STUDI POTENSI LANSKAP PERDESAAN UNTUK PENGEMBANGAN AGROWISATA BERBASIS MASYARAKAT DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR
ALIYA FAIZAH FITHRIYAH
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Potensi Lanskap Perdesaan untuk Pengembangan Agrowisata Berbasis Masyarakat di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2015 Aliya Faizah Fithriyah NIM A44100021
ABSTRAK ALIYA FAIZAH FITHRIYAH. Studi Potensi Lanskap Perdesaan untuk Pengembangan Agrowisata Berbasis Masyarakat di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh TATI BUDIARTI. Banyak lahan pertanian yang dialihfungsikan, terutama untuk lahan industri dan kawasan permukiman. Lahan pertanian dinilai kurang menguntungkan secara ekonomi, padahal merupakan aspek penting bagi Indonesia sebagai negara agraris. Lahan pertanian membutuhkan nilai tambah untuk mempertahankan eksistensinya. Hal tersebut dapat dicapai dengan agrowisata melalui jasa wisata dan pemasaran produk pertanian yang lebih baik. Studi ini dilaksanakan di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. Studi ini menganalisis aspek fisik-biofisik, aspek sosial-budaya, aspek wisata, dan aspek legal dengan menggunakan tiga metode analisis, yaitu analisis kesesuaian dan kelayakan agrowisata, analisis persepsi dan preferensi, dan analisis penilaian keberlanjutan masyarakat. Studi ini menemukan empat belas potensi atraksi wisata dengan tujuh diantaranya berpotensi untuk agrowisata. Studi ini juga menunjukkan bahwa desa yang sangat berpotensi untuk agrowisata adalah Desa Pasir Eurih dan Desa Tamansari, sementara Desa Sukaluyu dan Desa Sukajadi berpotensi untuk agrowisata. Dalam penilaian keberlanjutan masyarakat, keempat desa tersebut telah menunjukkan awal yang baik menuju keberlanjutan. Pasir Eurih memiliki skor tertinggi, diikuti oleh Sukaluyu, Tamansari, dan Sukajadi secara berurutan. Direkomendasikan untuk mengembangkan agrowisata berbasis masyarakat di Desa Pasir Eurih. Kata kunci: agrowisata, agrowisata berbasis masyarakat, lanskap perdesaan, nilai tambah pertanian, potensi agrowisata
ABSTRACT ALIYA FAIZAH FITHRIYAH. Study of Rural Landscape for Community Based Agrotourism’s Development at Tamansari Sub-district Bogor Regency. Supervised by TATI BUDIARTI. A lot of agricultural lands are converted especially for industry and settlement. Agriculture land is seen to be not so important and not so valuable economically. This condition threats agriculture land’s existence and its vital function. Agricultural land needs additional value to be preserved which can be obtained by agrotourism through its tourism service and better marketing for agricultural products. This study takes place in Tamansari Sub-district, Bogor Regency towards its eight villages. This study analyzed physic and bio-physic aspect, social-cultural aspect, agrotourism aspect, and legal aspect using three analyzing methods. The methods are suitability and feasability for agrotourism analysis, perception and preference analysis, and CSA (Community Sustainability Assessments) analysis. The study found fourteen potential tourism attraction which seven of it are potential for agrotourism. The study also showed that the very potential village for agrotourism are Pasir Eurih and Tamansari while the potential village are Sukaluyu and Sukajadi. As for the community’s potential, all four
villages mentioned are categorized as already showing a good start to sustainability. Pasir Eurih got the biggest score, followed by Sukaluyu, Tamansari, and Sukajadi orderly. It is recommended to develop community based agrotourism in Pasir Eurih. Keywords: agriculture’s added value, agrotourism, agrotourism’s potential, community based agrotourism, rural landscape
STUDI POTENSI LANSKAP PERDESAAN UNTUK PENGEMBANGAN AGROWISATA BERBASIS MASYARAKAT DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
® Hak cipta milik IPB, tahun 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpaizin IPB.
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul Studi Potensi Lanskap Perdesaan untuk Pengembangan Agrowisata Berbasis Masyarakat di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan gelar Sarjana Pertanian Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada 1. Orangtua tercinta, Bapak Nursyamsu Mahyuddin dan Ibu Euis Sunarti, kakak tersayang, Tafdhila Rahmaniah dan Tessa Oktaramdani, adik tersayang, Maulana Rausyan Fikri dan Muhammad Fathudzikri Aulia, ponakan tersayang, Ameera, dan nenek terkasih, Hj. Eyeh Rohayaningsih, serta seluruh keluarga atas kasih sayang, bantuan, dukungan, dan pengorbanan yang telah diberikan; 2. Dr. Ir. Tati Budiarti, MS selaku pembimbing skripsi atas perhatian, bimbingan, arahan, saran, dan kritik yang diberikan selama penyelesaian skripsi ini; 3. Dr. Ir. Setia Hadi, MS selaku dosen pembimbing akademik atas perhatian dan saran yang diberikan selama penulis menjalani masa perkuliahan; 4. Prof. Dr. Ir. Wahju Qamara Mugnisjah, M.Agr, Ir. Qadarian Pramukanto, M.Si, Dr. Ir. Nizar Narsullah, M.Agr. dan Dr. Ir. Kaswanto, SP, M.Si atas saran dan kritik yang diberikan untuk kemajuan skripsi ini; 5. Bapak Deni dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor, serta Bapak Deden, Mulyana, Idas, dan pengurus desa wisata Pasir Eurih lainnya yang telah banyak membantu selama penelitian; 6. Jajaran aparat pemerintah kecamatan dan aparat pemerintah kedelapan desa, serta seluruh masyarakat Kecamatan Tamansari atas segala informasi yang diberikan terkait penelitian ini; 7. Indra Bachtiar atas segala bantuan, dukungan, doa, dan pengorbanan yang diberikan tanpa pamrih; 8. Teman-teman seperjuangan Debra Cadrina, Gerry Holgiando, Prajana Paramita, Safia, Azwinur, dan Shara Zen yang saling mendukung dan mendoakan; 9. Nira Lir Rasmi, Ega Aprindah Utami, Nur Faizah Rani, Iffah Rahmaniyah, Harsalina Eka Saraya, Oldiazka Syahrida, serta teman-teman ARL 47, 48, 49, dan 50 atas pertemanan yang hangat, bantuan, dan dukungan yang diberikan; 10. Seluruh dosen dan staff Departemen Arsitektur Lanskap atas ilmu dan dukungan yang diberikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk pembaca.
Bogor, Oktober 2015 Aliya Faizah Fithriyah
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Kerangka Pikir
2
TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Perdesaan
2 2
Pariwisata
4
Agrowisata
4
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian
5 5
Alat dan Bahan
5
Metode
6
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum
12 12
Aspek Fisik dan Biofisik
14
Aspek Legalitas
20
Aspek Sosial dan Budaya
22
Aspek Wisata
24
Analisis Kesesuaian dan Kelayakan Agrowisata
39
Analisis Penilaian Keberlanjutan Masyarakat
41
Analisis Persepsi dan Preferensi Masyarakat
46
Rekomendasi
48
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA
49 49 50 50
DAFTAR TABEL Tabel 1 Jenis dan sumber data
6
Tabel 2 Kriteria analisis kesesuaian dan kelayakan agrowisata
7
Tabel 3 Penilaian kesesuaian dan kelayakan agrowisata
9
Tabel 4 Penilaian Keberlanjutan Masyarakat
11
Tabel 5 Luas wilayah Kecamatan Tamansari
12
Tabel 6 Data iklim wilayah Bogor 2014
18
Tabel 7 Mata pencaharian penduduk Kecamatan Tamansari
23
Tabel 8 Atraksi wisata di Kecamatan Tamansari
25
Tabel 9 Penilaian KKA Kecamatan Tamansari
40
Tabel 10 Penilaian keberlanjutan masyarakat Kecamatan Tamansari
41
Tabel 11 Penilaian keberlanjutan masyarakat Desa Pasir Eurih
43
Tabel 12 Penilaian keberlanjutan masyarakat Desa Sukaluyu
44
Tabel 13 Penilaian keberlanjutan masyarakat Desa Tamansari
45
Tabel 14 Penilaian keberlanjutan masyarakat Desa Sukajadi
46
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Kerangka pikir penelitian
3
Gambar 2 Lokasi penelitian
5
Gambar 3 Peta administrasi
13
Gambar 4 Peta kemiringan lahan
15
Gambar 5 Peta jenis tanah
17
Gambar 6 Vegetasi: (a) Bromelia, (b) poh-pohan, (c) pala, (d) jamur tiram
19
Gambar 7 Sungai Cisadane
20
Gambar 8 Peta tata guna lahan
21
Gambar 9 (a) seren taun, (b) mapag tujuh gunung, (c) adu jaten berebut seeng 24 Gambar 10 (a) angklung gubrag, (b) jaipong, (c) pencak silat, (d) rengkong
25
Gambar 11 Peta atraksi wisata
26
Gambar 12 Situs Batu Tapak: (a) papan arah, (b) situs batu tapak, (c) akses menuju tapak, (d) suasana di sekitar situs 27 Gambar 13 Sumur Sijalatunda (atas) dan Taman Sri Bagenda (bawah)
28
Gambar 14 Desa Pasir Eurih: suasana desa (a), kolam ikan (b), lapangan sebagai lahan parkir (c) 30
Gambar 15 Kampung Budaya Sindangbarang: suasana KBS (a),
31
pasanggrahan (b), lahan pertanian (c)
31
Gambar 16 Jalan pedestrian menuju lokasi jamur tiram (a) dan budidaya jamur tiram (b) 32 Gambar 17 Tanaman hias
33
Gambar 18 Setu Tamansari
33
Gambar 19 Saung jejamuran (a), menu (b), dan jamur tiram (c)
34
Gambar 20 Kambing PE (a) dan sapi (b)
35
Gambar 21 Petani poh-pohan (a), lahan poh-pohan (b), dan proses pengikatan pohpohan (c) 35 Gambar 22 Situs Punden Berundak
36
Gambar 23 Pintu masuk (a), curug Nangka (b)
36
Gambar 24 Pura Parahyangan Agung Jagatkarta
37
Gambar 25 Bumi perkemahan Sukamantri (BPS)
38
Gambar 26 Peta potensi agrowisata
42
Gambar 27 Limbah industri sepatu dan sandal di Desa Pasir Eurih
44
Gambar 28 Persepsi terhadap kondisi desa (a) akses, (b) jalan, (c) pemandangan, (d) pola permukiman 47
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner persepsi dan preferensi masyarakat
52
Lampiran 2 Tabel hasil analisis persepsi dan preferensi masyarakat
54
Lampiran 3 Paket wisata Desa Wisata Pasir Eurih
56
Lampiran 4 Tabel responden analisis persepsi dan preferensi masyarakat
59
PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian merupakan sektor penting untuk Indonesia sebagai negara agraris. Namun, seiring pesatnya pertumbuhan penduduk Indonesia saat ini, kebutuhan masyarakat akan ruang pun semakin tinggi sehingga nilai lahan sebagai ruang aktivitas manusia pun meningkat pesat. Akibatnya, banyak sekali lahan pertanian yang dikonversi baik menjadi kawasan permukiman maupun kawasan industri. Lahan pertanian dipandang kurang menguntungkan secara ekonomi, padahal lahan pertanian memegang fungsi penting sebagai penyedia kebutuhan primer manusia. Salah satu upaya untuk mempertahankan lahan pertanian adalah dengan meningkatkan nilai lahan pertanian. Meningkatkan nilai lahan pertanian akan meningkatkan pendapatan pertanian sehingga lahan pertanian pun dapat dipertahankan. Agrowisata dapat menjadi nilai tambah lahan pertanian melalui jasa wisata dan pemasaran produk pertanian yang lebih baik. Seperti yang diungkapkan oleh Lobo dalam Avenzora dan Teguh (2013), agrowisata tidak hanya menawarkan rekreasi, namun juga dapat meningkatkan pengetahuan pertanian pengunjungnya dan mengurangi arus urbanisasi dengan memandirikan dan memajukan perekonomian setempat terutama petani. Menurut Spillane (1994), untuk dapat mengembangkan suatu kawasan menjadi kawasan pariwisata (termasuk juga agrowisata) terdapat 5 unsur yang harus dipenuhi, yaitu atraksi, fasilitas, infrasturktur, transportasi, dan keramahan pelayanan. Kecamatan Tamansari telah dipilih sebagai kecamatan tematik pariwisata di Kabupaten Bogor oleh pemerintah daerah Kabupaten Bogor. Kecamatan Tamansari terdiri dari delapan desa dengan nuansa asri, alami, dan lahan terbuka yang masih luas. Selain memiliki potensi pertanian yang tinggi, Kecamatan Tamansari juga memiliki nilai sejarah dan budaya yang tinggi peninggalan Kerajaan Pajajaran dan Pakuan. Namun, Kecamatan Tamansari juga tidak lepas dari ancaman peralihan fungsi lahan pertanian. Industri dan modernisasi telah sedikit banyak masuk dalam Kecamatan Tamansari dan sangat memungkinkan akan dikembangkan dengan mengkonversi lahan pertanian. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan agrowisata untuk mempertahankan fungsi lahan pertanian di Kecamatan Tamansari. Agrowisata tersebut harus berasal dari masyarakat setempat agar masyarakat merasakan keuntungan secara nyata dan langsung sehingga agrowisata tersebut dapat berkelanjutan. Pemerintah Kabupaten Bogor diwakili oleh Dinas Budaya dan Pariwisata (Disbudpar) telah menunjuk tiga desa wisata di Kecamatan Tamansari, yaitu Desa Pasir Eurih, Desa Sukajadi, dan Desa Tamansari melalui Surat Keputusan (SK) Bupati Kabupaten Bogor. Desa wisata adalah objek agrowisata yang dikelola langsung oleh masyarakat suatu desa yang ditunjuk dan dibimbing serta didukung langsung oleh pemerintah daerah. Desa wisata dibentuk dengan tujuan memperbanyak destinasi wisata di Kabupaten Bogor, memperkenalkan potensi dan keunggulan kawasan perdesaan kepada warga Indonesia, meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara langsung, dan memandirikan masyarakat perdesaan. Agrowisata sendiri belum disoroti secara khusus. Untuk itu diperlukan
2
studi potensi lanskap perdesaan di Kecamatan Tamansari sebagai dasar pengembangan agrowisata berbasis masyarakat. Tujuan Penelitian 1. 2.
3.
4.
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: mengidentifikasi potensi lanskap perdesaan untuk pengembangan agrowisata di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, mengidentifikasi potensi sosial-budaya masyarakat untuk pengembangan agrowisata berbasis masyarakat di desa yang berpotensi agrowisata di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, mengetahui persepsi dan preferensi masyarakat desa yang berpotensi agrowisata di Kecamatan Tamansari terhadap pengembangan agrowisata berbasis masyarakat di Kecamatan Tamansari, dan memberikan rekomendasi pengembangan agrowisata berbasis masyarakat di beberapa desa yang berpotensi agrowisata di Kecamatan Tamansari. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah mengetahui potensi lanskap perdesaan, serta persepsi dan preferensi masyarakat Kecamatan Tamansari sebagai dasar pengembangan agrowisata berbasis masyarakat. Kerangka Pikir Agrowisata merupakan salah satu cara untuk menciptakan nilai tambah lahan pertanian. Studi potensi agrowisata menjadi dasar dalam perencanaan dan pengembangan agrowisata. Kerangka pikir penelitian ini (Gambar 1) menyoroti studi potensi agrowisata di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor dengan mengidentifikasi aspek fisik dan biofisik, aspek sosial dan budaya, aspek agrowisata, dan aspek legal. Kemudian aspek-aspek tersebut dianalisis dengan metode analisis penilaian kesesuaian dan kelayakan agrowisata (Smith 1989), penilaian keberlanjutan masyarakat (GEN 2000), dan analisis deskriptif persepsi dan preferensi masyarakat. Dengan analisis tersebut dapat diketahui lanskap perdesaan yang berpotensi, desa yang memiliki potensi agrowisata serta sumber daya manusia yang berkelanjutan.
TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Perdesaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyatakan bahwa penataan ruang kawasan perdesaan diarahkan untuk pemberdayaan masyarakat perdesaan, pertahanan kualitas lingkungan setempat dan wilayah yang didukungnya, konservasi sumber daya alam, pelestarian warisan budaya lokal, pertahanan kawasan lahan abadi pertanian pangan untuk ketahanan pangan, dan penjagaan keseimbangan pembangunan perdesaan-perkotaan. Undang-
3
Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menerangkan bahwa pembangunan desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Kawasan Perdesaan Potensi Lanskap Perdesaan
Ancaman alih fungsi lahan pertanian Menciptakan nilai tambah pertanian
Meningkatkan pendapatan pertanian Agrowisata Identifikasi potensi lanskap perdesaan Kecamatan Tamansari
Aspek fisik-biofisik
Aspek legal
Aspek wisata
Aspek sosial-budaya
Analisis: Kesesuaian dan kelayakan agrowisata (Smith 1989), penilaian keberlanjutan masyarakat (GEN 2000), persepsi dan preferensi masyarakat. Hasil: Objek lanskap perdesaan potensial, desa berpotensi untuk agrowisata, tingkat keberlanjutan masyarakat, persepsi dan preferensi masyarakat
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian Simonds dan Starke (2006) menyatakan bahwa terdapat ciri-ciri yang khas pada lanskap perdesaan, yaitu: 1) lahan tersedia luas; 2) suasana bebas, pandangan terbuka menuju halaman, pepohonan dan langit, merupakan kualitas lanskap penting; 3) pemilihan tapak perdesaan menunjukkan keinginan menyatu dengan alam; 4) corak lanskap mayor dapat dibentuk; 5) karakter dan suasana lanskap alami dominan; 6) tanah dan permukaan lahan merupakan elemen visual yang kuat; 7) lanskap yang menyenangkan merupakan salah satu bentuk transisi; 8) struktur merupakan elemen yang timbul di tengah lanskap; 9) lanskap perdesaan bersifat lembut dari bayangan daun, warna langit dan bayangan awan; 10) tapak perdesaan berimplikasi area yang luas dan pergerakan: pola jalur kendaraan dan pedestrian menyatu dengan batas-batas kepemilikan; 11) material indigenous dari tapak perdesaan (macam-macam batuan, kerikil, hingga mineral) membentuk karakter lanskap, penggunaan material ini menciptakan keterkaitan dengan sumber daya setempat.
4
Pariwisata Pariwisata adalah keseluruhan rangkaian kegiatan yang berhubungan dengan gerakan manusia yang melakukan perjalanan atau persinggahan sementara dari tempat tinggalnya, ke suatu atau beberapa tempat tujuan di luar lingkungan tempat tinggal yang didorong oleh beberapa keperluan tanpa bermaksud mencari nafkah tetap (Adisasmita 2010). Sementara itu, Undang-Undang No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan mendefinisikan beberapa terminologi berikut: 1. wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata; 2. wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata; 3. pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut; 4. kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata; 5. usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan atau mengusahakan objek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata, dan usaha lain yang terkait di bidang tersebut; 6. objek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata; 7. kawasan pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan; untuk memenuhi kebutuhan pariwisata; dan 8. menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang kepariwisataan. Yoeti (2008) mengemukakan bahwa pariwisata adalah katalisator pembangunan karena dampak positif yang diberikan terhadap kehidupan perekonomian di negara tujuan wisata tersebut. Dampak positif tersebut adalah menciptakan kesempatan usaha, meningkatkan kesempatan kerja, meningkatkan sekaligus mempercepat pemerataan pendapatan masyarakat, meningkatkan pendapatan nasional, mendorong peningkatan investasi baik dari sektor pariwisata maupun sektor ekonomi lainnya, dan memperkuat neraca pembayaran. Daya tarik wisata meliputi atraksi alami, atraksi arsitektural, atraksi budaya, dan atraksi sosial. Agrowisata Sampai saat ini, agrowisata belum memiliki definisi umum yang disetujui bersama. Seperti yang dinyatakan oleh Arroyo, Barbieri, dan Rich (2012), agrowisata adalah fenomena yang diramalkan akan terus berkembang pesat namun belum memiliki pengertian yang disepakati. Arroyo, Barbieri, dan Rich (2012) menyatakan bahwa poin-poin yang perlu ada dalam definisi agrowisata adalah latar belakang pertanian, hiburan, farm, dan edukasi. Agrowisata juga meliputi pekerjaan dalam pertanian baik dipentaskan maupun asli. Menurut Adisasmita (2010), agrowisata merupakan perjalanan untuk meresapi dan mempelajari kegiatan pertanian, perkebunan, peternakan, dan kehutanan. Jenis wisata ini bertujuan untuk mengajak wisatawan agar ikut memikirkan sumber daya alam dan kelestariannya. Wisatawan tinggal bersama keluarga petani atau di perkebunan untuk ikut merasakan kehidupan dan kegiatan pertanian. Sementara Tirtawinata dan Fachruddin (1996) berpendapat bahwa agrowisata adalah suatu upaya dalam rangka
5
menciptakan produk wisata baru (diversifikasi). Kegiatan agrowisata juga merupakan kegiatan pengembangan wisata yang berkaitan dengan kegiatan perdesaan dan pertanian yang mampu meningkatkan nilai tambah kegiatan pertanian dan kesejahteraan perdesaan. Kemudian Spillane (1994) mengemukakan bahwa untuk dapat mengembangkan suatu kawasan menjadi kawasan pariwisata (termasuk juga agrowisata) terdapat 5 unsur yang harus dipenuhi, yaitu atraksi, fasilitas, infrasturktur, tranportasi, dan keramahan pelayanan.
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor (Gambar 2). Kecamatan Tamansari dipilih karena statusnya sebagai kecamatan tematik pariwisata untuk Kabupaten Bogor dan pesona lanskap pertanian alami yang dimilikinya. Penelitian dilakukan terhadap kedelapan desa selama empat bulan sejak bulan Februari 2015 hingga bulan Mei 2015.
Gambar 2 Lokasi penelitian Sumber: RIPPDA Kab. Bogor 2003-2008 (Kiri), Wikimapia (kanan)
Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner persepsi dan preferensi, kamera digital, alat tulis, software berupa MS Word, MS Excel, Adobe Photoshop, AutoCAD, dan ArcGis. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data hasil kuesioner, data hasil wawancara dan pengamatan lapang, modul analisis kesesuaian dan kelayakan agrowisata (Smith 1989), modul penilaian keberlanjutan masyarakat yang dikeluarkan oleh Global Ecovillage Network, dan data spasial.
6
Metode Penelitian dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu persiapan, inventarisasi, analisis, dan sintesis hingga dapat dirumuskan rekomendasi untuk pengembangan agrowisata berbasis masyarakat. Penjelasan tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut. Persiapan Tahap persiapan meliputi penyusunan proposal penelitian, pembuatan surat izin penelitian untuk pihak-pihak terkait, permohonan izin penelitian kepada pemerintah Kabupaten Bogor dan Kecamatan Tamansari, serta studi pustaka prapenelitian. Inventarisasi Kegiatan yang dilakukan pada tahap inventarisasi adalah pengumpulan data yang dibutuhkan untuk analisis (Tabel 1). Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, penyebaran kuesioner, observasi lapang, dan studi pustaka. Wawancara dan penyebaran kuesioner dilakukan terhadap pihak aparat pemerintah kecamatan, aparat pemerintah desa, dan masyarakat. Observasi lapang dilakukan dengan mengamati langsung kondisi tapak, khususnya titik-titik potensi wisata dan pertanian di seluruh daerah kecamatan. Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan berbagai informasi dasar sebagai data sekunder agar mendapatkan pengetahuan tapak yang lebih menyeluruh. Tabel 1 Jenis dan sumber data Aspek Jenis Data Administrasi tapak Kemiringan lahan Hidrologi Fisik dan Tanah Biofisik Iklim Vegetasi dan Satwa Tata guna lahan Demografi Sosial masyarakat Kelembagaan dan Budaya masyarakat SDM Sarana dan prasarana Wisata Objek dan atraksi wisata Legal
Kebijakan
Bentuk Data Lokasi, luas, akses, dan batas wilayah tapak Peta kemiringan lahan Data hidrologi Peta jenis tanah Data iklim Jenis vegetasi dan satwa penting untuk agrowisata Peta penggunaan lahan
Sumber Data Bappeda, kecamatan, desa DTRP Kecamatan, survei DTRP Weather Base
Data demografi
Bappeda, Kecamatan
Kecamatan, survei Bappeda
Data lembaga masyarakat Kecamatan, survei Pengelola dan masyarakat Kecamatan, survei Data sarana dan prasarana Kecamatan, survei Data objek dan atraksi wisata
Disbudpar, kecamatan, survei
RTRW dan kebijakan pariwisata
Bappeda, Disbudpar, Kecamatan
7
Analisis Kesesuaian dan Kelayakan Agrowisata Analisis kesesuaian dan kelayakan agrowisata digunakan untuk menilai potensi agrowisata pada tapak. Objek analisis adalah delapan desa di Kecamatan Tamansari. Pengumpulan data untuk analisis kesesuaian dan kelayakan agrowisata dilakukan melalui wawancara, observasi lapang, dan studi pustaka. Responden wawancara untuk analisis kesesuaian dan kelayakan agrowisata adalah aparat pemerintah – kepala desa, sekretaris desa, dan pegawai desa – kedelapan desa, sejumlah masyarakat yang ditemui saat turun lapang, dan pemiliki kegiatan pertanian maupun wisata di Kecamatan Tamansari. Wawancara dilakukan dengan tanya-jawab terbuka melalui pertanyaan yang telah disusun berdasarkan kriteria kesesuaian dan kelayakan Smith (1989) dalam Maharani (2009). Inventarisasi analisis ini menitikberatkan pengumpulan info sebanyak mungkin untuk mengetahui seluruh potensi agrowisata tiap desa sesuai kriteria kesesuaian dan kelayakan agrowisata menurut Smith (1989) dalam Maharani (2009). Potensi agrowisata tiap desa akan dinilai dengan kriteria kelayakan agrowisata menurut Smith (1989) yang telah dimodifikasi sesuai dengan tujuan sehingga menghasilkan delapan nilai kesesuaian dan kelayakan agrowisata dari kedelapan desa. Modifikasi dilakukan pada pembobotan tiap kriteria. Dalam bukunya “Tourism Analysis”, Smith (1989) tidak menetapkan bobot tiap poin dalam kriteria. Pengguna dipersilakan menentukan bobot secara mandiri sehingga dapat disesuaikan dengan tujuan penelitian. Pembobotan dalam studi ini dilakukan dengan perhitungan matematis sederhana sesuai dengan tingkat kepentingan tiap poin terhadap agrowisata. Kriteria penilaian kesesuaian dan kelayakan agrowisata ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2 Kriteria analisis kesesuaian dan kelayakan agrowisata No. 1.
2.
Kriteria Nilai Objek dan Atraksi Berbasis Pertanian (Bobot 20%): Ketersediaan ragam dan keindahan area pertanian seperti sawah, perkebunan, kolam, atau keramba. Beragam objek dan aktivitas pertanian disertai keindahan pemandangan 4 pertanian (tiga objek pertanian atau lebih) Cukup beragam objek dan aktivitas pertanian disertai keindahan pemandangan 3 sekitarnya (dua objek pertanian) 2 Cukup beragam objek dan aktivitas pertanian namun keindahan pemandangan sekitarnya kurang (dua objek pertanian) 1 Kurang beragam dan tak indah (kurang dari dua objek) Objek dan Atraksi Alami (Bobot 10%): Keindahan pemandangan alami (ekosistem, topografi, tanaman langka, satwa liar, air terjun) dan iklim (tropikal, udara yang bersih, suhu yang nyaman, dll) 4 Beragam objek alami dengan keindahan dan kenyamanan alami (tiga objek alami atau lebih) Cukup beragam objek alami dengan keindahan dan kenyamanan alami (dua 3 objek alami) Beragam objek alami dengan keindahan dan kenyaman buatan atau rekayasa 2 (dua objek alami) Objek alami kurang Bergama dengan keindahan dan kenyaman buatan atau 1 rekayasa (kurang dari dua objek alami)
8
Tabel 2 Kriteria analisis kesesuaian dan kelayakan agrowisata (lanjutan) No. 3.
Kriteria Nilai Objek dan Atraksi Budaya/Sosial (Bobot 5%): Perdesaan, perkotaan, bentukan arsitektur vernakular, festival, dan atraksi budaya lokal. Ada lebih dari satu, bernilai lokal tinggi, dilestarikan 4 Ada lebih dari satu, bernilai lokal tinggi, kurang diperhatikan 3 2 Ada, bernilai lokal tinggi, kurang diperhatikan 1 Tidak memiliki aset budaya lokal 4. Objek dan Atraksi Sejarah (Bobot 5%): Peninggalam kuno (kerajaan, situs-situs dan bangunan sejarah/arkeologis), upacara keagamaan, lokasi historikal yang penting (kolonial, battle fields) 4 Bersejarah, dijaga kelestariaannya Bersejarah, kurang diperhatikan 3 Bersejarah, tidak dilestarikan 2 Tidak bernilai sejarah 1 5. Akses (Bobot 10%): Kemudahan mencapaian lokasi, ketersediaan jalan Jalan primer dekat, mudah dicapai, kondisi baik, kendaraan umum 4 beragam, kondisi baik 3 Jalan sekunder, kondisi sedang, kendaraan umum terbatas 2 Jalan tersier, kondisi sedang, tidak ada kendaraan umum 1 Tidak ada akses, tidak ada kendaraan umum 6. Sumber Daya Rekreasi dan Tempat Perbelanjaan (Bobot 10%): Tempat Olah raga, piknik, belanja, taman, museum, galer seni/budaya 4 Tersedia, lengkap, kualitas baik, dan terawat 3 Ada beberapa, cukup terawat 2 Ada beberapa, kurang terawat 1 Tidak tersedia 7. Letak dari Jalan Utama (Bobot 10%): Kedekatan dengan jalur jalan utama wilayah 4 Dekat (< 1 km) 3 Sedang (1 - 3 km) 2 Cukup jauh (3 – 5 km) 1 Sangat jauh (> 5 km) 8. Sarana Wisata (Bobot 10%): Utilitas. Sarana kesehatan, air bersih, fasilitas dan penginapan 4 Tersedia, lengkap, kualitas baik dan terawat 3 Ada beberapa, cukup terawat 2 Ada beberapa, kurang terawat 1 Tidak tersedia 9. Pengelolaan Agrowisata (Bobot 10%): Pengelolaan dan Kelembagaan Agrowisata 4 Masyarakat mengelola dan ada lembaga masyarakat 3 Masyarakat mengelola, tidak ada lembaga masyarakat 2 Dikelola investor, ada kelembagaan masyarakat 1 Dikelola investor dan tidak ada lembaga masyarakat 10. Program dan Aktivitas Agrowisata (Bobot 10%) Ada paket kunjungan, pelatihan, dan membuka kesempatan magang 4 Ada paket kunjungan, pelatihan, tidak ada kesempatan magang 3 2 Ada paket kunjungan, tetapi tidak ada pelatihan dan kesempatan magang 1 Tidak ada paket kunjungan, pelatihan dan kesempatan magang Sumber: Smith (1989) dalam Maharani (2009), dimodifikasi sesuai dengan tujuan
9
Nilai kesesuaian dan kelayakan agrowisata tiap desa dihitung dengan rumus berikut: ∑KKA = ∑Sij.Aij, dengan ∑KKA adalah nilai total kelayakan kawasan agrowisata, ∑Sij adalah kriteria agrowisata tiap kawasan, dan Aij adalah bobot kriteria agrowisata. Hasil perhitungan dengan rumus di atas dirangkum dalam Tabel 3. Berdasarkan nilai hasil perhitungan tersebut, seluruh desa diklasifikasikan menjadi tiga kelompok menggunakan rumus berikut: R = Smax – Smin. K R adalah nilai rentang antarkelas, Smax adalah nilai kesesuaian dan kelayakan agrowisata paling tinggi, Smin adalah nilai yang terendah, dan K adalah jumlah kelas yang diinginkan. Jumlah kelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah tiga, yaitu sangat berpotensi, berpotensi, dan cukup berpotensi untuk agrowisata. Tabel 3 Penilaian kesesuaian dan kelayakan agrowisata Kesesuaian dan Kelayakan Agrowisata Desa
0.2
0.1
0.05
0.05
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Jumlah 0.1 Terbobot ∑KKA 10
… Sumber: Maharani (2009), dimodifikasi sesuai dengan tujuan
Analisis Persepsi dan Preferensi Analisis persepsi dan preferensi digunakan untuk mengetahui pandangan dan keinginan pihak-pihak terkait mengenai pengetahuan, pandangan terhadap potensi dan kondisi desa, serta akseptibilitas mengenai pengembangan agrowisata berbasis masyarakat. Data diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner yang ditujukan kepada berbagai pihak yang terkait. Responden dipilih sebanyak 30 orang dengan menggunakan metode stratified random sampling, yaitu 10 orang kelompok aparat pemerintahan desa, 10 orang kelompok yang terlibat dan potensial terlibat dalam kegiatan agrowisata, serta 10 orang kelompok masyarakat. Analisis Penilaian Keberlanjutan Masyarakat (PKM) Analisis Penilaian Keberlanjutan Masyarakat (PKM) atau Community Sustainability Assessment (CSA) adalah sebuah analisis yang dikeluarkan oleh Global Ecovillage Network (2000) untuk menilai tingkat keberlanjutan suatu masyarakat. Kriteria penilaian dirumuskan dalam modul penilaian PKM yang juga dikeluarkan oleh Global Ecovillage Network berdasarkan hasil penelitian para ahli. Penilaian meliputi aspek ekologis, sosial, dan spiritual. Tiap aspek memiliki tujuh subaspek dan tiap subaspek terdiri dari pertanyaan-pertanyaan rinci mengenai kondisi aktual masyarakat berdasarkan kriteria yang dinilai. Tiap pertanyaan dilengkapi beberapa pilihan jawaban dengan skor yang berbeda-beda. Skor tiap pertanyaan dijumlahkan sehingga didapatkan skor subaspek yang menunjukkan tingkat keberlanjutan dalam subaspek tersebut. Skor subaspek pun dijumlahkan kembali hingga didapatkan skor aspek yang menunjukkan tingkat keberlanjutan masyarakat pada aspek tersebut. Kemudian skor tiga aspek tersebut dijumlahkan
10
kembali hingga didapatkan skor akhir yang menyimpulkan tingkat keberlanjutan masyarakat tersebut. Unit penilaian adalah empat desa yang berpotensi untuk agrowisata menurut hasil analisis KKA, yaitu Desa Pasir Eurih, Desa Tamansari, Desa Sukaluyu, dan Desa Sukajadi. Pengumpulan data untuk analisis ini dilakukan melalui wawancara, observasi lapang, dan studi pustaka. Wawancara dilakukan terhadap aparat pemerintah – kepala desa, sekretaris desa, dan pegawai desa – keempat desa, sejumlah masyarakat yang ditemui saat turun lapang, dan beberapa orang yang mengenal dan mengetahui kondisi sosial desa secara mendalam seperti kokolot desa, ketua kelompok tani, kiyai, dan lain-lain. Jumlah responden wawancara tidak ditentukan. Pengumpulan data dilakukan sampai peneliti mendapat cukup informasi dan memahami secara mendalam kultur budaya dan sosial masyarakat tiap desa sesuai dengan kebutuhan modul penilaian PKM. Penilaian dilakukan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam modul penilaian dengan pilihan jawaban yang telah disediakan sesuai dengan kondisi aktual desa sehingga menunjukkan nilai keseluruhan tingkat keberlanjutan desa. Penilaian keberlanjutan masyarakat ditampilkan pada Tabel 4. Penilaian dilakukan oleh peneliti secara objektif berdasarkan hasil observasi menyeluruh terhadap kondisi masyarakat dan wawancara mendalam dengan tokoh masyarakat yang mengetahui dan memahami kondisi masyarakat. Sintesis Dari hasil analisis terhadap aspek fisik-biofisik, aspek sosial-budaya, aspek wisata, dan aspek legal, dapat diketahui objek lanskap perdesaan yang berpotensi menjadi objek wisata, baik hanya atraksi wisata, sebagai objek agrowisata, maupun sebagai objek pendukung agrowisata. Dengan analisis kesesuaian dan kelayakan agrowisata menurut Smith (1989) dalam Maharani (2009), dapat diketahui desa yang berpotensi untuk agrowisata sehingga dapat dilakukan perbandingan apakah desa tersebut sesuai dengan desa yang ditunjuk oleh pemerintah Kabupaten Bogor. Melalui analisis penilaian keberlanjutan masyarakat dapat diketahui tingkat keberlanjutan masyarakat desa di Kecamatan Tamansari. Dengan analisis tersebut juga dapat diketahui potensi dan ancaman sosial dan budaya di Kecamatan Tamansari. Dengan analisis persepsi dan preferensi masyarakat, dapat diketahui persepsi, preferensi, dan akseptibilitas masyarakat Kecamatan Tamansari. Semua temuan dari hasil analisis dapat menjadi dasar pengembangan agrowisata di Kecamatan Tamansari. Rekomendasi Berdasarkan hasil analisis dan sintesis yang telah dilakukan, dirumuskan rekomendasi strategis secara deskriptif untuk pengembangan agrowisata berbasis masyarakat di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor.
11
Tabel 4 Penilaian Keberlanjutan Masyarakat Parameter Aspek Ekologis 1. Perasaan terhadap tempat 2. Ketersediaan, produksi, dan distribusi makanan 3. Infrastruktur, bangunan dan transportasi 4. Pola konsumsi dan pengelolaan limbah padat 5. Air-sumber, mutu dan pola penggunaan 6. Limbah cair dan pengelolaan polusi air 7. Sumber dan penggunaan energi Total Nilai Aspek Ekologis Aspek Sosial 1. Keterbukaan, kepercayaan, keselamatan; ruang bersama 2. Komunikasi-aliran gagasan dan informasi 3. Jaringan pencapaian dan jasa 4. Keberlanjutan sosial 5. Pendidikan 6. Pelayanan kesehatan 7. Keberlanjutan ekonomi-ekonomi lokal yang sehat Total Nilai Aspek Sosial Aspek Spiritual 1. Keberlanjutan budaya 2. Seni dan kesenangan 3. Keberlanjutan spiritual 4. Keterikatan masyarakat 5. Gaya pegas masyarakat 6. Holografik baru, pandangan dunia 7. Perdamaian dan kesadaran global Total Nilai Aspek Spiritual Total Nilai Keseluruhan
Nilai * * * * * * * ** * * * * * * * ** * * * * * * * ** ***
Keterangan: 1. Penilaian parameter dalam satu kriteria: * 50+ : Menunjukkan kemajuan sempurna ke arah keberlanjutan 24-49 : Menunjukkan suatu awal yang baik ke arah keberlanjutan 0-24 : Menunjukkan perlunya tindakan untuk mencapai keberlanjutan 2. Penilaian parameter dalam satu aspek: ** 333+ : Menunjukkan kemajuan sempurna ke arah keberlanjutan 166-332 : Menunjukkan suatu awal yang baik ke arah keberlanjutan 0-165 : Menunjukkan perlunya tindakan untuk mencapai keberlanjutan 3. Penilaian parameter dalam tiga aspek: *** 999+ : Menunjukkan kemajuan sempurna ke arah keberlanjutan 500-998 : Menunjukkan suatu awal yang baik ke arah keberlanjutan 0-449 : Menunjukkan perlunya tindakan untuk mencapai keberlanjutan
12
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Secara geografis, Kecamatan Tamansari terletak di 6°37’25” Lintang Selatan – 6°42’36” Lintang Selatan dan 106°43’44” Bujur Timur – 106°46’24” Bujur Timur dengan ketinggian 220 – 700 meter di atas permukaan laut (mdpl). Kecamatan Tamansari termasuk ke dalam Kabupaten Bogor Tengah dan berbatasan dengan Kecamatan Ciomas di sebelah Utara, Kecamatan Tenjolaya di sebelah Barat, Kabupaten Sukabumi di sebelah Selatan, dan Kecamatan Cijeruk di sebelah Timur seperti yang ditampilkan pada Gambar 3. Kecamatan Tamansari terhampar seluas 3 394 hektar dan terbagi dalam delapan desa, yaitu Desa Pasir Eurih, Desa Sirnagalih, Desa Sukajadi, Desa Sukajaya, Desa Sukaluyu, Desa Sukamantri, Desa Sukaresmi, dan Desa Tamansari (Monografi Kecamatan Tamansari 2014) dengan pembagian luas diperlihatkan pada Tabel 5. Tabel 5 Luas wilayah Kecamatan Tamansari Desa Pasir Eurih Sirnagalih Sukajadi Sukajaya Sukaluyu Sukaresmi Sukamantri Tamansari
Luas Wilayah (Ha) 285,394 177,180 304,139 427,665 310,150 350,000 639,000 900,350
Sumber: Monografi Kecamatan Tamansari tahun 2014
Desa Sirnagalih merupakan desa pusat pertumbuhan (DPP) Kecamatan Tamansari menurut Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 19 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Bogor. Jarak antara pusat pemerintahan Kecamatan Tamansari dengan Cibinong, ibukota Kabupaten Bogor, adalah 30 km, sedangkan dengan pusat Kota Bogor adalah 10 km. Kecamatan Tamansari dapat diakses melalui jalan kabupaten, yaitu Jalan Raya Ciapus dari Pasir Kuda Kecamatan Ciomas dan beberapa jalan desa. Jalan di Kecamatan Tamansari sudah hampir seluruhnya beraspal, tetapi pada umumnya tidak begitu lebar untuk dua jalur kendaraan roda empat. Kendaraan umum yang tersedia adalah angkutan umum (angkot) sebanyak 1 500 mobil untuk dua trayek, yaitu jurusan Ciapus dan jurusan Sindang Barang (SBR) dan ojek sebanyak 900 buah. Namun, kendaraan umum ini tidak meliputi Kecamatan Tamansari secara keseluruhan melainkan hanya di DPP dan sekitarnya saja.
Gambar 3 Peta administrasi
13
14
Berdasarkan data monografi Kecamatan Tamansari 2014, fasilitas kesehatan yang dimiliki Kecamatan Tamansari adalah tujuh rumah bersalin, satu poliklinik, tiga puskesmas, satu puskesmas pembantu, sembilan orang dokter umum, tiga belas bidan praktik, dua dukun sunat, 25 dukun bayi atau paraji, satu toko obat, dan tiga klinik keluarga berencana (KB). Fasilitas kesehatan tersebut tidak tersebar secara merata di seluruh desa. Terdapat desa dengan fasilitas kesehatan memadai, namun ada juga desa yang kekurangan fasilitas kesehatan. Fasilitas pendidikan yang dimiliki adalah lima taman kanak-kanak, 29 sekolah dasar negeri, tiga madrasah, tiga sekolah menengah pertama (SMP) negeri, tiga SMP swasta umum, tiga SMP swasta islam, satu sekolah menengah atas negeri, dan satu sekolah tinggi swasta. Kemudian, fasilitas keagamaan yang dimiliki adalah 115 mesjid, 232 musholla, sepuluh surau, satu vihara, dan satu pura. Dalam hal ekonomi, terdapat 400 industri kecil, 74 home industri, dua penginapan besar, dan lima belas restoran di Kecamatan Tamansari.
Aspek Fisik dan Biofisik Kemiringan Lereng Kondisi kemiringan lereng di Kecamatan Tamansari bervariasi mulai dari 0% hingga lebih dari 40% dengan ketinggian 200 – 700 mdpl (Gambar 4). Hal ini disebabkan oleh lokasi tapak yang berada di kaki gunung Salak. Kemiringan sebesar 0 – 3% atau topografi datar terhampar di bagian utara kecamatan, yaitu di ujung bagian utara desa Sirnagalih, desa Sukaresmi, dan desa Sukaluyu seluas 16 hektar atau 0.4% dari total luas kecamatan. Kemiringan 3 – 8% yaitu permukaan bergelombang, terhampar mendominasi di seluruh desa dengan luas total lebih dari 2 485 hektar atau 72.2% dari luas kecamatan. Kemiringan 8 – 15% atau landai, tersebar di tiga desa, yaitu desaTamansari, desa Sukajadi, dan desa Sukaluyu seluas lebih dari 685 hektar atau 20% dari luas kecamatan. Kemudian, kemiringan 15 – 25% yaitu agak curam, kemiringan 25 – 40% atau curam, dan kemiringan lebih dari 40% yaitu sangat curam hanya ditemukan di desa Tamansari, yaitu di kawasan hutan lindung Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS) dengan luasan secara berurutan dan persentase dari total luas kecamatan sebesar 75 hektar atau 2.2%, 96 hektar atau 2.8% dan 80 hektar atau 2.3%. Kelas lereng curam hingga sangat curam beresiko kejadian longsor, namun kelas lereng tersebut hanya terdapat di dalam TNGHS sehingga tidak menjadi ancaman signifikan bagi penduduk. Kecamatan Tamansari didominasi oleh kemiringan 3 – 8% yang terhampar di seluruh desa yang meliputi lokasi-lokasi atraksi agrowisata. Hal ini menandakan bahwa pada lokasi tersebut ancaman longsor tidak terlalu tinggi sehingga kegiatan agrowisata dapat dijalankan dengan aman. Namun, akan lebih baik lagi jika kegiatan agrowisata juga berorientasi pada alam sehingga keberlanjutannya lebih terjaga.
Gambar 4 Peta kemiringan lahan
15
16
Kondisi Tanah Kecamatan Tamansari dibentuk oleh tiga jenis tanah, yaitu Andosol, Latosol Coklat, dan Regosol, tetapi juga terdapat area dengan jenis tanah hasil asosiasi Latosol Coklat dan Regosol (Gambar 5). Dalam konsep jenis tanah sistem Dudal dan Soepraptohardjo (1957) dalam Rachim dan Arifin (2011), tanah Andosol adalah tanah berwarna hitam atau cokelat tua hingga kuning dengan corak struktur remah, licin jika dipirit dengan konsistensi gembur, horison nyata, solum agak tebal, tekstur lempung hingga debu dengan liat menurun, dan membentuk pasir semu yang ireversibel jika kering. Sifat dari tanah Andosol adalah agak asam hingga netral, daya adsorpsi sedang, unsur hara sedang, kadar bahan organik tinggi, permeabilitas sedang, dan peka terhadap erosi. Tanah Andosol hanya ditemukan pada bahan volkanik yang tidak padu pada ketinggian hingga 3000 mdpl. Umumnya tanah Andosol ditemukan di dataran tinggi dengan iklim dingin dan curah hujan tinggi di daerah iklim tropika basah. Tanah Andosol cocok untuk penanaman sayuran, bunga-bungaan, teh, kopi, kina, hutan pinus, dan objek turisme. Sama dengan tanah Andosol, tanah Latosol juga umumnya terdapat pada bahan induk volkanik di daerah beriklim tropika basah dengan curah hujan 2 500 – 7 000 mm per tahun dan ketinggian hingga 900 mdpl. Tanah Latosol adalah tanah yang sudah terlapuk lanjut, sangat tercuci, dan batas horizon baur. Corak tanah Latosol adalah bersolum tebal, berwarna merah hingga kuning, bertekstur liat yang tetap dari atas hingga ke bawah, berstruktur remah hingga gumpal lemah, dan berkonsistensi gembur. Sifat tanah Latosol adalah masam hingga agak masam, zat organik rendah hingga agak sedang, kejenuhan basa rendah hingga sedang, daya adsorpsi sedang, unsur hara sedang hingga rendah, permeabilitas tinggi, dan kepekaan erosi kecil. Tanah Latosol umumnya berasosiasi dengan tanah Podsolik Merah Kuning, Andosol, Regosol, laterit air tanah, dan aluvial. Tanah Latosol cocok dipakai untuk padi sawah, jagung, umbi, karet, kelapa sawit, cokelat, cengkeh, kopi, dan hutan tropik. Berbeda dengan tanah Andosol dan Latosol yang hanya ditemukan pada bahan volkanik, tanah Regosol juga dapat ditemukan pada mergel dan bukit pasir pantai selain pada bahan induk abu volkan. Tanah Regosol dapat ditemukan pada ketinggian bervariasi. Tanah Regosol bercorak solum tipis hingga tebal, tanpa horizon atau dengan horizon alterasi lemah, berwarna kelabu hingga kuning, tekstur pasir dengan kadar liat kurang dari 40%, struktur tanpa atau berbutir tunggal, dan kepekaan erosi besar. Tanah Regosol memiliki sifat kemasaman bervariasi, kejenuhan basa bervariasi, kadar bahan organik rendah, daya adsorpsi rendah, kandungan unsur hara bervariasi, dan permeabilitas tinggi. Tanah Regosol cocok dipakai untuk padi sawah, palawija, tebu, tembakau, sayuran, dan garung. Tanah di Kecamatan Tamansari didominasi oleh tanah Regosol seluas 2 387 hektar atau kurang lebih 70% dari luas kecamatan. Sementara itu, tanah Andosol didapati seluas 437.8 hektar (13%), tanah Latosol Coklat seluas 51.6 hektar (1%), dan tanah asosiasi Latosol Coklat dan Regosol didapati seluas 585.5 hektar (16%). Secara umum, jenis tanah pada tapak cocok dimanfaatkan untuk budidaya tanaman pertanian dan kegiatan turisme. Hal ini mendukung pengembangan agrowisata di Kecamatan Tamansari.
Gambar 5 Peta jenis tanah
17
18
Iklim Menurut rencana induk pengembangan pariwisata daerah (RIPPDA) Kabupaten Bogor 2003-2008, iklim Kecamatan Tamansari mengikuti iklim Kabupaten Bogor. Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, Kecamatan Tamansari yang terletak di bagian selatan Bogor termasuk ke dalam iklim tropis tipe A, yaitu sangat basah. Suhu rata-rata berkisar antara 20o – 30oC. Kelembaban udara di wilayah ini mencapai 70% dengan rata-rata kecepatan angin cukup rendah yaitu 1,2 m/detik dan evaporasi di daerah terbuka rata-rata sebesar 146.2 mm/bulan. Curah hujan tahunan antara 2 500 mm sampai lebih dari 5 000 mm/tahun. Menurut WeatherBase, Kecamatan Tamansari pada tahun 2014 memiliki suhu rata-rata sebesar 26.3°C, curah hujan rata-rata sebesar 335.0 mm/bulan dan kelembaban sebesar 83.8% dimana tahun 2014 tergolong tahun basah. Lokasi tapak yang berada di kaki Gunung Halimun-Salak juga mempengaruhi pada cuaca setempat yang lebih sejuk. Data iklim bulanan tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 6. Iklim berpengaruh pada kenyamanan yang dirasakan oleh manusia, dinyatakan dalam Thermal Humidity Index (THI) yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: THI = 0,8T + (RH x T/500), dengan RH adalah kelembapan dan T adalah suhu. Nilai THI kurang dari 27 menunjukkan kondisi yang nyaman untuk pengunjung. Berdasarkan data iklim tahun 2014, diperoleh nilai rataan THI Kecamatan Tamansari sebesar 25.45 yang menunjukkan desa ini nyaman, termasuk untuk kegiatan agrowisata. Tabel 6 Data iklim wilayah Bogor 2014 Curah hujan Bulan Suhu (oC) (mm/bulan) Januari 25.6 453.3 Februari 25.7 371.6 Maret 26.2 405.0 April 26.7 426.4 Mei 26.8 332.0 Juni 26.4 200.0 Juli 26.0 196.2 Agustus 26.3 263.7 September 26.5 337.6 Oktober 26.8 316.2 November 26.6 358.7 Desember 26.1 359.4 Rata-Rata 26.3 335.0
Kelembaban (%) 87.7 87.0 86.3 85.4 85.3 83.6 81.5 80.1 79.6 80.9 83.1 85.0 83.8
Kecepatan angin (km/jam) 7.2 7.6 7.2 6.8 6.5 6.5 6.8 7.2 7.6 7.6 7.2 7.2 7.1
Sumber: WeatherBase, 2014
Vegetasi dan Satwa Terhampar seluas lebih dari 3 000 hektar, Kecamatan Tamansari memiliki begitu banyak jenis vegetasi dan satwa. Vegetasi di Kecamatan Tamansari didominasi oleh tanaman hutan mengingat letak Kecamatan Tamansari yang berada di kaki Gunung Salak dan adanya Taman Nasional Gunung Halimun-Salak di Kecamatan Tamansari. Selain tanaman hutan, tanaman yang mendominasi adalah tanaman hias dan tanaman pertanian. Hal tersebut sangat mendukung
19
pengembangan agrowisata di Kecamatan Tamansari. Tanaman hias di Kecamatan Tamansari didominasi oleh pucuk merah (Syzigium oleana) dan berbagai jenis bromelia (Bromelia sp.). Sementara tanaman pertanian yang penting di Kecamatan Tamansari adalah padi sawah, jagung, sayur-mayur, ketela pohon, jamur tiram (Pleurotus ostreatus), poh-pohan (Pilea melastomoides), dan pala (Mystica fragrans) seperti yang ditampilkan pada Gambar 6. a
c
b
d
Gambar 6 Vegetasi: (a) Bromelia, (b) poh-pohan, (c) pala, (d) jamur tiram Satwa yang penting untuk pengembangan agrowisata di Kecamatan Tamansari tentunya adalah hewan ternak, ikan, dan hewan pembajak, yaitu kerbau (Bubalus bubalis). Hewan ternak yang ada di Kecamatan Tamansari adalah sapi Bali (Bos sondaicus), sapi PO (Bos indicus), sapi holstein (Bos taurus), kambing ternak (Capra aegagrus hircus) termasuk kambing peranakan etawa, domba (Ovis aries), ayam (Gallus gallus domesticus), kelinci (Oryctolagus cuniculus), dan bebek (Anas platyrhynchos domesticus). Kecamatan Tamansari juga memiliki banyak peternak ikan mulai dari pembibitan hingga pembesaran berbagai jenis ikan, yaitu ikan mas (Cyprinus carpio), lele (Clarias batrachus), mujair (Oreochromis mossambicus), nila (Oreochromis niloticus), dan gurame (Osphronemus goramy). Hidrologi Sistem hidrologi Kecamatan Tamansari bersumber dari mata air pegunungan, sumur galian, dan PAM tetapi hampir seluruh masyarakat menggunakan sumber air alami dari pegunungan dengan menggunakan pipa dan selang. Sungai Cisadane adalah satu-satunya sungai utama di Kecamatan Tamansari (Gambar 7). Air di Kecamatan Tamansari sangat melimpah dengan kualitas baik mengingat keberadaan Kecamatan Tamansari di Gunung Salak. Walau demikian, pengelolaan air belum terlalu baik, air masih seringkali terlihat terbuang tercuma. Hal tersebut juga dibuktikan dengan belum digunakannya kran pengatur air. Sebagian besar saluran air di Kecamatan Tamansari belum menggunakan kran pengatur, melainkan hanya pipa atau selang yang selalu mengalirkan air setiap waktunya. Air selalu mengalir bahkan saat sedang tidak digunakan sehingga terbuang sia-sia dalam jumlah yang cukup besar. Pengolahan air yang kurang baik
20
juga terlihat pada seringnya intensitas tergenangnya jalan raya dengan air saat hujan turun lebat. Karena berlimpah air, masyarakat Kecamatan Tamansari belum sadar betul akan urgensi pengelolaan air yang efisien. Hal ini apabila dibiarkan terusmenerus dapat berakhir pada kerusakan lingkungan. Selain itu, masyarakat juga tidak menyadari akan pentingnya dan berharganya sumber daya alam lainnya di Kecamatan Tamansari. Oleh karena itu, perlu diambil tindakan untuk memberikan edukasi dan kesadaran lingkungan.
Gambar 7 Sungai Cisadane Tata Guna Lahan Penggunaan lahan di Kecamatan Tamansari diklasifikasikan menjadi tujuh, yaitu hutan, kebun, ladang atau tegalan, permukiman, sawah, semak belukar, dan tubuh air. Diantara ketujuh penggunaan lahan tersebut, penggunaan lahan yang mendominasi adalah hutan dengan luasan 973 hektar ataau 28% dari luas kecamatan. Hal ini dikarenakan adanya hutan lindung Taman Nasional Gunung Halimun-Salak di Kecamatan Tamansari. Sementara itu, terdapat 662 hektar (19%) penggunaan lahan untuk kebun, 593 hektar (17%) lahan untuk permukiman, 441.5 hektar (13%) lahan untuk sawah, 399.5 hektar (12%) lahan sebagai ladang atau tegalan, 331.6 hektar (10%) sebagai semak belukar, dan 38.5 hektar (1%) lahan sebagai tubuh air. Persebaran tata guna lahan tersebut dapat dilihat pada Gambar 8. Data tersebut menunjukkan bahwa Kecamatan Tamansari masih memiliki banyak lahan sebagai lahan terbuka, baik hutan, kebun, ladang atau tegalan, sawah, semak belukar, dan tubuh air. Permukiman masih hanya 17% dari luas kecamatan. Walau demikian, tidak menutup kemungkinan lahan-lahan tersebut akan beralih fungsi menjadi permukiman atau industri. Terlebih lagi banyak lahan terbuka tersebut yang masih belum dimanfaatkan secara optimal bahkan dibiarkan. Oleh karena itu, banyaknya lahan terbuka sebagai salah satu ciri lanskap perdesaan, khususnya kebun, ladang, dan sawah sebagai lahan produktif, perlu dimanfaatkan secara optimal dan memiliki nilai tambah untuk mempertahankan eksistensinya. Dengan begitu, ancaman alih fungsi lahan pertanian dapat diminimalisir. Aspek Legalitas Kecamatan Tamansari memiliki potensi pertanian dan pariwisata yang sangat besar. Keberadaannya di kaki Gunung Salak menyebabkan Kecamatan Tamansari memiliki pemandangan indah dan asri serta sumber daya alam yang melimpah. Karenanya, potensi pertanian di Kecamatan Tamansari sangat baik. Saat ini pertanian yang paling diandalkan adalah tanaman hias, tetapi masih banyak potensi pertanian yang belum terekspos dan dikembangkan secara maksimal.
Gambar 8 Peta tata guna lahan
21
22
Selain itu, Kecamatan Tamansari yang dulunya merupakan bagian Kerajaan Pajajaran dan Pakuan memiliki berbagai situs bersejarah peninggalan Kerajaan Pajajaran yang tersebar di seluruh kecamatan. Beberapa di antaranya adalah Taman Sribaginda, sumur Sijalatunda, situs Batu Tapak, situs Punden Berundak, dan situs Batu Karut. Tak hanya situs, Kerajaan Pajajaran-Pakuan juga meninggalkan warisan adat budaya Sunda yang kental yang hingga saat ini masih dapat ditemui seperti upacara adat Seren Taun, kesenian reog, dan tari Jaipong. Pemerintah Kabupaten Bogor menyadari besarnya potensi pertanian, sejarah, kesenian, dan budaya yang dimiliki Kecamatan Tamansari. Oleh karena itu, Kecamatan Tamansari ditetapkan sebagai kecamatan tematik pariwisata di Kabupaten Bogor. Dalam Peraturan Bupati Bogor Nomor 38 tahun 2014 Pasal 5 tentang Revitalisasi Pertanian dan Pembangunan Perdesaan, Kecamatan Tamansari ditetapkan sebagai kawasan pengembangan pertanian dan perdesaan diorientasikan pada diversifikasi pertanian dan agroekowisata. Rencana pengembangan tersebut kemudian dituangkan lebih terperinci dalam rencana induk pengembangan pariwisata daerah (RIPPDA) dan rencana strategis (renstra) Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten Bogor. Adapun atraksi wisata andalan di Tamansari yang tertuang dalam RIPPDA Kabupaten Bogor tahun 2003-2008 adalah Pura Parahyangan Agung Jagatkarta, Curug Nangka, Bumi Perkemahan Sukamantri, Kampung Budaya Sindang Barang, Taman Sribaginda dan Sumur Sijalatunda. Aspek Sosial dan Budaya Demografi penduduk Menurut data monografi Kecamatan Tamansari tahun 2014, jumlah penduduk Kecamatan Tamansari adalah 86 551 jiwa dengan presentase laki-laki 51.3% (44 412 jiwa) dan perempuan 48.6% (42 139 jiwa). Mayoritas penduduk Kecamatan Tamansari beragama Islam (99%) dan sisanya adalah Protestan, Katolik, Hindhu, dan Buddha. Berdasarkan umur, jumlah penduduk berusia 0-4 tahun adalah 9 487 jiwa (11%), usia 5-14 tahun adalah 16 346 jiwa (20%), usia 15-19 tahun adalah 7 300 (9%), usia 20-39 tahun adalah 27 661 jiwa (33%), dan usia 40 tahun ke atas adalah 22 438 jiwa (27%). Tingkat pendidikan masyarakat Kecamatan Tamansari masih tergolong rendah. Mayoritas masyarakat hanya tamat sekolah dasar (63%). Sisanya merupakan tamatan sekolah menengah pertama atau sederajat (17%), tamatan sekolah menengah atas atau sederajat (17%), tidak bersekolah, dan sarjana. Hal tersebut disebabkan karena masyarakat lebih tertarik untuk secepatnya menghasilkan uang. Mata pencaharian dominan di Kecamatan Tamansari adalah petani, yaitu sebanyak 17 867 orang (80.6%). Di antaranya, sebanyak 40% merupakan petani pemilik lahan, 22% adalah petani penggarap, dan 38% adalah buruh tani. Mata pencaharian lainnya adalah pengusaha, pelaku atau pemilik home industri, buruh industri, tukang, pedagang, pengemudi angkutan umum atau ojek, pegawai negeri sipil (PNS), TNI/POLRI, dan lain-lain, selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7. Petani merupakan pekerjaan utama di Kecamatan Tamansari, hal tersebut menunjukkan bahwa sektor pertanian masih menjadi sektor penunjang utama kehidupan masyarakat Kecamatan Tamansari. Sayangnya, sebagian besar petani adalah orang tua dan lansia. Hanya sedikit pemuda yang menjadi petani. Pada umumnya pemuda memilih bekerja di industri, terutama industri sepatu dan sandal
23
yang marak di Kecamatan Tamansari, walau hanya sebagai buruh. Hal tersebut mendukung dan memperkuat urgensi pengembangan agrowisata berbasis masyarakat di Kecamatan Tamansari. Penambahan nilai melalui agrowisata berbasis masyarakat dapat meningkatkan pamor pertanian bagi pemuda sehingga profesi petani berkelanjutan. Selain itu, pengembangan agrowisata berbasis masyarakat dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat lainnya secara langsung. Tabel 7 Mata pencaharian penduduk Kecamatan Tamansari No Mata Pencaharian Jumlah (orang) 1 Petani 17 867 2 Pengusaha 311 3 Pelaku home industri 361 4 Buruh industri 735 5 Tukang 1 744 6 Pedagang 115 7 Pengemudi 110 8 PNS 265 9 TNI/POLRI 124 10 Lain-lain 542
Persentase (%) 80.6 1.4 1.6 3.3 7.8 0.5 0.5 1 0.6 2.4
Sumber: Monografi Kecamatan Tamansari tahun 2014
Kelembagaan Kelembagaan tertinggi di Kecamatan Tamansari adalah pemerintahan kecamatan. Pemerintah Kecamatan Tamansari memiliki 30 orang pegawai, 25 pegawai negeri sipil (PNS) dan lima orang tenaga lepas, yang dipimpin oleh Drs. Achmad Sofyan, MM sebagai camat. Pemerintahan Kecamatan Tamansari membawahi delapan pemerintahan desa, Desa Sirnagalih dipimpin oleh Bapak A. Suparta, Desa Tamansari dipimpin oleh Bapak Gumilar Suteja, Desa Sukamantri dikepalai oleh Bapak Cecep Andi, Desa Sukaresmi dipimpin oleh Bapak H. M. Ating, Desa Sukaluyu dipimpin oleh Bapak Sarip, Desa Sukajadi diketuai oleh Bapak Alan, Desa Pasir Eurih dipimpin oleh Bapak Adang, dan Desa Sukajaya dipimpin oleh Bapak Wahyudin Sumardi. Dalam hal pariwisata, Desa Pasir Eurih, Desa Tamansari, dan Desa Sukajadi sebagai tiga desa yang ditunjuk menjadi desa wisata di Kecamatan Tamansari oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Bogor telah diamanatkan membentuk organisasi pengurus desa wisata. Namun sampai saat ini hanya Desa Pasir Eurih dan Desa Tamansari yang telah membentuk pengurus, sementara Desa Sukajadi baru hanya sebatas penunjukkan ketua pengurus. Hal tersebut dikarenakan SK Desa Wisata dari pemerintah daerah Kabupaten Bogor untuk Desa Sukajadi belum diterbitkan. Kepengurusan Desa Wisata Desa Tamansari pun tidak begitu aktif dikarenakan beberapa konflik internal baik dalam kepengurusan maupun di luar kepengurusan, yaitu dengan pihak pemerintah desa. Sementara itu, kepengurusan desa wisata Pasir Eurih sudah berjalan baik. Kepengurusan desa wisata Pasir Eurih yang diketuai oleh Bapak Deden, terbentuk pada tahun 2010 dan kini telah beranggotakan 24 orang warga setempat. Pengurus desa wisata Pasir Eurih tidak hanya terdiri dari kelompok orangtua, tetapi juga kelompok pemuda yang semangat dan bertekad untuk memajukan desanya. Lembaga semi formal ini diamanatkan khusus oleh Disbudpar Kabupaten Bogor
24
untuk mempersiapkan peluncuran desa wisata Kabupaten Bogor sebagai salah satu produk agrowisata Kabupaten Bogor. Kepengurusan desa wisata Pasir Eurih direkomendasikan menjadi pengelola utama agrowisata Kecamatan Tamansari. Untuk pengembangan agrowisata berbasis masyarakat di Kecamtan Tamansari, pengurus desa wisata Pasir Eurih disarankan untuk bekerjasama dan membentuk kepengurusah terpadu dengan pengurus desa wisata di ketiga desa wisata lainnya, kelompok tani, kelompok wanita tani, karang taruna, kelompok pemberdayaan wanita, dan kelompok pemberdayaan masyarakat lainnya di Kecamatan Tamansari. Kesenian dan Kebudayaan Kecamatan Tamansari masih memelihara kesenian dan kebudayaan Sunda peninggalan Kerajaan Pajajaran. Walaupun pada kehidupan sehari-hari budaya tersebut tidak tampak akibat telah terpengaruhi urbanisasi, kesenian dan kebudayaan tersebut masih dijaga untuk acara-acara insidental. Kesenian dan kebudayaan Sunda di Kecamatan Tamansari berpusat di Desa Pasir Eurih, yaitu di Kampung Budaya Sindangbarang (KBS), sebuah tempat wisata yang menjual suasana khas pedesaan Sunda. Kebudayaan yang paling dikenal masyarakat adalah upacara seren taun. Dapat dikatakan bahwa seluruh golongan masyarakat Kecamatan Tamansari mengetahui upacara ini. Namun, sebenarnya masih banyak kebudayaan Sunda yang masih terpelihara, antara lain, mapag tujuh gunung, adu jaten berebut seeng, dan bebesanan (Gambar 9). a
b
c
Gambar 9 (a) seren taun, (b) mapag tujuh gunung, (c) adu jaten berebut seeng Sumber: Kampung Budaya Sindangbarang (kp-sindangbarang.com)
Upacara seren taun adalah upacara untuk mensyukuri hasil bumi yang diberikan Tuhan YME. Mapag tujuh gunung adalah upacara dimasukkannya beras hasil panen ke dalam leuit (lumbung padi). Adu jaten berebut seeng, dan bebesanan adalah serangkaian upacara adat dalam pernikahan Sunda. Selain itu, beberapa kesenian yang masih dipelihara adalah rengkong, angklung gubrag, calung, pencak silat cimande, dan jaipong (Gambar 10). Upacara seren taun adalah upacara rutin tahunan, yaitu setiap bulan Muharam. Upacara ini melibatkan seluruh masyarakat desa Pasir Eurih. Sementara itu, kebudayaan dan kesenian lainnya hanya dilakukan secara insidental untuk hiburan sebagai atraksi wisata di KBS.
Aspek Wisata Objek dan Atraksi Wisata Kecamatan Tamansari memiliki berbagai objek wisata yang cukup terkenal yaitu Pura Parahyangan Agung Jagatkarta, Curug Nangka, Bumi Perkemahan Sukamantri, Situs Punden Berundak, Situs Batu Tapak, Situs Batu Dakon, sumur Sijalatunda, taman Sri Bagenda, dan Setu Tamansari. Kecamatan Tamansari juga
25
memiliki banyak potensi atraksi agrowisata. Beberapa destinasi yang berpotensi menjadi atraksi agrowisata berdasarkan hasil inventarisasi adalah desa wisata Pasir Eurih, Kampung Budaya Sindangbarang, budidaya jamur tiram Ibu Cucu, tanaman hias, peternakan Cordero, Saung Jejamuran Kang Idih, dan poh-pohan. Seluruh atraksi tersebut dicantumkan pada Tabel 8 dan ditampilkan pada Gambar 11. a
b
c
d
Gambar 10 (a) angklung gubrag, (b) jaipong, (c) pencak silat, (d) rengkong Sumber: Kampung Budaya Sindangbarang (kp-sindangbarang.com)
Tabel 8 Atraksi wisata di Kecamatan Tamansari Desa Potensi Atraksi Wisata Taman Sri Bagenda Sumur Sijalatunda Pasir Eurih Desa wisata Pasir Eurih Kampung budaya Sindangbarang Sukaresmi Situs Batu Tapak Saung jejamuran Kang Idih Sukaluyu Peternakan Cordero Sukamantri Bumi perkemahan Sukamantri Sukajadi Curug Nangka Budidaya jamur tiram Bu Cucu Kawasan tanaman hias Setu Tamansari Tamansari Poh-pohan Situs Punden Berundak Pura Parahyangan Agung Jagatkarta
Jenis Wisata Sejarah Sejarah Pertanian Pertanian Sejarah Pertanian Pertanian Alam Alam Pertanian Pertanian Alam Pertanian Sejarah Budaya
Gambar 11 Peta atraksi wisata
26
27
Keempat belas atraksi wisata tersebut diperoleh berdasarkan hasil inventarisasi, yaitu berdasarkan rekomendasi hasil wawancara dengan masyarakat, wawancara dengan pihak pemerintahan – pemerintah daerah kabupaten, pemerintah kecamatan, maupun pemerintah desa –, studi dokumen, serta melalui turun lapang langsung ke seluruh wilayah kecamatan. Wawancara dilakukan dengan pertanyaan sederhana, seperti adakah objek wisata atau yang berpotensi menjadi objek wisata di desa, kegiatan pertanian apa saja yang ada di desa, adakah kegiatan pertanian yang berpotensi untuk pengembangan agrowisata, dan lain-lain. Dokumen mengenai desa juga umumnya menyebutkan objek wisata yang ada di desa. A. Situs Batu Tapak Situs Batu Tapak merupakan salah satu situs di Kecamatan Tamansari. Situs ini berada di sungai di RT 01 RW 04 Desa Sukaresmi. Situs Batu Tapak (Gambar 12) adalah sebuah batu besar yang memiliki tapak kaki di permukaannya. Dikatakan bahwa tapak tersebut adalah tapak tokoh besar Kerajaan Pajajaran zaman dahulu kala. Tokoh tersebut dipercaya sangat kuat dan sakti hingga tapak kakinya dapat membekas di batu besar yang sangat kokoh. Berdasarkan hasil wawancara, masyarakat maupun aparat Desa Sukaluyu sendiri tidak mengetahui jelas sejarah dan asal muasal situs tersebut. Hal ini mungkin dikarenakan banyaknya situs di Kecamatan Tamansari sehingga masyarakat tidak mengetahui secara mendalam sejarah situs-situs tersebut satu persatu. a
c
b
d
Gambar 12 Situs Batu Tapak: (a) papan arah, (b) situs batu tapak, (c) akses menuju tapak, (d) suasana di sekitar situs Kondisi batu tapak saat ini sudah mulai pudar sehingga pola tapak kaki tidak begitu jelas. Hal ini dikarenakan tidak adanya pengelolaan dan pelestarian secara khusus. Sampai saat ini, situs ini hanya dibiarkan begitu saja. Akses menuju situs ini sangat sulit, sempit, dan berbukit. Setengah jalan menuju situs ini telah diaspal dan dapat dilalui kendaraan roda dua saja, namun setengah jalannya lagi berupa pedestrian tanah yang berbatu. Situs ini telah diberi papan nama, papan peringatan untuk melestarikan situs, dan papan petunjuk arah dari jalan utama desa oleh
28
Disbudpar Kabupaten Bogor. Situs batu tapak berpotensi menjadi atraksi wisata pendukung pengembangan agrowisata, namun pemeliharaan dan pengelolaan perlu dilakukan. B. Taman Sri Bagenda dan Sumur Sijalatunda Sumur Sijalatunda dan Taman Sri Bagenda (Gambar 13) berada di tengah pemukiman Kampung Jambe Kiuna, Desa Pasir Eurih. Berdasarkan RIPPDA Kabupaten Bogor 2003-2008, sumur Sijalatunda dahulunya bernama Lemurtaman. Konon air sumur ini tidak pernah kering karena merupakan kiriman dari Pelabuhan Sakayawana. Menurut legenda, dahulu pernah terlihat pawai beribu-ribu pasukan kerajaan berikut harta dan kereta kencana yang beriringan masuk ke dalam sumur tersebut sehingga di dalam sumur ini dipercaya dapat ditemukan berbagai benda peninggalan. Menurut legenda, dikatakan bahwa dahulunya calon raja harus berendam selama 40 hari 40 malam di sumur tersebut. Sumur ini pernah dijadikan sebagai tempat musyawarah perumusan siasat para leluhur pada saat itu. Aktivitas yang dilakukan pengunjung di sumur ini yaitu bersemedi, berdoa, dan mengambil air untuk dibasuhkan ke wajah. Air tersebut dikatakan berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit. Air di dalam sumur merupakan salah satu air yang digunakan untuk upacara Seren Taun. Taman Sri Bagenda atau yang dulunya disebut Kulah Gede adalah taman yang bentuk dan kondisinya dijaga agar tetap sama seperti jaman dahulu. Pada zaman dahulu, kata taman memiliki arti tempat pemandian sehingga Taman Sri Bagenda memiliki arti pemandian Sri Bagenda. Taman ini dulunya memiliki 3 tingkatan, dengan Taman Sri Bagenda sebagai taman yang paling tinggi posisinya. Menurut cerita dari masyarakat setempat, taman ini adalah tempat peristirahatan Prabu Siliwangi serta leluhur Kerajaan Pakuan – Padjadjaran Bogor. Hingga saat ini Taman Sri Bagenda dinilai masih memiliki nilai mistis oleh masyarakat setempat.
Gambar 13 Sumur Sijalatunda (atas) dan Taman Sri Bagenda (bawah)
29
Dikisahkan bahwa pada zaman dahulu, ada hewan air sejenis belut yang disebut ikan lubang. Hewan ini berbeda dengan belut biasa karena memilki daun telinga. Ukuran tubuhnya terkadang pendek, dan terkadang panjang. Dikatakan bahwa dahulu ada seseorang yang tidak mempercayai tentang nilai mistis yang terdapat pada hewan yang hidup di taman ini. Suatu hari dia mencoba untuk memotong ikan yang ada di tempat tersebut. Namun ajaibnya, setelah terpotong, dengan sendirinya badan hewan ini menyatu dan hidup kembali. Seminggu setelah kejadian tersebut, ayah dari pemotong hewan ini meninggal dunia. Masyarakat Desa Pasir Eurih masih memegang nilai mitos tersebut. Masyarakat Kampung Jambe Kiuna saat ini pun masih menghormati Sumur Sijalatunda dan Taman Sri Bagenda. Pengunjung yang ingin mengunjungi sumur dan taman dapat dipandu oleh juru pelihara yang tinggal tepat di samping sumur. Sumur Sijalatunda dan Taman Sri Bagenda sangat berpotensi menjadi atraksi wisata pendukung pengembangan agrowisata, bahkan dapat menambah nilai agrowisata. C. Desa Wisata Pasir Eurih Desa wisata Pasir Eurih merupakan destinasi pariwisata yang dibina langsung oleh pemerintah Kabupaten Bogor melalui program desa wisata dari Disbudpar agar masyarakat dapat mengelola pariwisata secara mandiri. Desa wisata Pasir Eurih merupakan desa wisata unggulan Kecamatan Tamansari di antara dua desa wisata lainnya, yaitu Desa Tamansari dan Desa Sukajadi. Tujuan dari dibentuknya desa wisata di Kabupaten Bogor adalah untuk memperbanyak destinasi wisata di Kabupaten Bogor, menonjolkan potensi perdesaan di Kabupaten Bogor, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara langsung. Program desa wisata ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara langsung karena desa wisata dikelola oleh masyarakat langsung dengan pembinaan dan asistensi langsung oleh Disbudpar. Suasana desa wisata pasir Eurih dapat dilihat pada Gambar 14. Saat ini, desa wisata Pasir Eurih masih dalam tahap perencanaan dan akan melakukan launching dihadiri oleh Bupati Kabupaten Bogor dan Gubernur Jawa Barat. Meskipun begitu, sebenarnya kegiatan desa wisata Pasir Eurih sudah mulai berjalan dan juga sudah mulai menerima tamu sambil mematangkan program. Desa wisata Pasir Eurih menawarkan pengalaman tinggal di kampung Sunda yang bernuansa khas perdesaan. Kegiatan yang ditawarkan meliputi bidang pertanian yaitu menanam padi, membajak sawah, dan menumbuk padi; perikanan yaitu marak lauk atau menangkap ikan di kolam; membuat sepatu atau sandal; permainan kampung seperti engrang, bakiak, membuat layang-layang, dan lain-lain; belajar kesenian khas Sunda seperti tari jaipong, angklung, calung, dan lain-lain; wisata kuliner yaitu belajar dan mencicipi makanan dan camilan khas; serta wisata sejarah, yaitu trekking ke sumur Sijalatunda, taman Sri Bagenda, dan berbagai situs bersejarah seperti Situs Batu Karut, Situs Punden Majussi, Situs Dolmen, dan situs lainnya di Desa Pasir Eurih. Selain itu, desa wisata Tamansari juga menawarkan wisata ke objek wisata di sekitar Desa Pasir Eurih di Kecamatan Tamansari seperti ke pura Parahyangan Agung Jagatkarta, belajar mengenai tanaman hias, dan belajar budidaya jamur tiram di Desa Tamansari. Tak hanya itu, desa wisata Pasir Eurih juga menawarkan pengalaman hidup di perdesaan secara menyeluruh dengan tinggal di rumah warga setempat. Desa wisata Pasir Eurih sangat berpotensi sebagai atraksi agrowisata utama karena memiliki berbagai atraksi wisata yang mengeksplor kehidupan perdesaan
30
secara langsung dan menyuluruh. Atraksi semacam itu merupakan atraksi unik bagi warga perkotaan. Selain itu, desa wisata Pasir Eurih dikelola langsung oleh masyarakat setempat dan memberi keuntungan langsung bagi mayarakat baik secara tangible maupun intangible. Desa wisata Pasir Eurih datang dari masyarakat, untuk masyarakat, dan oleh masyarakat. Pengurus desa wisata Pasir Eurih dibentuk sejak tahun 2009 meliputi orang tua dan pemuda. Beberapa di antaranya dahulunya bekerja bahkan termasuk tim inisiator Kampung Budaya Sindangbarang. Kantor desa wisata Pasir Eurih terletak di RW08 Desa Pasir Eurih, bersebrangan dengan Kampung Budaya Sindangbarang. Hal ini merupakan salah satu penghambat karena desa wisata Pasir Eurih dan Kampung Budaya Sindangbarang memiliki kepentingan yang serupa. Selain benturan kepentingan tersebut, penghambat lainnya adalah belum adanya sarana dan prasarana yang memadai seperti tempat parkir atau aula utama, akses jalan yang sempit untuk kepentingan wisata, dan transportasi umum yang langka. a
b
c
Gambar 14 Desa Pasir Eurih: suasana desa (a), kolam ikan (b), lapangan sebagai lahan parkir (c) D. Kampung Budaya Sindangbarang Berdasarkan RIPPDA Kabupaten Bogor 2003-2008, Kampung Budaya Sindangbarang (KBS) adalah salah satu kampung adat di Jawa Barat yang terletak Jl. E. Sumawijaya, Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari. Kampung budaya ini mulai dibangun pada tanggal 4 Maret 2007 dan diresmikan pada tanggal 4 September 2007. Tujuan utama dibangunnya kampung budaya ini adalah untuk memperkenalkan kepada masyarakat luas mengenai seni dan budaya masyarakat Desa Pasir Eurih sebagai kampung Sunda. Jabatan tertinggi dalam pengelolaan atau disebut Sang Rama dijabat oleh Bapak Maki Sumawijaya, pemilik KBS. KBS memiliki luas seluas 4 hektar, 1 hektar lahan bangunan dan 3 hektar lahan pertanian. Suasana di KBS dapat dilihat pada Gambar 15. Daya tarik utama kampung budaya ini adalah wisata perdesaan, pengenalan kebudayaan dan seni Sunda, situs sejarah, dan home industry masyarakat setempat yaitu sandal dan sepatu. Setiap satu tahun sekali dilakukan upacara adat Seren Taun yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat Desa Pasir Eurih. Upacara ini
31
merupakan cermin rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa atas segala kenikmatan yang diperoleh. Adapun kegiatan-kegiatan budaya yang dilakukan pada upacara ini antara lain seperti Majikeun Pare, Helaran Kesenian, Parebut Dongdang, serta berbagai atraksi kesenian khas Sunda. Di lokasi Sindang Barang telah diidentifikasi sebanyak 53 lokasi situs bersejarah peninggalan Kerajaan Sunda Padjadjaran pada abad XIV-XV, yang telah dan sedang diteliti oleh peneliti dari Departemen Arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Fasilitas pendukung yang dapat digunakan di objek wisata ini yaitu berupa penginapan, tempat parkir, pemandu wisata lokal, toilet, papan penunjuk/signage, papan pengumuman, aula gamelan, dan ruang pertemuan. a
b
c
Gambar 15 Kampung Budaya Sindangbarang: suasana KBS (a), pasanggrahan (b), lahan pertanian (c) Kampung Budaya Sindang Barang menyediakan berbagai fasilitas yang dapat digunakan oleh para pengunjung, seperti pasanggrahan (wisma tamu), bale pangriungan (tempat diskusi), imah panengen/pangiwa (rumah kokolot adat), saung talu (panggung pertunjukan), saung usung (tempat menumbuk padi), alun-alun (untuk bermain bersama/play group), dan area trekking. Kampung Budaya Sindangbarang menyediakan paket menginap semalam dan paket kunjungan sehari untuk anak sekolah, mahasiswa, dan umum. Paket kunjungan tersebut terdiri dari pengenalan bangunan di Kampung Adat, pemutaran film Seren Taun, melihat cara bercocok tanam padi ladang dan cara menumbuk padi di saung lisung, melakukan permainan anak-anak, melihat pertunjukan kesenian Sunda, dan kunjungan ke tempat-tempat cinderamata. KBS juga menyediakan fasilitas yang khas dan memadai untuk berlibur, acara diskusi, family gathering, arisan, reuni, perhelatan, maupun acara ulang tahun. Adapun beberapa atraksi atau kegiatan yang biasa dilakukan di Kampung Budaya Sindang Barang, diantaranya yaitu upacara adat seren taun, pertunjukan kesenian Sunda, belajar gamelan Sunda, dan belajar tarian Sunda. Sedangkan permainan anak-anak tradisional yang biasa dilakukan anak-anak penduduk setempat di KBS adalah gatrik, galah, asin, dampuh, boy-boyan, engrang, orayorayan, dan lain-lain. KBS sangat berpotensi untuk pengembangan agrowisata. KBS dapat menawarkan berbagai jenis rekreasi dan wisata secara lengkap dan
32
nyaman untuk wisatawan. Sayangnya, KBS dinilai kurang melibatkan dan menguntungkan masyarakat lokal secara langsung. E. Budidaya Jamur Tiram Ibu Cucu Ibu Cucu adalah inisiator budidaya jamur tiram di Desa Tamansari. Beberapa tahun yang lalu, budidaya jamur tiram marak di Desa Tamansari sebagai upaya pemberdayaan wanita di Desa Tamansari. Namun usaha ini tidak berkelanjutan, satu-persatu berhenti seiring berjalannya waktu. Saat ini hanya Ibu Cucu yang bertahan dengan usaha budidaya ini. Dengan lahan seluas 600 m2, Ibu Cucu dapat menghasilkan 14 hingga 20 kg jamur tiram setiap harinya. Jamur tiram tersebut masih hanya dipasarkan untuk wilayah Bogor walau sudah ada permintaan dari luar kota karena tingkat produksinya yang masih rendah. Ibu Cucu tidak hanya memproduksi jamur tiram, tapi juga mengadakan pelatihan untuk siapa saja yang membutuhkan. Selain itu, Ibu Cucu juga telah menjadikan budidaya jamur tiram ini sebagai agrowisata sederhana. Ibu Cucu sudah cukup sering menerima kunjungan dari berbagai instansi untuk wisata edukasi jamur tiram walau tidak ada kegiatan promosi berarti yang dilakukan. Budidaya jamur tiram milik Ibu Cucu ini berpotensi sebagai objek agrowisata. Namun sayangnya akses menuju lokasi budidaya jamur tiram ini cukup sulit. Jalan menuju lokasi budidaya dari Jalan Raya Ciapus sudah beraspal dengan lebar 3 hingga 4 meter hingga rumah Ibu Cucu. Lokasi budidaya berada 500 meter dari kediaman Ibu Cucu dengan akses jalan berupa jalan pedestrian tanah. Akses tersebut dan budidaya jamur tiram dapa dilihat pada Gambar 16. a
b
Gambar 16 Jalan pedestrian menuju lokasi jamur tiram (a) dan budidaya jamur tiram (b) F. Kawasan Tanaman Hias Tanaman hias merupakan komoditas pertanian unggulan Kecamatan Tamansari. Diantara kedelapan desa, desa Tamansari memiliki petani tanaman hias terbanyak dan termaju. Di Desa Tamansari, produksi tanaman hias terpusat di RW 04. Di RW 04, hampir setiap rumah memproduksi tanaman hias. Umumnya tiap rumah memiliki lahan seluas 25-30 m2 untuk memperbanyak dan memelihara tanaman hias. Beberapa orang memiliki lahan yang lebih luas, seperti Pak Arif. Pak Arif adalah salah satu pelopor usaha tanaman hias di Kecamatan Tamansari. Usaha tanaman hias Pak Arif sudah lebih maju dari masyarakat lainnya. Pak Arif memiliki rumah kaca seluas 1000 m2 dan empat orang pekerja. Walaupun begitu, tidak ada persaingan berat antar petani tanaman hias. Hal ini dikarenakan permintaan tanaman hias yang tinggi sehingga para petani saling membantu untuk memenuhi permintaan. Selain itu, Pak Arif dan beberapa petani tanaman hias yang lebih sukses lainnya justru berbagi tips dalam berusaha. Selain dari sesama petani di Kecamatan
33
Tamansari, Pak Arif juga sering mendapatkan tamu dari berbagai instansi dan berbagai daerah untuk belajar produksi tanaman hias. Pak Arif juga membuka kesempatan magang untuk pelajar maupun mahasiswa yang ingin belajar. Pemandangan di RW 04 cukup menarik dan indah, karena terlihat tanaman hias sejauh mata memandang (Gambar 17). Tanaman hias yang diproduksi berubahubah sesuai permintaan pasar. Namun beberapa tahun terakhir hingga saat ini tanaman hias yang mendominasi adalah berbagai jenis bromelia dan pucuk merah. Kawasan tanaman hias di RW 04 ini sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi objek agrowisata. Selain berpotensi, para petani tanaman hias pun menyambut dengan baik ide pengembangan agrowisata tersebut karena akan menambah pasar mereka. Akses menuju RW 04 pun tidak sulit karena letak RW 04 yang tidak jauh dari Jalan Raya Desa Tamansari.
Gambar 17 Tanaman hias G. Setu Tamansari Setu Tamansari berada di Desa Tamansari, tidak jauh dari kantor Desa Tamansari dan jalan kabupaten yaitu Jalan Raya Ciapus. Setu Tamansari memiliki pemandangan yang sangat indah seperti yang diperlihatkan pada Gambar 18. Sebagai objek wisata alam, Setu Tamansari sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi tempat rekreasi air. Saat ini Setu Tamansari hanya dibiarkan apa adanya, namun telah mengundang banyak pengunjung untuk berekreasi. Setu Tamansari belum dikembangkan karena status tanah setu yang dimiliki oleh pemerintah Jawa Barat sehingga pemerintah desa tidak memiliki hak untuk mengelolanya. Terlepas dari permasalahan status tanah, dengan perencanaan dan pengelolaan yang baik, Setu Tamansari dapat menjadi objek wisata yang bagus dan mendukung pengembangan agrowisata di Kecamatan Tamansari.
Gambar 18 Setu Tamansari
34
H. Saung Jejamuran Kang Idih Saung jejamuran Kang Idih adalah rumah makan jamur tiram milik Kang Idih yang terletak di Desa Sukajaya. Rumah makan ini berwujud saung lesehan dengan pemandangan sawah. Rumah makan ini sangat unik karena semua menunya berbahan jamur tiram. Jamur tiram yang digunakan pun merupakan hasil budidaya Kang Idih sendiri. Rumah atau kumbung jamur untuk budidaya terlatak di belakang rumah makan (Gambar 19). Pengunjung dapat melihat kumbung jamur tersebut. Selain memproduksi dan mengolah jamur tiram menjadi makanan, Kang Idih juga memberikan pelatihan budidaya jamur tiram. Alasan Kang Idih membuat rumah makan ini untuk menambah nilai jual jamur tiramnya. Menu yang ditawarkan pun sangat unik, seperti sate jamur, siomay jamur, nasi goreng jamur, mie jamur, risoles jamur, hingga puding jamur. Rumah makan jamur tiram milik Kang Idih sangat berpotensi menjadi objek agrowisata karena tidak hanya membudidayakan jamur tiram, namun juga mengolah jamur tiram tersebut menjadi produk akhir yang memiliki nilai tambah. b a c
Gambar 19 Saung jejamuran (a), menu (b), dan jamur tiram (c) I. Peternakan Cordero Peternakan Cordero berada di Desa Sukaluyu. Peternakan ini merupakan peternakan terbesar di Kecamatan Tamansari dan satu-satunya peternakan yang memiliki kambing peranakan etawa (PE). Dengan lahan seluas 3000 m2, peternakan ini memiliki sekitar sepuluh ekor sapi yang terdiri dari sapi Bali, sapi PO, dan sapi Holstein, serta kurang lebih 200 ekor kambing PE. Kambing PE merupakan jenis kambing super karena bobot per kambingnya dapat mencapai 130 kg. Selain itu, susu kambing PE pun lebih bergizi dari susu kambing biasa. Hewan ternak di peternakan Cordero dapat dilihat pada Gambar 20. Walaupun bisnis peternakan ini hanya berupa penjualan susu dan penjualan hewan, banyak pengunjung yang datang untuk bermain dan melihat-lihat. Secara tidak langsung peternakan ini telah menjadi atraksi agrowisata walaupun masih sederhana dan dalam skala kecil. Pengunjung yang datang umumnya adalah keluarga yang ingin mengenalkan hewan ternak kepada anaknya, atau kelompok remaja yang sekedar ingin bermain. Peternakan Cordero memiliki potensi cukup besar untuk dikembangkan menjadi objek agrowisata.
35
b
a
Gambar 20 Kambing PE (a) dan sapi (b) J. Poh-pohan Poh-pohan adalah jenis lalap khas masakan Sunda. Desa Tamansari adalah salah satu pemasok besar poh-pohan di Kabupaten dan Kota Bogor. Di Desa Tamansari, penanaman poh-pohan berpusat di RW 08. Masyarakat menanam pohpohan di hutan di kaki Gunung Salak. Saat ini terdapat empat blok lahan poh-pohan dan setiap blok memiliki luas 80 hektar. Penanam poh-pohan tersebut adalah masyarakat RW 08 Desa Tamansari dan sekitarnya. Mereka menanam poh-pohan di hutan karena mereka tidak memiliki lahan sendiri. Setiap harinya petani pohpohan mengambil poh-pohan di kavlingnya masing-masing kemudian dijual kepada pengumpul. Pengumpul mengikat-ikatkan kumpulan poh-pohan dan menjualnya ke pasar. Tiap sepuluh batang poh-pohan disatukan menjadi satu disebut satu cincin dan tiap sepuluh cincin disebut satu gabungan. Setiap harinya pengumpul dapat menjual satu mobil poh-pohan atau sekitar 150 gabungan. Proses tersebut dapat dilihat pada Gambar 21. Poh-pohan berpotensi menjadi objek wisata karena lanskap visual lahan poh-pohan yang khas dan jarang ditemui. Pengunjung dapat belajar memanen poh-pohan dan mengikat poh-pohan. a
b
c
Gambar 21 Petani poh-pohan (a), lahan poh-pohan (b), dan proses pengikatan poh-pohan (c) K. Situs Punden Berundak Situs Punden Berundak adalah makam orang sakti pada zaman kerajaan Pajajaran. Situs ini terletak di Gunung Salak, sekitar dua jam berjalan kaki dari tempat pengumpul poh-pohan melalui jalan pedestrian. Pengunjung yang datang umumnya berasal dari luar Bogor. Kegiatan yang dilakukan adalah berdoa, bersemedi, atau sekedar berwisata. Durasi kunjungan ada yang hanya sebentar, ada juga yang berhari-hari. Berdasarkan wawancara dengan warga setempat, biasanya pengunjung datang pada malam jumat kliwon. Untuk mengunjungi situs ini, pengunjung perlu ditemani oleh seorang juru kunci makam yang tinggal di kampung . Situs punden berundak cukup unik karena memiliki nilai sejarah dan
36
spiritual yang kental. Namun jauh dan sulitnya akses menjadi penghambat untuk pengembangan atraksi wisata ini. Situs Punden Berundak dapat dilihat pada Gambar 22.
Gambar 22 Situs Punden Berundak Sumber: www.inilahkoran.com
L. Curug Nangka Berdasarkan RIPPDA Kabupaten Bogor 2003-2008, Curug Nangka (Gambar 23) berjarak kurang lebih 15 Km dari pusat Kota Bogor dengan kondisi jalan umumnya baik dan dapat dilalui kendaraan roda dua dan roda empat. Curug Nangka terletak di Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari. Objek wisata alam ini berada pada ketinggian kurang lebih 750 mdpl dan berdekatan dengan wana wisata Bumi Perkemahan Gunung Salak. Kawasan ini mempunyai curah hujan 4.000 mm/tahun dengan suhu udara 20 – 22°C. Tidak hanya udaranya yang sejuk, Curug Nangka juga memiliki hamparan hutan pinus yang indah. hutan pinus tersebut juga merupakan atraksi wisata bagi pengunjung selain curug. Curug Nangka terdiri dari 5 hektar hutan tanaman (Agathis, Rasamala, dan Pinus). Daya tarik utamanya berupa Curug Daun, Curug Kawung, dan Curug Nangka dengan ketinggian ratarata 10 – 20 m. a
b
Gambar 23 pintu masuk (a), curug Nangka (b) Sumber: RIPPDA Kabupaten Bogor tahun 2003-2008
Fasilitas yang tersedia adalah areal perkemahan (camping ground), loket karcis, ruang informasi, jalan setapak, pos jaga, pondok kerja, area parkir, toko cinderamata, rumah makan, shelter, tempat sampah, MCK, musholla, warung makan dan minum, tempat duduk, area parkir, area outbound (flying fox), dan lainlain. Tiket masuk ke curug ini adalah Rp. 4.000,00 per orang (bagi warga Negara Indonesia) dan Rp.18.500,00 per orang (bagi wisatawan mancanegara). Aktivitas
37
wisata yang dapat dilakukan di curug ini yakni mandi, foto, menikmati pemandangan, berkemah, spooning nooks, bumper pool, outbound, mengadakan acara perpisahan, dan masih banyak lagi. Pengunjung yang datang ke kawasan ini umumnya adalah anak sekolah, mahasiswa, pasangan muda mudi, dan keluarga. Curug Nangka dapat menjadi wisata pendukung pengembangan agrowisata. Permasalahan yang dihadapi adalah objek wisata yang terlalu jauh dari area parkir dan trek wisata yang kurang jelas. M. Pura Parahyangan Agung Jagatkarta Mengutip dari RIPPDA Kabupaten Bogor 2003-2008, Pura Parahyangan Agung Jagatkarta (Gambar 24) terletak di lereng Gunung Salak di Desa Tamansari. Pura ini dimiliki oleh Yayasan Giri Tamansari dan dikelola bersama dengan masyarakat. Pura ini berjarak 1,8 km dari pusat Kota Bogor dan dapat dicapai dengan kendaraan umum/angkot dari Pasar Ramayana jurusan Ciapus. Daya tarik utama kawasan ini adalah tempat persembahyangan yang mirip dengan miniatur Candi Cangkuang. Pura ini merupakan tempat sembahyang umat Hindu, yang dibangun di atas tanah dengan luas kurang lebih 30 hektar. Pura ini dibangun secara bertahap selama kurang lebih 10 tahun, yaitu sejak pengurugan lahan pada tahun 1995 hingga diresmikan di penghujung tahun 2005. Fasilitas yang tersedia di pura ini antara lain bangunan-bangunan utama seperti Pura Padmesana, Balai Pasamuan Agung, dan Mandala Utama, serta bangunan pendukung pelaksanaan upacara seperti dapur, ruang makan, toilet, dan kamar mandi.
Gambar 24 Pura Parahyangan Agung Jagatkarta Umat Hindu yang datang untuk bersembahyang di pura ini tidak hanya berasal dari Kabupaten Bogor saja, melainkan dari Jabodetabek, Bandung, Cirebon, Sumatera, Bali, bahkan mancanegara. Pengunjung yang datang tidak hanya tertutup bagi umat Hindu saja, tetapi juga terbuka untuk umat non-Hindu. Pengunjung yang datang ke pura ini diberikan beberapa peraturan yang harus dipatuhi, seperti misalnya wanita yang sedang haid tidak boleh memasuki areal pura. Umat Hindu maupun pengunjung lainnya yang ingin masuk ke areal pura harus meminta ijin kepada Pemangku. Selain itu, sebelum memasuki areal pura harus memakai selendang yang dipercaya akan melindungi dari hal-hal yang gaib seputar pura. Pengunjung juga harus melepaskan alas kaki. Pengunjung umum seperti rombongan anak sekolah juga diperbolehkan untuk datang berkunjung. Bahkan rombongan pengunjung pernah mencapai hingga 19 bis dalam satu hari. Aktivitas yang dapat dilakukan di pura ini yakni beribadah, foto-foto dengan seizin penjaga pura, dan menikmati pemandangan. Keberadaan pura ini bertujuan untuk memperkenalkan pengunjung agar lebih dekat dengan alam. Beberapa kegiatan dalam kawasan ini antara lain aktivitas penghijauan dan pendidikan mengenai alam.
38
Usaha pemasaran dilakukan melalui media website. Pura Parahyangan Agung Jagatkarta sangat berpotensi sebagai objek wisata dan dapat mendukung pengembangan agrowisata di Kecamatan Tamansari. N. Bumi Perkemahan Sukamantri Berdasarkan RIPPDA Kabupaten Bogor 2003-2008, Bumi Perkemahan Sukamantri (Gambar 25) merupakan objek wisata alam yang berlokasi di Desa Sukamantri, berjarak kurang lebih 15 km dari Kota Bogor. Bumi Perkemahan Sukamantri memiliki luas sekitar 5 hektar, dengan pemandangan hutan pinus dan rasamala. Wana wisata ini dapat dicapai dari Kecamatan Ciomas (14 km) dan dari Kabupaten Bogor (14 km). Namun kondisi jalan dari jalan raya menuju bumi perkemahan terbentang sejauh 2 km dengan kondisi sangat rusak dan berbatu, sehingga kendaraan roda empat harus berjalan dengan sangat perlahan untuk melewatinya. Adapun sarana dan fasilitas yang tersedia antara lain areal berkemah, jalur tracking, pintu gerbang, loket karcis, aula, shelter, toiet, kamar mandi, tempat sampah, tempat parkir, musholla, pos jaga, ruang informasi, pondok kerja, tempat duduk, shelter (gardu pandang), dan warung wisata. Tiket masuk sekitar Rp. 3.000,00 – 3.500,00 per orang. Bumi Perkemahan Sukamantri yang terletak pada ketinggian 750 mdpl ini memiliki konfigurasi lapangan yang umumnya bergelombang. Kawasan ini mempunyai curah hujan 4.000 mm/tahun dengan suhu udara 25°C. Bumi Perkemahan Sukamantri terdiri dari hutan tanaman (Agatis, Rasamala, dan Pinus). Potensi visual lanskap menuju lokasi cukup menarik dengan pemandangan alam berupa pegunungan dan perkebunan, sedangkan potensi visual lanskap di dalam kawasan adalah tegakan tanaman hutan dan panorama Kota Bogor.
Gambar 25 Bumi perkemahan Sukamantri (BPS) Kegiatan yang dilakukan di Bumi Perkemahan Sukamantri adalah berkemah, trekking, dan berbagai permainan outdoor. Untuk kegiatan berkemah tersedia dua kompleks perkemahan dengan kapasitas tampung keseluruhan 20 – 30 unit kemah (300 orang). Status lahan Bumi Perkemahan Sukamantri adalah hutan produksi yang dimanfaatkan sebagai bumi perkemahan sejak tahun 1980. Bumi perkemahan Sukamantri merupakan objek wisata alam yang sangat berpotensi, tetapi karena memiliki tema yang khas dan letaknya di dalam hutan yang jauh dari daerah pertumbuhan kecamatan, Bumi Perkemahan Sukamantri tidak memberikan banyak pengaruh terhadap pengembangan agrowisata di Kecamatan Tamansari.
39
Sarana dan Prasarana Fasilitas yang telah dimiliki Kecamatan Tamansari terkait pariwisata adalah penginapan, yaitu Highland Resort di Desa Tamansari dan Kampung Budaya Sindangbarang di Desa Pasir Eurih. Selain itu terdapat juga villa di sepanjang jalan Gunung Malang, mulai dari daerah gerbang Curug Nangka hingga Pura Parahyangan Agung Jagatkarta. Desa wisata Pasir Eurih juga memiliki 21 rumah warga yang bersedia dijadikan homestay untuk wisatawan. Selain penginapan, fasilitas mendasar yang dibutuhkan adalah akses yang baik, transportasi, tempat parkir, petunjuk arah, dan toko souvernir. Akses merupakan kendala utama Kecamatan Tamansari untuk pengembangan agrowisata. Jalan di Kecamatan Tamansari tidak cukup lebar untuk kebutuhan wisata. Walau begitu, kondisi jalan menuju objek-objek wisata umumnya sudah beraspal. Transportasi di Kecamatan Tamansari pun belum memadai karena trayek yang ada tidak meliputi seluruh objek wisata. Angkutan umum hanya dapat ditemui di jalan raya dan beberapa jalan desa dengan rute terbatas. Oleh karena itu pengunjung umumnya membawa kendaraan pribadi untuk berwisata. Akan tetapi, tidak banyak tempat parkir yang tersedia. Di antara semua atraksi wisata yang telah dijelaskan sebelumnya, hanya Pura Parahyangan Agung Jagatkarta yang telah memiliki tempat parkir yang layak. Lokasi lainnya tidak memiliki tempat parkir yang cukup luas, bahkan tidak memiliki lahan untuk tempat parkir sama sekali. Selain itu, penunjuk arah menuju objek-objek wisata tersebut masih minimalis. Belum semua objek yang dijelaskan sudah memiliki petunjuk arah. Beberapa petunjuk arah yang sudah ada pun belum memadai. Hal ini dikarenakan letak petunjuk yang kurang strategis dan pemberian petunjuk yang tidak menyeluruh, tidak sejak awal dan tidak sampai tujuan. Fasilitas yang tidak kalah penting adalah toko souvenir. Toko souvenir berperan sebagai sumber ekonomi masyarakat secara langsung dan media promosi wisata. Objek wisata yang telah memiliki toko souvenir hanyalah Pura Parahyangan Agung Jagatkarta. Sayangnya, toko souvenir tersebut pasif dan sudah jarang beroperasi. Hal-hal tersebut perlu mendapat perhatian khusus dalam pengembangan agrowisata ke depannya. Analisis Kesesuaian dan Kelayakan Agrowisata Analisis kesesuaian dan kelayakan agrowisata dinilai terhadap sepuluh kriteria kelayakan agrowisata (KKA) yang dikeluarkan oleh Smith (1989) dalam Maharani (2009) berdasarkan potensi agrowisata dan kondisi desa aktual. Sepuluh poin tersebut adalah atraksi pertanian, atraksi alami, atraksi sejarah, atraksi budaya, akses, sumber daya tempat belanja, letak dari jalan, sarana wisata, pengelolaan, dan program wisata. Penilaian dilakukan dengan mencocokkan kondisi aktual meliputi aspek fisik-biofisik, aspek legal, aspek wisata, dan aspek sosial-budaya desa dengan pilihan dalam kesepuluh kroteria tersebut. Objek penilaian adalah kedelapan desa di Kecamatan Tamansari agar dapat diketahui desa mana saja yang berpotensi untuk pengembangan agrowisata berbasis masyarakat. Penilaian kesesuaian dan kelayakan agrowisata ditunjukkan pada Tabel 9.
40
Tabel 9 Penilaian KKA Kecamatan Tamansari Kesesuaian dan Kelayakan Agrowisata (KKA) Jumlah DESA 0.2 0.1 0.05 0.05 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 Terbobot 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 ΣKKA Pasir Eurih 4 3 4 3 3 3 3 4 4 4 3.55 Tamansari 4 4 4 2 3 3 3 3 3 4 3.4 Sukaluyu 4 3 1 4 3 3 2 1 3 4 2.95 Sukajadi 4 4 1 1 3 3 2 3 2 1 2.7 Sukamantri 3 4 1 1 2 3 2 3 1 1 2.3 Sukajaya 3 3 1 1 4 3 3 1 0 1 2.2 Sirnagalih 2 3 1 1 4 3 3 3 0 1 2.2 Sukaresmi 2 3 1 1 3 3 3 1 0 1 1.9 Kriteria yang dinilai adalah atraksi pertanian (nomor 1 pada tabel) dengan bobot 20%, atraksi alami (nomor 2 pada tabel) dengan bobot 10%, atraksi sejarah (nomor 3 pada tabel) dengan bobot 5%, atraksi budaya (nomor 4 pada tabel) dengan bobot 5%, akses (nomor 5 pada tabel) dengan bobot 10%, sumber daya tempat beanja (nomor 6 pada tabel) dengan bobot 10%, letak dari jalan (nomor 7 pada tabel) dengan bobot 10%, sarana wisata (nomor 8 pada tabel) dengan bobot 10%, pengelolaan (nomor 9 pada tabel) dengan bobot 10%, dan program wisata (nomor 10 pada tabel) dengan bobot 10%. Nilai KKA tertinggi diraih oleh Desa Pasir Eurih dengan nilai 3.55 dari 4. Sedangkan nilai KKA terendah diraih oleh Desa Sukaresmi dengan nilai 1.9 dari 4. Selanjutnya, kedelapan nilai tersebut akan dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu sangat berpotensi untuk agrowisata, berpotensi untuk agrowisata, dan cukup berpotensi untuk agrowisata dengan mengetahui rentang kelas. Rentang kelas didapatkan melalui perhitungan dengan rumus sebagai berikut: R = Smax – Smin = 0.55. K dengan R adalah nilai rentang antar kelas yang dicari, Smax adalah nilai KKA tertinggi yaitu 3.55, Smin adalah nilai KKA terendah yaitu 1.9, dan K adalah jumlah kelas yang diinginkan yaitu 3. Melalui perhitungan, didapatkanlah nilai R sebesar 0.55. Maka yang dikategorikan dalam kelas cukup berpotensi adalah desa dengan nilai 1.9 hingga 2.45, nilai 2.46 hingga 3 untuk kelas berpotensi, dan nilai 3.01 hingga 3.55 untuk kelas sangat berpotensi. Maka dapat disimpulkan bahwa kategori desa sangat berpotensi terdiri dari Desa Pasir Eurih dan Desa Tamansari, dan desa berpotensi hanya diduduki oleh Desa Sukajadi. Sementara itu, desa lainnya yaitu Desa Sukamantri, Desa Sukajaya, Desa Sirnagalih, Desa Sukaluyu, dan Desa Sukaresmi masuk dalam kategori desa cukup berpotensi untuk agrowisata. Kategori potensi agrowisata desa dapat dilihat pada Gambar 26. Dinas kebudayaan dan pariwisata Kabupaten Bogor telah menunjuk Desa Pasir Eurih, Desa Tamansari, dan Desa Sukajadi sebagai desa wisata di Kecamatan Tamansari. Keputusan tersebut ternyata berbeda dengan desa berpotensi agrowisata hasil analisis KKA. Desa Pasir Eurih dan Desa Tamansari mendapat peringkat satu dan dua, namun ternyata peringkat ketiga bukanlah Desa Sukajadi melainkan Desa Sukaluyu. Desa Sukajadi berada pada peringkat keempat walau termasuk dalam kategori potensi sama dengan Desa Sukaluyu. Desa Sukajadi memiliki atraksi alami dan sarana wisata yang lebih baik, namun Desa Sukaluyu lebih unggul dalam atraksi
41
budaya, sejarah, pengelolaan agrowisata, dan aktivitas agrowisata. Desa Sukaluyu memiliki vihara yang masih terjaga bangunan dan budayanya, serta aktivitas agrowisata yaitu peternakan Cordero dan saung jejamuran Kang Idih. Desa Pasir Eurih dan Desa Tamansari termasuk dalam kategori sangat berpotensi dengan selisih hanya 0.15 poin. Kedua desa tersebut memiliki atraksi pertanian yang beragam dan indah. Kedua desa tersebut juga memiliki atraksi budaya yang bernilai lokal tinggi dan dilestarikan, yaitu budaya Sunda di Desa Pasir Eurih dan budaya Hindhu di Desa Tamansari. Akses di kedua desa tersebut samasama cukup baik, begitu pun sumber daya rekreasi dan tempat perbelanjaan, letak dari jalan utama, dan sarana wisata. Kedua desa tersebut juga sudah memiliki program dan aktivitas agrowisata walau dalam skala kecil, yaitu tanaman hias dan budidaya jamur tiram di Desa Tamansari serta desa wisata Pasir Eurih dan Kampung Budaya Sindangbarang di Desa Pasir Eurih. Keempat desa ini selanjutnya akan menjadi fokus analisis penilaian keberlanjutan masyarakat. Analisis Penilaian Keberlanjutan Masyarakat Analisis penilaian keberlanjutan masyarakat (PKM) merupakan metode analisis yang dikeluarkan oleh Global Ecovillage Network (GEN) pada tahun 2000. Analisis ini dapat menunjukkan tingkat keberlanjutan suatu masyarakat. Dalam studi ini, analisis PKM digunakan untuk menilai empat desa, yaitu Desa Pasir Eurih, Desa Tamansari, Desa Sukaluyu, dan Desa Sukajadi. Keempat desa tersebut dipilih berdasarkan hasil analisis KKA. Desa Pasir Eurih dan Desa Tamansari sebagai desa yang sangat berpotensi untuk agrowisata sudah tentu dianalisis lebih lanjut. Desa Sukajadi dipilih karena statusnya yang telah ditunjuk sebagai desa wisata oleh Disbudpar Kabupaten Bogor. Namun karena hasil analisis KKA menunjukkan bahwa peringkat ketiga diduduki oleh Desa Sukaluyu melainkan Desa Sukajadi, maka Desa Sukaluyu pun dipilih untuk dianalisis. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Penilaian keberlanjutan masyarakat Kecamatan Tamansari Aspek Desa Total Peringkat Ekologis Sosial Spiritual Pasir Eurih 182 330 329 841 1 Sukaluyu 203 259 198 660 2 Tamansari 184 234 198 616 3 Sukajadi 204 207 203 614 4 Keterangan: Penilaian parameter dalam satu aspek: 333+ : Menunjukkan kemajuan sempurna ke arah keberlanjutan 166-332 : Menunjukkan suatu awal yang baik ke arah keberlanjutan 0-165 : Menunjukkan perlunya tindakan untuk mencapai keberlanjutan Penilaian parameter dalam tiga aspek (total): 999+ : Menunjukkan kemajuan sempurna ke arah keberlanjutan 500-998 : Menunjukkan suatu awal yang baik ke arah keberlanjutan 0-449 : Menunjukkan perlunya tindakan untuk mencapai keberlanjutan
Gambar 26 Peta potensi agrowisata
42
43
Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa peringkat 1 hingga 4 secara berurutan adalah Desa Pasir Eurih, Desa Sukaluyu, Desa Tamansari, dan Desa Sukajadi. Urutan ini berbeda dengan analisis KKA dimana Desa Tamansari menduduki peringkat kedua dan Desa Sukaluyu pada peringkat ketiga. Hal ini menunjukkan bahwa terlepas dari potensi agrowisata yang dimiliki, masyarakat Desa Sukaluyu lebih berkelanjutan dan lebih berpotensi untuk mengelola agrowisata. Sementara itu, masyarakat Desa Pasir Eurih mendapatkan nilai tertinggi yang cukup menonjol karena selisih yang cukup signifikan dari tiga desa lainnya. Walaupun begitu, keempat desa tersebut tergolong dalam kelompok nilai yang sama, yaitu 500-998 yang menunjukkan bahwa keempat desa tersebut telah memiliki awal yang baik ke arah keberlanjutan. Berikut merupakan pembahasan lebih lanjut mengenai tingkat keberlanjutan masyarakat tiap desa. Hasil analisis menunjukkan bahwa Desa Pasir Eurih memiliki nilai tertinggi pada aspek sosial dan spiritual, yaitu 330 poin untuk aspek sosial dan 329 poin untuk aspek spiritual. Meskipun begitu, nilai aspek ekologis Desa Pasir Eurih merupakan yang terendah dari keempat desa. Nilai tiap sub aspek dari ketiga aspek dapat dilihat pada Tabel 11. Dapat dilihat pada tabel bahwa nilai pada sub aspek 4 dan 6 sangat rendah dan memerlukan tindakan untuk mencapai keberlanjutan (nilai 0-24). Sub aspek 4 adalah pola konsumsi dan pengelolaan limbah padat, sementara sub aspek 6 adalah limbah cair dan pengelolaan polusi air. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan limbah di Desa Pasir Eurih belum cukup baik. Salah satu penyebabnya adalah banyaknya industri sepatu dan sandal di Desa Pasir Eurih yang belum dapat mengolah limbahnya secara bijaksana seperti pada Gambar 27. Tabel 11 Penilaian keberlanjutan masyarakat Desa Pasir Eurih Sub-Aspek Aspek Nilai 1 2 3 4 5 6 7 Ekologis 24 16 38 24 44 0 36 182 Sosial 43 50 70 55 44 36 32 330 Spiritual 62 31 52 37 36 62 49 329 841 NILAI TOTAL Keterangan: Penilaian parameter dalam satu kriteria sub-aspek: 50+ : Menunjukkan kemajuan sempurna ke arah keberlanjutan 24-49 : Menunjukkan suatu awal yang baik ke arah keberlanjutan 0-24 : Menunjukkan perlunya tindakan untuk mencapai keberlanjutan Penilaian parameter dalam satu aspek (nilai): 333+ : Menunjukkan kemajuan sempurna ke arah keberlanjutan 166-332 : Menunjukkan suatu awal yang baik ke arah keberlanjutan 0-165 : Menunjukkan perlunya tindakan untuk mencapai keberlanjutan Selain dari dua sub aspek tersebut, sub aspek lain pada aspek ekologis mendapatkan nilai cukup baik yang menunjukkan suatu awal yang baik ke arah keberlanjutan. Pada aspek sosial, nilai yang didapatkan sangat baik. Sub aspek 2 hingga 4 menunjukkan kemajuan sempurna ke arah keberlanjutan. Sub aspek 2 ialah mengenai komunikasi dan aliran gagasan informasi, sub aspek 3 membahas mengenai jaringan pencapaian dan jasa, dan sub aspek 4 menilai keberlanjutan sosial. Hubungan sosial di Desa Pasir Eurih memang solid dan erat. Desa Pasir Eurih masih menjaga dan memelihara identitas perdesaan dan budaya Sunda.
44
Pemuda Desa Tamansari lebih memilih tinggal di desa untuk memajukan desa daripada pergi mencari pekerjaan ke kota. Desa Pasir Eurih masih memiliki tokoh masyarakat atau kokolot sebagai orang yang dihormati.
Gambar 27 Limbah industri sepatu dan sandal di Desa Pasir Eurih Sementara pada aspek spiritual seluruh sub aspek tergolong telah menunjukkan suatu awal yang baik ke arah keberlanjutan, kecuali sub aspek 3 yang telah menunjukkan kemajuan sempurna. Sub aspek 3 tersebut menilai mengenai keberlanjutan spiritual yang memang telah diberi kebebasan secara umum di Indonesia. Desa Sukaluyu menduduki peringkat kedua masyarakat yang berkelanjutan dengan nilai 660. Nilai tiap sub aspek dalam tiga aspek penilaian Desa Sukaluyu dapat dilihat pada Tabel 12. Secara umum, nilai yang didapatkan Desa Sukaluyu tiap sub aspek pada ketiga aspek telah menunjukkan sebuah awal yang baik menuju keberlanjutan. Hanya tiga nilai yang cukup rendah dan menunjukkan perlunya tindakan untuk mencapai keberlanjutan. Ketiga nilai tersebut adalah sub aspek 6 pada aspek ekologis, serta sub aspek 1 dan 5 pada sub aspek spiritual. Sub aspek 6 aspek ekologis menilai limbah cair dan pengelolaan polusi air. Pengelolaan polusi air dan penanganan limbah cair di Desa Sukaluyu memang belum cukup baik. Masih banyak masyarakat yang membuang sampah ke badan air. Penggunaan air pun masih belum dilakukan secara bijaksana. Sub aspek 1 pada aspek spiritual menilai keberlanjutan budaya dan sub aspek 5 menilai gaya pegas masyarakat. Desa Sukaluyu memang tidak memiliki kebudayaan khusus yang mengikat masyarakat. Masyarakat cenderung individualis dan kurang solid sehingga gaya pegasnya rendah. Tabel 12 Penilaian keberlanjutan masyarakat Desa Sukaluyu Sub-Aspek Aspek Nilai 1 2 3 4 5 6 7 Ekologis 28 31 33 21 42 15 33 203 Sosial 46 37 33 28 39 49 27 259 Spiritual 16 20 55 32 13 39 23 198 660 NILAI TOTAL Keterangan: Penilaian parameter dalam satu kriteria sub-aspek: 50+ : Menunjukkan kemajuan sempurna ke arah keberlanjutan 24-49 : Menunjukkan suatu awal yang baik ke arah keberlanjutan 0-24 : Menunjukkan perlunya tindakan untuk mencapai keberlanjutan Penilaian parameter dalam satu aspek (nilai): 333+ : Menunjukkan kemajuan sempurna ke arah keberlanjutan 166-332 : Menunjukkan suatu awal yang baik ke arah keberlanjutan 0-165 : Menunjukkan perlunya tindakan untuk mencapai keberlanjutan
45
Desa Tamansari menduduki peringkat ketiga dengan nilai 616 yang menunjukkan sudah ada awal yangbaik menuju ke arah keberlanjutan. Detail nilai tiap aspek dapat dilihat pada Tabel 13. Desa Tamansari mendapatkan nilai terendah pada aspek ekologis dibandingkan tiga desa lainnya. Hal ini dikarenakan sangat dekatnya Desa Tamansari dengan pusat pertumbuhan kecamatan sehingga kondisi ekologis kurang diperhatikan dan dijaga. Aspek sosial memiliki nilai cukup baik dan menunjukkan awal yang baik ke arah keberlanjutan. Pada aspek spiritual, sub aspek 2, 4, dan 5 dinilai kurang baik sementara sisanya sudah cukup baik. Sub aspek 2 menilai seni dan kesenangan, sub aspek menilai ketertarikan masyarakat, dan sub aspek 5 menilai gaya pegas masyarakat. Masyarakat desa Tamansari tidak memiliki kesenian khusus maupun sanggar kesenian tertentu. Masyarakatnya pun tidak begitu antusias terhadap kesenian, hanya sekedarnya saja. Masyarakat Desa Tamansari cenderung individualis dan kurang kompak sehingga keterikatan dan gaya pegas masyarakat cukup rendah. Konflik internal di Desa Tamansari cukup pelik dan hingga saat ini belum terselesaikan sepenuhnya. Pada umumnya, saat terjadi konflik antar kelompok masyarakat tertentu, pemerintah desa seharusnya bisa menetralkan masalah. Akan tetapi di Desa Tamansari, pemerintah desa tidak dapat melakukan hal tersebut dan pada akhirnya terlibat konflik tersebut. Tabel 13 Penilaian keberlanjutan masyarakat Desa Tamansari Sub-Aspek Aspek Nilai 1 2 3 4 5 6 7 Ekologis 24 12 35 25 38 16 34 184 Sosial 33 38 47 28 28 33 27 234 Spiritual 28 17 50 21 11 40 31 198 616 NILAI TOTAL Keterangan: Penilaian parameter dalam satu kriteria sub-aspek: 50+ : Menunjukkan kemajuan sempurna ke arah keberlanjutan 24-49 : Menunjukkan suatu awal yang baik ke arah keberlanjutan 0-24 : Menunjukkan perlunya tindakan untuk mencapai keberlanjutan Penilaian parameter dalam satu aspek (nilai): 333+ : Menunjukkan kemajuan sempurna ke arah keberlanjutan 166-332 : Menunjukkan suatu awal yang baik ke arah keberlanjutan 0-165 : Menunjukkan perlunya tindakan untuk mencapai keberlanjutan Desa Sukajadi menduduki peringkat keempat dengan nilai 614. Walaupun peringkat terakhir, nilai yang didapatkan namun tidak begitu berbeda dengan Desa Tamansari karena selisih nilai hanya dua poin. Desa Sukajadi telah menunjukkan awal yang baik menuju masyarakat berkelanjutan. Nilai tiap sub aspek untuk ketiga aspek penilaian PKM dapat dilihat pada Tabel 14. Pada aspek ekologis, sub aspek 4 dan 6 menunjukkan perlunya tindakan untuk mencapai keberlanjutan sementara nilai lainnya telah menunjukkan awal yang baik ke arah keberlanjutan. Sub aspek 4 menilai pola konsumsi dan pengelolaan limbah padat sementara sub aspek 6 menilai pengelolaan polusi air dan limbah cair. Tidak berbeda dengan Desa Sukaluyu, Desa Sukajadi juga belum mengelola limbahnya secara bijaksana, baik limbah padat maupun cair. Pada aspek sosial, sub aspek 3 dan 7 menunjukkan perlunya tindakan untuk mencapai keberlanjutan sementara nilai lainnya telah menunjukkan awal yang baik ke arah
46
keberlanjutan. Sub aspek 3 menilai jaringan pencapaian dan jasa. Hal ini menunjukkan tidak lancarnya penyaluran informasi untuk masyarakat serta sedikitnya penawaran jasa dan kesempatan pelayanan masyarakat di Desa Sukajadi. Sub aspek 6 yang menilai pelayanan kesehatan mendapatkan nilai rendah karena sedikitnya jasa kesehatan di Desa Sukajadi. Tabel 14 Penilaian keberlanjutan masyarakat Desa Sukajadi Sub-Aspek Aspek Nilai 1 2 3 4 5 6 7 Ekologis 33 24 33 19 44 20 31 204 Sosial 36 36 15 28 37 35 20 207 Spiritual 23 16 51 27 10 43 33 203 614 NILAI TOTAL Keterangan: Penilaian parameter dalam satu kriteria sub-aspek: 50+ : Menunjukkan kemajuan sempurna ke arah keberlanjutan 24-49 : Menunjukkan suatu awal yang baik ke arah keberlanjutan 0-24 : Menunjukkan perlunya tindakan untuk mencapai keberlanjutan Penilaian parameter dalam satu aspek (nilai): 333+ : Menunjukkan kemajuan sempurna ke arah keberlanjutan 166-332 : Menunjukkan suatu awal yang baik ke arah keberlanjutan 0-165 : Menunjukkan perlunya tindakan untuk mencapai keberlanjutan Analisis Persepsi dan Preferensi Masyarakat Analisis ini dilakukan dengan menyebar kuesioner secara stratified random sampling terhadap tiga kelompok masyarakat, yaitu aparat pemerintahan (33.3%), kelompok yang berkaitan dengan agrowisata (33.3%), dan masyarakat (33.3%) dengan total responden sebanyak 30 orang. Dari seluruh responden, 43% tahu sedikit mengenai agrowisata, 20% kurang tahu, dan 20% tidak tahu sama sekali. Hanya 17% responden yang benar-benar mengerti agrowisata. Mengenai kondisi desa, 33% responden berpendapat akses menuju Kecamatan Tamansari sudah baik, 40% lainnya berpendapat cukup baik, 7% berpendapat kurang baik, dan 20% mengatakan buruk. Sebagian besar responden kurang puas dengan kondisi jalan di kecamatan. Sebanyak 57% berpendapat sebagian jalan memiliki kondisi baik dan sebagian jalan buruk. Sebanyak 30% berpendapat sebagian besar rusak, dan hanya 14% mengatakan sebagian besar jalan sudah baik. Responden setuju bahwa pemandangan Kecamatan Tamansari indah. Sebanyak 57% mengatakan indah dan 33% berpendapat sangat indah. Sebanyak 10% sisanya berpendapat kurang indah. Mengenai pola permukiman, 57% berpendapat cukup tertata namun kurang bersih atau sebaliknya. Sebanyak 26% lainnya berpendapat tidak bersih dan juga tidak tertata dengan baik. Sebanyak 17% berpendapat cukup bersih dan cukup tertata, namun tidak ada yang menganggap pola permukiman sudah sangat bersih dan tertata rapi. Pendapat responden mengenai berbagai kondisi desa tersebut dapat dilihat pada Gambar 28. Analisis ini juga menyoroti persepsi masyarakat terhadap potensi sumber daya manusia di Kecamatan Tamansari untuk mengelola agrowisata. Sebanyak 53% berpendapat masyarakat cukup mampu mengelola agrowisata, 40% lainnya berpendapat kurang mampu, dan 7% sisanya berpendapat sangat mampu. Sebanyak
47
23% percaya bahwa kelompok tani berkredibilitas untuk mengelola agrowisata. Sebanyak 10% berpendapat kelompok tani cukup berpotensi, 27% lainnya berpendapat kelompok tani kurang berpotensi, 23% lagi percaya kelompok tani berpotensi namun butuh dukungan, 17% lainnya tidak berpendapat. Pengembangan agrowisata tentunya juga akan membawa perubahan bagi desa dan kecamatan. Wisatawan datang dari berbagai daerah dengan budaya dan sifat yang berbedabeda. Sebanyak 67% responden tidak khawatir terhadap perubahan tersebut sementara 33% lainnya memiliki kekhawatiran tertentu atas perubahan-perubahan yang akan terjadi.
Jalan
Akses Buruk 20%
Baik 33%
Kurang Baik 7%
Sebagia n besar rusak 30%
Sebagian baik sebagian rusak 57%
Cukup Baik 40%
Pemandangan Kurang indah 10%
Cukup indah 57%
Baik seluruh nya 13%
Sangat indah 33%
Pola Permukiman Tidak bersihkurang tertata 27%
Cukup bersihkurang tertata 17%
Sangat bersihtertata rapi 0%
Kurang bersihkurang tertata 56%
Gambar 28 Persepsi terhadap kondisi desa (a) akses, (b) jalan, (c) pemandangan, (d) pola permukiman Seluruh responden (100%) setuju dengan konsep agrowisata berbasis masyarakat, yaitu agrowisata yang dikelola oleh masyarakat untuk kepentingan masyarakat. Seluruh responden juga setuju apabila agrowisata berbasis masyarakat tersebut diterapkan di desanya di Kecamatan Tamansari. Hal ini menunjukkan tingginya akseptibilitas pengembangan agrowisata berbasis masyarakat di Kecamatan Tamansari. Akan tetapi, hanya 37% yang percaya bahwa desanya sangat berpotensi untuk penerapan agrowisata berbasis masyarakat tersebut. Sebanyak 50% lainnya berpendapat desanya cukup berpotensi, dan 13% lainnya berpendapat desanya kurang berpotensi. Sebanyak 80% responden bersedia untuk berpartisipasi dalam menyelenggarakan agrowisata tersebut. Sebagian tertarik
48
menjadi pemandu wisata atau pengelola. Ada juga yang tertarik menjadi penyedia lokasi atau objek agrowisata, penyedia penginapan, penyedia kuliner, maupun penyedia jasa transportasi. Sementara sebanyak 20% lainnya tidak tertarik untuk terlibat dalam penyelenggaraan agrowisata. Rekomendasi Berdasarkan hasil yang diperoleh, dirumuskan beberapa rekomendasi untuk pengembangan agrowisata berbasis masyarakat di Kecamatan Tamansari sebagai berikut: 1. menjadikan desa wisata Pasir Eurih, KBS,budi daya jamur tiram Ibu Cucu, kawasan tanaman hias Desa Tamansari, saung jejamurang Kang Idih, peternakan Cordero, dan poh-pohan sebagai atraksi agrowisata di Kecamatan Tamansari; 2. menjadikan setu Tamansari, sumur Sijalatunda dan taman Sri Bagenda, pura Parahyangan Agung Jagatkarta, dan curug Nangka sebagai atraksi pendukung agrowisata di Kecamatan Tamansari; 3. mengembangkan agrowisata berbasis masyarakat di Desa Pasir Eurih, Desa Tamansari, Desa Sukaluyu, dan Desa Sukajadi sebagai desa berpotensi agrowisata menurut hasil analisis KKA; 4. menjadikan Desa Pasir Eurih sebagai pusat atau fokus pengembangan agrowisata berbasis masyarakat Kecamatan Tamansari karena memiliki nilai potensi agrowisata dan tingkat keberlanjutan masyarakat tertinggi; 5. membentuk pengurus terpadu agrowisata Kecamatan Tamansari yang melibatkan perwakilan tiap desa khususnya keempat desa berpotensi agrowisata dengan pengurus desa wisata Pasir Eurih sebagai pengelola inti secara formal agar kegiatan manajerial dapat dilakukan lebih baik. 6. menambah dan mengembangkan jenis, jumlah, dan trayek transportasi umum sehingga meliputi seluruh atraksi wisata; 7. menambah fasilitas kesehatan di Kecamatan Tamansari, setidaknya satu unit pelayanan kesehatan di tiap desa; 8. mempertahankan dan memperbanyak jenis vegetasi, yaitu tanaman hias dan komoditi pertanian, dan satwa, yaitu hewan ternak, sebagai atraksi agrowisata; 9. memberikan penyuluhan pengelolaan air dan limbah untuk seluruh masyarakat Kecamatan Tamansari; 10. memberikan penyuluhan kebersihan untuk seluruh masyarakat Kecamatan Tamansari, diutamakan untuk Desa Pasir Eurih sebagai desa wisata utama; 11. memperlebar dan memperbaiki jalan menuju atraksi wisata serta mengadakan petunjuk arah yang informatif dan efektif secara memadai; 12. mengadakan tempat parkir yang memadai untuk tiap atraksi wisata; 13. mengadakan papan interpretasi yang informatif dan edukatif di seluruh atraksi wisata; 14. membuat area penerimaan utama agrowisata berbasis masyarakat Kecamatan Tamansari di desa wisata Pasir Eurih sebagai pusat kegiatan dan manajerial agrowisata berbasis masyarakat Kecamatan Tamansari; 15. mengadakan toko suvenir sebagai tempat pemasaran produk pertanian maupun agrowisata secara langsung kepada pengunjung sebagai konsumen;
49
16. memberikan pelatihan pertanian kepada masyarakat Desa Pasir Eurih, untuk memajukan pertanian sebagai atraksi utama agrowisata berbasis masyarakat; 17. mengelola dan memelihara atraksi wisata yang tidak memiliki pengelola secara langsung, yaitu setu Tamansari, sumur Sijalatunda dan taman Sri Bagenda, situs Batu Tapak, dan situs Punden Berundak agar lestari; dan 18. mengembangkan seluruh atraksi wisata sehingga lebih atraktif dan nyaman untuk pengunjung.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kecamatan Tamansari memiliki potensi alam, pertanian, budaya, dan sejarah sehingga potensi agrowisata di Kecamatan Tamansari sangat tinggi. Melalui studi ini, didapatkan empat belas atraksi wisata dari seluruh wilayah Kecamatan Tamansari yang dinilai berpotensi, yaitu situs Batu Tapak, sumur Sijalatunda, taman Sri Bagenda, desa wisata Pasir Eurih, Kampung Budaya Sindangbarang (KBS), budidaya jamur tiram Ibu Cucu, kawasan tanaman hias di Desa Tamansari, setu Tamansari, saung jejamuran Kang Idih, peternakan Cordero, poh-pohan, situs pundek berundak, curug nangka, pura Parahyangan Agung Jagatkarta, dan bumi perkemahan Sukamantri. Aspek legal pun turut mendukung dengan ditetapkannya Kecamatan Tamansari sebagai kecamatan tematik pariwisata Kabupaten Bogor. Berdasarkan hasil analisis kesesuaian dan kelayakan agrowisata (KKA), diketahui bahwa Desa Sukaluyu berpotensi untuk agrowisata selain tiga desa lainnya yang telah ditunjuk oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) sebagai desa wisata, yaitu Desa Pasir Eurih, Desa Tamansari, dan Desa Sukajadi. Nilai potensi agrowisata Desa Sukaluyu menempati peringkat ketiga setelah Desa Pasir Eurih dan Desa Tamansari, dan lebih besar dari Desa Sukajadi. Tingkat keberlanjutan masyarakat Desa Sukaluyu lebih tinggi dari Desa Tamansari dan Desa Sukajadi. Desa Pasir Eurih mendapatkan nilai tertinggi pada analisis KKA dan PKM. Desa Pasir Eurih masih menjaga dan memelihara identitas perdesaan dan budaya Sunda. Hal-hal tersebut merupakan temuan dan dapat menjadi rekomendasi untuk Disbudpar dalam pengembangan agrowisata di Kecamatan Tamansari. Pada analisis PKM, keempat desa yang dianalisis mendapatkan skor rendah untuk pengelolaan polusi air dan limbah cair. Hal ini mengindikasikan keadaan yang sama di seluruh kecamatan. Analisis PKM juga menemukan bahwa Kecamatan Tamansari sudah cukup banyak terpengaruh urbanisasi. Tiga dari empat desa yang dianalisis menunjukkan rendahnya gaya pegas masyarakat. Masyarakat cenderung individualis dan ikatan ketetanggaan melemah. Analisis persepsi dan preferensi menunjukkan bahwa masyarakat Kecamatan Tamansari sangat menerima konsep agrowisata berbasis masyarakat. Masyarakat juga menerima apabila agrowisata berbasis masyarakat diterapkan di desanya di Kecamatan Tamansari. Walaupun belum banyak yang mengerti agrowisata sepenuhnya, masyarakat juga cukup termotivasi untuk terlibat dalam penyelenggaraan agrowisata berbasis kecamatan. Berdasarkan hasil studi ini, diusulkan delapan belas
50
rekomendasi untuk pengembangan agrowisata berbasis masyarakat di Kecamatan Tamansari. Saran Pengembangan pariwisata di Kecamatan Tamansari sebaiknya fokus pada agrowisata dengan wisata budaya dan sejarah sebagai wisata pendukung. Pengembangan agrowisata berbasis masyarakat direkomendasikan agar nilai tambah ekonomi dapat dirasakan langsung oleh masyarakat sehingga mendukung keberlanjutan pariwisata. Penulis juga menyarankan untuk melakukan studi lanjutan yang fokus dan menyeluruh terhadap Desa Pasir Eurih sebagai desa dengan potensi agrowisata dan potensi sosial-budaya terbaik. Pembuatan peta wisata Kecamatan Tamansari dan paket wisata juga diperlukan untuk pengembangan agrowisata berbasis masyarakat. Sistem dan kepengurusan pengelola agrowisata Kecamatan Tamansari juga perlu direncanakan secara matang sehingga agrowisata berbasis masyarakat tersebut dapat menguntung seluruh pihak dan berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA Adisasmita R. 2010. Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. Arroyo CG, Barbieri C, Rich SR. 2012. Defining Agritourism: A Comparative Study of Stakeholders’ Perceptions in Missouri and North Carolina. Tourism Management. 37(1): 39-47. Avenzora R, Teguh F. 2013. Ekowisata dan Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan di Indonesia: Potensi, Pembelajaran, dan Kesuksesan. Jakarta (ID): Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. [BAPPEDA]. Badan Perencana Pembangunan Daerah (ID). 2008. Peraturan Daerah No 19 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor. Bogor (ID): Dinas Daerah. [BAPPEDA]. Badan Perencana Pembangunan Daerah (ID). 2014. Peraturan Bupati No 38 Tahun 2014 Tentang Revitalisasi Pertanian dan Pembangunan Perdesaan. Bogor (ID): Dinas Daerah. [GEN]. Global Ecovillage Network (GB-SCT). 2000. Community Sustainability Assessment (CSA). [terhubung berkala]. http://gen.ecovillage.org/ [30 Januari 2015] Maharani, R. 2009. Studi Potensi Lanskap Perdesaan untuk Pengembangan Agrowisata Berbasis Masyarakat di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. [Pemda] Pemerintah Daerah (ID). 2014. Monografi Kecamatan Tamansari. Bogor (ID): Dinas Daerah. Rachim DA, Arifin M. 2011. Klasifikasi Tanah di Indonesia. Bandung (ID): Pustaka Reka Cipta. [RIPPDA]. Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Kabupaten Bogor. 2003. Bogor (ID): Dinas Daerah.
51
Simonds JO, Starke BW. 2006. Landscape Architecture. New York (US): McGrawHill. Smith, Stephen LJ. 1989. Tourism Analysis: A Handbook. London (US): Longman Group UK Limited. Spillane, James J. 1994. Ekonomi Pariwisata: Sejarah dan Prospeknya. Yogyakarta (ID): Kanisius. Tirtawinata MR, Fachrudin L. 1996. Daya Tarik dan Pengelolaan Agrowisata. Bogor (ID): Panebar Swadaya. [UU RI] Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 pasal 78. 2014. Desa. [diunduh 2015 September 3]. Tersedia di: http://www.bpn.go.id/Publikasi/PeraturanPerundangan/Undang-Undang/undang-undang-nomor-6-tahun-2014-4723 [UU RI] Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 pasal 48. 2007. Penataan Ruang. [diunduh 2015 September 3]. Tersedia di: http://www.bpn.go.id/Publikasi/Peraturan-Perundangan/Undang-Undang/ undang-undang-nomor-26-tahun-2007-1849 Yoeti OA. 2008. Ekonomi Pariwisata. Jakarta (ID): Kompas Pr.
52
Lampiran 1 Kuesioner persepsi dan preferensi masyarakat
KUESIONER PERSEPSI DAN PREFERENSI AGROWISATA DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR Perkenalkan, saya Aliya Faizah Fithriyah, mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) Departemen Arsitektur Lanskap NIM A44100021, sedang melakukan penelitian untuk skripsi berjudul Studi Potensi Lanskap Perdesaan untuk Pengembangan Agrowisata Berbasis Masyarakat di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. Saya memohon kesediaan Ibu/Bapak/Saudara/i untuk mengisi kuesioner berikut sebagai data penelitian. Data hasil kuesioner ini hanya akan digunakan untuk penelitian dengan tujuan pendidikan dan terjamin kerahasiaannya. Terimakasih atas kesediaannya mengisi kuesioner ini. IDENTITAS RESPONDEN Nama : Jenis Kelamin : Umur : Pekerjaan : Tempat Tinggal : Desa Dusun RT/RW Nomor Kontak :
: : :
Studi Persepsi dan Preferensi Masyarakat terhadap Agrowisata a. Persepsi tentang Agrowisata 1. Apakah Anda mengetahui tentang agrowisata ? a. Ya, tahu banyak c. Kurang tahu b. Ya, tahu sedikit d. Tidak tahu 2.
Apakah kelompok tani/peternak/perikanan/wanita tani berpotensi untuk mengelola agrowisata berbasis masyarakat ? a. Sangat berpotensi d. Berpotensi, tetapi perlu b. Berpotensi dukungan pemerintahan desa c. Kurang berpotensi e. Berpotensi dengan dukungan masyarakat
3.
Bagaimana akses jalan menuju kedesa ? a. Baik c. Kurang baik b. Cukup baik d. Buruk
4.
Bagaimana kondisi jalan di dalam desa a. Baik di seluruh desa c. Sebagian besar jalan desa rusak b. Baik di beberapa dusun, sebagian rusak
53
5.
Bagaimana pemandangan alam di desa Anda a. Sangat indah c. Kurang indah b. Cukup Indah
6.
Bagaimana kondisi permukiman/perkampungan di desa Anda a. Sangat bersih dan tertata baik c. Cukup bersih tetapi kurang b. Bersih dan tertata baik tertata d. Kurang bersih dan kurang tertata
7.
Apakah SDM di desa Anda sudah memadai/mampu untuk mengelola agrowisata di desa ? a. SDM desa sangat memadai/mampu c. SDM desa kurang memadai b. SDM desa cukup memadai
8.
Apakah ada kekhawatiran apabila dikembangkan agrowisata di desa Anda? a. Ya, (sebutkan) b. Tidak ada
b. Preferensi masyarakat 1. Agrowisata berbasis masyarakat merupakan salah satu model untuk meningkatkan peran serta masyarakat desa dalam mengembangkan agrowisata dan mendapat manfaat dari program agrowisata tersebut. Bagaimana pendapat Anda a. Setuju b. Tidak setuju 2.
Bila Anda setuju dengan konsep pengembangan agrowisata berbasis masyarakat, apakah di desa Anda berpotensi dikembangkan agrowisata berbasis masyarakat a. Setuju b. Tidak setuju
3.
Apakah agrowisata berbasis masyarakat berpotensi dikembangkan di desa Anda ? a. Sangat berpotensi c. Kurang berpotensi b. Cukup berpotensi d. Tidak berpotensi
4.
Bila agrowisata berbasis mayarakat Anda bersedia berpartisipasi ? a. Bersedia, sebagai 1. Pemandu wisatawan 2. Pengelola/Pengurus agrowisata 3. Penyedia lokasi/obyek agrwisata
dikembangkan di desa Anda, apakah 4. Penyedia penginapan/”home stay” 5. Penyedia kuliner 6. Penyedia jasa transportasi b. Tidak bersedia
54
Lampiran 2 Tabel hasil analisis persepsi dan preferensi masyarakat empat desa berpotensi No
1
2
3
4
5
6
7
Variabel
Frekuensi
Kelompok Pekerjaan Aparat pemerintah 33.3% Pelaku agrowisata 33.3% Masyarakat 33.3% PERSEPSI MASYARAKAT Tahu agrowisata Tahu banyak 17% Tahu sedikit 43% Kurang tahu 20% Tidak tahu 20% Apakah kelompok tani memiliki kredibilitas untuk mengelola agrowisata 23% Sangat berpotensi 10% Berpotensi 27% Kurang berpotensi 23% Memiliki potensi namun butuh dukungan 17% Tidak menjawab Kondisi akses menuju desa Baik 33% Cukup baik 40% Kurang baik 7% Buruk 20% Kondisi jalan di dalam desa 13% Baik seluruhnya 57% Baik sebagian besar 30% Sebagian besar rusak Pemandangan alam di desa Sangat indah 33% Cukup indah 57% Kurang indah 10% Kondisi permukiman di desa 0% Sangat bersih dan sangat rapi 17% Bersih dan rapi 57% Cukup bersih dan cukup rapi 26% Kurang bersih dan kurang rapi Apakah SDM desa mampu mengelola agrowisata Sangat mampu 7% Cukup mampu 53% Kurang mampu 40%
55
Lampiran 2 Tabel hasil analisis persepsi dan preferensi masyarakat empat desa berpotensi (lanjutan) No Variabel Frekuensi 8 Apakah ada kekhawatiran apabila agrowisata dikembangkan di desa Ya 33% Tidak 67% PREFERENSI MASYARAKAT 1 Setujukah dengan konsep agrowisata berbasis masyarakat Setuju 100% Kurang Setuju 0% Tidak setuju 0% 2 Setujukah apabila agrowisata berbasis masyarakat diterapkan di desa 100% Setuju 0% Kurang Setuju 0% Tidak setuju 3 Apakah agrowisata berbasis masyarakat berpotensi diterapkan di desa Berpotensi 37% Cukup berpotensi 50% Kurang berpotensi 13% 4 Apakah bersedia terlibat dalam agrowisata berbasis masyarakat 80% Bersedia 20% Tidak bersedia
56
Lampiran 3 Paket wisata Desa Wisata Pasir Eurih
Bogor Promotion DESA WISATA PASIR EURIH Jl. Dukuh Menteng Desa Pasir Eurih KecamatanTamansari Kabupaten Bogor Telp.08561814070, 085777044937 Email :
[email protected] 1. PAKET MULIH KALEMBUR (A) Rp. 65.000,-/orang untuk umum minimum 60 orang Rp. 45.000-/orang untuk pelajar/mahasiswa minimum 60 orang Dengan fasilitas sebagai berikut : Bale riungan (aula), makanan ringan, dan minuman Sound system standar dengan microphone tanpa kabel Pengenalan sejarah Kampung Sindangbarang atau desa wisata Trekking ke situs purbakala Menumbuk padi Menanam padi Pengenalan alat masak tradisional Permainan lembur (egrang dan bakiak) Membuat layang-layang Marak lauk (menangkap ikan di kolam) Pertunjukan kesenian (Reog, Jaipong dan Calung) 2. PAKET MULIH KALEMBUR (B) Rp. 50.000,-/orang untuk umum minimum 30 orang Rp. 40.000-/orang untuk pelajar/mahasiswa minimum 60 orang Dengan fasilitas sebagai berikut : Bale riungan (aula), makanan ringan, dan minuman Sound system standar dengan microphone tanpa kabel Pengenalan sejarah Kampung Sindangbarang atau desa wisata Membajak sawah Menumbuk padi Menanam padi Belajar tari Jaipong Permainan lembur (egrang dan bakiak) Membuat layang-layang Marak lauk (menangkap ikan di kolam)
57
3. PAKET MULIH KALEMBUR (C) Rp. 50.000,-/orang untuk umum minimum 30 orang Rp. 35.000-/orang untuk pelajar/mahasiswa minimum 60 orang Dengan fasilitas sebagai berikut : Bale riungan (aula), makanan ringan, dan minuman Sound system standar dengan microphone tanpa kabel Pengenalan sejarah Kampung Sindangbarang atau desa wisata Permainan lembur (egrang dan bakiak) Marak lauk (menangkap ikan di kolam) Bermain ke sungai ciapus Menumbuk padi Menanam padi Pengenalan alat masak tradisional Membuat layang-layang atau kunjungan ke pengrajin sepatu/sandal 4. PAKET MULIH KALEMBUR (D) Rp. 45.000,-/orang untuk umum minimum 30 orang Rp. 30.000-/orang untuk pelajar/mahasiswa minimum 60 orang Dengan fasilitas sebagai berikut : Bale riungan (aula), makanan ringan, dan minuman Sound system standar dengan microphone tanpa kabel Pengenalan sejarah Kampung Sindangbarang atau desa wisata Permainan lembur (egrang dan bakiak) Marak lauk (menangkap ikan di kolam) Bermain ke sungai ciapus Menumbuk padi Menanam padi Pengenalan alat masak tradisional 5. PAKET SONO KA LEMBUR Rp. 50.000,-/orang minimum 4 orang dan bisa kapan saja tanpa harus booking, merupakan paket wisata untuk keluarga kecil dengan kegiatan : Membuat layang-layang atau keliling kampung atau kunjungan ke pengrajin sepatu Menumbuk padi Menanam padi Pengenalan permainan tradisional anak-anak desa
58
6. PAKET SAWENGI DI LEMBUR (A) Rp. 150.000,-/orang min 30 orang, + 10% apabila kurang dari 30 orang dengan fasilitas sebagai berikut :
Akomodasi penginapan di homestay Bale riungan (aula) Sound system standar dengan microphone tanpa kabel Pengenalan sejarah Kampung Sindangbarang atau desa wisata Trekking ke situs purbakala Berkunjung ke rumah industri warga pengrajin sepatu/sandal Menanam padi Pengenalan alat masak tradisional Permainan lembur (egrang dan bakiak) Marak lauk (menangkap ikan di kolam) Bermain ke sungai Ciapus Pertunjukan kesenian (Reog, Jaipong, dan Calung) Makan tiga kali sehari parasmanan
Ket : Apabila Week Day
7. PAKET SAWENGI DI LEMBUR (B) Rp. 150.000,-/orang minimum 30 orang, dengan fasilitas sebagai berikut : Akomodasi penginapan di homestay Bale riungan (aula) Sound system standar dengan microphone tanpa kabel Pengenalan sejarah Kampung Sindangbarang atau desa wisata Ngukuy (mencari belut) Permainan lembur (egrang, nyumpit buah randu, dan bakiak) Marak lauk (menangkap ikan di kolam) Bermain ke sungai Ciapus Pertunjukan kesenian (Reog, Jaipong, dan Calung) Makan tiga kali sehari parasmanan Ket : Apabila kurang dari 30 Orang, biaya +10%
59
Lampiran 4 Tabel responden analisis persepsi dan preferensi masyarakat No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Nama Adang Pipin Siti Mariah Amin Heriyadi Welly Encep Basuni Suhendi Sarip Anwar Zaenal Ida Yani Yurni Yanah Sopian Arif Asep Nita Syarifudin Budi Idih Eko Deden Suryana Ukat Arif Firman Wahyu Cucu Ntis
L/P Pekerjaan L Kepala Desa Pasir Eurih P Bendahara Desa Pasir Eurih P Desa Pasir Eurih L Sekretaris Desa Tamansari L Desa Tamansari L Desa Tamansari L Sekretaris Desa Sukajadi L Desa Sukajadi L Kepala Desa Sukaluyu L Sekretaris Desa Sukaluyu P Buruh P Usaha warung L Guru P Pedagang L Pegawai L Pengusaha sepatu/sandal L Satpam P Usaha warung L Buruh L Buruh L Pengusaha jamur tiram L Peternak Cordero L Ketua Desa Wisata Pasir Eurih L Wakil Ketua Desa Wisata Pasir Eurih L Kampung Budaya Sindangbarang L Pengusaha Tananaman Hias L Peternak L Peternak P Pengusaha jamur tiram L Pengumpul poh-pohan
Kelompok Aparat Desa Aparat Desa Aparat Desa Aparat Desa Aparat Desa Aparat Desa Aparat Desa Aparat Desa Aparat Desa Aparat Desa Masyarakat Masyarakat Masyarakat Masyarakat Masyarakat Masyarakat Masyarakat Masyarakat Masyarakat Masyarakat Wisata Wisata Wisata Wisata Wisata Wisata Wisata Wisata Wisata Wisata
60
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Bogor pada tanggal 16 Juli 1992 dari pasangan Ir. Nursyamsu Mahyuddin, M.Sc dan Prof. Dr. Ir Euis Sunarti, M.Si. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Penulis menempuh pendidikan usia dini di TKIT Sholahuddin Bogor (1995-1998), pendidikan dasar di SDIT Ummul Quro Bogor (1998-2004), pendidikan menengah pertama di SMPN 4 Bogor (20042007), dan pendidikan menengah atas di SMAN 1 Bogor (2007-2010). Pada tahun 2010, penulis diterima di IPB pada Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Penulis telah menyelesaikan mata kuliah minor Pengelolaan Jasa Lingkungan dan Ekowisata dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, sebagai pendukung studi mata kuliah mayor. Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan di dalam maupun luar kampus IPB. Penulis merupakan staf Divisi Budaya, Olahraga, dan Seni BEM KM periode 2011 – 2012 dan staf Divisi Eksternal Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (HIMASKAP) periode 2012 – 2013. Penulis juga aktif mengikuti kegiatan bhakti pendidikan di luar Kampus IPB yang diselenggarakan oleh Yayasan Bhakti Pendidikan Djarum sebagai penerima Beasiswa Djarum Plus pada tahun 2012 – 2013. Pada tahun 2012, penulis juga mendapatkan pendanaan dalam Program Kreativitas Mahasiswa Artikel Ilmilah (PKM-AI) dengan judul “Desain Pusat Informasi Pengunjung Terpadu di Pulau Pramuka Taman Nasional Kepulauan Seribu”. Penulis juga berkesempatan belajar di Tokyo University of Agriculture and Technology, Jepang, dalam program pertukaran pelajar STEP@TUAT selama satu tahun pada tahun ketiga masa studinya.