PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peran Organisasi Pembelajar dalam Gerakan Petani (Studi Kasus: Sengketa Lahan antara Masyarakat dengan Perhutani, Desa Medalsari, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat) adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari peneliti lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2017
Fani Dwi Iswari NIM I34130148
ABSTRAK FANI DWI ISWARI. Peran Organisasi Pembelajar dalam Gerakan Petani. Di bawah bimbingan ENDRIATMO SOETARTO DAN MOHAMMAD SHOHIBUDDIN Masyarakat Desa Medalsari mengalami kerugian pasca terganggunya akses terhadap lahan garapan. Hilangnya lahan tersebut disebabkan oleh penyerobotan lahan yang dilakukan oleh oknum Perum Perhutani dengan cara memindahkan tapal batas lahan. Petani mulai mengorganisasikan diri dan membangun aksi kolektif dalam menghadapi sengketa. Kebutuhan petani akan peningkatan wawasan membawa mereka aktif mengikuti kegiatan pembelajaran yang mentransformasikan gerakan petani sebagai organisasi pembelajar. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk menganalisa perubahan struktur penguasaan lahan yang menjadi objek sengketa dan mengidentifikasi organisasi pembelajar dalam gerakan petani. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif. Metode penarikan sampel yang digunakan adalah metode snowball sedangkan pemilihan terhadap informan dilakukan secara sengaja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor fasilitas berupa iklim terbuka dan pendidikan berkelanjutan serta orientasi belajar berupa pengembangan keterampilan memiliki hubungan yang kuat dengan dimensi gerakan petani. Kata kunci: gerakan agraria, kesadaran kolektif, sistem belajar organisasi
ABSTRACT FANI DWI ISWARI. Role Of Learning Organization In Peasant Movement. Supervised by ENDRIATMO SOETARTO AND MOHAMMAD SHOHIBUDDIN Medalsari community had been enduring the casualties after the access of their arable lands disturbed. The access-losing caused by land deprivation as a result of Perum Perhutani‟s officers moving the land boundaries. By that, peasants start self-organized and build collective acts to facing the conflict. The peasent‟s need in collecting the knowledge brings them to involved in learning process that transformed the movement as learning organization. This thesis aimed to analyze structure changing of land occupying that turns into object of conflict and identify learning organization in the peasant‟s movement. The research using quantitative approach that supported by qualitative data. Snowball method is used as the sampling method and taken by purpose. The result of the research shows that facilitating factors such as open climate of openness and continuous education then learning orientation in the form of skill development have strong relationship with peasant movement dimension. Keywords: agrarian movement, collective awareness, organizational learning system
PERAN ORGANISASI PEMBELAJAR DALAM GERAKAN PETANI (Studi Kasus Sengketa Lahan antara Masyarakat dengan Perhutani, Desa Medalsari, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat)
FANI DWI ISWARI I34130148
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2017
Judul Skripsi
Nama Nim
:
Peran Organisasi Pembelajar dalam Gerakan Petani (Studi Kasus Sengketa Lahan antara Masyarakat dengan Perhutani, Desa Medalsari, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat) : Fani Dwi Iswari : I34130148
Disetujui oleh
Prof Dr Endriatmo Soetarto, MA Dosen Pembimbing I
Mohammad Shohibuddin, S.Ag, MSi Dosen Pembimbing II
Diketahui Oleh
Dr Ir Siti Amanah, MSc Ketua Departemen
Tanggal Pengesahan:________________
PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Peran Organisasi Pembelajar dalam Gerakan Petani (Kasus Sengketa Lahan antara Masyarakat dengan Perhutani, Desa Medalsari, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat)” dengan baik. Penulisan karya ilmiah Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat kelulusan pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof Dr Endriatmo Soetarto, MA dan Bapak Mohammad Shohibuddin, S.Ag, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan selama proses penulisan hingga penyelesaian penulisan skripsi. Penulis juga menyampaikan hormat dan terima kasih kepada orangtua tercinta Bapak Jajang Fachrudin dan Ibu Trisdiartini serta saudara kandung penulis, Ferdi, Falya, dan Firli yang senantiasa memberikan dukungan dan doa kepada penulis. Terima kasih juga untuk Putri Widya, Meliza, Nyimas, Karima, Anita, dan Riesti sebagai sahabat yang selalu berbagi semangat dan masukan kepada penulis. Tak lupa pula ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh teman-teman SKPM angkatan 50, UKM Panahan IPB, HIMASIERA periode 2015, dan teman-teman Wisma Queen 2 yang sudah membantu, memberi semangat, dan memotivasi penulis selama menempuh pendidikan di IPB. Penulis berharap nantinya hasil penelitian ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca dalam memahami organisasi pembelajar dalam gerakan petani, terutama dalam kasus sengketa lahan antara masyarakat dengan perusahaan.
Bogor, Juli 2017
Fani Dwi Iswari I34130148
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Masalah Penelitian
3
Tujuan Penelitian
4
Kegunaan Penelitian
4
PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka
5 5
Sengketa Lahan
5
Organisasi Pembelajar
6
Karakteristik Organisasi Pembelajar
6
Dimensi Organisasi Pembelajar
7
Sistem Belajar Organisasi
8
Gerakan Agraria dan Gerakan Petani
10
Kerangka Pemikiran
11
Hipotesis Penelitian
13
PENDEKATAN LAPANGAN
15
Metode Penelitian
15
Lokasi dan Waktu
16
Teknik Penentuan Informan dan Responden
16
Tenik Pengumpulan Data
17
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
18
Definisi Konseptual
19
Definisi Operasional
20
PROFIL DAN KARAKTER SOSIAL EKONOMI DESA MEDALSARI
27
Kondisi Geografis dan Demografis
27
Kondisi Ekonomi Desa Medalsari
28
Kondisi Sosial Desa Medalsari
29
Kondisi Lahan Sengketa di Desa Medalsari
30
SENGKETA LAHAN DAN DINAMIKA SOSIAL DI DESA MEDALSARI Sejarah Penguasaan Lahan Desa Medalsari
31 31
Latar Belakang Sengketa Lahan
34
Kondisi Masyarakat Medalsari Pasca Penyerobotan Lahan
36
Ikhtisar
36
MUNCULNYA KESADARAN KOLEKTIF DAN KEPEMIMPINAN
37
Terbentuknya Gerakan Petani Medalsari
37
Munculnya Kesadaran Kolektif Petani
37
Tokoh dan Kepemimpinan dalam Gerakan Petani
38
Ikhtisar
40
ORGANISASI PEMBELAJAR DAN GERAKAN PETANI
41
Sistem Belajar Organisasi dan Dimensi Gerakan Petani
41
Faktor-faktor Fasilitas yang Berhubungan dengan Dimensi Gerakan Petani
43
Orientasi Belajar yang Berhubungan dengan Dimensi Gerakan Petani
50
Ikhtisar
57
PENUTUP
58
Simpulan
59
Saran
60
DAFTAR PUSTAKA
61
LAMPIRAN
64
RIWAYAT HIDUP
84
DAFTAR TABEL 1
Uji reliabilitas kuesioner
14
2
Kebutuhan data dan metode pengumpulan data penelitian.
17
3
Definisi operasional faktor-faktor fasilitas
19
4
Definisi operasional orientasi belajar
21
5
Definisi operasional dimensi gerakan petani
23
6
Luas dan persentase topografi lahan Desa Medalsari
28
7
Jumlah dan persentase responden berdasarkan dimensi gerakan petani
42
8
Jumlah dan persentase responden berdasarkan kepemimpinan turun tangan Hasil uji statistik korelasi Rank Spearman kepemimpinan turun tangan dengan dimensi gerakan petani Jumlah dan persentase responden berdasarkan kepemimpinan turun tangan dan dimensi gerakan petani Jumlah dan persentase responden berdasarkan inisiator pembelajaran
44
9 10 11 12 13 14 15 16
45 45 46
Hasil uji statistik korelasi Rank Spearman inisiator pembelajaran 46 dengan dimensi gerakan petani Jumlah dan persentase responden berdasarkan dimensi gerakan 47 petani dan inisiator pembelajaran Karakteristik responden berdasarkan keterbukaan iklim 47 Hasil uji statistik korelasi Rank Spearman keterbukaan iklim dengan 48 dimensi gerakan petani Jumlah dan persentase responden berdasarkan dimensi gerakan petani 48 dan keterbukaan iklim
17
Jumlah dan berkelanjutan
persentase
responden
berdasarkan
pendidikan 49
18
Hasil uji korelasi Rank Spearman tingkat pendidikan berkelanjutan 49 dengan tingkat keterlibatan petani dalam gerakan
19
Jumlah dan persentase dimensi gerakan petani dengan pendidikan 50 berkelanjutan
20
Jumlah dan persentase responden berdasarkan sumber pengetahuan
21
Hasil uji statistik korelasi Rank Spearman sumber pengetahuan 51 dengan dimensi gerakan petani
22
Jumlah dan persentase responden berdasarkan sumber pengetahuan dan dimensi gerakan petani
52
23
Jumlah dan persentase responden berdasarkan mode diseminasi
52
51
24
Hasil uji statistik korelasi Rank Spearman mode diseminasi dengan dimensi gerakan petani
53
25
Jumlah dan persentase responden berdasarkan mode diseminasi dan dimensi gerakan petani
53
26
Jumlah dan persentase responden berdasarkan fokus pengetahuan
54
27
Hasil uji statistik korelasi Rank Spearman fokus pengetahuan dengan 54 dimensi gerakan petani
28
Jumlah dan persentase responden berdasarkan Fokus pengetahuan 55 dan dimensi gerakan petani
29
Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengembangan 55 keterampilan
30
Hasil uji statistik korelasi Rank Spearman pengembangan keterampilan dengan dimensi gerakan petani
56
31
Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengembangan keterampilan dan dimensi gerakan petani
56
DAFTAR GAMBAR 1
Kerangka pemikiran
12
2
Diagram penggunaan lahan di Desa Medalsari
27
3
Diagram persentase hutan berdasarkan jenis
28
4
Karakteristik penduduk Desa Medalsari berdasarkan mata pencaharian Fotokopi surat pernyataan petani tahun 1981
29
5
32
DAFTAR LAMPIRAN 1
Kuesioner penelitian
65
2
Panduan wawancara mendalam
70
3
Uji reliabilitas kuesioner
73
4
Uji korelasi rank spearman
74
5
Peta wilayah penelitian
76
6
Jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2016
77
7
Kerangka sampling
78
8
Catatan tematik
80
9
Dokumentasi
83
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan modal sumber daya alam. Kekayaan alam Indonesia didukung dengan adanya kelimpahan dan keragaman hayati, iklim tropis, serta hamparan lahan yang luas. Hal tersebut menjadikan Indonesia memiliki kesempatan dalam mengembangkan sektor pertanian. Peran sektor pertanian sangat penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai penyedia bahan pangan, sandang dan papan bagi segenap penduduk, serta penghasil komoditas ekspor non migas untuk menarik devisa (Adimihardja 2006). Banyak masyarakat yang bergantung pada sektor pertanian, BPS (2013) mencatat rumahtangga pertanian pengguna lahan dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu rumah tangga petani gurem (rumahtangga usaha pertanian pengguna lahan yang menguasai lahan kurang dari 0,50 hektar) dan rumah tangga bukan petani gurem (rumahtangga usaha pertanian pengguna lahan yang menguasai lahan 0,50 hektar atau lebih). Hasil statistik tahun 2013 menunjukkan bahwa jumlah rumahtangga pengguna lahan di Indonesia pada tahun 2013 sebanyak 25.751.267 rumahtangga, dengan jumlah rumah tangga pertani gurem sebanyak 14.248.864 rumahtangga. Sumberdaya yang penting bagi pertanian salah satunya adalah lahan. Namun ketersediaan lahan yang terbatas jumlahnya tidak seimbang dengan kebutuhan manusia. Inilah yang memicu timbulnya konflik pertanahan (Putri 2012). Tersebarnya pusat-pusat kekuatan politik di berbagai aras baik vertikal maupun horisontal sebagai dampak praktik demokratisasi justru di sana-sini menimbulkan distorsi dan sampai derajat tertentu menyuburkan neo feodalisme dan patrimonialisme serta yang tak kalah penting gencarnya praktik neo liberalisme.1 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang dirancang untuk mengatur hubungan antara subjek dan objek agraria pada tahun 1960 diharapkan dapat mengatasi permasalahan agraria yang diwariskan oleh masa pemerintahan kolonial. Pada masa sekarang ini UUPA tidak lagi menjadi acuan utama sebagai rujukan dalam menyelesaikan permasalahan agraria tertentu, banyak pihak telah menciptakan produk hukum sendiri dalam mengatur sumberdaya. Produk hukum yang ikut mengatur sekarang ini antara lain UU Pertambangan, UU Kehutanan dan lain-lain. Kasus-kasus sengketa lahan yang terjadi di Indonesia menunjukkan bahwa belum terlindunginya hak rakyat atas lahan secara umum dan terhadap petani secara khusus. Adanya kepentingan yang sama terhadap sumber produksi yang sama merupakan sumber konflik bagi masing-masing pihak, baik bagi rakyat kecil atau petani, negara, maupun pemilik modal (Asy‟ari 2014). Perbedaan kepentingan dari banyak pihak ini menyebabkan upaya penyelesaian masalah agraria semakin kompleks. Hubungan antar aktor sebagai subyek agraria dengan 1
Kata pengantar Prof Dr Endriatmo Soetarto, MA dalam buku M. Nazir Salim (2017) yang berjudul “Mereka yang Dikalahkan : Perampasan Tanah dan Resistensi Masyarakat Pulau Padang.
2
obyek agraria tidak jarang menimbulkan isu mengenai kekuasaan dan kepemilikan atas lahan. Isu-isu yang kerap muncul antara lain seperti land grabbing dan tumpang tindih kepemilikan lahan yang berakhir pada sengketa. Peristiwa tersebut melibatkan pihak-pihak seperti pemodal besar maupun pemerintah yang dihadapi oleh petani. Pertentangan antara dua belah pihak atau lebih dalam mencapai dan mempertahankan kepentingan masing-masing dapat menimbulkan konflik. Diferensiasi pada sektor pertanian pangan di antara warga desa di sejumlah tempat diperparah oleh pengambilalihan wilayah produksi dan cadangan produksi desa (termasuk kawasan hutan) untuk berbagai proyek pembangunan dan usaha komersial skala besar. Hal ini mencakup pembangunan dan usaha komersial di bidang perkebunan, kehutanan, pertambangan, pariwisata, dan sebagainya (Shohibuddin 2016). Pemanfaatan lahan dalam pembangunan ekonomi melalui usaha komersil tidak jarang menekan petani sebagai rakyat kecil. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyebutkan terdapat 450 kasus konflik agraria yang terjadi pada tahun 2016 dimana melibatkan lahan perkebunan, kehutanan, pertambangan, pertanian, dan lainnya. Konflik Agraria yang terjadi ditahun 2016 banyak terjadi karena: (1) pada aras regulasi tidak terjadi perubahan paradigma dalam memandang tanah dan sumber daya alam. Tanah dan SDA masih dipandang sebagai kekayaan alam yang harus dikelola oleh investor skala besar baik nasional masupun asing; (2) Korupsi dan Kolusi dalam pemberian konsesi tanah dan sumber daya alam; dan (3) belum berubahnya aparat pemerintah khususnya kepolisian, pemda dalam menghadapi konflik agraria di lapangan. Pendekatan kekerasan dan prosedur yang melampui batas masih sering dilakukan. Pertarungan kepentingan dari aktor-aktor yang terlibat mampu menciptakan ketegangan struktural. Ketegangan struktural agraria menjadi prakondisi utama munculnya gerakan petani. Kondisi ini dipicu oleh kebijakan pembangunan yang tidak responsif terhadap kepentingan petani (Hartoyo 2010). Hal tersebut terjadi pada kasus sengketa lahan antara masyarakat dengan Perhutani di Desa Medalsari, dimana Perhutani melakukan penyerobotan lahan dan menyatakan klaim atas lahan garapan petani. Soetarto dan Cahyono (2014) mengatakan bahwa menilik sejarah pengelolaan hutan di Indonesia terkesan kuat ia masih belum keluar dari watak yang terwariskan dari model Domein Verklaring (1870). Isinya seluruh wilayah dalam teritorial yang tidak ada pembuktian „hak kepemilikan‟ legalnya akan diklaim sebagai milik atau dikuasai negara. Fakta yang dapat dilihat di Desa Medalsari dimana seharusnya petani menguasai lahan garapan sementara itu Perhutani menguasai kawasan hutan negara, namun penyerobotan atas lahan garapan petani yang dilakukan oleh oknum Perhutani menimbulkan begitu banyak kerugian yang dialami petani karena terhambatnya akses mereka atas lahan garapan dan adanya tindakan intimidasi. Kesamaan nasib yang dialami oleh para petani mendorong mereka untuk melakukan tindakan kolektif untuk menemukan solusi atas permasalahan yang tengah dihadapi. Permasalahan yang dihadapi petani disebabkan karena berubahnya tata kuasa lahan, tata kelola, sampai mempengaruhi tata produksi lahan. Petani harus sadar akan posisinya dalam situasi yang dihadapi dan mampu mengenali penyebab permasalahan dan sumberdaya yang dapat dimanfaatkan di lingkungan sekitarnya. Untuk mencapai hal tersebut petani membutuhkan
3
peningkatan pengetahuan secara kolektif. Upaya pemecahan masalah dapat ditempuh melalui pengorganisasian yang dilakukan oleh petani. Gerakan perlawanan petani terbentuk berlandaskan persamaan tujuan yang ingin dicapai. Serikat Petani Karawang (Sepetak) merupakan salah satu organisasi yang aktif menanggapi isu-isu mengenai pertanian di Karawang sejak tahun 1998 namun baru diresmikan pada tahun 2007. Isu yang tengah ditangani oleh Sepetak yakni sengketa lahan antara petani dan Perhutani, wilayah yang menjadi pertarungan tersebut mencakup lahan perkebunan petani dan obyek wisata Grand Canyon termasuk eksploitasi curug lalay di dalamnya yang dinilai dapat merusak lingkungan. Gerakan Petani Medalsari terlahir sebagai respon atas sengketa lahan yang menyebabkan kerugian bagi petani. Organisasi pembelajar merupakan sebuah konsep yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan sebagai upaya penyadaran kritis melalui edukasi. Perlu adanya sistem yang mengatur berbagai jenis peran dan taraf kemampuan yang biasanya dibutuhkan sebagai sistem pendukung pendidikan di masyarakat (Fakih et al. 2007). Sistem belajar organisasi dapat menjadi konsep yang membantu masyarakat untuk menjelaskan, memahami dan mengorganisir diri dalam mengelola sumber daya dan isu-isu terkait. Bagi petani Desa Medalsari, sangat penting dalam meningkatkan pengetahuan guna menghadapi masalah yang ditimbulkan oleh berubahnya struktur agraria. Oleh karena itu penulis ingin menganalisis bagaimana peran organisasi pembelajar dalam gerakan petani? Masalah Penelitian Sengketa lahan merupakan sebuah peristiwa yang dapat menciptakan perubahan dalam hidup petani. Ketika akses atas tanah hilang akibat konfilk agraria yang terjadi, gerakan petani menjadi wujud reaksi terhadap kemerosotan status sosial ekonomi yang dialami oleh petani. Organisasi gerakan petani dibentuk dengan harapan untuk memperjuangkan sumber-sumber agraria yang masih dipertanyakan kepemilikannya (Lestari dan Wulandari 2014). Peningkatan pengetahuan dilakukan sebagai upaya penyadaran kritis, melalui organisasi petani dilakukan kegiatan yang membantu petani dalam memahami dan menghadapi masalah seperti forum diskusi terbuka dan penyuluhan. Melihat penelitian terdahulu, menarik untuk diteliti bagaimana perubahan struktur agraria dan hubungannya dengan bangkitnya sistem belajar organisasi pada petani? Belajar merupakan kegiatan yang dapat dilakukan oleh individu maupun kelompok, tujuan dari kegiatan itu sendiri adalah meningkatkan pengetahuan dan mengasah keterampilan dengan lebih mengenal lingkungan sekitar untuk menemukenali potensi dan masalah yang dihadapi. Pada penelitian ini akan dianalisa mengenai sistem belajar organisasi yang terdiri atas faktor-faktor fasilitas dan orientasi belajar (DiBella et al. 1993) yang akan dihubungkan dalam sudut pandang yang berbeda. Untuk itu peneliti mengkaji bagaimana hubungan antara faktor fasilitas dan orientasi belajar terhadap dimensi gerakan petani? Gerakan perlawanan dapat ditempuh melalui strategi komunikasi consciousness raising (penumbuhan kesadaran) dalam menyikapi isu dilakukan dalam bentuk pelatihan, diskusi publik dan aksi (Sarwoprasodjo 2007).
4
Penyadaran penting dilakukan guna mengetahui posisi strategis dalam isu yang dihadapi. Proses penyadaran kritis dapat dilakukan melalui pendidikan dengan menggunakan pendekatan sistem belajar organisasi untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan yang dapat memberikan pengaruh pada dimensi gerakan petani, untuk itu penulis ingin mengkaji bagaimana hubungan antara dimensi gerakan petani dengan sikap petani dalam menanggapi sengketa lahan yang mereka hadapi? Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, maka tujuan penulisan studi pustaka ini adalah sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan tentang perubahan struktur agraria dan hubungannya terhadap latar belakang bangkitnya sistem belajar organisasi pada petani; 2. Mengidentifikasi hubungan antara faktor fasilitas dan orientasi belajar terhadap dimensi gerakan petani; dan 3. Menghasilkan analisis hubungan antara dimensi gerakan petani dengan sikap petani dalam menanggapi sengketa lahan.
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk berbagai pihak, diantaranya : 1. Masyarakat Bagi masyarakat diharapkan dapat menambah pemahaman mengenai bagaimana kondisi yang tengah dihadapi dan strategi gerakan yang dilakukan serta dapat memperkaya wawasan masyarakat mengenai fenomena sengketa lahan dan gerakan petani. 2. Peneliti dan Akademisi Bagi peneliti dan akademisi untuk memperkaya pengetahuan terkait learning organization dan gerakan petani di lapang. Sedangkan bagi akademisi hasil penelitian dapat dijadikan salah satu sumber informasi mengenai learning organization dalam gerakan petani. 3. Pemerintah Bagi pemerintah informasi dan data dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai rujukan ilmiah dalam melakukan pengkajian terhadap kebijakan yang telah atau akan dibuat.
5
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka Sengketa Lahan Indonesia telah memiliki produk hukum yang mengatur atas kepemilikan dan pengelolaan sumber daya termasuk tanah di dalamnya, namun dalam pelaksanaanya masih banyak ditemukan berbagai macam permasalahan. Fauzi (1999) mengatakan meskpun UUPA sudah secara tegas memihak kepada kepentingan rakyat, namun disisi lain jiwa serta semangat kebijakan pertanahan masih bersifat kapitalistis. Kebijakan negara mengenai persoalan tanah masih banyak berpihak kepada pemodal besar. Banyak kasus sengketa lahan berakhir dengan dimenangkan oleh pihak pengusaha besar yang memanfaatkan tanah sebagai sarana mengembangkan usahanya. Konflik dalam penguasaan atas tanah muncul karena terjadinya perbedaan konsep kepemilikan. Masing-masing pihak yang bersengketa memiliki pandangan dan ideologinya sendiri yang memperkuat keyakinan mereka akan kepemilikan sebidang tanah yang diperebutkan Tjondronegoro (1999). Perebutan atas kekuasaan tanah terjadi karena adanya berbagai macam kepentingan masingmasing pihak yang bersengketa. Perampasan lahan masyarakat tidak lepas dari peran negara di dalamnya, Sutedi (2008) menjelaskan bahwa terdapat dua metode dalam perampasan tanah di pedesaan yaitu (1) menggunakan aparat birokrasi lokal untuk mengelabui rakyat dan (2) melakukan kekerasan dengan meminta bantuan tentara seperti penangkapan, pemukulan, pemenjaraan atau intimidasi. Tumpang tindih klaim kawasan hutan terjadi akibat legislasi dan kebijakan yang tidak terformulasi dengan jelas, pemberian izin yang tidak terkoordinasi, tidak adanya pelayanan pemerintah atas pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat dan masyarakat lokal pengguna hutan lainnya. Penelitian Endrawati et al. (2013) konflik yang dipicu mengakibatkan penutupan akses terhadap tanah, wilayah, dan sumberdaya alam yang diperebutkan muncul dan meluas sebagai penghilangan hak ekonomi, sosial, budaya, dan hak sipil dan politik masyarakat, yang secara langsung berupa hilangnya wilayah hidup, mata pencaharian, harta benda hingga jatuhnya korban jiwa. Proses pencabutan hak atas lahan tentu melibatkan pihak yang berwenang salah satunya melalui pengadilan. Pengadilan juga berperan dalam menentukan ganti rugi yang diberikan kepada korban sengketa sebagai kompensasi atas kehilangan tanah mereka. Michelman dalam Sutedi (2008) mengatakan pencabutan hak memiliki beberapa faktor yang dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pengadilan, yaitu: (1) apakah pemerintah telah menduduki secara fisik milik seseorang; (2) besarnya ganti kerugian terhadap pemilik; (3) kerugian pemilik lebih besar dari manfaat untuk masyarakat; dan (4) apakah kerugian terhadap pemililk bukan karena pembatasan kemerdekaan yang berbahaya bagi masyarakat. Perampasan tanah yang dialami oleh petani juga mendapat respon dari pihak luar yang menuntut adanya keadilan bagi petani. Faktor-faktor eksternal dan internal masyarakat dapat mendorong lahirnya sebuah
6
gerakan menuntut ketidakadilan (Ariendi 2011). Pemerintah bertanggung jawab untuk mengawal proses pengadilan agar keputusan yang dihasilkan pihak yang berwenang tidak mencedrai masyarakat kecil. Contoh kasus mengenai sengketa lahan salah satunya dialami oleh masyarakat Desa Kemloko Kecamatan Tembarak Kabupaten Temanggung atas kawasan hutan. Kasus tersebut diteliti oleh Koesume (2014), dalam penelitian tersebut dikatakan bahwa gugatan masyarakat ditolak berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Temanggung No. 20/1981/Pdt/G/PNT dan dikuatkan oleh putusan Pengadilan Tinggi Jateng No. 448/1984/Pdt/PT.Jateng. Masyarakat menilai hakim tidak memihak kepada rakyat atas keputusan tersebut, langkah masyarakat berikutnya adalah mengajukan kasasi namun masih ditolak oleh putusan Mahkamah Agung No.1677 K/Pdt/1988. Masyarakat melakukan upaya tersebut demi meraih kembali hak mereka atas kawasan hutan yang menjadi milik mereka secara turun temurun. Gugatan yang diajukan terhadap Perum Perhutani tersebut ditolak dengan alasan klaim masyarakat atas tanah tidak dapat dibuktikan secara jelas. Organisasi Pembelajar Organisasi pembelajar dibutuhkan dalam gerakan petani untuk meningkatkan pengetahuan dan kapasitas petani dalam menghadapi isu-isu agraria, hal tersebut sejalan dengan pendapat Scott (1976) yang mengatakan bahwa strategi yang dilakukan petani adalah pengorganisasian petani. Tulisan Marquardt (1996) mengatakan organisasi pembelajar mengarah kepada tingkat penguasaan dan proses pengembangan pengetahuan. Menurut Senge dalam Marquardt (1996) definisi organisasi pembelajar sebagai organisasi yang anggotanya secara terus-menerus memperluas kapasitasnya demi terciptanya hasil yang benar-benar diinginkan bersama. Dalam menghadapi isu-isu agraria petani harus mampu beradaptasi dan melakukan perubahan. Organisasi pembelajar sebagai konsep yang dibutuhkan petani dalam meningkatkan pengetahuan dan meningkatkan kapasitas sebagai strategi menghadapi isu-isu agraria. Organisasi pembelajar dapat dilihat sebagai pemberdayaan individu maupun kelompok agar secara sadar meningkatkan pengetahuan secara berkelanjutan, menjalankan strategi inovasi, dan menjaga komitmen terhadap tugas dan tujuan organisasi. Organisasi pembelajar menunjukan sikap dan perilaku anggota di dalam organisasi. Karakteristik Organisasi Pembelajar Organisasi yang telah menerapkan konsep organisasi pembelajar seperti yang dikatakan Moris dalam Marquardt (1996) memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Setiap organisasi yang belajar, perkembangannya terkait dengan dengan organisasi pembelajar dan pengembangan organisasi. 2. Menitikberatkan kepada usaha untuk kreativitas dan adaptasi. 3. Berbagi kerjasama merupakan unsur proses dan pengembangan belajar. 4. Jaringan kerja yang bersifat individu dan penerapan teknologi merupakan bagian terpenting untuk organisasi pembelajar. 5. Bagian yang mendasar adalah berfikir sistem. 6. Organisasi pembelajar yang berkelanjutan menyebabkan keadaan yang lebih baik (transformasi) terhadap pertumbuhan organisasi.
7
Dimensi Organisasi Pembelajar Peter Senge (1990) mengemukakan bahwa organisasi pembelajar terdiri atas lima dimensi sebagai berikut. a. Berfikir Sistemik (System Thinking) Organisasi pada dasarnya terdiri atas unit yang harus bekerjasama untuk menghasilkan kinerja yang optimal. Unit-unit antara lain ada yang disebut divisi, direktorat, bagian, atau cabang. Kesuksesan suatu organisasi sangat ditentukan oleh kemampuan organisasi untuk melakukan pekerjaan secara sinergi. Kemampuan untuk membangun hubungan yang sinergi ini hanya akan dimiliki kalau semua anggota unit saling memahami pekerjaan unit lain, dan memahami juga dampak dari kinerja unit tempat dia bekerja pada unit lainnya. Seringkali dalam organisasi orang hanya memahami apa yang dia kerjakan dan tidak memahami dampak dari pekerjaan dia pada unit lainnya. Model Mental (Mental Models) b. Organisasi pembelajara memerlukan model mental dalam merumuskan asumsi dan nilai-nilai yang tepat untuk digunakan sebagai landasan cara berfikir maupun cara memandang berbagai permasalahan dalam organisasi. Respon manusia terhadap situasi yang terjadi di lingkungannya sangat dipengaruhi oleh asumsi dan kebiasaan yang selama ini berlaku. Model mental memungkinkan manusia bekerja dengan lebih cepat. Namun, dalam organisasi yang terus berubah, mental model ini kadang-kadang tidak berfungsi dengan baik dan menghambat adaptasi yang dibutuhkan. Dalam organisasi pembelajar, mental model ini didiskusikan, dicermati, dan direvisi pada level individual, kelompok, dan organisasi. c. Keahlian Pribadi (Personal Mastery) Organisasi pembelajar menuntun anggota untuk memiliki kompetensi yang tinggi agar bisa beradaptasi dengan tuntutan perubahan, khususnya perubahan teknologi dan perubahan paradigma bisnis dari paradigma yang berbasis kekuatan fisik (tenaga otot) ke paradigma yang berbasis pengetahuan (tenaga otak). Keahlian yang dimiliki oleh anggota dapat menjadi modal untuk kelompok dalam menyelesaikan masalah. d. Belajar Dalam Tim (Team Learning) Rancangan organisasi dibuat dalam lintas fungsi yang biasanya berbasis tim. Kemampuan organisasi untuk mensinergikan kegiatan tim ini ditentukan oleh adanya visi bersama dan kemampuan lainnya . Namun demikian tanpa adanya kebiasaan berbagi wawasan sukses dan gagal yang terjadi dalam suatu team, maka pembelajaran organisasi akan sangat lambat, dan bahkan berhenti. Pembelajaran dalam organisasi akan semakin cepat kalau orang mau berbagi wawasan dan belajar bersamasama. e. Membangun Visi Bersama (Building Shared Vision) Organisasi pasti terdiri atas berbagai orang yang berbeda latar belakang pendidikan, budaya, dan pengalamannya, dengan demikian akan sulit bagi organsasi untuk bekerja sistematis jika tidak memiliki visi yang sama. Selain perbedaan latar belakang anggota, organisasi juga memiliki berbagai unit tugas berbeda antara satu unit dengan unit
8
lainnya. Untuk menggerakkan organisasi pada tujuan yang sama dengan aktivitas yang fokus pada pencapaian tujuan bersama diperlukan adanya visi yang dimiliki oleh semua orang dan semua unit yang ada dalam organisasi. Jadi jelas bahwa visi bersama merupakan komitmen yang disepakati setiap anggota pada sebuah organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sistem Belajar Organisasi Belajar dapat dilakukan oleh individu maupun secara berkelompok dengan tujuan tertentu. Suyanto (2011) mengatakan “Organisasi belajar adalah organisasi di mana anggotanya secara kontinyu memperluas kapasitasnya untuk menciptakan hasil yang sangat mereka inginkan, di mana pola pemikiran baru yang ekspansif ditumbuhkan, aspirasi kolektif dibebaskan, dan orang secara terus-menerus belajar melihat organisasi secara keseluruhan bersama-sama.” Penting bagi masyarakat untuk bergerak bersama dalam memenuhi tujuan kolektif. Menurut Davis (1974) dalam tulisan Mukhid (2007) sistem belajar itu sendiri diartikan sebagai suatu organisasi yang menggabungkan tentang orang-orang, bahan-bahan, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur, yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan. Penulis merangkum beberapa aspek mengenai Sistem Belajar Organisasi dari DiBella A et al. (1993, 1996) yang terbagi atas Faktor Fasilitas dan Orientasi Belajar sebagai berikut. a. Faktor-faktor Fasilitas: 1. Kepemimpinan turun tangan Pemimpin tidak hanya membantu mengembangkan visi sebuah organisasi, namun juga ikut serta dalam kegiatan implementasi visi tersebut. Melalui keikutsertaan langsung yang mencerminkan koordinasi, visi, dan integrasi, pemimpin dapat memberikan contoh sebagai tokoh figure yang kuat dalam pembelajaran aktif yang membantu berlanjutnya kemampuan perusahaan 2. Inisiator pembelajaran Selagi involved leadership menyiapkan tempat pembelajaran, usaha belajar organisasi yang sukses membutuhkan lebih dari satu “jawara.” Lebih banyak jumlah “penjaga gerbang” yang membawa (menginduksi) pengetahuan ke dalam sistem dan advokasi yang menyebarkan ide-ide baru, pembelajaran akan menyebar lebih ekstensif dan bertubi-tubi. 3. Keterbukaan Iklim Kemauan untuk mengambil resiko dan menjelajahi kawasan baru akan lebih sering muncul dalam organisasi yang merangsang iklim keterbukaan. Hal ini termasuk kebebasan mengekpresikan pandangan yang beragam serta dapat memunculkan beragam sudut pandang dalam suatu masalah dan termasuk untuk belajar dari kesalahan. Organisasi tersebut nantinya akan mendapatkan manfaat dari kayanya pembelajaran yang datang dari analisis dan pemahaman akibat kesalahan. 4. Pendidikan berkelanjutan Utamanya, proses pembelajaran dibangun dari komitmen untuk edukasi seumur hidup di setiap tingkatan organisasi. Kehadiran pelatihan
9
tradisional dan kegiatan pengembangan tidaklah cukup; butuh disokong oleh niat tulus bahwa dirinya tidak akan pernah selesai belajar dan berlatih. Tujuannya bukan menjadi “yang terbaik” di setiap faktor yang mendukung. Melainkan, investasi terfokus pada beberapa area yang cocok dengan strategi keseluruhan pembelajaran suatu organisasi akan lebih efekitf daripada pendekatan Scatter-shot (menembak dalam cakupan area luas –scatter: pencar, terpencar, berpencar). Menentukan area paling penting untuk investasi dalam hal pembelajaran, kontrasnya, membutuhkan pemahaman gaya belajar organisasi yang unik, yang ditentukan dari beragamnya orientasi belajarnya. b. Orientasi Belajar 1. Sumber Pengetahuan (internal vs eksternal) Apakah organisasi mengembangkan pengetahuan baru secara internal, atau mencari inspirasi dari ide yang terkembang secara eksternal? Perbedaannya seringkali dibandingkan sebagai perbedaan antara inovasi dan imitasi. Di US, ada kecenderungan untuk menilai lebih suatu pendekatan inovatif dan meremehkan mereka yang terlihat “menjiplak”. Orang Jepang, di lain pihak, membuktikan bahwa organisasi dapat sukses dengan sepenuhnya melakukan strategi untuk mengadpsi ide orang lain, menambahkan nilai dalam pengembangannya, dan membuatnya lebih baik dari versi sebelumnya. 2. Mode Diseminasi (informal vs formal) Apakah suatu organisasi mencoba untuk membuat ruang belajarnya dapat berkembang, ataukah lebih condong kepada pendekatan struktural untuk belajar? Dalam pendekatan yang lebih informal, pembelajaran menyebar melalui pertemuan dengan tokoh figur atau sebagai tim menyebarkan pengalamannya dalam dialog yang sedang berlanjut. Pendekatan struktural, di lain sisi, bergantung lebih pada metode pendidikan formal dan sertifikasi. 3. Fokus Pengetahuan (produk vs proses) Untuk meningkatkan pengetahuan, apakah organisasi lebih memilih memfokuskan pembelajaran pada masalah yang berkaitan pada produk dan keluarannya, atau pada proses dasar yang mendasari dan menyokong produk? Perbedaannya di sini adalah yang menjadi produser kelas rendah atau memfokuskan pada menyediakan customer service yang dibatasi. 4. Pengembangan Keterampilan (individu atau kelompok) Cara organisasi dalam pengembangan anggota, apakah organisasi menempatkan perhatiannya pada penambahan kemampuan secara individu atau melalui pembelajaran kelompok? Saat kemampuan kelompok merupakan esensi dari beragamnya pengetahuan kelompok yang dapat membawa permasalahan, hal ini hanya muncul jika investasi berlanjut dibuat untuk menambah pengetahuan pemain individu.
10
Gerakan Agraria dan Gerakan Petani Definisi gerakan agraria telah banyak diungkapkan oleh beberapa ahli dalam melakukan penelitian mengenai topik gerakan petani dari berbagai kasus. Mengacu pada Hartoyo (2010) Gerakan “agraria” adalah suatu bentuk gerakan sosial yang mengusung isu keadilan dan demokrasi agraria. Gerakan agraria tidak hanya dilakukan dalam bentuk gerakan petani, tetapi juga bisa dilakukan oleh aktor-aktor lain selain petani yang mengusung agenda perubahan agraria. Gerakan petani bisa disebut sebagai gerakan agraria karena aktor gerakan terdiri atas petani dan non petani, basis massa utamanya adalah petani, isu utama gerakan adalah persoalan agraria, dan agenda utamanya adalah perubahan tatanan agraria. Menurut Asy‟ari (2014) gerakan petani adalah gerakan sosial paling tua yang lahir dari kontradiksi masyarakat pedesaan yang bertumpu pada kondisi agraria atau ketersediaan tanah di seluruh dunia. Ketimpangan agrarialah yang kemudian mendorong lahirnya gerakan massa tani yang bertujuan untuk memperjuangankan hak-hak petani sekaligus menjadi saluran politik bagi petani dalam menghadapi ketimpangan. Asy‟ari (2014) juga mengatakan gerakan petani adalah bagian dari aksi perlawanan masayarakat agraria atas ketimpangan yang mereka alami. kencerungan dukungan terhadap gerakan petani di tingkatan lokal masih cenderung terbatas yaitu hanya berupa hubungan organisasional yang dikuatkan oleh garis politik yang sama. Penelitian terdahulu mengenai gerakan petani terjadi di Kuba pasca Revolusi Hijau. Pada masa itu National Association of Small Farmers (ANAP) membangun gerakan agroekologi akar rumput melalui pendekatan Campesino-aCampesino (CAC) untuk mengatasi permasalahan pertanian yang muncul akibat embargo yang dilakukan oleh amerika terhadap Kuba. Metode CAC dinilai sebagai metodologi paling sukses dalam pelaksanaanya, pendekatan yang dilakukan di dalamnya menggunakan komunikasi hotisontal antara petani dengan petani dalam proses pembelajaran. CAC juga disebut sebagai Freirian horizontal communication methodology atau metodologi proses sosial yang berdasarkan pada petani sebagai promotor atas inovasi yang telah ditemukannya sendiri (Rosset et al. 2011). Gerakan tersebut telah mendorong petani sebagai agen transformasi dan dapat berdaya mandiri dalam mengatasi permasalahan lokal. Penelitian Mashud (2007) menyatakan latar belakang munculnya gerakan petani di pedesaan umumnya bersumber dari perebutan tanah. Pihak yang bertikai yakni antara perkebunan dan petani. Latar belakang yang mendorong perjuangan petani di PTPN VII Kalibakar, yaitu: (a) kemarahan petani akan janji dikembalikannya tanah nenek moyangnya, (b) ketidakjelasan dan ketidaksesuaian penjelasan pihak PTPN XII dan BPN tentang luas lahan, (c) muncul dan meluasnya kesadaran “bersalah” karena tidak mampu mempertahankan tanah hasil perjuangan leluhurnya, (d) manajemen PTPN XII tidak akomodatif dan sensitif dengan tekanan tenaga kerja lokal, (e) kejanggalan data HGU PTPN XII, dan (f) perilaku arogan dan over acting dari para sinder dan mandor perkebunan. Solidaritas yang tumbuh antara sesama rakyat karena kesamaan nasib dapat mendorong mereka untuk melakukan suatu aksi protes. Kamarudin (2011) mengatakan Pemberontakan yang dilakukan oleh masyarkat petani, salah satunya terjadi pada masyarakat petani Unra tahun 1943 di Sulawesi Selatan dinilai sebagai bentuk ketidakpuasan yang menciptakan aksi kolektif diantara mereka. Dalam perspektif teori strukturis pemberontakan petani Unra adalah sebagai
11
bentuk solidaritas komunal atas dasar sentimen-sentimen, perasaan-perasaan, dan keterikatan-keterikatan antara sesama warga desa. Dimensi gerakan petani dalam penelitian Lestari (2014) terdiri dari empat dimensi yaitu tingkat kesadaran, tingkat kolektifitas aksi, tingkat orientasi intrumental, dan status rendah. Kesadaran sebagai dimensi pertama dianggap sebagai hal yang penting, karena dapat mendorong petani untuk mengetahui posisinya pada waktu tertentu. Kedua aksi kolektifitas dimana petani saling tergabung dalam kebersamaan untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan. Lalu aksi ketiga ialah perilaku orientasi instrumental yang merupakan kata sifat yang diletakan bila suatu perkumpulan atau gerakan mengejar sasaran yang terletak di luar kegiatan langsung mereka. Status rendah sebagai basis gerakan merupakan dimensi keempat dari gerakan petani. hal tersebut menjadi gaya dorong bagi petani dalam melakukan gerakan. Perubahan yang dituntut merupakan cara untuk menyamakan kedudukan petani dengan aktor lainnya. Kerangka Pemikiran Sengketa lahan yang terjadi di Desa Medalsari mendorong terbentuknya gerakan perlawanan petani. Gerakan petani tersebut memiliki tujuan untuk mendapatkan keadilan dan hak mereka atas lahan. Petani sebenarnya adalah pengamat yang sangat teliti mereka selalu melakukan evaluasi dari perkembangan yang dilakukan dari hal itulah petani belajar dan memperkaya ilmu pengetahuannya (Winarto dan Darmowiyoto 1999). Salah satu usaha yang dilakukan dalam menghadapi sengketa dengan Perhutani adalah penyadaran kritis bagi masyarakat yang ikut terlibat dalam sengketa lahan. Upaya penyadaran kritis dilakukan dengan tujuan mengembangkan kapasitas dari komunitas lokal baik dari segi pendidikan maupun keterampilan. Learning organization atau Organisasi pembelajar merupakan sebuah konsep yang dapat menjelaskan proses diseminasi pengetahuan petani. Fremerey (2002) mengatakan konsep organisasi pembelajar melibatkan aktor sosial dan pengetahuan lokal yang dipadukan untuk mendalami wawasan dan proses belajar di masyarakat. Wawasan yang diperoleh dapat berguna dalam memperoleh identifikasi lokal yang relevan. Sistem belajar organisasi terdiri atas dua aspek yang pertama adalah faktor-faktor fasilitas, terdiri dari kepemimpinan yang terlibat, inisiator pembelajaran keterbukaan iklim, pendidikan berkelanjutan. kedua, orientasi belajar yang di dalamnya terdapat sumber pengetahuan, mode diseminasi, fokus pengetahuan, dan pengembangan keterampilan. proses belajar yang dijelaskan dalam konsep tersebut dihubungkan dengan pemenuhan dimensi gerakan petani yang diukur dari tingkat kesadaran, tingkat kolektifitas aksi, tingkat orientasi instrumental, dan status sosial.
12
Gerakan Perlawanan Petani dan Upaya penyadaran kritis
Sengketa Lahan
Organisasi Pembelajar
Sistem belajar organisasi
Variabel X1 Faktor-faktor fasilitas Kepemimpinan turun tangan Inisiator pembelajaran Keterbukaan Iklim Pendidikan berkelanjutan
Variabel X2
Variabel Y Dimensi Gerakan Petani Tingkat kesadaran Tingkat kolektifitas aksi Tingkat Orientasi Instrumental Status Sosial
Orientasi belajar Sumber Pengetahuan Mode Diseminasi Fokus Pengetahuan Pengembangan Keterampilan
Keterangan : : Berhubungan : Kulitatif : Kuantitatif Gambar 1 Kerangka pemikiran
13
Hipotesis Penelitian Hipotesis pada penelitian ini dibagi atas dua hipotesis yaitu, hipotesis pengarah dan hipotesis uji. Hipotesis pengarah merupakan konsep yang akan dilihat berdasarkan pendekatan kualitatif, sedangkan hipotesis uji merupakan konsep yang akan dilihat berdasarkan pendekatan kuantitatif. Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: Hipotesis Pengarah 1. Diduga sengketa lahan mendorong gerakan petani sebagai organisasi pembelajar 2. Diduga sistem belajar organisasi berhubungan dengan pemenuhan dimensi gerakan petani. Hipotesis Uji 1. Diduga kepemimpinan yang terlibat berhubungan positif terhadap pemenuhan dimensi gerakan petani. 2. Diduga inisiator pembelajaran berhubungan positif terhadap pemenuhan dimensi gerakan petani. 3. Diduga keterbukaan iklim berhubungan positif terhadap pemenuhan dimensi gerakan petani. 4. Diduga pendidikan berkelanjutan berhubungan positif terhadap pemenuhan dimensi gerakan petani. 5. Diduga sumber pengetahuan berhubungan positif terhadap pemenuhan dimensi gerakan petani. 6. Diduga mode diseminasi berhubungan positif terhadap pemenuhan dimensi gerakan petani. 7. Diduga fokus pengetahuan berhubungan positif terhadap pemenuhan dimensi gerakan petani. 8. Diduga pengembangan keterampilan berhubungan positif terhadap pemenuhan dimensi gerakan petani.
14
15
PENDEKATAN LAPANGAN
Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif dan penelitian penjelasan (explanatory research). Penelitian deskriptif dilakukan dengan tujuan mengukur fenomena sosial, pengembangan konsep dan menghimpun fakta namun tidak melakukan pengujian hipotesa, sedangkan penelitian penjelasan (explanatory research) mengacu pada Tukiran dan Effendi (2012) dilakukan untuk menjelaskan hubungan antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa. Penelitian deskriptif digunakan untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam mengenai kondisi sosial atau fakta suatu peristiwa di daerah tertentu. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan didukung data kualitatif. Metode kuantitatif dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner (Lampiran 1) dalam mengumpulkan data mengenai faktor-faktor fasilitas, orientasi belajar dan dimensi gerakan petani yang terdapat di dalam masyarakat Medalsari dan instrumen pedoman wawancara mendalam (Lampiran 2) untuk mengumpulkan data kualitatif melalui informan. Untuk menguji instumen penelitian, yakni kesioner dilakukan dengan cara uji validitas (Korelasi Pearson Product Moment) dan reabilitas (Alpha Cronbach’s) pada sepuluh responden di Desa Medalsari dengan catatan responden yang telah menjadi sampel uji kuesioner tidak akan disertakan sebagai responden pada penelitian, alasan pemilihan lokasi tersebut adalah banyaknya jumlah populasi yang terlibat dalam kasus sengketa lahan dengan Perhutani. Hasil pengujian kuesioner yang diperoleh menyatakan bahwa kuesioner valid dengan interpretasi metode statistika (Lampiran 3) dan dinyatakan reliable dengan angka Alpha cronbach’s sebagai berikut. Tabel 1 Uji statistik reliabilitas Cronbach's Alpha ,838
N of Items 38
Penentuan nilai alpha memiliki aturan yaitu jika nilai alpha > 0.90 maka reliabilitas sempurna, jika nilai alpha 0.70 < alpha < 0.90, maka reliabilitas tinggi, jika nilai alpha 0.70 < alpha < 0.5 maka reliabilitas moderat, dan jika nilai alpha <0.5 maka reliabilitas rendah. Tabel 1 mengenai hasil uji reliabililitas pada kuesioner penelitian ini menunjukkan angka 0.838 artinya kuesioner memiliki reliabilitas tinggi. Pendekatan kualitatif dilakukan untuk mengumpulkan data terkait sejarah penguasaan lahan, sengketa lahan yang terjadi, serta faktor-faktor lain yang mendorong respon petani dalam menghadapi sengketa khususnya melalui organisasi pembelajar. Pengambilan data kualitatif menggunakan wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Hasil wawancara mendalam akan
16
digunakan untuk mendukung dan membandingkan data yang telah diperoleh secara kuantitatif melalui kuesioner. Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Desa Medalsari, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang (Lampiran 5). Lokasi dipilih dengan cara purposive dengan alasan Desa Medalsari merupakan desa yang mengalami sengketa lahan dengan Perum Perhutani. Petani desa tersebut juga aktif dalam melakukan gerakan perlawanan dalam mempertahankan akses terhadap lahan. Total masyarakat Desa Medalsari yang mengalami perampasan lahan yakni sebanyak 280 petani namun tidak semua petani tersebut ikut terlibat aktif dalam gerakan petani. Petani yang aktif menjadi agen pembelajar dalam gerakan tercatat sebanyak 82 orang petani. Penelitian ini dilaksanakan dalam jangka waktu lima bulan yang akan dilakasankan pada Februari 2017 sampai dengan Juli 2017. Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, uji kuesioner, pengambilan data lapangan, penulisan draft skripsi, uji petik, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian. Jadwal pelaksanaan penelitian (Lampiran 6) yang dilaksanakan disusun dalam tabel disertai dengan rincian kegiatan yang akan dilakukan. Teknik Penentuan Informan dan Responden Penelitian ini memperoleh sumber data dari responden dan informan. Populasi penelitian merupakan petani di Desa Medalsari, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang yang terlibat sengketa dengan Perum Perhutani. Responden atau unit analisis dalam penelitian ini adalah individu petani yang ikut terlibat dalam gerakan petani. Berdasarkan data nominatif yang diperoleh dari Serikat Petani Karawang (Sepetak), terdapat 280 orang petani yang merupakan petani pemilik lahan di kawasan sengekta, dari data tersebut diklasifikasikan kembali berdasarkan petani yang ikut berpartisipasi aktif dalam organisasi pembelajar dibawah binaan Serikat Petani Karawang (Sepetak). Hasil klasifikasi menyebutkan bahwa terdapat 82 orang petani aktif dan menjadi kerangka sampling dalam penelitian ini (Lampiran 7). Populasi tersebut menggambarkan jumlah responden yang akan ditentukan secara acak sebanyak 30 petani. Jumlah responden tersebut ditentukan dengan pertimbangan untuk menghindari kejenuhan data dan sesuai dengan teknik analisis yang dipakai yaitu analisis korelasi yang menyaratkan sampel yang diambil sebanyak 30 (Tukiran dan Effendi 2014). Informan merupakan orang yang mampu memberikan keterangan mengenai dirinya sendiri, keluarga, pihak lain, atau lingkungannya sehingga keberadaannya sangat penting untuk memberikan keterangan yang dimilikinya. Pemilihian terhadap informan dilakukan secara (purposive) sesuai dengan rekomendasi dari warga. Penetapan informan dalam wawancara ditentukan melalui metode snowball yaitu berdasarkan informasi antara responden di lokasi penelitian. Orang-orang yang dijadikan sebagai informan dalam penelitian ini adalah tokoh masyarakat setempat dan beberapa organisasi petani yang ikut membantu petani di Desa Medalsari dalam mempertahankan lahannya. Informan-
17
informan tersebut dianggap mengetahui dengan jelas mengenai kasus sengekta lahan yang terjadi. Pihak Perum Perhutani tidak diikutsertakan sebagai informan karena sulitnya menemui mereka untuk melakukan wawancara. Selain itu, dikhawatirkan akan membahayakan diri peneliti saat melakukan penelitian di lokasi tersebut. Pencarian informasi ini akan berhenti apabila tambahan informan tidak lagi menghasilkan pengetahuan baru atau sudah berada pada titik jenuh. Tenik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan data yang terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung di lapangan melalui observasi, kuesioner, serta wawancara mendalam yang dilakukan langsung kepada responden maupun informan. Data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen tertulis antara lain artikel dalam koran, data monografi desa, hasil penelitian akademis, dan data-data yang ada dari organisasi petani. Data kualitatif yang bersumber dari data primer didapatkan melalui pengamatan langsung dan wawancara mendalam, yang ditujukan pada; (1) individu dengan menggunakan panduan pertanyaan yang telah disusun sebelumnya dan (2) kelompok yang dilakukan melalui diskusi. Hasil pengambilan data kualitatif dikumpulkan dalam catatan harian lapang untuk memudahkan menganalisis data. Data kuantitatif yang merupakan data primer dikumpulkan dengan cara metode survei melalui kuesioner yang akan diuji coba sebelumnya untuk memastikan ketepatan rancangan pertanyaan. Secara rinci data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini disajikan dalam tabel dibawah ini. Tabel 2 Kebutuhan data dan metode pengumpulan data dalam penelitian No Kebutuhan Jenis Sumber Data Metode Data Data Pengmpulan Primer Sekunder Data 1 Gambaran Kualitatif Data Studi umum lokasi monografi dokumen penelitian desa 2 Sejarah desa Kualitatif Elit desa, Artiket Koran, Studi dan riwayat masyarakat data dokumen dan kepemilikan lokal, tokoh monografi wawancara lahan masyarakat, desa, data mendalam anggota dan kependudukan tokoh desa, hasil pergerakan penelitian akademis 3 Latar belakang Kualitatif Elit desa, Hasil Studi sengketa lahan masyarakat penelitian literatur dan dan kondisi lokal, tokoh akademis, wawancara petani lokal masyarakat, artikel berita, mendalam anggota dan dan data dari tokoh organisasi pergerakan
18
4
Sistem belajar organisasi pada gerakan petani
Kuantitatif
Petani yang terlibat sengketa lahan
5
Pihak-pihak luar yang terlibat dalam gerakan petani Medalsari
Kualitatif
Anggota dan pengurus Organisasi gerakan petani serta tokoh masyarakat
6
Petani yang terlibat gerakan
Kuantitatif
7
Korban yang kehilangan lahan
Kuantitatif
8
Dimensi gerakan petani
Kuantitatif Kualitatif
Petani anggota dan Organisasi gerakan petani Tokoh pergerakan, tokoh desa, dan aparatur pemerintahan desa Petani korban sengketa lahan dan Organisasi gerakan petani
Hasil penelitian akademis dan data dari organisasi gerakan petani Artikel dan media
Studi literatur dan wawancara mendalam
Data dari Organisasi gerakan petani
Survey (kuesioner)
Data dari laporan lapang aparatur desa dan artikel koran Hasil penelitian akademis, artikel koran, data dari organisasi gerakan petani
Studi literatur, observasi, dan wawancara
Wawancara, studi literarur, dan observasi
Studi literatur dan wawancara mendalam (daftar pertanyaan dan diskusi)
Teknik Pengolahan dan Analisis Data Data yang akan diolah dan dianalisis dalam penelitian ini terdiri atas dua jenis yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Pendekatan kuantitatif dikombinasikan oleh teknik pengumpulan, pengolahan dan analisis data kualitatif. Kombinasi ini dengan cara mempersiapkan instrument pengumpulan data kuantitatif melalui kuesioner dan juga wawancara mendalam bersama responden digunakan sebagai masukan untuk menyempurnakan pertanyaan dalam kuesioner, serta dilakukannya wawancara mendalam terhadap informan yang memiliki informasi yang jelas mengenai data penelitian. Data kuantitatif yang diperoleh melalui kuesioner diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel 2010 dan SPSS 20.0 for Windows. Data yang diolah dan dianalisis akan diperiksa ulang kelengkapan dan konsistensi
19
jawaban yang diperoleh pada lembaran kuesioner, catatan harian, lembaran kertas kecil, dan rekaman audio. Setelah itu, tahap kedua yang dilakukan adalah memasukan data yang ditransformasi menjadi kode menggunakan program Microsoft Excel 2010 secara lengkap dan diuraikan per variabel. Pada tahap berikutnya dilakukan pengolahan data dengan menghitung jumlah dan persentase jawaban responden dalam bentuk tabel frekuensi dan tabulasi silang. Tabulasi silang digunakan untuk menggambarkan hubungan antar dua variabel atau lebih dan mempermudah dalam membaca data. Data tersebut kemudian diinterpretasikan dan ditarik kesimpulan berdasarkan hipotesis yang sudah ada. Kemudian IBM SPSS Statistic 20.0 digunakan untuk membantu dalam uji statistik yang akan menggunakan uji korelasi Rank-Spearman dengan tujuan untuk melihat kekuatan hubungan antara faktor-faktor fasilitas dan orientasi belajar individu petani dengan dimensi gerakan petani. Uji hubungan antar variabel menggunakan IBM SPSS Statistic 20.0 dilakukan dengan cara memasukan data hasil kuesioner berupa skor yang telah ditetapkan dalam definisi operasional. Langkah berikutnya adalah menyesuaikan data dalam kolom variable view, setelah itu analisis data dapat dilakukan dengan cara memilih menu Analyze Correlate Bivariate, setelah memilih menu tersebut akan muncul kolom Bivariate Correlation, selanjutnya masukan dua variabel yang ingin dianalisis, lalu centang hanya pada bagian Spearman dalam Correlation Coefficient dan pilih OK. Hasil analisis dua variabel yang diuji akan ditampilkan dalam bentuk output data, untuk variabel berikutnya dapat diuji dengan cara yang sama. Tukiran dan Effendi (2012) menjelaskan bahwa grounded research adalah pendekatan kualitatif dengan data yang dikumpulkan melalui wawancara bebas. Grounded research menyajikan suatu pendekatan yang baru, dinamakan grounded karena teori berdasarkan data, sedangkan data merupakan sumber teori. Kategori-kategori dan konsep-konsep dikembangkan oleh peneliti di lapangan. Data bertambah dimanfaatkan untuk verifikasi teori yang timbul di lapangan dan terus-menerus disempurnakan selama penelitian berlangsung. Definisi Konseptual 1. Organisasi pembelajar merupakan organisasi yang anggotanya secara terus-menerus memperluas kapasitasnya demi terciptanya hasil yang benar-benar diinginkan bersama. 2. Dimensi gerakan petani adalah tahapan-tahapan yang terjadi dalam sebuah gerakan petani.
20
Definisi Operasional Variabel X1 : Faktor-faktor fasilitas Tabel 3 Definisi operasional faktor-faktor fasilitas Variabel Kepemimpinan turun tangan
Inisiator pembelajaran
Definisi Operasional Sosok pemimpin yang terlibat dalam mengembangkan organisasi dan menjadi figur yang kuat dalam gerakan
Indikator
Skala Pengukuran Ordinal
Adanya sosok pemimpin dalam gerakan Ya : Skor 1 Tidak: Skor 0 Adanya keterlibatan pemimpin dalam sebagian besar kegiatan Ya : Skor 1 Tidak: Skor 0 Pemimpin selalu didukung oleh anggota Ya : Skor 1 Tidak: Skor 0 Kepemimpinan turun tangan tinggi : 3 Kepemimpinan turun tangan sedang : 2 Kepemimpinan turun tangan rendah : 0-1 Sosok yang Adanya sosok yang Ordinal memiliki inisiatif berperan dalam tinggi dan memiliki mengemukakan ide ide-ide baru Ya : Skor 1 Tidak: Skor 0 Adanya sosok yang memiliki inisiatif yang tinggi Ya : Skor 1 Tidak: Skor 0 Ide yang dikemukakan dalam rencana selalu terlaksana dengan baik Ya : Skor 1 Tidak: Skor 0 Inisiator pembelajaran tinggi : 3
21
Keterbukaan Iklim
Pendidikan berkelanjutan
Inisiator pembelajaran sedang : 2 Inisiator pembelajaran rendah : 0-1 Kemauan Ordinal Adanya kemauan menganmbil resiko mengambil resiko dan memiliki dalam mencoba hal kebebasan dalam baru berekspresi dalam Ya : Skor 1 pandangan yang Tidak: Skor 0 beragam Adanya kebebasan untuk mengemukakan pendapat Ya : Skor 1 Tidak: Skor 0 Adanya kebebasan memilih dalam penerapan ide baru Ya : Skor 1 Tidak: Skor 0 Keterbukaan iklim tinggi : 3 Keterbukaan iklim sedang : 2 Keterbukaan iklim rendah : 0-1 Komitmen yang Ordinal Adanya kemauan kuat untuk untuk mengikuti melanjutkan kegiatan forum pembelajaran kedepannya Ya : Skor 1 Tidak: Skor 0 Mengikuti kegiatan forum sedikitnya tiga kali Ya : Skor 1 Tidak: Skor 0 Adanya kemauan untuk berpartisipasi aktif dalam forum Ya : Skor 1 Tidak: Skor 0 Pendidikan berkelanjutan tinggi : 3 Pendidikan berkelanjutan sedang : 2 Pendidikan berkelanjutan rendah : 0-1
22
Variabel X2 : Orientasi Belajar Tabel 4 Definisi operasional orientasi belajar Variabel Sumber Pengetahuan
Mode Diseminasi
Definisi Operasional Cara organisasi mengembangkan pengetahuan baru secara internal, atau mencari inspirasi dari ide yang terkembang secara eksternal
Indikator
Pengetahuan diperoleh dari lingkungan sekitar dan mengandalkan masyarakat lokal Ya : Skor 1 Tidak: Skor 0 Pengetahuan berasal dari ide dari luar komunitas yang telah dimodifikasi dan disampaikan oleh pihak luar Ya : Skor 1 Tidak: Skor 0 Pengetahuan berasal dari ide dari luar komunitas yang telah dimodifikasi dan disampaikan oleh pihak internal Ya : Skor 1 Tidak: Skor 0 Sumber Pengetahuan tinggi : 3 Sumber Pengetahuan sedang : 2 Sumber Pengetahuan rendah : 0-1 Cara organisasi Diskusi dalam untuk membuat forum melibatkan ruang belajarnya tokoh penting dapat berkembang, Ya : Skor 1 atau lebih condong Tidak: Skor 0 menggunakan Diskusi dalam pendekatan forum berjalan struktural untuk informal belajar. Dalam Ya : Skor 1 pendekatan yang Tidak: Skor 0 lebih informal, Diskusi dalam pembelajaran forum berjalan menyebar melalui dengan formal pertemuan dengan Ya : Skor 1
Skala Pengukuran Ordinal
Ordinal
23
Fokus Pengetahuan
Pengembangan Keterampilan
tokoh figur atau Tidak: Skor 0 sebagai tim menyebarkan pengalamannya dalam dialog yang sedang berlanjut. Pendekatan struktural, di lain sisi, bergantung lebih pada metode pendidikan formal dan sertifikasi. Mode Diseminasi tinggi : 3 Mode Diseminasi sedang : 2 Mode Diseminasi rendah : 0-1 Bagaimana Forum mempunyai Ordinal organisasi dalam tujuan untuk memilih memberikan memfokuskan pendidikan seputar pembelajaran pada sengketa lahan yang masalah yang dihadapi. berkaitan keluaran, Ya : Skor 1 atau pada proses Tidak: Skor 0 dasar yang Forum memelajari mendasari dan dasar-dasar hukum menyokong tentang sengketa lahan yang dihadapi Ya : Skor 1 Tidak: Skor 0 Anggota dapat menentukan materi yang ingin diikuti Ya : Skor 1 Tidak: Skor 0 Fokus Pengetahuan tinggi : 3 Fokus Pengetahuan sedang : 2 Fokus Pengetahuan rendah : 0-1 Pilihan organisasi Adanya keinginan Ordinal menempatkan individu untuk perhatiannya pada menerapkan penambahan praktek usatani kemampuan secara dengan lahan yang individu atau tersisa melalui Ya : Skor 1 pembelajaran Tidak: Skor 0 kelompok Responden masih melakukan praktek usahatani
24
Ya : Skor 1 Tidak: Skor 0 Usahatani diterapkan oleh kelompok Ya : Skor 1 Tidak: Skor 0 Pengembangan Keterampilan tinggi : 3 Pengembangan Keterampilan sedang : 2 Pengembangan Keterampilan rendah : 0-1 Variabel Y : Dimensi Gerakan Petani Tabel 5 Definisi operasional dimensi gerakan petani Variabel Tingkat kolektifitas aksi
Definisi Operasional Kebersamaan anggota dalam perlawanan.
Indikator Intensitas keterlibatan dalam gerakan
Skala Pengukuran Ordinal
Di bawah rata-rata: skor 1 Rata-rata : skor 2 Di atas rata-rata : skor 3
Peran dalam gerakan Inisiator pelaksana: Skor 3 Pemateri: Skor 2 Peserta: Skor 1
Frekuensi rapat kegiatan yang diikuti Di bawah rata-rata: skor 1 Rata-rata : skor 2 Di atas rata-rata : skor 3
Jumlah petani yang dikenali < 50% petani: Skor 1 50% petani : Skor 2 > 50% petani : Skor 3
Tingkat kesadaran
Tingkat kolektivitas tinggi : 10-12 Tingkat kolektivitas edang : 7-9 Tingkat kolektivitas rendah : 4-6 Kesamaan makna Kesadaran mengenai tentang kondisi pihak lawan yang yang dialami oleh dihadapi petani yang kehilangan lahan. Kesadaran untuk bergabung dalam gerakan
Ordinal
25
Keinginan sendiri: Skor 3 Ikut teman : Skor 2 Diajak oleh pihak selain petani : Skor 1 Menyadari bahwa ada situasi yang merugikan bagi petani Ya : Skor 2 Tidak: Skor 1
Status Sosial
Mengetahui latar belakang sengketa Skor : 2 Tingkat kolektifitas aksi tinggi : 6-8 Tingkat kolektifitas aksi sedang : 3-5 Tingkat kolektifitas aksi rendah : 0-2 Kondisi eksklusif atas Intensitas responden dasar status ekonomi dilibatkan dalam dan sosial yang rendah. rapat.
Ordinal
Sering : skor 2 Cukup : skor 1 Tidak pernah : skor 0
Peran responden dalam kegiatan pembentukan. Pelaksana : skor 2 Pemateri : skor 1 Undangan/peserta : 0
Opini mengenai tingkat status sosial petani yang tidak bertahan dalam gerakan Rendah : skor 3 Menengah : skor 2 Atas : skor 1
Opini mengenai tingkat status sosial petani yang bertahan dalam gerakan Rendah : skor 3 Menengah : skor 2 Atas : skor 1
Orientasi instrumental
Status rendah - tinggi : 8-10 Status rendah - sedang : 5-7 Status rendah - rendah : 2-4 Kesamaan visi dan misi Pengetahuan individu dengan visi responden mengenai misi organisasi. visi dan misi
Ordinal
26
organisasi Responden mengetahui visi dan misi organisasi : skor 2 Responden mengetahui visi dan misi organisasi : skor 1
Motivasi mengikuti gerakan petani Tanah kembali: Skor 3 Ganti rugi: Skor 2 Bantuan materil dan moril: Skor 1
Keuntungan yang diperoleh Tanah kembali : skor 3 Ganti rugi : skor 2 Bantuan materil dan moril : skor 1
27
PROFIL DAN KARAKTER SOSIAL EKONOMI DESA MEDALSARI
Kondisi Geografis dan Demografis Desa Medalsari secara administratif merupakan bagian dari Kecamatan Pangkalan yang terletak di bagian selatan Kabupaten Karawang. Berdasarkan letak geografis Desa Medalsari berada pada ketinggian sekitar 850 meter di atas permukaan laut, hal ini menyebabkan keadaan tanah Desa Medalsari cocok untuk ditanami padi dan palawija karena tipologi tanahnya memiliki tingkat kesuburan yang tinggi. Curah hujan 3190,6 mm per tahun termasuk iklim basah dan vegetasi hujan tropis dengan kelembaban 15ºc. Kondisi lahan yang subur dan air yang berlimpah membuat mayoritas penduduk Desa Medalsari bekerja sebagai petani dan buruh tani. Jarak tempuh Desa Medalsari dari ibu kota kecamatan sekitar 25 km, sedangkan dari ibu kota kabupaten sekitar 107 km. Lokasi desa terletak jauh dari pusat pemerintahan Kabupaten Karawang dan sebagian besar dari wilayahnya adalah hutan. Akses menuju Desa Medalsari yang tergolong sulit menyebabkan Desa Medalsari dirasa semakin terpencil. Masyarakat desa menjalani hidup yang sederhana dan jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Batas-batas administrasi wilayah Desa Medalsari Kecamatan Pangkalan adalah sebagai berikut : Sebelah utara : Kabupaten Bogor dan Desa Kertasari Sebelah selatan : Perum Perhutani Kabupaten Cianjur Sebelah barat : Kabupaten Bogor Sebelah timur : Desa Cipurwasari, Kec. Tegalwaru Luas lahan Desa Medalsari menurut penggunaan adalah 1.158,02 hektar yang terbagi atas beberapa bagian. Pemukiman warga menggunakan lahan sekitar 5%, sedangkan luas wilayah yang digunakan untuk pesawahan sekitar 36%, perkebunan 17%, hutan 42%. Gambaran rinci dari luas penggunaan lahan di Desa Medalsari dapat dilihat sebagai berikut. 5% 17%
42%
Hutan Pesawahan
36%
Perkebunan Pemukiman
Sumber data demografi Desa Medalsari 2016
Gambar 2 Diagram penggunaan lahan di Desa Medalsari
28
Bentang wilayah topografi Desa Medalsari secara umum merupakan daerah pegunungan dan perbukitan. Mobilitas masyarakat desa banyak dilakukan dengan cara berjalan kaki, hal tersebut dikarenakan masyarakat menilai dengan medan jalan yang terdapat di desa sekarang ini lebih efisien apabila ditempuh dengan cara berjalan kaki. Sebagian besar lahan merupakan dataran tinggi yakni perbukitan dan pegunungan. Adapun data dalam luas (Ha) dan peresentasi sebagai berikut. Tabel 6 Luas dan persentase topografi lahan Desa Medalsari Jenis Daratan Luas (Ha) Persentase (%) Dataran rendah 3.65 0.32 Perbukitan/pegunungan 1155.14 99.68 Total 1158.07 100.00 Hutan merupakan bagian terluas dari Desa Medalsari, secara keseluruhan luas total hutan yang tercatat dalam data desa adalah 453,02 hektar. Banyak petani lokal menggantungkan hidupnya dari hasil berkebun di wilayah perbukitan hutan. Lahan hutan terbagi atas hutan asli (33%), hutan produksi (34%), hutan produksi tetap (18%), hutan produksi terbatas (15%). Berikut grafik pembagian luas hutan berdasarkan tipe dan persentase dalam data.
33%
34%
Hutan Asli Hutan produksi tetap Hutan produksi terbatas 15%
18%
Hutan produksi
Sumber data demografi Desa Medalsari 2016
Gambar 3 Diagram persentase lahan hutan berdasarkan jenis hutan
Kondisi Ekonomi Desa Medalsari Kesejahteraan masyarakat Desa Medalsari dapat dianalisis melalui kondisi perekonomian. Kondisi ekonomi wilayah tertentu dapat direpresentasikan dari mata pencaharian masyarakatnya. Masyarakat Desa Medalsari memiliki tingkat taraf hidup yang rendah dan termasuk dalam golongan yang menengah ke bawah. Banyak dari masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan dan hidup dengan kondisi pas-pasan. Rumah yang menjadi tempat masyarakat tinggal kebanyakan merupakan rumah panggung berukuran relatif kecil yang bermaterialkan bilik
29
bambu. Sumber penghidupan atau mata pencaharian masyarakat di Desa Medalsari cukup beragam. Berikut rincian karakteristik penduduk Desa Medalsari berdasarkan mata pencahariannya yang ditampilkan pada bagan berikut.
47.9
31.9
9.3 3.4
2.8
2.5
1.42
0.67
0.03
0.32
0.45
0.33
Sumber data demografi Desa Medalsari 2016
Gambar 4 Karakteristik penduduk Desa Medalsari berdasarkan mata pencaharian Desa Medalsari merupakan wilayah yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani dalam data menyebutkan sebanyak 47.9%, ragam komoditas yang banyak ditanam petani adalah padi, kopi, cengkeh, durian, dan rambutan. Setelah itu buruh tani menempati posisi kedua terbesar setelah petani, yakni 31.9% dari total penduduk usia produktif. Sementara itu penduduk yang bekerja sebagai karyawan swasta tercatat sebesar 9.3%, setelah itu sebagian kecil penduduk bermata pencaharian sebagai peternak sebesar 3.4%, pengrajin 2.8%, pedagang 2.5%, dan buruh migran sebanyak 1,42%. Sebagian kecil penduduk Desa Medalsari juga bermata pencaharian sebagai Pegaiwai Negeri Sipil (PNS) tercatat sebesar 0.67%, TNI dan Polri masing-masing sebesar 0.32% serta pensiunan PNS sebesar 0.33%. Mayoritas penduduk Desa Medalsari menggantungkan hidupnya dibidang pertanian, hal tersebut dikarenakan kondisi desa yang cocok untuk bertani. Kondisi Sosial Desa Medalsari Jumlah penduduk Desa Medalsari berjumlah sebanyak 3.734 jiwa yang terdiri dari 1.826 laki-laki dan 1.908 perempuan. Sebagian besar masyarakatnya adalah Suku Sunda yakni sebanyak 3.719 jiwa. Suku pendatang yang berasal dari Pulau Jawa yang paling banyak menempati Desa Medalsari adalah 13 jiwa yakni suku Jawa. Penduduk Desa Medalsari seluruhnya memeluk agama Islam. Berdasarkan tingkat pendidikan, penduduk Desa Medalsari tergolong memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Hal tersebut dikarenakan hanya sekitar 2.5% dari penduduk menyelesaikan pendidikan hingga memenuhi program
30
pendidikan wajib sembilan tahun yang digerakkan pemerintah. Sebagian penduduk atau sekitar 23% penduduk hanya mengikuti pendidikan formal hingga tamat sekolah dasar. Sisanya sekitar 23% dari jumlah penduduk menyelesaikan pendidikan hingga tamat sekolah lanjutan pertama atau sederajat dan sebanyak 51.5% penduduk mengalami putus sekolah pada tingkat sekolah dasar, lanjutan pertama, atau sederajat. Hal tersebut dikarenakan jarak sekolah yang sangat jauh dari pemukiman warga dan tidak adanya transportasi umum yang murah. Kondisi Lahan Sengketa di Desa Medalsari Desa Medalsari terletak di perbatasan Karawang dan Bogor yang merupakan kawasan Hutan. Dari tipe topografinya mempunyai lahan yang berbukit-bukit yang ditanami pohon kayu, buah, dan sawah tadah hujan. Wilayah pemukiman terletak berjauhan satu sama lain. Wilayah lahan garapan masyarakat terletak jauh dengan lokasi tempat tinggal yakni sejauh 8 km dan hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki atau menggunakan sepeda motor khusus yang telah dimodifikasi. Menurut kesaksian warga salah satu lahan yang digarap oleh petani merupakan bekas pemukiman yang dibumihanguskan pada masa penjajahan Belanda peristiwa tersebut membuat warga pindah ke dataran yang lebih rendah yakni lokasi tempat tinggal warga saat ini. Kemerdekaan bangsa pada tahun 1945 telah membuat kekuasaan atas tanah kembali dari tangan Belanda ke Indonesia. Sejak itu masyarakat lokal yang semula terusir mulai menggarap lahan desa yang terletak berbatasan dengan hutan. Perbatasan antara tanah hutan dan tanah desa ditandai menggunakan patok yang terbuat dari bata dan semen yang diukur pada tahun 1967, namun sekarang ini patok telah jauh bergeser jauh dari batas yang seharusnya sehingga banyak lahan pertanian yang digarap oleh petani masuk ke dalam wilayah hutan yang dikelola oleh Perum Perhutani. Wilayah yang menjadi sengketa antara warga Desa Medalsari dengan Perum Perhutani meliputi sekitar 390 bidang lahan seluas kurang lebih 800 hektar. Lahan sengketa merupakan lahan yang sudah digarap dan dikuasai warga secara turun temurun oleh petani. Petani tidak mempunyai pilihan lain untuk terus menggarap lahan tersebut untuk bertahan hidup walaupun harus menghadapi intimidasi dari pihak lawan. Perlawanan petani berawal sejak Gerakan Petani 1986 dimana para petani belajar untuk mengambil hak mereka atas tanah melalui jalur hukum. Sebanyak 20 orang petani memberanikan diri untuk melawan secara hukum, namun pada praktiknya banyak dari mereka mendapatkan ancaman dan intimidasi yang keras dari pihak lawan. Hal tersebut menyebabkan upaya yang telah dilakukan untuk mengambil tanah mereka gagal. Sejak saat itu banyak petani yang takut untuk mengambil hasil tanam di lahan mereka sendiri.
31
SENGKETA LAHAN DAN DINAMIKA SOSIAL DI DESA MEDALSARI
Sejarah Penguasaan Lahan Desa Medalsari Tanah atau lahan merupakan faktor penting di negara agraris seperti Indonesia. Lahan memiliki peran penting bagi petani dalam memenuhi kebutuhan ekonomi dan kehidupan sehari-hari. Dimasa pemerintahan kerajaan, jauh sebelum Indonesia merdeka lahan dikuasai oleh raja dan dikelola bersama warganya, setiap warga mendapat bagian atas hasil bumi. Kedatangan Belanda dan berlangsungnya masa penjajahan selama lebih dari tiga abad lamanya, telah merubah tata kuasa lahan. Belanda menguasai hampir seluruhnya sumber daya lahan di Indonesia melalui undang-undang Agraria atau Agrarische Wet 1870 yang mengatur hakhak atas lahan yaitu hak eigendom. Menurut cerita sejarah lokal yang ada di Desa Medalsari dahulu warga bermukim di Ciporong yang terletak di dataran tinggi di tengah hutan. Namun akses yang sulit membuat pemerintah Belanda kala itu membakar dan meratakan pemukiman warga dengan tanah dan memaksa warga untuk pindah ke dataran yang lebih rendah. Hal tersebut dilakukan untuk merampas lahan warga dan memudahkan urusan pemerintahan. Kondisi lahan seluas kurang lebih 800 hektar, terletak di dataran tinggi yang berbukit-bukit dan berbatasan dengan hutan. Akses ke wilayah ini cukup sulit sehingga selama masa penjajahan lahan terbengkalai dan menyatu dengan hutan. Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945 membebaskan rakyat dari belenggu penjajah. Adanya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) pada tahun 1960 berlaku untuk mengatur pembatasan penguasaan lahan, kesempatan sama bagi setiap warga negara untuk memperoleh hak atas lahan, pengakuan hukum adat, sampai pelarangan warga asing untuk memiliki hak milik lahan. Lahan yang semula dirampas penjajah dikelola oleh warga sebagai lahan pertanian seperti pesawahan dan perkebunan. Namun berdasarkan Peraturan Pemerintah Pasal 12 Nomor 16 Tahun 1958 menyatakan lahan tersebut merupakan milik negara, selain itu undang-undang Nomor 1 Tahun 1958 menyatakan lahan tersebut termasuk ke dalam lahan usaha yang artinya adalah lahan yang di atasnya sudah ditempati oleh penduduk dan berhak diberikan kepada masyarakat yang mendiami lahan tersebut. Lahan negara bebas yang terletak di Medalsari terbagi menjadi beberapa blok lahan yakni Gandawesi, Langgir, Ciragamaya, Cemplang, Gunung Tonjong, Tegal Kawini, Gunung Sulah, Cinangklong, Pasir Hihid, Cipajadengan, Gunung Tajur, Tamelang, Gunung Lisung, Cikarco, Pasir Balukbur, Kibodas, dan Ciomas. Masyarakat ikut mengajukan hak milik melalui redistribusi dengan diturunkannya SK Menteri Agraria Nomor 30/Ka/62 tanggal 8 November 1962 sebagai obyek land reform. Mengacu pada berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) 1960, terbentuklah Panitia land reform Daerah Tingkat II Karawang dengan SK Nomor : 29/PLD/VIII/52 pada 17 Juni 1965 dan SK Kinag Jabar Nomor 228/C/VIII/52/1965 memberikan hak milik atas lahan kepada rakyat. Perjuangan dan penantian petani melewati proses yang cukup lama, pada tahun 1967 dilakukan pengukuran untuk menentukan tapal batas hutan produksi yang dikelola
32
oleh Perhutani dan tanah desa, selanjutnya pada tahun 1975 petani memperoleh girik atas lahan desa. Tidak lama setelah petani memperoleh girik yakni pada tahun 1976 Perhutani melalui pemerintah desa dan KRPH Cigudeg menarik semua girik milik petani dengan alasan untuk dipinjam. “…ya namanya petani jaman dulu neng, dia gak banyak tanya pokonya katanya dipinjam saja dulu semua nanti dikembalikan. Perjanjiannya kan ada Perhutani tidak akan mengganggu tanaman petani, tapi nyatanya bohong itu pohon di kebun orang tua saya waktu itu ditebangin.” (DD, 39 tahun, Petani) Penebangan pohon-pohon milik petani yang dilakukan oknum Perhutani membuat petani merasa dirugikan, tanaman yang menjadi sumber penghidupan keluarga mereka dimusnahkan tanpa ganti rugi. Menanggapi sikap Perhutani yang sewenang-wenang, pada tanggal 25 Mei 1981 sebanyak 165 orang petani menyatakan sikap dengan membuat surat peryataan untuk meminta kembali surat tanah atau girik yang telah dipinjam perhutani. Surat pernyataan tersebut dibuat oleh petani yang diwakilkan sebanyak empat orang dan melibatkan pemerintah tingkat kecamatan sebagai saksi. Dalam surat tersebut petani mencantumkan tiga poin yakni, pertama petani meminta girik yang dipinjam pada tahun 1976 dikembalikan, kedua petani menyatakan agar Perhutani tidak mengganggu pohon milik petani, ketiga petani menyatakan tidak akan melakukan penanaman terutama pada jenis tanaman berumur pendek di tanah sengketa sebelum ada keputusan dari Bupati Karawang.
Dokumentasi : fotocopy surat pernyataan petani 1981
Gambar 5 Fotokopi surat pernyataan petani tahun 1981 Pernyataan tersebut dibuat di Kecamatan dengan sepengetahuan pejabat kala itu, surat pernyataan tersebut berisi tentang tiga tuntutan petani yang terlibat sengketa dengan Perhutani. Poin pertama petani menuntut agar pihak Perhutani mengembalikan girik milik petani yang dipinjam oleh KRPH Cigudeg pada tahun 1976. Kedua petani menuntut Perhutani untuk tidak mengganggu tanaman di kebun petani. Ketiga petani menyatakan, sebelum ada keputusan dari Bupati Karawang mengenai tapal batas tanah maka petani tidak akan melakukan kegiatan bercocok tanam terutama tanaman berumur pendek.
33
Usaha petani dalam memperoleh legalitas hak atas tanah masih belum menemukan titik terang. Sebagian petani mulai berhenti pergi ke kebun yang ada di wilayah sengketa, namun sebagian besar tetap melakukan kegiatan bertani dengan alasan tidak punya sumber mata pencaharian lain dan ingin memerjuangkan hak mereka atas lahan yang sudah digarap secara turun temurun. Walaupun girik sebagai bukti kepemilikan telah diambil dari petani, sampai saat ini petani masih menanam di lahan garapannya, selain itu petani juga masih membayar pajak melalui SPPT atas tanah sengketa tersebut. Alasan petani yang berhenti pergi ke lahan garapan mereka adalah rasa takut terhadap intimidasi dan penindasan yang kerap dilakukan oleh pihak lawan. “…pada enggak berani, karena katanya kalau melawan Perhutani sama dengan melawan pemerintah. Kalau yang namanya petani mah kan takut ya kalau melawan pemerintah pasti enggak ada habisnya...” (AK, 46 tahun, Petani) Gerakan petani Medalsari pertama kali terbentuk pada tahun 1986, pada gerakan pertama ini hanya sebanyak dua puluh orang petani yang didampingi kuasa hukum. Keterbatasan pengetahuan dan uang yang dimiliki petani membuat petani harus menyerah akan perjuangannya. Adanya penjagaan wilayah dan kriminalisasi terhadap petani membuat sebagian masyarakat takut untuk kembali ke tanah leluhur mereka. Masih ada petani-petani yang bertahan dan tetap menanam di lahannya, namun tanaman yang ditanam bukan merupakan tanaman yang berumur pendek. Perhutani pada masa itu mengizinkan petani untuk menanam tanaman berumur panjang di lahan tersebut akan tetapi setelah tanaman memasuki usia panen pihak Perhutani mengklaim tanaman tersebut telah ditanam di lahan milik perusahaan tidak boleh dimiliki apalagi dipanen. “…dia (pihak Perhutani) bilang petani itu cuma boleh menanam saja, tidak boleh untuk memiliki. Karena itu tanah saya! Katanya. Dulu petani enggak pernah menang mereka (Perhutani) mah bisa bayar polisi, orang desa juga dulu malah ikut pake seragam perhutani ke hutan..” (AM, 62 tahun, Petani) Perjuangan petani yang dimulai pada tahun 1986 tidak pernah berhenti dan diteruskan secara turun temurun oleh anak dan cucunya, mereka masih menjalankan pekerjaan sebagai petani maupun buruh tani dalam mengolah lahan sengketa tersebut. Petani Medalsari mulai belajar beroganisasi pada tahun 2005 dengan tujuan khusus untuk belajar dan mengembangkam pengetahuan mereka dalam mencari cara untuk mendapatkan keadilan, selain itu petani juga belajar mengenai potensi mereka dalam berusaha tani. “…sekarang-sekarang aja ya Alhamdulillah neng, kita gabung sama organisasi petani enggak terlalu ditindas gitu. Petani sekarang udah berani melawan.”(AR, 31 tahun, Anggota Masyarakat)
34
Pada saat ini banyak petani Medalsari masih mengelola lahan mereka dengan menanam tanaman seperti kopi, durian, sengon, padi sawah, petai, dan buah-buahan lainnya. Penyerobotan lahan garapan petani dilakukan dengan cara menggeser tapal batas secara perlahan dan bertahap. Klaim yang dilakukan Perhutani atas lahan tersebut membuat petani merasa diperlakukan tidak adil. Kesamaan nasib yang dialami oleh petani atas perlakuan tidak adil dari Perhutani mendorong terbarukannya Gerakan Petani Medalsari untuk melanjutkan perjuangan yang sempat tertunda mengingat gerakan petani sudah pernah ada pada tahun 1986. Para petani masih dibayangi rasa takut apabila suatu saat nanti mereka benar-benar kehilangan lahan yang selama ini menjadi tumpuan hidup mereka. Latar Belakang Sengketa Lahan Kasus sengketa yang dihadapi petani Desa Medalsari bermula pada peminjaman atas girik milik petani yang sudah diperoleh dari desa pada tahun 1975 yang dilkukan oleh pihak Perhutani. Alasan peminjaman tersebut tidak dijelaskan pada petani dikarenakan para petani percaya pada perwakilan pihak peminjam yang masih termasuk masyarakat lokal dan kerabat mereka. Namun petani mulai merasa dirugikan ketika tanaman mereka diganggu oleh pihak perusahaan yakni, tanaman milik petani ditebang tanpa sepengetahuan dan izin dari petani. “…alasannya cuma bilang dipinjam aja dulu nanti dikembalikan, ada perjanjiannya katanya tanaman petani tidak akan diganggu. Ternyata dia bohong, pohon-pohon petani ditebangi sampai sekarang enggak dikembaliin…”(IY, 76 tahun, Tokoh Masyarakat) Pengukuran tapal batas antara tanah hutan dan tanah desa telah dilakukan pada tahun 1967. Tapal batas tersebut diletakkan di Ciporong yang merupakan pemukiman masyarakat terdahulu. Pada tahun 1975 petani memeroleh girik atas tanah yang digarap, penerbitan girik dilaksanakan sampai selesai yakni pada tahun 1976. Namun masih pada tahun 1976 setelah petani memeroleh girik, pihak KRPH Cigudeg melalui pemerintah desa menarik semua girik milik petani dengan alasan dipinjam sementara. Peminjaman girik tersebut menggunakan perjanjian yang salah satu isinya berbunyi bahwa pihak perusahaan tidak akan mengganggu tanaman milik petani. Tapal batas antara hutan dan tanah desa yang semula berada di Ciporong perlahan-lahan mulai bergeser masuk ke wilayah tanah desa yang digunakan sebagai lahan garapan petani. Masyarakat mengatakan ada oknum perusahaan yang sengaja memindahkan tapal batas tanah tersebut demi kepentingan politik desa kala itu. Perhutani sebagai pihak pengelola hutan melakukan penyerobotan dan klaim atas lahan yang digarap petani, perusakan tanaman petani dilakukan sewenang-wenang. Lahan yang diserobot oleh pihak Perhutani semakin luas, tapal batas yang semula bergeser dari tempat awalnya, secara perlahan dipindahkan lagi oleh oknum yang tidak bertanggung jawab tanpa sepengetahuan petani. Tapal batas yang semula berada di atas wilayah hutan Ciporong kini telah berada di
35
dataran rendah yakni pintu masuk Green Canyon yakni sebuah tempat wisata yang terletak dekat dengan dusun pemukiman masyarakat. Petani mulai bergerak dalam menanggapi sikap Perhutani yang merugikan mereka. Pada tahun 1981 petani didampingi pemerintah Kecamatan Pangkalan membuat surat pernyataan meminta kembali girik yang dipinjam. Kekuatan politik yang dimiliki oleh pihak lawan membuat surat pernyataan yang dibuat petani tidak membuahkan hasil. Petani yang masih melakukan kegiatan usahataninya kerap terganggu oleh intimidasi yang dilakukan oleh petugas Perhutani, petani dituduh sebagai pencuri di lahan garapannya sendiri. Pemindahan patok atau tapal batas tanah menjadi hal yang sangat merugikan bagi petani. Petani tidak lagi leluasa dalam melakukan pemanfaatan lahan yang digarapnya, intimidasi berupa pelarangan terhadap petani dan perusakan tanaman kerap dilakukan. Perasaan senasib yang dimiliki petani membuat mereka menyatukan suara untuk mencari keadilan dan terbebas dari ancaman pihak lawan. Hal tersebut mendorong terbentuknya gerakan petani pada tahun 1986 dan untuk pertama kalinya petani menempuh jalur hukum dengan didampingi oleh pengacara dalam menuntut kembali hak atas tanah mereka. Perjuangan petani belum membuahkan hasil perlawanan yang dilakukan dibalas dengan keras oleh pihak perusahaan dengan cara melakukan kriminalisasi terhadap petani “…saya masih ingat dulu petani-petani yang didampingi pengacara itu setelah kalah mereka ngumpet neng dikejar-kejar sama polisi, ada yang ditangkap terus dipenjara dituduh mencuri kayu katanya…”(MN, 46 tahun, Petani) Ketegangan antara petani dengan pihak Perhutani kembali memanas pada tahun 2015, salah satu petani Medalsari yang berinisial KS dilaporkan oleh pihak LSM Lodaya atas tuduhan pencurian. Kronologi kejadian tersebut bermula ketika saudara KS menebang pohon kayu di lahan garapannya dan menyimpan kayu tersebut di rumah. Masyarakat mengetahui bahwa pohon kayu tersebut ditanam oleh saudara KS dari bibit pohon yang dibelinya sendiri di kawasan Cikampek. Saudara KS mendapatkan intimidasi berupa pemerasan oleh salah satu Oknum Perhutani agar permasalahan ini tidak dilaporkan ke pihak kepolisian atas pasal pencurian. Menanggapi hal tersebut keluarga KS menolak membayarkan sejumlah uang yang diminta oleh oknum Perhutani karena sesungguhnya saudara KS hanya seorang petani yang menanam di lahannya sendiri. Gerakan petani Medalsari memberikan respon keras atas kriminalisasi yang dilakukan terhadap anggotanya, pada tanggal 9 Oktober 2015 petani mendatangi Kantor RPH Kecamatan Pangkalan untuk melakukan aksi penolakan atas kriminalisasi terhadap petani. Aksi yang dilakukan petani Medalsari tidak mendapat respon dikarenakan tidak ada orang dan aktivitas di kantor RPH, mendapati hal tersebut petani melanjutkan aksi ke kantor pemerintah Kabupaten Karawang namun aksi petani belum mendapatkan respon yang diinginkan dari pemerintah. Peristiwa Aksi besar-besaran yang dilakukan petani mendapat perhatian dari Kapolsek Pangkalan, melalui Babinmas Medalsari pihak kepolisian mendesak agar petani dan pihak Perhutani melakukan mediasi. Mediasi yang dilakukan antara pihak Perhutani dan petani yang didampingi oleh Serikat Petani Karawang tidak berakhir lancar, kedua belah pihak tidak mencapai kesepakatan
36
atas tuntutan masing-masing dan kriminalisasi dilakukan terhadap aktivis-aktivis yang mendampingi petani Medalsari. Kondisi Masyarakat Medalsari Pasca Penyerobotan Lahan Peristiwa penyerobotan lahan pada tahun 1976 merupakan memberikan dampak kerugian materil maupun moril bagi petani. Gagalnya upaya yang pernah dilakukan kelompok petani melalui jalur hukum pada tahun 1986 menyisakan penderitaan bagi keluarga petani, bagaimana tidak, pasca kekalahan petani dalam menuntut haknya berbuah pahit dengan kriminalisasi oleh Perhutani terhadap para petani dengan tuduhan pencurian. Kehidupan petani dibayangi rasa takut akan intimidasi yang dilakukan oknum perusahaan dan aparat keamanan, akan tetapi petani tidak memiliki pilihan lain untuk terus menggarap lahan tersebut karena mereka harus menafkahi keluarganya. Kondisi yang terus berlarut-larut tanpa adanya penyelesaian dari pihak pemerintah menghasilkan hubungan yang dingin antara petani dan pegawai Perhutani. Petani masih meyakini bahwa lahan tersebut merupakan hak milik mereka dan Perhutani menyatakan klaim atas dasar letak tapal batas yang sudah disabotase. Oknum-oknum Perhutani sesungguhnya masih berkerabat dengan petani, namun dengan alasan tertentu mereka tetap bersikukuh bahwa petani tidak memiliki hak atas lahan yang telah mereka kuasai selama puluhan tahun. Petani masih menjalankan kegiatan di kebun yang berlokasi di wilayah sengketa. Mereka menyadari bahwa mereka tidak dapat menghadapi pihak lawan seorang diri, untuk itu petani melakukan kegiatan bertani secara berkelompok walaupun lahan dan hasil akan diambil untuk pribadi. Hal tersebut dilakukan guna menghindari insiden intimidasi atau pemerasan yang sering dilakukan oknum Perhutani. Petani merasa memiliki kekuatan apabila bersatu dalam organisasi hal tersebut menjadi dorongan kuat bagi petani untuk aktif di dalam organisasi gerakan petani Ikhtisar Lahan yang menjadi objek sengketa antara petani dan Perhutani merupakan tanah garapan petani berdasarkan ketetapan Peraturan Pemerintah Pasal 12 Nomor 16 Tahun 1958 menyatakan lahan tersebut merupakan milik negara, ditambah lagi undang-undang Nomor 1 Tahun 1958 menyatakan lahan tersebut termasuk ke dalam lahan usaha yang artinya adalah lahan yang di atasnya sudah ditempati oleh penduduk dan berhak diberikan kepada masyarakat yang mendiami lahan tersebut. Petani sudah memperoleh pengakuan atas kepemilikan lahan dengan diterbitkannya girik atau surat tanah dari desa namun pada tahun 1976 girik tersebut ditarik oleh Perhutani melalui pihak desa dengan alasan untuk dipinjam. Pihak Perhutani bertindak sewenang-wenang dengan cara melakukan penebangan dan perusakan tanaman milik petani sehingga petani menuntut surat tanah yang dipinjam oleh perusahaan dikembalikan, hal tersebut menimbulkan ketegangan antara petani dan pihak Perhutani. Kondisi semakin merugikan petani ketika tapal batas hutan dan tanah garapan dipindahkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
37
MUNCULNYA KESADARAN KOLEKTIF DAN KEPEMIMPINAN
Terbentuknya Gerakan Petani Medalsari Keadaan dan nasib petani Medalsari mendorong terbentukya gerakan petani baru sebagai regenerasi dari gerakan sebelumnya. Gerakan perlawanan petani muncul respon atas ketidakadilan yang dialami oleh petani. Menurut Paige (1975), perlawanan petani adalah pemberontakan agraria dan bentuk-bentuk ekspresi perlawanan petani akan terjadi manakala: (1) suatu kelas penguasa lahan terus menerus berkuasa atas dasar penguasaan lahannya, (2) para petani dihambat dalam kemungkinannya untuk melakukan mobilitas vertikal, dan (3) kondisi kerja dan karakter pedesaan petani memungkinkan pembentukan solidaritas. Meninjau teori tersebut, kemunculan gerakan petani di Desa Medalsari terjadi karena adanya klaim kepemilikan oleh pihak perusahaan atas wilayah yang sudah berpuluh-puluh tahun digarap oleh petani. Penyerobotan lahan yang dilakukan dengan cara dipindahkannya tapal batas menjadi peristiwa yang berdampak besar bagi petani. Klaim atas lahan yang dilakukan oknum Perhutani juga disertai dengan intimidasi yang kerap terjadi terhadap petani-petani yang masih bertahan di lahan garapannya. Jumlah petani yang masih menggarap lahan sengketa memang berkurang banyak, petani yang menyerah memerjuangkan lahannya mengatakan alasan mereka berhenti menggarap dikarenakan takut oleh pihak lawan serta kurangnya wawasan yang dimiliki untuk merebut hak mereka kembali. Gerakan petani yang sudah dimulai pada tahun 1986 sempat terhenti pergerakannya dengan alasan petani terlalu takut terhadap pihak lawan. Pada tahun 2011 jumlah petani yang terlibat sengketa lahan dengan perhutani tercatat sebanyak 293 orang petani, namun sebanyak 66 orang petani menyatakan bahwa mereka mundur dari gerakan petani. Mundurnya petani dari perjuangan hak atas lahan dikarenakan petani merasa pesimis bahwa petani bisa memenangkan perkara sengketa yang dihadapi. Petani merasa mereka tidak kompeten dalam berurusan dengan hukum ditambah lagi mereka mengaku tidak memiliki uang. Sebagian petani juga mundur dikarenakan mereka tidak memiliki waktu dan merasa lebih baik bekerja mencari uang untuk menghidupi keluarga dari pada mengikuti kegiatan pembelajaran maupun organisasi. Munculnya Kesadaran Kolektif Petani Sengketa lahan yang berlarut-larut memantik kesadaran baru untuk memunculkan aksi kolektif untuk bersatu menyatukan langkah dinamis dalam menghadapi pihak lawan. Pada tahun 2005 petani mulai merencanakan untuk membangkitkan kembali gerakan petani Medalsari yang sempat redup. Petani ingin mengambil kembali hak mereka secara legal dan terbebas dari rasa takut yang masih membayangi mereka. Rendahnya taraf pendidikan masyarakat membuat petani merasa membutuhkan edukasi sebagai bekal dalam
38
memerjuangkan hak mereka, untuk itu petani mulai bergabung dengan organisasi dan membangun kembali organisasi petani lokal. Petani mulai membangun aksi kolektif dan menyadari akan pentingnya organisasi sebagai sarana mengembangkan potensi mereka melalui proses pembelajaran. Selama berorganisasi petani menemukan keberanian untuk bersuara dan melakukan perlawanan apabila menghadapi penindasan yang dilakukan oleh oknum Perhutani, walaupun petani belum terbebas sepenuhnya dari intimidasi yang dilakukan oknum perhutani, petani merasakan banyak kemajuan yang dialami sejak mereka memutuskan untuk bergabung dengan organisasi. Salah satu kegiatan yang dilakukan dalam organisasi petani adalah belajar. Petani merasa mereka perlu untuk mengembangkan kapasitas baik dalam pengetahuan maupun dalam usahatani yang dijalankan. Petani bertahan dalam memerjuangkan hak mereka atas lahan dengan cara mengembangkan kapasitas melalui proses belajar dalam organisasi. Sedikit demi sedikit kepercayaan diri petani terbangun setelah melakukan penyadaran kristis melalui organisasi belajar. Petani menuntut melalui jalur politik agar disegerakannya pengakuan atas lahan petani di Medalsari melalui IP4T (inventarisasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah). Tujuan IP4T tersebut supaya petani mendapatkan hak yang legal dan diakui melalui sertifikasi. Agenda IP4T tersebut dibuat berdasarkan peraturan Menteri Dalam Negeri No.79 Tahun 2014, Peraturan Menteri Kehutanan No. PB.3/Menhut-11/2014, peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.17/PRT/M/2014, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 8/SKB/X/2014. Peraturan tersebut disusun perwakilan pemerintah dan petani tentang tata cara penyelesaian penguasaan tanah yang berada dalam kawasan hutan. Surat keputusan Bupati Karawang Nomor. 593.61/KEP 150-HUK/2015 tentang inventarisasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang berada di dalam kawasan hutan. “…petani aksi itu bukan cuma sama petani sini aja. Banyak juga di Karawang ini yang kasus sengketa lahan juga, setelah kita semua aksi beberapa kali itu akhirnya dapet tanggapan dari DPRD sama menteri juga. Pokoknya itu biar selesai masalah sengketa ini…” (NN, 48 tahun, Petani) Perjuangan petani melaui IP4T belum membuahkan hasil sampai saat ini, petani masih menemukan hambatan seperti belum ada dukungan penuh dari pihak desa dan pemerintah daerah dalam melancarkan agenda IP4T. Ketegangan hubungan petani dengan pihak Perhutani kembali muncul ketika ada petani yang dituduh mencuri kayu di lahannya sendiri. Kriminalisasi yang dilakukan kepada salah satu petani memicu amarah petani Medalsari, menyikapi hal tersebut petani mendatangi kantor RPH Kecamatan Pangkalan untuk melakukan aksi. Petani juga melakukan aksi ke kantor bupati dengan didampingi oleh ormas GMBI dan Sepetak untuk menyuarakan ketidak adilan dan penindasan yang dialami petani. Tokoh dan Kepemimpinan dalam Gerakan Petani Landsberger dan Alexandrov (1974) yang menyatakan bahwa makin ekstensif dan bercorak nasional suatu gerakan petani, maka akan semakin permanen gerakan dan akan semakin memperkecil kemungkinan bagi petani
39
untuk mengendalikan gerakan tersebut. Maksudnya, sedikit petani yang mampu menjadi pemimpin gerakan berskala besar. Seorang petani yang memutuskan untuk menjadi pemimpin suatu gerakan maka ia harus bekerja sedikit lebih banyak mengabdikan waktu dan tenaganya untuk kepentingan organisasi. Adalah Bapak AD, beliau dipercaya masyarakat sebagai ketua gerakan petani. Bapak AD menyadari bahwa ia tidak bisa berdiri seorang diri dalam memimpin gerakan petani, untuk itu dengan asa kepercayaan Bapak AD menggandeng Serikat Petani Karawang (Sepetak) dalam menjalankan organisasi petani lokal. Sejak peristiwa kriminalisasi terhadap salah satu petani pada tahun 2015, petani Medalsari mulai bersatu menghimpun kekuatan untuk bertahan. Pemimpin memegang peran penting dalam menentukan perjalanan organisasi. Menyadari akan kurangnya wawasan yang dimiliki para petani Bapak AD merasa perlu untuk mengembangkan pengetahuan sebagai upaya penyadaran kritis mengenai posisi mereka dan lawan yang dihadapi. Kebutuhan petani akan pengembangan pengetahuan dapat dipenuhi dengan pembelajaran. Petani yang tergabung dalam organisasi didampingi oleh Serikat Petani Karawang (Sepetak) dan difasilitasi dalam melakukan kegiatan peningkatan kapasitas edukasi melalui program Sekolah Agraria. Program tersebut merupakan bentuk sekolah lapang yang mentransformasikan gerakan petani menjadi organisasi pembelajar. Konsep organisasi pembelajar melibatkan aktor sosial dan pengetahuan lokal yang dipadukan untuk mendalami wawasan dan proses belajar di masyarakat. Proses belajar yang diikuti oleh petani Medalsari selalu didampingi oleh pemimpin mereka, selain ketua gerakan petani, pemimpin Sepetak yaitu ketua dan sekertaris jenderal yang diakui oleh petani Medalsari sebagai sosok pemimpin. Sashkin dan Sashkin (2003) menjelaskan tiga bentuk kepemimpinan yaitu transaksional, transfomasional dan karsimatik. Melihat hubungan antara anggota gerakan dengan ketua gerakan serta jajaran petinggi Sepetak dapat terlihat bahwa bentuk kepemimpinan diantara mereka adalah kepemimpinan kharismatik. Mengacu pada Muslimah (2016) Hubungan antara pemimpin dan pengikut dibentuk berdasarkan pada hubungan antarpribadi untuk membuat pengikutnya bergantung dan patuh pada pemimipin. Ketua gerakan petani Medalsari telah hadir sebagai sandaran dan tempat berlindung bagi anggotanya hingga petani percaya penuh kepada pemimpinnya. Penelitian Muslimah (2016) mengungkap bahwa gaya kepemimpinan kharismatik muncul dalam kepemimpinan periode kedua Serikat Petani Karawang. Anggota Serikat Petani Karawang menganggap bahwa pemimpinnya merupakan seseorang yang dapat dipercaya terutama dalam hal melakukan pengaturan gerakan protes organisasi. “…warga sini mah kebanyakan sekolah saja cuma sampe SD, ya kalau ada apa-apa paling tanya sama orang organisasi (Sepetak. Mereka itu banyak bantu petani sini. kalau nanti ada yang gak ngerti tanya sama ketua atau minta bantuan lah kita udah percaya sama ketua dan bos-bos…” (AK, 46 tahun, Petani) Organisasi petani melihat kurang cocoknya sistem pendidikan yang diterapkan dalam kegiatan pembelajaran untuk petani. Pemuda sebagai sasaran utama dalam pengembangan kapasitas pengetahuan mengenai agraria tidak terjaring secara maksimal, banyak peserta yang tidak mengikuti program sampai selesai karena alasan sibuk bekerja. Petani yang tidak mengikuti kegiatan sampai
40
akhir mempunyai alasan ekonomi dimana petani lebih memilih pergi ke kebun dibandingkan mengikuti kegiatan pembelajaran. Menanggapi hal tersebut Bapak AD selaku ketua organisasi merubah upaya pembelajaran formal menjadi informal melalui kegiatan minggonan atau riungan, dimana kegiatan tersebut adalah perkumpulan rutin petani Medalsari yang diadakan minimal satu minggu sekali. Topik yang dibahas dalam kegiatan tersebut merupakan seputar perkembangan kasus sengketa lahan yang tengah dihadapi. Ikhtisar Bab ini menjelaskan tentang terbentuknya gerakan petani di Desa Medalsari dan bagaimana sengketa lahan memantik kesadaran baru bagi petani untuk melakukan aksi-aksi kolektif. Petani mulai membangun aksi kolektif dan menyadari akan pentingnya organisasi sebagai sarana mengembangkan potensi mereka melalui proses pembelajaran. Selama berorganisasi petani menemukan keberanian untuk bersuara serta bertahan dalam memerjuangkan hak mereka atas lahan dengan cara mengembangkan kapasitas melalui proses belajar dalam organisasi. Sedikit demi sedikit kepercayaan diri petani terbangun setelah melakukan penyadaran kristis melalui organisasi belajar. Gaya kepemimpinan yang terdapat pada pemimpin gerakan adalah gaya kepemimpinan kharismatik. Muslimah (2016) mengatakan hubungan antara pemimpin dan pengikut dibentuk berdasarkan pada hubungan antarpribadi untuk membuat pengikutnya bergantung dan patuh pada pemimipin. Pemimpin juga menjadi aktor penentu keputusan dalam berjalannya organisasi, seperti yang terjadi pada Gerakan Petani Medalsari yang melihat kurang cocoknya sistem belajar formal melalui sekolah lapang untuk itu pemimpin gerakan merubah sistem belajar menjadi informal lewat agenda riungan petani yang dilaksanakan rutin.
41
ORGANISASI PEMBELAJAR DAN GERAKAN PETANI
Sistem Belajar Organisasi dan Dimensi Gerakan Petani Dimensi gerakan petani dapat terpenuhi dilihat dari empat dimensi seperti tingkat kesadaran, tingkat kolektifitas aksi, tingkat orientasi intrumental, dan status rendah yang ada dalam setiap upaya mencapai tujuan. Terdapat proses pembelajaran dalam gerakan petani yakni dengan tujuan agar anggotanya lebih berdaya dan dapat mengembangkan potensi yang terdapat disekitarnya. Petani terus menerus memperluas kapasitasnya guna menghadapi isu-isu agraria, dalam menghadapi persoalan agraria petani harus mampu beradaptasi dan menemukenali potensi yang dapat mengantarkan mereka untuk menemukan solusi yang diinginkan. Organisasi pembelajar dapat digunakan sebagai sudut pandang untuk melihat bagaimana proses perkembangan gerakan petani melalui pendidikan. Upaya pemberdayaan individu dalam kelompok dilakukan petani Medalsari secara sadar sebagai bagian dari kelompok dapat meningkatkan pengetahuan secara berkelanjutan, menjalankan strategi inovasi, dan menjaga komitmen terhadap tugas dan tujuan organisasi. Tujuan utama yang menjadi misi petani saat ini adalah menambah wawasan dan pengetahuan mengenai cara memeroleh hak legal atas lahan sengketa. Penting bagi masyarakat untuk bergerak bersama dalam memenuhi tujuan kolektif dalam kasus di Desa Medalsari petani menyadari bahwa hal yang dibutuhkan oleh petani lokal untuk mencapai misi adalah pendidikan. Sistem belajar organisasi menurut Mukhid (2007) diartikan sebagai suatu organisasi yang menggabungkan tentang orang-orang, bahan-bahan, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur, yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan. Petani dapat meningkatkan wawasannya melalui sistem belajar organisasi. Petani Medalsari meningkatkan pengetahuannya melalui sekolah lapang yang difasilitasi Serikat Petani Karawang yang bernama “Sekolah Agraria”. Wawasan yang diperoleh dari Sekolah Agraria ini diharapkan dapat berguna dalam memeroleh identifikasi lokal yang relevan. Sistem belajar organisasi terdiri atas dua aspek yang pertama adalah faktor-faktor fasilitas, terdiri dari kepemimpinan yang terlibat, inisiator pembelajaran keterbukaan iklim, pendidikan berkelanjutan. kedua, orientasi belajar yang di dalamnya terdapat sumber pengetahuan, mode diseminasi, fokus pengetahuan, dan pengembangan keterampilan. Kondisi yang dihadapi petani mendesak mereka melakukan strategi untuk bertahan demi keberlanjutan hidup keluarganya. Gerakan petani terbentuk karena adanya rasa persatuan yang dimiliki para petani dan persamaan tujuan yang ingin diraih. White dan Wiradi (2009) menjelaskan bahwa para buruh tani mengorganisir diri ketika berhadapan dengan beberapa isu tertentu. Isu-isu itu antara lain: a. Tuntutan untuk menjamin tersedianya akses ke petak tanah untuk pemukiman dan atau untuk pertanian; Mereka yang terikat dengan pertanian bagi hasil berdasarkan kontrak lisan b. harus didaftar;
42
c.
Tuntutan akan upah yang lebih tinggi dan implementasi aturan upah minimum; d. Tuntutan untuk melakukan pekerjaan pada program borongan di pedesaan di bawah jaminan program tenaga kerja; dan e. Tuntutan adanya kartu jatah makan. Akses petani terhadap lahan yang terganggu karena adanya tumpang tindih kepemilikan lahan di Medalsari mendorong petani untuk mengorganisir dirinya dan merapatkan barisan menghadapi pihak lawan. Gerakan petani dapat dilihat lebih dalam melalui dimensinya. Dimensi gerakan petani terdiri atas keempat faktor yang ada di dalam gerakan, dimensi-dimensi tersebut antara lain adalah tingkat kesadaran, tingkat kolektifitas aksi, tingkat orientasi intrumental, dan status rendah. Kesadaran sebagai dimensi pertama dianggap sebagai hal yang penting, karena dapat mendorong petani untuk mengetahui posisinya pada waktu tertentu. Kedua aksi kolektifitas dimana petani saling tergabung dalam kebersamaan untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan. Lalu aksi ketiga ialah perilaku orientasi instrumental yang merupakan kata sifat yang diletakan bila suatu perkumpulan atau gerakan mengejar sasaran yang terletak di luar kegiatan langsung mereka. Status rendah sebagai basis gerakan merupakan dimensi keempat dari gerakan petani. hal tersebut menjadi gaya dorong bagi petani dalam melakukan gerakan. Perubahan yang dituntut merupakan cara untuk menyamakan kedudukan petani dengan aktor lainnya di dalam gerakan. Berikut jumlah dan presentase responden petani Medalsari berdasarkan dimensi gerakan petani. Tabel 7 Jumlah dan persentase responden berdasarkan dimensi gerakan petani Tingkatan Jumlah (orang) Persentase (%) Rendah 2 6.7 Sedang 12 40.0 Tinggi 16 53.3 Total 30 100.0 Keterangan : Tingkat dimensi gerakan petani diukur berdasarkan empat indikator tingkat kesadaran, tingkat kolektifitas aksi, tingkat orientasi intrumental, dan status rendah yang ada dalam setiap upaya memperoleh kembali hak atas lahan. Setelah dilakukan skoring, kemudian hasil skoring dikelompokan menjadi 3 kategori: rendah: skor 10 - 18 sedang: skor 19 -28 tinggi: skor 29 - 38
Tabel 7 menunjukkan bahwa dimensi gerakan petani dalam menghadapi perusahaan berada pada tingkat partisipasi Tinggi yaitu sebanyak 16 orang atau 53.3 %. Hal tersebut disebabkan oleh banyaknya petani yang berjuang dalam mengambil haknya kembali dengan cara terlibat dalam gerakan. Masyarakat Desa Medalsari sebagian besar bekerja sebagai petani dan buruh tani. Petani mengolah lahan garapan yang kini telah menjadi lahan sengketa, mereka masih tetap bertahan mengelola tanaman di lahan tersebut demi memenuhi kebutuhan seharihari. Perusakan tanaman dan intimidasi yang dilakukan petugas perusahaan membuat petani merasa tertindas, namun petani harus melawan rasa takutnya untuk mendapatkan haknya kembali. Kesamaan nasib yang dirasakan petani mendorong rasa persatuan yang tumbuh di kalangan petani sehingga gerakan
43
petani bangkit kembali melalui pengorganisasian petani sebagai gerakan. Proses bangkitnya gerakan petani melibatkan aksi-aksi kolektif dari semua pihak yang terlibat, bantuan dari luar seperti organisasi maupun LSM juga ikut menyokong pergerakan dan perkembangan gerakan petani. “…saya sudah gabung sebagai anggota sejak pertama ada neng, saya selalu mendukung, setiap aksi saya selalu ikut saya ingin mendapatkan status yang jelas makanya saya ikut organisasi, saya ingin secepatnya selesai dapat sertifikat tanah yang legal supaya tidak dikejar-kejar terus…”(AW, 37 tahun, Buruh tani) Data hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebanyak 12 orang responden atau 40 % berada pada tingkat keterlibatan sedang dan hanya 2 orang responden atau 6.7 % berada pada tingkat keterlibatan rendah. Alasan petani yang tergolong dalam kategori sedang dan rendah dikarenakan mereka masih harus membagi waktu antara kegiatan bercocok tanam dengan kegiatan dalam gerakan. Aktor-aktor dalam gerakan juga menjelaskan bahwa petani dirasa masih sulit untuk berkontribusi secara penuh dikarenakan petani juga harus memenuhi kebutuhan keluarganya. Terdapat kasus lain yang serupa dengan kasus sengketa lahan di Desa Medalsari yakni di Desa Wanasari, Wanakerta dan Margamulya mengalami nasib serupa. Kesadaran akan persamaan nasib yang dialami petani membuat mereka memberikan dukungan satu sama lain dengan cara ikut mengambil peran dalam setiap aksi massa yang dilakukan. Kolektivitas aksi petani dalam gerakan didorong oleh sosok yang dapat merangkul dan memunyai keberanian dalam bertindak (Lestari 2014). Hal tersebut terlihat dari gerakan petani Medalsari yang didukung oleh sosok pemimpin lokal yang merupakan ketua gerakan petani dan peran Sepetak dalam memfasilitasi petani dalam mengembangkan potensi dirinya melalui proses belajar. Tujuan petani yang hendak dicapai adalah didapatkannya pengakuan yang legal atas hak penguasaan lahan perkebunan mereka, untuk itu hal tersebut menjadi orientasi instrumental petani dalam menjalankan gerakan. Mengacu pada penelitian Lestari (2014) Status sosial menjadi penting sebagai langkah pertama dalam proses pembentukan gerakan petani. Keinginan untuk menyamakan posisi dengan aktor atau pihak lain menjadi titik awal untuk memperjuangkan hal tersebut, seperti yang terjadi pada petani Desa Medalsari. Faktor-faktor Fasilitas yang Berhubungan dengan Dimensi Gerakan Petani Haryanti (2006) menjelaskan bahwa tujuan utama dari pelatihan dan pendidikan adalah untuk menciptakan fasilitas pembelajaran dalam organisasi. Pelatihan merupakan alat untuk pembelajaran sehingga dengan adanya fasilitas pelatihan dan pendidikan dalam organisasi maka organisasi tersebut sebenarnya sedang menciptakan sarana yang mendukung kesuksesan organisasi pembelajaran. Faktor-faktor fasilitas dalam gerakan petani diantaranya kepemimpinan yang terlibat, inisiator pembelajaran keterbukaan iklim, pendidikan berkelanjutan (DiBella et al. 1993). Faktor-faktor tersebut digunakan untuk menganalisa lebih dalam mengenai fasilitas yang terdapat dalam gerakan petani.
44
a.
Kepemimpinan Turun Tangan
Sosok pemimpin memiliki peran yang penting dalam berjalannya sebuah organisasi, pemimpin memegang andil dalam mengambil langkah penting yang berarti untuk berjalannya organisasi. Idealnya pemimpin senantiasa memiliki ikatan dengan anggotanya dan terlibat dalam kegiatan-kegiatan penting yang dijalankan sesuai dengan visi dan misi organisasi. Responden merupakan petani Medalsari yang aktif dalam organisasi. Tingkat kepemimpinan turun tangan berdasarkan penilaian responden dalam penelitian ini digolongkan seperti berikut. Tabel 8 Jumlah dan presentase responden berdasarkan kepemimpinan turun tangan Kepemimpinan turun Jumlah (orang) Persentase (%) tangan Rendah 2 6.7 Sedang 13 43.4 Tinggi 15 50 Total 30 100 Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat responden yang menilai tingkat kategori kepemimpinan turun tangan dalam gerakan. Responden yang menilai tingkat keterlibatan pemimpin mereka dalam kategori tinggi adalah 15 orang atau 50% dari total responden, sedangkan responden yang menilai kepemimpinan turun tanga ada pada kategori sedang adalah sebanyak 13 orang atau 43.3%, dan pada tingkat kategori rendah hanya sebanyak dua orang atau 6.7% dari total responden. “Semua petani disini yang ikut organisasi semua kenal sama mang Adang, sama Pak Engkos dan Pak Hilal dari Sepetak yang suka ikut bantu gerakan petani disini” (TN, 43 tahun, Petani) Pemimpin yang turun tangan secara langsung harus memiliki model mental yang baik dalam merumuskan asumsi dan nilai-nilai yang tepat sebagai landasan berpikir. Pengambilan keputusan harus dilakukan secara tepat dan cepat oleh seorang pemimpin. Hubungan erat yang terjalin antara anggota dengan pemimpin akan mengakibatkan pemimpin selalu mendapatkan dukungan penuh dari anggota-anggotanya. Pemimpin yang memiliki dukungan dari anggotanya akan mudah dalam mengorganisir kekuatan organisasi dalam gerakan petani. Oleh karena itu dalam penelitian ini diperkirakan kepemimpinan turun tangan merupakan salah satu faktor fasilitas yang berhubungan dengan tingkat pemenuhan dimensi gerakan petani. Hipotesis diterima, apabila nilai signifikan lebih kecil (<) dari α (0.05), sebaliknya jika nilai yang didapatkan lebih besar (>) dari α (0.05) menunjukkan bahwa hubungan antar dua variabel tersebut tidak signifikan. Nilai α merupakan nilai dari signifikan antara variabel dan rs merupakan nilai koefisien korelasi Rank Spearman. Merujuk pada Sarwono (2006) mengenai aturan nilai correlation coeficient mengenai kekuatan hubungan antar dua variabel dapat dilihat sebagai berikut: 0.00 (tidak ada hubungan/korelasi antara dua variable), >0.25 (korelasi sangat lemah), >0.25-0.5 (korelasi cukup), >0.5-0.75 (korelasi kuat), >0.75-0.99 (korelasi sangat kuat), 1 (korelasi sempurna). Hipotesis tersebut diuji menggunakan uji statistik korelasi Rank Spearman berikut.
45
Tabel 9 Hasil uji statistik korelasi Rank Spearman kepemimpinan turun tangan dengan dimensi gerakan petani Faktor Fasilitas Uji Statistik rs p Kepemimpinan turun ,000 1,000 tangan Keterangan: rs: nilai Rank Spearman (Koefisien Korelasi) p: nilai Sig. (2-tailed)
Nilai koefisien korelasi sebesar 0.000 berarti kedua variabel tidak memiliki hubungan, angka signifikan korelasi 1,000 menyatakan bahwa tidak terdapat korelasi yang signifikan antar dua variabel. Kepemimpinan memegang peran penting dalam jalannya organisasi. Pemimpin sejatinya selalu ada untuk mendampingi para anggotanya. Anggota gerakan petani Medalsari menyadari adanya beberapa sosok pemimpin dalam menentukan arah jalannya organisasi diantaranya ketua gerakan petani Medalsari, ketua Sepetak, dan sekretaris jenderal Sepetak. Namun, tidak semua pemimpin yang ada selalu mendapat dukungan penuh dari anggotanya. Pemimpin yang dominan dalam gerakan adalah pemimpin lokal yang kehadirannya lebih dekat dengan anggota gerakan. Berdasarkan faktor fasilitas dari sistem pembelajaran, responden penelitian dikelompokkan dalam hubungan kepemimpinan terlibat dan tingkat pemenuhan dimensi gerakan petani pada tabel berikut. Tabel 10 Jumlah dan presentase responden berdasarkan dimensi dengan kepemimpinan turun tangan Kepemimpinan Dimensi Gerakan Petani turun tangan Rendah Sedang Tinggi ∑ % ∑ % ∑ % Rendah 0 0.0 1 3.3 1 3.3 Sedang 1 3.3 5 16.7 7 23.3 Tinggi 1 3.3 6 20.0 8 26.7 Total 2 6.7 12 40.0 16 53.3
gerakan petani
Total ∑ 2 13 15 30
% 6.7 43.4 50.0 100.0
Tabel 10 menunjukkan penilaian responden mengenai kepemimpinan turun tangan memiliki kecenderungan pada tingkat dimensi gerakan petani pada kategori tinggi. Tidak terdapat responden pada penilaian kepemimpinan turun tangan dalam kategori rendah yang memiliki tingkat dimensi gerakan petani yang rendah dalam gerakan. Hal ini dikarenakan pemimpin gerakan petani Medalsari merupakan petani lokal yang mendapatkan dukungan dan kepercayaan dari petani lain yang tergabung dalam gerakan. Pemimpin yang berasal dari kalangan petani lokal memudahkan untuk membangun kepercayaan anggotanya dan selalu terlibat dalam kegiatan pembelajaran dalam gerakan dengan kata lain pemimpin gerakan petani memiliki gaya kepemimpinan kharismatik. Kegiatan rutin riungan petani Medalsari selalu melibatkan sosok pemimpin dalam setiap kesempatan dalam kegiatan yang melibatkan proses pembelajaran anggotanya.
46
b.
Inisiator Pembelajaran
Proses belajar dalam gerakan petani melibatkan pasrtisipasi aktif dari seluruh anggota yang tergabung dalam gerakan. Dalam kegiatan belajar petani mereka mendapatkan kebebasan berpendapat dan mengusulkan ide-ide yang ingin diangkat dalam diskusi maupun praktek lapang. Inisiatif yang muncul dari anggota gerakan menunjukan bahwa terdapat partisipasi aktif dalam kegiatan belajar. Petani juga dapat mengemukakan pendapat mengenai usulan yang ada sebagai respon atas ide-ide dalam proses pembelajaran. Proses belajar yang efektif menuntut pesertanya untuk aktif dan terbuka dalam mengemukakan ide yang dapat mendorong inisiatif petani sebagai aktor lokal. Berdasarkan data penelitian diperoleh data sebagai berikut. Tabel 11 Jumlah dan presentase responden berdasarkan inisiator pembelajaran Inisiator pembelajaran Jumlah (orang) Persentase (%) Rendah 17 56.7 Sedang 8 26.7 Tinggi 5 16.7 Total 30 100.0 Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian responden berada pada tingkat kategori rendah. Sebanyak 17 orang atau 56.7% menilai mereka tidak berpartisipasi aktif sebagai inisiator dalam berjalannya proses belajar. Hal tersebut dikarenakan masih banyaknya petani yang kurang percaya diri dalam mengemukakan pendapat mereka. “…kalau mau ngasih usulan saya mah suka minder, mereka kan sekolahnya tinggi, saya SD saja enggak lulus neng. Tapi saya senang kalau ikut riungan saya merasa ilmu petani ini bertambah, ya gitu saja saya cuma ikut tapi gak berani bicara.” (SN, 37 Tahun, Buruh Tani) Kurangnya rasa percaya diri petani untuk berbicara dalam forum membuat mereka bergantung pada sosok pemimpin lokal. Masih banyak petani yang belum aktif berpartisipasi dalam diskusi. Petani memiliki kebebasan dalam mengusulkan sebuah ide namun kurangnya wawasan membuat mereka tidak dapat memproduksi ide-ide terutama dalam topik hukum dan birokrasi dalam menempuh hak mereka kembali. Tabel 12 Hasil uji statistik korelasi Rank Spearman inisiator pembelajaran dengan dimensi gerakan petani Faktor Fasilitas Uji Statistik rs p Inisiator Pembelajaran ,124 0,513 Keterangan: rs: nilai Rank Spearman (Koefisien Korelasi) p: nilai Sig. (2-tailed)
47
Hasil uji statistik korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa hampir tidak ada korelasi antara tingkat inisiator pembelajar dalam gerakan dengan tingkat dimensi gerakan petani. hal tersebut didasarkan pada angka koefisien korelasi yang menunjukkan angka 0,124 yang menyatakan korelasi sangat lemah. Angka signifikansi menunjukkan angka 0,513 (> 0,05) yang artinya bahwa tidak terdapat signifikansi antar variabel. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara inisiator pembelajaran dengan dimensi gerakan petani. Tabel 13 Jumlah dan presentase responden berdasarkan inisiator pembelajaran dengan dimensi gerakan petani Inisiator Dimensi Gerakan Petani Pembelajaran Rendah Sedang Tinggi Total ∑ % ∑ % ∑ % ∑ % Rendah 1 3.3 17 56.7 8 26.7 8 26.7 Sedang 1 3.3 2 6.7 5 16.7 8 26.7 Tinggi 0 0.0 2 6.7 3 10.0 5 16.7 Total 2 6.7 12 40.0 16 53.3 30 100.0 Tabel 13 menunjukkan bahwa responden tidak menunjukkan kecenderungan bahwa semakin tinggi tingkat inisiator pembelajaran maka dimensi gerakan petani semakin tinggi. Hal tersebut dikarenakan petani di Desa Medalsari memang sebagian besar memiliki tingkat pendidikan rendah yang menjadi penyebab kurangnya rasa percaya diri untuk aktif dan vokal saat mengikuti kegiatan belajar. Banyak dari petani memilih diam atau meminta rekannya yang lain untuk menyampaikan pendapatnya secara langsung. c.
Keterbukaan Iklim
Sebuah proses belajar akan berjalan efektif apabila suasana yang dibagun dalam kegiatan belajar berada pada iklim yang tebuka. Artinya materi yang menjadi bahan diskusi petani dijabarkan secara transparan, tujuan dan proses usulan agenda harus jelas kegunaannya bagi gerakan petani dan dapat dipahami oleh peserta pembelajaran mengenai apa yang dibutuhkan dalam memenuhi kebutuhan petani. petani juga memiliki kebebasan untuk menolak ide apabila gagasan yang diusulkan tidak sesuai dengan visi dan misi gerakan petani. Tabel 14 Jumlah dan presentase responden berdasarkan keterbukaan iklim Keterbukaan Iklim Jumlah (orang) Persentase (%) Rendah 6 20.0 Sedang 8 26.7 Tinggi 16 53.3 Total 30 100 Data pada Tabel 14 menunjukkan bahwa keterbukaan iklim yang dinilai oleh responden penelitian berada pada tingkat tinggi. Sebanyak 16 orang atau 53,3% dari total responden berada pada kategori keterbukaan iklim tinggi. Kegiatan pembelajaran petani yang dijalankan melalui kegiatan rutin riungan di Medalsari memiliki iklim yang terbuka. Maksudnya petani memiliki kebebasan
48
dan hak untuk berpendapat. Petani dapat mengekspresikan tanggapan mereka terhadap sebuah ide tanpa adanya unsur paksaan. Hal tersebut dikarenakan petani sebagai peserta dalam kegiatan belajar memiliki kebebasan dalam berpendapat dan bisa memilih kegiatan yang ingin atau tidak ingin diikutinya. “kalau lagi diskusi ya semuanya punya hak suara. Hak suara buat nolak atau setuju sama pendapat dari peserta lain, saya mah asalkan tujuannya jelas dan tidak terlalu mengganggu kalau saya lagi pergi ke kebun saya ikut.” (DR, 51 tahun, Petani) Kegiatan belajar di Medalsari sendiri tidak selalu berlangsung dengan cepat. Seringkali petani memakan waktu lama untuk melaksanakan kegiatan dikarenakan mereka harus pandai membagi waktu dalam melaksanakan kegiatan di kebun dan kegiatan organisasi. Berikut hasil uju statistik korelasi rank spearman antara keterbukaan iklim dan dimensi gerakan petani. Tabel 15 Hasil uji statistik korelasi Rank Spearman keterbukaan iklim dengan dimensi gerakan petani Faktor Fasilitas Uji Statistik rs p Keterbukaan Iklim ,388* 0,34 Keterangan: rs: nilai Rank Spearman (Koefisien Korelasi) p: nilai Sig. (2-tailed) *: correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed)
Tabel 15 menunjukkan angka koefisien korelasi sebesar 0,388. Hal tersebut dapat diartikan bahwa terdapat hubungan korelasi yang cukup antara tingkat keterbukaan iklim dalam gerakan dengan dimensi gerakan petani. Angka signifikansi menunjukkan angka 0,34. Nilai ini ternyata lebih kecil dari taraf nyata 5% atau 0,034 < 0,05 sehingga H1 diterima atau dapat dikatakan terdapat hubungan antara tingkat keterbukaan iklim dengan dimensi gerakan petani. Data hubungan antara tingkat keterbukaan iklim dengan dimensi gerakan petani juga dianalisis melalui tabulasi silang pada Tabel 16 berikut. Tabel 16 Jumlah dan presentase responden berdasarkan dimensi dengan keterbukaan iklim Keterbukaan Dimensi Gerakan Petani Iklim Rendah Sedang Tinggi ∑ % ∑ % ∑ % Rendah 2 6.7 2 6.7 2 6.7 Sedang 0 0.0 5 16.7 3 10.0 Tinggi 0 0.0 5 16.7 11 36.7 Total 2 6.7 12 40 16 53.3
gerakan petani
Total ∑ 6 6 16 30
% 20.0 26.7 53.3 100.0
Berdasarkan Tabel 16 terlihat kecenderungan bahwa semakin tinggi tingkat keterbukaan iklim maka dimensi gerakan petani juga semakin tinggi. Responden dengan tingkat keterbukaan iklim pada kategori sedang sebanyak 16.7% dan sisanya memiliki tingkat keterbukaan iklim yang tinggi yakni 10%. Responden
49
dengan tingkat keterbukaan iklim yang tinggi sebagian besar yakni 36.7% berada pada dimensi gerakan petani pada kategori yang tinggi. Sisanya sebanyak 6.7% berada pada tingkat keterbukaan iklim yang rendah dan dengan jumlah yang sama berada pada dimensi gerakan petani pada kategori sedang dan tinggi. Berdasarkan hasil interpretasi data tabulasi silang tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara keterbukan iklim dengan dimensi gerakan petani. d.
Pendidikan Berkelanjutan
Umumnya proses pembelajaran dibangun dari komitmen untuk edukasi seumur hidup di setiap tingkatan organisasi. Kehadiran pelatihan tradisional dan kegiatan pengembangan tidaklah cukup dibutuhkan dorongan internal dalam menjaga komitmen belajar petani. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data sebagai berikut. Tabel 17 Jumlah dan presentase responden berdasarkan pendidikan berkelanjutan Jumlah (orang) Persentase (%) Rendah 13 43.3 Sedang 9 30.0 Tinggi 8 26.7 Total 30 100 Berdasarkan data pada Tabel 17 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berada pada tingkat pendidikan berkelanjutan yang rendah. Maksud dari pendidikan berkelanjutan yang rendah adalah bahwa komitmen petani sebagai peserta pendidikan masih memiliki banyak hambatan untuk berkembang secara kontinyu. Berdasarkan hasil wawancara mendalam mayoritas petani memilih untuk mengutamakan kegiatan mencari nafkah dibandingkan untuk belajar. Hal tersebut karena banyak dari petani yang datang dari keluarga menengah ke bawah, sehingga petani lebih memilih untuk melakukan kegiatan yang bisa menghasilkan uang untuk menghidupi keluarganya. “saya ikut kalau ada sekolah agraria dari sepetak itu, tapi enggak rutin. Ya kalau saya lagi ada waktu lagi kosong saya pasti ikut tapi kalau lagi ada kebutuhan ya saya lebih milih kerja kan anak istri butuh makan” (EN, 45 tahun, Petani) Tabel 18 Hasil uji statistik korelasi Rank Spearman pendidikan berkelanjutan dengan dimensi gerakan petani Faktor Fasilitas Uji Statistik rs p Pendidikan ,459* 0,11 Berkelanjutan Keterangan: rs: nilai Rank Spearman (Koefisien Korelasi) p: nilai Sig. (2-tailed) *: correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed)
Koefisien korelasi Rank Spearman menampilkan angka 0,459 dengan angka signifikansi 0,11. Angka koefisien korelasi 0,459 (> 0,25-0,5) dapat
50
diartikan bahwa antara nilai pendidikan berkelanjutan dengan dimensi gerakan petani memiliki hubungan korelasi yang cukup. Berikut disajikan data pada tabulasi silang yang menggambarkan hubungan pendidikan berkelanjutan dengan dengan dimensi gerakan petani. Tabel 19 Jumlah dan presentase responden berdasarkan dimensi dengan pendidikan berkelanjutan Pendidikan Dimensi Gerakan Petani Berkelanjutan Rendah Sedang Tinggi ∑ % ∑ % ∑ % Rendah 1 3.3 3 10.0 9 30.0 Sedang 1 3.3 1 3.3 7 23.3 Tinggi 0 0.0 2 6.7 6 20.0 Total 2 6.7 12 40.0 12 53.3
gerakan petani
Total ∑ 13 9 8 30
% 43.3 30.0 26.7 100.0
Tabel 19 tersebut menunjukkan bahwa terdapat 6 orang responden yang berada pada tingkat kategori pendidikan berkelanjutan yang tinggi berada pada dimensi gerakan petani yang tinggi pula. Sebagian besar responden berada pada kategori pendidikan berkelanjutan yang rendah dan berada pada dimensi gerakan petani tingkat kategori sedang. Berdasarkan hasil data tabulasi silang tersebut, disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang spesifik antara pendidikan berkelanjutan dengan dimensi gerakan petani. Orientasi Belajar yang Berhubungan dengan Dimensi Gerakan Petani Tujuan dari kegiatan belajar tidak terlepas dari proses dalam praktik kegiatan penyampaian materi. Namun pemahaman yang dapat ditangkap oleh petani dipengaruhi oleh orientasi belajar seperti siapa pemateri yang akan mengajari mereka, materi apa yang disampaikan, dan bagaimana materi itu akan disebarluaskan pada petani lainnya. Bagi petani hal itu sangat memengaruhi proses belajarnya, seperti di desa Medalsari petani memiliki alasan dan niat yang kuat untuk mencapai tujuan akan tetapi pada proses belajarnya petani kembali menyeleksi kegiatan yang benar-benar hasilnya berguna bagi kehidupan mereka seperti pengembangan keterampilan untuk para petani. a.
Sumber Pengetahuan
Cara yang digunakan oleh organisasi dalam mengembangkan pengetahuan baru dapat dilakukan secara internal dan eksternal. Pengetahuan dikembangkan secara internal apabila sumbernya berasal dari anggota organisasi, adapun dengan cara lainnya yaitu mencari inspirasi dari ide yang terkembangdari luar organisasi yang disebut sebagai sumber pengetahuan eksternal. Keduanya sama pentingnya selama bisa menjadi fasilitas untuk berkembangnya individu dalam organisasi. Perbedaannya seringkali dibandingkan sebagai perbedaan antara inovasi dan imitasi. Organisasi dapat sukses dengan sepenuhnya melakukan strategi untuk mengadopsi ide orang lain, menambahkan nilai dalam pengembangannya, dan membuatnya lebih baik dari versi sebelumnya. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan data sebagai berikut.
51
Tabel 20 Jumlah dan presentase responden berdasarkan sumber pengetahuan Sumber Pengetahuan Jumlah (orang) Persentase (%) Rendah 1 3.3 Sedang 6 20.0 Tinggi 23 76.7 Total 30 100 Berdasarkan Tabel 20 diketahui bahwa penilaian responden mengenai sumber pengetahuan berada pada kategori tinggi. Sebanyak 76.7% dari total responden mengatakan bahwa sumber pengetahuan dari kegiatan belajar dapat berasal dari dalam gerakan petani Medalsari maupun orang luar seperti pemateri yang dihadirkan dari LSM maupun dari lembaga seperti BPN. Petani berpendapat bahwa siapapun yang memberikan materi selama itu demi kemajuan bagi petani dan dapat membantu mencapai tujuan maka petani akan menerima pemateri manapun dengan terbuka. Hasil uji statistik korelasi Rank Spearman dilakukan untuk menguji apakah terdapat hubungan antara sumber pengetahuan denga dimensi gerakan petani. Hasil uji statistik tersebut di tampilkan pada Tabel 21 berikut . Tabel 21 Hasil uji statistik korelasi Rank Spearman sumber pengetahuan dengan dimensi gerakan petani Orientasi Belajar Uji Statistik rs p Sumber Pengetahuan ,294 0,115 Keterangan: rs : nilai Rank Spearman (Koefisien Korelasi) p : nilai Sig. (2-tailed)
Hasil uji statistik korelasi Rank Spearman menunjukkan angka koefisien korelasi 0,294. Hasil tersebut dapat diinterpretasikan bahwa terdapat hubungan korelasi yang lemah antara sumber pengetahuan dengan dimensi gerakan petani angka tersebut berada pada rentang >0,25. Sementara itu signifikansi menunjukkan angka 0,115 (lebih besar dari taraf nyata 0,05) sehingga dapat diartikan bahwa korelasi atau hubungan tersebut tidak signifikan. Anggota gerakan menilai bahwa siapapun yang memberikan materi tidak berpengaruh dari mana pemateri tersebut berasal selama pemateri bisa menjadi sumber pengetahuan yang bermanfaat bagi petani. “kalau pengajar itu kadang-kadang didatengin juga orang dari luar Sepetak, orang luar Karawang. Tapi saya mah gak bedabedain siapapun pematerinya selama membawa dampak positif buat petani sini ya Alhamdulillah kita petani siap belajar terus. Petani di sini memang butuh dikasih tau ya namanya juga dulu mau sekolah susah sekarang ada yang mau bantu supaya petani lebih pintar ya kenapa enggak” (AR,31 tahun, Petani) Petani menegaskan bahwa mereka akan terus membangun kekuatan dalam proses memerjuangkan hak yang legal atas lahan. Salah satu strategi yang dijalankan adalah peningkatan pengetahuan petani. Anggota gerakan merasa terbantu dengan adanya kegiatan pendidikan dengan pemateri yang didatangkan
52
dari luar desa. Harapan petani dalam mengikuti proses pembelajaran yakni mereka dapat menjadi lebih percaya diri dalam menghadapi polemik dari kasus sengketa. Tabel 22 Jumlah dan presentase responden berdasarkan sumber pengetahuan dan dimensi gerakan petani Sumber Dimensi Gerakan Petani Pengetahuan Rendah Sedang Tinggi Total ∑ % ∑ % ∑ % ∑ % Rendah 0 0.0 1 3.3 0 0.0 1 3,3 Sedang 1 3.3 3 10.0 2 6.7 6 20.0 Tinggi 1 3.3 8 26.7 23 76.7 14 46.7 Total 2 6.7 12 40.0 16 53.3 30 100.0 Tabel 22 menunjukkan bahwa sumber pengetahuan pada tingkat kategori penilaian responden tinggi memiliki kecenderungan pada tingkat dimensi gerakan petani tinggi. Tidak terdapat responden yang berada pada tingkat sumber pengetahuan yang rendah cenderung pada dimensi gerakan petani yang rendah pula. Petani yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan belajar memang mempunyai apresiasi yang tinggi terhadap materi dan pemateri dalam proses pembelajaran. Dalam kegiatan riungan petani selalu dilakukan diskusi yang melibatkan pihak luar sebagai fasilitator berjalannya diskusi, di Medalsari pihak luar yang paling sering menjadi fasilitator adalah pengurus Sepetak. b.
Mode Diseminasi
Organisasi dapat mencoba untuk membuat ruang belajarnya dapat berkembangdengan cara informal maupun formal seperti kegiatan pendidikan lainnya. Dalam pendekatan yang lebih informal, pembelajaran menyebar melalui pertemuan dengan tokoh figur atau sebagai tim menyebarkan pengalamannya dalam dialog yang sedang berlanjut. Pendekatan struktural, di lain sisi, bergantung lebih pada metode pendidikan formal dan sertifikasi. Tabel 23 Jumlah dan presentase responden berdasarkan mode diseminasi Mode Diseminasi Jumlah (orang) Persentase (%) Rendah 8 26.7 Sedang 18 60.0 Tinggi 4 13.3 Total 30 100 Tabel 23 tersebut menunjukkan bahwa mayoritas responden dari penelitian ini menilai mode diseminasi berada pada tingkat sedang sebanyak 18 orang atau 60% , sedangkan sebanyak 8 orang atau 26.7% menilai mode diseminasi berada pada kategori rendah. Sisanya sebanyak 4 orang atau 13.3% menilai mode diseminasi berada pada kategori yang tinggi, responden pada kategori ini merupakan responden yang memiliki karakter terbuka dan aktif dalam kegiatan belajar yang diselenggarakan baik dengan cara formal maupun informal. Kesimpulan dari data tersebut adalah dalam penelitian ini responden yang
53
merupakan petani Desa Medalsari berada pada mode diseminasi dalam kategori sedang. Tabel 24 Hasil uji statistik korelasi Rank Spearman mode diseminasi dengan dimensi gerakan petani Orientasi Belajar Uji Statistik rs p Mode Diseminasi -,036 0,849 Keterangan: rs: nilai Rank Spearman (Koefisien Korelasi) p: nilai Sig. (2-tailed)
Tabel uji statistik tersebut menunjukkan angka koefisien korelasi (-) 0,36. Tanda negatif (-) menyatakan bahwa hubungan korelasi bersifat negatif. Hal tersebut menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara mode diseminasi dengan dimensi gerakan petani. Angka signifikansi juga menunjukkan angka 0,849. Angka tersebut dapat diartikan bahwa hubungan tidak signifikan karena angka tersebut lebih besar dari taraf nyata 0,05. Jumlah dan presentase responden berdasarkan mode diseminasi dan dimensi gerakan petani akan disajikan dalam data berikut. Tabel 25 Jumlah dan presentase responden berdasarkan mode diseminasi dan dimensi gerakan petani Mode Dimensi Gerakan Petani Diseminasi Rendah Sedang Tinggi Total ∑ % ∑ % ∑ % ∑ % Rendah 1 3.3 3 10.0 4 13.3 8 26.7 Sedang 1 3.3 6 20.0 18 60.0 11 36.7 Tinggi 0 0.0 3 10.0 1 3.3 4 13.3 Total 2 6.7 12 40.0 16 53.3 30 100.0 Berdasarkan Tabel 25, dapat dianalisa bahwa tidak terdapat kecenderungan hubungan. Pada tabel mode diseminasi berada pada tingkat sedang yakni sebesar 36.7% berada pada dimensi gerakan petani pada kategori yang tinggi. Sedangkan responden yang ada pada kategori mode diseminasi tinggi sebesar 3.3% juga berada pada tingkat kategori dimensi gerakan petani yang tinggi pula. Pada tingkat mode diseminasi rendah yakni sebesar 13.3% berada pada tingkat dimensi gerakan petani pada kategori tinggi. Mode diseminasi tidak memengaruhi dimensi gerakan petani. Berdasarkan data kualitatif, mode diseminasi formal kurang cocok untuk diterapkan dalam gerakan petani, mereka lebih memilih cara informal dalam melakukan kegiatan belajar. c.
Fokus Pengetahuan
Petani meningkatkan pengetahuan melalui organisasi dengan banyak cara, bagaimana organisasi memilih untuk memfokuskan pembelajaran pada hasil ataukah proses dalam mencapai tujuan. Gerakan petani Medalsari memiliki fokus yang tertuju pada hasil. Sengketa lahan yang dihadapi membuat petani lebih memilih untuk menempuh cara yang paling efisien dan efektif dalam
54
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Dalam prosesnya petani menyadari pengembangan kapasitas petani harus ditingkatkan melalui pendidikan dan organisasi. Berdasarkan data wawancara responden, diperoleh data sebagai berikut. Tabel 26 Jumlah dan presentase responden berdasarkan fokus pengetahuan Fokus Pengetahuan Jumlah (orang) Persentase (%) Rendah 8 26.7 Sedang 15 50.0 Tinggi 7 23.3 Total 30 100.0 Data pada Tabel 26 menunjukkan bahwa mayoritas fokus pengetahuan responden penelitian berada pada tingkat sedang .Sebanyak 15 orang atau 50% dari total responden berada pada tingkat fokus pengetahuan pada kategori sedang. Sementara itu sisanya yakni sebanyak 8 orang atau 26,7% berada pada tingkat fokus pengetahuan pada kategori yang rendah. Sisanya sebanya 7 orang atau 23.3% berada pada tingkat fokus pengetahuan dalam kategori yang tinggi. Adapun hasil uji statistik korelasi Rank Spearman fokus pengetahuan dengan dimensi gerakan petani disajikan dalam tabel berikut. Tabel 27 Hasil uji statistik korelasi Rank Spearman fokus pengetahuan dengan dimensi gerakan petani Orientasi Belajar Uji Statistik rs p Fokus Pengetahuan ,084 0,658 Keterangan: rs: nilai Rank Spearman (Koefisien Korelasi) p: nilai Sig. (2-tailed)
Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa hampir tidak ada korelasi antara fokus pengetahuan petani dalam belajar dengan dimensi gerakan petani. Hal tersebut didasarkan pada angka koefisien korelasi yang hanya menunjukkan angka 0,84. Angka signifikansi menunjukkan angka 0,658 ( lebih besar dari 0,05) yang artinya bahwa tidak terdapat signifikansi antar variabel. Maka kesimpulannya dinyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara orientasi belajar dengan dimensi gerakan petani. “ Ya kita sebagai orang kecil cuma bisa usaha sedikit-sedikit buat belajar tentang hukum biar sah milik lahannya, ya biarpun capek harus main kucing-kucingan sama orang Perhutani kalau lagi di kebun tapi ya gimana lagi keluarga saya butuh makan. Semoga saja dengan petani-petani belajar seperti ini suatu saat nanti kita bisa bebas gak ditakut-takutin lagi sama orang perusahaan” (DM, 41 tahun, Petani)
55
Tabel 28 Jumlah dan presentase responden berdasarkan Fokus pengetahuan dan dimensi gerakan petani Fokus Dimensi Gerakan Petani Pengetahuan Rendah Sedang Tinggi Total ∑ % ∑ % ∑ % ∑ % Rendah 0 0.0 4 13.3 4 13.3 8 26.7 Sedang 1 3.3 15 50.0 7 23.3 7 23.3 Tinggi 1 3.3 1 3.3 5 16.7 7 23.3 Total 2 6.7 12 40.0 16 53.3 30 100.0 Tabel 28 menunjukan tidak terdapat kecenderungan hubungan antara fokus pengetahuan dengan dimensi gerakan petani. Pada tabel dapat terlihat fokus pengetahuan berada pada tingkat kategori sedang yakni sebesar 23.3% berada pada dimensi gerakan petani pada kategori yang tinggi. Sedangkan responden yang ada pada kategori fokus pengetahuan tinggi sebesar 16.7% juga berada pada tingkat kategori dimensi gerakan petani yang tinggi pula. Pada tingkat fokus pengetahuan rendah yakni sebesar 13.3% berada pada tingkat dimensi gerakan petani pada kategori tinggi. Fokus pengetahuan tidak memiliki hubungan dengan dimensi gerakan petani. Berdasarkan data kualitatif, fokus pengetahuan petani bertujuan pada hasil yakni memeroleh kembali pengakuan yang legal atas hak penguasaan lahan. Kegiatan yang paling sering dilakukan berupa diskusi terkait kemajuan dari kasus sengketa. Petani sungguh mengharapkan melalui agenda IP4T pemerintah melalui BPN mengeluarkan sertifikat hak milik atas lahan petani. d.
Pengembangan Keterampilan
Petani sebagai anggota organisasi melakukan pengembangan anggota dengan menempatkan perhatiannya pada penambahan kemampuan secara individu melalui pembelajaran kelompok. Kemampuan kelompok merupakan esensi dari beragamnya pengetahuan anggota kelompok yang dapat membawa solusi dari permasalahan. Dalam menghadapi sengketa lahan petani harus terampil beradaptasi menghadapi situasi yang cukup kompleks ditambah lagi petani harus tetap melakukan kegiatan berkebun sebagai mata pencaharian utamanya untuk itu penting bagi petani untuk memperluas kapasitasnya sebagai dorongan menemukan solusi untuk permasalahan yang dihadapinya. Berdasarkan hasil wawancara responden diperoleh data sebagai berikut. Tabel 29 Jumlah dan presentase responden berdasarkan pengembangan keterampilan Pengembangan Jumlah (orang) Persentase (%) Keterampilan Rendah 1 3.3 Sedang 8 26.7 Tinggi 21 70.0 Total 30 100.0
56
Berdasarkan Tabel 29, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yakni sebanyak 21 orang atau 70% dari total responden menilai pengembangan keterampilan berada pada tingkat kategori yang tinggi. Petani sepakat bahwa dalam menghadapi situasi sengketa lahan mereka harus tetap melakukan pengembangan terhadap kegiatan usahatani yang dijalankan. Tindakan oknum Perhutani yang sering menghambat akses petani terhadap lahan bukanlah halangan bagi petani untuk terus melakukan pengembangan usaha mereka. Petani aktif mengikuti pelatihan-pelatihan mengenai tata cara tanam yang efisien, belum lama ini petani Medalsari juga melakukan produksi kopi instan dalam kemasan dan dipasarkan oleh petani sendiri. Sedikit demi sedikit usahatani yang dilakukan mulai berkembang kini petani bukan hanya menanam dan menghasilkan kopi mentah, petani mulai belajar untuk memproduksi hasil olahan pertaniannya. Data dari hasil uji statistik korelasi Rank Spearman pengembangan keterampilan dengan dimensi gerakan petani akan disajikan dalam tabel berikut. Tabel 30 Hasil uji statistik korelasi Rank Spearman pengembangan keterampilan dengan dimensi gerakan petani Orientasi Belajar Uji Statistik rs p * Pengembangan ,403 0,027 Keterampilan Keterangan: rs: nilai Rank Spearman (Koefisien Korelasi) p: nilai Sig. (2-tailed) *: correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed)
Tabel 30 menunjukkan angka koefisien korelasi sebesar 0,403. Hal tersebut dapat diartikan bahwa terdapat hubungan korelasi yang sedang antara pengembangan keterampilan responden dengan dimensi gerakan petani. Angka signifikansi menunjukkan angka 0,027. Nilai ini ternyata lebih kecil dari taraf nyata 5% atau 0,027 < 0,05 sehingga H1 diterima atau dapat dikatakan terdapat hubungan antara pengembangan keterampilan dengan dimensi gerakan petani. Anggota gerakan petani mementingkan perkembangan kapasitas mereka sebagai petani. Tabel 31 Jumlah dan presentase responden berdasarkan pengembangan keterampilan dan dimensi gerakan petani Pengembangan Dimensi Gerakan Petani Keterampilan Rendah Sedang Tinggi Total ∑ % ∑ % ∑ % ∑ % Rendah 0 0.0 1 3.3 0 0.0 1 100.0 Sedang 1 3.3 5 16.7 2 6.7 8 100.0 Tinggi 1 3.3 6 20.0 21 100.0 14 46.7 Total 2 12 12 40.0 16 53.3 30 100.0 Berdasarkan Tabel 31, terlihat kecenderungan bahwa semakin tinggi tingkat pengembangan keterampilan maka dimensi gerakan petani juga semakin tinggi. Responden dengan tingkat pengembangan keterampilan sebanyak 46.7% juga dalam dimensi gerakan petani pada kategori tinggi dan sisanya memiliki
57
tingkat pengembangan keterampilan yang sedang yakni 6.7%. Tidak ada Responden dengan tingkat pengembangan keterampilan yang rendah. Sedangkan pada pengembangan keterampilan pada kategori sedang terdapat 20% responden juga berada dalam dimensi gerakan petani pada kategori tinggi. Sedangkan sisanya sebanyak 16.7% berada pada dimensi gerakan petani kategori sedang. Berdasarkan hasil interpretasi data tabulasi silang tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pengembangan keterampilan dengan dimensi gerakan petani. “saya mah seneng kalau ada pelatihan tentang tanam-menanam, penyuluhan semacam itu. Ya namanya juga saya petani yang kerjanya bertani buat hidup keluarga. Kalau ilmunya bermanfaat buat naikin penghasilan ya saya mah semangat. ” (DM, 41 tahun, Petani) Petani lebih aktif berpartisipasi dalam kegiatan pelatihan yang berhubungan dengan topik bercocok tanam dibandingkan mengenai pelatihan yang membahas tentang hukum dan birokrasi. Hal tersebut dikarenakan petani memiliki pendapat bahwa mereka harus tetap menomor satukan kegiatan bercocok tanam demi keberlangsungan hidupnya. Petani Medalsari juga tengah gencar dalam memproduksi hasil tanamannya dalam bentuk olahan, dengan bimbingan dari Sepetak petani mulai belajar untuk memproduksi kopi lokal yang siap dipasarkan. Harapan petani adalah dengan memiliki produksi kopi sendiri mereka bisa membuat penghasilan yang lebih dari sebelumnya. Ikhtisar Responden menilai dimensi gerakan petani dalam menghadapi perusahaan berada pada tingkat partisipasi Tinggi yaitu sebanyak 16 orang atau 53.3%. Sebanyak 12 petani atau 40% berada pada tingkat keterlibatan sedang dan hanya 2 petani atau 6.7% berada pada tingkat keterlibatan rendah. Dimensi gerakan petani dapat terpenuhi dilihat dari empat dimensi seperti tingkat kesadaran, tingkat kolektifitas aksi, tingkat orientasi intrumental, dan status rendah yang ada dalam setiap upaya mencapai tujuan. Terdapat proses pembelajaran dalam gerakan petani yakni dengan tujuan agar anggotanya lebih berdaya dan dapat mengembangkan potensi yang terdapat disekitarnya. Sistem belajar organisasi terdiri atas dua aspek yang pertama adalah faktor-faktor fasilitas, terdiri dari kepemimpinan yang terlibat, inisiator pembelajaran keterbukaan iklim, pendidikan berkelanjutan. kedua, orientasi belajar yang di dalamnya terdapat sumber pengetahuan, mode diseminasi, fokus pengetahuan, dan pengembangan keterampilan. Dari empat faktor fasilitas tersebut, setelah diuji melalui uji korelasi Rank Spearman dan penyajian data tabulasi silang diketahui bahwa hanya keterbukaan iklim dan pendidikan berkelanjutan yang memiliki hubungan signifikan dengan dimensi gerakan petani. Sedangkan Orientasi belajar yang memiliki hubungan signifikan dengan dimensi gerakan petani hanya dari pengembangan keterampilan.
58
59
PENUTUP Simpulan Bentuk perampasan lahan dialami oleh masyarakat Desa Medalsari berawal dari dipinjamnya girik milik petani oleh Perhutani melalui pemerintahan setempat pada tahun 1976. Kondisi tersebut mulai merugikan petani ketika pihak Perhutani menebangi pohon milik petani tanpa memberikan ganti rugi. Penyerobotan lahan petani dilakukan dengan cara dipindahkannya tapal batas hutan dan tanah garapan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab sehingga tapal batas tersebut kini berada di dalam wilayah kebun milik petani. Petani mulai bergerak dalam menanggapi sikap Perhutani yang merugikan mereka. Pada tahun 1981 petani didampingi pemerintah Kecamatan Pangkalan membuat surat pernyataan meminta kembali girik yang dipinjam. Kekuatan politik yang dimiliki oleh pihak lawan membuat surat pernyataan yang dibuat petani tidak membuahkan hasil. Petani yang masih melakukan kegiatan usahataninya kerap terganggu oleh intimidasi yang dilakukan oleh petugas Perhutani, petani dituduh sebagai pencuri di lahan garapannya sendiri. Pada tahun 1986 untuk pertama kalinya petani menempuh jalur hukum dengan didampingi oleh pengacara dalam menuntut kembali hak atas tanah mereka. Perjuangan petani belum membuahkan hasil perlawanan yang dilakukan dibalas dengan keras oleh pihak perusahaan dengan cara melakukan kriminalisasi terhadap petani. Sengketa lahan di Medalsari masih berlangsung hingga saat ini karena belum adanya kejelasan dari pihak BPN mengenai kasus ini. Sengketa lahan yang berlansung sejak dulu memicu kesadaran kolektif petani dan mendorong mereka untuk menyatukan kekuatan. Sosok pemimpin menjadi penting dalam menentukan arah organisasi. Ketua gerakan petani Medalsari telah hadir sebagai sandaran dan tempat berlindung bagi anggotanya hingga petani percaya penuh kepada pemimpinnya. Gaya kepemimpinan yang terdapat pada ketua gerakan petani Medalsari adalah gaya kepemimpinan kharismatik. Petani menilai pemimpinnya merupakan seseorang yang dapat dipercaya terutama dalam hal melakukan pengaturan gerakan. Gerakan petani dapat dilihat lebih dalam melalui dimensinya. Dimensi gerakan petani di Medalsari dapat ditinjau melalui empat faktor yang ada di dalam gerakan, dimensi-dimensi tersebut antara lain adalah tingkat kesadaran, tingkat kolektifitas aksi, tingkat orientasi intrumental, dan status rendah. Dimensi gerakan petani Desa Medalsari berada pada tingkat kategori yang tinggi, kesamaan nasib yang dirasakan petani mendorong rasa persatuan yang tumbuh di kalangan petani sehingga gerakan petani bangkit kembali melalui pengorganisasian petani sebagai gerakan. Proses bangkitnya gerakan petani melibatkan aksi-aksi kolektif dari semua pihak yang terlibat, bantuan dari luar seperti organisasi maupun LSM juga ikut menyokong pergerakan dan perkembangan gerakan petani. Kebutuhan petani untuk memperluas kapasitasnya dapat dipenuhi dengan pendidikan. Organisasi pembelajar dapat digunakan sebagai sudut pandang untuk melihat bagaimana proses perkembangan gerakan petani dalam mencapai tujuan kolektif melalui sistem belajar organisasi pada gerakan petani.
60
Sistem belajar organisasi terdiri dari dua faktor di dalamnya yakni faktorfaktor fasilitas dan orientasi belajar. Faktor-faktor fasilitas yang ada dalam gerakan petani Medalsari antara lain terdiri atas empat faktor yaitu kepemimpinan yang terlibat, inisiator pembelajaran keterbukaan iklim, pendidikan berkelanjutan. Dari empat faktor fasilitas tersebut, setelah diuji melalui uji korelasi Rank Spearman dan penyajian data tabulasi silang diketahui bahwa hanya keterbukaan iklim dan pendidikan berkelanjutan yang memiliki hubungan signifikan dengan dimensi gerakan petani. Sebuah proses belajar akan berjalan efektif apabila suasana yang dibagun dalam kegiatan belajar berada pada iklim yang tebuka. Kegiatan pembelajaran yang dijalankan melalui kegiatan rutin riungan di Medalsari memiliki iklim yang terbuka. Kegiatan rutin dilakukan dengan di damping oleh pihak Sepetak. Maksudnya petani memiliki kebebasan dan hak untuk berpendapat. Petani dapat mengekspresikan tanggapan mereka terhadap sebuah ide tanpa adanya unsur paksaan. Orientasi belajar di dalamnya terdapat sumber pengetahuan, mode diseminasi, fokus pengetahuan, dan pengembangan keterampilan. Orientasi belajar yang memiliki hubungan signifikan dengan dimensi gerakan petani adalah pengembangan keterampilan. Pengembangan keterampilan perlu dilakukan oleh petani baik dalam sumber daya manusia maupun sumberdaya alam, hal tersebut berguna untuk memperluas kapasitas dan memaksimalkan pemanfaatan potensi lokal yang ada. Petani Medalsari memaksimalkan usahataninya secara berkelompok. Petani mulai mengembangkan usahataninya pada komoditas kopi dimana mereka mulai memproduksi olahan kopi lokal. Saran Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa hal yang dapat dijadikan masukan atau saran. Diantaranya sebagai berikut: 1. Pemerintah Kabupaten Karawang, serta instansi-instansi terkait lainnya untuk menindaklanjuti dan menyelesaikan sampai tuntas kasus sengketa lahan antara pihak perusahaan dan masyarakat di Desa Medalsari. Selain itu, Pemerintah juga perlu melakukan koordinasi dengan pihak kecamatan, perusahaan terkait penyelesaian kasus sengketa lahan Desa Medalsari. 2. Harus ada pihak ketiga yang netral sebagai penengah dan tidak memihak siapapun untuk menjadi fasilitator dalam penyelesaian masalah ini. 3. Perlu adanya kejelasan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) terkait status lahan yang menjadi sengketa. Sertifikat hak milik yang dituntut masyarakat melalui agenda IP4T harus segera dikaji agar masyarakat segera mendapat kepastian. 4. Serikat Petani Karawang (Sepetak) agar terus mengawal dan mendampingi usaha advokasi yang ditempuh sampai petani mendapatkan keadilan. 5. Sebaiknya pihak Perum Perhutani tidak melakukan perusakan terhadap tanaman yang ditanam petani sebelum adanya kejelasan mengenai lahan sengketa.
61
DAFTAR PUSTAKA
Adimiharja A. 2006. Strategi mempertahankan multifungsi pertanian di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. [Internet]. [Diunduh pada 14 Desember 2016] Tersedia pada: pustaka.litbang.pertanian.go.id/publikasi/p3253064.pdf Ariendi G. 2011. Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan penguasaan atas lahan (Kasus Desa Cisarua, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi). Jurnal Sodality. 5(1): 13-31. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia. Asy‟ari. 2014. Gerakan petani transnasional di Indonesia Afiliasi aliansi gerakan reforma agrarian dan peasant coalition dalam kampanye global anti perampasan tanah di Indonesia. [tesis]. Yogyakarta (ID): Universitas Gajah Mada. [Internet] [Diunduh 20 Desember 2016]. Terdapat pada: http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=P enelitianDetail&act=view&typ=html&buku_id=75333&obyek_id=4. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Sensus pertanian. [Internet]. [Diunduh pada 15 Maret 2017]. Tersedia pada: https://st2013.bps.go.id/dev2/index.php DiBella A, Nevis E, Gould J. 1993. Organization as learning system. The System Thinker Vol.4/No.8. Cambridge (UK): Pegasus Communication. Dibella A, Nevis E, Gould J. 1996. Understanding Organizational Learning Capability. Journal of Management Studies 33: 361–379. doi:10.1111/j.1467-6486.1996.tb00806.x Endrawati N, Junaedi A, Suyadi Y. 2013. Konflik tanah masyarakat dengan kehutanan sebagai refleksi sistem ganda kewenangan atas penguasaan tanah (studi kasus redistribusi tanah obyek landreform di desa ngerdani kecamatan dongko kabupaten trenggalek). Jurnal Ilmu Hukum. Vol.02 : 55-69. [Internet] [Diunduh 20 November 2016]. Terdapat pada : http://pascauniska-kediri.ac.id/filesJurnal/Jurnal%20mizan%20Desember %202013_5.pdf Fakih M, Raharjo T, Topatimasang R. 2007. Pendidikan Popular: Membangun Kesadaran Kritis. Yogyakarta (ID): INSISTPress. Fauzi N. 1999. Petani dan Penguasa: Dinamika Perjalanan Politik Agaria Indonesia. Yogyakarta(ID): Pustaka Pelajar Offset. Fremerey. 2002. Local communities as local organizations: the case of the village of Toro, Central Sulawesi, Indonesia. Kassel (DE): University of Kassel. Hartoyo. 2010. Involusi gerakan agraria dan nasib petani: studi tentang dinamika gerakan petani di Provinsi Lampung. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Haryanti AS. 2006. Analisis faktor-faktor yang menjadi prediktor organisasi pembelajaran untuk meningkatkan kinerja karyawan (Study Kasus pada PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta). [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Kamarudin SA. 2011. Pemberontakan petani UNRA 1943 (studi kasus mengenai gerakan sosial di Sulawesi Selatan pada masa pendudukan Jepang). Jurnal Makara, Sosial Humaniora. [Internet]. [Diunduh 15 Maret 2016].
62
Tersedia pada: http://journal.ui.ac.id/index.php/humanities/article/view File/1222/1127 Koesume AM. 2014. Sengketa Kawasan Hutan Lindugn antara Perhutani dengan Masyarakat Desa Kemloko Kecamatan Tembarak Kabupaten Temanggung. Unnes Law Journal. [Internet]. [Diunduh 26 Februari 2017]. Tersedia pada: http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ulj Landsberger HA, Alexandrov YG. 1974. Pergolakan petani dan perubahan sosial. Mahasin A, penerjemah. Jakarta (ID): Rajawali Pers. [KPA] Konsorsium Pembaruan Agraria. 2016. Laporan akhir tahun. Jakarta (ID): Konsorsium Pembaruan Agraria Lestari S. 2014. Perubahan struktur agraria dan implikasinya terhadap gerakan petani pedesaan (analisis karakter forum paguyuban petani jasinga pasca PPAN). [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Lestari S, Purwandari H. 2014. Perubahan struktur agraria dan implikasinya terhadap gerakan petani pedesaan (analisis karakter forum paguyuban petani jasinga pasca PPAN). Jurnal Sodality. 2(1): 43-52. Marquardt M. 1996. Building the learning organization. California (US) : DaviesBlack Publishing. [Internet]. Tersedia pada : http://ebook.umaha.ac.id/EBOOK%20ABOUT%20ORGANIZATION,%20MANAGEMENT%20& %20LEADERSHIP/ORGANIZATION%20_%20LEARNING%20ORG ANIZATION/BUILDING%20THE%20LEARNING%20ORGANIZATI ON%20[Michael%20J.%20Marquardt].pdf Mashud M. 2007. Gerakan Rakyat Lereng Gunung Semeru di Era Reformasi 1997. Jurnal Masyarakat, Kebudayaan, dan Politik. 18(2): 43-61. [Internet]. [Diunduh pada 12 Mar 2016]. Tersedia pada: http://journal.unair.ac.id/refleksi-gerakan-rakyat-lereng-gunung-semerudi-era-reformasi-1997-article6039media -15-category-.html Mukhid A. 2007. Meningkatkan kualitaspendidikan melalui sitem pendidikan yang tepat. Tadrîs. Volume 2. Nomor 1. Pamekasan (ID): e-Journal STAIN. [Internet] [Diunduh 28 Februari 2017] Terdapat pada: ejournal.stainpamekasan.ac.id/index.php/tadris/article/view/211/202 Muslimah. 2016. Peran serikat petani karawang dalam sengketa lahan pertanian (desa margamulya dan desa wanasari, kecamatan telukjambe barat, kabupaten karawang). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Paige JM. 1975. Agrarian Revolution: Social Movements and Export Agriculture in The Underdeveloped World. New York (US): The Free Press. Putri R. 2012. Gerakan sosual politik omah tani di kabupaten batang. Jurnal Politik Muda. 1: 23-34. [Internet]. [Diunduh 20 Oktober 2016]. Tersedia pada http://journal.unair.ac.id/filerPDF/23-34%20riska%20yunike.pdf Rosset dkk. 2011. The campesino-to-campesino agroecology movement of anap in cuba: social process methodology in the construction of sustainable peasant agriculture and food sovereignty. The Journal of Peasant Studies. 38(1): 161-191 [Internet]. [Diunduh 11 Oktober 2016] Tersedia pada http://www.acaoterra.org/IMG/pdf/Cuba-ANAP-JPS.pdf Salim MN. 2017. Mereka yang Dikalahkan: Perampasan Tanah dan Resistensi Masyarakat Pulau Padang. Yogyakarta (ID): STPN Press. Sarwono, J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.
63
Sarwoprasodjo S. (2007). Penggunaan ruang publik untuk pemecahan masalah sosial di pedesaan. [disertasi] Jakarta (ID): Universitas Indonesia. [Internet] [Diunduh 25 Februari 2017] Tersedia pada : http://lib.ui.ac.id/detail?id=20426658&lokasi=lokal#horizontalTab5 Sashkin M, Sashkin MG. 2003. Prinsip-Prinsip Kepemimpinan. Rudolf Hutauruk, penerjemah; Rikard Rahmat, Heidy Retnowulan, editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Leadership That Matters. Scott JC. 1976. Moral Ekonomi Petani. Basari H, penerjemah. Jakarta (ID): LP3ES. Terjemahan dari: The Moral Economy of The Peasant. Senge P. 1990. The Fifth Discipline: The Art and Practice of the Learning Organization. New York (US): Currency. Shohibuddin M. 2016. Peluang dan tantangan undang-undang desa dalam upaya demokratisasi tata kelola sumber daya alam desa: perspektif agraria kritis. MASYARAKAT: Jurnal Sosiologi. 21(1): 1-33. e-ISSN: 2460-8165 Soetarto E, Cahyono E. 2014. Reforma agraria kehutanan: pemulihan hak dan persemaian peradaban masyarakat di kawasan hutan. Di dalam: Hakim I, Wibowo L, editor. Hutan untuk Rakyat Jalan Terjal Reforma Agraria di Sektor Kehutanan. Yogyakarta (ID): PT LKiS Printing Cemerlang. hlm 319 Sutedi A. 2008. Implementasi Prinsip Kepentingan Umum dalam Pengadaan Tanah untuk Pembangunan. Jakarta (ID): Sinar Grafika. Tjondronegoro SMP. 1999. Sosiologi Agraria Kumpulan Tulisan Terpilih. Bandung (ID): Yayasan AKATIGA. Tukiran, Effendi S. 2012. Metode Penelitian Survei. Edisi revisi. Jakarta (ID): LP3ES. White B dan Wiradi G. 2009. Reforma agraria dalam tinjauan komparatif: hasil lokakarya kebijakan reforma agraria di selabintana. (Alih bahasa dari bahasa Inggris oleh Stephanus Aswar Herwinko). Bogor (ID): Brighten Press. 144 hal. [Judul asli Agrarian Reform in Comparative Perspective: Policy Issues and Research Needs]. Winarto Y. Darmowiyoto. 1999. Pembangunan pertanian : pemasungan kebebasan Jurnal Universitas Indonesia. Depok (ID): Universitas Indonesia. [Internet]. [Diunduh 11 Oktober 2016] Tersedia pada : http://journal.ui.ac.id/index.php/jai/article/view/3377/2661
64
65
LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Nomor Responden Hari, Tanggal Survei Tanggal Entri Data
KUESIONER PERAN ORGANISASI PEMBELAJAR DALAM GERAKAN PETANI (Studi Kasus Sengketa Lahan antara Masyarakat dengan Perhutani, Desa Medalsari, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang) i. Identitas Responden Nama Lengkap Jenis Kelamin Umur Alamat No.Telp/HP Lama Tinggal di Lokasi Pendidikan Terakhir
Status Kependudukan Pekerjaan Utama
Pekerjaan Sampingan Jumlah Luas Lahan Sengketa
: : ( )L ( )P : Tahun : : : : ( ) Tidak Sekolah ( ) SD (Tamat/Tidak Tamat) ( ) SMP (Tamat/Tidak Tamat) ( ) SMA (Tamat/Tidak Tamat) ( ) Universitas (Tamat/Tidak Tamat) ( ) Lainnya………………………… : ( ) Asli ( ) Pendatang, asal………………… : ( ) Petani ( ) Buruh Tani ( ) Pegawai Swasta (Buruh) ( ) Wiraswasta ( ) Pelajar ( ) Lainnya………………………… : …………………………………….... : ………….ha
66
ii. Distribusi Akses dan Penguasaan Lahan No Pertanyaan Sebelum 1 Apakah Anda memiliki lahan? [ ] Ya [ ] Tidak 2
Sesudah [ ] Ya [ ] Tidak
Berapa luas lahan yang Anda miliki?
……….ha
……….. ha
3
Apakah Anda dapat mengakses lahan tersebut?
[ [
[ [
4
Berapa jumlah luas lahan yang dapat Anda akses?
……….ha
……….ha
[ ] Hak milik [ ] Hak sewa [ ] Pinjam pakai
[ ] Hak milik [ ] Hak sewa [ ] Pinjam pakai
5
Apa jenis status kepemilikan lahan tersebut?
Sejarah Penguasaan Lahan No Luas Petak Lahan (ha) 6 ……………………….
] Ya ] Tidak
] Ya ] Tidak
Diperoleh
Kehilangan
…………………
…………………
iii. Sistem Belajar Organisasi Berikan tanda centang/ceklis (√) pada kolom jawaban yang tersedia. (pilih satu jawaban) Faktor-Faktor Fasilitas No Pertanyaan 7 Anda menyadari adanya sosok pemimpin dalam gerakan petani 8 Pemimpin dalam gerakan petani selalu terlibat dalam sebagian besar kegiatan forum 9 Anda selalu memberikan dukungan kepada pemimpin tersebut 10 Anda ingin ikut menyampaikan materi terkait masalah sengketa lahan 11 Inisiatif dapat berasal dari anggota gerakan petani untuk menjalankan sebuah rencana. 12 Anda dapat menjelaskan kembali kepada anggota lain mengenai materi yang dibahas dalam forum
[ [ [ [
Pilihan Jawaban ] Ya ] Tidak ] Ya ] Tidak
[ [
] Ya ] Tidak
[ [
] Ya ] Tidak
[ [
] Ya ] Tidak
[ [
] Ya ] Tidak
Keterangan
67
13
Apakah forum yang dilakukan melalui “Ngariung” menambah pengalaman anda? 14 Apakah anda memiliki kebebasan dalam mengemukakan pendapat dalam forum? 15 Anda dapat menolak ide dalam forum? 16 Menurut Anda forum yang telah Anda ikuti berjalan secara efektif 17 Anda pasti mengikuti kegiatan forum yang akan diselenggarakan 18 Anda aktif berpartisipasi dalam kegiatan forum Orientasi Belajar No Pertanyaan 19 Materi belajar diajarkan oleh anggota gerakan yang merupakan masyarakat lokal 20 Apakah sikap Anda saat menerima materi baru terkait perkembangan kasus sengketa lahan
21
Pemateri merupakan ahli yang didatangkan dari luar masyarakat lokal
22
Forum gerakan petani melibatkan tokoh penting Forum diskusi dengan suasana formal Menurut Anda suasana forum diskusi berjalan efektif secara
23 24
25
26
27
Forum diskusi gerakan petani memiliki tujuan untuk memberikan pembelajaran mengenai usahatani Forum diskusi gerakan petani memelajari dasar-dasar hukum tentang sengketa lahan yang dihadapi Anggota gerakan petani dapat memilih untuk mengikuti atau
[ [
] Ya ] Tidak
[ [
] Ya ] Tidak
[ [ [ [ [ [ [ [
] Ya ] Tidak ] Ya ] Tidak ] Ya ] Tidak ] Ya ] Tidak
[ [
Pilihan Jawaban ] Ya ] Tidak
[ ] Sangat antusias [ ] Antusias [ ] Biasa saja [ ] Tidak antusias [ ] Sangat tidak antusias [ ] Sangat setuju [ ] Setuju [ ] Biasa saja [ ] Tidak setuju [ ] Sangat tidak setuju [ ] Ya [ ] Tidak [ ] Ya [ ] Tidak [ ] Formal dan Informal [ ] Formal [ ] Informal [ ] Ya [ ] Tidak
[ [
] Ya ] Tidak
[ [
] Ya ] Tidak
Keterangan
68
tidak materi tertentu 28
Anda masih menerapkan praktek usatani dengan lahan yang tersisa
29
Forum menambah pengetahuan bagi gerakan petani secara menyeluruh
30
[ [
[ [ [ [ [ Forum menambah pengetahuan [ bagi individu dalam gerakan petani [ [ [ [
] Ya ] Tidak ] Sangat setuju ] Setuju ] Biasa saja ] Tidak setuju ] Sangat tidak setuju ] Sangat setuju ] Setuju ] Biasa saja ] Tidak setuju ] Sangat tidak setuju
iv. Dimensi Gerakan Petani Berikan tanda centang/ceklis (√) pada kolom jawaban yang tersedia. (pilih satu jawaban) No Pertanyaan 31 Berapa kali Anda dilibatkan dalam rapat gerakan? 32 Apa peran Anda dalam kegiatan gerakan? 33 34
Berapa kali Anda mengikuti rapat persiapan pembentukan? Berapa jumlah petani yang Anda kenal dalam kegiatan gerakan?
35
Siapa yang menjadi pihak lawan dalam kasus kehilangan tanah yang dialami?
36
Apa yang melatarbelakangi Anda untuk bergabung dalam gerakan petani?
37
Berapa jumlah petani lainnya yang mengalami keadaan yang sama dengan Anda?
Pilihan Jawaban ………….kali [ ] pelaksana [ ] pemateri [ ] undangan/peserta ………….kali ........ ......... [ ] > 50% petani [ ] 50% petani [ ] < 50% petani 1. 2. 3. 4. [ ] keinginan sendiri [ ] diajak oleh sesama petani [ ] diajak oleh pihak selain petani, sebutkan..... [ ] > 50 orang [ ] 25- 50orang [ ] < 25 orang
Keterangan
69
38
Apa yang melatarbelakangi Anda untuk bergabung dalam gerakan petani?
39
Kapan Anda terlibat dalam organisasi?
40
Apa peran Anda dalam proses pembentukan awal organisasi?
41
Menurut Anda, ada pada tingkat sosial mana petani tak berlahan?
42
Menurut Anda, ada pada tingkat sosial mana petani berlahan?
43
Apa motivasi Anda mengikuti gerakan petani?
44
Keuntungan apa yang Anda peroleh sampai saat ini?
[ ] Hak Milik [ ] Hak Pengelolaan [ ] Lainnya, sebutkan......... [ ] sebelum pembentukan [ ] saat pembentukan [ ] setelah pembentukan [ ] inisiator [ ] anggota [ ] tidak ikut berperan [ ] Rendah [ ] Menengah [ ] Atas [ ] Atas [ ] Menengah [ ] Rendah [ ] Tanah kembali [ ] Ganti rugi [ ] Bantuan materil dan moril [ ] Tanah kembali [ ] Ganti rugi [ ] Bantuan materil dan moril
70
Lampiran 2. Panduan pertanyaan wawancara mendalam DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM KEPADA ELIT DESA, MASYARAKAT SETEMPAT, TOKOH MASYARAKAT, ANGGOTA DAN TOKOH SERIKAT PETANI KARAWANG Identitas Informan 1 Nama 2 Umur 3 Jenis kelamin 4 Agama 5 Alamat 6 Nomor telepon 7 Pekerjaan utama 8 Pekerjaan sampingan I.
: : : : : : : : SENGKETA LAHAN PERTANIAN
1. Bagaimana sejarah kepemilikan lahan ?
Pada tahun berapakah pertama kali tanah yang kini menjadi sengketa menjadi milik Anda ? Sebelum lahan menjadi kepemilikan individu, lahan yang bersengketa merupakan lahan milik siapa ? Bagiamana awalnya lahan dapat diperoleh ? Berapa harga tanah pada saat pemilikan pertama ? Siapa pihak yang mengatur kepemilikan lahan ? dan perannya apa saja ? Adakah persyaratan khusus untuk memiliki lahan tersebut ? Jika ada, apa saja ? Apakah yang digunakan sebagai bukti kepemilikan lahan ? Adakah sejumlah uang yang harus dibayarkan untuk mengurus bukti kepemilikan ? Jika ada, berapa besar ? Apakah tanah yang ditempati sebagai warisan keluarga secara turun temurun ?
2. Apa latar belakang terjadinya sengketa lahan?
Bagaimana kronologis awal mula terjadinya sengketa lahan pertanian ? Siapa saja yang terlibat dalam sengketa lahan ? Berapakah luas lahan yang disengketakan ? Berapakah luas lahan yang dieksekusi ? Melibatkan siapa saja dalam proses eksekusi lahan ?
71
Bagaimana batas-batas luas lahan ditentukan sehingga menimbulkan sengketa ? Kapan sengketa lahan mulai terjadi ? Saat ini digunakan sebagai apakah lahan yang mengalami sengketa ? Menurut Anda, mengapa mereka memilih lahan tersebut sebagai lokasi wisata alam? Bagaimana mereka bisa memperoleh izin?
3. Bagaimana kondisi dari korban yang kehilangan lahannya? Berapakah jumlah korban yang lahanya terkena sengketa ? Berapakah luas rata-rata lahan yang terkena sengketa pada setiap korban ? Adakah ganti rugi yang diberikan kepada korban ? jika ada, berapa ? Tuntutan apakah yang diajukan dalam penyerahan lahan ? Apakah tuntutat warga tersebut diberikan oleh pihak lawan ? Apakah para korban sengketa memiliki bukti kepemilikan atas lahan yang mereka tempati ? Jika ada, dalam bentuk apa ? Setelah lahannya direbut, apakah pekerjaan korban sekarang ? Bagaimana korban sengketa dapat melanjutkan hidupnya selain bertani ? II. ORGANISASI PEMBELAJAR DALAM GERAKAN PETANI 1. 2. 3. 4. 5.
Bagaimana kegiatan belajar dalam forum gerakan petani? Siapa yang menjadi pemimpin dalam kegiatan forum tersebut? Siapa yang berinisiatif dalam setiap kegiatan? Bagaimana proses pembelajaran dalam forum? Apakah anggota dalam forum bebas memilih tentang kegiatan yang diikuti? 6. Apakah anggota dalam forum bebas berpendapat dan memberi saran? 7. Pengetahuan tentang apa yang dibutuhkan petani? 8. Bagaimana sumber pengetahuan dalam proses belajar? (Internal/Eksternal) 9. Bagaimana penyebaran pengetahuan dalam dan luar forum? (formal/informal) 10. Bagaimana keterampilan petani dalam mengelola usahataninya pasca sengketa lahan? III.
DIMENSI GERAKAN PETANI
1. Bagaimana awal cerita munculnya aksi dan gerakan petani? 2. Kapan pertama kali dilakukan aksi oleh petani terhadap sengketa lahan yang terjadi? 3. Bagaimana proses terbentuknya gerakan petani? 4. Apakah ada campur tangan pemerintah atau pihak lain dalam pembentukan gerakan petani? 5. Siapa saja yang berjasa dalam pembentukan gerakan petani? 6. Siapakah yang memimpin aksi dan perlawanan petani? 7. Apakah ketika terjadi perampasan tanah di Medalsari banyak pihak luar masyarakat desa yang ikut membela?
72
8. Apakah ketika terjadi perampasan tanah pemerintah segera turun tangan dalam mengatasi masalah? 9. Apakah setelah terjadi perampasan tanah petanu-petani di Medalsari langsung menyadari bahwa mereka harus melakukan aksi kolektif dalam melawan pihak lawan? 10. Apakah dalam proses perampasan tanah disertai dengan ancamanancaman pihak lawan agar petani menjadi takut untuk melawan? 11. Apakah terjadi keresahan di masyarakat sejak peristiwa tersebut?
73
Lampiran 3 Hasil uji realibilitas kuesioner
Case Processing Summary N Valid Cases
a
Excluded Total
% 10
100.0
0
.0
10
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's
N of Items
Alpha .838
38
74
Lampiran 4 Uji korelasi rank spearman Correlations
Kepemimpinan Turun Tangan Spearman's rho Dimensi Gerakan Petani
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Kepemimpinan Dimensi Gerakan Petani Turun Tangan 1.000 .000 . 1.000 30 30 .000 1.000 1.000 . 30 30
Correlations
Dimensi Gerakan Petani Spearman's rho Inisiator Pembelajaran
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Dimensi Gerakan Petani 1.000 . 30 .124 .513 30
Inisiator Pembelajar .124 .513 30 1.000 . 30
Correlations
Correlation Coefficient Dimensi Gerakan Sig. (2-tailed) Petani N Spearman's rho Correlation Coefficient Keterbukaan Sig. (2-tailed) Iklim N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Dimensi Keterbukaan Gerakan Iklim Petani * 1.000 .388 . .034 30 30 * .388 1.000 .034 . 30 30
Correlations
Correlation Coefficient Dimensi Gerakan Sig. (2-tailed) Petani N Spearman's rho Correlation Coefficient Pendidikan Sig. (2-tailed) Berkelanjutan N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Dimensi Gerakan Petani 1.000 . 30 * .459 .011 30
Pendidikan Berkelanjutan *
.459 .011 30 1.000 . 30
75
Correlations
Spearman's rho
Correlation Coefficient Dimensi Gerakan Sig. (2-tailed) Petani N Correlation Coefficient Sumber Sig. (2-tailed) Pengetahuan N
Dimensi Gerakan Petani 1.000 . 30 .294 .115 30
Sumber Pengetahuan
Dimensi Gerakan Petani 1.000 . 30 -.036 .849 30
Mode Diseminasi
Dimensi Gerakan Petani 1.000 . 30 .084 .658 30
Fokus Pengetahuan
.294 .115 30 1.000 . 30
Correlations
Spearman's rho
Correlation Coefficient Dimensi Gerakan Sig. (2-tailed) Petani N Correlation Coefficient Mode Diseminasi Sig. (2-tailed) N
-.036 .849 30 1.000 . 30
Correlations
Spearman's rho
Correlation Coefficient Dimensi Gerakan Sig. (2-tailed) Petani N Correlation Coefficient Fokus Sig. (2-tailed) Pengetahuan N
.084 .658 30 1.000 . 30
Correlations
Correlation Coefficient Dimensi Gerakan Sig. (2-tailed) Petani N Spearman's rho Correlation Coefficient Pengembangan Sig. (2-tailed) Keterampilan N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Dimensi Pengembanga Gerakan n Petani Keterampilan * 1.000 .403 . .027 30 30 * .403 1.000 .027 . 30 30
76
Lampiran 5 Peta lokasi penelitian Desa Medalsari
Peta sebaran responden penelitian di Desa Medalsari
77
Lampiran 6 Jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2017 Kegiatan
Februari 1
Penyusunan Proposal Skripsi Uji Petik I Kolokium Perbaikan Proposal Skripsi Uji Validitas Kuesioner Pengambilan Data Lapang Pengolahan dan Analisis Data Penulisan Draft Skripsi Uji Petik II Sidang Skripsi Perbaikan Laporan Skripsi
2
3
Maret 4
1
2
April 3
4
1
2
Mei 3
4
1
2
Juni 3
4
1
2
Juli 3
4
1 2 3
78
Lampiran 7 Kerangka sampling No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
Nama AM KR OS OH KD RS AM AP DS AK AC EN US TN KM KS SJ KW DM TO PD NC GN DY AE PN OM TN KS KM PD OH NN MD AR NC US AN NP AK PN AW SN
Alamat Desa Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari
Blok tanah Cijengkol Cijengkol Cijengkol Cijengkol Cijengkol Cijengkol Cijengkol Cijengkol Cijengkol Cijengkol Cijengkol Cijengkol Kiara Jegang Kiara Jegang Kiara Jegang Kiara Jegang Kiara Jegang Kiara Jegang Kiara Jegang Kiara Jegang Kiara Jegang Kiara Jegang Kiara Jegang Kiara Jegang Kiara Jegang Kiara Jegang Kiara Jegang Kiara Jegang Kiara Jegang Kiara Jegang Cisulah Cisulah Cisulah Cisulah Cisulah Cisulah Cisulah Cisulah Cisulah Cisulah Cisulah Cisulah Cisulah
79
44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82
AB AC IY AN EP EM AC DR UN AM AT DD AD PD SM AR AN SA SM AM BT EM ED DM SR KS SM KR NS ED SD IT MN OB KN PD EN KT KN
Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari Medalsari
Cisulah Cisulah Cisulah Cisulah Cisulah Cisulah Cisulah Cisulah Cisulah Cisulah Cisulah Cisulah Cisulah Cisulah Cisulah Cisulah Cisulah Pasir malang Pasir malang Pasir malang Pasir malang Pasir malang Pasir malang Pasir malang Pasir malang Pasir malang Pasir malang Pasir malang Pasir malang Pasir malang Gandawesi Gandawesi Gandawesi Gunung sulah Gunung Tonjong Ciragamaya Gunung sulah Tegal kawini Cibodas
80
Lampiran 8 Catatan tematik Penyerobotan Lahan Petani Desa Medalsari dan Gerakan Petani Kasus sengketa yang dihadapi petani Desa Medalsari bermula pada peminjaman atas girik milik petani yang sudah diperoleh dari desa pada tahun 1975 yang dilkukan oleh pihak Perhutani. Alasan peminjaman tersebut tidak dijelaskan pada petani dikarenakan para petani percaya pada perwakilan pihak peminjam yang masih termasuk masyarakat lokal dan kerabat mereka. Namun petani mulai merasa dirugikan ketika tanaman mereka diganggu oleh pihak perusahaan yakni, tanaman milik petani ditebang tanpa sepengetahuan dan izin dari petani. “…alasannya cuma bilang dipinjam aja dulu nanti dikembalikan, ada perjanjiannya katanya tanaman petani tidak akan diganggu. Ternyata dia bohong, pohon-pohon petani ditebangi sampai sekarang enggak dikembaliin…”(IY, 76 tahun, Tokoh Masyarakat) Pengukuran tapal batas antara tanah hutan dan tanah desa telah dilakukan pada tahun 1967. Tapal batas tersebut diletakkan di Ciporong yang merupakan pemukiman masyarakat terdahulu. Pada tahun 1975 petani memeroleh girik atas tanah yang digarap, penerbitan girik dilaksanakan sampai selesai yakni pada tahun 1976. Namun masih pada tahun 1976 setelah petani memeroleh girik, pihak KRPH Cigudeg melalui pemerintah desa menarik semua girik milik petani dengan alasan dipinjam sementara. Peminjaman girik tersebut menggunakan perjanjian yang salah satu isinya berbunyi bahwa pihak perusahaan tidak akan mengganggu tanaman milik petani. “…ya namanya petani jaman dulu neng, dia gak banyak tanya pokonya katanya dipinjam saja dulu semua nanti dikembalikan. Perjanjiannya kan ada Perhutani tidak akan mengganggu tanaman petani, tapi nyatanya bohong itu pohon di kebun orang tua saya waktu itu ditebangin.” (DD, 39 tahun, Petani) “…pada enggak berani, karena katanya kalau melawan Perhutani sama dengan melawan pemerintah. Kalau yang namanya petani mah kan takut ya kalau melawan pemerintah pasti enggak ada habisnya...” (AK, 46 tahun, Petani) Penebangan pohon-pohon milik petani yang dilakukan oknum Perhutani membuat petani merasa dirugikan, tanaman yang menjadi sumber penghidupan keluarga mereka dimusnahkan tanpa ganti rugi. Menanggapi sikap Perhutani yang sewenang-wenang, pada tanggal 25 Mei 1981 sebanyak 165 orang petani menyatakan sikap dengan membuat surat peryataan untuk meminta kembali surat tanah atau girik yang telah dipinjam perhutani. Surat pernyataan tersebut dibuat oleh petani yang diwakilkan sebanyak empat orang dan melibatkan pemerintah tingkat kecamatan sebagai saksi. Dalam surat tersebut petani mencantumkan tiga
81
poin yakni, pertama petani meminta girik yang dipinjam pada tahun 1976 dikembalikan, kedua petani menyatakan agar Perhutani tidak mengganggu pohon milik petani, ketiga petani menyatakan tidak akan melakukan penanaman terutama pada jenis tanaman berumur pendek di tanah sengketa sebelum ada keputusan dari Bupati Karawang. “…saya masih ingat dulu petani-petani yang didampingi pengacara itu setelah kalah mereka ngumpet neng dikejar-kejar sama polisi, ada yang ditangkap terus dipenjara dituduh mencuri kayu katanya…”(MN, 46 tahun, Petani) “…dia (pihak Perhutani) bilang petani itu cuma boleh menanam saja, tidak boleh untuk memiliki. Karena itu tanah saya! Katanya. Dulu petani enggak pernah menang mereka (Perhutani) mah bisa bayar polisi, orang desa juga dulu malah ikut pake seragam perhutani ke hutan..” (AM, 62 tahun, Petani) Perjuangan petani yang dimulai pada tahun 1986 tidak pernah berhenti dan diteruskan secara turun temurun oleh anak dan cucunya, mereka masih menjalankan pekerjaan sebagai petani maupun buruh tani dalam mengolah lahan sengketa tersebut. Petani Medalsari mulai belajar beroganisasi pada tahun 2005 dengan tujuan khusus untuk belajar dan mengembangkam pengetahuan mereka dalam mencari cara untuk mendapatkan keadilan, selain itu petani juga belajar mengenai potensi mereka dalam berusaha tani. “…warga sini mah kebanyakan sekolah saja cuma sampe SD, ya kalau ada apa-apa paling tanya sama orang organisasi (Sepetak. Mereka itu banyak bantu petani sini. kalau nanti ada yang gak ngerti tanya sama ketua atau minta bantuan lah kita udah percaya sama ketua dan bos-bos…” (AK, 46 tahun, Petani) “…sekarang-sekarang aja ya Alhamdulillah neng, kita gabung sama organisasi petani enggak terlalu ditindas gitu. Petani sekarang udah berani melawan.”(AR, 31 tahun, Anggota Masyarakat) “…saya sudah gabung sebagai anggota sejak pertama ada neng, saya selalu mendukung, setiap aksi saya selalu ikut saya ingin mendapatkan status yang jelas makanya saya ikut organisasi, saya ingin secepatnya selesai dapat sertifikat tanah yang legal supaya tidak dikejar-kejar terus…”(AW, 37 tahun, Buruh tani) Petani sebagai Organisasi Pembelajar Bersatunya kekuatan petani dalam organisasi memupuk kesadaran mereka dalam menemukenali posisi dan potensinya. Meningkatnya keberdayaan petani tidak lepas dari sosok pemimimpin yang menjadi panutan dan penentu arah organisasi. Terdapat beberapa sosok yang dinilai sebagai pemimpin panutan bagi petani terutama ketua gerakan yang merupakan petani lokal. Ketua gerakan juga
82
menjadi sosok yang membantu proses pembelajaran pada individu petani, kesulitan yang dihadapi oleh peserta pembelajaran akan disampaikan kepada ketua terlebih dahulu sebelum disampaikan kepada pemateri. “Semua petani disini yang ikut organisasi semua kenal sama mang Adang, sama Pak Engkos dan Pak Hilal dari Sepetak yang suka ikut bantu gerakan petani disini” (TN, 43 tahun, Petani) “…kalau mau ngasih usulan saya mah suka minder, mereka kan sekolahnya tinggi, saya SD saja enggak lulus neng. Tapi saya senang kalau ikut riungan saya merasa ilmu petani ini bertambah, ya gitu saja saya cuma ikut tapi gak berani bicara.” (SN, 37 Tahun, Buruh Tani) “saya ikut kalau ada sekolah agraria dari sepetak itu, tapi enggak rutin. Ya kalau saya lagi ada waktu lagi kosong saya pasti ikut tapi kalau lagi ada kebutuhan ya saya lebih milih kerja kan anak istri butuh makan” (EN, 45 tahun, Petani) “ Ya kita sebagai orang kecil cuma bisa usaha sedikit-sedikit buat belajar tentang hukum biar sah milik lahannya, ya biarpun capek harus main kucing-kucingan sama orang Perhutani kalau lagi di kebun tapi ya gimana lagi keluarga saya butuh makan. Semoga saja dengan petani-petani belajar seperti ini suatu saat nanti kita bisa bebas gak ditakut-takutin lagi sama orang perusahaan” (DM, 41 tahun, Petani) “kalau pengajar itu kadang-kadang didatengin juga orang dari luar Sepetak, orang luar Karawang. Tapi saya mah gak bedabedain siapapun pematerinya selama membawa dampak positif buat petani sini ya Alhamdulillah kita petani siap belajar terus. Petani di sini memang butuh dikasih tau ya namanya juga dulu mau sekolah susah sekarang ada yang mau bantu supaya petani lebih pintar ya kenapa enggak” (AR,31 tahun, Petani) Kegiatan pembelajaran yang diikuti oleh petani diharapkan dapat membangun semangat bagi para pemuda. Namun pada kenyataannya masih sulit untuk mengajak pemuda lokal dalam kegiatan tersebut. Petani masih memiliki semangat untuk belajar akan tetapi banyaknya kegiatan rutin di kebun membuat mereka harus pandai dalam mengatur waktu. Perolehan pendapatan masih menjadi prioritas utama petani dalam kehidupannya.
83
Lampiran 9 Dokumentasi
Foto 1 Kantor Desa Medalsari
Foto 2 Salah satu blok lahan sengketa
Medalsari Foto 4 Salah satu kondisi rumah warga
Foto 3 Aktor dalam gerakan petani
Foto 5 Tempat wisata Green Canyon
84
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan suami istri Jajang Fahrudin dan Trisdiartini. Penulis lahir di Bogor pada tanggal 15 Oktober 1994. Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri Selaawi pada tahun 2006, SMP Negeri 1 Cigombong pada tahun 2009, dan SMA Negeri 1 Cigombong pada tahun 2012. Setelah lulus Sekolah Menengah Atas, penulis berkesempatan melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur UTM dan diterima sebagai mahasiswi di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Angkatan 2013/50. Penulis aktif menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA) di divisi Broadcasting pada periode kepengurusan tahun 2015. Selain itu, penulis juga aktif dalam kepengurusan organisasi UKM Panahan IPB 2015 sebagai Kepala Divisi Internal. Penulis kemudian bergabung dalam kepengurusan Desa Mitra Binaan BEM FEMA (SAMISAENA) pada tahun 2016 di Divisi Pengembangan Masyarakat, kemudian penulis juga tercatat sebagai Wakil Ketua Umum UKM Panahan IPB pada periode kepengurusan 2016.