PERENCANAAN LANSKAP AGROWISATA DI DESA SITUDAUN, KECAMATAN TENJOLAYA, KABUPATEN BOGOR
Oleh: Asril Hafif Sachmud A 34201010
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
2
PERENCANAAN LANSKAP AGROWISATA DI DESA SITUDAUN, KECAMATAN TENJOLAYA, KABUPATEN BOGOR
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh
Asril Hafif Sachmud A 34201010
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
3
RINGKASAN ASRIL HAFIF SACHMUD. Perencanaan Lanskap Agrowisata di Desa Situdaun, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan HADI SUSILO ARIFIN. Desa Situdaun, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor merupakan desa kaya akan potensi alam pertanian dan perikanan dengan background pegunungan yang dapat dikembangkan sebagai kawasan agrowisata. Tapak memiliki luas 371,31 Ha dan terletak di sebelah barat Kota Bogor dengan jarak tempuh 15 km dari pusat kota tersebut. Pengembangan tapak melalui perencanaan lanskap agrowisata bertujuan agar lanskap pertanian yang ada dapat lebih berdaya guna, bernilai indah, berkelanjutan dengan pelestarian pertanian lokal, dan secara tidak langsung dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di dalamnya Metode dalam perencanaan lanskap agrowisata menggunakan metode Gold (1980) dengan pendekatan sumber daya alam dan harmonisasi aktivitas pertanian dan wisata. Proses perencanaan lanskap diawali dengan persiapan studi kemudian dilanjutkan dengan pengumpulan data dan analisis yang berkaitan dengan potensi dan kendala dalam pengembangan tapak. Dari hasil analisis data secara spasial dan deskriptif, diperoleh hasil sintesis berupa block plan, suatu rencana ruang yang diharapkan di dalam tapak. Tahap akhir dari proses perencanaan berupa perencanaan lanskap sebagai batasan dari studi ini. Produk akhir studi ini berbentuk site plan dengan kegiatan pendukung agrowisata di dalamnya. Konsep agrowisata yang dikembangkan pada tapak merupakan upaya memanfaatkan serta mengembangkan potensi sumberdaya alam secara optimal. Optimalisasi tapak sebagai kawasan agrowisata dilakukan dengan mengintegrasikan setiap elemen pembentuk lanskap yang diterjemahkan kedalam ruang dan sirkulasi agrowisata berdasarkan ragam aktivitas dan fasilitas serta penataan hijau yang akan dikembangkan. Konsep dasar perencanaan lanskap agrowisata di Desa Situdaun adalah pusat budidaya pertanian dan perikanan yang mendukung aktivitas wisata, sehingga dapat menjadi objek dan atraksi agrowisata berbasis pertanian dan perikanan. Dengan konsep tersebut, tapak diharapkan mampu mengakomodasi kebutuhan ruang untuk budidaya dan pengunjung, dengan menonjolkan karakter lanskap atau nilai-nilai ekologis pada tapak. Pengembangan tapak sebagai objek dan atraksi agrowisata harus mampu memberikan manfaat bagi lanskap itu sendiri maupun tanpa mengorbankan kepentingan ekologis. Oleh karena itu dalam konsep perencanaan tapak dikembangkan beberapa fungsi, yaitu fungsi budidaya, wisata, konservasi, pendidikan, dan ekonomi. Konsep ruang di dalam tapak dikembangkan berdasarkan potensi ruang yang telah ada yang terbentuk oleh pola penggunaan lahan diselaraskan dengan tujuan serta konsep dasar perencanaan yang diharapkan. Ruang di dalam tapak terbagi atas tiga ruang tujuan wisata, yaitu ruang agrowisata, ruang pendukung agrowisata serta ruang penyangga. Di dalam ruang agrowisata, terdapat sub-sub agrowisata pertanian dan perikanan sebagai tempat berlangsungnya atraksi aktivitas agrowisata. Ruang pendukung berfungsi memberikan kelengkapan,
4
kemudahan serta kenyamanan aktivitas agrowisata. Sedangkan ruang penyangga sebagai ruang konservasi pada tapak. Konsep aktivitas yang dikembangkan berdasarkan keikutsertaan pengunjung di dalam proses pertanian, sehingga terbagi atas aktivitas aktif dan aktivitas pasif. Konsep fasilitas yang dikembangkan adalah penyediaan fasilitas yang memberikan nilai fungsional, peletakan yang tepat, memiliki nilai estetik, mudah pemeliharaan serta mendukung karakter tapak. Sedangkan konsep sirkulasi dikembangkan dengan membedakan jalur pengunjung dan masyarakat sehingga keteraturan dan kenyaman bagi masing-masing tujuan tersebut dapat tercapai. Tapak merupakan kawasan yang cukup luas dengan pola pemanfaatan yang cukup beragam pula. Pola pemanfaatan lahan pertanian dan perikanan dengan produk bernilai komersial yang dihasilkan merupakan potensi dasar bagi pengembangan agrowisata. Lokasinya yang strategis karena dekat dan berada di antara beberapa objek wisata lainnya, seperti Kawasan Agroedutourism Kampus IPB Dramaga, Kampung Wisata Cinangneng, dan objek wisata Gunung Salak. Bahkan dengan keberadaan beberapa objek wisata ini, dapat diciptakan sebuah alur perjalanan wisata dari hilir ke hulu atau sebaliknya. Tiga akses masuk ke dalam tapak memudahkan dalam pengaturan jalur masuk-keluar pengunjung maupun masyarakat, sehingga mempermudah dalam hal keamanan dan kenyamanan. Pemandangan hamparan lahan budidaya dengan background pegunungan merupakan objek menarik yang terdapat di dalam tapak, didukung dengan variasi kondisi topografi memberikan kesan dinamis serta good view yang dapat menunjang konsep agrowisata yang diharapkan. Ruang agrowisata dibentuk berdasarkan potensi penggunaaan lahan dan jenis produk yang ada, sehingga terbagi atas ruang agrowisata pertanian (35,93 %) dan agrowisata perikanan (5,63 %). Ruang pendukung agrowisata dibagi atas ruang penerimaan (0,34 %) sebagai welcome area, ruang pelayanan (1,13%) sebagai ruang yang dapat memberikan pelayanan dan kemudahan bagi pengunjung, ruang transisi (0,4 %) sebagai ruang persiapan untuk mengarahkan dan memperkenalkan pengunjung terhadap ruang-ruang wisata di dalam tapak, ruang masyarakat (6,35 %) sebagai alokasi ruang bagi kehidupan mayarakat petani yang terdapat pada tapak. Ruang penyangga (50,21 %) pada tapak merupakan ruang konservasi untuk mempertahankan fungsi kawasan sebagai kawasan konservasi tanah dan air. Aktivitas yang dikembangkan di dalam tapak vditerjemahkan ke dalam keikutsertaan pengunjung dalam aktivitas pertanian, sehingga terbagi atas aktivitas aktif dan aktivitas pasif. Aktivitas aktif yang dikembangkan pada ruang agrowisata dapat berupa aktivitas budidaya yang mulai dari persiapan lahan hingga proses pasca panen. Sedangkan aktivitas pasif yang dikembangkan adalah aktivitas yang lebih rekreatif tanpa melibatkan pengunjung dalam proses budidaya secara langsung. Fasilitas yang disediakan pada tapak disesuaikan dengan kebutuhan aktivitas yang dikembangkan serta konsep yang diharapkan. Jalur di dalam kawasan terbagi atas dua kepentingan yaitu bagi pengunjung dan masyarakat. Jalur pengunjung terbagi atas jalur primer, sekunder dan tersier. Jalur primer sebagai jalur utama wisata menghubungkan setiap ruang wisata di dalam tapak, sehingga menciptakan touring system, sebagai suatu sistem perjalanan wisata di dalam tapak. Jalur sekunder ditujukan bagi kendaraan sepeda dan jalur tersier ditujukan bagi pejalan kaki. Jalur masyarakat terbagi atas jalur
5
primer dan sekunder. Jalur primer bagi masyarakat ditujukan untuk kepentingan produksi dan angkutan umum, sedangkan jalur sekunder bagi hubungan lingkungan dan ketetanggaan. Pengembangan tata hijau pada tapak diarahkan sealami mungkin dengan memperhatikan fungsi pendukung vegetasi dalam membangun kualitas lingkungan agar bernilai indah dan berfungsi dengan baik, dan memperhatikan konfigurasi vegetasi eksisiting alami pada tapak. Fungsi tersebut diterjemahkan dalam penataan vegetasi estetis, pengarah, peneduh, dan konservasi untuk menjaga dan meningkatkan ketersediaan air di dalam tapak. Tanaman yang digunakan lebih mengutamakan jenis tanaman eksisiting dan intoduksi jenis vegetasi yang dapat mengkonservasi tanah dan air. Hal ini disebabkan karena vegetasi ini merupakan elemen lanskap yang sesuai dengan kondisi biofisik tapak, dan diwujudkan melalui penataan tanaman. Penataan hijau ini juga disesuaikan dengan tujuan perencanaan, fungsi tanaman dan ruang yang akan dikembangkan sehingga dapat menampung kegiatan yang ada di dalam tapak.
6
Judul
: Perencanaan Lanskap Agrowisata di Desa Situdaun, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor
Nama Mahasiswa
: Asril Hafif Sachmud
NRP
: A 34201010
Program Studi
: Arsitektur Lanskap
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, M.S. NIP. 131 430 805
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian,
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. NIP 131 124 019
Tanggal Lulus :
7
RIWAYAT HIDUP
Asril Hafif Sachmud lahir di Sibuhuan 24 September 1983 merupakan putra pertama dari empat bersaudara pasangan Samri Achyar dan Salmawati. Pendidikan dasar diselesaikan di SDN V Tanjung Balai Sumatera Utara pada tahun 1995. Tahun 1998 penulis menyelesaikan pendidikan menengah di SMPN 1 Kisaran dan melanjutkan dengan sekolah menengah atas SMUN 1 Kisaran dan lulus tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Studi Arsitektur Lanskap, Departemen Pertanian, Fakultas Pertanian.
Budidaya
8
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Judul studi ini berjudul ‘Perencanaan Lanskap Agrowisata di Desa Situdaun, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor’. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, MS. selaku dosen pembimbing skripsi, yang telah memberikan semangat, arahan, bimbingan, motivasi serta inspirasi bagi penulis. Terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada kedua orang tua dan keluarga atas kasih sayang, cinta, doa dan dukungannya. Tidak lupa teima kasih kepada teman-teman lanskap atas semangat dan kebersamaannya, serta kepada seluruh pihak yang telah membantu hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang memerlukannya. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Amin
Bogor, Juli 2008
Penulis
9
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR................................................................................... xii I. PENDAHULUAN ....................................................................................
1
1.1. Latar Belakang............................................................................ 1.2. Tujuan ........................................................................................ 1.3. Kegunaan.................................................................................... 1.4. Kerangka Pikir Studi...................................................................
1 2 3 3
II. TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
5
2.1. Perencanaan Lanskap.................................................................. 2.1.1. Pengertian Lanskap dan Tapak ..................................... 2.1.2. Perencanaan Lanskap.................................................... 2.1.3. Proses Perencanaan Lanskap......................................... 2.1.4. Produk Perencanaan Lanskap ....................................... 2.2. Rekreasi dan Wisata.................................................................... 2.2.1. Pengertian Rekreasi dan Wisata .................................... 2.2.2. Sumberdaya Wisata ...................................................... 2.2.3. Objek dan Atraksi Wisata ............................................. 2.2.4. Pelayanan Wisata ......................................................... 2.2.5. Produk Wisata .............................................................. 2.2.6. Perencanaan Kawasan Rekreasi .................................... 2.2.7. Daya Dukung Rekreasi ................................................. 2.3. Agrowisata.................................................................................. 2.3.1. Pengertian Agrowisata.................................................. 2.3.2. Manfaat Agrowisata ..................................................... 2.3.3. Lanskap Agrowisata ..................................................... 2.3.4. Ruang Lingkup Agrowisata .......................................... 2.3.5. Perencanaan dan Pengembangan Agrowisata................ 2.3.6. Saran dan Prasaran Pendukung Agrowisata ..................
5 5 5 6 8 8 8 10 11 11 12 12 13 14 14 16 16 17 18 19
III. METODOLOGI ................................................................................... 21 3.1. Lokasi dan Waktu Studi .............................................................. 21 3.2. Metode Studi .............................................................................. 22 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 27 4.1. Data dan Analisis ........................................................................ 4.1.1. Aspek Bio Fisik............................................................ 4.1.1.1. Letak, Luas, dan Aksesbilitas. ......................... 4.1.1.2. Iklim ............................................................... 4.1.1.3. Tanah.............................................................. 4.1.1.4. Topografi dan Kemiringan Lahan.................... 4.1.1.5. Vegetasi ......................................................... 4.1.1.6. Satwa ..............................................................
27 27 27 32 39 40 44 47
10
4.1.1.7. Hidrologi ........................................................ 4.1.1.8. Sensuous Quality............................................. 4.1.1.9. Tata Guna Lahan............................................. 4.1.1.10. Fasilitas dan Ultilitas ..................................... 4.1.2. Aspek Sosial ................................................................ 4.1.2.1. Kpendudukan, keinginan pengguna tapak ....... 4.2. Sintesis ....................................................................................... 4.3. Konsep Perencanaan .................................................................. 4.3.1. Konsep Dasar............................................................... 4.3.2. Pengembangan Konsep ................................................ 4.3.2.1. Konsep Ruang .................................................. 4.3.2.2. Konsep Aktivitas dan Fasilitas.......................... 4.3.2.3. Konsep Sirkulasi............................................... 4.3.2.4. Konsep Tata Hijau ............................................ 4.4. Perencanaan ............................................................................... 4.4.1. Rencana Ruang ............................................................ 4.4.2. Rencana Aktivitas dan Fasilitas .................................... 4.4.3. Rencana Sirkulasi......................................................... 4.4.4. Rencana Tata Hijau ...................................................... 4.4.5. Touring Plan................................................................
48 55 57 61 63 63 66 70 70 72 72 73 75 76 78 78 83 93 97 101
V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 105 5.1. Kesimpulan ................................................................................ 105 5.2. Saran........................................................................................... 106 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 107 LAMPIRAN ................................................................................................ 110
11
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Aspek, Jenis, Kegunaan dan Sumber Data............................................... 23 2. Data Iklim Desa Situdaun Tahun 2002-2006......................... ................... 32 3. Nilai THI Desa Situdaun ......................................................................... 34 4. Vegetasi Non Pertanian di Desa Situdaun................................................ 44 5. Potensi Eksisiting Vegetasi terhadap Pengembangan Ruang ................... 45 6. Potensi Eksisiting Satwa terhadap Pengembangan Ruang........................ 47 7. Karakteristik Badan dan Aliran Air ......................................................... 48 8. Analisis Kualitas Fisika dan Kimia Air.................................................... 53 9. Kondisi Eksisting Penggunaan Lahan...................................................... 58 10. Potensi Tata Guna Lahan sebagai Pembentuk Ruang............................... 59 11. Jenis Fasilitas Umum .............................................................................. 61 12. Jumlah Penduduk Desa Situdaun berdasarkan Jenis Kelamin .................. 64 13. Jumlah Penduduk berdasarkan Mata Pencahariannya .............................. 64 14. Jumlah Kunjugan ke Desa Situdaun ........................................................ 65 15. Hasil Analisis dan Sintesis ...................................................................... 66 16. Pengembangan Ruang, Aktivitas dan Fasilitas Agrowisata ...................... 90 17. Alternatif Tanaman untuk Perencanaan Tata Hijau ............................... 99
12
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Kerangka pikir studi................................................................................
4
2. Peta Orientasi Lokasi Studi ..................................................................... 21 3. Proses perencanaan lanskap..................................................................... 22 4. Batas Desa .............................................................................................. 28 5. Pencapaian lokasi studi ........................................................................... 29 6. Jalan di dalam Tapak............................................................................... 30 7. Angkutan Umum sebagai Moda Transportasi pada Tapak ....................... 31 8. Jalur Masuk Menuju Desa ....................................................................... 31 9. Pengaruh Vegetasi terhadap Perubahan Suhu .......................................... 34 10. Grafik Iklim Desa Situdaun Tahun 2002-2006 ........................................ 35 11. Pengontrolan Sinar Matahari pada Hardmaterial dan Softmaterial .......... 37 12. Transmisi Sinar Matahari pada Vegetasi.................................................. 37 13. Pemantulan Sinar Matahari pada berbagai Permukaan............................. 38 14. Pengontrolan Angin dengan Vegetasi ...................................................... 38 15. Peta Kemiringan Lahan Desa Situdaun.................................................... 42 16. Efek Kemiringan Lahan .......................................................................... 43 17. Upaya Konservasi pada Tapak ................................................................ 43 18. Tipikal Konfigurasi Vegetasi pada Tapak................................................ 46 19. Badan dan Aliran Air .............................................................................. 49 20. Vegetasi di Sekitar Situ (Check Dam) ..................................................... 50 21. Pembatasan Akses ke Area Situ (Check Dam) ......................................... 50 22. Kondisi Saluran Air ................................................................................ 51 23. Pemanfaatan Air Untuk Budidaya ........................................................... 52 24. Pola Alir Air pada Pemanfaatan Air ........................................................ 52 25. Peta Hidrografi Desa Situ Daun............................................................... 54 26. Good View .............................................................................................. 55 27. Sensuous Quality di Desa Situdaun ......................................................... 56 28. Peta Tata Guna Lahan Desa Situdaun...................................................... 60 29. Jaringan Jalan dan Listrik pada Tapak ..................................................... 61
13
30. Aktivitas Pengunjung Menikmati Pemandangan...................................... 65 31. Diagram Konsep Ruang pada Tapak........................................................ 72 32. Diagram Konsep Aktivitas Wisata........................................................... 74 33. Diagram Konsep Sirkulasi....................................................................... 75 34. Block Plan .............................................................................................. 77 35. Ilustrasi Ruang Agrowisata Pertanian...................................................... 78 36. Ilustrasi Ruang Agrowisata Perikanan ..................................................... 79 37. Ilustrasi Ruang Penerimaan Utama ......................................................... 80 38. Ilustrasi Ruang Pelayanan ....................................................................... 81 39. Ilustrasi Ruang Transisi........................................................................... 81 40. Diagram Rencana Ruang......................................................................... 82 41. Rencana Ruang ....................................................................................... 84 42. Ilustrasi Aktivitas Agrowisata Pertanian.................................................. 85 43. Ilustrasi Fasilitas Agrowisata Pertanian ................................................... 85 44. Ilustrasi Aktivitas di Ruang Agrowisata Perikanan .................................. 86 45. Ilustrasi Fasilitas Saung Pancing ............................................................. 86 46. Ilustrasi Papan Penunjuk Arah dan Informasi .......................................... 87 47. Ilustrasi Aktivitas di Ruang Transisi........................................................ 88 48. Ilustrasi Aktivitas dan Fasilitas di Ruang Konservasi............................... 89 49. Ilustrasi Fasilitas Observation Deck ........................................................ 89 50. Potongan Jalur Primer dan Sekunder Wisata ........................................... 94 51. Ilustrasi Jalur Sepeda............................................................................... 94 52. Ilustrasi Stopping Area ............................................................................ 95 53. Rencana Sirkulasi.................................................................................... 96 54. Rencana Tata Hijau ................................................................................. 98 55. Rencana Tapak ....................................................................................... 103 56. Touring Plan........................................................................................... 104
14
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 .............................................. 111
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Manusia merupakan oganisme dinamis dengan perkembangan pola pikir dan tingkat kebutuhan tumbuh semakin pesat. Salah satu bentuk kebutuhan yang dinamis itu adalah kebutuhan akan keindahan, kenyamanan, dan suasana pencarian keseimbangan dengan alam. Kebutuhan ini cenderung berada pada dimensi psikologis manusia karena berhubungan langsung dengan naluri eros, ego, dan super ego, nilai rasa, cipta, serta keinginan berapresiasi. Pemenuhannya biasanya dilakukan pada waktu tertentu (waktu luang) dengan melakukan berbagai kegiatan antara lain rekreasi atau wisata pada berbagai macam lanskap yang menjanjikan pemuasan kebutuhan tersebut. Semakin meningkatnya permintaan untuk memenuhi kebutuhan ini menyebabkan peranan keanaekaragaman dalam rekreasi pun sangat penting, diselaraskan dengan semakin bervariasinya keinginan dan selera wisatawan, sehingga tersedia berbagai pilihan untuk berekreasi (Soemarwoto, 1991). Dalam perkembangannya, semakin beragam pula model lanskap wisata yang ditawarkan disesuaikan dengan jenis kegiataannya. Kegiatan wisata sendiri dapat berupa
agrowisata,
wisata
alam,
wisata
buru,
dan
wisata
rimba
(Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001). Model agrowisata adalah lanskap wisata khas yang cocok dikembangkan di Indonesia. Hal ini sangat mungkin dilakukan mengingat berlimpahnya potensi sektor pertanian di Indonesia. Kabupaten Bogor-sampai tahun 2006memiliki luas lahan pertanian mencapai 151.296 ha, dan luas areal kolam ikan mencapai 1.776 ha (Bapeda Jabar, 2007). Angka luasan ini termasuk salah satu yang terbesar di Jawa Barat. Potensi yang sama terdapat di Desa Situdaun. Hampir 52 % luas wilayahnya berupa lahan pertanian dan 3% berupa areal kolam ikan. Potensi penduduk Desa Situdaun juga sangat besar dengan dua per tiga jumlah penduduk usia produktifnya berprofesi sebagai petani. Hamparan lahan pertanian dan perikanan di Desa Situdaun ditunjang dengan pemandangan lanskap desa yang indah, dikolaborasikan dengan background Gunung Salak di
2
sebelah selatan; dan diapit oleh aliran Sungai Ciheudeng dan Cinangneng yang memainkan
peran
penting
dalam
siklus
hidrologi
dalam
menopang
keberlangsungan kegiatan pertanian dan perikanan di daerah ini. Pada kenyataannya potensi tesebut tidak berkembang maksimal. Masalah yang terdapat pada tapak adalah munculnya gejala masalah alih guna lahan. Gejala masalah alih guna lahan adalah isu tata guna lahan yang dapat disebabkan oleh terjadinya perpindahan penduduk ke kota, penghasilan yang rendah, peluang/kesempatan kerja, kesehatan dan nutrisi yang buruk, produksi subsisten yang tidak sesuai, terjadi degradasi lahan-lahan erosi di tanah pertanian dan banjir (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001). Gejala masalah alih guna lahan yang terdapat pada tapak meliputi penghasilan yang rendah disebabkan biaya produksi yang lebih tinggi, dan peluang/kesempatan beralih ke jenis mata pencaharian lain. Kondisi ini dikhawatirkan dapat meningkatkan jumlah konversi lahan pada tapak. Tak jarang bagi mereka, pilihan untuk menyewakan atau menjual lahan kepada pengusaha luar daerah menjadi solusi efektif dan populis sampai saat ini. Solusi berupa perencanaan agrowisata yang komprehensif dan imparsial setidaknya akan mampu menggali dan mengarahkan potensi kawasan ini. Nantinya tapak tidak hanya dikembangkan hanya untuk kegiatan produksi tetapi juga mempunyai nilai jual pada sektor wisata. Imbasnya, pendapatan petani semakin meningkat sehingga dapat mempertahankan dan terus memberdayakan lahannya.
1.2. Tujuan Studi ini bertujuan untuk menyusun suatu perencanaan lanskap agrowisata, dengan menyediakan ruang-ruang wisata pertanian yang dilengkapi dengan jalur sirkulasi dan sarana penunjang. Lanskap agrowisata ini direncanakan agar berdaya guna, bernilai indah, berkelanjutan, dan secara tak langsung dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan.
3
1.3. Kegunaan Hasil studi ini berupa rencana lanskap agrowisata Situdaun diharapkan dapat berguna sebagai : 1. Acuan rencana pengembangan agrowisata bagi pemerintah setempat. 2. Bahan pertimbangan dalam usaha pelestarian pertanian lokal serta peningkatan kesejahteraaan masyarakat setempat.
1.4. Kerangka Pikir Studi Studi ini dilakukan atas dasar pemikiran bahwa kondisi tapak sangat potensial untuk dikembangkan menjadi suatu objek agrowisata. Desa Situdaun memiliki banyak potensi sumberdaya alam dan aktivitas masyarakatnya yang terkomposisi dalam karakter lanskap pertanian. Namun selama ini potensi tersebut dominan difungsikan pada kegiatan produksi. Oleh karena itu diperlukan suatu perencanaan yang dapat mengakomodasi dua fungsi yang berbeda tersebut dan menjadikannya suatu kesatuan fungsi tapak yang sinergi. Perencanaan dilakukan dengan mengoptimalkan setiap potensi pada tapak. Komponen-komponen tersebut kemudian diterjemahkan dalam ruang dan pola sirkulasi berdasarkan aktivitas wisata yang akan dikembangkan. Berdasarkan ruang dan pola sirkulasi yang terbentuk serta penyediaan fasilitas wisata, dilakukan perencanaan lanskap agrowisata di Desa Situdaun, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor (Gambar 1).
4
Eksisting lanskap Desa Situdaun : lanskap pedesaan berupa pertanian dan perikanan
Potensi lanskap (Pendekatan rekreasi Gold, 1980): 1. Sumberdaya fisik • Hamparan lahan pertanian tanaman pangan dan perikanan, pemandangan tapak (karakter lanskap pertanian) • Jenis penggunaan lahan 2. Aktivitas sosial • Rutinitas kegiatan budidaya pertanian dan perikanan
Objek dan atraksi wisata
Daya dukung rekreasi
Masalah: 1. Gejala masalah alih guna lahan • Tingkat pendapatan • Peluang kesempatan kerja 2. Penggunaan lahan aktual • Konversi lahan 3. Transformasi lanskap (jangka panjang)
Konsep agrowisata • Ruang • Aktivitas dan fasilitas • Sirkulasi • Tata hijau • Touring plan
Produk : Perencanaan Lanskap Agrowisata Desa Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor • Gambar site plan • Gambar rencana ruang • Gambar rencana sirkulasi • Gambar rencana tata hijau
Gambar 1. Kerangka Pikir Studi
Situdaun,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perencanaan Lanskap 2.1.1. Pengertian Lanskap dan Tapak Lanskap adalah suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, di mana karakter tersebut menyatu secara harmoni dan alami untuk memperkuat karakter lanskapnya (Simonds, 1983). Menurut Rachman (1984), lanskap adalah wajah atau karakter lahan atau bagian dari muka bumi dengan segala sifat dan kehidupan yang ada di dalamnya baik yang bersifat alami maupun buatan, manusia beserta makhluk hidup lainnya, sejauh mata memandang, sejauh indera dapat menangkap dan sejauh imajinasi dapat menjangkau serta membayangkan. Tapak (site), secara fisik, merupakan bagian dari suatu lanskap atau lanskap itu sendiri, berbentuk alami atau buatan, statis atau dinamis, dengan ukuran serta karakter yang beragam. Secara teknis, tapak didefinisikan sebagai suatu areal yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan yang akan direncanakan atau dirancang dengan tujuan dan manfaat tertentu. Tapak merupakan suatu sistem (fisik dan sosial) yang dibentuk dan dipengaruhi keberadaan serta kelestariannya oleh berbagai elemen pembentuk lanskap (tanah, air, vegetasi, iklim, ekonomi, politik dan budaya manusia yang mendiaminya. Setiap tapak juga memiliki bentuk fisik (forms, features, forces) dengan karakter tertentu (statis, dinamis, ramah, gagah, meluas, dan lainnya) yang mempengaruhi tujuan dan pembentukan dan penataannya (Nurisjah, 2004).
2.1.2. Perencanaan Lanskap Knudson (1980) menyatakan, bahwa perencanaan lanskap adalah kemampuan
untuk
mengumpulkan
dan
mengintrepertasikan
data,
memproyeksikan ke masa depan, mengidentifikasikan masalah dan memberikan pendekatan yang beralasan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut. Perencanaan lanskap adalah suatu proses sintesis yang kreatif tanpa akhir dan dapat ditambah, juga merupakan proses yang rasional dan evolusi yang teratur.
6
Perencanaan merupakan urutan-urutan pekerjaan yang saling berhubungan dan berkaitan. Semua bagian tersebut tersusun sedemikian rupa sehingga apabila terjadi perubahan pada suatu bagian, maka akan mempengaruhi bagian lainnya (Simonds, 1983). Menurut Laurie (1994), perencanaan tapak merupakan suatu bentuk pendekatan ke masa depan terhadap lahan yang diikuti imajinasi dan kepekaan terhadap analisis tapak. Lebih lanjut Laurie (1994) menyatakan perencanaan tapak adalah suatu proses ketika persyaratan-persyaratan program dilengkapi, ditempatkan, dihubungkan satu sama lain, dengan menghindari kerusakan pada tapak. dan diikuti oleh proses imajinasi serta kepekaan terhadap analisis tapak. Tahap ini adalah tahap awal terjadinya proses pemahaman dan pengaturan ruang, sirkulasi, saran dan prasarana. nilai-nilai keindahan. air dan perlindungan tanah serta keadaan di atasnya pada suatau tapak. Hubungan timbal balik antara tapak dengan program menghasilkan tata guna lahan.
2.1.3. Proses Perencanaan Lanskap Gold (1980) menyatakan bahwa proses perencanaan merupakan suatu proses yang dinamis, saling terkait dan saling menunjang. Dijelaskan lebih lanjut, bahwa proses perencanaan merupakan suatu tahapan sistematis untuk menentukan kondisi awal tapak, kondisi yang diinginkan pada tapak dan cara atau model terbaik untuk mencapai kondisi yang diinginkan pada tapak tersebut. Adapun proses perencanaan yang dikemukakan Gold (1980) terdiri dari enam tahap, yaitu: persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, perencanaan dan perancangan. Persiapan merupakan tahap perumusan tujuan, program dan informasi lain tentang berbagai keinginan pemilik dan pemakai (Gold, 1980). Pada awal proses perencanaan lanskap dimulai dengan memperhatikan, menafsirkan dan menjawab berbagai kepentingan dan kebutuhan manusia dan mengakomodasikan berbagai kepentingan ke dalam produk (lahan) yang direncanakan, seperti untuk mengkreasi dan merencanakan secara fisik berbagai bentuk pelayanan, fasilitas dan berbagai bentuk pemanfaatan sumber daya tersedia lainnya serta nilai-nilai budaya manusia. Pada tahapan perencanaan selalu terdapat kemungkinan adanya perubahan yang diakibatkan oleh penyesuaian kepentingan dan beberapa hal yang
7
tidak dapat dihindari. Selama dapat menunjang tujuan yang direncanakan, perubahan-perubahan tersebut dapat ditoleransi atau diakomodasikan (Nurisjah dan Pramukanto, 1996). Inventarisasi merupakan proses pengumpulan data keadaan awal dari tapak. Dilakukan dengan survei lapang, wawancara, pengamatan, perekaman, studi pustaka dan sebagainya. Menurut Nurisjah dan Pramukanto (1996), data yang dikumpulkan dalam inventarisasi meliputi: (a) Data fisik, terdiri dari: data iklim, fisiografi, topografi, hidrologi, kemiringan, biota, kualitas visual dan tata ruang; (b) Data sosial, terdiri dari: kebudayaan, kependudukan, perilaku dan kebiasaan pengguna lanskap; (c) Data ekonomi, menyangkut tentang berbagai ketersediaan biaya untuk pelaksanaan dan pemeliharaan. Analisis merupakan suatu tahapan untuk mengidentifikasi potensi, masalah dan kemungkinan pengembangan lain dari tapak sebagai alternatif berdasarkan data yang diperoleh dari kegiatan inventarisasi tapak (Rachman, 1984). Menurut Nurisjah dan Pramukanto (1996), analisis dilakukan terhadap berbagai aspek dan faktor yang berperan terhadap keindahan dan kelestarian rencana pada tapak/lahan tersebut sehingga dapat diketahui masalah, hambatan, potensi dan berbagai tingkat kerawanan atau kerapuhan tapak. Penentuan suatu potensi bila sesuai dengan tujuan dan atau mengganggu tapak dan daerah sekitarnya. Secara kualitatif deskriptif, elemen pembentuk lanskap dikelompokan menjadi empat kelompok yaitu masing-masing yang termasuk ke dalam kelompok potensi, kendala, amenity, danger signal. Secara kuantitatif, dihitung daya dukung dari sumber daya yang akan dikembangkan untuk tujuan dan fungsi yang direncanakan atau diinginkan. Untuk pengembangan suatu tapak/lahan sebaiknya diperhatikan ambang batas daya dukungnya agar tidak terjadi degradasi sumber daya sehingga kelestarian dan keindahan alamnya dapat tetap terjaga. Hasil dari proses
analisis
disajikan
dalam
bentuk
kemungkinan
atau
alternatif
pengembangan tapak/lanskap, baik dalam skala lanskap total maupun hanya bagian dari tapak yang direncanakan. Sintesis merupakan suatu tahap menentukan alternatif pemecahan masalah dan pemanfaatan potensi dengan menggunakan beberapa cara yang disesuaikan dengan tujuan perencanaan (Rachman, 1984). Pada tahap ini, hasil dari tahap
8
analisis dikristalisasi dan dikembangkan sebagai input untuk menentukan konsep pengembangan yang mengacu pada tujuan dan fungsi yang ditetapkan. Konsep menurut Rachman (1984) merupakan tahap mencari dan menetapkan cara terbaik untuk pemecahan masalah dan pemanfaatan potensi. Setelah dilakukan pemecahan masalah dan pemanfaatan potensi akan diperoleh alternatif-alternatif pembagian ruang/zonasi (Rachman, 1984). Nurisjah dan Pramukanto (1996) menyatakan bahwa hasil dari tahap sintesis adalah altenatifalternatif perencanaan, dimana alternatif tersebut merupakan alternatif terpilih yang berupa modifikasi dan kombinasi dari beberapa alternatif pra-perencanaan. Alternatif yang terpilih ini harus memenuhi syarat dasar yaitu memungkinkan untuk dilaksanakan dan dipelihara berdasarkan aspek fisik, sosial, ekonomi, maupun teknik.
2.1.4. Produk Perencanaan Lanskap Perencanaan, menurut Rachman (1984), merupakan tahap penyusunan rencana seksama atas konsep dan hasilnya berupa rencana gambar dan administratif. Menurut Nurisjah dan Pramukanto (1996), hasil perencanaan lanskap dapat disajikan dalam bentuk gambar pra-perencanaan terdiri dari gambar situasi tapak awal (denah, perspektif atau ilustrasi lainnya), dan gambar atau ilustrasi tahap analisis dan sintesis (detil dan menyeluruh, perwilayahan, block plan), sedangkan gambar perencanaan lanskap yaitu: rencana lanskap utama (master landscape plan), rencana tata letak (site plan), rencana tata hijau (planting plan), rencana teknis konstruksi (construction plan) dan rencana teknis lainnya.
2.2. Rekreasi dan Wisata 2.2.1. Pengertian Rekreasi dan Wisata Rekreasi adalah apa yang terjadi dalam hubungan dengan kepuasan diri yang diperoleh dari pengalaman (Gold, 1980). Rekreasi juga dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menggunakan waktu luang yang menyenangkan dan konstruktif, yang memberikan tambahan pengetahuan dan pengalaman mental maupun fisik dari alam (Douglas, 1992). Soemarwoto (1991) menyatakan bahwa rekreasi bukan hanya berarti bersenang-senang, melainkan harus diartikan sebagai
9
re-kreasi, yaitu secara harfiah berarti diciptakan kembali dan memulihkan kekuatan dirinya baik fisik maupun spiritual. Menurut Nurisjah dan Pramukanto ( 1 9 9 6 ) rekreasi merupakan aktivitas penggunaan waktu luang yang menyenangkan, yang dapat dilakukan di dalam atau di luar ruangan. Rekreasi direncanakan tidak hanya suatu bentuk aktivitas yang menyenangkan tetapi juga untuk memperkaya, memperluas dan mengembangkan kemampuan seseorang serta memuaskan hasrat alami manusia untuk sesuatu yang baru dengan gaya hidup yang memuaskan. Rekreasi menuntut pemilihan berbagai pemilihan aktivitas oleh individu atau kelompok, baik yang aktif maupun pasif (Gold, 1980). Aktivitas rekreasi terjadi pada berbagai tingkatan umur manusia, ditentukan elemen waktu, kondisi dan sikap manusia serta situasi lingkungan. Ungkapan yang senada oleh Clawson dan Knetsch (1966), kegiatan rekreasi dibedakan menjadi kegiatan yang bersifat aktif dan pasif. Rekreasi aktif lebih berorientasi pada manfaat fisik dan pelakunya aktif secara fisik. Rekreasi pasif lebih berorientasi mental daripada fisik. Pada prakteknya kegiatan rekreasi dapat berupa aktivitas berenang, memancing, berperahu, berpiknik, sightseeing, jogging, berkemah, mendaki gunung, dan sebagainya. Wisata merupakan pergerakan orang sementara menuju tempat tujuan yang berada di luar tempat biasa mereka bekerja dan tinggal, aktivitas yang dilakukan selama mereka tinggal ditempat tujuan dan fasilitas yang diciptakan untuk melayani kebutuhan mereka (Gunn, 1994). Holden (2000) menambahkan bahwa pembangunan wisata ditempat tujuan meliputi penggunaan sumberdaya fisik dan alam yang kemudian akan berdampak terhadap ekonomi, budaya dan ekologi di tempat tujuan wisata yang sedang berkembang. Wisata adalah sebuah sistem, tidak hanya bertemunya bisnis pengunjung, tetapi juga masyarakat dan lingkungan. Pariwisata adalah industri yang berkaitan dengan perjalanan untuk mendapatkan rekreasi. Daya tarik pariwisata atau rekreasi terletak pada keindahan yang dapat dinikmati wisatawan dan tersedianya sesuatu yang spesifik di daerah tujuan wisata. Spillane (1994) mengungkapkan bahwa pariwisata adalah perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain bersifat sementara, dilakukan
10
perorangan atau kelompok sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dalam kebahagiaan dengan lingkungan hidup, dalam dimensi sosial, budaya, alam, dan ilmu pengetahuan. Kelly (1998) menyatakan secara kuantitatif, turis dan kepariwisataan biasanya digambarkan sebagai orang yang melakukan perjalanan di luar kepentingan bisnis, dengan jarak lebih dari 50 mil dari dan lebih dari semalam meninggalkan dan jauh dari tempat tinggalnya. Kebanyakan perjalanan dengan keberangkatan yang terjadwal, dan dengan anggaran yang tersusun
dan
terhitung
rapi.
Dari
sekian
banyaknya
definisi
tentang
kepariwisataan, ada dua paradigma penting terkait dengan apakah kepariwisataan itu memiliki jaringan sehingga berhasil pada proses perencanaannya. Pertama, pardigma bahwa kepariwisataan adalah suatu pengalaman perorangan yang menurut beberapa teori antropologi adalah sebuah pengalaman ritual budaya pada manusia. Kedua, paradigma yang melihat kepariwisataan sebagai kegiatan ekspor
2.2.2. Sumberdaya Wisata Sumberdaya untuk kegiatan wisata menurut Gold (1980) adalah tempat tujuan bagi orang yang melakukan wisata yang merupakan suatu kesatuan ruang tertentu dan dapat menarik keinginan untuk berwisata. Ketersediaan sumberdaya untuk berwisata dapat dilihat dari jumlah dan kualitas dari sumberdaya yang tersedia serta dapat digunakan pada waktu tertentu. Untuk mengetahui sumberdaya yang tersedia dapat dilakukan identifikasi dan inventarisasi kemudian dianalisis potensi dan kendalanya. Sumberdaya wisata adalah segala sesuatu yang terdapat di daerah tujuan wisata yang merupakan daya tarik bagi pengunjung, diantaranya adalah sebagai berikut: (1) Benda-benda yang tersedia dan terdapat di alam semesta yang dalam istilah wisata disebut dengan natural amenities seperti iklim, bentuk tanah dan pemandangan, hutan, flora dan fauna serta pusat-pusat kesehatan yang termasuk dalam kelompok ini; (2) Hasil ciptaan manusia antara lain benda-benda yang memiliki nilai sejarah, keagaman dan kebudayaan; (3) Tata cara hidup masyarakat setempat. Merencanakan suatu kawasan wisata merupakan upaya untuk menata dan memanfaatkan sumberdaya wisata untuk mendukung kegiatan wisata yang akan dikembangkan dan meminimalkan kerusakannya.
11
2.2.3. Objek dan Atraksi Wisata Objek wisata merupakan andalan utama bagi pengembangan kawasan wisata, dan didefinisikan sebagai suatu keadan alam dan perwujudan ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya serta sejarah dan tempat yang memiliki daya tarik untuk dikunjungi wisatawan (Nurisjah (2004). Sedangkan atraksi wisata diartikan sebagai segala perwujudan dan sajian alam serta kebudayaan, yang secara nyata dapat dikunjungi, disaksikan serta dinikmati wisatawan di suatu kawasan wisata. Daya tarik wisata atau objek wisata merupakan potensi yang menjadi pendorong kehadiran wisatawan ke suatu darah tujuan wisata (Suwantoro 1997). Umumnya daya tarik suatu objek wisata berdasar pada adanya sumber daya yang dapat menimbulkan rasa senang, indah, nyaman dan bersih, adanya aksesibilitas yang tinggi untuk dapat mengunjunginya, adanya ciri khusus atau spesifikasi yang bersifat langka, sarana dan prasarana penunjang untuk melayani para wisatawan yang hadir, serta memiliki daya tarik yang tinggi terhadap keindahan alamnya ataupun nilai khusus suatu objek buah karya manusia pada masa lampau. Berdasarkan Yoeti (1997), atraksi wisata merupakan sesuatu yang dapat dilihat atau disaksikan melalui suatu pertunjukkan (shows) yang khusus diselenggarakan untuk para wisatawan. Sedangkan objek wisata dapat dilihat atau disaksikan tanpa membayar. Dalam atraksi wisata untuk menyaksikannya harus dipersiapkan terlebih dahulu, sedangkan objek wisata dapat dilihat tanpa dipersiapkan terlebih dahulu. Objek dan segala atraksi wisata yang diperlihatkan merupakan daya tarik utama, mengapa seseorang datang berkunjung ke suatu tempat dan keasliannya harus dipertahankan, sehingga wisatawan hanya dapat melihat dan menyaksikan objek serta atraksi wisata hanya di tempat tersebut. Objek wisata khususnya agrowisata tidak hanya terbatas kepada objek dengan skala hamparan yang luas seperti areal perkebunan, namun juga skala kecil yang karena keunikannya dapat menjadi objek wisata yang menarik.
2.2.4. Pelayanan Wisata Objek wisata selayaknya memberikan kemudahan bagi wisatawan dengan cara melengkapi kebutuhan prasarana dan sarananya (Tirtawinata dan Fachruddin
12
1996). Fasilitas pelayaan didirikan di lokasi yang tepat dan strategis sehingga dapat berfungsi sacara maksimal. Kehadiran wisatawan ditentukan oleh kemudahan yang diciptakan termasuk ketersediaan fasilitas pelayanan wisata (Deptan, 2003). Fasilitas dan pelayanan wisata merupakan semua fasilitas yang fungsinya memenuhi kebutuhan wisatawan yang tinggal untuk sementara waktu di daerah tujuan wisata yang dikunjunginya, dimana mereka dapat santai menikmati dan berpartisipasi dalam kegiatan yang tersedia di daerah tujuan wisata tersebut (Yoeti 2003).
2.2.5. Produk Wisata Produk pariwisata atau wisata merupakan susunan produk yang terdiri dari campuran atraksi wisata, transportasi, akomodasi dan hiburan. Produk ini merupakan bahan baku bagi perencana dan penyelenggara perjalanan wisata untuk menyusun paket wisata yang selanjutnya ditawarkan atau dipasarkan kepada calon wisatawan.
Produk wisata adalah satu paket atau kemasan yang terdiri dari
komponen barang-barang berwujud dan tidak berwujud yang dapat digunakan untuk beraktivitas di daerah tujuan wisata dan paket ini akan dilihat atau disaksikan oleh wisatawan sebagai suatu pengalaman yang dapat dibeli dengan harga tertentu (Yoeti 2003). Menurut pengertian tersebut terdapat lima komponen utama dalam total produk wisata yaitu daya tarik daerah tujuan wisata, fasilitas dan pelayanan, aksesibilitas, image dan persepsi daerah tujuan wisata serta harga atau biaya untuk perjalanan wisata.
2.2.6. Perencanaan Kawasan Rekreasi Gold (1980) mengungkapkan perencanaan kawasan rekreasi adalah suatu proses yang menghubungkan manusia dengan waktu luang dan ruang. Penggunaan informasi untuk mengalokasikan sumberdaya dalam rangka mengakomodasikan waktu luang pada saat ini dan di masa yang akan datang, yang dibutuhkan oleh suatu populasi dan areal perencanaan (Gold, 1980). Menurut Gold (1980) terdapat beberapa prinsip umum dalam perencanaan kawasan rekreasi, yaitu: ( 1 ) Semua orang harus dapat melakukan aktivitas dan memakai fasilitas rekreasi; (2) Rekreasi harus dikoordinasikan dengan
13
kemungkinan-kemungkinan rekreasi lain yang sama untuk menghindari duplikasi; (3) Rekreasi harus berintegrasi dengan pelayanan umum lain seperti kesehatan, pendidikan, dan transportasi; (4) Fasilitas-fasilitas harus dapat beradaptasi dengan permintaan di masa yang akan datang; ( 5 ) Fasilitas dan programnya secara finansial harus dapat dikerjakan; (6) Penduduk di sekitarnya harus dilibatkan dalam perencanaan; (7) Perencanaan lokal dan regional harus berintegrasi; (8) Perencanaan harus merupakan proses yang berkelanjutan dan membutuhkan evaluasi; (9) Fasilitas-fasilitasnya harus membuat lahan menjadi seefektif mungkin untuk menyediakan waktu yang sebaik-baiknya demi kesehatan, keamanan, dan kebahagiaan penggunanya; merupakan contoh desain yang positif serta suatu bentuk kepedulian terhadap manusia. Perencanaan kawasan rekreasi dilakukan melalui empat tipe pendekatan (Gold. 1980), yaitu: 1. Pendekatan sumberdaya, yaitu dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi sumberdaya untuk menentukan bentuk serta kemungkinan rekreasi dan atraksi wisata. 2. Pendekatan aktivitas, yaitu dengan menyeleksi aktivitas pada masa lalu untuk
menentukan
kemungkinan-kemungkinan
apa
yang
dapat
disediakan pada masa yang akan datang. 3. Pendekatan ekonomi, yaitu dengan mempertimbangkan dasar ekonomi atau sumber fiskal dari masyarakat digunakan untuk menentukan jumlah, tipe, dan kemungkinan-kemungkinan rekreasi. 4. Pendekatan perilaku, dengan mempertimbangkan perilaku manusia dan kejadian-kejadian pada waktu luang yang mempengaruhi pemilihan tentang bagaimana, di mana dan kapan orang-orang menggunakan waktu luangnya
2.2.7. Daya Dukung Rekreasi Daya dukung adalah konsep dasar yang dikembangkan untuk kegiatan pengelolaan suatu sumberdaya alam dan lingkungan yang lestari, melalui ukuran kemampuannya. Konsep ini dikembangkan, terutama untuk mencegah kerusakan atau degradasi dari suatu sumberdaya alam dan lingkungan. Sehingga keberadaan, kelestarian dan fungsinya dapat terwujud dan pada saat dan ruang yang sama juga
14
pengguna atau masyarakat pemakai sumberdaya tersebut tetap berada dalam kondisi sejahtera dan/atau tidak dirugikan (Bahar, 2004). Gold
(1980)
mendefinisikan
daya
dukung
rekreasi
sebagai
kemampuan suatu area rekreasi secara alami, segi fisik, dan sosial untuk dapat mendukung atau menampung penggunaan aktivitas rekreasi dan memberikan suatu kualitas pengalaman rekreasi yang diinginkan; atau jumlah penggunaan aktivitas yang dapat diberikan suatu sumberdaya yang paling sesuai terhadap perlindungan rekreasi tersebut dan kepuasaan yang didapat oleh pengguna. Sementara itu Douglass (1992) mendefinisikan daya dukung rekreasi sebagai suatu istilah yang digunakan untuk menghitung hubungan antara suatu kausalitas atraksi tersebut. Daya dukung optimal aktivitas rekreasi merupakan banyaknya aktivitas yang dapat ditampung oleh suatu area tertentu selama jangka waktu tertentu dan memberikan perlindungan yang semestinya kepada sumberdaya area tersebut dan memberikan kepuasan kepada pengguna. Daya dukung ini terbagi dua : 1. Daya dukung fisik, yaitu jumlah pengguna yang dapat ditampung pada suatu area tanpa adanya perubahan pada kualitas rekreasi pada tapak tersebut. 2. Daya dukung sosial, yaitu tingkatan aktivitas rekreasi yang sangat disukai dan diterima oleh penggunanya.
2.3. Agrowisata 2.3.1. Pengertian Agrowisata Agrowisata adalah salah satu bentuk wisata yang objek wisata utamanya adalah lanskap pertanian, sehingga secara sederhana dapat disimpulkan bahwa agrowisata adalah rekreasi atau wisata yang memanfaatkan objek-objek pertanian. Dalam istilah sederhana, agrowisata didefinisikan sebagai perpaduan antara pariwisata dan pertanian dimana pengunjung dapat mengunjungi kebun, peternakan atau kilang anggur untuk membeli produk, menikmati pertunjukan, mengambil bagian aktivitas, makan suatu makanan atau melewatkan malam bersama di suatu areal perkebunan atau taman (www.farmstop.com).
15
Bahar (1989) mendefinisikan agrowisata sebagai suatu rangkaian kegiatan wisata yang memanfaatkan objek-objek di sektor pertanian, antara lain perkebunan, ladang pembibitan, palawija dan Iain-lain, guna meningkatkan produktifitas di sektor pertanian. Ditambahkan oleh Tirtawinata dan Fachruddin (1996), agrowisata merupakan suatu upaya yang berkaitan dalam rangka menciptakan produk wisata baru (diversifikasi). Kegiatan agrowisata juga merupakan kegiatan pengembangan wisata yang berkaitan dengan kegiatan pedesaan dan pertanian, yang mampu meningkatkan nilai tambah kegiatan pertanian dan kesejahteraan pedesaaan. Maetzold (2002) menyatakan agritourism adalah usaha alternatif dengan mengundang beberapa orang lahan pertanian atau peternakan. Dapat juga digambarkan sebagai suatu rangkaian kegiatan yang terjadi ketika perjalanan seseorang dihubungkan dengan produk, pelayanan, dan pengalaman pertanian. Produk itu sendiri bisa merupakan suatu pengalaman. Agrowisata bukanlah wisata yang hanya terbatas kepada objek dengan skala hamparan yang luas seperti yang dimiliki oleh areal perkebunan, tetapi juga skala kecil yang karena keunikannya dapat menjadi objek wisata yang menarik. Cara-cara bertanam tebu, acara panen tebu, pembuatan gula pasir tebu, serta cara-cara penciptaan varietas baru tebu merupakan salah satu contoh objek yang kaya dengan muatan pendidikan. Cara pembuatan gula merah kelapa juga merupakan salah satu contoh lain dari kegiatan yang dapat dijual kepada wisatawan disamping mengandung muatan kultural dan pendidikan juga dapat menjadi media promosi, karena dipastikan pengunjung akan tertarik untuk membeli gula merah yang dihasilkan pengrajin. datangnya masyarakat mendatangi
Dengan
objek wisata juga terbuka peluang pasar,
tidak hanya bagi produk dari objek agrowisata yang bersangkutan, namun pasar dari segala kebutuhan masyarakat (Deptan, 2003). Dengan demikian, melalui agrowisata bukan semata merupakan usaha/bisnis dibidang jasa yang menjual jasa bagi pemenuhan konsumen akan pemandangan yang indah dan udara yang segar, namun juga dapat berperan sebagai media promosi produk pertanian, menjadi media pendidikan masyarakat, memberikan signal bagi peluang pengembangan diversifikasi produk agribisnis, dan berarti pula dapat menjadi kawasan pertumbuhan baru wilayah. Dengan demikian maka agrowisata dapat
16
menjadi salah satu sumber pertumbuhan baru daerah, sektor pertanian, dan ekonomi nasional (Deptan, 2003).
2.3.2. Manfaat Agrowisata Menurut Arifin (2001) agrowisata adalah salah satu bentuk kegiatan wisata yang di lakukan di kawasan pertanian dan aktifitas di dalamnya seperti persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan hasil panen sampai dalam bentuk siap dipasarkan dan bahkan wistawan dapat membeli produk pertanian tersebut sebagai oleh-oleh. Agrowisata tersebut ikut melibatkan wisatawan dalam kegiatan-kegiatan pertanian. Lebih lanjut Tirtawinata dan Fachruddin (1996) menjelaskan bahwa agrowisata merupakan suatu upaya dalam rangka menciptakan produk wisata baru (diversifikasi). Kegiatan agrowisata juga merupakan kegiatan pengembangan wisata yang berkaitan dengan kegiatan pedesaan dan pertanian yang mampu meningkatkan nilai tambah kegiatan pertanian dan kesejahteraan pedesaaan. Tirtawinata dan Fachruddin (1996) menyatakan bahwa agrowisata dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Meningkatkan konservasi lingkungan. 2. Meningkatkan nilai estetika dan keindahan alam. 3. Memberikan nilai rekreasi. 4. Meningkatkan kegiatan ilmiah dan pengembangan ilmu pengetahuan. 5. Mendapatkan keuntungan ekonomi.
2.3.3. Lanskap Agrowisata Simonds ( 1 9 8 3 ) mengungkapkan bahwa lanskap adalah bentangan alam yang memiliki karakteristik tertentu yang beberapa unsurnya dapat digolongkan menjadi unsur mayor dan unsur minor. Unsur mayor adalah unsur yang relatif sulit untuk diubah, sedangkan unsur minor adalah unsur yang relatif mudah untuk diubah. Setiap unsur ini saling berikatan secara harmonis membentuk karakter khas pada sebuah lanskap menguatkan kesan alami dan keindahan. Menurut Forman dan Gordon (1986), lanskap adalah bagian dari ruang di permukaan bumi, yang terdiri dari berbagai sistem yang kompleks, yang
17
dibentuk oleh aktivitas unsur biotik dan abiotik, serta adanya kesatuan di dalam sistem-sistemnya. Di alam terdapat lima tipe lanskap utama yaitu : ( 1 ) Lanskap alami, yang sedikit sekali dipengaruhi oleh manusia; (2) Lanskap yang dikelola, dimana biota asli tertentu dikelola dan dipungut hasilnya; (3) Lanskap pertanian, lanskap yang didominasi oleh pertanian; (4) Lanskap sub-urban, lanskap kota maupun daerah yang memiliki campuran patch yang heterogen. Lanskap agrowisata merupakan suatu kawasan rekreasi umum yang menyajikan pemandangan pertanian berupa lahan pertanian, fasilitas penunjang produksi pertanian dan pengolahan hasil pertanian. Pemandangan pertanian tersebut berupa sawah, perkebunan, palawija, taman bunga, tanaman koleksi, pembibitan dan pekarangan, peternakan dan perikanan. Pemandangan yang biasa terlihat pada lanskap pertanian pada umumnya terdiri dari : tanaman hias, tanaman hortikultur, hutan, bangunan pertanian, rumah kaca, kandang ternak dan kolam budidaya ikan. Lanskap agrowisata adalah sebuah lanskap pertanian berupa lahan pertanian, fasilitas pertanian, dan pengolahan hasil pertanian yang telah dimodifikasi oleh tangan-tangan manusia untuk kepentingan ekonomi dan rekreasi
serta
memanfaatkan
pemandangan
lanskap
alaminya
meminimalkan perusakan lingkungan yang terjadi. Pemandangan
dengan lanskap
alami tersebut dapat berupa sawah. perkebunan, palawija, taman bunga, tanaman koleksi, pembibitan dan pekarangan, peternakan dan perikanan.
2.3.4. Ruang Lingkup Agrowisata Tirtawinata dan Fachriddin (1996) menjelaskan ruang lingkup dan potensi agrowisata yang dapat dikembangkan di Indonesia meliputi bidang sebagai berikut : 1. Kebun raya. Obyek wisata berupa kebun raya memiliki kekayaan berupa tanaman yang berasal dari berbagai spesies. Daya tarik yang dapat ditawarkan kepada
wisatawan mencakup
kekayaan flora
yang ada,
keindahan
pemandangan didalamnya dan kesegaran udara yang memberikan rasa nyaman. 2. Perkebunan. Kegiatan usaha perkebunan meliputi perkebunan tanaman keras dan tanaman lainnya yang dilakukan oleh perkebunan swasta nasional maupun
18
asing, BUMN, dan perkebunan rakyat. Berbagai kegiatan obyek wisata perkebunan dapat berupa pra produksi (pembibitan), produksi, dan pasca produksi (pengolahan dan pemasaran). 3. Tanaman pangan dan hortikultur. Lingkup kegiatan wisata tanaman pangan meliputi usaha tanaman padi dan palawija serta hortikultur yakni bunga, buah sayur, dan jamu-jamuan. Berbagai proses kegiatan mulai dari pra panen, pasca panen berupa pengolahan hasil, sampai kegiatan pemasarannya dapat dijadikan obyek agrowisata. 4. Perikanan. Ruang lingkup kegiatan wisata perikanan dapat berupa kegiatan budidaya perikanan sampai proses pasca panen. Daya tarik perikanan sebagai sumberdaya wisata diantaranya pola tradisional dalam perikanan serta kegiatan lain, misalnya memancing ikan. 5. Peternakan. Daya tarik peternakan sebagai sumberdaya wisata antara lain pola beternak, cara tradisional dalam peternakan serta budidaya hewan ternak.
2.3.5. Perencanaan dan Pengembangan Agrowisata Menurut Tirtawinata dan Fachruddin (1996), prinsip yang harus dipegang dalam sebuah perencanaan agrowisata, yaitu: (1) sesuai dengan rencana pengembangan wilayah tempat agrowisata itu berada, (2) dibuat secara lengkap, tetapi sesederhana mungkin, (3) mempertimbangkan tata lingkungan dan kondisi sosial masyarakat disekitarnya, (4) selaras dengan sumberdaya alam, sumber tenaga kerja, sumber dana, dan teknik-teknik yang ada, (5) perlu evaluasi sesuai dengan perkembangan yang ada. Dalam mengidentifikasi suatu wilayah pertanian sebagai wilayah kegiatan agrowisata perlu pertimbangan yang matang. Pertimbangan tersebut meliputi kemudahan aksesibilitas, karakter alam, sentra produksi pertanian, dan adanya kegiatan agroindustri. Perpaduan antara kekayaan komoditas dengan bentuk keindahan alam dan budaya masyarakat merupakan kekayaan obyek wisata yang amat bernilai. Agar lebih banyak menarik wisatawan, objek wisata perlu dilengkapi dengan sarana dan prasarana pariwisata, seperti transportasi, promosi dan penerangan (Tirtawinata dan Fachruddin, 1996).
19
Lebih lanjut Tirtawinata dan Fachrudin (1996) menyatakan bahwa terdapat tiga alternatif model agrowisata yang dapat diterapkan adalah sebagai berikut : 1. Alternatif pertama. Memilih daerah yang mempunyai potensi agrowisata dengan masyarakat tetap bertahan dalam kehidupan tradisional berdasarkan nilai-nilai kehidupannya. Model alternatif ini dapat ditemui di daerah terpencil dan jauh dari lalu lintas ekonomi luar. 2. Alternatif kedua. Memilih salah satu tempat yang dipandang strategis dari segi geografis pariwisata, tetapi tidak mempunyai potensi agrowisata sama sekali. Pada daerah ini akan dibuat agrowisata buatan. 3. Alternatif ketiga. Memilih daerah yang masyarakatnya memperlihatkan unsurunsur tata hidup tradisional dan memiliki pola kehidupan bertani, beternak, berdagang dan sebagainya serta tidak jauh dari lalu lintas wisata yang cukup padat.
2.2.6. Sarana dan Prasarana Pendukung Agrowisata Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat mengklasifikasikan faktor sarana pendukung agrowisata kedalam dua jenis, yaitu sarana umum dan sarana khusus. 1. Sarana umum, terbagi kedalam tiga bagian, yaitu sarana pokok, sarana pelengkap dan sarana penunjang. (a) Sarana pokok, meliputi: sarana transportasi, sarana akomodasi, sarana restoran dan tempat makan lainnya, sarana travel biro (biro perjalanan umum), souvenir shop (perusahaan penjual cinderamata). (b) Sarana pelengkap, meliputi: fasilitas olahraga dan fasilitas permainan. (c) Sarana pendukung, meliputi: fasilitas hiburan dan lainnya. 2. Sarana khusus, diantaranya meliputi laboratorium, tempat studi, literatur pendukung, tenaga peneliti pada objek yang dimaksud dan lain-lain. Faktor prasarana dalam agrowisata secara umum dibagi ke dalam dua golongan, yaitu : 1. Prasarana
perekonomian,
meliputi
prasarana
transportasi,
prasarana
komunikasi, prasarana perbankan dan prasarana utilitas. 2. Prasarana sosial, meliputi prasarana pendidikan kepariwisataan, prasarana kesehatan, prasarana keamanan dan pusat informasi pariwisata.
20
Menurut Tirtawinata dan Fachruddin (1996) sarana dan fasilitas yang dibutuhkan untuk suatu agrowisata antara lain : 1. Jalan menuju lokasi 2. Pintu gerbang 3. Tempat parkir 4. Pusat informasi 5. Sign board (papan informasi) 6. Jalan (sirkulasi) dalam kawasan agrowisata 7. Shelter 8. Toilet 9. Tempat ibadah 10. Tempat sampah
BAB III METODOLOGI
3.1. Lokasi dan Waktu Studi Studi ini berlokasi di Desa Situdaun, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor Barat, Propinsi Jawa Barat. Lokasi studi terletak di sebelah barat Kota Bogor, dengan jarak tempuh 15 km dari pusat kota tersebut (Gambar 2). Pengambilan data tersebut dimulai pada minggu pertama bulan Januari 2006 sampai minggu keempat bulan Juni 2006. Kegiatan studi ini diselesaikan pada minggu ketiga bulan Januari 2008.
Kabupaten Bogor
Sungai Cinangneng
Sungai Cihideung
U
Tanpa skala Sumber: Peta Rupa Bumi (1999)
Gambar 2. Peta Orientasi Lokasi di Desa Situdaun
22
3.2. Metode Studi Proses perencanaan dilakukan dengan beberapa tahapan meliputi persiapan, inventarisasi, analisis dan sintesis, dan perencanaan (Gambar 3). Persiapan Perumusan masalah dan tujuan
Konsep Dasar Pengumpulan Data Survei lapang Studi pustaka Wawancara
1. Data biofisik • Letak, luas, dan aksebilitas • Iklim • Tanah • Topografi dan kemiringan lahan • Vegetasi • Satwa • Hidrologi • Sensuous quality • Tata guna lahan • Fasilitas dan utilitas 2. Data sosial • Kependudukan, opini dan keinginan pengguna
Analisis Deskriptif dan spasial
Peta-peta analisis Data tabular Deskripsi sata
Sintesis Alternatif-alternatif solusi untuk potensi dan kendala pada tapak Pengembangan Konsep
Perencanaan Pembuatan detil perencanaan
Rencana ruang, Rencana aktivitas dan fasilitas, Rencana sirkulasi, Rencana tata hijau, Touring plan
Produk : • Gambar site plan • Gambar rencana ruang • Gambar rencana sirkulasi • Gambar rencana tata hijau
Gambar 3. Bagan Proses Perencanaan Lanskap (Gold, 1980 dengan Penyesuaian)
23
Metode yang digunakan pada studi ini adalah metode survei dan analisis
deskriptif
dengan
mengacu
pada
proses
perencanaan
yang
dikemukakan oleh Gold (1980). Perencanaan dilakukan dengan pendekatan sumberdaya dan aktivitas. Pendekatan sumberdaya, yaitu penentuan tipe dan kemungkinan jenis atraksi wisata dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi sumberdaya alam. Pendekatan aktivitas, yaitu dengan mempertimbangkan jenis aktivitas rekreasi yang dapat dikembangkan pada tapak. Tahap persiapan merupakan tahap merumuskan masalah, menentukan arah dan tujuan studi, identifikasi keperluan data dan metode pengambilannya, serta persiapan administrasi berupa pembuatan usulan dan perijinan. Selanjutnya perumusan konsep dasar berdasarkan potensi tapak dan gambaran serta informasi umum yang telah diperoleh. Penentuan konsep dilakukan terlebih dahulu untuk memudahkan dan mengarahkan pengambilan data serta menjadi pengarah pada tahapan perencanaan selanjutnya. Konsep dasar ini akan dikembangkan setelah ditemukan solusi dari analisis data yang telah terkumpul sebelumnya. Tahap inventarisasi adalah tahap pengumpuan data dan informasi dengan mengacu pada konsep serta tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya. Data diperoleh dari hasil pengamatan langsung di tapak dan sekitar tapak, pengambilan foto, studi pustaka berupa laporan kegiatan dan informasi dari instansi terkait serta dari berbagai sumber ilmiah lainnya, dan wawancara. Wawancara dilakukan untuk mengetahui persepsi dan preferensi responden. Pada metode wawancara ini responden dipilih dengan menggunakan metode pengambilan sampel dengan tujuan tertentu (purposive sampling). Jenis data berikut kegunaannya pada studi disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Aspek, Jenis, Sumber, dan Kegunaan Data Aspek dan Jenis A. Biofisik 1. Letak, luas, dan aksesibilitas a. Letak b. Luas c. Aksesibilitas
2. Iklim a. Suhu udara
Satuan
Bentuk
Sumber
Kegunaan
koordinat ha
Kuantitatif Deskriptif
Survei lapang; Institusi desa; Bakosurtanal
Orientasi tapak; Deliniasi tapak; Analisis sirkulasi dan transportasi; Acuan rencana
0
Kuantitatif
BMG Wilayah
Analisis Indeks
C
24 (Lanjutan Tabel 1) Aspek dan Jenis A. Biofisik b. Curah hujan c. Kelembaban udara d. Kecepatan angin e. Lama penyinaran 3. Tanah a. Jenis tanah
Satuan
Bentuk
Sumber
Kegunaan
mm/thn % km/jam %
Kuantitatif Kuantitatif Kuantitatif Kuantitatif
Dramaga
Kenyamanan/ THI (Temperature Humidity Indeks); Acuan rencana
Deskriptif
LPT Bogor
Analisis sifat fisik dan kimia tanah; Analisis kemampuan tanah; Acuan perlakuan konservasi
4. Topografi dan kemiringan lahan a. Kemiringan lahan b. Titik tinggi dan rendah
% m dpl
Spasial Kuantitatif
Survei lapang; Bappeda Kab. Bogor; Bakosurtanal
Analsiis tingkat kemiringan lahan; Analisis aktivitas, Analisis area yang rawan atau berbahaya; Menentukan area yang memerlukan upaya konservasi tanah dan air; Acuan rencana
5. Vegetasi a. Jenis b. Letak
-
Deskriptif Spasial
Survei lapang
Analisis jenis dan pola penyebaran vegetasi; Menentukan penggunaan jenis tanaman untuk pengembangan; Acuan rencana
6. Satwa a. Jenis
-
Deskriptif
Survei lapang
Analisis potensi fungsi satwa untuk pengembangan; Acuan rencana
0
C; mg/l m3/l -
Kuantitatif Kuantitatif Spasial
Survei lapang; LPT Bogor
Analisis kesesuaian air untuk kegiatan di dalamnya; Acuan rencana
-
Deskriptif
Survei lapang
-
Deskriptif
Menentukan letak dan arah (orientasi) area untuk pusat rekreasi; Acuan rencana
ha ha
Spasial Spasial
Survei lapang; Bappeda kab. Bogor; Bakosurtanal
Analisis jenis dan klasifikasi penggunaan lahan; Analisis potensi pengembangan ruang; Acuan
7. Hidrologi a. Kualitas air b. Debit air c. Distribusi air 8. Sensuous Quality a. Akustik (good akustik dan bad akustik) a. Visual (good view dan bad view) 9. Tata guna lahan a. Area terbangun b. Area tak terbangun c. Pola penggunaan lahan
25 (Lanjutan Tabel 1) Aspek dan Jenis
Satuan
Bentuk
Sumber
Kegunaan
A. Biofisik rencana 10. Fasilitas dan utilitas a. Fasilitas wisata b. Jaringan jalan dan listrik c. Sistem pengelolaan sampah dan limbah
B. Sosial 1. Kependudukan, opini dan keinginan pengguna a. Jumlah, mata pencahaian, aktivitas, dan karakter masyarakat b. Jumlah kunjungan c. Opini dan keinginan pengguna
-
Deskriptif Deskriptif
-
Deskriptif
jiwa
Deskriptif
jiwa/thn -
Kuantitatif Deskriptif
Survei lapang
Mengetahui sistem jaringan utilitas sistem pengelolaan sampah dan limbah sebagai pembanding dengan sistem yang ideal; Acuan rencana
Institusi desa; Survei lapang
Mengetahui potensi SDM; Analisis potensi aktivitas wisata; Analisis ruang dan fasilitas; Acuan rencana
Pada tahap analisis, data dan informasi tentang biofisik dan sosial tapak yang telah dikumpulkan diklasifikasikan ke dalam potensi dan kendala. Hasil klasifikasi data ke dalam potensi dan kendala tersebut dianalisis secara deskriptif dan spasial sehingga menghasilkan peta-peta analisis, tabel analisis dan deskripsi data. Secara umum, proses analisis dilakukan dengan mencari korelasi antara kondisi dan karakteristik tapak dengan kosep yang akan dikembangkan. Analisis secara kuantitatif bertujuan untuk mengetahui daya dukung rekreasi yang akan dikembangkan. Nilai daya dukung wisata diperhitungkan berdasarkan rata-rata dalam m2/orang (Boulon dalam WTO dan UNEP, 1992 yang disitir oleh Nurisjah et. al, 2003): DD
=
A/S
T
=
DD x K
K
=
N/R
Keterangan DD : Daya Dukung tapak (m2/orang) A : Area yang digunakan sebagai wisata S : Standar rata-rata individu T : Total hari kunjungan yang diperkenankan K : Koefisien rotasi N : Jam kunjungan per hari yang diijinkan R : Rata-rata waktu kunjungan
Selanjutnya dilakukan sintesis berupa alternatif-alternatif pemecahan masalah, yang diperoleh setelah dilakukan analisis terhadap data dan informasi yang telah dikumpulkan serta pengembangan pada konsep dasar. Peta-peta
26
analisis yang dihasilkan sebelumnya disuperposisikan untuk menghasilkan solusi ruang terhadap potensi dan permasalahan pada tapak berupa suatu model block plan. Pada tahap perencanaan, model block plan yang telah diperoleh selanjutnya dikembangkan kepada rencana ruang, aktivitas dan fasilitas, rencana sirkulasi bagi pengunjung maupun masyarakat, dan tata hijau. Pengembangan ini kemudian diterjemahkan melalui rencana tapak (site plan) yang dilanjutkan dengan penyusunan touring plan berupa sistem atau program perjalanan wisata.
27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Data dan Analisis Tapak secara fisik merupakan bagian dari suatu lanskap atau lanskap itu sendiri, dapat berupa bentukan alami maupun buatan, statis atau dinamis, dengan ukuran serta karakter yang beragam. Tapak merupakan suatu sistem biofisik dan sosial yang keberadaannya dibentuk, dipengaruhi, dan dilestarikan oleh elemenelemen pembentuk tapak. Aspek biofisik dibentuk oleh elemen pembentuk tapak terdiri dari iklim, tanah, topografi, satwa, hidrologi, sensuous quality, tata guna lahan, serta fasilitas dan utilitas. Sedangkan aspek sosial dibentuk oleh kependudukan, opini dan keinginan pengguna tapak.
4.1.1. Aspek Biofisik 4.1.1.1. Letak, Luas, dan Aksesibilitas Secara administratif, Desa Situdaun berada dalam wilayah Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor Barat, Propinsi Jawa Barat. Letak geografisnya berada pada 6 036'03"-6 037'59" LS dan 106041'52"-106042'59" BT. Letak tapak berbatasan dengan: Sebelah Utara : Desa Cihideung Udik Sebelah Selatan
: Desa Gunung Malang
Sebelah Timur : Sungai Cihideung, Desa Petir, Desa Purwasari Sebelah Barat : Sungai Cinangneng, Desa Cinangneng, Desa Cibitung Tengah Batas di sebelah timur dan barat tapak merupakan batas alami yang jelas, yaitu badan air Sungai Cihideung dan Cinangneng. Sedangkan batas sebelah utara dan selatan hanya berupa patok batas berdimensi kecil di sisi jalan sehingga sering luput dari pandangan dan tapak terkesan berbaur dengan area sekitarnya (Gambar 4). Keberadaan gerbang penanda diperlukan sebagai penciri identitas dan informasi bagi pengunjung ketika memasuki tapak. Gerbang penanda dapat dibangun di batas sebelah utara, barat, dan selatan karena merupkan jalur keluar masuk pengguna tapak.
28
Luas tapak sebesar 371,31 hektar; terdiri dari 6 kampung, yaitu Kampung Cikupa, Cikupacaringin, Pasiripis, Situdaun, Situdaunsemper, dan Babakan Situdaun; terbagi dalam 4 Rukun Warga (RW) dan 20 Rukun Tetangga (RT). Letak tapak memang sangat strategis karena dekat dan berada di antara beberapa objek wisata lainnya, seperti Kawasan Agroedutourism Kampus IPB Dramaga, Kampung Wisata Cinangneng, dan objek wisata Gunung Salak Endah. Bahkan dengan keberadaan beberapa objek wisata ini, dapat diciptakan sebuah alur perjalanan wisata dari hilir ke hulu atau sebaliknya. Secara umum, tapak memiliki sumberdaya alam yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai objek dan atraksi agrowisata. Tapak merupakan daerah penghasil padi, sayuran, dan ikan air tawar. Selain itu, tapak merupakan area yang sangat luas dengan bentang alam lahan pertanian dan perikanan dengan latar belakang Gunung Salak sehingga dapat mendukung berkembangnya tapak sebagai kawasan agrowisata.
Gambar 4. Batas Tapak: Patok Batas Desa Cihideung Udik (Kiri Atas); Patok Batas Desa Gunung Malang (Kanan Atas); Sungai Cihideung (Kiri Bawah); Sungai Cinangneng (Kanan Bawah) Lokasi tapak berjarak 15 km dari Kota Bogor dengan waktu tempuh selama 1 jam 15 menit; berjarak 2 km dari Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) Dramaga dengan waktu tempuh selama 20 menit (asumsi pencapaian lokasi
29
membentuk alur perjalanan wisata dari hilir ke hulu). Dari arah Kampus IPB Dramaga lokasi dapat dicapai melalui dua jalur masuk terdekat menuju tapak, yaitu melalui Jalan Cibanteng Proyek dan jalan Desa Cinangneng ke arah Desa Cihideung Udik (Gambar 5). Kondisi jalan sampai Jalan Raya Dramaga berupa jalan arteri dengan lebar 6 m, sedangkan Jalan Cibanteng Proyek dan jalan Desa Cinangneng sampai ke jalan desa Cideung Udik berupa jalan lokal aspal dengan lebar 4 m. Akses menuju tapak merupakan jalur sirkulasi dua arah dan dapat dilalui angkutan umum maupun kendaraan pribadi roda dua dan empat. Terminal Baranangsiang (Kota Bogor) Kebun Raya Bogor
Terminal Bubulak/ Terminal Laladon
Kampung Wisata Desa Cinangneng
1
Agroedutourism Kampus IPB Dramaga
Akses Menuju Tapak
3
2 Akses ke dalam Tapak
4
Desa Cinangneng
5
Desa Situdaun
6
Desa Purwasari Keterangan:
7
Desa Gunung Malang
Gunung Salak Endah
1 2 3 4 Udik 5 6 7
: Jalan Arteri : Jalan Lokal Aspal : Jalan Raya Dramaga : Jalan Cibanteng Proyek : Jalan Desa Cinangneng : Jalan Desa Cihideung : Jalan Desa Cinangneng : Jalan Desa Purwasari : Jalan Desa Gunung
Gambar 5. Pencapaian Lokasi Studi Akses ke dalam tapak dapat dilalui dari empat arah sebagai jalur masuk. Pertama dari arah utara (jalan Desa Cihideung Udik), kedua dari arah selatan (jalan Desa Gunung Malang), ketiga dari arah timur (jalan Desa Purwasari), dan
30
keempat dari arah barat (jalan Desa Cinangneng). Kondisi jalan dari arah utara, selatan, dan barat berupa jalan lokal aspal dengan lebar 4 m, sedangkan kondisi jalan dari arah timur berupa jalan tanah berbatu dengan lebar 3 m. Jalan di dalam tapak berupa jalan lokal aspal dengan lebar 4 m, jalan yang diperkeras dan jalan tanah berbatu dengan lebar 3 m (Gambar 6). Sirkulasi di dalam tapak berupa sirkulasi linear membentuk pola simpul dari arah utara ke selatan dengan beberapa percabangan jalan menyebar ke tepi tapak. Akses ke dalam dan di dalam tapak merupakan jalur sirkulasi dua arah dan dapat dilalui angkutan umum maupun kendaraan pribadi roda dua dan empat, kecuali jalan tanah berbatu yang hanya dapat dilalui kenderaan roda dua.
Gambar 6. Jalan di dalam Tapak: Jalan Aspal (Kiri); Jalan Diperkeras (Kanan) Kemudahan dalam pencapaian lokasi merupakan salah satu syarat dalam perencanaan agrowisata. Meskipun letak tapak yang cukup jauh dari pusat kota, namun dengan adanya fasilitas angkutan umum dan jalur jalan yang cukup baik, setidaknya mampu memberikan akses bagi pengunjung menuju tapak (Gambar 7). Jalur jalan sampai ke Jalan Raya Dramaga biasa dilalui oleh kendaraan dengan intensitas penggunaan tinggi sehingga seringkali menimbulkan kemacetan lalu lintas. Kondisi Jalan Cibanteng Proyek dan jalan Desa Cinangneng sebagai jalur masuk terdekat menuju tapak cukup sempit bagi kenderaan besar, penggunaan jalan berbaur, terdapat pangkalan ojek yang mengambil ruang badan jalan, padat pemukiman, di beberapa titik kondisinya berlubang dan tergenang, dan tanpa pedestrian (Gambar 8). Kondisi yang hampir sama dengan jalan di dalam tapak, bahkan di area miring minim fasilitas pengaman sehingga beresiko bagi keselamatan dan keamanan serta kenyamanan pengguna tapak.
31
Gambar 7. Angkutan Umum Sebagai Moda Transportasi pada Tapak
Gambar 8. Jalur Masuk Terdekat Menuju Tapak: Jalan Cibanteng Proyek (Atas); Jalan Desa Cinangneng (Bawah) Untuk mempermudah akses menuju tapak, perlu dilakukan pengaturan akses masuk dan keluar yang dilengkapi dengan papan informasi dan penunjuk arah. Jalan Cibanteng Proyek dapat difungsikan sebagai jalur masuk menuju tapak, sedangkan jalan Desa Cinangneng sebagai jalur keluar menuju tapak. Sedangkan untuk akses ke dalam tapak juga perlu dilakukan pengaturan akses masuk dan keluar ke dalam tapak yang dilengkapi dengan gerbang penanda, papan nama, papan informasi dan penunjuk arah. Perbaikan fisik jalan dengan meningkatkan kuantitas dan kualitas jalan, yaitu dengan perbaikan dan pelebaran badan jalan, membangun jalur pedestrian, menyediakan fasilitas pengaman berupa
32
papan peringatan dan pembatas jalan, diperlukan meningkatkan keselamatan dan keamanan serta kenyamanan pengguna tapak.
4.1.1.2. Iklim Iklim suatu tempat merupakan keadaan setimbang sejumlah faktor-faktor tidak tetap pembentuk sistem iklim yang saling mempengaruhi satu sama lain (Laurie, 1994). Iklim merupakan salah satu penentu kenyamanan di dalam perencanaan lanskap suatu tapak. Beberapa komponen pembentuk sistem iklim tersebut terdiri dari suhu, kelembaban udara, curah hujan, hari hujan, suhu, kelembaban, kecepatan angin, dan intensitas penyinaran. Data iklim diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika Balai Wilayah II Stasiun Klimatologi Kelas I Darmaga Bogor. Data iklim lokasi studi berada pada elevasi 190 – 500 m dpl, dengan letak astronomis antara 6030'45" LS dan 106045'115" BT. Data iklim yang diperoleh adalah data iklim tahunan, dengan tahun pengukuran 2002-2006 (Tabel 2). Tabel 2. Data Iklim Desa Situdaun Tahun 2002-2006 PARAMETER
Tahun 2002 - 2006
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Suhu udara rata25,5 25,3 25,9 26,2 26,2 25,7 25,7 25,7 25,8 26,2 26,1 rata (0 C) Suhu udara 31,8 31,4 32,9 33,1 32,7 32,4 32,4 33 33,5 33,8 33,3 maks. (0 C) 22,1 21,7 22,3 22,4 21,7 20,9 20,9 20,8 21,2 21,2 22,1 Suhu udara min. (0 C) Kelembaban 88 89 86 86 84 83 81 78 78 80 85 udara (%) Curah hujan 484 475 405 400 375 311 199 168 245 326 384 (mm) 25 27 25 25 20 16 15 11 15 17 25 Hari hujan (hari) Intensitas 44 37 56 66 72 75 80 87 81 78 64 penyinaran (%) Kecepatan angin 2,4 2,4 2,4 2,2 1,9 1,8 1,8 2,4 2,5 2,3 2,0 (km/jam) Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika Balai Wilayah II Stasiun Klimatologi Kelas I Darmaga (2006)
Des 25,8 32,4 21,9 87 366 27 42 2,2
Berdasarkan data iklim tersebut diperoleh gambaran kondisi iklim Desa Situdaun (2002-2006), yaitu : - Suhu rata-rata tahunan
: 25,8 oC
- Kelembaban udara rata-rata tahunan
: 84 %
- Curah hujan tahunan
: 4.137 mm/tahun
- Jumlah hari hujan rata-rata tahunan
: 248 hari
33
- Intensitas peninaran matahari rata-rata tahunan
: 65,1 %
- Kecepatan angin rata-rata tahunan
: 2,2 km/jam
Suhu rata-rata tahunan tapak adalah 25,8 0C dengan fluktuasi suhu ratarata minimum tahunan 25,3 0C pada bulan Februari, dan suhu rata-rata maksimum tahunan 26,2 0C pada bulan April, Mei, dan Oktober. Secara umum, kondisi suhu di dalam tapak dikategorikan ideal bagi penggunanya karena kisaran suhu yang nyaman bagi manusia adalah antara 27–28 0C (Laurie, 1984). Namun di beberapa area di dalam tapak bersuhu tinggi pada siang hari, disebabkan karena banyaknya ruang terbuka (hamparan sawah, kebun, dan kolam ikan) dan kurangnya vegetasi peneduh. Suhu yang terlalu tinggi di dalam tapak dapat diatasi dengan menyediakan naungan berupa vegetasi maupun struktur bangunan. Kelembaban udara rata-rata tahunan pada tapak adalah 84 % dengan fluktuasi kelembaban terendah 78 % terjadi pada Bulan Agustus dan September, dan kelembaban tertinggi 89 % pada bulan Februari. Kelembaban udara yang cukup tinggi ini menyebabkan ketidaknyamanan bagi manusia untuk beraktivitas karena terhambatnya penguapan air dalam tubuh sehingga panas tubuh meningkat dan menimbulkan rasa cepat lelah. Keadaan ini perlu diatasi dengan melakukan pendekatan kelembaban ideal dan mempertahankan suhu bagi manusia agar pengguna tapak merasa nyaman, seperti memanfaatkan angin. Angin dapat dimanfaatkan untuk merubah kelembaban dan suhu tapak, yaitu dengan menggunakan vegetasi yang disusun mengikuti atau tidak memotong arah angin (Brooks, 1988). Hal ini disebabkan oleh adanya evaporasi dan penutupan dari kanopi vegetasi (Gambar 9). Elemen lanskap lainnya yang dapat digunakan untuk merubah kelembaban dan suhu adalah air. Air dapat memberikan dampak pada suhu udara yang panas melalui proses penguapan sehingga dapat memberikan rasa sejuk dan nyaman bagi pengguna yang berada di sekitarnya. Menurut Laurie (1994), kisaran suhu dikategorikan nyaman bagi manusia untuk beraktivitas adalah 27 0C-28 0C, dengan kelembaban udara berkisar 40-75 %. Nilai THI (Temperature Humidity Indeks)<27 berarti iklim tersebut nyaman untuk daerah tropis. Indeks Kenyamanan manusia (Temperature Humadity Index) pada tapak dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan Kuantifikasi Kenyamanan, yaitu : THI = 0,8T+(RH.T)/500, (THI : Temperature Humadity
34
Index, T : suhu udara, dan RH : kelembaban udara). Hasil perhitungan menunjukkan nilai THI pada tapak berkisar 24,7-25,4 (Tabel 3). Hal ini mengindikasikan bahwa tapak dikategorikan nyaman bagi manusia untuk melakukan aktivitas (comfort zone).
Gambar 9. Pengaruh Vegetasi terhadap Perubahan Suhu (Brooks,1988) Tabel 3. Nilai THI Desa Situdaun Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
T (0C)
RH (%)
THI
25.5 25.3 25.9 26.2 26.2 25.7 25.7 25.7 25.8 26.2 26.1 25.8
88 89 86 86 84 83 81 78 78 80 85 87
24.9 24.7 25.2 25.4 25.4 24.8 24.7 24.5 24.6 25.1 25.3 25.1
Sumber: Perhitungan THI = 0,8T+(RH.T)/500 (Laurie, 1994)
Curah hujan tahunan pada tapak adalah 4.137 mm/tahun dengan fluktuasi curah hujan terendah 168 mm pada bulan Agustus, dan tertinggi 484 mm pada bulan Januari. Jumlah hari hujan rata-rata tahunan 248 hari. Hari hujan terendah 11 hari terjadi pada bulan Agustus, dan tertinggi 27 hari pada bulan Februari dan Desember. Curah hujan yang tinggi merupakan potensi bagi suplai air tanah dan sumber ketersediaan air situ (check dam), suplai air untuk budidaya pertanian dan
35
Suhu Rata-Rata (2002-2006)
Des
Okt
Nop
Sep
Ags
Jul
Jun
Mei
Apr
Mar
Jan
Suhu Rata-Rata
Peb
derajat celcius
26.4 26.2 26.0 25.8 25.6 25.4 25.2 25.0
Kelembaban Udara (2002-2006) 95
%
90 85
Kelembaban Udara
80
Des
Okt
Nop
Sep
Ags
Jul
Jun
Apr
Mei
Mar
Jan
Peb
75
Curah Hujan (2002-2006) 600
mm
500 400 Curah Hujan
300 200 100 Jul Ags Sep Okt Nop Des
Jan Peb Mar Apr Mei Jun
0
Penyinaran Matahari (2002-2006) 100 90
%
80 70
Penyinaran Matahari
60 50 40 Des
Nop
Okt
Ags
Sep
Jul
Jun
Mei
Apr
Mar
Jan
Peb
30
Kecepatan Angin (2002-2006)
km/jam
3.0
2.5 Kecepatan Angin 2.0
Des
Nop
Okt
Sep
Ags
Jul
Jun
Mei
Apr
Mar
Jan
Peb
1.5
Gambar 10. Grafik Iklim Desa Situdaun Tahun 2002-2006 (Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika Balai Wilayah II Stasiun Klimatologi Kelas I Darmaga, 2006)
36
perikanan, dan tumbuh berkembangnya vegetasi. Curah hujan yang tinggi juga dapat menimbulkan aliran air permukaan yang terkonsentrasi di badan jalan di area miring yang kondisi saluran drainasenya tidak berfungsi baik dan banyak ditumbuhi rumput sehingga jalan menjadi lebih licin. Hal ini berpotensi mengancam keselamatan dan keamanan pengguna tapak, seperti pada area di sebelah barat situ (check dam) dan bagian tenggara hingga selatan tapak. Solusi untuk menjamin keselamatan dan keamanan pengguna tapak adalah pembuatan dan pembenahan saluran drainase jalan dengan memperhatikan kemiringan lahan, penggunaan material dan konstruksi, pembersihan dan pemeliharaan saluran secara intensif, dan pemasangan rambu jalan. Untuk menjaga suplai air tanah dan ketersediaan air situ (check dam) perlu dilakukan upaya konservasi tanah dan air. Penggunaan material yang mempunyai daya serap tinggi dan tekstur permukaan yang sedikit kasar untuk memperbesar resapan air, dan pemilihan jenis vegetasi yang dapat menangkap air hujan, seperti tanaman conifer (berdaun jarum) yang mempunyai daya tangkap terhadap air hujan sebanyak 40 %, dan tanaman berkanopi yang dapat mengurangi air hujan yang jatuh sebanyak 20 %, serta tanaman dengan percabangan horisontal yang lebuh efektif menahan air hujan (Grey dan Daneke, 1978). Eksisting area di sekitar situ (check dam) perlu dipertahankan karena memang disetting sebagai area tangkapan dan resapan air. Area ini didominasi oleh vegetasi hutan conifer, penutup tanah dan rumput, minim perkerasan, dan tersedianya sistem drainase berupa pintu air dan saluran air untuk irigasi sehingga aliran permukaan terkontrol. Intensitas penyinaran matahari rata-rata tahunan pada tapak adalah 65,1 % dengan fluktuasi intensitas penyinaran terendah 37 % pada bulan Februari, dan tertinggi 87 % pada bulan Agustus. Intensitas penyinaran berpengaruh pada nilai suhu tapak, dan berpengaruh pada pertumbuhan vegetasi sehingga komponen pembentuk iklim ini perlu diperhatikan dalam proses perencanaan. Menurut Brooks (1988), untuk mengontrol sinar matahari dapat digunakan vegetasi, elemen arsitektur, dan tata letak bangunan (Gambar 11). Vegetasi dapat menghasilkan bayangan dan dapat mengurangi radiasi matahari, baik secara langsung atau dipantulkan dari bangunan. Transmisi sinar matahari pada vegetasi dapat dilihat pada Gambar 12. Penggunaan vegetasi perdu, penutup tanah, dan
37
rumput juga dapat digunakan untuk mengurangi pantulan sinar matahari pada permukaan tanah.
Gambar 11. Pengontrolan Sinar Matahari pada Hardmaterial dan Softmaterial (Brooks,1988)
Gambar 12. Transmisi Sinar Matahari pada Vegetasi (Brooks,1988) Elemen arsitektur dapat mengurangi dan menghalangi sinar matahari dan membentuk bayangan pada ruang luar. Elemen arsitektur yang digunakan sebaiknya menggunakan warna yang tidak memantulkan sinar, seperti warna biru, abu-abu, atau coklat. Tata letak bangunan berorentasi timur-barat dapat mengurangi sinar matahari yang tinggi. Selain itu, komposisi bangunan tunggal ataupun kelompok dapat memunculkan bayangan yang teduh pula (Brooks, 1988). Untuk mengurangi pantulan sinar ke dalam ruangan dapat digunakan selasar di muka bangunan. Bahan permukaan pada sebuah tapak mampu mempengaruhi banyaknya sinar matahari yang dipantulkan (Gambar 13). Semakin terang dan halus permukaannya, semakin banyak cahaya matahari yang akan dipantulkan (Brooks, 1988).
38
Gambar 13. Pemantulan Sinar Matahari pada berbagai Permukaan (Brooks,1988) Kecepatan angin rata-rata tahunan pada tapak adalah 2,2 km/jam dengan fluktuasi kecepatan angin terendah 1,8 km/jam pada bulan Juni dan Juli, dan tertinggi 2,5 km/jam pada bulan September. Angin mempunyai peran penting dalam menciptakan kenyamanan bagi manusia. Pemanfaatan angin yang baik mempengaruhi kelembaban dan suhu. Angin dapat dimanfaatkan dengan menciptakan aliran udara yang baik, karena angin mampu membuang kelembaban melalui peyejukan, penguapan, dan konveksi. Menurut Brooks (1988), aliran angin dapat dikontrol dengan menggunakan vegetasi yang berfungsi dalam proses penghalangan (obstruction), penyaringan (filtration), dan pembelokan (deflection) (Gambar 14).
Penghalangan
Penyaringan
Pembelokan
Gambar 14. Pengontrolan Angin dengan Vegetasi (Brooks,1988)
39
4.1.1.3. Tanah Berdasarkan Peta Tanah Tinjau (Reconnaissance Soil Map) skala 1 : 250.000 (LPT Bogor, 2002), jenis tanah di Desa Situdaun adalah asosiasi latosol coklat di bagian utara dengan kedalaman efektif >90 cm (K0: dalam), dan regosol kelabu di bagian selatan tapak dengan kedalaman efektif 60-90 cm (K1: sedang). Berdasarkan Sistem Klasifikasi Tanah Pusat Penelitian Tanah (1983), tanah latosol adalah tanah yang telah mengalami pelapukan intensif dan perkembangan tanah lanjut menyebabkan terjadinya pencucian basa, bahan organik, dan Si. Tanah jenis ini berdasarkan sifat humusnya berupa latosol low humic dengan seri warna latosol coklat. Memiliki tekstur halus (lempung) dengan distribusi kadar liat tinggi (≥60 %), struktur remah sampai gumpal, gembur, tidak mempunyai sifat vertik, drainase baik, tanah bereaksi agak masam dengan pH 5-7, kadar bahan organik dan mineralnya rendah akibat pelapukan yang intensif, nilai SiO2 rendah, KTK rendah, berasal dari berbagai batuan, abu vulkan dan vulkanik basa, dan terdapat di daerah berbukit. Menurut Soepardi (1983), tanah latosol mempunyai produktifitas yang baik dan relatif lebih subur dibandingkan dengan tanah jenis lainnya. Tanah ini juga mempunyai sifat yang menimbulkan kendala, yaitu kadar bahan organik dan mineral yang rendah. Pemecahan masalah ini adalah dengan memperbaiki sifat fisik tanah, yaitu dengan penggemburan, penambahan bahan organik, penambahan top soil dan mulsa. Untuk memperbaiki sifat fisik tanah adalah dengan penambahan bahan organik, perbaikan drainase, kadar asam, penggemburan tanah dan penambahan mulsa, pupuk yang sesuai serta kompos untuk bahan organik. Selain itu pemilihan jenis vegetasi yang sesuai dengan sifat fisik tanah tersebut juga perlu dipertimbangkan (Grey dan Daneke, 1978). Jenis tanah regosol dengan bahan induk abu volkan dan bahan sedimen merupakan jenis tanah yang berada di daerah pegunungan. Regosol menempati horizon A hingga horizon C dengan warna tanah kelabu kekuningan, berwarna kelabu sebagai proses pelapukan yang lemah (tanah muda), dan belum menampakkan diferensiasi horison. Tekstur kasar berupa pasir dan debu (>60 %), struktur kursai/lemah, konsistensi lepas sampai gembur, pH 6-7, semakin tua tanah struktur dan konsistensi makin padat/memadas dengan drainase dan
40
forositas yang terhambat. Kandungan bahan organiknya rendah sehingga kemampuan tanah dalam menjerap air rendah dan peka terhadap erosi. Solusinya, dibutuhkan upaya konservasi tanah dengan penanaman tanaman yang mampu mencegah dan menanggulangi erosi pada tanah, yaitu tanaman dengan tipe perakaran yang luas dan dalam. Cukup mengandung P dan K yang masih segar, tetapi kurang N karena belum terlapuk. Menurut Sistem Klasifikasi Tanah USDA Soil Taxonomy (1990) tanah regosol masuk dalam golongan tanah inceptisol dan entisol. Tanah inceptisol termasuk tanah yang masih muda dengan sifat tanah yang bervariasi. Inceptisol juga dinamakan Andept (tanah yang terbentuk dari abu volkan) terdapat di sekitar kaki bagian utara Gunung Salak dan sangat cocok untuk lahan pertanaman padi (Soepardi, 1983). Tanah golongan entisol juga termasuk ke dalam tanah yang sangat muda dan sangat rentan terhadap erosi dengan ciri utama adalah tidak adanya perkembangan profil yang nyata. Jenis tanah ini dapat dijumpai di sekitar kaki Gunung Salak. Tanah golongan ini cukup produktif bila diimbangi dengan pemupukan dan pengairan yang cukup, akan tetapi karena keterbatasan kedalaman tanah, kadar liat atau neraca airnya, maka penggunaan intensif dari area yang luas sangat terbatas (Soepardi, 1983). Dalam
pengembangan
aktivitas
wisata
pada
tapak,
dibutuhkan
pembangunan fasilitas pendukung wisata. Dalam pembangunan fasilitas pendukung wisata, daya dukung tanah harus diperhatikan agar keberadaannya tidak menyebabkan kerusakan. Jenis tanah regosol memiliki daya dukung tanah yang cukup baik dan stabil (Soepardi, 1983) sehingga dapat dilakukan pembangunan fasilitas wisata pada tapak.
4.1.1.4. Topografi dan Kemiringan Lahan Berdasarkan Peta Rupa Bumi (1999) dan Peta Kemiringan Lahan Bappeda Kabupaten Bogor (2005), Desa Situdaun berada pada elevasi 257-476 mdp, dengan bentukan lahan datar hingga berombak (undulating), bergelombang (rolling), berbukit (hilly) hingga bergunung (mountainous). Area dengan elevasi lebih tinggi berpotensi dijadikan tempat observasi untuk mengamati pemandangan di dalam tapak dan sekitarnya. Perbedaan kelas ketinggian tersebut menghasilkan
41
variasi pada kelas kemiringan lahan. Kemiringan lahan pada tapak dibagi menjadi beberapa kelas kemiringan, yaitu datar hingga agak landai (0-8 %) : 237,51 ha, landai (8-15 %) : 77,36 ha, agak curam (15-25 %) : 35,1 ha, dan curam (25-45 %) : 21,34 ha. Kelas kemiringan lahan dapt dilihat pada Gambar 15. Sebagian besar tapak memiliki kelas lereng 0-8 %, terdapat pada bagian utara. Ke bagian selatan, kelas lereng bervariasi sampai pada kelas lerang 25-45 %. Kelas kemiringan pada suatu tapak juga akan berpengaruh pada jenis penggunaan lahan, kepentingan aktivitas dan intensitas penggunaan lahan, sumberdaya visual dan estetika, dan pembangunan berbagai fasilitas. Dalam konteks perencanaan wisata, variasi kemiringan lahan akan mempengaruhi jenis aktivitas wisata dan membentuk irama perjalanan wisata. Area datar pada tapak berupa dominasi pemukiman dan fasilitas umum, dan hamparan lahan pertanian dan perikanan. Umumnya terdapat di bagian utara, timur, dan barat tapak. Area ini memunculkan kesan luas dan hamparan, tenang, dan monoton sehingga sesuai untuk tipe aktivitas wisata aktif dan penempatan bangunan dan fasilitas pendukungnya (Gambar 16). Pada area ini dapat dikembangkan tempat rekreasi dengan mengangkat berbagai aktivitas budidaya dan kehidupan sosial masyarakat setempat. Area miring pada tapak berupa dominasi hutan. Area ini dengan elevasi tinggi memunculkan kesan tantangan, agresif, dan rasa ingin tahu, seperti pada area di sebelah barat situ (check dam) dan bagian tenggara tapak (Gambar 16). Pada area ini dapat dikembangkan aktivitas bersifat petualangan dan menantang yang berorientasi alam, seperti nature trail, scenery observation atapun photohunting dengan penggunaan struktur fasilitas seminimal mungkin. Perlu diperhatikan bahwa area miring juga berpotensi mengalami erosi sehingga perlu dilakukan upaya konservasi (Gambar 17). Bahaya erosi ini dapat diatasi melalui upaya konservasi tanah dan air yang dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu metode vegetatif dan metode mekanik (Arsyad 2000). Metode vegetatif dilakukan dengan menggunakan tanaman untuk mengurangi daya rusak hujan yang jatuh, mengurangi jumlah dan daya rusak aliran air permukaan dan erosi. Metode ini dapat dilakukan melalui penanaman tanaman yang menutupi tanah secara terusmenerus, penanaman dalam strip atau dengan melakukan pergiliran tanam.
0
1
1.5
2 Kilometers
Sumber : Peta Rupa Bumi (1999), Peta Digital Kemiringan Lahan Kab. Bogor (2005), Survei Lapang (2006)
Gambar 15. Peta Kemiringan Lahan Desa Situdaun
0.5
PERENCANAAN LANSKAP AGROWISATA DI DESA SITUDAUN, KECAMATAN TENJOLAYA, KABUPATEN BOGOR
Batas tapak.shp 0 - 8 % : 237,51 ha 8 - 15 % : 77,36 ha 15 - 25 % : 35,1 ha 25 - 45 % : 21,34 ha
Keterangan :
U
PETA KEMIRINGAN LAHAN DESA SITUDAUN
42
43
Sedangkan metode mekanik berfungsi untuk memperlambat aliran permukaan, memperbesar infiltrasi ke dalam tanah dan penyediaan air bagi tanaman. Teknik yang dilakukan dapat berupa pengolahan tanah menurut garis kontur, pembuatan teras yang baik serta perbaikan drainase dan irigasi.
Gambar 16. Efek Kemiringan Lahan: Area Datar Memunculkan Kesan Tenang, Luas dan Hamparan, dan Monoton (Kiri); Area Miring Menstimulus Sikap Agresif dan Tantangan (Kanan)
Gambar 17. Upaya Konservasi pada Tapak: Penutupan Vegetasi pada Area Miring dan Bantaran Sungai (Atas); Lahan Pertanian dengan Sistem Teras (Bawah) Beberapa upaya di atas diantaranya telah dilakukan dalam sistem pertanian di dalam tapak, seperti pengaturan pola tanam, penyediaan sistem drainase serta pembuatan teras. Penanaman dengan menggunakan sistem teras, selain dapat memperlambat aliran permukaan juga memberikan potensi view yang menarik.
44
Potensi variasi kelas kemiringan dan ketinggian pada tapak harus dimanfaatkan dengan baik. Secara umum, pemanfaatannya harus didukung dengan upaya rekayasa tapak yang berorientasi alami. Salah satu upaya rekayasa tapak adalah dengan melakukan grading (cut and fill). Grading dilakukan dengan seminimal mungkin dan memperhatikan kondisi alami tapak. Grading yang berlebihan akan menimbulkan kerusakan bentukan lahan dan fungsinya pada suatu tapak. Grading yang berorientasi sealami mungkin diharapkan mampu memudahkan kegiatan pembangunan dan menambah nilai visual tapak.
4.1.1.5. Vegetasi Vegetasi yang terdapat di Desa Situdaun diklasifikasikan menjadi vegetasi pertanian dan vegetasi non-pertanian. Vegetasi pertanian yang dimaksud adalah jenis tanaman budidaya utama (padi dan sayuran : kacang kedelai, caisin, bayam) yang dibudidayakan pada bidang sawah dan kebun untuk kegiatan produksi, dan tanaman budidaya lainnya yang dipelihara pada pekarangan rumah. Vegetasi nonpertanian adalah jenis tanaman hias yang dipelihara di pekarangan rumah sebagai tanaman pekarangan dan tanaman hutan yang tumbuh alami menyebar di bantaran sungai dan hutan (Tabel 4). Tabel 4. Jenis Vegetasi di Desa Situdaun No. Nama Ilmiah Vegetasi Pertanian 1. Oryza sativa 2. Glycine max 3. Brassica chinensis 4. Amaranthus spp. 5. Manihot esculenta 6. Zea mays 7. Musa paradisaca 8. Carica papaya 9. Mangifera indica 10. Cocos nucifera 11. Tamarindus indica 12. Areca catechu 13. Arthocarpus integra 14. Syzygium guajava 15. Averhoa blilimbi 16. Citrus aurantica 17. Sauropus androgynus 18. Nephelium lappaceum
Nama Lokal
Kondisi
Padi Kedelai Caisin Bayam Singkong Jagung Pisang Pepaya Mangga Kelapa Asam jawa Pinang Nangka Jambu biji Belimbing Jeruk nipis Katuk Rambutan
Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
45
(Lanjutan Tabel 4) Vegetasi non-pertanian 1. Erythrina crystagaly 2. Plumeria rubra 3. Bauhinia sp. 4. Saraca indica 5. Pinus mercusii 6. Hibiscus rosasinensis 7. Mussaenda sp. 8. Ixora hybrida 9. Caesalpinia pulcherrima 10. Codieum variegatum 11. Acalypha wilkaesiana 12. Dracaena fragrans 13. Sanseviera trifasciata 14. Allamanda cathartica 15. Cipyrus Papyrus 16. Imperata cylindrica 17. Pennisetum pupureum 18. Colocasia esculenta 19. Casuarina equisetifolia L.
Dadap merah Kamboja Bunga kupu-kupu Bunga saraka Pinus Kembang sepatu Nusa indah Soka Bunga merak Puring Akapila Hanjuang hijau Lidah mertua Alamanda Papirus Alang-alang Rumput gajah Talas Cemara angin
Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Sumber: Survei Lapang (2006)
Pengembangan potensi vegetasi pada tapak terkait dengan perencanaan agrowisata diklasifikasikan menjadi potensi utama dan potensi pendukung (Tabel 5). Potensi utama adalah potensi vegetasi sebagai objek dan atraksi utama agrowisata pertanian. Hamparan sawah dan kebun banyak tersedia di dalam tapak sehingga dapat dikembangkan sebagai objek dan atraksi agrowisata dengan beragam aktivitas di dalamnya. Potensi pendukung adalah potensi vegetasi dalam membangun kualitas lingkungan (bioengineering) agar bernilai indah dan berfungsi dengan baik, seperti menurunkan tingkat pencemaran udara, mengurangi kecepatan angin (windbreaker), meningkatkan ketersediaan air tanah, perbaikan sifat fisik dan kimia tanah, dan lainnya (Nurisjah, 2004). Tabel 5. Potensi Eksisiting Vegetasi terhadap Pengembangan Ruang No. 1.
2.
Klasifikasi
Potensi
Pertanian a. Padi dan
Objek dan atraksi agrowisata pertanian
b.Buah-buahan Non-pertanian a. Hias b.Hutan
Pendukung kualitas lingkungan
Potensi Pengembangan Ruang Ruang agrowisata pertanian
Ruang masyarakat dan Ruang konservasi
46
Secara umum, penyebaran vegetasi di dalam tapak membentuk tipikal konfigurasi vegetasi linier, geometrik, dan natural, walaupun berbagai konfigurasi ini terasa kurang tegas dan berkarakter mengingat minimnya jenis vegetasi (Gambar 18). Konfigurasi linier adalah konfigurasi vegetasi mengikuti jalur jalan dan bantaran sungai membentuk koridor dan pengarah pandangan serta penegas batas penggunaan lahan lainnya. Jenis vegetasi yang membentuk tipikal konfigurasi ini berupa dominasi vegetasi non-pertanian.
Gambar 18. Tipikal Konfigurasi Vegetasi pada Tapak: Konfigurasi Vegetasi Linier (Atas); Konfigurasi Vegetasi Geometrik (Kiri Bawah); Konfigurasi Vegetasi Alami (Kanan Bawah) Konfigurasi geometrik adalah konfigurasi vegetasi yang terpola berupa bidang lahan atau hamparan yang membentuk ruang terbuka yang luas, arah pandangan menyebar, atau pada bidang-bidang kecil berupa pekarangan yang membentuk ruang-ruang estetis di area pemukiman. Konfigurasi ini pada hamparan sawah dan kebun yang dipadu dengan latar belakang Gunung Salak menciptakan good view. Konfigurasi vegetasi natural adalah konfigurasi vegetasi yang mengikuti bentukan lahan dan membentuk ruang luas berupa pemandangan lanskap hijau yang dapat diamati dari area yang lebih tinggi. Jenis vegetasi yang membentuk
47
tipikal konfigurasi ini berupa dominasi tanaman non-pertanian vegetasi hutan.
4.1.1.6. Satwa Berdasarkan pengamatan di lapang, satwa di Desa Situdaun terdiri dari satwa yang dibudidayakan dan dipelihara dalam kegiatan pertanian dan perikanan yang lazim disebut sebagai ternak, dan satwa liar yang mempunyai habitat di tapak. Ayam, itik, dan kerbau adalah jenis satwa yang dipelihara masyarakat setempat untuk kebutuhan rumah tangga (gurem) dan membantu aktivitas membajak sawah. Jenis ikan yang dibudidayakan pada kolam ikan, yaitu ikan mas, lele, nila, gurame, mujair, koi, dan patin. Satwa liar yang ditemukan di dalam tapak, antara lain: berbagai jenis burung, seperti burung layang-layang, burung prenjak/cici padi, burung srigunting, burung anyam-anyaman; musang luwak, bajing kelapa, tupai kekes, kadal kebun, ular, belut; berbagai jenis serangga, seperti semut, kupu-kupu, capung, nyamuk, dan belalang. Satwa ini dapat ditemukan di pohon-pohon tepi jalan, sawah dan kebun, dan pada area yang jarang dilewati oleh manusia. Hewan ternak dan beberapa jenis satwa liar berpotensi dikembangkan sebagai bagian dari objek dan atraksi agrowisata, seperti aktivitas membajak sawah, aktivitas budidaya dan panen ikan, memancing belut di sawah, dan suasana sawah di kebun yang terasa hidup dengan kicau burung prenjak/cici padi yang sedang mencari ulat dan serangga (Tabel 6). Tabel 6. Potensi Eksisiting Satwa terhadap Pengembangan Ruang No. 1.
2.
Klasifikasi Ternak a. Sawah b. Ikan air tawar Liar a. Sawah c. Habitat alami
Potensi Objek dan atraksi agrowisata pertanian dan perikanan Objek dan atraksi agrowisata pertanian dan peternakan; Keragaman biologi
Potensi Pengembangan Ruang Ruang Agrowisata Pertanian Ruang Agrowisata Pertanian; Ruang Agrowiata Perikanan
Di dalam tapak tidak terdapat jenis satwa liar yang unik dan khas. Jenis satwa liar yang hidup di dalam tapak adalah umum dan lazim ditemukan sama seperti daerah lainnya. Keberadaan satwa liar menunjukkan adanya keberagaman populasi pada tapak. Habitat satwa tersebut harus dipertahankan dan dijaga
48
kelestariannya. Pengunjung dengan intensitas tinggi dan berkelompok terkadang dapat mengganggu kehidupan satwa. Sistem kontrol yang baik terhadap pengunjung, akan memberi keamanan dan kenyamanan bagi pengunjung dan mencegah terjadinya pengrusakan habitat satwa. Habitat yang tidak terganggu akan menjadikan satwa tersebut dapat hidup dan berkembang secara alami. Mempertahankan atau menambahan beberapa jenis vegetasi dapat dilakukan untuk menjaga ketersediaan sumber makanan dan habitat satwa tersebut.
4.1.1.7. Hidrologi Kondisi badan dan aliran air permukaan di Desa Situdaun berupa dua aliran besar Sungai Cihideung dan Cinangneng yang membatasi tapak, sistem drainase berupa saluran air untuk irigasi dan drainase jalan di sepanjang tepi jalan yang berasal dari situ (cehck dam) dan mata air di Kampung Pasiripis dan Kampung Cimanggu Desa Gunung Malang (Gambar 19). Bentukannya terbuka dengan arah alir air dari selatan ke utara yang bermuara di Sungai Cihideung dan Cinangneng. Karakteristik badan dan aliran air pada tapak ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 7. Karakteristik Badan dan Aliran Air di Desa Situ Daun Badan dan Aliran Air Sungai Cihideung Sungai Cinangneng Saluran irigasi Saluran drainase jalan Situ (check dam)
Lebar (m) 20-25 15-27 0,8-1,4 0,2-1,2 -
Dimensi Diameter Kedalaman (m) (m) 0,4-7 0,6-5 0,3-1 0,1-1 47,5 5,2
Debit (m3/dtk)
Volume (m3)
7,36 6,54 1,32 0,88 -
604,14
Sumber: Survei Lapang (2006)
Keberadaan badan dan aliran air sebagai bagian dari sistem hidrologi tapak, merepresentasikan siklus hidrologi dari hulu ke hilir tapak. Pada area hulu terdapat situ (check dam) dan aliran mata air sebagai sumber suplai air ke hilir tapak. Area hulu tapak dicirikan dengan kerapatan vegetasi tinggi sebagai konservasi tanah dan air, dan bentukan lahan berbukit hingga bergunung menyebabkan bentukan pola dan arah alir air. Keberadaan situ (check dam) memegang peran penting sebagai suplai air ke hilir tapak sehingga badan air ini
49
dilengkapi dengan pintu air (Gambar 19). Untuk menjamin ketersediaan air situ (check dam), area ini disetting sebagai area konservasi tanah dan air. Pada area ini
Gambar 19. Badan dan Aliran Air (Kiri ke Kanan): Sungai Cihideung dan Sungai Cinangneng (Atas); Situ (Check Dam) dan Pintu Air Situ (Tengah); Saluran Irigasi dan Saluran Drainase Jalan (Bawah) terdapat dominasi vegetasi hutan conifer, penutup tanah, dan rumput (Gambar (20). Pembatasan akses manusia dan konsentrasi massa pada area ini juga dilakukan dengan membangun pintu gerbang dan pagar (Gambar 21). Namun hal ini sepertinya berlaku bagi para pengguna tapak. Pada area ini masih ditemui berbagai aktivitas intensif dalam jumlah kecil, seperti mandi di situ (check dam), memancing, bermain dan berkumpul, dan sebagainya. Hal positif yang diamati dari berbagai aktivitas tersebut adalah area ini masih terlihat bersih karena pengguna tapak tidak membuang sampah sembarangan dan tidak menggunakan
50
sabun dan deterjen. Tetapi kondisi seperti ini dikhawatirkan berpotensi memicu konsentrasi massa yang lebih besar, yang akhirnya merusak keberadaan situ (check dam). Pengawasan dan penertiban terhadap penyimpangan pemanfaatan lahan pada tapak sangat perlu dilakukan oleh pemerintah setempat. Solusi praktis dengan memasang papan petunjuk/informasi, dan menutup akses manusia ke dalam area.
Gambar 20. Vegetasi di Sekitar Situ (Check Dam): Dominasi Vegetasi Hutan Conifer dan Rumput untuk Konservasi Tanah dan Air
Gambar 21. Pembatasan Akses ke Area Situ (Check Dam): Pintu Gerbang (Kiri); Pagar (Kanan) Untuk mengalirkan air dari area ini terdapat saluran irigasi dan drainase jalan berupa saluran terbuka tak terbangun dan hanya beberapa titik pada tapak dalam kondisi yang terbangun. Lebarnya bervariasi antara 0,2-1,4 m dengan debit 0,88-1,32 m/dtk. Kondisi saluran yang tak terbangun berisiko erosi pada dinding saluran dan menyebabkan pendangkalan bahkan terjadi penimbunan badan saluran sehingga perlu dilakukan pembuatan saluran dengan konstruksi Hal ini juga berfungsi untuk mempertegas eksisting saluran, karena di beberapa titik pada tapak saluran tertutup semak dan rumput. Di sebelah barat situ (check dam) dan bagian selatan hingga tenggara tapak, kondisi saluran drainase jalan tidak
51
berfungsi dengan baik dan banyak ditumbuhi oleh rumput (Gambar 22). Pada area ini kondisi lahan juga relatif miring sehingga dikhawatirkan pada musim hujan akan menimbulkan aliran air permukaan yang terkonsentrasi pada badan jalan. Masalah ini dapat diatasi dengan adalah pembuatan dan pembenahan saluran drainase jalan dengan memperhatikan kemiringan lahan, penggunaan material dan konstruksi, pembersihan dan pemeliharaan saluran secara intensif. Seluruh massa aliran air pada tapak bermuara pada sungai yang berada di sebelah timur dan barat tapak. Kondisi badan sungai permanen, lebarnya antara 15-27 m, bentuk penampang melintang berupa trapesium, dinding sungai miring hingga curam, kedalaman dangkal hingga dalam, permukaan dasar sungai kasar bahkan berbatu, dan arus tidak merata.
Gambar 22. Kondisi Saluran Air: Saluran Air yang Tidak Dibangun Beresiko Menyebabkan Pendangkalan (Kiri); Fungsi Saluran Air yang Terganggu dan Ditumbuhi Rumput Secara umum, keseluruhan air terdistribusikan dengan baik ke seluruh area di dalam tapak dan termanfaatkan dengan baik sehingga tidak menimbulkan erosi, genangan air, dan banjir. Oleh masyarakat, suplai air untuk aktivitas budidaya pertanian dan perikanan dapat langsung diambil dari saluran irigasi dan drainase jalan yang dekat dengan lahan mereka (Gambar 23). Keberadaan saluran air ini juga dimanfaatkan oleh rumah tangga, walaupun dalam jumlah relatif sedikit. Pemanfaatan oleh rumah tangga biasanya untuk keperluan kolam-kolam kecil di samping bangunan rumah. Masalah yang muncul pada pemanfaatan air adalah pola alir air yang tidak teratur beresiko menyebabkan air tercampur dengan limbah cair dari kegiatan budidaya dan rumah tangga (Gambar 24). Pada unit rumah tangga, limbah cair terkadang dibuang ke kolam-kolam kecil di samping
52
bangunan rumah yang juga terhubung dengan saluran air di dekatnya. Perlu dilakukan pembangunan saluran pembuangan permanen dilengkapi dengan sistem pengelolaan limbah cair berupa bak-bak pengendapan dan penyaringan sebelum dibuang ke sungai. Sosialisasi dan pembinaan terhadap masyarakat dibutuhkan karena hal ini juga terkait dengan pola perilaku masyarakat.
Gambar 23. Pemanfaatan Air untuk Aktivitas Budidaya
Keterangan: : Rumah Tangga : Lahan Budidaya : Saluran Irigasi dan Drainase Jalan : Sungai : Tapak : Arah Aliran
Gambar 24. Pola Alir Air pada Pemanfaatan Air Keberlangsungan budidaya pertanian dan perikanan di dalam tapak ditunjang oleh kuantitas dan kualitas air yang baik. Kuantitas air menyangkut ketersediaan air dalam tapak yang dapat dinilai dari aspek iklim melalui besar
53
curah hujan, dan aspek teknis melalui debit air di lapang. Tapak yang memiliki minimal curah hujan tahunan 2000-3000 mm/thn sesuai untuk budidaya pertanian dan perikanan (Hardjowigeno dan Widaiatmaka, 2001). Debit air di dalam tapak melalui saluran irigasi dan drainase jalan berkisar 0,88-1,32 m3/detik dan mengalir kontinyu sehingga cukup unutk menunjang kegiatan budidaya. Kualitas air berkaitan dengan kemampuan air di dalam tapak untuk mendukung kegiatan di dalamnya. Kualitas air pada tapak ditampilkan pada Tabel 8. Tabel 8. Kualitas Air Desa Situdaun No. Parameter 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Suhu pH Kecerahan Oksigen Terlarut (DO) Amonia (NH3) Hidrogen Sulfida (H2S)
Satuan 0
C cm mg/L mg/L mg/L
1 25 7,05 24 4,5
0,26 0,07
Pengamatan 2 3 24 22 6,73 6,68 25 30 8,5 4,9 0,29 0,03 0,05 0,01
4 23 6,65 35 7,2 0,01 0,03
Sumber: Lembaga Penelitian Tanah Bogor (2006) Keterangan: 1. Sungai Cihideung; 2. Sungai Cinangneng; 3. Situ (check dam); 4: Saluran Irigasi dan Drainase Jalan
Berdasarkan perbandingan dengan tabel daftar kriteria kualitas air menurut Peraturan Pemerintah RI No.82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (lampiran), air pada tapak termasuk ke dalam kelas II.
Hal ini berarti air dapat digunakan untuk mengairi pertanaman,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, prasarana/sarana rekreasi air, dan peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Kelas kualitas air pada tapak memberi gambaran potensi pengembangan aktivitas wisata di dalam tapak. Aktivitas yang dimaksud adalah aktivitas yang membutuhkan kontak langsung secara aktif dengan air. Kondisi kuantitas dan kualitas air ini juga sesuai dengan keterangan yang diperoleh dari masyarakat. Masyarakat berpendapat bahwa kuantitas dan kualitas air pada tapak dalam kondisi normal. Hal ini dibuktikan dengan pengalaman mereka yang sampai sekarang tidak menemui masalah ketika memanfaatkan sumber-sumber air tersebut sehingga tidak terkendala dalam akivitas budidaya.
0
0.5
1.5
2 Kilometers
Gambar 25. Peta Hidrografi Desa Situdaun
1
Sumber : Peta Rupa Bumi (1999), Peta Digital Tata Guna Lahan dan Tutupan Lahan Kab. Bogor (2005), Survei Lapang (2006)
PERENCANAAN LANSKAP AGROWISATA DI DESA SITUDAUN, KECAMATAN TENJOLAYA, KABUPATEN BOGOR
Batas tapak Jalan aspal Jalan diperkeras Jalan tanah Aliran irigasi Situ (check dam) Sungai
Keterangan :
U
PETA HIDROGRAFI DESA SITUDAUN
54
55
4.1.1.8. Sensuous Quality Sensuous quality merupakan kualitas lingkungan yang menawarkan beragam sensasi fisik dan psikis yang diterima penggunanya. Kualitas lingkungan dapat berupa sesuatu yang terlihat, terdengar, tercium, dan tersentuh. Bentuknya secara positif dapat berupa pemandangan yang indah, gemericik air yang mengalir, kicau burung, aroma lembut dan harum, dan lainnya. Aspek pembentuk sensuous quality di Desa Situdaun berupa akustik dan view. Akustik pada tapak digolongkan menjadi dua, yakni good akustik dan bad akustik. Good akustik berupa kolaborasi suara gesekan daun tanaman, suara tiupan angin, dan kicauan burung yang biasanya ditemui di area terbuka, seperti area sawah dan kebun; suara gemericik air pada saluran irigasi dan drainase jalan, kolam-kolam ikan, dan di sekitar sungai. Bad akustik pada tapak dihasilkan oleh suara bising kendaraan bermotor di jalan desa dan area terbuka, khususnya sepeda motor yang melaju dengan kecepatan tinggi. View yang terdapat pada tapak juga digolongkan menjadi dua, yakni good view dan bad view. Hamparan lahan pertanian dan perikanan dengan aktivitas budidaya masyarakat di dalamnya, yang dikompilasi dengan latar belakang Gunung Salak menyuguhkan good view. Pada area di sebelah barat situ (check dam) terdapat titik pandang yang menyajikan pemandangan sekitar tapak. Dari area ini dapat terlihat gedung Rektorat IPB, gunung kapur Ciampea, dan bahkan ketika kondisi langit cerah dan sedikit berawan dapat terlihat sekumpulan gedung Kota Jakarta (Gambar 26).
Gambar 26. Good View: Salah Satu Titik Pandang (Visibilitas) di Dekat Situ (Check Dam) (Kiri); Dari Posisi Ini Dapat Terlihat Gedung Rektorat IPB (Kanan)
Gambar 27. Sensuous Quality di Desa Situdaun
SENSUOUS QUALITY
56
57
Kondisi jalan masuk menuju dan ke dalam tapak cukup sempit, penggunaan jalan berbaur, terdapat pangkalan ojek yang mengambil ruang badan jalan, padat pemukiman, di beberapa titik kondisinya berlubang dan tergenang, dan tanpa pedestrian rambu jalan menciptakan bad view. Beberapa meter di sebelah utara tapak terdapat instalasi running (kolam air deras) dengan luas sekitar 1800 m2. Posisinya yang berada di sisi kanan bawah jalan dapat dimanfaatkan sebagai view yang mampu menambah kualitas pemandangan sekitar tapak. Namun instalasi ini ditutup dan menghalangi area dan daya pandang pengunjung, dan seringkali menimbulkan rasa penasaran bagi pengunjung. Di dalam tapak,, bad view terbentuk dari area pemukiman yang kurang tertata rapi dan sangat dekat dengan ambang pengaman/badan jalan. Di sebelah situ (check dam) dan bagian selatan hingga tenggara tapak, saluran drainase jalan yang tidak berfungsi baik dan banyak ditumbuhi rumput menciptakan bad view. Untuk mengoptimalkan potensi sensuous quality pada tapak, orientasi pengunjung diupayakan mengarah pada akustik dan view yang menarik. Oleh karena itu, perlu diciptakan jalur dan ruang beserta fasilitasnya sebagai titik pandang. Pengunjung tapak akan lebih mudah menikmati good view dari fasilitas yang mengarah pada good view tersebut. Fasilitas tidak boleh ditempatkan pada area yang dapat menghalangi good view. Penempatan fasilitas pada area yang relatif lebih tinggi memungkinkan bangunan tersebut digunakan untuk mengamati pemandangan di dalam tapak dan sekitarnya.
4.1.1.9. Tata Guna Lahan Jenis penggunaan lahan di Desa Situdaun dibedakan menjadi area terbangun yang terdiri dari pemukiman dan fasilitas umum, dan jalur jalan; area budidaya terdiri dari sawah, kebun, dan kolam ikan; dan area tak terbangun berupa hutan dan badan air situ (check dam). Kondisi eksisting penggunaan lahan di Desa Situdaun disajikan pada Tabel 9. Berdasarkan data tersebut, jenis penggunaan lahan terbesar adalah sawah dan kebun sebesar 52,28 % dari total keseluruhan luas tapak. Areanya dominan berada di bagian utara tapak dan tersebar di bagian selatan tapak.
58
Tabel 9. Kondisi Eksisting Penggunaan Lahan Desa Situdaun No. 1.
2.
Jenis Penggunaan
Luas Ha %
Area Terbangun a. Pemukiman dan 29,1 fasilitas umum b. Sawah dan kebun 194,13 c. Kolam ikan 14,7 d. Badan jalan 4.1 Area Tak Terbangun a. Hutan 129,32 b. Badan air situ (check 0.14 dam)
Fungsi
7,84 Ruang aktivitas dan kehidupan sosial masyarakat, aktivitas 52,28 penunjang pertanian, lahan 3,96 produksi utama bagi sebagian 1,1 besar masyarakat 34,78 Konservasi tanah dan air 0,04
Sumber: Peta Rupa Bumi (1999), Peta Digital Tata Guna Lahan dan Tutupan Lahan Bappeda Kab. Bogor (2005), dan Survei Lapang (2006)
Jenis penggunaan lahan untuk budidaya merupakan potensi dasar bagi perencanaan agrowisata sehingga kondisinya harus tetap dipertahankan. Area tak terbangun merupakan area yang berfungsi sebagai konservasi tanah dan air dengan luasan yang cukup sebesar 129, 32 %. Sedangkan 21,05 % dari luas tapak berupa pemukiman dan fasilitas umum dengan pola linier mengikuti pola jalan utama dan berkelompok, menyebar, dan mengecil akibat dari agak sulitnya topografi untuk pembuatan jalan. Area pemukiman penduduk yang berdekatan dengan sawah, kebun, dan kolam ikan merupakan potensi aktivitas wisata berorientasi budidaya dan kehidupan sosial masyarakat setempat. Kunjungan ke rumah petani, beraur dengan masyarakat, mengamati dan ikut serta dalam aktivitas bertani dapat menjadi pilihan aktivitas wisata yang menyenangkan. Masalah yang terdapat pada tapak adalah munculnya gejala masalah alih guna lahan. Gejala masalah alih guna lahan adalah isu tata guna lahan yang dapat disebabkan oleh terjadinya perpindahan penduduk ke kota, penghasilan yang rendah, peluang/kesempatan kerja, kesehatan dan nutrisi yang buruk, produksi subsisten yang tidak sesuai, terjadi degradasi lahan-lahan erosi di tanah pertanian dan banjir (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001). Gejala masalah alih guna lahan yang terdapat tapak meliputi penghasilan yang rendah yang disebabkan biaya produksi yang lebih tinggi, dan peluang/kesempatan beralih ke jenis mata pencaharian lain. Saat ini, pilihan populis yang dilakukan masyarakat untuk meningatkan pendapatannya adalah melakukan sistem sewa lahan, atau bahkan jual beli lahan kepada pera pemilik modal kuat dari luar daerah; dan beralih ke
59
jenis mata pencaharian lain. Kondisi ini dikhawatirkan dapat meningkatkan jumlah konversi lahan pada tapak. Laju pertumbuhan pemukiman yang muncul menyebar tidak terkendali di dalam tapak juga dapat mengganggu tata guna lahan. Pengembangan pemukiman pada tapak yang tidak terkendali dapat menyebabkan alih fungsi lahan yang telah ada. Pengawasan dan penertiban terhadap penyimpangan pemanfaatan lahan pada tapak sangat perlu dilakukan oleh pemerintah setempat sehingga tidak meningkatkan jumlah konversi lahan pertanian dan perikanan menjadi lahan terbangun yang dapat merusak fungsi konservasi. Kekhawatiran yang muncul adalah terjadinya transformasi lanskap pada jangka panjang. Kondisi faktual dengan keragaman jenis penggunaan lahan merupakan potensi bagi tapak sebagai pembentuk ruang (Tabel 10). Jenis penggunaan lahan berupa area terbangun dengan aktivitas keseharian masyarakat di dalamnya dapat diarahkan pada potensi sebagai ruang pendukung agrowisata. Untuk jenis penggunaan lahan berupa area budidaya dapat dikembangkan sebagai ruang agrowisata. Faktor utama sebagai dasar pengembangannya adalah keberadaan lahan-lahan budidaya berupa sawah, kebun, dan kolam ikan sehingga berpotensi membentuk ruang utama tempat berlangsungnya aktivitas wisata berbasis pertanian dan perikanan. Pada jenis penggunaan lahan berupa area konservasi merefleksikan area hulu tapak sehingga berpotensi membentuk ruang penyangga dan memperkuat tujuan konservasi tanah dan air. Tabel 10. Potensi Tata Guna Lahan sebagai Pembentuk Ruang No. 1.
2.
3.
Jenis Penggunaan Area Terbangun (8,94 %) c. Pemukiman dan fasilitas umum d.Badan jalan Area Budidaya ( 56,24 %) c. Sawah dan kebun d.Kolam ikan Area Konservasi (34,82 %) c. Hutan d. Badan air situ (check dam)
Fungsi Eksiting
Potensi Ruang
Ruang aktivitas dan kehidupan sosial masyarakat, aktivitas penunjang pertanian
Ruang Pendukung Agrowisata
Lahan produksi utama bagi sebagian besar masyarakat
Ruang Agrowisata
Konservasi tanah dan air
Ruang Penyangga
Sumber: Peta Rupa Bumi (1999), Peta Digital Tata Guna Lahan dan Tutupan Lahan Bappeda Kab. Bogor (2005), dan Survei Lapang (2006)
0
1
1.5
2 Kilometers
Sumber : Peta Rupa Bumi (1999), Peta Digital Tata Guna Lahan dan Tutupan Lahan Kab. Bogor (2005), Survei Lapang (2006)
Gambar 28. Peta Tata Guna Lahan Desa Situdaun
0.5
PERENCANAAN LANSKAP AGROWISATA DI DESA SITUDAUN, KECAMATAN TENJOLAYA, KABUPATEN BOGOR
Batas tapak Jalan aspal Jalan diperkeras Jalan tanah Pemukiman Sawah dan kebun Kolam Hutan Situ (check dam)
Keterangan :
U
PETA TATA GUNA LAHAN DESA SITUDAUN
60
61
4.1.1.10. Fasilitas dan Utilitas Keberadaan fasilitas dan utilitas wisata mutlak merupakan kebutuhan untuk mendukung fungsi ruang dan sebagai salah satu faktor penentu terciptanya keamanan dan kenyamanan dalam suatu tapak. Berdasarkan hasil pengamatan, fasilitas dan utilitas untuk kepentingan wisata belum tersedia pada tapak. Fasilitas yang tersedia pada tapak hanya berupa fasilitas umum untuk kepentingan sosial kemasyarakatan (Tabel 11). Utilitas yang terdapat pada tapak berupa jaringan jalan dan listrik (Gambar 29). Tabel 11. Jenis Fasilitas Umum di Desa Situdaun No. 1. 2. 3. 4.
Jenis Fasilitas Pendidikan Kesehatan Peribadatan Pelayanan
Unit Sekolah Posyandu Mesjid, langgar Kantor kelurahan
Jumlah 4 1 34 1
Kondisi Baik Baik Baik Baik
Sumber: Monograf Desa Situdaun (2005), Survei Lapang (2006)
Pengembangan ruang-ruang dengan fungsi dan aktifitas yang beragam membutuhkan kelengkapan fasilitas dan utilitas sehingga dalam menentukan fasilitas dan utilitas harus didasarkan pada fungsi ruang dan aktifitas pengguna tapak. Penempatan fasilitas dan utilitas harus menyesuaikan dengan kondisi lingkungan tapak. Fasilitas dan utilitas yang berada di area yang tidak tepat akan tidak terpakai oleh pengguna tapak. Oleh karena itu, dibutuhkan efektifitas dan efisiensi dalam penempatan fasilitas dan utilitas tersebut. Pengadaan fasilitas dan utilitas juga perlu memperhatikan bahan dan material yang digunakan. Bahan dan material yang digunakan harus memberikan rasa nyaman dan aman bagi pengguna tapak dan lingkungan.
Gambar 29. Jaringan Jalan dan Listrik pada Tapak
62
Saat ini fasilitas yang ada pada tapak hanya fasilitas umum yang berhubungan dengan aktivitas sosial masyarakat, seperti sekolah, posyandu, mesjid dan langgar, dan kantor kelurahan. Sebagian fasilitas ini berpotensi dimanfaatkan mendukung fungsi wisata terutama pada berbagai aktivitas wisata yang berbaur dengan masyarakat dan lingkungan desa. Berkaitan dengan aktivitas budidaya dan wisata, sistem pengelolaan sampah dan limbah cair menjadi perhatian penting yang berdampak pada sanitasi serta estetika lingkungan. Berdasarkan pengamatan di lapang, fasilitas pengelolaan sampah dan limbah cair dari rumah tangga dan aktivitas budidaya tidak tersedia di dalam tapak. Hal ini terlihat dengan belum adanya unit penampungan sampah seperti tempat pembuangan sampah sementara (TPS). Sampah yang dihasilkan dibuang dan ditumpuk di pekarangan sekitar, tempat-tempat tersembunyi di belakang bangunan, dan pada lokasi atau dekat dengan saluran drainase jalan sehingga menimbulkan pemandangan yang tidak menyenangkan. Penyediaan fasilitas TPS di beberapa titik di dalam tapak perlu dilakukan untuk mengurangi permasalahan sampah di dalam tapak, meningkatkan keindahan, kesehatan serta kenyamanan berwisata. Penentuan lokasi tempat peletakan TPS di dalam tapak didasarkan pada tingkat intensitas aktivitas di dalamnya sehingga penentuan jumlahnya disesuaikan dengan intensitas pengguna di tiap ruangnya. Limbah cair rumah tangga dan budidaya dibuang ke septictank dan saluran pembuangan yang berakhir di sungai. Namun tidak jarang limbah ini juga dibuang ke kolam-kolam kecil di samping rumah yang terhubung dengan saluran drainase jalan atau bahkan dialirkan langsung ke saluran tersebut. Perlu dilakukan pembangunan saluran pembuangan permanen dilengkapi dengan sistem pengelolaan limbah cair berupa bak-bak pengendapan dan penyaringan sebelum dibuang ke sungai. Jaringan
jalan
sebagai
jalur
sirkulasi
sangat
diperlukan
untuk
menghubungkan setiap ruang dan fungsi di dalam tapak. Kondisi jalan saat inidari segi fisik dan aksesibilitas ke setiap area-masih sesuai dengan kebutuhan massa di dalamnya. Namun dengan adanya penambahan fungsi wisata pada tapak, kondisi jalan harus diperhatikan, karena kebutuhan massa di dalamnya semakin bertambah. Selain itu-untuk menunjang keselamatan, keamanan, dan kenyamanan pengguna jalan-perlu disediakan jalur pedestrian, pembatas jalan, dan rambu
63
jalan. Jaringan listrik berkaitan dengan ketersediaan sarana penerangan pada tapak. Penyebaran tiang dan kabel listrik merata pada jalur jalan di sekitar pemukiman sehingga distribusi penerangan sebagian besar hanya terdapat pada area pemukiman. Ketersediaan tiang dan kabel listrik tidak dilengkapi dengan lampu penerang jalan sehingga jalan yang jauh dari area pemukiman sangat gelap di malam hari. Dengan dikembangkannya tapak sebagai suatu objek wisata, maka kebutuhan penerangan sangat penting untuk melayani penggunaan tapak pada malam hari. Perlu disediakan lampu penerang jalan dan sarana penerangan lainnya pada ruang yang akan dikembangkan, dengan memperhatikan intensitas aktivitas penggunaannya.
4.1.2. Aspek Sosial 4.1.2.1. Kependudukan, Opini dan Keinginan Pengguna Tapak Kehidupan masyarakat Desa Situdaun pada umumnya mempunyai karakteristik yang sama dengan masyarakat lain pada umumnya. Pola kehidupan masyarakat Situdaun mencerminkan keterbukaan dan kokohnya hubungan persaudaraan yang tercermin dalam bentuk kegiatan kerja bakti, posyandu, dan pengajian rutin. Jumlah penduduk Desa Situdaun sampai pada tahun 2005 adalah 8.085 jiwa, terdiri dari 1.669 kepala keluarga, dengan kepadatan penduduknya 22 jiwa/ha (Tabel 11). Mata pencarian masyarakatnya sangat bervariasi (Tabel 12). Sebagian besar mata pencahariannya adalah petani (sawah, kebun, dan kolam ikan) sebesar 1407 jiwa; atau 74 % dari total jumlah penduduk yang bekerja. Angka ini menunjukkan betapa besarnya potensi pertanian dan perikanan pada tapak. Namun kesulitan modal produsi dan rendahnya pendapatan petani memunculkan wacana populis di masyarakat, terkait dengan pemilihan jenis mata pencaharian, yaitu pilihan untuk menjadi pedagang/wiraswasta, karyawan swasta, supir,dan lainnya dianggap lebih baik dibandingkan menjadi petani. Kondisi seperti ini secara faktual dianggap lazim bahkan menjadi keharusan bagi masyarakat.
64
Tabel 12. Jumlah Penduduk Desa Situdaun berdasarkan Jenis Kelamin No. 1. 2. 3. 4.
Jenis Kelamin Pria Wanita Jumlah Kepala keluarga
Jumlah 4148 jiwa 3937 jiwa 8085 jiwa 1669 KK
Sumber: Monograf Desa Situdaun (2005)
Tabel 13. Jumlah Penduduk Desa Situdaun berdasarkan Mata Pencaharian No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Mata Pencaharian Petani Buruh tani Pedagang/wiraswasta Pengrajin Pegawai negeri Penjahit Montir Supir Karyawan swasta Tukang kayu/batu Guru swasta Polisi Tentara Jumlah
Jumlah (jiwa) 862 545 150 60 35 30 6 45 80 34 45 1 4 1897
Sumber: Monograf Desa Situdaun (2005)
Secara umum, pengguna tapak adalah masyarakat setempat, dan pengunjung yaitu beberapa orang yang datang untuk keperluan tertentu dalam waktu yang singkat atau menetap lebih lama. Aktivitas masyarakat setempat yang terjadi setiap harinya adalah bertani dan mengelola kolam ikan, berdagang, dan rutinitas lainnya sesuai mata pencahariannya. Rutinitas tersebut secara intensif berlangsung pada jam kerja, yaitu pukul 08.00 – 17.00 WIB. Setelah itu, aktivitas yang dilakukan adalah interaksi sosial dengan keluarga dan anggota masyarakat lainnya, seperti berkumpul dan bercengkerama, aktivitas anak-anak dan remaja menangkap belut, bermain sepak bola, dan sebagainya. Sementara aktivitas pengunjung adalah berkunjung ke rumah saudara, rekreasi menikmati pemandangan di dalam tapak, dan berbagai aktivitas transaksi jual beli ikan dan hasil panen pertanian. Adanya aktivitas transaksi ini menunjukkan bahwa Desa Situdaun telah dikenal oleh masyarakat sekitar sebagai daerah penghasil padi, sayuran, dan ikan air tawar. Aktivitas tersebut intensif dilakukan pada pagi hari sampai sore hari. Jumlah kunjungan ke Desa Situdaun memang tidak terlalu banyak tiap tahunnya (Tabel 13), tetapi keberadaan aktivitas ini menggambarkan
65
antusias masyarakat dan pengunjung dalam membangun ruang-ruang rekreasi, ruang untuk aktivitas menikmati pemandangan tapak dan sekitarnya (Gambar 30). Antusiasme tersebut diperkuat dengan opini dan keinginan pengguna tapak. Informasi mengenai opini dan keinginan pengguna tapak terhadap rencana pengembangan agrowisata di Desa Situdaun diperoleh melalui wawancara. Wawancara dilakukan secara perseorangan kepada setiap elemen masyarakat setempat dan pengunjung. Dari hasil wawancara tersebut disimpulkan bahwa masyarakat
setempat
dan
pengunjung
mengerti
maksud
dari
rencana
pengembangan agrowisata di Desa Situdaun. Masyarakat dan pengunjung mengharapkan adanya koordinasi dan peran aktif setiap pihak yang terkait, dan didukung dengan perbaikan dan penambahan fasilitas dan utilitas di Desa Situdaun. Masyarakat juga mengharapkan keberadaan objek agrowisata di Desa Situdaun mampu meningkatkan kesejahteraan mereka. Tabel 14. Jumlah Kunjugan ke Desa Situdaun No. 1.
Kelompok Aparat pemerintah *
Jumlah 70 orang/thn
2.
Pelajar/mahasiswa *
94 orang/thn
3.
Masyarakat sekitar/lainlain **
48 orang/hari
Tujuan Pembinaan/penyuluhan, supervisi, koordinasi, studi banding, survei Magang, praktek kerja lapang, praktikum, penelitian Kunjungan, rekreasi, transaksi
Sumber: * Monograf Desa Situdaun (2005), ** Survei Lapang (2006)
Gambar 30. Aktivitas Pengunjung Menikmati Pemandangan
66
4.2. Sintesis Hasil analisis yang dilakukan terhadap elemen tapak, baik data yang berupa biofisik dan sosial diklasifikasikan ke dalam potensi dan kendala untuk memperoleh sejumlah alternatif pemecahan masalah perencanaan tapak sebagai objek agrowisata (Tabel 15). Tabel 15. Hasil Analisis dan Sintesis Data A. Aspek Biofisik 1. Letak, luas dan aksesiblitas
2. Iklim
Analisis Potensi
Kendala
• Tapak merupakan daerah penghasil padi, sayuran, dan ikan yang cukup luas dengan bentang alam lahan pertanian dan perikanan dengan background Gunung Salak • Letak strategis, dekat dan berada diantara objek wisata lainnya • Tersedia akses masuk berupa jalan aspal dari tiga arah • Kondisi fisik jalan relatif masih baik • Semua jalur jalan lokal aspal pada tapak dilalui oleh angkutan umum
• Letak tapak jauh dari jalan arteri • Tapak sangat luas, tetapi tidak disertai dengan batas yang jelas • Kondisi jalan di dalam tapak cukup sempit bagi kenderaan besar, penggunaan jalan berbaur, padat pemukiman, di beberapa titik kondisinya berlubang dan tergenang
• Kondisi iklim pada tapak berada dalam kondisi nyaman (THI <27) • Curah hujan yang tinggi pada tapak merupakan potensi bagi suplai air tanah dan sumber ketersediaan air
• Penyinaran tinggi menyebabkan suhu tinggi pada area hamparan sawah, kebun, dan kolam ikan • Curah hujan yang tinggi juga dapat menimbulkan aliran air permukaan yang terkonsentrasi pada badan jalan di area miring
Sintesis • Pengembangan potensi sumberdaya dana letak tapak menjadi objek agrowisata • Menyediakan gerbang penanda sebagai informasi dan penciri ketika memasuki tapak • Pengaturan akses masuk dan keluar ke dalam tapak dilengkapi dengan rambu jalan, papan petunjuk arah, papan informasi, papan nama, dan gerbang penanda • Meningkatkan kuantitas dan kualitas jalan dengan melakukan perbaikan dan pelebaran jalan, membangun pedestrian • Ketersediaan angkutan umum berpotensi dimanfaatkan untuk perencanaan sirkulasi dalam tapak • Penggunaan peneduh berupa pohon atau struktur bangunan saung istirahat • Potensi curah hujan sebagai suplai air dimanfaatkan dengan upaya konservasi tanah dan air, seperti penggunaan vegetasi berkanopi, penutup tanah, dan rumput sebagai sistem penutupan lahan dan drainase yang baik • Pembuatan dan
67 (Lanjutan Tabel 15) Data
3. Tanah
4. Topografi dan kemiringan lahan
5. Vegetasi
Analisis Potensi
Sintesis
Kendala
• Tanah latosol di bagian utara mempunyai produktifitas yang baik dan relatif lebih subur untuk kegiatan pertanian dibandingkan dengan tanah jenis lainnya. Tanah regosol cukup produktif untuk budidaya bila diimbangi dengan pemupukan dan pengairan yang cukup • Kondisi fisik tanah cukup stabil untuk bangunan • Kondisi pH 5-7 tanah ideal bagi vegetasi
• Drainase tanah regosol terhambat dan peka terhadap erosi terutama pada area miring
• Variasi elevasi, kemiringan, dan bentukan lahan dengan keragaman jenis penggunaan lahan pada tapak sebagai potensi view, pembentuk tipe aktivitas dan irama perjalanan wisata • Area datar pada tapak berupa dominasi pemukiman dan fasilitas, lahan pertanian dan perikanan. Area miring berupa dominasi hutan. • Lahan pertanian berupa teras mengikuti garis kontur di bagian tenggara tapak sebagai upaya konservasi tanah dan air dan memperkaya view tapak • Vegetasi pertanian sebagai objek dan atraksi utama agrowisata, produk, dan citra agrowisata
• Area miring berpotensi erosi
•
• •
•
•
•
• Tipikal konfigurasi vegetasi yang ada terasa kurang tegas dan berkarakter
pembenahan saluran drainase jalan dengan memperhatikan kemiringan lahan, dan penyediaan rambu jalan atau papan informasi Mengembangkan pertanian di bagian utara sebagai objek dan atraksi agrowisata Pengembangan fasilitas wisata di bagian utara tapak Menjadikan tanah pada area miring yang peka erosi sebagai area konservasi tanah. Pencegahan erosi pada tanah dengan penanaman tanaman dengan tipe perakaran yang luas dan dalam, juga didukung dengan penyediaan saluran drainase yang baik Area datar direncanakan sebagai tempat rekreasi dengan mengangkat berbagai aktivitas budidaya dan kehidupan sosial masyarakat setempat Area miring dengan elevasi tinggi dikembangkan aktivitas yang berorientasi alam, seperti nature trail, scenery observation atapun photohunting dengan penggunaan struktur fasilitas seminimal mungkin Upaya konservasi tanah dan air untuk mencegah erosi
• Penataan dan penambahan jenis vegetasi guna mempertegas tipikal konfigurasi vegetasi
68 (Lanjutan Tabel 15) Data
6. Satwa
Analisis Potensi
Kendala
itu sendiri • Konfigurasi vegetasi linier pada jalur jalan membentuk ruang koridor dan pengarah pandang • Konfigurasi geometrik pada pekarangan yang membentuk ruangruang estetis di area pemukiman • Konfigurasi vegetasi natural, mengikuti bentukan lahan membentuk ruang luas berupa pemandangan lanskap hijau dan dapat diamati dari area yang lebih tinggi • Hewan ternak dan beberapa jenis satwa liar berpotensi dikembangkan sebagai bagian dari objek dan atraksi agrowisata • Tidak terdapat gangguan satwa liar yang signifikan
Sintesis yang ada
7. Hidrologi
• Keseluruhan sistem hidrologi pada tapak terpola dengan rapi, air terdistribusikan dengan baik sehingga tidak menimbulkan erosi, genangan air, dan banjir • Sumber air cukup dan memadai untuk memenuhi kebutuhan di area hilir tapak • Area situ (check dam) disetting sebagai area konservasi tanah dan air dengan fasilitas gerbang dan pagar pembatas • Kualitas air termasuk kelas II
• Aktivitas intensif masyarakat pada situ (check dam) berpotensi menyebabkan pencemaran air dan memicu pusat konsentrasi massa • Kondisi saluran yang tak terbangun berisiko erosi pada dinding saluran, pendangkalan, dan penimbunan badan saluran • Pemanfaatan air yang berbaur menciptakan pola alir air yang tidak teratur beresiko menyebabkan air tercemar
8. Sensuous quality
• Good akustik berupa kolaborasi suara gesekan daun tanaman, suara tiupan angin, dan kicauan burung di area sawah
• Bad akustik berupa suara bising kendaraan bermotor yang melaju dengan kecepatan tinggi di jalan desa
• Hewan ternak dan beberapa jenis satwa liar dikembangkan sebagai bagian dari objek dan atraksi agrowisata, seperti membajak sawah dengan kerbau, aktivitas budidaya dan panen ikan, dan memancing belut di sawah • Pembuatan dan pembenahan saluran drainase jalan dengan menggukan material dan konstruksi, pembersihan dan pemeliharaan saluran secara intensif • Pembangunan saluran pembuangan permanen dilengkapi dengan sistem pengelolaan limbah cair berupa bak-bak pengendapan dan penyaringan sebelum dibuang ke sungai • Kelas kualitas air menjamin pegembangan aktivitas kontak langsung dengan air • Suara bising kendaraan bermotor diatasi dengan solusi efektif, yaitu membuat rambu jalan atau papan peringatan
69 (Lanjutan Tabel 15) Analisis
Data
Potensi
•
•
9. Tata guna lahan
•
•
•
•
10. Fasilitas dan utilitas
dan kebun. Suara gemericik air pada saluran irigasi, drainase jalan, dan kolam-kolam ikan Hamparan lahan pertanian dan perikanan dengan aktivitas budidaya masyarakat di dalamnya, yang dikompilasi dengan background Gunung Salak menyuguhkan good view Pada area di sekitar situ (check dam) terdapat titik pandang yang menyajikan pemandangan di dalam tapak dan sekitarnya Jenis penggunaan lahan berupa sawah, kebun, dan kolam ikan sebagai potensi sumberdaya dalam perencanaan agrowisata Keragaman jenis penggunaan lahan merupakan potensi sebagai pembentuk ruang dan view Pola penggunaan lahan relatif teratur dan membentuk ruang dan fungsi ruang yang jelas Area pemukiman penduduk yang berdekatan dengan sawah, kebun, dan kolam ikan merupakan potensi aktivitas wisata berorientasi budidaya dan kehidupan sosial masyarakat setempat
• Fasilitas yang tersedia pada tapak hanya berupa fasilitas umum untuk kepentingan sosial kemasyarakatan • Tersedia jaringan
Kendala
Sintesis
• Area pemukiman padat dan kurang tertata rapi menciptakan bad view • Di bagian selatan dan tenggara tapak, saluran drainase jalan tidak berfungsi baik, banyak ditumbuhi rumput menciptakan bad view • Tidak adanya fasilitas untuk menikmati pemandangan tapak dan sekitarnya
• Menata ruang dalam tapak dengan memperhatikan syarat kebutuhan jalan dan penggunaan elemen bangunan yang menunjang karakter tapak • Pembuatan dan pembenahan saluran drainase jalan • Optimalisasi good akustik dan good view dengan mengembangkan jalur dan ruang beserta fasilitasnya untuk menikmati pemandangan tapak dan sekitarnya
• Munculnya gejala alih guna lahan dikhawatirkan dapat meningkatkan jumlah konversi lahan pada tapak • Laju pertumbuhan pemukiman yang muncul menyebar tidak terkendali di dalam tapak dapat menyebabkan alih fungsi lahan yang telah ada
• Mengoptimalkan tata guna lahan yang telah ada pada tapak sebagai rangkaian view atau pemandangan yang menarik sebagai objek agrowisata • Pola penggunaan lahan yang telah ada menjadi panduan penataan ruang dengan menyesuaikan fungsi, kebutuhan dan ketersediaan lahan • Pengembangan objek dan atraksi wisata berorientasi budidaya dan kehidupan sosial masyarakat setempat • Perencanaan agrowisata sebagai solusi mencegah konversi lahan pada tapak • Pengawasan dan penertiban terhadap penyimpangan pemanfaatan lahan pada tapak sangat perlu dilakukan • Menyediakan fasilitas wisata sesuai dengan fungsi ruang dan aktivitas yang akan dikembangkan • Membangun sistem pengelolaan sampah
• Fasilitas untuk kepentingan wisata belum tersedia pada tapak • Tidak terdapat fasilitas pengelolaan sampah dan limbah
70 (Lanjutan Tabel 15) Analisis
Data
B. Aspek Sosial 1. Kependudukan, opini dan keinginan pengguna tapak
Potensi
Kendala
Sintesis
jalan dan listrik • Kondisi fisik jalan relatif masih baik
cair • Faktor keselamatan dan keamanan jalan minim • Sarana penerangan jalan minim bahkan nyaris tidak ada • Distribusi penerangan pada tapak sebagian besar hanya terdapat pada area pemukiman
dan limbah terpadu, seperti TPS dan bak pengendapan dan penyaringan limbah cair • Menyediakan jalur pedestrian, dan rambu jalan atau papan peringatan • Menyediakan/mena mbah sarana penerangan
• Pola kehidupan masyarakat dengan rutinitas kesehariannya sebagai penunjang atraksi agrowisata • Sebagian besar mata pencaharian masyarakat adalah petani (74% dari total jumlah penduduk yang bekerja) • Adanya kunjungan dan aktivitas transaksi jual beli sebagai indikator bahwa Desa Situdaun telah dikenal oleh masyarakat sekitar sebagai daerah penghasil padi, sayuran, dan ikan air tawar • Antusiame pegguna tapak terhadap aktivitas rekreasi
• Rendahnya pendapatan petani memunculkan wacana populer untuk beralih ke mata pencaharian lain • Kurangnya fasilitas yang mendukung kegiatan pengunjung baik kegiatan dinas, budidaya, magang/ penelitian ataupun nantinya kegiatan rekreasi
• Pemanfaatan pola kehidupan masyarakat sebagai penunjang atraksi agrowisata • Perencanaan agrowisata sebagai solusi meningkatkan pendapatan petani • Membangun fasilitas pendukung kegiatan rekreasi
4.3. Konsep Perencanaan Konsep merupakan tahap merumuskan dan menetapkan cara terbaik untuk pemecahan masalah dan pemanfaatan potensi. Setelah dilakukan pemecahan masalah dan pemanfaatan potensi akan diperoleh gambaran ruang/zonasi tapak.
4.3.1. Konsep Dasar Konsep dasar perencanaan lanskap agrowisata di Desa Situdaun adalah mengangkat aktivitas budidaya pertanian dan perikanan yang akan dikembangkan pada
perencanaan
agrowisata.
Perencanaan
tapak
diharapkan
mampu
71
mengakomodasi kebutuhan ruang untuk budidaya dan pengunjung, dengan menonjolkan karakter lanskap dan nilai alami pada tapak. Pengembangan tapak sebagai objek dan atraksi agrowisata harus mampu memberikan manfaat bagi lanskap itu sendiri maupun pengunjung tanpa mengorbankan kelestariannya. Oleh karena itu dalam konsep perencanaan tapak dikembangkan beberapa fungsi, yaitu fungsi budidaya, wisata, konservasi, pendidikan, dan ekonomi. Fungsi Budidaya, merupakan fungsi awal tapak sebagai tempat budidaya pertanian dan perikanan. Fungsi ini dikembangkan untuk tujuan produksi yang merupakan salah satu objek dan atraksi agrowisata. Fungsi Wisata, merupakan fungsi yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan wisata yang dituangkan dalam berbagai aktivitas wisata dengan fasilitas penunjangnya. Fungsi ini bersifat komersil dan lebih ditekankan pada pemenuhan kepuasan pengunjung dengan kegiatan pelayanan. Fungsi Konservasi, merupakan fungsi yang dikembangkan untuk tujuan konservasi tanah dan air. Keberadaan fungsi ini akan berimbas pada kelestarian lingkungan sekaligus mempertahankan area tangkapan dan resapan air. Fungsi Pendidikan, berkaitan dengan pengenalan terhadap budidaya pertanian dan perikanan, seperti pengenalan jenis komoditas, pengenalan aktivitas budidaya yang bersifat teknis, teori dan pengalaman budidaya dari para petani. Fungsi ini dicapai melalui aktivitas yang bersifat edukatif dengan keikutsertaan pengunjung dalam aktivitas budidaya. Fungsi Ekonomi, berkaitan dengan fungsi lain yang dikembangkan dan diharapkan menghasilkan keuntungan ekonomi, sehingga keberlangsungan aktivitas budidaya dan wisata dapat bersinergi. Disamping menjadi pusat budidaya pertanian dan perikanan, tapak juga dikembangkan sebagai tempat transaksi hasil panen yang dapat mendatangkan keuntungan. Aktivitas wisata tentu saja akan mendatangkan keuntungan dari pengunjung, sedangkan dari aktivitas yang bersifat edukatif, keuntungan merupakan ekses yang diperoleh setelah tujuan aktivitas tersebut tercapai.
72
4.3.2. Pengembangan Konsep 4.3.2.1. Konsep Ruang Ruang merupakan wadah untuk melakukan aktivitas. Program ruang yang akan diakomodasikan pada tapak didasarkan pada konsep dasar agrowisata, potensi sumber daya alam, keberadaan objek dan atraksi agrowisata, dan fungsi yang akan diterapkan. Ruang yang dikembangkan terbagi atas tiga ruang tujuan wisata, yaitu ruang agrowisata, ruang pendukung agrowisata, dan ruang penyangga (Gambar 31).
Ruang Penerimaan
Ruang Pendukung Agrowisata
Ruang Agrowisata
Ruang Konservasi
Gambar 31. Diagram Konsep Ruang pada Tapak Ruang
Agrowisata,
merupakan ruang
yang
memanfaatkan
dan
mengembangkan potensi sumberdaya alam berupa pemandangan, lahan pertanian dan perikanan sebagai objek agrowisata yang dapat dinikmati, dan aktivitas budidaya sebagai atraksi agrowisata yang mampu memotivasi keikutsertaan pengunjung di dalamnya. Ruang Pendukung Agrowisata, merupakan ruang yang berfungsi memberikan pelayanan kepada pengunjung dalam hal kelengkapan, kemudahan, dan kenyamanan terhadap aktivitas agrowisata, serta mendukung konsep agrowisata yang diharapkan. a. Ruang Penerimaan Ruanga penerimaan merupakan ruang pertama yang dapat dijumpai pengunjug ketika memasuki tapak. Sebagai welcome area, ruang ini berfungsi memberikan
73
identitas atau ciri khusus tapak dan memberikan fungsi informasi bagi pengunjung, sehingga dapat menarik minat pengunjung. b. Ruang Pelayanan Ruang pelayanan adalah ruang yang berfungsi memberikan kemudahan bagi pengunjung berupa fasilitas ataupun jasa. Ruang ini terdapat memusat pada suatu area yang dapat dengan mudah dicapai oleh pengunjung sebelum memasuki ruang agrowisata, atau pada titik-titik tertentu dalam tapak sebagai rest area. c. Ruang Transisi Ruang transisi merupakan ruang persiapan di dalam tapak menuju ruang agrowisata berupa good view dalam tapak, serta sebagai penunjang aktivitas non pertanian yang direncanakan dalam tapak. d. Ruang Masyarakat Ruang masyarakat merupakan ruang kehidupan masyarakat yang terdapat di dalam tapak, sehingga dalam perencanaanya tidak mengabaikan ruang ini sebagai bagian dari perencanaan tapak. Kehidupan masyarakat pertanian menjadi potensi yang dapat dikembangkan sebagai objek agrowisata. Ruang Penyangga, sebagai ruang konservasi tanah dan air untuk mempertahankan kelestarian lingkungan sekaligus mempertahankan fungsi area tangkapan dan resapan air. Di dalam ruang ini tetap dikembangkan aktivitas wisata namun hanya bersifat pasif semi intensif.
4.3.2.2. Konsep Aktivitas dan Fasilitas Pengembangan aktivitas wisata merupakan upaya merangsang apresiasi pengunjung terhadap tapak. Pengembangan aktivitas wisata akan menciptakan keragaman jenis aktivitas wisata, sehingga tapak sebagai objek dan atraksi wisata tetap mampu memacu minat pengunjung. Konsep aktivitas yang dikembangkan berdasarkan pada keikutsertaan pengunjung dalam aktivitas pertanian dan ruang aktivitas. Aktivitas agrowisata yang dikembangkan pada tapak dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
74
a. Aktivitas Pertanian Merupakan jenis aktivitas yang melibatkan pengunjung secara langsung dalam berbagai aktivitas pada ruang agrowisata (on farm activities). Pengunjung turut serta secara aktif dalam proses budidaya, mulai dari proses persiapan lahan hingga menghasilkan produk olahan yang dapat dibawa pulang sebagai buah tangan. Aktivitas ini akan menghasilkan nilai-nilai pendidikan pertanian dan perikanan yang diperoleh secara langsung oleh pengunjung. b. Aktivitas Non Pertanian Merupakan aktivitas yang lebih rekreatif, dikembangkan tanpa melibatkan pengunjung secara langsung dalam aktivitas budidaya pada ruang agrowisata (off farm activities). Nilai-nilai pendidikan pertanian dan perikanan diperoleh pengunjung melalui pengamatan dan pemahaman yang dilakukannya sendiri.
Rekreasi
Pendidikan
Keterangan: : Aktivitas Pertanian : Aktivitas Non Pertanian : Aktivitas Agrowisata : Fungsi Aktivitas
Gambar 32. Diagram Konsep Aktivitas Wisata Fasilitas yang dikembangkan bagi penunjang aktivitas agrowisata mengacu kepada fungsi ruang yang terbentuk serta aktivitas yang akan dikembangkan. Konsep fasilitas tapak adalah memberikan nilai fungsional melalui bentuk yang sesuai, peletakan yang tepat, memiliki nilai estetik, mudah pemeliharaannya serta alami dan sederhana sesuai dengan karakter tapak. Penyediaan fasilitas ini bertujuan untuk memberikan kelengkapan, kemudahan, kenyamanan serta kepuasan dalam melakukan aktivitas agrowisata yang ditawarkan.
75
4.3.2.3. Konsep Sirkulasi Konsep
sirkulasi
yang
dikembangkan
dalam
tapak
berfungsi
menghubungkan antar ruang atau dalam ruang itu sendiri secara fungsional, sehingga pengunjung dapat menikmati seluruh objek dan atraksi yang ditawarkan. Konsep sirkulasi yang dikembangkan pada tapak terbagi atas jalur sirkulasi wisata yaitu jalur jalur sirkulasi bagi pengunjung, dan jalur sirkulasi masyarakat sebagai pendukung aktivitas masyarakat sehari-hari (Gambar 33).
Gambar 33. Diagram Konsep Sirkulasi
Konsep jalur sirkulasi wisata di dalam tapak dibagi menjadi tiga dengan peruntukan yang berbeda, yaitu jalur primer, sekunder dan tersier. Jalur primer merupakan jalur utama agrowisata yang menghubungkan antar ruang dengan pintu masuk dan keluar tapak. Jalur primer direncanakan menggunakan pola loop atau memutar. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam pengaturan sirkulasi dan pemerataan alur perjalanan wisata. Jalur sekunder ditujukan bagi kendaraan
76
sepeda, merupakan kombinasi atau memanfaatkan pola dua jalur lainnya. Jalur tersier adalah jalur khusus yang ditujukan bagi pejalan kaki, menghubungkan antar ruang dan sub-sub ruang di dalam ruang agrowisata dengan pola memusat menuju pusat objek dan atraksi agrowisata. Konsep sirkulasi bagi masyarakat berfungsi sebagai jalur produksi, sebagai akses masuk dan keluar tapak, dan fungsi ketetanggaan. Sirkulasi ini terbagi atas dua jalur, yaitu jalur primer sebagai jalur kendaraan produksi dan angkutan umum, dan jalur sekunder sebagai jalur pejalan kaki penghubung antara ruang-ruang kehidupan masyarakat serta lahan pertanian dan perikanan. Sebagai penghubung dengan lahan pertanian dan perikanan, jalur produksi memiliki beberapa kesamaan jalur dengan jalur pengunjung. Hal ini selain bertujuan memberikan kemudahan dalam mencapai lahan pertanian dan perikanan, juga memberikan suasana pertanian sebagai penunjang konsep agrowisata di dalam tapak.
4.3.2.4. Konsep Tata Hijau Pengembangan tata hijau pada tapak diarahkan sealami mungkin dengan memperhatikan
fungsi pendukung
vegetasi
dalam
membangun
kualitas
lingkungan agar bernilai indah, fungsional dan tetap memperhatikan konfigurasi vegetasi eksisiting alami pada tapak. Fungsi tersebut diterjemahkan ke dalam penataan vegetasi estetis, pengarah, peneduh, dan konservasi untuk menjaga dan meningkatkan ketersediaan air di dalam tapak. Tanaman yang digunakan lebih mengutamakan jenis tanaman eksisiting dan introduksi jenis vegetasi yang dapat mengkonservasi tanah dan air. Hal ini disebabkan karena vegetasi ini merupakan elemen lanskap yang sesuai dengan kondisi biofisik tapak, dan diwujudkan melalui penataan tanaman. Penataan hijau ini juga disesuaikan dengan tujuan perencanaan, fungsi tanaman dan ruang yang akan dikembangkan sehingga dapat menampung kegiatan yang ada di dalam tapak. Konsep tata hijau yang direncakan pada kawasan ini dapat dilihat pada Gambar 34.
0
0.5
1
2 Kilometers
Gambar 34. Block Plan
1.5
Sumber : Peta Rupa Bumi (1999), Peta Digital Kemiringan Lahan Kab. Bogor (2005), Survei Lapang (2006)
PERENCANAAN LANSKAP AGROWISATA DI DESA SITUDAUN, KECAMATAN TENJOLAYA, KABUPATEN BOGOR
Batas tapak.shp Ruang Penerimaan Utama Ruang Penerimaan Satelit Ruang Pelayanan Utama Ruang Pelayanan Satelit Ruang Transisi Ruang Agrowisata Pertanian Ruang Agrowisata Perikanan Ruang Penyangga Ruang Masyarakat
Keterangan :
U
BLOK PLAN BLOCK PLAN
77
78
4.4. Perencanaan Block plan
yang telah dihasilkan sebelumnya merupakan hasil
pengembangan konsep, analisis berbagai aspek pembentuk tapak, dan hasil overlay beberapa peta yang diperoleh. Dari hasil block plan ini kemudian dilakukan pengembangan ruang-ruang aktivitas wisata, pembentukan jalur bagi pengunjung dan masyarakat, dan penyediaan fasilitas pendukung aktivitas wisata, dan keperluan tata hijau pada tapak.
4.4.1. Rencana Ruang Rencana zonasi ruang pada tapak bertujuan untuk mengakomodasi kebutuhan pengunjung dan masyarakat, sehingga tercapai fungsi ruang yang akan dikembangkan. Rencana ruang terbagi atas tiga ruang tujuan wisata, yaitu ruang agrowisata, ruang pendukung agrowisata, dan ruang penyangga. Ruang Agrowisata, merupakan ruang tempat berlangsungnya atraksi agrowisata. Atraksi yang dikembangkan merupakan pengembangan potensi pertanian dan perikanan yang dimiliki tapak, sehingga ruang ini terbagi atas sub ruang agrowisata pertanian, dan perikanan. a. Ruang Agrowisata Pertanian Pada ruang agrowisata pertanian, wisata yang akan dikembangkan adalah wisata tanaman padi dan sayuran, sehingga sub ruang yang dikembangkan adalah sub ruang sawah dan kebun, sub ruang budidaya, sub ruang pasca panen, sub ruang penjualan, dan sub ruang teknologi pertanian.
Gambar 35. Ilustrasi Ruang Agrowisata Pertanian Sub ruang sawah dan kebun merupakan ruang bagi petani untuk melakukan aktivitas budidaya, sekaligus sebagai objek dan atraksi yang dapat
79
dinikmati oleh pengunjung untuk mengetahui proses budidaya. Sub ruang budidaya merupakan ruang bagi pengunjung untuk dapat terlibat secara langsung melakukan proses budidaya, seperti persiapan lahan, penanaman hingga panen. Pada sub ruang pasca panen, pengunjung dapat mengikuti proses sortir, pengolahan, dan pengemasan produk. Kemudian, pada sub ruang penjualan, pengunjung dapat membeli produk segar hasil panen maupun produk olahan, dan bibit tanaman. Selain itu, pengunjung dapat pula mengetahui serta mempelajari teknologi pertanian yang digunakan petani pada sub ruang teknologi pertanian. b. Ruang Agrowisata Perikanan Pada ruang agrowisata perikanan, wisata yang akan dikembangkan adalah wisata ikan. Ruang-ruang yang dikembangkan adalah sub ruang kolam ikan, sub ruang budidaya, sub ruang pasca panen, sub ruang penjualan, dan sub ruang teknologi perikanan. Sub ruang kolam ikan merupakan ruang bagi petani dalam melakukan aktivitas budidaya, sehingga pengunjung dapat melakukan pengamatan terhadap proses budidaya ikan. Sub ruang budidaya merupakan ruang bagi pengunjung untuk dapat terlibat secara langsung melakukan aktivitas budidaya, seperti persiapan kolam, pembibitan, pembenihan, pendederan, pembesaran, dan panen hasil. Pada sub ruang pasca panen, pengunjung dapat mengikuti proses sortir dan pengemasan produk. Pada sub ruang penjualan merupakan tempat untuk membeli ikan segar dan benih ikan hasil pendederan. Pada sub ruang teknologi perikanan, pengunjung dapat pula mengetahui serta mempelajari teknologi pertanian yang digunakan petani.
Gambar 36. Ilustrasi Ruang Agrowisata Perikanan
80
Ruang Pendukung Agrowisata Ruang ini merupakan ruang yang berfungsi memberikan pelayanan atau akomodasi kepada pengunjung dalam hal kelengkapan, kemudahan, dan kenyamanan aktivitas agrowisata. a. Ruang Penerimaan Ruang penerimaan merupakan ruang yang berfungsi sebagai welcome area, ruang ini berfungsi sebagai ruang identitas yang memberikan karakter dan identitas tapak sebagai kawasan agrowisata, dan ruang informasi sebagai pusat informasi bagi pengunjung yang ingin mengetahui informasi wisata pada tapak. Ruang penerimaan direncanakan terletak di bagian depan jalan masuk bagian utara tapak yang disebut ruang penerimaan utama, dan di depan jalan masuk bagian barat dan selatan serta di depan sub ruang agrowisata yang disebut ruang penerimaan satelit. Lokasi kedua ini berkaitan dengan pemisahan aktivitas pengunjung dengan masyarakat, sehingga dapat meningkatkan kenyamanan masing-masing tujuan tersebut. Ruang penerimaan utama ditandai dengan gerbang penanda, sedangkan ruang penerimaan satelit ditandai dengan papan nama.
Gambar 37. Ilustrasi Ruang Penerimaan Utama b. Ruang Pelayanan Ruang pelayanan merupakan ruang
yang
berfungsi memberikan
kemudahan serta kenyaman bagi pengunjung. Ruang pelayanan utama direncanakan untuk diletakkan terpusat pada bagian depan tapak setelah ruang penerimaan utama. Tujuan pemilihan lokasi ini adalah agar ruang mudah diakses
81
oleh pengunjung maupun calon pengunjung dan arah perjalanan wisata terpola dari arah utara ke selatan. Pada ruang pelayanan utama, pengunjung maupun calon pengunjung dapat mengetahui informasi wisata pada tapak, sehingga dapat menarik minat untuk mengunjungi objek dan atraksi agrowisata pada tapak secara langsung. Selain ruang pelayanan utama, terdapat juga ruang pelayanan satelit yang diletakkan pada masing-masing sub ruang agrowisata serta menyebar di dalam tapak berupa rest area, sehingga memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi pengunjung.
Gambar 38. Ilustrasi Ruang Pelayanan c. Ruang Transisi Ruang transisi merupakan ruang persiapan, sebagai ruang peralihan yang memberi orientasi atau mengarahkan pengunjung pada ruang agrowisata yang akan dituju. Ruang ini berupa berupa pemukiman, sawah, kebun, dan kolam ikan, dan aktivitas budidaya, sehingga pengunjung dapat merasakan suasana pertanian di pedesaan.
Gambar 39. Ilustrasi Ruang Transisi : Pemukiman (Kiri) dan Aktivitas Budidaya (Kanan) ( Sumber : http://images.google.co.id/images?q=farm%20actvity%btnG=Cari&hl=&tab=ni)
82
Keterangan: : Ruang Penerimaan Utama : Ruang Penerimaan Satelit : Ruang Pelayanan Utama : Ruang Pelayanan Satelit : Ruang Transisi : Ruang Masyarakat
: Ruang Agrowisata Pertanian : Ruang Agrowisata Perikanan : Ruang Penyangga : Arah Pergerakan
Gambar 40. Diagram Rencana Ruang d. Ruang Masyarakat Perencanaan ruang masyarakat memperhatikan ruang tersebut sebagai ruang kehidupan di dalam tapak. Pemukiman dibatasi hingga tidak menyebar ke dalam lahan pertanian dan perikanan, sehingga dapat mengakibatkan alih fungsi lahan dan memicu degradasi kualitas lingkungan. Karakteristik masyarakat yang terbuka sebagai nilai penting yang berpotensi dalam pengembangan pemukiman masyarakat sebagai homestay bagi pengunjung yang ingin menikmati suasana lingkungan pedesaan. Pengembangan ruang masyarakat sebagai pendukung agrowisata tetap memperhatikan pemukiman sebagai ruang pribadi masyarakat, sehingga pengembangannya adalah sebagai ruang aktivitas agrowisata semi instensif.
83
Ruang Konservasi Merupakan ruang dalam tapak yang berfungsi sebagai ruang konservasi tanah dan air, dan fungsi mempertahankan tapak sebagai area tangkapan dan resapan air. Ruang penyangga pada tapak merupakan hutan dan badan air situ (check dam), dan area dengan kemiringan curam yang berbahaya, sehingga perlu dikonservasi. Hutan di dalam tapak dapat meningkatkan suplai udara segar dan kenyamanan serta memberikan fungsi hidrologis dalam menjaga suplai air. Rencana ruang keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 41.
4.4.2. Rencana Aktivitas dan Fasilitas Ruang Agrowisata Ruang agrowisata yang direncanakan pada tapak, mencakup ruang agrowisata pertanian dan ruang agrowisata perikanan. a. Ruang Agrowisata Pertanian Di dalam ruang ini, aktivitas aktif yang dikembangkan adalah keikutsertaan pengunjung dalam proses budidaya, dari mulai persiapan lahan, penanaman hingga panen, seperti membajak sawah dengan traktor atau kerbau, menanam padi dan sayuran, pemupukan, dan panen hasil; dan aktivitas pasca panen seperti aktivitas sortir, pengolahan, dan pengemasan produk. Sedangkan untuk aktivitas pasif berupa pengamatan keragaman jenis tanaman pertanian, pengamatan aktivitas budidaya oleh petani, mengenal beragam peralatan budidaya pertanian, membeli produk segar hasil panen dan produk olahannya, membeli benih tanaman, bermain di kubangan, jalan santai menikmati pemandangan, buffalo rides, membuat orang-orangan sawah, memancing belut, photohunting, istirahat, mengkonsumsi produk olahan. Berkaitan dengan berbagai aktivitas tersebut di atas, fasilitas yang disediakan berupa sawah dan kebun sayuran, lahan percobaan, peralatan budidaya, ruang pengolahan dan pengemasan, gudang peralatan, papan informasi, family athering area, tempat duduk, saung petani, saung istirahat, restoran tradisional.
0
0.5
1.5
2 Kilometers
Gambar 41. Rencana Ruang
1
Sumber : Peta Rupa Bumi (1999), Peta Digital Kemiringan Lahan Kab. Bogor (2005), Survei Lapang (2006)
PERENCANAAN LANSKAP AGROWISATA DI DESA SITUDAUN, KECAMATAN TENJOLAYA, KABUPATEN BOGOR
Batas tapak.shp Ruang Penerimaan Utama (1,14 ha) Ruang Penerimaan Satelit (0,14 ha) Ruang Pelayanan Utama (2,24 ha) Ruang Pelayanan Satelit (0,64 ha) Ruang Transisi (16,09 ha) Ruang Agrowisata Pertanian (121,23 ha) Ruang Agrowisata Perikanan (20,92) Ruang Konservasi Penyangga(186,49 (186,49ha) ha) Ruang Masyarakat (22,42 ha)
Keterangan :
U
RENCANA RUANG
84
85
Gambar 42. Ilustrasi Aktivitas Agrowisata Pertanian: Menanam Padi (Kiri Atas); Membajak Sawah (Kanan Atas); Jalan Santai di Areal Sawah (Kiri Bawah); Bermain di Kubangan (Kanan Bawah) ( Sumber : http://images.google.co.id/images?q=farm%20actvity + agritorurism%btnG=Cari&hl=&tab=ni)
Gambar 43 Ilustrasi Fasilitas Agrowisata Pertanian: Lahan Percobaan Lengkap dengan Gudang Peralatan (Kiri); Saung Istirahat (Kanan) (Sumber : http://images.google.co.id/images?q=saung%20area%btnG=Cari&hl=id&it=N&tab=wi)
b. Ruang Agrowisata Perikanan Aktivitas aktif yang dapat dilakukan pada ruang ini adalah mengikuti proses budidaya ikan, yaitu seperti menyiapkan kolam, pemupukan kolam, memilih indukan, pemijahan, penetasan telur, pendederan, memberi pakan, dan panen hasil, aktivitas pasca panen berupa sortir, dan pengemasan produk. Sedangkan aktivitas pasif berupa pengamatan keragaman jenis ikan air tawar,
86
pengamatan aktivitas budidaya oleh petani, mengenal beragam peralatan budidaya ikan air tawar, membeli ikan segar hasil panen, membeli benih ikan, jalan santai menikmati pemandangan, memancing, menangkap ikan, photohunting, istirahat, mengkonsumsi ikan hasil panen. Kolam ikan, kolam percobaan, kolam pemancingan, saung pemancingan, peralatan budidaya, ruang pengolahan dan pengemasan produk, gudang peralatan, papan informasi, family gathering area, tempat duduk, saung petani, saung istirahat, restoran tradisional.
Gambar 44. Ilustrasi Aktivitas di Ruang Agrowisata Perikanan (Sumber : http://images.google.co.id/images?q=fishing%20area%btnG=Cari&hl=id&it=N&tab=wi)
Gambar 45. Ilustrasi Fasilitas Saung Pancing di Ruang Agrowisata Perikanan Ruang Pendukung Agrowisata a. Ruang Penerimaan Ruang ini adalah area pertama yang dijumpai oleh pengunjung yang memasuki tapak. Aktivitas pegunjung pada ruang ini hanya berupa aktivitas pasif, yaitu mengamati dan membentuk image, akses informasi wisata tapak, dan
87
membeli dan cek tiket. Aktivitas ini sejalan dengan fungsi ruang sebagai ruang identitas dan informasi. Fasilitas yang dikembangkan adalah fasilitas identitas tapak berupa gerbang penanda. Suasana lingkungan pedesaan, sawah, kebun, dan kolam ikan yang berada pada tepi jalan di sekitar ruang ini dapat menguatkan identitas tapak sebagai kawasan agrowisata. Fasilitas pendukung yang direncanakan pada ruang penerimaan utama berupa Gerbang penanda, kantor pengelola dan pusat informasi (jalan masuk bagian utara), papan informasi (peta tapak dan informasi wisata), papan penunjuk arah. Fasilitas papan informasi dan penunjuk arah tidak hanya diletakkan di satu tempat, namun menyebar di lokasi yang tepat di dalam tapak, yang dapat dilihat jelas oleh pengunjung.
Pada ruang penerimaan
satelit,
fasilitas
yang
dikembangkan adalah papan nama, pos ticketing (sub ruang agrowisata), pos informasi, papan informasi (peta tapak dan informasi wisata), dan penunjuk arah.
Gambar 46. Ilustrasi Papan Penunjuk Arah (Kiri) dan Information Board (Kanan) (Sumber: http://images.google.co.id/images?q=information%20board&btnG=Cari&hl=id&sa=N&=wi)
b. Ruang Pelayanan Sebelum memasuki ruang agrowisata, pengunjung dapat memperoleh pelayanan wisata di ruang pelayanan utama yang terdapat dekat dengan lokasi ruang penerimaan utama. Ruang pelayanan utama adalah murupakan yang lokasinya terpisah dari keseluruhan ruang agrowisata. Ruang pelayanan satelit diletakkan menyebar pada titik-titik tertentu di dalam tapak, terutama pada masing-masing sub ruang agrowisata. Ruang ini berfungsi sebagai rest area bagi pengunjung. Aktivitas yang dikembangkan pada ruang pelayanan utama adalah aktivtas pasif, yaitu istirahat, makan dan minum, belanja souvenir, akses informasi,
88
membeli tiket, menginap, memarkir kendaraan, memperoleh kenderaan khusus wisata, penyewaan sepeda, beribadah. Berkaitan dengan aktivitas tersebut, fasilitas pelayanan yang dapat dijumpai berupa saung istirahat, restoran tradisional, kios, papan informasi (peta tapak dan informasi wisata), information corner, loket tiket, penginapan, tempat parkir, fasilitas kenderaan khusus wisata, tempat penyewaan sepeda, telepon umum, musholla, toilet. Aktivitas pada ruang pelayanan satelit direncakan memiliki jenis kegiatan yang tidak jauh berbeda dengan ruang pelayanan utama, tetapi pada ruang ini tidak terdapat fasilitas penginapan dan penyewaan sepeda. c. Ruang Transisi Ruang ini merupakan ruang di dalam tapak sebagai ruang persiapan menuju ruang agrowisata. Ruang ini berupa deretan pemukiman, hamparan sawah, kebun, dan kolam ikan, dan aktivitas budidaya di dalamnya. Aktivitas yang dikembangkan adalah aktivitas pasif berupa aktivitas jalan santai, bersepeda, duduk dan beristirahat serta menikmati pemandangan. Fasilitas yang disediakan berupa saung istirahat dan tempat duduk dengan objek pemandangan alam yang menarik, jalur bagi pengguna sepeda dan pejalan kaki (trotoar).
Gambar 47. Ilustrasi Aktivitas di Ruang Transisi d. Ruang Masyarakat Ruang masyarakat berpotensi dikembangkan sebagai objek dan atraksi wisata yang dapat ditawarkan kepada pengunjung. Pola kehidupan dan aktivitas masyarakat desa menjadi hal yang menarik yang dapat ditawarkan kepada pengunjung. Sifat masyarakat yang cenderung terbuka memungkinkan untuk
89
mengembangkan fasilitas tempat tinggal sebagai fasilitas home stay bagi pengunjung. Sebagai ruang pribadi masyarakat, aktivitas wisata yang dilakukan tidak direncanakan secara intensif. Pengembangan aktivitas pada ruang ini berupa aktivitas pasif semi intensif, seperti mengenal kehidupan petani dan masyarakat, dan bermalam di pemukiman penduduk. e. Ruang Konservasi Pada ruang konservasi aktivitas yang dikembangkan adalah aktivitas pasif dan berorientasi pada alam berupa bersepeda, nature trail, viewing dengan berjalan–jalan menikmati keindahan dan menghirup udara segar, scenery observation, dan photohunting. Fasilitas yang disediakan adalah jalur sepeda, track alami, saung istirahat, tempat duduk, observation deck, dan teropong.
Gambar 48. Ilustrasi Aktivitas di Ruang Konservasi (Sumber: http://images.google.co.id/images?q=deck+observation&btnG=Cari&hl=id&sa=N&tab=wi)
Gambar 49. Ilustrasi Fasilitas Observation Deck
• Sawah dan kebun sayuran • Budidaya tanaman padi dan sayuran • Pasca panen • Penjualan produk pertanian • Teknologi budidaya pertanian
• Kolam ikan • Budidaya ikan air tawar • Pasca panen • Penjualan produk perikanan
1. Ruang Agrowisata Pertanian
2. Ruang Agrowisata Perikanan
Ruang Sub Ruang A. Ruang Agrowisata Aktif dan pasif
• Pengamatan keragaman jenis tanaman pertanian • Pengamatan aktivitas budidaya oleh petani • Mengikuti aktivitas budidaya, seperti membajak sawah dengan traktor atau kerbau, menanam padi dan sayuran, pemupukan, dan panen hasil • Mengikuti aktivitas pasca panen, seperti aktivitas sortir, pengolahan, dan pengemasan produk • Membeli produk segar hasil panen maupun produk olahan, benih tanaman • Mengenal beragam peralatan budidaya pertanian • Jalan santai menikmati pemandangan, bermain di kubangan, buffalo rides, membuat orang-orangan sawah, memancing belut, photohunting, istirahat, mengkonsumsi produk olahan • Pengamatan keragaman jenis ikan air tawar • Pengamatan aktivitas budidaya oleh petani • Mengikuti aktivitas budidaya ikan, seperti menyiapkan kolam, Aktif dan pasif
Tipe Aktivitas
Aktivitas
Tabel 16. Pengembangan Ruang, Aktivitas dan Fasilitas Agrowisata
Intensif
Intensif dan semi intensif
Intensitas Aktivitas
Kolam ikan, kolam percobaan, kolam pemancingan, saung pemancingan, peralatan budidaya, ruang pengolahan dan pengemasan produk, gudang peralatan, papan informasi,
Sawah dan kebun sayuran, lahan percobaan, peralatan budidaya, ruang pengolahan dan pengemasan, gudang peralatan, papan informasi, family gatherig area, tempat duduk, saung petani, saung istirahat, restoran tradisional
Fasilitas
90
• Teknologi budidaya perikanan
B. Ruang Pendukung Agrowisata 1. Ruang • Indentitas Penerimaan • Informasi
(Lanjutan Tabel 16)
Pasif
Pasif
Ruang Penerimaan Utama • Akses informasi wisata
Ruang Penerimaan Satelit • Akses informasi wisata • Check tiket
•
•
•
•
pemupukan kolam, memilih indukan, pemijahan, penetasan telur, pendederan, memberi pakan, dan panen hasil Mengikuti aktivitas pasca panen, berupa aktivitas sortir, dan pengemasan produk Membeli ikan segar hasil panen dan benih ikan Mengenal beragam peralatan budidaya ikan air tawar Jalan santai menikmati pemandangan, memancing, menangkap ikan, photohunting, istirahat, mengkonsumsi ikan hasil panen
Intensif
Intensif
Papan nama, pos ticketing (sub ruang agrowisata), pos informasi, papan informasi (peta tapak dan informasi wisata), papan penunjuk arah
Gerbang penanda, kantor pengelola dan pusat informasi (jalan masuk bagian utara), papan informasi (peta tapak dan informasi wisata), papan penunjuk arah
family gatherig area, tempat duduk, saung petani, saung istirahat, restoran tradisional
91
Pasif
• • • • • • • • • •
3. Ruang Transisi
C. Ruang Konservasi
4. Ruang Masyarakat
Pasif
Pasif
Pasif
Ruang Pelayanan Satelit • Istirahat • Makan dan minum • Belanja souvenir • Akses informasi wisata • Memarkir kendaraan • Beribadah Jalan santai Bersepeda Istirahat Menikmati pemandangan Homestay Mengenal kehidupan petani dan masyarakat Bersepeda Nature trail Viewing dan Scenery Observation Photo hunting
Pasif
2. Ruang Pelayanan
Ruang Pelayanan Utama • Istirahat • Makan dan minum • Belanja souvenir • Akses informasi wisata • Membeli tiket • Menginap • Memarkir kendaraan • Memperoleh kenderaan khusus wisata • Penyewaan sepeda • Beribadah
(Lanjutan Tabel 16)
Semi intensif
Semi intensif
Intensif
Intensif
Intensif
Saung istirahat, tempat duduk, observation deck, jalur sepeda, track alami, teropong
Rumah petani, jalur masyarakat dan lingkungan desa
Saung istirahat, tempat duduk, jalur bagi pejalan kaki (trotoar) dan sepeda
Saung istirahat, restoran tradisional, kios, papan informasi (peta tapak dan informasi wisata), tempat parkir, musholla, toilet
Saung istirahat, restoran tradisional, kios, papan informasi (peta tapak dan informasi wisata), information corner, loket tiket, penginapan, tempat parkir, fasilitas kenderaan khusus wisata, tempat penyewaan sepeda, telepon umum, musholla, toilet
92
93
4.4.3. Rencana Sirkulasi Rencana sirkulasi pada tapak dikembangkan mengikuti pengembangan konsep sebelumnya, dengan membagi jalur sirkulasi menjadi dua jalur kepentingan, yaitu jalur sirkulasi wisata dan jalur sirkulasi masyarakat. Jalur Sirkulasi Wisata Jalur sirkulasi wisata merupakan jalur sirkulasi bagi pengunjung untuk menikmati objek dan atraksi wisata yang ditawarkan pada tapak. Jalur ini terbagi atas tiga jalur sebagai berikut dengan penggunaan berbeda: 1. Jalur primer Jalur ini merupakan jalur yang digunakan bagi kendaraan khusus wisata yang menghubungkan ruang wisata di dalam tapak. Jalur ini berupa jalan lokal aspal yang terdapat di dalam tapak dengan pola loop atau memutar sehingga dapat menikmati seluruh objek dan atraksi wisata yang ditawarkan. Lebar jalur yang direncanakan ±6 m untuk dua jalur kendaraan dengan dua arah. 2. Jalur sekunder Jalur sekunder wisata diperuntukkan bagi kendaraan sepeda. Perencanaan jalur ini adalah penggunaan jalur sirkulasi sepeda kelas II, yaitu jalur sepeda berada pada bidang yang sama dengan jalur kenderaan dengan pemisahan jalur berupa garis jalan. Lebar jalur yang direncanakan ±2 m untuk dua jalur sepeda. Jalur ini direncanakan melalui ruang–ruang di dalam tapak dengan mengikuti
pola
jalur
primer
yang
direncanakan,
dan
juga
dapat
dikombinasikan dengan jalur tersier dalam bentuk track alami untuk mendapatkan pengalaman dan pemandangan alam yang menarik. 3. Jalur Tersier Jalur tersier merupakan jalur yang diperuntukkan bagi pejalan kaki. Jalur ini dapat berupa trotoar maupun jalur eksisting dan track alami yang menghubungkan sub-sub ruang dalam ruang wisata. Lebar jalur yang direncanakan adalah ±0,9-2 m dengan pola jalur memusat menuju pusat – pusat objek dan atraksi wisata. Kondisi tapak yang memiliki jalur yang panjang berpotensi menyebabkan kelelahan bagi pengunjung, sehingga pada jalur dilengkapi dengan stoping area berupa fasilitas saung dan tempat duduk. Fasilitas ini berfungsi memberi
94
kesempatan
pada
pengunjung
untuk
beristirahat
sebelum
melanjutkan
perjalanannya kembali. Pada jalur primer fasilitas ini lengkapi dengan on street parking untuk menghindari kemacetan dan menigkatkan keteraturan di dalam tapak.
200
100
100
150
600
100
Gambar 50. Potongan Jalur Primer dan Sekunder Wisata
Gambar 51. Ilustrasi Jalur Sepeda
95
Gambar 52. Ilustrasi Stopping Area Jalur Sirkulasi Masyarakat Jalur sirkulasi masyarakat merupakan jalur yang dibuat bagi kebutuhan masyarakat sebagai fungsi produksi dan penghubung antar ruang kehidupan masyarakat. Jalur ini terbagi atas dua jalur sebagai berikut: 1. Jalur Primer Jalur primer merupakan jalur bagi kendaraan produksi, kendaraan pribadi, dan angkutan umum yang kelur masuk tapak. Jalur produksi menggunakan dua arah sebagai penghubung antara sawah, kebun, dan kolam ikan, ruang masyarkat, dan akses keluar masuk tapak mengangkut hasil panen. Kesamaan jalur produksi dengan jalur pengunjung dapat menguatkan nuansa pertanian pada tapak. Lebar jalur yang direncanakan ±6 m untuk dua jalur kendaraan dengan dua arah. 2. Jalur Sekunder Jalur ini merupakan jalur pejalan kaki bagi masyarakat sebagai fungsi ketetanggaan dan jalur ke sawah, kebun, dan kolam ikan. Jalur ini dapat berupa jalur lingkungan desa atau jalur eksisting penghubung ruang masyarakat dengan sawah, kebun, dan kolam ikan, dan direncanakan sealami mungkin sesuai dengan kondisi tapak yang bernuansa pedesaan.
0
0.5
1.5
2 Kilometers
Gambar 53. Rencana Sirkulasi
1
Sumber : Peta Rupa Bumi (1999), Peta Digital Tata Guna Lahan dan Tutupan Lahan Kab. Bogor (2005), Survei Lapang (2006)
PERENCANAAN LANSKAP AGROWISATA DI DESA SITUDAUN, KECAMATAN TENJOLAYA, KABUPATEN BOGOR
Batas tapak Jalur masyarakat Jalur pengunjung Akses masyarakat Akses masyarakat dan pengunjung Ruang penerimaan utama Ruang penerimaan satelit Ruang pelayanan utama Ruang pelayanan satelit Ruang transisi Ruang agrowisata pertanian Ruang agrowisata perikanan Ruang masyarakat Ruang konservasi
Keterangan :
U
RENCANA SIRKULASI
96
97
4.4.4. Rencana Tata Hijau Perencanaan tata hijau untuk pengembangan tapak sebagai lanskap agrowisata tidak terlepas dari fungsi pendukung vegetasi dalam membangun kualitas lingkungan agar bernilai indah dan berfungsi dengan baik. Berdasarkan konsep yang telah disususn sebelumnya, rencana tata hijau dibagi menjadi tata hijau estetis, pengarah, peneduh, dan konservasi. Tata hijau estetis, merupakan jenis tanaman yang berfungsi untuk menciptakan suasana indah/esetis pada tapak. Nilai keindahan tersebut dapat diperoleh dari keunikan tanaman, baik bagian maupun secara keseluruhan tanaman. Tata hijau jenis ini dapat dibentuk dengan tipikal konfigurasi vegetasi secara linier atau geometrik pada ruang penerimaan dan pelayanan, ruang masyarakat pada pekarangan rumah, dan tersebar pada periferal jalur primer. Tata hijau pengarah, berfungsi mengarahkan pergerakan pengguna, baik kendaraan maupun manusia. Fungsi lain dari tata hijau pengarah adalah kontrol visual, yaitu sebagai penghalang (screen), pagar (buffer), pembatas (border), dan pembingkai (enframe). Tata hijau jenis ini dapat dibentuk dengan tipikal konfigurasi vegetasi secara linier dan umumnya tersebar pada periferal jalur primer. Tata hijau peneduh, merupakan tata hijau yang berfungsi utama sebagai ameliorasi iklim. Jenis yang digunakan adalah tanaman yang dapat memberikan perlindungan terhadap radiasi matahari, memberikan kenyamanan dengan menurunkan
temperatur
udara
dan
mengatur
kelembaban,
serta
menahan/memecah angin (wind breaker). Tata hijau jenis ini dapat dibentuk dengan tipikal konfigurasi vegetasi secara linier, geometrik, atau tersebar pada titik-titik yang dengan aktivitas yang intesif dan memerlukan naungan seperti pada ruang agrowisata. Tata hijau konservasi, meliputi tanaman untuk konservasi tanah dan air. Tata hijau konservasi berfungsi untuk menjaga persediaan air (hidrologis) dan mencegah terjadinya erosi (orologis). Tata hijau jenis ini dapat dibentuk dengan tipikal konfigurasi vegetasi secara geometrik atau tersebar membentuk kesan alami.
0
1
1.5
2 Kilometers
Gambar 54. Rencana Tata Hijau
0.5
Sumber : Peta Rupa Bumi (1999), Peta Digital Kemiringan Lahan Kab. Bogor (2005), Survei Lapang (2006)
PERENCANAAN LANSKAP AGROWISATA DI DESA SITUDAUN, KECAMATAN TENJOLAYA, KABUPATEN BOGOR
Batas tapak Jalur sirkulasi Estetis dan peneduh Pengarah Peneduh Produksi Konservasi
Keterangan :
U
RENCANA TATA HIJAU
98
99
Perencanaan tata hijau mencakup fungsi tanaman dan peletakkan tanaman. Pemilihan jenis tanaman yang dilakukan didasarkan pada fungsi tanaman (sesuai dengan rencana tata hijau) dan peletakkan tanaman (sesuai dengan fungsi tanaman). Selain itu pemilihan jenis tanaman juga lebih mengutamakan tanaman yang mudah dalam pemeliharaan mengingat area tapak yang sangat luas. Alternatif tanaman yang digunakan untuk perencanaan tata hijau tapak dilihat pada Tabel 15. Pada tabel tersebut dapat dilihat beberapa tanaman yang terdiri dari pohon, semak, penutup tanah, rumput, dan tanaman merambat. Tanamantanaman tersebut merupakan alternatif pilihan dapat yang digunakan/ditanam dalam tapak dengan pertimbangan yang telah dijelaskan sebelumnya. Tabel 17. Alternatif Tanaman untuk Perencanaan Tata Hijau No.
Nama Lokal
A. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. B. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Pohon Damar Sirsak Srikaya Akasia Bambu Cemara balon Cemara laut Jeruk besar Kenanga Kayu manis Karet Beringin Waru Bungur Sawo kecik Saputangan Cempaka Ketapang Manggis Semak Nanas hias Agave hijau Sri rejeki Talas besar Paku sarang burung Bogenvil Bakung harum Sikas Cyperus darat
Nama Latin Agathis alba Annona murikata Annona squamosa Acacia auriculifomis Bambusa vulgaris Casuarina sumatrana Casuariana equisetifolia Citrus marsh Canangium odoratum Cinnamomum burmanii Ficus elastica Ficus benjamina Hibiscus tiliaceus Lagerstromia speciosa Manilkara kauki Maniltoa grandiflora Michelia champaca Terminalia catappa Garcinia mangostana Aechema sp. Agave sisalana Aglaonema sp. Alocasia macrorrhiza Aspelium nidus Bougainvillea spectabillis Crinum sp. Cycas revoluta Cyperus alternifolius
1
• • •
Fungsi 2 3 4 •
•
•
•
• •
•
• • • • • • • • • • • • • • •
•
• • • • •
• • •
•
•
• • • • • • • • •
100 (Lanjutan Tabel 17) No.
Nama Lokal
Nama Latin
10. 11. 12. 13. 14. 15. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. C. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
Balancing Kaki laba-laba Dracena Pohon pangkas Terang bulan Euphorbia Talas-talasan Pacar air Lantana Kemuning Lolipop Patah tulang Cendrawasih Pilodendron daun besar Pilodendron daun kecil Azalea Lidah mertua Walisongo Spatipilum Zamia Penutup Tanah Suplir Agave Krokot Asparagus Begonia Calatea Janggut musa Kucai jepang Lili paris Taiwan beauty Lili kuning Bakung hias Lili Maranta Paku jejer Ophiopogon Pandan wangi Pandan variegata Petunia Sutra bombay Adam hawa Ruelia Rumput gondrong Anggrek tanah Serunai rambat Rumput belang
Diffenbachia sp. Osmoxylum lineare Dracaena sp. Duranta repens Duranta variegata Euphorbia lactea Homalomena sulcata Impatiens sp. Lantana camara Murayya paniculata Pachystachys lutea Padilantus pringlei Phyllanthus niruri Philodendron selloum Phillodendron xanadu Rhododendron sp. Sanseviera trfasciata Schefflera arboricola Spathiphyllum wallisii Zamia sp.
Fungsi 1 2 3 4 • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
Adiantum capillusveneris Agave agustifolia Alternanthera ficoides Asparagus sp. Begonia spp. Calathea spp. Callisia repens Carex marrowii Chloropyitum cosmosum Cuphea sp. Hemerocallis aurantica Hymenocallis caribaeae Lilium longifiolium Maranta leuconeura Nephrolepis exaltata Ophiopogon jaburan Pandanus amarylifolia Pandanus pygmaeus Petunia hybrida Portulaca grandiflora Rhoeo discolor Ruelia malacosperma Scirpus grossus Spathoglotis plicata Widelia biflora Zebrina pendula
• • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
• • • • • • • • •
• • • • •
• •
•
• • •
101 (Lanjutan Tabel 17) No.
Nama Lokal
Nama Latin
27. D. 1. 2. 3. 4. E. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Cuban zephyr lily Rumput Rumput paetan Rumput paetan mini Rumput kawat Rumput manila Tanaman Merambat Alamanda Mandevila. Monstera Pasiflora Pilodendron kuning Dolar-dolaran Sirih belanda Tunbergia
Zypheranthus rosea
Fungsi 1 2 3 4 •
Axonopus compressus Axonopus compressus Cynodon dactylon Zoysia matrella
• • • •
Allamanda cathartica Mandevilla sp. Monstera sp. Passiflora foetida Phillodendron scandens Picus repens Scindapsus aureus Thunbergia grandiflora
• • • • • • • •
• • • • • • •
Keterangan: 1: Fungsi Estetis; 2: Fungsi Pengarah; 3: Fungsi Peneduh; 4: Funsi Konservasi
4.4.5. Touring Plan Touring plan merupakan rencana perjalanan wisata di dalam tapak. Perjalanan ini bertujuan agar pengunjung dapat memperoleh berbagai pengalaman dan pengetahuan dari objek dan atraksi agrowisata yang ditawarkan. Jenis aktivitas aktif dan pasif-berdasarkan konsep yang diharapkan-diterjemahkan dalam keikutsertaan pengunjung dalam proses budidaya, hubungan dengan masyarakat, dan alam secara langsung. Perjalanan diawali dengan aktivitas pengunjung memasuki tapak dari tiga arah, yaitu dari arah utara sebagai jalur masuk utama akan dijumpai ruang penerimaan utama, dan dari arah barat dan selatan akan dijumpai ruang penerimaan satelit. Ruang-ruang ini dapat dikenali dengan adanya gerbang penanda atau papan nama. Semua pengunjung dengan kenderaan pribadi atau kenderaan umum langsung ke ruang pelayanan pusat. Di ruang ini pengunjung dapat mengakses informasi wisata pada tapak, membeli tiket, beristirahat, dan memperoleh fasilitas akomodasi lainnya. Di ruang ini juga diisediakan kendaraan khusus wisata dan sepeda, ditujukan untuk memberikan kemudahan bagi pengunjung dan keteraturan perjalanan wisata di dalam tapak. Pengunjung dapat memilih menggunakan kenderaan khusus wisata, sepeda, atau tetap menggunakan kenderaan pribadi untuk menikmati objek dan atraksi agrowisata di dalam tapak.
102
Melanjutkan perjalanan, ruang selanjutnya yang dapat dijumpai oleh pengunjung adalah ruang transisi. Ruang ini berupa pemukiman dan hamparan lahan pertanian dan perikanan masyarakat. Pengunjung dapat melakukan aktivitas pasif seperti jalan santai atau sekedar beristirahat menikmati pemandangan. Selanjutnya pada ruang penerimaan satelit terdapat aktivitas check tiket, kemudian pengunjung dapat masuk ke dalam sub ruang agrowisata untuk menikmati objek dan atraksi agrowisata. Sub ruang agrowisata pertama yang dapat dijumpai oleh pengunjung adalah ruang agrowisata perikanan. Hamparan kolam ikan dapat dijumpai pada ruang ini lenkap dengan aktivitas petani di dalamnya. Kendaraan dapat diparkir pada ruang pelayanan satelit, sehingga pengunjung dapat menikmati jenis wisata ini. Selanjutnya pengunjung dapat melakukan aktivitas wisata, seperti mengamati keragaman jenis ikan air tawar, juga dapat melakukan aktivitas belanja maupun mengikuti paket-paket aktivitas agrowisata perikanan yang ditawarkan. Pada sub ruang agrowisata pertanian, yang dapat dinikmati oleh pengunjung adalah jenis agrowisata tanaman padi dan sayuran. Aktivitas yang ditawarkan adalah aktivitas aktif intensif dalam bentuk keikutsertaan pengunjung dalam aktivitas budidaya atau aktivitas pasif semi intensif menikmati sumberdaya lahan pertanian. Perjalanan dilanjutkan ke ruang penyangga. Di sini pengunjung dapat melakukatab aktivitas pasif semi intensif seperti viewing, scenery observation, dan photo hunting. Bagi pengunjug dengan kendaraan pribadi dapat langsung keluar kawasan melalui akses ketiga kawasan agrowisata. Sedangkan bagi wisatawan dengan kendaraan khusus wisatawan harus kembali pada ruang pelayanan terpusat melalui jalur yang berbeda.
103
Rencana Tapak Keterangan : Welcome Area : Service Area : Area Agrowisata Tanaman Pangan : Area Agrowisata Perikanan : Kawasan Pemukiman : Kawasan Hutan
Gambar 55. Rencana Tapak
104
Touring Plan 1
Keterangan 1 : Enterance Points 2,3,4 : Tour Objects Points
1 1
1
2
2 3 3 4
1
4
1
Gambar 56. Touring Plan
105
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Desa Situdaun, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor merupakan desa kaya akan potensi alam pertanian dan perikanan dengan background pegunungan yang dapat dikembangkan sebagai kawasan agrowisata. Pengembangan tapak melalui perencanaan lanskap agrowisata bertujuan agar lanskap berdaya guna, bernilai indah, berkelanjutan dengan pelestarian pertanian lokal, dan secara tak langsung dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di dalamnya. Konsep dasar perencanaan lanskap agrowisata di Desa Situdaun adalah pusat budidaya pertanian dan perikanan yang mendukung aktivitas wisata, sehingga dapat menjadi objek dan atraksi agrowisata berbasis pertanian dan perikanan. Dengan konsep tersebut, tapak diharapkan mampu mengakomodasi kebutuhan ruang untuk budidaya dan pengunjung, dengan menonjolkan karakter lanskap atau nilainilai ekologis pada tapak. Pengembangan tapak sebagai objek dan atraksi agrowisata harus mampu memberikan manfaat bagi lanskap itu sendiri maupun tanpa mengorbankan kepentingan ekologis. Oleh karena itu dalam konsep perencanaan tapak dikembangkan beberapa fungsi, yaitu fungsi budidaya, wisata, konservasi, pendidikan, dan ekonomi. Perencanaan kawasan agrowisata dilakukan melalui penataan ruang, membuat jalur bagi wisatawan dan masyarakat berupa jalur produksi dan angkutan umum, pengaturan sistem transportasi serta pengembangan aktivitas dan fasilitas. Perencanaan ini juga memperhatikan view sebagai pembentuk tapak sehingga dapat mendukung karakter kawasan sesuai konsep yang diharapkan. Hasil studi ini berupa alternatif perencanaan lanskap kawasan agrowisata dengan mengoptimalkan potensi yang ada serta menciptakan keharmonisan antara manusia dengan alam lingkungannya. Hasil akhir ini berupa rencana lanskap yang kemudian dikembangkan berupa touring plan, sebagai suatu rencana perjalan di dalam tapak..
106
5. 2. Saran 1. Perencanaan lanskap agrowisata ini merupakan alternatif perencanaan yang dapat dilanjutkan dengan rencana yang lebih detil terhadap masing-masing sub ruang agrowisata yang telah direncanakan. 2. Perlu dilakukan penyusunan program wisata dengan memeperhatikan objek yang dapat dinikmati disesuaikan dengan jam kunjungan, sehingga dapat menarik wisatawan. 3. Dalam pengembangan dan pengelolaan kawasan agrowisata selanjutnya diperlukan kerjasama antar pihak terkait serta peran serta aktif masyarakat, sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai. 4. Peran serta masyarakat untuk tetap mengusahakan lahannya sehingga alih guna lahan dapat direduksi dan dapat dimanfaatkan sebagai objek agrowisata.
107
DAFTAR PUSTAKA Arifin, H.S. 2001. Peran Arsitek Lanskap dalam Perencanaan dan Pengembangan Wisata Agro di Indonesia. Proyek Koordinasi Peningkatan ketahanan Pangan. Badan Perencanaan Daerah Jawa Barat (Bapeda Jabar). 2007. Jawa Barat Dalam Angka 2007. http://bapeda=jabar.go.id/bapeda_design/dokumen_informasi.php?t=22 &c=255&year=2007 [26 Des 2007]. Bahar, H. 1989. Peranan Pendidikan Pariwisata dalam Pengembangan Agrowisata di Indonesia. Makalah Seminar Wisata Agro. IPB. Bogor. Clawson, W. and J. L. Knetsch. 1966. Economics of Outdoor Recreation. The John Hopkins Press, Baltimore. USA. 328 p. Departemen Pertanian Republik Indonesia. 2003. Strategi Pengembangan Wisata Agro di Indonesia. Pusat Data dan Informasi Pertanian. Jakarta. http://database.deptan.go.id/agrowisata/viewfitur.asp?id=i [26 Des 2007]. Douglass, R. W. 1992. Forest Recreation. Pragmon Press. New York. 326 p. Forman, P. T. T. and Godron. 1986. Landscape Ecology. Willey and Sons, Inc. New York. Gold, S. M. 1980. Recreation Planning and Design. McGraw-Hill Book Co. New York. 322 p. Gunn, C. A. 1994. Tourism Planning; Basics, Concept, Cases. Taylor and Francis. Washington. 460 p. Hardjowigeno S. dan Widiatmaka. 2001. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Tanah.Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. 380 hal. (tidak dipublikasikan). Holden, A. 2000. Environment and Tourism. Routledge Introductions to Environment Series. Taylor and Francis, New York. 225 p. Kelly, M. E. 1998. Tourism Planning: What to Consider in Tourism Plan Making. Proceeding of the 1998 National Planning Conference. Revolutionary Ideas in Planning. http://design.asu.edu/apa/proceedings98/Kelly/kelly.html [26 Des 2007]. Knudson, D. M. 1980. Outdoor Recreation. Mac Millan Publ. Co. New York. 568 p.
108
Laurie, M. 1994. Pengantar kepada Arsitektur Pertamanan. Terjemahan. Cetakan Ke-4. Penerbit Intermatra. Bandung. 134 hal. Maetzold, J. A. 2002. Nature-Based Tourism & Agritourism Trends: Unlimited Opportunities. Furute farms 2002: A Supermarket of Ideas. 84-89 p. http://www.kerrcenter.com/publications/2002_proceedings/agritourism.pdf [23 Jul 2007] Nurisjah, S. 2004. Analisis dan Perencanaan Tapak. Penuntun Praktikum Analisis dan Perencanaan Tapak. Program Studi Arsitektur Lanskap, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. 63 hal. (tidak dipublikasikan). Nurisjah, S. 2004. Penuntun Praktikum Perencanaan Lanskap. Program Studi Arsitektur Pertamanan. Jurusan Budi Daya Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. 55 hal (tidak dipublikasikan) Nurisjah, S. dan Q. Pramukanto. 1996. Perencanaan Lanskap. Bahan Praktikum Perencanaan Lanskap. Program Studi Arsitektur Lanskap, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. 58 hal. (tidak dipublikasikan). Nurisjah, S, Q. Pramukanto dan Siswantinah W. 2003. Daya Dukung Dalam Perencanaan Tapak. Bahan Praktikum Analisis dan Perencanaan Tapak. Program Studi Arsitektur Lanskap, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. 30 hal. (tidak dipublikasikan). Rachman Z. 1984. Proses Berpikir Lengkap Merencana dan Melaksana dalam Arsitektur Lanskap. Bogor: Makalah dalam Festival Tanaman VIHimagron. 20p. Soemarwoto, O. 1991. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Penerbit Djembatan. Jakarta. Simonds, J. O. 1983. Landscape Architecture. McGraw-Hill Pub. Co. New York. 331 p. Spillane, J. J.1994. Ekonomi Pariwisata, Sejarah & Prospeknya.Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Suwantoro, G. 1997. Dasar-Dasar Pariwisata. Andi. Yogyakarta. Tirtawinata, M. R. dan L. Fachrudin. 1996. Daya Tarik dan Pengelolaan Agrowisata. Penebar Swadaya. Bogor. Yoeti, OA. 1997. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. Pradnya Paramita. Jakarta.
109
Yoeti, O. A. 2003. Tours and Travel Marketting. Pradnya Paramita. Jakarta.
110
LAMPIRAN
111
Lampiran 1.
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 82 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR Parameter Fisika Tempelatur Residu Terlarut Residu Tersuspensi
Satuan 0
C
mg/ L mg/L
Kimia Anorganik pH
Kelas
Keterangan
I
II
III
IV
deviasi 3 1000 50
deviasi 3 1000 50
deviasi 3 1000 400
deviasi 5 2000 400
6-9
6-9
6-9
5-9
BOD COD DO Total Fosfat sebagai P NO 3 sebagai N NH3-N
mg/L mg/L mg/L mg/L
2 10 6 0,2
3 25 4 0,2
6 50 3 1
12 100 0 5
mg/L mg/L
10 0,5
10 (-)
20 (-)
20 (-)
Arsen Kobalt Barium Boron Selenium Kadmium Khrom (VI) Tembaga
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L
0,05 0,2 1 1 0,01 0,01 0,05 0,02
1 0,2 (-) 1 0,05 0,01 0,05 0,02
1 0,2 (-) 1 0,05 0,01 0,05 0,02
1 0,2 (-) 1 0,05 0,01 0,01 0,2
Besi
mg/L
0,3
(-)
(-)
(-)
Timbal
mg/L
0,03
0,03
0,03
1
Mangan Air Raksa Seng
mg/L mg/L mg/L
0,1 0,001 0,05
(-) 0,002 0,05
(-) 0,002 0,05
(-) 0,005 2
Khlorida Sianida Fluorida Nitrit sebagai N
mg/L mg/L mg/L mg/L
600 0,02 0,5 0,06
(-) 0,02 1,5 0,06
(-) 0,02 1,5 0,06
(-) (-) (-) (-)
Sulfat Khlorin bebas Belereng sebagai H2S
mg/L mg/L mg/L
400 0,03 0,002
(-) 0,03 0,002
(-) 0,03 0,002
(-) (-) (-)
Deviasi temperatur dari keadaan almiahnya Bagi pengolahan air minum secara konvesional, residu tersuspensi ≤5000 mg/L Apabila secara alamiah di luar rentang tersebut, maka ditentukan berdasarkan kondisi alamiah
Angka batas minimum
Bagi perikanan, kandungan amonia bebas untuk ikan yang peka ≤0,02 mg/L sebagai NH3
Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Cu ≤1 mg/L Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Fe ≤5 mg/L Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Pb ≤0,1 mg/L
Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Zn ≤5 mg/L
Bagi pengolahan air minum secara konvensional, NO2_N ≤1 mg/L Bagi ABAM tidak dipersyaratkan Bagi pengolahan air minum secara konvensional, S sebagai H2S <0,1 mg/L
112
Mikrobiologi Fecal coliform Total coliform Radioaktivitas Gross A Gross B Kimia Organik Minyak dan Lemak Detergen sebagai MBAS Senyawa Fenol sebagai Fenol BHC Aldrin / Dieldrin Chlordane DDT Heptachlor dan heptachlor epoxide Lindane Methoxyclor Endrin Toxaphan
jml/100 ml jml/100 ml
100
1000
2000
2000
1000
5000
10000
10000
Bq /L Bq /L
0,1 1
0,1 1
0,1 1
0,1 1
ug /L
1000
1000
1000
(-)
ug /L
200
200
200
(-)
ug /L
1
1
1
(-)
ug /L ug /L ug /L ug /L ug /L
210 17 3 2 18
210 (-) (-) 2 (-)
210 (-) (-) 2 (-)
(-) (-) (-) 2 (-)
ug /L ug /L ug /L ug /L
56 35 1 5
(-) (-) 4 (-)
(-) (-) 4 (-)
(-) (-) (-) (-)
Bagi pengolahan air minum secara konvensional, fecal coliform ≤2000 jml /100 ml dan total coliform ≤10000 jml/100 ml
Klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas : a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air bakti air minum, dan atau peruntukan lain yang imempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; b.Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan ,air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut; d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi,pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.