REFERAT LASIK (LASER-ASSISTED IN SI TU KERATOMILEUSIS)
Oleh Latifa Sary ,S.Ked 201310401011049
Pembimbing dr. Basuki Rokhmad, Sp. M
KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT MATA RSUD GAMBIRAN KEDIRI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG FAKULTAS KEDOKTERAN 2014
BAB I Pendahuluan Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina. Secara umum, terjadi ketidak seimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan tidak terletak pada satu titik fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang sumbu bola mata. Jenis kelainan refraksi diantaranya miopia, hipermetropia, presbiop dan astigmatisma.1 Koreksi terhadap kelainan refraksi dapat dilakukan dengan penggunaan kacamata, lensa kontak dan pada keadaan tertentu kelainan refraksi dapat diatasi dengan pembedahan pada kornea antara lain keratotomi radial, keratektomi fotorefraktif, Laser Asissted In situ Interlamelar Keratomilieusis (Lasik).1 Bedah refraktif laser kebanyakan digunakan untuk miopia, tetapi dapat juga mengatasi astigmatisme atau hiperopia. Hasil penglihatan jangka panjang kurang lebih sama dengan berbagai teknik, tetapi setiap teknik mempunyai keuntungan dan kerugiannya sendiri-sendiri. Secara umum, PRK digunakan untuk miopia rendah (-6 PD atau kurang ) dan LASIK untuk miopia sedang, sedangkan pengangkatan lensa jernih dianjurkan untuk miopia tinggi. LASIK menghasilkan perbaikan yang paling cepat, baik penglihatan maupun rasa nyaman. Teknik ablasi permukaan terutama diindikasikan pada kornea-kornea tipis dan pada pasien dengan resiko trauma kornea. Komplikasi komplikasi bedah refraktif laser kornea, antara lain hasil refraksi yang diluar dugaan, refraksi yang fluktuatif, astigmatisme irregular, regresi, masalah masalah pada epitel, flap, dan pertautan, kekeruhan stroma, ektasia kornea dan infeksi. Bedah refraksi laser kornea terdahulu menimbulkan kesulitan – kesulitan tertentu saat menentukan kekuatan lensa intraokular pada bedah katarak. (3)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Kelainan Refraksi Pada Mata
Secara umum, cara kerja mata persis seperti cara kerja kamera. Pada kamera, cahaya masuk melewati sistem lensa menuju film atau sensor CCD pada kamera digital. Pada mata, kornea dan lensa mata berada pada bagian depan mata (anterior chamber) dan fungsinya sama seperti lensa pada kamera. Retina berada di bagian belakang mata (posterior chamber) dan fungsinya sama seperti film atau sensor CCD pada kamera. Pada mata normal, berkas cahaya masuk melewati kornea dan lensa mata dan langsung difokuskan pada retina untuk
menghasilkan bayangan yang jelas. Pada kelainan refraksi terjadi ketidak seimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan tidak terletak pada satu titik fokus.1
• Miopia
Gambar. 1 Miopia2 Miopia disebut rabun jauh karena berkurangnya kemampuan melihat jauh tapi dapat melihat dekat dengan lebih baik. Pada penderita miopia, berkas cahaya yang melewati kornea dan lensa
mata tidak terfokus pada retina mata, melainkan jatuh di depan retina, sehingga menghasilkan bayangan yang jelas pada objek yang dekat, namun bayangan menjadi kabur sama sekali ketika pasien melihat benda yang jauh letaknya. Miopia terjadi jika kornea (terlalu cembung) dan lensa (kecembungan kuat) berkekuatan lebih atau bola mata terlalu panjang sehingga titik fokus sinar yang dibiaskan akan terletak di depan retina.1,3,4
• Hipermetropia
Gambar 2. Hipermetrop2
Hipermetropia adalah keadaan mata yang tidak berakomodasi memfokuskan bayangan di belakang retina. Pada penderita hipermetropia, berkas cahaya yang melewati kornea dan lensa
mata terfokus bukan pada retina, melainkan pada bagian belakang retina, sehingga menghasilkan bayangan yang kabur pada objek yang dekat, namun bayangan menjadi jelas ketika melihat objek yang jauh. Hipermetropia terjadi jika kekuatan yang tidak sesuai antara panjang bola mata dan kekuatan pembiasan kornea dan lensa lemah sehingga titik fokus sinar terletak di belakang retina. Hal ini dapat disebabkan oleh penurunan panjang sumbu bola mata (hipermetropia aksial), seperti yang terjadi pada kelainan bawaan tertentu, atau penurunan indeks bias refraktif (hipermetropia refraktif), seperti afakia (tidak mempunyai lensa).1,3
• Astigmatisma
Gambar 3. Astigmatisma2 Pada astigmatisma, berkas cahaya yang diterima oleh retina tidak terkumpul menjadi satu titik, melainkan menyebar, membentuk garis-garis vertikal, sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Astigmatisma terjadi jika kornea dan lensa mempunyai permukaan yang rata atau tidak rata sehingga tidak memberikan satu fokus titik api. Variasi kelengkungan kornea atau lensa mencegah sinar terfokus pada satu titik. Sebagian bayangan akan dapat terfokus pada bagian depan retina sedang sebagian lain sinar difokuskan di belakang retina. Akibatnya penglihatan akan terganggu.1,3
2.2
Definisi LASIK
Lasik adalah salah satu operasi refraksi untuk memperbaiki kelainan refraksi pada mata seperti miopia, hipermetropia dan astigmatisma. Lasik merupakan jenis yang paling
sering digunakan dan paling terkenal dibandingkan operasi dengan bantuan laser (laserassisted) lainnya, seperti PRK (photorefractive keratectomy) atau yang lebih dikenal dengan Lasek (laser-assisted sub-ephitelial keratectomy). Jenis ini umumnya tergolong aman dan menghasilkan penanganan yang lebih efektif untuk jenis kelainan pengelihatan yang lebih besar. Secara spesifik, LASIK melibatkan fungsi dan kemampuan dari laser untuk merubah bentuk kornea secara permanen. LASIK telah memperbaiki secara total kelainan pada mata dan mengurangi ketergantungan pada kacamata dan lensa kontak (contact lenses).2 2.3
Cara Kerja LASIK
LASIK merubah secara permanen bentuk dari bagian sentral anterior pada kornea dengan memanfaatkan laser jenis excimer untuk mengablate (mengikis suatu bagian dari jaringan hidup dengan penguapan) sebagian kecil dari lapisan jaringan stroma kornea yang berada di bagian depan mata, tepat dibawah lapisan jaringan epitelium kornea. Agar tidak terjadi kesalahan operasi dan untuk menambah ketelitian hingga satuan mikrometer, saat operasi sedang berlangsung, sistem komputer melacak pergerakan mata pasien 60 hingga 4000 kali perdetik, tergantung dari sistem yang digunakan, kemudian menepatkan posisi laser pada peletakan yang presisi. Sistem modern saat ini bahkan secara otomatis langsung memfokuskan berkas laser tepat pada posisi visual axis pada mata pasien, dan akan berhenti dengan sendirinya apabila pergerakan mata diluar jangkauan kemampuan sistem, dan akan lanjut dengan sendirinya apabila mata pasien telah berada di posisi yang tepat.2 Bagian lapisan luar dari kornea atau epitelium, merupakan jaringan yang lunak, hidup, terus memperbarui diri (regenerasi), dan dapat pulih secara sempurna apabila terjadi iritasi atau disayat untuk keperluan operasi mata tanpa kehilangan kejernihannya dari keadaan semula. Bagian lapisan yang lebih dalam disebut stroma kornea, terbentuk sebelum epitelium, dan memiliki kemampuan regenerasi jauh lebih lambat dan terbatas dibanding lapisan epitelium. Bagian ini, merupakan bagian yang diubah pada tindakan operasi mata dengan
LASIK maupun PRK/LASEK. Apabila bagian ini dibentuk ulang oleh tindakan diatas menggunakan laser atau mikrokeratome (sayatan halus), maka bagian ini akan mempertahankan bentuk tersebut tanpa terjadi perubahan bentuk semula.4
2.3.1
Teknologi dalam bidang LASIK
a. Excimer Laser Laser excimer memberikan hasil yang lebih akurat untuk operasi kornea dan koreksi pengelihatan dari teknologi sebelumnya. Sebuah pulse dari laser excimer dapat mengambil 0,25 mikron dari jaringan. Sebagai perbandingan, sebuah rambut manusia memiliki ketebalan 70 mikron.5,6 Laser excimer merupakan laser paling populer tetapi laser femtosecond juga terbukti bermanfaat. (all laser LASIK, intralasik) digunakan untuk memotong lapisan tipis kornea berbentuk diskus , yang kemudian dilipat ke belakang. Tindakan laser pada dasar stroma menghasilkan pembentukan ulang (reshaping) kornea yang terprogram dengan cermat sesuai keinginan, dan kemudian flap diposisikan kembali. Teknik – teknik ablasi permukaan, yaitu keratektomi fotorefraktif (PRK), laser epithelial keratomy (LASEK), dan epi-LASIK. Pada PRK, hanya epitel kornea yang diangkat sebelum terapi laser. Pada LASEK, epi-LASEK, epitel di angkat, dengan alkohol encer kemudian mikrokeratome dan diposisikan kembali setelah terapi laser. Bila perlu, pengantar laser pada semua teknik ini dapat lebih diperhalus dengan teknologi.”wavefront guided” dengan mempertimbangkan abrasi optik setiap mata. (3)
Dua jenis laser excimer tersedia untuk prosedur operasi refraksi: broad beam laser dan scanning laser. Scanning laser dapat dibagi menjadi dua kelompok: silt scanning dan spot scanning. Setiap jenis laser memiliki kelebihan dan kekurangan, diantaranya:5,6 * Broad Beam Laser Sebuah broad beam laser menggunakan laser berdiameter yang relatif besar (6,0-8,0 mm) yang dapat dimanipulasi untuk mengikis kornea. Penggunaan laser jenis ini dapat
menghasilkan waktu operasi tercepat dibandingkan laser lainnnya, yang mengurangi kemungkinan overcorrection dan decentration komplikasi yang disebabkan oleh pergerakan pupil. Kerugiannya adalah kemungkinan peningkatan komplikasi yang terkait dengan pengikisan kornea5,6 * Slit Scanning Laser Sebuah silt scanning laser menggunakan laser berukuran relatif kecil, yang kemudian dihubungkan ke perangkat rotasi dengan celah yang dapat berubah. Selama operasi, sinar laser yang melewati celah ini dapat berubah secara bertahap meningkatkan zona pengikisan kornea. Laser sinar seragam dan pengikisan kornea yang lebih halus merupakan ciri dari digunakannya laser jenis ini. Laser ini memiliki kekurangan, yaitu kecenderungan sedikit lebih tinggi untuk decentration dan overcorrection.5,6 * Spot Scanning Laser Sistem laser ini memiliki potensi untuk menghasilkan pengikisan kornea yang halus dan menggunakan teknologi radar untuk melacak gerakan mata. Sistem ini juga memiliki kemampuan untuk mengobati silindris tidak teratur dari acuan topografi. Laser ini harus dihubungkan dengan sistem eye-tracking untuk memastikan peletakan laser yang akurat.5,6 b. Wavefront Sensing Diagnostik (Wavefront-guided LASIK)
Gambar 4. Wavefront Sensing Diagnostik
Wavefront sensing adalah sebuah alat diagnostik untuk mengukur kesalahan refraksi mata. Metode refraksi konvensional terbatas untuk mengukur refraksi speris dan silinder yang dapat dijangkau oleh mata (miopia atau hyperopia dan silindris biasa). Namun, metode wavefront sensing memungkinkan dokter untuk mengukur kondisi dalam kornea yang mempengaruhi pengelihatan pasien. Mengacu dari hasil tersebut, dokter dapat menyimpulkan sebagai penyimpangan pengelihatan (higher order abberation). Secara tradisional penyimpangan pengelihatan digambarkan sebagai silindris tidak teratur, dan dianggap pembatasan untuk pengelihatan terbaik dengan refraksi. Namun saat ini, dengan memahami dan karakterisasi komponen higher order abberation, dokter memiliki kemampuan diagnostik lebih atas silindris tidak teratur, dan kemampuan untuk mengukur tingkat alami atau pembedahan induksi abberasi. Alat diagnostik dari wavefront sensing dapat dilihat dalam verifikasi spherocylindrical refraksi, diagnosis kondisi kompleks atau keadaan rapuh dari kornea, seperti keratoconus, mata kering dan katarak, dan besarnya penyimpangan prosedur diinduksi setelah koreksi penglihatan dengan LASIK. Secara garis besar, wavefront sensing memiliki nilai lebih dalam upaya untuk memperbaiki penyimpangan pengelihatan.6 Pada dasarnya, wavefront sensing menggunakan teknik sederhana. Pasien diminta untuk memandang ke depan, dan fokus pada suatu objek, sementara itu dokter memberikan sebuah proyeksi cahaya menuju mata. Berkas cahaya ini masuk ke dalam mata, dan memantul kembali keluar mata. Kemudian komputer menganalisa berkas sinar, yang selanjutnya menganalisa data berkaitan tentang keadaan mata. Beberapa sistem dengan cara ini dapat menganalisa lebih dari 2000 poin data keadaan mata.6 2.4
Prosedur LASIK
a. Pra-operasi 2,6 Pemeriksaan komprehensif mata yang meliputi:
• Penentuan pengelihatan sebelum dan sesudah dikoreksi dengan kacamata atau lensa kontak. • Penentuan besarnya kesalahan pengelihatan dalam setiap mata untuk menetapkan jumlah koreksi bedah yang diperlukan dan mengembangkan strategi operasi yang tepat. • Penilaian permukaan kornea dengan topografi (kurvatur kornea atau bentuk), untuk mengkorelasikan bentuk kesalahan dalam fokus (berkorelasi bentuk kornea untuk astigmatisme refraksi), untuk menemukan penyimpangan, dan untuk mengetahui penyakit yang dapat memburuk jika dilakukan pembedahan dengan LASIK. • Pengukuran ukuran pupil dalam cahaya redup dan ruang. Ukuran pupil merupakan faktor penting dalam pengukuran pengelihatan malam dan penentuan tindakan koreksi oleh LASIK yang tepat. • Pemeriksaan pada kelopak mata untuk melihat apakah kelopak berbalik ke dalam (mungkin bergesekan dengan kornea) atau ke luar dan mengarahkan aliran air mata terbuang dari mata yang mengakibatkan mata kering, dan kondisi lain. • Pemeriksaan kornea untuk menentukan apakah ada kelainan yang dapat mempengaruhi hasil pembedahan. • Pemeriksaan dari lensa kristal untuk menentukan apakah terdapat kekaburan (katarak) atau kelainan lainnya yang ada. • Pengukuran ketebalan kornea (dengan pachymetry). Jumlah koreksi LASIK dapat ditentukan sebagian oleh ketebalan kornea. • Pengukuran tekanan intraokular untuk mendeteksi kondisi glaukoma atau preglaukoma. Glaukoma adalah kehilangan penglihatan yang disebabkan oleh kerusakan pada saraf optik yang diakibatkan tekanan yang terlalu tinggi di mata. • Penilaian bagian belakang (segmen posterior) mata: Pemeriksaan pembesaran fundus digunakan untuk menilai kesehatan dari permukaan ke dalam mata (retina), dengan
pupil terbuka penuh. Juga pemeriksaan retina, saraf optik, dan pembuluh darah untuk mengetahui sejumlah gangguan mata dan gangguan sistemik. b. Operasi 2,6 Selama operasi berlangsung, pasien dalam keadaan sadar dan dapat bergerak. Namun, pasien biasanya diberikan sedatif lemah (seperti Valium) dan tetes mata anestetik. LASIK dilakukan dalam 3 langkah. Langkah pertama adalah membuat sayatan lapisan dari jaringan kornea. Langkah kedua adalah remodelling kornea dibawah sayatan sebelumnya dengan menggunakan laser. Dan langkah ketiga adalah reposisi dari sayatan.
Gambar 5. Prosedur Flap
1. Pembuatan Sayatan (Flap) Sebuah ring penahan dan pembentuk kornea dipasang pada mata, menahan posisi mata agar tidak bergerak. Prosedur ini terkadang, pada beberapa kasus menyebabkan perdarahan minor pada pembuluh darah halus pada mata, yang akan sembuh dengan sendirinya dalam beberapa hari setelah operasi. Setelah mata tertahan pada posisinya, maka sayatan epitellium akan dibentuk. Proses pembuatan sayatan menggunakan mikrokeratome, sebuah pisau bedah halus berketebalan beberapa mikrometer, atau menggunakan femtosecond laser. Setelah sayatan terbentuk, lapisan sayatan diangkat, meninggalkan lapisan dibawahnya, yaitu stroma, lapisan tengah dari kornea.
2. Laser Remodelling 2,6
Gambar 6. Penggunaan excimer laser 2
Langkah kedua ialah menggunakan excimer laser, yang memiliki panjang gelombang sebesar 195 nm untuk merubah bentuk dari stroma kornea. Laser menguapkan (vaporized) jaringan stroma yang ingin dibentuk ulang (remodelling) dengan ketelitian yang amat tinggi tanpa membahayakan jaringan lain disekitarnya. Tidak ada pemanasan dan pembakaran, maupun pemotongan nyata yang terjadi pada stroma yang dibentuk ulang, sehingga tidak ada rasa sakit sama sekali pada saat operasi. Beberapa pasien hanya mengeluhkan rasa tak nyaman. Lapisan yang diambil saat penguapan jaringan hanya beberapa mikrometer ketebalannya. Perlakuan penguapan jaringan dalam kornea (stroma) pada LASIK menghasilkan kecepatan dalam operasi, hasil yang maksimal dan sedikit atau bahkan tak ada rasa sakit yang dihasilkan.2,6 Laser excimer, terutama laser argon flourida dengan panjang gelombang 193nm, dapat menguapkan jaringan dengan sangat bersih nyaris tanpa merusak sel – sel disekitar atau dibawah potongan. Dengan menggunakan pulsasi multiple dan ukuran titik (- penembak) yang berubah secara progresif untuk menguapkan lapis demi lapisan kornea yang tipis, pembentukan ulang kontur retina dengan bantuan komputer (fotorefraktif keratectomy{PRK}) dapat memperbaiki kelainan refraksi astigmatisme dan miopia – sedang dengan tepat – dan tampaknya secara permanen. Kesulitan – kesulitan awal berupa terbentuknya perkabutan superfisial dikornea tampaknya telah berhasil diatasi. Kelainan hiperopia atau miopia berat (lebih dari 6 D) tidak berespon sebaik itu dengan PRK. Tetapi ini telah berhasil menyembuhkan ribuan mata miopia di Eropa, Asia Dan Amerika Serikat. Ditempat-
tempat yang tersedia, PRK telah sangat menggantikan keratotomy radial bedah, yang kurang dapat diprediksi dan menimbulkan berbagai komplikasi- mis, pembentukan jaringan parut dalam, perforasi mata, infeksi intraokular, dan penggeseran hyperopia dikemudian hari yang tidak timbul dengan tindakan laser. PRK menghilangkan membran bowman, lapisan tempat epitel kornea melekat ; kadang – kadang hal ini menyebabkan kekeruhan. untuk mempertahankan membran ini, dilakukan sesuatu prosedur alternatif yang banyak dikenal sebagai LASIK, yang terdiri atas pembuatan flap lamelar “berengsel’ pada kornea dengan suatu keratom mekanis, ablasi refraktif dasar – korena dengan laser, dengan pengembalian flap yang telah dibuat. LASIK menghasilkan perbaikan penglihatan yang lebih cepat dan terasa lebih nyaman dibandingkan PRK, tetapi menimbulkan resiko komplikasi jangka panjang yang sedikit lebih tinggi. Secara teori, LASEK menggabungkan keuntungan keuntungan PRK dan LASIK. (3) Laser excimer modern memiliki ukuran titik yang lebih kecil, sistem penelusuran mata, dan ablasi dengan penyesuaian muka – gelombang ( wavefront custom ablation). Kelebihan – kelebihan ini meningkatkan ketepatan terapi dan mnegurangi penambahan aberasi sfheris yang disebabkan oleh pembuatan flap kornea. Wavefront custom ablation diyakini menimbulkan lebih sedikit masalah penglihatan malam pasca operasi. (3) Laser excimer dapat juga digunakan secara terpeutik (PTK) untuk menghilangkan kekeruhan kornea superfisial, seperti yang terdapat pada keratopaty pita dan untuk mengobati penyakit kornea superfisial, misalnya erosi kornea rekuren. (3)
Selama proses kedua ini, pengelihatan pasien akan menjadi sangat kabur setelah lapisan sayatan diangkat. Pasien hanya dapat melihat cahaya putih mengelilingi cahaya orange dari laser. Saat ini, manufaktur laser excimer menggunakan pelacak posisi mata yang mengikuti gerakan mata sebanyak 4000 kali perdetik, kemudian memusatkan gelombang laser dengan akurat pada daerah yang akan di remodelling. Gelombang laser yang digunakan berkisar antara 1 milijoule (mJ) selama 10 sampai 20 nanodetik.2,5
3. Reposisi Flap
Gambar 7. Reposisi Flap 2,6
Setelah laser me-remodelling lapisan jaringan stroma, lapisan epiltelium yang diangkat perlahan-lahan dikembalikan ke tempatnya semula, yaitu diatas lapisan stroma yang telah di bentuk ulang, kemudian dicek ulang terdapatnya gelembung udara, debris (kotoran halus), dan memastikan bahwa lapisan epitellium telah terpasang secara tepat. Lapisan tersebut akan menempel dengan sendirinya, dan akan menyatu dengan lapisan stroma (sembuh) sampai waktu panyembuhan telah usai.2,6,7 c. Perawatan pasca-operasi Pasien umumnya diberikan tetes mata antibiotik dan anti inflamatory (radang) selama beberapa minggu pasca operasi. Pasien juga disarankan untuk tidur lebih lama dan lebih sering dan juga diberikan sepasang pelindung mata dari cahaya yang berlebihan dan pelindung mata dari gosokan ketika tidur dan mengurangi mata kering. 8,9 2.5
Kandidat Ideal Pasien LASIK
Meskipun banyak individu dianggap memiliki kriteria yang baik untuk LASIK, namun terdapat beberapa yang tidak memenuhi kriteria medis umum yang diterima untuk memastikan prosedur LASIK sukses. Berdasarkan berbagai kondisi dan keadaan, semua kandidat LASIK akan terpilih ke dalam salah satu dari tiga kategori besar berikut:2,6 2.5.1
Kandidat Ideal: 2,6
• Berumur minimal 18 tahun dan telah memiliki kacamata atau resep lensa kontak yang stabil setidaknya selama dua tahun. • Memiliki ketebalan kornea cukup • Pasien memiliki salah satu atau lebih dari tiga kelainan pengelihatan, seperti miopia (rabun jauh), astigmatism (penglihatan kabur yang disebabkan oleh kornea berbentuk tidak teratur), hyperopia (rabun jauh), atau kombinasi keduanya (misalnya, miopia dengan silindris). • Tidak menderita penyakit pengelihatan atau yang lainnya, yang dapat mengurangi efektivitas operasi atau kemampuan pasien untuk sembuh dengan baik dan cepat. 2.5.2 Kurang Ideal 2,6 Kategori ini meliputi mereka yang: •
Memiliki riwayat mata kering, yang mungkin akan memburuk setelah operasi
dilakukan. •
Pasien yang dirawat dengan obat-obatan seperti steroid atau imunosupresan, yang dapat
mencegah
penyembuhan,
atau
menderita
penyakit
yang
melambatkan
penyembuhan, seperti gangguan autoimun •
Memiliki jaringan parut kornea.
•
Berumur di bawah usia 18.
•
Memiliki pengelihatan yang tidak stabil,
•
Sedang hamil atau menyusui.
•
Memiliki sejarah herpes okular dalam satu tahun sebelum operasi.
•
Kesalahan refraksi terlalu berat untuk pengobatan dengan teknologi saat ini. Meskipun laser disetujui FDA tersedia untuk memperlakukan salah satu dari tiga jenis
utama kesalahan refraksi miopia, hyperopia dan silindris. Indikasi yang disetujui FDA
menetapkan pasien yang tepat untuk penanganan dengan miopia 1 sampai dengan -12 D, astigmatisme sampai dengan 6D dan hyperopia hingga 6 D. 2.5.3. Kandidat non-LASIK 2,6 Beberapa kondisi dan keadaan individu sepenuhnya yang tidak cocok untuk mendapatkan penanganan LASIK diantaranya: • Memiliki penyakit seperti katarak, glaukoma maju, penyakit kornea, gangguan penipisan kornea (degenerasi marjinal keratoconus atau bening), atau beberapa penyakit mata lainnya yang sudah ada terlebih dahulu dan mempengaruhi atau mengancam penglihatan. 2.6
Kontraindikasi Lasik
Kontraindikasi dari lasik diantaranya : Kornea yang tidak normal (terlalu tipis), penyakit kolagen vaskuler (lupus/rheumatoid arthritis), penggunaan
penyakit antihistamin,
pembuluh penyakit
autoimun
darah (rheumatoid
,ambliopia arthritis/sjögren’s
syndrome/systemic lupus erythematosus/fms), blepharitis, menyusui, katarak (katarak yang sedang berkembang/sebelum operasi katarak, jaringan parut pada kornea, diabetes mellitus, mata kering, ketidakseimbangan otot mata, ptosis, glaucoma, herpes zoster pada mata, riwayat abrasi kornea / erosi berulang/epithelial dystrophy, gangguan penutupan kelopak mata (misalnya pada pasien tiroid dengan exopthalmus), pupil yang lebar, kehamilan, abnormalitas kelengkungan kornea (lebih dari 47k/kurang dari 38-41k), abnormalitas retina, uveitis. 2,4,6 2.7
Potensi Komplikasi 2,4,6
Komplikasi yang paling sering terjadi pasca operasi refraksi adalah “mata kering”. Menurut jurnal American Journal of Ophtalmology, pada maret 2008, tingkat kejadian “mata kering” pasca operasi LASIK selama 6 bulan masa pemulihan mencapai 36%. Tingginya tingkat “mata kering” pasca operasi memerlukan evaluasi baru dalam penanganan pra-operasi
dan pasca-operasi, serta perawatan bagi”mata kering”. Terdapat beberapa metode yang sukses dipasaran seperti air mata buatan, dsb. Apabila “mata kering” dibiarkan tanpa mendapatkan tindakan yang sesuai, akan menyebabkan gangguan pengelihatan dan hasil yang buruk pada LASIK maupun PRK. Pada beberapa kasus yang parah, “mata kering parah” dapat menimbulkan nyeri yang hebat dan kerusakan permanen jaringan mata. Resiko pasien dalam menderita gangguan pengelihatan seperti halos, pengelihatan ganda, kehilangan kontras pengelihatan, dan kesilauan setelah operasi LASIK bergantung pada tingkat ametropia sebelum operasi dan faktor lain. Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang sering dilaporkan pasien diantaranya: 8 •
“mata kering” pasca operasi
•
Overcorrection dan undercorrection
•
Sensitivitas berlebihan terhadap cahaya
•
Pengelihatan tidak stabil
•
Halos
•
Pengelihatan ganda (berbayang
•
Pengikisan (ablasi) berlebihan
•
Kotoran renik (debris) dalam sayatan
•
Erosi epitelium
•
Macular hole. 2.8
Perbedaan PRK/LASEK dan LASIK.
Pada PRK/LASEK, lapisan epitelium pada kornea diambil dan dibuang sebelum laser ditembakkan ke mata. Karena PRK tidak membutuhkan sayatan permanen pada lapisan epitelium, namun lapisan epitelium dibuang dan dibiarkan tumbuh dengan sendirinya, maka struktur kornea lebih stabil dibandingkan LASIK. Prosedur ini berbeda dengan LASIK, dimana bagian epitelium kornea dibuat suatu sayatan/flap dengan menggunakan
mikrokeratome (pisau bedah halus), untuk menghasilkan sayatan/flap pada kornea setebal 100 hingga 180 micrometer sebelum laser ditembakkan ke mata, yang nantinya sayatan akan ditutup dan menyatu kembali dengan sendirinya oleh lapisan yang diambil sebelumnya. Untuk rasa sakit yang ditimbulkan, PRK menimbulkan rasa nyeri yang lebih dibandingkan LASIK, dikarenakan pengambilan lapisan epitelium dilakukan secara keseluruhan.2,6
2.9
Operasi Lasik pada hipermetrop 10,12
LASIK dapat digunakan untuk mengobati hipermetrop derajat rendah sampai tinggi dengan hasil yang memuaskan. FDA merekomendasikan LASIK untuk koreksi hipermetrop sampai +6.00 D. Hipermetrop LASIK (H-LASIK) dilakukan dengan bentuk ablasi annular di daerah perifer kornea untuk meninggikan daerah sentral kornea dan mendapatkan efek kekuatan refraksi yang diinginkan. Masalah awal dari terapi hipermetrop meliputi menurunnya stabilitas dan prediktabilitas dibandingkan dengan terapi untuk miop seperti hilangnya visus setelah koreksi terbaik. Namun dengan bertambahnya zona optikal dan zona perifer, seperti peningkatan sentrasi dengan bantuan alat, penelitian LASIK hipermetrop jangka panjang menunjukkan dampak yang lebih baik. Dalam penelitian 139 mata yang dilakukan oleh Jin G (dengan refraksi sferis +0,63D - +5,13D) didapatkan 71% mata emmetrop dengan 0,50D, dan 91% mata dengan 1,00D pada 16 bulan follow up. Visus sebelum koreksi adalah kriteria utama untuk menilai keefektifan suatu prosedur refraksi, dan Jin mendapatkan visus sebelum koreksi post operasi 20/20 pada 42%, 20/25 pada 63% dan 20/40 pada 93% mata. Pada penelitian klinik FDA untuk LASIK hipermetrop yang sampai +6D, 49-59% mata memperoleh visus sebelum koreksi 20/20 post operasi, 93-960 mencapai 20/40, 86-87%
mencapai emmetrop dengan lD. Dan 3,5% mata kehilangan 2 atau lebih garis dari visus setelah koreksi terbaik. Secara keseluruhan, penelitian dengan zona ablasi yang lebih besar memperlihatkan hasil yang baik untuk kelainan refraksi sampai +4 s/d +5D, namun prediktabilitas dan stabilitasnya menurun untuk terapi hipermetrop diatas level ini. Gulani yang melakukan penelitian pada 49 mata, 90% mata mendapatkan visus 20/40 post operasi, sedangkan 50% mencapai 20/20. Hasil yang sama dilaporkan oleh Zadok yang melakukan H-LASIK sampai +5D pada 72 mata mendapatkan prediktabilitas yang baik sampai +3D yaitu 89% mata emmetropia dengan plus minus 1D dan prediktabilitas menurun pada level lebih dari +3D (52% mata emmetrop dengan plus minus 1D) Hasil dari LASIK hipermetrop cukup baik dan relatif stabil dalam 6 bulan post operasi. Stabilitas refraksi terjadi pada l-2 minggu post operasi dan tetap stabil dalam 6 bulan. Jin G juga melaporkan stabilitas visus sebelum koreksi didapat setelah 6 bulan. Komplikasi dari LASIK antara lain adalah instabilitas kornea, kornea kabur, penurunan visus dan dry eye. Pada penelitian Gulani, tidak didapatkan kekaburan kornea yang signifikan, desentrasi, astigmat iregular, atau inflamasi. Epitelial ingrowth dijumpai pada 3 kasus, tapi ringan dan terbatas di perifer. Sedangkan Jin G tidak mendapatkan komplikasi intra operasi yang serius, abrasi epitel pada 9%, epithelial ingrowth yang memerlukan operasi terdapat pada dua mata (1,4%)
2.10
Operasi Lasik pada Miop 11,12
Dengan menggunakan sinar cahaya laser juga dapat membentuk kembali kornea dan seterusnya dapat membaiki miopia. Keratectomy photorefractive (PRK) dan laser keratomileusis in situ (LASIK) merupakan dua prosedur yang umum dilakukan. Lapisan tipis jaringan dari permukaan kornea dihilangkan dengan menggunakan laser dalam prosedur PRK bertujuan untuk mengubah bentuk jaringan tipis dari kornea dan
memfokuskan cahaya yang masuk ke dalam mata. Meskipun begitu jumlah pembuangan jaringan tipis ini terdapat batas amannya. Apabila sebagian jaringan kornea ini dibuang, maka sejumlah kasus miopia dapat diatasi. PRK membuang lapisan tipis dari permukaan kornea sedangkan LASIK tidak. LASIK membuang sebagian lapisan jaringan dari lapisan dalamnya. Untuk melakukan hal ini, bagian dari permukaan luar kornea dipotong dan dilipat agar jaringan lapisan dalam terdedah. Kemudian sebagian jaringan lapisan dalam yang diperlukan untuk membentuk kembali kornea dibuang pada jumlah yang tepat dengan menggunakan laser, dan kemudian jaringan luar ditutup dan ditempatkan semula dalam posisi untuk menyembuhkan. Jumlah miopia yang dapat dikoreksi LASIK dibatasi oleh jumlah jaringan kornea yang dapat dihapus dengan cara yang aman. Pada masa ini, orang yang sangat rabun dekat atau korneanya terlalu tipis sehingga tidak memungkinkan penggunaan prosedur laser sudah memiliki pilihan lain selain untuk memperbaiki rabun jauhnya. Dengan melakukan prosedur penanaman lensa kecil di dalam mata mereka, rabun jauh yang mereka miliki mungkin dapat dikoreksi. Lensa intraokular ini dapat memberikan koreksi optik yang diperlukan secara langsung di dalam mata dan lensa intraokular ini terlihat seperti lensa kontak kecil.
2.11
Keuntungan dan Kerugian LASIK 2,6
a.
Keuntungan :
Minimal atau tidak ada rasa nyeri setelah operasi
Kembalinya penglihatan lebih cepat dibandingkan PRK
Tidak ada risiko perforasi saat operasi dan rupture bola mata karena trauma setelah operasi
b.
Tidak ada gejala sisa kabur karena penyembuhan epitel Kerugian :
LASIK jauh lebih mahal
Membutuhkan skill operasi para ahli mata
Dapat terjadi komplikasi yang berhubungan dengan flap, seperti flap putus saat operasi, dislokasi flap post operasi, astigmat irreguler
BAB III KESIMPULAN 1.
Dengan operasi lasik ini, dapat membantu mengurangi ketergantungan seseorang pada kaca mata dan kontak lensa.
2.
LASIK merupakan prosedur yang tingkat keberhasilannya mencapai 90 %, hanya sedikit menimbulkan rasa sakit dan prosedur LASIK ini hanya memerlukan waktu jauh lebih singkat.
3.
Excimer laser merupakan alat kedokteran yang menggunakan prinsip dasar fisika khususnya laser.
4.
Kesalahan pembiasan pada mata seperti miopi, presbiopi dan astigmatisma dapat diperbaiki dengan bantuan sinar laser melalui rekonstruksi kornea.
Daftar Pustaka
1. Sidarta Ilyas. Penuntun Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas Kedokteran Uiversitas Indonesia. 2005 2. Reinstein DZ, Archer TJ, Gobbe M. The history of LASIK. Journal of Refractive Surgery. 2012; 28(4): 291-98 3. Vaugan DG, Asbury T, Eva P. Oftalmologi Umum, Edisi 14. Jakarta: Penerbit Widya Medika. 2000; 3 4. Binder PS, Lindstrom RL, Stulting RD ,et al. Keratoconus and Corneal Ectasia After LASIK. Journal of Refractive Surgery .2005; 21: 749-753 5. Matillon Y. Correction of refractive disorders by excimer laser: photorefractive keratectomy and LASIK. The national agency For accreditation and evaluation In health (anaes).2000 6. Gulani A. Hyperopia" Lasik. In: eMedicine Article. 2006; 1-8. 7. Wang M. Epithelial ingrowth after laser in situ keratomileusis. Am J Ophthalmol. 2001;129(6):746-751. 8. Turu L, Alexandrescu C, Stana D, Tudosescu, et al. Dry Eye Disease After LASIK. Journal of medicine and life. 2011
9. Hammond S, Puri A, Ambati B. Quality of vision and patient satisfaction after LASIK. Current Opinion in Ophthalmology. 2004;15(4):328-332. 10. Jin GJC, Lyle A. Laser In situ keratomileusis for primary hyperopia. In : J Cataract Refractive Surgery. 2005 ;31 :776-784. 11. Helgesen A, Hjortdal J, Ehlers N. Pupil size and night vision disturbances after LASIK for myopia. Acta Ophthalmologica Scandinavica. 2004;82(4):454-460 12. Epstein D. LASIK Outcomes ln Myopia and Hyperopia. Smolin And Thoft's The Comea. 4th Ed. Lippincott Williams & Wilkins, 2005; 1229-1231.