PEMETAAN KLASIFIKASI IKLIM OLDEMAN DAN SCHMIDTH-FERGUSSON SEBAGAI UPAYA PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKLIM DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI SUMATERA UTARA
TESIS
Oleh AYI SUDRAJAT 077004004/PSL
E
K O L A
S
H
S
N
A
PA C
A S A R JA
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
PEMETAAN KLASIFIKASI IKLIM OLDEMAN DAN SCHMIDTH-FERGUSSON SEBAGAI UPAYA PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKLIM DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI SUMATERA UTARA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh AYI SUDRAJAT 077004004/PSL
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
Judul Tesis
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: PEMETAAN KLASIFIKASI IKLIM OLDEMAN DAN SCHMIDTH-FERGUSSON SEBAGAI UPAYA PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKLIM DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI SUMATERA UTARA : Ayi Sudrajat : 077004004 : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS) Ketua
(Dr. Delvian, SP, M.Si) Anggota
(Ir. O.K. Nazaruddin Hisyam, MS) Anggota
Ketua Program Studi
Direktur
(Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH., MS)
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)
Tanggal lulus: 31 Agustus 2009
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
Telah diuji pada Tanggal: 31 Agustus 2009
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua
: Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS
Anggota
: 1. Dr. Delvian, SP, MSi 2. Ir. O.K. Nazaruddin Hisyam, MS 3. Prof. Dr. Erman Munir, MSc 4. Ir. Supriadi, MS
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
ABSTRAK
Adanya pemetaan wilayah klasifikasi iklim di Sumatera Utara dapat membantu semua fihak dalam melakukan kebijakan yang berkaitan dengan iklim. Akan tetapi peta klasifikasi iklim Oldeman Sumatera Utara yang dibuat Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Sampali yang selama ini digunakan merupakan produk lama yang dibuat tahun 1993, tentunya banyak hal yang terjadi selama dasawarsa terakhir ini yang membuat klasifikasi iklim tersebut perlu ditinjau kembali. Sementara Peta klasifikasi iklim Schmidth-Fergusson Sumatera Utara selama ini belum ada, padahal di Sumatera Utara mempunyai potensi sumberdaya alam hutan yang sangat besar yang tentunya klasifikasi iklim yang cocok adalah menggunakan klasifikasi iklim Scmidht-Fergusson yang memang membagi klasifikasi iklim berdasarkan kesesuaian curah hujan untuk tanaman hutan bukan klasifikasi Oldeman yang berdasarkan pada kebutuhan air (curah hujan) tanaman pangan (padi dan palawija). Penelitian ini bertujuan membuat klasifikasi iklim Oldeman Sumatera Utara yang baru. Membuat klasifikasi iklim Schmidth-Fergusson Sumatera Utara dan mengevaluasi penggunannya dalam bidang kehutanan. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan data sekunder yaitu data curah hujan di Sumatera Utara yang didapat dari beberapa instansi terkait (BMKG, PPKS, PU, PTPN). Data yang digunakan sebanyak 265 data, dengan rentang waktu data dari tahun 1970 – 2008. Analisis data untuk menentukan apakah ada perubahan yang terjadi antara data tahun 1970-1993 dengan 1970-2008 digunakan uji statistik beda rata-rata (uji Z) terhadap jumlah bulan basah dan jumlah bulan kering (19701993 dan 1970-2008). Untuk membuat peta klasifikasi iklim Oldeman dan SchmidthFergusson digunakan software arcview gis 3.3. Hasil penelitian menunjukan adanya perbedaan yang sangat nyata antara jumlah bulan basah dan bulan kering pada periode 1970-1993 dengan periode 19702008. Artinya telah terjadi perubahan pola hujan dari rentang waktu 1970-2008 dengan demikian klasifikasi iklim yang dibuat tahun 1993 tidak relevan lagi. Hasil pengolahan data curah hujan 1970-2008 adalah Klasifikasi Oldeman di Sumatera Utara tahun 2009 terdapat 8 klasifikasi (A1, B1, C1, D1, D2, E1, E2, E3). Sedangkan Klasifikasi Schmidth-Fergusson terdapat 5 klasifikasi (A, B, C, D, E). Berdasarkan hasil evaluasi literatur dan hasil overlay peta klasifikasi iklim Oldeman dan Schmidth-Fergusson dengan peta tutupan lahan maka untuk tanaman perkebunan dan kehutanan lebih tepat digunakan klasifikasi iklim Schmidth-Fergusson.
Kata Kunci: Iklim, Klasifikasi, Peta, Pola Hujan.
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
ABSTRACT
The climate classification mapping existence in North Sumatra can help all sides in conducting related to climate policy. However, North Sumatra Oldeman climate classification mapping that was made by Meteorological, Klimatology and Geofisical agency (BMKG) Klimatology Sampali Station which is used is old product that was made in 1993. Of course, there was much matters which develop during this last decade that make climate classification is referred must be revised. Meanwhile, North Sumatra Schmidth-Fergusson climate classification currently there isn’t exist, though in North Sumatra have very big potency of forest nature resources that it is of course compatible climate classification is using Scmidht-Fergusson climate classification that is divide climate classification bases on precipitation compatibility for forest plants nor Oldeman classification that is based on amount of water required (precipitation) of crop (padi and palawija). This Research bent on making the new North Sumatra Oldeman climate classification. Making the North Sumatra Schmidth-Fergusson climate classification and evaluating in its benefit for the forestry. This Research is executed by using seconder data that is precipitation data in North Sumatra that was got from some institutions related (BMKG, PPKS, PU, PTPN). It is using 265 datas during 1970 – 2008. Data Analysis to determine if there is change that happened on data during 1970-1993 and 1970-2008, it is using test of average difference statistic (Z test) to wet month and dry month amount (1970-1993 and 1970-2008). To make a Oldeman climate classification and Schmidth-Fergusson mapping is used arcview gis 3.3 software. Research Result shows that there is real difference between wet month and dry month amount at 1970-1993 and 1970-2008 period. It means there is already happened a change of rain pattern between 1970-2008 so that climate classification that was made in 1993 was irrelevant. The result of precipitation data processing in 1970-2008 are Oldeman classification in north sumatra in 2009 are existed 8 classifications (A1, B1, C1, D1, D2, E1, E2, E3). Whereas Schmidth-Fergusson classification are existed 5 classifications (A, B, C, D, E). Base on result of literature evaluation and overlay between Oldeman climate classification and SchmidthFergusso with farm mapping then for plantation crop and forestry is more precisely used Schmidth-Fergusson climate classification.
Keywords: Climate, Classification, Mapp, Precipitation Pattern.
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
KATA PENGANTAR
Penulis senantiasa bersyukur kepada Allah swt atas selesainya penyusunan tesis ini. Selesainya penyusunan tesis ini merupakan karunia mutlak dari Allah swt melalui kerja keras, bantuan, pengorbanan dan dukungan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis merasa wajib untuk menghaturkan terima kasih secara khusus kepada yang terhormat Ibu Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS, Bapak Dr. Delvian SP, MSi dan Bapak Ir. O.K. Nazaruddin Hisyam, MS yang telah memberikan bimbingan penyusunan tesis ini dengan sangat simpatik, telaten, sabar dan bijaksana. Penulis juga merasa harus mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Direktur Sekolah Pascasarjana USU dan Ketua Program Studi Pengalolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Universitas Sumatera Utara Medan, yang telah berkenan menerima penulis untuk belajar di Program Studi ini.
2.
Kepala Stasiun Klimatologi Sampali, yang telah memberikan dukungan kepada penulis untuk melanjutkan jenjang pendidikan S2.
3.
Istri dan anak-anakku tersayang, Nurhayati, Chinta Maisya Puteri Sudrajat dan Tegar Abhipraya Putera Sudrajat. Mereka telah memberikan dukungan dan pengorbanan total untuk suksesnya penulis dalam menyelesaikan S2 ini.
4.
Rekan-rekan mahasiswa S2 Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan USU dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Sekali lagi penulis mengucapkan terima kasih. Di dalam tesis ini tentu masih banyak terdapat banyak kekurangan, meskipun
telah disusun dengan cermat dan bersumber dari berbagai acuan. Oleh karena itu penulis akan sangat berterima kasih dan sangat bangga apabila pembaca berkenan memberi saran dan koreksi. Saran dan koreksi dapat disampaikan melalui
[email protected].
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
Kendatipun disadari masih banyak kekurangan di dalam tesis ini, penulis tetap berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat.
Medan,
Agustus 2009
Penulis
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung, pada tanggal 13 September 1974. Penulis merupakan anak ke-3 dari 5 bersaudara sebagai putera dari Ayahanda Utom dan Ibunda Tutiarsih. Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis adalah sebagai berikut: 1. Tahun 1982-1988, menempuh pendidikan tingkat dasar di SD Negeri Rancagede II Ciwidey, Kab. Bandung. 2. Tahun 1988-1991, menempuh pendidikan tingkat pertama di SMP Negeri I Ciwidey Kab. Bandung. 3. Tahun 1991-1994, menempuh pendidikan tingkat atas di SMAN Margahayu Bandung. 4. Tahun 1994-1995, menempuh pendidikan D-I Meteorologi di Akademi Meteorologi dan Geofisika Jakarta. 5. Tahun 1998-2003, menempuh pendidikan S1 di Fakultas Pertanian Universitas Medan Area Medan. 6. Tahun 2007, memasuki Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK ............................................................................................................. i ABSTRACT ............................................................................................................ ii KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... v DAFTAR ISI .......................................................................................................... vi DAFTAR TABEL ................................................................................................. viii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xi I. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1 1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1 1.2. Perumusan Masalah .................................................................................... 3 1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 3 1.4. Hipotesis Penelitian .................................................................................... 4 1.4. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 4 II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 5 2.1. Iklim ............................................................................................................ 5 2.2. Klasifikasi Iklim ......................................................................................... 6 2.3. Sistem Informasi Geografis (SIG) ............................................................... 14 III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................... 17 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................... 17 3.2. Bahan dan Alat ............................................................................................ 18 3.3. Metode Pengumpulan Data dan Analisis Data ............................................ 18 3.3.1. Pengumpulan Data ............................................................................. 18 3.3.2. Analisis Data ...................................................................................... 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 22 4.1. Analisis Rata-rata Jumlah Bulan Basah dan Bulan Kering Tahun 1970-1993 dan Tahun 1970-2008 ................................................... 23 4.2. Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman dan Schmidth-Fergusson ................ 25 4.3. Evaluasi Kesesuaian Klasifikasi Iklim Schmidth-Fergusson untuk Bidang Kehutanan ............................................................................ 43 4.4. Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan dengan Memanfaatkan Informasi Sumberdaya Iklim .............................................. 46
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
V. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 57 5.1. Kesimpulan ................................................................................................. 57 5.2. Saran ............................................................................................................ 57 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 59
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
DAFTAR TABEL
No
Judul
Halaman
1. Kriteria Penentuan Tipe Iklim Oldeman .......................................................... 9 2. Zona Agroklimat Oldeman .............................................................................. 10 3. Kriteria Pembagian Tipe Iklim Schmidth-Fergusson (Tabel Q). ...................... 12 4. Zona Agroklimat Schmidth-Fergusson ............................................................ 13 5. Hasil Uji Statistik .............................................................................................. 23 6. Klasifikasi Iklim Oldeman (Tahun 2009) di Masing-masing Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara ................................................................................... 26 7. Klasifikasi Iklim Schmidth-Fergusson di Masing-masing Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara ................................................................................... 27 8. Klasifikasi Iklim Oldeman (Tahun 2009 dan 1993) ........................................ 28 9. Perbedaan Prinsip Dasar Penentuan Klasifikasi Iklim Oldeman dan Schmidth-Fergusson .................................................................................. 44 10. Kriteria Rawan Banjir Berdasarkan Rata-Rata Curah Hujan Bulanan ............. 54 11. Kriterian Rawan Kekeringan Berdasarkan Klasifikasi Iklim Oldeman ............ 54
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
DAFTAR GAMBAR
No
Judul
Halaman
1. Segitiga Oldeman .............................................................................................. 10 2. Diagram Segitiga Schmidth-Fergusson ............................................................ 13 3. Peta Lokasi Penelitian ....................................................................................... 17 4. Peta Lokasi Sebaran Data Penelitian................................................................. 22 5. Peta Klasifikasi Iklim Oldeman Tahun 2009 .................................................... 26 6. Peta Klasifikasi Iklim Schmidth-Fergusson ...................................................... 27 7. Peta Klasifikasi Oldeman Tahun 1993 .............................................................. 29 8. Grafik (Histogram) Rataan Curah Hujan pada Klasifikasi Oldeman Tipe A1 . 30 9. Grafik (Histogram) Rataan Curah Hujan pada Klasifikasi Oldeman Tipe B1 . 31 10. Grafik (Histogram) Rataan Curah Hujan pada Klasifikasi Oldeman Tipe C1 . 32 11. Grafik (Histogram) Rataan Curah Hujan pada Klasifikasi Oldeman Tipe D1 . 33 12. Grafik (Histogram) Rataan Curah Hujan pada Klasifikasi Oldeman Tipe D2 . 34 13. Grafik (Histogram) Rataan Curah Hujan pada Klasifikasi Oldeman Tipe E1 .. 35 14. Grafik (Histogram) Rataan Curah Hujan pada Klasifikasi Oldeman Tipe E2 .. 36 15. Grafik (Histogram) Rataan Curah Hujan pada Klasifikasi Oldeman Tipe E3 .. 37 16. Grafik (Histogram) Rataan Curah Hujan pada Klasifikasi Schmidth-Fergusson Tipe A ............................................................................. 38 17. Grafik (Histogram) Rataan Curah Hujan pada Klasifikasi Schmidth-Fergusson Tipe B.............................................................................. 39
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
18. Grafik (Histogram) Rataan Curah Hujan pada Klasifikasi Schmidth-Fergusson Tipe C.............................................................................. 40 19. Grafik (Histogram) Rataan Curah Hujan pada Klasifikasi Schmidth-Fergusson Tipe D ............................................................................. 41 20. Grafik (Histogram) Rataan Curah Hujan pada Klasifikasi Schmidth-Fergusson Tipe E .............................................................................. 42 21. Peta Overlay Tutupan Lahan Dengan Peta Klasifikasi Iklim Schmidth-Fergusson .......................................................................................... 44 22. Peta Overlay Tutupan Lahan dengan Peta Klasifikasi Iklim Oldeman............. 45 23. Peta Wilayah Iklim (Curah Hujan) yang Sesuai untuk Tanaman Padi (Oryza sativa) ............................................................................ 48 24. Peta Wilayah Iklim (Curah Hujan) yang Sesuai untuk Karet (Ficus Elastica). 50 25. Peta Wilayah Iklim (Curah Hujan) yang Sesuai untuk Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis) ................................................................................. 52 26. Peta Tingkat Kerawanan Terjadi Banjir Berdasarkan Rata-Rata Jumlah Curah Hujan Bulanan ........................................................................................ 55 27. Peta Tingkat Kerawanan Terjadi Kekeringan Berdasarkan Rata-Rata Jumlah Curah Hujan Bulanan ........................................................................................ 55
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
DAFTAR LAMPIRAN
No
Judul
Halaman
1. Peta Klasifikasi Iklim Oldeman Tahun 1993 ...................................................... 62 2. Peta Klasifikasi Iklim Oldeman Tahun 2009 ...................................................... 63 3. Peta Klasifikasi Iklim Schmidth-Fergusson ........................................................ 64 4. Daftar Stasiun (Pos Hujan) yang Menjadi Data Penelitian ................................. 65
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Sumberdaya alam ialah semua kekayaan bumi, baik biotik (tumbuhan,
hewan) maupun abiotik (iklim, air, tanah, bahan tambang) yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan kesejahteraan manusia. Alam pada dasarnya mempunyai sifat yang beranekaragam namun serasi dan seimbang. Di Indonesia, pemanfaatan informasi iklim dalam berbagai sektor masih sangat sedikit. Masih terdapat kesalahan persepsi di masyarakat umum bahwa iklim merupakan fenomena alam pembawa bencana dan penghambat kegiatan. Dewasa ini, para peneliti iklim percaya bahwa sudah selayaknya merubah paradigma ini, iklim yang semula dianggap sebagai “penyebab bencana” menjadi iklim sebagai potensi sumberdaya alam. Untuk meningkatkan pemanfaatan sumberdaya alam iklim ini, kendala yang terbesar adalah kesediaan informasi iklim yang akurat, tepat waktu, bersifat khusus dan mudah dipahami oleh pengguna di berbagai sektor (Anonimus, 2008). Perubahan iklim yang terjadi akibat fenomena pemanasan global menyebabkan terjadinya perubahan iklim dan siklus hidrologi. Di Indonesia dampak perubahan iklim yang dapat dirasakan saat ini semakin keringnya musim kemarau dan intensitas banjir yang semakin tinggi di musim hujan. Tindakan mitigasi bencana tersebut memerlukan informasi kondisi iklim yang ada sebagai dasar acuan, sementara itu peta sumberdaya iklim saat ini umumnya menggunakan data sebelum
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
tahun 1970. Kehandalan peta-peta tersebut perlu diperbaharui dengan seri data yang aktual. Lebih jauh pengambil kebijakan dan perencana serta pelaksana lapangan di sektor pertanian dan sektor terkait lainnya dapat menyusun strategi menyeluruh sesuai dengan kondisi iklim terkini. Beberapa sistem klasifikasi iklim yang sampai sekarang masih digunakan antara lain: Sistem Klasifikasi Koppen, Sistem Klasifikasi Mohr, Sistem Klasifikasi Schmidt-Ferguson, Sistem Klasifikasi Oldeman dan Sistem Klasifikasi Iklim Thorntwaite. Klasifikasi dari Mohr, Schmidt-Ferguson dan Koppen klasifikasinya sesuai bagi iklim yang berlaku di Indonesia. Sedangkan klasifikasi Oldeman dan Thorntwaite berlaku umum, yang sesuai untuk iklim dunia termasuk di Indonesia (Kartasapoetra, 2004). Di Indonesia pada umumnya menggunakan klasifikasi iklim Oldeman dan Schmidth-fergusson, sedangkan di Sumatera Utara selama ini menggunakan Sistim Klasifikasi Iklim Oldeman. Adanya pemetaan wilayah klasifikasi iklim di Sumatera Utara dapat membantu semua pihak dalam melakukan kebijakan yang berkaitan dengan iklim. Akan tetapi peta klasifikasi iklim Oldeman Sumatera Utara yang dibuat Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Sampali yang selama ini digunakan merupakan produk lama yang dibuat tahun 1993, tentunya banyak hal yang terjadi selama dasawarsa terakhir ini yang membuat klasifikasi iklim tersebut perlu ditinjau kembali. Peta klasifikasi iklim Schmidth-Fergusson Sumatera Utara selama ini belum ada, padahal di Sumatera Utara mempunyai potensi sumberdaya alam hutan yang
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
sangat besar. Klasifikasi iklim yang cocok untuk hutan dan perkebunan adalah klasifikasi iklim Scmidht-Fergusson yang memang membagi tipe iklim berdasarkan kesesuaian curah hujan untuk tanaman perkebunan dan hutan. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian pemetaan klasifikasi iklim oldeman dan Schmidth-Fergusson sebagai upaya pemanfaatan sumberdaya iklim dalam pengelolaan sumberdaya alam di Sumatera Utara.
1.2.
Perumusan Masalah Perumusan masalah yang berkaitan dengan pemetaan klasifikasi iklim dalam
penelitian ini yaitu: a.
Bagaimana klasifikasi iklim Oldeman di Sumatera Utara berdasarkan data yang terbaru.
b.
Bagaimana klasifikasi iklim Schmidth-Fergusson dan kaitannya dengan penggunaannya dalam bidang kehutanan di Sumatera Utara.
1.3.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah:
a.
Membuat klasifikasi iklim Oldeman Sumatera Utara yang baru.
b.
Membuat
klasifikasi
iklim
Schmidth-Fergusson
Sumatera
Utara
dan
mengevaluasi penggunaannya dalam bidang kehutanan.
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
1.4.
Hipotesis Penelitian Dari uraian latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka penulis
merumuskan beberapa hipotesis yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu: a.
Klasifikasi iklim Oldeman yang digunakan saat ini di Sumatera Utara tidak sesuai lagi berdasarkan data iklim yang terbaru (1970-2008).
b.
Dalam bidang kehutanan klasifikasi iklim Schmidth-Fergusson lebih cocok dibandingkan dengan klasifikasi iklim Oldeman.
1.5.
Manfaat Penelitian Dengan adanya hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut: 1.
Adanya peta klasifikasi iklim Oldeman yang baru dan peta klasifikasi iklim Schmidth-Fergusson.
2.
Bagi Pengambil kebijakan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun rencana pembangunan di Sumatera Utara.
3.
Menambah khasanah ilmu pengetahuan.
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Iklim Klimatologi berasal dari bahasa Yunani, klima dan logos yang masing-
masing berarti kemiringan (“slope”) yang diarahkan ke lintang tempat sedangkan logos sendiri berarti Ilmu. Jadi definisi klimatologi adalah ilmu yang mencari gambaran dan penjelasan sifat iklim, mengapa iklim di berbagai tempat di bumi berbeda, dan bagaimana kaitan antara iklim dengan aktivitas manusia. Klimatologi memerlukan interpretasi dari data-data yang banyak sehingga memerlukan statistik dalam pengerjaannya, orang-orang sering juga mengatakan klimatologi sebagai meteorologi statistik (Bayong, 2004). Iklim dinyatakan sebagai rata-rata keadaan cuaca dalam jangka waktu yang cukup lama, diperlukan kegiatan penelitian lebih banyak yang lebih dari sekedar kumpulan data statistik yang mungkin diliputi oleh perkataan “rata-rata”. Data statistik memang penting, akan tetapi hanya merupakan bahan mentah dengan pengertian harus mendapat pengolahan yang lebih lanjut agar benar-benar dapat mendekati kondisi yang sebenarnya. Semuanya merupakan suatu pemeriksaan eksperimental dalam suatu rangkaian yang terus menerus pada akhirnya akan timbul suatu gambaran mengenai kondisi iklim tersebut. Iklim merupakan kebiasaan alam yang digerakkan oleh gabungan beberapa unsur. Unsur-unsur cuaca dan iklim antara lain: radiasi matahari, suhu udara, kelembaban udara, awan dan presipitasi (hujan), evaporasi (penguapan), tekanan udara, angin (Kartaspoetra, 2004).
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
2.2.
Klasifikasi Iklim Unsur-unsur iklim yang menunjukkan pola keragaman yang jelas merupakan
dasar dalam melakukan klasifikasi iklim. Unsur iklim yang sering dipakai adalah suhu dan curah hujan (presipitasi). Klasifikasi iklim umumnya sangat spesifik yang didasarkan atas tujuan penggunaannya, misalnya untuk pertanian, penerbangan atau kelautan. Pengklasifikasian iklim yang spesifik tetap menggunakan data unsur iklim sebagai landasannya, tetapi hanya memilih data unsur-unsur iklim yang berhubungan dan secara langsung mempengaruhi aktivitas atau objek dalam bidangbidang tersebut (Lakitan, 2002). Thornthwaite (1933) dalam Bayong (2004) menyatakan bahwa tujuan klasifikasi iklim adalah menetapkan pembagian ringkas jenis iklim ditinjau dari segi unsur yang benar-benar aktif terutama presipitasi dan suhu. Unsur lain seperti angin, sinar matahari, atau perubahan tekanan ada kemungkinan merupakan unsur aktif untuk tujuan khusus. Indonesia adalah negara yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, oleh sebab itu pengklasifikasian iklim di Indonesia sering ditekankan pada pemanfaatannya dalam kegiatan budidaya pertanian. Pada daerah tropik suhu udara jarang menjadi faktor pembatas kegiatan produksi pertanian, sedangkan ketersediaan air merupakan faktor yang paling menentukan dalam kegiatan budidaya pertanian khususnya budidaya padi (As-Syakur, 2007). Variasi suhu di kepulauan Indonesia tergantung pada ketinggian tempat (altitude/elevasi), suhu udara akan semakin rendah seiring dengan semakin
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
tingginya ketinggian tempat dari permukaan laut. Suhu menurun sekitar 0.6 oC setiap 100 meter kenaikan ketinggian tempat. Keberadaan lautan disekitar kepulauan Indonesia ikut berperan dalam menekan gejolak perubahan suhu udara yang mungkin timbul (Lakitan, 2002). Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik menurut waktu maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian secara umum. Oleh karena itu klasifikasi iklim untuk wilayah Indonesia (Asia Tenggara umumnya) seluruhnya dikembangkan dengan menggunakan curah hujan sebagai kriteria utama (Lakitan, 2002). Bayong (2004) mengungkapkan bahwa dengan adanya hubungan sistematik antara unsur iklim dengan pola tanam dunia telah melahirkan pemahaman baru tentang klasifikasi iklim, di mana dengan adanya korelasi antara tanaman dan unsur suhu atau presipitasi menyebabkan indeks suhu atau presipitasi dipakai sebagai kriteria dalam pengklasifikasian iklim. Beberapa sistem klasifikasi iklim yang sampai sekarang masih digunakan dan pernah digunakan di Indonesia antara lain adalah: a.
Sistem Klasifikasi Oldeman Klasifikasi iklim yang dilakukan oleh Oldeman didasarkan kepada jumlah
kebutuhan air oleh tanaman, terutama pada tanaman padi. Penyusunan tipe iklimnya berdasarkan jumlah bulan basah yang berlangsung secara berturut-turut. Oldeman et al. (1980) mengungkapkan bahwa kebutuhan air untuk tanaman padi adalah 150 mm per bulan, sedangkan untuk tanaman palawija adalah 70
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
mm/bulan. Dengan asumsi bahwa peluang terjadinya hujan yang sama adalah 75%, maka untuk mencukupi kebutuhan air tanaman padi 150 mm/bulan diperlukan curah hujan sebesar 220 mm/bulan, untuk mencukupi kebutuhan air untuk tanaman palawija diperlukan curah hujan sebesar 120 mm/bulan. Maka menurut Oldeman suatu bulan dikatakan bulan basah apabila mempunyai curah hujan bulanan lebih besar dari 200 mm dan dikatakan bulan kering apabila curah hujan bulanan lebih kecil dari 100 mm. Lamanya periode pertumbuhan padi terutama ditentukan oleh jenis/varietas yang digunakan, sehingga periode 5 bulan basah berurutan dalam satu tahun dipandang optimal untuk satu kali tanam. Jika lebih dari 9 bulan basah maka petani dapat melakukan 2 kali masa tanam. Jika kurang dari 3 bulan basah berurutan, maka tidak dapat membudidayakan padi tanpa irigasi tambahan (Bayong, 2004). Oldeman et al, (1980) membagi lima zona iklim dan lima sub zona iklim. Zona iklim merupakan pembagian dari banyaknya jumlah bulan basah berturut-turut yang terjadi dalam setahun, sedangkan sub zona iklim merupakan banyaknya jumlah bulan kering berturut-turut dalam setahun. Pemberian nama Zone iklim berdasarkan huruf yaitu zone A, zone B, zone C, zone D dan zone E, sedangkan pemberian nama sub zone berdasarkan angka yaitu sub 1, sub 2, sub 3 sub 4 dan sub 5. Zone A dapat ditanami padi terus menerus sepanjang tahun. Zone B hanya dapat ditanami padi 2 periode dalam setahun. Zone C, dapat ditanami padi 2 kali panen dalam setahun, di mana penanaman padi yang jatuh saat curah hujan di
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
bawah 200 mm per bulan dilakukan dengan sistem gogo rancah. Zone D, hanya dapat ditanami padi satu kali masa tanam. Zone E, penanaman padi tidak dianjurkan tanpa adanya irigasi yang baik (Oldeman et al., 1980). Penentuan tipe iklim Oldeman dapat dilihat pada Tabel 1 dan segitiga Oldeman pada Gambar 1, sedangkan penentuan zona agroklimat Oldeman dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 1. Kriteria Penentuan Tipe Iklim Oldeman Zone A
B
C
D
E
Klasifikasi A1 A2 B1 B2 B3 C1 C2 C3 C4 D1 D2 D3 D4 E1 E2 E3 E4 E5
Bulan Basah Bulan Kering 10-12 Bulan 0-1 Bulan 10-12 Bulan 2 Bulan 7-9 Bulan 0-1 Bulan 7-9 Bulan 2-3 Bulan 7-9 Bulan 4-5 Bulan 5-6 Bulan 0-1 Bulan 5-6 Bulan 2-3 Bulan 5-6 Bulan 4-6 Bulan 5 Bulan 7 Bulan 3-4 Bulan 0-1 Bulan 3-4 Bulan 2-3 Bulan 3-4 Bulan 4-6 Bulan 3-4 Bulan 7-9 Bulan 0-2 Bulan 0-1 Bulan 0-2 Bulan 2-3 Bulan 0-2 Bulan 4-6 Bulan 0-2 Bulan 7-9 Bulan 0-2 Bulan 10-12 Bulan
Sumber: (Oldeman et al., 1980)
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
Sumber: (Oldeman et al., 1980) Gambar 1. Segitiga Oldeman Tabel 2. Zona Agroklimat Oldeman Tipe Iklim
Penjabaran
A
Sesuai untuk padi terus menerus tetapi produksi kurang karena fluks radiasi matahari sepanjang tahun rendah. Sesuai untuk padi terus menerus dengan perencanaan awal musim yang baik. Dapat tanam padi dua kali setahun dengan varietas umur pendek dan musim kering yang pendek cukup untuk palawija.
B1 B2-B3 C1 C2-C4 D1 D2-D4 E
Dapat tanam padi sekali dan palawija dua kali setahun. Setahun hanya dapat tanam padi satu kali dan penanaman palawija jangan tanam di musim kering. Tanam padi umur pendek satu kali dan palawija cukup. Hanya mungkin tanam padi sekali dan palawija sekali. Perlu adanya irigasi. Satu kali menanam tanam palawija.
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
b. Sistem Klasifikasi Schmidth-Fergusson Sistem iklim ini sangat terkenal di Indonesia. Menurut Irianto et al, (2000) penyusunan peta iklim menurut klasifikasi Schmidth-Fergusson lebih banyak digunakan untuk iklim hutan. Pengklasifikasian iklim menurut Schmidth-Fergusson ini didasarkan pada nisbah bulan basah dan bulan kering seperti kriteria bulan basah dan bulan kering klasifikasi iklim Mohr. Menurut As-Syakur (2008) pencarian ratarata bulan kering atau bulan basah dalam klasifikasi iklim Schmidth-Fergusson dilakukan dengan membandingkan jumlah/frekwensi bulan kering atau bulan basah selama tahun pengamatan dengan banyaknya tahun pengamatan. Klasifikasi Iklim menurut Schmidth-Fergusson (1951) didasarkan kepada perbandingan antara Bulan Kering (BK) dan Bulan Basah (BB). Ketentuan penetapan bulan basah dan bulan kering mengikuti aturan sebagai berikut: Bulan Kering Bulan Basah Bulan Lembab
: bulan dengan curah hujan lebih kecil dari 60 mm : bulan dengan curah hujan lebih besar dari 100 mm : bulan dengan curah hujan antara 60 – 100 mm.
Bulan Lembab (BL) tidak dimasukkan dalam rumus penentuan tipe curah hujan yang dinyatakan dalam nilai Q, yang dihitung dengan persamaan berikut: Rata-rata jumlah BK Q = ----------------------------- x 100 % Rata-rata jumlah BB Rata-rata jumlah bulan basah adalah banyaknya bulan basah dari seluruh data pengamatan dibagi jumlah tahun data pengamatan, demikian pula rata-rata
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
jumlah bulan kering adalah banyaknya bulan kering dari seluruh data pengamatan dibagi jumlah tahun data pengamatan. Berdasarkan besarnya nilai Q ini selanjutnya ditentukan tipe curah hujan suatu tempat atau daerah dengan menggunakan Tabel Q atau diagram segitiga kriteria klasifikasi tipe iklim menurut Schmidth-Fergusson, seperti terlihat pada Tabel 3 dan Gambar 2, untuk zone agroklimatnya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 3. Kriteria Pembagian Tipe Iklim Schmidth-Fergusson (Tabel Q) Tipe Iklim A (Sangat Basah) B (Basah) C (Agak Basah) D (Sedang) E (Agak Kering) F (Kering) G (Sangat Kering) H (Luar Biasa Kering)
Kriteria 0 ≤ Q < 0,143 0,143 ≤ Q < 0,333 0,333 ≤ Q < 0,600 0,600 ≤ Q < 1,000 1,000 ≤ Q < 1,670 1,670 ≤ Q < 3,000 3,000 ≤ Q < 7,000 7,000 ≤ Q
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
Gambar 2. Diagram Segitiga Schmidth-Fergusson Tabel 4. Zona Agroklimat Schmidth-Fergusson Tipe Iklim Schmidth-Fergusson
Zona Agroklimat
A
Hutan hujan tropis
B
Hutan hujan tropis
C
Hutan dengan jenis tanaman yang mampu menggugurkan daunnya di musim kemarau
D
Hutan musim
E
Hutan savana
F
Hutan savana
G
Padang ilalang
H
Padang ilalang
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
2.3.
Sistem Informasi Geografis (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) atau Geographic Information System
(GIS) adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi atau dengan kata lain suatu SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk menangani data yang bereferensi keruangan (spasial) bersamaan dengan seperangkat operasi kerja (Barus dan Wiradisastra, 2000). Di samping itu, SIG juga dapat menggabungkan data, mengatur data dan melakukan analisis data yang akhirnya akan menghasilkan keluaran yang dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan pada masalah yang berhubungan dengan geografi (As-Syakur, 2008). Sistem Informasi Geografis dibagi menjadi dua kelompok yaitu sistem manual (analog), dan sistem otomatis (yang berbasis digital komputer). Perbedaan yang paling mendasar terletak pada cara pengelolaannya. Sistem Informasi manual biasanya menggabungkan beberapa data seperti peta, lembar transparansi untuk tumpang susun (overlay), foto udara, laporan statistik dan laporan survey lapangan. Kesemua data tersebut dikompilasi dan dianalisis secara manual dengan alat tanpa komputer, sedangkan Sistem Informasi Geografis otomatis telah menggunakan komputer sebagai sistem pengolah data melalui proses digitasi. Sumber data digital dapat berupa citra satelit atau foto udara digital serta foto udara yang terdigitasi (AsSyakur, 2008). Tujuan pokok dari pemanfaatan Sistem Informasi Geografis adalah untuk mempermudah mendapatkan informasi yang telah diolah dan tersimpan sebagai
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
atribut suatu lokasi atau obyek. Ciri utama data yang bisa dimanfaatkan dalam Sistem Informasi Geografis adalah data yang telah terikat dengan lokasi dan merupakan data dasar yang belum dispesifikasi (As-Syakur, 2008). Data-data yang diolah dalam SIG pada dasarnya terdiri dari data spasial dan data atribut dalam bentuk digital, dengan demikian analisis yang dapat digunakan adalah analisis spasial dan analisis atribut. Data spasial merupakan data yang berkaitan dengan lokasi keruangan yang umumnya berbentuk peta. Sedangkan data atribut merupakan data tabel yang berfungsi menjelaskan keberadaan berbagai objek sebagai data spasial. Penyajian data spasial mempunyai tiga cara dasar yaitu dalam bentuk titik, bentuk garis dan bentuk area (polygon). Titik merupakan kenampakan tunggal dari sepasang koordinat x, y yang menunjukkan lokasi suatu obyek berupa ketinggian, lokasi kota, lokasi pengambilan sampel dan lain-lain. Garis merupakan sekumpulan titik-titik yang membentuk suatu kenampakan memanjang seperti sungai, jalan, kontur dan lain-lain. Sedangkan area adalah kenampakan yang dibatasi oleh suatu garis yang membentuk suatu ruang homogen, misalnya: batas daerah, batas penggunaan lahan, pulau dan lain sebagainya (As-Syakur, 2008). Struktur data spasial dibagi dua yaitu model data raster dan model data vektor. Data raster adalah data yang disimpan dalam bentuk kotak segi empat (grid)/sel sehingga terbentuk suatu ruang yang teratur. Data vektor adalah data yang direkam dalam bentuk koordinat titik yang menampilkan, menempatkan dan menyimpan data spasial dengan menggunakan titik, garis atau area (polygon).
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
Bentuk produk suatu SIG dapat bervariasi baik dalam hal kualitas, keakuratan dan kemudahan pemakainya. Hasil ini dapat dibuat dalam bentuk peta-peta, tabel angkaangka:
teks
di atas kertas atau media lain (hard copy), atau dalam cetak lunak (seperti file elektronik) (Barus dan Wiradisastra, 2000).
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah Provinsi Sumatera Utara yang terletak
diantara 1-4° Lintang Utara dan 98-100° Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi Sumatera Utara mencapai 71.680,68 km2 atau 3,72% dari luas Wilayah Republik Indonesia, Provinsi Sumatera Utara memiliki 162 pulau, yaitu 6 pulau di Pantai Timur dan 156 pulau di Pantai Barat (BPS, 2007). Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret 2009 sampai dengan bulan Mei 2009.
Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
3.2.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data curah hujan yang
memiliki rentang minimal 10 tahun dari 265 stasiun penakar hujan yang tersebar di seluruh wilayah Sumatera Utara, peta topografi Sumatera Utara (1: 250000), literatur yang relevan (buku, jurnal). Alat yang digunakan adalah: Komputer (Hardware), Arcview 3.3, MS Word 2007, MS. Excel 2007 (Software), GPS.
3.3.
Metode Pengumpulan Data dan Analisis Data
3.3.1. Pengumpulan Data Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan dua cara yaitu: a. Mengambil data curah hujan sebagai bahan pembuatan klasifikasi Oldeman yang lama yaitu periode tahun 1970-1993. b. Mengambil data curah hujan periode tahun 1970-2008. Data yang digunakan sebanyak 265 data yang berasal dari pos pengamatan curah hujan yang tersebar di seluruh Wilayah Sumatera Utara dari instansi terkait yaitu Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit), Dinas Pertanian, Pekerjaan Umum (PU) Pengairan, Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN), Perseroan Terbatas Perkebunan Swasta (PTPS). Data yang lain yaitu data informasi geografis Sumatera Utara diambil dari peta rupa bumi Sumatera Utara skala 1: 250000 dari Bakosurtanal Jakarta.
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
3.3.2. Analisis Data Untuk membuktikan hipotesis yang pertama maka digunakan uji statistik beda rata-rata dengan rumus sebagai berikut: H0
: µ1 = µ2
H1
: µ1 ≠ µ2 Z hitung =
(Sudjana, 2002) Kriteria pengujian adalah: tolak H0 jika – z tabel ≤ z hitung ≤ z tabel dengan derajat kebebasan (dk) = (n1+n2-2) dan peluang (1-α), di mana: : rata-rata jumlah bulan basah/kering tahun 1970-2008 : rata-rata jumlah bulan basah/kering tahun 1970-1993 n
: besar sampel
S
: simpangan baku
n1
: jumlah data bulan basah/kering tahun 1970-2008
n2
: jumlah data bulan basah/kering tahun 1970-1993
S1
: besarnya varians data rata-rata bulan basah/kering tahun 1970-2008
S2
: besarnya varians data rata-rata bulan basah/kering tahun 1970-1993 Untuk menjawab hipotesis yang kedua digunakan cara studi literatur
mengenai prinsip dasar dalam penentuan masing-masing klasifikasi dan
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
mengoverlaykan masing-masing peta (Oldeman dan Schmidth-Fergusson) dengan peta tutupan lahan. Untuk memetakan klasifikasi iklim dan zona agroklimat masing-masing metode (Oldeman dan Scmidth-Fergusson) dianalisis dengan menggunakan software ArcView GIS. Data-data yang digunakan yaitu data pos penakar curah hujan yang berisi data atribut koordinat lintang dan bujur serta nilai Q (SchmidthFergusson) masing-masing titik, jumlah bulan basah dan bulan kering (Oldeman), serta peta digital wilayah Sumatera Utara sebagai batasan analisis. Tahapan berikutnya adalah merubah data koordinat tabel dalam format *.xls menjadi format *.dbf dengan menggunakan mikrosoft excel, dengan menggunakan software arcview data point *.dbf dirubah kedalam bentuk *.shp dengan terlebih dahulu menyiapkan peta dasar Sumatera Utara. Kemudian untuk melakukan analisis pemetaan data ini digunakan extension spasial analyst, avswatx. Setelah data atribut menjadi *.shp dan peta batas administrasinya Sumatera Utara disiapkan serta extension spasial analystnya aktif, maka langkah selanjutnya adalah melakukan interpolasi titik penakar curah hujan melalui menu surface-interpolate grid. Setelah itu akan muncul hasil dengan klasifikasi nilai Q (SchmidthFergusson) secara beraturan lalu sesuaikan dengan urutan klasifikasi nilai Q dalam tabel Q Schmidth-Fergusson (Tabel 3 di halaman 12 dan Tabel 4 di halaman 13). Untuk klasifikasi Oldeman dilakukan metode tumpang tindih (overlay) dari peta bulan kering berturut-turut (Januari-Desember) dengan peta bulan basah berturut-
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
turut sehingga mendapatkan satu peta, lalu sesuaikan dengan kriteria klasifikasi Oldeman (Tabel 1 di halaman 9 dan Tabel 2 di halaman 10).
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk menjelaskan posisi 265 data yang digunakan bisa dilihat pada Gambar 4 berikut ini (Objek data penelitian terdapat pada Lampiran 4).
Gambar 4. Peta Lokasi Sebaran Data Penelitian Berdasarkan peta sebaran data pada Gambar 4 terlihat bahwa ada ketidak seimbangan sebaran data antara tiap wilayah. Sebaran data di wilayah pantai timur terlihat lebih rapat, sementara di wilayah pegunungan dan pantai barat sebarannya sudah berkurang kerapatannya. Hal tersebut tentunya bisa mempengaruhi keakuratan hasil pemetaan ini. Menurut Wiesner (1970) dalam Handoko (1993) kerapatan
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
stasiun penakar hujan rata-rata di daerah tropik 14 km2/stasiun, jadi untuk Sumatera Utara yang luasnya 71.680,68 km2 idealnya memiliki stasiun penakar hujan sebanyak 5120 penakar.
4.1.
Analisis Rata-Rata Jumlah Bulan Basah dan Bulan Kering Tahun 19701993 dan Tahun 1970-2008 Berdasarkan hasil uji statistik beda rata-rata Bulan Basah dan Bulan Kering
pada 265 data dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil Uji Statistik Variabel Z- hitung Bulan Basah 0,01602 Bulan Kering 1,55756 ** = Berbeda nyata
Z-tabel -1,95996 1,95996 -1,95996 1,95996
α 0.05
Keterangan ** **
Berdasarkan Tabel 5 dapat kita lihat bahwa pada Bulan Basah terjadi perbedaan yang nyata. Hal tersebut ditunjukan pada nilai Z-hitung Bulan Basah (0,01602) lebih kecil dari pada Z-tabel (1,95996), dengan menggunakan kaidah yang digunakan dalam uji statistik (uji Z) maka Ho ditolak, artinya tidak sama antara Bulan Basah dari data Curah Hujan tahun 1970-1993 dengan Bulan Basah dari data Curah Hujan tahun 1970-2008. Demikian juga untuk Bulan Kering terjadi perbedaan yang nyata. Hal tersebut ditunjukkan pada nilai Z-hitung Bulan Kering (1,55756) lebih kecil dari pada Z-tabel (1,95996), dengan menggunakan kaidah yang digunakan dalam uji statistik (uji Z) maka Ho ditolak, artinya tidak sama antara Bulan Kering dari data Curah Hujan tahun
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
1970-1993 dengan Bulan Kering dari data Curah Hujan tahun 1970-2008. Berdasarkan hasil uji statistik tersebut maka dapat dikatakan bahwa klasifikasi iklim berdasarkan Oldeman yang dibuat tahun 1993 memang sudah tidak bisa digunakan lagi karena sudah terjadi perubahan jumlah bulan basah dan bulan kering yang menjadi dasar pengklasifikasian iklim Oldeman. Banyak bukti ilmiah menunjukkan bahwa fenomena pemanasan global sedang berlangsung akibat terjadinya peningkatan konsentrasi gas rumah kaca yang cepat di atmosfer. Selama periode 1850 sampai 1998, diperkirakan sebesar 270 (+30) Gt karbon telah dilepaskan ke atmosfer. Sekitar 40% dari karbon yang dilepaskan ini berasal dari aktivitas manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil dan kegiatan industri (67%) dan pembukaan hutan atau konversi lahan (33%), sedangkan yang 60% berasal dari proses alami yang kemudian diserap kembali oleh laut dan ekosistem bumi. Dengan demikian dengan meningkatkan aktivitas kehidupan manusia dalam mengkonsumsi energi dan pembukaan hutan, konsentrasi gas rumah kaca di udara akan terus meningkat. Meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer akan diikuti dengan meningkatnya suhu global, karena gas rumah kaca mempunyai kemampuan untuk menyerap radiasi gelombang panjang dan merubahnya menjadi bentuk panas terasa. Terjadinya perubahan suhu global ini akan diikuti oleh perubahan iklim global (Boer et al., 2002). Menurut Boer et al, ( 2002), perubahan iklim akibat adanya pemanasan global diyakini akan mengarah pada terjadinya penurunan curah hujan yang berlebihan pada suatu lokasi tertentu dan peningkatan curah hujan yang berlebihan di tempat lain.
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
Dengan demikian tingkat resiko kekeringan atau kebanjiran akan semakin besar. Indonesia bagian Utara (Sulawesi Utara, Kalimantan Utara dan Sumatera bagian Utara), curah hujan musim hujan akan semakin berkurang sedangkan curah hujan musim kemarau akan cenderung semakin tinggi, khususnya Kalimatan bagian Utara. Hasil uji statistik menunjukan adanya perbedaan yang nyata antara jumlah bulan basah dan bulan kering pada periode tahun 1970-1993 dengan periode tahun 1970-2008 hal tersebut menunjukan bahwa indikasi adanya perubahan iklim di Sumatera Utara telah terjadi. Adanya bukti ini dapat dijadikan sebagai landasan bagi kita semua untuk tidak lagi mengabaikan aspek perubahan iklim.
4.2.
Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman dan Schmidth-Fergusson Dari 265 data curah hujan yang digunakan dengan menggunakan software
GIS maka didapat hasil peta klasifikasi iklim Oldeman (Gambar 5 dan Tabel 6) dan Schmidth-Fergusson (Gambar 6 dan Tabel 7).
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
Gambar 5. Peta Klasifikasi Iklim Oldeman Tahun 2009
Tabel 6. Klasifikasi Iklim Oldeman (Tahun 2009) di Masing-masing Kabupaten/ Kota Provinsi Sumatera Utara NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
KAB/KOTA Langkat Binjai Deli Serdang Medan Serdang Bedagai Tebing Tinggi Karo Dairi Pak-Pak Barat Simalungun Pematang Siantar Asahan Tanjung Balai Batu Bara
KLASIFIKASI IKLIM OLDEMAN TAHUN 2009 A1, B1, C1, D1, D2, E2, E3 B1, C1, D1, D2 C1, D1, D2, E2, E3 C1, D1, D2, E2 C1, D1, D2, E1, E2, E3 D1, E1, E2, E3 C1, D1, D2, E1, E2 C1, D1, D2, E1, E2 C1, D1, E1 B1, C1, D1, D2, E1, E2, E3 C1, D1 C1, D1, D2, E1, E2, E3 D1, D2, E2 C1, D1, D2, E1, E2, E3
NO
KAB/KOTA
15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Tobasa Samosir Humbahas Tapanuli Utara Tapanuli Tengah Labuhan Batu Tapanuli Selatan Padang Sidempuan Padang Lawas Utara Padang Lawas Mandailing Natal Nias Nias Selatan
KLASIFIKASI IKLIM OLDEMAN TAHUN 2009 C1, D1, D2, E1, E2 C1, D1, E1, E2 A1, C1, D1, E1, E2 A1, D1, E1, E2 A1, C1, D1 C1, D1, E1 A1, C1, D1, E1, E2 D1, E1, E2 D1, E1, E2 D1, D2, E1, E2 C1, D1, E1, E2 A1, C1, D1 C1, D1
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
Gambar 6. Peta Klasifikasi Iklim Schmidth-Fergusson Tabel 7. Klasifikasi Iklim Schmidth-Fergusson di Masing-masing Kabupaten/ Kota Provinsi Sumatera Utara NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
KAB/KOTA Langkat Binjai Deli Serdang Medan Serdang Bedagai Tebing Tinggi Karo Dairi Pak-Pak Barat Simalungun Pematang Siantar Asahan Tanjung Balai Batu Bara
KLASIFIKASI IKLIM SCHMIDTH-FERGUSSON A, B A, B A, B, C A, B A, B, C, D B, C B, C, D A, B, C, D A, B A, B, C A A, B, C, D B B, C, D
NO
KAB/KOTA
15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Tobasa Samosir Humbahas Tapanuli Utara Tapanuli Tengah Labuhan Batu Tapanuli Selatan Padang Sidempuan Padang Lawas Utara Padang Lawas Mandailing Natal Nias Nias Selatan
KLASIFIKASI IKLIM SCHMIDTH-FERGUSSON A, B, C, D, E A, B, C A, B, C A, B A, B A, B A, B B A, B, C B, C A, B, C A A, B
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
Tabel 8. Klasifikasi Iklim Oldeman (Tahun 2009 dan 1993) NO
KAB/KOTA
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Langkat Binjai Deli Serdang Medan Serdang Bedagai Tebing Tinggi Karo Dairi Pak-Pak Barat Simalungun Pematang Siantar Asahan Tanjung Balai Batu Bara Tobasa Samosir Humbahas Tapanuli Utara Tapanuli Tengah Labuhan Batu Tapanuli Selatan Padang Sidempuan Padang Lawas Utara Padang Lawas Mandailing Natal Nias Nias Selatan
KLASIFIKASI IKLIM OLDEMAN TAHUN 1993 A, B1, C1, D2, E2 B1, C1, D1 A, D1, E2 D1 A, C1, D1, E2 D1, E2 D1, E2 C1, D1 C1, D2 A, C1, D1, E2 C1 C1, D1, E2 D1, E2 E2 C1, D1, E2 E2 A, D1, E2 A, C1, D1 A C1, D1 A, C1, D1, E2 E2 C1, D1, E2 D1, E2 A, E2 B1 B1
KLASIFIKASI IKLIM OLDEMAN TAHUN 2009 A1, B1, C1, D1, D2, E2, E3 B1, C1, D1, D2 C1, D1, D2, E2, E3 C1, D1, D2, E2 C1, D1, D2, E1, E2, E3 D1, E1, E2, E3 C1, D1, D2, E1, E2 C1, D1, D2, E1, E2 C1, D1, E1 B1, C1, D1, D2, E1, E2, E3 C1, D1 C1, D1, D2, E1, E2, E3 D1, D2, E2 C1, D1, D2, E1, E2, E3 C1, D1, D2, E1, E2 C1, D1, E1, E2 A1, C1, D1, E1, E2 A1, D1, E1, E2 A1, C1, D1 C1, D1, E1 A1, C1, D1, E1, E2 D1, E1, E2 D1, E1, E2 D1, D2, E1, E2 C1, D1, E1, E2 A1, C1, D1 C1, D1
Berdasarkan hasil rincian tabel di atas dapat dilihat bahwa peta Oldeman tahun 1993 telah mengalami banyak perubahan, dengan kecenderungan terjadinya pertambahan jumlah klasifikasi Oldemannya. Pada Klasifikasi iklim Oldeman tahun 1993 terdapat 6 klasifikasi (A, B1, C1, D1, D2, E2) sedangkan pada Klasifikasi Oldeman tahun 2009 terdapat 8 klasifikasi (A1, B1, C1, D1, D2, E1, E2, E3). Hal ini menunjukkan bahwa di Sumatera Utara telah terjadi pergeseran pola hujan dalam
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
rentang waktu 1970-2008. Jika dibandingkan dari penampilan petanya dilihat dengan jelas bahwa terjadi penurunan luasan terutama wilayah klasifikasi iklim C1 dan A1, pada klasifikasi iklim 2009 (Gambar 5) luasan klasifikasi iklim C1 dan A1 menjadi lebih kecil dibandingkan dengan peta Oldeman tahun 1993 (Gambar 7).
Gambar 7. Peta Klasifikasi Iklim Oldeman Tahun 1993 Hasil pengolahan data curah hujan tahun 1970-2008 didapatkan klasifikasi Oldeman sebagai berikut: a.
Klasifikasi Oldeman A1 Klasifikasi iklim Oldeman tipe A1 ini terdapat di Kabupaten/Kota: Langkat,
Humbahas, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan dan Nias.
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
Gambar 8. Grafik (Histogram) Rataan Curah Hujan pada Klasifikasi Oldeman Tipe A1 Pola hujan pada Tipe A1 seperti terlihat pada grafik di atas menunjukkan bahwa jumlah curah hujan yang > 200 mm berturut-turut terjadi selama 10 bulan (Maret-Desember) dan tidak terjadi hujan yang < 100 mm. Jumlah curah hujan tahunannya antara 3108-4388 mm, rata-rata jumlah curah hujan tahunannya 3822 mm. Zona agroklimat pada Tipe A1 adalah sesuai untuk padi terus menerus tetapi produksi kurang karena pada umumnya kerapatan fluks radiasi surya rendah sepanjang tahun. b.
Klasifikasi Oldeman B1 Klasifikasi iklim Oldeman tipe B1 ini terdapat di Kabupaten/Kota: Langkat,
Binjai, dan Simalungun.
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
Gambar 9. Grafik (Histogram) Rataan Curah Hujan pada Klasifikasi Oldeman Tipe B1 Pola hujan pada Tipe B1 seperti terlihat pada grafik di atas menunjukkan bahwa jumlah curah hujan yang > 200 mm berturut-turut terjadi selama 8 bulan (MeiDesember) dan tidak terjadi hujan yang < 100 mm. Jumlah curah hujan tahunannya antara 2595-3104 mm, rata-rata jumlah curah hujan tahunannya 2933 mm. Zona agroklimat pada Tipe B1 adalah sesuai untuk padi terus menerus dengan perencanaan awal musim tanam yang baik. c.
Klasifikasi Oldeman C1 Klasifikasi iklim Oldeman tipe C1 ini terdapat di Kabupaten/Kota: Langkat,
Binjai, Deli Serdang, Medan, Serdang Bedagai, Karo, Dairi, Pak-Pak Barat, Simalungun, Pematang Siantar, Asahan, Batu Bara, Tobasa, Samosir, Humbahas, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Nias dan Nias Selatan.
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
Gambar 10. Grafik (Histogram) Rataan Curah Hujan pada Klasifikasi Oldeman Tipe C1 Pola hujan pada Tipe C1 seperti terlihat pada grafik di atas menunjukkan bahwa jumlah curah hujan yang > 200 mm berturut-turut terjadi selama 5 bulan (Agustus-Desember) dan terjadi hujan yang < 100 mm pada bulan Pebruari. Jumlah curah hujan tahunannya antara 1750-3957 mm, rata-rata jumlah curah hujan tahunannya 2729 mm. Zona agroklimat pada Tipe C1 adalah dapat tanam padi sekali dan palawija dua kali setahun. d.
Klasifikasi Oldeman D1 Klasifikasi iklim Oldeman tipe D1 ini terdapat di seluruh Kabupaten/Kota
Sumatera Utara.
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
Gambar 11. Grafik (Histogram) Rataan Curah Hujan pada Klasifikasi Oldeman Tipe D1 Pola hujan pada Tipe D1 seperti terlihat pada grafik di atas menunjukkan bahwa jumlah curah hujan yang > 200 mm berturut-turut terjadi selama 4 bulan (Agustus-Nopember) dan terjadi hujan yang < 100 mm pada bulan Pebruari. Jumlah curah hujan tahunannya antara 1705-3085 mm, rata-rata jumlah curah hujan tahunannya 2274 mm. Zona agroklimat pada Tipe D1 adalah tanam padi umur pendek satu kali dan biasanya produksi bisa tinggi karena kerapatan fluks radiasi surya tinggi, waktu tanam palawija cukup. e.
Klasifikasi Oldeman D2 Klasifikasi iklim Oldeman tipe D2 ini terdapat di Kabupaten/Kota: Langkat,
Binjai, Deli Serdang, Medan, Serdang Bedagai, Karo, Dairi, Simalungun, Asahan, Tanjung Balai, Tobasa, dan Padang Lawas.
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
Gambar 12. Grafik (Histogram) Rataan Curah Hujan pada Klasifikasi Oldeman Tipe D2 Pola hujan pada Tipe D2 seperti terlihat pada grafik di atas menunjukkan bahwa jumlah curah hujan yang > 200 mm berturut-turut terjadi selama 3 bulan (September-Nopember) dan curah hujan yang < 100 mm berturut-turut terjadi selama 2 bulan (Pebruari-Maret). Jumlah curah hujan tahunannya antara 1749-2409 mm, rata-rata jumlah curah hujan tahunannya 1911 mm. Zona agroklimat pada Tipe D2 adalah hanya mungkin tanam padi satu kali atau palawija sekali setahun, tergantung pada adanya persediaan air irigasi. f.
Klasifikasi Oldeman E1 Klasifikasi iklim Oldeman tipe E1 ini terdapat di Kabupaten/Kota: Serdang
Bedagai, Binjai, Tebing Tinggi, Karo, Dairi, Pak-Pak Barat, Simalungun, Asahan, Batu Bara, Tobasa, Samosir, Humbahas, Tapanuli Utara, Labuhan Batu, Tapanuli Selatan, Padang Sidempuan, Padang Lawas Utara, Padang Lawas dan Mandailing Natal.
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
Gambar 13. Grafik (Histogram) Rataan Curah Hujan pada Klasifikasi Oldeman Tipe E1 Pola hujan pada Tipe E1 seperti terlihat pada grafik di atas menunjukkan bahwa jumlah curah hujan yang > 200 mm berturut-turut terjadi selama 2 bulan (September-Oktober) dan terjadi hujan yang < 100 mm pada bulan Pebruari. Jumlah curah hujan tahunannya antara 1615 – 2145 mm, rata-rata jumlah curah hujan tahunannya 1922 mm. Zona agroklimat pada Tipe E1 adalah daerah ini umumnya terlalu kering, mungkin hanya dapat satu kali tanam palawija, itu pun tergantung pada ada tidaknya hujan. g.
Klasifikasi Oldeman E2 Klasifikasi iklim Oldeman tipe E2 ini terdapat di Kabupaten/Kota: Langkat,
Deli Serdang, Medan, Serdang Bedagai, Tebing Tinggi, Karo, Dairi, Simalungun, Asahan, Tanjung Balai, Batu Bara, Tobasa, Samosir, Humbahas, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Padang Sidempuan, Padang Lawas Utara, Padang Lawas dan Mandailing Natal.
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
Gambar 14. Grafik (Histogram) Rataan Curah Hujan pada Klasifikasi Oldeman Tipe E2 Pola hujan pada Tipe E2 seperti terlihat pada grafik di atas menunjukkan bahwa jumlah curah hujan yang > 200 mm berturut-turut terjadi selama 2 bulan (September-Oktober) dan curah hujan yang < 100 mm berturut-turut terjadi selama 2 bulan (Januari-Pebruari). Jumlah curah hujan tahunannya antara 1172-2233 mm, ratarata jumlah curah hujan tahunannya 1685 mm. Zona agroklimat pada Tipe E2 adalah daerah ini umumnya terlalu kering, mungkin hanya dapat satu kali tanam palawija, itu pun tergantung pada ada tidaknya hujan. h.
Klasifikasi Oldeman E3 Klasifikasi iklim Oldeman tipe E3 ini terdapat di Kabupaten/Kota: Deli
Serdang, Serdang Bedagai, Tebing Tinggi, Simalungun, Asahan, dan Batu Bara.
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
Gambar 15. Grafik (Histogram) Rataan Curah Hujan pada Klasifikasi Oldeman Tipe E3 Pola hujan pada Tipe E3 seperti terlihat pada grafik di atas menunjukkan bahwa jumlah curah hujan yang > 200 mm berturut-turut terjadi selama 1 bulan (Oktober) dan curah hujan yang < 100 mm berturut-turut terjadi selama 4 bulan (Januari-April). Jumlah curah hujan tahunannya antara 1027-1823 mm, rata-rata jumlah curah hujan tahunannya 1488 mm. Zona agroklimat pada Tipe E3 adalah daerah ini umumnya terlalu kering, mungkin hanya dapat satu kali tanam palawija, itu pun tergantung pada ada tidaknya hujan. Hasil pengolahan data curah hujan tahun 1970-2008 didapatkan klasifikasi Schmidth-Fergusson sebagai berikut: a.
Klasifikasi Schmidth-Fergusson A Klasifikasi iklim Schmidth-Fergusson tipe A ini terdapat hampir di seluruh
Kabupaten/Kota Sumatera Utara, kecuali: Tebing Tinggi, Karo, Tanjung Balai, Batu Bara, Padang Sidempuan dan Padang Lawas.
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
Gambar 16. Grafik (Histogram) Rataan Curah Hujan pada Klasifikasi Schmidth-Fergusson Tipe A Pola hujan pada Tipe A seperti terlihat pada grafik di atas menunjukkan bahwa jumlah curah hujan yang > 100 mm terjadi selama 12 bulan (JanuariDesember) dan tidak terjadi hujan yang < 60 mm. Jumlah curah hujan tahunannya antara 1705-4338 mm, rata-rata jumlah curah hujan tahunannya 2687 mm. Rata-rata jumlah bulan keringnya adalah 1 bulan. Zona agroklimat pada Tipe A adalah daerah sangat basah dengan vegetasi hutan hujan tropis. b.
Klasifikasi Schmidth-Fergusson B Klasifikasi iklim Schmidth-Fergusson tipe B ini terdapat hampir di seluruh
Kabupaten/Kota Sumatera Utara, kecuali: Pematang Siantar, dan Nias.
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
Gambar 17. Grafik (Histogram) Rataan Curah Hujan pada Klasifikasi Schmidth-Fergusson Tipe B Pola hujan pada Tipe B seperti terlihat pada grafik di atas menunjukan bahwa jumlah curah hujan yang > 100 mm terjadi selama 12 bulan (Januari-Desember) dan tidak terjadi hujan yang < 60 mm. Jumlah curah hujan tahunannya antara 1480-2751 mm, rata-rata jumlah curah hujan tahunannya 1931 mm. Rata-rata jumlah bulan keringnya adalah 2 bulan. Zona agroklimat pada Tipe B adalah daerah basah dengan vegetasi hutan hujan tropis. c.
Klasifikasi Schmidth-Fergusson C Klasifikasi iklim Schmidth-Fergusson tipe C ini terdapat di Kabupaten/Kota:
Deli Serdang, Serdang Bedagai, Tebing Tinggi, Karo, Dairi, Simalungun, Asahan, Batu Bara, Tobasa, Samosir, Humbahas, Padang Lawas Utara, Padang Lawas dan Mandailing Natal.
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
Gambar 18. Grafik (Histogram) Rataan Curah Hujan pada Klasifikasi Schmidth-Fergusson Tipe C Pola hujan pada Tipe C seperti terlihat pada grafik di atas menunjukan bahwa jumlah curah hujan yang > 100 mm terjadi selama 10 bulan (Januari-Mei; AgustusDesember) dan tidak terjadi hujan yang < 60 mm. Jumlah curah hujan tahunannya antara 1283-2083 mm, rata-rata jumlah curah hujan tahunannya 1629 mm. Rata-rata jumlah bulan keringnya adalah 3 bulan. Zona agroklimat pada Tipe C adalah daerah agak basah dengan vegetasi hutan rimba, diantaranya terdapat jenis vegetasi yang daunnya gugur pada musim kemarau, misalnya Jati. d.
Klasifikasi Schmidth-Fergusson D Klasifikasi iklim Schmidth-Fergusson tipe D ini terdapat di Kabupaten/Kota:
Serdang Bedagai, Karo, Dairi, Asahan, Batu Bara dan Tobasa.
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
Gambar 19. Grafik (Histogram) Rataan Curah Hujan pada Klasifikasi Schmidth-Fergusson Tipe D Pola hujan pada Tipe D seperti terlihat pada grafik di atas menunjukkan bahwa jumlah curah hujan yang > 100 mm terjadi selama 4 bulan (SeptemberDesember) dan tidak terjadi hujan yang < 60 mm. Jumlah curah hujan tahunannya antara 1172-1319 mm, rata-rata jumlah curah hujan tahunannya 1213 mm. Rata-rata jumlah bulan keringnya adalah 5 bulan. Zona agroklimat pada Tipe D adalah daerah sedang dengan vegetasi hutan musim. e.
Klasifikasi Schmidth-Fergusson E Klasifikasi iklim Schmidth-Fergusson tipe E ini terdapat di Kabupaten
Tobasa.
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
Gambar 20. Grafik (Histogram) Rataan Curah Hujan pada Klasifikasi Schmidth-Fergusson Tipe E Pola hujan pada Tipe E seperti terlihat pada grafik di atas menunjukkan bahwa jumlah curah hujan yang > 100 mm terjadi selama 4 bulan (September-Desember), curah hujan hujan yang < 60 mm terjadi selama 3 bulan (Januari-Maret). Jumlah curah hujan tahunannya antara 1027-1088 mm, rata-rata jumlah curah hujan tahunannya 1058 mm. Rata-rata jumlah bulan keringnya adalah 7 bulan. Zona agroklimat pada Tipe E adalah daerah agak kering dengan vegetasi hutan Sabana. Pada peta Oldeman hasil olahan tahun 2009 terlihat bahwa terjadi penurunan luasan wilayah tipe iklim dibanding peta Oldeman tahun 1993. Pada peta Oldeman tahun 1993 seluruh Tapanuli Tengah sampai ke daerah pesisir Tapsel dan Madina adalah tipe iklimnya A, sedangkan pada peta Oldeman tahun 2009 Tapanuli Tengah hanya sebagian kecil yang tipenya A, selebihnya didominasi oleh tipe iklim C1. Daerah pesisir Tapsel berubah menjadi C1 dan pesisir Madina berubah menjadi D1. Kepulauan Nias dari tipe B1 pada peta Oldeman tahun 1993 menjadi dominan C1 dan
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
D1. Namun secara umum wilayah Sumatera Utara didominasi oleh tipe D1. Adanya informasi perubahan ini tentunya bisa dimanfaatkan sebagai bahan untuk mengantisipasi kejadian yang ekstrim yang berdampak negatif dengan teknik adaptasi (penyesuaian seluruh kegiatan terhadap kondisi iklim). Menurut IPCC (2001) kemampuan adaptasi (adaptive capacity) merujuk pada kemampuan dari suatu sistem (misalnya pertanian) untuk menyesuaikan diri atau beradaptasi terhadap keragaman iklim saat ini dan akan datang, termasuk kejadian iklim ekstrim, sehingga dampak negatif yang akan ditimbulkan dapat ditekan atau sebaliknya kondisi tersebut dapat disiasati sehingga menimbulkan dampak yang positif. Jadi kemampuan adaptasi tidak hanya menunjukkan kemampuan untuk menekan dampak negatif dari suatu kejadian, tetapi juga kemampuan untuk memanfaatkan potensinya sehingga menimbulkan dampak yang positif.
4.3.
Evaluasi Kesesuaian Klasifikasi Iklim Schmidth-Fergusson untuk Bidang Kehutanan Berdasarkan hasil kajian literatur, yang difokuskan pada prinsip dasar
penentuan klasifikasi iklim Oldeman dan Schmidth-Fergusson maka terdapat beberapa perbedaan. Dengan adanya perbedaan ini tentunya dalam aplikasinya pun akan berbeda, terutama untuk kepentingan evaluasi kesesuaian tanaman terhadap iklim di wilayah tertentu. Untuk lebih jelasnya bagaimana perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 9 berikut ini.
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
Tabel 9. Perbedaan Prinsip Dasar Penentuan Klasifikasi Oldeman dan Schmidth-Fergusson Dasar Penentuan Klasifikasi Hidrologi Curah Hujan Penghitungan Bulan Basah dan Bulan Kering Penentuan akhir Aplikasi
Klasifikasi Iklim Oldeman Kebutuhan Tan. Padi dan Palawija Bulan Basah > 200 mm Bulan Kering < 100 mm
Klasifikasi Iklim Schmidth-Fergusson Penguapan Bulan Basah > 100 mm Bulan Kering < 60 mm
Rataan seluruh data
Setiap tahun
Jumlah bulan basah dan bulan kering Pertanian (Tan. Pangan)
Nilai Q = Rata-rata bulan kering Rata-rata bulan basah Kehutanan dan Perkebunan
Gambar 21. Peta Overlay Tutupan Lahan dengan Peta Klasifikasi Iklim Schmidth-Fergusson
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
Gambar 22. Peta Overlay Tutupan Lahan Dengan Peta Klasifikasi Iklim Oldeman Berdasarkan hasil evaluasi peta klasifikasi iklim Oldeman dan SchmidthFergusson yang dioverlay dengan peta tutupan lahan seperti terlihat pada Gambar 21 bisa kita lihat bahwa di Kabupaten Labuhan Batu wilayah yang diklasifikasikan berdasarkan Schmidth-Fergusson (A dan B dengan zone agroklimatnya hutan hujan tropis) sesuai dengan tutupan lahannya yang didominasi oleh perkebunan dan hutan. Sedangkan dari Gambar 22 bisa kita lihat bahwa di Kabupaten Labuhan Batu, wilayah yang diklasifikasikan berdasarkan Oldeman C1, D1 dan E1 dengan zone agroklimat padi dan palawija secara umum tidak sesuai dengan tutupan lahannya yang didominasi oleh perkebunan dan hutan. Berdasarkan uraian tersebut maka
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
dapat dikatakan bahwa untuk bidang perkebunan dan kehutanan lebih tepat digunakan klasifikasi iklim Schmidth-Fergusson, sedangkan untuk tanaman pangan (pangan dan palawija) lebih tepat digunakan klasifikasi iklim Oldeman.
4.4.
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan dengan Memanfaatkan Informasi Sumberdaya Iklim Dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan faktor sumberdaya
iklim selama ini kurang mendapat perhatian. Namun dengan adanya fakta-fakta terjadinya pemanasan global yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim, paradigma yang tadinya kurang atau bahkan tidak memperdulikan faktor iklim dalam setiap kegiatan menjadi berubah. Pada saat ini masyarakat lebih sadar betapa besarnya peranan sumberdaya iklim dalam segala aspek kehidupan. a. Pemanfaatan Informasi Iklim dalam Pengelolaan Sumberdaya Pertanian dan Perkebunan di Sumatera Utara (Peta Kesesuaian Komoditas Pertanian dengan Iklim) Iklim merupakan salah satu faktor pembatas dalam proses pertumbuhan dan produksi tanaman. Jenis-jenis dan sifat-sifat iklim bisa menentukan jenisjenis tanaman yang tumbuh pada suatu daerah serta produksinya. Oleh karena itu kajian klimatologi dalam bidang pertanian sangat diperlukan. Seiring dengan semakin berkembangnya isu pemanasan global dan akibatnya pada perubahan iklim, membuat sektor pertanian begitu terpukul. Tidak teraturnya perilaku iklim dan perubahan awal musim dan akhir musim seperti musim kemarau dan musim hujan membuat para petani begitu susah untuk merencanakan masa tanam dan
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
masa panen. Untuk daerah tropis seperti Indonesia, hujan merupakan faktor pembatas penting dalam pertumbuhan dan produksi tanaman pertanian (Asyakur, 2007). Adanya peta Oldeman dapat membantu sektor pertanian dalam mengatasi adaptasi terhadap iklim. Dengan informasi peta klasifikasi Oldeman maka dapat dipetakan wilayah iklim yang sesuai untuk tanaman padi khususnya. Tanaman padi (Oryza sativa) dapat hidup baik di daerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan atau lebih, dengan distribusi selama 4 bulan, curah hujan yang dikehendaki per tahun sekitar 1500-2000 mm (Anonimus, 2008). Berdasarkan informasi tersebut maka yang sesuai untuk tanaman padi tanpa bantuan irigasi teknis adalah wilayah klasifikasi iklim C1, D1, dan D2 seperti terlihat pada Gambar 23. Untuk wilayah klasifikasi iklim E1, E2 dan E3 bisa ditanami padi dengan bantuan irigasi teknis terutama di musim kemarau (Januari-Juni) seperti terlihat pada Gambar 23. Selain itu untuk tanaman pangan informasi klasifikasi iklim Oldeman dapat dimanfaatkan dalam pengaturan pola tanam (Balitbang Dinas Pertanian, 2007).
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
Gambar 23. Peta Wilayah Iklim (Curah Hujan) yang Sesuai untuk Tanaman Padi (Oriza sativa) Pemanfaatan peta Schmidth-Fergusson terutama untuk informasi kesesuaian iklim pada komoditas tanaman perkebunan misalnya karet dan kelapa sawit tentu sangat membantu pihak-pihak terkait di Sumatera Utara dalam memutuskan pengembangan tanaman tersebut. Dalam kegiatan evaluasi kesesuaian lahan untuk perkebunan faktor iklim adalah faktor utama yang harus terlebih dahulu dievaluasi sebelum evaluasi faktor lahan lainnya (bentuk wilayah dan sifat tanah). Jika dalam evaluasi ternyata lahan tersebut secara klimatologis tidak sesuai, maka dapat disimpulkan bahwa lahan tersebut tidak direkomendasikan untuk perkebunan. Hasil evaluasi
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
ini sangat beralasan karena setiap tanaman memiliki persyaratan agronomis yang pada kenyataannya didominasi oleh persyaratan iklim (Rahmat et al., 1999). Maka dengan adanya peta klasifikasi iklim Schmidth-Fergusson Sumatera Utara kita bisa memetakan wilayah yang sesuai dari sisi iklimnya untuk tanaman perkebunan andalan Sumatera Utara (karet dan sawit). Menurut Endert (1949), dalam Djikman, (1951) tanaman karet (Ficus elastica) paling cocok ditanam pada wilayah yang mempunyai iklim dengan kriteria bulan kering antara 0-3 dan jumlah curah hujan tahunan yang ideal adalah 2500-5000 mm, maka untuk wilayah Sumatera Utara yang cocok adalah wilayah yang mempunyai tipe iklim Schmidth-Fergusson A-B, artinya kalau dilihat dari sisi iklim (curah hujan) hampir semua wilayah Sumatera Utara cocok untuk tanaman karet seperti terlihat pada Gambar 24.
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
Gambar 24. Peta Wilayah Iklim (Curah Hujan) yang Sesuai untuk Karet (Ficus elastica)
Berdasarkan Gambar 24, hampir seluruh wilayah Sumatera Utara dari segi iklim (curah hujan) cocok untuk tanaman karet. Kecuali beberapa daerah yang relatif kecil yang tidak cocok (sebagian kecil Kab. Madina, Paluta, Dairi, Batu Bara; sebagian besar Kab. Tobasa, Samosir, Karo, Sergai). Namun dalam kenyataannya di lapangan di Sumatera Utara hampir sebagian besar perkebunan yang ada adalah sawit. Hal ini tentunya banyak faktor yang mempengaruhinya antara lain pengetahuan tentang pentingnya informasi iklim yang sesuai untuk tanaman sawit, paradigma yang berkembang bahwa dengan menanam sawit
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
sudah pasti untung, peranan lembaga-lembaga yang berwenang untuk memberikan pemahaman tentang kesesuaian lahan dengan faktor pendukung lainnya masih kurang. Menurut Rahmat et.al (1999), tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) paling cocok ditanam pada wilayah yang mempunyai iklim dengan kriteria bulan kering < 1 dan jumlah curah hujan tahunan yang ideal adalah 1750-3000 mm, maka untuk wilayah Sumatera Utara yang cocok adalah wilayah yang mempunyai tipe iklim Schmidth-Fergusson A, seperti terlihat pada Gambar 25. Berdasarkan Gambar 25, hanya beberapa wilayah Sumatera Utara dari segi iklim (curah hujan) cocok untuk tanaman kelapa sawit (Langkat di bagian pegunungan, sebagian besar Kab. Labuhan Batu, Nias dan Nisel, Simalungun; sebagian kecil Dairi, Pak-Pak Barat, Deli Serdang, Sergai). Tetapi dalam kenyataannya sama dengan kasus tanaman karet, masyarakat tidak mengetahui informasi ini dan akhirnya hampir di seluruh Sumatera Utara ramai-ramai merubah lahannya menjadi perkebunan sawit dengan harapan akan mendapat keuntungan yang lebih besar.
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
Gambar 25. Peta Wilayah Iklim (Curah Hujan) yang Sesuai untuk Kelapa Sawit (Elaeis guineensis)
b. Pemanfaatan Informasi Iklim dalam Upaya Peringatan Dini WilayahWilayah yang Rawan Terkena Bencana Akibat Terjadinya Iklim Ekstrim Kondisi iklim yang menyimpang dari normal seringkali menimbulkan dampak
yang
negatif.
Salah
satu
faktor
utama
penyebab
terjadinya
penyimpangan iklim di Indonesia ialah fenomena ENSO (El-Nino and Southern Oscillation). Kejadian El-Nino biasanya berasosiasi dengan kejadian kemarau panjang atau kekeringan sedangkan La-Nina berasosiasi dengan kejadian banjir. Kondisi ini dapat memicu terjadinya berbagai kejadian yang tidak diinginkan.
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
Upaya untuk mengantisipasi atau menekan dampak yang ditimbulkan oleh fenomena ini sudah banyak dilakukan. Namun demikian, upaya yang dilakukan umumnya tidak bersifat mencegah atau mengurangi dampak negatif yang akan ditimbulkan (preventif) tetapi lebih bersifat memperbaiki dampak yang sudah terjadi (kuratif). Dalam rangka meningkatkan kemampuan untuk mengantisipasi fenomena terjadinya iklim ekstrim, langkah-langkah umum yang dapat dilakukan diantaranya ialah melakukan pemetaan daerah-daerah yang sensitif terhadap fenomena ini, meningkatkan kemampuan peramalan sehingga langkah-langkah antisipasi dapat dilakukan lebih awal, khususnya pada daerahdaerah yang rawan dan menerapkan teknologi budidaya yang dapat menekan risiko terkena dampak kejadian (Boer, 2003). Salah satu upaya dalam menekan resiko terjadinya bencana akibat terjadinya iklim ekstrim (banjir dan kekeringan) adalah dengan memetakan wilayah-wilayah yang rawan. Dengan adanya informasi ini instansi pemerintah khususnya yang terkait langsung dengan hal ini dapat melakukan perencanaan pengelolaan wilayah di daerah tersebut yang berwawasan kebencanaan sehingga dapat menekan resiko terjadinya kerugian yang diakibatkan oleh bencana tersebut. Salah satu data yang penting dalam pembuatan peta rawan banjir dan kekeringan adalah data curah hujan bulanan. Karena salah satu penentuan tingkat rawan banjir dan kekeringan didasarkan pada besarnya curah hujan yang jatuh dalam satu bulan di daerah tersebut. Kriteria untuk menentukan tingkat rawan
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
banjir seperti terlihat pada Tabel 10 dan tingkat rawan kekeringan terlihat pada Tabel 11.
Tabel 10. Kriteria Rawan Banjir Berdasarkan Rata-rata Curah Hujan Bulanan Curah Hujan Bulanan < 150 mm 150 mm – 250 mm 250 mm – 350 mm > 350 mm (BMKG, 2007)
NIlai Bobot 0 1 2 3
Kriteria banjir Aman Rendah Menengah Tinggi
Tabel 11. Kriteria Rawan Kekeringan Berdasarkan Klasifikasi Iklim Oldeman Tipe Oldeman (Utama) A B C D E (BMKG, 2007)
Nilai Bobot
Kriteria Kekeringan
5 4 3 2 1
Sangat Aman Aman Sedang Agak Rawan Rawan
Berdasarkan tabel kriteria rawan banjir dan kekeringan di atas, maka dengan adanya peta klasifikasi iklim berdasarkan Oldeman dapat dipetakan wilayah-wilayah yang rawan banjir dan kekeringan seperti terlihat pada Gambar 26 dan 27.
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
Gambar 26. Peta Tingkat Kerawanan Terjadi Banjir Berdasarkan Rata-rata Jumlah Curah Hujan Bulanan
Gambar 27. Peta Tingkat Kerawanan Terjadi Kekeringan Berdasarkan Rata-Rata Jumlah Curah Hujan Bulanan
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
Berdasarkan hasil dari pemetaan-pemetaan tadi, maka diharapkan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan semua instansi terkait memperhatikan sumberdaya iklim ini. Misalnya dalam pembuatan Rencana Tata Ruang Wilayah baik Provinsi maupun Kabupaten Kota hendaknya melibatkan peta potensi sumberdaya iklim ini dalam menentukan peruntukan wilayah baik pemukiman, industri, pertanian dan lain-lain agar terhindar atau meminimalisir resiko bencana yang diakibatkan oleh iklim.
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
a.
Klasifikasi iklim Oldeman yang dibuat tahun 1993 sudah tidak sesuai lagi karena terjadi perubahan pola hujan di Sumatera Utara sehingga bulan basah dan bulan kering yang menjadi dasar penentuan tipe iklim Oldeman juga berubah.
b.
Dari hasil pemetaan tipe iklim Oldeman dan Schmidth-Fergusson yang dilihat dari dasar penentuannya dan dibandingkan dengan peta tutupan lahan maka untuk bidang kehutanan lebih cocok digunakan peta klasifikasi Iklim SchmidthFergusson.
5.2.
Saran Dengan adanya hasil penelitian ini maka penulis menyarankan beberapa hal
antara lain: a.
Pemetaan klasifikasi iklim ini harus direvisi minimal sepuluh tahun sekali.
b.
Kepada semua instansi terkait hendaknya memperhatikan peta klasifikasi iklim ini sebelum mengambil keputusan, mengingat pentingnya informasi iklim dimasa yang akan datang.
c.
Pemetaan klasifikasi iklim ini tentunya mempunyai kekurangan terutama jumlah dan sebaran data penelitian yang masih jauh dari ideal dan untuk itu bagi para peneliti yang tertarik dengan bidang yang yang sama bisa lebih memperdalam
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
lagi kajian ini dimasa yang akan datang dengan jumlah dan sebaran data yang lebih baik. d.
Kepada semua instansi yang terkait secara langsung pada terbangunnya jaringan stasiun penakar hujan (BMKG, PPKS, PTPN dan PU Pengairan) agar menambah jaringan stasiun penakar hujan dengan sebaran yang lebih merata dan memelihara yang sudah ada di Sumatera Utara, supaya didapat data yang lebih akurat.
e.
Khusus untuk BMKG agar meningkatkan kerja sama dengan instansi swasta khususnya yang bergerak di bidang perkebunan dalam meningkatkan kwantitas data dan kwalitas sebaran jaringan stasiun penakar hujan di Sumatera Utara.
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. 2008. Klimatologi. http://www.bticnet.com/cli.html. As-Syakur, A.R. 2008. Prediksi Erosi dengan Menggunakan Metode USLE dan Sistem Informasi Geografis (SIG) Berbasis Piksel di Daerah Tangkapan Air Danau Buyan. Proseding PIT XVII MAPIN. pp 1-11. As-Syakur, A.R. 2007. Klasifikasi Iklim. http://mbojo.wordpress.com/. ________. 2007. Klimatologi untuk Pertanian. http://mbojo.wordpress.com/. Aronoff, Stanley. 1989. Geographic Information System: A Management Perspective. Ottawa: WDL Publications. Balitbang Dinas Pertanian. 2007. Atlas Sumberdaya Pertanian Indonesia. Balitbang Jakarta. Bayong, Tj.H.K. 2004. Klimatatologi. ITB. Bandung. BMKG, 2007. Laporan Akhir Penyusunan Peta Rawan Banjir dan Kekeringan di Kabupaten Asahan. Medan. Boer, R. dan S. Alimoeso. 2002. Strategi Anitisipasi Kejadian Iklim Ekstrim. Paper presented at ‘Seminar Upaya Peningkatan Ketahanan Sistem Produksi Tanaman Pangan terhadap Iklim Ekstrim’. Departemen Pertanian, Pasar Minggu, 24 Juni 2002, Jakarta. Boer, R. 2003. Penyimpangan Iklim di Indonesia. Disajikan dalam Seminar Nasional Ilmu Tanah dengan Tema "Menggagas Strategi Alternatif dalam Menyiasati Penyimpangan Iklim serta Implikasinya pada Tataguna Lahan dan Ketahanan Pangan Nasional" Gedung University Center Universitas Gadjah Mada. Laboratorium Klimatologi, Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMIPA IPB. Bogor. BPS, 2007. Sumatera Utara dalam Angka. BPS Sumatera Utara. Medan.
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
Barus B., dan U.S. Wiradisastra, 2000, Sistem Informasi Geografi, Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Bogor. Burrough PA. 1986. Principle of Geographical Information System. Oxford University Press, Oxford. 178 p. Djikman, M. J. 1951, Hevea, Thirty Years of Research in the Far East. University of Miami Press. Coral Gables, Florida. Handoko. 1993. Klimatologi Dasar. Jurusan Geofisika dan Meteorologi IPB. Bogor. IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change), Climate Change 2001: The Scientific Basis. Cambridge University Press. 2001. Irianto, G., I. Amien, Irsal Las, B. Rachman. 2001. Pengelolaan Air Berbasis Pulau untuk Mengantisipasi Kelangkaan Air dan Mencapai Ketahanan Pangan. Laporan Hasil Penelitian. Puslittbangtanak. Kartasapoetra, A.G. 2004. Klimatologi; Pengaruh Iklim terhadap Tanah dan Tanaman. PT. Bumi Aksara. Jakarta. Lakitan, B. 2002. Dasar-Dasar Klimatologi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Oldeman, R.L., Irsal Las, and Muladi. 1980. The agro-climatic maps of Kalimantan, Maluku, Irian Jaya, and Bali West and East Nusa Tenggara Contrib. No.60. Centr. Res. Inst.Agrc. Bogor. Rachmat-Adiwiganda, M., H.H. Siregar and E.S. Sutarta. 1999. Agroclimatic Zones for Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.) di Indonesia. 1999 Porim International Palm Oil Congress (PIPOC) Kuala Lumpur Malaysia. Samuel, L. 2002. Pengembangan Komoditas Pertanian Berdasarkan Pendekatan Iklim: Suatu Kajian pada Kawasan-Kawasan Sentra Produksi Tanaman di Propinsi Maluku. Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS702) Program Pasca Sarjana/S3 Institut Pertanian Bogor.
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
Schmidth, F.H. and J.H.A. Fergusson. 1951. Rainfall Tipes Based on Wet and Dry Period Ratios for Indonesia with Western New Guinee. Kem. Perhubungan– DMG. Jakarta. Sudjana. 2002. Metode Statistika. Tarsito. Bandung. Weisner, C.J. 1970. Hydrometeorology. Chapmam and Hall. Ltd., London. dalam Handoko. 1993. Klimatologi Dasar. Jurusan Geofisika dan Meteorologi IPB. Bogor.
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.