MODEL PENGELOLAAN PENANGGULANGAN MASALAH KURANG ENERGI PROTEIN BERBASIS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI DESA GIRIREJO KECAMATAN IMOGIRI KABUPATEN BANTUL Abidillah Mursyid1, Idi Setyobroto 2, Waryana 3 1,2,3 Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, Jl. Tata Bumi 3 Banyuraden, Gamping, Sleman, Yogyakarta Email :
[email protected]
ABSTRACT Protein energy malnutrition (PEM) is one of the nutritional problems in children in Indonesia. Results of basic medical research in 2013 showed that the prevalence of average malnutrition at national level was 6.65%, stunting was 18.5 %, and under-weight was 13.3 % (Riskesdas, 2010). In Yogyakarta Province the average 0.7 % prevalence of malnutrition, nutritional status is very short at 10.2 %, and the nutritional status of a very thin 2.6 % ( DIY Health Office , 2010). Protein energy malnutrition problems in toddlers impact on the quality of Indonesia's young generation as the future generation, so it needs serious treatment. This study aims to create a long-term management model on nutrition improvement program. In particular, this study aims to analyze the role of local government in managing public nutrition improvement effort, to analyze community participation, and to develop management models of community-based nutrition program. This study was an observational study with qualitative approach. Design approach of this research was a case study. The study population was a group of villagers with activity to overcome protein energy malnutrition problem. The research sample of respondents was taken purposively. Sample size was determined by saturation. The data collected were the role of Girirejo local government, community participation, and the type of activity to overcome protein energy malnutrition problems. Data were analyzed interactively and simultaneously. The success of the program to overcome protein energy malnutrition problem in the Girirejo village was influenced by the local government's role in guiding community, and the role of government Sub District Imogiri, especially Imogiri I Health Centre. Internally the role of government influenced the increase of community participation and empowerment. The role of Girirejo local government was motivating, disseminating information, providing examples, raising awareness, guiding, mobilizing the community, facilitating and allocating resources. Meeting forum used to motivate Girirejo citizens was done through PKK (Family Wealth Education) meeting, household organisation, integrated service post, farmer groups, and yasinan (religious) meeting. The head of village and the head of public welfare department were the role model in guiding and managing program to overcome protein energy malnutrition problem. Keywords : the role of local government, community partisipation, malnutrition, community empowerment.
ABSTRAK Kurang energi protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi pada balita yang ada di Indonesia. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2013 menunjukkan, prevalensi gizi buruk rerata nasional 6,65%, status gizi sangat pendek 18,5%, dan status gizi sangat kurus 13,3% (Riskesdas, 2010). Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta rerata prevalensi gizi buruk 0,7%, status gizi sangat pendek 10,2%, & status gizi sangat kurus 2,6% (Dinkes DIY, 2010). Masalah KEP pada balita berdampak pada penurunan kualitas generasi muda bangsa Indonesia yang merupakan generasi penerus bangsa, sehingga perlu upaya penanggulangan yang serius. Penelitian ini jangka panjang bertujuan untuk menciptakan model pengelolaan program perbaikan gizi. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran pemerintah desa dalam mengelola upaya perbaikan gizi masyarakat, menganalisis partisipasi masyarakat, & menyusun menganalisis model pengelolaan program gizi berbasis pemberdayaan masyarakat. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan kualitatif.Desain penelitian ini adalah study kasus. Populasi penelitian adalah sekelompok masyarakat desa dengan aktivitas upaya penanggulangan masalah KEP. Sampel penelitian sebagai responden diambil secara pusposive. Besar sampel ditentukan secara jenuh. Data yang dikumpulakn adalah peran pemerintah desa Girirejo, partisipasi masyarakat, dan jenis kegiatan dalam penanggulangan masalah KEP. Data dianalisis secara interaktive dan simultan. Keberhasilan program penanggulangan masalah KEP dan gizi buruk di Desa Girirejo dipengaruhi oleh peranserta masyarakat peran pemerintah desa dalam membina masyarakat, dan peran pemerintah Kecamatan Imogiri, khususnya Puskesmas Imogiri I. Secara internal peran pemerintah desa berpengaruh terhadap peningkatan partsisipasi dan keberdayaan masyarakat. Pemerintah Desa Girirejo berperan memotivasi, menyebarluaskan informasi, memberikan contoh, menyadarkan, memotivasi, membimbing, menggerakkan masyarakat, memfasilitasi dan mengalokasikan sumber daya. Wadah pertemuan yang digunakan peemeritah desa Girirejo dalam memotivasi masyarakat dilakukan melalui pertemuan organisasi PKK, RT, posyandu, kelompok tani, dan pertemuan yasinan. Lurah dan Kaur Kemsyarakatan Desa Girirejo merupakan figur panutan yang menjadi contoh dan teladan dalam upaya pemecahan masalah KEP. Kata kunci : peran pemerintah desa, partsisipasi masyarakat, KEP, pemberdayaan masyarakat.
14 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 12, Nomor 1, Maret 2016, hlm. 13-22
PENDAHULUAN Angka kematian bayi di Indonesia dewasa ini masih tinggi yaitu 34 per 1.000 kelahiran hidup dan angka kematian balita 44 per 1.000 kelahiran hidup. Tingginya angka kematian bayi dan kematian balita tersebut dikarenakan masih ditemukan beberapa masalah kesehatan di masyarakat. Salah satu di antara masalah tersebut adalah kurang energi protein (KEP). KEP merupakan salah satu masalah gizi utama pada balita di Indonesia. Ada dua jenis tingkatan KEP yaitu KEP ringan atau gizi kurang dan KEP berat atau KEP 1). KEP merupakan salah satu masalah gizi pada balita yang ada di Indonesia. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2013, menunjukkan prevalensi gizi buruk rerata nasional 6,65%, status gizi sangat pendek 18,5%, dan status gizi sangat kurus 13,3%. Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta rerata prevalensi gizi buruk 0,7%, status gizi sangat 2) pendek 10,2%, dan status gizi sangat kurus 2,6% . Masalah KEP pada balita berdampak pada penurunan kualitas generasi muda bangsa Indonesia yang merupakan generasi penerus bangsa, sehingga perlu upaya penanggulangan yang serius. Penelitian ini jangka panjang bertujuan untuk menciptakan model pengelolaan program perbaikan gizi. 3) Berbagai macam program perbaikan gizi dilaksanakan pemerintah pemerintah, akan tetapi kasus KEP masih banyak ditemukan di masyarakat. Adanya fakta masih banyak ditemukan kasus KEP di masyarakat, menunjukkan bahwa program pemerintah untuk menanggulangi masalah KEP belum berhasil dengan optimal. Hal ini terjadi karena ada sebagian masyarakat yang menganggap upaya penanggulangan masalah KEP menjadi tanggung jawab pemerintah. Belum ada keseimbangan peran pemerintah dan peran masyarakat dalam program penanggulangan masalah KEP. 4) Masyarakat harus dilibatkan dalam perencanaan program penanggulangan KEP. Proses perencanaan kegiatan harus melibatkan masyarakat sejak menyusun rencana (perencanaan dari bawah). Perencanaan dari bawah ( bottom-up ) merupakan pendekatan pembangunan yang memposisikan masyarakat sebagai subjek pembangunan. Perencanaan program penanggulangan masalah KEP menggunakan perencanaan gabungan perencanaan dari bawah dan dari atas. 5) Di antara lima Kabupaten yang ada di DIY, Kabupeten Bantul merupakan salah satu
Kabupaten yang melaksanakan program penanggulangan KE/gizi buruk dengan strategi pemberdayaan masyarakat. Dengan strategi pemberdayaan masyarakat upaya penanggulangan masalah KEP pada balita menjaditanggung jawab bersama antara masyarakat, LSM, dan pemerintah. METODE Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan kualitatif. Desain penelitian ini menggunakan desain study kasus, suatu penelitian dengan tujuan untuk memahami proses yang terjadi di masyarakat berkaitan dengan tindakan/kegiatankelompok masyarakat. 6). Lokasi penelitian ini dilakasanakan di desa di Wilayah Kabupaten Bantul. Alasan lokasi penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Bantul, karena perhatian Pemda Kabupaten Bantul yang besar terhadap masalah KEP, gizi buruk, dan stunted. Untuk mengatasi masalah gizi buruk Pemerintah Kabupaten Bantul mengeluarkan kebijakan desa bebas 4 masalah kesehatan, dimana salah satunya mengupayakan agar di desa di wilayah Kabupaten Bantul bebas dari masalah gizi buruk. Waktu penelitian dilaksnakan pada Bulan Juni 2015 sd Agustus 2015. Objek dalam penelitian ini adalah situasi sosial yang mencakup upaya masyarakat Kecamatan Imogiri dalam kegiatan menanggulangi masalah gizi pada balita (masalah KEP). Informan dalam penelitian ini adalah orang yang terlibat secara aktif dan perpengalaman dalam kegiatan menanggulangi masalah gizi pada balita (masalah KEP) pada balita. Informan penelitianditentukan (diambil) secara purposive dengan kriteria yang persayaratan orang yang dapat memberi informasi tentang kegiatan menanggulangi masalah gizi pada balita (masalah KEP). Jumlah informan (besar sampel) ditentukan setelah diperoleh informasi jenuh (Punch). Variabel atau dimensi penelitian ini meliputi: 1) Pengelolaan Upaya Penanggulangan KEP, 2) Partisipasi masyarakat, 3) Peran pemerintah desa, 4) Peran pemerintah Kecamatan. Informasi dan data penelitian dikumpulkan dengan teknik wawancara mendalam, focus group discussion, penelusuran dokumentesi dan observasi. Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sen di ri.Informasi da n da ta p en e li tia n ini dikumpulkan sendiri oleh peneliti dengan menggunakan alat bantu. Data dikumpulkan dengan teknik wawancara mendalam, focus group discussion, observasi, dan dokumentasi. Alat bantu
Abidillah Mursyid, Dkk, Model Pengelolaan Penanggulangan Masalah Kurang Energi... 15
yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data adalah panduan wawancara mendalam, panduan FGD, alat tulis, tape recorder, dan alat pengambil gambar (kamera). Soegiono). Validitas dan keabsahan data penelitian ini dijamin dengan cara peneliti melakukan pengumpulan data menggunakan teknik trianggulasi . Trianggulasi sumber dilakukan peneliti dalam mengumpulkan data dengan memanfaatkan beragam sumber informasi sehingga data yang diperoleh benar-benar sa h i h /va l i d .Tri a n g g u l a si me to d e , p e n e l i ti mengumpulkan data menggunakan berbagai metode untuk mengumpulkan satu jenis data,
Pengumpulan data
dengan tujuan saling melengkapi dan memantapkan sehingga diperoleh data yang valid. Milles). Analisis data penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model interaktif, analisis yang terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan mulai dari penyusunan transkrip, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/ verifikasi. Proses analisis data dimulai dari pengumpulan data yang selalu diikuti kegiatan penyusunan transkrip, mengedit data, mereduksi data, kategorisasi, menyajikan data, menginterpretasikan data, dan menarik kesimpulan/verifikasi. Langkah-langkah analisis data seperti pada Gambar 2.
Penyajian data
Reduksi data Kesimpulan/ Verifikasi
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Peran Pemerintah Desa Girirejo Dalam Penanggulangan KEP Peran pemerintah desa adalah tindakan yang dilakukan oleh seperangkat pimpinan desa yang dikenal pamong desa sesuai dengan struktur dan kedudukannya dalam pemerintahan desa. Peran pemerintah desa Girirejo dalam program penanggulangan KEP adalah memotivasi, memfasilitasi, dan membina masyarakat dalam upaya penanggulangan masalah KEP, seperti penuturan informan berikut ini: Pamong desa yang berperan dalam memotivasi dan mendorong masyarakat dalam upaya penanggulangan masalah gizi buruk di wilayah kami adalah Bu Lurah, pak Kesra, dan Pak dukuh”(Sd, Tegalrejo, 14 Juli 2015).
Keterangan tersebut dapat dimaknai bahwa pamong desa berperan sebagai panutan masyarakat. Kepala dukuh, kader, pengurus PKK dalam penanggulangan masalah KEP itu sebagai figur yang dicantoh dan dijadikan panutan dalam bertindak, seperti penuturan peserta FGD berikut ini: Pamong desa itu sebagai panutan seluruh warga wasyarakat di dusun jadi sebagai panutan masyarakat termasuk panutan dalam upaya menanggulangi masalah gizi buruk, kalau pak dukuh ndawuhi itu… wah masyarakat manut pasti mengikuti ”(JM, Tegalrejo, 14 Juli 2015). Penuturan informan tersebut dapat dimaknai bahwa pamong desa terutama Bu Lurah, Pak Kesra, pak dukuh, ibu dukuh (istri kepala dukuh itu menjadi sosok orang yang dianut dan dicontoh masyarakat dalam upaya penanggulangan masalah gizi buruk dan KEP
16 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 12, Nomor 1, Maret 2016, hlm. 13-22
pada balita. Informan lain menjelaskan bahwa pamong desa berperan memfasilitasi masyarakat kegiatan penanggulangan masalah KEP, sepertipenuturan informan berikut: “…Pamong desa masyarakat terutama pak dukuh mengusahakan atau menyediakan sarana dan prasarana, menghubungi Puskesmas, lapor ke Puskesmas. Kalau ada keluarga yang miskin, tidak punya uang untuk berobat diberi kemudahan untuk mengurus kartu jamkesmas, membuatkan surat keterangan tidak mampu. Fasilitas yang yang diberikan oleh pamong desa masyarakat berupa tempat untuk melaksanakan posyandu, peralatan untuk melaksanakan posyandu seperti meja, kursi, alat masak, tali untuk mengantung dacin. Kalau di masjid dan mushola yang berupa pengeras suara untuk mengumumkan dan mengingatkan kegiatan penimbangan…''”(Sd, Tegalrejo, 14 Juli 2015). Peran pamong desa masyarakat selain memfasilitasi dan membina adalah ngesuhi masyarakat dalam berpartisipasi ikut melaksanakan kegiatan. Hal tersebut sesuai penuturan informan peserta FGD berikut ini: “…Peran pamong desa masyarakat membina, ngesuhi , memantau kegiatan yang dilaksanakan kader, mendatangi posyandu., mengusahakan agar dapat bantuan dari Puskesmas. Kalau ada keluarga atau masyarakat yang kurang kesadarannya dioprak-oprak agar sadar untuk meningkatkan perhatian pada anaknya…” ”(Sd, Tegalrejo, 14 Juli 2015). Keterangan dari beberapa informan tersebut dapat dimaknai bahwa peran utama pamong desa dalam penanggulangan masalah gizi pada balita adalah menyadarkan, memotivasi, membina, memfasilitasi, memberi bantuan terhadap masyarakat dalam kegiatan upaya menanggulangi masalah KEP dan gizi buruk pada balita. Pamong desayang berperan dalam penanggulangan masalah gizi buruk adalah lurah desa, bagian kemasyarakatan (Kesra), kepala dukuh, ketua RT. Pamong desa berperan sebagai panutan masyarakat. Lurah desa, bagian Kemasyarakatan (Kesra), dan Kepala dukuh merupakan figur yang dicontoh dan dijadikan panutan oleh masyarakat dalam bertindak. Pamong desa
terutama pak dukuh, ibu dukuh (istri kepala dukuh) menjadi sosok orang yang dianut dan dicontoh masyarakat dalam upaya penanggulangan masalah KEP dan gizi buruk pada balita. Tindakan pak dukuh atau kader selalu menimbang balitanya di posyandu, memanfaatkan pekarangan untuk ditanami sayuran dan buah-buahan merupakan tindakan yang dicontoh oleh masyarakat di wilayahnya. Upaya-upaya pamong desa dalam memotivasi masyarakat dilakukan dengan menggalang masyarakat lewat pertemuaan yang dilaksanakan oleh masyarakat desa seperti rapat LPMD, pertemuan PKK, RT, posyandu, kelompok tani, dan pertemuan warga. Peran fasilitasiyang dilakukan pamong desa masyarakatadalah memberikan kemudahan masyarakat dalam memperoleh sarana prasarana, kartu jaminan pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin (gakin). Pamong desa masyarakat di Bantul merupakan orang yang menjadi panutan masyarakat. Peran pamong desa masyarakat sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan kelestarian upaya penanggulangan masalah gizi buruk melalui pemberdayaan masalah KEP. 2. Peran Pemerintah Desa dalam Identifikasi Masalah Kegiatan penanggulangan masalah KEP di Desa Girirejo dilaksanakan oleh masyarakat mulai dari mengenal masalah. Hal ini sesuai penuturan informan berikut: “…..Peran pimpinan seperti kepala desa dan pamong (Lurah desa, Kepala Urusan Kesejaraan masyarakat, pamong desa masyarakat lain seperti pak dukuh) melakukan sosialisai dan penyuluhan pada masyarakat agar masyarakat memahami adanya masalah KEP di masyarakat seperti adanya balita yang kurus” (NR, Banyusumurup, 15 Juli 2015). Keterangan informan tersebut dapat dimaknai bahwa pimpinan kelompok masyarakat (desa) merupakan sekumpulan orang yang dipercaya masyarakat sebagai panutan. Pimpinan Desa Girirejo mebina masyarakat agar mengenal adanya masalah gizi seperti KEP di setiap dusun. Setiap bulan kader dan massysrakat dibina oleh perangkat desa agar selalu waspada dan mengenal adanya masalah gizi. Keterangan dari informan tersebut dapat dimaknai bahwa peran utama pimpinan
Abidillah Mursyid, Dkk, Model Pengelolaan Penanggulangan Masalah Kurang Energi... 17
masyarakat dalam penanggulangan maslah KEP dan gizi buruk mulai dari identifikasi menjaring masalah KEP yang ada disetiap dusun di wilayah Desa Girirejo. Pimpinan desa yang berperan adalah pamong desa, khususnya Kepala Urusan Kesejahteraan rakyat (Ka. Ur. Kesra), kepala dukuh (kepala dusun), ketua RT, ketua Dasa Wisma, dan pengurus PKK baik tingkat desa maupun tingkat pedukuhan. Para pemegang pemerintah desa berperan sebagai panutan masyarakat. Kepala dukuh, kader, pengurus PKK merupakan figur yang dicontoh dan dijadikan panutan oleh masyarakat dalam bertindak dan berpartisipasi mendukung keberhasilan Program penanggulangan masalah KEP dan gizi buruk. Pamong desa Girirejo terutama pak lurah, pak kesra, pak dukuh, ibu dukuh (istri kepala dukuh), pengurus PKK, kader kesehatan menjadi sosok orang yang dianut dan dicontoh masyarakat dalam upaya penanggulangan masalah KEP. 3. Peran Pemerintah Desa Girirejo Dalam Perencanaan Kegiatan Porses perencanaan kegiatan penanggulangan masalah KEP dan gizi buruk pada balita di Desa Girirejo dilaksanakan oleh masyarakat, terutama kader yandu dan pengurus PKK. Setiap bulan kader mengadakan rapat menyususn rencana kegiatan. Agenda rapat yang dibicarakan adalah: sumberdana untuk melaksanakan pemantauan pertumbuhan, tempat kegiatan, tempat memasak, pembagian tugas dalam kegiatan posyandu. Kegiatan yang lebih penting lagi dalam rapat perencanaan adalah membahas waktu pelaksanaan kegiatan, lokasi, biaya dan bahan yang dapat digunakan untuk mendukung kegiatan, seperti penuturan informan berikut ini: “...Pak Kesra atau pak Dukuh itu sering memberi pagarahan pada saat kami mengadakan pertemuan untuk menyususn rencana penimbangan/ bulan…” ( SG, Girirejo, 15 Agustus, 2015). Informasi tersebut dapat dimaknai bahwa, pemerintah Desa Girirejo berperan dalam meberikaan pengarahan dan motivasi pada perencanaan kegiatan penanggulangan masalah KEP. Pak Dukuh atau pak Kesra selalu memperhatikan proses perencanaan yang dilaksanakan oleh kader pada rapat pertemuan/bulan.
4. Peran Lintas Sektor dalam Penanggulangan Masalah KEP Peran lintas sektor adalah adalah tindakan yang dilakukan petugas pembina dari pemerintah tingkat kecamatan sesuai dengan tugas, tanggung jawab dankedudukannya dalam upaya penanggulangan masalah gizi buruk. Pemerintah yang berperan dalam pelaksanaan penanggulangan masalah gizi buruk pada balita adalah instansi dari puskesmas dan PLKB, seperti penuturan peserta FGD berikut ini: “…Instansi dari kecamatan yang berperan dan sering membina masyarakat dalam upaya menanggulangi masalah gizi buruk adalah dari puskesmas, Petugas penyuluh pertanian (PPL), pembina peternakan, perikanan, terus PLKB Ada juga PKK dan sektor lain seperti dari petugas pertanian, peternakan, dan perikanan tetapi jarang membina…” (Yl, Girirejo, 12 Juli 2015). Petugas puskesmas berperan dalam pembinaan pemantauan pertumbuhan anak di posyandu, penyuluhan, pembunaan kader. Petugas gizi dari puskesmas melatih, membina, memantau, mengevaluasi, dan memfasilitasi, seperti penuturan peserta FGD berikut ini: ”...Puskesmas itu membina, memberi bantuan PMT dan peralatan untuk penimbangan, menyuluh, dan melatih kader, dan memfasilitasi keperluan untuk melaksanakan upaya penanggulangan masalah gizi yang tidak bisa dipenuhi oleh masyarakat....”. (Sg, Girirejo , 12 Mei 2015). Peran puskesmas dalam penanggulangan masalah KEP adalah melatih, membina, memantau dan memfasilitasi, seperti penuturan peserta FGD berikut ini: “…Peranipun puskesmas niku nggih... membina, mengupayakan bantuan peralatan, melatih kader, memantau kegiatan, dan memberi penyuluhan pada saat kegiatan yandu…” (Sg, Girirejo, 4 Agustus 2015). Instansi dari BKKBN yang diwakili petugas PKLB memberikan bantuan modal untuk usaha ibu-ibu sehingga dapat meningkatkan pendapatan keluarga, seperti penuturan peserta FGD berikut ini:
18 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 12, Nomor 1, Maret 2016, hlm. 13-22
“…Petugas PLKB dari kecamatan itu sering mengusahakan modal usaha industri rumah tangga sehingga meningkatkan ekonomi keluarga, sedangkan dari peternakan memberikan bantuan ayam untuk hasilnya untuk dimakan keluarga, dan dari pertanian sering meeberi bantuan bibit sayuran dan buah seperti mangga” (Jmnh, Banyusumurup, 4 Agustus 2015). Peran fasilitator/petugas dari puskesmas Imogiri I dan sektor terkait di tingkat kecamatan Imogiri mengusahakan kemudahan masyarakat Girirejo dalam melaksanakan upaya penanggulangan masalah KEP dan gizi buruk. Petugas puskesmas melaksanakan pembinaan pada masyarakat terutama pembinaan kader dalam melaksnakan pemantauan pertumbuhan anak, cara menyusun hidangan bergizi dengan harga yang murah, memanfaatkan potensi sumber daya lokal. Sebagai fasilitator petugas dari tingkat kecamatan memahami kebutuhan masyarakat, budaya yang dimiliki masyarakat. Fasilitator berupaya mengembangkan m a s y a r a k a t u n tu k m e m b a n g u n ti n g k a t kemandirian dalam menyelesaikan masalah gizi secara mandiri. Peran fasilitasi, yaitu memberikan kemudahan keluarga miskin untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Memfasilitasi pelayanan kesehatan/pengobatan bagi balita gizi buruk yang menderita sakit. Memfasilitasi terpenuhinya kebutuhan vitamin A bagi balita. Peran konsultasi, yaitu sebagai penasihat dilakukan dalam bentuk memberikan penyuluhan kepada masyarakat/penerima manfaat.Pada dasarnya peran pemerintah memberikan petunjuk kepada masyarakat agar pelaksanaan pemberdayaan pola asuh untuk menanggulangi masalah gizi buruk dapat berjalan sesuai dengan tujuan. Masyarakat berperan utama sedangkan pemerintah sebagai pendukung, ada keseimbangan antara peran pemerintah dan masyarakat sesuai dengan kemampuan dan wewenang masing-masing. Identifikasi masalah gizi buruk dilaksanakan oleh masyarakat baik oleh keluarga maupun dilaksanakan oleh kader yandu. Ibu balita mengetahui kejadian gizi buruk dari hasil penimbangan. Kader memberitahu ibu balita pada saat penimbangan di posyandu. Balita dengan grafik berat badan pada KMS berada di bawah garis merah, menunjukkaan kemungkinan balita tersebut gizi buruk, seperti penuturan informan berikut:
“ Untuk mengatasi masalah KEP atau anak yang kurus di desa ini dilakukan penyluhan, PMT, dan penimbangan di posyandu, dari hasil penimbangan berat badan anak yang ada di pedukuhan, kader mencatat anak-anak yang kurus. ...”(DM, Banyusumurup, 15 Juli 2015). Informasi yang diperoleh dari beberapa informan tersebut dapat dimaknai bahwa masyarakat mengenalmasalah gizi buruk dengan mengetahui tanda fisik seperti anak kelihatan kurus, nampak lebih kecil bila dibandingkan dengan teman sebaya dan melalui penimbangan. Identifikasi masalah gizi buruk dilakukan oleh kader di kelompok dusun (posyandu) dilakukan melalui penimbangan balita. Grafik pertumbuhan berat badannya balita yang berada di bawah garis merah (BGM) langsung dirujuk ke puskesmas. Balita yang dirujuk kader ditindak-lanjuti petugas gizi puskesmas untuk dilakukan pengukuran ulang (divalidasi). Hasil validasi yang dilakukan oleh petugas Puskesmas dilaporan kembali kepada kader (feed back). Selanjutnya, kader memberitahu pada keluarga balita. Program penanggulangan masalah KEP pada balita merupakan salah satu program pembangunan bagi pemerintaah Desa Girirejo Kabupaten Bantul. Strategi yang ditempuh Pemerintah Desa Girirejo untuk menanggulangi masalah KEP ditempuh dengan pemberdayaan masyarakat. Masyarakt Desa Girirejo secara sadar dan aktif melaksanakan kegiatan penanggulangan masalah KEP. Lurah Desa Girirejo aktif melakukan sosialisasi dan memotivasi agar masyarakat melakukan upaya menanggulangi masalah KEP dan gizi buruk secara swadaya. Uapaya penanggulangan masalah gizi di Desa Girirejo dilaksanakan oleh masyarakat dengan bimbingan dari pemerintah desa dan pemerintah Kecamatan Imogiri. Pemerintah Desa Girirejo berperan mulai dari membina masyarakat dalam mengenal masalah, merencanakan kegiatan, melaksanakan kegiatan, memantau, dan menilai hasil kegiatan. Tahap-tahap pemberdayaan masyarakat untuk menanggulangi masalah gizi buruk dimulai dari penyadaran masyarakat untuk meningkatkan kemauan dan kemampuan keluarga dan masyarakat dalam melakukan identifikasi masalah, menggali potensi sumberdaya yang dimiliki untuk mengatasi masalah, menyusun rencana kegiatan, melaksanakan kegiatan, pemantauan dan evaluasi kegiatan.
Abidillah Mursyid, Dkk, Model Pengelolaan Penanggulangan Masalah Kurang Energi... 19
Pembinaan masyarakat dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat dalam mengenal dan mencegah timbulnya masalah KEP dan gizi buruk. Sasaran pembinaan adalah ibu balita, kader yandu, pengurus PKK, dan pengurus dasa wisma. Bina usaha dilakukan dalam bentuk pembinaan usaha industri kecil di tingkat rumah tangga. Masyarakat dilatih dan diberi keterampilan agar dapat melakukan usaha ekonomi skala mikro (tingkat rumah tangga). Keluarga miskin diberi bantuan modal untuk melakukan usaha peningkatan pendapatan keluarga. Bina lingkungan dilakukan untuk menciptakan lingkungan rumah yang bersih, sehat, dan dimanfaatkan untuk ditanami sayur dan buah. Lingkungan yang bersih dan sehat dapat menghindarkan dari penyakit infeksi balita. Sasaran atau penerima manfaatprogram penanggulangan masalah KEP adalah keluarga yang mempunyai balita. Keluarga balita sebagai penerima manfaat langsung, berperan utama dalam pelaksanaan kegiatan. Kader dan tokoh masyarakat merupakan sasaran tidak langsung berperan memotivasi dan membimbing keluarga. Keberhasilan program penanggulangan masalah gizi buruk tergantung dari peran keluarga, kader, dan tokoh masyarakat. Keluarga merupakan kelompok terkecil yang setiap hari memberi makan, mengasuh, menjaga kebersihan, dan menjaga kesehatan balita. Istilah bagi masyarakat Girirejo orangtua itulah yang setiap hari ”nggulawentah” yang berarti selalu memberikan perhatian, perawatan dan kasih sayang pada balita. Orangtua bertanggung jawab terhadap pemenuhan gizi dan kesehatan balita.
mengasuh balita, dan menjaga kesehatan balita. Kader, pengurus PKK, dasa wisma, dan ibu balita melaksanakan penimbangan dan penyuluhan setiap bulan di posyandu. Aktivitas kader yanduberpengaruh terhadappartisipasi masyarakat dan keberhasilan upaya penanggulangan masalah gizi buruk. Di luar kegiatan posyandu, kader melaksanakan kegiatan kunjungan, pendampingan keluarga balita kasus gizi buruk dan memberi penyuluhan pada ibu balita. Kegiatan masyarakat untuk menanggulangi masalah gizi buruk yang dilaksanakan di Desa Girirejo Kabupaten Bantul dilaksanakan oleh kelompok masyarakat dusun dalam wadah posyandu, dan tingkat keluarga. Di tingkat desa dibentuk tim pengurus yang bertugas memotivasi, membina dan memfasilitasi upaya-upaya yang dilakukan masyarakat di tingkat dusun. Di tingkat kelompok masyarakat dusun (posyandu) masyarakat diberdayakan dalam mengenal masalah gizi buruk di wilayah pedukuhan (posyandu), penemuan kasus gizi buruk, merencakan kegiatan, penyuluhan, penimbangan balita, pendampingan keluarga kasus gizi buruk, gerakan membersihkan lingkungan, dan pemanfaatan pekarangan. Setiap ditemukan kasus gizi buruk dilakukan tindakan: 1) Pemeriksaan dan pengobatan oleh tenaga medis dari puskesmas, 2) Diberi bantuan PMT selama tiga bulan bagi balita dari keluarga miskin, 3) Dilakukan pendampingan terhadap keluarga, 4) Pemantaun berat badan balita, dan 5) Pemantauan berat badan balita. Di tingkat keluarga orangtua balita diberdayakan dalam pola asuh balita. Tindakan pola asuh balita ditingkat keluarga meliputi: mengenal masalah gizi buruk pada balita, menyiapkan makan, mengasuh, menjaga kebersihan, dan kesehatan balita.
Upaya penanggulangan masalah KEP di Desa Girirejo sudah melembaga. Lembaga organisasi sebagai wadah untuk menanggulangi masalah KEP menggunakan wadah posyandu. Kepengurusan posyandu di tingkat pedukuhan (dusun) di bawah kepengurusan organisasi PKK dusun. Organisasi posyandu bersifat organisasi fungsional yang dipimpin oleh seorang pimpinan dan dibantu oleh para pelaksana pelayanan yang terdiri dari kader yandu. Jumlah kader yandu ratarata tujuh orang/posyandu. Unit pengelola posyandu ini dipimpin oleh seorang ketua yang dipilih dari para anggota biasanya istri kepala dukuh.
Sarana dan prasarana untuk menyelenggarakan kegiatan upaya penanggulangan masalah gizi buruk pada balita berupa tempat untuk melaksanakan penimbangan/pemantauan pertumbuhan, meja, kursi, timbangan dacin, sarung timbang/celana timbang, microtoice, KMS, poster, buku catatan hasil penimbangan. Sarana ini digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan penanggulangan masalah gizi buruk di tingkat pedukuhan, untuk melaksanakan pemantauan pertumbuhan, deteksi dini balita gizi buruk, dan penyuluhan.
Tenaga yang melaksanakan upaya penanggulangan masalah KEP dan gizi buruk adalah masyarakat, terutama ibu balita dan kader. Ibu balita melaksanakan upaya penanggulangan masalah gizi buruk dalam bentuk menyediakan makan balita, menjaga kebersihan balita,
Pembinaan kegiatan penanggulaangan masalah KEP dilakukan melalui laporan hasil kegiatan kader di posyandu dan pembinaan lewat pertemuan kader di puskesmas, desa, dan dusun. Materi pembinaan disesuaikan dengan laporan dan hasil penilaian keberhasilan upaya
20 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 12, Nomor 1, Maret 2016, hlm. 13-22
penanggulangan masalah gizi buruk kelompok masyarakat. Hasil akhir yang dinilai keberhasilan suatu desa dalam melaksanakan upaya penanggulangan masalah gizi buruk adalah tidak ditemukannya kasus gizi buruk pada balita. Suatu dusun dinilai bebas dari masalah gizi buruk apabila partisipasi masyarakat (D/S), sebesar 90%. (ARRIF/Depkes).
kepala dukuh, ketua R, ketua dasa wisma, dan pengurus PKK baik tingkat desa maupun tingkat pedukuhan. Tokoh masyarakat berperan dalam menyadarkan masyarakat, memotivasi, memfasilitasi dan ngesuhi (mengikuti dan menampung semua aspirasi anggota masyarakat).Pemerintah (tim lintas sektor) yang berperan dalam pemberdayaan penanggulangan masalah KEP di Desa Girirejo adalah instansi dari puskesmas dan PLKB. Peran puskesmas dalam penanggulangan masalah gizi buruk adalah melatih, membina, memfasilitasi, memantau, dan mengevaluasi. Peran swasta dalam penanggulangan masalah gizi buruk di daerah pasca gempa Kabupaten Bantul sangat besar. Widagdo).
Keberhasilan kegiatan penanggulangan masalah KEP tidak terlepas adanya dukungan biaya. Biaya untuk mendukung upaya penanggulangan masalah gizi buruk di Kabupaten Bantul berasal dari masyarakat dan pemerintah. Sumber biaya dari masyarakat berasal dari iuran RT, dan dasa wisma.D ana dari pemerintah bersumber dari APBD tingkat II dan biaya operasional kesehatan. Pemerintah mengusahakan bantuan dana untuk menunjang kegiatan posyandu seperti dana untuk membeli bahan makanan bahan PMT, untuk rujukan balita gizi buruk, untuk transport kader, dan untuk pengadaan sarana posyandu yang bersumber dari anggaran dana desa (ADD) dan dari Pemerintah Kabupaten Bantul.
Fasilitator dalam program penanggulangan masalah KEP di masyarakat adalah petugas dari lintas sektor tingkat kecamatan yang terdiri dari bidan, petugas gizi, petugas penyuluh lapang pertanian (PPL), dari peternakan, perkbunan, dan petugas promosi kesehatan. Petugas kesehatan dari lintas sektor dan puskesmas dalam kapasitasnya sebagai fasilitator membantu masyarakat berupa bantuan teknis dan bahan atau peralatan.. Keterkaitan antara peran pemerintah desa, peran petugas kesehatan, dan peran fasilitator dapat digambarkan sebagai model seperti pada skema berikut.
Tokoh masyarakat yang berperan dalam penanggulangan masalah KEP adalah pamong desa, khususnya bagian kemasyarakatan (Kesra),
Peran petugas kesehatan Peran Lintas sektor
Kemampuaan masyarakat: - Identifikasi masalah - Mengenal potensi, - Merencanakan kegiatan - Pelaksanaan kegiatan - Pemantauan kegiatan - Penilaian hasil kegiatan
Peran pemerinta desa
Partipasi masyarakat : - Tenaga - Dana - Bahan - Pemikiran
Kemandirian Masyarakat dalam Penanggulangan masalah KEP
Peningkatan status gizi
Potensi sumberdaya lokal
Gambar 1.3 Peran Pemerintah Desa Girirejo Dalam Penanggulangan Masalah KEP Berbasis Pemberdayaan Masyarakat
Abidillah Mursyid, Dkk, Model Pengelolaan Penanggulangan Masalah Kurang Energi... 21
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Keberhasilan program penanggulangan masalah KEP di Desa Girirejo merupakan hasil kerjasama antara peranserta masyarakat, peran pemerintah desa dalam membina masyarakat, dan peran pemerintah Kecamatan Imogiri, khususnya Puskesmas Imogiri I. Secara internal peran pemerintah desa berpengaruh terhadap peningkatan partsisipasi dan keberdayaan masyarakat. Pemerintah desa Girirejo berperan memotivasi, menyebarluaskan informasi, memberikan contoh, menyadarkan, memotivasi, membimbing, menggerakkan masyarakat, memfasilitasi dan mengalokasikan sumber daya. Peran tersebut merupakan tindakan yang dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesadaran masyarakat sehingga pada gilirannya dapat menumbuhkan partisipasi masyarakat terhadap upaya penanggulangan masalah KEP. Mantapnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan akan meningkatkan tingkat kelangsungan program penanggulangan masalah KEP. Partisipasi masyarakat merupakan kunci utama keberhasilan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan termasuk program penanggulangan masalah KEP. Wadah pertemuan yang digunakan peemeritah desa Girirejo dalam memotivasi masyarakat dilakukan melalui pertemuan organisasi PKK, RT, posyandu, kelompok tani, dan pertemuan yasinan. Lurah/Kepala desa dan Kaur Kemsyarakatan Desa Girirejo merupakan figur panutan yang menjadi contoh dan teladan dalam upaya pemecahan masalah kesehatan dan gizi. 2. Saran 1. Kepada semua tim lintas sektor pembina upaya perbaikan gizi, dapat menerapkan pembinaan upaya masyarakat dalam penanggulangan masalah KEP seperti model yang dilaksanakan di Desa Girirejo Kecamatan Imogiri Kabuapten Bantul. 2. Kepada Tim Pembina Gizi Masyarakat Pemerintah desa berperan dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penanggulangan masalah KEP, karena adanya pergantian pimpinan desa (lurah) secara periodik, kepada Tim pembina gizi masyarakat diharapkan selalu mengadakan advokasi pada setiap kali pergantian
pimpinan desa sehingga pimpinan yang baru tetap kosisten mendukung program penanggulangan KEP yang sudah berjalan baik. DAFTAR PUSTAKA 1. Alsa A. 2007. Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif Serta Kombinasinya Dalam Penelitin Psikologi Satu Uraian Singkat dan Contoh Berbagai Tipe Penelitian. Cetakan III. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2. Burhan, B. 2007. Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial lainnya. Jakarta: Kencana Pradana Media Group. 3. Depkes RI. 2009. Sistem kesehatan nasional. Jakarta. 4. Depkes RI. 2005. Rencana aksi nasional (RAN) pencegahan dan penanggulangan KEP 20052009. Jakarta. 5. Departemen Kesehatan RI.1995.ARRIF Pedoman Manajemen Peran Serta Masyarakat. Jakarta. 6. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2011. Standarisasi Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Jawa Tengah. Semarang. 7. Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, 2013. Profil kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013. Yogjakarta. 8. Jacobs B and PriceN. 2005. Improving acces for the poorest to public sector health services: insight from Kirivong Operational Health District in Cambodia, Oxford University Press. Diunduh 12 Juli 2013. 9. Kementrian Kesehatan. 2010. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta 10.Khomsan, A. 2004. Peranan Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup. Jakarta : Gamedia Widiasarana Indonesia 11.Miles MB and HubermanAM. 2009. Qualitative Data Analysis, Analisis Data Kualitatif Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru. diterjamahkan oleh Rohidi, T.R. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). 12.Pemerintah RI dan UNICEF.1999.Panduan Umum Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta.
22 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 12, Nomor 1, Maret 2016, hlm. 13-22
13.Punch KF. 1999. Instroduction to Social Research Quantitative & Qualitative Approaches. London : Sage Publication. 14.Murti B. 2010. Disain dan ukuran sampel untuk penelitian kuntitatif dan kualitatif di bidang kesehatan. Yogyakarta: Gajahmada University Press. 15.Notoatmodjo S. 2007. Promosi kesehatan & ilmu perilaku . Jakarta: Rineka Cipta. 16.Soekirman. 2005. KEP, Kemiskinan, dan KKN. http./www. gizi.net/prof- Soekirman.htm. diunduh 6 September 2011. 17.Sugiono, 2006. Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. 18.UNICEF.2004. Strategy for improved nutrittion of children and women in developing countries. New York:UNICEF. 19.Widagdo. 2007. Ciri-ciri Kepala Desa Yang Berpengaruh Terhadap Peran Serta Kader Kesehatan Dalam Meningkatkan Kinerja Posyandu.Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia (The Indonesian Journal oh Health Promotion). Volume 2/No.1/Januari 2007