67 I Ketut Karta Dinata, dkk. Majalah Aplikasi Ipteks Ngayah, 2(2), 2011, 67-77
PEMBERDAYAAN POTENSI MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN PARIWISATA BERBASIS PERTANIAN DI KECAMATAN PETANG KABUPATEN BADUNG, BALI I Ketut Kartha Dinata1, I Ketut Sardiana 1, dan Ni Wayani Siti2 1
Fakultas Hukum Pertanian, 2 Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Badung Bali. Telp. 0361 704622
Ringkasan Eksekutif Kecamatan Petang terletak di bagian utara Kabupaten Badung, sebagian besar wilayahnya berupa perbukitan, dengan tebing-tebing curam dan menjadi hulu dari beberapa sungai yang mengalir di Kabupaten Badung. Penggunaan lahannya hampir 85,4 % (9.827 ha) dari luas keseluruhan 11.500 ha berupa lahan pertanian dan 15 % (1.093 ha) diantaranya adalah lahan persawahan dengan teras-teras disepanjang lereng bukit, sisanya berupa hutan seluas 1.525 ha, dan permukiman 148 ha. Mata pencaharian penduduk sebagian besar yaitu sebanyak 19.303 orang (70 %) dari keseluruhannya yaitu 27.576 orang sebagai petani yang terorganisir dalam lembaga pertanian tradisional yang disebut subak. Keterpaduan antara keindahan panorama alam dengan pola kehidupan masyarakat agraris membuat Petang layak dikembangkan menjadi sebuah objek agro wisata Permasalahan yang ada di lapangan adalah masih rendahnya mutu sumberdaya manusia masyarakat lokal menyebabkan sumberdaya alam dan budaya ini tidak dapat dikelola secara mandiri. Pada hal bila dikelola sesuai setandar disertai promosi yang memadai dapat menjadi paket wisata yang sangat menarik dan laku bagi wisatawan. Produk-produk hasil usaha masyarakat seperti hasil pertanian, perikanan, peternakan dan kerajinan, karena kualitas yang tidak memadai dan atau keterbatasan akses menjadi tidak terserap di pasar pariwisata (hotel dan restoran). Produk-produk di atas nilai jualnya menjadi sangat rendah, jauh di bawah harga yang berlaku di pasar pariwisata. Akibatnya, manfaat ekonomi yang dihasilkan dari pariwisata tidak dinikmati masyarakat lokal tetapi lebih banyak dinikmati oleh pengusaha hotel dan pengusaha jasa pariwisata lainnya. Oleh karena itu perlu dilakukan pengembangan teknologi pertanian, manajemen serta pemasaran produk pariwisata. Salah satu Misi Kabupaten Badung yang tercantum dalam Renstra 20102015 adalah pengembangan wilayah Petang sebagai wilayah agro wisata. Agar program ini berjalan efektif sangat diperlukan adanya regulasi dan pemberdayaan masyarakat melalui pendampingan perguruan tinggi. Fungsi dari pendamping adalah sebagai: inisiator, motivator, fasilitator, inovator dan komunikator dalam pembangunan secara luas. Tujuan dari kegiatan ini adalah memberikan pengetahuan kepada masyarakat untuk nantinya mampu memanfaatkan potensi yang dimiliki untuk pengembangan
68 I Ketut Karta Dinata, dkk. Majalah Aplikasi Ipteks Ngayah, 2(2), 2011, 67-77
objek pariwisata dan didukung oleh IT sebagai penunjang kegiatan ini. Untuk mencapai target luaran kegiatan dilakukan dengan metode seperti berikut : penyuluhan, pelatihan, studi banding, pembuatan petak percobaan, dan pendampingan yaitu pertemuan secara berkala antara pendamping dengan kelompok sasaran. Model pendekatan yang dilakukan pada program aksi meliputi: (1) model partisipatory rural appraisal (PRA), (2) model entrepreneurship capacity building (ECB), dan (3) model teknologi transfer (TT). Kegiatan yang dilakukan, secara garis besar dapat dikelompokan menjadi 5, yaitu: 1) Pengembangan kemitraan usaha objek agrowisata stroberi organic, (2) Pemberdayaan Industri Rumah Tangga pengolahan makan khas masyarakat setempat, (4) Pengembangan Unit Pengolahan Kopi fermentasi bagi Subak Abian, (5) Penataan Objek wisata air terjun Nungnung dan pura Pucak Mangu dengan tanaman cultural Bali (tanaman upakara), (6) Kemitraan pengelolaan dan pemasaran objek agrowisata dan jalur tracking agrowisata di perkebunan jeruk dan kopi. Hasil evaluasi pelaksanaan kegiatan menunjukkan bahwa program I bW mendapatkan respon yang sangat positif dari pihak terkait seperti masyarakat sasaran, kepala desa, camat dan Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) yang terkait dengan kegiatan IbW. Ada beberapa alasan yang mendorong kondisi tersebut diantaranya: (1) program IbW membawa manfaat yang berarti bagi masyarakat terutama transfer terapan Ipteks kepada masyarakat karena sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan tepat guna; (2) Metode dan strategi pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan pada kegiatan ini terutama pendampingan dirasakan sangat efektif oleh masyarakat, berbeda dengan upaya pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan sebelumnya; dan (3) Keterlibatan berbagai unsure dalam tim terutama PPL dan kepala desa mampu menciptakan sinergisme antara komponen yang bersangkutan sehingga pemberdayaan berjalan intensif dan produktif yang berimplikasi kepada keberlanjutan dari program yang dilakukan. Kata-kata kunci: potensi, masyarakat, pariwisata, pertanian
Executive Summary Petang sub-regency lies in the north part of Badung Regency. Most of its area is hilly mountain and become the upstream of some rivers flow through it. 85.4% (9827ha) of the area was used as agriculture from the total of 11,500 ha area and the rest is a combination of terracing agriculture, forest and another 148 ha for housing. Total population of 27.576 consists of 70% (19.303) farmers within subak organization. The combination of great scenery and way of life of farming make Petang a potential area to develop as Agro-Tourism object. Inadequate quality and dependence human resources resulting inadequate quality of crop that lead to inadequate price. This benefit only goes to the hotelier and other tourism service not to the local. Therefore, an empowerment is needed in the field of technology, management and even marketing of tourism product. The strategy taken by Government of Badung as mention on RPJM 20052010 is to trigger the development of Petang area as an agro-tourism area. In order
69 I Ketut Karta Dinata, dkk. Majalah Aplikasi Ipteks Ngayah, 2(2), 2011, 67-77
to make this program to be effective, it is necessary to have a regulation and community empowerment through academic or university assistance. This will be function as initiator, motivator, facilitator, innovator and communicator within the development of the tourism itself. The aim of this activity to empower the community in digging up the potential of its area as well as the welfare for its community through potential exploitation on tourism and other related sustainable IT based sectors. The method used on this program namely: (1) counseling, (2) training and (3) assistances. While the approach used are (1)Participatory rural appraisal (PRA) model, (2)entrepreneurship capacity building (ECB) model, (3) Technology transfer (TT) model and (4) Information technology (IT) model. In general, the activities will be: (1) Developing partnership between fermented dung producer and strawberry farming, (2) Empowering domestic industry ( local food), (3) Developing Subak controlling Unit Abian Jempana as an agro-tourism object (fermented coffee processing), (4) develop the tourism object of Nungnung waterfall and Pucak Mangu temple with Balinese cultural trees (plantation for Hinduism ceremony), (5) building partnership in managing and marketing the agro-tourism object as well as developing the jogging track of orange and coffee plantation. The evaluation result of this activities shows that this program gain a positive respond from related party such as the community, Chief of village, Head of Petang Sub-regency and the government (SKPD). The reason behind the success are: (1) IbW Program bring some significant benefit to community especially the knowledge transfer of effective IT; (2) from the community point of view the method and strategy of assistance by the academic or university was so far the best solution and it has a different approach from the previous program; (3) the involvement of many parties especially counseling officer and chief of the village are able to create synergism between related component that make the empowerment run intensively and productively that implies to the sustainable of the program itself. Keys words: potency, society, tourism, agriculture.
A. PENDAHULUAN Salah satu Misi Kabupaten Badung yang tercantum dalam Renstra 2010-2015 adalah pemberdayaan masyarakat dilandasi dengan budaya daerah. Misi tersebut bertujuan untuk menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat akan hak dan kewajibannya. Sasarannya adalah meningkatkan partisipasi aktif dan keberdayaan masyarakat dalam pembangunan. Adapun kegiatan yang diprogramkan adalah meningkatkan usaha ekonomi wilayah desa/kelurahan. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan program pemberdayaan masyarakat disegala aspek kehidupan untuk meningkatkan nilai ekonomi wilayah. Kabupaten Badung masih menjadikan pariwisata sebagai primadona penyumbang PDRB daerah. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Badung atas dasar harga berlaku tahun 2003 sebesar Rp 5.103.603,00 dan Rp. 2.198.244,00 diantaranya atau sebesar 43,1 % bersumber dari sektor pariwisata. Namun demikian,
70 I Ketut Karta Dinata, dkk. Majalah Aplikasi Ipteks Ngayah, 2(2), 2011, 67-77
pengembangan sektor pariwisata di Kabupaten Badung masih menampakkan ketimpangan-ketimpangan yang perlu mendapatkan perhatian yang serius, diantaranya perkembangan kawasan pariwisata yang tidak merata dan sistem pengelolaan pariwisata yang kurang berpihak kepada pemberdayaan masyarakat. Kegiatan pariwisata lebih banyak terkonsentrasi di wilayah Badung bagian selatan seperti Kuta dan Nusa Dua yang menawarkan objek daya tarik pantai, sedangkan keragaman objek dan daya tarik lain belum digarap secara optimal. Kecamatan Petang terletak di bagian utara Kabupaten Badung, sebagian besar wilayahnya berupa perbukitan, dengan tebing-tebing curam dan menjadi hulu dari beberapa sungai yang mengalir di Kabupaten Badung. Penggunaan lahannya hampir 85,4 % (9.827 ha) dari luas keseluruhan 11.500 ha berupa lahan pertanian dan 15 % (1.093 ha) diantaranya adalah lahan persawahan dengan teras-teras disepanjang lereng bukit, sisanya berupa hutan seluas 1.525 ha, dan permukiman 148 ha. Mata pencaharian penduduk sebagian besar yaitu sebanyak 19.303 orang (70 %) dari keseluruhannya yaitu 27.576 orang sebagai petani yang terorganisir dalam lembaga pertanian tradisional yang disebut subak. Keterpaduan antara keindahan panorama alam dengan pola kehidupan masyarakat agraris beserta keunikan adat istiadat dan berbagai atraksi budaya luarannya sangat potensial dikembangkan sebagai paket wisata ekologis dan budaya. Baik sebagai objek daya tarik, maupun sebagai penunjang industri pariwisata seperti kerajinan, produksi pertanian, perikanan, perkebunan yang memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi. Permasalahan yang ada di lapangan adalah masih rendahnya mutu sumberdaya manusia masyarakat lokal menyebabkan sumberdaya alam dan budaya ini tidak dapat dikelola secara mandiri. Pada hal bila dikelola sesuai setandar disertai promosi yang memadai dapat menjadi paket wisata yang sangat menarik dan laku bagi wisatawan. Produk-produk hasil usaha masyarakat seperti hasil pertanian, perikanan, peternakan dan kerajinan, karena kualitas yang tidak memadai dan atau keterbatasan akses menjadi tidak terserap di pasar pariwisata (hotel dan restoran). Produk-produk di atas nilai jualnya menjadi sangat rendah, jauh di bawah harga yang berlaku di pasar pariwisata. Akibatnya, manfaat ekonomi yang dihasilkan dari pariwisata tidak dinikmati masyarakat lokal tetapi lebih banyak dinikmati oleh pengusaha hotel dan pengusaha jasa pariwisata lainnya. Demikian pula halnya dengan kesempatan kerja, angkatan kerja termasuk lulusan perguruan tinggi di wilayah ini banyak yang tidak terserap di pasar kerja. Sementara itu, potensi wilayah seperti pertanian, peternakan, perikanan dan kerajinan kurang menjanjikan. Bila hal ini terus berlanjut maka kepedulian masyarakat akan kelestarian alam lingkungan dan budayanya semakin luntur. Akibatnya, akan terjadi ekploitasi sumberdaya yang kurang tepat tanpa disertai usaha pelestarian dan cenderung tidak terkendali yang akan berakibat negatif terhadap perkembangan industri pariwisata itu sendiri. Untuk itu pemberdayaan masyarakat sangat diperlukan baik dalam pengusaan teknologi, kemampuan menejemen, wawasan kewirausahaan, maupun kemampuan dalam membangun jaringan kemitraan untuk pemasaran potensi wilayah. Strategi yang diambil oleh Pemerintah Kabupaten Badung dalam memacu pembangunan wilayah Badung bagian utara adalah melalui pengembangan pariwisata berbasis pertanian. Agar program ini berjalan efektif sangat diperlukan
71 I Ketut Karta Dinata, dkk. Majalah Aplikasi Ipteks Ngayah, 2(2), 2011, 67-77
adanya regulasi dan pemberdayaan masyarakat melalui pendampingan perguruan tinggi. Fungsi dari pendamping adalah sebagai: inisiator, motivator, fasilitator, inovator dan komunikator dalam pembangunan secara luas. Sejalan dengan hal di atas, maka pihak Perguan Tinggi khususnya Universitas Udayana dan STIMI Handayani Denpasar bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Badung mengusulkan program IbW: Pemberdayaan Potensi Masyarakat dalam Pengembangan Pariwisata Berbasis Pertanian di Kecamatan Petang Kabupaten Badung. Konsepsi pariwisata berbasis pertanian mengandung pengertian bahwa daya tarik pariwisata yang dikembangkan merupakan integrasi dari potensi wilayah setempat meliputi keindahan alam, budaya masyarakat, dan atraksi pariwisata yang dilandasi oleh aktivitas agraris dan produk budayanya. Secara implisit kegiatan I b W ini bertujuan untuk menata dan merencanakan model pengembangan wilayah di Kecamatan Petang Kabupaten Badung dalam perspektif budaya agraris. Adapun komponen yang disasar adalah keseimbangan ekosistem, Ipteks, ruang (kepariwisataan), nilai ekonomis wilayah dan budaya dalam kaitannya dengan jatidiri masyarakat perdesaan di Kecamatan Petang, Kabupaten Badung. B. SUMBER INSPIRASI Kecamatan Petang memiliki pemandangan alam yang indah dikelilingi perbukitan dengan persawahan yang diteras disepanjang bukit. Keterpaduan antara keindahan panorama alam dengan pola kehidupan masyarakat agraris beserta keunikan adat istiadat dan berbagai atraksi budaya luarannya sangat potensial dikembangkan sebagai paket wisata ekologis dan budaya. Baik sebagai objek daya tarik, maupun sebagai penunjang industri pariwisata seperti kerajinan, produksi pertanian, perikanan, perkebunan yang memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi. Akan tetapi, potensi ini belum dikelola secara optimal. Akibatnya, masyarakat lebih banyak menjadi objek dan hanya sebagai penonton tanpa mendapatkan kontribusi yang berarti dari aktivitas wisata di wilayah tersebut. Begitu pula dengan produk pertanian tidak mampu merebut pasar wisatawan karena keterbatasan sumberdaya manusia, mutu produk, dan wawasan kwirausahaan masih rendah. Fakta ini melatarbelakangi munculnya pemikiran untuk melakukan kegiatan pemberdayaan potensi masyarakat dalam pengembangan pertanian yang berbasis pertanian. Kegitan IbW ini bertujuan untuk menata dan merencanakan model pengembangan wilayah di Kecamatan Petang Kabupaten Badung dalam perspektif budaya agraris. Adapun komponen yang disasar adalah keseimbangan ekosistem, Ipteks, ruang (kepariwisataan), nilai ekonomis wilayah dan budaya dalam kaitannya dengan jatidiri masyarakat perdesaan di Kecamatan Petang, Kabupaten Badung. C. METODE Untuk mencapai target luaran kegiatan dilakukan dengan metode seperti berikut: penyuluhan, pelatihan, studi banding, pembuatan petak percobaan, dan pendampingan yaitu pertemuan secara berkala antara pendamping dengan kelompok sasaran. Model pendekatan yang dilakukan pada program aksi meliputi: (1) model
72 I Ketut Karta Dinata, dkk. Majalah Aplikasi Ipteks Ngayah, 2(2), 2011, 67-77
partisipatory rural appraisal (PRA), (2) model entrepreneurship capacity building (ECB), dan (3) model teknologi transfer (TT) D. KARYA UTAMA Kegiatan yang dilakukan, secara garis besar dapat dikelompokan menjadi 5, yaitu: (1) Pengembangan kemitraan usaha objek agrowisata stroberi organic, (2) Pemberdayaan Industri Rumah Tangga pengolahan makan khas masyarakat setempat, (4) Pengembangan Unit Pengolahan Kopi fermentasi bagi Subak Abian, (5) Penataan Objek wisata air terjun Nungnung dan pura Pucak Mangu dengan tanaman cultural Bali (tanaman upakara), (6) Kemitraan pengelolaan dan pemasaran objek agrowisata dan jalur tracking agrowisata di perkebunan jeruk dan kopi. Karya utama dari kegiatan IbW ini berupa terapan Ipteks dalam pengembangan model kemitraan pemasaran paket agrowisata, kebun stroberi dengan system pertanian organik, dan teknik pengolahan kopi fermentasi. Selain itu, karya yang lain berupa teknologi tepat guna mesin pengolahan hasil pertanian terdiri dari mesin penghancur/blender buah labu siam dan ketela ungu untuk bahan baku es cream, mesin pengiris ubi, mesin penepung dan alat penyangre yang digerakan dengan listrik.
Gambar 1. Pengolah Labu Siam/Ketela Ungu untuk Bahan Es Cream
Gambar 2. Kebun Stroberi Organik sebagai Objek Wisata
E. ULASAN KARYA 1. Pengembangan kemitraan usaha objek agrowisata stroberi organik Kemitraan antara kelompok ternak dengan pengusaha stroberi organik ditujukan untuk memberi nilai tambah kepada peternak melalui produksi pupuk kandang fermentasi bermutu yang hasilnya dibeli oleh pengusaha stroberi. Pelaksana IbW melakukan pelatihan alih teknologi pembuatan pupuk kandang yang memenuhi standar kualitas yang dibutuhkan oleh pertanian stroberi. Teknologi yang diterapkan adalah fermentasi dengan mikroorganisme fermentor hasil isolasi peneliti di Fakultas
73 I Ketut Karta Dinata, dkk. Majalah Aplikasi Ipteks Ngayah, 2(2), 2011, 67-77
Pertanian Universitas Udayana. Hasil capaian yang ditunjukkan setelah melalui pendampingan tim I bW selama 8 bulan, diantaranya peternak/petani telah mampu memproduksi pupuk organik hasil fermentasi kotoran sapi yang bermutu sehingga mau dibeli oleh pengusaha agribisnis pertanian organik Stroberi. Kapasitas produksi pupuk organik mencapai 10 ton per minggu dan keseluruhan produksi tersebut telah laku terjual, dengan harga antara Rp. 600 sampai Rp. 600 per kg sesuai kualitas. Produksi pupuk organik petani telah diuji di laboratorium untuk mengetahui kandungan haranya., selanjutnya dilakukan pengemasan serta dijual ke pasaran bebas. Hingga saat ini kelompok tani bersangkutan telah memiliki bangunan untuk fermentasi seluas 6 x 8 m, satu unit mobil truk enkel, mesin pengancur material pupuk, dan satu unit motor gerobak gandeng. 2. Pemberdayaan Industri Rumah Tangga pengolahan makan khas masyarakat setempat. Alih teknologi tepat guna pada industry rumah tangga pengolahan hasil pertanian adalah pembuatan kripik, dodol, chip, dan es cream labu siam serta ketela unggu. Kelompok wanita tani dapat menerapkan teknologi yang diberikan secara benar dengan kualitas yang memadai, serta sudah mulai menjalankan usahanya, terutama penjualan es cream. Volume produksi saat berjumlah 200 cup per hari dengan nilai Rp. 400.000 dengan keuntungan sebesar Rp. 200.000. Produksi telah dilakukan secara rutin karena produknya laku dipasarkan. Usaha ini mampu memberi nilai tambah terhadap produk hasil pertanian labu siam mencapai 10 kali lipat dari harga bahan bakunya. Pada pengembangan usaha pengolahan hasil pertanian ini dihasilkan rancang bangun mesin pertanian tepat guna yang sangat membantu dalam meningkatkan kapasitas produksi yaitu mesin blender/penghancur labu siam/ketela unggu untuk bahan baku es creamdengan kapasitas 10 kg. Selain itu, juga dibuat mesin mengiris ubi untuk bahan kripik yang digerakkan dengan tenaga listrik sehingga diperoleh irisan dengan ketebalan tetap dalam jumlah banyak. 3. Pengembangan Unit Pengolahan Kopi fermentasi bagi Subak Abian Pengolahan unit pengolahan kopi fermentasi ini ditujukan untuk mengembangkan wawasan kewirausahaan bagi subak abian (kelompok tani) guna melaui penigkatan nilai tambah pada produksi kopinya. Sebelum pendampingan dilakukan petani menjual kopinya dalam bentuk biji kepada pengepul untuk selanjutnya dijual kepada pengepul yang betempat di Kabupaten Bangli. Produksi kopi daerah ini telah diakui memiliki kualitas baik dan sangat laku karena rasanya yang khas. Melalui pendampingan IbW, petani didorong untuk meningkatkan nilai tambah dengan menjual kopi bubuk secara berkelompok. Untuk menambah cita rasa produk, petani diberi keterampilan penerapan teknologi fermentasi sehingga bubuk kopi yang dihasilkan rasanya mirip dengan kopi loak, yaitu kopi yang dihasilkan dari kotoran loak. Selain teknologi fermentasi, pada kegiatan ini juga diterapkan rancang bangun mesin penyangre yang digerakkan oleh tenaga listrik dengan kapasitas 20 kg per jam. Peralatan tersebut merupakan hasil rekayasa tim I bW Universitas Udayana.
74 I Ketut Karta Dinata, dkk. Majalah Aplikasi Ipteks Ngayah, 2(2), 2011, 67-77
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa dari 45 anggota subak abian sebanyak 10 orang telah mampu mengoperasikan peralatan penyangre secara benar, sebanyak 40 orang telah mampu melakukan fermentasi, dan hanya 5 orang yang belum mampu menerapkan teknologi yang diintroduksikan secara mandiri. Anggota kelompok yang belum mampu tersebut umumnya berumur sudah tua dan memang belum pernah mengenyam pendidikan serta keterampilannya terbatas pada bercocok tanam. 4. Penataan Objek wisata air terjun Nungnung dan pura Pucak Mangu dengan tanaman cultural Bali (tanaman upakara). Penataan objek wisata air terjun nungnung dan dan pura Pucak Mangu dengan tanaman cultural Bali (tanaman upakara) dimaksudkan untuk menambah keasrian, nilai estetis, serta memberi nuansa religious bagi objek yang bersangkutan sehingga lebih menarik wisatawan datang ke objek tersebut. Penataan tanaman upakara di kawasan Desa Plaga mengacu kepada konsep perancangan yang melahirkan pola-pola yang dijiwai konsep dasar taman tradisional Bali, yaitu : pola ruang mencerminkan pola catus pata, pola ruang nawa sanga (berintikan tata nilai utama, madya, nista) dan pola Tri Angga (kepala, badan, kaki) (1) Areal Pura (parahyangan) Desain taman Pura sebaiknya menggunakan konsep taman yang mengambil ajaran/nilai Ketuhanan Hindu dengan pengisian jenis tanaman uapakara saja untuk memperkuat karakter Pura. Jenis-jenis yang dimaksud yaitu yang digunakan dalam upacara yadnya seperti upacara ngaben, perkawinan, kelahiran dan sebagainya. Konsep penempatan tanaman dalam hirarki ruang Tri Mandala Pura bisa didasarkan pada mitologi Hindu, hirarki nilai penting tanaman upakara, tingkat energi fibrasi aura yang dimiliki dan sebagainya. Konsep tanaman di utama mandala diutamakan tanaman yang bagian bunga, daun, dan batangnya berfungsi sebagai sarana upakara. Keindahan dan aroma wangi bunga akan memberikan efek menentramkan bathin. Tanaman berbuah dan habitus pohon dihindari untuk ditanam pada areal ini untuk mencegah hal yang membahayakan keselamatan pengguna yang dapat merusak kesucian utama mandala. Termasuk dalam jenis tanaman yang cocok ditanam di utama mandala diantaranya : nagasari, kamajaya-kamaratih, sudamala, jepun, kwanta, delima selem, menuh, soka, pucuk rejuna, cendana (Santalum album), kamboja (Plumeria rubra L), kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis L), puring/mas-masan (Codiaeum sp.), kenanga (Canangium odoratum Baill.) dan lain sebagainya. (2) Pelindung jalan/tanaman pengarah. Secara psikis, tanaman mampu memberikan kesan mengarahkan bila ditanam dengan pola dan jarak tertentu. Fungsi pohon sebagai pengarah ini dialokasikan pada titik-titik jalan yang berpudat atau menuju pada suatu vocal point. Fungsi mengarahkan diperoleh dari jenis pohon yang ciri-ciri arsitektur pohonnya bertajuk kolumnar, fastiagate, piramid atau pohon yang bertajuk menyebar dan bulat dengan tinggi cabang terendahnya minimal 12 meter. Sebagai pengarah jalan, sebaiknya dipilih tanaman yang bersifat formal.
75 I Ketut Karta Dinata, dkk. Majalah Aplikasi Ipteks Ngayah, 2(2), 2011, 67-77
Jenis pohon dipilih di Desa Plaga adalah yang mampu beradaptasi di kondisi dataran tinggi dan cukup resisten pada angin kencang. Tanaman keras pertanian existing khas yang dikembangkan di Desa Plaga dan selama ini sudah terbukti toleran dan resisten terhadap kondisi iklim Desa Plaga bisa diangkat menjadi alternatif pilihan tanaman tepi jalan. Tujuannya untuk memperkuat tema/identitas Desa Plaga sebagai desa tradisional/tua. Alternatif jenis pohon yang sesuai dengan kondisi tersebut antara lain pinang (buah gangga, buah sari). Jenis pohon berbunga seperti tigaron, cempaka, rijasa, spatodea, bungur, atau jenis tanaman dari Fabaceae (polong-polongan) bisa digunakan sebagai tanaman selingan untuk memberikan kontras dan menghilangkan kesan monoton yang diperoleh dari struktur daun, keindahan warna atau dari wangi aroma bunganya. 5. Kemitraan pengelolaan dan pemasaran objek agrowisata dengan Bagus Agro Pengembangan kemitraan antara subak abian (kelompok tani) dengan pengusaha agrowisata dimaksudkan untuk terjalinnya hubungan yang bersifat mutual benefit (saling menguntungkan). Kegiatan dikemas dalam bentuk sarasehan yang menampilkan berbagai komponen pemangku kepentingan (stakeholder) seperti : pengusaha agrowisata, travel agen, pemandu wisata, dan masyarakat. Masing-masing komponen menyampaikan kebutuhan dan reward yang mungkin diberikan kepada mitra serta gagasan pola kemitraan yang dapat dikembangkan antar pelaku usaha wisata dengan masyarakat. Yang terpenting pelaku usaha memberikan peluang kepada masyarakat untuk terlibat dalam rangkaian paket agrowisata tersebut seperti : sebagai pemandu local, menyediakan hasil olahan produk pertanian setempat seperti kopi, buah-buahan, dan sirup markisa dll untuk disajikan kepada wisatawan. Selain itu, subak abian juga berperan dalam penyediaan jalur tracking disepanjang kebun kopi dan jeruk masyarakat dengan reward yang memadai. F. KESIMPULAN Hasil evaluasi pelaksanaan kegiatan menunjukkan bahwa program I bW mendapatkan respon yang sangat positif dari pihak terkait seperti masyarakat sasaran, kepala desa, camat dan Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) yang terkait dengan kegiatan IbW. Ada beberapa alasan yang mendorong kondisi tersebut diantaranya: (1) program IbW membawa manfaat yang berarti bagi masyarakat terutama transfer terapan Ipteks kepada masyarakat karena sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan tepat guna; (2) Metode dan strategi pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan pada kegiatan ini terutama pendampingan dirasakan sangat efektif oleh masyarakat, berbeda dengan upaya pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan sebelumnya; dan (3) Keterlibatan berbagai unsur dalam tim terutama PPL dan kepala desa mampu menciptakan sinergisme antara komponen yang bersangkutan sehingga pemberdayaan berjalan intensif dan produktif yang berimplikasi kepada keberlanjutan dari program yang dilakukan.
76 I Ketut Karta Dinata, dkk. Majalah Aplikasi Ipteks Ngayah, 2(2), 2011, 67-77
G. DAMPAK DAN MANFAAT KEGIATAN Dampak dan manfaat kegiatan IbW di Desa Plaga dan Biloksidan, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung, dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu bagi masyarakat, Pemda dan Masyarakat. Bagi Masyarakat (1) Terciptanya lingkungan perdesaan yang asri, berbudaya sesuai dengan filosofi Tri Hita Karana; (2) Masyarakat tani dan kelompoknya dapat menerapkan Ipteks usaha tani, sesuai dengan kebutuhan pasar, sehingga ekonomi rakyat berkembang di wilayah perdesaan dalam bingkai etika dan moral; (3) Masyarakat khususnya generasi muda memiliki wawasan dan keterampilan mengelola potensi wilayahnya; (4) Kualitas SDM masyarakat perdesaan dapat ditingkatkan, melalui program-program penyuluhan, bimbingan, pelaksanaan dan evaluasi Ipteks yang telah diberikan dengan tetap berada dalam payung budaya dan keagamaan. Bagi Pemerintah Daerah: (1) Terlaksananya program pemerintah dalam pengembangan agrowisata, terutama dalam melestarikan wilayah pedesaan di lingkungan Kabupaten Badung melalui kebersamaan kepentingan dan tanggung jawab; (2) Terciptanya salah satu obyek wisata untuk menunjang program agrowisata di Kabupaten Badung; (3) Meningkatnya wawasan dan kinerja aparat birokrasi diberbagai sektor dalam memberikan pelayanan, menyusun dan mengimplementasikan kebijakan yang lebih berorientasi pada model pemberdayaan masyarakat; (4) Manfaat lebih lanjut diharapkan dapat meningkatkan PDRB dari sektor pariwisata, dan sektor terkait seperti: pertanian, industri dan perdagangan. Bagi Perguruan Tinggi: (1) Telaksananya Tridarma Perguruan Tinggi, yaitu: pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat bersama Pemerintah Kabupaten Badung; (2) Dalam sektor pendidikan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan, terutama wawasan sosio teknologi civitas akademika Universitas Udayana; (3) Manfaat dari segi penelitian adalah peningkatan pelaksanaan penelitian, baik oleh mahasiswa maupun dosen yang sangat diperlukan oleh Pemerintah Kabupaten Badung; (4) Di bidang pengabdian kepada masyarakat, adanya IbW dapat menyumbangkan sumberdaya kepakaran dan pengembangan teknologi tepat guna yang sangat relevan dengan kebutuhan masyarakat pedesaan di Kabupaten Badung, baik oleh mahasiswa melalui program KKN PPM, maupun oleh dosen sebagai bentuk pelaksanaan darma ke tiga; (5) Mahasiswa yang telah ber KKN di wilayah IbW dapat meningkatkan wawasan kewirausahaan serta menyusun proposal penelitian untuk tugas akhirnya di perguruan tinggi. H. DAFTAR PUSTAKA (1)
I Ketut Sardiana, Wayan P Windia, I G N Sudiana. 2010. Taman Gumi Banten Ensiklopedi Tanaman Upakara.Udayana University Press. 166 hl.
(2)
Ciptadi, W. dan Nasution, M.Z. 1985. Pengolahan Kopi. Fakultas Teknologi Institut Pertanian Bogor.
(3)
Najiyati, S. dan Danarti. 2001. Kopi Budidaya dan penanganan Lepas Panen. PenebarSwadaya. Jakarta.
(4)
Goodwin, H. 2000. Pro poor tourism, dalam Journal D+C 5/2000, SeptemberOktober, Jerman
77 I Ketut Karta Dinata, dkk. Majalah Aplikasi Ipteks Ngayah, 2(2), 2011, 67-77
(5)
Model Pengembangan Agrowisata di Bali. Wayan Windia, Made Wirartha, Ketut Suamba, dan Made Sarjana. Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Universitas Udayana Denpasar. http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/%2813%29%20soca-windia%20dkkagrowisata%282%29.pdf
(6)
Deptan, 2005. “Agrowisata http://database.deptan.go.id
(7)
Pitana, I Gde. 2002. “Pengembangan Ekowisata di Bali”. Makalah Disampaikan pada Seminar Ekowisata di Auditorium Universitas Udayana pada tanggal 29 Juni 2002.
Meningkatkan
Pendapatan
Petani”
pada
I. PERSANTUNAN Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah turut membantu kegiatan IbW di Kecamatan Petang Kabupaten Badung, diantaranya: bapak Camat Petang, Kepala Desa Plaga dan Biloksidan, Kelian Subak Abian Jempanang, Kelompok Ternak Auman, Forum Pengelola Objek wisata Plaga, anggota tim pelaksana IbW, dan tim Monev Pemkab. Badung.