Tropical Animal Husbandry Vol. 2 (1), Januari 2013: 41-50 ISSN 2301-9921
Model Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Peternakan di Daerah Pertanian Lahan Kering Desa Kemejing Kecamatan Semin Kabupaten Gunungkidul R. Mutiawardhana, S. Emawati dan E. Handayanta Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami No. 36A, Surakarta 57126 Email:
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi usaha peternakan rakyat, kondisi modal sosial, modal manusia, modal fisik, tingkat keterlibatan dan keberdayaan peternak dalam proses pemberdayaan, dan merumuskan model pemberdayaan masyarakat desa Kemejing, Yogyakarta. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling sebanyak 60 responden. Penentuan model dilakukan dengan teknik Focus Group Discussion. Hasil analisis menunjukkan modal fisik berupa ketersediaan sarana produksi kategori sedang 53,33%. Status kepemilikan ternak kategori sedang 63,33%. Ketersediaan dan kemudahan akses sarana pendidikan kategori sedang (81,66%). Ketersediaan sarana komunikasi dan transportasi kategori sedang (66,66%). Modal manusia berupa tingkat pendidikan formal kategori kurang baik 58,33%. Tingkat kesehatan peternak kategori sedang 70%. Modal sosial berupa jaringan kerja atau sosial peternak kategori baik 70%. Keterlibatan dalam aktifitas organisasi sosial yang dilakukan oleh peternak kategori sedang 56,66%. Keberdayaan mayarakat berupa tingkat pengetahuan (kognitif) kategori sedang 73,33%. Sikap (afektif) kategori sedang 65%. Ketrampilan (psikomotorik) beternak kategori sedang 71,66%. Model pemberdayaan masyarakat ini adalah integrasi antara pertanian dan peternakan. Usaha peternakan rakyat yang baik diupayakan untuk dijalankan usahanya adalah usaha peternakan sapi potong. Kata kunci: model pemberdayaan, peternakan, modal sosial, modal manusia, modal fisik
Community Based Model Farms In The Dry Land Farm Village Kemejing District Semin Gunungkidul ABSTRACT This study aims to determine the potential of a farm folk, the condition of social capital, human capital, physical capital, the level of involvement and empowerment of farmers in the process of empowerment, and to formulate a model of community empowerment in Kemejing, Yogyakarta. Respondents conducted by purposive sampling (60 respondents). Determination of model selection was done by using Focus Group Discussion (FGD). The results of the analysis showed physical capital in the form of availability of production category was 53.33%. Livestock ownership status category was 63.33%. The availability and ease of access to education category (81.66%). Availability of means of communication and transport category (66.66%). Human capital in the form of formal education poor category 58.33%. Health level was 70% breeder category. Social capital or social networking breeder category either 70%. Involvement in social organizations activities conducted by the breeder category was 56.66%. Empowerment of the society in the form of knowledge (cognitive) category was 73.33%. Attitude (affective) category was 65%. Skills (psychomotor) breed category was 71.66%. Models of community in the Kemejing is the integration between agriculture and animal husbandry. Good breeding business people attempted to run his business is the business of breeding beef cattle. Keywords: empowerment model, animal husbandry, social capital, human capital, physical
capital
PENDAHULUAN Memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Memberdayakan dengan kata lain adalah memampukan dan memandirikan masyarakat (Kartasasmita, 1996), berarti bahwa pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk memampukan dan memandirikan dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran terhadap potensi yang dimilikinya untuk lebih berdayaguna dan berhasil guna. Menurut Sidu (2006) bahwa pemberdayaan masyarakat adalah proses memperoleh dan memberikan “daya kekuatan atau kemampuan” kepada warga masyarakat agar mampu mengenali potensi yang dimiliki, menentukan kebutuhan dan memilih alternatif pemecahan masalah yang dihadapinya secara mandiri, tetapi hal itu tidak mudah untuk dicapai, membutuhkan kajian dan penelitian ilmiah yang membutuhkan pengorbanan waktu, tenaga dan pemikiran serta dana yang tidak sedikit. Penelitian ini akan mengkaji beberapa permasalahan yang berkaitan dengan faktorfaktor yang berpengaruh terhadap tingkat keberdayaan warga masyarakat dan merumuskan model pemberdayaan yang sesuai dengan kondisi lokasi. Kondisi lahan yang kurang subur seperti di wilayah Kabupaten Gunungkidul merupakan kendala utama kurang tersedianya pakan hijauan. Keringnya lahan pertanian di wilayah tersebut menyebabkan tidak semua jenis tanaman hijauan dapat tumbuh subur. Selain itu, ketersediaan pakan hijauan beberapa tahun terakhir ini semakin menurun akibat adanya ekspansi dari sub sektor pertanian tanaman pangan dan sektor lain. Lahan penggembalaan ternak semakin menurun dengan adanya alih fungsi menjadi lahan tanaman pangan, dan pendirian pemukiman serta fasilitas-fasilitas fisik lainnya. Selama ini lahan kering belum terkelola secara optimal sehingga 42
produktivitasnya tetap rendah, hal ini disebabkan oleh faktor sumberdaya alam (iklim, tanah, air, topografi dan lain-lain) dan sumberdaya manusia yang kurang mendukung. Keterbatasan yang dimiliki lahan kering cenderung membuat kegiatan pola usahatani ternak bersifat subsisten (tradisional) (Suryana, 2008). Petani lahan kering pada saat musim kemarau, biasanya menjual sebagian dari jumlah ternaknya dan sebagian lagi dipertahankan sekalipun pada saat itu sulit pakan, dengan harapan agar tetap memiliki cadangan pupuk kandang/organik yang akan digunakan pada musim tanam saat musim hujan tiba. Mengembalikan bahan organik ke dalam tanah pertanian bagi petani sangatlah penting untuk mempertahankan kesuburan tanah yang sekaligus dapat mempertahankan produksi (Rohaeni, 2004). Jenis ternak yang banyak diusahakan di Desa Kemejing Kecamatan Semin Kabupaten Gunungkidul meliputi ternak ayam, kambing dan sapi potong. Masyarakat memelihara ternak untuk menunjang dan mencukupi kebutuhan sehari-hari. Pemberdayaan masyarakat di Desa Kemejing Kecamatan Semin Kabupaten Gunungkidul yang dilakukan selama ini belum efektif, tidak sesuai dengan kondisi sosial ekonomi dan budaya, serta belum diketahuinya kondisi modal sosial (social capital), modal manusia (human capital) dan modal fisik (physical capital) kaitannya dengan pemberdayaan masyarakat peternak (Kartasasmita, 1996). Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui potensi usaha peternakan rakyat di Desa Kemejing, mengetahui kondisi modal sosial (social capital), modal manusia (human capital) peternak dan modal fisik (physical capital) peternakan rakyat Desa Kemejing, mengetahui tingkat keterlibatan dan keberdayaan peternak dalam proses pemberdayaan lahan kering Desa Kemejing Kecamatan Semin Kabupaten Gunungkidul, dan merumuskan model pemberdayaan masyarakat yang sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat lahan kering Desa Kemejing yang berpotensi meningkatkan Tropical Animal Husbandry Vol. 2 (1) 2013
kesejahteraan masyarakat dan kelestarian desa.
kuesioner yang diajukan untuk mendapatkan skor.
MATERI DAN METODE
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Januari 2012 dengan lokasi penelitian di Desa Kemejing, Kecamatan Semin, Kabupaten Gunungkidul. Penelitian ini menggunakan metode survei (survey method), yaitu metode pengamatan atau penyelidikan yang kritis untuk mendapatkan keterangan yang sebenarnya dan baik terhadap suatu persoalan tertentu dan di dalam suatu daerah. Teknik survei ini mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data dengan maksud menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel (Singarimbun dan Effendi, 1995). Teknik pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan teknik Participatory Rural Appraisal (PRA). Teknik PRA yaitu metode yang menempatkan masyarakat sebagai peneliti, perencana, pelaksana, sebagai penilai dalam program pemberdayaan sehingga peneliti dan stakeholder yang terlibat sebagai fasilitator dan masyarakat sebagai pelakunya (Sidu, 2006). Analisis deskriptif kualitatif merupakan penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data, sehingga penelitian ini juga menyajikan data, menganalisis dan menginterpretasi (Achmadi dan Narbuko, 2003). Secara umum data dianalisis dengan analisis deskriptif kualitatif (descriptive kualitative analysis). Penentuan pilihan model dilakukan dengan teknik Focus Group Discussion (FGD). Diskriptif kualitatif adalah analisis yang dilakukan terhadap data yang diperoleh dari pertanyaan yang diajukan kepada responden dan diolah dalam bentuk angka-angka (scoring). Angka skor tersebut diperoleh dari penjumlahan nilai berdasarkan jawaban responden terhadap
Keadaan Umum Kecamatan Semin Kecamatan Semin memiliki luas wilayah sebesar 7.891,8 ha, yang terdiri dari 1942,2 ha lahan sawah, 3491,8 ha berupa lahan kering, 1960,9 ha berupa bangunan, 123,5 ha berupa hutan, dan lainnya 373,4 ha dengan jumlah penduduk sebesar 53.010 jiwa dan kepadatan penduduk sebesar 664 jiwa/ km2 (BPS Gunungkidul, 2011). Lahan di Kecamatan Semin sebagian besar merupakan areal pertanian yang sebagian besar merupakan lahan kering tadah hujan yang pemanfaatan potensinya sangat tergantung pada curah hujan yang ada. Sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani, yaitu sekitar 15.220 orang (BPS Gunungkidul, 2011), selain bertani sebagian besar penduduk juga beternak sebagai usaha sambilan. Penggunaan lahan yang terbesar di Kecamatan Semin merupakan tanah kering. Lahan kering ini berupa tanah tegalan atau pekarangan yang umumnya dimanfaatkan penduduk untuk beternak, menanam tanaman palawija, tanaman keras, tanaman perkebunan. Kepadatan ternak ruminansia di Desa Kemejing (unit ternak/luas lahan pertanian) termasuk zona kepadatan tertinggi di Kecamatan Semin (Tabel 1). Keadaan Penduduk Kecamatan Semin terdiri dari 10 desa dan 116 dusun, dari 10 desa tersebut semuanya merupakan desa swasembada (BPS Gunungkidul, 2011). Jumlah penduduk di Kecamatan Semin dapat dilihat pada Tabel 2 yang menunjukkan bahwa Desa Kemejingbmempunyai jumlah penduduk paling sedikit yaitu 1.766 jiwa. Hal ini disebabkan Desa Kemejing merupakan desa yang berada jauh dari pusat kecamatan dan memiliki luas wilayah yang paling kecil. Semua fasilitas yang dibutuhkan masyarakat untuk menunjang aktivitasnya sulit didapat di daerah ini, tetapi Desa Kemejing dilewati
Model Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Peternakan… (Mutiawardhana et al.)
43
Tabel 1. Penggunaan lahan di Kecamatan Semin (meter) Desa T.Sawah T.Kering Bangunan Hutan Lainnya Total Kalitekuk 40.4 327.1 207.2 123.5 24.3 722.5 Kemejing 61.3 216.0 145.1 17.3 439.7 Semin 397.3 525.4 256.8 22.6 1202.1 Pundungsari 216.1 296.4 119.9 95.6 728.0 Karangsari 220.5 512.1 176.0 29.0 937.6 Rejosari 235.0 462.5 207.4 46.9 951.8 Bulurejo 86.7 154.2 160.3 9.6 410.8 Bendung 76.8 200.8 189.8 29.1 490.7 Sumberejo 343.6 306.6 173.9 66.6 890.7 Candirejo 264.5 490.6 324.6 32.4 1112.1 Jumlah 1942.2 3491.8 1960.9 123.5 373.4 7891.8 Sumber: BPS Kecamatan Semin, 2011.
Tabel 2. Data jumlah penduduk dusun, RW, RT, KK di Kecamatan Semin Desa Dusun RW Kalitekuk 10 19 Kemejing 11 22 Semin 16 39 Pundungsari 10 22 Karangsari 13 30 Rejosari 15 32 Bulurejo 7 17 Bendung 9 18 Sumberejo 16 36 Candirejo 9 32 Total 116 267 Sumber: BPS Kecamatan Semin, 2011.
RT 39 44 89 49 60 65 34 36 64 72 551
Tabel 3. Karakteristik peternak di Desa Kemejing, Kecamatan Semin Identitas Responden Rata - rata Umur responden 58 tahun Tingkat pendidikan SD Lama beternak >25 tahun Pekerjaan pokok Petani Pendapatan per bulan Rp. 321.667 Sumber: Data primer terolah, 2012.
jalan utama penghubung antar kabupaten, yaitu Kabupaten Sukoharjo dengan Kabupaten Gunungkidul (Sugiyono, 2009). Karakteristik Responden Identitas responden dalam pemberdayaan masyarakat berbasis peternakan di Desa Kemejing, Kecamatan Semin dapat dilihat pada (Tabel 3), yaitu umur responden dapat termasuk dalam umur produktif yaitu 58 tahun sehingga 44
KK 863 739 2140 922 1353 1232 798 918 1458 1497 11920
Penduduk 3952 1766 9891 4202 6604 6169 3495 3921 6196 7068 53232
Kepala desa Dawin,BA Wardiyo Kanija Tri Wiyana Supriyana Haryanto Sumarno Drs.Sukardi Suparno,SH Sukardi,HW
produktivitas kerja peternak masih tinggi. Kondisi emosi pada usia ini relatif stabil sehingga mudah menerima pengarahan dan inovasi dari pihak-pihak yang lebih menguasai hal tersebut, dan didukung oleh adanya dorongan yang cukup kuat untuk memperoleh pengalaman pada usia itu (Setiana, 2000). Tingkat pendidikan, sebagian besar peternak pernah mengenyam pendidikan secara formal, walaupun pada tingkatan yang berbeda–beda. Rata–rata tingkat pendidikan formal yang telah ditempuh adalah SD. Rata-rata lama beternak adalah lebih dari 25 tahun. Pengalaman merupakan faktor yang dapat menentukan maju mundurnya suatu kegiatan usaha (Suharsih, 1998). Usaha ternak merupakan pekerjaan sampingan bagi sebagian besar responden. Pendapatan ratarata usaha ternak responden sebesar Rp
Tropical Animal Husbandry Vol. 2 (1) 2013
Tabel 4. Analisis modal fisik dalam pemberdayaan masyarakat berbasis peternakan di Desa Kemejing Kecamatan Semin Modal fisik
Jumlah peternak
Kategori
Persentase
27 32 1
Kurang baik Sedang Baik
45 53,33 1,66
12 38 10
Kurang baik Sedang Baik
20 63,33 16,66
8 49 3
Kurang baik Sedang Baik
13,33 81,66 5
10 40 10
Kurang baik Sedang Baik
16,66 66,66 16,66
Ketersediaan sarana produksi. a. Jumlah skor 7 – 11 b. Jumlah skor 12 – 16 c. Jumlah skor 17 - 21
Status kepemilikan. a. Jumlah skor 3 – 4 b. Jumlah skor 5 – 6 c. Jumlah skor 7 – 9
Ketersediaan dan kemudahaan akses sarana pendidikan. a. Jumlah skor 5 – 8 b. Jumlah skor 9 – 12 c. Jumlah skor 13 – 15
Saran komunikasi dan transportasi. a. Jumlah skor 7 – 11 b. Jumlah skor 12 – 16 c. Jumlah skor 17 – 21
Sumber: Data primer terolah, 2012 Table 5. Analisis modal manusia dalam pemberdayaan masyarakat berbasis peternakan di Desa Kemejing Kecamatan Semin Modal manusia Tingkat pend.formal. a. Jumlah skor 2 – 3 b. Jumlah skor 4 – 5 a. Jumlah skor 6 Tingkat kesehatan. a. Jumlah skor 2 – 3 b. Jumlah skor 4 – 5 c. Jumlah skor 6
Jumlah peternak
Kategori
Persentase
28 28 4
Kurang baik Sedang Baik
46,66 46,66 6,66
4 42 14
Kurang baik Sedang Baik
6,66 70 23,33
Sumber: Data primer terolah, 2012 321.667,00. Jumlah pendapatan usaha ternak memberikan nilai tambah sehingga meningkatkan kesejahteraan peternak dan mengurangi beban hidup peternak Peternak memilih menetapkan tujuan-tujuan dalam menjalankan pekerjaan sampingan dengan memanfaatkan potensi yang ada di sekitar desa, dipercaya bisa dikerjakan untuk menambah penghasilan (Wiratmo, 1996). .
Model Pemberdayaan Masyarakat berbasis Peternakan di Desa Kemejing Modal fisik Modal fisik adalah fasilitas atau aset yang digunakan sebagai alat dan pendukung utama terselenggaranya suatu proses usaha atau aktivitas dalam rangka pencapaian tujuan seperti gedung sebagai tempat tinggal, jalan sebagai aset sarana
Model Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Peternakan… (Mutiawardhana et al.)
45
transportasi, alat-alat sebagai penunjang proses usaha agar lebih mudah, mesin sebagai alat bantu peternak dan sebagainya (Eko, 2002). Hasil analisis modal fisik dalam pemberdayaan masyarakat berbasis peternakan di Desa Kemejing Kecamatan Semin (Tabel 4). Ketersediaan sarana produksi menunjukkan bahwa peternakan yang meliputi luas kandang, jumlah sapi, jumlah kambing, jumlah unggas, ketersediaan pakan, dan alat-alat peternakan adalah dalam kategori sedang, dengan skor 53,33%. Status kepemilikan ternak berdasarkan hasil analisis meliputi ternak milik sendiri, milik orang lain, dan milik kelompok termasuk dalam kategori sedang dengan skor 63,33%. Pada penelitian ini merupakan ternak milik sendiri dengan responden sebanyak 54 orang (90%), sedangkan 6 peternak sisanya sebagai pemelihara ternak milik orang lain dengan sistem bagi hasil yaitu 50:50 dimana hasil ternak dibagi rata dengan pemilik ternak. Ketersediaan dan kemudahan akses sarana pendidikan di Desa Kemejing Kecamatan Semin tergolong kategori sedang (81,66%). Sarana komunikasi dan transportasi menunjukkan dalam kategori sedang (66,66%). Komunikasi dan transportasi sangat penting bagi kehidupan masyarakat untuk membantu dan menunjang kesejahteraan (Rasyaf, 2001). Modal manusia Modal manusia adalah aset yang berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan suatu aktivitas tertentu seperti tingkat pendidikan, kesehatan, dan kemampuan membangun hubungan/asosiasi antar sesama. Hasil analisis modal manusia dalam pemberdayaan masyarakat berbasis peternakan di Desa Kemejing Kecamatan Semin, dapat dilihat pada Tabel 5. Tingkat pendidikan formal dalam kategori kurang baik 58,33%. Masyarakat di Desa Kemejing walaupun tingkat pendidikan formalnya kurang baik tetapi motivasi dan semangat untuk memperoleh informasi dan ilmu sangat tinggi, saling bertukar pikiran dan 46
banyak mengikuti penyuluhan-penyuluhan. Salah satu faktor yang menyebabkan seorang wirausaha berbeda dalam hal menerima inovasi adalah tingkat pendidikan dan lama beternak, dimana semakin cepat dalam menyerap inovasi akan berdampak positif terhadap usaha yang dijalankannya (Drucker, 1996). Tingkat kesehatan peternak dalam kategori sedang sebesar 70%. Petani ternak jarang mengalami sakit, tidak mengalami cacat minor maupun mayor dan peternak juga tergolong peternak usia produktif, sehingga untuk melakukan aktifitas usaha ternak dapat berjalan dengan baik. Menurut pendapat Swastha dan Sukotjo (1999) bahwa tingkat produktivitas kerja seseorang akan mengalami peningkatan sesuai dengan pertambahan umur, kemudian akan menurun kembali, menjelang usia tua. Modal sosial Modal sosial adalah suatu norma atau nilai yang telah dipahami bersama oleh masyarakat yang dapat memperkuat jaringan sosial/kerja yang positif, terjalinnya kerjasama yang saling menguntungkan, menumbuhkan kepedulian dan solidaritas yang tinggi dan dapat mendorong tingkat kepercayaan antar sesama dalam tercapainya tujuan bersama. Hasil analisis modal sosial dalam pemberdayaan masyarakat berbasis peternakan di Desa Kemejing Kecamatan Semin, dapat dilihat pada (Tabel 6). Jaringan kerja atau sosial dari hasil penelitian ini menunjukan jaringan kerja atau sosial peternak dalam kategori baik (70%). Masyarakat di Desa Kemejing sangat terbuka untuk memperoleh informasi dan sangat menerima masukan pengetahuan dari pihak luar. Peternak memiliki jiwa keterbukaan dan motivasi tinggi dalam melakukan hubungan sosial dengan peternak lain, masyarakat sekitar maupun masyarakat pendatang (Siagian, 2003). Keterlibatan dalam aktifitas organisasi sosial yang dilakukan oleh peternak tergolong dalam kategori sedang (56,66%). Keikutsertaan peternak di Desa Kemejing dalam mengikuti kegiatan organisasi hanya berpusat pada kelompok tani, walaupun frekuensi Tropical Animal Husbandry Vol. 2 (1) 2013
Table 6. Analisis modal sosial dalam pemberdayaan masyarakat berbasis peternakan di Desa Kemejing Kecamatan Semin Jumlah Modal sosial Kategori Persentase peternak Jaringan kerja/sosial. a. Jumlah skor 3 – 4 0 Kurang Baik 0 b. Jumlah skor 5 – 6 18 Sedang 30 c. Jumlah skor 7 – 9 42 Baik 70 Keterlibatan dalam aktifitas organisasi sosial. a. Jumlah skor 4 – 6 13 Kurang Baik 21,66 b. Jumlah skor 7 – 9 34 Sedang 56,66 c. Jumlah skor 10 – 12 13 Baik 21,66 Sumber : Data primer terolah, 2012. Table 7. Keberdayaan masyarakat dalam pemberdayaan masyarakat berbasis peternakan di Desa Kemejing Kecamatan Semin Jumlah Keberdayaan masyarakat Kategori Persentase peternak Pengetahuan (kognitif). a. Jumlah skor 5 – 8 b. Jumlah skor 9 – 12 c. Jumlah skor 13 – 15 Sikap (afektif) a. Jumlah skor 7 – 11 b. Jumlah skor 12 – 16 c. Jumlah skor 17 - 21 Ketrampilan (psikomotorik) a. Jumlah skor 5 – 8 b. Jumlah skor 9 – 12 c. Jumlah skor 13 – 15
7 44 9
Kurang Baik Sedang Baik
11,66 73,33 15
1 39 20
Kurang Baik Sedang Baik
1,66 65 33,33
12 43 5
Kurang Baik Sedang Baik
20 71,66 8,33
Sumber: Data primer terolah, 2012. keikutsertaan peternak dalam organisasi rendah dengan pengalaman dan ketrampilan yang peternak miliki serta bertukar pikiran dengan sesama peternak dapat menjalankan usaha ternak dengan baik. Tingkat keinginan untuk menambah dan membagi pengalaman yang dimiliki oleh peternak terhadap sesama peternak lain dapat membantu proses beternak dan mengatasi masalah/kendala yang dihadapi (Nitisemito dan Burhan, 2004). Keberdayaan mayarakat Keberdayaan mayarakat adalah dimilikinya daya, kekuatan atau kemampuan oleh mayarakat untuk mengidentifikasi potensi dan masalah serta dapat menentukan alternatif pemecahannya secara mandiri.
Keberdayaan masyarakat diukur melalui tiga aspek perilaku (pengetahuan, sikap dan ketrampilan) dengan sejumlah parameter dan kuesioner menggunakan nilai scoring. Secara umum bahwa masyarakat berdaya pada hakekatnya adalah masyarakat yang dapat menolong dirinya sendiri dengan lebih mengoptimalkan potensi dan kemampuan yang dimilikinya. Hasil keberdayaan masyarakat dalam pemberdayaan masyarakat berbasis peternakan di Desa Kemejing Kecamatan Semin, dapat dilihat pada Tabel 7. Tingkat pengetahuan (kognitif) yang dimiliki peternak termasuk kategori sedang (73,33%), mempunyai kecenderungan menentukan dalam penerapan teknologi pertanian dan peternakan (Sutrisno, 2000).
Model Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Peternakan… (Mutiawardhana et al.)
47
Sikap (afektif) yang dimiliki oleh peternak mengenai pengambilan keputusan, keterbukaan terhadap pendapat dan masukan orang lain serta selektif dalam menghadapi fenomena yang dihadapi tergolong dalam kategori sedang (65%), walaupun presentase sikap keberdayaan beternak sedang namun keinginan untuk berhasil, serta kemauan untuk bekerja sama terhadap sesama tinggi. Sikap dan komunikasi peternak kepeternak lain sangat penting untuk menunjang produktifitas ternak (Suharsih, 1998). Ketrampilan (psikomotorik) beternak yang dmiliki oleh peternak tergolong dalam kategori sedang (71,66%). Peternak harus memiliki ketrampilan dalam beternak agar hasil yang didapatkan memperoleh keuntungan (Soekartawi, 2005). Model Pemberdayaan Masyarakat Berdasarkan hasil penelitian (survey), pengamatan, wawancara dan FGD diperoleh rumusan model pemberdayaan berbasis peternakan yang sesuai untuk dikembangkan di Desa Kemejing, Kecamatan Semin, Kabupaten Gunungkidul adalah usaha ternak sapi potong. Hal ini cukup beralasan karena usaha peternakan sapi potong rakyat mempunyai kekuatan yang cukup baik berdasarkan modal-modal yang diperoleh dalam pengembangannya dan memberikan multiplier effect yang luas sekali di daerah penelitian. FGD pada penelitian ini memaparkan tentang model pemberdayaan berbasis peternakan yang tepat bagi Desa Kemejing Kecamatan Semin. Rekomendasi usaha peternakan rakyat yang baik diupayakan untuk dijalankan usahanya adalah usaha peternakan sapi potong yang dilihat dari modal-modal yang ada pada pelaku pemberdayaan. Model pemberdayaan masyarakat dapat dirumuskan dari gabungan atau perpaduan beberapa modal yang dimiliki pelaku pemberdayaan antara lain modal fisik (kategori sedang), modal manusia (kategori sedang), modal sosial (kategori baik), dan kemampuan pelaku pemberdayaan (kategori sedang). Tujuannya adalah untuk menciptakan masyarakat yang 48
berdaya, berkekuatan dan berkemampuan dalam menolong dirinya sendiri. Umumnya usaha ternak sapi potong yang diusahakan oleh peternak rakyat ini berskala kecil, usaha ini biasanya terintregrasi dengan kegiatan lainnya sehingga fungsi ternak sapi sangat komplek tetapi menunjang kehidupan peternak. Kesimpulan yang didapat adalah integrasi antara pertanian dan peternakan. Pemberdayaan pengolahan limbah pertanian seperti tongkol jagung, rendeng kacang tanah, kulit kacang, bungkil kedelai dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Limbah dari peternakan seperti kotoran ternak juga tidak ada yang terbuang dapat dijadikan pupuk sehingga siklus selalu berputar. Kebijakan pengembangan ternak sapi potong sudah lama dilakukan pemerintah. Kajian yang dilakukan oleh Nasution (1983) menunjukan bahwa dalam usaha pengembangan ternak sapi potong, pemerintah telah menempuh kebijakan, yaitu melalui program ekstensifikasi ternak sapi utamanya pada peningkatan populasi ternak yang didukung oleh pengadaan dan peningkatan mutu bibit, penanggulangan penyakit dan parasit ternak, peningkatan penyuluhan, bantuan perkreditan, pengadaan dan peningkatan mutu pakan/hijauan, dan pemasaran. Usaha ternak sapi untuk menghasilkan sapi bakalan (cow-calf operation) 99% dilakukan oleh peternakan rakyat (Djajanegara dan Dwiyanto, 2001), yang sebagian besar berskala kecil. Usaha ini biasanya terintegrasi dengan kegiatan lainnya (Dwiyanto dan Prawirodiputro, 2002), sehingga fungsi ternak sapi sangat komplek tetapi menunjang kehidupan peternak. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan, diperoleh modal fisik berupa ketersediaan sarana produksi dalam kategori sedang sebesar 53,33%, status kepemilikan ternak dalam kategori sedang sebesar 63,33%, ketersediaan dan kemudahan akses sarana Tropical Animal Husbandry Vol. 2 (1) 2013
pendidikan tergolong kategori sedang (81,66%), ketersediaan sarana komunikasi dan transportasi dalam kategori sedang (66,66%). Modal manusia berupa tingkat pendidikan formal berada dalam kategori kurang baik sebesar 46,66%, tingkat kesehatan peternak dalam kategori sedang sebesar 70%. Modal sosial berupa jaringan kerja atau sosial peternak dalam kategori baik sebesar 70%, keterlibatan dalam aktifitas organisasi sosial dalam kategori sedang sebesar 56,66%. Keberdayaan mayarakat berupa tingkat pengetahuan (kognitif) termasuk kategori sedang sebesar 73,33%, sikap (afektif) tergolong kategori sedang sebesar 65%, ketrampilan (psikomotorik) tergolong kategori sedang sebesar 71,66%. Model pemberdayaan masyarakat berbasis peternakan di daerah pertanian lahan kering Desa Kemejing adalah integrasi antara pertanian dan peternakan dimana siklus selalu berputar sehingga usaha peternakan rakyat yang baik diupayakan untuk dijalankan usahanya adalah usaha peternakan sapi potong yang dilihat dari modal-modal yang ada pada pelaku pemberdayaan. DAFTAR PUSTAKA Achmadi, P. dan J. Narbuko. 2003. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Rafika Aditama. Bandung. Badan Pusat Statistik. 2011. Gunungkidul dalam angka 2011. BPS. Gunungkidul. Yogjakarta. Djajanegara, A. dan K. Dwiyanto. 2001. Development strategis for genetic evaluation of beef production in Indonesia. Proceedings of an International Workshop Held in Khon Khaen Province Thailand, July 23-28, 2001. ACIAR. No. 108. Drucker. 1996. Inovasi dan kewirausahaan, Praktek dan Dasar. Erlangga, Jakarta.
Dwiyanto, K., dan B. R. Prawirodiputro. 2002. Integrasi tanaman ternak dalam pengembangan agribisnis yang
berdaya saing, berkelanjutan dan berkerakyatan. Watazoa. 12 (1) 1-8. Kartasamita, G. 1996. Power and Empowermant: Sebuah Telaah Mengenal Konsep Pemberdayaan Masyarakat. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Jakarta. Nasution, W. 1983. Analisa Jarak Beranak Sapi PO di Kecamatan Cangkringan DIY. Proceding Pertemuan Ilmiah Ruminansia Besar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. BP3 Departemen Pertanian. Jakarta. Nitisemito, A.S dan Burhan, M.U. 2004. Wawasan Studi Kelayakan dan Evaluasi Proyek. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta. Rasyaf, M. 2001. Manajemen Bisnis Peternakan Ayam Petelur. Penerbit Swadaya. Jakarta. Rohaeni, E.S. 2004. Profil dan Prospek Pengembangan Usahatani Sapi Potong di Kalimantan Selatan. Lokakarya Nasional Sapi Potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan BPPP. Yogyakarta. Setiana, L. 2000. Dampak Fasilitas Usaha Tani Terhadap Motivasi Peternak Plasma Ayam Buras di Kabupaten Bantul. Tesis S2. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Siagian, S.P. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta. Sidu, D. 2006. Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan Lindung Jombi, Kabupaten Muna, Propinsi Sulawesi Tenggara. Disertasi. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Singarimbun, M. dan S. Effendi. 1995. Metode Penelitian Survai. LP3EI. Jakarta. Soekartawi. 2005. Analisis Usahatani. UI Press. Jakarta. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan (kuantitatif, kwalitatif, dan R&D). Alfabeta. Bandung. Suharsih. 1998. Analisis Finansial Usaha Sapi Perah Kredit Bantuan Perusahaan Listrik Negara. Skripsi. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta. Suryana. 2008. Kewirausahaan Pedoman praktis, kiat dan proses menuju sukses. Salemba Empat. Bandung.
Model Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Peternakan… (Mutiawardhana et al.)
49
Sutoro Eko, 2002, Pemberdayaan Masyarakat Desa. Materi Diklat Pemberdayaan Masyarakat Desa, yang diselenggarakan Badan Diklat Provinsi Kaltim, Samarinda. Sutrisno. 2000. Manajemen Keuangan. Teori, Konsep dan Aplikasi. Kanisius. Yogyakarta.
50
Swastha dan Sukotjo. 1999. Pengantar Bisnis Modern. Penerbit Liberty, Yogyakarta. Wiratmo M. 1996. Pengantar Kewirausahaan, Kerangka Dasar Memasuki Dunia Bisnis. BPFE. Yogyakarta.
Tropical Animal Husbandry Vol. 2 (1) 2013