Serambi Akademica, Vol. III, No. 2, November 2015
ISSN : 2337 - 8085
UPAYA GURU MEMBENTUK KARAKTER BANGSA PADA ANAK USIA DINI MELALUI PROSES PEMBELAJARAN DI YAYASAN RAUDATUL ATHFAL (RA) FATHUN QARIB Muhammad Yunus1) Dosen Prodi PPKn-FKIP Unsyiah
1)
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan upaya guru PAUD dalam membentuk karakter bangsa pada anak usia dini melalui proses pembelajaran. Penelitian ini dilakukan pada Raudatul Athfal (RA) Fathun Qarib Banda Aceh. Subjek penelitian ini adalah guru dan anak-anak yang ada di yayasan Raudatul Athfal (RA) Fathun Qarib Banda Aceh. Data yang diambil adalah segala sesuatu baik berupa informasi lisan, tulisan maupun tindakan dari guru maupun anak. Data lisan berupan informasi yang dapat dikumpulkan dari guru maupun anak, tulisan berupa dokumen dan tindakan berupa perilaku guru dan anak yang berkaitan dengan aplikasi karakter bangsa yang diupayakan oleh guru untuk terwujud pada anak. Teknik pengunpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan menganalisis semua data wawancara, dokumentasi dan catatan hasil observasi, sehingga bisa menjadi satu kesatuan yang dapat diverifikasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa guru sudah berupaya semaksimal mungkin dan berhasil dengan baik dalam membentuk karakter bangsa pada anak usia dini melalui proses pembelajaran. Karakter yang diupayakan ada yang sesuai dengan yang ditetapkan oleh pemerintah maupun karakter yang dikembangkan sesuai dengan karakter yang bersifat kearifan lokal. Kata Kunci: anak usia dini, karakter bangsa, kearifan lokal. Pendahuluan Perilaku manusia terwujud oleh sebuah kesadaran dan pembiasaan dari kehidupan sehari harinya. Kebiasaan yang ditunjukkan sehari-hari dapat digambarkan sebagai karakteristik dari orang tersebut. Sehingga secara gampang orang menyebutkan bahwa karakter orang tertentu seperti ini atau seperti itu. Tidak terpikir oleh orang tersebut bahwa karakteristik perilaku orang-orang tertentu tidak sesuai dengan nilai-nilai kebaikan yang diakui oleh masyarakat dimana mereka tinggal. Kalau merujuk pada pendapat Hamengku Buwono dalam (Mumpuniarti, 2012:252) karakter adalah ciri-ciri tingkah laku seseorang yang menandai individu berbeda dengan individu lainnya. Ciri-ciri tersebut tercermin moral yang dipedomani dalam bertingkah laku. Sedangkan Musfiroh (2008:27) mengatakan bahwa “karakter mengacu pada serangkaian sikap perilaku (behavior), motivasi (motivation),dan keterampilan (skill) yang meliputi keinginan untuk melakukan hal yang terbaik”. Dari pendapat di atas dapat dipahami bahwa karakter bukan bukan hanya sekedar ciri khas dari seseorang, namun ciri khas yang dimaksud adalah yang sesui nilai-nila, norma-norma atau kebaikan yang dianut oleh suatu masyarakat atau bangsa. Banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya karakter bagi seseorang, baik itu melalui proses alamiah maupun unsur kesengajaan memelalui proses pendidikan dan pembelajaran. Zubaedi (2011:21) menjelaskan bahwa “Faktor-faktor yang dapat mempegaruhi keberhasilan atau kegagalan pendidikan karakter adalah (1) faktor insting (naluri), (2) faktor adat/kebiasaan, (3) faktor keturunan dan (4) faktor lingkungan”. Dalam dimensi yang lain karakter harus diupayakan melalui sebuah proses pendidikan. Salls, H.S (2007:87) menyatakan bahwa “Pendidikan karakter adalah proses transformasi nilai-nilai sehingga menimbulkan kebajikan/ watak baik (transforming values into virtue)”. Pendapat ini jelas memberikan 174
Serambi Akademica, Vol. III, No. 2, November 2015
ISSN : 2337 - 8085
penjelasan bahwa karakter harus melalui Pendidikan karakter di mana pelaksanaannya harus memuat nilai-nilai kebaikan. Pembentukan karakter pada anak dirasakan begitu penting oleh semua pihak, hal ini disebabkan banyak sekali orang tua dan anggota masyarakat yang menilai anak-anak sekarang tidak lagi berkarakter. Dijumpai komentar sebagian masyarakat berbunyii “anak-anak sekarang tidak lagi menghormati gurunya”, atau ada komentar yang lain berbunyi “anak sekarang jangan kita, orang tuanya sendiri tidak dihormati lagi”. Karena begitu penting pendidikan karakter untuk sebuah bangsa, maka pertanyaannya sekarang apakah PAUD termasuk dalam salah satu jenjang pendidikan yang diatur dalam sistem pendidikan nasional? Kalau merujuk pada pasal 14 Undang-Undang No.20 tahun 2003 jelas disebutkan bahwa “Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi”. Maka terlihat bahwa PAUD bukanlah salah satu jenjang pendidikan formal dalam system pendidikan Indonesia. Penegasan PAUD termasuk dalam jenjang pendidikan formal terlihat pada pasa 28 Undang-Undang No.20 tahun 2003 ayat 1 sampai 5 yaitu: 1) Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar. 2) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal. 3) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak (TK), raudatul athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat. 4) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat. 5) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan. Dalam dimensi lain pendidikan karakter harus diupayakan oleh setiap orang dewasa kepada setiap anak dimanapun dia berada dan kapanpun. Lickona (1992:76) menyatakan bahwa “Pendidikan karakter adalah suatu usaha yang disengaja dilakukan untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti”. Sedangkan Saliman (2011:38) menyatakan nilai karakter yang penting untuk ditanamkan pada anak secara umum dibagi menjadi sembilan bentuk yaitu; (1) cinta Tuhan dan alam semesta beserta isinya, (2) tanggung jawab, kedisiplinan, dan kemandirian, (3) kejujuran, (4) hormat dan santun, (5) kasih sayang, kepedulian, dan kerjasama, (6) percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah, (7) keadilan dan kepemimpinan, (8) baik dan renda hati, (9) toleransi, cinta damai, dan persatuan”. Disisi lain bahwa pendidikan yang paling penting adalah pendidikan di usia dini, hal ini disebabkan pondasi dasar terbentuknya sikap dan perilaku anak sudah semenjak usia dini, baik dirumah antara usia 0 sampai 2 tahun, di kelompok bermain 2 ampai 4 tahun, maupun yang berada pada lembaga yang berupa Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) pda usia 5 sampai 6 tahun. Hal ini merujuk pada pendapat Maimunah Hasan ( 2009:15) menjelaskan bahwa “pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan ruhani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut yang diselenggarakan pada jalur formal, non formal dan informal. Penanganan terhadap anak usia dini berkaitan dengan pendidikan karakter semakin terasa penting, hal ini disebabkan kesuksesan seorang anak sangat dipengaruhi oleh peletakan dasar pola pikir dan pola tindak anak itu sendiri. Ketika anak sudah dibiasakan dan dibimbing untuk mandiri semenjak dini, maka secara otomatis akan mandiri ketika dia tumbuh dewasa. Ketika ditanam dari diri anak cara menghargai dan menghormati, maka dia akan menghargai ketika dewasa kelak. Papalia (2008:370) mengatakan bahwa „„Kesuksesan anak mengatasi 175
Muhammad Yunus konflik pada usia dini menentukan kesuksesan anak dalam kehidupan sosial dimasa dewasa kelak‟‟. Sejalan dengan pendapat di atas Dorothy Law Nolte dalam Gordon Dryden dan Jeannette Vos (2003:104) menuliskan beberapa pondasi yang perlu ditanamkan pada anak semenjak dini yaitu: “jika anak dibesarka dengan dorongan, ia belajar percaya diri. Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri. Jika anak dibesarkan dengan pujian, maka ia belajar menghargai. Jika dibesarkan dengan penerimaan, maka ia belajar mencintai dan jika dia dibesarkan dengan kejujuran dan keterbukaan, maka ia belajar kebenaran dan keadilan.“ Dalam system pendidikan Nasional terutama pada pendidikan formal, pendidikan karakter sudah ditetapkan oleh Kemendiknas (2010) telah ditentukan 18 butir nilai-nilai karakter yang di kelompokkan menjadi lima, yaitu; (1) nilai-ilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, (2) nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan diri sendiri, (3) nilainilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan sesama manusia, (4) nilainilai perilaku yang berhubungan dengan lingkungan, dan (5) nilainilai perilaku manusia yang berhubungan dengan kebanggsaan. Dalam buku Kemendiknas (2010) panduan pendidikan karakter, merincikan ke 18 karak tersebut sebagai berikut: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13) Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, (18) Tanggung Jawab”. Karakter-karakter hasil kajian filosofis, sosiologis dan budaya ini tentunya memungkinkan diimplementasikan kepada anak di PAUD terutama pada Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak (TK), raudatul athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat. Kesatuan perilaku dan sikap hidup peserta didik agar benar-benar terwujud, maka pelaksanaan pendidikan karakter pada satuan pendidikan bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional. Hal ini dilakukan berdasarkan kajian nilai-nilai agama, norma-norma sosial, peraturan/hukum, etika akademik, dan prinsip-prinsip HAM. Kajian ini sudah sangat tepat bila merujuk pada tulisan Winataputra (2001:78) menyatakan “Karakter, akhlak sangat dekat dengan istilah ethos dan moral. Ethika berasal dari bahasa yunani „„ethos‟‟ yang berarti „„adat kebiasaan” sama dengan istilah moral yang bermakna „„tata susila‟‟ atau „„tata krama‟‟. Ilmu ahklak, ethika/moral dan karakter yang disebut ethika merupakan salah satu cabang filsafat yang mempersoalkan dan mempelajari gerak-gerik jiwa, sikap dan tingkah laku yang baik dan buruk, yang terpuji dan tercela, yang bersumber dari dorongan rohani atau jiwanya. Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa (Religius) berkaitan dengan, pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan dan ajaran agamanya. Sedangkan nilai nilai sosial atau hubungan manusia dengan manusia lainnya seperti kejujuran, Tanggungjawab, disiplin kerja keras, toleran dan lainnya. Aspek norma sosial ini tentunya hasil galian dari budaya bangsa yang sudah dirumusakan dalam idiologi Negara Pancasila, serta pertimbangan kemanusian yang disarkan pada Konsep internasional hak asasi manusia. Karakter Bangsa yang sudah ditetapkan tersebut sesuai dengan tulisan Goleman (1997:31) yaitu “karakter kebangsaan tersebut harus sepakat melalui kesadaran diri sendiri untuk meninternalisasikan nilai-nilai kebangsaan dan ideologi kebangsaan ke dalam mindset masing-masing individu atau kelompok. Setiap individu dan kelompok harus bersikap proaktif untuk memperkaya kepribadian masing-masing dengan nilainilai ideologi negara dan filosofi kebangsaan. Termasuk cerdas menghapus nilai-nilai kehidupan yang berpotensi merusak karakter kebangsaan”. Perwujudan atau pembentukan karakter bangsa akan semakin baik apabila sudah diupayakan sedini mungkin mulai dalam keluarga, lingkungan masyarakat bahkan secara khusus tentunya dilembaga formal seperti Taman Kanak-Kanak (TK). Pentingnya penanaman atau pembentukan di usia dini dikarenakan anak usia dini kemampuan saraf rekamannya masih sangat bagus hingga mampu menyimpan apa yang sudah masuk ke dalam saraf otaknya. 176
Serambi Akademica, Vol. III, No. 2, November 2015
ISSN : 2337 - 8085
Seperti pepatah yang sudah sangat mengakar dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang berbunyi ”belajar diwaktu kecil bagaikan mengukir di atas batu, dan belajar diwaktu dewasa bagaikan mengukir dia atas air”. Pepatah ini jelas menguraikan makna bahwa pembentukan kesadaran, sikap dan perilaku sangat tepat dilakukan dimasa kecil, dan masih kecil yang dimaksud adalah usia nol sampai 8 tahun. Jalongo (2007:77). Menuliskan bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa anak lahir dengan 100 milyar sel otak. Ketika memasuki usia dini, koneksi tersebut berkembang sampai beberapa kali lipat dari koneksi awal yaitu sekitar 20.000 koneksi. Hal ini yang menyebabkan anak mampu menyerap segala sesuatu dari lingkungannya dengan sangat luar biasa. Lingkungan yang diserap dapat positif atau negatif. Jika anak berada dalam lingkungan yang positif maka karakter yang terbentuk pada anak karakter positif demikian pula sebaliknya. Maka dalam hal ini sudah selayaknya artikel ini menjelaskan tentang upaya membentuk karakter bangsa pada anak usia dini melalui proses pembelajaran, dan penelitian ini dilakukan pada raudatul athfal (RA), yang juga sangat menekankan karakter relegius. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Dalam penelitian ini yang dideskripsikan adalah upaya guru dalam membentuk karakater bangsa pada anak usia dini pada yayasan Raudatul Athfal (RA) Fathun Qarib UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Subjek penelitian adalah individu-individu baik anak maupun guru yang ada pada yayasan Raudatul Athfal (RA) Fathun Qarib-UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Dalam penelitian ini data ditetapkan berupa kata-kata dan tindakan yang diupayakan oleh guru dalam membentuk karakter bangsa pada anak di yayasan Raudatul Athfal (RA) Fathun Qarib. Sumber data berasal dari guru dan anak serta dokumen yang ada yang menjadi acuan guru merencanakan pembelajaran yang secara khusus mengupayakan pembentukan karakter bangsa memlalui program pembelajaran. Penetapan ini sesuai dengan pendapat Moleong (2002:112) yang menjelaskan bahwa “sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan. Teknik pengumpulan data utama mengunakan wawancara, dan teknik observasi dan dokumentasi digunakan untuk data tambahan. Teknik pengumpulan data wawancara dilakukan dengan cara mewawancarai guru RA Fathun Qarib berkaitan dengan pembentukan karakter bangsa pada anak. Teknik observasi dilakukan dengan cara mengobservasi tindakan dalam proses pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas dimana guru membentuk karakter bangsa pada anak. Sedangkan teknik dokumentasi dilakukan dengan cara mengumpulkan dokumentasi berkaitan dengan rencana pembelajaran yang sudah dirancang secara khusus, untuk mendapatkan data tentang pembentukan karakter tersebut. Penggunaan teknik wawancara, merujuk pada pendapat Sutopo (dalam Bakri, 2003:117) yang mengatakan bahwa “Secara umum ada dua jenis teknik wawancara yaitu teknik wawancara terstruktur dan tak terstruktur. Tujuannya adalah untuk menyajikan konstruksi saat sekarang dalam suatu konteks mengenai para pribadi, peristiwa, aktivitas, organisasi dan sebagainya”. Penelitian ini dalam pelaksanaannya menggunakan teknik wawancara tak terstruktur. Dalam wawancara tak terstruktur ini pertanyaan wawancara dapat berubah, tanpa persis sama sesuai dengan pedoman yang telah disusun dalam persiapan, namun esensi dari persoalan tidak berubah. Semua hasil data wawancara diingat dan kemudian dicatat secara sistematis. Apa bila masih ada hal yang diperlukan, atau masih belum lengkap, maka peneliti masih bisa menjumpai guru untuk mewancarai kembali waktu yang lain. Pengumpulan data dengan teknik observasi berpedoman pada pendapat Sutopo (dalam Bakri, 2003:122) mengatakan bahwa “observasi berperan pasif mengenai perilaku dan kondisi lingkungan penelitian bisa dilakukan secara formal maupun informal. Secara formal dapat diamati misalnya pertemuan, kegiatan kelas, aktivitas kerja pabrik dan sebagainya”. 177
Muhammad Yunus Pengumpulan data dalam penelitian ini, peneliti memposisikan diri sebagai pengamat penuh dan berperan tidak partisipatif, namun partisipasi untuk mengamati langsung. Semua kegiatan dalam proses pembelajaran peneliti catat yang ada hubungannya dengan pembentukan karakter bangsa kepada anak. Analisis data berpedoman pada pendapat Bogdan (1990:189) yang menjelaskan bahwa “analisis data kualitatif merupakan proses mencari dan mengatur secara sistematis transkrip wawancara, catatan lapangan hasil observasi, dan bahan lainnya yang telah terhimpun”. Analisis data dapat dilakukan dalam dua tahap yaitu saat pengumpulan data berlangsung dan tahap setelah pengumpulan data. Analisis data saat pengumpulan data, merujuk pada pendapat Bafadal (dalam Bakri, 2003:165) mengatakan bahwa “analisis data selama pengumpulan data merupakan analisis awal terhadap data yang diperoleh. Analisisnya dapat diupayakan dengan apa yang disebut dengan kegiatan reduksi data. Analisis ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui seluruh data yang telah dikumpulkan dan data yang belum terjaring”. Reduksi data pada saat pengumpulan data ini juga dapat dipikirkan peluang-peluang pengumpulan data berikutnya yang seringkali kualitasnya lebih baik dalam rangka mengisi kekurangan data. Penentuan langkah-langkah analisis dalam penelitian ini meliputi kegiatan mengerjakan data, menata data, membagi menjadi satu kesatuan yang dapat dikelola, mensintesisnya, mencari pola, menemukan apa yang penting dari data yang didapatkan untuk dapat ditarik kesimpulan sebagai dasar menulis hasil penelitian. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Secara umum guru RA Fathun Qarib memahmi dan mengakui sudah berupaya membina dan membentuk karakter bangsa pada anak di yayasan Raudatul Athfal (RA) Fathun Qarib UIN Arraniry Banda Aceh. Dari lima guru yang diwawancarai, semua guru mengatakan upaya yang kami lakukan sesuai dengan visi dan misi Raudatul Athfal (RA) Fathun Qarib UIN Arraniry Banda Aceh. Intinya Raudatul Athfal (RA) Fathun Qarib UIN Arraniry ingin mengupayakan agar anak tumbuh sebagai insan yang memiliki pondasi baik dalam berfikir, bersikap atau berperilaku sesuai dengan nilai-nilai agama Islam. Penaman atau pembentukan nilai-nilai yang sesuai dengan agama Islam, dengan sendirinya akan membentuk karakter yang sesuai dengan kenginan bangsa Indonesia. BY, dan BA menjelaskan bahwa “pemberian pemahaman kepada anak berkaitan dengan perbuatan baik dan buruk memang harus diupayakan di Raudatul Anfal (RA). Dengan pemberian pemahaman tentang perilaku yang baik dan perilaku yang tidak, akan membentuk karakter atau kepribadian anak dengan baik pula”. Semnetara BYn, BD, dan BI, menjelaskan “Bahwa anak harus mengetahui apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Kita harus membiasakan diri anak pada perilaku yang baik, terutama melalui tauladan dari kita gurunya. Kita guru harus lebih banyak memberi contoh seperti kasih sayang, jujur, saling berbagi, dan saling menghargai. Anak juga harus diarahkan sikap dan perilakunya dalam pergaulan atau dalam kegiatan bermainnya yang terkadang juga diluar nilai-nilai yang baik dan benar. Dalam bermain saling memukul, menendang dan bahkan ada juga saling memaki, disini dituntut kita guru mengarahkan dan mengingatkan mereka dengan kasih sayang dan kelembutan supaya mereka menjiwai hal baik dan benar. BA, BY dan BI bahkan menambahkan banyak anak juga berperilaku yang aneh-aneh, entah dimana dia lihat, sehingga mempengaruhi anak lain. Perilaku ini tentunya disebabkan oleh pergaulan anak atau interaksi anak dengan segala sumber belajar diluar sekolah sangat beragam, baik dalam keluarga maupun dalam lingkungan masyarakat. Dengan kondisi tersebut jelas harus ada keteladanan dari kita di sekolah untuk membentuk keperibadian mereka atau karakter yang sesuai dengan keinginan bangsa. Apa yang diungkap oleh informan ini memang sangat sesuai dengan apa yang ditemukan melalui observasi, di mana terlihat bahwa ada anak yang suka memukul dan bahkan menendang kawannya. Kemudian terlihat ada guru yang 178
Serambi Akademica, Vol. III, No. 2, November 2015
ISSN : 2337 - 8085
mengingatkan bahwa tidak boleh memukul teman seperti itu, sambil mengingatkan kita harus main baik-baik jangan berkelahi apalagi menendang. Upaya menanamkan atau membentuk karakter bangsa yang dilakukan oleh guru dilakukan berbagai cara; diantara cara-cara tersebut terungkap melalui hasil wawancara yaitu dengan BI, BY dan BD yang mengatakan bahwa “menanamkan pendidikan karakter pada anak usia dini dilakukan dengan cara memberi arahan pada anak untuk berperilaku sesuai dengan karakter kebangsaan. Dengan cara menanamkan nilai-nilai kebangsaan sedini mungkin anak mereka kedapannya memiliki rasa kebangsaan yang benar dan utuh sehingga tidak berpecahbelah. Dengan mengarahkan nilai-nilai kebangsaan kepada anak oleh guru, maka guru telah membantu anak memahami karakter bangsanya”. BI dan BY juga meambahkan bahwa cara lain yang tepat adalah mempraktekkan perilaku yang sesuai dengan karakter bangsa. Praktek yang dimaksudkan adalam wujud perilaku kita tampilkan di depan anak-anak sehingga anak dapat meniru perilaku kita yang benar. Guru dapat mempraktekkan karakter semangat kebangsaan melalui nyanyian atau lagulagu nasional, cinta tanah air melalui cerita bela Negara, dan juga memperlihatkan kepada anak bagaimana kita perduli terhadap lingkungan di sekolah. Praktek-praktek semacam itu akan menjadikan anak pondasi agar karakter kebangsaan terbentuk pada diri mereka. Menurut penjelasan BA, pembentukan karakter bangsa pada anak usia dini harus diupayakan guru agar anak mematuhi semua norma termasuk norma hokum yaitu berupa aturan-aturan. Tiap aturan yang dibuat untuk anak diungkapkan dalam bahasa yang dapat dipahami oleh anak. Anak harus diupayakan memahami kapan mereka harus belajar, bermain, beristirahat, dan mengaji. Guru harus dapat meyakinkan anak agar dapat melakukan semua bentuk-bentuk peraturan tersebut. Bila guru dapat menerangkan secara bijaksana, maka kecil kemungkinan akan adanya kekeliruan dalam memahaminya. Sedankan BD dan BYn menjelaskan bahwa pemahaman siswa baru bisa terbentuk apabila anak diberikan kesempatan untuk mempraktekkan aturan-aturan yang sudah ditetapkan disekolah. Guru mengkondisikan agar anak punya kesempatan untuk belajar mempraktekkan aturan-aturan yang telah disepakati. Dalam membentuk anak yang berkarakter untuk patuh pada norma sopan santun, norma sosail dan norma agama guru dapat pula mengajarkan kepada anak masalah-masalah akhlak atau budi pekerti, seperti mengucapkan salam bila bertemu, berpamitan bila hendak pergi, membiasakan membaca do‟a bila akan dan sesudah mengerjakan sesuatu. Guru juga dapat membiasakan meletakkan sesuatu pada tempatnya, mengarahkan pada ucapan-ucapan yang baik, melatih anak berjiwa sosial, melatih menghormati tamu, termasuk membiasakan menghormati yang lebih tua dan menyayangi antar sesama. Untuk membentuk karakter mandiri kepada anak usia dini menurut BD, BI, dan BY yaitu “memberi bimbingan agar anak berusaha sendiri dengan tetap berkerja keras terus mencoba dan mencoba sehingga mampu melakukan sendiri. Dengan membiasakan tidak tergantung pada orang lain secara langsung sudah mengantarkan anak-anak untuk mencapai cita-citanya. Anak sudah terbiasa dalam hidupnya dapat mengejarkan perkerjaan sendiri, dan tidak mudah pantang menyerah”. Sedangkan Menurut BA dan BYn mengatakan “anak supaya dapat terbentuk karakter mandiri harus diupayakan secara khusus. Untuk mengajarkan kemandirian kepada anak tidak hanya dengan memberi tahu tentang apa arti kemadirian atau sejenisnya. Anak harus melakukan kegiatannya sendiri yaitu membiarkan anak memilih hal-hal yang disukainya, guru hanya perlu memberikan pilihan-pilihan dan arahan-arahan yang dapat mendukung keinginan anak. Karakter bangsa yang diupayakan oleh guru-guru di Raudatul Athfal (RA) Fathun Qarib juga pada karakter anak yang santun/hormat kepada orang yang lebih tua terutama kepada orang tua dan guru-gurunya. BA, BY dab BI menjelaskan bahwa supaya ia santu/hormat kepada orang yang lebih tua adalah dengan pembinaan langsung baik melalui nasihat-nasihat maupun pengajian yang yang dilakukan. Sedangkan BYn dan BD menjelaskan 179
Muhammad Yunus bahwa supaya anak santun perlu diberikan pemahaman kepada anak sesuai tuntunan Al-Qur‟an dan Hadis. Karakter bangsa yang diupayakan oleh guru di di Raudatul Athfal (RA) Fathun Qarib juga terlihat dalam wujud sikap menghargai. Semua guru sepakat bahwa sikap menghargai orang lain adalah karakter bangsa yang perlu terus dibina, terutama pada anak usia dini. Dalam pergaulan masih banyak anak yang bersikap dan berperilaku yang menyebabkan orang lain tersinggung, oleh karena itu guru perlu mengupayakan agar dapat mengatasi sikap dan perilaku yang menyebabkan orang lain tersinggung dengan cara menanamkan saling menghargai antar sesama dalam pembelajaran di sekolah. Anak harus diusahakan berbaur satu sama lain untuk saling mengenal dan berkawan, kemudian dalam interaksi tersebut para guru mengajarkan kepada anak agar saling menghargai sesama dengan tidak menyakiti, menyinggung perasaan orang lain. Karakter lain yang diupayakan oleh guru-guru pada Raudatul Athfal (RA) Fathun Qarib adalah sikap percaya diri. Menurut guru-guru yang diwawancarai menyatakan bahwa sikap percaya diri merupakan salah satu karakter yang harus dimiliki oleh siapapun yang ingin menjadi orang sukses sesuai dengan cita-citanya. Menurut guru-guru RA Fathun Qarib, sikap dan perilaku percaya diri harus dipupuk sejak dini, karena percaya diri itu penting bagi untuk dapat mengimplementasikan sesuatu yang diginkan. Cara yang dilakukan untuk mengembangkan karakter percaya diri pada anak dilakukan dengan memberi dukungan dan pujian terhadap sesuatu yang anak lakukan. Data wawancara ini juga didukung hasil observasi, dimana guru mengupayakan dengan cara menyuruh anak memimpin do‟a, guru mendengar yang memimpin doa suaranya kurang terdengar, maka guru tetap mengatakan dengan pujian dengan mengatakan pinter dan bagus. Upaya menumbuhkan karakter percaya diri kemudian guru memotivasi dengan mengatakan besok pimpin lagi ya, tapi baca do‟anya, dengan suara yang lebih besar biar kawan-kawan semua bisa dengar apa yang ananda baca. Pembahasan Dari 18 (delapan belas) karakter bangsa yang dikembangkan oleh Pusat Kurikulum Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, guru RA Fathun Qarib hampir semua diupayakan untuk dikembangkan. Diantara karakter yang sudah diupayakan pada yayasan Raudatul Athfal (RA) Fathun Qarib UIN Ar-Raniry Banda Aceh yang sesuai dengan karakter yang dikembangkan oleh kementrian pendidikan adalah karakter religious, jujur, toleransi, mandiri, semangat kebangsaan, cinta tanah air, bersahabat dan peduli lingkungan dan tanggungjawab. Kemudian ada juga karakter yang dikembangkan oleh guru-guru RA Fathun Qarib yang sedikit berbeda dengan karakter yang ditetapkan oleh pusat kurikulum pendidikan budaya dan karakter bangsa. Karakter-karakter yang dikembangkan dan diupayakan tersebut antara lain adalah kasih sayang, menghargai, saling berbagi, ketaatan terhadap aturan, santun/hormat terhadap orang lain, dan percaya diri. Upaya-upaya yang sudah dilakukan oleh guru-guru yang ada pada yayasan RA Fathun Qarib antara lain adalah; (1) pemberian pemahaman tentang karakter. (2) pembiasaan pada anak untuk melakukan perilaku yang berkarakter, (3) memberikan keteladanan atau contoh yang baik agar anak dapat meniru sikap dan perilaku yang benar lagi baik. (4) memberikan pengarahan agar praktek sikap dan perilaku yang berkarakter dapat dilakukan dengan baik. (5) memperbanyak kegiatan yang bersifat memprakterkakan sikap dan perilaku yang berkarakter bangsa. Upaya pertama yang dilakukan adalah pemberian pemahaman kepada anak berkaitan dengan perbuatan baik dan buruk. Pemberian pemahaman tentang perilaku yang baik dan perilaku yang tidak akan membentuk karakter atau kepribadian anak dengan baik. Anak harus mengetahui apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. guru harus membiasakan diri anak pada perilaku yang baik, terutama melalui tauladan dari gurunya. Guru harus lebih banyak memberi contoh seperti kasih sayang, jujur, saling berbagi, dan saling menghargai. 180
Serambi Akademica, Vol. III, No. 2, November 2015
ISSN : 2337 - 8085
Anak juga sudah diarahkan sikap dan perilakunya dalam pergaulan agar tidak keliru dari kebaikan dan kebenaran. Kedua yang dilakukan guru adalah pembiasaan pada anak untuk melakukan dengan memperlihatkan sikap dan perilaku yang berkarakter. Langkah ini berkaitan dengan upaya guru membiasakan anak-anak untuk berbuat sesuai dengan karakter bangsa. Anak dilatih untuk mempraktekkan sikap menghargai, toleransi, percaya diri, cinta tanah air, pekerja keras, dan mandiri. Latihan-latihan yang dilakukan berkaitan dengan sikap dan perilaku berkarakter, sekaligus untuk mengatasi perilaku yang tidak berkarakter. Upaya ketiga adalah memberikan keteladanan atau contoh yang baik agar anak dapat meniru sikap dan perilaku yang benar lagi baik. Guru harus dapat memperlihatkan sikap dan perilaku yang dapat diteladani oleh anak, sikap dan perilaku yang sesuai dengan karakter bangsa. Guru harus merancang kegiatan pembelajaran secara baik, yang didalamnya dapat mempraktekkan karakter seperti semangat kebangsaan melalui nyanyian atau lagu-lagu nasional, cinta tanah air melalui cerita tentang bela Negara, dan juga memperlihatkan kepada anak bagaimana kita perduli terhadap lingkungan di sekolah. Praktek-praktek semacam itu akan menjadi contoh yang baik bagi anak agar karakter kebangsaan terbentuk menjadi kepribadiannya. Upaya keempat yang dilakukan oleh guru-guru di RA Fathun Qarib adalah memberikan pengarahan agar praktek sikap dan perilaku yang berkarakter dapat dilakukan dengan baik. Disamping teladan dari guru, dan kesempatan mempraktekkan atau pembiasaan, maka guru juga memperkuat dengan pengarahan apabila ada kesalahan sikap dan perilaku. Artinya guru mengontrol anak agar tidak berperilaku yang bertentangan dengan karakter kebangsaan. Misalkan guru memberikan kesempatan kepada anak untuk mempraktekkan aturan-aturan yang sudah ditetapkan disekolah. Guru mengkondisikan agar anak mempraktekkan aturan tersebut, sedangkan guru mengamati dan mengarahkan apabila apa yang dilakukan ada yang tidak tepat. Kemudian guru juga akan memberikan penghargaan pada anak agar termotivasi melakukan kegiatan yang berkaitan dengan terbentuknya karakter, yang juga bisa terlihat sebgai wujud pengarahan terhadap perilaku anak. Upaya kelima yang dilakukan oleh guru-guru di RA Fathun Qarib adalah memperbanyak kegiatan yang bersifat memprakterkakan sikap dan perilaku yang berkarakter bangsa. Kegiatankegiatan mempraktekkan karakter bangsa dilakukan secara terus menerus terhadap aspek yang sudah lazim berlaku dalam kehidupan anak seperti: pratek norma-norma dan aturan-aturan, sopan santun/hormat, sikap menghargai, percaya diri dan kemandirian. Dengan memperbanyak praktek sikap dan perilku seperti di atas guru berharap dapat menjadikan anak berkepribadian baik sesuai harapan bangsanya. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan di muka. Maka dapat disimpulkan bahwa guru sudah berupaya semaksimal mungkin dan berhasil dengan baik dalam membentuk karakter bangsa pada anak usia dini melalui proses pembelajaran di yayasan Raudatul Athfal (RA) Fathun Qarib. Upaya itu dilakukan dengan cara: (1) pemberian pemahaman tentang karakter. (2) pembiasaan pada anak untuk melakukan perilaku yang berkarakter, (3) memberikan keteladanan atau contoh yang baik agar anak dapat meniru sikap dan perilaku yang baik dan benar. (4) memberikan pengarahan agar praktek sikap dan perilaku yang berkarakter dapat dilakukan dengan baik. (5) memperbanyak kegiatan yang bersifat memprakterkakan sikap dan perilaku yang berkarakter bangsa. Adapun karakter-karakter yang diupayakan kepada anak antara lain adalah: religious, jujur, toleransi, mandiri, semangat kebangsaan, cinta tanah air, bersahabat dan peduli lingkungan, tanggungjawab, kasih sayang, menghargai, saling berbagi, ketaatan terhadap aturan, santun/hormat terhadap orang lain, dan percaya diri. 181
Muhammad Yunus Saran Berdasarkan kesimpulan yang sudah dipaparkan di atas, maka saran yang dapat diberikan sebagai berikut; 1. Sikap dan perilaku yang tidak sesuai dengan harapan masih tetap terjadi dalam keseharian anak, maka diharapkan kepada guru-guru untuk terus mengembangkan karakter bangsa pada anak usia dini agar bangsa ini akan semakin baik 2. Kepada semua pihak untuk mendukung apa yang dilakukan pihak yayasan PAUD agar anak dapat berkembang sesuai harapan bangsa dan Negara. 3. Kepada pemerintah agar terus mendukung upaya pembentukan karakter bangsa pada PAUD agar generasi bangsa kedepan akan semakin baik dan bertabat dimata bangsabangsa lain didunia. Daftar Pustaka Bakri, M. (Ed) 2003 Metodologi Penelitian Kualitatif Tinjauan Teoritis dan Praktis. Malang. Universitas Islam Malang kerjasama dengan Visi press. Bogdan, R.C. 1990. Riset Kualitatif Untuk Pendidikan: Pengantar ke Teori dan Metode. Terjem.: Munandir. Jakarta: Depdikbud, Dikti. Proyek Pengembangan Pusat Fasilitas Bersama Antara Universitas. Goleman 1997. Membangun Kembali Karakter Bangsa. PT: Erlangga. Gordon Dryden dan Jeannette Vos, 2003, Revolusi cara belajar (The Learning Revolution), Penerbit Kaifa: Bandung Jalongo, Mary Renck. 2007. Early Childhood Language Arts. Jurnal ilmu pendidikan, (online). (http://www.pendidikan usia dini. Ac.id., diakses 20 april 2014). Kemendiknas 2010. Buku Panduan Pendidikan Karakter Kementrian di Sekolah Menengah Pertama. Direktorat dikdasmen, Pembinaan Sekolah Menegah pertama: Jakarta: Lickona, Thomas. 1992. Educating for Character, How Our Schools Can Teach Respect and Resposnsibility. New York: Bantam Books. Maimunah Hasan, 2009. Pendidikan Anak Usia Dini, (Panduan lengkap Manajemen Mutu pendidikan anak untuk para guru da orang tua. Jogjakarta: Diva Press Moh. Nazir. 2003. Metode Penelitian, Ghalia Indonesia: Jakarta Moleong, Lexy. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda karya. Mumpuniarti, (2012). Pembelajaran nilai keberagaman dalam pembentukan karakter siswa sekolah dasar inklusi. e-jurnal Pendidikan Karakter, Universitas Negeri Yogyakarta. diunduh tanggal 13 Februari 2013 Musfiroh, Tadkiratun. 2008. Character Building. Yogyakarta: Tiara Wacana. Papalia, Erikson. 2008. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana. Saliman. 2010. Penanaman Nilai-Nilai Dalam pembelajaran IPS di SMP. Yogyakarta: FISE Salls, Holly Shepard. 2007. Character education An Introduction. America: University Press. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003. Undang undang Sistem Pendidikan Nasional . Depdiknas: Jakarta. Winaputra, Udin S. 2001. Jati Diri Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Sistem Pendidikan Demokrasi studi Kajian Konseptual dalam Kontek Pendidikan IPS. Bandung: SPSU. Zubaedi. 2011. Desaing Pendidikan Karakter Konsep dan Aplikasinya dalam lembaga pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group
182