STUDI PERWAKILAN POLITIK DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA PERIODE 2004 – 2009
Oleh
ISFAN F. FACHRUDDIN 037024007/SP
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
STUDI PERWAKILAN POLITIK DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA PERIODE 2004 – 2009
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) dalam Program Studi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
OLEH ISFAN F. FACHRUDDIN 037024007/SP
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
Judul Tesis
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: STUDI PERWAKILAN POLITIK DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA PERIODE 2004-2009 : Isfan F. Fachruddin : 037024007 : Studi Pembangunan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Drs. Subhilhar, MA) Ketua
(Drs. Heri Kusmanto, MA) Anggota
Ketua Program Studi
Direktur
(Drs. Subhilhar, MA)
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)
Tanggal Lulus : 25 Mei 2007
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
Telah diuji pada Tanggal 25 Mei 2007 ____________________________________________________________________
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua Anggota
: Drs. Subhilhar, MA : 1. Drs. Heri Kusmanto, MA 2. Drs. M. Ridwan Rangkuti, MA 3. Drs. Tonny P Situmorang, MA 4. Drs. Agus Suriadi, M.Si
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
PERNYATAAN
STUDI PERWAKILAN POLITIK DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA PERIODE 2004 – 2009
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh grlar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar perpustakaan.
Medan, Mei 2007 Penulis,
Isfan F. Fachruddin
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
ABSTRAK Kritik dan kecaman terhadap DPRD muncul dari berbagai pihak baik dari masyarakat, pers, maupun dari kalangan anggota dan pimpinan DPRD sendiri. Di satu pihak berbagai kritik dan sorotan terhadap DPRD menunjukkan betapa kompleksnya masalah yang dihadapi DPRD sebagai lembaga demokrasi. Di lain pihak, hal itu mengisyaratkan luasnya tuntutan masyarakat akan kehadiran lembaga legislative dan perwakilan yang dapat menjalankan peran dan tugasnya seperti yang diharapkan serta pelunya usaha-usaha membenahi dan meningkatkan DPRD agar kehadirannya lebih bermakna. Fenomena yang diuraikan di atas hampir terjadi pada semua tingkatan DPR baik DPR RI maupun DPRD di provinsi dan kabupaten/kota. Terutama ketika diterapkannya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang No. 32 Tahun 2004. Persoalan utama ialah kebanyakan partai memang belum sempat mempersiapkan calon mereka. Banyak anggota dewan yang mewakili partai dalam Pemilu 1999 tidak memiliki pengetahuan atau kemampuan berpolitik dan berpemerintah yang baik. Mereka dipilih sebagai anggota legislatif hanya karena dipilih oleh partai. Sementara di sisi lain, orientasi politik anggota legislative di daerah sangat diperlukan untuk menjalankan politik desentralisasi. Oleh karena itu, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Ke arah mana orientasi politik anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009 ditujukan?” Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori perwakilan dengan konsep-konsep perwakilan politik yang dikemukakan oleh Birc, Malcom E. Jewell, Austin Ranney. Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis dengan pendekatan kuantitatif. Responden yang dipilih berjumlah 22 orang anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara dengan metode pengambilan sampel dilakukan dengan teknik proportional random sampling, proporsinya berdasarkan fraksi-fraksi yang ada. Sumber data diperoleh melalui survey, wawancara dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka orientasi terhadap permasalahan nasional semakin tinggi. Sedangkan rendahnya tingkat pendidikan orientasi terhadap permasalahan lokal lebih tinggi. Sebagian responden lebih berorientasi kepada partai atau dapat dikatakan ikatan partainya cukup kuat. Tingkat pendidikan memberikan sumbangan terhadap orientasi ini. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin longgar ikatan terhadap partai. Namun, orientasi terhadap eksekutif tidak ada hubungannya dengan tingkat pendidikan. Sebagian besar anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara tidak berorientasi eksekutif. Orientasi mereka terhadap partai tidak ada hubungannya dengan pengalaman mereka menjadi anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara. Demikian pula orientasi mereka terhadap eksekutif. Pengalaman politik tidak berhubungan dengan orientasi mereka terhadap eksekutif, maupun sebagian besar berpendapat bahwa fungsi utama DPRD adalah pengawas pemerintah. Tidak terdapat
i
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
hubungan antara latar belakang pekerjaan dengan orientasi mereka terhadap masalah bangsa, provinsi, dan daerah. Sebagai besar mereka berorientasi terhadap masalah provinsi yang berkaitan dengan masalah nasional. Demikian pula hubungannya dengan orientasi terhadap partai. Ada kecenderungan bahwa anggota DPRD yang berlatar belakang pengusaha dan intelektual lebih memandang DPRD Provinsi Sumatera Utara sebagai pengawas pemerintah. Tidak ada hubungan antara asal partai politik atau fraksi dengan orientasi mereka terhadap bangsa yang berkaitan dengan masalah-masalah provinsi dan kedaerahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan sikap diantara 9 kelompok anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara berdasarkan fraksi tersebut kurang begitu nampak. Kata Kunci : Orientasi politik, DPRD
ii
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
ABSTRACT Criticism and lampooning to legislative body emerge from various side either from society, mass media, nor member circle and leader of legislative body alone. One side various focus and criticism to legislative body show what the complex of problem faced legislative body as democracy institute. On the other hand, that thing sign society demand broadness attendance of institute of legislative and representative of which can run the duty and role of was such as expected and also the him of efforts correct and improve legislative body, so that the attendance of more have a meaning, elaborated phenomenon above happened at all of levels of DPR good of DPR RI and of DPRD in sub-province and province. Especially when the applying Law of No. 22 Year 1999 concerning Governance of Area and Law of No. 32 Year 2004. Especial problem is most parties true not yet have time to draw up their candidate. Many council members representing party in General election 1999 do not have good governmental and political ability or knowledge. They is selected as legislative member is just because selected by party. Whereas on the other side, political orientation of member of legislative in area very need to run decentralization politics. Therefore, formulation of this research internal issue is: "which political orientation of parliament area member of North Sumatra Province Period 2004-2009 addressed?" Theory which used in this research is representative theory with concepts representative of politics by Birc, Malcom E. Jewell, Austin of Ranney. While research method the used is descriptive analyze with quantitative approach. Respondent the selected to amount to 22 member people of DPRD North Sumatra Province with method intake of sample conducted with technique of proportional sampling random, proportion of pursuant to existing factions. Data source obtained to through survey, observation and interview. Research result indicate that excelsior mount education hence orientation to problems of excelsior national. While the lowering of level education of orientation to higher local problems. Some of responders more orient to party or can be told the by party tying of enough strength. Education level give contribution to this orientation. Excelsior education, hence diffuse progressively tying to party. But, orient to executive there are not relation of with education level. Most members of DPRD North Sumatra Province do not orient executive. Their orientation to party are not relation of empirically they become member of DPRD North Sumatra Province. That way also their orientation to executive. Experience of politics do not relate to their orientation to executive, and most having a notion that especial functions of DPRD is governmental supervisor. There are not have relation between work background with their orientation to nation problem, province and area. As big are they orient to problem of province related to national problem. That way also the relation of with orientation to party. There is tendency that member of DPRD which is have entrepreneur background to intellectual more look into DPRD North Sumatra
iii
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
Province as governmental supervisor. There are not have relation between source of political party or faction with their orientation to nation related to problem of province localism. Result of research show that there is difference of attitude among 9 member group of DPRD North Sumatra Province pursuant to the faction less look. Keyword : Political orientation, DPRD
iv
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap kan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang memberi kekuatan iman kepada penulis untuk menyelesai kan akhir (Tesis) Penelitian yang di tuangkan dalam bentuk tesis ini merupakan tugas akhir yang harus disajikan dalam rangka menyelesaikan studi di Pascasarjana pada Program Magister Studi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera utara (USU) Medan dengan mengambil judul “ Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004 – 2009”. Dalam penyelesaian tesis ini penulis telah banyak dibantu oleh berbagai pihak, baik dalam bentuk moril, bimbingan maupun arahan, sehingga tesis ini menjadi karya tulis yang layak sesuai dengan syarat dan tata cara yang telah ditentukan. Untuk itu pada kesempatan ini penulis dengan rasa hormat mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Drs. Subhilhar, MA, Ph.D, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang sekaligus Pembantu Rektor II Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Drs. Heri Kusmanto, MA sebagai anggota Komisi Pembimbing 3. Bapak Drs. Agus Suriadi, M. Si, Bapak Muriyanto Amin, yang banyak memberikan kritik dan saran yang sangat berguna dalam menyelesaikan tesis ini.
v
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
4. Bapak Drs. Tonny P. Situmorang, MA dan Bapak Drs. M. Ridwan Rangkuti, MA sebagai anggota Tim Penguji. Selama mengikuti perkuliahan di Program Magister Studi Pembangunan USU, penulis merasa nyaman dengan tersedianya fasilitas dalam proses belajar mengajar, sehingga tidak berlebihan apabila ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada : 1.
Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2.
Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Dalam kurun waktu yang tidak singkat selama menjalani perkuliahan telah
terjadi interaksi yang baik antara penulis dengan staf pengajar dan pegawai serta rekan – rekan kuliah terutama angkatan II, maka untuk itu penulis perlu memberikan ucapan terima kasih kepada mereka semua. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ayahanda Ir. H. Fachruddin Umri, Ibunda Prof. Dr. Chalida Fachruddin, istri Syafrida Hafmi, SE. M.Si dan anak – anak tersayang Farica Amanda Fachri, Isyraqi Omar Fachri serta keluarga besar yang tidak du ucapkan satu persatu yang telah memberikan dorongan moril dan ikut berperan serta sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik.
vi
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
Akhirnya kepada Allah SWT penulis berserah diri dan berharap mudah – mudahan tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin
Medan, 10 Mei 2007 Penulis,
Isfan Fachri Fachriddin
vii
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
RIWAYAT HIDUP
Nama
: Isfan F. Fachruddin
Tempat/Tanggal Lahir
: P. Siantar, 22 April 1964
Alamat
: Jl. Bima Sakti. No. 16 Kec. Medan Barat Kota Medan
Status Perkawinan
: Kawin
Kebangsaan
: Indonesia
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Anggota DPRD Tk I Sumut Periode 2004-2009
Pendidikan
: 1. SD Taman Siswa, Medan
(1969-1975)
2. SMP Harapan I, Medan
(1976-1979)
3. SMA Taman Siswa, Medan
(1979-1983)
4. Universitas Sumatera Utara
(1983-1990)
5. Magister Studi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
(2003-2007)
viii Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
DAFTAR ISI
Hal ABSTRAK……………………………………………………………………..
i
ABSTRACT……………………………………………………………………
iii
KATA PENGANTAR …………………………………………………………
v
RIWAYAT HIDUP ……………………………………………………………
viii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………….
ix
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………..
xii
PENDAHULUAN ………………………………………………
1
1.1.
Latar Belakang ……………………………….................
1
1.2.
Permasalahan …………………………………………….
10
1.3.
Batasan Permasalahan …………………………………...
11
1.4.
Tujuan dan Manfaat Penelitian ………………………….
12
1.5.
Kerangka Teori …………………………………………..
12
1.6.
Model Analisa …………………………………………...
23
1.7.
Definisi Konsep ………………………………………….
23
1.8.
Definisi Operasional ……………………………………..
24
1.9.
Hipotesa ………………………………………………….
26
BAB I
BAB II
LEMBAGA PERWAKILAN SEBAGAI WADAH ASPIRASI POLITIK RAKYAT ……………………………...
27
2.1.
Lembaga Perwakilan dalam Negara Demokrasi ...............
27
2.2.
Sistem Perwakilan dan Cara Pemilihan ............................
34
ix
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
BAB III
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN ………………………………
42
3.1.
Bentuk Penelitian ……………………………………….
42
3.2.
Populasi dan Sampel …………………………………….
42
3.3.
Sumber Data ……………………………………………..
44
3.4.
Teknik Pengumpulan Data ………………………………
44
3.5.
Teknik Analisa Data …………………………………….
45
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN..........................
46
4.1.
Kilas Balik Pemilihan Umum 2004 di Sumatera Utara ...
46
4.2.
DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009 ........
48
4.3.
Kedudukan, Fungsi, Tugas, dan Wewenang DPRD .........
49
4.4.
Identitas Responden ..........................................................
76
4.5.
Pendidikan dan Pengalaman Politik ..................................
79
4.6.
Latar Belakang Pekerjaan .................................................
85
4.7.
Orientasi ............................................................................
86
4.8.
Hubungan Antara Tingkat Pendidikan, Latar Belakang Pekerjaan, Pengalaman Politik dan Orientasi Politik .......
108
4.8.1.
4.8.2.
4.8.3.
4.8.4.
Hubungan Tingkat Pendidikan dan Orientasi Politik ...................................................................
108
Hubungan Pengalaman Politik dan Orientasi Politik ...................................................................
115
Hubungan Latar Belakang Pekerjaan dengan Orientasi Politik ................................................... . Hubungan Fraksi dengan Orientasi Politik ..........
x
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
120 123
PENUTUP ....................................................................................
127
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………...
130
BAB V
xi
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
DAFTAR TABEL
Nomor
Judul
1.
Persepsi dari Berbagai Komponen Daerah tentang Kualitas Anggota DPRD di Beberapa Provinsi dan Kabupaten/Kota Di Indonesia ..................................................................................
9
Partai yang Memiliki Wakil di DPRD Provinsi Sumatera Utara .........................................................................................
48
Jumlah Fraksi dan Nama-Nama Anggota Fraksi DPRD Provinsi Sumatera Utara ..........................................................
57
Komposisi Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009 ................................................................................
68
Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Menurut Jenis Kelamin Periode 2004-2009 ....................................................
70
Tingkat Pendidikan Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009 ...................................................................
72
Susunan Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009 Berdasarkan Komisi ..............................................
74
8.
Usia Responden .......................................................................
77
9.
Tingkat Pendidikan Responden ...............................................
80
10.
Lama Responden Menjadi Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara .........................................................................................
82
Lamanya Responden Berkecimpung di Lembaga Perwakilan Rakyat (DPRD Provinsi & Kabupaten atau Kota) ...................
83
Keterlibatan Responden di Dalam Organisasi Kemasyarakatan .......................................................................
84
Pekerjaan Responden Sebelum Menjadi Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara ..........................................................
86
Intensitas Perhatian Responden dalam Menangani Masalah Provinsi ....................................................................................
87
2.
3.
4.
5.
6.
7.
11.
12.
13.
14.
xiii
Hal.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
15.
Frekuensi Berkunjung ke Daerah Pemilihan ............................
88
16.
Melakukan Kontak dengan Kelompok Lain ............................
91
17.
Intensitas Hubungan dengan Kelompok Lain ..........................
92
18
Pendapat Responden tentang Aktivitas LSM, Ormas, Masyarakat Kampus, dan Kaum Agamawan ...........................
93
Pendapat Responden bahwa Setiap Tindakan sebagai Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Harus Seizin, Sepengetahuan, dan Sejalan dengan Organisasi Induk ............
95
Pendapat Responden bahwa Setiap Posisi Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Harus Mandiri ..................................
98
Pendapat Responden tentang Recall atau Pergantian Antar Waktu .......................................................................................
99
Pendapat Responden tentang Berfungsinya DPRD Provinsi Sumatera Utara .........................................................................
102
Pendapat Responden tentang Posisi DPRD Provinsi Sumatera Utara .........................................................................................
105
Pendapat Responden tentang Hubungan antara DPRD Provinsi Sumatera Utara dengan Pemerintah Provinsi ............
105
Pendapat Responden tentang Tugas Utama DPRD Provinsi Sumatera Utara .........................................................................
107
Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dan Intensitas Mengurusi Masalah-Masalah Provinsi .....................................
108
Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dan Tingkat Kemandirian dalam Bertindak .................................................
110
Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dan Pendapat Bahwa Tugas Anggota DPRD Harus Sejalan dengan Organisasi Induknya ...................................................................................
112
Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dan Pendapat tentang Fungsi Utama DPRD ................................................................
113
Hubungan Antara Pengalaman Politik dan Intensitas Menangani Masalah Provinsi ...................................................
115
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
xiv
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
31.
Hubungan Antara Pengalaman Politik dan Tingkat Kemandirian dalam Bertindak .................................................
117
Hubungan Antara Pengalaman Politik dan Pendapat Bahwa Tindakan Anggota DPRD Harus Sejalan dengan Organisasi Induk ........................................................................................
118
Hubungan Antara Pengalaman Politik dan Pendapat tentang Fungsi Utama DPRD ...............................................................
119
Hubungan Antara Latar Belakang Pekerjaan dengan Intensitas Mengurusi Masalah-Masalah Provinsi ....................
120
Hubungan Antara Latar Belakang Pekerjaan dengan Tingkat Kemandirian dalam Bertindak .................................................
121
Hubungan Antara Latar Belakang Pekerjaan dengan Pendapat Bahwa Tindakan Anggota DPRD Harus Sejalan dengan Organisasi Induk ......................................................................
122
Hubungan Antara Latar Belakang Pekerjaan dengan Pendapat tentang Fungsi Utama DPRD ...................................................
123
38.
Hubungan Fraksi dan Intensitas Mengenai Masalah Provinsi .
123
39.
Hubungan Antara Fraksi dan Tingkat Kemandirian dalam Bertindak ..................................................................................
124
Hubungan Antara Fraksi dan Pendapat Bahwa Tugas Anggota DPRD Harus Sejalan dengan Organisasi Induk ........
125
Hubungan Antara Fraksi dan Pendapat tentang Fungsi Utama DPRD .......................................................................................
126
32.
33.
34.
35.
36.
37.
40.
41.
xv
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Dalam teori dan praktek demokrasi tradisional, lembaga legislatif memiliki posisi utama, yang tercermin dalam doktrin kedaulatan parlemen. Asumsinya adalah bahwa hanya parlemen saja yang mewakili rakyat dan berkompeten mengungkapkan kehendak rakyat dalam bentuk undang-undang. Sementara eksekutif atau pemerintahannya mengikuti atau mengimplementasikan hukum dan prinsip-prinsip yang ditetapkan parlemen. Supremasi parlemen di berbagai negara demokrasi konstitusional tampak dalam abad XIX yang dikenal sebagai “abad parlementarisme”. Walter Bagehot, seorangan ahli pada paruh kedua abad XIX, menunjukkan bahwa parlemen menjalankan berbagai fungsi penting seperti menominasikan orang-orang yang akan duduk di lembaga eksekutif, menetapkan undang-undang, menyiapkan dan menetapkan anggaran, mengawasi kabinet, menyampaikan keluhan masyarakat, serta memasyarakatkan berbagai isu yang dihadapi negara. Tetapi, sejak awal abad XX dan berlanjut hingga sekarang, terjadi perubahan mendasar dalam organisasi dan fungsi lembaga demokrasi. Dari fungsi tradisional negara, yakni lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif, muncul eksekutif sebagai lembaga yang dominan. Sebagai efeknya, kini lembaga perwakilan rakyat atau parlemen lebih tepat dilihat sebagai suatu pejabat yang memainkan peran legislatif bersama-sama
1 Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
2
lembaga atau pejabat lain dalam tingkatan yang berbeda-beda. Karenanya, tidak mengherankan jika ada yang mengatakan bahwa saat ini tidak ada lagi peran legislatif yang sama sekali terpisah, dan bahwa parlemen pada dasarnya hanya badan yang meratifikasi keputusan-keputusan yang ditetapkan oleh badan-badan lain di luar parlemen. Terkadang, peran legislatif itu dilakukan bersama rakyat, yaitu dengan menggunakan sarana referendum. Badan atau organisasi lain, seperti pemerintah daerah, kelompok penekan, dan komite hak-hak asasi manusia dapat juga berbagi fungsi legislatif dengan parlemen. Tentu saja, eksekutif dan birokrasi merupakan partner terpenting, dan seringkali paling dominan, dalam menjalankan fungsi legislatif tersebut. Dengan
demikian,
walaupun
berperan
dalam
menetapkan
dan
melegitimasi suatu rancangan menjadi undang-undang, lembaga legislatif atau parlemen pada umumnya bukan perumus rancangan tersebut. Bahkan, di beberapa negara demokrasi parlementer pun, seperti Inggris dan Selendia Baru, konsep parlemen sebagai lembaga yang merumuskan undang-undang, menetapkan kebijakan-kebijakan mendasar, mengontrol anggaran belanja pemerintah, dan bertanggung jawab memilih pemerintahan, sudah drastis karena adanya peran dominan partai khususnya partai yang memerintah di bidang-bidang ini. Lembaga perwakilan rakyat pada umumnya memiliki empat fungsi utama: pertama fungsi legislasi atau pembuatan peraturan (legislative or law-making functions), kedua fungsi perwakilan (representative functions), ketiga fungsi
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
3
kontrol (control functions), dan
keempat fungsi rekrutmen (recruitment or
elecoral college function) (Ala, 1991: 2). Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan salah satu lembaga tinggi Negara Republik Indonesia, disamping Presiden, Mahkamah Agung (MA), Dewan Pertimbangan Agung (DPA), dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sebagai lembaga tinggi negara, DPR memiliki posisi yang strategis. Seperti lembaga perwakilan rakyat pada umumnya, DPR disamping lembaga legislatif, juga sebagai lembaga representatif, yaitu lembaga yang mewakili rakyat (masa pemilihnya). Sebagai lembaga legislatif DPR memiliki fungsi membuat undangundang, sedangkan sebagai lembaga representatif DPR merupakan wakil rakyat. Sebagai lembaga yang mewakili rakyat, DPR dituntut untuk mendengarkan dan mengakomodasi aspirasi rakyat yang diwakilinya. Sebagai lembaga perwakilan rakyat, DPR tidak bekerja dalam ruang kosong, namun bekerja pada suatu sistem politik tertentu, yaitu sistem politik Indonesia. Oleh sebab itu dalam tataran teoritis, lembaga representatif seperti DPR berfungsi sebagai institusi sistem politik yang mengubah input menjadi out put. Input atau aspirasi rakyat dapat berwujud tuntutan atau dukungan. Input yang berupa tuntutan dapat berasal dari lingkungan yang berada di sekitar sistem politik itu sendiri. Input yang berasal dari lingkungan di sekitar sistem politik dapat disebut sebagai input eksternal, dan input yang berasal dari sistem politik itu sendiri dapat disebut sebagai input internal.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
4
Input yang masuk ke sistem kemudian diolah menjadi out put oleh DPR. Proses perubahan dari input ke out put biasa disebut dengan proses konversi. Proses konversi in amat tergantung kepada sistem politik yang berlaku maupun tergantung kepada pelaku-pelaku yang bersangkutan, yakni para anggota DPR. Anggota DPR sebagai pelaku dalam proses konversi amat mempengaruhi berfungsi tidaknya proses konversi tersebut. Orientasi politik anggota DPR akan mempengaruhi berfungsi tidaknya lembaga tersebut sebagai institusi wakil rakyat. Dalam perjalanan waktu, lembaga perwakilan rakyat ini mengalami dinamika politik yang terus menerus. Bisa dikatakan bahwa dalam sejarahnya, sebagai lembaga legislatif (membuat undang-undang) DPR cukup produktif. Betapapun harus diakui bahwa semua inisiatif membuat undang-undang tersebut berasal dari pihak eksekutif, namun penggodokan dan sentuhan terakhir berada di tangan DPR. Di sisi lain, DPR kurang responsif dalam memperjuangkan aspirasi rakyat yang diwakilinya. Namun, betapapun DPR dianggap kurang tanggap terhadap aspirasi pemilihnya, di sisi lain, harapan masyarakat terhadap DPR masih tetap tinggi. Ini terbukti banyaknya pengaduan yang dialamatkan ke DPR, hanya beberapa hari setelah anggota DPR RI yang baru (periode 2004-2009) dilantik (Kompas, 10 Januari 2006). Kritik dan kecaman terhadap DPR muncul dari berbagai pihak, baik dari masyarakat, pers, maupun dari kalangan anggota dan pimpinan DPR sendiri. Di satu pihak, berbagai kritik dan sorotan terhadap DPR menunjukkan betapa kompleksnya masalah yang dihadapi DPR sebagai lembaga demokrasi. Di lain pihak, hal itu mengisyaratkan luasnya tuntutan masyarakat akan kehadiran
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
5
lembaga legislatif dan perwakilan yang dapat menjalankan peran dan tugasnya seperti
yang
diharapkan,
serta
perlunya
usaha-usaha
membenahi
dan
meningkatkan DPR agar kehadirannya betul-betul bermakna (Amal & Rizal, 2003: 12-13). Ada anggapan di masyarakat bahwa sebagai wakil rakyat, DPR cenderung mewakili pemerintah atau partai yang mencalonkannya. Ada empat gejala yang mendukung sinyalemen ini. Pertama, anggota DPR lebih dekat dengan pemerintah dan partai ketimbang dengan rakyat. Karena sebagian besar dari mereka dicalonkan oleh partai dan dinilai oleh pemerintah. Kedua, adanya lembaga recall oleh partai dan Pemerintah melalui Badan Kehormatan Dewan tanpa persetujuan terlebih dahulu dari rakyat pemilih. Hal ini menyebabkan mereka lebih loyal kepada partai dan pemerintah ketimbang kepada rakyat. Ketiga, sebagai wakil rakyat, DPR biasanya bersifat reaktif ketimbang aktif. DPR biasanya menunggu rakyat mengadukan nasib dari permasalahannya, ketimbang aktif untuk memperoleh fakta, lalu mengambil tindakan. Keempat, ada beberapa usul interpelasi dipetieskan karena ditolak oleh sebagaian besar anggota DPR. B.N. Marbun mengidentifikasi masalah-masalah yang membuat DPR lemah dalam menjalankan tugasnya (Marbun, 1992: 266-267), yaitu: 1.
Mutu anggota DPR, baik dari segi pengalaman, latar belakang pendidikan yang relatif kurang memadai.
2.
Disiplin kerja dan tingkat kehadiran anggota DPR yang relatif minim.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
6
3.
Adanya dominasi kelompok tertentu yang secara langsung mengurangi lahirnya inspirasi dan inisiatif serta menenggelamkan inisiatif dan ide-ide pembaharuan dari kelompok kecil DPR.
4.
Ketakutan mengeluarkan kritik dan tanggapan karena adanya “pesan induk organisasi” yang cukup kuat serta ancaman recall.
5.
Minimnya komunikasi antara DPR dan masyarakat, terutama dengan para ahli atau pakar pemikir yang kreatif serta kalangan masyarakat, terutama dengan para ahli atau pakar pemikir yang kreatif serta kalangan masyarakat yang berpikiran kritis terhadap kebijakan pemerintah.
6.
Kurangnya rasa keterikatan sebagian anggota DPR dengan daerah pemilihannya dan para pemilihnya.
7.
Adanya perasaan minder sebagian anggota DPR berhadapan dengan pihak eksekutif, serta sering terjadi kritik atau saran yang diberikan anggota DPR kepada pihak eksekutif tidak mendapat tanggapan.
8.
Minimnya saran yang dimiliki DPR.
9.
Hambatan psikologis masa lalu, yaitu pandangan bahwa berpolitik itu sesuatu
yang
kurang
begitu
penting
dibandingkan
dengan
usaha
pembangunan ekonomi. 10.
Hambatan langsung dan tidak langsung dari peraturan tata tertib DPR yang cukup ketat dan rumit. Kalau diperhatikan lebih teliti dari identifikasi masalah yang ada di DPR,
terlihat sebagian besar masalah tersebut terletak di tubuh DPR itu sendiri, yaitu anggota DPR. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa sebenarnya fungsionalisasi
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
7
DPR sangat terkait erat dengan sejauh mana anggota-anggotanya mempunyai kapasitas, integritas dan intelektualitas, serta parameter kualitatif lainnya, sehingga akan berpengaruh terhadap kapasitas kelembagaan (Alhumami, Kompas, 2006). Seseorang yang duduk menjadi anggota DPR melalui pemilihan yaitu rakyat memilih partai yang didukungnya dan kemudian partai memilih dan menentukan calon tersebut untuk duduk sebagai anggota DPR.
Sistem ini
tentunya akan sangat mempengaruhi orientasi anggota DPR yang terpilih dalam melaksanakan kepentingan partai atau kepentingan pemilihnya. Kecuali itu, orientasi para angota lembaga perwakilan rakyat juga ditentukan oleh pengalaman atau karirnya di bidang politik, latar belakang profesinya, dan juga kondisi-kondisi yang ada di tubuh lembaga dewan perwakilan rakyat tersebut. Fenomena yang diuraikan di atas hampir terjadi pada semua tingkatan DPR baik DPR RI maupun DPRD di provinsi dan kabupaten/kota. Terutama ketika diterapkannya Undang-Undang No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 32/2004. Berasaskan hasil temuan-temuan pokok dari penelitian yang dilakukan oleh Centre for Strategic and International Studies (CSIS) (2001) misalnya, disebutkan bahawa suasana politik yang berkembang di daerah telah mengarah, dan bahkan memperaktikkan, pelaksanaan UU No.22/1999 terutama dalam kaitan power relation antara pemerintah daerah (eksekutif) dengan DPRD. DPRD kelihatan sangat berkeyakinan diri untuk melakukan pengawasan terhadap
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
8
eksekutif. Tetapi, DPRD kelihatan kurang menunjukkan kemampuannya dalam peranan-peranan lainnya seperti peranan legislasi, dan penyerapan aspirasi. Hal ini terjadi/berlaku baik di daerah-daerah yang telah melakukan pemilihan kepala daerah (bupati/walikota) dengan cara-cara baru, maupun di daerah-daerah yang tengah, dan sama sekali belum, mempersiapkan diri untuk pemilihan kepala daerah. Penemuan tersebut diperkuat lagi dengan data tentang persepsi berbagai komponen daerah tentang kualitas anggota dewan, yang dilaporkan oleh Social Monitoring and Early Response Unit (SMERU), sebuah institusi penelitian mengenai berbagai persoalan sosial ekonomi yang berkedudukan di Salatiga (lihat tabel 1). Persoalan utama ialah kebanyakan partai memang belum sempat mempersiapkan calon mereka. Banyak anggota dewan yang mewakili partai dalam Pemilu 1999 tidak memiliki pengetahuan atau kemampuan berpolitik dan berpemerintah yang baik. Mereka dipilih sebagai anggota legislatif hanya karena dipilih oleh partai. Misalnya, Sekretaris Jenderal DPP PDIP, Pramono Anung, mengaku bahwa kualitas calon partainya yang berada di legislatif tanpa arahan partai, maka bukan hanya suara wakil rakyat tidak efektif disalurkan, tetapi muncul berbagai prilaku aneh atau menurut Media Indonesia muncul “wakil rakyat yang abnormal” 1 . Para peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) juga melihat perkara yang sama dengan menyuarakan: “Fungsi parlemen
1
Menurut editorial akhbar Media Indonesia (Jakarta, 10 Mei 2003): “Korupsi juga berkorelasi dengan otonomi. Yang normal ialah semakin luas otonomi diberikan, mestinya semakin berkurang korupsi di daerah. Sebab, otonomi mendorong tumbuhnya kapasitas kontrol. Kenyataannya, lagilagi berlaku sebaliknya: perlakuan yang tidak normal, sakit. Yaitu semakin besar otonomi, semakin hebat pula korupsi. Pangkalnya sangat jelas. Yang semestinya mengawasi, mengontrol, malah menjadi maling sendiri”.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
9
sebagai penyalur aspirasi rakyat tenggelam dibandingkan dengan kepentingan mereka untuk memperoleh kekuasaan, jabatan dan uang” (Romli, 2002) Tabel 1.
Persepsi dari Berbagai Komponen Daerah tentang Kualitas Anggota DPRD di Beberapa Provinsi dan Kabupaten/Kota di Indonesia Propinsi dan Perbedaan kualitas anggota DPRD sekarang Kabupaten/Kota dibanding dengan era/waktu sebelumnya Jawa Barat Keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan tentang kebijakan publik lebih intensif. Lebih terbuka terhadap rakyat, tetapi cenderung mengutamakan kesejahteraan diri. 1. Sukabumi Lebih dinamis, kerana berani melibatkan masyarakat dalam berbagai pembahasan tentang kebijakan pemerintahan daerah. Jawa Tengah Lebih berani dalam mengembangkan dialog baik dengan eksekutif maupun dengan masyarakat 2. Kudus Lebih peka dan aspiratif pada kepentingan rakyat dan memunyai hubungan serasi dengan eksekutif. Jawa Timur Lebih kritis dan berani dengan keinginan belajar yang tinggi. Melibatkan masyarakat dan profesional dalam membahas dasar kepentingan umum. 3. Magetan Lebih berani menyampaikan aspirasi rakyat dan mau bekerjasama dengan berbagai pihak profesional Lampung Tidak lagi sekadar pemberi cap, perannya dalam pengambilan keputusan dasar pemerintah daerah lebih strategis. Namun usaha memenuhi kepentingan sendiri sangat kuat, penghasilan mereka terus naik. 4. Bandar Dapat menentukan anggaran sendiri, tetapi persoalan ini dikawatirkan dapat memperlemah pengawasan terhadap Lampung eksekutif Lebih leluasa dan berani menyampaikan pendapat, Sumatera Barat sementara ini hubungan dengan eksekutif makin lama makin baik. Hubungan baik ini dapat mengaburkan kekuasaan dalam pengertian KKN. 5 Solok Lebih berani bicara, tapi baru bersifat korektor belum konseptor. Sumatera Utara Kualitas tidak memuaskan, tetapi lebih memerhatikan kepentingan rakyat. Namun, dalam perkara Pendapatan Asli Daerah (PAD) cenderung mendukung eksekutif. Nusa Tenggara Barat Kualitas rendah, baik dari segi pendidikan maupun pengalaman 6. Lombok Barat
Suara pribadi dan golongan lebih dominan dan ada kecenderungan selalu menuntut perbaikan kesejahteraan diri sendiri.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
10
Nusa Tenggara Timur
Tidak banyak berbeda, hanya 30 persen anggota dewan yang bersuara, lainnya diam. Parlemen belum menyalurkan aspirasi rakyat dengan baik. Tugas pengawasan terhadap eksekutif lemah, banyak anggota dewan yang justru perlu diawasi. 7. Sumba Timur Belum berfungsi secara maksimal, pihak eksekutif perlu membantu memperkuat parlemen agar dapat menjadi partner yang efektif. Kalimantan Barat Lebih berani, tetapi kualitas dan disiplin rendah. Bersemangat meningkatkan PAD. 8. Sanggau Tingkat pendidikan rendah, tidak menguasai persoalan daerah, pengalaman kurang, dan cenderung mementingkan diri. Masyarakat mengusulkan adanya tim pemantau bebas terhadap DPRD. Kalimantan Selatan Hanya 30 persen yang layak menjadi anggota dewan, tetapi mereka lebih berani dan cukup kritis terhadap kinerja eksekutif. 9. Banjarmasin Posisi dewan lebih kuat, tetapi hubungan dengan eksekutif baik. Hubungan ini dapat memperlemah pengawasan DPRD terhadap eksekutif. Sulawesi Utara Parlemen lebih berkuasa, tetapi kualitas dan moral anggotanya tidak lebih baik daripada sebelumnya. 10. Minahasa Merasa lebih berkuasa dan pernah menolak membicarakan draf perda yang diusulkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Keterangan: *Cetak miring adalah kota Sumber: Laporan Lapangan Social Monitoring and Early Response Unit (SMERU), 2004.
Dari pemikiran tersebut saya ingin melihat orientasi politik DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2004 – 2009. Sehingga peneliti dapat menggambarkan secara lebih jauh tentang keberadaan DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2004 – 2009 dalam kaitannya dengan orientasi politik anggotanya.
1.2. Permasalahan Berdasarkan uraian tersebut maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
11
“Ke arah mana orientasi politik anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009 ditujukan?”
1.3. Batasan Permasalahan Agar penelitian ini lebih memiliki fokus kajian mengenai orientasi politik anggota DPRD khususnya di Provinsi Sumatera Utara, maka peneliti membuat pembatasan tentang permasalahan yang akan diuraikan sebagai berikut: 1.
Apakah latar belakang pendidikan yang dimiliki anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009 mempengaruhi ke arah mana orientasi politik mereka ditujukan?
2.
Apakah latar belakang profesi dan pendidikan yang dimiliki anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009 mempengaruhi ke arah mana orientasi politik mereka ditujukan?
3.
Apakah pengalaman politik yang dimiliki anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009 mempengaruhi ke arah mana orientasi politik mereka ditujukan?
4.
Apakah organisasi asal atau fraksi dimana anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009 juga mempengaruhi ke arah mana orientasi politik mereka ditujukan?
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
12
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.
Mengetahui orientasi anggota DPRD, kepada partai atau kepada masyarakat.
2.
Mengetahui tingkat loyalitas kepentingan daerah dan nasional anggota DPRD. Penelitian ini bermanfaat memberikan masukan dalam pengembangan
disiplin ilmu politik terutama untuk kajian pembangunan institusi politik yaitu legisltif lokal dalam memperluas khasanah ilmu politik.
1.5. Kerangka Teori Ada tiga konsep perwakilan. Birch, mengartikan tiga konsep itu masingmasing berbeda antara satu dengan yang lain (Birch, 1971: 13). Pertama, perwakilan menunjukkan suatu agen atau seorang yang bertindak demi menjalankan prinsip yang diyakininya. Kedua, menunjukkan seseorang yang memiliki sebagaian besar ciri-ciri yang sama dari sekelompok orang. Ketiga, menunjukkan seseorang yang menjadi simbol dari identitas dan kualitas dari sekelompok orang. Lebih lanjut Birch mengatakan bahwa perwakilan politik adalah seseorang yang oleh kebiasaan atau hukum memiliki status atau peranan sebagai wakil di dalam suatu sistem politik (Birch, 1971: 13). Siapakah wakil rakyat dimaksud? Seorang wakil bisa disimbolkan sebagai seorang raja atau presiden, namun seorang wakil yang dimaksud di sini adalah orang-orang yang duduk di lembaga legislatif (Cord, 1985: 242).
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
13
Ada tiga dimensi yang berbeda mengenai perwakilan, yakni dimensi kewenangan, dimensi simbolik, dan dimensi instrumental. Dimensi kewenangan (otoritas) berkaitan dengan kewenangan dari seseorang atau sekelompok orang untuk mewakili yang lainnya. Dalam relasi antara pengacara-kliennya, mudah dilihat bahwa pengacara adalah perwakilan, dalam arti bahwa ia telah diberi kewenangan oleh klien untuk mewakilinya (klien). Otoritas perwakilan ini amat formalistik dan legalistik. Dimensi simbolik berkaitan dengan gambaran suatu perwakilan atau lembaga legislatifnya yang bertindak untuk sekelompok masyarakat. Di dalam mitologi politik, lembaga perwakilan kadang dipandang sebagai suatu mikrokosmos dari suatu bangsa, merupakan miniatur dari suatu masyarakat secara keseluruhan. Dimensi instrumental mengacu pada tindakan dari perwakilan. Perwakilan diharapkan oleh pemilihnya untuk bertindak atas nama mereka, menjadi alat mereka untuk melakukan sesuatu. Di dalam pengertian ini, perwakilan disebut sebagai suatu cara bertindak atau sebuah harapan bagaimana seharusnya bertindak demi pemilihnya. Hubungan antara wakil dengan orang yang diwakili merupakan dasar mengenai bagaimana perwakilan seharusnya bertindak (Jewell and Patterson, 1979: 22-24). Dalam tulisannya mengenai teori perwakilan politik, Alfred de Gracia mengemukakan bahwa perwakilan politik diartikan sebagai hubungan diantara dua pihak, yaitu wakil dengan terwakil, di mana wakil memegang kewenangan
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
14
untuk melakukan berbagai tindakan yang berkenaan dengan kesepakatan yang dibuatnya dengan terwakil (Sanit, 1985: 1). Di dalam konsep perwakilan, terkandung dua pihak yang terlibat, yakni pihak yang mewakili (wakil) dan pihak yang diwakili (terwakil). Dua pihak ini terlibat dalam posisi yang saling berhubungan. Gilbert Abcarian mengatakan bahwa hubungan wakil dengan terwakil dapat dikategorikan ke dalam empat tipe, yaitu (Saragih, 1987: 103): (1)
Si wakil bertindak sebagai wali (trustee) Sebagai wali, wakil bebas bertindak atau mengambil keputusan menurut pertimbangan si wakil sendiri, tanpa perlu berkonsultasi dengan yang diwakilinya.
(2)
Si wakil bertindak sebagai utusan (delegate) Di sini si wakil bertindak sebagai utusan atau duta dari yang diwakilinya, si wakil selalu mengikuti instruksi dan petunjuk dari yang diwakilinya dalam menjalankan tugasnya.
(3)
Si wakil bertindak sebagai politico. Wakil kadang-kadang bertindak sebagai wali (trustee) dan adakalanya bertindak sebagai utusan (delegate). Tindakannya tergantung dari isu materi yang dibahas.
(4)
Si wakil bertindak sebagai partisan. Wakil bertindak sesuai dengan keinginan atau program dari partai (organisasi) si wakil. Setelah si wakil dipilih oleh pemilihnya (yang
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
15
diwakilinya), maka lepaslah hubungan dengan pemilih tersebut, dan mulailah hubungan dengan partai (organisasi) yang mencalonkan tersebut. Austin Ranney, dalam bukunya The Governing of Man (Ranney, 1966: 268-271) mengatakan bahwa ada dua teori mengenai perwakilan, yaitu teori mandat dan teori kebebasan. Dalam teori mandat wakil dilihat sebagai penerima mandat untuk merealisasikan kekuasaan terwakil dalam proses kehidupan politik. Oleh karena itu, wakil hendaklah selalu memberikan pandangan, bersikap dan bertindak sejalan dengan mandat melaksanakan tugasnya. Pandangan wakil secara pribadi tidak digunakan dalam kualifikasi sebagai wakil. Bagi terwakil, keadaan ini lebih menguntungkan karena wakil dapat dikontrol secara terus menerus. Perbedaan pandangan antara wakil dan terwakil dapat mengakibatkan menurunya reputasi wakil. Sebaliknya, wakil yang begitu terikat, terhalang untuk pengembangan kreativitas dan kelincahan gerak politiknya. Mungkin sekali wakil merasa dirinya jadi robot. Dalam teori kebebasan, wakil dianggap perlu merumuskan sikap dan pandangan tentang masalah yang dihadapi tanpa terikat secara ketat terhadap terwakil. Sebab terwakil telah memberikan kepercayaan kepadanya selaku wakil. Karena itu, pertimbangan wakil secara pribadi yang memperhatikan keseluruhan aspek yang terkait mengenai masalah yang dihadapi amat menentukan keputusan dan sikap wakil. Berlawanan dengan teori mandat, maka logika teori kebebasan wakil lebih terfokus kepada operasionalisasi tugas wakil itu sendiri. Karena diakuinya kebebasan wakil dalam melaksanakan tugasnya, maka wakil seperti itu disebut pula wakil bertipe wali, dan sebaliknya, wakil yang
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
16
didasarkan kepada teori mandat disebut sebagai wakil yang bertipe utusan (Sanit, 1985: 1). Tipe perwakilan politik bisa mempengaruhi pola komunikasi politik antara wakil dengan terwakil. Konsepsi operasional mengenai siapa yang menjadi pusat perhatian wakil dalam menunaikan tugasnya, menentukan apakah wakil akan berhubungan dengan individu, masyarakat secara umum, kelompok atau partai politik.
Tipe
perwakilan
akan
menentukan
tingkat
kemandirian
atau
ketergantungan wakil dalam menentukan sikap dan membuat keputusan. Kontak menjadi terbatas dalam hal wakil melihat dirinya sebagai wali bagi pihak terwakil. Sebaliknya, dalam hal wakil mengambil posisi utusan atau delegasi terwakil. Kemampuan berjuang atau daya juang wakil ikut pula menentukan pilihannya terhadap tanggapan yang perlu diberikan terhadap permasalahan yang dihadapi terwakil. Pilihan tersebut tidak saja ditentukan oleh daya juang wakil di dalam lembaga perwakilan, akan tetapi ditentukan pula oleh daya juangnya di dalam masyarakat dan di arena politik secara keseluruhan. Keseluruhan hubungan diantara wakil dengan terwakil tersebut di satu pihak menentukan keberhasilan wakil dalam memenuhi tugasnya. Bilamana tugas-tugas tersebut terpenuhi secara memuaskan keseluruh pihak, maka dapat dikatakan perwakilan politik berfungsi. Berfungsinya perwakilan politik tersebut, termasuk pula kepuasan pihak terwakil dalam artian bahwa kepentingan, opini dan tuntutannya terlayani oleh wakil melalui tanggapan yang diberikannya lewat sikap dan keputusannya yang dibuat terhadap masalah yang dihadapi terwakil. Di lihat dari pihak terwakil, sistem perwakilan politik seperti itu telah menghasilkan
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
17
keterwakilan politik secara memadai. Secara lebih detail, Malcom E. Jewell merumuskan model peranan wakil rakyat, berdasarkan orientasinya, yaitu: (Jewell and Peterson, 1979: 349-351) (1)
Orientasi terhadap pemilih: (a)
Orientasi distrik (area). Wakil
rakyat
secara
eksplisit
menjalankan
tugasnya
demi
kepentingan daerah pemilihnya. (b)
Orientasi pada negara atau bangsa. Wakil rakyat lebih melibatkan diri dengan kebijakan negara yang lebih luas dibanding kepada kepentingan daerah yang sempit. Wakil rakyat lebih melibatkan dirinya dengan kebijakan dan programprogram nasional ketimbang daerah pemilihannya.
(2)
Orientasi terhadap kelompok kepentingan: Orientasi
wakil
rakyat
ditujukan
terhadap
kelompok-kelompok
kepentingan: (a)
Fasilitator: wakil rakyat yang berpengetahuan luas mengenai aktivitas kelompok dan memiliki hubungan akrab dan intens terhadap kelompok-kelompok penekan.
(b)
Resisters: wakil rakyat yang mengetahui banyak mengenai aktivitas kelompok-kelompok penekan dan bersikap permusuhan terhadapnya.
(c)
Neutrals: wakil rakyat yang kurang begitu memahami aktivitas kelompok penekan dan bersikap tak begitu keras terhadap sikap kelompok-kelompok penekan.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
18
(3)
Orientasi terhadap partai: (a)
Party Man: wakil rakyat yang menganggap tugasnya sebagai pendukung program partai atau pemimpin partainya, tanpa memandang pendapatnya sendiri.
(b)
Maverick: wakil rakyat yang memandang tugasnya sebagai bagian independen dari program partisan dan melakukan pemungutan suara dengan partai yang lain dengan aturan-aturan tertentu.
(c)
Party indifferent: wakil rakyat yang menjauhkan diri/mengelak dari pendapat pendukung, yang menganggap tugasnya, setelah pemilihan umum, mewakili semua warga negara tanpa memandang partainya. Bagi wakil tersebut, partai kurang begitu penting.
(4)
Orientasi terhadap birokrasi: Orientasi wakil rakyat terhadap eksekutif (gubernur atau presiden) atau terhadap aparat birokrasi. (a)
Orientasi eksekutif: wakil rakyat yang melihat pekerjaannya sebagai juru bicara pejabat eksekutif di lembaga legislatif, yang menganggap tugasnya adalah memperkenalkan program-program presiden atau gubernur, anggaran pertahanan, atau wakil rakyat yang menganggap tugasnya adalah beroposisi dengan eksekutif.
(b)
Orientasi terhadap lembaga atau agen: wakil rakyat yang melihat tugasnya sebagai juru bicara atau lawan dari lembaga administrasi atau birokrasi pemerintah.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
19
(5)
Orientasi terhadap cara mewakili: Orientasi wakil rakyat terhadap cara-cara bagaimana keputusan dibuat, tanpa memandang tentang fokus perwakilannya menyangkut distrik, partai politik, kelompok kepentingan, lembaga administrasi atau kombinasi dari semuanya. (a)
Trustee: wakil yang melihat dirinya sebagai agen yang bebas, mengambil keputusan menurut prinsip-prinsip, keyakinan/pendirian, dan hati nurani.
(b)
Delegate: wakil rakyat yang menganggap bahwa keputusankeputusan
yang
dibuatnya
sebaiknya
tidak
berdasarkan
pertimbangan/keyakinan pribadi, tetapi harus dikonsultasikan kepada pemilih, menerima instruksi-instruksi mereka bahkan mengikuti mandat mereka bila terjadi perbedaan dalam pandangan/pendirian. (c)
Politico: wakil rakyat yang mengekspresikan baik orientasi trustee dan orientasi delegasi.
(6)
Orientasi terhadap tujuan: Orientasi wakil rakyat terhadap tujuan dan proses dari lembaga legislatif. (a)
Ritualis: wakil rakyat yang memandang tugasnya sebagai hal yang rutin seperti kerja di komisi, membuat aturan dan prosedur dan meningkatkan anggaran belanja negara, dan sebagainya.
(b)
Tribune: wakil rakyat yang menganggap tugasnya sebagai penyalur keinginan warga, membela kepentingan umum, dan melakukan advokasi tuntutan masyarakat.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
20
(c)
Inventor: wakil rakyat yang memandang tugas utamanya adalah berhubungan dengan pembuatan, perumusan, dan pengenalan kebijakan publik.
(7)
Orientasi terhadap struktur: (a)
Expert: wakil rakyat yang memandang dirinya dan dipandang orang lain, sebagai pakar/ahli yang menguasai keahlian khusus.
(b)
Leader: wakil rakyat yang menjalankan fungsi integratif dan pengarahan, yang memberikan “kunci” bagi prilaku pihak lain.
(c)
Comitleeman: wakil rakyat yang mengkonsepsikan peranannya sebagai anggota komite legislatif atau subkomite.
(d)
Friend: wakil rakyat yang mengkonsepsikan peranannya termasuk hubungan interpersonal berhadapan dengan teman-teman legislatif lainnya.
Dalam proses perwakilan politik, setiap wakil perlu menentukan posisinya terhadap terwakil manakala ia terlibat dalam pengambilan keputusan suatu masalah. Pentingnya penentuan posisi tersebut justru karena sikap dan pilihannya terhadap alternatif pemecahan masalah ataupun terhadap prioritasnya pada dasarnya adalah mengatasnamakan opini, aspirasi dan kepentingan terwakil. Posisi wakil terhadap terwakil tersebut merupakan hakikat dari perwakilan politik itu sendiri. Sebagai anggota kelompok terpilih di dalam masyarakat, para wakil dapat digolongkan sebagai elite dalam sistem politik. Kekuatan politik, dukungan, formalitas, posisi sosial, moralitas, dan segala atribut yang melekat pada diri wakil
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
21
akan merupakan sumber kekuatan bagi wakil. Derajat akumulatif sumber-sumber itu menentukan tingkat kekuatan dan daya pengaruhnya di dalam masyarakat. Namun demikian, secara analitis perlu dibedakan wakil yang berkapasitas sebagai pemimpin dengan wakil yang hanya berkapasitas sebagai pemangku kewenangan. Karena tidak semua wakil memperoleh legitimasi yang memadai diri terwakil maka wakil seperti itu lebih banyak mengandalkan formalitas dan kedudukannya selaku wakil untuk menunaikan tugasnya. Justru wakil-wakil yang termasuk ke dalam tipe ini lebih dilihat sebagai pemangku kekuasaan daripada pemimpin rakyat. Apa saja kewajiban wakil terhadap terwakil? Pada dasarnya wakil dituntut, pertama harus memiliki akses terhadap daerah pemilihnya. Wakil mesti banyak meluangkan waktu di dalam daerah pemilihannya, menjawab surat dan telepon dari pemilihnya, dan menggunakan staffnya untuk mempertahankan kontak, bila ia tidak dapat melakukannya secara personal. Ia harus mempublikasikan kemampuan akses yang dimilikinya. Jika wakil tidak memiliki akses terhadap pemilih, maka pemilih tak dapat mengontak wakil-wakilnya dan tidak tahu bagaimana caranya untuk menyampaikan masalah yang dihadapinya. Kedua, wakil harus aktif mencari informasi sumber-sumber untuk mengetahui kebutuhan dan pandangan-pandangan pemilihnya, mendekati pemilih dan mengakrabi masalah-masalah mereka, seperti perbaikan jalan, perumahan yang tak layak, pengangguran, ketegangan rasial, dan lain sebagainya. Hal ini termasuk akrab dengan kelompok-kelompok yang ada di daerahnya dan pemimpin kelompok-kelompok
tersebut,
menghadiri
pertemuan,
mengembangkan
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
22
komunikasi, dengan demikian wakil dapat belajar dan mengevaluasi tuntutantuntutan mereka. Ketiga, wakil diharapkan menjalankan kepemimpinannya, mendidik pemilih dan menjelaskan aktivitas-aktivitasnya. Wakil menjelaskan masalahmasalah dalam berhubungan dengan negara dan distrik serta menjelaskan anggaran yang digunakan. Ia menjelaskan tindakan-tindakannya dan pendapatpendapatnya pada masalah-masalah tertentu. Ia menginformasikan kepada kelompok-kelompok dan individu-individu mengenai program-program yang bermanfaat bagi mereka (Jewell, 1982: 18-19). Berdasarkan kerangka teori yang ada, maka disusun sebuah model analisa dalam bentuk bagan. Model analisa tersebut dapat dilihat sebagai berikut:
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
23
1.6. Model Analisa
Tingkat Pendidikan
Pengalaman Politik Arah Orientasi Politik Latar Belakang Pekerjaan
Organisasi Asal/Fraksi
Gambar 1. Model Analisa
1.7. Definisi Konsep Pendidikan menunjuk pada tingkat pendidikan yang diselesaikan oleh seseorang. Pengalaman Politik menunjuk pada seberapa lama seseorang ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik praktis, seperti menjadi anggota partai politik, organisasi massa, maupun menjadi anggota lembaga legislatif baik di tingkat nasional maupun daerah.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
24
Latar Belakang Pekerjaan menunjuk pada jenis pekerjaan yang dimiliki seseorang sebelum dia menjadi anggota lembaga legislatif. Fraksi adalah pengelompokan anggota lembaga legislatif berdasarkan organisasi politik yang diwakili. Orientasi Politik adalah pengetahuan, keterlibatan, dan penilaian seseorang terhadap politik. Arah Orientasi Politik adalah menunjuk pada obyek orientasi politik yang meliputi: orientasi pada pemilih dan orientasi pada partai politik.
1.8. Definisi Operasional Tingkat Pendidikan, mencakup: 1. Tamat Sekolah Dasar; 2. Tamat Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SMTP); 3. Tamat Sekolah Menengah Umum (SMU); 4. Tamat Akademi; 5. Sarjana (S1); 6. Pascasarjana (S2/S3). Pengalaman Politik, mencakup beberapa indikator yaitu: 1. Lamanya menjadi anggota partai politik; 2. Lamanya menjadi anggota organisasi massa; 3. Lamanya menjadi anggota DPRD Provinsi/DPRD Kabupaten/Kota
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
25
Latar Belakang Pekerjaan, mencakup indikator: jenis pekerjaan ataupun profesi utama sebelum menjadi anggota lembaga legislatif. Fraksi di DPRD Provinsi Sumatera Utara, mencakup: 1. Fraksi Partai Golkar 2. Fraksi Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan 3. Fraksi Partai Persatuan Pembangunan 4. Fraksi Partai Demokrat 5. Fraksi Partai Amanat Nasional 6. Fraksi Partai Keadilan Sejahtera 7. Fraksi Partai Damai Sejahtera 8. Fraksi Partai Bintang Reformasi 9. Fraksi Gabungan
Arah Orientasi Politik, mencakup indikator: 1. Orientasi Politik yang ditujukan pada pemilih: a. oreintasi distrik (area); b. orientasi pada negara atau bangsa. 2. Orientasi politik yang ditujukan pada partai politik: a. orientasi partai; b. orientasi warga negara.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
26
1.9. Hipotesa Oleh karena penelitian ini adalah deskriptif analitis, maka hipotesa yang diajukan juga merupakan hipotesa deskriptif, yang terdiri dari: 1. Tingkat pendidikan anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 20042009 cenderung mempengaruhi ke arah mana orientasi politik ditujukan; 2. Pengalaman politik anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 20042009 cenderung mempengaruhi ke arah mana orientasi politik ditujukan; 3. Latar belakang pekerjaan anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009 cenderung mempengaruhi ke arah mana orientasi politik ditujukan; 4. Fraksi di mana anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 1999-2004 berada cenderung mempengaruhi ke arah mana orientasi politik ditujukan.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
BAB II LEMBAGA PERWAKILAN SEBAGAI WADAH ASPIRASI POLITIK RAKYAT
2.1. Lembaga Perwakilan dalam Negara Demokrasi Istilah demokrasi berasal dari dua kata Yunai, yaitu “demos” artinya rakyat dan “kratia” artinya pemerintahan. Jadi, demokrasi adalah pemerintahan “dari rakyat untuk rakyat” atau “pemerintahan oleh mereka yang diperintah”. Ini sejalan dengan pernyataan yang pernah dikemukakan oleh Abraham Lincoln bahwa democray is a government from the poeple, for the poeple, by the poeple. Awalnya, sistem pemerintahan demokrasi terdapat di negara-kota (city-state) Yunani Kuno, antara abad ke-6 sampai abad ke-3 SM. Pada saat itu, sistem pemerintahannya merupakan demokrasi langsung atau direct democracy yaitu merupakan bentuk pemerintahan di mana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh negara yang berdasarkan prosedur mayoritas. Sifat langsung dari demokrasi Yunani dapat diselenggarakan secara efektif karena berlangsung dalam kondisi yang sederhana, wilayahnya terbatas, dan jumlah penduduknya sedikit. Lagi pula, ketentuan-ketentuan demokrasi hanya berlaku untuk warga negara resmi, yang hanya merupakan bagian kecil saja dari penduduk. Untuk mayoritas yang hanya terdiri dari budak belian dan pedagang asing demokrasi tidak berlaku. Dalam negara modern, demokrasi tidak lagi bersifat langsung tetapi
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
27
28
demokrasi berdasarkan perwakilan atau representative democracy (Budiardjo, 1981:61). Menurut International Commission of Jurist, demokrasi berdasarkan perwakilan (representative democracy) adalah suatu bentuk pemerintahan di mana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik diselenggarakan oleh warga negara melalui wakil-wakil yang dipilih oleh mereka dan yang bertanggung jawab kepada mereka melalui suatu proses pemilihan yang bebas. Dalam bukunya, Introduction to Democracy Theory, Henry B. Mayo menyatakan bahwa sistem politik yang demokratis adalah sistem politik di mana kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala, yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik. Selanjutnya Mayo mengutarakan beberapa nilai yang mendasari demokrasi (Mayo, 1960: 70): 1. Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga. Dalam setiap masyarakat terdapat perselisihan pendapat serta kepentingan yang dalam alam demokrasi dianggap wajar untuk diperjuangkan. Perselisihan-perselisihan ini harus dapat diselesaikan melalui perundingan serta dialog terbuka dalam usaha untuk mencapai konsensus. Kalau golongan-golongan yang berkepentingan tidak mampu untuk mencapai kompromi, maka ada bahaya bahwa keadaan semacam
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
29
ini sakan mengundang kekuatan-kekuatan dari luar untuk campur tangan dan memaksakan dengan kekerasan tercapainya kompromi. Dalam rangka ini, dapat dikatakan bahwa setiap pemerintah mempergunakan persuasi dan paksaan. Dalam beberapa negara perbedaan antara dukungan yang dipaksakan dan dukungan yang diberikan secara sukarela hanya terletak pada intensitas dari pemakaian paksaan dan persuasi. Intensitas ini diukur misalnya dengan memperhatikan betapa sering kekuasaan dipakai, saluran apa yang tersedia untuk mempengaruhi orang lain atau untuk mengadakan perundingan dan dialog. 2. Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah. Dalam setiap masyarakat yang memodernisasikan diri terjadi perubahan sosial yang disebabkan oleh faktor-faktor seperti kemajuan teknologi, perubahan-perubahan dalam pola kepadatan penduduk, perdagangan dan sebagainya. Pemerintah harus dapat menyesuaikan kebijaksanaannya kepada perubahan-perubahan ini, dan sedapat mungkin membinanya jangan sampai tidak terkendalikan lagi. Sebab kalau hal ini terjadi ada kemungkinan sistem demokrasi tidak dapat berjalan sehingga timbul sistem diktatur. 3. Menyelenggarakan pergantian sistem pimpinan secara teratur. Pergantian atas dasar keturunan atau dengan jalan mengangkat diri sendiri ataupun melalui kudeta dianggap tidak wajar dalam suatu demokrasi.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
30
4. Membatasi
pemakaian
kekerasan
sampai
minimum.
Golongan-golongan
minoritas yang sedikit banyak akan kena paksaan akan lebih menerimanya kalau diberi kesempatan untuk turut serta dalam diskusi-diskusi yang terbuka dan kreatif. Mereka akan lebih terdorong untuk memberikan dukungan sekalipun bersyarat karena merasa turut bertanggung jawab. 5. Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman dalam masyarakat yang tercermin dalam keanekaragaman pendapat, kepentingan serta tingkah laku. Untuk hal ini, perlu terselenggaranya suatu masyarakat terbuka serta adanya kebebasan politik di mana terdapat fleksibilitas dan tersedianya alternatif yang cukup banyak. Akan tetapi, keanekaragaman perlu dijaga jangan sampai melampaui batas, sebab di samping keanekaragaman diperlukan juga persatuan serta integrasi. 6. Menjamin tegakknya keadilan. Dalam negara demokrasi umumnya pelanggaran terhadap keadilan tidak akan sering terjadi karena golongan-golongan terbesar diwakili dalam lembaga-lembaga perwkailan, tetapi tidak dapat dihindarkan bahwa beberapa golongan akan merasa diperlakukan tidak adil. Maka yang dapat dicapai secara maksimal ialah suatu keadilan yang relatif. Akhirnya, dapat diuraikan di sini bahwa untuk melaksanakan nilai-nilai demokrasi perlu diselenggarakan beberapa lembaga sebagai berikut (Budiardjo, 1981:63).
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
31
1. Pemerintahan yang bertanggung jawab. 2. Suatu dewan perwakilan rakyat yang mewakili golongan-golongan dan kepentingan-kepentingan dalam masyarakat, dan yang dipilih melalui pemilihan umum yang bebas dan rahasia atas dasar sekurang-kurangnya dua calon setiap kursi. Dewan perwakilan ini mengadakan pengawasan (fungsi controlling) , memungkinkan oposisi yang konstruktif dan memungkinkan penilaian terhadap kebijaksanaan pemerintah secara berkesinambungan. 3. Suatu organisasi politik yang mencakup dua atau lebih partai politik. Partai-partai menyelenggarakan hubungan yang berkesinambungan antara masyarakat umumnya dengan pemimpin-pemimpinnya. 4. Pers dan media massa yang bebas untuk menyatakan pendapat. 5. Sistem peradilan yang bebas untuk menjamin hak-hak azasi dan mempertahankan keadilan. Syarat-syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintah yang demokratis di bawah rule of law adalah (Budiardjo, 1981:60): 1. Perlindungan konstitusional, dalam arti bahwa konstitusi selain menjamin hakhak individual juga harus menentukan pula cara prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin; 2. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak; 3. Pemilihan umum yang bebas; 4. Kebebasan untuk menyatakan pendapat;
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
32
5. Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi; 6. Pendidikan kewarganegaraan. Pentingnya lembaga perwakilan rakyat di dalam negara demokrasi dijelaskan amat baik oleh Mohammad Hatta (dalam Lubis, 1994). Menurut Hatta, pada awalnya, lembaga perwakilan rakyat tidak dapat dipisahkan dari gagasannya mengenai negara demokrasi yang bertolak dari konsep kerakyatan dan kedaulatan rakyat. Menurut Hatta, kedaulatan itu tidak pada raja dan tidak pula pada segolongan kaum hartawan yang terkecil atau kaum] cerdik pandai, melainkan pada rakyat. Karena itu, dalam bayangannya, suatu badan perwakilan haruslah merupakan pilihan rakyat, dan wakilwakil rakyat tersebut memilih kemudian anggota-anggota pemerintahan (menterimenteri). Menurut Robert Dahl, demokrasi bertalian dengan sistem pemerintah yang mutlak memenuhi 3 persyaratan yaitu adanya kompetisi yang luas dan bermakna di antara orang-orang dan kelompok-kelompok terutama partai-partai politik untuk duduk dan menjalankan pemerintahan; adanya tingkat partisipasi politik yang tinggi melibatkan masyarakat dalam memilih pemimpin dan kebijaksanaan melalui pemilihan umum yang bebas secara berkala; dan adanya tingkat kebebasan sipil dan politik yang memungkinkan kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan pers dan kebebasan berserikat (Dahl: 1961). Melengkapi Dalh, seorang penulis konservatif, Michel Novack, menyebutkan bahwa kebebasan berserikat, sistem peradilan yang bebas dan mandiri, pengakuan
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
33
atas hak milik pribadi (property right), adanya rezim hukum yang melarang negara mencampuri hal-hal yang menyangkut martabat manusia (human dignity), sistem pemilihan umum yang fair, serikat buruh yang bebas, keadaan partai-partai, oposisi loyal dan pemerintahan yang berdasarkan hukum atau rule of law (dalam Dahl, 1961:27). Dalam Ilmu Politik, perwakilan mengenal 7 prinsip utama: 1. Rakyat secara bebas dan berkala (periodik) memilih lembaga perwakilan. 2. Orang yang memerintah bertanggung jawab terhadap orang yang diperintah. 3. Orang yang memerintah merupakan agen atau delegasi yang melakukan perintah dari pemilih-pemilihnya. 4. Rakyat merasa sama dengan negara. 5. Rakyat mempunyai bagian dalam pembuatan keputusan. 6. Orang yang memerintah adalah wakil dari orang yang diperintah. James Lee mengelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi proses legislatif menjadi tiga, yaitu (dalam Rourke, 1975:156-175): 1. Stimuli eksternal, yang mencakup afiliasi partai politik, kepentingan pemilih, input-input eksekutif, dan aktivitas kelompok-kelompok penekan. 2. Setting psikologis, yaitu predisposisi-predisposisi personal, sikap, dan peranperan yang dijalankan, serta harapan-harapannya. Faktor ini penting karena potensinya untuk menyaring dan mengubah pengaruh eksternal.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
34
3. Komunikasi intra-institusional, baik yang bersifat formal maupun informal, termasuk kemungkinan hubungan-hubungan patronase di dalamnya. Bentukbentuk
komunikasi
ini
mempunyai
potensi
untuk
menggantikan
atau
memperbesar pengaruh faktor-faktor lain yang telah disebutkan. Dengan demikian, berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam kedaulatan
rakyat
dengan
perwakilan
atau
demokrasi
dengan
perwakilan
(representative democracy), atau demokrasi tidak langsung (indirect democracy), yang menjalankan kedaulatan itu adalah wakil-wakil rakyat (Kusnardi & Ibrahim, 1980:307).
2.2. Sistem Perwakilan dan Cara Pemilihan Pemilihan umum adalah salah satu cara untuk menempatkan wakil-wakil rakyat yang akan duduk dalam lembaga perwakilan rakyat. Sistem pemilihan umum berbeda satu sama lain, tergantung dari sudut mana pandangan ditujukan terhadap rakyat. Apakah ia dipandang sebagai individu yang bebas untuk menentukan pilihannya, dan sekaligus mencalonkan dirinya sebagai calon wakil rakyat, ataukah rakyat hanya dipandang sebagai anggota kelompok yang sama sekali tidak berhak menentukan siapa wakilnya yang akan duduk dalam lembaga perwakilan rakyat, atau juga tidak berhak untuk mencalonkan diri sebagai wakil rakyat. Sering para ahli menyebutkan bahwa kadar keterwakilan (representation) ditentukan oleh pembentukan lembaga perwakilannya, apakah melalui pemilihan
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
35
umum atau melalui pengangkatan. Semakin dominan perwakilan berdasarkan hasil pemilu, makin tinggi kadar keterwakilannya dan sebaliknya semakin dominan pengangkatan semakin randah kadar keterwakilannya (Saragih, 1981: 88). Secara teoritis, sesorang yang duduk dalam lembaga perwakilan melalui pemilihan umum, sifat perwakilannya disebut perwakilan politik (political representation). Sedangkan orang-orang yang diangkat menjadi anggota lembaga perwakilan didasarkan pada fungsi/jabatan atau keahlian, sifat perwakilannya disebut perwakilan fungsional (functional representation) (Saragih, 1981: 87-88). Negara modern dikuasai oleh bermacam-macam kepentingan ekonomis, yang dalam sistem perwakilan politik sama sekali tidak dihiraukan dan tidak dilibatkan dalam proses politik sehingga diusahakan agar dilengkapi dengan azas perwakilan fungsional, di mana Hogan menyebutnya dnegan occupational representation (Hogan, 1945:ch XII). Sistem pemilihan umum dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: 1. Sistem Pemilihan Mekanis Pandangan mekanis menempatkan rakyat sebagai suatu massa individu-individu yang sama. Aliran Liberalisme, Sosialisme, dan Komunisme semuanya berdasarkan pandangan mekanis ini. Bedanya bahwa Liberalisme mengutamakan individu sebagai kesatuan otonom dan memandang masyarakat sebagai sesuatu yang kompleks terhadap hubungan-hubungan antar individu yang bersifat kontraktual, sedangkan Sosialisme dan khususnya Komunisme mengutamakan
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
36
totalitet kolektif masyarakat dan mengecilkan peranan individu dalam totalitet kolektif itu. Tetapi, semua aliran di atas mengutamakan individu sebagai pengengali hak pilih aktif dan memandang rakyat (pemilih) sebagai suatu massa individu-individu yang masing-masing mengeluarkan satu suara dalam setiap pemilihan. 2. Sistem Pemilihan Organis Pandangan organis menempatkan rakyat sebagai sejumlah individu-individu yang hidup berdasarkan: genealogis (rumah tangga, keluarga), fungsi tertentu (ekonomi, industri), lapisan-lapisan sosial (buruh, tani, cendekiawan) dan lembaga-lembaga sosial (universitas). Masyarakat dipandang sebagai organisme yang terdiri atas organ-organ yang mempunyai kedudukan dan fungsi tertentu dengan totalitas organisme tersebut. Berdasarkan pandanga ini, persekutuanpersekutuan hidup itulah yang diutamakannya sebagai pengendali hak pilih, atau dengan perkataan lain sebagai pengendali hak untuk mengutus wakil-wakil di lembaga perwakilan rakyat. Menurut sistem pemilihan mekanis, partai-partai yang mengorganisir pemilihpemilih dan memimpin pemilih berdasarkan sistem dwi-partai dan banyak partai. Sedangkan, menurut sistem pemilihan organis, partai-partai politik tidak perlu dikembangkan, karena pemilihan diselenggarakan dan dipimpin oleh tiap-tiap persekutuan hidup dalam lingkungannya sendiri.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
37
Dalam sistem pemilihan mekanis, wakil-wakil yang duduk di lembaga perwakilan rakyat langsung dipilih, dan dalam sistem organis wakil-wakil berdasarkan pengangkatan.
Pelaksanaan Sistem Pemilihan Mekanis Dinamakan sistem distrik karena, wilayah negara dibagi dalam distrik-distrik pemilihan (daerah-daerah pemilihan) yang jumlahnya sama dengan jumlah anggota lembaga perwakilan rakyat yang dikehendaki. Umpanya jumlah anggota lembaga perwakilan rakyat ditentukan 500 orang, maka wilayah negara dibagi dalam 500 distrik pemilihan (daerah pemilihan, atau constituences). Jadi, setiap distrik pemilihan diwakili oleh satu orang wakil di Dewan Perwakilan Rakyat. Karena itu, dinamakan sistem pemilihan distrik, atau single member constituences. Sistem ini juga dinamakan sistem mayoritas, karena untuk menentukan siapa-siapa yang dipilih sebagai wakil rakyat dari suatu distrik ditentukan oleh siapa yang memperoleh suara terbanyak (suara mayoritas) dan tidak perlu mayoritas mutlak. Misalnya di distrik I, calon A memperoleh suara 10.000, B memperoleh suara 7.500, C memperoleh 9.000, maka yang terpilih menjadi wakil rakyat dari distrik I di lembaga perwakilan rakyat adalah A. Jadi, tiap distrik diwakili oleh satu orang yang memperoleh suara mayoritas. Pemilihan umum dilakukan sekali jalan, suara-suara yang tidak terpilih dari suatu distrik pemilihan, tidak dapat digabungkan dengna suara yang diperoleh oleh
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
38
distrik pemilihan yang lain. Ini berarti, bahwa setiap suara yang tidak mencapai mayoritas, yang juga berarti bahwa calon yang dipilih tidak terpilih, suara tersebut tidak dihitung atau hilang. Sisi positif dari sistem ini adalah sebagai berikut: 1. Setiap calon dari suatu distrik pemilihan, biasanya adalah warga distrik tersebut atau mungkin juga dari distrik lain, tetapi yang pasti bahwa orang tersebut dikenal secara baik oleh warga distrik yang bersangkutan. Dengan demikian, hubungan antara para pemilih dengan para calon sangat erat, sebab bagi para pemilih, tentu saja calon yang terpilih adalah warga atau orang yang sudah cukup lama tinggal di dalam distrik tersebut, maka dia dapat mengetahui kepentingan-kepentingan dan keadaan distrik yang diwakilinya. 2. Suara-suara yang diberikan kepada calon yang tidak terpilih tidak dapat digabungkan dengan suara dari distrik pemilihan yang lain, maka sebagai akibatnya sistem ini mempunyai kecenderungan untuk menjadi penyederhanaan partai. Ini disebabkan bagi partai politik yang kalah di suatu distrik, akan memperhitungkan kekuatannya untuk pemilihan umum berikutnya. Apabila perbedaan jumlah suara dengan parati politik atau calon yang terpilih sangat jauh, maka partai politik tersebut terpaksa mencari penggabungan dengan partai politik yang lain, sebab kalau dipaksa terus ikut dalam pemilihan umum berikutnya, sudah dapat dipastikan bahwa partai tersebut akan mengalami kekalahan lagi.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
39
3. Pelaksanaan sistem tersebut sangat sederhana, karena perhitungan suaranya tidak berbelit-belit, sehingga anggaran bisa ditekan. 4. Calon yang terpilih akan memperjuangkan dengan sungguh-sungguh kepentingan distrik yang diwakilinya. Sebab itu, para pemilih, calon yang akan dipilih adalah mereka yang betul-betul dapat memperjuangkan kepentingan daerahnya. Hal ini juga membawa konsekuensi bahwa daerah-daerah lebih mendapat perhatian. Terjadi hubungan timbal balik antara wakil dan warga dari distrik tersebut. Agar sistem distrik dapat berjalan dengan baik, maka diperlukan suatu kondisi masyarakat yang memungkinkan beroperasinya sistem tersebut. Kondisi yang umum untuk itu adalah bahwa rakyat telah mencapai tahap kedewasaan tertentu. Tingkat kedewasaan rakyat ini dapat diukur dengan dua tolok ukur. Pertama, tingkat rasionalitas. Tingkat rasionalitas menentukan kemampuan rakyat di dalam menjatuhkan pilihan terhadap berbagai calon yang saling bersaing di distrik mereka. Dengan tingkat rasionalitas yang tinggi, masyarakat dapat memilih diantara program-program partai yang ditawarkan oleh masing-masing calon. Kedua, tingkat kesadaran politik. Masyarakat pemilih yang mempunyai tingkat kesadaran politik yang tinggi akan dapat memilih ikatan-ikatan ideologis dari program yang diajukan kepadanya. Dengan kata lain, calon dipilih bukan karena kesamaan ideologi, melainkan karena program yang ditawarkannya. Juga dengan kesadaran politik yang tinggi, masyarakat dapat menilai perilaku partai yang diwakili oleh seorang calon (Sjamsuddin, 1993:144).
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
40
Menurut Ramlan Surbakti, ada empat kondisi yang harus dipenuhi untuk dapat menerapkan sistem distrik (Surbakti, 1995:15). Pertama, distribusi jumlah pemilih untuk setiap distrik (daerah pemilihan) relatif seimbang, dan penetapan batas wilayah distrik relatif adil. Kedua, bangsa-negara yang bersangkutan telah mempunyai seperangkat nilai tentang kebaikan bersama (public good) sehingga peserta pemilu pada dasarnya tidak lagi memiliki perbedaan ideologi yang tajam, melainkan hanya perbedaan dalam titik berat program saja. Ketiga, tidak terdapat suatu golongan etnis, ras atau agama yang secara jumlah merupakan mayoritas menguasai partai tertentu. Keempat, para pemilih dan kandidat wakil rakyat saling mengenal. Para pemilih mengetahui dengan jelas kepada siapa harus menyampaikan tuntutan dan dukungan, sedangkan kandidat mengetahui kepada siapa harus bertanggung jawab.
Kelemahan Sistem Distrik 1. Kemungkinan akan terjadi bahwa wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan hanya akan memperjuankan kepentingan daerahnya. 2. Penentuan pemenang didasarkan kepada siapa yang akan memperoleh suara terbanyak, sudah tentu suara yang tidak terpilih menjadi hilang, maka sudah dapat dipastikan bahwa golongan minoritas tidak akan pernah terwakili di lembaga perwakilan rakyat.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
41
3. Sistem ini kurang memperhitungkan adanya partai-partai kecil dan golongan minoritas, apalagi jika golongan ini terpencar dalam beberapa distrik.
Sistem Perwakilan Proporsional Sistem perwakilan proporsional ialah sistem di mana persentase kursi di lembaga rakyat yang dibagikan kepada tiap-tiap partai politik, disesuaikan dengan persentase jumlah suara yang diperoleh tiap-tiap partai politik itu. Dalam sistem ini setiap suara dihitung, dalam arti bahwa suara lebih yang diperoleh suatu partai atau golongan dalam sesuatu daerah pemilihan dapat ditambahkan pada jumlah suara yang diterima oleh partai atau golongan itu dalam daerah pemilihan lain, untuk menggenapkan jumlah suara yang diperlukan guna memperoleh kursi tambahan.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Bentuk Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitis, karena berusaha mendeskripsikan secara detail orientasi politik anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009 yang nantinya akan dikategorisasikan ke dalam beberapa tipe perwakilan politik berdasarkan arah orientasi politiknya.
3.2. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah individu-individu yang tercatat sebagai anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009 sebanyak 85 orang. Dari 85 anggota DPR Provinsi Sumatera Utara tersebut terbagi dalam 9 fraksi, yakni: 1. Fraksi Partai Golkar sebanyak 19 anggota 2. Fraksi PDI-P sebanyak 12 anggota 3. Fraksi Partai Persatuan Pembangunan sebanyak 11 anggota 4. Fraksi Partai Demokrat sebanyak 10 anggota 5. Fraksi Partai Keadilan Sejahtera sebanyak 8 anggota 6. Fraksi Partai Amanat Nasional sebanyak 8 anggota 7. Fraksi Partai Damai Sejahtera sebanyak 7 anggota 8. Fraksi Bintang Reformasi sebanyak 5 anggota
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
42
43
9. Fraksi Gabungan sebanyak 5 anggota Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik proportional random sampling. Proporsinya berdasarkan fraksi-fraksi yang ada, sedangkan sampel yang diambil adalah 25 persen dari jumlah populasi. Sehingga, jumlah sampelnya adalah 22 orang dengan pertimbangan melihat daftar riwayat hidup dengan mengklasifikasikannya berdasarkan tingkat pendidikan, pengalaman politik, dan latar belakang pekerjaan dengan perincian sebagai berikut: 1.
Fraksi Partai Golkar sebanyak 5 orang
2.
Fraksi Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan sebanyak 3 orang
3.
Fraksi Partai Persatuan Pembangunan sebanyak 3 orang
4.
Fraksi Partai Demokrat sebanyak 3 orang
5.
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera sebanyak 2 orang
6.
Fraksi Partai Amanat Nasional sebanyak 2 orang
7.
Fraksi Partai Damai Sejahtera sebanyak 2 orang
8.
Fraksi Bintang Reformasi sebanyak 1 orang
9.
Fraksi Gabungan sebanyak 1 orang
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
44
3.3. Sumber Data (a) Data Primer Data Primer yang diperoleh terbagi ke dalam beberapa kelompok sebagai berikut: (a.1.)
Survey dilakukan untuk memperoleh data melalui wawancara langsung dengan responden.
(a.2.)
Observasi dilakukan untuk memperoleh data melalui hasil pengamatan terhadap beberapa peristiwa penting seperti: sidang komisi, dengar pendapat dan pengaduan yang disampaikan rakyat secara langsung.
(a.3.) Wawancara mendalam dilakukan untuk menggali beberapa peristiwa yang dipandang penting untuk menjawab pertanyaan penelelitian serta menemukan pola-pola model analisis dari penelitian ini. (b) Data Sekunder Data sekunder yang diperoleh terbagi ke dalam beberapa kelompok: (b.1.) Klipping dari berbagai surat kabar dan majalah. (b.2.) Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian ini.
3.4. Teknik Pengumpulan Data (a) Wawancara (interview) Wawancara di dalam penelitian ini dilakukan secara langsung. Responden diminta menjawab item-item pertanyaan yang ada dalam kuesioner.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
45
(b) Pengamatan (observasi) Teknik ini digunakan untuk melengkapi teknik pertama dan kedua, agar data yang terkumpul benar-benar dapat dipertanggungjawabkan dan lebih lengkap untuk kepentingan analisa.
3.5. Teknik Analisa Data Setelah semua data kuantitatif masuk, maka akan ditempuh beberapa langkah analisa data seperti, editing, membuat tabulasi, tabel frekuensi, dan tabel silang. Untuk data kualitatif berupa hasil wawancara mendalam akan disusun dan nantinya dipaparkan sebagai pendukung analisa kuantitatif.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Kilas Balik Pemilihan Umum 2004 di Sumatera Utara Pelaksanaan Pemilihan Umum 2004 yang berlangsung pada April 2004 lalu merupakan pengalaman baru bagi masyarakat Indonesia. Hasil pemilu tersebut adalah periodesasi keanggotaan Dewan terpilihlah, dengan masa bakti 2004-2009, 85 legislator yang kini duduk di DPRD Provinsi Sumatera Utara. Substansi Pemilihan Umum 2004 ini berbeda dari sebelumnya dan menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan. Untuk menggelar pesta demokrasi tersebut sudah memberikan dampak yang nyata bagi masyarakat. Namun demikian, segudang persoalan masih terus mendera masyarakat, meskipun masyarakat telah memiliki wakilnya di lembaga legislatif dan bahkan memilih Presiden secara langsung yang menjadi pengalaman pertama masyarakat di Indonesia. Tidak hanya masyarakat, bagi pemerintah sekalipun pelaksanaan Pemilihan Umum 2004 merupakan pengalaman pertama. Dengan undang-undang yang baru dan instrumen pelaksana yang juga baru. Tidak terlepas dari kondisi masyarakat Sumatera Utara yang merupakan bagian dari masyarakat di Indonesia. Tetapi, pengalaman pertama menggelar pemilu dengan model sistem proporsional semi terbuka tersebut menjadi pengalaman pertama. Pemilu 2004 merupakan pemilihan umum yang demokratis setelah Orde Baru yang meletakkan rakyat sebagai pemilik negara.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
46
47
Keberhasilan itu sekaligus menjawab anggapan sebagian kalangan yang mengatakan bahwa masyarakat tidak siap dengan pemilu langsung. Kenyataannya, masyarakat ternyata siap untuk memilih presiden dan wakilnya secara langsung. Masyarakat juga siap ketika disodorkan bebagao lambang partai politik dan sederatan nama calon legislatif di kertas suara ketika mencoblos tanda gambar dan orang pada Pemilu 2004 lalu. Keberhasilan pada pengalaman pertama pelaksanaan pemilu juga memberikan segudang pelajaran yang berharga buat masyarakat dan pemerintah pelaksana pemilu. Berbagai bentuk kekurangan dan pelanggaran yang terjadi merupakan catatan penting untuk lebih mensukseskan pemilu-pemilu selanjutnya. Di Sumatera Utara sediri, berbagai kekurangan dan persoalan pemilu dipaparkan secara gamblang oleh KPU Sumatera Utara dan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) yang aktif memantau pelaksanaan pemilu di Sumatera Utara. KPU setidaknya memberikan catatan penting dalam evaluasi pelaksanaan pemilu 1 . Berbadai catatan penting persoalan pemilu yang terjadi di Sumatera Utara menjadi pelajaran ke depan bagi pemerintah untuk lebih baik di masa-masa yang akan datang.
1
Tentang evaluasi Pemilu 2004, lihat Evaluasi Pemilu 2004 yang merupakan prosiding workshop yang dilaksanakan oleh KPU Provinsi Sumatera Utara.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
48
4.2. DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009 Pemilu 2004 di Sumatera Utara telah menghasilkan 85 legislator yang kini duduk di DPRD Provinsi Sumatera Utara. Terlepas dari semua kekurangan yang harus diperbaiki dan prestasi yang lebih baik lagi, masyarakat Sumatera Utara telah memilikii wakil-wakilnya di DPRD Provinsi Sumatera Utara. Hasil perhitungan suara pemilu legislatif di Sumatera Utara telah menghantarkan 85 anggota dewan yang berasal dari berbagai partai. Ada 14 partai yang memiliki wakilnya di DPRD Provinsi Sumatera Utara. Kini, keseluruhan para legislator di DPRD Provinsi Sumatera Utara berhimpun dalam fraksi-fraksi yang ada di DPRD Provinsi Sumatera Utara. Adapun ke-14 partai yang memiliki wakil di DPRD Provinsi Sumatera Utara, yaitu: Tabel 2. Partai yang Memiliki Wakil di DPRD Provinsi Sumatera Utara No. Partai Jumlah Kursi 1. Partai Golkar 19 kursi 2. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) 13 kursi 3. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 11 kursi 4. Partai Demokrat (PD) 10 kursi 5. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 8 kursi 6. Partai Amanat Nasional (PAN) 8 kursi 7. Partai Damai Sejahtera (PDS) 6 kursi 8. Partai Bintang Reformasi (PBR) 5 kursi 9. Partai Bulan Bintang (PBB) 3 kursi 10. Partai Perhimpunan Indonesia Baru 1 kursi 11. Partai Buruh Sosial Demokrat (PPIB) 1 kursi 12. Partai Patriot Pancasila (PP) 1 kursi 13. Partai Pelopor 1 kursi 14. Partai Nasional Benteng Kemerdekaan (PNBK) 1 kursi Sumber: Kantor Sekwan DPRD Provinsi Sumatera Utara, 2004. Sebagaimana amanat UU, seluruh anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara kemudian berhimpun dalam fraksi-fraksi yang merupakan pengelompokkan anggota
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
49
DPRD berdasarkan partai politik yang memperoleh kursi sesuai dengan jumlah yang diresmikan.
4.3. Kedudukan, Fungsi, Tugas, dan Wewenang DPRD 1. Kedudukan DPRD merupakan Lembaga Perwakilan Rakyat yang berkedudukan sebagai Lembaga
Pemerintahan
Daerah
Provinsi.
DPRD
sebagai
unsur
Lembaga
Pemerintahan Daerah memiliki tanggung jawab yang sama denga pemerintah daerah dalam membentuk Peraturan Daerah untuk kesejahteraan rakyat.
2. Fungsi DPRD a. Fungsi legislasi yang diwujudkan dalam membentuk peraturan daerah bersama Kepala Daerah b. Fungsi anggaran yang diwujudkan dalam menyusun dan menetapkan APBD bersama pemerintah daerah c. Fungsi pengawasan yang diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, peraturan dareah, keputusan kepala daerah dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
50
3. Hak dan Kewajiban DPRD Untuk melaksanakan tugas dan fungsinya tersebut DPRD mempunyai hak sebagai berikut: Hak Interpelasi a. Sekurang-kurangnya lima orang anggota DPRD dapat menggunakan hak interpelasi dengan mengjaukan usul kepada DPRD untuk meminta keterangan kepada Kepala Daerah secara lisan maupun tertulis mengenai kebijakan pemerintah Pemerintah Daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat. b. Usul disampaikan kepada Pimpinan DPRD, disusun secara singkat, jelas, dan ditandatangani oleh para pengusul serta diberikan Nomor Pokok Sekretariat DPRD. c. Usul meminta keterangan oleh pimpinan DPRD disampaikan pada Rapat Paripurna DPRD. d. Dalam Rapat Paripurna, para pengusul diberi kesempatan menyampaikan penjelasan lisan atas usul permintaan keterangan tersebut. e. Pembicaraan mengenai sesuatu usul meminta keterangan dilakukan dengan memberi kesempatan kepada anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan melalui Fraksi. f. Para pengusul memberikan jawaban atas pandangan para anggota DPRD.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
51
g. Keputusan persetujuan atau penolakan terhadap usul permintaan keterangan kepada Kepala Daerah ditetapkan dalam Rapat Paripurna. h. Usul permintaan keterangan DPRD sebelum memperoleh keputusan, para pengusul berhak mengajukan perubahan atau menarik kembali usulannya. i. Apabila Rapat Paripurna menyetujui terhadap usul permintaan keterangan. Pimpinan DPRD mengajukan permintaan keterangan kepada Kepala Daerah. j. Kepala Daerah wajib memberikan keterangan lisan maupun tertulis terhadap permintaan keterangan anggota DPRD dalam Rapat Paripurna. k. Setiap anggota DPRD dapat mengajukan pertanyaan atas keterangan Kepala Daerah. l. Terhadap jawaban Kepala Daerah, DPRD dapat menyatakan pendapatnya. a) Pernyataan pendapat disampaikan secara resmi oleh DPRD kepada Kepala Daerah. b) Pernyataan pendapat DPRD atas keterangan Kepala Daerah, dijadikan bahan oleh DPRD dalam pelaksanaan fungsi pengawasan dan untuk Kepala Daerah dijadikan bahan dalam penetapan pelaksanaan kebijakan.
Hak Angket a. Sekurang-kurangnya lima orang anggota DPRD dalat menggusulkan pengunaan hak angket untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan Kepala Daerah yang penting dan strategis serta berdampak pada kehidupan masyarakat, daerah
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
52
dan negara yang diduga bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan. b. Usul disampaikan kepada Pimpinan DPRD, disusun secara singkat, jelas, dan ditandatangani oleh para pengusul serta diberikan Nomor Pokok oleh Sekretariat DPRD. c. Usul melakukan penyelidikan oleh Pimpinan DPRD disampaikan pada Rapat Paripurna DPRD setelah mendapatkan pertimbangan dari Panitia Musyawarah. d. Pembicaraan mengenai sesuatu usul melakukan penyelidikan terhadap Kepala Daerah dapat disetujui atau ditolak, ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPRD. e. Usul melakukan penyelidikan sebelum memperoleh Keputusan DPRD, pengusul berhak mengajukan perubahan atau menarik kembali usulnya. f. Apabila usul melakukan penyelidikan disetujui sebagai permintaan penyelidikan, maka DPRD menyatakan pendapat untuk melakukan penyelidikan dan menyampaikan secara resmi kepada Kepala Daerah. g. Pelaksanaan penyelidikan dilakukan oleh Panitia Khusus dan hasilnya ditetapkan dengan Keputusan DPRD dalam Rapat Paripurna DPRD. h. Apabila hasil penyelidikan diterima oleh DPRD dan ada indikasi tindak pidana, DPRD menyerahkan penyelesaiannya kepada aparat penegak hukum sesuai peraturan perundang-undangan.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
53
i. Apabila hasil penyelidikan Kepala Daerah dan /atau Wakil Kepala Daerah berstatus sebagai terdakwa, Presiden memberhentikan sementara Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah yang bersangkutan dari jabatannya. j. Apabila keputusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap dan menyatakan Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah bersalah, DPRD mengusulkan pemberhentian Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah kepada Presiden. k. Apabila keputusan Pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menyatakan Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah tidak bersalah, Presiden mencabut pemberhentian sementara serta merehabilitasi nama baik Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah.
Hak Menyatakan Pendapat a. Sekurang-kurangnya lima orang anggota lima orang anggota DPRD dapat mengajukan usul pernyataan pendapat terhadap kebijakan Kepala Daerah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah. b. Usul, serta penjelasannya disampaikan secara tertulis kepada pimpinan DPRD, dengan disertai daftar nama dan tanda tangan para pengusul serta diberi Nomor Pokok oleh Sekretariat DPRD. c. Usul pernyataan pendapat tersebut oleh Pimpinan DPRD disampaikan dalam Rapat Paripurna DPRD setelah mendapat pertimbangan dari Panitia Musyawarah.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
54
d. Dalam Rapat Paripurna DPRD, para pengusul diberi kesempatan memberikan penjelasan atas usul pernyataan pendapat tersebut. e. Pembicaraan mengenai sesuatu usul pernyataan pendapat dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada: a)
Anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan melalui fraksi,
b)
Kepala Daerah untuk memberikan pendapat,
c)
Para pengusul memberikan jawaban atas pandangan para anggota dan pendapat Kepala Daerah.
f. Usul pernyataan pendapat sebelum memperoleh Keputusan DPRD, pengusul berhak mengajukan perubahan atau menarik kembali usulnya. g. Pembicaraan diakhiri dengan Keputusan DPRD yang menerima atau menolak usul pernyataan pendapat tersebut menjadi pernyataan pendapat DPRD. h. Apabila DPRD menerima usul pernyataan pendapat, Keputusan DPRD dapat berupa: a)
Pernyataan Pendapat,
b)
Saran penyelesaiannya,
c)
Peringatan.
Selain itu, anggota DPRD secara individu juga mempunyai hak yaitu: mengajukan rancangan peraturan daerah, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, memilih dan dipilih, membela diri, imunitas, protokoler, dan keuangan dan administratif. Disamping memiliki hak, setiap anggota DPRD
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
55
mempunyai 16 poin kewajiban yang ditetapkan dalam peraturan perundangundangan. Di dalam DPRD berkumpul orang-orang yang terpilih melalui pemilihan umum. Mereka tergabung dalam fraksi-fraksi. Dengan demikian fraksi adalah pengelompokkan anggota, yang terdiri atas kekuatan-kekuatan sosial dan politik, dan mencerminkan susunan golongan dalam masyarakat. Terdapat 8 fraksi di DPRD Provinsi Sumatera Utara, seperti telah disebutkan di atas. Setiap anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara harus menjadi salah satu anggota fraksi. Itu berarti ada kelompok non-fraksi. Sedangkan tugas fraksi mencakup beberapa hal. Pertama, menentukan dan mengatur sepenuhnya segala sesuatu yang menyangkut urusan fraksi masing-masing. Kedua, meningkatkan kemampuan, efektivitas, dan efisiensi kerja para anggotanya dalam melaksanakan tugas, yang tercermin dalam setiap kegiatan DPRD. Ketiga, menyediakan sarana dan prasarana yang memadai menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Setiap fraksi berusaha memantapkan tata kerjanya dengan mengatur susunan dan kedudukan , tugas, wewenang, hak dan kewajiban, serta tanggung jawab fraksi dalam rangka melaksanakan kehidupan organisasi. Fraksi yang merupakan bagian intergral DPRD dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, juga dapat mengadakan konsultasi atau dengar pendapat dengan pimpinan lembaga, badan atau kelompok maupun tenaga ahli, terutama untuk masukan dan perbandingan data.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
56
Susunan organisasi fraksi di DPR biasanya terdiri dari mereka yang duduk dalam struktur organisasi fraksi disebut unsur pimpinan fraksi. Fraksi dalam menjalankan tugasnya dipimpin oleh pimpinan fraksi. Pimpinan fraksi dipilih dari dan oleh anggota atau ditetapkan oleh induk organisasinya. Komposisi pimpinan fraksi biasanya terdiri dari ketua, beberapa orang wakil ketua, sekretaris dan beberapa orang wakil sekretaris, bendahara dan wakil bendahara serta anggota pimpinan sesuai dengan ketentuan fraksi yang bersangkutan. Pembagian kerja para anggota pimpinan ditetapkan oleh ketua fraksi demi mencapai kelancaran kerja fraksi. Berdasarkan keputusan pimpinan sementara DPRD Provinsi Sumatera Utara Nomor 02/KPS/2004 tanggal 23 September 2004 dalam rapat paripurna, jumlah fraksi di DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009 dalam tabel 4.2 berikut:
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
57
Tabel 3. Jumlah Fraksi dan Nama-Nama Anggota Fraksi DPRD Provinsi Sumatera Utara No. Fraksi Jumlah Struktur dan Nama Kepengurusan Fraksi 1. Fraksi Partai Golkar 19 orang Ketua Penasehat: H. Abdul Wahab Dalimunthe, SH Anggota Penasehat: Drs. H. Mahmuddin Lubis Drs. H. Nurdin Ahmad H. Marzuki Ir. H. Sujarwo H. Soedjono Hoemardhani, SE Anggota Pimpinan: Ir. GM Chandra Panggebean H. Syukran Tandjung, SE
2.
Fraksi Partai PDI-P
Ketua Fraksi: H. Syahrul M. Pasaribu Wakil Ketua: Drs. A. Aziz Angkat Sekretaris: HM. Zaki Abdullah Wakil Sekretaris: Drs. H. Hasnan Said Bendahara: Hj. Apriani Hakim Nasution, SE Anggota: DR. HM. Darwin Harahap, SE H. Amas Muda Siregar, SH Dra. Hj. Dharmataksiah YWR H. Dahlan Hasibuan, SH Drs. Pangihutan Siagian Zaman Gomo Mendrofa 13 orang Penasehat: Ir. Taufan Agung Ginting John Eron Lumban Gaol, SE Ir. Ramses Sumbolon, M.Sc Ketua Fraksi: Eddi Rangkuti Wakil Ketua:
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
58
3.
4.
Fraksi PPP
Fraksi Partai Demokrat
Syamsul Hilal Budiman P. Nadapdap Sekretaris: Japorman Saragih Wakil Sekretaris: Analisman Zalukhu, S.Sos Efendi Naibaho Bendahara: Zakaria Bangun Anggota Isrok Anshari Siregar Ir. Yantoni Purba, MM 11 orang Penasehat: Ir. Ali Jabbar Napitupulu Ketua: Drs. H. Rijal Sirait Wakil Ketua: Ahmad Hosen Hutagalung, S.Ag Ir. Bustinursyah, M.Sc. IAI Sekretaris: Drs. H. Banuaran Ritonga Wakil Sekretaris: Fadli Nurzal, S.Ag Anggota: Drs. H. Zulkarnain Malik Drs. H. Nailul Amali Drs. Yulizar Parlagutan Lubis Drs. Abdul Hasan Harahap Fahrijal Dalimunthe, S.Ag 10 orang Ketua: Drs. H. Mutawalli Ginting Wakil Ketua: Hj. Wardaty Nasution, BA Sekretaris: Akmal Samosir, S.Ag Wakil Sekretaris: Alizisokhi Fau, S.Pd Bendahara: Ristiawati Anggota: Drs. H. Hasbullah Hadi, SH, Sp.N
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
59
Drs. Ahmad Ikhyar Hasibuan Azwir A. Husin Drs. H. Rahmad P. Hasibuan Belly Simanjuntak
5.
Fraksi Keadilan Sejahtera
6.
Fraksi Partai Damai Sejahtera
7.
Fraksi Partai Bintang Reformasi
8.
Fraksi Gabungan
8 orang Penasehat: Muhammad Nuh Ketua Fraksi: Sigit Pramono Wakil Ketua: H. Arifin Nainggolan, SH, M.Si Sekretaris: Heriansyah Bendahara: Zulkarnain, ST Anggota: H. Hidayatullah, SE Timbas Tarigan, Amd Ir. Hj. Fanin Nurlita Nainggolan, M.Si 6 orang Ketua: DR (HC) Drs. Toga Sianturi Wakil Ketua: Pdt. Petrus Sihombing, ST Sekretaris: Drs. Burhan Rajagukguk Anggota Drs. Amaano Fau, M.Si Ir. Tonnies Sianturi Ir. Sahat Haodjahan Situmorang 5 orang Ketua: H. Raden Muhammad Syafi’i, SH Wakil Ketua Drs. Mursito Kabu Kasuda Sekretaris Ir. Tosim Gurning Anggota Drs. Asyirwan Yunus Wira Abdi Dasopang, S.Si 5 orang Ketua: Elbiner Silitonga, MBA
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
60
Wakil Ketua: Samsuddin Siregar, SH Sekretaris: Daniel Duha, SH Wakil Sekretaris: Ir. Harman Manurung Bendahara: Ir Edison Sianturi Sumber: Kantor Sekwan DPRD Provinsi Sumatera Utara, 2004. Di samping fraksi, ada alat kelengkapan DPRD yang terdiri dari alat kelengkapan DPRD yang disebut Pimpinan DPRD, Panitia Musyawarah, Komisi, Badan Kehormatan, Panitia Anggaran, dan Alat Kelengkapan lainnya. Pada garis besarnya pimpinan DPRD mempunyai tugas antara lain: a. Memimpin sidang-sidang dan menyimpulkan hasil sidang untuk mengambil keputusan, b. Menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja antara Ketua dan Wakil Ketua, c. Menjadi juru bicara DPRD, d. Melaksanakan dan memasyarakatkan Keputusan DPRD, e. Mengadakan konsultasi dengan Kepala Daerah dan instansi Pemerintah lainnya sesuai dengan Keputusan DPRD, f. Mewakili DPRD dan/atau alat kelengkapan DPRD di pengadilan, g. Melaksanakan keputusan DPRD berkenaan dengan penetapan sanksi atau rehabilitasi anggota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
61
h. Mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya dalam Rapat Paripurna DPRD sekali dalam satu tahun yang merupakan Progress Report, i. Pelaksanaan tugas Pimpinan DPRD dilakukan secara kolektif, j. Apabila Ketua dan Wakil Ketua meninggal dunia, mengundurkan diri secara tertulis, tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara bersama-sama, maka tugas-tugas pimpinan DPRD dilaksanakan oleh Pimpinan sementara. Pimpinan DPRD bersifat kolektif terdiri dari seorang Ketua dan tiga orang Wakil Ketua DPRD yang dipilih dari dan oleh anggota DPRD dalam Rapat Paripurna DPRD. Hasil pemilihan Pimpinan DPRD ditetapkan dengan Keputusan DPRD dan tidak boleh berasal dari fraksi yang sama. Pimpinan DPRD Provinsi Sumatera Utara Masa Bakti 2004-2009 adalah: Ketua
: H. Abdul Wahab Dalimunthe, SH
Wakil Ketua : Drs. H. Hasbullah Hadi, SH, Sp.N : H. Ali Jabbar Napitupulu : Japorman Saragih Dalam melaksanakan tugas seperti dituliskan di atas, pimpinan DPRD bertanggung jawab kepada DPRD. Ditentukan juga bahwa ketua dan wakil ketua DPRD bertugas penuh di DPRD. Alat kelengkapan lainnya adalah Panitia Musyawarah. Panita Musyawarah merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
62
pada awal masa jabatan keanggotan DPRD. Pemilihan anggota Panitia Musyawarah ditetapkan setelah terbentuknya Pimpinan DPRD, Komisi-komisi, Panitia Anggaran, dan Fraksi. Panitia Musyawarah terdiri dari unsur-unsur Fraksi berdasarkan pertimbangan jumlah anggota dan sebanuak-banyaknya tidak lebih dari setengah jumlah anggota DPRD. Ketua dan wakil ketua DPRD karena jabatnnya adalah Pimpinan Panitia Musyawarah merangkap anggota. Susunan keanggotaan Panitia Musyawarah ditetapkan dalam Rapat Paripurna. Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah Sekretaris Panitia Musyawarah bukan anggota. Panitia Musyawarah mempunyai tugas memberikan pertimbangan tentang penetapan program kerja DPRD baik diminta atau tidak diminta. Menetapkan kegiatan dan jadwal acara rapat DPRD. Memutuskan pilihan mengenai isi risalah apabila timbul perbedaan pendapat. Memberi saran pendapat untuk memperlancar kegiatan. Merekomendasikan pembentukan panitia khusus. Setiap anggota Panitia Musyawarah wajib mengadakan konsultasi dengan fraksi-fraksi sebelum mengikuti rapat Panitia Musyawarah dan menyampaikan pokok-pokok hasil rapat Panitia Musyawarah kepada fraksi. Komisi adalah pengelompokkan anggota DPRD berdasarkan bidang tugasnya. Komisi merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD. Setiap anggota DPRD kecuali pimpinan DPRD, wajib menjadi anggota salah satu komisi yang berjumlah 5 komisi. Jumlah anggota setiap komisi diupayakan sama jumlahnya. Penempatan anggota
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
63
DPRD dalam komisi-komisi dan perpindahan ke komisi-komisi didasarkan atas usul fraksinya. Ketua, wakil ketua dan sekretaris komisi dipilih dari dan oleh anggota komisi dan dilaporkan dalam rapat paripurna DPRD. Masa penempatan anggota dalam komisi dan perpindahan ke komisi lain, diputuskan dalam Rapat Paripurna DPRD atas usul fraksi. Anggota DPRD pengganti antar waktu menduduki tempat anggota komisi yang digantikan. Masa tugas anggota komisi ditetapkan paling lama dua setengah tahun. Komisi-komisi dalam DPRD terdiri dari: Komisi A
: Bidang Pemerintahan meliputi Pemerintahan Umum, Pengawasan, Ketertiban dan Keamanan, Kependidikan, Komunikasi/Pers, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Hukum/Perundang-undangan, Pertanahan, Kepegawaian/Aparatur, Kesbang Linmas dan Organisasi Masyarakat.
Komisi B
:
Bidang
Perekonomian
meliputi
Perindustrian,
Perdagangan,
Pertanian, Perikanan, Kelautan, Peternakan, Perkebunan, Kehutanan, Pengadaan Pangan, Logistik, Koperasi, Pariwisata, Dunia Usaha, dan Penanaman Modal. Komisi C
: Bidang Keuangan yang meliputi Keuangan Daerah, Aset Daerah, Perpajakan, Retribusi, Perbankan, Perusahaan Daerah dan Perusahaan Patungan.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
64
Komisi D
: Bidang Pembangunan yang meliputi Pekerjaan Umum, Pemetaan, Perencanaan dan Penataan Wilayah, Perhubungan, Pertambangan dan Energi, Perumahan Rakyat dan Lingkungan Hidup.
Komisi E
: Bidang Kesejahteraan Rakyat meliputi Ketenagakerjaan, Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Kepemudaan dan Olah Raga, Agama, Kebudayaan, Sosial, Kesehatan dan Keluarga Berencana, Peranan Wanita, Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat.
Dalam hal dianggap perlu untuk mencapai daya guna dan hasil guna dalam pekerjaan DPRD, Pimpinan DPRD bersama Pimpinan Fraksi dapat memutuskan untuk mengadakan perubahan mengenai rincian pembidangan tugas komisi. Alat kelengkapan DPRD yang baru adalah Badan Kehormatan yang dibentuk oleh DPRD dan ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPRD. Tata cara pembentukan, penetapan jumlah anggota, tugas, wewenang, hak dan kewajiban Badan Kehormatan DPRD ditetapkan tersendiri berdasarkan peraturan perundang-undangan. Badan Kehormatan DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2005-2006 ditetapkan oleh Rapat Paripurna Khusus DPRD Provinsi Sumatera Utara tanggal 31 Maret 2005 dan susunan Pimpinan dan keanggotaannya ditetapkan dalam keputusan DPRD Provinsi Sumatera Utara Nomor 5/K/2005 tanggal 31 Maret 2005. Badan Kehormatan DPRD mempunyai tugas antara lain: a. Mengamati, mengevaluasi disiplin, etika dan moral para anggota DPRD dalam rangka menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas DPRD,
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
65
b. Meneliti dugaan pelanggaran yang dilakukan anggota DPRD terhadap peraturan perundang-undangan, Kode Etik dan Peraturan Tata Tertib DPRD, c. Melakukan penyelidikan, verifikasi, dan pengambilan keputusan atas pengaduan pimpinan DPRD, masyarakat, dan/atau pemilih, d. Menyampaikan
hasil
pemeriksaan
kepada
pimpinan
DPRD
dan
merekomendasikan untuk pemberhentian anggota DPRD antar waktu sesuai peraturan perundang-undangan, e. Menyampaikan rekomendasi kepada pimpinan DPRD berupa rehabilitasi nama baik apabila tidak terbukti adanya pelanggaran yang dilakukan anggota DPRD atas pengaduan pimpinan DPRD, masyarakat, dan/atau pemilih. Untuk melaksanakan tugasnya itu, Badan Kehormatan DPRD dapat mengadakan konsultasi dengan pihak yang dipandang perlu mengenai hal yang diselidiki atas persetujuan pimpinan DPRD. Mengadakan pertemuan dengan pihak yang terkait dengan kasus yang sedang diteliti, atas penugasan dan persetujuan pimpinan DPRD. Dalam melaksanakan tugasnya, Badan Kehormatan bertangung jawab kepada pimpinan DPRD. Susunan Badan Kehormatan DPRD Provinsi Sumatera Utara adalah sebagai berikut: Ketua
: Abdul Hakim Siagian, SH, M.Hum
Wakil Ketua : John Eron Lumban Gaol, SE : H. Soedjono Hoemardani, SE
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
66
: Drs. H. Yulizar Parlagutan Lubis : Drs. Ahmad Ikhyar Hasibuan, : Heriansyah : DR (Hc) Drs. Toga Sianturi Panitia Anggaran merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD. Panitia Anggaran terdiri dari pimpinan DPRD, wakil dari setiap komisi dan utusan fraksi berdasarkan perimbangan jumlah anggota. Ketua dan wakil ketua DPRD karena jabatannya adalah Ketua dan Wakil Ketua Panitia Anggaran merangkap anggota. Susunan keanggotaan, ketua dan wakil ketua Panitia Anggaran ditetapkan dalam Rapat Paripurna. Keanggotaan Panitia Anggaran tidak lebih dari separuh Anggota Dewan. Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah Sekretaris Panitia Anggaran bukan anggota. Masa keanggotaan Panitia Anggaran dapat dirubah pada setiap tahun. Pimpinan DPRD dapat membentuk alat kelengkapan lain yang diperlukan berupa Panitia Khusus dengan Keputusan Pimpinan DPRD, atas usul dan pendapat anggota DPRD setelah mendengar pertimbangan Panitia Musyawarah. Panitia Khusus merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat sementara. Jumlah anggota Panitia Khusus mempertimbangkan jumlah anggota komisi yang terkait dan disesuaikan dengan kegiatan serta kemampuan anggaran. Anggota Panitia Khusus terdiri dari anggota komisi terkait yang mewakili semua unsur fraksi berdasarkan perimbangan jumlah anggota fraksi. Keanggotaan panitia khusus diusulkan oleh
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
67
masing-masing fraksi. Ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh anggota. Panitia khusus ditetapkan dengan keputusan pimpinan DPRD. Pimpinan DPRD sesuai tugasnya menjadi Koordinator Panitia Khusus. Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas DPRD dibentuk Sekretariat Dewan yang ditetapkan dengan peraturan daerah dan personilnya terdiri atas pegawai negeri sipil. Sekretariat DPRD dipimpin oleh seorang sekretaris yang diangkat dan diberhentikan dengan keputusan kepala daerah atas pertimbangan pimpinan DPRD. Pertimbangan pimpinan DPRD, memperhatikan jenjang kepangkatan, kemampuan dan pengalaman. Sekretaris DPRD mempunyai tugas menyelenggarakan administrasi kesekretariatan dan administrasi keuangan DPRD, mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD, dan mengkoordinir serta menyediakan tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD seuai dengan kemampuan keuangan daerah. Sekretaris DPRD dalam melaksanakan tugasnya secara teknis operasional berada di bawah dan bertanggung jawab kepada pimpinan DPRD dn secara administratif bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah.
4.3.1 Susunan Keanggotaan DPRD Provinsi Sumatera Utara Seseorang dapat menjadi anggota DPRD berdasarkan pemilihan umum (dipilih). Pada periode 2004-2009 jumlah anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara yang dipilih sebanyak 85 orang anggota yang berasal dari 14 partai (Partai Golkar, PDI-P, PPP, PD, PKS, PAN, PDS, PBR, PBB, PPIB, PP, PBSD, P.Pelopor, PNBK).
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
68
Dalam Pemilihan Umum 2004 dihasilkan komposisi anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara seperti dalam Tabel 4 berikut: Tabel 4. Komposisi Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009 No. Fraksi f % 1. Partai Golkar 19 22,35 2. PDI-P 13 15,29 3. PPP 11 12,94 4. Partai Demokrat 10 11,76 5. Keadilan Sejahtera 8 9,41 6. Partai Amanat Nasional 8 9,41 7. Partai Damai Sejahtera 8 9,41 8. Partai Bintang Reformasi 5 5,88 9. Gabungan 5 5,88 Jumlah 85 100,00 Sumber: Sekwan DPRD Provinsi Sumatera Utara, 2004
Dari Tabel 4 tersebut terlihat bahwa fraksi terbesar adalah Fraksi Partai Golkar berjumlah 19 orang atau 22,35%, disusul PDI-P sejumlah 13 orang atau 15,29%, PPP sejumlah 11 orang atau 12,94%, Partai Demokrat 10 orang atau 11,76%. Sedangkan yang memperoleh 8 orang anggota atau 9,41% masing-masing Keadilan Sejahtera, PAN, dan PDS. Fraksi Bintang Reformasi dan Fraksi Gabungan yang memperoleh 5,88%. Fraksi Gabungan, pada awalnya terdiri dari Partai Perhimpunan Indonesia Baru, Partai Patriot Pancasila, Partai buruh Sosial Demokrat, Partai Pelopor, Partai Nasional Benteng Kemerdekaan, dengan jumlah masingmasing 1 orang. Fraksi Gabungan pada menjelang akhir tahun 2006 membubarkan diri dan masing-masing anggotanya masuk ke Fraksi yang ada di DPRD Provinsi Sumatera Utara. Untuk mempermudah penelitian ini, maka penulis masih
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
69
memasukkan Fraksi Gabungan dalam analisis karena pada saat penelitian fraksi itu masih ada, belum terpecah. Dari komposisi keanggotaan tersebut perlu dicatat bahwa betapapun ada perubahan di dalam susunan DPRD Provinsi Sumatera Utara, namun tidak banyak merubah tata urutan terbanyak ketika masa Orde Baru yaitu (Golkar, PDI, PPP). Meskipun terdapat partai-partai baru seperti Partai Demokrat, PKS, PAN ternyata hasil Pemilu 2004 masih menempatkan urutan terbanyak dari ketiga partai tersebut, kecuali PDI-P yang berubah secara substansi dari PDI masa Orde Baru. Keterlibatan wanita dalam kehidupan politik perlu diketahui mengingat jumlah penduduk wanita yang besar di Indonesia. Menurut data penduduk tahun 2000, jumlah penduduk Indonesia adalah 201.247.983 dengan perbandingan 100.103.671 orang pria dan 100.533.991 orang wanita. Melihat kenyataan ini potensi wanita tidak bisa diabaikan begitu saja. Keterlibatan wanita di sektor publik telah dibuktikan dengan keterlibatannya dalam kehidupan politik sejak sebelum Indonesia meraih kemerdekaan. Pada masa kini kesempatan untuk turut berpartisipasi dalam kehidupan politik semakin terbuka lebar. Situasi ini semakin didukung oleh suatu kondisi bahwa negara kita melalui UUD 1945 tidak mengenal perbedaan atas jenis kelamin di semua bidang kegiatan, termasuk untuk menduduki jabatan penting dalam bidang politik dan pemerintahan. Untuk mengetahui seberapa besar partisipasi wanita dalam kehidupan politik, khususnya dalam lembaga legislatif dapat dilihat sebagai berikut:
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
70
Tabel 5. Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Menurut Jenis Kelamin Periode 2004-2009 Jenis Kelamin No. Fraksi Jumlah P W 1. Partai Golkar 17 2 19 (89,47) (10,52) (100,00) 2. PDI-P 13 0 13 (100,00) (0,00) (100,00) 3. PPP 11 0 11 (100,00) (0,00) (100,00) 4. Partai Demokrat 8 2 10 (80,00) (20,00) (100,00 5. Keadilan Sejahtera 7 1 8 (87,50) (12,50) (100,00) 6. Partai Amanat Nasional 8 0 8 (100,00) (0,00) (100,00) 7. Partai Damai Sejahtera 6 0 6 (100,00) (100,00) (100,00) 8. Partai Bintang Reformasi 5 0 5 (100,00) (0,00) (100,00) 9. Gabungan 5 0 5 (100,00) (0,00) (0,00) Jumlah 80 5 85 (94,11) (5,88) (100,00) Sumber: Data diolah dari Sekwan DPRD Provinsi Sumatera Utara, 2004 Dari tabel 5 di atas terlihat bahwa komposisi politisi wanita yang ada di DPRD Provinsi Sumatera Utara sangat minim sekali, dari 85 anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara hanya 5 anggota wanita atau hanya sekitar 5,88%. Apabila dilihat dari fraksi, maka prosentase ini amat kecil. FPG misalnya hanya memiliki 2 anggota wanita atau 10,52%, kemudian Fraksi Partai Demokrat sejumlah 2 anggota atau 20,00%. Komposisi ini kurang mewakili gambaran umum penduduk Indonesia yang penduduk wanitanya lebih banyak dari penduduk pria. Dengan melihat tabel tersebut
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
71
dapat dikatakan bahwa partisipasi wanita dalam kehidupan politik, khususnya di DPRD Provinsi Sumatera Utara sangat rendah. Keadaan ini sejajar dengan hasil penelitian Joan Nelson, yang mengemukakan bahwa partisipasi politik wanita di negara-negara berkembang cenderung rendah jika dibandingkan dengan laki-laki, karena wanita lebih banyak terlibat dalam utusan rumah tangga dari pada urusan politik (Huntington & Nelson, 1990:23). Vicky Randall mengungkapkan bahwa para wanita yang terjun ke dalam kegiatan politik dan mendapat jabatan politik dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok: kelompok pertama adalah wanita yang memperoleh jabatan politik karena mereka memiliki hubungan dengan laki-laki tertentu yang menonjol. Kelompok kedua, wanita yang terjun ke dunia politik setelah bebas tugas dalam membesarkan anak-anaknya. Kelompok ketiga, adalah para wanita yang dalam usian muda telah terjun dalam dunia politik. Biasanya ini termasuk wanita profesional (Siagian, 1996:229). Keterlibatan wanita di Indonesia termasuk di Sumatera Utara, bila dikelompokkan menurut Vicky Randall, termasuk dalam kelompok ketiga. Banyak anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara yang terlibat dalam aktivitas politik karena faktor suami. Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara merupakan pejabat negara yang memiliki posisi tinggi. Oleh karena itu, tingkat pendidikan dari anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara merupakan faktor yang sangat diperhitungkan. Untuk
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
72
mengetahui tingkat pendidikan anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009 ditampilkan dalam tabel berikut: Tabel 6. Tingkat Pendidikan Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 20042009 Pendidikan No. Fraksi Jumlah SLTP SLTA Akademi S-1 S-2 S-3 1. Partai Golkar 0 0 0 18 0 1 19 2. PDI-P 0 1 1 10 1 0 13 3. PPP 0 0 0 10 1 0 11 4. Partai Demokrat 0 1 1 7 1 0 10 5. Keadilan Sejahtera 0 0 0 6 2 0 8 6. Partai Amanat Nasional 0 0 0 5 3 0 8 7. Partai Damai Sejahtera 0 0 0 6 0 0 6 8. Partai Bintang Reformasi 0 0 0 5 0 0 5 9. Gabungan 0 0 0 4 1 0 5 Jumlah 0 2 2 71 9 1 85 Persentase 0,00 2,35 2,35 83,52 10,58 1,17 100,00 Sumber: Sekwan DPRD Provinsi Sumatera Utara, 2004
Tabel 6 di atas menunjukkan komposisi anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009 menurut tingkat pendidikan. Dalam tabel terlihat bahw pendidikan terendah anggota DPRD adalah SLTA, itupun hanya 2 orang atau 2,35% dari total 85 anggota. Jumlahnya sama dengan akademi yaitu 2 orang atau 2,35% dibanding kategori tingkat pendidikan yang lain SLTA memiliki porsi yang lebih kecil. Proporsi pendidikan paling besar adalah sarjana S1 berjumlah 71 atau 83,52%, S2 9 orang (10,58%) dan S3 berjumlah 1 orang (1,17%). Bila dilihat per fraksi maka Fraksi Partai Golkar paling besar dan merata berpendidikan sarjana yakni 19 orang atau 100% dari jumlah anggotanya. Ini bisa dimengerti karena FPG memang memiliki anggota yang paling besar yakni 19 anggota atau 22,35%. Sedangkan
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
73
anggota FPDI-P yang berpendidikan sarjana adalah 12 anggota atau 92,30% dari 13 anggotanya. Sedangkan Fraksi Partai Demokrat dari jumlah anggota 10 orang hanya 7 anggota atau 70% yang berpendidikan S1. Bagi Fraksi PDI-P bukan berarti bahwa tingkat pendidikan anggota mereka rendah karena faktor lamanya menjadi kader baik pada saat berada dalam organisasi masa yang berada dalam binaan partai menjadi faktor penentu kedekatannya dengan rakyat dan memahami ideologi partai. Sedangkan yang riskan ada pada FPD, selain merupakan fraksi baru dalam Pemilu 2004 perlu kiranya bagi partai untuk memasukkan penilaian sumber daya manusia yang baik. Fraksi PAN memiliki 3 anggota atau 37,50 dari 8 anggotanya yang berpendidikan pascasarjana. Jika dilihat dari seluruh fraksi, maka rata-rata pendidikan anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara menunjukkan tingkat yang baik. Artinya, 81 anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara atau 95,29% berpendidikan akademi atau lebih. Itu berarti diantara 20 anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara, 1 orang diantaranya berpendidikan dibawah akademi. Ini merupakan angka yang besar dan menunjukkan bahwa pendidikan anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara adalah baik/tinggi. Lebihlebih dilihat bahwa 9 anggota memiliki pendidikan pascasarjana. Dalam periode 2004-2009, angka ini akan bertambah karena ada beberapa yang sedang menyelesaikan studi pascasarjana. Gelar sarjana dan pascasarjananya pun beraneka ragam, dari sarjana ilmu-ilmu sosial, hukum, ekonomi, teknik, dan sebagainya.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
74
Tabel 7. Susunan Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009 Berdasarkan Komisi Fraksi No. Komisi Jumlah FPG FPDIP FPPP FPD FPAN FKS FPDS FBR FG 1.
Komisi
4
2
2
2
1
2
1
1
1
16
5
3
2
1
2
2
1
1
1
18
4
2
3
2
1
2
1
1
1
17
3
3
2
3
2
1
2
1
1
18
3
3
2
2
2
1
1
1
1
16
19
13
11
10
8
8
6
5
5
85
A 2.
Komisi B
3.
Komisi C
4.
Komisi D
5.
Komisi E Jumlah
Sumber: Diolah dari Sekwan DPRD Provinsi Sumatera Utara, 2004 Pada tabel 7 tersebut, maka jumlah tiap komisi hampir sebanding, disesuaikan dengan jumlah anggota tiap fraksi. Adapun tugas-tugas komisi adalah sebagai berikut: a. Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Daerah; b. Melakukan pembahasan terhadap rancangan Peraturan Daerah, dan rancangan Keputusan DPRD; c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan, pemerintahan, dan kemasyarakatan sesuai dengan bidang tugas komisi masing-masing;
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
75
d. Membantu pimpinan DPRD untuk mengupayakan penyelesaian masalah yang disampaikan oleh Kepala Daerah dan masyarakat kepada DPRD; e. Menerima,
menampung
dan
membahas
serta
menindaklanjuti
aspirasi
masyarakat; f. Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah; g. Melakukan kunjungan kerja Komisi yang bersangkutan di Provinsi Sumatera Utara maupun di luar Provinsi Sumatera Utara atas persetujuan Pimpinan DPRD; h. Mengadakan rapat kerja dan dengar pendapat; i. Mengajukan usul kepada Pimpinan DPRD yang termasuk dalam ruang lingkup bidang tugas masing-masing Komisi; j. Memberikan laporan tertulis kepada Pimpinan DPRD tentang hasil pelaksanaan tugas Komisi.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
BAB V PENUTUP
Ada beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini. Kesimpulan-kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut. 1. Dari segi pendidikan anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009 tergolong tinggi. Tujuh puluh satu anggota dari 85 anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2004 – 2009 atau 83,25% berpendidikan sarjana dan 11,65% berpendidikan pascasarjana. Dari 22 anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara yang menjadi sampel penelitian, 1 anggota atau 4,55% berpendidikan SLTA. Sedangkan yang berpendidikan sarjana sebanyak 17 anggota atau 72,17% dan pascasarjana 4 orang atau 18,18%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: a. tingkat pendidikan dihubungkan dengan orientasi terhadap distrik atau pada negara atau bangsa menunjukkan hubungan pendidikan dengan orientasi terhadap permasalahan bangsa/nasional. Artinya, semakin tinggi tingkat pendidikan maka orientasi terhadap permasalahan nasional semakin tinggi, sedangkan rendahnya tingkat pendidikan orientasi terhadap permasalahan lokal yang lebih tinggi. Sebagian besar anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara berorientasi tinggi terhadap kehidupan bangsa/nasional yang berkaitan dengan masalah-masalah provinsi.
126
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
128
b. Sebagian besar responden lebih berorientasi kepada partai atau dapat dikatakan ikatan partainya cukup kuat. Tingkat pendidikan memberikan sumbangan terhadap orientasi ini. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin longgar ikatan terhadap partai. c. Namun, orientasi terhadap eksekutif tidak ada hubungannya dengan tingkat pendidikan. Sebagian besar anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara tidak berorientasi eksekutif, dalam arti mereka lebih menempatkan diri sebagai pengawas pemerintah daripada sebagai mitra pemerintah. 2. Pengalaman berorganisasi dan pengalaman dalam kehidupan politik anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009 cukup seimbang. Di dalam sampel penelitian terlihat bahwa lebih dari 50% duduk menjadi anggota DPR di bawah lima tahun, artinya baru satu kali menjadi anggota DPRD baik di Kabupaten/Kota. Namun, pengalaman di organisasi kemasyarakatan tergolong lama. Sebanyak 86,36% aktif di organisasi masyarakat lebih dari sebelas tahun. Ini menunjukkan bahwa pengalaman politik anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara cukup seimbang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: a. pengalaman anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara kurang dari 5 tahun atau yang baru pertama kali menjadi anggota DPRD memberikan orientasi yang tinggi antara masalah di provinsi dan daerah pemilihan. Sedangkan yang berpengalaman lebih dari 5 tahun berorientasi masalah-masalah nasional.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
129
b. Orientasi mereka terhadap partai tidak ada hubungannya dengan pengalaman mereka menjadi anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara. Demikian pula orientasi mereka terhadap eksekutif. Pengalaman politik tidak berhubungan dengan orientasi terhadap eksekutif, maupun sebagian besar berpendapat bahwa fungsi utama DPR adalah pengawas pemerintah. 3. Tidak terdapat hubungan antara latar belakang pekerjaan dengan orientasi mereka terhadap masalah bangsa, provinsi, dan daerah. Sebagian besar mereka berorientasi terhadap masalah provinsi yang berkaitan dengan masalah nasional. Demikian pula hubungannya dengan orientasi mereka terhadap partai. Ada kecenderungan bahwa anggota DPRD yang berlatar pengusaha dan intelektual lebih memandang DPRD Provinsi Sumatera Utara sebagai pengawas pemerintah. 4. Tidak ada hubungan antara asal partai politik atau fraksi dengan orientasi mereka terhadap bangsa yang berkaitan dengan masalah-masalah provinsi dan kedaerahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan sikap diantara 9 kelompok anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara berdasarkan fraksi tersebut kurang begitu nampak. Tidak ada hubungan antara asal partai politik dengan orientasi mereka terhadap partai. Tidak ada hubungan antara asal partai politik dengan orientasi mereka terhadap eksekutif. Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara dari FPDIP lebih memandang DPRD sebagai pengawas pemerintah meskipun Gubernur Sumatera Utara adalah Ketua Umum PDI-P.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
76
4.4. Identitas Responden Sebelum mengungkap tentang tingkat pendidikan dan pengalaman politik anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009, terlebih dahulu akan penulis paparkan identitas responden dari penelitian ini. Berdasarkan fraksi, ada 5 (25%) orang dari Fraksi Partai Golongan Karya (FPG), 3 (25%) orang dari Fraksi Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia (FPDI-P), 3 (25%) orang dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP), 3 (25%) orang dari Fraksi Partai Demokrat (FPD), 2 orang (25%) dari Fraksi Kesejahteraan Rakyat (FKS), 2 orang (25%) dari Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN), 2 orang (25%) dari Fraksi Partai Damai Sejahtera (FPDS), 1 orang (25%) dari Fraksi Bintang Reformasi (FBR), dan 1 orang (25%) dari Fraksi Gabungan. Adapun berdasarkan komisi penyebarannya sebagai berikut: 1. Komisi A
: 5 orang
( 22,72%)
2. Komisi B
: 4 orang
( 18,18%)
3. Komisi C
: 5 orang
( 22,72%)
4. Komisi D
: 4 orang
( 18,18%)
5. Komisi E
: 4 orang
( 18,18%)
: 22 orang
(100,00%)
Jumlah
Melihat distribusi tersebut, terlihat bahwa masing-masing komisi di DPRD Provinsi Sumatera Utara telah terwakili.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
77
Adapun berdasarkan usia, akan kita simak penyebaran responden dalam tabel berikut: Tabel 8. Usia Responden F < 35 tahun 1 35 – 45 tahun 4 45 – 55 tahun 14 55 – 65 tahun 3 > 65 tahun 0 Jumlah 22 Sumber: Kuesioner penelitian pertanyaan no.4, 2006 No. 1. 2. 3. 4. 5.
Usia
% 4,55 18,18 63,63 13,64 0,00 100,00
Tabel 8 tersebut terlihat bahwa sebagian besar responden berusia antara 45-55 tahun yakni sejumlah 14 orang atau 63,63%. Pada usia tersebut pada umumnya responden terbesar sedang meniti puncak karir. Bila sedang meniti puncak karir, maka diharapkan anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara pada saat ini sedang dalam performance yang tinggi. Namun, hal ini bisa terjadi sebaliknya, dengan argumentasi bahwa seseorang yang sedang meniti di puncak karir akan lebih berhati-hati dalam bertindak. Kesalahan dalam bertindak dan dalam mengambil keputusan akan menyebabkan karirnya jatuh. Oleh karena itu, bagi Bapak Azis Angkat, posisi anggota DPRD sebenarnya bukanlah posisi karir, namun lebih dekat dengan profesi perjuangan. Apabila seseorang menganggap DPRD Provinsi Sumatera Utara adalah sebuah karir, maka mereka akan takut kalau harus melakukan kesalahan dan akhirnya tersingkir dari kursi DPRD Provinsi Sumatera Utara. Namun, kalau seorang anggota
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
78
DPRD menganggap kedudukannya sebagai wahana perjuangan, maka mereka tidak takut kalau harus tersingkir dari kursi DPRD 1 . Prayudi juga menyatakan bahwa persepsi seorang anggota legislatif dalam memandang kekuasaan yang dimilikinya sangat menentukan komitmen perjuangan dirinya terhadap aspirasi dan kepentingan rakyat yang diwakilinya. Apabila persepsi anggota yang bersangkutan memandang kekuasaan sebagai sesuatu yang dititipkan atau dipercayakan oleh rakyat kepada dirinya, maka ia akan memiliki komitmen perjuangan politik yang tinggi bagi pihak terwakil. Tetapi, apabila si wakil itu lebih memandang kekuasaan sebagai sesuatu yang diberikan oleh penguasa dan disertai balas jasa terhadap pihak tertentu, maka yang terjadi adalah tingkat komitmen perjuangan politiknya sangat minim (Prayudi, Kompas, 26-8-2005). Sedangkan responden yang berusia 55 – 65 tahun sejumlah 3 orang (13,64%). Pada saat seorang anggota DPRD pada masa usia tesebut diharapkan sudah mampu berpikir kritis dan matang. Yang menarik adalah Polontalo pernah menyusun 16 politisi yang terpilih dan mengindentifikasi bahwa 10 orang diantaranya atau 62,5% berusia antara 50 sampai 60 tahun. Sedangkan 3 orang (18,75%) berusia lebih dari 60 tahun. Dan tiga orang lainnya (18,75%) berusia kurang dari 50 tahun. Perlu diketahui bahwa yang berusia kurang dari lima puluh tahun pun, ketiganya berusia 45 tahun ke atas (Polontalo, 2003:xiv). Dari deskripsi tercermin bahwa seorang anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara mensyaratkan usia tertentu untuk mengemban tugastugasnya dengan lebih berkualitas. 1
Wawancara dengan anggota FPG, AA, tanggal 13 September 2006.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
79
Usia pada kisaran 35-45 tahun sejumlah 4 orang (18,18%). Ini juga ada semacam anggapan bahwa mereka cenderung diam agar dapat terpilih kembali dalam periode berikutnya. Namun, ini juga berkaitan dengan kondisi-kondisi psikologis yang membuat mereka cenderung membatasi diri untuk tidak bersuara vokal, seperti faktor-faktor yang berkaitan dengan senioritas, serta berkaitan dengan keberanian untuk mengungkapkan, mempertanyakan dan menilai suatu masalah. Tentu tidak sewajarnya kalau dikatakan bahwa mereka tidak berani bersuara vokal hanya karena kurang menguasai masalah, karena mereka telah melalui seleksi yang berlapis-lapis (Polontalo, xv).
4.5. Pendidikan dan Pengalaman Politik Dalam menganalisa tingkat pendidikan dan pengalaman politik responden, diajukan indikator yang mencakup: a. tingkat pendidikan umum yang dicapai; b. lama periode menjadi anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara; c. lama
berkecimpung
di
lembaga
perwakilan
rakyat
(baik
DPRD
Kabupaten/Kota); d. lama berkecimpung di organisasi masyarakat.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
80
Tabel 9. Tingkat Pendidikan Responden Tingkat Pendidikan F SD/Sederajat 0 SLTP/Sederajat 0 SLTA/Sederajat 1 Akademi 0 Sarjana (S1) 17 Pascasarjana (S2/S3) 4 Jumlah 22 Sumber: Kuesioner penelitian pertanyaan no.7a, 2006 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
% 0,00 0,00 4,55 0,00 72,27 18,18 100,00
Dari tabel 9 tersebut kita dapat melihat gambaran tentang tingkat pendidikan responden, di mana pendidikan yang dicapai oleh responden tersebar di tingkat sarjana (S1), yaitu sebesar 17 orang atau 72,27%. Bila dimasukkan juga tingkat pendidikan pascasarjana, maka tingkat pendidikan sarjana dan pascasarjana mencapai 76,09%. Ini berarti tingkat pendidikan anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara relatif tinggi. Pendidikan yang tinggi tersebut secara relatif juga menunjukkan kualitas anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara cukup memadai. Pendidikan yang tinggi tersebut masih ditambah dengan pendidikan lain yang bersifat nonformal seperti kursus-kursus lain yang bersifat nasional maupun lokal. Latar belakang pendidikannya pun beraneka ragam, seperti sarjana sosial, hukum, ekonomi, teknik, pendidikan, magister ekonomi dan administrasi bisnis. Enam responden mengaku pada saat diwawancarai masih melanjutkan studi di pascasarjana. Tidak ada satu pun berpendidikan SLTP atau dibawahnya dan hanya 4,55% atau 1 orang yang berpendidikan SLTA. Perkembangan atau tren pendidikan anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara akan berkembang secara lebih baik mengingat sebagian besar berpendidikan S1 dan beberapa orang sedang melanjutkan pendidikan pascasarjana.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
81
Betapapun anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara memiliki pendidikan yang tinggi, tetapi tidaklah berarti bahwa peranannya selaku wakil rakyat dapat terpenuhi secara memuaskan. Salah satu faktor penyebabnya adalah keterikatannya pada induk organisasi yang telah mencalonkannya. Seorang anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara pada hakekatnya memiliki keterbatasan-keterbatasan bertindak atau bersikap. Dia harus meletakkan posisinya selaku anggota dari salah satu fraksi di DPRD. Sikap dna tingkah lakunya haruslah selaras dengna kebijakan fraksinya atau lebih jauh dengan induk organisasinya. Keadaan seperti ini sudah tentu membatasi inisiatif dan kreativitas mereka (Rauf, 2001: 6). Analisis seperti di atas dibenarkan oleh seorang anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara dari FPAN, Bapak Parluhutan Siregar, yang menyatakan bahwa pendidikan yang tinggi belum menjamin kemampuan seseorang menjadi wakil rakyat, karena yang dibutuhkan adalah keberanian menyampaikan pendapat seperti apa adanya, intuisi yang tajam untuk menangkap mengenai persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat. Namun, memang meramu isu-isu tersebut agar lebih baik dan tersistematis biasanya pendidikan sering menjadi ukuran 2 . Berapa lama rata-rata seseorang menjadi anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara bisa dilihat dalam tabel berikut:
2
Wawancara dengan PS dari FPAN, tanggal 20 September 2006.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
82
Tabel 10. Lama Responden Menjadi Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara No. Periodesasi F % 1. Satu Periode 13 59,10 2. Dua Periode 5 27,72 3. Tiga Periode 4 18,18 4. Empat Periode 0 0,00 Jumlah 22 100,00 Sumber: Kuesioner penelitian pertanyaan no.8, 2006 Tabel 10 tersebut memperlihatkan bahwa sebagian besar responden 59,10% mengaku baru satu periode atau baru pertama kali menjadi anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara. Bila kita gabungkan anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara yang menjalani tugas satu dan dua periode menunjukkan angka 86,82%. Ini berarti bahwa sebagian besar responden memiliki pengalaman menjadi anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara kurang dari sepuluh tahun. Bila kita melihat pengalaman ini, maka pengalaman anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara belum cukup memadai. Menurut pengalaman salah satu responden, seseorang membutuhkan satu periode menjadi anggota DPRD agar ia mampu secara penuh menghayati dan menjalankan fungsi menjadi anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara 3 . Itu berarti bahwa satu periode kedua seseorang bisa menjalankan fungsi sebagai anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara secara maksimal. Pendapat ini sebenarnya sangat subjektif, karena kemampuan adaptasi seseorang di lingkungan yang baru bersifat amat individual. Dalam arti tergantung kepada kemampuan anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara tersebut dalam menyesuaikan diri dan mengambil pengalaman dari tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. Hal ini juga 3
Wawancara dengan anggota FPDIP, AZ, tanggal 20 September 2006.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
83
tergantung kepada tingkat pendidikan yang diperoleh, pengalaman politik dan kematangan jiwa, serta usia seorang anggota DPR. Betapapun pengalaman menjadi anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara masih kurang ternyata beberapa responden, sebelum menjadi anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara pernah menjadi anggota DPRD di kabupaten dan kota. Seorang responden mengatakan bahwa pengalamannya menjadi anggota DPRD bermanfaat bagi pelaksanaan tugasnya di DPRD Provinsi Sumatera Utara. Responden mengatakan bahwa sebaiknya sebelum seseorang menjadi anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara, sebaiknya mereka meniti karir dulu di DPRD, supaya menghindari kecanggungan dalam menjalankan tugas sebagai wakil rakyat misalnya menjadi staf ahli fraksi yang bisa direkrut dari kader-kader partai yang potensial 4 . Bila pengalaman sebagai wakil rakyat baik di Provinsi dan Kabupaten/Kota kita gabungkan, maka kan kita lihat keadaan sebagai berikut: Tabel 11. Lamanya Responden Berkecimpung di Lembaga Perwakilan Rakyat (DPRD Provinsi & Kabupaten atau Kota) No. Jangka Waktu f % 1. Kurang dari 5 tahun 11 50,00 2. 5 – 10 tahun 8 36,36 3. 11 – 15 tahun 2 9,09 4. 16 – 20 tahun 1 4,55 5. Lebih dari 20 tahun 0 0,00 Jumlah 22 100,00 Sumber: Kuesioner penelitian pertanyaan no.16, 2006 Tabel tersebut memperlihatkan dengan jelas bahwa responden yang berkecimpung dalam aktivitas lembaga perwakilan rakyat, baik di DPRD Provinsi, 4
Wawancara dengan FPBR, RMS, 13 September 2006.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
84
Kabupaten dan Kota cukup tinggi (50,24%). Mereka rata-rata sudah berkecimpung di lembaga perwakilan rakyat diatas 5 tahun. Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa 50,00% yang baru pertama kali duduk sebagai wakil rakyat. Di sisi lain terlihat bahwa terdapat 4,55% yang sudah berkecimpung di lembaga perwakilan rakyat di atas 16 – 20 tahun. Selain indikator aktivitas di dalam lembaga perwakilan rakyat, ada indikator lain yang juga perlu dipertimbangkan untuk mengukur tingkat pengalaman politik anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara, yaitu melalui tingkat aktivitas mereka di dalam organisasi kemasyarakatan. Tabel 12. Keterlibatan Responden di Dalam Organisasi Kemasyarakatan Jangka Waktu f % Kurang dari 5 tahun 1 4,55 5 – 10 tahun 2 9,09 11 – 15 tahun 8 36,36 16 – 20 tahun 6 27,27 Lebih dari 20 tahun 5 22,73 Jumlah 22 100,00 Sumber: Kuesioner penelitian pertanyaan no.23, 2006 No. 1. 2. 3. 4. 5.
Pada umumnya, responden sudah berkecimpung di organisasi masyarakat sekitar 11 – 20 tahun (63,63%). Organisasi yang menjadi tempat penggodokan beraneka ragam seperti MKGR, BM PAN, AMPI, GMPI, PWI, FKPPI, KNPI, HIPMI, KADIN, Pemuda Pancasila (PP), aktivis kaukus perempuan. Posisi yang dipegang oleh responden cukup berbobot, karena ada yang mengaku sebagai Ketua MKGR, mantan ketua DPD Ormas, Ketua Bidang, dan lain sebagainya. Selain di ormas, responden juga mengaku aktif di kegiatan kemahasiswaan sewaktu menjadi
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
85
siswa atau mahasiswa atau staf pengajar dan guru di beberapa sekolah dan perguruan tinggi di Provinsi Sumatera Utara. Sebagian responden mengaku sebagai mantan Ketua Senat Mahasiswa, anggota Resimen Mahasiswa, Ketua di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), salah seorang pengurus di Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), mantan pengurus Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Selain di lembaga kemasyarakatan, mereka juga sudah cukup lama berkecimpung di organisasi politik yang mereka ikuti (Golkar, PPP, PNI, Kaukus Perempuan, PDI-P). Umumnya mereka sudah lama aktif di organisasi politik tersebut selama lebih dari 11 tahun (63,63%). Bahkan terdapat sekitar 22,73% yang sudah lebih dari 20 tahun berkecimpung di organisasi politik.
4.6. Latar Belakang Pekerjaan Latar belakang pekerjaan seseorang akan mempengaruhi cara berpikir, cara bersikap, dan cara bertindaknya dalam menghadapi persoalan-persoalan yang dihadapi. Meskipun pandangan tersebut lebih berkesan pada pendekatan psikologis, tetapi tak pelak lagi bahwa pendapat tersebut sudah sering kita dapati di dalam praktek kehidupan kita sehari-hari. Demikian pula dengan latar belakang pekerjaan yang mereka miliki kita berharap dapat melihat pengaruhnya di dalam menangani persoalan-persoalan yang harus dihadapi berkenaan dengan kedudukan mereka sebagai wakil rakyat.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
86
Tabel 13. Pekerjaan Responden Sebelum Menjadi Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara No. Profesi f % 1. Pengusaha/Wiraswasta 8 36,36 2. Birokrat 1 4,55 3. Intelektual/Pendidik/Budayawan 10 45,45 4. Lain-Lain 3 13,64 Jumlah 22 100,00 Sumber: Kuesioner penelitian pertanyaan no.24, 2006 Sebagian responden dalam Tabel 13 berlatar belakang intelektual, pendidik, aktivis, budayawan. Yang termasuk dalam kategori ini termasuk responden yang mengajar/memiliki pesantren atau sekolah pengajian TPA, dosen, guru, seniman dan responden yang bekerja di dunia pers. Yang termasuk lain-lain 3 orang adalah aktivis politik (pekerja partai). Responden juga mengakui bahwa latar belakang pekerjaan mereka cukup berpengaruh dalam menjalankan tugas mereka di DPRD Provinsi Sumatera Utara (54,7%) dan 37,50% menyatakan amat berpengaruh.
4.7. Orientasi Dalam menganalisa model peranan wakil rakyat berdasarkan orientasinya digunakan beberapa indikator pengukuran sebagai berikut: 1. Orientasi terhadap pemilih, di mana kesatuan geografis dari pemilih merupakan fokus perwakilan. Cara mengukurnya dengan melihat proporsi perhatian dan keterlibatan di dalam menangani persoalan-persoalan daerah (lokal) maupun persoalan-persoalan nasional. 2. Orientasi terhadap partai.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
87
3. Orientasi terhadap birokrasi. Di dalam tabel 14 berikut akan diuraikan tingkat perhatian responden di dalam menangani permasalahan-permasalahan, baik yang mempunyai cakupan lokal maupun nasional. Diharapkan dari angka-angka yang ada akan terlihat ke mana orientasi diarahkan, ke pemilih daerah (yang notabene mempunyai peran besar di dalam proses pemilihan umum, sehingga responden duduk di lembaga perwakilan sekarang) atau ke tingkat provinsi. Tabel 14. Intensitas Perhatian Responden dalam Menangani Masalah Provinsi No. Intensitas f % 1. Rendah 2 9,09 2. Sedang 7 31,82 3. Tinggi 13 59,09 Jumlah 22 100,00 Sumber: Kuesioner penelitian pertanyaan no.32a dan 32b, 2006 Dalam tabel 14 tersebut bisa dilihat bahwa hanya 2 responden atau 9,09% yang memberikan perhatian besar terhadap masalah-masalah nasional. Sebaliknya terdapat 59,09% yang memberikan perhatian tinggi untuk menangani masalahmasalah daerah provinsi. Hal ini dimungkikan karena masalah-masalah nasional bisa ditangani oleh perangkat nasional (DPR-RI). Responden yang memberikan perhatian lebih besar pada masalah-masalah nasional adalah responden yang duduk dalam pengurusan pengurus pusat partai politik yang selalu berhubungan dengan kasus lokal seperti bencana alam, pembagian kewenangan pemerintah pusat dan daerah dalam hal aset misalnya, dan sebagainya. Mereka menganggap bahwa sampai saat ini masih membutuhkan perhatian yang besar dalam menangani masalah-masalah yang ada.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
88
Beberapa responden mengaku kesulitan dalam memisahkan masalah provinsi dengan masalah kabupaten/kota, karena masalah kabupaten/kota juga berkaitan dengan masalah provinsi. Untuk menangani masalah kabupaten/kota biasanya anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara bekerja sama dengan rekannya di kabupaten/kota seperti tentu saja dengan orsospol yang sama. Kerjasama bisa dalam bentuk saling tukar menukar informasi mengenai perkembangan dan penyelesaian suatu masalah di daerah tersebut. Apabila penyelesaian di daerah dirasa kurang efektif dan terkesan lamban, maka masalah tersebut bisa diangkat ke forum provinsi atau nasional, sehingga mendapat perhatian dan publikasi yang luas. Dengan publikasi yang luas biasanya pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang sedang terjadi, akan lebih serius dalam menanganinya 5 . Betapapun demikian sebagaian besar responden mengaku lebih banyak mengurusi masalah yang berlingkup provinsi, karena memang anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara memiliki tugas yang mencakup provinsi. Tabel 15. Frekuensi Berkunjung ke Daerah Pemilihan No. Frekuensi Berkunjung f % 1. Tidak pernah 0 0,00 2. 1 – 2 kali 0 0,00 3. 3 – 4 kali 5 27,73 4. 5 – 6 kali 6 27,27 5. Lebih dari 6 kali 11 50,00 Jumlah 22 100,00 Sumber: Kuesioner penelitian pertanyaan no.36, 2006 Sebagian besar responden (50,00%) melakukan kunjungan ke daerah pemilihan lebih dari 6 kali setahun. Hal ini dilakukan untuk mengisi waktu reses, juga 5
Wawancara dengan anggota FPKS, Arifin Nainggolah, SH, M.Si, tanggal 15 September 2006.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
89
dimaksudkan untuk menyerap aspirasi masyarakat. Selama masa reses anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara tidak saja berkunjung ke daerah pemilihannya, namun juga berkunjung ke daerah lain yan gmenjadi bidang tugasnya di dalam suatu komisi. Masa reses ialah kegiatan DPR di luar masa sidang yang dilakukan oleh para anggota DPRD secara perseorangan atau kelompok terutama di luar gedung DPR untuk melaksanakan kunjungan kerja. Kegiatan yang dilakukan di daerah beraneka ragam. Pertama, konsolidasi dengan pengurus induk organisasi di daerah. Konsolidasi dengan teman-teman di daerah dalam satu partai amat penting dilakukan untuk saling tukar-menukar informasi mengenai masalah yang berkembang baik di daerah pemilihannya maupun bertukar pikiran mengenai masalah
nasional yang sedang berkembang. Seorang
anggota DPRD yang berkunjung ke daerah memberikan wawasan kepada rekannya di daerah dan juga menyerap informasi di daerah pemilihannya. Kedua, melakukan pertemuan dengan tokoh-tokoh di daerah. Yang dimaksud dengan tokoh-tokoh daerah adalah tokoh yang memiliki jabatan resmi maupun tokohtokoh informal di kabupaten/kota. Untuk tokoh informal, memang tidak selalu harus bertemu setiap masa kunjungan, namun untuk tokoh resmi setiap kunjungan biasanya harus bertemu. Sebagian besar anggota DPRD mengaku bahwa sebagaian besar kunjungan ke daerah pemilihan atau daerah lain dilakukan untuk bertemu dengan instansi pemerintah, seperti Bupati, Dinas-Dinas, Camat, Kodim, dan instansi resmi
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
90
pemerintah lainnya. Informasi dari sumber-sumber resmi itulah yang sebagian besar menjadi bahan utama laporan kunjungannya ke daerah. Kunjungan kerja tersebut besar sekali artinya bagi DPRD dan wilayah atau lembaga yang dikunjunginya. Sebab melalui kunjungan kerja tersebut, DPRD dapat memperoleh data yang baru sama sekali mengenai peristiwa yang menyangkut kepentingan rakyat yang tidak diperolehnya dari sumber informasi yang lain. Dalam kunjungan kerja tersebut DPR juga mengecek langsung kebenaran informasi yang diperolenya dari sumber lain sebelum melakukan kunjungan kerja. Bila informasi dan data yang didapat tersebut diolah dengan data-data yang lain, maka informasi yang berasal dari daerah tersebut dapat digunakan untuk bahan rapat kerja dengan gubernur atau kepala dinas yang menjadi mitra kerja anggota DPRD yang bersangkutan. Ketiga, adalah bertemu dengan masyarakat pemilih di daerah. Kontak-kontak langsung dengan kader-kader partai di daerah amat diperlukan untuk menyerap aspirasi kader partai di daerah sekaligus memberikan informasi mengenai aktivitas seorang anggota DPRD di DPRD Provinsi Sumatera Utara. Aspirasi kader merupakan masukan yang cukup penting terutama mengenai masalah-masalah yang terjadi di dalam partainya di daerah tersebut. Bila dilihat dari orientasi kunjungan kerja ke daerah maka ada kesan bahwa informasi yang berasal dari pemerintah atau eksekutif merupakan informasi yang
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
91
menjadi tumpuan utama. Informasi yang berasal dari luar pemerintah, hanya merupakan informasi tambahan yang perlu di cross check dengan kunjugan lapangan. Sebagai anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara, seseorang dituntut memiliki hubungan yang luas dengan pihak-pihak lain. Tabel 5.9 menunjukkan seberapa luas kontak-kontak yang dilakukan responden terhadap kelompok-kelompok yang ada di dalam masyarakat, yang meliputi kelompok Lembaga Swadaya Masyarakat, Organisasi Masyarakat, kalangan kampus, dan kelompok agama. Tabel 16. Melakukan Kontak dengan Kelompok Lain No.
Kelompok
1.
LSM
2.
Ormas
3.
Masyarakat Kampus
4.
Kaum Agamawan
Ya N % 16 (72,73) 20 (90,90) 19 (86,37) 17 (77,27)
Tidak N % 7 (27,27) 2 (9,10) 3 (13,63) 5 (22,73)
Jumlah N % 22 (100,00) 22 (100,00) 22 (100,00) 22 (100,00)
Sumber: Kuesioner penelitian pertanyaan no 39a, b, c, d, 2006 Dari tabel terlihat bahwa seluruh responden melakukan kontak-kontak dengan kelompok-kelompok masyarakat seperti yang telah disebutkan dalam tabel. Kelompok mana yang paling intens atau sering dikontak/dihubungi oleh responden, bisa dilihat dalam tabel berikut:
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
92
Tabel 17. Intensitas Hubungan dengan Kelompok Lain Kelompok
No. 1.
LSM
2.
Ormas
3.
Masyarakat Kampus
4.
Kaum Agamawan
Intens N % 2 (12,50) 7 (35,00) 12 (63,16) 5 (29,41)
Cukup N % 8 (50,00) 11 (55,00) 5 (26,32) 9 (52,94)
Kurang N % 6 (37,50) 2 (10,00) 2 (10,52) 3 (17,65)
Jumlah N % 16 (100,00) 20 (100,00) 19 (100,00) 17 (100,00)
Sumber: Kuesioner penelitian pertanyaan no.40a, b, c, d, 2006 Dari tabel 17 tersebut terlihat bahwa responden mengaku paling sering melakukan kontak dengan masyarakat kampus. Ini amat beralasan apabila kita lihat bahwa sebagian besar responden memiliki latar belakang sebagai pendidik atau intelektual. Yang dimaksud dengan kelompok kampus adalah termasuk mahasiswa, institusi-institusi kampus, dan kelompok intelektual lainnya. Dalam tabel juga terlihat bahwa anggota DPRD relatif kurang intens berhubungan dengan lembaga swadaya masyarakat. Hanya 2 anggota yang mengaku memiliki hubungan yang intens. Mereka berpendapat seharusnya anggota DPRD lebih erat hubungannya dengan LSM karena sama-sama merupakan lembaga pro demokrasi. Kontak-kontak dengan organisasi masa pun cukup intens, hal ini berkaitan dengan pengalaman responden di organisasi kemasyarakatan yang cukup panjang seperti diketahui 63,63% terlibat di organisasi kemasyarakatan. Lalu bagaimana pendapat atau sikap mereka terhadap aktivitas yang dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat, Organisasi Kemasyarakatan,
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
93
Masyarakat Kampus maupun Kaum Agamawan? Dapat dilihat dalam Tabel 5.11 berikut. Tabel 18. Pendapat Responden tentang Aktivitas LSM, Ormas, Masyarakat Kampus, dan Kaum Agamawan Kelompok
No.
Setuju N %
1.
LSM
2.
Ormas
3.
Masyarakat Kampus
4.
Kaum Agamawan
16 (72,73) 17 (72,27) 15 (68,18) 12 (54,55)
Kurang Setuju N % 4 (18,18) 4 (18,18) 6 (27,27) 7 (31,79)
Tidak Setuju N % 2 (9,09) 1 (4,55) 1 (4,55) 3 (13,66)
Jumlah N % 22 (100,00) 22 (100,00) 22 (100,00) 22 (100,00)
Sumber: Kuesioner penelitian pertanyaan no.42a, b, c, d, 2006 Pada umumnya, para responden memberikan respon yang positif terhadap aktivitas yang dilakukan lembaga swadaya masyarakat, organisasi massa, masyarakat kampus maupun kaum agamawan (rata-rata lebih dari 60%). Alasan mereka bahwa pihak-pihak tersebut lebih ditempatkan sebagai mitra. Artinya, dalam menghadapi suatu kasus tertentu seperti tanah misalnya, DPRD Provinsi Sumatera Utara justru banyak memperoleh banyak masukan dari pihak-pihak tersebut. Seperti diketahui bahwa tidak setiap anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara dapat melakukan kunjungan ke daerah-daerah yang terkena suatu kasus tertentu serta mengecek kebenaran laporan warga masyarakat. Maka dari tangan lembaga swadaya masyarakat lah informasi-informasi yang dibutuhkan dapat diperoleh. Demikian juga dengan pihak-pihak lain seperti organisasi massa, yang juga banyak memberikan kontribusi terhadap pemecahan masalah yang timbul di dalam
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
94
masyarakat. Jika digambarkan secara lebih spesifik melalui gambaran komunikasi politik, maka lembaga swadaya masyarakat, organisasi massa, masyarakata kampus dan kaum agamawan diletakkan dalam posisi sebagai mediator antara rakyat dengan DPRD Provinsi Sumatera Utara. Mereka lebih berperan sebagai corong dari kepentingan masyarakat banyak, dibandingkan sebagai corong pemerintah. Hal ini pula yang menjadikan alasan beberapa responden (rata-rata sekitar 20%) menyatakan kurang setuju dan tidak setuju menganggap bahwa sepak terjang para anggota lembaga swadaya masyarakat khususnya sering berlebihan, bahkan sering berdampak pada tindakan-tindakan tertentu seperti demonstrasi dengan kekerasan maupun mogok kerja. Yang kurang setuju juga beranggapan bahwa DPRD adalah satusatunya institusi yang sah dalam menyalurkan aspirasi masyarakat. Meskipun demikian para responden tetap berpandangan bahwa keberadaan lembaga swadaya masyarakat, organisasi massa, masyarakat kampus maupun kaum agamawan amat dibutuhkan untuk lebih meningkatkan pemberdayaan masyarakat. Karena melalui pemberdayaan inilah diharapkan masyarakat akan semakin tahu peran dan posisi mereka di dalam sistem politik Indonesia. Dalam usaha pemberdayaan masyarakat ini pula, tidak mungkin mengandalkan satu pihak saja untuk mengupayakannya. Oleh sebab itu, lembaga swadaya masyarakat, masyarakat kampus, organisasi massa maupun kaum agamawan memiliki posisi yang cukup strategis di tengah-tengah masyarakat. Meskipun harus diakui bahwa tidak semua
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
95
pihak-pihak tersebut melakukan aktivitas yang sama positifnya dan sama besar konstribusinya di dalam masyarakat. Betapapun lembaga-lembaga yang telah disebutkan berpotensi menyalurkan aspirasi masyarakat, namun satu-satunya lembaga yang memiliki legitimasi konstitusional hanya DPRD Provinsi Sumatera Utara 6 . Oleh karena itu, agar peran DPRD Provinsi Sumatera Utara lebih efektif, menurut menurut HM. Zaki Abdullah DPRD Provinsi Sumatera Utara harus lebih banyak bekerjasama dengan lembagalembaga prodemokrasi dalam menyampaikan aspirasi masyarakat 7 . Setelah ditelaah orientasi anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara dari sudut kedekatannya dengan daerah pemilihan dan kelompok kepentingan, maka sekarang dicoba melihat tingkat kedekatan atau orientasi anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara dengan partai politik (organisasi induknya). Tabel 19. Pendapat Responden bahwa Setiap Tindakan sebagai Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Harus Seizin, Sepengetahuan, dan Sejalan dengan Organisasi Induk No. 1. 2.
3.
Tingkat Kedekatan dengan Organisasi Induk Setiap Tindakan Harus Seizin Organisasi Induk Setiap Tindakan Harus Sepengetahuan Organisasi Induk Setiap Tindakan Harus Sejalan Organisasi Induk
7 (31,82) 8 (36,36)
Kurang Setuju N % 12 (54,55) 10 (45,45)
18 (81,82)
4 (18,18)
Setuju N %
Tidak Setuju N %
Jumlah N %
3 (13,63) 4 (18,19)
22 (100,00) 22 (100,00)
0 (0,00)
22 (100,00)
Sumber: Kuesioner penelitian pertanyaan no 46, 47, 48, 2006
6 7
Wawancara dengan anggota FPG, HSH, tanggal 15 September 2006. Wawancara dengan FPG, HMZA, tanggal 16 September 2006.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
96
Dari Tabel 19 tersebut terkesan bahwa para responden setuju apabila setiap tindakan mereka sebagai anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara harus seizin dan sepengetahuan organisasi induk. Sebagai pribadi mereka menghendaki adanya kebebasan untuk bertindak dan bereaksi terhadap masalah-masalah yang dihadapi dan tuntutan-tuntutan masyarakat yang ada. Akan tetapi terdapat ketidakkonsistenan dari sikap mereka, karena sebaliknya mereka berpendapat bahwa setiap kegiatan mereka harus sejalan dengan organisasi induknya (81,82%). Hal ini justru menekankan bahwa tingkat kedekatan mereka dengan organisasi induk amat kuat, dan sinyalemen bahwa anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara adalah wakil organisasi politik bukan wakil rakyat menjadi kenyataan. Tentu saja hal ini tidak bisa dipisahkan dari sistem pemilihan umum yang kita terapkan (proportional sytem) di mana rakyat tidak memilih secara langsung kandidat partai, tetapi nomor urut dari kandidat suatu partai ditentukan oleh pimpinan partai yang bersangkutan. Sehingga peranan organisasi politik dalam mendudukkan para kandidatnya amat besar. Konsukensi logisnya dapat diterka, bahwa seseorang yang duduk di DPRD Provinsi Sumatera Utara akan merasa berhutang pada partai yang mendudukkannya di DPRD Provinsi Sumatera Utara, ketimbang rakyat yang memilihnya. Setiap tindakan anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara harus sejalan dengan organisasi induk tidak terlepas dari kenyataan bahwa setiap anggota harus menjadi anggota fraksi di DPRD Provinsi Sumatera Utara. Sedangkan fraksi merupakan “Badan Eksekutif” dari organisasi induk di lembaga legislatif. Sebagi kepanjangan
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
97
tangan dari organisasi induknya (DPW/DPD) maka fraksi harus mengikuti kemauan DPW/DPD. Dengan demikian praktis, anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara tidak boleh menyimpang dari kebijaksanaan induk partainya 8 . Apakah kebijakan DPD/DPW menghambat tugas-tugasnya di DPRD? Menurut Rafriandi, amat tergantung kepada anggota DPRD yang bersangkutan. Tergantung kepada kepribadian dari anggota DPRD itu sendiri. Ada anggota yang menganggap bahwa kebijakan itu mutlak dan mereka kemudian menempatkan diri sebagai juru bicara organisasi Ada yang mengolah amanat tersebut, kemudian diolah dan disesuaikan dengan keadaan yang mereka hadapi, sehingga seseorang tersebut masih tetap menyuarakan aspirasi rakyat, tetapi tidak melanggar rambu-rambu yang ada. Ramburambu tersebut bukan sebagai pembatas namun dianggap sebagai pedoman dalam bertindak. Kemampuan seorang anggota DPRD pada dasarnya juga bisa diukur dari kemampuan dalam memadukan antara aspirasi masyarakat dengan rambu-rambu yang ada. Dan hal ini membutuhkan pengalaman, keberanian, komitmen untuk mendefinisikan peran DPRD Provinsi Sumatera Utara secara konkrit. Dan bila terjadi benturan antara rambu-rambu yang diberikan DPD/DPW dengan aspirasi rakyat, maka yang menjadi ukuran adalah kembali ke hati nurani yang bersangkutan. Rafriandi, memilih untuk memenuhi hati nurani dan tuntutan aspirasi rakyat ketimbang dengan rambu-rambu yang ada. Setiap pilihan dalam mengambil keputusan, maka seorang anggota DPRD harus berani mengambil resiko.
8
Wawancara dengan FPAN, RN, tanggal 16 September 2006
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
98
Rambu-rambu yang ditetapkan oleh DPD/DPW, bagi Syamsul Hilal tidak menjadi halangan dan tak pernah membuatnya takut. Ini bisa dilihat dari kasus pembebasan tanah garapan eks PTPN yang ada di Sumatera Utara. Bahwa aktivitas yang dibuatnya tidak dikonsultasikan ke fraksi dan DPD. Ia menuturkan bahwa rambu-rambu dari fraksi dan DPD partai baginya merupakan pembatasan sebagai aktor politik dan sebagai wakil rakyat. Rambu-rambu yang diberikan oleh fraksi dan partainya adalah Pancasila dan UUD 1945 9 . Tabel 20. Pendapat Responden bahwa Setiap Posisi Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Harus Mandiri No. Kategori Jawaban f % 1. Setuju 14 63,63 2. Kurang Setuju 8 36,37 3. Tidak Setuju 0 0,00 Jumlah 22 100,00 Sumber: Kuesioner penelitian pertanyaan no. 49, 2006 Dari Tabel 20 tersebut terlihat bahwa sebagian besar (63,63%) menganggap posisi anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara adalah mandiri. Hal ini disebabkan mereka merasa bahwa apa yang mereka lakukan tidak tergantung pada pihak eksekutif dan mereka bebas memberikan masukan kepada eksekutif. Bagi yang kurang setuju merasakan bahwa sebagai wakil rakyat, maka lingkungan politik yang melingkupi tugas-tugasnya sangat menentukan performance anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara. Ketergantungan anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara terhadap fraksi dan DPW/DPD nya cukup dirasakan, karena betapapun seorang anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara menyuarakan aspirasi atau statemennya, maka pernyataan 9
Wawancara dengan Wakil Ketua FPDI-P, SH, 17 Desember 2006.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
99
tersebut dianggap tidak resmi. Suara resmi adalah suara yang dikeluarkan oleh juru bicara fraksi. Ini menunjukkan bahwa anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara masih belum diakui kemandiriannya. Selain beberapa hal yang “mengikat” anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara dalam bersikap dan bertindak seperti yang telah diuraikan terdahulu, maka ada satu faktor lagi yang dianggap sangat berpengaruh yaitu adanya “recall” atau dengan istilah lain pergantian antar waktu. Tabel 21. Pendapat Responden tentang Recall atau Pergantian Antar Waktu No. Kategori Jawaban f % 1. Setuju 12 54,54 2. Kurang Setuju 8 36,37 3. Tidak Setuju 2 9,09 Jumlah 22 100,00 Sumber: Kuesioner penelitian pertanyaan no. 50, 2006 Dari Tabel 21 tersebut jelas terlihat bahwa kedekatan responden pada partai politik atau organisasi induknya memang tinggi. Mereka umumnya berpendapat setuju dengan adanya recall bagi anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara (54,54%). Karena harus dipahami bahwa yang memegang kunci kebijaksanaan adalah organisasi induknya (Dewan Pengurus Daerah atau Wilayah pada masing-masing partai partai politik) di mana suatu kebijakan akan diteruskan oleh fraksi di DPRD Provinsi Sumatera Utara. Sehingga jika terjadi pelanggaran kebijakan oleh salah seorang anggota (dari fraksi tertentu), maka sanksinya berbentuk recall atau pergantian antar waktu. Hal inilah yang membuat anggota DPRD Provinsi Sumatera
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
100
Utara tidak bisa bersikap dan bertindak bebas sebagai anggota DPRD karena semua langkah-langkah yang diambil harus sesuai dengan jalur kebijakan partai. Hak recall adalah hak partai politik yang punya wakil di DPR untuk menarik kembali anggotanya di lembaga perwakilan teresebut dan menggantinya dengan orang-orang yang memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam peraturan perundangundangan, dengan terlebih dahulu memusyawarahkannya dengan pimpinan lembaga perwakilan yang bersangkutan. Bagi kalangan praktisi, ada dua pandangan yang berbeda mengenai kasus recalling DPRD. Pandangan pertama menyatakan bahwa anggota DPRD lebih merupakan kepanjangan tangan partai politik. Oleh sebab itu, persoalan sekitar pergantian/recalling anggota DPRD merupakan wewenang sepenuuhnya induk organisasi yang bersangkutan. Pandangan kedua, anggota DPRD lebih merupakan aktor politik dan sekaligus wakil rakyat dari sekedar instrumen teknis dari induk organisasinya. Dengan demikian, nasib keanggotaannya tidak sepenuhnya ditentukan oleh induk organisasinya, tetapi tergantung dari ketaatannya terhadap ideologi nasional dan moralitas/kode etik anggota DPRD. Responden yang menyatakan setuju recall memiliki alasan yang berbedabeda. Ada yang menyetujui recall karena memang hal itu sudah diatur dalam Tata Tertib DPRD Provinsi Sumatera Utara. Sepanjang tata tertib ini masih berlaku, maka recall adalah konsekuensi logis dari kehidupan berorganisasi. Dalam kehidupan berorganisasi, setiap orang yang berada dalam organisasi, sehingga bila seorang
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
101
anggota tidak mematuhi atau dianggap melanggar aturan organisasi, maka adalah sah bila anggota tersebut terkena sanksi organisasi yang salah satu bentuknya adalah recall. Recall, bagi responden yang setuju, juga dianggap merupakan bentuk pertanggungjawaban organisasi terhadap masyarakatnya. Karena bagi anggotaanggota yang tidak cakap, atau hanya diam dalam memperjuangkan aspirasi rakyat maka organisasi bisa menarik anggota tersebut. Namun, juga dikatakan bahwa dalam hal mer- recall anggotanya partai haruslah tidak berbuat sewenang-wenang. Partai harus bertindak karena alasan-alasan obyektif bukan karena sebab-sebab subjektif dan karena tekanan dari pihak tertentu. Selain alasan yang obyektif, maka setiap anggota yang di- recall berhak untuk membela dirinya dalam sebuah forum khusus diadakan untuk itu. Di dalam kenyataannya recall tidak menimpa anggota-anggota yang dianggap tidak cakap atau tidak aktif dalam memperjuangkan aspirasi rakyat, namun menimpa pada anggota DPR yang tidak memenuhi kebijakan yang ditetapkan oleh partai politik. Bagi Raden Sayfi’i misalnya, recall masih tetap dibutuhkan karena hal tersebut merupakan konsekuensi logis dari kehidupan organisasi. Dalam kehidupan berorganisasi setiap orang memiliki kebebasan sekaligus keterkaitan dengan aturanaturan organisasi. Apabila seseorang dianggap tidak lagi bisa sejalan dengan organisasi dengan menimbulkan “hambatan” bagi organisasi, maka seseorang tersebut bisa dikeluarkan dari organisasi. Bagi Raden, organisasi fraksi ibarat sebuah
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
102
orkestra yang harus menyanyikan lagu atau musik yang telah disepakati bersama dan telah memiliki aturan-aturan yang telah ditetapkan. Bila salah seorang dari anggota musik tersebut menyimpang dan tidak sejalan dengan aturan dan kesepakatan yang telah ditetaplan maka akan membuat nada musik menjadi “fals”, tidak kompak dan tidak enak untuk didengarkan. Profesi di DPR bukanlah profesi individual, namun adalah profesi dalam bentuk tim. Karena, dalam bentuk tim, dibutuhkan kekompakan. Manuver-manuver individual diperbolehkan sepanjang tidak merusak kekompakkan tim. Oleh karena itulah, dengan pola pemikiran tersebut, Raden mengatakan bahwa recall masih tetap diperlukan 10 . Sedangkan Arifin Nainggolan, setuju recall dengan catatan, kriteria recall harus jelas dan transparan. Recall dilakukan bukan karena desakan oknum tertentu baik karena permasalahan internal partai maupun pihak-pihak lain seperti eksekutif misalnya 11 . Tabel 22. Pendapat Responden tentang Berfungsinya DPRD Provinsi Sumatera Utara No. Kategori Jawaban f % 1. Setuju 10 45,45 2. Kurang Setuju 12 54,55 3. Tidak Setuju 0 0,00 Jumlah 22 100,00 Sumber: Kuesioner penelitian pertanyaan no. 53, 2006. Sebagian besar responden (54,54%) berpendapat bahwa DPRD Provinsi Sumatera Utara belum berfungsi seperti yang diharapkan. Adapun sisanya (45,45%) 10
Wawancara dengan FPBR, RMS, 13 September 2006. RS sebelum menjadi Ketua DPP PBR adalah Ketua Umum DPW PBR Sumatera Utara. Pada saat penulisan Tesis ini masih mengajukan usulan recall kepada salah seorang anggota Fraksi PBR Komisi C Daerah Pemilihan Labuhan Batu, WAD dan masih dalam proses persetujuan pimpinan DPRD Provinsi Sumatera Utara. 11 Wawancara dengan AN, Fraksi Keadilan Sejahtera.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
103
menyatakan DPRD Provinsi Sumatera Utara sudah dapat melaksanakan fungsinya seperti yang diharapkan oleh masyarakat maupun konstitusi (UUD 1945). DPRD Provinsi Sumatera Utara berfungsi karena. Pertama, persepsi anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara tentang tugas dan wewenang yang mereka emban sangat berbeda. Sebagian anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara menganggap bahwa fungsi mereka adalah menyalurkan aspirasi masyarakat. Padahal, fungsi yang sebenarnya adalah tidak
sekedar
menyalurkan
namun
juga
mempengaruhi
pemerintah
dan
memperjuangkan namun juga mempengaruhi pemerintah dan memperjuangkan aspirasi masyarakat yang disampaikan kepada DPRD Provinsi Sumatera Utara. Kedua, motivasi seorang menjadi anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara. Ada yang memiliki motivasi menjadi anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara demi kehormatan dan
prestise.
Ketiga,
kualitas
profesional
dan
kemampuan
yang
kurang
mendukungdan anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara malas untuk meningkatkan kualitas profesional yang dimilikinya. Keempat, alokasi dana yang terbatas untuk melakukan tugas-tugas DPRD Provinsi Sumatera Utara yang berkualitas. Dana yang terbatas ini amat terasa bila anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara dihadapkan pada masalah-masalah di daerah pemilihannya yang bersifat dadakan dan amat serius. Untuk selalu memantau daerah pemilihannya dan kadang dibutuhkan kunjungankunjungan dadakan, maka dibutuhkan dana yang cukup besar. Ini dirasakan oleh anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara terutama dari Kabupaten Nias 12 . Kelima,
12
Wawancara dengan AZ, Wakil Sekretaris FPDIP dari Nias.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
104
kultur politik yang secara riil menganggap bahwa eksekutif lebih penting dan konkrit oleh rakyat, sebagai pihak yang mempengaruhi kehidupan mereka. Seperti yang dipahami bahwa DPRD Provinsi Sumatera Utara melaksanakan beberapa fungsi, antara lain adalah: a. Fungsi legislasi, yaitu bersama-sama dengan Pemerintah Daerah membentuk peraturan daerah; b. Fungsi budgeter, DPRD Provinsi Sumatera Utara bersama-sama Pemerintah Daerah menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; c. Fungsi Pengawasan, yaitu melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah, pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan kebijakan pemerintah. Dari ketiga fungsi tersebut yang dirasakan belum mencapai harapan yang diinginkan bersama adalah fungsi budgeter dan fungsi pengawasan. Fungsi pengawasan yang dilakukan DPRD Provinsi Sumatera Utara lebih bersifat politis, yang bermakna pengawasan dilakukan terhadap berbagai kebijakan pemerintah. Jadi, yang diawasi lebih banyak pada tataran kebijakan pemerintah. Betapapun demikian pengawasan dalam pelaksanaan juga tidak ditinggalkan. Selanjutnya, menarik untuk ditanyakan kepada anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara, apakah pemerintah (eksekutif) dianggap sebagai mitra atau sebagai pihak yang perlu diawasi? Tabel berikut menunjukkan bahwa anggota DPRD
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
105
Provinsi Sumatera Utara yang menganggap pemerintah sebagai cukup besar yakni 40,90%. Untuk lebih jelasnya, dapat dibaca dalam Tabel 23 berikut: Tabel 23. Pendapat Responden tentang Posisi DPRD Provinsi Sumatera Utara No. Kategori Jawaban f % 1. Mitra Pemerintah 9 40,90 2. Pengawas Pemerintah 13 59,10 Jumlah 22 100,00 Sumber: Kuesioner penelitian pertanyaan no. 49, 2006 Anggapan bahwa pemerintah lebih sebagai mitra bisa menimbulkan akibatakibat tertentu. Salah satunya adalah kurang biasanya DPRD Provinsi Sumatera Utara bersifat lugas dalam berhubungan dengan pemerintah. Banyak sekali ungkapanungkapan yang berbau eufemisme, ungkapan-ungkapan yang berupa penghalusan yang bisa menimbulkan makna yang berbeda dari sasaran yang hendak dimaksudkan. Hal tersebut tercermin dalam rumusan-rumusan, kesimpulan-kesimpulan dalam rapat kerja dengan pemerintah. Rumusan yang dihasilkan dengan kata-kata sedemikian rupa, sehingga bisa diterima pemerintah/eksekutif. Kesimpulan dibuat sedemikian rupa agar eksekutif tidak merasa kehilangan muka 13 . Tabel 24. Pendapat Responden tentang Hubungan antara DPRD Provinsi Sumatera Utara dengan Pemerintah Provinsi No. Posisi DPRD Provinsi Sumatera f % Utara 1. Sejajar dengan Pemerintah 8 36,36 2. Eksekutif Lebih Kuat 7 31,82 3. Legislatif Lebih Kuat 7 31,82 Jumlah 22 100,00 Sumber: Kuesioner penelitian pertanyaan no 56, 2006
13
Wawancara dengan Ketua FPG, HSMP
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
106
Posisi DPRD Provinsi Sumatera Utara terhadap pemerintah ternyata lemah menurut beberapa responden. Betapapun, secara formal dan konstitusional posisi DPRD Provinsi Sumatera Utara kuat, namun secara faktual tidaklah demikian. Menurut UUD 1945 kedudukan DPR adalah kuat. DPR tidak dapat dibubarkan oleh Presiden. Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah kedudukan DPRD kuat, di mana atas dasar-dasar tertentu DPRD dapat menurunkan Gubernur. Bahkan Gubernur harus memperhatikan sungguhsungguh suara DPRD. Namun beberapa hal yang dapat menyebabkan DPRD sangat lemah dihadapan pemerintah daerah. Pertama, sikap-sikap anggota DPRD yang tidak pada tempatnya. Dalam rapat kerja atau rapat dengar pendapat kadang muncul permintaan yang tidak proporsional, artinya banyak permintaan-permintaan yang ditujukan untuk kepentingan pribadi anggota dewan misalnya pemberian diskon hotel atau sebagainya. Kedua, eksekutif lebih banyak menguasai data dan informasi. Oleh karena itu, DPRD membutuhkan tim ahli untuk mendukung tugas DPRD Provinsi Sumatera Utara Tim ahli tersebut dibutuhkan agar DPRD Provinsi Sumatera Utara bisa menyajikan data banding, analisis isu yang berkembang dan mampu memilah-milah masalah dan memfokuskan masalah menjadi prioritas. Dalam Tabel 25 akan disajikan mengenai tugas-tugas yang seharusnya diemban oleh DPRD Provinsi Sumatera Utara.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
107
Tabel 25.Pendapat Responden tentang Tugas Utama DPRD Provinsi Sumatera Utara No.
Tugas Utama DPRD
Setuju
Provinsi Sumatera Utara
N %
1.
Membuat Kebijakan
2.
Mewakili Rakyat
3.
Menyelesaikan Konflik dalam Masyarakat
Kurang Setuju N %
21 (95,45) 22 (100,00) 17 (72,27)
1 (4,55) 0 (0,00) 5 (22,73)
Tidak Setuju N %
Jumlah N %
0 (0,00) 0 (0,00) 0 (0,00)
22 (100,00) 22 (100,00) 22 (100,00)
Sumber: Kuesioner penelitian pertanyaan no. 63 a, b, c, d, 2006. Dari tabel 25 tersebut jelas bahwa DPRD Provinsi Sumatera Utara dituntut untuk melakukan beberapa tugas yaitu: membuat kebijakan, mewakili rakyat, mengawasi pemerintah maupun menyelesaikan konflik-konflik yang ada di dalam masyarakat. Tentu saja, membuat kebijakan di sini mempunyai arti yang terbatas, yaitu kebijakan yang bersifat mendasar di daerah seperti peraturan daerah. Sedangkan arti kata mewakili rakyat, memberikan pengertian yang agak rancu. Artinya kita tahu, seperti juga dijelaskan terdahulu bahwa anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara mempunyai posisi yang agak sulit. Di satu sisi dia dipilih oleh rakyat (sebagai perwujudan kedaulatan rakyat) melalui pemilihan umum. Tetapi di sisi lain, pimpinan Partai
Politik
juga
menentukan
posisi
di
dalam daftar
calon
legislatif.
Konsekuensinya sering terjadi tarik ulur antara kepentingan rakyat dengan kepentingan partai politiknya. Selain kedua tugas tersebut, DPRD Provinsi Sumatera Utara dihadapkan berperan besar dalam mengawasi pemerintah. Tugas ini hanya bisa dijalankan apabila semua anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara berprinsip bahwa posisinya sejajar dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Artinya, dengan posisi
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
108
yang sejajar akan memungkinkan DPRD Provinsi Sumatera Utara memiliki posisi tawar menawar yang sama kuat dengan pemerintah. Dengan demikian, kesejajaran posisi tersebutlah, maka tugas DPRD Provinsi Sumatera Utara dalam mengawasi jalannya pemerintahan diharapkan dapat berjalan dengan baik.
4.8. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan, Latar Belakang Pekerjaan, Pengalaman Politik dan Orientasi Politik Dalam bagian ini akan dikaji beberapa hubungan antara tingkat pendidikan, latar belakang pekerjaan, pengalaman politik, dan orientasi yang dimiliki anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara melalui penyajian tabel-tabel silang.
4.8.1. Hubungan Tingkat Pendidikan dan Orientasi Politik Tabel 26. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dan Intensitas Mengurusi MasalahMasalah Provinsi Tingkat Pendidikan Intensitas SLTA Akademi S1 S2 Mengurusi Total N N N N Masalah Provinsi % % % % Rendah 1 0 1 0 2 (100,00) (0,00) (5,88) (0,00) (9,09) Sedang 0 0 6 1 7 (0,00) (0,00) (35,29) (25,00) (31,82) Tinggi 0 0 10 3 13 (0,00) (0,00) (58,83) (75,00) (59,09) Jumlah 1 0 17 4 22 (100,00) (0,00) (100,00) (100,00) (100,00) Sumber: Kuesioner penelitian jawaban pertanyaan no. 7a dan 32b, 2006
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
109
Dari Tabel 26 terlihat bahwa perhatian anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara terhadap masalah-masalah yang berlingkup provinsi cukup tinggi. Tanpa memandang tingkat pendidikannya, 13 anggota DPRD atau 59,09 mengaku 80 – 100% perhatiannya ditujukan untuk mengurusi masalah-masalah provinsi. Sedangkan 7 anggota DPRD atau 31,82% mengaku 40 – 60% perhatiannya ditujukan untuk mengurusi masalah-masalah nasional. Ini berarti, kelompok kedua, yakni 31, 82% mempunyai perhatian yang seimbang terhadap masalah provinsi dan kabupaten/kota maupun masalah nasional. Hanya 2 anggota DPRD atau 9,09% yang mengaku mempunyai perhatian yang rendah terhadap masalah-masalah provinsi dan lebih memperhatikan masalah-masalah di tingkat nasional atau kabupaten/kota. Hal ini dikarenakan,
pada
waktu-waktu
tersebut
daerah
pemilihan
anggota
yang
bersangkutan sedang menghadapi banyak masalah yang membutuhkan perhatian dan keterlibatan mereka. Bila dilihat hubungan antara tingkat pendidikan dengan orientasi anggota DPRD terhadap kepentingan provinsi, maka hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ternyata pendidikan tidak sangat signifikan berhubungan dengan orientasi anggota DPRD terhadap bangsa terutama di provinsi. Kalau kita lihat ternyata 1 orang setingkat sarjana (S1) yang rendah orientasi kepentingan provinsi. Hampir mayoritas yang berpendidikan sarjana S1, S2, S3 yang berorientasi ke kepentingan provinsi. Hanya, 1 orang yang berpendidikan SLTA yang rendah orientasi kepentingan
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
110
provinsi. Ini menunjukkan bahwa tidak begitu signifikan hubungan antara pendidikan dengan orientasi mereka terhadap kepentingan provinsi. Tabel 27. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dan Tingkat Kemandirian dalam Bertindak Tingkat Pendidikan Pendapat tentang Tindakan Harus SLTA Akademi S1 S2 Total Seizin Organisasi N N N N Induk % % % % Setuju 0 0 6 1 7 (00,00) (0,00) (35,29) (25,00) (31,82) Kurang Setuju 1 0 10 1 12 (100,00) (0,00) (58,82) (25,00) (54,55) Tidak Setuju 0 0 1 2 3 (0,00) (0,00) (5,88) (50,00) (13,63) Jumlah 1 0 17 4 22 (100,00) (0,00) (100,00) (100,00) (100,00) Sumber: Kuesioner penelitian jawaban pertanyaan no. 7a dan 46, 2006 Dari Tabel 27 tersebut terlihat bahwa 7 anggota dari 22 orang yang menjadi sampel atau 31,82% mengatakan bahwa segala tindakan atau manuver-manuver politik yang mereka lakukan harus diketahui dan seizin organisasi induknya, baik itu fraksi maupun DPD/DPW. Ini menunjukkan bahwa cukup besar anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara yang kurang berani melakukan tindakan-tindakan kreatif dalam menjalankan tugastugas mereka. Ketergantungan mereka atas “restu” dan izin fraksi maupun DPD/DPW cukup tinggi. Sedangkan anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara yang mengaku kurang setuju bila semua tindakan atau pernyataan-pernyataan baik sidangsidang maupun di media masa harus seizin organisasi induknya sejumlah 12 anggota
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
111
atau 54,55%. Hanya 3 atau 13,63% yang mengaku aktivitas-aktivitasnya tidak perlu seizin organisasi induknya. Bila persepsi ini dihubungkan dengan tingkat pendidikan mereka, maka terlihat bahwa terdapat hubungan, walaupun relatif kecil atau rendah antara tingkat pendidikan mereka dengan persepsi kemandirian mereka. Seperti terlihat di kelompok berpendidikan SLTA menyatakan kurang setuju atas izin yang diberikan oleh organisasi induknya. Di antara kelompok yang berpendidikan sarjana, S1 misalnya, 6 anggota atau 35,29% menyatakan harus seizin organisasi induknya, sedangkan 10 anggota atau 58,82 menyatakan kurang setuju dan bahkan 1 anggota atau 5,88% mengatakan tidak perlu izin. Untuk yang berpendidikan S2 2 orang atau 50,00% yang menyatakan tidak setuju atas izin dari induk organisasi. Artinya, bahwa di kelompok sarjana, terdapat tingkat kemandirian yang lebih tinggi dibanding kelompok yang berpendidikan SMA. Betatapun perbedaan angka tersebut tidak begitu besar, namun keadaan ini menunjukkan bahwa asumsi yang mengatakan seseorang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, akan lebih bebas dalam bertindak, mendekati kebenaran.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
112
Tabel 28. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dan Pendapat Bahwa Tugas Anggota DPRD Harus Sejalan dengan Organisasi Induknya Tingkat Pendidikan Tindakan Harus SLTA Akademi S1 S2 Sejalan dengan Total N N N N Organisasi Induk % % % % Setuju 1 0 14 3 18 (100,00) (0,00) (82,35) (75,00) (81,82) Kurang Setuju 0 0 3 1 4 (00,00) (0,00) (17,65) (25,00) (18,18) Tidak Setuju 0 0 0 0 0 (0,00) (0,00) (0,00) (00,00) (0,00) Jumlah 1 0 17 4 22 (100,00) (0,00) (100,00) (100,00) (100,00) Sumber: Kuesioner penelitian jawaban pertanyaan no. 7a dan 48, 2006 Tabel 28 tersebut masih berhubungan dengan Tabel 27 setelah mengetahui persepsi anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara mengenai izin atau tidak dalam melakukan aktivitas-aktivitasnya, maka persepsi tersebut perlu dipertegas dengan persepsi mereka terhadap kebijakan organisasi. Dalam Tabel 5.21, maka akan terlihat terjadi pergeseran persepsi. Dari 18 anggota DPRD atau 81,82% mengatakan bahwa semua tindakan-tindakan harus sejalan dengan garis kebijakan induk organisasi. Pergeserannya adalah dari 15 anggota yang menyatakan kurang setuju dan tidak setuju bahwa tindakannya tidak perlu seizin organisasi induk (lihat Tabel 5.20), ternyata hanya 4 anggota yang menyatakan bahwa tindakan tersebut kurang setuju agar sejalan dengan kebijakan induk organisasinya. Artinya, ada 11 anggota berpendapat bahwa betapapun tidak perlu izin induk organisasi, namun tindakantindakan mereka harus sejalan dengan organisasi induknya.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
113
Bila dibandingkan antara kelompok berpendidikan SLTA yang 1 anggota atau 100%, dengan yang berpendidikan sarjana atau pascasarjana, maka akan tampak perbedaan sebagai berikut. Kelompok SLTA menyatakan bahwa semua tindakannya harus seizin organisasi induknya. Sedangkan kelompok yang berpendidikan sarjana, ada 3 anggota dari 17 anggota atau 17,65% yang mengatakan bahwa tindakantindakan mereka tidak perlu sejalan dengan organisasi induk, sedangkan yang setuju ada 14 anggota atau 82,35%. Bagi yang berpendidikan pascasarjana ada 3 anggota atau 75,00% yang menyatakan harus sejalan dengan organisasi induk dan 1 anggota atau 25,00% yang menyatakan kurang setuju dengan itu. Ini menunjukkan bahwa ada perbedaan persepsi antara kelompok berpendidikan SLTA dengan sarjana dan pascasarjana. Tabel 29.
Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dan Pendapat tentang Fungsi Utama DPRD Tingkat Pendidikan Pendapat tentang SLTA Akademi S1 S2 Fungsi Utama Total N N N N DPRD % % % % Mitra Pemerintah 0 0 7 2 9 (00,00) (0,00) (41,18) (50,00) (40,90) Pengawas 1 0 10 2 13 Pemerintah (100,00) (0,00) (58,82) (50,00) (59,10) Jumlah 1 0 17 4 22 (100,00) (0,00) (100,00) (100,00) (100,00) Sumber: Kuesioner penelitian pertanyaan no. 7a dan 57, 2006
Dari Tabel 29 terlihat bahwa 13 anggota DPRD atau 59,10 mengatakan bahwa fungsi utama DPRD adalah pengawas pemerintah. Posisi pengawas mengandaikan hubungan antara 2 lembaga tersebut
berjarak.
Sedangkan
sebagai
mitra
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
114
mengandaikan bahwa hubungan tersebut seharusnya serasi. Terdapat 9 anggota atau 40,90% mengatakan bahwa fungsi utama DPRD adalah sebagai mitra pemerintah. Bila pandangan ini dihubungkan dengan tingkat pendidikan anggota DPRD maka akan terlihat bahwa responden yang berpendidikan SLTA berpendapat bahwa fungsi utama DPRD adalah sebagai pengawas pemerintah. Sedangkan kelompok berpendidikan sarjana yang berpendapat bahwa DPRD Provinsi Sumatera Utara sebagai mitra pemerintah sejumlah 7 orang atau 41,18%. Sedangkan 10 anggota atau 58,82% mengatakan bahwa anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara adalah pengawas pemerintah. Untuk kelompok pascasarjana yang berpendapat anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara adalah mitra pemerintah sebanyak 2 anggota atau 50,00% dan angka yang sama juga menyatakan pengawas pemerintah. Di sini letak perbedaan antara kelompok SLTA, sarjana dan pascasarjana. Namun, dari sisi hubungan pendidikan dengan persepsi mereka tentang fungsi utama DPRD, maka akan kelihatan kurang konsisten.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
115
4.8.2. Hubungan Pengalaman Politik dan Orientasi Politik Tabel 30. Hubungan Antara Pengalaman Politik dan Intensitas Menangani Masalah Provinsi Intensitas Pengalaman Politik Menangani <5 5 – 10 11 – 15 16 – 20 Total Masalah N N N N Provinsi % % % % Rendah 1 1 0 0 2 (9,09) (12,50) (0,00) (00,00) (9,09) Sedang 4 2 1 0 7 (36,36) (25,00) (50,00) (00,00) (31,82) Tinggi 6 5 1 1 13 (54,55) (62,50) (50,00) (100,00) (59,09) Jumlah 11 8 2 1 22 (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) Sumber: Kuesioner penelitian jawaban pertanyaan no. 16 dan 32b, 2006 Tabel 30 menunjukkan bahwa sebagian DPRD 13 anggota atau 59,09% sebagian besar waktunya yakni 60 – 100% digunakan untuk mengurusi masalah provinsi. Sedangkan 7 anggota atau 31,82% memiliki perhatian yang seimbang antara masalah provinsi, kabupaten/kota, dan nasional. Hanya 2 anggota yang mengaku kurang memperhatikan masalah provinsi dan lebih berkonsentrasi ke masalah nasional dan daerah pemilihan. Bila orientasi terhadap masalah nasional ini dihubungkan dengan pengalaman politiknya maka akan tergambar sebagai berikut. Sebagian besar anggota DPRD, yakni 54,55% yang mempunyai pengalaman kurang dari 5 tahun menjadi anggota DPRD, memberikan orientasi lebih besar kepada masalah provinsi. Sedangkan yang seimbang antara masalah di daerah pemilihan dan nasional yakni hanya 36,36%.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
116
Adapun anggota DPRD yang memiliki tugas lebih dari 5 tahun sebagian besar waktunya diarahkan untu mengurusi masalah provinsi. Sebagai contoh, untuk anggota DPRD yang masa tugasnya antara 5 – 10 tahun, yakni 2 orang atau 25,00% yang berorientasi seimbang antara provinsi, daerah dan nasional. Sedangkan yang rendah orientasi provinsinya hanya 1 orang. Sisa yang lainnya lebih berorientasi ke masalah provinsi. Agaknya, bagi anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara yang memiliki tugas kurang dari 5 tahun, persoalan daerah atau keterikatan dengan daerah yang memilihnya masih cukupkuat, sehingga perhatian mereka lebih ditujukan ke masalahmasalah yang terjadi di daerah. Tabel 31 berikut menunjukkan bahwa makin lama seseorang bertugas menjadi anggota DPRD, maka akan semakin tinggi perhatiannya terhadap kehidupan untuk kepentingan bangsa atau lebih berorientasi bangsa. Kekecualian adalah, ada anggota DPRD yang lebih berorientasi ke daerah karena pada saat mereka bertugas, masalah di daerah pemilihannya amat menonjol. Begitu juga ada anggota DPRD yang lebih berorientasi ke masalah nasional karena menjadi pengurus DPP dari partai politik sebagai organisasi induknya.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
117
Tabel 31. Hubungan Antara Pengalaman Politik dan Tingkat Kemandirian dalam Bertindak Pendapat tentang Pengalaman Politik Tindakan Harus <5 5 – 10 11 – 15 16 – 20 Total Seizin Organisasi N N N N Induk % % % % Setuju 4 2 1 0 7 (9,09) (12,50) (0,00) (00,00) (31,82) Kurang Setuju 5 5 1 1 12 (36,36) (25,00) (50,00) (00,00) (54,55) Tidak Setuju 2 1 0 0 3 (54,55) (62,50) (50,00) (100,00) (13,63) Jumlah 11 8 2 1 22 (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) Sumber: Kuesioner penelitian jawaban pertanyaan no. 16 dan 46, 2006 Dalam Tabel 31 tersebut tampak bahwa sebagian besar anggota DPRD kurang setuju bila setiap tindakan mereka harus seizin organisasi induk. Tercatat 12 anggota atau 54,55% yang menyatakan kurang setuju. Ini merupakan persentase yang paling besar. Sedangkan yang secara tegas mengatakan tidak setuju hanya 3 anggota atau 13,63%. Sisanya, yakni 17 anggota atau 31,82% menyatakan setuju bila setiap tindakan mereka harus seizin dari organisasi induk. Kenyataan ini menunjukkan bahwa masih banyak anggota DPRD yang kaku dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai wakil rakyat. Bila diharuskan minta izin ini dikaitkan dengan pengalaman para anggota DPRD, maka akan dalam Tabel tersebut bahwa pengalaman anggota DPRD dalam menjalankan tugas-tugasnya tidak ada kaitannya dengan sikap mereka mengenai keharusan izin bila melakukan kegiatan dalam rangka tugasnya.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
118
Tabel 32. Hubungan Antara Pengalaman Politik dan Pendapat Bahwa Tindakan Anggota DPRD Harus Sejalan dengan Organisasi Induk Pendapat Pengalaman Politik tentang <5 5 – 10 11 – 15 16 – 20 Tindakan Harus N N N N Total Sejalan % % % % Organisasi Induk Setuju 9 7 1 1 18 (81,82) (87,50) (50,00) (100,00) (81,82) Kurang Setuju 2 1 1 0 4 (18,18) (12,50) (50,00) (00,00) (18,18) Tidak Setuju 0 0 0 0 0 (00,00) (00,00) (00,00) (100,00) (00,00) Jumlah 11 8 2 1 22 (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) Sumber: Kuesioner penelitian jawaban pertanyaan no. 16 dan 48, 2006 Tabel 32 memperlihatkan nuansa sikap yang ditunjukkan oleh para anggota DPRD. Betapapun sebagian besar mereka kurang setuju adanya keharusan minta izin bila melakukan tugas-tugasnya, seperti tampak dalam Tabel 5.24, namun ternyata mereka tetap bertindak dalam kerangka kebijakan organisasi induk, baik itu DPD/DPW maupun fraksinya masing-masing. Seperti terlihat bahwa 18 anggota atau 81,82% setuju bila semua tindakan yang dilakukan oleh para anggota DPRD harus sejalan dengan kebijakan organisasi induknya. Sikap-sikap ini ternyata juga tidak ada kaitannya dengan pengalaman yang dimiliki oleh para anggota DPRD
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
119
Tabel 33. Hubungan Antara Pengalaman Politik dan Pendapat tentang Fungsi Utama DPRD Pengalaman Politik Pendapat <5 5 – 10 11 – 15 16 – 20 tentang Fungsi Total N N N N Utama DPRD % % % % Mitra 4 3 1 1 9 Pemerintah (36,36) (37,50) (50,00) (100,00) (40,90) Pengawas 7 5 1 0 13 Pemerintah (63,64) (62,50) (50,00) (00,00) (59,10) Jumlah 11 8 2 1 22 (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) Sumber: kuesioner penelitian jawaban pertanyaan no. 16 dan 57, 2006 Tabel 33 menunjukkan persepsi anggota DPRD mengenai posisi mereka terhadap pemerintah, yakni apakah sebagai mitra atau pengawas pemerintah. Sebagian besar, yakni 13 anggota aatu 59,10% menyatakan bahwa DPRD merupakan pengawas pemerintah daerah, sedangkan 9 anggota atau 40,90% mengatakan DPRD merupakan mitra pemerintah. Bila sikap ini dihubungkan dengan pengalaman yang dimiliki oleh anggota DPRD, maka dapat dikatakan bahwa sikap yang diambil oleh para anggota DPRD tersebut tidak ada hubungannya dengan pengalaman mereka.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
120
4.8.3. Hubungan Latar Belakang Pekerjaan dengan Orientasi Politik Tabel 34. Hubungan Antara Latar Belakang Pekerjaan dengan Intensitas Mengurusi Masalah-Masalah Provinsi Intensitas Latar Belakang Pekerjaan Mengurusi Pengusaha Birokrat Intelektual Lainnya Total Masalah N N N N Nasional % % % % Rendah 1 0 0 1 2 (12,50) (00,00) (00,00) (33,33) (9,09) Sedang 2 0 3 2 7 (25,00) (00,00) (30,00) (66,67) (31,82) Tinggi 5 1 7 0 13 (62,50) (100,00) (70,00) (00,00) (59,09) Jumlah 8 1 10 3 22 (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) Sumber: Kuesioner penelitian jawaban pertanyaan no. 24 dan 32b, 2006 Tabel 34 menunjukkan hubungan latar belakang pekerjaan seorang anggota DPRD dengan orientasi mereka terhadap masalah nasional/bangsa. Anggota DPRD yang mempunyai latar belakang sebagai pengusaha tercatat 5 orang, sebagian besar dari mereka yakni 5 anggota (62,50%) memiliki orientasi kepada masalah provinsi yang cukup tinggi. Satu-satunya birokrat dalam sampel penelitian ini memiliki orientasi yang ditujukan kepada urusan provinsi. Sedangkan kelompok intelektual, 70,00% memiliki orientasi yang ditujukan kepada provinsi yang cukup tinggi. Dari ketiga kelompok tersebut, yang sebagian besar anggotanya memiliki orientasi kepada persoalan provinsi adalah kelompok intelektual dan pengusaha.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
121
Tabel 35. Hubungan Antara Latar Belakang Pekerjaan dengan Tingkat Kemandirian dalam Bertindak Pendapat Latar Belakang Pekerjaan tentang Pengusaha Birokrat Intelektual Lainnya Tindakan harus N N N N Total Seizin % % % % Organisasi Induk Setuju 2 1 3 1 7 (25,50) (100,00) (30,00) (33,33) (31,82) Kurang Setuju 5 0 6 1 12 (62,50) (00,00) (60,00) (33,33) (54,55) Tidak Setuju 1 0 1 1 3 (12,50) (00,00) (10,00) (33,33) (13,63) Jumlah 8 1 10 3 22 (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) Sumber: Kuesioner penelitian jawaban pertanyaan no. 24 dan 46, 2006 Tabel 35 menunjukkan hubungan antara latar belakang pekerjaan dengan sikap kemandirian mereka dalam menjalankan tugas-tugas. Kelompok anggota DPRD yang berlatar belakang pekerjaan pengusaha sebanyak 2 orang atau 25,50% memiliki sikap setuju. Sedangkan 62,50% menyatakan kurang setuju dan 12,50% menyatakan tidak setuju. Pola yang paling jelas terlihat di dalam kelompok anggota DPRD yang berlatar belakang sebagai intelektual/budayawan/ seniman/pers. Sebagian besar mengatakan kurang setuju dan tidak setuju.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
122
Tabel 36. Hubungan Antara Latar Belakang Pekerjaan dengan Pendapat Bahwa Tindakan Anggota DPRD Harus Sejalan dengan Organisasi Induk Pendapat tentang Latar Belakang Pekerjaan Tindakan harus Pengusaha Birokrat Intelektual Lainnya Total Sejalan N N N N Organisasi Induk % % % % Setuju 6 1 9 2 18 (25,50) (100,00) (30,00) (33,33) (81,82) Kurang Setuju 2 0 1 1 4 (62,50) (00,00) (60,00) (33,33) (18,18) Tidak Setuju 0 0 0 0 0 (00,00) (00,00) (00,00) (00,00) (13,63) Jumlah 8 1 10 3 22 (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) Sumber: Kuesioner penelitian jawaban pertanyaan no. 24 dan 48, 2006 Dalam Tabel 36 terlihat bahwa kelompok anggota DPRD yang berlatar belakang pegusaha sebagian besar menyatakan bahwa 6 anggota atau 25,50% tindakan anggota DPRD sebaiknya sejalan dengan kebijakan organisasi induk. Keadaan ini tidak berbeda jauh dengan kelompok lain yakni kelompok anggota DPRD yang berlatar belakang birokrat maupun intelektual. Ini berarti, tidak ada hubungan antara latar belakang pekerjaan seorang anggota DPRD terhadap kepatuhan mereka menuruti kebijakan organisasi induk.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
123
Tabel 37. Hubungan Antara Latar Belakang Pekerjaan dengan Pendapat tentang Fungsi Utama DPRD Latar Belakang Pekerjaan Pendapat Pengusaha Birokrat Intelektual Lainnya tentang Fungsi Total N N N N Utama DPRD % % % % Mitra 3 1 4 1 9 Pemerintah (37,50) (100,00) (40,00) (33,33) (40,90) Pengawas 5 0 6 2 13 Pemerintah (62,50) (00,00) (60,00) (66,67) (59,10) Jumlah 8 1 10 3 22 (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) Sumber: Kuesioner penelitian jawaban pertanyaan no. 24 dan 58, 2006 Dalam Tabel 37 terlihat bahwa kelompok anggota DPRD yang berlatar belakang pengusaha dan intelektual lebih menganggap posisi DPRD sebagai pengawas pemerintah ketimbang mitra pemerintah. Hal ini terjadi karena kelompok anggota DPRD yang berlatar belakang birokrat masih berorientasi kepada eksekutif.
4.8.4. Hubungan Fraksi dengan Orientasi Politik Tabel 38. Hubungan Fraksi dan Intensitas Mengenai Masalah Provinsi Intensitas Menangani Masalah Nasional Rendah Sedang Tinggi Jumlah
FPG N %
FPDIP N % 1 0 (20,00) (00,00) 2 1 (40,00) (33,33) 2 2 (40,00) (66,67)
FPPP N % 0 (00,00) 1 (33,33) 2 (66,67)
Fraksi FPAN FKS N N % % 0 0 0 (00,00) (00,00) (00,00) 1 0 1 (33,33) (00,00) (50,00) 2 2 1 (66,67) (100,00) (50,00) FPD N %
FPDS FBR FG Total N N N % % % 1 0 0 2 (50,00) (00,00) (00,00) (9,09) 1 0 0 7 (50,00) (00,00) (00,00) (31,80) 0 1 1 13 (00,00) (100,00) (100,00) (59,09)
5 3 3 3 2 2 2 1 1 22 (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00)
Sumber: Kuesioner penelitian jawaban pertanyaan no.2 dan 32b, 2006
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
124
Tabel 38 menunjukkan hubungan antara asal partai politik ataupun asal fraksi seorang anggota DPRD dengan orientasi politik mereka terhadap masalah tingkat provinsi dan daerah kabupaten/kota. Dalam tabel tersebut terlihat bahwa orientasi anggota FPG sebagian besar ditujukan ke masalah-masalah provinsi yang berkaitan dengan bangsa/nasional hanya 2 orang yang memiliki orientasi sedang dan hanya 1 anggota yang berorientasi kepada masalah-masalah di daerah pemilihannya. Sedangkan FPP, FPDIP, dan FPAN yang dijadikan sampel berorientasi tinggi untuk masalah-masalah provinsi. Sedangkan fraksi-fraksi yang lain seperti FPDS yang berorientasi kepada daerah pemilihan sebanyak 1 anggota dan yang sedang sebanyak 1 anggota. Dari data tersebut, terdapat perbedaan intensitas antara anggota DPRD berdasarkan partai politik ataupun fraksinya. Ternyata intensitas dari fraksi-fraksi baru yang muncul dalam Pemilu 2004, khusunya untuk memaknai dinamika politik lokal tidak begitu cukup baik. Mengingat bahwa sebagian besar responden memiliki orientasi provinsi yang berhubungan dengan masalah-masalah kebangsaan. Tabel 39. Hubungan Antara Fraksi dan Tingkat Kemandirian dalam Bertindak Tindakan Harus Seizin Organisasi Induk Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Jumlah
FPG N %
FPDIP N % 1 1 (20,00) (33,33) 3 2 (60,00) (66,67) 0 1 (20,00) (00,00)
FPPP N %
FPD N %
Fraksi FPAN N %
FKS N %
2 1 0 0 (66,67) (33,33) (00,00) (00,00) 1 2 2 1 (33,33) (66,67) (100,00) (50,00) 0 0 0 1 (00,00) (66,67) (00,00) (50,00)
FPDS FBR FG Total N N N % % % 0 1 1 7 (50,00) (100,00)(100,00) (3,52) 1 0 0 12 (50,00) (00,00) (00,00) (54,55) 1 0 0 3 (00,00) (00,00) (00,00) (13,63)
5 3 3 3 2 2 2 1 1 22 (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00)
Sumber: Kuesioner penelitian jawaban pertanyaan no.2 dan 46b, 2006
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
125
Tabel 39 menunjukkan hubungan antara asal partai politik atau fraksi seorang anggota DPRD dengan sikap/kemandirian mereka mengenai keharusan izin dalam menjalankan tugas-tugas mereka. Dari Tabel tersebut terlihat sikap diantara fraksifraksi tersebut kurang begitu kelihatan. Msing-masing anggota fraksi betapapun persentasenya yang berbeda, memiliki kecenderungan kurang setuju bila semua atau tindakan mereka dalam menjalankan tugas-tugas harus seizin organisasi induk. Sebab sikap organisasi induk terlalu kaku, akan mengurangi daya kreativitas anggota masing-masing organisasi sosial politik tersebut. Tabel 40. Hubungan Antara Fraksi dan Pendapat Bahwa Tugas Anggota DPRD Harus Sejalan dengan Organisasi Induk Tindakan Harus Sejalan Organisasi Induk Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Jumlah
FPG N %
FPDIP N % 4 2 (80,00) (66,67) 1 1 (20,00) (33,33) 0 0 (00,00) (00,00)
FPPP N %
FPD N %
2 3 (66,67)(100,00) 1 0 (33,33) (00,00) 0 0 (00,00) (00,00)
Fraksi FPAN FKS FPDS FBR FG Total N N N N N % % % % % 1 2 2 1 1 18 (50,00) (100,00) (100,00)(100,00)(100,00) (81,82) 1 0 0 0 0 4 (50,00) (50,00) (50,00) (00,00) (00,00) (22,09) 0 0 0 0 0 0 (00,00) (00,00) (00,00) (00,00) (00,00) (00,00)
5 3 3 3 2 2 2 1 1 22 (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00)
Sumber: Kuesioner penelitian jawaban pertanyaan no.2 dan 48, 2006 Tabel 40 menunjukkan bahwa betapapun anggota DPRD masing-masing fraksi kurang setuju bila setiap tindakan harus seizin partai induknya, namun mayoritas mereka berpendapat bahwa semua atau setiap tindakan mereka sebaiknya sejalan dengan rambu-rambu yang ditetapkan oleh Dewan Pengurus Daerah atau Dewan Pengurus Wilayah masing-masing partai politiknya. Hanya ada 4 anggota dari
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
126
FPG, FPDIP, FPPP dan FPAN yang menunjukkan siakap agak longgar mengenai masalah ini. Tabel 41. Hubungan Antara Fraksi dan Pendapat tentang Fungsi Utama DPRD Pendapat tentang Fungsi Utama DPRD Mitra Pemerintah Pengawas Pemerintah Jumlah
Fraksi FPDIP FPPP FPD FPAN FKS FPDS FBR FG Total N N N N N N N N % % % % % % % % 2 1 1 1 1 1 1 0 1 9 (20,00) (33,33) (33,33) (33,33) (50,00) (50,00) (50,00) (00,00)(100,00) (40,90) 3 2 2 2 1 1 1 1 0 13 (40,00) (66,67) (66,67) (66,67) (50,00) (50,00) (50,00) (100,00) (00,00) (59,10) FPG N %
5 3 3 3 2 2 2 1 1 22 (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00)
Sumber: Kuesioner penelitian jawaban pertanyaan no.2 dan 57, 2006 Tabel 41 menunjukkan hubungan antara asal partai politik atau fraksi dengan pendapat mengenai fungsi utama DPRD Provinsi Sumatera Utara. Dari Tabel tersebut nampak bahwa FPDIP menganggap bahwa posisi DPRD adalah sebagai pengawas pemerintah. Anggota FPDIP yang menganggap DPRD sebagai mitra pemerintah lebih sedikit dari para yang menganggap bahwa DPRD sebagai pengawas pemerintah. Pendapat ini tentu saja berkaitan dengan Gubernur Provinsi Sumatera yang juga berasal dari PDI-P, namun dalam anggapan anggota DPRD, yang berjumlah 2 orang atau (66,67%) fungsi pengawasan terhadap pemerintah perlu dilakukan. Artinya bahwa ada anggota FPDIP melakukan kreativitas politik yang tidak selalu berhubungan dengan arahan partai atau fraksi. Begitu jug dengan anggota-anggota DPRD dari FPG, FPAN, dan FPD dari jawaban responden menyatakan bahwa DPRD sebaiknya menerapkan fungsi pengawasan kepada pemerintah ketimbang sebagai mitra. Sehingga Tabel 5.34
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
127
tersebut menunjukkan bahwa sedikit keterkaitan antara asal partai politik dengan orientasi mereka mengenai posisi DPRD.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
DAFTAR PUSTAKA
Ala, Andre, Bayo, (7-8 Agustus 2004), Menuju Suatu Badan Legislatif Independen, Makalah Seminar Nasional AIPI, Jakarta. Alfian & Nazaruddin Syamsuddin, 1991, Profil Budaya Politik Indonesia, Jakarta, Grafiti. Alfian, 1996, Masalah dan Prospek Demokrasi di Indonesia, Jakarta, Gramedia. Alhumami, Amich, (18 Februari 2003) Fungsionalisasi DPR dan Masyarakat Over Load, Kompas. Almond, Gabriel & Sidney Verba, 1996, Budaya Politik, Tingkah Laku, Pola dan Demokrasi di Lima Negara, Jakarta, Bina Aksara. Amal, Ichlasul & Rizal Panggabean, (2003), Fungsi Legislatif dalam Sistem Politik Indonesia, Malakah Seminar. Asshiddiqie, Jimly, Pergumulan, 1996, Peran Pemerintah dan Parelemen dalam Sejarah: Telaah Perbandingan Konstitusi Berbagai Negara, Jakarta, UI Press. Birch, AH, (1971), Representation, United States of America: Preager Publishers Inc. Boboy, Max, 1984, DPR-RI: Dalam Perspektif, Sejarah, dan Tata Negara, Jakarta, Sinar Harapan. Budiardjo, Meriam, 1983, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta, Gramedia, ________, 1994, Demokrasi di Indonesia, Demokrasi Parlementer, dan Demokrasi Pancasila, Jakarta, Gramedia. Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Laporan Kajian, (2001), Kemampuan Politik Lokal untuk Pelaksanaan Otonomi Daerah di Sembilan Propinsi yaitu Propinsi Riau, Propinsi Kalimantan Timur, Propinsi Sumatera Selatan, Propinsi Jawa Barat, Propinsi Jawa Tengah, Propinsi Jawa Timur, Propinsi D.I. Yogyakarta, Propinsi Sulawesi Utara dan Propinsi Nusa Tenggara Timur .
130
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
131
Cipto, Bambang, Dewan Perwakilan Rakyat, dalam Era Pemerintahan MedelIndustrial, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995. Cord, Robert, L., et.al., (1985) Political Science an Introduction, New Jersey: Prentice-Hall., Englewood Cliffs. Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Sumatera Utara, Kiprah Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005, tanpa tahun dan penerbit. Eulau, Heinz, 1963, The Behavioral Persuassion in Politics, New York, Stanford University. Evalusi 100 Hari DPR dan DPD, Kinerja Belum Maksimal, Wakil daerah Belum Maksimal, Litbang Kompas, 10 Januari 2005. Haris, Syamsuddin, 1991, PPP dan Politik Orde Baru, Jakarta: Gramedia. Hawkesworth, Mary and Maurice Kohan, 1992, Encyclopedia of Government and Politics, London: Routledge. Hayes, Michel, T., 1981. Lobbys and Legislators: A Theory of Political Marketing, New Jersey, Rutgers University Press. Hogan, James, 1985, Election and Representation, Dublin. Jewell, Malcolm, E., (1982) Representation in State Legislator, United States: The University Press of Kentucky. Jewell, Malcolm, E., and Samuel C. Patterson, (1979) The Legislative Process in the United States, Random House, New York. Kantaprawira, Rusadi, 1980, Sistem Politik di Indonesia, Suatu Model Pengantar, Bandung: Sinar Baru. Kusnardi, Mochammad dan Harmaili Ibrahim, 1980, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta, Pusat Studi Hukum Tata Negara FHUI. Laporan Lapangan Social Monitoring and Early Response Unit (SMERU) pada http://www.SMERU.or.id
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
132
Mahendra, Yusril, Ihza, 1996, Dinamika Tatanegara Indonesia: Komplikasi Aktual Konstitusi Dewan Perwakilan dan Sistem Kepartaian, Jakarta: Gema Insani Press. Marbun, B.N., (1992), DPR RI: Pertumbuhan dan Cara Kerjanya, Jakarta, Gramedia. Mas’oed, Mohtar dan Colin Mac. Andrews, 1990, Perbandingan Sistem Politik, Yogyakarta, Gajah Mada University Press. Mayo, Henry, B., 1960, An Introduction to Democratic Theory, New York: Oxford University Press. Polontalo, Sahroel, 2003, Penyambung Suara Rakyat: Profil Terpilih DPR-RI, Jakarta: Nias. Ranney, Austin, The Governing of Man, (1966), New York: Holt, Rinehart and Winston, Inc. Rauf, Maswadi, “Masalah Pencalonan dalam Pemilu”, Makalah Evaluasi Pemilu, Lab. Politik UI, 2003. Sanit, Arbi, (1985), Perwakilan Politik di Indonesia, Jakarta: Rajawali Press. Saragih, Bintan, R., (1983) Sistem Pemerintahan dan Lembaga Perwakilan di Indonesia, Jakarta, Perintis Press.
Surat Kabar Kompas, 18 Februari 2003 Media Indonesia, 10 Mei 2003 Kompas, 10 Januari 2006 Kompas, 25 Maret 2006
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.