Redaksi Media Pustakawan Mengucapkan Selamat bertugas kepada Bapak Drs. M. Syarif Bando, MM. sebagai Kepala Perpustakaan Nasional RI Semoga menjadi pemimpin yang amanah, inovatif dan inspiratif.
Pelantikan Kepala Perpustakaan Nasional RI oleh Menteri Pendidkan dan Kebudayaan RI
DAFTAR ISI
06 15 21 27 33 39 47 59 65
Afdini Rihlatul Mahmudah & Aris Riyadi Proses Seleksi Koleksi Perpustakaan bagi Pengguna Disabilitas (Prodi Ilmu Perpustakaan, Universitas Indonesia) Irhamni Ali Pengamanan Koleksi Digital dengan Pendekatan Manajemen Resiko (Perpustakaan Nasional RI) Sutarsyah Film Animasi Sebagai Media Promosi Perpustakaan (Kebun Raya Bogor - LIPI) Leonardo Lodewyck Keyveent & Rosini Persepsi Pemustaka Terhadap E-Resources Perpustakaan Nasional RI (Prodi Ilmu Perpustakaan, Universitas YARSI Jakarta) Arif Nurochman Telaah Sosial Kontemporer Masyarakat Informasi: Perspektif Perpustakaan Perguruan Tinggi (UPT Perpustakaan Universitas Soedirman Purwokerto) Mutia Watul Wardah Pemanfaatan Facebook dalam Promosi UPT Perpustakaan Universitas Syiah Kuala (UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta) Himawanto Telaah Artikel Jurnal Online ScienceDirect Bidang Ilmu Kebumian Zona Indonesia (Puslitbangtek Migas “LEMIGAS” Kementerian ESDM) Jelita Wilis Kondisi Rujukan Pustaka Karya Tulis Ilmiah pada Jurnal Ilmiah Terakreditasi (Puslitbang Tanaman Pangan - LIPI) Muthia Nurhayati Upaya Memberdayakan Kliping Koran untuk Memenuhi Kebutuhan Informasi Pengguna (Pusat Penelitian Biologi - LIPI)
INFO MEDIA
VOL. 23 NO. 2 TAHUN 2016
Cara Menulis Studi Kasus Ada banyak jenis studi kasus yang berbeda. Terdapat 3 tipe studi kasus: ilustratif (deskriptif kejadian-kejadian), penyelidikian (investigatif ), kumulatif (perbandingan kumpulan informasi) dan kritis (menguji persoalan tertentu dengan hasil dari sebab dan akibat). Beberapa langkah supaya penulisannya lancar dan menjamin pengembangan dan penyampaian studi kasus yang beraturan, yang dapat digunakan untuk membuktikan sebuah poin atau pencapaian ilustrasi. 1. Memulai • Tentukan tipe, desain atau gaya studi kasus yang paling cocok untuk audiens yang dituju. • Tentukan topik studi kasus yang akan diteliti. • Carilah studi kasus yang pernah dipublikasi pada materi persoalan yang sama atau mirip. • Cari tahu apa yang telah dituliskan sebelumnya dan baca artikel penting mengenai situasi kasus tersebut. • Tinjaulah contoh-contoh studi kasus yang mirip dalam gaya dan cakupan untuk mendapatkan ide komposisi dan format juga. 2. Mempersiapkan Wawancara • Pilih partisipan yang akan diwawancarai untuk dicantumkan dalam studi kasus tersebut. • Menulis daftar pertanyaan wawancara dan tentukan bagaimana penulis akan melakukan studi kasus tersebut. • Mengatur interview dengan para ahli materi persoalan (manajer laporan dalam korporasi, klien dan pelanggan dengan menggunakan alat dan jasa dan lainnya yang dapat dipakai). 3. Mendapatkan Data • Lakukan wawancara. • Mengumpulkan dan menganalisa semua data yang dapat dipakai, termasuk dokumen, rekor arsip, pengamatan dan artefak. • Merumuskan masalahnya dalam satu atau dua kalimat. 4. Menulis Artikel Studi Kasus • Mengembangkan dan menuliskan studi kasus dengan menggunakan data yang terkumpul selama proses penelitian, wawancara dan analisa. • Tambahkan referensi dan lampiran (jika ada). • Lakukan penambahan atau penghapusan. • Memperbaiki dan mengkoreksi cetakan tulisan. TIPS • Jika kita sedang mengembangkan banyak studi kasus untuk tujuan yang sama dengan menggunakan persoalan umum, gunakan template dan/atau desain yang beraturan. • Pastikan untuk menanyakan pertanyaan tanpa batasan selama menjalankan wawasan untuk membantu mengembangkan diskusi. • Minta izin untuk menghubungi partisipan studi kasus selama mengembangkan penulisan studi kasus. Kita mungkin menemukan keperluan informasi tambahan saat menganalisa semua data. • Minta izin para partisipan studi kasus untuk menggunakan nama dan informasi mereka sebagai sumber dan melindungi keadaan tanpa nama jika mereka memilih untuk tidak memperlihatkan partisipasi mereka. Sumber: http://id.wikihow.com/Menulis-Studi-Kasus
MAJALAH MEDIA PUSTAKAWAN
Penasehat Kepala Perpustakaan Nasional RI, Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan, Penanggung jawab Kepala Pusat Pengembangan Pustakawan, Redaktur Sarwidiarti Mrihastuti, Penyunting Sadarta, Novi Herwati, Catur Wijiadi, Akhmad Priangga, Novatriyanti, Sri Sumiarsi, Ferico Hardiyanto, Rudianto, Akhmad Priangga, Khosyi Alfin Maulana, Redaktur Pelaksana Rohadi, Desain Grafis Khamami, Sekretariat Ismawati, Dede Sumarti, Sutarti, Istilah Daerah, Etikah Wahyuni, Triningsih, Khamami, Mardiana Tri Hidayanti, Alamat Redaksi Pusat Pengembangan Pustakawan Perpustakaan Nasional RI, Jl. Salemba Raya No. 28A, Jakarta Pusat, Tlp. (021) 3906923, Fax. (021) 3906923, Email :
[email protected], ISSN : 1412-8519
Cover Depan: Dunia perpustakaan tak luput dari perubahan. Perubahan tak melulu tentang teknologi dan perkembangannya, yang terpenting adalah visi dan gagasan besar dibalik itu semua. Dengan HUT ke-36 Perpusnas dan terpilihnya pucuk pimpinan yang baru serta dikukuhkannya Pengurus Pusat IPI periode 2015-2018, semoga menjadi momentum perubahan dunia perpustakaan Indonesia ke arah yang lebih baik.
KONTEN NASKAH DI LUAR TANGGUNG JAWAB REDAKSI Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
3
Era Perubahan
E
ra ini adalah era perubahan. Perubahan ini dapat terlihat secara kasat mata. Yakni dimulai dari runtuhnya perusahaan raksasa telepon genggam asal Finlandia, Nokia. Bahkan sampai mulai terusiknya para pengusaha taksi konvensional. Kita tentu dapat melihat perubahan ini secara kasat mata, dimulai dari runtuhnya raksasa telepon genggam asal Finlandia, Nokia, sampai mulai terusik para pengusaha taksi konvensional. Keruntuhan Nokia bukan disebabkan oleh kompetitor terbesarnya, Apple Inc, melainkan oleh sebuah platform yang baru pertama kali muncul tahun 2007, yaitu Android. Saat ini Android merajai sistem operasi sebagian besar merek telepon genggam. Sedangkan terusiknya para pengusaha taksi konvensional di dunia dikarenakan kehadiran Uber Taxi. Yang menarik dari hal tersebut adalah penggunaan teknologi, baik oleh uber taxi maupun taksi konvensional. Sebagai contoh, Perusahaan taksi biru di Indonesia telah meluncurkan aplikasi untuk pemesanannya sejak tahun 2011 namun tidak dapat membendung uber taxi dan taksi berbasis aplikasi lainnya. Hal ini tidak hanya dikarenakan kualitas aplikasi, tetapi bagaimana sebuah perusahaan memandang dan memperlakukan konsumennya. Hal ini dapat terlihat dari tagline “everyone’s private driver”. Inilah yang menjadi pembeda! Bukan hanya mengenai “aplikasi” tetapi juga tentang visi dan gagasan besar yang menjadi jiwanya. Teknologi dan segala perkembangannya mungkin akan mengenal usia, tetapi untuk visi dan gagasan besar tidak mengenal batasan usia. Di era perubahan ini, pustakawan dan perpustakaan wajib memiliki visi dan gagasan yang sesuai dengan perkembangan zaman. Sebagai contoh, Perpustakaan Nasional RI dengan visi “Terwujudnya Indonesia Cerdas Melalui Gemar Membaca dengan Memberdayakan Perpus takaan” memiliki beberapa program yang “menyesuaikan” dengan perkembangan zaman, seperti Indonesia OneSearch, Aplikasi Perpusnas pada android dan iOS dan tidak lupa layanan e-resources. Pustakawan dan perpustakaan wajib melakukan inovasi-inovasi dan terobosan yang sesuai dengan perkembangan zaman. Salah satu tema atau gagasan yang cukup hangat saat ini adalah kebebasan intelektual, yang
4
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
di dalamnya mencakup hak untuk mengetahui, kebebasan berekspresi dan kebebasan berpikir. Kebebasan-kebebasan tersebutlah yang diperlukan untuk menciptakan kebebasan akses terhadap informasi. Program-program Perpustakaan Nasional yang disebutkan sebelumnya, selain mengacu pada visi Perpustakaan Nasional tentu saja juga memperhatikan akses akan informasi, yang tentu saja berarti mendukung kebebasan berpikir dan berekspresi. Atas dasar itulah, redaksi perlu menyatakan bahwa pemberitaan di salah satu media massa dengan judul “Perpustakaan Nasional mendukung pemusnahan buku kiri” adalah keliru dan tidak sesuai fakta. Pada kesempatan ini, redaksi mengucapkan selamat atas terpilihnya Bapak Drs. Muhammad Syarif Bando, M.M. sebagai Kepala Perpustakaan Nasional. Di beberapa kesempatan, Beliau berulang kali menegaskan hal utama dari nawacita dalam konteks Perpustakaan, yaitu “Perpustakaan harus hadir dalam masyarakat”. Perpustakaan, khususnya perpustakaan umum menyediakan akses pengetahuan, informasi, karya imajinasi, melalui sumber daya dan jasa untuk semua anggota masyarakat tanpa membedakan ras, kebangsaan, usia, gender, kepercayaan (agama), bahasa, status ekonomi, pekerjaan dan pendidikan (IFLA, 2001). Dengan demikian berarti perpustakaan merupakan tempat demokratis yang tidak membeda-bedakan manusia (pemustaka), baik dari sisi koleksi maupun layanannya. Inovasi pada perpustakaan umum, selain berdasarkan pada kebebasan akses terhadap informasi, juga perlu mempertimbangkan aspek demokrasi dan penyelenggaraan demokrasi di Indonesia, sebagai contoh, Perpustakaan Kota Mykolayiv di Ukraina mampu berperan dalam pemilihan walikotanya. Peran tersebut diwujudkan dengan menjembatani gap komunikasi antara pemerintah daerah dan warganya melalui peningkatan akses informasi publik, fasilitasi transparansi publik, mempertemukan warga dengan calon-calon walikota dan membahas pembangunan berkelanjutan. Selain itu, perpustakaan umum tersebut juga bermitra dengan LSM-LSM lokal seperti Laska dan Art-Optimisty serta menyediakan fasilitas seperti ruang pertemuan, komputer untuk meneliti topik yang sedang didiskusikan (https://www.irex.org/news/libraries-ukraine-
prepare-citizens-elections). Sebagai tempat yang demokratis, perpustakaan harus mampu melayani seluruh pemustakanya tanpa terkecuali termasuk penyandang disabilitas atau pemustaka berkebutuhan khusus. Pada Media Pustakawan edisi ini, Afdini Rihlatul Mahmudah dan Aris Riyadi, Mahasiswa Magister Ilmu Perpustakaan Universitas Indonesia, melalui artikel yang bejudul “Proses Seleksi Koleksi Perpustakaan bagi Pengguna Disabilitas” mengungkapkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses seleksi koleksi perpustakaan untuk disabilitas. Artikel ini penting untuk dicermati dan tentu saja diimplementasikan agar dapat mewujudkan perpustakaan yang mampu melayani seluruh pemustakanya tanpa terkecuali. Dampak positif dari perkembangan teknologi, diganggu oleh sebagian orang yang memanfaatkannya untuk niat jahat, karenanya aspek keamanan dalam perkembangan teknologi menjadi penting. Irhamni Ali, Perencana Pertama Perpustakaan Nasional, memberikan perspektif baru mengenai keamanan koleksi digital. Pendekatan manajemen risiko pada koleksi digital sangat penting dalam upaya meminimalisir risiko seperti pencurian data pemustaka, pencurian data koleksi, penyebaran virus dan sebagainya. Manajemen risiko pada pengamanan koleksi digital meliputi, penetapan tujuan, identifikasi risiko pada koleksi digital, analisis risiko pada koleksi digital, evaluasi risiko pada koleksi digital, pengendalian risiko digital, monitor dan review serta komunikasi dan konsultasi. Artikel ini patut dibaca khususnya bagi pustakawan dan perpustakaan yang akan mengembangkan koleksi digital. Orang-orang yang lahir dan tumbuh di era teknologi digital dan sangat familiar dengan internet dan komputer sejak usia dini, biasa kita sebut sebagai digital native merupakan pemustaka yang saat ini menjadi perhatian pustakawan dan perpustakaan. Perhatian tersebut diwujudkan seperti pengembangan perpustakaan digital. Untuk menumbuh kembangkan minat baca digital native perlu melakukan inovasi seperti koleksi digital, tidak hanya sembarang koleksi digital tapi memperhatikan format dan konten dari koleksi digital tersebut. Sutarsyah, Pustakawan Madya Perpustakaan Kebun Raya Bogor, melalui artikelnya yang berjudul “Film Animasi sebagai Media Promosi Perpustakaan” menerangkan tentang manfaat Film Animasi yang khusus dibuat oleh Perpustakaan Kebun Raya Bogor. Sutarsyah juga menjelaskan mengenai film animasi yang dibuatnya serta menyebarkannya melalui youtube, sebuah
situs web berbagi video yang akrab dengan para digital native. Inovasi menjadi kunci dalam menjalani era perubahan ini. Inovasi harus diupayakan terus menerus, menjadi sebuah “siklus hidup” agar dapat bertahan dalam era perubahan ini. Sebagai contoh, aplikasi-aplikasi, sistem operasi bahkan game baik pada smartphone maupun komputer, terus menerus melakukan update dan perbaikan. E-resources sebagai salah satu inovasi dalam mewujudkan visi Perpustakaan Nasional yang telah diluncurkan sejak tahun 2013 tentulah memerlukan inovasi atau perubahan tambahan. Artikel Leonardo Lodewyck Keyveent dan Rosini yang berjudul “Persepsi Pemustaka Terhadap E-Resources Perpustakaan Nasional RI” menggambarkan tentang ideal atau tidaknya e-resources Perpustakaan Nasional RI dari perspektif pemustaka. Hasil kajian tersebut dapat dijadikan acuan untuk mengembangkan e-resources Perpustakaan Nasional yang “sangat ideal”. Kunci lain dari menjalani era perubahan ini adalah membaca, membaca keadaan dan masyarakat. Membaca keadaan dan masyarakat pun perlu ditunjang dengan membaca berbagai literatur agar pustakawan dan perpustakaan dapat terus eksis di era perubahan. Terakhir, literasi informasi merupakan kompetensi yang wajib dimiliki dan dikuasai oleh pustakawan. Era masyarakat informasi seperti saat ini, membutuhkan kemampuan literasi informasi pustakawan. Arif Nurochman dalam artikel yang berjudul “Telaah Sosial Kontemporer Masyarakat Informasi: Perspektif Perguruan Tinggi” memaparkan peran perpustakaan, khususnya perpusta kaan perguruan tinggi dalam masyarakat informasi dan perubahan yang perlu dilakukan oleh perpustakaan perguruan tinggi di era saat ini. Di belahan dunia manapun, perubahan cenderung memicu sebuah pergolakan bahkan mungkin benturan fisik antar masyarakat. Sebagai contoh, pada bulan Maret - April 2016 media massa ramai memberitakan mengenai benturan antara pengemudi taksi konvensional dengan ojek berbasis aplikasi. Di era perubahan ini, mengubah diri adalah keharusan bagi pustakawan yang ingin tetap bertahan dan terus ada. Adalah hal yang mengerikan bila 5 tahun mendatang, media massa ramai memberitakan tentang pustakawan yang mendemo google. Jadi, mari meningkatkan dan mengembangkan kompetensi diri! Di era perubahan mampu tetap eksis melalui prestasi karya dan inovasi. Salam. (KAM)
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
5
Oleh: AFDINI RIHLATUL MAHMUDAH1, ARIS RIYADI2 Email:
[email protected],
[email protected]
Proses Seleksi Koleksi Perpustakaan bagi Pengguna Disabilitas Abstrak Tulisan ini membahas tentang proses seleksi koleksi perpustakaan bagi layanan pengguna disabilitas. Proses seleksi koleksi perpustakaan merupakan sebuah ilmu yang terfokus pada pemilihan item yang terdaftar agar karya dan informasi di dalamnya dapat disebarluaskan dan menjadi pengetahuan untuk masyarakat. Penyeleksian dilakukan dengan mengidentifikasi kebutuhan koleksi berdasarkan subjek dan bentuk fisik materinya kemudian menentukan jumlah anggaran yang ada dan mengalokasikan dananya pada subjek atau kategori koleksi. Proses ini meliputi identifikasi, evaluasi, memutuskan pembelian dan persiapan pemesanan yang dilakukan oleh tim seleksi yang mengambil sumber informasi tentang item dengan menggunakan alat bantu seleksi. Terdapat empat konsep kontrak pengadaan yang dilakukan antara perpustakaan dengan vendor yang bekerjasama berupa standing order, blanked order, approval order, dan till forbidden. Karakter yang ada pada setiap perpustakaan dapat berbeda-beda menggunakan proses dan konsep seleksi bergantung pada jenis koleksi yang diprioritaskan oleh perpustakaan tersebut. Kebijakan seleksi mempengaruhi perpustakaan untuk menyediakan koleksi yang sesuai dengan permintaan dan kebutuhan penggunanya karena para pengguna disabilitas kesulitan mendapatkan informasi yang terdapat pada koleksi perpustakaan. Kata Kunci: seleksi, koleksi perpustakaan, alat bantu seleksi, pengguna disabilitas
Pendahuluan Semua manusia memiliki kebutuhan akan infor masi dan ilmu pengetahuan, tak terkecuali penyandang disabilitas. Kebutuhan ini akan terwujud jika perpus takaan mampu memenuhi kebutuhan mereka mela lui berbagai bentuk layanan yang diberikan oleh perpus takaan, salah satunya dengan menyediakan koleksi yang mudah digunakan, misalnya oleh penyandang tunanetra yaitu koleksi braille atau buku bicara (talking book). Para pengguna disabilitas kini bisa menikmati layanan perpustakaan dengan lebih nyaman. Perpustakaan telah menyediakan fasilitas bernama ‘Braille Corner’ yang dilengkapi dengan berbagai sarana penunjang, seperti yang terdapat di Perpustakaan dan Arsip Kota Malang
1 2
(YPPI, 2015). Selain itu, fasilitas yang disediakan bagi pengguna disabilitas juga terdapat di Perpustakaan Universitas Diponegoro Semarang, Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Kota Yogyakarta yang membuka layanan Blind Corner dengan menyediakan beragam koleksi huruf braille, dan Universitas Sanata Dharma yang melayani mahasiswa tunarungu. Berbagai macam koleksi tersedia bagi pengguna disabilitas, mulai dari buku pelajaran, buku umum, dan Al Quran Braille. Koleksi tersebut disediakan berdasarkan implementasi dari sasaran dan tujuan yang telah dibuat pada dokumen kebijakan pengembangan koleksi yang telah ditetapkan oleh perpustakaan.
Mahasiswa Program Magister Program Studi Ilmu Perpustakaan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Mahasiswa Program Magister Program Studi Ilmu Perpustakaan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia
6
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
Kebijakan pengembangan koleksi di perpustakaan sebenarnya bukan serta merta hanya mengenai cara membeli koleksi yang baru, melainkan bagaimana mengombinasikan koleksi baru dengan judul yang standar dan penyiangan serta pengelolaan yang membutuhkan keseimbangan tindakan antara kualitas dan popularitas, satu atau kelipatan, serta baru dan lama. Johnson (2014) mendefinisikan pengembangan koleksi merupakan istilah yang mewakili proses sistematis membangun koleksi perpustakaan untuk melayani pembelajaran, pengajaran, penelitian, rekreasi, dan kebutuhan lain dari pengguna perpustakaan. Proses ini meliputi seleksi dan deseleksi bahan perpustakaan termutakhir dan lama kemudian perencanaan strategis yang jelas untuk akuisisi secara berkelanjutan dan evaluasi koleksi untuk memastikan peningkatan perpustakaan dalam melayani kebutuhan pengguna. Pengembangan koleksi merupakan proses untuk memastikan bahwa perpustakaan memenuhi kebutuhan informasi pengguna secara tepat waktu dan ekonomis, memanfaatkan sumber informasi yang dihasilkan baik dari dalam maupun luar organisasi. Pengembangan koleksi yang efektif membutuhkan adanya sebuah rencana untuk mengoreksi kelemahan koleksi disamping menjaga kekuatan koleksi. Kebijakan pengembangan koleksi memberikan pedoman untuk kegiatan tersebut dalam melakukan seleksi suatu karya. Evans dan Saponaro (2005) menyatakan bahwa pengembangan koleksi merupakan proses mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan bahan perpustakaan dalam konteks sesuai dengan kebutuhan pengguna dan berusaha untuk selalu mengevaluasi kelemahan tersebut supaya sesuai dengan kebutuhan pengguna. Seleksi adalah sebuah seni dan ilmu yang dihasilkan dari kombinasi pengetahuan serta pengalaman dan intuisi. Memahami proses seleksi adalah menentukan apakah koleksi yang dipilih pantas dan menjawab pertanyaan tentang relevansi isi, pengarang, subjek, editor, penerbit, dan judulnya. Pemahaman diperoleh dari frekuensi atau kegiatan rutin dan pengembangan koleksi yang berulangulang. Seorang penyeleksi harus mengetahui sumber atau tempat barang yang sesuai. Ia harus pula mempunyai keterampilan dalam memilih berbagai variasi barang, format, mengevaluasi kualitas, dan menyeimbangkan antara biaya dan dana yang disiapkan. Bahkan, dalam filosofi kepustakawanan, Ranganathan dalam Noruzi
(2004:13) menyebutkan bahwa setiap buku punya pembacanya dan setiap pembaca memiliki bukunya. Oleh karena itu, perpustakaan sebaiknya tepat sasaran dalam mengimplementasikan kebijakan pengembangan koleksi. IFLA dalam Libraries for The Blind in the Information Age Guidelines for Development (2005: 35) menyebutkan “a collection development policy, defining a strategy for building the collection and the library’s position on intellectual freedom, should be created and distributed to readers, staff and other stakeholders. The policy should be used to guide the selection, maintenance, and evaluation of content, regardless of its source or location, and give stakeholders an understanding of the scope of the collection”. Bahwa, kebijakan pengembangan koleksi adalah menetapkan strategi untuk membangun koleksi di mana harus diciptakan dan didistribusikan kepada pengguna dan staf yang berwenang terhadap pengembangan koleksi. Kebijakan ini digunakan sebagai panduan seleksi, memelihara, mengevaluasi, serta memberikan sebuah pemahaman mengenai cakupan dari koleksi. Perpustakaan mengadakan koleksi khusus bagi penyandang disabilitas dengan membeli dan menyeleksi koleksi seperti buku braille dengan mengacu pada kebijakan pengembangan koleksi perpustakaan. Perpustakaan merupakan salah satu sarana fasilitas yang dibutuhkan para penyandang disabilitas dalam memberikan akses informasi. Perpustakaan juga berkewajiban menyediakan dan menyeleksi koleksi agar pengguna disabilitas dapat memperoleh kenyamanan dalam mendapatkan informasi yang ada di sana. Dari latar belakang tersebut, menarik untuk dikaji mengenai bagaimana proses seleksi koleksi perpustakaan khususnya bagi pengguna disabilitas. Perpustakaan bagi Penyandang Disabilitas Hal pertama dan paling utama ketika perpustakaan ingin memberi layanan kepada penyandang cacat (disabilitas) di mana pengembangan seleksi koleksi masuk di dalamnya adalah dengan mempelajari tentang orang-orang cacat. Disabilitas dapat didefinisikan sebagai kondisi fisik atau mental yang membatasi individu dari penggunaan bagian tubuhnya (baik itu sebagian, seluruhnya atau sedikit saja) dalam melakukan tugas sehari-hari. Hal ini juga dapat didefinisikan bahwa seseorang tidak dapat belajar atau mendapat informasi dengan mudah. Perlu dicatat pula bahwa tantangan yang
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
7
dihadapi oleh mereka sangat berat tidak hanya berupa tantangan fisik, tunanetra dan fisik lainnya namun orang dengan disabilitas juga menghadapi kebodohan, prasangka negatif dan diskriminasi sosial yang paling berbahaya. Kesadaran masyarakat dengan memberi kesempatan yang sama dalam berbagai kondisi sangat diperlukan untuk mengintegrasikan mereka ke dalam komunitas. Hal ini perlu ditetapkan bahwa akses terhadap informasi adalah salah satu hak asasi manusia yang paling penting sehingga memungkinkan individu untuk mengembangkan dirinya, dan secara aktif berpartisipasi dalam masyarakat demokratis, menjalankan hak dan kewajibannya.
pengetahuan dan kemampuan akan bertambah, dan beban mental yang mereka derita dapat berkurang, serta rasa percaya diri akan mulai tumbuh dan merasa memiliki persamaan dengan masyarakat umum lainnya.
Perpustakaan sudah seharusnya menyediakan koleksi dan melayani pengguna dari semua kalangan tak terkecuali penyandang disabilitas. Kebanyakan penyandang disabilitas masih kurang mendapatkan pelayanan yang memadai baik mengenai koleksi-koleksi buku, format media bahan pustaka, ataupun dari segi layanan dan komunikasi. Untuk memenuhi kebutuhan yang berhubungan dengan keperluan informasi bagi para penyandang disabilitas, maka perlu memperhatikan koleksi apa yang dibutuhkan oleh mereka. Saat ini perpustakaan sedang mengembangkan layanan publik untuk penyandang disabilitas. Fasilitas publik untuk penyandang disabilitas memang belum ramah dan mudah diakses. Penyandang disabilitas belum dianggap bagian dari masyarakat yang berhak mendapatkan layanan publik. Persepsi ini harus diubah agar penyandang disabilitas mendapatkan hak yang sama dengan seluruh masyarakat pada umumnya.
Proses Seleksi Bahan Perpustakaan Perpustakaan mengadakan koleksi bagi pengguna disabilitas dengan membeli dan menyeleksi koleksi seperti buku braille yang mengacu pada dokumen kebijakan pengembangan koleksi perpustakaan. Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sudah semestinya akses informasi dan jenis koleksi bertambah, dengan adanya teknologi yang maju saat ini sangat memungkinkan sebuah aplikasi bagi perpustakaan dalam menyediakan koleksi bagi para pengguna disabilitas.
Salah satu butir dari Deklarasi Glasgow pada tahun 2002 (IFLA, 2002) menegaskan bahwa “libraries and information services shall make materials, facilities and services equally accessible to all users. There shall be no discrimination for any reason including race, national or ethnic origin, gender or sexual preference, age, disability, religion, or political beliefs”. Dari kutipan tersebut, perpustakaan harus menyediakan koleksi, fasilitas dan layanan bagi semua pengguna tanpa terkecuali. Diskriminasi yang membedakan ras, suku, jenis kelamin, usia, ketidakmampuan atau keterbatasan, agama, dan pandangan politik harus dihapuskan. Dengan demikian, perpustakaan dapat membantu penyandang disabilitas untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan yang dibutuhkan. Hal tersebut sangat membantu mereka,
8
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
Koleksi perpustakaan bagi pengguna disabilitas tentunya berbeda dengan koleksi perpustakaan pada umumnya. Kebanyakan koleksi yang dimiliki bagi pengguna disabilitas sangat terbatas dan khusus, seperti buku teks yang selanjutnya dialihmediakan menjadi koleksi braille atau buku suara (audio). Pada umumnya koleksi perpustakaan yang disediakan bagi pengguna disabilitas berasal dari permintaan penggunanya.
Proses seleksi merupakan salah satu dari komponen kegiatan yang ada dalam proses pengembangan koleksi. Proses ini sangat bergantung pada perpustakaan yang memiliki tujuan yang berbeda-beda. Dalam melakukan proses seleksi diperlukan adanya sebuah kebijakan seleksi, kebijakan seleksi berbeda dengan kebijakan pengembangan koleksi. Kebijakan seleksi umumnya berisi pernyataan umum tentang koleksi, fungsi seleksi, dan apa yang menjadi tolak ukur dalam kegiatan seleksi. Kebijakan ini dibuat untuk membantu penyeleksi dalam memilih koleksi yang dibutuhkan pengguna. Selanjutnya kebijakan seleksi ini disesuaikan dengan kebutuhan penggunanya, terutama bagi pengguna disabilitas di mana koleksi yang disediakan harus dalam format yang mudah diakses oleh pengguna disabilitas tersebut. Untuk menjalankan proses seleksi, pustakawan atau penyeleksi harus mengetahui tujuan perpustakaan. Seleksi koleksi dalam prosesnya merupakan tantangan tersendiri bagi pustakawan. Proses tersebut membutuhkan kecerdasan, kecakapan, dan perhatian yang besar terhadap kebutuhan pengguna. Selain itu, proses seleksi juga diperlukan untuk mengetahui koleksi apa saja yang masih
dibutuhkan pengguna. Jika ada koleksi yang sudah tidak diperlukan lagi, maka perpustakaan perlu memisahkan koleksi tersebut dari rak dan segera menyiapkan koleksi yang dibutuhkan sesuai permintaan pengguna. Tahapan dalam proses seleksi koleksi dilakukan untuk keberhasilan kegiatan pengembangan koleksi. Seleksi koleksi merupakan langkah penting untuk menciptakan kualitas koleksi perpustakaan.
Indonesia adalah budayanya yang cukup unik dan berbeda dengan orang barat dan unsur relasi atau kekeluargaan lebih menonjol dalam bekerja sehingga ketidakobjektifan dapat muncul dalam berbagai hal.
Menurut Evan (1995:26), beberapa tahapan umum yang dapat dilakukan untuk semua jenis perpustakaan: pertama, penyeleksi mengidentifikasi kebutuhan koleksi berdasarkan subjek dan bentuk fisik materinya. Kedua, penyeleksi menentukan jumlah anggaran yang ada dan mengalokasikan dananya pada subjek atau kategori koleksi. Ketiga adalah mengembangkan rencana kemungkinan koleksi tersebut dipakai oleh pengguna. Lalu, yang terakhir, penyeleksi menentukan kegiatan pencarian untuk materi koleksi yang diinginkan. Untuk membantu kegiatan seleksi tersebut, beberapa alat yang dapat digunakan di antaranya adalah daftar terbitan, katalog, pamflet, e-mail, pengumuman tertulis, dan bibliografi. Kendala yang sering ditemui adalah ketika jenis materi koleksi yang ditemui telah tersedia, namun dananya tidak mencukupi atau sebaliknya sehingga membutuhkan pertimbangan untuk menentukan hal yang diprioritaskan.
1. Identifikasi Bibliografi nasional dan daftar buku penerbit pada beberapa dekade terakhir banyak digunakan sebagai alat standar pencarian koleksi dalam perpustakaan. Daftar rekomendasi dipersiapkan oleh asosiasi perpustakaan atau organisasi profesional yang lain. Direktori berisi tentang daftar katalog atau informasi cetakan koleksi dari publikasi yang diterbitkan secara berkala. Pameran buku yang terorganisasi merupakan sebuah kesempatan dalam menilai materi sebelum membeli. Berbagai penerbit akan dikumpulkan pada acara tersebut dengan berbagai koleksi yang dipromosikan. Informasi tidak harus diperoleh dari luar, bahkan akan muncul dari dalam perpustakaan itu sendiri, seperti permintaan pengguna terhadap jurnal atau koleksi dengan judul tertentu yang dilakukan secara berulang-ulang. Memahami isi review, pengumuman penerbit, pameran buku, informasi web, informasi dalam perpustakaan atau dokumen pemerintah merupakan cara mengidentifikasi sumber koleksi sebagai alat bantu yang dapat digunakan dalam proses seleksi.
Tuntutan terhadap pustakawan yang akan melakukan layanan disabilitas tidak hanya ketika terjun di lapangan namun juga memberi evaluasi dan perencanaan terhadap koleksi yang pantas untuk pemustaka ini. Satu hal yang mungkin menjadi kendala untuk perpustakaan di
Identifikasi Permintaan masuk
Pencarian awal
Evaluasi-penilaian Inisial review oleh pustakawan
Proses seleksi pada dasarnya dapat dirangkum menjadi empat proses kegiatan, seperti pada Gambar 1 berikut:
2. Evaluasi dan Penilaian Evaluasi dan penilaian membantu pustakawan dalam menentukan pengadaan koleksi. Evaluasi melihat kualitas
Memutuskan pembelian
Persiapan pemesanan
Permintaan Order Memenuhi Pencarian biblografi Pre order
Pustakawan menandai item menggunakan alat seleksi
Pencarian awal
Permintaan masuk dalam daftar subjek
Pustakawan memutuskan order item
Order item Diterima perpustakaan
Pengolahan item
Gambar 1. Proses Seleksi
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
9
koleksi dengan cara sendiri sebelum bertemu kebutuhan pengguna. Ada beberapa kategori pertimbangan yang dapat digunakan dalam evaluasi, seperti subjek atau isi, bahasa, harga, ketelitian, geografi, kemudahan pakai, keunikan, level pengguna, dan lain-lain. Evaluasi tidak hanya dilakukan secara umum, namun dapat dilakukan hingga ke dalam isi koleksi, seperti gambar, warna, tulisan, bentuk komposisi, dan desain. Untuk koleksi elektronik, sebuah perpustakaan dapat meminta vendor untuk melakukan demonstrasi dan trial gratis yang melibatkan staf layanan dan otomasi untuk melakukan review terhadap produknya serta membuat matriks keputusan yang berisi komparasi antara kesamaan dan perbedaan produk, keuntungan dan kerugian, serta biaya yang harus dikeluarkan sesuai dalam matriks. Penilaian item berhubungan langsung dengan kebutuhan pengguna, koleksi, misi perpustakaan, kebijakan lokal, praktik, dan dana yang dimiliki. Selanjutnya fokus penilaian berhubungan dengan dukungan perpustakaan terhadap institusi yaitu apakah dapat mendukung kurikulum, minat penelitian, meningkatkan kualitas sumberdaya, guru, atau staf, dan minat komunitas di sekitar. Sebaiknya, penyeleksi tidak takut untuk melanggar kontrak ketika tidak ditemui kebutuhan perpustakaan, karena sejatinya dapat diubah melalui negosiasi sejauh adanya keseimbangan antara hak, kewajiban, dan hukum. 3. Memutuskan Pembelian Setelah penyeleksi melakukan evaluasi dan penilaian, maka siap untuk memasukkan atau menolak item. Pada dasarnya, seleksi adalah memasukkan koleksi secara luas yang belum menjadi pilihan ke dalam daftar koleksi dan hanya ada dua pilihan selanjutnya, yaitu dibeli atau tidak dibeli. Penyeleksi akan memikirkan potensi item yang digunakan saat ini dan untuk masa yang akan datang. Hal yang mudah atau menjadi latar belakang penyeleksi menerima atau menolak item adalah faktor dana yang telah ditetapkan kemudian diberikan kepada penyeleksi. 4. Persiapan Pemesanan dan Penggantian Persiapan pemesanan adalah proses dan sistem pemesanan yang dilakukan setelah penyeleksi memutuskan untuk diakuisisi. Proses ini dilakukan oleh staf yang berbeda dan berada di luar departemen perpustakaan. Akuisisi memiliki kewajiban dalam menempatkan order, claim, penolakan, penerimaan,
10
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
kuitansi, dan mempersiapkan atau meminta proposal dari vendor beserta proses pembayarannya. Biasanya, setelah diberikan proposal oleh vendor, penyeleksi bekerja kembali untuk memastikan bahwa item yang diminta sudah sesuai, seperti judul, pengarang, editor, penerbit, dan harganya. Alat bantu yang paling mudah digunakan adalah dengan melihat ISBN dan ISSN. Penyeleksi juga dapat mengembangkan sebuah sistem otomasi dalam bentuk formulir internal terhadap item yang akan diadakan dengan berbagai informasi fisik maupun isinya. Hal ini menjadi acuan bagian akuisisi dalam mengorder. Banyak vendor dapat menyediakan koleksi dengan jumlah salinan yang banyak. Prinsip utamanya adalah bagaimana permintaan atas berbagai koleksi dapat dipenuhi dengan sedikit pengembalian. Apabila perpustakaan telah mengajukan 100 judul kepada vendor dan mereka dapat memenuhi 90 judul, maka vendor dapat mengajukan alternatif penggantian sisa kepada perpustakaan. Namun, apabila hanya diperoleh 65 judul saja, perpustakaan dapat membatalkan program kerjasama yang telah dilakukan. Vendor pun dapat melakukan pengajuan kepada perpustakaan sehingga sesuai dengan prinsip pengadaan. Biasanya, konsep seleksi memiliki empat istilah, yaitu sebagai berikut: a. Standing order, yaitu perpustakaan mempunyai komitmen untuk membeli semua yang dikirimkan oleh vendor atau penerbit melalui sebuah kesepakatan formal, biasanya dipakai untuk membeli koleksi berseri. b. Blanked order, di mana perpustakaan mempunyai komitmen untuk membeli semua yang dikirimkan oleh vendor atau penerbit melalui sebuah kesepakatan formal, biasanya dipakai untuk membeli koleksi disiplin ilmu tertentu, tingkat pendidikan, dan publikasi negara. c. Approval plan atau perpustakaan dapat memeriksa kembali sebelum membeli (tidak terdapat di dalam kontrak). d. Till Forbidden, yaitu penerbit atau suplier jurnal secara otomatis memperbarui langganan tanpa harus melakukan pengajuan dari perpustakaan. Apabila vendor dapat menyediakan koleksi perpustakaan secara presisi dengan jumlah yang besar maka ketersediaan judul dan material yang diajukan
memakai konsep standing order atau blanked order. Namun, sebaliknya apabila ada ketidakyakinan, maka konsep yang digunakan adalah approval plan. Seleksi Perpustakaan Disabilitas Setiap perpustakaan harus menetapkan kriteria dalam pemilihan koleksi (isi informasi dan bahan). Hal ini harus mencerminkan kebutuhan masyarakat dan seimbang dalam mempertimbangkan hal-hal seperti subjek yang beragam, informasi rekreasi dan kebutuhan buku-buku populer, sastra klasik, dan bahan terkini. Manifesto UNESCO perpustakaan umum menyatakan bahwa koleksi dan layanan tidak harus tunduk pada sensor ideologi, politik, atau agama atau tekanan komersial. Langkah pertama dan penting adalah mencari sumber lain dalam pemilihan judul telah dipilih untuk koleksi sebelumnya. Judul yang tidak boleh dibuat sendiri tanpa pemeriksaan untuk melihat apakah sebelumnya telah diproduksi dalam format yang dibutuhkan di tempat lain. Duplikasi akan memakan biaya yang mahal bagi pembaca dan agen penyedia. Secara global kriteria seleksi harus menyatakan bahwa pemilihan bahan tidak harus mencerminkan pandangan dari perpustakaan atau dewan, staf atau relawan. Kriteria harus mendukung kebebasan intelektual pada setiap individu sebagai mana halnya didukung oleh organisasi perpustakaan profesional termasuk IFLA.
Memanfaatkan kemampuan mendengar
Memanfaatkan kemampuan melihat
Akses pada pembelajaran konseptual
Akses pada informasi
Akses pada komunikasi
Akses pada hubungan dan interaksi sosial
Gambar 2. Isu-isu dalam seleksi perpustakaan disabilitas Dalam proses seleksi untuk koleksi perpustakaan bagi pengguna disabilitas, ada ketentuan khusus dalam
penerimaan buku atau sumber informasi yang akan dijadikan buku Braille atau buku audio, yaitu pembatasan sumber dengan kategori untuk usia dewasa. Hal ini dikarenakan seleksi untuk koleksi buku Braille dengan kategori buku khusus dewasa dapat memakan waktu yang lebih lama apabila dibandingkan dengan sumber untuk kategori anak-anak dan buku-buku pelajaran. Untuk penyiangan tentu harus dilakukan seleksi lebih lanjut, koleksi mana saja yang masih layak untuk disimpan dan digunakan sesuai dengan kebutuhan pengguna serta koleksi mana yang tidak digunakan lagi. Dalam hal ini buku-buku sekolah tetap dipertahankan karena menyangkut berlangsungnya kegiatan belajar bagi para pengguna disabilitas. Untuk buku Brailleyang dipisahkan dari koleksi adalah buku yang memang sudah benarbenar tidak layak untuk digunakan oleh pengguna. Ada beberapa faktor dipisahkannya buku Braille di antaranya kertas Braille yang sudah terpisah dari spiralnya, huruf Braille yang sudah menurun intensitas rabaannya (tulisannya sudah tidak timbul lagi), dan kertas yang tersiram air sehingga menyulitkan pengguna untuk menggunakannya. 1. Konsultasi Kebutuhan pengguna disabilitas terutama dengan scope yang luas akan sangat memberatkan anggaran ketika efisiensi tidak dilakukan oleh karena itu perpustakaan sebaiknya melakukan survei pengumpulan permintaan secara rutin yang akan dianalisis ketika memilih bahan yang akan diproduksi dan ditambahkan ke koleksi. Pemilihan yang melibatkan profesional dan media bantu dapat digunakan, seperti berkonsultasi dengan perpustakaan lain, spesialis, penulis, atau penerbit dan membaca jurnal, majalah, katalog penerbit, dan review. 2. Pemilihan bahan tepat sasaran Persyaratan bahan bacaan untuk disabilitas dapat berbeda atau sama seperti halnya masyarakat pembaca umum. Mereka sama-sama membutuhkan buku umumnya tersedia di perpustakaan. Sementara saat ini sudah banyak karya-karya dalam bentuk digital dalam format elektronik sedangkan untuk karya klasik masih diperlukan perubahan dalam format lain. Akibatnya, perpustakaan sebaiknya mencakup transkrip konten populer sebagai bagian dari biaya perolehan dan pengembangan akses koleksi. Format seperti braille, buku audio, video deskriptif, buku elektronik, buku yang menggabungkan cetak dan braille, dan tactiles harus
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
11
mencerminkan kebutuhan masyarakat dan tekanan atau tuntutan pada koleksi. 3. Alih media untuk pengguna disabilitas Terlepas dari layanan yang dilakukan oleh pustakawan yang sudah terlatih dan akan selalu mendamping pemakai dengan disabilitas maka material yang terseleksi berada dalam bentuk yang sangat membantu di mana penggunaan teknologi sangat mudah digunakan, sederhana dan sesuai dengan kebutuhannya. Sebagai contoh untuk tunanetra maka secara tradisional, audio dan braille adalah format utama untuk buku dan majalah. Namun saat ini, teknologi digital dan program perangkat lunak terjemahan memungkinkan beberapa bentuk dapat diakses (termasuk braille, audio, teks elektronik, dan cetak besar) yang akan diproduksi dari “tag” file sumber tunggal dengan menggunakan bahasa mark-up seperti XML. Apabila sebuah perpustakaan ingin melakukan penghematan biaya maka dapat dilakukan deskripsi yaitu dengan mengganti informasi grafis pada braille dan membuat buku bicara. Untuk menjelaskan grafis, perlu prosedur standar yang membatasi deskripsi untuk informasi yang dianjurkan. Sedangkan untuk tunarungu dapat melakukan reproduksi koleksi audio ke dalam bentuk digital tercetak berupa gambar atau pembawa berita dalam format video. Alat Bantu Seleksi Alat bantu seleksi sangat berguna dalam menghemat tenaga dan waktu penyeleksi karena tanpa adanya sumber bibliografi dan review, setiap penerbit dan media akan membuat perpustakaan dipenuhi dengan katalog dan berbagai lembar pengumuman tentang produk mereka (Peggy, 2014:5). Pada dasarnya, alat bantu tersedia sangat banyak atau sengaja dibuat untuk mempermudah penyeleksi dalam membantu akuisisi. Namun, perpustaka an tidak harus selalu menggunakan alat ini, bergantung pada kebutuhan koleksi yang direncanakan (fleksibel). Menentukan judul secara ketat dengan kualitas terbaik dan semakin presisi akan lebih baik daripada dengan kualitas rendah. Contohnya adalah dalam subjek Pediatri Anak sebagai judul untuk Kesehatan Anak. Pemakaian kombinasi alat bantu ini dapat dilakukan dalam menentukan judul dengan melihat review koleksi. Hal ini akan membuat proses seleksi sempurna apabila kemudian ditambah dengan informasi bahwa koleksi adalah pemenang penghargaan. Enam kategori alat bantu seleksi yang secara umum dipakai terlihat pada Gambar 3.
12
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
daftar buku tercetak
bliblografi subjek
brosur
daftar rekomendasi
sumber review
database bliblografi
Gambar 3. Alat Bantu Seleksi 1. Sumber buku cetak terbaru Karakteristik dari alat bantu ini berisi informasi sitasi dengan keuntungan mengidentifikasi material baru yang tersedia dan sangat berguna untuk perpustakaan besar, namun biasanya hanya pada titik akses pengarang dan subjek tertentu sehingga memakan waktu dan tidak berisi tentang review koleksi. 2. Katalog, brosur, dan pengumuman Karakteristik dari alat bantu ini berisi informasi marketing dan distribusi produk dari penerbit yang berisi informasi produk tercetak. Informasi yang diberikan sangat singkat, hanya pada item yang menguntungkan saja. Pengumuman penerbit tentang cetakannya menyediakan deskripsi rinci daftar isi dan biografi penulis. Evaluasi terhadap koleksi biasanya juga ditampilkan sebagai refleksi pembaca sehingga menjadi sarana promosi penerbit. Pengumuman sangat tepat waktu bahkan muncul sebelum atau sesaat ketika penerbitan sehingga banyak dipakai oleh perpustakaan khusus, akademik dan umum. 3. Sumber review Karakteristik alat bantu ini dirancang untuk mengembangkan dan mengevaluasi pekerjaan. Review memiliki tiga tipe, yaitu berisi tentang pemasaran agar pembaca mau membeli, untuk subjek spesialis,
dan bersifat umum. Keuntungan dari alat ini adalah menyingkat waktu dengan mengetahui lokasi item yang telah di-review. Akan tetapi, masih banyak bahan bacaan belum ter-review. Jika ada bahan bacaan yang sudah direview, bahan tersebut lebih memakai sudut pandang marketing, bukan sekadar opini. Sebaiknya, penyeleksi melihat review setelah melakukan kompilasi terhadap daftar bibliografi, pemenang penghargaan, dan buku terbaik. Perpustakaan umum dapat melihat trend yang ada di masyarakat sebagai review, contohnya ketika acara Kick Andi, stasiun televisi biasa membagikan satu atau dua buku gratis dengan judul tertentu, maka banyak kemungkinan pengguna akan mencarinya di perpustakaan. 4. Database bibliografi Karakteristik alat bantu ini biasanya dipakai sebagai katalog perpustakaan individu maupun korporasi dan dapat menjadi perwakilan dari bibliografi nasional. Keuntungan memakai alat bantu ini adalah dapat mengakses dokumen dalam jumlah banyak di seluruh dunia, berguna untuk verifikasi, serta dapat diunduh dan langsung digunakan sebagai bibliografi koleksi online. Namun, tidak semua negara memiliki alat bantu ini. Bibliografi yang diterbitkan oleh pihak penerbit dengan mudah diperoleh melalui online dan dapat dijadikan database yang berisi item tercetak, CD, atau monograf. 5. Buku terbaik, daftar rekomendasi, dan koleksi inti Buku terbaik, daftar rekomendasi, dan koleksi inti merupakan daftar dari item yang direkomendasikan untuk dibeli dan sangat berguna apabila dipakai secara hati-hati. Dari segi kepraktisan, daftar koleksi sangat sulit diperoleh dan menjadi tidak berlaku ketika sudah diterbitkan. Literatur yang meraih penghargaan terkadang tidak menarik perhatian komunitas karena tidak masuk dalam subjek ketertarikan mereka, namun hal ini memberi informasi mengenai tingginya kualitas literatur tersebut. 6. Bibliografi subjek Bibliografi subjek merupakan daftar yang dipersiapkan oleh subjek spesialis, termasuk kritik dalam evaluasi dan dapat digunakan untuk semua subjek. Dua jenis bibliografi yang dapat digunakan sebagai standar adalah alat seleksi, yaitu koleksi fiksi dan nonfiksi. Hal yang mempermudah penyeleksi dalam memilih bibliografi salah satunya adalah dengan membuat daftar pertanyaan
sebagai berikut: - Cakupan: Berapa besar koleksi dan dalam subjek apa? - Pengguna: Kepada siapa koleksi ini dimaksudkan? - Anotasi: Apakah ada? Apakah cukup kritis atau deskriptif? - Ketepatan waktu: Apakah judul masih tercetak? Berapa lama ter-cover? - Seleksi: Bagaimana judul diseleksi? Apakah seleksi dilakukan oleh komite? Apakah penerbit punya reputasi baik? - Rekomendasi: Apakah ada? Apakah semua judul masuk dalam rekomendasi? - Format: Apakah mudah untuk dipakai? Apakah informasi tentang bibliograf penuh dan benar? Apakah indeks memadai? Daftar checklist dapat digunakan berulang kali sehingga diperoleh akumulasi dari item yang diinginkan. Ketika penyeleksi mencari dari berbagai bibliografi sehingga memperoleh judul yang sama dan mempunyai rating yang tinggi, kemungkinan besar hal itu adalah pilihan yang tepat. Kesimpulan Proses penyeleksian sangat mudah dilakukan dengan adanya kebijakan yang telah dibuat dan banyaknya alat bantu seleksi yang dapat digunakan oleh penyeleksi, bahkan dapat berinovasi sendiri dengan mengombinasikan atau mencari sumber informasi di luar atau di dalam perpustakaan. Teknologi informasi banyak memberi peranan dan kemudahan dalam proses seleksi. Sebenarnya, dalam proses seleksi, hanya ada dua item yang dipilih berdasarkan jenisnya, yaitu genre dan bentuk fisiknya. Untuk melakukan pilihan yang memenuhi kebutuhan pengguna khususnya bagi pengguna disabilitas, penyeleksi harus memahami karakter pengguna, komunitas, dan perpustakaan. Penyeleksi harus bisa memilih diantara sekian banyak materi dan bahan yang akan diadakan oleh perpustakaan dengan melihat situasi yang sedang berkembang, menentukan kualitas dan variasinya, keseimbangan jumlah, harga, dan mengetahui nilai-nilai real yang ada di dalamnya. Proses seleksi adalah sebuah ilmu sekaligus seni yang dipelajari sepanjang hayat yang fokus pada deretan item yang terdaftar agar karya dan informasi di dalamnya dapat disebarluaskan dan menjadi pengetahuan bagi masyarakat.
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
13
Daftar Pustaka Alabaster, C. (2010). Developing an outstanding core collection: a guide for libraries. American Library Association. Davidson, G., & Dorner, D. (2009). Selection criteria for mobile library collections. Collection Building, 28(2), 51-58. Epp, M.A. (2006). Closing the 95 percent gap: Library resource sharing for people with print disabilities. Library Trends, 54(3), 411-429. Evans, Edward G., & Saponaro, Margareth Zarnosky. (2005). Developing library and information center collection, 5th Ed. London: Libraries Unlimited. Evans, G.E. (1995). Developing Library and Information Center Collections. Library Science Text Series. Libraries Unlimited, Inc., PO Box 6633, Englewood, CO 80155-6633. Henry, E., Longstaff, R., dan Van Kampen, D. (2008). Collection analysis outcomes in an academic library. Collection Building, 27(3), 113-117. Hernon, P. (2006). Improving the quality of library services for students with disabilities. Libraries Unlimited. International Federation of Library Associations and Institutions. (2005). Libraries for the Blind in the Information Age Guidelines for Development. Diakses pada 16 Mei 2016. http://archive.ifla.org/VII/s31/ pub/Profrep86.pdf. International Federation of Library Associations and Institutions. (2002). The Glasgow Declaration on Libraries, Information Services and Intellectual Freedom. Diakses pada 16 Mei 2016. http://www. ifla.org/publications/the-glasgow-declaration-onlibraries-information-services-and-intellectualfreedom.
14
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
Johnson, P. (2014). Fundamentals of collection development and management. Chicago: American Library Association. Julia Todaro, A. (2005). Library services for people with disabilities in Argentina. New library world, 106(5/6), 253-268. Kavanagh, R., & Skold, B. C. (2005). Libraries for the Blind in the Information Age: Guidelines for Development. IFLA Professional Reports, No. 86. International Federation of Library Associations and Institutions. PO Box 95312, 2509 CH, The Hague, Netherlands. Koulikourdi, A. (2008). Library services for people with disabilities in Greece. Library review, 57(2), 138-148. Kovacs, D. K., dan Robinson, K. L. (2004). The Kovacs Guide to Electronic Collection Development: Essential Core Subject Collections, Selection Criteria, and Guidelines. Little, G. (2011). Collection development in library and information science at ARL libraries. Collection Building, 30(3), 135-139. Noruzi, A. (2004). Application of Ranganathan’s Laws to the Web. Webology, 1(2), article 8. http://www. webology.ir/2004/vln2/a8.html. Yayasan Pengembangan Perpustakaan Indonesia. (2015). ‘Braille corner’ bantu penyandang disabilitas. Diakses pada 16 Mei 2016. http://www.pustakaindonesia.org/index.php/article/ read/269/Braille-Corner-Disability-aids.
Oleh: IRHAMNI ALI1 Email:
[email protected]
Pengamanan Koleksi Digital dengan Pendekatan Manajemen Risiko Abstrak Teknologi menjadi bagian hidup manusia sehari-hari, kemajuannya menyebabkan terjadi ledakan informasi. Perpustakaan sebagai tempat pengelolaan informasi memperoleh dampak langsung dari perkembangan teknologi tersebut. Saat ini hampir sebagian besar perpustakaan menerapkan hybrid library atau perpustakaan campuran dimana sebagian koleksi dikemas dalam bentuk digital. Koleksi merupakan aset perpustakaan yang sangat berharga, karena itu penting dilakukan pengamanan terhadapnya, terutama pada era digital seperti sekarang ini yang mengakibatkan semakin beragamnya ancaman terhadap koleksi. Pendekatan manajemen risiko merupakan pendekatan untuk meminimalisasi risiko. Koleksi digital merupakan aset perpustakaan yang rentan terhadap risiko, pendekatan manajemen risiko akan memudahkan perpustakaan untuk mengidentifikasi risiko, mengevaluasi risiko untuk mengetahui konsekuensi, dan tindakan pilihan untuk meminimalisasi risiko serta tindakan prioritas dalam implementasi manajemen risiko dan pengembangan rencana manajemen risiko. Pada akhirnya semua elemen manajemen risiko yang telah disiapkan diharapkan tidak perlu dilaksanakan, karena tidak terjadi hal yang diinginkan dan risiko yang dihadapi tidak pernah terjadi. Kata Kunci : Manajemen Risiko, Koleksi Digital. Pendahuluan Selama dua puluh tahun terakhir, perubahan cara pandang perpustakaan terhadap keandalan teknologi informasi dan komunikasi elektronik telah menghasilkan sarana baru dalam memberikan informasi kepada masyarakat, yaitu perpustakaan digital. Perpustakaan digital akan memudahkan pemustaka dalam mengakses informasi dalam bentuk digital. Pemenuhan kebutuhan informasi diharapkan dapat dilakukan secara akurat melalui representasi dalam bentuk digital tanpa paparan fisik ke sumber utama serta tanpa batas ruang dan waktu. Salah satu aset perpustakaan digital yang sangat penting adalah ketersediaan koleksi. Saat ini ketersediaan koleksi sering didefinisikan ulang sebagai kombinasi dari bahan perpustakaan yang direpresentasikan dalam bentuk elektronik guna memenuhi permintaan informasi berbasis teks atau visual dengan menggunakan konteks dan berfungsi sebagai kunci untuk menemukan mereka. Aksesbilitas yang sangat cepat terhadap koleksi di
1
perpustakaan pada era digital saat ini dapat mengakibatkan rentannya koleksi terhadap penyalahgunaan, pencurian, atau kerusakan. Untuk itu, sejumlah langkah perlu dilaksanakan untuk menjaga koleksi, antara lain pengendalian terhadap akses, pemilihan koleksi, pengolahan metadata pada koleksi, sampai pada diseminasi informasi melalui pemantauan administrasi hak dan rilis, dan prosedur yang ketat mengenai penggunaan oleh pemustaka, pustakawan. Koleksi digital sangat terpengaruh oleh tindakan yang dilakukan oleh pengelola data dan pengguna data untuk itu diperlukan langkah keamanan untuk melindungi aset ini (Teresa, 1999). Konsep manajemen risiko mulai diperkenalkan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja pada era tahun 1980-an setelah berkembangnya teori accident model dari ILCI seiring dengan semakin maraknya isu lingkungan dan kesehatan. Manajemen risiko bertujuan untuk minimisasi kerugian dan meningkatkan kesempatan ataupun peluang termanfaatkannya
Perencana Pertama Perpustakaan Nasional RI
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
15
sumberdaya selama-mungkin dan seefisien mungkin. Jika terjadi kerugian manajemen risiko dapat memotong mata rantai kerugian tersebut, sehingga efek dominonya tidak akan terjadi pada institusi secara menyeluruh. Pada dasarnya manajemen risiko bersifat pencegahan terhadap terjadinya kerugian maupun ‘accident’. Manajemen risiko di perpustakaan merupakan studi komprehensif dan membutuhkan analisa mengenai munculnya potensi bahaya yang dapat berubah menjadi risiko jika langkah-langkah tidak diambil perpustakaan, sebagai contoh adalah risiko yang mungkin dapat menyebabkan kerusakan pada bangunan serta koleksinya. Manajemen risiko di perpustakaan lebih banyak ditujukan kepada langkah-langkah untuk mengurangi risiko tersebut secara teratur. Saat ini banyak rekomendasi mengenai penilaian risiko untuk mengurangi risiko di perpustakaan. Salah satunya adalah dari IFLA yang merekomendasikan anggotanya untuk mengurangi risiko dari bencana alam, konflik, dan krisis (IFLA,2012). IFLA mendorong dilakukan pengamanan untuk menghormati kekayaan budaya, terutama dengan meningkatkan kesadaran, mempromosikan manajemen risiko bencana, serta memperkuat kerjasama dan partisipasi dalam menjaga warisan budaya melalui UNESCO. Tulisan ini dibuat untuk mengidentifikasi masalah risiko pada koleksi digital dan bagaimana penilaian risiko terhadap koleksi digital dari peluang risiko yang mungkin terjadi melalui pendekatan standar manajemen risiko. Metode pendekatan menajemen risiko merupakan metode yang tersusun secara logis dan sistematis dari suatu rangkaian kegiatan: penetapan konteks, identifikasi, analisa, evaluasi, pengendalian serta komunikasi risiko. Manajemen Resiko Manajemen risiko adalah sejumlah kegiatan yang diarahkan dan diterima untuk mengakomodasi kemungkinan kegagalan dalam program. Manajemen risiko didasarkan pada penilaian, setiap penilaian manajemen risiko mencakup tindakan sebagai berikut : 1. identifikasi risiko, 2. evaluasi risiko untuk kemungkinan dan konsekuensi, 3. penilaian pilihan untuk menampung risiko, 4. prioritas upaya manajemen risiko, dan 5. pengembangan rencana manajemen risiko
16
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
Manajemen risiko merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari manajemen proses. Manajemen risiko adalah bagian dari proses kegiatan di dalam organisasi dan pelaksananya terdiri dari mutlidisiplin keilmuan dan latar belakang, manajemen risiko adalah proses yang berjalan terus menerus. Elemen utama dari proses manajemen risiko, meliputi: 1. Penetapan tujuan Menetapkan strategi, kebijakan organisasi dan ruang lingkup manajemen risiko yang akan dilakukan. 2. Identifikasi risiko Mengidentifikasi apa, mengapa dan bagaimana faktor-faktor mempengaruhi terjadinya risiko untuk analisis lebih lanjut. 3. Analisis risiko Dilakukan dengan menentukan tingkatan probabilitas dan konsekuensi yang akan terjadi. Kemudian ditentukan tingkatan risiko yang ada dengan mengalikan kedua variabel tersebut (probabilitas X konsekuensi). 4. Evaluasi risiko Membandingkan tingkat risiko yang ada dengan kriteria standar. Setelah itu tingkatan risiko yang ada untuk beberapa hazards dibuat tingkatan prioritas manajemennya. Jika tingkat risiko ditetapkan rendah, maka risiko tersebut masuk ke dalam kategori yang dapat diterima dan mungkin hanya memerlukan pemantauan saja tanpa harus melakukan pengendalian. 5. Pengendalian risiko Melakukan penurunan derajat probabilitas dan konsekuensi yang ada dengan menggunakan berbagai alternatif metode, bisa dengan transfer risiko, dan lain-lain. 6. Monitor dan Review Monitor dan review terhadap hasil sistem manajemen risiko dilakukan serta mengidentifikasi perubahan-perubahan yang perlu dilakukan. 7. Komunikasi dan konsultasi Komunikasi dan konsultasi dengan pengambil keputusan internal dan eksternal Manajemen risiko dapat diterapkan di setiap level organisasi. Manajemen risiko dapat diterapkan di level strategis dan level operasional. Manajemen risiko juga dapat diterapkan pada proyek yang spesifik, untuk membantu proses pengambilan keputusan ataupun
untuk pengelolaan daerah dengan risiko yang spesifik. Manajemen risiko adalah sesuatu yang tidak pasti, perpustakaan juga membutuhkan analisis risiko untuk peramalan ketidakpastian tersebut. Sebagai soal fakta, ketika risiko terjadi, itu akan menyebabkan efek negatif pada perpustakaan (Kuzucuoglu, 2014). Risiko tersebut harus proaktif diidentifikasi. Risiko memiliki 2 parameter utama, yaitu: 1. Probabilitas terjadinya risiko, 2. Dampak dari risiko yang terjadi, dan pasti harus menunjukkan hasil (seperti kerusakan / kerugian).
2. Identifikasi risiko pada koleksi digital Proses ini meliputi identifikasi risiko pada koleksi digital dengan melihat pada segala kemungkinan yang terjadi terhadap semua risiko yang mungkin terjadi sebanyak mungkin secara akurat dan komplit. Teknik yang dapat digunakan dalam identifikasi risiko antara lain: a. Brainstorming dengan penyedia koleksi digital b. Survei dengan pemustaka c. Wawancara pustakawan d. Informasi historis koleksi digital
risiko tersebut. Risiko pada koleksi digital biasanya berkaitan erat dengan sistem informasi yang digunakan oleh perpustakaan, hal ini berkaitan erat dengan cybercrime di perpustakaan digital (Ali, 2011), risiko yang dihadapi oleh koleksi digital antara lain: a. Data thief (pencurian) Data thief atau pencurian data merupakan bentuk kejahatan yang sering terjadi. Hal ini harus diantisipasi oleh para pustakawan dengan upaya meminimalisasi kemungkinan para pelaku cybercrime untuk melakukan pencurian. Dalam ranah perpustakaan digital pencurian data bisa dikategorikan sebagai data Leakage, yaitu menyangkut bocornya data pemustaka atau data lainnya ke luar terutama mengenai data yang harus dirahasiakan. Pembocoran data komputer itu bisa berupa berupa nama, kontak serta kebiasaan pemustaka dalam memakai koleksi perpustakaan. Hal ini berbahaya jika jatuh ke tangan yang salah sehingga bisa digunakan untuk sesuatu yang tidak diinginkan seperti pelanggaran privasi pemustaka yang apabila diketahui oleh orang lain maka dapat merugikan pemustaka secara materil maupun imaterial. Jika data yang dicuri merupakan koleksi perpustakaan yang berbentuk digital maka hal ini masuk dalam kategori Offense Against Intellectual Property, yaitu kejahatan yang ditujukan terhadap hak atas kekayaan intelektual yang dimiliki pihak lain di Internet. Hal tersebut sangat berbahaya bagi perpustakaan karena koleksinya dapat diakses keluar dan di perdagangkan secara ilegal dan jika hal ini terjadi maka bukan hanya pihak perpustakaan saja yang dirugikan namun juga pihak pengarang sebagai pemilik hak kekayaan intelektual (Gollese, 2006).
3. Analisis risiko pada koleksi digital Setelah melakukan identifikasi risiko, maka tahap berikutnya adalah melakukan analisa potensial terjadinya risiko pada koleksi digital yang dimiliki perpustakaan dengan melihat seberapa besar severity (kerusakan) dan probabilitas terjadinya
b. Joy computing, yaitu pemakaian komputer orang lain tanpa izin, termasuk penggunaan program komputer, password komputer, kode akses, atau data sehingga seluruh atau sebagian sistem komputer dapat diakses dengan tujuan digunakan untuk melakukan akses tidak sah,
Manajemen Resiko Koleksi Digital Praktik manajemen risiko pada koleksi digital haruslah menjadi bagian integral dari pelaksanaan sistem manajemen perpustakaan digital. Proses manajemen risiko merupakan salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk terciptanya sistem yang berkelanjutan. Proses manajemen risiko koleksi digital juga harus bisa membantu dalam proses pengambilan keputusan dalam mengembangkan koleksi perpustakaan. Manajemen risiko koleksi digital didasarkan pada elemen-elemen manajemen risiko, sebagai berikut : 1. Penetapan tujuan Menetapkan strategi, kebijakan organisasi dan ruang lingkup manajemen risiko yang akan dilakukan khususnya pada koleksi digital yang dimiliki oleh perpustakaan.
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
17
intersepsi tidak sah, mengganggu data atau sistem komputer, atau melakukan perbuatanperbuatan melawan hukum lain. Hal ini biasanya terjadi pada OPAC perpustakaan dimana OPAC digunakan sebagai sarana untuk menyebarkan virus atau digunakan sebagai host untuk mengakses ke server tanpa izin, untuk itu pustakawan perlu memikirkan cara agar OPAC yang ada di perpustakaan tidak disalahgunakan oleh pemustaka untuk tindakan Joy Computing. c. Hacking, yaitu mengakses secara tidak sah atau tanpa izin dengan alat suatu terminal bisa dari dalam perpustakaan dengan menggunakan OPAC atau dari luar perpustakaan dengan memanfaatkan port yang terbuka, hacking biasanya bertujuan untuk defacing dan cracking. Defacing merupakan aktivitas seorang hacker untuk melakukan perubahan tampilan pada web perpustakaan, biasanya pelaku defacing hanya bertujuan untuk mengetes ilmu atau unjuk kemampuan diantara sesama hacker, sementara cracker bertujuan untuk menganggu jaringan komunikasi data, dan melakukan penetrasi jaringan sistem komputer untuk melakukan pencurian data, serta bertujuan membuat sistem gagal berfungsi yang mengakibatkan Frustating data communication atau penyianyiaan data komputer. Hal ini biasanya dilakukan dengan serangan DoS (Denial Of Service) dimana server gagal berfungsi karena terlalu banyak perintah yang masuk (Suheimi, 1995). d. Data diddling, yaitu suatu perbuatan yang mengubah data valid atau sah dengan cara tidak sah, mengubah input data, atau output data. Biasanya hal ini terjadi pada bagian sirkulasi dimana pihak-pihak tertentu berusaha untuk mengubah data peminjaman atau merubah data tertentu lainnya. Kejadian seperti ini perlu diantisipasi oleh pustakawan agar tidak terjadi kehilangan data atau data loss.
18
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
e. Electronic mutilation dan data vandalism Electronic mutilation dan data vandalism muncul sebagai akibat dari menjamurnya komunitas maya dan kemudahan akses berkomunikasi melalui internet (Suheimi, 1995). Modus yang dilakukan adalah: masuk ke sebuah database dengan terlebih dahulu melumpuhkan sistem keamanan database tersebut, kemudian melakukan sabotase terhadap data yang mereka perlukan sehingga data tersebut menjadi rusak dan tidak bisa dipergunakan kembali. Namun Hacker bukanlah salah satu ancaman dari electronic mutilation dan data vandalism karena masih terdapat beberapa ancaman lainnya yakni: • Ulat (Worm) merupakan program yang mempunyai kemampuan menggandakan diri namun tidak mempunyai kemampuan menempelkan dirinya pada suatu program. Dia hanya memanfaatkan ruang kosong pada memori komputer untuk menggandakan diri. Sehingga memori komputer akan menjadi penuh dan sistem komputer akan berhenti. • Bot merupakan istilah bagi suatu bagian program komputer yang mempunyai kemampuan mengacau dan merusak sistem komputer berdasarkan kondisi yang telah diprogramkan di dalamnya. • Backdoor/Back office trap/pintu Jebakan merupakan program yang mempunyai kemampuan melumpuhkan sistem pengamanan suatu komputer, sehingga pembuat program dapat keluar masuk sistem tanpa harus melalui sistem pengamanan normal yang ditetapkan pada suatu sistem komputer. • The Trojan Horse, yaitu manipulasi data atau program dengan jalan mengubah data atau instruksi pada sebuah program, menghapus, menambah, menjadikan tidak terjangkau dengan tujuan untuk kepentingan pribadi atau orang lain. Biasanya Program Trojan berfungsi sebagai kamuflase dari virus tidak merusak. Namun sisipan program di dalamnya patut diwaspadai karena menyerang sistem operasi, directory dan boot record.
• Virus (Komputer) merupakan program kecil yang dapat memperbanyak dirinya sendiri. Virus merusak secara berlahanlahan boot record, sistem operasi, dan directory bahkan bisa merusak fisik suatu media penyimpanan (Andi, 1990). 4. Evaluasi risiko pada koleksi digital Evaluasi risiko bertujuan untuk menentukan dugaan yang terbaik agar perpustakaan mampu memprioritaskan dengan baik dalam implementasi perencanaan manajemen risiko. Tahap ini juga bertujuan untuk mengukur apakah kemungkinan risiko akan terwujud? Apakah perpustakaan sudah menggunakan langkahlangkah aktif maupun pasif untuk mencegah atau meminimalkan dampak dari risiko yang dihadapi. Evaluasi risiko juga perlu membandingkan tingkat risiko yang ada dengan kriteria standar. Setelah itu tingkatan risiko yang ada untuk beberapa hazards dibuat tingkatan prioritas manajemennya. Jika tingkat risiko ditetapkan rendah, maka risiko tersebut masuk ke dalam kategori yang dapat diterima dan mungkin hanya memerlukan pemantauan saja tanpa harus melakukan pengendalian. 5. Pengendalian risiko koleksi digital Tulang punggung perpustakaan adalah aset informasi yang berkolaborasi dengan perangkat teknologi informasi dan jaringan global dengan sistem informasi manajemen perpustakaan sebagai pintu masuk utama memberikan layanan kepada pemustaka. Namun demikian permasalahan aset informasi perpustakaan dengan basis teknologi informasi ternyata masih diabaikan oleh perpustakaan itu sendiri, padahal apabila terjadi kerusakan dalam pengelolaan aset informasi tersebut layanan perpustakaan menjadi terhenti dan tidak berjalan maksimal.
harus bisa memberi jawaban dan solusi sehingga risiko dapat dikaji dan mampu meminimalkan efek negatif dari risiko pada tingkat yang dapat diterima. 6. Monitor dan Review Manajemen risiko merupakan proses yang sustainable atau proses yang terus menerus dilakukan karena perkembangan teknologi terus berkembang dengan pesat. Untuk itu M o n i t o r dan review terhadap hasil sistem manajemen risiko yang dilakukan serta mengidentifikasi perubahanperubahan perlu dilakukan. 7. Komunikasi dan konsultasi Ketika risiko telah terjadi perpustakaan perlu melakukan komunikasi dan konsultasi dengan pengambil keputusan internal dan eksternal (konsultan, stakeholder) untuk bisa langsung menindaklanjuti hasil manajemen risiko yang dilakukan. Penutup Manajemen risiko harus dikembangkan berdasarkan sifat unik dari koleksi digital masing-masing lembaga serta tipe pemustaka yang mengaksesnya. Hal ini perlu diterapkan mengingat bahwa tujuan dari manajemen risiko yaitu untuk meminimalisasi kegagalan yang diterima lembaga. Lembaga juga harus mengantisipasi risiko dengan memiliki sumber daya untuk membuat, menyimpan, dan menggunakan koleksi digital yang sesuai standar keamanan saat ini. Hal ini perlu agar manajemen risiko beserta para elemennya tidak perlu dilaksanakan, karena tidak terjadi hal-hal yang diinginkan dan risiko yang dihadapi tidak pernah terjadi.
Perpustakaan sudah seharusnya mengantisipasi berbagai macam kendala yang dapat menghambat berjalannya sistem layanan perpustakaan yang biasanya disebut sebagai sebuah risiko atau kejadian yang seharusnya dihindari dalam kegiatan perpustakaan. Manajemen risiko koleksi digital
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
19
Daftar Pustaka Ali, I. (2011). Kejahatan Terhadap Informasi (Cybercrime) Dalam Konteks Perpustakaan Digital. http://hdl. handle.net/10760/16968 Akses tanggal 19 Februari 2016]. Andi, H. (1990). Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer. Jakarta : Sinar Grafika. Beamsley, T.G. (1999). Securing digital image assets in museums and libraries: A risk management approach. Library Trends, 48 (2): 359-378. Gollese, P.R. (2006). Perkembangan cybercrime dan upaya penanganannya di Indonesia oleh polri. Buletin Hukum Perbankan dan kebanksentralan, Vol 4 (2) Agustus 2006. The International Federation of Library Associations and Institutions (IFLA). (2011). http://www.ifla. org/strategic-plan/key-initiatives/2011-2012 [Akses tanggal 24 Mei 2016]. Kenney, A.R. & McGovern, N. (2002). Preservation risk management for Web resources. Information Management Journal, 36 (5) Sep/Oct 2002: 52-61. Kuzucuoglu, A.H. (2014). Risk Management In Libraries, Archives And Museums. IIB International Refereed Academic Social Sciences Journal, 5(15), 277294. Retrieved from http://search.proquest.com/ docview/1647083539?accountid =25704 [Akses tanggal 23 Mei 2016].
20
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
Nurrohman, A. (2012). Manajemen Risiko Sistem Informasi Manajemen Perpustakaan. http:// arifnurblog.blogspot.com/2012/07/manajemenrisiko-sistem-informasi.html [Akses tanggal 19 februari 2016]. Pinontoan, J.H. (2010). “Manajemen Risiko TI – Konsepkonsep”. Majalah PC Media. Oktober 2010. Sinaga, D. (2004). “Kejahatan Terhadap Buku dan Perpustakaan”. Visi Pustaka, Vol 1 (6) Juli 2004. Suheimi. (1995). Kejahatan Komputer. Visi Pustaka, Vol. 14 (1). Sulistyo-Basuki. (2011). Bahan Kuliah Perpektif Ilmu Perpustakaan dan Informasi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Sulistyo-Basuki. (1994). Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta : Gramedia. Teresa, G. B. (1999). Securing digital image assets in museums and libraries: A risk management approach. Library Trends, 48(2), 359-378. Retrieved from http:// search.proquest.com/docview/220438439?account id=25704
Oleh: SUTARSYAH, S.SOS. MP1 Email:
[email protected]
Film Animasi Sebagai Media Promosi Perpustakaan Abstrak Di era digitalisasi sekarang ini, pemanfaatan teknologi digital menjadi tuntutan utama dalam layanan perpustakaan. Makalah ini memaparkan tentang promosi perpustakaan dengan memanfaatkan film animasi sebagai media layanan digital di perpustakaan yang lebih interaktif dan mudah dipahami. Tujuannya agar perpustakaan sebagai media layanan informasi dapat menarik lebih banyak pengguna. Pembahasan tentang dampak teknologi informasi dan multimedia sebagai sarana promosi di perpustakaan dan deskripsi beberapa produk film multimedia yang dihasilkan perpustakaan dengan content yang berbeda, hal ini terkait dengan fungsi perpustakaan sebagai tempat rekreasi dan sumber pengetahuan. Diharapkan dengan pembuatan film multimedia ini fungsi perpustakaan sebagai tempat rekreasi menjadi tempat yang menyenangkan untuk mendapatkan dan berbagi informasi, sehingga dapat mengajak lebih banyak pemustaka berkunjung dan memanfaatkan perpustakaan. Kata kunci: perpustakaan, perpustakaan digital, promosi, multimedia, film animasi
Latar Belakang Di era digitalisasi sekarang ini, pemanfaatan teknologi digital menjadi tuntutan utama dalam layanan perpustakaan, oleh karena itu pengelola perpustakaan dalam hal ini pustakawan perlu lebih melek teknologi dan menyikapinya dengan memberikan layanan berbasis digital. Layanan digital menjadi trend layanan menarik saat ini, karena pemustaka mendapatkan informasi secara mudah dan cepat. Perpustakaan sebagai tempat mendapatkan informasi dan mencerdaskan masyarakat harus terus kreatif dan berinovasi dalam memberikan dan meningkatkan layanannya, hal ini didukung oleh pernyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan (2016), bahwa “Perpustakaan seharusnya tidak hanya seperti gudang penyimpanan koleksi buku. Perpustakaan harus terus menyesuaikan diri dan berubah terlebih lagi di era digital saat ini. Perpustakaan seharusnya menjadi knowledge center bagi seluruh komunitas yang ada di sekitarnya”. Terkait dengan pernyataan Anies
1
bahwa perpustakaan sebagai knowledge center atau sumber pengetahuan, menuntut pengelolanya dalam hal ini para pustakawan untuk dapat memberikan layanan perpustakaan yang lebih menarik dan atraktif sehingga tidak ditinggalkan oleh masyarakat penggunanya. Item perpustakaan juga semakin meningkat dan mengarah kepada dokumen-dokumen multimedia yang menuntut manajemen layanan perpustakaan yang jauh lebih dinamis dan kreatif. Tuntutan ini disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi, semakin memicu pemanfaatan TI dan multimedia dalam meningkatkan layanan perpustakaan (Seminar, 2004). Multimedia mempermudah menyampaikan informasi dalam bentuk audio dan visual, tampilan konten informasi/pembelajaran lebih menarik dan dinamis dibanding dalam bentuk buku. Oleh karena itu film animasi menjadi salah satu pilihan dari layanan yang diberikan perpustakaan, dan juga sebagai media promosi
Pustakawan Madya Kebun Raya Bogor - LIPI
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
21
untuk mengajak masyarakat berkunjung ke perpustakaan. Promosi merupakan bentuk kegiatan pemasyarakatan perpustakaan. Kegiatan ini penting dilakukan kepada pengguna perpustakaan dan masyarakat pada umumnya, agar koleksi dan layanan yang tersedia di perpustakaan dimanfaatkan secara maksimal oleh penggunanya, sehingga pengguna dan masyarakat dapat merasakan pentingnya keberadaan perpustakaan dalam menunjang kebutuhan informasi, menambah pengetahuan dan meningkatkan keterampilan mereka. Promosi adalah proses berkomunikasi mengenalkan tujuan, fungsi dan kegiatan perpustakaan serta mengajak masyarakat datang ke perpustakaan secara terus menerus. Diharapkan masyarakat akan terbiasa memenuhi kebutuhan informasinya di perpustakaan dan berdampak pada meningkatnya keterampilan dan kecerdasan masyarakat disekitarnya. Sehingga amanah yang tertuang dalam Undang-Undang Perpustakaan No. 43 Tahun 2007 pasal 3, yaitu “Perpustakaan berfungsi sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa”. dapat terlaksana dengan baik. (Sutarsyah, 2015).
perpustakaan juga sering diundang untuk mengikuti pameran perpustakaan yang banyak dikunjungi pelajar. Oleh karena itu media film animasi ini menjadi salah satu pilihan sebagai media promosi kepada pemustaka, agar pemustaka tertarik untuk berkunjung dan memanfaatkan Perpustakaan KRB. Namun keterbatasan SDM perpustakaan dan kemampuan SDM perpustakaan membuat layanan ini tidak dapat terlaksana. Kebun Raya Bogor menjadi tempat menarik bagi sekolah dan perguruan tinggi untuk menempatkan siswa dan mahasiswanya melakukan praktek kerja lapangan/ magang di Kebun Raya Bogor, kesempatan ini tidak disiasiakan oleh perpustakaan untuk menerima pelajar/siswa dari jurusan multimedia yang memiliki kemampuan membuat film animasi. Berikut pemaparan beberapa produk film animasi Perpustakaan Kebun Raya Bogor, hasil kerjasama dengan siswa SMK jurusan multimedia yang magang di perpustakaan, dari tahun 2013 s.d. 2015. Tujuan 1. Mengenalkan produk layanan Perpustakaan KRB 2. Film animasi sebagai media promosi 3. Mengajak pemustaka berkunjung ke perpustakaan
Perpustakaan Kebun Raya Bogor (KRB) sebagai unit pelaksana pengelola informasi lembaga berkepentingan untuk memasyarakatkan perpustakaan dengan menyebarluaskan informasi dan memberdayakan sumber pengetahuan yang dimiliki. Kebun Raya Bogor merupakan institusi konservasi ex-situ tertua di Indonesia yang memiliki nilai sejarah tinggi sebagai tonggak dalam perkembangan institusi dan penelitian pertanian di Indonesia dan merupakan pilar utama bagi usaha penyelamatan jenis-jenis tumbuhan dari kepunahan. Fungsi Kebun Raya dalam hal pendidikan lingkungan dan penelitian di bidang perkebunrayaan dan tumbuhan, perlu diinformasikan kepada masyarakat agar fungsi rekreasi lebih menonjol dapat diimbangi. (Sutarsyah, 2015).
Dampak Teknologi Informasi dan Multimedia di Perpustakaan Saat ini pengembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) memungkinkan layanan perpustakaan lebih beragam dan atraktif. Dengan melalui visualisasi multimedia yang meliputi teks, citra suara, video, dan animasi/film, layanan perpustakaan lebih menarik, interaktif, dan mudah dipahami. Dengan multimedia telah mengubah paradigma layanan perpustakaan dari hanya melihat dan membaca, menjadi melihat, mendengar, mengamati dan mengerjakan. (Seminar, 2004). Perkembangan TIK juga memungkinkan dokumen multimedia dapat disimpan di situs web, sehingga layanan perpustakaan dapat dilihat, ditelusur dan digunakan oleh masyarakat yang lebih luas dan tidak dibatasi lokasi.
Sejak tahun 2013 Perpustakaan KRB menerima magang, pelajar SMK dari jurusan multimedia hal ini dilatarbelakangi oleh kebutuhan perpustakaan untuk meningkatkan layanan perpustakaannya kepada pemustaka khususnya untuk segmen pelajar. Layanan ini perlu dilakukan karena Perpustakaan KRB memiliki fasilitas pojok anak dan koleksi yang diperuntukkan untuk anak-anak dan pelajar pada umumnya, selain itu
Dengan fenomena perpustakaan digital, layanan perpustakaan dapat diakses dimana saja dan kapan saja. Perpustakaan digital adalah perpustakaan yang menyediakan sumber-sumber informasi dalam format terbacakan mesin yang dapat diakses melalui jarak jauh dengan menggunakan jaringan komputer (SKKNI. 2012).
22
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
Perubahan-perubahan
yang
terjadi
di
dunia
perpustakaan, dokumentasi dan informasi pada abad informasi ini harus ditanggapi oleh pelaku informasi yaitu pustakawan yang mempunyai peranan dalam mata rantai informasi. Pustakawan sebagai salah satu pelaku dalam mata rantai informasi harus melengkapi atau membekali dirinya dengan keahlian maupun pengetahuan yang sesuai dengan tuntutan abad informasi agar dapat tetap berada dalam jalur mata rantai informasi untuk mendukung kegiatan organisasinya. Abad informasi dengan teknologi digitalnya banyak memberikan kemudahan dan kelebihan dalam menghasilkan, menyebarkan dan menggunakan pola pikir para pelaku informasi (Suwahyono. 2000). Karena dengan perpustakaan digital penyajian informasi akan mengalami perubahan format dari analog menjadi digital, begitupun untuk meningkatkan pendayagunaan informasi harus juga dilakukan perubahan dalam mengkomunikasikan dan mempublikasikan informasi dari media tercetak menjadi media teknologi digital. Fenomena ini menjadi tantangan sekaligus kesempatan yang baik bagi pustakawan. Pada perpustakaan digital koleksi multimedia dan intelegensi artifisial memainkan peranan penting, maka sifat multimedia inilah yang mensyaratkan pustakawan digital untuk memiliki kompetensi bagaimana mengembangkan, mengelola, menyimpan, dan mendayagunakan sumber elektronik tersebut secara efektif dan efisien (Sumiati, 2014). Di era digital meningkatnya tuntutan kualitas layanan informasi yang semakin tinggi dari pemustaka, perlu disikapi dengan baik agar perpustakaan tidak ditinggalkan dan tergantikan oleh media lain yang lebih menarik. Promosi Perpustakaan Promosi perpustakaan adalah kegiatan memperkenal kan, menyebarluaskan dan mendayaguna kan sumber daya serta layanan perpustakaan kepada masyarakat (SKKNI, 2014). Perpustakaan perlu melakukan promosi sebagai bagian penting dari pemasaran dan bagian dari kegiatan pemasyarakatan perpustakaan. Tujuan utama promosi adalah memberitahu, membujuk, dan mengingatkan. Peranan promosi dalam kegiatan pemasaran perpustakaan merupakan bagian yang sangat penting dalam mengkomunikasikan pesanpesan pada individu, kelompok atau organisasi baik langsung maupun tidak langsung tentang suatu produk informasi yang dihasilkan oleh lembaga perpustakaan (Rachmawati. 2004). Diharapkan dengan promosi yang berkesinambungan dapat meningkatkan kunjungan
masyarakat ke perpustakaan, dan layanan perpustakaan dapat dimanfaatkan masyarakat secara maksimal. Promosi merupakan media berkomunikasi kepada masyarakat, dengan memberi penjelasan dan meyakinkan masyarakat tentang layanan dan produkproduk perpustakaan yang dapat dimanfaatkan, sehingga masyarakat terbujuk untuk datang ke perpustakaan. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Seminar (2004) bahwa “Salah satu fungsi vital perpustakaan adalah bagaimana dapat menarik lebih banyak pengguna perpustakaan, bagaimana menolong pengguna mencari dan mendayagunakan item dan fasilitas perpustakaan dengan kesulitan yang minimal, menginformasikan item dan layanan baru, membangkitkan minat baca dan belajar, serta menjangkau masyarakat luas tanpa kendala geografis”. Terkait dengan fungsi membangkitkan minat baca dan belajar perlu adanya media promosi di perpustakaan. Agar perpustakaan tidak ditinggalkan oleh masyarakat penggunanya pustakawan perlu melakukan terobosan dalam hal layanannya, salah satunya dengan membuat film animasi yaitu berupa tayangan yang meliputi suara dan gambar. Film animasi menjadi salah satu media aktraktif, dinamis dan menarik yang dapat dijadikan media promosi untuk mengajak pemustaka berkunjung dan memanfaatkan perpustakaan. Latar belakang pembuatan topik film disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi Kebun Raya Bogor, dalam hal ini pustakawan perlu mengidentifikasi, mengumpulkan data, menelusur dan mendapatkan data/informasi, mengolah dan menganalisis data yang akan menjadi tema dari film animasi. Hal ini dilakukan untuk memilih skala prioritas tema film yang akan dibuat. Selain itu pustakawan juga perlu membuat alur cerita, skenario, dan penyutradaraan dalam pembuatan film animasi tersebut. Berikut beberapa produk film animasi dari Perpustakaan Kebun Raya Bogor-LIPI: 1. Perpustakaan Sumber Ilmu Banyak Baca Banyak Tahu Pada film ini, digambarkan sekelompok pelajar SMA yang sedang berjalan-jalan dan melihat poster lomba cerdas cermat yang diadakan Perpustakaan KRB, mereka tertarik untuk mengikuti lomba tersebut. Sesampai di rumah salah satu pelajar mencari informasi tentang tanaman dengan mengunjungi situs web Perpustakaan
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
23
KRB. Esok harinya para pelajar mengunjungi Perpustakaan KRB, untuk mendapatkan beberapa informasi dalam bentuk buku tentang tanaman yang ada di KRB dan informasi lainnya sebagai persiapan untuk mengikuti lomba cerdas cermat. Pertandingan cerdas cermat dimulai, dan hasil akhirnya mereka mendapatkan juara pertama. Pada film ini pesan yang ingin disampaikan bahwa keberadaan perpustakaan sangat penting sebagai media untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan, dan seseorang yang siap dan unggul di bidang informasi, akan lebih tahu, lebih cerdas, dan lebih mudah mendapatkan cita-cita yang diinginkan, sehingga keberhasilan akan selalu menyertainya.
2. Tempat-Tempat Menarik di Kebun Raya Bogor Film ini menggambarkan beberapa lokasi menarik dan memiliki nilai sejarah di KRB yang perlu dikunjungi oleh pengunjung. Lokasi-lokasi yang ditayangkan seperti: a. Perpustakaan, tempat mendapatkan berbagai jenis informasi tentang tanaman dan informasi perkebunrayaan dalam bentuk buku, majalah dsb. b. Garden shop, adalah sebuah toko yang disediakan Kebun Raya Bogor, di toko ini pengunjung Kebun Raya Bogor bisa membeli aneka tanaman, suvenir, dan
24
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
barang-barang lainnya. c. Museum Zoologi, adalah tempat display berbagai koleksi artefak satwa yang telah diawetkan dan fosil hewan lainnya, disajikan pula informasi dari masingmasing artefak satwa tersebut. d. Taman Teijsmann, sebuah taman yang dibuat untuk mengenang jasa Direktur Kebun Raya Bogor, J.E. Teijsmann periode tahun 1831 s.d. 1867. Pesan yang ingin disampaikan memberikan pilihan tempat yang bisa dikunjungi dan mengubah image kebun raya di masyarakat sebagai tempat untuk “berpacaran” berangsur dapat meningkat menjadi tempat wisata yang memiliki aspek ilmiah dan aspek edukasi.
3. Perbedaan Amorphophallus Titanum dan Rafflesia patma Film ini menjelaskan tentang perbedaan bunga bangkai, Amorphophallus titanum dan Rafflesia patma, habitat dan cara hidupnya. Pembuatan film ini berdasarkan keprihatinan pustakawan membaca dan menemukan beberapa buku yang masih salah mendeskripsikan kedua jenis tanaman tersebut, padahal buku tersebut dibaca dan dirujuk oleh beberapa guru, pelajar, orang tua siswa, dan pembaca lainnya. Dikhawatirkan informasi yang salah
tersebut berdampak pada perkembangan pengetahuan selanjutnya. Koleksi kedua tanaman tersebut terdapat di KRB, dan menjadi icon penting dan menarik bagi KRB karena tanaman tersebut menjadi objek penelitian para peneliti di Kebun Raya. Keberadaan kedua tanaman ini juga menjadi media edukasi bagi masyarakat untuk mengenal tanaman unik dan langka di Indonesia. 4. Kantong Semar, Ayo Banyak Tahu dengan membaca buku di perpustakaan Kantong semar adalah tanaman dari suku nepenthes, tanaman ini unik dan menarik karena memiliki kantong. Tanaman ini dikoleksi dan diteliti di Kebun Raya Bogor. Dan menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung Kebun Raya. Oleh karena itu perpustakaan berkepentingan mengenalkan tanaman ini kepada masyarakat sebagai media edukasi tentang tanaman unik dan langka. Untuk mendapatkan tanaman ini pengunjung KRB bisa membelinya di Garden Shop/toko yang ada di KRB.
5. Manfaat kelelawar bagi penyebaran tanaman Kebun Raya Bogor selain dikenal karena memiliki banyak tanaman unik dan langka, juga terkenal karena disinggahi oleh kelelawar. Pada film ini dijelaskan jenis dan fungsi kelelawar sebagai media penyebaran tanaman, peran kelelawar dan jumlah kelelawar di Kebun Raya Bogor. Pesan yang ingin disampaikan adalah hewan juga berfungsi sebagai agen penyebar tanaman, sehingga kita harus menyayangi dan melindungi hewan-hewan tersebut dari kepunahan. Produk film animasi Perpustakaan KRB sudah di unggah/upload di YouTube di kanal/channel Perpustakaan Kebun Raya Bogor, sejak Mei tahun 2015. Silahkan melihat dan mengunduh/men-download-nya, dengan tampilan di YouTube seperti berikut ini:
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
25
Kesimpulan Pemanfaatan teknologi digital menjadi tuntutan utama dalam layanan perpustakaan, dan menjadi trend layanan menarik saat ini, karena pemustaka mendapatkan informasi secara mudah dan cepat. Item perpustakaan juga semakin meningkat dan mengarah kepada dokumen-dokumen multimedia yang menuntut manajemen layanan perpustakaan lebih dinamis dan kreatif. Multimedia mempermudah menyampaikan informasi dalam bentuk audio dan visual, tampilan
konten informasi/pembelajaran lebih menarik dan dinamis dibanding dalam bentuk buku. Oleh karena itu film animasi menjadi salah satu pilihan dari layanan yang diberikan perpustakaan. Makalah ini menjelaskan tentang dampak teknologi informasi dan multimedia, promosi perpustakaan dan deskripsi lima film animasi produk Perpustakaan KRB. Film ini juga sebagai media promosi untuk mengajak pemustaka berkunjung dan memanfaatkan perpustakaan.
Daftar Pustaka Anies Baswedan. Perkaya peran pustakawan. Pikiran Rakyat. Senin, 21 Maret 2016. Hal. 6. Rachmawati, Tine Silvana. 2004. Faktor 4P, 3P dan 4C serta aplikasinya dalam kegiatan pemasaran perpustakaan (library marketing). BACA vol. 28 no.1 Juni 2004. Hal. 40-49. SKKNI. 2012. Indonesia. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. 83 Tahun 2012 tentang Penetapan Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia sektor jasa kemasyarakatan, sosial budaya, hiburan dan perorangan lainnya bidang perpustakaan menjadi Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI.
26
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
Seminar, Kudang B. 2004. Manajemen layanan perpustakaan dengan dokumen multimedia. Jurnal Pustakawan Indonesia. Vol. 4 no. 1. Hal. 12-21. Sumiati, Opong. 2014. Kompetensi pustakawan pengelola sumber elektronik. Media pustakawan. Vol. 21 no. 1. Hal. 1 Sutarsyah. 2015. Pemasyarakatan perpustakaan dokumentasi dan informasi dengan mendekatkan layanan perpustakaan pada pengguna: studi kasus Perpustakaan Kebun Raya Bogor-LIPI. Visipustaka, vol. 17 no. 3. Hal. 179-189 Suwahyono, Nurasih, 2000. Mempersiapkan sumberdaya manusia bidang dokinfo memasuki abad informasi. BACA. vol. 25, no.1-2.
Oleh: LEONARDO LODEWYCK KEYVEENT1, ROSINI2 Email:
[email protected]
Persepsi Pemustaka Terhadap E-Resources Perpustakaan Nasional Abstrak Tujuan penelitian ini untuk mengetahui persepsi pemustaka terhadap e-resources Perpustakaan Nasional RI. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif deskriptif dengan teknik sampling insidental. Instrumen pengumpulan datanya adalah kuesioner yang sebelumnya telah melalui uji reliabilitas dan validitas variabel dengan alpha Cronbach. Dari hasil penelitian dapat terungkap bahwa pemustaka yang menggunakan e-resources Perpustakaan Nasional RI mempunyai persepsi bahwa e-resources Perpustakaan Nasional RI sudah “Ideal” dalam segi fasilitas, tampilan, serta dari segi jenis, jumlah, subyek, dan kelengkapan data base. Hal ini terlihat dari jawaban responden dengan 7 variabel terbanyak berada pada kategori ideal. Namun demikian dalam hal jumlah dan subyek bidang ilmu tertentu dari hasil penelitian menyarankan untuk ditingkatkan dengan melanggan Wiley, Elsevier, Science Direct, Spinger, dan Enkripsi Data. Kata kunci : Persepsi pengguna, E-resources, Perpustakaan Nasional RI
Pendahuluan Kehadiran teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah melahirkan berbagai format sumber informasi di perpustakaan. Sumber infomasi yang semula tercetak kini menjadi sumber informasi elektronik atau electronic resources atau yang sering disebut sebagai e-resources. International Federation of Library Associations and Institutions (IFLA) dalam Davis (2013), mendefinisikan electronic resources (e-resources) sebagai semua koleksi yang memerlukan akses komputer baik diakses dari jarak jauh (remote) maupun diakses secara lokal melalui personal computer (PC), atau perangkat mobile. Salah satu koleksi yang masuk ke dalam e-resources antara lain adalah e-journal dan e-book (Johnson et all, 2012). Perpustakaan Nasional yang salah satu fungsinya sebagai perpustakaan penelitian menyediakan e-resources yang dapat digunakan oleh semua masyarakat Indonesia. E-resources yang ada di Perpustakaan Nasional RI
1 2
mencakup buku elektronik (e-book), jurnal elektronik (e-journal) dan karya-karya referensi (e-references). E-resources ini termuat dalam berbagai pangkalan data atau database. Perpustakaan Nasional berlangganan e-resources yang terdiri dari 33 pangkalan data dengan berbagai subyek. Pangkalan data tersebut, seperti yang tercantum pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Pangkalan Data e-resources Perpustakaan Nasional RI KOLEKSI
DATABASE 1 ProQuest 2 EBSCO 3 Disseminator of Knowledge (IGI Global)
E-Journal
4 Taylor & Francis 5 Lexis Nexis 6 Westlaw 7 Brill Online 8 Ulrichs
Mahasiswa Program Studi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Teknologi Informasi, Universitas YARSI, Jakarta Mahasiswa Program Studi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Teknologi Informasi, Universitas YARSI, Jakarta
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
27
1 Ebrary 2 Disseminator of Knowledge (IGI Global) 3 Cengage Learning/Gale 4 Balai Pustaka 5 Indonesian Heritage 6 Bowker 7 Brill Online 8 Cambridge University Press 9 KITLV 10 Mylibrary 11 Sage Knowledge
E-Book
12 ASTD 13 Business Expert 14 Columbia University Press 15 American Library Association 16 Nias Press 17 ISEAS 18 Amsterdam University Press 19 HAWAI 20 Princeton University Press 21 University Of California Press 22 RIBA 1 Indonesian Heritage
E-Video
2 Alexander Street Video 3 Alexander Street Press
Sumber: Sub Bidang Akuisisi Perpustakaan Nasional RI, Tahun 2014 Dalam penelitian yang dilakukan oleh Pathak dan Das (2012), dinyatakan bahwa pemanfaatan e-resources di Perpustakaan Nasional di India didorong oleh adanya : 1. Kemajuan teknologi digital dan peningkatan teknologi di perpustakaan membawa perubahan paradigma yang revolusioner di semua jenis perpustakaan, termasuk Perpustakaan Nasional. 2. Kebijakan pengadaan Perpustakaan Nasional yang berupaya mengintegrasikan sumber tercetak dengan sumber elektronik untuk menyediakan akses tanpa batas terhadap informasi yang mendukung pembelajaran. 3. Dukungan Perpustakaan Nasional terhadap pemustakanya yang heterogen mulai dari mahasiswa, sarjana, peneliti, dan tenaga profesional lainnya yang menggunakan e-resources sebagai sumber tambahan selain sumber tercetak. Pathak dan Das juga menyatakan bahwa dari hasil penelitian tersebut terdapat data koleksi e-resources yang
28
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
disediakan oleh Perpustakaan Nasional India yang terdiri dari 3 jenis, sebagai berikut: a. E-book 1. Cambridge University Press : 1115 2. Oxford University Press : 1,26,466 3. Project Muse : 19, 589 4. Springer : 550 5. Taylor & Francis : 1100 6. Wiley Blackwell : 264 b. E-journal 1. Cambridge University Press : 398 2. Oxford University Press : 379 3. Indian Journals.Com : 359 4. J-Stor : 3606 5. Project Muse :759 6. Sage Journals :1263 7. Heinonline: Law Journal Library; English Reports, Full Reprint (1220-1867) c. Reference e-collection bouquet.doc Beberapa data yang diteliti dalam penelitian Pathak dan Das ini antara lain adalah: 1. Tingkat awareness terhadap e-resources. 2. Frekuensi pemustaka e-resources. 3. Kemudahan penelusuran dan pendidikan pemakai dalam memanfaatkan e-resources. 4. Judul e-journal yang paling banyak digunakan. Berdasarkan data yang ada di Perpustakaan Nasional, jumlah anggota Perpustakaan Nasional tahun 2008 2014 berjumlah 328.686 orang yang terdiri dari beragam profesi, mulai dari pelajar, mahasiswa, dosen, guru, pegawai negeri, pegawai swasta, peneliti, TNI/POLRI, dan sebagainya. Dari jumlah tersebut yang melakukan kunjungan terhadap portal e-resources adalah sebagai berikut : Tabel 2. Distribusi Kunjungan terhadap Portal E-resources Perpustakaan Nasional Tahun 2014 No.
Bulan
Jumlah Kunjungan
1
Januari
5,135
2
Februari
30,103
3
Maret
42,536
4
April
33,565
5
Mei
29,649
6
Juni
21,326
7
Juli
10,998
8
Agustus
25,612
9
September
48,150
10
Oktober
43,826
11
November
35,420
Desember
28,556
Total pengunjung e-resources
354,876
12
Sumber: Bagian Otomasi Perpustakaan Nasional RI, Tahun 2014 Dengan adanya keberagaman anggota Perpustakaan Nasional dan jenis e-resources yang disediakan serta untuk meningkatkan pemanfaatan e-resources, maka perlu dilakukan evaluasi apakah layanan e-resources yang telah diberikan selama ini sudah sesuai dengan kebutuhan para pemustakanya, baik dari kemudahan akses, ketepatan pemilihan jenis e-resources yang ada, tingkat kemutakhiran data, dan sebagainya. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk melakukan evaluasi e-resources adalah dengan mencari bagaimana persepsi masyarakat, khususnya pemustaka yang pernah menggunakan layanan e-resources di Perpustakaan Nasional. Persepsi menurut Suwarno (2009), adalah proses diterimanya rangsangan berupa objek. Kualitas hubungan antara gejala, maupun peristiwa sampai rangsangan itu disadari dan dimengerti. Sedangkan persepsi menurut Slameto (2010) adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia. Melalui persepsi manusia terus- menerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya. Hubungan ini dilakukan melalui inderanya, yaitu indera penglihatan, pendengaran, peraba, perasa dan penciuman. Berdasarkan pengertian di atas persepsi dapat diartikan sebagai suatu persepsi atau proses membuat penilaian yang kita ungkapkan berdasarkan kenyataan yang kita lihat dan kita amati dalam lingkungan kita dengan penginderaan seseorang, sehingga setiap orang akan mempunyai penafsiran atau penilaian yang berbeda. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana persepsi pemustaka terhadap e-resources di Perpustakaan Nasional, apakah sudah sesuai dengan kebutuhan penggunanya.
Metodologi Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif deskriptif (Sugiono, hlm. 3, 13) dengan populasi anggota Perpustakaan Nasional yang telah mengunjungi atau memanfaatkan portal e-resources Perpustakaan Nasional. Sedangkan teknik pengambilan sampel adalah nonprobability sampling yaitu jenis sampling insidental dengan menggunakan rumus Taro Yamane (Riduwan, 2013, hlm. 65). Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 100 responden (10%) dari populasi. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner atau angket (Riduwan 2013, hlm. 99) yang disebarkan secara online bagi pengguna yang pernah memanfaatkan e-resources di luar Perpustakaan Nasional, dan secara langsung terhadap pengguna yang sedang memanfaatkan portal e-resources. Pengambilan data dilakukan selama 2 bulan, yaitu bulan Juli-Agustus 2015. Data yang telah diperoleh dari kuesioner kemudian dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dengan persentase yang kemudian dideskripsikan atau digambarkan (Anas Sudijono, 2010 hlm. 4). Setelah variabel-variabel yang ada pada kuesioner, diuji reliabilitas dan validitasnya dengan menggunakan Cronbach’s Alpha, maka selanjutnya diakumulasikan kemudian dibagi dalam persepsi “idealitas” menurut pengguna. Dalam hal ini diambil batasan dengan membagi kelompok persentase ke dalam 5 kelompok sesuai dengan jumlah pilihan pada jawaban kuesioner dengan sebaran nilai persentase sama besar dan menganalogikannya dengan persepsi ideal dari jawaban responden, yaitu sebagai berikut : 81% -100% = Sangat ideal 61% - 80% = Ideal 41% - 60% = Cukup ideal 21% - 40% = Tidak ideal 0% - 20% = Sangat tidak ideal Hasil dan Pembahasan Berdasarkan hasil kuesioner, persepsi responden terhadap tingkat “idealitas” e-resources Perpustakaan Nasional adalah sebagai berikut:
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
29
Tabel 3. Hasil penelitian perilaku pemustaka e-resources Perpustakaan Nasional NO
A.
VARIABEL
SANGAT IDEAL (81%-100%)
IDEAL (61%80%)
FASILITAS
CUKUP IDEAL (41%-60%)
1
Saya sudah mengetahui portal e-resources Perpustakaan Nasional
87,87%
2
Portal e-resources Perpustakaan Nasional dapat diakses dimanapun
84,86%
3
Portal e-resources Perpustakaan Nasional dapat diakses dengan menggunakan perangkat lunak dan perangkat keras apapun
78,79%
4
Log-in akses portal e-resources Perpustakaan Nasional tidak lama
66,67%
B.
TAMPILAN
1
Tampilan e-resources Perpustakaan Nasional mudah dikenali
2
Menu pada tampilan e-resources Perpustakaan Nasional mudah digunakan
3
Tampilan e-resources Perpustakaan Nasional sudah memuaskan
C.
JENIS, JUMLAH, SUBYEK, DAN KELENGKAPAN E-RESOURCES
1
Jenis (e-journal, e-book, e-video) e-resources yang ada pada portal e-resources Perpustakaan Nasional sudah sesuai dengan kebutuhan
2
Jumlah e-resources yang ada pada portal e-resources Perpustakaan Nasional sudah cukup
57,29%
3
Subyek/bidang ilmu e-resources yang ada pada portal e-resources Perpustakaan Nasional sudah lengkap
50,6%
4
Subyek/bidang ilmu e-resources yang ada pada portal e-resources Perpustakaan Nasional sudah sesuai dengan kebutuhan
55,19%
5
Semua jenis e-resources yang ada di Perpustakaan Nasional mudah digunakan
68,4%
6
Isi e-resources yang ada pada portal e-resources Perpustakaan Nasional hanya abstrak
66,78%
D.
PEMANFAATAN
7
E-resources Perpustakaan Nasional sangat bermanfaat
30
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
79,81%
81,83%
70,43%
62,64%
93,95%
TIDAK IDEAL (21%-40%)
SANGAT TIDAK IDEAL (0%-20%)
Berdasarkan Tabel 3 di atas, dapat diketahui bahwa : 1. Kategori Sangat Ideal : 4 (empat) variabel dengan jumlah rata-rata persentase sebesar 87,13%. Yaitu : 2 (dua) variabel yang terdapat pada faktor fasilitas, yaitu : portal e-resources sudah diketahui pemustaka, dan portal e-resources dapat diakses dimanapun. 1 (satu) variabel pada faktor tampilan, yaitu tampilan menu e-resources mudah digunakan. 1 (satu) lagi terdapat pada faktor pemanfaatan, yaitu: e-resources sangat bermanfaat 2. Kategori Ideal : 7 (tujuh) variabel dengan jumlah ratarata persentase sebesar 69,52% Yaitu : Masing-masing 2 variabel terdapat pada faktor fasilitas dan faktor tampilan, dan 3 variabel terdapat pada jenis, jumlah, subyek, dan kelengkapan. 3. Kategori Cukup Ideal : 3 variabel dengan jumlah ratarata persentase sebesar 54,43% Ketiga variabel terdapat pada faktor jenis, jumlah, subyek, dan kelengkapan 4. Kategori Tidak Ideal : tidak ada 5. Kategori Sangat Tidak Ideal : tidak ada Tabel 4. Sebaran Jumlah Variabel pada Masing-masing Kategori Idealitas Kategori
Fasi litas
Tam pilan
Sangat Ideal
Jenis, Jumlah, Subyek, dan keleng kapan
2
1
-
1
4
2
2
3
-
7
-
-
3
-
3
-
-
-
-
0
-
-
-
-
0
Ideal
Cukup Ideal Tidak Ideal
Sangat Tidak Ideal
Peman Jumlah faatan Variabel
14
Berdasarkan hasil tabel di atas dapat disimpulkan bahwa pemustaka e-resources tidak ada satu pun yang mempunyai persepsi bahwa e-resources Perpustakaan Nasional RI “sangat tidak ideal” dan “tidak ideal”. Meskipun demikian, terdapat 3 (tiga) variabel yang masuk ke dalam kategori “cukup ideal” dengan nilai yang berada di garis batas tengah. Hal ini dapat dianggap bahwa variabel ini masih menjadi suatu kelemahan yang harus diantisipasi atau dicarikan solusinya agar bisa masuk ke dalam “ideal”. Ketiga kategori cukup ideal tersebut sebagai berikut:
1. Jumlah e-resources yang terdapat pada portal e-resources pada Perpustakaan Nasional 2. Kelengkapan subyek/bidang ilmu e-resources yang ada pada portal e-resources Perpustakaan Nasional 3. Kesesuaian subyek/bidang ilmu e-resources yang ada pada portal e-resources Perpustakaan Nasional dengan kebutuhan pengguna. Meskipun sudah cukup banyak jumlah e-resources yang disediakan Perpustakaan Nasional (25 database) dan dianggap “cukup ideal” akan tetapi hampir setengah dari pengguna menyatakan kurang banyak. Hal ini berkorelasi dengan 2 (dua) variabel yang dibahas berikutnya, yaitu kelengkapan dan kesesuaian e-resources Perpustakaan Nasional. Karena masih dirasakan kurangnya subyek/ ilmu pengetahuan baik dari segi jumlah dan kesesuaian dengan kebutuhan, maka dapat dipastikan pemustaka merasa jumlah e-resources yang ada masih harus ditambah. Hal ini salah satunya disebabkan oleh kurangnya beberapa subyek/bidang ilmu pengetahuan alam yang biasanya banyak atau sering diakses pemustaka. Bisa saja pemustaka menemukan subyek ilmu pengetahuan alam dari situs perpustakaan lain dan tidak menemukannya pada portal e-resources Perpustakaan Nasional. Seperti yang diusulkan oleh pemustaka agar e-resources Perpustakaan Nasional dapat menambahkan database yang berasal dari Wiley, Elsevier, Science Direct, Spinger, dan Enkripsi Data Berdasarkan hasil analisis kelemahan yang diperoleh dari persepsi pemustaka terhadap e-resources Perpustakaan Nasional, maka untuk meningkatkan kualitas variabel-variabel yang dianggap lemah salah satunya adalah dengan melanggan database subyek/ bidang ilmu pengetahuan alam yang diterbitkan oleh Wiley, Elsevier, Science Direct, Springer, dan Enkripsi Data seperti yang diusulkan oleh pemustaka. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pemustaka yang menggunakan e-resources di Perpustakaan Nasional mempunyai persepsi bahwa e-resources Perpustakaan Nasional sudah “Ideal”. Hal ini tergambar dari jawaban responden yang terbanyak berada pada kategori “Ideal” dengan jumlah 7 variabel dari 14 variabel yang terdapat pada 3 faktor. Tidak satu orang responden pun yang mempunyai persepsi bahwa e-resources Perpustakaan Nasional “tidak
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
31
ideal”. Meskipun demikian terdapat 3 variabel terendah meliputi jenis, jumlah, subyek, dan kelengkapan e-resources. Hal ini harus diatasi agar bisa meningkat kualitasnya sehingga dapat masuk ke dalam kategori “Ideal” bahkan “Sangat Ideal”. Salah satu caranya adalah
dengan melengkapi jumlah database yang sesuai dengan kebutuhan pemustaka sehingga kelengkapan dan jumlah database secara otomatis akan mengalami peningkatan. Hasil penelitian menyarankan untuk melanggan Wiley, Elsevier, Science Direct, Springer, dan Enkripsi Data.
DAFTAR PUSTAKA Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. UndangUndang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Jakarta: Perpustakaan Nasional. Riduwan. 2013. Metode dan Teknik Menyusun Thesis. Bandung: Alfabeta. Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Sudijono, A. 2010. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Cetakan Ke-16. Bandung: Alfabeta. Suwarno, W. 2009. Psikologi Perpustakaan. Jakarta: CV. Sagung Seto. Davis, R 2013, E-resources Collection Development Strategic, The University of the West Indies, Mona. Tersedia pada https://www.nlj.gov.jm/files/u8/Eresources%20 Collection%20 Development%20 Strategies.pdf. [12 Januari 2016]
32
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
Johnson, S, Ole Gunnar Evensen, Julia Gelfand, Glenda Lammers, Lynn Sipe, dan Nadia Zilper, 2012, Key Issues for E-resources Collection Development a guide for libraries. Acquisition and Collection Development Section, International Federation of Library Association and Institutions. Tersedia di http:// www.ifla.org/files/assets/ acquisition-collectiondevelopment/publications/Key%20Issues%20for%20 E-resource% 20 Collection%20Development%20-%20 August%202012.pdf, August 2012. [2 Februari 2015] Pathak, D, Partha Sarathi Das 2012, An Overview of Electronic Resources (E-resources) of National Library, India and its Implications: Proceedings of the 15th National Convention on Knowledge, Library and Information Networking (NACLIN 2012) held at The Maharaja Sayajirao University of Baroda, Vadodara from November 20-22, 2012, DELNET, India
Oleh: ARIF NUROCHMAN1 Email:
[email protected]
Telaah Sosial Kontemporer Masyarakat Informasi: Perspektif Perpustakaan Perguruan Tinggi Abstrak Perpustakaan dalam perkembangannya selalu diidentikkan dengan perkembangan pola penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi masyarakat. Library is growing organism menjadi gambaran nyata bahwa perpustakaan tidak lagi dipandang sebagai lembaga an sich yang di dalamnya terdapat sekumpulan buku yang tertata rapi di rak dengan sistem baku yang dilayankan kepada pemustaka. Perpustakaan telah berkembang mengikuti pola peradaban masyarakat yang menyangkut aspek sosial dan pengetahuan. Perpustakaan dan pusat informasi pengetahuan merupakan komponen yang serasi untuk menggambarkan kemajuan peradaban dimulai dari bagaimana akses informasi dan distribusi informasi yang disebarkan oleh perpustakaan.
Pendahuluan Perubahan sosial budaya masyarakat menjadi kajian seorang tokoh futurolog Alvin Toffler (1980) menyatakan bahwa perkembangan masyarakat dikategorikan dalam tiga gelombang yang dimulai dari gelombang pertama sebagai masyarakat pertanian (agraris), gelombang kedua masyarakat industri dan gelombang ketiga pada kondisi setelah era runtuhnya perang dingin antara Amerika Serikat (AS) dan Uni Soviet. Masyarakat gelombang ketiga bisa disebut sebagai masyarakat informasi dengan berbagai kemajuan ilmu pengetahuan yang lebih menitikberatkan pada nilai informasi sebagai tulang punggung dalam kehidupan masyarakat secara umum. Masyarakat informasi merupakan masyarakat yang semua aspek kehidupan sangat tergantung pada nilai dan keabsahan informasi,
1
sebagai sarana pengambilan keputusan. Kondisi ini tercipta karena perubahan paradigma dan adaptasi perkembangan masyarakat yang berkembang secara dinamis mengikuti pola pengetahuan dan terciptanya teknologi baru yang memungkinkan peningkatan kualitas hidup masyarakat menjadi lebih baik dan bernilai. Masyarakat informasi sering dikaitkan dengan masyarakat berbasis teknologi, namun teknologi bukan merupakan satu-satunya komponen. Masyarakat informasi berbasis teknologi, politik, ekonomi, sosial, pasar, hukum, sehingga batasan masyarakat informasi tidak harus sama antara satu masyarakat dengan masyarakat lain. Apa yang diperlukan pada masyarakat informasi adalah informasi yang lebih baik, lebih rinci dan lebih tersedia atau lebih mudah diakses bagi anggota masyarakat (Sulistyo-Basuki, 2014).
Karyawan UPT Perpustakaan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
33
Berbagai macam indikator yang menciptakan masyarakat informasi secara nyata terlihat dari trend perkembangan teknologi informasi yang dikonsumsi oleh masyarakat. Teknologi mobile, sarana internet, media komunikasi, media sosial menjadi kebutuhan standar masyarakat informasi dalam kesehariannya. Browsing, chatting, video chat, surfing, blog, email, tweet menjadi istilah standar dalam berkomunikasi dan menemukan informasi. Casstells dalam Ritzer (2007) memaknai paradigma teknologi informasi dengan karakteristik dasar yang meliputi; Pertama, teknologi informasi adalah teknologi yang bereaksi berdasarkan informasi. Kedua, informasi adalah bagian dari aktivitas manusia, teknologi-teknologi ini mempunyai efek pervasive. Ketiga, semua sistem yang menggunakan teknologi informasi didefinisikan oleh logika jaringan yang membuatnya bisa mempengaruhi berbagai proses dan organisasi. Keempat, teknologi baru sangatlah fleksibel, membuatnya bisa beradaptasi dan berubah secara konstan. Kelima, teknologi spesifik yang diasosiasikan dengan informasi berpadu dengan sistem yang terintegrasi. Paradigma teknologi informasi tersebut menjadi keseharian yang sudah jamak dalam kehidupan masyarakat, bahkan ada anggapan di masyarakat apabila tidak menggunakan sarana teknologi informasi maka dianggap sebagai golongan kuno. Berbagai aspek penggunaan teknologi informasi bergulir begitu cepat mengikuti pola perkembangan masyarakat. Fenomena yang secara kasat mata terlihat adalah makin meningkatnya percepatan penggunaan perangkat teknologi informasi dengan tulang punggung kecepatan akses dan kecepatan teknologi yang menyertainya. Masyarakat dihadapkan pada pilihan apakah mengikuti perkembangan tersebut atau keluar dari pusaran percepatan trend penggunaan teknologi. Jika sudah demikian, maka kondisi sosial masyarakat menjadikan segala sesuatu menjadi komoditas yang harus dikonsumsi oleh masyarakat. Maka tidak mengherankan kemudian memunculkan struktur sosial ‘masyarakat konsumsi’ dengan asas kecepatan (velocity) sebagai tulang punggungnya. Fenomena masyarakat informasi sejatinya merupakan pola perubahan adaptif masyarakat dalam memaknai perkembangan yang sedang terjadi sesuai dengan kemampuan menerapkan ilmu pengetahuan, yang diyakini dapat memberikan perubahan pada masyarakat. Dalam berbagai perspektif perubahan masyarakat ke arah masyarakat informasi, selalu dikaitkan dengan
34
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
proses pembelajaran dan penciptaan, pengelolaan dan penyebaran pengetahuan sebagai unsur utama dengan berkolaborasi dengan perangkat teknologi yang umumnya disebut sebagai teknologi informasi. Apabila dikaitkan dengan perpustakaan, khususnya perpustakaan perguruan tinggi, maka proses penyebaran pengetahuan yang berguna bagi konsumsi masyarakat informasi merupakan kewenangan dan tugas bagi perpustakaan. Idealnya perpustakaan ditempatkan sebagai lembaga pengolah dan penyebar informasi yang benar-benar berguna bagi masyarakat informasi untuk mengambil keputusan, akan tetapi fungsi dan kewenangan tersebut tidak sepenuhnya dilaksanakan oleh perpustakaan. Gambaran nyata sering terjadi di masyarakat sekarang ini adalah bahwa dengan peralatan gadget digenggaman tanganpun berbagai macam informasi aktual segera didapatkan, tidak perlu lagi mendatangi perpustakaan yang notabene sebagai pusat informasi dalam masyarakat informasi. Adanya indikator tersebut memunculkan pertanyaan dan perenungan benarkah kondisi sekarang dengan adanya penetrasi penggunaan teknologi informasi merubah semua lini kehidupan berpengaruh bagi eksistensi perpustakaan? Mengapa perpustakaan seolah tidak berdaya dalam mengakomodasi kebutuhan masyarakat informasi yang memerlukan kecepatan dan keakuratan sebagai gaya hidupnya? Benarkan budaya cyber telah mengambil alih perpustakaan perguruan tinggi dalam melayani civitas akademika dalam tatanan masyarakat informasi? Ataukah benar peran perpustakaan sangat dominan dalam membentuk karakter pengetahuan masyarakat informasi secara umum? Budaya Tanda Teknologi Informasi Permasalahan kuatnya penetrasi penggunaan teknologi informasi yang terjadi di masyarakat, membawa perubahan fundamental bagi layanan perpustakaan perguruan tinggi, yang memandang perpustakaan masih diakui sebagai lembaga penyaji dan penyedia informasi. Asumsi ini bersifat ‘klasik’, tuntutan perubahan tersebut terjadi karena adanya ‘persaingan’ antara perpustakaan dengan teknologi jaringan global berupa internet yang memiliki ‘klaim’ tentang ketepatan dan kecepatan dalam mendapatkan informasi. Pustakawan pun mempunyai peluang sebagai penyaji dan penyedia informasi (information provider) yang benar-benar memiliki nilai bagi masyarakat informasi dengan klaim membanjirnya
informasi di berbagai bidang, apabila diproses dan digolongkan ternyata memiliki efek ‘informasi sampah’ yang tidak tepat digunakan oleh masyarakat. Pustakawan berkedudukan sebagai penambah nilai informasi yang benar-benar dibutuhkan oleh civitas akademika dan masyarakat informasi secara umum. Namun disaat yang sama besarnya informasi yang tersedia dan kecepatan informasi berganti dari hari ke hari, tidak dapat diantisipasi oleh perpustakaan dalam menelaah informasi yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat, dan akhirnya masyarakat pun tidak lagi ‘berkomunikasi’ dengan perpustakaan karena kecepatan dan keakuratan informasi tidak memerlukan proses yang rumit seperti dalam perpustakaan.
pengetahuan dan berpendapat bahwa hilangnya makna dalam postmodern tidak boleh ditangisi, karena hal ini berarti penggantian pengetahuan naratif oleh pluralitas permainan bahasa dan universalisme oleh lokalisme (Featherstone, 2008). Bahwa produksi industri tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat seperti halnya dalam era industri, tetapi kondisi sekarang ini produksi lebih menekankan pada aspek ‘gaya hidup’, kecepatan yang mengaburkan makna konsumsi itu sendiri.
Informasi bisa didapatkan kapan saja dan dimana saja, berjejaring dan informasi mobile pun dapat dilaksanakan tanpa batas ruang dan waktu. Apabila mengandalkan informasi dari perpustakaan, yang didapatkan hanya ‘informasi teks’ yang tidak fleksibel, namun dengan gadget yang memiliki fitur jaringan global, bukan lagi persoalan untuk mendapatkan informasi dari manapun. Komodifikasi tanda dan penetrasi iklan berkolaborasi dengan kecepatan untuk menciptakan trend dan produk baru yang diinginkan oleh kemampuan konsumsi masyarakat informasi menambah ‘persaingan’ antara perpustakaan dan sumber informasi global. Kapitalis memproduksi barang konsumsi bukan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, tetapi untuk memenuhi ‘hasrat’ konsumsi untuk pemenuhan citra, prestise dan gaya hidup. Dalam perkembangan berikutnya komodifikasi tanda yang menyertai kehidupan masyarakat informasi tidak dapat dilepaskan dari proses perkembangan masyarakat, dapat dianalisa dengan menggunakan perspektif ilmu sosiologi tentang istilah masyarakat informasi dengan berbagai ‘tanda wacana’ dan indikator yang menyertainya.
Produksi alat-alat konsumsi yang dihasilkan oleh ‘kapitalis produksi’ mengaburkan makna relasi produksi dan konsumsi hanya semata-mata untuk menciptakan ‘hasrat kecepatan’, seperti terlihat dalam penggunaan sarana teknologi komputer sebatas untuk pemenuhan gaya hidup yang berasaskan kecepatan. Lyotard tertarik dengan fenomena perubahan sosial budaya masyarakat di era penggunaan komputer dan teknologi informasi. Sedangkan Baudlillard menekankan bahwa bentukbentuk teknologi dan informasi baru menjadi pusat perubahan dari tatanan sosial yang reproduktif, dimana berbagai simulasi dan model semakin melanda dunia sehingga perbedaan antara yang nyata dengan yang tampak menjadi kabur. Ketika tatanan sosial diibaratkan sebagai sebuah simulasi dengan berbagai kecepatan teknologi, produksi teknologi menjadi ‘gaya hidup’ yang akhirnya memunculkan tatanan sosial baru berupa masyarakat konsumsi yang menghilangkan makna logika produksi sebagai alat pemenuhan kebutuhan konsumsi yang sewajarnya. Konsumsi dilakukan secara ‘besarbesaran’ yang hanya dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan ‘hasrat’ gaya hidup masyarakat, maka tidak mengherankan kemudian Baulldilard menyebutnya sebagai ‘simulasi’ gaya hidup yang mengaburkan logika dan makna sesungguhnya.
Lyotard memberikan asumsi bahwa kondisi masyarakat sekarang berada pada kondisi ‘sesudah’ era industri, apabila kita telusuri bahwa perkembangan masyarakat dimulai dari era kegelapan, renaissance dan era revolusi industri. Asumsi ini didasarkan pada kondisi masyarakat eropa pada saat itu, namun kondisi sekarang masyarakat dihadapkan pada kondisi riil tentang adanya perubahan budaya kearah era ‘post industri’. Lebih lanjut Lyotard menjelaskan bahwa ketertarikan membicarakan masyarakat postmodern adalah pengaruh efek-efek khusus dari ‘komputerisasi masyarakat’ atas
Membicarakan budaya tanda masyarakat informasi, tidak akan terlepas dari pola perkembangan masyarakat modern ke arah masyarakat postmodern, dengan berbagai macam perspektif yang dapat menganalisa perkembangan tersebut. Dengan budaya tanda tersebut dapat memberikan pemahaman bagi kita bahwa kondisi riil masyarakat sekarang masuk dalam perkembangan masyarakat postmodern atau masyarakat sesudah modern, bahkan ada yang menyebutkan sebagai masyarakat informasi tergantung dari perspektif analisa yang digunakan dalam mengkaji permasalahan tersebut.
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
35
Dalam bidang perpustakaan tentunya akan lebih familier dengan menyebutnya sebagai masyarakat informasi, karena memiliki korelasi dengan perkembangan pola kehidupan intelektualitas dan pembelajaran mandiri masyarakat dalam memproduksi, mengolah, menyajikan dan menyebarkan informasi pengetahuan kepada masyarakat. Namun budaya tanda teknologi informasi tersebut merupakan tantangan bagi perpustakaan di era membanjirnya informasi global dimanapun dan kapanpun. Arti Penting Perpustakaan Perguruan Tinggi Gaya hidup, simulasi dan budaya tanda teknologi informasi memunculkan sejumlah pertanyaan tentang eksistensi perpustakaan dalam pranata sosial masyarakat informasi khususnya perpustakaan perguruan tinggi. Apakah masyarakat informasi dibentuk oleh perpustaka an, ataukah sebaliknya eksistensi perpustakaan akan ‘termarjinalkan’ oleh hiruk-pikuk perkembangan tekno logi informasi?. Dilema perpustakaan dalam kultur masyarakat informasi adalah ‘klaim’ perpustakaan yang menyebutkan bahwa perpustakaan memiliki peran yang utama dalam pranata sosial masyarakat informasi. Masyarakat informasi dibentuk oleh peran perpustakaan dalam menyajikan dan memproduksi informasi terseleksi yang digunakan oleh masyarakat, namun argumentasi ini tidak sepenuhya benar karena masyarakat informasi merupakan masyarakat ‘pembelajar’ dengan berbagai macam fasilitas untuk mendapatkan informasi yang begitu beragam. Dalam logika masyarakat informasi, informasi yang didapatkan merupakan pengetahuan yang digunakan untuk melaksanakan strategi dalam upaya pengambilan keputusan yang digunakan untuk memenangkan persaingan. Kondisi ini akhirnya memicu masyarakat informasi yang berpengetahuan, berdasarkan tindakan yang digunakan sebagai kaidah perilaku dalam bertindak, untuk melaksanakan inovasi dalam memenangkan persaingan. Cara mendapatkan informasi pengetahuan pun semakin spesifik dengan berbagai macam pilihan sumber-sumber informasi global yang tidak memerlukan administrasi yang berbelit dan bersifat real time kapanpun dimanapun. Dengan demikian tidak salah memposisikan perpustakaan sebagai lembaga penyaji informasi yang tersisih/termarjinalkan dalam struktur pranata sosial masyarakat informasi dengan berbagai kaidah
36
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
bahwa penciptaan, pengolahan, pengkomunikasian dan penyebaran informasi tidak melalui lembaga perpustakaan, hanya melalui sumber informasi global yang fleksibel dan cepat. Masalah nilai informasi dan keabsahan informasi yang diklaim oleh perpustakaan sebagai ‘produksi’ perpustakaan pun terbantahkan karena pola pikir masyarakat informasi yang kritis, independent dan berpengetahuan. Perpustakaan hanya sebagai ‘museum informasi’ tanpa mampu berperan dalam struktur sosial masyarakat informasi khususnya civitas akademika perguruan tinggi. Tantangan terbesar perpustakaan perguruan tinggi adalah terdapatnya pemustaka perpustakaan yang disebut sebagai generasi digital atau digital native yang memiliki karakteristik berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya. Mereka lahir setelah tahun 1980 ketika teknologi digital seperti internet dan media komunikasi online sudah ada. Mereka memiliki keahlian akses berjejaring dalam teknologi digital yang mereka gunakan (Palfrey, 2008). Satu hal yang harus diketahui oleh pustakawan dan perpustakaan perguruan tinggi bahwa digital native memiliki sifat yang berbeda, mereka belajar, bekerja, menulis dan berinteraksi dengan komunitasnya, bahkan terkadang berinteraksi dengan pihak luar komunitas dalam perkembangan kehidupannya. Mereka sangat tertarik dengan media online, berjejaring dengan berbagai macam budaya, berinteraksi sosial, berteman, beraktifitas dengan mengandalkan teknologi digital. Dilema perpustakaan perguruan tinggi dalam era masyarakat informasi dan layanan informasi kepada generasi digital native memberikan perenungan bagaimana seharusnya perpustakaan bermetamorfosa dengan bersifat aplikatif melaksanakan perubahan yang ‘keluar’ dari narasi kemapanan yang selama ini diyakini benar oleh perpustakaan. Metamorfosa perpustakaan ditandai dengan melaksanakan perubahan dan bersifat akomodatif dengan tetap berprinsip pada identitas budaya perpustakaan yang selama ini memberikan ‘kenyamanan’ bagi pemustaka masyarakat informasi. Setidaknya perpustakaan perguruan tinggi memerlukan konsep perubahan yang meliputi pertama, perpustakaan harus bersikap akomodatif terhadap masyarakat informasi utamanya generasi digital native dengan memberikan fasilitas layanan yang mendukung ‘gaya hidup’ digital native. Sikap akomodatif tersebut dapat berupa penambahan fasilitas perpustakaan menggunakan konsep learning commons yang disesuaikan dengan kebutuhan
pemustaka generasi digital. Penyediaan sarana prasarana yang representatif, terkoneksi internet 24 jam sebagai sarana berjejaring, tersedianya prasarana untuk bersantai sebagai tempat untuk diskusi, penambahan ruang belajar dengan sarana teknologi informasi yang lengkap. Kedua menyediakan koleksi bahan perpustakaan yang bersifat interaktif, multimedia dan dapat digunakan secara bersama-sama. Digital native tidak begitu memperdulikan koleksi dalam bentuk teks karena informasi yang didapatkan dengan cara koneksi internet menggunakan mesin pencari, oleh karena itu perpustakaan perlu mengembangkan layanan multimedia dalam berbagai jenis koleksi perpustakaan baik yang bersifat online dan yang bersifat offline. Ketiga adalah aturan kebijakan perpustakaan yang harus dirubah dalam menghadapi masyarakat informasi, aturan tersebut dirubah tetapi tetap berpedoman pada penghargaan dan sangsi yang harus ditegakkan, dalam arti bahwa digital native bukan generasi yang ‘termarjinalkan’ karena bertingkah laku menghilangkan budaya tinggi, tetapi mereka pun harus menghormati norma yang sudah dibangun oleh lembaga perpustakaan. Keempat pustakawan harus beradaptasi dengan perkembangan ‘gaya hidup’ masyarakat informasi yang memandang bahwa perpustakaan adalah bagian dari gaya hidup dalam mendapatkan pengetahuan dan akses informasi. Pustakawan tidak perlu membatasi diri dan bersifat tertutup dengan berbagai sifat dan karakteristik digital native yang memuja kebebasan dalam akses informasi dimanapun dan kapanpun. Kelima adalah bagaimana membangun konsep dialektika antara pustakawan dan digital native dengan memanfaatkan kegiatan bersama berupa kegiatan literasi informasi/ media yang dilaksanakan secara periodik. Literasi informasi/media dilaksanakan untuk memberikan bimbingan dan pembelajaran bagaimana mendapatkan sumber-sumber informasi yang cepat, tepat dan efisien. Meskipun berkarekterisik yang selalu berjejaring dan terkoneksi internet, namun peran pustakawan diperlukan dalam memberikan bimbingan bagaimana mencari, menggunakan dan mendapatkan informasi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Keenam adalah adanya kegiatan promosi dan sosialisasi layanan perpustakaan yang bersifat interaktif menggunakan teknologi web tentang jenis-jenis layanan perpustakaan dan produk informasi yang diproduksi oleh perpustakaan.
struktur pranata sosial masyarakat informasi berkembang dinamis dan harus diantisipasi oleh perpustakaan dengan tindakan yang bersifat akomodatif. ‘Marginalisasi’ perpustakaan akan benar-benar terjadi apabila perpustakaan tidak melaksanakan kegiatan metamorfosa dan keluar dari narasi kemapanan yang selama ini sudah terbangun. Karakteristik masyarakat informasi dengan generasi digital native sebagai aktornya berbeda dengan masyarakat modern yang dilayani oleh perpustakaan. Sumber informasi global dan keabsahan dari nilai informasi dalam kegiatan keseharian masyarakat informasi untuk proses pengambilan keputusan, sudah seharusnya menjadi tantangan dan peluang bagi perpustakaan untuk tetap eksis sebagai lembaga penyaji dan pengolah informasi. Marginalisasi dan tantangan perpustakaan di pusaran masyarakat informasi memberikan perenungan bagi perpustakaan untuk memberikan pemahaman baru bahwa perpustakaan masih diperlukan dan harus eksis ditatanan struktur masyarakat informasi. Perpustakaan harus bergerak maju sebagai bagian dari ‘gaya hidup’ masyarakat informasi dengan nilai informasi sebagai bagian terpenting dalam pengambilan keputusan. Ketika nilai informasi sebagai bagian dari gaya hidup, maka tercipta kondisi masyarakat berpengetahuan dengan memanfaatkan sumber-sumber pengetahuan yang memiliki kapabilitas yang dapat dipertanggungjawabkan. Diperlukan lembaga yang memiliki eksistensi dalam menciptakan pengetahuan sebagai gaya hidup masyarakat ini. Lembaga tersebut adalah perpustakaan.
Penutup Tantangan perpustakaan perguruan tinggi dalam
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
37
Daftar Pustaka Bryson, Jo. 2006. Managing Information Service; A Transformation Approach. Aldershot Hampshire: Ashgate Publishing Limited. Featherstone, Mike. 2008. Postmodernisme dan Budaya Konsumen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Palfrey, John and Urs Gasser. 2008. Born Digital; Understanding The First Generation of Digital Natives. New York: Basic Book. Ritzer, George dan Dauglas J.Goodman. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
38
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
Ritzer, George dan Barry Smart. 2012. Handbook Teori Sosial. Jakarta: Nusa Media. Sugihartati, Rahma. 2014. Perkembangan Masyarakat Informasi dan Teori Sosial Kontemporer. Jakarta: Kencana. Sulistyo-Basuki. 2014. Senarai Pemikiran Sulistyo-Basuki: Profesor Pertama Ilmu Perpustakaan dan Informasi di Indonesia. Jakarta: ISIPII. Sutrisno, Mudji dan Hendar Putranto (ed). 2005. Teoriteori Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius. Toffler, Alvin.1980. The Third Wave. New York: Bantam Book.
Oleh: MUTIA WATUL WARDAH, S.IP1 Email:
[email protected]
Pemanfaatan Facebook dalam Promosi UPT Perpustakaan Universitas Syiah Kuala Abstrak Pandangan masyarakat terhadap perpustakaan dapat dipastikan berbeda antara satu sama lainnya. Ada perspektif masyarakat bahwa perpustakaan merupakan tempat penyimpanan buku saja, bahkan perpustakaan adalah gudang buku. Sebagian perspektif masyarakat bahwa perpustakaan bukan hanya sekedar buku saja. Seiring dengan kebutuhan pengguna perpustakaan, perkembangan zaman dan teknologi informasi menuntut pustakawan untuk dapat menjawab tantangan tersebut. Salah satu cara yang dilakukan perpustakaan untuk mengenalkan perpustakaan kepada masyarakat melalui media sosial facebook. Facebook dinilai sangatlah efektif dalam promosi perpustakaan. Salah satu perpustakaan yang memanfaatkan facebook dalam promosinya adalah UPT Perpustakaan Univesitas Syiah Kuala. Pemanfaatan facebook yang dilakukan oleh UPT Perpustakaan Universitas Syiah Kuala adalah dengan mempromosikan akreditasi A yang diperoleh dengan memanfaatkan facebook sebagai bagian dari promosi perpustakaannya. Kata Kunci : Facebook, Pemanfaatan Facebook, Promosi Perpustakaan
Pendahuluan Perpustakaan bukan hanya sebuah gedung yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan buku saja. Perpustakaan lebih dari itu. Apabila kita berfikir perpustakaan hanya sebuah tempat penyimpanan buku saja atau perpustakaan adalah sebuah gudang buku maka itu adalah paradigma berfikir lama. Pandangan masyarakat terhadap perpustakaan dapat dipastikan berbeda antara satu individu lainnya atau antara satu kelompok dan kelompok lainnya. Perbedaan ini dipengaruhi oleh persepsi mereka terhadap wacana dan praktik perpustakaan dan kepustakawanan yang terjadi di sekelilingnya bahkan dialami dalam lingkungan kehidupan sehari-hari (Nurdin, 2015). Perpustakaan merupakan sebuah aktivitas pengolahan, pelestarian serta pendayagunaan koleksi yang dimiliki perpustakaan. Koleksi perpustakaan ini tidak hanya terbatas pada buku atau koleksi tercetak. Seiring dengan berkembangnya
1
ilmu pengetahuan dan teknologi maka koleksi dan fasilitas yang disediakan di perpustakaan pun semakin beraneka ragam. Perpustakaan dituntut untuk menyediakan sarana dan prasarana yang mutakhir sesuai dengan kebutuhan pengguna. Pengguna perpustakaan yang beraneka ragam menuntut perpustakaan bukan hanya sekedar sebagai tempat penyimpanan buku, akan tetapi lebih dari pada itu. Pengguna perpustakaan menuntut agar perpustakaan dapat mengikuti perkembangan teknologi informasi. Perkembangan teknologi informasi yang signifikan telah membawa manusia pada sebuah tatanan dimana jarak dan waktu tidak lagi menjadi penghalang dalam mempromosikan perpustakaan. Salah satu produk yang lahir dari perkembangan teknologi informasi adalah facebook. Facebook merupakan salah satu sosial media yang banyak diakses oleh semua orang. Dengan
Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
39
menggunakan facebook, petugas perpustakaan bisa menjangkau pengguna perpustakaan dengan waktu yang efektif dan efisien. Perpustakaan sama dengan perusahaan yang pada umumnya memerlukan promosi layanan, produk dan membangun hubungan baik dengan pengguna (Anna, 2015). Melalui promosi juga bisa membangun kesadaran pengguna perpustakaan juga mampu merubah perilaku pengguna perpustakaan (Anna, 2015). Jadi, dapat disimpulkan bahwa promosi perpustakaan itu merupakan hal yang sangat penting dimana dengan adanya promosi pengguna perpustakaan mengetahui apa saja produk dan jasa yang diberikan oleh perpustakaan serta terjadi hubungan yang harmonis dengan pengguna perpustakaan serta dapat merubah mindset dan perilaku pengguna perpustakaan. Setiap perpustakaan tentunya menginginkan agar perpustakaannya diminati oleh calon pengguna dan pengguna perpustakaan. Sudah sepantasnya perpustakaan harus selalu memberikan informasi yang relevan dan mengikuti perkembangan zaman. Segala macam produk yang diberikan oleh perpustakaan baik sarana dan prasarana terus ditingkatkan dari waktu ke waktu. Namun hal tersebut, akan menjadi sia-sia apabila pengguna dan calon pengguna tidak mengetahui apa saja produk yang dihasilkan oleh perpustakaan. Oleh sebab itu dibutuhkan suatu upaya promosi pelayanan di perpustakaan. Promosi perpustakaan sesungguhnya merupakan suatu aktivitas untuk menarik dan meningkatkan pengguna perpustakaan. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan UndangUndang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan pada pasal 30 ayat 1 dijelaskan bahwa promosi pelayanan perpustakaan dilakukan untuk meningkatkan citra perpustakaan dan mengoptimalkan penggunaan perpustakaan serta meningkatkan budaya kegemaran membaca masyarakat. (Anna. 2015). Promosi perpustakaan sangatlah penting bagi eksistensi perpustakaan itu sendiri. Ibarat kata pepatah, “tak kenal maka tak sayang”. Pepatah tersebut sangat cocok apabila dikaitkan dengan dunia perpustakaan. Perpustakaan mempromosikan produknya sehingga dapat dimanfaatkan oleh pengguna perpustakaan. Dengan adanya promosi perpustakaan kepada anggota dan calon
40
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
anggota mereka juga bisa mengetahui bagaimana cara menggunakan dan memanfaatkan perpustakaan yang baik dan benar, baik dalam bidang penggunaan dan pemanfaatan pelayanannya maupun fasilitas yang telah disediakan. Sehingga fungsi dari perpustakaan sebagai penyedia dan pusat informasi dapat berjalan dengan baik. Selain itu, dengan adanya promosi layanan perpustakaan, citra perpustakaan di mata masyarakat (pengguna) bisa berubah, sehingga bisa menarik pengguna untuk mau mengunjungi perpustakaan. Inilah arti peran penting promosi perpustakaan. Tujuan promosi perpustakaan. sebenarnya adalah untuk memperkenalkan perpustakaan, jenis koleksi yang dimiliki, kekhususan koleksi, jenis layanan yang dapat diperoleh pengguna perpustakaan. (Darmono, 2007) Salah satu media yang efektif dalam mempromosikan perpustakaan adalah melalui facebook. Facebook merupakan situs jejaring sosial yang banyak digunakan oleh masyarakat, baik masyarakat pedesaan maupun perkotaan. Website Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menyatakan bahwa pengguna Internet di Indonesia hingga saat ini telah mencapai 82 juta orang. Dengan capaian tersebut, Indonesia berada pada peringkat ke-8 dunia. Dari jumlah pengguna internet tersebut, 80 persen diantaranya adalah remaja berusia 15-19 tahun. Untuk pengguna facebook, Indonesia di peringkat ke-4 besar dunia. (Darmono, 2007). Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa sosial media yang sangat diminati di Indonesia adalah facebook. Pemanfaatan facebook sebagai media promosi perpustakaan dinilai sangatlah efektif dan efisien. Salah satu perpustakaan yang memanfaatkan facebook sebagai promosi perpustakaan adalah UPT Perpustakaan Universitas Syiah Kuala. Kegiatan promosi yang dilakukan oleh UPT Perpustakaan Universitas Syiah Kuala sangat beraneka ragam, diantaranya adalah pengenalan perpustakaan dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perpustakaan. Berdasarkan hasil akreditasi dari Tim Asesor Perpustakaan Nilai UPT. Perpustakaan Unsyiah mendapat akreditasi A. (Anna, 2015). Akreditasi yang didapat oleh UPT Universitas Syiah Kuala dapat diketahui oleh masyarakat baik di daerah Aceh maupun luar Aceh salah satunya dengan pemanfaatan facebook dalam promosi perpustakaan.
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka makalah ini penulis fokuskan pada pemanfaatan facebook dalam promosi perpustakaan (study kasus pada akun facebook UPT Universitas Syiah Kuala Banda Aceh). Tujuan dari penulisan makalah ini diharapkan pembaca dapat memahami secara lebih mendalam mengenai pemanfaatan facebook dalam promosi perpustakaan melalui beberapa pemanfaatan facebook sebagai promosi yang dilakukan oleh UPT Perpustakaan Universitas Syiah Kuala yang dipaparkan penulis dalam tulisan ini. Lebih lanjut, penulis berharap bahwa akan ada feedback bagi pembaca agar mengetahui promosi yang dilakukan UPT Perpustakaan Universitas Syiah Kuala melalui media sosial khususnya facebook. Pembahasan Facebook Produk layanan yang lahir dari adanya akses internet adalah jejaring sosial. Dengan adanya jejaring sosial membuat ruang dan waktu semakin luas. Internet menyediakan beragam fitur produk salah satunya adalah media sosial facebook. Media sosial yang paling banyak digunakan oleh kalangan adalah facebook. Facebook merupakan jejaring sosial yang banyak digunakan di Indonesia. Facebook menjadi sangat populer dikarenakan dapat menggunakan PC laptop dan semua jenis handphone yang memiliki fasilitas internet. Booming situs jejaring sosial khususnya facebook sebagai media promosi memiliki potensi yang besar untuk mengenalkan produk baik itu jasa maupun layanan kepada pengguna. Kehadiran facebook juga menandakan bahwa masyarakat telah bertransformasi menjadi masyarakat informasi dimana kebutuhan informasi sangat diperlukan. Akses cepat layanan informasi menjadi faktor penting dalam kehidupan, terbukti dengan banyaknya orang yang bergabung dan terdaftar dalam jejaring sosial facebook. Facebook adalah sebuah layanan jejaring sosial yang diluncurkan pada 4 Februari 2004 dan memiliki lebih dari 1,5 milyar pengguna aktif. Facebook didirikan oleh Mark Zuckerberg bersama rekan sekamarnya sesama mahasiswa di Universitas Harvard, Eduardo Saverin, Andrew McCollon, Dustin Moskovitz, Chris Yughes. Facebook awalnya dibatasi hanya untuk mahasiswa Harvard saja, kemudian diperluas ke perguruan tinggi lain seperti Universitas Stanford di Boston. (Dominikus
Juju & Feri Sulianta, 2010). Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa pendiri facebook adalah Mark Elliot Zuckerberg yang saat itu penggunaan facebook hanya untuk mahasiswa Harvard. Seiring dengan berkembangnya teknologi maka facebook dapat digunakan oleh masyarakat luas tanpa memandang status sosial, ras, suku, agama, dan bangsa. Facebook adalah jejaring sosial yang memudahkan dalam berkomunikasi jarak jauh dengan orang-orang yang tergabung dalam situs jaringan facebook, sehingga memudahkan pihak perpustakaan dalam mempromosikan perpustakaan. Mark Elliot Zuckerberg menulis alasan evolusi facebook : facebook’s mission is to give people the power to share and make the world more open and connected. In the last four years, we’ve built new products that help people share more, such as photo, videos, groups, events, wall posts, status updates, and so on ( Jadi misi facebook adalah”power to share” dimana semua orang yang terkoneksi di facebook dapat saling berbagi dan berinteraksi maka dari itu beberapa fitur dan produk layanan di buat). ( Dominikun Juju & Feri Sulianta, 2010). Berbeda dengan situs jejaring sosial lainnya, facebook memiliki kekuatan sebagai berikut : a. Home (beranda) adalah halaman utama dimana segala aktivitas setiap akun dapat terlihat. Tempat untuk mendapatkan kabar terbaru dari setiap teman-teman yang dimiliki. b. Wall adalah berisi tentang informasi pribadi sebuah akun, segala yang telah dilakukan selama menjadi member facebook maupun yang berkaitan dengan apa yang dilakukan teman-teman. c. Status atau posting adalah kumpulan teks atau gambar atau video yang diunggah dalam situs jejaring sosial. d. Massage atau pesan adalah halaman khusus pesan pribadi antar akun. e. Inbox adalah sebuah kotak surat virtual yang menjadi wadah massage yang masuk ke akun pribadi. f. Friends merupakan akun atau member facebook yang menjadi teman anda. g. Komentar adalah memberi tanggapan atas sebuah status. h. Like adalah menyukai sebuah kiriman atau status. i. Tag adalah mencantumkan atau menandai akun lain dalam sebuah posting atau kiriman. j. Grup adalah sebuah kumpulan akun yang tergabung dalam komunitas virtual.
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
41
k. Fans page adalah halaman khusus untuk akun dari sebuah produk, brand, ataupun tokoh. (Adi Wijaya, 2014) Dari pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan fiturfitur yang terdapat di dalam facebook adalah : Home, wall, status, massage, inbox, friends, komentar, like, tag, grup, dan fans page. Dengan fitur-fitur tersebut memudahkan bagi pihak perpustakaan dalam mempromosikan perpustakaan kepada masyarakat secara luas, baik itu masyarakat akademis maupun non akademis. Pengguna facebook dapat mengetahui perkembangan yang terjadi di perpustakaan dimanapun dia berada. Facebook sangat cocok digunakan dalam mempromosikan perpustakaan sehingga calon pengguna dan pengguna perpustakaan dapat mengetahui apa saja produk yang dihasilkan dari perpustakaan. Promosi Perpustakaan Rendahnya tingkat penggunaan perpustakaan merupakan hasil atau disebabkan kombinasi masalahmasalah kompleks, antara lain misalnya masalah ekonomi, kebudayaan dan sosiologi. Diantara faktor-faktor tersebut yang sangat menentukan sesungguhnya adalah faktor social psikologis. Untuk itu perlu strategi pemasaran/ promosi perpustakaan dengan mempengaruhi faktor social psikologis pemakai dengan cara: 1. Meningkatkan kebiasaan menggunakan perpustakaan 2. Menunjukkan bagaimana perpustakaan dapat memenuhi kebutuhan individu mereka 3. Berusaha mengubah pola pikir pengguna dalam hal penggunaan perpustakaan, walaupun pekerjaan ini sangat berat tetapi sesunggunya merupakan salah satu tugas dan tanggung jawab perpustakaan. (Badollahi Mustafa, 2010) Rendahnya pemanfaatan perpustakaan dapat ditanggulangi dengan promosi perpustakaan. Promosi perpustakaan harus dilakukan agar pemanfaatan perpustakaan dapat baik lagi. Perpustakaan sudah seharusnya memberikan informasi terkini tentang sumber informasi dan pelayanan yang diberikan kepada pengguna perpustakaan. Anne dalam bukunya Advances in Librarianship menegaskan bahwa “Public libraries have examined the potencial to promote information resources and services. Anne Woodsworth & W. Dawid Penniman, 2015). Dengan mempromosikan apa saja bentuk produk dari sebuah perpustakaan maka dapat
42
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
memberikan gambaran kepada pengguna perpustakaan untuk memanfaatkan produk yang dimiliki perpustakaan. Dalam mempromosikan produk baik jasa maupun layanan yang diberikan banyak perpustakaan yang memilih media sosial khususnya facebook agar dapat diketahui oleh masyarakat luas. Many libraries choose to promote events on facebook by linking to the calender of vents on their regular website. (Caroll Smallwood dkk, 2012). Menurut Syihabuddian Qalyubi dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Perpustakaan dan Informasi menyebutkan bahwasanya unsur-unsur promosi adalah sebagai berikut: 1. Attention (perhatian) 2. Interest (ketertarikan) 3. Desire (keinginan) 4. Action (tindakan) 5. Satisfy (kepuasaan). (Syihabuddin Qalyubi, 2003) Promosi perpustakaan sangat lah penting dalam mengenalkan perpustakaan kepada masyarakat luas. Tujuan promosi perpustakaan menurut Syihabuddin adalah: 1. Memperkenalkan fungsi perpustakaan kepada masyarakat 2. Mendorong minat baca dan mendorong masyarakat agar menggunakan koleksi perpustakaan secara maksimal dan menambah jumlah orang yang gemar membaca 3. Memperkenalkan pelayanan dan jasa perpustakaan kepada masyarakat 4. Memberikan kesadaran masyarakat akan adanya pelayanan jasa perpustakaan dan menggunakannya serta mengembangkan pengertian masyarakat agar mendukung kegiatan perpustakaan 5. Memasyarakatkan slogan “tak kenal maka tak sayang”. (Syihabuddin Qalyubi, 2003) Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan mengenai urgensi promosi bagi perpustakaan pada dasarnya merupakan forum pertukaran informasi antara organisasi dan masyarakat dengan tujuan utama memberikan informasi tentang produk atau jasa yang disediakan oleh perpustakaan. Hasil dari promosi adalah tumbuhnya kesadararan masyarakat tentang pentingnya perpustakaan sebagai sumber informasi sampai tindakan untuk memanfaatkan layanan yang ada di perpustakaan. (Rizki Apriliana, 2012)
Pemanfaatan Facebook sebagai Media Promosi Perpustakaan Perpustakaan merupakan suatu organisasi. Dalam artian, perpustakaan tidak dapat berdiri sendiri. Organisasi pada perpustakaan itu sendiri merupakan penyatuan langkah dari seluruh kegiatan yang dilaksanakan oleh elemen-elemen di dalam lembaganya. Oleh karena perpustakaan merupakan suatu organisasi, maka bentuk-bentuk promosi yang dilakukan oleh suatu organisasi adalah publisitas, iklan, kontak perorangan, insentif serta suasana dan lingkungan perpustakaan. (Arlinah Imran Harjo) 1. Publisitas Publisitas adalah salah satu alat promosi yang ampuh dan murah untuk memperkenalkan keberadaan perpustakaan termasuk jasa/produk yang ditawarkan melalui berita di media penerbitan seperti surat kabar dan majalah maupun melalui radio, televisi ataupun panggung. Tak peduli jenis perpustakaan apapun, penggunaan bentuk publisitas untuk promosi perpustakaan dapat menjangkau masyarakat pendengar/pembaca yang cukup luas karena banyak dibaca, didengar dan ditonton orang. Publisitas dapat dilakukan dalam berbagai bentuk seperti: press release dalam rangka pembukaan ataupun penutupan acara pameran, lomba, kursus dan sebagainya, yang diselenggarakan perpustakaan, ulasan/tanggapan suatu masalah dengan mengaitkan pada salah satu jasa layanan perpustakaan, artikel ilmiah, perkenalan produk/jasa baru, wawancara, diskusi, bedah buku hingga cerita dan programprogram khusus seperti drama dan film cerita maupun acara “storytelling”dsb.
Pemanfaatan facebook dalam promosi publisitas yang dilakukan perpustakaan Universitas Syiah Kuala adalah dengan ulasan/tanggapan suatu masalah dengan mengaitkan pada salah satu jasa layanan. Pemanfaatan facebook terhadap promosi perpustakaan pada perpustakaan Universitas Syiah Kuala yaitu dengan memberikan ulasan tentang akreditasi perpustakaan Universitas Syiah Kuala yang melambung tinggi dengan akreditasi A. 2. Iklan Iklan dapat disampaikan dalam bentuk media cetak atau elektronik seperti surat kabar, majalah, radio, televisi, dapat berupa souvenir seperti buku tulis, alat tulis, kalender dapat pula berupa surat edaran, brosur, buletin, poster ataupun papan pengumuman.
Gambar 2. Promosi Facebook dengan cara iklan.
Gambar1. Promosi Publisitas
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
43
sehingga terjadi komunikasi interaktif antara pihak perpustakaan dengan pengguna.
Gambar 3. Promosi Iklan dengan menampilkan papan pengumuman 3. Kontak Perorangan Promosi dengan menggunakan cara kontak pribadi, merupakan bentuk yang paling ampuh diantara bentuk-bentuk promosi yang lain karena dengan adanya kontak secara pribadi, hubungan antara staf perpustakaan dan konsumen dapat dijalin dan ditingkatkan, kebutuhan minat serta pribadi pengguna dapat diketahui, sekaligus lebih jelas dalam menyampaikan informasi kepada pengguna. Kontak pribadi dapat dilakukan melalui ceramah, peragaan atau demo, diskusi, wawancara, forum terbuka, ataupun layanan yang ramah dari masingmasing staf perpustakaan. Kontak-kontak informal, seperti rapat dengan unit lain, keterlibatan dalam organisasi profesi, atau merangkap jabatan lain, dsb, dapat pula menjadi ajang promosi dalam bentuk kontak pribadi. Melalui kontak pribadi ini, dapat dikumpulkan profil pengguna yang dapat dijadikan salah satu pegangan dalam mengetahui kebutuhan pengguna.
4. Insentif Insentif adalah pemberian sesuatu yang bernilai, baik berupa uang atau barang, dimaksudkan untuk mendorong sikap konsumen, baik yang kurang bermotivasi atau justru diberikan pada yang sudah menggunakan untuk dapat memberi motivasi pada yang kurang termotivasi. Termasuk dalam insensif di sini adalah pemberian penghargaan/hadiah pada pengguna teraktif, membe rikan kemudahan dalam perolehan layanan, misalnya memberikan jasa penelusuran gratis untuk peminta jasa selama bulan-bulan tertentu dsb.
Gambar 4. Promosi insentif melalui facebook 5. Suasana dan lingkungan perpustakaan Dimana perpustakaan berada, bagaimana perpustakaan diatur merupakan hal yang dapat mempromosikan perpustakaan atau malah menjauhkan pengguna dari perpustakaan. Walaupun secanggih dan selengkap apapun layanan dan koleksi perpustakaan apabila ditempatkan ditempat jauh di batas kota, di pojok bangunan, serta dilengkapi dengan penataan ruangan yang gelap, kotor dan dan tidak rapi, pasti perpustakaan akan segan dikunjungi.
Gambar 4. Pemanfaatan Facebook melalui kontak
44
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
Termasuk dalam promosi bentuk ini adalah pemilihan tempat yang strategis serta dalam lingkungan aman, bentuk bangunan yang tidak terkesan kotor dan jelek, penataan ruangan yang sesuai dengan kebutuhan
pengguna, fungsi serta keindahan disamping tentunya rambu-rambu yang jelas dalam menunjukkan lokasi, koleksi dan layanan.
Gambar 5. Promosi suasana perpustakaan melalui facebook Dari penjelasan yang telah dipaparkan di atas, maka bentuk-bentuk promosi yang dapat dilakukan perpustakaan sebagai lembaga organisasi antara lain adalah publisitas, iklan, kontak perorangan, insentif, suasana serta lingkungan perpustakaan. Promosi dalam bentuk publisitas dapat dilakukan antara lain dengan mengadakan perlombaan yang diadakan di perpustakaan, drama/film, bedah buku. Publisitas di maksudkan untuk memperkenalkan keberadaan perpustakaan terutama produk dan jasa yang akan diberikan. Promosi dalam bentuk iklan dapat dilakukan melalui media cetak ataupun elektronik dan dapat pula dalam bentuk perlengkapan alat tulis dsb. Promosi dalam bentuk kontak perorangan dapat dilakukan melalui diskusi dan seminar-seminar. Promosi dalam bentuk insentif dilakukan dalam rangka pendekatan kepada pengguna yang aktif maupun yang kurang aktif agar pengguna lebih termotivasi dalam memanfaatkan perpustakaan. Promosi dalam bentuk suasana dan lingkungan perpustakaan merupakan salah satu promosi yang dapat meninggalkan kesan baik dan buruknya sebuah perpustakaan. Oleh sebab itu, apabila perpustakaan mempunyai suasana dan lingkungan perpustakaan yang kurang kondusif,
maka mulai sekarang perpustakaan harus dapat merubahnya menjadi lebih baik lagi. Perpustakaan sudah seharusnya menciptakan sense of belonging bagi pengguna perpustakaan agar pengguna merasa nyaman dalam memanfaatkan perpustakaan. Perpustakaan tidak akan bermakna apabila tidak ada pengguna yang menggunakannya. Kesimpulan Perkembangan teknologi informasi yang signifikan telah membawa manusia pada sebuah tatanan dimana jarak dan waktu tidak lagi menjadi penghalang dalam mempromosikan perpustakaan. Salah satu produk yang lahir dari perkembangan teknologi informasi adalah facebook. Kehadiran facebook juga menandakan bahwa masyarakat telah bertransformasi menjadi masyarakat dimana kebutuhan informasi sangat diperlukan. Setiap perpustakaan tentunya menginginkan agar perpustakaannya diminati oleh calon pengguna dan pengguna perpustakaan. Sudah sepantasnya perpustakaan harus selalu memberikan informasi yang relevan dan mengikuti perkembangan zaman. Segala macam produk yang diberikan oleh perpustakaan baik sarana dan prasarana terus ditingkatkan dari waktu ke waktu. Namun hal tersebut, akan menjadi sia-sia apabila pengguna dan calon pengguna tidak mengetahui apa saja produk yang dihasilkan oleh perpustakaan. Salah satu perpustakaan yang memanfaatkan facebook dalam mempromosikan produk jasa dan layanan adalah UPT Perpustakaan Universitas Syiah Kuala. Akreditasi A yang diperoleh UPT Perpustakaan Universitas Syiah Kuala dapat diketahui oleh masyarakat global adalah dengan pemanfaatan facebook dalam mempromosikan produk jasa dan layanan yang diberikan kepada calon pengguna dan pengguna UPT Perpustakaan Universitas Syiah Kuala.
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
45
Daftar Pustaka A. Yogaswara. The Power of Facebook: Gerakan 1.000.000 Facebooker. Yogyakarta : Mediakom, 2010. Adi Wijaya, Mahendra. Facebook Sebagai Sarana Pertukaran Informasi Fotografi. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2014. Anne Woodsworth dan W. David Penniman. Advances in Librarianship, USA: Emerald, 2015. Caroll Smallwood, dkk. Marketing Your Library: Tips and Tools That Work. United States America: McFarland, 2012. Darmono. Perpustakaan Sekolah: Pendekatan Aspek Manajemen Kinerja. Jakarta, Grasindo: 2007. Dominikus Juju, Feri Sulianta. Hitam Putih Facebook. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2010. Laugu, Nurdin. Representasi Kuasa dalam Pengelolaan Perpustakaan. Yogyakarta: Gapernus Press, 2015. Mustafa, Badollahi. Materi Pokok Promosi Jasa Perpustakaan (Jakarta, Universitas Terbuka: 2010. Qalyubi, Syihabuddin. Dasar-Dasar Ilmu Perpustakaan dan Informasi. Yogyakarta: Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga, 2003. Anna, Nove A. Variant. “Penggunaan Web.2.0 sebagai Media Promosi Perpustakaan Perguruan Tinggi di Indonesia.” http://download.portalgaruda.org/ article.php?article=325297&val=7410&title=T he%20Usage%20of%20Web%202.0%20as%20a%20 Me dia%20Promotion%20in%20Indonesia%20 University%20Libraries. Diakses tanggal 02 Juni 2016.
46
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
Apriliana, Rizki. “Pengaruh Promosi Perpustakaan Melalui Kegiatan Gemar Membaca Terhadap Pemanfaatan Perpustakaan di SMA Negeri 3 Semarang.” http:// ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jip/article/ view/529/531. Diakses tanggal 02 Juni 2016. Harjo, Arlinah Imran. “Mengatur Strategi Perpustakaan.” http://faculty.petra.ac.id/arlinah/perpustakaan/ PROMOSI/promosi96.pdf. Diakses tanggal 02 Juni 2016. Kemkominfo.” Pengguna Internet di Indonesia Capai 82 Juta.” https://kominfo.go.id/index.php/content/ detail/3980/Kemkominfo%3A+Pengguna+Intern et+di+Indonesia+Capai+82+Juta/0/berita_satker. Diakses tanggal 03 Juni 2016 Perpusnas. “24 Tahun 2014.” http://deposit.perpusnas. go.id/media/documents/pp2014_024.pdf. Diakses tanggal 02 Juni 2016. UPT Perpustakaan Universitas Syiah Kuala. “Tim Asesor Perpusnas Nilai UPT. Perpustakaan Unsyiah.” https:// www.facebook .com/Pustaka.Unsyiah/?fref=ts. Diakses tanggal 03 Juni 2016.
Oleh: HIMAWANTO1 Email:
[email protected];
[email protected]
Telaah Artikel Jurnal Online ScienceDirect Bidang Ilmu Kebumian Zona Indonesia Abstrak Ilmu kebumian memiliki posisi strategis bagi kemajuan pembangunan ekonomi nasional sehingga tidak heran kegiatan ekspansinya terlihat intensif di Indonesia. Penyebaran informasi pada ScienceDirect menjadi indikasi keseriusan penulis dalam mengungkapkan peran zona lokal yang telah berkontribusi bagi pengetahuan kebumian bertaraf internasional. Guna mengetahui kapasitas artikel ilmiah, formasi kepengarangan, dan sponsor karya tulis saintifik digunakan evaluasi bibliometrik. Selama satu dasawarsa (2006-2015) berhasil diciptakan 274 artikel yang mengulas topik kebumian wilayah nasional. Menurut 26 negara produktif dalam penulisan artikel, Indonesia sukses meraih posisi teratas dengan prestasi 18.61%. Area nasional terlihat rumit sehingga dibutuhkan empat penulis lebih agar karya ilmiah kebumian bisa terpublikasi ke dalam 62 jurnal bergengsi. Hingga berdampak juga terhadap tingkat kooperasi yang mendekati kesempurnaan yaitu 94.89%. Bahkan kooperasi ilmiah mengenai tajuk kebumian Indonesia telah menggiatkan interaksi bilateral dan multilateral. Sebanyak 170 institusi bertindak sebagai produsen artikel ilmiah dan delegasi Indonesia mencapai 17.65%. Institut Teknologi Bandung tercatat sebagai institusi dalam negeri produktif dalam menghasilkan karya ilmiah bereputasi. Walau tidak mudah, area domestik yang menjadi sasaran peliputan dapat bermanfaat untuk melonjakkan kapabilitas Indonesia pada jurnal internasional. Kata kunci: Bibliometric, Indonesia, Scientific collaboration, Local institution, Productivity
Pendahuluan Ilmu kebumian memiliki kontribusi signifikan dalam mendukung tingkat kemajuan suatu negara. Cabang ilmu tersebut erat hubungannya dengan pelaksanaan pembangunan nasional, utamanya dalam menyediakan informasi berbasis keruangan. Tidak kurang 90% dari kegiatan pembangunan absolut terkait dengan aspek keruangan tempat di mana manusia berada dan tidak kurang dari 60% kebijakan yang diputuskan harus mempertimbangkan aspek keruangan tersebut (Hatta, 2013). Penerapan ilmu kebumian tidak hanya dianggap 1
strategis dalam menggali sumber daya alam semata, namun lebih dari itu juga memiliki peranan kunci untuk mengatasi isu-isu nasional yang sangat erat bersentuhan dengan aktivitas ekonomi. Bagi Indonesia disiplin ilmu kebumian akan membawa pengaruh langsung terhadap roda pemerintahan atau industri. Misalnya saja pada APBN tahun 2016 pemerintah telah menargetkan 6.85% penerimaan bersumber dari sumber daya alam. Belum lagi sektor industri atau perpajakan yang ikut berharap dari sumber tersebut, juga tidak kalah pentingnya. Bahkan konsep negara maritim yang menjadi prioritas
Pustakawan Puslitbangtek Migas ”LEMIGAS”, Kementerian ESDM
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
47
di era kabinet kerja saat ini tidak terlepas dari aplikasi ilmu kebumian. Tentu tidak mengherankan jika upaya mengekspansi pengetahuan tentang kebumian terlihat serius bagi Indonesia. Ekspansi ilmu dan teknologi kebumian semestinya bergerak progresif dan menyesuaikan dengan kondisi kekinian. Pergerakan tersebut nantinya dapat membawa efek terhadap kontribusi pengelolaan pengetahuan yang bisa terukur dari seberapa banyaknya jumlah terbitan ilmiah. Sementara itu populasi sumber pengetahuan semisal majalah ilmiah yang membahas bidang kebumian di Indonesia, utamanya yang terakreditasi masih perlu mendapat atensi. Sesuai keputusan yang diambil lembaga pengetahuan Indonesia hanya ada 8.51% (4/47) jurnal ilmu kebumian telah memperoleh pengakuan kembali (LIPI, 2015). Bukan hanya publikasinya, produktivitas penelitinya juga perlu memperoleh perhatian. Donasi peneliti domestik terhadap bidang kebumian pada Scopus hanya 12.59% (Tupan, 2013:138), atau juga pada bidang perubahan iklim sebesar 4 publikasi sejak 19882011 (Belter, 2013:422). Scopus memang telah masuk pada level yang prestis, namun kinerja para peneliti bisa dikatakan masih belum mencapai porsi maksimal. Meskipun disadari terjadinya pasang surut produktivitas karya tulis ilmiah hampir menimpa di semua cabang ilmu, termasuk pada publikasi bidang kebumian. Publikasi saintifik berkarakter tumbuh dinamis dan banyak mengungkap situasi teranyar dikenal juga sebagai jurnal ilmiah. Terbitan terbaru demikian, utamanya yang telah terakreditasi merupakan wadah komunikasi ilmiah paling diminati, terlebih bagi para PNS yang memegang jabatan fungsional guna pengembangan karier (Sutardji, 2012:24). Tingkat kepercayaan jurnal ilmiah yang sedemikian besarnya dapat memicu hasrat para ilmuwan untuk mengembangkan risetnya. Bukan hanya di negara tempat mereka bermukim, namun bisa juga wilayah teritorial lainnya. Indonesia sebagai negara tujuan investasi bidang energi tentu dapat dijadikan ajang riset yang berkaitan dengan ilmu kebumian. Jika peluang tersebut dapat diimplementasikan maka pertumbuhan tulisan ilmiah bidang kebumian dengan objek peliputan Indonesia bisa semakin pesat, terlebih aplikasinya ditempuh secara kooperasi. Namun perlu ditekankan bahwa kesempatan melakukan riset kolaborasi, utamanya berlevel internasional harus seimbang dengan prestis jurnal ilmiah yang mewadahinya.
48
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
Jurnal ilmiah berlevel mendunia yang banyak menyediakan sumber pengetahuan ilmu kebumian salah satunya dipasok ScienceDirect. Topik kebumian sendiri yang ada di semua penerbit dan terindeks Scopus, jumlahnya terbilang minim yaitu 3.62% (Nunez et al, 2011:750). Namun dengan menjalankan garis haluan berbasis online, ScienceDirect tetap mempunyai posisi kuat dalam dunia jurnal. Dengan menyandang nama besar Elsevier dan menyajikan basis data teks lengkap, popularitas ScienceDirect di komunitas ilmuwan dapat dikatakan telah menjadi fenomena. Meskipun cara perolehannya dominan di dapat dengan berbayar, namun tersedia juga secara gratis. Kesempatan akses terbuka tersebut akan membawa keuntungan karena para ilmuwan bisa memanen informasi lebih mudah dan mengurangi dana untuk pembelian jurnal komersil (Fatmawati, 2013:104). Tidak mengherankan apabila fenomena ScienceDirect banyak dipelajari oleh pemerhati yang menyukai ilmu perpustakaan dan informasi. Bermula dari situasi tersebut kajian ini mencoba menelaah secara mendalam artikel jurnal ilmiah bidang kebumian zona penelitian di Indonesia yang terpasang pada basis data ScienceDirect. Telaah demikian diyakini memiliki keistimewaan mengingat Indonesia sebagai negara pemegang kedaulatan atas teritori permasalahan yang diliput. Disamping itu dapat diketahui seberapa banyak produktivitas Indonesia sendiri dalam melahirkan karya tulis ilmiah kebumian pada taraf universal. Tidak dipungkiri juga bahwa kebanyakan jurnal ilmiah online ScienceDirect telah tercantum pada lembaga pemeringkat Scopus, salah satu basis data pengetahuan berkelas di bawah naungan Elsevier. Jika karya tulis ilmiah bertajuk Indonesia sudah terindeks Scopus maka oportunitas untuk mengangkat harkat nasional pada tingkatan internasional berpeluang terbuka. Dengan memperhatikan rekomendasi bahwa Indonesia memegang posisi berdaulat sebagai objek pemberitaan maupun terbitan berkala ilmiah bereputasi yang menaungi, berujung pada kegiatan untuk menelaah karya intelektual tersebut. Dalam rangka menelaah artikel jurnal ilmiah bidang ilmu kebumian zona Indonesia yang dipasang pada portal ScienceDirect, menggunakan konsep bibliometrik dengan tujuan: (1) mendapatkan jumlah produksi artikel ilmiah; (2) mengenali formasi kepengarangan; dan (3) mengetahui sponsor karya tulis saintifik. Harapan dari
seluruh tujuan tersebut adalah terjadi peningkatan aktivitas penelitian yang mengupas permasalahan ilmu kebumian di Indonesia. Gerakan komunitas ilmuwan dalam negeri juga menjadi harapan agar mampu berperan dalam mengekspansi riset bidang kebumian yang sudah dimuat terlebih dahulu, utamanya kepemilikan Indonesia. Dengan mengekspansi karya penelitian sebelumnya, tentunya akan diikuti dengan penambahan jumlah sitasi. Tinjauan Pustaka Elsevier merupakan pohon pengetahuan yang tumbuh dan berpusat di Amsterdam Belanda serta tercatat sebagai salah satu penerbit terbesar di dunia (Firdaus, 2012:7). Untuk menjelajah aneka ragam pengetahuannya semisal jurnal ilmiah, Elsevier membentuk ScienceDirect yaitu pangkalan data online yang bertugas sebagai fasilitator antara para kaum intelektual dengan dunia riset maupun pendidikan. Informasi yang berhasil dihimpun dari portal pengadaan pemerintah (LPSE) tahun 2015 menunjukkan empat universitas seperti Universitas Indonesia, Universitas Sumatera Utara, Universitas Syiah Kuala dan Universitas Sebelas Maret melanggan jurnal online ScienceDirect. Bahkan tingkat penggunaannya di pusat litbang pertanian mengungguli dari jurnal online lainnya (Rufaidah et al, 2012:22). Publikasi ilmiah ScienceDirect memiliki daya pesona untuk dibaca dan berpotensi digunakan sebagai acuan dan dikutip tulisan lain (Nusantari, 2014:93). Di LIPI, ScienceDirect telah dipakai guna memenuhi asupan peneliti dan sivitasnya (Rahayu, 2013:30). Bahkan sejak 2010-2012, LIPI paling banyak mengunduh jika dibandingkan 9 pengakses lain hingga 115.504 artikel (Nashihuddin et al, 2013:6). Suguhan karya ilmiah bergengsi menjadi modal utama bagi ScienceDirect untuk terus tampil di jagad pengetahuan. Kepribadian jurnal online ScienceDirect memiliki keserupaan dengan bentuk tercetak dan dapat dipelajari berdasarkan matra ilmu perpustakaan dan informasi. Deskripsi bibliografinya mengandung muatan-muatan fisik yang bisa diolah dan diinterpretasi untuk mengetahui suatu indikasi. Judul, nama penulis dan afiliasinya serta tahun publikasi merupakan muatan fisik yang dapat dipertemukan untuk menciptakan hasil berupa produktivitas pada kurun waktu tertentu. Demikian juga tatanan penulisnya yang dapat dideteksi untuk mengenali pola kepengarangan atau tingkat kolaborasi. Teori bibliometrik yang telah dikenal sejak lama dan sebagai kepanjangan ilmu perpustakaan merupakan instrumen
pengkaji media komunikasi semacam terbitan berkala ilmiah dengan konsep matematika dan statistika. Wilayah bibliometrik tidak hanya menjangkau format literatur, namun telah meluas hingga menyentuh informasi ilmiah bersumber media sosial seperti twitter (Weller et al, 2011:3). Ada dua tipe penerapan bibliometrik yaitu kajian bersifat evaluatif maupun deskriptif. Orientasi deskriptif dianggap lebih tepat untuk mengkaji informasi terbatas yang terpampang pada portal ScienceDirect. Cara pembuatan artikel ilmiah dapat dikenali melalui struktur kepenulisannya. Aspek kepenulisan akan memainkan peran penting terhadap proses komunikasi ilmiah tertulis dan penulis yang menyusun tulisan tersebut bisa bekerja mandiri atau berkolaborasi. Definisi kolaborasi sendiri secara umum yaitu kerja sama satu orang atau lebih. Pattah (2013:48) menilai bahwa dengan melihat formasi kepenulisan maka akan dijumpai kapasitasnya, termasuk level kooperasi maupun tempat penulis bernaung. Bahkan dari afiliasi penulis, geografis negara, regional, dan benuanya dapat diketahui (Anyi et al, 2009:45). Sementara itu studi tentang kolaborasi riset internasional yang berjumlah enam belas proyek di LIPI berhasil menyatukan struktur konsorsium antara pemerintah, akademisi, dan bisnis (Fizzanty et al, 2013:106). Sedangkan level kooperasi tiap bidang ilmu bisa berbeda, tergantung pada kerumitannya. Seperti di riset unggulan terpadu angka kooperasinya 0.7441 (Tambunan, 2013:121). Bidang rekayasa teknik dan teknologi dari profil JTI 2007-2011, kolaborasinya 67.50% (Natakusumah, 2014:19), Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan 2011 sebesar 66.66% (Prasetyahadi, 2014:9). Nampaknya cara berkelompok terkadang kurang diminati meskipun ada banyak keuntungan dengan berkolaborasi. Metode Populasi artikel jurnal ilmiah untuk keperluan telaah diambil dari pangkalan data ScienceDirect (http://www. sciencedirect.com). Data diperoleh pada bulan Januari 2016 melalui kegiatan penelusuran “advanced search” pada basis data jurnal. Pada mesin pencarian dimasukkan kata (Indonesia/Title) dan dipilih kategori artikel bertajuk (Earth and Planetary Sciences/EPS) kurun waktu 20062015. Adapun tajuk EPS diseragamkan menjadi bidang kebumian menurut cakupan keilmuan majalah ilmiah (LIPI, 2011:41). Sementara itu unsur bibliografi yang direkam dari hasil penelusuran yaitu judul, pengarang,
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
49
lembaganya, nama jurnal, tahun terbit, dan area halaman. Fitur export citation pada ScienceDirect bisa membantu migrasi data bibliografi, namun tidak termasuk unsur afiliasi penulis yang perekamannya dilakukan secara mandiri. Seluruh komponen bibliografi selanjutnya dimasukkan ke dalam lembar kerja MS-Excel. Di sejumlah studi bibliometrik, MS-Excel masih dipakai untuk mengolah dan menganalisis unsur bibliografi. Semisal bidang kesehatan (Wei et al, 2016:977; Hoppen et al, 2016:3), topik energi (Jiang et al, 2016:228; Chen et al, 2015:13), dan tajuk pertanian (Guo et al, 2016: 329). Fitur sort and filter dan membuat tampilan berupa tabel atau gambar akan menjadi kebutuhan utama kajian ini. Penulis dan aliansinya memiliki nilai penting dalam menentukan produktivitas dan ScienceDirect membubuhkan karakter abjad atau numerik pada setiap penulisnya. Bagi penulis beraliansi ganda atau lebih maka rujukannya adalah aliansi yang memiliki ciri abjad atau numerik awal. Dari aliansi penulis selanjutnya diekspansi informasi cakupan wilayah terdiri dari nama negara, regional, dan benuanya. Sedangkan jumlah penulis pada setiap artikel dirujuk guna mengenali cara pengerjaannya yaitu secara sendiri atau kolaborasi. Untuk itu formula terkait kolaborasi akan diterapkan terhadap kajian ini seperti indeks kolaborasi (CI) (Rousseau, 2011:172; Liao et al, 2012:28). Diartikan sebagai rasio total penulis per artikel. Kemudian strata konsorsium digunakan C=Nm/Nm+Ns (Subramanyam, 1983:37). Tanda “C” dimaknai sebagai strata konsorsium, “Nm” adalah jumlah artikel yang diproduksi lebih dari satu penulis, dan “Ns” dikreasikan oleh penulis tunggal. Nilai optimum “C” dinyatakan (1.00) dan separuh dari nilai tersebut didefinisikan sebagai koefisien keseimbangan (0.50). Sebuah artikel kooperasi yang mempunyai ciri aspirasi wawasan nasional hingga internasional dapat diketahui dari seberapa banyak konfigurasi penulis berdasarkan geografis asalnya (LIPI, 2014:6). Perlu kejelian ketika memeriksa kesahihan informasi suatu penulis dan institusinya. Hal ini untuk menjamin keakurasian dan keseragaman pada saat dilakukan observasi. Terkait produktivitas, bagi artikel jurnal yang dikreasikan secara konsorsium maka penulis pertama dianggap sebagai pihak yang mewakili. Kemudian bagi penulis yang beraliansi pada perguruan tinggi atau institusi pemerintah pada wilayah dalam negeri maka penyebutan institusinya menggunakan identitas otentik
50
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
Indonesia. Bahkan untuk merespon keraguan dapat dilakukan investigasi. Salah satunya dengan membuka portal website pada tempat penulis berafiliasi. Dengan melakukan pemeriksaan afiliasi penulis maka akan diperoleh keterangan yang dapat diandalkan guna keperluan pemeringkatan. Selanjutnya dalam menjawab tujuan penelahaan dilakukan analisis data dengan memakai metode bibliometrik yaitu dengan mempelajari aktualiasi komponen bibliografi dari artikel jurnal ilmiah yang telah dicatat pada piranti lunak MS-Excel. Adapun tindakan analisis data meliputi: (1) menginvestigasi kapabilitas artikel saintifik selama satu dasawarsa, termasuk negara penghasil dan judul publikasinya, (2) mengusut bentuk kepengarangan menurut letak geografis dan menentukan stadium konsorsiumnya, (3) menyelidiki dan menghitung keikutsertaan sponsor karya tulis ilmiah berasaskan institusi maupun domisili pengarang. Kegiatan analisis akan menghasilkan tabulasi untuk kepentingan pengamatan dan selanjutnya disusun pemeringkatan dari yang terbanyak sampai terkecil. Tabulasi akan disederhanakan dan dimigrasi ke dalam rancangan hasil berbentuk tabel atau ilustrasi. Di samping itu simplifikasi juga akan memudahkan pembacaan tampilan dalam rangka interpretasi secara deskriptif. Kapabilitas Produk Tulisan Sejak periode 2006-2015 hasil capaian riset yang mengulas tentang ilmu kebumian di Indonesia sebanyak 274 artikel (Gambar 1). Artikel ilmiah tersebut telah diproduksi melalui aksi kinerja 1281 penulis. Dalam perkembangannya, jumlah artikel bergerak dinamis atau mengalami pasang surut tiap tahunnya. Terlihat diperiode 2013 jumlahnya sebesar 18.98%, mengalami kemajuan cukup pesat jika dibandingkan tahun 2012 yang hanya 9.49%. Sedangkan porsi artikel sesudahnya atau tahun 2014 cenderung lesu kembali hingga 10.58%. Pertumbuhan artikel ilmiah adakalanya mengalami lonjakan yang deras pada tahun tertentu dan tidak stabil kembali dimasa berikutnya. Indikasi demikian ternyata terjadi juga pada bidang geosain di Asia Tengah dimana hasil 2013 terlihat signifikan bila dipadankan dengan tahun sebelum dan sesudahnya (Wang et al, 2015:1226). Mungkin peristiwa di Indonesia yang berlokasi di Asia Tenggara maupun Asia Tengah merupakan kejadian insidental yang menimpa benua Asia pada umumnya, khususnya menyangkut topik kebumian. Asumsi tersebut
cukup memberi kesan bahwa tema kebumian terkadang bisa dikesampingkan sementara dengan isu lain yang juga strategis. Tabel 1 memperlihatkan 26 negara asing turut serta dalam pengerjaan riset kebumian di Indonesia. Prestasi yang diraih penulis domestik mencapai 18.61% dapat dikatakan telah mampu mempertahankan posisi Indonesia di mata dunia. Sama seperti yang terjadi juga pada rumpun kebumian lain seperti kajian gempa selama lima tahun sejak 2006-2010 (Liu et al, 2012:750). Namun penulis Indonesia sepertinya masih harus mempergiat kinerjanya, mengingat terdapat dua negara maju seperti Jepang dan Jerman yang menempel ketat jejak Indonesia. Mengulas soal Jerman, nampaknya negara tersebut cukup kompeten pada bidang tersebut. Di tempat berbeda, jurnal ilmiah kebumian yang menjadi otoritas Rusia justru meletakan negara tersebut diurutan kedelapan, sedangkan Jerman meraih peringkat ketiga (Mazov et al, 2015:23). Posisi yang sama juga terlihat pada topik perubahan iklim (Li et al, 2011:15; Hassan et al, 2014:555). Kemudian pada bidang sejenis seperti riset GPS (Wang et al, 2013:40) dan sedimen (Niu et al, 2014:519). Data yang diambil dari SJR (www.scimagojr.com) juga mengukuhkan Jerman diurutan keempat atau negara lima besar produsen karya ilmiah tema kebumian. Dengan merujuk hasil padanan, peneliti nasional perlu menggali potensi pengetahuan yang dimiliki Jerman dalam mengerjakan kajian kebumian. Bisa jadi potensi tersebut mampu menyumbangkan ide suplemen yang bermanfaat bagi peningkatan kompetensi dan produktivitas pengarang nasional. Sementara itu Tabel 1 juga menunjukkan bahwa rerata penulis tiap artikel mencapai 4.68 dan Indonesia sendiri meraih indeks 4.35. Pelaksanaan riset kebumian di Indonesia kelihatannya sulit diselesaikan jika mengandalkan tiga penulis saja dan dari realitas yang muncul justru mengkondisikan paling sedikit empat orang untuk mengerjakannya. Dugaan tersebut mungkin saja menimbulkan silang pendapat, namun beberapa fakta yang dijumpai telah memperkuat hipotesis kajian. Misalnya Liu et al (2016:755) yang mendeteksi rasio 3.44 penulis untuk karya geografi, isu perubahan iklim 3.71 peneliti (Wang et al, 2014:1658), studi tanah longsor 3.00 peneliti (Wu et al, 2015:1218), riset sumber daya air 3.5 ilmuwan (Chuang et al, 2011:554), dan studi tata ruang 2.8 periset (Wang et al, 2012:302). Bahkan riset yang berlokasi jauh dari populasi penduduk seperti di Antartika, rasio
ilmuwannya hanya 4.00 (Ji et al, 2014:1929). Terlepas dari semua penyelaras, riset kebumian yang sulit harus ditanggapi penulis nasional dengan aksi agresif untuk terus berkreasi menemukan inovasi. Terlebih penulis nasional telah diberi peluang dengan porsi anggota yang cukup. Sehingga sikap semangat yang berbarengan dengan kekuatan peneliti memadai diprediksi mampu meningkatkan kapasitas riset dan evolusi artikel ilmiah. Selama satu dasawarsa, riset kebumian tentang Indonesia telah dipublikasikan melalui 62 jurnal ilmiah (Tabel 2). Dari jumlah tersebut terdapat tujuh jurnal yang menerbitkan paling sedikit 10 artikel ilmiah mengenai Indonesia. Keadaan tersebut menandakan bahwa bidang kebumian nasional secara rutin diekspos melalui publikasi bereputasi internasional selama sepuluh tahun terakhir. Bahkan untuk “Journal of Volcanology and Geothermal Research” dapat dibilang berhasil memberitakan riset kebumian di Indonesia hingga tiga kali lebih dalam setahun (3.2, 32 artikel/10 tahun). Sedangkan rasio kemunculan peneliti nasional pada setiap artikel (PI/A) memiliki besaran bervariasi antara 0.33 hingga 2.59 peneliti. Untuk nisbah 1.00 atau yang terdistribusi merata di setiap artikel hanya diakomodir pada 53 jurnal ilmiah. Sementara itu karya riset topik lingkungan yang diselidiki negara-negara Arab hanya berhasil ditampung pada 19 jurnal ilmiah (Zyoud et al, 2016:5). Dari banyaknya terbitan berkala yang sudah merekam karya riset Indonesia, timbul kesan bahwa ilmuwan nasional telah mencoba mengatasi problem kebumian dengan berbagai pendekatan dari cabang ilmu tersebut.
Gambar 1. Pertumbuhan Karya Ilmiah Bidang Kebumian di Indonesia
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
51
Tabel 1. Produsen Artikel Ilmiah Bertajuk Kebumian di Area Domestik Negara
(P/A)
(H/A)
Indonesia
Posisi (1)
51
18.61%
222
17.33%
563
15.84%
4.35
11.04
Jepang
(2)
38
13.87%
190
14.83%
424
11.93%
5.00
11.16
Jerman
(3)
36
13.14%
148
11.55%
461
12.97%
4.11
12.81
Amerika Serikat
(4)
22
8.03%
117
9.13%
316
8.89%
5.32
14.36
Belanda
(5)
21
7.66%
86
6.71%
316
8.89%
4.10
15.05
Perancis
(6)
19
6.93%
123
9.60%
299
8.41%
6.47
15.74
19
6.93%
93
7.26%
260
7.32%
4.89
13.68
Australia
Artikel (A)
Penulis (P)
Halaman (H)
Inggris
(7)
18
6.57%
59
4.61%
280
7.88%
3.28
15.56
Kanada
(8)
8
2.92%
32
2.50%
103
2.90%
4.00
12.88
Cina
(9)
6
2.19%
29
2.26%
72
2.03%
4.83
12.00
India
6
2.19%
28
2.19%
65
1.83%
4.67
10.83
Selandia Baru
6
2.19%
21
1.64%
125
3.52%
3.50
20.83
4
1.46%
24
1.87%
38
1.07%
6.00
9.50
20
7.30%
109
8.51%
232
6.53%
5.45
11.60
274
100%
1281
100%
3554
100%
4.68
12.97
Malaysia
(10)
14 Negara Jumlah Sumber : Data primer yang diolah, 2016
Tabel 2. Sebaran Majalah Ilmiah Tema Kebumian di Indonesia P=Penulis (%)
PI
P/A
PI/A
Journal of Volcanology and Geothermal Research
Jurnal Ilmiah
A=Artikel (%) 32
(11.68)
162
(12.65)
37
5.06
1.16
Procedia Earth and Planetary Science
17
(6.20)
59
(4.61)
44
3.47
2.59
Journal of Asian Earth Sciences
15
(5.47)
79
(6.17)
20
5.27
1.33
Ocean & Coastal Management
14
(5.11)
58
(4.53)
18
4.14
1.29
Palaeogeography, Palaeoclimatology, Palaeoecology
10
(3.65)
67
(5.23)
20
6.70
2.00
Marine Pollution Bulletin
10
(3.65)
49
(3.83)
20
4.90
2.00
Geoderma
10
(3.65)
40
(3.12)
12
4.00
1.20
Geothermics
9
(3.28)
44
(3.43)
18
4.89
2.00
International Journal of Coal Geology
9
(3.28)
29
(2.26)
8
3.22
0.89
Geomorphology
8
(2.92)
44
(3.43)
5
5.50
0.63
Marine Geology
8
(2.92)
41
(3.20)
3
5.13
0.38
International Journal of Disaster Risk Reduction
8
(2.92)
33
(2.58)
15
4.13
1.88
Atmospheric Environment
8
(2.92)
28
(2.19)
10
3.50
1.25
Quaternary Science Reviews
6
(2.19)
48
(3.75)
11
8.00
1.83
Chemical Geology
6
(2.19)
27
(2.11)
2
4.50
0.33
Tectonophysics
6
(2.19)
24
(1.87)
3
4.00
0.50
Marine and Petroleum Geology
6
(2.19)
18
(1.41)
6
3.00
1.00
Gondwana Research
5
(1.82)
34
(2.65)
3
6.80
0.60
Remote Sensing of Environment
5
(1.82)
20
(1.56)
3
4.00
0.60
International J. of Applied Earth Observation & Geoinformation
5
(1.82)
21
(1.64)
4
4.20
0.80
Quaternary International
5
(1.82)
26
(2.03)
6
5.20
1.20
Estuarine, Coastal and Shelf Science
5
(1.82)
23
(1.80)
3
4.60
0.60
Journal of Atmospheric and Solar-Terrestrial Physics
5
(1.82)
34
(2.65)
8
6.80
1.60
Journal of Hydrology
4
(1.46)
15
(1.17)
5
3.75
1.25
Frekuensi Kemunculan < 4 Artikel (38 Jurnal Lainnya)
58
(21.17)
258
(20.14)
58
4.45
1.00
Sumber : Data primer yang diolah, 2016. PI = Penulis Indonesia
52
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
Karakteristik Konsorsium Artikel ilmiah yang mengulas tentang riset kebumian di Indonesia diproduksi melalui dua bentuk dan struktur konsorsium terlihat mayoritas mencapai 94.89% (Tabel 3). Sedangkan artikel konsorsium Indonesia sendiri mencapai 92.16%. Penulis Indonesia telah memperlihatkan gaya kepemimpinannya dengan strata yang terbilang unggul jika dibandingkan dengan strata kooperasi sesuai temuan Souza et al (2011:566) tentang topik lingkungan sebesar 88%, atau penelitian mengenai resiko bencana dengan porsi peneliti gabungan sebanyak 60% (Gall et al, 2015:260). Selain gaya memimpin, dapat dimaknai juga bahwa penulis nasional sangat kapabel dalam mengorganisasikan kegiatan riset bidang kebumian di negaranya sendiri. Jika pengarang nasional mampu mengetuai konsorsium di ajang bergengsi, maka semestinya tradisi kolaborasi dimaksud harus dapat diterapkan juga di tingkat lokal. Apalagi masih saja ditemukan strata kolaborasi yang belum menyentuh besaran simetri. Semisal pada kegiatan insentif KRT 2008-2010 yaitu 20.43% (Handoyo et al, 2012:109). Lalu topik oseanologi dan limnologi 0.45 (Rahayu et al, 2015:22). Demikian juga peta perkembangan bidang energi di Indonesia, kolaborasinya 0.47 (Hartinah et al, 2009:147). Perlu dipahami bahwa kooperasi memberi
peluang termuatnya karya ilmiah pada jurnal prestise. Bukan hanya pada kebumian saja, namun diprediksi ke semua cabang ilmu. Sementara itu tulisan ilmiah yang diraih melalui kooperasi diuraikan menurut tiga jenis geografis seperti negara, regional serta kontinen (Gambar 2). Kolaborasi dari negara individu cenderung sedikit jika dibandingkan dua negara atau lebih. Terkait interaksi antar negara, tentu peristiwa dimaksud dapat dimaknai sebagai kolaborasi ilmiah internasional. Dengan demikian sebesar 56.20% (154/274) artikel bidang kebumian zona nasional dihasilkan dengan cara kolaborasi global. Sepertinya riset kebumian di Indonesia telah menuai aksi kerja sama yang cukup intensif. Bahkan intensitasnya mengungguli riset bidang energi di Spanyol dengan angka maksimum 46.04% atas kolaborasi globalnya (Montoya et al, 2014:180). Demikian juga hasil kajian Dutt et al (2013:123; 2014:68) mengenai riset tenaga surya di India dengan kooperasi universal 24.36% (493/2024 tulisan). Dari temuan kajian dan penyelarasnya, kelihatannya tema kebumian di Indonesia berhasil menciptakan ide guna menggiatkan praktik bilateral dan multilateral. Demi kedaulatan, seharusnya pengarang lokal mampu menunjukkan peran utama yang menonjol. Sehingga jumlah artikel kebumian milik Indonesia di jurnal bergengsi bisa semakin banyak.
Tabel 3. Strata Kolaborasi Artikel ScienceDirect Tajuk Kebumian di Wilayah Nasional (Negara Peringkat Pertama Tiap Kontinen)
Konsorsium (Nm)
Individu (Ns)
T=Nm+Ns
Level Konsorsium (C)
Kontinen Asia
129
6
135
95.56%
(Indonesia)
47
4
51
92.16%
10 Negara Lainnya
82
2
84
97.62%
99
8
107
92.52%
(Jerman)
33
3
36
91.67%
11 Negara Lainnya
66
5
71
92.96%
32
0
32
100%
(Amerika Serikat)
22
0
22
100%
3 Negara Lainnya
10
0
10
100%
260
14
274
94.89%
Kontinen Eropa
Kontinen Amerika
Sumber : Data primer yang diolah, 2016.
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
53
saja, namun harus dinaikkan ke level bergengsi.
Gambar 2. Distribusi Karya Kooperasi Bertema Kebumian Menurut Aspek Geografis Sponsor Karya Tulis Ilmiah Selama satu dekade sebanyak 170 lembaga telah mendonasikan 274 karya riset kebumian pada jurnal ScienceDirect (Tabel 4). Menurut jumlah tempat penulis bernaung, sebanyak 17.65% (30/170 lembaga) teridentifikasi berasal dari Indonesia. Institusi domestik seperti Institut Teknologi Bandung (ITB) merupakan sponsor aktif yang berada diperingkat kedua dengan prestasi 11 artikel (4.01%). Dari kajian Lakitan et al (2012:233), ITB termasuk delapan universitas lokal produktif yang sejak periode 2008-2011 telah berhasil memajang 16 artikel ilmiah lebih per tahun pada jurnal internasional. Namun kurang arif tentunya jika prestasi Indonesia di kancah dunia hanya mengandalkan donasi dari kalangan universitas. Kaum bisnis serta pemerintah merupakan institusi yang harus memiliki kepedulian sama untuk meningkatkan kapabilitas tulisan saintifik bidang kebumian. Sehingga ke depan interesnya tidak hanya ditunjukkan pada majalah terakreditasi nasional
Dikemukan kembali bahwa universitas yang telah menjadi sponsor kreatif, sepertinya akan selalu menjuarai dalam perolehan artikel. Universitas atau perguruan tinggi merupakan kelompok akademisi yang senantiasa memiliki elektabilitas terbesar dalam melahirkan insan cerdas dan produktif. Misalnya saja pada studi bibliografi tenaga surya bersumber dari Thomson Reuters, nampak kalangan akademisi berhasil memproduksi 8727 karya ilmiah atau senilai 80% (Dutt et al, 2016:35; 2015:160). Mungkin dengan menggandeng akademisi, utamanya yang lokal adalah jalan terbaik jika suatu institusi berniat menggenjot kapasitas tulisan saintifik kebumian pada majalah internasional. Kemudian menurut penguraian geografis sponsor, terlihat tiga regional seperti Eropa Barat, Asia Tenggara dan Asia Timur berada pada posisi penentu (Gambar 3). Ketiganya telah mencatat perolehan yang demikian signifikan hingga 184 karya ilmiah (67.15%). Pada cabang kebumian seperti penelitian penginderaan jauh dan tanah longsor, Eropa Barat serta Asia Timur juga menjadi zona terkonsentrasi penulis hingga tahun 2010-an (Wu et al, 2015:1218; Zhuang et al, 2013:203). Bukan persoalan ringan jika ingin menonjolkan peran Indonesia di level regional, apalagi pada tatanan kontinennya. Meskipun wilayah domestiknya menjadi topik peliputan, namun sepertinya peneliti belum mengimbangi dengan tulisan saintifik bereputasi yang kentara. Mungkin salah satu cara menaikkan kapasitas di jurnal prestise yaitu dengan mengembangkan karya kebumian milik Indonesia yang kini bertengger dipublikasi lokal.
Tabel 4. Kontributor Artikel Ilmiah Bidang Kebumian Zona Indonesia Asosiasi Penulis
Negara
Kapasitas Artikel, n=274
Kyushu University
Jepang
12 4.38%
Institut Teknologi Bandung
Indonesia
11 4.01%
Kyoto University
Jepang
9 3.28%
Helmholtz Centre Potsdam
Jerman
6 2.19%
Leibniz Center for Tropical Marine Ecology
Jerman
6 2.19%
Wageningen University
Belanda
5 1.82%
University of New South Wales
Australia
4 1.46%
University of London
Inggris
4 1.46%
McGill University
Kanada
4 1.46%
Universite Paris 1 Pantheon-Sorbonne
Perancis
4 1.46%
54
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
Asosiasi Penulis
Negara
Kapasitas Artikel, n=274
Brigham Young University
Amerika Serikat
3
1.09%
Australian National University
Australia
3
1.09%
University of Melbourne
Australia
3
1.09%
Nationaal Natuurhistorisch Museum
Belanda
3
1.09%
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
Indonesia
3
1.09%
Universitas Syiah Kuala
Indonesia
3
1.09%
Federal Institute for Geosciences and Natural Resources
Jerman
3
1.09%
University of Bremen
Jerman
3
1.09%
Geolab UMR 6042 CNRS
Perancis
3
1.09%
151 Asosiasi Penulis
182 66.42%
Sumber : Data primer yang diolah, 2016.
Gambar 3. Geografis Sponsor Tulisan Ilmiah Tema Kebumian Indonesia Kesimpulan Berdasarkan hasil telaah artikel jurnal online Sciencedirect, ada beberapa catatan utama yang bisa dipetik sebagai kesimpulan. Selama satu dasawarsa (20062015) telah diciptakan 274 artikel yang mengulas topik kebumian di Indonesia. Menurut 26 negara penghasil, Indonesia berhasil meraih posisi teratas dengan prestasi
18.61%. Terlihat bukan persoalan ringan, sehingga dibutuhkan empat ilmuwan lebih agar karya tulis ilmiah kebumian berhasil terpublikasi ke dalam 62 jurnal internasional. Hingga berujung pada strata kooperasi yang mendekati kesempurnaan yaitu 94.89%. Bahkan kooperasi ilmiah mengenai topik kebumian di Indonesia telah menggiatkan interaksi bilateral dan multilateral. Terdapat 170 institusi yang bertindak sebagai produsen tulisan ilmiah dan delegasi Indonesia mencapai 17.65%. Institut Teknologi Bandung tercatat sebagai institusi lokal kreatif dalam menghasilkan karya saintifik bereputasi. Meskipun tidak mudah, namun area domestik yang menjadi topik peliputan harus berguna untuk melonjakkan kapasitas Indonesia pada jurnal internasional. Saran Untuk mendongkrak kapasitas artikel bidang kebumian Indonesia pada jurnal prestise sebaiknya pengarang lokal menggiatkan kolaborasi ilmiah dengan mitra asing dengan mengedepankan prinsip kedaulatan nasional.
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
55
Daftar Pustaka Anyi, Kevin Wan Utap., A.N. Zainab, dan N.B. Anuar. 2009. “Bibliometric studies on single journals : a review”. Malaysian Journal of Library & Information Science, 14 (1) : 17-55 Belter, Christopher W., dan Dian J. Seidel. 2013. “A bibliometric analysis of climate engineering research”. WIREs Climate Change, 4 (September/Oktober) : 417-427. doi: 10.1002/wcc.229 Chen, Huaqi dan Yuh-Shan Ho. 2015. “Highly cited articles in biomass research: A bibliometric analysis”. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 49 (September). doi: 10.1016/j.rser.2015.04.060 Chuang, Kun-Yang., Ming-Huang Wang dan Yuh-Shan Ho. 2011. “High-impact papers presented in the subject category of water resources in the essential science indicators database of the institute for scientific information”. Scientometrics, 87 (3) : 551562. doi: 10.1007/s11192-011-0365-2 Dutt, Bharvi dan Khaiser Nikam. 2013. “Solar cell research in India: A scientometric profile”. Annals of Library and Information Studies, 60 (2) : 115-127 Dutt, Bharvi dan Khaiser Nikam. 2014. “Scientometrics of collaboration pattern in solar cell research in India”. Annals of Library and Information Studies, 61 (1) : 6573 Dutt, Bharvi dan Khaiser Nikam. 2015. “A scientometric overview of collaboration pattern in global solar cell research”. Annals of Library and Information Studies, 62 (3) : 157-167 Dutt, Bharvi dan Khaiser Nikam. 2016. “Scientometric analysis of global solar cell research”. Annals of Library and Information Studies, 63 (1) : 31-41 Fatmawati, Endang. 2013. “Gerakan open access dalam mendukung komunikasi keilmuan”. Visi Pustaka, 15 (2) : 96-106. Firdaus, M. Lutfi. 2012. “Teknik publikasi karya ilmiah di jurnal nasional dan internasional”. FKIP UNIB Press. ISBN 978-602-18751 (http://repository.unib. ac.id/476/1/B1a_Teknik%20Publikasi%20KI.pdf ) Fizzanty, Trina., Kusnandar, Dini Oktaviyanti,Wati Hermawati, Radot Manalu dan Ishelina Rosaira. 2013. “Tipologi, efektivitas dan elemen-elemen utama dalam kolaborasi riset internasional: studi kasus pada beberapa proyek riset internasional di LIPI”. Warta Kebijakan Iptek & Manajemen Litbang, 11 (2) : 101106
56
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
Gall, Melanie., Khai Hoan Nguyen dan Susan L. Cutter. 2015. “Integrated research on disaster risk: Is it really integrated?”. International Journal of Disaster Risk Reduction, 12 (Juni) : 255-267. doi: 10.1016/j. ijdrr.2015.01.010 Guo, Lin ., Fei Xu, Zhigang Feng dan Guofan Zhang. 2016. “A bibliometric analysis of oyster research from 1991 to 2014”. Aquaculture International, 24 (1) : 327-344. doi: 10.1007/s10499-015-9928-1 Handoyo, Setiowiji dan Prakoso Bhairawa Putera. 2012. “Tingkat kolaborasi peneliti pada program insentif “Semi Top-Down” Kementerian Riset dan Teknologi, tahun 2008-2010”. Warta Kebijakan Iptek & Manajemen Litbang, 10 (2) : 99-114 Hartinah, Sri., Tupan, Setya Iswanti, Rahartri, dan S. Prahastuti. 2009. “Peta perkembangan bidang energi berdasarkan literatur kelabu di Indonesia”. Baca : Jurnal Dokumentasi dan Informasi, 30 (2):139-152 Hassan, Saeed-Ul., Peter Haddawy dan Jia Zhu. 2014. “A bibliometric study of the world’s research activity in sustainable development and its sub-areas using scientific literature”. Scientometrics, 99 (2) : 549-579. doi: 10.1007/s11192-013-1193-3 Hatta, Gusti Muhamad. 2013. “Sambutan Menteri Riset dan Teknologi dalam acara 50 tahun GM-ITB untuk negeri”. Bandung: 2 November 2013 Hoppen, Natascha Helena Franz dan Samile Andréa de Souza Vanz. 2016. “Neurosciences in Brazil: a bibliometric study of main characteristics, collaboration and citations”. Scientometrics, 1-21. doi: 10.1007/s11192-016-1919-0 Ji, Qing., Xiaoping Pang dan Xi Zhao. 2014. “A bibliometric analysis of research on Antarctica during 1993–2012”. Scientometrics, 101 (3) : 1925-1939. doi: 10.1007/ s11192-014-1332-5 Jiang, Hanchen., Maoshan Qiang dan Peng Lin. 2016. “A topic modeling based bibliometric exploration of hydropower research”. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 57 (Mei) : 226-237. doi: 10.1016/j. rser.2015.12.194 Keputusan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Nomor 335/E/2015. Hasil Akreditasi Majalah Ilmiah. Jakarta 15 April 2015 Lakitan, Benyamin., Dudi Hidayat dan Siti Herlinda. 2012. “Scientific productivity and the collaboration intensity of Indonesian universities and public R&D
institutions: Are there dependencies on collaborative R&D with foreign institutions?”. Technology in Society, 34 (3) : 227-238. doi: 10.1016/j.techsoc.2012.06.001 Li, Jinfeng., Ming-Huang Wang dan Yuh-Shan Ho. 2011. “Trends in research on global climate change: A Science Citation Index Expanded-based analysis”. Global and Planetary Change, 77 (1-2) : 13-20. doi: 10.1016/j.gloplacha.2011.02.005 Liao, Chien Hsiang dan Hsiuju Rebecca Yen. 2012. “Quantifying the degree of research collaboration: A comparative study of collaborative measures”. Journal of Informetrics, 6 (1) : 27-33. doi: 10.1016/j. joi.2011.09.003 Liu, Fenglian., Aiwen Lin, Huanhuan Wang, Yuling Peng dan Song Hong. 2016. “Global research trends of geographical information system from 1961 to 2010: a bibliometric analysis”. Scientometrics, 106 (2) : 751768. doi: 10.1007/s11192-015-1789-x Liu, Xingjian., F. Benjamin Zhan, Song Hong, Beibei Niu dan Yaolin Liu. 2012. “A bibliometric study of earthquake research: 1900–2010”. Scientometrics, 92 (3) : 747-765. doi: 10.1007/s11192-011-0599-z Mazov, Nikolai Alekseevich., Vadim Nikolaevich Gureev dan Mikhail Ivanovich Epov. 2015. “Russian publications and journals on Earth sciences in international databases”. Herald of the Russian Academy of Sciences, 85 (1) : 20-25. doi: 10.1134/ S1019331614060057. Montoya, Francisco G., Maria G. Montoya, Julio Gomez, Francisco Manzano-Agugliaro dan Enrique AlamedaHernandez. 2014. “The research on energy in spain: A scientometric approach”. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 29 (Januari) : 173-183. doi: 10.1016/j. rser.2013.08.094 Nashihuddin, Wahid dan Rochani Nani Rahayu. 2013. “Aksesibilitas informasi ilmiah Science Direct Pustaka Ristek di lingkungan Ristek dan LPNK”. Jurnal Pustakawan Indonesia, 12 (2) : 1-9. (http://jurnal.ipb. ac.id/index.php/jpi/article/view/11493/8988) Natakusumah, Engkos Koswara. 2014. “Penentuan kolaborasi penelitian dan distribusi pengarang pada Jurnal Teknologi Indonesia”. Baca : Jurnal Dokumentasi dan Informasi, 35 (1) : 15-23 Niu, Beibei., Song Hong , Jiefei Yuan, Sha Peng, Zhen Wang dan Xu Zhang. 2014. “Global trends in sediment-related research in earth science during 1992–2011: a bibliometric analysis”. Scientometrics, 98 (1) : 511-529. doi: 10.1007/s11192-013-1065-x
Nunez, Antonio J. Gomez., Benjamın Vargas-Quesada, Felix de Moya-Anegon dan Wolfgang Glanzel. 2011. “Improving SCImago Journal & Country Rank (SJR) subject classification through reference analysis”. Scientometrics, 89 (3) : 741-758. doi: 10.1007/s11192011-0485-8 Nusantari, Dwi Dian., Abdul Rahman Saleh, dan Yusalina. 2013. “Analisis pemanfaatan jurnal online ScienceDirect di Perpustakaan IPB (Studi kasus pada mahasiswa pascasarjana IPB)”. Visi Pustaka, 15 (2) : 89-95 Pattah, Sitti Husaebah. 2013. “Pemanfaatan kajian bibliometrika sebagai metode evaluasi dan kajian dalam ilmu perpustakaan dan informasi”. Khizanah Al-Hikmah, 1 (1) : 47-57 Peraturan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Nomor 04/E/2011. Pedoman Akreditasi Majalah Ilmiah. Jakarta 30 Juni 2011 Peraturan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Nomor 3 Tahun 2014. Pedoman Akreditasi Majalah Ilmiah. Jakarta 29 Agustus 2014 Prasetyahadi, Abdurrakhman dan D.W. Ari Nugroho. 2014. “Kolaborasi kepakaran peneliti pada jurnal ilmiah LIPI bidang informatika dan kebumian”. Visi Pustaka, 16 (1) : 5-13 Rahayu, Rochani Nani. 2013. “Profil Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah”. Jurnal Pustakawan Indonesia, 12 (1) : 29-31. (http://jurnal.ipb.ac.id/index.php/jpi/ article/viewFile/11435/8944) Rahayu, Rochani Nani dan Nurhayati. 2015. “Jurnal Oseanologi dan Limnologi di Indonesia (OLDI) 2008 – 2013: Analisis bibliometrika”. Media Pustakawan, 22 (1) : 15-23. Rousseau, Ronald. 2011. “Comments on the modified collaborative coefficient”. Scientometrics, 87 (1) : 171174. doi: 10.1007/s11192-010-0300-y Rufaidah, Vivit Wardah dan Widaningsih. 2012. “Akses pemustaka ke jurnal online di Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian”. Jurnal Perpustakaan Pertanian, 21 (1) : 15-22 Souza, Cristina Gomes de dan Rafael Garcia Barbastefano. 2011. “Knowledge diffusion and collaboration networks on life cycle assessment”. International Journal of Life Cycle Assessment, 16 (6) : 561-568. doi: 10.1007/s11367-011-0290-x Subramanyam, K. 1983. “Bibliometrics studies of research collaboration: a review”. Journal of Information Science, 6 : 33-38. doi: 10.1177/016555158300600105
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
57
Sutardji. 2012. “Produktivitas publikasi peneliti Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan UmbiUmbian “. Jurnal Perpustakaan Pertanian, 21 (1) : 23-29 Tupan. 2013. “Kajian sebaran karya ilmiah peneliti LIPI yang diindek oleh database Scopus”. Visi Pustaka, 15 (3) : 133-140 Tambunan, Kamariah. 2013. “Riset unggulan terpadu : kajian bibliometrika”. Baca : Jurnal Dokumentasi dan Informasi, 34 (2) : 105-122 Wang, Bing., Su-Yan Pan, Ruo-Yu Ke, Ke Wang dan YiMing Wei. 2014. “An overview of climate change vulnerability: a bibliometric analysis based on Web of Science database”. Natural Hazards, 74 (3) : 16491666. doi: 10.1007/s11069-014-1260-y Wang, Haijun., Qingqing He, Xingjian Liu, Yanhua Zhuang dan Song Hong. 2012. “Global urbanization research from 1991 to 2009: A systematic research review”. Landscape and Urban Planning, 104 (3-4) : 299-309. doi: 10.1016/j.landurbplan.2011.11.006 Wang, Lixian., Xi Chen, Anming Bao, Xiaoyun Zhang, Miao Wu, Yun Hao dan Jingjing He. 2015. “A bibliometric analysis of research on Central Asia during 1990–2014”. Scientometrics, 105 (2) : 12231237. doi: 10.1007/s11192-015-1727-y Wang, Haijun., Minyan Liu, Song Hong dan Yanhua Zhuang. 2013. “A historical review and bibliometric analysis of GPS research from 1991–2010”. Scientometrics, 95 (1) : 35-44. doi: 10.1007/s11192012-0853-z Wei, Meiyang., Wanming Wang dan Yanfeng Zhuang. 2016. “Worldwide research productivity in the field of spine surgery: a 10-year bibliometric analysis”. European Spine Journal, 25 (4) : 976-982. doi: 10.1007/ s00586-016-4442-3 Weller, Katrin dan Cornelius Puschmann. 2011. “Twitter for scientific communication: How can citations/ references be identified and measured?” Proceedings of the ACM WebSci’11, Koblenz-Germany, 14-17 Juni : 1-4. (http://www.websci11.org/fileadmin/websci/ Posters/153_paper.pdf ) Wu, Xueling., Xueye Chen, F. Benjamin Zhan dan Song Hong. 2015. “Global research trends in landslides during 1991–2014: a bibliometric analysis”. Landslides, 12 (6) : 1215-1226. doi: 10.1007/s10346-015-0624-z Zhuang, Yanhua., Xingjian Liu, Thuminh Nguyen, Qingqing He dan Song Hong. 2013. “Global remote sensing research trends during 1991–2010: a
58
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
bibliometric analysis”. Scientometrics, 96 (1) : 203-219. doi: 10.1007/s11192-012-0918-z Zyoud, Shaher H., Aiman E. Al-Rawajfeh, Hafez Q. Shaheen dan Daniela Fuchs-Hanusch. 2016. “Benchmarking the scientific output of industrial wastewater research in Arab world by utilizing bibliometric techniques”. Environmental Science and Pollution Research, 1-13. doi: 10.1007/s11356-016-6434-6
Oleh: JELITA WILIS1 Email:
[email protected]
Kondisi Rujukan Pustaka Karya Tulis Ilmiah Pada Jurnal Ilmiah Terakreditasi Abstrak Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) berupaya meningkatkan kualitas jurnal ilmiah nasional, antara lain melalui akreditasi bagi majalah ilmiah yang ada di Indonesia. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tuntutan akreditasi semakin ketat. Salah satu persyaratan akreditasi jurnal ilmiah yang harus dipenuhi adalah penggunaan sumber pustaka acuan primer yang mutakhir dan relevan. Tulisan ini menelisik kondisi rujukan karya tulis hasil penelitian pertanian pada jurnal ilmiah sebelum dan setelah terakreditasi. Sebelum terakreditasi, rujukan pustaka karya tulis penelitian pertanian dari jurnal ilmiah primer 38%. Sumber acuan pustaka yang dirujuk 55% dari yang terbit dalam 10 tahun terakhir, batas tingkat kebaruan pustaka rujukan. Setelah terakreditasi, proporsi rujukan pustaka karya tulis penelitian pertanian relatif lebih baik, rata-rata 50,5% dari jurnal ilmiah primer dengan tingkat kebaruan rujukan 56%. Angka ini mengindikasikan belum satu pun jurnal ilmiah penelitian pertanian yang bernilai “baik” jika dikaitkan dengan persyaratan LIPI yang mengisyaratkan >80% rujukan pustaka karya tulis ilmiah harus berasal dari jurnal ilmiah primer. Upaya peningkatan mutu jurnal ilmiah di lingkup Badan Litbang Pertanian telah dilakukan, antara lain melalui sosialisasi aturan LIPI tentang persyaratan akreditasi jurnal ilmiah, workshop karya tulis ilmiah bagi peneliti dan redaksi, dan pertemuan para redaksi jurnal ilmiah lingkup Badan Litbang Pertanian dengan pokok bahasan peningkatan kualitas jurnal ilmiah penelitian dengan nara sumber dari berbagai institusi terkait, dari LIPI. Kata kunci: rujukan pustaka, karya tulis ilmiah, jurnal penelitian, akreditasi
Pendahuluan Karya tulis ilmiah adalah salah satu bentuk produk penelitian yang berperan penting dalam memajukan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Kenyataan membuktikan Iptek telah mengubah peradaban manusia sejalan dengan kemajuan dan perkembangan Iptek itu sendiri di dunia nyata. Tidak pernah terbayangkan oleh generasi sebelumnya bagaimana mungkin manusia dapat menjelajahi ruang angkasa dengan pesawat canggih dan mendarat di bulan dan planet lainnya. Kini, jaringan informasi di dunia maya telah membuka 1
cakrawala baru bagi manusia untuk berkomunikasi secara intens tanpa harus berhadapan secara fisik. Kemajuan dan perubahan peradaban ini tentu tidak terlepas dari aktivitas dan kinerja para peneliti yang terus berlangsung dari masa ke masa. Bagi peneliti, terutama yang bernaung di bawah unit kerja penelitian kementerian pemerintah, karya tulis ilmiah tidak hanya diperlukan dalam sosialisasi Iptek yang telah dihasilkan melalui penelitian, tetapi juga menentukan profesionalisme. Hal ini sejalan dengan pendapat Sutardji (2012) bahwa karya tulis ilmiah diperlukan peneliti untuk promosi jabatan fungsional dan
Pustakawan Ahli Pertama Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
59
pengembangan karier sebagai peneliti. Sumarno (2008) juga menekankan pentingnya peneliti membuat karya tulis ilmiah dan dipublikasikan pada berbagai media, termasuk jurnal penelitian, sebagai pertanggungjawaban atas dana dan fasilitas penelitian yang telah digunakan. Jurnal ilmiah yang diterbitkan perlu memenuhi berbagai persyaratan yang telah disepakati secara nasional dan internasional, baik dari segi substansial maupun redaksional dan mekanisme penerbitan. Jurnal ilmiah yang memenuhi persyaratan substantif dan teknis layak mendapatkan apresiasi sebagai jurnal ilmiah terakreditasi. Secara nasional, institusi yang mendapat mandat untuk melakukan akreditasi terhadap jurnal ilmiah adalah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), terutama bagi jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh lembaga penelitian di bawah naungan kementerian. Pada tahun 2007 LIPI melakukan akreditasi untuk pertama kalinya terhadap majalah ilmiah di Indonesia. Khusus untuk jurnal ilmiah yang diterbitkan perguruan tinggi, akreditasinya dipercayakan kepada Direktorat Perguruan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Salah satu aspek penting yang dinilai dalam proses akreditasi jurnal ilmiah adalah rujukan pustaka yang digunakan pada karya tulis yang diterbitkan. Hal ini dapat dilihat dari daftar pustaka karya tulis tersebut. Daftar pustaka adalah bagian penting dari struktur karya tulis ilmiah yang terdiri atas judul, nama penulis dan afiliasinya, abstrak, pendahuluan, bahan, metode, hasil penelitian dan/atau pembahasan, kesimpulan, dan daftar pustaka. Rambu-rambu karya tulis ilmiah ini telah disepakati oleh masyarakat ilmiah dunia, sebagaimana tertuang dalam ISO 5966-1982 (E) dan telah diadaptasi oleh lembaga penelitian internasional (ISO 1982). Secara umum, daftar pustaka adalah kumpulan dari pustaka yang dirujuk penulis dalam karya tulisnya. Karya tulis ilmiah tidak dapat berdiri sendiri tetapi melekat pada subjek dan pustaka tertentu. Muhajan (2001) mengungkapkan literatur yang disitir penulis memiliki relevansi dengan penelitian yang dilakukan dan sekaligus sebagai bentuk pengakuan kepada penulis karya tulis ilmiah yang dirujuk. Lebih lanjut Soehardjan (2000) menegaskan sumber rujukan berfungsi sebagai dasar penyusunan argumentasi atau bahan pembahasan hasil penelitian. Hermanto (2004) juga menyatakan sumber rujukan karya tulis ilmiah menggambarkan intensitas
60
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
analisis penulis terhadap substansi yang menjadi subjek penulisan. Hal ini berhubungan erat dengan tingkat kedalaman dan aktualitas materi pembahasan, perkembangan penelitian yang menjadi subjek tulisan, dan kualitas karya tulis ilmiah itu sendiri (Hermanto 2013). Tulisan ini menelisik kondisi rujukan karya tulis penelitian pertanian pada jurnal ilmiah sebelum dan setelah terakreditasi. Persyaratan Rujukan Dewasa ini persyaratan akreditasi jurnal ilmiah semakin ketat yang harus direspons oleh peneliti, lembaga penerbit jurnal, dan tim redaksi untuk meningkatkan kualitas jurnal ilmiah yang menjadi barometer kinerja penelitian. Salah satu dari sederetan persyaratan akreditasi majalah ilmiah yang harus dipenuhi adalah sumber acuan primer yang digunakan. Jurnal ilmiah dinilai “baik” kalau sumber acuan primernya > 80% dari terbitan terbaru di bidang ilmu terkait (LIPI 2011). Sumber acuan yang digunakan peneliti dalam karya tulisnya menentukan kualitas karya tulis dan sekaligus jurnal ilmiah yang mempublikasikannya. Hingga saat ini masih banyak karya tulis ilmiah yang belum memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan LIPI (2011). Dalam hal rujukan pustaka misalnya, karya tulis ilmiah yang baik dipersyaratkan merujuk minimal 80% literatur dari jurnal ilmiah primer yang baru (5-10 tahun terakhir) dan maksimal 20% literatur dari nonjurnal (buku, prosiding seminar, dll) untuk bidang ilmu terkait (Tabel 1). Sumber acuan primer adalah sumber acuan pustaka yang langsung merujuk pada bidang ilmu tertentu, sesuai topik penelitian dan sudah teruji. Karya tulis ilmiah yang terbit dalam jurnal ilmiah terakreditasi, baik berstatus nasional maupun internasional, disebut sebagai sumber acuan primer. Disertasi, tesis, dan skripsi juga termasuk sumber acuan primer (LIPI 2011). Kemutakhiran pustaka acuan dapat diketahui dari tahun penerbitan karya tulis ilmiah yang merujuk, paling lama lima tahun terakhir. Tingkat kemutakhiran publikasi pustaka acuan berbeda antara satu bidang ilmu dengan bidang ilmu lainnya (LIPI 2011). Sementara itu Rifai (1997) menyarankan penggunaan pustaka acuan yang
Tabel 1. Perbandingan sumber acuan primer dengan sumber acuan lainnya dan kemutakhiran pustaka acuan. Uraian Perbandingan sumber acuan primer dengan sumber acuan lainnya Kemutakhiran pustaka acuan
Kisaran rujukan
Nilai
• • • •
Lebih 80% acuan primer
Baik
40-80% acuan primer
Cukup baik
Kurang 40% acuan primer
Kurang baik Baik
• •
Lebih 80% rujukan pustaka terkini bidang ilmu terkait 40-80% rujukan pustaka terkini bidang ilmu terkait
Cukup baik
Kurang 40% rujukan pustaka terkini bidang ilmu terkait
Kurang baik
Sumber: LIPI (2011)
terbit tidak lebih dari 10 tahun terakhir. Hermanto (2004) dalam pengkajiannya terhadap tingkat kemutakhiran referensi artikel ilmiah pada beberapa jurnal penelitian pertanian menyatakan tingkat kebaruan pustaka acuan bersifat individual dan kondisional. Untuk disiplin ilmu tertentu, pustaka acuan yang terbit lebih dari 10 yang lalu masih layak dijadikan rujukan. Kondisi Rujukan Sebelum dan Setelah Terakreditasi Hermanto (2004) telah mengkaji proporsi rujukan pustaka primer dan tingkat kemutakhiran referensi karya tulis ilmiah yang terbit di beberapa jurnal penelitian pertanian pada tahun 2001/2002, sebelum pemberlakuan akreditasi bagi jurnal ilmiah nasional. Hasil pengkajian menunjukkan proporsi rujukan yang berasal dari jurnal ilmiah primer dan nonjurnal masing-masing 38% dan 62% (Tabel 2). Sumber acuan pustaka yang dirujuk dalam jurnal penelitian pertanian sekitar 30% dari yang terbit dalam 5 tahun terakhir dan 55% dari yang terbit dalam 10 tahun terakhir (Tabel 3). Tabel 2. Proporsi rujukan ilmiah primer pada beberapa jurnal penelitian pertanian sebelum akreditasi menurut jenis pustaka. Bogor, 2004. Nama jurnal
Proporsi rujukan menurut jenis pustaka (%) Jurnal ilmiah primer
Nonjurnal
Agro Ekonomi 20(2), 2002
13
87
Bioteknologi Pertanian 6(1), 2001
47
53
Hortikultura 12(4), 2002
65
35
Indonesian Journal of Agricultural Science 3(2), 2002
53
47
Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 21(3), 2002
51
49
Penelitian Tanaman Industri 8(2), 2002
46
54
Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 4(2), 2001
11
89
Tanah dan Iklim No.20, 2002
18
82
Rata-rata
38
62
Sumber: Hermanto (2004)
Tabel 3. Proporsi rujukan pustaka karya tulis ilmiah primer pada beberapa jurnal penelitian pertanian menurut usia literatur. Bogor, 2004. Jurnal
Proporsi rujukan pustaka menurut usia literatur (tahun) 0-2 3-4 5-6
7-8
9-10 > 10
Agro Ekonomi 20(2), 2002
9
16
14
14
4
43
Bioteknologi Pertanian 6(1), 2001
1
9
17
12
13
48
Hortikultura 12(4), 2002
4
7
7
8
8
66
Indonesian Journal of Agricultural Science 3(2), 2002
21
21
0
13
13
32
Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 21(3), 2002
11
15
11
13
10
40
Penelitian Tanaman Industri 8(2), 2002
15
10
12
6
6
51
Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 4(2), 2001
35
15
4
10
6
30
Tanah dan Iklim No. 20, 2002
14
10
13
4
6
54
Rata-rata
14
13
10
10
8
45
Sumber: Hermanto (2004)
Setelah hampir satu dekade pemberlakuan persyaratan akreditasi bagi jurnal ilmiah nasional, hasil pengkajian Wilis (2013) menunjukkan kondisi yang relatif lebih baik dibandingkan dengan sebelum akreditasi. Proporsi rujukan karya tulis penelitian pertanian dari jurnal ilmiah primer pada tahun 2013 rata-rata 50,5% dan dari nonjurnal 49,5% (Tabel 4).
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
61
Tabel 4. Perbandingan rujukan karya tulis penelitian pertanian dari jurnal ilmiah primer dan nonjurnal. Bogor, April 2013. Nama jurnal
Tabel 5. Perbandingan rujukan karya tulis penelitian pertanian pada jurnal ilmiah terakreditasi menurut usia pustaka acuan. Bogor, April 2013.
Proporsi rujukan (%)
Nama jurnal
Jurnal Non ilmiah jurnal primer
Proporsi rujukan (%) menurut usia sumber acuan 0-5 tahun
6-10 tahun
> 10 tahun
Jurnal Tanah dan Iklim No. 34, 2011 Akreditasi: 194/AU1/P2MBI/08/2009
35,4
64,6
Jurnal Tanah dan Iklim No. 34, 2011 Akreditasi: 194/AU1/P2MBI/08/2009
21,5
35,4
43,1
Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 31 (3), 2012 Akreditasi: 448/AU2/P2MB-LIPI/08/2012
50,6
49,4
40,0
29,4
30,6
Jurnal Agro Ekonomi 29 (2), 2012 Akreditasi: 198/AU1/P2MB/08/2009
11,4
88,6
Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 31 (3), 2012 Akreditasi: 448/AU2/P2MBLIPI/08/2012
26,0
40,7
77,0
23,0
Jurnal Agro Ekonomi 29 (2), 2012 Akreditasi: 198/AU1/P2MB/08/2009
33,3
Jurnal Hortikultura 22 (1), 2012 Akreditasi: 175/AU1/P2MB/08/2009
28,6
27,0
44,2
Jurnal Penelitian Tanaman Industri 18 (3), 2012 Akreditasi: 458/AU2/P2MB-LIPI/08/2012
62,2
37,8
Jurnal Hortikultura 22 (1), 2012 Akreditasi: 175/AU1/P2MB/08/2009
30,5
31,1
38,4
Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 17 (4), 2012 Akreditasi: 742/E/2012
66,4
33,6
Jurnal Penelitian Tanaman Industri 18 (3), 2012 Akreditasi: 458/AU2/P2MBLIPI/08/2012
30,9
30,2
38,9
Jurnal Pengkajian Teknologi Pertanian 14 (3), 2011 Akreditasi: 280/AU1/P2MBI/05/2010
27,0
73,0
Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 17 (4), 2012 Akreditasi: 742/E/2012
33,3
42,8
67,2
32,8
Jurnal Pengkajian Teknologi Pertanian 14 (3), 2011 Akreditasi: 280/AU1/P2MBI/05/2010
23,9
Indonesian Journal of Agricultural Science 13 (1), 2012 Akreditasi: 172/AU1/P2MB/08/2009
29,0
42,0
43,1
56,9
Indonesian Journal of Agricultural Science 13 (1), 2012 Akreditasi: 172/AU1/P2MB/08/2009
29,0
Jurnal Pascapanen Pertanian 8 (1), 2011 Akreditasi: 452/D/2010 Jurnal Agro Biogen 7 (1), 2011 Akreditasi: 275/AU1/P2MB/05/2010
64,3
35,7
18,5
16,8
64,7
Rata-rata
50,5
49,5
Jurnal Pascapanen Pertanian 8 (1), 2011 Akreditasi: 452/D/2010 Jurnal Agro Biogen 7 (1), 2011 Akreditasi: 275/AU1/P2MB/05/2010
12,4
32,4
55,2
Rata-rata
26,9
29,1
44,0
Sumber: Wilis (2013)
Beberapa jurnal penelitian mengalami peningkatan proporsi rujukan pustaka dari jurnal ilmiah primer, tetapi belum mendapat “predikat baik” sesuai persyaratan LIPI. Tingkat kebaruan sumber acuan jurnal penelitian pertanian rata-rata 56% dari yang terbit hingga 10 tahun terakhir. Kalau tingkat kebaruan sumber acuan dibatasi pada 5 tahun terakhir hanya 27% jurnal penelitian pertanian yang dikaji memenuhi persyaratan akreditasi (Tabel 5).
Sumber: Wilis (2013)
Data hasil pengkajian ini mengisyaratkan belum satu pun jurnal penelitian pertanian yang memenuhi persyaratan akreditasi dengan nilai “baik” dari segi proporsi rujukan minimal 80% dari jurnal ilmiah primer yang baru. Menurut LIPI (2011), perbandingan sumber acuan primer dengan sumber acuan lainnya akan menentukan bobot pemikiran ilmiah yang melatarbelakangi penelitian. Semakin banyak sumber acuan primer yang dijadikan rujukan, semakin tinggi pula bobot dan mutu karya tulis ilmiah. Upaya Perbaikan Rujukan Upaya peningkatan mutu jurnal ilmiah di lingkup Badan Litbang Pertanian telah dilakukan melalui berbagai cara, antara lain sosialisasi aturan LIPI tentang
62
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
persyaratan akreditasi jurnal ilmiah bagi pengelola jurnal hasil penelitian pertanian. workshop karya tulis ilmiah bagi peneliti dan redaksi yang diselenggarakan di beberapa unit kerja penelitian pertanian di Indonesia. Selain itu telah diselenggarakan pula pertemuan para redaksi jurnal ilmiah lingkup Badan Litbang Pertanian dengan pokok bahasan peningkatan kualitas jurnal ilmiah penelitian dengan nara sumber dari berbagai institusi terkait, terutama LIPI. Upaya ini tampaknya belum memberikan hasil optimal sebagaimana terbukti dari proporsi rujukan pustaka karya tulis para peneliti yang berasal dari jurnal ilmiah primer rata-rata 38% sebelum terakreditasi dan 50,5% setelah hampir 10 tahun terakreditasi. Ditinjau dari tingkat kebaruan jurnal ilmiah primer yang dirujuk penulis, hanya 30% yang sudah menggunakan literatur yang terbit dalam lima tahun terakhir dan 55% merujuk literatur yang terbit dalam 10 tahun terakhir. Dilihat dari sumber maupun tingkat kebaruan rujukan, juga belum satu pun jurnal ilmiah penelitian pertanian yang bernilai baik. Menurut LIPI (2011), jurnal ilmiah dinilai baik jika lebih dari 80% rujukan pustakanya menggunakan sumber acuan primer yang baru dan relevan. Redaksi jurnal ilmiah primer lingkup Badan Litbang Pertanian telah dan terus berupaya memotivasi peneliti untuk meningkatkan kualitas karya tulis yang dikirimkan, termasuk rujukan pustaka primer yang sesuai dengan aturan LIPI. Redaksi Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan, misalnya, melihat kelengkapan daftar pustaka karya tulis yang masuk ke redaksi terlebih dahulu sebelum ditelaah dan dibahas substansinya dalam rapat redaksi. Karya tulis yang belum memenuhi persyaratan rujukan pustaka dikembalikan kepada penulis untuk diperbaiki (Hermanto, Komunikasi Pribadi). Cara ini tampaknya cukup efektif memperbaiki pola rujukan pustaka karya tulis yang akan diterbitkan pada jurnal ilmiah. Dalam berbagai kesempatan, redaksi mengajak penulis untuk berkerja sama dengan pustakawan dalam menelusur bahan pustaka yang diperlukan bagi kelengkapan rujukan karya tulis.
persyaratan akreditasi jurnal ilmiah yang harus dipenuhi adalah penggunaan sumber pustaka acuan primer. Jurnal ilmiah dinilai baik jika lebih dari 80% rujukan pustaka karya tulis di dalamnya menggunakan sumber acuan primer yang baru dan relevan. Hasil pengkajian sebelum pemberlakuan akreditasi menunjukkan rujukan pustaka karya tulis ilmiah pada jurnal ilmiah penelitian pertanian rata-rata 38% dari sumber acuan primer, dengan tingkat kebaruan 30-55%. Setelah hampir satu dekade pemberlakuan akreditasi bagi jurnal ilmiah nasional, acuan primer yang digunakan pada jurnal ilmiah penelitian pertanian pada tahun 2013 rata-rata 50,5% dengan tingkat kebaruan rujukan pustaka 26,9-56,0%. Angka ini mengindikasikan belum satu pun jurnal ilmiah penelitian pertanian yang memiliki nilai baik, dalam hal ini rujukan pustaka. Upaya peningkatan mutu jurnal ilmiah di lingkup Badan Litbang Pertanian telah dilakukan melalui berbagai cara, antara lain sosialisasi aturan LIPI tentang persyaratan akreditasi jurnal ilmiah hasil penelitian pertanian, workshop karya tulis ilmiah bagi peneliti dan redaksi, dan pertemuan para redaksi jurnal ilmiah penelitian pertanian dengan pokok bahasan peningkatan kualitas jurnal ilmiah dengan nara sumber dari berbagai institusi terkait. Redaksi jurnal ilmiah penelitian pertanian telah dan terus pula berupaya memotivasi peneliti meningkatkan kualitas karya tulis yang dikirimkan, termasuk rujukan pustaka primer yang sesuai dengan aturan LIPI. Peneliti juga diajak berkerja sama dengan pustakawan dalam menelusur bahan pustaka yang diperlukan untuk melengkapi rujukan karya tulis.
Kesimpulan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia telah berupaya meningkatkan kualitas jurnal ilmiah nasional, antara lain melalui akreditasi bagi majalah ilmiah yang ada di Indonesia sejak 2007. Salah satu dari beberapa
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
63
Daftar Pustaka Hermanto. 2004. Kajian kemutakhiran referensi artikel ilmiah pada beberapa jurnal ilmiah penelitian pertanian. Jurnal Perpustakaan Pertanian 13(1):1-6. Hermanto. 2013. Akreditasi jurnal ilmiah semakin ketat: peneliti kurang tanggap? Berita Puslitbangtan No. 53 . hlm. 12. Bogor: Puslitbang Tanaman Pangan. ISO (International Organization for Standardization).1982. ISO 59966-1982 (E). Documentation-Presentation of Scientific and Technical Reports. 22 p. LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). 2011. Pedoman akreditasi majalah ilmiah. Bogor: Pusat Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan Peneliti LIPI. 50 hlm. Muhajan, Z. 2001. Analisis sitiran jurnal pada artikel peneliti BB Litvet dalam Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. Jurnal Perpustakaan Pertanian 26(2):45-53.
64
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
Rifai, M.A. 1997. Pegangan gaya penulisan, penyuntingan, dan penerbitan karya ilmiah Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 180 hlm. Soehardjan, M. 2000. Pengertian tentang mutu karya tulis ilmiah. Jurnal Perpustakaan Pertanian 9(1):18-21. Sumarno. 2008. Peningkatan kinerja peneliti dan mutu publikasi ilmiah pada unit kerja penelitian. Hlm. 5166. Dalam Hermanto dan Sunihardi (Eds.). Prosiding Rapat Kerja 2010: Reformasi Birokrasi dan Diseminasi Hasil Penelitian Tanaman Pangan. Bogor: Puslitbang Tanaman Pangan. Sutardji. 2012. Produktivitas publikasi peneliti Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbiumbian. Jurnal Perpustakaan Pertanian 21(1):23-29. Wilis, J. 2013. Pola rujukan sumber acuan pada Jurnal Penelitian Pertanian terakreditasi. Jurnal Perpustakaan Pertanian 22(2):45-49.
Oleh: MUTHIA NURHAYATI1 Email:
[email protected]
Upaya Memberdayakan Kliping Koran untuk Memenuhi Kebutuhan Informasi Pengguna Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana memberdayakan kliping koran sehingga dapat memenuhi kebutuhan informasi pengguna perpustakaan. Metode yang digunakan adalah studi literatur terhadap beberapa hasil penelitian yang sudah ada mengenai kliping koran. Hasil penelitian menunjukkan langkah-langkah untuk memberdayakan kliping koran adalah dengan mengorganisasi pengelolaannya dengan baik yakni dengan adanya indeksasi agar mudah ditelusur, adanya preservasi, promosi, dan membuat layanan kliping koran secara elektronik. Kesimpulannya, kegiatan kliping koran memiliki manfaat jangka panjang berkaitan dengan adanya informasi yang terkandung di dalamnya, sehingga kegiatan ini harus terus dibina keberadaannya di perpustakaan sebagaimana halnya di perpustakaan bidang zoologi, Pusat Penelitian Biologi-LIPI. Kata kunci: kliping koran, indeksasi, preservasi, promosi, kliping koran elektronik
Pendahuluan Koran sebagai salah satu bentuk dari media massa sudah dikenal lama dan menjadi media informasi yang paling disukai masyarakat umum. Alasan mengapa koran memiliki kedudukan yang kuat menurut Rokade (2015), adalah: good source of knowledge and information which enrich the knowledge of the people; easily available, accessible in several languages and cater to the needs of various sections of society; a newspaper publishes government policies and decisions and its influences which shapes public opinion; in a democratic society the newspaper plays the importantrole for the rights of the people; the newspaper is weapon to raise the voice of society; the analytical reports, discussions
1
and comments of experton various issues enlighten the people; newspapers mirror the public views and provide solution to various social problems; newspapers help to develop reading habits and serves as a means of teaching and learning; the newspapers and clippings are quite useful to students forcompetitive examinations and interview to keep theirgeneral knowledge, and current affairs update; newspaper comprises different tastes and choices readingmaterials for the people of from children to aged personsdaily and prices are affordable to common persons; appreciated for the news about agriculture, research, sports, films, share markets, matrimonial and opportunities etc.; very important means of publicity and advertisement and helpful to the trade and commerce
Pustakawan Pertama Perpustakaan Pusat Penelitian Biologi-LIPI
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
65
development. Sementara itu, menurut Daramola dalam Alabi (2015), koran menyediakan berita yang lebih luas dan beragam daripada media lainnya, dan menyajikannya lebih mendetail daripada radio dan televisi. Perpustakaan di manapun dan apapun jenisnya pasti memiliki koran sebagai salah satu koleksinya, apalagi seperti Perpustakaan Nasional yang ditunjuk pemerintah sebagai deposit setiap terbitan pada suatu negara tentu harus memiliki terbitan serial seperti koran. Efektivitas kegunaan koran bergantung pada manajemen pengelolaan yang efektif terhadap koleksi serial tersebut di perpustakaan. Layanan kliping koran pertama kali ditemukan pada akhir tahun 1800-an di Amerika Serikat, dan pada tahun 1990-an dengan adanya perkembangan internet dan dengan semakin akrabnya masyarakat dengan internet, layanan kliping koran pun mulai tersedia secara elektronik. Meskipun pada era internet, setiap terbitan koran ada versi online-nya, namun pada kenyataannya informasi yang dimuat dalam online dan tercetak terdapat perbedaan bahkan apabila ingin membaca informasi dalam e-paper harus berbayar, karenanya kegiatan mengkliping koran sangatlah berguna, misalnya terkait dengan informasi historis suatu negara yang pernah ada dalam koran tersebut. Dengan kliping koran, informasi yang ada dalam koran sudah sedemikian rupa diorganisasikan agar mudah ditemukan kembali oleh pengguna dalam waktu yang tidak terlalu lama. Kegiatan mengkliping koran bagi sebagian orang adalah kegiatan yang menjemukan karena bersifat rutin dan membosankan, karenanya diperlukan seseorang yang mau dan tekun untuk menjalaninya. Hanya segelintir orang saja yang mau melakukannya atau mungkin tidak ada lagi kegiatan mengkliping koran secara tradisional di perpustakaan di tengah pesatnya perkembangan teknologi. Terkait dengan perkembangan internet, di mana saat ini informasi bisa mudah diperoleh melalui internet bahkan beberapa terbitan serial pun menyediakan versi onlinenya, yang menjadikan kegiatan kliping semakin tidak dilirik lagi. Dengan beberapa alasan, seperti: membuang kertas secara percuma, hasil dari kegiatan kliping hanya akan membebani saja di dalam ruangan perpustakaan, nilainya yang kecil dalam kegiatan fungsional pustakawan, dan alasan lainnya menjadikan kegiatan ini semakin ditinggalkan. Padahal kenyataannya, tidak semua orang nyaman dengan membaca berlama-lama di depan layar monitor sehingga
66
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
masih membutuhkan media tercetaknya apalagi bila informasi tersebut sudah disusun sedemikian rupa berdasarkan subyek yang dibutuhkan. Kegunaan mengkliping koran bagi pustakawan adalah dia akan merasa tertantang karena dia yang mengetahui informasi pertama kali, memilahnya untuk kemudian menyajikannya dengan sebaik mungkin untuk pengguna. Hal ini tentu akan menjadi pahala yang akan terus mengalir baginya, karena berkat kerja kerasnya pengguna bisa mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Bagi lembaga yang menaungi perpustakaan sendiri dalam hal ini Pusat Penelitian Biologi-LIPI ataupun LIPI secara global, dengan adanya kliping terhadap setiap informasi terkait LIPI yang ada di terbitan media cetak akan menjadi bahan yang berguna sebagai bukti apa dan bagaimana lembaga tersebut di masyarakat. Manfaat tersebut bisa menjadi bahan evaluasi lembaga terutama berkaitan dengan era informasi ataupun berkaitan dengan kontribusi dan promosi lembaga. Sedangkan bagi pengguna perpustakaan secara umum, informasi kekinian yang terdapat dalam kliping koran dapat menjadi informasi awal dan praktis bagi pengguna. Perpustakaan bidang zoologi, sejak tahun 2001 mulai melakukan kegiatan pengklipingan informasi yang terdapat pada media tercetak yang dilanggan oleh Pusat Penelitian Biologi-LIPI, yakni: Kompas, Pikiran Rakyat, dan Republika. Kegiatan kliping koran ini dilakukan oleh seorang pustakawan terampil yang berdedikasi tinggi terhadap pekerjaannya. Hingga tahun 2013 berkat ketekunannya, telah menghasilkan puluhan jilid kliping koran berdasarkan subyek bidang zoologi, LIPI, ataupun topik tertentu yang menarik seperti tanaman obat. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk membahas mengenai apa itu kegiatan kliping koran, bagaimana gambaran mengenai kegiatan kliping koran di perpustakaan bidang zoologi, dan langkah-langkah apa yang harus dilakukan untuk memberdayakan kliping koran. Kegiatan Kliping Kliping merupakan kegiatan pengguntingan atau pemotongan bagian-bagian surat kabar maupun majalah, kemudian disusun dengan sistem tertentu dalam berbagai bidang (Lasa, 2006). Tujuan kliping adalah sebagai berikut:
1. Menyimpan dan melestarikan kekayaan intelektual manusia. Hasil pemikiran, budaya, penelitian, dan pengalaman manusia perlu disimpan dan dikembangkan. 2. Menyebarluaskan ide dan gagasan kepada orang lain. Kliping merupakan upaya penyebaran pemikiran, ide, dan pengalaman seseorang kepada orang lain sekaligus merupakan sarana sambung pengertian antara penulis dan pembaca yang kebetulan belum sempat mengikuti buah pikiran penulis yang pernah dimuat dalam suatu surat kabar 3. Merangkum beberapa pemikiran dalam suatu bidang. Dalam kliping itu akan dapat dipelajari kembali beberapa pemikiran para ahli tentang suatu masalah. 4. Memupuk kreativitas. Menggunting dan menempel guntingan koran pada kertas merupakan kegiatan seni dan kreatifitas tersendiri. Bahkan dapat dikatakan bahwa kliping merupakan usaha menyusun surat kabar yang kedua kalinya. Dalam hal ini diperlukan kecermatan dan ketelitian tersendiri dalam mengatur tata letak/lay out penyusunannya. 5. Menunjang pemenuhan informasi tertentu. Hasil kliping bisa mengadopsi kepentingan informasi pembaca yang memerlukan informasi dalam bidang tertentu. Penyusunan Kliping Kertas kliping dapat disusun tegak atau miring. Cara penyusunan ini tergantung pada keinginan penyusunnya dan yang penting adalah konsisten. Adapun cara penyusunan kliping dapat dipilih dari sistem-sistem berikut: 1. Sistem Evixe Sistem ini merupakan sistem penyusunan kliping yang menitikberatkan pada satu judul surat kabar/ majalah yang terbit dalam jangka waktu tertentu secara kronologis. Dalam hal ini subjek yang dikliping terdiri dari berbagai bidang karena sistem ini lebih menitikberatkan pada urutan waktu. Dengan sistem ini pembaca akan lebih mudah menemukan peristiwa penting yang pernah terjadi pada waktu (hari, bulan, tahun) tertentu. 2. Sistem Ordnere Sistem ini merupakan penyusunan artikel atau berita, ulasan, dan lain sebagainya yang terdiri dari satu subjek menjadi satu susunan yang bahannya dari berbagai judul surat kabar. Dalam hal ini yang dipentingkan adalah subjeknya tanpa memperhatikan
judul surat kabar maupun kronologi waktu terbitnya. Sistem ini telah banyak dikenal bahkan dipraktekkan oleh berbagai instansi, perpustakaan, yayasan, atau lembaga pendidikan Teknik tata letak dan cara penyusunan kliping tergantung pada selera, namun demikian, perlu diperhatikan adanya: 1. Kerapian dan keselarasan 2. Penghematan kolom 3. Pemuatan data bibliografis harus lengkap; judul, nama penulis, judul surat kabar, tanggal, hari, bulan, dan tahun 4. Artikel atau berita yang dikliping itu mudah ditemukan kembali Pemberdayaan agar hasil kliping ini lebih optimal pemanfaatannya, maka perlu diperhatikan: 1. Dalam tiap kliping perlu dibuatkan indeks 2. Dikelola oleh tenaga profesional 3. Dipromosikan 4. Direproduksi (bila memungkinkan) Kegiatan Kliping di Perpustakaan Bidang Zoologi Perpustakaan Pusat Penelitian Biologi terbagi atas 3 sesuai dengan bidang penelitiannya yakni: botani, zoologi, dan mikrobiologi. Setiap harinya koran yang dilanggan oleh lembaga disimpan di perpustakaan bidang botani, kemudian oleh salah seorang staf perpustakaan apabila ada artikel yang terkait dengan bidang biologi khususnya zoologi, topik tertentu dan LIPI maka akan dipisahkan untuk kemudian diberikan ke perpustakaan bidang zoologi. Setelah diterima di perpustakaan bidang zoologi, maka koran yang sudah ditandai tersebut akan diolah lebih lanjut. Langkah-langkah pengerjaan kliping oleh salah seorang pustakawan terampil di perpustakaan bidang zoologi, adalah sebagai berikut: 1. Menyiapkan kertas duplikator ukuran HVS. 2. Memberi batas segi empat pada setiap kertas tersebut 3. Menyiapkan peralatan selain kertas, yaitu: lem, cutter, gunting, tisu 4. Menggunting artikel yang diinginkan dari koran dengan rapih. 5. Menempelkan pada kertas duplikator, agar lebih rapih dan menempel dengan baik pada kertas, usaplah dengan tissue. 6. Memberi nomor halaman apabila satu artikel tersebut tidak cukup ditempel pada satu kertas, jangan lupa
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
67
dihekter agar tidak terlepas. 7. Mendaftarkan judul artikel tersebut pada buku induk judul artikel koran. 8. Memfotokopi lembaran kertas yang sudah ada artikelnya. 9. Menempatkan lembaran kertas tersebut sesuai dengan kotak yang disediakan, sedangkan fotokopinya dikumpulkan sedemikian rupa untuk kemudian dijilid sehingga terbentuk kliping koran yang dikelompokkan per-subyek. 10. Mengentri data artikel pada database.
Gambar 5. Contoh Kliping Koran yang Sudah Dijilid (i)
Gambar 2. Penyimpanan Kliping Koran Gambar 6. Contoh Kliping Koran yang Sudah Dijilid (ii)
Gambar 3. Penyimpan Kliping Koran yang Sudah Dijilid Per Subyek
Gambar 7. Contoh Layanan Kliping Koran Berbasis Web di Jawaharlal Nehru University (i)
Gambar 4. Penyimpanan Kliping Koran dalam Rak
68
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
Gambar 8. Contoh Layanan Kliping Koran Berbasis Web di Jawaharlal Nehru University (ii) Langkah-langkah Memberdayakan Kliping Koran Berdasarkan beberapa penelitian yang membahas mengenai kliping koran, dapat disampaikan bahwa langkah-langkah untuk memberdayakan kliping koran adalah sebagai berikut: 1. Dibuatkan indeks kliping koran sebagai sarana temu kembali agar mudah ditelusur juga sebagai alat seleksi informasi yang terdapat dalam kliping. Tanpa adanya indeks yang memadai, pengguna perpustakaan akan mengalami kesulitan dan waktu yang lama dalam pencarian informasi yang tersedia pada kliping koran. Menurut Nwalo dalam Alabi (2015), “In academic, research and ministry libraries, the need for a good newspaper index is very pressing. Users of these libraries constantly refer to newspaper back files and often do so hurriedly. If the user is unable to reach an important newspaper article in preparation for a seminar, for example, the desired information may serve no useful purpose if provided after the seminar.” 2. Preservasi Odogwu dalam Alabi 2015 mengemukakan bahwa“binding and digitization are methods used to preserve newspapers in the National Library of Nigeria. According to him, the bound newspapers are kept in the newspaper room. The room is normally fumigated twice a year to prevent insects, rodents and pests attack”. 3. Mempromosikan layanan kliping koran kepada pengguna melalui berbagai media baik secara tradisional melalui mading misalnya ataupun di era
teknologi informasi ini bisa dilakukan dengan sarana email atau website perpustakaan. 4. Melakukan layanan kliping koran secara elektronik Alasan dari mengalihkan kegiatan kliping koran secara tradisional ke digitalisasi ini adalah: terbatasnya akses pada format tercetak, lemahnya kualitas dari kertas, masalah manajemen koleksi, kemungkinan hilangnya artikel ketika digunakan, terbatasnya ruang penyimpanan koleksi, dan alasan terakhir adalah upaya untuk memenuhi perkembangan teknologi informasi dan kegiatan saat ini yang sudah berjalan secara online misalnya pembelajaran dalam dunia pendidikan. Menurut Matoria (2003), keuntungan dari layanan kliping koran secra elektronik dibandingkan tradisional adalah “instant access of news clippings over the web through a common user interface; global access of news clippings in real time by remote users; access to full-text news supplemented with graphics, charts, tables, etc.; up-to-the-minute updated access to news; dynamic updating of the back-end database from many locations; provision of a high level of search options for news archive retrieval; instant feedback from users; unlimited downloading and printing; and environmentally friendly”. Untuk mengimplementasikan kegiatan ini perpustakaan harus memperhatikan komponenkomponen yang terkait seperti: hardware, software tools, dan web publishing technologies. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan, maka dapat disampaikan kesimpulan dan saran terhadap kegiatan kliping koran adalah: 1. Kliping koran menjadi dokumentasi yang berharga bagi lembaga induk perpustakaan secara khusus karenanya kegiatan ini perlu ditekuni. 2. Perlu adanya staf perpustakaan yang mau mengerjakan kliping koran, entah masih dalam bentuk tradisional, atau juga bisa diselaraskan dengan perkembangan teknologi informasi seperti medianya tidak harus tercetak namun juga dari media online (kliping elektronik), juga cara pengolahan misalnya memakai software yang sesuai dan hasilnya menarik bagi pengguna. 3. Dibuatkan indeks kliping koran yang dapat diandalkan sebagai sarana temu kembali agar mudah ditelusur juga sebagai alat seleksi informasi yang terdapat
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
69
dalam kliping. 4. Perlu adanya upaya preservasi terhadap kliping koran yang sudah ada, agar nilai informasi yang terdapat di dalamnya tetap terjaga. 5. Kegiatan maupun hasil dari kliping koran harus dipromosikan ke pengguna perpustakaan. 6. Terkait dengan perkembangan teknologi informasi maka kegiatan kliping koran ini perlu dilakukan elektronik, agar informasi yang ada pada kliping koran tersebut mudah dan bisa diakses kapanpun di manapun. 7. Administrator perpustakaan harus memastikan bahwa anggaran yang dialokasikan untuk pembelian dan pengelolaan koran dinaikkan. Hal ini akan memungkinkan perpustakaan untuk memperoleh sebanyak mungkin koran yang dibutuhkan dan serelevan mungkin. Pendanaan yang kuat sangat diperlukan dalam mendapatkan peralatan yang terbaik yang dibutuhkan untuk melestarikan koran setidaknya untuk melayani pengguna lama.
8. Apabila dikaitkan dengan dunia bisnis, maka melalui kliping ini, perpustakaan bisa mencari tambahan dana untuk kegiatan perpustakaan melalui transaksi yang menarik biaya terhadap informasi yang diinginkan pengguna di kliping koran. Penutup Tulisan ini dipersembahkan sebagai bukti atas dedikasi seorang Surti Puspita Dewi (almarhumah wafat pada Februari 2014), di mana pada masa kerjanya merupakan seorang pekerja yang ulet, sehingga mampu mencapai tingkat tertinggi sebagai pustakawan terampil. Sedikit demi sedikit lama-lama jadi terkumpul, itulah yang terjadi pada kliping koran yang dikerjakan almarhumah sebagai bukti dalam menjalani karirnya dengan penuh ketekunan dan kegigihan. Dalam jangka waktu 12 tahun telah ada puluhan jilid kliping koran yang dihasilkannya. Beberapa bulan sebelum kepergiannya, beliau masih sempat membuat laporan pekerjaannya sebagai pustakawan, salah satunya adalah laporan mengenai kliping koran yang telah dikerjakannya.
Daftar Pustaka Alabi, S.O.. (2015). Organization and use of newspapers in two Nigerian private university libraries. Els Asia Pacific Journal, 1(2), 18-30. Asiah, J.S.S. (1988). Indeks dan kliping surat kabar di Jakarta. Skripsi Sarjana, Program Studi Ilmu Perpustakaan, Universitas Indonesia, Depok. Gaur, R.C. [et.al.]. (2013). Online newspaper clipping & news sevices for libraries: experiences in indian libraries. Diakses pada 16 Mei 2016. http://library.ifla. org/240/1/153-gaur-en.pdf Lasa, H. (2006). Kliping: penyusunan & pemberdayaannya. Makalah dipresentasikan pada Sarasehan Perpustakaan Alternatif, Yogyakarta, Indonesia. Matoria, R.K. [et.al.] (2003). NewsNIC: a web-based, full-text news clipping service from the national informatics centre library in india. Program: Electronic Library and Information Systems. 37(3), 181-189.
70
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
Oshi, C.A. (1995). Tingkat pemanfaatan kliping suratkabar di Biro Informasi dan Data Centre for Strategic and International Studies. Skripsi Sarjana, Program Studi Ilmu Perpustakaan, Universitas Indonesia, Depok. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya. Rokade, S.M. (2015). Need of e-news clipping service im acdemic libraries of gadchiroli & chandrapur district of maharashtra state: a study. International Journal of Information Dissemination and Technology, 5(3), 157-161. Widiastuti. (2003). Evaluasi jasa layanan kliping elektronik di pusat informasi kompas. Skripsi Sarjana, Program Studi Ilmu Perpustakaan, Universitas Indonesia, Depok.
Lengkapi majalah Media Pustakawan anda dengan mengunduh di: http://pustakawan.perpusnas.go.id/media
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
71
PETUNJUK UNTUK PENULIS Judul Artikel1 (Setiap kata diawali huruf kapital, 14 pt, bold, centered)
Penulis Pertama2, Penulis Kedua3 dan Penulis Ketiga3 (penulis tanpa gelar 12 pt) (kosong satu spasi tunggal, 12 pt)
E-mail:
[email protected] (11 pt, italic) (kosong dua spasi tunggal, 12 pt)
Abstrak (12 pt, bold) (kosong satu spasi tunggal, 12 pt)
Abstrak harus dibuat dalam bahasa Indonesia. Jenis huruf yang digunakan Times New Roman, ukuran 10 pt, spasi tunggal dan rata kiri-kanan. Abstrak sebaiknya meringkas isi yang mencakup latar belakang, tujuan penelitian, metode penelitian (teknik pengumpulan dan analisis data), serta hasil analisis yang disampaikan tidak lebih dari 250 kata. (kosong satu spasi tunggal, 12 pt)
Kata Kunci: maksimum 5 kata kunci (10 pt, italic) (kosong tiga spasi tunggal, 12 pt)
Pendahuluan (12 pt, bold) Naskah ditulis dengan Times New Roman ukuran 12 pt, spasi tunggal dan rata kiri. Naskah ditulis pada kertas ukuran A4 (210 mm x 297 mm) dengan margin atas 3,5 cm, bawah 2,5 cm, kiri dan kanan masing-masing 2 cm. Panjang naskah paling kurang 1000 (seribu) kata. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar. Untuk istilah asing ditulis miring (italic). Judul naskah hendaknya singkat dan informatif serta tidak melebihi 20 kata. Kata kunci ditulis di bawah abstrak untuk mendeskripsikan isi naskah. (kosong satu spasi tunggal, 12 pt)
Penulisan heading dan subheading diawali huruf besar tanpa diberi penomoran. Kata pertama pada setiap awal paragraf menjorok 0.5 inch /1,27 cm. Sistematika penulisan sekurang-kurangnya mencakup Pendahuluan, Metode Penelitian, Analisis dan Interpretasi Data, Kesimpulan dan/atau Diskusi, serta Daftar Pustaka. Sebaiknya penggunaan subheadings dihindari, apabila diperlukan maka gunakan outline numbered yang terdiri dari angka Arab.
Daftar Pustaka (12 pt, bold) (kosong satu spasi tunggal, 12 pt)
Penulisan daftar pustaka mengadopsi format APA (American Psychological Association). Daftar pustaka sebaiknya menggunakan sumber primer (jurnal atau buku). Daftar pustaka diurutkan secara alfabetis berdasarkan nama keluarga/nama belakang pengarang. Secara umum, urutan penulisan daftar pustaka adalah nama pengarang, tanda titik, tahun terbit yang ditulis dalam kurung, tanda titik, judul tulisan, tempat terbit, tanda titik dua/colon, nama penerbit. Paling banyak nama 3 (tiga) orang pengarang yang dituliskan, apabila lebih dari 4 orang digunakan kata dkk. Nama keluarga Tionghoa dan Korea tidak perlu dibalik karena nama keluarga telah terletak di awal. Tahun terbit langsung dicantumkan setelah nama pengarang agar memudahkan penelusuran kemutakhiran bahan acuan. Apabila pengarang yang diacu menulis dua atau lebih tulisan dalam setahun maka pada saat penulisan tahun terbit diberi tanda pemerlain agar tidak membingungkan pembaca tentang tulisan yang diacu, misalnya: Miner (2004a), Miner (2004b).
Makalah pernah dipresentasikan/disampaikan pada acara… (bila ada) 2 Vol. 23 Pustakawan No. 2 TahunMuda 2016 Perpustakaan X 3 Pustakawan Pertama Perpustakaan X 1
72
Contoh penulisan daftar pustaka adalah sebagai berikut: Rujukan dari buku:
Lofland, Lyn. (1999). A World of Strangers: Order and action in urban public space. New York: Basic Books.
Rujukan bab dalam buku:
Markus Hazel Rose, Kitayama Shinobu, Heiman Rachel H. (1996). Culture and basic psychological principles. Dalam E.T. Higginss & A.W. Kruglanski (EDS.), Social psychology: Handbook of basic principles. New York: The Guilford Press.
Rujukan dari dokumen online:
Van Wagner, Kendra. (2006). Guide to APA format. About Psychology. Diakses November 16, 2006 dari http://psychology.about.com/od/apastyle/guide\
Rujukan artikel dalam jurnal:
McCright, Aaron M. & Dunlap, Riley E. (2003). Defeating Kyoto: The concervative movement’s impact on U.S. climate change policy. Social Problems, 50, 348-373.
Rujukan dari jurnal online:
Jenet, B.L. (2006). A meta-analysis on online social behavior. Journal of internet Psychological, 4. Diambil 16 November 2014 from http://www.journalofinternetpsychology.com/archives/ volume4/3924.html
Artikel dari database:
Henriques, Jeffrey B. & Davidson, Richard J. (1991). Left frontal hypoactivation in depression. Journal of Abnormal Psychology, 100, 535-545. Diambil 16 November 2014 dari PsychINFO database
Online Forums, Discussion Lists or Newgroups:
Leptkin, J. L. (2006, November 16). Study tips for psychology students [Msg.11]. Pesan disampaikan dalam http://groups.psychelp.com/forums/messages/48382.html.
Rujukan dari makalah:
Santamaria, J.O. (September 1991). How the 21st century will impact on human resource development (HRD) professional and practitioners in organizations. Makalah dipresentasikan pada International Confrence on Education, Bandung, Indonesia.
Rujukan dari tugas akhir, skripsi, tesis dan disertasi:
Santoso, Guritnaningsih A. (1993). Faktor-faktor sosial-psikologis yang berpengaruh terhadap tindakan orang tua untuk melanjutkan pendidikan anak ke sekolah lanjutan tingkat pertama (Studi lapangan di pedesaan Jawa Barat dengan analisis model persamaan struktural). Disertasi Doktor , Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta.
Rujukan dari laporan penelitian:
Villegas, Martha & Tinsley, Jeanne. (2003). Does education play a role in body image dissastification? Laporan Penelitian, Buena Vista University. Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia. (2006). Survei nasional penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba pada kelompok rumah tangga di Indonesia, 2005. Depok: Pusat Penelitian UI dan Badan Narkotika Nasional.
Rujukan dari ensiklopedia atau kamus:
Sadie, Stanley. (Ed.). (1980). The new Groove dictionary of music and musicians (6th ed., Vols. 1-20). London: Macmillan.
Lampiran Lampiran/Appendices hanya digunakan jika benar-benar sangat diperlukan untuk mendukung naskah, misalnya kuesioner, kutipan undang-undang, transliterasi naskah, transkripsi rekaman yang dianalisis, peta, gambar, tabel/bagian hasil perhitungan analisis, atau rumus-rumus perhitungan. Lampiran diletakkan setelah Daftar Pustaka. Apabila memerlukan lebih dari satu lampiran, hendaknya diberi nomor urut dengan angka Arab. Catatan: 1. Untuk menghindari adanya duplikasi tulisan dan pelanggaran etika keilmiahan, penulis tidak diperkenankan untuk mengirimkan dan mempublikasikan naskah yang sama pada penerbitan jurnal ilmiah yang lain. 2. Mohon cantumkan kutipan dengan jelas, baik di dalam artikel dan terdaftar dalam daftar pustaka. Format kutipan: Nama penulis yang dikutip (tahun publikasi: halaman berapa kata/kalimat yang akan dikutip) - Kutipan tidak langsung: Seperti definisi X menurut Arif (2011:11) adalah sesuatu yang hidup dan berkembang biak di alam Y. - Kutipan langsung: Menurut Sunderland (1979:12): “Pendirian lembaga maupun jurnalnya dapat dilihat sebagai upaya pihak kolonial untuk melanggengkan jajahannya.” 3. Hindari copy paste dari artikel lain, blog pribadi seseorang, Wikipedia, ataupun situs yang tidak jelas, karena tidak bisa dijadikan sebagai rujukan.
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016
73
4.
Untuk gambar dan artikel diberi keterangan dan narasi dalam artikel. Sehingga kelihatan kejelasan dan penjelasannya. Untuk gambar keterangan di bawahnya, sedangkan untuk tabel keterangan ada di atasnya.
Gambar 1. Hasil pencarian publikasi menggunakan scholarometer. Tabel 1. Sumber Data yang digunakan Sumber Buku Dari Columbus untuk Indonesia: 70 tahun tahun Prof Bill Liddle
34
Buku direktori KITLV
316
Buku direktori LIPI
192
Buku direktori UNAIR Press
288
Jurnal Indonesia terbitan Cornell University’s Southeast Asia Program
454
Lipsus Tempo 14-20 November 2011 Total jumlah peneliti yang ditelusur via google scholar 5.
Jumlah
58 1342
Redaksi berhak menolak atau mengembalikan naskah artikel yang tidak memenuhi petunjuk penulisan ini.
STRUKTUR ORGANISASI PP IPI 2015-2018 Ketua Umum Wakil Ketua Umum Ketua I Ketua II Ketua III Sekretaris Jenderal Sekretaris Bendahara Wakil Bendahara
Drs Dedi Junaedi, M.Si. (Perpustakaan Nasional RI) Dr. Zulfikar Zen, MA. (Universitas Indonesia) T. Syamsul Bahri, SH, M.Si. (Perpustakaan Nasional RI) Dra. Woro Titi Haryanti, MA. (Perpustakaan Nasional RI) Drs. Widiyanto, M.Si. (Perpustakaan Nasional RI) Utami B. Haryadi, SS, M.Lib. (Universitas Indonesia) Sukoyo, S.Sos, M.Si. (Perpustakaan Nasional RI) Drs. Joko Budi Santoso (Perpustakaan Nasional RI) Aryani, S.Sos (Perpustakaan Sekretariat Negara RI)
Komisi I (Organisasi dan Keanggotaan) Ketua: Dr. Adin Bondar, S.Sos, M.Si. (Perpustakaan Nasional RI) Anggota: Drs. Fuady Munir, M.Si. (Perpustakaan YARSI) Dra Lies Soelistyowati, M.Si. (Perpustakaan BPPT) Arie Nugraha, S.Hum, M.TI. (Universitas Indonesia) Komisi II (Penerbitan dan Publikasi) Ketua: Drs. Ahmad Masykuri, SS, MM. (Perpustakaan Nasional RI) Anggota: Nurhadisaputra, S.Sos, M.Si. (Perpustakaan Nasional RI) R. Priyo Sularso, SE (Perpustakaan Nasional RI) Ferli Elnumeri, M.Hum. (Perpustakaan Khusus)
SUSUNAN PEMBINA IPI 2015-2018 Ketua : Kepala Perpustakaan Nasional RI Anggota : Drs. Dady P. Rachmananta, MLIS. Anggota : Drs. Supriyanto, M.Si. Anggota : Dra. Sri Sularsih, M.Si. Anggota : Prof. Sulistyo Basuki, Ph.D. Anggota : Dr. Ujang Tholib, MA
Komisi V (Pengabdian Masyarakat dan Pembudayaan Kegemaran Membaca) Ketua: Drs. Agus Sutoyo, M.Si. (Perpustakaan Nasional RI) Anggota: Dra. Dwi Laksito Rini, M.Si (Kementrian Dalam Negeri) Dra. Nani Suryani, M.Si. (Perpustakaan Nasional RI) Dra. Roos Maryati, M.Si. (Kementrian Dalam Negeri)
Komisi III (Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan) Ketua: Drs. Deni Kurniadi, M.Hum. (Perpustakaan Nasional RI) Anggota: Asep Muslih, SH. (Perpustakaan Nasional RI) Sudjono Hardjo Saputro, SIP. (Perpustakaan LIA) Markus Tendean, S.Sos. (Perpustakaan Nasional RI)
Komisi VI Advokasi dan Sertifikasi Ketua: Dra. Titiek Kismiyati, M.Hum. (Perpustakaan Nasional RI) Anggota: Dra Lucya Dhamayanti, M.Hum. (Perpustakaan Nasional RI) Dra. Opong Sumiati, M.Hum. (Perpustakaan Nasional RI) Dra. Arifah Sismita, M.Si. (PDII LIPI) Amrulah Hasbana, S.Ag, SS, MA.
Komisi IV (Usaha Dana) Ketua: Dra. Ofy Sofiana, M.Hum. (Perpustakaan Nasional RI) Anggota: Slamet Sunarto, SH. (Perpustakaan Nasional RI) Robinson Rusdi, SH, MH. (IKAPI)
Staf Sekretariat Ketua: Chaerul Umam, SS. (Perpustakaan Nasional RI) Anggota: Slamet Triyono, S.Sos. (Perpustakaan Nasional RI) Reza Metsya Putra, ST. (Perpustakaan Nasional RI)
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016 Pengukuhan Pengurus Pusat Ikatan Pustakawan Indonesia Periode 2015-2018
75
76
Vol. 23 No. 2 Tahun 2016 Beragam kegiatan menyambut HUT Perpustakaan Nasional RI ke-36