PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik habitat, populasi dan penyebaran rekrekan (Presbytis fredericae Sody, 1930) di Resort Semuncar Taman Nasional Gunung Merbabu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Dinda Rahayu Istiqomah NIM E34110095
ABSTRAK DINDA RAHAYU ISTIQOMAH. Karakteristik Habitat Populasi dan Penyebaran Rekrekan (Presbytis fredericae Sody, 1930) di Resort Semuncar Taman Nasional Gunung Merbabu. Dibimbing oleh ABDUL HARIS MUSTARI Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik habitat, populasi dan penyebaran rekrekan (Presbytis fredericae Sody, 1930). Vegetasi pada habitat rekrekan diketahui dengan metode analisis vegetasi. Metode transek garis digunakan untuk mendeteksi keberadaan satwaliar, predator dan keberadaan populasi rekrekan. Populasi rekrekan yang ditemukan selanjutnya disensus dengan metode terkonsentrasi. Hasil penelitian menunjukan, rekrekan ditemukan pada ketinggian 2 150 - 2 420 m dpl dengan suhu 19 C - 21 C dan kelembaban udara sebesar 89% - 94%. Intensitas cahaya di habitat rekrekan berkisar antara 8 260 lx - 120 831 lx. Vegetasi pada habitat rekrekan didominasi oleh jenis kesowo (Engelhardia serrate). Populasi rekrekan ditemukan sebanyak 2 kelompok dengan total populasi sebanyak 15 individu dan kepadatan populasi sebesar 0,395 individu/km2. Penyebaran rekrekan yaitu pada bukit Bundas, Ndeles, Dok Malang, Dok Cilik, Tulangan dan Pandean. Kata kunci: habitat, rekrekan, resort Semuncar .
ABSTRACT DINDA RAHAYU ISTIQOMAH. Habitat Characteristics, Population and Dispersal of Rekrekan (Presbytis fredericae Sody, 1930) in Semuncar Resort Gunung Merbabu National Park. Supervised by ABDUL HARIS MUSTARI This study aimed to reveal habitat characteristics, population and distribution of javan fuscous leaf monkey (Presbytis fredericae Sody, 1930) Vegetation in javan fuscous leaf monkey habitat was discovered with analysis of vegetation method. Line transect method was used to observe the present of wildlife, prey, and javan fuscous leaf monkey population. Population of the javan fuscous leaf monkey was estimated using concentration count method. Javan fuscous leaf monkey were found at altitude of 2 150 - 2 420 m asl, with a temperature of 19 ˚C - 21 ˚C and humidity of 89% - 94%. The light intensity in the habitat of javan fuscous leaf monkey ranged from 8 260 lx to 120 831 lx. Habitat of this species is dominated by Engelhardia serrate. Two groups of javan fuscous leaf monkey consisting 15 individuals were recorded in the study area and population density was 0.395 individuals/km2. Distribution of the javan fuscous leaf monkey covered the hills of Bundas, Ndeles, Dok Malang, Dok Cilik, Tulangan and Pandean. Keywords: habitat, javan fuscous leaf monkey, Semuncar resort.
KARAKTERISTIK HABITAT, POPULASI DAN PENYEBARAN REKREKAN (Presbytis fredericae Sody, 1930) DI RESORT SEMUNCAR TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU
DINDA RAHAYU ISTIQOMAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah habitat satwaliar, dengan judul Karakteristik Habitat, Populasi dan Penyebaran Rekrekan (Presbytis fredericae Sody, 1930) di Resort Semuncar Taman Nasional Gunung Merbabu. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Abdul Haris Mustari, MScF selaku pembimbing, serta pengelola Taman Nasional Gunung Merbabu yang telah banyak membantu dalam penelitian ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Jupri, serta teman-teman Tim Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) TNGMb 2015 yang telah membantu dalam pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2015
Dinda Rahayu Istiqomah
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
METODE
2
Lokasi dan Waktu
2
Alat
2
Metode Pengumpulan
3
Analisis Data
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
8
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
8
Komponen Fisik Habitat
8
Komponen Biotik Habitat
13
Populasi
18
Penyebaran
21
Potensi Ancaman
22
SIMPULAN DAN SARAN
22
Simpulan
22
Saran
23
DAFTAR PUSTAKA
24
LAMPIRAN
26
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6
Parameter, metode pengumpulan data komponen fisik habitat Parameter, metode pengumpulan data komponen biotik habitat Ciri-ciri fisik rekrekan pada setiap kelas umur Besaran lux cahaya matahari Indeks Nilai Penting (INP) terbesar pada habitat rekrekan Jumlah populasi rekrekan di Resort Semuncar
3 3 5 13 15 18
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Peta Taman Nasional Gunung Merbabu Desain plot contoh dalam analisis vegetasi Desain plot pengamatan satwaliar lain dan predator Frekuensi perjumpaan rekrekan pada setiap ketinggian tempat Frekuensi perjumpaan rekrekan pada setiap ukuran suhu Frekuensi kelembaban udara saat rekrekan ditemukan Lapisan tanah pada habitat rekrekan Peta lokasi sumber air pada Resort Semuncar Persentase bagian tumbuhan yang dimakan oleh rekrekan Sepah gunung di bukit Dok Malang (a) monyet ekor panjang di bukit Dok Cilik (b) Feses macan tutul di bukit Ndeles (a) jejak kaki macan tutul di bukit Dok Malang (b) Populasi rekrekan pada pohon kesowo di bukit Ndeles Morfologi Individu betina (a), morfologi individu jantan (b) Gambar piramida struktur umur Kelompok A, Kelompok B dan Kelompok A+B Peta penyebaran rekrekan di Resort Semuncar
2 4 4 9 10 10 11 12 16 17 17 19 20 20 21
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8
Indeks Nilai Penting (INP pada tingkat pohon Indeks Nilai Penting (INP) pada tingkatt pancang Indeks Nilai Penting (INP) pada tingkat tiang Indeks Nilai Penting (INP) pada tingkat semai Indeks Nilai Penting (INP) pada tingkat tumbuhan bawah Jenis primata lain di Resort Semuncar Jenis burung di Resort Semuncar Bagian tumbuhan yang dimakan oleh rekrekan
26 26 26 27 27 28 28 28
PENDAHULUAN Latar Belakang Rekrekan (Presbytis fredericae Sody, 1930) merupakan primata endemik Jawa Tengah dengan status endangered berdasarkan IUCN redlist. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan di antara primatolog dan ahli taxonomi mengenai perbedaan antara species dan subspecies Presbytis fredericae Sody, 1930 dengan Presbytis comata di Jawa Barat. Eudey (2000) menyatakan bahwa rekrekan memiliki klasifikasi jenis sendiri. Menurut Supriatna dan Wahyono (2000), rekrekan ditemukan di wilayah Gunung Slamet dan pegunungan di sekitarnya seperti Gunung Cupu, Perkebunan Kaligua, Gunung Sumbing, Gunung Sindoro, dan Gunung Merbabu. Di pegunungan rekrekan juga pernah ditemukan pada ketinggian 2 565 m dpl (Nijman dan Sozer 1995). Berdasarkan survei Nijman dan Van Balen (1998), di Pegunungan Dieng diperoleh kepadatan populasi rekrekan sebesar 28 individu/km2. Menurut Setiawan (2006), di lereng selatan Gunung Slamet diperoleh kepadatan 5.60 individu/km2 dengan kepadatan kelompok sebesar 2.50 kelompok/km2. Menurut survei ke dua Setiawan (2008), di lereng selatan dan timur Gunung Slamet serta beberapa tempat di Jawa Tengah di temukan 44 individu dalam 12 kelompok dengan nilai kepadatan 8 - 19 individu/km2 dan nilai kepadatan kelompok sebesar 3 - 5 kelompok/km2. Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMb) adalah salah satu kawasan konservasi yang berada di Provinsi Jawa Tengah dan merupakan salah satu habitat alami rekrekan. Kawasan TNGMb memiliki tipe ekosistem hutan hujan tropis. Penelitian Reny (2009) menyatakan bahwa kepadatan populasi rekrekan di TNGMb pada tahun 2009 adalah sebesar 0.128 individu/km2. Menurut monitoring populasi rekrekan yang dilakukan oleh pengelolah TNGMb, pada tahun 2013 terdapat lebih dari 15 individu rekrekan di Resort Semuncar TNGMb, namun nisbah kelamin serta struktur umur dalam kelompok rekrekan belum terindentifikasi. Rekrekan merupakan salah satu primata yang sangat selektif dalam memilih habitat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sumber pakan merupakan faktor yang penting dalam pemilihan habitat tersebut (Bismark 1991). Rekrekan banyak diburu untuk diperdagangkan karena keunikannya. Selain perburuan, kebakaran hutan yang sering terjadi di Gunung Merbabu juga turut menjadi ancaman bagi kelestarian jenis ini. Upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga kelestarian rekrekan di TNGMb ialah dengan melakukan penelitian terhadap komponen utama penyusun habitat rekrekan seperti komponen fisik habitat dan komponen biotik habitat. Populasi dan penyebaran rekrekan juga perlu diketahui sebagai pertimbangan dan saran bagi pihak Taman Nasional dalam pengelolaan populasi rekrekan di Resort Semuncar.
2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi karakteristik habitat rekrekan di Resort Semuncar TNGMb 2. Menghitung jumlah populasi dan memetakan penyebaran rekrekan di Resort Semuncar TNGMb
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Resort Semuncar TNGMb pada bulan Maret hingga bulan April 2015. Penelitian dilakukan dengan pengamatan pagi hingga siang hari pada pukul 07.00 - 12.00 WIB dan pengamatan sore pada pukul 15.00 17.00 WIB.
Gambar 1 Peta Taman Nasional Gunung Merbabu Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu GPS, Kamera, Tally sheet, Field guide, Kompas, Meteran, Termometer Dry-wet, Alat tulis, Kalkulator, Lux Meter serta software ArcMap GIS 10.3 untuk pemetaan penyebaran rekrekan dan beberapa komponen habitat lainnya.
3 Metode Pengumpulan Data Komponen fisik habitat Pengambilan data komponen fisik habitat rekrekan dilakukan melalui pengukuran terhadap beberapa parameter seperti ketinggian tempat, suhu dan kelembaban udara, tanah, lokasi sumber air dan intensitas cahaya. Pengukuran tersebut dilakukan dengan cara seperti dijelaskan pada Tabel 1. Tabel 1 Parameter, metode pengumpulan data komponen fisik habitat Parameter Metode Pengumpulan Data Ketinggian tempat Ditandai dengan GPS. Frekuensi perjumpaan rekrekan pada setiap ketinggian tempat diamati dengan interval waktu pengulangan 10 menit. Suhu dan kelembaban udara Diukur dengan termometer dry-wet. Frekuensi perjumpaan rekrekan pada setiap ukuran suhu dan kelembaban udara diamati dengan interval waktu pengulangan 10 menit. Tanah Dilakukan pengambilan sampel tanah pada habitat rekrekan. Sampel tanah yang diambil selanjutnya diidentifikasi di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Lokasi sumber Air Ditandai dengan GPS. Intensitas Cahaya Diukur dengan Lux Meter. Komponen biotik habitat Pengumpulan data komponen biotik habitat dilakukan pada beberapa parameter seperti vegetasi, sumber pakan dan satwaliar serta predator di lokasi penelitian. Data tersebut dikumpulkan dengan cara seperti dijelaskan pada Tabel 2. Tabel 2 Parameter, metode pengumpulan data komponen biotik habitat Parameter Metode Pengumpulan Data Vegetasi Analisis vegetasi dengan petak berukuran 20 m x 20 m. Data yang dikumpulkan meliputi nama spesies, jumlah individu dan pada pohon dicatat tinggi serta diameter batang. Desain plot analisis vegetasi tersaji pada Gambar 2. Diamati aktivitas makan rekrekan, jenis Sumber Pakan tumbuhan yang dimakan, bagian tumbuhan yang dimakan serta frekuensi bagian tumbuhan dimakan oleh rekrekan. Satwaliar dan predator Diamati dengan metode transek garis. Desain plot pengamatan disajikan pada Gambar 3.
4
Gambar 2 Desain plot contoh dalam analisis vegetasi Tumbuhan dikategorikan sebagai semai apabila tinggi < 1.5 m dan diameter < 3 cm dengan petak ukur 2 m x 2 m (a), tingkat pancang tinggi > 1.5 m dan diameter < 10 cm diukur dengan petak ukur berukuran 5 m x 5 m (b), tingkat tiang memiliki diameter 10 cm sampai < 20 cm diukur dengan petakukur berukuran 10 m x 10 m (c), dan tingkat pohon memiliki diameter ≥ 20 cm diukur dengan petak ukur berukuran 20 m x 20 m (d)
Gambar 3 Desain plot pengamatan satwaliar lain dan predator Populasi Pengambilan data populasi menggunakan metode transek garis dan metode titik terkonsentrasi. Metode transek garis digunakan untuk mendeteksi keberadaan rekrekan dan selanjutnya menggunakan metode titik terkonsentrasi untuk mensensus populasi rekrekan. Adapun parameter yang digunakan untuk melakukan sensus populasi adalah: Jumlah individu Penghitungan data jumlah populasi dilakukan dengan mengambil nilai populasi terbesar dalam pengamatan. Kepadatan populasi Penghitungan data kepadatan populasi dilakukan dengan membagi jumlah individu rekrekan dengan luas areal pengamatan. Nisbah kelamin Penghitungan nisbah kelamin dilakukan dengan melihat perbandingan jumlah jantan dan betina pada tiap kelompok rekrekan yang ditemukan.
5 Struktur umur Tabel 3 Ciri-ciri fisik rekrekan pada setiap kelas umur Kelas Umur Ciri-ciri Fisik Dewasa
Warna rambut kelabu kecoklatan, sedangkan bagian ventral mulai dagu, bagian dalam tangan, kaki sampai ekor berwarna putih keabu-abuan serta jambul tumbuh tegak berwarna hitam. Panjang tubuh dari kepala hingga tungging antara 45 - 48 cm dengan panjang ekor antara 43 - 68 cm. Berat tubuh rekrekan dewasa berkisar antara 5 - 7 kg. Individu dewasa dapat diidentifikasi jenis kelaminnya.
Muda Warna rambut kelabu kecoklatan, sedangkan bagian ventral mulai dagu, bagian dalam tangan, kaki sampai ekor berwarna putih keabu-abuan serta jambul tumbuh tegak berwarna hitam. Panjang tubuh dari kepala hingga tungging lebih kecil dari ukuran tubuh rekrekan dewasa dan ekor lebih pendek dari panjang ekor rekrekan dewasa. Anak Warna rambut kelabu kecoklatan, sedangkan bagian ventral mulai dagu, bagian dalam tangan, kaki sampai ekor berwarna putih keabu-abuan, namun jambul belum terlihat. Ukuran tubuh lebih kecil dibanding ukuran tubuh rekrekan dewasa dan muda. Bayi Warna rambut putih keabuan pada seluruh tubuh mulai dari kepala sampai ekor. Ukuran tubuh paling kecil.
(sumber foto: national.news.c.id)
(Sumber: Supriatna dan Wahyono 2000)
Pengambilan data struktur umur dilakukan dengan pengamatan pada setiap individu, kemudian diklasifikasikan menjadi individu dewasa, individu muda, anak dan bayi dengan ciri-ciri tubuh seperti terlihat pada Tabel 3. Penyebaran Data sebaran geografis rekrekan diperoleh dengan menandai titik koordinat tempat ditemukannya rekrekan menggunakan GPS.
6 Analisis Data
Komponen fisik habitat Analisis data untuk komponen fisik habitat rekrekan terdiri dari suhu dan kelembaban udara, ketinggian tempat, lokasi sumber air, jenis tanah, serta intensitas cahaya. Komponen tersebut dianalisis secara deskriptif dari hasil pengukuran di lapangan. Lokasi sumber air akan disajikan dalam bentuk peta yang diolah menggunakan software ArcMap GIS 10.3. Komponen biotik habitat Analisis data untuk komponen biotik habitat rekrekan terdiri dari vegetasi, sumber pakan, satwaliar dan predator. Analisis tersebut dilakukan secara deskriptif dan kualitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengolah data vegetasi, frekuensi bagian tumbuhan dimakan dan populasi rekrekan menggunakan rumus sebagai berikut: Vegetasi Menurut Soerianegara dan Indrawan (1998) untuk mengetahui struktur dan komposisi vegetasi, maka pada masing-masing petak ukur dilakukan analisis kerapatan, frekuensi, dan dominansi untuk setiap jenis tumbuhan. Nilai INP (Indeks Nilai Penting) merupakan parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi/tingkat penguasaan (Soerianegara dan Indrawan 1998). Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus sebagai berikut : Kerapatan =
∑
ind/ha x 100 %
Kerapatan Relatif =
Frekuensi =
Frekuensi Relatif
∑ ∑
=
x 100 %
Dominansi =
Dominansi Relatif =
x 100 %
Indeks Nilai Penting = KR + FR + DR
Sumber pakan Analisis deskriptif terhadap jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai sumber pakan serta bagian tumbuhan yang dimakan. Perhitungan persentase frekuensi bagian tumbuhan dimakan dihitung dengan cara : Frekuensi bagian tumbuhan dimakan =
x 100 %
7 Satwa liar dan predator Jenis satwaliar dan predator yang ditemukan diidentifikasi menurut ciri-ciri fisik tubuh dan pengamatan tidak langsung seperti mengamati sisa-sisa feses predator rekrekan. Analisis terhadap satwaliar dan predator ini dilakukan secara deskriptif untuk menjelaskan jenis-jenis yang ditemukan dan jenis yang paling banyak ditemukan dalam plot pengamatan. Populasi Jumlah populasi yaitu nilai individu terbanyak pada seluruh pengulangan pengamatan. Perhitungan jumlah individu didapat dengan rumus : terbesar , P=∑ Keterangan: Pi = Ukuran populasi pada lokasi konsentrasi ke‐i (individu) P = Total populasi pada seluruh areal penelitian Xi = Jumlah individu yang dijumpai pada pengamatan ke-i Kepadatan populasi didapatkan dengan membagi jumlah individu yang ditemukan dengan luas areal pengamatan. Kepadatan populasi menunjukkan jumlah populasi per hektar pada suatu areal. Kepadatan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: D= Keterangan: D = Pi = A =
∑
Kepadatan populasi (ind/ha) Ukuran populasi pada lokasi konsentrasi ke-i (individu) Luas areal pengamatan (ha)
Nisbah kelamin diketahui dengan membandingkan jumlah individu jantan dewasa dengan jumlah individu betina dewasa. Pengolahan data nisbah kelamin tersebut menggunakan rumus sebagai berikut: S= Keterangan: S = J = B =
Seks ratio Jumlah jantan dewasa Jumlah betina dewasa
Penyebaran Titik koordinat rekrekan ditemukan yang telah ditandai dengan GPS, selanjutnya dianalisis dengan menggunakan software ArcMap GIS 10.3. Titik penyebaran rekrekan akan disajikan dalam bentuk peta serta akan dijelaskan secara deskriptif .
8
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Resort Semuncar Taman Nasional Gunung Merbabu terletak di Provinsi Jawa Tengah Kabupaten Boyolali, Kecamatan Selo. Luas wilayah Resort Semuncar adalah 2 415 ha dengan zona inti kawasan pada puncak Gunung Merbabu. Gunung Merbabu tidak mempunyai kawah yang aktif karena tergolong gunung api tua yang sudah lama tidak aktif lagi, dan pada puncaknya membentuk dataran tinggi yang lebar dengan beberapa puncaknya tersebar secara terpisah. Topografi kawasan TNGMb sebagian besar merupakan daerah pegunungan mulai dari berbukit-bukit hingga bergunung-gunung, terdapat jurang dan tebing yang curam dengan tingkat kemiringan mulai dari 30% sampai dengan 80%.
Komponen Fisik Habitat Ketinggian tempat Puncak Gunung Merbabu berada pada ketinggian 3 142 m dpl dengan kemiringan lereng lebih dari 40º. Penelitian dilakukan di hutan pegunungan sekitar jalur pendakian Selo TNGMb sampai pada Pos 2 yang memiliki ketinggian sekitar 2 500 m dpl. Berdasarkan pengamatan rekrekan ditemukan pada ketinggian 2 150 - 2 420 m dpl, seperti dalam penelitian yang dilakukan oleh Nijman dan Sozer (1995), di Pegunungan Dieng rekrekan pernah ditemukan pada ketinggian 2 565 m dpl. Ketinggian tempat ini berbeda dengan penelitian Supriatna dan Wahyono (2000) yang menyatakan bahwa rekrekan hidup di hutan hujan tropis di kawasan tropika dengan ketinggian antara 350 - 1 500 m dpl. Perbedaan ketinggian ini dapat disebabkan karena habitat yang menyediakan daun-daun muda dan buah sebagai pakan rekrekan di Resort Semuncar berada pada ketinggian 2 100 - 2 420 m dpl, sedangkan di ketinggian 1 969 m dpl - 2 099 m dpl didominasi oleh tegakan pinus dan tegakan puspa yang berasal dari sisa hutan tanaman Perum Perhutani Unit 1 maupun unit II yang sebelumnya memiliki izin pengelolaan TNGMb. Kondisi habitat pada ketinggian di atas 2 500 m dpl mulai didominasi oleh tiang dan pancang, selanjutnya pada ketinggian 2 700 m dpl vegetasi berupa hamparan sabana yang didominasi tumbuhan bawah dan sedikit pancang kemlandingan gunung. Menurut penelitian Clutton-Brock (1977), primata sangat selektif dalam memilih habitat yang sesuai dengan potensi sumber pakan yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Sumber pakan merupakan faktor yang paling penting dalam pemilihan habitat tersebut, sehingga di TNGMb rekrekan menempati habitat yang memenuhi kebutuhannya pada ketinggian 2 150 - 2 420 m dpl. Rekrekan ditemukan berpindah-pindah dari satu bukit ke bukit yang lainnya dengan cara melompat melalui tajuk-tajuk pohon. Pada perjumpaan pertama rekrekan ditemukan di bukit Ndeles pada ketinggian 2 150 m dpl, selanjutnya rekrekan ditemukan di bukit Bundas pada ketinggian 2 167 m dpl, ditemukan di bukit Nguweng pada ketinggian 2 186 m dpl, di bukit Dok Malang pada ketinggian 2 194 m dpl, di bukit Dok Cilik pada ketinggian 2 274 m dpl, di bukit
9 Tulangan pada ketinggian 2 296 m dpl, di bukit Nglorok pada ketinggian 2 319 m dpl. Lokasi tertinggi ditemukannya rekrekan adalah di bukit Pandean yaitu pada ketinggian 2 420 m dpl. Berdasarkan frekuensi perjumpaan pada setiap ketinggian tempat, rekrekan paling sering dijumpai pada bukit Dok Malang di ketinggian 2 194 m dpl. Ketersediaan sumber pakan diduga menjadi penyebab seringnya rekrekan melakukan aktivitas pada ketinggian 2 194 m dpl. Frekuensi perjumpaan rekrekan pada setiap ketinggian tempat disajikan dalam grafik pada Gambar 4. 100 90 80
Frekuensi
70 60 50 40 30 20 10 0 2150
2157
2155
2194
2274
2296
2319
2420
Ketinggian tempat (m dpl)
Gambar 4 Frekuensi perjumpaan rekrekan pada setiap ketinggian tempat Suhu dan kelembaban udara Penelitian dilaksanakan pada Bulan Februari sampai Maret 2015. Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, kawasan Gunung Merbabu memiliki iklim tipe B dengan nilai Q = 31,42%, dengan curah hujan berkisar antara 2 000 - 3 000 mm per tahun. Suhu sepanjang tahun berkisar antara 17 C 30 C. Keadaaan cuaca selama penelitian dilaksanakan yaitu sering terjadi kabut yang disertai angin kencang dengan kisaran suhu harian antara 18 C - 22 ˚C dan kelembaban udara antara 89% - 94%. Kelembaban udara tertinggi terjadi saat hujan turun pada siang hari yang disertai kabut, hujan tersebut terjadi sampai sore hari, sehingga kelembaban mencapai 94%. Kelembaban terendah yaitu sebesar 89% yang terjadi di saat siang hari saat cuaca berkabut. Berdasarkan hasil pengamatan, rekrekan paling sering melakukan aktivitas bergerak, sosial dan mencari makan pada suhu 19 ˚C yaitu pada pagi dan sore hari. Siang hari pada suhu 20 ˚C dan 21˚C rekrekan lebih banyak melakukan proses mencerna makanan dan terlihat beristirahat di tajuk pohon, hal ini berkaitan dengan proses pencernaan rekrekan. Kay dan Davies (1994) menyatakan bahwa sub famili Colobinae memiliki lambung yang kompleks dan proses pencernaan yang dibantu bakteri mikroflora sehingga sub famili ini dapat mengkonsumsi makanan yang mengandung serat tinggi. Proses pencernaan seperti ini menyebabkan rekrekan terus melakukan aktivitas mencerna makanan dalam keadaan istirahat di siang hari pada suhu udara sekitar 20 ˚C - 21 ˚C. Berikut
10 grafik frekuensi perjumpaan rekrekan pada setiap ukuran suhu dan kelembaban udara disajikan pada Gambar 5. 140 120
Frekuensi
100 80 60 40 20 0 18˚C
19˚C
20˚C
21˚C
22˚C
Suhu Udara
Gambar 5 Frekuensi perjumpaan rekrekan pada setiap ukuran suhu udara Hasil pengukuran kelembaban udara selama pengamatan menunjukan rekrekan paling sering dijumpai pada kelembaban udara sebesar 91%. Frekuensi perjumpaan rekrekan pada setiap kelembaban udara disajikan pada grafik dalam Gambar 6. Pada kelembaban udara 91%, keadaan udara hujan dan berkabut. 120 100
Frekuensi
80 60 40 20 0 89%
90%
91%
93%
94%
Kelembaban Udara (nisbi)
Gambar 6 Frekuensi perjumpaan rekrekan pada setiap kelembaban udara
11 Tanah Gunung Merbabu terbentuk oleh proses yang berasal dari aktivitas gunung api (vulkanik), yang memiliki material bekas lelehan lava (lava flow). Bentuk permukaannya bergelombang dan banyak ditemui singkapan batuan. Pada daerah ini, proses erosi bersifat sedang dan ditandai oleh bentuk igir-igirnya tidak terlalu tajam dan pola alirannya tidak begitu rapat. Hal ini disebabkan karena material endapan lelehan lava lebih resisten daripada material endapan piroklastik (Dahlgren et al. 1993). Gambar lapisan tanah pada habitat rekrekan disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7 Lapisan tanah pada habitat rekrekan Berdasarkan analisis tanah yang dilakukan pada sampel tanah yang diambil dari lokasi penelitian, diketahui bahwa jenis tanah pada habitat rekrekan adalah Andisol. Jenis tanah Andisol merupakan tanah yang memiliki sifat tanah andik, yaitu kadar bahan organik kurang dari 25% dan kandungan bahan amorf (alofan, imogolit, ferrihidrit atau senyawa kompleks al-humus). Tanah Andisol mempunyai karakter fisik yaitu, tanah ini sangat porous, struktur granular atau remah, mengandung bahan organik 8% - 30%, pH berkisar antara 4,5 – 6,5. Kandungan Basa (KB) dan Kapasitas Tukar Kation (KTK) yang cukup tinggi, warna tanah gelap pada bagian atas dan coklat kemerahan pada lapisan tengah dan bawah (Rachim dan Suwardi 1999). Andisol di Indonesia berkembang dan tersebar pada daerah dengan curah hujan tahunan rata-rata 2 000 mm sampai 7 000 mm dengan variasi temperatur antara 18 C - 22 C. Tanah Andisol terbentuk dari bahan volkanik, seperti abu volkan, lava atau bahan volkan klastik. Jenis tanah ini cocok untuk pertumbuhan tanaman perkebunan dan cocok untuk pohon pinus serta jenis pohon yang tumbuh di Gunung Merbabu seperti sengiran, akasisa dekuren, kemlandingan gunung dan beberapa jenis pohon pakan rekrekan lainnya, sehingga menyebabkan pohon pakan rekrekan dapat tumbuh dengan baik di tempat ini.
12 Lokasi sumber air Sumber air terbesar di habitat rekrekan pada Resort Semuncar adalah sungai. Jarak sungai dengan titik rekrekan ditemukan dibatasi oleh jurang dan bukit, namun selama pengamatan dilakukan pengamat belum pernah menjumpai rekrekan memanfaatkan sungai untuk memenuhi kebutuhan airnya. Rekrekan diduga memanfaatkan kandungan air yang terdapat pada pakannya, seperti buah dan daun muda serta dari air hujan yang menempel pada bagian tumbuhan.
Gambar 8 Lokasi sumber air pada Resort Semuncar Terkait dengan pemenuhan kebutuhan air, di habitat alaminya primata jarang melakukan aktivitas minum. Persentase aktivitas minum pada primata hanya sedikit, karena sudah dicukupi dari makanan yang dikonsumsi (Wirdateti dan Dahruddin 2011). Penelitian pada spesies dengan genus yang sama menunjukkan bahwa kebutuhan air pada primata 60% diperoleh dari makanan dan 40% didapat dari aktivitas minum (Kullik 2010). Intensitas cahaya Intensitas cahaya didefinisikan sebagai banyaknya fluks cahaya yang memancar per sudut ruang (Kristiyan 2013). Cahaya dibutuhkan oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis. Hasil fotosintesis ini akan berupa karbohidrat dan oksigen. Karbohidrat digunakan sebagai sumber energi dan bahan untuk membuat senyawa lain yang dibutuhkan tumbuhan. Senyawa-senyawa organik ini selain dimanfaatkan oleh tumbuhan juga dimanfaatkan oleh hewan herbivora sebagai bahan makanan. Selama pengamatan, terlihat bahwa jenis pakan rekrekan berasal dari bagian-bagian tumbuhan yaitu daun muda, buah, bunga dan biji. Saat bagian tumbuhan tersebut dimakan oleh rekrekan maka akan terjadi perpindahan energi dari energi matahari menjadi energi kimia dalam tumbuhan kemudian berpindah ke tubuh rekrekan.
13 Tabel 4 Besaran lux cahaya matahari Besaran lux Keadaan Cahaya 120 000 lux Sinar matahari sangat cerah 11 000 lux Sinar matahari cerah 20 000 lux Naungan diterangi oleh seluruh langit biru 10 000 – 25 000 lux Hari mendung khas tengah hari <200 lux Ekstrim awan badai paling gelap, tengah hari (Sumber: Kristiyan 2013)
Berdasarkan hasil pengukuran menggunakan lux meter, intensitas cahaya terendah selama pengamatan adalah 8 260 lx yang menunjukan bahwa lux ekstrim, terdapat awan paling gelap di tengah hari. Intensitas cahaya maksimal adalah 120 831 yang menunjukan bahwa cuaca matahari sangat cerah. Sinar matahari merupakan faktor utama sebagai energi dalam fotosintesis. Kekurangan cahaya akan mengganggu proses fotosintesis dan pertumbuhan. Meskipun kebutuhan cahaya tergantung pada jenis tumbuhan, kekurangan cahaya pada saat pertumbuhan berlangsung akan menimbulkan gejala etiolasi, dimana batang kecambah akan tumbuh lebih cepat namun lemah dan daunnya berukuran lebih kecil, tipis, pucat. Namun, apabila tumbuhan memperoleh cahaya matahari yang cukup untuk fotosintesis maka tumbuhan tersebut akan memiliki daun yang kaya nitrogen dan protein serta memiliki buah yang lebih melimpah, ukuran lebih besar sehingga mempengaruhi ketersediaan pakan rekrekan.
Komponen Biotik Habitat Vegetasi Potensi sumberdaya hayati yang ada di lokasi penelitian ini secara keseluruhan cukup besar, baik menyangkut potensi keanekaraman vegetasi dengan variasi mulai dari vegetasi semak, perdu maupun pohon yang beragam. Taman Nasional Gunung Merbabu memiliki tiga tipe ekosistem hutan, yaitu: ekosistem hutan pengunungan bawah (1 000 - 1 500 m dpl), ekosistem hutan pegunungan tinggi (1 500 - 2 400 m dpl) dan ekosistem hutan sub-alpin (2 400 - 3 142 m dpl). Selain itu, Taman Nasional Gunung Merbabu memiliki tiga puncak, yaitu puncak Antena (2 800 m dpl), puncak Syarif (3 119 m dpl) dan puncak Kenteng Songo (3 142 m dpl). Analisis vegetasi dilakukan dengan menggunakan 12 petak berukuran 20 x 2 20 m pada lokasi pengamatan yang merupakan lokasi ditemukannya rekrekan. Berdasarkan observasi lapang, diketahui bahwa habitat rekrekan di Resort Semuncar terdapat pada ekosistem hutan pegunungan tinggi dengan ketinggian antara 1 500 - 2 400 m dpl yang memiliki jenis-jenis tumbuhan seperti kemlandingan gunung (Albizzia montana), akasia dekuren (Acacia deccurens), sengiran (Pittosporum moluccanum), jerukan (Siphonodon celastrineus), kesowo (Engelhardia serrate), dempul (Glochidion sp), pasang (Quercus spicata), puspa (Schima wallichii), pampung (Uranthe javanica), kemiren (Hernandia peltata Meissn), wuru kesik (Actinodaphne procera), wilodo (Ficus fistulosa). Terdapat pula jenis tumbuhan bawah seperti kirinyuh (Chromolaena odorata), tanganan
14 (Schefflera elliptica), harendong (Melastoma affine), reba (Ficus ribes Reinw), mollocos (Sida rhombifolia Linn) dan rumput gajah (Themeda gigantea Hack). Secara fungsional, adanya komposisi vegetasi tersebut menyediakan pakan dan tempat berlindung serta melakukan aktivitas sosial bagi rekrekan. Jumlah dan kualitas sumberdaya hayati ini akan berpengaruh terhadap kemampuan habitat untuk mendukung populasi rekrekan. Menurut Alikodra (2002), habitat yang baik akan mendukung perkembangbiakan organisme yang hidup di dalamnya secara normal. Habitat memiliki kapasitas tertentu untuk mendukung pertumbuhan populasi suatu organisme. Kapasitas untuk mendukung organisme disebut daya dukung habitat . Jenis tumbuhan yang dominan pada tingkat pohon dan pancang adalah kesowo. Jenis ini ditemukan pada keempat plot dengan jumlah individu paling banyak, namun pada tingkat tiang jumlah individu terbanyak yaitu jenis pasang, pada tingkat semai individu terbanyak yaitu sengiran dan pada tingkat tumbuhan bawah individu terbanyak adalah rumput gajah. Tinggi pohon kesowo tertinggi pada petak pengamatan adalah 10 meter, sementara jenis yang memiliki nilai indeks penting terendah adalah jenis jirak dengan INP sebesar 4.69%. Pohon jirak hanya terdapat dalam 2 petak pengamatan dengan jumlah individu masing-masing satu individu pada kedua petak. Indeks nilai penting tertinggi pada tingkat pancang adalah pada jenis kesowo yaitu sebesar 30.83%. Hal ini menunjukan bahwa peluang pancang kesowo untuk tumbuh menjadi pohon lebih banyak dibanding pohon lain karena pancang kesowo yang memiliki kerapatan relatif, dan frekuensi relatif paling besar, sedangkan indeks nilai penting terendah yaitu pada jenis akasia dekuren sebesar 11.20%. Jumlah pancang akasia dekuren ini paling sedikit dijumpai pada petak pengamatan, jenis ini ditemukan pada 5 petak dari 12 petak pengamatan dan total individu pancang akasia dekuren pada kelima petak tersebut sebanyak 21 individu. Indeks nilai penting tertinggi pada tingkat tiang yaitu jenis pasang sebesar 20.95%, yang menunjukan peluang tiang pasang lebih banyak dibanding dengan jenis lain untuk tumbuh menjadi pancang dan seterusnya tumbuh menjadi pohon. Tiang jenis pasang ini terdapat pada 8 petak dari 12 petak pengamatan yang dibuat, sementara indeks nilai penting terendah pada jenis wilodo sebesar 10.23% yang ditemukan pada 4 petak dari 12 petak pengamatan yang dibuat. Pada tingkat semai indeks nilai penting tertinggi pada jenis sengiran sebesar 41.01%, hal ini menunjukan bahwa permudaan jenis sengiran memiliki peluang lebih besar untuk terus tumbuh menjadi pancang, tiang dan seterusnya tumbuh menjadi pohon dan peluang kelestarian jenis sengiran paling tinggi dari jenis yang lain. Semai sengiran ini ditemukan pada setiap petak pengamatan, sementara indeks nilai penting terendah pada tingkat semai yaitu jenis puspa sebesar 11.62%, yang menunjukan bahwa peluang kelestarian jenis puspa paling sedikit dibanding jenis yang lain pada lokasi rekrekan ditemukan. Semai jenis puspa hanya ditemukan pada tiga petak dari 12 petak pengamatan yang dibuat. Jenis tumbuhan bawah yang memiliki indeks nilai penting paling besar adalah rumput gajah sebesar 42.08%. Jenis ini paling banyak ditemukan dan tersebar pula pada jalur pendakian.
15 Tabel 5 Indeks Nilai Penting (INP) terbesar pada habitat rekrekan Tingkat Nama Lokal Nama ilmiah INP (%) Pohon Pancang Tiang Semai Tumbuhan bawah
Kesowo Kesowo Pasang Sengiran Rumput gajah
Engelhardia serrata Engelhardia serrata Quercus spicata Pittosporum moluccanum Themeda gigantea Hack
48.14 30.83 20.95 41.01 42.08
Rekrekan melakukan aktivitasnya pada pohon yang memiliki ketinggian antara 6 - 11 m. Aktivitasnya banyak dilakukan pada tajuk pohon dengan pemilihan strata tajuk yang bervariasi. Individu dewasa dan anak lebih banyak melakukan aktivitas pada tajuk pohon bagian atas dengan selang ketinggian antara 7 - 10 m, sedangkan individu remaja terlihat berada pada tajuk pohon bagian tengah dengan selang ketinggian 5 - 7 m. Rekrekan dalam aktivitas istirahat lebih memilih pohon dengan tajuk lebat dan berliana. Pohon dengan tajuk lebat dan berliana ini dapat dijadikan sebagai pohon cover bagi rekrekan. Alikodra (2002) mendefinisikan cover sebagai suatu tempat yang sering digunakan satwaliar sebagai tempat berlindung dari ancaman dan berkembang biak. Cover merupakan struktur lingkungan yang melindungi satwaliar dari berbagai kegiatan-kegiatan seperti istirahat, aktivitas sosial dan berreproduksi. Vegetasi hutan merupakan salah satu bentuk pelindung yang berfungsi sebagai tempat persembunyian (Hiding cover) serta tempat penyesuaian terhadap perubahan temperatur (Thermal cover). Menurut Bolen (1995), cover mencegah adanya pengeluaran energi yang berlebihan dengan melindungi satwa dari cuaca dan predator atau musuhnya. Sumber pakan Jenis tumbuhan pakan rekrekan diketahui dengan mengamati aktivitas makan rekrekan. Aktivitas makan dimulai dari melihat makanan, memilih, memetik atau langsung memasukkan kedalam mulut, mengunyah, menelan, dan membuang sisa makanan (Arifin 1991). Rekrekan menggunakan tumbuhan pakan yang bervariasi pada wilayah jelajahnya. Hasil pengamatan menunjukan bahwa jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai sumber pakan yaitu kemlandingan gunung, akasia dekuren, pampung, jerukan, sengiran, tanganan dan kirinyuh. Bagian tumbuhan yang dimakan oleh rekrekan adalah daun muda, bunga, dan buah dan biji. Frekuensi bagian-bagian tumbuhan yang dimakan dicatat untuk mengetahui persentase bagian tumbuhan yang paling sering dimakan oleh rekrekan. Berdasarkan perhitungan frekuensi bagian tumbuhan yang dimakan, diketahui bahwa bagian yang paling sering dimakan oleh rekrekan adalah daun muda yaitu sebanyak 49%, selanjutnya bagian biji sebanyak 18%, bagian buah 17% dan bagian bunga 16%. Jenis tumbuhan yang bagiannya paling banyak dimanfaatkan oleh rekrekan sebagai sumber pakan adalah kemlandingan gunung. Bagian kemlandingan gunung yang dimanfaatkan yaitu bagian bunga, buah dan daun muda. Persentase bagian tumbuhan yang dimakan oleh rekrekan disajikan dalam Gambar 9.
16 Biji 18%
Daun muda 49%
Buah 17%
Bunga 16%
Gambar 9 Persentase bagian tumbuhan yang dimakan oleh rekrekan Aktivitas makan rekrekan bervariasi berdasarkan ruang makannya. Rekrekan melakukan aktivitas makan mulai dari lantai hutan sampai bagian tajuk atas pohon. Rekrekan paling sering melakukan aktivitas makan pada bagian tajuk atas pohon, namun rekrekan akan turun ke lantai hutan ketika ketersediaan makanan kurang. Menurut Perica (2001), bagian atas tajuk memperoleh cahaya matahari untuk fotosintesis yang lebih tinggi dibandingkan bagian bawah tajuk. Bagian atas tajuk umumnya memiliki daun yang kaya nitrogen dan protein, memiliki buah yang lebih melimpah serta ukuran buah lebih besar, sehingga diduga hal ini menjadi faktor penyebab rekrekan lebih memilih bagian tajuk atas dibandingkan bagian tajuk bawah dan lantai hutan. Menurut Clutton-Brock (1977), aktivitas makan di lantai hutan dapat disebabkan oleh ketersediaan pakan di tajuk kurang sehingga dibutuhkan alternatif makanan yang lain. Keberadaan jenis primata lain pada habitat rekrekan tidak mempengaruhi bagian tumbuhan yang dimakan dan turut berpengaruh terhadap penggunaan ruang. Wilayah jelajah kelompok A ditempati oleh kelompok monyet ekor panjang, sedangkan pada wilayah jelajah kelompok B terdapat populasi lutung budeng dan monyet ekor panjang. Dibandingkan dengan jenis primata lainnya menurut Kool (1993), rekrekan lebih banyak makan daun muda dan sedikit buah, hal ini berkaitan dengan sistem pencernaan rekrekan. Rekrekan adalah hewan ruminansia. Lutung budeng selama pengamatan terlihat lebih sering memakan bagian pucuk daun dibandingkan daun muda, sementara monyet ekor panjang lebih sering memanfaatkan buah. Menurut Bennet diacu dalam Davies (1994), hal ini terjadi karena adanya ciri morfologi lambung yang berbeda sehingga mempengaruhi strategi makan kedua genus ini. Rekrekan lebih banyak berada di tajuk bagian atas pohon untuk aktivitas hariannya, sementara lutung budeng dan monyet ekor panjang lebih banyak melakukan aktivitas harian pada tajuk bagian bawah dan lantai hutan. Perbedaaan ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan relung ekologi pada ketiga jenis primata ini. Odum (1983) menyatakan relung ekologi merupakan gabungan khusus antara faktor fisik kimiawi (microhabitat) dengan kaitan biotik (peranan) yang diperlukan oleh suatu spesies untuk aktivitas hidup dan eksistensi yang terus menerus di dalam komunitas.
17 Satwaliar Keanekaragaman jenis fauna di Gunung Merbabu cukup tinggi, terdapat 45 jenis burung dan 10 jenis mamalia yang 3 diantaranya adalah jenis primata. Jenis primata yang ditemukan adalah lutung budeng (Trachypithecus auratus) dan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Jenis burung yang ditemukan adalah bentet kelabu (Lanius schach), cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster), kipasan ekor merah (Rhipidura phoenicura), sepah gunung (Pericrocotus miniatus), sikatan dada merah (Ficedula dumetoria), sikatan bodoh (Ficedula hyperythra), sikatan ninon (Eumyias indigo), anis gemak loreng (Turnix suscicator) dan cica kopi melayu (Pomatorhinus montanus). Jenis burung yang paling sering ditemukan adalah sepah gunung. Jenis ini membentuk kelompok dengan jumlah 10 hingga 25 individu, sementara jenis primata yang paling sering ditemukan adalah monyet ekor panjang. Berikut gambar sepah gunung dan monyet ekor panjang disajikan pada Gambar 10.
a
b
Gambar 10 Sepah gunung di bukit Dok Malang (a) monyet ekor panjang di bukit Dok Cilik (b) Predator Rekrekan merupakan satwa arboreal yang pada keadaan tertentu dapat melakukan aktivitas di lantai hutan. Rekrekan berpotensi sebagai mangsa dari top predator alami yang hidup di Resort Semuncar. Keberadaan predator alami rekrekan diketahui dengan ditemukannya feses dan jejak kaki macan tutul (Panthera pardus) (Gambar 11).
a
b
Gambar 11 Feses macan tutul di bukit Ndeles (a) jejak kaki macan tutul di bukit Dok Malang (b)
18 Feses macan ini ditemukan pada lantai hutan yang tersebar hampir di sepanjang jalur pengamatan. Jejak kaki macan tutul juga ditemukan pada lokasi pengamatan. Jejak kaki ini terdapat pada lantai hutan yang agak basah di jalur pengamatan pada bukit. Populasi Jumlah populasi Rekrekan hidup berkelompok kecil dengan sistem one male- multi female. Menurut Supriatna dan Wahyono (2000) di habitat alaminya, rekrekan membentuk kelompok kecil yang terdiri dari 3 - 8 individu. Kelompok rekrekan terdiri dari individu jantan dan beberapa individu betina, serta individu muda yang dalam asuhan induknya. Berdasarkan pengamatan diketahui bahwa terdapat 2 kelompok rekrekan pada lokasi penelitian. Kedua kelompok rekrekan yaitu kelompok A dan kelompok B (Tabel 6). Tabel 6 Jumlah populasi rekrekan di Resort Semuncar Nama kelompok Kelompok A Kelompok B
Jantan dewasa Betina dewasa 1 1
2 2
Muda
Anak
Jumlah
2 4
1 2
6 9
Populasi kelompok A ditemukan pada bukit Ndeles, bukit Bundas dan bukit Nguweng yaitu sebanyak 6 individu. Terdiri dari 1 individu jantan dewasa, 2 individu betina dewasa, 2 individu muda dan 1 individu anak. Pada bukit Ndeles rekrekan kelompok A ini ditemukan melakukan aktivitas berpindah, aktivitas sosial, istirahat dan makan di pohon kemlandingan gunung, sengiran serta pohon akasia dekuren dengan tinggi pohon 6 - 11 meter. Pada bukit Bundas rekrekan juga terlihat pada pohon kemlandingan gunung dengan ketinggian pohon 9 -11 meter. Sama halnya pada bukit Bundas dan Ndeles, rekrekan di bukit Nguweng rekrekan ditemukan pada pohon kemlandingan gunung yang memiliki ketinggian 11 meter. Populasi kelompok B terdiri dari 9 individu, yaitu 1 individu jantan dewasa, 2 individu betina dewasa, 4 individu muda dan 2 individu anak. Populasi kelompok B ini ditemukan di bukit Tulangan, Dok Malang, Dok Cilik, dan Pandean dengan aktivitas berpindah, makan, berdiam di tajuk pohon. Dalam pergerakan kelompok B individu jantan dewasa berperan sebagai inisiasi dan penentu arah pergerakan dengan betina dewasa berada dibelakang kelompok dan menyusul pergerakan. Strategi ini bisa jadi bertujuan untuk melindungi individu muda dalam kelompok dari predator. Berdasarkan pengamatan, diketahui bahwa terdapat perbedaan perilaku sosial dan struktur kelompok pada kedua kelompok rekrekan ini. Pergerakan kelompok A diawali individu betina dewasa memimpin pergerakan dan individu jantan dewasa berada dibelakang kelompok untuk mengawasi anggota kelompoknya. Awal pergerakan kelompok A tidak selalu ditandai oleh panggilan keras (loud call) dari jantan, hanya beberapa kali individu jantan melakukan aktivitas loud call saat mengawali pergerakan, makan dan akan berpindah.
19 Pada kelompok B lebih sering teramati pergerakan diawali dengan loud call seperti suara “nguk” oleh jantan dewasa dominan untuk memanggil individu lain yang bergerak dengan arah berlainan. Menurut Delgado (2006), perilaku bersuara khususnya loud call berfungsi sebagai fungsi spasial antar kelompok, koordinasi sosial, dan seleksi sosial. Dalam kaitannya dengan fungsi spasial antar kelompok, menurut Mitani dan Stuht (1999), loud call merupakan adaptasi suara untuk meningkatkan pengakuan wilayah dalam jarak yang jauh. Gambar populasi rekrekan disajikan dalam Gambar 12.
Gambar 12 Populasi rekrekan kelompok A pada pohon kesowo di bukit Ndeles Kepadatan populasi Resort Semuncar memiliki luas wilayah sebesar 2 415 ha, sementara lokasi pengamatan yang diduga merupakan habitat rekrekan adalah sebesar 591.590 ha dan dibagi menjadi tiga jalur pengamatan yang dapat menyusuri bukit Ndeles, Bundas, Nguweng, Dok Malang, Dok Cilik, Tulangan, Nglorok sampai Pandean. Berdasarkan pengamatan tersebut ditemukan 2 kelompok dengan total populasi sebanyak 15 individu rekrekan. Kepadatan populasi ditentukan dengan membagi jumlah populasi dengan luas wilayah habitat rekrekan. Hasil perhitungan kepadatan populsi tersebut menunjukan bahwa kepadatan populasi rekrekan di Resort Semuncar adalah sebesar 0.395 individu/km2. Kepadatan populasi rekrekan di Resort Semuncar sedikit jika dibandingkan dengan kepadatan populasi rekrekan yang ditemukan di Pegunungan Dieng oleh Nijman dan Van Balen (1998) yaitu sebesar 28 individu/km2. Nisbah kelamin Rekrekan merupakan satwa yang kurang jelas perbedaan antar jenis kelaminnya, dan tidak dapat dibandingkan hanya dengan melihat bentuk, warna dan ukuran tubuhnya saja ( Lucas dan Teaford 1994). Jenis kelamin rekrekan dapat diketahui dengan melihat ada tidaknya testis pada rekrekan jantan dan kelenjar susu pada individu betina dewasa, namun pada individu remaja dan anak jenis kelamin sulit teridentifikasi (Setiawan A 2006). Berdasarkan observasi, perbandingan antara jumlah jantan dan betina pada rekrekan kelompok A yaitu 1:2, begitu pula perbandingan jumlah jantan betina pada rekrekan kelompok B
20 yaitu 1:2. Perbedaan morfologi rekrekan betina dan jantan disajikan pada Gambar 13.
Gambar 13 Morfologi Individu betina (a), morfologi individu jantan (b) Struktur umur Struktur umur rekrekan dapat dibedakan menjadi dewasa, muda, anak dan bayi. Populasi rekrekan di Resort Semuncar memiliki struktur umur dewasa, muda dan anak. Pengamat tidak menemukan individu bayi selama pengamatan. Berikut piramida struktur umur rekrekan disajikan pada Gambar 14.
Dewasa (3)
Dewasa (3)
Muda (2)
Muda (4)
Anak (1)
Anak (2) (b)
(a) Dewasa (6) Muda (6) Anak (3)
(c) Gambar 14 Piramida struktur umur Kelompok A (a), piramida struktur umur Kelompok B (b), piramida struktur umur Kelompok A+B (c) Berdasarkan piramida struktur umur populasi rekrekan Kelompok A dapat diketahui bahwa individu anak dan muda lebih sedikit dibandingkan dengan individu dewasa. Perbandingan struktur umur Kelompok A dewasa: muda: anak secara berturut-turut adalah 3: 2 : 1. Struktur umur dapat dipakai untuk menilai keberhasilan perkembangbiakan satwaliar, sehingga dapat digunakan pula untuk menilai prospek kelestarian satwaliar (Alikodra 2002). Perbandingan struktur umur rekrekan Kelompok A menunjukan bahwa prospek kelestarian rekrekan Kelompok A lebih sedikit jika dibandingkan dengan populasi rekrekan Kelompok
21 B yang memiliki struktur umur dewasa: muda: anak yaitu 3: 4: 2. Individu muda dan anak pada rekrekan Kelompok B lebih banyak dibanding individu dewasa. Perbandingan struktur umur rekrekan di Resort Semuncar secara keseluruhan yaitu 6: 6: 3, hal ini menunjukan perkembangan populasi rekrekan menurun. Jumlah individu rekrekan anak lebih sedikit dibanding jumlah individu rekrekan dewasa dan muda. Kondisi struktur umur dengan pola yang menurun, menunjukan bahwa jaminan kelestarian populasi rekrekan di Resort Semuncar rendah. Sebaliknya, kondisi struktur umur populasi yang meningkat yaitu dengan individu anak lebih banyak dibanding individu muda dan dewasa menunjukan jaminan kelestarian populasi tetap tinggi. Menurut Hidayat (2013), semakin banyaknya jumlah individu pada struktur umur anak dan muda akan memberikan jaminan keproduktifan populasi atau angka kelahiran akan tetap tinggi. Informasi mengenai perbandingan struktur umur rekrekan sampai saat ini masih terbatas, maka data pembanding untuk hasil penelitian ini terbatas. Peneletian pada genus yang sama menunjukan bahwa Presbytis comata di Taman Nasional Gunung Ceremai memiliki pola struktur umur yang meningkat (Progressive population) yaitu dengan perbandingan dewasa: muda : anak sebesar 7: 10: 11 (Hidayat 2013).
Penyebaran Rekrekan ditemukan pada 6 bukit yang terdapat di Resort Semuncar. Kelompok A memiliki wilayah jelajah yang meliputi bukit Ndeles dan Bundas, terkadang kelompok A juga melakukan aktivitasnya sampai ke bukit Tulangan (Gambar 15). Kelompok B yang menempati wilayah jelajah meliputi bukit Tulangan, Dok Malang, Dok Cilik, Nglorok dan Pandean.
Gambar 15 Penyebaran rekrekan di Resort Semuncar
22 Penyebaran ini sesuai terhadap seleksi habitat yang disukai oleh kelompok rekrekan. Seleksi terhadap habitat yang disukai dapat dipandang dari dua segi. Pertama adalah secara genetik, dimana setiap individu dapat bereaksi terhadap keadaan lingkungan sehingga mampu melakukan pemilihan habitat yang sesuai. Kedua adalah adanya hubungan antar jenis atau kelompok serta proses belajar sejak dari umur muda atau belajar dari pengalaman yang didapat dari individu yang lebih tua (Clutton-Brock 1977). Bukit Ndeles, Bundas, Dok Cilik, Dok Malang, Nglorok dan Pandean memiliki keadaan lingkungan yang menyediakan sumber pakan, sumber air dan tempat berlindung yang sesuai untuk memenuhi fungsi habiat bagi rekrekan. Potensi Ancaman Selama penelitian, potensi ancaman kelestarian habitat rekrekan yang terdiri dari kegiatan manusia dan gejala alam. Kegiatan manusia tersebut salah satunya adalah pendakian. Jalur pendakian dibuka untuk umum setiap hari tanpa ada pembatasan jumlah pendaki. Menurut keterangan pengelola Taman Nasional, tercatat bahwa pada bulan Maret 2015 jumlah pendaki mencapai 90 orang setiap hari. Kegiatan pendakian ini menghasilkan sisa sampah para pendaki dan menjadikan ancaman bagi lingkungan habitat rekrekan. Pendaki gunung masih banyak yang membuang sampah sembarangan di jalur pendakian. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa pengelolaan rekrekan di Resort Semuncar baru berjalan pada tahap monitoring populasi rekrekan serta lokasi ditemukannya saja. Perlindungan khusus terhadap habitat rekrekan seperti pengelolaan habitat sampai saat ini belum dilakukan secara optimal dikarenakan kegiatan perlindungan masih dilakukan ke aspek lain.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Karakteristik habitat rekrekan (Presbytis fredericae Sody, 1930) yaitu memiliki ketinggian tempat 2 150 hingga 2 420 m dpl, suhu 19 C – 21 C dan kelembaban udara sebesar 89% - 94%. Intensitas cahaya tertinggi pada habitat rekrekan adalah 120 831 lx, sementara intensitas cahaya terendah adalah 8 260 lx. Jenis tanah habitat rekrekan yaitu tanah Andisol. Komponen biotik habitat rekrekan didominasi oleh jenis kesowo (Engelhardia serrate), sementara jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai sumber pakan oleh rekrekan yaitu kemlandingan gunung (Albizzia Montana), akasia dekuren (Acacia deccurens), sengiran (Pittosporum moluccanum), jerukan (Siphonodon celastrineus), pampung (Uranthe javanica), tanganan (Schefflera elliptica) dan kirinyuh (Chromolaena odorata). Pada lokasi penelitian ini terdapat dua jenis primata lain selain rekrekan, yaitu lutung budeng (Trachypithecus auratus) dan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) serta terdapat berbagai jenis burung. Predator alami rekrekan yang teridentifikasi adalah macan tutul (Panthera pardus). Populasi rekrekan pada Resort Semuncar ditemukan sebanyak dua kelompok yaitu
23 Kelompok A dan Kelompok B dengan total populasi sebanyak 15 individu dan kepadatan populasi sebesar 0.395 individu/km2. Penyebaran rekrekan meliputi bukit Bundas, Ndeles, Dok Malang, Dok Cilik, Tulangan dan Pandean. Saran Saran yang dapat diberikan untuk pengelolaan habitat alami rekrekan di Resort Semuncar TNGMb adalah: 1. Perlu dilakukan inventarisasi tumbuhan pakan rekrekan 2. Perlu dilakukan analisis lebih lanjut mengenai pengelolaan habitat rekrekan serta upaya pelestariannya 3. Perlu dilakukan analisis dan pembatasan jumlah pendaki serta himbauan kepada pendaki untuk menjaga lingkungan agar tidak menimbulkan dampak yang negatif terhadap lingkungan dan habitat rekrekan.
DAFTAR PUSTAKA Alikodra HS. 2002. Pengelolaan Satwaliar Jilid II. Bogor (ID): Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Arifin, Z. 1991. Studi Populasi dan Perilaku Surili (Presbytis aygula Linnaeus, 1758) di Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bennett EL, Davies AG. 1994. The ecology of Asian colobines. Di dalam: Davies AG and Oates JF, editor. Colobine Monkeys:Their Ecology, Behaviour and Evolution. United States of America (US): Cambridge University Press : 129 – 171. Bismark M. 1991. Ekologi Makan Primata. Bogor (ID): Program Pascasarjana IPB. Bolen EG, Robinson WL. 1995. Wildlife Ecology and Management. Prentice Hall, Inc. A simon and Schuster Company. Englewood cliffs, New Jersey. Third edition. Printed in United States of America. Clutton-Brock TH. 1977. Some Aspects Of Interspecific Variation In Feeding And Ranging Behavior In Primates. In Clutton-Brock, T. H. (ed.). Primate Ecology. London (UK): Academic Press. Delgado RA. 2006. Sexual selection in the loud calls of male primates: Signal content and function. International Journal of Primatology 27(1): 5 - 25. Dahlgren R, Shoji S, Nanzyo M. 1993. Mineralogical characteristics of Volcanic Ash Soils. Pp 101-143 In S. Shoji, M. Nanzyo. Volcanic Ash Soils. Genesis, Properties and Utilizations. Development in Soil Science 21. Elsevier, Amsterdam. Eudey A. 2000. Presbytis comata. In: IUCN 2007. 2007 IUCN Red List of Threatened Species. http://www.iucnredlist.org. Sabtu, 07 Febuari 2015. Hidayat R. 2013. Pendugaan Parameter Demografi dan Pola Penggunaan Ruang Surili (Presbytis comata) di Taman Nasional Gunung Ciremai. Bogor (ID): Program Pascasarjana IPB.
24 [IUCN] International Union for Conservation of Nature. 2011. Red List of Threatened Species. http://www.iucnredlist.org/. Sabtu, 07 November 2014. Kay RNB, Davies AG. 1994. Digestive physiology. Di dalam: Davies AG and Oates JF, editor. Colobine Monkeys: Their Ecology, Behaviour and Evolution. United States of America (US): Cambridge University Press :229 - 251. Kool KM. 1993. The Diet and Feeding Behaviour of The Silver Leaf Monkey (Trachypithecus auratus sondaicus). International Journal of Primatology 14(5): 667 - 700. Kullik H. 2010. Water Consumption of Delacour’s Langur (Trachypithecus delacouri) and Grey Shanked Douc Langurs (Pygathrix cinerea) in Captivity. Vietnamese Journal of Primatology, 4: 41 - 47. Lucas PW, Teaford MF. 1994. Functional Morphology of Colobine Teeth. Di dalam: Davies AG and Oates JF, editor. Colobine Monkeys: Their Ecology, Behaviour and Evolution. United States of America (US): Cambridge University Press :173 – 205. Mitani JC, Stuht J. 1998. The Evolution of Nonhuman Primate Loud Calls: Acoustic Adaptation For Long-distance Transmission. Primates 39(2): 171- 182. Nijman V , van Balen SB. 1998. A Faunal Survey of the Dieng Mountains, Central Java (ID): Distribution and Conservation of Endemic Primate Taxa. Oryx 32(2): 145 - 156. Nijman V, Sozer R. 1995. Recent Observations of The Grizzled Leaf Monkey (Presbytis comata) and an Extension of The Range of The Javan Gibbon (Hylobates moloch) in Central Jawa (ID): Tropical Biodiversity 3(1): 45 48. Noerdjito M, Maryanto I, Prijono SN, Waluyo EB, Ubaidillah R, Mumpuni, Tjakrawidjaja AH, Marwoto RM, Heryanto, Noerdjito WA, Wiriadinata H. 2005. Kriteria Jenis Hayati Yang Harus Dilindungi Oleh dan Untuk Masyarakat Indonesia. Bogor (ID): Pusat Penelitian Biologi-LIPI & World Agroforestry Centre-ICRAF. 97 hal. Odum EP. 1983. Basic Ecology. Philadelphia (US): Sounders. Perica S. 2001. Fluctuation and Intra Canopy Variation in Leaf Nitrogen Level in Olive. Journal of Plant Nutrition 24: 779–787. Rachim, Suwardi. 1999. Pengaruh Pemupukan Fosfor terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Pegagan (Centela asiatica). Bogor (ID): Program Pascasajarna IPB. Reny S, Abdullah. 2009. Status Konservasi Mamalia dan Burung di Taman Nasional Gunung Merbabu. Bogor (ID): Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. Setiawan A. 2006. Rekrekan (Presbytis fredericae), Monyet Langka di Jantung Pulau Jawa. http://wawan5361.multiply.com. Sabtu, 03 Januari 2015. Soerianegara I, Indrawan A. 1998. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor (ID): Laboratorium Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Supriatna J, Wahyono EH. 2000. Panduan Lapang Primata Indonesia. Jakarta (ID): Yayasan Obor Indonesia.
25 Wirdateti, Dahruddin. 2011. Perilaku Harian Simpai (Presbytis melalophos) dalam Kandang Penangkaran. Bogor (ID): Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi-LIPI. Jurnal Veteriner Juni 2011 (12) 1: 136-141.
26 Lampiran 1 Indeks Nilai Penting (INP) vegetasi habitat rekrekan pada tingkat pohon No Nama Lokal Nama ilmiah INP (%) 48.14 1 Kesowo Engelhardia serrata 15.11 2 Pasang Quercus spicata 24.66 3 Dempul Glochidion sp. 4 Jerukan Siphonodon celastrineus 13.96 4.92 5 Jirak Eurya japonica 32.00 6 Pampung Uranthe javanica 46.44 7 Sengiran Pittosporum moluccanum 8 Akasia dekuren 32.95 Acacia deccurens 42.64 9 Kemlandingan gunung Albizzia montana 11.13 10 Wilodo Ficus fistulosa 15.38 11 Wuru Kesik Actinodaphne procera 12.62 12 Kemiren Hernandia peltata Meissn
Lampiran 2 Indeks Nilai Penting (INP) vegetasi habitat rekrekan pada tingkat pancang No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Nama Lokal Kesowo Pasang Dempul Jerukan Jirak Pampung Sengiran Akasia dekuren Kemlandingan gunung Wuru Kesik Puspa
Nama Ilmiah Engelhardia serrata Quercus spicata Glochidion sp. Siphonodon celastrineus Eurya japonica Uranthe javanica Pittosporum moluccanum Acacia deccurens Albizzia montana Actinodaphne procera Schima wallichii
INP (%) 30.83 22.25 17.51 15.84 16.43 18.40 21.22 11.20 20.14 12.91 13.28
Lampiran 3 Indeks Nilai Penting (INP) vegetasi habitat rekrekan pada tingkat tiang No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nama Lokal Kesowo Pasang Dempul Jerukan Jirak Pampung Sengiran Akasia dekuren Kemlandingan gunung
Nama Ilmiah Engelhardia serrata Quercus spicata Glochidion sp. Siphonodon celastrineus Eurya japonica Uranthe javanica Pittosporum moluccanum Acacia deccurens Albizzia montana
INP (%) 19.45 20.95 19.04 16.11 12.67 12.17 18.58 16.14 20.03
27 Lampiran 3 Indeks Nilai Penting (INP) vegetasi habitat rekrekan pada tingkat tiang (Lanjutan) No Nama Lokal Nama Ilmiah INP (%) 10.23 10 Wilodo Ficus fistulosa 11.22 11 Wuru Kesik Actinodaphne procera 10.23 12 Kemiren Hernandia peltata Meissn 13.19 13 Puspa Schima wallichii
Lampiran 4 Indeks Nilai Penting (INP) pada tingkat semai No Nama Lokal Nama ilmiah 1 Sengiran Pittosporum moluccanum 2 Wuru Kesik Actinodaphne procera 3 Kemlandingan gunung Albizzia montana 4 Akasia dekuren Acacia deccurens 5 Pasang Quercus spicata 6 Puspa Schima wallichii Uranthe javanica 7 Pampung
INP (%) 41.01 33.13 32.39 35.42 31.18 11.62 15.25
Lampiran 5 Indeks Nilai Penting (INP) pada tingkat tumbuhan bawah No 1 2 3 4 5 6
Nama Lokal Tanganan Kirinyuh Harendong Reba Mollocos Rumput gajah
Nama Ilmiah Schefflera elliptica Chromolaena odorata Melastoma affine Ficus ribes Reinw Sida rhombifolia Linn Themeda gigantea Hack
Lampiran 6 Jenis primata lain di Resort Semuncar No Nama lokal 1 Lutung budeng 2 Monyet ekor panjang Lampiran 7 Jenis burung di Resort Semuncar No Nama lokal 1 Bentet kelabu 2 Cucak kutilang 3 Kipasan ekor merah 4 Sepah gunung 5 Sikatan dada merah 6 Sikatan bodoh 7 Sikatan ninon
INP (%) 28.61 25.01 30.82 33.73 39.76 42.08
Nama ilmiah Trachypithecus auratus Macaca fascicularis
Nama ilmiah Lanius schach Pycnonotus aurigaster Rhipidura phoenicura Pericrocotus miniatus Ficedula dumetoria Ficedula hyperythra Eumyias indigo
28 Lampiran 7 Jenis burung di Resort Semuncar (Lanjutan) 8 Cica kopi melayu Pomatorhinus montanus 9 Anis gunung Turdus policephalus 10 Gemak loreng Turnix suscicator
Lampiran 8 Bagian tumbuhan yang dimakan oleh rekrekan Nama Lokal Nama Ilmiah Bagian Yang Dimakan Kemlandingan gunung Albizzia montana Bunga, Buah, Daun Muda Akasia dekuren Acacia deccurens Biji, Daun Muda Sengiran Pittosporum moluccanum Daun Muda Jerukan Siphonodon celastrineus Daun Muda Tanganan Schefflera elliptica Daun Muda Kirinyuh Chromolaena odorata Daun Muda
RIWAYAT HIDUP Dinda Rahayu Istiqomah lahir di Bogor pada 26 Desember 1992 yang merupakan putri kedua dari Acep E. Komaruddin dan Mustika Ningsih. Penulis mengawali pendidikan dengan bersekolah di SDN Pengadilan 2 Bogor, lalu dilanjutkan pada SMPN 5 Bogor dan SMAN 6 Bogor. Penulis melanjutkan pendidikan perguruan tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB) mulai tahun 2011 sampai 2015 pada Fakultas Kehutanan, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Selama menjadi mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, penulis pernah melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan di Cagar Alam Pananjung Pangandaran dan Cagar Alam Gunung Sawal pada tahun 2013, Praktek Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat pada tahun 2014. Penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan yang bernama HIMAKOVA (Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata) dan Kelompok Pemerhati Mamalia (KPM). Penulis pernah menjadi anggota divisi humas pada kegiatan GEBYAR HIMAKOVA 2013, menjadi ketua divisi humas dalam kegiatan Ekspedisi Raflles pada tahun 2014, menjadi ketua divisi acara dalam kegiatan diklat Kelompok Pemerhati Mamalia pada tahun 2013 - 2014 dan menjadi anggota divisi acara pada Seminar Nasional Ranah Nusantara. Selain aktif dalam kegiatan kemahasiswaan, penulis aktif dalam kegiatan wirausaha dengan menjadi make up artis dan mendirikan Wedding Organaizer sejak tahun 2011 yang diberi nama Rahayu Mustika yang berlokasi di Jalan Ahmad Yani Tanah Sareal Bogor.