdasarkan pemaparan diatas, setidaknya ada 3 (tiga) parameter yang bisa digunakan sebagai dasar untuk memoteret dinamika kelompok kepentingan di Indonesia. 1. Sebagai Broker atau Mediator Kalau kita menyimak kembali sejarah politik Indonesia, maka yang muncul pertama kali adalah kelompok kepentingan dan kelompok penekan, bukan partai politik. Budi Utomo, Syarikat Islam, Muhammadiyah, serta organisasi lain yang dibentuk diakhir abad XIX merupakan kelompok kepentingan. Bila dilihat batasan dan fungsi yang diperankan kelompok kepentingan dan kelompok penekan
di
Indonesia
mendekati
bentuk
ideal
dari
sebuah
organisai
kemasyarakatan (Ormas). Mereka dibentuk oleh anggota masyarakat sebagai sarana berpartisipasi dalam politik. Seperti halnya broker dan mediator politik, mereka bebas menyalurkan aspirasinya kepartai-partai politik yang ada. 2. Kemampuan Membuat Isu Politik Posisi kelompok kepentingan dan kelompok penekan adalah diantara partai politik dan masyarakat. Pada posisi ini mereka seharusnya tidak pasif, tidak sekedar menuggu munculnya isu atau aspirasi dari masyarakat. Mereka juga dituntut untuk berperan aktif menciptakan isu-isu baru sebagai umpan bagi munculnya aspirasi dari masyarakat. Peran ini harus dilakukan, sebab banyak anggota masyarakat kita yang paham mengenai satu masalah, tetapi tidak bisa merumuskan secara jelas sehingga terabaikan oleh kekuatan politik yang ada. 3. Kemampuan Melakukan Lobbi Fenomena yang sulit dibantah dari keberadaan kelompok kepentingan dan kelompok penekan di Indonesia saat ini adalah, mayoritas pendiri dan
40
pendukungnya adalah kaum terpelajar daerah perkotaan. Masalahnya, mendapat pendidikan formal tidak menjamin seseorang dapat melakukan lobbi politik. Lobbi lebih merupakan satu seni daripada ilmu. Untuk bisa melakukannya dengan baik, seseorang harus memiliki jaringan pergaulan yang luas, harus memiliki pengalaman lapangan yang cukup. Sehingga dapat disimpulkan persoalannya bukan terletak kepada mampu atau tidaknya kelompok kepentingan memainkan lobby politik, tapi pada ada atau tidak adanya ruang dan kesempatan melakukannya.
2.3.2. Partai Politik Partai politik (Parpol) merupakan sekumpulan orang yang secara terorganisir membentuk sebuah lembaga yang bertujuan merebut kekuasaan politik secara sah untuk bisa menjalankan program-programnya. Partai politik mempunyai asas, tujuan, ideologi, dan misi tertentu yang diterjemahkan kedalam program-programnya. Adapun fungsi dari partai politik, yaitu : (Fadillah, 2004) a. Fungsi Artikulasi Kepentingan Æ
Proses
penginputan
berbagai
kebutuhan, tuntutan dan kepentingan melalui wakil-wakil kelompok yang masuk dalam lembaga legislatif, agar kepentingan, tuntutan dan kebutuhan kelompoknya dapat terwakili dan terlindungi dalam pembuatan kebijakan publik. b. Fungsi Agregasi Kepentingan Æ Cara Bagaimana tuntutan-tuntutan yang dilancarkan oleh kelompok-kelompok yang berbeda, digabungkan menjadi alternatif-alternatif pembuatan kebijakan publik
41
c. Fungsi Sosialisasi Politik Æ Cara untuk memperkenalkan nilai-nilai politik, sikap-sikap dan etika yang berlaku atau yang dianut oleh suatu negara. d. Fungsi Rekrutmen Politik Æ Suatu proses seleksi atau rekrutmen anggotaanggota kelompok untuk mewakili kelompoknya dalam jabatan-jabatan administrastif maupun politik. Setiap sistem politik memiliki sistem atau prosedur-prosedur rekrutmen yang berbeda. Yang direkrut adalah yang memiliki suatu kemampuan atau bakat yang sangat dibutuhkan untuk suatu jabatan atau fungsi politik. e. Fungsi Komunikasi Politik Æ Salah satu fungsi yang dijalankan oleh partai Politik dengan segala struktur yang tersedia, mengadakan komunikasi informasi, isu dan gagasan politik. Media-media massa banyak berperan sebagai alat komunikasi politik dan membentuk kebudayaan politik.
2.3.3. Pembuat Kebijakan (Policy Makers) Pembuat kebijakan (Policy makers) dapat diartikan sebagai pihak-pihak yang terlibat secara langsung dalam pengambilan sebuah kebijakan/keputusan yang berkenaan dengan kepentingan masyarakat. Tentunya didalam negara yang berbentuk
demokrasi,
pembuat
kebijakan
ini
yaitu
lembaga
Eksekutif
(Pemerintah), dimulai dari Presiden, Gubernur, dan Bupati/Walikota. Selanjutnya lembaga berikutnya yaitu lembaga Legislatif (Parlemen) atau lembaga perwakilan rakyat, dan dinegara Republik Indonesia lembaga ini dikenal dengan nama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Tingkatan lembaga Legislatif ini dimulai dari DPR RI yang berkedudukan Di Jakarta, DPRD Propinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Kedua lembaga ini dapat secara sah membuat sebuah keputusan politik tentang usulan dan persetujuan pemekaran suatu daerah.
42
Secara teoritis isu/masalah publik dapat diagendakan oleh para pembuat kebijakan jika terdapat interaksi antara kelompok kepentingan, partai politik, serta para pembuat kebijakan (Parsons, 2005). Penyusunan agenda kebijakan dengan melibatkan kelompok kepentingan, partai politik, dan para pembuat kebijakan dikenal sebagai pendekatan prilaku (behavioralism). Ketiga kelompok tersebut saling bersinergi dalam merumuskan sebuah agenda kebijakan, dan saling terkait antara yang satu dengan yang lainnya. Sehingga bagaimana kelompok kepentingan, partai politik dan pembuat kebijakan saling berinteraksi untuk menentukan apa-apa yang dianggap sebagai isu politik dan apa-apa yang bukan termasuk wilayah politik. Tentunya kelompok kepentingan yang ada untuk lebih mengefektifkan tuntutan dan kepentingan kelompoknya, mengelompokkan kepentingan, kebutuhan dan tuntutan kemudian menyeleksi sampai dimana hal tersebut bersentuhan dengan kelompok yang diwakilnya. Artikulasi kepentingan sudah ada sepanjang sejarah dan kelompok kepentingan akan semakin tumbuh seiring semakin bertambahnya kepentingan manusia, jadi kelompok kepentingan hanya ingin mempengaruhi pembuatan kebijakan publik dari luar, sedangkan partai politik dari dalam.
43
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan menggunakan metode deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif, yaitu jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejernih mungkin tanpa ada perlakuan terhadap objek yang diteliti. Adapun ciri-ciri metode deskriptif analisis ini yaitu : (Winarno, 2000) 1. Memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang, pada masalah-masalah aktual. 2. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis.
3.2. Defenisi Konsep Untuk penyeragaman persepsi agar tidak terjadi kekeliruan dalam konsep penelitian ini, maka akan diberi batasan (defenisi) terhadap konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah : •
Desentralisasi Desentralisasi adalah mekanisme penyelenggaraan pemerintah yang
menyangkut pola hubungan antara pemerintah nasional dan pemerintah lokal. Konsep pemekaran daerah berdasarkan adanya desentralisasi politik (devolusi) kepada pemerintah daerah. Devolusi memperlihatkan adanya parlemen lokal (kepala daerah, dewan, publik).
44
•
Otonomi Daerah Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Konsep otonomi daerah sangat ditentukan oleh seberapa jauh wewenang telah didesentralisasikan oleh pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Sehingga otonomi daerah dan desentralisasi pada prinsipnya terdapat suatu interkoneksi yang linier. Otonomi daerah dan desentralisasi bagaikan dua sisi mata uang yang saling memberi makna satu dengan lainnya. •
Agenda Setting Agenda setting dapat diartikan sebagai proses menentukan isu/masalah
publik yang akan diagendakan. Pembentukan isu agenda terjadi sebagai akibat dari perluasan isu dari perhatian kelompok tertentu keperhatian publik yang lebih luas. Yakni sekelompok publik yang mengetahui dan tertarik dengan urusan publik dan yang punya pemimpin opini. Akhirnya isu akan mendapat perhatian dari publik secara umum. •
Kelompok Kepentingan, Partai Politik dan Pembuat Kebijakan (Pendekatan Prilaku/ Behavioralism) Secara teoritis, sebuah isu/masalah publik dapat diagendakan oleh para
pembuat kebijakan jika terdapat interaksi antara kelompok kepentingan, partai politik serta para pembuat kebijakan (Parsons, 2005). Penyusunan agenda kebijakan dengan melibatkan kelompok kepentingan, partai politik dan para pembuat kebijakan dikenal sebagai pendekatan prilaku (behavioralism).
45
3.3. Informan Data dalam penelitian ini diperoleh dari informan, yaitu orang-orang yang mengetahui dengan baik dan banyak tentang informasi yang terkait dengan masalah penelitian ini. Oleh karenanya, informan dalam penelitian ini adalah orang-orang yang terlibat dalam memunculkan isu pemekaran di Labuhanbatu, baik dari kalangan Ormas maupun LSM, orang-orang yang ada di partai politik dan pembuat kebijakan (Pemerintah Daerah dan DPRD). Jumlah informan yang dipilih tidak ditentukan berapa besar jumlahnya, akan tetapi sangat tergantung pada sampai sejauh mana data yang terkumpul dapat memberi jawaban terhadap permasalahan dalam penelitian ini.
3.4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah : 1. Penelitian lapangan (field research), yakni dengan kegiatan-kegiatan : a. Observasi, dengan melakukan pengamatan langsung mengenai gejalagejala yang terjadi dilapangan yang berhubungan dengan objek penelitian. b. Wawancara mendalam (depth-interview), dengan mengadakan tanya jawab secara terbuka dengan informan tentang objek permasalahan yang diteliti. 2. Penelitian studi kepustakaan (library research), yaitu mempelajari data primer dan sekunder. Seperti : buku-buku, jurnal ilmiah, dokumen-dokumen laporan, risalah, surat kabar dan internet.
3.5. Lokasi Penelitian Adapun lokasi penelitian ini berada didaerah Kabupaten Labuhanbatu.
46
3.6. Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik/metode Interpretasi data. Interpretasi data adalah membandingkan pengetahuan teoritis dengan faktafakta yang dikumpulkan oleh penulis agar kesimpulan-kesimpulan penting dapat dengan mudah ditangkap dan dimengerti oleh pembaca.
47
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1. Sejarah Kabupaten Labuhanabatu Berdasarkan pengkajian sejarah, Labuhanbatu berasal dari nama sebuah dusun yang terletak dipinggiran sungai Siarti, sekarang Kecamatan Panai Tengah, yang berbatasan dengan Propinsi Riau. Pada mulanya merupakan dusun yang disingkat dari kata-kata Pelabuhanbatu. Yang dijadikan tempat persingahan perahu-perahu yang membawa barang, baik dari hilir maupun hulu. Sejarahnya dimulai dari tahun 1861 ketika Belanda datang ke Pelabuhanbatu dipimpin oleh Bavel HEBE melalui Pelabuhanbatu yang dijadikan Belanda sebagai tempat mengangkut bahan-bahan dari dan ke Belanda. Kabupaten Labuhanbatu sebelum tahun 1945 merupakan Onder Afdeling dari Afdeling Asahan-Labuhanbatu yang berkedudukan di Tanjung Balai. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda berada dalam wilayah Onder Afdeling Asahan- Labuhanbatu dipimpin 4 (empat) kesultanan yaitu: 1. Kesultanan Kualuh, berpusat di Tanjung Pasir 2. Kesultanan Bilah, berpusat di Negeri Lama 3. Kesultanan Kota Pinang, berpusat di Kota Pinang 4. Kesultanan Panai, berpusat di Labuhan Bilik Ditambah 2 (dua) Half-bestuur kerajaan Kampung Raja berkedudukan di Tanjung Medan dan kerajaan Marbau berkedudukan di Marbau.
48
Dalam sejarah melayu yang dikenal sebagai sumber persejarahan negerinegeri melayu ditulis oleh Tun Sri Lanang disebutkan bahwa di Sumatera Timur wujud negeri yang dipimpin oleh sultan, yaitu Negeri Tamiang, Langkat, Deli Serdang, Asahan, Kota Pinang, Bilah dan Panai. Dengan demikian dapat dipahami bahwa sejak zaman kesultanan Melayu, daerah Labuhanbatu yang terdiri dari kesultanan Kualuh, Kota Pinang, Bilah dan Panai merupakan daerah yang makmur sejahtera serta masyarakatnya kuat baik secara ekonomi, sosial, budaya dan politik. Dalam hikayat Deli, yang dituliskan oleh panglima besar kesultanan Deli pada awal abad ke-17 juga dinyatakan kedudukan dan kemakmuran negeri-negeri di Kabupaten Labuhanbatu yakni Kota Pinang, Panai, Bilah, dan Kualuh. Dalam pengungkapan hikayat Deli ini lebih menggambarkan tentang keadaan terjadinya pembauran terhadap masyarakat negeri-negeri tersebut dengan komunitas masyarakat lain. Pembauran dinyatakan bahwa dampak kemakmuran bagi masyarakat dinegeri tersebut terlihat pada hikayatnya yaitu : “..............kiranya penting dipahami bahwa negeri-negeri dihujung sana (Kota Pinang, Bilah, Panai, dan Kualuh) mudah dilayari, ramai para handai tolannya berdatangan, ia pun makmur tiada taranya”. Dari kutipan tersebut jelas bahwa sejak zaman dahulu, masyarakat Labuhanbatu merupakan masyarakat yang heterogen dan terbuka untuk membaur dengan komunitas masyarakat lain yang ingin merantau ke Labuhanbatu. Selain itu masyarakat Labuhanbatu juga memiliki ikatan persaudaraan yang erat, sehingga tidak mengherankan jika pada waktu itu, Labuhanbatu merupakan daerah yang sangat makmur.
49
Secara administratif awalnya Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu dipimpin oleh seorang asisten residen (Bupati) sedangkan Onder Adeling dipimpin seorang Counteleur (Wedana). Counteleur Labuhanbatu pertama (18621920) berada dikampung Labuhanbatu. Pada tahun (1920-1924) dipindahkan ke Labuhan Bilik. Pada tahun 1924 dipindahkan lagi ke Marbau (1924-1928). Empat tahun kemudian dipindahkan lagi ke Aek Kota Batu (1928-1932). Pada tahun 1932 dipindahkan ke Rantauprapat (1932-1948). Selama tahun 1948-1949 dipindahkan ke Lobusona. Pada tahun 1949 kembali lagi ke Rantauprapat dan berkelanjutan hingga proklamasi kemerdekaan republik Indonesia sampai sekarang. Pada tanggal 26 juni 1946 dewan (Legislatif) keresidenan Sumatera Timur menetapkan pengangkatan 6 (enam) orang Bupati untuk 6 (enam) orang Kabupaten di keresidenan Sumatera Timur dan sekaligus pengangkatan para Wedana di wilayah Kabupaten tersebut. Salah seorang diantara Bupati tersebut adalah, Bupati Labuhanbatu. Kemudian surat keputusan keresidenan Sumatera Timur No. 674 Tanggal 12 September 1946, menetapkan pengangkatan 13 orang Para Asisten Wedana (Camat) di Kabupaten Labuhanbatu terhitung mulai tanggal 1 juli 1946. Selanjutnya pada tanggal 10 Desember 1948 pembentukan Kabupaten Labuhanbatu disyahkan dengan keputusan komisariat Pemerintahan Pusat (KOPEMSUS) No. 89/KOM/U yang wilayahnya sebagaimana ditetapkan oleh komite nasional daerah keresidenan Sumatera Timur tanggal 19 juni 1946.
50
Berdasarkan undang-undang nomor 7 Drt Tahun 1956 tentang pembentukan daerah otonomi Kabupaten-Kabupaten dalam lingkungan daerah Propinsi Sumatera Utara dan Undang-Undang no. 1 tahun 1957, Kabupaten Labuhanbatu ditetapkan menjadi daerah Swantara tingkat II dan terjadi pengurangan jumlah Kecamatan dari 13 Kecamatan menjadi 12 Kecamatan (Kecamatan Kualuh Leidong bergabung dengan Kecamatan Kualuh Hilir menjadi Kecamatan Kualuh Hilir).
4.1.2. Deskripsi Daerah Kabupaten Labuhanabatu 1. Geografis Kabupaten Labuhanbatu terletak pada 1’ 26’ = 2’ 11’ Lintang Utara dan 97° 07 = 98° 53 Bujur Timur, daerah ini dikelilingi tiga Kabupaten, Satu Propinsi dan Selat. Adapun yang membatasi daerah Kabupaten Labuhanbatu sebagai berikut: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka; 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Propinsi Riau; 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan; 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara dan Asahan. Luas wilayah Kabupaten Labuhanbatu 9.223,18 km atau 922,318 ha (± 12,88 %) dari luas wilayah Propinsi Sumatera Utara dan merupakan daerah kabupaten/kota terluas. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 1996 Daerah Kabupaten Labuhanbatu terdiri dari 22 Kecamatan,
51
209 Desa dan 33 Kelurahan dengan masing-masing luas wilayah kecamatan sebagai berikut :
Tabel 4.1.2.1 Tabel Luas Masing-Masing Kecamatan Di Labuhanbatu
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
BANYAKNYA LUAS KELUR 2 (KM ) DESA JUMLAH AHAN 48.435 8 1 9 SUNGAI KANAN 113.640 14 0 14 TORGAMBA 48.240 9 1 10 KOTA PINANG 30.370 6 0 6 SILANGKITANG 29.323 24 0 24 BILAH HULU 70.915 15 0 15 KAMPUNG RAKYAT 35.547 7 0 7 PANGKATAN 20.298 10 0 10 BILAH BARAT 55.400 12 1 13 NA IX - X 67.800 11 1 12 AEK NATAS 25.020 8 0 8 AEK KUO 35.590 17 1 18 MARBAU 43.083 11 2 13 BILAH HILIR 27.631 7 0 7 PANAI HULU 48.374 9 1 10 PANAI TENGAH 34.203 7 1 8 PANAI HILIR 38.548 6 1 7 KUALUH HILIR 34.451 11 1 12 KUALUH SELATAN 63.739 11 2 13 KUALUH HULU 34.032 6 1 7 KUALUH LEIDONG 6.432 0 9 9 RANTAU SELATAN 11.247 0 10 10 RANTAU UTARA JUMLAH 922.318 209 33 242 Sumber : BAPPEDA Labuhanbatu KECAMATAN
PERSENTASE TERHADAP LUAS LABUHANBATU 5,25% 12,32% 5,23% 3,29% 3,18% 7,69% 3,85% 2,20% 6,01% 7,35% 2,71% 3,86% 4,67% 3,00% 5,24% 3,71% 4,18% 3,74% 6,91% 3,69% 0,70% 1,22% 100%
2. Topografi Wilayah Kabupaten Labuhanbatu berada pada ketinggian antara 0 meter sampai 1.685 meter dari permukaan laut dengan ketinggian rata-rata 43 meter, atau sebahagian besar dataran rendah dengan gambaran sebagai berikut:
52
1. 0 sampai dengan 7 meter seluas 230.215 ha (24,70 %); 2. 0 sampai dengan 25 meter seluas 263.169 ha (28,21 %); 3. 0 sampai dengan 190 meter seluas 272.403 ha (24,70 %); 4. 0 sampai dengan 250 meter seluas 99.191 ha (10,64 %); 5. 0 sampai dengan 2.151 meter seluas 31.730 ha (03,40 %).
3. Pembagian Wilayah 1) Berdasarkan kondisi alam. Wilayah Kabupaten Labuhanbatu dibagi dan digolongkan ke dalam tiga satuan/kawasan yaitu : a). Kawasan pedalaman; b). Kawasan Ibu Kota Kabupaten; c). Kawasan Pantai Kawasan pedalaman meliputi 721.851 wilayah Kecamatan, kawasan Ibu Kota Kabupaten meluputi dua wilayah Kecamatan dan kawasan pantai meliputi 182.788 wilayah Kecamatan sebagai berikut :
53
Tabel 4.1.2.2 Tabel Jumlah Desa/Kelurahan Di Labuhanbatu NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
BANYAKNYA LUAS KELURA (KM2) DESA JUMLAH HAN 48.435 8 1 9 SUNGAI KANAN 113.640 14 0 14 TORGAMBA 48.240 9 1 10 KOTA PINANG 30.370 6 0 6 SILANGKITANG 29.323 24 0 24 BILAH HULU 15 0 15 KAMPUNG RAKYAT 70.915 35.547 7 0 7 PANGKATAN 20.298 10 0 10 BILAH BARAT 55.400 12 1 13 NA IX - X 67.800 11 1 12 AEK NATAS 25.020 8 0 8 AEK KUO 35.590 17 1 18 MARBAU 43.083 11 2 13 BILAH HILIR 27.631 7 0 7 PANAI HULU 48.374 9 1 10 PANAI TENGAH 34.203 7 1 8 PANAI HILIR 38.548 6 1 7 KUALUH HILIR 34.451 11 1 12 KUALUH SELATAN 63.739 11 2 13 KUALUH HULU 34.032 6 1 7 KUALUH LEIDONG 6.432 0 9 9 RANTAU SELATAN 11.247 0 10 10 RANTAU UTARA JUMLAH 922.318 209 33 242 Sumber : BAPPEDA Labuhanbatu KECAMATAN
PERSENTASE TERHADAP LUAS LABUHANBATU 5,25% 12,32% 5,23% 3,29% 3,18% 7,69% 3,85% 2,20% 6,01% 7,35% 2,71% 3,86% 4,67% 3,00% 5,24% 3,71% 4,18% 3,74% 6,91% 3,69% 0,70% 1,22% 100%
4. Daerah aliran sungai Dalam wilayah Kabupaten Labuhanbatu terdapat aliran sungai besar yang berhulu dari Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Tapanuli Selatan bermuara ke pantai sebelah utara di Selat Sumatera yang dapat dibagi dalam tiga Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu : (1). DAS Kualuh meliputi
: Kecamatan Kualuh Hulu, Kualuh Selatan, Aek Natas, Aek Kuo, Marbau, NA IX-X, Kualuh Hilir dan Kecamatan Kualuh Leidong;
54
(2). DAS Bilah meliputi
: Kecamatan Bilah Barat, Rantau Utara, Rantau Selatan, Bilah Hulu, Pangkatan, Bilah Hilir, Panai Hulu, dan Kecamatan Panai Hilir;
(3). DAS Barumun meliputi
: Kecamatan Sungai Kanan, Kota Pinang, Torgamba, Silangkitang, Kampung Rakyat, dan Kecamatan Panai Tengah.
5. Keadaan Alam/Iklim Keadaan fisik Kabupaten Labuhanbatu di sebelah Utara dan Timur pada umumnya daratan rendah. Disebelah Barat dan Selatan daratan tinggi dan bergunung-gunung dan berbukit-bukit yang berada disepanjang pegunungan Bukit Barisan beriklim tropis dengan curah hujan rata-rata 190 mm dengan banyaknya hari hujan rata-rata 140 hari pertahun.
6. Penggunaan Tanah/Keadaan Lahan Penggunaan tanah di Daerah Kabupaten Labuhanbatu menurut data terakhir tahun 1998 terdiri, Pemukiman, Persawahan, Pertanian, Tanah kering, Perkebunan Rakyat/Swasta dan Perkebunan Negara seluas 846.240 Ha (91,75 %). Sedang yang belum diusahi yaitu 76.078 Ha (08,25 %) hal ini masih dapat dikembangkan untuk kegiatan sub sektor pertanian, Tanaman Pangan, Perkebunan dan Perikanan.
55
7. Demografi Jumlah penduduk Kabupaten Labuhanbatu menurut data Statistik tahun 2004 tercatat 943.499 jiwa, yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 476.368 (50,49%) dan Penduduk perempuan sebanyak 467.131 (49,51%) yang terdapat pada 201.935 Rumah Tangga. Hasil Pendaftaran jumlah penduduk pada akhir bulan Desember 2004 tercatat 943.499 yang perinciannya dapat dikemukakan sebagai berikut : Tabel 4.1.2.3 Tabel Jumlah Penduduk Kabupaten Labuhanbatu JUMLAH PENDUDUK KABUPATEN LABUHANBATU DIPERINCI MENURUT KECAMATAN TAHUN 2004 NO NAMA KECAMATAN 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
PENDUDUK
LK PR 2 3 4 19.332 19.150 SUNGAI KANAN 45.718 43.041 TORGAMBA 25.526 25.248 KOTA PINANG 12.798 12.228 SILANGKITANG 26.271 25.742 BILAH HULU 23.990 KAMPUNG RAKYAT 24.708 15.171 14.717 PANGKATAN 15.424 15.047 BILAH BARAT 22.534 22.352 NA IX - X 15.632 15.404 AEK NATAS 14.739 14.497 AEK KUO 19.583 19.393 MARBAU 25.482 24.320 BILAH HILIR 15.695 15.332 PANAI HULU 14.254 14.066 PANAI TENGAH 17.393 16.722 PANAI HILIR 16.012 15.942 KUALUH HILIR 25.807 25.482 KUALUH SELATAN 30.652 30.192 KUALUH HULU 14.187 13.847 KUALUH LEIDONG 23.587 23.856 RANTAU SELATAN 35.863 36.563 RANTAU UTARA JUMLAH 476.368 467.131 Sumber : BPS Kabupaten Labuhanbatu
RT
JUMLAH 5 6 38.482 8.049 88.759 19.720 50.774 10.466 25.026 5.555 52.013 11.738 48.698 10.179 29.888 6.670 30.471 6.285 44.886 9.281 31.036 6.370 29.236 7.364 38.976 8.765 49.802 10.966 31.027 7.033 28.320 5.652 34.115 6.958 31.954 6.651 51.289 11.122 60.844 12.640 28.034 5.996 47.443 9.283 72.426 15.192 943.499 201.935
RATA-RATA PER RT 8 5 5 5 5 4 5 4 5 5 5 4 4 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5
56
2) SUKU BANGSA Penduduk
Daerah
Kabupaten
Labuhanbatu
pada
tahun
1998
berdasarkan Suku Bangsa terdiri dari : 1. Suku Jawa
= 343.841 (48,43 %)
2. Suku Melayu
= 161.098 (19,81 %)
3. Suku Tapanuli Selatan
= 153.291 (18,85 %)
4. Suku Tapanuli Utara
= 82.785 (10,18 %)
5. Lain-lain
= 21.018 (02,73 %)
Jumlah = 812.033 (100,00 %) Sumber : BPS Kabupaten Labuhanbatu
3) PENGANUT AGAMA Penganut Agama di Kabupaten Labuhanbatu terdiri dari : Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Budha, Hindu dengan perincian sebagai berikut : Banyaknya Penduduk Menurut Agama :
Tabel 4.1.2.4 Tabel Jumlah Penganut Agama Di Kabupaten Labuhanbatu NO URAIAN JIWA 1. I S L A M 702.982 2. KRISTEN PROTESTAN 82.028 3. KRISTEN KATOLIK 13.900 4. B U D H A 12.993 5. H I N D U 163 Sumber : BPS Kabupaten Labuhanbatu
% KETERANGAN 86,50 10,13 1,74 1,61 0,02
57
4) MATA PENCAHARIAN Mata Pencaharian penduduk Kabupaten Labuhanbatu pada umumnya masih cenderung pada sektor Primer terutama Pertanian karena sebagian besar penduduk bekerja dan hidup dari sektor pertanian dalam arti luas, juga sebahagian besar lapangan kerja lainnya berorientasi pada sektor pertanian dengan komposisi sebagai berikut :
Tabel 4.1.2.5 Tabel Mata Pencaharian Penduduk Kabupaten Labuhanbatu NO
URAIAN
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
TOTAL
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pertanian Tambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, Restauran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-jasa lain JUMLAH Sumber : BPS Kabupaten Labuhanbatu
74,5 0,94 2,02 0,25 0,83 9,22 8,06 0,52 3,66 100
69,61 0.00 1.00 0.00 0.00 18,29 0.00 0,36 10,74 100
72,06 0,47 1,51 0,13 0,42 13,76 4,03 0,44 7,20 100
58
4.2. Analisis Data Terhadap Hasil Penelitian
Tabel 4.2.1.1 Matrik Aspirasi Ormas Yang Menginginkan Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu TANGGAL 31 Januari 2003
ORMAS Panitia Pembentukan Kabupaten Kualuh Marbau (pemekaran/baru)
ISI ASPIRASI “ Dengan mensikapi aspirasi dan dinamika masyarakat Kabupaten Labuhanbatu dimaksud yang menjiwai undang-undang Nomor 22 tahun 1999, maka dengan ini panitia menyatakan Kabupaten Labuhanbatu dimekarkan menjadi 2 Kabupaten yaitu : 1. Kabupaten Labuhanbatu (Kabupaten Induk) 2. Kabupaten Kualuh Marbau (pemekaran/baru) Yang Kecamatan-Kecamatan yang tergabung didalam Kabupaten Kualuh Marbau (pemekaran/baru) yaitu : 1. Sebahagian Kecamatan Bilah Barat 2. Kecamatan Marbau 3. Kecamatan Na IX-X 4. Kecamatan Aek Kuo 5. Kecamatan Aek Natas 6. Kecamatan Kualuh Selatan 7. Kecamatan Kualuh Hulu 8. Kecamatan Kualuh Hilir 9. Kecamatan Kualuh Ledong
59 59
3 Februari 2003
Forum Komunikasi Partai Politik (FKPP) Kecamatan Kota Pinang
“ Maka dengan ini kami menyatakan : 1. Menyetujui dan mendukung sepenuhnya pemekaran Kabupaten Labuhanbatu menjadi 3 (tiga) Kabupaten yang digagas dan diupayakan oleh Tim Pengkajian Pemekaran Labuhanbatu (TPPL). 2. Memohon dan menghimbau Bapak Bupati Labuhanbatu (eksekutif) dan Bapak Ketua DPRD Labuhanbatu (legislatif) untuk memproses usulan TPPL agar pemekaran Kabupaten Labuhanbatu dapat terwujud secepatnya.”
11 Februari 2003
Masyarakat Pendukung Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu (Kecamatan Kualuh Hulu, Kecamatan Kualuh Hilir, Kecamatan Kualuh Selatan, Kecamatan Aek Natas, Kecamatan Na IX-X)
“Bersama ini terlampir kami hantarkan satu berkas dukungan pemekaran Kabupaten Labuhanbatu menjadi 3 (tiga) Kabupaten, yaitu Kabupaten Labuhanbatu (induk), Kabupaten Labuhanbatu Utara dan Kabupaten Labuhanbatu Selatan, atas kajian Tim Pengkajian Pemekaran Labuhanbatu (TPPL).”
2 April 2003
Pengurus Tim Masyarakat Pendukung Pemekaran Labuhanbatu (TMPPL) Kualuh Hulu
“Pengurus Tim masyarakat pendukung pemekaran Labuhanbatu, Kecamatan Kuluh Hulu (TMPPL), bersama ini mengirimkan pernyataan dukungan pemekaran Labuhanbatu sebagai berikut : 1. Dukungan 5 (Lima) Partai Politik terbesar pemilu 1999, yaitu PDI-P, Partai GOLKAR, PPP, PAN dan PBB (surat pernyataan terlampir). 2. Dukugan dari berbagai masyarakat berbagai unsur terdiri dari FORKLEN, sarjana, mahasiswa, pelajar, karyawan, petani, pengusaha, pedagang, alim ulama, LSM dan lain-lain (pernyataan terlampir). 3. Susunan pengurus Tim Masyarakat Pendukung Pemekaran Labuhanbatu (TMPPL) Kecamatan Kualuh Hulu, sebagai wadah menjembatani antara masyarakat, pemerintah, legislatif, Parpol dan
60 60
14 April 2003
Tim Pendukung Pemekaran Labuhanbatu (TPPL) Kecamatan Kualuh Selatan
instansi terkait lainnya. 4. Mendesak Pemerintah Labuhanbatu dan legislatif (DPRD) agar segera mengadakan sidang paripurna DPRD tentang persetujuan pemekaran Labuhanbatu dan menindak lanjutinya ketingkat Propinsi dan Pemerintah Pusat.” “Berikut surat ini kami lampirkan surat-surat dukungan dari Parpol, Ormas dan masyarakat dari Kecamatan Kualuh Selatan, dengan tujuan mendukung pemekaran Labuhanbatu sesuai dengan gagasan Tim Pengkajian Pemekaran Labuhanbatu (TPPL) Medan. Demikianlah surat dukungan ini kami sampaikan dengan harapan Bapak Bupati Labuhanbatu, Bapak Ketua DPRD Labuhanbatu berkenan memprosesnya demi terwujudnya pemekaran yang didambakan masyarakat, dan atas hal tersebut kami ucapkan terima kasih.”
4 Mei 2003
Tim Pendukung Pemekaran Labuhanbatu Kecamatan Aek Natas
“Bersama surat ini kami datang, Tim Pendukung Pemekaran Labuhanbatu (TPPL) Aek Natas untuk meyampaikan aspirasi masyarakat dari wilayah Kecamatan Aek Natas antara lain ; - surat pernyataan dukugan dari yang mewakili unsur : Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Partai Politik, dan OKP yang ada di Aek Natas. Demikian surat ini kami sampaikan untuk dapat Bapak ketahui serta ditindak lanjuti dengan secepatnya.”
61 61
Mei 2003
Badan Pekerja Pembentukan Kabupaten Pesisir Labuhanbatu
“Setelah mengadakan berbagai pertemuan dengan tokoh-tokoh masyarakat, alim ulama, mahasiswa, pengusaha, cendikiawan dari kawasan pesisir pantai serta pendataan langsung di daerah pesisir Labuhanbatu mengenai berbagai potensi, sejarah, budaya dan lainnya, maka kami dari Badan Pekerja Pembentukan Kabupaten Pesisir Labuhanbatu dengan ini menyampaikan proposal ataupun studi kelayakan pembentukan Kabupaten Pesisir Labuhanbatu sebagai dasar penilaian Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu untuk dapat memekarkan Kabupaten Labuhanbatu sesuai dengan undangundang dan peraturan sehingga berdirinya Kabupaten Pesisir Labuhanbatu.”
6 Agustus 2003
Komite Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu (KPKL)
30 April 2004
Pengurus Tim Masyarakat Pendukung Pemekaran Labuhanbatu (TMPPL) Kualuh Hulu
”Bahwa dalam rangka menindaklanjuti hasil Tim Pengkajian Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu (TPPL) yang telah diexphose dihadapan para anggota DPRD Kabupaten Labuhanbatu, Pejabat dan Staf Pemkab Labuhanbatu, tokoh masyarakat, Organisasi Kemasyarakatan dan Kepemudaan, Mahasiswa, LSM dan Wartawan bertempat di gedung DPRD Kabupaten Labuhanbatu pada tanggal 11 Februari 2003; Perlu dibentuk Komite Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu (KPKL) untuk mendorong percepatan proses pemekaran Kabupaten Labuhanbatu dan menghunjuk tokoh-tokoh masyarakat Labuhanbatu sebagai unsur Dewan Penasehat, Pakar, Pengarah, Pengurus Komite Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu serta Komite Kecamatan. “Kami harapkan kepada Bapak Bupati dan DPRD Tingkat II Labuhanbatu dapat memprogram jadwal positif diadakannya sidang paripurna khusus tentang persetujuan atas pemekaran Labuhanbatu, sekaligus membentuk Panitia Khusus/Tim Kajian yang hasilnya disampaikan kepada tingkat Propinsi dan Pemerintah Pusat di Jakarta. Bersamaan dengan ini kami harapkan agar Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dapat membentuk Tim Observasi dalam rangka menampung aspirasi masyarakat yang menginginkan pemekaran Kabupaten Labuhanbatu Utara dan Kualuh Merbau. Saran kami kepada Menteri Dalam Negeri dapat meninjau lokasi calon Kabupaten baru ini dan diharapkan pada tahapan selambat lambatnya 20 Juni 2005 telah dapat dilaksanakan pemilihan Bupati baru ini (sudah terealisasi).”
62
62
30 April 2004
10 Februari 2005
Komite Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu (KPKL) LSM Yayasan Abdi Masyarakat Kecamatan Kualuh Selatan/Kualuh Hulu
“Mendukung sepenuhnya dilaksanakannya pemekaran Kabupaten Labuhanbatu dari 1 (satu) Kabupaten menjadi 3 (tiga) Kabupaten.” “1. Kami dari LSM Abdi Masyarakat Kabupaten Labuhanbatu Kecamatan Kualuh Selatan Propinsi Sumatera Utara dengan ini kami menyampaikan kebulatan tekad sebagai berikut : Mendukung sepenuhnya pemekaran Kabupaten Labuhanbatu dari 1 (satu) Kabupaten menjadi 3 (tiga) Kabupaten yaitu Kabupaten Labuhanbatu Induk, Kabupaten Labuhanbatu Utara dan Kabupaten Labuhanbatu Selatan. 2. Mengusulkan dan memohon kepada Pemerintah maupun lembaga atau yang terkait, untuk itu segera mungkin merealisasikan pembentukan Kabupaten Labuhanbatu Utara dan Labuhanbatu Selatan Propinsi Sumatera Utara yang sudah lama didambakan masyarakat.”
30 Nopember 2005
KPKL Masyarakat Labuhanbatu 8 Kecamatan (Kualuh Hulu, Kuluh Selatan, Aek Natas, NA IX-X, Aek Kanopan, Merbau, Kualuh Hilir, Kualuh Leidong)
“Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Tim Pengkajian Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu yang dibentuk oleh Bupati sesuai dengan surat keputusan Bupati Labuhanbatu Nomor 135/1174/PEM/2004 diperoleh hasil bahwa Kabupaten Labuhanbatu “LAYAK” dan “LULUS” untuk dimekarkan menjadi 3 (tiga) Kabupaten yang telah diseminarkan untuk umum pada tanggal 28 Februari 2005 di Rantauprapat, serta telah disetujui oleh rapat paripurna DPRD Kabupaten Labuhanbatu, dan selanjutnya direkomendasikan oleh Bupati PEMKAB Labuhanbatu untuk mendapat persetujuan Pemerintah diatasnya, maka kami masyarakat pendukung pemekaran Kabupaten Labuhanbatu Wilayah Selatan dengan ini bermohon kepada Bapak agar sesegera mungkin dapat memproses pemekaran Kabupaten Labuhanbatu sesuai dengan proposal yang telah diajukan kepada Bapak.”
Sumber : SEKWAN DPRD Labuhanbatu
63 63
4.2.1. Analisis terhadap matrik aspirasi Ormas yang menginginkan pemekaran Kabupaten Labuhanbatu Berdasarkan hasil pemaparan yang terdapat didalam matrik diatas, maka dapat diberikan analisis bahwa isu pemekaran Kabupaten Labuhanbatu berasal dari publik (masyarakat). Hal ini dapat dilihat dari isi aspirasi Ormas yang merupakan sebuah bentuk keinginan yang sangat kuat dari masyarakat terhadap terwujudnya pemekaran Kabupaten Labuhanbatu menjadi 3 Kabupaten, yaitu Labuhanbatu utara, Labuhanbatu selatan dan Labuhanbatu (induk). Sehingga dapat dikatakan isu pemekaran Labuhanbatu berangkat dari isu publik. Media yang digunakan oleh Ormas dalam menyampaikan isu pemekaran Kabupaten Labuhanbatu yaitu menyampaikan surat dukungan pemekaran dari masyarakat yang berada di daerah calon pemekaran kepada DPRD Labuhanbatu. Surat dukungan ini melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh Parpol, tokoh pemuda, mahasiswa dan kalangan pengusaha. Dengan adanya surat dukungan yang disampaikan langsung ke DPRD ini menandakan bahwa adanya keinginan yang kuat dari masyarakat Labuhanbatu terhadap terwujudnya pemekaran. Di samping itu media lainnya yang digunakan oleh Ormas dalam menyampaikan isu pemekaran yaitu melakukan lobbi. Lobbi ini ditujukan kepada anggota DPRD yang berasal dari daerah calon pemekaran. Tujuan dari lobbi ini agar DPRD Labuhanbatu dapat sesegera mungkin melakukan pembahasan tentang isu pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Penulis akan memberikan analisis terhadap aspirasi masing-masing Ormas yang menginginkan pemekaran tadi:
64
− Panitia Pembentukan Kabupaten Kualuh Marbau Ormas ini merupakan wujud aspirasi dari masyarakat di Kecamatan Marbau dan beberapa Kecamatan lainnya yang berdekatan dengannya. Berdasarkan urutan surat yang masuk ke DPRD, aspirasi ini merupakan aspirasi pertama dari masyarakat Labuhanbatu yang menginginkan pemekaran. Ormas ini hanya menginginkan pemekaran Kabupaten Labuhanbatu menjadi 2 (dua) Kabupaten, yaitu Kabupaten Labuhanbatu induk dan Kabupaten Kualuh Marbau. − Forum Komunikasi Partai Politik Kecamatan Kota Pinang Ormas ini mengatasnamakan aspirasi dari seluruh partai politik yang ada di Kecamatan Kota Pinang. Dalam hal ini seluruh partai politik yang ada di sana mendukung penuh terhadap terwujudnya pemekaran Kabupaten Labuhanbatu menjadi 3 (tiga) Kabupaten. Ormas ini mempunyai landasan berfikir bahwa dilihat dari kondisi umum Labuhanbatu seperti : wilayah, jumlah penduduk, potensi daerah dan masyarakatnya, Kabupaten Labuhanbatu sudah sangat layak untuk dimekarkan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan melalui percepatan pembangunan. Di samping itu, dari aspek normatif (hukum), pemekaran Kabupaten Labuhanbatu sudah sesuai dengan UU Nomor. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan PP RI Nomor 129 tahun 2000 tentang Pedoman Pemekaran Suatu Daerah. Berangkat dari persoalan itulah, maka seluruh kalangan partai politik yang ada di Kecamatan Kota Pinang menilai bahwa pemekaran Kabupaten Labuhanbatu sudah sangat layak dan sesuai. Sehingga aspirasi dari seluruh partai politik ini juga merupakan sebuah isu publik.
65
− Masyarakat Pendukung Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu (Kecamatan Kualuh Hulu, Kualuh Hilir, Kualuh Selatan, Kecamatan Aek Natas, Kecamatan NA IX-X) Aspirasi dari Ormas ini melibatkan masyarakat dari 5 (lima) Kecamatan yang tergabung dalam sebuah wadah yaitu masyarakat pendukung pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Isi dari aspirasi ini sangat mencerminkan keinginan yang kuat dari seluruh masyarakat yang ada di 5 (lima) Kecamatan yang menginginkan pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Aspirasi masyarakat ini diwakili oleh tokohtokoh masyarakat, tokoh-tokoh muda dan tokoh-tokoh agama yang ada di 5 (lima) Kecamatan.
− Pengurus Tim Masyarakat Pendukung Pemekaran Labuhanbatu (TMPPL) Kualuh Hulu Ormas yang satu ini, walaupun merupakan bagian dari Kecamatan yang terdapat dalam aspirasi sebelumnya, tetapi Ormas ini berdiri sendiri dan mengatasnamakan masyarakat yang ada di Kecamatan Kualuh Hulu. Isi aspirasi dari Ormas ini melibatkan seluruh kalangan masyarakat, seperti dukungan dari 5 (lima) partai politik terbesar pemilu 1999 dan dukungan dari seluruh lapisan masyarakat seperti pelajar/mahasiswa, karyawan, petani, pengusaha, pedagang, alim ulama dan kalangan LSM yang ada di wilayah Kecamatan Kualuh Hulu.
66
Ormas ini mendesak Pemerintah Labuhanbatu dan Legislatif (DPRD) agar segera mengadakan sidang paripurna DPRD tentang persetujuan pemekaran Labuhanbatu dan menindaklanjutinya ke tingkat Propinsi dan Pemerintah Pusat. − Tim Pendukung Pemekaran Labuhanbatu (TPPL) Kecamatan Kualuh Selatan Aspirasi dari Ormas ini merupakan wujud dukungan dari partai politik dan masyarakat yang ada di Kecamatan Kualuh Selatan. Susunan kepengurusannya terlihat melibatkan antara lain pengurus-pengurus partai politik, alim ulama, pengusaha dan tokoh masyarakat yang ada di Kecamatan Kualuh Selatan. Isi dari aspirasi Ormas ini yaitu mendukung pemekaran Labuhanbatu sesuai dengan gagasan Tim Pengkajian Pemekaran Labuhanbatu (TPPL) yang ada di Medan. − Tim Pendukung Pemekaran Labuhanbatu Kecamatan Aek Natas Ormas ini menyampaikan aspirasi masyarakat dari wilayah Kecamatan Aek Natas, dan didalam surat ini terdapat dukungan terhadap pemekaran Kabupaten Labuhanbatu yang berasal dari unsur tokoh masyarakat, tokoh agama, partai politik dan organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP) yang ada di Kecamatan Aek Natas. − Badan Pekerja Pembentukan Kabupaten Pesisir Labuhanbatu Aspirasi yang ini berasal dari masyarakat pesisir Labuhanbatu, baik yang berada diperantauan maupun yang berasal dari kampung halaman. Pada tanggal 25 Oktober 2002 telah terbentuk sebuah wadah, yaitu Badan Pekerja Pembentukan Kabupaten Pesisir Labuhanbatu yang mempunyai tujuan sebagai wadah untuk
67
mengkaji dan menampung aspirasi masyarakat pesisir pantai dimanapun berada dalam usaha terbentuknya Kabupaten Pesisir Labuhanbatu. Setelah itu diadakan pertemuan langsung antara Badan Pekerja dengan tokoh-tokoh masyarakat, alim ulama, cendikiawan, pengusaha, mahasiswa yang berasal dari kawasan pesisir Labuhanbatu. Juga diadakan studi kelayakan terhadap pembentukan calon Kabupaten Pesisir Labuhanbatu, dan dari hasil studi tersebut didapat penilaian bahwa calon Kabupaten Pesisir Labuhanbatu sudah layak untuk dimekarkan dari Kabupaten Labuhanbatu (induk). Aspirasi ini menginginkan sebuah Kabupaten baru yaitu Kabupaten Pesisir Labuhanbatu yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Labuhanbatu. − Komite Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu (KPKL) Adapun Ormas yang terbentuk ini merupakan wadah pemersatu para elitelit yang ada di masing-masing Kecamatan. Pembentukan Ormas ini merupakan tindak lanjut dari terbentuknya Tim Masyarakat Pendukung Pemekaran Labuhanbatu (TMPPL) yang telah terbentuk di tiap-tiap Kecamatan. Tujuan pembentukan Ormas ini yaitu untuk menjembatani aspirasi masyarakat Labuhanbatu yang menginginkan Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu dan untuk mendorong percepatan proses Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu.
68
− Pengurus Tim Masyarakat Pendukung Pemekaran Labuhanbatu (TMPPL) Kualuh Hulu Aspirasi ini merupakan tindak lanjut dari aspirasi sebelumnya yaitu tanggal 2 April 2003. Aspirasi ini menginginkan agar DPRD dan Pemda secepatnya untuk mengadakan sidang paripurna tentang usulan pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Sedangkan kepengurusan dalam Ormas ini masih melibatkan semua lapisan masyarakat yang berada di Kecamatan Kualuh, sehingga dapat dilihat bahwa isu pemekaran ini berasal dari aspirasi masyarakat banyak. − Komite Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu Ormas ini merupakan bentukan dari masyarakat Labuhanbatu yang peduli terhadap terwujudnya pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Di dalam surat dukungan ini dinyatakan bahwa keinginan untuk memekarkan Labuhanbatu berasal dari aspirasi masyarakat tanpa ada pengaruh orang lain atau pihak ketiga dan atau unsur politik/sejenisnya. Dengan demikian maka terlihat jelas isu pemekaran tersebut merupakan isu umum yang berasal dari masyarakat. − LSM Yayasan Abdi Masyarakat Kecamatan Kualuh Selatan/Kualuh Hulu Dari sekian banyak surat dukungan pemekaran yang masuk ke DPRD, LSM ini merupakan satu-satunya wadah yang membawa nama LSM, selebihnya membawa nama Ormas. Adapun LSM-LSM lainnya yang berada di masing-masing Kecamatan, menyampaikan dukungannya melalui Tim Pendukung Pemekaran Labuhanbatu (TPPL) di masing-masing Kecamatan.
69
LSM ini dalam surat dukungannya menyampaikan mendukung sepenuhnya pemekaran Kabupaten Labuhanbatu menjadi 3 (tiga) Kabupaten dan memohon kepada Pemerintah agar sesegera mungkin merealisasikan pembentukan Kabupaten Labuhanbatu utara dan Labuhanbatu selatan yang sudah lama didambakan masyarakat. Dari pernyataan di atas telah terlihat bahwa LSM ini menjembatani aspirasi masyarakat di Kecamatan Kualuh Selatan/Kualuh Hulu yang sudah lama menginginkan adanya pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. − Komite Pemekaran Labuhanbatu Wilayah Selatan Ormas yang satu ini membawa aspirasi dari masyarakat yang berada di daerah calon pemekaran Kabupaten Labuhanbatu, yaitu Labuhanbatu selatan, yang terdiri dari 5 (lima) Kecamatan. Dalam surat dukungannya, Ormas ini berpendapat bahwa secara hukum (normatif) pemekaran Kabupaten Labuhanbatu sudah sesuai dan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tim Pengkajian Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu diperoleh hasil bahwa Kabupaten Labuhanbatu “layak” dan “lulus” untuk dimekarkan menjadi 3 (tiga) Kabupaten. Didalam surat dukungan ini dijelaskan bahwa seluruh masyarakat yang ada di wilayah calon Labuhanbatu selatan mendukung penuh terhadap pemekaran Kabupaten Labuhanbatu, dan surat dukungan ini didukung penuh oleh tokoh-tokoh masyarakat yang ada di masing-masing Kecamatan, sehingga terlihat jelas bahwa isu pemekaran ini berangkat dari aspirasi masyarakat di wilayah Labuhanbatu selatan.
70
Pembahasan Berdasarkan dari aspirasi Ormas tersebut dapat dilihat bahwa isu publik ini diperankan oleh aktor-aktor yang berasal dari masing-masing Ormas. Aktor-aktor tersebut yaitu elit-elit politik lokal yang ada di Ormas yang menyampaikan isu pemekaran Labuhanbatu kepada DPRD dan Pemda. Ormas-Ormas yang dibentuk oleh elit-elit lokal ini menjembatani aspirasi dari masyarakat yang sedang berkembang yaitu keinginan untuk mewujudkan pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Alasan utama dari para elit menggunakan Ormas sebagai media untuk menyampaikan isu pemekaran dilatarbelakangi karena Ormas merupakan media pendidikan politik bagi masyarakat dan Ormas mempunyai basis massa. Sehingga, isu pemekaran ini bisa digulirkan secara cepat. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan, adapun cara yang dilakukan oleh Ormas-Ormas tersebut dalam upaya menarik perhatian pengambil keputusan, melalui 2 cara; yang pertama, menawarkan isu pemekaran ini untuk “dibeli” oleh Parpol yang ada di Labuhanbatu. Sehingga isu ini disampaikan secara langsung oleh elit-elit Ormas kepada Parpol. Yang kedua, OrmasOrmas tersebut secara langsung menyampaikan isu pemekaran kepada DPRD dan Pemda, karena elit-elit Ormas
beralasan isu pemekaran Labuhanbatu sudah
merupakan isu umum yang berkembang di masyarakat dan mesti menjadi pembahasan sesegera mungkin bagi DPRD dan Pemda. Dalam menggulirkan isu pemekaran Labuhanbatu, Ormas-Ormas tersebut menggunakan aksi massa dan lobby untuk mempengaruhi pembuat kebijakan. Aksi massa ini dilakukan dengan cara membawa massa untuk melakukan aksi dukungan terhadap pemekaran Kabupaten Labuhanbatu, aksi massa ini dilakukan di gedung
71
DPRD Labuhanbatu dan ke kantor Bupati Labuhanbatu. Dalam aksinya mereka menyampaikan surat dukungan yang berasal dari segala elemen masyarakat yang mendukung penuh terhadap pemekaran Labuhanbatu. Sedangkan media lobby, dilakukan oleh elit-elit Ormas secara langsung kepada Parpol dan anggota DPRD yang ada hubungan kedekatan dengan mereka. Lobbi ini mereka lakukan untuk memuluskan agar isu pemekaran Labuhanbatu bisa menjadi pembahasan di kalangan DPRD. Tentunya media lobbi ini juga sangat berperan dalam menggalang kekuatan di kalangan Ormas, karena biasanya orang-orang yang mereka lobbi merupakan perwakilan mereka yang duduk di legislatif. Sehingga anggota legislatif ini tentunya akan menindaklanjuti aspirasi dari Ormas tersebut. Isu pemekaran yang digulirkan oleh Ormas ini, dapat terlihat bahwa OrmasOrmas tersebut mempunyai struktur kelembagaan yang mempunyai basis massa. Hal ini dapat dilihat dari struktur organisasi bentukan Ormas ini mempunyai struktur kepengurusan hingga ketingkatan paling bawah. Sehingga penulis dalam hal ini dapat melihat “ada benang merah” antara struktur kelembagaan di Ormas dengan struktur disebuah Parpol dan struktur di DPRD Labuhanbatu. Hal ini dapat dilihat, bahwa aktor-aktor yang di Ormas merupakan orang-orang yang ada di sebuah Parpol, sehingga aktor-aktor tersebut dapat dengan mudah menggulirkan isu pemekaran ini sampai ke tingkat pembuat kebijakan di Labuhanbatu (DPRD). Karena aktor tersebut mempunyai hubungan dengan orang-orang DPRD yang berasal dari partai mereka. Tentunya isu pemekaran yang sudah sampai di DPRD akan dengan mudah menjadi pembahasan di DPRD untuk menjadi isu agenda.
72
Tabel 4.2.1.2 Daftar Ormas dan Aktor Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu No 1 2 3
ORMAS Panitia Pembentukan Kab. Kualuh Marbau FKPP Kecamatan Kota Pinang
4
Masyarakat Pendukung Pemekaran Kabupaten Labuhan Batu (Kec. Kualuh Hulu, Kualuh Hilir, Kuluh Selatan, Aek Natas, NA IX-X) TMPPL Kualuh Hulu
5
TPPL Kec. Kualuh Selatan
6
TPPL. Kec. Aek Natas
7
Badan Pekerja Pembentukan Kab. Pesisir Labuhan Batu TMPPL Kualuh Hulu
8 9
10
11
KPKL Masyarakat Labuhan Batu 8 Kecamatan (Kualuh Hulu, Kualuh Selatan, Aek Natas, NA IX-X, Aek Kuo, Merbau, Kualuh Hilir, Kualuh Leidong) LSM Yayasan Abdi Masyarakat Kec. Kualuh Selatan / Kualuh Hulu Komite Pemekaran Labuhan Batu Wilayah Selatan
AKTOR Drs H. Raja Amrul Drs. Syamsul Arief, M.Pd TK. Tampubolon Ratna Dewi Hsb Ahmad Dewi Syukur
ASAL AKTOR Partai Golkar PNS PKP PDIP Partai Golkar
H. Ranto Simangunsong
Wiraswasta
Ahmad Dewi Syukur Bram Tarigan, SPd H. Mohd. Ayun Sitorus Drs. M. Arifin. Hsb Abu Hanafiah Tanjung Enry Pohan Drs. M. Ikhyar Hsb H. Achmad Fauzi Ahmad Dewi Syukur Timbul Hasibuan A. Dewi Syukur Ismail Tanjung Junaidi Ritonga Mahmud Sipahutar Syamsuddin Harahap Ngatimin Sansuwito Ismail Tanjung Rizal Hutapea
Partai Golkar PNS Tokoh Masyarakat PNS Tokoh Masyarakat Tokoh Pemuda/AMPG Partai Demokrat Tokoh Masyarakat Partai Golkar Tokoh Pemuda/AMPG Partai Golkar Partai Golkar Partai Golkar Tokoh Masyarakat Partai Golkar PDIP Partai Golkar Partai Golkar
H. Rustam Nasution M. Yunus, S. Sos Ir. Miran M. Suseno Hadi Ramlan Lubis Hayalan Fata Hunnur Ritonga Abdul Rahman Tanjung Abdul Wahab Siregar Ali Arifin Tanjung Drs. Kasmi Jamrin Ritonga
Tokoh Masyarakat PAN Partai Golkar Tokoh Masyarakat Partai Golkar PAN Tokoh Pemuda/PPM Tokoh Masyarakat Partai Pelopor PNS Partai Golkar
73
12
Komite Pemekaran Kabupaten Labuhan Batu (KPKL)
Afrizal Sembiring Ir. H. Dahman Marpaung (Ketua Umum) H. Rustam Nasution (Ketua) H. Ranto Simangunsong (Ketua) Indra SB. Simatupang (Sekretaris Umum) Ir. Akhiruddin Sitorus (Sekretaris) Mhd. Yunus, S.Sos (Sekretaris) Dr. H. Fajar Bangun, MSc (Bendahara Umum) Armayadi, BSc (Bendahara) H. M. Ayun Sitorus (Bendahara) Drs. H. Ali Murthi. Hrp (Koordinator Rantau Prapat) Drs. H. Ja’aliluddin Drs. H. Nurdin Latief Drs. H. Chairuddin Drs. H. Syahruddin Ritonga Muniruddin, S.Ag H. Muklis Hasibuan R.E Matondang Drs. Yusli Panggabean H. Parinsal Siregar H. Sudarwanto M. Nawawi Rambe Nasrian Yunus Kaslan Nasution Fatulmach Effendi M. Syahmat Noor Jangga Mora, SmHk H. Amir Munthe Walden Hutagalung Suwito KS Supeno Hariadi M.D. Hasibuan Abdul Malik Rambe
Tokoh Pemuda Pensiunan PNS Tokoh Masyarakat Wiraswasta Wiraswasta PNS PAN PKP Tokoh Masyarakat Tokoh Masyarakat Pensiunan PNS Pensiunan PNS Pensiunan PNS Pensiunan PNS Pensiunan PNS PPP Tokoh Pemuda / PP PKP PDIP Partai Golkar Partai Golkar PPP Partai Golkar PDIP PPP PAN PKB Partai Golkar PDKB PCD Partai Demokrat Tokoh Masyarakat PDIP
74
Suratmin Nasib Drs. Syarifuddin Nasution H. Syam Hasri, SH Ismail Aritonang Buyung Syahruddin Umarsyah H. Usman Harahap Hariady Armansyah Abdi, S.Sos M. Irwansyah Hasibuan Ahmad Dewi Syukur (Koordinator Kualuh Hulu) Rahmad Effendy Tbn M. Kamil Pane Bram Tarigan, S.Pd Drs. Abdul Syahnan Nst H. Aminurrasyid Aslan Nur Sitompul Ismail Tanjung (Koordinator Kualuh Selatan) M. Nuh Sihombing Rizal Hutapea Sargawi Lubis Alvi Syahri Harahap Drs. Arifin Hasibuan Junaidi Ritonga (Koordinator Kualuh Leidong) Raidin Ritonga K.H. Nikmat H.M. Soleh Drs. Burhanuddin Ruslan Nasution Usuluddin Ritonga (Koordinator Kualuh Hilir) Khusairi Tambunan, S.Ag Syafruddin Saragih, S.Ag H. Uun Bahren Ritonga Darwis Abu Hanafiah Tanjung (Koordinator Aek Natas) Enry Pohan
PDIP PDIP PNS Pengacara PPP PNS Tokoh Masyarakat PNS Wartawan Wartawan PNS Partai Golkar Tokoh Pemuda/AMPG PDIP PNS PBB PKS Partai Golkar Partai Golkar Partai Golkar Partai Golkar PNS PAN PNS Partai Golkar Partai Golkar PKS Partai Golkar PBB PPP Partai Golkar Tokoh Agama PBR Tokoh Masyarakat PBR PPP Tokoh Masyarakat Tokoh Pemuda/AMPG
75
Dedeng Sipahutar Guntara Sipahutar Mhd. Simatupang Baharuddin Pohan Ir. Edi Sipahutar M. Yuhri Ritonga, SE Syekh Khalifah Syamsuddin Hsb Syekh Khalifah Darwinsyah Nst Syekh Syamsuddin Munthe B.A. Silalahi Ngatimin Sansuwito (Koordinator Aek Kuo) H. Abdul Muis Munthe H. Zulkifli Tanjung Edi Waluyo Sukadi Wibowo Budi Kiswanto H. Gumri Pasaribu (Koordinator NA IX-X) Syamsuddin Harahap H. Toat Tanjung Ir. Yusrial Suprianto Pasaribu H. Bani Pasaribu H. Soleh Sinaga Syahrunal Rasyid (Koordinator Marbau) Bahrum Syafruddin Pahri Sukiman Zulkifli Siregar Effendi Sitompul Ir. Hefrin Harahap (Koordinator Kota Pinang) Drs. Kasmi Jamrin Ritonga Aprizal Sembiring Irwansyah Rabbani, S. Sos Ades Iskandar Nst Surya Darma H. Zam Zam MS Ir. Miran W (Koordinator Torgamba) S. Sembiring
Tokoh Pemuda/AMPG Tokoh Masyarakat Tokoh Masyarakat PNS Tokoh Pemuda/IPK Tokoh Masyarakat Tokoh Agama Tokoh Agama Tokoh Agama Tokoh Masyarakat PDIP Tokoh Masyarakat PBR PNS Tokoh Masyarakat PBR Tokoh Masyarakat Partai Golkar Tokoh Masyarakat Tokoh masyarakat Partai Demokrat Tokoh Masyarakat Partai Golkar Tokoh Pemuda/PP PDIP Tokoh Masyarakat PNS Tokoh Masyarakat Partai Golkar Partai Golkar Tokoh Pemuda Tokoh Pemuda Tokoh Pemuda Tokoh Pemuda/PP Tokoh Pemuda/PPM Partai Golkar Tokoh Masyarakat
76
Kadaryono, S Azhar B. Rangkuti BMW Sinaga Fatahunnur Ritonga (Koordinator Sei Kanan) Nazaruddin Hsb Kosmin Hsb Azam Nasution Syahril Sihite Topo H. Parlindungan Nasution (Koordinator Kampung Rakyat) Abdul Malik Siregar Mahyuddin Sitorus Ramlan Lubis H. Syahbuki Nasution Ahmad Gunanti Abdul Wahab Siregar (Koordinator Silangkitang) Dedy Ritonga Sukatmin Bahren Rahmadi
Tokoh Masyarakat Tokoh Masyarakat PDIP Tokoh Masyarakat Tokoh Pemuda/PPM Tokoh Masyarakat Tokoh Masyarakat Tokoh Masyarakat Tokoh Masyarakat Partai Golkar Partai Golkar Tokoh Masyarakat Partai Golkar PartaiGolkar Partai Golkar Tokoh Masyrakat Partai Pelopor Partai Golkar PNS Tokoh Pemuda/PP Partai Golkar
Pembahasan Berdasarkan penjelasan tabel di atas dan dilihat dari asal aktor dari masingmasing Ormas, maka dapat dilihat bahwa partai Golkar lah yang paling berperan dalam isu pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Partai Golkar dalam hal ini menempatkan masing-masing kadernya pada tiap-tiap Ormas, dan setiap mewakili suatu Kecamatan partai Golkar pasti menempatkan kadernya sebagai aktor pemekaran. Menurut hasil penelitian yang penulis lakukan, Ormas-Ormas yang menyuarakan isu pemekaran ini merupakan bentukan dari kader-kader partai Golkar.
77
Tabel 4.2.1.3 Matrik Tanggapan Anggota DPRD Kabupaten Labuhanbatu Tentang Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu TANGGAL 3 Mei 2005
3 Mei 2005
ASAL ANGGOTA DPRD PARTAI DEMOKRAT
PENANGGAP TANGGAPAN “ Dilihat dari ketentuan undang-undang untuk Kabupaten Panggar Labuhanbatu sudah sangat bisa untuk dimekarkan. Juga Nasution dilihat dari hasil apa yang telah dilakukan oleh Tim Pengkaji yang sesuai dengan kriteria penilaian yang telah ada dimana oleh Tim telah membuat suatu penilaian yang akurat, sesuai dengan kerja Tim di lapangan. Sehingga sudah sangat bisa untuk dimekarkan. Untuk itu saya berpendapat bahwa Kabupaten Labuhanbatu sudah sangat bisa dan harus dimekarkan.”
PARTAI GOLKAR
Sri Munaswati “ Menyikapi pembahasan tentang rencana pemekaran ini bahwa ada beberapa point yang pelu untuk mendapat perhatian kita semua, didalam lingkup usul-usul pemekaran Kabupaten yang antara lain adalah : 1. Beberapa organisasi sosial politik maupun organisasi masyarakat (ormas) dan masyarakat Kecamatan pada prinsipnya mendukung pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Demikian halnya kami dari fraksi Golkar DPRD Labuhanbatu yang dalam hal ini sejalan dengan gagasan tim pengkajian pemekaran. Namun yang perlu disikapi, apakah rencana pemekaran Kabupaten ini telah pernah diadakan penelitian awal dalam prosfek menuju pemekaran Kabupaten yang lebih baik kedepan. 2. Terwujudnya pemekaran Kabupetan janganlah dikarenakan intres pribadi atau kelompok maupun
78 78
golongan, melainkan adalah kebersamaan untuk memberhasilkan pembangunan diberbagai elemen masyarakat. Maka untuk itu, pastikan percepatan pemekaran disegala sektor untuk dapat diwujudkan demi meningkatkan pembangunan diberbagai wilayah Kecamatan.” 3 Mei 2005
PARTAI GOLKAR
Ir.Hefrin Harahap
“ Adapun beberapa tanggapan yang berkaitan dengan rencana pemekaran Kabupaten Labuhanbatu adalah sebagai berikut: 1. Didalam menyikapi keinginan masyarakat akan isu aktual tentang pemekaran Kabupaten, patut dan layak untuk disikapi. Maka dari itu kami dari fraksi Golkar sangat dan sangat mendukung pemekaran dimaksud menjadi 3 Kabupaten dengan arti kata, pemekaran adalah sebagai salah satu realitas yang tidak bisa dikesampingkan begitu saja Kunci keberhasilan dari kesemua itu guna terwujudnya rencana pemekaran ini, jelas tanpa adanya dukungan pemodal kuat maka anggaran yang diharapkan tidak lain adalah bersumber dari anggaran belanja daerah (APBD) 2. Usul pemekaran, janganlah hanya dijadikan impian Semata-mata melainkan kita harus bersumber dari peraturan perundang-undangan yang berlaku 3. Kondisi daerah Kabupaten Labuhanbatu yang merupakan Kabupaten nomor 1 (satu) terluas di Propinsi Sumatera Utara dengan luas 922.318 km2 Sementara lahan yang ada masih dominan diusahai oleh berbagai perkebunan Negara dan swasta.
79 79
Permasalahan yang muncul, bagaimana solusi yang ditempuh terhadap penanganan wilayahwilayah perkebunan yang ada diantara Kabupaten jika pemekaran Kabupaten terwujud.” 3 Mei 2005
PARTAI BINTANG REFORMASI
Hj.Kasmah
“ Menurut sepengetahuan saya, sangat besar keinginan dan aspirasi masyarakat tentang pemekaran Kabupaten Labuhanbatu, dan hal ini telah disikapi oleh Pemkab Labuhanbatu dan DPRD Labuhanbatu melalui beberapa surat keputusan. Yang menjadi pertanyaan bagi kami yaitu apakah yang menjadi manfaat bagi masyarakat bilamana terjadi pemekaran Kabupaten Labuhanbatu menjadi tiga Kabupaten.
3 Mei 2005
PARTAI BULAN BINTANG
Syarifuddin Tanjung
“Menanggapi pengantar penjelasan yang disampaikan Saudara Bupati pada sidang paripurna DPRD tentang pemekaran Kabupaten Labuhanbatu, pada persidangan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih. Terima kasih tersebut kami sampaikan sangat wajar atas terpenuhinya janji Saudara Bupati kepada masyarakat Labuhanbatu yang akan menindak lanjuti dan melaksanakan pemekaran Labuhanbatu, ketika itu Saudara Bupati berjanji akan melaksanakan pemekaran Kabupaten Labuhanbatu telah selesainya pemilu legislatif dan pemilihan Presiden yang lalu, dengan disampaikannya nota pengantar dan penjelasan ini jelas sudah tertepis segala tudingan yang menyatakan Bupati anti pemekaran, bahwa dengan disampaikan nota pengantar ini terjawablah sudah Bupati tidak anti pemekaran.”
80 80
3 Mei 2005
PARTAI AMANAT NASIONAL
3 Mei 2005
PARTAI DEMOKRAT
Drs.A.Hidayat “Setelah saya membaca draft pemekaran dan juga nota pengantar Bapak Bupati, tidak banyak yang ingin saya Ritonga sampaikan lagi. Kenapa, karena saya yakin bahwa pemekaran ini sudah menjadi kebutuhan yang tidak mungkin kita tunda-tunda, oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada Tim Pengkajian Pemekaran Labuhanbatu dan juga kepada Saudara Bupati serta personil yang terkait dengan pemekaran. Saya berharap : 1. Melalui sidang paripurna ini agar masalah pemekaran ini terus di giring supaya menjadi kenyataan. 2. Agar dibentuk panitia khusus (Pansus) untuk melakukan pembahasan apa yang dituangkan didalam draft pemekaran. 3. Kita berharap apa yang kita rencanakan hari ini adalah yang terbaik untuk kita dan generasi kita kedepan, dan mendapat ridho dari Allah Tuhan Yang Maha Esa.” Bedi Djubaidi “Selanjutnya izinkanlah saya menyampaikan tanggapan sebagai berikut : 1. Apresiasi kepada Saudara Bupati dengan segala kearifannya telah mampu menerjemahkan aspirasi masyarakat untuk memekarkan Kabupaten Labuhanbatu menjadi 3 Kabupaten. Selanjutnya aspirasi yang sama ditujukan kepada rekan-rekan anggota dewan yang cukup akomodatif dalam mewadahi aspirasi masyarakat yang berkembang. 2. Penetapan Ibukota Kabupaten, hendaknya melalui proses musyawarah yang matang sehingga potret buruk dari sebuah proses pemekaran tidak terjadi
81 81
seperti di Kabupaten Mamasa Sulawesi Barat yang mengakibatkan konflik SARA.” 3 Mei 2005
PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
3 Mei 2005
PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN
Puji Hartoyo
“Saya setuju terhadap pemekaran Labuhanbatu tersebut, mengingat begitu besarnya keinginan masyarakat terhadap pemekaran yang mana mereka beranggapan yang mana tingkat kesejahteraan Insya Allah akan lebih merata dan lebih baik dan bisa dinikmati secara luas oleh masyarakat.”
H.Fathulmach “Bahwa sesuai dengan sistem pemerintahan Negara Effendy, BA Kesatuan Republik Indonesia dimana menurut UUD 1945 memberikan kewenangan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Apabila kita mengacu kepada UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan juga pertimbangan lainnya yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Tujuan dari pemekaran Kabupaten Labuhanbatu atau daerah, yang utama ialah meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, disamping hal-hal lain seperti percepatan pembangunan ekonomi daerah, mempercepat pertumbuhan kehidupan demokrasi serta peningkatan hubungan yang harmonis antara pusat dan daerah.”
Sumber: SEKWAN DPRD Labuhanbatu
82 82
Tabel 4.2.1.4 Matrik Tanggapan Fraksi DPRD Kabupaten Labuhanbatu Tentang Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu TANGGAL 31 Oktober 2005
31 Oktober 2005
ASAL FRAKSI GOLKAR
PENANGGAP Ketua Fraksi Golkar DPRD Labuhanbatu H. Parinsal Siregar
TANGGAPAN “Menyikapi tentang rencana pemekaran Kabupaten Labuhanbatu, pendapat akhir fraksi Golkar DPRD Kabupaten Labuhanbatu dalam kaitannya tentang pembahasan usul pemekaran Kabupaten Labuhanbatu melalui forum persidangan paripurna DPRD Kabupaten Labuhanbatu yang terhormat ini yaitu : 1. Menyikapi usul beberapa organisasi sosial politik maupun organisasi masyarakat serta berbagai lembaga LSM dan lembaga perguruan tinggi serta para tokoh masyarakat, maka usul rencana pemekaran Kabupaten Labuhanbatu patut didukung keberhasilannya. 2. Fraksi partai Golkar DPRD Kabupaten Labuhanbatu dengan ini menyatakan sangat sependapat dengan Pansus. Maka dengan ini fraksi partai Golkar dapat menyetujui rencana pemekaran Kabupaten Labuhanbatu menjadi Labuhanbatu Utara, Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Induk.
PDIP
Ketua Fraksi PDIP DPRD Labuhanbatu St. Mervin Silitonga
“Bapak, Ibu hadirin yang kami muliakan, sesuai hasil reses Pansus ke beberapa daerah yang sudah dimekarkan, saran kami supaya Pemkab Labuhanbatu agar melibatkan masyarakat yang bergabung di dalam Tim Pemekaran untuk melakukan hubungan dengan berbagai pihak yang berkaitan dan berkepentingan dalam proses pemekaran. Seperti halnya anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah dan Pemerintah pusat dalam hal ini Departemen Dalam Negeri, sehingga pemekaran di lakukan tidak sekedar angan-angan belaka, tetapi mendapat respon dari aparat terkait
83 83
31 Oktober 2005
PBR
Ketua Fraksi PBR H.A. Husin Situmorang
“ Pembahasan rencana pemekaran Kabupaten Labuhanbatu telah berhasil kita lalui dengan semangat kebersamaan yang dilandasi musyawarah dan mufakat yang diikuti dengan mengadakan studi banding kebeberapa daerah. Sebelum kami menyampaikan pendapat akhir fraksi PBR DPRD Kabupaten Labuhanbatu terlebih dahulu kami sampaikan beberapa saran sebagai berikut : 1. Dimintakan kepada pihak eksekutif sesegera mungkin menyampaikan keputusan dewan ini kepada pihak yang terkait guna kepentingan terwujudnya pemekaran yang didambakan seluruh masyarakat Labuhanbatu. 2. Diharapkan kepada pihak eksekutif terus mengikuti tahapantahapan ini mulai dari tingkat Provinsi sampai dengan ketingkat Pusat sehingga proses pemekaran tersebut dapat dipacu secara maksimal. Akhirnya setelah mengikuti secara cermat setiap tahapan pembahasan dengan ucapan Bismillahirrahmanirrohim fraksi PBR DPRD Kabupaten Labuhanbatu sependapat dengan Panitia Khusus dan dapat menyetujui rencana pemekaran Kabupaten Labuhanbatu menjadi 3 (tiga) Kabupaten untuk ditetapkan menjadi keputusan dewan.
31 Oktober 2005
DEMOKRAT
Ketua Fraksi “Bapak, Ibu hadirin yang kami muliakan, sesuai hasil studi banding kami Demokrat kebeberapa daerah yang dimekarkan, saran kami supaya Pemkab Drs. H. Chairuddin Labuhanbatu proaktif melakukan pendekatan-pendekatan ditingkat Propinsi dan Pusat, sehingga pemekaran yang kita lakukan ini tidak sekedar angan-angan belaka, tetapi mendapat respon dari aparat terkait. Demikianlah yang perlu kami sarankan, akhirnya dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrohim Fraksi Demokrat DPRD Kabupaten Labuhanbatu sependapat dengan Pansus dan dapat menyetujui pemekaran
84
84
Kabupaten Labuhanbatu menjadi Kabupaten Labuhanbatu Utara, Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Labuhanbatu Induk.” 31 Oktober 2005
PPP
Ketua Fraksi PPP H. Fathulmach Effendi, BA
“Selanjutnya marilah kita bersama-sama menyimak Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yaitu : pada antara lain pada pasal 4 ayat (1) yang berbunyi : Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) ditetapkan dengan UndangUndang kemudian ayat (4) yang berbunyi : Pemekaran dari satu daerah menjadi 2 daerah atau lebih mencapai batas maksimal usia penyelenggaraan pemerintahan. Kemudian pada pasal 5 ayat (2) yang berbunyi : Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan, selanjutnya pada ayat 3 yang berbunyi : Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 untuk Kab/Kota meliputi adanya persetujuan DPRD Kabupaten/Kota dan Bupati/Walikota yang bersangkutan, persetujuan DPRD Propinsi dan Gubernur serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri. Pada hari ini kita maju selangkah lagi dalam persiapan yaitu pengambilan keputusan DPRD Kabupaten Labuhanbatu yang segera akan diambil pada hari ini. Dengan ucapakan Bismillahirrahmanirrohim sependapat dengan Panitia Khusus sangat menyetujui pemekaran Kabupaten Labuhanbatu yaitu Kabupaten Labuhanbatu Utara, Kabupaten Labuhan Selatan, dan Kabupaten Labuhanbatu Induk untuk disetujui dan ditetapkan menjadi keputusan DPRD Kabupaten Labuhanbatu.
85 85
31 Oktober 2005
REFORMASI
Wakil Ketua Fraksi Reformasi Drs. Akhmad Hidayat Ritonga
“Bertitik tolak kepada uraian-uraian kami dengan didahului ucapan Bismillahirrohmanirrahim kami dari Fraksi Reformasi sependapat dengan Panitia Khusus tentang pendapat akhir pemekaran Kabupaten Labuhanbatu.”
Sumber : SEKWAN DPRD Labuhanbatu
86 86
4.2.2. Analisis terhadap matrik tanggapan DPRD Kabupaten Labuhanbatu tentang isu pemekaran Kabupaten Labuhanbatu Dari hasil pemaparan di dalam matrik di atas, ada tanggapan yang berasal dari anggota DPRD dan tanggapan yang berasal dari Fraksi. Berdasarkan tanggapan di atas dapat diberikan analisis sederhana tentang peran DPRD dalam menyikapi isu pemekaran yang sudah bergulir. 1. Fraksi Golkar Fraksi Golkar dalam hal ini mempunyai tanggapan, menyikapi usul beberapa organisasi sosial politik maupun organisasi-organisasi masyarakat serta berbagai lembaga LSM dan perguruan tinggi serta para tokoh masyarakat, maka usul rencana pemekaran Kabupaten Labuhanbatu patut didukung keberhasilannya. Berdasarkan tanggapan di atas, terlihat bahwa isu pemekaran yang digulirkan oleh masyarakat yang dijembatani oleh berbagai Ormas, Orsospol dan LSM benar-benar diakomodir oleh partai Golkar yang ditindaklanjuti oleh Fraksi Golkar yang ada di DPRD Labuhanbatu. Dalam hal ini Fraksi Golkar menilai isu pemekaran yang sudah bergulir sudah menjadi isu umum yang mesti diagendakan menjadi isu agenda. Sehingga sudah sangat perlu untuk melakukan pembahasannya didalam sidang paripurna DPRD Kabupaten Labuhanbatu. Berdasarkan hasil penelitian awal yang dilakukan oleh Tim Pengkajian Pemekaran Labuhanbatu dan hasil studi banding yang dilakukan oleh Pansus pemekaran Labuhanbatu, Fraksi Golkar menyatakan menyetujui dan mendukung penuh terhadap pemekaran Kabupaten Labuhanbatu menjadi 3 (tiga) Kabupaten, yaitu Kabupaten Labuhanbatu utara, Kabupaten Labuhanbatu selatan dan Kabupaten Labuhanbatu (induk).
87
2. Fraksi PDIP Fraksi PDIP dalam tanggapannya tentang isu pemekaran Labuhanbatu mempunyai pendapat bahwa secara teknis dan hukum (normatif) Kabupaten Labuhanbatu sudah layak untuk dimekarkan. Dalam hal ini Fraksi PDIP tidak menyoroti tentang bagaimana isu pemekaran mulai bergulir yang dimulai dari adanya aspirasi-aspirasi dari masyarakat yang berkembang yang disampaikan oleh institusi/lembaga seperti Orsospol, Ormas, LSM. Karena isu pemekaran tentunya tidak muncul dengan tiba-tiba, dan isu pemekaran sudah menjadi isu umum dan ditindaklanjuti oleh elit-elit lokal yang menjembatani aspirasi tadi dengan institusiinstitusinya. 3. Fraksi PBR Adapun tanggapan akhir dari Fraksi PBR juga menyoroti kepada aspek teknis dan aspek hukum tentang isu pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Fraksi PBR hanya menekankan kepada pihak Eksekutif agar menindaklanjuti keputusan politik yang telah dikeluarkan oleh DPRD Labuhanbatu yaitu persetujuan tentang pemekaran Kabupaten Labuhanbatu menjadi 3 (tiga) Kabupaten agar sesegera mungkin diteruskan sampai ketingkat pusat. Dalam tanggapan Fraksi ini tidak terlihat bagaimana Fraksi PBR mengakomodir aspirasi dari masyarakat yang menginginkan pemekaran, walaupun sebenarnya aspirasi dari masyarakat tadi sebelumnya telah sampai ke DPRD. 4. Fraksi Demokrat Fraksi Demokrat dalam hal ini juga melihat isu pemekaran Kabupaten Labuhanbatu dari aspek teknis dan aspek hukum, dan Fraksi Demokrat berpendapat
88
pemekaran Kabupaten Labuhanbatu sudah sangat layak. Dan tentunya dengan terwujudnya pemekaran bisa meningkatkan pelayanan masyarakat, percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi, percepatan pelaksanaan pembangunan ekonomi daerah dan percepatan pengelolaan potensi daerah. 5. Fraksi PPP Fraksi PPP dalam tanggapan akhir fraksinya juga berpendapat mendukung sepenuhnya pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Fraksi ini juga lebih menyoroti tentang landasan hukum tentang pemekaran daerah yaitu UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP Nomor 129 tahun 2000 tentang persyaratan pemekaran suatu daerah. 6. Fraksi Reformasi Fraksi ini merupakan gabungan dari beberapa partai politik yang mempunyai suara kecil yang tidak mencukupi dalam pembentukan suatu fraksi. Tanggapan akhir fraksi ini yaitu mendukung penuh terhadap pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Fraksi ini melihat dari hasil kerja Pansus pemekaran, bahwa Kabupaten Labuhanbatu sudah sangat layak untuk dimekarkan. Pembahasan Berdasarkan tanggapan DPRD Labuhanbatu di atas yang diwakili oleh masing-masing fraksi, maka dapat dilihat bahwa semua partai politik yang ada di Labuhanbatu mendukung terhadap pemekaran Kabupaten Labuhanbatu menjadi 3 (tiga) Kabupaten. Walaupun tidak semua fraksi dalam tanggapan akhirnya menjelaskan tentang bagaimana isu pemekaran muncul, tetapi fraksi yang lain itu juga telah melakukan pembicaraan di dalam fraksinya masing-masing tentang usulan
89
dari Orsospol, Ormas, dan LSM tentang keinginan untuk memekarkan Labuhanbatu. Adapun dalam tanggapan akhirnya kebanyakan fraksi hanya menyoroti aspek teknis dan aspek hukum tentang isu pemekaran Labuhanbatu. Dari penjelasan tersebut, penulis melihat adanya peranan yang sangat dominan dari sebuah partai politik dalam menyampaikan tanggapannya. Partai politik tersebut betul-betul serius untuk memperjuangkan agar isu pemekaran ini terwujud. Partai politik tersebut yaitu partai Golkar, alasannya penulis melihat dari tanggapan anggota DPRD yang berasal dari partai Golkar terlihat adanya keseriusan untuk mewujudkan pemekaran Labuhanbatu. Dalam tanggapan tersebut juga terlihat bahasa penyampaiannya betul-betul memakai konsep ilmiah atau akademis. Dalam tanggapan tersebut diungkapkan “menyikapi usul beberapa Orsospol maupun Ormas serta berbagai lembaga LSM dan lembaga perguruan tinggi serta para tokoh masyarakat, maka usul rencana pemekaran Kabupaten Labuhanbatu patut didukung keberhasilannya”. Dari bahasa penyampaian tersebut juga terlihat adanya konsep akademis yang telah disusun oleh partai Golkar, sehingga secara ilmiah bisa dipertanggungjawabkan. Di samping itu dari aspek teknis dan normatif, partai Golkar juga menyoroti hal-hal yang menjadi permasalahan, seperti letak wilayah perkebunan negara dan swasta yang berada di Labuhanbatu yang nantinya kalau pemekaran terwujud akan bagaimana. Partai Golkar juga menyoroti aspek potensi dari masingmasing calon Kabupaten yang akan dimekarkan, mereka berpendapat hal ini harus betul-betul dipertimbangkan sehingga tidak menjadi permasalahan di kemudian hari.
90
Walaupun dalam tanggapan DPRD Labuhanbatu terlihat adanya peranan yang dominan dari sebuah partai politik, namun partai politik lain juga tidak bisa dilepaskan peranannya. Parpol-Parpol lain dalam hal ini juga menyatakan dukungan penuh terhadap terwujudnya pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Menurut hasil penelitian yang penulis lakukan, Parpol-Parpol lain hanya fokus menyoroti aspek teknis
dan
aspek
normatif.
Sehingga
parpol-parpol
ini
tidak
kelihatan
memperjuangkan isu pemekaran dari tingkat bawah, yaitu menggulirkan isu pemekaran di kalangan Ormas dan Orsospol. Parpol-Parpol lain ini mulai menangkap isu pemekaran setelah isu pemekaran sampai di pembahasan DPRD.
91
Tabel 4.2.1.5 Daftar Nama Anggota DPRD Kabupaten Labuhanbatu Periode 1999 – 2004 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Nama Yusli Panggabean Zulkifli Lubis M. Kamil Pane Nasib H. Riduan Siregar, S.Sos Drs. Daslan Simanjuntak H. Kaslan Nasution Ir. Sujarwo Syamsir Ray Lukman Hasibuan Drs. Sugiarto Suratmin Rumlan Lumban Gaol H. Abdul Malik Rambe Abd. Rasyid Hasibuan H. Amir Munthe Drs. H. Raja Amrul Syamsuddin Harahap M. Nawawi Rambe H. Sudarwanto, BSc H. Parinsal Siregar Harun AS dr. Rizal Sani H. Nasrian Yunus, SH H. Dahlan Hasibuan, SH H. Fathulmach Effendi, BA Drs. H. Abd. Roni Harahap Redho Yaman Harahap, BBA Ismail Aritonang Drs. Syafaruddin Sipahutar Drs. Khairul Bhakti Rambe Muniruddin, S.Ag Ir. Syahmatnoor Ritonga, BE M. Thamrin Ritonga Aminuddin Ritonga, BE H. Jangga Mora Siregar, Sm.Hk H.N. Adnan Daulay Drs. H. Suwito K.S H. RE. Matondang Walden Hutagalung
Partai Politik / TNI-Polri PDIP PDIP PDIP PDIP PDIP PDIP PDIP PDIP PDIP PDIP PDIP PDIP PDIP PDIP Partai Golkar Partai Golkar Partai Golkar Partai Golkar Partai Golkar Partai Golkar Partai Golkar Partai Golkar Partai Golkar Partai Golkar Partai Golkar PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PAN PAN PAN PKB PBB PCD PKP PKDB
Asal Daerah Pemilihan Kualuh Hilir Kualuh Hulu Hualuh Hulu Kampung Rakyat Kota Pinang Pangkatan Bilah Hulu Bilah Hilir Marbau Bilah Hilir Silangkitang Bilah Hulu Kampung Rakyat Rantau Selatan Torgamba Kualuh Hulu Marbau NA IX-X Bilah Barat Rantau Selatan Rantau Selatan Rantau Selatan Rantau Utara Panai Tengah Kampung Rakyat Rantau Utara Aek Natas Marbau NA IX-X Kualuh Hulu Sei Kanan Panai Hilir Sei Kanan Sei Kanan Rantau Utara Rantau Utara Kualuh Hulu Rantau Selatan Rantau Utara Rantau Utara
92
41 42 43 44 45
Kapt. Inf. Pedoman Ginting Mayor C Ag, Drs. Irwan Nuh Lettu Laut (k) Robinson Manik, BSc Kapt. Adm. Drs. T. Sembiring Kapt. Inf. Alamsyah
TNI/POLRI TNI/POLRI TNI/POLRI TNI/POLRI TNI/POLRI
-
Pembahasan Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dilihat bahwa anggota DPRD Kabupaten Labuhanbatu periode 1999-2004 telah terlibat langsung dalam menyuarakan isu pemekaran Kabupaten labuhanbatu. Hal ini ditandai dengan terdapatnya nama-nama anggota DPRD Kabupaten Labuhanbatu periode 1999-2004 dalam Ormas-Ormas yang menyuarakan isu pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Pada Pemilu tahun 1999 PDIP merupakan partai pemenang di Labuhanbatu dan tentunya PDIP meraih kursi terbanyak di DPRD yaitu 14 kursi. Adapun yang menjadi fokus penulis dalam hal ini yaitu partai Golkar di Labuhanbatu pada Pemilu tahun 1999 ternyata masih eksis dengan meraih 11 kursi, karena opini yang terbangun pada waktu itu partai Golkar sudah tidak dipercaya oleh masyarakat pasca runtuhnya rezim orde baru. Tetapi di Kabupaten Labuhanbatu partai Golkar ternyata masih kuat dan mempunyai basis massa yang jelas. Adapun isu pemekaran yang sudah mulai bergulir sejak tahun 2002 juga tidak terlepas dari peranan kader-kader partai Golkar yang duduk di DPRD. Mereka sangat serius dalam menyuarakan isu pemekaran, hal ini dapat dilihat di dalam struktur Ormas yang menyuarakan isu pemekaran masih terdapat nama-nama anggota DPRD dari partai Golkar. Walaupun demikian anggota DPRD dari partai lain juga ikut mendukung perjuangan partai Golkar dalam menyuarakan isu pemekaran, hal ini dapat dilihat juga terdapat nama-nama anggota DPRD Kabupaten Labuhanbatu dari partai lain.
93
Tabel 4.2.1.6 Daftar Nama Anggota DPRD Kabupaten Labuhanbatu Periode 2004 – 2009 Daerah Pemilihan : Labuhanbatu 1 (Kampung Rakyat, Bilah Hulu, Pangkatan, Rantau Selatan, Rantau Utara) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Nama Drs. H. Abd. Roni Harahap Drs. H. Amarullah Nasution Bedi Djubaidi Drs. H. Chairuddin Ny. H. Dumanggor Siregar / NENG Irwansyah Ritonga H. Parinsal Siregar Puji Hartoyo Rensus Panjaitan dr. Rizal Soni Sarifuddin Tandjung Alias Ucok H. Sudarwanto
Asal Partai PPP PDIP PBR Partai Demokrat PDIP PPP Partai Golkar PKS PNBK Partai Golkar PBB Partai Golkar
Daerah Pemilihan : Labuhanbatu 2 (Torgamba, Sungai Kanan, Kota Pinang, Silangkitang) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama Drs. Akhmad Hidayat Ritonga Ir. Hefrin Harahap Hj. Kasmah Khairil Anwar, SH M. Syahrir Alias H. Nair Panggar Nasution H. Pangonal Harahap Rasyid Hasibuan H. Yafri Marpaung, SH (OBA) H. Zainal Harahap
Asal Partai PAN Partai Golkar PBR Partai Golkar Partai Pelopor Partai Demokrat PDIP Partai Golkar PPP PDIP
94
Daerah Pemilihan : Labuhanbatu 3 (Marbau, Aek Kuo, Aek Natas, Bilah Barat, NA IX-X) No 1 2 3 4 5 6 7 8
Nama Aliwansyah Ir. Bindu Napitupulu Dakhlan Bukhori Khairul Ahmad, SE H. Kharuddin Syah Sri Munaswati Syarifah Lubis Zainal Bahri Munthe (Sabang)
Asal Partai PPDI Partai Demokrat PDIP PBR PBR Partai Golkar Partai Golkar PPP
Daerah Pemilihan : Labuhanbatu 4 (Panai Hlir, Panai Tengah, Panai Hulu, Bilah Hilir) No 1 2 3 4 5 6 7
Nama Amiruddin Manurung Hj. Ellya Rosa Siregar H. Fathulmach Effendy, BA Ramhadi Mahruf, S. Sos Rudi Hartono Syaiful Usdek Drs. Zulham Irianto
Asal Partai PDIP Partai Golkar PPP Partai Demokrat PBR PDIP PAN
Daerah Pemilihan : Labuhanbatu 5 (Kualuh Hulu, Kualuh Selatan, Kualuh Hilir, Kualuh Leidong)
No 1 2 3 4 5 6 7 8
Nama H. Ahmad Husin Situmorang Drs. Ali Tambunan Bindu Siahaan, SE Jahotman Sinaga St. Mervin Silitonga H. Nasyruddin Adnan Daulay Redho Yaman Harahap Supeno Hariadi
Asal Partai PBR Partai Golkar Partai Golkar PBB PDIP PBB PPP Partai Demokrat
95
Pembahasan Isu pemekaran yang sudah bergulir dari tahun 2002 segera ditindaklanjuti oleh DPRD periode 2004-2009. Adapun tindak lanjut yang dilakukan yaitu melakukan pembahasan pemekaran didalam sidang paripurna dan membentuk panitia khusus (Pansus) untuk melakukan penelitian awal tentang studi kelayakan dan studi banding mengenai draft pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Akhirnya atas hasil kerja dari Pansus, maka pembahasan pemekaran dilanjutkan untuk dibahas didalam sidang paripurna berikutnya. Pada tanggal 31 Oktober 2005 DPRD Kabupaten Labuhanbatu melakukan sidang paripurna, akhirnya berdasarkan hasil musyawarah dan kata mufakat maka DPRD Kabupaten Labuhanbatu mengeluarkan surat persetujuan DPRD Kabupaten Labuhanbatu terhadap pemekaran Kabupaten Labuhanbatu menjadi 3 (tiga) Kabupaten, yaitu Kabupaten Labuhanbatu Utara dengan ibu kota Aek Kanopan, Kabupaten Labuhanbatu Selatan dengan ibu kota Kota Pinang dan Kabupaten Labuhanbatu (induk) dengan ibu kota Rantauprapat. Pada pembahasan ini penulis juga melihat peranan dari partai Golkar masih sangat besar dalam menyuarakan isu pemekaran. Hal ini ditandai dalam penyampaian tanggapan anggota DPRD Kabupaten Labuhanbatu, konsep tanggapan dari partai Golkar benar-benar sesuai dengan konsep akademis, partai Golkar menyatakan “Menyikapi usul beberapa organisasi sosial politik maupun organisasi masyarakat serta berbagai lembaga LSM dan lembaga perguruan tinggi serta para tokoh masyarakat, maka usul rencana pemekaran Kabupaten Labuhanbatu patut didukung keberhasilannya”.
96
Sementara partai-partai lain hanya menyoroti aspek teknis dan aspek normatif, tidak menyoroti bagaimana sebenarnya sebuah isu agenda dimulai dari adanya problem isu dan berkembang menjadi isu publik. Disamping itu anggota DPRD Kabupaten Labuhanbatu dari partai Golkar dalam menyampaikan tanggapannya berjumlah 2 orang, hal ini dapat dijadikan asumsi awal bahwa partai Golkar memang benar-benar berperan dalam menyuarakan isu pemekaran Kabupaten Labuhanbatu.
97
Tabel 4.2.1.7 Matrik Penjelasan Operasional Keputusan Bupati Tentang Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu
TANGGAL 8 Mei 2003
KEPUTUSAN Pembentukan Tim Sosialisasi Persyaratan Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu Nomor 180/ 85/Hukum/ 2003
PENJELASAN “Pertama : Membentuk Tim Sosialisasi Persyaratan dan Kriteria Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu dengan susunan keanggotaan dan jadwal pelaksanaan sosialisasi sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan ini. Kedua : Tugas Tim Sosialisasi sebagaimana tersebut dalam diktum pertama adalah : 1. Mensosialisasikan Peraturan Pemerintah Nomor 129 tahun 2000 tentang persyaratan pembentukan dan kriteria pemekaran, pengapusan dan penggabungan daerah, kepada seluruh lapisan masyarakat di 22 (dua puluh dua) Kecamatan se Kabupaten labuhanbatu. 2. Menerima dan menampung aspirasi masyarakat sehubungan dengan wacana pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. 3. Melakukan evaluasi dan menyampaikan laporan hasil sosialisasi kepada Bupati Labuhanbatu. Ketiga : Biaya Tim dalam melaksanakan tugasnya dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Labuhanbatu tahun anggaran 2003. Keempat : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan berakhir dengan sendirinya setelah tim selesai melaksanakan tugasnya dengan ketentuan apabila terdapat kekeliruan didalam nya akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.”
98 98
9 Desember 2004
Pembentukan Tim Pengkajian Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu Nomor : 135/1174/PEM/2004
“Pertama : Membentuk Tim Pengkajian Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu dengan susunan keanggotaan sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan ini. Kedua : Tim pengkajian sebagai mana dimaksud pada diktum pertama bertugas: a. Menghimpun semua hasil pengkajian yang telah dilakukan kelompok-kelompok pengkaji pemekaran Kabupaten Labuhanbatu dan memuat rencana kerja. b. Melakukan penelitian dan pengkajian terhadap semua masukan – masukan yang berkembang ditengah-tengah masyarakat mengenai pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. c. Merumuskan hasil-hasil penelitian dan pengkajian yang telah dilakukan dalam suatu bentuk laporan hasil pengkajian pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. d. Mempresentasikan hasil kerja dalam seminar pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. e. Menyampaikan hasil pengkajian pemekaran Kabupaten Labuhanbatu kepada Bupati. Ketiga : Biaya Tim pengkajian dalam melaksanakan tugasnya dibebankan kepada APBD Kabupaten Labuhanbatu tahun anggaran 2004 dan 2005. Keempat : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dengan ketentuan apabila terdapat kekeliruan didalamnya akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.”
99 99
31 Desember 2004
Perobahan Susunan Keanggotaan Tim Pengkajian Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu Nomor : 135/ 1236/ PEM/ 2004
” Merobah susunan keanggotaan tim pengkajian pemekaran Kabupaten Labuhanbatu sebagaimana termaksud dalam keputusan Bupati Labuhanbatu Nomor : 135/ 1174/PEM/ 2004 tanggal 9 Desember 2004 dengan susunan keanggotaan sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan ini. ”
14 Maret 2006
Pembentukan Panitia Pendukung Proses Percepatan Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu (induk), Kabupaten Labuhanbatu Utara, Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Nomor : 135/258/PEM/2006
”Pertama : Membentuk panitia pendukung proses percepatan pemekaran Kabupaten Labuhanbatu dengan susunan keanggotaan sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan ini. Kedua : Tim panitia pendukung proses percepatan pemekaran Kabupaten Labuhanbatu sebagaimana dimaksud pada diktum pertama bertugas : I. Tugas Ketua, Sekretaris dan Bendahara : 1. Menyusun jadwal rencana kerja dan agenda proses percepatan pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. 2. Memfasilitasi dan memantau pelaksanaan proses percepatan pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. 3. Membantu para koordinator wilayah dalam menjalankan tugasnya. II. Tugas Koordinator wilayah dan seksi-seksi 1. Mempersiapkan dan menyusun rencana kerja dan agenda proses percepatan pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. 2. Memperjuangkan proses percepatan pemekaran Kabupaten Labuhanbatu ditingkat Provinsi dan Pemerintah Pusat.
100 100
3. Membahas dan mengambil inisiatif serta langkah-langkah untuk proses percepatan pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. 4. Menggalang dan mengkoordinasikan segala bentuk sumber daya yang ada diwilayah kerja koordinator masing-masing, guna untuk proses percepatan pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. 5. Menyampaikan hasil pembahasan dan hasil musyawarah pada ketua tim. Ketiga : Masing-masing panitia melaporkan hasilnya kepada penasehat dan pengarah proses percepatan pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Keempat : Segala biaya yang diakibatkan dengan dikeluarkannya keputusan ini dibebankan kepada APBD Kabupaten Labuhanbatu tahun anggaran 2006 dan sumbangan pihak ketiga yang tidak mengikat. Kelima : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan didalamnya akan diperbaiki sebagaimana mestinya. Sumber : PEMDA Labuhanbatu
101 101
4.2.3. Analisis terhadap matrik penjelasan operasional keputusan Bupati tentang isu pemekaran Kabupaten Labuhanbatu Berdasarkan penjelasan operasional keputusan Bupati Labuhanbatu tentang pemekaran Kabupaten Labuhanbatu maka dapat dilihat bahwa Bupati Labuhanbatu mendukung sepenuhnya terhadap pemekaran Kabupaten Labuhanbatu menjadi 3 (tiga) Kabupaten. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya 4 (empat) keputusan Bupati tentang pemekaran Labuhanbatu. Keputusan tersebut yaitu : 1. Pembentukan Tim Sosialisasi Persyaratan Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu Nomor 180/85/Hukum/2003 Tim ini mempunyai tugas : − Mensosialisasikan PP Nomor 129 tahun 2000 tentang persyaratan pembentukan dan kriteria pemekaran, penghapusan dan penggabungan daerah, kepada seluruh lapisan masyarakat di 22 (dua puluh dua) Kecamatan se Kabupaten Labuhanbatu. − Menerima dan menampung aspirasi masyarakat sehubungan dengan wacana pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. − Melakukan evaluasi dan menyampaikan laporan hasil sosialisasi kepada Bupati Labuhanbatu. 2. Pembentukan
Tim
Pengkajian
Pemekaran
Kabupaten
Labuhanbatu
Nomor 135/1174/PEM/2004
102
Tim ini beranggotakan para akademisi dan pihak Pemda, yang mempunyai tujuan untuk melakukan penelitian awal dan studi kelayakan terhadap isu pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Acuan tim ini berdasarkan PP Nomor 129 tahun 2000 tentang kriteria persyaratan pemekaran suatu daerah. 3. Perubahan Susuanan Keanggotaan Tim Pengkajian Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu Nomor 135/1236/PEM/2004 Keputusan ini hanya bersifat perubahan terhadap susunan keanggotaan tim, dimana ada penambahan keanggotaan didalam Tim Pengkajian Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. 4. Pembentukan Panitia Pendukung Proses Percepatan Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu (induk), Kabupaten Labuhanbatu utara, Kabupaten Labuhanbatu selatan Nomor 135/258/PEM/2006 Keputusan ini merupakan tindak lanjut dari Pemda Labuhanbatu atas keluarnya keputusan sidang paripurna DPRD Labuhanbatu tentang persetujuan DPRD Labuhanbatu terhadap pemekaran Kabupaten Labuhanbatu menjadi 3 (tiga) Kabupaten. Keputusan ini terlihat bahwa pihak Pemda Labuhanbatu benar-benar serius untuk memperjuangkan terwujudnya pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Hal ini ditandai dengan dibentuknya koordinator wilayah untuk masing-masing calon daerah pemekaran. Tugas koordinator ini yaitu : − Mempersiapkan dan menyusun rencana kerja dan agenda proses percepatan pemekaran Kabupaten Labuhanbatu.
103
− Memperjuangkan proses percepatan pemekaran Kabupaten Labuhanbatu di tingkat Propinsi dan Pemerintah Pusat. − Membahas dan mengambil inisiatif serta langkah-langkah untuk proses percepatan pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. − Menggalang dan mengkoordinasikan segala bentuk sumber daya yang ada diwilayah kerja koordinator masing-masing guna untuk proses percepatan pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. − Menyampaikan hasil pembahasan dan hasil musyawarah pada ketua tim.
Pembahasan Berdasarkan hasil penjelasan operasional Bupati di atas, maka dapat dilihat bahwa pihak Pemda Labuhanbatu mendukung penuh dan betul-betul serius untuk memperjuangkan terwujudnya pemekaran Kabupaten Labuhanbatu menjadi 3 (tiga) Kabupaten. Dengan demikian maka dapat terlihat bahwa DPRD dan Pemda Labuhanbatu setuju dan mendukung pemekaran Labuhanbatu sehingga isu pemekaran yang pada awalnya berangkat dari isu publik kini sudah menjadi isu agenda, ditandai dengan dikeluarkannya keputusan politik dari DPRD Labuhanbatu, yaitu persetujuan DPRD Labuhanbatu terhadap pemekaran Kabupaten Labuhanbatu menjadi 3 (tiga) Kabupaten. Ibarat “gayung bersambut” pihak Pemda Labuhanbatu juga menindaklanjutinya dengan keluarnya keputusan Bupati Labuhanbatu tentang
104
pembentukan
Panitia
Pendukung
Proses
Percepatan
Pemekaran
Kabupaten
Labuhanbatu. Kita semua mengetahui bahwa tidak semua masalah atau isu akan masuk ke dalam agenda kebijakan. Isu-isu atau masalah-masalah tersebut harus berkompetisi antara satu dengan yang lain dan akhirnya hanya masalah-masalah tertentu saja yang akan menang dan masuk ke dalam agenda kebijakan. Berdasarkan hal di atas, maka dapat dilihat bahwa isu pemekaran Labuhanbatu sudah menjadi isu umum di tengahtengah masyarakat yang tentunya harus mendapatkan prioritas dari pembuat kebijakan. Secara teoritis, Mark Rushefky menyatakan bahwa suatu isu akan menjadi agenda melalui konjungsi tiga urutan. Pertama, problem stream, yakni tahap pengidentifikasian
masalah
yang
didiskusikan
sebelumnya.
Urutan
kedua
menitikberatkan pada kebijakan atau pemecahan masalah. Urutan kedua ini biasanya terdiri dari para spesialis di bidang kebijakan, seperti misalnya para birokrat, staf legislatif, akademisi, para ahli dalam kelompok-kelompok kepentingan, dan proposal yang dibawa oleh komunitas-komunitas tersebut. Urutan ketiga merupakan urutan politik (political stream), pada urutan ini biasanya disusun dari perubahan-perubahan dalam opini publik hasil Pemilu. Perubahan dalam administrasi dan pergantian partisipan atau ideologi dalam lembaga legislatif.
105
4.2.4. Tahapan-tahapan isu publik menjadi isu agenda mengenai pemekaran Kabupaten Labuhanbatu Isu pemekaran Labuhanbatu yang berangkat dari adanya isu publik ditandai dengan banyaknya aspirasi dari masyarakat yang menginginkan adanya pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Aspirasi tersebut disampaikan langsung ke DPRD dan Pemda Labuhanbatu, setelah isu itu sampai di DPRD dan Pemda, maka isu pemekaran ini menjadi pembahasan atau isu agenda antara kedua lembaga ini. Pihak Pemda sendiri langsung menyikapi dengan membentuk Tim Penelitian dan Pengkajian tentang studi kelayakan terhadap pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Hasil penelitian ini dilakukan dengan mengikuti petunjuk teknis yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor129 tahun 2000 tentang persyaratan pemekaran suatu daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 129 tahun 2000 pasal 3 yang mengisyaratkan daerah yang akan dibentuk/dimekarkan menjadi daerah otonom (daerah baru) harus memiliki 7 (tujuh) persyaratan dengan 19 (sembilan belas) indikator dan 43 (empat puluh tiga) sub indikator. Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi yaitu : 1. Kemampuan Ekonomi 2. Potensi Daerah 3. Sosial Budaya 4. Sosial Politik 5. Jumlah Penduduk 6. Luas Daerah 7. Pertimbangan Lain-lain
106
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tim Penelitian dan Pengkajian Pemekaran Labuhanbatu diperoleh hasil bahwa Kabupaten Labuhanbatu “layak” dan “lulus” untuk dimekarkan menjadi 3 (tiga) Kabupaten. Hasil Penelitian inilah yang menjadi landasan bagi DPRD Kabupaten Labuhanbatu untuk melakukan rapat paripurna untuk melakukan pembahasan tentang pemekaran Kabupaten Labuhanbatu menjadi 3 (tiga) Kabupaten. Sehingga tahapan demi tahapan terus dilaksanakan oleh Pemda dan DPRD Kabupaten Labuhanbatu sampai keluarnya keputusan DPRD Kabupaten Labuhanbatu tentang persetujuan DPRD Kabupaten Labuhanbatu terhadap pemekaran Kabupaten Labuhanbatu menjadi 3 (tiga) Kabupaten yaitu : Kabupaten Labuhanbatu Utara, Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Labuhanbatu (induk) . Selanjutnya usulan pemekaran ini disampaikan ketingkat Propinsi yaitu kepada Gubernur Sumatera Utara dan DPRD Sumatera Utara. Pemerintah daerah Propinsi Sumatera Utara dan DPRD Sumatera Utara juga mengeluarkan persetujuan terhadap pemekaran Kabupaten Labuhanbatu menjadi 3 (tiga) Kabupaten. Usulan pemekaran ini sekarang sudah sampai ditingkat pusat (Jakarta) yaitu kepada Menteri Dalam Negeri dan Komisi II DPR-RI untuk dijadikan Pembahasan.
107
4.2. Skema Tahapan-Tahapan Isu Publik Menjadi Isu Agenda Mengenai Pemekaran Labuhanbatu : Aspirasi dari masyarakat yang menginginkan pemekaran
Isu Publik
Pemda Kabupaten Labuhanbatu
DPRD Kabupaten Labuhanbatu
Penelitian dan pengkajian untuk memekarkan Kabupaten Labuhanbatu menjadi 3 (tiga) Kabupaten
Rapat paripurna DPRD Kabupaten Labuhanbatu untuk mendengarkan penjelasan Bupati tentang pembahasan pemekaran Labuhanbatu. Tanggapan anggota DPRD Kabupaten Labuhanbatu tentang penjelasan Bupati mengenai pemekaran Labuhanbatu
Penjelasan Bupati tentang pembahasan pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Disampaikan dalam rapat paripurna DPRD Kabupaten Labuhanbatu.
Nota jawaban Bupati atas pemandangan umum dan tanggapan DPRD Kabupaten Labuhanbatu termin I terhadap penyampaian rencana pemekaran Kabupaten Labuhanbatu.
Kata sambutan Bupati Labuhanbatu atas pengambilan keputusan DPRD Kabupaten Labuhanbatu tentang pemekaran Kabupaten Labuhanbatu.
Keluarnya keputusan Bupati Labuhanbatu tentang pembentukan panitia pendukung proses percepatan pemekaran Kabupaten Labuhanbatu menjadi 3 (tiga) Kabupaten
Menyurati Gubernur Sumatera Utara dan Ketua DPRD Sumatera Utara perihal mohon persetujuan pemekaran Kabupaten Labuhanbatu menjadi 3 (tiga) Kabupaten
Keluarnya keputusan Gubernur Sumatera Utara tentang bantuan dana dalam APBD Propinsi Sumatera Utara bagi calon Kabupaten Labuhanbatu Utara dan Kabupaten Labuhanbatu Selatan diwilayah Propinsi Sumatera Utara
Gubernur Sumatra Utara menyampaikan usul pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. kepada Menteri Dalam Negeri
Pembentukan Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kabupaten Labuhanbatu membahas rencana pemekaran Kabupaten Labuhanbatu
Studi banding dilakukan Pansus ke Kabupaten-Kabupaten yang telah melaksanakan pemekaran antara lain : Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Bandung, Departeman Dalam Negeri dan DPR-RI Pansus melakukan pembahasan tentang pemekaran Labuhanbatu dan mempunyai kesimpulan akhir menyetujui rencana pemekaran, menjadi Labuhanbatu Utara, Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Labuhanbatu Tanggapan akhir masing-masing fraksi yang ada di DPRD Kabupaten Labuhanbatu. Semua fraksi mendukung terhadap rencana pemekaran Kabupaten Labuhanbatu
Keluarnya keputusan DPRD Kabupaten Labuhanbatu tentang persetujuan pembentukan Kabupaten Labuhanbatu, Kabupaten Labuhanbatu Utara dan Kabupaten Labuhanbatu Selatan
Menyampaikan keputusan DPRD Kabupaten Labuhanbatu tentang persetujuan pemekaran kepada Gubernur Sumatera Utara dan DPRD Sumatera Utara Isu pemekaran Labuhanbatu menjadi pembahasan di DPRD Sumatera Utara. DPRD Sumatera Utara membentuk Pansus pembahasan pemekaran Kabupaten Labuhanbatu yang dilaksanakan oleh Komisi A DPRD Sumatera Utara Pendapat akhir fraksi fraksi DPRD Sumatera Utara yang disampaikan dalam rapat paripurna khusus DPRD Sumatera Utara Keluarnya keputusan DPRD Sumatera Utara tentang persetujuan pemekaran Kabupaten Labuhanbatu.
Usulan pemekaran Labuhanbatu sudah sampai pada Komisi II DPR-RI untuk dijadikan pembahasan
Sumber : Data hasil olahan peneliti
108
I s u
A g e n d a
Gambar 4.2 . Bagan Proses Penyusunan Agenda Isu Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu
Surat keputusan tentang Persetujuan DPRD Labuhanbatu terhadap pemekaran Kabupaten Labuhanbatu menjadi 3 (tiga) Kabupaten
DPRD
Aspirasi Ormas yang menginginkan pemekaran Kabupaten Labuhanbatu
Sidang Paripurna DPRD Labuhanbatu
PEMDA
Keputusan Bupati Labuhanbatu Tentang Pembentukan Panitia Pendukung Proses Percepatan Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu Menjadi 3 (tiga) Kabupaten
109
109
Keterangan Bagan : Keinginan
masyarakat
yang
menginginkan
adanya
pemekaran
disampaikan kepada Ormas yang ada di masing-masing Kecamatan. Selanjutnya Ormas tersebut mengeluarkan surat pernyataan dan dukungan terhadap terwujudnya pemekaran Labuhanbatu yang merupakan aspirasi dari masyarakat banyak. Surat pernyataan dan dukungan tersebut langsung ditujukan ke DPRD Labuhanbatu dan Pemda Labuhanbatu. Pada tahapan berikutnya terjadi pembahasan antara DPRD dan Pemda tentang pemekaran Labuhanbatu didalam sidang paripurna DPRD Labuhanbatu. Dari Hasil sidang paripurna tersebut keluarlah surat keputusan tentang persetujuan DPRD Labuhanbatu terhadap pemekaran Kabupaten Labuhanbatu menjadi 3 (tiga) Kabupaten. Pihak Pemerintah Daerah juga menindaklanjutinya dengan mengeluarkan surat keputusan Bupati Labuhanbatu tentang pembentukan Panitia Pendukung Proses Percepatan Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu menjadi 3 (tiga) Kabupaten yaitu, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Labuhanbatu (induk). Sehingga dengan demikian isu pemekaran Kabupaten Labuhanbatu telah mendapat persetujuan dari DPRD Kabupaten Labuhanbatu dan persetujuan dari Pemerintah Daerah Labuhanbatu.
110
4.2.5 Interaksi antara Ormas, Partai Politik dan Pembuat Kebijakan tentang isu pemekaran Kabupaten Labuhanbatu Berdasarkan
pembahasan
yang
telah
disampaikan
diatas
dan
berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat interaksi antara Ormas, Parpol dan pembuat kebijakan (DPRD dan Pemda) terhadap isu pemekaran Labuhanbatu. Karena dari hasil interaksi tersebutlah isu pemekaran yang pada awalnya dari isu publik menjadi isu agenda. Hal ini tidak terlepas dari peranan elit-elit lokal yang ada di Labuhanbatu, baik di kalangan tokoh-tokoh masyarakat, tokoh-tokoh Parpol dan pembuat kebijakan (DPRD dan Pemda) yang melakukan tahapan-tahapan hingga keluarnya keputusan politik dari DPRD, yaitu persetujuan DPRD Labuhanbatu terhadap pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Pada awal mulai bergulirnya isu pemekaran Labuhanbatu, merupakan isu umum yang sudah terdengar luas di tengah-tengah masyarakat. Masyarakat mempunyai anggapan adanya kejenuhan terhadap pemerintah daerah disamping itu masyarakat menginginkan adanya suatu perubahan yang dapat menyentuh aspek sosial dan pembangunan di daerah mereka dan adanya kecemburuan sosial dari masyarakat Labuhanbatu terhadap daerah-daerah yang sudah dimekarkan, karena mereka melihat aspek kewilayahan dan potensi dari Kabupaten Labuhanbatu sudah sangat layak untuk dimekarkan dibandingkan dengan daerahdaerah lain yang luas wilayahnya kecil tapi bisa dimekarkan. Masyarakat beranggapan kalau pemekaran Kabupaten Labuhanbatu terwujud tentunya dapat meningkatkan
pelayanan
publik
terhadap
masyarakat
dan
percepatan
pembangunan di daerah mereka.
111
Setelah isu ini mulai bergulir, maka isu ini mulai ditangkap oleh elit-elit lokal yang ada di masing-masing Kecamatan. Elit-elit lokal ini seperti, tokohtokoh masyarakat, tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh pemuda, dan tokoh-tokoh Parpol, lalu elit-elit lokal ini melakukan pembicaraan langsung dengan masyarakat yang ada di daerah mereka. Dalam pembicaraan ini disepakati bahwa hampir seluruh masyarakat menginginkan adanya pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Berdasarkan hasil pembicaraan ini maka ditindaklanjuti oleh para elit lokal dengan membuat surat aspirasi yang menjelaskan tentang keinginan kuat dari masyarakat yang menginginkan pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Surat aspirasi ini langsung disampaikan kepada DPRD Kabupaten Labuhanbatu dan Pemda Labuhanbatu. Sebelum surat aspirasi tersebut sampai ke DPRD, tentunya telah melalui proses-proses pembicaraan yang serius dan lobbi-lobbi politik di tingkat Kecamatan masing-masing. Anggota DPRD yang berasal dari masing-masing Kecamatan menyatakan mendukung penuh terhadap isu pemekaran, sehingga secara otomatis semua partai politik yang ada ditingkat Kecamatan juga mendukung terhadap isu pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Setelah proses “lobbi-lobbi politik” berlangsung antara elit-elit lokal dan pembuat kebijakan untuk membahas isu pemekaran, maka dibentuklah sebuah lembaga yaitu Komite Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu (KPKL) yang melibatkan seluruh elit-elit lokal yang ada di Labuhanbatu, seperti pihak Eksekutif (Pemda), pihak Legislatif (DPRD), akademisi yang berasal dari Labuhanbatu, para pemilik modal (pengusaha) dan tentunya melibatkan elit-elit yang telah menyampaikan aspirasi masyarakat tersebut. Sehingga hal inilah yang menjadi
112
proses “bargaining” (nilai tawar) yang diterima oleh elit-elit lokal yang memperjuangkan isu pemekaran tadi. Dalam memunculkan isu pemekaran ini juga tidak terlepas dari peranan lembaga-lembaga LSM yang ada di Kabupaten Labuhanbatu. Tentunya LSM yang terlibat ini yaitu LSM yang betul-betul peduli terhadap adanya percepatan pembangunan di Labuhanbatu, dalam hal ini peranan LSM untuk menjembatani aspirasi masyarakat yang berkembang dan menyampaikannya langsung ke DPRD dan Pemda. Memang di dalam negara yang berdemokrasi peranan dari kelompokkelompok kepentingan seperti Ormas/LSM sangat berperan dalam mempengaruhi para pembuat kebijakan. Langkah-langkah yang mereka lakukan dalam mempengaruhi para pembuat kebijakan dengan cara “lobbi-lobbi politik” dan pemberitaan di media massa. Dalam kenyataannya lobbi memang merupakan cara efektif untuk mempengaruhi para pembuat dan pelaksana resmi kebijakan melalui proses-proses tidak resmi (informal) dan sentuhan pribadi (personal), berlangsung di luar ruangan. Setelah isu pemekaran sampai ke DPRD dan Pemda maka secara otomatis isu pemekaran ini menjadi isu agenda dan pembahasan di kalangan DPRD dan Pemda. Tindak lanjut yang diambil oleh DPRD Labuhanbatu yaitu melakukan sidang paripurna dan mendengarkan tanggapan dari anggota DPRD dan tanggapan dari masing-masing fraksi. Hasil dari sidang paripurna tersebut keluarlah sebuah keputusan politk yaitu adanya persetujuan DPRD Kabupaten Labuhanbatu terhadap pemekaran Kabupaten Labuhanbatu menjadi 3 (tiga) Kabupaten. Sementara itu di kalangan Pemda setelah isu pemekaran sampai ke Pemda, pihak Eksekutif ini juga melakukan tindak lanjutnya yaitu membentuk tim
113
sosialisasi tentang isu pemekaran Labuhanbatu ke 22 (dua puluh dua) Kecamatan yang ada di Labuhanbatu dan membentuk Tim Pengkajian Pemekaran Labuhanbatu yang melibatkan para akademisi yang berkompeten. Dari hasil pengkajian di dapat hasil bahwa Kabupaten Labuhanbatu sudah layak dan lulus untuk dimekarkan. Selanjutnya langkah Pemda Labuhanbatu setelah keluarnya Persetujuan DPRD Labuhanbatu tentang pemekaran Kabupaten Labuhanbatu, maka pihak Pemda membentuk Panitia Pendukung Proses Percepatan Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Sehingga dengan demikian maka isu pemekaran Labuhanbatu sudah mendapat persetujuan dari para pembuat kebijakan. Langkah selanjutnya yaitu tentunya meneruskan aspirasi ini ke tingkat Propinsi sampai ke tingkat pusat. Berdasarkan analisis sederhana di atas maka dapat ditarik kajian teoritisnya yaitu adanya pendekatan prilaku/behavioralism. Karena secara teoritis , isu/masalah publik dapat diagendakan oleh para pembuat kebijakan jika terdapat interaksi antara kelompok kepentingan, partai politik dan pembuat kebijakan (Parsons, 2005). Penyusunan agenda kebijakan dengan melibatkan kelompok kepentingan, partai politik dan pembuat kebijakan dikenal sebagai pendekatan prilaku/behavioralism. Menurut hasil penelitian yang penulis lakukan, adapun interaksi yang terjadi antara 3 (tiga) lembaga tersebut terlihat bahwa partai politiklah yang paling berperan. Dalam hal ini tentunya peran dominan yaitu terdapat pada partai Golkar. Karena dari partai politik lah isu pemekaran ini berawal, dan selanjutnya digulirkan untuk menjadi isu agenda atau pembahasan antara DPRD dan Pemda. Sedangkan kepala daerah (Bupati) dalam hal ini tidak mengalami tekanan politik,
114
karena dalam menyikapi isu pemekaran ini independensi kepala daerah sangat kelihatan. Hal ini disebabkan karena kepala daerah yang saat ini menjabat merupakan ketua DPD partai Golkar Labuhanbatu, dan tentunya orang-orang partai golkar yang ada di DPRD akan berkoordinasi dengan Bupati, sehingga tidak terjadi tekanan-tekanan politik terhadap Bupati. Sehingga dalam hal ini, penulis melihat “faktor kepentingan” sangat berperan dalam isu pemekaran Labuhanbatu.
115
BAB V PENUTUP
5.1. KESIMPULAN 1. Proses munculnya isu pemekaran Kabupaten Labuhanbatu berangkat dari adanya isu publik. Isu publik ini diawali dari adanya problem isu di tengah-tengah masyarakat. Sehingga isu pemekaran menjadi isu umum di masyarakat, selanjutnya isu ini diakomodir oleh elit-elit lokal yang ada di Labuhanbatu melalui Ormas-Ormas hasil bentukan para elit tersebut dan menyampaikan isu ini secara langsung kepada DPRD dan Pemda Labuhanbatu. Isu pemekaran Labuhanbatu yang telah sampai di DPRD dan Pemda tentunya semakin berkembang menjadi isu agenda, yaitu menjadi
pembahasan
bersama
antara
DPRD
dan
Pemda
untuk
menghasilkan sebuah keputusan politik. Berdasarkan hasil pembahasan yang dilakukan oleh pembuat kebijakan tersebut, maka pada tanggal 31 Oktober 2005 DPRD Labuhanbatu mengeluarkan Surat Keputusan tentang persetujuan DPRD Labuhanbatu terhadap pembentukan Kabupaten Labuhanbatu menjadi 3 (tiga) Kabupaten, yaitu : Kabupaten Labuhanbatu Utara, Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Labuhanbatu (induk). 2. Dalam proses penyusunan agenda isu pemekaran daerah Kabupaten Labuhanbatu, terdapat interaksi antara 3 (tiga) lembaga/institusi yaitu kelompok kepentingan (interest group) seperti Ormas , partai politik dan pembuat kebijakan (DPRD dan Pemda) dalam menghasilkan sebuah keputusan politik tentang persetujuan pemekaran Kabupaten Labuhanbatu.
116
3. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan, dalam menyuarakan isu pemekaran Kabupaten Labuhanbatu partai politiklah yang pertama-tama menggulirkan isu pemekaran bukan dari kelompok Ormas. Adapun partai politik yang paling berperan dalam isu pemekaran ini yaitu partai Golkar. Setelah ide isu pemekaran mulai digulirkan oleh partai Golkar, maka partai Golkar menindak lanjutinya dengan mengarahkan kader-kadernya untuk membentuk
Ormas-Ormas
yang
menyatakan
dukungan
terhadap
pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Sehingga dapat dilihat bahwa partai Golkar benar-benar serius memperjuangkan isu pemekaran Kabupaten Labuhanbatu, sementara partai-partai lain khususnya yang mempunyai kursi di DPRD juga mendukung terhadap isu pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Maka dapat ditarik benang merah bahwa partai Golkar lah yang berperan dalam isu pemekaran, karena di DPRD periode 1999-2004 partai Golkar masih meraih 11 kursi di bawah PDIP yang meraih 14 kursi dan anggota DPRD dari partai Golkar masih eksis untuk menyuarakan isu pemekaran. Pada pemilu tahun 2004 partai Golkar menjadi pemenang Pemilu di Labuhanbatu dan meraih 11 kursi di DPRD sehingga partai Golkar masih berperan di DPRD dalam menyuarakan isu pemekaran. Sementara kepala daerah (Bupati dan wakilnya) yang sekarang menjabat merupakan kader partai Golkar.
117
5.2. SARAN 1. Bagi kelompok kepentingan (Ormas), dalam penggalangan suatu isu agar benar-benar mengakomodir kepentingan masyarakat banyak, bukan kepentingan segelintir orang-orang yang ada di kelompok kepentingan tersebut. Sehingga isu yang digulirkan akan mendapat tanggapan positif dari masyarakat. 2. Bagi partai politik, perlunya suatu perubahan paradigma dan sistem yang bertujuan meningkatkan kembali fungsi partai politik sebagai wadah bagi masyarakat dalam menyampaikan aspirasi politiknya. Sehingga peranan partai politik yang merupakan sebuah lembaga/institusi politik dapat lebih dipercaya masyarakat, dan memunculkan persepsi bahwa partai politik berasal dari masyarakat. Peningkatan kembali fungsi partai politik ini dapat dilakukan dengan cara : • Penerapan visi/misi dan program kerja partai politik yang berorientasi kepada kepentingan dan kemaslahatan masyarakat secara umum. Sehingga masyarakat merasa lebih yakin dan percaya terhadap kinerja dan program partai politik. • Dalam hal perekrutan anggota, partai politik sebaiknya melakukan sistem pengkaderan yang berbasis kepada peningkatan sumber daya manusia (SDM). Sehingga menghasilkan kader-kader partai yang dapat melaksanakan program kerja partai dan selalu dekat dengan masyarakat.
118
3. Bagi pembuat kebijakan (DPRD dan Pemda), dalam mengakomodir aspirasi
masyarakat
yang
sedang
berkembang
agar
benar-benar
akomodatif, sehingga wujud demokrasi bisa dirasakan oleh masyarakat. Karena
pembuat
kebijakan
merupakan
lembaga
perwakilan
dari
masyarakat, dan mereka dipilih langsung oleh masyarakat. Disamping itu dalam mengadakan pembahasan suatu isu agenda, para pembuat kebijakan sebaiknya membuat skala prioritas, yaitu hal-hal mana yang menjadi suatu prioritas. Prioitas yang dimaksud yaitu permasalahan yang berkenaan dengan kepentingan dan kemaslahatan masyarakat banyak.
119
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta, 2002 Dunn, William N, Analisis Kebijakan Publik (Terjemahan), PT.Hanindita Graha Widya, Yogyakarta, 2003 Haris, Syamsuddin, Akuntabilitas Dalam Otonomi Daerah, LIPI, Jakarta, 2002 Hidayat, Syarif, Refleksi Realitas Otonomi Daerah, Quantum, Jakarta, 2000 Hidayat, Wisnu, Koryati, Dwi, Nyimas, Tangkilisan, Nogi, Pembangunan Partisipatif, Penerbit YPAPI, Yogyakarta, 2002
Hessel,
Imawan, Riswanda, Demokrasi Indonesia Kontemporer (Riza Noer Arfani), PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996 Karim, Ghafar, Abdul, Dinamika Pemerintahan Lokal, Penerbit Pustaka Kendi, Jakarta, 2003 Koiruddin, Partai Politik dan Agenda Transisi Demokrasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004 , Sketsa Kebijakan Desentralisasi di Indonesia, Averroes Press, Malang, 2005 Mallarangeng, Andi, Otonomi Daerah (Perspektif Teoritis & Praktis). Bigras, Malang, 2001 Mardiasmo, Otonomi & Manajemen Keuangan Daerah, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2002 Parsons, Wayne, Public Policy (Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan), Kencana, Jakarta, 2005 Putra, Fadillah, Partai Politik dan Kebijakan Publik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004 , Paradigma Kritis Dalam Studi Kebijakan Publik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003 Salam, Setyawan, Dharma, Otonomi Daerah, Djambatan, Jakarta, 2004 Sanit, Arbi, Sistem Politik Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995
Sirojuzilam, Beberapa Aspek Pembangunan Regional, Penerbit Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), Bandung, 2005 Soenarko, Public Policy, Airlangga University Press, Surabaya, 2003 Surachman, Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah, Tarsito, Bandung, 2000 Tangkilisan, Nogi, Hessel, Kebijakan Publik Yang Membumi, YPAPI, Yogyakarta, 2003 Tim Pondok Edukasi, Pegangan Memahami Desentralisasi, Pondok Edukasi, Bantul, 2005 Topatimasang (eds.), Mengubah Kebijakan Publik, Insist Press, Yogyakarta, 2005 Winarno, Budi, Teori dan Konsep Kebijakan Publik, Media Pressindo, Yogyakarta, 2004 Wirutomo, Paulus, Paradigma Pembangunan Diera Otonomi Daerah, CV Cipruy, Jakarta, 2003
Hukum dan perundang-undangan UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Peraturan Pemerintah ( PP ) Republik Indonesia Nomor 129 tahun 2000 Tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah