ASUPAN ENERGI DAN ZAT GIZI, STATUS GIZI, DAN STATUS ANEMIA PADA REMAJA LAKI-LAKI DENGAN KASUS NARKOBA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK PRIA KELAS IIA KOTA TANGERANG
UTAMI WAHYUNINGSIH
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Asupan Energi dan Zat Gizi, Status Gizi, dan Status Anemia pada Remaja Laki-laki dengan Kasus Narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Kelas IIA Kota Tangerang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2014 Utami Wahyuningsih NIM I14090062
ABSTRAK UTAMI WAHYUNINGSIH. Asupan Energi dan Zat Gizi, Status Gizi, dan Status Anemia pada Remaja Laki-laki dengan Kasus Narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Kelas IIA Kota Tangerang. Dibimbing oleh ALI KHOMSAN dan KARINA RAHMADIA EKAWIDYANI. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis asupan energi dan zat gizi, status gizi, dan status anemia remaja laki-laki dengan kasus narkoba di lembaga pemasyarakatan anak pria kelas IIA Kota Tangerang. Penelitian ini menggunakan desain cross sesctional study. Contoh dalam penelitian ini adalah remaja laki-laki dengan kasus narkoba. Cara pengambilan contoh secara purposive. Jumlah contoh yang digunakan sebanyak 40 orang. Hasil analisis deskriptif menunjukkan tingkat kecukupan energi (35%) dan protein (27.5%) contoh berada pada kategori defisit berat. Tingkat kecukupan zat besi contoh berada pada kategori cukup (82.5%) dan tingkat kecukupan vitamin C contoh berada pada kategori kurang (100%). Contoh berada dalam kategori status gizi normal (85%) dan mengalami anemia (57.5%).
Kata kunci: anemia, asupan gizi, narkoba, remaja, status gizi
ABSTRACT UTAMI WAHYUNINGSIH. Intake of Energy and Nutrients, Nutritional Status, and Anemia Status in Adolescent Boys with Drug Addiction at Boys Penitentiary Class IIA Tangerang. Supervised by ALI KHOMSAN and KARINA RAHMADIA EKAWIDYANI. The objective of this study was to analyze the intake of energy and nutrients, nutritional status, and anemia status in adolescent boys with drug addiction at boys penitentiary class IIA Tangerang. This study used cross sectional design. Subjects of this study were adolescent boys with drug addiction. Sampling method used was purposive sampling and the number of subjects was 40 people. Descriptive analysis showed energy (35%) and protein (27.5%) sufficiency level were categorized as severe deficit. Iron sufficiency level was categorized as adequate (82.5%) and vitamin C sufficiency level was categorized as inadequate (100%). Most samples had normal nutritional status (85%) and anemia (57.5%). Keywords: adolescent, anemia, drugs, intake of nutrients, nutritional status
ASUPAN ENERGI DAN ZAT GIZI, STATUS GIZI, DAN STATUS ANEMIA PADA REMAJA LAKI-LAKI DENGAN KASUS NARKOBA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK PRIA KELAS IIA KOTA TANGERANG
UTAMI WAHYUNINGSIH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Program Studi Ilmu Gizi Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Asupan Energi dan Zat Gizi, Status Gizi, dan Status Anemia pada Remaja Laki-laki dengan Kasus Narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Kelas IIA Kota Tangerang Nama : Utami Wahyuningsih NIM : I14090062
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Ali Khomsan, MS Pembimbing I
dr Karina R. Ekawidyani, M.Sc Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Rimbawan Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
Judul Skripsi : Asupan Energi dan Zat Gizi, Status Gizi, dan Status Anemia pada Remaja Laki-laki dengan Kasus Narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Kelas IIA Kota Tangerang Nama : Utami Wahyuningsih NIM : 114090062
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Ali Khomsan, MS Pembimbing I
TanggalLulus:
0"
c:-:
dr Karina R. Ekawidyani, M.Sc Pembimbing II
i
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga proposal penelitian ini berhasil diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam serta keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan adalah Asupan Energi dan Zat Gizi, Status Gizi, dan Status Anemia pada Remaja Laki-laki dengan Kasus Narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Kelas IIA Kota Tangerang. Penelitian ini diajukan dalam rangka memenuhi persyaratan untuk melaksanakan penelitian tugas akhir guna memperoleh gelar sarjana di Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS dan dr. Karina Rahmadia Ekawidyani, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan. 2. Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS selaku dosen pemandu seminar dan penguji yang telah memberikan koreksi demi perbaikan skripsi. 3. Keluarga tercinta : Tb. Yudi Imawan (Ayah), Rosmawati (Ibu), dan seluruh keluarga atas segala doa, dukungan moril dan kasih sayangnya. 4. Teman–teman : Zaenudin, Ratia Yulizawaty, Nurayu Annisa, Noer Herlina Hanum, Albeta Putra Pratama, Erwin Angga Setya Nugraha, Chairunnisa Utami, Aditya Septadi, Nabilah Nabiha Zulfa, Uthu Dwifitri, Tania Primarta, Feranita Dwi Pangesti, Sutyawan, Ronald Sinery, Anggar Pamungkas atas semangat dan kerjasamanya. 5. Teman–teman Gizi Masyarakat 46, 47 dan 48 serta kakak kelas 45 dan teman–teman yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas segala perhatian, dukungan, semangat, dan motivasi yang selalu diberikan kepada penulis. Tidak lupa penulis mohon maaf atas segala kekurangan penyusunan karya ilmiah. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2014 Utami Wahyuningsih
ii
DAFTAR ISI PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Hasil Penelitian KERANGKA PEMIKIRAN METODE Desain, Waktu, dan Tempat Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Karakteristik Contoh Frekuensi Konsumsi Pangan Asupan Energi dan Zat Gizi Energi dan Zat Gizi dari Makanan dan Minuman yang disajikan oleh LAPAS Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Status Gizi Status Anemia SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
i ii iii iii 1 1 2 2 3 3 4 4 5 5 7 11 12 12 13 15 18 20 21 22 23 26 26 26 27 30 32
iii
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Jenis dan cara pengumpulan data primer penelitian Pengelompokan karakteristik contoh Tingkat kecukupan energi dan protein Klasifikasi status gizi remaja berdasarkan IMT/U Klasifikasi status gizi remaja berdasarkan IMT Klasifikasi status anemia pada remaja laki-laki berdasarkan kelompok umur Sebaran contoh berdasarkan karakteristik contoh Frekuensi konsumsi serelia dan umbi-umbian contoh Frekuensi konsumsi pangan sumber protein hewani dan nabati contoh Frekuensi konsumsi buah-buahan dan sayuran contoh Frekuensi konsumsi pangan berbahan dasar tepung (makanan sepinggan dan snack) contoh Rata-rata asupan gizi dan persen AKG contoh Rata-rata energi dan gizi dari makanan dan minuman yang disajikan oleh LAPAS Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan zat besi dan vitamin C Sebaran contoh berdasarkan status gizi Sebaran contoh berdasarkan status anemia Crosstab tingkat kecukupan protein dengan status anemia contoh
6 7 9 10 10 10 14 16 16 17 18 19 20 22 22 23 24 25
DAFTAR GAMBAR 1
Kerangka pemikiran asupan energi dan zat gizi, status gizi, dan status anemia pada remaja laki-laki dengan kasus narkoba di lembaga pemasyarakatan
4
PENDAHULUAN Latar Belakang Kualitas suatu bangsa tercermin dari kualitas sumberdaya manusia yang dimilikinya. Remaja adalah aset negara sebagai generasi penerus bangsa nantinya. Sebagai generasi penerus bangsa para remaja ini harus mempunyai kualitas yang baik, yaitu memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, dan kesehatan yang prima. Perubahan gaya hidup masyarakat dewasa ini mengakibatkan adanya perubahan pada pergaulan di kalangan remaja seperti merokok, seks bebas, dan salah satunya yang masih menjadi masalah utama adalah penyalahgunaan narkoba. Peredaran dan penyalahgunaan narkoba di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Jumlah pecandu narkoba di Indonesia berdasarkan survey Badan Narkotika Nasional (BNN) pada tahun 2008 adalah sebanyak 1.99% dari jumlah penduduk atau sekitar 3.3 juta orang. Sekitar 1.3 juta orang di antaranya adalah pelajar atau mahasiswa yang masih digolongkan sebagai remaja. Data Direktorat Tindak Pidana Narkoba pada Maret 2012 menyebutkan bahwa jumlah tersangka kasus narkoba berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2011 adalah sebanyak 173286 orang berjenis kelamin laki-laki dan 16026 orang berjenis kelamin perempuan. Sementara itu jumlah tersangka kasus narkoba berdasarkan kelompok umur remaja pada tahun 2011 adalah sebanyak 561 orang berada pada kelompok umur <16 tahun dan 9635 orang berada pada kelompok umur 16-19 tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa sudah semakin bebasnya pergaulan para remaja terutama dalam penyalahgunaan narkoba, sehingga berdampak buruk pada kualitas sumberdaya manusia terutama remaja sebagai generasi penerus bangsa. Upaya pemerintah dalam mengatasi masalah penyalahgunaan narkoba ini adalah rehabilitasi penyalahgunaan narkoba dan pemberian sanksi pidana yaitu hukuman penjara. Pemberian sanksi pidana berupa hukuman penjara bertujuan untuk membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab (Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995). Untuk mencapai tujuan tersebut yang paling penting adalah pemulihan kesehatan dari para narapidana (pecandu narkoba) tersebut. Faktor yang paling mempengaruhi pemulihan kesehatan adalah konsumsi pangan. Konsumsi pangan yang baik dibutuhkan untuk melengkapi gizi yang hilang karena kerusakan oleh obat secara langsung pada tubuh. Menurut Islam et al. (2002), penelitian di Dhaka menunjukkan bahwa narkoba berpengaruh nyata menurunkan indeks massa tubuh (IMT), hemoglobin, protein total serum, dan kadar albumin. Selain itu, sekitar 74% pecandu narkoba mengalami defisiensi gizi, sehingga sangat diperlukan gizi yang adekuat dalam proses pemulihan narkoba. Pecandu narkoba ini pun cenderung memiliki kebiasaan makan yang buruk karena pengaruh narkoba yang mereka konsumsi. Kebiasaan makan yang buruk ini biasanya masih terbawa ke dalam penjara karena
2
masih dalam pengaruh narkoba walaupun sudah tidak terlalu kuat. Hal ini dapat mempengaruhi konsumsi pangan narapidana tersebut seperti tidak nafsu makan. Padahal konsumsi pangan berperan dalam pemenuhan kebutuhan zat gizi, sehingga zat gizi tersebut dapat menyediakan tenaga bagi tubuh, mengatur proses metabolisme dalam tubuh, memperbaiki jaringan tubuh serta pertumbuhan. Jika konsumsi pangan narapidana tersebut kurang dan ditambah masih adanya pengaruh narkoba dalam tubuh, maka masalah status gizi kurang dan anemia akan muncul. Prevalensi anemia di dunia cukup tinggi, terutama di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Menurut Ahmed (2000), meskipun ada kecenderungan penurunan anemia pada remaja selama tiga dekade terakhir namun besarnya masalah anemia masih tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat yang signifikan. Data nasional menunjukkan prevalensi anemia pada remaja sebesar 26.5-30% (Depkes 2005). Sebagian besar penyebab anemia terjadi karena defisiensi zat besi. Meskipun demikian anemia dapat juga terjadi karena rendahnya asupan zat gizi mikro lainnya seperti asam folat, vitamin A, vitamin C dan vitamin B12. Oleh karena itu, peneliti ingin menganalisis lebih lanjut mengenai asupan gizi, status gizi, dan status anemia pada remaja laki-laki dengan kasus narkoba di lembaga pemasyarakatan anak pria kota Tangerang.
Perumusan Masalah Salah satu masalah gizi utama yang prevalensinya masih tinggi adalah anemia. Anemia dialami oleh berbagai kelompok masyarakat. Kelompok masyarakat yang prevalensi anemianya masih tinggi salah satunya adalah remaja. Remaja yang mengonsumsi narkoba diduga rentan terhadap penyakit anemia ini. Anemia juga dipengaruhi oleh kurangnya asupan energi dan zat gizi, salah satunya adalah zat besi. Melihat masih tingginya masalah anemia yang dialami oleh remaja pengguna narkoba dan besarnya pengaruh asupan energi dan zat gizi terhadap anemia, maka diperlukan penelitian mengenai hubungan pola konsumsi dengan status Hb pada remaja laki-laki dengan kasus narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Kelas IIA Kota Tangerang.
Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis asupan energi dan zat gizi, status gizi, dan status anemia pada remaja laki-laki dengan kasus narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Kelas IIA Kota Tangerang. Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi karakteristik contoh (umur, pendidikan, besar keluarga, jenis narkoba yang dipakai, alasan memakai narkoba, lama memakai narkoba, lama masa hukuman, lama waktu di penjara, dan riwayat penyakit).
3
2. Menganalisis asupan energi dan zat gizi (protein, zat besi, dan vitamin C). 3. Menganalisis tingkat kecukupan energi dan zat gizi (protein, zat besi, dan vitamin C). 4. Menganalisis status gizi dan status anemia contoh.
Kegunaan Hasil Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data atau informasi mengenai tingkat kecukupan energi dan zat gizi (protein, zat besi dan vitamin C), serta status gizi dan status anemia contoh di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Kelas IIA Kota Tangerang. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan oleh peneliti selanjutnya untuk pengembangan penelitian dengan topik serupa. Bagi Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Kota Tangerang penelitian ini dapat meningkatkan perbaikan asupan energi dan zat gizi narapidana dalam rangka peningkatkan derajat kesehatan dan perbaikan status gizi narapidana.
KERANGKA PEMIKIRAN Lembaga pemasyarakatan (LAPAS) merupakan tempat para narapidana melaksanakan pembinaan dalam rangka membentuk narapidana tersebut agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995). Narapidana dalam penelitian ini adalah remaja laki-laki dengan kasus penyalahgunaan narkoba. LAPAS juga merupakan tempat agar para narapidana tersebut menghilangkan pengaruh narkoba. Narapidana ini membutuhkan pola konsumsi yang baik untuk memperbaiki kesehatan dan status gizi di mana mereka juga masih dalam masa pertumbuhan. Asupan energi dan zat gizi narapidana dipengaruhi oleh menu yang disediakan LAPAS dan makanan dari luar LAPAS. Faktor lain yang mempengaruhi asupan di antaranya adalah karakteristik individu seperti umur, jenis narkoba, lama pemakaian narkoba, lama waktu di penjara, dan riwayat penyakit. Asupan energi dan zat gizi narapidana juga secara langsung mempengaruhi tingkat kecukupan energi dan zat gizi narapidana. Asupan energi dan zat gizi dari makanan yang dikonsumsi akan mempengaruhi status gizi dan status anemia narapidana tersebut. Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi, penyerapan, dan penggunaan pangan di dalam tubuh (Riyadi 2006), sedangkan status anemia berhubungan dengan kadar hemoglobin yang ada di dalam tubuh. Bahan dasar pembentukan hemoglobin darah adalah protein dan zat besi disamping itu dibutuhkan zat aktif yang memacu penyerapan zat besi yaitu vitamin C. Dengan demikian jika tubuh kekurangan asupan gizi, maka akan terjadi status gizi kurang dan pembentukan hemoglobin darah akan menjadi berkurang atau biasa disebut anemia. Bagan kerangka pemikiran asupan energi
4
dan zat gizi, status gizi, dan status anemia pada remaja laki-laki dengan kasus narkoba di lembaga pemasyarakatan ditampilkan sebagai berikut. Makanan dari luar LAPAS
Makanan dari dalam LAPAS
Karakteristik Contoh : • Usia • Jenis narkoba yang digunakan • Lama pemakaian narkoba • Lama waktu di penjara • Riwayat Penyakit
Konsumsi Makanan : • Asupan gizi • Tingkat kecukupan gizi
Status Gizi dan Status Anemia Keterangan : = variabel yang diteliti = hubungan yang tidak dianalisis
Gambar 1 Kerangka pemikiran asupan energi dan zat gizi, status gizi, dan status anemia pada remaja laki-laki dengan kasus narkoba di lembaga pemasyarakatan
METODE Desain, Waktu, dan Tempat Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study. Penelitian ini dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Kelas IIA, Kota Tangerang. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling dengan pertimbangan bahwa lembaga pemasyarakatan anak ini yang digunakan untuk wilayah DKI Jakarta, Propinsi Jawa Barat, Banten dan Serang. Selain itu,
5
lokasinya juga strategis dan mudah dijangkau. Pengambilan data penelitian ini berlangsung selama dua bulan, yaitu dari bulan Juni hingga bulan Juli 2013.
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh narapidana dengan kasus narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Kelas IIA sebanyak 80 orang. Contoh dalam penelitian ini dipilih secara purposive. Kriteria inklusi contoh dalam penelitian ini adalah dipenjara karena memakai narkoba, minimal berada dalam lembaga pemasyarakatan selama 3 bulan, dalam keadaan sehat, tidak memiliki penyakit kronis, dan bersedia dijadikan contoh dalam penelitian ini. Berdasarkan kriteria inklusi tersebut, maka diperoleh besar populasi dalam penelitian ini sebanyak 80 orang. Jika besar populasi (N) diketahui, maka perhitungan ukuran minimal contoh menggunakan pendekatan proporsi dengan rumus Lemeshowb et al. (1997) sebagai berikut:
Keterangan: z = 1,96 n = jumlah contoh minimal yang diperlukan N = populasi penelitian p = prevalensi anemia pada remaja di Indonesia berdasarkan Parmaesih dan Herman (2005), yaitu 25.5% α = derajat kepercayaan (0,05) d = presisi (limit error = 10% atau 0,1)
Berdasarkan rumus Lemeshowb et al. (1997) di atas, maka ukuran minimal contoh yang dipilih sebanyak 38 contoh. Untuk mengantisipasi drop out ditambah 10% dari ukuran minimal contoh sehingga menjadi 42 contoh.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer meliputi karakteristik contoh, konsumsi makanan dan minuman, frekuensi konsumsi pangan, porsi makanan dan minuman yang disajikan oleh LAPAS, status gizi, dan status anemia contoh. Data sekunder meliputi profil Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Kelas IIA Kota Tangerang dan data rekam medik contoh. Secara keseluruhan jenis dan cara pengumpulan data primer penelitian ini disajikan pada Tabel 1. Data karakteristik contoh dikumpulkan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner karakteristik contoh. Data karakteristik contoh meliputi umur, pendidikan, besar keluarga, jenis narkoba yang dipakai, alasan memakai narkoba, lama memakai narkoba, lama masa hukuman, lama waktu di penjara, dan riwayat penyakit. Data konsumsi makanan dan minuman contoh yang
6
dikumpulkan meliputi jumlah dan jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi (pagi, siang, malam, dan selingan) selama 2 hari dengan cara menimbang (food weighing) dan wawancara dengan menggunakan kuesioner Food Recall. Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data primer penelitian Cara Pengumpulan Jenis Data Data yang Dikumpulkan Data - Umur - Pendidikan - Besar keluarga Wawancara dengan - Jenis narkoba yang digunakan Karakteristik menggunakan - Alasan memakai narkoba Contoh kuesioner karakteristik - Lama memakai narkoba contoh. - Lama masa hukuman - Lama waktu di penjara - Riwayat penyakit - Jumlah dan jenis makanan dan Menggunakan minuman yang dikonsumsi kombinasi metode (pagi, siang, malam selingan) Food Weighing dan Food Recall selama 2 hari (dari LAPAS & Konsumsi luar LAPAS) Makanan - Jenis dan frekuensi makanan Wawancara dengan dan minuman yang dikonsumsi menggunakan selama 1 bulan kuesioner Food Frequency Porsi makanan dan minuman - Jumlah dan jenis makanan dan Metode penimbangan yang minuman yang disediakan (food weighing) disediakan selama 2 hari oleh LAPAS Penimbangan berat badan menggunakan Status Gizi - Berat Badan (kg) timbangan injak dan berdasarkan - Tinggi Badan (cm) pengukuran tinggi IMT/U badan menggunakan microtoise Metode Status Cyanmethemoglobin - Kadar hemoglobin (Hb) darah Anemia dengan menggunakan alat spektrofotometer. Selain itu, juga diambil data jenis dan frekuensi makanan yang dikonsumsi selama 1 bulan terakhir dengan menggunakan kuesioner Food Frequency. Data porsi makanan dan minuman yang disajikan oleh LAPAS yang dikumpulkan meliputi jumlah dan jenis makanan dan minuman yang disediakan oleh LAPAS selama 2 hari, data tersebut dikumpulkan dengan cara menimbang (food weighing) sebelum dikonsumsi oleh contoh. Data status gizi dikumpulkan dengan cara penimbangan berat badan menggunakan timbangan injak dan pengukuran tinggi
7
badan menggunakan microtoise. Data status anemia contoh dikumpulkan dengan cara mengukur kadar hemoglobin contoh. Untuk mengukur kadar hemoglobin tersebut dilakukan pemeriksaan dan pengambilan darah contoh yang dilakukan oleh tenaga ahli laboratorium kesehatan daerah Kabupaten Tangerang. Penentuan kadar hemoglobin menggunakan metode Cyanmethemoglobin dengan menggunakan alat spektrofotometer untuk mengukur kepekatan warna sel darah merah. Data profil Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Kelas IIA meliputi gambaran umum lembaga pemasyarakatan dan data jumlah narapidana dengan kasus narkoba (2013). Data rekam medik contoh meliputi obat yang dikonsumsi contoh selama 1 bulan terakhir.
Pengolahan dan Analisis Data Proses pengolahan data yang dilakukan meliputi coding, entry, cleaning, pengelompokan data, dan analisis. Selanjutnya data yang telah dikumpulkan tersebut diolah dan dianalisis secara deskriptif. Pengolahan dan analisis data menggunakan Microsoft Excel 2007. Karakteristik contoh Data karakteristik contoh yang meliputi umur, pendidikan, besar keluarga, jenis narkoba yang dipakai, alasan memakai narkoba, lama memakai narkoba, lama masa hukuman, dan lama waktu di penjara dikelompokkan dan dianalisis secara deskriptif. Secara keseluruhan pengelompokan karakteristik contoh disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Pengelompokan karakteristik contoh Variabel Kelompok Sumber Acuan - Remaja awal (11-13 tahun) - Remaja pertengahan Soetijiningsih Umur (14-16 tahun) (2007) - Remaja akhir (17-20 tahun) - < 6 tahun Lama pendidikan - 6-9 tahun - 9-12 tahun - Keluarga Kecil (< 4 orang) BKKBN - Keluarga Sedang Besar keluarga (5-7 orang) (1998) - Keluarga Besar (≥ 8 orang) - Narkotika - Psikotropika Jenis narkoba - Narkotika dan Psikotropika
8
Lanjutan Tabel 2 Pengelompokan karakteristik contoh Variabel Kelompok Sumber Acuan - 1-2 tahun - 3-4 tahun Lama memakai narkoba - 5-6 tahun - 7-8 tahun - 12-24 bulan Lama masa hukuman - 25-48 bulan - 49-60 bulan - 3-15 bulan - 16-28 bulan Lama waktu di penjara - 29-41 bulan - 42-54 bulan Frekuensi Konsumsi Pangan Frekuensi konsumsi pangan diperoleh dari kuisioner Food Frequency. Data frekuensi harian dan bulanan dikonversi menjadi frekuensi mingguan. Data frekuensi mingguan seluruh contoh dijumlahkan dan dibagi dengan jumlah contoh. Asupan Energi dan Zat Gizi Asupan energi dan zat gizi contoh diperoleh dari konsumsi makanan dan minuman. Data konsumsi makanan contoh diolah dengan cara mengelompokkan makanan dan minuman yang dikonsumsi contoh dalam golongan bahan makanan, seperti nasi, lauk-pauk, sayur, buah, dan minuman dengan satuan URT kemudian dikonversikan ke dalam bentuk energi, protein, zat besi, dan vitamin C dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Asupan energi dan zat gizi dari bahan makanan dihitung dengan menggunakan rumus berikut (Hardinsyah & Briawan 1994): KGij = (Bj/100) x Gij x (BDD/100) Keterangan: KGij : Kandungan zat gizi i dari pangan j dengan berat B gram Bj : Jenis pangan j (g) Gij : Kandungan zat gizi i dalam 100 g BDD pangan j BDD : Persen pangan j yang dapat dimakan (%BDD) Energi dan Zat Gizi dari Makanan dan Minuman yang Disediakan oleh LAPAS Energi dan zat gizi diperoleh dari jumlah dan jenis makanan dan minuman yang disediakan oleh LAPAS. Data porsi makanan dan minuman diolah dengan cara mengelompokkan makanan dan minuman yang disediakan dalam golongan bahan makanan, seperti nasi, lauk-pauk, sayur, buah, dan minuman dengan satuan URT kemudiandikonversikan ke dalam bentuk energi, protein, zat besi, dan vitamin C dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM).
9
Ketersediaan energi dan zat gizi dari bahan makanan dihitung dengan menggunakan rumus berikut (Hardinsyah & Briawan 1994): KGij = (Bj/100) x Gij x (BDD/100) Keterangan: KGij : Kandungan zat gizi i dari pangan j dengan berat B gram Bj : Jenis pangan j (g) Gij : Kandungan zat gizi i dalam 100 g BDD pangan j BDD : Persen pangan j yang dapat dimakan (%BDD) Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Tingkat kecukupan energi dan zat gizi dalam penelitian ini diperoleh dari perbandingan asupan energi dan zat gizi contoh dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) sesuai dengan umur dan berat badan masing-masing contoh. Untuk menghitung AKG dari energi, protein, zat besi, dan vitamin C contoh digunakan rumus: AKGI = (Ba/Bs) x AKG Keterangan: AKGI = Angka kecukupan gizi contoh Ba = Berat badan aktual sehat (kg) Bs = Berat badan standar (kg) AKG = Angka kecukupan energi dan protein yang dianjurkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG 2012) Tingkat kecukupan energi dan zat gizi dihitung berdasarkan angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan menurut umur dan berat badan sehat (WNPG 2012), sedangkan bagi individu dengan status gizi kurus atau gemuk, maka digunakan berat badan ideal sehingga AKG individu kurus atau gemuk sama dengan AKG menurut WNPG (2012). Untuk menghitung berat badan ideal contoh digunakan rumus: BBI = (TB – 100) – 10% (TB – 100) Tingkat kecukupan energi, protein, zat besi, dan vitamin C dihitung menggunakan rumus (Hardinsyah & Tambunan 2004): TKG = (K/AKGI) x 100 Keterangan: TKG = Tingkat kecukupan energi dan zat gizi K = Konsumsi energi dan zat gizi AKGI = Angka kecukupan gizi contoh Tabel 3 Tingkat kecukupan energi dan protein Klasifikasi Tingkat Kecukupan Zat Gizi Lebih ≥120 % Normal 90-119% Defisit Ringan 80-89% Defisit Sedang 70-79% Defisit Berat <70% (Depkes 1996) Tingkat kecukupan energi dan protein diklasifikasikan berdasarkan standar Depkes (1996) yang disajikan pada Tabel 3. Konsumsi vitamin dan mineral sehari
10
dikategorikan berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan vitamin dan mineral menurut Gibson (2005) yaitu, kurang (<77% AKG) dan cukup (≥ 77%AKG). Status Gizi Data status gizi dalam penelitian ini berdasarkan Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U) untuk remaja umur 15-18 tahun sedangkan untuk remaja umur 19-20 tahun menggunakan IMT. Z-score IMT/U dihitung dengan menggunakan software WHO Anthroplus 2007. Status gizi remaja umur 15-18 tahun diklasifikasikan berdasarkan standar Kemenkes (2010) yang disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Klasifikasi status gizi remaja berdasarkan IMT/U Klasifikasi Ambang Batas Z-score Sangat kurus <-3 SD Kurus -3 SD sampai dengan <-2 SD Normal -2 SD sampai dengan 1 SD Gemuk >1 SD sampai dengan 2 SD Obesitas >2 SD (Kemenkes 2010). Status gizi remaja umur 19-20 tahun diklasifikasikan berdasarkan standar WHO (2004) yang disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Klasifikasi status gizi remaja berdasarkan IMT Klasifikasi IMT (kg/m2) Kurus <18.5 Normal 18.5-24.9 Overweight 25-29.9 Obes I 30-34.9 Obes II 35-39.9 Obes III ≥40 (WHO 2004) Status Anemia Status anemia dinilai dengan mengukur kadar hemoglobin (Hb) darah dengan metode cynmethemoglobin dengan membandingkan hasil pemeriksaan kadar Hb contoh dengan batas normal kadar Hb. Jika kadar hemoglobin contoh di bawah batas normal, maka contoh dinyatakan mengalami anemia. Berikut disajikan klasifikasi status anemia pada remaja laki-laki berdasarkan kelompok umur pada Tabel 6. Tabel 6 Klasifikasi status anemia pada remaja laki-laki berdasarkan kelompok umur Kategori Umur Kadar Hb (g/dl) Anemia 12-14 tahun <12 >14 tahun <13 Non-anemia 12-14 tahun 12 >14 tahun 13 (FAO/WHO 2001)
11
Analisis Data Hasil pengolahan data dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel. Hasil tersebut kemudian dianalisis secara deskriptif. Analisis deskriptif dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi, rata-rata, dan standar deviasi. Data yang akan dianalisis secara deskriptif meliputi karakteristik, status gizi, status anemia, asupan, tingkat kecukupan, dan ketersediaan.
Definisi Operasional Contoh adalah anak remaja laki-laki berumur 13-22 tahun, dipenjara karena memakai narkoba, minimal berada dalam lembaga pemasyarakatan selama 3 bulan, dalam keadaan sehat, dan tidak memiliki penyakit kronis. Konsumsi pangan adalah semua makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh contoh baik yang disediakan oleh LAPAS atau dari luar LAPAS yang diukur dengan metode food recalldan food weighing. Makanan dan minuman dari dalam LAPAS adalah makanan dan minuman yang disediakan oleh pengelola LAPAS. Makanan dan minuman dari luar LAPAS adalah makanan dan minuman selain yang disediakan oleh pengelola LAPAS, bisa berasal dari pemberian pengunjung. Asupan Energi dan Zat Gizi adalah jumlah energi dan zat gizi contoh yang dikonsumsi dan diperoleh dari makanan dan minuman yang dihitung dari 2 hari penimbangan makanan dan recall. Kadar Hemoglobin adalah jumlah atau banyaknya hemoglobin dalam darah contoh yang dinyatakan dalam gram/desiliter (g/dl). Status Gizi adalah keadaan gizi contoh yang dihitung berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut umur. Status Anemia adalah keadaan di mana jika kadar hemoglobin contoh di bawah normal. Angka Kecukupan Gizi adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi yang diperlukan tubuh untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua populasi menurut kelompok umur, jenis kelamin, dan kondisi fisiologis tertentu, seperti hamil dan menyusui. Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi adalah nilai yang menunjukkan pemenuhan asupan energi dan zat gizi terhadap kebutuhan energi dan zat gizi contoh. Energi dan Zat Gizi adalah energi dan zat gizi yang terkandung dalam makanan yang sangat penting bagi kehidupan, dalam penelitian ini zat gizi yang dimaksud adalah protein, zat besi, dan vitamin C. Narkoba adalah zat kimia yang dikonsumsi oleh contoh yang dapat mengubah keadaan psikologi contoh seperti perasaan, pikiran, suasana hati serta perilaku (narkotika dan psikotropika). Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
12
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Contohnya adalah ganja. Psikotropika adalah suatu zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Contohnya adalah shabu. Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat tinggal sementara dan pembinaan contoh selama menjalani masa hukuman karena kasus penyalahgunaan narkoba.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Pria Kelas IIA Kota Tangerang dibangun Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1925 di atas tanah seluas 12150 m2 dan luas bangunan 3350 m2 dengan kapasitas hunian 220 anak. Saat ini LAPAS Anak Pria Tangerang berada di bawah Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Proponsi Banten.LAPAS Anak Pria Tangerang beralamat di Jalan Daan Mogot Nomor 29 c, Tangerang. Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang merupakan LAPAS anak terbesar di Indonesia, dengan jumlah Anak Didik Pemasyarakatan pada bulan Februari 2013 sebanyak 212 anak. Terdapat beberapa tindak pidana yang sering dilakukan oleh Anak Didik Pemasyarakatan, diantaranya adalah ketertiban, kesusilaan, pembunuhan, penganiyaan, pencurian, perampokan, penggelapan, penadahan, narkotika, dan perlindungan anak, akan tetapi tindak pidana yang paling sering dilakukan adalah narkotika. Fasilitas-fasilitas yang terdapat di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang terdiri dari ruang perkantoran, fasilitas kesehatan, ruang pendidikan/kelas, ruang tidur/blok hunian, perpustakaan, sarana ibadah (masjid dan gereja), sarana olahraga (lapangan sepak bola, voli, bulu tangkis indoor, dan kegiatan olahraga lainnya), gudang, bengkel kerja/ruang kegiatan kerja, ruang karantina, koperasi, dapur, serta kamar mandi dan sumber air. Fasilitas kesehatan terdiri dari dua buah ruangan yang disebut Poliklinik. Ruangan pertama merupakan ruang terima pasien sekaligus tempat memeriksa pasien. Sedangkan ruang kedua merupakan tempat merawat bagi pasien yang harus “rawat inap”. Petugas yang bertugas di poliklinik ini berjumlah 6 orang yaitu terdiri dari 2 orang dokter, 3 orang perawat, dan 1 orang psikolog. Proses penyelenggaraan makanan LAPAS Anak Pria Tangerang secara umum pelaksanaanya di bawah Sub Seksi Bimbingan Kemasyarakatan, kecuali proses pembelanjaan. Pelaksanaan tugas produksi bahan makanan, dibantu oleh panitia pengadaan barang, panitia penerimaan barang, serta beberapa anak binaan yang berperan dalam proses pengolahan dan distribusi makanan. Proses penerimaan barang, pengolahan dan distribusi makanan dilakukan di dapur. Petugas yang bertugas di dapur berjumlah 6 orang yaitu terdiri dari 2 pengawas dapur dan 4 orang pengolah makanan (anak binaan).
13
Karakteristik Contoh Contoh yang terpilih berdasarkan kriteria inklusi dan perhitungan ukuran contoh minimal dalam penelitian ini adalah sebanyak 42 orang. Sebanyak 2 orang contoh dalam penelitian ini mengalami drop out karena sudah keluar dari penjara dan takut dengan alat suntik sehingga jumlah contoh dalam penelitian ini menjadi 40 orang. Umur contoh dalam penelitian ini berkisar antara 15 sampai 20 tahun dengan rata-rata 17.8±1.2 tahun. Menurut Stang (2008), masa remaja terbagi ke dalam tiga aspek yaitu masa remaja awal (13-15 tahun), masa remaja pertengahan (15-17 tahun), dan masa remaja akhir (18-21 tahun). Soetijiningsih (2007) juga mengelompokkan masa remaja menjadi tiga yaitu masa remaja awal (11-13 tahun), masa remaja pertengahan (14-16 tahun), dan masa remaja akhir (17-20 tahun). Oleh sebab itu, contoh dalam penelitian ini masih dapat dikatakan remaja. Sebagian besar contoh berada pada rentang umur 17-20 tahun (90%) yang tergolong sebagai remaja akhir dan sisanya berumur 14-16 tahun (10%) yang tergolong sebagai remaja pertengahan (Tabel 7). Hasil penelitian Islam et al, (2000) di Bangladesh juga menyebutkan bahwa kebanyakan pecandu narkoba adalah remaja. Contoh adalah anak didik pemasyarakatan yaitu anak pidana. Anak pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di LAPAS anak (Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995). Walaupun demikian contoh tetap dapat melanjutkan pendidikan formalnya di dalam LAPAS. Sebagian besar contoh (67.5%) telah menempuh pendidikan selama 12 tahun atau setara dengan SMA. Contoh dengan tingkat pendidikan SMA ini ada yang sudah tamat SMA dan ada juga yang masih duduk di bangku SMA. Sebanyak 22.5% contoh telah menempuh pendidikan selama 6-9 tahun atau setara dengan duduk di bangku SMP dan sisanya (10%) telah menempuh pendidikan selama kurang dari 6 tahun atau setara dengan duduk di bangku SD. Apabila dibandingkan dengan sebaran umur contoh terlihat bahwa umur contoh tidak sesuai dengan tingkat pendidikan yang seharusnya. Umur contoh berkisar antara 15-20 tahun, hal ini berarti seharusnya contoh berada di bangku SMP sampai SMA namun ada beberapa contoh yang masih duduk di bangku SD. Hal ini disebabkan contoh sebelum masuk LAPAS mengalami putus sekolah kemudian pada saat masuk LAPAS contoh diwajibkan melanjutkan pendidikannya walaupun umurnya tidak sesuai dengan tingkat pendidikannya. Keluarga mempunyai peranan penting dalam tumbuh kembang dan pembentukan kepribadian anak. Menurut Hastuti (2008), semakin banyak jumlah anggota keluarga interaksi interpersonal semakin kompleks. Adanya kepadatan dalam keluarga akan mempengaruhi pola hubungan antar anggota keluarga sehingga komunikasi antara anggota keluarga tidak berjalan sebagaimana mestinya. Sebanyak 47.5% contoh memiliki keluarga sedang atau berjumlah 5 sampai 7 orang (Tabel 7). Narkoba terbagi atas 3 jenis yaitu narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. Sebagian besar contoh menggunakan narkoba jenis narkotika yaitu sebanyak 82.5%, sedangakan sisanya menggunakan psikotropika sebanyak 7.5% dan keduanya (narkotika dan psikotropika) sebanyak 10% (Tabel 7). Jenis
14
narkotika yang digunakan oleh contoh adalah ganja dan tramadol, sedangkan jenis psikotropika yang digunakan yaitu shabu-shabu, inex, dan alprazolam (calmlet). Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik contoh Karakteristik Contoh Jumlah (n) Persentase (%) Umur Remaja awal (11-13 tahun) 0 0 Remaja pertengahan (14-16 tahun) 4 10 Remaja akhir (17-20 tahun) 36 90 Total 40 100 Lama pendidikan < 6 tahun 4 10 6-9 tahun 9 22.5 9-12 tahun 27 67.5 Total 40 100 Besar keluarga Keluarga kecil (≤ 4 orang) 15 37.5 Keluarga sedang (5-7 orang) 19 47.5 Keluarga besar (≥ 8 orang) 6 15 Total 40 100 Jenis narkoba Narkotika 33 82.5 Psikotropika 3 7.5 Narkotika dan Psikotropika 4 10 Total 40 100 Lama memakai narkoba 1-2 tahun 16 40 3-4 tahun 14 35 5-6 tahun 6 15 7-8 tahun 4 10 Total 40 100 Lama masa hukuman 12-24 bulan 11 27.5 25-48 bulan 19 47.5 49-60 bulan 10 25 Total 40 100 Lama waktu dipenjara 3-15 bulan 21 52.5 16-28 bulan 12 30 29-41 bulan 6 15 42-54 bulan 1 2.5 Total 40 100 Hampir seluruh contoh menggunakan ganja (90%). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Pusat Penelitian Kesehatan UI dan BNN (2009) tahun 2008 di 17 provinsi di Indonesia yang menyebutkan bahwa ganja merupakan jenis narkotika yang paling banyak dipakai, yaitu oleh 92% contoh. Hasil penelitian lain juga menyebutkan sebanyak 59% contoh menggunakan ganja sebagai narkotika yang
15
digunakan (Islam et al. 2000). Contoh dalam penelitian ini juga menyebutkan bahwa ganja mudah didapatkan dan harganya murah. Alasan contoh menggunakan narkoba berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Beberapa alasan yang contoh utarakan seperti coba-coba, diajak oleh kakak, diajak oleh teman, ikut-ikutan, menghilangkan stress, pergaulan, supaya enak dan buat senang-senang. Dari beberapa alasan yang diutarakan oleh contoh, alasan penggunaan narkoba yang paling banyak diutarakan oleh contoh adalah diajak oleh teman atau pengaruh dari teman (50%). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Junaiedi (2012) bahwa terdapat aspek pengaruh teman yang menyebabkan seseorang menggunakan narkoba. Contoh dalam penelitian ini masih dalam kategori remaja dan lama penggunaan narkobanya pun berbeda-beda. Lama penggunaan narkoba oleh contoh dalam penelitian ini berkisar antara 1 sampai 8 tahun dengan rata-rata 3.4±1.9 tahun. Hal ini menunjukkan ada contoh yang menggunakan narkoba sejak duduk di bangku sekolah dasar. Sebagian besar contoh, yaitu sebesar 40% menggunakan narkoba selama 1-2 tahun (Tabel 7). Setelah contoh diputuskan bersalah oleh pengadilan kemudian contoh diberi hukuman pidana penjara dengan jangka waktu berbeda-beda. Lama masa hukuman contoh ini berbeda-beda tergantung pada berat ringannya kesalahan yang dilakukan. Lama masa hukuman yang dijalani contoh berkisar antara 12 sampai 60 bulan dengan rata-rata 36.6±13.4 bulan. Hampir separuh contoh (47.5%) memiliki masa hukuman selama 25-48 bulan (Tabel 7). Contoh akan menjalani masa hukuman pidana mereka di dalam penjara. Lama contoh di dalam penjara untuk menjalani masa hukumannya pun berbedabeda. Lama contoh di dalam penjara berkisar antara 3 sampai 54 bulan dengan rata-rata 18.4±10.8 bulan. Sebagian besar contoh (52.5%) sudah menjalani masa hukumannya atau berada di dalam penjara selama 3-15 bulan (Tabel 7). Penyakit yang pernah diderita contoh pada umumnya adalah penyakit yang bersifat ringan. Berdasarkan hasil wawancara dengan contoh penyakit yang pernah diderita oleh contoh yaitu demam, tifoid, demam berdarah, liver, maag, gatal-gatal, cacar, dan overdosis. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan petugas kesehatan LAPAS penyakit yang paling sering diderita para penghuni LAPAS adalah scabies atau yang sering mereka sebut dengan gatal-gatal.
Frekuensi Konsumsi Pangan Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat-zat gizi. Kekurangan dan kelebihan dalam jangka waktu yang lama akan berakibat buruk terhadap kesehatan. Kebutuhan akan energi dan zat gizi bergantung pada berbagai faktor seperti umur, jenis kelamin, berat badan, iklim, dan aktivitas fisik (Almatsier 2009). Frekuensi konsumsi pangan diukur untuk mengetahui pangan apa saja yang dikonsumsi contoh sehari-hari. Data yang diperoleh berupa data kualitatif sehingga diketahui pangan apa saja yang sering dikonsumsi. Frekuensi konsumsi pangan mempengaruhi jumlah asupan makanan bagi individu dimana hal tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat kecukupan gizi (Sukandar 2007). Frekuensi konsumsi pangan dibagi 4 bagian yaitu frekuensi konsumsi serealia dan
16
umbi-umbian, pangan sumber protein hewani dan nabati, buah-buahan dan sayuran, dan pangan berbahan dasar tepung (makanan sepinggan dan snack). Jenis pangan yang terdapat pada masing-masing tabel frekuensi konsumsi pangan contoh merupakan tiga jenis pangan yang paling sering dikonsumsi oleh contoh. Frekuensi konsumsi serealia dan umbi-umbian contoh disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Frekuensi konsumsi serealia dan umbi-umbian contoh Serealia dan Umbi-umbian Frekuensi/minggu Nasi 17.7 Singkong 1.4 Kentang 1.4 Berdasarkan Tabel 8, jenis serealia dan umbi-umbian yang paling sering dikonsumsi adalah nasi, singkong, dan kentang. Nasi merupakan pangan yang dikonsumsi oleh semua contoh dengan frekuensi 17.7 kali per minggunya kemudian pada urutan kedua jenis serealia dan umbi-umbian yang paling sering dikonsumsi adalah singkong dengan frekuensi 1.4 kali per minggunya. Hal ini disebabkan singkong menjadi makanan selingan yang disediakan oleh LAPAS setiap hari. Sama halnya dengan singkong, kentang pun menjadi pangan yang dikonsumsi dengan frekuensi 1.4 kali per minggunya. Kentang bukan merupakan pangan yang disediakan oleh LAPAS namun menjadi pangan yang paling sering dikonsumsi, hal ini diduga karena contoh membeli kentang dari luar LAPAS. Serealia dan umbi-umbian yang juga dikonsumsi oleh contoh adalah jagung dan ubi jalar. Frekuensi konsumsi pangan sumber protein hewani dan nabati contoh disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Frekuensi konsumsi pangan sumber protein hewani dan nabati contoh Pangan Hewani dan Nabati Frekuensi/minggu Telur Ayam 2.2 Ikan Bawal 1.8 Daging Ayam 1.0 Tempe 4.2 Kacang Hijau 0.6 Kacang Tanah 0.4 Tiga jenis pangan sumber protein hewani yang paling sering dikonsumsi oleh contoh adalah telur ayam, ikan bawal, dan daging ayam. Telur ayam merupakan pangan yang berada pada urutan pertama yang paling sering dikonsumsi dengan frekuensi 2.2 kali per minggu. Hal ini disebabkan telur ayam dalam siklus menu 10 hari (Lampiran 1) disediakan 4 kali. Urutan kedua pangan hewani yang paling sering dikonsumsi adalah ikan bawal dengan frekuensi 1.8 kali per minggu. Seperti halnya telur ayam, ikan bawal dalam siklus menu 10 hari disediakan 2 kali. Daging ayam menjadi urutan ketiga pangan hewani yang paling sering dikonsumsi contoh dengan frekuensi 1.0 kali per minggu. Sama dengan kentang, daging ayam bukan merupakan pangan hewani yang disediakan oleh LAPAS namun menjadi pangan yang paling sering dikonsumsi, padahal LAPAS menyediakan pangan hewani lain yaitu daging sapi. Hal ini mungkin disebabkan kualitas daging sapi yang disediakan kurang bagus. Pangan hewani yang juga
17
dikonsumsi oleh contoh adalah daging sapi, telur asin, usus, susu, ikan asin, ikan tongkol, dan ikan mas. Jenis pangan sumber protein nabati yang paling sering dikonsumsi contoh adalah tempe, kacang hijau, dan kacang tanah. Tempe menjadi urutan pertama pangan nabati yang paling sering dikonsumsi dengan frekuensi 4.2 per minggu karena tempe menjadi satu-satunya jenis pangan nabati yang disediakan oleh LAPAS. Tempe dalam siklus menu 10 hari disediakan setiap hari minimal 1 kali. Selanjutnya ada kacang hijau yang menjadi jenis pangan nabati yang paling sering dikonsumsi contoh dengan frekuensi 0.6 kali per minggu, walaupun kacang hijau tidak disediakan oleh LAPAS namun contoh sering mengonsumsi kacang hijau tersebut yang berasal dari koperasi karyawan LAPAS dalam bentuk bubur kacang hijau. Kemudian yang terakhir adalah kacang tanah yang dikonsumsi dengan frekuensi 0.4 kali per minggu. Pangan nabati yang juga dikonsumsi oleh contoh adalah tahu dan susu kedelai. Frekuensi konsumsi buah-buahan dan sayuran contoh disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Frekuensi konsumsi buah-buahan dan sayuran contoh Buah-buahan dan Sayuran Frekuensi/minggu Pisang 1.9 Jeruk 0.3 Apel 0.04 Wortel 2.1 Sup Sayuran 1.2 Kangkung 1.2 Tiga jenis buah yang paling sering dikonsumsi adalah pisang, jeruk, dan apel. Pisang merupakan buah yang paling sering dikonsumsi oleh contoh dengan frekuensi 1.9 kali per minggu. Hal ini sama dengan tempe, pisang merupakan satu-satunya buah yang disediakan oleh LAPAS, namun jika pisang sedang sulit didapat maka bisa diganti dengan semangka atau papaya. Urutan kedua dan ketiga adalah jeruk dan apel dengan masing-masing frekuensi 0.3 kali dan 0.04 kali per minggunya. Jeruk dan apel tidak disediakan oleh LAPAS, contoh mendapatkan jeruk dan apel tersebut dari kunjungan keluarga. Buah-buahan yang juga dikonsumsi oleh contoh adalah mangga, papaya, durian, belimbing, semangka, dan pir. Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat jenis sayuran yang paling sering dikonsumsi adalah wortel, sup sayuran, dan kangkung. Wortel menjadi sayuran yang paling sering dikonsumsi dengan frekuensi 2.1 kali per minggu. Seringnya wortel dikonsumsi diduga karena wortel sering dijadikan isi dari berbagai masakan. Sup sayuran pun menjadi sayuran paling sering dikonsumsi dengan frekuensi 1.2 kali per minggu. Sup sayuran ini berisi daun bawang, wortel, sawi, dan kol. Sayuran terakhir adalah kangkung dengan frekuensi 1.2 kali per minggu. Sup sayuran, kangkung, wortel, dan berbagai macam sayuran lain merupakan sayuran yang disediakan oleh LAPAS. Sayuran yang juga dikonsumsi oleh contoh adalah kol, daun singkong, terong, sayur lodeh, toge, pecel sayur, buncis, sayur asem, bayam, kacang panjang, sawi, urap sayuran, labu siam, dan sayur kare. Frekuensi konsumsi pangan berbahan dasar tepung (makanan sepinggan dan snack) contoh disajikan pada Tabel 11.
18
Tabel 11 Frekuensi konsumsi pangan berbahan dasar tepung (makanan sepinggan dan snack) contoh Pangan Berbahan Dasar Frekuensi/minggu Tepung Mie 7.8 Bakso 0.7 Siomay 0.5 Roti 3.3 Bakwan 2.5 Biskuit 2.8 Pangan berbahan dasar tepung yang termasuk kategori makanan sepinggan yang paling sering dikonsumsi adalah mie, bakso, dan siomay. Mie termasuk pangan yang setiap hari dikonsumsi oleh contoh dengan frekuensi 7.8 kali per minggu. Hampir setiap contoh mengonsumsi mie setiap harinya, mie sangat mudah didapatkan oleh contoh karena terdapat di koperasi karyawan LAPAS dan seperti yang diketahui bahwa mie adalah pangan yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia dari segala kalangan. Kemudian terdapat bakso dan siomay yang menjadi pangan berbahan dasar tepung dalam kategori makanan sepinggan yang juga paling sering dikonsumsi dengan masing-masing frekuensi 0.7 kali dan 0.5 kali. Bakso dan siomay tidak tersedia di dalam LAPAS baik disediakan ataupun dijual di koperasi karyawan. Makanan tersebut dijual di luar LAPAS, contoh membelinya dengan cara menitip kepada petugas kebersihan yang bertugas di area luar LAPAS. Pangan berbahan dasar tepung (makanan sepinggan) yang juga dikonsumsi oleh contoh adalah pempek, batagor, dan kwetiau. Tiga jenis snack yang paling sering dikonsumsi oleh contoh adalah roti, bakwan, dan biskuit. Ketiga jenis snack ini tersedia di koperasi karyawan LAPAS dan contoh dapat dengan mudah untuk membelinya. Roti, biskuit, dan bakwan paling sering dikonsumsi dengan frekuensi masing-masing adalah 3.3, 2.5, dan 2.8 kali per minggu. Pangan berbahan dasara tepung (snack) yang juga dikonsumsi oleh contoh adalah gorengan (tempe, tahu, pisang, singkong), cakue, dan risol.
Asupan Energi dan Zat Gizi Menurut Soeditama (2006) keadaan kesehatan gizi tergantung dari tingkat konsumsi. Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas serta kuantitas hidangan. Kualitas hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh dalam susunan hidangan dan perbandingannya yang satu terhadap yang lain. Kuantitas menunjukkan kuantum masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan tubuh. Kalau susunan hidangan memenuhi kebutuhan tubuh, baik kualitas maupun kuantitas maka kesehatan gizi tubuh akan berada dalam kondisi baik. Rata-rata asupan gizi dan persen AKG contoh disajjikan pada Tabel 12. Asupan energi contoh berkisar antara 792 kkal sampai 2983 kkal dengan rata-rata 1959±584 kkal. Energi diperlukan oleh manusia untuk melakukan aktivitas. Energi merupakan salah satu hasil metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Rata-rata asupan energi ini masih rendah jika dibandingkan dengan ratarata kebutuhan energi contoh yaitu 2504 kkal. Hal ini menunjukkan bahwa rata-
19
rata contoh kurang mengonsumsi pangan sumber energi. Asupan protein contoh berkisar antara 23 g sampai 86 g dengan rata-rata 51±16.2 g. Protein merupakan komponen penting dalam tubuhkita untuk pembentukan tubuh kita, maka protein yang berada dalam makanan berfungsi sebagai zat utama dalam pembentukan dan pertumbuhan tubuh. Selain digunakan untuk pembentukan sel-sel tubuh, protein juga dapat digunakan sebagai sumber energi apabila tubuh kita kekurangan karbohidrat dan lemak (Poedjiadi 2006). Jika dibandingkan dengan rata-rata kebutuhannya yaitu 61 g, asupan protein contoh masih rendah namun tidak terlalu jauh. Protein dibagi menjadi dua yaitu protein hewani dan protein nabati. Protein hewani membantu penyerapan zat besi dalam tubuh. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan absorpsi yaitu daging, ikan, dan vitamin C. Protein hewani dari daging dapat meningkatkan dan mempercepat penyerapan besi heme yang merupakan pembentuk hemoglobin. Protein hewani juga sebagai sumber dari zat besi heme pembentuk hemoglobin. Tempe dan tahu juga merupakan sumber protein dari protein nabati yang menyumbangkan kandungan protein cukup besar dan zat gizi. Namun protein nabati mempunyai mutu yang lebih rendah dibanding protein hewani karena protein nabati sulit dicerna (Andarina & Sumarmi 2006). Tabel 12 Rata-rata asupan gizi dan persen AKG contoh Energi dan Zat Gizi Rata-rata Asupan Rata-rata %AKG Energi 1959 ± 584 kkal 79% Protein 51 ± 16.2 g 84% Zat besi 18 ± 6.7 mg 137% Vitamin C 20 ± 14.1 mg 24% Asupan zat besi contoh berkisar antara 6 mg sampai 33 mg dengan rata-rata 18±6.7 mg. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata asupan zat besi contoh lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata kebutuhannya yaitu 14 mg. Lain halnya dengan penelitian di Inggris pada anak umur 4 sampai 18 tahun yang menyatakan bahwa 54% dari anak umur 4 sampai 18 tahun mempunyai asupan zat besi di bawah RNI (Reference Nutrient Intake) (Thane 2002). Jika dilihat dari frekuensi konsumsi pangan hewani contoh yang hanya 2 kali per minggu tidak memungkinkan sampai melebihi rata-rata kebutuhan, hal ini diduga asupan zat besi contoh berasal dari bahan pangan nabati bukan dari bahan pangan hewani. Asupan vitamin C contoh berkisar antara 0 sampai 63 mg dengan rata-rata 20±14.1 mg. Jika dibandingkan dengan rata-rata kebutuhannya yaitu 83 mg, asupan vitamin C ini masih rendah. Contoh jarang sekali mengonsumsi buahbuahan yang beragam, LAPAS hanya menyediakan satu jenis buah setiap harinya yaitu pisang yang kurang mengandung vitamin C. Berdasarkan Tabel 12 pula dapat dilihat persentase rata-rata asupan energi dan zat gizi contoh yang dibandingkan dengan AKG contoh. Rata-rata asupan energi contoh hanya memenuhi 79% kebutuhan contoh dalam sehari, sedangkan rata-rata asupan protein contoh sedikit lebih tinggi yaitu memenuhi 84% kebutuhan contoh dalam sehari. Hal ini menunjukkan bahwa asupan energi dan protein contoh belum cukup memenuhi kebutuhannya. Asupan energi dan protein dikatakan cukup jika memenuhi 90-120% dari kebutuhannya (Depkes 1996). Rata-rata asupan zat besi contoh cukup tinggi yaitu memenuhi 137% kebutuhan contoh. Berbeda jauh dengan rata-rata asupan zat besi, rata-rata asupan vitamin C contoh hanya
20
memenuhi 24% kebutuhan contoh. Hal ini menunjukkan bahwa asupan zat besi contoh sudah cukup memenuhi kebutuhannya dan asupan vitamin C contoh kurang memenuhi kebutuhannya. Asupan zat besi dan vitamin C dikatakan cukup jika memenuhi ≥77% dari kebutuhannya (Gibson 2005). Energi dan Zat Gizi dari Makanan dan Minuman yang Disajikan oleh LAPAS Usia remaja merupakan periode rentan gizi karena berbagai sebab salah satunya adalah remaja memerlukan zat gizi yang lebih tinggi karena peningkatan pertumbuhan fisik dan perkembangan yang dramatis (Soetardjo 2011). LAPAS menjadi rumah mereka sementara selama menjalani masa hukuman, segala aktifitas dilakukan di LAPAS dari mulai bangun sampai tidur kembali LAPAS bertanggung jawab untuk menyediakan makanan dan minuman selama mereka menjalani masa hukuman yang artinya LAPAS berperan dalam pemenuhan zat gizi remaja yang sedang dalam masa pertumbuhan dan perkembangan. Penyelenggaraan makan di LAPAS sama dengan penyelenggaraan makan di institusi-institusi lain. LAPAS Anak Pria Tangerang memiliki siklus menu selama 10 hari dengan 2250 kalori per harinya.Siklus menu selama 10 hari ini sudah ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, menu tersebut dapat diubah sesuai kebiasaan makan setempat tanpa mengurangi jumlah kalori. Energi dan zat gizi dari makanan yang disediakan oleh LAPAS diperoleh dengan cara menjumlahkan masing-masing energi dan zat gizi yang tersedia selama dua hari kemudian dirata-ratakan. Rata-rata gizi dari makanan yang disajikan oleh LAPAS dan persen AKG disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Rata-rata gizi dari makanan dan minuman yang disajikan oleh LAPAS dan persen AKG Energi dan Zat Gizi Rata-rata Gizi Rata-rata %AKG Energi 1973 ± 40 kkal 78% Protein 55.8 ± 4.5 g 92% Zat Besi 22.8 ± 3.5 mg 172% Vitamin C 39.2 ± 3.5 mg 47% Energi berkisar antara 1944 sampai 2001 kkal dengan rata-rata 1973±40 kkal. Protein berkisar antara 52.6 sampai 58.9 g dengan rata-rata 55.8±4.5 g. Zat besi berkisar antara 20.3 sampai 25.3 mg dengan rata-rata 22.8±3.5 mg. Vitamin C berkisar antara 36.7 sampai 41.6 mg dengan rata-rata 39.2±3.5 mg. Berdasarkan Tabel 13 terlihat bahwa energi dari makanan LAPAS belum memenuhi target yang ditetapkan yaitu 2250 kalori perharinya. Hal ini disebabkan makanan yang menyumbang energi besar hanya nasi, sedangkan lauk nabati, hewani, dan sayur hanya menyumbang sedikit sekali energi. Lauk nabati yang disajikan pada dua hari tersebut adalah tempe dan kacang tanah sebagai bumbu dari pecel, lauk nabati tersebut cukup menyumbang energi. Lauk hewani dalam satu hari disajikan pada satu atau dua waktu makan, lauk hewani yang disajikan adalah ikan asin dan ikan bawal. Porsi ikan yang disajikan sangat sedikit, hal ini membuat lauk hewani hanya menyumbang sedikit sekali energi. Sayuran bukan sumber energi sehingga sayuran memang hanya menyumbang sedikit energi.
21
Berdasarkan Tabel 13 pula dapat dilihat persentase rata-rata energi dan zat gizi yang dibandingkan dengan AKG contoh. Rata-rata energi hanya memenuhi 78% kebutuhan contoh dalam sehari, sedangkan rata-rata protein memenuhi 92% kebutuhan contoh dalam sehari. Rata-rata zat besi cukup tinggi yaitu memenuhi 172% kebutuhan contoh. Berbeda jauh dengan rata-rata zat besi, rata-rata vitamin C hanya memenuhi 47% kebutuhan contoh. Hal ini menunjukkan bahwa energi dari makanan dan minuman yang disediakan belum cukup memenuhi kebutuhan contoh, sedangkan protein sudah cukup memenuhi kebutuhan contoh. Energi dan protein dikatakan cukup jika memenuhi 90-120% dari kebutuhannya (Hardinsyah & Briawan 1994). Jika dilihat dari kebutuhan contoh, zat besi dari makanan dan minuman yang disajikan oleh LAPAS memenuhi lebih dari kebutuhan contoh. Sedangkan untuk vitamin C masih kurang memenuhi kebutuhan contoh.
Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Tingkat kecukupan energi dan zat gizi diukur dengan cara membandingkan konsumsi energi dan zat gizi contoh dengan kebutuhan energi dan zat gizi contoh. Tabel 14 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein. Tingkat kecukupan energi contoh kebanyakan berada pada kategori defisit berat (35%). Tingkat kecukupan energi contoh yang berada pada kategori normal tidak berbeda jauh nilainya yaitu 30%. Hanya terdapat 1 orang yang berada pada kategori lebih (2.5%). Sisanya berada pada kategori defisit sedang (20%) dan defisit ringan (12.5%). Menurut Almatsier (2009) sumber energi berkonsentrasi tinggi adalah bahan makanan sumber lemak, seperti lemak dan minyak, kacang-kacangan dan biji-bijian. Setelah itu bahan makanan sumber karbohidrat, seperti padi-padian, umbi-umbian, dan gula murni. Semua makanan yang dibuat dari bahan makanan tersebut merupakan sumber energi LAPAS menyediakan sumber energi berbahan makanan sumber lemak yaitu kacang-kacangan dan berbahan makanan sumber karbohidrat yaitu padipadian. Namun, kebanyakan contoh masih tergolong dalam defisit berat. Hal ini diduga karena makanan yang disediakan oleh LAPAS tidak dikonsumsi sama sekali ataupun hanya separuh. Rasa dan kualitas bahan makanan yang kurang diduga menjadi faktor utama penyebabnya. Kekurangan energi terjadi bila konsumsi energi melalui makanan kurang dari energi yang dikeluarkan. Tubuh akan mengalami keseimbangan energi negatif. Akibatnya, akan menghambat pertumbuhan, penurunan berat badan, dan kerusakan jaringan tubuh. Gejala yang ditimbulkan adalah kurang perhatian, gelisah, lemah, cengeng, kurang bersemangat, dan penurunan daya tahan terhadap penyakit infeksi. Kelebihan energi dapat menyebabkan kegemukan dan menyebabkan gangguan dalam fungsi tubuh (Almatsier 2009). Tingkat kecukupan protein contoh pun kebanyakan berada pada kategori defisit berat (27.5%) kemudian tingkat kecukupan protein contoh dengan kategori normal yaitu 17.5%. Sebanyak 17.5% contoh mengalami tingkat kecukupan protein dengan kategori lebih dan sisanya berada pada kategori defisit sedang (17.5%) dan ringan (20%). Hal ini diduga juga karena makanan yang disediakan oleh LAPAS tidak dikonsumsi sama sekali ataupun hanya separuh padahal LAPAS menyediakan tempe sebagai pangan sumber protein. Rasa dan kualitas
22
bahan makanan yang kurang pun diduga menjadi faktor utama penyebabnya. Tingkat kecukupan protein yang berlebih mencapai 17.5% contoh ini diduga karena contoh bisa mendapatkan makanan selain makanan dari LAPAS. Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein Energi Protein Tingkat Kecukupan n % n % Defisit Berat 14 35 11 27.5 Defisit Sedang 8 20 7 17.5 Defisit Ringan 5 12.5 8 20 Normal 12 30 7 17.5 Lebih 1 2.5 7 17.5 Total 40 100 40 100 Pangan dapat dikategorikan sebagai sumber vitamin dan mineral apabila mengandung 15% dari kebutuhan remaja laki-laki yang tercantum dalam acuan label gizi (ALG) (BPOM RI 2011). Almatsier (2009) menyebutkan pangan yang mengandung zat besi dalam jumlah yang cukup tinggi adalah hati, daging, makanan laut, buah kering dan sayuran hijau. Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan zat besi dan vitamin C Zat Besi Vitamin C Tingkat Kecukupan n % n % Kurang 7 17.5 40 100 Cukup 33 82.5 0 0 Total 40 100 40 100 Tabel 15 menyajikan sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan zat besi dan vitamin C. Tingkat kecukupan zat besi contoh kebanyakan berada pada kategori cukup sebesar 82.5% dan sisanya 17.5% berada pada kategori kurang. Tingkat kecukupan zat besi yang termasuk dalam kategori cukup ini diduga karena contoh mengonsumsi pangan yang menjadi sumber zat besi yang berasal selain dari pangan hewani. Sebaliknya, tingkat kecukupan vitamin C contoh semuanya berada pada kategori kurang. Vitamin C kebanyakan berasal dari buahbuahan dan sayuran, sedangkan contoh hanya mengonsumsi buah pisang yang kurang mengandung vitamin C. Sayuran yang disediakan oleh LAPAS banyak yang mengandung vitamin C tinggi seperti kol, namun kebanyakan contoh tidak mengonsumsi sayuran tersebut karena rasa yang kurang.
Status Gizi Status gizi merupakan keadaan seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang lama (Supariasa et.al 2001). Status gizi optimal dapat tercapai jika tubuh memperoleh cukup zat-zat yang digunakan secara efisien sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja, dan kesehatan umum secara maksimal. Baik gizi kurang maupun gizi lebih dapat menghambat
23
optimalisasi pencapaian hal tersebut (Almatsier 2009). Sebaran contoh berdasarkan status gizi disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan status gizi Status Gizi Jumlah (n) Persentase (%) Kurus 6 15 Normal 34 85 Total 40 100 Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa sebagian besar contoh berada dalam kategori status gizi normal (85%) dan sisanya berada dalam kategori status gizi kurus (15%). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Putri (2012) di UPT T&R BNN yang menyatakan bahwa sebagian besar residen termasuk dalam kategori gizi normal. Hasil penelitian Retnaningtyas (2002) juga menyatakan bahwa sebagian besar anak binaan LAPAS Anak Pria Tangerang termasuk dalam kategori gizi normal, namun dalam penelitiannya contoh tidak dikhususkan pada anak binaan dengan kasus narkoba seperti pada penelitian ini. Hasil penelitian Maharani et al. (2007) menyatakan bahwa belum ada cukup bukti status gizi mempengaruhi status anemia secara signifikan. Status gizi contoh yang sebagian besar dalam kategori normal ini juga diduga akibat konsumsi makanan contoh yang tidak hanya tergantung dari makanan yang disediakan oleh LAPAS akan tetapi konsumsi makanan contoh juga berasal dari kiriman keluarganya atau membeli di koperasi karyawan LAPAS. Kiriman dari orang tua selain berupa makanan juga berupa uang. Contoh yang mendapat kiriman uang biasanya membeli makanan yang dijual oleh koperasi karyawan LAPAS. Disamping itu, diketahui juga status gizi seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor. Status gizi yang baik pada seseorang akan berkontribusi terhadap kesehatannya dan juga terhadap kemampuan dalam proses pemulihan (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat 2010).
Status Anemia Anemia adalah suatu keadaan kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal, berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin dan kehamilan. Sebagian besar anemia disebabkan oleh kekurangan satu atau lebih zat gizi esensial (zat besi, asam folat, B12) yang digunakan dalam pembentukan sel-sel darah merah (Masrizal 2007). Anemia defisiensi besi (ADB) adalah kekurangan gizi yang palingumum di seluruh dunia. Hal ini dapat menyebabkan penurunan kapasitas kerjapada orang dewasa dan dampak perkembangan motorik danmental pada anak-anak dan remaja (Killip et al. 2007). Didasari atas keadaan cadangan besi, akan timbul defisiensi besi yang terdiri atas tiga tahap, dimulai dari tahap yang paling ringan yaitu tahap pralaten (iron depletion), kemudian tahap laten (iron deficient erythropoesis) dan tahap anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia) (Muhammad & Sianipar 2005). Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui bahwa sebanyak 57.5% contoh mengalami anemia dan sisanya sebanyak 42.5% contoh tidak mengalami anemia. Hasil ini sejalan dengan hasil peneltian Islam et al. (2002) di Dhaka yang menyebutkan bahwa 60% dari pecandu narkoba mengalami anemia dan narkoba
24
berpengaruh nyata menurunkan kadar hemoglobin. Selain itu penelitian tersebut menyebutkan bahwa narkoba dapat menyebabkan defisiensi gizi. Hal ini diduga karena konsumsi makanan dengan kualitas gizi yang buruk dan kekurangan makanan. Hasil penelitian lain juga menyebutkan bahwa narkoba secara signifikan menurunkan konsentrasi zat besi. Penurunan konsentrasi zat besi ini mungkin berhubungan dengan malnutrisi dan kekurangan vitamin A yang umum terjadi pada pecandu narkoba (Hossain et al. 2007). Hampir seluruh contoh menggunakan narkotika jenis ganja dan psikotropika jenis shabu.Menurut Pusat Kesehatan Mabes TNI (2010) menyebutkan efek langsung, efek penggunaan jangka panjang, dan gejala putus obat dari ganja dan shabu. Efek langsung yang ditimbulkan oleh ganja adalah nafsu makan meningkat. Kebalikannya dari efek langsung yang ditimbulkan oleh ganja, gejala jika ganja dihentikan penggunaannya adalah nafsu makan berkurang dan berat badan menurun. Walaupun efek langsung yang ditimbulkan adalah nafsu makan meningkat tetapi contoh pengguna ganja tersebut mengalami anemia. Hal ini diduga contoh mengonsumsi makanan yang kurang mengandung zat besi atau zat besi yang dikonsumsi adalah zat besi non heme. Di samping itu, contoh sekarang berada di dalam LAPAS dan penggunaan ganja tersebut dihentikan maka gejala yg terjadi adalah nafsu makan berkurang sehingga mengalami anemia. Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan status anemia Status Anemia Jumlah (n) Persentase (%) Anemia 23 57.5 Non-Anemia 17 42.5 Total 40 100 Psikotropika yang digunakan oleh contoh adalah shabu. Efek langsung yang ditimbulkan adalah nafsu makan berkurang dang efek jangka panjang dari penggunaan shabu adalah malnutrisi. Gejala putus obat yang ditimbulkan oleh shabu adalah merasa lapar. Jika dilihat dari efek langsung dan efek penggunaan jangka panjang tersebut diduga menjadi penyebab anemia yang terjadi. Penggunaan shabu pun dihentikan karena contoh sekarang berada di dalam LAPAS dan gejala putus obat yang timbul adalah merasa lapar. Akan tetapi, walaupun contoh merasa lapar dan mempunyai nafsu makan yang tinggi makanan di LAPAS mempunyai kualitas yang kurang dari segi bahan makanan dan rasa sehingga diduga membuat contoh tidak ingin makan walaupun merasa lapar dan akhirnya mengalami anemia. Disamping itu, ada kemungkinan lain bahwa anemia yang diderita oleh sebagian besar contoh bukan karena defisiensi zat besi. Anemia dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu defisiensi zat gizi (zat besi, asam folat, B12), penyakit kronis (kanker), perdarahan, dan penyakit lain (malaria, cacing tambang). Faktor lain yang diduga menyebabkan anemia pada sebagian besar contoh tetapi tidak diteliti dalam penilitian ini adalah defisiensi zat gizi lain selain zat besi atau infeksi cacing tambang karena contoh jarang menggunakan sandal dalam aktivitasnya. Cacing tambang hidup dalam rongga usus halus tetapi giginya melekat pada dinding usus halus dan menghisap darah. Infeksi ini menyebabkan kehilangan darah secara perlahan-lahan sehingga penderita mengalami kekurangan darah (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 424 Tahun 2006).
25
Masalah utama pemanfaatan zat besi oleh tubuh adalah rendahnya penyerapan di dalam usus. Penyerapan zat besi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu absorpsi besi heme dan non-heme yang menunjukkan keberadaan dua jenis zat besi yang berbeda di dalam pangan. Sumber heme pada pangan manusia adalah daging, ikan, dan unggas, sedangkan sumber non-heme adalah serealia, kacangkacangan, sayur, dan buah (FAO/WHO 2001). Besi heme yang terdapat dalam pangan hewani dapat diserap dua kali lipat daripada besi non-heme. Oleh karena itu, kurangnya konsumsi pangan sumber heme dapat mempengaruhi penyerapan zat besi (Briawan et al. 2011). Achadi (2007) menyatakan pangan hewani relatif lebih tinggi tingkat absorpsinya yaitu 20-30% dibandingkan pangan nabati hanya 1-7%. Hal tersebut karena Fe dalam ferri ketika akan diabsorpsi harus direduksi dahulu menjadi bentuk ferro. Tabel 18 Crosstab tingkat kecukupan protein dengan status anemia contoh Tingkat Kecukupan Anemia Non Anemia Protein Kurang 15 12 Cukup 8 5 Berdasarkan Tabel 18 dapat dilihat bahwa mayoritas contoh yang memiliki tingkat kecukupan protein yang kurang mengalami anemia, namun hasil uji korelasi chi-square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara status anemia dengan tingkat kecukupan protein contoh. Jika dilihat dari rata-rata asupan zat besi yang melebihi rata-rata kebutuhan zat besinya dan tingkat kecukupan zat besi yang termasuk kategori cukup namun kebanyakan contoh mengalami anemia. Hal ini diduga karena asupan zat besi contoh berasal dari pangan sumber nonheme seperti kacang-kacangan, serealia, dan sayuran yang memiliki bioavailabilitas yang rendah, sedangkan pangan sumber heme memiliki biovailabilitas yang tinggi. Zat besi nonheme tersebut membutuhkan zat untuk membantu penyerapan zat besi tersebut. Zat yang membantu penyerapannya adalah vitamin C. Buah-buahan sumber vitamin C seperti jeruk, pepaya, tomat, jambu biji, dan mangga dapat membantu penyerapan zat besi non heme dengan cara mengubah bentuk feri menjadi bentuk fero yang lebih mudah diserap (Briawan et al. 2011). Namun tingkat kecukupan vitamin C semua contoh mengalami defisit. Hal inilah yang diduga menyebabkan kebanyakan contoh mengalami anemia. Contoh juga sering mengonsumsi kopi, teh, dan susu. Ketiga minuman ini dapat menghambat proses penyerapan zat besi di dalam tubuh. Kopi dan teh mempunyai zat yang dinamakan tannin yang dapat menghambat absorpsi besi dengan mengikatnya (FAO/WHO 2001). Susu merupakan pangan yang memiliki bioavailabilitas yang tinggi, namun kalsium tinggi yang terkandung dalam susu dapat menghambat absorpsi besi (Briawan et al. 2011). Akan tetapi menurut Lynch (2000), kalsium dalam diet di daerah Barat mungkin hanya memiliki pengaruh kecil pada penyerapan zat besi. Ketiga minuman ini dapat menghambat penyerapan besi jika dikonsumsi setelah makan. Namun dalam penelitian ini kopi, teh, dan susu tidak dilihat sebagai alasan kebanyakan contoh mengalami anemia karena tidak ditanyakan waktu mengonsumsi minuman tersebut.
26
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Contoh dalam penelitian ini adalah remaja laki-laki dengan kasus narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Kota Tangerang dengan jumlah 40 orang. Contoh dalam penelitian ini termasuk dalam kategori usia remaja pertengahan yaitu 14-16 tahun dan remaja akhir yaitu 17-20 tahun. Sebagian besar contoh menempuh lama pendidikan selama 12 tahun atau setara dengan SMA. Kategori keluarga contoh sebagian besar termasuk dalam kategori sedang yaitu terdiri atas 5-7 orang. Narkoba yang paling banyak digunakan oleh contoh adalah narkoba jenis narkotika. Alasan penggunaan narkoba yang paling banyak diutarakan oleh contoh adalah diajak oleh teman atau pengaruh dari teman. Sebagian besar contoh menggunakan narkoba selama 1-2 tahun. Kebanyakan contoh memiliki masa hukuman selama 25-48 bulan. Sebagian besar contoh sudah menjalani masa hukumannya atau berada di dalam penjara selama 3-15 bulan. Penyakit yang pernah diderita contoh pada umumnya adalah penyakit yang bersifat ringan. Berdasarkan hasil wawancara dengan contoh penyakit yang pernah diderita oleh contoh yaitu demam, tipes, demam berdarah, liver, mag, gatal-gatal, cacar, dan overdosis. Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan petugas kesehatan LAPAS penyakit yang paling sering terjadi oleh penghuni LAPAS adalah scabies atau yang sering mereka sebut dengan gatal-gatal. Asupan energi dan protein contoh belum cukup memenuhi kebutuhan contoh dalam sehari. Asupan zat besi contoh sudah cukup memenuhi kebutuhan contoh, sedangkan asupan vitamin C contoh sangat kurang memenuhi kebutuhan contoh. Energi dari makanan dan minuman yang disajikan oleh LAPAS belum cukup memenuhi kebutuhan contoh, sedangkan protein sudah cukup memenuhi kebutuhan contoh dalam sehari. Zat besi memenuhi lebih dari kebutuhan contoh, sedangkan vitamin C masih kurang memenuhi kebutuhan contoh. Tingkat kecukupan energi dan protein contoh mayoritas berada pada kategori defisit berat. Sedangkan tingkat kecukupan zat besi contoh mayoritas berada pada kategori cukup dan tingkat kecukupan vitamin C contoh semuanya berada pada kategori kurang. Sebagian besar contoh berada dalam kategori status gizi normal dan sebagaian besar contoh pun mengalami anemia.
Saran Penggunaan narkoba memiliki efek yang berbahaya bagi remaja. Hal ini karena narkoba dapat menurunkan kadar hemoglobin dalam darah yang dapat menyebabkan anemia. Remaja sebaiknya berhati-hati dalam memilih pergaulan dan jauhi nakoba tersebut. Masa remaja adalah masa pertumbuhan sehingga asupan energi dan zat gizi yang baik dan cukup penting bagi pertumbuhan tersebut. Untuk itu, sebaiknya LAPAS sebagai orang tua sementara harus bisa menyediakan bahan makanan yang mempunyai kualitas bagus, buah yang beragam, rasa makanan yang enak, dan menu makanan yang sesuai dengan standar yang ada. Selain itu diharapkan ada ahli gizi yang mengontrol makanan di LAPAS dan tenaga pemasak bukan dari anak didik pemasyarakatan agar kualitas
27
makanan yang disajikan lebih bagus lagi. Penelitian selanjutnya pun diharapkan dapat melihat hal apa saja yang paling berpengaruh terhadap defisiensi gizi yang terjadi pada remaja LAPAS tersebut sehingga diharapkan dapat memperbaiki gizi remaja tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Achadi LE. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Persada. Ahmed F. 2000. Anaemia in Bangladesh: A Review of Prevalence and Aetiology. Public Health Nutrition. 3(4): 385-393. Almatsier S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama. Andarina D, Sumarmi S. 2006. Hubungan Konsumsi Protein Hewani dan Zat Besi dengan Kadar Hemoglobin pada Balita Usia 13-36 Bulan. The Indonesian Journal of Public Health. 3(1): 19-23. [BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1998. Kamus Istilah Kependudukan Keluarga Berencana Keluarga Sejahtera. Jakarta (ID): BKKBN. [BNN RI] Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia. 2012. Data tindak pidana narkoba tahun 2007-2011. Jakarta (ID): BNN. [BPOM RI] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2011. Pengawasan klaim dalam label dan iklan pangan olahan. Jakarta (ID): BPOM RI. Briawan D, Arumsari E, Pusporini. 2011. Faktor Risiko Anemia pada Siswi Peserta Program Suplementasi.Jurnal Gizi dan Pangan. 6(1): 74-83. Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat. 2010. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta (ID) : Rajawali Pers. [Depkes] Departemen Kesehatan RI. 1996. Mempertahankan Berat Badan Normal Berdasarkan IMT dengan Gizi Seimbang. Jakarta (ID): Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Direktorat Jendral Pembinaan Kesehatan Masyarakat. [Depkes] Departemen Kesehatan. 2005. Gizi dalam Angka. Jakarta (ID): Depkes RI. [FAO/WHO Food Agricultural Organization/World Health Organization. 2001. Human vitamin and mineral requirement. Report of a joint FAO/WHO expert consultation. Bangkok,, Thailand, Rome: Food and Nutrition Division. Gibson R. 2005. Principles of Nutrition Assesment Second Edition. New York (USA): Oxford University. Hardinsyah, Briawan D. 1994. Penilaian dan perencanaan asupan pangan.Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
28
, Tambunan V. 2004. Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak, dan Serat Makanan. Jakarta (ID): Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Hastuti D. 2008. Pengasuhan: Teori dan Prinsip serta Aplikasinya di Indonesia. Bogor (ID): Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen. Fakultas Ekologi Manusia IPB. Hossain KJ, Kamal MM, Ahsan M, Islam SKN. 2007. Serum antioxidant micromineral (Cu, Zn, Fe) status of drug dependent subjects: Influence of illicit drugs and lifestyle. Substance Abuse Treatment, Prevention, and Policy. 2:12. doi:10.1186/1747-597X-2-12. Islam SN, Hossain KJ & Ahsan M. 2000. Sexual life style, drug habit and socio demographic status of the drug addicts in Bangladesh. Public Health. 114: 389-392. Islam SKN, Hossain KJ, Ahmed A, Ahsan M. 2002. Nutritional status of drug addicts undergoing detoxification: prevalence of malnutrition and influence of illicit drugs and lifestyle. British Journal of Nutrition. 88: 507-513. doi: 10.1079/BJN2002702. Junaiedi. 2012. Makna Hidup Pengguna NAPZA. [Skripsi]. Jakarta (ID): Universitas Gunadarma. [Kemenkes] Kementrian Republik Indonesia (ID). 2010. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak Jakarta (ID): Departemen Bina Gizi. Killip S, Bennet JM, Chambers MD. 2007. Iron Deficiency Anemia. American Academy of Family Physicians.75(5). Lynch SR. 2000. The Effect of Calcium on Iron Absorption.Nutrition Research Review. 13: 141-158. Masrizal. 2007. Anemia Defisiensi Besi. Jurnal Kesehatan Masyarakat. II(1). Maharani II, Hardinsyah, Sumantri B. 2007. Aplikasi Regresi Logistik dalam Analisis Faktor Risiko Anemia Gizi pada Mahasiswa Baru IPB.Jurnal Gizi dan Pangan. 2(2): 36-43. Muhammad A, Sianipar O. 2005. Penentuan Defisiensi Besi Anemia Penyakit Kronis Menggunakan Peran Indeks sTfR-F.Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory. 12(1): 9-15. Permaesih D, Herman S. 2005. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Anemia pada Remaja.Bul.Penel.Kesehatan.33(4): 162-171. Poedjiadi A. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta (ID): UI Press. [Pusat Kesehatan Mabes TNI]. Pusat Kesehatan Markas Besar Tentara Nasional Indonesia. 2010. Buku panduan penyalahgunaan narkoba. Jakarta (ID): Pusat Kesehatan Mabes TNI. [Puslitkes UI & BNN] Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia, Badan Narkotika Nasional. Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia, Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba tahun 2008. Depok (ID): UI Press.
29
Putri ANH. 2012. Penyelenggaraan makanan, konsumsi pangan, dan status gizi residen di unit pelaksana teknis terapi dan rehabilitasi badan narkotika nasional. [Skripsi]. Bogor (ID): IPB. Retnaningtyas T. 2002. Proses produksi dan penerimaan makanan, serta tingkat konsumsi dan status gizi anak binaan di lembaga pemasyarakatan anak pria Tangerang. [Skripsi]. Bogor (ID): IPB. [RI] Republik Indonesia. 1995. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Jakarta (ID): RI. [RI] Republik Indonesia. 2006. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 424/MENKES/SK/VI/2006 tentang Pedoman Pengendalian Cacingan. Jakarta (ID): RI. Riyadi H. 2006. Materi Pokok Gizi dan Kesehatan Keluarga. Jakarta (ID): Universitas Terbuka. Sediaoetama AD. 2006. Ilmu Gizi untuk Profesi dan Mahasiswa. Jakarta (ID): Dian Rakyat. Soetardjo S. 2011. Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan. Jakarta (ID): PTGramedia Pustaka Utama. Soetjiningsih.2007. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta (ID): CV. Sagung Seto Stang J. 2008. Krause’s Food & Nutrition Therapy, International Edition, 12e. Canada: Saunders Elsevier Sukandar D. 2007. Studi Sosial Ekonomi, Aspek Pangan, Gizi,, dan Sanitasi Petani Sawah Beririgasi di Banjar, Jawa Barat. Departemen Gizi Masyarakat. IPB, Bogor. Supariasa IDN, Bakrie B, Fajar I. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC. Thane CW. 2002. Risk Factor for Low Iron Intake and Poor Iron Status in A National Sample of British Young People Aged 4-18 Years. Public Health Nutrition. 6(5): 485-496. doi: 10.1079/PHN2002455. [WHO] World Health Organization. 2004. Appropriate body mass index for Asian populations and its implications for policy and intervention strategies. [WNPG] Widyakarya Pangan dan Gizi X. 2012.Penyempurnaan kecukupan gizi untuk orang Indonesia, 2012. Jakarta, 20-21 November 2012.
30
LAMPIRAN Lampiran 1 Siklus menu 10 hari Waktu Makan
PAGI
SNACK
I
II
III
IV
Nasi
Nasi
Nasi
Nasi
Tempe goreng
Oseng tempe
Telor rebus
Tempe goreng
Tumis kacang panjang
Tumis sawi putih
Tumis tauge
Oseng buncis
Air putih Bubur kacang hijau Nasi
Air putih
Air putih Bubur kacang hijau Nasi Daging goreng gepuk
Air putih
Telur balado SIANG
Ubi rebus Nasi Ikan segar goreng
Ubi rebus Nasi Telor bumbu semur
V
VI
VII
Nasi Nasi Nasi Tempe Tempe Tempe bumbu bacem goreng kuning Tumis labu siem Tumis Cah wortel kacang kangkng +kol panjang Air putih Air putih Air putih Bubur Bubur Ubi kacang kacang rebus hijau hijau Nasi Nasi Nasi Daging rending
Telor asin
Sayur asem
Pecel sayur
Sup sayuran
Sayur lodeh
Sayur asem
Sayur kare
Pisang Air putih
Air putih
Pisang Air putih
Air putih
Pisang Air putih
Air putih
Ikan segar goreng Sayur bening bayam +jagung Pisang Air putih
VIII
IX
X
Nasi
Nasi
Nasi
Telor asin
Oseng tempe
Tempe bacem
Oseng sawi
Tumis terong
Tumis buncis
Air putih
Air putih
Nasi
Air putih Bubur kacang hijau Nasi
Soto daging
Ikan asin goreng
Capcay sawi/ kol +wortel
Tumis kangkung
Urap sayur
Air putih
Pisang Air putih
Air putih
Ubi rebus
Ubi rebus Nasi Telur bumbu bali
31
Lanjutan Lampiran 1 Siklus menu 10 hari Waktu I II III Makan SNACK Ubi Ubi rebus SORE rebus Nasi Nasi Nasi Tempe Tempe Ikan asin goreng bacem goreng tepung SORE Urap Sayur Tumis sayuran kare kangkung Air putih
Air putih
Air putih
IV
Nasi Kacang tanah balado Asemasem buncis Air putih
V
VI
VII
VIII
IX
X
Ubi rebus Nasi
Nasi
Ubi rebus Nasi
Nasi
Ubi rebus Nasi
Nasi
Oseng tempe
Ikan asin goreng
Tempe balado
Pecel sayuran
Oseng tempe
Tempe goreng
Sup sayuran
Urap sayuran
Sayur asem
Air putih
Sayur lodeh
Air putih
Air putih
Air putih
Air putih
Gulai daun singkong Air putih
32
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 4 September 1991. Penulis merupakan putri tunggal dari pasangan Tubagus Yudi Imawan dan Rosmawati. Pendidikan penulis diawali pada tahun 1997-2003 di Sekolah Dasar Negeri Polisi 4 Bogor dan melanjutkan masa pendidikannya di SMP Negeri 1 Bogor tahun 2003-2006 serta SMA Negeri 5 Bogor tahun 2006-2009. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Setelah satu tahun mengikuti program Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis melanjutkan studi di mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA). Selama masa perkuliahan penulis aktif dan berpartisipasi dalam kegiatan kemahasiswaan dan kepanitiaan. Penulis juga aktif diberbagai kepanitiaan internal maupun eksternal di departemen dan fakultas. Penulis aktif sebagai staf PSDM Himagizi IPB dan staf klub gizi olahraga tahun 2011-2012. Pada bulan Juli-Agustus 2012 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi di Desa Larikan, Kecamatan Doro Kabupaten Pekalongan dan pada Maret 2013 penulis mengikuti Internship Dietetik (ID) di Rumah Sakit Umum Daerah Tangerang .