ISBN 978-602-294-093-7
PROSIDING Seminar Nasional BIOSAINS 2 19-20 November 2015 Jurusan Biologi dan Program Studi Magister Biologi Universitas Udayana
SEMINAR NASIONAL BIOSAINS 2 “Penguatan Biologi sebagai Ilmu Dasar untuk Menunjang Kemajuan Sains dan Teknologi”
KATA PENGANTAR Puji Syukur kita panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa kerena berkat Asung Kertha NugrahaNya, Prosiding Seminar Nasional Biosains 2 Tahun 2015 yang dilaksanakan atas kerjasama antara Jurusan Biologi FMIPA dengan Program Studi Magister S2 Biologi Program Pascasarjana Universitas Udayana dapat diselesaikan. Seminar Nasional Biosains 2 Tahun 2015 ini mengambil tema “Penguatan Biologi sebagai Ilmu Dasar untuk Menunjang Kemajuan Sains dan Teknologi” yang telah dilaksanakan pada hari Kamis dan Jumat, 19 dan 20 November 2015 di Gedung Agro Komplek Universitas Udayana, di Kampus JL. PB. Sudirman, Denpasar, Bali. Tema ini diangkat dalam rangka 30 tahun berdirinya Program Studi Biologi di Universitas Udayana yaitu pada tahun 1985. Seperti halnya manusia pada usia 30-an merupakan usia produktif yang akan mulai menampakkan perannya dalam perkembangan masyarakat, demikian juga dengan tema ini diharapkan pemangku biologi sebagai ilmu dasar di Universitas Udayana dapat meningkatkan perannya dalam perkembangan Sains dan Teknologi dengan cara bertukar ilmu dan pengalaman penelitian melalui seminar ini. Dalam seminar didiskusikan 90 makalah yang dipresentasikan secara oral dan 40 poster, yang diikuti oleh lebih dari 100 peserta ditambah Empat Pembicara Utama. Topik-topik makalah yang didiskusikan meliputi bidang Botani, Zoologi, Mikrobiologi, Ekologi dan Lingkungan, serta Genetika dan Bioteknologi. Pembicara utama dalam seminar ini adalah Prof. Dr. Ocky Karna Radjasa (Direktur Riset dan Pengabdian Masyarakat, Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan, KemenRistek Dikti), Dr. Sony Heru Sumarsono (dosen dan peneliti di STIH ITB), Dr. Titik Rugaya (peneliti senior Herbarium Bogorience, Puslitbang Botani LIPI) dan Prof. Dr. Dewa Suprapta, M.Sc. (Guru Besar Pertanian Universitas Udayana). Kami berharap seminar ini disamping sebagai media penyebaran hasil penelitian juga sebagai media berbagi pengalaman penelitian untuk meningkatkan kemampuan penelitian masing-masing yang akan dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil-hasil penelitian dasar khususnya Biologi untuk menunjang kemajuan Sains dan Teknologi di masa mendatang. Dengan terselenggaranya seminar ini kami menyampaikan terima kasih kepada Rektor Universitas Udayana yang telah mendukung penuh penyelenggaraan seminar ini dan telah bersedia memberikan sambutan sekaligus membuka acara seminar ini. Terima kasih kami sampaikan pula kepada PR I Unud yang membantu pendanaan seminar ini, para bembicara utama, peserta, donatur, dan semua pihak yang memungkinkan acara seminar ini dapat terlaksana dengan lancar. Tidak lupa kami menyampaikan permohonan maaf yang sebesarbesarnya atas segala kekurangan dalam penyelenggaraan seminar. Semoga hasil seminar dan prosiding ini berguna bagi kemajuan ilmu dan kesejahteraan masyarakat. Sekian dan terima kasih. Ketua panitia Prof. Dr. Drs. I Ketut Junitha, MS.
Denpasar – Bali, 19‐20 November 2015
i
SEMINAR NASIONAL BIOSAINS 2 “Penguatan Biologi sebagai Ilmu Dasar untuk Menunjang Kemajuan Sains dan Teknologi”
DAFTAR ISI Halaman 1 2 1
2
3
4
5
6
7
8
9
Kata Pengantar Daftar Isi
i ii
BIDANG BOTANI KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN ASING INVASIF DI HUTAN PENDIDIKAN DAN PENELITIAN BIOLOGI (HPPB) UNIVERSITAS ANDALAS Solfiyeni, Syamsuardi, dan Chairul
1-7
KEANEKARAGAMAN ANGGREK DI BUKIT TAPAK, TABANAN, BALI IG. Tirta, Aninda Retno U.W., dan IN. Peneng
8-13
KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKU (PTERIDOPHYTA) DI KAWASAN LERENG BARAT GUNUNG LAWU, JAWA TENGAH Zenita Milla Luthfiya, Nor Liza, dan Rizma Dera Anggraini Putri
14-20
ANALISIS KOMPOSISI FLORA PADA BEBERAPA JENIS TUMBUHAN INVASIF DOMINAN DI TAMAN NASIONAL BALI BARAT, BALI Asep Sadili, Sunaryo, dan Deden Girmansyah
21-31
KEANEKARAGAMAN JENIS JAHE GENUS ZINGIBER (ZINGIBERACEAE) KAWASAN BUKIT KAPUR SUMATERA BARAT Nurainas, Zuhri Syam, dan Riki Chandra
32-34
STUDI TANAMAN PEKARANGAN PADA KAWASAN PINGGIR DAN PUSAT KOTA PADANG Zakiah Mustika, Zuhri Syam, dan Solfiyeni
35-45
RAGAM KELAPA (Cocos nucifera L., FAMILIA ARECACEAE) DI KECAMATAN NUSA PENIDA KABUPATEN KLUNGKUNG Eniek Kriswiyanti, I Ketut Junitha, dan Sudaryanto
46-51
PENGGUNAAN BA, KINETIN DAN THIDIAZURON DALAM PEMBENTUKAN TUNAS KULIM (Scorodocarpus borneensis Becc.) Martin Joni dan Yelnitis
52-59
INDUKSI TUNAS LATERAL Alocasia Baginda KURNIAWAN DAN P.C. BOYCE DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH BA DAN GA3 Siti Fatimah Hanum dan Dewi Lestari
60-65
Denpasar – Bali, 19‐20 November 2015
ii
SEMINAR NASIONAL BIOSAINS 2 “Penguatan Biologi sebagai Ilmu Dasar untuk Menunjang Kemajuan Sains dan Teknologi”
10
INVENTARISASI JENIS-JENIS ARACEAE DI SEBAGIAN HUTAN GUNUNG MESEHE KAB. JEMBRANA Siti Fatimah Hanum dan Ni Putu Sri Asih
66-74
EKSPLORASI TUMBUHAN YANG BERPOTENSI SEBAGAI PENGHASIL MINYAK ATSIRI DI SUMBAWA, NTB I Putu Agus Hendra Wibawa, I Gede Tirta, dan Ida Bagus Ketut Arinasa
75-80
KADAR SARI CABE JAWA (Piper retrofractum) DENGAN BEBERAPA METODE MASERASI DAN JENIS PELARUT Mohamad Nurzaman dan Tia Setiawati
81-89
IDENTIFIKASI DAN KECEPATAN TUMBUH JAMUR-JAMUR YANG MENGINFEKSI TANAMAN BUAH NAGA (Hylocereus spp.) Meitini W.Proborini
90-94
EFEKTIVITAS MgCl2 MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN DAN TRANSPIRASI Monochoria vaginalis (BURM. F) Presl Ni Putu Adriani Astiti
95-99
BIDANG ZOOLOGI 15 JENIS-JENIS BURUNG DI KAWASAN HUTAN MONTANA DAN HUTAN SUB-ALPIN GUNUNG LAWU Fendika Wahyu Pratama, Ahmad Choirunnafi, Teguh Wibowo, dan Sugiyarto
100-105
16 KEANAKARAGAMAN DAN KEPADATAN SERANGGA BENTIK DI ZONA LITORAL DANAU DI ATAS SUMATERA BARAT Izmiarti
106-113
BIDANG MIKROBIOLOGI 17 POTENSI ANTIMIKROBA DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK SEGAR JAMBU KALIANG (Syzygium cumini (L.) Skeels) Nanda Oktafiana, Nurmiati, Feskaharny Alamsjah, dan Periadnadi
114-121
18 UJI DAYA HAMBAT Streptomyces sp. TERHADAP Klebsiella pneumoniae RESISTEN ANTIBIOTIK AMPISILIN Kadek Desy Kartika, Retno Kawuri, dan Ida Bagus Putra Dwija
122-127
19 KEANEKARAGAMAN MAKROFUNGI DI WILAYAH LERENG BARAT GUNUNG LAWU Rekyan Galuh Witantri, Dafi Al-Anshory, Muhammad Ridwan, dan Muhammad Arif Romadlon
128-133
11
12
13
14
Denpasar – Bali, 19‐20 November 2015
iii
SEMINAR NASIONAL BIOSAINS 2 “Penguatan Biologi sebagai Ilmu Dasar untuk Menunjang Kemajuan Sains dan Teknologi”
20 POTENSI ANTIMIKROBA DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK SEGAR TANAMAN DANDELION (Taraxacum officinale F. H. Wigg.) Monica Rafles, Nurmiati, dan Periadnadi
134-142
21 PENGGUNAAN BAKTERI PENCERNAAN LUWAK (Paradoxurus Hermaphroditus) SEBAGAI STARTER PADA FERMENTASI PULP KAKAO (Theobroma Cacao) DALAM UPAYA PERBAIKAN MUTU BIJI KAKAO FERMENTASI Nurmiati, Periadnadi, dan Neny Damayanti
143-152
22 UJI BIODEGRADASI 17 Β-ESTRADIOL OLEH BAKTERI HASIL ISOLASI DARI KALI SURABAYA Tri Puji Lestari Sudarwati, Ni’matuzahroh, dan Ganden. S
153-163
23 KAJIAN PERTUMBUHAN Artemisia Vulgaris L. YANG DIINOKULASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) PADA TANAH ULTISOL DALAM UPAYA PERNYEDIAAN ARTEMISININ SEBAGAI ANTI MALARIA Zozy Aneloi Noli, Suwirmen, dan Kharlina Yulianis
164-169
BIDANG EKOLOGI DAN LINGKUNGAN 24 ANALYSIS OF PLANT VEGETATION ON COASTAL TOURISM REGIONS PASIR JAMBAK, PADANG, WEST SUMATERA Annisa Novianti Samin, Chairul, dan Erizal Mukhtar
170-177
25 ANALISIS ORDINASI JENIS-JENIS TUMBUHAN YANG BERKORELASI DENGAN Hippobroma Longiflora DI KABUPATEN TABANAN, BALI Arief Priyadi dan I Putu Agus Hendra Wibawa
178-183
26 EKSPLORASI FLORA DI HUTAN LINDUNG LOMBOK TIMUR DAN TAMAN NASIONAL GUNUNG RINJANI I Nyoman Peneng
184-197
27 KAJIAN STATUS SISTEM TIYAITIKI DI PERAIRAN PESISIR TELUK TANAH MERAH JAYAPURA PAPUA Puguh Sujarta
198-203
28 FAKTOR KONDISI FISIK RUMAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KUSTA DI KABUPATEN CIREBON TAHUN 2013-2015 Sri Komalaningsih dan Yuyun Siti Nurjanah
204-212
Denpasar – Bali, 19‐20 November 2015
iv
SEMINAR NASIONAL BIOSAINS 2 “Penguatan Biologi sebagai Ilmu Dasar untuk Menunjang Kemajuan Sains dan Teknologi”
29
EKOLOGI DAN POTENSI INVASIF Acacia Decurrens DI SEBAGIAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG MERAPI YOGYAKARTA Sutomo
213-219
KARAKTERISTIK VEGETASI DI SEKITAR MATA AIR DI WILAYAH KABUPATEN KLATEN, JAWA TENGAH Wiryanto, Sugiyarto, Fahrur Nuzulul Kurniawati, Rizma Dera Anggraini Putri, dan Muhammad Ridwan
220-224
DIVERSITY OF PLANTS AND RESERVES ESTIMATION CARBON ABOVE GROUND LEVEL IN FOREST AREAS BUKIT BARISAN WEST SUMATRA Yastori, Chairul, Syamsuardi, Mansyurdin, dan Tesri Maideliza
225-230
KARAKTERISASI DAN DETERMINASI TANAMAN LAMUN (SEAGRASS) DI KAWASAN PERAIRAN PANTAI SEKITAR KOTA DENPASAR Deny Suhernawan Yusup
231-234
BIDANG GENETIKA DAN BIOTEKNOLOGI 33 INDUKSI PERAKARAN TUNAS KANTONG SEMAR (Nepenthes Ampullaria Jack) DENGAN BEBERAPA KONSENTRASI INDOLE ACETIC ACID (IAA) SECARA IN VITRO Suwirmen, Zozy Aneloi Noli, dan Anzharni Fajrina
235-241
34 STUDI PENDAHULUAN VARIASI GENETIK MASYARAKAT DAYAK DI KOTA PALANGKARAYA KALIMANTAN TENGAHBERDASARKAN ENAM LOKUS MIKROSATELIT AUTOSOM I Ketut Junitha dan Lucia Emy Octavia
242-247
35 REGENERASI TUNAS DARI KALUS MUTAN SORGUM VARIETAS KAWALI, MANDAU DAN SUPER I Endang Gati Lestari dan Iswari S. Dewi
248-257
36 PENGARUH BUANGAN LIMBAH CAIR PABRIK TEKSTIL DI SUNGAI KAWASAN DESA MANGUNARGA KAB.SUMEDANG TERHADAP PEMBELAHAN SEL AKAR BAWANG MERAH (Allium cepa) Annisa dan Hana Hunafa Hidayat
258-261
37 APLIKASI PENANDA MOLEKULER UNTUK MEMPELAJARI KERAGAMAN JENIS JAMUR ENDOFITIK PADA TANAMAN HUTAN Istiana Prihatini
262-274
30
31
32
Denpasar – Bali, 19‐20 November 2015
v
SEMINAR NASIONAL BIOSAINS 2 “Penguatan Biologi sebagai Ilmu Dasar untuk Menunjang Kemajuan Sains dan Teknologi”
REGENERASI TUNAS DARI KALUS MUTAN SORGUM VARIETAS KAWALI, MANDAU DAN SUPER I SHOOT REGENERATION FROM CALLUS SORGHUM VARIETY KAWALI, MANDAU AND SUPER I FROM CALLUS IRRADIATED Endang Gati Lestari* dan Iswari S. Dewi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB BIOGEN), Jl Tentara Pelajar No 3. Bogor *Email:
[email protected] ABSTRAK Sorgum (Sorgum bicolor L.) merupakan tanaman serealia yang sudah ditanam oleh petani Indonesia namun masih dalam areal yang terbatas dan skala kecil. Dibandingkan serealia lain tanaman sorgum toleran terhadap kekeringan dan dapat berproduksi di lahan marginal. Saat ini varietas sorgum yang dilepas di Indonesia baru 9 buah sehingga tetap diperlukan perakitan varietas sorgum berdaya hasil tinggi. Perakitan sorgum dapat dilakukan antara lain melalui induksi mutasi dikombinasikan dengan kultur in vitro. Tujuan penelitian adalah melakukan mutasi menggunakan sinar gamma pada kalus sorgum varietas Kawali, Mandau dan Super I untuk mendapatkan galur mutan yang produksinya tinggi. Induksi kalus pada biji menggunakan media dasar MS+2,4-D (1; 3; 5 dan 7 mg/l) + NAA (0; 0,1 dan 0,5 mg/l). Iradiasi kalus menggunakan sinar gamma dengan dosis 5, 10, 15 dan 20 Gy. Regenerasi tunas menggunakan media dasar MS + BA 2 mg/l + kinetin 0,1 mg/l. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media terbaik untuk induksi kalus adalah 2,4-D 5 mg/l + NAA 0,5 mg/l. Dosis optimum untuk iradiasi kalus berkisar antara 5-15 Gy. Dan media regenerasi terbaik ialah media MS + BA 2 + kinetin 0,1 mg/l. Dari ketiga varietas yang digunakan, hanya varietas Kawali yang memberikan respon terbaik untuk pembentukan tunas dan akar. Plantlet hasil mutasi (M1) telah diaklimatisasi di rumah kaca untuk evaluasi dan seleksi lebih lanjut. Kata kunci: sorgum, mutasi,produksi tinggi dan kultur in vitro ABSTRACT Sorghum (Sorghum bicolor L.) is one of a cereal crop that has been planted by Indonesian farmers but still limited in a smell scale. Compare to other cereals, sorgum can be planted on marginal land due to its toleranc to drought and waterloggig. Currently only 9 sorghum varieties were released.Therefore more high yielding sorghum varieties are required. The high yielding sorgum varieties can be developed through the induction of mutation combined with in vitro culture. The research objective is to conduct mutation using gamma rays on sorghum callus derived from Kawali, Mandau and Super I varieties. To obtain high yielding mutant lines callus was induced in seed by using basic medium MS + 2,4-D (1,3,5 and 7 mg/l) + NAA (0, 0.1 and 0.5 mg l). Callus irradiation is conducted using gamma rays at a dose of 5, 10, 15 and 20 Gy. Meanwhile, shoot regeneration use basic medium MS + BA 2 mg l + kinetin 0.1 mg/l. The results showed that the best medium for callus induction from seeds was 2,4-D 5 mg/l + NAA 0.5 mg /l. The optimum dose for irradiation of callus ranged between 5-15 Gy. The best shoot regeneration medium is the medium of MS + BA 2 + kinetin 0.1 mg / l. Of the three varieties, only Kawali varieties the best response to the formation of shoots and roots mutan lines (M1 have been aclimatized in the greenhouse for further evaluation and selection. Keywords: sorghum, mutation, high production and culture in vitro Denpasar – Bali, 19‐20 November 2015
248
SEMINAR NASIONAL BIOSAINS 2 “Penguatan Biologi sebagai Ilmu Dasar untuk Menunjang Kemajuan Sains dan Teknologi”
PENDAHULUAN Sorgum (Sorghum bicolor L.) termasuk golongan serealia yang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia, bijinya dapat digunakan sebagai bahan pangan dan pakan dan batang pada sorgum manis dapat digunakan sebagai bahan baku industri seperti gula, sirup dan sebagai bahan baku bioetanol. Saat ini prospek penggunaan biji sorgum terbesar ialah untuk pakan, mencapai 26,63 juta ton untuk wilayah Asia dan Australia dan diperkirakan masih terjadi kekurangan, dan sebagai bahan baku pangan untuk substitusi gandum (Sirappa 2013). Kandungan karbohidrat pada biji sorgum tergolong tinggi sekitar 73 gr/100 gr (Direktorat Jendral Perkebunan 1996) dan kandungan asam aminonya tidak kalah dengan bahan makanan lainnya (Bety et al 1990). Pengembangan tanaman sorgum oleh petani masih dalam skala yang kecil karena belum ada pasar yang menjamin bahwa produk mereka akan dibeli. Selain itu, karena varietas unggul yang tersedia masih terbatas sehingga jenis sorgum yang ditanam oleh petani belum tentu varietas unggul, sosialiasi ke petani tentang pentingnya tanaman tersebut serta perakitan varietas untuk menghasilkan galur unggul baru masih tetap dilakukan. Dengan berkembangnya teknik mutasi dan kultur in vitro memberikan peluang untuk perbaikan genetik dan pembentukan varietas baru untuk mendapatkan sifat baik seperti daya hasil biji serta kandungan brik gula dan ketahanan terhadap penyakit (Jain 2010; Lestari et al 2010; Soedjono 2003). Teknik mutasi dapat mempercepat dihasilkannya varietas baru dengan berbagai sifat atau karakter yang diinginkan (Soeranto 2003). Keragaman genetik yang tinggi pada suatu populasi sangat bermanfaat dalam program pemuliaan untuk mendapatkan genotipe unggul (Kinyua et al 2004; Maluszynski 2001). Teknik mutasi untuk perakitan varietas baru telah dikembangkan di berbagai negara, seperti di Cina, Korea, Vietnam dan Belanda, tanaman mutan telah di tanam dan dikembangkan secara luas mencapai ribuan hektar (Jain 2010; Kharkwal et al 2004). Dengan berkembangnya teknik kultur in vitro maka pemanfaatan teknik mutasi menjadi lebih berkembang, karena lebih cepat diperoleh hasil dan menguntungkan serta dapat memperkaya plasma nutfah yang ada sekaligus untuk perbaikan varietas (Kharkwal et al. 2004). Aplikasi pemuliaan melalui mutasi kombinasi dengan kultur in vitro dapat mempercepat diperoleh hasil karena melalui kultur in vitro, eksplan yang diberi mutagen jumlahnya tidak terbatas dan dapat menggunakan materi dengan ukuran kecil seperti kalus, suspensi sel, protoplas atau tunas pucuk sehingga mutagen yang diberikan langsung mengenai bagian inti yang mengandung DNA (Suprasanna dan Nakagawa 2012). Selanjutnya dapat dilakukan seleksi secara in vitro untuk mendapatkan sifat-sifat yang diinginkan (Foster dan Shu 2012). Regenerasi tunas dari kalus sorgum telah dilakukan oleh Anbumalarmathi dan Nadarajan (2007) menggunakan 2,4-D 2 mg/l + kinetin 0,5 mg/l untuk pembentukan kalus dan IAA 5 mg/l + kinetin 0,2 mg/l untuk pembentukan tunas, namun kemampuan pembentukan tunas dari kalus yang telah diberi perlakuan iradiasi akan menurun sehingga kadang perlu merubah komposisi media agar optimal. Kemampuan regenerasi tunas dari eksplan kalus, tergantung genotipe tanaman, komposisi media dan kondisi fisiologi eksplan (Saharan et al 2004), sehingga perlu kajian jenis dan komposisi media yang sesuai. Maheswari et al (2006) menyatakan bahwa sorgum termasuk tanaman yang sulit dikulturkan. Beberapa peneliti berhasil menginisiasi kalus dan meregenerasikan menggunakan eksplan bakal bunga (Cai dan Butler, 1990; Gupta et al. 2006), McKinnon et al (1987) menggunakan eksplan embrio masak. Embrio masak merupakan eksplan terbaik karena mudah mendapatkannya, dapat disimpan lama dan jumlahnya banyak (Jiang et al 2000). Maqbool et al (2001) mengatakan bahwa tunas pucuk juga dapat digunakan karena mengandung sel yang aktif membelah. Tujuan penelitian ialah melakukan mutasi pada kalus dan meregenerasikan tunas dari kalus mutan (M1) pada sorgum varietas Kawali, Mandau dan Super I untuk mendapatkan galur-galur mutan berdaya hasil tinggi. Denpasar – Bali, 19‐20 November 2015
249
SEMINAR NASIONAL BIOSAINS 2 “Penguatan Biologi sebagai Ilmu Dasar untuk Menunjang Kemajuan Sains dan Teknologi”
MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan di laboratorium kultur jaringan kelompok peneliti Biologi Sel dan Jaringan dan rumah kaca BB Biogen Bogor, dari bulan Januari s/d Agustus 2015. Bahan tanaman yang digunakan ialah biji sorgum varietas Kawali, Mandau dan Super 1, kegiatan penelitian meliputi induksi kalus dari biji, radiasi kalus, pembentukan plantlet dan aklimatisasi. Induksi kalus dan induksi mutasi Eksplan yang digunakan ialah biji masak sorgum varietas Kawali, Mandau dan Super I. Eksplan disterilisasi menggunakan larutan kloroks 20% selama 10 menit dan kloroks 10% selama 5 menit, selanjutnya dibilas menggunakan aquades steril 3 kali. Biji yang sudah disterilisasi ditanam pada media untuk induksi kalus yaitu media dasar MS + zat pengatur tumbuh auksin 2,4-D (1, 3, 5 dan 7 mg/l) + NAA (0 ; 0,1 dan 0,5 mg/l). Dalam satu botol ditanam sebanyak 20 butir. Botol yang telah ditanami eksplan diletakkan di dalam ruang kultur dalam kondisi gelap, temperatur ruangan ±250C selama ± 4 minggu. Peubah yang diamati ialah waktu pembentukan kalus, warna dan struktur kalus, yang diamati pada minggu ke-4 setelah tanam. Kalus yang dihasilkan diseleksi yang warnanya putih dan strukturnya remah untuk diberi perlakuan iradiasi menggunakan sinar gamma, dosis yang digunakan 5, 10, 15 dan 20 Gy. Radiasi dilaksanakan di PAIR BATAN (Pusat Aplikasi Iradiasi Nuklir ) Pasar Jumat Jakarta. Kalus yang akan diradiasi dipindahkan ke dalam petridis yang telah diisi media induksi kalus, banyaknya kalus setiap petridis ± 50 buah. Kalus yang telah diberi perlakuan radiasi selanjutnya dibiarkan pada media induksi kalus yang baru selama ± dua minggu sebelum dipindah ke media regenerasi tunas. Regenerasi tunas Kalus dari tiga varietas yang telah diberi perlakuan iradiasi dan kontrolnya tanpa iradiasi di pindah ke media regenerasi yaitu media dasar MS + BA 2 mg/l + kinetin 0,1 mg/l, selanjutnya diletakkan di dalam rak kultur dengan penyinaran menggunakan lampu TL sebesar 1500 lux selama 16 jam dalam sehari. Peubah yang diamati pada minggu ke- 4 setelah tanam yaitu pembentukan tunas, jumlah tunas dan visual tunas. Perakaran Tunas yang telah diperoleh dari regenerasi kalus selanjutnya dipindah ke media untuk induksi akar yaitu media dasar MS + IBA dan NAA (0,5 dan 1 mg/l). Masing-masing perlakuan diulang 10 botol. Botol yang telah ditanami eksplan selanjutnya diletakkan di dalam ruang kultur dengan pencahayaan lampu neon selama 16 jam sehari. Peubah yang diamati pada minggu ke-4 setelah tanam ialah jumlah dan panjang akar. Pengamatan jumlah dan panjang akar dilakukan dari bagian dasar media, bagian bawah botol kultur. Aklimatisasi Planlet yang dihasilkan diaklimatisasi di rumah kaca menggunakan media tanah + pupuk dengan perbandingan 1:1. Perlakuan saat akan dilakukan aklimatisasi adalah akar dari planlet dicuci kemudian direndam selama 15 menit dalam larutan benlate (0,5 g/l), kemudian direndam dalam larutan rotone. Untuk menjaga agar kelembaban udara tetap tinggi dan tanaman tetap segar maka dilakukan pengungkupan menggunakan gelas aqua selama ± 2 minggu. Setelah sungkup dibuka tanaman dibiarkan di bawah cahaya penuh ± satu bulan sampai tanaman dapat dipindah ke dalam pot. HASIL Induksi kalus Kalus mulai terbentuk pada minggu ke-4 setelah tanam, diawali dengan biji membengkak dan menghasilkan kumpulan sel berwarna putih kekuningan di pangkal kecambah. Namun tidak semua biji yang dikulturkan dapat membentuk kalus, disebabkan Denpasar – Bali, 19‐20 November 2015
250
SEMINAR NASIONAL BIOSAINS 2 “Penguatan Biologi sebagai Ilmu Dasar untuk Menunjang Kemajuan Sains dan Teknologi”
karena kontaminasi atau media tidak cocok, Tingkat kontaminasi pada biji sorgum sangat tinggi disebabkan biji yang digunakan di ambil dari lapang. Biji yang ditanam pada media MS + 2,4 D 5 mg/l dapat menghasilkan kalus dengan ukuran lebih besar dibanding perlakuan 2,4-D 3 mg/l (Tabel 1), pada media MS + 2,4-D 1 mg/l kalus yang dihasilkan ukurannya kecil sekali, selain itu membentuk kecambah. Hasil yang sama terjadi pada induksi kalus sorgum varietas Numbu yaitu media MS+ 2,4-D 5 mg/l dapat menginduksi kalus lebih baik dibanding 2,4-D 1 dan 3 mg/l (Lestari et al 2014). Tabel 1. Pembentukan kalus pada berbagai media Perlakuan media (mg/l) 2,4-D 1 2,4-D 3 2,4-D 5 2,4-D 7 2,4-D 1 + NAA 0,1 2,4-D 3 + 0,1 2,4-D 5 + 0,1 2,4-D 7 + 0,1 2,4-D 1 + NAA 0,5 2,4-D 3 + 0,5 2,4-D 5 + 0,5 2,4-D 7 + 0,5
Rataan diameter kalus (cm) 0,14 0,17 0,3 0,2 0,5 0,5
Warna kalus putih putih putih putih putih putih
Keterangan
Berkecambah Berkecambah Berkecambah berkecambah berkecambah berkecambah
Pada percobaan ini kalus yang dihasilkan dari media MS + 2,4-D 1-7 mg/l dianggap belum optimal (Tabel 1), untuk itu ditambahkan NAA 0,1 dan 0,5 mg/l ke dalam media yang sudah mengandung 2,4-D 5mg/l, hasil terbaik adalah media MS + 2,4-D 5 dan 7 mg/l + 0,5 mg/l NAA . Regenerasi tunas dari kalus hasil iradiasi Iradiasi kalus menggunakan sinar gamma menyebabkan kerusakan, semakin tinggi dosis yang diberikan maka persentase kalus yang mati menjadi lebih tinggi hal ini dapat dilihat dari warna kalus menjadi coklat dan mati. Hasil penelitian Yunita et al (2012), iradiasi pada kalus padi Fatmawati dengan dosis 50-60 Gy menyebabkan sebagian atau seluruh kalus menjadi coklat atau hitam. Pada penelitian ini perlakuan iradiasi pada kalus Kawali dan Super I dengan dosis lebih rendah yaitu 5-15 Gy, kalus masih berwarna putih kekuningan sampai minggu ke4 dan strukturnya “friabel” atau remah namun kalus pada varietas Mandau warnanya berubah menjadi agak coklat. Pada penelitian ini kalus sorgum varietas Kawali yang telah diberi perlakuan radiasi dosis 5-15 Gy dapat diregenerasikan menghasilkan tunas. Rata-rata jumlah jumlah tunas ± 5-9 buah/eksplan. Kalus yang diberi perlakuan iradiasi dengan dosis 20 Gy mulai mencoklat pada minggu ke 4 setelah iradiasi dan tidak menghasilkan tunas. Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa kalus varietas super I dan Mandau yang telah diberi perlakuan radiasi maupun kontrolnya tidak dapat beregenerasi menghasilkan tunas. Kalus varietas Super I, umumnya menghasilkan akar, sehingga bakal tunas yang sudah dihasilkan tidak berkembang. Sedangkan kalus dari varietas Mandau, spot hijau bakal tunas yang dihasilkan tidak berkembang menjadi tunas karena kalus perlahan berubah menjadi coklat dan mati. Dari ketiga varietas yang diberi perlakuan mutasi maupun kontrolnya, hanya varietas Kawali yang dapat menjadi tunas dari kalus.
Denpasar – Bali, 19‐20 November 2015
251
SEMINAR NASIONAL BIOSAINS 2 “Penguatan Biologi sebagai Ilmu Dasar untuk Menunjang Kemajuan Sains dan Teknologi”
Tabel 2. Pertumbuhan kalus yang di iradiasi dengan sinar gamma dan pembentukan tunas Varietas Kawali
Dosis radiasi
Persentase kalus tetap hidup
Warna kalus
Jumlah tunas
0 5 10 15 20
100 100 100 100 80
putih putih putih putih putih
40 30 30 30 0
0 5 10 15 20
100 80 80 80 80
putih Agak coklat Agak coklat Agak coklat Agak coklat
0 0 0 0 0
0 5 10 15 20
100 100 100 100 80
putih putih putih putih putih
0 0 0 0 0
Mandau
Super I
Induksi akar Akar pada plantlet mutan M1 Kawali mulai terbentuk pada minggu ke-3 sampai ke-4 setelah tanam, Tabel 3 menunjukkan bahwa akar dapat terbentuk pada media dengan penambahan IBA dan NAA, namun bila dilihat dari panjang dan kecepatan pembentukannya maka NAA 0,5 mg/l dapat dianggap paling baik . Pada media tersebut, akar sudah terbentuk pada minggu ke-3 dan pada minggu ke-6 panjang akar mencapai 5 cm. Perakaran dengan kualitas baik sangat menentukan keberhasilan dalam tahap aklimatisasi. Untuk itu formulasi media yang tepat sangat menentukan kualitas akar (Lestari 2011). Tabel 3. Pembentukan akar pada komposisi media berbeda, minggu ke-6 setelah tanam ZPT (mg/l)
Konsentrasi
IBA
0,5 1 2 0,5 1 2
NAA
Rataan jumlah akar 4 6 6 15 -
Rataan panjang akar (cm) 1 3 3 5 -
Waktu pembentukan akar minggu ke4 4 4 3 -
Aklimatisasi Plantlet yang dihasilkan cepat menguning sehingga tidak tumbuh saat aklimatisasi . Plantlet yang masih hijau dan memberikan peluang tumbuh lebih tinggi. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa keberhasilan aklimatisasi pada plantlet sorgum sangat rendah. Diduga akar tidak berfungsi optimal sehingga walaupun tunas sudah memanjang namun tidak berkembang. Maheswari et al (2006) menyatakan bahwa kultur in vitro tanaman sorghum menghadapi berbagai kendala antara lain kemampuan regenerasi dan induksi tunas tergantung genotipe tanaman, persentase regenerasi sangat rendah, kalus menghasilkan fenol dan masalah dalam aklimatisasi. Tabel 4. Hasil aklimatisasi plantlet di rumah kaca Kondisi plantlet Agak mencoklat panjang akar ≥ 5 cm Vigor bagus dan hijau akar ≥ 1 cm
Jumlah plantlet di aklimatisasi 20 20
Jumlah tanaman dapat tumbuh 0 7
Denpasar – Bali, 19‐20 November 2015
252
SEMINAR NASIONAL BIOSAINS 2 “Penguatan Biologi sebagai Ilmu Dasar untuk Menunjang Kemajuan Sains dan Teknologi”
PEMBAHASAN Kalus merupakan massa sel tidak terorganisir, terbentuk sebagai respon adanya pelukaan, seperti luka bekas irisan atau pembelahan dan proliferasi sel-sel kambium. Proliferasi sel akan terjadi lebih optimum jika eksplan yang digunakan berasal dari jaringan muda. Sifat meristematik sel kalus merupakan salah satu wujud dari dediferensiasi. Dediferensiasi merupakan reversi dari sel-sel hidup yang telah terdiferensiasi menjadi tidak terdiferensiasi, atau dengan kata lain menjadi meristematik kembali. Inisiasi kalus dari eksplan biji mengalami kesulitan (Shoetharama et al. 2000), dan telah dicoba menggunakan berbagai jenis eksplan seperti daun muda atau embrio muda, hasil terbaik menggunakan eksplan tunas pucuk dari kecambah (Bhaskaran dan Smith,1988; Shoetharama et al. 2000; Amali et al. 2014; Palumahanthi et al. 2014). Pada percobaan ini persentase biji masak menghasilkan kalus hanya 50% dan strukturnya tidak seragam, yaitu tidak embrionik, embrionik berwarna kekuningan berupa bulatan-bulatan mengkilat, dan menghasilkan fenol. Pencoklatan pada kalus serta terbentuknya akar merupakan faktor penghambat berkembangnya kalus menjadi tunas (Maheswari et al 2006). Pada penelitian ini kalus dari varietas Mandau menghasilkan fenol sangat tinggi, warna kalus coklat kehitaman setelah disubkultur. Subkultur pada media yang mengandung polivinil pirolidon 100-300 mg/l tidak dapat menghambat produksi fenol. Kalus dari varietas Super I, berwarna putih dan embrionik namun menghasilkan akar sehingga sulit diregenerasikan. Zat pengatur tumbuh auksin berperan ganda tergantung struktur kimia, konsentrasi dan jaringan tanaman yang diberi perlakuan. Umumnya digunakan untuk pembentukan kalus, kultur suspensi dan inisiasi akar, berperan memacu pemanjangan dan pembelahan sel di dalam jaringan kambium (Pierik 1987). Hasil penelitian Maheswari et al. (2006), 2,4-D 0,5 mg/l dikombinasikan dengan kinetin 0,5 mg/l paling baik menghasilkan kalus friable dan embrionik. Demikian pula penelitian Gupta et al. (2006) 2,4-D konsentrasi 1-3 mg/l pada eksplan embrio muda menghasilkan kalus. 2,4-D merupakan auksin terbaik untuk induksi kalus tanaman padi demikian pula tanaman sorgum. 2,4-D dikombinasikan dengan NAA dan sitokinin dapat menghasilkan kalus embrionik dari eksplan tunas pucuk tanaman sorgum (Amali et al,2014). Adanya sinergisme antara 2,4-D dan sitokinin maupun dengan auksin lainnya dapat meningkatkan produksi kalus pada tanaman sorgum. Kalus embriogenik yang dapat diregenerasikan merupakan faktor penting dalam kultur jaringan, khususnya dalam perakitan varietas unggul melalui transformasi, induksi keragaman somaklonal dan seleksi in vitro (Meneses et al., 2005; Lutts et al., l999). Zat pengatur tumbuh 2,4-D merupakan golongan auksin yang sering digunakan untuk menginduksi pembentukan kalus embriogenik, 2,4-D berperan dalam memacu hipermethilasi pada DNA, sehingga selalu terjadi pembelahan dan dengan demikian maka proliferasi sel untuk pembentukan kalus menjadi optimal (Meneses et al., 2005). Pada penelitian ini 2,4 D 1 dan 3 mg/l yang diberikan belum dapat memacu pembentukan kalus pada biji sorgum, sehingga eksplan berupa biji yang dikulturkan berkembang menjadi kecambah. Diduga konsentrasi yang digunakan belum cukup untuk memacu pembelahan sel dalam pembentukan kalus. Perlakuan terbaik untuk induksi kalus ialah setelah NAA 0,5 mg/l ditambahkan pada 2,4-D 5 mg/l sehingga hasil kalus dengan diameter paling besar. NAA merupakan auksin yang aktifitasnya tergolong lebih tinggi dibanding IBA atau IAA (Lestari 2011). Kalus yang telah diberi perlakuan radiasi umumnya mempunyai kemampuan regenerasi yang rendah, diduga karena terjadi kerusakan pada sel penyusun kalus. Rendahnya kemampuan regenerasi pada kalus yang telah diiradiasi juga terjadi pada tanaman gandum (Purnamaningsih dan Lestari 2013). Keberhasilan radiasi untuk meningkatkan keragaman populasi ditentukan radiosensitivitas genotipe yang diiradiasi. Tingkat sensitivitas tanaman sangat bervariasi antar Denpasar – Bali, 19‐20 November 2015
253
SEMINAR NASIONAL BIOSAINS 2 “Penguatan Biologi sebagai Ilmu Dasar untuk Menunjang Kemajuan Sains dan Teknologi”
jenis tanaman dan antar genotipe. Radiosensitivitas dapat di ukur berdasarkan nilai LD50 (Letal dosis 50%) yaitu dosis radiasi yang menyebabkan kematian 50% populasi tanaman. Dalam induksi mutasi, beberapa study menunjukkan bahwa dosis optimum yang dapat menghasilkan mutan terbanyak biasanya terjadi di sekitar LD50 (Ibrahim 1999). Disamping itu radiosentivitas dapat diamati melalui adanya letalitas, mutasi somatik, perubahan jumlah dan ukuran kromosom (Datta 2001). Pada penelitian ini dosis yang digunakan untuk iradiasi ialah 5 - 20 Gy karena berdasarkan penelitian sebelumnya pada iradiasi kalus sorgum varietas Numbu menunjukkan bahwa pada dosis di atas 20 Gy, menyebabkan kalus menjadi coklat dan mati (Lestari et al 2014). Peningkatan dosis iradiasi cenderung menghambat pertumbuhan sel kalus menjadi tunas, kondisi ini di mungkinkan karena adanya kerusakan pada sel meristem yang sangat radio sensitif. Iradiasi dapat menyebabkan pembelahan sel menjadi terhambat yang selanjutnya mempengaruhi pertambahan jumlah sel. Jaringan tanaman sebagian besar mengandung air, sehingga apa bila diiradiasi akan mengalami kerusakan karena iradiasi menyebabkan air terurai menjadi H2O dan e+ (Ismachin 1988). Masalah yang sering dihadapi saat meregenerasikan masa sel (kalus) ialah kemampuan regenerasi yang rendah dan kadang tidak tumbuh sama sekali. Yunita et al (2012) telah memperoleh media yang optimal untuk meregenerasikan tunas dari kalus padi varietas Fatmawati pada media MS + BA 2 mg/l + IAA 0,8 mg/l dan zeatin 0,2 mg/l, namun komposisi media tersebut kurang sesuai digunakan untuk meregenerasikan kalus yang telah diberi perlakuan radiasi. Pada penelitian ini kalus dari varietas Mandau sebelum diregenerasikan sudah berwarna agak coklat dan menjadi hitam beberapa saat setelah diregenerasikan, beberapa kalus mutan yang diregenerasikan dapat menghasilkan spot berwarna hijau merupakan bakal tunas tetapi akhirnya mati. Kalus super I berwarna putih namun tidak dapat diregenerasikan, diduga media yang digunakan belum sesuai. Beberapa kalus mutan membentuk tonjolantonjolan bakal tunas namun menghasilkan akar sehingga menghambat pembentukan tunas, bakal tunas yang dipindah ke media baru mencoklat dan mati. Perbaikan genetik untuk sifat-sifat yang diinginkan dalam program penelitian melalui mutasi ditentukan oleh dosis iradiasi dan tingkat radio sensifitas tanaman yang diradiasi dan kondisi tanaman saat diradiasi (Asadi 2003). Pemuliaan melalui mutasi mempunyai peran cukup besar dalam perbaikan tanaman dan telah banyak menghasilkan tanaman unggul (Taryono et al 2011). Hail penelitian Santosa dan Hoeman (2009) menunjukkan bahwa sorghum ZH-30 dari China, yang di beri perlakuan radiasi sinar gamma, menghasilkan galur baru yang berbeda dengan induknya pada peubah rasa dan kualitas pati. Masalah dalam aklimatisasi ialah tunas cepat layu, sehingga walaupun akarnya banyak dan panjang namun saat diaklimatisasi tidak dapat menghasilkan akar baru yang berfungsi di dalam kondisi ex vitro sedangkan akar yang lama tidak berfungsi optimal. Untuk meningkatkan keberhasilan aklimatisasi maka sebelum diaklimatisasi akar direndam dalam larutan rotone, untuk memacu pembentukan akar yang baru. Akar yang panjangnya baru 1 cm tetapi kelihatan segar dan vigor lebih berpeluang dapat tumbuh menjadi tanaman. UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih kepada Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya genetik Pertanian dalam DIPA BB BIOGEN tahun 2015 yang telah mendanai penelitian ini hingga selesai. SIMPULAN Komposisi media terbaik untuk pembentukan kalus sorgum varietas Kawali, Mandau dan Super I ialah media MS+ 2,4-D 5 mg/l + NAA 0,5 mg/l. Namun yang dapat beregenerasi
Denpasar – Bali, 19‐20 November 2015
254
SEMINAR NASIONAL BIOSAINS 2 “Penguatan Biologi sebagai Ilmu Dasar untuk Menunjang Kemajuan Sains dan Teknologi”
hanya dari varietas Kawali dengan media BA 2 +kinetin 0,1 mg/l. Media untuk perakaran terbaik ialah MS + NAA 0,5 mg/l. DAFTAR PUSTAKA Anbumalarmathi. J dan N. Nadarajan. 2007. Callus Induction and Plant Regeneration in Sorghum (Sorgum bicolor L. Moench). Indian Journal of Agricultural Research 41: 10-16. Amali, P., S.J. Kingsley, S. Ignacimuthu. 2014. High frequency callus induction and plant regeneration from shoot tip explants of Sorghum bicolor L. Moench. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences ISSN- 0975-1491. 6(6):213-216 Asadi. 2013. Pemuliaan Mutasi Untuk Perbaikan Terhadap Umur dan Produktivitas Pada Kedelai. Jurnal Agrobiogen 9(3):135-142. Bety,Y.A., A. Ispandi, dan Sudaryono.1990. Sorgum. Monograf No 5. Balai Penelitian Tanaman Pangan, Malang 25 hal. Bhaskaran.S and R.H.Smith. 1988. Enchanced Somatic Embryiogenesis in Sorghum bicolor from Shoot tip Culture. In vitro cellular & Developmental Biology.24(1) : 65-70. Cai,T and L.butler. 1990. Plant Regeneration from Embryonic callus initiated from immature inflorescences of several high-tannin sorgums. Plant Cell Tissue and Organ Culture 20:101-110. Datta, S.K. 2001. Mutation Studies on Garden Chrysanthemum: A review. Scientific Horticulture 7:159-199. Direktorat Jendral Perkebunan. 1996. Sorgum Manis Komoditi Harapan di Propinsi Kawasan Timur Indonesia. Risalah symposium Prospek Tanaman Sorgum untuk Pengembangan Agroindustri, 17-18 Januari.1995. Edisi Khusus Balai Penelitian Tanaman Kacangkacangan dan Umbi-umbian. 4: 6-12. Forster. B.P and Q.Y. Shu. 2012. Plant Mutagenesis in Crop Improvement: In Q.Y. Shu and B.P. Forster (Eds.). Basic Terms and Applications. Plant Mutation Breeding and Biotechnology. Joint FAO/IAEA Programe. Vienna, Austria. Gupta . S., Y.K. Khanna., R.Singh and G.K. Garg. 2006. Strategies for overcoming genotypic limitations of in vitro regeneration and determination of genetic components of variability of plant regeneration traits in sorgum. Plant Cell Tiss. Organ Cult 86:379-388. Ibrahim, R. 1999. In vitro Mutageneis in Roses. Phd. Thesis. Aplied Biological Sci. Cell and Gene Biotechnology Fac. Univ Gent. Belgium. Ismachin, M. 1988. Pemulian Tanaman dengan Mutasi Buatan. Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi Badan Tenaga Atom Nasional. Jakarta. 28 hal. Jain, S.M. 2010. Mutagenesis in Crop Improvement Under the Climate Change. Romanian Biotechnological Letter. 15(2):88-106. Jiang J, D.I.Steve., J.Wang., H.O.James. 2000. High efficiency transformation of U.S. rice line from mature seedderived calli and regeneration of glufosinate resistance under field conditions.Crop Sci.40 Kharkwal, M.C and Q.Y.Shu.2009. Role of Induce Mutation in World Food Security. p 3338. Q.Y. Shu (ed.). Induced mutation in the genome era rome: Food and agriculture organization of the United Nations. Kinyua M.G., P.N. Njau, Kimurto and M. Maluszynski M. 2004. Drought Tolerant Wheat Varieties Developed Throught Mutation Breeding Techniques. In 4th International Crop Science Congress 26 Sept - 1 October. Lestari. E.G., R.Purnamaningsih, M. Syukur dan R.Yunita. 2010. Keragaman Somaklonal untuk Perbaikan Tanaman Artemisia (Artemisia annua ) Melalui Kultur In vitro. Jurnal Agro Biogen. 6(1): 26-32.
Denpasar – Bali, 19‐20 November 2015
255
SEMINAR NASIONAL BIOSAINS 2 “Penguatan Biologi sebagai Ilmu Dasar untuk Menunjang Kemajuan Sains dan Teknologi”
Lestari, E.G. 2011. Peranan Zat Pengatur Tumbuh dalam Perbanyakan Tanaman Melalui Kultur Jaringan. Jurnal AgroBiogen 7(1):63-68. Lestari, E.G., I.S Dewi., A. Nur., S.Human dan Nazarudin. 2014. Induksi Mutasi dan Kultur in vitro Sorgum Manis untuk Mendapatkan Galur Baru dengan Kandungan Brik Gula Tinggi Sebagai Bahan Bioetanol. Prosiding Semnas Sistem Pertanian Bioindustri Berkelanjutan. UPN Yogyakarta 11 Desember 2014. Lutts, S., J.M. Kinet., J. Bouharmont. 1999. Improvement of Rice Callus Regeneration in Presence of NaCl. Plant Cell, Tissue and Organ Culture. 57: 3-11. MacKinnon. C, G.Gunderson and M.W.Nabors. 1987.High Efficiency Plant Regeneration by Somatic Embryogenesis from Callus of Mature Embryo Explans of bread wheat (Triticum aestivum) and grain sorghum (Sorghum bicolor).In Vitro Cellular & Developmental Biology 23(5):443-448. Maheswari .M., N.Jyothi Laksmi., S.K. Yadav, Y.Varalaxsmi., A.V. Lakhsmi, M.Vanaja and B.Venkateswarlu. 2006. Efficient Plant Regeneration from Shoot Apices of Sorghum.Biologia Plantarum 50(4):741-744 Maluszynski, M. 2001. Officially Released Mutant Varieties. The FAO/IAEA Database. Plant Cell, Tissue and Organ Culture. 65:175-177. Maqbool, S.B., P. Devi.,M.B. Sticklen.2001. Biotechnology advances for the improvement of sorghum (Sorghum bicolor L).) Moench.In Vitro cell dev.Biol 37:504-515 Meneses, A., D. Flores., M. Munoz., G. Arrieta., A.M. Espinosa. 2005. Effect of 2,4-D, Hydric stress and light on indica rice (Oryza sativa) somatic embryogenesis. Rev Biol Trop (Int J) 53(3-4): 361-368. Pierik, R.L.M. l987. In vitro Culture of Higher Plants. Martinus Nijhoff Publisher.London 344p Polumahanthi S., N.S.Mani., P.K.Ratna Kumar.2014. Callus induction and multiple shoot regeneration of Sorghum cultivars using shoot tip as an explant.IJALS 7(1):66-73. Purnamaningsih R dan E.G. Lestari. 2013. Keragaman Agronomi Galur-Galur Mutan Somaklon Gandum Hasil Iradiasi Sinar Gamma. Prosiding Semnas Sistem Pertanian Bioindustri Berkelanjutan. UPN Yogyakarta 11 Desember 2014. Saharan.V, R.C.Yadav., N.R.Yadav and K.Ram.2004.Studies on improved Agrobacterium mediated transformation in two indica rice (Oryza sativa L.).Aff Journal of Biotechnology 3(11):572-575 Santosa, D.D.S and S. Hoeman.2009. Modified Strach of Sorghum Mutant Line Zh-30 for Hight Fiber and Muffin Product. Atom Indonesia. 35 (1) 1-9. Sirappa.M.P.2003. Prospek pengembangan sorgum di Indonesia sebagai komoditas alternatif untuk pangan, pakan dan industri. Jurnal Litbang Pertanian, 22(4): 133-140. Soetharama,N, R.V. Sairam and T.S.Rani.2000. Regeneration of sorghum from shoot tio cultures and fields performance of the progeny. Plant Cell, Tissue and Organ Culture. 61:169-173.Sirappa. M.P. 2003. Prospek Pengembangan Sorgum di Indonesia. Jurnal litbang Pertanian. 22(4): 131-140. Soeranto. H. 2003. Peran Iptek Nuklir dalam Pemuliaan Tanaman untuk Mendukung Industri Pertanian. Prosiding Pertemuan Ilmiah Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir P3TN Batan Yogyakarta 8 Juli, 303-315. Soedjono, S. 2003. Aplikasi Mutasi Induksi dan Variasi Somaklonal dalam Pemuliaan Tanaman. Jurnal Litbang Pertanian, 22(2):70-77. Suprasanna, P., S.M. Jain., S.J. Ochatt., V.M. Kulkarni and S.Pedrieri. 2012. Application of In vitro Techniques in Mutation Breeding of Vegetatively Propagated Crops. p 371-385. In Shu and Forster (eds.) Plant Mutation Breeding and Biotechnology. Joint FAO/IAEA Programe. Vienna, Austria.
Denpasar – Bali, 19‐20 November 2015
256
SEMINAR NASIONAL BIOSAINS 2 “Penguatan Biologi sebagai Ilmu Dasar untuk Menunjang Kemajuan Sains dan Teknologi”
Suprasanna P and H.Nakagawa.2012. Mutation breeding of vegetatively propagated crops. In Q.Y. Shu and B.P. Forster (Eds.). P 347-358. Plant Mutation Breeding and Biotechnology. Joint FAO/IAEA Programe. Vienna, Austria.
Taryono., P. Cahyaningrum dan S.Human.2011. The detection of Mutational Changes in Sorghum using RAPD. Indonesian Jurnal of Biotecnology.16(1): 66-70. Yunita, R., E.G. Lestari dan I.S. Dewi. 2012. Regenerasi tunas dari kalus yang telah diberi perlakuan iradiasi pada padi varietas Fatmawati.Berita Biologi. 11(3): 359-366. Zhao, L.S. Liu, S. Song.2010. Optimization of callus induction and plant regeneration from germinating seeds of sweet sorghum (Sorghum bicolor Moench).Affican Journal Biotechnologi 9(16):2367-2374
Denpasar – Bali, 19‐20 November 2015
257