Serambi Akademica, Vol. III, No. 2, November 2015
ISSN : 2337 - 8085
GAMBARAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG TERAPI PSIKORELIGIUS PADA PASIEN GANGGUAN JIWA DI BLUD RUMAH SAKIT JIWA ACEH Hasnadi1, Ryan Indrawan2, Mahlil Putra3 1,2,3) AKPER Tgk. Fakinah Banda Aceh Email:
[email protected] ABSTRAK Perkembangan terapi di dunia kesehatan sudah berkembang kearah pendekatan psikoreligious. Dari berbagai penelitian ternyata tingkat keimanan seseorang berhubungan erat dengan kesehatan dan daya tahan tubuh dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan stressor psikososial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan perawat tentang terapi psikoreligius pada pasien gangguan jiwa di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Aceh Tahun 2014. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan populasi seluruh perawat pelaksana yang ada di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Aceh yang berjumlah 145 orang yang hanya bertugas di 15 ruangan. Perhitungan sampel mengunakan rumus slovin sehingga diperoleh sampel 59 orang perawat. Pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental sampling . Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden mempunyai pengetahuan tinggi tentang terapi psikoreligius pada pasien gangguan jiwa di BLUD Rumah Sakit Jiwa Aceh. Sebagian besar responden mempunyai pengetahuan tinggi tentang pengertian terapi psikoreligius sebanyak 32 orang (54,2%), sebagian besar responden mempunyai pengetahuan tinggi tentang tujuan terapi psikoreligius sebanyak 36 orang (61,01%), sebagian besar responden mempunyai pengetahuan tinggi tentang manfaat terapi psikoreligius sebanyak 37 orang (62,7%), sebagian besar responden mempunyai pengetahuan tinggi tentang unsur-unsur terapi psikoreligius sebanyak 38 orang (64,4%) di BLUD Rumah Sakit Jiwa Aceh. Diharapkan kepada Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Aceh dapat menetapkan kebijakan dalam bentuk SOP mempertahankan pengetahuan bagi perawat, serta menerapkan terapi psikoreligius. Kata Kunci
: Pengetahuan, Perawat dan Terapi Psikoreligius
PENDAHULUAN Kesehatan Jiwa adalah bagian internal dari upaya kesehatan yang bertujuan menciptakan perkembangan jiwa yang sehat secara optimal baik intelektual maupun emosional. Menurut Yosep (2007), masalah kesehatan jiwa mempunyai lingkup yang sangat luas dan kompleks serta saling berhubungan satu dengan lainnya. Apabila individu tidak mampu mempertahankan keseimbangan atau mempertahankan kondisi mental yang sejahtera, maka individu tersebut akan mengalami gangguan, dan apabila gangguan tersebut secara psikologis maka akan mengakibatkan individu mengalami gangguan jiwa. Dalam masyarakat umum skizofrenia tedapat 0,2–0.8 % dan retardasi mental 1–3 % WHO melaporkan bahwa 5–15 % dari anak-anak antara 3–15 tahun mengalami gangguan jiwa yang persistent dan mengganggu hubungan sosial. Bila kira–kira 40 % penduduk negara kita ialah anak–anak di bawah 15 tahun (di negara yang sudah berkembang kira–kira 25 %), dapat digambarkan besarnya masalah (ambil 5 % dari 40% dari katakan saja 120 juta penduduk, maka di negara kita terdapat kira–kira 2.400.000 orang anak yang mengalami gangguan jiwa (WHO, 2001) 237
Hasnadi, Ryan Indrawan, Mahlil Putra Diperkirakan 26 juta jiwa penduduk Indonesia menderita gangguan jiwa, 13,2 juta diantaranya mengalami depresi (WHO, 2006). Kondisi untuk menimalisi komplikasi atau dampak dari gangguan jiwa membutuhkan peran perawat yang optimal dan cermat untuk melakukan pendekatan dan membantu klien untuk memecahkan masalah yang dihadapinya dengan memberikan penatalaksaan untuk mengatasi gannguan jiwa. Penatalaksaan yang diberikan antara lain meliputi farmakologis dan nonfarmakologis. Penatalaksanaan farmakologis antara lain dengan memberikan obat-obatan antipsikotik. Adapun penatalaksanaan nonfarmakologis dari halusinasi dapat meliputi pemberian terapi-terapi antara lain terapi modalitas (Direja, 2011). Saat ini perkembangan Terapi di dunia kesehatan sudah berkembang ke arah pendekatan keagamaan (psikoreligius). Salah satu bentuk terapi spiritual atau terapi religius ini antara lain terapi shalat dan zikir. Dalam Terapi Shalat ini semua gerakan, sikap dan prilaku dalam Shalat dapat melemaskan otot yang kaku, mengendorkan tegangan sistem syaraf, menata dan menkonstruksi persendian tubuh, sehingga mampu mengurangi dampak positif terhadap kesehatan-kesehatan syaraf dan tubuh jika zikir yang dilafalkan secara baik dan benar sesuai aturan dalam ilmu tajwid dan dipahami, dihayati maknanya disertai dengan kesungguhan (Hasan, 2008). Berdasarkan data yang ada di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Aceh Tahun 2014, jumlah petugas yaitu 179 orang yang terdiri dari 15 ruangan. Sementara jumlah perawat pelaksana yang ada berjumlah 145 orang dan kepala ruang dan wakil ruang serta administrasi berjumlah 26 orang. (Diklat BLUD Rumah Sakit Jiwa, 2014) Hasil wawancara dengan 7 orang perawat mengatakan bahwa, 5 orang perawat mengatakan tidak menerapkan terapi psikoreligius kepada pasien dikarenakan sudah diterapkan terapi aktivitas kelompok, sementara 2 orang perawat lainnya mengatakan sudah menerapkan terapi psikoreligius pada pasien gangguan jiwa setiap hari Jum’at pagi. Tujuan diterapkannnya terapi psikoreligius pada pasien gangguan jiwa dikarenakan untuk membantu pasien untuk mendekatkan diri kepada Allah, sehingga pasien tersebut perlahan-lahan akan sadar, serta bisa sembuh dari gangguan jiwa tersebut. Dari latar belakang maslah di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji dan membuktikan secara ilmiah tentang “Gambaran pengetahuan perawat tentang terapi psikoreligius pada pasien gangguan jiwa di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Aceh”. KAJIAN PUSTAKA Konsep Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasul penginderaan manusia terhadap objek melalui indera yang dimilikinya. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui, kepandaian (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rogers (Notoadmodjo, 2003), bahwa sebelum orang mengadopsi tahapan pengetahuan dalam diri orang tersebut terjadi adalah sebagai berikut : 1. Knowledge (pengetahuan), yakni orang tersebut mengetahui dan memahami akan adanya sesuatu perubahan baru. 2. Persuasion (kepercayaan), yakni orang mulai percaya dan membentuk sikap terhadap perubahan tersebut. 3. Decision (keputusan), yakni orang mulai membuat suatu pilihan untuk mengadopsi atau menolak perubahan tersebut. 4. Implementation (pelaksanaan), orang mulai mererapkan perubahan tersebut dalam dirinya. 5. Confirmation (penegasan), orang tersebut mencari penegasan kembali terhadap perubahan yang telah diterapkannya, dan boleh merubah keputusannya apabila perubahan tersebut berlawanan dengan hal yang diinginkannya. 238
Serambi Akademica, Vol. III, No. 2, November 2015
ISSN : 2337 - 8085
Menurut Bloom dalam Notoatmodjo (2003), pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu: Tahu (know), Memahami (comprehension), Aplikasi (application), Analisis (analysis), Sintesis (synthesis) dan Evaluasi (evaluation). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya suatu tindakan seseorang (overt behavior). Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang dasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah sebagai berikut: 1. Umur. Umur merupakan periode penyesuaian terhadap pola-pola kehidupan baru, pada masa ini merupakan usia produktif, masa bermasalah, masa ketrampilan, sosial, masa komitmen, masa ketergantungan, masa perubahan nilai, masa penyesuaian dengan hidup baru, masa kreatif. 2. Pendidikan. Pendidikan adalah proses pertumbuhan seluruh pengetahuan perilaku pengajaran, sehingga pendidikan itu perlu mempertimbangkan umur (proses perkembangan) dan hubungan dengan proses belajar, tingkat pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih mudah menerima ideide dan teknologi yang baru. 3. Informasi. Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacammacam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. 4. Pengalaman, sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. 5. Pekerjaan, adalah aktifitas yang dilakukan sehari-hari. Pekerjaan memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas manusia, pekerjaan membatasi kesenjangan antara informasi kesehatan dan praktek yang memotivasi seseorang untuk memperoleh informasi dan berbuat sesuatu untuk menghindari masalah kesehatan. Pengertian Perawat Perawat pelaksana adalah seorang tenaga kesehatan yang bertanggung jawab dan diberikan wewenang untuk memberikan pelayanan keperawatan pada instansi kesehatan di tempat atau ruang dia bekerja. Perawat sebagi pelaksana juga dapat diartikan pelaksana peran perawat yang menyangkut pemberian pelayanan kesehatan kepada individu, keluarga, atau mayarakat berupa asuhan keperawatan yang komprehensif meliputi asuhan pencegahan pada tingkat satu, dua atau tiga, baik langsung maupun tidak langsung. Tindakan langsung berarti tindakan yang ditanagani sendiri oleh perawat yang menemukan masalah kesehatan klien. Sedangkan tindakan langsung atau yang disebut juga delegasi tindakannya diserahkan kepada orang lain atau perawat lain yang dapat dipercaya untuk melakukan tindakan keperawatan klien (Efendi, 2001). Peran perawat pelaksana dapat ditunjukkan dengan memberikan pelayanan kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok atau masyarakat berupa asuhan keperawatan yang komprehensif meliputi pemberian asuhan pencegahan pada tingkat 1, 2 atau 3 baik direct maupun indirect (Efendi, 2009) Pengertian Terapi Psikoreligius Terapi psikoreligius merupakan suatu pengobatan dalam praktek keperawatan khususnya keperawatan jiwa yang menggunakan pendekatan keagamaan antara lain doa-doa, 239
Hasnadi, Ryan Indrawan, Mahlil Putra dzikir, ceramah keagamaan, dan lain-lain untuk meningkatkan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan yang merupakan stressor psikososial guna peningkatan integrasi kesehatan jiwa (Ilham A, 2008). Pengertian terapi spiritual atau terapi religius adalah sebuah terapi dengan pendekatan terhadap kepercayaan yang dianut oleh klien, pendekatan ini dilakukan oleh seorang pemuka agama dengan cara memberikan pencerahan, kegiatan ini dilakukan minimal 1 kali seminggu untuk semua klien dan setiap hari untuk pasien. Terapi spiritual berbeda dengan berdoa, doa tersebut ditiupkan disebuah gelas berisi air minum kemudian meminta klien meminum air tersebut, meskipun sama-sama menggunakan sebuah perilaku dalam sebuah agama atau kepercayaan tetapi akan sangat berbeda dengan Terapi spiritual (Rosyidi I, 2009). Tujuan Terapi Psikoreligius Tujuan terapi psikoreligius untuk memperdalam komitmen agama seorang telah menunjukan taraf kesehatan jiwanya. Terapi keagamaan (intervensi religi) pada kasus kasus gangguan jiwa ternyata juga membawa manfaat. Misalnya angka rawat inap pada klien skizofrenia yang mengikuti kegiatan keagamaan lebih rendah bila dibandingkan dengan merka yang tidak mengikutinya (Yosep, 2007). Manfaat Terapi Psikoreligius Menurut Darajat (Yosep, 2007), perasaan berdosa merupakan factor-faktor penyebab gangguan jiwa yang berkaitan dengan penyakit -penyakit psikosomatik. Hal ini di akibatkan karena seseorang merasa dosa yang tidak bisa terlepas dari perasaan tersebut kemudian menghukum dirinya. Bentuk psikosomatik tersebut dapat berupa matanya menjadi tidak dapat melihat, lidahnya menjadi bisu, atau menjadi lumpuh. Kekosongan spritual, kerohanian, dan rasa keagamaan yang sering menimbulkan permasalahan masalah psikososial dibidang kesehatan jiwa para pakar berpendapat bahwa untuk memahami manusia seutuhnya baik dalam keadaan sehat maupun sakit, pendekatannya tidak lagi memandang manusia sebagai mahkluk biopsikososial, tetapi sebagai makhluk biopsikososiospritual (Hawari, 2006) Unsur-Unsur Psikoreligi Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam terapi psikoreligius adalah sebagai berikut (Ilham A, 2008): 1. Doa-doa. Dalam dimensi psikoreligius, doa berarti permohonan penyembuhan kepada Tuhan Yang Maha Esa. 2. Dzikir , adalah mengingat Tuhan dengan segala kekuasaan-Nya, mengucapkan baik secara lisan maupun dalam hati segala kuasa-Nya. Dari sudut ilmu kedokteran jiwa atau keperawatan jiwa atau kesehatan jiwa, doa dan dzikir (psikoreligius terapi) merupakan terapi psikiatrik setingkat lebih tinggi daripada psikoterapi biasa. Terapi psikoreligius dibutuhkan karena mengandung unsur kerohanian yang membangkitkan rasa percaya diri dan optimisme terhadap penyembuhan suatu penyakit disamping obat-obatan dan tindakan medis yang diberikan. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis dan akurat semua variabel penelitian (Arikunto, 2005). Penelitian ini dilaksanakan di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Aceh mulai Bulan Agustus s/d September 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana yang ada di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Aceh yang berjumlah 145 orang yang hanya bertugas di 15 ruangan. Pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental sampling 240
Serambi Akademica, Vol. III, No. 2, November 2015
ISSN : 2337 - 8085
berjumlah 59 orang perawat pelaksana yang ada di BLUD Rumah Sakit Jiwa Aceh. Adapun jumlah Perawat Pelaksana Tiap Ruangan di Rumah Sakit Jiwa Aceh ditampilkan dalam Tabel 1. berikut: Tabel 1. jumlah Perawat Pelaksana Tiap Ruangan di Rumah Sakit Jiwa Aceh No Nama Ruangan Jumlah Populasi Jumlah Sampel 1. Dahlia 9 4 2. Anggrek 10 4 3. Seulanga 9 4 4. Cempaka 9 4 5. Asoka 9 4 6. Seurunee 10 4 7. Melur 10 4 8. Jeumpa 11 4 9. Poliklinik 3 1 10. Mawar 12 5 11. Tanjong 10 4 12. Bougenville 12 5 13. IGD 10 4 14. Teratai 11 4 15. Melati 10 4 Total 145 59 Metode pengolahan data dilakukan melalui suatu proses dengan tahapan seperti yang dikemukakan oleh Arikunto (2006) yaitu: Editing data (memeriksa), Coding data (memberikan kode), Transfering (mentransfer data), Tabulating (data bentuk tabel). HASIL PENELITIAN 1. Pengetahuan Perawat Tentang Pengertian Terapi Psikoreligius Pengetahuan perawat tentang Pengertian terapi psikologis pada pasien gangguan jiwa di BLUD Rumah Sakit Jiwa Aceh dapat dilihat pada Tabel 2. berikut: Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Perawat tentang Pengertian Terapi Psikoreligius pada Pasien Gangguan Jiwa di BLUD Rumah Sakit Jiwa Aceh Pengetahuan Perawat Tentang Pengertian Terapi Persentase No Psikoreligius Frekuensi (%) 1. Tinggi 32 54,2 2. Rendah 27 45,8 Jumlah 59 100 Sumber : Data Primer (diolah tahun 2014) Tabel 2. di atas menunjukkan bahwa lebih banyak responden yang mempunyai pengetahuan tinggi tentang pengertian terapi psikoreligius sebanyak 32 orang (54,2%) di BLUD Rumah Sakit Jiwa Aceh. 2. Pengetahuan Perawat Tentang Tujuan Terapi Psikoreligius Pengetahuan pperawat tentang tujuan terapi psikoligius pada pasien gangguan jiwa di BLUD Rumah Sakit Jiwa Aceh dapat ditunjukkan dalam table 3. berikut:
241
Hasnadi, Ryan Indrawan, Mahlil Putra Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Perawat Tentang Tujuan Terapi Psikoreligius pada Pasien Gangguan Jiwa di BLUD Rumah Sakit Jiwa Aceh Tahun 2014 Pengetahuan Perawat Tentang Tujuan Terapi Persentase No Psikoreligius Frekuensi % 1. Tinggi 36 61,01 2. Rendah 23 39,99 Jumlah 59 100 Sumber : Data Primer (diolah tahun 2014) Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa lebih banyak responden yang mempunyai pengetahuan tinggi tentang tujuan terapi psikoreligius sebanyak 36 orang (61,01%) di BLUD Rumah Sakit Jiwa Aceh. 3. Pengetahuan Perawat tentang Manfaat Terapi Psikoreligius Pengetahuan perawat tentang manfaat terapi Psikoreligius pada pasien gangguan jiwa di BLUD Rumah Sakit Jiwa Aceh tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 4 berikut: Tabel 4. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Perawat Tentang Manfaat Terapi Psikoreligius pada Pasien Gangguan Jiwa di BLUD Rumah Sakit Jiwa Aceh Tahun 2014 Pengetahuan Perawat Tentang Manfaat Terapi Persentase No Psikoreligius Frekuensi % 1. Tinggi 37 62,7 2. Rendah 22 37,3 Jumlah 59 100 Sumber : Data Primer (diolah tahun 2014) Berdasarkan table 4 di atas menunjukkan bahwa lebih banyak responden yang mempunyai pengetahuan tinggi tentang manfaat terapi psikoreligius sebanyak 37 orang (62,7%) di BLUD Rumah Sakit Jiwa Aceh. 4. Pengetahuan Perawat Tentang Unsur-unsur Terapi Psikoreligius Data Pengetahuan Perawat Tentang Unsur-unsur Terapi Psikoreligius Pada Pasien Gangguan Jiwa di BLUD Rumah Sakit Jiwa Aceh Tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 5 berikut: Tabel 5. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Perawat Tentang Unsur-unsur Terapi Psikoreligius pada Pasien Gangguan Jiwa di BLUD Rumah Sakit Jiwa Aceh Tahun 2014 Pengetahuan Perawat Tentang Unsur-unsur Persentase No Terapi Psikoreligius Frekuensi (%) 1. Tinggi 38 64,4 2. Rendah 21 35,6 Jumlah 59 100 Sumber : Data Primer (diolah tahun 2014) Berdasarkan tabel 5. di atas menunjukkan bahwa lebih banyak responden yang mempunyai pengetahuan tinggi tentang unsur-unsur terapi psikoreligius sebanyak 38 orang (64,4%) di BLUD Rumah Sakit Jiwa Aceh. PEMBAHASAN Berdasarkan beberapa hasil penelitian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan perawat tentang terapi psikoreligius pada pasien gangguan jiwa di BLUD Rumah Sakit Jiwa Aceh adalah tinggi. Menurut Bakhtiar (2004) pengetahuan adalah apa yang 242
Serambi Akademica, Vol. III, No. 2, November 2015
ISSN : 2337 - 8085
diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai. Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran. Pengetahuan dalam kamus filsafat adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri. Dalam peristiwa ini, yang mengetahui (subjek) memiliki yang diketahui (objek) di dalam dirinya sendiri sedemikian aktif sehingga yang mengetahui itu menyusun yang diketahui pada dirinya sendiri dalam kesatuan aktif. Lebih banyak responden mempunyai pengetahuan tinggi tentang terapi psikoreligius dikarenakan pernah perawat diketahui adalah beragama islam, dimana unsur-unsur dalam terapi psikoreligius seperti berdoa, berzikir dan shalat sudah menjadi pelaksanaan ibadah dalam kehidupan sehari-hari perawat. Lebih banyak responden mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang pengertian terapi psikoreligius, ini dikarenakan rata-rata perawat mempunyai pendidikan DIII sebanyak 31 (52,5%). Semakin tinggi pendidikan maka semakin banyak pengetahuan yang dimiliki responden. Oleh karena itu dengan pendidikan perawat DIII maka perawat sudah mengetahui apa itu pengertian terapi psikoreligius. Menurut Rozalino R, (2009) terapi psikoreligius merupakan suatu pengobatan alternatif dengan cara pendekatan keagamaan melalui doa dan dzikir yang merupakan unsur penyembuh penyakit atau sebagai psikoterapeutik yang mendalam, bertujuan untuk membangkitkan rasa percaya diri dan optimisme yang paling penting selain obat dan tindakan medis. Lebih banyak responden mempunyai pengetahuan tinggi tentang tujuan terapi psikoreligius, ini dikarenakan masa kerja responden dan pengalaman kerja yang dipengaruhi oleh lingkungan kerja dimana Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Aceh adalah satu-satunya Rumah Sakit Jiwa Pemerintah di Provinsi Aceh. Menurut Yosep, (2007) tujuan terapi psikoreligius untuk memperdalam komitmen agama seorang telah menunjukan taraf kesehatan jiwanya. Terapi keagamaan (intervensi religi) pada kasus kasus gangguan jiwa ternyata juga membawa manfaat. Misalnya angka rawat inap pada klien skizofrenia yang mengikuti kegiatan keagamaan lebih rendah bila dibandingkan dengan merka yang tidak mengikutinya. Menurut asumsi peneliti lebih banyak responden mempunyai pengetahuan tinggi tentang manfaat terapi psikoreligius, dikarenakan perawat memiliki banyak wawasan terutama tentang manfaat dari terapi psikoreligius. Dengan adanya wawasan dan pengalaman maka perawat lebih banyak tahu apa saja manfaat dari terapi psikoreligius sehingga perawat lebih paham dalam mengatasi pasien gangguan jiwa. Pengalaman juga berpengaruh terhadap pengetahuan perawat, karena pengalaman tersebut ada karena perawat sudah lebih 16 tahun bekerja di Badan Layanan Umum Rumah Sakit Jiwa Aceh. Menurut Ilham A (2008) Unsur-unsur terapi psikoreligius seperti doa-doa, dalam dimensi psikoreligius, doa berarti permohonan penyembuhan kepada Tuhan Yang Maha Esa.Dzikir adalah mengingat Tuhan dengan segala kekuasaan-Nya, mengucapkan baik secara lisan maupun dalam hati segala kuasa-Nya. Dari sudut ilmu kedokteran jiwa atau keperawatan jiwa atau kesehatan jiwa, doa dan dzikir (psikoreligius terapi) merupakan terapi psikiatrik setingkat lebih tinggi daripada psikoterapi biasa. Menurut asumsi peneliti lebih banyak responden mempunyai pengetahuan tinggi tentang unsur-unsur terapi psikoreligius, hal ini dikarenakan perawat mempunyai masa kerja 6-5 tahun sebanyak 33,9% sehingga perawat sudah mengetahui unsur-unsur terapinpsikoreligius. dengan perawat mengetahui apasaja unsur-unsur terapi psikoreligius, sehingga bisa membuat perawat lebih mudah berkomunikasi dengan pasien dan bisa mengajak pasien untuk lebih mendekatkan diri kepada keagamaan.
243
Hasnadi, Ryan Indrawan, Mahlil Putra PENUTUP Kesimpulan Dari hasil pengolahan data dari 59 responden maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden mempunyai pengetahuan tinggi tentang terapi psikoreligius pada pasien gangguan jiwa di BLUD Rumah Sakit Jiwa Aceh. Hasil penelitian berdasarkan sub variabel didapatkan hasil sebagai berikut: 1. Responden mempunyai pengetahuan tinggi tentang pengertian terapi psikoreligius sebanyak 32 orang (54,2%) di BLUD Rumah Sakit Jiwa Aceh. 2. Responden mempunyai pengetahuan tinggi tentang tujuan terapi psikoreligius sebanyak 36 orang (61,01%) di BLUD Rumah Sakit Jiwa Aceh. 3. Responden mempunyai pengetahuan tinggi tentang manfaat terapi psikoreligius sebanyak 37 orang (62,7%) di BLUD Rumah Sakit Jiwa Aceh. 4. Responden mempunyai pengetahuan tinggi tentang unsur-unsur terapi psikoreligius sebanyak 38 orang (64,4%) di BLUD Rumah Sakit Jiwa Aceh. Saran 1. Bagi Institusi pendidikan, diharapkan penelitian ini dapat memperoleh masukan dan tambahan literatur khususnya tentang terapi psikoreligius 2. Bagi Perawat, diharapkan bagi perawat agar lebih mengenal dulu pasien itu dengan baik sehingga ketika perawat berempatik kepada pasien segala tingkah laku ataupun ucap perawat tidak menyinggung perasaan atau tidak membuat pasien marah. 3. Bagi Rumah Sakit, diharapkan penelitian ini agar dapat memberikan pelayanan yang lebih maksimal dengan menerapkan terapi psikoreligius pada pasien dengan gangguan jiwa. 4. Bagi peneliti lain, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi dalam penelitian selanjutnya tentang terapi psikoreligius. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta Bakhtiar, 2004, Filsafat Ilmu, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Direja. 2011. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha. Medika Efendi 2001, Dasar-dasar Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. , 2009, Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta. Hasan, 2008, Terapi Psikoreligi, http://grsdustr.uinjkt.ac.id. Di akses pada tanggal 29 Februari 2014 Hawari, D. 2006, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia, Jakarta : FKUI. Ilham Akhsanul. 2008. Model Puskesmas Era Desentralisasi. Dibuka Di Website: http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/ Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003, Pengetahuan, Pustaka Esa: Jakarta Notoatmodjo, 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Rineka. Cipta Rosyidi. I, 2009, Pengertian Terapi Religius, dikutip dalam http://www.azwardiacla.blogspot.com. Pada tanggal 18 Januari 2014 Rozalino, R, 2009, Catatan Seorang Paramedic, dikutip dalam http://paramedic emergency.blogspot.com/ di akses tanggal 23 Februari 2014 Yosep, Iyus, 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama Maramis
244